Anda di halaman 1dari 23

Kasus KAD

Pemicu Berpikir
1. Diagnosis penyakit yang mungkin atau kegawatan yang mungkin terjadi pada
pasien?
- Defisit volume cairan

2. Tindakan Menstabilkan Pasien :


a. Pastikan patensi jalan napas, dan berikan O2 aliran tinggi.
b. Memberikan terapi cairan melalui pemasangan infus untuk mengatasi dehidrasi
dan mengencerkan glukosa dalam darah
c. Memberikan insulin melalui infus intravena (melalui pembuluh darah vena)
d. Jika glukosa darah <15mmol / L setelah terapi insulin, ganti dari 0,9% natrium
klorida menjadi glukosa 5%. Hal ini mengurangi risiko hipoglikemia dan koreksi
osmolalitas dan edema serebral yang terlalu cepat.
e. Penggantian elektrolit. Terapi cairan dan insulin dapat menyebabkan pergerakan
K + intraseluler yang cepat. Jika nilai K + plasma <5.5mmol / L, K + perlu
ditambahkan ke cairan pengganti.
f. Pertimbangkan: selang NG jika muntah terus-menerus; kateter urin (terutama jika
pasien oligurik atau anurik); Pemantauan CVP pada pasien yang kritis.
g. Pastikan profilaksis tromboemboli (pasien dengan KAD memiliki keadaan
hiperkoagulasi).
h. Pasien yang sangat asidemia /kritis memerlukan perawatan di ICU / HDU.

3. Modalitas diagnostic sesuai di UGD


 Pemeriksaan EKG : Untuk memonitor kemungkinan timbulnya akut infark miokard,
yang bisa terjadi tanpa ada rasa nyeri dada pada pasien diabetes
 Pemeriksaan gula darah
 Pemeriksaan laboratorium : AGD, Keton darah, kadar elektrolit, pemeriksaan urin

4. Intervensi terapeutik lain untuk ketoasidosis metabolik.


Prinsip KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan ketidakseimbangan
elektrolit.
 Rehidrasi
a. Berikan akses IV
b. Atasi syok pasien
c. Monitor ketidakseimbangan cairan
 Pemberian insulin
a. Berikan insulin kerja cepat
b. Monitor kadar gula darah setiap 4 jam sekali
 Pemberian kalium, karena pasien dengan KAD kemungkinan akan mengalami defisit
kalium yang berat
Untuk maintenance, lakukan maintenance cairan, makan sesuai dengan pengaturan diet
yang sudah di tetapkan, serta minum yang cukup untuk mengatasi dehidrasi

5. Bagaimana pengobatan kasus KAD bisa berbeda berdasarkan kemampuan


institusi?
a. Fasilitas Kesehatan : tiap rumah sakit berbeda-beda. Ada yang peralatannya
lengkap dan ada juga yang tidak. Begitu juga dengan penerimaan kapasitas
pasien.
b. Asuransi : asuransi kesehatan yang dimiliki tiap pasien juga berbeda-beda seperti
BPJS dan umum. Adapun pasien dengan asuransi BPJS biasanya penanganannya
tidak secepat asuransi umum.
c. Banyaknya jumlah tenaga kesehatan juga bisa berbeda tiap rumah sakit.
Implikasi bagi peran perawat :
Peran perawat dalam manajemen Ketoasidosis Diabetikum (KAD) sangat penting.
Kondisi KAD dapat terjadi di berbagai setting perawatan pasien meliputi UGD, rawat
inap dan bahkan di rawat jalan. Jadi, kompetensi manajemen KAD harus dikuasai bukan
hanya oleh perawat UGD saja tetapi oleh seluruh perawat rumah sakit yang kemungkinan
kontak dengan pasien KAD atau berisiko mengalami KAD. Peran perawat dalam
manajemen KAD diantaranya deteksi tanda dan gejala, monitoring tanda vital, deteksi
dan pencegahan perburukan, pencegahan dan deteksi komplikasi pasca tindakan, edukasi
klien dan keluarga, serta rehabilitasi pasca tindakan. Pendekatan yang digunakan
tentunya menggunakan pendekatan proses keperawatan yaitu pengkajian, penegakkan
diagnosis keperawatan, penentuan tujuan dan outcomes, pemilihan rencana tindakan,
implementasi dan evaluasi.

. 6. Indikasi pemindahan pasien KAD


Apabila mengalami gejala memiliki gula darah secara konsisten di atas 300 mg/desiliter.
Jika hal itu terjadi pada orang di sekitar pasien, segera bawa penderita ke IGD untuk
mendapatkan pengobatan karena ketoasidosis diabetik yang tidak segera ditangani bisa
berakibat fatal. Penderita diabetes harus mengikuti program pengobatan yang diberikan
oleh dokter dan melakukan kontrol secara rutin. Pemeriksaan gula darah yang lebih
sering juga disarankan ketika sedang cedera, sakit, stres, atau merasa tidak enak badan.
Berkonsultasilah dengan dokter jika gula darah lebih tinggi daripada biasanya walaupun
dapat dikontrol dengan bantuan obat. 
Ketoasidosis diabetes dapat berakhir dengan kematian jika tikdak ditangani dengan cepat
dan tepat. Sehingga adanya suatu check list terstruktur yang berisi langkah-langkah
penanganan gawat darurat (ABCDE) akan sangat membantu dalam kondisi gawat darurat
yang bersifat stressful. Ikuti pendekatan ABCDE dengan sistematis dan usulkan
pemeriksaan penunjang yang diperlukan atau lakukan tatalaksana dasar pada setiap tahap,
sebelum beranjak ke tahapan selanjutnya.
A. Airway
Perkenalkan dirimu dan jelaskan pemeriksaan apa yang akan kamu lakukan.
Responseverbal yang baik dari pasien menunjukkan airway bebas. Jika pasien kesulitan
memberikan respons verbal, lalukan pemeriksaan atau upaya membuka airway (head
tilt,chin lift). Jika airway tidak ada gangguan namun pasien masuk mengalami kesulitan
memberikan response verbal, maka evaluasi breathing.

