Pendidikan mengandung arti dalam lapangan apa dan dimana kepemimpinan itu
berlangsung, dan sekaligus menjelaskan pula sifat atau ciri-ciri yang harus dimiliki oleh
kepemimpinan itu.
B. Konsep Dasar
Fungsi utama pemimpin pendidikan adalah kelompok untuk belajar memutuskan bekerja
antara lain :
Berdasarkan konsep, sifat dan sikap dan cara-cara pemimpin tersebut melakukan dan
mengembangkan kegiatan kepemimpinan dalam lingkungan kerja yang dipimpinnya, maka
kepemimpinan pendidikan diklasifikasikan kedalam empat tipe yaitu :
a. Tipe otoriter
Tipe kepemimpinan otoriter disebut juga tipe kepemimpinan “authoritarian”. Dalam
kepemimpinan yang otoriter, pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap anggota-
anggota kelompoknya. Dominasi yang berlebihan mudah menghidupkan oposisi atau
menimbulkan sifat apatis, atau sifat-sifat pada anggota kelompok terhadap pemimpinnya.
b. Tipe “Laissez Fair”
Dalam tipe kepemiminan ini sebenarnya pemimpin tidak memberikan kepemimpinannya,
dia membiarkan bawahannya berbuat sekehendaknya. Pemimpin sama sekali tidak
memberikan control dan koreksi terhadap pekerjaan bawahannya. Pembagian tugas dan
kerja sama diserahkan sepenuhnya kepada bawahannya tanpa petunjuk atau saran-saran
dari pemimpin. Tingkat keberhasilan organisasi atau lembaga semata-mata disebabkan
karena kesadaran dan dedikasi bebrapa anggota kelompok, dan bukan karena pengaruh
dari pemimpin. Struktur organisasinya tidak jelas dan kabur, segala kegiatan dilakukan
tanpa rencana dan tanpa pengawasan dari pimpinan.
c. Tipe demokratis
Teori pertama, berpendapat bahwa seseorang akan menjadi pemimpin karena ia memang
dilahirkan untuk menjadi pemimipin, dengan kata lain ia mempunyai bakat dan pembawaan
untuk menjadi pemimpin. Menurut teori ini tidak setiap orang bisa menjadi pemimpin, hanya
orang-orang yang mempunyai bakat dan pembawaan saja yang bisa menjadi pemimpin. Maka
muncullah istilah “leaders are borned not built”. Teori ini disebut dengan teori genetis.
Teori kedua, mengatakan bahawa seseorang akan menjadi pemimpin kalau lingkungan, waktu
atau keadaan memungkinkan ia menjadi pemipin. Setiap orang bisa menjadi pemimpin asal
diberi kesempatan dan diberi pembinaan untuk menjadi pemimpin walaupun ia tidak mempunyai
bakat atau pembawaan. Maka muncullah istilah “leaders are built not borned”. Teori ini disebut
dengan teori social.
Teori ketiga, adalah gabungan dari teori pertama dengan teori kedua ialah untuk menjadi seorang
pemimpin perlu bakat dan bakat itu perlu dibina supaya berkembang. Kemungkinan untuk
mengembangkan bakat ini tergantung kepada lingkungan, waktu dan keadaan. Teori ini disebut
teori ekologis.
Teori keempat, disebut teori situasi. Menurut teori ini setiap orang bisa menjadi pemimpin, tetapi
dalam situasi tertentu saja karena ia memiliki kelebihan-kelebihan yang diperlukan dalam situasi
itu. Dalam situasi lain dimana kelebihan-kelebihannya itu tidak diperlukan, ia tidak akan menjadi
pemimpin, bahkan mungkin hanya menjadi pengikut saja.
Kazt mengemukakan tiga keterampilan / skills yang harus dikuasai oleh seorang
pemimpin, ialah human relation skill, technical skill, dan conceptuan skill. Seberapa jauh ketiga
keterampilan itu harus dipunyai pemimpin sesuai dengan kedudukannya.
Kemampuan berhubungan dengan bawahan. Bekerja sama menciptakan iklim kerja yang
menyenangkan dan koorperatif. Terjalin hubungan yang baik sehingga bawahan merasa aman
dalam melaksanakan tugasnya.
b. Technical Skill
c. Conceptual Skill
Pendekatan sifat didasari asumsi bahwa kondisi fisik dan karakteristik pribadi adalah
penting bagi kesuksesan pemimpin. Hal tersebut akan menjadi faktor penentu yang membedakan
antara seorang pemimpin dengan bukan pemimpin. Sifat sifat pokok itu biasanya meliputi :
Gaya-gaya kepemimpinan dapat dikategorikan sebagai gaya yang berorientasi pada tugas
(task oriented) dan gaya yang berorientasi pada hubungan dengan bawahannya (employee
oriented). Yang dimaksudkan dengan istilah gaya ialah suatu cara berperilaku yang khas dari
seorang pemimpin terhadap para anggoa kelompoknya. Jadi, apa yang dipilih oleh pemimpin
untuk dikerjakan, kapan ia mengerjakannya dan cara ia bertindak, akan membentuk gaya
kepemimpinannya.
