Anda di halaman 1dari 598

PEMBAHASAN TO 4

OPTIMAPREP
BATCH I UKDI 2015
Dr. Widya, Dr. Cemara, Dr. Yolina, Dr. Retno, Dr. Hendra, Dr. Ayu

OFFICE ADDRESS:
Jakarta : Medan :
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, Jl. Setiabudi no. 65 G, medan P
jakarta selatan Hone number : 061 8229229
(belakang pasaraya manggarai) Pin BB : 24BF7CD2
phone number : 021 8317064 www.Optimaprep.Com
pin BB 2A8E2925
WA 081380385694
1. Sindrom Metabolik
2. Krisis Hiperglikemia
3. Malaria Berat
• Pemeriksaan
– Demam
– Letargis atau tidak sadar
– Kejang umum
– Asidosis (ditandai dengan timbulnya napas yang dalam dan berat)
– Lemah yang sangat
– Ikterik
– Distres pernapasan, edema paru
– Syok
– Kecenderungan untuk terjadi perdarahan
– Sangat pucat.
• Pemeriksaan Laboratorium
– anemia berat (hematokrit < 15%; hemoglobin < 5 g/dl)
– hipoglikemia (glukosa darah < 2.5 mmol/liter atau < 45 mg/dl).
• Tatalaksana
– Tindakan gawat darurat – harus dilakukan dalam waktu satu jam pertama:
– Bila terdapat hipoglikemia atasi sesuai dengan tatalaksana hipoglikemia
– Atasi kejang sesuai dengan tatalaksana kejang
– Perbaiki gangguan sirkulasi darah (lihat gangguan pada keseimbangan cairan
– Pasang pipa nasogastrik dan isap isi lambung secara teratur untuk mencegah risiko pneumonia aspirasi
– Atasi anemia berat
– Mulai pengobatan dengan obat anti malaria yang efektif (lihat bawah).

• Pengobatan Antimalaria
– Jika konfirmasi apusan darah untuk malaria membutuhkan waktu lebih dari satu jam, mulai berikan pengobatan
antimalaria sebelum diagnosis dapat dipastikan atau sementara gunakan RDT.
– Artesunat intravena. Berikan 2.4 mg/kgBB intravena atau intramuskular, yang diikuti dengan 2.4 mg/kg IV atau IM
setelah 12 jam, selanjutnya setiap hari 2.4 mg/kgBB/hari selama minimum 3 hari sampai anak bisa minum obat
anti malaria per oral. Bila artesunat tidak tersedia bisa diberikan alternatif pengobatan dengan:
– Artemeter intramuskular. Berikan 3.2 mg/kg IM pada hari pertama, diikuti dengan 1.6 mg/kg IM per harinya
selama paling sedikit 3 hari hingga anak bisa minum obat. Gunakan semprit 1 ml untuk memberikan volume
suntikan yang kecil.
– Kina-dehidroklorida intravena. Berikan dosis awal (20 mg/kgBB) dalam cairan NaCl 0.9% 10 ml/kgBB selama 4
jam. Delapan jam setelah dosis awal, berikan 10 mg/kgBB dalam cairan IV selama 2 jam dan ulangi tiap 8 jam
sampai anak bisa minum obat. Kemudian, berikan dosis oral untuk menyelesaikan 7 hari pengobatan atau berikan
satu dosis SP bila tidak ada resistensi terhadap SP tersebut. Jika ada resistensi SP, berikan dosis penuh terapi
kombinasi artemisinin. Dosis awal kina diberikan hanya bila ada pengawasan ketat dari perawat terhadap
pemberian infus dan pengaturan tetesan infus. Jika ini tidak memungkinkan, lebih aman untuk memberi obat kina
intramuskular.
– Kina intramuskular. Jika obat kina melalui infus tidak dapat diberikan, quinine dihydrochloridedapat diberikan
dalam dosis yang sama melalui suntikan intramuskular. Berikan garam kina 10 mg/kgBB IM dan ulangi setiap 8
jam. Larutan parenteral harus diencerkan sebelum digunakan, karena akan lebih mudah untuk diserap dan tidak
begitu nyeri.
4. Diabetes Mellitus Tipe 1
Perbedaan DM Tipe 1 dan Tipe 2
5. Hipertrofi Ventrikel Kanan
• Kriteria Diagnosis Hipertrofi ventrikel kanan:
– Adanya right axis deviation
– Rasio R/S di V1 > 1
– Rasio R/S di V6 < 1
– ST depresi dan inversi gelombang T di lead V1-V4
6. Cor Pulmonale
• Cor pulmonale adalah kelainan jantung kanan berupa
hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan sekunder karena
hipertensi pulmonal sebagai akibat penyakit parenkim atau
vaskuler paru dan tidak berhubungan dengan kelainan
jantung kiri primer atau kelainan jantung bawaan.
• Etiologi tersering adalah penyakit obstruktif paru kronis,
hipoventilasi kronis, dan kelainan pembuluh darah paru.
• Manifestasi klinis yang paling sering ada;ah sesak napas,
sianosis, bendungan vena leher, barrel chest, dan kelainan
pemeriksaan fisis sesuai dengan kelainan paru dan jantung.
• Pemeriksaan EKG didapatkan RAD/RVH, artimia
supraventrikular/ventrikular.
• Dapat didapatkan polisitemia
• Tatalaksana ditujukan dengan tatalaksana
penyakit paru, hipertensi pulmonal, dan
tatalaksana terhadap jantung.
• Tatalaksana penyakit paru dilakukan dengan
mengobati keadaan dasar
• Perawatan kardiologis dilakukan dengan
tirah baring, diet rendah garam, diuretika,
digitalis, dan vasodilator (inhibitor
fosfodiesterase)
7. Penyerapan Besi
• Penyerapan tablet besi hendaknya dilakukan pada saat waktu makan atau
30 menit sebelum makan.
• Susu, Keju, dan telur tidak meningkatkan absorbsi zat besi.
• Penyerapan zat besi akan semakin optimal apabila disertai konsumsi:
– Vitamin C (asam askorbat) pada buah
– Asam malat dan tartrat pada sayuran: wortel, kentang, brokoli, tomat, kubis,
labu kuning
– Asam amino sistein pada daging sapi, kambing, ayam, hati, ikan.
– Adanya meat factor apabila kita mengonsumsi daging hewani akan
meningkatkan absorbsi zat besi non heme yang berasal dari sayur-sayuran
• Penyerapan zat besi akan berkurang apabila disertai konsumsi:
– Fitat pada dedak, katul, jagung, protein kedelai, dan kacang
– Polifenol (tannin) pada teh, kopi, bayam, kacang-kacangan
– Zat kapur atau kalsium pada susu dan keju
8. Limfoma Maligna
• Limfoma maligna adalah suatu penyakit keganasan primer dari
jaringan limfoid dan jaringan pendukungnya. Penyakit ini terbagi
menjadi 2 yaitu limfoma hodgkin dan limfoma non hodgkin.
• Manifestasi klinis yang sering adalah dari hanya pembesaran
kelenjar getah bening hingga manifestasi sistemik seperti: demam
tanpa sebab yang umumnya di atas 380C, penurunan badan lebih
dari 10% dalam waktu 6 bulan, keringat malam, dan gatal,
didapatkan astenia, anoreksia, dan nyeri pada kelenjar.
• Pemeriksaan laboratorium dapat didapatkan pansitopenia hingga
adanya limfositosis dan thrombositosis (sindroma paraneoplastik)
• Tatalaksana radioterapi dan kemoterapi
9. Hemoptisis
• Batuk dengan dahak bercampur darah yang berasal dari saluran
napas bagian bawah.
• Penyebab batuk darah dapat merupakan primer (idiopatik),
sekunder oleh karena infeksi maupun neoplasma, dan sebab lain
seperti kelainan tromboemboli paru, trauma dada, ASD-VSD
• Pemeriksaan fisis tergantung dari kelainan primer yang mendasari,
dapat normal pada idiopatik
• Tatalaksana adalah dengan eliminasi faktor penyebab batuk darah,
istirahat, bebaskan jalan napas, mencegah aspirasi, dan
menghentikan perdarahan.
• Perdarahan dapat dihentikan dengan obat seperti codein, istirahat,
tidur setengah duduk, miring ke sisi paru yang sakit, infus,
bronkoskopi, FOB, endotracheal tamponade, reseksi paru,
embolisasi arteri bronkialis
Klasifikasi batuk darah
Berdasar jumlah darah Berdasarkan lama batuk
(Pursel): darah (Johnson):
• Blood streak • Single: kurang dari 7
• Minimal: 1-30 cc hari
• Mild: 30-150 cc • Repeated: lebih dari 7
• Moderate: 150-500 cc hari dengan interval 2-
• Massive: > 600 cc/24 3 hari
jam • Frank: Batuk dominan
darah tanpa dahak.

Batuk darah Muntah darah


• Darah dibatukkan dengan • Darah dimuntahkan dengan
rasa panas di tenggorokan rasa mual
• Darah berbuih bercampur
udara • Darah bercampur sisa
• Darah segar berwarna makanan
merah muda • Darah terkena asal lambung
berwarna hitam
• Darah bersifat alkalis • Darah bersifat asam
• Kadang didapatkan anemia • Anemia sering terjadi
• Benzidin tes negatif • Benzidin tes positif
10. Gagal Napas
• Klasifikasi gagal napas dibagi menjadi 4 yaitu
• Gagal Napas tipe 1 (Acute hypoxemic respiratory
failure): disebabkan oleh karena hipoksemia dan
ventilation-perfusion mismatch dan right-to-left
shunting. Penyebab paling sering adalah edema
paru kardiogenik dan non-kardiogenik (ARDS).
Ciri khas adalah hipokesmia dan hipokapnea
• Gagal Napas tipe 2 (Acute hypercapnic
respiratory failure). Didapatkan pada kelainan
neuromuskuler, kelainan otot napas, penyakit
paru intrinsik seperti emfisema, bronkitis, dan
asma, serta PPOK. Ciri khas dari gagal napas tipe
ini adalah hipoksemia dan hiperkapnea.
• Gagal napas tipe 3 (Perioperative respiratory failure):
merupakan gagal napas perioperatif yang sering
disebabkan dengan atelektasis dan iatrogenik.
• Gagal napas tipe 4 (Hypoperfusion respiratory failure):
adalah gagal napas yang terjadi ketika penderita sedang
berada dalam kendali ventilator atau intubasi
endotracheal.
Fitur Radiologis Edema Paru Kardiogenik Edema Paru non kardiogenik

Ukuran Jantung Normal atau lebih besar dari Sering didapatkan normal
normal
Ukuran vascular pedicle Normal atau lebih besar daripada Normal atau lebih kecil dari
normal normal
Distribusi vaskuler Seimbang atau inverted Normal

Distribusi edema Seimbang (merata) atau central Perifer dan tidak merata

Efusi pleura + ±

Peribronchial cuffing + ±

Septal lines + ±

Air bronchogram ± +
11
.
Kanker Paru
12. Penyakit Refluks Gastroesofageal
• Penyakit refluks gastroesogafeal adalah adanya keluhan dan
kerusakan jaringan dalam esofagus, orofaring, laring, dan
saluran napas oleh karena adanya gangguan refluks
gastroesofageal.
• Patofisiologi adalah adanya ketidakseimbangan faktor
defensif (sawar antirefluks, pembersihan lambung, dan
daya tahan mukosa esofagus) dengan faktor agresif (sekresi
lambung: asam lambung, pepsin, empedu, dan enzim
pankreas, dan kompetensi pilorus)
• Manifestasi klinis yang sering dijumpai adalah nyeri
epigastrium yang menjalar ke atas, retrosternal, leher,
adanya regurgitasi asam, dan sekresi ludah berlebihan.
Gambaran yang tidak khas adalah adanya nyeri dada, sulit
menelan, nyeri telan, sesak napas, batuk, dan suara parau.
• Pemeriksaan penunjang dengan adanya acid
suppression test, tes perfusi bernstein,
endoskopi (esofagitis erosiva dan nonerosiva),
dan monitoring pH esofagus dalam 24 jam.
• Komplikasi dapat berupa perdarahan saluran
cerna bagian atas, striktur esofagus, esofagus
barret, dan karsinoma esofagus
• Tatalaksana meliputi tatalaksana umum
(menurunkan berat badan, tidur ½ duduk,
hindari makanan yang merangsang asam
lambung seperti rokok, kopi, soklat, alkohol,
pedas, dan lemak), dan tatalaksana khusus
dengan penghambat pompa proton,
sitoprotektif, dan bedah bila gagal.
13. Demam Dengue
• Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan vektor nyamuk Aedes
• Memiliki variasi manifestasi klinis dari
asimtomatik – demam ringan – hingga
manifestasi berat yaitu dengue shock syndrome.
• Tatalaksana seperti infeksi virus pada umumnya
yaitu simtomatis.
• Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan
diagnosis meliputi NS1, serologis, dan evaluasi
Hb, Ht, leukosit, trombosit tiap hari untuk
mendeteksi adanya komplikasi.
14. Polisitemia Vera
• Polisitemia vera adalah kelainan mieloproliferatif
dengan ciri profilerasi sel pendahulu eritroid yang tidak
terkendali. Penyakit ini merupakan penyakit kronik
profresif dan sebagian penderita penyakitnya
berkembang menjadi leukemia akut dan sisanya
menjadi fibrosis sumsumtulang dan metaplasia
mieloid.
• Etiologi polisitemia terletak pada sel induk sedangkan
pada polisitemia sekunder etiologi oleh karena
stimulasi eritropoietin berlebihan dan respon tubuh
terhadap oksigenasi jaringan yang berkurang.
• Sering terjadi leukositosis dan trombositosis
• Gejala klinis polisitemia vera:
– Gejala yang tidak khas:
• Akibat gangguan oksigenasi ringan seperti nyeri kepala, vertigo, tinnitus, gangguan
penglihatan, dan angina.
• Terjadi trombosis vena atau arteritromboemboli
• Tanda perdarahan dari petekiae hingga perdarahan saluran cerna.
• Gatal karena lepasnya granulosit histamin
– Neuropati perifer akibat degenerasi akson saraf.
– Pemeriksaan fisis didapatkan splenomegali, hepatolmegali, hipertensi, dan
facial plethora
• Kriteria Diagnosis polisitemia vera
– Kriteria A:
• Red Cell Mass pria lebih dari 36 ml/kgBB dan perempuan lebih dari 32 ml/kgBB
• Saturasi oksigen lebih dari 92%
• Splenomegali
– Kriteria B:
• Trombositosis lebih dari 400.000 sel/mm3
• Leukositosis lebih dari 12.000 sel/mm3 tanpa tanda infeksi
• LAP score lebih dari 100 tanpa tanda infeksi
• Vitamin B12 serum lebih dari 900 pg/ml atau unsaturated B12 binding capacity
meningkat lebih dari 2200 pg/ml
• Diagnosis ditegakkan bila: Semua kriteria A terpenuhi atau 2 kriteria A
+ 2 kriteria B
• Tatalaksana polisitemia vera adalah dengan flebotomi
250-500 cc seminggu sekali hingga Hb dan PCV
mendekati normal namun harus dipertimbangkan
karena dapat mengurangi kadar besi, fosfor radioaktif,
dan kemoterapi dengan busulfan.
• Komplikasi dapat terjadi tromboemboli, perdarahan,
tukak lambung, leukemia akut, dan keganasan.

Parameter Polisitemia Vera Polisitemia


Sekunder
Pruritus Sering -
Splenomegali Sering -
Leukosit ↑ N
Trombosit ↑ N
LAP score ↑ N
B12 ↑ N
B12 binding ↑ N
15. Lokasi Infark Miokard Akut
16. Sistemik Lupus Eritematosus
• Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit autoimun
sistemik kronis, ditandai dengan pembentukan berbagai antibodi
yang membentuk kompleks imun dan menimbulkan inflamasi pada
berbagai organ.
• Diagnosis ditegakkan dengan adanya minimal 4 dari 11 kategori dari
American College of Rheumatology.
• Pemeriksaan CRP dapat normal hingga meninggi bila didapatkan
adanya infeksi sekunder
• Pemeriksaan ANA adalah serologis awal sebelum pemeriksaan
lainnya berupa anti ds-DNA (pada nefritis lupus)
• Tatalaksana prinsipnya menekan aktivitas penyakit untuk mencegah
progresivitas dan memantau efek samping obat. Pilihan tatalaksana
adalah dengan kortikosteroid
17. Leukemia Akut
• Leukemia akut adalah suatu penyakit keganasan yang terjadi
akibat transformasi maligna dan proliferasi yang abnormal dari
salah satu atau beberapa elemen pembentuk darah dan disertai
pula dengan infiltrasi ke dalam sumsum tulang dan organ lain
sehingga terjadi kegagalan pembentukan sistem hematopoietik
yang normal.
• Menurut lamanya dapat dibagi menjagi akut dan kronis
• Menurut jenis selnya dapat dibagi menjadi leukemia
limfositik, leukemia mieloid, leukemia monositik, dan
eritroleukemia.
• Salah satu ciri khas leukemia mieloid adalah adanya auer
rod
• Manifestasi klinis tidak spesifik yang meliputi dari gejala
anemia, trombositopenia, dan seringnya infeksi atau panas
badan. Gejala organ lain tergantung dengan letak infiltrasi
leukemia.
• Gambaran laboratorium yang sering dijumpai adalah
anemia, trombositopenia, leukositosis atau leukopenia,
blast +, hiperurisemia, hiatus leukemic gap +
• Tatalaksana: kemoterapi
18. Tuberkulosis Milier

• TB Milier adalah penyebaran kuman tuberkulosis


melalui hematogen secara menyeluruh
• Faktor risiko adalah adanya imunosupresi pada pasien.
• Gejala klinis TB timbul secara perlahan dan meliputi:
kelelahan, fatigue, penurunan berat badan, demam,
batuk, nyeri kepala.
• Pada pemeriksaan foto thoraks didapatkan penyebaran
nodular opak yang terdistribusi merata dan berukuran
2-4 mm pada paru (snowstorm, butiran beras) dengan
terkadang didapatkan efusi pleura bilateral
• Tatalaksana dengan OAT kategori 1
19. Panduan terapi antiretroviral
20. Penyakit Ginjal Kronis
21. Penyakit
Addison
• Penyakit addison adalah penyakit yang
ditandai dengan insufisiensi
adrenokortikal oleh karena proses
destruksi maupun disfungsi dari kelenjar
adrenal, khususnya korteks. Penyakit
tersebut akan menyebabkan manifestasi
klinis yang tampak apabila 90% atau lebih
dari kedua kelenjar adrenal mengalami
gangguan.
• Manifestasi klinis berhubungan dengan
defisiensi glukokortikoid maupun
mineralokortikoid hingga androgen.
• Etiologi tersering karena autoimun,
infeksi, idiopatik.
• Tatalaksana: pada keadaan pasien stabil berikan
hidrokortison 3 x 20 mg selama 3-4 hari kemudian
tapering off hingga dicapai respon yang memuaskan.
• Pada keadaan akut yaitu krisis addison, berikan infus
intravena untuk rehidrasi, hidrokortison intravena 100
mg tiap 6-8 jam bolus.
• Setelah 2-3 hari lakukan tapering off hingga pemberian
dosis oral.
• Berikan terapi suportif
• Apabila diperlukan berikan suplemen mineralokortikoid
yaitu fludrokortison 0,05=0,10 mg per hari
22. Acute Kidney Injury
23. Efek Samping Terapi Antiretroviral -
NRTI
Jenis Obat Efek Samping Keterangan

Emtricitabine Nyeri kepala, mual, insomnia, Dapat digunakan untuk hepatitis B


hiperpigmentasi pada telapak tangan Sesuaikan dosis pada gangguan ginjal
dan kaki
Lamivudine Nyeri kepala, mulut kering Dapat digunakan untuk hepatitis B
Efek samping dapat timbul sewaktu-
waktu
Sesuaikan dosis pada gangguan ginjal
Stavudine Neuropati perifer, pankreatitis, Risiko lipodistrofi lebih besar dari NRTI
dislipidemia, diare lainnya
Meningkatkan risiko asidosis laktat dan
steatohepatitis bila dikombinasi dengan
didanosine khususnya pada kehamilan
Risiko neuropati perifer meningkat
dengan didanosine, sesuaikan dosis
Sesuaikan dosis pada gangguan ginjal
Tenofovir Kembung, mual, diare, rasa tidak enak Dapat digunakan untuk infeksi hepatitis
pada perut, astenia, acute renal B
insufficiency, Fanconi syndrome, chronic Sesuaikan dosis pada gangguan ginjal
renal insufficiency Gejala gastrointestinal akan lebih berat
pada pasien dengan intoleransi laktosa
(tenofovir dibuat dengan laktosa)
Zidovudine Anemia. Neutropenia, fatigue, malaise, Pengaturan dosis 2 kali
nyeri kepala, mual, muntah, mialgia, Fatigue, mual, nyeri kepala, myalgia
miopati, hiperpigmentasi kulit dan kuku akan reda dalam 2-4 minggu setelah
Efek Samping Terapi Antiretroviral -
NNRTI
Jenis Obat Efek Samping Keterangan
Efavirenz Mimpi, drowsiness, Gejala sistem saraf pusat adalah gejala
pusing, confusion, yang paling lazim dijumpai, intensitas
perubahan mood, gejala akan berkurang dalam 2-4 minggu
peningkatan fungsi Teratogenik, kontraindikasi pada ibu
hati, hiperlipidemia hamil trimester pertama
Nevirapine Peningkatan fungsi Dosis inisial 200 mg per hari selama 14
hati hari, kemudian 2 x 200 mg atau 1 x 400
mg dapat mengurangi risiko munculnya
ruam
Ruam muncul 6 minggu pertama terapi,
sering pada perempuan
Hepatotoksisitas lebih sering pada
jumlah CD4 yang lebih tinggi, nevirapine
tidak direkomendasikan pada
perempuan dengan CD4 > 250 sel/mm3
dan laki-laki dengan CD4 > 400 sel/mm3.
Periksa fungsi hati dalam 16 minggu
pertama bila terpaksa diberikan
Efek Samping Terapi Antiretroviral - PI
Jenis Obat Efek Samping Keterangan
Lopinavir Diare, mual, muntah, Tablet tidak perlu disimpan di dalam kulkas
dislipidemia, Sediaan sirup oral mengandung 42% alkohol
peningkatan fungsi Hindari kombinasi sirup oral dengan
hati, perubahan rasa metronidazole atau disulfiram karena dapat
berinteraksi dengan alkohol menyebabkan
disulfiram-like reaction
Nelfinavir Diare, muntah, mual, Diare dapat diatasi dengan loperamide
peningkatan fungsi maupun difenoksilate atau atropine
hati, fatigue
Ritonavir Mual, muntah, nyeri Kapsul stabil pada temperatur ruangan
perut, peningkatan hingga 30 hari.
fungsi hati, fatigue, Hindari kombinasi sirup oral dengan
rasa tebal pada perifer metronidazole atau disulfiram karena dapat
atau circumoral, berinteraksi dengan alkohol menyebabkan
perubahan rasa kecap, disulfiram-like reaction
hiperurisemia Memiliki interaksi obat dengan obat lain
Semua obat inhibitor protease berhubungan dengan abnormalitas metabolik seperti dislipidemia, hiperglikemia, resistensi
insulin, dan lipodistrofi (atazanavir memiliki risiko paling rendah menyebabkan dislipidemia)
Obat inhibitor protease dapat meningkatkan risiko perdarahan pada penderita hemofilia
24. Pemeriksaan Nadi
• Dalam pemeriksaan nadi penting untuk mengetahui hal
berikut ini:
• Frekuensi denyut nadi per menit
• Volume denyut atau pengisian: pengisian denyut, diukur
dengan pulse 4 point scale. Apabila volume denyut besar
dinamakan pulsus magnus (PDA, periferal arteriovenous
fistula, regurgitasi aorta, beri-beri, tirotoksikosis,
hipertensi, anemia, dan nervous). Apabila volume
denyut lebih kecil dari normal dinamakan pulsus parvus
(contoh: mitra stenosis, aorta stenosis, syok, dan
perikarditis konstriktif). Pulsus alternans apabila volume
denyut berselang seling besar kecil (pada CHF) dan
pulsus paradoksus apabila volume pengisian mengecil
pada inspirasi (pada efusi perikardial, obstruksi laring)
• Irama denyut: teratur atau tidak teratur
• Elastisitas
• Ekualitas: apakah sama denyut nadi kanan dan kiri
25. Endokarditis Infeksiosa
• Endokarditis infeksiosa adalah keadaan di mana
didapatkan adanya infeksi mikroba pada lapisan
endotel jantung.
• Pada lapisan ini didapatkan lesi spesifik berupa
vegetasi yang merupakan massa dengan ukuran
bervariasi yang dibentuk oleh platelet, fibrin, mikorba,
dan sel inflamasi saling berikatan satu sama lain. Dalam
hal ini, tempat yang paling sering terkena adalah katup
jantung.
• Etiologi: Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus,
Pneumococcus, Eschericia coli, Brucella abortus
• Predisposisi terjadinya endokarditis infeksiosa adalah
semua kelainan jantung terutama penyakit jantung
rematik dan penyakit jantung bawaan serta bakteremia
yang dapat terjadi oleh karena tindakan medis misalnya:
pemeriksaan gigi, genitourinari, persalinan, kateterisasi
jantung, penyuntikan intravena, pemakaian obat
parenteral.
• Patofisiologi yang mendasari adalah efek destruksi lokal
akibat infeksi intrakardiak, embolisasi yang berasal dari
organ lain, bakteremia, reaksi antibodi pada organisme
penyebab infeksi.
• Manifestasi klinis yang dijumpai bervariasi dari
asimtomatis atau keluhan ringan berupa: panas badan,
menggigil, berkeringat, lemah badan, sakit kepala, nyeri
dada, dan anoreksia. Sering keluhan mirip dengan
common cold. Pada klinis berat dapat dijumpai emboli,
stroke, infark splenik, oklusi vaskular perifer, keluhan
dekompensasi kordis baik kanan dan kiri.
• Pemeriksaan fisis tidak khas hanya didapatkan tanda inflamasi
umum, peningkatan temperatur, anemia, berkeringat, menggigil,
anoreksia, penurunan berat badan, dan pemeriksaan fisis khusus
sesuai gagal jantung.
• Pemeriksaan EKG tidak khas dan menggambarkan kelainan
jantung yang mendasarinya.
• Pemeriksaan radiologis menunjukkan kelainan jantung yang
mendasari
• Pemeriksaan laboratorium yang terpenting adalah biakan darah
dan hasilnya akan lebih akurat. Dari pemeriksaan hematologis
didapatkan anemia, LED meningkat, leukosit bervariasi dari
menurun-normal-meningkat.
• Komplikasi: gagal jantung kanan, kiri, kongestif, glomerulonefritis
sampai gagal ginjal, infark ginjal, infark splenik, infark paru, infark
serebral, meningitis
• Pengobatan: pemberian antibiotika seyogyanya sesuai dengan
sensitivitas, pengobatan kelainan jantung yang mendasari dan
komplikasinya
26. Irritable Bowel Syndrome
• Irritable bowel syndrome adalah gangguan fungsional saluran
gastrointestinal yang ditandai dengan nyeri abdomen dan
perubahan pola defekasi tanpa adanya kelainan patologis.
• Kriteria diagnosis dengan menggunakan ROME III criteria yaitu:
adanya nyeri abdomen atau rasa tidak nyaman paling sedikit 3 hari
per bulan selama 3 bulan dan memiliki asosiasi dengan 2 atau lebih
dari gejala di bawah ini:
– Rasa tidak nyaman hilang dengan defekasi
– Nyeri abdomen yang berhubungan dengan perubahan frekuensi
defekasi
– Nyeri abdomen yang berhubungan dengan perubahan bentuk feses
• Gejala lain meliputi: perubahan passase defekasi, mukorrhea,
kembung pada perut.
• Tipe Irritable bowel syndrome dibagi menjadi
– IBS-D (predominan diare)
– IBS-C (predominan konstipasi)
– IBS-M (campuran)
– IBS-A (selang seling diare dan defekasi)
• Terapi: psikologis, simtomatis, dan diet kaya serat
27. Tibia-fibula Shaft Fracture
• Tscherne Classification
– 0-3
– Based on degree of
displacement and
comminution
• C0simple fracture configuration with
little or no soft tissue injury
• C1superficial abrasion, mild to
moderately severe fracture
configuration
• C2deep contamination with local skin
or muscle contusion, moderately severe
fracture configuration
• C3extensive contusion or crushing of
skin or destruction of muscle, severe
fracture
Treatment
Nonoperative
• Fracture reduction followed by
application of a long leg cast with
progressive weight bearing can be
used for isolated, closed, low-
energy fractures with minimal
displacement and comminution.
• Gips dipasang sampai diatas lutut,
dengan lutut dalam posisi fleksi 0-5
derajat
• After 4 to 6 weeks, the long leg cast
may be exchanged for a patella-
bearing cast or fracture brace.
• Union rates as high as 97%

Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D. Handbook of Fractures,


3rd Edition
Lippincott Williams & Wilkins 2006 https://www2.aofoundation.org
Operative fracture management
• Tatalaksana operatif menjadi pilihan untuk
fraktur shaft tibia dengan unstable
displacement
• Surgical treatment is necessary for open
fractures (wound debridement), compartment
syndromes, and repair of arterial injuries
* Aryadi K, Syaiful AH. Penggunaan Gips

Fiksasi Fraktur Paris. In: Petunjuk pemasangan gips paris


pada kasus orthopaedi, Divisi Orthopaedi
dan traumatologi, 2006. hal 2-6

Bidai /Splint adalah alat yang digunakan untuk


mengimobilisasi bagian tubuh, alat tersebut
dapat bersifat lunak ataupun kaku (rigid)
• Plaster slab adalah lempengan gips untuk
imobilisasi sendi atau daerah cidera sehingga
terjadi penyembuhan. Sebagian besar fraktur
dislab untuk 24-48 pertama untuk
mengakomodasi pembengkakan, sebelum
dipasang gips sirkuler.
• Lempengan Gips/CAST Dapat Digunakan Pada
– Imobilisasi Fraktur
– Imobilisasi pada penyakit tulang dan sendi
– Pencegahan deformitas muskuloskeletal
Imobilisasi
Fraktur

Temporer Definitif

•Akomodasi pembengkakan
Imobilisasi cedera ekstremitas bawah

• Anterior Slab
– Indikasi*:
• ruptur tendon achilles (pascaoperasi).
• Ruptur tendon flexor pedis.
• ruptur muscle belly (flexor).

– Gips 6 inch, 20 lapis.


– Posisi plantar fleksi 30-55 derajat.
– Dimulai dari setinggi kaput fibula sampai jari-jari kaki.
– Dipertahankan 4-6 minggu
McGarvey WC. Injuries of the foot and ankle In: Brinker Review of Orthopaedic Trauma. Ed Brinker MR, W.B. Saunders, 2001
p 153-80
• Posterior Slab
– Indikasi*:
• imobilisasi sementara untuk fraktur tibia (plateu, shaft,
plafond), fraktur pergelangan kaki.
• fraktur metatarsal.
• ruptur tendon esktensor pedis.

– Gips 6 inch, 8-12 lapis.


