Anda di halaman 1dari 1529

DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. OKTRIAN | DR. RIFDA | DR.

AULIA
DR. REZA | DR. CEMARA | DR. AARON | DR. CLARISSA

OFFICE ADDRESS:
Jakarta Medan
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007 Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872 Sari, Kec. Medan Selayang 2013
WA. 081380385694/081314412212 WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p re p . co . i d
ILMU
P E N YA K I T
DALAM
Soal no 1
• Seorang perempuan berusia 50 tahun datang ke klinik dokter umum
dengan keluhan nyeri pada ulu hati sejak 2 bulan yang lalu. Nyeri
terutama setelah makan. Pasien sering terbangun pada malam hari.
Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah, namun tidak ada
demam. Sebelumnya pasien sudah pernah berobat dan
mengkonsumsi obat lansoprazole selama 1 minggu namun tidak ada
perubahan. BAB dan BAK normal. Pada pemeriksaan fisik tidak
dijumpai adanya kelainan. Pemeriksaan laboratorium Hb 12,8 g/dL,
leukosit 8500, LED 15 mm/jam, tes fungsi hati dalam batas normal
amilase dan lipase dalam batas normal. Apakah usulan pemeriksaan
penunjang yang paling tepat?
a. Barium Meal
b. USG
c. CT Scan abdomen
d. Skintigrafi
e. Gastroscopy

• Jawaban: E. Gastroscopy
1. Dispepsia
• Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah abdomen
bagian atas.

• Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa gejala berikut
yaitu:
• nyeri epigastrium,
• rasa terbakar di epigastrium,
• rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna atas, mual,
muntah, dan sendawa.

• Dispepsia yang telah diinvestigasi terdiri dari dispepsia organik & fungsional.
• Dispepsia organik terdiri dari ulkus gaster, ulkus duodenum, gastritis erosi, gastritis,
duodenitis dan proses keganasan
• Untuk dispepsia fungsional, keluhan berlangsung setidaknya selama tiga bulan terakhir
dengan awitan gejala enam bulan sebelum diagnosis ditegakkan.

Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori. 2014.


KLASIFIKASI DISPEPSIA FUNGSIONAL (ROMA III)

Epigastric pain syndrome Post prandial distress


syndrome
• Dispepsia fungsional dengan • Dispepsia fungsional dengan gejala predominan
gejala predominan nyeri gejala ketidaknyaman pada perut
epigastrium • Diagnostic criteria (Must include one or
• Diagnostic criteria* Must include both of the following):
all of the following: • Bothersome postprandial fullness,
• Pain or burning localized to the occurring after ordinary-sized meals, at
epigastrium of at least moderate least several times per week
severity, at least once per week • Early satiation that prevents finishing a
• The pain is intermittent regular meal, at least several times per
week
• Not generalized or localized to
other abdominal or chest regions * Criteria fulfilled for the last 3 months with
symptom onset at least 6 months prior to
• Not relieved by defecation or diagnosis
passage of flatus
• Not fulfilling criteria for gallbladder • Supportive criteria
and sphincter of Oddi disorders • Upper abdominal bloating or postprandial
* Criteria fulfilled for the last 3 nausea or excessive belching can be
months with symptom onset at least present
6 months prior to diagnosis • Epigastric pain syndrome may coexist
Ya Tidak
Dispepsia
• Gejala predominan
• Nyeri epigastrium 
PPI (omeprazole,
lansoprazole, dll)
• Cepat kenyang,
mual, muntah 
Agen prokinetik
(contoh:
metoklopramid,
domperidon)
• Dapat
dikombinasikan
antara PPI dan agen
prokinetik
Soal no 2
• Perempuan, 22 tahun, datang ke dokter keluarga dengan keluhan
ingin berkonsultasi tentang berat badannya yang berlebih. BB naik
dirasakan sejak 5 bulan yang lalu. Pemeriksaan antropometri
didapatkan TB : 155 cm dan BB : 100 kg. Pemeriksaan tanda vital
dalam batas normal. Pada pemeriksaan kadar kolesterol didapatkan
280 mg/dl. Apakah tatalaksana awal yang tepat pada kasus ini?
a. Diet asupan cukup
b. Rendah serat 25-30 mg/hari
c. Suplementasi mikronutrien
d. Farmakoterapi
e. Latihan fisik

• Jawaban: E. Latihan Fisik


2. Dislipidemia
Klasifikasi kadar kolesterol
• Definisi : Kelainan
LDL Klasifikasi
fraksi lipid
• ↑kolesterol total < 100 mg/dL Optimal
• ↑ trigliserid 100 – 129 mg/dL Mendekati optimal
130 – 159 mg/dL Batas tinggi
• ↓kolesterol HDL. 160 – 189 mg/dL Tinggi
 190 mg/dL Sangat tinggi

Klasifikasi trigliserida Kolesterol Total Klasifikasi

Trigliserida Klasifikasi < 200 mg/dL Yang diinginkan


200 – 239 mg/dL Batas tinggi
 240 mg/dL Tinggi
< 150 mg/dL Normal
150 – 199 mg/dL Batas tinggi HDL Klasifikasi
200 – 499 mg/dL Tinggi < 40 mg/dL Rendah
 500 mg/dL Sangat tinggi  60 mg/dL Tinggi
Modifikasi Gaya Hidup Untuk Dislipidemia

Pedoman Tatalaksana Dislipidemia, PERKI, 2013.


Soal no 3
• Pasien perempuan usia 40 tahun datang ke rumah sakit dengan
keluhan demam sejak 1 minggu disertai batuk dan sesak. Pasien
sering mengalami tersedak ketika makan. Pasien sebelumnya
mengalami stroke dan hempilegia. Pada pemeriksaan fisik TD 130/90
mmHg, nadi 110x/menit, rr 26x/ menit dan suhu 37.2C. Pada
auskultasi ditemukan ronkhi basah pada lapang paru. Diagnosis
pasien tersebut adalah...
a. Pneumonia aspirasi
b. Bronkitis
c. Bronkiektasis
d. Tb paru
e. Ca paru

• Jawaban: A. Pneumonia Aspirasi


3. Pneumonia Aspirasi
• Aspiration pneumonia is a vague term that refers to pulmonary
abnormalities following abnormal entry of endogenous or exogenous
substances in the lower airways.
• It is generally classified as:
• Aspiration (chemical pneumonitis)
• Primary bacterial aspiration pneumonia
• Secondary bacterial infection of chemical pneumonitis

1.Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Serous fluid. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32.
2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17.
3.Mundt LA, Shanahan K. Serous body fluid. Graff’s Text book of urinalysis and body fluids. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Willams & Wilkins; 2011. p.241-52.
Etiology
CAP- Aspiration Pneumonia HAP- Aspiration Pneumonia
• Generally results from predominantly • Often occurs among elderly patients and
anaerobic mouth bacteria (anaerobic and others with diminished gag reflex; those with
microaerophilic streptococci, fusobacteria, nasogastric tubes, intestinal obstruction, or
gram-positive anaerobic nonspore-forming ventilator support; and especially those
rods), Bacteroides species (melaninogenicus, exposed to contaminated nebulizers or
intermedius, oralis, ureolyticus), unsterile suctioning.
Haemophilus influenzae, and Streptococcus • High-risk groups: seriously ill hospitalized
pneumoniae patients (especially patients with coma,
• Rarely caused by Bacteroides fragilis (of acidosis, alcoholism, uremia, diabetes
uncertain validity in published studies) or mellitus, nasogastric intubation, or recent
Eikenella corrodens antimicrobial therapy, who are frequently
• High-risk groups: the elderly; alcoholics; IV colonized with aerobic gram-negative rods);
drug users; patients who are obtunded; patients undergoing anesthesia; those with
stroke victims; and those with esophageal strokes, dementia, or swallowing disorders;
disorders, seizures, poor dentition, or recent the elderly; and those receiving antacids or
dental manipulations. H2 blockers (but not sucralfate).
• Hypoxic patients receiving concentrated O2
have diminished ciliary activity, encouraging
aspiration.
Pemeriksaan
Laboratorium
• CBC: leukocytosis often present.
• Sputum Gram stain.

Imaging
• Chest x-ray often reveals bilateral, diffuse patchy infiltrates and posterior
segment upper lobes. Chemical pneumonitis typically affects the most
dependent regions of the lungs.
• Aspiration pneumonia of several days’ or longer duration may reveal
necrosis (especially community-acquired anaerobic pneumonias) and even
cavitation with air-fluid levels, indicating lung abscess.
Tatalaksana
Community-acquired anaerobic aspiration pneumonia
• clindamycin (600 mg IV twice daily followed by 300 mg q6h orally).
• Intravenous penicillin G (1 to 2 million U q4 to 6h) can also still be used.
• Alternative oral agents include:
• amoxicillin-clavulanate (875 mg orally twice daily),
• amoxicillin plus metronidazole or oral moxifloxacin (400 mg orally once daily).
• Do not use metronidazole alone, as this is associated with high failure rates.

Hospital-acquired aspiration pneumonia:


• Piperacillin-tazobactam 3.375 g IV q6h, or
• cefoxitin 2 g IV q8h ± vancomycin IV to cover MRSA.
• Alternative agents are ceftriaxone 1 g IV q24h plus metronidazole 500 mg IV q6h
or 1 g IV q12h.
• Confirmed Pseudomonas pneumonia should be treated with antipseudomonal
beta-lactam agent plus an aminoglycoside until antimicrobial sensitivities
confirm that less toxic agents may replace the aminoglycoside.
• Do not use metronidazole alone for anaerobes.
Soal no 4 dan 5
4. Pasien laki-laki berusia 30 tahun datang dengan keluhan demam.
Demam disertai dengan penurunan berat badan dan batuk-batuk. Pada
hasil pemeriksaan didapatkan TD 110/70, HR 96x/menit, RR 20x/menit,
Suhu 37,9C. Pemeriksaan thorax inspeksi tidak ada ketertinggalan
gerak, auskultasi didapatkan ronkhi di apex paru kiri. Pasien belum
pernah berobat dan memperoleh pengobatan sebelumnya. Regimen
obat yang tepat diberikan pada pasien ini adalah…
a. 2HRZ/4HR
b. 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
c. 2(HRZE)/4(HR)3
d. 2(HRZE)S/4(HR)3
e. 2(HRZE)/6(HR)3

• Jawaban: C. 2(HRZE)/4(HR)3
Soal no 5
5. Tn. Martis Ashura King, 23 tahun, datang ke RS dengan keluhan
utama batuk berdahak kental warna kuning sejak 2 minggu smrs. Selain
itu pasien juga mengeluh terdapat demam ringan. Selain gejala-gejala
tersebut pasien juga mengalami peningkatan keringat pada malam hari.
Pasien juga mengaku terdapat penurunan berat badan sebanyak 3 kg
dalam 1 bulan terakhir. Pemeriksaan selanjutnya yang disarankan untuk
pasien ini adalah...
a. Foto toraks PA
b. Tes Mantoux
c. PCR TB
d. Pemeriksaan sputum ziehl neelsen
e. Kultur Lowenstein Jensen

• Jawaban: C. PCR TB
4-5. Tuberkulosis
• Penyakit infeksi yang di sebabkan oleh mycrobacterium tubercolosis
dengan gejala yang sangat bervariasi
• Kuman TB berbentuk batang, memiliki sifat tahan asam terhadap
pewarnaan Ziehl Neelsen sehingga dinamakan Basil Tahan Asam
(BTA).
Tanda dan Gejala
1. Gejala lokal/ gejala respiratorik
 batuk - batuk > 2 minggu
 batuk darah
 sesak napas
 nyeri dada
2. Gejala sistemik
 Demam
 Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat
badan menurun
Pemeriksaan fisik
• Pada TB paru  tergantung luas kelainan struktur paru. Umumnya terletak
di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior ,
serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki
basah.
• Pleuritis TB  kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan
di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara
napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat
cairan.
• Pada limfadenitis TB  terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor),
kadang-kadang di daerah axila
Alur Diagnosis TB Dan TB Resistan Obat Di Indonesia

Terduga TB

Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, tidak ada riwayat kontak erat Pasien dengan riwayat pengobatan TB, pasien dengan riwayat
5. Tuberculosis
dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (-) atau tidak diketahui status HIV nya kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (+)

Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan bakteriologis dengan Mikroskop atau Tes Cepat Molekuler (TCM)

Tidak memiliki akses untuk TCM TB Memiliki akses untuk TCM TB

Pemeriksaan Mikroskopis BTA Pemeriksaan TCM TB

MTB Pos, Rif MTB Pos, Rif MTB Pos, Rif MTB Neg
(- -) (+ +) Sensitive Indeterminate Resistance
(+ -)
Tidak bisa
dirujuk
Ulangi Foto Toraks
TB RR
TB Terkonfirmasi pemeriksaan (Mengikuti alur
Bakteriologis TCM yang sama
Foto Terapi
dengan alur
Toraks Antibiotika
pada hasil
Non OAT
Mulai Pengobatan TB RO; Lakukan pemeriksaan
Pengobatan
mikrokopis BTA
pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan
TB Lini 1 negatif (- -) )
OAT Lini 1 dan Lini 2
Gambaran Tidak Mendukung TB;
Mendukung
TB
Bukan TB; Cari
kemungkinan penyebab
penyakit lain
Ada
Perbaikan
Tidak Ada
Perbaikan TB RR; TB Pre TB XDR
Algoritma TB
Klinis Klinis, ada
TB MDR

Nasional 2016
XDR
faktor risiko
TB TB, dan atas
Terkonfirmasi Bukan TB; Cari pertimbangan
Klinis Lanjutkan Pengobatan
kemungkinan dokter Pengobatan TB RO
TB RO
penyebab dengan Paduan Baru
penyakit lain
Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB
TB
Terkonfirmasi yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis
Klinis
maupun klinis adalah pemeriksaan HIV dan
gula darah. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai
Pengobatan indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)
TB Lini 1
Pembagian kasus TB
a. Kasus baru c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang belum pernah mendapat Adalah pasien yang tidak mengambil
pengobatan dengan OAT atau sudah pernah obat 2 bulan berturut-turut atau lebih
menelan OAT kurang dari satu bulan. sebelum masa pengobatannya selesai.
b. Kasus kambuh (relaps) d. Kasus gagal
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya  Adalah pasien BTA positif yang
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan masih tetap positif atau kembali
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan menjadi positif pada akhir bulan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan pengobatan)
positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi
gambaran radiologik dicurigai lesi aktif /  Adalah pasien dengan hasil BTA
perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus negatif gambaran radiologik
dipikirkan beberapa kemungkinan : positif menjadi BTA positif pada
 Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll)
akhir bulan ke-2 pengobatan
Dalam hal ini berikan dahulu antibiotik selama e. Kasus kronik / persisten
2 minggu, kemudian dievaluasi.
Adalah pasien dengan hasil
 Infeksi jamur pemeriksaan BTA masih positif setelah
 TB paru kambuh selesai pengobatan ulang kategori 2
dengan pengawasan yang baik
Tuberkulosis
OAT kategori-1: 2(HRZE) / 4(HR)3 
• Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
• Pasien TB paru terdiagnosis klinis
• Pasien TB ekstra paru

Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3) 


• Pasien kambuh
• Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya
• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

• Pemberian sisipan tidak diperlukan lagi pada pedoman TB terbaru.

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat

Secara umum, resistensi terhadap obat antituberkulosis


terbagi atas :
• Resistensi primer apabila pasien sebelumnya tidak
pernah mendapat pengobatan TB, (2)
• Resistensi sekunder  bilamana pasien memiliki riwayat
pengobatan
• Resistensi inisial  jika riwayat pengobatan tidak
diketahui dengan pasti
Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat
• Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja
• Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
• Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
• Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal
salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan
Amikasin)
• Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode
genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
Soal no 6,7, dan 8
6. Seorang pria, 50 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada sejak 1
jam yang lalu. Nyeri dirasakan menjalar dan hilang timbul. Nyeri
berkurang dengan istirahat. Dua tahun sebelumnya pasien juga pernah
mengalami keluhan yang sama. Pasien merupakan pegawai BUMN dan
jarang berolahraga. Pasien tampak sakit sedang, TD 130/90 mmHg, HR
110x/menit, RR 18x/menit. Bagaimana patogenesis dari keluhan pasien
tersebut?
a. Infeksi pembuluh darah koroner
b. Oklusi arteri koroner
c. Pecahnya pembuluh darah coroner
d. Turunnya tekanan darah
e. Hipertiroidisme

• Jawaban: B. Oklusi arteri koroner


7. Tn. Uranus Aethereal Defender, 55 tahun, datang ke RS dengan
keluhan utama nyeri pada dada sejak 2 jam yang lalu. Nyeri dada
dirasakan seperti ditindih pada dada sebelah kiri. Keluhan tidak
berkurang dengan istirahat. Pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/90
mmHg, HR 120X/menit, RR 20x/menit. Pemeriksaan EKG didapatkan ST
depresi di lead II, III, aVF. Pemeriksaan apa yang paling tepat dilakukan?
a. EKG ulang
b. Profil lipid
c. Enzim jantung
d. Echocardiography
e. CT Scan

• Jawaban: C. Enzim jantung


8. Pasien laki-laki usia 46 tahun datang dengan keluhan nyeri dada
sejak 3 jam SMRS. Pada pemeriksaan didapatkan edem tungkai, gallop
dan murmur serta TD : 160/90 mmHg, HR 110x/mnt, RR 30x/mnt dan
suhu 36,5C. Pada pemeriksaan EKG didapatkan hasil sebagai berikut:
Apa tatalaksana yang akan diberikan pada pasien tersebut?
a. Amiodaron
b. Furosemid
c. Nitroglycerin
d. Norepinephrine
e. Ephinephrine

• Jawaban: C. Nitrogliserin
6-7-8. Sindrom Koroner Akut
Sindrom Koroner Akut
• Gejala khas
 Rasa tertekan/berat di bawah dada, menjalar ke lengan kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati.
 Dapat disertai berkeringat, mual/muntah, nyeri perut, sesak napas, & pingsan.

• Gejala tidak khas:


 Nyeri dirasakan di daerah penjalaran (lengan kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati).
 Gejala lain berupa rasa gangguan pencernaan, sesak napas atau rasa lemah yang sulit
dijabarkan.
 Terjadi pada pasien usia 25-40 tahun / >75thn / wanita / diabetes / penyakit ginjal
kronik/demensia.

• Angina stabil:
 Umumnya dicetuskan aktivtas fisik atau emosi (stres, marah, takut), berlangsung 2-5 menit,
 Angina karena aktivitas fisik reda dalam 1-5 menit dengan beristirahat & nitrogliserin
sublingual.

Penatalaksanaan STEMI, PERKI


Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
• Creatine Kinase (CK atau CPK)  dikeluarkan otot
yang rusak : Mm (otot rangka ), MB (otot jantung ) &
BB (jaringan otak ).
• Troponin  protein yang membantu mengatur
kontraksi otot jantung : Troponin I, Troponin T &
Troponin C.
Troponin I dan T normal tidak ditemukan dalam
aliran darah
Troponin C Mengikat ion Ca & (-) digunakan untuk
menentukan jaringan sel / kematian
Soal no 9
• Seorang laki-laki berusia 27 tahun, penderita HIV (+), datang ke
poliklinik RS dengan keluhan terdapat benjolan di leher. Benjolan
tidak terasa nyeri. Pada PF didapatkan TD 120/80mmHg, HR 80x/mnt,
RR 18x/mnt dan suhu 38°C. Pada status lokalis terdapat beberapa
benjolan berdiameter 2-4 cm, nyeri tekan (-). Pada pemeriksaan lab
didapatkan pansitopenia, peningkatan LDH, hiperurisemia. Pada
pemeriksaan FNAB didapatkan gambaran starry night. Apa diagnosis
penyakit tersebut?
a. Acute lymphoblastic lymphoma
b. Burkitt lymphoma
c. Hodgkin lymphoma
d. Lymphoblastic lymphoma
e. TB kelenjar

• Jawaban: B. Burkitt lymphoma


9. Lymphoma
• Malignansi klonal yang berasal dari sel limfoid 
dapat berupa precursor atau mature T-cell or B-cell
• Mayoritas berasal dari B- cell origin
• Terbagi dalam 2 jenis :
 1. Hodgkin’s lymphoma
 2. Non - Hodgkin’s lymphoma
Etiologi
• Beberapa studi menujukkan hubungan dengan
infeksi:
 EBV
 Human Herpes Virus 6
 CMV
• High EBV titers and the presence of EBV genomes
in Reed-Sternberg cells
• Surface markers suggest T cell or B cell lineage
Limfoma Non Hodgkin vs Limfoma Hodgkin
Gambaran Starry Night pada Limfoma Burkitt
Soal no 10 dan 11
10. Pasien wanita, 58 tahun, datang dengan anaknya ke poliklinik.
Keluhan nyeri punggung 7 tahun yang lalu dan memberat 7 bulan
terakhir. Pasien dengan keluhan membungkuk tidak ada riwayat HT dan
DM. Pasien sering minum pil KB rutin. Pemeriksaan TTV dalam batas
normal, kifosis (+). Apakah pemeriksaan awal yang dilakukan?
a. Pemeriksaan darah rutin
b. Foto polos vertebra
c. MRI lumbal
d. Ct scan vertebral
e. Identifikasi Densitas tulang

• Jawaban: B. Foto polos vertebra


11. Seorang perempuan, 70 tahun, datang berobat ke puskesmas
dengan keluhan nyeri punggung sejak 3 bulan yang lalu, dan memberat
1 minggu terakhir sampai sulit berjalan. Pada pemeriksaan rontgen
didapatkan kompresi vertebral lumbal 2. Apa peneriksaan penunjang
berupa serum marker formation bone yang sesuai dengan kasus
diatas?
a. Osteocalcin
b. N terminal cross-linking telopeptide (NTX)
c. Tetrate-resistant acid phosphatase (TRAP)
d. Pyridinoline
e. Deoxypiridinoline

• Jawaban: A. Osteocalcin
10-11. Osteoporosis
• Penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas
massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang
menjadi rapuh dan mudah patah.
• Compromised bone strength
• Tipe osteoporosis
• Osteoporosis tipe I  pasca menopause (defisiensi esterogen)
• Osteoporosis tipe II  senilis (gangguan absorbsi kalsium di usus)
• Faktor risiko osteoporosis
• Usia, genetik, lingkungan, hormon, sifat fisik tulang
• Dapat menyebabkan fraktur patologis
10. Klasifikasi Osteoporosis
10. Osteoporosis
Tanda dan Gejala
• Seringnya tanpa gejala
– silent disease
• Gejala lain yang dapat
muncul
Nyeri punggung
Fraktur patologis
Penurunan tinggi
badan
Imobilisasi
Kifosis bertambah
11. Biomarker Bone Turnover
Biochemical markers of bone turnover reflect bone formation or bone resorption. These markers (both
formation and resorption) may be elevated in high-bone-turnover states (eg, early postmenopausal
osteoporosis) and may be useful in some patients for monitoring early response to therapy.

Currently available serum markers of bone formation (osteoblast products) include the following:
• Bone-specific alkaline phosphatase (BSAP)
• Osteocalcin (OC)
• Carboxyterminal propeptide of type I collagen (PICP)
• Aminoterminal propeptide of type I collagen (PINP)

Currently available urinary markers of bone resorption (osteoclast products) include the following:
• Hydroxyproline
• Free and total pyridinolines (Pyd)
• Free and total deoxypyridinolines (Dpd)
• N-telopeptide of collagen cross-links (NTx) (also available as a serum marker)
• C-telopeptide of collagen cross-links (CTx) (also available as a serum marker)
• Tetrate-resistant acid phosphatase (TRAP)
Fraktur Kompresi pada Osteoporosis
• Wedge fractures –
collapse of the
anterior or posterior
of the vertebral body

• Biconcave
fractures – collapse
of the central portion
of both vertebral
body endplates

• Crush fractures –
collapse of entire
vertebral body
Gambaran Rontgen Pada Osteoporosis
Soal no 12
• Seorang laki-laki, 39 tahun, datang ke praktek dokter umum dengan
keluhan sesak disertai batuk pilek sejak 3 hari yang lalu. Pasien sejak
kecil sering mengalami batuk pilek yang berulang sehingga pasien
harus di rawat di RS. Ibu dan kakak kandung pasien sering mengalami
hal serupa. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak kurus
dengan status gizi kurang, terdapat bantuan otot pernapasan aktif,
hipersonor dan wheezing di kedua lapang paru. Pada pemeriksaan tes
keringat didapatkan kadar natrium dan klorida keringat meningkat
diatas 60 mmol/l. Apakah diagnosis pasien tersebut?
a. Asma Bronkiale
b. Kistik Fibrosis
c. Bronkiektasis
d. TB Paru
e. PPOK

• Jawaban: B. Kistik Fibrosis


12. Cystic Fibrosis
 an autosomal recessive disorder characterized by dysfunction of exocrine
glands.

Manifestasi Klinis
• Failure to thrive in children
• Increased anterior/posterior chest diameter
• Basilar crackles and hyperresonance to percussion
• Digital clubbing
• Chronic cough
• Abdominal distention
• Greasy, smelly feces
12. Cystic Fibrosis
Pemeriksaan Lab
• Pilocarpine iontophoresis (sweat chloride test)  diagnostic of CF if
sweat chloride is >60 mmol/L on two separate tests on consecutive
days.
• DNA testing may be useful for confirming the diagnosis and providing
genetic information for family members.
Pemeriksaan Imaging
• Chest x-ray  focal atelectasis, peribronchial cuffing, bronchiectasis,
increased interstitial markings, hyperinflation
• High-resolution chest CT scan: bronchial wall thickening, cystic
lesions, ring shadows (bronchiectasis)
Tatalaksana
• Non Farmakologi
• Mucus clearance (using postural drainage techniques, chest percussion)
• Encouragement of regular exercise and proper nutrition
• Psychosocial evaluation and counseling of patient and family members.

• Farmakologis
• Antibiotic therapy based on results of Gram stain and culture and sensitivity of
sputum.
• Bronchodilators for patients with airflow obstruction.
• Long-term pancreatic enzyme replacement
Soal no 13
• Seorang wanita, 55 tahun, datang ke dokter praktek umum dengan
keluhan bengkak pada kaki kiri sejak 3 minggu sebelumnya. Sudah
berobat ke puskesmas namun tidak ada perbaikan. Riwayat
pengobatan limfoma. Pemeriksaan TTV dbn. Pemeriksaan fisik seperti
gambar dibawah. Stemmer sign (+)
• Apakah diagnosis yang tepat pada kasus diatas?
a. Limfangitis
b. Limfedema
c. Insuffisuensi vena kronik
d. Thrombosis vena dalam
e. Buerger disease

• Jawaban: B. Limfedema
13. Lymphoedema
Definisi
• A primary role of the lymphatic system is to transport proteins from
the interstitium to the heart.
• When the transport capacity of the lymphatic system is reduced,
proteins accumulate in the interstitium.
• Accumulated proteins attract water, which creates a high protein
swelling in the subcutaneous tissues called lymphedema.
Etiologi
Primary Lymphedema
• Occurs when the lymphatic system does not maturate properly during fetal
development.
1. Aplasia.
2. Hypoplasia.
3. Hyperplasia.
• Can be familial, genetic, or hereditary.
• Lymphedema congenital: symptoms present at birth.
• Lymphedema praecox: symptoms onset before the age of 35 (commonly
during puberty).
• Lymphedema tardum: symptoms onset at the age of 35 or after.
Etiologi
Secondary Lymphedema
• Occurs secondary to a disruption or obstruction of the lymphatic
system caused by:
1. Filariasis (#1 cause worldwide).
2. Lymph node surgery/radiation due to cancer (#1 cause in the United States).
3. Other: chronic venous insufficiency (CVI) deep vein thrombosis (DVT),
infection, surgery/trauma, lipedema, and obesity
Manifestasi Klinis
Pemeriksaan
Laboratorium
• Blood urea nitrogen, creatinine, liver function tests, albumin, urine
analysis, and thyroid function tests are obtained to exclude possible
systemic causes of edema.
• Genetic testing may be practical in defining a specific hereditary
syndrome with a discret gene mutation such as lymphedema
distichiasis (FOXC2), Milroy’s disease (VEGFR-3), Meige’s disease, or
Klippel-Trenaunay-Weber syndrome.
Stemmer Sign

kulit pada pangkal MTP 2 tidak dapat dicubit


atau ditarik
13. Tatalaksana
• Complete decongestive therapy (CDT) is backed by longstanding
research and experience as the primary treatment of choice for
lymphedema in both children and adults
• CDT involves a two-phase treatment program:
• Phase 1—Reduce tissue congestion of affected body part with daily
treatments:
• Manual lymph drainage.
• Skin care.
• Compression wrapping of limb.
• Decongestive exercises.
13. Tatalaksana
Phase 2—Maintain decongestion with
Home Maintenance Program:
• Daily use of elastic and inelastic compression garments that are properly
fitted according to circumference and length to prevent lymphedema from
returning.
• Compression is graduated; most of the compression is distal with decreasing
compression in the stocking proximally.
• Different knits and compression classes are available for different stages of
lymphedema.
• Choices of garments include belowthe-knee stockings, thigh-high stockings,
pantyhose, sleeves, bras, and truncal garments.
Soal no 14
• Wanita usia 65 tahun datang dengan keluhan kuning pada mata dan
kulit selama 3 hari. Keluhan tidak disertai demam, mual, muntah dan
sakit perut. Pasien memiliki kebiasaan makan makanan berlemak.
Pasien menyangkal ada riwayat batu empedu. TTV dalam batas
normal. Pada PF didapatkan Courvoisier Sign Positif. Diagnosis yang
mungkin pada pasien ini adalah…
a. Batu common bile duct
b. Batu pada vesica fellea
c. Batu ductus cysticus
d. Batu tersembunyi
e. Ca Caput Pankreas

• Jawaban: E. Ca Caput Pankreas


14. Tumor Pankreas
• 90% tumor ganas pada eksokrin pankreas.
• Angka kematian tinggi, 98% meninggal.
• Faktor risiko
• Eksogen (merokok, diet tinggi lemak, alkohol, kopi, zat karsinogen industri)
• Endogen (usia, riwayat penyakit pankreas)
• Genetik (mutasi gen K-ras, deplesi dan mutasi gen p53, p16, DPC4, dan
BRCA2)
Tumor Pankreas
Manifestasi klinis Pemeriksaan Penunjang
• Nyeri perut (90% kasus) • Lab (kenaikan serum amilase, lipase,
• Penurunan BB lebih dari 10% glukosa; anemia, hipoalbuminemia,
kenaikan bilirubin serim, alkali
• Ikterus obstruktif (80-90% tumor kaput fosfatase, gamma GT, PT memanjang,
pankreas) kenaikan enzim transaminase, dsb
• Gizi kurang • Tumor marker (CEA naik pada 85%,
• Teraba massa padat pada epigastrium, Ca 19-9 memiliki sensitivitas dan
sulit digerakkan spesifisitas lebih tinggi)
• Ikterus dan pembesaran kandung • Radiografi (filling defect, angka 3
empedu (Cuorvoisier’s sign) terbalik)
• Hepatosplenomegai • USG
• Nodul periumbilikus (Sister Mary Joseph’s • CT Scan
nodule)
• Trombosis vena dan migratory • MRI
thrombophlebitis (Trousseau’s syndrome) • ERCP (menyingkirkan diagnosis
• Perdarahan GI kelainan gastroduodenum dan
ampula Vateri)
• Edema tungkai
• EUS (endoscopic ultrasonography)
Soal no 15
• Ny. Chang’e Moon Palace Immortal, 23 tahun, datang ke RS dengan
keluhan utama diare. Diare yang terjadi terkadang disertai lendir.
Diare paling parah dirasakan pada pagi hari dengan frekuensi sekitar
3-4 kali BAB. Pasien juga mengeluhkan diare kambuh setiap pasien
menghadapi ujian. Pada pemeriksaan ditemukan lendir pada feses.
Tatalaksana yang tepat pada pasien tersebut adalah…
a. laxative
b. probiotik
c. makanan berserat
d. obat spasmolitik
e. Loperamide

• Jawaban: E. Loperamide
15. IBS
• Irritable Bowel Syndrome (IBS)  kelainan fungsional usus kronik
berulang dengan nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdomen yang
berkaitan dengan defekasi atau perubahan kebiasaan buang air besar
setidaknya selama 3 bulan.
• Rasa kembung, distensi, dan gangguan defekasi merupakan ciri-ciri
umum dari IBS.
• Tidak ada bukti kelainan organik.

Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013


15. IBS
Menurut kriteria Roma III, IBS dibagi menjadi 3 subkelas yaitu:
• IBS dengan diare (IBD-D):
• Feses lembek/cair ≥25% waktu dan feses padat/bergumpal <25%
waktu
• Ditemukan pada sepertiga kasus
• Lebih umum ditemui pada laki-laki
• IBS dengan konstipasi (IBS-C):
• Feses padat/bergumpal ≥25% waktu dan feses lembek/cair <25%
waktu
• Ditemukan pada sepertiga kasus
• Lebih umum ditemui pada wanita
• IBS dengan campuran kebiasaan buang air besar atau
pola siklik (IBS-M)
• Feses padat/bergumpal dan lembek/cair ≥25% waktu
• Ditemukan pada sepertiga kasus
• Catatan : yang dimaksud dengan 25% waktu adalah 3
minggu dalam 3 bulan.
Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013
Tatalaksana IBS
• Non farmakologi
• IBS tipe konstipasi diet tinggi serat
• IBS tipe diare  membatasi makanan yang mencetuskan
gejala
• Farmakologi
• IBS-C
• bulking agent, laksatif, antagonis reseptor 5HT3 (prucalopride),
aktivator kanal klorida C2 selektif (lubiprostone)
• IBS-D
• antidiare (loperamide), antagonis reseptor 5HT3, antidepresan
• Nyeri, kembung dan distensi
• antispasmodik, antibiotik (rifaximin), probiotik, antidepresan

Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013


Soal no 16
• Ny. Ruby Lady Zombie, 56 tahun, datang ke RS keluhan nyeri pada
kedua tangan dan lutut sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri terutama
dirasakan pada pagi hari dan sendi pasien dirasakan semakin
membengkak. Pada pemeriksaan cairan sendi didapatkan hasil
berupa gambaran sel epiteloid nekrosis dan limfoid maupun plasma.
Apa proses yang mendasari keluhan pasien tersebut?
a. Bone eburnation
b. Gumma
c. Pannus
d. Osteofit
e. Tophus

• Jawaban: C. Pannus
16. Rheumatoid Arthritis
• Penyakit inflamasi kronik dengan penyebab yang belum diketahui, ditandai oleh
poliartritis perifer yang simetrik.
• Merupakan penyakit sistemk dengan gejala ekstra-artikular.
• Berbagai faktor risikonya meliputi infeksi (mycoplasma, EBV, parvovirus, rubella), genetik,
wanita usia produktif.
• Terdapat:
• inflamasi dan proliferasi synovium
• Kartilago sendi menghilang
• Erosi juxtarticular
Rheumatoid Arthritis
• Skor 6/lebih: definite RA.
• Faktor reumatoid: autoantibodi terhadap IgG
Gambaran Klinis dan Patofisiologi
• GEJALA UMUM
• Demam
• Lemas
• Penurunan Berat Badan
• GEJALA LOKAL
• Poliartritis simetris terutama
pada PIP, MCP
• Kekakuan sendi >30 menit
• Sendi merah, bengkak
• Deformitas sendi
• EKSTRA-ARTIKULAR
• Nodul Rematoid
• Keratokonjungtivitis sicca
• Efusi pericardium
• Pyoderma gangrenosum
• Anemia
Terapi
1. Synthetic DMARDS 3. low-dose
glucocorticoids

2. Biologic DMARDS

O’Dell J. et al. Rheumatoid Arthtritis in Imboden JB. et al. Current Diagnosis and Treatment Rheumatology. 3rd edition. 2013
Kompetensi Dokter Umum

O’Dell J. et al. Rheumatoid Arthtritis in Imboden JB. et al. Current Diagnosis and Treatment Rheumatology. 3rd edition. 2013
Ciri OA RA Gout Spondilitis Ankilosa

Awitan
Arthritis
Prevalens Female>male, >50
tahun, obesitas
gradual
Female>male
40-70 tahun
gradual
Male>female, >30
thn, hiperurisemia
akut
Male>female,
dekade 2-3
Variabel
Inflamasi - + + +
Patologi Degenerasi Pannus Mikrotophi Enthesitis
Jumlah Sendi Poli Poli Mono-poli Oligo/poli
Tipe Sendi Kecil/besar Kecil Kecil-besar Besar

Predileksi Pinggul, lutut, MCP, PIP, MTP, kaki, Sacroiliac


punggung, 1st CMC, pergelangan pergelangan kaki & Spine
DIP, PIP tangan/kaki, kaki tangan Perifer besar
Temuan Sendi Bouchard’s nodes Ulnar dev, Swan Kristal urat En bloc spine
Heberden’s nodes neck, Boutonniere enthesopathy
Perubahan tulang Osteofit Osteopenia erosi Erosi
erosi ankilosis

Temuan Extraartikular - Nodul subkutan, Tophi, Uveitis, IBD,


pulmonari cardiac olecranon bursitis, konjungtivitis, insuf
splenomegaly batu ginjal aorta, psoriasis

Lab Normal RF +, anti CCP Asam urat


Soal no 17
• Laki-laki, 50 tahun, datang dengan gangguan pendengaran sejak 1
bulan yang disertai telinga berdenging, sakit kepala berputar. Pasien
sedang menjalani pengobatan TB dan memiliki hipertensi. Pada
pemeriksaan otoskop didapatkan membrane timpani intak, keabu-
abuan, refleks cahaya + kedua telinga. Keluhan pada pasien tersebut
merupakan komplikasi dari obat apa?
a. Etambutol
b. INH
c. Streptomisin
d. Hidroklortiazid
e. Captopril

• Jawaban: C. Streptomisin
17. Efek samping OAT
Soal no 18
• Ny. Karina Gemini Halo, 30 tahun, datang ke RS dengan keluhan
bengkak pada ibu jari kaki kanan sejak 1 hari yang lalu. Keadaan ini
sering kambuh-kambuhan sejak tiga bulan yang lalu dan tidak ada
obat rutin yang diminum oleh pasien. Pada pemeriksaan didapatkan
hasil laboratorium berupa kadar asam urat 12 mg/dL. Pengobatan
yang diberikan pada pasien saat ini adalah…
a. Allopurinol
b. Probenesid
c. Indometasin
d. Amoksisilin
e. Parasetamol

• Jawaban: C. Indometasin
18. Nyeri Sendi
Gout:
• Transient attacks of acute
arthritis initiated by
crystallization of urates
within & about joints,

• leading eventually to
chronic gouty arthritis &
the appearance of tophi.

• Tophi: large aggregates of


urate crystals & the
surrounding
inflammatory reaction.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.


McGraw-Hill; 2011.
Robbins’ pathologic basis of disease. 2007.
Acute Gout Tophy in chronic gout
Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.
• Recommended first-line options for acute flare are colchicine (within
12 hours of flare onset) at a loading dose of 1 mg followed 1 hour later
by 0.5 mg on day 1
• and/or an NSAID (plus a proton pump inhibitor if appropriate), oral
corticosteroids (30–35 mg/day of equivalent prednisolone for 3–5
days)
• or articular aspiration and injection of corticosteroids.
• The task force does not prioritise between these options because of
no direct comparative evidence
• Colchicine and NSAIDs should be avoided in patients with severe renal
impairment. Colchicine should not be given to patients receiving
strong P-glycoprotein and/or CYP3A4 inhibitors such as cyclosporin or
clarithromycin.
Kristal Birefringent

• Positive birefringent pseudogout


• Negative birefringent  gout
Soal no 19
• Seorang perempuan berumur 57 tahun datang ke UGD rumah sakit
dengan keluhan sesak yang semakin memberat sejak 1 minggu yang
lalu. Pasien memiliki riwayat hipertensi tapi tidak pernah kontrol ke
dokter. Dilakukan pemeriksaan fisik, TD 210/110 mmHg, nadi
100x/menit, RR 24x/menit, suhu 35,5o C. Pada kedua lapang paru
ronkhi +/+, gallop +/+. Apakah yang menyebabkan pasien sesak?
a. Cairan eksudat masuk ke alveolus
b. Cairan transudat masuk ke alveolus
c. Penurunan tekanan hidrostasis dan plasma protein
d. Peningkatan tekanan plasma protein
e. Masuknya cairan ke pleura (efusi pleura)

• Jawaban: B. Cairan transudat masuk ke alveolus


19. Gagal Jantung Kongestif

• Adanya 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor


• Kriteria minor dapat diterima bila tidak disebabkan oleh kondisi medis
lain seperti hipertensi pulmonal, penyakit paru kronik, asites, atau
sindrom nefrotik
• Kriteria Framingham Heart Study 100% sensitif dan 78% spesifik
untuk mendiagnosis

Sources: Heart Failure. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition.


Archives of Family Medicine 1999.
19. Gagal Jantung

• Contoh aktivitas fisik biasa: berjalan cepat, naik tangga 2 lantai


• Contoh aktivitas fisik ringan: berjalan 20-100 m, naik tangga 1 lantai
Pathobiology of Human Disease: A Dynamic Encyclopedia of Disease Mechanisms
19. Gagal Jantung

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. LWW; 2011.


19. Gagal Jantung

• B-type Natriuretic Peptide (BNP) adalah hormon yang dihasilkan oleh


otot jantung ketika otot bilik (ventrikel) jantung meregang atau
mengalami tekanan. BNP berfungsi mengatur keseimbangan
pengeluaran garam dan air, termasuk mengatur tekanan darah.
BNP diproduksi sebagai pre-hormon yang disebut proBNP.
• Jika jantung, khususnya ventrikel kiri fungsinya terganggu, kadar
NT-ProBNP di dalam darah akan meningkat. Karena itu, NT-proBNP
digunakan sebagai penanda untuk deteksi gagal jantung.
19. Gagal Jantung
Soal no 20
• Seorang laki-laki datang dengan keluhan sesak nafas. Sesak disertai
batuk sejak 3 tahun terkadang dahak kehitaman. TTV normal. PF
perkusi sonor, stem fremitus normal, auskultasi suara napas vesikuler.
Radiologi didapatkan gambaran bulatan kecil-kecil di paru bagian atas.
Apa sel yang menjadi pertahanan pertama dari paru-paru?
a. Sel goblet
b. Sel plumosit tipe 2
c. Sel alveolar
d. Sel makrofag alveolar
e. Sel pneumosit tipe 1

• Jawaban: D. Sel makrofag alveolar


20. Alveolar Cell Type
Soal no 21
• Tn. Aldous Red Mantle, datang ke Rumah Sakit dengan keluhan
terdapat benjolan di leher. Menurut pasien benjolan tersebut sudah
dirasakan timbul pada leher sejak 1 tahun terakhir. Pada pemeriksaan
tanda vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 88x/mnt, RR 20 x/mnt
dan suhu 36,5 C. Pada PF terdapat benjolan di mediastinum, radiologi
didapatkan timoma. Dimana tempat tersering terjadinya kelainan
tersebut?
a. Mediastinum superior dan anterior
b. Mediastinum inferior dan posterior
c. Mediastinum posterior
d. Mediastinum superior
e. Mediastinum anterior

• Jawaban: E. Mediastinum anterior


21. Thymoma
• Thymoma originates within the epithelial cells of the thymus, a
lymphoid organ located in the anterior mediastinum.
• Etiology
• The etiology of thymomas has not been elucidated;
• however, these lesions have been associated with various systemic
syndromes.
• As many as 30-40% of patients who have a thymoma experience
symptoms suggestive of MG
21. Thymoma
• Manifestasi klinis
• Present with cough, chest pain, superior vena cava (SVC) syndrome,
dysphagia, and hoarseness if the recurrent laryngeal nerve is involved.
• One third of cases are found incidentally on radiographic examinations during
a workup for myasthenia gravis (MG).
Pemeriksaan Lab Pemeriksaan Imaging
• The diagnosis of a thymoma • Foto Polos
usually is clinically based on • Posteroanterior (PA) and lateral
radiologic findings. Laboratory chest radiographs can detect most
studies generally are not thymomas.
indicated. • On the PA view, the lesion typically
appears as a smooth mass in the
upper half of the chest, overlying
the superior portion of the cardiac
shadow near the junction of the
heart and great vessels.
Pemeriksaan Imaging
Tatalaksana
• Kemoterapicisplatin/vincristine/doxorubicin/cyclophosp
hamide
• Operasi
• Kortikosteroid
• Case reports have documented the administration of oral
glucocorticoids resulting in regression of an invasive thymoma.
• In one case, the patient showed complete regression to the
thymoma and associated symptoms and has remained without
radiologic recurrence after 12 months.
Soal no 22
• Tn. Claude Partners in Crime, 37 tahun, datang ke RS dengan keluhan
utama batuk- batuk berdahak berwarna hijau sejak 3 hari smrs.
Pasien memiliki riwayat AIDS dengan terapi selama 3 tahun. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan ronchi basah kasar. Pada rontgen
didapatkan Infiltrat difus pada hilis kiri dan kanan. Penyebab penyakit
pada pasien tersebut adalah…
a. Pneumocystis jiroveci
b. Legionella longbeache
c. Kleibseilla pneumonia
d. Staphilococus pneumonia
e. Mycoplasma pneumonia

• Jawaban: A. Pneumocystis jiroveci


22. Pneumocystis jiroveci pneumonia (PJP)
Definisi
Pneumocystis jiroveci pneumonia (PJP) is a serious respiratory
infection caused by the fungal pathogen P. jiroveci (formerly known as
P. carinii ).

Manifestasi Klinis
• Fever, cough, shortness of breath present in almost all cases. May
be subacute or insidious.
• Lungs frequently clear to auscultation,although rales occasionally
present.
• Cyanosis and pronounced tachypnea in severe cases.
• Hemoptysis unusual.
• Spontaneous pneumothorax
22. Pneumocystis jiroveci pneumonia (PJP)
Pemeriksaan Lab Pemeriksaan Imaging
• Arterial blood gas monitoring. • PJP may appear as diffuse,
• Elevated lactate dehydrogenase unilateral, bilateral,
in majority of cases. or interstitial infiltrates on chest
x-ray or CT.
• HIV antibody test and CD4 cell Imaging may be normal in up to
count if cause of underlying one quarter of individuals.
immune deficiency state is
unclear.
• Beta-D-glucan testing may be
positive (92% sensitivity, 86%
specificity).
Tatalaksana
• Non Farmakologis
• Supplemental oxygen.
• Ventilatory support if needed.
• Prompt thoracotomy if pneumothorax develops.

