Anda di halaman 1dari 21

Ketoasidosis Diabetik pada Anak

Andreino Adythia Pause (102010020)


Debby Mariane L. Tobing (102011050)
Letitia Bellavesta Febrina Kale (102011087)
Nelson Peter Nikijuluw (102011127)
Gladys Irma Hartono (102011191)
Heidy Natalia Nivaan (102011269)
Lakwari Agthaturi Serpara (102011331)
Gian Alodia Risamasu (102011344)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Skenario
Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dibawa ibunya ke UGD RS dengan keluhan
semakin menjadi bingung sejak beberapa jam yang lalu. Pemeriksaan awal tampak penurunan
kesadaran, denyut jantung 140x/m, TD 80/50 mmHg, temperature afebris, pernafasan cepat
dan dalam, capillary refill 5 detik, serta turgor kulit menurun. Menurut ibunya, pasien
mengalami penurunan berat badan 3 kg sejak beberapa minggu yang lalu, semakin mudah
lelah sejak beberapa hari yang lalu dan terutama pasien merasa cepat haus, sering kencing
dan ngompol pada malam hari sejak 3 hari yang lalu.

Pendahuluan
KAD merupakan komplikasi akut dari diabetes mellitus (DM) yang serius dan
membutuhkan pengelolaan gawat darurat.1 KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan
0
bahkan dapat menyebabkan syok. Hanya sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui
menderita DM untuk pertama kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya 80%
dapat dikenali factor pencetus. Insidens untuk Ketoasidosis diabetikum (KAD) berdasarkan
data komunitas di US adalah sebesar 8/1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok
umur. Sementara untuk kelompok umur dibawah 30 tahun sebesar 13,4/1000 pasien DM per
tahun. Anamnesis terhadap gejala klasik DM adalah penting yaitu menanyakan apakah ada
rasa haus yang berlebihan, polyuria atau sering kali nokturia dan penurunan berat badan. 2
Pengobatan harus diberikan segera diagnosis klinis ditetapkan dengan adanya hiperglikemia
dan ketonemia.

Pembahasan
A. Anamnesis
Definisi anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang
dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara. Tujuannya adalah untuk
mengetahui keluhan yang dialami oleh pasien serta faktor-faktor pencetus yang
menyebabkan keluhan tersebut terjadi.3
Anamnesis terdiri dari :
1. Identitas
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit dalam keluarga
6. Riwayat pribadi
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti harus dilakukan dengan
terutama memperhatikan patensi jalan napas, status mental, status ginjal dan
kardiovaskular, dan status hidrasi. Sebagian dari pasien KAD menampakkan gejala
klinis dari diabetes mellitus.2 Anamnesis terhadap gejala klasik DM adalah penting
yaitu menanyakan apakah ada rasa haus yang berlebihan, polyuria atau sering kali
nokturia dan penurunan berat badan. Banyak pasien juga mengalami pruritus atas
balanitis, letih dan penglihatan yang kabur. Rangkaian gejala klasik yang disebutkan
diatas paling sering menunjukan diagnosis pada DM yang tak terkontrol, namun juga
bisa muncul dalam situasi lain. Adanya gangguan metabolism yang mempengaruhi
kemampuan konsentrasi medulla ginjal sehingga memperbanyak urin yang keluar,
yang menyebabkan pasien merasa haus. Kondisi semacam ini meliputi diabetes
insipidus, hyperkalemia, hypokalemia dan kadang gagal ginjal.
Sementara penurunan berat badan merupakan gejala yang harus selalu dievaluasi
karena mungkin disebabkan oleh hal mendasar yang berbahaya. Gangguan

1
penglihatan, adanya bengkak/oedem pada kaki, penurunan volume urin merupakan
gejala lainnya yang bisa ditanyakan pada saat anamnesis. Selain keluhan utama juga
ditanyakan penyakit lain yang menyertai serta adanya riwayat DM sebelumnya baik
tipe-1 maupun tipe-2 serta pengobatan yang telah diperoleh. Saat menghimpun
riwayat penting untuk menanyakan komplikasi DM terhadap baik mikrovaskuler
maupun makrovaskuler. Yang paling penting adalah mikrovaskuler dimana harus
ditanyakan apakah ada retinopati, nefropati dan neuropati. Bentuk lain dari neuropati
adalah mononeuropati dan neuropati otonomi yang bermanifestasi sebagai impotensi
pada pria, namun dalam kasus yang lebih langka menyebabkan hipotensi dalam postur
tubuh tertentu atau gangguan motilitas system pencernaan yang disertai muntah dan
gangguan kebiasaan usus. Riwayat hipertensi juga penting ditanyakan dan gejala
pembuluh besar lain yang menimbulkan gejala.
B. Pemeriksaan Fisik2,3
Pemeriksaan fisik adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa
tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat
dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam
penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien. Pada pasien dilakukan
inspeksi yang menyeluruh dan cermat terutama pada bagian tungkai bawah pasien.
Dimana dilihat ada atau tidaknya kulit atau otot yang atrofi, lesi pada kulit atau ulkus
yang tidak kunjung sembuh. Mendapatkan informasi tentang ulkus atau luka yang
tidak kunjung sembuh dapat dilakukaan pada awal anamnesis. Selain lesi pada kulit,
juga dilihat pergerakan pasien apakah terbatas atau tidak. Pada palpasi dilakukan
pemeriksaan suhu raba pada tungkai dengan membandingkan satu dan lainnya. Suhu
raba dingin pada tungkai bawah menunjukan penurunan aliran darah ke system
perifer. Kelainan bentuk apapun, misalnya bengkak yang tampak jelas atau pangkal
metatarsal, jemari seperti cakar, amputasi minor yang pernah dijalani pasien, atau kaki
Charcot adalah factor risiko terjadinya pembentukan ulser. Kalus tebal bisa
terakumulasi di titik-titik tekanan dan mengikis kulit sehat dibawahnya. Perabaan
denyut nadi dorsalis pedis dan denyut nadi kaki anterior tibialis juga dilakukan. Bila
denyut nadi sulit ditemukan atau menghilang, periksa apakah denyut nadi popliteal
dan femoral dan dengarkan adakah bunyi femoral abnormal. Terakhir periksalah
adakah neuropati dengan menguji sensasi dan reflex pergelangan kaki. Secara khusus,
lihat adakah distribusi “kaus kaki” hilangnya sensor. Jika kaki mengalami hilang
sensasi, periksa tangan juga.

