Anda di halaman 1dari 19

Hubungan Hepatitis B dengan Penyakit Akibat Kerja

Supranata Tedhak

102015014

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510

Pendahuluan

Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat
kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja
merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease. Penyakit akibat kerja terjadi
sebagai pajanan faktor fisik, kimia, biologi, ataupun psikologi di tempat kerja. Misalnya
penyakit hepatitis yang dapat terjadi dimana-mana, terutama hepatitis B dan hepatitis C yang
terjadi pada pekerja yang sering kontak dengan darah pasien, misalnya petugas yang
bertugas di laboratorium klinis, kamar bedah, unit gawat darurat, unit dialasis, unit
karsinoma, bank darah, dan petugas yang sering kontak dengan cairan tubuh lainnya.
Hepatitis virus akut merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya luas dalam tubuh
walaupun efek yang menyolok terjadi pada hepar. Telah ditemukan 5 kategori virus yang
menjadi agen penyebab yaitu Virus Hepatitis A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus
Hepatitis C (HVC). Walaupun ketiga agen ini dapat dibedakan melalui petanda
antigeniknya, tetapi kesemuanya memberikan gambaran klinis yang mirip, yang dapat
bervariasi dari keadaan sub klinis tanpa gejala hingga keadaan infeksi akut yang total.1
Oleh karena itu, dibutuhkan keamanan dan keselamatan kerja pada instansi medis
yang terkait. Kesehatan/kedokteran kerja adalah spesialisasi dalam ilmu
kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja memperoleh derajat
kesehatan sebaik-baiknya (dalam hal dimungkinkan; bila tidak, cukup derajat kesehatan
yang optimal), fisik, kuratif, mental, emosional, maupun social, dengan upaya promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja, serta terhadap penyakit pada
umumnya.2

1
Skenario

Seorang perempuan berumur 25 tahun datang ke poliklinik Penyakit Dalam dengan


keluhan lemas dan sering merasa demam sejak 5 hari yang lalu.

Diagnosis Klinis
Anamnesis

Pada anamnesis hal-hal yang perilu ditanyakan adalah :

o Identitas pasien
Nama :-
Usia : 25 tahun
Alamat :
Pekerjaan : Perawat di RS swasta
Status :
o Keluhan utama
Merasa lemas dan sering merasa demam sejak 5 hari yang lalu
Berikut adalah pertanyaan untuk menggali keluhan utama :
 Lemasnya terus-menerus atau hilang timbul?
 Lemasnya sampai tidak bisa berjalan atau seperti apa?
 Semakin lemas saat melakukan aktivitas apa?
 Lemas menghilang saat melakukan apa?
o Riwayat penyakit sekarang
Berikut adalah pertanyaan yang dapat menggali RPS :
 Apakah terdapat keluhan atau gejala lain? Seperti pusing, mual, muntah?
 Apakah ada keluhan saat buang air besar dan buang air kecil?
Hasil : nafsu makan berkurang, terdapat mual dan kembung sejak 3 hari yang
lalu. Buang air kecil berwarna kecoklatan seperti teh.
o Riwayat penyakit dahulu
 Apakah pernah mendapat gejala serupa sebelumnya?

2
Hasil : hal ini belum pernah dirasakan sebelumnya.
o Riwayat pengobatan.
 Apakah sudah mengkonsumsi obat sebelumnya? Jika iya, apakah terasa ada
perbaikan?
o Riwayat penyakit keluarga
 Apakah di keluarga ada yang menderita gejala serupa?
Hasil : tidak ada
o Riwayat kebiasaan
 Bagaimanakah kebiasaan makannya?
o Riwayat social dan ekonomi
o Riwayat pekerjaan1
 Sudah berapa lama bekerja di Rumah Sakit tersebut? 15 tahun
 Pekerjaan di bagian apa? Di bagian IGD
 Berapa lama waktu kerja dalam sehari? 8 jam/hari dengan shift kerja
 Apakah terdapat pekerja lain yang menderita gejala yang sama di lingkungan
kerja?
 Apakah terjadi pajanan debu, uap, atau partikel-partikel zat kimia yang
beracun di lingkungan kerja?
 Kronologis pekerjaan : kronologis tentang pekerjaan terdahulu sampai
sekarang, mengenai: deskripsi lingkungan tempat kerja, infromasi tentang
bahan yg dipakai, proses kerja, produk yang dihasilkan serta tata cara
penanganan limbah industri, lama bekerja di masing-masing tempat kerja,
deskripsi tugas dan jadwal waktu kerja/shift, jumlah hari absen dan
alasannya, penggunaan APD, prosedur pemeriksaan fisik sebelum masuk
kerja, adanya pekerjaan lain disamping pekerjaan utama (misalnya kerja
malam hari).