• Farmakologis
• Trimethoprim-sulfamethoxazole (15-20 mg/kg trimethoprim and 75-100
mg/kg sulfamethoxazole qd) PO or IV per day divided and given q6 to 8h.
Soal no 23
• Seorang perempuan berusia 35 tahun datang ke poliklinik dengan
keluhan peningkatan berat badan terutama di wajah. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan hipertensi, dengan wajah bulat dan
striae di perut. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan
hiperglikemia, kadar kortisol dan androgen yang tinggi. Apakah
hormon yang meningkat sehingga menyebabkan hipertensi pada
kasus ini yang paling tepat?
a. Kortisol
b. Aldosteron
c. Androgen
d. Thyroid
e. estrogen

• Jawaban: A. Kortisol
23. SINDROM CUSHING
Sindrom Cushing
(hiperadrenokortikalism/hiperkortisolism)
• Kondisi klinis yang disebabkan oleh
pajanan kronik glukokortikoid
berlebih karena sebab apapun.

• Penyebab:
• Sekresi ACTH berlebih dari hipofisis
anterior (penyakit Cushing).
• ACTH ektopik (C/: ca paru)
• Tumor adrenokortikal
• Glukokorticod eksogen (obat)

Silbernagl S, et al. Color atlas of pathophysiology. Thieme; 2000.


McPhee SJ, et al. Pathophysiology of disease: an introduction to clinical medicine. 5th ed.
McGraw-Hill; 2006.
PATOFISIOLOGI
• Terjadi sekresi ACTH dan produksi kortisol berlebih.

Wondisford F E. A new medical therapy for Cushing disease? J Clin Invest. 2011)
TANDA DAN GEJALA
Tanda/gejala Frekuensi (%)
Obesitas batang tubuh 97
Muka bulan 89
Hipertensi 76
Atrofi kulit dan memar 75
Diabetes atau intoleransi glukosa 70
Disfungsi gonad 69
Kelemahan otot 68
Hirsutisme, jerawat 56
Gangguan mood 55
Osteoporosis 40
Edema 15
Polidipsi/poliuria 10
Infeksi jamur 8
(Boscaro M, Amaldi G. Approach to the Patient with Possible Cushing’s Syndrome.
Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 2009)
Pemeriksaan

Low-dose dexamethasone
supression test
Dexametason Suppresion Test
• The low-dose (2 mg) dexamethasone suppression test is useful to
exclude pseudoCushing’s syndrome if the previous results are
equivocal.
• The high-dose (8 mg) dexamethasone test
and measurement of ACTH by radioimmunoassay are useful to
determine the etiology of Cushing’s syndrome.
Tatalaksana
• Reseksi bedah jika penyebabnya adenoma atau tumor adrenal
• Jika bedah transsphenoidal (TSS) tidak berhasil adrenalectomydgn operasi atau
dgn obat mitotane,; ketoconazole (±metyrapone) utk ↓ kortisol
• Glucocorticoid replacement therapy
• 6–36 bulan pasca TSS
• Seumur hidup jika pasca adrenalectomy
Soal no 24
• Ny.A, 32 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut yang hilang timbul
dan diare sejak 4 bulan SMRS. Nyeri perut dirasakan pada perut
bagian tengah dan kanan bawah. Pasien juga mengeluhan berat
badan turun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/70 mmHg,
HR 85x/mnt, RR 14x/mnt dan suhu 36,7C. Pada mulut didapatkan
ulkus dangkal. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan
minimal pada kuadran kanan bawah. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan Hemoglobin 10.2 g/dL, leukocytes 14,500/mm', Platelets
530,000/mm dan LED 48 mm/jam. Apakah kemungkinan diagnosis
pasien tersebut?
a. Giadiasis
b. IBS
c. Intoleransi laktosa
d. Kolitis ulseratif
e. Chron disease

• Jawaban: E. Chron disease


24. IBD
• IBD: penyakit kronik karena aktiviasi
imun di mukosa saluran cerna.

• Kolitis ulseratif
• Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare
dengan/tanpa darah.
• Gejala lainnya meliputi tenesmus,
urgency, nyeri rektal, pasase mukus tanpa
diare.
• Nyeri tekan biasanya terdapat di kiri
bawah.
• Lokasi lesi bervariasi dari
proctosigmoiditis, lef-sided disease
sampe proksimal kolon desenden, hingga
universal colitis.

• Crohn disease
• Lesi bisa di area saluran cerna manapun.
• Gejala diare, nyeri abdomen biasanya di
kanan bawah, memberat setelah makan,
• Nyeri tekan, massa akibat inflamasi di
kanan bawah

Robbins & Kumar Pathologic basis of disease. 2010.


IBD
IBD
Kolitis ulseratif Crohn’s disease
Inflamasi Mukosa Transmural
Luas area Rectum  proksimal Mulut – anus
Continuous Skip lesion
50% proctosigmoiditis, 30%
left-sided colitis, 20%
pancolitis
Patologi Mukosa rapuh Mukosa tidak rapuh
Ulkus difus Ulkus aphthous
Pseudopolip Cobblestone, fisura
Barium enema Tepi kabur (granularitas Lesi tajam, cobblestone,
mukosa halus) ulkus dan fisura panjang,
Haustra kolon hilang “lead “string sign”
pipe”
Mikroskopik Inflamasi superfisial Inflamasi transmural
PMN Limfosit
Abses kripti Granuloma non-kaseosa
Fibrosis, ulkus, fisura
Soal no 25
• Tn.Hanzo Akuma Ninja, usia 70 tahun, dibawa ke IGD oleh kelurganya
dengan keluhan utama tidak sadarkan diri sejak 1 hari smrs. Pasien
diketahuui sudah 7 hari batuk terus menerus. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 70/50mmHg, HR 104x/mnt, suhu 39,7C dan RR
26x/mnt. Pada pemeriksaan lab didapatkan leukositosis. Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
a. Syok hipovolemik
b. Syok neurogenik
c. Syok sepsis
d. Syok hemoragik
e. Syok obstruktif

• Jawaban: C. Syok sepsis


25. Sepsis Guideline 2016

• SOFA Criteria > 2 define as organ dysfunction


Sepsis 2016
Perbedaan kriteria sepsis lama dan baru
Terminologi Sepsis Kriteria Lama Sepsis 2016

Sepsis SIRS disertai dengan infeksi fokal Disfungsi organ akibat infeksi (SOFA
> 2)
Sepsis berat Sepsis dengan disfungsi organ Tidak ada

Syok sepsis Sepsis dengan hipotensi walaupun Sepsis yang membutuhkan


dengan pemberian cairan adekuat vasopressor untuk
mempertahankan MAP>65 dan
laktat >2 mmol/L
Pemeriksaan Sepsis
• Laboratorium
• Cultures of blood and examination and culture of sputum,
urine, wound drainage, stool, and CSF, depending on the
presenting signs and symptoms for each patient.
• CBC with differential, coagulation profile.
• Routine chemistries, LFTs.
• ABGs, lactic acid level; Procalcitonin can be useful as a
marker of bacterial infection as a cause of the sepsis.
• Urinalysis.

• Imaging
• Chest x-ray
• Other radiographic and radioisotope procedures according to
suspected site of primary
infection.
Tatalaksana Sepsis
Soal no 26
• Seorang pria, 26 tahun, datang dengan keluhan demam seperti
ditusuk sejak 5 hari yang lalu. Keluhan disertai nyeri dada yang
memberat jika menarik napas atau berbaring. Nyeri dada berkurang
jika pasien membungkuk atau condong ke depan. Nyeri dada tidak
bertambah dengan aktivitas. Pasien tampak sakit sedang, TD 120/70,
HR 120x/menit, RR 24x/menit, T 38.2 C. Pemeriksaan fisik didapatkan
bunyi S1 dan S2 normal, friction rub (+). Pemeriksaan lab didapatkan
leukositosis. Pemeriksaan EKG didapatkan sinus takikardia, depresi
PR, dan ST elevasi di hampir semua lead. Diagnosis yang tepat
adalah…
a. Sindroma koroner akut
b. Endokarditis infektif
c. Gagal jantung
d. Perikarditis akut
e. Miokarditis akut

• Jawaban: D. Perikarditis Akut


26. Perikarditis

Definisi
Peradangan pada lapisan pericardium jantung,
disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, atau virus.
Dapat mengakibatkan restriksi pompa jantung
yang akan berakibat terjadinya tamponade kordis.
26. Perikarditis
Diagnostic Criteria
• Chest pain: anterior chest, sudden onset, pleuritic; may
decrease in intensity when leans forward, may radiate to
one or both trapezius ridges
• Pericardial friction rub: most specific, heard best at LSB
• EKG changes: new widespread ST elevation or PR
depression
• Pericardial effusion: absence of does not exclude
diagnosis of pericarditis
• Supporting signs/symptoms:
 Elevated ESR, CRP
 Fever
 leukocytosis
EKG

Electrocardiogram in acute pericarditis showing diffuse upsloping ST segment elevations seen best here in
leads II, III, aVF, and V2 to V6. There is also subtle PR segment deviation (positive in aVR, negative
in most other leads). ST segment elevation is due to a ventricular current of injury associated with epicardial
inflammation; similarly, the PR segment changes are due to an atrial current of injury which, in pericarditis,
typically displaces the PR segment upward in lead aVR and downward in most other leads.
Tatalaksana
• Tatalaksana Akut
• High-dose aspirin 650 to 1000 mg tid.
• Colchicine 0.5 to 0.6 mg bid should be used in combination with aspirin/NSAIDs.
Several randomized trials as well as a recent meta-analysis  colchicine is effective
in both reducing symptoms and the rates of recurrent pericarditis.
• Close observation of patients when there is suspicion for cardiac tamponade,
myopericarditis, or bacterial (purulent) pericarditis.
• Avoidance of anticoagulants  riks of hemopericardium

• Tatalaksana Etiologi
• Bacterial pericarditis: systemic antibiotics and surgical drainage of pericardium
• Collagen vascular disease: prednisone
• Uremia: dialysis
Soal no 27
• Tn Leomord Frostborn Paladin, 48 tahun, datang dengan keluhan
utama nyeri perut sejak 2 hari yang lalu. Sebelumnya pasien pernah
dirawat di RS dengan keluhan BAB hitam. Pada pasien didapatkan
riwayat sering minum jamu karena keluhan nyeri lutut sejak 1 tahun.
Pasien juga mengeluhkan berat badan dirasakan meningkat sejak 1
bulan terakhir. Apa kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
a. Batu kandung ampedu
b. Uklus duodendum
c. Gastritis erosif
d. Kolesistitis
e. Pankreatitis

• Jawaban: C. gastritis erosive


27. Gastropati NSAID
• Patogenesis gastropati NSAID
inhibisi enzim COX-1 dan prostaglandin yang merupakan gastroprotektif 
menghambat produksi mukus pada gaster
permeabilisasi membran  disrupsi pertahanan epitelial
produksi mediator proinflamatorik

• Gejala dapat berupa dispepsia atau dapat bermanifestasi sebagai


ulkus peptikum
27. GI Bleeding
• Specific causes of upper GI bleeding may be
suggested by the patient's symptoms:
• Gastritis/gastropathy/duodenitis/Peptic ulcer:
• epigastric or right upper quadrant pain
• Esophageal ucer:
• odynophagia, gastroesophageal reflux, dysphagia
• Mallory-Weiss tear:
• emesis, retching, or coughing prior to hematemesis
• Variceal hemorrhage or portal hypertensive gastropathy:
• jaundice, weakness, fatigue, anorexia, abdominal distention
• Malignancy:
• dysphagia, early satiety, involuntary weight loss, cachexia
• Lesi Vascular
• Perdarahan Oropharyngeal & epistaxis  darah tertelan
Tatalaksana Khusus perdarahan non-variseal
(ulkus peptik)
• Endoskopi
• Perdarahan aktif  terapi endoskopik dan PPI IV
• Bekuan adheren  pertimbangkan terapi endoskopi dan PPI IV
• Dasar bersih  tanpa terapi endoskopik dan PPI oral
• PPI IV  bolus 80 mg dilanjutkan drip 8 mg/jam selama 72 jam.
• Untuk penyebab non varices :
• Injeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton
• Sitoprotektor : Sukralfat 3-4 x 1 gram atau Teprenon 3 x 1 tab
• Injeksi vitamin K untuk pasien dengan penyakit hati kronis atau sirosis hati
Soal no 28 dan 29
28. Seorang wanita, 45 tahun, datang dengan keluhan luka pada kaki.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan ulkus digiti 2 pedis dekstra. Pasien
juga mengeluhkan nyeri pada tungkai terutama saat berjalan. Terdapat
riwayat kemoterapi kanker payudara dan pasien sudah dinyatakan
sembuh. Apakah kemungkinan diagnosis pasien diatas?
a. Acute limb ischemic
b. Ulcus varicosum
c. Tromboangitis obliterans
d. Critical limb ischemic
e. Deep vein thrombosis

• Jawaban: D. Critical limb ischemic


29. Seorang laki-laki, 55 tahun, datang ke IGD dengan keluhan nyeri di
betis kanan yang memberat saat aktivitas dan berkurang dengan
istirahat. Pasien memiliki riwayat DM, hipertensi dan
hiperkolesterolemia. Pemeriksaan fisik 120/80 mmHg, Nadi 80x/menit,
RR 20x/menit, T 36.7 C. Pemeriksaan fisik didapatkan tungkai kanan
edema, eritema, dan teraba hangat. Pemeriksaan penunjang yang
diperlukan adalah..
a. USG
b. Duplex vein ultrasound
c. Arteriografi
d. CT scan
e. MRI

• Jawaban: C. Arteriografi
28-29. Peripheral Artery Disease
Term Definition

Claudication Fatigue, discomfort, cramping, or pain of vascular origin


in the muscles of the lower extremities that is
consistently induced by exercise and consistently
relieved by rest (within 10 min).
Acute limb Acute (<2 wk), severe hypoperfusion of the limb
ischemia (ALI) characterized by these features: pain, pallor,
pulselessness, poikilothermia (cold), paresthesias, and
paralysis.
• One of these categories of ALI is assigned (Section 10):
I. Viable—Limb is not immediately threatened; no
sensory loss; no muscle weakness; audible arterial and
venous Doppler.
II. Threatened—Mild-to-moderate sensory or motor loss;
inaudible arterial Doppler; audible venous Doppler; may
be further divided into IIa (marginally threatened) or IIb
(immediately threatened).
III. Irreversible—Major tissue loss or permanent nerve
damage inevitable; profound sensory loss, anesthetic;
Term Definition

Tissue loss Type of tissue loss:


• Minor—nonhealing ulcer, focal gangrene with diffuse
pedal ischemia.
• Major—extending above transmetatarsal level;
functional foot no longer salvageable
Critical limb A condition characterized by chronic (≥2 wk) ischemic
ischemia (CLI) rest pain, nonhealing wound/ulcers, or gangrene in 1 or
both legs attributable to objectively proven arterial
occlusive disease.
Etiology
• PAD is primarily the result of atherosclerotic narrowing of the arterial
lumen that results in impaired blood flow to the lower-extremity tissues.
• Symptoms initially manifest with exercise as metabolic demands increase.
• Critical limb ischemia (CLI), defined by rest pain or ischemic gangrene, may
develop gradually from progressive atherosclerosis or in a subacute fashion
from multisegmental atherothrombosis or atheroembolization.
• In contrast, acute limb ischemia (ALI) is marked by a sudden onset of
symptoms in a previously asymptomatic patient with an underlying
embolic predisposition.
PAD Classification
• Insufisiensi arteri
perifer >2 minggu
• Klaudikasio
intermitten
– Dipicu aktivitas &
elevasi tungkai
– Metabolisme anaerob
 asam laktat 
muscle cramping
– Nyeri atau burning
pada plantar pedis
• Dx: ABI
29. Pemeriksaan Peripheral Arterial Disease
• The diagnosis of PAD can be confirmed by measuring
the ABI or Toe-Brachial Index.
• Duplex ultrasound (DUS) incorporates anatomic and
physiologic evaluation by combining 2D ultrasound to
visualize arterial segments and pulse wave Doppler
to sample blood flow velocities at specific locations in
the arterial lumen.
• Conventional contrast angiography remains the gold
standard modality,
• but duplex ultrasonography, computed tomography
angiography (CTA), and magnetic resonance angiography
(MRA) have largely replaced catheter-based angiography in
anatomic assessment for revascularization
Tatalaksana
• Antiplatelet : reduce risk of myocardial infarction,
stroke, and vascular death in individuals with
symptomatic PAD  aspirin (75 to 325 mg) or
clopidogrel (75 mg) (Class I) and in asymptomatic
patients (Class IIa).
• No clear benefit has been observed with combination
aspirin and clopidogrel therapy.
• Lipid-lowering therapy  target LDL  <100 mg/dL
and possibly <70 mg/dL in high-risk patients.
• Management of hypertension with a goal of <140/90
mm Hg or <130/80 mm Hg if the patient has diabetes
or chronic renal disease.
Tatalaksana Klaudikasio
• Olahraga
• minimum of 30 to 45 min, in sessions performed at least
three times per week for a minimum of 12 wk.
• Cilostazol (100 mg bid)
• indicated as effective therapy for enabling pain-free and
maximal walking distance (Class 1).
• Pentoxifylline
• approved as second-line alternative therapy for
symptomatic relief of PAD symptoms.
• Naftidrofuryl
• a serotonin 5HT2 receptor antagonist, has favorable
vasoactive and rheological properties with few adverse
effects.
Soal no 30
• Pasien, laki-laki 65 tahun, datang dengan keluhan ada riwayat nyeri
BAB dan berdarah saat BAB selama sebulan terakhir. Pemeriksaan TTV
dalam batas normal, nyeri tekan di bagian perut kanan. Dilakukan
pemeriksaan barium enema dan ditemukan gambaran sebagai berikut
: Apa diagnosa pasien tersebut ?
a. Colitis
b. Polip
c. Crohns disease
d. Multiple polip kolon
e. Multiple divertikuli kolon

• Jawaban: E. Multiple divertikuli kolon


30. Penyakit divertikular
• Divertikula
• Kantung yang terbentuk
keluar pada bagian lemah
dari dinding usus
• Divertikulosis
• Kondisi adanya diverticula
• Umumnya tidak bergejala
• Penyakit divertikular
• Kondisi divertikulosis dengan
gejala: nyeri perut, begah,
perubahan pola BAB, BAB
darah
• Divertikulitis akut
• Kondisi terjadinya inflamasi
atau infeksi pada diverticula
• Gejala: nyeri perut konstan,
demam, perubahan pola
https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2552211 BAB, BAB darah, takikardi
Penyakit divertikular
• Jarang di usia <40 tahun
• Hampir >50% alami di usia 60-80 tahun
• Paling banyak terjadi pada kolon sigmoid, dengan 95% komplikasi
pada lokasi ini
• Penyebab pasti tidak diketahui
• Faktor resiko:
• Kurang asupan serat pangan  tekanan intralumen meningkat  memaksa
mukosa alami herniasi pada titik lemah (tempat dekat penetrasi pembuluh
darah, mis arteri perforantes)
Diagnosis
• Divertikulosis tanpa gejala, biasanya ditemukan
tidak sengaja saat kolonoskopi untuk tujuan lain
• Pada diverticulitis akut: leukositosis, peningkatan
CRP dan LED
• Pemeriksaan penunjang:
• CT scan abdomen  paling bagus konfirmasi
diverticulitis akut, identifikasi adanya komplikasi
• Kolonoskopi  resiko perforasi di kondisi akut
• Barium enema (X ray + kontras barium)

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2780264/
Pemeriksaan penunjang: pencitraan
Kontras barium enema
• Pemeriksaan sensitifitas tinggi (80-
92%) untuk deteksi diverticulosis
• Kontraindikasi:
• pasien hemodinamik tidak
stabil
• Dianjurkan hindari pada kasus akut
• resiko perforasi dan peritonitis
akibat barium (beberapa studi
nyatakan aman bila tidak ada
tanda perforasi, pilih kontras
larut air)
• Umum digunakan pada diverticulitis
kronik
• Temuan: Gambaran meniscus pada
• gambaran kontras mengisi diverticula yang terisi kontras
kantung dinding kolon, barium
Pemeriksaan penunjang: pencitraan
CT scan
• Gold standard
• Sensitifitas (79-99%) dan
spesifisitas tinggi
• Dianjurkan CT scan
abdomen dengan kontras
(per oral umumnya, kontras
IV untuk identifikasi abses
dinding kolon)
• Bisa dilakukan pada pasien
kondisi akut
• Temuan: penebalan dinding
kolon (>4 mm), diverticula,
arrowhead sign, pericolic
abscess, fistula, extrapelvic
abscess
Perbandingan pencitraan barium enema pada
diagnosis banding (1)
Polip kolon

Target sign

Temuan:
- Kubah pada gambaran
polip mengarah keluar,
sementara diverticulum
mengarah ke luar
Perbandingan pencitraan barium enema pada
diagnosis banding (2)
Chron’s disease
Tatalaksana
• Divertikulosis asimptomatik
• Tingkatkan aktivitas fisik dan asupan serat pangan serta probiotik
• Diverikulitis simptomatik tanpa komplikasi
• Analgesik : Paracetamol atau NSAIDs
• Antispasmodik : Papaverin, Mebevirine
• Antibiotik
• IV Fluid
• Pastikan kecukupan cairan & clear liquid diet
• Bila pasien usia lanjut dan tidak stabil (sakit berat): nil by mouth, total
parenteral nutrition
Tatalaksana

• Diverikulitis simptomatik dengan


komplikasi
• Analgesik : Paracetamol atau
NSAIDs
• Antispasmodik : Papaverin,
Mebevirine
• Antibiotik
• IV Fluid
• Nil by mouth
• Evaluasi komplikasi

NICE guideline: Diverticular disease final scope


https://www.aafp.org/afp/2005/1001/p1229.pdf
Komplikasi dan tatalaksana
• Abses
• Antibiotik + CT guided drainage
• Fistula  bisa enterocolic, colovaginal, atau colovesical
• bedah reseksi kolon
• Perdarahan
• biasanya tiba tiba dan tidak nyeri
• bed rest, transfusi darah bila perlu,
• lokalisir sumber perdarahan dengan angiografi atau kolonoskopi
• embolisasi atau reseksi kolon bila perlu
• Perforasi
• tanda ileus, peritonitis
• resusitasi bila perlu dan rencanakan laparotomi (Hartmann’s procedure)
ILMU
BEDAH
Soal no 31
• Pasien usia 45 tahun perempuan datang dengan keluhan nyeri pada
pergelangan tangan kiri sejak 1 bulan yang lalu. Pasien memiliki
profesi sebagai penjahit yang sudah ditekuni selama 20 tahun. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan perabaan area lateral pergelangan
tangan kiri hangat dan nyeri tekan, finklestein sign (+). Tanda vital
dalam batas normal. Leukosit. 9.000, Hb : 11 g/dL, Trombosit
165.000. dan finklestein (+). Apa kemungkinan diagnosis pasien di
atas?
a. De Quarvein’s Syndrome
b. Carpal Tunnel Syndrome
c. Abses Cutan
d. Fraktur Colles
e. Kista Ganglion

• Jawaban: A. De Quarvein’s Syndrome


31. De Quervain’s Tenosynovitis
• DeQuervain's Tenosynovitis
adalah peradangan selubung
tendon (disebut Synovium)
pada bagian dasar ibu jari.
• Tendon yang menggerakkan
ibu jari menjadi terbatas
dalam tunnel (terowongan)
yang ketat.
• Peradangan berasal dari
gesekan yang ditimbulkan
saat tendon menggelincir di
sepanjang ibu jari dengan
gerakan yang berulang-
ulang.

https://www.gleneagles.com.sg/id/specialties/medical-specialties/orthopaedic-surgery-sports-
medicine/dequervain-tenosynovitis
Gejala
Gejala utama yaitu rasa nyeri pada
persendian pergelangan tangan dekat
bagian bawah ibu jari. Gejala lainnya
mencakup:
• Rasa nyeri setelah terjadi peningkatan
aktivitas yang melibatkan pergelangan
dan tangan
• Rasa nyeri berawal seperti rasa sakit
dan terus berkembang sampai tahap
ketika menggerakkan pergelangan
tangan atau ibu jari menimbulkan rasa
nyeri yang menusuk di area yang
terpengaruh
• Area pergelangan tangan yang sakit
dapat membengkak
https://www.gleneagles.com.sg/id/specialties/medical-specialties/orthopaedic-surgery-sports-
medicine/dequervain-tenosynovitis
Soal no 32
• An Khozin, jenis kelamin laki-laki, usia 12 bulan, diantar ibunya ke
poliklinik tempat Anda praktek. Ibu pasien mengeluhkan mengenai
adanya benjolan di punggung anaknya. Benjolan di punggung sudah
ada sejak anaknya lahir. Nadi 100x/ menit, RR 24x/ menit, dan suhu
afberis. Perkembangan komunikasi dan motorik pasien dirasa
terganggu. Apakah diagnosis yang mungkin pada pasien?
a. Spina bifida
b. Syndrome rett
c. Guillane Barre Syndrome
d. Multiple Sclerosis
e. Myasthenia Gravis

• Jawaban: A. Spina bifida


32. Spina Bifida
• Spina bifida berarti terbelahnya arcus vertebrae dan bisa
melibatkan jaringan saraf di bawahnya atau tidak.
• Spina bifida disebut juga myelodisplasia
• suatu keadaan dimana ada perkembangan abnormal pada tulang
belakang, spinal cord, saraf-saraf sekitar dan kantung yang berisa
cairan yang mengitari spinal cord.
• Kelainan ini menyebabkan pembentukan struktur yang
berkembang di luar tubuh

210
Spina Bifida Classifications
Several classifications that vary in
severity depending on location and
extent of opening
• Spina bifida occulta
• Spina bifida aperta
A. Spina Bifida cystica
1. meningocele
2. Myelomenigocele
B. Myeloschisis
• Spina bifida ventralis
Spina bifida occulta – tethered spinal cord
• Often occurs later in life
• Caused by limitations of movement of the spinal cord within the spinal
column
• Patients often have low back pain, weakness in the legs, and/or
incontinence depending on the site of tethering

http://www.uwhealth.org/images/ewebeditpro2/upload/6144_Fig
ure_1.jpg

• Ringan
• Lengkung-lengkung vertebranya
dibungkus o/ kulit yg biasanya tidak
mengenai jaringan saraf yg ada di
bawahnya.
• Cacat di daerah lumbosakral ( L4 – S1 )
• Biasanya ditandai dg plak rambut yg
menutupi daerah yg cacat.
• Kecacatan ini krn tdk menyatunya
lengkung-lengkung vertebra ( defek tjd
hanya pd kolumna vertebralis )
• Tjd pada sekitar 10% kelahiran
Spina bifida cystica – myelomeningocele
• The bony vertebra is open, part of the meninges and part or all of the spinal cord is
protruding out of the spinal canal
• Since the spinal cord is protruding, it is often not fully developed
• Involved nerve roots are often not developed resulting in weakness, pain, and/or
paralysis
Spina bifida cystica – meningocele
• The bony vertebra is open, part of the meninges is protruding out of the spinal
canal
• Since the spinal cord is not protruding, there is often normal function
• Some cases of tethering have been reported
Meningomielokel
• bentuk spina bifida dimana jaringan saraf ikut di dalam kantong
tersebut.
• Bayi yang terkena akan mengalami paralisa di bagian bawah
• affected babies: leg paralysis and bladder and bowel control
problems

216
Spina bifida ventralis – anterior opening
• Much less common than other forms of spina bifida
• Meningeal sac will protrude into the retroperitoneal space and
impinge on retroperitoneal organs such as the duodenum,
ascending/descending colon, kidneys, adrenal glands, pancreas,
aorta, and inferior vena cava

http://myweb.lsbu.ac.uk/dirt/museum/margaret/871-3398-2082230.jpg
Myeloschisis/rakiskisis
Lumbar Myeloschisis
Soal no 33
• Ny Siti Markonah, 60 tahun, datang ke IGD rumah sakit dnegan
keluhan sulit BAB sejak 1 bulan terakhir. Setiap BAB dirasakan tidak
tuntas. Sering terdapat bekas kotoran pada celana dalam. Pasien
memiliki 7 anak (2 laki-laki dan 5 perempuan). TD 130/90 mmHg, nadi
18x/ menit, RR 18x/ menit, dan suhu 37OC. Pada pemeriksaan tampak
massa sirkumferensial yang keluar dari anus. Kemungkinan etiologi
yang menyebabkan keluhan tersebut adalah…
a. Kelemahan otot panggul
b. Kelemahan otot spincter ani
c. Kelemahan plexus hemoroidalis interna
d. Kelemahan plexus hemoridalis eksterna
e. Kelemahan dinding rectum

• Jawaban: A. Kelemahan otot panggul


33. PROLAPS REKTUM (PROCIDENTIA)
 Seluruh bagian rektum
Gejala Klinik:
turun melalui anus • Terjadi prolap pada saat tekanan
abdomen meningkat
 Penyebab : • Sfingter ani dilatasi dan lemah
• Inkonentia alvi
• Kelemahan otot dasar • Mukosa rektum lecet, mudah
panggul berdarah, mengeluarkan sekret
• Tekanan abdomen yang mukous
meningkat • Perlu tindakan manual untuk reposisi
Soal no 34
• Perempuan, 50 tahun, keluhan bengkak kedua tungkai bawah sejak 2
bulan, disertai nyeri, kemerahan dan gatal kulit kering. Pasien
kebiasaan berdiri lama dan pakai hak tinggi. Pasien penderita
diabetes sejak 5 tahun yang lalu. PF: edem tungkai, hiperemis, dan
hangat. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis
tersebut adalah…
a. MRI
b. Angiografi
c. Venous Ultrasound
d. CT Scan
e. Foto Polos Tungkai

• Jawaban: C. Venous Ultrasound


34. DVT

Virchow Triads:
(1) venous stasis
(2) activation of blood coagulation
(3) vein damage

Crurales Vein is a common and


incorrect terminology
• Signs and symptoms of
DVT include :
– Pain in the leg
– Tenderness in the calf (this
is one of the most
improtant signs )
– Leg tenderness
– Swelling of the leg
– Increased warmth of the
leg
– Redness in the leg
– Bluish skin discoloration
– Discomfort when the foot is
pulled upward (Homan’s)
http://www.medical-explorer.com/blood.php?022
American College of Emergency Physicians (ACEP)
Trombosis Vena Dalam
• Skoring Wells
– Kanker aktif (sedang terapi dalam 1-6 bulan atau paliatif) (skor 1)
– Paralisis, paresis, imobilisasi (skor 1)
– Terbaring selama > 3 hari (skor 1)
– Nyeri tekan terlokalisir sepanjang vena dalam (skor 1)
– Seluruh kaki bengkak (skor 1)
– Bengkak betis unilateral 3 cm lebih dari sisi asimtomatik (skor 1)
– Pitting edema unilateral (skor 1)
– Vena superfisial kolateral (skor 1)
– Diagnosis alternatif yang lebih mungkin dari DVT (skor -2)
• Interpretasi:
– >3: risiko tinggi (75%)
– 1-2: risiko sedang (17%)
– < 0: risiko rendah (3%)

Sudoyo A dkk. Panduan Diagnosis dan Tatalaksana Trombosis Vena Dalam dan Emboli Paru. 2015
Patient with suspect symptomatic
Acute lower extremity DVT

negative
Venous duplex scan Low clinical probability observe

positive High clinical probability negative

Evaluate coagulogram /thrombophilia/ malignancy


Repeat scan /
Venography
Anticoagulant therapy yes IVC filter
contraindication

No

pregnancy LMWH

OPD LMWH

hospitalisation + warfarin
UFH

Compression treatment
Color duplex scan of DVT

Venogram shows DVT


Soal no 35
• Tn Muslih, 37 tahun, datang ke IGD rumah sakit tempat Anda bekerja
dengan diantar teman kerjanya. Pasien seorang pekerja pemasangan
pipa jaringan listrik. Saat bekerja tangan kanan pasien terguyur zat
basa. Pada pemeriksaan bagian dorsal tangan kanan hingga siku
kanan tampak kemerahan dan melepuh. Pemeriksaan tanda vital
dalam batas normal. Pasien belum mendapat penanganan apapun di
tempat kerja. Tindakan awal yang tepat pada kasus ini adalah…
a. Diguyur dengan NaCl 0.9%
b. DIguyur dengan RL
c. Diguyur dengan air mengalir 30 menit
d. Diguyur zat asam
e. Dressing dengan salep antibiotic

• Jawaban: C. Diguyur dengan air mengalir 30 menit


35. Luka Bakar Kimia
• Kerusakan jaringan yang disebabkan kontak dengan bahan kimia.
• Penyebab: asam, alkali, logam, fosfor, dll.
• Dapat ditemukan pada: cairan pembersih, baterai, bahan baku produk
rumah tangga dan kesehatan.
• Mekanisme  pembentukan panas + perubahan kimiawi jaringan
tubuh.
• Tingkat keparahan bergantung: pH bahan kimia, konsentrasi, jumlah,
lama kontak, bentuk fisik, tipe kontak, trauma kejadian.
Asam
• Termasuk diantaranya: asam sulfat, nitrat, krlorida,
hidrofluorat.
• Perubahan kimiawi  denaturasi protein  nekrosis
koagulasi  eskar.
Basa/ Alkali
• Termasuk: natrium dan
kalium hidroksida, kalsium
oksida, hipoklorit, amonia.
• Mekanisme:
• Saponifikasi jaringan lemak
• Berikatan dengan protein
jaringan  gugus hidroksil
 kerusakan jaringan
• Ekstraksi air dari sel
Tatalaksana
Penangan awal  cegah kontak lebih lanjut irigasi

• Stabilisasi ABC
• Lepaskan pakaian dan cegah kontaminasi
• Irigasi minimal 30 menit.

Tindakan operatif: eskarotomi, skin graft sesuai indikasi


Soal no 36
• Tn Zainuri Al-Hasan, 23 tahun, datang ke tempat praktek Anda dengan
keluhan benjolan di leher sejak 3-4 minggu yang lalu. Benjolan
dirasakan semakin lama semakin membesar, namun pasien tidak
merasakan nyeri ataupun demam. Riwayat penyakit dahulu tidak
diketahui. Benjolan soliter, kenyal, dan terletak di anterior M.
Sternocleidomastodeus. Tidak ditemukan nyeri (-), demam (-), batuk(-
) pilek (-). Pemeriksaan penunjang yang tepat adalah…
a. Foto dada AP - Lateral
b. Aspirasi jarum halus
c. USG leher
d. Darah rutin
e. Cek BTA

• Jawaban: B. Apirasi jarum halus


36. Lymphadenopathy
• Findings from a Dutch study revealed
a 0.6% annual incidence of
unexplained lymphadenopathy in the
general population.

• Of 2,556 patients in the study who


presented with unexplained
lymphadenopathy to their family
physicians, 256 (10 %) were referred
to a subspecialist and 82 (3.2 %)
required a biopsy, but only 29 (1.1 %)
had a malignancy.
https://www.aafp.org/afp/1998/1015/p1313.html
Soal no 37
• Seorang wanita, 45 tahun, datang dengan keluhan nyeri punggung.
Wanita tersebut diketahui memiliki riwayat batuk lama. Dari hasil
pemeriksaan dijumpai adanya gibbus, dan dari MRI dijumpai adanya
massa di Vertebra T9-11. Apa diagnosis yang paling mungkin pada
kasus di atas?
a. Osteoporosis
b. Tumor vertebra
c. Spondilolistesis
d. Spondilolisis
e. Spondilitis tuberculosis

• Jawaban: E. Spondilitis tuberculosis


37. Spondilitis TB
Soal no 38
• An. Randall Clifford, usia 5 tahun, datang dibawa keluarganya ke IGD
rumah sakit tempat Anda bekerja. Pasien mengalami patah tulang
yang terbuka setelah jatuh dari pohon 2 jam yang lalu. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan patah tulang femur terbuka dengan
perdarahan aktif yang keluar terus menerus. Nadi 120x/ menit,
RR32x/ menit, dan suhu afebris. Pasien tampak berkeringat disertai
akral yang dingin. Tatalaksana awal yang tepat pada pasien ini
adalah…
a. Pasang spalk di antara 2 sendi
b. Pasang spalk di atas tulang yang patah
c. Pasang spalk di bawah tulang yang patah
d. Balut tekan
e. Reposisi dan traksi

• Jawaban: D. Balut tekan


38. Fraktur Terbuka
• Dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit.
• Terjadi kontaminasi bakteri  komplikasi infeksi
• Luka pada kulit :
• Tusukan tulang tajam keluar menembus kulit (from within)
• Dari luar misal oleh peluru atau trauma langsung (from without)
Tahap –Tahap Pengobatan Fraktur Terbuka
1. Pembersihan luka  irigasi dengan NaCl fisiologis
secara mekanis  mengeluarkan benda asing yg
melekat.
2. Eksisi jaringan mati dan tersangka mati (debrideman)
pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak, fasia otot dan
fragmen tulang yg lepas.
3. Pengobatan fraktur itu sendirifiksasi interna atau
eksterna
4. Penutupan kulit
• Jika diobati dalam periode emas (6 – 7 jam) sebaiknya kulit
ditutup
• kulit tegang  tidak dilakukan
5. Pemberian antibakteri
• Antibiotik diberikan sebelum, pada saat dan sesudah operasi
6. Tetanus
Soal no 39
• An. Hasan bin Husein, usia 5 tahun, dibawa ibunya ke IGD rumah
sakit, karena kantung zakarnya membesar. Ibu pasien baru menyadari
adanya keluhan tersebut hari ini. Keluhan tidak disertai nyeri tekan.
Pemeriksaan nadi 94x/ menit, RR 24x/ menit, dan suhu 36,5OC.
Pemeriksaan fisik di dapatkan kantung zakar membesar, tidak teraba
buah pelir, dan pemeriksaan transluminasi (+). Diagnosis yang paling
mungkin adalah…
a. Hidrokel
b. Varikokel
c. Hernia skrotalis
d. Tumor testis
e. Torsio testis

• Jawaban: A. Hidrokel
39. Hydrocele
Soal no 40
• Tn Zelda, 21 tahun, datang ke ruang praktek Anda dengan keluhan
nyeri buah zakar. Keluhan dirasakan sudah 1 minggu. Pasien juga
mengeluhkan nyeri saat BAK dan disertai juga demam. TD
120/80mmHg, Nadi 76x/ menit, RR 18x/ menit, dan suhu 38OC. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan testis membesar, berbatas tegas,
hiperemis (+), nyeri tekan (+), transiluminasi (-), dan pemeriksaan
phren sign (+). Apa diagnosis yang tepat?
a. Hidrokel
b. Varikokel
c. Epididimitis
d. Hernia strangulata
e. Torsio testis

• Jawaban: C. Epididimitis
40. Epididymitis
• Inflamasi dari epididimis
• Bila ada keterlibatan
testisepididymoorchitis
• Biasanya disebabkan oleh
STD
• Common sexually
transmitted pathogen,
Chlamydia
PRESENTATION TREATMENT
• Nyeri skrotum yang • Oral antibiotic.
menjalar ke lipat paha • Scrotal elevation, bed rest,
dan pinggang.
&use of NSAID.
• Pembengkakan skrotum
karena inflamasi atau • Admission & IV drugs used.
hidrokel • In STD treat partner.
• Gejala dari uretritis, • In chronic pain do
sistitis, prostatitis.
epididymectomy.
• O/E tendered red scrotal
swelling.
• Elevation of scrotum
relieves painphren sign
(+)
Soal no 41
• Bayi Arsya Arshinta, perempuan dengan usia 3 hari, datang dibawa
ibunya ke IGD rumah sakit dengan keluhan muntah hijau. Perut
pasien buncit, kadang disertai diare berdarah. Pada pemeriksaan fisik:
KU lemah, letargis, HR 160 x/menit teraba lemah, RR 65 x/menit.
Pada pemeriksaan fluoroskopi: didapatkan gambaran spiral
(corkscrew) duodenum dan jejunum proksimal. Dokter berencana
merujuk pasien ke dokter bedah. Diagnosis pada pasien adalah…
a. Malformasi anorectal
b. Hipertrofi stenosis pilorus
c. Invaginasi
d. Hirschprung
e. Malrotasi intestinal

• Jawaban: E. Malrotasi intestinal


41. Volvulus
• Obstruksi yang disebabkan usus
terpuntir lebih dari 180o
terhadap aksis mesenterium.
• 1-5% penyebab obstruksi usus
besar
– Sigmoid ~ 65%
– Cecum ~ 25%
– Colon transversus ~ 4%
– Fleksura splenikus
Etiology
Gastric volvulus Midgut volvulus Sigmoid volvulus Cecal volvulus
Malrotation (short Chronic Congenital defect
Congenital mesenteric constipation. in the peritoneal
weakness of attachment). fixation of the right
suspensory Colonic distention. colon.
ligaments. Congenital short
mesentery. Congenital long
Diaphragmatic mesentery.
hernia.
Diaphragmatic Congenital
eventration malrotation.

Chronic
constipation.

Colonic distension.
Tanda dan Gejala
Klinis • Foto polos Abdomen AP
• Anak-anak – Dilatasi abdomen
– Muntah mengandung empedu – Gambaran gas di kolon distal
(93%) berkurang
– Malabsorbsi – Coffee bean sign
– Failure to thrive • Barium Contrast
– Obstruksi bilier – Cork-screw appearance
– GERD – Usus halus di sisi kanan abdomen
tidak melewati midline.
• Dewasa
– Nyeri andomen intermiten (87%) • USG
– Nausea (31%) – Whirlpool sign
Plain Radiography
Volvulus

Gastric volvulus Midgut volvulus Colonic volvulus

Intrathoracic
Double
stomach with Sigmoid Cecal
bubble sign
air fluid level

Coffee bean Marked cecal


sign distension
Barium Meal

Volvulus

Gastric volvulus Midgut volvulus Colonic volvulus

Cork scerw
Organo-axial Mesentero-axial Sigmoid Cecal
duodenum

Greater Gastric antrum


curvature above above gastric Beak sign Beak sign
lesser curvature fundus
Soal no 42
• Nn. Kimberly Jenner, 21 tahun, datang ke IGD rumah sakit karena
secara tidak sengaja terminum cairan pembersih toilet 6 jam yang
lalu. Pasien bekerja di sebuah perusahaan kimia. Keluhan disertai
nyeri dan rasa terbakar di tenggorokan. Pemeriksaan didapatkan TD
110/80 mmHg, Nadi 80x/menit, RR 21x/m, Suhu 38OC. Pasien segera
mendapatkan pertolongan dokter dan paramedic. Apakah
kontraindikasi pada pasien tersebut?
a. Bilas lambung
b. Pemasangan NGT
c. Pemberian PPI
d. Pemasangan IVFD
e. Pemberian antibiotic

• Jawaban: A. Bilas lambung


42. Caustic Ingestion

• Merupakan tertelannya zat korosif.


