Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

POLIFARMASI

Disusun oleh :
Hylman Mahenda
1112103000022

Pembimbing :
dr. Alyya Siddiqa, SpFK

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Stase Geriatri Periode
2016

1
BAB I
ILUSTRASI KASUS

A. Identitas Pasien
Nama pasien : Tn. A
Status perkawinan : Duda
Alamat : Kp. Utan
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 05 April 1941
Umur : 76 Tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Betawi
Pendidikan formal : Tamat SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Tempat dirawat : RSUD Tangerang Selatan
Tanggal masuk : 4 Juli 2017, jam 01.25
Tanggal pemeriksaan : 7 Juli 2017, jam 12.05

B. Riwayat Medis
Keluhan Utama
Sesak napas terus menerus yang memberat sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan sesak keluhan sesak muncul secara tiba-tiba tanpa ada
aktivitas. 2 minggu ini pasien sering tidur dan terbangun karena sesak tersebut. Keluhan
sesak bukan yang pertama kali, pasien sudah beberapa kali mengalami sesak. pasien
mengaku sering sesak dan biasanya tidur dengan posisi setengah duduk untuk
meringankan keluhan sesaknya, pasien memiliki riwayat sering terbangun malam hari
karena sesak, dan aktivitas pasien terbatasi, karena saat beraktivitas ringan keluhan
sesak sering muncul. Keluhan sesak yang memburuk 1 hari SMRS, terdapat batuk
berdahak bening, mengi tidak ada, membaik sedikit dengan posisi setengah duduk,
keluhan ini baru dirasakan sejak 2 minggu belakangan saja sebelumnya tidak pernah.
Pasien juga mengeluhkan sulit makan sejak 3 minggu SMRS, keluhan ini
dikarenakan pasien sering merasa nyeri di bagian ulu hati yang disertai mual tidak ada
muntah, nyeri ulu hati sering muncul nyeri dirasakan terus menerus + berlangsung

2
selama 30-60 menit kemudian hilang dan berulang waktunya tidak menentu, tidak ada
penjalaran, setiap nyeri muncul disertai rasa mual hebat namun tidak ada muntah,
kemudian walaupun di berikan makanan nyeri tidak membaik sama sekali, dengan
beristirahat keluhan diperingan. Pasien selama beberapa bulan belakangan juga
mengaku makan lebih sedikit karena malas, selain itu gigi geligi pasien banyak yang
sudah tanggal. Keluarga mengakui berat badan pasien semakin menurun 4 bulan lalu
bb mencapai 50kg namun saat ini bb pasien hanya 40 kg, keluhan benjolan di tubuh
disangkal oleh pasien. Buang air besar normal, tidak bercampur darah maupun
berbentuk seperti kotoran kambing. Buang air kecil pelan tidak seperti saat muda, tetapi
tidak pernah mengalami keluhan hingga tidak bisa BAK, ngompol tidak pernah.
Pasien juga mengeluhkan hal lain berupa lemas, keluhan demam disangkal oleh
pasien, menurut keluarga pasien mereka merasa jika kaki pasien terlihat sedikit
bengkak. Karena sesak yang dialami pasien mengaku menjadi jarang makan, jarang
bergerak dan sehari-harinya lebih sering tiduran di kasur. Kegiatan sehari-hari pasien
beberapa perlu dibantu oleh keluarga atau orang lain.
Setelah hari kedua dirawat dengan pemberian obat dari spesialis penyakit
dalam RSUD Tangerang Selatan, pasien saat ini merasa keluhan sesak yang dialami
sejak kemarin membaik karena pasien sudah dapat tidur, dengan kondisi duduk.
Kemudian pasien merasa keluhan lemasnya berkurang.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi sejak 30 tahun yang lalu, pasien
mengaku tidak rutin minum obat captopril 3x6.25 mg PO dan jarang kontrol setiap
bulannya ke spesialis penyakit dalam di RSUD Tangerang Selatan. Pasien dulu diberi
beberapa jenis obat yang diminum, tetapi pasien tidak ingat nama obatnya apa saja.
Pasien juga memiliki riwayat sakit gula obat yang diminum adalah metformin 3x500
mg PO dan glibenklamide 1x10 mg PO, sama jarang kontrol ke dokter penyakit dalam
yang merawatnya. Pasien mengeluhkan adanya mata buram yang dirasakan sejak + 5
tahun lalu, pasien juga mengeluhkan adanya rasa kesemutan di ujung kaki, keluhan luka
di kakinya pernah dialami sehingga pasien dirawat untuk merawat lukanya, pasien
pernah dirawat karena gula darah yang terlalu rendah dan terlalu tinggi hingga tidak
sadarkan diri, pasien tidak pernah mengeluhkan kelemahan 1 sisi, sulit menelan, bicara
pelo, riwayat nyeri dada juga disangkal oleh pasien. Riwayat sakit ginjal disangkal oleh
pasien.

