Anda di halaman 1dari 17

Kepemimpinan

A. Model Kepemimpinan
Model Kepemimpinan diklasifikasikan menjadi tiga:
1. Pendekatan Sifat
2. Pendekatan perilaku
3. Pendekatan situasional – Contingency
1. Pendekatan Sifat
• Penelitian para ahli ilmu jiwa dalam menjelaskan fenomena bahwa sedikit orang
yang mampu menjadi pemimpin dibanding sekian banyak yang menjadi pengikut,
mengantarkan pada anggapan bahwa pemimpin mempunyai beberapa ciri unggul
yang tidak dipunyai oleh pengikutnya.
• Pengamatan awal menunjukan bahwa sebagian besar pemimpin mempunyai
beberapa ciri-ciri fisik yang menonjol seperti ukuran badan lebih tinggi dan besar,
lebih cerdas, lebih ekstrovert, dan lebih percaya diri. Karakreristik itulah yang
mengantarkan seorang pemimpin untuk mau atau dipaksa mau menerima tanggung
jawab yang lebih besar yang merupakan satu dari beberapa syarat menjadi
pemimpin.
2. Pendekatan perilaku
• Tidak seperti premis dalam pendekatan sifat yang mengatakan bahwa pemimpin
itu dilahirkan, maka dalam pendekatan perilaku justru sebaliknya mengatakan
bahwa pemimpin itu dibentuk dan diarahkan.
• Agar sukses pemimpin harus menjalankan 2 fungsi utama:
a. Fungsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas (Task related) atau untuk pemecahan masalah
(problem solving) mencakup pemberian saran penyelesaian, informasi, atau pendapat.
b. Fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok (Group maintenance) atau social, mencakup segala
sesuatu yang dapat membantu kelompok berjalan lebih lancar, persetujuan dengan kelompok
lain, meditasi atas perbedaan pendapat dan sebagainya.
2. Pendekatan perilaku
Para peneliti telah mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan:
a. Gaya dengan orientasi tugas (Task oriented) pemimpinan yang berorientasi tugas
mengarahkan dan mengawasi baawahan secara tertutup tanpa ada partisipasi untuk
menjamin bahawa tugas-tugas dilaksankan dengan baik sesuai dengan yang
direncanakan.
b. Gaya dengan orientasi karyawan (Employee oriented) Pemimpin dengan gaya seperti
ini mencoba untuk lebih memotivasi bawahan ketimbang mengawasinya. Karyawan
didorong untuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan untuk
berpartisipasi dalam perubahan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta
hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati.
Model-model kepemimpinan dengan
pendekatan perilaku :
a. Teori X dan Teori Y dari Douglas McGregor. Seorang pemimpin yang mempunyai
anggapan-anggapan seperti teori X, akan cenderung mempunyai gaya kepemimpinan
otokratik. Sebaliknya pemimpin yang beranggapan seperti dalam teori Y, akan lebih
mempunyai gaya kepemimpinan partisipatif atau demokratik.
b. Studi Michigan oleh Ahli Psikologi Psikologi Sosial Rensis Likert. Kelompok
kerja yang paling produktif cenderung mempunyai pemimpin yang berorientasi pada
karyawan ketimbang berorientasi pada produksi. Pemimpin yang paling efektif
mempunyai hubungan saling mendukung dengan karyawan mereka, cenderung
tergantung pada pembuatan keputusan kelompok ketimbang individu, dan mendorong
karyawan untuk menentukan dan mencapai sasaran prestasi kerja yang tinggi.
Model-model kepemimpinan dengan
pendekatan perilaku sbb:
c. Terori Continum dari Tannenbaum dan Schmidt. Seseorang pemimipin dalam
menjalankan kepemimpinananya senantiasa dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan,
latar belakang social, keagamaan, budaya, juga pengetahuan, nilai-nilai moral, dan
pengalaman yang terekam dalam memori kehidupan seseorang.
d. Studi Ohio State. Ada dua kelompok perilaku yang mempengaruhi keefektifan
kepemimpinan, yaitu:
1) Struktur pemrakarsaan (initiating structure), menjelaskan bahwa sesorang pemimpin itu mangatur dan
menentukan pola organisasi, saluran komunikasi, struktur peran dalam mencapai tujuan organisasi, dan
cara pelaksanaannya.
2) Pertimbangan (consideration), menggambarkan hubungan yang hangat antara atasan dan bawahan,
adanya saling percaya, kekeluargaan, dan penghargaan terhadap ide bawahan.
Model-model kepemimpinan dengan
pendekatan perilaku sbb:
e. Kisi-kisi Manajerial dari Blake & Mouton.
• Model kepemimpinan dihubungkan dengan kinerja karyawan menjadi 9 x 9 kotak
atau 81 kisi-kisi yang diberi nama Manajerial Grid (kisi-kisi manajerial). Kisi-kisi
manajerial membedakan tingkah laku manajemen berdasarkan pada berbagai
kemungkinan pertemuan antara gaya manajemen berorientasi pada tugas dan
berorienatasi pada karyawan.
3. Pendekatan situasional – Contingency
• Beberapa penelitian model kepemimpinan dengan pendekatan sifat dan
pendekatan perilaku ternyata belum bisa menjawab pertanyaan “Kapan
dan dibawah keadaan apa gaya kepemimpinan khusus lebih disukai
dibanding yang lain?” Pertanyaan ini terlontar karena ternyata tidak
dijumpai satu pun sifat unggulan dan gaya kepemimpinan yang cocok
untuk semua orang, pada situasi dan kondisi yang berbeda (Yukl, 1998).
• Gaya otoriter sangat cocok diterapkan di lingkungan militer, namun sangat
tidak cocok diterapkan di lingkungan pendidikan tinggi.