2
Sering sekali pasien dengan DM tidak menunjukan keabnormalan pada
pemeriksaan fisik, terutama pasien yang masih muda atau tidak menderita penyakit
berkepanjangan. Pada pasien dengan diabetes permanen sebaiknya dilakukan
pemeriksaan fisik tiap tahunnya berupa :2
- Pengukuran tekanan darah
- Pengkajian kejernihan penglihatan
- Pemeriksaan integritas denyut nadi kaki dan sensasi
C. Pemeriksaan Penunjang1-3
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan dengan menggunakan alat
(laboratorium) untuk mengetahui komplikasi dan keterlibatan beberapa organ tubuh.
Adanya glukosuria, kenaikan HbA1c, dan kenaikan pembacaan meter glukosa darah
kapiler memperbesar kemungkinan diabetes. Namun yang paling penting adalah
penentuan diagnosis berdasarkan gejala klinis dan uji glukosa darah. Uji-uji yang
oenting dalam evaluasi lanjut dan pengkajian jangka panjang terhadap penderita
diabetes adalah :
- HbA1c, sebagai penanda kendali glikemia jangka panjang
- Profil lipid serum
- Urea, elektrolit, kreatinin, sebagai indicator fungsi ginjal
- Uji fungsi hati, berkaitan dengan non alchoholic fatty liver disease
Bagi banyak pasien, diagnosis diabetes didasarkan pada gejala dan konsentrasi
glukosa plasma vena acak yang lebih dari 11,1 mmol/L. Pasien lain mungkin
membutuhkan uji glukosa darah setelah berpuasa (TTGO) sebesar 75 mg, yang
dilakukan di pagi hari setelah pasien berpuasa selama 8-14 jam (pasien boleh minum).
Setelah sampel dasar darah diambil untuk mengetahui kadar glukosa plasma vena,
pasien dewasa harus meminum 300 ml air yang mengandung 75 gram glukosa selama
5 menit. Lalu, 2 jam kemudian sampel darah pasien diambil lagi.
D. Differential diagnosis
Koma hyperosmolar hiperglikemik non ketotik (HHNK)4,8
Koma hyperosmolar hiperglikemik nonketotik adalah sindrom yang ditandai
dengan hiperglikemia berat dimana glukosa darah lebih dari 600 mg/dL, tidak ada
atau hanya sangat sedikit ketosis, asidosis nonketotik, dehidrasi berat, koma yang
jelas dan berbagai tanda-tanda neurologis yang dapat meliputi kejang-kejang grand
mal, hipertermia, dan tanda-tanda Babinski positif. Pernapasan biasanya dangkal,
tetapi ada bersama dengan asidosis metabolic (laktat) dapat ditampakkan oleh
pernapasan Kussmaul. Keadaan ini jarang terjadi pada anak dan biasanya terjadi pada
individu setengah baya atau individu tua yang menderita diabetes ringan.
Hiperglikemia berat dapat berkembang selama beberapa hari, dan pada mulanya

3
polyuria osmotic obligat dan dehidrasi berat dapat dikompensasi dengan semakin
meningkatnya masukan cairan. Pada penjelekan penyakit, rasa haus menjadi
melemahkan mungkin karena perubahan pusat haus hipotalamus oleh
hiperosmolaritas dan mungkin karena pada beberapa keadaan karena defek yang ada
sebelumnya pada mekanisme pengaturan osmotic hipotalamus. Produksi keton yang
rendah terutama dikaitkan dengan hiperosmolaritas yang secara in vitro melemahkan
pengaruh lipolitik epinefrin dan pengaruh antilipolitik insulin sehingga melemahkan
lipolysis dengan penggunaan bloker beta adrenergic terapeutik dapat turut mendukung
sindrom ini. Depresi kesadaran sangat terkait dengan tingkat hiperosmolaritas pada
keadaan ini, dan hemokonsentrasi dapat memberi kecenderungan terhadap thrombosis
arteria serebral dan vena.
Beberapa gejala dan tanda dari HHNK yang dapat digunakan sebagai acuan :
- Sering ditemukan pada usia lanjut yaitu usia lebih dari 60 tahun, semakin
muda semakin berkurang dan pada anak belum pernah ditemukan.
- Hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat DM atau DM tanpa insulin
- Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 85% pasien mengidap penyakit
ginjal atau kardiovaskular, pernah ditemukan penyakit akromegali,
tirotoksikosis, dan penyakit Cushing
- Sering disebabkan oleh obat-obatan, antara lain tiazid, furosemide, manitol,
digitalis, reserpine, steroid, klorpromazin, hidralazin, dilantin, simetidin dan
haloperidol
- Mempunyai factor pencetus, misalnya infeksi, penyakit kardiovaskuler,
aritmia, perdarahan, gangguan keseimbangan cairan, pankreatitis, koma
hepatic dan operasi
Prognosis HHNK biasanya buruk tetapi sebenarnya bukan disebabkan oleh
sindrom hyperosmolar sendiri tetapi oleh penyakit yang mendasari atau menyertainya.
Angka kematian berkisar antara 30-50%. Di negara maju dapat dikatakan penyebab
utama kematian ialah infeksi, usia lanjut dan osmolaritas darah yang sangat tinggi.
Asidosis laktat5,8
Asidosis laktat adalah suatu keadaan asidosis metabolic dengan peningkatan
asam laktat dan nilai anion gap. Pada pasien sakit berat, nilai asam laktat masih
dianggap normal sampai <2 mmol/L. sedangkan peningkatan nilai anion gap sering
terjadi akibat peningkatan anion tak terukur misalnya akibat peningkatan anion
organic seperti pada kasus asidosis laktat atau ketoasidosis dan nilai normalnya adalah
sekitar 8 mM. Peningkatan asam laktat sering dihubungkan dengan defek pada
4
metabolism aerob akibat hipoperfusi dan hipoksia atau sebagai petunjuk terapi pasien
dalam keadaan gawat. Namun demikian tidak semua asidosis laktat disertai dengan
hipoksia. Asidosis laktat diklasifikasikan dalam dua kelas yaitu tipe A yang umumnya
disebabkan oleh hipoksia dan tipe B yang bukan disebabkan hipoksia dan masih lagi
terbagi menjadi tipe B1 yang disebabkan adanya penyakit dasar tertentu, B2 jika
penyebabnya obat-obatan atau intoksikasi dan tipe B3 jika penyebabnya adalah
gangguan metabolism sejak lahir. Diabetes mellitus merupakan salah satu factor risiko
untuk terjadinya asidosis laktat.
E. Etiologi1,6
Ketoasidosis diabetic adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolic
yang ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, glukosuria dan ketonemia.
KAD merupakan komplikasi akut dari diabetes mellitus (DM) yang serius dan
membutuhkan pengelolaan gawat darurat. KAD biasanya mengalami dehidrasi berat
dan bahkan dapat menyebabkan syok.
Faktor pencetus
Hanya sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertama kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya 80% dapat dikenali
factor pencetus. Faktor pencetus terjadinya KAD adalah antara lain :1
- Trauma
- Muntah
- Infeksi
- Gangguan psikologi
- Infark miokard akut
- Pankreatitis akut
- Penggunaan obat golongan steroid
- Penghentian atau pengurangan dosis insulin
F. Epidemiologi
Prevalensi diabetes pada anak umur sekolah di US adalah sekitar 1,9 dalam
1000.6 Frekuensi ini berkorelasi dengan peningkatan usia dimana pada data
menunjukan kisaran 1 dalam 1430 pada anak usia 5 tahun sampai 1 dalam 360 pada
anak usia 16 tahun. Data pada prevalensi dan insiden dalam hubungannya dengan
latar belakang ras atau etnik menunjukan kisaran hampir 30 kasus baru setiap
tahunnya pada 100.000 populasi di Finlandia sampai 0,8 dalam 100.000 populasi di
Jepang. Insiden tahunan di US sendiri adalah sekitar 12-15 kasus baru per 100.000
populasi anak. Laki-laki dan wanita hampir secara sama terkena dan tidak ada
korelasi nyata terhadap status sosioekonomi. Puncaknya terjadi pada dua kelompok
usia yaitu pada usia 5-7 tahun dan pada masa pubertas.

