OPTIMAPREP
BATCH I UKDI 2015
Dr. Widya, Dr. Cemara, Dr. Yolina, Dr. Retno, Dr. Hendra, Dr. Ayu
OFFICE ADDRESS:
Jakarta : Medan :
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, Jl. Setiabudi no. 65 G, medan P
jakarta selatan Hone number : 061 8229229
(belakang pasaraya manggarai) Pin BB : 24BF7CD2
phone number : 021 8317064 www.Optimaprep.Com
pin BB 2A8E2925
WA 081380385694
1. Sindrom Metabolik
2. Krisis Hiperglikemia
3. Malaria Berat
• Pemeriksaan
– Demam
– Letargis atau tidak sadar
– Kejang umum
– Asidosis (ditandai dengan timbulnya napas yang dalam dan berat)
– Lemah yang sangat
– Ikterik
– Distres pernapasan, edema paru
– Syok
– Kecenderungan untuk terjadi perdarahan
– Sangat pucat.
• Pemeriksaan Laboratorium
– anemia berat (hematokrit < 15%; hemoglobin < 5 g/dl)
– hipoglikemia (glukosa darah < 2.5 mmol/liter atau < 45 mg/dl).
• Tatalaksana
– Tindakan gawat darurat – harus dilakukan dalam waktu satu jam pertama:
– Bila terdapat hipoglikemia atasi sesuai dengan tatalaksana hipoglikemia
– Atasi kejang sesuai dengan tatalaksana kejang
– Perbaiki gangguan sirkulasi darah (lihat gangguan pada keseimbangan cairan
– Pasang pipa nasogastrik dan isap isi lambung secara teratur untuk mencegah risiko pneumonia aspirasi
– Atasi anemia berat
– Mulai pengobatan dengan obat anti malaria yang efektif (lihat bawah).
• Pengobatan Antimalaria
– Jika konfirmasi apusan darah untuk malaria membutuhkan waktu lebih dari satu jam, mulai berikan pengobatan
antimalaria sebelum diagnosis dapat dipastikan atau sementara gunakan RDT.
– Artesunat intravena. Berikan 2.4 mg/kgBB intravena atau intramuskular, yang diikuti dengan 2.4 mg/kg IV atau IM
setelah 12 jam, selanjutnya setiap hari 2.4 mg/kgBB/hari selama minimum 3 hari sampai anak bisa minum obat
anti malaria per oral. Bila artesunat tidak tersedia bisa diberikan alternatif pengobatan dengan:
– Artemeter intramuskular. Berikan 3.2 mg/kg IM pada hari pertama, diikuti dengan 1.6 mg/kg IM per harinya
selama paling sedikit 3 hari hingga anak bisa minum obat. Gunakan semprit 1 ml untuk memberikan volume
suntikan yang kecil.
– Kina-dehidroklorida intravena. Berikan dosis awal (20 mg/kgBB) dalam cairan NaCl 0.9% 10 ml/kgBB selama 4
jam. Delapan jam setelah dosis awal, berikan 10 mg/kgBB dalam cairan IV selama 2 jam dan ulangi tiap 8 jam
sampai anak bisa minum obat. Kemudian, berikan dosis oral untuk menyelesaikan 7 hari pengobatan atau berikan
satu dosis SP bila tidak ada resistensi terhadap SP tersebut. Jika ada resistensi SP, berikan dosis penuh terapi
kombinasi artemisinin. Dosis awal kina diberikan hanya bila ada pengawasan ketat dari perawat terhadap
pemberian infus dan pengaturan tetesan infus. Jika ini tidak memungkinkan, lebih aman untuk memberi obat kina
intramuskular.
– Kina intramuskular. Jika obat kina melalui infus tidak dapat diberikan, quinine dihydrochloridedapat diberikan
dalam dosis yang sama melalui suntikan intramuskular. Berikan garam kina 10 mg/kgBB IM dan ulangi setiap 8
jam. Larutan parenteral harus diencerkan sebelum digunakan, karena akan lebih mudah untuk diserap dan tidak
begitu nyeri.
4. Diabetes Mellitus Tipe 1
Perbedaan DM Tipe 1 dan Tipe 2
5. Hipertrofi Ventrikel Kanan
• Kriteria Diagnosis Hipertrofi ventrikel kanan:
– Adanya right axis deviation
– Rasio R/S di V1 > 1
– Rasio R/S di V6 < 1
– ST depresi dan inversi gelombang T di lead V1-V4
6. Cor Pulmonale
• Cor pulmonale adalah kelainan jantung kanan berupa
hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan sekunder karena
hipertensi pulmonal sebagai akibat penyakit parenkim atau
vaskuler paru dan tidak berhubungan dengan kelainan
jantung kiri primer atau kelainan jantung bawaan.
• Etiologi tersering adalah penyakit obstruktif paru kronis,
hipoventilasi kronis, dan kelainan pembuluh darah paru.
• Manifestasi klinis yang paling sering ada;ah sesak napas,
sianosis, bendungan vena leher, barrel chest, dan kelainan
pemeriksaan fisis sesuai dengan kelainan paru dan jantung.
• Pemeriksaan EKG didapatkan RAD/RVH, artimia
supraventrikular/ventrikular.
• Dapat didapatkan polisitemia
• Tatalaksana ditujukan dengan tatalaksana
penyakit paru, hipertensi pulmonal, dan
tatalaksana terhadap jantung.
• Tatalaksana penyakit paru dilakukan dengan
mengobati keadaan dasar
• Perawatan kardiologis dilakukan dengan
tirah baring, diet rendah garam, diuretika,
digitalis, dan vasodilator (inhibitor
fosfodiesterase)
7. Penyerapan Besi
• Penyerapan tablet besi hendaknya dilakukan pada saat waktu makan atau
30 menit sebelum makan.
• Susu, Keju, dan telur tidak meningkatkan absorbsi zat besi.
• Penyerapan zat besi akan semakin optimal apabila disertai konsumsi:
– Vitamin C (asam askorbat) pada buah
– Asam malat dan tartrat pada sayuran: wortel, kentang, brokoli, tomat, kubis,
labu kuning
– Asam amino sistein pada daging sapi, kambing, ayam, hati, ikan.
– Adanya meat factor apabila kita mengonsumsi daging hewani akan
meningkatkan absorbsi zat besi non heme yang berasal dari sayur-sayuran
• Penyerapan zat besi akan berkurang apabila disertai konsumsi:
– Fitat pada dedak, katul, jagung, protein kedelai, dan kacang
– Polifenol (tannin) pada teh, kopi, bayam, kacang-kacangan
– Zat kapur atau kalsium pada susu dan keju
8. Limfoma Maligna
• Limfoma maligna adalah suatu penyakit keganasan primer dari
jaringan limfoid dan jaringan pendukungnya. Penyakit ini terbagi
menjadi 2 yaitu limfoma hodgkin dan limfoma non hodgkin.
• Manifestasi klinis yang sering adalah dari hanya pembesaran
kelenjar getah bening hingga manifestasi sistemik seperti: demam
tanpa sebab yang umumnya di atas 380C, penurunan badan lebih
dari 10% dalam waktu 6 bulan, keringat malam, dan gatal,
didapatkan astenia, anoreksia, dan nyeri pada kelenjar.
• Pemeriksaan laboratorium dapat didapatkan pansitopenia hingga
adanya limfositosis dan thrombositosis (sindroma paraneoplastik)
• Tatalaksana radioterapi dan kemoterapi
9. Hemoptisis
• Batuk dengan dahak bercampur darah yang berasal dari saluran
napas bagian bawah.
• Penyebab batuk darah dapat merupakan primer (idiopatik),
sekunder oleh karena infeksi maupun neoplasma, dan sebab lain
seperti kelainan tromboemboli paru, trauma dada, ASD-VSD
• Pemeriksaan fisis tergantung dari kelainan primer yang mendasari,
dapat normal pada idiopatik
• Tatalaksana adalah dengan eliminasi faktor penyebab batuk darah,
istirahat, bebaskan jalan napas, mencegah aspirasi, dan
menghentikan perdarahan.
• Perdarahan dapat dihentikan dengan obat seperti codein, istirahat,
tidur setengah duduk, miring ke sisi paru yang sakit, infus,
bronkoskopi, FOB, endotracheal tamponade, reseksi paru,
embolisasi arteri bronkialis
Klasifikasi batuk darah
Berdasar jumlah darah Berdasarkan lama batuk
(Pursel): darah (Johnson):
• Blood streak • Single: kurang dari 7
• Minimal: 1-30 cc hari
• Mild: 30-150 cc • Repeated: lebih dari 7
• Moderate: 150-500 cc hari dengan interval 2-
• Massive: > 600 cc/24 3 hari
jam • Frank: Batuk dominan
darah tanpa dahak.
Ukuran Jantung Normal atau lebih besar dari Sering didapatkan normal
normal
Ukuran vascular pedicle Normal atau lebih besar daripada Normal atau lebih kecil dari
normal normal
Distribusi vaskuler Seimbang atau inverted Normal
Distribusi edema Seimbang (merata) atau central Perifer dan tidak merata
Efusi pleura + ±
Peribronchial cuffing + ±
Septal lines + ±
Air bronchogram ± +
11
.
Kanker Paru
12. Penyakit Refluks Gastroesofageal
• Penyakit refluks gastroesogafeal adalah adanya keluhan dan
kerusakan jaringan dalam esofagus, orofaring, laring, dan
saluran napas oleh karena adanya gangguan refluks
gastroesofageal.
• Patofisiologi adalah adanya ketidakseimbangan faktor
defensif (sawar antirefluks, pembersihan lambung, dan
daya tahan mukosa esofagus) dengan faktor agresif (sekresi
lambung: asam lambung, pepsin, empedu, dan enzim
pankreas, dan kompetensi pilorus)
• Manifestasi klinis yang sering dijumpai adalah nyeri
epigastrium yang menjalar ke atas, retrosternal, leher,
adanya regurgitasi asam, dan sekresi ludah berlebihan.
Gambaran yang tidak khas adalah adanya nyeri dada, sulit
menelan, nyeri telan, sesak napas, batuk, dan suara parau.
• Pemeriksaan penunjang dengan adanya acid
suppression test, tes perfusi bernstein,
endoskopi (esofagitis erosiva dan nonerosiva),
dan monitoring pH esofagus dalam 24 jam.
• Komplikasi dapat berupa perdarahan saluran
cerna bagian atas, striktur esofagus, esofagus
barret, dan karsinoma esofagus
• Tatalaksana meliputi tatalaksana umum
(menurunkan berat badan, tidur ½ duduk,
hindari makanan yang merangsang asam
lambung seperti rokok, kopi, soklat, alkohol,
pedas, dan lemak), dan tatalaksana khusus
dengan penghambat pompa proton,
sitoprotektif, dan bedah bila gagal.
13. Demam Dengue
• Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan vektor nyamuk Aedes
• Memiliki variasi manifestasi klinis dari
asimtomatik – demam ringan – hingga
manifestasi berat yaitu dengue shock syndrome.
• Tatalaksana seperti infeksi virus pada umumnya
yaitu simtomatis.
• Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan
diagnosis meliputi NS1, serologis, dan evaluasi
Hb, Ht, leukosit, trombosit tiap hari untuk
mendeteksi adanya komplikasi.
14. Polisitemia Vera
• Polisitemia vera adalah kelainan mieloproliferatif
dengan ciri profilerasi sel pendahulu eritroid yang tidak
terkendali. Penyakit ini merupakan penyakit kronik
profresif dan sebagian penderita penyakitnya
berkembang menjadi leukemia akut dan sisanya
menjadi fibrosis sumsumtulang dan metaplasia
mieloid.
• Etiologi polisitemia terletak pada sel induk sedangkan
pada polisitemia sekunder etiologi oleh karena
stimulasi eritropoietin berlebihan dan respon tubuh
terhadap oksigenasi jaringan yang berkurang.
• Sering terjadi leukositosis dan trombositosis
• Gejala klinis polisitemia vera:
– Gejala yang tidak khas:
• Akibat gangguan oksigenasi ringan seperti nyeri kepala, vertigo, tinnitus, gangguan
penglihatan, dan angina.
• Terjadi trombosis vena atau arteritromboemboli
• Tanda perdarahan dari petekiae hingga perdarahan saluran cerna.
• Gatal karena lepasnya granulosit histamin
– Neuropati perifer akibat degenerasi akson saraf.
– Pemeriksaan fisis didapatkan splenomegali, hepatolmegali, hipertensi, dan
facial plethora
• Kriteria Diagnosis polisitemia vera
– Kriteria A:
• Red Cell Mass pria lebih dari 36 ml/kgBB dan perempuan lebih dari 32 ml/kgBB
• Saturasi oksigen lebih dari 92%
• Splenomegali
– Kriteria B:
• Trombositosis lebih dari 400.000 sel/mm3
• Leukositosis lebih dari 12.000 sel/mm3 tanpa tanda infeksi
• LAP score lebih dari 100 tanpa tanda infeksi
• Vitamin B12 serum lebih dari 900 pg/ml atau unsaturated B12 binding capacity
meningkat lebih dari 2200 pg/ml
• Diagnosis ditegakkan bila: Semua kriteria A terpenuhi atau 2 kriteria A
+ 2 kriteria B
• Tatalaksana polisitemia vera adalah dengan flebotomi
250-500 cc seminggu sekali hingga Hb dan PCV
mendekati normal namun harus dipertimbangkan
karena dapat mengurangi kadar besi, fosfor radioaktif,
dan kemoterapi dengan busulfan.
• Komplikasi dapat terjadi tromboemboli, perdarahan,
tukak lambung, leukemia akut, dan keganasan.
Temporer Definitif
•Akomodasi pembengkakan
Imobilisasi cedera ekstremitas bawah
• Anterior Slab
– Indikasi*:
• ruptur tendon achilles (pascaoperasi).
• Ruptur tendon flexor pedis.
• ruptur muscle belly (flexor).
http://regionstraumapro.com/post/663723636
• Pekak pada ruang Traube's • Trauma pada uretra
– above the left midaxillary membranosa disebabkan
costal margin karena adanya fraktur pada
– Mengarahkan pada simfisis pubis atau pada ramus
pembesaran limpa dan dapat pubis.
muncul saat inspirasi • Uretra membranosa akan
• Kehr's sign robek sehingga prostat akan
– Nyeri tiba-tiba pada puncak tertarik keatas
bahu (tip of the shoulder) • RT: Prostat akan teraba letak
karena adanya darah atau tinggi atau melayang (high
cairan lain yang dapat overriding prostate)
mengiritasi peritoneum, saat
pasien tidur telentang dan
kaki
– Kehr's sign pada bahu kiri
merupakan tanda klasik dari
ruptur limpa
http://www.sharinginhealth.ca/clinical_assessment/abdominal_exam.html
• Organs
– Limpa (Traube’s space
dullness, Kehr’s sign)
– Usus (Udara bebas,tonus
sphincter berkurang)
– Urethra(high overriding
prostate)
29. Colonic Carcinoma
Time Course Symptoms Findings
Early None None
Occult blood
in stool
Mid Rectal Rectal mass
bleeding Blood in stool
Change in
bowel habits
Late Fatigue Weight loss
Anemia Abdominal
Abdominal mass
pain Bowel
obstruction
Site Distribution Staging
Colon-Rectum
• Anus
– Dari Linea Dentata sampai 3-4
cm dari linea dentata
(Anocutan Line)
• Rectum
– Mulai dari 3-4 cm dari Linea
Dentata sampai 15 cm ke
proksimal
• Rectosigmoid junction is the
point at which the three tenia
fan out and form a complete
outer longitudinal layer.
