KETOASIDOSIS DIABETIKUM
Disusun oleh:
PROVINSI BANTEN
2019
1
Bab 1
Pendahuluan
Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah infeksi, infark miokard
akut, pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, menghentikan atau
mengurangi dosis insulin.4
Pada pasien KAD dijumpai pernafasan cepat dan dalam (kussmaul), berbagai derajat
dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering, mata cekung), kadang-
kadang disertai hipovolemia sampai syok dan terdapat bau aseton dari napas
penderita.
2
Bab 2
Isi
2.1 Anamnesis
Anamnesis adalah wawancara seksama yang dilakukan pasien yang berguna untuk
menunjang diagnosis penyakit seorang pasien. Seringkali, diagnosis yang baik sudah
dapat menentukan penyakit seseorang. Anamnesis merupakan gabungan dari keahlian
mewawancarai dan pegetahuan yang mendalam tentang gejala dan tanda suatu
penyakit sehingga dapat melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang yang sesuai
untuk penyakit tersebut.
Anamnesis terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang dan
riwayat penyakit dahulu.
Pada scenario kita menggunakan allo anamnesis karena pasien dalam keadaan tidak
sadar. Ketika pasien sudah sadar baru kita menerapkan auto anamnesis.
Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi
ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama harus
disertai indicator waktu, berapa lama mengalami hal itu.
3
mungkin, jangan membuat pertanyaan kepada pasien yang dijawab dengan ya dan
tidak tetapi menggunakan kalimat tanya seperti apa, bagaimana dan lain-lain. Data
dari anamnesis harus memuat ; waktu dan lamanya keluhan, sifat dan beratnya
sekarang, lokalisasi dan penyebarannya, hubungan dengan waktu, aktivitas,
keluhan mengenai serangan, apakah keluhan baru pertama kali atau tidak, factor
resiko, apa ada saudara sedarah yang menderita penyakit, riwayat perjalanan di
daerah endemic, perkembangan penyakit dan upaya yang telah dilakukan pasien.
Melalui allo anamnesis diketahui kalau pasien demam sejak 2 hari yang lalu, tidak
ada batuk/pilek, pasien tidak nafsu makan dan hanya minum sedikit. Terdapat
luka pada telapak kaki kiri pasien yang tidak kunjung sembuh, melebar,
bertambah bengkak dan berbau busuk sejak 8 hari yang lalu. Pasien memiliki
riwayat DM sejak 10 tahun. Tidak ada riwayat hipertensi.
4
2.2 Pemeriksaan fisik1,2,4
Ketika pasien dengan keadaan tidak sadar yang diakibatkan oleh KAD maka pada
pemeriksaan fisik didapatkan :
Tanda khusus :
5
2.3 Pemeriksaan penunjang2,5,6
Laboratorium
6
yang buruk, alkoholisme kronis), maka fosfor serum harus ditentukan.
Hyperamylasemia dapat dilihat, bahkan tanpa adanya pankreatitis.
BUN meningkat.
kesenjangan Anion lebih tinggi dari normal.
Perlu diketahui bahwa tingkat glukosa serum yang tinggi dapat menyebabkan
hiponatremia pengenceran; kadar trigliserida yang tinggi dapat menyebabkan
kadar gula buatan rendah dan tingkat tinggi badan keton dapat menyebabkan
elevasi buatan tingkat kreatinin.
Studi imaging
7
komplikasi jantung signifikan. EKG cara cepat untuk menilai hipokalemia
atau hiperkalemia .
Telemetri: Pertimbangkan telemetri pada mereka dengan komorbiditas
(terutama jantung). Kelainan elektrolit yang signifikan, dehidrasi berat, atau
asidosis mendalam.
Pada scenario, hasil laboratorium dari Bapak A adalah GDS = 400 mg%; Keton
darah(+); SGOT = 64 IU; SGPT = 67 IU; leukosit = 15.000/ul.
Pria 50 tahun tak sadarkan diri, dengan riwayat demam sejak 2 hari yang lalu. Tanpa
batuk maupun pilek. Memiliki gangren pada telapak kaki dan riwayat DM sejak 10
tahun yang lalu.
Inspeksi : luka pada telapak kaki kiri 5x3 cm, pus +, darah +, nyeri -, warna merah
kehitaman.
Laboratorium : GDS = 400 mg%; keton darah +, SGOT = 64 IU, SGPT = 67 IU,
leukosit = 15.000/ul.
Berdasarkan gejala dan hasil laboratorium maka diagnosis pasien adalah koma
diabetikum ec ketoasidosis diabetik.
8
2.5 Diagnosis banding
Hiperosmolar non ketotik adalah salah satu dari dua keadaan akut yang disebabkan
oleh gangguan metabolisme serius yang terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus
dan bisa menjadi darurat yang mengancam nyawa. Kondisi ini ditandai dengan
hiperglikemia, hyperosmolarity, dan dehidrasi tanpa ketoasidosis signifikan.
