Anda di halaman 1dari 57

1

Deteksi dini dan upaya


penanggulangan kegawat-
daruratan neonatus

2
Deteksi dini
Identifikasi bayi risiko tinggi !!

3
Faktor risiko (+) bayi risiko tinggi

A. Faktor maternal: umur, penyakit, ri-


w.obstetri, kebiasaan buruk, sosek.
B. Kondisi janin : kembar, pertumbuhan
janin terhambat (PJT), makrosomia, po-
sisi abnormal,frekuensi/irama jantung
abnormal, penurunan aktivitas, poli-
hidramnion, oligohidramnion.

4
Faktor risiko (+) bayi risiko tinggi, …

C. Kondisi persalinan : persalinan prematur,


persalinan postmatur, ibu demam, ibu
hipotensi/hipertensi, prolonged labor,
presentasi abnormal, ketuban bercampur
mekonium, SC, analgesia dan anestesia
obstetrik, anomali plasenta
D. Kondisi bayi saat lahir: prematuritas,
postmaturitas, skor Apgar 5 menit dan
15 menit rendah, pucat, air ketuban
berbau, kecil masa kehamilan.

5
Etiologi kegawatdaruratan neonatus
Bedah Non bedah
• Kel.tr.respiratorius: hernia  Prematuritas : HMD,
diafragma, atresia koana, AOP
fistula trakeo-esofagus,  Infeksi
agenesis trakea, dll  Aspirasi mekonium
• Kel. Tr.GIT: atresia ani,  Transient tachypneu of
stenosis pilorus / duode- the newborn
num, omphalocele, gas-  Penyakit perdarahan
troschisis, atresia esofagus  Hiperbilirubinemia
± fistula trakeo-esofagus,  Penyakit metabolik
• dll  Perdarahan intrakranial

6
Berbagai masalah/tanda
kegawatdaruratan neonatus

 Suhu  hipotermi, hipertermi


 Pernapasan  apnea, sesak, hipoksia
 Sirkulasi  syok/renjatan
 Saluran cerna  distensi abdomen, muntah, hiper-
salivasi
 Traktus urinarius  anuri,
 Metabolisme  hipoglikemi, hipokalsemi
 Lain-lain  perdarahan, kuning, kejang
7
Masalah Suhu

• Normal : 36,5 – 37,5o C


• Pengukuran di aksila selama 5’
• Hindari pengukuran di anus
• 4 cara kehilangan panas : konduksi, evaporasi, konveksi, dan radiasi

8
Mekanisme hilangnya panas

9
Hipotermia
Pembunuh utama neonatus

Hipotermia: suhu tubuh di bawah 36,5 ºC


Faktor risiko:
• Lingkungan yang dingin
• Asuhan neonatus yang tidak tepat segera setelah lahir
misalnya pengeringan tubuh tidak memadai, baju tidak
memadai, dan dipisahkan dari ibu.
• Prosedur penghangatan tidak memadai (sebelum dan
selama transport/ perjalanan).
• Neonatus yang sakit dan stres.
10
Tanda Dan Gejala Hipotermia

Tanda awal hipotermia


• Kaki teraba dingin.
• Kemampuan mengisap rendah atau tidak bisa
menyusu.
• Letargi dan menangis lemah.
• Perubahan warna kulit dari pucat dan sianosis menjadi
kutis marmorata atau pletora.
• Takipnea dan takikardia.

11
Tanda Dan Gejala Hipotermia (lanjutan)
Saat hipotermia menetap, tanda berikut berlanjut:
• Letargi
• Apnea dan bradikardia
• Risiko tinggi untuk terjadinya hipoglikemia, asidosis metabolik, sesak napas, dan
faktor pembekuan yang abnormal (DIC, perdarahan intraventrikel, perdarahan
paru).

12
Hipertermia
Hipertermia: suhu tubuh di atas 37.5 ºC
• Faktor risiko:
• Suhu lingkungan
• Dehidrasi
• Perdarahan Intrakranial
• Infeksi
• Catatan: Inkubator harus dipantau ketat terhadap
terjadinya suhu terlalu tinggi atau terlalu rendah
yang tidak benar.

13
Tanda dan gejala Hipertermia
• Kulit terasa hangat/panas, terlihat kemerahan, atau
merah muda pada awalnya dan kemudian terlihat pu-
cat.

