Anda di halaman 1dari 24

Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan merupakan observasi dari luar interaksi pemimpin dan pengikut.
Gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh ketika dipergunakan oleh pemimpin dalam
kepemimpinan yaitu proses interaksi dengan para pengikutnya. Interaksi ini akan mempengaruhi
pola perilaku pengikut yang disebut sebagai gaya kepengikutan atau followership style.

Gaya kepemimpinan merupakan adonan dari sejumlah perilaku pemimpin antara lain sebagai
berikut:

1. Perilaku menganalisa karakteristik pengikutnya.

2. Perilaku memilih dan menggunakan kekuasaan

3. Perilaku memilih dan menggunakan taktik mempengaruhi

4. Perilaku menggunakan karakteristik pribadi

5. Perilaku menganalisa hasil mempengaruhi

6. Perilaku mengevaluasi hasil kepemimpinan

Mengenai cara mengukur gaya kepemimpinan seorang pemimpin dalam penelitian dapat
menggunakan cara sebagai berikut:

(a) Mengukur persepsi para pengikutnya mengenai gaya kepemimpinan yang digunakan
oleh pemimpinnya ketika memimpin mereka

(b) Mengukur persepsi pemimpin mengenai gaya kepemimpinan yang dipergunakannya


ketika memimpin para pengikutnya

(c) Peniliti melakukan observasi langsung terhadap pola perilaku pemimpin ketika
melaksanakan kepemimpinannya. Hal ini dilakukan dalam penelitian naturalistic atau kualitatif

Teori-teori Gaya kepemimpinan

1. Studi Ohio State University

Pada tahun 1945 , Biro penelitian Bisnis dari Universitas Negeri Ohio melakukan
serangkaian penemuan dalam bidang kepemimpinan. Suatu tim riset interdisipliner mulai dari ahli
psikologi , sosiologi, dan ekonomi mengembangkan dan menggunakan Kuesioner Deskripsi
Perilaku Pemimpin , untuk menganalisis kepemimpinan dalam berbagai tipe kelompok dan
situasi. Penelitian ini dilakukan atas beberapa komandan Angkatan Udara dan anggota-anggota
pasukan pengebom(bombers crew), pejabat-pejabat sipil di angkatan laut, pengawas-pengawas
dalam pabrik, administrator-administrator, perguruan tinggi, guru , kepala guru, pemilik-pemilik
sekolah , pemimpin-pemimpin berbagai gerakan mahasiswa dan kelompok-kelompok sipil
lainnya.
Studi ohio memulai dengan premis bahwa tidak ada kepuasaan atas rumusan atau definisi
kepemimpinan yang ada, mereka juga mengetahui bahwa hasil kerja yang terdahulu terlalu banyak
berasumsi bahwa “kepemimpinan” selalu diartikan sama dengan “kepemimpinan yang baik”.
Staf peniliti dari Ohio ini merumuskan kepemimpinan sebagai suatu perilaku seorang
individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu grup kearah pencapaian tujuan tertentu.
Dalam hal ini pemimpin mempunyai deskripsi perilaku atas dua dimensi, yakni: struktur
pembuatan inisiatif dan perhatian.
Struktur pembuatan inisiatif ini menunjukkan kepada perilaku pemimpin di dalam
menentukan hubungan kerja antara dirinya dengan yang dipimpin, dan usahanya di dalam
menciptakan pola organisasi, saluran komunikasi, dan prosedur kerja yang jelas. Adapun perilaku
perhatian (consideration) menggambarkan perilaku pemimpin yang menunjukan kesetiakawanan,
bersahabt, saling memercayai, dan kehangatan didalam hubungan kerja antara pemimpin dan
anggota stafnya. Kedua perilaku inilah yang digali dan diteliti oleh penelitian Universitas Ohio ini.
Kuesioner (The Leader Behavior Description Questionnaire -LBDQ) terdiri dari 15 item
yang berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai struktur inisiatif, dan 15 item yang berisi pertanyaan
mengenai perhatian. Responden diminta menilai frekuensi pemimpinnya di dalam melakukan setia
bentuk struktur inisiatif dan perhatian dengan cara memilih salah satu dari 5 deskripsi sebagai
berikut:selalu, seringkali, sewaktu-waktu, jarang dan tidak pernah. Dengan demikian, struktur
inisiatif dan perhatian merupakan dimensi-dimensi dan perilaku yang diamati dan digunakan oleh
pihak lain. Contoh item-item yang digunakan dalam pertanyaan dapat dilihat
TABEL : Contoh item dalam kuesioner deskripsi perilaku pemimpin
.
Perhatian Struktur Pembuatan inisiatif
Pemimpin mempunyai waktu untuk Pemimpin menugaskan anggota kelompok
mendengarkan anggota kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu.

Pemimpin berkemauan untuk melakukan Pemimpin meminta anggota kelompok untuk


perubahan-perubahan. mematuhi aturan-aturan yang sudah
ditetapkan.

Pemimpin adalah bersahabat dan mudah Pemimpin membiarkan anggota kelompok


didekati. mengetahui apa yang diharapkan darinya.

Walaupun penekanan utama dalam studi kepemimpinan dari Universitas Ohio ini adalah pada
perilaku yang diamati, namun demikian staff peneliti mengembangkan pula kuesioner pendapat
pemimpin (leader Opinion Questionnaire- LOQ)dalam mengumpulkan data mengenai persepsi
diri dari pemimpin-pemimpin tentang gaya kepemimpinannya .
Di dalam menelaah perilaku kepemimpinan, tim dari Universitas Ohio ini menemukan
bahwa kedua perilaku struktur inisiatif dan pehatian tersebut sangat berbeda dan terpisah satu
sama lain. Nilai yang tinggi pada satu dimensi tidaklah mesti diikuti rendahnya nilai dari dimensi
yang lain. Perilaku pemimpin dapat pula merupakan kombinasi dari dua dimensi tersebut. Oleh
karena itulah, selama penelitian kedua dimensi perilaku tersebut dirancang pada sumbu yang
terpisah. Empat segi dikembangkan untuk menunjukkan bermacam kombinasi dari struktur
inisiatif (perilaku tugas) dengan perhatian (perilaku hubungan).
2. Studi University of Michigan

Setiap manusia pada hakekatnya adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban
atas kepemimpinannya, manusia sebagai pemimpin minimal mampu memimpin dirinya sendiri
dan mempunyai kelebihan dibandingkan yang lainnya. Begitu pula setiap organisasi harus
memiliki pemimpin, tanpa pemimpin akan kacau karena harus ada orang yang memerintah dan
mengarahkan dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisin.