Gejala hepatitis pada umumnya dapat termasuk : Kulit dan putih mata menjadi
kuning (ikterus), kelelahan, sakit perut kanan-atas, hilang nafsu makan, berat badan
menurun, demam, mual, mencret atau diare, muntah, air seni seperti teh dan/atau kotoran
berwarna dempul, sakit sendi.3

3
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien dengan keluhan lemas, dan sering
merasa demam, mual, muntah, dan warna urin seperti teh adalah sebagai berikut :

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 120/75 mmHg


Frekuensi nadi : 70x/menit
Frekuensi napas : 22x/menit
Suhu : 37,8°C
Pemeriksaan mata

Sklera : Ikterik di kedua mata


Konjunctiva : Tidak anemis
Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : tidak ditemukan kelainan


Palpasi : Hepar teraba 1 jari dibawah arcus costae
Perkusi :-
Auskultasi : tidak ditemukan kelainan

Pada pemeriksaan fisik hepatitis dapat ditemukan variasi dari penyakit dari yang
minimal sampai yang sangat terlihat (pada pasien dengan dekompensasi hati), berdasarkan
tingkat penyakitnya. Pasien dengan hepatitis akut biasanya tidak memiliki gejala klinik, tapi
pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :3
 Demam
 Jaundice (10 hari setelah gejala, bertahan selama 1-3 bulan)
 Hepatomegali
 Splenomegali (5-15%)
 Palmar erythema (jarang)
 Spider nevi (jarang)

4
Pemeriksaan Penunjang

Complete blood count

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah seseorng berada dalam keadaan
infeksi atau tidak. Pada penderita hepatitis biasa dapat kita temukan kadar leukosit yang
meningkat >5000-10.000 sel/dl.1

Billirubin

Pemeriksaan yang bertujuan untuk menilai fungsi faal dari hepar, bila kadarnya
meningkat dalam tubuh hal ini menandakan bahwa fungsi hepar mengalami penurunan,
begitu sebaliknya. Pada orang yang mengalami hepatitis kadar billirubin akan meningkat
namun tidak melebihi nilai 10 mg/dl.1

Tes fungsi hati

Organ hati mengemban berbagai macam tugas, seperti fungsi sintesis, ekskresi,
detoksifikasi, dan penyimpanan cadangan energy. Gangguan organ hati entah disebabkan
oleh penyakit apa pun, termasuk infeksi hepatitis, dengan sendirinya akan mempengaruhi
fungsi hati. Untuk mengetahui ada tidaknya gangguan fungsi hati diperlukan beberapa
pemeriksaan berikut.4
 Menilai fungsi sintesis, misalnya melalui pemeriksaan kadar protein, masa
protrombin (faktor pembekuan darah), dan kolinesterase. Pada infeksi HBV akut
pada umumnya fungsi sintesis hati tidak terganggu. Namun apabila terjadi hepatitis
fulminant (hepatitis akut yang berat), fungsi sintesis hati menurun (dibuktikan
dengan menurunnya kadar protein dan faktor pembekuan).
 Menilai fungsi ekskresi, misalnya melalui pemeriksaan asam empedu dan bilirubin.
Pada infeksi HBV pemeriksaan yang penting dilakukan adalah mengukur kadar
bilirubin darah, karena zat inilah yang memberikan warna kuning pada selaput mata
seseorang yang menderita infeksi hepatitis B (terutama pada infeksi HBV akut).
 Menilai fungsi detoksikasi, misalnya melalui pemeriksaan kadar ammonia darah.
Pemeriksaan ini penting apabila penderita sudah mengalami sirosis hati.

5
 Menilai keutuhan sel-sel hati, misalnya melalui pemeriksaan enzim aspartate amino
transferase (GPT) dan glutamic oxaloacetic transamninase (GOT). Pada infeksi
HBV pemeriksaan ini mutlak dilakukan. Pada infeksi HBV akut baik kadar GPT dan
GOT dapat meningkat puluhan hingga ratusan kali diatas nilai normal, sedangkan
pada infeksi hepatitis HBV kronis umumnya hanya meningkat ringan. Khusus untuk
menentukan kapan pengobatan antiviral dimulai, yang digunakan sebagai penentu
adalah GPT.