3
Pasien seringmengeluhkan nyeri pada kedua lututnya, namun pasien masih bisa
menahannya sehingga aktivitas sehari-hari yang dilakukan dalam rumah masih bisa
dilakukannya sendiri.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang seperti ini. Pasien tidak tahu penyakit ayah
karena sudah lama meninggal. Riwayat darah tinggi dan riwayat kencing manis pada
ibu pasien, alergi dan asma dalam keluarga di sangkal oleh pasien.

Riwayat Kebiasaan & Sosial


Pasien sejak usia 15 tahun sudah mulai merokok dalam satu hari pasien dapat
menghabiskan 1-2 bungkus, pasien sudah berhenti merokok. Aktifitas pasien cenderung
kurang, dan pasien malas berolahraga. Pola makan pasien sering tidak teratur dan suka
makan-makanan berlemak.

Pemeriksaan Fisik
KU CM TSS, BB/TB pasien didapatkan 40 kg/165 cm IMT 14.69
kg/m2(underweight). Didapatkan tekanan darah 140/100 mmHg FN 120x/menit,
mata didapatkan kedua konjungtiva pucat, JVP 5+4 cmH2O auskultasi paru
didapatkan ronki kedua lapang paru, pada pemeriksaan jantung didapatkan adanya
pelebaran batas jantung, dan didapatkan adanya gallop (S3), tidak ada murmur,
pada pemeriksaan abdomen terlihat perut membuncit, pada perabaan didapatkan
hepar teraba dengan tepi rata, nyeri tekan tidak ada, dan pada pemeriksan
ekstremitas ditemukan edema kedua tungkai bawah, pemeriksaan lainnya tidak
ditemukan kelainan.

Analisa Geriatri
Analisa nutrisi dengan Mini Nutritional Assessment (MNA) menunjukan
skor 3. Kesimpulan : pasien termasuk kategori malnutrisi
Analisa kemampuan kognitif dengan MMSE (Mini Mental State
Examination) menunjukan skor 26. Kesimpulan : Pasien tidak memiliki
gangguan kognitif

4
Analisa kemampuan melakukan kegiatan sehari hari dengan Index Daily
Activity Living Barthel menunjukan skor 11 . Kesimpulan : Pasien memiliki
ketergantungan sedang
Analisa depresi pada pasien menggunakan Geriatric Depression Scale
(GDS) menunjukan skor 4. Kesimpulan : Pasien tidak mengalami depresi.
Analisa ingatan dengan Uji Mental Singkat atau AMT menunjukkan skor 9.
Kesimpulan: pasien tidak memiliki gangguan ingatan