Secara umum definisi kepemimpinan dapat dirumuskan bahwa kepemimpinan berarti


kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong,
mengajak, menuntun, menggerakkan, mengarahkan dan kalau perlu memaksa orang atau
kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu
tercapainya suatu tujuan tertentu (Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI,2009,125). Menurut
Sindang P.Siagian (2003) kepemimpinan merupakan motor atau daya penggerak dari semua
sumber-sumber bagi suatu organisasi. Pembahasan tentang kepemimpinan menyangkut tugas dan
gaya kepemimpinan, cara mempengaruhi kelompok, yang mempengaruhi kepemimpinan
seseorang.
Tugas kepemimpinan, meliputi dua bidang utama, pekerjaan yang harus diselesaikan dan
kekompakan orang yang dipimpinannya. Tugas yang berhubungan dengan pekerjaan disebut task
function. Tugas yang berhubungan dengan pekerjaan perlu agar pekerjaan kelompok dapat
diselesaikan dan kelompok mencapai tujuannya. Tugas yang berhubungan dengan kekompakan
kelompok dibutuhkan agar hubungan antar orang yang bekerjasama menyelesaikan kerja itu lancar
dan enak jalannya.
Kepemimpinan merupakan salah satu topik terpenting didalam mempelajari dan
mempraktekkan manajemen. Studi tentang kepemimpinan ini sejak dulu telah banyak menarik
perhatian para ahli. Sepanjang sejarah dikenal adanya kepemimpinan yang berhasil dan tidak
berhasil selain itu kepemimpinan banyak mempengaruhi cara kerja dan prilaku banyak orang.
Sebagian sebabnya sudah ada yang diketahui, sebagian belum terungkap. Oleh karena itu
kepemimpinan banyak menarik perhatian para ahli untuk mempelajari. Di Amerika Serikat
terdapat banyak serangkaian penelitian tentang kepemimpinan mulai dari yang klasik sampai yang
modern. Pada makalah ini akan diuraikan kembali tentang studi klasik dari kepemimpinan
tersebut, dalam hal ini kami memfokuskan kajian tentang studi kepemimpinan Universitas
Michigan.

Selama kurun waktu tiga dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian
mengenai perilaku pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil aspek dari
perilaku. Teori perilaku adalah teori kepemimpinan yang menjelaskan ciri-ciri perilaku seorang
pemimpin dan ciri-ciri perilaku seorang bukan pemimpin. Kebanyakan studi mengenai perilaku
kepemimpinan selama periode tersebut menggunakan kuesioner untuk mengukur perilaku yang
berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada hubungan. Beberapa studi telah dilakukan
untuk melihat bagaimana perilaku tersebut dihubungkan dengan kriteria tentang efektivitas
kepemimpinan seperti kepuasan dan kinerja bawahan. Peneliti-peneliti lainnya menggunakan
eksperimen laboratorium atau lapangan untuk menyelidiki bagaimana perilaku pemimpin
mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahan. Jika kita cermati, satu-satunya penemuan yang
konsisten dan agak kuat dari teori perilaku ini adalah bahwa para pemimpin yang penuh perhatian
mempunyai lebih banyak bawahan yang puas.
(massofa.wordpress.com)
Ada berbagai aliran dan teori perilaku diantaranya: Ohio State University, University of
Michigan, The Managerial Grid. Namun dalam makalah ini kami akan memfokuskan pembahasan
tentang studi kepemimpinan University of Michigan. Studi kepemimpinan Universitas Michigan
yang dipelopori oleh Gibson dan Ivancevich, mengidentitikasi dua bentuk perilaku pemimpin yaitu
: Perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan/tugas (The Job Centered) dan bentuk
Perilaku kepemimpinan terpusat pada pegawai/bawahan (The Employee centered).
Menurut Robbins (2003) studi kepemimpinan yang dilakukan oleh Pusat Riset dan Survei
Universitas Michigan pada waktu yang kira-kira bersamaan dengan yang dilakukan di Ohio,
mempunyai sasaran penelitian yang serupa: mencari karakteristik perilaku pemimpin yang
tampaknya dikaitkan dengan ukuran keefektifan kinerja. Kelompok Michigan juga sampai pada
dua dimensi perilaku kepimipinan yang mereka sebut beroriantasi bawahan dan berorientasi
produksi. Pemimpin yang berorientasi-bawahan dideskripsikan sebagai menekankan hubungan
antarpribadi; mereka berminat secara pribadi pada kebutuhan bawahan mereka dan menerima
perbedaan individual di antara anggota-anggota. Sebaliknya pemimpin yang berorientasi-
produksi, cenderung menekankan aspek teknis atau tugas dari pekerjaan – perhatian utama mereka
aalah pada penyelesaian tugas kelompok mereka, dan anggota-anggota kelompok adalah alat untuk
tujuan akhir itu.

Pusat Riset Micihigan University melakukan suatu penelitian. Penelitian ini


mengidentifikasikan dua konsep yakni orientasi produksi (production orientastion) dan orientasi
bawahan (employee orientation). Pemimpin yang menekankan pada orientasi bawahan sangat
memperhatikan bawahan, di mana mereka merasa bahwa setiap karyawan itu penting, dan
menerima karyawan sebagai pribadi. Sedangkan pemimpin yang berorientasi pada produksi sangat
memperhatikan hasil dan aspek-aspek kerja untuk kepentingan organisasi, dengan tanpa
menghiraukan apakah bawahan senang atau tidak. Kedua ini hampir sama dengan tipe otoriter dan
tipe demokrtatis.
(Wahjo Sumidjo, Kepemimpinan dan Motivasi, Jakarta: Ghalia, 1987:66.)
Dalam mengadakan penelitian pusat riset survei universitas Michigan bekerjasama dengan riset
angkatan laut yang tujannya untuk menentukan prinsip-prinsip produktivitas kelompok, dan
kepuasan anggota kelompokyang diperoleh dari partisipasi mereka. Untuk mencapai tujuan ini
maka pada tahun 1947, dilakukan penelitian di Newark, new Jersey, pada perusahaan asuransi
Prudental. Pada penelitian Newark, New Jersey tersebut pengukuran yang sistematis dibuat
berdasarkan persepsi dan sikap para pekerja. Variabel-variabel ini kemudian dihubungkan dengan
pengukuran-pengukuran pelaksanaan kerja.