B. Breathing
1. Hitung frekuensi napas dan saturasi oksigen (bila memungkinkan)
2. Lakukan auskultasi dada dan lakukan perkusi jika diperlukan
3. Berikan oksigen dosis tinggi jika pasien mengalami peningkatan frekuensi
napas, memiliki saturasi yang rendah, atau tampak sakit
4. Pertimbangkan untuk mengusulkan foto thoraks (CXR) atau analisis gas darah
C. Circulation
1. Periksa denyut nadi, tekanan darah, dan capillary refill tme (CRT). Pasang
EKG jika perlu dan pulse oximetry untuk monitoring
2. Pasang 1-2 kanul cairan intravena jika terdapat tanda-tanda syok (takikardi,
hipotensi, pemanjangan CRT) dan berikan cairan IV bolus.
3. Pertimbangkan untuk mengusulkan beberapa pemeriksaan di bawah ini
 Urea (BUN), serum kreatinin
 Serum elektrolit
 Darah lengkap
 Tes fungsi hati
 Amilase
 Serum keton
 Laktat dan kultur darah jika pasien demam.

D. Disability
Lakukan penilaian AVPU atau GCS. Periksa apakah pupil isokor dan memberikan
respons terhadap penyinaran.

E. Exposure
Buka pakaian pasien, cari tanda ruam, perdarahan, atau edema. Lakukan inspeksi dan
palpasi abdomen untuk mendapatkan tanda klinis lain.
DISKUSI KASUS KAD
1. Epidemiologi KAD

Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah suatu kondisi gawat darurat yang merupakan
komplikasi dari diabetes mellitus dengan tanda hiperglikemia, asidosis, dan ketosis.
Berdasarkan epidemiologi, kejadian KAD berkisar antara 4 hingga 8 kasus untuk 1000
pasien diabetes. Angka ini ditunjang dengan angka kematian sebesar 0,5 hingga 7%. Di
Amerika jumlah perawatan inap untuk pasien KAD mencapai angka lebih dari 140.000
perawatan per tahun pada tahun 2009 yang meningkat dari tahun 1988. Jumlah ini
menyebabkan beban keuangan yang ditanggung semakin besar, mencapai angka 2,4
milyar dolar amerika. Data epidemiologi KAD di indonesia belum tersedia. Namun,
KAD menjadi tantangan untuk pengobatan diabetes melitus di indonesia. Pada tahun
2000, dari beberapa penelitian di RSUPN, cipto mangunkusumo tahun 1998- 1999
menunjukkan jumlah kasus sebanyak 37 kasus dalam waktu 12 bulan dengan persentase
kematian sebesar 51%.

2. PATOFISIOLOGI KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)

Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan
lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini
dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan
bisa menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan,
menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus,
mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan
sebagainya.
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis diabetik
(KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua
gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah
tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.

Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan


hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan
kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi
(diubah) menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria.
Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan
elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrasi
terjadi bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat
menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan
dikompensasi oleh peningkatan derajat ventilasi (pernafasan Kussmaul).

Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan
elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus
interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan
metabolisme karbohidrat dan lipid normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang
juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor
ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang
berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan
elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang
berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Penderita
ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400
hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.Akibat
defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak
bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada
ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari
kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut.
Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan
menimbulkan asidosis metabolik.

3. Tanda dan Gejala


Ketoasidosis kebanyakan kompilokasi dari penyakit DM tipe I yang disebabkan oleh
kekurangan insulin yang di hasilkan oleh pangkreas yang dapat menyebabkan beberapa
tanda dan gejala sebagai berikut :

 Poliuria
Terdapatnya badan keton didalam urin disebut ketonuria. Kadar glukosa darah yang
tinggi akan menyebabkan kadarnya di urin meningkat. Meningkatnya kadar glukosa
urin akan menyebabkan volume urin bertambah sehingga cairan didalam tubuh akan
berkurang dan adanya hiperglikemi yang mengakibatkan poliuria dan polidipsi.
 Polidipsi
Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan
merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
 Dehidrasi
Hasil dari hiperosmolaritas adalah perpindahan cairan dari dalam sel ke serum, hal ini
menyebabkan hilangnya cairan dalam urin sehingga terjadi perubahan elektrolit dan
dehidrasi total pada tubuh. Pasien dengan kondisi dehidrasi progresif dapat
mengalami penurunan status mental hingga koma.
 Kelemahan umum
Karena mengalami : mual, muntal nyeri abdomen,hiperventilasi, napas bau buah,
adanya perubahan tingkat kesadaran,koma,kematian.
 Letargi ( mengantuk )
Dikarenakan cairan yang dikeluarkan oleh tubuh tidak normal, dan tumuh mengalami
kelemasan dan akan mengalami latergi ( mengantuk )
 Nause atau muntah
Kondisi KAD dapat menyebabkan gejala gastrointestinal muncul, seperti mual,
muntah dan nyeri perut. Gejala mual dan muntah dipicu oleh ketonemia dan asidosis,
yang mana akan semakin diperberat oleh kondisi kehilangan cairan dan elektrolit.
 Nyeri abdomen
Nyeri abdomen disebabkan oleh distensi lambung atau ileus.
 Takikardi
Diabetik ketoasidosis yang membahayakan jiwa umumnya menimbulkan takikardia
dan denyut yang tipis. Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi
oleh peningkatan derajad ventilasi (peranfasan Kussmaul).
 Hipotensi
Adanya defisiensi cairan pada KAD. Suhu pasien KAD yang meningkat tidak
disebabkan oleh kondisi KAD itu secara langsung, melainkan suatu pertanda bahwa
terdapat infeksi yang menyebabkan KAD tersebut tercetus
 Hipotermia
Penurunan suhu tubuh yang membuatnya selalu merasa dingin
 Perubahan stastus mental dan koma
Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan
melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton
atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan  terjadi
koma yang disebut koma diabetic
 Peningkatan peristaltik usus
Adanya rasa mual, muntah maka akan terjadi peningkatan peristaltik usus
 Bau napas aseton
Karena adanya peningkatan badan keton, maka nafas akan berbau aseton (bau manis
seperti buah)
 Respirasi kusmaul ( napas cepat dan dangkal )
Pasien yang sudah mengalami kondisi asidemia akan melakukan kompensasi dengan
meningkatkan kecepatan pernapasannya sehingga timbul pernapasan yang cepat dan
dalam dan menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna melawan
efek dari pembentukan badan keton.. (Jeffery, 2012, hal. 254)