• Beberapa zat korosif yang dapat membakar mulut, kerongkongan,
esofagus, lambung antara lain: asam sulfat, kaustik soda, atau
beberapa zat desinfektans yang mengandung bahan fenol.
• Beberapa zat korosif yang dapat membakar saluran cerna bila
terminum, terutama bagian atas dari esofagusesofagitis korosif
Gejala Esofagitis Erosif
FREQUENT SIGNS AND SYMPTOMS
• Tiba-tiba tidak dapat menelan atau secara perlahan-lahan menjadi
sulit menelan.
• Disfagia secara gradual, awalnya terhadap makanan padat, kemudian
cairan.
• Nyeri pada mulut dan dada saat makan.
• Hipersalivasi.
• Takipnea.
• Muntah, kadang disertai lendir atau darah
Derajat Luka
• Tingkat I: terjadinya edem pada mukosa dan penderita akan dapat
menelan kembali dalam waktu singkat secara normal.
• Tingkat II adalah terjadinya erosi pada mukosa, dan
• Tingkat III terjadi nikrose pada mukosa submukosa s/d otot.
Komplikasi
Akut Kronis
Obstruksi jalan napas atas Striktur esofagus (sering)
Perdarahan GIT Stenosis pilorus
Perforasi esofagus Manutrisi dan kaheksia
Obstruksi pilorus Peningkatan risiko karsinoma
esofagus
Peritonitis Scarring, infeksi, dan tingkat
penyembuhan yang rendah sebagai
akibat komplikasi luka bakar pada
kulit yang sering menyertai.
Trauma kimia mata yang sering
menyertai dapat mengakibatkan
katarak dini bahkan kebutaan.
Komplikasi
• Komplikasi yang sering terjadi adalah striktur esofagus. Hal ini
bergantung pada beratnya jejas yang dapat dilihat melalui
endoskopi.4
• Grade I = tidak ada risiko striktur esofagus
• Grade IIB = 75% akan terjadi striktur
• Grade III = 100% akan terjadi striktur
Bulletin of the World Health Organization 2009;87:950-954.
doi: 10.2471/BLT.08.058065
Soal no 43
• Tn Bernardo Santiago, 30 tahun, mengalami kecelakaan lalu lintas 2
jam yang lalu. Pasien segera dievakuasi oleh polisi ke IGD rumah sakit
terdekat. Dari heteroanamnesis didapatkan pinggang pasien terjepit
dashboard mobil dan perlu waktu 1 jam untuk mengeluarkan pasien
dari mobil tersebut. TD 100/70 mmHg, nadi 90x/ menit, RR 20x/
menit, dan suhu afebris. Pada pemeriksaan didapatkan butterfly
hematom dan floating prostat. Pemeriksaan penunjang yang
sebaiknya dilakukan adalah…
a. MRI
b. X Ray pelvis AP
c. CT Scan tanpa kontras
d. CT Scan kontras
e. Retrograde uretrografi

• Jawaban: E. Retrograde uretrografi


http://urology.iupui.edu/papers/reconstructive_bph/s0094014305001163.pdf

43. Trauma Uretra


• Curiga adanya trauma
pada traktus urinarius
bag.bawah, bila:
– Terdapat trauma
disekitar traktus
urinarius terutama
fraktur pelvis
– Retensi urin setelah
kecelakaan
– Darah pada muara OUE
– Ekimosis dan hematom
perineal
Uretra Anterior:
• Anatomy:
Uretra Posterior :
– Bulbous urethra
– Pendulous urethra • Anatomy
– Fossa navicularis – Prostatic urethra
– Membranous urethra
• Etiologi:
– Straddle type injuries • Etiologi:
– Intrumentasi – Fraktur tulang Pelvis
– Fractur penis • Gejala klinis:
• Gejala Klinis: – Darah pada muara OUE
– Disuria, hematuria – Nyeri Pelvis/suprapubis
– Hematom skrotal – Perineal/scrotal hematom
– Hematom perineal akan timbul bila terjadi robekan – RT Prostat letak tinggi atau
pada fasia Buck’s sampai ke dalam fasia melayang
Colles‘‘butterfly’’ hematoma in the perineum
• Radiologi:
– will be present if the injury has disrupted Buck’s
fascia and tracks deep to Colles’ fascia, creating a – Pelvic photo (FRAKTUR PELVIS)
characteristic ‘‘butterfly’’ hematoma in the – Urethrogram (EKSTRAVASASI
perineum KONTRAS PD PARS PROSTATO
MEMBRANASEA)
• Therapy:
– Cystostomi • Therapy:
– Immediate Repair – Cystostomi
– Delayed Repair
• Don't pass a diagnostic • Retrograde
catheter up the patient's urethrography
urethra because: – Modalitas pencitraan
– The information it will yang utama untuk
give will be unreliable. mengevaluasi uretra
– May contaminate the pada kasus trauma dan
haematoma round the inflamasi pada uretra
injury.
– May damage the slender
bridge of tissue that joins
the two halves of his
injured urethra

Posterior urethral rupture above the


intact urogenital diaphragm
following blunt trauma

http://ps.cnis.ca/wiki/index.php/68._Urinary
Sleeve Hematom

Butterfly Hematom
Uretrografi

Ruptur Parsial

Ruptur total
Soal no 44
• Puskesmas dengan sumber daya manusia terbatas datang 3 pasien
dengan:
Pria dengan fraktur femur terbuka dan berteriak nyeri dengan baju penuh
darah tetapi tidak ada jejas didada,
Pria dengan sianosis sentral, mulut penuh muntahan, dan
Distress pernafasan, pria dengan takipnea dan jejas didada.
• Pilihan yang paling tepat untuk urutan penanganan di IGD adalah?
a. 1–2–3
b. 2–3–1
c. 3–1–2
d. 2–1–3
e. 1–3–2

• Jawaban: B. 2-3-1
44. Triage
Triage Priorities
1. Red- prioritas utama
– memerlukan penanganan
segeraberkaitan dengan kondisi
sirkulasi atau respirasi

2. Yellow- prioritas kedua


– Dapat menunggu lebih lama, sebelum
transport (45 minutes)

3. Green- Dapat berjalan


– Dapat menunggu beberapa jam untuk
transport

4. Black- Meninggal
– Akan meninggal dalam penanganan
emergensi memiliki luka yang
mematikan

*** mark triage priorities (tape, tag)


Triage Category: Red
• Red (Highest) Priority: Pasien • Gangguan Airway dan breathing
yang memerlukan penanganan • Perdarahan banyak dan tidak
segera dan transport secepat- terkontrol
cepatnya • Decreased level of consciousness
• Severe medical problems
• Shock (hypoperfusion)
• Severe burns
Yellow Green
• Yellow (Second) Priority:
Pasien yang penanganan dan • Green (Low) Priority:
traportnya dapat ditunda Pasien yang
sementara waktu penanganan dan
• Luka bakar tanpa gangguan transportnya dapat
airway
ditunda sampai yang
• Trauma tulang atau sendi
besar atau trauma multiple terakhir
tulang • Fraktur Minor
• Trauma tulang belakang
dengan atau tanpa • Trauma jaringan lunak
kerusakan medula spinalis Minor
START Algorithm (Airway/Breathing)

RESPIRATIONS/VENTILATIONS

NONE
YES

REPOSITION AIRWAY

ASSESS RESPIRATIONS/VENTILATIONS

NONE YES > 30/MINUTE <30/MINUTE


ASSESS
DECEASED IMMEDIATE IMMEDIATE PERFUSION
Immediate

Patients Delayed

Deceased
START Algorithm (Circulation)

PERFUSION

<2 SECONDS > 2 SECONDS


ASSESS CONTROL
MENTAL STATUS BLEEDING

IMMEDIATE

Immediate

Patients Delayed

Deceased
START Algorithm (Disability)

MENTAL STATUS

FOLLOWS FAILS TO FOLLOW


SIMPLE SIMPLE
COMMANDS COMMANDS

DELAYED IMMEDIATE

Immediate

Patients Delayed

Deceased
Soal no 45
• Tn Fernando Barrack, 60 tahun, datang ke Puskesmas tempat Anda
bertugas dengan keluhan BAK sering tidak tuntas. Keluhan sudah
dirasakan sejak 2 minggu yang lalu dan saat BAK pasien harus
mengedan dengan kuat. Sejak kemarin pasien ingin BAK namun urin
tidak bisa keluar. TD 120/80m mmHg, nadi 92x/ mneit, RR 20x/ menit,
dan suhu 37OC. Pemeriksaan DRE: pool atas prostat tidak teraba.
Tindakan awal yang perlu dilakukan adalah…
a. Pasang kateter folley
b. Pungsi supra pubik
c. BNO IVP
d. USG
e. CT Urografi

• Jawaban: A. Pasang kateter folley


45. BPH
BPH

adalah pertumbuhan
berlebihan dari sel-sel
prostat yang tidak ganas.
Pembesaran prostat jinak
diakibatkan sel-sel prostat
memperbanyak diri
melebihi kondisi normal,
biasanya dialami laki-laki
berusia di atas 50 tahun
yang menyumbat saluran
kemih.
Diagnosis of BPH
• Symptom assessment
– the International Prostate Symptom Score (IPSS) is recommended as it is used
worldwide
– IPSS is based on a survey and questionnaire developed by the American Urological
Association (AUA). It contains:
• seven questions about the severity of symptoms; total score 0–7 (mild), 8–19 (moderate),
20–35 (severe)
• eighth standalone question on QoL
• Digital rectal examination(DRE)
– inaccurate for size but can detect shape and consistency
• Prostat Volume determination- ultrasonography
• Urodynamic analysis
– Qmax >15mL/second is usual in asymptomatic men from 25 to more than 60 years of
age
• Measurement of prostate-specific antigen (PSA)
– high correlation between PSA and Prostat Volume, specifically Trantitional Zone
Volume
– men with larger prostates have higher PSA levels 1

– PSA is a predictor of disease progression and screening tool for CaP


– as PSA values tend to increase with increasing PV and increasing age, PSA may be
used as a prognostic marker for BPH
Gambaran BNO IVP
Pada BNO IVP dapat ditemukan:
• Indentasi caudal buli-buli
• Elevasi pada intraureter
menghasilkan bentuk J-ureter
(fish-hook appearance)
• Divertikulasi dan trabekulasi
vesika urinaria

“Fish Hook appearance”(di tandai


dengan anak panah)

Indentasi caudal buli-buli


Pada USG (TRUS, Transrectal
Ultrasound)
• Pembesaran kelenjar pada
zona sentral
• Nodul hipoechoid atau
campuran echogenic
• Kalsifikasi antara zona
sentral
• Volume prostat > 30 ml 8

CT Scan:
• Tampak ukuran prostat
membesar di atas ramus superior
simfisis pubis.
Derajat BPH, Dibedakan menjadi 4 Stadium :
 Stadium 1 :
Obstruktif tetapi kandung kemih masih
mengeluarkan urin sampai habis.

 Stadium 2 : masih tersisa urin 60-150 cc.

 Stadium 3 : setiap BAK urin tersisa kira-kira 150 cc.

 Stadium 4 :
retensi urin total, buli-buli penuh pasien tampak
kesakitan urin menetes secara periodik.
Grade Pembesaran Prostat
Rectal Grading
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
• Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.
• Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.
• Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.
• Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.
• Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.
Kategori Keparahan Penyakit BPH Berdasarkan
Gejala dan Tanda (WHO)

Keparahan Skor gejala AUA Gejala khas dan tanda-tanda


penyakit (Asosiasi Urologis
Amerika)
Ringan ≤7 • Asimtomatik (tanpa gejala)
• Kecepatan urinari puncak < 10 mL/s
• Volume urine residual setelah
pengosongan 25-50 mL
• Peningkatan BUN dan kreatinin
serum

Sedang 8-19 Semua tanda di atas ditambah


obstruktif penghilangan gejala dan
iritatif penghilangan gejala (tanda dari
detrusor yang tidak stabil)
Parah ≥ 20 Semua hal di atas ditambah satu atau
lebih komplikasi BPH
Bph-associated Acute Urinary Retention
AUR:Acute urinary retention
PUC:Perurethral catheter
SPC:Suprapubic catheter
TWOC:Trial without catheter

α-Blocker
• relaxing smooth muscle
fibers located in the prostate
and its capsule, bladder neck
and prostatic urethra

TWOC
• when a catheter is
removed from the bladder
for a trial period to
determine whether the
patient are able to pass
urine spontaneously.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/artic
les/PMC2721562/
Soal no 46
• Seorang laki-laki berusia 35 tahun, datang ke dokter dengan keluhan
benjolan di pergelangan tangan kiri sejak setahun terakhir. Benjolan
terasa pegal terutama saat beraktifitas menggunakan pergelangan
tangannya. Pemeriksaan fisis: terdapat massa kistik di pergelangan
tangan bagian depan radial, bentuk bulat, diameter 1 cm, terfiksir,
wana kulit normal. Nyeri (+) saat ditekan. Pemeriksaan radiologik
normal. Apakah diagnosis yang paling mungkin untuk pasien ini?
a. Lipoma
b. Verucca
c. Ganglion
d. Neuroma
e. Kista sebacea

• Jawaban: C. Ganglion
46. Kista Ganglion
• Degenerasi kistik jaringan
periartikuler, kapsul sendi,
atau pembungkus tendo
• Tumor jaringan lunak
tersering pada tangan dan
Pergelangan Tangan  60 %
• Prediposisi dorsal manus
• Menempel pada Kapsul,
tendon, atau tendon sheath
• Wanita > Pria
• 70% terjadi pada dekade 2 -
4
• Terbentuk tunggal dan pada Informasisehat.files.wordpress.com/2010/05/ganglion-cyst
tempat yang amat spesifik
Tanda dan Gejala Anatomi
• Ada Riwayat Trauma (10%)
• Kista utama bisa tunggal
• Bisa muncul tiba-tiba atau
berkembang dalam hitungan atau multilokul
bulan/tahun
• Mengecil dalam keadaan istirahat • Tampak halus, putih, dan
• Membesar dengan aktifitas translusen
• Kadangkala bisa menghilang
secara spontan
• Rekurensi sangat jarang (complete
exicion)
• > 50%  eksisi tidak komplit
• Biasanya tidak nyeri, kecuali ada
penekanan pada saraf.
Lipoma Kista ateroma Kista dermoid Ganglion
• Deposisi lemak • Sumbatan muara • Kelainan embrional di • Degenerasi kistik
dibawah kulit kelenjar sebasea daerah fusi embrional jaringan periartikuler,
• Sering pada laki> 40 • Klinis: massa kistik • Klinis: massa kapsul sendi atau
thn dengan puncta, tidak konsistensi kistik, pembungkus tendon
• Klinis: mobile, massa nyeri, tidak mobile tidak mobile • Wanita> laki-laki
padat-lunak batas (menempel ke kulit (menempel ke dasar), • Klinis: massa
tegas, permukaan atas) sewarna kulit konsistensi kenyal,
licin, berkapsul • Predileksi: kulit yang • Predileksi: dahi, sudut batas tegas, tidak
• Predileksi: seluruh banyak mengandung luar mata, kepala mobile terfiksir ke
tubuh kelenjar sebasea • Tatalaksana: kapsul tendon. Massa
• Tatalaksana: • Tatalaksana • Eksisi dapat membesar
• Bedah eksisi • Eksisi dengan aktifitas,
• Ekstirpasi dapat menghilang
spontan
• Predileksi:
pergelangan tangan
(dorsal manus)
• Tatalaksana:
• Imobilisasi
• Injeksi
hialorudinase
• Diseksi
tonotome
• Aspirasi ganglion
Soal no 47
• Seorang bayi perempuan berusia 2 hari, dibawa orangtuanya dengan
keluhan perut kembung dan muntah hijau. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan: BB 4 kg, tidak didapatkan anus. Dari pemeriksaan
penunjang didapatkan rectum berakhir di atas m. Musculus levator
ani. Jika harus dilakukan tindakan bedah, maka tindakan yang
dikerjakan pertama kali adalah…
a. PSARP
b. Soave
c. Colostomi
d. Laparatomi
e. Milking procedure

• Jawaban: C. Colostomi
47. Malformasi Kongenital Hirschprung

Intussusception

Duodenal atresia
Classification
• Menurut Berdon, membagi • Menurut Stephen, membagi
atresia ani berdasarkan tinggi atresia ani berdasarkan pada
garis pubococcygeal.
rendahnya kelainan, yakni :
• Atresia ani letak tinggi
– Atresia ani letak tinggi • bagian distal rectum terletak
• bagian distal rectum berakhir di atas garis pubococcygeal.
di atas muskulus levator ani (> • Atresia ani letak rendah
1,5cm dengan kulit luar) • bila bagian distal rectum
– Atresia ani letak rendah terletak di bawah garis
pubococcygeal.
• distal rectum melewati
musculus levator ani ( jarak
<1,5cm dari kulit luar)
Management
Newborn Anorectal Malformation

Selama 24 jam pertama


• Puasa
• Cairan melalui infus
• Antibiotik
• Evaluasi adanya defek yang mungkin menyertai dan dapat mengancam nyawa.
• NGT exclude esophageal atresia
• Echocardiogram  exclude cardiac malformations, esophageal atresia.
• Radiograph of the lumbar spine and the sacrum
• Spinal ultrasonogram  evaluate for a tethered cord.
• Ultrasonography of the abdomen  evaluate for renal anomalies.
• Urine analysis

Annals of pediatrics surgery. October 2007


Setelah 24 jam
Re evaluate
• Bila pasien memiliki fistula perineal
• TindakanAnoplasty, tanpa protective colostomy
• Dapat dilakukan dalam 48 jam pertama kehidupan

• Bila tidak ada mekonium di perineum, direkomendasikan untuk melakukan


pemeriksaan radiologi cross-table lateral radiograph dengan pasien dalam
posisi tengkurap (knee-chest position)
– Bila udara dalam rektum berada dibawah os koksigis dan pasoen dalam kondisi
baik, tanpa defek yang lain
• Pertimbangkan melakukan posterior sagittal operation (PSARP) dengan atau
tanpa protective colostomy
– Bila gas dalam rektum berada diatas os koksigis atau pasien memiliki mekonium
dalam urin, sakrum abnormal atau flat bottom
• Harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu
• Kemudian posterior sagittal anorectoplast (PSARP) , 1 sampai 2 bulan
kemudian, setelah pasien memiliki kenaikan berat badan yang cukup

Annals of pediatrics surgery. October 2007


volvulus
Soal no 48
• Tn White Smith, 35 thn, datang ke tempat Anda bekerja dengan
keluhan penisnya tegak sejak 4 jam yang lalu tanpa disertai hasrat
seksual dan terasa nyeri. Dari anamnesis diketahui pasien memiliki
riwayat leukemia. Pemeriksaan fisik: TD 120/80 mmHg, Nadi 88x/
menit, RR 20x. menit, dan Suhu: 36,7OC. Pada pemeriksaan penis
tampak ereksi, hiperemis, dan terasa nyeri. Apa penatalaksanaan
yang tepat untuk pasien ini?
a. Pasien disuruh lompat-lompat
b. Kompres air dingin
c. Kompres air hangat
d. Tidur dengan kaki diangkat ke atas
e. Operatif

• Jawaban: E. Operatif
48. Priapism
• Priapism is a full or partial erection that continues
more than 4 hours beyond sexual stimulation and
orgasm or is unrelated to sexual stimulation.
Definitions
• Ischemic priapism (low-flow)
• a persistent erection marked by pain and rigidity of the
corpora cavernosa, with little or no cavernous arterial
inflow.
• Etiology: sickle cell disease, malignancy, drugs, etc.
• Nonischemic priapism (arterial, high-flow)
• a persistent erection caused by unregulated cavernous
arterial inflow.
• The corpora are tumescent but not rigid, and the erection
is not painful.
• Etiology: penile trauma.
• Stuttering priapism
• describes a pattern of recurrence.
• The term has traditionally described recurrent prolonged
and painful erections in men with SCD (sequential
compression device).
Priapism – treatment (conservative)
• Karena pharmacological agents • Aspiration and irrigation
– Terbutaline 5 mg po diulang dalam – Untuk priapismus yang lebih dari 2
15 minutesresolusi pada 1/3 of jam
patients – discuss with urologist if at all
– Injeksi intracavernous dari - possible
adrenergic – Harus memberitahukan pada
• phenylephrine 100 to 500 mcg (put pasien bahwa terapi dapat
10 mg in 500cc NSS  20 mcg/ml. meyebabkan impotensi yang
Inject 10 to 20 cc every 5-10 minutes
(maximum - 10 doses) permanen
– Blok N. Dorsalis Penis – conscious sedation may be
necessary
Surgical Treatment
• If conservative measures are unsuccessful, then a surgical approach
may be necessary.
• Ischemic priapism
• the goal of surgical treatment is to allow blood to flow in and out of the
penis freely to prevent ischemia and fibrosis of the penis  shunt
• Non ischemic priapism
• the surgical approach is transcorporal embolization.
Soal no 49
• Nn. Angelica, 19 tahun dibawa ke IGD rumah sakit oleh satpol PP
setelah mengalami kecelakaan 1 jam yang lalu. Pasien mengamuk dan
mengerang kesakitan. Status umum pasien tampak gelisah dan
kesakitan. Pemeriksaan TD 90/60 mmHg, nadi 110x/ menit, RR 26x/
menit, & urin output 20-30 ml/jam. Pasien meminta paramedic
menyiapkan jalur intravena untuk resusitasi cairan. Perkiraan jumlah
perdarahan yang dialami pasien adalah…
a. <250 cc
b. 250-750 cc
c. 750-1000 cc
d. 1000-1500 cc
e. >2000 cc

• Jawaban: D. 1000-1500cc
49. Klasifikasi Syok
Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah
Soal no 50
• Seorang pasien perempuan usia 80 tahun dibawa ke IGD RS dengan
keluhan nyeri pinggul kiri kurang lebih sejak 15 menit yang lalu.
Keluhan dirasakan setelah pasien jatuh dari kursi. Keluhan disertai
tungkai kiri memendek, eksorotasi, terdapat hematoma pada daerah
trochanter major kiri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/70
mmHg, Nadi 100x/ menit, RR 22x/ menit, dan Suhu 37OC. Apa
diagnosis pasien ini?
a. Fraktur pelvis
b. Fraktur intertrochanter femur
c. Fraktur caput femur
d. Fraktur shaft femur
e. Fraktur tibia

• Jawab: B. Fraktur intertochanter femur


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/

50. Fraktur Patologis Os Femur


• Fraktur patologis adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang
abnormal.
• Tulang yang abnormal tersebut bisa sangat lemah sehingga
fraktur terjadi dengan trauma ringan atau bahkan pada
aktivitas biasa.
• Femur merupakan tulang tersering ketiga, setelah vertebrae
dan pelvis, tempat ditemukannya metastasis tulang.
• Fraktur patologis pada femur merupakan yang paling sering
membutuhkan intervensi pembedahan.
• Fraktur patologis pada femur merupakan 66 % fraktur patologis pada
tulang panjang, dimana 87% terjadi pada femur proksimal dan shaft
femur.
• Fraktur pada collum femur merupakan fraktur yang paling
sering terjadi pada orang tua.
• Umur rata-rata 77 tahun pada wanita dan 72 tahun pada laki-laki, dan
80% terjadi pada wanita.
• Insidensi pada usia muda sangat rendah dan berhubungan dengan
trauma hebat.
• Penyebab tersering fraktur patologis pada femur proksimal adalah
osteoporosis.
Fraktur Femur Tersering pada Osteoporosis
Osteoporotic proximal femur fractures: a) proximal femoral neck fracture b) middle femoral neck
fracture c) basilar femoral neck fractures d) inter and subtrochanteric fracture.

Gambaran radiologi yang khas pada osteoporis adalah penipisan korteks dan
daerah trabekular yang lebih lusen (sumsum meluas).
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
Soal no 51
• Seorang pria, 20 tahun, dibawa ke UGD dengan keluhan tidak bisa
membuka mulut. Sebelumnya terdapat demam tinggi. Beberapa hari
sebelumnya penderita tidak sengaja menginjak pecahan gelas di
rumahnya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan trismus 2 cm, suhu
390C, vulnus punctum 1cm pada jempol kaki kanan. Apakah
pengobatan yang tepat untuk kasus di atas?
a. Anti Tetanus Serum 50.000 IU
b. Anti Tetanus Serum 100.000 IU
c. Human Tetanus Immuno Globulin 3000 IU
d. Human Tetanus Immuno Globulin 20.000 IU
e. Tetanus Toxoid

• Jawaban: C. Human Tetanus Immuno Globulin 3000 IU


51. Tetanus
• Tetanus: gangguan neuromuskular akut berupa trismus, kekakuan dan
kejang otot disebabkan oleh eksotosin spesifik Clostridium tetani.
• Akibat komplikasi luka: Vulnus laceratum (luka robek), Vulnus
punctum (luka tusuk), combustion (luka bakar), fraktur terbuka, otitis
media, luka terkontaminasi, luka tali pusat.  tetanus prone wound
Tanda dan gejala
• Masa inkubasi: bervariasi antara 2 hari atau beberapa
minggu bahkan beberapa bulan, pada umumnya 8 – 12
hari.
• Suhu tubuh normal hingga subfebris
• Tetanus lokal  otot sekitar luka kaku
• Tetanus generalisata
– Trismus: sulit/tidak bisa membuka mulut
– Rhesus sardonicus
– Kaku otot kuduk, perut, anggota gerak
– Sukar menelan
– Opistotonus
• Kejang dalam keadaan sadar dan nyeri hebat.
• Sekujur tubuh berkeringat.
Stadium klinis
Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi
Albleet’s :
1. Grade 1 (ringan)
– Trismus ringan sampai sedang, spamisitas umum, tidak ada penyulit
pernafasan, tidak ada spasme, sedikit atau tidak ada disfagia.
2. Grade 2 (sedang)
– Trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme ringan atau sedang
namun singkat, penyulit pernafasan sedang dengan takipneu.
3. Grade 3 (berat)
– Trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan yang lama dan
sering, serangan apneu, disfagia berat, spasme memanjang spontan
yang sering dan terjadi refleks, penyulit pernafasan disertai dengan
takipneu, takikardi, aktivitas sistem saraf otonom sedang yang terus
meningkat.
4. Grade 4 (sangat berat)
– Gejala pada grade 3 ditambah gangguan otonom yang berat, sering
kali menyebabkan “autonomic storm”.
Diagnosis dan Komplikasi
• Diagnosis
– Klinis
– Pewarnaan gram

• Komplikasi
– Anoksia otak
– fraktur vertebra
– Aspirasi, penumonia
– Low intake, Dehidrasi
– Disfungsi otonom: hiper/hipotensi, hiperhidrosis
– Kematian
Manajemen Luka Tetanus
Dosis Profilaksis:
• HTIG250-500 IU
• ATS  1500 IU
Tatalaksana Tetanus
1. Pemberian antitoksin tetanus
2. Penatalaksanaan luka
3. Pemberian antibiotika
4. Penanggulangan kejang
5. Perawatan penunjang
6. Pencegahan komplikasi
Tatalaksana Tetanus
1. Manajemen Luka
• Semua luka harus dibersihkan dan jika perlu dilakukan debridemen.
• Riwayat imunisasi tetanus pasien perlu didapatkan.
• TT harus diberikan jika riwayat booster terakhir lebih dari 10 tahun jika
riwayat imunisasi tidak diketahui, TT dapat diberikan.
• Jika riwayat imunisasi terakhir lebih dari 10 tahun yang lalu, maka
tetanus imunoglobulin (TIg) harus diberikan. Keparahan luka bukan
faktor penentu pemberian TIg

Luka Rentan Tetanus Luka yang tidak rentan tetanus


• > 6-8 jam • < 6 jam
• Kedalaman > 1 cm • Superfisial < 1 cm
• Terkontaminasi • Bersih
• Bentuk stelat, avulsi, atau hancur • Bentuknya linear, tepi tajam
(irreguler) • Neurovaskular intak
• Denervasi, iskemik • Tidak infeksi
• Terinfeksi (purulen, jaringan
nekrotik)
Lanjutan...
2. Pengawasan, agar tidak ada hambatan fungsi respirasi.
3. Ruang Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara,
cahaya-ruangan redup dan tindakan terhadap penderita.
4. Diet cukup kalori dan protein
– 3500-4500 kalori per hari
– 100-150 gr protein
– Bila ada trismus, makanan dapat diberikan per sonde atau parenteral
5. Oksigen, pernapasan buatan dan trakeostomi bila perlu.
6. Antikonvulsan diberikan secara titrasi, sesuai kebutuhan dan
respon klinis. Diazepam atau Vankuronium 6-8 mg/hari.
– Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan diazepam
dosis 0,5 mg/kgBB/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum
10mg/kali diulang setiap kali kejang. Kemudian diikuti pemberian
Diazepam per oral (sonde lambung) dengan dosis 0,5/kgBB/kali sehari
diberikan 6 kali. Dosis maksimal diazepam 240 mg/hari.
– Bila masih kejang (tetanus yang sangat berat), harus dilanjutkan dengan
bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat ditingkatkan sampai
480 mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau tanpa
kurarisasi.
– Magnesium sulfat dapat pula dipertimbangkan digunakan bila ada
gangguan saraf otonom.
7. Eliminasi Unbound Toxin Lanjutan...
a) ATS
• Hanya efektif pada luka baru (< 6 jam)
• Skin tes untuk hipersensitif
• Dosis biasa 50.000 iu, diberikan IM diikuti dengan 50.000 unit
dengan infus IV lambat
• Jika pembedahan eksisi luka memungkinkan, sebagian
antitoksin dapat disuntikkan di sekitar luka.
b) HTIG
• Dapat dilakukan penyuntikan meskipun luka sudah > 6 jam
• Hanya efektif untuk eliminasi unobpund toxin, sedangkan toksin
yang sudah berikatan dengan sel tubuh tidak dapat di eliminasi.
• Dosis tunggal 3.000 IU – 6.000 IU
• Tidak diperlukan skin test
8. Eliminasi bakteri
– DOC: Penisilin berikan prokain penisilin, 1,2 juta unit IM atau IV
setiap 6 jam selama 10 hari.
– Alergi penisilin Tetrasiklin, 500 mg PO atau IV setiap 6 jam selama
10 hari
– dapat mengeradikasi Clostridium tetani tetapi tidak dapat
mempengaruhi proses neurologisnya.
9. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika spektrum luas
• Tetrasiklin, Eritromisin dan Metronidazol dapat diberikan, terutama bila penderita
alergi penisilin
• Tetrasiklin: 30-50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis
• Eritromisin: 50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari
• Metronidazol loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam.
10. Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama
• Dilakukan bersamaan dengan antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat
suntik yang berbeda
• Dosis inisial 0,5 ml toksoid intramuskular diberikan 24 jam pertama.
11. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus
selesai.
12. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit
Pencegahan komplikasi
• Anoksia otak dengan
– Pemberian antikejang, sekaligus mencegah laringospasme,
– Jalan napas yang memadai, bila perlu lakukan intubasi (pemasangan tuba
endotrakheal) atau lakukan rakheotomi berencana, pemberian oksigen.
• Pneumonia
– membersihkan jalan napas yang teratur, pengaturan posisi penderita
berbaring, pemberian antibiotika.
• Fraktur vertebra: pemberian antikejang yang memadai.
Soal no 52
• An. Jeff Baumann, 6 tahun, terjatuh dari sepeda 1 jam yang lalu.
Ibunya segera melarikan pasien ke IGD rumah sakit. Pasien kesakitan
dan terus memegangi lengan kanannya. Dari pemeriksaan di IGD
tampak deformitas dan krepitasi pada lengan bawah kanan,
neurovascular distal lesi dalam batas normal. Pemeriksaan
hemodinamik stabil. Kemudian dokter meminta pemeriksaan X-Ray
dan didapat hasil berikut:Diagnosis yang tepat adalah…
Diagnosis yang tepat adalah…
a. Fraktur Monteggia
b. Fraktur Greenstick
c. Fraktur Galeazzi
d. Fraktur Colles
e. Fraktur Smith

• Jawaban: A. Fraktur Monteggia


52. Fraktur Antebrachii
• Fraktur Galeazzi: adalah fraktur radius distal disertai
dislokasi atau subluksasi sendi radioulnar distal.
• Fraktur Monteggia: adalah fraktur ulna sepertiga
proksimal disertai dislokasi ke anterior dari kapitulum
radius.
• Fraktur Colles: fraktur melintang pada radius tepat
diatas pergelangan tangan dengan pergeseran dorsal
fragmen distal.
• Fraktur Smith: Fraktur smith merupakan fraktur
dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering
disebut reverse Colles fracture.
Prinsip diagnostik
• Secara umum, pada kasus fraktur
dilakukan foto polos AP dan lateral
• Khusus untuk fraktur pada lengan
bawah dan pergelangan, urutan
foto polos: PA

- PA Bila hanya pergelangan Akan menentukan


tangan saja yang difoto tangan sebelah
mana yang patah
- APBila meliputi sendi siku dan arah PA
dan pergelangan tangan pergeserannya
pada foto lateral
- Lateral
- Oblique

Ekayuda I. Radiologi diagnostik. 2nded


Fraktur Monteggia
Fraktur Galeazzi

Fraktur Colles
Fraktur Smith
Soal no 53
• Nn. Sarinah Modera, 17 tahun, datang ke IGD rumah sakit mengeluh
lengan kanannya nyeri dan bengkak setelah dipukul dengan bambu.
Pasien merupakan korban KDRT. Ayah pasien sering mabuk dan
memukulinya. Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal.
Pemeriksaan fisik didapatkan deformitas dan krepitasi pada regio
antebrachii dekstra. Dokter curiga pasien mengalami fraktur.
Tatalaksana awal yang tepat adalah…
a. Immobilisasi bidai
b. Traksi
c. Kompres dingin
d. Kompres panas
e. Kompres alkohol

• Jawaban: A. Immobilisasi bidai


53. Pertolongan Pertama (First Aid)
 Life Saving  ABCD
 Obstructed Airway
 Shock : Perdarahan Interna /External
Balut tekan, IV fluid
 Limb Saving
 Reliave pain Splint & analgetic
 Pergerakan fragmen fr
 Spasme otot
 Udema yang progresif.
 Transportasi penderita Dont do harm
Pengelolaan Fraktur di RS
Prinsip : 4 R
 R 1 = Recognizing = Diagnosa
 Anamnesa, PE, Penunjang
 R 2 = Reduction = Reposisi
 Mengembalikan posisi fraktur keposisi sebelum fraktur
 R 3 = Retaining = Fiksasi /imobilisasi
 Mempertahankan hasil fragmen yg direposisi
 R 4 = Rehabilitation
 Mengembalikan fungsi kesemula
Retaining (Imobilisasi)
 Mempertahankan hasil reposisi sampai tulang menyambung

 Kenapa ssd reposisi harus retaining

 Manusia bersifat dinamis

 Adanya tarikan tarikan otot

 Agar penyembuhan lebih cepat

 Menghilangkan nyeri
Retaining (Imobilisasi)
Sling / Split
 Sling : Mis Arm Sling

 Splint/ Pembidaian
 Casting / Gips

 Hemispica gip

 Long Leg Gip

 Below knee cast

 Umbrical slab
Traksi

 Cara imobilisasi dengan menarik

bahagian proksimal dan distal secara

terus menerus.

1. Kulit

2. Tulang
 Fiksasi pakai inplant

■ Internal fikasasi
■ Plate/ skrew

■ Intra medular nail  Kuntsher Nail

■ Ekternal fiksasi
Soal no 54
• Laki-laki, 50 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan ada
benjolan dan nyeri disekitar anus yang dirasakan sejak 1 bulan yang
lalu. Nyeri semakin memberat saat duduk dan BAB. Pasien juga
demam. Pemeriksaan lokalis ditemukan iritasi pada tepi luar sfingter
ani dengan pembengkakan, kemerahan dan sering mengeluarkan
nanah. Kemungkinan diagnosis pasien adalah…
a. Fistula ani
b. Fisura ani
c. Abses perianal
d. Hemoroid
e. Prostatitis

• Jawaban: C. Abses perianal


54. Abses Perianal
Abses perianal: infeksi jaringan lunak 5
yang mengelilingi anus. Sebagian besar %
bersumber dari fistula..
Etiologi & Patogenesis:
•Terdapat 4-10 kelenjar di linea dentatum
•Infeksi epitel kriptaglandular menyebabkan
obstruksi dari kelenjar
•Infeksi asending ke rongga interspinkterikum
dan rongga lainnya.
•Implikasi bakteri
•E.Coli., Enterococci, bacteroides

Penyebab lain:
•Crohn
•TB 6 5 Ischiore
•Carcinoma, Lymphoma and Leukaemia 0 % ctal 20%
%
•Trauma Intersphinc suprasphinc
teric teric
•Inflammatory pelvic conditions (appendicitis) Trans- extrasphin
sphincteric cteric
Gejala dan Tanda

Abses Gejala
Perianal •Nyeri di perianal, pus, dan demam
•Benjolan bersifat nyeri, fluktuan,
kemerahan.
Ischio- •Demam, nyeri di ischiorectal
rectal •Massa, nyeri tekan (+), indurasi
(+)
Intersphinc •nyeri di rektum, demam, dan
teric terdapat pus
Supralevat
or
Soal no 55
• Tn. Pattel Asraf, 30 tahun, menderita luka bakar akibat tersiram air
panas. Pasien segera dilarikan ke IGD rumah sakit terdekat. Kesadaran
compos mentis, TD 120/80 mmHg, nadi 80x/ menit, RR 18x/ menit,
suhu 36,4OC. Pada pemeriksaan pasien mengalami luka bakar pada
seluruh ekstremitas bawah kanan dan seluruh ekstremitas atas kanan
dan kiri. Luka bakar terasa sangat nyeri, tampak kemerahan, dan
disertai bullae. Diagnosis yang tepat adalah…
a. Luka bakar IIA dengan luas 18%
b. Luka bakara IIB dengan luas 27%
c. Luka bakar IIA dengan luas 36%
d. Luka bakar IIB dengan luas 45%
e. Luka bakar ringan

• Jawaban: C. Luka bakar IIA dengan luas 36%


55. Luka Bakar
Infant
Pembahasan Soal
• Luka bakar mengenai:
• seluruh ekstrimitas kanan bawah: 18%
• seluruh ekstrimitas atas kanan : 9%
36%
• seluruh ekstrimitas atas kiri : 9%
Soal no 56
• Anak laki-laki, 1 bulan, datang ke puskesmas dengan keluhan bibir
sumbing dan langit. Pemeriksaan fisik keadaan umum baik, tidak
batuk, dan tidak pilek. BB 4,5kg. Didapatkan labiopalatoschizis
unilateral sinistra komplit. Pemeriksaan lab HB 11g/dl, pemeriksaan
lain dalam batas normal. Kapan usia pasien dilakukan labioplasty?
a. 10 minggu
b. 10 tahun
c. 10 bulan
d. 10 jam
e. 110 hari

• Jawaban: A. 10 minggu
56. Labiognatopalatoschizis
• Kelainan bawan pada bibir dan palatum akibat
gangguan perkembangan janin pada usia 4-10 minggu
• Dapat berhubungan dengan beberapa sindrom:
• 22q11.2 deletion syndrome (a.k.a. velocardiofacial syndrome
[VCFS] and DiGeorge sequence)
• Stickler syndrome
• Pierre Robin sequence
• Van der Woude syndrome
• Treacher-Collins syndrome
• Craniofacial microsomia (spectrum of disorders, including
Goldenhar syndrome)
• Neonatal Abstinence Syndrome (NAS), which includes Fetal
Alcohol Spectrum Disorder (FASD)

https://www.asha.org/Practice-Portal/Clinical-Topics/Cleft-Lip-and-Palate/
Klasifikasi

A) Bibir sumbing unilateral dengan keterlibatan alveolar; B) Bibir sumbing bilateral


dengan keterlibatan alveolar; C) Bibir sumbing dan langit langit unilateral; D) Bibir
sumbing dan langit langit bilateral; E) Sumbing langit langit
https://www.asha.org/Practice-Portal/Clinical-Topics/Cleft-Lip-and-Palate/
Tatalaksana
• Tahap sebelum operasi
• Persiapan untuk tahap
koreksi bila memenuhi
kriteria rule of ten:
• Usia lebih dari 10 minggu,
• Hb 10 g/dl,
• Berat badan >10 pounds (4-5
kg)
• Pasien menggunakan
nasoalveolar mold (NAM)
 untuk minimalisir
deformitas celah alveolar,
memperbaiki bentuk dan
garis bibir
Tatalaksana
• Usia optimal untuk labioplasti (repair cleft lip) : 3
bulan  misalnya teknik modifikasi Millard
• Usia optimal palatoplasty (repair cleft palate) : 9-12
bulan  misalnya teknik von Langenbeck
• Operasi > usia 2 tahun  ikuti dengan speech
therapy
• Labiognatopalatoschizis : koreksi pada usia 8-9
tahun, meliputi alveolar bone graft dan
penanganan kerja sama dengan dokter gigi ahli
ortodonsi
Campbell A, Costello BJ, Ruiz RL. Cleft lip and palate surgery: An update of clinical outcomes for primary repair. Oral Maxillofacial Surgery Clinics. 2010;
22(1):43─58.
Soal no 57
• Ny. Ristra, 33 tahun datang dengan keluhan mata kanan merah sejak
2 hari yang lalu. Nyeri +. VOD 6/20 VOS 6/6. Pada pemeriksaan
segmen anterior OD didapatkan injeksi siliar, pupil ireguler, flare and
cell +. Pemeriksaan segmen anterior OS dbn. Pemeriksaan segmen
posterior ODS dbn. TIO ODS normal. Terapi yang diberikan adalah…
a. Kortikosteroid topikal
b. Timolol topikal
c. Asam mefenamat oral
d. Asetazolamid oral
e. Antibiotik topikal

• Jawaban A. Kortikosteroid topikal


57. UVEITIS
•Uveitis :
•inflamasi di uvea
yaitu iris, badan siliar
dan koroid yang
dapat menimbulkan
kebutaan.
•Di negara maju, 10%
kebutaan pada
populasi usia
produktif adalah
akibat uveitis
Uveitis anterior
• Inflamasi di iris (iritis) dan badan siliar (siklitis). Bila inflamasi meliputi
iris dan badan siliar maka disebut iridosiklitis
• Etiologi :
• kelainan sistemik seperti spondiloartropati, artritis idiopatik juvenil, sindrom
uveitis fuchs, kolitis ulseratif, penyakit chron, penyakit whipple,
tubulointerstitial nephritis and uveitis
• Infeksi yang sering menyebabkan uveitis anterior adalah virus herpes simpleks
(VHS), virus varisela zoster (VVZ), tuberkulosis, dan sifilis.

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Diagnosis Uveitis Anterior
• Gejala Klinis : • Tanda
• mata merah • injeksi siliar akibat vasodilatasi arteri
• visus turun akibat kekeruhan cairan siliaris posterior longus dan arteri
akuos dan edema kornea walaupun siliaris anterior yang memperdarahi
uveitis tidak selalu menyebabkan iris serta badan siliar.
edema kornea • Bilik mata depan : pelepasan sel
• Nyeri tumpul berdenyut, dan radang, pengeluaran protein (cells
fotofobia akibat spasme otot siliar and flare) dan endapan sel radang di
dan sfingter pupil endotel kornea (presipitat keratik).
• Jika disertai nyeri hebat, perlu • Presipitat keratik halus  inflamasi
dicurigai peningkatan tekanan bola nongranulomatosa;
mata. • Presipitat keratik kasar  inflamasi
• Spasme sfingter pupil mengakibatkan granulomatosa
miosis dan memicu sinekia posterior.

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Uveitis Intermediet
• Peradangan di pars plana yang sering diikuti vitritis dan uveitis posterior.
• Penyakit tersebut biasanya terjadi pada usia dekade ketiga-keempat dan 20%
terjadi pada anak.
• Etiologi:
• Idiopatik (69,1%), sarkoidosis (22,2%), multiple sclerosis (7,4%), dan lyme disease (0,6%).
Selain itu, dapat juga disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis, Toxoplasma,
Candida, dan sifilis.
• Gejala :
• Gejala biasanya ringan yaitu penurunan tajam penglihatan tanpa disertai nyeri dan mata
merah, namun jika terjadi edema makula dan agregasi sel di vitreus penurunan tajam
penglihatan dapat lebih buruk.
• Pars planitis berupa bercak putih akibat agregasi sel inflamasi dan jaringan fibrovaskular
(snowbank) yang menunjukkan inflamasi berat dan memerlukan terapi agresif.
• Komplikasinya adalah edema makula (12-51%), glaukoma (20%), dan katarak (15-50%)

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Uveitis Posterior
• Peradangan lapisan koroid yang sering melibatkan jaringan sekitar seperti vitreus,
retina, dan nervus optik.
• Etiologi:
• Infeksi paling sering disebabkan oleh T.gondii, M.tuberculosis, sifilis, VHS, VVZ,
cytomegalovirus (CMV), dan HIV.
• Non-infeksi, uveitis posterior disebabkan oleh koroiditis multifokal, birdshot choroidopathy,
sarkoidosis, dan neoplasma
• Gejala klinis :
• Penglihatan kabur yang tidak disertai nyeri, mata merah, dan fotofobia.
• Komplikasi dapat berupa katarak, glaukoma, kekeruhan vitreus, edema makula, kelainan
pembuluh darah retina, parut retina, ablasio retinae, dan atrofi nervus optik.
• Prognosis uveitis posterior lebih buruk dibandingkan uveitis anterior karena menurunkan
tajam penglihatan dan kebutaan apabila tidak ditatalaksana dengan baik.

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Panuveitis
• Peradangan seluruh uvea dan struktur sekitarnya seperti retina dan
vitreus.
• Etiologi:
• Penyebab tersering adalah tuberkulosis, sindrom VKH, oftalmia simpatika,
penyakit behcet, dan sarkoidosis.
• Diagnosis panuveitis ditegakkan bila terdapat koroiditis, vitritis, dan uveitis
anterior

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
No. Jenis Pemeriksaan Keterangan
Penunjang pada Uveitis
1 Slit lamp menilai segmen anterior injeksi siliar dan episklera, skleritis, edema kornea, presipitat
keratik, bentuk dan jumlah sel di bilik mata, hipopion serta kekeruhan lensa

2 Oftalmoskop menilai kelainan di segmen posterior seperti vitritis, retinitis, perdarahan


retina, koroiditis dan kelainan papil nervus optik

3 Pemeriksaan bermanfaat pada kelainan sistemik misalnya darah perifer lengkap, laju
laboratorium endap darah, serologi, urinalisis, dan antinuclear antibody
4 Optical coherence merupakan pemeriksaan non-invasif yang dapat memperlihatkan edema
tomography (OCT) makula, membran epiretina, dan sindrom traksi vitreomakula
5 USG B –scan sangat membantu memeriksa segmen posterior mata pada keadaan
media keruh misalnya pada katarak dan vitritis

6 Fundus fluoresen fotografi fundus yang dilakukan berurutan dengan cepat setelah injeksi
angiografi (FFA) zat warna natrium fluoresen (FNa) intravena.
FFA memberikan informasi mengenai sirkulasi pembuluh darah retina dan
koroid, detail epitel pigmen retina dan sirkulasi retina serta menilai
integritas pembuluh darah saat fluoresen bersirkulasi di koroid dan retina.
Penatalaksanaan Uveitis
• Prinsip penatalaksanaan uveitis
1. Menekan reaksi inflamasi
• Kortikosteroid topikal merupakan terapi pilihan untuk mengurangi inflamasi :
1).prednisolon 0,5%,; 2). prednisolon asetat 1%; 3). betametason 1% ; 4).
deksametason 0,1%, dan 5). fluorometolon 0,1%.
• Injeksi kortikosteroid periokular diberikan pada kasus yang membutuhkan depo steroid dan
menghindari efek samping kortikosteroid jangka panjang.
• Kortikosteroid sistemik diberikan untuk mengatasi uveitis berat atau uveitis bilateral
• Imunosupresan dapat dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama pada penyakit behcet,
granulomatosis wegener, dan skleritis nekrotik karena penyakit tersebut dapat mengancam jiwa.
Imunosupresan dibagi menjadi golongan antimetabolit, supresor sel T, dan sitotoksik.
2. Mencegah dan memperbaiki kerusakan struktur,

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
3. Memperbaiki fungsi penglihatan
• Terapi bedah diindikasikan untuk memperbaiki penglihatan.
• Operasi dilakukan pada kasus uveitis yang telah tenang (teratasi) tetapi
mengalami perubahan permanen akibat komplikasi seperti katarak,
glaukoma sekunder, dan ablasio retina.
• Kortikosteroid diberikan 1-2 hari sebelum operasi dan steroid intraokular
atau periokular dapat diberikan pasca-operasi
• Vitrektomi ditujukan untuk memperbaiki tajam penglihatan bila kekeruhan
menetap setelah pengobatan.
4. Menghilangkan nyeri dan fotofobia.
• NSAID digunakan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi sedangkan siklopegik diberikan
untuk mencegah sinekia posterior.
• Obat yang diberikan adalah siklopentolat 0,5-2% dan homatropin

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Soal no 58
• Tn. Wisnu utama, 50 tahun, datang dengan keluhan sulit untuk
membaca. Ia merasa kacamatanya sudah tidak nyaman lagi. Hal ini
dirasakan terutama bila digunakan untuk membaca koran. Keluhan
seperti mata merah disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
hipertensi atau diabetes mellitus. Dokter pun melakukan
pemeriksaan mata. Pemeriksaan yang dilakukan untuk kondisi
tersebut adalah:
a. E chart
b. Snaellen chart
c. Jaeger Chart
d. HOTV chart
e. ETDRS chart

• Jawaban: C. Jaeger chart


58. Presbiopia
• Merupakan keadaan berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut
• Penyebab:
– Kelemahan otot akomodasi
– Lensa mata tdk kenyal / berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa
• Diperlukan kacamata baca atau adisi :
– + 1.0 D : 40 thn
– + 1.5 D : 45 thn
– + 2.0 D : 50 thn
– + 2.5 D : 55 thn
– + 3 .0 D : 60 thn
Sumber: Ilmu Penyakit Mata. Sidarta Ilyas. 2000.
Presbiopia
Pemeriksaan dengan
kartu Jaeger untuk
melihat ketajaman
penglihatan jarak
dekat.
– The card is held 14
inches (356 mm) from
the persons's eye for
the test. A result of
• Koreksi→ lensa positif untuk menambah 14/20 means that the
kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia
person can read at 14
• Kekuatan lensa yang biasa digunakan: inches what someone
+ 1.0 D → usia 40 tahun
+ 1.5 D → usia 45 tahun with normal vision can
read at 20 inches.
+ 2.0 D → usia 50 tahun
+ 2.5 D → usia 55 tahun
+ 3.0 D → usia 60 tahun
http://www.ivo.gr/files/items/1/145/51044.jpg
E chart HOTV chart ETDRS chart
Soal no 59
• Ny. R, usia 35 tahun datang ke poliklinik mata dengan keluhan mata
kanan melihat benang- benang sejak 5 hari terakhir, berterbangan
berwana hitam disertai ada yang mengganggu pandangan pada sisi
atas. Dari pemeriksaan visus 10/20, dengan TIO normal. Dari
pemeriksaan didapatkan vitreous keruh dengan retina seperti
lembaran terangkat berwarna keabuan. Apa diagnosis pasien ini?
a. Ablasio retina
b. Vitritis
c. Koriovitritis
d. Endoftalmitis
e. Retinitis pigmentosa

• Jawaban: A. Ablasio retina


59. Ablasio Retina
• Definition :
• Multilayer neurosensory retina separates from the underlying retinal pigment
epithelium and choroid.
• This separation can occur passively due to accumulation of fluid between these two
layers, or it may occur actively due to vitreous traction on the retina, such as with
diabetic traction retinal detachment.
• Separation between the neurosensory retina and the underlying choroidal
circulation results in ischemia and rapid and progressive photoreceptor
degeneration
Pathophysiology
• Retinal detachments can be :
• Rhegmatogenous (caused by a break in the retina; “rhegma” is
Greek for tear)
• Nonrhegmatogenous caused by:
• leakage or exudation from beneath the retina [exudative retinal
detachment]
• Vitreous traction pulling on the retina [traction retinal detachment]
• On occasion the retina appears to be detached but is
actually not; this is termed pseudo retinal detachment.