Hasil menunjukkan bahwa pengawas-pengawas pada seksi produksi tinggi lebih menyukai:
1. Menerima pengawasan dari pengawas-pengawas mereka yang bersifat terbuka di banding yang
terlalu ketat.
2. Menyukai sejumlah otoritas dan tanggungjawab yang ada pada pekerjaan mereka
3. Menggunakan sebagian besar waktunya dalam pengawasan
4. Memberikan pengawasan terbuka kepada bawahannya dari pada pengawasan yang ketat
5. Berorientasi pada pekerja dari pada berorientasi pada produksi.

Menurut Fred Luthans pengawasan seksi produksi rendah memiliki karakteristik dan teknik-
teknik yang berlawananan. Mereka dijumpai menyukai pengawasan-pengawasan yang ketat yang
berorientasi pada produksi. Penemuan lain yang penting tapi kadang-kadang di abaikan adalah
bahwa kepuasan karyawan tidak secara langsung berhubungan dengan produktivitas.
Pada umumnya orientasi pengawasan karyawan seperti yang diuraikan di atas telah
memberikan patokan untuk pendekatan hubungan kemanusiaan seacra tradisional bagi
kepemimpinan. Hasil-hasil dari penemuan prudential diatas telah banyak dikutib untk
membuktikan teori-teori dalam hubungan kemanusiaan. Penemuan ini kemudian banyak diikuti
oleh ratusan penemuan-penemuan berikutnya dibidang yang luas pada pemerintahan, industri,
rumah sakit dan organisasi lainnya. Sebagai bukti pada tahun 1961, Rensis Likert, direktur dari
penelitian ilmu-ilmu sosial, Universitas Michigan, mengeluarkan hasil penelitan tahunannya yang
berjudul New Pattern of Management, walaupun dalam penelitian tersebut banyak terdapat variasi
dan penyempurnaan dari hasil penemuan yang lalu namun dalam New Pattern tersebut secara
esensial masih banyak dijumpai kesamaan dengan penelitian diperusahaan Prudential diatas
(Miftah Toha, 2001,21)
Berdasarkan penelitian universitas michigan tersebut ada dua macam tipe perilaku kepemimpinan
yang telah kami sebutkan diatas. Rensis leinkert memberikan uraian karaktesitik dari masing-
masing tipe kepemimpinan tersebut. Dalam tipe kepemimpinan yang berorientasi pada tugas
ditandai oleh beberapa hal sebagai berikut :

1. Pemimpin memberikan petunjuk kepada bawahan.

2. Pemimpin selalu mengadakan pengawasan secara ketat terhadap bawahan.

3. Pemimpin meyakinkan kepada bawahan bahwa tugas-tugas harus dilaksanakan sesuai dengan
keinginannya.

4. Pemimpin lebih menekankan kepada pelaksanaan tugas daripada pembinaan dan pengembangan
bawahan.

Sedangkan tipe kepemimpinan yang berorientasi kepada karyawan atau bawahan ditandai dengan
beberapa hal sebagai berikut:

1. Pemimpin lebih memberikan motivasi daripada memberikan pengawasan kepada bawahan.


2. Pemimpin melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan.
3. Pemimpin lebih bersifat kekeluargaan, saling percaya dan kerja sama, saling menghormati di
antara sesama anggota kelompok.

Sebagai pengembangan, maka para ahli berusaha dapat menentukan mana di antara kedua
gaya kepemimpinan itu yang paling efektif untuk kepentingan organisasi atau perusahaan. Salah
satu pendekatan yang dikenal dalam menjalankan gaya kepemimpinan adalah ada empat sistem
manajemen yang dikembangkan oleh Rensis Likert. Empat system tersebut terdiri dari:

1. Sistem 1, otoritatif dan eksploitif: pemimpin membuat semua keputusan yang berhubungan
dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode
pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh pemimpin. Manajemen menggunakan rasa takut dan
ancaman; komunikasi atas ke bawah dengan kebanyakan keputusan diambil di atas; atasan dan
bawahan memiliki jarak yang jauh;
2. Sistem 2, otoritatif dan benevolent: pemimpin tetap menentukan perintah-perintah, tetapi
memberi bawahan kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut.
berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan prosedur-
prosedur yang telah ditetapkan. Manajemen menggunakan penghargaan;, informasi mengalir ke
atas dibatasi untuk manajemen apa yang ingin didengar dan keputusan kebijakan sementara datang
dari atas beberapa keputusan yang ditetapkan dapat dilimpahkan ke tingkat yang lebih rendah,
atasan mengharapkan kepatuhan bawahan
3. Sistem 3, konsultatif: pemimpin menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah
setelah hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan –
keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk
memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman. Manajemen menawarkan hadiah, kadang-
kadang hukuman; keputusan besar datang dari atas sementara ada beberapa yang lebih luas
keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan komunikasi rincian ke bawah ke atas sementara
komunikasi penting hati-hati.
4. Sistem 4, partisipatif: adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana
organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat
oleh kelompok. Bila pemimpin secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah
mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan,
pemimpin tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba
memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting. Manajemen kelompok
mendorong partisipasi dan keterlibatan dalam menetapkan tujuan kinerja yang tinggi dengan
beberapa penghargaan ekonomi; komunikasi mengalir ke segala arah dan terbuka dan jujur dengan
pengambilan keputusan melalui proses kelompok dengan masing-masing kelompok terkait dengan
orang lain dengan orang-orang yang menjadi anggota lebih dari satu kelompok yang disebut
menghubungkan pin; dan bawahan dan atasan dekat. Hasilnya adalah produktivitas yang tinggi
dan lebih baik hubungan industrial.