4. Komplikasi
a. Hipoglikemia dan hipokalemia
Sebelum penggunaan protokol insulin dosis rendah, kedua komplikasi ini dapat
dijumpai pada kurang lebih 25% pasien yang diterapi dengan insulin dosis tinggi. Kedua
komplikasi ini diturunkan secara drastis dengan digunakannya terapi insulin dosis rendah.
Namun, hipoglikemia tetap merupakan salah satu komplikasi potensial terapi yang
insidensnya kurang dilaporkan secara baik. Penggunaan cairan infus menggunakan
dekstrosa pada saat kadar glukosa mencapai 250 mg/dL pada KAD dengan diikuti
penurunan laju dosis insulin dapat menurunkan insidens hipoglikemia lebih lanjut.
Serupa dengan hipoglikemia, penambahan kalium pada cairan hidrasi dan pemantauan
kadar kalium serum ketat selama fase-fase awal KAD dan KHH dapat menurunkan
insidens hipokalemia
b. Edema Serebral
Peningkatan tekanan intrakranial asimtomatik selama terapi KAD telah dikenal
lebih dari 25 tahun. Penurunan ukurnan ventrikel lateral secara signifikan, melalu
pemeriksaan eko-ensefalogram, dapat ditemukan pada 9 dari 11 pasien KAD selama
terapi. Meskipun demikian, pada penelitian lainnya, sembilan anak dengan KAD
diperbandingkan sebelum dan sesudah terapi, dan disimpulkan bahwa pembengkakan
otak biasanya dapat ditemukan pada KAD bahkan sebelum terapi dimulai. Edema
serebral simtomatik, yang jarang ditemukan pada pasien KAD dan KHH dewasa,
terutama ditemukan pada pasien anak dan lebih sering lagi pada diabetes awitan pertama.
c. Sindrom distres napas akut dewasa (adult respiratory distress syndrome)
Suatu komplikasi yang jarang ditemukan namun fatal adalah sindrom distres
napas akut dewasa (ARDS). Selama rehidrasi dengan cairan dan elektrolit, peningkatan
tekanan koloid osmotik awal dapat diturunkan sampai kadar subnormal. Perubahan ini
disertai dengan penurunan progresif tekanan oksigen parsial dan peningkatan gradien
oksigen arterial alveolar yang biasanya normal pada pasien dengan KAD saat presentasi.
Pada beberapa subset pasien keadaan ini dapat berkembang menjadi ARDS. Dengan
meningkatkan tekanan atrium kiri dan menurunkan tekanan koloid osmotik, infus
kristaloid yang berlebihan dapat menyebabkan pembentukan edema paru (bahkan dengan
fungsi jantung yang normal). Pasien dengan peningkatan gradien AaO2 atau yang
mempunyai rales paru pada pemeriksaan fisis dapat merupakan risiko untuk sindrom ini.
Pemantauan PaO2 dengan oksimetri nadi dan pemantauan gradien AaO2 dapat
membantu pada penanganan pasien ini. Oleh karena infus kristaloid dapat merupakan
faktor utama, disarankan pada pasien-pasien ini diberikan infus cairan lebih rendah
dengan penambahan koloid untuk terapi hipotensi yang tidak responsif dengan
penggantian kristaloid.
d. Asidosis metabolik hiperkloremik
Asidosis metabolik hiperkloremik dengan gap anion normal dapat ditemukan
pada kurang lebih 10% pasien KAD; meskipun demikian hampir semua pasien KAD
akan mengalami keadaan ini setelah resolusi ketonemia. Asidosis ini tidak mempunyai
efek klinis buruk dan biasanya akan membaik selama 24-48 jam dengan ekskresi ginjal
yang baik. Derajat keberatan hiperkloremia dapat diperberat dengan pemberian klorida
berlebihan oleh karena NaCl normal mengandung 154 mmol/L natrium dan klorida, 54
mmol/L lebih tinggi dari kadar klorida serum sebesar 100 mmol/L. Sebab lainnya dari
asidosis hiperkloremik non gap anion adalah: kehilangan bikarbonat potensial oleh
karena ekskresi ketoanion sebagai garam natrium dan kalium; penurunan availabilitas
bikarbonat di tubulus proksimal, menyebabkan reabsorpsi klorida lebih besar; penurunan
kadar bikarbonat dan kapasitas dapar lainnya pada kompartemen-kompartemen tubuh.
Secara umum, asidosis metabolik hiperkloremik membaik sendirinya dengan reduksi
pemberian klorida dan pemberian cairan hidrasi secara hati-hati. Bikarbonat serum yang
tidak membaik dengan parameter metabolik lainnya harus dicurigai sebagai kebutuhan
terapi insulin lebih agresif dan pemeriksaan lanjutan.
e. Trombosis vaskular
Banyak karakter pasien dengan KAD dan KHH mempredisposisi pasien terhadap
trombosis, seperti: dehidrasi dan kontraksi volume vaskular, keluaran jantung rendah,
peningkatan viskositas darah dan seringnya frekuensi aterosklerosis. Sebagai tambahan,
beberapa perubahan hemostatik dapat mengarahkan kepada trombosis. Komplikasi ini
lebih sering terjadi pada saat osmolalitas sangat tinggi. Heparin dosis rendah dapat
dipertimbangkan untuk profilaksis pada pasien dengan risiko tinggi trombosis, meskipun
demikian belum ada data yang mendukung keamanan dan efektivitasnya.
5. Diagnosis (lab dan radiologi)
 Anamnesis
Anamnesis pada ketoasidosis diabetik bertujuan untuk mengkonfirmasi apakah pasien
sudah terdiagnosa diabetes sebelumnya atau tidak, dan tipe diabetes.[2-3]

