Anda di halaman 1dari 13

Kepemimpinan dalam Pendidikan: IAINU Kebumen 1

Bab 3
Pendekatan dan model model
kepemimpinan

Secara etimologis pemimpin dan kepemimpinan itu berasal dari kata


pimpin atau dalam bahasa Inggris disebut to lead. Dimana kata pimpin sendiri
mengandung beberapa arti yang erat kaitannya dengan pengertian
mempelopori, berjalan dimuka, menuntun, membimbing, mendorong,
bergerak lebih awal, memberi contoh, menggerakkan orang lain melalui
pengaruh dan lain sebagainya. Menurut Moekijat (1997:10) pemimpin adalah :
1. Seseorang yang membimbing dan mengarahkan atau menjuruskan
orang lain.
2. Seseorang yang menggerakkan orang lain untuk mengikuti
jejaknya.
3. Seseorang yang berhasil menimbulkan perasaan ikut serta, perasaan
bertanggung-jawab kepada orang-orang bawahannya terhadap
pekerjaan yang sedang dilakukan di bawah kepemimpinannya.

3.1 Pendekatan Sifat


Pendekatan sifat mengkaji tentang kemampuan yang
menandai karakteristik pemimpin yang berhasil dan tidak berhasil (Moedjiono,
2006:13). Teori-teori yang mencari ciri kepribadian, sosial, fisik, atau
intelektual yang membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Dasar dari
teori/pendekatan ini adalah asumsi bahwa beberapa orang merupakan
pemimpin alamiah yang dianugerahi dengan beberapa ciri yang tidak dipunyai
orang lain (Robbins, 2006:433). Menurut Mar’at dalam Moedjiono (2002:13)

1
Kepemimpinan dalam Pendidikan: IAINU Kebumen 2

beberapa ahli teori dipengaruhi oleh hasil penelitian Galton (1879) tentang
latas belakang keturunan dari orang-orang terkemuka, yang mencoba
menerangkan kepemimpinan berdasarkan warisan. Selanjutnya mengutip
Mar’at, Moedjiono (2002:13) menyatakan bahwa Woods tahun 1913
mempelajari empat belas bangsa dalam kurun waktu lima sampai sepuluh
abad.

3.2 Pendekatan Perilaku


Pendekatan berdasarkan perilaku memusatkan perhatian pada
tindakan yang dilakukan pemimpin di dalam melaksanakan pekerjaan
manajerial. Robbins (2006:434) menyatakan bahwa teori-teori yang
mengemukakan bahwa perilaku spesifik membedakan pemimpin dari bukan
pemimpin. Pada tahun 1950-an ketika para peneliti menjadi kecewa dengan
pendekatan sifat tersebut, mereka mulai mengamati perilaku (behaviors) yang
khususnya ditampilkan para pemimpin. Perbedaan antara teori ciri dan teori
perilaku dalam penerapan, terletak dalam pengandaian yang mendasari.
Seandainya teori itu sahih (valid), maka kepemimpinan secara dasar dibawa
lahir dan pemimpin dapat ditunjuk dengan cara penyeleksian. Di pihak lain,
seandainya ada perilaku spesifik yang menunjukan pemimpin, maka
kepemimpinan dapat diajarkan dapat dirancang program-program yang
menanamkan pola perilaku ini ke dalam diri individu yang berhasrat untuk
menjadi pemimpin yang efektif. Tentu ini merupakan suatu jalur yang lebih
menggairahkan karena itu berarti suplai pemimpin dapat diperbesar. Jika
pelatihan tersebut berhasil, maka dapat diperoleh tidak terhingga banyaknya
suplai pemimpin yang efektif (Robbins, 2006:435). Dua studi mengenai teori
perilaku (behaviors) terkenal yang berasal dari Kelompok Ohio State
University dan Kelompok Michigan University diuraikan berikut (sumber:
Robbins, 2006:435-438; Yukl, 2005:62-67).