Pada skenario, perawat tersebut telah melakukan pemeriksaan penunjang SGPT dan
SGOT dengah hasil SGPT 250 u/L (N : <55 u/L), SGOT 200 u/L (N : 5-34 u/L). Yang
dikatakan bermakna apabila terjadi peningkatan 2x dari nilai normal. Apabila telah terjadi
peningkatan dari SGPT dan SGOT dapat dikatakan bahwa telah adanya kerusakan hati.

Pemeriksaan serologi hepatitis A

Diagnosis hepatitis A ditegakkan dengan tes darah. Dokter akan meminta tes ini bila
kita mengalami gejala hepatitis A atau bila kita ingin tahu apakah kita pernah terinfeksi
HAV sebelumnya. Tes darah ini mencari dua jenis antibodi terhadap virus, yang disebut
sebagai IgM dan IgG (Ig adalah singkatan untukimunoglobulin). Pertama, dicari antibodi
IgM, yang dibuat oleh hepatitis virus dan HIV sistem kekebalan tubuh lima sampai sepuluh
hari sebelum gejala muncul, dan biasanya hilang dalam enam bulan. Tes juga mencari
antibodi IgG, yang menggantikan antibodi IgM dan untuk seterusnya melindungi terhadap
infeksi HAV.3

o Bila tes darah menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan IgG, kita kemungkinan
tidak pernah terinfeksi HAV, dan sebaiknya mempertimbangkan untuk divaksinasi
terhadap HAV.

o Bila tes menunjukkan positif untuk antibodi IgM dan negatif untuk IgG, kita
kemungkinan tertular HAV dalam enam bulan terakhir ini, dan sistem kekebalan sedang
mengeluarkan virus atau infeksi menjadi semakin parah.

6
o Bila tes menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan positif untuk antibodi IgG, kita
mungkin terinfeksi HAV pada suatu waktu sebelumnya, atau kita sudah divaksinasikan
terhadap HAV. Kita sekarang kebal terhadap HAV.

Catatan: Hepatitis A endemis di Indonesia. Hal ini berarti bahwa sebagian besar
orang Indonesia pernah terpajan pada HAV saat kanak-kanak, dan kemungkinan besar akan
kebal terhadap infeksi lagi.3

Pemeriksaan serologi hepatitis B

1. HBsAg

Diagnosis infeksi hepatitis B terutama dengan mendeteksi hepatitis B surface antigen


(HBsAg) dalam darah. Kehadiran HBsAg berarti bahwa ada infeksi virus hepatitis B aktif.
Menyusul suatu paparan pada virus hepatitis B, HBsAg menjadi terdeteksi dalam darah
dalam waktu empat minggu. Pada individu-individu yang sembuh dari infeksi virus hepatitis
B akut, eliminasi atau pembersihan dari HBsAg terjadi dalam waktu empat bulan setelah
timbulnya gejala-gejala.Infeksi virus. Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai HBsAg yang
menetap lebih dari 6 bulan.5

2. Anti-HBs
Setelah HBsAg dieliminasi dari tubuh, antibodi-antibodi terhadap HBsAg (anti-
HBs) biasanya timbul. Anti-HBs ini menyediakan kekebalan pada infeksi virus hepatitis B
yang berikutnya. Sama seperti individu-individu yang telah berhasil divaksinasi terhadap
virus hepatitis B mempunyai anti-HBs yang dapat diukur dalam darah.5
3. Anti-HBc
HBc hanya dapat ditemukan dalam hati dan tidak dapat terdeteksi dalam darah.
Kehadiran dari jumlah-jumlah yang besar dari hepatitis B core antigen dalam hati
mengindikasikan suatu reproduksi virus yang sedang berlangsung. Ini berarti bahwa virus
aktif. Antibodi terhadap hepatitis B core antigen, dikenal sebagai antibodi hepatitis B core
(anti-HBc) yang terdeteksi dalam darah ada dua macam yakni IgM dan IgG.5
4. HBeAg, anti-HBe,
HBeAg dan antibodi-antibodinya, anti-HBe, adalah penanda-penanda (markers)
yang bermanfaat untuk menentukan kemungkinan penularan virus oleh seseorang yang
menderita infeksi virus hepatitisB kronis. Mendeteksi keduanya HBeAg dan anti-HBe dalam