 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan pada ketoasidosis diabetik mencakup
kesadaran pasien, tanda vital, tanda umum lainnya, dan status hidrasi.

 Kesadaran
Penurunan kesadaran bervariasi, tergantung dari beratnya ketoasidosis diabetik. Pada
keadaan dehidrasi berat atau asidosis, pasien dapat mengalami koma. Nilai kesadaran
pasien menggunakan Glasgow Coma Scale.

 Tanda Vital
Tanda vital yang berkaitan dengan ketoasidosis diabetik adalah takikardia, takipnea,
hipotensi, dan hipotermia. Demam dapat terjadi pada ketoasidosis yang disebabkan
oleh infeksi.

 Tanda Umum Lain


Tanda umum lain yang perlu diperhatikan saat pemeriksaan fisik adalah tanda
dehidrasi seperti membran mukosa yang kering dan penurunan turgor, penurunan
refleks, serta tanda khas berupa bau nafas ketotik (bau nafas seperti aseton).

 Status Hidrasi
Penilaian tingkat hidrasi adalah sebagai berikut:
- Nil atau ringan: < 4%, biasanya tidak tampak tanda klinisnya
- Moderat: 4%-7%, dehidrasi mudah dideteksi, yaitu turgor kulit menurun,
pengisian kembali pembuluh darah kapiler buruk
- Berat: >7%, perfusi jaringan buruk, nadi cepat, tekanan darah menurun sebagai
tanda-tanda pasien mengalami syok
 Diagnosis Banding
Diagnosis banding utama ketoasidosis diabetik adalah hiperglikemia hiperosmolar
nonketotik. Pada kondisi ini, hiperglikemia berat terjadi tanpa adanya ketoasidosis.
Lakukan pemeriksaan keton dan analisa gas darah untuk menentukan apakah
ketoasidosis terjadi atau tidak.

 Diagnosis banding ketoasidosis diabetik lainnya adalah:


- Infeksi seperti pankreatitis, appendicitis, atau infeksi saluran kemih pada wanita
- Gangguan metabolik seperti ketoasidosis alkoholik, asidosis laktat, asidosis
metabolic
- Keracunan salisilat
- Syok sepsis
- Koma hyperosmolar
- Hipofosfatemia[2,9,10]
 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk ketoasidosis diabetik harus dilakukan secara berulang.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan darah, urin, dan
kultur.

 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang perlu diperiksa pada ketoasidosis diabetik adalah
hitung jenis, kadar glukosa darah, kadar serum bikarbonat, analisa gas darah, keton
darah dan kadar elektrolit.

 Kadar glukosa darah pada ketoasidosis diabetik umumnya di atas 250 mg/dL. Kadar
serum bikarbonat penting diperiksa untuk menentukan tingkat keparahan penyakit.
Hasil analisa gas darah akan menunjukkan pH <7.3 dan peningkatan anion gap. Kadar
pH juga bermanfaat untuk menentukan tingkat keparahan penyakit. Hitung jenis
lekosit meningkat meski tidak ada infeksi, namun bila > 15 x 109/L atau bergeser ke
kiri mengarah kepada terjadinya infeksi.

 Ketonemia pada pengambilan darah kapiler dapat diukur menggunakan uji strip untuk
menilai kadar β-hidroksibutirat atau dengan mengukur kadar keton darah secara
langsung. Keduanya sama efektif untuk mendiagnosis ketoasidosis diabetik.

 Pada pemeriksaan elektrolit, didapatkan kadar sodium, klorida, dan fosfor yang
rendah, serta peningkatan kadar kalium. Fosfat menurun pada orang dengan gizi
buruk, atau pada alkoholisme kronik.

 Pemeriksaan Urin
Pada pemeriksaan urin, akan didapatkan glukosuria dan ketonuria.

 Kultur
Pemeriksaan kultur darah dan urin dapat bermanfaat untuk menentukan organisme
penyebab bila terdapat kecurigaan infeksi.