– Posisi plantigrade.
– Dimulai dari kaput fibula hingga jari-jari kaki
– Dipertahankan 4-6 minggu
Gorczyca JT. Tibial Shaft Fracture In: Brinker Review of Orthopaedic Trauma. Ed Brinker MR, W.B. Saunders, 2001 p 127-30.
McGarvey WC. Injuries of the foot and ankle In: Brinker Review of Orthopaedic Trauma. Ed Brinker MR, W.B. Saunders, 2001 p
153-80
28. Blunt Abdominal Trauma
• Signs of intraperitoneal injury
– Nyeri Abdominal, iritasi peritoneum
– Distensi  karena pneumoperitoneum,
Pembesaran gaster, atau terjadi ileus
– Ekimosis daerah pinggang (gray-turner
sign) atau umbilikus(cullen's sign)
retroperitoneal hemorrhage
– Kontusio Abdominal – seat belts sign
– Bising usus ↓mengarahkan pada
trauma intraperitoneal
– RT: Darah atau emfisema subkutan

http://regionstraumapro.com/post/663723636
• Pekak pada ruang Traube's • Trauma pada uretra
– above the left midaxillary membranosa disebabkan
costal margin karena adanya fraktur pada
– Mengarahkan pada simfisis pubis atau pada ramus
pembesaran limpa dan dapat pubis.
muncul saat inspirasi • Uretra membranosa akan
• Kehr's sign robek sehingga prostat akan
– Nyeri tiba-tiba pada puncak tertarik keatas
bahu (tip of the shoulder) • RT: Prostat akan teraba letak
karena adanya darah atau tinggi atau melayang (high
cairan lain yang dapat overriding prostate)
mengiritasi peritoneum, saat
pasien tidur telentang dan
kaki
– Kehr's sign pada bahu kiri
merupakan tanda klasik dari
ruptur limpa

http://www.sharinginhealth.ca/clinical_assessment/abdominal_exam.html
• Organs
– Limpa (Traube’s space
dullness, Kehr’s sign)
– Usus (Udara bebas,tonus
sphincter berkurang)
– Urethra(high overriding
prostate)
29. Colonic Carcinoma
Time Course Symptoms Findings
Early None None
Occult blood
in stool
Mid Rectal Rectal mass
bleeding Blood in stool
Change in
bowel habits
Late Fatigue Weight loss
Anemia Abdominal
Abdominal mass
pain Bowel
obstruction
Site Distribution Staging
Colon-Rectum
• Anus
– Dari Linea Dentata sampai 3-4
cm dari linea dentata
(Anocutan Line)
• Rectum
– Mulai dari 3-4 cm dari Linea
Dentata sampai 15 cm ke
proksimal
• Rectosigmoid junction is the
point at which the three tenia
fan out and form a complete
outer longitudinal layer.
• Carcinoma proximal to this Linea Dentata

pointcolonic ca, distal to this


pointrectal
30. Extrication
31. Abdominal Colic
Blumberg Sign
Alvarado Score
32. Olecranon Fracture
• Pasien datang dengan lengan atas dalam
posisi fleksi dan disangga oleh tangan
kontralateralnya
• Physical examination may demonstrate a
palpable defect at the fracture site
• An inability to extend the elbow actively
against gravity indicates discontinuity of the
triceps mechanism.
Classification (Mayo)
• Nonoperative
treatment indicated for
nondisplaced fractures
and displaced fractures
in poorly functioning
older individuals.
• Immobilization in a long
arm cast with the elbow
in 45 to 90 degrees of
flexion is favored by
many authors
Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D. Handbook of Fractures, 3rd Edition
Lippincott Williams & Wilkins 2006
33. Urolitiasis
• Calcium oxalate stones
– Batu ureter yang tersering
– Cenderung terbentuk pada urin yang bersifat asampH
rendah
– Sebagian oksalat yang terdapat di urin, diproduksi oleh tubuh
– Kandungan Kalsium dan oksalat yang terdapat di makanan
memiliki pengaruh terhadap terbentuknya batu, tetapi bukan
merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi
– Dietary oxalate an organic molecule found in many
vegetables, fruits, and nuts
– Calcium from bone may also play a role in kidney stone
formation.
• Calcium phosphate stones
– Lebih jarang
– Cenderung terbentuk pada urin yang alkalinpH tinggi
• Struvite stones
– Lebih sering ditemukan pada wanita
– Hampir selalu akibat dari ISK
• Uric acid stones
– These are a byproduct of protein metabolism
– commonly seen with gout,and may result from certain
genetic factors and disorders of your blood-producing
tissues
– fructose also elevates uric acid, and there is evidence that
fructose consumption is helping to drive up rates of kidney
disease
• Cystine stones
– Representing only a very small percentage
– these are the result of a hereditary disorder that causes
kidneys to excrete massive amounts of certain amino acids
(cystinuria)
Kristal urine
Amorphous Urates and Uric Acid
Phosphates Bilirubin Crystals

Calcium Oxalate Triple Phosphate Cholesterol


soundnet.cs.princeton.edu
34. Posterior Hip
Dislocation
Gejala
• Nyeri lutut
• Nyeri pada sendi
panggul bag.
belakang
• Sulit
menggerakkan
ekstremitas
bawah
• Kaki terlihat
memendek dan
dalam posisi
fleksi, endorotasi
dan adduksi
Risk Factor
• Kecelakaan
• Improper seating
adjustment
• sudden break in
the car
netterimages.com
35. Osteomielitis
• Peradangan pada tulang dan sumsum
tulang(bone marrow) disebabkan oleh kuman.
• Walaupun tulang normalnya tahan terhadap
kolonisasi bakteri, trauma, operasi, adanya
benda asing atau prostese dapat
menyebabkan rusaknya integritas tulang
sehingga akan menyebabkan infeksi pada
tulang
Pathogenesis Symptoms
Waldvogel, 1971

• Nonspecific symptoms
1. Hematogenous – Demam
– Menggigil
2. Contiguous – Malaise
focus of – Letargi
– Iritabilitas
infection • The classic signs of
inflammation, including local
3. Direct pain, swelling, or redness,
may also occur and normally
inoculation disappear within 5-7 days

http://emedicine.medscape.com/article/1348767-overview#a0112
• S aureus Bakteri penyebab yang paling
sering ditemukan, diikuti dengan
Pseudomonas dan Enterobacteriaceae.
• Bakteri yang lebih jarang adalah anaerobe
gram-negative bacilli.
• Intravenous drug users may acquire
pseudomonal infections
• Osteomielitis akut hematogenus memiliki
predileksi pada tulang panjang.
• The ends of the bone near the growth plate
(the metaphysis) is made of a maze like bone
called cancellous bone.
• It is here in the rapidly growing metaphysis
that osteomyelitis often develops

http://www.hawaii.edu/medicine/pediatrics/pedtext/s19c04.html
36. Chest X-Ray

The PA (posterioranterior) film is


obtained with the patient facing the
cassette and the x-ray tube 6 feet away in the supine AP (anteriorposterior) position
the x-ray tube is 40 inches from the patient
This is a PA film on the left compared with a AP supine film on the right.
The AP shows magnification of the heart and widening of the
mediastinum. Whenever possible the patient should be imaged in an upright PA
position. AP views are less useful and should be reserved for very ill patients who
cannot stand erect.
37. Bone Tumor
• Presenting complaints, such as localized pain and
soft-tissue swelling, increased skin temperature
and decreased range of motion at an affected
joint, are key indicators of possible cancerous
tumors.
• These findings alone however, are not sufficient
to differentiate between tumors and other
possible diagnoses
• It is imperative, therefore, that radiographs be
obtained and examined
The Canadian Journal of Diagnosis / May 2001
Chondrosarcoma
• Clinical Presentation • Epidemiology
– Deep, dull, achy pain – pelvis and ribs, 45%; ilium,
– Pain at night 20%; femur, 15%;
– Nerve dysfunction of the humerus, 10%; and others,
lumbosacral plexus or the 10%. The spine and the
sciatic or femoral nerves, craniofacial bones are
with pelvic lesions near a rarely involved
neurovascular bundle – The mean interval from
– Limitation of joint range of pain to diagnosis is 19.4
motion and disturbance of months for grade I and
joint function, with grade II chondrosarcomas
chondrosarcomas close to and 15.5 months for grade
a joint III chondrosarcomas
– Pathologic fracture – Commonly found in the
age 40-60 years old
• Frontal radiograph of
the left fibula head
demonstrates a lucent
lesion that contains the
typical chondroid matrix
calcification. Low-grade
tumor
The Canadian Journal of Diagnosis / May 2001
Disorders Age Predilection Clinical
Miositis The first First in the Episodic, painful soft tissue swellingsmost
Osifikans decade of dorsal, axial, transform soft connective tissues into
(Pediatric) life cranial, and mature bone
proximal regions Minor trauma or influenza-like viral illnesses
of the body can trigger painful new flare-ups
Later in the Stiffness of the neckearly findings
ventral, Findings: malformations of the great toes
appendicular, and progressive heterotopic ossification
caudal, and replaces skeletal muscle and connective
distal regions tissues
Miositis anywhere in the complication of a contusion injury and
Osifikans body  more occurs when part of of the hematoma is
(Adult) commonly replaced with bone
occurs in the severe pain and a palpable mass within the
quadriceps muscle, Bruising
Metastasis Concurent the axial Types of cancer, including prostate, breast,
bone disease with the skeleton and lung cancers.
primary Severe paindull ache that grows worse
tumor over time, with intermittent periods of
sharp, jagged pain, bone fractures, spinal
cord compression, hypercalcemia, anemia,
spinal instability, decreased mobility
Diagnosis Banding
Osteochondroma Osteoblastoma:
• ossification in the • Subchondral Cysts
peritendinous tissues • Fluid-filled
• Terdapat pada sacs in
metafisis subchondral
• Tidak nyeri dan serin bone
kali tidak teraba
benjolan

Chondroblastoma
• radiolucent lesion with sclerotic margins
(white arrowheads) in epiphysis of distal
femur and with probable extension into
metaphysis (black arrowhead).
Miositis ossifikans
• The typical radiographic
appearance of myositis
ossificans is
circumferential
calcification with a
lucent centre, and a
radiolucent cleft (string
sign) that separates the
lesion from the cortex
of the adjacent bone.
38. Gallbladder Disorder
Kolangitis • Pemeriksaan:
• USG Abdomen
• Infeksi pada traktus • Endoscopic retrograde
biliaris cholangiopancreatography
(ERCP)
• Trias Charcoat • Magnetic resonance
– Demam cholangiopancreatography
(MRCP)
– Nyeri perut • Percutaneous transhepatic
kuadran kanan cholangiogram (PTCA)
atas • Pemeriksaan lab:
– Kuning/ikterik • Kadar Bilirubin
• Kadar enzim hati/tes fungsi hati
• Leukosit/White blood count
(WBC)
http://emedicine.medscape.com/article/184043-clinical

Disorder Clinical Feature


Pancreatitis Chronic Abdominal pain, normal or mildly elevated pancreatic enzyme levels,
malabsorbsion (steatorrhea), diabetes mellitus (CHRONIC)
sudden in onset abdominal pain radiates the back, worse in supine
position,Profuse vomiting, fever(ACUTE)
Acute cholesistis Acute right upper quadrant pain and tenderness, radiates to back or below
the right shoulder blade,Fever and leukocytosis, Clay-colored stools, jaundice,
Nausea and vomiting,Palpable gallbladder/fullness of the RUQ ,Murphy sign
Cholelithiasis Episodic abdominal pain (increases when consuming fat), pain resolves over
30 to 90 minutes.localizes the pain to the epigastrium or right upper
quadrant radiation to the right scapular tip (Collins sign).Dyspepsia,Gallstones
on cholecystography or ultrasound scan,4F. Dx:USG, MRCP
Choledocholithiasis  at least one gallstone in the common bile duct
Pancreatic >50 years,abdominal pain, lower back pain,jaundice, Dark urine and clay-
Tumor colored stools,Fatigue and weakness, Painless Jaundice, palpable gallbladder
(ie, Courvoisier sign),Loss of appetite and weight loss,Nausea and vomiting,
Trousseau sign, in which blood clots form spontaneously in the portal blood
vessels, the deep veins of the extremities, or the superficial veins anywhere
on the body, Diabetes mellitus, Tumor marker CA 19-9
39.Radiographic Evaluation
for suspected fractures
• Rule of two's
– Minimal of 2 views perpendicular to each other
when possible
– Include 2 joints
– Include 2 limb comparison views
– 2 sets of X-rays
• Pre-reduction and post-reduction films; obtain pre-
reduction x-rays unless neurovascular compromise
• Possible repeat x-ray in 7-10 days for suspected occult
fractures (i.e. scaphoid fractures)
40. Spondylolysis
• Spondylolysis
– Also known as pars defect
– Also known as pars fracture
– Dengan atau tanpa
spondylolisthesis
– Fraktur atau defek pada
vertebra, biasanya pada
bag.posterior, paling sering
pada pars interarticularis
Spondylolysis
• Symptoms
– Low back pain/stiffness
– Membungkuk ke depan, makin nyeri
– Makin memberat dengan aktivitas
– May include a stenotic component resulting in leg
symptoms
– Sering terlihat pada atlet
• SenamCaused by repeated strain
• Diagnosis
– Plain oblique radiographs
– CT, in some cases
• Nonoperative care
– Membatasi aktivitas
– Fisioterapi
• Sebagian besar fraktur akan sembuh tanpa intervensi medis
• Surgical care
– Dilakukan bila terapi non operatif gagal
– Posterior fusion
• Instrumented
• May require decompression
Spondylolisthesis
• Spondylolisthesis
– Tulang vertebra bergeser
dari posisi yang normal Spondylolisis

• Symptoms may include:


– Lower back pain
– Muscle tightness (tight
hamstring muscle)
– Nyeri, baal, atau
kesemutan pada paha dan
gluteus
– Stiffness
– Tenderness in the area of
the slipped disc
– Kelemahan tungkai
Spondylolisthesis
• Gradation of
spondylolisthesis
– Meyerding’s Scale
• Grade 1 = up to 25%
• Grade 2 = up to 50%
• Grade 3 = up to 75%
• Grade 4 = up to 100%
• Grade 5 >100%
(complete dislocation,
spondyloloptosis)
Spondylolisthesis
• Diagnosis
– Plain radiographs
– CT, in some cases with
leg symptoms
• Nonoperative Care
– Istirahat
– NSAID
– Fisioterapi
– Injeksi Steroid
• Surgical care
– Dilakukan bila terapi non operatif
gagal
– Dekompresi dan fusi
• Instrumented
• Posterior approach
• With interbody fusion
41. Dosis Lidokain
• Dosis max di soal • 200 mg = 5x40 mg
4mg/Kg BB • = 5 ampul
• 4x50= 200mg

• 2% lidokain (w/v)
– 2g/100cc
– 20mg/cc
– 1 ampul 2 cc= 40mg
42. Paget’s disease
Patophysiology
Clinical Presentation
• Pathologic fractures
– because of the increased vascularity of
the involved bone
– bleeding is a potential danger
Irregular
• Alkaline phosphatase levels bone
– markedly elevated as the result of osteoblast activity.
• Serum calcium are normal except with generalized
disease or immobilization
• Gout and hyperurecemia
– as a result of increased bone activity, which causes an
increase in nucleic acid catabolism.
• Radiograph
– Radiolucent areas in the bone, typical of increased bone resorption
– Deformities & fractures may also be present
Treatment
• Goals
– to relieve pain & prevent fracture & deformities.
• Pharmacologic agentsused to suppress osteoclastic
activity
– Bisphosphonates & calcitonin are effective agents to decrease
bone pain & bone warmth & also relieve neural decompression,
joint pain & lytic lesions
– analgesics & NSAIDs
• Assistive devices, including cane, walker.
43. Congenital Malformation
Disorder Definition Radiologic Findings

Hirschprung Congenital Barium Enema: a transition zone that


aganglionic separates the small- to normal-diameter
megacolon aganglionic bowel from the dilated bowel
above
Intussusception A part of the Intussusception found in air or barium
intestine has enema
invaginated into
another section of
intestine
Duodenal Dueodenum Plain X-ray: Double Bubble sign
atresia
Anal Atresia birth defects in Knee chest position/invertogram: to
which the rectum is determined the distance of rectum stump
malformed to the skin (anal dimple)

http://emedicine.medscape.com/
invertogram Intussusception Hirschprung

Classifcation:
• A low lesion
– colon remains close to the skin
– stenosis (narrowing) of the anus
– anus may be missing altogether,
with the rectum ending in a blind
pouch
• A high lesion
– the colon is higher up in the pelvis
– fistula connecting the rectum and
the bladder, urethra or the vagina
• A persistent cloaca
– rectum, vagina and urinary tract
are joined into a single channel
http://emedicine.medscape.com/ Learningradiology.om Duodenal atresia
44. Medial Epicondyle Fractures
• Represent 5% to 10% of pediatric elbow fractures
– usually occur in children between the ages of 9 and 14 years
– Rare in adult
• Mechanism of injury:
– Direct blow to the elbow
• Occurs with valgus stress to the elbow, which avulses the medial
epicondyledirect blow to elbow or arm
– fall on outstretched arm
• most common
– elbow dislocation
• associated with elbow dislocations in up to 50%
• most spontaneously reduce but fragment may be incarcerated in joint
– traumatic avulsion
• usually occurs in overhead throwing athletes

Landin. Elbow fractures in children. An epidemiological analysis of 589 cases. Acta Orthop Scand. 1986;57:309.
Medial Humerus Fracture
www2.aofoundation.org

ANATOMY

• Nerves on both sides of the distal humerus run very closely to the bone, especially the ulnar
nerve
• Ulnar nerveperforates the medial intermuscular septum runs and then in its sulcus
behind the medial epicondyle
• It can be directly compressed in distal humeral fractures
• Radial nerve perforates the lateral intermuscular septum as it loares the spiral groove
on the humerus, to run anteriorly and distally
• At the level of the radial head it divides into its deep and superficial branches.
• Median nerve crosses the anterior capsule of the elbow joint, running into the
forearm between the two heads of the pronator teres muscle.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2758175/
Presentation
•Symptoms
• medial elbow pain
•Physical exam
• tenderness over medial epicondyle
• valgus instability

Treatment
•Nonoperative
• brief immobilization (1 to 2 weeks) in a long arm cast or splint
• indications
• isolated fractures of the medial epicondyle with between 5 to 15 mm of
displacement heal well.
• fibrous union of the fragment is not associated with significant symptoms or
diminished function
• < 5mm displacement usually treated non-operatively, 5-15 mm remains
controversial
•Operative
• open reduction internal fixation
• indications
• absolute
• displaced fx with entrapment of medial epicondyle fragment in joint
• relative
• ulnar nerve dysfunction
• > 5-15mm displacement
• displacement in high level athletes
Complications of Surgery
•Nerve injury
• ulnar nerve can become entrapped
• neuropathy with dislocatoin which usually resolves
•Missed incarceration
• missed incarceration of fragment in elbow joint
•Elbow stiffness
• loss of elbow extension, avoid prolonged immobilization
•Non-union

http://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/fractures/Medial_epicondyle_emerg/
Opposition of The finger
• The ability to touch • Need 2 muscle:
your thumb and pinky – M. Opponens Pollicis
• N. Medianus
– M. Opponens digiti
minimi
• N. Ulnaris
Opponens Pollicis
• Origin
– Flexor retinaculum and
tubercles of scaphoid and
trapezium
• Insertion
– Lateral side of 1st metacarpal
• Action
– Draws 1st metacarpal
laterally to oppose thumb
toward center of palm
• Innervation Pemeriksaan Fisik:
– Recurrent branch of median • Anterior interosseous nerve (branch of
nerve (C8 and T1) median nerve) injuryin distal humerus
fracture
• OK sign
Opponens Digiti Minimi
• Origin Hook of hamate and
flexor retinaculum
• Insertion Medial border of
5th metacarpal
• Action brings little finger
(5th digit) into opposition
with thumb
• Innervation Deep branch of
ulnar nerve (C8 and T1)
45. N. Ulnar

• ADMabductor digiti minimi


• FCUflexor carpi ulnaris
• FDIfirst dorsal interosseous
• FDPflexor digitorum profundus
• FPBflexor pollicis brevis.
http://www.msdlatinamerica.com/ebooks/HandSurgery/sid731790.html
Ulnar Nerve Palsy
• If the MCP joint
hyperextends, it is a
positive Jeanne’s sign
and also indicates ulnar
nerve palsy

• Froment’s sign:
• the action of adductor pollicis weak with an ulnar nerve palsy
• Patient holds piece of paper between the thumb and index paper (pinch
grip). If the distal phalanx flexes, it is a positive test ulnar nerve palsy.
• With ulnar nerve palsy, the patient will experience difficulty maintaining a
hold and will compensate by flexing the FPL (flexor pollicis longus) of the
thumb to maintain grip pressure causing a pinching effect.
Tinels sign & Phalens ManeuverCTS
• Phalen’s maneuver (Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam
waktu 60 detik timbul gejala → CTS +)
• Tinel’s sign (timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau
dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi)
• Luthy's sign/bottle's sign (Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya
pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya
dengan rapat → CTS +)
• Pemeriksaan sensibilitas/two-point discrimination (Bila penderita tidak dapat
membedakan dua titik pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus  CTS +)

Tinel’s sign

Phalen’s maneuver
Bunnel-Littler Test
• Evaluates the tightness
of intrinsic muscles or
joint capsular tightness
• How?
– Hold MP joint in slight
extension
– Try to flex PIP joint
• Positive finding
– Unable to bend =
tightness in intrinsic
muscles
• Finkelstein test: Tests • Client makes a fist
for De Quervain’s or with thumb inside
Hoffmann’s disease. the fingers. The
• A positive test therapist passively
indicates a deviates the wrist
tenosynovitis of the towards the ulnar
abductor pollicis sidepain (positive
longus and extensor result)
pollicis brevis tendons
46.
47. Raynaud Phenomenon
• May appear as a component of other conditions.
• Causes:
– connective tissue diseases (scleroderma & SLE)
– arterial occlusive disorders.
– carpal tunnel syndrome,
– thermal or vibration injury.
• In patients with connective tissue diseases/arterial
occlusive disease: the digital vascular lumen is largely
obliterated by sclerosis or inflammationlower
intraluminal pressure & greater susceptibility to
sympathetically mediated vasoconstriction
Raynaud’s phenomenon vs syndrome
• Vasospastic disorder causing
discoloration of the fingers, toes,
and occasionally other areas.
– Raynaud's disease ("Primary
Raynaud's phenomenon") 
idiopathic
– Raynaud's syndrome
(secondary Raynaud's), 
commonly connective tissue
disorders such as Systemic
lupus erythematosus

http://www.jaapa.com/the-patient-with-cold-hands-understanding-
raynauds-disease/article/139839/
Disorder Onset Etiology Clinical Feat.
Buerger Disease chronic Segmental vascular Intermitten claudicatio,Smoking
inflammation
Polyarteritis nodosa acute immune complex– Fever,Malaise,Fatigue,Anorexia,
induced disease weight loss,Myalgia,Arthralgia in large
necrotizing joints,polyneuropathy, cerebral
inflammatory lesions ischemia, rash, purpura, gangrene,
small and medium- Abdominal pain, does not involve the
sized arteries lungs

Vasculitis hypersensitif Acute/ Circulating immune a small vessel vasculitis,usually affect


chronic complexesdrugsf skin, but can also affect joints,
ood,other gastrointestinal tract, and the
unknown cause kidneysitching, a burning
sensation, or pain, purpura
Wegener chronic autoimmune tissue destruction of upper
granulomatosis respiratory tract (sinuses, nose, ears,
and trachea *the “windpipe”+), the
lungs, and the kidneys
Takayasu arteritis chronic unknown of systolic blood pressure difference
inflammatory (>10 mm Hg) between arms,
proscess pulselessness,bruit a.carotid
48. Wound Antiseptics

http://www.who.int/hac/techguidance/tools/Prevention and management of wound


infection
49. Wound healing
50. Triage
Triage Priorities
1. Red- prioritas utama
– memerlukan penanganan
segeraberkaitan dengan kondisi
sirkulasi atau respirasi

2. Yellow- prioritas kedua


– Dapat menunggu lebih lama, sebelum
transport (45 minutes)

3. Green- Dapat berjalan


– Dapat menunggu beberapa jam untuk
transport

4. Black- Meninggal
– Akan meninggal dalam penanganan
emergensi memiliki luka yang
mematikan

*** mark triage priorities (tape, tag)


Triage Category: Red
• Red (Highest) Priority: • Gangguan Airway dan
Pasien yang breathing
memerlukan • Perdarahan banyak dan
tidak terkontrol
penanganan segera dan
transport secepat- • Decreased level of
consciousness
cepatnya
• Severe medical problems
• Shock (hypoperfusion)
• Severe burns
Yellow Green
• Yellow (Second) Priority:
Pasien yang penanganan • Green (Low) Priority:
dan traportnya dapat Pasien yang
ditunda sementara waktu penanganan dan
• Luka bakar tanpa gangguan
airway transportnya dapat
• Trauma tulang atau sendi ditunda sampai yang
besar atau trauma multiple terakhir
tulang
• Fraktur Minor
• Trauma tulang belakang
dengan atau tanpa • Trauma jaringan lunak
kerusakan medula spinalis Minor
51. Komplikasi padaTotal Hip Arthroplasty –
Heterotopic Ossification
• Pembentukan tulang pada Terapi
jaringan yang secara normal – Pemanasan handuk
tidak menunjukkan sifat hangat, infrared
ossifikasi – Radiasi pre-op/post-op
– Sendi bengkak, nyeri, hangat
– Seringkali terjadi
500- 1000 Rad
pengurangan range of “lindungi implant”
movement – Indometasin
– Dapat terjadi sejak 2 minggu
post op – Ibuprofen
– Dapat berlanjut menjadi – Diphosphonates
pembentukan tulang
ekstensif dalam 3 bulan

Ashton et al. Prevention of heterotopic bone formation in high risk patients post-total hip
arthroplasty. Journal of Orthopaedic Surgery 2000, 8(2): 53–57
Teknik: Total Hip Replacement
• Femoral head impaction  Final implant
52. Hemorrhaegic Shock
53. Ulkus Kornea

Keratitis Inflammation of the cornea


Ulkus Kornea A corneal ulcer, or ulcerative keratitis, or
eyesore is an inflammatory or more seriously,
infective condition of the cornea involving
disruption of its epithelial layer with
involvement of the corneal stroma.
Keratokonjungtivitis Inflammation of the cornea and conjunctiva
Blefaritis Inflammation of the eyelids
Konjungtivitis Inflammation of the conjunctiva
ULKUS KORNEA
• Gejala Subjektif
• Ulkus kornea adalah hilangnya – Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
sebagian permukaan kornea akibat – Sekret mukopurulen
kematian jaringan kornea – Merasa ada benda asing di mata
– Pandangan kabur
• ditandai dengan adanya infiltrat – Mata berair
– Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
supuratif disertai defek kornea
– Silau
bergaung, dan diskontinuitas – Nyeri
jaringan kornea yang dapat terjadi – nfiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit
dari epitel sampai stroma. nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer kornea
dan tidak disertai dengan robekan lapisan
• Etiologi: Infeksi, bahan kimia, epitel kornea.

trauma, pajanan, radiasi, sindrom • Gejala Objektif


sjorgen, defisiensi vit.A, obat- – Injeksi siliar
obatan, reaksi hipersensitivitas, – Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan
adanya infiltrat
neurotropik – Hipopion
ULKUS KORNEA
• Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 Penatalaksanaan :
: – harus segera ditangani oleh
1. Ulkus kornea sentral spesialis mata
– Ulkus kornea bakterialis – Pengobatan tergantung
penyebabnya, diberikan obat
– Ulkus kornea fungi tetes mata yang mengandung
– Ulkus kornea virus antibiotik, anti virus, anti
– Ulkus kornea acanthamoeba jamur,
2.Ulkus kornea perifer – sikloplegik
– Mengurangi reaksi
– Ulkus marginal
peradangan dengan steroid.
– Ulkus mooren (ulkus – Berikan analgetik jika nyeri
serpinginosa kronik/ulkus
– Jangan menggosok-gosok
roden) mata yang meradang
– Ulkus cincin (ring ulcer) – Mencegah penyebaran infeksi
dengan mencuci tangan
An inflammatory or more seriously, infective condition of the cornea
involving disruption of its epithelial layer with involvement of the
corneal stroma
Causative Agent Feature Treatment
Fungal Fusarium & candida species, conjungtival Natamycin,
injection, satellite lesion, stromal infiltration, amphotericin B,
hypopion, anterior chamber reaction Azole derivatives,
Flucytosine 1%
Protozoa infection associated with contact lens users swimming in
(Acanthamoeba) pools
Viral HSV is the most common cause, Dendritic Acyclovir
lesion, decrease visual accuity
Staphylococcus Rapid corneal destruction; 24-48 hour, stromal Tobramycin/cefazol
(marginal ulcer) abscess formation, corneal edema, anterior in eye drops,
segment inflammation. Centered corneal ulcers. quinolones
Pseudomonas
Traumatic events, contact lens, structural (moxifloxacin)
Streptococcus malposition
connective tissue RA, Sjögren syndrome, Mooren ulcer, or a
disease systemic vasculitic disorder (SLE)
Ulkus kornea Bakterial
• Ulkus kornea pneumokokal • Ulkus kornea pseudomonas
– Pseudomonas aeruginosa
– Streptokokus pneumonia
– Awalnya berupa infiltrat kelabu/ kuning di
– Muncul 24-48 jam setelah inokulasi tempat yang retak
pd kornea yg abrasi – Terasa sangat nyeri
– Ulkus kelabu batas cukup tegas, – Menyebar cepat ke segala arah krn adanya
enzim proteolitik dr organisme
cenderung menyebar secara – Infiltrat dan eksudat mungkin berwarna hijau
teratur dari tempat infeksi ke kebiruan
sentral kornea – Berhubungan dengan penggunaan soft lens
– Efek merambat  ulkus – Obat: mofifloxacin, gatifloxacin,
serpiginosa akut siprofloksasin, tobramisin, gentamisin

– Obat: mofifloxacin, gatifloxacin,


cefazolin
• Ulkus kornea stafilokokus
– Ulkus sering indolen, mungkin
disertai sedikit infiltrat dan
hipopion
– Ulkus seringkali superfisial
– Obat: vankomisin
Ulkus kornea
• Terapi: antibiotik sesuai penyebab
– Bakteri: aminoglycoside dengan cephalosporin
gen 1 tiap 15-30 menit. Atau ciprofloxacin 0.3%,
 sembuh lebih cepat
– Jamur: natamycin, fluconazole, amphotericin B,
miconazole, and ketoconazole. Natamycin 
pilihan pertama.
– Virus: antiviral topikal
54. ROP
• Retinopati pada prematuritas (ROP) adalah
suatu retinopati proliferatif pada bayi
prematur sebagai akibat terpapar pada
oksigen konsentrasi tinggi.
• Vaskularisasi retina yang normal berawal dari
diskus optikus menuju ke perifer dan
terbentuk sempurna pada sisi nasal pada usia
kehamilan 36 minggu dan pada sisi temporal
pada kehamilan 40 minggu.
Patofisiologi
• Diduga kuat bahwa jaringan mesenkim bakal
pembuluh darah yang tumbuh dari sentral ke
perifer retina adalah jaringan yang sensitif
terhadap sitotoksisitas sampai terbentuk menjadi
pembuluh darah yang matur.
• Paparan terhadap oksigen yang berlebihan pada
periode ini bisa menimbulkan obliterasi dan
menghambat vaskularisasi lebih lanjut, sehingga
bagian depan retina tidak mendapatkan aliran
darah.
Faktor Risiko
1. Low birth weight 8. small for gestational
2. gestational age age (SGA)
3. prolonged 9. multiple blood
supplemental oxygen transfusions
4. sepsis 10. unstable oxygen
5. respiratory distress saturation levels
6. apneu • Hanya nomor 1,2, dan 3
yang konsisten
7. asphyxia mempengaruhi kejadian
ROP
Siapa yg harus diskrining?
• Karakteristik neonatus • Pada negara yg kurang
yang mengalami ROP berkembang rentang
yang parah di negara skrining guidelide lebih
maju, berkembang, dan lebar karena epidemiologi
kurang berkembang ROP di sana bisa terjadi
masing-masing berbeda pada bayi yg lbh matur
sehingga guideline kapan dan lbh besar.
skrining ROP dilakukan • Di Indonesia belum ada
berbeda-beda di setiap guideline nasional tetapi
negara. ada penelitian yang
dilakukan oleh
Rohsiswatmo (2005).

Rohsiswatmo, Rinawati. Retinopathy of prematurity. Paediatrica Indonesiana, Vol. 45, No. 11-12. 2005
Siapa yg harus diskrining?
Guideline Memenuhi salah satu kriteria berikut
Usia Gestasi Berat Lahir
Canadian Pediatric Society(1998): ≤ 30 minggu ≤ 1500gr
American Association of Pediatric ≤ 30 minggu ≤ 1500gr
(2013) atau atau
> 30 minggu dgn keadaan 1500-2000 gr dgn keadaan
klinis tidak stabil (perlu klinis tidak stabil (perlu
bantuan kardiopulmoner/ bantuan kardiopulmoner/
risiko tinggi ROP seperti risiko tinggi ROP seperti
penggunaan suplemen penggunaan suplemen
oksigen) oksigen)
UK <31 minggu <1251 gr
India < 35 minggu < 2000 gr
(Rohsiswatmo, Rinawati: 2005). Saran:
<34 minggu <1600 gr
atau atau
< 36 minggu dengan 1600 - < 2100 gr dengan
keadaan klinis parah suplemen oksigen
atau
< 2200 gr dengan keadaan
klinis parah
Zona 1 Zona 3

Zona 2
http://www.rostimes.com/2011RJO/RJO20110113.htm
Tatalaksana
• Cryopexy circumferential: upaya untuk mencegah
progresifitas penyakit dengan cara
menghancurkan sel-sel yang melepas faktor
angiogenik.
• Fotokoagulasi laser: data menunjukkan teknik ini
sangat efektif dan lebih aman dari cryopexy.
• Pemberian vitamin E (masih kontroversial).
• Mengurangi intensitas cahaya: efeknya terhadap
insiden RPP masih dipertanyakan.
• Operasi retina yang lepas (ablasio retina)
55. Blepharitis
• Terdiri dari blefaritis anterior dan • Tx blefaritis seboroik: perbaikan
posterior hygiene mata dengan cara:
• Blefaritis anterior: radang bilateral – kompres hangat untuk evakuasi
dan melancarkan sekresi kelenjar
kronik di tepi palpebra
– tepi palpebra dicuci + digosok
– Blefaritis stafilokokus: sisik kering, perlahan dengan shampoo bayi
palpebra merah, terdapat ulkus- untuk membersihkan skuama
ulkus kecil sepanjang tepi – pemberian salep antibiotik
palpebra, bulu mata cenderung eritromisin (bisa digunakan
rontok  antibiotik stafilokokus kombinasi antibioti-KS)
– Blefaritis seboroik: sisik
berminyak, tidak terjadi ulserasi, • Blefaritis posterior: peradangan
tepi palpebra tidak begitu merah palpebra akibat difungsi kelenjar
– Blefaritis tipe campuran meibom bersifat kronik dan bilateral
• Kolonisasi stafilokokus
• Terdapat peradangan muara meibom,
sumbatan muara oleh sekret kental
Blepharitis
Definisi Gejala Tatalaksana
Blefaritis Infeksi kelopak superfisial Terdapat krusta dan bila Salep antibiotik
superfisial yang diakibatkan menahun disertai (sulfasetamid dan
Staphylococcus dengan meibomianitis sulfisoksazol),
pengeluaran pus
Blefaritis Blefaritis diseratai skuama Etiologi: kelainan Membersihkan tepi
skuamosa/ atau krusta pada pangkal metabolik atau jamur. kelopak dengan
blefaritis bulu mata yang bila Gejala: panas, gatal, sampo bayi, salep
seboroik dikupas tidak terjadi luka sisik halus dan mata, dan topikal
pada kulit, berjalan penebalan margo steroid
bersamaan dengan palpebra disertai
dermatitis sebore madarosis
Blefaritis Infeksi Staphyllococcus Gangguan pada fungsi Dengan sulfa,
Angularis pada tepi kelopak di sudut pungtum lakrimal, tetrasiklin, sengsulfat
kelopak atau kantus rekuren, dapat
menyumbat duktus
lakrimal sehingga
mengganggu fungsi
lakrimalis

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas


Blefaritis Angularis
56-57. HORDEOLUM
• Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata
• Infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea
• Gejala: kelopak bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal,
merah, nyeri bila ditekan, ada pseudoptosis/ptosis akibat
bertambah berat kelopak
• Gejala
– nampak adanya benjolan pada kelopak mata bagian atas atau
bawah
– berwarna kemerahan.
– Pada hordeolum interna, benjolan akan nampak lebih jelas
dengan membuka kelopak mata.
– Rasa mengganjal pada kelopak mata
– Nyeri takan dan makin nyeri saat menunduk.
– Kadang mata berair dan peka terhadap sinar.
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
• 2 bentuk :
 Hordeolum internum: infeksi kelenjar Meibom di dalam
tarsus. Tampak penonjolan ke daerah kulit kelopak, pus
dapat keluar dari pangkal rambut
 Hordeolum eksternum: infeksi kelenjar Zeiss atau Moll.
Penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsal

http://www.huidziekten.nl/zakboek/dermatosen/htxt/Hordeolum.htm

Hordeolum Eksterna Hordeolum Interna


Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
• Pengobatan
– Self-limited dlm 1-2 mingu
– Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4x/hari
– Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya: Gentamycin,
Neomycin, Polimyxin B, Chloramphenicol
– Jika tidak menunjukkan perbaikan : Antibiotika oral (diminum),
misalnya: Ampisilin, Amoksisilin, Eritromisin, Doxycyclin
– Insisi bila pus tidak dapat keluar
Diagnosis Banding
• Kalazion
– Inflamasi idiopatik, steril, dan kronik dari kelenjar Meibom
– Ditandai oleh pembengkakan yang tidak nyeri, muncul
berminggu-minggu.
– Dibedakan dari hordeolum oleh ketiadaan tanda-tanda inflamasi
akut
– Jika sangat besar, kalazion dapat menekan bola mata,
menyebabkan astigmatisma
• Blefaritis
– Radang kronik pada kelopak mata, disebabkan peradangan
kronik tepi kelopak mata (blefaritis anterior) atau peradangan
kronik kelenjar Meibom (blefaritis posterior)
– Gejala: kelopak mata merah, edema, nyeri, eksudat lengket,
epiforia, dapat disertai konjungtivitis dan keratitis
• Selulitis palpebra
– Infiltrat difus di subkutan dengan tanda-tanda radang akut,
biasanya disebabkan infeksi Streptococcus.
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
58. Subconjunctival hemorrhage
• Subconjunctival hemorrhage (or subconjunctival
haemorrhage) also known as hyposphagma, is bleeding
underneath the conjunctiva.
• Asubconjunctival hemorrhage initially appears bright-red
underneath the transparent conjunctiva.
• Later, the hemorrhage may spread and become green or
yellow, like a bruise.
• In general a subconjunctival hemorrhage is a painless and
harmless condition
• however, it may be associated with high blood pressure,
trauma to the eye, or a base of skull fracture if there is no
posterior border of the hemorrhage visible.
Subconjunctival hemorrhage
Causes Management
• Eye trauma • Self-limiting that requires
• Whooping cough or other no treatment in the absence
extreme sneezing or coughing
• Severe hypertension of infection or significant
• Postoperative subconjunctival trauma.
bleeding • Artificial tears may be
• Acute hemorrhagic applied four to six times a
conjunctivitis (picornavirus)
• Leptospirosis day.
• Increased venous pressure
(straining, vomiting, choking,
or coughing)
59. Konjungtivitis
Konjungtivitis
Conjunctivitis is swelling (inflammation) or infection of
the membrane lining the eyelids (conjunctiva)

Pathology Etiology Feature Treatment


Bacterial staphylococci Acute onset of redness, grittiness, topical antibiotics
streptococci, burning sensation, usually bilateral Artificial tears
gonocci eyelids difficult to open on waking,
Corynebacter diffuse conjungtival injection,
ium strains mucopurulent discharge, Papillae
(+)
Viral Adenovirus Unilateral watery eye, redness, Days 3-5 of → worst, clear
herpes discomfort, photophobia, eyelid up in 7–14 days without
simplex virus edema & pre-auricular treatment
or varicella- lymphadenopathy, follicular Artificial tears →relieve
zoster virus conjungtivitis, pseudomembrane dryness and inflammation
(+/-) (swelling)
Antiviral →herpes simplex
virus or varicella-zoster
http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html virus
Pathology Etiology Feature Treatment
Fungal Candida spp. can Not common, mostly occur in Topical antifungal
cause immunocompromised patient,
conjunctivitis after topical corticosteroid and
Blastomyces antibacterial therapy to an
dermatitidis inflamed eye
Sporothrix
schenckii
Vernal Allergy Chronic conjungtival bilateral Removal allergen
inflammation, associated atopic Topical antihistamine
family history, itching, Vasoconstrictors
photophobia, foreign body
sensation, blepharospasm,
cobblestone pappilae, Horner-
trantas dots
Inclusion Chlamydia several weeks/months of red, Doxycycline 100 mg PO
trachomatis irritable eye with mucopurulent bid for 21 days OR
sticky discharge, acute or Erythromycin 250 mg
subacute onset, ocular irritation, PO qid for 21 days
foreign body sensation, watering, Topical antibiotics
unilateral ,swollen lids,chemosis
,Follicles
60. Herpes Zoster Oftalmika
• Reaktivasi dari virus Varicella Zoster • Tanda
yang mengenai saraf trigeminus – Pembengkakan kelopak mata
cabang oftalmika
– Keratitis
• Manifestasi okular biasanya
didahului oleh munculnya vesikel – Iritis
pada distribusi saraf trigeminal – Glaukoma sekunder
cabang oftalmika • Terapi asiklovir oral 5x800 mg
• Besar kemungkinan terjadi masalah selama 7-10 hari diberikan
okular bila cabang nasosiliar dari dalam 3 hari sejak erupsi
saraf tersebut ikut terkena
vesikel kulit
• When the natural blinking
reflex and eyelid function are
affected, long term application
of a lubricating eye ointment
or eye gel is indicated to
prevent corneal epithelial
damage.
Wim Opstelten. Managing ophthalmic herpes zoster in primary care. BMJ. 2005 July 16; 331(7509): 147–
151.. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC558704/
Ocular complications in immunocompetent patients with
ophthalmic zoster
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

61. Tatalaksana Glaukoma Akut


• Tujuan : merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila tekanan normal
dan mata tenang → operasi
• Supresi produksi aqueous humor
– Beta bloker topikal: Timolol maleate 0.25% dan 0.5%, betaxolol 0.25% dan 0.5%,
levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol 0.3%, dan carteolol 1% dua kali sehari
dan timolol maleate 0.1%, 0.25%, dan 0.5% gel satu kali sehari (bekerja dalam 20
menit, reduksi maksimum TIO 1-2 jam stlh diteteskan)
– Pemberian timolol topikal tidak cukup efektif dalam menurunkan TIO glaukoma
akut sudut tertutup.
– Apraclonidine: 0.5% tiga kali sehari
– Brimonidine: 0.2% dua kali sehari
– Inhibitor karbonat anhidrase:
• Topikal: Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (2-3 x/hari)
• Sistemik: Acetazolamide 500 mg iv dan 4x125-250 mg oral (pada glaukoma
akut sudut tertutup harus segera diberikan, efek mulai bekerja 1 jam, puncak
pada 4 jam)
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.

