Anda di halaman 1dari 13

Nama : Indah Wulandari

NPM : 201172028
Jurusan : Magister Manajemen
Angkatan : 72
Mata Kuliah : Kepemimpinan
Dosen : Prof Dr Iskandar Ali Alam, S.E., M.M.

1. Jawaban
Teori Gaya Kepemimpinan

Menurut Istijanto (2006), gaya kepemimpinan seseorang umumnya berdasarkan


dua pertimbangan, yaitu:

a. Kepemimpinan atas dasar struktur. Kepemimpinan yang menekankan


struktur tugas dan tanggung jawab yang harus dijalankan dimana meliputi
tugas pokok, fungsi, tanggung jawab, prestasi kerja dan ide (gagasan).
b. Kepemimpinan berdasarkan pertimbangan. Kepemimpinan yang menekankan
gaya kepemimpinan yang memberikan perhatian atas dukungan terhadap
bawahan dimana meliputi peraturan, hubungan kerja dan etika.

Sedangkan menurut Purnomo dan Wijayanti (2013), gaya kepemimpinan


bersumber dari beberapa teori, yaitu:

a. Teori Bakat (traits). Teori yang mencari karakter atau kepribadian, sosial,
fisik, atau intelektual yang membedakan pemimpin dari bukan pemimpin.
Bakat (traits) di-definisikan sebagai kecenderungan yang dapat diduga, yang
mengarahkan perilaku individu berbuat dengan cara yang konsisten dan
khas.
b. Teori Perilaku. Teori perilaku kepemimpinan, yaitu teori-teori yang
mengemukakan bahwa perilaku spesifik membedakan pemimpin dari bukan
pemimpin. Kebanyakan perilaku kepemimpinan yang digambarkan oleh
bawahan sebagai struktur prakarsa (initiating structure) dan pertimbangan
(consideration), yaitu mempertimbangkan perasaan dan kesejahteraan para
bawahan.
c. Teori Situasional. Gaya situasional yang dikaitkan dengan tugas dan
hubungan. Yang dimaksud dengan gaya situasional dikaitkan dengan tugas
dan hubungan, yaitu bahwa seorang manajer atau pemimpin akan
menggunakan gaya tertentu, tergantung pada apa yang menonjol, tugas atau
hubungan.
Adapun teori gaya kepemimpinan menurut Veithzal Rivai (2014, p. 150) adalah
sebagai berikut :
a. Teori Otokratis Gaya kepemimpinan menurut teori ini didasarkan atas
perintahperintah pemaksaan dan tindakan yang agak arbitrer dalam
hubungan antara pemimpin dengan pihak bawahan. Pemimpin disini
cenderung mencurahkan perhatian sepenuhnya pada pekerjaan, ia
melaksanakan pengawasan seketat mungkin dengan maksud agar pekerjaan
dilaksanakan sesuai dengan rencana. Pemimpin otokratis menggunakan
perintah-perintah yang biasanya diperkuat oleh adanya sanksi-sanksi
diantara mana, disiplin adalah yang terpenting.
b. Teori Psikologis Approach ini terhadap gaya kepemimpinan menyatakan
bahwa fungsi seorang pemimpin adalah mengembangkan sistem motivasi
terbaik. Pemimpin merangsang bawahannya untuk bekerja ke arah
pencapaian sasaran-sasaran organisatoris maupun untuk memenuhi tujuan-
tujuan pribadi mereka. Gaya Kepemimpinan yang memotivasi sangat
memperhatikan hal-hal seperti misalnya pengakuan, kepastian emosional dan
kesempatan untuk memperhatikan keinginan dan kebutuhannya.
c. Teori Sosiologis Teori ini menganggap bahwa gaya kepemimpinan terdiri dari
usahausaha yang melancarkan aktivitas para pemimpin dan yang berusaha
untuk menyelesaikan setiap konflik organisasi antara para pengikut.
Pemimpin menetapkan tujuan-tujuan dengan mengikutsertakan para
pengikut dalam pembuatan keputusan terakhir. Identifikasi tujuan kerap kali
memberikan petunjuk yang diperlukan oleh para pengikut. Mereka
mengetahui hasil-hasil apa, kepercayaan apa, dan kelakuan apa yang
diharapkan dari mereka.