• A full-thickness retinal break may exist as a:


• round retinal hole,
• linear break, or
• horseshoe-shaped retinal tear.
• In all of these cases, there is a discontinuity in the retina
that allows vitreous fluid to pass through the retinal break
into the subretinal space, resulting in retinal detachment.
Ablasio Retina
• Anamnesis: • Funduskopi : adanya robekan
• Riwayat trauma retina, retina yang terangkat
• Riwayat operasi mata berwarna keabu-abuan, biasanya
• Riwayat kondisi mata sebelumnya ada fibrosis vitreous atau fibrosis
(cth: uveitis, perdarahan vitreus, preretinal bila ada traksi. Bila tidak
miopia berat) ditemukan robekan kemungkinan
• Durasi gejala visual & penurunan suatu ablasio nonregmatogen
penglihatan
• Gejala & Tanda:
• Fotopsia (kilatan cahaya)  gejala
awal yang sering
• Defek lapang pandang  bertambah
seiring waktu
• Floaters
Tatalaksana
• Ablasio retina  kegawatdaruratan
mata
• Tatalaksana awal:
• Puasakan pasien u/ persiapan operasi
• Hindari tekanan pada bola mata
• Batasi aktivitas pasien sampai
diperiksa spesialis mata
• Segera konsultasi spesialis retina 
konservatif (untuk nonregmatogen),
pneumatic retinopexy, bakel sklera,
vitrektomi tertutup

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17 th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Soal no 60
• Ny. Diandra, 70 tahun, datang dengan keluhan mata seperti
terhalang, nyeri, berair, dan merah sejak kemarin. Riwayat terkena
batang padi 2 hari yang lalu. Pasien terus menggosok mata karena
gatal. Pemeriksaan: injeksi konjungtiva (+), injeksi silier (+), erosi dan
infiltrate pada daerah kornea. Tatalaksana yang tepat adalah…
a. Antibiotik
b. Siklopegik
c. Kortikosteroid
d. Antiviral
e. Air mata buatan

• Jawaban: A. Antibiotik
60. Ulkus kornea
ANAMNESIS

MATA MERAH MATA MERAH MATA TENANG


MATA TENANG VISUS
VISUS NORMAL VISUS TURUN VISUS TURUN
TURUN MENDADAK
• struktur yang PERLAHAN
mengenai media
bervaskuler 
refraksi (kornea, • uveitis posterior • Katarak
sklera konjungtiva •
uvea, atau perdarahan vitreous • Glaukoma
• tidak • Ablasio retina • retinopati
seluruh mata)
menghalangi • oklusi arteri atau vena penyakit sistemik
media refraksi retinal • retinitis
• neuritis optik pigmentosa
• Keratitis
• Konjungtivitis murni • neuropati optik akut • kelainan refraksi
• Keratokonjungtivitis
• Trakoma karena obat (misalnya
• Ulkus Kornea
• mata kering, etambutol), migrain,
• Uveitis
tumor otak
xeroftalmia • glaukoma akut
• Pterigium • Endoftalmitis
• Pinguekula • panoftalmitis
• Episkleritis
• skleritis
Ulkus kornea
Konjungtivitis Keratitis Ulkus kornea Uveitis

Visus N <N <N N/<N

Sakit - ++ ++ +/++

Fotofobia - +++ - +++

Eksudat +/+++ -/+++ ++ -

Sekresi + - + +

Etiologi Bakteri/jamur/virus/a Bakteri/jamur/virus Infeksi, bahan kimia, Reaksi


lergi /alergi trauma, pajanan, imunologik
radiasi, sindrom lambat/dini
sjorgen, defisiensi
vit.A, obat-obatan,
reaksi
hipersensitivitas,
neurotropik
Tatalaksana Obat sistemik/topikal Obat Obat sesuai etiologi Steroid
sesuai etiologi sistemik/topikal
sesuai etiologi

Ilmu Penyakit Mata, Sidarta Ilyas, 2005


ULKUS KORNEA
• Gejala Subjektif
• Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
• Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian • Sekret mukopurulen
permukaan kornea akibat kematian jaringan • Merasa ada benda asing di mata
kornea • Pandangan kabur
• Mata berair
• ditandai dengan adanya infiltrat supuratif • Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi
disertai defek kornea bergaung, dan ulkus
diskontinuitas jaringan kornea yang dapat • Silau
terjadi dari epitel sampai stroma. • Nyeri
• infiltat yang steril dapat menimbulkan
• Etiologi: Infeksi, bahan kimia, trauma, sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada
pajanan, radiasi, sindrom sjorgen, defisiensi perifer kornea dan tidak disertai dengan
robekan lapisan epitel kornea.
vit.A, obat-obatan, reaksi hipersensitivitas,
neurotropik • Gejala Objektif
• Injeksi siliar
• Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan
adanya infiltrat
• Hipopion
Typical clinical Feature
Bacterial Ulcer Fungal Ulcer
• 1. History of trauma to the cornea, contact lens wear • 1. History of trauma with vegetable matter
• 2. Pain, redness, watering,decrease in vision • 2. Suspect fungal ulcer if patient reports
• 3. Lid oedema (marked in gonococcal ulcer), purulent agriculture as main occupation.
discharge in gonococcal ulcer and bluish green
discharge in pseudomonas corneal ulcer • 3. Pain and redness are similar to bacterial
ulcer. But lid oedema is minimal even in severe
• 4. Round or oval in shape involving central or para cases unless patients have received native
central part of the cornea. Rest of the cornea is clear. medicines or peri ocular injections.
Hypopyon may or may not be present.
• 5. In pneumococcal ulcer the advancing border will
• 4. Early fungal ulcer may appear like a
have active infiltrate with undermined edges and the dendritic ulcer of herpes simplex virus. The
trailing edge may show signs of healing. Most of the feathery borders are pathognomonic clinical
pneumococcal ulcers will show leveled hypopyon features. Satellite lesions, immune ring, and
associated with Dacryocystitis. unlevelled hypopyon may aid in diagnosis.
• 6. Pseudomonas ulcer will have short duration, • 5. The surface is raised with greyish white
marked stromal oedema adjacent to the ulcer with creamy infiltrates, which may or may not
rapid progression. If untreated, will perforate within
2-3 days. Advanced ulcer may involve the sclera also. appear dry.

• 7. Ulcers caused by Moraxella and Nocardia are • 6. Ulcer due to pigmented fungi will appear as
slowly progressive in immunocompromised hosts brown or dark; raised, dry, rough, leathery
plaque on the surface of the cornea

WHO. Guidelines for the Management of Corneal Ulcer at Primary, Secondary & Tertiary Care health facilities in the South-East Asia Region. 2004
Ulkus kornea Bakterial
• Ulkus kornea pneumokokal • Ulkus kornea stafilokokus
• Ulkus sering indolen, mungkin disertai
• Streptokokus pneumonia sedikit infiltrat dan hipopion
• Muncul 24-48 jam setelah inokulasi • Ulkus seringkali superfisial
pd kornea yg abrasi • Obat: vankomisin
• Khas sebagai ulkus yang menjalar
dari tepi ke arah tengah kornea • Ulkus kornea pseudomonas
(serpinginous). • Pseudomonas aeruginosa
• Ulkus bewarna kuning keabu-abuan • Awalnya berupa infiltrat kelabu/ kuning
berbentuk cakram dengan tepi di tempat yang retak
ulkus yang menggaung. • Terasa sangat nyeri
• Menyebar cepat ke segala arah krn
• Ulkus cepat menjalar ke dalam dan adanya enzim proteolitik dr organisme
menyebabkan perforasi kornea,
• Infiltrat dan eksudat mungkin berwarna
karena eksotoksin yang dihasilkan hijau kebiruan
oleh streptokok pneumonia. • Berhubungan dengan penggunaan soft
• Efek merambat  ulkus serpiginosa lens
akut • Obat: mofifloxacin, gatifloxacin,
siprofloksasin, tobramisin, gentamisin
• Obat: mofifloxacin, gatifloxacin,
cefazolin
Keratitis/ulkus Fungal
• Gejala  nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama berkurang krn saraf
kornea mulai rusak.
• Pemeriksaan oftalmologi :
• Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery borders; infiltrat
berada di dalam lapisan stroma
• Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal
• Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas infiltrat stroma
• Faktor risiko meliputi :
• Trauma mata (terutama akibat tumbuhan)
• Terapi steroid topikal jangka panjang
• Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases

Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Management
of Supurative
Keratitis at the
secondary level
of eye care
Soal no 61
• Tn. Prabu, berusia 20 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan
penglihatan kabur sejak 3 bulan terakhir. Sebelumnya pasien pernah
memakai kacamata, tetapi saat ini sudah tidak lagi. Tidak ada keluhan
mata merah dan pusing. Dari pemeriksaan tajam penglihatan beserta
koreksi kacamatanya didapatkan :
VOD : 2/60  PH: 6/9  S – 5,00  6/6
VOS : 6/60  PH : 6/6  S – 2,00  6/6
Apakah diagnosis yang paling tepat?
a. Miopia
b. Presbiopia
c. Emetropia
d. Astigmatisme
e. Hipermetropia

• Jawaban: A. Miopia
61. KELAINAN REFRAKSI
ANAMNESIS

MATA MERAH MATA MERAH MATA TENANG


MATA TENANG VISUS
VISUS NORMAL VISUS TURUN VISUS TURUN
TURUN MENDADAK
• struktur yang PERLAHAN
mengenai media
bervaskuler 
refraksi (kornea, • uveitis posterior • Katarak
sklera konjungtiva •
uvea, atau perdarahan vitreous • Glaukoma
• tidak • Ablasio retina • retinopati
seluruh mata)
menghalangi • oklusi arteri atau vena penyakit sistemik
media refraksi retinal • retinitis
• neuritis optik pigmentosa
• Keratitis
• Konjungtivitis murni • neuropati optik akut • kelainan refraksi
• Keratokonjungtivitis
• Trakoma karena obat (misalnya
• Ulkus Kornea
• mata kering, etambutol), migrain,
• Uveitis
tumor otak
xeroftalmia • glaukoma akut
• Pterigium • Endoftalmitis
• Pinguekula • panoftalmitis
• Episkleritis
• skleritis
KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA
• MIOPIA  bayangan difokuskan di
• Normal aksis mata 23 mm (untuk setiap milimeter
depan retina, ketika mata tidak dalam
tambahan panjang sumbu, mata kira-kira lebih
kondisi berakomodasi (dalam kondisi miopik 3 dioptri)
cahaya atau benda yang jauh)
• Normal kekuatan refraksi kornea (+43 D) (setiap 1
• Etiologi: mm penambahan diameter kurvatura kornea, mata
• Aksis bola mata terlalu panjang  miopia
lebih miopik 6D)
aksial • Normal kekuatan refraksi lensa (+18D)
• Miopia refraktif  media refraksi yang lebih • People with high myopia
refraktif dari rata-rata: kelengkungan kornea
• more likely to have retinal detachments and primary open
terlalu besar angle glaucoma
• Dapat ditolong dengan menggunakan • more likely to experience floaters
kacamata negatif (cekung)
KELAINAN REFRAKSI – KOREKSI MIOPIA
• Pada miopia, pemilihan kekuatan lensa
untuk koreksi prinsipnya adalah dengan
dioptri yang terkecil dengan visual
acuity terbaik.
• Pemberian lensa dgn kekuatan yg lebih
besar akan memecah berkas cahaya
terlalu kuat sehingga bayangan jatuh di
belakang retina, akibatnya lensa mata
harus berakomodasi agar bayangan
jatuh di retina.
• Sedangkan lensa dgn kekuatan yg lebih
kecil akan memecah berkas cahaya dan
jatuh tepat di retina tanpa lensa mata
perlu berakomodasi lagi.
Soal no 62
• Tn. Budiman Suratman, berusia 30 tahun datang ke Instalasi gawat
darurat dengan nyeri pada mata kanan setelah terkena lemparan batu
1 jam yang lalu. Keluhan tersebut disertai penglihatan kabur, mual
dan muntah. Pada pemeriksaan ditemukan hifema total pada bilik
mata depan. Apakah pemeriksaan selanjutnya yang harus dilakukan ?
a. Funduskopi
b. Ultrasonografi
c. CT scan kepala
d. Tes lapangan pandang
e. Pemeriksaan tekanan intraokuler

• Jawaban: E. Pemeriksaan tekanan intraokuler


62. Glaukoma Akut
Tatalaksana Hifema Traumatik
• Tatalaksana medikamentosa
• Pilihan utama, topical beta-blocker (Timolol maleate 0,5%, dua kali sehari) dan alfa agonis
(Brimonidine tartrate 0,2%, tiga kali sehari).
• Pada anak: Timolol maleate 0,25%
• Pilihan lain: Topical carbonic acnhydrase inhibitors (Dorzolamide 2%, tiga kali sehari)  namun,
pertimbangkan efek asidosis di bilik mata depan dan efeknya pada pasien dengan sickle cell
disease.
• Pilokarpin sebaiknya dihindari karena dapat meningkatkan permeabilitas
vascular, sehingga meningkatkan respon inflamasi terhadap trauma dan
memperburuk kondisi.
• Analog prostaglandin (travoprost, latanoprost)  belum banyak studi yang
mendukung penggunaan obat ini untuk hifema traumatik dengan peningkatan
TIO.
• Sejauh ini, tidak ada kontraindikasi absolut, tetapi harus menunggu beberapa waktu dulu
sebelum digunakan untuk menurunkan TIO sehingga jarang digunakan sebagai pilihan awal
pada praktik penatalaksanaan hifema traumatik.
• Sistemik
• Carbonic anhydrase inhibitor sistemik: Asetazolamide 5mg/kg setiap 6 jam untuk anak; 250 mg
setiap 6 jam pada dewasa.

American Academy of Ophthalmology


https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=248e1998-310a-4f6a-b6a9-b470c60c9773
Tatalaksana Hifema Traumatik
• Tatalaksana pembedahan
• Belum ada panduan tetap mengenai tingkat dan durasi peningkatan TIO pada hifema
traumatik yang memerlukan pembedahan.
• Beberapa indikasi pembedahan pada hifema traumatik adalah:
• Hifema total dengan TIO > 25mmHg selama 5 hari (tujuan: untuk mencegah staining darah
pada kornea)
• TIO >60 mmHg selama 2 hari (tujuan: mencegah atrofi nervus optikus.
• Metode pembedahan:
1. Anterior chamber washout and clot removal
2. Trabeculectomy and iridectomy
• Parasentesis dengan menggunakan jarum 30-G dapat membantu
menurunkan tekanan intraokular tetapi tidak banyak manfaatnya untuk
hifema total (grade III-IV).
American Academy of Ophthalmology
https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=b8b6869e-76db-484d-aeeb-52a76051ecb1
Soal no 63
• Ny. Zahrani, 37 tahun, bekerja di perusahaan laundry, datang dengan
keluhan mata terkena cairan pembersih pakaian 1 jam yang lalu,
pasien juga mengeluhkan air mata yang terus menerus mengalir dan
perih. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hiperemis konjungtiva dan
edema kornea. Untuk mendiagnosa kelainan ini dapat dilakukan
pemeriksaa...
a. Sensibility test
b. Fluoresein test
c. Schirmer test
d. Anel test
e. phalen test

• Jawaban: B. Fluorescein test


63. TRAUMA KIMIA MATA
• Klasifikasi :
• Merupakan trauma yang mengenai bola
mata akibat terpaparnya bahan kimia  Derajat 1: kornea jernih dan tidak
baik yang bersifat asam atau basa yang ada iskemik limbus (prognosis
dapat merusak struktur bola mata sangat baik)
tersebut
 Derajat 2: kornea berkabut
• Keadaan kedaruratan oftalmologi dengan gambaran iris yang masih
karena dapat menyebabkan cedera
pada mata, baik ringan, berat bahkan terlihat dan terdapat kurang dari
sampai kehilangan penglihatan 1/3 iskemik limbus (prognosis
• Etiologi : 2 macam bahan yaitu yang baik)
bersifat asam (pH < 7) dan yang bersifat  Derajat 3: epitel kornea hilang
basa (pH > 7,6) total, stroma berkabut dengan
• Pemeriksaan Penunjang : gambaran iris tidak jelas dan
 Kertas Lakmus : cek pH berkala sudah terdapat 1/2 iskemik
 Slit lamp : cek bag. Anterior mata dan lokasi limbus (prognosis kurang)
luka
 Tonometri  Derajat 4: kornea opak dan sudah
 Funduskopi direk dan indirek terdapat iskemik lebih dari 1/2
limbus (prognosis sangat buruk)

http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/trauma-kimia-pada-mata.pdf
TRAUMA KIMIA MATA
TRAUMA BASA LEBIH BERBAHAYA DIBANDINGKAN ASAM; gejala: epifora, blefarosasme, nyeri

Trauma Asam : Trauma Basa :


• Bahan asam mengenai mata maka • Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel
akan segera terjadi koagulasi protein dan terjadi proses safonifikasi, disertai
epitel kornea yang mengakibatkan dengan dehidrasi
kekeruhan pada kornea, sehingga • Basa akan menembus kornea, kamera
bila konsentrasi tidak tinggi maka okuli anterior sampai retina dengan
tidak akan bersifat destruktif cepat, sehingga berakhir dengan
• Biasanya kerusakan hanya pada kebutaan.
bagian superfisial saja • Pada trauma basa akan terjadi
• Bahan kimia bersifat asam : asam penghancuran jaringan kolagen kornea.
sulfat, air accu, asam sulfit, asam • Bahan kimia bersifat basa: NaOH,
hidrklorida, zat pemutih, asam CaOH, amoniak, Freon/bahan
asetat, asam nitrat, asam kromat, pendingin lemari es, sabun, shampo,
asam hidroflorida kapur gamping, semen, tiner, lem,
cairan pembersih dalam rumah tangga,
soda kuat.

http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/trauma-kimia-pada-mata.pdf
Fluorescein test
• Fluorescein staining helps identify a corneal epithelial
defect.
• Step by step :
• A drop of topical anesthetic (proparacaine 0.5%) is applied
directly into the eye or on a fluorescein strip.
• The patient’s lower lid is pulled down, and the fluorescein
strip is lightly touched to the bulbar conjunctiva.
• The dye spreads over the cornea as the patient blinks, and
stains any exposed basement membrane of the epithelium.
• In normal light, an abrasion may stain yellow
• Illumination with cobalt blue light shows the defect as
green
• Cobalt blue filters are present in many ophthalmoscopes, as
well as in slit lamps and Wood lamps.
• Interpretation
• Traumatic corneal
abrasions typically have
linear or geographic
shapes.
• contact lenses  the
abrasion may have several
punctate lesions that
coalesce into a round,
central defect. In normal light
• A branching (dendritic)
appearance suggests
herpetic keratitis and
warrants immediate
referral
• Multiple vertical lines on
the superior cornea
suggest a foreign body
under the upper eyelid
Viewed with cobalt blue light
TRAUMA KIMIA MATA -
TATALAKSANA

• Removing the offending agent


– Immediate copious irrigation
• With a sterile balanced buffered solution
normal saline solution or ringer's lactate
solution
• Until the ph (acidity) of the eye returns to
normal
– Pain relief → Topical anesthetic
• Promoting ocular surface(epithelial)healing
– artificial tears
– Ascorbate → collagen remodeling
– Placement of a therapeutic bandage contact
lens until the epithelium has regenerated
• Controlling inflammation
– Inflammatory inhibits reepithelialization
and increases the risk of corneal ulceration
and perforation
– Topical steroids
– Ascorbate (500 mg PO qid)
• Preventing infection
– Prophylactic topical antibiotics
• Controlling IOP
– In initial therapy and during the later
recovery phase, if IOP is high (>30 mm Hg)
• Control pain
– Cycloplegic agents → ciliary spasm
– Oral pain medication
Soal no 64
• Tn. Suraep Atmaja, usia 34 tahun datang ke puskesmas dengan
keluhan kadang-kadang mata berair, perih dan terasa seperti ada
pasir di mata. Mata merah disangkal. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan badan terlihat sangat kurus, kulit kering, tinggi badan
pasien 160 cm berat badan 43 kg (Indeks massa tubuh = 17). Apakah
kelainan yang dapat terjadi pada mata?
a. Timbul bitot spot pada konjungtiva
b. Keratinisasi bagian superior kornea
c. Penyumbatan kelenjar lakrimalis
d. Waktu keluar air mata = 15 detik
e. Faktor sel goblet meningkat

• Jawaban: A. Timbul bitot spot pada konjungtiva


64. Defisiensi vitamin A
• Vitamin A meliputi retinol, retinil ester, retinal dan asam
retinoat. Provitamin A adalah semua karotenoid yang
memiliki aktivitas biologi β-karoten
• Sumber vitamin A: hati, minyak ikan, susu & produk
derivat, kuning telur, margarin, sayuran hijau, buah &
sayuran kuning
• Fungsi: penglihatan, diferensiasi sel, keratinisasi,
kornifikasi, metabolisme tulang, perkembangan plasenta,
pertumbuhan, spermatogenesis, pembentukan mukus
• Konjungtiva normalnya memiliki sel goblet. Hilangnya/
berkurangnya sel goblet secara drastis bisa ditemukan pada
xerosis konjungtiva.
• Gejala defisiensi:
– Okular (xeroftalmia): rabun senja, xerosis konjungtiva & kornea,
keratomalasia, bercak Bitot, hiperkeratosis folikular, fotofobia
– Retardasi mental, gangguan pertumbuhan, anemia, hiperkeratosis
folikular di kulit

Kliegman RM. Nelson’s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011


Xerophthalmia (Xo)
Stadium :

XN : night blindness (hemeralopia)


X1A : xerosis conjunctiva
X1B : xerosis conjunctiva (with bitot’s spot)
X2 : xerosis cornea
X3A : Ulcus cornea < 1/3
X3B : Ulcus cornea > 1/3, keratomalacea
XS : Corneal scar
XF : Xeroftalmia fundus
Xeroftalmia
XN. NIGHT BLINDNESS
• Vitamin A deficiency can interfere with rhodopsin production, impair
rod function, and result in night blindness.
• Night blindness is generally the earliest manifestation of vitamin A
deficiency.
• “chicken eyes” (chickens lack rods and are thus night-blind)
• Night blindness responds rapidly, usually within 24—48 hours, to
vitamin A therapy
X1A, X1B. CONJUNCTIVAL XEROSIS AND
BITOT’S SPOT
• The epithelium of the
conjunctiva in vitamin A • Conjunctival xerosis first appears
deficiency is transformed billateraly, in the temporal quadrant,
from the normal columnar to as an isolated oval or triangular patch
the stratified squamous, with adjacent to the limbus in the
loss of goblet cells, interpalpebral fissure.
formation of a granular cell
layer, and keratinization of
the surface.
• Clinically, these changes are
expressed as marked dryness
or unwettability, the affected
area appears roughened,
with fine droplets or bubbles
on the surface.
X1A, X1B. CONJUNCTIVAL XEROSIS AND
BITOT’S SPOT
• In some individuals, keratin and • Conjunctival xerosis and Bitot’s
saprophytic bacilli accumulate spots begin to resolve within 2—
on the xerotic surface, giving it a 5 days, most will disappear
foamy or cheesy appearance, within 2 weeks.
known as Bitot’s spots and
they’re easily wiped off)
• Generalized conjunctival xerosis,
involving the inferior and/or
superior quadrants, suggests
advanced vitamin A deficiency.
X2 CORNEAL XEROSIS
• Corneal changes begin early in vitamin • Clinically, the cornea develops
A deficiency, long before they can be classical xerosis, with a hazy,
seen with the naked eye which lustreless, dry appearance, first
characteristic are superficial punctate observable near the inferior limbus
lesions of the inferior—nasal aspects • Corneal xerosis responds within 2—5
of the cornea, which stain brightly days to vitamin A therapy, with the
with fluorescein cornea regaining its normal
• Early in the disease the lesions are appearance in 1—2 weeks
visible only through a slit- lamp
biomicroscope
• With more severe disease the
punctate lesions become more
numerous, spreading upwards over
the central cornea, and the corneal
stroma becomes oedematous
X3A, X3B. Corneal ulceration/keratomalacia
• Ulceration/keratomalaci
a indicates permanent • Superficial ulcers heal with little
destruction of a part or scarring, deeper ulcers,
all of the corneal stroma, especially perforations, form
resulting in permanent dense peripheral adherent
structural alteration leukomas.
• Ulcers are classically • Localized keratomalacia is a
round or oval “punched- rapidly progressive condition
out” defects affecting the full thickness of the
cornea
• The ulceration may be
shallow, but is
commonly deep
XS. SCARS XF. XEROPHTHALMIC FUNDUS
• Healed sequelae of prior • The small white retinal
corneal disease related to lesions described in some
vitamin A deficiency include cases of vitamin A deficiency
opacities or scars of varying • They may be accompanied
density (nebula, macula, by constriction of the visual
leukoma), weakening and fields and will largely
outpouching of the disappear within 2—4
remaining corneal layers months in response to
(staphyloma, and vitamin A therapy
descemetocele), and phthisis
bulbi. • Gambaran funduskopi “
fenomena cendol”
Pemeriksaan Penunjang
• A serum retinol study is a costly • The serum retinol level may be
but direct measure using high- low during infection because of
performance liquid a transient decrease in the RBP.
chromatography. • A zinc level is useful because
– A value of less than 0.7 mg/L in zinc deficiency interferes with
children younger than 12 years RBP production.
is considered low.
• A serum RBP study • An iron panel is useful because
– easier to perform and less iron deficiency can affect the
expensive than a serum retinol metabolism of vitamin A.
study, because RBP is a protein • Albumin levels are indirect
and can be detected by an measures of vitamin A levels.
immunologic assay.
– RBP is also a more stable • Obtain a complete blood count
compound than retinol (CBC) with differential if
– However, RBP levels are less anemia, infection, or sepsis is a
accurate, because they are possibility.
affected by serum protein
concentrations and because
types of RBP cannot be
differentiated.
Therapy & Prevention
• Therapy :
• Pengobatan diberikan pada hari 1,2, 14
• < 6 months : 50.000 IU oral
• 6 – 12 months : 100.000 IU oral
• > 1 year : 200.000 IU oral
• Women of reproductive age or who are pregnant and have
night blindness should be treated with frequent small
doses of vitamin A, rather than high doses used for other
adults
• Prevention (every 6 months):
– < 6 months : 50.000 IU oral
– 6 – 12 months : 100.000 IU oral
– > 1 year : 200.000 IU oral
Soal no 65
• Tn. Ramba Liatisuha, usia 47 tahun, datang dengan keluhan mata
kanan sering melihat ganda saat melirik ke kiri bawah sejak 1 bulan
yang lalu. Keluhan tersebut juga disertai pusing terutama saat
melihat. Pemeriksaan oftalmologi: injeksi konjungtiva (-) injeksi silier
(-). Otot mata kanan mana yang mengalami paralisis pada pasien ini?
a. M. Rektus Lateralis
b. M. Rektus medialis
c. M. Obliquus inferior
d. M. obliquus superior
e. M. Abdusens

• Jawaban: D. M.obliquus superior


65. Inervasi Otot Ekstraokuler

Goetz, Christopher G. Textbook of clinical neurology. 3rd ed. Philadelphia:


Saunders; 2007.
Goetz, Christopher G. Textbook of clinical neurology. 3rd ed. Philadelphia:
Saunders; 2007.
Soal no 66
• Seorang bayi laki-laki usia 7 bulan dibawa ibunya ke poliklinik karena
keluhan kedua mata terlihat selalu berair dan mata selalu dipicingkan
terutama di ruang yang terang. Selain itu, kelopak mata tampak
bengkak tetapi tidak ada cairan/pus (belekan) pada kedua mata.
Apakah yang menyebabkan terjadinya kebutaan akibat penyakit ini ?
a. Afakia
b. Makulopati
c. Ablatio retina
d. Kerusakan nervus optikus
e. Kerusakan kornea yang parah

• Jawaban: D. Kerusakan nervus optikus


66. GLAUKOMA KONGENITAL
• 0,01% diantara 250.000
penderita glaukoma • Klasifikasi lainnya:
– Glaukoma kongenital primer anomali
• 2/3 kasus pada Laki-laki perkembangan yang mempengaruhi
dan 2/3 kasus terjadi trabecular meshwork.
bilateral – Glaukoma kongenital sekunder:
• 50% manifestasi sejak kelainan kongenital mata dan sistemik
lainnya, kelainan sekunder akibat
lahir; 70% terdiagnosis dlm trauma, inflamasi, dan tumor.
6 bln pertama; 80%
terdiagnosis dalam 1
tahun pertama
• Klasifikasi menurut Schele:
– Glaukoma infantum:
tampak waktu lahir/ pd usia
1-3 thn
– Glaukoma juvenilis: terjadi
pada anak yang lebih besar
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Patogenesis
 Abnormalitas anatomi trabeluar meshwork  penumpukan
cairan aqueous humor  peninggian tekanan intraokuler 
bisa terkompensasi krn jaringan mata anak masih lembek
sehingga seluruh mata membesar (panjang bisa 32 mm,
kornea bisa 16 mm  buftalmos & megalokornea)  kornea
menipis sehingga kurvatura kornea berkurang

 Ketika mata tidak dapat lagi meregang  bisa terjadi


penggaungan dan atrofi papil saraf optik

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Gejala & Diagnosis
• Tanda dini: fotofobia, epifora, dan • Diagnosis glaukoma kongenital
blefarospasme tahap lanjut dengan mendapati:
• Terjadi pengeruhan kornea – Megalokornea
• Penambahan diameter kornea – Robekan membran descement
(megalokornea; diameter ≥ 13 mm) – Pengeruhan difus kornea
• Penambahan diameter bola mata
(buphtalmos/ ox eye)
• Peningkatan tekanan intraokuler

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Glaukoma kongenital, perhatikan
Megalocornea adanya pengeruhan kornea dan
buftalmos

http://www.pediatricsconsultant360.com/content/buphthalmos

http://emedicine.medscape.com/article/1196299-overview
Penatalaksanaan
• Penatalaksanaan Congenital glaucoma dititik beratkan pada pembedahan
yang harus dilakukan sesegera mungkin.
• Goniotomy dan trabeculotomy merupakan pilihan utama pembedahan
yang dapat dilakukan pada kasus ini  keduanya aman, dan komplikasi
sangat rendah
• Pembedahan lebih dipilih dibanding terapi medikamentosa karena masalah
compliance, kurangnya informasi mengenai efek obat terhadap tubuh
anak serta respon terapi yang buruk.
• Trabeculoectomy : membuat fistula pada daerah limbus yang
menghubungkan kamera okuli anterior dan ruangan subkonjungtiva;
menembus trabecular meshwork, canal schlem dan duktus koletikus
• Trabeculectomy merupakan pilihan bila goniotomies atau trabeculotomies gagal
• Glaucoma drainage implants,  juga dapat menjadi pilihan terapi
Soal no 67 dan 68
67. Tn. Abdul, 65 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan
penglihatan berkurang sejak 2 tahun yang lalu. Pasien mengaku seperti
melihat asap, dan kadang berpenglihatan ganda. Keluhan dirasakan
bertambah parah. Riwayat menggunakan kacamata baca sejak 4 tahun
yang lalu, namun sekarang pasien lebih nyaman membaca tanpa
kacamata baca. Pada pemeriksaan visus ODS 6/15. Apakah diagnosis
yang paling mungkin?
a. Katarak subkapsular posterior
b. Katarak polaris anterior
c. Katarak komplikata
d. Katarak nuklear
e. Katarak kortikal

• Jawaban: D. Katarak nuklear


68. Laki-laki umur 56 tahun mengeluhkan kedua mata penglihatan
kabur, jauh dan dekat sejak satu tahun yang lalu. Sejak 6 bulan ini
mengeluh disertai sakit kepala, Tonometri ODS 26. Pemeriksaan
segmen posterior ODS : lensa tampak sedikit keruh, shadow test (+).
Pasien menderita DM dan asma. Terapi apa yang tepat untuk
kekeruhan lensanya?
a. Quinolon
b. Pilokarpin
c. Pirenoxine
d. Betametasone
e. Hidroksietilselulosa

• Jawaban: C. Pirenoxine
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

67-68. KATARAK-SENILIS
• Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang • 4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at
terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 this stage, lens may become swollen due to
tahun
continued hydration  ‘intumescent cataract’),
matur, hipermatur
• Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak • Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan
kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang
• Etiologi :belum diketahui secara pasti 
multifaktorial: • Penyulit : Glaukoma, uveitis
 Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan • Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)
pengaruh genetik
 Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi
yang sangat kuat mempunyai efek buruk
terhadap serabu-serabut lensa.
 Faktor imunologik
 Gangguan yang bersifat lokal pada lensa,
seperti gangguan nutrisi, gangguan
permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi
cahaya matahari.
 Gangguan metabolisme umum
Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan Lokasi

Katarak nuklear • Akibat myiopic shift,individu dengan


• kekeruhan terutama pada nukleus dibagian sentral presbiopia dapat membaca tanpa
lensa. kacamata (disebut penglihatan
kedua/second sight).
• Terjadi akibat sklerosis nuklear; nukleus cenderung
menjadi gelap dan keras (sklerosis), berubah dari • Menyebabkan gangguan yang lebih besar
jernih menjadi kuning sampai coklat. pada penglihatan jauh daripada
penglihatan dekat
• Biasanya mulai timbul sekitar usia 60-70 tahun dan
progresivitasnya lambat. • Bisa terjadi pada pasien diabetes melitus
dan miopia tinggi
• Pengerasan yang progresif dari nukleus lensa
peningkatan indeks refraksi lensa terjadi • Bisa timbul diplopia monokular (akbibat
perpindahan miopik (myopic shift), dikenal sbg perubahan mendadak indeks refraksi
miopia lentikularis. antara korteks dan nuklear) dan gangguan
diskriminasi warna (terutama biru dan
ungu, akibat kuningnya lensa)
Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan Lokasi

Katarak• kortikal
Kekeruhan pada korteks lensa ( bisa di
daerah anterior, posterior dan equatorial
korteks)
• Gejala katarak kortikal adalah
fotofobia dari sumber cahaya fokal
• Muncul pada usia 40-60 tahun dan yang terus-menerus dan diplopia
progresivitasnya lambat. monokular
• Terdapat wedge-shape opacities/cortical • Kekeruhan dimulai dari celah dan
spokes atau gambaran seperti ruji. vakoula antara serabut lensa oleh
• Efeknya terhadap fungsi penglihatan karena hidrasi oleh korteks.
bervariasi, tergantung dari jarak kekeruhan
terhadap aksial penglihatan • Disebabkan oleh berkurangnya
protein total, asam amnio, dan kalium
• Katarak kortikal umumnya tidak memberi yang dihubungkan dengan
gejala sampai tingkat progresifitas lanjut peningkatan konsentrasi natrium dan
ketika jari-jari korteks membahayakan axis
penglihatan (penglihatan dirasakan lebih
hidrasi lensa, diikuti oleh koagulasi
baik pada cahaya terang ketika pupil protein.
miosis.)
Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan Lokasi
Katarak subkapsular posterior (katarak
cupuliformis)
• Terdapat pada korteks di dekat kapsul posterior bagian • Kadang mengalami diplopia
sentral dan biasanya di aksial. monokular.
• Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan
progresivitasnya cepat. • Sering terlihat pada pasien yang
• Sejak awal, menimbulkan gangguan penglihatan karena
lebih muda dibandingkan dengan
adanya keterlibatan sumbu penglihatan. pasien katarak nuklear / kortikal.
• Gejala yang timbul adalah fotofobia dan penurunan • Sering ditemukan pada pasien DM,
visus dibawah kondisi cahaya terang, akomodasi, atau miopia tinggi dan retinitis
miotikum. pigmentosa, akibat trauma,
• Penglihatan dirasakan lebih baik ketika pupil midriasis penggunaan kortikosteroid sistemik
pada malam hari dengan cahaya yang suram (day
blindness)
atau topikal, inflamasi, dan
paparan radiasi ion.
• Ketajaman penglihatan dekat menjadi lebih berkurang
daripada penglihatan jauh.
Katarak: Tatalaksana Pembedahan
Lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau
ekstrakapsular:
•Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) :
 Mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya
 Tidak boleh dilakukan pada pasien usia <40thn, yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular
•Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK):
 Dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dapat keluar melalui robekan tersebut
 Dilakukan pada pasien muda, dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa intraokuler posterior, perencanaan implastasi
sekunder lensa intraokuler, kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma,
mata dengan predisposisi terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya pasien
mengalami ablasio retina, mata dengan makular edema, pasca bedah ablasi.
•Fakofragmentasi dan Fakoemulsifikasi : teknik ekstrakapsular menggunakan
getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi
lumbus yang kecil

Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata


Katarak: Tatalaksana Medikamentosa
• Pirenoxine (Catalin) is a medication used in the possible treatment
and prevention of cataracts.
• A report in the journal of Inorganic Chemistry showed that in liquid
solutions Pirenoxine could cause decreased cloudiness of a crystallin
solution produced to mimic the environment of the eye.
Soal no 69
• Tn. Lengko Ambe Yamko, berusia 63 tahun, datang dengan keluhan
rasa nyeri pada mata sejak 2 hari yang lalu. Pada pemeriksaan
oftalmologi ditemukan mata merah, kelopak mata merah, kornea
mata edem dan keruh. Pasien mengatakan bahwa satu minggu yang
lalu, pasien baru melakukan operasi katarak. Kemungkinan
diagnosisnya adalah…
a. Uveitis anterior
b. Glaucoma akut
c. Endoftalmitis
d. Ulkus kornea
e. Keratitis

• Jawaban: C. Endoftalmitis
69. Endophtalmitis
• Definition:
• bacterial or fungal infection within the eye, including involvement of the vitreous and/or aqueous
humors.

• It is not caused by viruses or parasites; by convention, infections due to these organisms


are included in the term "uveitis" (eg, cytomegalovirus [CMV] retinitis, toxoplasma
chorioretinitis).
• Most cases of endophthalmitis are exogenous  resulting from inoculation of
organisms from the outside, via trauma, eye surgery, or as an extension of keratitis
(corneal infection).
• Endogenous endophtalmitis  resulting from bacteremic or fungemic seeding of the
eye.
• organisms usually seed the highly vascular choroid first then extend anteriorly into the vitreous.

• Most cases of endophthalmitis are due to bacteria and present acutely.


ACUTE POSTCATARACT ENDOPHTHALMITIS
• This complication occurs within six weeks of cataract
surgery, with 75 percent of cases presenting in the first
postoperative week.

• Risk Factor :
• Break the posterior capsule
• Implantation of an intraocular lens without a heparinized
surface,
• immunosuppressive therapy,
• wound abnormality
• diabetes
• wound dehiscence or leak
• age ≥85
lens implants made of polypropylene (Prolene) instead of
polymethyl methacrylate
Diagnosis
• The onset of symptoms occurs within one week of
surgery in 75 percent of cases.
• Patients usually give a 12 to 24 hour history of decreasing
vision and eye "ache" (they may deny eye "pain").
• Patients feel otherwise well and are afebrile.
• Physical examination :
• The lids often appear normal, although they may be swollen.
• The conjunctiva may be injected or edematous (conjunctival
chemosis), although these findings can also represent residual
postoperative changes.
• Visual acuity is decreased, and a hypopyon (layering of white
blood cells in the anterior chamber) is often present
• The view of the retina is usually hazy, and, in 80 percent of
patients, no retinal vessels can be seen
• Slit lamp examination reveals intraocular white blood cells and
protein (called "cells" and "flare," respectively, by
ophthalmologists).
Soal no 70
• Tn. Yadi, 50 tahun, datang dengan keluhan mata kiri semakin buram
sejak 1 tahun lalu dan memberat 2 bulan terakhir, memiliki riwayat
hipertensi dan gula darah yang tak terkontrol. Mata merah (-), sakit (-
), trauma (-), sakit kepala (-). Pada pemeriksaan funduskopi mata kiri
ditemukan optic disc edema (+), cotton wool spot (+), AV crossing (+).
Kemungkinan diagnosis pasien adalah…
a. Retinopati hipertensi
b. Retinopati diabetes nonproliferative
c. Retinopati diabetes proliferative
d. Central and branch retinal vein occlusions
e. Central and branch retinal artery occlusions

• Jawaban: A. Retinopati hipertensi


70. RETINOPATI HIPERTENSI
• Kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi  arteri
besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema retina, perdarahan retina
• Kelainan pembuluh darah dapat berupa : penyempitan umum/setempat, percabangan
yang tajam, fenomena crossing, sklerose
• Pada retina tampak :
 warna pembuluh darah lebih pucat
 kaliber pembuluh lebih kecil
 akibat sklerose (refleks copper wire/silver wire, lumen pembuluh irreguler, fenomena crossing)
 perdarahan atau eksudat retina (gambaran seperti bintang, cotton wool patches)
 perdarahan vena (flame shaped)

Ilmu Penyakit Mata, Sidarta Ilyas, 2005


Retinopati Hipertensi
• Pemeriksaan rutin:
Pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan biomikroskopi
Pemeriksaan fundus
• Pemeriksaan penunjang:
Foto fundus
Fundus Fluorescein Angiography
• Tatalaksana :
Kontrol tekanan darah dan faktor
sistemik lain (konsultasi penyakit
dalam)
Bila keadaan lanjut terjadi
pendarahan vitreous dapat
dipertimbangkan Vitrektomi.