3.2.1 Studi Kepemimpinan IOWA


Usaha mempelajari kepemimpinan pada awalnya dilakukan tahun 1930 oleh
Ronald Lippitt dan Ralph K. White di bawah pengarahan Kurt Lewin di
Universitas Iowa. Usaha yang dilakukan oleh kedua pakar ini mempunyai
dampak studi yang panjang. Gaya kepemimpinan Iowa ini memainkan
tiga style kepemimpinan, yakni :

2
Kepemimpinan dalam Pendidikan: IAINU Kebumen 3

1. Otokratis, pemimpin yang otoriter bertindak sangat direktif, selalu


memberikan pengarahan dan tidak memberikan kesempatan untuk
timbulnya partisipasi.
2. Demokratis, pemimpin yang demokratis mendorong kelompok diskusi
dan pembuat keputusan, kepemimpinan ini mencoba untuk bersikap
“objektif” di dalam pemberian pujian atau kritik, dan menjadi satu
dengan kelompok dalam hal memberikan spirit.
3. Semaunya sendiri (laissez faire), gaya kepemimpinan ini memberikan
kebebasan yang mutlak pada kelompok. Pemimpin seperti ini pada
hakikatnya tidak memberikan contoh-contoh kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan yang dimiliki Iowa ini cenderung lebih ke kepemimpinan
yang demokratis, guna untuk memudahkan dan memberikan keleluasaan
kelompok dalam bertindak dengan beberapa pengarahan dari pemimpin
tersebut.

3.2.2 Studi Kepemimpinan OHIO


Gaya kepemimpin Ohio ini dimulai dengan premis bahwa tidak ada kepuasan
atau rumusan atau definisi kepemimpinan yang ada. Dari hasil kerja terdahulu
berasumsi bahwa “kepemimpinan” selalu diartikan sama dengan
kepemimpinan yang baik.

Dalam hal ini pemimpin mempunyai deskripsi perilaku atas dua dimensi,
yakni :

1. Struktur pembuatan inisiatif (initiating structure), struktur ini


menunjukkan pada perilaku pemimpin didalam menentukan hubungan
kerja antara dirinya dengan yang dipimpin, dan usahanya didalam
menciptakan pola organisasi, saluran komunikasi dan prosedur kerja
yang jelas.
2. Perhatian (consideration), struktur ini menggambarkan perilaku
pemimpin yang menunjukkan kesetiakawanan, bersahabat, saling
mempercayai, dan kehangatandidalam hubungan kerja antara pemimpin
dengan anggota stafnya.
Kedua perilaku ini digali dan diteliti oleh penelitian Universitas Ohio dengan
menyebarkan Kuesioner yang ditujukan kepada aspek-aspek yang telah
direncanakan sebelumnya.

3
Kepemimpinan dalam Pendidikan: IAINU Kebumen 4

3.2.3 Studi Kepemimpinan MICHIGAN


Studi Michigan ini bertujuan untuk menentukan prinsip-prinsip produktivitas
kerja kelompok dan kepuasan anggota kelompok yang diperoleh dari
partisipasi mereka. Studi ini lebih cenderung kepada produktivitas kerja yang
menitik beratkan pada demokratis kerja bukan pada otokratisnya. Sehingga,
dimasukkannya rancangan riset (research design) dan derajat kontrol yang
tinggi atas variabel nonpsikologis yang mungkin mempengaruhi semangat
kerja dan produktivitas. Misalnya bentuk pekerjaan, kondisi pekerjaan, dan
metode kerja terkendalikan semuanya.

3.2.4 Managerial Grid


Ini adalah salah satu teori untuk menentukan gaya kepemimpinan seseorang.
Teori ini berfokus pada dua aspek penilaian, yaitu tingkat produktivitas
(kepedulian terhadap tugas) dan motivasi tim (kepedulian terhadap hubungan
dengan tim).
3.2.5 TEORI X AN Y
Dalam penelitiannya, Robert Blake dan Jane Mouton mencoba
mengembangkan Teori X dan Y milik Douglas McGregor dengan
menggunakan variabel utama kepedulian pada orang dan fokus terhadap hasil.
Mereka menemukan bahwa model perilaku manajemen seorang pemimpin
bervariasi berdasarkan dua hal: perhatiannya pada orang dan perhatiannya
pada hasil. Berikut penjelasan singkatnya:

1. Perhatian pada Orang


Variabel ini merupakan perilaku pemimpin dalam mempertimbangkan
kebutuhan anggota tim, kepentingan mereka, dan bidang pengembangan
pribadi ketika memutuskan cara terbaik untuk menyelesaikan tugas.