5
Insidens untuk Ketoasidosis diabetikum (KAD) berdasarkan data komunitas di
US adalah sebesar 8/1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur.1
Sementara untuk kelompok umur dibawah 30 tahun sebesar 13,4/1000 pasien DM per
tahun. Angka kematian KAD di negara maju dengan sarana yang lengkap berkisar
antara 9-10% sedangkan pada klinik dengan sarana sederhana angka kematian dapat
mencapai 25-50%.
G. Patofisiologi1,6-8
Metabolisme KH7
1. Glikolisis
Glikolisis adalah rute utama untuk metabolism glukosa dan juga jalur
utama untuk metabolism fruktosa, galaktosa, dan karbohidrat lain yang
berasal dari makanan. Kemampuan glikolisis untuk menyediakan ATP
dalam keadaan anaerob sangat penting, yaitu untuk memungkinkan otot
rangka bertahan di tingkat yang sangat tinggi ketika suplai oksigen tidak
mencukupi dan memungkinkan jaringan bertahan hidup pada keadaan
anoxic. Tetapi otot jantung bekerja secara aerobic sehingga memiliki
aktivitas glikolitik yang relative rendah dan sehingga memiliki taraf
kelangsungan hidup lebih rendah dalam kondisi iskemia. Glukosa
memasuki glikolisis oleh fosforilasi menjadi glukosa 6-fosfat, dikatalisis
oleh heksokinase pada jaringan ekstrahepatik menggunakan ATP sebagai
donor fosfat. Heksokinase dihambat secara alosterik oleh produksinya,
glukosa 6-fosfat. Glukosa 6-fosfat merupakan senyawa penting di
persimpangan beberapa jalur metabolic seperti glikolisis,
gluconeogenesis, HMP shunt, glycogenesis dan glikogenolisis. Dalam
glikolisis akan diubah menjadi fruktosa 6-fosfat oleh isomerase
fosfoheksosa, yang melibatkan isomerisasi aldose-ketosa. Reaksi ini
diikuti oleh fosforilasi dikatalisis oleh enzim fosfofruktokinase-1
membentuk fruktosa 1,6-bifosfat. Reaksi fosfofruktokinase dapat
dianggap fungsional ireversibel dalam kondisi fisiologis, enzim ini
diinduksi dan bergantung pada regulasi alosterik, serta memiliki peran
utama mengatur laju glikolisis. Fruktosa 1,6-bifosfat dipecah oleh
aldolase menjadi dua triosa fosfat yaitu gliseraldehida 3-fosfat dan fosfat
dihidroksiaseton (DHAP). Glikolisis berlanjut dengan oksidasi
gliseraldehida 3-fosfat ke 1,3-bifosfogliserat yang dikatalisis oleh

