Anda di halaman 1dari 19

1. CHF grade 1, 2 ,3 hari ke 10, tindakan mandiri keperawatan?

2. Salmonella Thyposa yang sampai ke otak bisa mengakibatkan gangguan status mental:
halusinasi?
Pada kasus meningitis thyposa, mempunyai gejala: Masalah psikiatri seperti mengigau,
halusinasi, dan paranoid psikosis.
3. PPOK : AGD akan melihat status asam basa dan asidosis
- gagal napas terdiri dari tipe I disebut gagal nafas normokapnu hipoksemia atau kegagalan
-

oksigenasi ( PaO2 rendah dan PCO2 normal)


Tipe II disebut gagal nafas hiperkapnue hipoksemia atau kegagalan ventilasi (PaO2

rendah dan PCO2 Tinggi).


- Penurunan nilai PaO2 dapat terjadi pada penyakit paru obstruksi kronik (PPOK),
Asidosis respiratorik (contoh: PPOK)
Alkalosis respiratorik (contoh: asthma bronkiale)
4. DM pemeriksaan GDS tindakan kolaborasi, masalah keperawatan
a. Kriteria diagnostik WHO untuk Diabetes Melitus pada orang dewasa yang tidak hamil, pada
sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L).
Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75
gram karbohidrat (2 jam post prandial (pp)) > 200 mg/dl (11,1 mmol/L). (World Health
Organization, Diabetes Melitus, Report of a WHO study group. Teach Report Series No.
727, 1985) kutipan dalam Brunner & Suddarth (2002).
b. Diagnosa keperawatan pada klien dengan Diabetes Mellitus :
1) Kekurangan volume cairan b/d diuresis osmotik, kehilangan gastric berlebihan:diare,
muntah, masukan di batasi: Mual kacau mental.
2) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak
cukupan insulin, penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolism
protein lemak.
3) Resiko tinggi terjadinya infeksi b/d kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit
4) Resiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual b/d perubahan kimia endogen :
ketidakseimbangan glukosa / insulin dan elekrolit
5) Kelelahan b/d penurunan produksi energi metabolik, peningkatan kebutuhan energi
6) Ketidakberdayaan b/d penyakit jangka panjang / progresif tidak dapat diobati
7) Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
pemajanan, tidak mengenal informasi
c. Tindakan Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan dan pemeriksaan Laboratorium (elektrolit, DPL, BUN).
2) Kolaborasi dengan ahli diet untuk diet rendah kalori dan dan protein.

3) Kolaborasi Pemeriksaan Lab, Pus, Lekosit, GDS.


4) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotic
5. post

op

herniotomi

diberi

anestesi

spinal,

apa

yang

perlu diperhatikan perawat?

Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa perdarahan dan
hematoma pada daerah operasi
Setelah dilakukan tindakan pembedahan herniotomy yang harus diperhatikan adalah perawatan
untuk post operasi:
1)
Hindari penyakit yang mungkin terjadi yaitu: Perdarahan, Syok, Muntah, Distensi,
Kedinginan, Infeksi, Dekubitus, Sulit buang air kecil.
2) Observasi keadaan klien.
3) Cek Tanda-tanda vital pasien.
4)
Lakukan perawatan luka dan ganti balutan operasi sesuai dengan jadwal.
5) Perhatikan drainase.
6) Penuhi kebutuhan nutrisi klien.
7) Mobilisasi diri secara dini terutama pada hari pertama dan hari kedua.
a) Perawatan tidur dengan sikap Fowler (sudut 45o - 60o).
6. post op pemasanagan platina di femur, proses yang terjadi dan dicuragi infeksi dan inflamasi
7. Kasus katarak yang dioperasi dan klasifikasi katarak:
Kasus katarak yang dioperasi keratoplasty
- Dikenal dua jenis operasi pada katarak yaitu tanpa implantasi IOL (Intra Ocular Lens
Lensa tanam) dan dengan implantasi IOL.
Kasus katarak yang dioperasi
o Katarak telah menganggu ADL atau sudah sampai tahap katarak matur
o Katarak telah menimbulkan penyulit
Klasifikasi katarak
-

Kongenital, < 1 tahun : bisa terjadi karena infeksi rubella pada saat periode kehamilan

Katarak sekunder : karena ada masalah kesehatan tertentu

Katarak akibat trauma : muncul setelah operasi

Katarak akibat usia (seniil) : usia lanjut > 40th, ada 3:

Kongenital, < 1 tahun

Juvenil, 1-40 tahun

Senil, >40 tahun

8. Post op laparatomy : masalah, diagnosa, tindakan keperawatan dan evaluasi

Diagnosa ::

1.