7
darah biasanya adalah eksklusif satu sama lain. Sesuai dengan itu, kehadiran HBeAg berarti
aktivitas virusyang sedang berlangsung dan kemampuan menularkan pada yang lainnya,
sedangkan kehadiran anti HBe menandakan keadaan yang lebih tidak aktif dari virus dan
risiko penularan yang lebih kecil.5
5. HBV DNA
Penanda yang paling spesifik dari replikasi dan aktivitas virus hepatitis B. Metode
yang digunakan adalah PCR. Tujuan mengukur hepatitis B virus DNA biasanya adalah
untuk menentukan apakah infeksi virus hepatitis B aktif atau tidak aktif (diam). Perbedaan
ini dapat dibuat berdasarkan jumlah hepatitis B virus DNA dalam darah. Tingkat-tingkat
yang tinggi dari DNA mengindikasikan suatu infeksi yang aktif, dimana tingkat-tingkat
yang rendah mengindikasikan suatu infeksi yang tidak aktif (tidur). Jadi,pasien-pasien
dengan penyakit yang tidur (tidak aktif) mempunyai kira-kira satu juta partikel-partikel virus
per mililiter darah, sedangkan pasien-pasien dengan penyakit yang aktif mempunyai
beberapa milyar partikel-partikel per mililiter.5

Tabel 1. Intepretasi Marker.5

Pemeriksaan serologi hepatitis C

Ada tes laboratorium untuk mendiagnosis infeksi HCV dan tes laboratorium untuk
memantau orang dengan HCV. Tes Antibodi HCV: Mendiagnosis infeksi HCV mulai
dengan tes antibodi, serupa dengan tes yang dilakukan untuk diagnosis infeksi HIV.

8
Antibodi terhadap HCV biasanya dapat dideteksi dalam darah dalam enam atau tujuh
minggu setelah virus tersebut masuk ke tubuh, walaupun kadang kala untuk beberapa orang
dibutuhkan tiga bulan atau lebih. Bila tes antibodi HCV positif, tes ulang biasanya dilakukan
untuk konfirmasi. Tes konfirmasi ini dapat tes antibodi lain atau tes PCR.3

Bila kita tes positif untuk antibodi terhadap HCV, ini berarti kita pernah terpajan
oleh virus tersebut pada suatu waktu. Karena kurang lebih 20 persen orang yang terinfeksi
HCV sembuh tanpa memakai obat, biasanya dalam enam bulan setelah terinfeksi, langkah
berikut adalah untuk mencari virus dalam darah.3

Pajanan

Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang
digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada umumnya faktor
penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:6

1. Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang


sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
2. Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja,maupun
yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap,gas, larutan, awan
atau kabut.
3. Golongan biologis : bakteri, virus atau jamur (infeksi)
4. Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara
kerja.
5. Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.

Penyakit hati dalam praktik kesehatan kerja tidak jauh berbeda dengan masalah yang
dihadapi. Secara umum, sel hati dapat dirusak (efek hepatoseluler) dan mekanisme transpor
dari dan ke sel hati dapat terhambat (efek obstruktif). Kedua kelainan ini dapat berlanjut
menjadi sakit kuning. Pajanan utama di tempat kerja yang berhubungan dengan penyakit
hati adalah bahan kimia dan agen infeksi.6

1. Agen kimia

Beberapa hepatotoksin bekerja dengan menyebabkan penyakit akut saat terjadi


pajanan. Hal ini biasanya disebabkan pajanan tersebut yang berat tapi pada kasus

9
lain, seperti pada kasus yang jarang yaitu keracunan fosfor kuning, walaupun dalam
pajanan yang kecil, efek yang terjadi dapat merupakan bencana besar dengan
kematian sel hati yang luas. Kini, kebanyakan pajanan di tempat kerja relatif rendah
sehingga apapun efek yang terjadi mungkin disebabkan pajanan kronis dosis rendah
yang mengarah ke penyakit keracunan hati kronis.

2. Agen penyebab infeksi

Pekerja laboratorium yang harus memproses organisme atau spesimen biologis yang
terinfeksi merupakan kelompok yang dapat terpajan berbagai jenis agen penyebab
infeksi. Beberapa agen tersebut akan menyebabkan sebagaian kelainan patologi
berupa hati.

