Supranata Tedhak
102015014
Abstrak
Abstract
1
Pendahuluan
Rumusan Masalah
Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dengan keluhan buang air kecil berwarna gelap
seperti teh pekat sejak 1 minggu lalu.
Hipotesis
Anamnesis
1. Identitas Pasien.
2. Keluhan utama.
3. Riwayat penyakit sekarang
Menanyakan kembali sejak kapan keluhan muncul.
Menanyakan adakah gejala penyerta (muntah, diare, refluks asam, nyeri punggung,
sesak napas, perdarahan gastrointestinal, disuria, dan demam.)
2
Adakah hematuria (tanyakan warna dan bau urin, pernahkah air seni berwarna
kemerahan atau kecoklatan , jika ya, kapan dan berapa kali)
Apakah terdapat pembengkakan pada area mata atau area tubuh lainnya
Adakah gejala saluran kemih (misalnya hesitansi, pancaran kecil, tetesan diakhir
kencing, dan inkontinensia)
Pola kencing (oligouria, dysuria, anuria). Pada GNA post streptococcus biasanya
terjadi oligouria.
4. Riwayat penyakit dahulu.
- Menanyakan apakah pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
- Adakah riwayat faringitis, impetigo, tonsillitis sebelumnya
- Adakah riwayat susah buang air besar
- Adakah riwayat trauma tumpul sekitar mata
5. Riwayat penyakit keluarga.
- Menanyakan apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan yang
dialami oleh pasien
6. Riwayat pengobatan/obat
- Menanyakan tindakan apa yang telah dilakukan
- Apakah sudah menggunakan obat tertentu dan bagaimana hasilnya
7. Riwayat imunisasi, gizi, pertumbuhan dan perkembangan anak.
Dari hasil anamnesis didapatkan tidak ada riwayat trauma tumpul sekitar mata, 2
minggu lalu sakit tenggorokan.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Pada keadaan umum yang dilihat adalah kondisi pasien saat datang pada dokter, mulai
dari compos mentis: kesadaran penuh. Apatis: kesadaran dimana pasien terlihat mengantuk
tetapi mudah di bangunkan dan reaksi penglihatan, pendengaran, serta perabaan normal.
Somnolent: kesadaran dapat dibangunkan bila dirangsang, dapat disuruh dan menjawab
pertanyaan. Bila rangsangan berhenti pasien tidur lagi. Sopor: kesadaran yang dapat
dibangunkan dengan rangsangan kasar dan terus menerus. Coma: Tidak ada reflek motoris
sekalipun dengan rangsangan nyeri.2,3
Tanda-Tanda Vital
3
Suhu, untuk mengetahui adanya peningkatan atau penurunana suhu. Frekuensi nadi,
frekuensi nafas dan tekanan darah. Pada kasus di atas tekanan darah 125/90 mmHg
Inspeksi
Pada inspeksi yang dapat dilihat mulai dari bagian wajah, ada anemia atau tidak dapat
dilihat pada bagian mata, kemudian ada bengkak atau tidak pada bagian wajah, bagian mulut
yang perlu dilihat adalah ada luka atau rasa sakit pada sekitar bibir, ditensi abdomen. Apakah
perutnya mengalami pembengkakan atau tidak. Pada bagian ektermitas bawah dapat dilihat ada
atau tidaknya edema pada tungkai.3
Pada kasus diatas ditemukan pasien dengan palpebral edema ODS, mata tidak merah,
tidak ada kotoran mata.
Palpasi
Dilakukan test shifting dullness. Pada GNAPS dengan oedem atau asites pada daerah
abdomen test akan positif.
Pekusi
Perkusi ginjal yaitu denga perkusi CVA untuk mengetahui ada nyeri atau tidak. Pada
penyakit ginjal dengan infeksi pada bagian atas terdapat nyeri pada pinggang maka CVA +.