1. Perhatian pada Hasil


Variabel ini merupakan perilaku pemimpin dalam menekankan target yang
konkret, efisiensi organisasi, dan produktivitas yang tinggi ketika memutuskan
cara terbaik untuk menyelesaikan tugas.

Melalui variabel “perhatian pada orang” dan “perhatian pada hasil”, Blake dan
Mouton mendefinisikan lima gaya kepemimpinan sebagai berikut:

4
Kepemimpinan dalam Pendidikan: IAINU Kebumen 5

 Impoverished Management (Tidak Perhatian pada Orang dan


Hasil)
Pemimpin dengan gaya ini memiliki perhatian yang rendah terhadap tim dan
tugas. Terdapat pro kontra mengenai gaya ini, ada yang menganggap bahwa
dengan gaya ini pemimpin ingin mengajarkan tim mereka untuk mandiri dan
meningkatkan produksi dengan membiarkan tim bereksplorasi dengan tidak
ikut campur dalam pemecahan masalah meskipun berdampak pada produksi
sementara waktu. Maka dari itu, gaya ini dinilai cukup baik apabila hanya
dilakukan dalam jangka waktu yang pendek.

Namun, di sisi lain ada yang beranggapan bahwa gaya ini merupakan gaya
yang paling tidak efektif karena pemimpin dengan gaya ini dinilai hanya
peduli dengan diri mereka sendiri dan takut untuk membuat kesalahan.

 Country Club Management (Tidak Perhatian pada Hasil, tapi


Perhatian pada Orang)
Pemimpin dengan gaya ini memiliki perhatian tinggi pada tim dan biasanya
keterlibatan yang dekat dengan banyak anggota, tetapi memiliki perhatian
yang rendah terhadap tugas yang ada. Gaya ini biasanya umum digunakan
para pemimpin yang takut mengecewakan orang, dan/atau yang takut ditolak
dan tidak disukai.

Gaya ini dinilai memiliki kelebihan, yaitu dapat menciptakan suasana kerja
yang nyaman dan bersahabat di dalam tim. Sebaliknya, kedekatan yang
diciptakan seringkali menjadikan tim lupa diri dan menyepelekan tugas yang
ada. Maka, tak jarang target malah tidak tercapai.

 Middle of the Road (Setengah-Setengah dalam Perhatian pada


Hasil dan Orang)
Kepemimpinan dengan gaya ini pada dasarnya tidak memiliki kompromi yang
efektif antara variabel orang dan hasil. Besarnya perhatian yang diberikan
untuk hasil dan orang dipaksakan harus selalu sama, sehingga terkadang
pemimpin menemui kesulitan untuk menyamaratakan antara keduanya.

Pemimpin yang mengadopsi pendekatan perilaku ini mencoba untuk


memenuhi kebutuhan tugas dan pengikut mereka sampai batas tertentu, tetapi
tidak melakukannya dengan keyakinan, keterampilan, atau wawasan, sehingga
hal tersebut berpengaruh pada tingkat keefektifannya.

5
Kepemimpinan dalam Pendidikan: IAINU Kebumen 6

Pada dasarnya, kepemimpinan dianggap membutuhkan tingkat otoritas alami


dan ketegasan yang baik, sehingga pemimpin dengan gaya ini diharapkan
dapat melakukan perbaikan agar performa yang dihasilkan tidak hanya rata-
rata.

 Authority-Compliance Management (Tidak Perhatian pada


Orang, tapi Perhatian pada Hasil)
Pemimpin dengan gaya ini lebih berfokus pada tugas dan hasil dibandingkan
dengan kepedulian terhadap tim. Gaya ini sering disebut juga dengan otokratis.
Bahkan pada kasus tertentu dianggap sebagai gaya diktator karena sering kali
mencoba mengancam melalui hukuman, seperti dipecat atau potong gaji.