Hiperosmolar non ketotik biasanya menyajikan pada pasien tua dengan diabetes
mellitus tipe 2 dan membawa tingkat kematian lebih tinggi daripada DKA,
diperkirakan sekitar 15%.
Kebanyakan pasien hadir dengan dehidrasi berat, global atau defisit neurologik fokal.
Pada satu dari tiga kasus, fitur klinis KAD dan HONK saling tumpang tindih.
Berdasarkan pernyataan konsensus diterbitkan oleh American Diabetes Association,
fitur diagnostik HHS adalah sebagai berikut :
9
- Serum pH lebih dari 7,30
- Bikarbonat yang lebih besar dari 15 mEq L /
- Ketonuria kecil dan ketonemia dalam batas rendah atau absen
- Beberapa perubahan dalam kesadaran
Pada tahun 1940, Dillon dan rekan pertama kali menjelaskan ketoasidosis akibat
alkohol sebagai sindrom yang berbeda. Ketoasidosis akibat alkohol ditandai dengan
asidosis metabolik dengan anion gap tinggi, peningkatan keton serum, dan konsentrasi
glukosa rendah atau normal. Gangguan ini biasanya terjadi pada orang yang kronis
penyalahgunaan alkohol dan dari pesta minuman keras, sedikit atau tidak ada asupan
makanan, dan muntah terus menerus.Patogenesis ketoasidosis akibat alkohol rumit.
Meskipun faktor-faktor fisiologis umum dan mekanisme yang mengarah dipahami,
faktor-faktor yang tepat belum sepenuhnya ditetapkan. Berikut ini adalah 3 acara
predisposisi utama:
Hasil ini peristiwa menghasut dalam akumulasi cepat dari metabolisme asam asam
hidroksibutirat dan asam asetoasetat.
2.6 Etiologi
Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM) atau diabetes melitus tergantung insulin
disebabkan oleh destruksi sel B pulau langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan
non insulin dependen diabetik melitus (NIDDM) atau diabetes melitus tidak
tergantung insulin disebabkan kegagalan relatif sel B dan resistensi insulin. Resistensi
insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel B tidak
mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya. Artinya terjadi defisiensi
10
relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
perangsangan sekresi insulin, berarti sel B pankreas mengalami desensitisasi terhadap
glukosa.1
2.7 Patofisiologi7,10,11,12
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan
lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini
dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak
dan bisa menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan
makan, menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes
mellitus, mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung,
stroke, dan sebagainya.
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis diabetik
(KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua
gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD)
adalah tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan
hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis akan
menyebabkan kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan
dikonversi (diubah) menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan
ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan
kehilangan air dan elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat
11
dan klorida. Dehidrsi terjadi bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra
renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolik yang hebat
sebagian akan dikompensasi oleh pernapasan kussmaul.
12
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air
dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus
interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan
metabolisme karbohidrat dan lipid normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang
juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua
faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan
glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa
bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang
ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan
kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan
kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida
selama periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-
asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton
oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan
sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya
keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi
darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik.
2.8Penatalaksanaan1,6,7
b. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan
pemberian insulin.
13
Cairan
Insulin
CCara pemberia
14
Infus insulin dosis rendah berkelanjutan dikaitkan dengan komplikasi
metabolik seperti hipoglikemia, hipokalemia, hipofosfatemia,
hipomagnesema, hiperlaktatemia, dan disequilibrium osmotik yang lebih
jarang dibandingkan dengan cara terapi insulin dengan dosis besar secara
berkala atau intermiten.
Pada mayoritas pasien, terapi insulin diberikan secara simultan dengan cairan
intravena. Apabila pasien dalam keadaan syok atau kadar kalium awal kurang
dari 3,3 mEq/L, resusitasi dengan cairan intravena atau suplemen kalium harus
diberikan lebih dahulu sebelum infus insulin dimulai. Insulin infus intravena
5-7 U/jam seharusnya mampu menurunkan kadar glukosa darah sebesar 50–75
mg/dL/jam serta dapat menghambat lipolisis, menghentikan ketogenesis, dan
menekan proses glukoneogenesis di hati.
Bila kadar glukosa darah sudah turun < 250 mg/dL, dosis insulin infus harus
dikurangi menjadi 0,05-0,1 U/kgBB/jam sampai pasien mampu minum atau
makan. Pada tahap ini, insulin subkutan dapat mulai diberikan, sementara
infus insulin harus dilanjutkan paling sedikit 1–2 jam setelah insulin subkutan
kerja pendek diberikan. Pasien KAD dan SHH ringan dapat diterapi dengan
insulin subkutan atau intramuskular. Hasil terapi dengan insulin infus
intravena, subkutan, dan intravena intermiten pada pasien KAD dan SHH
ringan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam hal kecepatan
penurunan kadar glukosa dan keton pada 2 jam pertama.