Auskultasi
Auskultasi dilakukan pada abdomen biasanya untuk mendengarkan bising usus. Dalam
pemeriksaan untuk urogenital tidak ada kelainan pada abdomen. Pada skenario ditemukan
ronki basah pada kedua lapang paru
Pemeriksaan Penunjang
Urin:
o Proteinuria:
Secara kualitatif proteinuria berkisar antara negatif sampai dengan ++, jarang terjadi
sampai dengan +++. Bila terdapat proteinuria +++ harus dipertimbangkan adanya
gejala sindrom nefrotik atau hematuria makroskopik. Secara kuantitatif proteinuria
biasanya kurang dari 2 gram/m2 LPB/24 jam, tetapi pada keadaan tertentu dapat
melebihi 2 gram/m2 LPB/24 jam. Hilangnya proteinuria tidak selalu bersamaan dengan
hilangnya gejala-gejala klinik, sebab lamanya proteinuria bervariasi antara beberapa
4
minggu sampai bebrapa bulan sesudah gejala klinik menghilang. Sebagai batas 6 bulan,
bila lebih dari 6 bulan masih terdapat proteinuria disebut proteinuria menetap yaang
menunjukkan kemungkinan suatu glomerulonefritis kronik yang memerlukan biopsi
ginjal untuk membuktikannya.4
o Hematuria mikroskopik:
Hematuria mikroskopik merupakan kelainan yang hampir selalu ada, karena itu adanya
eritrosit dalam urin ini merupakan tanda yang paling penting untuk melacak lebih lanjut
kemungkinan suatu glomerulonefritis. Begitu pula dengan torak eritrosit tardapat 60-
85 kasus GNAPS. Adanya torak eritrosit merupakan bantuan sangat penting pada kasus
GNAPS yang tidak jelas, sebab torak ini menunjukkan adanya suatu peradangan
glomerulus (glomerulitis). Meskipun demikian bentuk torak eritrosit ini dapat pula
dijumpai pada penyakit ginjal lain seperti nekrosis tubular akut.4
Darah:
o Reaksi Serologis
5
o Aktivitas Komplemen
Komplemen serum hampir selalu menurun pada GNAPS, karena turut serta berperan
dalam proses antigen-antibodi sesudah terjadi infeksi streptococcus yang nefritogenik.
Diantara sistem komplemen dalam tubuh, maka komplemen C3 (B1C globulin) yang
paling sering diperiksa kadarnya karena cara pengukurannya mudah. Umumnya kadar
C3 mulai menurun selama fase akut atau dalam minggu pertama perjalanan penyakit
dengan kadar sekitar 20-40 mg/dl (normal 80-170 mg/dl), kemudian menjadi normal
sesudah 4-8 minggu timbulnya gejala-gejala penyakit. Bila sesudah 8 minggu kadar
complemen C3 ini masih rendah, maka hal ini menunjukkan suatu proses kronik yang
dapat dijumpai pada glomerulonefritis membrano proliferatif atau nefritis lupus.4
LED umumnya meninggi pada fase akut dan menurun setelah gejala klinik menhilang.
Walaupun demikian LED tidak dapat digunakan sebagai parameter kesembuhan
GNAPS, karena terdapat kasus GNAPS denga LED tetap tinggi walaupun gejala klinik
sudah menghilang.4
Diagnosis Kerja
6
Diagnosis Banding
Sindrom Nefrotik
Sindroma nefrotik merupakan suatu penyakit kronik yang sering dijumpai pada masa
kanak-kanak. Kelainan histopatologik yang terbanyak pada sindrom nefrotik idiopatik pada
anak adalah kelainan minimal. Sindrom nefropati dapat menyerang semua umur, tetapi
terutama menyerang anak-anak berusia antara 2-6 tahun, anak laki-laki lebih banyak
dibandingkan anak perempuan dengan rasio 2:3.Sindroma nefrotik berdasarkan 4 gejala klinik
yang khas yaitu:
Pasien sindrom nefrotik biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila
lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema skrotum. Kadang-kadang disetai
oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Pada pemeriksaan fisik harus
disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar perut dan tekanan darah. Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan antara lain urinalisis dan bila perlu biakan urin, protein urin
kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari,
pemeriksaan darah: darah tepi, kadar albumin dan kolesterol plasma, kadar ureum, kreatinin,
serta klirens klasik atau dengan rumus Schwartz, titer ASTO dan kadar komplemen C3 bila
7
terdapat hematuria mikroskop persisten. Bila dicurigai lupus eritromatosus sistemik
pemeriksaan dilengkapi dengan pemeriksaan kadar komplemen C4, ANA (anti nuclear
antibody), dan anti-dsDNA.
Pasien yang menunjukan gambaran klinik dan laboratorium yang tidak sesuai dengan
gejala kelainan minimal, sebaiknya dilakukan biopsi ginjal sebelum terapi steroid. Indikasi
biopsi ginjal, saat onset umur kurang dari 1 tahun atau lebih dari 16 tahun.