 Pemeriksaan Lainnya
Pemeriksaan X-ray toraks berguna untuk menyingkirkan diagnosa pneumonia.
Pemeriksaan MRI bermanfaat untuk deteksi dini edema serebral. Walau demikian,
terdapat risiko ketika melakukan MRI pada pasien dengan penyakit kritis seperti
edema serebral, misalnya pasien tidak bisa berada ICU dalam waktu yang cukup lama
akibat pemeriksaan, dan keterbatasan alat monitoring dan ventilasi yang dapat
digunakan saat pemeriksaan.
1. Managemen Pengobatan
Penilaian dilakukan terhadap tingkat dehidrasi, kesadaran (Glasgow Coma Scale),
pemeriksaan sampel darah dan urin. Lakukan pemasangan intravenous line bersama dengan
pengambilan darah.
Pastikan pernafasan pasien baik. Jika terganggu, lakukan resusitasi sesuai panduan. Amankan
jalan nafas pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Setelah jalan nafas berhasil
diamankan, lakukan pemasangan nasogastric tube bila pasien koma atau muntah dan
biarkan nasogastric tube tetap terbuka untuk drainase.
Pasang EKG untuk memonitor dampak perubahan kadar kalium pasien akibat ketoasidosis
dan penanganannya. Lakukan pengukuran urin untuk mengukur balans cairan. Pada pasien
yang tidak sadar, pasang kateter urin supaya balans cairan dapat diukur.
Mulailah rehidrasi dengan normal saline + potasium (kalium). Tipe cairan yang
dimasukkan memerlukan penyesuaian terhadap kadar glukosa, natrium dan kalium dalam
darah.
 Bolus Cairan
Tidak semua pasien dengan ketoasidosis diabetik memerlukan bolus cairan. Perlu
diingat bahwa asidosis itu sendiri sudah mengakibatkan perfusi perifer yang buruk dan
mengacaukan keakuratan penilaian dehidrasi. Perfusi perifer akan diperbaiki dengan
koreksi asidosis. Bila terdapat hipoperfusi, berikan 0,9% saline 10 ml/kgBB. Pasien
dengan ketoasidosis diabetik jarang memerlukan > 20 ml/kgBB total sebagai bolus.
Waspadai bahaya terhadap kelebihan pemberian cairan. Konsultasikan dengan spesialis
endokrin, atau dokter anak mengenai pemberian bolus cairan tambahan ini terutama yang
melebihi total 20 ml/kgBB.
 Penyesuaian Pemberian Cairan
Rehidrasi dengan normal saline dan kalium sebaiknya dilanjutkan sedikitnya 6
jam pertama. Bila glukosa darah menurun sangat cepat dalam beberapa jam, atau
mencapai sekitar 216-270 mg/dL ubahlah ke normal saline dengan juga memasukkan 5%
dextrosa dan kalium. Pilihan cairan setelah 6 jam pertama akan dipengaruhi oleh kadar
serum sodium (natrium) yang telah dikoreksi melalui pemberian cairan sebelumnya, dan
kadar glukosa darah. Kadar natrium yang telah terkoreksi semestinya akan stabil, atau
meningkat seiring dengan menurunnya kadar glukosa darah Setelah 6 jam pertama
pemberian cairan, 0,45% NaCl dengan 5% dextrosa dan kalium mungkin dapat
dimasukkan ketika kadar glukosa darah < 216-270 mg/dL. Namun, 0,9% saline +
dextrose dan kalium sebaiknya dilanjutkan, apabila:
 Hiponatremia terjadi
 Kadar serum natrium yang telah terkoreksi gagal untuk menstabilkan keadaan
 Kadar serum natrium meningkat seiring dengan penurunan kadar glukosa darah
 Terjadi hiperosmolar, atau ada kemungkinan pergeseran cepat terhadap
osmolaritas darah
Usahakan untuk menjaga kadar glukosa darah antara 90-216 mg/dL. Naikkan
konsentrasi dextrosa ke 10% seiring dengan pemberian normal saline dan kalium,
bilamana asidosis masih tetap terjadi dan kadar glukosa darah < 100 mg/dL, atau jatuh
secara cepat ke dalam kisaran 100-270 mg/L.
Pemberian insulin dalam infus diturunkan bila kadar glukosa darah terus
menurun meski sudah diberikan dextrosa 10%. Pasien dalam keadaan ini, diturunkan
pemberian insulinnya ke 0.05 unit/kgBB/hari, dengan mengingat bahwa ada perbaikan
terhadap metabolik asidosis. Dalam hal ini, perlu untuk konsultasi dengan spesialis
pediatrik endokrin.
Bila pasien menjadi hipoglikemik, lakukan tata laksana hipoglikemia. Bila pasien
secara metabolik stabil, rehidrasi dilanjutkan secara oral setelah 24-36 jam pertama terapi
cairan intravena. Keadaan stabil ini biasanya akan terjadi bersamaan dengan terapi insulin
yang diubah pemasukannya dari infus ke suntikan subkutan.

 Kalium

Mulailah dengan memasukkan KCl pada konsentrasi 40 mmol/L bila BB < 30 kg,
atau 40-60 mmol/L bila BB > 30 kg. Pemberian kalium selanjutnya ditentukan
berdasarkan kadar serum kalium.
Ketika terapi insulin dimulai, pemberian kalium ulangan diberikan tiap satu jam. Tunda
pemberian kalium bila kadar serum kalium > 5,5 mmol/L, atau pasien anuria, sampai
kadar kalium adalah < 5,5 mmol/L, atau output urine tercatat. Mulailah dengan
memasukkan KCl pada konsentrasi 40 mmol/L bila berat < 30 kg, atau 40-60 mmol/L
bila berat di atas 30 kg.
 Insulin