2. Jawaban
a. Pendekatan Sifat
Dalam pendekatan sifat timbul pemikiran bahwa pemimpin iti dilahirkan,
pemimpin bukan dibuat. Pemikiran semacam itu dinamakan pemikiran
“Hereditary” (turun temurun). Pendekatan secara turun temurun bahwa
pemimpin dilahirkan bukan dibuat, pemimpin tidak dapat memperoleh
kemampuan dengan belajar/latihan tetapi dari menerima warisan, sehingga
menjamin kepemimpinan dalam garis turun temurun dilakukan antar
anggota keluarga. Dengan demikian kekuasaan dan kesejahteraan dapat
dilangsungkan pada generasi berikutnya yang termasuk dalam garis
keturunan keluarga yang saat itu berkuasa. Kemudian timbul teori baru yaitu
“Physical Characteristic Theory” (teori dari Fisik). Kemudian timbul lagibahwa
pemimpin itu dapat diciptakan melalui latihan sehingga setiap orang
mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin. Para ahli umumnya memiliki
pandangan perlunya seorang pemimpin mempunyai sifat-sifat yang baik.
Pandangan semacam ini dinamakan pendekatan sifat. Adapun sifat-sifat yang
baik yang harus dimiliki seorang pemimpin yaitu:
a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Cakap, cerdik dan jujur
c. Sehat jasmani dan rohani
d. Tegas, berani, disiplin dan efisien
e. Bijaksana dan manusiawi
f. Berilmu
g. Bersemangat tinggi
h. Berjiwa matang dan berkemauan keras
i. mempunyai motivasi kerja tinggi
j. Mampu berbuat adil
k. Mampu membuat rencana dan keputusan
l. Memiliki rasa tanggung jawab yang besar
m. Mendahulukan kepentingan orang lain.
b. Pendekatan Gaya
Pendekatan Gaya adalah keberhasilan dan kegagalan seorang pemimpin itu
dilakukan oleh gaya bersikap dan bertindak pemimpin yang bersangkutan.
Gaya bersikap dan bertindak akan tampak dari cara memberi perintah,
memberi tugas, cara berkomunikasi, cara membuat keputusan, cara
mendorong semangat kerja bawahan, cara menegakkan disiplin, cara
pengawasan dan lain-lain. Bila dalam melakukan tindakan dengan cara lugas,
keras, sepihak yang penting tugas selesai dengan baik, dan yang bersalah
langsung dihukum, gaya kepemimpinan itu cenderung bergaya otoriter.
Sebaliknya jika dalam melakukan kegiatan tersebut pemimpin dengan cara
halus, simpatik, interaksi timbal balik, menghargai pendapat dan lain-lalin.
Maka gaya kepemimpinan ini bergaya kepemimpinan demokratis. Pandangan
kllasik menganggap sikap pegawai itu pasif dalam arti enggan bekerja, malas,
takut memikul tanggung jawab, bekerja berdasarkan perintah.
Sebaliknya pandangan modern pegawai itu manusia yang memiliki perasaan,
emosi, kehendak aktif dan tanggung jawab. Pandangan klasik menimbulkan
gaya kepemimpinan otoriter sedangkan pandangan modern menimbulkan
gaya kepemimpinan demokratis. Dari dua pandangan di atas menimbulkan
gaya kepemimpinan yang berbeda.
c. Pendekatan Kontingensi
Dalam pandangan ini dikenal dengan sebutan “One Best Way” (Satu yang
terbaik), artinya untuk mengurus suatu organisasi dapat dilakukan dengan
paralek tunggal untuk segala situasi. Padahal kenyataannya tiap-tiap
organisasi memiliki cirri khusus bahkan organisasi yang sejenis akan
menghadapi masalah berbeda lingkungan yang berbeda, pejabat dengan
watak dan perilaku yang berbeda. Oleh karena itu tidak dapat dipimpin
dengan perilaku tunggal untuk segala situasi. Situasi yang berbeda harus
dihadapi dengan perilaku kepepimpinan yang berbeda.
Fromont E. Kast, mengatakan bahwa organisasi adalah suatu system yang
terdiri dari sub sisteem dengan batas lingkungan supra system. Pandangan
kontingensi menunjukkan pendekatan dalam organisasi adanya natar
hubungan dalam sub system yang terdiri daari sub sistem maupun organisasi
dengan lingkungannya. Kontingensi berpandangan bahwa azas-azas
organisasi bersifat universal. Apabila dikaitkan dengan kepemimpinan maka
dapat dikatakan bahwa tiap-tiap organisasi adalah unik dan tiap situsi harus
dihadapi dengan gaya kepemimpinan tersendiri.