14
Tanda dan gejala Hipertermia (lanjutan)
• Pola yang mirip dengan hipotermia mungkin terjadi
jika masalah berlanjut:
Meningkatnya laju metabolik, iritabel/rewel, takikar-
dia, dan takipnea.
• Dehidrasi, perdarahan intrakranial, heat stroke, dan
kematian.

15
Upaya Menurunkan Risiko
Hipotermi
• Suhu optimal untuk ruangan bersalin/OK dan ruang
perawatan
• Suhu ruangan bayi ideal 24 – 26o C
• Alas tidur dan handuk pembungkus hangat
• Inkubator transpor hangat
• Saat melakukan tindakan, pastikan bayi hangat
• Pintu inkubator jangan sering dibuka
• Bila sudah stabil  metoda kanguru

16
Masalah Pernapasan

• Normal : RR 40 – 60 x/menit
• Bedakan “Periodic Breathing” dengan apnu
• Apnu : stop napas > 20 detik, atau kurang dari 20 detik, tapi disertai
bradikardi dan atau SpO2 menurun

17
Evaluasi gawat napas dengan
Skor Down
0 1 2
Frekuensi < 60x/menit 60-80 x/menit >80x/menit
Napas
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat
retraksi
Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang Sianosis
dengan O2 menetap
walaupun diberi
O2
Air Entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu
18
Evaluasi gawat napas dengan
Skor Down

• Skor < 4 : tidak ada gawat napas


• Skor 4 – 7 : gawat napas
• Skor > 7 : ancaman gagal napas (pemeriksaan gas darah
harus dilakukan)

19
Tatalaksana umum

• Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, bila bayi
tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus Dekstrosa 10%
• Pantau tanda vital, jaga patensi jalan napas
• Berikan Oksigen (1-2 liter/menit dengan kateter nasal, atau sesuai dengan
saturasi bila menggunakan metode pemberian O2 dgn cara lain)

20
Upaya Mengatasi Hipoksia

• Berikan O2 seoptimal mungkin


• O2 nasal 0,5 – 2 L/menit
• O2 head box 3 – 5 L/menit
• Kadang-kadang boleh dimix antara O2 head box 5 L/menit + O2 nasal s/d 2
L/menit sambil dipersiapkan CPAP atau ventilator

21
…Upaya Mengatasi Hipoksia

• Target SpO2 BBL < 1 kg : 88 – 92 %


• Target SpO2 BBL > 3 kg : 95 -98 %
• Target SpO2 BBL 1-3 kg : 90– 95 %

22
Apnea of prematurity

• 90% pada bayi BL < 1000 g


• Stimulasi taktil
• Aminofilin: loading dose 6 mg/kg IV, 24 jam kemudian 2,5 mg/
kg/kali IV
• Kafein : loading dose 20 mg/kg IV, 24 jam kemudian 5 mg/kg/
hari IV/p.o.
• Nasal CPAP: tekanan 2-4 cm H2O
• Ventilasi mekanik

23
a (lanjutan)

Faktor Risiko Apnea pada Neonatus

Apnea patologis  Penyakit jantung


 Hipothermia  Penyakit paru
 Hipoglikemia
 Anemia  Gastro intestinal re-
 Hipovolemia flux
 Aspirasi
 NEC / Distensi  Obstruksi jalan napas
 Infeksi, meningitis
 Gangguan neurologis
24
Apnea (lanjutan)
Pemeriksaan
• Pemantauan neonatus berisiko dengan usia kehami-
lan kurang dari 32 minggu.
• Mengevaluasi kemungkinan penyakit dasar.
• Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan
darah rutin, analisis gas darah, glukosa serum, elek-
trolit dan kadar kalsium.
• Lakukan pemeriksaan radiologi jika ada kecurigaan
penyakit organ di dalam rongga dada

25
Apnea (lanjutan)

Tatalaksana Apnea
• Terapi Umum
• Melakukan stimulasi taktil.
• CPAP pada apnea berulang dan memanjang.
• Terapi farmakologis (kafein atau teofilin) mungkin diperlukan.
• Pantau kadarnya.

26
Apnea (lanjutan)
Tatalaksana Apnea
• Terapi Spesifik
• Pengobatan penyebab, jika terindentifikasi, misalnya pengobatan sepsis, hipog-
likemia, anemia dan kelainan elektrolit.