Pemberian awal insulin sebesar 0,1 unit/kgBB/hari. Pada anak dengan riwayat


diabetes yang sebelumnya mendapat terapi insulin secara rutin dengan kadar glukosa
<270 mg/dL, berikan 50 unit insulin rapid-acting ke dalam 49,5 ml 0,9% NaCl (1
unit/mL solution) atau 0,05 unit/kgBB/jam. Dosis ini diberikan pada anak yang masih
muda dan dengan rujukan selama perjalanan ke rumah sakit bila monitoring biokemikal
terbatas.
Seorang dokter semestinya mendampingi tiap pasien ketoasidosis diabetik yang
memerlukan infus insulin selama transfer ke rumah sakit. Infus insulin biasanya
berdampingan di sisi tubuh yang lain dengan three-way IV tap cairan rehidrasi infus.
Pemberian insulin yang adekuat dilanjutkan untuk membersihkan zat-zat keton dalam
darah dan mengkoreksi asidosis. Sesuaikan konsentrasi dextrosa dalam cairan IV, untuk
mempertahankan kadar glukosa darah 90-216 mg/dL. Infus insulin dapat dihentikan bila
pasien sudah sadar dan secara metabolik stabil dengan pH > 7,30 dan HCO3 > 15. Waktu
terbaik untuk mengubah cara pemberian insulin ke subkutan adalah pada waktu sebelum
makan. Infus insulin hanya boleh dihentikan 30 menit setelah suntikan insulin rapid-
acting  secara subkutan pertama. Waspadai koma karena hiperosmolar hiperglikemik
nonketotik, dan konsultasikan keadaan ini dengan tim pediatrik dan/atau pediatrik
endokrin dalam hal pemberian insulin.
 Bikarbonat

Pemberian bikarbonat tidak rutin direkomendasikan karena dapat menyebabkan


asidosis paradoksikal pada susunan saraf pusat. Asidosis yang berlanjut menunjukkan
pemberian insulin dan cairan yang tidak adekuat.
Pada kasus yang jarang, pasien anak yang sangat sakit, contohnya dengan pH<7,0,
HCO3< 5 mmol/L, diberikan adrenalin untuk menaikkan tekanan darah, atau mereka yang
mengalami hiperkalemia, mungkin dapat ditolong dengan pemberian bikarbonat ini. Pada
keadaan tersebut, konsultasikan terlebih dahulu dengan spesialis endokrin sebelum
memberikan dosis kecil bikarbonat.
Dosis HCO3 (mmol) = 0,15 x BB (kg) x defisit basa. Masukkan dalam waktu lebih dari
30-60 menit dosis tersebut dengan monitoring jantung, kemudian lakukan penilaian kembali
status basa darah. Awasi risiko hipokalemia akibat pemberian bikarbonat ini.
 Monitoring dan Penatalaksanaan Berkelanjutan

Monitor ketat keseimbangan antara cairan yang masuk dan yang keluar. Lakukan
observasi tiap jam (dapat lebih sering bila terindikasi secara klinis): nadi, tekanan darah,
tingkat kesadaran (GCS), dan status neurologis (respon pupil, penilaian perubahan akan
gangguan tidak dapat istirahat baik, cengeng, sakit kepala).
Lakukan pemeriksaan tiap jam kadar glukosa dan zat-zat keton dalam darah
sementara pasien sedang dalam terapi infus insulin. Periksa kembali kalium dalam tempo
1 jam setelah dimulainya infus insulin. Periksa gas darah vena dan glukosa darah tiap 2
jam untuk 6 jam pertama, selanjutnya setelah tiap 2-4 jam kemudian dan ukur suhu badan
tiap 2-4 jam.

2. Terapi Definitive KAD

- Memberikan terapi cairan melalui pemasangan infus untuk mengatasi dehidrasi dan
mengencerkan glukosa dalam darah

- Memberikan insulin melalui infus intravena (melalui pembuluh darah vena) yang
dilanjutkan dengan pemberian insulin melalui suntikan subkutan (melalui bawah
kulit), untuk menurunkan kadar gula darah

- Memberikan elektrolit, seperti kalium, natrium, dan klorida untuk menyeimbangkan


kadar elektrolit tubuh

3. Tindakan keperawatan

A. Airway

Response verbal yang baik dari pasien menunjukkan airway bebas. Jika pasien
kesulitan memberikan respons verbal, lalukan pemeriksaan atau upaya membuka
airway (head tilt, chin lift). Jika airway tidak ada gangguan namun pasien masuk
mengalami kesulitan memberikan response verbal, maka evaluasi breathing.

B. Breathing
- Hitung frekuensi napas dan saturasi oksigen (bila memungkinkan)
- Lakukan auskultasi dada dan lakukan perkusi jika diperlukan
- Berikan oksigen dosis tinggi jika pasien mengalami peningkatan frekuensi
napas, memiliki saturasi yang rendah, atau tampak sakit
- Pertimbangkan untuk mengusulkan foto thoraks (CXR) atau analisis gas darah

C. Circulation
- Periksa denyut nadi, tekanan darah, dan capillary refill tme (CRT). - Pasang
EKG jika perlu dan pulse oximetry untuk monitoring
- Pasang 1-2 kanul cairan intravena jika terdapat tanda-tanda syok (takikardi,
hipotensi, pemanjangan CRT) dan berikan cairan IV bolus.
- Pertimbangkan untuk mengusulkan beberapa pemeriksaan di bawah ini :
 Urea (BUN), serum kreatinin
 Serum elektrolit
 Darah lengkap
 Tes fungsi hati
 Amilase
 Serum keton
 Laktat dan kultur darah jika pasien demam.

Pertimbangkan pemasangan kateter urine untuk memantau produksi urin 24 jam. Jika pasien
demam dan penyebabnya tidak diketahui, mulailah memberikan antibiotik spektrum luas. Bila
memungkinkan, usulkan pemeriksaan keton urin. Jika hasilnya positif, akan sangat menunjang
diagnosis ketoasidosis diabetes (jika juga didapatkan bukti hiperglikemia dan asidosis
metabolik).