6
gliseraldehida 3-fosfat dehydrogenase. Secara structural, terdiri dari empat
polipeptida yang identic membentuk tetramer. Empat kelompok –SH yang
hadir pada seriap polipeptida berasal dari residu sistein dalam rantai
polipeptida. Salah satu kelompok –SH ditemukan di situs aktif enzim.
Substrat awalnya menggabungkan dengan kelompok –SH membentuk
tiohemiasetal yang teroksidasi ke ester tiol. Hydrogen dihilangkan dalam
oksidasi ini ditransfer ke NAD+. Ester tiol kemudian mengalami
fosforolisis dimana fosfat anorganik (Pi) ditambahakan kemudian
membentuk 1,3-bifosfogliserat, dan kelompok –SH dilarutkan. Dalam
reaksi selanjutnya, dikatalisis oleh fosfogliserat kinase yaitu fosfat
ditransfer dari 1,3-bifosfogliserat ke ADP, membentuk ATP (fosforilasi
tingkat substrat) dan 3-fosfogliserat. Sejak dua molekul fosfat triosa
terbentuk per molekul glukosa menjalani glikolisis. Toksisitas arsenic
adalah hasil dari kompetisi arsenat dengan fosfat anorganik dalam reaksi
diatas untuk memberikan 1-arseno-3-fosfogliserat, yang menghidrolisis
secara spontan untuk 3-fosfogliserat tanpa membentuk ATP. 3-
fosfogliserat ini mengalami isomerisasi menjadi 2 fosfogliserat oleh
fosfogliserat mutase. 2,3-bifosfogliserat (DPG) merupakan intermediate
dalam reaksi ini. Langkah berikutnya dikatalisis oleh enolase dan
melibatkan fosfoenolpiruvat . enolase dihambat oleh fluoride sehingga
menghambat glikolisis. Enzim ini juga tergantung pada kehadiran baik
Mg2+ atau Mn2+. Fosfat dari fosfoenolpiruvat ditransfer ke ADP oleh
piruvat kinase untuk membentuk dua molekul ATP per molekul glukosa
yang teroksidasi.
Keadaan redoks pada jaringan menentukan mana dari dua jalur yang
diikuti. Dalam kondisi anaerob, NADH tidak dapat direoksidasi melalui
rantai pernapasan oksigen. Piruvat dikurangi dengan NADH ke laktat,
dikatalisasi oleh laktat dehydrogenase. Reoksidasi NADH melalui
pembentukan laktat memungkinkan glikolisis untuk dilanjutkan tanpa
adanya oksigen oleh regenerasi yang cukup NAD+ selama siklus reaksi
dikatalisis oleh gliseraldehida-3-fosfat dehydrogenase. Dalam kondisi
aerobic, piruvat diambil kemudian mitokondria dan setelah dekarboksilasi
oksidatif untuk asetil-KoA dioksidasi menjadi CO2 oleh siklus asam sitrat.
Meskipun sebagian besar reaksi glikolisis bersifat reversible, terdapat tiga
7
reaksi yang bersifat eksergonik dan karean itu harus dipertimbangkan
secara fisiologis karena tidak dapat diubah. Reaksi-reaksi yang dikatalisis
oleh heksokinase (glukokinase), fosfofruktokinase, dan piruvat kinase,
adalah situs utama regulasi glikolisis. Fosfofruktokinase secara signifikan
terhambat pada konsentrasi intraselular normal plasma.
2. Oksidasi piruvat
Piruvat yang terbentuk dalam sitosol diangkut ke mitokondria oleh
simport proton. Di mitokondria mengalami dekarboksilasi oksidatif
menjadi asetil-KoA oleh kompleks multienzim yang berhubungan dengan
membrane mitokondria bagian dalam. Dekarboksilasi piruvat oleh
komponen dehydrogenase piruvat dari kompleks enzim untuk turunan
hidroksietil dari cincin tiazol enzim-difosfat terikat thiamin, yang pada
gilirannya bereaksi dengan lipoamida kemudian teroksidasi keompok
prostetik dari dihidrolipolil transasetilase untuk membentuk asetil
lipoamida. Asetil lipoamida bereaksi dengan koenzimA membentuk asetil-
CoA dan lipoamida berkurang. Reaksi selesai ketika lipoamida yang
tereduksi direoksidasi oleh flavoprotein, dehydrogenase dihidrolipolil
yang mengandung FAD. Flavoprotein tereduksi dioksidasi oleh NAD +,
yang pada gilirannya mengurangi transfer setara dengan rantai
pernapasan.
Kompleks piruvat dehydrogenase ini terdiri dari sejumpah rantai
polipeptida dari masing-masing dari tiga komponen enzin dan
intermediate yang tidak berdisosiasi namun tetap terikat pada enzim.
Seperti kompleks enzim dimana substrat diserah kan dari satu enzim ke
depan, meningkatkan laju reaksi dan menghilangkan reaksi samping,
meningkatkan efisiensi secara keseluruhan. Piruvat dehydrogenase
dihambat oleh produknya, asetil-KoA dan NADH. Hal ini juga diatur
dalam fosforilasi oleh kinase tiga residu serin pada komponen piruvat
dehydrogenase dari kompleks multienzim yang mengakibatkan akvititas
menurun dan dengan defosforilase oleh fosfatase menyebabkan
peningkatan aktivitas. Kinase yang diaktifkan oleh rasio [ATP]/[ADP],
[asetil-KoA], dan [NADH]/[NAD+]. Dengan demikian piruvat
dehydrogenase dihambat baik ketika ada ATP yang memadai dan koenzim
yang tereduksi untuk pembentukan ATP tersedia, juga ketika asam lemak
sedang teroksidasi. Dalam puasa ketika konsentrasi asam lemak bebas
8
meningkat, terjadi penurunan dalam proporsi enzim dalam bentuk aktif
sehingga mengarah ke penghematan karbohidrat. Pada jaringan adipose
dimana gula menyediakan asetil-CoA untuk lipogenesis, enzim diaktfikan
sebagai respon terhadap insulin
3. SAS
Terdapat delapan langkah reaksi berturut-turut dalam siklus asam
sitrat. Namun lebih ditekankan pada kimia transformasi yang terjadi yaitu
terbentuknya sitrat dari asetil-CoA dan oksaloasetat yang dioksidasi untuk
menghasilkan CO2 dan energi oksidasi ini dihemat dalam mengurangi
koenzin NADH dan FADH. Reaksi pembentukan pertama dari siklus
adalah kondensasi asetil-CoA dengan oksaloasetat untuk membentuk sitrat
dikatalisis oleh sitrat sintase. Reaksi awal antara asetil-CoA dan
oksaloasetat untuk membentuk sitrat dikatalisis oleh sitrat sintase yang
membentuk ikatan karbon-karbon antara karbon metil dari asetil-CoA dan
karbon carbonil dari oksaloasetat. Ikatan thioester dari resultan cytril-CoA
dihidrolisis, melepaskan sitrat dan CoASH. Reaksi ini merupakan reaksi
eksotermik. Sitrat diisomerisasi menjadi isositrat oleh enzim akonitase
hidratase, reaksi terjadi dalam dua langkah yaitu dehidrasi cis-akonitase
dan rehidrasi untuk isositrat. Meskipun sitrat adalah molekul simetris,
akonitase bereaksi dengan sitrat asimetris, sehingga atom karbon dua yang
hilang dalam reaksi berikutnya dari siklus tidak ditambahkan dari asetil-
KoA. Perilaku asimetris adalah hasil dari penyaluran transfer dari produk
sintase sitrat langsung ke situs aktif akonitase. Ini menyediakan integritas
aktivitas siklus asam sitrat dan penyediaan sitrat dalam sitosol sebagai
sumber asetil-KoA untuk sintesis asam lemak. Fluoroasetat adalah racun,
karena fluoroasetil-KoA berkondensasi dengan oksaloasetat membentuk
fluorositrat yang menghambat akonitase sehingga menyebabkan sitrat
menumpuk.
Isositrat mengalami dehydrogenase dikatalisis oleh isositrat
dehydrogenase untuk membentuk pada awalnya oksalosuksinat yang tetap
terikat enzim dan mengalami dekarboksilasi ke alfa-ketoglutarat.
Dekarboksilasi memerlukan ion Mg2+ atau Mn2+. Ada tiga isoenzim
isositrat dehydrogenase. Pertama, yang menggunakan NAD+ dan hanya
ditemukan didalam mitokondria. Sedangkan yang lainnya menggunakan
NADP+ dan ditemukan didalam mitokondria dan sitosol. Rantai
9
pernapasan berhubungan dengan oksidasi isositrat yang berlangsung
hampir sepenuhnya melalui enzim yang bergantung pada NAD +. Alfa
ketoglutarat mengalami dekarboksilasi oksidatif dalam reaksi dan
dikatalisis oleh kompleks multi enzim yang sama dengan yang terlibat
dalam dekarboksilasi oksidatif piruvat. Alfa ketoglutarat dehydrogenase
kompleks membutuhkan kofaktor sama dengan difosfat kompleks
thiamininpiruvat dehydrogenase yaitu lipoat, NAD+, FAD, dan KoA dan
hasil dalam pembentukan suksinil-KoA. Arsenit menghambat reaksi
menyebabkan substrat alfa ketoglutarat menumpuk. Suksinil KoA diubah
menjadi suksinat oleh enzim suksinat thiokinase (suksinil-KoA sintetase).
Ini satu-satunya contoh dalam siklus asam sitrat dari fosforilasi tingkat
substrat. Selanjutnya suksinat menyebabkan regenerasi oksaloasetat. Hal
ini merupakan urutan yang sama dari reaksi kimia seperti yang terjadi
dalam oksidasi asam lemak dimana terjadi dehidrogenasi untuk
membentuk ikatan-ikatan karbon rangkap, penambahan air untuk
membentuk gugus hidroksil, dan sebuah dehidrogenasi lebih lanjut utnuk
menghasilkan kelompok oksaloasetat. Reaksi dehidrogenasi pertama yaitu
pembentukan fumarat yang dikatalisis oleh suksinat dehydrogenase, yang
terikat pada permukaan bagian dalam mitokondria.. enzim ini
mengandung FAD dan protein besi, sulfur dan secara langsung
mengurangi ubiquinone dalam rantai transport eletron. Fumarat hidratase
mengkatalisis penambahan air ke ikatan rangkap dari fumarat,
menghasilkan malat. Malat diubah menjadi oksaloasetat oleh malat
dehydrogenase, suatu reaksi yang memerlukan NAD+.
4. Glikogenesis
Glikogenesis diawali dengan glukosa yang terfosforilasi menjadi
glukosa 6-fosfat, dikatalisis oleh heksokinase dalam otot dan glukokinase
dalam hati. Glukosa 6-fosfat menjadi glukosa 1-fosfat oleh
fosfoglucomutase. Enzim itu sendiri terfosforilasi dan kelompok fosfat
mengambil bagian dalam reaksi reversible dimana glukosa 1,6-bifosfat
sebagai perantara. Selanjutnya glukosa 1-fosfat bereaksi dengan uridin
trifosfat (UTP) untuk membentuk uridin difosfat glukosa aktif nukleotida
(UDPGlc) dan pirofosfat, dikatalisis oleh UDPGlc fosforilase. Hasil
reaksi ke arah pembentukan UDPGlc karena pirofosfatase mengkatalisis