27
Masalah Sirkulasi

• Normal HR 120 – 140 x/menit


• Periksa kualitas isi nadi, waktu pengisian kapiler (N
< 2 detik)
• Normal : bradikardi saat tidur

28
SYOK/RENJATAN
 kurangnya pasokan darah arterial ke jaringan, dan
harus dicurigai pada bayi yang menunjukkan
tanda :
1. “dusky”, pucat, “mottled skin”
2. Pengisian kapiler yang melambat
3. Hipotensi
4. Produksi urine berkurang
5. Suhu kulit dibawah normal
6. Asidosis metabolik berat yang menetap
7. Takikardia
29
Upaya Mengatasi Renjatan

• Berikan cairan isotonus 10 ml/kg/x selama setengah jam dapat diu-


lang 2x
• Tidak ada perubahan  inotropik
Dopamin/dobutamin 5 – 10 µg/kg/menit
• Caranya : 30 mg/kgBB inotropik, larutkan dalam Dx 10 % sampai 50
ml, jalankan 1 ml/jam

30
Masalah Saluran Cerna

• Kembung, muntah, perdarahan  NEC


• Syarat pemberian minum:
• Tidak sakit berat
• Sirkulasi baik
• Residu yang dapat ditolerir: < 15 – 20 % dari total minum sebelumnya
• Mekonium harus keluar < 48 jam

31
MUNTAH
Yang harus diperhatikan :
1. Volume muntahan
2. Isi muntahan : bilious, berdarah, susu yang belum
dicerna,
3. Apakah tanda vital normal ? Tanda vital yang abnormal
mungkin berhubungan dengan proses yang abnormal
seperti kelainan intra abdominal
4. Apakah perut tetap ‘lemas’ dengan bising usus normal
atau perut menjadi kembung dengan tampilan usus
yang kembung ?
5. Kapan b.a.b terakhir ? Konstipasi dapat menyebabkan
kembung dengan toleransi minum yang buruk dan
muntah

32
Diagnosis banding muntah

1. Muntah hijau. Merupakan masalah serius, terutama bila


terjadi dalam 72 jam pertama. Mungkin karena obstruksi
usus, ileus atau pemasangan OGT yang terlalu dalam.
Harus dianggap karena obstruksi atau ileus sampai
dibuktikan tidak. Penyebab utama obstruksi adalah mal-
rotasi usus halus.

2. Muntah berdarah. Dapat karena trauma pemasangan


OGT, ‘stress ulcer” atau NEC.

3. Muntah susu yang belum dicerna. Mungkin karena jad-


wal pemberian minum yang terlalu rapat.

33
Diagnosis banding muntah
4. Muntah susu yang telah dicerna. Mungkin karena pen-
gosongan lambung yang lama, pemberian minum yang
berlebihan atau karena osmolaritas berlebih akibat penam-
bahan bahan / vitamin pada susu
5. Sepsis. Sepsis dapat menyebabkan ileus
6. Intoleransi formula. Jarang terjadi, mungkin karena intol-
eransi karbohidrat. Bisa dibuktikan dengan pemeriksaan pH
feces. Mungkin ada riwayat serupa dalam keluarga
7. Pemberian minum yang terlalu agresif. Biasanya pada
prematur kecil yang pemberian minumnya terlalu cepat di-
tambah.
8. Konstipasi. Perut ‘penuh’, lemas dan b.a.b terakhir 48 -72
jam yang lalu

34
Yang harus dilakukan pada kasus muntah

A. Pemeriksaan fisik.
Lakukan pemeriksaan fisik lengkap terutama daerah ab-
domen.
* adakah bising usus ( bila tidak terdengar mungkin me-
nunjukkan ileus atau peritonitis.
* adakah distensi lambung
* adakah nyeri tekan
*adakah kemerahan dinding perut ( tanda penting pada
peritonitis)
* adakah tampak segmen usus yang kembung

35
B. Pemeriksaan Lab.
1. Darah lengkap dan hitung jenis. Penting untuk menge-
tahui sepsis atau perdarahan
2. Kultur darah
3. Kadar Kalium serum. Untuk mengetahui apakah
hipokalemia yang menjadi penyebab ileus
4. pH feces. Untuk menyingkirkan intoleransi laktosa
5. Uji koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)

36
C. Pemeriksaan radiologi dan lainnya.

1. Foto polos abdomen. Harus dilakukan bila muntahan


bercampur empedu, bila ada kelainan pada pemeriksaan
fisik atau bila muntah berlanjut. Dari foto ini bisa diketahui
apakah OGT terlalu dalam, konfigurasi distribusi gas dalam
saluran cerna atau adakah tanda NEC, ileus atau sumbatan
usus.