Nyeri akut berhubungan dengan luka post operasi.

2.

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan ketidaknyamanan

3.

Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi


Tindakan keperawatan post operasi ::

1. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output


2. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
3. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai drain
tercabut.
4. Perawatan luka operasi secara steril.

Evaluasi ::
1. Tanda-tanda peritonitis menghilang yang meliputi :
-

Suhu tubuh normal

Nada normal

Perut tidak kembung

Peristaltik usus normal

Flatus positif

Bowel movement positif

2. Pasien terbebas dari rasa sakit dan dapat melakukan aktifitas.


3. Pasien terbebas dari adanya komplikasi post operasi.
4. Pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan mengembalikan pola
makan dan minum seperti biasa.
Luka operasi baik
9. Post amputasi: larutan yang tidak boleh digunakan.?
10. Pengkajian abdominal untuk mendapatkan kesan apa saja .
a. Inspeksi
Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya retraksi, penonjolan, adanya ketidak
simetrisan, adanya asites.
b. Auskultasi
Auskultasi dilakukan pada keempat kuadran abdomen. Dengarkan peristaltik ususnya selama
satu menit penuh. Bising usus normalnya 5-30 kali/menit. Jika kurang dari itu atau tidak ada
sama sekali kemungkinan ada peristaltik ileus, konstipasi, peritonitis, atau obstruksi. Jika
peristaltik usus terdengar lebih dari normal kemungkinan klien sedang mengalami diare.
c. Perkusi

Lakukan perkusi pada kesembilan regio abdomen. Jika perkusi terdengar timpani berarti
perkusi dilakukan di atas organ yang berisi udara. Jika terdengar pekak, berarti perkusi
mengenai organ padat.
d. Palpasi
Palpasi ringan: Untuk mengetahui adanya massa dan respon nyeri tekan letakkan telapak
tangan pada abdomen secara berhimpitan dan tekan secara merata sesuai kuadran. Palpasi
dalam: Untuk mengetahui posisi organ dalam seperi hepar, ginjal, limpa dengan metode
bimanual/2 tangan
11. Prosedur kolonoskopi : tindakan yang dilakukan oleh perawat
a. Dukungan adaptasi dan kemandirian.
b. Meningkatkan kenyamanan.
c. Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
d. Mencegah komplikasi.
e. Memberikan informasi tentang proses/ kondisi penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan
12. DM tipe 1 :info selanjutnya yang diperlukan
Diabetes melitus tipe 1, diabetes anak-anak adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya
rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau
Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet
maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan
yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh
terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi
autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu
oleh adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan
yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar
diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa
insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan
kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas
dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang
memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah

ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat
makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan memengaruhi aktivitasaktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam
pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1
harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l). Beberapa dokter
menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan
angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events". Angka di atas 200 mg/dl (10
mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering
sehingga menyebabkan dehidrasi. Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan
perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat glukosa darah yang rendah,
yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran
13. Pelajari gelombang PQRS pada EKG berhubungan dengan apa di jantung
-

Mengetahui kelainan-kelainan irama jantung (aritmia)

Mengetahui kelainan-kelainan miokardium (infark, hipertrophy atrial dan ventrikel)

Mengetahui adanya pengaruh atau efek obat-obat jantung

Mengetahui adanya gangguan elektrolit

Mengetahui adanya gangguan perikarditis

14. pemasangan kateter terjadi perdarahan..?


Pendarahan harus diatasi, serta pemberian antibiotik dan obat-obat analgesik. Pasien dengan
kontusio atau laserasi dan masih dapat kencing, tidak perlu menggunakan alat-alat atau
manipulasi tapi jika tidak bisa kencing dan tidak ada ekstravasasi pada uretrosistogram,
pemasangan kateter harus dilakukan dengan lubrikan yang adekuat.
15. Tanggung jawab siapa inform consent
Siapa yang bertanggungjawab untuk memberikan informasi? Apa isi/materi informasinya, dan
bagaimana cara memberikan informasi tersebut?
Tanggungjawab memberikan informasi sebenarnya berada pada dokter yang akan melakukan
tindakan medis, karena hanya dia sendiri yang tahu persis tentang masalah kesehatan pasien, halhal yang berkaitan dengan tindakan medis tersebut, dan tahu jawabannya apabila pasien bertanya.