3. Jawaban
pemimpin yang baik adalah mereka yang punya sifat kuat dan tegas, tapi
sekaligus rendah hati. Memiliki sifat rendah hati tidak berarti mereka lemah
atau tidak yakin akan dirinya. Rendah hati justru menunjukkan bahwa
seseorang memiliki rasa percaya diri yang cukup dan sadar akan kemampuan
dirinya. Contoh Kepemimpinan yang baik

a. Memiliki sikap yang jujur dan baik.


b. Bertanggung jawab dengan segala keputusannya.
c. Menghargai orang lain dan dapat menerima kritik.
d. Peduli dengan sekitarnya.
e. Mampu menyelesaikan masalah dan berani.

Lima Karakteristik dalam Diri Pemimpin Hebat

1. Memiliki Keingintahuan yang Aktif. Para pemimpin yang dapat membangun


hubungan baik dengan orang lain secara alami memiliki rasa ingin tahu
terhadap mereka yang ada di sekelilingnya.

2. Kesadaran Diri.

3. Komunikasi yang Jelas.

4. Mampu Memotivasi.

5. Menguasai Cara Mendekati.

Ada tiga hal penting dalam konsepsi kepemimpinan antara lain:


a. Kekuasaan Kekuasaaan adalagh otorisasi dan legalitas yang memberikan
wewenang kepada pemimpin untuk mempengaruhi dan menggerakkan
bawahan untuk berbuat sesuatu dalam rangka penyelesaian tugas tertentu.
b. Kewibawaan Kewibawaan merupakan keunggulan, kelebihan, keutamaan
sehingga pemimpin mampu mengatur orang lain dan patuh padanya.
c. Kemampuan Kemampuan adalah sumber daya kekuatan, kesanggupan dan
kecakapan secara teknis maupun social, yang melebihi dari anggota biasa.
Sementara itu Stodgill yang dikutip James A. Lee menyatakan pemimpin itu
harus mempunyai kelebihan sebagai persyaratan, antara lain:
- Kepastian, kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara,
kemampuan menilai.
- Prestasi, gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan dalam bidang tertentu.
- Tangggung jawab, berani, tekun, mandiri, kreatif, ulet, percaya diri,
agresif.
- Partisipasi aktif, memiliki stabilitas tinmggi, kooperatif, mampu bergaul.
- Status, kedudukan social ekonomi cukup tinggidan tenar.
- Ciri-ciri Kepemimpinan Yang Baik WA. Gerungan menjelaskan bahwa
seorang pemimpin paling tidak harus memiliki tiga ciri, yaitu:
a. Penglihatan Sosial
Artinya suatu kemampuan untuk melihat dan mengerti gejala-
gejala yang timbul dalam masyarakat sehari-hari.
b. Kecakapan Berfikir Abstrak
Dalam arti seorang pemimpin harus mempunyai otak yang
cerdas, intelegensi yang tingggi. Jadi seorang pemimpin harus
dapat menganalisa dan mumutuskan adanya gejala yang terjadi
dalam kelompoknya, sehingga bermanfaat dalam tujuan
organisasi.
c. Keseimbangan Emosi
Orang yang mudah naik darah, membuat ribut menandakan
emosinya belum mantap dan tidak memililki keseimbangan
emosi. Orang yang demikian tidak bisa jadi pemimpin sebab
seorang pemimpin harus mampu membuat suasana tenang dan
senang. Maka seorang pemimpin harus mempunyai
keseimbangan emosi.

