Pemicu Berpikir
1. Diagnosis penyakit yang mungkin atau kegawatan yang mungkin terjadi pada
pasien?
- Defisit volume cairan
B. Breathing
1. Hitung frekuensi napas dan saturasi oksigen (bila memungkinkan)
2. Lakukan auskultasi dada dan lakukan perkusi jika diperlukan
3. Berikan oksigen dosis tinggi jika pasien mengalami peningkatan frekuensi
napas, memiliki saturasi yang rendah, atau tampak sakit
4. Pertimbangkan untuk mengusulkan foto thoraks (CXR) atau analisis gas darah
C. Circulation
1. Periksa denyut nadi, tekanan darah, dan capillary refill tme (CRT). Pasang
EKG jika perlu dan pulse oximetry untuk monitoring
2. Pasang 1-2 kanul cairan intravena jika terdapat tanda-tanda syok (takikardi,
hipotensi, pemanjangan CRT) dan berikan cairan IV bolus.
3. Pertimbangkan untuk mengusulkan beberapa pemeriksaan di bawah ini
Urea (BUN), serum kreatinin
Serum elektrolit
Darah lengkap
Tes fungsi hati
Amilase
Serum keton
Laktat dan kultur darah jika pasien demam.
D. Disability
Lakukan penilaian AVPU atau GCS. Periksa apakah pupil isokor dan memberikan
respons terhadap penyinaran.
E. Exposure
Buka pakaian pasien, cari tanda ruam, perdarahan, atau edema. Lakukan inspeksi dan
palpasi abdomen untuk mendapatkan tanda klinis lain.
DISKUSI KASUS KAD
1. Epidemiologi KAD
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah suatu kondisi gawat darurat yang merupakan
komplikasi dari diabetes mellitus dengan tanda hiperglikemia, asidosis, dan ketosis.
Berdasarkan epidemiologi, kejadian KAD berkisar antara 4 hingga 8 kasus untuk 1000
pasien diabetes. Angka ini ditunjang dengan angka kematian sebesar 0,5 hingga 7%. Di
Amerika jumlah perawatan inap untuk pasien KAD mencapai angka lebih dari 140.000
perawatan per tahun pada tahun 2009 yang meningkat dari tahun 1988. Jumlah ini
menyebabkan beban keuangan yang ditanggung semakin besar, mencapai angka 2,4
milyar dolar amerika. Data epidemiologi KAD di indonesia belum tersedia. Namun,
KAD menjadi tantangan untuk pengobatan diabetes melitus di indonesia. Pada tahun
2000, dari beberapa penelitian di RSUPN, cipto mangunkusumo tahun 1998- 1999
menunjukkan jumlah kasus sebanyak 37 kasus dalam waktu 12 bulan dengan persentase
kematian sebesar 51%.
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan
lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini
dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan
bisa menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan,
menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus,
mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan
sebagainya.
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis diabetik
(KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua
gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah
tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan
elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus
interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan
metabolisme karbohidrat dan lipid normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang
juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor
ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang
berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan
elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang
berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Penderita
ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400
hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.Akibat
defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak
bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada
ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari
kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut.
Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan
menimbulkan asidosis metabolik.
Poliuria
Terdapatnya badan keton didalam urin disebut ketonuria. Kadar glukosa darah yang
tinggi akan menyebabkan kadarnya di urin meningkat. Meningkatnya kadar glukosa
urin akan menyebabkan volume urin bertambah sehingga cairan didalam tubuh akan
berkurang dan adanya hiperglikemi yang mengakibatkan poliuria dan polidipsi.
Polidipsi
Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan
merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
Dehidrasi
Hasil dari hiperosmolaritas adalah perpindahan cairan dari dalam sel ke serum, hal ini
menyebabkan hilangnya cairan dalam urin sehingga terjadi perubahan elektrolit dan
dehidrasi total pada tubuh. Pasien dengan kondisi dehidrasi progresif dapat
mengalami penurunan status mental hingga koma.