Tanggungjawab tersebut memang dapat didelegasikan kepada dokter lain, perawat, atau bidan,
hanya saja apabila terjadi kesalahan dalam memberikan informasi oleh yang diberi delegasi, maka
tanggungjawabnya tetap pada dokter yang memberikan delegasi.
Oleh karena itu, hendaknya para dokter hanya mendelegasikan jika sangat terpaksa. Dan itupun
hanya kepada tenaga kesehatan yang tahu betul tentang problem kesehatan pasien, sehingga dapat
memberikan jawaban yang tepat apabila ada pertanyaan dari pasien.
Dibeberapa negara maju, tanggung jawab memberikan informasi ini merupakan tanggung jawab
yang tidak boleh didelegasikan. ( non-delegable-duty)
16. Kasus tukak peptikum: diagnosa, tindakan, evaluasi, dm dengan ketoasidosis
Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan kelemahan/kerusakan mukosa lambung ditandai dengan :
DS : Klien mengatakan sering meringis kesakitan
DO :
Tekanan nadi 96 kali/menit
Ekskpresi wajah meringis
Nyeri pada skala 3
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan konsentrasi dan
kerja asam pepsin ditandai dengan :
DS : Klien mengatakan nafsu makannya berkurang
DO :
Porsi makan tidak dihabiskan
BB menurun
3) Ansietas berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, ditandai dengan :
DS : Klien mengatakan bahwa klien bahwa klien belum pernah mengalami penyakit
ini sebelumnya
DO : Klien mengeluh tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder terhadap
gangguan visceral usus.
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x 24 jan diharapkan nyeri
pada pasien dapat berkurang atau hilang.

Kriteria hasil: menggunakan obat-obatan sesuai resep, mengalami penurunan nyeri,


menggantikan aspirin dengan aetaminofen (Tylenol), menghindari obat yang dijual
bebas, menaati pembatasan yang dianjurkan, mengidentifikasi makanan dan minuman
yang dihindari, menaati jadwal makan dan kudapan secara teratur, dan berhenti
merokok.
Tindakan/Intervensi Rasional
1. Berikan terapi obat-obatan sesuai program:
a. Antibiotik histamine
b. Garam antibiotik/ bismuth
c. Agen sitoprotektif
d. Inhibitor pompa proton
e. antasida
2. Anjurkan menghindari obatobatan yang dijual bebas
3. Anjurkan pasien untuk menggunakan makan dan kudapan pada interval yang teratur
4. Anjurkan pasien untukberhenti merokok
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia ditandai dengan kelemahan otot.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien memiliki
sedikit tenaga untuk beraktivitas.
kriteria hasil : tanda-tanda vital normal dan pasien tidak terlihat lemas lagi.
Tindakan/Intervensi Rasional
1. Anjurkan aktivitas ringan dan perbanyak istirahat
2. Kaji factor yang menimbulkan
keletihan
3. Tingkatkan kemandirian diri
yang ditolerir, bantu jika
keletihan terjadi
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual
dan muntah.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien mendapatkan
tingkat nutrisi optimal.
kriteria hasil : menghindari makanan dan minuman pengiritasi, makanan dan kudapan
pada interval yang dijadwalkan secara teratur, dan memilih lingkungan rileks untuk makanan.