3. Studi Kepemimpinan Ohio State University
Studi kepemimpinan yang dilakukan ohio state university oleh hemphil dan Coons, dan
kemudian dilakukan oleh Halpin dan Winer, melihat kepemimpinan itu atas dua dimensi perilaku
pemimpin yaitu “initiating structure and consideration”.
Yang dimaksud dengan initiating structure adalah cara memimpin yang melukiskan
hubungannya dengan bawahan dalam usaha menetapkan pola organisasi, saluran komunikasi,
dan metoda atau prosedur yang dipakai didalam organisasi. Sedangkan yang dimaksud dengan
“consideration” (tenggang rasa) adalah perilaku yang berhubungan dengan persahabatan, saling
mempercayai, saling menghargai, kehangatan, perhatian, dan keakraban hubungan antara
pimpinan dengan para anggota kelompoknya. Kombinasi antara perilaku kepemimpinan tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut :
Teori ini dikemukakan oleh Robert K. Blake dan Jane S. mouton yang membedakan dua
dimensi dalam kepemimpinan yaitu : “Concern for people” dan “Concern for Production”. Pada
dasarnya teori managerial grid ini mengenal lima gaya kepemimpinan yang didasarkan atas dua
aspek utama tadi yaitu pertama menekankan pada produksi (concern for production) dan yang
kedua menekankan pada hubungan antar individu (concern for people).
Terdapat lima gaya kepemimpinan yang merupakan kombinasi antara “concern for
people” dan “concern for production” antara lain :
a. Gaya kepemimpinan “Improverished”
Artinya pemimpin menggunakan usaha yang paling sedikit untuk menyelesaikan tugas
tertentu dan hal ini dianggap cukup untuk mempertahankan organisasi.
Artinya keberhasilan suatu organisasi tergantung kepada hasil kerja sejumlah individu
yang penuh pengabdian. Tekanan utama terletak pada kepemimpinan kelompok yang satu sama
lain saling memerlukan. Dasar dari kepemimpinan kelompok ini adalah kepercayaan dan
penghargaan antara sesama anggota kelompok.
Artinya pemimpin memandang efisiensi kerja sebagai faktor utama untuk keberhasilan
organisasi. Penekanan terletak pada penampilan individu dan organisasi.
Artinya tengah-tengah. Yang menjadi tekanan pada gaya ini ialah pada keseimbangan
yang optimal antara tugas dan hubungan manusiawi.
Model ini mengadakan studi yang menganalisa perilaku pemimpin dalam sistem social.
Mereka mengemukakan dua kategori perilaku. Yang pertama ialah perilaku kepemimpinan yang
bergaya normatif dengan dimensi nomotetis yang meliputi usahanya untuk memenuhi tuntutan
organisasi. Dimensi ini mengacu kepada lembaganya yang ditandai dengan peranan-peranan dan
harapan tertentu sesuai dengan tujuan organisasi.
6. Pendekatan kontingensi/ Situasi
1. Hubungan pemimpin dengan anggota bawahan baik, pemimpin disenangi oleh anggota
kelompoknya dan ditaati segala perintahnya.
2. Struktur tugas-tugas terinci dengan jelas dan dipahami oleh tiap anggota kelompok, setiap
anggota memiliki wewenang dan tanggung jawab masing-masing dengan jelas, sesuai
dengan fungsinya.
3. Kedudukan kekuasaan formal pemimpin kuat dan jelas sehingga memperlancar usahanya
untuk mempengaruhi anggota kelompoknya.
Model ini dikembangkan oleh William J.Reddin. model ini dinamakan “Three
dimensional model” karena pada pendekatannya menghubungkan tiga kelompok gaya
kepemimpinan, yang disebut gaya dasar, gaya efektif, dan gaya tidak efektif menjadi satu
kesatuan.
Teori ini dikembangkan oleh Paul Hersey dan Keneth H. Blanchard. Dalam gaya
kepemimpinan ini Hersey dan Blanchard mengemukakan empat gaya kepemimpinan seperti
diuraikan dibawah ini :
1. Telling (S1) yaitu perilaku memimpin dengan tugas tinggi dan hubungan rendah. Gaya ini
mempunyai ciri komunikasi satu arah. Pemimpin yang berperan dan mengatakan apa,
bagaimana, kapan dan dimana tugas harus diselesaikan.
