Anda di halaman 1dari 9

Ketoasidosis Diabetikum

Abstrak

Ketoasidosis diabetik adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia,
asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relative. KAD dan
hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan
gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai
menyebabkan syok. Kurangnya glukosa dalam sel mengakibatkan proses gluconeogenesis dan
terbentuknya benda-benda keton yang bersifat asam sehingga menyebabkan kondisi asidosis. Terapi utama
pada KAD adalah rehidrasi dan insulin serta dilakukan pemantauan terhadap kadar elektrolit, gula dan
status pasien untuk mencegah terjadinya komplikasi. Prognosis penyakit umumnya buruk jika tidak
ditangani segera dan tepat.

Pendahuluan

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik peningkatan


kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya. Secara klinis terdapat dua tipe DM yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1
disebabkan karena kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun sedangkan DM tipe 2
merupakan kasus terbanyak. Diabetes Melitus tipe 1 lebih diakibatkan oleh karena berkurangnya
sekresi insulin akibat kerusakan sel -pankreas yang didasari proses autoimun. Keadaan ini ditandai
denganβ insulinopenia berat dan ketergantungan pada insulin eksogen untuk mencegah ketosis dan
agar tetap hidup karenanya diabetes ini juga disebut diabetes melitus tergantung insulin.1
Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang
terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth
hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas terutama berhubungan dengan
edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD.2
Risiko KAD pada IDDM adalah 1 – 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada anak
dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD, anak
perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri (termasuk gangguan makan),
dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah asuransi
kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.2

Skenario

Seorang anak perempuan, 6 tahun, dibawa oleh ibunya ke Unit Gawat Darurat RS karena napas
yang cepat, tampak mengantuk dan sesak sejak 1 jam SMRS.

Anamnesis

Keluhan utama anak, ibu mengatakan anaknya tampak sesak napas sejak 1 jam SMRS dan
tampak mengantuk beberapa jam kemudian diikuti napas yang cepat dan dalam dengan bau napas
seperti bau buah-buahan (fruity odor), terjadi penurunan berat badan dari 20 kg menjadi 14 kg
disertai polifagia, polidipsia dan poliuri. Tidak ada demam, tidak ada batuk pilek, tidak pernah
anaknya mempunyai riwayat sesak, kejang dan trauma kepala.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak Somnolen tampak sakit berat, napas berbau buah (Fruity
Breath Odor), napas dalam dan cepat, TD 80/50 mmHg, denyut nadi 110x/menit, RR 40x/menit,
suhu 36˚C, pada bagian kepala dan wajah: mukosa bibir dan mulut tampak kering, leher dalam
batas normal, pemeriksaan thorax : bunyi jantung I-II reguler, tidak ada galoop dan murmur, paru
tidak ada retraksi, suara nafas vesikuler, tidak ada ronki dan mengi, pada pemeriksaan abdomen :
turgor kulit kembali lambat, ekstremitas akral dingin, nadi teraba lemah.

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan GDS 500 mg/dL, urinalisis : benda keton (+++), AGD
pH 6.5 keadaan asidosis metabolik dan HCO3- <15 mEq. Elektrolit Na: 120 mEq/L, K: 2,5 mEq/L,
Cl: 85 mEq/L, magnesium 1 mEq/L

Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh H to T (head to toe), dimulai dengan Inspeksi, Palpasi,
Perkusi, dan Auskultasi.

Tanda umum pada pasien dengan dugaan asidosis yang disebabkan oleh diabetes (KAD)
ditemukan :
- Napas Kussmaul (cepat dan dalam) - Turgor kulit menurun
- Kulit kering - Selaput lendir kering
Tanda-tanda vital ditemukan :

- Takikardi - Hipotensi
- Takipneu - Hipotermia

Ada tanda khusus yang khas pada KAD

- Napas berbau aseton ( berbau buah/ Fruity breath Odor)


Napas berbau aseton/ fruity reath odor adalah hasil pernapasan yang berasal dari aseton
yang berlebih. Tanda ini khas terjadi dengan ketoasidosis yaitu sebuah kondisi yang dapat
berpotensi mengancam nyawa, dan harus segera ditangani untuk mencegah dehidrasi
3
berat, koma, dan kematian.