Tabel 2. Agen Penyebab Infeksi yang Mengenai Hati.5

Agen penyebab infeksi/penyakit Pekerjaan yang beresiko

Hepatitis A Pekerja saluran limbah

Hepatits B Ahli patologi, petugas lab, petugas kamar


mayat

Hepatitis C Petugas laboratorium

Leptospirosis Pekerja limbah

Malaria Pekerja yang terlibat dalam perjalanan dan


bekerja di daerah endemik

Yellow fever Pekerja yang terlibat dalam perjalanan dan


bekerja di daerah endemik

Schistosomiasis Pekerja pertanian, pekerja konstruksi


(bendungan, irigasi)

10
Penyakit Kerja Akibat Pajanan Biologis

Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23


dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja harus diselenggarakan di semua
tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah
terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Berbeda dengan
pajanan lainnya, pajanan biologis tidak memiliki nilai ambang/ NAB, karena pada pajanan
terendah sekalipun, apabila mikroorganismenya sangat virulen dan daya tahan tubuh sedang
rendah maka dapat menimbulkan penyakit.7

Penyakit akibat kerja karena pajanan biologis adalah penyakit yang disebabkan
pajanan biologis yang terjadi akibat kontak langsung dengan bahan kerja, proses kerja, dan
lingkungan kerja. Pajanan biologis dapat terjadi karena akibat :7

 Proses kerja dan bahan kerja

Bila pekerja terpajan bahan biologis karena bekerja langsung dengan bahan biologis
tersebut ataupun merupakan hasil langsung dari proses kerja yang dilakukan pekerja.

 Lingkungan kerja

Bila pekerja terpajan lingkungan yang tercemar pajanan biologis yang berasal
langsung dari proses kerja di tempat kerja. Ini termasuk penyakit akibat kerja.
Sebagai contoh, penyakit hepatitis pada petugas laboratorium kesehatan.

Bila pekerja terpajan bahan biologis akibat tercemarnya lingkungan kerja oleh suatu
bahan biologis yang tidak langsung akibat proses kerja seperti hygene dan
pemeliharan tempat kerja yang tidak baik bukan merupakan PAK. Contohnya penyakit
hepatitis pada pekerja pabrik sepatu.

Tabel 1. Pekerja yang Beresiko terkena PAK akibat Pajanan Biologis.1

Sektor Pekerjaan

Pertanian perkebunan, peternakan

Produk Pertanian kehutanan, perikanan, pengolahan


makanan, penyimpanan produk,
penyamakan kulit, pengolahan kayu

11
Kesehatan Perawatan pasien : medis, dental,
laboratorium, farmasi

Pemeliharaan Pembersihan system ventilasi, karpet,


penanganan limbah

Pajanan biologis yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja terdiri dari: (1)
golongan mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit, jamur; (2) vertebrata seperti ternak
dan binatang liar; (3) invertebra (serangga); (4) binatang dalam air.7

Centers for Disease Control/CDC mengkategorikan berbagai penyakit di tingkat


Biohazard, Level 1 menjadi risiko minimum dan Level 4 menjadi risiko ekstrim.
Laboratorium dan fasilitas lainnya dikategorikan sebagai BSL (Biosafety Level) 1-4.
Pembagiannya adalah:

 Biohazard Level 1: Bakteri dan virus termasuk Bacillus subtilis, hepatitis,


Escherichia coli, varicella (cacar air), serta beberapa kultur sel dan bakteri non-
menular. Pada tingkat ini tindakan pencegahan terhadap bahan biohazardous yang
dimaksud adalah minimal, kemungkinan besar melibatkan sarung tangan dan
beberapa jenis perlindungan wajah.

 Biohazard Level 2: Bakteri dan virus yang menyebabkan hanya penyakit ringan
bagi manusia, atau sulit untuk kontak melalui aerosol dalam pengaturan
laboratorium, seperti hepatitis A, B, dan C, influenza A, penyakit Lyme,
salmonella, gondok, campak, scrapie, demam berdarah. "Pekerjaan diagnostik
rutin dengan spesimen klinis dapat dilakukan secara aman di Biosafety Level 2,
menggunakan Biosafety Level 2 praktek dan prosedur.