2. Selling (S2) yaitu perilaku dengan tugas tinggi dan hubungan tinggi. Kebanyakan
pengarahan masih dilakukan oleh pimpinan, tetapi sudah mencoba komunikasi dua arah
dengan dukungan sosioemosional untuk menawarkan sebuah keputusan.
3. Participating (S3) yaitu perilaku hubungan tinggi dan tugas rendah. Pemimpin dan
pengikut sama-sama memberikan andil dalam mengambil keputusan melalui komunikasi
dua arah dan yang dipimpin cukup mampu dan cukup berpengalaman untuk melaksanakan
tugas.
4. Delegating (S4) yaitu perilaku hubungan dan tugas rendah. Gaya ini memberi kesempatan
kepada yang dipimpin untuk melaksanakan tugas mereka sendiri melalui pendelegasian
dan supervisi yang bersifat umum.
Guru, wali kelas, kepala sekolah,pengawas, kepala kantor, bidang pendidikan pada semua
tingkatan, semua tenaga edukatif pada kantor dinas kepala direktorat dalam lingkungan
direktorat jenderal pendidikan, ketua jurusan, dekan, rektor dan pembantu-pembantunya pada
sekolah tinggi, akademi, institute dan universitas, ahli-ahli ilmu pendidikan dan masih
banyak lagi merupakan pemimpin-pemimpin pendidikan. Pada pokoknya setiap orang yang
memiliki kelebihan dalam kemampuan dan pribadinya, dan dengan kelebihannya itu dapat
mempengaruhi, mengajak, membimbing, mendorong, menggerakkan, mengkoordinasikan
staff pendidikan lainnya ke arah peningkatan atau perbaikan mutu pendidikan dan
pengajaran, maka ia telah melaksanakan fungsi kepemimpinan pendidikan, dan ia tergolong
sebagai pemimpin pendidikan.
a. Kepemimpinan Visioner
b. Konsep Visi
Visi tercipta dari kreativitas pikir pemimpin sebagai refleksi professionalisme dan
pengalaman pribadi atau sebagai hasil elaborasi pemikiran mendalam dengan
pengikut/personel lain, yaitu berupa ide-ide ideal tentang cita-cita organisasi di masa depan
yang ingin diwujudkan bersama.
Lee Roy Beach (1993:50) mendefinisikan visi sebagai berikut. “Vision defines the ideal
future, perhaps implying retention of the current culture and the activities, or perhaps
implying change. (Visi menggambarkan masa depan yang ideal, barangkali menyiratkan
ingatan budaya yang sekarang dan aktivitas, atau barangkali menyiratkan perubahan).
Visionary leadership muncul sebagai respon dari statement “the only thing of
permanent is change” yang menuntut pemimpin memiliki kemampuan dalam menentukan
arah masa depan melalui visi. Visi merupakan idealisasi pemikiran pemimpin tentang masa
depan organisasi yang shared dengan stakeholders dan merupakan kekuatan kunci bagi
perubahan organisasi yang menciptakan budaya yang maju dan antisipatif terhadap
persaingan global.
Benis dan Nanus, (1997:19) mendefinisikan Visi sebagai : Something that
articulates a view of a realistic, credible, attractive future for the organization, a condition
that is beter in some important ways than what now exists”. Secara umum dapat kita katakan
bahwa visi adalah suatu gambaran mengenai masa depan yang kita inginkan bersama.
1. Memamahami Konsep Visi, Visi adalah idealisasi pemikiran tentang masa depan
organisasi yang merupakan kekuatan kunci bagi perubahan organisasi yang menciptakan
budaya dan perilaku organisasi yang maju dan antisipatif terhadap persaingan global sebagai
tantangan zaman. “Visionary Leadership” adalah visi kepemimpinan yang harus dimiliki
berdasarkan rambu-rambu tersebut diatas untuk mewujudkan sekolah yang bemutu
2. Memahami Karakteristik dan Unsur Visi. Suatu Visi memiliki karakteristik sebagai
berikut . (1). Memperjelas arah dan tujuan, mudah dimengerti da diartikulasikan. (2).
Mencerminkan cita-cita yang tinggi dan menetapkan standar of excelence, (3) menumbuhkan
inspirasi, semangat, kegairahan dan komitmen, (4). Menciptakan makna bagi anggota
organisasi, (5). Merefleksikan keunikan atau keistimewaan organisasi, (6) menyiratkan nilai-
nilai yan dijunjung tinggi oleh organisasi, (7) konstektual dalam arti memperhatikan secara
seksama hubungan organisasi dengan lingkungan dan sejarah perkembangan organisasi yang
bersangkutan.