Pada keadaan glukosa yang berlebih, sekresi insulin akan berlangsung tetapi ketika tubuh tidak
mempunyai insulin yang cukup dikarenakan proses autoimun yang tercetus dari faktor gen yaitu
adanya gen yang rentan diabetes ( diabetes susceptibility gene) menurut peneltian yang sudah ada,
pada gen regio HLA pada kromosom 6 merupakan determinan kerentanan yang kuat yaitu HLA
kelas II DR dan DQ ( HLA DR3 dan DR4) meningkat pada diabetes melitus 1.3

Penurunan kesadaran ( alert,drowsy,stupor, coma)


Pasien KAD termasuk pasien gawat darurat, apalagi pasien sudah mengalami koma KAD
diakibatkan karena penanganan yang terlambat misalnya gejala DM poliuri yang terus
menerus BAK tanpa asupan intake yang cukup menyebabkan cairan elektrolit banyak
keluar sehingga dapat keadaan dehidrasi berujung pada penurunan kesadaran.3

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menunjang suatu diagnosis,yang terdiri atas :

Laboratorium :

 GDS ( Glukosa Darah Sewaktu ) normalnya dari range 70-200 mg/dL waktu pengambilan dapat
dilakukan kapan saja diluar pada saat puasa ataupun 2jam setelah makan.
 Natrium: Hiperglikemia mengakibatkan efek osmotik sehingga air dari ekstravaskuler ke ruang
intravaskular. Kadar natrium normalnya 135-145 mEq/L.
 Kalium: kalium perlu diperiksa secara berkala, ketika asidosis kadar kalium normal atau sedikit
meningkat (3-5 mmol per liter). Ketika diberi pemberian insulin maka kalium akan menurun.
Insulin dapat diberikan jika kadar kalium di atas 3.3 mmol/L. Kadar kalium normalnya 3,5-
5,5 mEq/L.
 Bikarbonat: digunakan untuk mengukur anion gap. Sehingga dapat menentukan derajat asidosis.
Kadar bicarbonate 25-29 mEq/L normalnya.
 Clorida merupakan cairan ekstrasel, yang normalnya 95-105 mEq/L
 Magnesium merupakan kation terbanyak kedua pada cairan intrasel yang normalnya 1,3-2,1
mEq/L
 Gas darah arteri (analisa gas darah): pH <7,3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang
pengukuran pH. pH vena pada pasien dengan DKA adalah 0,03 lebih rendah dari pH arteri..
o Nilai normal pada AGD :
 Partial pressure of oxygen (PaO2) - 75 - 100 mmHg
 Partial pressure of carbon dioxide (PaCO2) - 38 - 42 mmHg
 Arterial blood pH of 7.38 - 7.42
 Oxygen saturation (SaO2) - 94 - 100%
 Bicarbonate - (HCO3) - 22 - 28 mEq/L
 Keton: positif
Menguji keton dapat digunakan untuk menilai ketoasidosis dini pada penderita DM tipe 1. Tes ini
dilakukan dengan mengg5 atau sekitarunakan sampel urin. Uji keton dilakukan saat :
 Gula darah >240 mg/dL
 Selama penyakit  pada pneumonia, serangan jantung, atau stroke
 Ketika mual muntah muncul
 kehamilan
 Beta hidroksibutirat: Serum atau hidroksibutirat beta kapiler dapat digunakan untuk mengikuti
tanggapan terhadap pengobatan. Tingkat lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat
3 mmol / L berkorelasi dengan ketoasidosis diabetikum.
 Urinalysis: Cari ketosis glycosuria dan urin. Gunakan ini untuk mendeteksi mendasari infeksi
saluran kencing.4

Working Diagnosis

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan maka pasien di diagnosis menderita
ketoasidosis diabetikum. Diagnosis kerja ditegakkan berdasarkan temuan pada anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Data anamnesis yang menjadi patokan adalah adanya gejala klasik
diabetes melitus, yakni poliuria, polidipsi dan polifagi serta keadaan pasien yang lemas dan penurunan berat
badan. Berdasarkan anamnesis juga tidak didapat keterangan bahwa sang pasien menderita diabetes
sebelumnya. Hal ini menambah kemungkinan timbul berbagai komplikasi dari diabetes tersebut yang
disebabkan oleh hiperglikemi dan kekurangan glukosa dalam sel.

Etiologi

Pada DM1, DM1 timbul akibat destruksi sel beta pankreas akibat proses autoimun. DM1
timbul tidak hanya akibat adanya gen yang rentan diabetes juga faktor lingkungan yaitu pemberian
susu sapi sebelum usia 2 tahun, infeksi virus rubella, mumps.5

Epidemiologi

Diagnosis KAD didapatkan sekitar 16-80% pada penderita anak dengan diabetes mellitus
tipe 1 tergantung lokasi geografi. Di Eropa dan Amerika utara berkisar 15-67%, sedangkan di
Indonesia dilaporkan antara 33-66%.