Tatalaksana Glaukoma Akut


• Fasilitasi aliran keluar aqueous humor
– Analog prostaglandin: bimatoprost 0.003%, latanoprost 0.005%, dan travoprost 0.004%
(1x/hari), dan unoprostone 0.15% 2x/hari
– Agen parasimpatomimetik: Pilocarpine
– Epinefrin 0,25-2% 1-2x/hari
• Pilokarpin 2% setiap menit selama 5 menit,lalu 1 jam selama 24 jam
– Biasanya diberikan satu setengah jam pasca tatalaksana awal
– Mata yang tidak dalam serangan juga diberikan miotik untuk mencegah serangan
• Pengurangan volume vitreus
– Agen hiperosmotik: Dapat juga diberikan Manitol 1.5-2MK/kgBB dalam larutan 20% atau
urea IV; Gliserol 1g/kgBB badan dalam larutan 50%
– isosorbide oral, urea iv
• Extraocular symptoms:
– analgesics
– antiemetics
– Placing the patient in the supine position → lens falls away from the iris decreasing
pupillary block
• Pemakaian simpatomimetik yang melebarkan pupil berbahaya
62. Konjungtivitis Inklusi
• Disebabkan oleh infeksi Chlamydia trachomatis, biasanya
terdapat pada dewasa muda yang aktif secara seksual.
• Gejala dan tanda :
– Mata merah, pseudoptosis, bertahi mata (terutama pagi hari)
– Papila dan folikel pada kedua konjungtiva tarsus (terutama inferior)
– Keratitis superfisial mungkin ditemukan tapi jarang
CHLAMYDIAL KONJUNGTIVITIS
EPIDEMIOLOGY SIGNS
•Adult chlamydial conjunctivitis is a sexually •Preauricular lymphadenopathy
transmitted disease (STD) •Mucopurulent discharge
•All ages but particularly young adults •Conjunctival injection
•More women than men affected C. •Chemosis
trachomatis serotypes D-K •Follicular reaction (especially bulbar or plica
semilunaris follicles)
Histopathology: basophilic intracytoplasmic •Superior micropannus
epithelial inclusion bodies (on Giemsa •Fine or coarse epithelial or subepithelial
staining) corneal infiltrates

SYMPTOMS TREATMENT
•Unilateral or bilateral involvement Options include one of the following:
•Purulent discharge, crusting of lashes, •Azithromycin 1000mg single dose
swollen lids, or lids "glued together" •Doxycycline 100mg BID for 7 days
•Patient may also complain of: •Tetracycline 100mg QID x 7 days (avoid in
◦ red eyes pregnant women and in children)
◦ irritation •Erythromycin 500 mg QID x 7 days
◦ tearing Patient and sexual contacts should be
◦ photophobia evaluated and treated for other STDs.
◦ blurred vision
http://www.aao.org/theeyeshaveit/red-eye/chlamydial-conjunctivitis.cfm
Etiologi Diagnosis Karakteristik
Viral Konjungtivitis folikuler Merah, berair mata, sekret minimal, folikel sangat
akut mencolok di kedua konjungtiva tarsal
Klamidia Trachoma Seringnya pd anak, folikel dan papil pd konjungtiva
tarsal superior disertai parut, perluasan pembuluh
darah ke limbus atas
Konjungtivitis inklusi Mata merah, sekret mukopurulen (pagi hari), papil
dan folikel pada kedua konjungtiva tarsal (terutama
inferior)
Alergi/hiper- Konjungtivitis vernalis Sangat gatal, sekret berserat-serat, cobblestone pd
sensitivitas konjungtiva tarsal superior, horner-trantas dots
(limbus)
Konjungtivitis atopik Sensasi terbakar, sekret berlendir, konjungtiva
putih spt susu, papil halus pada konjungtiva tarsal
inferior
Konjungtivitis Reaksi hipersensitif tersering akibat protein TB,
fliktenularis nodul keabuan di limbus atau konjungtiva bulbi,
mata merah dan berair mata
Autoimun Keratokonjungtivitis sicca Akibat kurangnya film air mata, tes shcirmer
abnormal, konjungtiva bulbi hiperemia, sekret
mukoid, semakin sakit menjelang malam dan
berkurang pagi
63. Atropin
Indication Contraindication
Atropin Untuk midriasis dan/atu Jangan digunakan pada pasien dengan glaukoma
siklopegia primer atau pada COA yg dangkal
Pilocarpin Tatalaksana glaukoma Obat parasimpatomimetik dikontraindikasikan pd
kasus dimana miosis tidak diinginkan cth pada iritis
akut atau glaukoma dengan pupillary block
Gliserol Tatalaksana glaukoma Diabetes melitus
Mannitol Tatalaksana glaukoma Cardiac failure
Acetazolamide Dalam oftalmologi Hypersensitivitas thd Acetazolamid, kadar serum Na
digunakan sebagai obat dan K yg rendah; gangguan hepar dan ginjal,
glaukoma. kegagalan fungsi supraadrenal, asidosis
hiperkloremik.
Pada pasien sirosis berisiko menimbulkan
ensefalopati.
Pemberian jangka panjang dikontraindikasikan pada
pasien chronic noncongestive angle-closure
glaucoma karena dapat menyebabkan penutupan
organik pd sudut COA.
http://www.drugs.com/pro/acetazolamide.html
64. Keratitis Jamur
• Indolen, disertai infiltrat kelabu, sering dgn hipopion,
peradangan nyata bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi satelit.
• The most common pathogens are Fusarium and Aspergillus
(filamentous fungi) in warmer climates and Candida (a yeast) in
cooler climates.

Tabel 1. Pengobatan Keratitis Fungal


Organisme Rute obat Pilihan pertama Pilihan kedua Alternatif
Organisme Topikal Natamycin Amphotericin B Nystatin
mirip ragi = Subkonjungtiva Natamycin Miconazole -
Candida sp Sistemik Flycytosine Ketoconazole -
Organisme Topikal Natamycin Amphotericin B Miconazole
mirip hifa = Subkonjungtiva Amphotericin B Miconazole -
ulkus fungi Sistemik Fluconazole Ketoconazole -

Sources: Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


Keratitis Fungal
• Gejala  nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama
berkurang krn saraf kornea mulai rusak.
• Pemeriksaan oftalmologi :
– Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery
borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma
– Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal
– Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas
infiltrat stroma
• Faktor risiko meliputi :
– Trauma mata (terutama akibat tumbuhan)
– Terapi steroid topikal jangka panjang
– Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases

Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Keratitis Fungal
• Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan
keratitis fungal dengan bakteri.
– Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan “button appearance”
yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.
• Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik
sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal
tissue biopsy).

Stromal infiltrate
Keratitis Jamur

Lesi satelit (panah merah) pada


keratitis jamur

Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).

Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


65. Klasifikasi morfologi katarak

Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011


Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
66. GLAUKOMA KONGENITAL
• 0,01% diantara 250.000 • Klasifikasi lainnya:
penderita glaukoma – Glaukoma kongenital primer
• 2/3 kasus pada Laki-laki dan anomali perkembangan yang
mempengaruhi trabecular
2/3 kasus terjadi bilateral meshwork.
• 50% manifestasi sejak lahir; – Glaukoma kongenital
70% terdiagnosis dlm 6 bln sekunder: kelainan kongenital
pertama; 80% terdiagnosis mata dan sistemik lainnya,
dalam 1 tahun pertama kelainan sekunder akibat
trauma, inflamasi, dan tumor.
• Klasifikasi menurut Schele:
– Glaukoma infantum: tampak
waktu lahir/ pd usia 1-3 thn
– Glaukoma juvenilis: terjadi
pada anak yang lebih besar

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Etiologi
• Barkan suggested incomplete • Primary congenital glaucoma appears
resorption of mesodermal tissue led to result from developmental
to formation of a membrane across
the anterior chamber angle  anomaly of the anterior segment
Barkan's membrane. structures derived from the
– The existence of such a membrane embryonic neural crest cells causing
has not been proved by light or outflow obstruction to aqueous by
electron microscopy.
• Maumenee & Anderson several mechanisms.
demonstrated abnormal anterior • Developmental arrest may result in
insertion (high insertion) of ciliary anterior insertion of iris, direct
muscle over the scleral spur in eyes
with infantile glaucoma. insertion of the ciliary body onto the
– Longitudinal and circular fibers of the trabecular meshwork and poor
ciliary muscles inserted directly onto structural development of the scleral
the trabecular meshwork rather than spur.
the scleral spur and root of the iris
inserts directly to trabecular
meshwork.
– due to a development arrest in the
normal migration of anterior uvea
across the meshwork in the third
trimester of gestation.

R Krishnadas, R Ramakrishnan. Congenital Glaucoma-A Brief Review. Journal of Current Glaucoma Practice
Patogenesis
 Abnormalitas anatomi trabeluar meshwork  penumpukan
cairan aqueous humor  peninggian tekanan intraokuler 
bisa terkompensasi krn jaringan mata anak masih lembek
sehingga seluruh mata membesar (panjang bisa 32 mm,
kornea bisa 16 mm  buftalmos & megalokornea)  kornea
menipis sehingga kurvatura kornea berkurang

 Ketika mata tidak dapat lagi meregang  bisa terjadi


penggaungan dan atrofi papil saraf optik

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Gejala & Diagnosis
• Tanda dini: fotofobia, • Diagnosis glaukoma
epifora, dan blefarospasme
kongenital tahap lanjut
• Terjadi pengeruhan kornea
dengan mendapati:
• Penambahan diameter
kornea (megalokornea; – Megalokornea
diameter ≥ 13 mm) – Robekan membran
• Penambahan diameter bola descement
mata (buphtalmos/ ox eye) – Pengeruhan difus kornea
• Peningkatan tekanan
intraokuler

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Glaukoma kongenital, perhatikan
Megalocornea adanya pengeruhan kornea dan
buftalmos

http://www.pediatricsconsultant360.com/content/buphthalmos

http://emedicine.medscape.com/article/1196299-overview
Tatalaksana
• Medikamentosa hingga • Operasi:
TIO normal – Goniotomi (memotong
– Acetazolamide jaringan yg menutup
– pilokarpin trabekula atau memotong
iris yg berinsersi pada
trabekula
– Goniopuncture: membuat
fistula antara bilik depan
dan jaringan
subkonjungtiva (dilakukan
bila goniotomi tidak
berhasil)

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
67. Transient Ischemic Attack
– Stroke in evolution/stroke-in-progression/
progressing stroke
– Adalah suatu defisit neurologis yang berfluktuasi ketika pasien sedang
dalam amsa observasi.
• TIA (Transient Ischemic Attack), based on AHA/ASA 2009
– Episode transient mengenai disfungsi neurologis yang disebabkan oleh
iskemia sistem saraf pusat tanpa disertai infark. Gejala dapat hilang
dalam waktu 24 jam.
• RIND (Reversible Ischemic Neurology Deficit)
– Infark serebral yang bertahan lebih dari 24 jam namun kurang dari 72
jam.
• Complete Stroke
– Defisit neurologis yang masih ada dalam waktu lebih dari 3 minggu
68. Paralisis Nervus Ulnaris
• Disebut juga claw hand atau spinster’s claw yang disebabkan oleh masalah
pada nervus ulnaris.
• Pada pemeriksaan sering didapatkan hipereekstensi dari sendi
metacarpophalangeal dan fleksi dari persendian interfalangeal distal dan
proksimal pada digiti IV dan V. Akibat dari adanya proses ini seseorang
tidak dapat melakukan fleksi digiti IV dan V dari posisi ekstensi dan digiti I,
II, dan III akan berada dalam posisi setengah fleksi sehingga memberikan
gambaran “claw hand”. Hal ini terjadi akibat inervasi otot thenar (abductor
pollicis brevis, flekor pollicis brevis, dan opponens pollicis) diinervasi oleh
nervus medianus.
• Pasien juga sering tidak dapat menahan tahanan dalam gerakan aduksi
atau abduksi jari oleh karena kelemahan otot interossei palmar dan dorsal
yang diinervasi oleh nervus ulnaris.
• Faktor risiko: atlet sepeda, sepeda motor, aktivitas yang dilakukan dengan
elbow leaning
• Terapi: fisioterapi, rehabilitasi, dan bedah
69. Multipel Sklerosis
• Multipel sklerosis adalah penyakit inflamasi yang dimediasi
oleh reaksi imun yang menyerang akson yang memiliki
selubung mielin pada sistem saraf pusat, dan
mengakibatkan hancurnya mielin dan akson dengan derajat
bervariasi dan menyebabkan disabilitas fisis pada 20-25
tahun. Ciri khas dari multipel sklerosis adalah simtom yang
timbul episodik dalam hitungan bulan bahkan tahun dan
bervariasi menurut lokasi anatominya.
• Kriteria umum neuropatologi yang didapatkan adalah:
rusaknya selubung myelin, infiltrasi sel-sel radang di
perivaskular, distribusi lesi, srg perivena,terutama di
substansia alba, relatif tidak di jumpai degenerasi Wallerian
atau degenerasi sekunder dari serabut saraf
• Manifestasi klinis didasarkan pada adanya kelainan fokal,
episodik pada nervus optikus, medula spinalis, dan otak.
• Gejala yang dirasakan berupa adanya kelemahan
motorik (paraparesis), nyeri tajam, rasa terbakar yang
tersebar pada ekstremitas dan badan, gangguan visus,
penglihatan ganda, ataksia, disfungsi kandung kemih,
adanya riwayat lesi dan relaps.
• Pada pemeriksaan didapatkan paraparesis pada 1 atau
lebih ekstremitas yang bersifat UMN, refleks fisiologis
dapat bervariasi dari normal hingga hiperaktif,
didapatkan diplopia, nistagmus, disarthria, tremor,
ataksia, disosiasi sensibilitas dalam, disosiasi nyeri, tanda
lhermitte + (fleksi kepala ke arah anterior menyebabkan
adanya nyeri yang menjalar dari kepala ke punggung
hingga ekstremitas inferior).
• Manifestasi klinis yang menetap dapat berupa neuritis
optika, mielitis transversa, ataksia serebelum, gangguan
batang otak, parestesia, dan gangguan saraf otonom
Gambaran Klinik

(A & B) sagital &


axial
 multiple ring-
like & nodular
enhancement

(C) Axial, left


optic nerve
enhancement
Gambar perjalanan klinik Multipel Sklerosis

a • Varians Klinis
Multipel Sklerosis
b • Recurrent Optic
Neuropathy
c
• Devic’s Disease
d (Neuromyelitis
Optica)
e • Slowly Progressive
Myelopathy
f • Acute Tumor Like
MS (Marburg
g Variant)
Kriteria Diagnosis Multipel Sklerosis
McDonald
• Pada pemeriksaan cairan serebrospinal didapatkan
pleiositosis mononuklear (< 50 sel/mm3), total protein
meningkat tidak lebih dari 100 mg/dL, IgG meningkat
lebih dari 12% total protein dan indeksi rasio IgG
dibanding albumin lebih dari 0,8, didapatkan oligoclonal
band
𝐼𝑔𝐺 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑟𝑒𝑏𝑟𝑜𝑠𝑝𝑖𝑛𝑎𝑙
• 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐼𝑔𝐺:
𝑎𝑙𝑏𝑢𝑚𝑖𝑛 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑟𝑒𝑏𝑟𝑜𝑠𝑝𝑖𝑛𝑎𝑙
• Pada pemeriksaan visual evoked potensial didapatkan
perubahan refleks kedip
• Pada pemeriksaan brainstem auditory evoked potensial
didapatkan peningkatan waktu latensi antar gelombang
dan penurunan amplitudo gelombang
• Pada pemeriksaan somatosensory evoked potensial
didapatkan peningkatan waktu latensi antar gelombang.
Pengobatan Umum
• Tirah baring
• Mencegah kelelahan & infeksi  Amantadin 100 mg 2x/hr, Modafinil, 200-
400 mg/hr, Pemoline, 20-75mg pagi
• Mencegah dekubitus
• Retensio urine  kateterisasi intermiten, spastik bladder 
propantheline, oxybutynin
• Paralisis spastik  Baclofen intratekal, Botulinum inj.
• Tremor berat  Ventrolateral thalamotomy
• INH 300 mg/hr & pyridoxine 100 mg/hr
Pengobatan Khusus (1)
Kortikosteroid
• Methylprednisolone iv 500-1000 mg/hr, 3-5 hr  oral, mulai 60-80 mg/hr, tapering off slm 12
hr
• Methylprednisolone oral, 48 mg/hr slm 1 mgg, 24 mg/hr slm 1 mgg , 12 mg/hr slm 1 mgg
• ESO  insomnia, depresi & maniak hiperkortisolisme, hiperglikemia, hipertensi,
osteoporosis, katarak & perdarahan GIT.
• Interferon β1a IM 6 juta unit per minggu selama 2 tahun
• Interferon β1b dosis rendah 1,6 juta unit SC dan dosis tinggi 8 juta unit selang sehari selama
2 th.
• Efek imunologik IFN β :
– Menurunkan aktivasi T sel
– Menurunukan produksi TNF
– Menurunkan prod. IFN gamma
– Menurunkan ekspresi MHC II di SSP.
• Azatioprin, siklofosfamid, metotreksat
70. Spondilitis TB
• Merupakan presentasi infeksi TB ekstrapulmonal
yang menyerang vertebrae.
• Dikenal juga dengan nama Pott’s Disease
• Bagian yang sering terkena adalah bagian bawah
vertebrae thorakal dan bagian atas vertebrae
lumbal.
• Manifestasi dari penyebearan TB hematogen.
• Karena vertebrae merupakan bagian yang
avascular, dapat terjadi destruksi tulang yang
akibatnya terjadi kolaps vertebra dan jejas pada
medula spinalis akibat penyebaran kuman TB ini.
Tanda dan Gejala
• Nyeri punggung
• Kesulitan berdiri
• Kesemutan, Kelemahan otot ekstremitas
inferior
• Gejala klasik TB (Keringat malam, demam
subfebris, batuk lebih dari 3 minggu, dan
nafsu makan menurun)
71. Subacute Combined
Degeneration
• Sinonim: posterolateral degeneration
• Batasan: gangguan mula - mula pada kolumna
posterior,kemudian menyerang traktus
kortikospinalis lateralis
• Etiologi disebabkan oleh defisiensi vit B 12:
- gangguan absorbsi faktor intrinsik
setelah total atau parsial gastrectomy
- sindroma malabsorpsi
- defisiensi diet
Patofisiologi
• Terjadi demielinisasi spinal cord yang nampak
spongy di bawah mikroskop:
- kolumna posterior, terutama di bagian
atas mielum
- kolumna lateralis (tr. Kortikospinalis &
spinoserebelaris
- saraf perifer juga terserang
Gambaran klinik
• Awitan subakut
• Gringgingan (parestesia) di tangan & tungkai di
susul rasa tebal & kelemahan otot bagian distal
• Gangguan sensibilitas dalam
• Paraparesis spastik dgn reflek patologis (+)
• Kelainan vegetatif:pd pria impoten & pd wanita
gangguan kandung kemih
• Kadang-kadang didapatkan gangguan mental dan
N II
Pemeriksaan Laboratorium
• Pemeriksaan laboratorium:
-Darah :
Anemia makrositer, pe MCV,
MCHC (N), lekopenia/thrombositopenia
ringan.
-Likuor serebrospinalis : Normal
Pengobatan dengan Injeksi B12 1 mg tiap hari selama 1
mgg, kemudian 3X/mgg sampai hapusan darah tepi
normal. Setelah itu 1 mg /bulan.
Prognosis: baik
72. Gejala Fokal Tumor Otak
Supratentorial
 LESI LOBUS FRONTALIS:
- Kelemahan tangan, kaki, atau wajah kontralateral
- Afasia motorik (hemisfer dominan)
- Perubahan kepribadian:
– Tingkah laku anti sosial
– Ketidak mampuan mengontrol diri
– Kehilangan kemauan
– Penurunan intellegensia
– Demensia bila korpus kallosum terlibat
- Sindroma Foster-Kennedy (lesi di frontal bag
basal)
– Anosmia ipsilat
– Atrofi papil ipsilat
– Edema papil kontralat
– Perubahan kepribadian
 LESI LOBUS OKSIPITALIS
- Gangguan lap pandang ; hemianopsia homonim

 LESI KORPUS KALLOSUM


- Apraksia
- Buta kata

 LESI LOBUS PARIETALIS


- Gangguan sensibilitas:
– Topognosis
– Dua titik
– Gerak pasif
– Asterognosis
– Ketajaman perabaan
- Gangguan lapangan pandang (quadrianopsia
homonim inferior)
- Disorientasi kiri-kanan, finger agnosia, akalkulia,
agrafia (gertsman syndrome lobus dominan di girus
Supramarginalis)
- Apraksia dan agnosia  hemisfer non dominan girus
Angularis
 LOBUS TEMPORALIS
- Afasia sensorik Wirnicke
- Gangguan lap pandang
quadrianopsia homonim superior

 LESI HIPOTHALAMUS:
• Gangguan fungsi endokrin
• Regulasi temperatur
• Keseimbangan cairan dan elektrolit
• dll

 Gejala di SINUS KAVERNOSUS 


melibatkan N III,IV,VI.
Gejala Fokal
Infratentorial
a. Gejala lesi batang otak:
- Lesi N Kranialis (III-XII)
- Gangguan jaras motorik dan sensorik alternans
- Penurunan kesadaran
- Tremor
- Gangguan gerak bola mata
- Pupil tidak normal
- Hiccup

b. Gejala lesi serebelum:


- Gait ataksia
- Intension tremor
- Dismetria
- Disartria
- Nistagmus
72. Gejala Fokal Tumor Otak
Supratentorial
 LESI LOBUS FRONTALIS:
- Kelemahan tangan, kaki, atau wajah kontralateral
- Afasia motorik (hemisfer dominan)
- Perubahan kepribadian:
– Tingkah laku anti sosial
– Ketidak mampuan mengontrol diri
– Kehilangan kemauan
– Penurunan intellegensia
– Demensia bila korpus kallosum terlibat

- Sindroma Foster-Kennedy (lesi di frontal bag basal)


– Anosmia ipsilat
– Atrofi papil ipsilat
– Edema papil kontralat
– Perubahan kepribadian
 LESI LOBUS OKSIPITALIS
- Gangguan lap pandang ; hemianopsia homonim

 LESI KORPUS KALLOSUM


- Apraksia
- Buta kata

 LESI LOBUS PARIETALIS


- Gangguan sensibilitas:
– Topognosis
– Dua titik
– Gerak pasif
– Asterognosis
– Ketajaman perabaan
- Gangguan lapangan pandang (quadrianopsia homonim inferior)
- Disorientasi kiri-kanan, finger agnosia, akalkulia, agrafia (gertsman
syndrome lobus dominan di girus Supramarginalis)
- Apraksia dan agnosia  hemisfer non dominan girus Angularis
LOBUS TEMPORALIS
- Afasia sensorik Wirnicke
- Gangguan lap pandang quadrianopsia
homonim superior

LESI HIPOTHALAMUS:
• Gangguan fungsi endokrin
• Regulasi temperatur
• Keseimbangan cairan dan elektrolit
• dll

Gejala di SINUS KAVERNOSUS 


melibatkan N III,IV,VI.
Gejala Fokal
Infratentorial
a. Gejala lesi batang otak:
- Lesi N Kranialis (III-XII)
- Gangguan jaras motorik dan sensorik alternans
- Penurunan kesadaran
- Tremor
- Gangguan gerak bola mata
- Pupil tidak normal
- Hiccup

b. Gejala lesi serebelum:


- Gait ataksia
- Intension tremor
- Dismetria
- Disartria
- Nistagmus
73. Epilepsi
Tatalaksana Epilepsi
• Tujuan tatalaksana pasien epilepsi adalah mencapai
keadaan bebas kejang dengan efek samping pengobatan
seminimal mungkin.
• Monoterapi lebih dianjurkan karena mengurangi risiko
adanya efek samping dan menghindari interaksi obat.
• Agen antikonvulsan memiliki mekanisme multipel seperti
lamotrigine, topiramate, asam valproat, zonisamide
• Asam valproat, topiramate, dan lamotrigin digunakan pada
epilepsi generalized tonic clonic dan epilepsi mioklonik
• Asam valproat dan ethosuximide digunakan untuk epilepsi
tipe absans
74. Cauda Equina Syndrome
• Cauda equina syndrome (CES) is a rare syndrome that has been described as a complex of
symptoms and signs—low back pain, unilateral or bilateral sciatica, motor weakness of lower
extremities, sensory disturbance in saddle area, and loss of visceral function—resulting from
compression of the cauda equina.
• CES occurs in approximately 2% of cases of herniated lumbar discs and is one of the few spinal
surgical emergencies.
• Etiology : tumors, trauma, spinal stenosis, inflammatory conditions
• Signs : include weakness of the muscles of the lower extremeties innervated by the compressed
lumbar roots (often paraplegia), detrusor weaknesses causing urinary retention and post-void
residual incontinence, decreased anal tone and consequent fecal incontinence; sexual dysfunction;
saddle anesthesia; bilateral (or unilateral) sciatic leg pain and weakness; and absence of ankle
reflex. Pain may, however, be wholly absent; the patient may complain only of lack of bladder
control and of saddle-anaesthesia, and may walk into the consultingroom.
• Red Flag Symptoms:(requiring urgent hospitalisation) include sciatic leg pain and/or severe back
pain, with altered sensation over saddle area (genitals, uretha, anus, inner thighs), urine retention
or incontinence
• Diagnosis : CT or MRI
• Treatment : Surgical decompression
Gejala Sindroma Konus Medularis Sindroma Kauda Ekuina
Onset Akut dan bilateral Progresif dan unilateral
Refleks KPR normal KPR dan APR tidak normal
APR tidak normal
Nyeri radikular Kurang dominan Lebih dominan

Nyeri punggung Lebih dominan Kurang dominan

Fungsi sensoris Rasa tebal lebih terlokalisasi pada daerah Rasa tebal lebih terlokalisasi pada area
perianal; simetris dan bilateral; terjadi saddle; asimetris dan dapat bersifat
disosiasi fungsi sensoris unilateral; tidak ada disosiasi fungsi
sensoris; Dapat terjadi hipestesi pada
dermatom spesifik ekstremitas inferior
dengan rasa tebal dan parestesi; dapat
terjadi rasa tebal pada pubis termasuk
glans penis dan klitoris

Fungsi motorik Kelemahan simetris; hiperrefleks pada Asimetris arefleksia paraplegia lebih
tungkai bawah distal dapat kurang jelas; dominan; jarang didapatkan fasikulasi;
dapat terjadi fasikulasi sering didapatkan atrofi
Disfungsi ereksi Sering didapatkan Jarang didapatkan;

Disfungsi Retensi urin dan Retensi alvi dapat Retensi urin; sering didapatkan pada akhir
sphincter menyebabkan overflow inkontinensia urin penyakit
dan alvi; cenderung timbul pada awal
gejala
75. Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
76. Refleks Batang Otak
• Batang otak mempunyai banyak nukleus (sentral)
dan tiap sentral mempunyai refleks tertentu.
Dengan memeriksa refleks tertentu dapat
diketahui bagian batang otak yang terganggu.
Refleks pupil : Pada pupil terdapat 3 jenis
refleks yaitu refleks cahaya, refleks
konsensual, dan refleks konvergensi. Refleks
konvergensi sulit diperiksa pada penderita
pada kesadaran menurun. Oleh karena itu,
penderita koma hanya dapat dievaluasi
refleks cahaya dan konsensual. Bila refleks
cahaya terganggu artinya terdapat
gangguan di mesensefalon.
Doll’s eye phenomenon: Bila kepala
penderita digerakkan ke samping, maka bola
mata akan bergerak ke arah yang
berlawanan. Refleks ini akan hilang bila pons
terganggu. Disebut juga sebagai refleks
okulosefalik.

• Refleks okuloauditorik: Bila telinga penderita dirangsang dengan suara keras, maka
penderita akan menutup matanya. Refleks ini akan hilang dengan kelainan di pons.
• Refleks okulo-vestibular: bila meatus eksternus dirangsang dengan air hangat, akan
terlihat nistagmus ke arah telinga yang dirangsang. Percobaan ini dinamakan tes kalori
dan bila negatif berarti terdapat gangguan di pons
• Refleks kornea: rangsangan kornea dengan kapas halus akan menyebabkan penutupan
kelopak mata. Refleks ini akan menghilang dengan adanya kelainan pada pons
• Refleks muntah: sentuhan pada dinding faring bagian belakang akan menyebabkan
refleks muntah. Refleks ini akan hilang pada gangguan di medulla oblongata.
77. Vertigo
• Vertigo perifer: suatu vertigo yang disertai dengan mual, muntah,
dan tinnitus. Nistagmus dapat juga timbul pada vertigo tersebut.
Pasien merasakan sensasi berputar kontralateral dari lesi sehingga
mengalami kesulitan berjalan dan jatuh ke arah sisi lesi pada saat
situasi gelap atau mata tertutup. Tempat patologis biasanya terjadi
pada telinga dalam atau sistem vestibular sehingga sering disebut
otologi vertigo

• Vertigo sentral: suatu vertigo yang disebabkan kelainan pada batang


otak atau sistem saraf pusat dan berasosiasi dengan adanya gejala
batang otak atau sistem serebelar seperti disartria, diplopia,
disfagia, sendawa, kelainan sistem saraf kranial, ataksia. Nistagmus
yang terjadi dapat bersifat multidireksional, bersifat kronik, dan
tidak disertai oleh gejala pendengaran.
78. Tatalaksana Vertigo
• Tujuan tatalaksana vertigo adalah mengurangi
gejala vertigo, mengurangi morbiditas.
• Obat yang digunakan adalah betahistin
mesylate,meclizine, dimenhydrinate, derivat
fenotiazin, dan derivat benzodiazepin
79. Hypokalemic Periodic Paralysis
• Hypokalemic periodic paralysis adalah suatu kelumpuhan akut pada
keempat ekstremitas yang disebabkan karena kekurangan kalium.
• Bersifat akut, dapat timbul pada malam hari maupun bangun pagi.
• Manifestasi klinis adalah adanya kelemahan lengan dan tungkai
• Pada pemeriksaan neurologis didapatkan paralisis ekstensif, refleks
fisiologis menurun, tonus menurun, tidak terdapat adanya
gangguan sensibilitas, refleks patologis negatif
• Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan serum
kalium
• Tidak menyerang otot muka maupun pernapasan
• Tatalakasana dengan pemberian kalium, mencari penyebab
penurunan kalium melalui gastrointestinal, ginjal, penggunaan
diuretika, dan lain-lain.
80. Refleks Cahaya
• Normally, both pupils should constrict with light shone into either eye alone. On testing each reflex
for each eye, several patterns are possible.[7]
• Optic nerve damage on one side: (Example in parens.: Left optic nerve lesion)
– The ipsilateral direct reflex is lost (Example: when the left eye is stimulated, neither pupil constricts, as no
signals reach the brain from the left eye due to its damaged optic nerve)
– The ipsilateral consensual reflex is lost (because light shone into the eye on the damaged side cannot signal
to the brain; therefore, despite the right eye's motor pathway (oculomotor nerve) being intact, no signals
from the left eye are able to stimulate it due to the damage to the sensory pathway (optic nerve) of the left
eye)
– The contralateral direct reflex is intact (because light shone into the right eye can signal to the brain, causing
constriction of both pupils via the normal oculomotor nerves)
– The contralateral consensual reflex is intact (because light shone into the right eye can signal to the brain,
causing constriction of both pupils via the normal oculomotor nerves)
• Oculomotor nerve damage on one side: (Example in parens: Left oculomotor lesion)
– The ipsilateral direct reflex is lost (Example: when the left eye is stimulated, only the right pupil constricts)
– The ipsilateral consensual reflex is intact (Example: when the left eye is stimulated, the right pupil constricts)
– The contralateral direct reflex is intact (because light shone into both eyes can still signal to the brain, and
the pupil on the undamaged side will still be able to constrict via its normal oculomotor nerve)
– The contralateral consensual reflex is lost (because light shone into the right eye can signal to the brain via
the normal optic nerve, causing attempted constriction of both pupils; but as left side oculomotor nerve is
damaged,the left pupil can not constrict)
81. Proses Pikir
• Proses berpikir normal
– Mengandung arus ide, simbol dan asosiasi yang
terarah kepada tujuan
– Meliputi proses pertimbangan (“judgment”),
pemahaman (”comprehension”), ingatan serta
penalaran (“reasoning”).
• Aspek proses berpikir :
– bentuk pikiran
– arus pikiran
– isi pikiran
Bentuk pikiran
• Semua penyimpangan dari pemikiran rasional,
logik, dan terarah kepada tujuan
Arus Pikir
• Arus pikiran yaitu tentang cara dan lajunya proses
asosiasi dalam pemikiran
82. Gangguan afektif tipe Depresi
• Gejala utama: • Gejala lainnya:
1. afek depresif, 1. konsentrasi menurun,
2. hilang minat & 2. harga diri & kepercayaan diri
berkurang,
kegembiraan,
3. rasa bersalah & tidak berguna
3. mudah lelah & yang tidak beralasan,
menurunnya 4. merasa masa depan suram &
aktivitas. pesimistis,
5. gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri,
6. tidur terganggu,
7. perubahan nafsu makan (naik
atau turun).
PPDGJ
Depresi
• Episode depresif ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain > 2
minggu

• Episode depresif sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain, >2


minggu.