10
hidrolisis pirofosfat sampai 2 kali fosfat sehingga menghapus salah satu
produk reaksi.
Glikogen sintase mengkatalisis pembentukan ikatan glikosida antara
C1 dari glukosa UDPGlc dan C4 dari residu glukosa di terminal glikogen,
dengan membebaskan UDP. Sebuah molekul glikogen yang sudah ada
sebelumnya atau glikogen primer sudah ada agar reaksi tetap berlangsung.
Glikogen primer mungkin pada gilirannya dapat terbentuk pada protein
primer atau glikogenin. Residu glukosa lebih lanjut melekat pada posisi
1,4 untuk membentuk rantai pendek yang merupakan substrat untuk
sintase glikogen. Penambahan residu glukosa ke rantai glikogen yang
sudah ada sebelumnya terjadi pada akhir sehingga cabang-cabang dari
molekul glikogen menjadi memanjang sebagai berturut-turut ikatan
glikosidik 1,4 terbentuk. Ketika rantai setidaknya 11 residu glukosa yang
panjang, kemudian bercabang lagi oleh branching enzim mentransfer
bagian dari rantai 1,4 (setidaknya 6 residu glukosa) ke rantai tetangga
untuk membentuk ikatan glikosidik 1,6.
5. Glikogenolisis
Glikogen fosforilase mengkatalisis tingkat dalam glikogenolisi dengan
menjadi katalis bagi pembelahan fosforolitik dari ikatan glikosidik 1,4
untuk menghasilkan glukosa 1-4. Residu glukosil terminal dari rantai
terluar dari molekul glikogen dikeluarkan secara berurutan samapai
sekitar empat residu glukosa tetap di kedua sisi cabang 1,6. Enzim 1,4
glukan transferase mentransfer unit trisakarida dari satu cabang ke cabang
lainnya, memperlihatkan titik cabang 1,6. Hidrolisis dari hubungan 1,6
memerlukan debranching enzim. Fosforilasi dilanjutkan dengan tindakan
penggabungan dari fosforilase dan enzim lainnya mengarah ke rincian
lengkap glikogen. Reaksi dikatalisis oleh fosfoglukomutase yang bersifat
reversible, sehingga glukosa 6-fosfat dapat dibentuk dari glukosa 1-fosfat.
6. Glukoneogenesis
Glukoneogenesis adalah proses konversi perkursor nonKH menjadi
glukosa atau glikogen. Substrat utamanya adalah asama amino yang
bersifat glukogenik, laktat, gliserol dan propionate. Jaringan utama tempat
berlangsung proses ini adalah hati dan ginjal. Tujuh dari langkah-langkah
dalam gluconeogenesis dikatalisis oleh enzim yang sama yang digunakan
dalam glikolisis, ini adalah reaksi yang reversible. Tiga langkah