3. Teori Kepemimpinan kontijensi dan teori kepemimpinan situasional

Teori Kontijensi

Teori kontingensi kepemimpinan fokus pada variabel tertentu yang berkaitan dengan lingkungan
yang mungkin menentukan gaya tertentu dari kepemimpinan yang paling cocok untuk situasi ini.
Menurut teori ini, tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik dalam segala situasi.

Kesuksesan tergantung pada sejumlah variabel, termasuk gaya kepemimpinan, kualitas dari
pengikut dan aspek situasi.

Teori Situasional

Teori situasional mengusulkan bahwa pemimpin memilih tindakan yang terbaik berdasarkan
variabel situasional. gaya kepemimpinan yang berbeda mungkin lebih tepat untuk jenis tertentu
pada pengambilan keputusan. Misalnya, dalam situasi di mana pemimpin adalah anggota paling
luas dan berpengalaman dari kelompok, gaya otoriter mungkin yang paling tepat. Dalam kasus
lain di mana anggota kelompok ahli terampil, gaya demokratis akan lebih efektif.

Beberapa jenis teori kepemimpinan kontijensi dan teori kepemimpinan situasional :

A. Teori Kontinum Perilaku Pemimpin


Model Kepemimpinan Kontinum (Otokratis-Demokratis). Tannenbaun dan Schmidt dalam
Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui
beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku
otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku
demokratis. Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, di mana sumber kuasa atau
wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin,
karena pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang
tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman.
Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat antara lain, pengambilan
keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan
keteraturan bagi bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah pada tugas.
Perilaku demokratis; perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang
berawal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam
melaksanakan kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untuk
mencapai tujuan, di mana si pemimpin senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari
bawahannya. Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok.
Namun, kenyataannya perilaku kepemimpinan ini tidak mengacu pada dua model perilaku
kepemimpinan yang ekstrim di atas, melainkan memiliki kecenderungan yang terdapat di antara
dua sisi ekstrim tersebut. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994)
mengelompokkannya menjadi tujuh kecenderungan perilaku kepemimpinan. Ketujuh perilaku
inipun tidak mutlak melainkan akan memiliki kecenderungan perilaku kepemimpinan mengikuti
suatu garis kontinum dari sisi otokratis yang berorientasi pada tugas sampai dengan sisi demokratis
yang berorientasi pada hubungan.
Ada tujuh butir perilaku bahwa para manager:
1. Membuat keputusan dan mengumumkannya
2. Membuat keputusan dan menawarkannya
3. Mengemukakan keputusannya dan memberi kesempatan untuk mempertanyakannya
4. Manager mengemukakan keputusan sementarayang masih dapat diubah
5. Menentukan beberapa batasan dan meminta bawahan untuk membuat keputusan
6. Mengizinkan bawahan membuat keputusan
B. Teori Pengembilan Keputusan Normatif

Vroom & Yetton mengembangkan tujuh gaya (dari A sampai G) pembuatan keputusan manajemen
dengan memberikan 13 alternatif saran mana yang cocok diterapkan dalam situasi yang berbeda.
Artinya, dengan melihat situasi disarankan keputusan gaya yang cocok.

Berikut ini disajikan lima gaya pengambilan keputusan yang disarankan Vroom & Yetton lengka
dengan tingkat partisipasi bawahannya.

Gaya 1. Tetapkan keputusan sendiri dengan menggunakan informasi yang ada saat itu. Partisipasi
bawahan tidak ada.

Gaya 2. Dapatkan informasi dari bawahan dan selesaikan masalah oleh kita sendiri. Tidak perlu
memberitahukan kepada bawahan apa yang menjadi masalah ketika meminta informasi kepada
mereka, peran yang diharapkan dari bawahan hanya merupakan sumber informasi dan bukan
mengemban alternative penyelesaian. Partisipasi bawahan rendah.

Gaya 3. Ikut sertakan bawahan yang bersangkutan dengan masalah, minta ide dan sarannya secara
sendiri-sendiri. Kemudian ambil keputusan, baik sendiri atau tidak disertai pengaruh dan saran-
saran bawahan. Partisipasi bawahan sedang.

Gaya 4. Ikut sertakan bawahan sebagai satu kelompok, dapatkan ide dan saran dari mereka.
Kemudian ambil keputusan sendiri disertai pengaruh dan saran bawahan. Partisipasi bawahan
tinggi.

Gaya 5. Ikut sertakan bawahan sebagai suatu kelompok dalam memecahkan masalah. Bersama
mereka kembangkan dan evaluasi alternatif. Usahakan mencapai consensus. Anda sebagai
pemimpin berperan sebagai ketua. Tidak dibenarkan mempengaruhi kelompok dengan apa yang
hendak anda putuskan dan anda bersedia untuk menerima dan melaksanakan setiap keputusan
kelompok. Partisipasi bawahan sangat tinggi.

Gambar berikut menyajikan alternatif saran mana yang cocok untuk mengambil keputusan
diterapkan dalam situasi yang berbeda.
4. Teori Kepemimpinan Primal