Panduan Praktik Klinik RSCM Kirana


• Dinding arteriol normalny tidak terlihat;
arteri terlihat sebagai “erythrocyte
column” / “pipa merah” dengan “central • Penebalan yg progresif
light reflex” pada funduskopi  terjadi akan menutup gambaran
penebalan dinding pada retinopati HT  “pipa merah” sepenuhnya
“central light reflex” lebih difus dan lebar menjadi silver wire
memberikan gambaran dinding arteriol yg
kekuningan/copper wire appearance.
• Bersamaan dengan itu,
terjadi fenomena
arteriovenous crossing (AV
crossing)  vena yang
berjalan bersilangan di
bawah arteri yang
mengalami arterosklerosis
mengalami deformitas,
berbelok, bulging,
menyempit seperti jam
pasir, atau tampak seperti
terputus akibat penekanan
dari arteri.
Schema of ophthalmoscopic grading of arteriolar sclerosis. (Scheie HG:
Evaluation of ophthalmoscopic changes of hypertension and arteriolar
sclerosis. Arch Ophthalmol 49:117, 1953) http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3/v3c013.html

http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3/ch013/005f.html
http://www.theeyepractice.com.au/optometrist-sydney/high_blook_pressure_and_eye_disease
Soal no 71
• Tn Kevin Maretio, 60 tahun, datang ke poliklinik tempat Anda praktek
dengan keluhan nyeri pada wajah sebelah kanan sejak 3 bulan. Pada
anamnesis didapatkan rasa panas dan terbakar sebelah kanan. Nyeri
ini timbul terutama ketika pasien disentuh daerah pipi dan dagu serta
ketika pasien menggosok gigi. TD 120/80 mmHg, nadi 80x. menit, RR
16x. menit, dan suhu afebris. Pada pemeriksaan neurologis dalam
batas normal. Diagnosis pasien ini adalah…
a. Alodinia
b. Anestesia
c. Hipostesia
d. Parastesia
e. Hiperalgesia

• Jawaban: A. Alodinia
71. Neuralgia Trigeminal
Soal no 72
• Ny. Sarimin Munaf, 55 tahun, datang ke tempat praktek Anda dengan
keluhan kebal di kedua kaki sejak 1 bulan yang lalu. Pasien memiliki
riwayat diabetes mellitus sejak 5 tahun yang lalu, namun pasien tidak
mau minum obat karena takut akan efek sampingnya. Tanda vital
dalam batas normal. Pemeriksaan neurologi hipestesi stoking gloves
kaki kanan dan kiri. Kekuatan motorik dalam batas normal. Dokter
curiga adanya suatu neuropati perifer. Pemeriksaan penunjang yang
tepat adalah…
a. MRI
b. EMG
c. EEG
d. CT Scan
e. HbA1C

• Jawaban: B. EMG
72. Neuropati Diabetikum
• Neuropati diabetikum merupakan komplikasi yang paling
sering pada diabetes mellitus (DM), sekitar 50% dari pasien
dengan DM tipe 1 dan tipe 2.
• Neuropati diabetika perifer meliputi gejala atau tanda- tanda
disfungsi pada saraf perifer pada penderita diabetes mellitus
setelah penyebablainnya disingkirkan.
• Neuropati perifer simetrik yang mengenai systemsaraf motorik
serta sensorik ekstremitas bawah yang disebabkan oleh
jejas sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan
akson saraf.
• Neuropati otonom dapat menimbulkan impotensi seksual yang
bersifat fokal (mononeuropati diabetik) paling besar
kemungkinannya disebabkan olehmakroangiopati
Faktor Resiko

• Hiperglikemia
• Kerusakan pembuluh darah
• Dislipidemia
• Hipertensi
• Penyakit kardiovaskular
• Gaya hidup

502
Klasifikasi Diabetic Neuropathy

• Peripheral simetric distal polyneuropathy (sensoric >>


motoric)

• Autonomic neuropathy

• Asymetric Mononeuropathy/ Mononeuropathy (motoric


>> sensoric)

503
504
Symmetric Polyneuropathy Autonomic Neuropathy
• Bentuk paling lazim dari diabetic • Mengenai saraf otonom yang mengendalikan
neuropathy organ internal
• Genitouri
• Mengenai ekstremitas bawah distal kontrol kandung kemih (43-87% DM1,
dan tangan (“stocking-glove” sensory 25% DM-2))
loss) erectile dysfunction (35-90%)
• Gejala/tanda • Gastrointestinal
• Nyeri, rasa terbakar pada feet, leg, hand, Kesulitan menelan (50%)
arm Konstipasi
• Numbness GET turun (40%)
• Tingling Diare
• Paresthesia • Kardiovaskular (50%)
HR cepat-tidak teratur
Hipertensi orthosatik
- Disfungsi sudomotor - kulit kaki kering
- Gagal merespons - hipoglikemia

505
Mononeuropathy
• Peripheral mononeuropathy
• Saraf tunggal rusak karena kompresi atau iskemia

• Terjadi pada wrist (carpal tunnel syndrome), elbow, atau foot (unilateral
foot drop)

• Gejala
• numbness
• edema
• nyeri
• Prickling

• Cranial mononeuropathy
• Mempengaruhi saraf III, IV dan VI yang menghubungkan otak dan
kontrol penglihatan, pergerakan mata, pendengaran, dan rasa

• Gejala dan tanda-tanda


• Nyeri unilateral dekat mata yang kena
• Paralisis otot mata
• Penglihatan ganda
506
507
EMG
• Elektromiografi (EMG) adalah teknik untuk mengevaluasi dan
rekaman aktivitas listrik yang dihasilkan oleh otot rangka.
• EMG dilakukan menggunakan alat yang disebut Electromyograph,
• untuk menghasilkan rekaman yang disebut Elektromiogram. Sebuah.
• Electromyograph mendeteksi potensial listrik yang dihasilkan oleh
selsel otot ketika sel-sel ini elektrik atau neurologis diaktifkan.
• Sinyal dapat dianalisis untuk mendeteksi kelainan medis, tingkat
aktivasi, perintah rekrutmen atau untuk menganalisa biomekanik
gerakan manusia atau hewan.
Kegunaan EMG
• Lokalisasi lesi
• Spesifik diagnostik Informasi
• Keparahan dari lesi
• Evaluasi pengobatan
Tatalaksana
• Strategi pengelolaan pasien DM dengan keluhan neuropati diabetik
dibagimenjadi tiga bagian:
1. Diagnosis neuropati diabetik sedini mungkin.
2. Kendali glukosa darah
3. Perawatan kaki sebaik- baiknya. Strategi perawatan kaki dilakukan setelah
pengendalian glukosa darah.
DOC
Soal no 73
• Tn Afwan Al Ghani, 20 tahun, terjatuh saat naik pohon kelapa 2 jam
yang lalu. Pasien kesulitan berjalan dan kesemutan di keempat
ekstrimitas. Pasien segera dibawa keluarganya ke IGD rumah sakit.
Dari pemeriksaan didapatkan rangsang propioseptif di keempat
ekstrimitas berkurang disertai dengan parestesi, kekuatan motoric
ekstremitas atas 2/2/2/2, dan kekuatan motoric tungkai bawah
4/4/4/4. Dokter curiga pasien mengalami cedera tulang belakang.
Kemungkinan jenis trauma medula spinalis yang dialami pasien
adalah…
a. Brown Sequard syndrome
b. Anterior cord syndrome
c. Central cord syndrome
d. Posterior cord syndrome
e. Cauda equine syndrome

• Jawaban: C. Central cord syndrome


73. Cedera Medulla Spinalis

• Medula spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf yang


terhubung ke susunan saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis
spinalis yang dibentuk oleh tulang vertebra.
• Ketika terjadi kerusakan pada medula spinalis, masukan sensoris,
gerakan dari bagian tertentu dari tubuh dan fungsi involunter seperti
pernapasan dapat terganggu atau hilang sama sekali. Ketika gangguan
sementara ataupun permanen terjadi akibat dari kerusakan pada
medula spinalis, kondisi ini disebut sebagai cedera medula spinalis.
PATOFISIOLOGI
• Kompresi karena tulang,
ligamen,herniasi diskus • 2 jam pasca cedera terjadi
intervertebralis & hematom invasi sel-sel inflamasi
paling berat akibat kompresi dimulai oleh microglia dan
tulang, trauma hiperekstensi leukosit polimorfonuklear.
corpus dislokasi ke posterior. • 4 jam pasca cedera hampir
• Regangan jaringan.biasanya separuh medula spinalis
terjadi pada hiperpleksi, menjadi nekrotik.
toleransi medula spinalis
terhadap regangan tergantung • 6 jam pasca cedera terjadi
usia edema primer vaskogenik.
• Edema.timbul segera setelah • 48 jam terjadi edema dan
trauma nekrotik kros-sektional
• Sirkulasi terganggu. pada tempat cedera.
Transeksi medula spinalis akan terjadi masa
Spinal Shok

• Semua gerakan volunter dibawah lesi hilang secara


mendadak
• Semua sensibilitas bawah lesi hilang
• Semua refleks hilang.
• Berlangsung 3-6 mg
Spinal Shock vs Neurogenic Shock
KLASIFIKASI

ASIA (American Spinal Injury Association) dan IMSOP (International


Medical Society of Paraplegia) pada tahun 1990 dan 1991.
• Berdasarkan fungsi:
• Berdasarkan tipe dan lokasi:
Berdasarkan fungsi:
– Grade A – complete
– Grade C – incomplete
• tidak ada fungsi • fungsi motorik masih ada
motorik atau sensorik dibawah level cedera spinal dan
sampai sefmen S4-S5 sebagian besar 10 otot
ektrimitas dibawah level cedera
– Grade B – incomplete spinal mempunyai kekuatan
• tidak ada fungsi motorik <3
sensorik tapi fingsi – Grade D – incomplete :
motorik masik ada di • seperti grade C, tapi kekuatan
bawah level cedera motorik ≥3
spinal sampai segmen – Grade E – normal
S4-S5 • fungsi motorik dan sensorik
normal
GEJALA KLINIK
• Cervico-Medullary
Syndrome
– Respiratory arrest, Sacral sparing
hipotensi, tetraplegia.
– C1 – C4
– ggn sensibilitas wajah,
– Lengan lebih berat dari
tungkai
• Central cord syndrome
– Gangguan motorik pada
ekstrimitas atas lebih
berat dari tungkai dengan
gangguan sensibilitas
– sembuh spontan
GEJALA KLINIK
• Anterior Cord Syndrome
– Paralisis komplit yang
mendadak dengan
hiperestesia pada tingkat
lesi, dibawah lesi ada rasa
raba, merupakan kasus
yang harus dintervensi
operasi secara dini.
• Posterior cord syndrome
– Jarang ada, kelemahan dr
batas lesi kebawah
Gangguan proprioseptik
GEJALA KLINIK
• Brown-sequard syndrome
– Gangguan motorik dan
propioseptik sisi ipsilateral
dan gangguan sensasi rasa
suhu dan nyeri pada sisi
kontralateral
– Cedera hiperekstensi
• Conus Medullaris
syndrome
– Daerah T11-T12 dan T12-L1
24% dari kasus
– Gangguan lower motor
neuron, flaksid tungkai &
sfingter ani,
spastisitas(kronik).
Complete Spinal Transection
Gejala Klinis
• Gangguan Motorik
• Flacid paralisis dari otot yang di
sarafi medula spinalis yang
cedera.
• Spinal Shock : hilangnya semua
fungsi neurologi.
• Gangguan Sensorik
• Kulit dibawah MS yang cidera
akan mengalami anestesi.
• Gangguan bladder dan bowel
• Paralisis bladder. Pasien akan
mengalami gangguan retensi
diikuti dengan pasif
incontinensia (miksi tak
terkontrol).
PENATALAKSANAAN
1.Tentukan cedera medula spinalis akut?
2.Lakukan stabilisasi medula spinalis
3. Atasi gangguan fungsi vital yaitu airways, breathing
4.Perhatikan perdarahan dan sirkulasi,
hipotensi, shok neurogenik
5.Medical:
– methylprednisolon 30mg/kgBB iv bolus dalam 15
menit
– dilanjutkan 5,4mg/kgBB/jam iv hingga 24 jam bila
dosis inisial diberikan <3jam setelah trauma
– Atau dilanjutkan hingga 48 jam bila dosis inisial
diberikan 3-8jam post trauma
– Di atas 8 jam tidak ada pengaruh pemberian steroid.
Soal no 74
• Pakde Salman, 60 tahun, datang ke IGD RS dengan keluhan lemas
anggota gerak sebelah kanan sejak 1 jam yang lalu. Keluhan dirasakan
pasien secara tiba-tiba saat pasien menonton televisi. Pasien menjadi
sulit berjalan dan bicara pelo sehingga keluarga segera membawanya
ke IGD rumah sakit terdekat. Saat di rumah sakit pemeriksaan TD
160/50 mmHg, nadi 90x. menit, RR 18x/ menit, dan suhu afebris.
Kesadaran kompos mentis serta pemeriksaan status neurologis dalam
batas normal. Apakah diagnosisnya?
a. TIA
b. Stroke hemoragik
c. Stroke iskemik
d. Perdarahan epidural
e. Perdarahan subdural

• Jawaban: A. TIA
74. Stroke
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012)
• Transient Ischemic Attack (TIA)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan
menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.
• Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung lebih
dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 72 jam.
• Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai m
aksimal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.
• Stroke in ResolutionStroke in resolution:
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan
dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.
• Completed Stroke (infark serebri):
• defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak
yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi
Manajemen TIA
• Tujuan tatalaksana TIA adalah untuk menurunkan angka kejadian
stroke setelah adanya serangan TIA.
• Tatalaksana TIA
• Modifikasi faktor risiko: tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, kolesterol,
merokok, alkohol, konsumsi garam dan lemak, dan aktifitas fisik.
• Antiplatelet:
• Rekomendasi Aspirin (50-325mg/ day) monoterapi atau dapat diberikan kombinasi
Aspirin 25 mg dan Dipyridamol 20mmg twice daily. Terapi antiplatelet dapat diberikan
selama 1 tahun.
• ABCD2 Score untuk menilai risiko terjadinya stroke pasca TIA.

https://www.ahajournals.org/doi/pdf/10.1161/STR.0000000000000024
Soal no 75
• Pasien wanita usia 21 tahun datang ke dokter karena kedua kelopak
matanya sulit dibuka sejak 3 bulan yang lalu. Mata tidak sembab atau
kemerahan, keluhan bisa sembuh sendiri namun muncul kembali
apabila pasien kelelahan. Pasien sering merasakan lemas pada
tungkai dan lengan saat sedang berolah raga atau beraktifitas berat
tetapi membaik bila ia beristirahat. Pada pemeriksaan fisik dan
neurologis tidak didapatkan kelainan. Kemungkinan patogenesis
terjadinya penyakit tersebut adalah…
a. Ensefalitis virus
b. Antibodi terhadap reseptor nikotinik asetilkolin
c. Penurunan reseptor asetilkolin
d. Perubahan kalsium chanel pada celah presinaps
e. Blokade pada neuron motoric junction

• Jawaban: B. Antibodi terhadap reseptor nikotinik asetilkolin


75. Myasthenia Gravis
Soal no 76
• Pasien dibawa keluarganya dengan kejang. Kejang berlangsung dalam
beberapa menit, kejang bersifat ritmik, badan kaku dan lidah tergigit
serta celana pasien basah akibat BAK keluar. Pasien mengalami hal
yang sama sudah 2 kali dalam setahun ini. Setelah kejang pasien
merasa sangat kelelahan. Diagnosis yang tepat untuk kasus ini
adalah…
a. Epilepsi tipe atonik
b. Epilepsi tipe mioklonik
c. Epilepsi tipe klonik
d. Epilepsi tipe tonik
e. Epilepsi tipe tonik-klonik

• Jawaban: E. Epilepsi tipe tonik-klonik


76. Kejang
• Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara
sebagai dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik
serebral yang berlebihan. (Betz & Sowden,2002)
Manifestasi Klinik
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat
mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
– Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi .
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
– Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jtuh dari udara, parestesia.
– Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
– Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
b) Parsial kompleks
– Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
– Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang –
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
– Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
– Durasi >30 detik,
– frekuensi tidak menentu
– Setelah kejang pasien tampak bingung/ pingsan
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a) Kejang absens
– Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
– Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
– Awitan dan akhiran cepat, setelah kejang, kembali waspada dan konsentrasi penuh
– Dipicu oleh hiperventilasi
b) Kejang mioklonik
– Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
– Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron
dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
– Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
– Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c) Kejang tonik klonik
– Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang
tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
– Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
– Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
– Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d) Kejang atonik
– Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala
menunduk,atau jatuh ke tanah.
– Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
Epilepsi
• Definisi: suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure)
berulang akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten,
yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di
neuron-neuron secara paroksismal, dan disebabkan oleh berbagai
etiologi.

Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010


Epilepsy - Classification
• Focal seizures –
account for 80% of adult
epilepsies
- Simple partial seizures
- Complex partial seizures
- Partial seizures secondarilly
generalised

• Generalised seizures
(include absance
type)

• Unclassified seizures
Pilihan Terapi Sindrom Epilepsi Etosuksimid: tidak tersedia di Indonesia

Level of confidence:
A: efektif sebagai monoterapi; B: sangat mungkin sebagai monoterapi; C: mungkin efektif sebagai
monoterapi; D: berpotensi untuk efektif sebagi monoterapi
Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Perdossi. 2014
Soal no 77
• Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang ke praktek dokter umum
dengan keluhan sering lupa sejak 2 bulan lalu setelah mengalami
kecelakaan. Pasien sering tiba-tiba lupa peristiwa yang baru terjadi.
Pasien masih dapat kuliah dan sedikit mengalami gangguan bila
berpikir berat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil dalam batas
normal. Pada pemeriksaan neurologis tidak didapatkan gangguan
pada sistem motorik, sensorik maupun otonom. Apakah diagnosis
yang paling mungkin untuk kasus diatas?
a. Afasia motorik
b. Agnosia
c. Amnesia
d. Afasia sensorik
e. Apraxia

• Jawaban: C. Amnesia
77. Amnesia
Jenis Gangguan Keterangan
Amnesia Amnesia umumnya melukiskan defek pada fungsi memori. Rentang waktu
amnesia dapat sesingkat beberapa detik sampai selama beberapa tahun.
Kejadian ini paling sering dijumpai pasca trauma kepala, dapat juga terjadi
setelah jejas otak mayor (misalnya stroke). Beberapa tipe amnesia: Amnesia
retrigrad dan anterograd, serta amnesia psiogenik.
Afasia Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan serebrovaskuler hemisfer
dominan, trauma kepala, atau proses penyakit. Terdapat beberapa tipe
afasia, biasanya digolongkan sesuai lokasi lesi. Semua penderita afasia
memperlihatkan keterbatasan dalam pemahaman, membaca, ekspresi
verbal, dan menulis dalam derajat berbeda-beda.
Agnosia Agnosia adalah ketidakmampuan untuk mengorganisasikan informasi
sensorik agar bisa mengenal benda–benda / hilangnya daya untuk mengenali
arti stimuli sensoris macamnya sesuai indranya.
Apraxia Apraxia merupakan gangguan didapat pada gerakan motorik yang dipelajari
dan berurutan (sequential), yang bukan disebabkan oleh gangguan elementer
pada tenaga, koordinasi, sensorik, atau kurangnya pemahaman
(komprehensi) atau atensi.
Soal no 78
• Laki-laki, 37 tahun, diantar ke IGD RS karena mengalami kecelakaan
lalu lintas di jalan tol. Pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital
normal, penurunan kesadaran dengan GCS 9. Pasien lemah dan
muntah-muntah selama perjalanan. Tampak hematom di temporalis
kanan. Gambaran CT scan tampak bentuk Crescent di convertex
hemisfer kiri. Diagnosis yang mungkin adalah…
a. Infark
b. Kontusio serebri
c. Epidural hematom
d. Subdural hematom
e. Perdarahan subarachnoid

• Jawaban: D. Subdural hematom


78. SUBDURAL HEMATOM
• Perdrhan yg mengumpul diantra korteks serebri dan
duramater  regangan dan robekan vena-vena drainase
yg tdpt di rongga subdural ant. Permk. Otak dg sinus
duramater.
• Gjl klinik biasany tdk terlalu hebat kecuali bila terdapat
efek massa.
• Berdsrkan kronologis SDH dibagi mjd :
1. SDH akut : 1- 3 hr pasca trauma.
2. SDH subakut : 4-21 hr pasca trauma.
3. SDH khronis : > 21 hari.
 gamb. CT scan kepala tdp lesi hiperdens bbtk bulan sabit yg
srg tjd pada daerah yg berseberangan dg trauma (Counter
Coup)

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


• Tindakan op. dilakukan bila pdrh > 40 cc.
• Bila komplikasi akut : gangg. Parenkim otak,
gangg. Pemb. Drh arteri.
• Bila tidak ada komplikasi disebabkan : atrofi otak
mybbkan perdrhan dan putusnya vena jembatam,
gangg. Pembekuan.
• Tindakan operasi dilakukan bila :
1. Perdarahan berulang.
2. Kapsulisasi.
3. Lobulat (multilobulat)
4. Kalsifikasi.

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


Subdural hematom
HEMATOM
HEMATOM EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL
SUBARAKHNOID

• Lucid interval • SDH akut : kurang dari • Kaku kuduk


• Kesadaran makin 7 hari • Nyeri kepala
menurun • SDH subakut : 7-21 hr • Bisa didapati
• Late hemiparesis pasca trauma. gangguan kesadaran
kontralateral lesi • SDH khronis : > 21 • Akibat pecah
• Pupil anisokor hari. aneurisme berry
• Babinsky (+) • Gejala: sakit kepala
kontralateral lesi disertai /tidak disertai
• Fraktur daerah penurunan kesadaran
temporal * akibat robekan
* akibat pecah a. bridging vein
meningea media
Soal no 79
• Tn Ubay Sadikin, datang ke tempat praktek Anda dengan keluhan
utama nyeri kepala. Keluhan nyeri kepala disertai demam. Pasien baru
saja pulang umroh 1 minggu yang lalu. TD 110/70 mmHg, nadi 80x.
menit, RR 20x/ menit, dan suhu 38,6OC. Hasil pemeriksaan fisik kaku
kuduk (+), brudzinski (+). Sebelumnya penderita sempat sakit
tenggorokan. Untuk mendukung diagnosis dokter berencana
melakukan pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan penunjang yang
paling tepat adalah…
a. Darah lengkap
b. CT Scan
c. EEG
d. Lumbar Pungsi
e. Foto kepala

• Jawaban: D. Lumbar pungsi


79. Meningitis Bakterialis
Akurasi TRM
Kernig’s Brudzinksi’s Kaku Kuduk

Sensitivitas 5% 5% 30%

Spesifisitas 95% 95% 68%

PPV 27% 27% 26%

NPV 72% 72% 73%

Diagnostic Accuracy of Signs of Meningitis • CID 2002:35 (1 July)


Soal no 80
• Tn Azhari Ahmad, 67 tahun, datang ke praktek dokter dibawa oleh
keluarganya. Dari heteroanamnesis didapatkan bahwa pasien sering
berjalan seperti robot, pandangan datar, dan ibu jari dan telunjuknya
sering berputar-putar. Riwayat diabetes mellitus, hipertensi, dan
hiperkolesterol disangkal. TD 130/80 mmHg, nadi 80x/ menit, RR 18x/
menit, dan suhu afebris. Tampak cogwheel phenomenon saat
pemeriksaan. Apakah diagnosis dari pasien diatas?
a. Parkinson
b. Demensia
c. Alzeimer
d. Epilepsi
e. Gangguan Waham Menetap

• Jawaban: A. Parkinson
80. Parkinson
• Parkinson:
– Penyakit neuro degeneratif karena gangguan pada ganglia basalis akibat
penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke
globus palidus.
– Gangguan kronik progresif:
• Tremor  resting tremor, mulai pd tangan, dapat meluas hingga bibir & slrh kepala
• Rigidity  cogwheel phenomenon, hipertonus
• Akinesia/bradikinesia  gerakan halus lambat dan sulit, muka topeng, bicara lambat,
hipofonia
• Postural Instability  berjalan dengan langkah kecil, kepala dan badan doyong ke depan
dan sukar berhenti atas kemauan sendiri
• Hemibalismus/sindrom balistik
– Gerakan involunter ditandai secara khas oleh gerakan melempar dan
menjangkau keluar yang kasar, terutama oleh otot-otot bahu dan pelvis.
– Terjadi kontralateral terhadaplesi
• Chorea Huntington
– Gangguan herediter autosomal dominan, onset pada usia pertengahan dan
berjalan progresif sehingga menyebabkan kematian dalam waktu 10 ± 12
tahun
Parkinson Disease
Gejala dan Tanda Parkinson
Gejala awal tidak spesifik Gejala Spesifik

• Nyeri • Tremor
• Gangguan tidur • Sulit untuk berbalik badan
•Ansietas dan depresi di kasur
•Berpakaian menjadi lambat •Berjalan menyeret
•Berjalan lambat •Berbicara lebih lambat

Tanda Utama Parkinson :

1. Rigiditas : peningkatan tonus otot


2. Bradykinesia : berkurangnya gerakan spontan (kurangnya kedipan mata, ekspresi
wajah berkurang, ayunan tangan saat berjalan berkurang ), gerakan
tubuh menjadi lambat terutama untuk gerakan repetitif
3. Tremor : tremor saat istirahat biasanya ditemukan pada tungkai, rahang dan
saat mata agak menutup
4. Gangguan berjalan dan postur tubuh yang membungkuk
Pull-test:
• Berdiri di belakang penderita, kemudian
berikan sedikit tarikan pada bahu
penderita.
• Lalu perhatikan ada atau tidaknya gerakan
menstabilkan postur tubuhnya.
• Hilangnya refleks ini akan memberikan
gambaran sikap jatuh penderita seolah-olah
akan duduk di kursi atau biasa disebut
sitting en bloc.
Penatalaksanaan Parkinson
• Prinsip pengobatan parkinson adalah
meningkatkan aktivitas dopaminergik di jalur
nigrostriatal dengan memberikan :
– Levodopa  diubah menjadi dopamine
di substansia nigra
– Agonis dopamine
– Menghambat metabolisme dopamine
oleh monoamine oxydase dan cathecol-
O-methyltransferase
– Obat- obatan yang memodifikasi
neurotransmiter di striatum seperti
amantadine dan antikolinergik

Wilkinson I, Lennox G. Essential Neurology 4th edition. 2005


Soal no 81
• Tn Artijo, 60 tahun, seorang pensiunan bank, dibawa oleh keluarganya
ke IGD rumah sakit. Keluarga panic karena pasien tiba-tiba tidak
sadarkan diri saat berkebun sejak 3 jam yang lalu. Awalnya pasien
sempat mengeluhkan sakit kepala berat dan minta dipijat. Riwayat
penyakit sebelumnya tidak diketahui. Pada pemeriksaan kesadaran
pasien sopor, TD 220/110 mmHg, nadi 80x/ menit, RR 30x/ menit,
dan suhu 37OC. Pemeriksaan status neurologi pupil anisokor dan
pemeriksaan motoric kesan hemiparesis dextra. Dokter curiga pasien
mengalami stroke perdarahan. Terapi cairan tepat adalah…
a. Asering
b. Dextrose 10%
c. Dextrose 20%
d. NaCl 0,9%
e. RL

• Jawaban: D. NaCl 0,9%


Guidelines Stroke 2007

81. Terapi Cairan pada Pasien Stroke


• Berikan cairan isotonis seperti 0,9 % salin dengan tujuan
menjaga euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan
antara 5 – 12 mmHg.
• Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari
(parenteral maupun enteral)
• Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi
urin sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang
tidak dirasakan ( urin sehari + 500 ml + 300 ml per
kenaikan panas 1 derajat celcius).
• Elektrolit (sodium, potasium, calcium, magnesium) harus
selalu diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai
tercapai nilai normal.
• Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai hasil analisa
gas darah.
• Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa
hendaklah dihindari kecuali pada keadaan hipoglikemia.
Ringer Laktat
• Metabolisme anaerobik yang dipicu oleh iskemia mengakibatkan
asidosis laktat dan meninggikan PCO2 jaringan(tidak musti asidosis
laktat sistemik).
• Fakta inilah menyebabkan banyak dokter enggan memakai RL selama
fase akut stroke.
• Kedua, osmolaritas RL 273 dianggap hipotonik bila dibanding plasma
(normal 285 + 5 mOsm/L).
Asering
• Pendekatan rehidrasi pasien stroke iskemik dapat diberikan ringer
asetat sebagai terapi awal.
• Berbeda dengan normal salin dan RS, risiko asidosis hiperkloremik
tidak ada bila cairan diberikan secara agresif untuk mengkoreksi
dehidrasi dan syok.
• Kedua, AR tidak mengacaukan interpretasi asidosis laktat fokal
(jaringan ).
• Jika dikehendaki mendekatkan osmolaritas ringer asetat dengan
plasma, boleh ditambahkan magnesium sulfat 20% karena aman.
Soal no 82
• Laki-laki 35 tahun, nyeri pergelangan tangan dan sulit menggerakan
ibu jari tangan kanan. Pasien memiliki riwayat pekerjaan sebagai
tukang ukir. Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal.
Pemeriksaan fisik didapatkan: atrofi otot tenar dan kulit punggung
tangan kanan tampak kering. Diagnosis yang paling mungkin adalah…
a. Poliarteritis nodosa
b. Osteoarteritis
c. Gout
d. Rheumatoid Arthritis
e. Carpal Tunnel Syndrome

• Jawaban: E. Carpal Tunnel Syndrome


82. Carpal Tunnel Syndrome
Terapi Konservatif
• Istirahatkan pergelangan tangan
• Obat antiinflamasi nonsteroid
• Pemasangan bidai pada posisi netral
pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang
terus-menerus atau hanya pada malam hari
selama 2-3 minggu
• lnjeksi steroid
• Kontrol cairan,misalnya dengan pemberian
diuretika
• Vitamin B6 (piridoksin)
• Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan
vaskularisasi pergelangan tangan
Terapi Operatif
• Tindakan operasi pada CTS disebut neurolisis
nervus medianus pada pergelangan tangan.
• Operasi hanya dilakukan:
• pada kasus yang tidak mengalami
perbaikan dengan terapi konservatif
• bila terjadi gangguan sensorik yang berat
• adanya atrofi otot-otot thenar.
Soal no 83
• Seorang perempuan, 53 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan
nyeri leher. Keluhan menjalar hingga bahu dan tangan. Sekarang
untuk menggenggam saja pasien mengaku agak lemah. Pekerjaan
pasien berdagang dan menaruh dagangannya di dalam keranjang di
atas kepalanya. Apa diagnosis saudara?
a. Brachialgia
b. Cervical root syndrome
c. Thoracic outlet syndrome
d. Tennis elbow syndrome
e. Carpal tunnel syndrome

• Jawaban: B. Cervical root syndrome


83. Radikulopati
• Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan
fungsi dan struktur radiks akibat proses patologik yang dapat mengenai
satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal.
• Etiologi
– Proses kompresif, Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga
mengakibatkan radikulopati adalah seperti : hernia nucleus pulposus
(HNP) atau herniasi diskus, tumor medulla spinalis, neoplasma tulang,
spondilolisis dan spondilolithesis, stenosis spinal, traumatic dislokasi,
kompresif fraktur, scoliosis dan spondilitis tuberkulosa, cervical
spondilosis
– Proses inflammatori, Kelainan-kelainan inflamatori sehingga
mengakibatkan radikulopati adalah seperti: Gullain-Barre Syndrome
dan Herpes Zoster
– Proses degeneratif, Kelainan-kelainan yang bersifat degeneratif
sehingga mengakibatkan radikulopati adalah seperti Diabetes Mellitus
Tipe-tipe Radikulopati
• Radikulopati lumbar (terjadi pada L2-S1, merupakan kasus radikulopati tersering 60-90%)
• Radikulopati lumbar merupakan problema yang sering terjadi yang disebabkan oleh
iritasi atau kompresi radiks saraf daerah lumbal.
• sering disebut sciatica.
• Gejala jarang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa sebab seperti bulging diskus (disk
bulges), spinal stenosis, deformitas vertebra atau herniasi nukleus pulposus. Radikulopati
dengan keluhan nyeri pinggang bawah sering didapatkan (low back pain)
• Radikulopati cervical/ Cervical Root Syndrome (terjadi pada C5-T1, 5-30% kasus radikulopati)
• Radikulopati cervical umunya dikenal dengan “pinched nerve” atau saraf terjepit
merupakan kompresi pada satu atau lebih radix saraf uang halus pada leher
• Gejala pada radikulopati cervical seringnya disebabkan oleh spondilosis cervical.
• Radikulopati torakal
• Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relative jarang dari kompresi saraf pada
punggung tengah. Daerah ini tidak didesain untuk membengkok sebanyak lumbal atau
cervical. Hal ini menyebabkan area thoraks lebih jarang menyebabkan sakit pada spinal.
Namun, kasus yang sering yang ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi
herpes zoster.
Cervical Root Syndrome
• Klasifikasi:
• Akut (recent trauma),
• Kronik (longstanding trauma), dan
• Aktif (current reinnervation).
• Nerve root yang paling sering mengalami kerusakan
• C7 70%;
• C6 19-25%;
• C8 4 -10%;
• C5 2%.
• Etiologi:
• spondilosis, cervical disk disease, disk herniation, biochemically induced
radiculopathy.
Gejala
• Subjektif:
• Nyeri, kelemahan, baal,
atau parestesia.
• Dapat dirasakan dari
leher dan menjalar
hingga tangan.
• Objektif:
• Perubahan pada refleks
ektrimitas atas, ROM,
kontrol motorik, serta
abnormalitas sensorik.
Waiters Tip Posture
• Etiologi: avulsi nerve root C5-C6.
• Gejala  lengan menggantung
pada sisi tubuh.
• Lengan berada pada posisi
rotasi interna terhadap sendi
bahu.
• Siku dalam ekstensi maksimal.
• Lengan bawah dalam keadaan
pronasi.
Claw Hand
• Disebabkan oleh avulsi nerve
root C8-T1, dapat juga
disebabkan oleh kerusakan
nervus ulnaris di atas sendi siku.
• Sendi metakarpal hiperekstensi.
• Sendi interphalangeal fleksi.
Diagnosis
• Manual:
• Spurling Manuever
• Lhermitte Test
• Electrodiagnostic:
• Somatosensory Evoked Potentials.
• Electromyelography.
• Imaging:
• X-Ray, CT Scan, MRI, Myelogram
Spurling’s Test
• Procedure • Positive Test
• Laterally flex the patient’s head • Local pain indicates facet joint
and gradually apply strong involvement
downward pressure • Radicular pain indicates nerve root
• If no pain is elicited, put the pressure.
patient’s head in a neutral position
and deliver a vertical blow to the
uppermost portion of the patient’s
head.
Spurling’s Test
Lhermitte’s Test (or Phenomenon)

• Sensasi seperti tersengat listrik


yang menjalar ke secara radikuler
menuju ke arah bawah sepanjang
medula spinalis atau dapat pula
menjalar ke arah ekstrimitas yang
muncul saat dilakukan fleksi pada
leher (Lhermitte sign +).
• Hasil positif :
• myelopati
• spondilitis servikal
• tumor
• multiple sklerosis.
Soal no 84
• Seorang laki-laki, 56 tahun, datang dengan keluhan bicara pelo sejak
beberapa hari yang lalu. Dari hasil pemeriksaan didapatkan atrofi dan
fasikulasi pada lidah kiri, saat disuruh menjulurkan lidah mencong ke
kiri dan pada tes penekanan lidah pada kedua pipi didapatkan
penekanan pada lidah kiri lebih lemah dibanding kanan. Diagnosis
topis pada kasus diatas adalah kerusakan pada nervus…
a. XII sinistra sentral
b. XII sinistra perifer
c. VII sinistra perifer
d. VII sinistra sentral
e. IX sinistra

• Jawaban: B. XII sinistra perifer


84. Paresis N. XII
• Saraf XII mengandung serabut
somato-motorik yang
menginervasi otot ekstrinsik
dan otot intrinsic lidah.
• Fungsi otot ekstrinsik lidah ialah
menggerakkan lidah, dan otot
intrinsik mengubah-ubah
bentuk lidah.
• Inti saraf ini menerima serabut
dari korteks traktus piramidalis
dari satu sisi, yaitu
sisi kontralateral. Dengan
demikian ia sering terkena pada
gangguan peredaran darah di
otak (strok).

Mahar Marjono, Neurologi Klinis Dasar, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta, 2008.
Pemeriksaan
• Inspeksi: suruh penderita membuka mulut dan perhatikan lidah dalam keadaan
istirahat dan bergerak
• Minta pasien menjulurkan lidahnya, perhatikan apakah posisi lidah simetris atau
mencong
• Pada parese satu sisi, lidah dijulurkan mencong ke sisi yang lumpuh
• Jika terdapat kelumpuhan pada dua sisi, lidah tidak dapat digerakkan atau
dijulurkan. Terdapat disartria (cadel, pelo) dan kesukaran menelan. Selain itu juga
didapatkan kesukaran bernapas, karena lidah dapat terjatuh ke belakang, sehingga
menghalangi jalan napas.
• Untuk menilai tenaga lidah kita suruh pasien menggerakkan lidahnya ke segala
jurusan dan perhatikan kekuatan geraknya. Kemudian pasien disuruh menekankan
lidahnya pada pipinya. Kita nilai daya tekannya ini dengan jalan menekankan jari
kita pada pipi sebelah luar. Jika terdapat parese lidah bagian kiri, lidah tidak dapat
ditekankan ke pipi sebelah kanan, tetapi ke sebelah kiri dapat.
Gangguan Pada N.XII Dan
Penyebabnya
• Lesi N.XII supranuklir, misalnya
pada lesi di korteks atau kapsula
interna, yang dapat disebabkan
oleh misalnya pada strok
• Kelumpuhan otot
lidah tanpa adanya atrofi dan
tanpa adanya fasikulasi.
• Pada lesi nuklir, didapatkan atrofi
dan fasikulasi
• Biasanya bilateral
• letak kedua inti N.XII saling
berdekatan di garis tengah batang
otak
• Hal ini dapat disebabkan oleh
siringobulbi, ALS, radang,
gangguan peredaran darah dan
neoplasma
• Pada lesi infranuklir didapatkan
atrofi dan fasikulasi.
• Hal ini disebabkan oleh proses di
luar medulla oblongata, tetapi
masih di dalam tengkorak,
misalnya trauma, fraktur dasar
tulang tengkorak, meningitis, dll
ILMU
PSIKIATR I
Soal no 85
• Renata, 11 tahun dibawa ibunya ke praktek dokter karena sering
mencabuti rambutnya sendiri. Ibunya mengatakan bahwa lahir dan
tumbuh kembang anaknya normal tapi memang ibu melihat anaknya
selalu menyendiri, lebih suka di kamar dan jarang bermain dengan
teman sebayanya. Prestasi di sekolah juga biasa-biasa saja. Pasien
mengatakan jika tidak mencabuti rambut maka ia merasa gelisah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak gelisah dan
menarik-narik bajunya berulang kali. Pada kepala tampak rambut tipis
dengan bagian pitak di beberapa tempat. Kemungkinan diagnosis
pada pasien adalah…
a. Gangguan cemas menyeluruh
b. Gangguan obsesif kompulsif
c. Trikotilomania
d. Alopecia areata
e. Fobia sosial

• Jawaban: C. Trikotilomania
85. Gangguan Kebiasaan dan Impuls
PPDGJ III (F63) Gangguan Kebiasaan dan Impuls:
• Judi patologis
• Piromania
• Kleptomania
• Trikotilomania
Trikotilomania (PPDGJ III)
Pedoman diagnostik
• Gambaran esensial gangguan:
• Kerontokan rambut kepala yang tampak jelas akibat berulangkali gagal
menahan diri terhadap impuls untuk mencabut rambut.
• Biasanya diawali ketegangan yang meningkat dan setelah mencabut rambut
diikuti rasa lega/puas.
• Bukan merupakan kelainan peradangan kulit, atau pencabutan
rambut sebagai respons terhadap waham atau halusinasi.
Pyromania (DSM 5)
Kleptomania (DSM 5)
Judi Patologis (PPDGJ III)
• Kriteria diagnostik:
• Berjudi secara berulang yang menetap, berlanjut dan seringkali
meningkat meskipun ada konsekuensi sosial yang merugikan (eg
menjadi miskin, gangguan hubungan keluarga, kekacauan kehidupan
pribadi, dll)
• Harus dibedakan dari:
• Judi dan taruhan untuk kesenangan atau upaya mendapatkan uang  akan
menahan diri jika kalah atau ada efek merugikan
• Judi berlebihan pada gangguan manik
• Judi pada kepribadian dissosial (antisosial)
Soal no 86
• Seorang pasien perempuan berusia 35 tahun dibawa suaminya untuk
berkonsultasi karena sejak 2 bulan yang lalu, pasien sulit tidur dan
mendengar suara-suara bisik yang berasal dari tetangga rumah
sebelah padahal tidak ada yang sedang berbicara. Pasien juga
mengatakan tetangga itu mengguna-guna pasien. Dua hari yang lalu
pasien marah-marah dan merusak perabotan rumah tangga, dan
siang tadi pasien mengancam kakak iparnya dengan pisau. Pada kasus
di atas, maka neurotransmitter apakah yang mengalami gangguan ?
a. GABA yang tinggi
b. Noradrenalin yang tinggi
c. Dopamin yang tinggi
d. Adrenalin yang tinggi
e. Polamin yang tinggi

• Jawaban: C. Dopamin yang tinggi


86. Pedoman Diagnostik Skizofrenia
• Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas):
• Thought echo, atau thought insertion or withdrawal, atau thought
broadcasting
• Delusion of control/ passivity/ influence/ perception
• Halusinasi auditorik
• Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil (misalnya mampu
mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia
lain)

Referensi: PPDGJ-III
Pedoman Diagnostik Skizofrenia
• Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang
harus selalu ada secara jelas:
• Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja
• Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami
sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensia atau
pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
• Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah
(excitement), posisi tubuh tertentu (posturing) atay
fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
• Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan
respons emosional yang menumpul tidak wajar

• Telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan


atau lebih
Referensi: PPDGJ-III
NEUROTRANSMITER DALAM GANGGUAN PSIKOTIK

Dari semua neurotransmitter yang terlibat, dopamin memiliki


peranan paling penting dalam menyebabkan gejala psikotik.
Soal no 87
• Seorang wanita berusia 28 tahun datang ke IGD dengan keluhan
berdebar-debar sejak satu jam. Rasa berdebar-debar disertai berat
pada dada, tertekan, nyeri dada kiri, sesak nafas dan takut mati.
Pasien tidak tahu penyebabnya, keluhan muncul tiba-tiba. Pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan. Kemungkinan diagnonis
pasien ini adalah…
a. AMI
b. Pneumothorax
c. Perikarditis
d. Kataton
e. Serangan panic

• Jawaban: E. Serangan panic


87. Gangguan Panik (DSM 5)
A. Gangguan panik = Serangan panik berulang. Serangan panik
adalah rasa takut atau tidak nyaman yang timbul mendadak
(pasien bisa dalam kondisi tenang maupun sudah gelisah) dalam
hitungan menit, diikuti dengan minimal 4 dari gejala berikut:
1.Palpitasi, dada berdebar, atau seimbang, atau pingsan
takikardia 9.Menggigil atau panas
2.Berkeringat. 10.Parestesia (baal atau
3.Gemetar. kesemutan)
4.Sensasi sesak nafas atau tercekik 11.Derealisasi atau depersonalisasi
5.Sensasi tersedak 12.Ketakutan menjadi gila
6.Nyeri atau tidak nyaman pada 13.Takut akan mati
dada
7.Mual atau rasa tidak nyaman
pada perut

8.Merasa pusing, melayang, tidak


Gangguan Panik (DSM 5)
B. Serangan diikuti oleh kondisi berikut selama 1 bulan atau
lebih:
1. Rasa khawatir persisten akan serangan panik berulang dan
konsekuensinya (menjadi tidak sadar, serangan jantung, dsb)
2. Perubahan perilaku yang berhubungan dengan serangan panik
(perilaku untuk menghindari serangan panik, misalnya menghindari
situasi yang tidak familiar)

C. Gejala tidak disebabkan oleh efek obat-obatan atau kondisi


medis lain.

D. Gangguan tidak terjelaskan oleh gangguan mental lain.


(misalnya: serangan tidak hanya timbul pada situasi sosial
seperti pada fobia sosial, serangan tidak hanya timbul
sebagai respons terhadap objek yang ditakutkan seperti
pada fobia spesifik, dsb)
Gangguan Panik
• DSM-IV mengklasifikasikan gangguan panik menjadi:
• Gangguan panik dengan agorafobia
• Gangguan panik tanpa agorafobia
• Kriteria diagnosis gangguan panik dengan ataupun tanpa agoraphobia
sama dengan gangguan panik pada umumnya, hanya terdapat kriteria
tambahan ada/tidaknya agoraphobia.
• Secara epidemiologis, sebagian besar gangguan panik disertai dengan
agorafobia.
Tatalaksana Gangguan Panik
• Terapi Kognitif-Perilaku • Farmakoterapi
• Kombinasi dari terapi kognitif • SSRIs
dan perilaku • Farmakoterapi lini pertama pada
• Terapi kognitifmengubah gangguan panik
atau menghilangkan pola • Antidepresan trisiklik
pikiran yang berkontribusi • Benzodiazepines potensi tinggi
terhadap timbulnya gejala • Contoh: Clonazepam
• Terapi perilaku merubah • Dapat menyebabkan depresi dan
perilaku pasien dihubungkan dengan efek samping
• Umumnya membutuhkan selama penggunaan dan setelah
penghentian penggunaan
waktu 8-12 minggu, dapat lebih
lama • Luaran dan kemampuan fungsional
pasien lebih buruk disbanding
antidepresan
• monoamine oxidase inhibitors
• Terapi di IGD (MAOIs)
• Benzodiazepine oral • Terapi kombinasi
• Benzodiazepin IV seperti
Lorazepam • Terapi psikodinamik
• Beta blockers dapat digunakan • Bertujuan untuk menghilangkan
untuk mengurangi gejala stress yang menyebabkan serangan
ansietas panik
http://www.aafp.org/afp/2005/0215/p733.html
Ansietas
Diagnosis Characteristic

Gangguan panik Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan
akan datangnya kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya
provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas
dari gejala di antara serangan panik.
Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.
Gangguan fobik Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau
situasi, antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera,
dan kematian.
Gangguan penyesuaian Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam
waktu <3 bulan dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan
duka cita akibat kematian orang lain.
Gangguan cemas menyeluruh Ansietas berlebih terus menerus berlangsung setiap hari sampai
bbrp minggu disertai Kecemasan (khawatir akan nasib buruk), ketegangan
motorik (gemetar, sulit berdiam diri, dan sakit kepala),
hiperaktivitas otonomik (sesak napas, berkeringat, palpitasi, &
gangguan gastrointestinal), kewaspadaan mental (iritabilita).
Soal no 88
• Seorang wanita berusia 24 tahun datang dengan keluhan demam
sejak 6 hari yang lalu. Pasien mengatakan demam meningkat pada
malam hari. Pada pemeriksaan fisik, kesadaran CM, TD 120/80
mmHg, N 80x/mnt, RR 20x/mnt, S 36,5. Hasil lab: Hb 12, Ht 35, Leu
7500, Tr 300.000, serologi Widal 1/1280. Dokter mendiagnosis pasien
dengan demam tifoid dan merawat inap di rumah sakit. Setelah
beberapa saat di ruang rawat tiba-tiba pasien mengamuk, gelisah,
mencabut infus, dan keluar kamar. Pasien ditenangkan oleh perawat
dan setelah beberapa waktu dapat diajak bicara kembali. Yang terjadi
pada pasien ini disebut…
a. Skizofren
b. Delirium
c. Waham
d. Koma
e. Demensia

• Jawaban: B. Delirium
88. DELIRIUM
• Delirium: kesadaran fluktuatif, ditandai dengan kesulitan
memfokuskan, mempertahankan, dan mengalihkan perhatian .

• Pedoman diagnostik:
• Gangguan kesadaran & perhatian
• Gangguan kognitif (distorsi persepsi, halusinasi, hendaya daya pikir, daya
ingat, disorientasi)
• Gangguan psikomotor: hipo/hiperaktivitas
• Gangguan siklus tidur-bangun
• Gangguan emosional: depresi, ansietas, lekas marah
• Onset cepat, hilang timbul, kurang dari 6 bulan

• Penyebab:
• SSP: kejang (postictal)
• Metabolik: gangguan elektrolit, hipo/hiperglikemia
• Penyakit sistemik: infeksi, trauma, dehidrasi/ovehidrasi
• Obat-obatan
Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.
Diagnosis Delirium (DSM-IV)
Kriteria diagnosis
• Pasien mengalami gangguan kesadaran (perubahan kewaspadaan terhadap
lingkungan) dengan berkurangnya kemampuan untuk memusatkan, menjaga,
atau memindahkan perhatian.
• Terdapat perubahan kognitif (gangguan memori, disorientasi, gangguan Bahasa
dan persepsi) yang tidak disebabkan oleh demensia.
• Gangguan terjadi pada periode waktu yang pendek dan berfluktuasi.
• Terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisis, atau pemeriksaan penunjang
yang menunjukkan terdapat kondisi medis umum sebagai etiologic dari gangguan
yang terjadi.
Klasifikasi Delirium
• Tipe hiperaktif
Pasien agitasi, disorientasi, terdapat waham dan/atau halusinasi. Tampilan
klinis ini sangat menyerupai skizofrenia, demensia dengan agitasi, atau
gangguan psikotik

• Tipe hipoaktif
Pasien cenderung diam, bingung, disorientasi, apatis. Delirium tipe ini
seringkali tidak diketahui atau dianggap sebagai depresi atau demensia.