Pemimpin yang menggunakan gaya ini, biasanya berusaha untuk mengontrol


dan mendominasi orang lain untuk menyelesaikan sesuai yang diharapkan.
Selain itu, ia juga berpandangan bahwa staf harus bersyukur bisa dipekerjakan
dan dibayar.

Gaya ini bisa dianggap efektif jika dilakukan dalam jangka waktu yang pendek
terutama ketika perusahaan berada di posisi yang krisis. Harapannya, tim akan
lebih bersemangat untuk keluar dari masa krisis itu. Namun, bisa jadi
bumerang ketika banyak anggota tim yang akhirnya memutuskan pergi.

 Team Management (Peduli Orang dan Produktivitas)


Pemimpin dengan gaya ini memiliki keterlibatan yang tinggi dalam tim dan
dapat melakukan komunikasi yang terorganisasi dengan baik, sehingga tujuan
sering tercapai dengan baik. Blake dan Mouton melihat ini sebagai pendekatan
perilaku yang ideal.

Para pemimpin yang berperilaku seperti ini dinilai berhasil memadukan


perhatian untuk orang dan tujuan organisasi. Pendekatan yang dilakukan
biasanya menggunakan pendekatan kerja tim kolaboratif dan banyak
konsultasi agar tercipta motivasi tim yang tinggi untuk mencapai tujuan
organisasi. Gaya ini biasanya membutuhkan pengikut/kelompok yang matang
dan terampil untuk tingkat keterlibatan yang tinggi.

Gaya ini dinilai sulit digunakan, dan mungkin tidak disarankan saat
mengarahkan orang yang tidak berpengalaman untuk memberikan hasil yang
menantang dan penting di area baru atau asing.

6
Kepemimpinan dalam Pendidikan: IAINU Kebumen 7

3.3 Pendekatan Kontigensi


Model Kepemimpinan Kontingensi meruapakan teori kepemimpinan yang
mendapat pengakuan dari kalangan para ahli mengingat teori kontingensi itu
sangat luas dan komprehensif dalam penjelasannya pada tahun 1967
(Northouse, 2013) Fiedler adalah orang yang pertama kai yang memberikan
pengembangan terhadap model kontingensi secara komprehensif dalam kajian
kepemimpinan. Menurut pandangan teori kontingensi menjelaskan bahwa
pemimpin bisa efektif bilamana ada kesesuaian antara gaya pemimpin dengan
sistuasi tertentu (Robbins & Judge, 2015). Teori kontingensi beranggapan
bahwa kepemimpinan itu adalah sebuah proses ketika ingin menjalankan
sebuah pengaruhnya sangat berkaitan dengan keadaan dimensi tugas yang
dikerjakan oleh suatu kelompok (group task situation).

Ada tiga variabel yang sangat menetukan adanya situasi yang paling
utama yang sangat menentukan apakah suatu situasi tertentu bisa memberikan
keuntungan tersendiri bagi seorang pemimpin (Blanchard et al., 2006). Fred
Edwar Fiedler membagi tiga variabel adalah sebagai berikut :

1). The leader member relationship,

2). The degree of taks structure, dan

3). The leaders positions power (Chemers & Skrzypek, 1972)

Menurut Moedjiono (2006:14), pendekatan kontingensi mengkaji


kesesuaian antara perilaku pemimpin dengan karakteristik situasional terutama
tingkat kematangan bawahan. Pendekatan situasional mengasumsikan bahwa
kondisi (situation) yang menentukan efektivitas pemimpin bervariasi menurut
situasi, kematangan atau kedewasaan bawahan. Menurut Moedjiono, situasi
yang mendesak perlunya kehadiran pemimpin bila :
(1) keadaan kacau (chaos) tidak menentu dan kelompok tidak mampu
mengatasi konflik yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal
organisasi,

7
Kepemimpinan dalam Pendidikan: IAINU Kebumen 8

(2) anggota organisasi secara perorangan ataupun secara kelompok


belum mampu mengambil keputusan penting untuk pencapaian
tujuan organisasi,
(3) perubahan lingkungan organisasi yang cepat sehingga kelompok
tidak mampu mengendalikan keadaan terutama dalam menangkap
pesan dari perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya,
(4) munculnya kompetitor baru yang dapat menggeser peran
kelompok.