8
Epidemiologi
Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara epidemik atau
sporadik, paling sering pada anak usia sekolah yang lebih muda, antara 5-8 tahun.
Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2:1. Di Indonesia, penelitian multisenter
selama 12 bulan pada tahun 1988 melaporkan 170 orang pasien yang dirawat di rumah sakit
pendidikan, terbanyak di Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%),
dan Palembang (8,2%). Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan 1,3:1 dan terbanyak
menyerang anak usia 6-8 tahun (40,6%).5,8
Patofisiologi
Pada GNAPS terjadi reaksi radang pada glomerulus yang menyebabkan filtrasi glomeruli
berkurang, sedangkan aliran darah ke ginjal biasanya normal. Hal tersebut akan menyebabkan
filtrasi fraksi berkurang samapai di bawah 1%. Kedaaan ini menyebabkan reabsosrbsi di
tubulus proksimal berkurang yang akan mengakibatkan tubulus distalis meningkatkan proses
reabsorbsinya, termasuk Na, sehingga menyebabkan retensi Na dan air. Penelitian-penelitian
lebih lanjut memperlihatkan bahwa retensi Na dan air di dukung oleh keadaan berikut ini:4
Faktor-faktor endthelial dan mesangial yang dilepaskan oleh proses radang di glomerulus
Overexpression dari epithelial sodium channel
Sel-sel radang interstial yang meningkatkan aktivitas angiostensin internal
Faktor-faktor inilah yang seacara keseluruhan menyebabkan retensi Na dan air sehingga dapat
menyebabkan edema dan hipertensi. Efek proteinuria yang terjadi pada GNAPS tidak sampai
menyebabkan edema lebih berat, karena hormon-hormon yang mengatur ekspansi cairan
ekstraseluler seperti renin angiostensin, aldosterin dan diuretik hormon (ADH) tidak
9
meningkat. Edema yang berat dapat terjadi pada GNAPS bila ketiga hormon tersebut me
ningkat.4
Manifestasi Klinis
GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6-15 tahun dan jarang pada usia di bawah 2 tahun.
GNAPS didahului oleh infeksi melalui saluran pernapasan akut (ISPA) atau infeksi kulit
(piodermi), dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA dan 3 minggu pada pioderma. Gejala
klinik bentuk asimptomatik lebih banyak daripada bentuk simptomatik baik sporadik maupun
epidemik. Bentuk asimptomatik diketahui boila rterdapat kelainan sedimen urin terutama
hematuria mikroskopik yang disertai riwayat kontak dengan penderita GNAPS simtomatik.4
GNAPS simptomatik:
Periode Laten
Pada GNAPS yang kahas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi streptokokus
dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar antara 1-3 minggu, periode 1-2 minggu
didahului oleh ISPA, sedangkam periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit/piodermi.
Periode ini jarang terjadi di bwah 1 minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit
lain, seperti eksaserbasi dari glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik,
purpura Henoch-Schoenlein.4
Edema
Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan mrnghilang pada
akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah periorbital (edema palpebra),
disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka edema timbul di daerah perut
(asites) dan genitalia eksterna menyerupai sindrom nefrotik. Edema bersifat pitting sebagai
akibat cairan jaringan yang tertekan masuk ke jaringan intersistial yang dalam waktu
singkat akan kembali ke kedududkan semula.4
Hematuria
Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS, sedang kan hematuria
mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Urin tampak coklat kemerah-merahan
seperti teh pekat. Hematuria makroskopik biasanya timbul dalam minggu I dan
berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Hematuria mikroskopik dapat
berlangsung lebuh lama umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan bahkan sampai 1
tahun.4
10
Hipertensi
merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Umumnya terjadi dalam
minggu I dan menghilang bersama hilangnya gejala klinik yang lain. Pada kebanyakan
kasus dijumpai hipertensi ringan (80-90 mmHg). Keadaan ini tidak perlu diobati tetapi
hanya dengan istirahat yang cukup, dan diet yang teratur. Adanya hipertensi berat
menyebabkan ensolofati hipertensi yaitu hipertensi disertai gejala serebral seperti sakit
kepala, muntah, kesadaran menurun dan kejang-kejang.4
Penatalaksanaan
Istirahat
Istirahat di tempat tidur terutama dijumpai bila komplikasi yang biasanya timbul dalam
minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi
istirahat di tempat tidur, tetapi tidak dizinkan kegiatan seperti sebelum sakit. Lamanya
perawatan tergantung pada keadaan penyakit pada keadaan penyakit. Dahulu dianjurkan
prolonged bed rest sampai berbulan-bulan dengan alasan proteinuria dan hematuria
mikroskopik belum hilang. Kini lebih progresif, penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari
perawatan dengan syarat tidak ada komplikasi. Bila masih dijumapai kelainan
laboratorium urin, maka dilakukan pengamatan lanjut pada waktu berobat jalan. Istirahat
yang terlalu lama di tempat tidur menyebabkan anak tidak dapat bermain dan jauh dari
teman-temannya, sehingga memberikan beban psikologik.4
Diet
Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan makanan
tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1
g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari.
Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik, terutama pada penderita oligouria atau
anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran, berarti
asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss (20-25 ml/kgbb/hari) + jumlah
keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari).4
Antibiotik
Pemberian antibiotik pada GNAPS samapai sekarang masih sering dipertentangkan. Ada
yang memberi antibiotik bila biakan hapusan tenggorok atau kulit positif untuk
11
streptococcus, sedangkan yang lain memberikannya secara rutin dengan alasan biakan
negatif belum dapat menyingkirkan infeksi streptococcus. Biakan negatif dapat terjadi
oleh karena telah mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten
yang terlalu lama (> 3 mingggu). Pemberian antibiotik ini tidak mempengaruhi perjalann
penyakit tetapi untuk eradikasi organisme dan mencegah penyebaran ke individu lain.
Diberikan golongan penisilin berupa injeksi benzathine penisilin 50.000 U/kg BB im atau
Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika terdapat alergi terhadap
golongan penisilin, dapat diberikan eritromisin 30 mg/kgbb/hari.4
Simptomatik
- Hipertensi
Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan
(130/90 mmHg) dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan
darah bisa kembali normal dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang (>140-
150/>100 mmHg) atau berat tanpa tanda-tanda serebral dapat diberi captopril (0,3-
2 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi keduanya. Selain obat-obat
tersebut diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik dapat juga diberi nifedipin
secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang dapat diulangi setiap
30-60 menit bila diperlukan. Pada hipertensi barat atau hipertensi dengan gejala
serebral (enselofati hipertensi) dapat diberikan klonidin (0,002-0,006
mg/kgbb/hari) yang dapat diulang hingga 3 kali atau diazoxide 5 mg/kgbb/hari
secara intravena. Kedua obat tersebut dapat digabung dengan furosemid (1-3
mg/kgbb iv).4
Pencegahan
Terapi antibiotik sistemik awal untuk streptococcus. Bagi anggota keluarga yang juga
positif menderita GNAPS sebaiknya di kultur untuk menemukan kuman tersebut dan diobati
jika kultur positif. Selain itu, penanganan luka yang efektif bisa mencegah terjadinya infeksi.9
Komplikasi
12
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.6,8
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan
spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.6,8
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh
darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
memberat dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.6,8
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun.6,8
Prognosis
Penyakit ini dapat sembuh sendiri sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada
komplikasi, sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting diseaae. Walaupun sangat
jarang GNAPS dapat kambuh kembali.4
Kesimpulan
Daftar Pustaka:
13
1. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2007.h.228-43.
2. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed 2. Jakarta: EGC; 2005.
3. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Edisi 1. Jakarta: Erlangga; 2007. h.98.
4. Rauf S, Albar H, Aras J. Konsensus glomerulonefritis akut pasca streptokokus. Jakarta:
Unit Kerja Nefroligi IDAI; 2012.h.3-16
5. Pardede SO. Struktur sel streptokokus dan patogenesis glomerulonefritis akut
paskastreptokokus. Sari Pediatri; 2009: Vol. 11 (1). h.56-65.
6. Robbins LS, dkk. Buku ajar patologi. Edisi Ke-7. Volume 2. Jakarta: EGC; 2007.h.813-
814.
7. Wim de Jong, Sjamsuhidajat R. Buku ajar ilmu bedah. Edisi Ke-2. Jakarta: EGC;
2004.h.756-64.
8. Lumbanbatu SM. Glomerulonefritis akut pasca streptokokus. Sari Pediatri; 2003. Vol.
5.h.58-63.
9. Sudoyo WA. Setiyohadi B, Alwi I,dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.h.25-7, 474-6.
14