Daniel Goleman, Richard Boyatzis dan Annie McKnee dalam buku “Primal Leadership:
Realizing the Power of Emotional Intelligence” menggambarkan adanya 6 gaya kepemimpinan
yang berpengaruh pada emosi para pengikutnya. Kita tahu bersama bahwa Daniel Goleman
adalah seorang penulis yang menulis buku tentang kecerdasan emosional (EQ). Di dalam buku
Primal Leadership, masalah kepemimpinan dan emosi akan di kaitkan. Disini akan dibahas
mengenai 6 gaya kepemimpinan yang dimaksudkan.
1. The visionary leader
Pemimpin dengan gaya ini bergerak dengan mengajak orang lain untuk mencapai visi, pemimpin
akan menunjukkan arah kemana harus pergi. Visi yang diberikan akan membuat para
pengikutnya termotivasi untuk mencapai visi yang diberikan. Pemimpin visioner akan berdiri di
depan dan mengajak orang lain untuk berkontribusi dalam pencapaian visi. Gaya kepemimpinan
ini sangat cocok diterapkan pada organisasi yang sedang berubah atau berkembang.
2. The coaching leader
Pemimpin dengan tipe ini akan mencoba mencari kelebihan dan kelemahan dari pengikut mereka
dan berusaha untuk mengembangkannya. Kelebihan dan kelemahan yang dimiliki dari para
pengikut akan dicoba untuk dibenahi dan dibantu untuk dapat lebih berkembang. Pemimpin tipe
ini akan lebih banyak melakukan delegasi dan memantau atau membimbing orang lain. Mereka
akan mendengarkan kendala atau masalah yang dihadapi oleh pengikut dan kemudian memberi
masukan-masukan. Mereka akan memberitahukan mana yang salah dan mana yang benar dari
yang dilakukan anak buahnya. Gaya ini cocok bila untuk membangun organisasi yang ingin terus
berkembang.
3. The affiliative leader
Tipe ini lebih mengarah ke hubungan yang baik antara atasan dan pengikut. Pemimpin dengan
tipe ini akan mendorong anak buah dengan membangun hubungan yang baik. Apabila terjadi
perpecahan atau konflik maka akan diselesaikan dengan baik. Gaya ini cocok digunakan ketika
anggota tim mengalami perpecahan atau masalah. Pemimpin akan turun dan ‘mengharmoniskan’
kembali.
4. The democratic leader
Pemimpin demokratis adalah pemimpin yang mau mendengarkan dan menerima masukan dari
pengikut. Pemimpin tipe ini akan sangat menghargai masukan-masukan dari pihak lain. Dengan
didengarkan, maka para pengikut akan merasa dihargai dan mereka akan memberikan kontribusi
maupun loyalitas yang lebih tinggi. Kelemahan tipe ini adalah bila banyak mendengarkan namun
tidak ada tindakan nyata yang dilakukan, hal ini akan mengakibatkan penurunan rasa loyalitas
dari orang lain. Gaya kepemimpinan demokratis dibutuhkan ketika dibutuhkan masukan-
masukan atau ide-ide dari pengikut.
5. The pace-setting leader
Pemimpin dengan tipe ini akan menetapkan standart yang tinggi pada pengikut mereka. Mereka
memberikan tantangan dan mengharapkan hasil yang tinggi. Walaupun memberikan standart
yang tinggi, namun bimbingan dari pemimpin sedikit dilakukan. Terkadang bila diperlukan
pemimpin dengan gaya ini akan terun dan memberikan contoh dan menuntut pengikutnya untuk
bisa melakukan apa yang dilakukannya. Gaya kepemimpinan ini cocok untuk anggota tim yang
memiliki motivasi yang tinggi dan kompetensi yang tinggi. Namun jika diterapkan dengan
anggota tim yang memiliki motivasi dan kompetensi yang rendah maka akan menghasilkan
kinerja yang sangat buruk.
6. The commanding leader
Gaya ini memberikan arah, perintah dan komando yang jelas dan tegas. Pemimpin akan
memberikan kontrol yang ketat pada pengikut supaya mereka melakukan apa yang
diperintahkan. Gaya ini cocok diterapkan pada pengikut yang ‘bandel’. Selain itu, gaya ini cocok
dilakukan pada saat mengalami masa kritis dan membutuhkan tindakan yang cepat.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang fleksibel dengan gaya kepemimpinannya. Gaya
kepemimpinan haruslah disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang sedang terjadi. Untuk itu
dibutuhkan kemampuan dalam mengelola kecerdasan emosi. (KES)

5. Teori Kisi-Kisi Kepemimpinan (The Leader Grid)

Penekanan kepada bagaimana para manajer memikirkan mengenai dimensi perilaku pemimpin
yang concern dengan aspek produksi dan hubungan kerja dengan manusianya kemudian diurai
oleh Robert Blake dan Jane Mouton dalam gambaran grafis dari gaya kepemimpinan melalui
kisi-kisi (grid) manajerial (orang-orang yang akomodatif, kebutuhan dan memberi mereka
prioritas) pada y-axis dan kepedulian untuk produksi (menjaga jadwal yang ketat) pada x-axis,
dengan setiap dimensi mulai dari rendah (1) ke tinggi (9), sehingga menciptakan 81 posisi yang
berbeda dimana gaya kepemimpinan mungkin terjadi. (Lihat gambar 1)

Berbagai kombinasi pada garis X dan Y kemudian diidentifikasi oleh Blake dan Mouton dalam 5
gaya kepemimpinan.

Kelima gaya kepemimpinan yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

1. Impoverished Management (1, 1)


Manajer dengan pendekatan ini sifatnya rendah perhatiannya pada dimensi orang (concern for
people)dan orientasi pada tugas (concern for production). Pemimpin memiliki kepedulian yang
rendah terhadap kepuasan karyawan dan produksi yang seharusnya dihasilkan oleh organisasi
dan menggambarkan adanya ketidakharmonisan dan disorganisasi. Para pemimpin di titik ini
bisa dikatakan tidak efektif dimana tindakan mereka hanya ditujukan untuk melestarikan jabatan
dan senioritas.
Blake and Mouton
Managerial-Grid IMG

2. Task management (9, 1)

Juga disebut gaya diktator atau membinasakan. Berikut pemimpin lebih peduli tentang produksi
dan memiliki kepedulian yang minim bagi orang-orang. Gaya ini didasarkan pada teori X dari
McGregor. Kebutuhan karyawan tidak diperhatikan dan mereka hanyalah sebuah sarana untuk
mencapai tujuan. Pemimpin percaya efisiensi dapat dihasilkan hanya melalui organisasi yang
tepat dari sistem kerja dan mengeliminir keterlibatan orang sedapat mungkin. Gaya ini dengan
sendirinya meningkatkan outputdari organisasi dalam jangka pendek namun karena kebijakan
dan prosedur yang ketat, maka perputaran tenaga kerja yang tinggi tidak bisa dihindari.

3. Middle-of-the-Road (5, 5)
Ini pada dasarnya adalah gaya mengorbankan dimana pemimpin mencoba untuk menjaga
keseimbangan antara tujuan perusahaan dan kebutuhan manusianya. Pemimpin tidak mendorong
batas-batas pencapaian menghasilkan kinerja rata-rata untuk organisasi. Pada titik ini kebutuhan
karyawan dan produksi sepenuhnya tidak terpenuhi.