• Carcinoma proximal to this Linea Dentata
• Nonspecific symptoms
1. Hematogenous – Demam
– Menggigil
2. Contiguous – Malaise
focus of – Letargi
– Iritabilitas
infection • The classic signs of
inflammation, including local
3. Direct pain, swelling, or redness,
may also occur and normally
inoculation disappear within 5-7 days
http://emedicine.medscape.com/article/1348767-overview#a0112
• S aureus Bakteri penyebab yang paling
sering ditemukan, diikuti dengan
Pseudomonas dan Enterobacteriaceae.
• Bakteri yang lebih jarang adalah anaerobe
gram-negative bacilli.
• Intravenous drug users may acquire
pseudomonal infections
• Osteomielitis akut hematogenus memiliki
predileksi pada tulang panjang.
• The ends of the bone near the growth plate
(the metaphysis) is made of a maze like bone
called cancellous bone.
• It is here in the rapidly growing metaphysis
that osteomyelitis often develops
http://www.hawaii.edu/medicine/pediatrics/pedtext/s19c04.html
36. Chest X-Ray
Chondroblastoma
• radiolucent lesion with sclerotic margins
(white arrowheads) in epiphysis of distal
femur and with probable extension into
metaphysis (black arrowhead).
Miositis ossifikans
• The typical radiographic
appearance of myositis
ossificans is
circumferential
calcification with a
lucent centre, and a
radiolucent cleft (string
sign) that separates the
lesion from the cortex
of the adjacent bone.
38. Gallbladder Disorder
Kolangitis • Pemeriksaan:
• USG Abdomen
• Infeksi pada traktus • Endoscopic retrograde
biliaris cholangiopancreatography
(ERCP)
• Trias Charcoat • Magnetic resonance
– Demam cholangiopancreatography
(MRCP)
– Nyeri perut • Percutaneous transhepatic
kuadran kanan cholangiogram (PTCA)
atas • Pemeriksaan lab:
– Kuning/ikterik • Kadar Bilirubin
• Kadar enzim hati/tes fungsi hati
• Leukosit/White blood count
(WBC)
http://emedicine.medscape.com/article/184043-clinical
• 2% lidokain (w/v)
– 2g/100cc
– 20mg/cc
– 1 ampul 2 cc= 40mg
42. Paget’s disease
Patophysiology
Clinical Presentation
• Pathologic fractures
– because of the increased vascularity of
the involved bone
– bleeding is a potential danger
Irregular
• Alkaline phosphatase levels bone
– markedly elevated as the result of osteoblast activity.
• Serum calcium are normal except with generalized
disease or immobilization
• Gout and hyperurecemia
– as a result of increased bone activity, which causes an
increase in nucleic acid catabolism.
• Radiograph
– Radiolucent areas in the bone, typical of increased bone resorption
– Deformities & fractures may also be present
Treatment
• Goals
– to relieve pain & prevent fracture & deformities.
• Pharmacologic agentsused to suppress osteoclastic
activity
– Bisphosphonates & calcitonin are effective agents to decrease
bone pain & bone warmth & also relieve neural decompression,
joint pain & lytic lesions
– analgesics & NSAIDs
• Assistive devices, including cane, walker.
43. Congenital Malformation
Disorder Definition Radiologic Findings
http://emedicine.medscape.com/
invertogram Intussusception Hirschprung
Classifcation:
• A low lesion
– colon remains close to the skin
– stenosis (narrowing) of the anus
– anus may be missing altogether,
with the rectum ending in a blind
pouch
• A high lesion
– the colon is higher up in the pelvis
– fistula connecting the rectum and
the bladder, urethra or the vagina
• A persistent cloaca
– rectum, vagina and urinary tract
are joined into a single channel
http://emedicine.medscape.com/ Learningradiology.om Duodenal atresia
44. Medial Epicondyle Fractures
• Represent 5% to 10% of pediatric elbow fractures
– usually occur in children between the ages of 9 and 14 years
– Rare in adult
• Mechanism of injury:
– Direct blow to the elbow
• Occurs with valgus stress to the elbow, which avulses the medial
epicondyledirect blow to elbow or arm
– fall on outstretched arm
• most common
– elbow dislocation
• associated with elbow dislocations in up to 50%
• most spontaneously reduce but fragment may be incarcerated in joint
– traumatic avulsion
• usually occurs in overhead throwing athletes
Landin. Elbow fractures in children. An epidemiological analysis of 589 cases. Acta Orthop Scand. 1986;57:309.
Medial Humerus Fracture
www2.aofoundation.org
ANATOMY
• Nerves on both sides of the distal humerus run very closely to the bone, especially the ulnar
nerve
• Ulnar nerveperforates the medial intermuscular septum runs and then in its sulcus
behind the medial epicondyle
• It can be directly compressed in distal humeral fractures
• Radial nerve perforates the lateral intermuscular septum as it loares the spiral groove
on the humerus, to run anteriorly and distally
• At the level of the radial head it divides into its deep and superficial branches.
• Median nerve crosses the anterior capsule of the elbow joint, running into the
forearm between the two heads of the pronator teres muscle.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2758175/
Presentation
•Symptoms
• medial elbow pain
•Physical exam
• tenderness over medial epicondyle
• valgus instability
Treatment
•Nonoperative
• brief immobilization (1 to 2 weeks) in a long arm cast or splint
• indications
• isolated fractures of the medial epicondyle with between 5 to 15 mm of
displacement heal well.
• fibrous union of the fragment is not associated with significant symptoms or
diminished function
• < 5mm displacement usually treated non-operatively, 5-15 mm remains
controversial
•Operative
• open reduction internal fixation
• indications
• absolute
• displaced fx with entrapment of medial epicondyle fragment in joint
• relative
• ulnar nerve dysfunction
• > 5-15mm displacement
• displacement in high level athletes
Complications of Surgery
•Nerve injury
• ulnar nerve can become entrapped
• neuropathy with dislocatoin which usually resolves
•Missed incarceration
• missed incarceration of fragment in elbow joint
•Elbow stiffness
• loss of elbow extension, avoid prolonged immobilization
•Non-union
http://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/fractures/Medial_epicondyle_emerg/
Opposition of The finger
• The ability to touch • Need 2 muscle:
your thumb and pinky – M. Opponens Pollicis
• N. Medianus
– M. Opponens digiti
minimi
• N. Ulnaris
Opponens Pollicis
• Origin
– Flexor retinaculum and
tubercles of scaphoid and
trapezium
• Insertion
– Lateral side of 1st metacarpal
• Action
– Draws 1st metacarpal
laterally to oppose thumb
toward center of palm
• Innervation Pemeriksaan Fisik:
– Recurrent branch of median • Anterior interosseous nerve (branch of
nerve (C8 and T1) median nerve) injuryin distal humerus
fracture
• OK sign
Opponens Digiti Minimi
• Origin Hook of hamate and
flexor retinaculum
• Insertion Medial border of
5th metacarpal
• Action brings little finger
(5th digit) into opposition
with thumb
• Innervation Deep branch of
ulnar nerve (C8 and T1)
45. N. Ulnar
• Froment’s sign:
• the action of adductor pollicis weak with an ulnar nerve palsy
• Patient holds piece of paper between the thumb and index paper (pinch
grip). If the distal phalanx flexes, it is a positive test ulnar nerve palsy.
• With ulnar nerve palsy, the patient will experience difficulty maintaining a
hold and will compensate by flexing the FPL (flexor pollicis longus) of the
thumb to maintain grip pressure causing a pinching effect.
Tinels sign & Phalens ManeuverCTS
• Phalen’s maneuver (Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam
waktu 60 detik timbul gejala → CTS +)
• Tinel’s sign (timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau
dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi)
• Luthy's sign/bottle's sign (Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya
pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya
dengan rapat → CTS +)
• Pemeriksaan sensibilitas/two-point discrimination (Bila penderita tidak dapat
membedakan dua titik pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus CTS +)
Tinel’s sign
Phalen’s maneuver
Bunnel-Littler Test
• Evaluates the tightness
of intrinsic muscles or
joint capsular tightness
• How?
– Hold MP joint in slight
extension
– Try to flex PIP joint
• Positive finding
– Unable to bend =
tightness in intrinsic
muscles
• Finkelstein test: Tests • Client makes a fist
for De Quervain’s or with thumb inside
Hoffmann’s disease. the fingers. The
• A positive test therapist passively
indicates a deviates the wrist
tenosynovitis of the towards the ulnar
abductor pollicis sidepain (positive
longus and extensor result)
pollicis brevis tendons
46.
47. Raynaud Phenomenon
• May appear as a component of other conditions.
• Causes:
– connective tissue diseases (scleroderma & SLE)
– arterial occlusive disorders.
– carpal tunnel syndrome,
– thermal or vibration injury.
• In patients with connective tissue diseases/arterial
occlusive disease: the digital vascular lumen is largely
obliterated by sclerosis or inflammationlower
intraluminal pressure & greater susceptibility to
sympathetically mediated vasoconstriction
Raynaud’s phenomenon vs syndrome
• Vasospastic disorder causing
discoloration of the fingers, toes,
and occasionally other areas.
– Raynaud's disease ("Primary
Raynaud's phenomenon")
idiopathic
– Raynaud's syndrome
(secondary Raynaud's),
commonly connective tissue
disorders such as Systemic
lupus erythematosus
http://www.jaapa.com/the-patient-with-cold-hands-understanding-
raynauds-disease/article/139839/
Disorder Onset Etiology Clinical Feat.
Buerger Disease chronic Segmental vascular Intermitten claudicatio,Smoking
inflammation
Polyarteritis nodosa acute immune complex– Fever,Malaise,Fatigue,Anorexia,
induced disease weight loss,Myalgia,Arthralgia in large
necrotizing joints,polyneuropathy, cerebral
inflammatory lesions ischemia, rash, purpura, gangrene,
small and medium- Abdominal pain, does not involve the
sized arteries lungs
4. Black- Meninggal
– Akan meninggal dalam penanganan
emergensi memiliki luka yang
mematikan
Ashton et al. Prevention of heterotopic bone formation in high risk patients post-total hip
arthroplasty. Journal of Orthopaedic Surgery 2000, 8(2): 53–57
Teknik: Total Hip Replacement
• Femoral head impaction Final implant
52. Hemorrhaegic Shock
53. Ulkus Kornea
Rohsiswatmo, Rinawati. Retinopathy of prematurity. Paediatrica Indonesiana, Vol. 45, No. 11-12. 2005
Siapa yg harus diskrining?
Guideline Memenuhi salah satu kriteria berikut
Usia Gestasi Berat Lahir
Canadian Pediatric Society(1998): ≤ 30 minggu ≤ 1500gr
American Association of Pediatric ≤ 30 minggu ≤ 1500gr
(2013) atau atau
> 30 minggu dgn keadaan 1500-2000 gr dgn keadaan
klinis tidak stabil (perlu klinis tidak stabil (perlu
bantuan kardiopulmoner/ bantuan kardiopulmoner/
risiko tinggi ROP seperti risiko tinggi ROP seperti
penggunaan suplemen penggunaan suplemen
oksigen) oksigen)
UK <31 minggu <1251 gr
India < 35 minggu < 2000 gr
(Rohsiswatmo, Rinawati: 2005). Saran:
<34 minggu <1600 gr
atau atau
< 36 minggu dengan 1600 - < 2100 gr dengan
keadaan klinis parah suplemen oksigen
atau
< 2200 gr dengan keadaan
klinis parah
Zona 1 Zona 3
Zona 2
http://www.rostimes.com/2011RJO/RJO20110113.htm
Tatalaksana
• Cryopexy circumferential: upaya untuk mencegah
progresifitas penyakit dengan cara
menghancurkan sel-sel yang melepas faktor
angiogenik.
• Fotokoagulasi laser: data menunjukkan teknik ini
sangat efektif dan lebih aman dari cryopexy.
• Pemberian vitamin E (masih kontroversial).
• Mengurangi intensitas cahaya: efeknya terhadap
insiden RPP masih dipertanyakan.
• Operasi retina yang lepas (ablasio retina)
55. Blepharitis
• Terdiri dari blefaritis anterior dan • Tx blefaritis seboroik: perbaikan
posterior hygiene mata dengan cara:
• Blefaritis anterior: radang bilateral – kompres hangat untuk evakuasi
dan melancarkan sekresi kelenjar
kronik di tepi palpebra
– tepi palpebra dicuci + digosok
– Blefaritis stafilokokus: sisik kering, perlahan dengan shampoo bayi
palpebra merah, terdapat ulkus- untuk membersihkan skuama
ulkus kecil sepanjang tepi – pemberian salep antibiotik
palpebra, bulu mata cenderung eritromisin (bisa digunakan
rontok antibiotik stafilokokus kombinasi antibioti-KS)
– Blefaritis seboroik: sisik
berminyak, tidak terjadi ulserasi, • Blefaritis posterior: peradangan
tepi palpebra tidak begitu merah palpebra akibat difungsi kelenjar
– Blefaritis tipe campuran meibom bersifat kronik dan bilateral
• Kolonisasi stafilokokus
• Terdapat peradangan muara meibom,
sumbatan muara oleh sekret kental
Blepharitis
Definisi Gejala Tatalaksana
Blefaritis Infeksi kelopak superfisial Terdapat krusta dan bila Salep antibiotik
superfisial yang diakibatkan menahun disertai (sulfasetamid dan
Staphylococcus dengan meibomianitis sulfisoksazol),
pengeluaran pus
Blefaritis Blefaritis diseratai skuama Etiologi: kelainan Membersihkan tepi
skuamosa/ atau krusta pada pangkal metabolik atau jamur. kelopak dengan
blefaritis bulu mata yang bila Gejala: panas, gatal, sampo bayi, salep
seboroik dikupas tidak terjadi luka sisik halus dan mata, dan topikal
pada kulit, berjalan penebalan margo steroid
bersamaan dengan palpebra disertai
dermatitis sebore madarosis
Blefaritis Infeksi Staphyllococcus Gangguan pada fungsi Dengan sulfa,
Angularis pada tepi kelopak di sudut pungtum lakrimal, tetrasiklin, sengsulfat
kelopak atau kantus rekuren, dapat
menyumbat duktus
lakrimal sehingga
mengganggu fungsi
lakrimalis
http://www.huidziekten.nl/zakboek/dermatosen/htxt/Hordeolum.htm
SYMPTOMS TREATMENT
•Unilateral or bilateral involvement Options include one of the following:
•Purulent discharge, crusting of lashes, •Azithromycin 1000mg single dose
swollen lids, or lids "glued together" •Doxycycline 100mg BID for 7 days
•Patient may also complain of: •Tetracycline 100mg QID x 7 days (avoid in
◦ red eyes pregnant women and in children)
◦ irritation •Erythromycin 500 mg QID x 7 days
◦ tearing Patient and sexual contacts should be
◦ photophobia evaluated and treated for other STDs.