Kelemahan umum
Karena mengalami : mual, muntal nyeri abdomen,hiperventilasi, napas bau buah,
adanya perubahan tingkat kesadaran,koma,kematian.
Letargi ( mengantuk )
Dikarenakan cairan yang dikeluarkan oleh tubuh tidak normal, dan tumuh mengalami
kelemasan dan akan mengalami latergi ( mengantuk )
Nause atau muntah
Kondisi KAD dapat menyebabkan gejala gastrointestinal muncul, seperti mual,
muntah dan nyeri perut. Gejala mual dan muntah dipicu oleh ketonemia dan asidosis,
yang mana akan semakin diperberat oleh kondisi kehilangan cairan dan elektrolit.
Nyeri abdomen
Nyeri abdomen disebabkan oleh distensi lambung atau ileus.
Takikardi
Diabetik ketoasidosis yang membahayakan jiwa umumnya menimbulkan takikardia
dan denyut yang tipis. Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi
oleh peningkatan derajad ventilasi (peranfasan Kussmaul).
Hipotensi
Adanya defisiensi cairan pada KAD. Suhu pasien KAD yang meningkat tidak
disebabkan oleh kondisi KAD itu secara langsung, melainkan suatu pertanda bahwa
terdapat infeksi yang menyebabkan KAD tersebut tercetus
Hipotermia
Penurunan suhu tubuh yang membuatnya selalu merasa dingin
Perubahan stastus mental dan koma
Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan
melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton
atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi
koma yang disebut koma diabetic
Peningkatan peristaltik usus
Adanya rasa mual, muntah maka akan terjadi peningkatan peristaltik usus
Bau napas aseton
Karena adanya peningkatan badan keton, maka nafas akan berbau aseton (bau manis
seperti buah)
Respirasi kusmaul ( napas cepat dan dangkal )
Pasien yang sudah mengalami kondisi asidemia akan melakukan kompensasi dengan
meningkatkan kecepatan pernapasannya sehingga timbul pernapasan yang cepat dan
dalam dan menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna melawan
efek dari pembentukan badan keton.. (Jeffery, 2012, hal. 254)
4. Komplikasi
a. Hipoglikemia dan hipokalemia
Sebelum penggunaan protokol insulin dosis rendah, kedua komplikasi ini dapat
dijumpai pada kurang lebih 25% pasien yang diterapi dengan insulin dosis tinggi. Kedua
komplikasi ini diturunkan secara drastis dengan digunakannya terapi insulin dosis rendah.
Namun, hipoglikemia tetap merupakan salah satu komplikasi potensial terapi yang
insidensnya kurang dilaporkan secara baik. Penggunaan cairan infus menggunakan
dekstrosa pada saat kadar glukosa mencapai 250 mg/dL pada KAD dengan diikuti
penurunan laju dosis insulin dapat menurunkan insidens hipoglikemia lebih lanjut.
Serupa dengan hipoglikemia, penambahan kalium pada cairan hidrasi dan pemantauan
kadar kalium serum ketat selama fase-fase awal KAD dan KHH dapat menurunkan
insidens hipokalemia
b. Edema Serebral
Peningkatan tekanan intrakranial asimtomatik selama terapi KAD telah dikenal
lebih dari 25 tahun. Penurunan ukurnan ventrikel lateral secara signifikan, melalu
pemeriksaan eko-ensefalogram, dapat ditemukan pada 9 dari 11 pasien KAD selama
terapi. Meskipun demikian, pada penelitian lainnya, sembilan anak dengan KAD
diperbandingkan sebelum dan sesudah terapi, dan disimpulkan bahwa pembengkakan
otak biasanya dapat ditemukan pada KAD bahkan sebelum terapi dimulai. Edema
serebral simtomatik, yang jarang ditemukan pada pasien KAD dan KHH dewasa,
terutama ditemukan pada pasien anak dan lebih sering lagi pada diabetes awitan pertama.
c. Sindrom distres napas akut dewasa (adult respiratory distress syndrome)
Suatu komplikasi yang jarang ditemukan namun fatal adalah sindrom distres
napas akut dewasa (ARDS). Selama rehidrasi dengan cairan dan elektrolit, peningkatan
tekanan koloid osmotik awal dapat diturunkan sampai kadar subnormal. Perubahan ini
disertai dengan penurunan progresif tekanan oksigen parsial dan peningkatan gradien
oksigen arterial alveolar yang biasanya normal pada pasien dengan KAD saat presentasi.