4. Country Club (1, 9)

Ini adalah gaya kolegial ditandai perhatian terhadap tugas yang rendah dan tinggi terhadap
orientasi orang dimana pemimpin berusaha menciptakan suasana lingkungan yang semua orang
bekerja dengan rileks, bersahabat, dan bahagia bekerja dalam organisasinya. Dalam suasana
seperti ini tidak ada satu orang pun yang mau memikirkan tentang usaha-usaha koordinasi guna
mencapai tujuan organisasi. Namun, fokus pada tugas-tugas yang rendah dapat menghambat
produksi dan menyebabkan hasil dipertanyakan.

5. Team Management (9, 9)

Ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap orang-orang dan fokus pada tugas, gaya ini
didasarkan pada teori Y McGregor yang berasumsi bahwa orang akan menghasilkan sesuatu
apabila mereka memperoleh kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang berarti. Selain itu,
dalam gaya kepemimpinan team management terdapat kesepkatan untuk melibatkan anggota
organisasi dalam pengambilan keputusan dengan maksud mempergunakan kemampuan mereka
untuk memperoleh hasil yang terbaik yang mungkin dapat dicapai dan gaya ini yang paling
efektif menurut Blake dan Mouton. Pemimpin merasa bahwa pemberdayaan, komitmen,
kepercayaan, dan rasa hormat merupakan elemen kunci dalam menciptakan suasana tim yang
secara otomatis akan menghasilkan kepuasan karyawan dan produksi yang tinggi.

Implikasi kisi-kisi manjerial

Kisi-kisi manjerial Black dan Mouton digunakan untuk membantu manajer menganalisis gaya
kepemimpinan mereka sendiri melalui teknik yang dikenal sebagai pelatihan grid. Hal ini
dilakukan dengan pemberian kuesioner yang membantu para manajer mengidentifikasi
bagaimana menempatkan diri sehubungan dengan concern mereka terhadap dimensi produksi
dan manusia. Pelatihan terhadap para manajer juga bertujuan untuk membantu para pemimpin
guna mencapai keadaan ideal 9, 9 atau Team Management.

Gaya Kepemimpinan

Setidaknya ada 9 gaya kepemimpinan yang berbeda satu dengan yang lain yang diterapkan oleh
seorang pemimpin agar setiap anggotanya mau bekerja sesuai arahannya. Berikut ini 9 gaya
kepemimpinan tersebut.

#1 Kepemimpinan Otokratis

Pemimpin sangat dominan dalam setiap pengambilan keputusan dan setiap kebijakan, peraturan,
prosedur diambil dari idenya sendiri. Kepemimpinan jenis ini memusatkan kekuasaan pada dirinya
sendiri. Ia membatasi inisiatif dan daya pikir dari para anggotanya.

Pemimpin yang otoriter tidak akan memperhatikan kebutuhan dari bawahannya dan cenderung
berkomunikasi satu arah yaitu dari atas (pemimpin) ke bawah (anggota). Jenis kepemimpinan ini
biasanya dapat kita temukan di akademi kemiliteran dan kepolisian.

#2 Kepemimpinan Birokrasi

Gaya kepemimpinan ini biasa diterapkan dalam sebuah perusahaan dan akan efektif apabila setiap
karyawan mengikuti setiap alur prosedur dan melakukan tanggung jawab rutin setiap hari.

Tetap saja dalam gaya kepemimpinan ini tidak ada ruang bagi para anggota untuk melakukan
inovasi karena semuanya sudah diatur dalam sebuah tatanan prosedur yang harus dipatuhi oleh
setiap lapisan.

#3 Kepemimpinan Partisipatif
Dalam gaya kepemimpinan partisipatif, ide dapat mengalir dari bawah (anggota) karena posisi
kontrol atas pemecahan suatu masalah dan pembuatan keputusan dipegang secara bergantian.

Pemimpin memberikan ruang gerak bagi para bawahan untuk dapat berpartisipasi dalam
pembuatan suatu keputusan serta adanya suasana persahabatan dan hubungan saling percaya antar
pimpinan dan anggota.

#4 Kepemimpinan Delegatif

Gaya kepemimpinan ini biasa disebut Laissez-faire dimana pemimpin memberikan kebebasan
secara mutlak kepada para anggota untuk melakukan tujuan dan cara mereka masing-masing.
Pemimpin cenderung membiarkan keputusan dibuat oleh siapa saja dalam kelompok sehingga
terkadang membuat semangat kerja tim pada umumnya menjadi rendah.

Jenis kepemimpinan ini akan sangat merugikan apabila para anggota belum cukup matang dalam
melaksanakan tanggung jawabnya dan memiliki motivasi tinggi terhadap pekerjaan.

Namun sebaliknya dapat menjadi boomerang bagi perusahaan bila memiliki karyawan yang
bertolak belakang dari pernyataan sebelumnya.

#5 Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan jenis ini cenderung terdapat aksi transaksi antara pemimpin dan bawahan dimana
pemimpin akan memberikan reward ketika bawahan berhasil melaksanakan tugas yang telah
diselesaikan sesuai kesepakatan. Pemimpin dan bawahan memiliki tujuan, kebutuhan dan
kepentingan masing-masing.

#6 Kepemimpinan Transformasional

Gaya kepemimpinan transformasional dapat menginspirasi perubahan positif pada mereka


(anggota) yang mengikuti. Para pemimpin jenis ini memperhatikan dan terlibat langsung dalam
proses termasuk dalam hal membantu para anggota kelompok untuk berhasil menyelesaikan tugas
mereka.
Pemimpin cenderung memiliki semangat yang positif untuk para bawahannya sehingga
semangatnya tersebut dapat berpengaruh pada para anggotanya untuk lebih energik. Pemimpin
akan sangat mempedulikan kesejahteraan dan kemajuan setiap anak buahnya.

#7 Kepemimpinan Melayani (Servant)

Hubungan yang terjalin antara pemimpin yang melayani dengan para anggota berorientasi pada
sifat melayani dengan standar moral spiritual. Pemimpin yang melayani lebih mengutamakan
kebutuhan, kepentingan dan aspirasi dari para anggota daripada kepentingan pribadinya.