Pemeriksaan Laboratorium
DARAH LENGKAP :
Hb : 14 g/dL
Ht : 37%
Leukosit : 10.5 103/uL
Trombosit : 256.000 103/uL
GDS : 400 mg/cL
Ureum : 35 mg/dl
Kreatinin : 1.0 mg/dl
SGOT/SGPT : 72/25
CK : 300 IU/L
CK-MB : 174 U/L
Troponin I : 25 ng/ml
Elektrolit
Na : 140 mmol/L
K : 4.3 mmol/L
Cl : 106 mmol/L
Pemeriksaan Penunjang
1. EKG 12 Lead (03/07/17)
Kesimpulan Hasil : Irama sinus, STEMI antero-lateral dengan old infark pada anterior
septal, RBBB (-), LBBB (-), LVH (+), RVH (-).
2. Foto Thorax (03/07/17)
Kesimpulan : kardiomegali dengan gambaran bendungan kedua paru

5
Diagnosa Medis :
1. ADHF ec STEMI antero-lateral
2. Intake sulit dengan malnutrisi
3. DMTII tidak terkontrol dengan neuropati perifer
4. Hipertensi grade 2 tidak terkontrol

Diagnosa Fungsional :
1. Impairment :
Cardio Pulmonary impairment, sensory-impairment, intake sulit
2. Disability :
Penurunan aktivitas sehari-hari karena sesak
3. Handicap :
Ketergantungan sedang

Sindrom Geriatri :
1. Inanition/Malnutrition
2. Imobilisasi
3. Isolation
4. Impairment of Vision

PENATALAKSANAAN
Tatalaksana di Rumah Sakit
Non medika mentosa
NGT
Istirahat dengan posisi terduduk
O2 4 L/menit nasal kanul
Diet 2300 kal/hari cair 1 cc = 1 kal rendah garam, restriksi cairan, tinggi
serat, dibagi 4 kali makan perhari.
Medika mentosa

IVFD NaCL 0,9 % / 12 jam iv


Furosemide 2x40 mg iv
Nitrogliserin 2x5 mg po
Aspirin 1x81 mg po

6
Clopidogrel 1x75 mg po
Pantoprazole 2x20 mg iv
Atorvastatin 1x10 mg po
Captopril 3x6.25 mg po
Metformin 3x500 mg po
Glibenklamide 1x10 mg po
Insulin basal 1x14 iu subkutan malam hari
Insulin prandial 4x1.5 iu subkutan 5 menit sebelum makan

7
BAB II
PENGKAJIAN MASALAH

Pengkajian masalah

2.1 ADHF ec STEMi Antero-Lateral


Anamnesis
Sesak napas memberat sejak 1 hari SMRS
Sesak dirasakan tanpa aktivitas yang sudah dirasakan sejak 2 minggu
PND, ortopneu, dyspnea d effort (+)
Disertai batuk berdahak
Riwayat angina atipik nyeri ulu hati yang disertai mual tanpa muntah berlangsung
30-60 menit berulang sejak 3 minggu SMRS, tidak dipengaruhi makanan, dengan
aktivitas sedikit membaik
Pemeriksaan Fisik :
Pada pemeriksaan fisik paru auskultasi ditemukan ronkhi pada kedua lapang paru,
pemeriksaan abdomen pada palpasi teraba hepar dengan tepi rata, dan pada
pemeriksaan ekstremitas ditemukan edema pada kedua kaki. Pada auskultasi
jantung terdapat bunyi gallop S3, dan adanya pelebaran dari batas jantung
Pemeriksaan Penunjang :
EKG Kesimpulan Hasil : Irama sinus, ST elevasi antero-lateral dengan old infark pada
antero septal, RBBB (-), LBBB (-), LVH (+), RVH (-).
Foto Thorax : gambaran kardiomegali dengan adanya tanda bendungan paru
Laboratorium
Terdapat leukositosis (10.500)
Peningkatan enzim jantung (CK 300 IU/L,CK-MB 174 U/L, troponin I 25 ng/ml)
Anjuran pemeriksaan
Echocardiografi : melihat fungsi jantung sistolik dan diastolic, menilai
struktur jantung secara menyeluruh.
Pemeriksaan enzim jantung (CK, CK-MB, Troponin I) serial

8
Tatalaksana
Non medikamentosa
Istirahat dengan posisi terduduk
O2 4 L/menit nasal kanul
Medika mentosa
Furosemide 2x40 mg iv
Pantoprazole 2x20 mg iv
Nitrogliserin 3x5 mg po
Aspirin 1x81 mg po
Clopidogrel 1x75 mg po
Atorvastatin 1x10 mg po
Prognosis
Ad Vitam : dubia ad malam
Ad Sanationam : dubia ad malam
Ad Fungsionam : malam

Pengkajian Teori
Acute Decompensated Heart Failure atau gagal jantung akut merupakan suatu
keadaan penurunan fungsi jantung secara cepat karena overload cairan karena hal ini
jantung tidak efektif untuk memompa volume cairan yang berlebih, sehingga
meningkatkan tekanan vena dan terjadi ekstravasasi cairan ke jaringan interstisial. Hal
tersebut menyebabkan edema diberbagai tempat seperti pada paru, ekstremitas,
keadaan ini dapat mengancam jiwa jika tidak ditatalaksana segera.
Gejala yang sering ditemukan adalah sesak napas karena edema paru, edema tungkai
atas maupun bawah juga sering ditemukan, keadaan umum pasien biasanya tampak
sakit berat, kesadaran biasanya mulai somnolen atau apatis. Pemeriksaan fisik yang
tersering ditemukan adanya ronkhi pada kedua lapang paru basah halus, edema
ekstremitas, crt >3s, dan akral biasanya teraba dingin. Pemeriksaan penunjang berupa
foto thorax biasanya akan ditemukan ada tanda-tanda kongesti pembuluh darah paru
berupa pelebaran hilus dan corakan bronkovaskular.
ADHF dapat terjadi berulang pada orang yang sebelumnya didiagnosa CHF,
ataupun pada pasien dengan kasus baru dan belum pernah terdiagnosis CHF
sebelumnya. Kondisi seperti ini biasanya dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pada
tabel di bawah ini:

9
Kajian Farmakologis
Penatalaksanaan gagal jantung akut pada pasien ini sudah sesuai dengan
manajemen terapi gagal jantung akut berdasarkan PERKI yaitu dengan pemberian
loop diuretik, nitrate, dan oksigenasi, dan penatalaksanaan untuk pencegahan
iskemia berulang pada jantung juga sudah sesuai dengan rekomendasi AHA.

10
Loop diuretik adalah obat diuretik kuat yang bekerja pada lengkung henle
asendens tebal, dengan meningkatkan ekskresi dan reabsorpsi natrium, kalium, air,
dan klorida, proses ini menyebabkan cairan lebih banyak diekskresikan dan
menurunkan volume cairan ekstraseluler (vaskuler dan interstisial). Pada kondisi
gagal jantung akut cairan terakumulasi di jaringan interstisial baik diparu maupun
di ekstremitas dan jaringan lainnya, retensi cairan ini yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala sesak, edema tungkai, hepatomegaly. Pemberian loop diuretik
sangat tepat pada pasien ini karena retensi cairan pada ekstraseluler terutama yang
terakumulasi pada paru dapat diturunkan dengan pengeluaran cairan melalui urin.
Nitrate (Nitrogliserin) merupakan obat vasodilator yang memiliki efek
venodilatasi lebih dominan. Pada arteri koroner nitrat sangat berguna dalam
revaskularisasi karena memiliki pengaruh vasodilatasi yang kuat pada arteri
koroner. Keuntungan dari venodilatasi adalah menurunkan venous return sehingga
beban preload jantung berkurang, selain itu aliran balik paru ke jantung juga
mengalami hal serupa sehingga dapat menurunkan tekanan hidrostatik pada paru
yang menyebabkan berkurangnya edema paru. Efek samping yang tersering adalah
edema tungkai, efek samping lainnya yang kemungkinan dapat terjadi diantaranya
hipotensi, pusing, edema pada beberapa bagian tubuh, terkadang terdapat rasa
seperti terbakar.
Hasil dari EKG pasien ini didapati ST Elevasi luas di daeran antero lateral (I,
AVL, V1-V6), disertai adanya gambaran LVH, kemudian dari pemeriksaan enzim
jantung didapatkan adanya peningkatan yang signifikasn (>2x nilai normal) maka
dari itu pasien ini dapat di diagnosa sebagai STEMI. Pada pasien ini terdapat
riwayat angina yang non tipikal, dimana pasien sering mengeluhkan nyeri ulu hati
30-60 menit, tanpa disertai perbaikan ketika diberi makan, namun membaik ketika
beristirahat. Hal ini bisa sebagai pemicu terjadinya ADHF akibat luasnya daerah
yang infark. Pada pasien ini diberikan regimen antiagregasi platelet berupa aspirin,
clopidogrel, dan PPI (pantoprazole sebagai pencegah efek samping gastroati akibat
antiplatelet. Sedangkan pasien ini tidak diberikan trombolitik karena sudah
melewati golden period daripada kerja streptokinase pada STEMI.
Aspirin bekerja sebagai anti agregasi platelet dengan menghambat enzim
cyclooxygenase (COX) sehingga proses pembentukan thromboxane A2 ditekan,

11
hal ini menyebabkan platelet tidak dapat berikatan satu sama lain, produk akhirnya
trombus atau trombosis tidak terjadi. Namun karena penggunaan aspirin pada
pasien dengan riwayat ACS adalah seumur hidup, risiko terjadinya perdarahan
lambung meningkat karena penghambatan enzim COX dapat mempengaruhi proses
pembentukan prostaglandin di lambung. Pasien dengan STEMI diperlukan adanya
terapi kombinasi dengan antiplatelet lain contohnya P2Y inhibitor yang bekerja
sebagai antiplatelet juga namun bekerja direseptor yang berbeda yang dapat
meningkatkan efek anti agregasi lebih lanjut yaitu clopidogrel hal ini diindikasikan
dalam efektivitasnya dalam mencegah angka mortalitas akibat STEMI.
Karena kedua obat tersebut mempengaruhi metabolisme prostaglandin di
lambung. Maka dari itu pada pasien yang diberikan aspirin juga diberikan PPI untuk
mengurangi efek samping aspirin, sebagai proteksi dari asam lambung, dan pada
pasien ini diduga sudah mengalami gastritis sehingga perlu diberikan obat untuk
mengurangi produksi asam lambung. Pantoprazole atau PPI bekerja dengan
mencegah pembentukkan asam lambung dengan menghambat pompa proton di sel
parietal sebagai penghasil asam lambung. Pantoprazole dipilih karena memiliki
interaksi yang sedikit terhadap clopidogrel jika dibandingkan dengan omeprazole.
Pemantauan status hidrasi (balans), dan profil elektrolit harus dipantau karena
penggunaan furosemide pada pasien ini. Balans tidak boleh melebihi -500 atau
+500, jika ada elektrolit imbalance maka harus segera dikoreksi untuk mereservasi
fungsi dari otot jantung dan mencegah terjadinya aritmia.

2. Intake Sulit dengan malnutrisi


Anamnesis :
Pasien mengeluhkan tidak nafsu makan sejak beberapa bulan lalu hingga saat
ini yang disertai penurunan BB dari 50 kg (4 bl. Lalu) dan saat ini 40 kg, hal
ini karena pasien merasa malas saja diperberat dengan adanya rasa mual dan
nyeri ulu hati sejak 3 minggu lalu
MNA (3)
Pemeriksaan Fisik :
Antopometri
BB 40 kg

12
TB 165 cm
IMT 14.69 kg/m2 (underweight)

Pemeriksaan penunjang :
-

Anjuran Pemeriksaan :
-
Tatalaksana
Non medika mentosa
Pemasangan NGT
Diet 2300 kal/hari, cair 1 cc = 1 kal rendah garam, restriksi cairan, tinggi serat, dibagi 4
kali makan perhari
Analisis Gizi

BB ideal :165 100 = 65 kg x 90 % = 58.5 kg


IMT : 14.69 kg/m2 (Underweight)
Kebutuhan kalori per hari :
Kebutuhan kalori basal = 58.5 x 30 = 1755 kalori
Koreksi
Umur diatas 75 tahun (-20%) = 1755 x 0.2 = -351 kalori
Kebutuhan aktivitas (+10%) = 1755 x 0,1 = 175.5 kalori
Stress metabolik (+20%) = 1755 x 0.2 = 351 kalori
Pasien underweight (+20%) = 1755 x 0.2 = 351 kalori
Total kebutuhan kalori/hari = 1755 + faktor koreksi (526.5 kalori) = 2281.5
= 2300 kalori / hari
Distribusi Makanan

Karbohidrat 60% = 0.6 x 2300 = 1360 kalori


Protein 20% = 0.2 x 2300 = 460 kalori
Lemak 20% = 0.2 x 2300 = 460 kalori
Pemberian makanan :
Pemberian makanan diberikan peroral jika sulit bisa per NGT berupa makanan cair
(1cc = 1 kalori) dibagi 4 kali pemberian = 575 cc perkali

Medikamentosa
IVFD NaCl 0.9%/12 jam iv

13
Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad malam
Ad Fungsionam : dubia ad malam

3. DM tipe II
Anamnesis :
Pasien memiliki riwayat sakit gula, obat yang dimakan metformin 3x500 mg
po dan glibenklamide 1x10 mg po, jarang kontrol dan makan obat, Pasien
mengeluhkan adanya mata buram yang dirasakan sejak + 5 tahun lalu, pasien
juga mengeluhkan adanya rasa kesemutan di ujung kaki, keluhan luka di
kakinya pernah dialami sehingga pasien dirawat untuk merawat lukanya,
pasien pernah dirawat karena gula darah yang terlalu rendah dan terlalu tinggi
hingga tidak sadarkan diri
Pemeriksaan Fisik :
-

Pemeriksaan penunjang :
GDS 400 mg/dl
Anjuran Pemeriksaan :
GDP
GDPP
HBA1C
PROFIL LIPID
Tatalaksana
Non medika mentosa

Edukasi gaya hidup : aktivitas, diet dm,


olahraga rutin yang ringan seperti jalan pagi
perawatan kaki pengecekan kaki berkala melihat adanya luka atau
tidak, penggunaan sepatu dan kaus kaki yang tidak terlalu ketat
Medikamentosa
Metformin 3x500 mg po
Glibenklamide 1x10 mg po
Insulin basal 1x14 iu subkutan malam hari
Insulin prandial 4x1.5 iu subkutan 5 menit sebelum makan

14
Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad malam
Ad Fungsionam : dubia ad malam
Pengkajian Teori
Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam
darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas
penyakit diabetes mellitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan pada beberapa
keadaan yang lain. DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulva pada wanita.

15
16
Kajian Farmakologis
Pasien ini memiliki riwayat DM yang mengkonsumsi obat harian berupa
metformin 3x500 mg, dan glibenklamide 1x10 mg perharinya pasien tidak rutin
meminum obat maupun kontrol ke dokter penyakit dalam, pada pasien ini terapi
tersebut dilanjutkan melihat kadar gula pasien saat datang 400 mg/dl.
Metformin bekerja sebagai insulin sensitizing agent yang dapat meningkatkan
sensitivitas kinerja insulin di reseptornya seperti pada jaringan otot dan lemak, yang
meningkatkan uptake glukosa dan menstabilkan kadar gula serum. Selain itu
glibenklamide diberikan sebagai insuline secretagogue kegunaan obat ini adalah untuk
meningkatkan sekresi insulin dari sel beta-pankreas. Karena pada pasien ini belum
diketahui angka HbA1Cnya maka dengan asumsi pasien tidak rutin minum obat, maka
dianjurkan untuk terapi kombinasi 2 atau 3 jenis OHO dan penggunaan insulin seperti
pada algoritme di atas.
Selain itu indikasi penggunaan insulin pada pasien ini dikarenakan adanya stress
berat yang disebabkan karena CAD, yang apabila terjadi stress berat maka tubuh akan
melakukan homeostasis yang berupa pelepasan hormon-hormon stress seperti kortisol,
GH, glukagon, atau hormon-hormon kontra-insulin lainnya yang akan meningkatkan
kadar glukosa serum secara signifikan terutama pasien dengan DM, maka dari itu
kemungkinan insulin yang diproduksi oleh tubuh tidak adekuat untuk meregulasi kadar
gula tersebut, maka dari itu untuk mencegah komplikasi lain dari kondisi hiperglikemia,
serta menghindari mortalitas yang tinggi pada pasien CAD dengan hiperglikemia maka
disinilah tempat bagi insulin injeksi diperlukan. Insulin bisa diberikan secara kontinyu
dengan syringe pump dengan insulin rapid atau shortacting dengan dosis 0.5 iu/kgbb/24
jam. Pada pasien ini karena sudah memasuki perawatan hari ke-empat kadar GDS
terakhir dari glukometer adalah 150 mg/dl maka penggunaan syringepump dihentikan
dan diganti pemberiannya menjadi injeksi subkutan dengan perbandingan 70:40
basal:prandial.

4. Hipertensi grade II

Anamnesis :

Pasien memiliki riwayat sakit tekanan darah tinggi sejak 30 tahun tidak terkontrol,
konsumsi captopril 3x6.25 mg karena tidak teratur minum obat dan tidak teratur
kontrol setiap bulan.

Pemeriksaan Fisik :

Pada pemeriksaan fisik di dapatkan tekanan darah : 140/100 hipertensi grade II

Pemeriksaan penunjang :
-
Anjuran Pemeriksaan :
-
Tatalaksana
Non medika mentosa

17
Dianjurkan untuk menurunkan asupan garam, meningkatkan konsumsi buah dan sayur.
Medikamentosa

Captopril 3x6.25 mg po

Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad malam
Ad Fungsionam : malam

Pengkajian Teori
Hipertensi merupakan kondisi peningkatan tekanan darah sistemik baik
sistolik ataupun diastolik, pada kasus primer biasanya tidak diketahui
penyebabnya. Peningkatan resistensi perifer merupakan mekanisme
bagaimana terjadinya peningkatan tekanan darah sistemik.
Berdasarkan JNC 8 hipertensi diklasifikikasikan berdasarkan tabel dibawah
ini:

Prinsip penatalaksanaan hipertensi berdasarkan JNC 8, terapi gaya hidup berperan


penting dalam menurunkan tekanan darah. Selain itu penggunaan obat anti hipertensi
tunggal ataupun kombinasi sesuai indikasi pada JNC 8 yaitu, Kombinasi diberikan
dengan indikasi jika pencapaian penurunan tekanan darah tidak sesuai target dengan
dosis obat pertama sudah mencapai batas maksimal dengan kombinasi gaya hidup
yang sesuai, maka boleh ditambahkan obat lain sebagai kombinasi pengobatan
sebelumnya. Begitu juga jika ingin mengkombinasikan dengan penambahan obat lain
dilakukan jika sudah sesuai indikasi diatas. Indikasi pemilihan obat lini pertama dan
kombinasi dapat dilihat pada tabel indikasi dari JNC 8.

18
Pengkajian farmakologi
Pasien didiagnosa hipertensi grade II karena pasien memiliki riwayat
hipertensi sejak 30 tahun yang lalu tidak terkontrol, dan pada pemeriksaan
tekanan darah dirumah sakit saat pemeriksaan pertama adalah 170/100,
berdasarkan JNC 8 tekanan darah tersebut masuk dalam kategori HT grade II.