4. Jawaban

Tiga gaya kepemimpinan diantaranya:


1. Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan otoriter dikenal juga sebagai kepemimpinan otoritas yang
memberikan tujuan jelas apa yang harus dicapai, apa yang harus dilakukan,
dan mengarahkan cara menyelesaikannya. Seorang pemimpin dengan
kepemimpinan otoriter memiliki kendali penuh untuk menentukan aturan
dan prosedur dengan sedikit atau bahkan tanpa melibatkan partisipasi
anggotanya.
Hasil penelitian Lewin Kurt mengungkapkan bahwa, tingkat kreativitas
anggota yang dipimpin dengan kepemimpinan otoriter sangat rendah dalam
pengambilan keputusan karena terbiasa selalu mengikuti arahan dan cara
dari pemimpinnya. Studi Lewin tentang gaya kepemimpinan juga menyatakan
bahwa kepemimpinan otoriter sulit mengubah gayanya menjadi
kepemimpinan partisipatif atau bahkan kepemimpinan delegatif sekalipun.

Namun di sisi lain, kepemimpinan otoriter dapat diterapkan dalam dua


kondisi seperti ketika waktu pengambilan keputusan tim hanya sedikit dan
saat kondisi di mana hanya pemimpinlah yang memiliki pengetahuan lebih
banyak dibanding anggota tim. Pendekatan otoriter bisa menjadi pendekatan
yang baik ketika situasi menuntut keputusan cepat dengan tindakan tegas,
namun seringnya otoritarian berdampak pada lingkungan tim yang
menjadi disfungsional dan tidak bersahabat.

2. Kepemimpinan Demokratis

Pernah dengar kepemimpinan partisipatif? Menurut studi


Lewin kepemimpinan demokratis dikenal juga sebagai kepemimpinan
partisipatif yang dinilai paling efektif. Pemimpin demokratis tidak hanya
mengarahkan, namun juga memberikan bimbingan dan ikut berpartisipasi
serta memperbolehkan anggota untuk memberikan gagasan atau saran
terbaik mereka. Terbukti dari anak-anak sekolah yang masuk kelompok
kepemimpinan demokratis dalam penelitian Lewis dilihat kurang produktif
dibanding kelompok otoriter, namun kontribusi mereka lebih berkualitas.

Pemimpin demokratis mendorong anggota untuk berpartisipasi, anggota tim


juga merasa terlibat aktif dalam proses pengambilan keputusan dan lebih
termotivasi untuk kreatif. Kepemimpinan demokratis membantu
menumbuhkan komitmen terhadap tujuan bersama membuat anggota
merasa bahwa mereka adalah bagian penting dalam tim.

3. Kepemimpinan Delegatif (laissez faire)

Gaya kepemimpinan delegatif mungkin masih asing buatmu ya, namun kalau
kamu merasa pernah dipimpin oleh seorang pemimpin yang lebih sering
menyerahkan segala tanggung jawab tim kepada anggotanya tanpa arahan,
itulah yang disebut pemimpin delegatif. Dalam praktiknya, kepemimpinan
delegatif atau sering disebut kepemimpinan laissez faire hampir tidak pernah
atau bahkan sama sekali tidak memberikan bimbingan dan arahan kepada
anggotanya, sehingga anggota biasanya merasa pembagian peran yang tidak
jelas dan kurangnya motivasi tim.

Penelitian Lewin yang melibatkan anak-anak dalam kelompok kepemimpinan


delegatif dinilai paling tidak produktif, lebih banyak menuntut kejelasan,
sedikit kerjasama, dan tidak mampu bekerja mandiri. Kepemimpinan
delegatif cenderung menghasilkan kelompok yang tidak memiliki arah
sehingga anggota kelompok saling menyalahkan.