Pada beberapa subset pasien keadaan ini dapat berkembang menjadi ARDS. Dengan
meningkatkan tekanan atrium kiri dan menurunkan tekanan koloid osmotik, infus
kristaloid yang berlebihan dapat menyebabkan pembentukan edema paru (bahkan dengan
fungsi jantung yang normal). Pasien dengan peningkatan gradien AaO2 atau yang
mempunyai rales paru pada pemeriksaan fisis dapat merupakan risiko untuk sindrom ini.
Pemantauan PaO2 dengan oksimetri nadi dan pemantauan gradien AaO2 dapat
membantu pada penanganan pasien ini. Oleh karena infus kristaloid dapat merupakan
faktor utama, disarankan pada pasien-pasien ini diberikan infus cairan lebih rendah
dengan penambahan koloid untuk terapi hipotensi yang tidak responsif dengan
penggantian kristaloid.
d. Asidosis metabolik hiperkloremik
Asidosis metabolik hiperkloremik dengan gap anion normal dapat ditemukan
pada kurang lebih 10% pasien KAD; meskipun demikian hampir semua pasien KAD
akan mengalami keadaan ini setelah resolusi ketonemia. Asidosis ini tidak mempunyai
efek klinis buruk dan biasanya akan membaik selama 24-48 jam dengan ekskresi ginjal
yang baik. Derajat keberatan hiperkloremia dapat diperberat dengan pemberian klorida
berlebihan oleh karena NaCl normal mengandung 154 mmol/L natrium dan klorida, 54
mmol/L lebih tinggi dari kadar klorida serum sebesar 100 mmol/L. Sebab lainnya dari
asidosis hiperkloremik non gap anion adalah: kehilangan bikarbonat potensial oleh
karena ekskresi ketoanion sebagai garam natrium dan kalium; penurunan availabilitas
bikarbonat di tubulus proksimal, menyebabkan reabsorpsi klorida lebih besar; penurunan
kadar bikarbonat dan kapasitas dapar lainnya pada kompartemen-kompartemen tubuh.
Secara umum, asidosis metabolik hiperkloremik membaik sendirinya dengan reduksi
pemberian klorida dan pemberian cairan hidrasi secara hati-hati. Bikarbonat serum yang
tidak membaik dengan parameter metabolik lainnya harus dicurigai sebagai kebutuhan
terapi insulin lebih agresif dan pemeriksaan lanjutan.
e. Trombosis vaskular
Banyak karakter pasien dengan KAD dan KHH mempredisposisi pasien terhadap
trombosis, seperti: dehidrasi dan kontraksi volume vaskular, keluaran jantung rendah,
peningkatan viskositas darah dan seringnya frekuensi aterosklerosis. Sebagai tambahan,
beberapa perubahan hemostatik dapat mengarahkan kepada trombosis. Komplikasi ini
lebih sering terjadi pada saat osmolalitas sangat tinggi. Heparin dosis rendah dapat
dipertimbangkan untuk profilaksis pada pasien dengan risiko tinggi trombosis, meskipun
demikian belum ada data yang mendukung keamanan dan efektivitasnya.
5. Diagnosis (lab dan radiologi)
Anamnesis
Anamnesis pada ketoasidosis diabetik bertujuan untuk mengkonfirmasi apakah pasien
sudah terdiagnosa diabetes sebelumnya atau tidak, dan tipe diabetes.[2-3]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan pada ketoasidosis diabetik mencakup
kesadaran pasien, tanda vital, tanda umum lainnya, dan status hidrasi.