Kalium
Pada awalnya KAD biasanya kadar ion K serum meningkat hiperkalemia yang
fatal sangat jarang dan bila terjdi harus segera diataasi dengan pemberian
bikarbonat. Bila pada elektrokardiogram ditemukan gelombang T yang tinggi,
15
pemberian cairan dan insulin dapat segera mengatasi keadaan hiperkalemi
tersebut.
Bikarbonat
Terapi bikarbonat pafda KAD menjadi topik perdebatn selama beberapa tahun.
Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat. Adapun alasan
keberatan pemberian bikarbonat adalah:
Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1 walaupun
demikian komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap
merupakan indikasi pemberian bikarbonat.
Pengobatan Umum
Di samping hal tersebut di atas pengobatan umum yang tak kalah penting.
Pengobatan umum KAD, terdiri atas:
16
- Heparin bila ada DIC atau bila hiperosmolar (>380 mOsm/l)
Pemantauan
- Analisis gas darah, bila pH <7 waktu masuk periksa setiap 6 jam sampai
pH >7,1, selanjutnya setiap hari sampai keadaan stabil
17
Gambar 4 . Algoritma penatalaksa
2.9Komplikasi2,5
Edema paru dapat terjadi karena alasan yang sama seperti edema serebral.
Meskipun jarang, namun perlu berhati-hati. Edema paru terjadi karena koreksi
yang berlebihan untuk terapi kehilangan cairan. Diuretik dan terapi oksigen
digunakan untuk pengelolaan edema paru.
Cedera miokard nonspesifik dapat terjadi pada DKA berat, yang berhubungan
dengan peningkatan biomarker miokard (troponin T dan CK-MB) dan
perubahan EKG dengan infark miokard (MI). Asidosis dan asam lemak bebas
yang sangat tinggi dapat menyebabkan ketidakstabilan membran dan
kebocoran biomarker. Arteriografi koroner biasanya adalah normal, dan pasien
biasanya sembuh tanpa disertai penyakit jantung iskemik.
18
2.10Prognosis2,5
Bab 3
19
Kesimpulan
Komplikasi KAD dapat berupa edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut
dan komplikasi iatrogenik. Komplikasi iatrogenik tersebut ialah hipoglikemia,
hiperkloremia, hipokalemia, edema otak, dan hipokalsemia.
Ketoasidosis diabetikum sering terjadi akbat adanya faktor infeksi dan penghentian
obat insulin atau OHO. Perlunya upaya pencegahan merupakan hal terpenting untuk
mencegah timbulnya kasus KAD. Program edukasi perlu menekankan pada cara-cara
mengatasi saat sakit akut, meliputi informasi mengenai pemberian insulin kerja cepat,
target kadar glukosa darah pada saat sakit, mengatasi demam dan infeksi, memulai
pemberian makanan cair yang mengandung karbohidrat garam yang mudah dicerna.
Yang paling penting ialah agar tidak menghentikan pemberian insulin atau OHO dan
sebaiknya segera mencari pertolongan atau nasehat tenaga kesehatan yang
profesional.
Pasien DM harus didorong untuk perawatan mandiri terutama saat mengalmi masa-
masa sakit, dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan keton urine
sendiri. Di sinilah pentingnya edukaror diabetes yang dapat membantu pasien dan
keluarga, terutama padaa keadaan sulit.
Daftar Pustaka
20
1. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al.
Acute complications of diabetes mellitus. Harrison’s Principles of Internal
Medicine 17th edition. USA : The McGraw-Hill Inc. 2008.
2. Hamdy O. Diabetic ketoacidosis. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/118361-overview. 2009.
3. Umpierrez GE. Diabetic ketoacidosis and hyperglycemic hyperosmolar
syndrome. Journal Diabetes Spectrum, 2002;15(1):p28-36.
4. Becker W, Berlauk J, Canafax DM, Cerra FB, Crumbley. Diabetic
ketoacidosis. Manual of Critical Care. US : Mosby. 1987;p611-616.
5. Rucker DW. Diabetic ketoasidosis. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/766275-overview. 2010.
6. Trachtenbarg DE. Management of Diabetic Ketoacidosis. American Family
Physician. 2005;71(9):p1705-1714.
7. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Malone JI, Wall BM, Barret EJ, et
al. Management of hyperglycemic crises in patients with diabetes. Diabetes
Care ADA. 2001;24(1):131.
8. Sergot PB, Nelson LS. Hyperosmolar hyperglycemic state. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/766804-overview. 2010
9. Laoteppitaks C, Wiener SW. Alcoholic ketoasidosis. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/765856-overview. 2010.
10. Silbernagl S, Lang F. Acute effect of insulin deficiency (diabetes mellitus).
Color Atlas of Pathophysiology. New York : Thieme. 2002;p288-289.
11. Schteingart DE. Diabetes mellitus. Patofisiologi Konsep Klinis Proses
Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994;p1111-1119.
12. Funk JL. Disoders of the endokrin pancreas. Pathophysiology of Disease: An
Introduction to Clinical Medicine, 5 thed. US : The McGraw-Hill Inc.
2006;513-540.
21