• Episode depresif berat: 3 gejala utama + 4 gejala lain > 2


minggu. Jika gejala amat berat & awitannya cepat,
diagnosis boleh ditegakkan meski kurang dari 2 minggu.

• Episode depresif berat dengan gejala psikotik: episode


depresif berat + waham, halusinasi, atau stupor depresif.

PPDGJ
83. Classification Psychoactive Drugs
Depressant
• Zat yang mensupresi, menghambat dan menurunkan aktivitas CNS.
• Yang termasuk dalam golongan ini adalah sedatives/hypnotics, opioids,
and neuroleptics.
• Medical uses sedation, sleep induction, hypnosis, and general
anaesthesia.
• Contoh:
– Alcohol dalam dosis rendah, anaesthetics, sleeping pills, and opioid drugs such
as heroin, morphine, and methadone.
– Hipnotik (obat tidur), sedatif (penenang) benzodiazepin
• Effects:
– Relief of tension, mental stress and anxiety
– Warmth, contentment, relaxed detachment from emotional as well as physical
distress
– Positive feelings of calmness, relaxation and well being in anxious individual
– Relief from pain
Stimulants
• Zat yang mengaktivkan dan meningkatkan aktivitas CNS
psychostimulants
• Memiliki berbagai efek fisiologis
– Perubahan denyut jantung, dilatasi pupil, peningkatan TD, banyak berkeringat,
mual dan muntah.
– Menginduksi kewaspadaan, agitasi, dan mempengaruhi penilaian
• Penyalahgunaan kronik akan menyebabkan perubahan kepribadian dan
perilaku seperti lebih impulsif, agresif, iritabilitas, dan mudah curiga
• Contoh:
– Amphetamines, cocaine, caffeine, nicotine, and synthetic appetite
suppressants.
• Effects:
– feelings of physical and mental well being, exhilaration, euphoria, elevation of
mood
– increased alertness, energy and motor activity
– postponement of hunger and fatigue
Hallucinogens (psyche delics)
• Zat yang merubah dan mempengaruhi persepsi, pikiran, perasaan, dan
orientasi waktu dan tempat.
• Menginduksi delusi, halusinasi, dan paranoia.
• Adverse effects sering terjadi
– Halusinasi yang menakutkan dan tidak menyenangkan (“bad trips”)
– Post-hallucinogen perception disorder or flashbacks
– Delusional disorder persepsi bahwa halusinasi yang dialami nyata, setelah
gejala mereda
– mood disorder (anxiety, depression, or mania).
• Effects:
– Perubahan mood, perasaan, dan pikiran“mind expansion”
– Meningkatkan kepekaan sensorismore vivid sense of sight, smell, taste and
hearing
– dissociation of body and mind
• Contoh:
– Mescaline (the hallucinogenic substance of the peyote cactus)
– Ketamine
– LSD
– psilocybin (the hallucinogenic substance of the psilocybe mushroom)
– phencyclidine (PCP)
– marijuana and hashish
84. Childhood Psychiatry
• Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD)
– a pattern of diminished sustained attention and
higher levels of impulsivity in a child or adolescent

• The diagnosis of ADHD is based on the consensus


of experts that three observable subtypes:
– inattentive,
– hyperactive/impulsive, or
– combined are all manifestations of the same disorder.
85. Sign & Symptom
Symptoms Description
Illusion Perceptual misinterpretation of a real external stimulus.

Delusion False belief, based on incorrect inference about external reality,


that is firmly held despite objective and obvious contradictory
proof or evidence and despite the fact that other members of the
culture do not share the belief.
Incoherence Communication that is disconnected, disorganized, or
incomprehensible.
Depersonalization Sensation of unreality concerning oneself, parts of oneself, or
one's environment that occurs under extreme stress or fatigue.
Derealization Sensation of changed reality or that one's surroundings have
altered.

Hallucination False sensory perception occurring in the absence of any


relevant external stimulation of the sensory modality involved.

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.


86. Warna Pil Psikiatri
• Warna pil tidak dapat digunakan sebagai cara
identifikasi suatu obat karena satu jenis obat
dapat memiliki berbagai warna
• Namun, dapat digunakan sebagai gambaran
kasar, bila disertai dengan efek obat dan keluhan
pasien
• Adanya gejala parkinsonism (mulut cadel dan
kaku) menandakan adanya gejala ekstrapiramidal
• Golongan obat yang memiliki efek
ekstrapiramidal adalah golongan antipsikotik
atipikal
Stelazine = trifluoperazine

• Prochlorproperazine,
trifluoperazine, dan
chlorpromazine termasuk ke
dalam golongan phenotiazin
yang merupakan
antipsikotik tipikal
87 & 88. Delirium
• Deliriumkesadaran fluktuatif, ditandai dengan kesulitan memfokuskan,
mempertahankan, dan mengalihkan perhatian
• Pedoman diagnostik:
– Gangguan kesadaran & perhatian
– Gangguan kognitif (distorsi persepsi, halusinasi, hendaya daya pikir, daya
ingat, disorientasi)
– Gangguan psikomotor: hipo/hiperaktivitas
– Gangguan siklus tidur-bangun
– Gangguan emosional: depresi, ansietas, lekas marah
– Onset cepat, hilang timbul, kurang dari 6 bulan

• Penyebab:
– SSP: kejang (postictal)
– Metabolik: gangguan elektrolit, hipo/hiperglikemia
– Penyakit sistemik: infeksi, trauma, dehidrasi/ovehidrasi
– Obat-obatan

Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.
Delirium

Delirium. Ondria C, Gleason MD., University of Oklahoma College of Medicine, Tulsa, Oklahoma. Am Fam
Physician. 2003 Mar 1;67(5):1027-1034.
Delirium
• Subtypes of Delirium
– Hyperactive subtype
may be agitated, disoriented, and delusional, and may
experience hallucinations. This presentation can be
confused with that of schizophrenia, agitated
dementia, or a psychotic disorder.
– Hypoactive subtype
Subdued, quietly confused, disoriented, & apathetic.
Delirium in these patients may go unrecognized or be
confused with depression or dementia.
– Mixed subtype
Fluctuating between the hyperactive &hypoactive.
Delirium. Ondria C, Gleason MD., University of Oklahoma College of Medicine, Tulsa, Oklahoma. Am Fam
Physician. 2003 Mar 1;67(5):1027-1034.
Delirium
Diagnosis Karakteristik
Psikotik akut Onset < 2 minggu, gejala beraneka ragam & berubah cepat atau
schizophrenia like, adanya stres akut yang berkaitan.
Psikotik akut lir Onset < 2 minggu, terdapat gejala skizofrenia untuk sebagian besar
skizofrenia waktu, tidak memenuhi kriteria psikosis polimorfik akut.
Polimorfik 1) Onset < 2 minggu, 2) ada beberapa jenis halusinasi/waham yang jenis
psikotik akut & intensitasnya berubah-ubah, 3) terdapat keadaan emosional yang
tanpa gejala beragam, 4) walau gejala beragam tapi tidak satupun dari gejala itu
skizofrenia konsisten memenuhi kriteria skizofrenia/manik/depresi
Polimorfik Onset < 2 minggu, ada beberapa jenis halusinasi/waham yang jenis &
psikotik akut intensitasnya berubah-ubah, memenuhi poin 1-3 psikotik polimorfik akut
dengan gejala disertai gejala yang memenuhi skizofrenia. Jika lebih dari 1 bulan maka
skizofrenia diagnosis menjadi skizofrenia
Gangguan Onset < 2 minggu, waham & halusinasi harus sudah ada dalam sebagian
psikotik akut lain, besar waktu, tidak memenuhi skizofrenia & gangguan psikotik polimorfik
predominan akut.
waham
Acute Psychotic

Delirium. Ondria C, Gleason MD., University of Oklahoma College of Medicine, Tulsa, Oklahoma. Am Fam
Physician. 2003 Mar 1;67(5):1027-1034.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3160230/

• Acute schizophrenia is typically associated with severe agitation, which


can result from such symptoms as frightening delusions, hallucinations,
or suspiciousness, or from other causes, including stimulant abuse.
• Antipsychotics and benzodiazepines can result in relatively rapid calming
of patients.
• Benzodiazepine usually use combine with antipsychotic typical
– Lorazepam 1-2 mg IM
• Parenteral Antipsychotic atypical can also be used:
– Ziprasidone 20 mg
– Olanzapine (Zyprexa)
• With highly agitated patients, intramuscular administration of
antipsychotics produces a more rapid effect.
– Haloperidol IM (easier to do) or IV, initially 2-10 mg.
• Then every 4-8 hours, according to the response.
• The total maximum dose is 18 mg.
– Chlorpromazineif haloperidol not available
• not recommend for rapid tranquillization because
– Local irritant
– if given intramuscularly,risk of cardiovascular complications, in particular hypotension,
especially in the doses required for rapid tranquillization.
• Likely to be widely used because of its global accessibility, marked sedating effect,
and its ability to treat violent patients without causing stupor
88. Perbedaan
Diagnosis Karakteristik
Delirium cognitive changes develop acutely and fluctuate. Speech can be
confused or disorganized. Alertness and attention wax and wane
Dementia insidious onset, chronic memory and executive function
disturbance, tends not to fluctuate. Intact alertness and attention
but impoverished speech and thinking
Schizofrenia Onset is rarely after 50. Auditory hallucinations are much more
common than visual hallucinations. Memory is grossly intact and
disorientation is rare. Speech is not dysarthric. No wide
fluctuations over the course of a day
Mood Disorder Manifest persistent rather than labile mood with more gradual
onset. In mania the patient can be very agitated however cognitive
performance is not usually as impaired. Flight of ideas usually have
some thread of coherence unlike simple distractibility.
Disorientation is unusual in mania
89. Psikosomatis
Dalam DSM-4 psikosomatis • Gangguan psikokutan terdiri dari
dimasukkan ke dalam faktor berbagai penyakit kulit yang
psikologis yang mempengaruhi dipengaruhi oleh gejala psikiatri atau
kondisi medis dengan kriteria: stres di mana kulit menjadi sasaran
gangguan pikir, perilaku, atau
• Adanya kondisi medis persepsi.
– Atopic Dermatitis
• Faktor psikologi mempengaruhi
– Psoriasis
kondisi medis umum, melalui 1
– Psychogenic Excoriation
cara di bawah:
– Localized Pruritus
– Faktor psikologi mempengaruhi
perjalanan penyakit, dilihat dari – Hyperhidrosis
hubungan waktu antara stresor – Urticaria
dengan timbulnya gejala
– Faktor psikologi mengganggu terapi
medis
– Faktor psikologi menambah risiko
pada kesehatan
– Respons fisiologis terakit stres
mempresipitasi atau
mengeksaserbasi kondisi medis
Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.
Gangguan Somatoform
Diagnosis Karakteristik
Gangguan somatisasi Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1
seksual, 1 pseudoneurologis). Tidak ditemukan
kelainan fisik
Hipokondriasis Keyakinan ada penyakit fisik.

Nyeri somatoform Nyeri menetap yang tidak terjelaskan.

Gangguan Dismorfik Tubuh Preokupasi adanya cacat pada tubuhnya


Jika memang ada kelainan fisik yang kecil, perhatian
pasien pada kelainan tersebut akan dilebih-lebihkan
Gangguan Konversi Satu atau lebih gejala yang mempengaruhi fungsi
motorik atau sensorik yang berkaitan dengan kondisi
neurologis/kondisi umum, dipicu oleh adanya stres
psikologis dan tidak ditemukan gangguan oranik
PPDGJ
Psychosomatic vs. Somatoform
Disorders
• Psychosomatic Disorders
– Disorders in which there is a real physical illness
that is caused by psychological factors (usually
stress)
• Somatoform
– Disorders in which there is an apparent physical
illness, but there is no organic cause
– Usually people go to the doctor rather than a
psychiatrist/psychologist!
90. ISI PIKIR
• Waham/delusi
– satu perasaan keyakinan atau kepercayaan yang keliru, berdasarkan
simpulan yang keliru tentang kenyataan eksternal, tidak konsisten
dengan intelegensia dan latar belakang budaya pasien, dan tidak bisa
diubah lewat penalaran atau dengan jalan penyajian fakta.
• Jenis-jenis waham:
1. waham bizarre: keyakinan yang keliru, mustahil dan aneh
(contoh: makhluk angkasa luar menanamkan elektroda di
otak manusia)
2. waham sistematik: keyakinan yang keliru atau keyakinan
yang tergabung dengan satu tema/kejadian (contoh: orang
yang dikejar-kejar polisi atau mafia)
3. waham nihilistik: perasaan yang keliru bahwa diri dan
lingkungannya atau dunia tidak ada atau menuju kiamat
Jenis-jenis waham:
4. waham somatik: keyakinan yang keliru melibatkan fungsi
tubuh (contoh: yakin otaknya meleleh)
5. waham paranoid:
a. waham kebesaran: keyakinan atau kepercayaan,
biasanya psikotik sifatnya, bahwa dirinya adalah orang
yang sangat kuat, sangat berkuasa atau sangat besar
b. waham kejaran (persekutorik): satu delusi yang
menandai seorang paranoid, yang mengira bahwa
dirinya adalah korban dari usaha untuk melukainya, atau
yang mendorong agar dia gagal dalam tindakannya.
Keyakinan bahwa dokter dan keluarga berkomplot untuk
merugikan, merusak, mencederai, atau menghancurkan
diri pasien
Jenis-jenis waham:
c. waham rujukan (delusion of reference): satu
kepercayaan keliru yang meyakini bahwa tingkah laku
orang lain itu pasti akan memfitnah, membahayakan,
atau akan menjahati dirinya
d. waham dikendalikan: keyakinan yang keliru bahwa
keinginan, pikiran, atau perasaannya dikendalikan oleh
kekuatan dari luar. Termasuk di dalamnya:
• thought withdrawal: waham bahwa pikirannya ditarik oleh
orang lain atau kekuatan lain
• thought insertion: waham bahwa pikirannya disisipi oleh orang
lain atau kekuatan lain
• thought broadcasting: waham bahwa pikirannya dapat diketahui
oleh orang lain, tersiar di udara
• thought control: waham bahwa pikirannya dikendalikan oleh
orang lain atau kekuatan lain
Jenis-jenis waham:

6. waham cemburu: keyakinan yang keliru yang


berasal dari cemburu patologis tentang
pasangan yang tidak setia
7. erotomania: keyakinan yang keliru, biasanya
pada wanita, merasa yakin bahwa seseorang
sangat mencintainya
8. waham curiga : kecurigaan yang berlebihan
atau irasional dan tidak percaya dengan orang
lain
91. Emotional Disturbance
Diagnosis Karakteristik
Euphoria Exaggerated feeling of well-being that is inappropriate to real events.
Can occur with drugs such as opiates, amphetamines, and alcohol.
Ecstatic very happy, excited and enthusiastic; feeling or showing great
enthusiasm .
Elation Mood consisting of feelings of joy, euphoria, triumph, and intense
self-satisfaction or optimism. Occurs in mania when not grounded in
reality.
Exaltation Feeling of intense elation and grandeur.
Depresi Mental state characterized by feelings of sadness, loneliness, despair,
low self-esteem, and self-reproach; accompanying signs include
psychomotor retardation or, at times, agitation, withdrawal from
interpersonal contact, and vegetative symptoms, such as insomnia
and anorexia.

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.


92. Gangguan Pengendalian Impuls
Diagnosis:
• Tidak dapat menahan suatu
perilaku yang membahayakan
bagi dirinya atau orang lain
• Penderita biasaya merasakan
adanya peningkatan intensitas
ketegangan sebelum melakukan
tindakan tersebut
• Pasien akan merasakan
kesenangan, kenikmatan, dan
kelegaan setelah melakukan
tindakan tersbut
• Dapat diikuti dengan perasaan
menyesal, atau merasa bersalah
Intermittent Explosive
Kleptomania
Disorder
Characteristics: Characteristics
• These clients have • Irresistible impulse to
episodes during which steal unneeded objects
they act out repeatedly.
aggressively. • “Tension and release"
• They physically harm characterizes this
others or destroy behavior.
property.
• Not due to any other
mental disorder.
Pathological
Pyromania
Gambling
Characteristics: Characteristics:
• Deliberate and • Repeatedly gambling,
purposeful fire setting on
more than one occasion. often until money is lost,
• Fire setting not done for jobs are given up, and
monetary gain or other friends leave.
"objective reasons."
• Gamblers are often
• Tension or arousal before
act. restless/irritable when
• Fascination with fire and cut down or gambling is
its situational contexts. stopped.
• Pleasure and relief in
setting and witnessing
fires.
Trichotillomania
Characteristics
• High comorbidity with:
• Pulling hair from various parts – Mood disorders
of the body – Anxiety disorders (especially
• Accompanied by feelings of obsessive compulsive
“tension and release” from disorder)
distress or – Substance abuse
pleasure/gratification. – Eating disorders
Epidemiologi – Personality disorders
• Seems to be equally common – Mental retardation
among males and females in
children
• Among adults, more common
in females
• Overall prevalence is unclear,
but it is relatively uncommon
Trichotillomania
• Sites of hair pulling include anywhere on the body where
hair may grow
• May occur in brief periods scattered throughout the day or
in less frequent but longer periods that can continue for
hours
• Hair pulling often occurs while the person is in a state of
relaxation or distraction (e.g., while reading a book or
watching TV.) but can also occur during stressful
circumstances
• For some, tension does not necessarily precede the hair
pulling but is associated with attempts to resist the impulse
– Some people experience an “itch like” sensation that is eased by
pulling the hair
Trichotillomania
• Hair pulling usually does not occur around other people
(except family members) but social situations may be
avoided
• Individuals frequently try to find ways to hide their
behavior or camouflage the results
• Some may have impulses to pull hair from other people or
objects
• Associated behaviors include:
– Examining the hair root
– Pulling the hair strand between teeth
– Eating hairs
– Nail biting
– scratching
93. Sign & Symptom
Symptoms Description
Illusion Perceptual misinterpretation of a real external stimulus.

Hallucination False sensory perception occurring in the absence of any relevant


external stimulation of the sensory modality involved.
Idea of Reference Misinterpretation of incidents and events in the outside world as
having direct personal reference to oneself; occasionally
observed in normal persons, but frequently seen in paranoid
patients.
Depersonalization Sensation of unreality concerning oneself, parts of oneself, or
one's environment that occurs under extreme stress or fatigue.
Seen in schizophrenia, depersonalization disorder, and schizotypal
personality disorder.
Dereism Mental activity that follows a totally subjective and idiosyncratic
system of logic and fails to take the facts of reality or experience
into consideration. Characteristic of schizophrenia.
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.
94. Conversion Disorder
DSM-IV-TR Criteria
• One or more symptoms or deficits affecting voluntary motor
or sensory function that suggest a neurological or other
general medical condition.
• Psychological factors are judged to be associated with the
symptom or deficit because the initiation or exacerbation of
the symptom or deficit is preceded by conflicts or other
stressors
• The symptom or deficit is not intentionally produced or
feigned (as in factitious disorder or malingering).
• The symptom or deficit cannot, after appropriate
investigation, be fully explained by a general medical
condition, or by the direct effects of a substance, or as a
culturally sanctioned behavior or experience
Conversion Disorder
DSM-IV-TR Criteria
• The symptom or deficit causes clinically significant distress or
impairment in social, occupational, or other important areas
of functioning or warrants medical evaluation.
• The symptom or deficit is not limited to pain or sexual
dysfunction, does not occur exclusively during the course of
somatization disorder, and is not better accounted for by
another mental disorder.
– Specify type of symptom or deficit:
• with motor symptom or deficit
• with sensory symptom or deficit
• with seizures or convulsions
• with mixed presentation
Conversion Disorder
Clinical Features and Differential Diagnosis

• Most common symptoms


– Paralysis
– Blindness
– Mutism
• The most important conditions in the differential
diagnosis are neurological or other medical disorders
and substance-induced disorders
95. Dermatitis
Disorder Location Lesion

Neurodermatitis Scalp, Extensor forearms and Intermittent pruritus, hyperpigmentation,


elbows, Vulva and scrotum, erythematous, scaly, well-demarcated,
Upper medial thighs, knees, lichenified plaques with exaggerated skin
lower legs, and ankles lines

Dermatitis scalp, face, and trunk A papulosquamous disorder patterned on


seborrheic the sebum-rich, branny or greasy scaling
over red, inflamed skin
Occurs on newborns, adolscenct and adult
(sebacea gland activity)
Contact – Hypersensitivity History of contact with the substances
allergic which can cause the lesion
Dermatitis Flexural creases, particularly xerosis, lichenification, and
atopic the antecubital and eczematous lesions
popliteal fossae, and
buttock-thigh
Numularis Unknown Coin lesion, erythematous
Dermatitis numularis
Dermatitis atopi

Dermatitis seboroik

Neurodermatitis

Dermatitis kontak
alergi
• Dermatitis seboroik: Golongan kelainan kulit akibat
status seboroik yang diturunkan. Rentan terhadap
infeksi piogenik (P Ovale), peningkatan aktivitas
glandula sebasea
• Dermatitis atopik: keadaan peradangan kulit kronis,
gatal, yang berhubungan dengan peningkatan IgE dan
riwayat atopi dalam keluarga.
• Dermatitis Kontak: Riwayat kontak dengan bahan
irirtan, biasanya terbatas pada tempat kontak iritan
saja.
• Dermatitis Numularis: Lesi kulit idiopatik dengan
bentuk mata uang koin berbatas tegas, papulovesikel.
Dermatitis Atopik
Tempat Predileksi Manifestasi Klinis

Bayi (infantil) Simetris di pipi, skalp, Plakat eritematosa berbatas


2 bulan-2 tahun ekstensor ekstremitas, difus, papulovesikular,
kadang di badan eksudatif, kadang dengan
skuama halus

Anak Simetris di fleksural Plakat eritematosa berbatas


3-10 tahun esktremitas, fosa kubiti dan difus, papulo-folikular, skuama,
poplitea, lipatan leher, hiperkeratosis, kadang disertai
pergelangan kaki likenifikasi

Dewasa Simetris di leher, badan, Plakat papular, hiperkeratosis,


12-30 tahun ekstensor tungkai bawah hiperpigmentasi dan
likenifikasi. Batas dapat tegas
96. Keluhan di intertriginosa
Disorder Location Lesion

Cutaneous skin folds where occlusion (by • Erythema, cracking, and maceration with
Candida clothing or shoes) produces soreness and pruritic symptoms.
abnormally moist conditions, • Lesions typically have an irregular margin
perineum, mouth, and anus with surrounding satellite papules and
pustules
Erythrasma inner thighs, crural region, • chronic superficial infection of the
scrotum, and toe webs. Axillae, intertriginous areas of the skin.
submammary area, •well-demarcated, brown-red macular
periumbilical region, and patches
intergluteal

candida erythrasma
97. Pengobatan erythrasma
• Antibacterial and/or antifungal agents are used to eradicate
C minutissimum and possible concomitant infection.
• Erythromycin is the DOC.
• Infection may be treated with topical and/or oral agents.
• C minutissimum is generally susceptible to
– penicillins,
– first-generation cephalosporins,
– erythromycin,
– clindamycin,
– ciprofloxacin,
– tetracycline, and
– vancomycin
98. Jenis Vehikulum topikal
Vehikulum Keterangan

Solusio • membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus, krusta dan
sebagainya) dan sisa-sisa obat topikal yang pernah dipakai
• tujuan pengobatan ialah keadaan yang membasah menjadi
kering, permukaan menjadi bersih
Bedak kocok (Losio) Untuk dermatosis yang kering, superfisial dan agak luas,
serta dermatosis pada keadaan sub akut
Bedak pemberian bedak ialah dermatosis yang kering dan
superfisial, mempertahankan vesikel atau bula agar tidak
pecah

Salep/ointment dermatosis yang kering dan kronik, dermatosis yang dalam


dan kronik dan dermatosis yang bersisik dan berkrusta, dan
ulkus bersih
Krim indikasi kosmetik (tidak lengket, mudah dicuci, mudah
menyebar, dan tidak mengotori baju), dermatosis yang
subakut dan luas, dan boleh digunakan di daerah yang
berambut
Neurodermatitis/Lichen Simplex Chronicus (LSC)
Etiology
Multiple; Atopic dermatitis, insect bite
Pathogenesis
Lichen simplex chronicus is found on the skin in regions accessible to scratching.
Pruritus provokes rubbing that produces clinical lesions, but the underlying
pathophysiology is unknown
Clinical
Stable pruritic plaques on one or more areas, thickening of the skin, erythema. One
or more slightly erythematous, scaly, well-demarcated, lichenified, firm, rough
plaques with exaggerated skin lines are noted. Pigmentary changes.
Location
location that the patient can reach, including the following:
•Scalp
•Nape of neck
•Extensor forearms and elbows
•Vulva and scrotum
•Upper medial thighs, knees, lower legs, and ankles
• Tata laksana neurodermatitis:
– Edukasi bahwa garukan akan memperburuk lesi
– Antipruritus: antihistamin dengan efek sedatif
– Kortikosteroid topikal atau intralesi
– Ter yang mempunyai efek antiinflamasi
99. Leg ulcer
Penyakit Keterangan

Ektima •infeksi pioderma pada kulit dengan karakteristik berbentuk


krusta disertai ulserasi
•ulkus superfisial dengan gambaran “punched out
appearance” atau berbentuk cawan dengan dasar merah dan
tepi meninggi
Ulkus tropikum •Ulkus tropikum adalah ulkus yang cepat berkembang dan
nyeri, biasanya padatungkai bawah, dan lebih sering
ditemukan pada anak-anak kurang gizi di daerah tropik
•Bentuk ulkus lonjong atau bulat, tertutup oleh jaringan
nekrotik dan secret serosanguinolen yang banyak dan
meleleh
Ulkus Varikosum/stasis • dasar ulkus terlihat jaringan granulasi atau bahan fibrosa.
vena Dapat juga terlihat eksudat yang banyak. Kulit sekitarnya
tampak merah kecoklatan akibat hemosiderin
• Kulit sekitar luka mengalami indurasi, mengkilat, dan
fibrotik
•Daerah predileksi yaitu daerah antara maleolus dan betis,
tetapi cenderungtimbul di sekitar maleolus medialis
Ulkus varikosum

Ectima

Ulkus tropikum
100. Tinea kapitis
Berdasarkan bentuk yang khas, tinea kapitis dibagi dalam empat bentuk:
Gray pacth ring worm
• dimulai dengan papul merah kecil yang melebar ke sekitarnya dan
membentuk bercak yang berwarna pucat dan bersisik. Warna rambut
menjadi abu-abu dan tidak mengkilat lagi dan mudah patah dan terlepas
dari akarnya, sehingga menimbulkan alopesia setempat. Dengan
pemeriksaan dengan sinar wood tampak flourisensi kekuning-kuningan pada
rambut yang sakit melalui batas gray pacth tersebut. Jenis ini biasanya
disebabkan spesies mikrosporon dan trikofiton.

Black dot ring worm


• Terutama disebabkan oleh trikofiton tonsuran, T. Violaseum dan
T.Mentagrofites. Infeksi jamur terjadi dalam rambut (endotrik) atau diluar
rambut atau (ektotrik) yang menyebabkan rambut putus tepat pada
permukaan kulit kepala.
• Ujung rambut tampak sebagai titik-titik hitam diatas permukaan kulit yang
bewarna kelabu, sehingga tampak sebagai gambaran “black dot”. Biasanya
bentuk ini terdapat pada orang dewasa dan sering terjadi pada wanita.
Rambut sekitar lesi juga jadi tidak bercahaya lagi disebabkan kemungkinan
sudah terkena infeksi.
Kerion
• Bentuk ini adalah bentuk yang serius, karena disertai
radang yang hebat yang bersifat lokal, sehingga pada
kulit kepala tampak bisul-bisul kecil yang berkelompok
dan kadang-kadang ditutupi sisik-sisik tebal. Rambut di
daerah ini putus-putus dan mudah dicabut. Bila kerion
ini menyembuh akan meninggalkan suatu daerah yang
botak permanen oleh karena terjadi sikatrik. Bentuk ini
disebabkan oleh mikrosporon kanis, M.gipseum ,
trikofiton tonsuran dan T.Violaseum.
Tinea favosa
• Kelainan dikepala dimulai dengan bintik-bintik kecil
dibawah kulit yang bewarna merah kekuningan dan
berkembang menjadi krusta yang berbentuk cawan
(skutula), serta memberi bau busuk seperti bau tikus
“moussy odor”. Rambut diatas skutula putus-putus dan
mudah lepas dan tidak mengikat lagi.
101. Akne vulgaris
• Penyakit peradangan kronik folikel pilosebasea
• Faktor: perubahan pola keratinisasi dalam folikel,
produksi sebum ↑, terbentuknya fraksi asam lemak
bebas, peningkatan jumlah flora folikel
(Propionibacterium acnes), pembentukan circulating
antibodies, peningkatan kadar hormon androgen, stres
psikis, faktor lain (usia, ras, familial, makanan, cuaca)
• Gejala klinis:
– Predileksi: muka, bahu, dada atas, punggung atas
– Erupsi kulit polimorfi:
• Tak beradang: komedo, papula tidak beradang
• Beradang: pustula, nodus, kista beradang

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Akne vulgaris
• Gradasi (Wasitaatmadja, 1982) • Pengobatan
– Ringan, bila : – Topikal:
5 – 10 lesi, tak meradang pd satu • Iritan: sulfur, asam salisilat,
predileksi. peroksida benzoil, asam
< 5 lesi tak meradang pd bbrp retinoat
predileksi • Antibiotik: oksitetrasiklin,
< 5 lesi meradang pada satu eritromisin
predileksi • Antiinflamasi: hidrokortison,
triamsinolon intralesi
– Sedang, bila :
> 10 lesi tak meradang pd 1 predileksi – Sistemik
5 – 10 lesi tak meradang pd 1 • Antibiotik: tetrasiklin,
predileksi eritromisin, doksisiklin,
trimethoprim
5 – 10 lesi meradang pd 1 predileksi
< 5 lesi pd > 1 predileksi • Obat hormonal: estrogen,
siproteron asetat
– Berat, bila :
• Vitamin A
> 10 lesi tak meradang pd > 1
predilksi • Antiinflamasi
> 10 lesi meradang pd ≥ 1 predileksi – Terapi oral (Sistemik) diberikan
pada acne sedang-berat
Kelainan Karakteristik
Erupsi akneiformis Erupsi papulopustula mendadak tanpa ada komedo
hampir di seluruh bagian tubuh. Disebabkan oleh induksi
obat
Akne venenata Akne akibat rangsangan kimia/fisis. Lesi monomorfik,
predileksi di tempat kontak
Akne rosasea (Rosasea) Penyakit radang kronik di daerah muka dengan gejala
eritema, pustula, talangiektasia dan hipertrofi kelenjar
sebasea. Tidak terdapat komedo.
103. Malaria
Tipe Malaria
Malaria Tertiana (P. vivax)
• Penderita mengalami demam atau panas dalam selang waktu 1
hari.Jika hari pertama penderita mengalami demam,maka hari
kedua tidak kemudian hari ketiga demam lagi.dan seterusnya.

Malaria Kuartana (P. malariae)


• Penderita mengalami demam atau panas dalam selang waktu 2
hari.