Kesadaran
Penurunan kesadaran bervariasi, tergantung dari beratnya ketoasidosis diabetik. Pada
keadaan dehidrasi berat atau asidosis, pasien dapat mengalami koma. Nilai kesadaran
pasien menggunakan Glasgow Coma Scale.
Tanda Vital
Tanda vital yang berkaitan dengan ketoasidosis diabetik adalah takikardia, takipnea,
hipotensi, dan hipotermia. Demam dapat terjadi pada ketoasidosis yang disebabkan
oleh infeksi.
Status Hidrasi
Penilaian tingkat hidrasi adalah sebagai berikut:
- Nil atau ringan: < 4%, biasanya tidak tampak tanda klinisnya
- Moderat: 4%-7%, dehidrasi mudah dideteksi, yaitu turgor kulit menurun,
pengisian kembali pembuluh darah kapiler buruk
- Berat: >7%, perfusi jaringan buruk, nadi cepat, tekanan darah menurun sebagai
tanda-tanda pasien mengalami syok
Diagnosis Banding
Diagnosis banding utama ketoasidosis diabetik adalah hiperglikemia hiperosmolar
nonketotik. Pada kondisi ini, hiperglikemia berat terjadi tanpa adanya ketoasidosis.
Lakukan pemeriksaan keton dan analisa gas darah untuk menentukan apakah
ketoasidosis terjadi atau tidak.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang perlu diperiksa pada ketoasidosis diabetik adalah
hitung jenis, kadar glukosa darah, kadar serum bikarbonat, analisa gas darah, keton
darah dan kadar elektrolit.
Kadar glukosa darah pada ketoasidosis diabetik umumnya di atas 250 mg/dL. Kadar
serum bikarbonat penting diperiksa untuk menentukan tingkat keparahan penyakit.
Hasil analisa gas darah akan menunjukkan pH <7.3 dan peningkatan anion gap. Kadar
pH juga bermanfaat untuk menentukan tingkat keparahan penyakit. Hitung jenis
lekosit meningkat meski tidak ada infeksi, namun bila > 15 x 109/L atau bergeser ke
kiri mengarah kepada terjadinya infeksi.
Ketonemia pada pengambilan darah kapiler dapat diukur menggunakan uji strip untuk
menilai kadar β-hidroksibutirat atau dengan mengukur kadar keton darah secara
langsung. Keduanya sama efektif untuk mendiagnosis ketoasidosis diabetik.
Pada pemeriksaan elektrolit, didapatkan kadar sodium, klorida, dan fosfor yang
rendah, serta peningkatan kadar kalium. Fosfat menurun pada orang dengan gizi
buruk, atau pada alkoholisme kronik.
Pemeriksaan Urin
Pada pemeriksaan urin, akan didapatkan glukosuria dan ketonuria.
Kultur
Pemeriksaan kultur darah dan urin dapat bermanfaat untuk menentukan organisme
penyebab bila terdapat kecurigaan infeksi.
Pemeriksaan Lainnya
Pemeriksaan X-ray toraks berguna untuk menyingkirkan diagnosa pneumonia.
Pemeriksaan MRI bermanfaat untuk deteksi dini edema serebral. Walau demikian,
terdapat risiko ketika melakukan MRI pada pasien dengan penyakit kritis seperti
edema serebral, misalnya pasien tidak bisa berada ICU dalam waktu yang cukup lama
akibat pemeriksaan, dan keterbatasan alat monitoring dan ventilasi yang dapat
digunakan saat pemeriksaan.
1. Managemen Pengobatan
Penilaian dilakukan terhadap tingkat dehidrasi, kesadaran (Glasgow Coma Scale),
pemeriksaan sampel darah dan urin. Lakukan pemasangan intravenous line bersama dengan
pengambilan darah.
Pastikan pernafasan pasien baik. Jika terganggu, lakukan resusitasi sesuai panduan. Amankan
jalan nafas pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Setelah jalan nafas berhasil
diamankan, lakukan pemasangan nasogastric tube bila pasien koma atau muntah dan
biarkan nasogastric tube tetap terbuka untuk drainase.