• Tipe campuran
Terdapat fluktuasi antara gejala hiperaktif dan hipoaktif.

Delirium. Ondria C, Gleason MD., University of Oklahoma College of Medicine, Tulsa, Oklahoma. Am Fam Physician. 2003
Mar 1;67(5):1027-1034.
Diagnosis Banding Delirium
Diagnosis Karakteristik

Delirium Perubahan kognitif terjadi secara akut dan berfluktuasi. Bicara tidak
nyambung atau pasien tampak bingung. Kesadaran dan perhatian hilang
timbul.

Demensia Awitan tidak diketahui/insidious, gangguan memori dan fungsi eksekutif


yang bersifat kronik, tidak berfluktuasi. Kesadaran dan perhatian intak,
namun kemampuan bicara dan berpikir terbatas.

Skizofrenia Jarang baru ditemukan setelah usia 50 tahun. Halusinasi auditorik lebih
umum disbanding halusinasi visual. Memori tidak terganggu dan jarang
ditemukan disorientasi. Tidak terdapat disartria. Tidak didapatkan
fluktuasi gejala yang jelas sepanjang hari.

Gangguan mood Manifestasi bersifat persisten dan gradual. Pada mania pasien dapat
mengalami agitasi, namun kemampuan kognitif umumnya tidak terganggu.
Pada arus pikir umum ditemukan flight of ideas yang masih dapat
ditemukan koherensianya. Disorientasi jarang ditemukan pada mania.
Soal no 89
• Seorang mahasiswi berusia 18 tahun dibawa ke IGD karena tiba-tiba
pingsan saat Ujian Akhir Semester akan dimulai. Pada pemeriksaan,
pasien menutup mata, tidak menjawab saat dipanggil. Tekanan darah
110/80, frekuensi nadi 78x/menit, frekuensi nafas 16x/menit, suhu
afebris. Pemeriksaan jantung, paru, tidak ada kelainan. Saat palpebra
superior dibuka terdapat tahanan. Diagnosis yang mungkin adalah...
a. Konversi
b. Hipokondriasis
c. Somatisasi
d. Gangguan cemas menyeluruh
e. Malingering

• Jawaban: E. Malingering
89. Malingering
• Definisi: dengan sengaja berpura-pura memiliki gejala fisik atau
psikologi, atas dasar motif insentif eksternal.

• Insentif eksternal tersebut seperti menghindari kewajiban militer,


kewajiban kerja, mendapatkan kompensasi finansial, menghindari
hukuman pidana, atau mendapatkan obat-obatan.
Malingering
• Perlu dicurigai jika didapatkan salah satu kondisi berikut:
• Terdapat konteks medikolegal (misalnya, pasien disarankan oleh pengacara
untuk melakukan pemeriksaan, atau ketika sedang berlangsung proses
hukum)
• Terdapat perbedaan antara gejala subjektif yang dikeluhkan dengan
penemuan objektif pada pemeriksaan.
• Kurang kooperatif baik terkait proses diagnostik maupun tatalaksana.
• Terdapat gangguan kepribadian antisosial.
Diagnosis Banding
Kelainan Karakteristik

Psikosomatis Pada gangguan psikosomatis, ada keluhan dan ditemukan


keabnormalan pada pemeriksaan. Namun penyebabnya adalah
masalah psikis.
Gangguan Konversi Adanya satu atau beberapa gejala neurologis (misalnya buta,
lumpuh anestesi, amnesia, dll) yang tidak dapat dijelaskan dengan
penjelasan medis maupun neurologis yang ada.

Malingering Berpura-pura sakit atau melebih-lebihkan kondisi fisik yang sudah ada sebelumnya dengan
tujuan untuk mendapatkan kompensasi tertentu (misalnya untuk mendapatkan cuti kerja).
Factitious disorder/ Berpura-pura sakit atau membuat dirinya sakit. Namun hal ini
Munchhausen syndrome
dilakukan semata-mata untuk mendapatkan perhatian/ simpati
dari orang lain saja.
Soal no 90
• Tn. Johny, 57 tahun mengeluh berdebar, tangan basah, keringat
dingin, dan takut mendengar suara deburan ombak. Pasien
merupakan salah satu korban yang selamat dari Tsunami Palu.
Semenjak itu sering mimpi buruk tentang tsunami. Pasien juga takut
untuk pergi ke pantai. Terapi yang dapat diberikan pada pasien
adalah…
a. Risperidone
b. Haloperido
c. Sertralin
d. Carbamazepin
e. Lithium

• Jawaban: D. Sertralin
90. GANGGUAN MENTAL SESUDAH TRAUMA
Gangguan Karaktristik

Reaksi stres akut Kesulitan berkonsentrasi, merasa terlepas dari tubuh,


mengingat detail spesifik dari peristiwa traumatik
(prinsipnya gejala serupa dengan PTSD), terjadinya
beberapa jam setelah kejadian traumatis, dan paling lama
gejala tersebut bertahan selama 1 bulan.

Reaksi stres pasca trauma (Post Adanya bayang-bayang kejadian yang persisten, mengalami gejala penderitaan bila
traumatic stress disorder/ PTSD) terpajan pada ingatan akan trauma aslinya, menimbulkan hendaya pada kehidupan
sehari-hari. Gejala terjadi selama 1-6 bulan.
Diagnosis Post Traumatic Stress Disorder
(PTSD)
• Diagnosis baru bisa ditegakkan apabila gangguan stres
pasca trauma ini timbul dalam kurun waktu 6 bulan
setelah kejadian traumatik berat.

• Gejala yang harus muncul sebagai bukti tambahan selain


trauma bahwa seseorang telah mengali gangguan ini
adalah:
1. Individu tersebut mengalami mimpi-mimpi atau bayang-
bayang dari kejadian traumatik tersebut secara
berulang-ulang kemabali (flashback)
2. Muncul gangguan otonomik, gangguan afek dan
kelainan tingkah laku, gejala ini mungkin saja mewarnai
hasil diagnosis akan tetapi sifatnya tidak khas.

PPDGJ-III
Reaksi Stres Akut vs PTSD vs Gangguan Penyesuaian
Reaksi Stres Akut Ggn. Penyesuaian PTSD

Tipe stresor Berat (kejadian traumatis, Ringan-sedang Berat (kejadian traumatis,


kehilangan orang terdekat) kehilangan orang terdekat)

Waktu antara stresor dan Beberapa hari hingga Maksimal 3 bulan Bisa bertahun-tahun
timbulnya gejala maksimal 4 minggu

Durasi gejala Maksimal 1 bulan Maksimal 6 bulan setelah >1 bulan


stresor berakhir
Tatalaksana PTSD
• Psikoterapi
• Cognitive behavioral therapy
• Cognitive processing therapy
• Cognitive therapy
• Prolonged exposure therapy
• Farmakoterapi
• Antidepresan gol. SSRI (fluoxetine, paroxetine, sertraline)
• Antidepresean gol. SNRI (venlafaxine)
Soal no 91
• Anak perempuan usia 9 tahun diantar ibunya ke poliklinik dengan
keluhan prestasi belajar menurun. Menurut gurunya anak tersebut
sering tidak teliti dalam mengerjakan soal, sering mengganggu
teman-temannya, dan berlari-lari didalam kelas saat guru sedang
menerangkan di depan kelas. Diagnosa pasien ini adalah…
a. Gangguan tingkah laku
b. Gangguan afektif bipolar
c. Autistic
d. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas
e. Gangguan behavior

• Jawaban: D. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas


91. Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas/
Attention-deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

• ADHD
• Sekumpulan gejala yang menunjukkan keterbatasan
pemusatan perhatian dan impulsivitas yang tinggi pada
anak atau remaja.

• Klasifikasi ADHD:
• Gangguan atensi,
• Hiperaktivitas/impulsive, atau
• Gabungan keduanya
Kriteria diagnosis:
Terdapat gejala no. 1 atau 2:
1) 6 atau lebih gejala gangguan atensi berikut yang
berlangsung selama minimal 6 bulan, bersifat
maladaptive dan tidak konsisten dengan tingkat
perkembangan:
a. Tidak dapat memusatkan perhatian atau membuat kesalahan
sederhana pada lingkungan sekolah, kerja, atau aktivitas lainnya
b. Kesulita mempertahankan perhatian pada tugas atau aktivitas
bermain
c. Sering tampak tidak mendengarkan pembicaraan
d. Sering kesulitan mengorganisasi tugas dan aktivitas
e. Sering menghindar, tidak suka, atau enggan mengerjakan tugas
yang membutuhkan fokus pikiran (seperti PR)
f. Sering kehilangan barang-barang yang dibutuhkan untuk
aktivitas tertentu (mainan, buku PR, pensil, dsb)
g. Mudah terdistraksi oleh stimulus dari luar
h. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari
2) 6 atau lebih gejala hiperaktivitas-impulsivitas berikut yang
berlangsung selama minimal 6 bulan, bersifat maladaptive
dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan:
Hiperaktivitas
a. Menggerak-gerakkan tangan atau kaki pada saat duduk
b. Tidak bisa duduk diam; sering meninggalkan kursi pada situasi harus
duduk diam
c. Sering berlari atau memanjat-manjat pada situasi yang tidak sesuai
(pada remaja atau dewasa, gejala hanya berupa perasaan tidak bisa
diam)
d. Kesulitan untuk bermain dengan tenang
e. Selalu “bergerak”
f. Sering berbicara berlebihan

Impulsivitas
a. Sering menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan secara lengkap
disampaikan
b. Sulit untuk menunggu giliran
c. Sering menginterupsi orang lain (memotong pembicaraan, dll)
Jenis-jenis ADHD
• Gangguan atensi • Hiperaktivitas-impulsif
Terdapat minimal 6 gejala berikut: Terdapat minimal 6 gejala berikut:
1. Tidak bisa memperhatikan hal detil, 1. Tangan dan kaki tidak bisa diam saat
sering membuat kesalahan sederhana duduk
2. Sulit menjaga perhatian 2. Sulit untuk tetap duduk diam
3. Sering tampak tidak mendengarkan 3. Berlari-lari atau memanjat pada
4. Kesulitan mengikuti instruksi situasi yang tidak sesuai
5. Sulit untuk mengorganisir sesuatu 4. Sulit untuk beraktivitas dengan
tenang
6. Menghindari/tidak menyukai kegiatan
yang membutuhkan focus 5. Sering bersikap seperti digerakkan
oleh motor
7. Sering kehilangan barang-barang
penting 6. Bicara berlebihan
8. Mudah terdistraksi 7. Menjawab pertanyaan sebelum
pertanyaan selesai
9. Pelupa dalam aktivitas sehari-hari
8. Sulit menunggu giliran
9. Menginterupsi orang lain

• Campuran: pasien memiliki gejala • Tidak terspesifikasi: terdapat


yang cukup memenuhi kriteria beberapa gejala namun tidak
diagnosis kedua jenis ADHD. cukup untuk menegakkan
diagnosis
Tatalaksana
ADHD

American family physician. 2014.


• First line drugs: psychostimulant such as methylphenidate

American family physician. 2014.


American family physician. 2014.
Soal no 92
• Lulu Santoso usia 4 tahun dibawa oleh orangtuanya ke poliklinik
dengan keluhan bila bicara tidak memandang lawan bicaranya.
Perbendaharaan kata terbatas dan tidak mau dipeluk. Setiap pagi
anak suka melihat mobil melintas. Anak juga suka berjalan bolak-balik
di dalam rumah tanpa tujuan yang jelas. Jika kebiasaan dilarang ia
marah dan membenturkan kepalanya ke lantai. Orangtua mengatakan
kakak pasien yang berusia lebih tua tidak pernah mengalami hal
seperti ini. Diagnosis pasien ini adalah…
a. Autisme
b. Mutisme selektif
c. Sindrom Rett
d. Gangguan sifat menentang
e. Gangguan pemusatan pikiran dan hiperaktif

• Jawaban: A. Autisme
92. PERVASIVE DEVELOPMENTAL DISORDER (PDD)

mild severe

Asperger’s PDD Not Autistic Rett’s disorder Childhood


disorder Otherwise disorder disintegrative
Classified disorder
(PDD-NOS)

Autism spectrum disorder (ASD)


Autism Spectrum Disorder (ASD)
Asperger, PDD-NOS, Autism
PDD-NOS Autism Asperger

Impaired social interaction Impaired social interaction Impaired social interaction

OR AND AND

Impaired communication Impaired communication Normal communication/ language


development
OR AND
AND
Restricted repetitive and stereotyped Restricted repetitive and stereotyped
patterns or behaviors patterns or behaviors Restricted repetitive and stereotyped
patterns or behaviors
Autisme – Gangguan Komunikasi
• Keterlambatan perkembangan bicara tanpa usaha komunikasi non
verbal
• Yang bisa bicara  sulit memulai atau mempertahankan percakapan
dengan orang lain
• Bahasa stereotipik, pengulangan, aneh
• Tidak memahami pembicaraan orang lain
• Kurang variasi dan spontanitas dalam permainan role play
Autisme – Gangguan Interaksi Sosial
• Hendaya perilaku nonverbal:
• Tidak respon saat dipanggil
• Tidak ada kontak mata
• Eksprsi wajah dan postur tubuh kaku
• Asyik sendiri
• Tidak ada keinginan berbagi kesenangan dengan orang lain
• Tidak ingin mengadakan hubungan emosional dan sosial timbal balik
• Tidak dapat merasakan yang dirasakan orang lain
Autisme – Gangguan Perilaku
• Acuh tak acuh terhadap lingkungan
• Preokupasi dengan 1 pola perilaku atau minat stereotipik (misal
tertarik dengan benda bergerak, kelekatan pada benda tertentu)
• Manerisme motorik stereotipik repetitif (jalan mondar-mandir,
berlarian, berlompatan, dll)
• Perilaku agresif atau menyakiti diri sendiri
• Melamun atau bengong
Autisme – Gangguan Emosi
• Tertawa, menangis, marah tanpa sebab
• Emosi tak terkendali: temper tantrum
• Rasa takut yang tidak wajar
Autisme – Gangguan Sensoris
• Menjilat atau mencium benda, tidak mau mengunyah
• Menutup telinga bila menengar suara tertentu
• Tidak suka memakai baju dengan tekstur kasar
• Sensitif terhadap sentuhan tertentu
• Tahan terhadap rasa sakit
• Melirik-lirik
• Keseimbangan terganggu
Tatalaksana Autisme
• Multidisipliner: psikiater, dokter anak, dokter rehabilitas medik,
psikolog, pedagog, terapis okupasi, terapis wicara

• Tujuan terapi:
• Mengurangi, mengubah perilaku yang tidak dikehendaki
• Meningkatkan kemampuan belajar, berkomunikasi, kemampuan membantu
diri
Tatalaksana
Non farmakologi
Psikofarmaka • Terapi perilaku
• Untuk gejala iritabilitas • Membantu mempelajari
perilaku yang diharapkan
• Risperidon 0.01 mg/kgBB 2x dan membuang perilaku
sehari, tappering up sesuai yang bermasalah
kebutuhan • Terapi okupasi
• Melatih koordinasi dan
• Aripiprazole 2,5-10 mg dosis kekuatan motorik halus
tunggal • Terapi wicara
• Melatih bahasa reseptif dan
ekspresi
• Memperbaiki artikulasi
• Berdialog dan
berkomunikasi verbal
Rett Syndrome (DSM-IV)
Childhood Disintegrative Disorder (DSM-IV)
Soal no 93
• Perempuan, 66 tahun, datang diantar dengan keluhan gangguan
minat dan sulit tidur. Keluhan muncul setelah ditinggal anaknya yang
ikut dengan suaminya keluar pulau. Pasien jadi tidak minat, tidak
nafsu makan, mudah lelah, sulit tidur, merasa tidak berguna dan ingin
mati saja. Terapi yang dapat diberikan adalah…
a. Diazepam
b. Fluoxetin
c. Risperidone
d. Amitriptilin
e. Carbamazepin

• Jawaban: B. Fluoxetin
93. GANGGUAN PENYESUAIAN (F43) (DSM-IV)
Klasifikasi (DSM-IV)
• Adjustment disorder with depressed mood
• Adjustment disorder with anxiety
• Adjustment disorder with mixed anxiety and depressed mood
• Adjustment disorder with disturbance of conduct
• Adjustment disorder with mixed disturbance of emotions and
conduct
• Adjustment disorder, Unspecified
Tatalaksana Gangguan Penyesuaian
• Tatalaksana utama: PSIKOTERAPI
• Terapi keluarga
• Terapi relaksasi
• Cognitive behavior therapy

• Terapi medikamentosa dengan antidepresan.


• DOC: Antidepresan SSRI (Fluoxetine)
Soal no 94
• Seorang mahasiswi, 17 tahun, pergi ke dokter untuk konsultasi
tentang keluhannya ketakutan pada darah. Gadis itu takut setiap kali
melihat darah walaupun hanya melihat gambar darah. Gadis itu
sudah berusaha menghilangkan ketakutan tersebut, keluhan itu
muncul 5 tahun silam setelah kecelakaan yang dia alami. Ayah gadis
itu ingin anaknya masuk di fakultas kedokteran, dan gadis ini ingin
menghilangkan kekhawatiran terhadap darah karena darah bukan
sesuatu yang membahayakan. Terapi apakah yang digunakan?
a. Terapi aktivitas kelompok
b. Terapi medikamentosa
c. Terapi desensitisasi
d. Terapi kognitif
e. Terapi gesltat

• Jawaban: C. Terapi desensitisasi


94. Pedoman Diagnosis Fobia Spesifik
• Ketakutan yang jelas, persisten, berlebihan dan tidak beralasan ketika terdapat
objek/situasi yang ditakutkan atau mengantisipasi objek/situasi tersebut.
• Paparan terhadap stimulus akan mencetuskan respon ansietas segera—dapat
berupa serangan panik.
• Individu menyadari bahwa ketakutannya berlebihan dan tidak beralasan.
• Situasi yang menakutkan akan dihindari atau dihadapi dengan merasa sangat
cemas/stress.
• Tindakan menghindar, cemas, dan distress dalam situasi tersebut secara
signifikan mengganggu rutinitas individu, pekerjaan/Pendidikan, aktivitas social
atau hubungan, atau terdapat distress karena memiliki fobia tersebut.
• Pada individu berusia < 18 tahun, gejala berlangsung selama minimal 6 bulan.

DSM-IV-TR
Beberapa Jenis Fobia Spesifik yang Sering Ditemui
FOBIA FOBIA TERHADAP:
Arachnofobia Laba-laba

Aviatofobia Terbang

Klaustrofobia Ruang tertutup

Akrofobia Ketinggian

Astrafobia/ brontofobia Badai-Petir

Nekrofobia Kematian

Aichmofobia Jarum suntik atau benda tajam lainnya

Androfobia Laki-laki

Ginofobia Perempuan
Tatalaksana Fobia Spesifik
• Medikamentosa
• Tidak terlalu berperan
• Obat yang digunakan: short actiing benzodiazepine pada kondisi
yang sudah dapat diduga akan terjadi fobia. Contoh: pada pasien
fobia ketinggian, dapat diberikan diazepam sesaat sebelum akan
naik pesawat.

• Cognitive Behavior Therapy


• Terapi kognitif: pasien fobia dibantu mengendalikan pikiran
negatifnya mengenai hal yang menjadi fobianya dan dibantu
melihat situasi sesuai dengan realita.
• Terapi perilaku: dengan terapi desensitisasi

 Terapi desensitisasi merupakan terapi paling spesifik dan


efektif untuk fobia spesifik.
Terapi Desensitisasi
• Desentisasi yaitu suatu cara untuk mengurangi rasa takut atau cemas
pasien dengan jalan memberikan rangsangan yang membuatnya takut
atau cemas sedikit demi sedikit rangsangan tersebut diberikan terus,
sampai pasien tidak takut atau cemas lagi.

• Menggunakan prinsip counterconditioning, yaitu respons yang tidak


diinginkan digantikan dengan tingkah laku yang diinginkan sebagai
hasil latihan yang berulang-ulang.
Soal no 95
• Pasien, laki-laki 16 tahun. Datang dibawa oleh keluarganya ke unit
gawat darurat RS dengan keluhan berteriak-teriak, keluhan disertai
bicara tidak jelas, jalan sempoyongan, mual muntah, wajah merah.
Sebelum keluhan timbul pasien meminum 3 botol wine (anggur
merah). Ini pertama kalinya pasien meminum anggur merah.
Pemeriksaan fisik ditemukan bola mata nystagmus. Diagnosis yang
paling tepat adalah…
a. Gangguan konversi
b. Gangguan panik
c. Gangguan kepribadian histrionik
d. Malingering
e. Intoksikasi alcohol

• Jawaban: E. Intoksikasi alcohol


95. OBAT PSIKOAKTIF
• Secara umum, sering dibagi menjadi 3 golongan utama berdasarkan
gejalanya, yaitu:
• Golongan depresan
• Golongan stimulan
• Golongan halusinogen
Depressant
• Zat yang mensupresi, menghambat dan menurunkan aktivitas
CNS.
• Yang termasuk dalam golongan ini adalah sedatives/hypnotics,
opioids, and neuroleptics.
• Medical uses sedation, sleep induction, hypnosis, and
general anaesthesia.
• Contoh:
• Alcohol dalam dosis rendah, anaesthetics, sleeping pills, and opioid
drugs such as heroin, morphine, and methadone.
• Hipnotik (obat tidur), sedatif (penenang) benzodiazepin
• Effects:
• Relief of tension, mental stress and anxiety
• Warmth, contentment, relaxed detachment from emotional as well
as physical distress
• Positive feelings of calmness, relaxation and well being in anxious
individual
• Relief from pain
Stimulants
• Zat yang mengaktivkan dan meningkatkan aktivitas CNS
psychostimulants
• Memiliki berbagai efek fisiologis
• Perubahan denyut jantung, dilatasi pupil, peningkatan TD, banyak
berkeringat, mual dan muntah.
• Menginduksi kewaspadaan, agitasi, dan mempengaruhi penilaian
• Penyalahgunaan kronik akan menyebabkan perubahan
kepribadian dan perilaku seperti lebih impulsif, agresif,
iritabilitas, dan mudah curiga
• Contoh:
• Amphetamines, cocaine, caffeine, nicotine, and synthetic appetite
suppressants.
• Effects:
• feelings of physical and mental well being, exhilaration, euphoria,
elevation of mood
• increased alertness, energy and motor activity
• postponement of hunger and fatigue
Hallucinogens (psyche delics)
• Zat yang merubah dan mempengaruhi persepsi, pikiran, perasaan, dan
orientasi waktu dan tempat.
• Menginduksi delusi, halusinasi, dan paranoia.
• Adverse effects sering terjadi
• Halusinasi yang menakutkan dan tidak menyenangkan (“bad trips”)
• Post-hallucinogen perception disorder or flashbacks
• Delusional disorder persepsi bahwa halusinasi yang dialami nyata, setelah gejala
mereda
• mood disorder (anxiety, depression, or mania).
• Effects:
• Perubahan mood, perasaan, dan pikiran“mind expansion”
• Meningkatkan kepekaan sensorismore vivid sense of sight, smell, taste and
hearing
• dissociation of body and mind
• Contoh:
• Mescaline (the hallucinogenic substance of the peyote cactus)
• Ketamine
• LSD
• psilocybin (the hallucinogenic substance of the psilocybe mushroom)
• phencyclidine (PCP)
• marijuana and hashish
Drug Abuse
Zat Intoksikasi Withdrawal
Alkohol Cadel, inkoordinasi, unsteady gait, nystagmus, Hiperaktivitas otonom, tremor,
gangguan memori/perhatian, stupor/koma insomnia, mual/muntah, halusinasi,
agitasi, ansietas, kejang
Heroin Euforia, analgesia, ngantuk, mual, muntah, napas Miosis/midriasis,
pndek, konstipasi, midriasis, gangguan jiwa mengantuk/koma, cadel, gangguan
perhatian/memori
Kanabis/ganja/m Umumnya tidak menimbulkan efek terhadap Tidak ada
arijuana fisiologis, namun dapat ditmukan injeksi konjungtiva,
peningkatan nafsu makan, mulut kering, takikardia
Kokain Taki/bradikardia, dilatasi pupil, Mood disforik, fatigue, mimpi
peningkatan/penurunan TD, perspirasi/menggigil, buruk, insomnia/hypersomnia,
mual/muntah, turun BB, agitasi/retardasi psikomotor, peningkatan nafsu makan,
kelemahan otot, depresi napas, nyeri dada, aritmia, agitasi/retardasi psikomotor
bingung, kejang, dystonia, koma
amfetamin Taki/bradikardia, dilatasi pupil, Mood disforik, fatigue, mimpi
peningkatan/penurunan TD, perspirasi/menggigil, buruk, insomnia/hypersomnia,
mual/muntah, turun BB, agitasi/retardasi psikomotor, peningkatan nafsu makan,
kelemahan otot, depresi napas, nyeri dada, aritmia agitasi/retardasi psikomotor

benzodiazepin Cadel, inkoordinasi, unsteady gait, nystagmus, Hiperaktivitas otonom, tremor,


gangguan memori/perhatian, stupor/koma insomnia, mual/muntah, halusinasi,
agitasi, ansietas, bangkitan
grandmal
Soal no 96
• Seorang perempuan usia 24 tahun datang ke praktek dokter dengan
keluhan gangguan tidur. Pasien sering terbangun dan berkeringat
dingin seperti setelah berlari. Pasien bermimpi dikejar oleh ular yang
besar. Pasien mengatakan ia sering mengalami kejadian seperti ini
sehingga tidurnya sangat terganggu dan tidak nyenyak. Tidak ada
riwayat trauma kepala dan pengguna NAPZA. Apa diagnosis yang
mungkin pada pasien?
a. Gangguan jadwal tidur-jaga
b. Hipersomnia non organik
c. Nightmare
d. Hipersomnia organik
e. Insomnia organik

• Jawaban: C. Nightmare
96. GANGGUAN TIDUR
• Gangguan tidur non organik mencakup :
• Disomnia: kondisi psikogenik primer dengan ciri gangguan pada jumlah,
kualitas atau waktu tidur  insomnia, hipersomnia, gangguan jadwal tidur
• Parasomnia: peristiwa episodik abnormal selama tidur. Pada masa kanak ada
hubungan dengan perkembagan anak, pada orang dewasa berupa 
somnabulisme, night terror, nightmare
F51.3 Somnambulisme (Sleepwalking)
• Somnambulisme adalah gangguan tidur sambil berjalan, yang
merupakan gangguan perilaku yang terjadi dalam tahap mimpi
dari tidur.

• Penyebab
a) Kurang tidur (sleep deprivation)
b) Jadwal tidur yang tidak teratur/kacau (chaotic sleep
schedules)
c) Demam (fever)
d) Stres atau tekanan (stress)
e) Kekurangan (deficiency) magnesium
f) Intoksikasi obat atau zat kimia
F51.4 Teror tidur (night terrors)
• Night terror adalah suatu kondisi terbangun dari sepertiga awal tidur malam, biasanya diikuti dengan
teriakan dan tampakan gejala cemas yang berlebihan, berlangsung selama 1 – 10 menit.
• Gejala
Dalam episode yang khas, ypenderita akan terduduk di tempat tidur dengan kecemasan yang sangat dan
tampakan agitasi serta gerakan motorik perseverativ (seperti menarik selimut), ekspresi ketakutan, pupil
dilatasi, keringat yang berlebihan, merinding, nafas dan detak jantung ang cepat.
• Kriteria DSM-IV untuk Night Terror :
• Episode berulang dari bangun secara tiba-tiba dari tidur, biasanya berlangsung pada sepertiga awal tidur dan dimulai dengan
teriakan yang panik.
• Ketakutan yang sangat dan tanda-tanda sistem autonomik yang meningkat seperti takikardi, bernafas dengan cepat, dan
keringat dalam setiap episode.
• Tidak responsif secara relatif terhadap dukungan orang sekitar untuk menenangkan disaat episode.
• Tidak dijumpainya mimpi yang dapat diingat dan timbulnya amnesia terhadap episode.
• Episode-episode serangan dapat menyebabkan distress tang tampak secara klinis dan ketidak seimbangan dalam lingkungan,
pekerjaan dan dalam aspek lain.
• Gangguan tidak disebabkan oleh efek psikologis suatu zat secara langsung (seperti penyalahgunaan zat atau untuk medikasi)
ataupun dalam suatu kondisi medis umum.
F51.5 Mimpi buruk (nightmare)
• Gangguan ini terdiri dari terjaga dari tidur yang berulang dengan ingatan
terperinci yang hidup akan mimpi menakutkan.
• Gambaran klinis berikut adalah esensial untuk diagnosis secara pasti
terhadap mimpi buruk, yaitu:
• Terbangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan dengan mimpi yang
menakutkan yang dapat diingat kembali secara terperinci dan jelas (vivid),
• Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan, individu segera sadar dan mampu
mengenali lingkungannya.
• Pengalaman mimpi itu dan akibat dari tidur yang terganggu, menyebabkan
penderitaan yang cukup berat bagi individu.
• Psikoterapi dan pengobatan perilaku merupakan metode pengobatan
paling efektif.
Soal no 97
• Tn. Budiana Sulaiman, 43 tahun, datang bersama keluarganya dengan
keluhan hilang ingatan. Sebelumnya pria tersebut adalah guru
olahraga di sebuah sekolah. Lalu, selama 3 bulan menghilang dan saat
ditemukan pasien bekerja di tempat lain dengan identitas yang
berbeda. Pasien mengatakan sama sekali tidak ingat tentang hal
tersebut. Riwayat trauma kepala, penggunaan obat-obatan terlarang
disangkal. Diagnosisnya adalah…
a. Gangguan fugue disosiatif
b. Gangguan amnesia disosiatif
c. Kepribadian ganda
d. Derealisasi
e. Depersonalisasi

• Jawaban: A. Gangguan fugue disosiatif


97. Gangguan Disosiatif
PPDGJ III
• Kehilangan sebagian atau seluruh dari integrasi normal (di
bawah kendali kesadaran) dari hal-hal berikut:
• Ingatan masa lalu
• Awareness of identity and immediate sensations
• Kontrol gerakan tubuh

• Klasifikasi:
• Amnesia disosiatif
• Fugue disosiatif
• Stupor disosiatif
• Gangguan trans dan kesurupan
• Gangguan motorik disosiatif
• Konvulsi disosiatif
• Anestesia dan kehilangan sensorik disosiatif
• Gangguan disosiatif campuran
• Gangguan disosiatif lainnya: sindrom Ganser, kepribadian ganda, YDT
Amnesia disosiatif
• Hilangnya daya ingat biasanya tentang hal penting yang baru
terjadi, tanpa gangguan mental organik
• Membedakan dengan malingering amnesia buatan
biasanya tentang problem yang jelas (keuangan, proses
hukum, dll)

Fugue disosiatif
• Terdapat ciri-ciri amnesia disosiatif
• Melakukan perjalanan tertentu lebih dari yang umum
dilakukan sehari-hari

Stupor disosiatif
• Sangat berkurang/hilangnya gerakan-gerakan volunter dan
respon normal terhadap rangsangan luar
• Tidak ada gangguan fisik ataupun gangguan jiwa lain
Gangguan trans dan kesurupan
• Kehilangan sementara aspek penghayatan akan identitas diri dan kesadaran
terhadap lingkungan
• Individu berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib,
atau kekuatan lain
• Gangguan trans involunter dan bukan merupakan aktivitas biasa

Gangguan motorik disosiatif


• Ketidak mampuan untuk menggerakan seluruh atau sebagian dari anggota gerak

Konvulsi disosiatif
• Gerakan-gerakan seperti kejang, tanpa kehilangan kesadaran, sangat jarang disertai
lidah tergigit, luka serius karena terjatuh, dll. Tanpa kelainan organik.

Anestesia dan kehilangan sensorik disosiatif


• Anestesi batas tegas
• Kehilangan sensorik yang tidak mungkin disebabkan oleh kerusakan neurologis
• Penglihatangangguan visus atau tunnel vision. Tuli atau anosmia sangat jarang
Diagnosis Karakteristik
Depersonalisasi Merasa terlepas dari tubuh, pikiran, atau jiwanya. (merasa
dirinya bukan dirinya sendiri)
Derealisasi Merasa terlepas/tidak familiar dengan lingkungan sekitar
Amnesia disosiatif Ketidakmampuan mengingat informasi yang bersifat
autobiografi (tentang dirinya sendiri) yang tidak konsisten
Fugue disosiatif Jenis dari amnesia disosiatif disertai bepergian ke suatu
tempat. Jarang ditemukan pada amnesia disosiatif, tapi
sering ditemukan pada gangguan identitas disosiatif
Gangguan identitas (1) Adanya dua atau lebih kepribadian yang berbeda yang
disosiatif/kepribadian timbul secara bergantian
ganda (2) Episode amnesia yang berulang
Trans disosiatif Kehilangan sementara aspek penghayatan akan identitas
diri dan kesadaran terhdap lingkungannya; dalam
beberapa kejadian, individu tersebut berprilaku seakan-
akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib,
malaikat atau “kekuatan lain”
Soal no 98
• Sepasang suami istri membawa anaknya ke rumah sakit karena
diketahui menggunakan narkoba. Orangtua ingin pasien dapat
berhenti dan takut jika tiba-tiba pasien ditangkap oleh polisi karena
penggunaan zat terlarang tersebut. Pasien adalah seorang laki-laki
usia 21 tahun, sehari-hari diketahui pasien suka membangkang kata-
kata orangtua. Ciri kepribadian pasien ini adalah…
a. Antisosial
b. Histrionik
c. Paranoid
d. Skizofrenik
e. Narsistik

• Jawaban: A. Antisosial
98. GANGGUAN KEPRIBADIAN
Ciri Khas Masing-masing Gangguan Kepribadian

Gangguan Kepribadian Cluster A (ditandai dengan perilaku/ tindakan yang eksentrik):


• Paranoid: mudah curiga, sering berpikiran buruk
• Skizotipal: penampilan dan kepercayaan aneh/ magis
• Skizoid: introvert, suka menyendiri, afek terbatas

Gangguan Kepribadian Cluster B (orang yang cenderung emosional):


• Antisosial: suka melanggar peraturan, mudah marah
• Borderline/ ambang: moodnya tidak stabil, perilaku impulsive
• Histrionik: ‘drama-queen’
• Narsistik: hanya peduli diri sendiri, kurang empati

Gangguan Kepribadian Cluster C (orang yang cenderung mudah cemas):


• Avoidant/ cemas menghindar: hipersensitif terhadap pandangan negatif orang lain
• Dependen: tidak bisa mengambil keputusan sendiri, harus dirawat orang lain
• Anankastik: kaku, perfeksionis, sangat taat aturan
KULIT & KELAMIN,
MIKROBIOLOGI,
PARASITOLOGI
Soal no 99
• Nona Silvi, 26 tahun, datang ke klinik dengan keluhan muncul bercak
putih di sekitar bibir sejak 4 bulan yang lalu. Hal ini juga dirasakan
pasien timbul di tangan kanannya. Mulanya bercak kecil, namun
makin bertambah besar. Bercak putih tidak disertai rasa gatal maupun
sakit. Pada pemeriksaan kulit didapatkan reaksi Dopa menunjukkan
melanosit negatif pada daerah apigmentasi tetapi meningkat pada
tepi yang hiperpigmentasi. Kemungkinan diagnosis pada pasien
tersebut adalah…
a. Vitiligo
b. Ptiriasis versikolor
c. Tinea facialis
d. Dermatitis atopi
e. Pitiriasis alba

• Jawaban: A. Vitiligo
99. Leukoderma
• Bercak putih pada kulit akibat hilangnya sebagian/
seluruh pigmen kulit
• ETIOLOGI
– Kongenital
• Tuberous sclerosis, partial albinism, piebaldism dan Waardenburg syndrome
– Imunologis
• Vitiligo, halo mole
– Post inflamasi
• Luka bakar, dermatitis, psoriasis, cuteneous lupus erythematosus, lichen sclerosus
– Infeksi
• Ptiriasis versicolor, lichen planus, sifilis
– Obat
• EGFR inhibitor, injeksi steroid intralesi
– Okupasi/bahan kimia

http://www.dermnetnz.org/colour/leukoderma.html
Leukoderma: Vitiligo
• Definisi: Hipomelanosis idiopatik ditandai dengan makula putih
yang dapat meluasmengenai bagian tubuh yang memiliki
melanosit (kulit, rambut, mata)

• Etiologi
– Belum diketahui, diduga karena autoimun, neurohumoral, autositotoksik,
atau karena bahan kimiawi

• Gejala
– Makula berwarna putih (apigmentasi) berukuran mm-cm, bulat, lonjong,
berbatas tegas
– Bisa juga makula hipomelanotik (tidak putih sekali)
– Tepi lesi bisa meninggi, eritema dan gataldisebut inflamatoar

• Predileksi
– Area ekstensor tulang (jari, periorifisial sekitar mata, mulut dan hidung,
tibialis anterior, dan pergelangan tangan bagian fleksor)
– Lesi bilateral bisa simetris atau asimetris
– Area traumatik
Klasifikasi Vitiligo
• Secara umum ada 2 bentuk
1. Lokalisata
- Fokal: satu atau lebih makula pada satu area tetapi tidak
segmental
- Segmental: satu atau lebih makula pada satu area, dengan
distribusi menurut dermatom (co. satu tungkai)
- Mukosal: hanya pada mukosa
2. Generalisata (90% penderita yang generalisata lesinya bersifat
simetris)
- Akrofasial: depigmentasi hanya terjadi di bagian distal ekstremitas
dan mukastadium awal vitiligo generalisata
- Vulgaris: makula tanpa pola tertentu di banyak tempat
- Campuran: depigmentasi menyeluruh atau hampir di seluruh
tubuhvitiligo total
Vitiligo: Gambaran Klinis

http://www.dermnetnz.org/colour/vitiligo.html
Diagnosis
• Gejala dan temuan klinis: makula
apigmentasi/hipopigmentasi lupa? Baca lagi slide di atas
• Pemeriksaan histopatologi
- Pemeriksaan Hematoksilin Eosin (HE)  tidak ditemukan sel
melanosit
- Reaksi DOPAmelanosit negatif pada daerah apigmentasi,
tapi positif pada daerah hiperpigmentasi
• Pemeriksaan biokimia
- Histokimia pada kulit yang diinkubasi dengan dopa tidak
ada tirosinase, namun tirosin plasma dan kulit normal
Prinsip tatalaksana
• Usia di bawah 18 tahun:
- Topikal saja: losio metoksalen 1% diencerkan dalam spiritus dilutus dengan
perbandingna 1:10dioleskan di semua lesi
- Setelah didiamkan 15 menitdijemur dengan UV A selama 10 menit sampai
eritema
- Durasi jemur makin lama makin panjang tapi jangan sampai ada erosi, vesikel,
atau bula
• Usia di atas 18 tahun dan lokalisata
- Sama dengan pengobatan 18 tahun6 bulan tidak ada perubahan stop
• Usia di atas 18 tahun dan generalisata
- Terapi usia <18 tahun + kapsul metoksalen 2x10 mg (sekali telan, bukan dua kali
sehari)2 jam kemudian dijemur
• Alternatif:
- Kortikosteroid potensi kuat: betamethasone valerate 0,1% atau klobetasone
propionat 0,05%
- MBEH (Monobenzylether of Hydroquinon) 20%untuk vitiligo yang lebih dari
50% total luas kulit atau gagal dengan psoralen
Soal no 100
• Tuan Bebeng, 40 tahun, datang ke poliklinik karena 1 bulan lalu
muncul benjolan bertangkai di penis. Ia merupakan seorang kurir
yang sering berhubungan intim dengan PSK. Pada pemeriksaan PA
tampak jaringan fibrovaskular dengan epitel oleh sel berlapis. Pada
pemeriksaan lab ditemukan koilositosis. Diagnosis pasien ini adalah...
a. Herpes Genital
b. Kondyloma acuminata
c. Sifilis
d. Infeksi HSV tipe I
e. Moluskum Kontagiosium

• Jawaban: B. Kondiloma akuminata


100. Kondiloma Akuminata
• Genital warts / “jengger ayam”
• Infeksi HPV  fibroepitelioma kulit
dan mukosa  berupa vegetasi
bertangkai dengan permukaan
berjonjot tersebar kosmopolit.
• Penularan kontak kulit
• Faktor risiko: Fluor albus, laki-laki
tidak disirkumsisi, higienitas kurang
• Predileksi:
• Laki-laki: perineum, sekitar anus,
sulkus koronarius, glans, OUR,
frenulum, korpus
• Perempuan: vulva, vagina, porsio uteri Ghadishah D. Condyloma acuminatum. Emedicine. 2018.
Menaldi SL, Bramono K. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. 2014.
Kondiloma Akuminata
Manifestasi KA
• Bentuk akuminata  daerah lipatan lembab,
vegetasi bertangkai dan papilomatosa
(berjonjot), awalnya kemerahan lalu kehitaman,
kutil bersatu seperti kembang kol
• Bentuk papul  daerah keratinisasi sempurna
(korpus penis, vulva lateral, perianal, perineum),
papul halus licin tersebar diskret
• Bentuk datar  makula atau tak tampak
kelainan, baru tampak dengan asam asetat atau
kolposkopi
• Keganasan:
• Giant condyloma Buschke-Lowenstein 
vegetasi besar
• Papulosis Bowenoid  likenoid warna coklat
kemerahan
Ghadishah D. Condyloma acuminatum. Emedicine. 2018.
Menaldi SL, Bramono K. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. 2014.
Kondiloma Akuminata
• Pemeriksaan:
• Tes asam asetat 5%  warna lesi acetowhite
• Kolposkopi
• Histopatologi  gambaran papilomatosis, akantosis, pemenjangan
dan penebalan rete ridges, parakeratosis, dan koisilositosis
• Tata Laksana:
• Kemoterapi:
• podofilin 25%  lesi permukaan verukosa, tidak boleh pada
hamil&menyusui serta lesi luas
• podofilotoksin 0,5%  tidak boleh pada hamil
• asam triklorasetat 80-90%  lesi genital eksterna, serviks, dan di dalam
anus, boleh hamil
• Krioterapi  lesi genital eksterna, vagina, serviks, meatus uretra,
dan di dalam anus
• Imunoterapi  krim imiquimod bila lesi luas dan resisten
• Pembedahan:
• Elektrokauterisasi  lesi anogenital, terutama ukuran besar
• Bedah skalpel  eksisi  lesi sangat besar sehingga menimbulkan
obstruksi atau tidak dapat dilakukan terapi lain
• Bedah laser CO2  lesi anogenital, vagina, serviks, lesi besar
Ghadishah D. Condyloma
acuminatum. Emedicine. 2018.
Kutil Anogenital. Perdoski.
2017.
Herpes Genital
• Infeksi virus herpes simpleks
tipe I atau II
• HSV tipe I  tidak ditularkan seksual  predileksi
pinggang ke atas (terutama hidung mulut)
• HSV tipe II  ditularkan seksual  predileksi
pinggang ke bawah (terutama genital)
• Infeksi primer  3 minggu dengan gejala sistemik
seperti demam, malaise, pembesaran KGB, diikuti lesi
kulit berupa vesikel berkelompok dengan dasar
eritematosa, gatal, panas, nyeri
• Tata Laksana  idoksuridin (lesi dini) + asiklovir
5x200mg
Albrecht MA. Genital herpes simplex virus. Uptodate 2018
Sifilis
• Infeksi sistemik Treponema pallidum
• Klasifikasi
• Kongenital
• Akuisata  Primer, Sekunder, Tersier
• Manifestasi:
• Sifilis Primer  genitalia eksterna (laki-laki: sulkus
koronarius, perempuan: labia, serviks)
• Papul lentikuler, erosi, ulkus durum (bulat, soliter, dasar jaringan
granulasi bersih dengan serum), dinding tak bergaung, teraba
keras, tanpa radang akut
• Indolen dan indurasi
• Disertai limfadenopati regio inguinalis

Hicks CB, Clement M. Syphilis. Uptodate. 2018.


Sifilis
Sifilis Sekunder  great imitator
• +/- gejala konstitusi
• Kulit:
• lesi polimorfik, tidak gatal
• Lesi eksudatif sangat menular  kondiloma lata
• Lesi kering kurang menular
• Tahap Dini  lesi kulit generalisata, simetris, cepat hilang
• Tahap Lanjut  lesi kulit regional, asimetris, lama hilang
• Bentuk: Roseola sifilitika, leukoderma sifilitikum, papuloskuamosa,
psoriaformis, kondiloma lata (papul-papul lentikuler datar dan
sebagian berkonfluensi pada daerah lipatan kulit lembab ex:
inguinal, skrotum, vulva, perianal, bawah payudara, antar jari
kaki), sifilis variselaformis

Hicks CB, Clement M. Syphilis. Uptodate. 2018.


Sifilis
• Mukosa: Enantema mulut & tenggorokan, mucous patch
• Rambut: alopesia difusa
• Kuku: inikia sifilitika
• Limfadenopati
• Mata: Uveitis, koroidoretinitis
• Hepatitis
• Sifilis tersier
• Kulit: Gumma  infiltrat soliter/multipel, asimetrik,
destruktif, kronis  nekrosis koagulatif
• Mukosa
• Tulang
• Hepar
• Kardiovaskular
• neurosifilis
Hicks CB, Clement M. Syphilis. Uptodate. 2018.
Tatalaksana Sifilis

Hicks CB, Clement M. Syphilis. Uptodate. 2018.


Tatalaksana Sifilis

Hicks CB, Clement M. Syphilis. Uptodate. 2018.


Tatalaksana Sifilis

Hicks CB, Clement M. Syphilis. Uptodate. 2018.