11
ireversibel dalam jalur glikolitik yang dilewati oleh reaksi dikatalisis oleh
enzim glukoneogenik :
- Konversi piruvat menjadi PEP via oksaloasetat yang dikatalisis
oleh karboksilase piruvat dan PEP karbokinase
- Defosforilasi fruktosa 1,6-bifosfat oleh FBPase-1
- Defosforilasi glukosa 6-fosfat oleh glukosa 6-fosfatase
Karboksilase piruvat dirangsang oleh asetil-CoA, meningkatkan laju
gluconeogenesis ketika sel sudah memiliki kecukupan pasokan substrat lain
(asam lemak) untuk produksi energi.
Ketoasidosis diabetic
Ketoasidosis diabetic (KAD) adalah keadaan dimana terdapat defisiensi
insulin absolut atau relative dan peningkatan hormone kontra regulator seperti
glucagon, katekolamin, kortisol dan hormone pertumbuhan. Keadaan ini
menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan utilisasi glukosa oleh sel tubuh
menurun sehingga mengakibatkan hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia sangat
bervariasi dan tidak menentukan berat ringannya KAD. Walaupun sel tubuh tidak
dapat menggunakan glukosa, system homeostasis tubuh terus teraktivasi untuk
memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia.
Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan konsentrasi hormone kontra regulator
terutama epinefrin mengaktivasi hormone lipase sensitive pada jaringan lemak.
Akibatnya lipolysis akan meningkat dan terjadi peningkatan produksi benda keton dan
asam lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati
dapat menyebabkan asidosis metabolic. Benda keton utama ialah asam asetoasetat dan
tiga beta hidroksibutirat yang dalam keadaan normal konsentrasinya meliputi 75-85 %
dan aseton darah. Meskipun sudah tersedia bahan-bahan bakar tersebut, sel tubuh
masih tetap lapar dan terus memproduksi glukosa.
Hanya insulin yang dapat menginduksi transport glukosa ke dalam sel,
memberi signal untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen, menghambat
lipolysis pada sel lemak sehingga terjadi penekanan pembentukan asam lemak bebas,
menghambat gluconeogenesis pada sel hati serta mendorong proses oksidasi melalui
siklus Krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi tersebut akan dihasilkan
ATP yang merupakan sumber energy utama sel. Resistensi insulin juga berperan
dalam memperberat keadaan defisiensi insulin realtif. Meningkatnya hormone kontra
regulator insulin, meningkatnya asam lemak bebas, hiperglikemia, gangguan
keseimbangan elektrolit dan asam basa dapat mengganggu sensitivitas insulin.
12
Pada KAD terjadi defisiensi insulin yang dapat disebabkan oleh resistensi
insulin atau suplai insulin endogen atau eksogen yang berkurang.1 Defisiensi aktivitas
insulin tersebut menyebabkan 3 proses patofisiologi yang nyata pada 3 organ yaitu
sel-sel lemak, hati, dan otot. Perubahan yang terjadi terutama melibatkan metabolism
lemak dan karbohidrat. Sementara glucagon merupakan factor yang paling berperan
dalam KAD dimana glucagon menghambat proses glikolisis dan menghambat
pembentukan malonyl CoA. Malonyl CoA adalah suatu penghambat carnitine acyl
transferasse (CPT 1 dan 2) yang bekerja pada transfer asam lemak bebas ke dalam
mitokondria. Dengan demikian peningkatan glucagon akan merangsang oksidasi beta
asam lemak dan ketogenesis.
Pada pasien dengan DM tipe 1, regulasi konsentrasi glucagon darah buruk.
Bila konsentrasi insulin rendah maka konsentrasi glucagon darah sangat meningkat
dan mengakibatkan reaksi kebalikan respons insulin pada sel-sel lemak dan hati.
Konsentrasi epinefrin dan kortisol darah juga meningkat pada KAD. Pada awal terapi
KAD, konsentrasi Growth Hormone (GH) kadang meningkat dan lebih meningkat
lagi dengan pemberian insulin. Keadaan stress juga mengakibatkan peningkatan
hormone kontra regulasi sehingga menstimulasi pembentukan benda-benda keton,
gluconeogenesis serta potensial sebagai pencetus KAD.
Secara kimiawi pathogenesis terjadinya ketoasidosis adalah ketika terjadin
resistensi insulin yang dapat bersamaan dengan peningkatan sekresi glucagon
menyebabkan peningkatan rasio glucagon/insulin di dalam darah porta sehingga
terjadi penurunan konsentrasi hepatic dari fruktosa 2,6- bifosfonat. 8 Sebagai
dampaknya terjadi penghambatan terhadap fosfofruktokinase dan demikian glikolisis.
Aktivasi 1,6-bifosfonatase menstimulasi gluconeogenesis, dan pada saat yang
bersamaan terjadi peningkatan pemecahan glikogen dan sintesis glikogen terhambat.
Penurunan penggunaan glukosa di bagian perifer merupakan hasil dari kekurangan
insulin dan metabolism asam amino bebas dan benda keton sebagai substrat energi
sehingga terjadi hiperglikemia. Peningkatan katekolamin juga berpengaruh dalam
terjadinya hiperglikemia.
Glukosuria menyebabkan diuresis osmotic sehingga menyebabkan deplesi
cairan tubuh yang mana dieksaserbasi dengan mekanisme hiperventilasi dan muntah.
Penurunan volume plasma menyebabkan hipoperfusi renal dan pre renal uremia.
Seiring dengan penurunan GFR, kecepatan produksi urin juga menurun sehingga
pasien yang awalnya dengan poliuri kemudian menjadi oliguria. Kehilangan glukosa
13
melalui urin memberikan beberapa proteksi melawan hiperglikemia. Gagal ginjal akut
tidak umum terjadi pada KAD namun diketahui disebabkan oleh ketoasidosis.
H. Manifestasi klinik1,2,6,8
Pada KAD dijumpai pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat
dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang disertai hipovolemi
sampai syok. Bau aseton dari hawa napas tidak terlalu mudah tercium. Gambaran
klinis KAD berupa keluhan poliuri dan polidipsi sering kali mendahului KAD serta
didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin, demam, atau infeksi. Muntah-muntah
merupakan gejala yang sering dijumpai terutama pada anak. Dapat juga dijumpai
nyeri perut yang menonjol dan berhubungan dengan gastroparesis-dilatasi lambung.
Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai kompos mentis, delirium atau depresi
sampai dengan koma. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab
penurunan kesadaran yang lainnya.
I. Penatalaksanaan1,6
Tujuan segera terapi adalah menambah volume intravascular, perbaikan
kekurangan cairan, elektrolit, dan status asam basa dan mulai terapi insulin untuk
memperbaiki metabolism antara. Pengobatan harus diberikan segera diagnosis klinis
ditetapkan dengan adanya hiperglikemia dan ketonemia. Prinsip pengelolaan KAD
adalah :
- Penggantian cairan dan garam yang hilang
- Menekan lipolysis sel lemak dan menekan gluconeogenesis sel hati
dengan pemberian insulin
- Mengatasi stress sebagai factor pencetus KAD
- Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari
pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan

Terapi cairan dan elektrolit6


Penambahan volume intravascular yang berkurang dan koreksi kurangnya
cadangan cairan dan elektrolit adalah paling penting dalam pengobatan KAD. Namun
harus ditekankan bahwa insulin eksogen sangat penting untuk menghentikan
dekompensasi metabolic lebih lanjut dan untuk memperbaiki metabolism antara.
Dehidrasi biasanya sekitar 10% namun juga harus disesuaikan dengan data klinis dan
laboratorium. Cairan hidrasi awal haruslah salin isotonis (0,9%). Karena
hiperglikemia, hiperosmolaritas adalah universal pada KAD dengan demikian salin
0,9% adalah hipotonis dibandingkan serum penderita. Penurunan osmolalitas
diharapkan bertahap karena penurunan yang terlalu cepat dihubungkan dengan
terjadinya edema otak, salah satu komplikasi utama terapi diabetes pada anak. Karena

