Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kolostomi adalah lubang yang dibuat melalui dinding abdomen kedalam
kolon iliaka (assenden) sebagai tempat mengeluarkan feses (Pearce, 2009
dalam Nainggolan & Asrizal, 2013). Pembentukan kolostomi dapat dilakukan
secara permanen atau sementara tergantung tujuan dilakukan operasi dan 10%
diantaranya adalah kolostomi permanen (Vonk-Klassen, et al, 2015). Lubang
kolostomi yang muncul di permukaan atau dinding abdomen yang berwarna
kemerahan disebut stoma.
Menurut Kalibjian (2013), kolostomi biasanya disebabkan oleh kanker
kolorektal, pecahnya divertikulitis, perforasi usus, trauma usus atau kerusakan
sumsum tulang belakang sehingga tidak adanya kontrol dalam buang air besar.
Dari beberapa penyebab kolostomi, penyebab tersering menurut Indonesian
Ostomy Association/INOA (2010) adalah kanker kolorektal. Kanker
kolorektal merupakan penyakit keganasan yang menyerang usus besar
(Manggarsari, 2013). Jenis kanker ini paling sering ditemui, terutama pada
wanita atau pria yang berusia 50 tahun atau lebih (Irianto, 2012).
Kanker kolorektal atau Colorectal cancer (CRC), merupakan penyebab
utama ketiga kematian akibat kanker yang menyerang pria dan wanita di
Amerika Serikat dengan perkiraan angka kematian tahun 2016 pada laki-laki
26.020 (8%) dan pada perempuan 23.170 (8%) dan sekitar 70.820 (8%) kasus
baru pada laki-laki dan 63.670 (8%) pada perempuan (Siegel, Miller, & Jemal,
2016). CRC di Inggris merupakan penyebab umum kedua kematian akibat
kanker dan penyakit umum ketiga kanker pada pria (14%), wanita (11%)
sedangkan diseluruh dunia CRC merupakan kanker umum ketiga dengan
1.360.000 kasus baru pada tahun 2012 (10% dari total) (Yong Du, 2017). Di
Indonesia sendiri CRC merupakan penyebab kematian keempat bagi laki-laki
dan penyebab ketiga bagi perempuan pada tahun 2012 (Kementrian Kesehatan
RI Pusat Data dan Informasi Kesehatan, 2015).
Meningkatnya jumlah penderita kanker kolorektal juga akan
meningkatkan jumlah penderita kolostomi. Di Amerika Serikat dari semua
penderita kanker kolorektal terdapat sekitar 800.000 orang dengan kolostomi
(ostomate) dan 100.000 ostomate baru setiap tahunnya (Sheetz, et al, 2014
dalam Davis, 2015). Menurut Nainggolan & Asrizal (2013) dalam
penelitiannya di RSUP H. Adam Malik Medan, didapatkan data jumlah
penderita kolostomi dari tahun 2009 sampai 2011 sebanyak 1.221 orang
sedangkan di RSUP Dr. M. Djamil Padang berdasarkan data rekam medis
tahun 2015 terdapat sekitar 117 penderita kolostomi.
Pembentukan kolostomi akan menimbulkan banyak permasalahan pada
penderitanya baik fisik, mental, emosional, sosial dan ekonomi (Cohen, 1991
dalam Panusur, 2007). Menurut William, et al (2010) dalam Burch (2013),
dari beberapa masalah yang menjadi kekhawatiran sedikitnya 54% ostomate
mempunyai masalah tentang alat dan aksesoris kolostomi, pola makan,
masalah kulit sekitar stoma, psikologis dan bagaimana melanjutkan kembali
kehidupan secara normal.
Komplikasi yang berhubungan dengan pembentukan stoma baik jangka
panjang maupun jangka pendek menyebabkan masalah kulit disekitar stoma
(68%). Iritasi kulit adalah masalah yang paling banyak ditemukan (44%)
(Williams et al., 2010). Komplikasi kulit sekitar stoma dapat timbul diawal
pembentukan maupun disepanjang hidup penderita stoma, komplikasi dapat
timbul 2 bulan pertama setelah pembedahan (Ratliff, 2010; Salvadalena,
2013). Komplikasi yang paling umum ditemukan adalah kerusakan kulit
sekitar stoma yang berhubungan dengan kelembaban yakni iritasi. Iritasi
didefenisikan kulit yang meradang, sakit, gatal, dan merah (14 responden), 11
responden mengalami infeksi kulit (misalnya,jamur atau folikulitis), 8
responden mengalami erosi (excoriated; lembab dan berdarah), dan 7
mengalami eritema. Komplikasi kulit paling sering terjadi pada saat jangka
waktu 21 sampai 40 hari (11 kasus)(Salvadalena, 2013).
Iritasi kulit di sekitar stoma dapat disebabkan oleh penggunaan kantung
stoma yang kurang tepat sehingga mengakibatkan bocornya feses dan
mengenai kulit, pemilihan kantung stoma yang tepat penting dilakukan untuk
menghindari hal tersebut. Iritasi kulit di sekitar stoma dapat menyebabkan
ketidaknyamanan pada pasien kolostomi. Untuk mengatasi hal tersebut,
kelompok berinisiatif untuk memodifikasi kantung stoma menjadi suatu
bentuk tas yang dibuat dengan bahan halus dan elastis, disebut “Tapistis” atau
tas pinggang elastis. Dengan adanya tas pinggang elastis ini, diharapkan dapat
mengurangi resiko kebocoran feses dan kerusakan pada kulit di sekitar stoma
sehingga dapat meningkatkan kenyamanan dan rasa percaya diri pada pasien
kolostomi.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa itu tas pinggang elastis?
b. Mengapa tas pinggang elastis merupakan pilihan yang tepat untuk
meningkatkan rasa nyaman pada pasien ileostomi dan kolostomi?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui tentang tas pinggang elastis
b. Mengetahui manfaat dan kegunaan tas pinggang elastis untuk pasien
ileostomi dan kolostomi

1.4 Luaran yang Diharapkan


Luaran yang diharapkan dari usaha tas pinggang elastis ini adalah adanya alat
penampung feses bagi pasien ileostomi dan kolostomi yang nyaman dipakai,
dapat meningkatkan rasa percaya diri dan mengurangi resiko komplikasi pada
area sekitar stoma.

1.5 Manfaat
a. Dapat meningkatkan dan menumbuhkan semangat kreativitas dalam
berwirausaha
b. Dapat membaca peluang usaha yang ada dengan membaca masalah yang
ada di sekitar
c. Dapat meningkatkan rasa nyaman dan percaya diri pada pasien ileostomi
dan kolostomi
d. Dapat mengurangi resiko komplikasi pada area sekitar stoma pada pasien
ileostomi dan kolostomi

Anda mungkin juga menyukai