Kepemimpinan delegatif cocok diterapkan dalam kondisi semua anggota


memiliki keahlian dan kualifikasi yang tinggi. Namun tanpa arahan dan
bimbingan dari pemimpin, tim dengan anggota yang memiliki kualifikasi
tinggi sekalipun, tidak dapat bekerja maksimal dalam melaksanakan
tanggung jawabnya.

Dari penjelasan diatas maka yang paling efektif adalah KEPEMIMPINAN


DEMOKRATIS

5. Jawaban
keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi ditentukan oleh pimpinan dan
karakter pemimpin dalam organisasi tersebut.
Dalam sebuah Kalimat pemimpin, terdapat pengertian yang mengandung
kalimat membina, mengarahkan, atau mengatur, menuntun dan juga
menunjukkan ataupun mempengaruhi.
Menjadi pemimpin itu tidak mudah dan setiap pemimpin masing-masing tidak
akan mempunyai kesamaan, baik karakter pemimpin yang dimiliki, ataupun
cara pemimpin dalam menjalankan ke-pemimpinannya. Berikut 10 Karakter
yang harus dimiliki seorang pemimpin.
1. Memiliki Pendirian Teguh

Sebagai pemimpin harus memiliki karakter pemimpin yang teguh akan


pendirian, dan tidak mudah terpengaruh oleh perkataan orang lain.
Pemimpin yang memiliki pendirian yang teguh akan menjadi pemimpin
yang berjalan sesuai dengan visi dan tujuannya, tanpa terpengaruh oleh
setiap orang yang disekitarnya.
Sebagai pemimpin harus memiliki komitmen terhadap keputusan dan
tindakan yang Anda lakukan, jika Anda menerapkan karakter tersebut
terhadap diri Anda, maka bawahan/karyawan Anda akan memiliki
tanggung jawab yang penuh atas setiap pekerjaan yang Anda berikan.

2. Jujur
Memiliki karakter pemimpin yang jujur sangat penting dalam kepemimpinan.
Karakter pemimpin yang baik harus selalu jujur kepada anggota tim atau
kliennya atas setiap resiko yang dialami pemimpin, baik itu mengenai
kerugian ataupun keuntungan yang dia alami oleh pemimpin tersebut.

Sebagai pemimpin harus bisa memiliki sikap yang terbuka dalam setiap
kondisi yang dialami, justru dengan Anda bersikap seperti itu, justru akan
mempererat relasi Anda, dan dengan begitu Anda dapat mendapatkan setiap
pendapat yang mungkin saja dapat membantu Anda keluar dari situasi yang
sedang Anda alami.

3. Adil
Sebagai pemimpin, sikap adil sangatlah dibutuhkan dalam kepemimpinan
Anda. Karakter pemimpin yang adil membuat setiap para karyawan Anda
merasa akan keadilan yang Anda miliki terhadap mereka. Jangan sampai
ada kecemburuan sosial antar karyawan yang dapat menyebabkan ketidak
lancaran bisnis yang sedang Anda jalani.

Pemimpin yang adil akan mengerti dan tahu terhadap pekerjaan apa saja
yang pantas kepada karyawannya sesuai dengan batas kemampuan yang
dimiliki masing-masing karyawan tersebut. Dengan karakter pemimpin yang
bersikap adil, seorang pemimpin akan lebih dihargai dan dihormati terhadap
karyawan-karyawannya.

4. Cerdas
Sebagai pemimpin harus memiliki pengetahuan yang luas, karakter
pemimpin seperti ini sangatlah harus dimiliki. Sebab sebagai pemimpin,
Anda juga harus memberikan ilmu pengetahuan Anda terhadap setiap
karyawan Anda, dan mengajarkan mereka kepada pengetahuan yang
mungkin belum mereka mengerti.