Terapi KAD :
1. Cairan
Patogenesis utama ketoasidosis diabetes adalah dehidrasi cairan tubuh, sehingga langkah
pertama yang harus dipikirkan adalah melakukan rehidrasi.
a) Untuk rehidrasi tahap awal kamu bisa memberikan 500 mL NaCl 0,9% bolus
selama 1 jam jika Tekanan Darah (TD) Sistolik pasien > 90 mmHg
b) Jika Tekanan Darah Sistolik < 90 mmHg kamu bisa memberikan 1000 mL NaCl
0,9% dalam 1 jam
c) Jika Tekanan Darah Sistolik masih < 90 mmHg kamu bisa mengulangi dosis di
atas
2. Insulin
Pasien Diabetes ketoasidosis membutuhkan insulin untuk menurunkan hiperglikemia.
Berikan bolus insulin 0,1 unit/kgBB dilanjutkan maintenance infus insulin intravena
dosis tetap 0,1 unit/kgBB/jam, dibuat dengan mencampur 50 unit insulin dengan 50 mL
NaCl 0,9%
3. Kalium
Lakukan koreksi kalium. Bila K < 5,5 mEq/L, berikan 20-30 mEq/L kalium di dalam tiap
liter kantong infus. Target kalium berada di rentang 4-5 mEq/L.

D. Disability
Lakukan penilaian AVPU atau GCS. Periksa apakah pupil isokor dan memberikan
respons terhadap penyinaran.
E. Exposure
Buka pakaian pasien, cari tanda ruam, perdarahan, atau edema. Lakukan inspeksi dan
palpasi abdomen untuk mendapatkan tanda klinis lain.

4. ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS DIABETIK (KAD)

A. KASUS

Pasien seorang wanita, 56 tahun, masuk unit gawat darurat rumah sakit Siaga diantar oleh
keluarganya. Pada pengkajian, pasien ditemukan tidak sadar didalam kamarnya oleh anak
pasien, 2 jam sebelum masuk RS. Pasien tidak respon saat diajak bicara, sehari
sebelumnya pasien sempat mengeluh sesak nafas dan badan lemas. Sesak tidak berkurang
dengan istirahat. kelemahan sesisi tubuh tidak ada, kejang tidak ada, demam tidak ada,.
Pasien diketahui menderita sakit kencing manis sejak ± 4 tahun yang lalu tetapi tidak
rutin minum obat. Dua minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh luka di
kaki kanannya tak kunjung sembuh yang awalnya disebabkan menginjan kaca tanpa
disadari. Hasil pemeriksaan, TD 140/90 mmHg, Nadi 120 x/mnt, suhu 36.7 C, RR 32
x/mnt. Hasil pemeriksaan laboratorium, GD 528 mg/dl, HbAiC 8.2 %. Hasil AGD Ph
7.23, PO2 97, HCO3 18 Meq/L, PCO2 32 .Dokter melakukan pemberian teraphy cairan
dan penatalaksanaan lainnya sesuai algorytma.

B. PENGKAJIAN

1. Identitas Diri :
 Nama Klien : Ny. X
 Usia : 56 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Pendidikan : SMA
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Agama : Islam
 Alamat : Jl. Pakuan Barat No. 112
 Tanggal/Jam Masuk RS : 25 Agustus 2019/ 14.00 WIB
 Tanggal/Jam Pengkajian : 25 Agustus 2019/ 14.10 WIB
 Diagnosa Medis : Diabetes Mellitus
 No. RM : 161111
2. Identitas Penanggungjawab
 Nama : An. X
 Usia : 25 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Agama : Islam
 Alamat : Jl. Pakuan Barat No. 112
 Hubungan dengan pasien : Anak

3. Keluhan Utama :Klien datang ke UGD RS Siaga dengan penurunan


kesadaran , memiliki riwayat DM dengan hasil pemeriksaan GDS 528 mg/dl
4. Riwayat Penyakit Dahulu : Diabetes Mellitus sejak 4 tahun yang lalu
5. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak Ada
6. Pengkajian Primer
 Airway : jalan nafas tidak paten, frekuensi nafas tidak teratur
 Breathing : Pola nafas klien kussmaul, RR: 28 x/menit
 Circulation : TD 140/90 mmHg, N : 120x/menit, RR: 32
x/menit., Suhu 37.7C
 Disability : Penurunan Kesadaran
 Exposure : Turgor kulit buruk (terinjak beling)
7. Pengkajian Sekunder
 Alergi : Klien tidak mempunyai alergi terhadap makanan, dan
obat-obatan.
 Medikasi : Keluarga mengatakan, kemarin pasien mengatakan sesak
nafas dan badan lemas dan tidak berkurang ketika istirahat
 Past Illness : Klien mempunyai riwayat Diabetes Mellitus
 Last Meal : Klien terakhir makan tadi pagi jam 07.00
 Evenvironment : Keluarga mengatakan klien tinggal di daerah
perkampungan dan dalam satu rumah klien tinggal bersama suami dan 2 anak