◦ blurred vision
http://www.aao.org/theeyeshaveit/red-eye/chlamydial-conjunctivitis.cfm
Etiologi Diagnosis Karakteristik
Viral Konjungtivitis folikuler Merah, berair mata, sekret minimal, folikel sangat
akut mencolok di kedua konjungtiva tarsal
Klamidia Trachoma Seringnya pd anak, folikel dan papil pd konjungtiva
tarsal superior disertai parut, perluasan pembuluh
darah ke limbus atas
Konjungtivitis inklusi Mata merah, sekret mukopurulen (pagi hari), papil
dan folikel pada kedua konjungtiva tarsal (terutama
inferior)
Alergi/hiper- Konjungtivitis vernalis Sangat gatal, sekret berserat-serat, cobblestone pd
sensitivitas konjungtiva tarsal superior, horner-trantas dots
(limbus)
Konjungtivitis atopik Sensasi terbakar, sekret berlendir, konjungtiva
putih spt susu, papil halus pada konjungtiva tarsal
inferior
Konjungtivitis Reaksi hipersensitif tersering akibat protein TB,
fliktenularis nodul keabuan di limbus atau konjungtiva bulbi,
mata merah dan berair mata
Autoimun Keratokonjungtivitis sicca Akibat kurangnya film air mata, tes shcirmer
abnormal, konjungtiva bulbi hiperemia, sekret
mukoid, semakin sakit menjelang malam dan
berkurang pagi
63. Atropin
Indication Contraindication
Atropin Untuk midriasis dan/atu Jangan digunakan pada pasien dengan glaukoma
siklopegia primer atau pada COA yg dangkal
Pilocarpin Tatalaksana glaukoma Obat parasimpatomimetik dikontraindikasikan pd
kasus dimana miosis tidak diinginkan cth pada iritis
akut atau glaukoma dengan pupillary block
Gliserol Tatalaksana glaukoma Diabetes melitus
Mannitol Tatalaksana glaukoma Cardiac failure
Acetazolamide Dalam oftalmologi Hypersensitivitas thd Acetazolamid, kadar serum Na
digunakan sebagai obat dan K yg rendah; gangguan hepar dan ginjal,
glaukoma. kegagalan fungsi supraadrenal, asidosis
hiperkloremik.
Pada pasien sirosis berisiko menimbulkan
ensefalopati.
Pemberian jangka panjang dikontraindikasikan pada
pasien chronic noncongestive angle-closure
glaucoma karena dapat menyebabkan penutupan
organik pd sudut COA.
http://www.drugs.com/pro/acetazolamide.html
64. Keratitis Jamur
• Indolen, disertai infiltrat kelabu, sering dgn hipopion,
peradangan nyata bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi satelit.
• The most common pathogens are Fusarium and Aspergillus
(filamentous fungi) in warmer climates and Candida (a yeast) in
cooler climates.
Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Keratitis Fungal
• Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan
keratitis fungal dengan bakteri.
– Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan “button appearance”
yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.
• Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik
sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal
tissue biopsy).
Stromal infiltrate
Keratitis Jamur
Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Etiologi
• Barkan suggested incomplete • Primary congenital glaucoma appears
resorption of mesodermal tissue led to result from developmental
to formation of a membrane across
the anterior chamber angle anomaly of the anterior segment
Barkan's membrane. structures derived from the
– The existence of such a membrane embryonic neural crest cells causing
has not been proved by light or outflow obstruction to aqueous by
electron microscopy.
• Maumenee & Anderson several mechanisms.
demonstrated abnormal anterior • Developmental arrest may result in
insertion (high insertion) of ciliary anterior insertion of iris, direct
muscle over the scleral spur in eyes
with infantile glaucoma. insertion of the ciliary body onto the
– Longitudinal and circular fibers of the trabecular meshwork and poor
ciliary muscles inserted directly onto structural development of the scleral
the trabecular meshwork rather than spur.
the scleral spur and root of the iris
inserts directly to trabecular
meshwork.
– due to a development arrest in the
normal migration of anterior uvea
across the meshwork in the third
trimester of gestation.
R Krishnadas, R Ramakrishnan. Congenital Glaucoma-A Brief Review. Journal of Current Glaucoma Practice
Patogenesis
Abnormalitas anatomi trabeluar meshwork penumpukan
cairan aqueous humor peninggian tekanan intraokuler
bisa terkompensasi krn jaringan mata anak masih lembek
sehingga seluruh mata membesar (panjang bisa 32 mm,
kornea bisa 16 mm buftalmos & megalokornea) kornea
menipis sehingga kurvatura kornea berkurang
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Gejala & Diagnosis
• Tanda dini: fotofobia, • Diagnosis glaukoma
epifora, dan blefarospasme
kongenital tahap lanjut
• Terjadi pengeruhan kornea
dengan mendapati:
• Penambahan diameter
kornea (megalokornea; – Megalokornea
diameter ≥ 13 mm) – Robekan membran
• Penambahan diameter bola descement
mata (buphtalmos/ ox eye) – Pengeruhan difus kornea
• Peningkatan tekanan
intraokuler
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Glaukoma kongenital, perhatikan
Megalocornea adanya pengeruhan kornea dan
buftalmos
http://www.pediatricsconsultant360.com/content/buphthalmos
http://emedicine.medscape.com/article/1196299-overview
Tatalaksana
• Medikamentosa hingga • Operasi:
TIO normal – Goniotomi (memotong
– Acetazolamide jaringan yg menutup
– pilokarpin trabekula atau memotong
iris yg berinsersi pada
trabekula
– Goniopuncture: membuat
fistula antara bilik depan
dan jaringan
subkonjungtiva (dilakukan
bila goniotomi tidak
berhasil)
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
67. Transient Ischemic Attack
– Stroke in evolution/stroke-in-progression/
progressing stroke
– Adalah suatu defisit neurologis yang berfluktuasi ketika pasien sedang
dalam amsa observasi.
• TIA (Transient Ischemic Attack), based on AHA/ASA 2009
– Episode transient mengenai disfungsi neurologis yang disebabkan oleh
iskemia sistem saraf pusat tanpa disertai infark. Gejala dapat hilang
dalam waktu 24 jam.
• RIND (Reversible Ischemic Neurology Deficit)
– Infark serebral yang bertahan lebih dari 24 jam namun kurang dari 72
jam.
• Complete Stroke
– Defisit neurologis yang masih ada dalam waktu lebih dari 3 minggu
68. Paralisis Nervus Ulnaris
• Disebut juga claw hand atau spinster’s claw yang disebabkan oleh masalah
pada nervus ulnaris.
• Pada pemeriksaan sering didapatkan hipereekstensi dari sendi
metacarpophalangeal dan fleksi dari persendian interfalangeal distal dan
proksimal pada digiti IV dan V. Akibat dari adanya proses ini seseorang
tidak dapat melakukan fleksi digiti IV dan V dari posisi ekstensi dan digiti I,
II, dan III akan berada dalam posisi setengah fleksi sehingga memberikan
gambaran “claw hand”. Hal ini terjadi akibat inervasi otot thenar (abductor
pollicis brevis, flekor pollicis brevis, dan opponens pollicis) diinervasi oleh
nervus medianus.
• Pasien juga sering tidak dapat menahan tahanan dalam gerakan aduksi
atau abduksi jari oleh karena kelemahan otot interossei palmar dan dorsal
yang diinervasi oleh nervus ulnaris.
• Faktor risiko: atlet sepeda, sepeda motor, aktivitas yang dilakukan dengan
elbow leaning
• Terapi: fisioterapi, rehabilitasi, dan bedah
69. Multipel Sklerosis
• Multipel sklerosis adalah penyakit inflamasi yang dimediasi
oleh reaksi imun yang menyerang akson yang memiliki
selubung mielin pada sistem saraf pusat, dan
mengakibatkan hancurnya mielin dan akson dengan derajat
bervariasi dan menyebabkan disabilitas fisis pada 20-25
tahun. Ciri khas dari multipel sklerosis adalah simtom yang
timbul episodik dalam hitungan bulan bahkan tahun dan
bervariasi menurut lokasi anatominya.
• Kriteria umum neuropatologi yang didapatkan adalah:
rusaknya selubung myelin, infiltrasi sel-sel radang di
perivaskular, distribusi lesi, srg perivena,terutama di
substansia alba, relatif tidak di jumpai degenerasi Wallerian
atau degenerasi sekunder dari serabut saraf
• Manifestasi klinis didasarkan pada adanya kelainan fokal,
episodik pada nervus optikus, medula spinalis, dan otak.
• Gejala yang dirasakan berupa adanya kelemahan
motorik (paraparesis), nyeri tajam, rasa terbakar yang
tersebar pada ekstremitas dan badan, gangguan visus,
penglihatan ganda, ataksia, disfungsi kandung kemih,
adanya riwayat lesi dan relaps.
• Pada pemeriksaan didapatkan paraparesis pada 1 atau
lebih ekstremitas yang bersifat UMN, refleks fisiologis
dapat bervariasi dari normal hingga hiperaktif,
didapatkan diplopia, nistagmus, disarthria, tremor,
ataksia, disosiasi sensibilitas dalam, disosiasi nyeri, tanda
lhermitte + (fleksi kepala ke arah anterior menyebabkan
adanya nyeri yang menjalar dari kepala ke punggung
hingga ekstremitas inferior).
• Manifestasi klinis yang menetap dapat berupa neuritis
optika, mielitis transversa, ataksia serebelum, gangguan
batang otak, parestesia, dan gangguan saraf otonom
Gambaran Klinik
a • Varians Klinis
Multipel Sklerosis
b • Recurrent Optic
Neuropathy
c
• Devic’s Disease
d (Neuromyelitis
Optica)
e • Slowly Progressive
Myelopathy
f • Acute Tumor Like
MS (Marburg
g Variant)
Kriteria Diagnosis Multipel Sklerosis
McDonald
• Pada pemeriksaan cairan serebrospinal didapatkan
pleiositosis mononuklear (< 50 sel/mm3), total protein
meningkat tidak lebih dari 100 mg/dL, IgG meningkat
lebih dari 12% total protein dan indeksi rasio IgG
dibanding albumin lebih dari 0,8, didapatkan oligoclonal
band
𝐼𝑔𝐺 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑟𝑒𝑏𝑟𝑜𝑠𝑝𝑖𝑛𝑎𝑙
• 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐼𝑔𝐺:
𝑎𝑙𝑏𝑢𝑚𝑖𝑛 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑟𝑒𝑏𝑟𝑜𝑠𝑝𝑖𝑛𝑎𝑙
• Pada pemeriksaan visual evoked potensial didapatkan
perubahan refleks kedip
• Pada pemeriksaan brainstem auditory evoked potensial
didapatkan peningkatan waktu latensi antar gelombang
dan penurunan amplitudo gelombang
• Pada pemeriksaan somatosensory evoked potensial
didapatkan peningkatan waktu latensi antar gelombang.
Pengobatan Umum
• Tirah baring
• Mencegah kelelahan & infeksi Amantadin 100 mg 2x/hr, Modafinil, 200-
400 mg/hr, Pemoline, 20-75mg pagi
• Mencegah dekubitus
• Retensio urine kateterisasi intermiten, spastik bladder
propantheline, oxybutynin
• Paralisis spastik Baclofen intratekal, Botulinum inj.
• Tremor berat Ventrolateral thalamotomy
• INH 300 mg/hr & pyridoxine 100 mg/hr
Pengobatan Khusus (1)
Kortikosteroid
• Methylprednisolone iv 500-1000 mg/hr, 3-5 hr oral, mulai 60-80 mg/hr, tapering off slm 12
hr
• Methylprednisolone oral, 48 mg/hr slm 1 mgg, 24 mg/hr slm 1 mgg , 12 mg/hr slm 1 mgg
• ESO insomnia, depresi & maniak hiperkortisolisme, hiperglikemia, hipertensi,
osteoporosis, katarak & perdarahan GIT.
• Interferon β1a IM 6 juta unit per minggu selama 2 tahun
• Interferon β1b dosis rendah 1,6 juta unit SC dan dosis tinggi 8 juta unit selang sehari selama
2 th.
• Efek imunologik IFN β :
– Menurunkan aktivasi T sel
– Menurunukan produksi TNF
– Menurunkan prod. IFN gamma
– Menurunkan ekspresi MHC II di SSP.
• Azatioprin, siklofosfamid, metotreksat
70. Spondilitis TB
• Merupakan presentasi infeksi TB ekstrapulmonal
yang menyerang vertebrae.
• Dikenal juga dengan nama Pott’s Disease
• Bagian yang sering terkena adalah bagian bawah
vertebrae thorakal dan bagian atas vertebrae
lumbal.
• Manifestasi dari penyebearan TB hematogen.
• Karena vertebrae merupakan bagian yang
avascular, dapat terjadi destruksi tulang yang
akibatnya terjadi kolaps vertebra dan jejas pada
medula spinalis akibat penyebaran kuman TB ini.
Tanda dan Gejala
• Nyeri punggung
• Kesulitan berdiri
• Kesemutan, Kelemahan otot ekstremitas
inferior
• Gejala klasik TB (Keringat malam, demam
subfebris, batuk lebih dari 3 minggu, dan
nafsu makan menurun)
71. Subacute Combined
Degeneration
• Sinonim: posterolateral degeneration
• Batasan: gangguan mula - mula pada kolumna
posterior,kemudian menyerang traktus
kortikospinalis lateralis
• Etiologi disebabkan oleh defisiensi vit B 12:
- gangguan absorbsi faktor intrinsik
setelah total atau parsial gastrectomy
- sindroma malabsorpsi
- defisiensi diet
Patofisiologi
• Terjadi demielinisasi spinal cord yang nampak
spongy di bawah mikroskop:
- kolumna posterior, terutama di bagian
atas mielum
- kolumna lateralis (tr. Kortikospinalis &
spinoserebelaris
- saraf perifer juga terserang
Gambaran klinik
• Awitan subakut
• Gringgingan (parestesia) di tangan & tungkai di
susul rasa tebal & kelemahan otot bagian distal
• Gangguan sensibilitas dalam
• Paraparesis spastik dgn reflek patologis (+)
• Kelainan vegetatif:pd pria impoten & pd wanita
gangguan kandung kemih
• Kadang-kadang didapatkan gangguan mental dan
N II
Pemeriksaan Laboratorium
• Pemeriksaan laboratorium:
-Darah :
Anemia makrositer, pe MCV,
MCHC (N), lekopenia/thrombositopenia
ringan.