5. Mampu Bersikap Tenang Dalam Kondisi Apapun


Didalam dunia bisnis, tentu setiap pemimpin akan merasakan masa dimana
mereka mengalami jatuh dan bangun ketika membangun sebuah usaha.
Dalam situasi seperti itulah karakter pemimpin yang tenang dalam
menghadapi situasi seperti itu sangat diperlukan.

6. Komunikasi Yang Baik


Membangun komunikasi yang baik merupakan karakter pemimpin yang
harus diterapkan kepada setiap karyawannya. Dengan Anda sering
berkomunikasi dengan karyawan Anda, maka akan lebih mempermudah
karyawan Anda untuk mengerti akan maksud dan tujuan yang Anda
berikan.

7. Bertanggung Jawab
Sebagai pemimpin sikap taggung jawab dan mental merupakan suatu hal
yang harus diterapkan dalam setiap karakter pemimpin. Sebagai pemimpin
harus siap menerima resiko yang mungkin saja terjadi pada bisnis yang
sedang mereka jalankan. Dan dalam situasi seperti itulah sikap tanggung
jawab tersebut sangatlah dibutuhkan dalam seorang pemimpin.
8. Menginspirasi
Sebagai pemimpin Anda juga harus menjadi ispirasi bagi setiap karyawan
Anda, karakter pemimpin yang dapat menginspirasi juga berdampak positif
terhadap karyawan Anda, dengan begitu secara langsung Anda dapat
memotivasi bawahan Anda maupun orang lain yang mendengarkanya, hal
ini merupakan kebiasaan pengusahaan sukses yang harus ditiru.
9. Keyakinan
Untuk menjadi pemimpin yang efektif, Anda harus memiliki karakter
pemimpin yang cukup percaya diri untuk memastikan bahwa orang lain
atau karyawan Anda mengikuti perintah Anda. Jika Anda tidak yakin
tentang keputusan dan kualitas Anda sendiri, maka bawahan Anda tidak
akan pernah mengikuti Anda.

10. Empati
Memiliki rasa empati terhadap bawahan atau karyawan Anda, itu
merupakan karakter pemimpin yang mempunyai rasa kepedulian terhadap
karyawannya. Pemimpin harus memiliki tingkat kepekaan tinggi terhadap
lingkungan kerja disekitarnya. Kondisi para karyawan harus mendapatkan
perhatian khusus.