3. Pendekatan situasional – Contingency
• Beberapa peneliti mencoba mencari factor-faktor dalam setiap situasi yang
mempengaruhi keefektifan gaya kepemimpinan tertentu. Kalua disatukan, tori
yang dihasilkan dari penelitian ini menyusun pendekatan kontingensi pada
kepemimpinan.
• Pendekatan ini memfokuskan pada factor-faktor berikut:
a. Tuntuan tugas.
b. Harapan dan tingkah laku rekan setingkat.
c. Karaktristik, harapan dan tingkah laku karyawan.
d. Budaya organisasi dan kebijakannya.
a. Model Kontingensi Fiedler.
Fiedler mengidentifikasi 3 macam situasi kepemimpinan arau variable yang membantu keefektifan
gaya kepemimpinan, yaitu:
1) Mutu hubungan pemimpin – anggota (leader – member relations), bila anggota kelompok
menghormati pemimpinanya karena kepribadian, karakter atau kemampuan, maka manajer tidak
perlu lagi mengandalkan kekuasaan dan wewnang formal.
2) Struktur tugas (task structure), dalam tugas yang terstruktur, manajer otomatis mempunyai
kekuasaan yang tinggi. Demikian sebaliknya, dalam tugas yang tidak terstruktur kekuasaan
mereka hilang.
3) Kekuasaan posisi (position power), kekuasaan posisi yang tinggi menyederhanakan tugas
pemimpin dalam mempengaruhi orang lain. Sedangkan kekuasaan posisi rendah membuat tugas
pemimpin menjadi lebih sulit.
b. Teori Path-Goal Evan-Haouse.
Evan-Haouse mengidentifikasi empat gaya kepemimpinan untuk menjelaskan teorinya, yaitu:
1) Kepemimpinan direktif, mengarahkan apa yang harus dilakukan dan bagaimana caranya, menjadwalkan
pekerjaan, mempertahankan standar kinerja, memperjelas peranan pemimpin dalam kelompok.
2) Kepemimpinan suportif, melakukan berbagai usaha agar pekerjaan menjadi menyenangkan,
memperlakukan anggota dengan adil, bersahabat, dan mudah bergaul, memperhatikan kesejahteraan
bawahannya.
3) Kepemimpinan yang berorietasi pada prestasi, menentukan tujuan-tujuan yang menantang,
mengharap kinerja yang tinggi, menentukan pentingnya kinerja yang berkelanjutan, optimistic dan
memenuhi standar-standar yang tinggi.
4) Kepemimpinan partisipatif, melibatkan bawahan, meminta saran bawahan dan menggunakannya dalam
proses pengambilan keputusan.
c. Teori Patisipasi Vroom-Jago
• Victor Vroom dan Athur Jago (1988, dalam Wajono, 2004) melontarkan
kritik atas teori Path-Goal karena tidak memperhitungkan situasi ketika
manjer memutuskan untuk melibatkan karyawan.
• Sebagai jalan keluarnya mereka memperluas model kepemimpinan
situasional klasik dari Vroom-Yetton (1973) dengan menyertakan
perhatian pada mutu dan penerimaan atas keputusan.
d. Teori Kepemimpinan Situasional Hersey-
Blanchard.
Terori ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif tergantung pada kesuaian antara
beberapa factor berikut:
1) Perilaku Tugas, adalah kadar upaya pemimpin mengorganisasi dan menetapkan peran bawahan,
menjelaskan kegiatan setiap anggota, kapan dimana dan bagaimana cara menyelesaikannya.
2) Perilaku hubungan, adalah kadar upaya pemimpin dalam membina hubungan pribadi di antara
para pemimpin dan bawahan dengan membuka saluran komunikasi, menyediakan dukungan
sosioemosional dan kemudahan perilaku.
3) Kematangan bawahan, adalah kemampuan atau kemauan individu untuk memikul tanggung
jawab sehingga dapat mangarahkan perilaku bawahan. Seseorang yang matang dalam suatu
pekerjaan tidak berarti bahwa orang tersebut juga matang untuk pekerjaan lainnya.
Kombinasi perilaku tugas dan perilaku
hubungan mengahasilkan empat gaya, yaitu:
1) Telling (tinggi tugas dan rendah hubungan), gaya kepemmpinan ini cenderung
memberiakan banyak perintah kerja yang spesifik dan melakukan penyeliaan pekerjaan
bawahan dengan seksama.
2) Selling (tinggi tugas dan tinggi hubungan), gaya ini cenderung untuk menjelaskan
keputusan yang telah pemimpin buat dan memberi kesempatan bawahan untuk mengerti.
3) Pasticipating (rendah tugas dan tinggi hubungan), gaya ini cenderung memberi
kesempatan bawahan untuk saling bertukar pendapat dan ikut dalam pengambilan
keputusan.
4) Delegating (rendah tugas dan rendah hubungan), gaya ini cenderung mendelegasikan
tanggung jawab pengambilan keputusan dan pelaksanaan pekerjaan pada bawahan.
B. Kepemimpinan Karismatik
• Sebelum 1980, karisma kebanyakan merupakan bidang dari para peneliti yang
mempelajari kepemimpinan politik dan kepemimpinan gerakan-gerakan social
atau sekte agama. Namun demikian, dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti
memulai tertarik ketertarikan ini terutama didasari oleh suatu fenomena dimana
seorang tokoh politik sukses yang mempunyai karisma besar ternyata juga
sukses dalam memimpin organisasi bisnis. Atau sebaliknya, tokoh-tokoh yang
sukses dalam dunia bisnis ternyata juga suskses ketika memasuki dunia politik.
• Dengan demikian, karisma juga diperlukan bagi pemimpin perusahaan bukan
saja pemimpin keagamaan, politik, atau gerakan social semata.
Terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai