Anda di halaman 1dari 16

Kumpulan Kasus Farmakologi

Catatan:
Jika ditemukan nama orang di kasus, tolong diganti dengan inisial saat
disajikan di makalah.

Mohon penulisan dirapikan saat membuat makalah, karena pembuatan kasus


ini belum sempat saya rapikan.
Kasus Respirasi 1
Biodata Pasien
Ny. Nita 58 tahun, perokok aktif selama 30 tahun dengan 1 bungkus per hari, dirawat
di ruang rawat inap RSUD dengan diagnosa chronic obstructive pulmonary disease
(COPD) eksaserbasi akut. Pasien mengeluh sesak napas, batuk berdahak putih,
dan mengi sejak 3 hari yang lalu.

Terapi Farmakologi
 Bronkodilator inhaler kerja singkat: Salbutamol 2 puff setiap 4-6 jam
selama diperlukan [tidak ada sumber spesifik, informasi umum pengobatan
COPD]
 Bronkodilator agonis beta2 kerja panjang: Salmeterol 2 puff setiap 12 jam
[tidak ada sumber spesifik, informasi umum pengobatan COPD]
 Kortikosteroid inhaler: Budesonide 2 puff setiap 12 jam selama 7-10 hari
[tidak ada sumber spesifik, informasi umum pengobatan COPD]
 Antibiotik (bila terdapat indikasi infeksi): Amoxicillin 500mg per 3x sehari
selama 7 hari [tidak ada sumber spesifik, informasi umum pengobatan COPD]

Catatan Perkembangan
 Hari 1: Pasien masih sesak napas, batuk berdahak, dan mengi. Efek
bronkodilator mulai dirasakan.
 Hari 3: Sesak napas berkurang, batuk berdahak mulai berkurang.
 Hari 5: Sesak napas membaik, batuk berdahak minimal, pasien toleran lepas
oksigen nasal.
 Hari 7: Pasien membaik dan diperbolehkan pulang dengan terapi
bronkodilator inhaler kerja panjang dan edukasi untuk berhenti merokok.

Kasus Respirasi 2
Biodata Pasien
Tn. Budi, 52 tahun, dengan riwayat penyakit diabetes mellitus tipe 2 terkontrol
selama 10 tahun, dirawat di ruang ICU RSUD akibat Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS) yang disebabkan oleh pneumonia berat. Pasien terintubasi dan
menggunakan ventilator mekanik.

Terapi Farmakologi
 Antibiotik (sesuai kultur sputum): Kombinasi misalnya Ceftriaxone 1 gram
setiap 12 jam dan Azithromycin 500 mg per hari selama 5-7 hari
 Kortikosteroid sistemik: Methylprednisolone 0.5-1mg/kgBB per hari selama
3-5 hari, kemudian tapering off
 Diuretik (sesuai indikasi gagal ginjal dan overload cairan): Furosemide
menyesuaikan kebutuhan

Catatan Perkembangan
 Hari 1: Pasien masih terintubasi dan menggunakan ventilator mekanik. Gurah
endotrakeal (lendir yang keluar dari saluran napas) masih banyak dan
purulent (bernanah). Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat infiltrat
bilateral (bayangan putih pada kedua paru).
 Hari 3: Gurah endotrakeal mulai berkurang. Foto thorax menunjukkan
perbaikan infiltrat pada paru.
 Hari 5: Pasien mulai bisa dilepas dari ventilator mekanik dan bernafas
spontan dengan bantuan oksigen nasal high flow.
 Hari 7: Pasien ekstubasi (pelepasan pipa endotrakeal) dan toleransi lepas
oksigen. Foto thorax menunjukkan perbaikan bermakna.

Kasus Respirasi 3
Biodata Pasien
Anisa, anak perempuan 7 tahun, didiagnosis asma alergi sejak 2 tahun yang lalu.
Saat ini Anisa mengalami gejala batuk pilek dan sesak napas ringan yang sudah
berlangsung 3 hari. Orang tua Anisa mengatakan akhir-akhir ini cuaca sedang dingin
dan Anisa sering bermain dengan kucing peliharaan keluarga.

Pemeriksaan Fisik
 Suhu tubuh: 37.8°C
 Denyut nadi: 90x/menit
 Respirasi: 24x/menit
 Auskultasi paru: terdengar wheezing (mengi) ringan

Diagnosis
Anisa mengalami eksaserbasi akut asma alergi kemungkinan dipicu oleh infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA) dan alergen dari kucing.

Terapi Farmakologi
 Bronkodilator inhaler kerja singkat: Salbutamol 2 puff setiap 4 jam selama
3 hari [tidak ada sumber spesifik, informasi umum pengobatan asma]
 Kortikosteroid inhaler: Budesonide 2 puff setiap 12 jam selama 7 hari [tidak
ada sumber spesifik, informasi umum pengobatan asma]
 Antihistamin: Loratadine 5mg per hari selama 7 hari [tidak ada sumber
spesifik, informasi umum pengobatan alergi]

Catatan Perkembangan
 Hari 1: Anisa masih mengalami batuk pilek dan sesak napas ringan. wheezing
berkurang setelah penggunaan salbutamol.
 Hari 3: Batuk pilek membaik, sesak napas menghilang, wheezing tidak lagi
terdengar.
 Hari 7: Anisa sudah tidak lagi mengeluhkan gejala dan orang tua disarankan
untuk kontrol rutin dan menghindari paparan alergen.

Kasus Kardiovaskuler I
Kasus Semu: AV Blok dalam Sistem Kardiovaskuler
Pasien: Tn. Budi, 65 tahun, dengan riwayat hipertensi dan diabetes mellitus.

Gejala: Denyut nadi lemah dan tidak teratur, pusing, dan mudah lelah.

Diagnosis: AV Blok (tingkat 1 atau 2) berdasarkan pemeriksaan EKG


(elektrokardiogram).

Terapi Farmakologi:

 Atropine
 Beta-blockers], such as propranolol and atenolol
 Calcium channel blockers , such as verapamil and diltiazem
 Digoxin

Catatan Perkembangan:

 Dokter dan perawat akan melakukan observasi ketat terhadap kondisi pasien,
termasuk monitoring denyut nadi dan EKG serial.
 Dosis obat akan disesuaikan berdasarkan respon pasien terhadap terapi.
 Pada kasus AV Blok berat, pasien mungkin memerlukan pemasangan alat
pacu jantung permanen.

Kasus Kardiovaskuler 2
Hipertensi dan Hiperlipidemia
Pasien: Ny. Diana, 55 tahun, tidak memiliki riwayat penyakit khusus.

Diagnosa: Hipertensi (tekanan darah 150/90 mmHg) dan Hiperlipidemia (LDL 190
mg/dL).
Terapi Farmakologi:

 Hipertensi:
o Captopril 25 mg, diminum 1 kali sehari [efektivitas obat ini perlu
dikonsultasikan dengan dokter, sumber terpercaya tidak ditemukan
pada kumpulan hasil pencarian ini]
o Amlodipine
 Hiperlipidemia:
o Simvastatin 20 mg, diminum 1 kali sehari [efektivitas obat ini perlu
dikonsultasikan dengan dokter, sumber terpercaya tidak ditemukan
pada kumpulan hasil pencarian ini]

Catatan Perkembangan Pasien:

 Minggu ke-1: Pasien merasakan pusing ringan, efek samping umum Captopril
[efektivitas dan efek samping obat perlu dikonsultasikan dengan dokter,
sumber terpercaya tidak ditemukan pada kumpulan hasil pencarian ini].
Dokter meminta pasien untuk kontrol tekanan darah seminggu sekali.
 Minggu ke-2: Tekanan darah terukur 140/80 mmHg, pusing berkurang. Dosis
Captopril tetap sama.
 Bulan ke-3: Tekanan darah terkontrol stabil, kadar LDL menurun. Dokter
menyarankan pasien untuk kontrol tekanan darah dan kadar lipid secara rutin,
serta menerapkan pola hidup sehat.
Kasus Gastrointestinal
Kasus Tukak Lambung
Pasien: Tn. Budi, 55 tahun, dengan riwayat konsumsi obat anti nyeri NSAID jangka
panjang.

Gejala: Nyeri ulu hati, mual, dan muntah, terutama saat perut kosong.

Pemeriksaan Lab:

 Hemoglobin (Hb): 13 g/dL (normal) [3]


 Hematokrit (Ht): 39% (normal) [3]
 Leukosit (WBC): 8.000/μL (normal) [3]
 Trombosit (PLT): 250.000/μL (normal) [3]
 Gastroskopi: Ditemukan ulkus (luka) pada dinding lambung [5]

Terapi Farmakologi:

 Omeprazole 20 mg, diminum 1 kali sehari selama 8 minggu [efektivitas obat


ini perlu dikonsultasikan dengan dokter, sumber terpercaya tidak ditemukan
pada kumpulan hasil pencarian ini]
 Amoxicillin 500 mg, diminum 3 kali sehari selama 1 minggu (sebagai terapi
awal untuk mengatasi kemungkinan infeksi H. pylori) [efektivitas obat ini perlu
dikonsultasikan dengan dokter, sumber terpercaya tidak ditemukan pada
kumpulan hasil pencarian ini]

Catatan Perkembangan:

 Minggu ke-1: Nyeri ulu hati berkurang, mual dan muntah hilang.
 Minggu ke-4: Endoskopi ulang menunjukkan perbaikan ulkus lambung.
 Minggu ke-8: Omeprazole dihentikan.
 Bulan ke-3: Tidak ada keluhan, kontrol rutin dianjurkan.

Kasus Gastroenteritis Akut Anak


Pasien: Bayu, 2 tahun, dengan riwayat diare cair lebih dari 5 kali per hari selama 1
hari.

Gejala: Diare cair, muntah, demam ringan (38°C).

Pemeriksaan Lab:

 Hematokrit (Ht): 42% (normal) [5]


 Hemoglobin (Hb): 14 g/dL (normal) [5]
 Leukosit (WBC): 10.000/μL (sedikit meningkat) [5]
 Pemeriksaan feses: Positif leukosit [2]

Terapi Farmakologi:

 Oral Rehydration Solution (ORS) diberikan sesuai kebutuhan


Catatan Perkembangan:

 Hari ke-1: Bayu diberikan ORS secara bertahap dan frekwensi diare
berkurang.
 Hari ke-2: Muntah berhenti, diare menjadi lebih jarang (3 kali sehari).
 Hari ke-3: Diare berhenti, Bayu mulai mau makan.
 Hari ke-7: Bayu sudah pulih sepenuhnya.

KASUS HEMATOLOGI 1
Bu Maya, seorang ibu hamil 28 tahun, trimester 2, datang ke puskesmas mengeluh
lemas dan mudah lelah sejak 2 bulan terakhir. Pemeriksaan penunjang
menunjukkan Bu Maya menderita anemia defisiensi besi dan asam folat.

Terapi Farmakologi;

dokter kandungan meresepkan suplemen ferrous fumarate dan folic acid selama 6
bulan

Catatan Perkembangan;

 Minggu 1: Bu Maya merasakan sedikit peningkatan stamina, namun masih


terkadang merasa lelah.
 Minggu 2: Bu Maya merasa lebih kuat dan tidak mudah lelah lagi.
 Minggu 4: Pemeriksaan darah ulang menunjukkan kadar hemoglobin Bu Maya
sudah mencapai target. Dokter kandungan tetap menyarankan untuk melanjutkan
konsumsi suplemen zat besi hingga 6 bulan.
 6 bulan: Kadar Hemoglobin Bu Maya stabil dan tidak ada keluhan lemas atau
mudah lelah.

KASUS HEMATOLOGI 2

Tn. Y, 52 tahun, penderita gagal ginjal kronik sudah 2 tahun menjalani cuci darah
(hemodialisis) rutin. Dalam pemeriksaan lab terbaru, ditemukan Tn. menderita
anemia.

Terapi Farmakologi
Dokter:
 suplemen zat besi oral
 Erythropoietin (EPO), hormon yang berfungsi merangsang produksi sel darah merah
melalui suntikan diberikan seminggu 3 kali

Catatan Perkembangan
 Minggu 1: belum merasakan perubahan.
 Minggu 4: merasa lebih bertenaga dan kadar Hemoglobin mulai meningkat. Dokter
menyesuaikan dosis EPO dan suplemen zat besi.
 3 Bulan: Kadar Hemoglobin stabil dalam target dan tidak mudah lelah lagi. Dokter
tetap memantau kondisi secara berkala.

Catatan: Dokter mungkin juga akan menyesuaikan pola makan dan mengawasi efek
samping obat

Kasus hematologi 3
Bu Diana, 55 tahun, datang ke UGD rumah sakit dengan keluhan bengkak dan nyeri
pada betis kaki kanan sejak 2 hari yang lalu. Pemeriksaan penunjang menegaskan
Bu Diana menderita Deep Vein Thrombosis (DVT)

Terapi Farmakologi
dokter memberikan terapi farmakologi untuk Bu Diana, yaitu:

 Antikoagulan LMWH (Low Molecular Weight Heparin) yang diberikan secara injeksi

Catatan Perkembangan
 Hari 1: Bengkak pada betis kaki kanan Bu Diana sedikit berkurang. Dokter
melanjutkan terapi antikoagulan.
 Minggu 1: Nyeri pada betis kaki kanan Bu Diana hilang dan bengkak berkurang
signifikan. Dokter tetap memantau kondisi Bu Diana dengan pemeriksaan penunjang
 3 Bulan: Keadaan kesehatan Bu Diana membaik. Bengkak dan nyeri sudah tidak
dirasakan lagi. Dokter akan menyesuaikan terapi jangka panjang dengan obat
antikoagulan oral warfarin selama rawat jalan.

Kasus hematologic 4
Ny. Maya (55 tahun) datang ke IGD RSUD Semarang dengan keluhan nyeri dada
hebat seperti ditekan dan menjalar ke lengan kiri sejak 30 menit yang lalu. Nyeri
dada dirasakan semakin berat saat beraktivitas dan sedikit berkurang saat istirahat.
Ny. Maya juga mengeluh berkeringat dingin dan mual.

Berdasarkan wawancara dan pemeriksaan awal, dokter mencurigai Ny. Maya


mengalami Sindrom Koroner Akut (SKA). Dilakukan pemeriksaan EKG 12 lead,
ditemukan gelombang T inversi sehingga ditegakkan diagnosis NSTEMI.
Terapi Farmakologi

Sebagai penanganan awal, Ny. Maya diberi obat berikut

 Nitrogliserin
 Aspirin
 Benzodiazepine

Observasi yang dilakukan perawat:

 Pemantauan tekanan darah, denyut nadi, dan saturasi oksigen


 Penilaian nyeri dada
 EKG serial untuk memantau aktivitas listrik jantung

Kasus Hematologi 5
Tn. Budi (45 tahun) datang ke UGD RSUD Semarang dengan sesak napas
mendadak sejak 3 jam yang lalu. Sesak napas dirasakan semakin berat saat
beraktivitas dan tidak membaik saat istirahat. Tn. Budi juga merasakan nyeri dada
pleuritik (nyeri dada tajam seperti ditusuk) dan batuk berdarah sedikit.

Berdasarkan wawancara dan pemeriksaan awal, dokter mencurigai Tn. Budi


mengalami emboli paru. Dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan
diagnosa

Terapi Farmakologi

Alteplase
warfarin

Pemantauan berkala oleh perawat:

 Pemantauan tekanan darah, denyut nadi, respirasi dan saturasi oksigen


 Penilaian skala sesak napas
 Pemeriksaan gas darah arteri
Kasus Sistem Endokrin
Kasus Diabetes Mellitus dengan Ketoasidosis Diabetikum (KAD)

Ny. S (55 tahun) menderita Diabetes Mellitus tipe 2 selama 10 tahun. Beberapa hari
ini, Ny. Sari merasa haus berlebihan, sering buang air kecil, mual, dan muntah.
Selain itu, Ny. S juga merasakan lemas, sesak napas, dan pernapasannya berbau
buah (fruit odor).

Berdasarkan gejala tersebut, dokter mencurigai Ny. S mengalami komplikasi akut


Diabetes Mellitus yaitu Ketoasidosis Diabetikum (KAD)

Terapi Farmakologi
Ny. S diberi terapi berikut untuk mengatasi KAD:

 Insulin IV.
 Cairan infus kristaloid
 KCl
 Dokter merencanakan pemberian Levemir dan Novorapid sebagai insulin maintenan

Observasi yang dilakukan perawat


 Monitoring kadar gula darah
 Monitoring tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, pernapasan)
 Penilaian kesadaran
 Penilaian gejala dehidrasi
KASUS NYERI 1

Ny. A didiagnosis menderita kanker serviks stadium lanjut.


Salah satu keluhan utama yang dirasakan Ny. A adalah nyeri pada area panggul.
Nyeri ini dapat disebabkan oleh pertumbuhan tumor itu sendiri, maupun efek
samping dari pengobatan kanker yang dijalani Ny. A

Terapi Farmakologi

Untuk mengatasi nyeri yang dialami Ny. A, Dokter meresepkan terapi farmakologi
berupa obat golongan opioid. Pemilihan jenis dan dosis obat akan disesuaikan
dengan intensitas nyeri yang dirasakan Ny. Sari.

Catatan Perkembangan Pasien

 Monitoring skala nyeri secara berkala


[1([jurnal.unimus.ac.id/index.php/nersmuda/article/download/6271/pdf])]
 Efek samping yang dirasakan pasien akibat penggunaan obat nyeri
[1([jurnal.unimus.ac.id/index.php/nersmuda/article/download/6271/pdf])]
 Respon pasien terhadap terapi nyeri

KASUS NYERI 2

Ny. A berusia 55 tahun, baru saja menjalani operasi pemasangan pen di tulang
femur akibat patah tulang. Saat ini Ny. Sari mengeluh nyeri terus menerus pada area
bekas operasinya. Nyeri tersebut bertambah parah saat digerakkan, skala 5.

terapi Farmakologi:

- Metamizole sodium IV

- Omeprazol

Observasi oleh perawat:

 Intensitas nyeri
 Efek samping obat
 Mobilitas

KASUS PSIKIATRI

Tn B berusia 30 tahun, didiagnosis dengan gangguan bipolar. Gangguan bipolar


ditandai dengan perubahan suasana hati yang ekstrim, yaitu fase mania dan fase
depresi.

Terapi Farmakologi
Dokter mungkin akan memberikan terapi farmakologi berupa:

 Mood stabilizer: fluoxetine


 Antipsikotik: clozapine
 Antianxiety: buspirone
 Antidepresan: lithium (diberikan saat fase mania akut)

Observasi oleh perawat;

 Pemantauan terhadap perubahan suasana hati pasien


 Efek samping yang timbul akibat penggunaan obat
 Kemampuan pasien dalam beraktivitas sehari-hari
 Kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat
Kasus Infeksi Bakteri 1

An. D mengalami keracunan makanan setelah 1 jam yang lalu menghadiri sebuah pesta, dan segera
dilarikanke rumah sakit. Sesuai anamnesa, an. D memiliki alergi terhadap obat Penicillin. An. D
mengalami mual muntah hingga terlihat lemas.

Terapi:

- Replacemen cairan dengan ringer lactat


- Metronidazole IV
- Ondansentron
- Omeprazole

Kasus Infeksi bakteri 2

Ny T berusia 50 tahun, datang ke dokter dengan keluhan keputihan berwarna kekuningan,


berbau tidak sedap, dan disertai rasa gatal pada area kewanitaannya. Dokter mencurigai
Ny. T menderita trikomoniasis dan memeriksakan Ny. T melalui pemeriksaan penunjang.
Selanjutnya dokter meresepkan Metronidazole dosis tunggal

Kasus Infeksi Bakteri 3

Seorang anak terdiagnosis pneumonia, sehingga irawat di ruang PICU. Dokter meresepkan
antibiotic Cefixime.

Kasus Infeksi bakteri 4

Bayi baru lahir dirawat di ruang NICU karena mengalami sepsis setelah 3 hari dirawat akibat
aspirasi meconium dan hipoksia.

Kasus antivirus 1

Pasien: Tn. C

Usia: 35 tahun

Diagnosis: HIV positif (ditemukan pada tes rutin)

Tanggal Diagnosis: 2023-01-10

Terapi ARV:

 Tenofovir disoproxil fumarate (TDF)


 Lamivudine (3TC)
 Efavirenz (EFV)

Catatan Perkembangan:
 Bulan 1:
o N. C mengalami mual ringan sebagai efek samping awal terapi ARV.
o Dokter memberikan obat tambahan untuk mengatasi mual
o Berat badan Tn. C turun 2 kg.
o Tes CD4 count menunjukkan angka 350 sel/mm³ (immunodeficiency
sedang).
 Bulan 3:
o Efek samping mual sudah menghilang.
o Berat badan n. C stabil.
o Tn. C merasa lebih sehat dan berenergi.
 Bulan 6:
o Tes CD4 count menunjukkan peningkatan menjadi 480 sel/mm³
(immunodeficiency ringan).
o Tn. Ctetap disiplin mengkonsumsi obat ARV sesuai jadwal.
 Tahun 1 dan selanjutnya:
o Tn. C rutin melakukan kontrol ke dokter setiap 3 bulan.
o Tes CD4 count terus meningkat dan viral load menjadi tidak terdeteksi
(treatement success).
o Tn. C tetap menjalankan terapi ARV seumur hidup untuk mengontrol
HIV dan mencegah penularan ke orang lain.

Kasus antifungal 1

Tn. A didiagnosis HIV positif 5 tahun lalu. Belum pernah menjalani pengobatan HIV
karena takut efek samping. 6 bulan terakhir, Tn. A sering batuk kering dan merasa
sesak napas terutama saat beraktivitas. Berat badannya turun 5 kg dalam 2 bulan
terakhir.

Pemeriksaan: Foto toraks sinar X menunjukkan gambaran pneumonia. Analisis


cairan paru (BAL) menunjukkan keberadaan Pneumocystis jirovecii (jamur penyebab
PCP). CD4 count < 200 sel/mm³ (immunodeficiency berat).

Diagnosis: Pneumocystis carinii Pneumonia (PCP)

Pengobatan: Tn. A dirawat inap di rumah sakit dan diberikan obat kombinasi
trimethoprim/sulfamethoxazole (co-trimoxazole) untuk mengatasi infeksi PCP. Selain
itu, Tn. A juga diberikan obat ARV untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuhnya.

Anti-inflammatory, antiallergy, and immunosuppressant drugs

Kasus Anti inflamasi


Pasien: Nina Ramadhani (25 tahun)
Gejala:

 Nyeri dan bengkak pada beberapa sendi


 Ruam merah berbentuk kupu-kupu pada wajah
 Rambut rontok
 Demam ringan
 Mudah lelah

Pemeriksaan:

 Tes darah menunjukkan adanya ANA (Antinuclear Antibody) positif


 Urinalisis menunjukkan adanya protein dan darah

Diagnosis: Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Terapi Farmakologi:

 Kortikosteroid (prednison) untuk meredakan peradangan


 Hydroxychloroquine untuk menekan aktivitas sistem kekebalan tubuh yang
berlebihan
 Obat antimalaria seperti hydroxychloroquine juga dapat digunakan untuk mengatasi
gejala kulit lupus

Catatan Perkembangan:

 Setelah 1 bulan pengobatan, nyeri sendi berkurang dan ruam pada wajah mulai
memudar.
 Dokter mengurangi dosis kortikosteroid
 Nina tetap kontrol rutin ke dokter
 Dokter akan menyesuaikan obat dan memantau efek samping

Kasus antialergi
Nama Anak: Bayu (5 tahun)

Gejala:

 Gatal-gatal, kemerahan, dan bengkak pada kulit


 Mual, muntah, dan diare setelah konsumsi udang

Riwayat Kesehatan:

 Tidak ada riwayat alergi makanan sebelumnya


 Sering pilek dan bersin (diduga alergi rhinitis)

Pemeriksaan:

 Tes alergi kulit menunjukkan sensitif terhadap udang


Diagnosis: Alergi makanan (alergi udang)

Terapi Farmakologi:

 Cetirizine
 Jika diare parah, dokter mungkin akan memberikan obat tambahan

Catatan Perkembangan:

 Setelah pemberian antihistamin, gatal dan gejala alergi mereda


 Orang tua Bayu dibekali pengetahuan untuk menghindari makanan pemicu alergi
(udang)
 Bayu kontrol kembali ke dokter sesuai jadwal

Kasus dengan imunospresan


Pasien: Budi Setiawan (48 tahun)

Riwayat Kesehatan: Budi didiagnosis gagal ginjal kronis stadium akhir 2 tahun lalu.
Saat ini, Budi menjalani cuci darah (hemodialisis) rutin 2 kali seminggu.

Pencocokan Donor: Adik perempuan Budi bersedia menjadi donor ginjal.


Pemeriksaan pencocokan darah dan jaringan menunjukkan hasil yang cocok.

Operasi: Budi menjalani operasi transplantasi ginjal. Ginjal kiri adik Budi
dicangkokkan ke tubuh Budi. Setelah post Op transplantais, mengalami mual
muntah dan demam.

Terapi Farmakologi Pasca Operasi:

 Tacrolimus
 Ondansentron
 Sanmol IV

Catatan Perkembangan:

 Pasca operasi, Budi dirawat di rumah sakit sekitar 2 minggu untuk pemulihan dan
monitoring fungsi ginjal baru
 Budi tetap kontrol rutin ke dokter untuk memantau fungsi ginjal dan efek samping
obat

Anda mungkin juga menyukai