 Biohazard Level 3: Bakteri dan virus yang dapat menyebabkan parah penyakit
fatal pada manusia, tapi untuk yang vaksin atau perawatan lain ada, seperti
anthrax, virus West Nile, Venezuela ensefalitis kuda, virus SARS, TBC, tifus,
demam Rift Valley, HIV, Rocky Mountain spotted fever, demam kuning, dan
malaria. Di antara parasitesPlasmodium falciparum, yang menyebabkan Malaria,
dan Trypanosoma cruzi, yang menyebabkan trypanosomiasis, juga berada di
bawah tingkat ini.

12
 Biohazard Level 4: Virus dan bakteri yang menyebabkan penyakit fatal pada
manusia, dan yang vaksin atau perawatan lain yang tidak tersedia, seperti demam
hemoragik, virus Marburg, virus Ebola, hantaviruses, Lassa demam virus,
Crimean-Kongo demam berdarah, dan penyakit hemoragik.

Hubungan Diagnosis Klinis dengan Pajanan

Hepatitis B merupakan penyakit akibat kerja tersering di kalangan pekerja kesehatan,


labortorium, dan pekerja kesehatan masyarakat. Hepatitis B dapat menyebabkan hepatitis
fulminant dan juga dapat berakhir sebagai carier kronik sebanyak 10%. Pengidap carier
kronik memiliki resiko lebih tinggi terkena sirosis dan kanker hati. Prevalensi terkena HBV
di antara pekerja kesehatan lebih banyak 10 kali dibanding populasi umum.

Darah mengandung titer tertinggi dari virus pada individu yang terinfeksi, dengan
level yang rendah pada berbagai macam cairan tubuh seperti: cairan serebrospinal, synovial,
pleural, peritoneal, pericardial, semen, sekret vagina, dan cairan amnion. Titer virus pada
urin, feses, air mata, dan saliva sangat rendah untuk memungkinkan penularan.8

Resiko transmisi HBV lewat jarum suntik kira-kira 30%. Bagaimanapun juga, lebih
dari 50% infeksi akut HBV pada orang dewasa adalah tanpa gejala/asimptomatik.
Mengingat bahwa, 10% dari infeksi akut HBV dapat berujung pada infeksi kronis. Sejumlah
besar dari mereka yang terinfeksi HBV akibat pekerjaan akan menjadi cronic asimptomatik
carier.8

HBV dapat bertahan hidup setidaknya 1 bulan pada lingkungan yang kering pada
temperatur kering. Ini menimbulkan peluang tambahan bagi pekerja untuk mendapat HBV
infeksi ketika pekerja dengan luka terbuka, kulit terabrasi, atau mukosa membran yang
kontak dengan permukaan yang terkontaminasi. Faktanya, hampir semua infeksi
okupasional tidak memiliki cedera perkutan yang jelas untuk transmisi HBV ini.8

Prescreening tes serologi sebelum vaksinasi tidak direkomendasikan karena


prevalensi infeksi HBV di US rendah. Beberapa kelompok telah melembagakan
penyaringan dari semua penerima vaksin potensial dengan hepatitis b core antibodi ketika
presentasi tinggi datang dari daerah yang endemik hepatitis B. Antibodi core yang positif
mengindikasikan lampau atau sekarang sedang menderita infeksi HBV. Seharusnya test

13
yang sesuai untuk permukaan antigen demi mengidentifikasi apakah telah sembuh dari
infeksi lampau.8

Walaupun vaksin hepatitis B yang original adalah derivat plasma, studi


menunjukkan bahwa tidak ada transmisi infeksi dari vaksini ini. Perkembangan vaksin
rekombinan DNA pada tahun 1986 menunjukkan bahwa lebih diterima dan lebih aman
untuk vaksinasi massal bagi pekerja kesehatan. Sejak 1991, telah direkomendasikan untuk
melakukan vaksinasi pada bayi baru lahir walaupun prevalensi dari hepatitis B kurang dari
0,5% dari populasi. Pada tahun yang sama, terjadi penurunan infeksi okupasional berkat
vaksinasi tersebut. Walaupun begitu, masih ada beberapa pekerja yang menolak divaksinasi
sehingga masih rentan terhadap infeksi ini.8

Eksposure yang dikenal untuk infeksi HBV adalah darah dan produk darah pada
mereka yang tidak divaksinasi atau dimana proteksi antibodi tidak berkembang memerlukan
HBIG atau hepatitis B immune globulin, yang mahal dan memerlukan dosis kedua pada 1
bulan berikutnya kecuali jika vaksinasi hepatitis B diberikan sekaligus.8