Pasang EKG untuk memonitor dampak perubahan kadar kalium pasien akibat ketoasidosis
dan penanganannya. Lakukan pengukuran urin untuk mengukur balans cairan. Pada pasien
yang tidak sadar, pasang kateter urin supaya balans cairan dapat diukur.
Mulailah rehidrasi dengan normal saline + potasium (kalium). Tipe cairan yang
dimasukkan memerlukan penyesuaian terhadap kadar glukosa, natrium dan kalium dalam
darah.
Bolus Cairan
Tidak semua pasien dengan ketoasidosis diabetik memerlukan bolus cairan. Perlu
diingat bahwa asidosis itu sendiri sudah mengakibatkan perfusi perifer yang buruk dan
mengacaukan keakuratan penilaian dehidrasi. Perfusi perifer akan diperbaiki dengan
koreksi asidosis. Bila terdapat hipoperfusi, berikan 0,9% saline 10 ml/kgBB. Pasien
dengan ketoasidosis diabetik jarang memerlukan > 20 ml/kgBB total sebagai bolus.
Waspadai bahaya terhadap kelebihan pemberian cairan. Konsultasikan dengan spesialis
endokrin, atau dokter anak mengenai pemberian bolus cairan tambahan ini terutama yang
melebihi total 20 ml/kgBB.
Penyesuaian Pemberian Cairan
Rehidrasi dengan normal saline dan kalium sebaiknya dilanjutkan sedikitnya 6
jam pertama. Bila glukosa darah menurun sangat cepat dalam beberapa jam, atau
mencapai sekitar 216-270 mg/dL ubahlah ke normal saline dengan juga memasukkan 5%
dextrosa dan kalium. Pilihan cairan setelah 6 jam pertama akan dipengaruhi oleh kadar
serum sodium (natrium) yang telah dikoreksi melalui pemberian cairan sebelumnya, dan
kadar glukosa darah. Kadar natrium yang telah terkoreksi semestinya akan stabil, atau
meningkat seiring dengan menurunnya kadar glukosa darah Setelah 6 jam pertama
pemberian cairan, 0,45% NaCl dengan 5% dextrosa dan kalium mungkin dapat
dimasukkan ketika kadar glukosa darah < 216-270 mg/dL. Namun, 0,9% saline +
dextrose dan kalium sebaiknya dilanjutkan, apabila:
Hiponatremia terjadi
Kadar serum natrium yang telah terkoreksi gagal untuk menstabilkan keadaan
Kadar serum natrium meningkat seiring dengan penurunan kadar glukosa darah
Terjadi hiperosmolar, atau ada kemungkinan pergeseran cepat terhadap
osmolaritas darah
Usahakan untuk menjaga kadar glukosa darah antara 90-216 mg/dL. Naikkan
konsentrasi dextrosa ke 10% seiring dengan pemberian normal saline dan kalium,
bilamana asidosis masih tetap terjadi dan kadar glukosa darah < 100 mg/dL, atau jatuh
secara cepat ke dalam kisaran 100-270 mg/L.
Pemberian insulin dalam infus diturunkan bila kadar glukosa darah terus
menurun meski sudah diberikan dextrosa 10%. Pasien dalam keadaan ini, diturunkan
pemberian insulinnya ke 0.05 unit/kgBB/hari, dengan mengingat bahwa ada perbaikan
terhadap metabolik asidosis. Dalam hal ini, perlu untuk konsultasi dengan spesialis
pediatrik endokrin.
Bila pasien menjadi hipoglikemik, lakukan tata laksana hipoglikemia. Bila pasien
secara metabolik stabil, rehidrasi dilanjutkan secara oral setelah 24-36 jam pertama terapi
cairan intravena. Keadaan stabil ini biasanya akan terjadi bersamaan dengan terapi insulin
yang diubah pemasukannya dari infus ke suntikan subkutan.