Pemilihan dua obat untuk menangani hipertensi pada pasien sesuai dengan anjuran
penatalaksanaan hipertensi untuk hipertensi grade II dengan kondisi gagal jantung dari
JNC 8.

Obat antihipertensi lain yang diberikan pada pasien adalah golongan ACE Inhibitor
yaitu captopril. Pemilihan ACEi dipertimbangkan karena efeknya baik terhadap
jantung dengan mengurangi proses remodeling pada penyakit hipertensi yang

19
kronik. Pemberian captopril direkomendasikan untuk dikombinasikan dengan
thiazide pada HT grade 2 namun dalam kondisi ADHF maka kombinasi dengan
furosemide lebih dianjurkan.
Evaluasi pengobatan pada pasien ini sudah sesuai dan hampir mencapai target
sejak diberikan terapi diatas tekanan darah pasien terjadi penurunan menjadi 140/100
mmHg dan diharapkan turun hingga target 140/90 dan dapat dipertahankan hingga
selepas rawat.

20
KESIMPULAN
Pasien memiliki ketergantungan ringan. Penatalaksanaan pada pasien ini sudah
sesuai kaidahnya, Terdapat indikasi bahwa terjadi polifarmasi pada pasien karena
obat yang digunakan lebih dari 5 jenis dan beberapa obat berisiko terjadi interaksi
seperti dibawah ini. Obat yang berkemungkinan untuk berinteraksi diantaranya
adalah aspirin dan ACE inhibitor karena aspirin menghambat kerja enzim COX
sehingga prostaglandin tidak diproduksi, dan karena kerja dari ACE inhibitor juga
melibatkan prostaglandin didalamnya untuk proses vasodilatasi pembuluh darah,
efek tersebut dapat dihambat karena tidak adanya prostaglandin. Obat lain yaitu
ACE inhibitor dengan golongan nitrate, karena efek keduanya adalah menurunkan
tekanan darah, maka kemungkinan untuk terjadi efek samping meningkat walaupun
jarang terjadi beberapa kasus pasien mengalami hipotensi, flashing saat
menkonsumsi kedua obat tersebut secara bersamaan. Namun kemungkinan
interaksi tersebut sangat kecil karena aspirin masih dalam dosis <256 mg sehingga
belum dapat mempengaruhi efek dari obat ACE inhibitor. Jika dipertimbangkan
efikasi serta risk and benerfitnya, terapi yang ada pada pasien saat ini sudah sesuai
indikasi pemberiannya.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. American Heart Association. AHA Guideline for the Management of Heart


Failure. 2013.
2. Zannad F, Sopko G, Klein L. Acute Heart Failure Syndromes. Circulation.
2005;112:3958-3968.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Gagal Jantung. Edisi I. 2015.
4. American Heart Association. AHA Guideline for the Management of
Patients With NonST-Elevation Acute Coronary Syndromes. 2014.
5. Wijngaarden, J.V, Tio, R.A, Gilst, H.V, Et al. Basic pharmacology of ACE-
inhibitors with respect to ischaemic heart disease: Prostaglandins and
bradykinin. European Heart Journal. 1990;11(0): 84-93.
6. Drugscom. Drug interactions between aspirin and captopril [Online].
Available from: http://www.drugs.com/drug-interactions/aspirin-with-
captopril-243-0-493-0.html?professional=1 [Accessed 8 May 2016].
7. NKF KDOQI GUIDELINES. K/DOQI Clinical Practice Guidelines on
Hypertension and Antihypertensive Agents in Chronic Kidney Disease
8. Capodanno , D, Dominick, J, Angiolillo. Antithrombotic Therapy in
Patients With Chronic Kidney Disease. CIrculation. 2012;125(0): 2649-
2661.
9. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengolahan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2015

22

Anda mungkin juga menyukai