2. Foto abdomen tegak. Untuk mengetahui “air-fluid levels”


bila pada foto polos dicurigai obstruksi usus.

37
Tatalaksana muntah
A. Muntah hijau

1. Obstruksi usus. Dekompresi dengan memasang


OGT, Konsultasikan pada ahli bedah

2. Ileus. Puasakan bayi, pasang OGT


Ileus pada bayi baru lahir biasanya sekunder ,
karena : sepsis, NEC, hipokalemia, pnemonia,
hipotiroidisme atau karena efek obat yang diberikan
pada ibu (MgSO4)

38
Tatalaksana muntah

B. Muntah berdarah
1. Trauma pemasangan OGT. Bisa terjadi bila OGT
terlalu besar atau pemasangan traumatik. Ganti
dengan OGT yang terkecil, lakukan bilas lambung
dan observasi bayi.
2. Perdarahan saluran cerna.
a. Tukak lambung. Lakukan bilas lambung dan
berikan ranitidine
b. DIC. Penangan DIC secara umum
c. Defisiensi vit. K. Berikan vit. K inj. setelah lahir

39
Tatalaksana muntah

C. NEC. Perlu penganan khusus

D. Muntah susu belum dicerna. Bila < 30% volume yang


diberikan dan tanda vital baik maka dapat diberikan
kembali. Ini mungkin karena jarak pemberian minum
terlalu dekat. Bila berlanjut maka bayi perlu dievaluasi ulang,
buat foto polos dan mungkin bayi perlu dipuasakan memberi
kesempatan usus untuk istirahat.

E. Muntah susu telah dicerna. Bila muntah berulang bayi perlu


direevaluasi, buat foto polos dan bayi dipuasakan

40
Tatalaksana muntah

F. Sepsis. Lakukan pemeriksaan lab, puasakan bayi dan


berikan antibiotika

G. Intoleransi formula. Coba berikan formula bebas laktosa

H. Konstipasi. Boleh dicoba stimulasi anus, bila gagal berikan


suppositoria

41
Masalah Traktus Urinarius

• Urin harus keluar < 24 jam


• Normal 2 – 4 ml/kg/jam
• Oliguri/anuri : mungkin hipoalbuminemi/syok

42
Kejang dan spasme pada neonatus

Kejang:
• Gerakan abnormal pada wajah, mata, mulut, lidah & ekstrimitas
• Ekstensi atau fleksi tonik ekstremitas, gerakan spt mengayuh sepeda, mata
berkedip, berputar, juling.

43
Lanj…

• Tangisan melingking dgn nada tinggi, sukar berhenti.


• Perubahan status kesadaran, apnea, ikterus, uub membonjol, suhu
tubuh tidak normal.

44
Spasme:

• Bayi tetap sadar, menangis kesakitan


• Trismus, kekakuan otot mulut, rahang kaku, mulut tidak dapat
dibuka, bibir mencucu.

45
Tatalaksana Umum Kejang
Medikamentosa
• Fenobarbital 20 mg/kg BB i.v dlm waktu 5 menit,
jika kejang tdk berhenti dpt diulang dgn dosis 10
mg/kg BB sebanyak 2x dgn selang waktu 30 menit.
Jika tdk tersedia jalur i.v & atau tdk tersedia sediaan
obat i.v, maka dpt diberikan i.m
• Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin 20 mg/kg BB
i.v dlm larutan garam fisiologis dgn kecepatan
1mg/kg BB/menit.

46
Tata Laksana Umum

Pengobatan rumatan
• Fenobarbital 3-5 mg/ kg BB /hari, dosis tunggal
atau terbagi tiap 12 jam secara i.v atau per oral.
Sampai bebas kejang 7 hari.