Tindakan/intervensi Rasional
1. Anjurkan makan-makanan dan minuman yang tidak mengiritasi
2. Anjurkan makanan dimakan pada jadwal yang teratur, hindari
kudapan sebelum waktu tidur
3. Dorong makanan pada lingkungan yang rileks
4. Kurang pengetahuan mengenai pencegahan gejala dan penatalaksanaan kondisi berhubungan
dengan informasi yang tidak adekuat.
Tujuan : pasien mendapat mengetahuan tentang pencegahan dan penatalaksanaan.
Kriteria hasil : mengekspresikan minat dalan belajar bagaimana mengatasi penyakit,
berpartisipasi dalam sesi penyuluhan, mengajukan pertanyaan, dan menyatakan
keinginan untuk bertanggung jawab terhadap perawatan diri.
Tindakan/Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan dan kesiapan belajar dari pasien
2. Ajarkan informasi yang diperlukan:Gunakan kata-kata sesuai tingkat
pengetahuan pasien. Batasi sesi penyuluhan sampai 30
menit atau kurang.
3. Yakinkan pasien bahwa penyakit dapat diatasi
Evaluasi
Diagnosa Evaluasi
1. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder terhadapat
gangguan visceral usus.
S: Pasien mengatakan bahwa nyerinya berkurang
O: Pasien trauma jaringan dan refleks spasme otot
A: Tujuan tercapai, masalah teratasi
P: Pertahankan kondisi
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia ditandai dengan kelemahan otot.
S :Pasien mengatakan bahwa dia sudah dapat melakukan aktivitas sendiri
O :TTV normal, pasien terlihat tidak cemas lagi
A : Tujuan tercapai, masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan
muntah

S : Pasien mengatakan dis sudah memiliki tenaga


O : Berat badan stabil
A : Tujuan tercapai, masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi
4. Kurang pengetahuan mengenai pencegahan gejala dan penatalaksanaan kondisi berhubungan
dengan informasi yang tidak adekuat.
S : Pasien mengatakan sudah mengerti dengan penjelasan yang diberikan dan tidak merasa cemas
lagi
O : Pasien tampak mengagguk saat diberi penjelasan dan saat ditanya pasien bisa menjawab
A : Tujuan tercapai, masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi
Ketoasidosis diabetik
Ketoasidosis diabetik adalah komplikasi yang potensial yang dapat mengancam nyawa pada
pasien yang menderita diabetes mellitus.
Gangguan metabolism glukosa mempunyai tanda-tanda:

Hiperglikemia (KGD sewaktu > 300 mg/dL),

Hiperketonemia/ ketonuria dan asidosis metabolik (pH darah < 7,3 dan bikarbonat darah
< 15 mEq/ L)

PENATALAKSANAAN
Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah:
1. Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi)
2. Penggantian cairan dan garam yang hilang
3. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian
insulin.
4. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
5. Mencegah komplikasi dan mengembalikan keadaan fisiologis normal serta menyadari
pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.
Resusitasi
1. Pertahankan jalan napas.
2. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.
3. Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20 cc/KgBB bolus.

4. Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gatrik tube untuk menghindari
aspirasi lambung.
Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan resiko
terjadinya edema serebri. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
1. Tentukan derajat dehidrasi penderita.
2. Gunakan cairan normal salin 0,9%.
3. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na) rehidrasi
dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
4. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
5. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya
Penggantian Natrium

Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.

Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.

Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia yang terjadi

Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.

Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan
NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.

Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko edema


serebri.

Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi di dalam
serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke ekstraseluler.
Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan asidosis teratasi.
1. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi, dan
pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L
cairan.
2. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda, pemberian
kalium segera dimulai setelah jumlah urine cukup adekuat.
Penggantian Bikarbonat
1. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.Pemberian bikarbonat hanya
dianjurkan pada KAD yang berat.
2.

Adapun alasan keberatan pemberian bikarbonat adalah:


o

Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat.

Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan

Hipertonis dan kelebihan natrium

Meningkatkan insidens hipokalemia

Gangguan fungsi serebral

Terjadi hiperkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keton.

3. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7,1 dengan bikarbonat
serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok yang persistent.
walaupun demikian komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap
merupakan indikasi pemberian bikarbonat.
3. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1
jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan dari kebutuhan.
Pemberian Insulin
a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah walaupun
insulin belum diberikan.
d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada anak < 2
tahun.
e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml atau
bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit dalam 500 mL
NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
f.

Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam.

g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 Salin.
h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
i.

Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10
Salin.

j.

Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.

k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.
l.

Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk menghentikan
ketosis dan merangsang anabolisme.

m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi
penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian
insulin.

n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau subkutan.
Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.