Prevalensi KAD di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 4,6-8 per 1000 penderita
diabetes, dengan mortalitas sekitar 2-5%. KAD juga merupakan penyebab kematian tersering pada
anak dan remaja penyandang diabetes mellitus tipe 1, yang diperkirakan setengah dari penyebab
kematian penderita Diabetes mellitus dibawah usia 24 tahun.6

Patogenesis

KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relative dan
peningkatan hormone kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon
pertumbuhan); keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan utilisasi
glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia sangat
bervariasi dan tidak menentukan berat-ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis KAD dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat ketosis.7

Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem homeostasis tubuh terus
teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia.
Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan konsentrasi hormon kontra regulator terutama
epinefrin, mengaktivasi hormone lipase sensitif pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis
meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam lemak bebas secara
berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolik asidosis.
Benda keton utama ialah asam asetoasetat (AcAc) dan 3 beta hidroksi butirat (3HB); dalam
keadaan normal konsntrasi 3HB meliputi 75-85% dan aseton darah merupakan benda keton yang
tidak begitu penting. Meskipun sudah tersedia bahan bakar tersebut sel-sel tubuh masih tetap lapar
dan terus memproduksi glukosa.7

Hanya insulin yang dapat menginduksi transpor glukosa ke dalam sel, memberi signal
untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen, menghambat lipolisis pada sel lemak (menekan
pembentukan asam lemak bebas), menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta mendorong
proses oksidasi melalui siklus Krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi tersebut akan
dihasilkan adenin trifosfat (ATP) yang merupakan sumber energi utama sel.7

Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan defisiensi insulin relatif.
Meningkatnya hormon kontra regulator insulin, meningkatnya asam lemak bebas, hiperglikemia,
gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa dapat mengganggu sensitivitas insulin.7

Gejala Klinis

Ketoasidosis diabetikum biasanya timbul dengan cepat, biasanya dalam rentang waktu <24 jam,
sedangkan pada KHH tanda dan gejala timbul lebih perlahan dengan poliuria, polidipsia dan penurunan
berat badan menetap selama beberapa hari sebelum masuk rumah sakit. Pada pasien dengan KAD, nausea
vomitus merupakan salah satu tanda dan gejala yang sering diketemukan. Nyeri abdominal terkadang dapat
diketemukan pada pasien dewasa (lebih sering pada anak-anak) dan dapat menyerupai akut abdomen.
Meskipun penyebabnya belum dapat dipastikan, dehidrasi jaringan otot, penundaan pengosongan lambung
dan ileus oleh karena gangguan elektrolit serta asidosis metabolik telah diimplikasikan sebagai penyebab
dari nyeri abdominal. Asidosis, yang dapat merangsang pusat pernapasan medular, dapat menyebabkan
pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul).8

KAD timbul secara bertahap. Gejala- gejala seperti poliuria, polidipsia dan polifagia yang khas
sebagai bagian dari diabetes tak terkontrol nampaknya sudah timbul selama tiga sampai empat minggu
sebelumnya dan pada beberapa kasus dua bulan sebelum. Begitu pula dengan penurunan berat badan yang
bahkan telah timbul lebih lama lagi, yakni tiga sampai enam bulan sebelum dengan rata-rata penurunan 13
kilogram. Patut diperhatikan gejala-gejala akut yang timbul dalam waktu singkat, seperti nausea vomitus
dan nyeri abdomen, di mana dapat dijadikan sebagai peringatan untuk pasien bahwa dirinya sedang menuju
ke arah KAD. Pemeriksaan fisis dapat menunjukkan temuan-temuan lain seperti bau napas seperti buah
atau pembersih kuteks (aseton) sebagai akibat dari ekskresi aseton melalui sistem respirasi dan tanda-tanda
dehidrasi seperti kehilangan turgor kulit, mukosa membran yang kering, takikardia dan hipotensi. Status
mental dapat bervariasi mulai dari kesadaran penuh sampai letargi yang berat; meskipun demikian kurang
dari 20% pasien KAD atau KHH yang diperawatan dengan penurunan kesadaran. Pada KHH, obtundasi
mental dan koma lebih sering diketemukan sebagai akibat dari hiperosmolaritas pada sebagian besar pasien.
Pada beberapa pasien KHH, tanda neurologis fokal (hemiparesis atau hemianopsia) dan kejang dapat
menjadi tanda klinis dominan. Meskipun kejadian pencetus utama adalah infeksi, kebanyakan pasien datang
dengan normotermi atau hipotermi, oleh karena adanya vasodilatasi kulit atau ketersediaan substrat energi
yang rendah.8