3.3.1 Model Kontingensi


Teori ini dikembangkan oleh Fiedler and Chemers, berdasarkan hasil
penelitiannya tahun 1950, disimpulkan bahwa seseorang menjadi pemimpin
bukan saja karna faktor kepribadian yang dimiliki, tetapi juga karna berbagai
faktor situasi dan saaling hubungan antara pemimpin dengan situasi.
Keberhasilan pemimpin bergantung baik pada diri pemimpin maupun kepada
keaadaan organisasi. Menurut Fiedler tak ada gaya kepemimpinan yang cocok
untuk semua situasi, serta ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu
hubungan antara pemimpin dan bawahan, struktur tugas serta kekuasaan yang
berasal dari organisasi. Ketiga faktor tersebut sesungguhnya merupakan tiga
dimensi dalam situasi yang mempengaruhi gaya kepemimpinan.
1) Hubungan antara pemimpin dengan bawahan
Hubungan ini sangat penting bagi pemimpin, karena hal ini
menentukan bagaimana pemimipin diterima oleh anak buah. Pada umumnya
hal ini didasarkan pada persepsi pemimpin mengenai suasana kelompok.
Bawahan akan bekerja lebih giat jika pemimpin menerapkan gaya
kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kemampuan dalam kemauan
bawahan,(Dharma,1984). Aspek pada teori ini adalah adanya kesesuaian
prilaku pemimpin terhadap bawahannya. Dalam situasi kerja tertentu, jika
pimpinan ingin meningkatkan kinerja karyawan, membangun suasana kerja
yang kondusif, dan menumbuhkan motivasi kerja, maka perlu memperhatikan
gaya kepemimpinan. Beberapa gaya kepemimpinan dapat dijadikan model
dalam mempengaruhi dan mengarahkan bawahan pada tujuan yang
ditetapkan.
2) Struktur tugas

8
Kepemimpinan dalam Pendidikan: IAINU Kebumen 9

Dimensi ini berhubungan dengan seberapa jauh tugas merupakan


pekerjaan rutin atau tidak. Apabila struktur tugas cukup jelas maka prestasi
setiap orang mudah diawasi, serta tanggung jawab orang lebih pasti.
3) Kekuasaan yang berasal dari organisasi
Dimensi ini menunjukkan sampai sejauh mana pemimpin mendapat
kepatuhan anak buahnya, dengan menggunakan kekuasaan yang bersumber
dari organisasi. Pemimpin yang menerima kekuasaan yang jelas dari
organisasi akan mendapat kepatuhan lebih dari bawahan.
Berdasakan tiga dimensi tersebut, Fiedler menentukan dua jenis gaya
kepemimpinan dan dua tingkat yang menyenangkan. Pertama, gaya
kepemimpinan yang mengutamakan tugas, yaitu ketika pemimpin merasa
puas jika tugas bisa dilaksanakan. Kedua; gaya kepemimpinan yang
mengutamakan pada hubungan kemanusiaan; hal tersebut menunjukan bahwa
efektifitas kepemimpinan bergantung pada tingkat pembauran antara gaya
kepemimpinann dengan tingkat kondisi yang menyenangkan dalam situasi
tertentu.