-Likuor serebrospinalis : Normal
Pengobatan dengan Injeksi B12 1 mg tiap hari selama 1
mgg, kemudian 3X/mgg sampai hapusan darah tepi
normal. Setelah itu 1 mg /bulan.
Prognosis: baik
72. Gejala Fokal Tumor Otak
Supratentorial
LESI LOBUS FRONTALIS:
- Kelemahan tangan, kaki, atau wajah kontralateral
- Afasia motorik (hemisfer dominan)
- Perubahan kepribadian:
– Tingkah laku anti sosial
– Ketidak mampuan mengontrol diri
– Kehilangan kemauan
– Penurunan intellegensia
– Demensia bila korpus kallosum terlibat
- Sindroma Foster-Kennedy (lesi di frontal bag
basal)
– Anosmia ipsilat
– Atrofi papil ipsilat
– Edema papil kontralat
– Perubahan kepribadian
LESI LOBUS OKSIPITALIS
- Gangguan lap pandang ; hemianopsia homonim
LESI HIPOTHALAMUS:
• Gangguan fungsi endokrin
• Regulasi temperatur
• Keseimbangan cairan dan elektrolit
• dll
LESI HIPOTHALAMUS:
• Gangguan fungsi endokrin
• Regulasi temperatur
• Keseimbangan cairan dan elektrolit
• dll
Fungsi sensoris Rasa tebal lebih terlokalisasi pada daerah Rasa tebal lebih terlokalisasi pada area
perianal; simetris dan bilateral; terjadi saddle; asimetris dan dapat bersifat
disosiasi fungsi sensoris unilateral; tidak ada disosiasi fungsi
sensoris; Dapat terjadi hipestesi pada
dermatom spesifik ekstremitas inferior
dengan rasa tebal dan parestesi; dapat
terjadi rasa tebal pada pubis termasuk
glans penis dan klitoris
Fungsi motorik Kelemahan simetris; hiperrefleks pada Asimetris arefleksia paraplegia lebih
tungkai bawah distal dapat kurang jelas; dominan; jarang didapatkan fasikulasi;
dapat terjadi fasikulasi sering didapatkan atrofi
Disfungsi ereksi Sering didapatkan Jarang didapatkan;
Disfungsi Retensi urin dan Retensi alvi dapat Retensi urin; sering didapatkan pada akhir
sphincter menyebabkan overflow inkontinensia urin penyakit
dan alvi; cenderung timbul pada awal
gejala
75. Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
76. Refleks Batang Otak
• Batang otak mempunyai banyak nukleus (sentral)
dan tiap sentral mempunyai refleks tertentu.
Dengan memeriksa refleks tertentu dapat
diketahui bagian batang otak yang terganggu.
Refleks pupil : Pada pupil terdapat 3 jenis
refleks yaitu refleks cahaya, refleks
konsensual, dan refleks konvergensi. Refleks
konvergensi sulit diperiksa pada penderita
pada kesadaran menurun. Oleh karena itu,
penderita koma hanya dapat dievaluasi
refleks cahaya dan konsensual. Bila refleks
cahaya terganggu artinya terdapat
gangguan di mesensefalon.
Doll’s eye phenomenon: Bila kepala
penderita digerakkan ke samping, maka bola
mata akan bergerak ke arah yang
berlawanan. Refleks ini akan hilang bila pons
terganggu. Disebut juga sebagai refleks
okulosefalik.
• Refleks okuloauditorik: Bila telinga penderita dirangsang dengan suara keras, maka
penderita akan menutup matanya. Refleks ini akan hilang dengan kelainan di pons.
• Refleks okulo-vestibular: bila meatus eksternus dirangsang dengan air hangat, akan
terlihat nistagmus ke arah telinga yang dirangsang. Percobaan ini dinamakan tes kalori
dan bila negatif berarti terdapat gangguan di pons
• Refleks kornea: rangsangan kornea dengan kapas halus akan menyebabkan penutupan
kelopak mata. Refleks ini akan menghilang dengan adanya kelainan pada pons
• Refleks muntah: sentuhan pada dinding faring bagian belakang akan menyebabkan
refleks muntah. Refleks ini akan hilang pada gangguan di medulla oblongata.
77. Vertigo
• Vertigo perifer: suatu vertigo yang disertai dengan mual, muntah,
dan tinnitus. Nistagmus dapat juga timbul pada vertigo tersebut.
Pasien merasakan sensasi berputar kontralateral dari lesi sehingga
mengalami kesulitan berjalan dan jatuh ke arah sisi lesi pada saat
situasi gelap atau mata tertutup. Tempat patologis biasanya terjadi
pada telinga dalam atau sistem vestibular sehingga sering disebut
otologi vertigo
PPDGJ
83. Classification Psychoactive Drugs
Depressant
• Zat yang mensupresi, menghambat dan menurunkan aktivitas CNS.
• Yang termasuk dalam golongan ini adalah sedatives/hypnotics, opioids,
and neuroleptics.
• Medical uses sedation, sleep induction, hypnosis, and general
anaesthesia.
• Contoh:
– Alcohol dalam dosis rendah, anaesthetics, sleeping pills, and opioid drugs such
as heroin, morphine, and methadone.
– Hipnotik (obat tidur), sedatif (penenang) benzodiazepin
• Effects:
– Relief of tension, mental stress and anxiety
– Warmth, contentment, relaxed detachment from emotional as well as physical
distress
– Positive feelings of calmness, relaxation and well being in anxious individual
– Relief from pain
Stimulants
• Zat yang mengaktivkan dan meningkatkan aktivitas CNS
psychostimulants
• Memiliki berbagai efek fisiologis
– Perubahan denyut jantung, dilatasi pupil, peningkatan TD, banyak berkeringat,
mual dan muntah.
– Menginduksi kewaspadaan, agitasi, dan mempengaruhi penilaian
• Penyalahgunaan kronik akan menyebabkan perubahan kepribadian dan
perilaku seperti lebih impulsif, agresif, iritabilitas, dan mudah curiga
• Contoh:
– Amphetamines, cocaine, caffeine, nicotine, and synthetic appetite
suppressants.
• Effects:
– feelings of physical and mental well being, exhilaration, euphoria, elevation of
mood
– increased alertness, energy and motor activity
– postponement of hunger and fatigue
Hallucinogens (psyche delics)
• Zat yang merubah dan mempengaruhi persepsi, pikiran, perasaan, dan
orientasi waktu dan tempat.
• Menginduksi delusi, halusinasi, dan paranoia.
• Adverse effects sering terjadi
– Halusinasi yang menakutkan dan tidak menyenangkan (“bad trips”)
– Post-hallucinogen perception disorder or flashbacks
– Delusional disorder persepsi bahwa halusinasi yang dialami nyata, setelah
gejala mereda
– mood disorder (anxiety, depression, or mania).
• Effects:
– Perubahan mood, perasaan, dan pikiran“mind expansion”
– Meningkatkan kepekaan sensorismore vivid sense of sight, smell, taste and
hearing
– dissociation of body and mind
• Contoh:
– Mescaline (the hallucinogenic substance of the peyote cactus)
– Ketamine
– LSD
– psilocybin (the hallucinogenic substance of the psilocybe mushroom)
– phencyclidine (PCP)
– marijuana and hashish
84. Childhood Psychiatry
• Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD)
– a pattern of diminished sustained attention and
higher levels of impulsivity in a child or adolescent
• Prochlorproperazine,
trifluoperazine, dan
chlorpromazine termasuk ke
dalam golongan phenotiazin
yang merupakan
antipsikotik tipikal
87 & 88. Delirium
• Deliriumkesadaran fluktuatif, ditandai dengan kesulitan memfokuskan,
mempertahankan, dan mengalihkan perhatian
• Pedoman diagnostik:
– Gangguan kesadaran & perhatian
– Gangguan kognitif (distorsi persepsi, halusinasi, hendaya daya pikir, daya
ingat, disorientasi)
– Gangguan psikomotor: hipo/hiperaktivitas
– Gangguan siklus tidur-bangun
– Gangguan emosional: depresi, ansietas, lekas marah
– Onset cepat, hilang timbul, kurang dari 6 bulan
• Penyebab:
– SSP: kejang (postictal)
– Metabolik: gangguan elektrolit, hipo/hiperglikemia
– Penyakit sistemik: infeksi, trauma, dehidrasi/ovehidrasi
– Obat-obatan
Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.
Delirium
Delirium. Ondria C, Gleason MD., University of Oklahoma College of Medicine, Tulsa, Oklahoma. Am Fam
Physician. 2003 Mar 1;67(5):1027-1034.
Delirium
• Subtypes of Delirium
– Hyperactive subtype
may be agitated, disoriented, and delusional, and may
experience hallucinations. This presentation can be
confused with that of schizophrenia, agitated
dementia, or a psychotic disorder.
– Hypoactive subtype
Subdued, quietly confused, disoriented, & apathetic.
Delirium in these patients may go unrecognized or be
confused with depression or dementia.
– Mixed subtype
Fluctuating between the hyperactive &hypoactive.
Delirium. Ondria C, Gleason MD., University of Oklahoma College of Medicine, Tulsa, Oklahoma. Am Fam
Physician. 2003 Mar 1;67(5):1027-1034.
Delirium
Diagnosis Karakteristik
Psikotik akut Onset < 2 minggu, gejala beraneka ragam & berubah cepat atau
schizophrenia like, adanya stres akut yang berkaitan.
Psikotik akut lir Onset < 2 minggu, terdapat gejala skizofrenia untuk sebagian besar
skizofrenia waktu, tidak memenuhi kriteria psikosis polimorfik akut.
Polimorfik 1) Onset < 2 minggu, 2) ada beberapa jenis halusinasi/waham yang jenis
psikotik akut & intensitasnya berubah-ubah, 3) terdapat keadaan emosional yang
tanpa gejala beragam, 4) walau gejala beragam tapi tidak satupun dari gejala itu
skizofrenia konsisten memenuhi kriteria skizofrenia/manik/depresi
Polimorfik Onset < 2 minggu, ada beberapa jenis halusinasi/waham yang jenis &
psikotik akut intensitasnya berubah-ubah, memenuhi poin 1-3 psikotik polimorfik akut
dengan gejala disertai gejala yang memenuhi skizofrenia. Jika lebih dari 1 bulan maka
skizofrenia diagnosis menjadi skizofrenia
Gangguan Onset < 2 minggu, waham & halusinasi harus sudah ada dalam sebagian
psikotik akut lain, besar waktu, tidak memenuhi skizofrenia & gangguan psikotik polimorfik
predominan akut.
waham
Acute Psychotic
Delirium. Ondria C, Gleason MD., University of Oklahoma College of Medicine, Tulsa, Oklahoma. Am Fam
Physician. 2003 Mar 1;67(5):1027-1034.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3160230/
Dermatitis seboroik
Neurodermatitis
Dermatitis kontak
alergi
• Dermatitis seboroik: Golongan kelainan kulit akibat
status seboroik yang diturunkan. Rentan terhadap
infeksi piogenik (P Ovale), peningkatan aktivitas
glandula sebasea
• Dermatitis atopik: keadaan peradangan kulit kronis,
gatal, yang berhubungan dengan peningkatan IgE dan
riwayat atopi dalam keluarga.
• Dermatitis Kontak: Riwayat kontak dengan bahan
irirtan, biasanya terbatas pada tempat kontak iritan
saja.
• Dermatitis Numularis: Lesi kulit idiopatik dengan
bentuk mata uang koin berbatas tegas, papulovesikel.
Dermatitis Atopik
Tempat Predileksi Manifestasi Klinis
Cutaneous skin folds where occlusion (by • Erythema, cracking, and maceration with
Candida clothing or shoes) produces soreness and pruritic symptoms.
abnormally moist conditions, • Lesions typically have an irregular margin
perineum, mouth, and anus with surrounding satellite papules and
pustules
Erythrasma inner thighs, crural region, • chronic superficial infection of the
scrotum, and toe webs. Axillae, intertriginous areas of the skin.
submammary area, •well-demarcated, brown-red macular
periumbilical region, and patches
intergluteal
candida erythrasma
97. Pengobatan erythrasma
• Antibacterial and/or antifungal agents are used to eradicate
C minutissimum and possible concomitant infection.
• Erythromycin is the DOC.
• Infection may be treated with topical and/or oral agents.
• C minutissimum is generally susceptible to
– penicillins,
– first-generation cephalosporins,
– erythromycin,
– clindamycin,
– ciprofloxacin,
– tetracycline, and
– vancomycin
98. Jenis Vehikulum topikal
Vehikulum Keterangan
Solusio • membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus, krusta dan
sebagainya) dan sisa-sisa obat topikal yang pernah dipakai
• tujuan pengobatan ialah keadaan yang membasah menjadi
kering, permukaan menjadi bersih
Bedak kocok (Losio) Untuk dermatosis yang kering, superfisial dan agak luas,
serta dermatosis pada keadaan sub akut
Bedak pemberian bedak ialah dermatosis yang kering dan
superfisial, mempertahankan vesikel atau bula agar tidak
pecah
Ectima
Ulkus tropikum
100. Tinea kapitis
Berdasarkan bentuk yang khas, tinea kapitis dibagi dalam empat bentuk:
Gray pacth ring worm
• dimulai dengan papul merah kecil yang melebar ke sekitarnya dan
membentuk bercak yang berwarna pucat dan bersisik. Warna rambut
menjadi abu-abu dan tidak mengkilat lagi dan mudah patah dan terlepas
dari akarnya, sehingga menimbulkan alopesia setempat. Dengan
pemeriksaan dengan sinar wood tampak flourisensi kekuning-kuningan pada
rambut yang sakit melalui batas gray pacth tersebut. Jenis ini biasanya
disebabkan spesies mikrosporon dan trikofiton.