14
alasan yang sama, kecepatan penggantian cairan disesuaikan dengan memberikan
hanya 50-60% deficit yang diperkirakan dalam 12 jam pertama, sisanya 40-50%
diberikan selama 24 jam berikutnya. Juga pemberian glukosa (5% larutan dalam 0,2 N
salin) diberikan ketika kadar glukosa darah mendekati 300 mg/dL agar membatasi
penurunan osmolalitas serum dan mengurangi risiko berkembangnya edema otak.
Pemberian kalium harus dimulai awal. Kalium tubuh total dapat sangat
berkurang selama asidosis walaupun kadar kalium serum normal atau meningkat.
Sementara kalium berpindah dari tempat instraseluler ke ekstraseluler selama asidosis,
sebaliknya teradi selama koreksi asidosis terutama ketika insulin eksogen dan glukosa
tersedia dalam sirkulasi. Pergeseran kalium ini kembali ke ruang instraseluler dapat
menyebabkan hypokalemia yang mengancam jiwa. Karenanya setelah penggantian
cairan awal sekitar 20 mL/kg salin isotonis (0,9%) diberikan, kalium harus
ditambahkan pada infusat berikutnya jika curah urin cukup dan kadar kalium serum
kemudian harus dimonitor secara berkala. EKG memberikan penilaian cepat kadar
kalium serum dimana gelombang T runcing (peaked) pada hyperkalemia dan rendah
serta disertai dengan gelombang U pada hypokalemia. Karena kekurangan kalium
total tidak dapat diganti pada pengobatan awal 24 jam, penambahan kalium harus
diteruskan selama cairan diberikan secara intravena. Hampir tidak dapat dihindari
bahwa penderita akan mendapat kelebihan klorida yang dapat menambah asidosis.
Namun luasnya asidosis dapat dikurangi dengan penggantian fosfat yang juga
berkurang secara bermakna dalam KAD. Fosfat bersama dengan glikolisis adalah
sangat penting untuk pembentukan 2,3-DPG yang mengatur kurva disosiasi oksigen.
Asidosis sendiri cenderung menggeserkan kurva disosiasi oksigen ke kanan dan
dengan demikian sebagian mengkompensasi defisiensi 2,3-DPG. Karena asidosis
akibat akumulasi keton terkoreksi dengan pemberian insulin dengan atau tanpa
pemberian bikarbonat, pengaruh defisiensi 2,3-DPG tidak lagi terkompensasi dan
pelepasan oksigen ke jaringan dapat terganggu lagi. Dengan turut menyebabkan
pembentukan 2,3-DPG, fosfat eksogen memungkinkan kurva disosiasi bergerser ke
kanan atau mempermudah pelepasan oksigen ke jaringan dan membantu dalam
koreksi asidosis.
Terapi insulin6
Metode infus intravena dosis rendah terus menerus dimana dosis utama 0,1
U/kg insulin regular diikuti infus konstan 0.1 U/kg/jam. Metode ini efektif dan
sederhana dan secara fisiologis mudah dimengerti dan telah diterima luas sebagai
metode pemberian insulin yang telah dipilih dalam KAD. Cara ini memberikan kadar
15
insulin yang terus menerus mantap dalam plasma yang mendekati puncak yang
dicapai pada individu normal selama uji toleransi glukosa oral. Agaknya kadar mantap
yang sama dicapai pada tingkat seluler dan memungkinkan respons metabolic mantap
tanpa fluktuasi yang harus terjadi pada injeksi insulin sebentar-sebentar. Bila kadar
glukosa darah mendekati 300 mg/dL kebutuhan kalium terus menerus ditambahkan
pada glukosa 5 % dalam 0,2 N salin dan kecepatan infus insulin kadang-kadang dapat
dikurangi dari 0,1 menjadi 0,05 U/kg/jam asalkan asidosis terkoreksi. Namun
kecepatan infus insulin harus secara berkala disesuaikan dengan kesembuhan
penderita dari asidosis dan respon glukosa darah masing-masing individu.
Dalam pengobatan KAD adalah lazim diamati bahwa kadar glukosa darah
membaik lebih cepat daripada pH atau bikarbonat plasma. Insulin harus disediakan
melalui infus atau injeksi subkutan selama asidosis masih ada walaupun kadar
glukosa darah mendekati 300 mg/dL. Mungkin diperlukan menambah glukosa pada
infusat sementara melanjutkan infus insulin dengan kecepatan 0,05-0,1 U/kg/jam
sampai asidosis terkoreksi. Ketika asidosis telah terkoreksi,infus lanjutan dapat
dihentikan dan insulin diberikan segera melalui injeksi subkutan dengan dosis 0,2-0,4
U/kg setiap 6-8 jam sementara mempertahankan infus glukosa sampai anak dapat
mentoleransi penuh makanan. Injeksi subuktan insulin regular dengan dosis diatas
sebelum makan harus diteruskan selama 24 jam penuh sehari setelah anak makan.
Kadar glukosa darah harus dimonitor sebelum dan 2 jam setelah setiap makan, dan
dosis insulin disesuaikan untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam kisaran
80-180 mg/dL. Dosis total insulin regular yang digunakan pada hari yang menjadi
contoh ini berperan sebagai pedoman untuk pengobatan insulin selanjutnya dengan
kombinasi insulin berdaya singkat dan berdaya menengah.
Pengobatan insulin selama KAD dapat juga diberikan dengan injeksi bolus subkutan
atau intramuscular berulang. Sebagian dari dosis ini biasanya juga diinjeksikan secara
intravena. Satu regimen demikian didasarkan pada berat badan. Jika keton plasma
hanya meningkat sedang, dosis yang dianjurkan dapat setengah dari dosis yang
tertulis pada tabel 2. Pemberian insulin berdaya cepat diulang setiap 2-4 jam dan
kadar glukosa darah serta status asam basa dimonitor ketika berada pada saat
pendekatan insulin intravena terus menerus. Ketika kadar glukosa turun pada sekitar
300 mg/dL terapi insulin selanjutnya dengan dosis 0,2-0,4 U/kg dapat diberikan
secara subkutan setiap 6-8 jam sambil mempertahankan infus glukosa 5% dalam 0,2
N salin dengan ditambah kalium sampai asidosis teratasi dan anak dapat mentoleransi