3.3.2 Model tiga dimensi


yang dianggap sebagai teori perilaku kepemimpinan modern yang diharapkan
lebih efektif, yakni yang berorientasi pada tugas, hubungan dan perubahan.
Teori ini dikemukakan oleh Reddin, seorang guru besar Universitas New
Brunswick, Canada. Menurutnya ada tiga dimensi yang dapat dipakai untuk
menentukan gaya kepemimpinan, yaitu perhatian pada produksi atau tugas,
perhatian pada orang, dan dimensi efektivitas.
Model kepemimpinan tiga dimensi yaitu, (1) dimensi perilaku tugas (task
dimension), (2) dimensi perilaku hubungan (relationships dimension), (3)
dimensi keefektifan (effectiveness dimension). Dimensi perilaku tugas yaitu
kecenderungan pemimpin untuk mengatur dan menentukan peranan para
bawahan. Pemimpin menjelaskan setiap item kegiatan yang dilaksanakan,
kapan, dimana, dan bagaimana tugas-tugas harus diselesaikan dan mengawasi
pelaksanaan kegiatan secara ketat. Dimensi perilaku hubungan dimaksudkan
untuk menunjukkan kadar keterlibatan pemimpin dalam komunikasi dua arah,
mendengar, mendorong, serta melibatkan bawahan dalam pemecahan masalah
dan pengambilan keputusan. Dijelaskan juga oleh Stoner dan Freeman (1992)
bahwa teori kepemimpina situasional membangkitkan minat karena
merekomendasikan suatu tipe kepemimpinan dinamik dan luwes. Dalam gaya
kepemimpinan situasional, motivasi, kemampuan, dan pengalaman bawahan
9
Kepemimpinan dalam Pendidikan: IAINU Kebumen 10

harus terus-menerus dinilai agar dapat ditentukan kombinasi gaya yang paling
tepat.
Gaya kepemimpinan Reddin sama dengan jaringan manajemen,
memiliki empat gaya dasar kepemimpinan, yaitu integrated, related,
separated, dan dedicated. Reddin mengatakan bahwa gaya tersebut dapat
menjadi efektif atau tidak efektif, terganttung pada situasi, Keempat gaya dasar
tersebut jika dilihat dari segi efektif dan tidak efektif akan menjadi tujuh gaya
kepemimpinan.
Ketujuh gaya tersebut adalah gaya dasar integrated yang jika
diekspresikan dalam situasi yang efektif akan menjadi gaya eksekutif; gaya
dasar integrated jika diekspresikan dalam situasi yang tidak efektif akan
menjadi gaya compromiser; gaya dasar separated jika diekspresikan dalam
situasi yang efektif akan menjadi gayabenevolent autrocrat; gaaya
dasar related jika diekspresikan dalam situasi yang efektif akan menjadi
gaya developer; dan gaya dasar related jika diekspresikan dalam situasi yang
tidak efektif akan menjadi gaya missionary.
Gaya kepemimpinan tersebut selanjutnya dikelompokkan kedalam
gaya efektif dan tidak efektif sebagai berikut.
1) Gaya Efektif
Executif, gaya ini menunjukkan adanya perhatian baik kepada tugas
maupun kepada hubungan kerja dalam kelompok. Pimpinan berusaha
memotivasi anggota dan menetapkan standar kerja yang tinggi serta mau
mengerti perbedaan individu, dan menempatkan individu sebagai manusia.
Developer; gaya ini memberikan perhatian yang cukup tinggi terhadap
hubungan kerja dalam kelompok dan perhatian minimum terhadap tugas
pekerjaan. Pimpinan yang menganut gaya ini sangat memperhatikan
pengembangan individu.
Benevolent Authocrat; gaya ini memberikan perhatian yang tinggi
terhadap tugas dan rendah dalam hubungan kerja. Pemimpin yang menganut
gaya ini mengetahui secara tepat apaa yang ia inginkan dan bagaimana
memperoleh yang diinginkan tersebut tanpa menyebabkan keseganan dipihak
lain.
Birokrat, gaya ini memberiakan perhatian yang rendah terhadap tugas
maupun terhadap hubungan. Pemimpin yang menganut gaya ini menerima
setiap peraturan dan berusaha memeliharanya dan melaksanakannya.
2) Gaya yang tidak efektif