17. Kasus hemoroid grade 4 :tindakan keperawatan diet, (observasi belum terjawab)

Klasifikasi
-

Grade
Grade
Grade

I
II

III

tidak

Menonjol

didorong

baru

ada
prolaps

masuk:

prolaps,
)

Menonjol,

thrombus

masuk
reposisi

spontan
manual

- Grade IV : Inkarserasi

Diet
Diet yang diberikan pada penderita Hemorrhoid yaitu diet makanan biasa. Makanan biasa
sama dengan makanan sehari-hari yang beraneka ragam, bervariasi dengan bentuk, tekstur
dan aroma yang normal. Susunan makanan mengacu pada Pola Menu Seimbang dan Angka
Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa sehat (Almatsier 2005).
Makanan biasa diberikan kepada pasien yang berdasarkan penyakitnya tidak memerlukan
makanan khusus (diet). Walau tidak ada pantangan secara khusus, makanan sebaiknya dalam
bentuk yang mudah dicerna. Adapun tujuan diet yaitu memberikan makanan sesuai
kebutuhan gizi untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh. Syarat-syarat diet
makanan biasa adalah sebagai berikut (Almatsier 2005) :
a. Energi sesuai kebutuhan normal orang dewasa sehat dalam keadaan istirahat.
b. Protein 10-15% dari kebutuhan energi total.
c. Lemak 10-25% dari kebutuhan energi total.
d. Karbohidrat 60-75% dari kebutuhan energi total.
e. Cukup mineral, vitamin, dan kaya serat.
f.

Makanan tidak merangsang saluran cerna. Makanan sehari-hari beraneka ragam dan
bervariasi

Penatalaksanaan
Hemorroid interna diterapi sesuai dengan gradenya.

Tetapi hemorroid eksterna selalu

dengan operasi. Konservatif indikasi untuk grade 1-2, < 6 jam, belum terbentuk trombus.
Operatif indikasi untuk grade 3-4, perdarahan dan nyeri.

Gejala hemorroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan:


Higiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama defekasi.

Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam, bila gagal dibantu dengan

menggunakan laksatif yang berfungsi mengabsorbsi air saat melewati usus.


-

Tindakan untuk mengurangi pembesaran dengan cara: rendam duduk dengan salep,

supositoria yang mengandung anestesi, astringen (witch hazel) dan tirah baring.

Beberapa tindakan nonoperatif untuk hemorroid:


Foto koagulasi infra merah, diatermi bipolar, terapi laser adalah tehnik terbaru

untuk melekatkan mukosa ke otot yang mendasarinya

Injeksi larutan sklerosan efektif untuk hemorrhoid yang berukuran kecil.


Tindakan bedah konservatif hemorrhoid internal

Adalah prosedur ligasi pita karet. Hemorrhoid dilihat melalui anosop, dan bagian proksimal
diatas garis mukokutan dipegang dengan alat. Pita karet kecil kemudian diselipkan diatas
hemorrhoid. Bagian distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari
danm dilepas. Terjadi fibrosis yang mengakibatkan mukosa anal bawah turun dan melekat
pada otot dasar. Meskipun tindakan ini memuaskan beberapa pasien, namun pasien lain
merasakan tindakan ini menyebabkan nyeri dan mengakibatkan hemorroid sekunder dan
infeksi perianal.

Hemoroidektomi kriosirurgi

Adalah metode untuk menghambat hemorroid dengan cara membekukan jaringan hemorroid
selama waktu tertentu sampai timbul nekrosis. Meskipun hal ini kurang menimbulkan nyeri,
prosedur ini tidak digunakan dengan luas karena menyebabkan keluarnya rabas yang berbau
angat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuh.

Laser Nd: YAG

Digunakan dalam mengeksisi hemorroid eksternal.

Tindakan ini cepat dan kurang

menimbulkan nyeri. Hemoragi dan abses jarang menjadi komplikasi pada periode paska
operatif.

Metode pengobatan hemorroid tidak efektif untuk vena trombosis luas, yang harus

diatasi dengan bedah lebih luas.

Hemorroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat semua

jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selma pembedahan, sfingter rektal biasanya
didilatasi secara digital dan hemorroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi
dan kemudian dieksisi. Setelah prosedur operasi selesai, selang kecil dimaukkan melalui
sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah; penempatan Gelfoan atau kasa
Oxigel dapat diberikan diatas luka kanal
18. Kasus WSD : teknik dan tindakan keperawatan

TEKNIK
1. jelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien ( agar pasien tidak cemas ), inform
consent
2. tempatkan pasien pada blangkar dengan posisi fowler ( duduk 90 0 )
3. Ganti baju pasien dengan baju tindakan untuk pasien
4. Persiapan Alat
a. Siapkan Alas untuk alat WSD ( Troli )
b. Alasi troli dengan duk steril
c. Siapkan Dispo 3 cc untuk mencari letak penusukan
d. Siapkan Dispo 5 cc ( dengan lidocain 1 ampul untuk yang pasien kurus, dan lidocain 2
ampul untuk pasien gemuk )
e. Tempatkan pisau bisturi No. 11 pada handle bisturi
f.

Siapkan moskuito

g. Siapkan pinset cirurgis


h. Siapkan jarum hecting pada naldpuder dengan benang silk 60 cm, ganti dgn yg sekali
pakai
i.

Siapkan trocart

j.

Siapkan gunting

k. Siapkan arteri klem


l.

Siapkan kasa yang sudah digunting bagian tengahnya 3 buah, dan kasa untuk menahan
keluarnya darah dari sayatan 3 buah

m. Betadin dalam kom betadine


n. Transfuse set potong bagian tabung monitor tetesan infuse, buat 3-4 lubang pada 5 cm
panjang selang. Cabut karet tempat menyambungkan transet ke vemplon atau abocat.
Keluarkan klem pengaturan tetesan infuse
o. Siapkan Handscoon steril No.8 untuk dokter djoko,SpP. Dan hand scoon steril sesuai
ukuran asisten steril
p. Siapkan duk bolong
q. Siapkan baskom
r.

Siapkan botol WSD dan masukan karet tempat menyambungkan transet ke vemplon atau
abocat pada selang yang ada di botol WSD ( jika pasien pneumothorax, beri air setinggi
2 cm )

5. Fase Kerja
a. Pasang duk bolong pada area penusukan

b. Desinfektan area penusukan menggunakan kasa betadine dengan teknik memutar, sampai
diameter 15 cm
c. Proof dengan dispo 3 cc untuk mencari letak penusukan
d. Anastesi tempat penusukan dengan lidocain 1-2 Ampul dalam dispo 5 cc
e. Sayat tempat penusukan dengan pisau bisturi
f.

Dep dengan kasa agar darah tidak mengalir

g. Gunakan moskuito untuk melebarkan luka


h. Hecting luka ( asisten dep area yang di hecting jika darah mengalir )
i.

Tusuk luka yang sudah disayat dengan menggunakan trocar

j.

Tampung cairan wsd yang keluar dengan menggunakan baskom ( asisten non steril )

k. Masukan transet yang sudah dibolongi, ujung transet tujukan pada baskom
l.

Keluarkan selongsong trocar, klem selang transet dengan arteri klem

m. Pasang klem pengatur tetesan infuse ( dokter sedang melakukan fiksasi transet dengan
benang )
n. Ujung selang sambungkan ke botol WSD ( asisten non steril )
o. Tutup area luka penusukan WSD dengan kasa betadine dan fiksasi menggunakan plester
TINDAKAN
-

Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.

Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu
diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh
dikotori waktu menyeka tubuh pasien.

Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi
analgetik oleh dokter.

Dalam perawatan yang harus diperhatikan :


-

Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan
bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.

Pergantian posisi badan.


Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau
memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil
mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.

Mendorong berkembangnya paru-paru.


Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.

Latihan napas dalam.

Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem.
-

Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.

Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.


Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1
jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan
bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.

Suction harus berjalan efektif :

Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama
24 jam setelah operasi.

Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan
pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.

Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik,
coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring
bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan
darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di
dinding paru-paru.

Perawatan slang dan botol WSD/ Bullow drainage.

Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada
dicatat.

Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang
keluar dari bullow drainage.

Penggantian botol harus tertutup untuk mencegah udara masuk yaitu mengklem slang
pada dua tempat dengan kocher.

Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap
steril.

Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai


sarung tangan.

Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas,
botol terjatuh karena kesalahan dll WSD (Water Seal Drainage)

19. Faktor resiko diagnosa medis DVT


Faktor resiko DVT antara lain faktor demografi/lingkungan (usia tua, imobilitas yang lama),
kelainan patologi (trauma, hiperkoagulabilitas kongenital, antiphospholipid syndrome, vena
varikosa ekstremitas bawah, obesitas, riwayat tromboemboli vena, keganasan), kehamilan,

tindakan bedah, obat-obatan (kontrasepsi hormonal, kortikosteroid) (JCS Guidelines, 2011;


Goldhaber, 2010; Sousou, 2009; Bailey, 2009). Meskipun DVT umumnya timbul karena adanya
faktor resiko tertentu, DVT juga dapat timbul tanpa etiologi yang jelas (idiopathic DVT) (Bates,
2004; Hirsh, 2002).
20. Perawatan Traksi Skin & Sceletal
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan kebagian tubuh. Traksi di gunakan untuk meminimalkan
spasme otot, untuk mereduksi, menyejajarkan, mengimobilisasi fraktur, mengurangi deformitas,
dan untuk menambah ruangan di antara kedua permukaan patahan tulang. Untuk itu, traksi di
perlukan untuk reposisi dan imobilisasi patah tulang panjang.
Traksi di gunakan untuk menahan kerangka pada posisi sebenarnya, penyembuhan, mengurangi
nyeri, mengurangi kelainan bentuk atau perubahan bentuk. Penanganan nyeri dan pencegahan
komplikasi adalah dua kunci tugas perawat dalam perawatan traksi.
Kadang traksi harus di pasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan
yang di inginkan. Indikasi traksi adalah pasien fraktur dan atau dislokasi. Bila otot dan jaringan
lunak sudah rileks, berat yang di gunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang di
inginkan (Nurma, 2011).
21. HIV AIDS tindakan penjagaan Universal
Tindakan penjagaan universal yaitu mencuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian
alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak dengan darah serta
cairan infeksius lain, pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan alat tajam untuk mencegah
perlukaan, dan pengelolaan limbah (Depkes RI, 2003)
22. Typoid : cara perawatan kasus tersebut
a. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi
perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

perdarahan.
Diet.
Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
Obat-obatan.
Klorampenikol
Tiampenikol
Kotrimoxazol
Amoxilin dan ampicillin

23. Epilepsi : masalah keperawatan, diagnosa, dan tindakan

DIAGNOSA
a. Resiko tinggi terhadap trauma dan henti nafas berhubungan dengan perubahan kesadaran,
kelemahan, kehilangan koordinasi otot besar dan kecil.
b. Gangguan harga diri,identitas diri berhubungan dengan persepsi tidak terkontrol, ditandai
ketakutan, dan kurang kooperatif tindakan medis.
c. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi dan aturan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemahaman, salah interpretasi informasi, kurang mengingat.
TINDAKAN
a. Medik
Pengobatan Kausal :
Perlu diselidiki apakah pasien masih menderita penyakit yang aktif, misalnya tumor

serebri,hematome sub dural kronik. Bila ya, perlu diobati dahulu.


Pengobatan Rumat :
Pasien epilepsi diberikan obat antikonvulsan secara rumat. Di klinik saraf anak FKUIRSCM Jakarta, biasanya pengobatan dilanjutkan sampai 3 tahun bebas serangan,
kemudian obat dikurangi secara bertahap dan dihentikan dalam jangka waktu 6 bulan.
Pada umumnya lama pengobatan berkisar antara 2-4 tahun bebas serangan.Selama
pengobatan harus diperiksa gejala intoksikasi dan pemeriksaan laboratorium secara

berkala.
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1. Selama Kejang
a.
Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
b.
Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c.
Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau
d.

panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.


Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk mencegah

e.

lidahnya menutupi jalan pernapasan.


Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya,
karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai lidah,
dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi jalan

f.

pernapasannya.
Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau yg biasa
disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti perasaan bingung,
melayang2, tidak fokus pada aktivitas, mengantuk, dan mendengar bunyi yang
melengking di telinga. Jika Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya berhenti
melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat
atau tidur.

g.

Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat,

bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.


2. Setelah Kejang
a. Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b. Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa
c.
d.
e.
f.

jalan napas paten.


Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang
Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang dan

biarkan penderita beristirahat.


g. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang lembut
h. Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian
i.

pengobatan oleh dokter.


Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan medikamentosa
dan

perawatan

meminimalisasikan

belaka,

namun

yang

lebih

penting

adalah

bagaimana

dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan

keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita epilepsi.

Anda mungkin juga menyukai