Malaria Tropika (P. falciparum)


• Penderita mengalami demam atau panas yang tidak menentu.Suhu
tubuh tidak normal.Terkadang sangat rendah dan mendadak dapat
meningkat tajam.bahkan dapat mencapai 40 derajat celcius bahkan
lebih

• Malaria Ovale (tidak ada di Indonesia)


104. Filariasis
FILARIASIS
• Etiologi: W.bancrofti, B.malayi,
B.timori
• Wuchereria bancrofti, khas: inti
teratur, tidak ada inti pada ekor,
menyerang daerah inguinal
• Brugia malayi, inti tidak teratur
terdapat inti pada ekor, menyerang
bagian distal
• Th/ DEC + albendazole atau
ivermectin+albendazole

http://www.who.int/topics/filariasis/en/
105. Miasis
• Miasis adalah kontaminasi tubuh oleh
larva.
• Biasanya pada luka terbuka yang tidak
bersih dan menyebabkan larva bisa
sampai ke luka tersebut.
• Lalat merupakan salah satu vektor
penyebar larva.
• Penanganan larva adalah dengan
menjaga kebersihan diri dan luka.
Larva harus dibersihkan dan luka juga
dibesihkan. Apabila dicurigai terdapat
infeksi bakteri dapat diberikan
antiobiotik.
106. Entamoeba Histolytica
• Kista matang dikeluarkan bersama tinja
penderita Infeksi Entamoeba histolytica
(berinti empat)  tinja mengkontaminasi
pada makanan, air, atau oleh tangan. Terjadi
ekskistasi (3) terjadi dalam usus dan
berbentuk tropozoit (4) selanjutnya,
bermigrasi ke usus besar. Tropozoit
memperbanyak diri dengan cara membelah
diri (binary fission) dan menjadi kista (5),
menumpang dalam tinja.
• Kista dapat bertahan beberapa hari -
berminggu-minggu pada keadaan luar
• Dalam banyak kasus, tropozoit akan kembali
berkembang menuju lumen usus (A:
noninvasive infection) pada carier yang
asimtomatik, kista ada dalam
tinjanya. Pasien yang diinfeksi oleh tropozoit
di dalam mukosa ususnya (B: intestinal
disease), atau, menuju aliran darah, secara
ekstra intestinal menuju hati, otak, dan paru
(C: extraintestinal disease), dengan berbagai
kelainan patologik.
Morfologi Entamoeba histolytica memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoitnya
memiliki ciri-ciri morfologi :
– Ukuran 10 – 60 μm
– Sitoplasma bergranular dan mengandung eritrosit, yang merupakan penand
penting untuk diagnosisnya
– Terdapat satu buah inti entamoeba, ditandai dengan karyosom padat yang
terletak di tengah inti, serta kromatin yang tersebar di pinggiran inti
– Bergerak progresif dengan alat gerak ektoplasma yang lebar, disebut
pseudopodia.
Giardiasis
• Giardia lamblia
– Protozoa berflagel yang meninfeksi duodenum dan usus
halus
– Manifestasi klinis mulai dari kolonisasi asimptomatik, diare
aku, diare kronik sampai malabsorbsi
– Lebih sering pada anak
• Biasanya muncul secara sporadis
• Transmisi
– Air yang terkontaminasi kista giardia
• Kista Giardia relatif resisten terhadap klorinasi dan radiasi sinar
ultraviolet
• Merebus air cukup efektif untuk menginaktivasi kista
– fecal-oral route
Giardiasis
Giardia intestinalis =(lamblia)

Trophozoites Cysts
Giardia – Life cycle
CLINICAL MANIFESTATIONS
• Masa Inkubasi :1–2 minggu • Stools
• Asymptomatic – profuse and watery and
– Diare akut infeksius later become greasy and
– Diare kronik dengan
kegagalan tumbuh kembang foul smelling
dan nyeri perut – Tidak mengandung
• Symptomatic darah, lendir dan
– Lebih sering pada anak-anak
daripada dewasa leukosit pada feses
– Diare akut – Dapat menyebabkan
– Demam subfebris, mual, malabsorbsi
anoreksia
– Distensi dan nyeri
abdominal, kembung,
malaise, flatulence
DIAGNOSIS PREVENTION
• Microscopic • Cuci tangan
– trophozoites or cysts in • Pemurnian sumber air dengan
stool specimens, adekuat klorinasi dan filtrasi
– Dibutuhkan 3 spesimen • Wisatawan ke daerah endemis
tinja untuk mendapatkan disarankan untuk menghindari
sensitivitas >90%. makanan yang belum matang.
• Stool enzyme • Merebus air minum selama
immunoassay (EIA) or min. 1 menit
direct fluorescent antibody
tests
– more sensitive
• Aspiration or biopsy of the
duodenum or upper
jejunum
TREATMENT
• Yang harus diterapi
– Diare akut
– failure to thrive
– exhibit malabsorption
• Therapy
– First Line
• Tinidazole: >3 yr: 50 mg/kg/day once daily
• nitazoxanide
• Metronidazole: 15 mg/kg/day in 3 divided doses for 5–7
days
– Second line alternatives:
• furazolidone 6 mg/kg/day in 4 divided doses for 10 days
• albendazole: >6 yr: 400 mg once a day for 5 days
paromomycin, and
• quinacrine :6 mg/kg/day in 3 divided doses for 5 days
Treatment/Prevention

• Live-attenuated virus vaccine as part of MMR given in


childhood.

• Screening of pregnant women to determine immune


status and advise accordingly.

• Vaccination post-partum for non-immune women.

• Only foetal intervention=termination.

312
107. Herpes Pada Kehamilan
• 2% menjadi seropositif selama kehamilan
– 1/3 simptomatik
– 1/3 di tiap trimester
• Resiko menderita HSV 2 meningkat
selama kehamilan

Level II-b Brown ZA et al. NEJM 1997;337(8):509-15


Gardella C et al. AJOG 2005;193(6):1891-9
Pasien dengan ulkus genital/ lesi mencurigakan

Teknik Deteksi Viral


negatif positif

Infeksi belum disingkirkan Infeksi Herpes Genital

Serologic Screening
negatif Positif untuk HSV-2

Ulang skrining dalam


Infeksi Herpes Genital
6-8 minggu
Terapi pada Penyakit Tahap Awal

Acyclovir Famcyclovir Valacyclovir


400 mg TID for 250 mg TID for 1 gram BID for
7-10 days 7-10 days 7-10 days

200 mg 5x/day
for 7-10 days

CDC. Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines. MMWR 2006;55(No. RR-11)


Terapi Pada Penyakit Rekuren

Acyclovir Famcyclovir Valacyclovir


400 mg TID for 125 mg BID for 500 mg BID for
5 days 5 days 3-5 days
200 mg 5x/day (1 gm BID for 1 1 gram once
for 5 days day) daily for 5 days
800 mg BID for
5 days
(800 mg TID for 2
days)
CDC. Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines. MMWR 2006;55(No. RR-11)
Anti-viral Pada Kehamilan

Acyclovir Famcyclovir Valacyclovir


400 mg TID 500 mg BID
from 36 from 36
weeks until weeks until
delivery delivery

Sheffield et al; Obstet Gynecol


2003;102:1396-1403
108. PITIRIASIS ROSEA
• Dermatitis eritroskuamosa yang disebabkan
oleh infeksi virus (self limiting disease)
• Dimulai dengan lesi inisial berbentuk eritema
berskuama halus dengan kolaret (herald
patch)
• Disusul oleh lesi yang lebih kecil di badan,
lengan dan paha atas, tersusun sesuai lipatan
kulit (inverted chrismas tree appearance)
• Th/ simptomatik
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 197
Studberg DL, et al. Pityriasis Rosea. American Family Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91
Herald patch with collarette of scale at the margin

Studberg DL, et al. Pityriasis Rosea. American Family Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91
109. Gambaran Radiologis
Pneumonia lobaris Characteristically, there is homogenous opacification in a lobar pattern.
The opacification can be sharply defined at the fissures, although more
commonly there is segmental consolidation. The non-opacified bronchus
within a consolidated lobe will result in the appearance of air
bronchograms.
Pneumonia associated with suppurative peribronchiolar inflammation and
lobularis/ subsequent patchy consolidation of one or more secondary lobules of a
bronkopneumonia lung in response to a bacterial pneumonia: multiple small nodular or
reticulonodular opacities which tend to be patchy and/or confluent.
Asthma pulmonary hyperinflation Increased Bronchial wall markings (most
characteristic)  Associated with thicker Bronchial wall, inflammation
Flattening of diaphragm (Associated with chronic inflammation or
Associated with accessory muscle use)
Hyperinflation (variably present)
Patchy infiltrates (variably present) from Atelectasis
bronkiolitis Hyperexpansion (showed by diaphragm flattening), hyperluscent,
Peribronchial thickening
Variable infiltrates or Viral Pneumonia
Pneumonia Lobaris

Etiology:
Pneumococcus
Mycoplasma
Gram negative organisms
Legionella
Bronchopneumonia
Bronchiolitis

The x-ray shows lung hyperinflation with a flattened diaphragm and opacification in the right lung apex (red
circle) and left lung base (blue circle) from atelectasis. Obviously, the same changes can be seen in the x-ray
of a child with acute asthma. This is one reason why children with acute asthma are often misdiagnosed as
having pneumonia.
110. Kelainan Radiologis pada Paru
Kelainan Gejala
Sindrom aspirasi Biasanya pada bayi matur, pertumbuhan janin terhambat,
mekonium terdapat staining mekonium di cairan amnion dan kulit,
kuku, atau tali pusar. Pada radiologi tampak air trapping dan
hiperinflasi paru, patchy opacity, terkadang atelektasis.
Respiratory distress Pada bayi prematur, pada bayi dengan ibu DM atau kelahiran
syndrome (penyakit SC, gejala muncul progresif segera setelah lahir. Pada
membran hyalin) radiologi tampak gambaran diffuse “ground-glass” or finely
granular appearance, air bronkogram, ekspansi paru jelek.
Transient Biasanya pada bayi matur dengan riwayat SC. Gejala muncul
tachypnea of setelah lahir, kemudian membaik dalam 72 jam pasca lahir.
newboorn Pada radiologi tampak peningkatan corakan perihilar,
hiperinflasi, lapangan paru perifer bersih.
Pneumonia Terdapat risiko pneumonia (KPD, demam pada ibu, cairan
neonatal amnion berbau, dsb). Gejala meliputi gejala distress dan
gejala sepsis. Gambaran radiologis : Diffuse, relatively
homogeneous infiltrates
MECONIUM ASPIRATION SYNDROME

http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/clinical_procedures/7
Frontal chest shows large, ropey and strand-like densities

http://www.learningradiology.com/caseofweek/caseoftheweekpix/cow89.jpg
111. Cyanide Intoxication
• Depending on its form, cyanide may cause toxicity through parenteral
administration, inhalation, ingestion, or dermal absorption
• Source:
– the vasodilator drug nitroprusside, natural sources are found in pits, seeds, bark, and leaves of
apricots, plums, peaches, cherries, almonds, and apples (containing amygdalin, a cyanide-
producing glycoside, is hydrolyzed to hydrocyanic acid by chewing. ); cassava (Manihot
esculenta)
• Mechanism of toxicity:
– Cyanide binds to cellular cytochrome oxidase blocking the aerobic utilization
of oxygen.
• Symptoms arise within 15 – 30 minutes:
– Disruption of cellular respiration: Respiratory depression, coma, death.
– Bitter almond smell to breath.
– Toxic effects respond to Cyanide Antidote Kit.
– headache, nausea, dyspnea, & confusion.
– Syncope, seizures, coma, agonal respirations, & cardiovascular collapse ensue rapidly after
heavy exposure.

Poisoning & drug overdose by the faculty, staff and associates of the California Poison Control System third edition
Cyanide Intoxication
Treatment:
A. Emergency and supportive measures. Treat all cyanide
exposures as potentially lethal.
1. Maintain an open airway and assist ventilation if necessary.
2. Treat coma, hypotension, & seizures if they occur.
3. Start an IV line and monitor the patient’s vital signs and ECG
B. Specific drugs and antidotes
C. Prehospital.
Immediately administer activated charcoal if available. Do not
induce vomiting unless victim is more than 20 minutes from a
medical facility and charcoal is not available.
Cyanide Poisoning
• Sign and Symptom
– General weakness, malaise, and collapse
– Neurologic symptoms (reflecting progressive hypoxia) - Headache, vertigo, dizziness,
giddiness, inebriation, confusion, generalized seizures, coma
– Gastrointestinal symptoms - Abdominal pain, nausea, vomiting
– Cardiopulmonary symptoms - Shortness of breath, possibly associated with chest pain,
tachypnea, apnea
– High, falsely reassuring pulse oximetry
– Cherry-red skin color
• Treatment
– Provide oxygen
– Hydroxocobalamin: Combines with cyanide to form cyanocobalamin (vitamin B-12),
which is renally cleared
– Sodium nitrites: Induce cyanide-scavenging methemoglobinemia in red blood cells,
(combines with cyanide, thus releasing cytochrome oxidase enzyme)
– Sodium thiosulfate: Enhances the conversion of cyanide to thiocyanate , which is renally
excreted
– Administer sodium bicarbonate in severe poisoning because of marked lactic acidosis
Lilly Cyanide Antidote Kit (instructions are in the kit):

Amyl nitrite by inhalation for 30 seconds every minute during


preparation of injectable Na+ nitrite.

Inject Na+ nitrite 3%, followed by Na+ thiosulfate over 10


minutes (see below).

Initial recommended dose Na+ nitrite is based on


hemoglobin levels

ICU Anak 2001 (A Latief) 330


112. Tahap Penyapihan
Infant Feeding Practice
• Rekomendasi WHO dan UNICEF:
– ASI eksklusif selama 6 bulan (180 hari): bayi hanya
menerima ASI dan tidak diberimakanan cair maupun
padat lainnya, termasuk air kecuali cairan rehidrasi
oral atau obat-obatan/vitamin/suplemen mineral
– Memberikan ASI segera setelah lahir-1jam pertama
– Pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) yang
aman dan mengandung cukup zat gizi sejak bayi
berusia 6 bulan sambil melanjutkan menyusui sampai
anak berumur 2 tahun atau lebih
• Diberikan karena ASI tidak lagi mencukupi kebutuhan zat gizi
• Pengaturan MP-ASI agar tidak diberikan terlalu
dini/terlambat/terlalu sedikit/kurang nilai gizi
Infant Feeding Practice
• ASI mengandung lemak karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan
cairan serta mengandung faktor bioaktif dan faktor yang membantu
pencernaan dan penyerapan zat gizi.
• ASI yang dikeluarkan pada 2-3 hari pertama disebut kolostrum (40-
50ml), banyak mengandung sel darah putih dan antibodi terutama
sIgA, protein, lemak, mineral, dan vitamin larut lemak (A,E,K) dalam
persentase lebih besar
• Kolostrum menyediakan perlindungan yang penting pada saat bayi
pertamakali terpapar mikroorganisme dan lingkungan.
• ASI mulai diproduksi dalam jumlah lebih banyak pada hari ke 2-4
setelah melahirkan
• Pada hari ke 7-14, Asi disebut ASI transisional dan setelah 2 minggu
disebut ASI matur
Panduan praktis mengenai kualitas, frekuensi, dan jumlah
makanan yang dianjurkan untuk bayi dan anak berusia 6-23
bulan yang diberi ASI on demand

Energi yang Jumlah rata-


Usia Tekstur Frekuensi
Dibutuhkan rata makanan
2-3 sendok
Mulai dengan bubur
makan,
6-8 kental/makanan yang 2-3 kali/hari Plus
200 kkal/hari tingkatkan
bulan dihaluskan. 1-2 kali snack
bertahap sampai
Buah dapat diberikan
125 ml
Makanan yang
dicincang halus dan
9-11 3-4 kali/hari Plus
300 kkal/hari makanan yang dapat 125 ml
bulan 1-2 kali snack
diambil sendiri oleh
bayi
Tiga perempat
12-23 3-4 kali/hari Plus
550 kkal/hari Makanan keluarga sampai satu
bulan 1-2 kali snack
cangkir 250 m
113. Gambaran Radiologis
Pneumonia lobaris Characteristically, there is homogenous opacification in a lobar pattern.
The opacification can be sharply defined at the fissures, although more
commonly there is segmental consolidation. The non-opacified bronchus
within a consolidated lobe will result in the appearance of air
bronchograms.
Pneumonia associated with suppurative peribronchiolar inflammation and
lobularis/ subsequent patchy consolidation of one or more secondary lobules of a
bronkopneumonia lung in response to a bacterial pneumonia: multiple small nodular or
reticulonodular opacities which tend to be patchy and/or confluent.
Asthma pulmonary hyperinflation Increased Bronchial wall markings (most
characteristic)  Associated with thicker Bronchial wall, inflammation
Flattening of diaphragm (Associated with chronic inflammation or
Associated with accessory muscle use)
Hyperinflation (variably present)
Patchy infiltrates (variably present) from Atelectasis
bronkiolitis Hyperexpansion (showed by diaphragm flattening), hyperluscent,
Peribronchial thickening
Variable infiltrates or Viral Pneumonia
Pneumonia Lobaris

Etiology:
Pneumococcus
Mycoplasma
Gram negative organisms
Legionella
Bronchopneumonia
Bronchiolitis

The x-ray shows lung hyperinflation with a flattened diaphragm and opacification in the right lung apex (red
circle) and left lung base (blue circle) from atelectasis. Obviously, the same changes can be seen in the x-ray
of a child with acute asthma. This is one reason why children with acute asthma are often misdiagnosed as
having pneumonia.
114. Tatalaksana UTI
• Tujuan : Memberantas kuman penyebab, mencegah dan menangani komplikasi dini, mencari
kelainan yang mendasari
• Umum (Suportif)
– Masukan cairan yang cukup
– Edukasi untuk tidak menahan berkemih
– Menjaga kebersihan daerah perineum dan periurethra
– Hindari konstipasi
• Khusus
– Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik
selama 7-10 hari
– Obat rawat jalan : kotrimoksazol oral 24 mg/kgBB setiap 12 jam, alternatif ampisilin,
amoksisilin, kecuali jika :
• Terdapat demam tinggi dan gangguan sistemik
• Terdapat tanda pyelonefritis (nyeri pinggang/bengkak)
• Pada bayi muda
– Jika respon klinis kurang baik, atau kondisi anak memburuk berikan gentamisin (7.5
mg/kg IV sekali sehari) + ampisilin (50 mg/kg IV setiap 6 jam) atau sefalosporin gen-3
parenteral
– Antibiotik profilaksis diberikan pada ISK simpleks berulang, pielonefritis akut, ISK pada
neonatus, atau ISK kompleks (disertai kelainan anatomis atau fungsional)
– Pertimbangkan komplikasi pielonefritis atau sepsis
115. Streptomycin
• An aminoglycoside antibiotic derived from Streptomyces
griseus
• Used in the treatment of tuberculosis and sensitive Gram-
negative infections.
• Streptomycin is not absorbed from the gastrointestinal
tract but, after intramuscular administration, it diffuses
readily into the extracellular component of most body
tissues and it attains bactericidal concentrations,
particularly in tuberculous cavities.
• Little normally enters the cerebrospinal fluid, although
penetration increases when the meninges are inflamed.
• The plasma half-life, which is normally 2-3 hours, is
considerably extended in the newborn, in the elderly and in
patients with severe renal impairment.
• It is excreted unchanged in the urine.
Dosage and administration
• Streptomycin must be administered by deep
intramuscular injection.
• Adults and children: 15 mg/kg daily or two or
three times weekly.
• Patients over 60 years may not be able to
tolerate more than 500-750 mg daily.
Precaution
• Should hypersensitivity reactions occur, as is common
during the first weeks of treatment, streptomycin
should be withdrawn immediately.
• Streptomycin should be avoided, when possible, in
children because the injections are painful and
irreversible auditory nerve damage may occur.
• Both the elderly and patients with renal impairment
are also vulnerable to dose-related toxic effects
resulting from accumulation.
• Streptomycin should not be used in pregnancy. It
crosses the placenta and can cause auditory nerve
impairment and nephro-toxicity in the fetus.
E.S. OAT Mayor
MAYOR Kemungkinan Penyebab HENTIKAN OBAT
Gatal & kemerahan Semua jenis OAT Antihistamin & evaluasi
ketat
Tuli Streptomisin Stop streptomisin
Vertigo & nistagmus (n.VIII) Streptomisin Stop streptomisin
Ikterus Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT s.d.
ikterik menghilang,
hepatoprotektor
Muntah & confusion Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT & uji
fungsi hati
Gangguan penglihatan Etambutol Stop etambutol
Kelainan sistemik, syok & Rifampisin Stop rifampisin
purpura
E.S. OAT Minor
Minor Kemungkinan Penyebab Tata Laksana
Tidak nafsu makan, mual, Rifampisin OAT diminum malam
sakit perut sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Aspirin/allopurinol
Kesemutan s.d. rasa INH Vit B6 1 x 100 mg/hari
terbakar di kaki
Urine kemerahan Rifampisin Beri penjelasan
116. Dismaturity/postmaturity Syndrome
• Kehamilan post term (lewat waktu) bisa menimbulkan
komplikasi seperti Macrosomia, Fetal Asphyxia, Meconium
Aspiration, termasuk Fetal dysmaturity
• Fetal dysmaturity — disebut juga "postmaturity
syndrome,"  pertumbuhan fetus intrauterin terhambat,
dikarenakan tidak cukupnya aliran darah menuju plasenta.
• Kurang lebih 20% janin posterm akan mengalami
dysmaturitas (sindrom postmaturitas), dengan karakteristik
chronic intrauterine growth restriction akibat insufisiensi
uteroplasental
• It is more commonly seen after 42 weeks and in
conjunction with oligohydramnios.

http://www.uptodate.com/contents/postterm-pregnancy-beyond-the-basics
http://emedicine.medscape.com/article/261369-overview
Postmaturity Syndrome
• The hallmarks of the postmature infant as described by
Clifford:
– meconium staining
– loss of subcutaneous fat reserves
– skin peeling.
– The infant's appearance is like that of a wizened old
gnome—long, thin, and wrinkled with decreased muscle
mass and long nails on the toes and fingers.
• The decreased stores of fat and glucose predispose
these infants to metabolic disturbances such as
hypoglycemia, hypothermia, and polycythemia.
http://www.glowm.com/resources/glowm/cd/pages/v2/v2c054.html
Dysmaturity. Pediatrics 1958;22;477.
http://pediatrics.aappublications.org/content/22/3/477.full.pdf+html
117. GERD in Pediatric
• Gastroesophageal reflux (GER) occurs in more than
two-thirds of otherwise healthy infants
• Prevalence of pediatric GERD in Eastern Asia is 8.5%
• GER, defined as the passage of gastric contents into the
esophagus, is distinguished from gastroesophageal
reflux disease (GERD), which includes troublesome
symptoms or complications associated with GER.
• GER is considered a normal physiologic process that
occurs several times a day in healthy infants, children,
and adults.
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition (NASPGHAN) and the European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and
Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY,
AND NUTRITION. Pediatrics; originally published online April 29, 2013
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition (NASPGHAN) and the European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and
Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY,
AND NUTRITION. Pediatrics; originally published online April 29, 2013
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical
Practice Guidelines: Joint Recommendations of
the North American Society for Pediatric
Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition
(NASPGHAN) and the European Society for
Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management
Guidance for the Pediatrician . Jenifer R.
Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON
GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY, AND
NUTRITION. Pediatrics; originally published
online April 29, 2013
Clinical Features Differentiating GER
and GERD in Infants and Children
GER GERD
Regurgitation with normal Regurgitation with poor weight gain
weight gain
No signs or symptoms of Persistent irritability; pain in infants
esophagitis
Lower chest pain, dysphagia, pyrosis in children
Hematemesis and iron deficiency anemia
No significant respiratory Apnea and cyanosis in infants
symptoms
Wheezing
Aspiration or recurrent pneumonia
Chronic cough
Stridor
No neurobehavioral Neck tilting in infants (Sandifer's syndrome)
symptoms
http://www.aafp.org/afp/2001/1201/p1853.html
Diagnosis
• The diagnosis of GERD is often made clinically based on the
bothersome symptoms or signs that may be associated
with GER.
• In infants and toddlers, there is no symptom or symptom
complex that is diagnostic of GERD or predicts response to
therapy.
• In older children and adolescents history and physical
examination may be sufficient to diagnose GERD if the
symptoms are typical.
• The diagnosis of GERD is concluded when tests show
excessive frequency or duration of reflux events,
esophagitis, or a clear association of symptoms and signs
with reflux events in the absence of alternative diagnoses.
Diagnostic Testing
• The strategy of using diagnostic testing to diagnose GERD full of
complexity, because there is no single test that can rule it in or out.
• The diagnostic methods most commonly used to evaluate pediatric
patients with GERD symptoms are
– Upper GI tract contrast radiography series are useful to delineate
anatomy and to occasionally document a motility disorder
– Esophageal pH monitoring and intraluminal esophageal impedance
represent tools to quantify GER.
– Upper endoscopy with esophageal biopsy represents the primary
method to investigate the esophageal mucosa.
• Other tests:
– Motility Studies: Esophageal manometry

Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition (NASPGHAN) and the European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and
Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY,
AND NUTRITION. Pediatrics; originally published online April 29, 2013
Approch to the infant with regurgitation and vomitting

Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the European
Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY, AND NUTRITION. Pediatrics; originally
published online April 29, 2013
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition (NASPGHAN) and the European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and
Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY,
AND NUTRITION. Pediatrics; originally published online April 29, 2013
Management
• Lifestyle changes are emphasized as first-line
therapy in both GER and GERD, whereas
medications are explicitly indicated only for
patients with GERD.

Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition (NASPGHAN) and the European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and
Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY,
AND NUTRITION. Pediatrics; originally published online April 29, 2013
Management
Medications

Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the
European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY, AND NUTRITION. Pediatrics; originally
published online April 29, 2013
118. Penyebab ikterik ec. Anemia Hemolisis
pada neonatus
Penyakit Keterangan
Inkompatibilitas ABO Adanya aglutinin ibu yang bersirkulasi di darah anak
terhadap aglutinogen ABO anak. Ibu dengan golongan darah
O, memproduksi antibodi IgG Anti-A/B terhadap gol. darah
anak (golongan darah A atau B). Biasanya terjadi pada anak
pertama. Pemeriksaan: Coomb’s Test
Inkompatibilitas Rh Rh+ berarti mempunyai antigen D, sedangkan Rh– berarti
tidak memiliki antigen D. Hemolisis terjadi karena adanya
antibodi ibu dgn Rh- yang bersirkulasi di darah anak
terhadap antigen Rh anak (berati anak Rh+). Jarang pada
anak pertama krn antibodi ibu terhadap antigen D anak yg
berhasil melewati plasenta belum banyak.
Ketika ibu Rh - hamil anak kedua dgn rhesus anak Rh +
antibodi yang terbentuk sudah cukup untuk menimbulkan
anemia hemolisis. Pemeriksaan: Coomb’s Test
Inkompatibilitas ABO
• Terjadi pada ibu dengan • Gejala yang timbul adalah
golongan darah O terhadap ikterik, anemia ringan, dan
janin dengan golongan peningkatan bilirubin
darah A, B, atau AB serum.
• Tidak terjadi pada ibu gol A • Lebih sering terjadi pada
dan B karena antibodi yg bayi dengan gol darah A
terbentuk adalah IgM yg tdk dibanding B, tetapi
melewati plasenta, hemolisis pada gol darah
sedangkan 1% ibu gol darah tipe B biasanya lebih parah.
O yang memiliki titer • Inkompatibilitas ABO jarang
antibody IgG terhadap sekali menimbulkan hidrops
antigen A dan B, bisa fetalis dan biasanya tidak
melewati plasenta separah inkompatibilitas Rh
Kenapa tidak separah Inkompatibilitas
Rh?
• Biasanya antibodi Anti-A dan Anti-B adalah IgM
yang tidak bisa melewati sawar darah plasenta
• Karena antigen A dan B diekspresikan secara luas
pada berbagai jaringan fetus, tidak hanya pada
eritrosit, hanya sebagian kecil antibodi ibu yang
berikatan dengan eritrosit.
• Eritrosit fetus tampaknya lebih sedikit
mengekspresikan antigen permukaan A dan B
dibanding orang dewasa, sehingga reaksi imun
antara antibody-antigen juga lebih sedikit 
hemolisis yang parah jarang ditemukan.
• Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah
direct Coombs test.
• Pada inkompatibilitas ABO manifestasi yg lebih
dominan adalah hiperbilirubinemia,
dibandingkan anemia, dan apusan darah tepi
memberikan gambaran banyak spherocyte dan
sedikit erythroblasts, sedangkan pada
inkompatibilitas Rh banyak ditemukan eritoblas
dan sedikit spherocyte
• Tatalaksana: fototerapi, transfusi tukar
Inkompatibilitas Rhesus
• Faktor Rh: salah satu jenis antigen permukaan
eritrosit
• Inkompatibilitas rhesus: kondisi dimana wanita
dengan rhesus (-) terekspos dengan eritrosit Rh (+),
sehingga membentuk antibodi Rh
– Ketika ibu Rh (-) hamil dan memiliki janin dengan Rh (+),
terekspos selama perjalanan kehamilan melalui kejadian
aborsi, trauma, prosedure obstetrik invasif, atau kelahiran
normal
– Ketika wanita dengan Rh (-) mendapatkan transfusi darah
Rh (+)
 

• Setelah eksposure pertama, ibu akan membentuk IgG maternal


terhadap antigen Rh yang bisa dengan bebas melewati plasenta
hingga membentuk kompleks antigen-antibodi dengan eritrosit
fetus dan akhirnya melisiskan eritrosit tersebut  fetal
alloimmune-induced hemolytic anemia.
• Ketika wanita gol darah Rh (-) tersensitisasi diperlukan waktu
kira-kira sebulan untuk membentuk antibodi Rh yg bisa
menandingi sirkulasi fetal.
• 90% kasus sensitisasi terjadi selama proses kelahiran  o.k itu
anak pertama Rh (+) tidak terpengaruhi karena waktu pajanan
eritrosit bayi ke ibu hanya sebentar, tidak bisa memproduksi
antibodi scr signifikan
• Risiko dan derajat keparahan meningkat seiring dengan kehamilan
janin Rh (+) berikutnya, kehamilan kedua menghasilkan bayi dengan
anemia ringan, sedangkan kehamilan ketiga dan selanjutnya bisa
meninggal in utero
• Risiko sensitisasi tergantung pada 3 faktor:
– Volume perdarahan transplansental
– Tingkat respons imun maternal
– Adanya inkompatibilitas ABO pada saat bersamaan
• Adanya inkompatibilitas ABO pada saat bersamaan dengan
ketidakcocokan Rh justru mengurangi kejadian inkompatibilitas Rh 
karena serum ibu yang mengandung antibodi ABO menghancurkan
eritrosit janin sebelum sensitisasi Rh yg signifikan sempat terjadi
• Untungnya inkompatibilitas ABO biasanya tidak memberikan sekuele yang
parah

http://emedicine.medscape.com/article/797150
Tes Laboratorium
• Prenatal emergency care • Postnatal emergency care
– Tipe Rh ibu – Cek tipe ABO dan Rh,
– the Rosette screening test hematokrit, Hb, serum
atau the Kleihauer-Betke bilirubin, apusan darah,
acid elution test bisa dan direct Coombs test.
mendeteksi – direct Coombs test yang
alloimmunization yg positif menegakkan
disebabkan oleh fetal diagnosis antibody-induced
hemorrhage hemolytic anemia yang
– Amniosentesis/cordosente menandakan adanya
sis inkompabilitas ABO atau
Rh

http://emedicine.medscape.com/article/797150
Tatalaksana
• Jika sang ibu hamil Rh – dan belum tersensitisasi,
berikan human anti-D immunoglobulin (Rh IgG atau
RhoGAM)
• Jika sang ibu sudah tersensitisasi, pemberian Rh IgG
tidak berguna
• Jika bayi telah lahir dan mengalami inkompatibilitas,
transfusi tukar/ foto terapi tergantung dari kadar
bilirubin serum, rendahnya Ht, dan naiknya
reticulocyte count

http://emedicine.medscape.com/article/797150
119. Agenesis Renal
• Renal agenesis merupakan salah satu kelainan
perkembangan ginjal selain hipoplasia renal
(jumlah nefron yang kurang menyebabkan
ukuran kinjal yang kecil), dan multicystic
dysplastic kidney
• Renal agenesis bisa terjadi secara unilateral
atau bilateral
Bilateral Renal Agenesis
• Tidak ada ginjal sama sekali
• Kelainan genetik ditandai dengan gagalnya ginjal
berkembang waktu dalam janin
• Ginjal yg tidak ada sedangkan fetus menelan cairan amnion
dan seharusnya urine fetus mjd kontributor cairan amnion
 cairan amnion berkurang (oligohidramnion)  terjadi
kompresi, paru-paru tidk bisa berkembang hingga terjadi
pulmonary hipoplasia dan kelainan organ lainnya
• Sindrom Potter  gambaran klinis/fisik pada neonatus
yang disebabkan karena oligohidramnion selama dalam
kandungan, biasanya disebabkan bilateral renal agenesis
(BRA), lainnya bisa karena atresia ureter/uretra, polycystic/
multicystic kidney diseases, renal hypoplasia

http://emedicine.medscape.com/article/983477
Gejala
• Riwayat oligohidramnion
• Tidak keluarnya urine dalam 48 jam pertama
• Distres pernapasan
Tampilan klinis Sindrom Potter
• Potter facies: Affected infants have a flattened nose, recessed
chin, prominent epicanthal folds, and low-set abnormal ears.
• Pulmonary hypoplasia
• Features of Eagle-Barrett (prune belly) syndrome: deficient
abdominal wall, undescended testes, dilated ureters, and a
renal pelvis
• Skeletal malformations: Hemivertebrae, sacral agenesis, and
limb anomalies may be present
• Ophthalmologic malformations: Cataract, angiomatous
malformation in the optic disc area, prolapse of the lens, and
expulsive hemorrhage may be present
• Cardiovascular malformations: VSD, endocardial cushion
defect, TOF, or PDA
http://emedicine.medscape.com/article/983477
120. Neonatal Brachial Plexus Palsy
• The basic types of BPPs include the following:
– Erb's palsy affects nerves arising from C5 and C6.
– Klumpke palsy results in deficits at levels C8 and T1
– Total BPP affects nerves at all levels (C5-T1).
• The damage in neonates usually results from slow traction injuries
• Risk factors:
– Large birth weight (average vertex BPP, 3.8-5.0 kg; average breech BPP,
1.8-3.7 kg; average unaffected, 2.8-4.5 kg)
– Breech presentation
– Maternal diabetes
– Multiparity
– Second stage of labor that lasts more than 60 minutes
– Assisted delivery (eg, use of mid/low forceps, vacuum extraction)
Paralisis Bahu
• Paralisis Bahu
– Paralisis Erb
• Erb-duchenne palsy
• Paralisis saraf perifer C5 dan C6 (bagian dari plexus brachialis
bagian atas (trunkus Superior)/ brachial monoparesis)
• Manifestasi: adducted and internally rotated, with the elbow
extended, the forearm pronated, the wrist flexed, and the hand
in a fist. (waiter’s tip)
• In the first hours of life, the hand also may appear flaccid, but
strength soon returns.
– Paralisis Klumpke
• Paralisis parsial dari pleksus brachialis bagian bawah C8-T1
(trunkus Superior)
• Manifestasi: paralisis lengan bawah dan tangan
• The infant with a nerve injury to the lower plexus (C8-T1) holds
the arm supinated, with the elbow bent and the wrist extended
because of the unopposed wrist extensors Erb’s Palsy
• hyperextension of MCP due to loss of hand intrinsics http://orthoinfo.aaos.org/figures/A00077F
01.jpg
• flexion of IP joints due to loss of hand intrinsics
• The infant with complete brachial plexus palsy (BPP; C5-T1)
typically lies in the nursery with the arm held limply at his/her side.
Leads to a flaccid arm, Involves both motor and sensory, Deep
tendon reflexes (DTRs) are absent, and the Moro response is
asymmetrical, with no active abduction of the ipsilateral arm.
Anatomi Pleksus Brakialis
• Pleksus brakialis dibentuk dari anyaman C5-T1
• Pleksus brakialis terdiri dari 5 akar saraf yang berasal dari rami ventralis
nervus spinalis, 3 trunkus, 2 divisi, 3 fasciculus dan cabang saraf perifer.
• Tiga trunkus terdiri dari:
– Saraf C5 dan C6 membentuk trunkus superior
– Saraf C7 membentuk trunkus medius,
– Saraf C8 sampai T1 membentuk trunkus inferior.
• Masing-masing dari trunkus memiliki 2 percabangan atau divisi ke arah
ventral dan dorsal.
– Cabang ventral dari trunkus superior dan trunkus medius akan membentuk
fasciculus lateralis.
– Cabang ventral trunkus inferior membentuk fasciculus medialis,
– Cabang dorsalis dari seluruh trunkus akan membentuk fasciculus dorsalis.
• Tiga fasikulus mempersarafi:
– Fasciculus lateralis mempersarafi N.muskulokutaneus, N.medianus bagian
lateral, N.pectoralis lateralis terutama ke M.pectoralis mayor.
– Fasciculus medialis bercabang menjadi N.kutaneus brachii medialis,
N.kutaneus antebrachii medialis, N.medianus bagian medial, dan N.ulnaris.
– Fasciculus dorsalis bercabang menjadi N.axillaris, N.radialis, N.thoracodorsalis.
121.
Derajat
Serangan
Asma
Derajat Serangan
Asma
Derajat Penyakit Asma
Parameter klinis,
kebutuhan obat, Asma episodik jarang Asma episodik sering Asma persisten
dan faal paru
Frekuensi serangan < 1x /bulan > 1x /bulan Sering
Hampir sepanjang tahun
Lama serangan < 1 minggu 1 minggu tidak ada remisi

Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam

Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu


Pemeriksaan fisis
Normal Mungkin terganggu Tidak pernah normal
di luar serangan
Obat pengendali Tidak perlu Perlu, steroid Perlu, steroid
Uji Faal paru PEF/FEV1 <60%
PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80%
(di luar serangan) Variabilitas 20-30%
Variabilitas faal paru
>15% < 30% < 50%
(bila ada serangan)
122. Keseimbangan Asam-Basa
382
383
H-H EQUATION

[HCO3-] [Base] [metabolik]


pH ∞ ∞ ∞
d CO2 Acid [respiratorik]
Respiratory
Acidosis
Respiratory
Alkalosis
Metabolic
Acidosis
Metabolic
Alkalosis
Kelainan Asam-Basa Tubuh
Normal value

HCO3- PCO2 PH PCO2


HCO3- PH

NORMAL Metabolic Acidosis


Normal value

PCO2 PH
PH PCO2
HCO3- HCO3-

Metabolic Acidosis Compensated Metabolic Acidosis


Normal value

HCO3- HCO3-
PH PCO2
PCO2 PH

Metabolic alkalosis Compensated Met alkalosis


Normal value

PCO2 PCO2
HCO3-
HCO3-
PH
PH

Respiratory Acidosis Compensated Respiratory Acidosis


Normal value

PH
HCO3- PH
PCO2 HCO3- PCO2

Acute Respiratory Alkalosis Chronic Respiratory Alkalosis


http://classes.midlandstech.edu/carterp/Courses/bio211/chap26/table_26_03_l
abeled.jpg
123. Perawatan Bayi Baru Lahir Di
Rumah Sakit
• Penilaian bayi baru lahir • Perawatan tali pusat: tali pusat
1. Apakah bayi cukup diklem dengan klem tali pusat,
bulan? tidak ditutup dengan perban
2. Apakah air ketuban – Studi menunjukkan bahwa
jernih, tidak bercampur tidak ada keuntungan
mekoneum? menggunakan antibiotik atau
3. Apakah bayi menangis? antiseptik pada perawatan tali
pusat dibandingkan dengan
4. Apakah tonus otot baik?
perawatan kering.
Lakukan
– didapatkan bahwa rata-rata
1. Berikan kehangatan waktu pelepasan tali pusat
2. Bersihkan jalan napas pada: perawatan kering adalah
3. Keringkan 9 hari, bubuk (salisilat, green
4. Nilai warna clay, katoxin) 7 hari, alkohol 11
hari sedangkan antibiotik 12
Buku Panduan tatalaksana Bayi Baru lahir di Rumah sakit. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.
Kementerian Kesehatan 2010.
hari.
Perawatan Bayi Baru Lahir Di Rumah
Sakit
• Bayi tetap bersama ibunya (rawat gabung).
• Inisiasi menyusu dalam jam pertama kehidupan.
• Pemberian profilaksis konjungtivitis neonatorum:
eritromisin atau tetrasiklin ointment
• Pemberian profilaksis vitamin K1 pada bayi baru
lahir 1 mg dosis tunggal intramuskular
• Pemberian vaksin hepatitis B 0.5 mL IM di paha
kanan sekurangnya 2 jam sesudah pemberian
vitamin K1.
Buku Panduan tatalaksana Bayi Baru lahir di Rumah sakit. Direktorat Jenderal Bina
Pelayanan Medik. Kementerian Kesehatan 2010.
Perawatan Pada Awal Kehidupan Bayi
Merawat tali pusat Memandikan bayi
• Setelah dipotong, tali pusat • Saat lahir, bayi belum perlu
dibiarkan terbuka dan kering dan dimandikan. Vernix (zat lemak
tidak perlu dikompres dengan putih)berfungsi untuk menjaga
kasa yang mengandung cairan suhu bayi.
antiseptik. • Setelah 6 jam bayi dapat dilap
• Cuci tangan terlebih dahulu, dengan air hangat saja.
jangan oleskan apapun pada tali • Sebelum tali pusat lepas, bayi
pusat, tidak perlu ditutup dengan dapat dimandikan dengan kain
kasa,dengan popok maupun lap atau spon.
gurita. • Setelah tali pusat lepas bayi dapat
• Jika tali pusat kotor, segera cuci dimandikan dengan dimasukkan
bersih dengan air yang bersih dan ke dalam air.
sabun lalu keringkan dengan kain
bersih.
• Biarkan tali pusat terlepas sendiri.

http://idai.or.id/public-articles/klinik/pengasuhan-anak/perawatan-bayi-baru-
lahir.html
Perawatan Pada Awal Kehidupan Bayi
Menidurkan bayi Pola buang air besar (BAB) dan
• Dalam sehari bayi dapat tidur buang air kecil bayi (BAK)
sampai total 20 jam, yang • Bayi normal akan BAK dalam
terpecah dalam periode tidur 24 jam pertama dan BAB
20 menit hingga 4 jam. paling telat dalam 48 jam
• Usahakan kamar bersuhu pertama.
sejuk, tidak terlalu dingin dan • Selanjutnya bayi akan BAK 5-6
tidak terlalu panas, dan kali per hari dan BAB 3-4 kali
mendapat cahaya serta per hari.
ventilasi cukup. • Warna BAB akan berubah dari
• Posisi tidur yang dianjurkan warna hitam pekat, menjadi
adalah posisi terlentang untuk hijau dan akhirnya berwarna
mencegah sudden infant death kekuningan pada sekitar usia 5
syndrome (SIDS). hari.

http://idai.or.id/public-articles/klinik/pengasuhan-anak/perawatan-bayi-baru-
lahir.html
Perawatan Pada Awal Kehidupan Bayi
Membersihkan popok dan Membersihkan mata, telinga
kemaluan bayi dan hidung bayi
• Bersihkan kemaluan dari • Mata dapat dibersihkan
bagian depan ke belakang dengan kapas bersih yang
dengan menggunakan kapas dibasahi dengan air hangat,
yang sudah dibasahi air mulai dari arah hidung ke
bersih ataupun handuk luar.
basah. • Kotoran telinga tidak perlu
dibersihkan secara rutin
dengan mengorek liang
telinga
• Lubang hidung bayi juga
tidak perlu dibersihkan
secara khusus
http://idai.or.id/public-articles/klinik/pengasuhan-anak/perawatan-bayi-baru-
lahir.html
124. Asuhan Nutrisi Pediatrik

Cara menghitung kebutuhan kalori anak adalah berat badan


ideal menurut panjang badan/tinggi badan anak saat ini
dikalikan RDA kalori/protein sesuai dengan height age (PB
atau TB saat ini ideal untuk umur berapa?)
125. Osteomielitis hematogen akut
• Osteomyelitis is strictly defined as any form of inflammation involving
bone and/or bone marrow, but it is almost exclusively the result of
infection.
• unlike the infection in adults, osteomyelitis in children is generally of
hematogenous origin and is most often acute
• Acute hematogenous osteomyelitis typically arises in the metaphysis of
long tubular bones, with approximately two-thirds of all cases involving
the femur, tibia or humerus
• Bacterial pathogens:
– S. aureus is the pre-eminent pathogen and is responsible for 70–90% of AHO
infections in children
– Other etiological agents, include Streptococcus pyogenes, Streptococcus
pneumoniae, Group B streptococci (in infants), coagulase-negative
staphylococci (especially in implant-associated infections), Kingella kingae,
enteric Gram-negative bacilli (especially Salmonella spp.
Osteomielitis hematogen akut
• Sign + symptoms
– Most children and adolescents with AHO present with a history of bone pain for
several days.
– The hallmark of AHO pain is its constant nature, with the level of pain increasing
gradually.
– Pain generally leads to restricted use of the involved limb.
– As the sites most often involved are the long bones of the lower limbs, children
frequently present with a limp.
– In all cases, localized bone pain and fever should raise the clinical suspicion of AHO.
– The classic signs of inflammation (redness, warmth and swelling) do not appear unless
the infection has progressed through the metaphyseal cortex into the subperiosteal
space.
• Laboratory
– Elevated erythrocyte sedimentation rate (ESR), elevated C-reactive protein (CRP) and
leukocytosis
126. Pubertas Prekoks
• Definisi: tanda-tanda • GnRH dependent
maturasi seksual sebelum (central) : early
usia 8 tahun pada reactivation of
perempuan dan 9 tahun Hypothalamus-pitutary-
pada laki-laki gonad axis
• Lebih banyak pada • GnRH independent
perempuan (peripheral): autonom
• Perempuan  idiopatik; sex steroid , not affected
laki-laki  kelainan CNS by Hypothalamus-
pitutary-gonad axis
• Variant
– thelarche prematur
– adrenarche prematur
Etiologi
GnRH dependent (sentral) GnRH independent (perifer)
• idiopatik • Lelaki (isoseksual)
• kelainan SSP – adrenal: tumor, CAH
– tumor – testes : tumor sel Leydig,
– non-tumor: pasca infeksi, familial testotoksikosis
radiasi, trauma, kongenital – gonadotropin-secreting
tumor:
• Iatrogenik • non SSP: hepatoma,
• keterlambatan diagnosis germinoma, teratoma
pada GIPP • SSP: germinoma, adenoma
(LH secreting)
• Heteroseksual
– peningkatan aromatisasi
perifer
Pubertas Prekoks, Diagnosis & Tatalaksana. H. Hakimi; Melda Deliana; Siska Mayasari Lubis. Divisi Endokrinologi Anak Fakultas
Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik
Medan
Etiologi
GnRH independent Stadium Tanner
(perifer)
• perempuan (isoseksual)
– McCune Albright
– Hipotiroid berat
• heteroseksual
– adrenal: tumor, CAH
– Tumor
ovarium:arrhenoblasto
ma
Pubertas Prekoks, Diagnosis & Tatalaksana. H. Hakimi; Melda Deliana; Siska Mayasari Lubis. Divisi Endokrinologi Anak Fakultas
Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik
Medan
Gejala + Tanda
GnRH Dependent Precoccious GnRH Dependent Precoccious
Puberty Puberty
• Selalu isoseksual • Isoseksual atau
• perkembangan tanda-tanda heteroseksual (late onset
pubertas CAH, tumor adrenal)
• mengikuti pola stadium • perkembangan seks
pubertas normal sekunder tidak sinkron
• gambaran hormonal: (volume testes tidak sesuai
peningkatan aktivitas dengan stadium pubertas -
hormonal di seluruh poros lebih kecil)
• peningkatan kadar seks
steroid tanpa disertai
peningkatan kadar GnRH
dan LH/FSH
Pubertas Prekoks, Diagnosis & Tatalaksana. H. Hakimi; Melda Deliana; Siska Mayasari Lubis. Divisi Endokrinologi Anak Fakultas
Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik
Medan
Gejala Klinis akibat Peningkatan
Hormon Seks Steroid
• Efek estrogen →
– ”tall child but short adult” -
karena penutupan epifisis
tulang dini
– ginekomastia
• Efek testosteron
– hirsutism
– Acne
– male habitus
• Efek umum
– sexual behavior
– agresif
Pubertas Prekoks, Diagnosis & Tatalaksana. H. Hakimi; Melda Deliana; Siska Mayasari Lubis. Divisi Endokrinologi Anak Fakultas
Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik
Medan
PENDEKATAN PUBERTAS PREKOKS
PADA PEREMPUAN
Anamnesis
• Usia awitan saat terjadi pubertas dan progresivitas
perubahan fisik pubertal.
• Pola pertumbuhan (kecepatan tumbuh) anak sejak bayi.
• Adanya kelainan SSP atau gejala kelainan SSP
• Riwayat penyakit dahulu
– kemoterapi, radiasi, operasi, trauma atau infeksi SSP, riwayat
konsumsi obat-obatan jangka panjang (obat yang mengandung
hormon steroid seks)
• Riwayat penyakit keluarga
– riwayat pubertas anggota keluarga yang lain, tinggi badan, dan
rerata pertumbuhan orangtua dan saudara kandungnya.
• Adanya paparan kronik terhadap hormon seks steroid
eksogen.
Pemeriksaan fisis
• Pengukuran tinggi badan, berat badan, rasio segmen
atas/bawah tubuh.
• Palpasi tiroid: ukuran, ada tidaknya nodul, konsistensi, dan
bruit
• Status pubertas sesuai dengan skala maturasi Tanner
– Perempuan: rambut aksila (A), payudara atau mammae (M), dan
rambut pubis (P).
– Laki-laki: rambut aksila (A), rambut pubis (P), dan genital (G).
• Lesi kulit hiperpigmentasi menunjukkan neurofibromatosis
atau sindrom McCune- Albright.
• Palpasi abdomen untuk mendeteksi adanya tumor
intraabdomen.
• Pemeriksaan status neurologis, funduskopi, visus.
Pemeriksaan laboratorium + Radiologi
• Nilai basal LH dan FSH. • RUTIN:
– Kadar basal LH basal >0,83 U/L
menunjang diagnosis pubertas – Usia tulang/bone age
prekoks sentral. – USG pelvis pada anak
– rasio LH/FSH lebih dari satu
menunjukkan stadium pubertas. perempuan
• Hormon seks steroid: estradiol • ATAS INDIKASI:
pada anak perempuan dan
testosteron pada anak laki- laki. – Ultrasonografi testis pada
• Kadar DHEA anak laki-laki jika terdapat
(dehydroepiandrosterone) atau asimetri pembesaran testis.
DHEAS (DHEA sulfate) jika – USG atau CT-Scan abdomen.
terdapat bukti adrenarke.
• Tes stimulasi GnRH/GnRHa: kadar – MRI kepala untuk mencari lesi
puncak LH 5-8 U/L menunjukkan hipotalamus
pubertas prekoks progresif.
Tatalaksana
• ditujukan langsung pada penyebab
• Tumor SSP atau tumor yang memproduksi hormon seks
steroid: bedah, radiasi atau kemoterapi yang sesuai.
• Terapi subsitusi kortisol dengan hidrokortison suksinat
pada HAK.
• Terapi substitusi hormon tiroid pada hipotiroid primer.
• Pubertas prekoks sentral idiopatik: penggunaan GnRH
agonis.
• Pubertas prekoks perifer: keberhasilan tata laksana
penyakit yang mendasarinya
127-128. Epiglotitis
• Acute bacterial epiglottitis • Classical triad is: drooling, dysphagia
– Life-threatening, medical emergency and distress (respiratory)
due to infection with edema of • Abrupt onset of respiratory distress
epiglottis and aryepiglottic folds
with inspiratory stridor
• Organism
• Sore throat
– Haemophilus influenzae type B: most
common • Severe dysphagia
– Also caused by • Older child may have neck extended
• Pneumococcus, Streptococcus group A, and appear to be sniffing due to air
Viral infection – herpes simplex 1 and
parainfluenza hunger
• Age • Resembles croup clinically, but think
– Typically between 3-7 years of epiglottitis if:
– Peak incidence has become older over – Child can not breathe unless sitting up
last decade and is now closer to 6-7 – “Croup” appears to be worsening
years – Child can not swallow saliva and drools
• Location (80%)
– Purely supraglottic lesion • Cough is unusual
• Associated subglottic edema in 25%
– Associated swelling of aryepiglottic
folds causes stridor
Epiglotitis
Imaging
• Imaging studies are not always • Diff Diagnosis: Croup
necessary for the diagnosis and may be – Dilatation of the hypopharynx
falsely negative in early stages – Dilation of the laryngeal
• Lateral radiograph should be taken in ventricle
the erect position only, as
– Supine position may close off airway – Narrowing of the subglottic
• Enlargement of epiglottis trachea
– “Larger than your thumb”  thumb sign – Epiglottis is normal
• Thickening of aryepiglottic folds • Tx:
– True cause of stridor
• Circumferential narrowing of subglottic
– Secure airway
portion of trachea during inspiration – May require intubation or
• Ballooning of hypopharynx and emergency tracheostomy
pyriform sinuses – Some use IV steroids
• Reversal of the normal lordotic curve of – Empiric antibiotic therapy
the cervical spine
Thumb Sign pada epiglotitis Gambaran epiglotis normal
129. Demam Tifoid
• Etiologi : 96% disebabkan Salmonella typhi, sisanya ole S. paratyphi
• Prevalens 91% kasus terjadi pada usia 3-19 tahun
• Penularan : fekal-oral
• Masa inkubasi : 10-14 hari
• Gejala
– Demam naik secara bertahap (stepwise) setiap hari, suhu tertinggi pada
akhir minggu pertama. Minggu kedua demam terus menerus tinggi
– Delirium (mengigau), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut,
diare, atau konstipasi, muntah, perut kembung,
– Pada kasus berat: penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus
• Pemeriksaan Fisik
– Kesadaran menurun, delirium, lidah tifoid (bagian tengah kotor, pinggir
hiperemis), meteorismus, hepatomegali, sphlenomegali (jarang). Kadang
terdengar ronki pada pemeriksaan paru

Pedoman Pelayanan Medis IDAI


Demam Tifoid
• Etiologi : 96% disebabkan Salmonella typhi, sisanya ole S.
paratyphi
• Prevalens 91% kasus terjadi pada usia 3-19 tahun
• Penularan : fekal-oral
• Masa inkubasi : 10-14 hari
• Gejala
– Demam naik secara bertahap (stepwise) setiap hari, suhu tertinggi
pada akhir minggu pertama. Minggu kedua demam terus menerus
tinggi
– Delirium (mengigau), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri
perut, diare, atau konstipasi, muntah, perut kembung,
– Pada kasus berat: penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus

Pedoman Pelayanan Medis IDAI


• Clinical features:
– Step ladder fever in
the first week, the
persist
– Abdominal pain
– Diarrhea/constipation
– Headache
– Coated tongue
– Hepatosplenomegaly
– Rose spot
– Bradikardia relatif

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.


Pemeriksaan Penunjang
• Darah tepi perifer
– Anemia, terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan usus
– Leukopenia, Limfositosis reaktif, Trombositopenia (pada kasus berat)
• Pemeriksaan serologis
– Serologi widal : kenaikan titer S.typhi O 1:160 atau kenaikan 4x titer fase akut ke
konvalesens, banyak positif-negatif palsu. Bahkan kadar baku normal di berbagai tempat
endemis cenderung berbeda-beda dan perlu penyesuaian
– Kadar IgG-IgM (Typhi-dot)
– Tubex Test
• Pemeriksaan biakan Salmonella
– The criterion standard for diagnosis of typhoid fever has long been culture isolation of
the organism. Cultures are widely considered 100% specific
– Biakan darah pada 1-2 minggu perjalanan penyakit. Biakan sumsum tulang masih positif
hingga munggu ke-4
• Pemeriksaan radiologis
– Foto toraks (kecurigaan pneumonia)
– Foto polos abdomen (kecurigaan perforasi) Pedoman Pelayanan Medis IDAI
Tatalaksana (WHO) dan Komplikasi
• Tatalaksana:
– Obati dengan kloramfenikol (50-100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
per oral atau intravena) selama 10-14 hari
– Jika tidak dapat diberikan kloramfenikol, dipakai amoksisilin 100
mg/kgBB/haro peroral atau ampisilin intravena selama 10 hari, atau
kotrimoksazol 48 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis per oral selama 10 hari
– Bila tidak ada perbaikan klinis, berikan sefalosporin generasi ke-3
seperti seftriakson (80 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari, selama 5-7
hari) atau sefiksim oral (20 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 10 hari)
• Lain –lain: Tirah baring, isolasi memadai, cukupi kebutuhan cairan dan
kalori, terapi simptomatik lain
• Komplikasi :
– Intraintestinal : perforasi usus atau perdarahan saluran cerna
– Ekstraintestinal : Tifoid ensefalopati, hepatitis tifosa, meningitis,
pneumonia, syok septik, pielonefritis, osteomielitis dll
Tatalaksana dan Komplikasi
Tingkat Kerentanan Obat Dosis (mg/kg/hari)
Demam tifoid tanpa komplikasi
Sensitif Kloramfenikol 50-75
Amoksisilin 75-100
MDR Florokuinolon (tidak boleh pada anak) 15
Sefiksim 15-20
Resisten kuinolon Azithromisin 8-10
Seftriakson 75
Demam tifoid dengan komplikasi
Sensitif Ampisilin 100
Seftriakson 60-75
MDR Florokuinolon (tidak boleh pada anak) 15
Resisten kuinolon Seftriakson 60-75
• Lain –lain: Tirah baring, isolasi memadai, cukupi kebutuhan cairan dan kalori, terapi
simptomatik lain
• Komplikasi :
– Intraintestinal : perforasi usus atau perdarahan saluran cerna
– Ekstraintestinal : Tifoid ensefalopati, hepatitis tifosa, meningitis, pneumonia, syok septik,
pielonefritis, osteomielitis dll
130. Meningitis Bakterial
• Meningitis
– Meningitis bakterial: E. coli, Streptococcus grup B (bulan
pertama kehidupan); Streptococcus pneumoniae, H. influenzae,
N. meningitidis (anak lebih besar)
– Meningitis viral: paling sering pada anak usia < 1 tahun.
Penyebab tersering: enterovirus
– Meningitis fungal: pada imunokompromais
– Gejala klasik: demam, sakit kepala hebat, tanda rangsang
meningeal (+). Gejala tambahan: iritabel, letargi, muntah,
fotofobia, gejala neurologis fokal, kejang
• Ensefalitis: inflamasi pada parenkim otak
– Penyebab tersering: ensefalitis viral
– Gejala: demam, sakit kepala, defisit neurologis (penurunan
kesadaran, gejala fokal, kejang)
Hom J. Pediatric meningitis and encephalitis.
http://emedicine.medscape.com/article/802760-overview
Pemeriksaan Penunjang
• Darah perifer lengkap dan kultur darah
• Gula darah dan elektrolit jika terdapat indikasi
• Pungsi lumbal untuk menegakkan diagnosis dan menentukan
etiologi
– Pada kasus berat sebaiknya ditunda
– Kontraindikasi mutlak : Terdapat gejala peningkatan tekanan
intrakranial
– Diindikasikan pada suspek meningitis, SAH, dan penyakit SSP yang lain
(eg. GBS)
– Protokol pertama pada kasus kejang pada anak usia < 1 tahun 
sangat dianjurkan; 12-18 bln  dianjurkan; > 18 bln  tidak rutin
dilakukan
• CT Scan dengan kontras atau MRI pada kasus berat, atau dicurigai
adanya abses otal, hidrosefalus, atau empiema subdural
• EEG jika ditemukan perlambatan umum
Pemeriksaan Penunjang
• Darah perifer lengkap dan kultur darah
• Gula darah dan elektrolit jika terdapat indikasi
• Pungsi lumbal untuk menegakkan diagnosis dan menentukan
etiologi
– Pada kasus berat sebaiknya ditunda
– Kontraindikasi mutlak : Terdapat gejala peningkatan tekanan
intrakranial
– Diindikasikan pada suspek meningitis, SAH, dan penyakit SSP yang lain
(eg. GBS)
– Protokol pertama pada kasus kejang pada anak usia < 1 tahun 
sangat dianjurkan; 12-18 bln  dianjurkan; > 18 bln  tidak rutin
dilakukan
• CT Scan dengan kontras atau MRI pada kasus berat, atau dicurigai
adanya abses otal, hidrosefalus, atau empiema subdural
• EEG jika ditemukan perlambatan umum
CSF interpretation
Diagnosis diferensial infeksi SSP
Klinis/Lab. Ensefalitis Meningitis Mening.TBC Mening.viru Ensefalopati
bakterial s
Onset Akut Akut Kronik Akut Akut/kronik

Demam < 7 hari < 7 hari > 7 hari < 7 hari </> 7 hari/(-)

Kejang Umum/fo Umum Umum Umum Umum


kal
Penurunan Somnolen Apatis Variasi, apatis CM - Apatis Apatis -
kesadaran - sopor - sopor Somnolen
Paresis +/- +/- ++/- - -
Perbaikan Lambat Cepat Lambat Cepat Cepat/Lambat
kesadaran
Etiologi Tidak dpt ++/- TBC/riw. - Ekstra SSP
diidentifik kontak
asi
Terapi Simpt/ant Antibiotik Tuberkulostatik Simpt. Atasi penyakit
iviral primer
Cairan serebrospinal pada infeksi SSP

Bact.men Viral men TBC men Encephali Encephal


tis opathy
Tekanan  Normal/   

Makros. Keruh Jernih Xantokrom Jernih Jernih

Lekosit > 1000 10-1000 500-1000 10-500 < 10

PMN (%) +++ + + + +

MN (%) + +++ +++ ++ -

Protein  Normal/  Normal Normal

Glukosa  Normal  Normal Normal

Gram Positif Negatif Negatif Negatif Negatif


/Rapid T.
HAEMOPHILUS MENINGITIS
Haemophilus influenzae is a nonmotile, • History: From 60-80% of children
Gram-negative, rod-shaped bacterium who develop Hib meningitis have
(coccobacilli; (0.5-1.5 micrometres). had otitis media or an upper
respiratory illness immediately
before the onset of meningitis
• Symptoms
– Altered cry
– Lethargy
– Nausea or vomiting
– Fever
– Headache
– Photophobia
– Meningismus
– Irritability
– Anorexia
– Seizures
Haemophilus Meningitis
• Treatment: • Cefotaxime and ceftriaxone
– Antimicrobial therapy
are the initial drugs of choice
for suspected Hib meningitis.
– Dexamethasone may help
decrease the inflammatory
• Do not use ampicillin
empirically, since as many as
response & prevent hearing
50% of the isolates are
loss.
resistant, usually because of
– Increased intracranial plasmid-mediated beta-
pressure (ICP) can be treated lactamase production.
with mannitol.
• Meropenem is considered an
– Anticonvulsant alternative to cephalosporins;
as an option in patients who
are intolerant of
cephalosporins.

http://emedicine.medscape.com/article/218271-treatment
http://emedicine.medscape.com/article/1164916-medication#2
MENINGOCOCCAL MENINGITIS

• caused by the gram- • Medication:


negative diplococcus – Penicillin is the drug of choice
for the treatment
Neisseria meningitidis – Chemoprophylactic
• Symptoms antimicrobials most commonly
used to eradicate meningococci
– acute onset include rifampin, quinolones
– Intense headache (eg, ciprofloxacin), ceftriaxone.
– Fever
– Nausea
– Vomiting
– Photophobia
– Stiff neck
– Lethargy or drowsiness

http://emedicine.medscape.com/article/1165557-overview
http://bioweb.uwlax.edu/bio203/s2008/bingen_sama/
131-132. Pertusis
• Batuk rejan (pertusis) adalah penyakit akibat
infeksi Bordetella pertussis dan Bordetella
parapertussis (basil gram -)
• Karakteristik : uncontrollable, violent coughing
which often makes it hard to breathe. After fits of
many coughs needs to take deep breathes which
result in a "whooping" sound.
• Anak yang menderita pertusis bersifat infeksius
selama 2 minggu sampai 3 bulan setelah
terjadinya penyakit
Pertusis
• Stadium:
– Stadium katarrhal: hidung tersumbat, rinorrhea,
demam subfebris. Sulit dibedakan dari infeksi
biasa. Penularan terjadi dalam stadium ini.
– Stadium paroksismal: batuk paroksismal yang
lama, bisa diikuti dengan whooping atau stadium
apnea. Bisa disertai muntah.
– Stadium konvalesens: batuk kronik hingga
beberapa minggu
Guinto-Ocampo H. Pediatric pertussis. http://emedicine.medscape.com/article/967268-
overview
Diagnosis dan Tatalaksana Pertusis
• Diagnosis :
– Curiga pertusis jika anak batuk berat lebih dari 2 minggu, terutama jika
penyakit diketahui terjadi lokal.
– Tanda diagnostik : Batuk paroksismal diikuti whoop saat inspirasi
disertai muntah, perdarahan subkonjungtiva, riwayat imunisasi (-),
bayi muda dapat mengalami henti napas sementara/sianosis
• Penatalaksanaan :
– Kasus ringan pada anak-anak umur ≥ 6 bulan dilakukan secara rawat
jalan
– < 6 bulan, dengan pneumonia, kejang, dehidrasi, gizi buruk, henti
napas, atau sianosis dirawat di RS
• Komplikasi : Pneumonia, Kejang, Gizi kurang, Perdarahan dan Hernia
• Beri imunisasi DPT pada pasien pertusis dan setiap anak dalam keluarga

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008


Antibiotik dalam Penatalaksanaan Pertusis

• Beri eritromisin oral (12.5 mg/kgBB/kali, 4 kali


sehari) selama 10 hari atau makrolid lainnya
• Jika terdapat demam atau eritromisin tidak tersedia,
berikan kloramfenikol oral (25 mg/kg/kali, 3 kali
sehari) selama 5 hari sebagai penatalaksanaan
terhadap kemungkinan pneumonia sekunder
• Tanda pneumonia sekunder : pernapasan cepat diantara
episode batuk, demam, dan gejala distres pernapasan
dengan onset akut
• Jika kloramfenikol tidak tersedia, berikan
kotrimoksazol
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008
133. Intestinal Candidiasis
• GI candidiasis is primarily observed in individuals who
are immunocompromised, especially in persons with
human immunodeficiency virus (HIV) infection and/or
primary immunodeficiency.
• This may be a cause of chronic diarrhea.
• Common in infants, glossitis may occur in older
children following use of broad-spectrum antibiotics or
may signal immunodeficiency.
• Esophagitis should be suspected in individuals who are
immunocompromised when oral candidiasis is present.
• Symptoms include dysphagia and odynophagia. Risk of
esophagitis is elevated in children taking H2 blockers.
Treatment
• Oral nystatin is effective therapy in many
patients, but other antifungal agents may be
needed in extensive or persistent disease,
especially in immunocompromised patients.
• Nystatin
– Oral tablets: 500,000 units-1,000,000 units q8hr
– Powder: 1/8 to 1/4 teaspoonful in 1/2 cup of water
(500,000-1,000,000 units) PO q8hr
• Fluconazole
– 6-12 mg/kg/day PO/IV; not to exceed 600 mg/day

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/6548606
134. Jenis Susu Formula/ PASI
• PASI (Pengganti Air Susu Ibu) adalah alternatif
terakhir bila memang ASI tidak keluar, kurang
atau karena sebab lainnya.
• PASI dapat dikelompokkan menjadi
1. susu formula awal (starting formula):
Starting Formula biasanya diberikan sejak
lahir sebelum usia 6 bulan
2. susu lanjutan (Followup Formula): Followup
Formula diberikan di atas usia 6-23 bulan.
Ada pula susu formula khusus (specific formula): Spesific formula merupakan
formula khusus yang diberikan pada bayi yang mengalami gangguan
malabsorbsi, alergi, intoleransi ataupun penyakit metabolik atau penyakit
ertentu.
• Formula bayi prematur
– Fotrtifikasi ASI/ human milk fortifier
– Susu formula untuk bayi prematur
– Susu formula bayi prematur pasca perawatan
• Formula untuk alergi susu sapi
– susu hidrolisa protein ektensif
• termasuk yang paling aman karena komposisinya tanpa laktosa, mengandung banyak
lemak MCT (monochain trigliserida) dan protein susu yang lebih mudah dicerna.
• untuk penderita alergi susu sapi, alergi susu kedelai, malabsorspsi
– susu hidrolisat protein parsial: untuk bayi yang beresiko alergi atau untuk
mencegah gejala alergi agar tidak semakin memberat
• Susu formula khusus kedelai atau susu formula soya
– mengandung bahan dasar kedelai sebagai pengganti susu sapi.
– Susu berbahan dasar asam amino
• Susu untuk kelainan metabolik bawaan
• Formula untuk penyakit gastrointestinal
– susu bebas atau rendah laktosa.
– Thickened formula: untuk regurgitasi
135. Kenaikan BB pada Ibu Hamil
• Institute of Medicine Washington DC 1990,
merekomendasikan kenaikan BB selama kehamilan
berdasar BB sebelum hamil sebagai berikut:
136. Ketuban Pecah Dini
• Robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan (sebelum onset
persalinan berlangsung)
• PPROM (Preterm Premature Rupture of Membranes) : ketuban pecah saat
usia kehamilan < 37 minggu
• PROM (Premature Rupture of Membranes) : usia kehamilan > 37 minggu
• Kriteria diagnosis :
– Usia kehamilan > 20 minggu
– Keluar cairan ketuban dari vagina
– Inspekulo : terlihat cairan keluar dari ostium uteri eksternum
– Kertas nitrazin merah biru
– Mikroskopis : terlihat lanugo dan verniks kaseosa
• Pemeriksaan penunjang : USG (menilai jumlah cairan ketuban, menetukan
usia kehamilan, berat janin, letak janin, kesejahteraan janin dan letak
plasenta)
Tatalaksana Ketuban Pecah Prematur
• Konservatif : dilakukan bila tidak ada penyulit, pada usia kehamilan
28-36minggu, dirawat selama 2 hari
– Selama perawatan dilakukan:
• Observasi adanya amnionitis/tanda infeksi (demam, takikardia,lekositosis,nyeri
pada rahim,sekret vagina purulen, takikardi janin)
• Pengawasan timbulnya tanda persalinan
• Pemberian antibiotika
• USG menilai kesejahteraan janin
• Bila ada indikasi melahirkan janin → pematangan paru
• Aktif :
– Dengan umur kehamilan 20-28mg dan > 37mg
– Ada tanda-tanda infeksi
– Timbulnya tanda persalinan
– Gawat janin
137.Hormon Dalam Kehamilan
Hormon Fungsi Hormon
Estrogen Fungsi estrogen dalam kehamilan :
1.Pembesaran uterus
2.Pembesaran payudara dan pertumbuhan struktur duktus payudara
3.Pembesaran genitalia eksterna wanita
Progresteron Progesteron yang disekresi selama kehamilan juga membantu
estrogen mempersiapkan payudara ibu untuk laktasi
Prolaktin Pembesaran alveoli dalm kehamilan, Mempengaruhi inisiasi
kelenjar susu dan mempertahankan laktasi, Menstimulasi sel di
dalam alveoli untuk memproduksi ASI
LH Merangsang pertumbuhan korpus luteum, ovulasi, produksi
estrogen dan progresteron
HCG Hormon ini berfungsi menyebabkan penurunan sensivitas
insulin danmenurunkan penggunaan glukosa pada ibu.
Peningkatan Hormon HCG pada trimester awal menyebabkan
morning sickness
Hormon dan Infeksi
• Perubahan kadar estrogen dan progesteron
menyebabkan peningkatan pH vagina dan
kadar glikogen sehingga berpotensi bagi
pertumbuhan dan virulensi dari trichomonas
vaginalis
138. Kehamilan Dengan HIV

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG


PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK
Faktor Ibu
• Kadar HIV dan CD4
– Risiko penularan HIV menjadi sangat kecil jika kadar HIV < 1.000 kopi/ml dan
sebaliknya jika kadar HIV > 100.000 kopi/ml.
– Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko menularkan HIV ke bayinya

• Status gizi selama hamil


– BB rendah serta kekurangan vitamin dan mineral selama hamil meningkatkan
risiko ibu untuk menderita penyakit infeksi yang dapat meningkatkan jumlah
virus dan risiko penularan HIV

• Penyakit infeksi selama hamil


– Penyakit infeksi seperti sifilis, Infeksi Menular Seksual, infeksi saluran
reproduksi lainnya, malaria, dan tuberkulosis, berisiko meningkatkan jumlah
virus dan risiko penularan HIV

• Gangguan pada payudara


– Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti mastitis, abses, dan
luka di puting payudara dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui ASI.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG


PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK
Faktor Bayi
• Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir
– Bayi lahir prematur dengan BBLR lebih rentan tertular HIV
karena sistem organ dan sistem kekebalan tubuhnya belum
berkembang dengan baik. \

• Periode pemberian ASI


– Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke bayi akan
semakin besar.