Kalium
Mulailah dengan memasukkan KCl pada konsentrasi 40 mmol/L bila BB < 30 kg,
atau 40-60 mmol/L bila BB > 30 kg. Pemberian kalium selanjutnya ditentukan
berdasarkan kadar serum kalium.
Ketika terapi insulin dimulai, pemberian kalium ulangan diberikan tiap satu jam. Tunda
pemberian kalium bila kadar serum kalium > 5,5 mmol/L, atau pasien anuria, sampai
kadar kalium adalah < 5,5 mmol/L, atau output urine tercatat. Mulailah dengan
memasukkan KCl pada konsentrasi 40 mmol/L bila berat < 30 kg, atau 40-60 mmol/L
bila berat di atas 30 kg.
Insulin
Monitor ketat keseimbangan antara cairan yang masuk dan yang keluar. Lakukan
observasi tiap jam (dapat lebih sering bila terindikasi secara klinis): nadi, tekanan darah,
tingkat kesadaran (GCS), dan status neurologis (respon pupil, penilaian perubahan akan
gangguan tidak dapat istirahat baik, cengeng, sakit kepala).
Lakukan pemeriksaan tiap jam kadar glukosa dan zat-zat keton dalam darah
sementara pasien sedang dalam terapi infus insulin. Periksa kembali kalium dalam tempo
1 jam setelah dimulainya infus insulin. Periksa gas darah vena dan glukosa darah tiap 2
jam untuk 6 jam pertama, selanjutnya setelah tiap 2-4 jam kemudian dan ukur suhu badan
tiap 2-4 jam.
- Memberikan terapi cairan melalui pemasangan infus untuk mengatasi dehidrasi dan
mengencerkan glukosa dalam darah
- Memberikan insulin melalui infus intravena (melalui pembuluh darah vena) yang
dilanjutkan dengan pemberian insulin melalui suntikan subkutan (melalui bawah
kulit), untuk menurunkan kadar gula darah
3. Tindakan keperawatan
A. Airway
Response verbal yang baik dari pasien menunjukkan airway bebas. Jika pasien
kesulitan memberikan respons verbal, lalukan pemeriksaan atau upaya membuka
airway (head tilt, chin lift). Jika airway tidak ada gangguan namun pasien masuk
mengalami kesulitan memberikan response verbal, maka evaluasi breathing.
B. Breathing
- Hitung frekuensi napas dan saturasi oksigen (bila memungkinkan)
- Lakukan auskultasi dada dan lakukan perkusi jika diperlukan
- Berikan oksigen dosis tinggi jika pasien mengalami peningkatan frekuensi
napas, memiliki saturasi yang rendah, atau tampak sakit
- Pertimbangkan untuk mengusulkan foto thoraks (CXR) atau analisis gas darah
C. Circulation
- Periksa denyut nadi, tekanan darah, dan capillary refill tme (CRT). - Pasang
EKG jika perlu dan pulse oximetry untuk monitoring
- Pasang 1-2 kanul cairan intravena jika terdapat tanda-tanda syok (takikardi,
hipotensi, pemanjangan CRT) dan berikan cairan IV bolus.
- Pertimbangkan untuk mengusulkan beberapa pemeriksaan di bawah ini :
Urea (BUN), serum kreatinin
Serum elektrolit
Darah lengkap
Tes fungsi hati
Amilase
Serum keton
Laktat dan kultur darah jika pasien demam.
Pertimbangkan pemasangan kateter urine untuk memantau produksi urin 24 jam. Jika pasien
demam dan penyebabnya tidak diketahui, mulailah memberikan antibiotik spektrum luas. Bila
memungkinkan, usulkan pemeriksaan keton urin. Jika hasilnya positif, akan sangat menunjang
diagnosis ketoasidosis diabetes (jika juga didapatkan bukti hiperglikemia dan asidosis
metabolik).