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Akne vulgaris
• Gradasi (Wasitaatmadja, 1982) • Pengobatan
– Ringan, bila : – Topikal:
5 – 10 lesi, tak meradang pd satu • Iritan: sulfur, asam salisilat,
predileksi. peroksida benzoil, asam
< 5 lesi tak meradang pd bbrp retinoat
predileksi • Antibiotik: oksitetrasiklin,
< 5 lesi meradang pada satu eritromisin
predileksi • Antiinflamasi: hidrokortison,
triamsinolon intralesi
– Sedang, bila :
> 10 lesi tak meradang pd 1 predileksi – Sistemik
5 – 10 lesi tak meradang pd 1 • Antibiotik: tetrasiklin,
predileksi eritromisin, doksisiklin,
trimethoprim
5 – 10 lesi meradang pd 1 predileksi
< 5 lesi pd > 1 predileksi • Obat hormonal: estrogen,
siproteron asetat
– Berat, bila :
• Vitamin A
> 10 lesi tak meradang pd > 1
predilksi • Antiinflamasi
> 10 lesi meradang pd ≥ 1 predileksi – Terapi oral (Sistemik) diberikan
pada acne sedang-berat
Kelainan Karakteristik
Erupsi akneiformis Erupsi papulopustula mendadak tanpa ada komedo
hampir di seluruh bagian tubuh. Disebabkan oleh induksi
obat
Akne venenata Akne akibat rangsangan kimia/fisis. Lesi monomorfik,
predileksi di tempat kontak
Akne rosasea (Rosasea) Penyakit radang kronik di daerah muka dengan gejala
eritema, pustula, talangiektasia dan hipertrofi kelenjar
sebasea. Tidak terdapat komedo.
103. Malaria
Tipe Malaria
Malaria Tertiana (P. vivax)
• Penderita mengalami demam atau panas dalam selang waktu 1
hari.Jika hari pertama penderita mengalami demam,maka hari
kedua tidak kemudian hari ketiga demam lagi.dan seterusnya.
http://www.who.int/topics/filariasis/en/
105. Miasis
• Miasis adalah kontaminasi tubuh oleh
larva.
• Biasanya pada luka terbuka yang tidak
bersih dan menyebabkan larva bisa
sampai ke luka tersebut.
• Lalat merupakan salah satu vektor
penyebar larva.
• Penanganan larva adalah dengan
menjaga kebersihan diri dan luka.
Larva harus dibersihkan dan luka juga
dibesihkan. Apabila dicurigai terdapat
infeksi bakteri dapat diberikan
antiobiotik.
106. Entamoeba Histolytica
• Kista matang dikeluarkan bersama tinja
penderita Infeksi Entamoeba histolytica
(berinti empat) tinja mengkontaminasi
pada makanan, air, atau oleh tangan. Terjadi
ekskistasi (3) terjadi dalam usus dan
berbentuk tropozoit (4) selanjutnya,
bermigrasi ke usus besar. Tropozoit
memperbanyak diri dengan cara membelah
diri (binary fission) dan menjadi kista (5),
menumpang dalam tinja.
• Kista dapat bertahan beberapa hari -
berminggu-minggu pada keadaan luar
• Dalam banyak kasus, tropozoit akan kembali
berkembang menuju lumen usus (A:
noninvasive infection) pada carier yang
asimtomatik, kista ada dalam
tinjanya. Pasien yang diinfeksi oleh tropozoit
di dalam mukosa ususnya (B: intestinal
disease), atau, menuju aliran darah, secara
ekstra intestinal menuju hati, otak, dan paru
(C: extraintestinal disease), dengan berbagai
kelainan patologik.
Morfologi Entamoeba histolytica memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoitnya
memiliki ciri-ciri morfologi :
– Ukuran 10 – 60 μm
– Sitoplasma bergranular dan mengandung eritrosit, yang merupakan penand
penting untuk diagnosisnya
– Terdapat satu buah inti entamoeba, ditandai dengan karyosom padat yang
terletak di tengah inti, serta kromatin yang tersebar di pinggiran inti
– Bergerak progresif dengan alat gerak ektoplasma yang lebar, disebut
pseudopodia.
Giardiasis
• Giardia lamblia
– Protozoa berflagel yang meninfeksi duodenum dan usus
halus
– Manifestasi klinis mulai dari kolonisasi asimptomatik, diare
aku, diare kronik sampai malabsorbsi
– Lebih sering pada anak
• Biasanya muncul secara sporadis
• Transmisi
– Air yang terkontaminasi kista giardia
• Kista Giardia relatif resisten terhadap klorinasi dan radiasi sinar
ultraviolet
• Merebus air cukup efektif untuk menginaktivasi kista
– fecal-oral route
Giardiasis
Giardia intestinalis =(lamblia)
Trophozoites Cysts
Giardia – Life cycle
CLINICAL MANIFESTATIONS
• Masa Inkubasi :1–2 minggu • Stools
• Asymptomatic – profuse and watery and
– Diare akut infeksius later become greasy and
– Diare kronik dengan
kegagalan tumbuh kembang foul smelling
dan nyeri perut – Tidak mengandung
• Symptomatic darah, lendir dan
– Lebih sering pada anak-anak
daripada dewasa leukosit pada feses
– Diare akut – Dapat menyebabkan
– Demam subfebris, mual, malabsorbsi
anoreksia
– Distensi dan nyeri
abdominal, kembung,
malaise, flatulence
DIAGNOSIS PREVENTION
• Microscopic • Cuci tangan
– trophozoites or cysts in • Pemurnian sumber air dengan
stool specimens, adekuat klorinasi dan filtrasi
– Dibutuhkan 3 spesimen • Wisatawan ke daerah endemis
tinja untuk mendapatkan disarankan untuk menghindari
sensitivitas >90%. makanan yang belum matang.
• Stool enzyme • Merebus air minum selama
immunoassay (EIA) or min. 1 menit
direct fluorescent antibody
tests
– more sensitive
• Aspiration or biopsy of the
duodenum or upper
jejunum
TREATMENT
• Yang harus diterapi
– Diare akut
– failure to thrive
– exhibit malabsorption
• Therapy
– First Line
• Tinidazole: >3 yr: 50 mg/kg/day once daily
• nitazoxanide
• Metronidazole: 15 mg/kg/day in 3 divided doses for 5–7
days
– Second line alternatives:
• furazolidone 6 mg/kg/day in 4 divided doses for 10 days
• albendazole: >6 yr: 400 mg once a day for 5 days
paromomycin, and
• quinacrine :6 mg/kg/day in 3 divided doses for 5 days
Treatment/Prevention
312
107. Herpes Pada Kehamilan
• 2% menjadi seropositif selama kehamilan
– 1/3 simptomatik
– 1/3 di tiap trimester
• Resiko menderita HSV 2 meningkat
selama kehamilan
Serologic Screening
negatif Positif untuk HSV-2
200 mg 5x/day
for 7-10 days
Studberg DL, et al. Pityriasis Rosea. American Family Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91
109. Gambaran Radiologis
Pneumonia lobaris Characteristically, there is homogenous opacification in a lobar pattern.
The opacification can be sharply defined at the fissures, although more
commonly there is segmental consolidation. The non-opacified bronchus
within a consolidated lobe will result in the appearance of air
bronchograms.
Pneumonia associated with suppurative peribronchiolar inflammation and
lobularis/ subsequent patchy consolidation of one or more secondary lobules of a
bronkopneumonia lung in response to a bacterial pneumonia: multiple small nodular or
reticulonodular opacities which tend to be patchy and/or confluent.
Asthma pulmonary hyperinflation Increased Bronchial wall markings (most
characteristic) Associated with thicker Bronchial wall, inflammation
Flattening of diaphragm (Associated with chronic inflammation or
Associated with accessory muscle use)
Hyperinflation (variably present)
Patchy infiltrates (variably present) from Atelectasis
bronkiolitis Hyperexpansion (showed by diaphragm flattening), hyperluscent,
Peribronchial thickening
Variable infiltrates or Viral Pneumonia
Pneumonia Lobaris
Etiology:
Pneumococcus
Mycoplasma
Gram negative organisms
Legionella
Bronchopneumonia
Bronchiolitis
The x-ray shows lung hyperinflation with a flattened diaphragm and opacification in the right lung apex (red
circle) and left lung base (blue circle) from atelectasis. Obviously, the same changes can be seen in the x-ray
of a child with acute asthma. This is one reason why children with acute asthma are often misdiagnosed as
having pneumonia.
110. Kelainan Radiologis pada Paru
Kelainan Gejala
Sindrom aspirasi Biasanya pada bayi matur, pertumbuhan janin terhambat,
mekonium terdapat staining mekonium di cairan amnion dan kulit,
kuku, atau tali pusar. Pada radiologi tampak air trapping dan
hiperinflasi paru, patchy opacity, terkadang atelektasis.
Respiratory distress Pada bayi prematur, pada bayi dengan ibu DM atau kelahiran
syndrome (penyakit SC, gejala muncul progresif segera setelah lahir. Pada
membran hyalin) radiologi tampak gambaran diffuse “ground-glass” or finely
granular appearance, air bronkogram, ekspansi paru jelek.
Transient Biasanya pada bayi matur dengan riwayat SC. Gejala muncul
tachypnea of setelah lahir, kemudian membaik dalam 72 jam pasca lahir.
newboorn Pada radiologi tampak peningkatan corakan perihilar,
hiperinflasi, lapangan paru perifer bersih.
Pneumonia Terdapat risiko pneumonia (KPD, demam pada ibu, cairan
neonatal amnion berbau, dsb). Gejala meliputi gejala distress dan
gejala sepsis. Gambaran radiologis : Diffuse, relatively
homogeneous infiltrates
MECONIUM ASPIRATION SYNDROME
http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/clinical_procedures/7
Frontal chest shows large, ropey and strand-like densities
http://www.learningradiology.com/caseofweek/caseoftheweekpix/cow89.jpg
111. Cyanide Intoxication
• Depending on its form, cyanide may cause toxicity through parenteral
administration, inhalation, ingestion, or dermal absorption
• Source:
– the vasodilator drug nitroprusside, natural sources are found in pits, seeds, bark, and leaves of
apricots, plums, peaches, cherries, almonds, and apples (containing amygdalin, a cyanide-
producing glycoside, is hydrolyzed to hydrocyanic acid by chewing. ); cassava (Manihot
esculenta)
• Mechanism of toxicity:
– Cyanide binds to cellular cytochrome oxidase blocking the aerobic utilization
of oxygen.
• Symptoms arise within 15 – 30 minutes:
– Disruption of cellular respiration: Respiratory depression, coma, death.
– Bitter almond smell to breath.
– Toxic effects respond to Cyanide Antidote Kit.
– headache, nausea, dyspnea, & confusion.
– Syncope, seizures, coma, agonal respirations, & cardiovascular collapse ensue rapidly after
heavy exposure.
Poisoning & drug overdose by the faculty, staff and associates of the California Poison Control System third edition
Cyanide Intoxication
Treatment:
A. Emergency and supportive measures. Treat all cyanide
exposures as potentially lethal.
1. Maintain an open airway and assist ventilation if necessary.
2. Treat coma, hypotension, & seizures if they occur.
3. Start an IV line and monitor the patient’s vital signs and ECG
B. Specific drugs and antidotes
C. Prehospital.
Immediately administer activated charcoal if available. Do not
induce vomiting unless victim is more than 20 minutes from a
medical facility and charcoal is not available.
Cyanide Poisoning
• Sign and Symptom
– General weakness, malaise, and collapse
– Neurologic symptoms (reflecting progressive hypoxia) - Headache, vertigo, dizziness,
giddiness, inebriation, confusion, generalized seizures, coma
– Gastrointestinal symptoms - Abdominal pain, nausea, vomiting
– Cardiopulmonary symptoms - Shortness of breath, possibly associated with chest pain,
tachypnea, apnea
– High, falsely reassuring pulse oximetry
– Cherry-red skin color
• Treatment
– Provide oxygen
– Hydroxocobalamin: Combines with cyanide to form cyanocobalamin (vitamin B-12),
which is renally cleared
– Sodium nitrites: Induce cyanide-scavenging methemoglobinemia in red blood cells,
(combines with cyanide, thus releasing cytochrome oxidase enzyme)
– Sodium thiosulfate: Enhances the conversion of cyanide to thiocyanate , which is renally
excreted
– Administer sodium bicarbonate in severe poisoning because of marked lactic acidosis
Lilly Cyanide Antidote Kit (instructions are in the kit):
Etiology:
Pneumococcus
Mycoplasma
Gram negative organisms
Legionella
Bronchopneumonia
Bronchiolitis
The x-ray shows lung hyperinflation with a flattened diaphragm and opacification in the right lung apex (red
circle) and left lung base (blue circle) from atelectasis. Obviously, the same changes can be seen in the x-ray
of a child with acute asthma. This is one reason why children with acute asthma are often misdiagnosed as
having pneumonia.
114. Tatalaksana UTI
• Tujuan : Memberantas kuman penyebab, mencegah dan menangani komplikasi dini, mencari
kelainan yang mendasari
• Umum (Suportif)
– Masukan cairan yang cukup
– Edukasi untuk tidak menahan berkemih
– Menjaga kebersihan daerah perineum dan periurethra
– Hindari konstipasi
• Khusus
– Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik
selama 7-10 hari
– Obat rawat jalan : kotrimoksazol oral 24 mg/kgBB setiap 12 jam, alternatif ampisilin,
amoksisilin, kecuali jika :
• Terdapat demam tinggi dan gangguan sistemik
• Terdapat tanda pyelonefritis (nyeri pinggang/bengkak)
• Pada bayi muda
– Jika respon klinis kurang baik, atau kondisi anak memburuk berikan gentamisin (7.5
mg/kg IV sekali sehari) + ampisilin (50 mg/kg IV setiap 6 jam) atau sefalosporin gen-3
parenteral
– Antibiotik profilaksis diberikan pada ISK simpleks berulang, pielonefritis akut, ISK pada
neonatus, atau ISK kompleks (disertai kelainan anatomis atau fungsional)
– Pertimbangkan komplikasi pielonefritis atau sepsis
115. Streptomycin
• An aminoglycoside antibiotic derived from Streptomyces
griseus
• Used in the treatment of tuberculosis and sensitive Gram-
negative infections.
• Streptomycin is not absorbed from the gastrointestinal
tract but, after intramuscular administration, it diffuses
readily into the extracellular component of most body
tissues and it attains bactericidal concentrations,
particularly in tuberculous cavities.
• Little normally enters the cerebrospinal fluid, although
penetration increases when the meninges are inflamed.
• The plasma half-life, which is normally 2-3 hours, is
considerably extended in the newborn, in the elderly and in
patients with severe renal impairment.
• It is excreted unchanged in the urine.
Dosage and administration
• Streptomycin must be administered by deep
intramuscular injection.
• Adults and children: 15 mg/kg daily or two or
three times weekly.
• Patients over 60 years may not be able to
tolerate more than 500-750 mg daily.
Precaution
• Should hypersensitivity reactions occur, as is common
during the first weeks of treatment, streptomycin
should be withdrawn immediately.