Rasa empati terhadap masalah yang sedang dialami para karyawan


merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Mencoba untuk mengerti
kondisi bahawan tersebut merupakan bentuk rasa kepedulian pemimpin
terhadap mereka.
6. Jawaban
Masalah suap adalah salah satu masalah yang sudah sangat lama terjadi
dalam masyakat. Pada umumnya suap diberikan kepada orang yang
berpengaruh atau pejabat agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu
yang berhubungan dengan jabatannya. Orang yang memberi suap biasanya
memberikan suap agar keinginannya tercapai baik berupa keuntungan
tertentu ataupun agar terbebas dari suatu hukuman atau proses hukum.
Maka tidaklah mengherankan yang paling banyak di suap adalah pejabat di
lingkungan birokrasi pemerintah yang mempunyai peranan penting untuk
memutuskan sesuatu umpamanya dalam pemberian izin ataupun pemberian
proyek pemerintah. Suap sering diberikan kepada para penegak hukum
umpamnya polisi, jaksa, hakim. Demikian juga kepada para pejabat bea
cukai, pajak dan pejabat-pejabat yang berhubungan denga pemberian izin
baik beruap izin berusaha, izin mendirikan bangunan dan lain-lain. Suap
juga ditemukan dalam penerimaan pegawai, promosi maupun mutasi, bahkan
saat ini suap disinyalir telah merambah ke dunia pendidikan baik dalam
tahap peneriman mahasiswa/siswi baru, kenaikan kelas, kelulusan bahkan
untuk mendapatkan nilai tertentu dalam ujian mata pelajaran atau mata
kuliah. Untuk mendapatkan anggaran tertentu dari pemerintah pun saat ini
ditengarai diwarnai suap agar mendapatkan jumlah anggaran yang
diinginkan. Saat ini pejabat yang berwenang untuk mengeluarkan surat
keterangan ataupun identitas juga rawan denga suap umpamanya surat
keterangan mengenai umur, status perkawinan untuk 2 calon TKI,
pembuatan paspor, KTP, SIM dan lain-lain. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa suap sudah mewarnai hampir semua aspek kehidupan dan aktivitas
masyarakat. Masalah suap sudah menjadi masalah yang multi dimensional
karena menyangkut masalah sosial, moral, hukum, ekonomi bahkan masalah
keamanan. Suap (bribery) bermula dari asal kata briberie (Perancis) yang
artinya adalah ’begging’ (mengemis) atau ’vagrancy’ (penggelandangan). Dalam
bahasa Latin disebut briba, yang artinya ’a piece of bread given to beggar’
(sepotong roti yang diberikan kepada pengemis). Dalam perkembangannya
bribe bermakna ’sedekah’ (alms), ’blackmail’, atau ’extortion’ (pemerasan)
dalam kaitannya dengan ’gifts received or given in order to influence corruptly’
(pemberian atau hadiah yang diterima atau diberikan dengan maksud untuk
memengaruhi secara jahat atau korup). Dengan demikian seseorang yang
terlibat dalam perbuatan suapmenyuap sebenarnya harus malu apabila
menghayati makna dari kata suap yang sangat tercela dan bahkan sangat
merendahkan martabat kemanusiaan, terutama bagi si penerima suap.1
Suap-menyuap bersama- sama dengan penggelapan dana-dana publik
(embezzlement of public funds) sering disebut sebagai inti atau bentuk dasar
dari tindak pidana korupsi. Korupsi sendiri secara universal diartikan sebagai
bejat moral, perbuatan yang tidak wajar, atau noda (depravity, perversion, or
taint); suatu perusakan integritas, kebajikan, atau asas-asas moral (an
impairment of integrity, virtue, or moral principles). Kriminalisasi terhadap
tindak pidana suap mempunyai alasan yang sangat kuat sebab kejahatan
tersebut tidak lagi dipandang sebagai kejahatan konvensional, melainkan
sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime), karena karakter suap yang
sangat kriminogin (dapat menjadi sumber kejahatan lain) dan viktimogin
(secara potensial dapat merugikan pelbagai dimensi kepentingan). Secara
internasional tindak pidana suap dalam jumlah yang signifikan dapat
menimbulkan ancaman terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat; dapat
merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika, dan keadilan;
bersifat diskriminatif dan merongrong etika dan kompetisi bisnis yang jujur;
mencederai pembangunan berkelanjutan dan tegaknya hukum. Selanjutnya
secara empiris terbukti bahwa kemungkinan keterkaitan antara suap dan
bentuk kejahatan lain, khususnya kejahatan terorganisasi (terorisme,
perdagangan orang, penyelundupan migran gelap dan lain-lain) dan kejahatan
ekonomi termasuk tindak pidana pencucian uang, yang menempatkan tindak
pidana korupsi termasuk suap sebagai salah satu kejahatan yang
menghasilkan atau merupakan sumber dana yang bisa dicuci (predicate