C. ANALISA DATA

No Analisa Data Problem Etiologi


1 DS : hambatan pertukaran asidosis metabolik
 Keluarga mengatakan pasien tidak gas
sadar
 Keluarga mengatakan sehari
sebelumnya pasien mengeluh
sesak napas dan badan lemas
DO :
1. Hasil Pemeriksaan TTV
 TD : 140/90 Mmhg
 N : 120x/mnt
 S : 36,7 C
 RR : 32x/mnt
2. Hasil AGD
 Ph : 7.23
 PO2 : 97
 HCO3 : 18 Meq/L
 PCO2 : 32
2 DS : ketidakefektifan pola
 Pasien seorang wanita umur 56 nafas
tahun dibawa ke UGD, ditemukan
tidak sadar didalam kamar
 Sehari sebelumnya, pasien
mengeluh sesak nafas, dan sesak
tidak berkurang dengan istirahat
 Menderita diabetes mellitus sejak
4 tahun yang lalu
DO :
 Penurunan kesadaran
 RR : 32x/mnt
3 DS : ketidakstabilan Diabetes Mellitus
 Keluarga mengatakan pasien glukosa darah
menderita sakit kencing manis
kurang lebih 4 tahun yang lalu
 Luka di kaki kanan yang tidak
kunjung sembuh
DO :
1. Hasil Lab
 GDS : 528 mg/dl

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnose keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


1 Hambatan pertukaran gas NOC, hal. 559 NIC, hal. 153
berhubungan dengan asidosis
 Setelah diberikan asuhan Manajemen Asam Basa :
metabolic
keperawatan selama ....x24 Asidosis Metabolik
jam diharapkan masalah (1911)
keperawatan teratasi
dengan kriteria hasil: 1. Pertahankan kepatenan
jalan napas.
Status Pernafasan: 2. Monitor pola
Pertukaran Gas (0402) pernapasan.

 Tekanan parsial 3. Monitor indikator


karbondioksida di darah pengiriman oksigen
arteri (PaCO2) jaringamn (misalnya.,
dipertahankan pada skala 1 PaO2, SaO2, nilai Hb,
ditingkatkan ke skala 5 (1- dan curah jantung)
5) sesuai kebutuhan.
 pH arteri dipertahankan
4. Monitor penurunan
pada skala 2 ditingkatkan
bikarbonat dan asam
ke skala 5 (1-5)
(misalnya.,

 Mengantuk dipertahankan ketoasidosis

pada skala 2 ditingkatkan diabetikum) sesuai


ke skala 5 (1-5) kebutuhan.

5. Monitor manifestasi
saluran pencernaan
akibat memburuknya
asidosis metabolik
(seperti, mual dan
muntah) sesuai
kebutuhan.

2 Ketidakefektifan pola nafas.  Respiratory status: Airway Management


Definisi: Pertukaran udara Ventilation
1. Buka jalan nafas,
inspirasi dan/atau ekspirasi
 Respiratory status: Airway guanakan teknik chin
tidak adekuat.
patency lift atau jaw thrust bila
perlu.
 Vital sign Status
2. Posisikan pasien
Kriteria Hasil: untuk memaksimalkan
ventilasi.
a) Mendemonstrasikan
3. Identifikasi pasien
batuk efektif dan suara
perlunya pemasangan
nafas yang bersih, tidak
alat jalan nafas buatan.
ada sianosis dan
dyspneu (mampu 4. Pasang mayo bila
mengeluarkan sputum, perlu.
mampu bernafas dengan
5. Lakukan fisioterapi
mudah, tidak ada pursed
dada jika perlu.
lips)
b) Menunjukkan jalan 6. Keluarkan
nafas yang paten (klien sekret dengan batuk
tidak merasa tercekik, atau suction.
irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam 7.  Auskultasi suara
rentang normal, tidak nafas, catat adanya
ada suara nafas suara tambahan.
abnormal)
8. Lakukan suction
c) Tanda Tanda vital pada mayo.
dalam rentang normal
9. Berikan
(tekanan darah, nadi,
bronkodilator bila
pernafasan)
perlu.

10. Berikan pelembab


udara Kassa basah
NaCl Lembab.

11. Atur intake untuk


cairan mengoptimalkan
keseimbangan. 

12. Monitor respirasi


dan status O2 

Terapi oksigen 
1. Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea.
2. Pertahankan jalan
nafas yang paten.

3. Atur peralatan
oksigenasi.

4. Monitor aliran
oksigen.
5. Pertahankan posisi
pasien.

6. Observasi adanya
tanda tanda
hipoventilasi.

7. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring 

1. Monitor TD, nadi,


suhu, dan RR.
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah.

3. Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri.

4. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan.

5. Monitor TD, nadi,


RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas.

6. Monitor kualitas dari


nadi.

7. Monitor frekuensi dan


irama pernapasan.
8. Monitor suara paru.

9. Monitor pola
pernapasan abnormal.

10. Monitor suhu,


warna, dan
kelembaban kulit.

11. Monitor sianosis


perifer.

12. Monitor adanya


cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)

13. Identifikasi penyebab


dari perubahan vital
sign

3 Resiko ketidakstabilan kadar NOC      NIC


glukosa darah
Setelah diberikan asuhan Managemen
keperawatan selama ....x24 Hiperglikemia
jam diharapkan tingkat
Aktifitas ;
pengetahuan klien meningkat
dengan kriteria hasil:
1. Memantau peningkatan
gula darah
Tingkat glukosa darah
2. Memantau gejala
Defenisi : keadaan dimana hiperglikemia, poliuria,
tingkat glukosa di plasma dan polidipsi, poliphagi,
dan kelelahan.
urin dalam rentang normal
3. Memantau urin keton
 Indikator :
·   Memberikan insulin
o Glukosa darah dalam yang sesuai
batas normal
·   Memantau status cairan
o Glukosa urin dalam batas
normal · Antisipasi situasi dalam
persyaratan pemberian
o Urin keton
insulin

 tentang diet
· Membatasi gerakan
ketika gula darah diatas
250 mg/dl, terutama
apabila terdapat urin keton

·   Mendorong pasien
untuk memantau gula
darah

Anda mungkin juga menyukai