16
makanan padat. Hisapan cairan jernih, kaldu, atau minuman berkarbonat dapa
diberikan selama interval ini. Injeksi subkutan insulin regular dengan dosis 0,2-0,4
U/kg setiap 6-8 jam sebelum makan dan dilanjutkan selama 24 jam penuh sehari
setelah anak makan, ketika penggantian dengan kombinasi insulin berdaya singkat
dan berdaya menengah dilakukan. Insulin berdaya menengah biasanya dapat dimulai
dalam 36 jam setelah mulai terapi ketoasidosis.
Disamping terapi cairan, elektrolit dan insulin, pengobatan umum juga tak
kalah penting untuk diperhatikan. Pengobatan umum KAD terdiri atas :1
1. Antibiotik yang adekuat
2. Oksigen bila pO2 <80mmHg
3. Heparin bila ada DIC atau hyperosmolar (>380mOsm/l)
Pemantauan merupakan bagian yang terpenting dalam pengobatan KAD mengingat
penyesuaian terapi perlu dilakukan selama terapi berlangsung. Untuk itu perlu
dilakukan pemeriksaan :6
1. Konsentrasi glukosa darah tiap jam dengan alat glucometer
2. Elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam selanjutnya tergantung keadaan
3. Analisis gas darah; bila pH <7 waktu masuk periksa sampah pH >7,1,
selanjutnya setiap hari sampai stabil
4. Tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan dan temperature setiap jam
5. Keadaan hidrasi, balance cairan
6. Waspada terhadap kemungkinan DIC
J. Komplikasi
Komplikasi yang sangat mengancam jiwa pada anak yang diobati karena KAD
adalah edema otak.6 Secara klinis edema otak terjadi beberapa jam setelah pemberian
terapi, tetapi indeks klinis dan biokimia menunjukan perbaikan. Manifestasinya
adalah pada mereka yang dengan peningkatan tekanan intracranial dan meliputi nyeri
kepala, perubahan dan penjelekan kewaspadaan dan kesadaran, luapaan kegembiraan
yang tiba-tiba, bradikardia, muntah, respon berkurang terhadap rangsangan nyeri dan
pengurangan reflex. Mungkin ada perubahan pada respon pupil dengan pupil yang
tidak sama atau tetap dalam dilatasi. Polyuria, akibat perkembangan diabetes insipidus
dapat secara salah diartikan dengan diuresis osmotic akibat hiperglikemia meskipun
diabetes mellitus dan diabetes insipidus dapat terjadi secara bersamaan. Mengetahui
segera keadaanya ketika berkembang dan terapi segera dengan manitol dan
hiperventilasi dapat menyelamatkan jiwa. Karenanya adalah bijkasana mengantisipasi
edema otak klinis pada semua anak yang diobati KAD dengan membatasi kecepatan
pemberian cairan sampai 4,0 L/m2 per 24 jam atau kurang, menghindari penggunaan
bikarbonat yang berlebihan dan waspada terhadap manifestasi klinis kenaikan tekanan

17
intrakranium. Bila tampak terjadi peningkatan tekanan intrakranium secara klinis,
pengurangan kecepatan pemberian cairan, penggunaan manitol 10-20g/m2 secara
intravena, diulangi 2-4 jam dan hiperventilasi diperlukan. Cara-cara ini yang
dilakukan dengan segera dapat menyelamatkan jiwa dan dapat mencegah sekuele
neurologis. Selain itu komplikasi lain yang mungkin terjadi selam pengobatan KAD
adalah :1
- Edema paru
- Hipertrigliseridemia
- Infark miokard akut
- Komplikasi iatrogenic meliputi hipoglikemia, hypokalemia,
hiperkloremia, dan hipokalsemia
1
K. Prognosis
Prognosis bergantung pada kecepatan penanganan KAD yang adalah keadaan
akut. Prognosis baik jika penanganan dilakukan secara cepat dan tepat. Sementara
penanganan yang terlambat dapat berisiko hingga kematian akibat dehidrasi berat dan
syok.
L. Pencegahan1,6
Faktor pencetus utama KAD adalah pemberian dosis insulin yang kurang
memadai dan kejadian infeksi. Mengenai pencegahan KAD dan hipoglikemia,
program edukasi perlu menekankan pada cara-cara mengatasi sakit saat akut, meliputi
informasi mengenai pemberian insulin kerja cepat, target konsentrasi glukosa darah
saat sakit, mengatasi demam dan infeksi, memulai pemberian makanan cair yang
mengandung karbohidrat dan garam yang mudah dicerna. Yang paling penting ialah
tidak menghentikan pemberian insulin atau obat hipoglikemia oral dan sebaiknya
segera mencari pertolongan atau nasihat tenaga kesehatan yang berpengalaman.
.
Penutup
Pada KAD terjadi defisiensi insulin yang dapat disebabkan oleh resistensi insulin atau
suplai insulin endogen atau eksogen yang berkurang. Defisiensi aktivitas insulin tersebut
menyebabkan 3 proses patofisiologi yang nyata pada 3 organ yaitu sel-sel lemak, hati, dan
otot. Perubahan yang terjadi terutama melibatkan metabolism lemak dan karbohidrat. Pada
KAD dijumpai pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor
kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang disertai hipovolemi sampai syok. Tujuan
segera terapi adalah menambah volume intravascular, perbaikan kekurangan cairan, elektrolit,
dan status asam basa dan mulai terapi insulin untuk memperbaiki metabolism antara.
Komplikasi yang sangat mengancam jiwa pada anak yang diobati karena KAD adalah edema
otak. Secara klinis edema otak terjadi beberapa jam setelah pemberian terapi, tetapi indeks
18
klinis dan biokimia menunjukan perbaikan. Pemantauan merupakan bagian yang terpenting
dalam pengobatan KAD mengingat penyesuaian terapi perlu dilakukan selama terapi
berlangsung.

Daftar Pustaka
1. Soewondo P. Ketoasidosis diabetik. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h.1906-10.
2. Mansell P. Sistem endokrin. Dalam : Houghton AR, Gray D. Chamberlain’s
gejala dan tanda dalam kedokteran klinis. Edisi ke-1. Jakarta : Penerbit PT Indeks;
2012.h.301-7.
3. Gleadle, Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pendahuluan.
Edisi ke-1. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007.h.1-3.
4. Soewondo P. Koma hyperosmolar hiperglikemik non ketotik. Dalam : Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI; 2009.h.1912-5.
5. Soewondo P. Hendarto H. Asidosis laktat. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5.
19
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 1917-
21.
6. Sperling MA. Diabetes mellitus. Dalam : Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM.
Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2012.h.2005-14.
7. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Harper’s illustrated biochemistry.
Bioenergetic & the metabolism of carbohydrates and lipids. 27 th ed. [CHM file].
The McGraw-Hill Companies Inc: USA; 2006.
8. Marshall WJ, Bangert SK, Lapskey M. Clinical chemistry. Disorders of
carbohydrate metabolism. Edisi ke-7. UK: Mosby Elsevier; 2012.h.184-96.

20

Anda mungkin juga menyukai