crime). Tindak pidana suap kelas kakap berpotensi merugikan keuangan atau
perekonomian negara dalam jumlah besar sehingga dapat mengganggu
sumber daya pembangunan dan membahayakan stabilitas politik suatu
negara. suap tidak mustahil sudah bersifat transnasional, contohnya adalah
apa yang dinamakan commercial corruption, yaitu penyuapan oleh
perusahaan-perusahaan multinasional kepada pejabatpejabat negara
berkembang. Suap juga diindikasikan dapat menimbulkan bahaya terhadap
keamanan umat manusia (human security) karena telah merambah ke dunia
pendidikan, kesehatan, penyediaan sandang pangan rakyat, keagamaan, dan
fungsi-fungsi pelayanan sosial lain. Dalam kerangka penyuapan di dunia
perdagangan, baik yang bersifat domestik maupun transnasional, suap jelas-
jelas telah merusak mental pejabat. Demi mengejar kekayaan, para pejabat
negara tidak segan-segan melanggar code of conduct sebagai aparatur negara.
Dengan demikian, tampak bahwa elemen tindak pidana suap sebagai bagian
dari korupsi tidak harus mengandung secara langsung unsur "merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara". Dalam suap-menyuap yang
merupakan hal yang tercela adalah penyalahgunaan kekuasaan, perilaku
diskriminatif dengan memberikan privilese atas dasar imbalan keuntungan
finansial dan lain-lain, pelanggaran kepercayaan yang merupakan elemen
demokrasi, rusaknya mental pejabat, ketidakjujuran dalam berkompetisi,
bahaya terhadap human security, dan sebagainya. Reformasi (reform
movement) harus ditafsirkan sebagai upaya sistematik untuk
mengaktualisasikan nilai-nilai dasar (indexs) demokrasi. Menciptakan
pemerintahan yang bersih dan bebas KKN merupakan salah satu agenda
reformasi di samping amandemen UUD 1945, promosi dan perlindungan
HAM, penyelenggaraan pemilihan umum yang jujur dan adil, penguatan civil
society, kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan pers, desentralisasi
(otonomi daerah), supremasi sipil, dan lain-lainnya. Bagi Indonesia yang sejak
tahun 1998 berada di Era Reformasi, penanggulangan korupsi yang sudah
bersifat sistemik dan endemik, termasuk suap-menyuap (yang oleh mantan
Presiden Bank Dunia James Wolfensohn disebut sebagai "the cancer of
developing countries") merupakan salah satu agenda reformasi yang harus
dituntaskan. Pelbagai substansi hukum (legal substance) telah dibangun
untuk memberantas KKN dan menciptakan penyelenggaraan negara yang
bersih dan bebas KKN seperti Tap MPR No XI/MPR/1998 dan UU No 28
Tahun 1999, UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang 5
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No 15 Tahun 2002 jo UU No 25
Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No 30 Tahun 2002
tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bahkan
Indonesia telah meratifikasi UN Convention Against Corruption 2003. Dalam
konvensi ini ada empat hal yang menonjol, yaitu penekanan pada unsur
pencegahan, kriminalisasi yang lebih luas, kerja sama internasional, dan
pengaturan lembaga asset recovery untuk mengembalikan aset yang dilarikan
ke luar negeri. Dari sisi struktur hukum (legal structure) di samping telah
dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang juga
menggabungkan KPKPN di dalamnya, atas dasar UU No 30 Tahun 2002
dimungkinkan pula pembentukan pengadilan tindak pidana korupsi yang
bersifat khusus pengadilan ad hoc. Belum lagi dibentuknya komisi-komisi
untuk mengawasi perilaku penegak hukum seperti: Komisi Kepolisian, Komisi
Kejaksaan, dan Komisi Yudisial Dengan kemajuan yang relatif cukup
signifikan di bidang substansi dan struktur hukum di atas, nampaknya
masyarakat belum puas terhadap pemberantasan KKN termasuk suap-
menyuap. persoalannya adalah masalah ini berkaitan dengan budaya hukum
(legal culture) dan kualitas moral sumber daya manusianya, berupa
pandangan, sikap, persepsi, perilaku, dan bahkan falsafah dari para anggota
masyarakat yang kontraproduktif. Lebih-lebih budaya hukum dari yang
terlibat dalam penegakan hukum (legal culture of the insider) yang belum
sepenuhnya dapat menyesuaikan diri dengan semangat reformasi. Walaupun
korupsi, termasuk suap-menyuap, dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi,
dalam beberapa hal tindak pidana suap juga dikriminalisasikan sebagai lex
specialis, misalnya suap-menyuap yang terjadi di lingkungan perbankan, yang
berkaitan dengan pemilihan umum, dan suap yang berkaitan dengan
kepentingan umum.

Anda mungkin juga menyukai