3. Memahami Tujuan Visi. Visi yang baik memiliki tujuan utama yaitu : (1) memperjelas
arah umum perubahan kebijakan organisasi, (2), memotivasi karyawan untuk bertindak
dengan arah yang benar, (3). Membantu proses mengkoordinasi tindakan-tindakan tertentu
dari orang yang berbeda-beda.
Visi harus disegarkan sehingga tetap sesuai dan sepadan dengan peruahan-
perubahan yang terjadi dilingkungan. Karena itu visi dalam konteks ini merupakan atribut
utama seorang pemimpin.
a. Penciptaan Visi
Visi tercipta dari hasil kreatifitas pikir pemimpin sebagai refleksi
professionalisme dan pengalaman pribadi atau sebagai hasil elaborasi pemikiran mendalam
dengan pengikut/personil lain berupa ide-ide ideal tentang cita-cita organisasi dimasa depan
yang ingin diwujudkan bersama.
b. Perumusan Visi
Visi perlu dirumuskan dalam statement yang jelas dan tegas dan perumusannya harus
melibatkan stakeholders dengan fase kegiatan sebagai berikut :
3. membulatkan sikap dan tekat sebagai total commitment untuk mewujudkan visi ini
menjadi suatu kenyataan.
c. Transformasi Visi
d. Implementasi Visi
Di era pasar bebas pada abad ke-21 ini, pendidikan harus dapat mengantisipasi berbagai
tuntutan.
Pertama, sekolah diharapkan dapat menyelenggarakan program yang lebih humanis.
Makna humanis dalam hal ini adalah memberi peluang yang lebih besar bagi anggota
masyarakat untuk dapat memperoleh manfaat dari penyelenggaraaan pendidikan,
jaminan mutu pendidikan, menjawab kebutuhan masyarakat, dan biaya pendidikan yang
sepadan.
Kedua, persaingan tenaga kerja yang mengglobal, yang masuk bersama penanaman
modal asing sebagai konsekuensi diberlakukannya perjanjian ASEAN-AFTA (mulai
tahun 2002), WTO-GATT dan APEC(mulai tahun 2010). Untuk mengantisipasi hal ini
dunia pendidikan harus mampu menjamin peserta didiknya diberbagai bidang profesi
untuk memperoleh hak bekerja sesuai dengan kompetensi kepakaran yang dipelajarinya
di lembaga pendidikan.
Ketiga, pendidikan harus mampu menyiapkan hasil didik yang kompetennya di nilai tidak
hanya atas dasar penguasaan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga penguasaan sikap
dan semangat kerja, kemampuan berkomunikasi, interpersonal, kepemimpinan, kerja
sama tim, analisis permasalahan dan sintetis pemecahan masalah, disiplin, teknologo
informasi, pemanfaatan komputer, fleksibilitas kerja, mampu mengelola kekaburan
masalah, dapat bekerja dalam berbagai budaya, terlatih dalam etika kerja, serta
menguasai bahasa asing sebagai bahasa utama kedua.
Keempat, kurikulum sebagai pedoman penyelenggaraan program studi harus dapat
menjaga keserasiian antara program yang diselenggarakan dengan aspirasi masyarakat
dan negara.
Kelima, penyelenggaraan pendidikan tinggi diharapkan mampu menampung politasi
pendidikan, kebutuhan belajar sepanjang hayat, internasionalisasi pendidikan tinggi
dalam makna reconvergent phase of education. Berdasarkan hal tersebut, agar dapat
menciptakan pendidikan yang produktif maka setiap pemimpin yang melaksanakan
tanggungjawabnya harus mampu menetapkan terlebih dahulu visi dalam melaksananakan
program kerjanya guna dapat mencapai tujuan yang di harapkan. Sebelum seorang
pemimpin menetapkan visi, maka pemimpin tersebut perlu mempunyai pengalaman
hidup, pendidikan, pengalama profesional, interaksi dan komunikasi dalam kegiatan
intelektual yang membentuk pola pikirnya.
Seorang pemimpin yang mempunyai konsep tentang: (1) bagaimana merekayasa
masa depan untuk menciptakan pendidikan yang produktif; (2) menjadikan dirinya
sebagai agen perubahan ;(3) memposisikan sebagai penentu arah organisasi; (4) pelatih
atau pembimbing profesioanl ;(5) mampu menampilkan kekuatan pengetahuan
berdasarkan berdasarkan pengalaman profesional dan pendidikannya, dengan di dukung
oleh ciri khas budaya kerja dalam mencapai tujuannyayang di tetapkan dalam visi dan
dijabarkan dalam mis, dapat dikatakan sebagai kepemimpinan yang visioner.
Pendidikan dapat dikatakan produktif apabila seseorang pemimpin dalam
mengelola pendidikannya dapat melakukan efektivitas dan efesiensi yang dalam
pelaksanaannya menerapkan 5 konsep tersebut diatas.