Penderita Hepatitis C sering kali orang yang menderita Hepatitis C tidak


menunjukkan gejala, walaupun infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Namun
beberapa gejala yang samar diantaranya adalah: lelah, hilang selera makan, sakit perut, urin
menjadi gelap dan kulit atau mata menjadi kuning yang disebut "jaundice" (jarang terjadi).
Pada beberapa kasus dapat ditemukan peningkatan enzyme hati pada pemeriksaan urine,
namun demikian pada penderita Hepatitis C justru terkadang enzyme hati fluktuasi bahkan
normal. Walaupun pasien sirosis sebagian besar memiliki lebih dari satu penyebab, hepatitis
C kronis dan konsumsi alkohol berat secara tradisional menjadi penyebab paling umum dari
sirosis.8

Pada skenario, diketahui bahwa pekerjaan perempuan tersebut adalah perawat di


bagian IGD. Baik hepatitis B maupun C dapat menular melalui mikrolesi atapun tusukan
jarum. Tetapi pada umumnya hepatitis C tidak memberikan gejala dan ALT AST cenderung
normal. Prevalensi hepatitis B dibanding C juga berbeda jauh. Dimana prevalensi hepatitis
B lebih sering ditemukan di Indonesia.

Jumlah Pajanan

14
Untuk memastikan seberapa terpapar pasien dengan pajanan biologis dipastikan
dengan mengukur kadar pajanan tersebut dalam darah, dimana pada pajanan biologis tidak
memiliki NAB/nilai ambang batas sebagaimana ada pada pajanan kimia. Pada pajanan
biologi ditentukan oleh daya tahan atau virulensi dari mikroorganisme tersebut.1

Tabel 3. Intepretasi Pajanan Virus Hepatitis dalam Darah.7

Peranan Faktor Individu


Langkah kelima dalam diagnosis okupasi adalah mencari tahu apakah ada kaitannya
dengan peranan faktor individu itu sendiri seperti status kesehatan fisik, kesehatan mental,
dan hygene perseorangan. Status kesehatan fisik misalnya apakah ada riwayat penyakit
keturunan dkeluarga, alergi, ataupun atopi. Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit
maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya
penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya
meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang
mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.1

15
Peranan Faktor Lain
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Seperti misalnya
hobi, kebiasaan sehari hari, pekerjaan sambilan. Apakah penderita mengalami pajanan lain
yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab
lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.1

Diagnosis Okupasi

Berdasarkan 7 langkah diagnosis penyakit akibat kerja dapat disimpulkan bahwa


hepatitis yang diderita pasien merupakan penyakit yang diperberat pekerjaan. Hal ini
dikarenakan adanya faktor individu berupa imunitas pasien yang dibuktikan dengan tidak
adanya marker anti HBc yang menandakan pasien tidak pernah diimunisasi serta HBsAg
pasien yang positif. Status imunisasi pasien penting diketahui karena dapat mengarahkan ke
faktor individu.

Penatalaksanaan

Tatalaksana hepatitis B

Pada sebagian kasus terjadi pemulihan spontan dan hanya diberikan pengobatan
suportif, seperti pada hepatitis A. Keadaan karier biasanya asimptomatik namun
berhubungan dengan hepatitis kronis dan kanker hepatoseluler. Infeksi di masa kanak-kanak
lebih mungkin menjadi kronis daripada infeksi di masa dewasa. Pada karier, pemerian
interferon α disertai inhibitor reverse transcriptase (misalnya lamivudin) akan direspons
dengan menghilangkan HepBeAg dan DNA virus hepatitis B dari serum.9

Pada skenario, diketahui adanya peningkatan ALT dan AST, menurut kaidah diatas
seharusnya dilakukan terapi antivirus, tetapi sebaiknya dipastikan terlebih dahulu titer virus
di dalam darah dengan melakukan pemeriksaan serologi.