• Adanya luka di mulut bayi


– Bayi dengan luka di mulutnya lebih berisiko tertular HIV ketika
diberikan ASI.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG


PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK
Faktor Obstetrik
Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Faktor
obstetrik yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke anak
selama persalinan adalah:
• Jenis persalinan
– Risiko penularan persalinan per vaginam lebih besar daripada persalinan
melalui bedah sesar (sectio caesaria).

• Proses Persalinan
– Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari ibu ke
anak semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya kontak antara bayi
dengan darah dan lendir ibu.
– Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan meningkatkan risiko
penularan hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4
jam.
– Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forseps meningkatkan risiko
penularan HIV karena berpotensi melukai ibu atau bayi.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG


PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK
138. Kehamilan Dengan HIV

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG


PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK
139. Diet Pada Wanita Hamil
• Mual-muntah (emesis) selama kehamilan
dapat dikurangi dengan:
– Mengubah pola makan dan mengurangi asam
– Makan makanan ringan & tawar dalam jumlah
sedikit namun sering
– Bangun tidur duduk terlebih dahulu (tidak
langsung berdiri) untuk menyesuaikan dengan
perubahan dinamik sirkulasi

Sumber: Pengantar Kuliah Obstetri, EGC


140. Etiologi Emesis & Hiperemesis
Gravidarum
• Psikologis
– Ibu menerima kehamilan/ tidak
– Kehamilan diinginkan/ tidak
• Fisik
– Kemungkinan masuknya vili khorealis ke dalam sirkulasi darah
ibu
– Terjadi ↑mencolok/ belum beradaptasi dengan kenaikan HCG
– Faktor konsentrasi HCG yang tinggi:
• Primigravida lebih sering dari multigravida
• Semakin meningkat pada mola hidatidosa, kembar, dan hidramnion
– Faktor gizi/ anemia meningkatkan terjadinya hiperemesis
gravidarum

Sumber: Pengantar Kuliah Obstetri, EGC


141. Tatalaksana Awal Abortus
• Tatalaksana Umum
– Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan
umum ibu termasuk tanda-tanda vital (nadi, tekanan
darah, pernapasan, suhu).
– Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat,
takikardi, tekanan sistolik <90 mmHg). Jika terdapat
syok, lakukan tatalaksana awal syok
– Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap pikirkan
kemungkinan tersebut saat penolong melakukan
evaluasi mengenai kondisi ibu karena kondisinya
dapat memburuk dengan cepat.
141. Tatalaksana Awal Abortus
• Tatalaksana Khusus
– Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan
abortus dengan komplikasi, berikan kombinasi
antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48
jam:
• Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6
jam
• Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
• Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
– Segera rujuk ibu ke rumah sakit .
142. Solusio
Plasenta

Sumber
http://emedicine.medscape.com/
article/252810-overview
Solusio Plasenta
• Solusio plasenta adalah suatu keadaan di mana plasenta
terlepas dari uterus sebelum terjadinya persalinan
• Merupakan salah satu penyebab perdarahan antepartum.
• Gejala klinis yang sering didapatkan adalah perdarahan
antepartum, kontraksi uterus, dan gawat janin.
• Pemeriksaan fisis didapatkan adanya perdarahan
antepartum, kontraksi uterus, nyeri perut, tanda syok,
kenaikan tinggi fundus uteri oleh karena adanya
perdarahan intrauterin, tanda gawat janin.
• Tatalaksana: resusitasi cairan, segera terminasi kehamilan
143. Grade Perdarahan
144. Ginekologi
Kista Bartholin Kista pada kelenjar bartholin yang terletak di kiri-kanan bawah
vagina,di belakang labium mayor. Terjadi karena sumbatan muara
kelenjar e.c trauma atau infeksi
Kista Nabothi (ovula) Terbentuk karena proses metaplasia skuamosa, jaringan endoserviks
diganti dengan epitel berlapis gepeng. Ukuran bbrp mm, sedikit
menonjol dengan permukaan licin (tampak spt beras)
Polip Serviks Tumor dari endoserviks yang tumbuh berlebihan dan bertangkai,
ukuran bbrp mm, kemerahan, rapuh. Kadang tangkai panjang sampai
menonjol dari kanalis servikalis ke vagina dan bahkan sampai
introitus. Tangkai mengandung jar.fibrovaskuler, sedangkan polip
mengalami peradangan dengan metaplasia skuamosa atau ulserasi
dan perdarahan.
Karsinoma Serviks Tumor ganas dari jaringan serviks. Tampak massa yang berbenjol-
benjol, rapuh, mudah berdarah pada serviks. Pada tahap awal
menunjukkan suatu displasia atau lesi in-situ hingga invasif.
Mioma Geburt Mioma korpus uteri submukosa yang bertangkai, sering mengalami
nekrosis dan ulserasi.
KISTA BARTHOLIN
Kelenjar Bartholin: Kista Duktus Bartholin:
•Bulat, kelenjar seukuran kacang •Kista yang paling sering
terletak didalam perineum pintu •Disebabkan oleh obstruksi sekunder pada
duktus akibat inflamasi nonspesifik atau
masuk vagina arah jam 5 dan jam 7 trauma.
•Normal: tidak teraba • Kebanyakan asimptomatik
• Duktus panjang 2 cm, dan •Pengobatan tidak diperlukan pada wanita
terbuka pada celah antara selaput usia < 40 tahun kecuali terinfeksi atau
simptomatik
himen dan labia minora di dinding
•Terapi: “Marsupialization”.
lateral posterior vagina
•Pada wanita > 40 tahun: biopsi dilakukan
untuk menyingkirkan adenocarcinoma
kelenjar Bartholin
145. Inversio Uteri
Pembagian inversio uteri :
1. Inversio uteri ringan/ inversio uteri inkomplit
– Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum
keluar dari ostium uteri

2. Inversio uteri sedang /inversio uteri inkomplit


– Uterus terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.

3. Inversio uteri berat/ inversio prolaps


– Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian
sudah keluar vagina.
145. Etiologi & Faktor Risiko Inversio
Etiologi Inversio Uteri
• Spontan: Grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan,
tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
• Tindakan : Cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual
plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.

Faktor yang mempermudah terjadinya inversio uteri


• Tonus otot rahim yang lemah
• Tekanan atau tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal,
tekanan dengan tangan, tarikan pada tali pusat)
• Canalis servikalis yang longgar.
• Patulous kanalis servikalis.

Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1: 20.000 persalinan


Tanda & Gejala Inversio Uteri
Gejala klinis inversio uteri:
• Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang
hebat, perdarahan yang banyak sampai syok.
• Pemeriksaan dalam
– Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba &
fundus uteri cekung ke dalam.
– Bila komplit, di atas simfisis uterusteraba kosong dan dalam vagina
terabatumor lunak. ± Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).

Tanda dan gejala inversio uteri yang selalu ada


• Uterus terlihat
• Uterus bisa terlihat sebagai tonjolan mengilat, merah lembayung di
vagina
• Plasenta mungkin masih melekat (tampak tali pusat)
• Perdarahan
Tatalaksana
• Apabila terdapat inversio uteri dengan gejala-
gejala syok, maka harus diatasi lebih dulu dengan
infuse i.v cairan elektrolit dan transfusi darah,
segera sesudah itu dilakukan reposisi.

• Apabila reposisi pervaginam gagal, sebaiknya


dilakukan pembedahan menurut Haultein
146. Persalinan Preterm
Definisi
• Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37
minggu.

Diagnosis
• Usia kehamilan 37 minggu
• Terjadi kontraksi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60 menit diikuti dengan
perubahan serviks yang progresif
• Pembukaan serviks ≥ 2 cm

Faktor Predisposisi
Usia ibu <18 tahun atau >40 tahun, Hipertensi, perkembangan janin terhambat,
solusio plasenta, plasenta previa, ketuban pecah dini, infeksi intrauterine, bakterial
vaginosis, serviks inkompeten, kehamilan ganda, penyakit periodontal, riwayat
persalinan preterm sebelumnya, kurang gizi, merokok
Tatalaksana
Tatalaksana Umum
• Tatalaksana utama mencakup pemberian tokolitik, kortikosteroid, dan antibiotika
profilaksis. Namun beberapa kasus memerlukan penyesuaian

Tatalaksana Khusus
• Jika ditemui salah satu dari keadaan berikut ini, tokolitik tidak perlu diberikan dan
bayi dilahirkan secara pervaginam atau perabdominam sesuai kondisi kehamilan:
– Usia kehamilan di bawah 24 dan di atas 34 minggu
– Pembukaan > 3 cm
– Ada tanda korioamnionitis (infeksi intrauterin), preeklampsia, atau perdarahan aktif
– Ada gawat janin
– Janin meninggal atau adanya kelainan kongenital yang kemungkinan hidupnya kecil

• Lakukan terapi konservatif (ekspektan) dengan tokolitik, kortikosteroid, dan


antibiotika jika syarat berikut ini terpenuhi:
– Usia kehamilan antara 24-34 minggu
– Dilatasi serviks kurang dari 3 cm
– Tidak ada korioamnionitis (infeksi intrauterin), preeklampsia, atau perdarahan aktif
– Tidak ada gawat janin
Tatalaksana
Tokolitik hanya diberikan pada 48 jam pertama untuk memberikan kesempatan
pemberian kortikosteroid. Obat-obat tokolitik yang digunakan adalah:
• Nifedipin: 3 x 10 mg per oral, ATAU
• Terbutalin sulfat 1000 μg (2 ampul) dalam 500 ml larutan infus NaCl 0,9% dengan
dosis awal pemberian 10 tetes/menit lalu dinaikkan 5 tetes/menit tiap 15 menit
hingga kontraksi hilang, ATAU
• Salbutamol: dosis awal 10 mg IV dalam 1 liter cairan infus 10 tetes/menit. Jika
kontraksi masih ada, naikkan kecepatan 10 tetes/menitsetiap 30 menit sampai
kontraksi berhenti atau denyut nadi >120/menit kemudian dosis dipertahankan
hingga 12 jam setelah kontraksi hilang

Berikan kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Obat pilihannya adalah:


• Deksametason 6 mg IM setiap 12 jam sebanyak 4 kali, ATAU
• Betametason 12 mg IM setiap 24 jam sebanyak 2 kali

Antibiotika profilaksis diberikan sampai bayi lahir. Pilihan antibiotika yang rutin
diberikan untuk persalinan preterm (untuk mencegah infeksi streptokokus grup B)
adalah:
• Ampisilin: 2 g IV setiap 6 jam, ATAU
• Penisilin G 2 juta unit IV setiap 6 jam, ATAU
• Klindamisin: 3 x 300 mg PO (jika alergi terhadap penisilin)
• Antibiotika yang diberikan jika persalinan preterm disertai dengan ketuban pecah
dini adalah eritromisin 4x400 mg per oral
147. Etiologi Emesis & Hiperemesis
Gravidarum
• Psikologis
– Ibu menerima kehamilan/ tidak
– Kehamilan diinginkan/ tidak
• Fisik
– Kemungkinan masuknya vili khorealis ke dalam sirkulasi darah
ibu
– Terjadi ↑mencolok/ belum beradaptasi dengan kenaikan HCG
– Faktor konsentrasi HCG yang tinggi:
• Primigravida lebih sering dari multigravida
• Semakin meningkat pada mola hidatidosa, kembar, dan hidramnion
– Faktor gizi/ anemia meningkatkan terjadinya hiperemesis
gravidarum

Sumber: Pengantar Kuliah Obstetri, EGC


148. HPP
Etiologi • Palpasi uterus : bagaimana kontraksi
uterus dan tinggi fundus uterus.
• Tone - uterine atony
• Memeriksa plasenta dan ketuban :
• Trauma - genital tract apakah lengkap atau tidak.
trauma • Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk
• Tissue - retained placenta mencari :
– Sisa plasenta dan ketuban.
• Thrombin – coagulopathy – Robekan rahim.
• Inversio Uteri – Plasenta suksenturiata.
• Inspekulo : untuk melihat robekan pada
serviks, vagina dan varises yang pecah.
• Pemeriksaan laboratorium : periksa
darah, hemoglobin, clot observation test
(COT), dan lain-lain.
2 major components:
(1) resuscitation and
management of
obstetric
hemorrhage and,
possibly,
hypovolemic shock
(2) identification and
management of the
underlying cause(s)
of the hemorrhage.
Atonia Uteri
• Tahap I : perdarahan yang tidak banyak dapat
diatasi dengan memberikan uterotonika,
mengurut rahim (massage) dan memasang
gurita.
• Tahap II : bila perdarahan belum berhenti
dan bertambah banyak, selanjutnya berikan
infus dan transfusi darah lalu dapat lakukan :
– Perasat (manuver) Zangemeister.
– Perasat (manuver) Fritch.
– Kompresi bimanual.
– Kompresi aorta.
– Tamponade utero-vaginal.
– Jepit arteri uterina dengan cara Henkel.
• Tahap III : bila belum tertolong maka usaha
terakhir adalah menghilangkan sumber
perdarahan dengan 2 cara yaitu meligasi
arteri hipogastrika atau histerektomi.
Retensio plasenta
• Plasenta atau bagian-
bagiannya dapat tetap
berada dalam uterus
setelah bayi lahir.
• Sebab: plasenta belum
lepas dari dinding uterus
atau plasenta sudah lepas
tetapi belum dilahirkan
• Plasenta belum lepas:
kontraksi kurang kuat atau
plasenta adhesiva (akreta,
inkreta, perkreta)
Terapi
• Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu mengedan.
Jika Anda dapat merasakan plasenta dalam vagina keluarkan
plasenta tersebut.
• Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan
lakukan kateterisasi kandung kemih.
• Jika plasenta belum keluar berikan oksitosin 10 unit IM.
• Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian
oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan
tali pusat terkendali.
• Jika traksi tarikan tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah
untuk mengeluarkan plasenta secara manual.
Laserasi jalan lahir
• Laserasi jalan lahir merupakan penyebab
kedua tersering dari perdarahan
pascapersalinan.

Gangguan faal pembekuan darah


• Clot observation test
– Ambil 2 ml darah vena ke dalam tabung reaksi
– Genggam tabung supaya hangat
– Setelah 4 menit, ketuk tabung perlahan untuk melihat apakah
pembekuan sudah terbentuk
– Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit/bekuan
lunak yang mudah pecah  koagulopati
• Diatasi dengan pemberian darah segar
149. Bentuk Panggul Wanita
Menurut Caldwell dan Molloy, bentuk panggul terbagi menjadi 4
yaitu:
• PANGGUL GYNECOID
Panggul paling baik untuk perempuan. Bentuk pintu atas
panggul hampir bulat. Diameter anteroposterior sama dengan
diameter transversa bulat. Jenis ini ditemukan pada 45% wanita

• PANGGUL ANDROID
Bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Umumnya pria
mempunyai jenis seperti ini. Panjang diameter transversa dekat
dengan sakrum. Pada wanita ditemukan 15%.

• PANGGUL ANTHROPOID
Bentuk pintu atas panggul agak lonjong seperti
telur. Panjang diameter anteroposterior lebih besar daripada
diameter transversa. Jenis ini ditemukan 35% pada wanita

• PANGGUL PLATYPELOID
Sebenarnya jenis ini adalah jenis ginekoid yang menyempit pada
arah muka belakang. Ukuran melintang jauh lebih besar
daripada ukuran muka belakang. Jenis ini ditemukan pada 5%
perempuan.
150. Estrogen & C. Albicans
• Peningkatan kadar estrogen dan insidens
kandidosis vagina terbukti berhubungan
• Adanya estrogen akan menurunkan pH vagina,
namun pada saat yang bersamaan akan
membuat vagina menjadi kaya akan glikogen
 c. albicans mudah berkembang biak

Spinillo, A., E. Capuzzo, S. Nicola, F. Baltaro, A. Ferrari, and A.


Monaco. 1995. The impact of oral contraception on vulvovaginal
candidiasis. Contraception 51:293-297. [PubMed
151. Toksoplasma
• Etiologi: Toxoplasma gondi

• Gejala dan Tanda:


– Tanpa disertai gejala yang spesifik. Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang
disertai gejala ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan
umumnya tidak menimbulkan masalah.
– Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus
spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan.
pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan mata
dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dn ensefalitis.

• Diagnosis
– Gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik).
– Pemeriksaan laboratorium: Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas Anti-
Toxoplasma IgG.

• Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu
sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif pelu diulang sebulan sekali khususnya
pada trimester pertama, selanjutnya tiap trimeter), serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi
Toxoplasma.
Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikut-
pencegahannya
152. Sectio Caesarea
• Prosedur bedah untuk kelahiran janin dengan insisi melalui abdomen dan
uterus, disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim

• Indikasi
– Plasenta Previa sentralis dan lateralis(posterior)
– Panggul Sempit(Panggul dengan CV 8 cm dapat dipastikan tidak dapat
melahirkan pervaginam, 8-10 cm boleh dicoba dengan partus percobaan, baru
setelah gagal dilakukan seksio caesaria sekunder
– Disproporsi sefalo-pelvik(ketidak seimbangan antara ukuran kepala dan
panggul)
– Ruptura uteri mengancam
– Partus Lama
– Partus Lama(prolonged labor)
– Partus Tak Maju
– Distosia servik
– Pre-eklampsia dan hipertensi
152. Sectio Caesarea

Isthmus:
Bagian uterus antar korpus dan serviks uteri,
yang diliputi oleh peritoneum viserale  akan
melebar selama kehamilan dan disebut segmen
bawah rahim.
Sectio Caesarea: Indikasi
• Malpresentasi janin:
– Letak Lintang
Semua primigravida dengan letak janin lintang harus
ditolong dengan operasi seksio sesaria
Seksio sesaria dilakukan pada ibu dengan janin letak
lintang yang memilki panggul yang sempit
– Letak Bokong, dianjurkan seksio sesaria bila:
• Panggul sempit
• Primigravida
• Janin besar dan Berharga
• Presentasi dahi dan muka(letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara
lain tidak berhasil
• Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil
• Gemelli
Sectio Caesarea: Kontra Indikasi
Kontra Indikasi Absolut
1. Pasien menolak.
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapati atau mendapat terapi antikagulan
5. Tekanan intrakranial meninggi
6. Fasilitas resusitasi minimal
7. Kurang pengalaman/ tanpa didampingi konsultan anesthesia.

Kontra Indikasi Relatif


1. Infeksi sisitemik (sepsis, bakteremia)
2. Infeksi sekitar suntikan
3. Kelainan neurologist
4. Kelainan psikis.
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan.
8. Nyeri punggung kronis
Insisi Transversal VS Insisi Klasik
153. Tanda Kehamilan: Hartman’s Sign
• Pada saat terjadi implantasi beberapa wanita mengalami
perdarahan ringan /fleks (biasanya pada 7 hari sebelum
mens berikutnya atau hari ke 21 pada siklus 28 hari).

• Perdarahan implantasi juga dinamakan tanda Hartman


(Hartman Sign). Perdarahan bisa berlangsung 1-2 hari.
Biasanya lebih sedikit dibanding darah haid.

• Perdarahan implantasi terjadi karena bagian dari trofoblas


embrio (sinsitiotrofoblas) mulai “menyerang” pembuluh
darah di desidua dan “mengambil alih” fungsi pembuluh
darah yang nantinya akan berguna bagi tumbuh kembang
janin.
154. KANKER SERVIKS
• Keganasan pada serviks Faktor Risiko :
• Perubahan sel dari normal – • Human papillomavirus
pre kanker (displasia) - infection (HPV) – faktor
kanker utama - 50% disebabkan oleh
HPV 16 & 18
• Insidens : usia 40-60 tahun • Multipartner
• Merokok
• Riwayat penyakit menular
seksual
• Berhubungan seks pertama
pada usia muda
• Kontrasepsi oral
• Multiparitas
• Status ekonomi sosial rendah
• Riwayat Keluarga
Kanker Serviks
Tanda dan Gejala Diagnosis
• Sitologi servikal (Pap Test)
• Perdarahan pervaginam
• Kolposkopi
• Perdarahan menstruasi
lebih lama dan lebih • Biopsi serviks
banyak dari biasanya
• Perdarahan post
menopause atau
keputihan >>
• Perdarahan post koitus
• Nyeri saat berhubungan
• Keputihan (terutama
berbau busuk + darah)
• Massa pada serviks,
mudah berdarah

Gynecology Illustrated.; http://www.aafp.org


154. Staging Kanker Serviks (IIIA)
155. Anti Hipertensi, Anti Aritmia, dan Diuretik
Nama Generik Kategori Risiko
Kehamilan** RisikoMenyusui**
Acetazolamide C L2
Bendroflumethiazide D L4 (may inhibit lactation)
Chlorothiazide D L3
Chlorthalidone D L3
Hydrochlorothiazide (HCT) D L2
Spironolactone D L2
Disopyramide C L2
Flecainide C L3
Mexiletine B L2
Procainamide C L3
Quinidine C L2
Captopril D L3 (if used after 30 days)
Diltiazem/Diltiazem HCL C L3
C (1st trim.)
Enalapril/Enalapril Maleate L2
D (2nd, 3rd trim.)
Hydralazine C L2
Labetalol C L2
Methyldopa C L2
Metoprolol B L3
L2(topically)
Minoxidil C
L3 (orally)
Nadolol C L4
Nifedipine C L2
Oxprenolol - NR
Propranolol C L2
Sotalol B L3
Timolol C L2
Verapamil C L2
Digoxin C L2
Captopril dan Kehamilan
• Captopril tidak disarankan untuk digunakan pada
wanita yang sedang hamil karena dapat
menembus plasenta dan dapat mengakibatkan
efek teratogenik. Hal ini juga dapat menyebabkan
kematian janin.

• Morbiditas fetal berkaitan dengan penggunaan


ACE inhibitor pada seluruh masa trisemester
kehamilan. Captopril beresiko pada kehamilan
yaitu pada level C (semester pertama) dan D
(semester kedua dan ketiga).
156. Indikasi forceps
Persalinan dengan Vakum
INDIKASI KONTRA INDIKASI
• Kelelahan ibu • Ibu: dengan resiko tinggi rupture
uteri
• Partus tak maju • Kondisi ibu tidak boleh mengejan
• Gawat janin yang ringan • Panggul sempit (disproporsi
• Toksemia gravidarum kepala panggul)
• Janin: letak lintang, presentasi
• Rupture uteri iminens muka, presentasi bokong,
• Ibu: memperpendek persalinan preterm, kepala janin menyusul
kala II, penyakit jantung
kompensasi, penyakit fibrotik.
• Janin: adanya gawat janin
• Waktu: kala persalinan lama
Syarat Persalinan Dengan Vakum
• Pembukaan lengkap atau hampir lengkap
• Presentasi kepala
• Cukup bulan (tidak premature)
• Tidak ada kesempitan panggul
• Anak hidup dan tidak gawat janin
• Penurunan hodge II/III
• Kontraksi baik
• Ibu kooperatif dan masih mampu untuk
mengedan
157. Meigs Syndrome
• Meigs Syndrome didefiniskan sebagai adanya
trias dari tumor jinak ovarium, efusi pleura, dan
asites yang akan mereda setelah tumor diangkat.
• Penyebab paling sering adalah fibroma ovarium
• Gejala klinis yang sering didapatkan adalah
kelelahan, sesak napas, adanya massa abdomen-
pelvis, perubahan berat badan, batuk tidak
produktif, kembung, amenore pada usia
premenopause, dan menstruasi tidak teratur.
• Pemeriksaan fisis didapatkan adanya massa pelvis
disertai tanda efusi pleura dan asites
Pemeriksaan Penunjang Meigs
Syndrome
• Laboratorium: darah lengkap, serum elektrolit,
fungsi ginjal, fungsi hati, fungsi koagulasi,
Ca125.
• Imejing: CT-scan abdomen dan thorax, foto
rontgen thorax, parasentensis cairan asites
• Terapi: Bedah, suportif
Sumber:
http://emedicine.medscape.com/article/255450
158. Presentasi Sungsang
Tipe-tipe presentase bokong
• Bokong murni (Frank Breech) : sendi
panggul janin fleksi maksimal, sendi
lutut janin ekstensi maksimal.

• Bokong sempurna (Complete Breech) :


sendi panggul dan sendi lutut fleksi,
tetapi kaki janin sejajar dengan
bokong.

• Letak bokong kaki (Incomplete breech


presentation) : salah satu atau keduan
sendi panggul janin ekstensi
sedangkan sendi lutut bisa fleksi atau
ekstensi
159. Persalinan Sungsang
• Per vaginam (Bracht)
• Cara Klasik
– Pengeluaran bahu dan tangan secara klasik
dilakukan jika dengan Bracht baht dan tangan
tidak bisa lahir.
• Cara Muller
• Cara Lovset
160. Tatalaksana Eklampsia
Tatalaksana Eklampsia
161. Rekam Medis
• Dalam Pasal 47 ayat (1) UU Praktek Kedokteran bahwa dokumen rekam medis
milik dokter, doktek gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam
medis milik pasien.

• Dalam Pasal 48 UU Praktek Kedokteran.


– Ayat (1) setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran;
– Ayat (2) rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,
memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum,
permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang – undangan.

• Permenkes Rekam Medis Pasal 11 ayat (2) yang menyatakan “pimpinan sarana
pelayanan kesehatan dapat menjelaskan” isi rekam medis secara tertulis atau
langsung kepada pemohon tanpa izin pasien berdasarkan peraturan perundang-
undangan
• Penyidik dapat meminta kopi rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan yang
menyimpannya, untuk melengkapi alat bukti yang diperlukan dalam perkara
hukum (pidana).
162. Kriteria Justice
Kriteria
Memberlakukan sesuatu secara universal
Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
Menghargai hak sehat pasien
Menghargai hak hukum pasien
Menghargai hak orang lain
Menjaga kelompok yang rentan
Tidak melakukan penyalahgunaan
Bijak dalam makro alokasi
Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhan pasien
Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil
Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasan tepat/sah
Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan kesehatan
Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
163. KODEKI Pasal 7
164. KODEKI Pasal 3
Pasal 3 Kode Etik Penjelasan
Kedokteran • Perbuatan berikut dipandang bertentangan
Indonesia
dengan etik:
“Dalam melakukan
pekerjaan – Membuat ikatan atau menerima imbalan
kedokterannya, dari perusahaan farmasi/obat,
seorang dokter tidak perusahaan alat kesehatan/kedokteran
boleh dipengaruhi atau badan lain yang dapat
oleh sesuatu yang mempengaruhi pekerjaan dokter
mengakibatkan
hilangnya kebebasan – Melibatkan diri secara langsung atau tidak
dan kemandirian langsung untuk mempromosikan obat,
profesi” alat, atau bahan lain guna kepentingan
dan keuntungan pribadi dokter

Sumpah Dokter
165. Desain Penelitian
Descriptive Research Design

Retrospective Cohort

Past Future

Cross-sectional

Case Control Cohort


Cohort vs
Case
Control
166. Sasaran penyuluhan
• Sasaran primer: individu atau kelompok yang
akan memperoleh manfaat paling besar dari hasil
perubahan perilaku (ibu hamil dan ibu yang
menyusui)
• Sasaran sekunder: individu atau kelompok
individu yang berpengaruh dan disegani oleh
sasaran primer (kader)
• Sasaran tersier: para pengambil keputusan,
penyandang dana, dan pihak lainnya yang
berpengaruh (lurah atau ketua RW)
167. Foodborne illness
• Yang dimaksud dengan foodborne illness/ poisoning
ialah timbulnya sindroma klinik disebabkan karena
memakan makanan tertentu. Tujuan dari penyelidikan
yang dilakukan oleh petugas kesehatan meliputi:
– Identifikasi macam makanan/ minuman yang tersangka
mengandung racun atau mikroorganisme patogen.
– Menjelaskan/ mengetahui keterangan tentang penyebab
sakit atau (causative agents) dan sumbernya.
– Menentukan faktor-faktor yang menunjang/
mempengaruhi terjadinya peristiwa keracunan.
– Mencegah terjadinya peristiwa yang sama dikemudian
hari.
168. Validitas
• Kuesioner yang valid harus mempunyai validitas
internal atau rasional, bila kriteria yang ada
dalam kuesioner secara rasional (teoritis) telah
mencerminkan apa yang diukur, sedangkan
kuesioner yang mempunyai validitas eksternal
bila kriteria didalam kuesioner disusun
berdasarkan fakta-fakta emperis yang telah ada
(eksternal)
• Validitas internal kuesioner harus memenuhi:
construct validity (validitas kontruks) dan content
validity (validitas isi).
169. Jenis Penelitian
Jenis Data Keterangan
Kualitatif data yang berbentuk kata-kata, bukan dalam bentuk angka. Data
/eksploratif kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan data
misalnya wawancara, analisis dokumen, diskusi terfokus, atau
observasi yang telah dituangkan dalam catatan lapangan (transkrip)

Kuantitatif Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau bilangan.
Sesuai dengan bentuknya, data kuantitatif dapat diolah atau dianalisis
menggunakan teknik perhitungan matematika atau statistika
Nominal data yang diperoleh melalui pengelompokkan obyek berdasarkan
kategori tertentu. Contoh: laki-laki dan perempuan
Ordinal data yang berasal dari suatu objek atau kategori yang telah disusun
secara berjenjang menurut besarnya. Contoh: miskin, menengah,
kaya
Numerik Terdapat informasi peringkat yang lengkap dan dapat di ukur.
Interval = tidak memiliki nilai 0 mutlak  suhu
Rasio = memiliki nilai 0 mutlak  kadar obat
Desain Studi
Desain Keterangan
Deskriptif mendeskripsikan distribusi penyakit pada populasi, berdasarkan
karakteristik dasar individu, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan,
kelas sosial, status perkawinan, tempat tinggal dan sebagainya,
serta waktu
Analitik menguji hipotesis dan menaksir (mengestimasi) besarnya hubungan/
pengaruh paparan terhadap penyakit
Studi peneliti tidak sengaja memberikan intervensi, melainkan hanya
observasional mengamati (mengukur), mencatat, mengklasifikasi, menghitung, dan
menganalisis (membandingkan) perubahan pada variabel-variabel
pada kondisi yang alami
Studi peneliti meneliti efek intervensi dengan cara memberikan berbagai
eksperimental level intervensi kepada subjek penelitian dan membandingkan efek
dari berbagai level intervensi itu

optimized by optima
170. Odd Ratio

optimized by optima
171. Epidemiologi
• Epidemi : suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan
yang ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu
yang singkat berada dalam frekuensi yang meningkat.
• Pandemi : suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan
frekuensinya dalam waktu yang singkat memperlihatkan
peningkatan yang amat tinggi serta penyebarannya telah
mencakup suatu wilayah yang amat luas.
• Endemi : suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan
frekuensinya pada suatu wilayah tertentu menetap dalam
waktu yang lama.
• Sporadik : suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan
yang ada di suatu wilayah tertentu frekuensinya berubah-
ubah menurut perubahan waktu
• Deskriptif: Studi yang menggambarkan suatu kejadian
penyakit/ masalah kesehatan berdasarkan karakteristik orang
(person), tempat (place) dan waktu (time). Menjawab
pertanyaan Who, What, When, where
172. Target MDGs 2015
Target 5A dan 5B
Target 5A:
Menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) hingga tiga per empat dalam kurun waktu 1990-2015

Indikator Target 5A:


• Rasio Kematian Ibu per 100.000 kelahiran hidup
• Proporsi kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih

Target 5B:
Mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada tahun 2015

Indikator Target 5B:


• Angka pemakaian kontrasepsi/CPR (Contraceptive Prevalence Rate) bagi perempuan menikah usia
15-49, semua metode kontrasepsi
• Angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate) pada perempuan menikah usia 15-
49 tahun saat ini, dengan cara modern
• Angka kelahiran remaja (perempuan usia 15-19 tahun) per 1000 perempuan usia 15-19 tahun
• Cakupan pelayanan Antenatal (sedikitnya satu kali kunjungan dan empat kali kunjungan)
• Unmet Need (kebutuhan keluarga berencana/KB yang tidak terpenuhi)
173. Kaidah Moral
• Prima Facie : dalam kondisi atau konteks tertentu,
seorang dokter harus melakukan pemilihan 1 kaidah
dasar etik ter-”absah” sesuai konteksnya berdasarkan
data atau situasi konkrit terabsah (dalam bahasa fiqh
’ilat yang sesuai). Inilah yang disebut pemilihan
berdasarkan asas prima facie.
• Prinsip prima facie praktis diharapkan akan menjadi
model berpikir kritis yang dapat diterapkan pada
analisis etik pelbagai kasus konkrit lainnya, baik sebagai
subyek penelitian, pasien berdilema etik dalam
perawatan yang memerlukan pemecahan etis ataupun
penelusuran pelanggaran etik profesi yang mungkin
dilakukan oleh tenaga medik atau tenaga kesehatan.
Kaidah Dasar Moral
• Kaidah dasar moral terdiri atas:
1. Autonomy: pasien dapat mengambil keputusan
sendiri & dijamin kerahasiaan medisnya → dasar
informed consent & kerahasiaan medis
2. Nonmaleficence (Do No Harm): tidak dengan
sengaja melakukan tindakan yang malah
merugikan/invasif tanpa ada hasilnya → dasar agar
tidak terjadi kelalaian medis
3. Beneficence: mengambil langkah yang bermanfaat,
untuk mencegah atau menghilangkan sakit
4. Justice: perlakuan yang sama untuk kasus yang sama
174. Professionalism
• Professionalism is the basis of medicine's
contract with society.
• It demands placing the interests of patients
above those of the physician, setting and
maintaining standards of competence and
integrity, and providing expert advice to society
on matters of health.
• Essential to this contract is public trust in
physicians, which depends on the integrity of
both individual physicians and the whole
profession
Elements of Professionalism
• Altruism is the essence of professionalism.
The best interest of the patients, not self-
interest, is the rule.
• Accountability is required at many levels - to
individual patients, society and the
profession…
• Excellence entails a conscientious effort to
exceed normal expectations and make a
commitment to life-long learning…
Elements of Professionalism
• Duty is the free acceptance of a commitment to
service.
• Honour and integrity are the consistent regard for
the highest standards of behaviour and refusal to
violate ones personal and professional codes.
• Respect for others (patients and their families,
other physicians and professional colleagues such as
nurses, medical students, residents, subspecialty
fellows, and self) is the essence of humanism…"
PROFESSIONALISM
• True professionalism means the pursuit of
excellence, not just competence
• Professionalism is predominantly an
attitude, not a set of competencies
• A real professional is a technician who cares
• Professional is not a label you give yourself.
It’s a description you hope others will apply
to you

Maister DH: True Professionalism, The Free Press, 1997


175. RISIKO MEDIS
• INHEREN PADA SETIAP TINDAKAN MEDIS
• SEBAGIAN DIANGGAP ACCEPTABLE:
1. TINGKAT PROBABILITAS DAN KEPARAHANNYA MINIMAL
(UMUMNYA BERSIFAT FORESEEABLE BUT UNAVOIDABLE,
CALCULATED, CONTROLLABLE)
2. RISIKO “BERMAKNA” TETAPI HARUS DIAMBIL KARENA “THE
ONLY WAY” (UNAVOIDABLE)
3. RISIKO YG UNFORESEEABLE = UNTOWARD RESULTS

1 DAN 2 PERLU INFORMED CONSENT, SEHINGGA BILA TERJADI, DOKTER TIDAK


BERTANGGUNGJAWAB SECARA HUKUM
RISIKO MEDIS
• DOKTER / RUMKIT BERTANGGUNG-JAWAB
SECARA HUKUM PADA CEDERA YG
DIAKIBATKAN OLEH:
– RISIKO YG ACCEPTABLE TAPI TIDAK
DIINFORMASIKAN DAN DISETUJUI PASIEN
TERLEBIH DAHULU
– RISIKO YANG TIDAK ACCEPTABLE , YAITU YG
FORESEEABLE DAN PREVENTABLE /
AVOIDABLE

E.B.M. MENJADI ACUAN DALAM MENENTUKAN FORESEEABILITY,


PREVENTABILITY / AVOIDABILITY, “THE ONLY WAY”, DLL
KEGAGALAN MEDIK
dapat sebagai akibat dari :

• LEBIH DISEBABKAN OLEH PERJALANAN


PENYAKIT, TERMASUK KOMPLIKASI
• LEBIH DISEBABKAN OLEH RISIKO
MANAJEMEN MEDIS (Adverse events)
• RISIKO YG AKSEPTABEL
– TELAH DI-INFORMASIKAN DAN DISETUJUI
» TINGKAT PROBABILITAS DAN KEPARAHAN RENDAH
» THE ONLY WAY
– RISIKO YG UNFORESEEABLE
• CULPA : KELALAIAN MEDIK
– foreseeable and avoidable risks
• DOLUS : KESENGAJAAN
ADVERSE EVENTS
• SETIAP CEDERA YANG LEBIH DISEBABKAN
OLEH MANAJEMEN MEDIS DARIPADA
AKIBAT PENYAKITNYA
– SEBAGIAN DIANTARANYA
PREVENTABLE, DISEBABKAN ERROR
• SEBAGIAN DIANTARANYA AKIBAT
KELALAIAN MEDIS (BILA MEMENUHI
KRITERIA HUKUM)
Preventable adverse events

Errors Adverse
TIDAK SEMUA ERRORS
MENGAKIBATKAN ADVERSE
events
EVENTS TIDAK SEMUA ADVERSE
EVENTS DISEBABKAN ERRORS
MEDICAL ERRORS
PENYEBAB PREVENTABLE ADVERSE EVENTS

• KEGAGALAN MELAKSANAKAN SUATU


RENCANA TINDAKAN (error of execution;
lapses dan slips)
• PENGGUNAAN RENCANA TINDAKAN YG
SALAH UNTUK MENCAPAI TUJUAN TERTENTU
(error of planning; mistakes).