• Streptomycin should be avoided, when possible, in
children because the injections are painful and
irreversible auditory nerve damage may occur.
• Both the elderly and patients with renal impairment
are also vulnerable to dose-related toxic effects
resulting from accumulation.
• Streptomycin should not be used in pregnancy. It
crosses the placenta and can cause auditory nerve
impairment and nephro-toxicity in the fetus.
E.S. OAT Mayor
MAYOR Kemungkinan Penyebab HENTIKAN OBAT
Gatal & kemerahan Semua jenis OAT Antihistamin & evaluasi
ketat
Tuli Streptomisin Stop streptomisin
Vertigo & nistagmus (n.VIII) Streptomisin Stop streptomisin
Ikterus Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT s.d.
ikterik menghilang,
hepatoprotektor
Muntah & confusion Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT & uji
fungsi hati
Gangguan penglihatan Etambutol Stop etambutol
Kelainan sistemik, syok & Rifampisin Stop rifampisin
purpura
E.S. OAT Minor
Minor Kemungkinan Penyebab Tata Laksana
Tidak nafsu makan, mual, Rifampisin OAT diminum malam
sakit perut sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Aspirin/allopurinol
Kesemutan s.d. rasa INH Vit B6 1 x 100 mg/hari
terbakar di kaki
Urine kemerahan Rifampisin Beri penjelasan
116. Dismaturity/postmaturity Syndrome
• Kehamilan post term (lewat waktu) bisa menimbulkan
komplikasi seperti Macrosomia, Fetal Asphyxia, Meconium
Aspiration, termasuk Fetal dysmaturity
• Fetal dysmaturity — disebut juga "postmaturity
syndrome," pertumbuhan fetus intrauterin terhambat,
dikarenakan tidak cukupnya aliran darah menuju plasenta.
• Kurang lebih 20% janin posterm akan mengalami
dysmaturitas (sindrom postmaturitas), dengan karakteristik
chronic intrauterine growth restriction akibat insufisiensi
uteroplasental
• It is more commonly seen after 42 weeks and in
conjunction with oligohydramnios.
http://www.uptodate.com/contents/postterm-pregnancy-beyond-the-basics
http://emedicine.medscape.com/article/261369-overview
Postmaturity Syndrome
• The hallmarks of the postmature infant as described by
Clifford:
– meconium staining
– loss of subcutaneous fat reserves
– skin peeling.
– The infant's appearance is like that of a wizened old
gnome—long, thin, and wrinkled with decreased muscle
mass and long nails on the toes and fingers.
• The decreased stores of fat and glucose predispose
these infants to metabolic disturbances such as
hypoglycemia, hypothermia, and polycythemia.
http://www.glowm.com/resources/glowm/cd/pages/v2/v2c054.html
Dysmaturity. Pediatrics 1958;22;477.
http://pediatrics.aappublications.org/content/22/3/477.full.pdf+html
117. GERD in Pediatric
• Gastroesophageal reflux (GER) occurs in more than
two-thirds of otherwise healthy infants
• Prevalence of pediatric GERD in Eastern Asia is 8.5%
• GER, defined as the passage of gastric contents into the
esophagus, is distinguished from gastroesophageal
reflux disease (GERD), which includes troublesome
symptoms or complications associated with GER.
• GER is considered a normal physiologic process that
occurs several times a day in healthy infants, children,
and adults.
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition (NASPGHAN) and the European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and
Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY,
AND NUTRITION. Pediatrics; originally published online April 29, 2013
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition (NASPGHAN) and the European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and
Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY,
AND NUTRITION. Pediatrics; originally published online April 29, 2013
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical
Practice Guidelines: Joint Recommendations of
the North American Society for Pediatric
Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition
(NASPGHAN) and the European Society for
Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management
Guidance for the Pediatrician . Jenifer R.
Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON
GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY, AND
NUTRITION. Pediatrics; originally published
online April 29, 2013
Clinical Features Differentiating GER
and GERD in Infants and Children
GER GERD
Regurgitation with normal Regurgitation with poor weight gain
weight gain
No signs or symptoms of Persistent irritability; pain in infants
esophagitis
Lower chest pain, dysphagia, pyrosis in children
Hematemesis and iron deficiency anemia
No significant respiratory Apnea and cyanosis in infants
symptoms
Wheezing
Aspiration or recurrent pneumonia
Chronic cough
Stridor
No neurobehavioral Neck tilting in infants (Sandifer's syndrome)
symptoms
http://www.aafp.org/afp/2001/1201/p1853.html
Diagnosis
• The diagnosis of GERD is often made clinically based on the
bothersome symptoms or signs that may be associated
with GER.
• In infants and toddlers, there is no symptom or symptom
complex that is diagnostic of GERD or predicts response to
therapy.
• In older children and adolescents history and physical
examination may be sufficient to diagnose GERD if the
symptoms are typical.
• The diagnosis of GERD is concluded when tests show
excessive frequency or duration of reflux events,
esophagitis, or a clear association of symptoms and signs
with reflux events in the absence of alternative diagnoses.
Diagnostic Testing
• The strategy of using diagnostic testing to diagnose GERD full of
complexity, because there is no single test that can rule it in or out.
• The diagnostic methods most commonly used to evaluate pediatric
patients with GERD symptoms are
– Upper GI tract contrast radiography series are useful to delineate
anatomy and to occasionally document a motility disorder
– Esophageal pH monitoring and intraluminal esophageal impedance
represent tools to quantify GER.
– Upper endoscopy with esophageal biopsy represents the primary
method to investigate the esophageal mucosa.
• Other tests:
– Motility Studies: Esophageal manometry
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition (NASPGHAN) and the European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and
Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY,
AND NUTRITION. Pediatrics; originally published online April 29, 2013
Approch to the infant with regurgitation and vomitting
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the European
Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY, AND NUTRITION. Pediatrics; originally
published online April 29, 2013
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition (NASPGHAN) and the European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and
Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY,
AND NUTRITION. Pediatrics; originally published online April 29, 2013
Management
• Lifestyle changes are emphasized as first-line
therapy in both GER and GERD, whereas
medications are explicitly indicated only for
patients with GERD.
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition (NASPGHAN) and the European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and
Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY,
AND NUTRITION. Pediatrics; originally published online April 29, 2013
Management
Medications
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the
European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY, AND NUTRITION. Pediatrics; originally
published online April 29, 2013
118. Penyebab ikterik ec. Anemia Hemolisis
pada neonatus
Penyakit Keterangan
Inkompatibilitas ABO Adanya aglutinin ibu yang bersirkulasi di darah anak
terhadap aglutinogen ABO anak. Ibu dengan golongan darah
O, memproduksi antibodi IgG Anti-A/B terhadap gol. darah
anak (golongan darah A atau B). Biasanya terjadi pada anak
pertama. Pemeriksaan: Coomb’s Test
Inkompatibilitas Rh Rh+ berarti mempunyai antigen D, sedangkan Rh– berarti
tidak memiliki antigen D. Hemolisis terjadi karena adanya
antibodi ibu dgn Rh- yang bersirkulasi di darah anak
terhadap antigen Rh anak (berati anak Rh+). Jarang pada
anak pertama krn antibodi ibu terhadap antigen D anak yg
berhasil melewati plasenta belum banyak.
Ketika ibu Rh - hamil anak kedua dgn rhesus anak Rh +
antibodi yang terbentuk sudah cukup untuk menimbulkan
anemia hemolisis. Pemeriksaan: Coomb’s Test
Inkompatibilitas ABO
• Terjadi pada ibu dengan • Gejala yang timbul adalah
golongan darah O terhadap ikterik, anemia ringan, dan
janin dengan golongan peningkatan bilirubin
darah A, B, atau AB serum.
• Tidak terjadi pada ibu gol A • Lebih sering terjadi pada
dan B karena antibodi yg bayi dengan gol darah A
terbentuk adalah IgM yg tdk dibanding B, tetapi
melewati plasenta, hemolisis pada gol darah
sedangkan 1% ibu gol darah tipe B biasanya lebih parah.
O yang memiliki titer • Inkompatibilitas ABO jarang
antibody IgG terhadap sekali menimbulkan hidrops
antigen A dan B, bisa fetalis dan biasanya tidak
melewati plasenta separah inkompatibilitas Rh
Kenapa tidak separah Inkompatibilitas
Rh?
• Biasanya antibodi Anti-A dan Anti-B adalah IgM
yang tidak bisa melewati sawar darah plasenta
• Karena antigen A dan B diekspresikan secara luas
pada berbagai jaringan fetus, tidak hanya pada
eritrosit, hanya sebagian kecil antibodi ibu yang
berikatan dengan eritrosit.
• Eritrosit fetus tampaknya lebih sedikit
mengekspresikan antigen permukaan A dan B
dibanding orang dewasa, sehingga reaksi imun
antara antibody-antigen juga lebih sedikit
hemolisis yang parah jarang ditemukan.
• Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah
direct Coombs test.
• Pada inkompatibilitas ABO manifestasi yg lebih
dominan adalah hiperbilirubinemia,
dibandingkan anemia, dan apusan darah tepi
memberikan gambaran banyak spherocyte dan
sedikit erythroblasts, sedangkan pada
inkompatibilitas Rh banyak ditemukan eritoblas
dan sedikit spherocyte
• Tatalaksana: fototerapi, transfusi tukar
Inkompatibilitas Rhesus
• Faktor Rh: salah satu jenis antigen permukaan
eritrosit
• Inkompatibilitas rhesus: kondisi dimana wanita
dengan rhesus (-) terekspos dengan eritrosit Rh (+),
sehingga membentuk antibodi Rh
– Ketika ibu Rh (-) hamil dan memiliki janin dengan Rh (+),
terekspos selama perjalanan kehamilan melalui kejadian
aborsi, trauma, prosedure obstetrik invasif, atau kelahiran
normal
– Ketika wanita dengan Rh (-) mendapatkan transfusi darah
Rh (+)
http://emedicine.medscape.com/article/797150
Tes Laboratorium
• Prenatal emergency care • Postnatal emergency care
– Tipe Rh ibu – Cek tipe ABO dan Rh,
– the Rosette screening test hematokrit, Hb, serum
atau the Kleihauer-Betke bilirubin, apusan darah,
acid elution test bisa dan direct Coombs test.
mendeteksi – direct Coombs test yang
alloimmunization yg positif menegakkan
disebabkan oleh fetal diagnosis antibody-induced
hemorrhage hemolytic anemia yang
– Amniosentesis/cordosente menandakan adanya
sis inkompabilitas ABO atau
Rh
http://emedicine.medscape.com/article/797150
Tatalaksana
• Jika sang ibu hamil Rh – dan belum tersensitisasi,
berikan human anti-D immunoglobulin (Rh IgG atau
RhoGAM)
• Jika sang ibu sudah tersensitisasi, pemberian Rh IgG
tidak berguna
• Jika bayi telah lahir dan mengalami inkompatibilitas,
transfusi tukar/ foto terapi tergantung dari kadar
bilirubin serum, rendahnya Ht, dan naiknya
reticulocyte count
http://emedicine.medscape.com/article/797150
119. Agenesis Renal
• Renal agenesis merupakan salah satu kelainan
perkembangan ginjal selain hipoplasia renal
(jumlah nefron yang kurang menyebabkan
ukuran kinjal yang kecil), dan multicystic
dysplastic kidney
• Renal agenesis bisa terjadi secara unilateral
atau bilateral
Bilateral Renal Agenesis
• Tidak ada ginjal sama sekali
• Kelainan genetik ditandai dengan gagalnya ginjal
berkembang waktu dalam janin
• Ginjal yg tidak ada sedangkan fetus menelan cairan amnion
dan seharusnya urine fetus mjd kontributor cairan amnion
cairan amnion berkurang (oligohidramnion) terjadi
kompresi, paru-paru tidk bisa berkembang hingga terjadi
pulmonary hipoplasia dan kelainan organ lainnya
• Sindrom Potter gambaran klinis/fisik pada neonatus
yang disebabkan karena oligohidramnion selama dalam
kandungan, biasanya disebabkan bilateral renal agenesis
(BRA), lainnya bisa karena atresia ureter/uretra, polycystic/
multicystic kidney diseases, renal hypoplasia
http://emedicine.medscape.com/article/983477
Gejala
• Riwayat oligohidramnion
• Tidak keluarnya urine dalam 48 jam pertama
• Distres pernapasan
Tampilan klinis Sindrom Potter
• Potter facies: Affected infants have a flattened nose, recessed
chin, prominent epicanthal folds, and low-set abnormal ears.
• Pulmonary hypoplasia
• Features of Eagle-Barrett (prune belly) syndrome: deficient
abdominal wall, undescended testes, dilated ureters, and a
renal pelvis
• Skeletal malformations: Hemivertebrae, sacral agenesis, and
limb anomalies may be present
• Ophthalmologic malformations: Cataract, angiomatous
malformation in the optic disc area, prolapse of the lens, and
expulsive hemorrhage may be present
• Cardiovascular malformations: VSD, endocardial cushion
defect, TOF, or PDA
http://emedicine.medscape.com/article/983477
120. Neonatal Brachial Plexus Palsy
• The basic types of BPPs include the following:
– Erb's palsy affects nerves arising from C5 and C6.
– Klumpke palsy results in deficits at levels C8 and T1
– Total BPP affects nerves at all levels (C5-T1).
• The damage in neonates usually results from slow traction injuries
• Risk factors:
– Large birth weight (average vertex BPP, 3.8-5.0 kg; average breech BPP,
1.8-3.7 kg; average unaffected, 2.8-4.5 kg)
– Breech presentation
– Maternal diabetes
– Multiparity
– Second stage of labor that lasts more than 60 minutes
– Assisted delivery (eg, use of mid/low forceps, vacuum extraction)
Paralisis Bahu
• Paralisis Bahu
– Paralisis Erb
• Erb-duchenne palsy
• Paralisis saraf perifer C5 dan C6 (bagian dari plexus brachialis
bagian atas (trunkus Superior)/ brachial monoparesis)
• Manifestasi: adducted and internally rotated, with the elbow
extended, the forearm pronated, the wrist flexed, and the hand
in a fist. (waiter’s tip)
• In the first hours of life, the hand also may appear flaccid, but
strength soon returns.
– Paralisis Klumpke
• Paralisis parsial dari pleksus brachialis bagian bawah C8-T1
(trunkus Superior)
• Manifestasi: paralisis lengan bawah dan tangan
• The infant with a nerve injury to the lower plexus (C8-T1) holds
the arm supinated, with the elbow bent and the wrist extended
because of the unopposed wrist extensors Erb’s Palsy
• hyperextension of MCP due to loss of hand intrinsics http://orthoinfo.aaos.org/figures/A00077F
01.jpg
• flexion of IP joints due to loss of hand intrinsics
• The infant with complete brachial plexus palsy (BPP; C5-T1)
typically lies in the nursery with the arm held limply at his/her side.