#8 Kepemimpinan Karismatik

Pemimpin yang karismatik memiliki pengaruh yang kuat atas para pengikut oleh karena karisma
dan kepercayaan diri yang ditampilkan.

Para pengikut cenderung mengikuti pemimpin karismatik karena kagum dan secara emosional
percaya dan ingin berkontribusi bersama dengan pemimpin karismatik.

Karisma tersebut timbul dari setiap kemampuan yang mempesona yang ia miliki terutama dalam
meyakinkan setiap anggotanya untuk mengikuti setiap arahan yang ia inginkan.

#9 Kepemimpinan Situasional

Pemimpin yang menerapkan jenis kepemimpinan situasional lebih sering menyesuaikan setiap
gaya kepemimpinan yang ada dengan tahap perkembangan para anggota yakni sejauh mana
kesiapan dari para anggota melaksanakan setiap tugas.

Gaya kepemimpinan situasional mencoba mengkombinasikan proses kepemimpinan dengan


situasi dan kondisi yang ada.

Setidaknya ada 4 gaya yang diterapkan oleh pemimpin jenis ini, diantaranya:

1. Telling-Directing (memberitahu, menunjukkan, memimpin, menetapkan),


2. Selling-Coaching (menjual, menjelaskan, memperjelas, membujuk),
3. Participating-Supporting (mengikutsertakan, memberi semangat, kerja sama),
4. Delegating (mendelegasi, pengamatan, mengawasi, penyelesaian).