Di dalam kedokteran, semua error dianggap


serius karena dapat membahayakan pasien
MEDICAL ERRORS
DILIHAT DARI KONTRIBUSINYA
• LATENT ERRORS
– CENDERUNG BERADA DI LUAR KENDALI OPERATOR GARIS
DEPAN; SEPERTI DESAIN BURUK, INSTALASI TAK TEPAT,
PEMELIHARAAN BURUK, KESALAHAN KEPUTUSAN
MANAJEMEN, STRUKTUR ORGANISASI YG BURUK
• ACTIVE ERROR
– KESALAHAN PADA TINGKAT OPERATOR GARIS DEPAN

TIDAK SEMUA ERRORS MENGAKIBATKAN ADVERSE EVENTS


Human Error (James Reason, 1990)

Defenses

Unsafe Acts

Preconditions ACCIDENT

Line
Management
Active & Latent
Failures
Decision
makers
Active failures
Latent failures
Latent failures
Latent failures
CONTOH
• LATENT ERROR 1
– PEMBOLEHAN DOKTER (DSp) BEKERJA DI BANYAK
RUMKIT
• LATENT ERROR 2
– TIDAK ADANYA SISTEM JAGA DSp YANG TEGAS DI
RUMKIT
• PRECONDITIONS
– TERDAPAT KEGAWATDARURATAN, DOKTER TAK BISA
HADIR ATAU SANGAT TERLAMBAT

KETIGA KEADAAN TERSEBUT (UNSAFE CONDITIONS) MENDORONG


TERJADINYA ACTIVE ERROR (UNSAFE ACTS)
176. Uji Hipotesis
• Nilai α (kesalahan tipe 1 atau positif semu) → dalam uji
hipotesis diperoleh hubungan atau perbedaan (yakni
hipotesis nol ditolak), sedangkan sebenarnya di dalam
populasi asosisasi atau perbedaan tersebut tidak ada
• Nilai β (kesalahan tipe 2 atau negatif semu) → asosiasi
atau perbedaan tidak ditemukan dalam data pada
sampel, sedangkan dalam populasi asosiasi atau
perbedaan tersebut ada
• Nilai p → batas kemaknaan uji hipotesis; makna
penting namun tidak mutlak, harus dibandingkan
dengan data klinis yang dievaluasi
– Nilai p < 0,05 → dikatakan bermakna secara statistik
Korelasi
• Metode untuk mencari hubungan antara 2 variabel
numerik
• Tidak mengenal variabel bebas dan tergantung →
menunjukan hubungan antara 2 variabel numerik
• Langkah:
– Menggambar scatter plot atau diagram baur
– Bila terdapat hubungan linear, hitung koefisien korelasi
– Hasil perhitungan: koefisien korelasi pearson (r) → korelasi
mutlak: nilai r=1 (nyaris tidak pernah ada dalam fenomena
biologis)
– Tafsiran nilai r
• Baik : r > 0,8
• Sedang : r = 0,6 – 0,79
• Lemah : r = 0,4 – 0,59
• Sangat lemah : r < 0,4
Sudigdo. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. 2011
177. Analisis masalah
Penyakit hipertensi diketahui merupakan masalah
utama. Analisis berikutnya adalah analisis
PENYEBAB masalah.
• Analisis SWOT  untuk solusi masalah
• PICO  pada evidence-based medicine, untuk
menjawab pertanyaan dari kasus klinis
• Diagram tulang ikan: untuk mencari penyebab
masalah
• Diagram pareto: untuk memilih solusi efektif
• Diagram pohon: analisis prioritas masalah
178. Program Imunisasi
• Terdapat beberapa jenis imunisasi berdasarkan
pelaksanannya, yaitu imunisasi rutin dan imunisasi
tambahan. Imunisasi rutin merupakan kegiatan
imunisasi yang secara rutin dan terus menerus harus
dilakukan pada periode waktu yang telah ditentukan.
Imunisasi rutin ini, berdasarkan kelompok usia sasaran,
dibagi menjadi imunisasi rutin pada bayi, pada wanita
usia subur, dan pada anak sekolah
• Sedangkan imunisasi tambahan, merupakan kegiatan
imunisasi yang dilakukan atas dasar ditemukannya
masalah dari hasil pemantauan atau evaluasi. Kegiatan
ini sifatnya tidak rutin, membutuhkan biaya khusus dan
kegiatannya dilaksanakan pada suatu periode tertentu.
Program imunisasi tambahan
• Backlog fighting, merupakan upaya aktif melengkapi
imunisasi dasar pada anak yang berumur 1 – 3 tahun.
Sasaran prioritas adalah desa/kelurahan yang selama
dua tahun berturut turut tidak mencapai standard
Universal Child Immunization (UCI)
• Crash program, merupakan imunisasi tambahan yang
ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi
secara cepat untuk mencegah terjadinya KLB.
Sedangkan kriteria pemilihan lokasi imunisasi jenis ini
antara lain : 1. Angka kematian bayi dan angka PD3I
tinggi 2. Kekurangan tenaga, sarana, dana 3. Desa yang
selama 3 tahun berturut-turut tidak mencapai target
UCI
• Kegiatan Crash program ini ditujukan untuk
wilayah yang memerlukan intervensi secara
cepat karena masalah khusus seperti :
– Angka kematian bayi tinggi, angka Penyakit yang
Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) tinggi.
– Infrastruktur (tenaga, sarana, dana) kurang.
– Untuk memberikan kekebalan pada kelompok
sasaran yang belum mendapatkan pada saat
imunisasi rutin.
Program Imunisasi
• Imunisasi dalam penanganan KLB (Outbreak
Response Imunization atau ORI)
• Kegiatan imunisasi khusus, meliputi Pekan
Imunisasi Nasional (PIN), Sub Pekan Imunisasi
Nasional, dan Cacth-up campaign campak
• PIN (Pekan Imunisasi Nasional. Merupakan suatu upaya
untuk mempercepat pemutusan siklus kehidupan virus
polio importasi dengan cara memberikan vaksin polio
kepada setiap balita termasuk bayi baru lahir tanpa
mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya,
pemberian imunisasi dilakukan 2 (dua) kali masing-
masing 2 (dua) tetes dengan selang waktu 1 (satu)
bulan. Pemberian imunisasi polio pada waktu PIN di
samping untuk memutus rantai penularan, juga
berguna sebagai booster atau imunisasi ulangan polio.
• Sub PIN. Merupakan suatu upaya untuk memutuskan
rantai penularan polio bila ditemukan satu kasus polio
dalam wilayah terbatas (kabupaten) dengan pemberian
dua kali imunisasi polio dalam interval satu bulan
secara serentak pada seluruh sasaran berumur kurang
dari satu tahun.
• Catch Up Campaign Campak. Merupakan suatu
upaya untuk pemutusan transmisi penularan
virus campak pada anak sekolah dan balita.
Kegiatan ini dilakukan dengan pemberian
imunisasi campak secara serentak pada anak
sekolah dasar dari kelas satu hingga kelas enam,
tanpa mempertimbangkan status imunisasi
sebelumnya. Pemberian imunisasi campak pada
waktu catch up campaign campak di samping
untuk memutus rantai penularan, juga berguna
sebagai booster atau imunisasi ulangan (dosis
kedua).
179. Rumah Hunian Sehat
• 4 fungsi pokok rumah (American Public Health
Association/ APHA)
– Tempat memenuhi kebutuhan jasmani (fisik)
– Tempat memenuhi kebutuhan rohani (psikis)
– Tempat perlindungan terhadap penularan
penyakit
– Tempat perlindungan terhadap gangguan
kecelakaan
Hunian sehat (2)
• Persyaratan kesehatan rumah • Langit-langit diberishkan dan tidak
rawan kecelakaan
tinggal (Permenkes No. 829/1999) • Bubungan rumah yang lebih dari 10
– Bahan bangunan meter harus dilengkapi dengan
• Debu total tidak lebih dari 150 penangkal petir
ug/m3 • Ruang ditata agar berfungsi
• Asbes bebas tidak lebih 0,5 • Dapur dilengkapi sarana
fiber/m3/4jam pembuangan asap
• Timah hitam (Pb) tidak lebih dari – Pencahayaan
300mg/kg
• Minimal intensitas 60 lux dan tidak
• Tidak terbuat dari bahan yang dapat silau
menjadi tumbuh dan kembang
mikroorganisme patogen – Udara
– Komponen tata ruang • Suhu 18-30 oC
• Lantai kedap air dan mudah • Kelembaban 40-70%
dibersihkan • Konsentrasi gas S02 tidak lebih dari
• Dinding  di ruang tidur dan 0,10 ppm/24 jam
keluarga dilengkapi sarana ventilasi • Konsentrasi gas CO tidak lebih dari
untuk sirkulasi; di kamar madi dan 100 ppm/8jam
tempat cuci harus kedap air dan • Konsentrasi gas formaldehid tidak
mudah dibersihkan lebih 120 mg/m2
Hunian sehat (3)
• Syarat rumah sehat • Limbah rumah: tidak
mencemari sumber air,
– Ventilasi tidak menimbulkan bau
• Luas minimal 10% dari luas dan tidak mencemari
lantai permukaan tanak
– Binatang penular penyakit • Limbah padat  dikelol.a
dengan baik
• Tidak ada tikus
– Air – Kepadatan hunian ruang
tidur
• Minimal 60 liter/hari/orang
• Luas ruang tidur minimal 8
• Air minum harus m2 dan tidak dianjurkan
memenuhi syarat air bersih untuk lebih dari 2 orang
dan/atau air minum kecuali anak dibawah 5
– Sarana penyimpanan tahun
makanan yang aman
– Limbah
180. Tenggelam
• Kematian akibat mati lemas (asfiksia) disebabkan
masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan
• Mekanisme kematian :
– Asfiksia akibat spasme laring
– Asfiksia akibat gangging dan choking
– Refleks vagal
– Fibrilasi ventrikel (air tawar) → konsentrasi elektrolit air
tawar lebih rendah (hemodilusi) menyebabkan gangguan
keseimbangan ion K+ dan Ca++
– Edema pulmoner (air asin) → konsentrasi elektrolit lebih
tinggi, air tertarik dari sirkulasi pulmonal ke jar.interstisial
Tenggelam
• Perlu ditentukan pada pemeriksaan :
– Identitas korban
– Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam
• Pemeriksaan diatom  ditemukan pada getah paru
• Kadar elektrolit magnesium darah
• Benda asing dalam paru dan saluran pernapasan
• Air dalam lambung dengan sifat sama dengan air tempat korban
tenggelam
– Penyebab kematian sebenarnya
– Faktor yang berperan pada proses kematian (alkohol, obat-
obatan)
– Tempat korban pertama kali tenggelam
• Pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan membantu
menentukan apakah korban tenggelam di tempat itu atau tempat lain
Perbedaan Tenggelam
Air Tawar vs Air Laut
Air Tawar Air Laut
Paru-paru besar, relatif kering dan ringan Paru-paru besar, relatif basah dan berat
Hemodilusi Hemokonsentrasi
Hipervolemi Hipovolemi
Hiperkalemi Hipokalemi
Hiponatremia Hipernatremia
Berat jenis darah di jantung kiri lebih Berat jenis darah di jantung kiri lebih
rendah tinggi
Sebab, Cara, & Mekanisme Kematian
• Sebab mati adalah penyakit atau cedera/luka yang
bertanggung jawab atas terjadinya kematian.
• Cara kematian adalah macam kejadian yang
menimbulkan penyebab kejadian:
– Wajar: semata-mata karena penyakit
– Tidak wajar: kematian dipercepat oleh adanya luka/cedera
(kecelakaan, bunuh diri, pembunuhan)
• Mekanisme kematian:
– Gangguan fisiologik dan atau biokimiawi yang ditimbulkan
oleh penyebab kematian sehingga seseorang tidak dapat
terus hidup.
Sebab, Cara, & Mekanisme Kematian
Contoh:
1. Penderita tb paru yang mengalami hemoptoe hebat &
meninggal.
– Penyebab kematian: tb paru. Mekanisme kematian: shock akibat
perdarahan paru-paru. Cara kematian wajar.
2. Autopsi lebam mayat merah gelap, paru & hati merah gelap,
ada massa putih di jantung 2x3 cm.
– Penyebab kematian: trombus putih di jantung. Mekanisme kematian:
asfiksia akibat sumbatan di jantung. Cara kematian: wajar.
3. Seseorang mengalami perdarahan subdural akibat terjatuh
dari sepeda motor yang mengalami slip. Selama perawatan
4 hari tidak pernah sadar, mendapat komplikasi pneumonia
ortostatik & meninggal.
– Sebab kematian: trauma kapitis. Cara kematian: tidak wajar. Mekanisme
kematian: perdarahan subdural dengan penyulit radang paru-paru.
181. Asfiksia Mekanik
• Asfiksia mekanik : Mati lemas yang terjadi bila
udara pernapasan terhalang oleh berbagai
kekerasan (yang bersifat mekanik)
• Meliputi : Pembekapan, penyumbatan,
pencekikan, penjeratan, gantung diri, serta
penekanan pada dada
Tanda Kematian akibat Asfiksia
• Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku
• Lebam mayat yang gelap dan luas
• Perbendungan pada bola mata
• Busa halus pada lubang hidung, mulut, dan saluran
pernapasan, perbendungan pada alat-alat dalam
• Bintik perdarahan (Tardieu’s spot) pada mukosa usu
halus, epikardium, subpleura visceralis
• Perbendungan sistemik maupu pulmoner dan dilatasi
jantung kanan (lorgan lebih berat, gelap, pada
pengirisan banyak mengeluarkan darah)
Kasus Gantung (Hanging)
• Bila jerat kecil dan keras : Hambatan total arteri, muka
tampak pucat, tidak terdapat peteki
• Bila jerat lebar dan lunak : Hambatan terjadi pada saluran
pernapasan dan pada aliran vena, sehingga tampak
perbendungan pada daerah sebelah atas ikatan
• Jejas Jerat :
– Relatif lebih tinggi pada leher, lebih meninggi di bagian simpul,
kulit mencekung ke dalam sesuai dengan bahan penjerat
– Pada tepi jejas, terdapat perdarahan (resapan darah), pada
jaringan bawah kulit dan otot terdapat memar jaringan (Tanda
Intravital)
• Distribusi lebam mayat mengarah ke bawah yaitu pada kaki,
tangan, dan genitalia eksterna.
Bunuh diri vs Pembunuhan
Keterangan Bunuh diri Pembunuhan
TKP Keadaan TKP tenang, rapih, Keadaan TKP tidak
dan dijumpai surat beraturan, tanda
peninggalan kepada orang perkelahian
tertentu Tidak terdapat tempat
Tempat yang dipilih tertentu, surat bernada
tersembunyi, pintu ancaman, alat biasanya
terkunci dari dalam, korban dipersiapkan dan tidak
berpakaian rapih ditemukan di TKP
Pemeriksaan mayat (kasus Lokasi: leher, dada, perut Lokasi:tidak khusus, luka
dengan senjata tajam) bagian atas, pergelangan lebih dari 1, luka dari
tangan belakang, terdapat luka
Sering terdapat luka tangkis di tangan
percobaan yang berjalan
sejajar.
Sering terdapat cadaveric
spasm dengan senjata
tergenggam
Penjeratan (strangulation)
• Penekanan benda asing berupa tali, ikat
pinggang, rantai, kawat, dsb melingkari/mengikat
leher yang makin lama makin kuat
• Kasus penjeratan biasanya pembunuhan.
• Mekanisme kematian adalah akibat asfiksia atau
refleks vasovagal
• Arteri vertebralis biasanya tetap paten
• Jejas jerat pada leher mendatar, melingkari leher
dan terdapat lebih rendah daripada jejas jerat
pada kasus gantung. Biasanya terletak setinggi
atau di bawah rawan gondok.
Kasus Pencekikan
• Penekanan leher dengan tangan yang
menyebabkan dinding saluran napas bagian atas
tertekan dan terjadi penyempitan saluran nafas
sehingga udara pernapasan tidak dapat lewat
• Mekanisme:
– Asfiksia
– Refleks vagal: akibat rangsangan pada reseptor
nervus vagus pada corpus caroticus di percabangan
arteri karotis interna dan eksterna
Pencekikan
• Ditemukan pembendungan pada muka dan kepala
karena turut tertekan pembuluh darah vena dan arteri
superfisial, arteri vertebralis tidak terganggu
• Tanda kekerasan pada leher: luka lecet kecil, dangkal,
berbentuk bulan sabit akibat penekanan kuku jari, luka
memar
• Fraktur tulang lidah (os hyoid) dan kornu superior
rawan gondok unilateral. Patah tulang lidah terkadang
merupakan satu-satunya bukti adanya kekerasan bila
mayat sudah alma dikubur sebelum diperiksa.
182. Keracunan CO
• Pada korban meninggal tidak lama setelah
keracunan CO, ditemukan lebam mayat
berwarna merah muda terang (cherry pink
colour), yang tampak jelas bila kadar COHb
mencapai 30% atau lebih.
183-184. Kasus Kejahatan Seksual

Umur perempuan >


15 thn (ps. 284)
Dalam perkawinan Dengan persetujuan
(ps. 288) perempuan
Umur perempuan <15
Persetubuhan
thn (ps. 287)

DI luar perkawinan
Dengan
kekerasan/ancaman
(ps. 285)
Tanpa persetujuan
perempuan
Perempuan dlm
keadaan pungsan/tdk
berdaya (ps. 286)
Kasus Kejahatan Seksual
Hasil pemeriksaan yang diharapkan pada korban kejahatan
seksual:
• Penetrasi zakar:
– Robekan pada selaput dara (bukan tanda pasti persetubuhan)
– Luka-luka pada vulva & dinding vagina
• Pancaran air mani:
– Sperma di dalam vagina (tanda pasti terjadi persetubuhan)
– Asam fosfatase, kholin, & sperma dalam vagina
– Kehamilan
• Penyakit kelamin:
– Gonorrhea
– Sifilis
Kasus Kejahatan Seksual
• Pemeriksaan genitalia:
– Ada tidaknya bercak mani di sekitar kemaluan.
– Vulva, periksa adanya tanda-tanda kekerasan:
• Hiperemi, edema, memar, luka lecet, goresan kuku
– Selaput dara, adakah ruptur atau tidak?
• Tentukan ruptur baru atau lama, lokasinya, apakah sampai
ke insersio atau tidak. Robekan baru jika masih tampak
hiperemia. Robekan lama dapat diketahui jika robekan
sampai ke insersio (terbentuk skar).
• Tentukan besar orifisum, sebesar ujung jari kelingking,
telunjuk, atau dua jari. Ukuran pada perawan kira-kira 2,5
cm.
– Ambil bahan pemeriksaan lab dari forniks posterior.
Kasus Kejahatan Seksual
• Hal yang perlu diperhatikan sebelum pemeriksaan:
– Setiap permintaan untuk pengadilan harus berdasarkan permintaan
tertulis dari penyidik.

– Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban adalah benda
bukti. Kalau tidak bersama polisi, jangan diperiksa, suruh korban
kembali bersama polisi.

– Setiap visum et repertum harus dibuat berdasarkan keadaan yang


didapatkan pada waktu permintaan visum diterima dokter.

– Izin tertulis untuk pemeriksaan dapat diminta dari korban sendiri atau
dari orang tua/wali jika korban adalah seorang anak.

– Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin dan didampingi


perawat/bidan.
Perkiraan waktu persetubuhan
• Sperma masih dapat ditemukan bergerak di
dalam vagina  4-5 jam (setelah
persetubuhan)
• Pada orang hidup, sperma (tidak bergerak)
dapat ditemukan  24-36 jam
• Pada orang mati, sperma masih dapat
ditemukan hingga 7-8 hari
• Penyembuhan luka pada selaput dara 7-10
hari
185. Pembunuhan Anak Sendiri
(Infanticide)
• Pasal 341:
– Ancaman hukuman bagi seorang ibu yang karena takut
akan diketahui bahwa ia melahirkan anak, dengan sengaja
menghilangkan nyawa anak tersebut ketika anak itu
dilahirkan atau tidak lama sesudah dilahirkan.

• Dokter harus memberikan kejelasan kepada penyidik


dalam hal:
– Memang benar korban (anak) itu baru dilahirkan
– Usia bayi (intra dan ekstrauterin), dan tanda perawatan
– Sebab kematian korban, berkaitan dengan: anak lahir
hidup & adanya hal-hal yang menyebabkan kematian
(tanda kekerasan).
Pembunuhan Anak Sendiri
• Patokan korban baru dilahirkan berdasarkan tidak
adanya tanda-tanda perawatan:
– Masih berlumuran darah
– Tali pusat belum dirawat
– Adanya lemak bayi yang jelas
– Belum diberi pakaian
• Tanda lahir hidup:
– Makroskopis: dada tampak mengembang, diafragma sudah
turun sampai sela ida 4-5. Paru berwarna warna merah
muda tidak merata dengan gambaran mozaik, konsistensi
spons, teraba derik udara, akan mengapung pada tes
apung paru.
– Mikroskopis paru: adanya pengembangan kantung alveoli.
Usia Bayi Intra Uterin
• Rumus De Haas (Berdasarkan panjang badan)
– 5 bulan pertama; Panjang kepala-tumit (cm) = kuadrat
umur gestasi
– > 5 bulan: Panjang kepala-tumit = Umur gestasi(bulan)
x5
• Melihat pusat penulangan (ossification center) :
Klavikula (1.5), Diafisis tulang panjang (2),
Ischium (3), Kalkaneus (5-6), Manubrium sterni
(6), Sternum bawah (akhir 8), Distal
femur/proksimal tibia (akhir 9)
Usia Bayi Ekstra Uterin
• Udara dalam saluran cerna : sampai lambung
atau duodenum (hidup beberapa saat), usus
halus (hidup 1-2 jam), usus besar (5-6 jam),
rektum (12 jam)
• Mekonium dalam kolon (24 jam setelah lahir)
• Perubahan tali pusat (tempat lekat membentuk
lingkaran kemerahan dalam 36 jam)
• Eritrosit berinti hilang dalam 24 jam pertama
• Perubahan sirkulasi darah
186. Keterangan Ahli
• Pada pasal 1 angka 28 KUHAP berbunyi: “Keterangan ahli
yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian
khusus hal yang diperlukan untuk membuat tentang suatu
perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”

• Pasal 179 angka 1 KUHAP dapat dikategorikan dua


kelompok ahli, yaitu ahli kedokteran dan ahli-ahli lainnya.
Syarat sahnya keterangan ahli, yaitu:
– Keterangan diberikan kepada ahli
– Memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu
– Menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya
– Diberikan di bawah sumpah
187. Serumen
• Serumen adalah produksi kelenjar sebasea,
kelenjar seruminosa, epitel kulit yang terlepas
dan partikel debu. Biasanya ditemukan pada
sepertiga liang telinga bagian depan
• Konsistensi serumen bisa lunak dan keras,
dipengaruhi oleh faktor keturunan, iklim, usia dan
keadaan lingkungan
• Gumpalan serumen (serumen plug) dapat
menyebabkan gangguan berupa tuli konduktif
• Serumen plug dapat terjadi ketika telinga masuk
air (mandi, berenang) dan menyebabkan
serumen mengembang sehingga menimbulkan
gangguan pendengaran dan rasa tertekan pada
telinga
• Pengobatan:
– Serumen yang lembek: dapat langsung
dibersihkan dengan kapas
– Serumen yang keras dapat dikeluarkan dengan
pengait atau kuret. Namun apabila kondisinya
keras dapat dicairkan dengan tetes karbogliserin
10% selama 3 hari
188. Barotrauma (aerotitis)
• Salah satu penyebab OME akut
• Perubahan tekanan tiba-tiba di luar telinga
tengah sewaktu pesawat atau menyelam,
menyebabkan tuba gagal membuka  tekanan
menjadi negatif di telinga tengah  cairan keluar
dari kapiler mukosa
• Keluhan berupa: kurang dengar, nyeri dalam
telinga, autofni, sensasi ada air dalam telinga,
kadang tinitus dan vertigo
• Terapi: sama dengan OME akut
• Preventif: mengunyah permen atau lakukan
perasat valsava saat pesawat naik/turun
189. Facial trauma
190. Otomikosis
191. Tumor ganas laring
• Prevalensi: urutan 1 di luar negeri, ke-3 di RSCM
(setelah KNF dan ca sinonasal)
• Faktor risiko: rokok (utama), alkohol, pajanan
radiasi, bahan industri, imunitas, genetik
• Histopatologi: KSS (95-98%)
• Gejala: Serak (gejala utama), sesak (dispneu,
stridor), nyeri tenggorok, disfagi, batuk,
hemoptisis, nyeri telinga ipsilateral, halitosis,
pembesaran KGB
• Diagnosis pasti: pemeriksaan PA dari biopsi
• Tatalaksana: pembedahan, radiasi, kemoterapi
192. Rinitis Alergi
Deskripsi
Batasan Penyakit inflamasi karena reaksi alergi pada pasien atopi
WHO ARIA: kelainan pada hidung dengan gejala bersin, rinore, gatal
dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapan alergen yang
diperantarai Ig E
Patofisiologi Reaksi alergi fase cepat : berlangsung sejak kontak sampai 1 jam
Reaksi lergi fase lambat: berlangsung 2 – 4 jam dengan puncak 6 – 8
jam setelah pemaparan dan berlangsung 1 – 2 hari.
Histamin merangang reseptor H1 pada saraf vidianus sehingga timbul
rasa gatal, bersin dan hipersekresi kelenjar mukosa dan sel goblet
Klasifikasi Berdasarkan sifat
Intermitten: gejala < 4 hari/minggu atau < 4 minggu
Persisten: gejala > 4 hari/minggu dan > 4 minggu
Berdasarkan tingkat
Ringan : tidak ditemukan gangguan aktivitas dan tidur
Berat: terdapat gangguan aktivitas
optimized by optima
optimized by optima
ARIA 2007. http://www.whiar.org/docs/ARIA_PG_08_View_WM.pdf
Rinitis Alergi
Deskripsi
Diagnosis Anamnesis: Serangan bersin berulang terutama bila terpajan alergen
disertai rinore yang encer dan banyak, hidung tersumbat, gatal,
lakrimasi, riwayat atopi
PF dan Rinoskopi anterior: Mukosa edema, basah, pucat/livid, sekret
banyak, allergic shiner, allergic salute, allergic crease, facies adenoid,
geographic tongue, cobblestone appearance
Penunjang: Darah tepi: eosinofil meningkat, IgE spesifik meningkat,
Sitologi hidung, Prick test, Alergi makanan : food challenge test

Terapi Menghindari alergen


Medikamentosa: AH1 reseptor, Dekongestan oral, KS topikal, Natrium
kromoglikat, Antileukotrine
Operasi
Imunoterapi

optimized by optima
Sumber: Buku ajar ilmu THT 2007
Pemeriksaan penunjang
in vitro didapatkan hitung
eosinofil dalam darah tepi
meningkat. Pemeriksaan
IgE dengan RAST juga
dapat menunjukkan hasil
bermakna. Sedangkan
untuk pemeriksaan
penunjang in vivo, alergen
penyebab dapat dicari
dengan cara pemeriksaan
skin prick test, uji
intrakutan/intradermal
tunggal atau berseri.

ARIA 2007.
http://www.whiar.org/d
ocs/ARIA_PG_08_View_ optimized by optima
WM.pdf
Diagnosis Banding Rhinitis
Diagnosis Clinical Findings
Rinitis alergi Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa
edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.

Rinitis Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu:


vasomotor asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa
edema, konka hipertrofi merah gelap.
Rinitis hipertrofi Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala:
hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak &
mukopurulen.
Rinitis atrofi / Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa
ozaena pada pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau,
hidung tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media &
inferior, sekret & krusta hijau.
Rinitis Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor
medikamentosa topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus.
Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang
berlebihan.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


193. Head and Facial Trauma
194. Penyebab Terbanyak
Gangguan Berbicara
• Terdapat pada 3 - 10 % pada anak-anak.
• 3 – 4 X lebih banyak ditemukan pada anak laki-

laki daripada perempuan


• 3 penyebab terbanyak adalah :

1. Retardasi mental
2. Gangguan pendengaran
3. Keterlambatan pertumbuhan
Gangguan Pendengaran

• Pendengaran pertama kali di dengar merupakan


sesuatu yang sangat penting dalam
perkembangan berbicara bahasanya.
• Gangguan pendengaran pada pada usia dini
akan mengakibatkan keterlambatan
perkembangan berbicara secara serius.
• Deteksi dini dan penatalaksanaan secara cepat
akan membantu dan mencegah gangguan
psikososial pendidikan dan gangguan bahasa.
National Goals for Hearing Screening
•All infants will access hearing screening using
a physiologic measure
–no later than 1 month of age
•All infants not passing initial screening and
subsequent rescreening should have
confirmatory audiological and medical
evaluations
–no later than 3 months of age
•All infants with confirmed permanent hearing
loss should receive early intervention as soon
as possible
–no later than 6 months of age
(re)- Habilitasi
Intervensi : habilitasi pendengaran mulai usia
6 bulan

Auditorik :
Amplifikasi : ABD
Implantasi Kohlea
Terapi Wicara
Pendidikan Khusus
195. Abses peritonsil
196. Benda Asing
197. Rhinitis Alergi
198. Benda Asing
199. Otitis Media Supuratif Kronik
• Benign/mucosal type:
– Tidak mengenai tulang.
– Jenis perforasi: sentral.
– Th: ear wash with H2O2 3% for 3-5 days, ear
drops AB & steroid, systemic AB

Large central perforation


• Malignant/bony type:
– Mengenai tulang atau kolesteatoma.
– Jenis perforasi: marginal atau attic.
– Tahap lanjut: abses atau fistel retroaurikel,
polip/jaringan granulasi, terlihat
kolesteatoma pada telinga tengah, sekret
bentuk nanah & berbau khas
– Th: mastoidektomi.

Cholesteatoma at attic
type perforation
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Deskripsi OMSK
Batasan Infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi MT dan sekret yang
keluar terus menerus atau hilang timbul (> 2 bulan)
Klasifikasi OMSK tipe benigna/aman/mukosa
- Perforasi sentral
- Tidak dijumpai kolesteatoma

OMSK tipe maligna/bahaya/tulang


-Perforasi marginal/atik
-Kolesteatoma (+)

Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK aktif (sekret
keluar dari kavum timpani secara aktif), dan OMSK tenang (keadaan
kavum timpaninya terlihat basah atau kering)
Diagnosis Anamnesis: riwayat keluar cairan dari telinga > 2 bulan
PF: perforasi MT
Penunjang: Audiometri, rontgen mastoid, kultur dan uji resistensi, CT
scan
Terapi OMSK benigna: konservatif + medikamentosa
OMSK maligna: pembedahan (mastoidektomi)
optimized by optima
200. Vertigo

Anda mungkin juga menyukai