Leads to a flaccid arm, Involves both motor and sensory, Deep
tendon reflexes (DTRs) are absent, and the Moro response is
asymmetrical, with no active abduction of the ipsilateral arm.
Anatomi Pleksus Brakialis
• Pleksus brakialis dibentuk dari anyaman C5-T1
• Pleksus brakialis terdiri dari 5 akar saraf yang berasal dari rami ventralis
nervus spinalis, 3 trunkus, 2 divisi, 3 fasciculus dan cabang saraf perifer.
• Tiga trunkus terdiri dari:
– Saraf C5 dan C6 membentuk trunkus superior
– Saraf C7 membentuk trunkus medius,
– Saraf C8 sampai T1 membentuk trunkus inferior.
• Masing-masing dari trunkus memiliki 2 percabangan atau divisi ke arah
ventral dan dorsal.
– Cabang ventral dari trunkus superior dan trunkus medius akan membentuk
fasciculus lateralis.
– Cabang ventral trunkus inferior membentuk fasciculus medialis,
– Cabang dorsalis dari seluruh trunkus akan membentuk fasciculus dorsalis.
• Tiga fasikulus mempersarafi:
– Fasciculus lateralis mempersarafi N.muskulokutaneus, N.medianus bagian
lateral, N.pectoralis lateralis terutama ke M.pectoralis mayor.
– Fasciculus medialis bercabang menjadi N.kutaneus brachii medialis,
N.kutaneus antebrachii medialis, N.medianus bagian medial, dan N.ulnaris.
– Fasciculus dorsalis bercabang menjadi N.axillaris, N.radialis, N.thoracodorsalis.
121.
Derajat
Serangan
Asma
Derajat Serangan
Asma
Derajat Penyakit Asma
Parameter klinis,
kebutuhan obat, Asma episodik jarang Asma episodik sering Asma persisten
dan faal paru
Frekuensi serangan < 1x /bulan > 1x /bulan Sering
Hampir sepanjang tahun
Lama serangan < 1 minggu 1 minggu tidak ada remisi
Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam
PCO2 PH
PH PCO2
HCO3- HCO3-
HCO3- HCO3-
PH PCO2
PCO2 PH
PCO2 PCO2
HCO3-
HCO3-
PH
PH
PH
HCO3- PH
PCO2 HCO3- PCO2
http://idai.or.id/public-articles/klinik/pengasuhan-anak/perawatan-bayi-baru-
lahir.html
Perawatan Pada Awal Kehidupan Bayi
Menidurkan bayi Pola buang air besar (BAB) dan
• Dalam sehari bayi dapat tidur buang air kecil bayi (BAK)
sampai total 20 jam, yang • Bayi normal akan BAK dalam
terpecah dalam periode tidur 24 jam pertama dan BAB
20 menit hingga 4 jam. paling telat dalam 48 jam
• Usahakan kamar bersuhu pertama.
sejuk, tidak terlalu dingin dan • Selanjutnya bayi akan BAK 5-6
tidak terlalu panas, dan kali per hari dan BAB 3-4 kali
mendapat cahaya serta per hari.
ventilasi cukup. • Warna BAB akan berubah dari
• Posisi tidur yang dianjurkan warna hitam pekat, menjadi
adalah posisi terlentang untuk hijau dan akhirnya berwarna
mencegah sudden infant death kekuningan pada sekitar usia 5
syndrome (SIDS). hari.
http://idai.or.id/public-articles/klinik/pengasuhan-anak/perawatan-bayi-baru-
lahir.html
Perawatan Pada Awal Kehidupan Bayi
Membersihkan popok dan Membersihkan mata, telinga
kemaluan bayi dan hidung bayi
• Bersihkan kemaluan dari • Mata dapat dibersihkan
bagian depan ke belakang dengan kapas bersih yang
dengan menggunakan kapas dibasahi dengan air hangat,
yang sudah dibasahi air mulai dari arah hidung ke
bersih ataupun handuk luar.
basah. • Kotoran telinga tidak perlu
dibersihkan secara rutin
dengan mengorek liang
telinga
• Lubang hidung bayi juga
tidak perlu dibersihkan
secara khusus
http://idai.or.id/public-articles/klinik/pengasuhan-anak/perawatan-bayi-baru-
lahir.html
124. Asuhan Nutrisi Pediatrik
Demam < 7 hari < 7 hari > 7 hari < 7 hari </> 7 hari/(-)
http://emedicine.medscape.com/article/218271-treatment
http://emedicine.medscape.com/article/1164916-medication#2
MENINGOCOCCAL MENINGITIS
http://emedicine.medscape.com/article/1165557-overview
http://bioweb.uwlax.edu/bio203/s2008/bingen_sama/
131-132. Pertusis
• Batuk rejan (pertusis) adalah penyakit akibat
infeksi Bordetella pertussis dan Bordetella
parapertussis (basil gram -)
• Karakteristik : uncontrollable, violent coughing
which often makes it hard to breathe. After fits of
many coughs needs to take deep breathes which
result in a "whooping" sound.
• Anak yang menderita pertusis bersifat infeksius
selama 2 minggu sampai 3 bulan setelah
terjadinya penyakit
Pertusis
• Stadium:
– Stadium katarrhal: hidung tersumbat, rinorrhea,
demam subfebris. Sulit dibedakan dari infeksi
biasa. Penularan terjadi dalam stadium ini.
– Stadium paroksismal: batuk paroksismal yang
lama, bisa diikuti dengan whooping atau stadium
apnea. Bisa disertai muntah.
– Stadium konvalesens: batuk kronik hingga
beberapa minggu
Guinto-Ocampo H. Pediatric pertussis. http://emedicine.medscape.com/article/967268-
overview
Diagnosis dan Tatalaksana Pertusis
• Diagnosis :
– Curiga pertusis jika anak batuk berat lebih dari 2 minggu, terutama jika
penyakit diketahui terjadi lokal.
– Tanda diagnostik : Batuk paroksismal diikuti whoop saat inspirasi
disertai muntah, perdarahan subkonjungtiva, riwayat imunisasi (-),
bayi muda dapat mengalami henti napas sementara/sianosis
• Penatalaksanaan :
– Kasus ringan pada anak-anak umur ≥ 6 bulan dilakukan secara rawat
jalan
– < 6 bulan, dengan pneumonia, kejang, dehidrasi, gizi buruk, henti
napas, atau sianosis dirawat di RS
• Komplikasi : Pneumonia, Kejang, Gizi kurang, Perdarahan dan Hernia
• Beri imunisasi DPT pada pasien pertusis dan setiap anak dalam keluarga
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/6548606
134. Jenis Susu Formula/ PASI
• PASI (Pengganti Air Susu Ibu) adalah alternatif
terakhir bila memang ASI tidak keluar, kurang
atau karena sebab lainnya.
• PASI dapat dikelompokkan menjadi
1. susu formula awal (starting formula):
Starting Formula biasanya diberikan sejak
lahir sebelum usia 6 bulan
2. susu lanjutan (Followup Formula): Followup
Formula diberikan di atas usia 6-23 bulan.
Ada pula susu formula khusus (specific formula): Spesific formula merupakan
formula khusus yang diberikan pada bayi yang mengalami gangguan
malabsorbsi, alergi, intoleransi ataupun penyakit metabolik atau penyakit
ertentu.
• Formula bayi prematur
– Fotrtifikasi ASI/ human milk fortifier
– Susu formula untuk bayi prematur
– Susu formula bayi prematur pasca perawatan
• Formula untuk alergi susu sapi
– susu hidrolisa protein ektensif
• termasuk yang paling aman karena komposisinya tanpa laktosa, mengandung banyak
lemak MCT (monochain trigliserida) dan protein susu yang lebih mudah dicerna.
• untuk penderita alergi susu sapi, alergi susu kedelai, malabsorspsi
– susu hidrolisat protein parsial: untuk bayi yang beresiko alergi atau untuk
mencegah gejala alergi agar tidak semakin memberat
• Susu formula khusus kedelai atau susu formula soya
– mengandung bahan dasar kedelai sebagai pengganti susu sapi.
– Susu berbahan dasar asam amino
• Susu untuk kelainan metabolik bawaan
• Formula untuk penyakit gastrointestinal
– susu bebas atau rendah laktosa.
– Thickened formula: untuk regurgitasi
135. Kenaikan BB pada Ibu Hamil
• Institute of Medicine Washington DC 1990,
merekomendasikan kenaikan BB selama kehamilan
berdasar BB sebelum hamil sebagai berikut:
136. Ketuban Pecah Dini
• Robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan (sebelum onset
persalinan berlangsung)
• PPROM (Preterm Premature Rupture of Membranes) : ketuban pecah saat
usia kehamilan < 37 minggu
• PROM (Premature Rupture of Membranes) : usia kehamilan > 37 minggu
• Kriteria diagnosis :
– Usia kehamilan > 20 minggu
– Keluar cairan ketuban dari vagina
– Inspekulo : terlihat cairan keluar dari ostium uteri eksternum
– Kertas nitrazin merah biru
– Mikroskopis : terlihat lanugo dan verniks kaseosa
• Pemeriksaan penunjang : USG (menilai jumlah cairan ketuban, menetukan
usia kehamilan, berat janin, letak janin, kesejahteraan janin dan letak
plasenta)
Tatalaksana Ketuban Pecah Prematur
• Konservatif : dilakukan bila tidak ada penyulit, pada usia kehamilan
28-36minggu, dirawat selama 2 hari
– Selama perawatan dilakukan:
• Observasi adanya amnionitis/tanda infeksi (demam, takikardia,lekositosis,nyeri
pada rahim,sekret vagina purulen, takikardi janin)
• Pengawasan timbulnya tanda persalinan
• Pemberian antibiotika
• USG menilai kesejahteraan janin
• Bila ada indikasi melahirkan janin → pematangan paru
• Aktif :
– Dengan umur kehamilan 20-28mg dan > 37mg
– Ada tanda-tanda infeksi
– Timbulnya tanda persalinan
– Gawat janin
137.Hormon Dalam Kehamilan
Hormon Fungsi Hormon
Estrogen Fungsi estrogen dalam kehamilan :
1.Pembesaran uterus
2.Pembesaran payudara dan pertumbuhan struktur duktus payudara
3.Pembesaran genitalia eksterna wanita
Progresteron Progesteron yang disekresi selama kehamilan juga membantu
estrogen mempersiapkan payudara ibu untuk laktasi
Prolaktin Pembesaran alveoli dalm kehamilan, Mempengaruhi inisiasi
kelenjar susu dan mempertahankan laktasi, Menstimulasi sel di
dalam alveoli untuk memproduksi ASI
LH Merangsang pertumbuhan korpus luteum, ovulasi, produksi
estrogen dan progresteron
HCG Hormon ini berfungsi menyebabkan penurunan sensivitas
insulin danmenurunkan penggunaan glukosa pada ibu.
Peningkatan Hormon HCG pada trimester awal menyebabkan
morning sickness
Hormon dan Infeksi
• Perubahan kadar estrogen dan progesteron
menyebabkan peningkatan pH vagina dan
kadar glikogen sehingga berpotensi bagi
pertumbuhan dan virulensi dari trichomonas
vaginalis
138. Kehamilan Dengan HIV
• Proses Persalinan
– Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari ibu ke
anak semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya kontak antara bayi
dengan darah dan lendir ibu.
– Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan meningkatkan risiko
penularan hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4
jam.
– Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forseps meningkatkan risiko
penularan HIV karena berpotensi melukai ibu atau bayi.
Sumber
http://emedicine.medscape.com/
article/252810-overview
Solusio Plasenta
• Solusio plasenta adalah suatu keadaan di mana plasenta
terlepas dari uterus sebelum terjadinya persalinan
• Merupakan salah satu penyebab perdarahan antepartum.
• Gejala klinis yang sering didapatkan adalah perdarahan
antepartum, kontraksi uterus, dan gawat janin.
• Pemeriksaan fisis didapatkan adanya perdarahan
antepartum, kontraksi uterus, nyeri perut, tanda syok,
kenaikan tinggi fundus uteri oleh karena adanya
perdarahan intrauterin, tanda gawat janin.
• Tatalaksana: resusitasi cairan, segera terminasi kehamilan
143. Grade Perdarahan
144. Ginekologi
Kista Bartholin Kista pada kelenjar bartholin yang terletak di kiri-kanan bawah
vagina,di belakang labium mayor. Terjadi karena sumbatan muara
kelenjar e.c trauma atau infeksi
Kista Nabothi (ovula) Terbentuk karena proses metaplasia skuamosa, jaringan endoserviks
diganti dengan epitel berlapis gepeng. Ukuran bbrp mm, sedikit
menonjol dengan permukaan licin (tampak spt beras)
Polip Serviks Tumor dari endoserviks yang tumbuh berlebihan dan bertangkai,
ukuran bbrp mm, kemerahan, rapuh. Kadang tangkai panjang sampai
menonjol dari kanalis servikalis ke vagina dan bahkan sampai
introitus. Tangkai mengandung jar.fibrovaskuler, sedangkan polip
mengalami peradangan dengan metaplasia skuamosa atau ulserasi
dan perdarahan.
Karsinoma Serviks Tumor ganas dari jaringan serviks. Tampak massa yang berbenjol-
benjol, rapuh, mudah berdarah pada serviks. Pada tahap awal
menunjukkan suatu displasia atau lesi in-situ hingga invasif.
Mioma Geburt Mioma korpus uteri submukosa yang bertangkai, sering mengalami
nekrosis dan ulserasi.
KISTA BARTHOLIN
Kelenjar Bartholin: Kista Duktus Bartholin:
•Bulat, kelenjar seukuran kacang •Kista yang paling sering
terletak didalam perineum pintu •Disebabkan oleh obstruksi sekunder pada
duktus akibat inflamasi nonspesifik atau
masuk vagina arah jam 5 dan jam 7 trauma.