10
Kepemimpinan dalam Pendidikan: IAINU Kebumen 11

Compromiser; gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada tugas


maaupun pada hubungan kerja. Pemimpin yang menganut gaya ini
merupakan pembuat keputusan yang tidak efektif dan sering menemui
hambatan dan masalah.
Missionary; gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada hubungan kerja
dan rendah pada tugas. Pemimpin yang menganut gaya ini hanya tertarik pada
keharmonisan dan tidak bersedia mengontrol hubungan meskipun tujuantidak
tercapai.
Autocrat; gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada tugas dann rendah
pada hubungan. Pemimpin yang menganut gaya ini selalu menetapkan
kebijaksanaan dan keputusan sendiri.
Deserter; gaya ini memberi perhatian yang rendah pada tugas dan
hubungan kerja. Pemimpin yang menganut gaya ini hanya mau memberikan
dukungan dan memberikan struktur yang jelas serta tanggung jawab, hanya
pada waktu dibutuhkaan.

3.3.3 Leadership continuum atau kontinum


kepemimpinan menyajikan serangkaian tipe perilaku pengambilan keputusan
dalam organisasi bisnis yang berkisar di antara dua gaya manajemen yang
bertolak belakang, yaitu otokratis dan demokratis. Kontinum ini diperkenalkan
oleh Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt pada 1958.
leadership continuum tersebut, manajemen otokratis menempati titik ekstrem
kiri yang bercirikan model kepemimpinan yang terpusat pada bos atau
manajer. Sebaliknya, manajemen demokratis berada di titik ekstrem kanan
yang ditandai dengan model kepemimpinan yang terpusat di tangan anak buah
atau bawahan. Tannenbaum dan Schmidt merinci tujuh tipe perilaku
kepemimpinan dalam pengambilan keputusan di antara dua gaya manajemen
di atas. Semakin ke kiri semakin besar kendali manajer. Sebaliknya, semakin
ke kanan semakin besar kebebasan bawahan dalam menentukan keputusan di
tim.

3.3.4 Gaya Kepemimpinan Path-goal Path-goal


atau model arah tujuan ditulis oleh Robert House pada Robbins (2015),
menjelaskan kepemimpinan sebagai keefektifan pemimpin yang tergantung
dari bagaimana pemimpin memberi pengarahan, motivasi, dan bantuan untuk
pencapaian tujuan para pengikutnya. Dimana, gaya kepemimpinan ini dibagi
menjadi 4 tipe, yaitu:
11
Kepemimpinan dalam Pendidikan: IAINU Kebumen 12

a.Kepemimpinan pengarah (directive leadership).

Adalah Pemimpin yang memberikan bimbingan khusus pada


karyawannya dengan menetapkan standar kinerja, mengkoordinasi kinerja
kerja dan meminta karyawan untuk mengikuti aturan aturan organisasi.

b.Kepemimpinan pendukung (supportive leadership).

Adalah pemimpin yang memberikan perhatian pada kebutuhan


pribadi karyawannya seperti membantu dalam penyelesaian masalah pribadi
yang ada di organisasi.

c.Kepemimpinan partisipatif (participative leadership).

Adalah pemimpin yang berkonsultasi dengan bawahan dan


menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu
keputusan.

d.Kepemimpinan berorientasi prestasi (achievement-oriented leadership).

Adalah pemimpin yang menetapkan target, dan mengharapkan


bawahan untuk berprestasi semaksimal untuk mengembangkan prestasi dalam
mencapai tujuannya.

Daftar Pustaka
Thoha, Miftah. 2010. Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta:
Rajawali
Aulia, Shania. Tipe-Tipe Kepemimpinan untuk Menyeimbangkan
Produktivitas dan Motivasi Anggota Tim (Managerial Grid
Leadership Model), (berita online pemimpin.id), tersedia di
situs: https://pemimpin.id/tipe-tipe-kepemimpinan-untuk-
menyeimbangkan-produktivitas-dan-motivasi-anggota-tim-

12
Kepemimpinan dalam Pendidikan: IAINU Kebumen 13

managerial-grid-leadership-model/, diakses pada tanggal 20


maret 2023, pukul 19.30 WIB
Arfandi & Ihwan. (2020) Model Kepemimpinan Kontingensi 98
Implementasi Model Kepemimpinan Kontingensi dalam
Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam. Jurnal
Pendidikan Agama Islam.

13

Anda mungkin juga menyukai