Terapi KAD :
1. Cairan
Patogenesis utama ketoasidosis diabetes adalah dehidrasi cairan tubuh, sehingga langkah
pertama yang harus dipikirkan adalah melakukan rehidrasi.
a) Untuk rehidrasi tahap awal kamu bisa memberikan 500 mL NaCl 0,9% bolus
selama 1 jam jika Tekanan Darah (TD) Sistolik pasien > 90 mmHg
b) Jika Tekanan Darah Sistolik < 90 mmHg kamu bisa memberikan 1000 mL NaCl
0,9% dalam 1 jam
c) Jika Tekanan Darah Sistolik masih < 90 mmHg kamu bisa mengulangi dosis di
atas
2. Insulin
Pasien Diabetes ketoasidosis membutuhkan insulin untuk menurunkan hiperglikemia.
Berikan bolus insulin 0,1 unit/kgBB dilanjutkan maintenance infus insulin intravena
dosis tetap 0,1 unit/kgBB/jam, dibuat dengan mencampur 50 unit insulin dengan 50 mL
NaCl 0,9%
3. Kalium
Lakukan koreksi kalium. Bila K < 5,5 mEq/L, berikan 20-30 mEq/L kalium di dalam tiap
liter kantong infus. Target kalium berada di rentang 4-5 mEq/L.
D. Disability
Lakukan penilaian AVPU atau GCS. Periksa apakah pupil isokor dan memberikan
respons terhadap penyinaran.
E. Exposure
Buka pakaian pasien, cari tanda ruam, perdarahan, atau edema. Lakukan inspeksi dan
palpasi abdomen untuk mendapatkan tanda klinis lain.
A. KASUS
Pasien seorang wanita, 56 tahun, masuk unit gawat darurat rumah sakit Siaga diantar oleh
keluarganya. Pada pengkajian, pasien ditemukan tidak sadar didalam kamarnya oleh anak
pasien, 2 jam sebelum masuk RS. Pasien tidak respon saat diajak bicara, sehari
sebelumnya pasien sempat mengeluh sesak nafas dan badan lemas. Sesak tidak berkurang
dengan istirahat. kelemahan sesisi tubuh tidak ada, kejang tidak ada, demam tidak ada,.
Pasien diketahui menderita sakit kencing manis sejak ± 4 tahun yang lalu tetapi tidak
rutin minum obat. Dua minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh luka di
kaki kanannya tak kunjung sembuh yang awalnya disebabkan menginjan kaca tanpa
disadari. Hasil pemeriksaan, TD 140/90 mmHg, Nadi 120 x/mnt, suhu 36.7 C, RR 32
x/mnt. Hasil pemeriksaan laboratorium, GD 528 mg/dl, HbAiC 8.2 %. Hasil AGD Ph
7.23, PO2 97, HCO3 18 Meq/L, PCO2 32 .Dokter melakukan pemberian teraphy cairan
dan penatalaksanaan lainnya sesuai algorytma.
B. PENGKAJIAN
1. Identitas Diri :
Nama Klien : Ny. X
Usia : 56 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Pakuan Barat No. 112
Tanggal/Jam Masuk RS : 25 Agustus 2019/ 14.00 WIB
Tanggal/Jam Pengkajian : 25 Agustus 2019/ 14.10 WIB
Diagnosa Medis : Diabetes Mellitus
No. RM : 161111
2. Identitas Penanggungjawab
Nama : An. X
Usia : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Pakuan Barat No. 112
Hubungan dengan pasien : Anak
C. ANALISA DATA
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
5. Monitor manifestasi
saluran pencernaan
akibat memburuknya
asidosis metabolik
(seperti, mual dan
muntah) sesuai
kebutuhan.
Terapi oksigen
1. Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea.
2. Pertahankan jalan
nafas yang paten.
3. Atur peralatan
oksigenasi.
4. Monitor aliran
oksigen.
5. Pertahankan posisi
pasien.
6. Observasi adanya
tanda tanda
hipoventilasi.
7. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
3. Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri.
4. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan.
9. Monitor pola
pernapasan abnormal.
tentang diet
· Membatasi gerakan
ketika gula darah diatas
250 mg/dl, terutama
apabila terdapat urin keton
· Mendorong pasien
untuk memantau gula
darah