•Normal: tidak teraba • Kebanyakan asimptomatik
• Duktus panjang 2 cm, dan •Pengobatan tidak diperlukan pada wanita
terbuka pada celah antara selaput usia < 40 tahun kecuali terinfeksi atau
simptomatik
himen dan labia minora di dinding
•Terapi: “Marsupialization”.
lateral posterior vagina
•Pada wanita > 40 tahun: biopsi dilakukan
untuk menyingkirkan adenocarcinoma
kelenjar Bartholin
145. Inversio Uteri
Pembagian inversio uteri :
1. Inversio uteri ringan/ inversio uteri inkomplit
– Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum
keluar dari ostium uteri
Diagnosis
• Usia kehamilan 37 minggu
• Terjadi kontraksi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60 menit diikuti dengan
perubahan serviks yang progresif
• Pembukaan serviks ≥ 2 cm
Faktor Predisposisi
Usia ibu <18 tahun atau >40 tahun, Hipertensi, perkembangan janin terhambat,
solusio plasenta, plasenta previa, ketuban pecah dini, infeksi intrauterine, bakterial
vaginosis, serviks inkompeten, kehamilan ganda, penyakit periodontal, riwayat
persalinan preterm sebelumnya, kurang gizi, merokok
Tatalaksana
Tatalaksana Umum
• Tatalaksana utama mencakup pemberian tokolitik, kortikosteroid, dan antibiotika
profilaksis. Namun beberapa kasus memerlukan penyesuaian
Tatalaksana Khusus
• Jika ditemui salah satu dari keadaan berikut ini, tokolitik tidak perlu diberikan dan
bayi dilahirkan secara pervaginam atau perabdominam sesuai kondisi kehamilan:
– Usia kehamilan di bawah 24 dan di atas 34 minggu
– Pembukaan > 3 cm
– Ada tanda korioamnionitis (infeksi intrauterin), preeklampsia, atau perdarahan aktif
– Ada gawat janin
– Janin meninggal atau adanya kelainan kongenital yang kemungkinan hidupnya kecil
Antibiotika profilaksis diberikan sampai bayi lahir. Pilihan antibiotika yang rutin
diberikan untuk persalinan preterm (untuk mencegah infeksi streptokokus grup B)
adalah:
• Ampisilin: 2 g IV setiap 6 jam, ATAU
• Penisilin G 2 juta unit IV setiap 6 jam, ATAU
• Klindamisin: 3 x 300 mg PO (jika alergi terhadap penisilin)
• Antibiotika yang diberikan jika persalinan preterm disertai dengan ketuban pecah
dini adalah eritromisin 4x400 mg per oral
147. Etiologi Emesis & Hiperemesis
Gravidarum
• Psikologis
– Ibu menerima kehamilan/ tidak
– Kehamilan diinginkan/ tidak
• Fisik
– Kemungkinan masuknya vili khorealis ke dalam sirkulasi darah
ibu
– Terjadi ↑mencolok/ belum beradaptasi dengan kenaikan HCG
– Faktor konsentrasi HCG yang tinggi:
• Primigravida lebih sering dari multigravida
• Semakin meningkat pada mola hidatidosa, kembar, dan hidramnion
– Faktor gizi/ anemia meningkatkan terjadinya hiperemesis
gravidarum
• PANGGUL ANDROID
Bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Umumnya pria
mempunyai jenis seperti ini. Panjang diameter transversa dekat
dengan sakrum. Pada wanita ditemukan 15%.
• PANGGUL ANTHROPOID
Bentuk pintu atas panggul agak lonjong seperti
telur. Panjang diameter anteroposterior lebih besar daripada
diameter transversa. Jenis ini ditemukan 35% pada wanita
• PANGGUL PLATYPELOID
Sebenarnya jenis ini adalah jenis ginekoid yang menyempit pada
arah muka belakang. Ukuran melintang jauh lebih besar
daripada ukuran muka belakang. Jenis ini ditemukan pada 5%
perempuan.
150. Estrogen & C. Albicans
• Peningkatan kadar estrogen dan insidens
kandidosis vagina terbukti berhubungan
• Adanya estrogen akan menurunkan pH vagina,
namun pada saat yang bersamaan akan
membuat vagina menjadi kaya akan glikogen
c. albicans mudah berkembang biak
• Diagnosis
– Gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik).
– Pemeriksaan laboratorium: Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas Anti-
Toxoplasma IgG.
• Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu
sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif pelu diulang sebulan sekali khususnya
pada trimester pertama, selanjutnya tiap trimeter), serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi
Toxoplasma.
Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikut-
pencegahannya
152. Sectio Caesarea
• Prosedur bedah untuk kelahiran janin dengan insisi melalui abdomen dan
uterus, disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim
• Indikasi
– Plasenta Previa sentralis dan lateralis(posterior)
– Panggul Sempit(Panggul dengan CV 8 cm dapat dipastikan tidak dapat
melahirkan pervaginam, 8-10 cm boleh dicoba dengan partus percobaan, baru
setelah gagal dilakukan seksio caesaria sekunder
– Disproporsi sefalo-pelvik(ketidak seimbangan antara ukuran kepala dan
panggul)
– Ruptura uteri mengancam
– Partus Lama
– Partus Lama(prolonged labor)
– Partus Tak Maju
– Distosia servik
– Pre-eklampsia dan hipertensi
152. Sectio Caesarea
Isthmus:
Bagian uterus antar korpus dan serviks uteri,
yang diliputi oleh peritoneum viserale akan
melebar selama kehamilan dan disebut segmen
bawah rahim.
Sectio Caesarea: Indikasi
• Malpresentasi janin:
– Letak Lintang
Semua primigravida dengan letak janin lintang harus
ditolong dengan operasi seksio sesaria
Seksio sesaria dilakukan pada ibu dengan janin letak
lintang yang memilki panggul yang sempit
– Letak Bokong, dianjurkan seksio sesaria bila:
• Panggul sempit
• Primigravida
• Janin besar dan Berharga
• Presentasi dahi dan muka(letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara
lain tidak berhasil
• Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil
• Gemelli
Sectio Caesarea: Kontra Indikasi
Kontra Indikasi Absolut
1. Pasien menolak.
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapati atau mendapat terapi antikagulan
5. Tekanan intrakranial meninggi
6. Fasilitas resusitasi minimal
7. Kurang pengalaman/ tanpa didampingi konsultan anesthesia.
• Permenkes Rekam Medis Pasal 11 ayat (2) yang menyatakan “pimpinan sarana
pelayanan kesehatan dapat menjelaskan” isi rekam medis secara tertulis atau
langsung kepada pemohon tanpa izin pasien berdasarkan peraturan perundang-
undangan
• Penyidik dapat meminta kopi rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan yang
menyimpannya, untuk melengkapi alat bukti yang diperlukan dalam perkara
hukum (pidana).
162. Kriteria Justice
Kriteria
Memberlakukan sesuatu secara universal
Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
Menghargai hak sehat pasien
Menghargai hak hukum pasien
Menghargai hak orang lain
Menjaga kelompok yang rentan
Tidak melakukan penyalahgunaan
Bijak dalam makro alokasi
Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhan pasien
Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil
Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasan tepat/sah
Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan kesehatan
Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
163. KODEKI Pasal 7
164. KODEKI Pasal 3
Pasal 3 Kode Etik Penjelasan
Kedokteran • Perbuatan berikut dipandang bertentangan
Indonesia
dengan etik:
“Dalam melakukan
pekerjaan – Membuat ikatan atau menerima imbalan
kedokterannya, dari perusahaan farmasi/obat,
seorang dokter tidak perusahaan alat kesehatan/kedokteran
boleh dipengaruhi atau badan lain yang dapat
oleh sesuatu yang mempengaruhi pekerjaan dokter
mengakibatkan
hilangnya kebebasan – Melibatkan diri secara langsung atau tidak
dan kemandirian langsung untuk mempromosikan obat,
profesi” alat, atau bahan lain guna kepentingan
dan keuntungan pribadi dokter
Sumpah Dokter
165. Desain Penelitian
Descriptive Research Design
Retrospective Cohort
Past Future
Cross-sectional
Kuantitatif Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau bilangan.
Sesuai dengan bentuknya, data kuantitatif dapat diolah atau dianalisis
menggunakan teknik perhitungan matematika atau statistika
Nominal data yang diperoleh melalui pengelompokkan obyek berdasarkan
kategori tertentu. Contoh: laki-laki dan perempuan
Ordinal data yang berasal dari suatu objek atau kategori yang telah disusun
secara berjenjang menurut besarnya. Contoh: miskin, menengah,
kaya
Numerik Terdapat informasi peringkat yang lengkap dan dapat di ukur.
Interval = tidak memiliki nilai 0 mutlak suhu
Rasio = memiliki nilai 0 mutlak kadar obat
Desain Studi
Desain Keterangan
Deskriptif mendeskripsikan distribusi penyakit pada populasi, berdasarkan
karakteristik dasar individu, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan,
kelas sosial, status perkawinan, tempat tinggal dan sebagainya,
serta waktu
Analitik menguji hipotesis dan menaksir (mengestimasi) besarnya hubungan/
pengaruh paparan terhadap penyakit
Studi peneliti tidak sengaja memberikan intervensi, melainkan hanya
observasional mengamati (mengukur), mencatat, mengklasifikasi, menghitung, dan
menganalisis (membandingkan) perubahan pada variabel-variabel
pada kondisi yang alami
Studi peneliti meneliti efek intervensi dengan cara memberikan berbagai
eksperimental level intervensi kepada subjek penelitian dan membandingkan efek
dari berbagai level intervensi itu
optimized by optima
170. Odd Ratio
optimized by optima
171. Epidemiologi
• Epidemi : suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan
yang ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu
yang singkat berada dalam frekuensi yang meningkat.
• Pandemi : suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan
frekuensinya dalam waktu yang singkat memperlihatkan
peningkatan yang amat tinggi serta penyebarannya telah
mencakup suatu wilayah yang amat luas.
• Endemi : suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan
frekuensinya pada suatu wilayah tertentu menetap dalam
waktu yang lama.
• Sporadik : suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan
yang ada di suatu wilayah tertentu frekuensinya berubah-
ubah menurut perubahan waktu
• Deskriptif: Studi yang menggambarkan suatu kejadian
penyakit/ masalah kesehatan berdasarkan karakteristik orang
(person), tempat (place) dan waktu (time). Menjawab
pertanyaan Who, What, When, where
172. Target MDGs 2015
Target 5A dan 5B
Target 5A:
Menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) hingga tiga per empat dalam kurun waktu 1990-2015
Target 5B:
Mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada tahun 2015
Errors Adverse
TIDAK SEMUA ERRORS
MENGAKIBATKAN ADVERSE
events
EVENTS TIDAK SEMUA ADVERSE
EVENTS DISEBABKAN ERRORS
MEDICAL ERRORS
PENYEBAB PREVENTABLE ADVERSE EVENTS
Defenses
Unsafe Acts
Preconditions ACCIDENT
Line
Management
Active & Latent
Failures
Decision
makers
Active failures
Latent failures
Latent failures
Latent failures
CONTOH
• LATENT ERROR 1
– PEMBOLEHAN DOKTER (DSp) BEKERJA DI BANYAK
RUMKIT
• LATENT ERROR 2
– TIDAK ADANYA SISTEM JAGA DSp YANG TEGAS DI
RUMKIT
• PRECONDITIONS
– TERDAPAT KEGAWATDARURATAN, DOKTER TAK BISA
HADIR ATAU SANGAT TERLAMBAT
DI luar perkawinan
Dengan
kekerasan/ancaman
(ps. 285)
Tanpa persetujuan
perempuan
Perempuan dlm
keadaan pungsan/tdk
berdaya (ps. 286)
Kasus Kejahatan Seksual
Hasil pemeriksaan yang diharapkan pada korban kejahatan
seksual:
• Penetrasi zakar:
– Robekan pada selaput dara (bukan tanda pasti persetubuhan)
– Luka-luka pada vulva & dinding vagina
• Pancaran air mani:
– Sperma di dalam vagina (tanda pasti terjadi persetubuhan)
– Asam fosfatase, kholin, & sperma dalam vagina
– Kehamilan
• Penyakit kelamin:
– Gonorrhea
– Sifilis
Kasus Kejahatan Seksual
• Pemeriksaan genitalia:
– Ada tidaknya bercak mani di sekitar kemaluan.
– Vulva, periksa adanya tanda-tanda kekerasan:
• Hiperemi, edema, memar, luka lecet, goresan kuku
– Selaput dara, adakah ruptur atau tidak?
• Tentukan ruptur baru atau lama, lokasinya, apakah sampai
ke insersio atau tidak. Robekan baru jika masih tampak
hiperemia. Robekan lama dapat diketahui jika robekan
sampai ke insersio (terbentuk skar).
• Tentukan besar orifisum, sebesar ujung jari kelingking,
telunjuk, atau dua jari. Ukuran pada perawan kira-kira 2,5
cm.
– Ambil bahan pemeriksaan lab dari forniks posterior.
Kasus Kejahatan Seksual
• Hal yang perlu diperhatikan sebelum pemeriksaan:
– Setiap permintaan untuk pengadilan harus berdasarkan permintaan
tertulis dari penyidik.
– Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban adalah benda
bukti. Kalau tidak bersama polisi, jangan diperiksa, suruh korban
kembali bersama polisi.
– Izin tertulis untuk pemeriksaan dapat diminta dari korban sendiri atau
dari orang tua/wali jika korban adalah seorang anak.
optimized by optima
Sumber: Buku ajar ilmu THT 2007
Pemeriksaan penunjang
in vitro didapatkan hitung
eosinofil dalam darah tepi
meningkat. Pemeriksaan
IgE dengan RAST juga
dapat menunjukkan hasil
bermakna. Sedangkan
untuk pemeriksaan
penunjang in vivo, alergen
penyebab dapat dicari
dengan cara pemeriksaan
skin prick test, uji
intrakutan/intradermal
tunggal atau berseri.
ARIA 2007.
http://www.whiar.org/d
ocs/ARIA_PG_08_View_ optimized by optima
WM.pdf
Diagnosis Banding Rhinitis
Diagnosis Clinical Findings
Rinitis alergi Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa
edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.
1. Retardasi mental
2. Gangguan pendengaran
3. Keterlambatan pertumbuhan
Gangguan Pendengaran
Auditorik :
Amplifikasi : ABD
Implantasi Kohlea
Terapi Wicara
Pendidikan Khusus
195. Abses peritonsil
196. Benda Asing
197. Rhinitis Alergi
198. Benda Asing
199. Otitis Media Supuratif Kronik
• Benign/mucosal type:
– Tidak mengenai tulang.
– Jenis perforasi: sentral.
– Th: ear wash with H2O2 3% for 3-5 days, ear
drops AB & steroid, systemic AB
Cholesteatoma at attic
type perforation
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Deskripsi OMSK
Batasan Infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi MT dan sekret yang
keluar terus menerus atau hilang timbul (> 2 bulan)
Klasifikasi OMSK tipe benigna/aman/mukosa
- Perforasi sentral
- Tidak dijumpai kolesteatoma
Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK aktif (sekret
keluar dari kavum timpani secara aktif), dan OMSK tenang (keadaan
kavum timpaninya terlihat basah atau kering)
Diagnosis Anamnesis: riwayat keluar cairan dari telinga > 2 bulan
PF: perforasi MT
Penunjang: Audiometri, rontgen mastoid, kultur dan uji resistensi, CT
scan
Terapi OMSK benigna: konservatif + medikamentosa
OMSK maligna: pembedahan (mastoidektomi)
optimized by optima
200. Vertigo