Penatalaksanaan

Terapi untuk pasien KAD meliputi penggantian defisit cairan, koreksi asidosis dan hiperglikemia
dengan pemberian insulin
1. Dehidrasi
Derajat dehidrasi harus dihitung dengan tepat, bolus cairan isotonik IV ( salin ) sebanyak 10-20
mL/kg, kemudian sisa defisit cairan setelah bolus ditambahkan cairan rumatan dan total cairan
diganti secara perlahan dalam waktu 36-48 jam, jika jumlah urin cukup banyak keluar dan difusi
perifer buruk, diuresis osmotik biasanya minimal jika glukosa<300 mg/dL, untuk menghindari
perubahan osmolaritas serum digunakan Nacl 0,9% pada 4-6 jam pertama selanjutnya Nacl 0,45%
2. Hiperglikemia dan asidosis
Insulin kerja cepat diberikan dalam drip IV kontinu (0,1 U kg/jam) kadar glukosa serum tidak
boleh turun lebih dari 100 mg/dL/jam. Jika kadar glukosa serum sudah mencapai 250-300 mg/dL
perlu ditambahkan glukosa ke cairan IV dan dihentikan ketika asidosis terkoreksi. Terapi insulin
mengurangi produksi asam lemak bebas, mengurangi katabolisme protein dan meningkatkan
ambilan glukosa perifer sehingga proses ini akan mengoreksi asidosis. Tetapi, imbalans elektrolit
ketika insulin diberikan kadar kalium akan menurun cepat, asidosis yang terkoreksi menyebabkan
kalium ditukar dengan ion hidrogen intraselular, jika sudah ada produksi urin yang adekuat maka
kalium akan diberikan di intravena.x
Pencegahan
Edukasi merupan tulang punggung pencegahan KAD, karena untuk sampai ke keadaan KAD
tentu melalui proses dekompensasi metabolik yang berkepanjangan dan membutuhkan waktu.
Ketosis merupakan keadaan sebelum terjadinya KAD sehingga jika kita menemukan di fase
ketosis biasanya keadaan klinisnya lebih ringan dan pengelolaannya lebih mudah.7
Prognosis

Umumnya pasien membaik setelah diberikan insulin dan terapi standar lainnya, jika
komorbid tidak terlalu berat, biasanya kematian pada pasien KAD adalah karena penyakit
penyerta berat yang datang pada fase lanjut. Kematian meningkat seiring dengan meningkatnya
usia dan beratnya penyakit penyerta.7

Kesimpulan

KAD merupakan komplikasi dari diabetes mellitus tipe 1 yang merupakan kondisi gawat
darurat. Gejala dari KAD yang khas adalah terdapatnya napas berbau aseton, penurunan
kesadaran, napas kussmaul, dan dehidrasi.

1. Garna H, Nataprawira HMD. Diabetes Mellitus. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu
kesehatan anak. Edisi ke-3. Bandung: Bagian ilmu kesehatan anak FK Universitas
Padjajaran;2005.h.533-61

2. Syahputra M. Diabetik Ketoasidosis. Medan: Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran


Universitas Sumatera Utara. 2003.h.1-14.

3. Charles, YM Bee. Point of care ketone testing: screening for diabetic ketoacidosis at
the emergency department. Singapore Journal Medicine: 2007.

4. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL. Harrison’s principals of internal medicine. USA:
The McGraw- Hill Inc; 2008.

5. English P, Williams G. Hyperglycaemic crises and lactic acidosis in diabetes mellitus.


Liverpool: Postgrad Med; 2003.

6. Jose RLB. Buku ajar endokrinologi anak. Jakarta:Sagung Seto;2010;h.124-161.

7. Tarigan TJE. Ketoasidosis diabetik. dalam: Ilmu penyakit dalam. Jilid ke-2. Edisi ke-6.
Jakarta:Interna Publishing.2015.h.2377-82

8. TM, Wallace, Mathews. Recent advances in the monitoring and management of


diabetic ketoacidosis. QJ Med: 2004.

x
10

Anda mungkin juga menyukai