16
Tabel 4. Tatalaksana Hepatitis B.10
HbeAg HBV DNA ALT Terapi
(>105)

+ + 2xBANN Efikasi terhadap terapi rendah


Observasi bila ALT meningkat

+ + 2xBANN -Mulai terapi dengan : interferonalfa, lamivudin


atau adefovir
-End point terapi : serokonversi HBeAg dan
timbulnya anti HBe. Durasi terapi Interferon selama 16
bulan

- + >2BANN -Mulai terapi dengan : interferon


-End point terapi : normalisasi kadarALT dan HBV DNA
(pemeriksaanPCR) tidak terdeteksi
-Durasi terapi :Interferon selama satu tahun·

Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Pencegahan primer

Melaksanakan kewaspadaan standar. Seperti pengendalian lingkungan berupa proses


alat sesuai standar, dekontaminasi, pencucian, dan sterilisasi, membersihkan permukaan dari
barang yang terkontaminasi cairan tubuh.7

Pencegahan sekunder

Penggunaan alat pelindung diri. Seperti menggunakan sarung tangan pada waktu
melakukan tindakan yang memungkinkan kontak dengan cairan tubuh atau mencuci alat
yang telat terkontaminasi, menggunakan alas kaki tertutup, menggunakan alat pelindung
wajah (google mask) bila melakukan tindakan yang memungkinkan terkena cipratan
vaksinasi. Bagi yang kulitnya terpajan harus dilakukan mencuci bersih dengan air dan sabun.
Untuk mata hidung atau mulut bilas dengan air selama 10 menit. Kalau tertusuk atau tersayat

17
cuci dengan air dan sabun, biarkan darah mengalir kemudian luka ditutup. Lakukan
pemeriksaan HbsAg pada sesudah terpajan dan 6 bulan berikutnya.7

Jadwal yang sering untuk vaksinasi hepatitis B adalah 0,1 dan 6 bulan. Mereka yang
telah hanya satu/dua dosis tidak perlu mengulang series, mereka hanya perlu melengkapi
dosis yang telah mereka terima ( seperti vaksin lain yang memerlukan dosis tambahan).7

Pencegahan tersier

Deteksi dini. Pada petugas kesehatan termasuk petugas lab dianjurkan pemeriksaan
laboratorium (fungsi liver, status vaksinasi hepatitis/HbsAg). Pada dasarnya ada 2 jenis
pemeriksaan kesehatan berkala, yaitu: (1) Pemeriksaan berkala umum yang dilakukan
terhadap seluruh pekerja sebagai bagian program pemeliharaan kesehatan karyawan, atau
bila dicurigai terjadinya suatu kemungkinan gangguan kesehatan akibat berbagai kondisi
kerja yang memadai.1,7

(2) Pemeriksaan kesehatan yang dihubungan dengan ancaman gangguan kesehatan


di lingkungan kerja tertentu yang beresiko tinggi, dilaksanakan secara berkala untuk
memantau pekerja tertentu yang bekerja dalam kondisi spesifik.1,7

Kesimpulan

Hepatitis B yang diderita pasien merupakan penyakit yang diperberat akibat


pekerjaan. Hal ini dikarenakan adanya faktor individu berupa imunitas pasien yang
dibuktikan dengan tidak adanya marker anti HBc yang menandakan pasien pernah
diimunisasi serta HBsAg pasien yang positif.

18
Daftar Pustaka

1. Harrianto R. Buku ajar kesehatan kerja. Jakarta : EGC;2008.h.2,16-7,246.


2. Sumamur. Higieni perusahaan dan kesehatan kerja (HIPERKES). Ed-2. Jakarta :
Sagung Seto;2013.h.1
3. Green CW. Hepatitis virus dan HIV. Jakarta : Yayasan Spiritia ;2005.h.4-40.
4. Cahyono J.B, Suharjo B. Hepatitis B. Yogyakarta: Kanisius;2010.h.47-56.
5. Gish RG, Locarnini S. Chronic hepatitis b viral infection. In : Yamada T. 5th ed. Oxford:
Blackwell Publishing;2009.p.2112-38.
6. Jeyaratnam J. Buku ajar kedokteran kerja. Jakarta : EGC;2009.h.212.
7. Kementerian Kesehatan RI. Penyakit akibat kerja karena pajanan biologi. Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI;2011.h.3-5,16-8.
8. Shanahan JF, Barahona M, Boyle PJ. Current occupational and environment medicine.
America ; McGraw-Hill Companies Inc. p.266-7.
9. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis. Ed-6. Jakarta : Eirlangga;
2007.h.244.
10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.
Jakarta : Internal Publishing;2009.h.1521-4.

19

Anda mungkin juga menyukai