• Fenitoin 4-8 mg/kg/ hari i.v atau per oral. Dosis


terbagi dua atau tiga

47
Tatalaksana Spasme/Tetanus Neonato-
rum
• Berikan Diazepam 10mg/kg BB/ hari dgn drip se-
lama 24 jam atau bolus IV tiap 3 jam, maksimum 40
mg/ kg/hari
• Bila frekuensi napas kurang 30x/ mnt, hentikan
pemberian obat meskipun bayi masih mengalami
spasme.
• Bila tali pusat merah & membengkak, mengeluarkan
pus atau berbau busuk obati utk infeksi tali pusat.

48
Spasme/ tetanus
lanjutan..

• Human Tetanus Ig 500 IU IM, bila tersedia, antitoksin tetanus 5,000 IU IM


• TT IM pada tempat yg berbeda dg tempat pemberian antitoksin
• Benzyl Penicillin G 100,000 IU/kg BB IV atau IM 2x sehari slm 7 hr

49
Terapi Suportif

•Menjaga patensi jln napas dan pembe-


rian O2 utk mencegah hipoksia otak yg
berlanjut.
•Pasang jalur IV & beri cairan IV dgn
dosis rumat serta tunjangan nutrisi
adekuat

50
• Mengurangi rangsang suara, cahaya maupun tindakan invasif
• Pasang pipa nasogastrik & beri ASI peras diantara spasme. Mulai dgn
jumlah setengah kebutuhan per hari & pelan-pelan dinaikkan
jumlah ASI yg diberikan shg tercapai jumlah yg diperlukan

51
Hipoglikemia pada Neonatus
Neonatus bisa menunjukkan gejala ataupun
tidak.
Kecurigaan tinggi harus selalu diterapkan, dan se-
lalu antisipasi hipoglikemia pada neonatus den-
gan faktor risiko.
Tanda klinis:
• Tidak tenang, gerakan tak beraturan (jittering)
• Sianosis
• Kejang atau tremor
• Letargi dan sulit menyusui
• Asupan yang buruk

52
Hipoglikemia
lanjutan….
• Normal Gula Darah Sewaktu (GDS) : > 40 – 45 mg/dl s/d 120 mg/dl
• Periksa GDS : Heel prick : kaki harus hangat, merah, usap pakai alko-
hol 70 %, dan tunggu sampai kuning

53
Hipoglikemia
lanjut…

• Awalnya cairan Dx 10 %  60 ml/kg/hari


• Bila hipoglikemia  Dx 10 % 2 – 4 ml/kg bolus

54
HIPOGLIKEMIA PADA NEONATUS
GD < 47 mg/dL

GD < 25 mg/dL GD > 25 - < 47mg/dL


Hipoglikemia berat Hipoglikemia ringan/sedang

- Koreksi secara IV bolus dekstrosa 10% 2 cc/kgBB Nutrisi oral enteral segera: ASI atau
- IVFD Dekstrosa 10% minimal 60 mL/kg/hari (hari pertama) PASI, maks 100 mL/kg/hari (hari pertama bila
dengan GIR 6-8 mg/kg/menit tidak ada kontraindikasi mutlak oral
- Oral tetap diberikan bila tidak ada kontra indikasi Bila kontra indikasi (+)  IVFD (tanpa bolus)

GD ulang (30 menit-1 jam) GD ulang 1 jam

GD < 47 mg/dL GD < 36 mg/dL GD 36 - < 47mg/dL

Oral: ASI atau PASI yang dilarutkan dengan


Desktrose Dekstrosa 5%
-Volume  sampai maks 100 mL/kg/hari (hari I) atau
-Konsentrasi  vena perifer maks 12,5% , umbilikal
dapat mencapai 25% GD ulang (1 jam)

GD > 36 - < 47 mg/dL**

GD  47 mg/dL

Ulang GD tiap 2-4 jam, 15 menit sebelum jadwal minum berikut, sampai 2 kali berturut-turut normal
55
Pencegahan Umum Kegawatdaruratan
Neonatus
• ANC yang baik
• Identifikasi faktor risiko
• Persalinan aman & bersih
• Pemantauan ketat terutama pd bayi risti
• Pengendalian infeksi
• BANGKITKAN SENSE OF EMERGENCY

56
57

Anda mungkin juga menyukai