Gaya kepemimpinan BJ Habibie

Tidak dipermasalahkan lagi bahwa BJ Habibie memang seorang idealis yang dengan keras
kepala tidak mau beranjak dari citranya mengenal Indonesia modern dan cara mencapainya. Ia
seorang romantikus yang dengan penuh gairah menyambut semua taji tangan dalam hidupnya. Ia
tahu bagaimana rasanya bersendiri dalam menuju perjalanan yang benar. Nasionalismenya
terwujud dalam sajak, karangan dan perbuatannya.
Habibie adalah ilmuwan yang cemerlang yang selalu bertanya kalau tidak tahu, selalu ingin
mendalami segala sesuatu sampai ke akar-akarnya, dan selalu bingung menghadapi omong
kosong. Ia seorang pemimpin yang mampu membakar semangat ribuan orang muda di dalam dan
diluar badan organisasi yang dipimpinnya.
Bahwa BJ Habibie juga sorang pekerja keras, orang polos yang tidak tahan pada keruwetan
yang dibuat-buat, suka menolong orang lain, tahu membayar hutang budi, taat pada agama, suami
dan ayah penuh kasih sayang, dan nasionalis dalam arti cinta tanah air.
BJ Habibie seorang yang perfeksionis yang heran melihat orang yang tidak berusaha
mencapai yang sesempurna mungkin dan dengan tabiat yang details selalu memperhatikan sampai
yang kecil-kecil. Ia juga seorang manajer yang baik, yang tahu menentukan sasaran strategis
maupun menentukan untung rugi tindakan-tindakan operasional yang mendetail.
Gaya kepemimpinan seseorang terlihat dari kelanggengan-kelanggengan dalam sikap dan
perbuatannya, apa yang membuatnya senang, apa yang menyebabkannya menarik nafas panjang
tidak sabar, dan keteraturan-keteraturan lain seperti itu. Seseorang yang selalu berusaha memberi
motivasi pada anak buahnya, yang jika perlu tampil kedepan menunjukkan jalan, dan yang pada
saat-saat tepat memberikan peluang pada prakarsa anak buah dan hanya mengikuti saja
perkembangan keadaan.
Gaya kepemimpinan seseorang juga dibentuk oleh watak dan lingkungan kita patut heran
kalau BJ Habibie sepenuhnya mengikuti gaya kepemimpinan raja-raja melayu dalam
melaksanakan pekerjaan, lebih masuk akal ia lebih menghayati dan menerapkan prinsip-prinsip
yang berlaku di dalam industri modern.
Di dalam organisasi pekerjaan, kepemimpinan menyangkut sikap dan perbuatan, sikap dan
perbuatan di dalam bekerja dan terhadap manusia. Untuk mudahnya sikap dan perbuatan terhadap
manusia dapat dibagi lagi ke dalam dua bagian, yaitu pertama sikap terhadap semua orang, dan
kedua, sikap terhadap bawahan. Dalam melaksanakan pekerjaan, BJ Habibie berpegang pada
prinsip, “Bersikaplah rasional bertindaklah konsisten, berlakulah adil.”
Mengetahui BJ Habibie details dan perfeksionis, kita tidak heran bahwa di dalam bekerja ia
menganut prinsip bahwa, “ Mutu keseluruhannya ditentukan oleh mutu setiap detail, “ dan bahwa
karena itu ia menghendaki ditekuninya segala sesuatu sampai ke detail-detailnya yang paling kecil
dan dilakukannya upaya mencapai kesempurnaan yang setinggi mungkin. Kesempurnaan tidak
datang dengan sendirinya. Kesempurnaan harus diupayakan.
Kesempurnaan harus dinilai. Proses dan hasil pekerjaan harus selalu diawasi. Maka lahirlah
prinsip; “ Percaya itu baik tetapi mengecek lebih baik lagi.” Mengecek itu tidak ada hubungannya
dengan sikap terhadap perorangan. Mengecek menyangkut tanggung jawab atas pekerjaan dan
perbuatan semua anggota sistem kerja terhadap hasil kerja keseluruhan sistem. Maka saling
mengecek merupakan hal yang wajar.
Bagi BJ Habibie, mengecek dan meminta pertanggung jawaban juga tidak ada hubungannya
dengan status. BJ Habibie sendiri tidak berkeberatan dicek leh bawahan kalau maksudnya murni
mengamankan keseluruhan sistem Disiplin ilmu, teknologi dan industri modern masih baru bagi
kita dan masih perlu lebih dihayati dan diamalkan.
Karena itu BJ Habibie sangat mementingkan pengawasan, termasuk pengawasan atasan
langsung terhadap bawahannya. Tidak mengheranan bahwa ia menerapkan tingkat konsentrasi
atau pemusatan pengambilan keputusan yang relative tinggi, terutama menyangkut pengendalian
dan pengawasan mutu.
Menurut BJ Habibie, ketrampilan harus dicapai dengan dua cara; Pertama, para kader perlu
melaksanakan prinsip bahwa: “ belajar dan menguasai teori itu sangat perlu, namun itu tidak
cukup. Yang perlu dan cukup adalah menerapkan pengetahuan pada masalah-masalah konkret.”
Kedua, ketrampilan hanya dapat diperoleh dengan melakukan spesialisasi: dengan semakin
mendalami sesuatu, dengan semakin mendalam dengan mengkhususkan diri, tidak dengan melebar
menangani banyak topik yang berbeda-beda.
Hanya dengan spesialisme akan dapat ditumbuhkan kekuatan bersaing berdasarkan
kemampuan. Semakin meningkat penguasaan teori para kader semakin tinggi ketrampilannya, dan
semakin terandalkan unjuk-kerjanya, pasti mereka akan lebih terpercaya. Dan meningkatnya
keterpercayaan itu akan mengembangkan tingkat dekonsentrasi yang lebih besar dan pola-pola
pengawasan baru tanpa melepaskan prinsip pengawasan terus-menerus.
Namun tingginya konsentrasi pengambilan keputusan dan ketatnya pengawasan BJ Habibie
memiliki sifat yang khas. BJ Habibie adalah ilmuwan yang sejati. Ia sendiri yang akan pertama-
tama mengakui kalau ia tidak mengetahui atau menguasai sesuatu. Ia sendiri yang akan pertama-
tama mengakui keunggulan orang lain jika memang obyektif demikian.
Kesemuanya ini konsisten dengan apa yang dikatakan: otonom yang diberikan akan
sebanding dengan kemampuan nyata. Itu yang namanya adil. Bagi seorang profesional seperti
Habibie, keterpercayaan adalah modal utama. Orang yang mencari penghasilan dengan
ktrampilam teknis tertentu, hanya nama baiknya yang dapat dijadikannya landasan untuk
berkembang, dengan mantap dan mandiri; bukan umur, bukan uang, bukan nama orang tua, bukan
dukungan kekuatan politik, bukan kepandaian berbicara, bukan gelar kesarjanaan.
Memang ada kalanya orang dapat memasuki suatu profesi dengan dukungan politik, atau
uang, atau orang tua dan sebagainya. Namun kesemuanya itu tidak menjamin ia akan dapat
bertahan apa lagi maju secara mandiri. Kecuali jika terpaksa, orang memberikan pekerjaan kepada
seseorang professional hanya sepanjang orang percaya dan kemampuannya melaksanakan apa
yang disepakati atau dikatakan sebelumnya.
Setiap orang berpikiran waras akan merasa dirinya lebih aman ditangani oleh orang atau
badan yang memang terbukti atau mendapat reputasi ini sebagai ahli. Ini berlaku untuk semua
professional pekerja gaji di pemerintah atau bisnis. Nama baik bukan kita sendiri yang
memberikan. Nama baik diberikan oleh rekan-rekan sekerja, oleh rekan-rekan seprofesi nasional
dan internasional.
Disamping itu, setiap professional harus menunjukkan sikap dan nilai-nilai sebagai seorang
ilmuwan umumnya kebenaran, kejujuran, ketelitian, ketekunan, kepolosan, kesederhanaan,
keterbukaan, tidak cepat percaya, percaya pada diri sendiri, tidak memihak, tidak fanatik dan lain
sebagainya, dan sikap nilai-nilai profesi dalam bidang keahlian masing-masing. BJ Habibie,
landasan pokok bagi hubungan kerjasama adalah saling percaya.
Sering ia katakan pada mitranya, ” kalau kita saling percaya maka perjanjian tertulis dua
halaman saja cukup. Sebaliknya, kalu kita berdua tidak saling percaya, perjanjian tertulis setebal
buku pun tidak akan menolong.” Dasar kepercayaan adalah kesatuan sikap dan nilai serta
keserasian kepentingan.
Kesatuan sikap dan nilai akan melahirkan kesatuan berpikir. Sikap dan nilai yang sama akan
melahirkan peranggapan dan batasan-batasan yang sama. Kesatuan nilai dan keserasian dan
keserasian kepentingan melahirkan tujuan akhir yang serupa, atau sekurang-kurangnya searah.
Saling percaya membuat hidup tidak saja akan terasa jauh lebih aman, hidup akan terasa jauh lebih
muda. Tidak perlu pasang kuda-kuda.
Tidak perlu semuanya hitam diatas putih. Hak dan kewajiban kedua belah pihak tidak perlu
dirinci panjang lebar. Kesemuanya sudah dipahami dengan sendirinya tanpa perlu disebut. Di
pegang teguhnya kedua prinsip ini oleh BJ Habibie tidak kebetulan, itulah yang ia hayati, inilah
cara sendiri maju di dunia internasional.
Gaya kepemimpinan BJ Habibie mengandung unsur-unsur kepemimpinan bisnis modern: di
situlah ia dibesarkan. Namun jelas terlihat juga unsur-unsur kepemimpinan terkenal Indonesia.
Tidak salah lagi, dengan segala kekuasaannya dalam dunia bisnis internasional modern, ia tetap
putera bangsa dan negaranya. Perpaduan antara ke-Islamannya, nasionalismenya, kejawaannya,
kesulawesiannya, ilmu dan teknologi serta internasionalnya, dan lugasan bisnisnya, menjadikan
BJ Habibie sebagai bagian dari Indonesia modern.
Banyak gagasan dan keputusan yang sangat fundamental lahir atas inisiatif BJ Habibie.
Sadar atau tidak, apa yang ditinggalkan BJ Habibie dalam masa singkat pemerintahannya, telah
membuka jalan bergulirnya reformasi dan pengaruh dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Berdasarkan uraian diatas tipologi kepemimpinan BJ Habibie identik dengan tipologi
kepemimpinan yang demokratis. Dalam tipologi kepemimpinan yang demokratik biasanya
memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen
organisasi sehingga bergerak sebagai suatu totalitas.

Anda mungkin juga menyukai