Soal no 101
• Tuan Boyke Bilbao, usia 20 tahun, mengeluh timbulnya bercak
keputihan pada punggung dan lengan tangan sejak 1 bulan yang lalu.
Keluhan bertambah gatal jika berkeringat. Status dermatologis:
hipopigmentasi transkus posterior, hipopigmentasi multiple numular
plakat dengan skuama halus. Pemeriksaan KOH hasilnya dibawah ini:

Tatalaksana yang tepat bagi pasien tersebut adalah...


a. Ketokonazole 1x1g dosis tunggal
b. Ketokonazole 1x200 mg 10 hari
c. Podofilin 25%
d. Asam triklorasetat 80%
e. Griseofulvin 1 gram

• Jawaban: B. Ketokonazole 1x200 mg 10 hari


101. Pitiriasis versikolor
• Penyakit jamur superfisial
yang kronik disebabkan
Malassezia furfur

• Gejala
– Bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai
coklat hitam, meliputi badan, ketiak, lipat paha, lengan,
tungkai atas, leher, muka, kulit kepala yang berambut
– Asimtomatik – gatal ringan, berfluoresensi

• Pemeriksaan
• Lampu Wood (kuning keemasan), KOH 20%
(hifa pendek, spora bulat:
meatball & spaghetti appearance)

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Tatalaksana Pitriasis Versikolor
PERDOSKI 2017
• Topikal
• Sampo ketokonazol 2% dioleskan pada daerah yang terinfeksi/seluruh badan, 5 menit sebelum
mandi, sekali/hari selama 3 hari berturut-turut.
• Sampo selenium sulfida 2,5% sekali/hari 15-20 menit selama 3 hari dan diulangi seminggu
kemudian. Terapi rumatan sekali setiap 3 bulan.
• Sampo zinc pyrithione 1% dioleskan di seluruh daerah yang terinfeksi/seluruh badan, 7-10
menit sebelum mandi, sekali/hari atau 3-4 kali seminggu.
• Khusus untuk daerah wajah dan genital digunakan vehikulum solutio atau golongan azol
topikal (krim mikonazol 2 kali/hari).
• Krim terbinafin 1% dioleskan pada daerah yang terinfeksi, 2 kali/hari selama 7 hari.
• Sistemik
Untuk lesi luas atau jika sulit disembuhkan dapat digunakan terapi sistemik
ketokonazol 200 mg/hari selama 10 hari.
• Alternatif:
• Itrakonazol 200 mg/hari selama 7 hari atau 100 mg/hari selama 2 minggu
• Flukonazol 400 mg dosis tunggal6,13,14 (B,1) atau 300 mg/minggu selama 2- 3 minggu.
Soal no 102
• Tuan Kuki, usia 23 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada area lipat
paha sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai adanya benjolan pada
daerah tersebut. Mulanya seperti ada luka pada kemaluan 3 minggu
yang lalu namun sembuh sendiri. Riwayat berhubungan dengan PSK 1
bulan lalu. Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal. Status lokalis
didapatkan adanya pembesaran kelenjar getah bening inguinal dan
terdapat nyeri tekan. Etiologi kasus tersebut adalah…
a. Candida albicans
b. Chlamydia trachomatis
c. Gardnerella vaginalis
d. Neisseria gonorrhea
e. Treponema pallidum

Jawaban: B. Chlamydia trachomatis


102. Limfogranuloma Venerum
• Etiologi: Chlamydia trachomatis serovar L1,L2,L3
intraselular obligat

• Papul & ulkus genital self-limited, yang diikuti oleh


limfadenopati inguinal dan/ femoral yang nyeri
• Tahap pertama: papul/pustul genital yang tidak nyeri dan cepat
sembuh, sulit dibedakan dengan sifilis  periksa secara serologis
• Tahap kedua: limfadenopati inguinal yang nyeri muncul setelah
2-6 minggu dari tahap pertama  bubo (dapat pecah), groove
sign (pada pria)
• Tahap ketiga: proktokolitis, sindrom genitoanorektal (sering
pada wanita atau gay)
Limfogranuloma Venerum
Diagnosis
• Klinis
• Tes serologis  sulit untuk mengkultur organisme
• Tes Frei
Currently, the Frei intradermal test is only of historical interest. The
Frei test would become positive 2-8 weeks after infection.
Unfortunately, the Frei antigen is common to all chlamydial species
and is not specific to LGV. Commercial manufacturing of Frei
antigen was discontinued in 1974.
• Complement fixation (CF)
• The microimmunofluorescence test
• Gambaran badan inklusi
• Definitive diagnosis may be made by aspiration of
the bubo and growth of the aspirated material in
cell culture. C trachomatis can be cultured in as
many as 30% of cases.

• Tatalaksana
• DOC CDC 2015: Doksisiklin 100 mg PO 2x/hari selama
21 hari atau
• Eritromisin 500 mg PO 4x/hari selama 21 hari

http://emedicine.medscape.com/article/220869-treatment
Soal no 103
• Nona Pannus, usia 16 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan
berupa muncul jerawat wajah sejak 1 minggu lalu. Keluhan disertai
gatal di sekitar lokasi jerawat. Pemeriksaan fisik umum dalam batas
normal. Pada status lokalis didapatkan gambaran black comedos >10
per sisi, white comedos >20 per sisi, papul >15 per sisi, pustul dan
nodul (+). Diagnosis pasien ini adalah...
a. Acne vulgaris tipe komedonal
b. Acne vulgaris tipe papulopustular derajat ringan
c. Acne vulgaris tipe papulopustular derajat sedang
d. Acne vulgaris tipe papulopustular derajat berat
e. Acne konglobata

Jawaban: C. Acne vulgaris tipe papulopustular derajat sedang


103. Akne Vulgaris
Definisi Manifestasi klinis
•Peradangan kronik folikel
pilosebasea. Predileksi
• Muka, bahu, dada atas,
Lesi Akne Vulgaris dapat berupa punggung atas
• Comedo :
closed (‘whiteheads’)
Erupsi kulit polimorfik
open (‘blackheads’).
• Tak beradang : komedo putih,
• Papules
komedo hitam, papul
• Pustules
• Nodules • Beradang : pustul, nodus, kista
• Cysts beradang
• Scars

Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Manifestasi Klinis

Acne Vulgaris derajat ringan Acne Vulgaris derajat sedang Acne Vulgaris derajat berat
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
Klasifikasi
Klasifikasi Lehmann (2002) Ringan Sedang Berat
Comedo < 20 20-100 > 100
or or or
Papul/pustul < 15 15-50 > 50

or or or

Nodul/kista >5

or or or

Total < 30 30-125 > 125

Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Tatalaksana (PERDOSKI 2017)

Derajat ringan
• Hanya obat topikal tanpa obat oral.
• Lini 1: asam retinoat 0,01-0,1% atau benzoil peroksida atau
kombinasi.
• Ibu hamil atau menyusui: benzoil peroksida
• Lini 2: asam azelaik 20%
• Lini 3: asam retinoat + benzoil peroksida atau asam retinoat +
antibiotik topikal
• Evaluasi: setiap 6-8 minggu
Tatalaksana (PERDOSKI 2017)
Derajat sedang
• Obat topikal dan oral.
• Lini 1:
 Topikal: asam retinoat + benzoil peroksida atau bila perlu antibiotik.
 Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida.
 Oral: doksisiklin 50-100 mg
 Ibu hamil atau menyusui eritromisin 500-1000 mg/hari
• Lini 2/3:
 Topikal: asam azelaik, asam salisilat (AS) atau kortikosteroid intralesi (KIL),
dapson gel
 Oral: antibiotik lainnya
 Ibu hamil/menyusui eritromisin 500-1000 mg/hari

• Evaluasi setiap 6-8 minggu


• Tambah kombinasi oral kontrasepsi atau spironolakton (untuk
perempuan) atau oral isotretinoin
Tatalaksana (PERDOSKI 2017)
Derajat berat
 Oral pada Laki-laki: isotretinoin oral
• Lini 1: (Isotret O) 0,5-1 mg/kgBB/hari
Topikal: antibiotik.  Oral utk Ibu hamil: eritromisin 500-
Topikal pd Ibu hamil/menyusui tetap 1000 mg/hari
benzoil peroksida • Lini 3:
Oral : azitromisin pulse dose (hari  Topikal: asam azelaik, asam salisilat,
pertama 500 mg dilanjutkan hari ke 2-4 kortikosteroid intralesi.
250 mg
 Ibu hamil/menyusui tetap benzoil
Ibu hamil: eritromisin 500-1000 peroksida.
mg/hari
 Oral utk Wanita: isotretinoin oral
• Lini 2:
 Oral utk Ibu hamil/menyusui:
 Topikal: asam azelaik, asam salisilat, eritromisin 500-1000 mg/hari
kortikosteroid intralesi
 Pemberian asam azelaik dan
 Topikal utk Ibu hamil/menyusui tetap Isotretinoin oral harus mengikuti
benzoil peroksida standar operasional prosedur (SOP)
 Oral pada Wanita: anti androgen masing-masing
Soal no 104
• Ibu Klio, usia 30 tahun, datang ke klinik dokter karena merasakan
gatal di punggungnya sejak 2 minggu lalu. Keluhan di punggungnya itu
juga disertai penampakan kulit yang kemerahan. Keluhan terutama
dirasakan semakin memberat ketika aktivitas yang menyebabkan
tubuhnya berkeringat. Pada pemeriksaan didapatkan lesi plak eritema
berbatas tegas, ukuran plakat, kemerahan di tepi luka dengan
skuama. Apakah diagnosis yang paling tepat pada kasus di atas?
a. Tinea korporis
b. Dermatitis Kontak Iritan
c. Dermatitis Kontak alergi
d. Impetigo krustosa
e. Folikulitis akut

Jawaban: A. Tinea korporis


104. MIKOSIS
Superficialis Inter- Profunda
Non
mediate
Dermatofitosis Subcutis Sistemik
Dermatofitosis

Tinea capitis Pitiriasis versikolor Kandidiasis Misetoma Aktinomikosis


Tinea barbae Piedra hitam Aspergillosis Kromomikosis Nokardiosis
Tinea corporis Piedra putih Sporotrikosis Histoplasmosis
( T. imbrikata & T. Tinea nigra Fikomikosis - Kriptokokosis
favosa ) palmaris subkutan Koksidioidomikosis
Tinea manum Otomikosis Rinosporodiosis Blastomikosis
Tinea pedis Fikomikosis -sistemik
Tinea kruris
Tinea unguium
M I KO S I S
PARAMETER TINEA PTYRIASIS VERSIKOLOR CANDIDIASIS

Mikroorganisme Trycophyton Sp., Epidermophyton Sp., Microsporum Sp. Malasezzia furfur Candida albicans
• Kulit (kutis)
• Lipatan kulit
Badan (T. Daerah sering terkena (intertriginosa)
Lokasi lesi Kepala (T. Kapitis) Kaki (T. Pedis)
Korporis) keringat • Perianal (Diaper’s Rash)
• Vulvovagina
• Mukosa oral
• Interdigitalis
• Gray patch • Terutama sela jari IV-
• Gatal (ektothrix) V • Kandidosis mukosa
• Lesi multipel
• Batas tegas • Black dot • Skuama, fisur, • Kandidosis kutis
• Batas tegas
• Polisiklik (endothrix) maserasi • Kandidosis sistemik
Bentuk lesi • Hipopigmentasi
• Pinggir aktif • Kerion (Bengkak, • Gatal menahun  • Reaksi id (kandidid)
sampai dengan
• Central pus + dari folikel, tidak gatal • Maserasi (+)
hiperpigmentasi
healing seperti sarang • Kronik
lebah) • Papuloskuamosa
• Hiperkeratotik
Meatball and spaghetti
Pemeriksaan KOH Hifa sejati dan arthrospora (hifa pendek dan spora Pseudohifa dan blastospora
bulat)
Lampu Wood Kuning kehijauan Kuning keemasan Fluoresensi (-)

Topical and/or systemic • Topikal :


• Hindari faktor penyebab
Topikal: salep 2-4, whitfield, azole topikal Ketokonazole salep
• Antifungal (Gentian violet,
Penatalaksanaan Sistemik: Terbinafin, Griseofulvin, golongan azole: ketoconazole, • Sistemik:
Amfoterisin, Nistatin, Grup
itraconazole Ketokonazole 1 x 200
–azole)
Sistemik : Bila topikal gagal, lesi berulang atau kronik mg 7-10 hari
Tinea Korporis
• Penyebab tersering: T. rubrum.
• Gejala : ruam yang gatal di badan,
ekstremitas atau wajah.
• Pemeriksaan fisik :
Mengenai kulit berambut halus
Keluhan gatal terutama bila
berkeringat
Klinis tampak lesi berbatas tegas,
polisiklik, tepi aktif karena tanda
radang lebih jelas, dan polimorfi yang
terdiri atas eritema, skuama, dan
kadang papul dan vesikel di tepi,
normal di tengah (central healing)
PPK Perdoski 2017
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit atau kuku menggunakan
mikroskop dan KOH 20%: tampak hifa panjang dan atau artrospora.
• Pengambilan spesimen pada tinea kapitis dapat dilakukan dengan:
- Mencabut rambut.
- Menggunakan skalpel untuk mengambil rambut dan skuama.
- Menggunakan swab (untuk kerion) atau menggunakan cytobrush.
- Pengambilan sampel terbaik di bagian tepi lesi.
• Kultur terbaik dengan agar Sabouraud plus
• Lampu Wood hanya berfluoresensi pada tinea kapitis yang disebabkan
oleh Microsposrum spp. (kecuali M.gypsium).
• rambut dicabut, ditambahkan larutan KOH 10-20% dan dievaluasi
dengan mikroskop:
• Ektotriks: arthroconidia kecil/besar membentuk lapisan di sekitar batang
rambut, atau
• Endotriks: arthroconidia di dalam batang rambut.
PPK Perdoski 2017
Drug of Choice Dermatofita
DERMATOFITA DOC
Tinea Kapitis • Perlu terapi sistemik untuk mencapai folikel rambut
• Griseofulvin: DOC untuk spesies Microsporum maupun
Trichophyton
• Terbinafin: DOC untuk spesies Trichophyton
• Griseofulvin merupakan DOC jika spesies penyebab tinea kapitis
tidak jelas
Tinea manum, • Terapi utama adalah topikal: topikal azole/ terbinafine
Tinea pedis • DOC sistemik: Terbinafin, itrakonazol, flukonazol
• Griseovulfin kurang efektif dan butuh waktu yang lebih panjang
Tinea barbae • Butuh terapi sistemik untuk mencapai folikel rambut
• DOC: griseovulfin/ Terbinafin selama 2-4 minggu; alternatif:
itrakonazol, flukonazol
Tinea facialis, Tinea • Mengenai struktur kulit superfisial  terapi topikal adalah yg
korporis, tinea utama
kruris • DOC sistemik: terbinafin; alternatif griseofulvin/ketoconazole/
itrakonazole
Tinea Unguium • Oral lebih baik dibanding topikal
Tatalaksana Tinea Korporis dan Kruris (PERDOSKI 2017)
• Topikal:
 Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin)
sekali sehari selama 1-2 minggu.
• Alternatif:
 Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol,
klotrimazol 2 kali sehari selama 4-6 minggu.

• Sistemik  Diberikan bila lesi kronik, luas, atau sesuai indikasi.


Obat pilihan:
 Terbinafin oral 1x250 mg/hari (hingga klinis membaik dan
hasil pemeriksaan laboratorium negatif) selama 2 minggu.
• Alternatif: (urutan berdasarkan prioritas)
1. Griseofulvin oral 500 mg/hari atau 10-25 mg/kgBB/hari
selama 2-4 minggu.
2. Ketokonazol 200 mg/hari
3. Itrakonazol 2x100 mg/hari selama 2 minggu.
PPK Perdoski 2017
Soal no 105
• Tuan Ultra, usia 41 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan
muncul sebuah bercak putih berbatas tegas di lengan kiri dan terasa
baal sejak 3 bulan. Pasien juga mengatakan pada bercak tampak
kering dan bersisik. Keluhan mulanya hanya berupa bercak kecil,
namun dirasakan semakin membesar sehingga membuat pasien
menjadi khawatir karena rasa baal semakin nyata. Pada pemeriksaan
fisik tidak ditemukan penebalan saraf tepi. Diagnosis pasien ini
adalah…
a. Lepra PB
b. Lepra MB
c. Reaksi Lepra 1
d. Reaksi Lepra 2
e. Intermediette

Jawaban: A. Lepra PB
105. Morbus Hansen
• Etiologi: Mycobacterium leprae

• Pemeriksaan fisik:
- Sensibilitas kulit: hypoesthesia
- Pemeriksaan saraf tepi: penebalan N.
fascialis, N. auricularis magnus, N.
radialis, N. medianus, N. peroneus
communis, N. ulnaris, N. tibialis
posterior
- Foot drop atau clawed hands
- Wasting dan kelemahan otot
- Ulserasi yang tidak nyeri pada tungkai
atas atau bawah
- Lagophtalmus, iridocyclitis, ulserasi
kornea, dan/atau katarak sekunder
akibat kerusakan saraf atau invasi bakteri
secara langsung, bahkan hingga Claw hands
amputasi
Pemeriksaan penunjang
Histopatologi

• Histiosit: makrofag di kulit, sel virchow/sel lepra/foamy cell


• Granuloma: akumulasi makrofag dan derivatnya

Bakteriologi

• Pemeriksaan BTA dari kerokan kulit


atau sekret mukosa hidung
• Lokasi pengambilan: cuping telinga
kiri dan kanan, dan bercak paling aktif

Imunologi
• Immunoglobulin: IgM dan IgG
• Lepromin skin test
Klasifikasi Kusta tipe MB berdasarkan Jopling
Sifat Lepromatosa (LL) Borderline Lepromatosa (BL) Mid Borderline (BB)
Lesi
Bentuk Makula Makula Plakat
Infiltrat difus Plakat Dome shape (kubah)
Papul Papul Punched out
Nodul
Jumlah Tidak terhitung, tidak Sukar dihitung, masih ada Dapat dihitung, kulit sehat
ada kulit sehat kulit sehat jelas masih ada
Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris
Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar, agak berkilat
Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas
Anestesia Tidak jelas Tidak jelas Jelas
BTA
Lesi kulit Banyak (ada globus) Banyak Agak banyak
Sekret hidung Banyak (ada globus) Biasanya negatif Negatif
Tes lepromin Negatif Negatif Negative
Klasifikasi Kusta tipe PB berdasarkan Jopling
Sifat Tuberculoid (TT) Borderline Tuberculoid (BT) Intermediate (I)
Lesi
Bentuk Makula dibatasi Makula dibatasi infiltrat atau Hanya infiltrat
infiltrat infiltrat saja
Jumlah Satu atau beberapa Beberapa atau satu dengan lesi Satu atau beberapa
satelit
Distribusi Terlokalisir dan Asimetris Bervariasi
asimetris
Permukaan Kering, berskuama Kering, skuama Fapat halus agak
berkilat
Batas Jelas Jelas Bisa jelas/tidak jelas
Anestesia Jelas Jelas Tidak ada sampai
tidak jelas
BTA
Lesi kulit Hampir selalu Negatif atau hanya 1+ Negatif
negatif
Tes lepromin Positif kuat (3+) Positif lemah Dapat positif lemah
Tipe Kusta Menurut WHO
Flowchart of Diagnosis & Classification
Pengobatan Kusta
Reaksi Kusta
• Interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit
yang sebenarnya sangat kronik

• Dapat menyebabkan kerusakan syaraf tepi terutama


gangguan fungsi sensorik (anestesi) sehingga dapat
menimbulkan kecacatan pada pasien kusta

• Reaksi kusta dapat terjadi sebelum mendapat


pengobatan, pada saat pengobatan, maupun sesudah
pengobatan  paling sering terjadi pada 6 bulan
sampai satu tahun sesudah dimulainya pengobatan.
Morbus Hansen
ISTILAH LESI
• Pada tipe MB (BL,LL)
Eritema nodosum • Nodus eritema dan nyeri
leprosum (reaksi • Predileksi : lengan dan tungkai
kusta tipe 2) • Tidak terjadi perubahan tipe
• Hipersensitivitas tipe 3
• Pada tipe borderline (Li,BL,BB,BT,Ti)
Reaksi • Terjadi perubahan tipe
reversal/borderline/ • Lesi menjadi lebih aktif/timbul lesi baru
upgrading (reaksi • Peradangan pada saraf dan kulit
kusta tipe 1) • Pada pengobatan 6 bulan pertama
• Hipersensitivitas tipe 4
• Reaksi kusta yang sangat berat
• Pada tipe lepromatosa non-nodular difus
Fenomena lucio • Plak/infiltrat difus, merah muda, bentuk tidak teratur, nyeri
(+). Jika lebih berat dapat disertai purpura dan bula
• Dimulai dari ekstremitas lalu menyebar ke seluruh tubuh
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 82-83
Morbus Hansen: Istilah
Reaksi Deskripsi

Pure neuritis leprosy Jenis lepra yang gejalanya berupa neuritis saja

Bentuk stabil dari lepra, lesi minimal, gejala lebih


Lepra Tuberkuloid ringan. Tipe yg termasuk TT (Tuberkuloid polar), Ti (
Tuberkuloid indenfinite), BT (Borderline Tuberkuloid)

Lesi bertambah aktif (timbul lesi baru, lesi lama


Reaksi Reversal menjadi kemerahan), +/- gejala neuritis. Umum pada
tipe PB

Eritema Nodusum Nodul Eritema, nyeri, tempat predileksi lengan dan


Leprosum tungkai, Umum pada MB
Reaksi berat, eritematous, purpura, bula, nekrosis
Fenomena Lucio serta ulserasi yg nyeri
Faktor Pencetus Reaksi Kusta

Buku Panduan Praktik Klinis. IDI


Perbedaan Reaksi Kusta 1 dan 2

Buku Panduan Praktik Klinis. IDI


E.N.L

Lucio’s phenomenone
Reversal reaction of leprosy
Soal no 106
• Tuan Beta, usia 47 tahun, datang ke poliklinik karena kulit yang
semakin tebal berwarna kehitaman di daerah tengkuk sejak 1 tahun
lalu. Pasien juga mengeluhkan rasa gatal yang akhirnya membuat ia
sering menggaruk bagian tersebut. Saat pemeriksaan, didapatkan
gambaran berupa plak erimatosa dengan likenifikasi dan skuama
halus kekuningan. Diagnosis pasien tersebut adalah…
a. Morbus Hansen
b. Neurodermatitis
c. Liken Simpleks Akut
d. Dermatofitosis
e. Psoriasis

Jawaban: B. Neurodermatitis
106. Liken Simpleks Kronikus
• Nama lain: Liken Vidal atau neurodermatitis
sirkumskripta
• Penebalan kulit akibat gesekan atau garukan berulang
• Gatal (dengan atau tanpa penyebab patologis kulit) 
garukan berulang  trauma mekanis  likenifikasi
• Daerah
• Kulit kepala, belakang leher, tungkai atas atau bawah, vulva
dan skrotum

• Etiologi
• Rangsangan pruritogenik dari alergi atau stress
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI
Gambaran klinis

Plak eritematosa, skuama, dengan likenifikasi

Tatalaksana
• Menghindari menggaruk lesi
• Antipruritus: antihistamin H1 generasi 1 efek sedatif agar
mengurangi sifat menggaruk
• Kortikosteroid potensi kuat
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI
Soal no 107
• Anak Gerber, usia 5 bulan, oleh ibunya dibawa ke Puskesmas karena
anak tersebut memiliki kulit yang kering dan pecah-pecah. Ibunya
menyangka bahwa kulitnya itu hanya karena efek cuaca kemarau yang
kini tengah berkepanjangan, sehingga 2 bulan terakhir ini hanya
diberikan lotion pelembut kulit. Keluhan sempat tampak membaik,
namun kembali tampak jelas beberapa minggu terakhir ini sehingga
orang tuanya menjadi khawatir. Keluhan muncul sejak bayi berusia 3
bulan, kini kulitnya pecah-pecah yang sisinya lepas berbentuk
heksagonal. Diagnosis pasien tersebut adalah…
a. Dermatitis atopi
b. Xerosis kutis
c. Dermatitis seboroik
d. Iktiosis vulgaris
e. Psoriasis vulgaris

• Jawaban: D. Iktiosis vulgaris


107. Iktiosis Vulgaris
Definisi
• Gangguan pembentukan keratin sehingga sekresi keringat
dan sebum berkurang
JENIS
• Iktiosis vulgaris
– Kelainan genetik pada kulit yang diturunkan
sebagai autosom dominan
– sering disertai dengan ekzema atopik
– Mild skin scaling and dryness

• Jenis x-linked recessive


– hanya menyerang pria
– Secara klinik berbeda dari jenis yang lain, timbul
segera setelah lahir
– mengenal semua bagian tubuh
– sisik besar dan gelap
Iktiosis: Jenis
• Xeroderma
– bentuk ringan iktiosis
– tidak bersifat kongenital
– terjadi pada penderita usia pertengahan atau lebih
tua

• Iktiosis terdapat pada sindrom Refsum (ataksia


herediter dengan polincuritis dan tuli) dan
sindrom Sjogren-Larssen (defisiensi mental
herediter dan paralisis spastik)
– Kedua sindrom tersebut autosom-resesif

• Iktiosis yang didapat


– pada lepra, bipotiroid, limfoma, sarkoidosis dan
penyakit Hodgkin

• Iktiosis lamelar (autosom resesif)


– dijumpai pada neonatus yang terlihat seperti
terbungkus kertas perkamen
– Bentuk berat dari tipe ini adalah iktiosis harlequin
Iktiosis: Jenis
• Iktiosis Harlequin
• Merupakan bentuk terberat dari iktiosis autosomal resesif.
• Temuan klinisnya berupa mengerasnya kulit dan keratin
menjadi sangat tebal.
• Neonatus akan tampak seperti memiliki cangkang yang massif
dan terdapat kontraksi abnormal dari mata, mulut, dan telinga.

• Congenital ichthyosiform erythroderma


• Characterized by red skin and fine scales
Iktiosis: Jenis
• Hiperkeratosis epidermoli
• mempunyai vesikel superfisial dan bersisik dengan erosi
• penyakit autosom dominan
• Sisik tebal, seringkali tajam/spiny, kulit mudah lecet saat
trauma
• Localized ichthyosis
• Characterized by thick or scaly skin that is localized to
particular regions such as the palms of the hands and soles of
the feet
• Iktiosis kongenital bulosa/Epidermolytic Icthyosis
• Merupakan bentuk iktiosis kongenital yang diturunkan secara
autosomal dominan
• Temuan klinisnya berupa eritroderma, blister, dan erosi yang
disertai dengan hiperkeratosis progresif
Iktiosis Vulgaris
• Tersering muncul pada usia 2 bulan (sebelum 5 tahun)

• Dermatitis atopik: muncul pada 50% penderita

• Dapat akibat keturunan atau didapat


• Keturunan: mutasi pada gen filaggrin (FLG)  kegagalan sel kulit
untuk mempertahankan kelembaban  hiperkeratosis debagai
kompensasi kerusakan sel penumpukan sel kulit mati  sisik

• Jenis Iktiosis tersering (95%)

• Permukaan ekstensor anggota gerak tertutup sisik yang


kering; lipat ketiak dan siku biasanya tidak terkena
http://www.dermnetnz.org/topics/ichthyosis-vulgaris/
Iktiosis Vulgaris: Tanda dan Gejala
• Gejala yang timbul
• Kulit kering
• Kulit bersisik
• Gatal
• Perubahan warna kulit
• Kulit retak yang terasa nyeri pada telapak
tangan dan kaki

• Symmetrical scaling of the skin, which


varies from barely visible roughness and
dryness to strong horny plates
• Scales are small, fine, irregular, and
polygonal in shape, often curling up at the
edges to give the skin a rough feel. Scales
vary in size from 1 mm to 1 cm in diameter
and range from white to dirty gray to
brown
Iktiosis Vulgaris vs X-Linked Ichthyosis
Iktiosis Vulgaris: Terapi

• Paliatif: Krim pelunak (lanolin, petrolatum)


• Pengobatan harus dilakukan setelah hidrasi dengan larutan propyrene glycol
60%
• Terapi oklusif
• Menggunakan pelembab pada kulit lembab (< 3 menit setelah mandi)
• Oklusi menggunakan cling wrap selama 1-2 jam

http://www.dermnetnz.org/topics/ichthyosis-vulgaris/
Soal no 108
• Nyonya Megan, perempuan, usia 40 tahun, datang ke Puskesmas
karena muncul benjolan di ketiak kiri yang disertai nyeri hilang timbul
sejak 7 bulan lalu. Pada pemeriksaan fisik, tampak beberapa benjolan
yang nyeri bila diraba dengan gambaran nodul multipel eritema.
Nodul mempunyai sinus dan mengandung pus pada aksila kiri.
Kemungkinan diagnosis pada pasien tersebut adalah…
a. Erisipelas
b. Hidradenitis supuratif
c. Ektima
d. Selulitis
e. Sifilis

Jawaban: B. Hidradenitis supuratif


108. Hidradenitis suppurativa
• Infeksi kelenjar apokrin

• Etiologi : Staphylococcus aureus


• Didahului oleh trauma, ex: keringat
berlebih, pemakaian deodorant, dll

• Gejala konstitusi : demam, malaise

• Ruam berupa nodus dan tanda


inflamasi (+) lalu melunak menjadi
abses, pecah membentuk fistel dan
sinus yang multiple

• Lokasi: ketiak, perineum


• Lab: leukositosis

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 61-62
Tatalaksana Hidradenitis suppurativa
• Antibiotik Sistemik: minimal selama 7
hari
• Lini pertama:
• Kloksasilin/dikloksasilin: dewasa 4x250-
500 mg/hari per oral; anak-anak 25-50
mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis
• Amoksisilin dan asam klavulanat:
dewasa 3x250-500 mg/hari; anak-anak
25 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis
• Sefaleksin: 25-50 mg/kgBB/hari terbagi
dalam 4 dosis.
• Lini kedua:
• Azitromisin 1x500 mg/hari (hari 1),
dilanjutkan 1x250 mg (hari 2-5)
• Klindamisin 15 mg/kgBB/hari terbagi 3
dosis.
• Eritromisin: dewasa 4x250-500 mg/hari;
anak-anak 20-50 mg/kgBB/hari terbagi
4 dosis. (A,2)
PERDOSKI 2017
Soal no 109
• Tuan Sarman, laki-laki, 33 tahun, dibawa oleh keluarganya ke IGD
karena tiba-tiba muncul lepuh pada kulit di tubuhnya sejak 2 hari.
Keluhan mulanya hanya di beberapa bagian tubuhnya, namun kini
sudah tampak lebih banyak dan dirasakan nyeri. Sebelumnya keluhan
hanya tampak seperti melepuh biasa, namun kulit tampak semakin
kemerahan dan mulai timbul luka. Pada pemeriksaan fisik tampak
macula eritema, bula, dan erosi di seluruh punggung, dada,
ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Kemungkinan diagnosis
tersebut adalah…
a. Steven Jonson Syndrom
b. Fixed Drug eruption
c. Nekrolisis Epidermal Toksik
d. Dermatitis Kontak
e. Dermatitis Atopi

Jawaban: C. Nekrolisis Epidermal Toksik


109. Erupsi Obat Alergi: Klasifikasi
• EOA ringan
• EOAberat
• Urtikaria dengan atau
tanpa angioedema • Pustular eksantema generalisata
akut (PEGA)
• Erupsi eksantematosa
• Eritroderma
• Dermatitis
medikamentosa • Sindrom Stevens-Johnson (SSJ)
• Erupsi purpurik • Nekrolisis epidermal toksik (NET)
atau sindrom Lyell
• Eksantema fikstum (fixed
drug eruption/FDE) • Drug Reaction with Eosinophilia
and Systemic Symptoms (DRESS)
• Eritema nodosum
• Eritema multiforme
• Lupus eritematosus
• Erupsi likenoid
PPK PERDOSKI 2017
SSJ & NET
• Sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium, dan mata
dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat
• Penyebab: alergi obat (>50%), infeksi, vaksinasi, graft vs host disease,
neoplasma, radiasi
• Reaksi hipersensitivitas tipe 4
• Trias kelainan
• Kelainan kulit: eritema, vesikel, bula
• Kelainan mukosa orifisium: vesikel/bula/pseudomembran pada mukosa
mulut (100%), genitalia (50%). Berkembang menjadi krusta kehitaman
• Kelainan mata: konjungtivitis
• Komplikasi: bronkopneumonia, gangguan elektrolit, syok

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2010.
SSJ vs TEN
Clinical Features that Distinguish SJS, SJS-TEN Overlap, and
TEN
Clinical SJS SJS-TEN TEN
entitiy overlap
Primary lesions • Dusky red • Dusky red • Poorly
lesion lesions delineated
• Flat • Flat atypical erythematous
atypical targets plaques
targets • Epidermal
detachment
• Dusky red
lesions
• Flat atypical
targets
Distribution • Isolated • Isolated lesions • Isolated
lesions • Confluence (++) lesions (rare)
• Confluenc on face and • Confluence
e (+) on trunk (+++) on face,
face and trunk, and
trunk elsewhere

Mucosal Yes Yes Yes


involvement
Systemic Usually Always Always
Harr T, French LE. Toxice Epidermal Necrolysis and Steven-Johnson symptoms
Syndrome. Oprhanet Journal of Rare Disease. 2010.
Medications and the Risk of Epidermal Necrolysis
High Risk Lower Risk Doubtful Risk No Evidence of Risk
• Allopurinol • Acetic acid • Paracetamol • Paracetamol
• Sulfamethoxazole NSAIDs (e.g., (acetaminophen) (acetaminophen)
• Sulfadiazine diclofenac) • Pyrazolone • Pyrazolone
• Sulfapyridine • Aminopenicillins analgesics analgesics
• Sulfadoxine • Cephalosporins • Corticosteroids • Corticosteroids
• Sulfasalazine • Quinolones • Other NSAIDs • Other NSAIDs
• Carbamazepine • Cyclins (except aspirin) (except aspirin)
• Lamotrigine • Macrolide • Sertraline • Sertralin
• Phenobarbital
• Phenytoin
• Phenylbutazone
• Nevirapine
• Oxicam NSAIDs
• Thiacetazone

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
Manifestasi Klinis

A. Early eruption. Erythematous


dusky red macules (flat atypical
target lesions) that progressively
coalesce and show epidermal
detachment.

B. Early presentation with


vesicles and blisters, note the
dusky color of blister roofs,
strongly suggesting necrosis of
the epidermis.

C. Advanced eruption. Blisters


and epidermal detachment have
led to large confluent erosions.

D. Full-blown epidermal
necrolysis characterized by large
erosive areas reminiscent of
scalding.
Tatalaksana
• Sistemik:
• Topikal
- Kortikosteroid sistemik: deksametason intravena dengan dosis
• mencegah kulit terlepas setara prednisone
lebih banyak, infeksi  1-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ.
mikroorganisme, dan  3-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ-NET
mempercepat  4-6 mg/kgBB/hari untuk NET.
reepitelialisasi: - Analgesik
• Dapat diberikan • Pilihan lain:
pelembab berminyak - Intravenous immunoglobulin (IVIg) dosis tinggi dapat diberikan
seperti 50% gel segera setelah pasien didiagnosis NET dengan dosis 1
petroleum dengan 50% g/kgBB/hari selama 3 hari
cairan parafin. • Kombinasi IVIg dengan kortikosteroid sistemik dapat mempersingkat
waktu penyembuhan, tetapi tidak menurunkan angka mortalitas.
• Antibiotik sistemik sesuai indikasi

PPK Perdoski 2017


Tatalaksana

PPK Perdoski 2017


Soal no 110
• Nyonya Uya, perempuan usia 38 tahun, datang ke Poliklinik karena
mengeluh timbulnya bercak merah pada daerah ketiak. Pada
pemeriksaan didapatkan plak kemerahan dengan skuama halus di
lipatan aksila kiri. Pada pemeriksaan lampu Wood juga menunjukkan
warna merah bata. Obat yang dapat diberikan untuk tatalaksana
pasien tersebut adalah…
a. Sefiksim
b. Kanamisin
c. Eritromisin
d. Amoksisilin
e. Bedak salisilat

Jawaban:C. Eritromisin
110. Eritrasma
• Etiologi
• Corynebacterium minutissimum (coral red pada lampu Wood)

• Predileksi dan Faktor Risiko


• Pada daerah lipatan kulit, lipatan paha (pria) dan antar jari kaki
(wanita)
• Suhu lembab, keringat, DM, obesitas, higienitas buruk, usia tua,
imunokompromais

• Klasifikasi Berdasarkan Lokasi


• Eritrasma interdigitalis: Diantara jari kaki 3,4, dan 5
• Eritrasma intertriginosa: Di ketiak, selangkangan, bawah payudara,
umbilikus
• Eritrasma generalisata: Pada tubuh

https://www.dermnetnz.org/topics/erythrasma
Eritrasma
• Efloresensi
• Plak berwarna pink kemerahan dengan skuama halus
 berubah menjadi coklat dan bersisik

• Histopatologi Jaringan
• Hipergranulosis, dilatasi vaskular, dan infiltrat limfosit
perivaskular ringan

• Mikroskopik
• Bakteri batang dengan filamen (bersegmen) dan bentuk
coccoid

• Terapi
• Topikal
• Krim eritromisin, larutan klindamisin HCl, mikonazol, krim
asam fusidat, salep Whitfield
• Oral Antibiotik
• Eritromisin (DOC)
• Tetrasiklin

https://books.google.co.id/books?id=wrX8CAAAQBAJ&pg=PA376&lpg=PA376&dq=eritrasma+coccoid+filament&source=bl&ots=Z95YYYOG3y&sig=XXV_bB2zzXVXel4ikqQXBRYpbNA&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=eritrasma%20coccoid%20filament&f=false
https://www.dermnetnz.org/topics/erythromycin/
Pemeriksaan Lampu Wood
WARNA ETIOLOGI
Kuning Emas Tinea versicolor – M. furfur

Hijau Pucat Trichophyton schoenleini


Hijau Kekuningan Microsporum audouini or M.
(terang) Canis
Tosca - Biru Pseudomonas aeruginosa
Pink – Coral Porphyria Cutanea Tarda

Ash-Leaf-Shaped Tuberous Sclerosis


Putih Pucat Hypopigmentation
Coklat-Ungu Hyperpigmentation
Putih terang, Depigmentation, Vitiligo
Putih Kebiruan
Putih terang Albinism
Bluewhite Leprosy
Soal no 111
• Tuan Golden, laki-laki, usia 28 tahun, datang ke IGD dengan keluhan
demam mengigil sejak 5 hari lalu. Pasien juga mengeluh mual,
muntah, dan nyeri kepala. Pasien merupakan seorang dokter PTT
daerah yang ditempatkan di pedalaman Maluku sejak 2 bulan lalu.
Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal kecuali ditemukan suhu
badan yang tinggi. Pada hapusan darah didapatkan gambaran darah
sel-sel besar dengan titik Schuffner. Kemungkinan diagnosis pada
pasien tersebut adalah...
a. Malaria
b. Demam dengue
c. Demam typhoid
d. Leptospirosis
e. Chikungunya

Jawaban: A. Malaria
111. Malaria
• Penyakit yang disebabkan oleh infeksi
parasit Plasmodium dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk anopheles. Berdasarkan
jenis plasmodiumnya, infeksi malaria ini
dapat menimbulkan berbagai gejala antara
lain:
– Plasmodium vivax  malaria tertian
benigna/malaria vivax
– Plasmodium falciparum malaria tertiana
maligna/ malaria Tropicana
– Plasmodium malariae  malaria kuartana
– Plasmodium ovale  malaria tertian benigna
ovale
Malaria
Malaria
Malaria
Malaria the disease

• 9-14 day incubation period


• Fever, chills, headache, back and
joint pain
• Gastrointestinal symptoms
(nausea, vomiting, etc.)
Malaria the disease

• Malaria tertiana: 48h between


fevers (P. vivax and ovale)

• Malaria quartana: 72h between


fevers (P. malariae)

• Malaria tropica: irregular high fever


(P. falciparum)
Pengobatan Malaria
• Pengobatan malaria falsiparum, knowlesi dan vivaks saat ini
menggunakan DHP ditambah primakuin.
• Dosis DHP untuk malaria falsiparum, malaria knowlesi, malaria vivaks
adalah sama
• Primakuin untuk malaria falsiparum dan malaria knowlesi hanya
diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,25 mg/kgBB
• Primakuin untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg
/kgBB.
• Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan dan ibu
hamil.
Lini Kedua Pengobatan Malaria
• Lini kedua Malaria Falciparum
• Kina + doksisiklin/tetrasiklin + primakuin
• Doksisiklin (untuk anak < 8 tahun dan ibu hamil kontraindikasi sehingga diberi
klindamisin).
• Primakuin kontraindikasi pada ibu hamil dan bayi <6 bulan
• Lini kedua Malaria Vivaks
• Kina + primakuin
• Dosis:
• Kina: 3x10 mg/kgBB/kali PO, selama 7 hari
• Tetrasiklin : 4 mg/kgBB diberikan 4 kali sehari selama 7 hari
• Primakuin: 0.25 mg/kgBB/hari (0.5 mg bila relaps) (Lama pemberian primakuin
sesuai dengan jenis infeksi malarianya)
• Doksisiklin (diberikan selama 7 hari):
• Usia > 15 tahun : 3.5 mg/kgBB/hari diberikan 2 kali sehari
• Usia 8-14 tahun : 2.2 mg/kgBB/hari diberikan 2 kali sehari
• Klindamisin : 10 mg/kg BB/kali diberikan 2 kali sehari selama 7 hari.
Pengobatan Malaria dengan DHP
dan Primakuin

1 atau
14
hari*

* Jika infeksi malaria falciparum maka primakuin hanya diberikan sekali dosis
tunggal, sedangkan jika infeksi malaria vivaks atau campuran falsiparum dan vivaks,
maka primakuin diberikan selama 14 hari
Catatan
• Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan, apabila
penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat
dapat berdasarkan kelompok umur.
• Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
• Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal.
• Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.
• Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui
anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah
minum obat primakuin, maka pengobatan diberikan secara mingguan
selama 8-12 minggu dengan dosis mingguan 0,75mg/kgBB. Pengobatan
malaria pada penderita dengan Defisiensi G6PD segera dirujuk ke rumah
sakit.
Soal no 112
• Bayi Bebelac, laki-laki, usia 2 minggu, dibawa oleh ibunya ke poli
MTBS untuk kontrol pasca kelahiran. Sejauh ini pasien tidak
mengalami keluhan apapun, aktivitas minum ASI juga dinilai baik. Ibu
pasien mengeluhkan beberapa hari lalu muncul bintik-bintik putih di
wajah dan semakin banyak sejak 3 hari lalu. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan vesikel kecil multipel berukuran 1-2 mm pada wajah dan
sebagian leher. Anak masih aktif, pertumbuhan dan perkembangan
dalam batas normal. Tanda vital lainnya dalam batas normal.
Diagnosis pasien tersebut adalah…
a. Miliaria kristalina
b. Miliaria rubra
c. Miliaria profunda
d. Miliaria pustulosa
e. Miliaria vesikulosa

Jawaban: A. Miliaria kristalina


112. Miliaria
• Penyumbatan pada kelenjar keringat akibat peningkatan kelembaban dan panas
serta oklusi kulit
MILIARIA PATOFISIOLOGI KLINIS
Miliaria • penyumbatan terjadi di stratum korneum (superfisial)
kristalina • vesikel miliar (1-2 mm) subkorneal, tanpa tanda radang, mudah pecah dan
(sudamina) deskuamasi dalam beberapa hari.
• Neonatus < 2 minggu atau dewasa dengan demam
Miliaria rubra • penyumbatan di epidermis (stratum spinosum/mid-epidermis)  papul
(prickly heat) eritematosa yang gatal
• merupakan jenis tersering, vesikel miliar atau papulovesikel di atas dasar
eritematosa, tersebar diskret.
• Bila papul menjadi pustul  miliaria pustulosa
• Neonatus usia 1-3 minggu dan dewasa di lingkungan lembab

Miliaria • Obstruksi duktus terjadi di dermal-epidermal junction  papul sewarna kulit


profunda • merupakan kelanjutan miliaria rubra, berbentuk papul putih, tanpa tanda radang
• Dewasa di iklim tropis atau terkena miliaria rubra berulang

Miliaria • Di Stratum spinosum/mid-epidermis


pustulosa • Terjadi infeksi sekunder sehingga muncul pustul
Tatalaksana
• Terdapat beberapa obat yang dapat dipilih sesuai dengan indikasi
sebagai berikut:
• Bedak kocok mengandung kalamin, dapat ditambahkan antipruritus (mentol)
• Miliaria rubra dengan inflamasi berat dapat diberikan kortikosteroid topikal,
bila terdapat infeksi sekunder: antibiotik topikal.
• Miliria profunda diberikan lanolin anhidrous, bila luas dapat diberikan
isotretinoin.
• Edukasi:
• Menghindari banyak berkeringat, pilih lingkungan yang lebih sejuk dan
sirkulasi udara (ventilasi) cukup. Mandi memakai sabun. Pakai pakaian tipis
dan menyerap keringat.

Perdoski 2017
Algoritma Diagnosis dan Terapi

Perdoski 2017
Soal no 113
• Anak Carlos, laki-laki, 5 tahun, dibawa ibunya ke poliklinik karena
seluruh badannya tampak bengkak sejak 5 hari lalu. Pasien sudah
beberapa kali mengalami hal serupa sejak 3 tahun lalu dan rutin
berobat ke dokter anak. Terakhir kali menjalani terapi tersebut 4
bulan dan 8 bulan lalu minum obat hingga bengkaknya hilang. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar albumin 2 g/dL dan
proteinuria 3+. Tatalaksana yang dapat diberikan untuk pasien
tersebut adalah…
a. Prednison dosis alternating selama 4 minggu
b. Prednison dosis alternating selama 8 minggu
c. Siklofosfamid
d. Prednison dosis penuh selama 8 minggu
e. Prednison dosis penuh selama 4 minggu

Jawaban: E. Prednison dosis penuh selama 4 minggu


Sindrom Nefrotik

• Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik dengan gejala:


• Proteinuria massif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada
urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+)
• Hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL
• Edema
• Dapat disertai hiperkolesterolemia
• Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder
(mengikuti penyakit sistemik antara lain lupus eritematosus sistemik
(LES), purpura Henoch Schonlein)

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK.


Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Diagnosis

• Anamnesis : Bengkak di kedua kelopak mata, perut, tungkai atau


seluruh tubuh. Penurunan jumlah urin. Urin dapat keruh/kemerahan
• Pemeriksaan Fisik : Edema palpebra, tungkai, ascites, edema
skrotum/labia. Terkadang ditemukan hipertensi
• Pemeriksaan Penunjang : Proteinuria masif ≥ 2+, rasio albumin
kreatinin urin > 2, dapat disertai hematuria. Hipoalbumin (<2.5g/dl),
hiperkolesterolemia (>200 mg/dl). Penurunan fungsi ginjal dapat
ditemukan.
Definisi pada Sindrom Nefrotik

• Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4


mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu
• Relaps : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥ 40 mg/m2
LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu
• Relaps jarang : relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6
bulan pertama setelah respons awal atau kurang dari 4
kali per tahun pengamatan
• Relaps sering (frequent relaps) : relaps terjadi ≥ 2 kali
dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau ≥ 4 kali
dalam periode 1 tahun
Definisi pada Sindrom Nefrotik

• Dependen steroid : relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan


atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini terjadi
2 kali berturut-turut
• Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison
dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK.


Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Tatalaksana

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK.


Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Tatalaksana Diet pada SN Anak
• Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena
akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme
protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus.
• Bila diberi diit rendah protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP)
dan menyebabkan hambatan pertumbuhan anak.
• Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended
daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari.
• Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita
edema.
Diuretik pada SN Anak
• Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat.
• Biasanya diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu
dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat
kalium) 2-4 mg/kgbb/hari.
• Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada
pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit
kalium dan natrium darah.
• Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena
hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin
20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan
interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb.
• Bila diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi
kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites
sedemikian berat sehingga mengganggu pernapasan, dapat dilakukan punksi asites
berulang
Soal no 114
• Bayi Lies Summarecon, perempuan, usia 2 hari, dibawa ibunya ke IGD
karena tampak kuning dan lemah. Riwayat bayi lahir spontan dengan
berat lahir 3.000 gram dan menangis normal. Pemeriksaan fisik
tampak bayi letargi, kuning, dan lemah. Pemeriksaan golongan darah
Ibu O Rhesus negatif, dan ayah O Rhesus positif. Tatalaksana untuk
bayi tersebut adalah…
a. Human anti-D imunoglobulin
b. Transfusi tukar
c. Kortikosteroid
d. HTIG
e. IVIg

Jawaban: B. Transfusi tukar


114. Ikterus Neonatorum

• Ikterus yang berkembang cepat pada hari ke-1


• Kemungkinan besar: inkompatibilitas ABO, Rh, penyakit
hemolitik, atau sferositosis. Penyebab lebih jarang: infeksi
kongenital, defisiensi G6PD
• Ikterus yang berkembang cepat setelah usia 48 jam
• Kemungkinan besar: infeksi, defisiensi G6PD. Penyebab
lebih jarang: inkompatibilitas ABO, Rh, sferositosis.
Anemia Hemolisis Neonatus ec. Inkompatibilitas

P E N YA K I T K E T E R A N G A N

Inkompatibilitas Adanya aglutinin ibu yang bersirkulasi di darah anak terhadap aglutinogen ABO anak. Ibu
dengan golongan darah O, memproduksi antibodi IgG Anti-A/B terhadap gol. darah anak
ABO (golongan darah A atau B). Biasanya terjadi pada anak pertama

Rh+ berarti mempunyai antigen D, sedangkan Rh– berarti tidak memiliki antigen D. Hemolisis
terjadi karena adanya antibodi ibu dgn Rh- yang bersirkulasi di darah anak terhadap antigen
Inkompatibilitas Rh anak (berati anak Rh+). Jarang pada anak pertama krn antibodi ibu terhadap antigen D
anak yg berhasil melewati plasenta belum banyak.
Rh Ketika ibu Rh - hamil anak kedua dgn rhesus anak Rh + antibodi yang terbentuk sudah cukup
untuk menimbulkan anemia hemolisis
Inkompatibilitas Rhesus

• Faktor Rh: salah satu jenis antigen permukaan


eritrosit
• Inkompatibilitas rhesus: kondisi dimana wanita
dengan rhesus (-) terekspos dengan eritrosit Rh (+),
sehingga membentuk antibodi Rh
• Ketika ibu Rh (-) hamil dan memiliki janin dengan Rh (+),
terekspos selama perjalanan kehamilan melalui kejadian
aborsi, trauma, prosedure obstetrik invasif, atau kelahiran
normal
• Ketika wanita dengan Rh (-) mendapatkan transfusi darah
Rh (+)
Tes Laboratorium
• Prenatal emergency care • Postnatal emergency care
• Tipe Rh ibu • Cek tipe ABO dan Rh, hematokrit,
• the Rosette screening test atau the Hb, serum bilirubin, apusan darah,
Kleihauer-Betke acid elution test dan direct Coombs test.
bisa mendeteksi alloimmunization • direct Coombs test yang positif
yg disebabkan oleh fetal menegakkan diagnosis antibody-
hemorrhage induced hemolytic anemia yang
• Amniosentesis/cordosentesis menandakan adanya
inkompabilitas ABO atau Rh

http://emedicine.medscape.com/article/797150
Tatalaksana Inkompatibilitas Rh
• Jika sang ibu hamil Rh – dan belum tersensitisasi,
berikan human anti-D immunoglobulin (Rh IgG atau
RhoGAM)
• Jika sang ibu sudah tersensitisasi, pemberian Rh IgG
tidak berguna
• Jika bayi telah lahir dan mengalami inkompatibilitas,
transfusi tukar/ foto terapi tergantung dari kadar
bilirubin serum, rendahnya Ht, dan naiknya
reticulocyte count

http://emedicine.medscape.com/article/797150
Tatalaksana Umum Hemolytic Disease
of Neonates
• In infants with hyperbilirubinemia due to alloimmune HDN, monitoring serum
bilirubin levels, oral hydration, and phototherapy are the mainstays of
management.
• For infants who do not respond to these conventional measures, intravenous fluid
supplementation and/or exchange transfusion may be necessary to treat
hyperbilirubinemia. Intravenous immunoglobulin (IVIG) also may be useful in
reducing the need for exchange transfusion.
• Phototherapy — Phototherapy is the most commonly used intervention to treat
and prevent severe hyperbilirubinemia. It is an effective and safe intervention. The
AAP has developed guidelines for the initiation and discontinuation of phototherapy
based upon total serum bilirubin (TSB) values at specific hourly age of the patient,
gestational age, and the presence or absence of risk factors for hyperbilirubinemia
including alloimmune HDN
• Hydration — Phototherapy increases insensible skin losses and as a result the fluid
requirements of infants undergoing phototherapy are increased. In addition, by-
products of phototherapy are eliminated in the urine. If oral hydration is
inadequate, intravenous hydration may be necessary.
• Exchange transfusion — Exchange transfusion is used to treat severe anemia, as
previously discussed, and severe hyperbilirubinemia. Exchange transfusion removes
serum bilirubin and decreases hemolysis by the removal of antibody-coated
neonatal RBCs and unbound maternal antibody.
Soal no 115
• Anak Marie, perempuan, 6 tahun, oleh ibunya dibawa ke IGD karena
badannya bengkak-bengkak 1 hari lalu. Pasien juga mengeluhkan
adanya nyeri tenggorokan disertai lemas. Tampak bintik kemerahan di
leher dan badan sejak 2 hari lalu setelah demam seharian sejak 3 hari
lalu. Ibu pasien juga menerangkan bahwa urin anaknya menjadi
warna merah gelap. Penyakit apa yang juga terkait dengan
mikroorganisme penyebab kondisi anak ini?
a. Epiglotitis
b. Demam skarlatina
c. Impetigo bulosa
d. Morbili
e. Rubella

Jawaban: B. Demam skarlatina


115. EKSANTEMA AKUT
Scarlet Fever
• Sindrom yang memiliki • Rash : Timbul 12-48 jam setelah
karakteristik: faringitis eksudatif, onset demam. Dimulai dari leher
demam, dan rash. kemudian menyebar ke badan dan
• Disebabkan oleh group Abeta- ekstremitas.
hemolyticstreptococci (GABHS) • Pemeriksaan : Throat culture
positive for group A strep
• Masa inkubasi 1-4 hari.
• Tatalaksana : Antibiotik
• Manifestasi pada kulit diawali oleh
infeksi streptokokus (umumnya antistreptokokal minimal 10 hari
(Eritromisin atau Penicillin G)
pada tonsillopharynx) : nyeri
tenggorokan dan demam tinggi,
disertai nyeri kepala, mual,
muntah, nyeri perut, myalgia, dan
malaise.

Scarlet Fever. http://emedicine.medscape.com/article/1053253-overview


Soal no 116
• Anak Moli, perempuan, 12 tahun, dibawa orang tuanya ke IGD karena
BAB cair lebih dari 10 kali sejak 1 hari lalu. Keluhan tiba-tiba saja
muncul dan langsung tampak diare yang sangat banyak. Menurut
orang tua, BAB hanya air dengan warna seperti cucian beras. Pasien
tampak lemas dan tampak agak kesakitan di sekitar perutnya. Pasien
masih mau minum dan orang tua sudah memberikan pertolongan
pertama berupa pemberian oralit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
tanda vital dalam batas normal yang disertai tanda dehidrasi ringan.
Tatalaksana pasien tersebut adalah…
a. Metronidazole
b. Siprofloxasin
c. Doksisiklin
d. Amoksisilin
e. Kloramfenikol

Jawaban: C. Kolera
116. Kolera
• Infeksi usus oleh Vibrio cholerae
– Bakteri anaerobik fakultatif,
– batang gram negatif yang melengkung
berbentuk koma,
– tidak membentuk spora
– Memiliki single, sheathed, polar flagellum
• Gejala klinis (sangat cepat (24-48 jam)):
– Diare sekretorik profuse, tidak berbau,
bersifat tidak nyeri, seperti warna air
cucian beras
– Muntah  tidak selalu ada
– Dehidrasi  berlangsung sangat cepat,
dengan komplikasi gagal ginjal akut, syok,
dan kematian
– Abdominal cramps

Thaker VV. Cholera. http://emedicine.medscape.com/article/962643-overview


PATHOPHYSIOLOGY OF CHOLERA

V. cholerae
activation of ion
accumulates in increase cAMP
channels
stomach

NaCl influx into


G- protein stuck in
Produces exotoxins intestinal lumen to
"on" position drag water into lumen

Toxins will bind to G-


protein coupled lead to watery
Inactivation of GTPase
receptor (ganglioside diarrhea
receptor)
Tata l a ks a na
– Tatalaksana utama: REHIDRASI
– Pemberian zinc
– Tatalaksana adjunctive: antibiotik (antibiotik diberikan untuk
memperpendek masa sakit)
• Antibiotik, diindikasikan pada pasien dengan dehidrasi berat di atas 2 tahun

Class Antibiotic Typical pediatric dose* Adult dose


Doxycycline 4-6 mg/kg (single dose) 300 mg (single dose)
Tetracyclines 50 mg/kg/day in four equally divided doses, 500 mg four times per day
Tetracycline
for three days for three days
Azithromycin 20 mg/kg (single dose) 1 g (single dose)
Macrolides 40 mg/kg/day in four equally divided doses, 500 mg four times per day
Erythromycin
for three days for three days
Fluoroquinolones Ciprofloxacin 20 mg/kg (single dose) 1 g (single dose)

• Catatan: Doksisiklin dan Tetrasiklin tidak direkomedasikan <8 years


• Fluoroquinolon pada anak sebaiknya dihindari kecuali tidak ada pilihan lain
Guidelines for Cholera Treatment with Antibiotics
RECOMMENDATION DOC ALTERNATE DOC FOR SPECIAL
POPULATIONS

Ab for cholera Erythromycin is


WHO patients with severe Doxycycline Tetracycline recommended drug
dehydration only for children

Erythromycin or
azithromycin DOC for
Ab for cholera pregnant women and
patients with Ciprofloxacin children
PAHO Doxycycline Ciprofloxacin &
moderate or severe Azithromycin
dehydration doxycycline as
second-line for
children

Ab for severely Erythromycin


dehydrated patients Cotrimoxazole
MSF only Doxycycline Chloramphenico
Prinsip terapi cairan
• Rehidrasi merupakan prioritas pertama pada cholera
• Pemberian cairan terbagi menjadi 2 fase yaitu rehidrasi dan
maintenance
• Fase rehidrasi:
• mencapai status hidrasi normal dalam waktu ≤ 4 jam.
• Lebih diutamakan untuk menggunakan ringer lactate, jika tidak ada bisa
menggunakan NaCl 0.9%
• Fase maintenance:
• menjaga status hidrasi normal terutama melalui oral dengan menggunakan
oralit
Soal no 117
• Anak Bebeng, laki-laki, usia 7 tahun, dibawa oleh ibunya ke
Puskesmas karena tampak mudah mengantuk sejak 1 bulan. Pasien
juga tampak pucat dan lemas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
konjungtiva anemis, atrofi dari papil lidah, kuku seperti sendok, tidak
terlihat pembesaran lien ataupun hepar. Pemeriksaan laboratorium
didapatkan Hb 9g/dL, Ht 19%, MCV 70 dan MCH 22, ferritin serum
rendah, TIBC meningkat, leukosit trombosit retikulosit normal.
Diagnosis yang tepat adalah...
a. Talasemia mayor
b. Talasemia minor
c. Anemia perdarahan akut
d. Anemia megaloblastik
e. Anemia defisiensi besi

Jawaban: E. Anemia defisiensi besi


117. Pendekatan Anemia pada anak

• Anemia (WHO):
– A hemoglobin (Hb) concentration 2 SDs below the mean Hb
concentration for a normal population of the same gender and
age range
• US National Health and Nutrition Examination Survey (1999
– 2002)→ anemia:
– Hb concentration of less than 11.0 g/dL for both male and female
children aged 12 through 35 months

Robert D. Barker, Frank R. Greer, and The Committee of Nutrition. Diagnosis and Prevention of Iron Defiency and Iron Anemia i n Infants and Young Children (0-3 years of Age.
Pediatrics 2010; 126; 1040.
Pendekatan Anemia pada anak
• idai
Etiologi
• Bayi di bawah 1 tahun • Anak umur 2-5 tahun
– Persediaan besi yang – Diet rendah heme
kurang karena BBLR, lahir – Infeksi berulang/menahun
kembarm ASI eksklusif – Perdarahan berlebihan
tanpa suplementasi, susu karena divertikulum
formula rendah besi, meckel
pertumbuhan cepat,
anemia selama kehamilan • Umur 5 tahun – remaja
• Anak umur 1-2 tahun – Poliposis
– Tidak mendapat MPASI – Kehilangan besi karena
– Kebutuhan meningkat perdarahan e.c
parasit/infeksi
karena infeksi berulang
– Malabsorbsi • Remaja dewasa
– Menstruasi berlebihan
Hipokrom: MCH ˂ normal Hiperkrom:
MCH ˃ normal
Mikrositik: MCV ˂ normal
Manifestasi Klinis
• Anamnesis • Pemeriksaan fisik
– Pucat yang berlangsung – Pucat tanpa tanda – tanda
lama (kronik) perdarahan
– Gejala komplikasi : lemas, – Limpa dapat membesar
sariawan, fagofagia, namun umumnya tidak
penurunan prestasi belajar, teraba
menurunnya daya dahan – Koilonikia, glositis. Dan
tubuh terhadap infeksi dan stomatitis angularis
gangguan perilaku
– Terdapat faktor predisposis
dan faktor penyebab
• Serum iron concentration
– is a measurement of circulating iron (Fe³+) bound
to transferrin
– Only 0.1% of total body iron is bound to
transferrin at any one time
Diagnosis
Tatalaksana
• Fe oral
– Aman, murah, dan efektif
– Enteric coated iron tablets  tidak dianjurkan karena
penyerapan di duodenum dan jejunum
– Beberapa makanan dan obat menghambat penyerapan
• Jangan bersamaan dengan makanan, beberapa antibiotik, teh,
kopi, suplemen kalsium, susu. (besi diminum 1 jam sebelum atau 2
jam setelahnya)
• Konsumsi suplemen besi 2 jam sebelum atau 4 jam setelah
antasida
• Tablet besi paling baik diserap di kondisi asam  konsumsi
bersama 250 mg tablet vit C atau jus jeruk meningkatkan
penyerapan
Tatalaksana

– Absorbsi besi yang terbaik adalah pada saat


lambung kosong,
– Jika terjadi efek samping GI, pemberian besi dapat
dilakukan pada saat makan atau segera setelah
makan meskipun akan mengurangi absorbsi obat
sekitar 40%-50%
– Efek samping:
• Mual, muntah, konstipasi, nyeri lambung
• Warna feses menjadi hitam, gigi menghitam (reversibel)
Skrining
• The American Academyof • Pemeriksaan tersebut dilakukan
Pediatrics (AAP) dan CDCdi pada populasi dengan risiko
Amerika menganjurkan tinggi:
melakukan pemeriksaan (Hb) dan – kondisi prematur
(Ht) setidaknya satu kali padausia – berat lahir rendah
9-12 bulan dan diulang 6 bulan – riwayat mendapat perawatan lama
kemudian pada usia 15-18 bulan di unit neonatologi
atau pemeriksaan tambahan – anak dengan riwayatperdarahan
setiap 1 tahun sekali pada usia 2- – infeksi kronis
5 tahun. – etnik tertentu denganprevalens
• Pada bayi prematur ataudengan anemia yang tinggi
berat lahir rendah yang tidak – mendapat asi ekslusif tanpa
mendapat formula yang suplementasi
difortifikasi besi perlu – mendapat susu sapi segar pada
dipertimbangkan untuk usia dini
melakukan pemeriksaan Hb – dan faktor risiko sosial lain.
sebelum usia 6 bulan

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia


Suplemen Besi

Rekomendasi Ikatan Dokter Indonesia


Soal no 118
• Anak Bebe, perempuan, usia 1 tahun, dibawa oleh ibunya ke IGD
karena sudah sejak 2 hari lalu demam tinggi. Anak tampak rewel dan
sulit makan. Keluhan juga disertai muntah. Ibu menjelaskan bahwa
pasien tampak seperti harus mengedan ketika akan buang air kecil
dan urin berbau menyengat. Keluhan ini sudah ada sejak 2 minggu
lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan suhu 39,50 C, nadi 110x/menit,
nafas 24x/menit, dan berat badan 10 kg. Dari pemeriksaan
laboratorium didapatkan Hb 12, leukosit 16000; trombosit 180.000;
LED 40; CRP 12; Ureum 80; Creatinin 0.8. Urinalisis: leukosit 15/lpb;
eritrosit 2- 3/lpb; leukosit esterase (++). Tatalaksana yang tepat pada
pasien ini adalah...
a. Cefixim oral
b. Cotrimoxazol oral
c. Cotrimoxazol IV
d. Gentamisin IV
e. Ceftriaxone IV

Jawaban: E. Ceftriaxone 1x600 mg IV


118. Infeksi Saluran Kemih
• UTI pada anak perempuan 3-5%, laki-laki 1% (terutama yang
tidak disirkumsisi)
• Banyak disebabkan oleh bakteri usus: E. coli (75-90%),
Klebsiella, Proteus. Biasanya terjadi secara ascending.
• Gejala dan tanda klinis, tergantung pada usia pasien:
• Neonatus: Suhu tidak stabil, irritable, muntah dan diare, napas tidak
teratur, ikterus, urin berbau menyengat, gejala sepsis
• Bayi dan anak kecil: Demam, rewel, nafsu makan berkurang, gangguan
pertumbuhan, diare dan muntah, kelainan genitalia, urin berbau
menyengat
• Anak besar: Demam, nyeri pinggang atau perut bagian bawah,
mengedan waktu berkemih, disuria, enuresis, kelainan genitalia, urin
berbau menyengat

Fisher DJ. Pediatric urinary tract infection. http://emedicine.medscape.com/article/969643-overview


American Academic of Pediatrics. Urinary tract infection: clinical practice guideline for the diagnosis and
management of the initial UTI in febrile infants and children 2 to 24 months. Pediatrics 2011; 128(3).
ISK
• 3 bentuk gejala UTI:
• Pyelonefritis (upper UTI): nyeri abdomen, demam, malaise, mual,
muntah, kadang-kadang diare
• Sistitis (lower UTI): disuria, urgency, frequency, nyeri suprapubik,
inkontinensia, urin berbau
• Bakteriuria asimtomatik: kultur urin (+) tetapi tidak disertai gejala
• Pemeriksaan Penunjang :
• Urinalisis : Proteinuria, leukosituria (>5/LPB), Hematuria
(Eritrosit>5/LPB)
• Biakan urin dan uji sensitivitas
• Kreatinin dan Ureum
• Pencitraan ginjal dan saluran kemih untuk mencari kelainan
anatomis maupun fungsional
• Diagnosa pasti : Bakteriuria bermakna pada biakan urin (>105 koloni
kuman per ml urin segar pancar tengah (midstream urine) yang diambil
pagi hari)
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. & PPM IDAI
Tatalaksana
• Tujuan : Memberantas kuman penyebab, mencegah dan menangani komplikasi dini, mencari
kelainan yang mendasari
• Umum (Suportif)
• Masukan cairan yang cukup
• Edukasi untuk tidak menahan berkemih
• Menjaga kebersihan daerah perineum dan periurethra
• Hindari konstipasi
• Khusus
• Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik
selama 7-10 hari
• Obat rawat jalan : kotrimoksazol oral 24 mg/kgBB setiap 12 jam, alternatif ampisilin,
amoksisilin, kecuali jika :
• Terdapat demam tinggi dan gangguan sistemik
• Terdapat tanda pyelonefritis (nyeri pinggang/bengkak)
• Pada bayi muda
• Jika respon klinis kurang baik, atau kondisi anak memburuk berikan gentamisin (7.5
mg/kg IV sekali sehari) + ampisilin (50 mg/kg IV setiap 6 jam) atau sefalosporin gen-3
parenteral (ceftriaxone 50-75 mg/kgBB/hari)
• Antibiotik profilaksis diberikan pada ISK simpleks berulang, pielonefritis akut, ISK pada
neonatus, atau ISK kompleks (disertai kelainan anatomis atau fungsional)
• Pertimbangkan komplikasi pielonefritis atau sepsis
Algoritme
Penanggulangan
dan Pencitraan
Anak dengan ISK
Dosis Obat Pada UTI Anak

*Rentang dosis seftriakson untuk infeksi


berat adalah 50-75/kgBB/hari
Soal no 119
• Anak Jaenab, perempuan, usia 4 tahun, dibawa oleh ibunya ke klinik
dengan riwayat perdarahan pada gusi disertai semua gigi goyang yang
mulai disadari sejak 2 bulan terakhir. Keluhan gusi berdarah
sebelumnya sudah pernah terjadi, namun orang tua tidak begitu
khawatir. Pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas
normal. Selain itu, saat pemeriksaan status generalis juga ditemukan
petekiae pada seluruh wajah serta didapatkan luka yang sulit sembuh.
Ditemukan gambaran erosi dan ulkus. Etiologi kasus tersebut adalah…
a. Defisiensi vitamin B9
b. Defisiensi vitamin C
c. Defisiensi vitamin B12
d. Defisiensi Fe
e. Defisiensi kalsium

Jawaban: B. Defisiensi vitamin C


119. Scurvy
• Diakibatkan oleh defisiensi vitamin C
• Vit. C  Redox agent  mereduksi ion metal dan membuang radikal bebas 
memproteksi DNA, protein, dan pembuluh darah dari radikal bebas
• Vit. C  triple helix formation dari kolagen  defisiensi vit. C  gangguan
sintesis kolagen
• Sintesis kolagen terganggu  poor wound healing  area yang terkena: dentin,
kulit, kartilago, osteoid, dan pembuluh darah kapiler
Scurvy: Gejala Klinis
- follicular hyperkeratosis and - gingivitis (with bleeding and receding
perifollicular hemorrhage, with gums and dental caries)
petechiae and coiled hairs - Cardiorespiratory symptoms,
- Generalized systemic symptoms are including dyspnea, hypotension, and
weakness, malaise, joint swelling, sudden death have been reported
arthralgias, anorexia, depression, - Characteristic findings on magnetic
neuropathy, and vasomotor instability resonance imaging (MRI) are sclerotic
- Anemia and lucent metaphyseal bands, with
- impaired wound healing periosteal reaction and adjacent soft-
tissue edema
- Ptekiae & ecchymoses
The gingival swelling and dusky color just above two of the teeth
indicate hemorrhage into the gums of this patient with poor
dentition. The gingival abnormalities of scurvy occur only in the
presence of teeth, which presumably provide portals of entry for
microbes into the gums. One hypothesis suggests that vitamin C
deficiency impairs neutrophil-mediated killing of bacteria, leading to
chronic gingivitis, which is then complicated by bleeding from the
fragile vessels characteristic of scurvy.

Periodontal images of the patient taken before


periodontal treatment. Extensive gingival
overgrowth with severe periodontal inflammation
was observed in the maxillary and mandibular
arches at the first visit (July, 2008). Image from
open access article Omori K, Hanayama Y, Naruishi
K, Akiyama K, Maeda
Hair shaft abnormalities in scurvy. Some hairs are bent in one or
more places, creating the “swan-neck” deformity. Some are coiled
into “corkscrew” hairs. These abnormalities probably result from
increased disulfide cross-linking of hair keratins.

Anteroposterior radiograph of the lower extremities shows


ground-glass osteopenia, a characteristic of scurvy.
In this example, the perifollicular hyperkeratotic
papules are quite prominent, with surrounding
hemorrhage. These lesions have been
misinterpreted as "palpable purpura," leading to
the mistaken clinical diagnosis of vasculitis.

Perifollicular hemorrhage
Scurvy
• Tatalaksana
- Jus jeruk setiap hari selama 7 hari
- Asam askorbat 3-5x100 mg/ hari sampai tercapai dosis total 4 gram
- Asam askorbat sekali minum hanya boleh 100 mg karena kemampuan usus
dalam menyerap hanya 100 mg dalam satu waktu
- Diet dengan kandungan vitamin C yang cukup
 Bayi 0-6 bulan: 40 mg/hari
 Bayi 7-12 bulan: 50 mg/hari
 Anak 1-3 tahun: 15 mg/hari
 Anak 4-8 tahun 25 mg/hari
Vitamin Deficiency syndrome
Water-soluble vitamins
Vitamin B1 Beriberi – Congestive heart failure (wet beriberi), aphonia, peripheral neuropathy, Wernicke encephalopathy (nystagmus,
(thiamine) ophthalmoplegia, ataxia), confusion, or coma
Vitamin B2 Nonspecific symptoms including edema of mucous membranes, angular stomatitis, glossitis, and seborrheic dermatitis (eg, nose,
(riboflavin) scrotum)

Vitamin B3 Pellagra – Dermatitis on areas exposed to sunlight; diarrhea with vomiting, dysphagia, mouth inflammation (glossitis, angular
(Niacin) stomatitis, cheilitis); headache, dementia, peripheral neuropathy, loss of memory, psychosis, delirium, catatonia

Vitamin B6 (pyridoxine) Anemia, weakness, insomnia, difficulty walking, nasolabial seborrheic dermatitis, cheilosis, stomatitis

Vitamin B12
Megaloblastic anemia (pernicious anemia), peripheral neuropathy with impaired proprioception and slowed mentation
(cobalamin)
Folate (Vitamin B9) Megaloblastic anemia

Biotin (Vitamin B7) Nonspecific symptoms including altered mental status, myalgia, dysesthesias, anorexia, maculosquamous dermatitis

Pantothenate (Vit. B5) Nonspecific symptoms including paresthesias, dysesthesias ("burning feet"), anemia, gastrointestinal symptoms

Vitamin C
Scurvy – fatigue, petechiae, ecchymoses, bleeding gums, depression, dry skin, impaired wound healing
(ascorbate)
Fat-soluble vitamins
Vitamin A Night blindness, xerophthalmia, keratomalacia, Bitot spot, follicular hyperkeratosis
Vitamin D Rickets, osteomalacia, craniotabes, rachitic rosary
Vitamin E Sensory and motor neuropathy, ataxia, retinal degeneration, hemolytic anemia
Vitamin K Hemorrhagic disease
Physical signs of selected nutritional deficiency states
Uptodate. 2017

SIGNS DEFICIENCIES
Alopecia Severe undernutrition, zinc deficiency
Brittle Biotin, severe undernutrition
Hair Color change Severe undernutrition
Dryness Vitamins E and A
Easy pluckability Severe undernutrition
Acneiform lesions Vitamin A
Follicular keratosis Vitamin A
Xerosis (dry skin) Vitamin A
Perioral and perianal bullous dermatitis (wet, flaming red plaques) Zinc
Ecchymosis Vitamin C or K
Skin
Intradermal petechiae Vitamin C or K
Erythema (especially where exposed to sunlight) Niacin
Hyperpigmentation Niacin
Seborrheic dermatitis (nose, eyebrows, eyes) Vitamin B2, Vitamin B6, Niacin
Scrotal dermatitis Niacin, Vitamin B2, Vitamin B6
Physical signs of selected nutritional deficiency states
Uptodate. 2017

SIGNS DEFICIENCIES
Angular palpebritis Vitamin B2
Corneal revascularization Vitamin B2
Eyes
Bitot's spots Vitamin A
Conjunctival xerosis, keratomalacia Vitamin A
Angular stomatitis Vitamin B2, Vitamin B6, Vitamin B12
Atrophic papillae Niacin
Bleeding gums Vitamin C
Mouth Cheilosis Vitamin B2, Vitamin B6

Niacin, Folate, Vitamin B1 (thiamine), Vitamin B2,


Glossitis
Vitamin B6, Vitamin B12

Magenta tongue Vitamin B2


Genu valgum or varum, metaphyseal widening Vitamin D
Extremities
Loss of deep tendon reflexes of the lower extremities Vitamins B1 and B12
Soal no 120
• Anak Allen, laki-laki, usia 2 tahun, dibawa oleh ibunya ke Puskesmas
karena mengeluh nyeri pada kakinya. Pasien hanya diberikan ASI
sampai usia 1 tahun sisanya diganti air teh dan makan nasi serta
sayur. Pasien tinggal di daerah perumahan padat yang kumuh, hanya
menghabiskan waktu di dalam rumah saja. Pada pemeriksaan
didapatkan gambaran greenstick pada tibia. Apa kemungkinan
penyebab kelainan tersebut?
a. Kekurangan vitamin A
b. Kekurangan vitamin B
c. Kekurangan vitamin C
d. Kekurangan vitamin D
e. Kekurangan vitamin K

Jawaban: D. Kekurangan vitamin D


120. Defisiensi Vitamin D
• Sumber Vit D dr makanan alami sedikit kec. di fatty fish shg
sintesis Vit D di kulit adl sumber utama
• Milk, infant formula, breakfast cereals, and some other foods
are fortified with synthetic vitamin D2 (ergocalciferol)
• Vit D yang disintesis o/ tubuh merupakan Vit D3, sedangkan
sumber dr makanan bisa berupa Vit D2 ataupun D3
• Vit D dari kulit dan makanan akan diaktivasi di hepar dan
ginjal untuk menjadi kalsitriol  Target organ GI tract, ginjal
dan tulang (LIHAT DIAGRAM!)
Pathways of vitamin D synthesis
• The result is an increase
in the serum calcium and
phosphate
concentrations.
• 25-hydroxyvitamin D2 has
a lower affinity than 25-
hydroxyvitamin D3 for
vitamin D-binding
protein.
• Thus, 25-(OH)D2 has a
shorter half-life than 25-
(OH)D3, and treatment
with vitamin D2 may not
increase serum total
25(OH)D levels as
efficiently as vitamin D3.
Vit D Deficiency in Children
• Risk factor in infants : dark skinned and exclusively breastfed
beyond three to six months of age, particularly if there are
additional risk factors such as maternal vitamin D deficiency
during pregnancy or prematurity.
• Risk factor in children who are dark skinned and on vegetarian
and unusual diets, use anticonvulsant or antiretroviral
medications, or those with malabsorptive conditions.
• Additional risk factors include residence at higher latitudes,
winter season, and other causes of low sun exposure.
Rickets Clinical Features
• GENERAL: • CHEST
• Rachitic rosary: Widening of costochondral
• Failure to thrive, Unenergetic, junctions. Feels like beads of a rosary as the
examiner's fingers move along the
Protuding abdomen , Muscle costochondral junctions from rib to rib.
• Harrison groove: Horizontal depression
weakness (especially proximal), along lower anterior chest.
Fractures • Due to pulling of softened ribs by
diaphragm during inspiration.
• Softening of ribsimpairs air movement
• HEAD : & predisposes to atelectasis.
• Craniotabes (Softening of cranial • Respiratory infections and atelectasis

bones. Detected by applying • BACK


pressure at the occiput or parietal • Scoliosis, Kyphosis, Lordosis

bones, like pinpong ball) • EXTREMITIES


• Enlargement of wrists and ankles, Valgus or
• Frontal bossing, Delayed varus deformities, Anterior bowing of the
fontanelle closure, Delayed tibia and femur, Coxa vara, Leg pain
dentition; caries, Craniosynostosis
Windswept deformity
Toddlers: Bowed Older children: Knock- (combination of valgus
legs (genu varum) knees deformity of 1 leg with varus
(genu valgum) deformity of the other leg)
Harrison groove

Anterior bowing of
the tibia
Frontal bossing

Widening of wrist, knee and ankle due to physeal over growth


Vitamin D Deficiency Treatment
• Either vitamin D2 (ergocalciferol) or vitamin • Stoss therapy (using Vitamin D3, not Vitamin
D3 (cholecalciferol) may be used. D2)– Short-term administration of high dose
vitamin D, known as "stoss therapy", is an
• <1 month old – 1000 IU/day 3 months,
effective alternative, and can be a good
followed by maintenance 400 IU/day. solution for patients who do not adhere to
• 1 to 12 months old – 1000 to 2000 IU/day oral therapy.
3 months, followed by maintenance 400 • Stoss therapy should not be used for young
IU/day. infants, and careful dosing is important to
avoid risks of hypercalcemia.
• 1 to 12 years – 2000 to 6000 IU/day 3
• Infants <3 months of age – stoss therapy not
months, followed by maintenance 600 recommended
IU/day. • Infants 3 to 12 months of age – a single dose of
50,000 international units
• Alternative: 50.000 IU/week for 6
• Children 1 to 12 years – a single dose of 150,000
weeks international units
• ≥12 years old – 6000 IU/day 3 months, • Children ≥ 12 years – a single dose of 300,000
international units
followed by maintenance 600 IU/day.
Vitamin D Deficiency Treatment
Calcium supplementation during treatment of Vitamin D deficiency
• For patients with elevated levels of parathyroid hormone (PTH) or clinical
evidence of rickets, calcium should be supplemented along with vitamin
D.
• This is because vitamin D replacement and a normalization of PTH levels
can precipitate hypocalcemia by suppressing bone resorption and from
increased bone mineralization, also referred to as the "hungry bone"
syndrome.
• Hence, calcium replacement is necessary along with vitamin D
replacement and should be given at doses of 30 to 75 mg/kg/day of
elemental calcium given in two to three divided doses for two to four
weeks, until vitamin D doses have been reduced to maintenance levels of
600 to 1000 IU daily
Soal no 121
• Bayi Caramel, laki-laki, usia 1 hari, dibawa oleh orang tuanya ke IGS
karena tampak sesak sejak 3 jam lalu. Bayi juga tidak mau minum ASI.
Riwayat persalinan spontan di bidan dengan berat lahir 2600 gram
pada usia kehamilan 36-37 minggu. Riwayat pecah ketuban 20 jam
sebelum bayi lahir. Ibu tidak rutin kontrol kehamilan. Pada
pemeriksaan fisik, bayi tampak merintih dan letargis. Tampak sesak
dengan suhu badan 35,70C. Pada pemeriksaan laboratorium Leukosit
2.500/mikroL. Kemungkinan diagnosis pasien adalah...
a. Syok
b. Sepsis Neonatorum
c. Hialin membrane disease
d. Necrotizing enterocolitis
e. Bronchopulmonary dysplasia

Jawaban: B. Sepsis neonatorum


121. Sepsis Neonatorum

• Sindrom klinik penyakit sistemik akibat


infeksi yang terjadi pada 28 hari pertama
kehidupan.
• Ditandai dengan adanya tanda sistemik
berupa infeksi dan bakteri patogen dalam
darah.
• Hingga saat ini konsensus pasti masih
kurang jumlahnya.

Neonatal Sepsis. 2019. Uptodate.


Sepsis Neonatal. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010.
Klasifikasi berdasarkan onset
• Early Onset  awitan sebelum 7 hari. Beberapa ahli
masih berpendapat terjadi dalam 72 jam pertama.
• Biasanya akibat transmisi infeksi vertikal via cairan amnion
terkontaminasi atau selama persalinan pervaginam dari bakteri
traktus genital bawah.
• Awitan tiba-tiba, cepat berkembang menjadi syok septik (Group
B Streptococcus (GBS)).
• Late Onset  awitan usia ≥7 hari, ada juga pendapat
awitan >72 jam.
• Dapat akibat transmisi vertikal (bermula dari kolonisasi bakteri
yang kemudian menjadi infeksi di kemudian hari) atau horisontal
(kontak dengan orang lain atau lingkungan).
• Faktor risiko seperti hipoksia, asidosis, hipotermia, atau
gangguan metabolisme  ganggu pertahanan neonatus.
• Ada fokus infeksi, sering disertai meningitis (Coagulase-negative
Staphylococcus)
Neonatal Sepsis. 2019. Uptodate.
Sepsis Neonatal. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010.
Sepsis Neonatorum
• Faktor risiko sepsis maternal:
• Korioamnionitis
• Suhu intrapartum ≥38 C
• Persalinan dengan usia gestasi <37 minggu
• Kolonisasi Group B Streptococcus
• Ketuban pecah ≥18 jam.
• Gejala klinis: Variatif, dari gejala ringan hingga syok septik
• Distres neonatus saat persalinan merupakan indikator sepsis neonatus:
• Takikardia fetal intrapartum
• Cairan amnion dengan mekonium
• APGAR ≤6
• Instabilitas suhu (khususnya demam)
• Tanda neurologis  Iritabel, Letargis, sulit minum, kejang
• Tanda gangguan respirasi  takipnea, merintih, penggunaan otot bantu nafas,
hipoksia, apnea
• Tanda kardiovaskular  Takikardia, Perfusi buruk, Hipotensi
• Ikterik dengan atau tanpa hepatomegali
Neonatal Sepsis. 2019. Uptodate.
Sepsis Neonatal. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010.
Kriteria SIRS Neonatorum (2005)
Evaluasi dan Manajemen Awal
• Neonatus dengan tanda dan gejala • Indikasi terapi antibiotik empirik 
sepsis  evaluasi lanjutan dan agen terhadap GBS dan organisme
inisiasi terapi antibiotik lain seperi E Coli dan patogen gram
• Tes lab  kultur darah atau aspirasi negatif (ampisilin+gentamisin atau
trakea, pungsi lumbal, darah perifer ampisilin+sefalosproin generasi 3)
lengkap, Ro Toraks, CRP dan/atau • Pasien tampak sakit
prokalsitonin
• Tanda dan gejala sepsis
• Neonatus yang tampak sehat • Gambaran CSF pleositosis (leukosit
dengan riwayat faktor risiko sepsis >20-30 sel)
 observasi minimal 48 jam • Ibu korioamnionitis
• Rekomendasi AAP dan CDC: • Risiko estimasi sepsis tinggi
• Early Onset Sepsis (EOS)  Evaluasi • Diagnosis sepsis neonatal hanya
kehamilan, persalinan, penggunaan bisa ditegakkan bila kultur darah
profilaksis antibiotik intrapartum  positif  masih dikembangkan
penggunaan EOS Risk Calculator metode validasi dan stratifikasi
• Late Onset Sepsis (LOS)  evaluasi sepsis neonatal.
lengkap dan terapi antibiotik empiris
dengan tes tambahan berupa kultur
urin dan fokus infeksi potensial lain
Neonatal Sepsis. 2019. Uptodate.
Terapi Empiris Sepsis Neonatal Uptodate. 2019

Antibiotic regimen

Early onset (<7 days) Ampicillin AND gentamicin

Late onset (≥7 days): Admitted from the community Ampicillin AND gentamicin

Late onset (≥7 days): Hospitalized since birth Gentamicin AND vancomycin

Special circumstances:

Suspected meningitis - early onset Ampicillin AND gentamicin


Suspected meningitis - late onset, admitted from the
Ampicillin, gentamicin, AND cefotaxime
community
Suspected meningitis - late onset, hospitalized since birth Gentamicin, vancomycin, AND cefotaxime
Ampicillin AND gentamicin
Alternatives:
Suspected pneumonia ▪ Ampicillin AND cefotaxime, OR
▪ Vancomycin AND cefotaxime, OR
▪ Vancomycin AND gentamicin
Suspected infection of soft tissues, skin, joints, or bones
Vancomycin or vancomycin AND nafcillin
(S. aureus is a likely pathogen)
Suspected intravascular catheter-related infection Vancomycin AND gentamicin
Ampicillin, gentamicin, AND clindamycin
Suspected infection due to organisms found in the Alternatives:
gastrointestinal tract (eg, anaerobic bacteria) ▪ Ampicillin, gentamicin, AND metronidazole OR
▪ Piperacillin-tazobactam AND gentamicin
Soal NO. 122
• Bayi Badrun, lahir 1 jam lalu, lahir pada usia kehamilan 38 minggu dari
ibu G1P0A0 di bidan. Riwayat persalinan tidak ada masalah. Selama
kehamilan, ibu juga rutin melakukan asuhan antenatal dengan rutin
meminum asupan besi dan asam folat. Karena pasien tampak tidak
bugar, bidan kemudian membawa pasien ke RSUD untuk tindakan
lebih lanjut. Ketika sampai di UGD, dokter jaga kemudian melakukan
penilaian awal, dan pada pemeriksaan fisik didapatkan nadi
50X/menit, napas megap megap. Tindakan selanjutnya adalah...
a. O2 supplementasi 100%
b. Injeksi adrenalin
c. Pemasangan CPAP
d. VTP dengan udara kamar
e. VTP dengan pijat jantung, dengan Oksigen 100%

• Jawaban: D. VTP dengan udara kamar


122. Resusitasi
Neonatus
Pemberian Oksigen
• Target saturasi oksigen dapat dicapai dengan memulai
resusitasi dengan udara atau oksigen campuran (blended
oxygen) dan dilakukan titrasi konsentrasi oksigen untuk
mencapai SpO2 sesuai target.
• Jika oksigen campuran tidak tersedia, resusitasi dimulai
dengan udara kamar.
• Jika bayi bradikardia (kurang dari 60 per menit) setelah 90
detik resusitasi dengan oksigen konsentrasi rendah,
konsentrasi oksigen ditingkatkan sampai 100% hingga
didapatkan frekuensi denyut jantung normal.
Soal no 123
• Anak Ipin, laki-laki, usia 12 tahun, dibawa oleh orang tuanya berobat
ke poliklinik karena gusi berdarah sejak 3 jam lalu. Saat ini pasien
sedang demam hari ke-4. Keluhan disertai nyeri otot dan seluruh
persendian. Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/70
mmHg, suhu 38,50C, nadi 98x/menit teraba kuat, nafas 20x/menit dan
nyeri tekan epigastrium. Uji tourniquet (+). Pemeriksaan laboratorium
didapatkan Hb 12,7 g/dL, leukosit 5000/mm, hematokrit 48%,
trombosit 64.000/uL, hitung jenis 0/0/79/11/10. Tatalaksana yang
dapat diberikan adalah...
a. Pemberian cairan awal 5 ml/kgBB/jam
b. Pemberian cairan awal 7 ml/kgBB/jam
c. Pemberian cairan awal 10 ml/kgBB/jam
d. Pemberian cairan awal 20 ml/kgBB secepatnya
e. Pemberian cairan awal 3 ml/kgBB/jam

Jawaban: B. Pemberian cairan awal 7 mg/kgBB/jam


123. DENGUE FEVER (DF) & DENGUE
HEMORRHAGIC FEVER (DHF)
• Disebabkan oleh virus flavivirus dengan 4 serotipe DE-1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4 melalui nyamuk aedes aegypti atau
aedes albopictus
• DEN-3 merupakan serotipe yang banyak berhubungan
dengan kasus berat, diikuti dengan serotipe DEN-2
• Demam akut 2-7 hari dengan 2 atau lebih gejala berikut:
• Nyeri kepala
• Nyeri retroorbita
• Myalgia/arthralgia
• Ruam
• Manifestasi perdarahan
• Leukopenia
Shock
Bleeding
Pemeriksaan Penunjang
Serologi Dengue

• NS1:
• antigen nonstructural untuk replikasi virus yang dapat dideteksi sejak hari pertama
demam.
• Puncak deteksi NS1: hari ke 2-3 (sensitivitas 75%) & mulai tidak terdeteksi hari ke 5-
6.

• Untuk membedakan infeksi dengue primer atau sekunder digunakan


pemeriksaan IgM & IgG antidengue.
• Infeksi primer IgM (+) setelah hari ke 3-6 & hilang dalam 2 bulan, IgG muncul mulai
hari ke-12.
• Pada infeksi sekunder IgG dapat muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM
• IgG bertahan berbulan-bulan & dapat (+) seumur hidup sehingga diagnosis infeksi
sekunder dilihat dari peningkatan titernya. Jika titer awal sangat tinggi 1:2560, dapat
didiagnosis infeksi sekunder.

WHO SEARO, Dengue prevention & management. 2011.


Primary infection: Secondary infection:
• IgM: detectable by days 3–5 after the onset of • IgG: detectable at high levels in the initial
illness,  by about 2 weeks & undetectable phase, persist from several months to a
after 2–3 months. lifelong period.
• IgG: detectable at low level by the end of the • IgM: significantly lower in secondary infection
first week & remain for a longer period (for cases.
many years).
Rumple leede test

• A tourniquet test used to determine the presence of vitamin C


deficiency or thrombocytopenia
• A circle 2.5 cm in diameter, the upper edge of which is 4 cm below
the crease of the elbow, is drawn on the inner aspect of the forearm,
pressure midway between the systolic and diastolic blood pressure is
applied above the elbow for 15 minutes
• Count petechiae within the circle is made:
• 10  normal
• 10-20  marginal
• more than 20  abnormal.
Alur Perawatan
Pediatric Vital
Signs
Heart Rate
Age (beats/min
)
Premature 120-170 *
0-3 mo 100-150 *
http://web.missouri.edu/~proste/lab/vitals-peds.pdf
3-6 mo 90-120
6-12 mo 80-120
1-3 yr 70-110
3-6 yr 65-110
6-12 yr 60-95
12 > yr 55-85
Kleigman, R.M., et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders, 2011. 1Soldin, S.J., Brugnara, C., & Hicks, J.M. (1999). Pediatric
* From Dieckmann R, Brownstein D, Gausche-Hill M (eds): Pediatric Education for Prehospital reference ranges (3rd ed.). Washington, DC: AACC Press.
Professionals. Sudbury, Mass, Jones & Bartlett, American Academy of Pediatrics, 2000, pp 43-45. http://wps.prenhall.com/wps/media/objects/354/36284
† From American Heart Association ECC Guidelines, 2000. 6/London%20App.%20B.pdf
Soal no 124
• Anak Tayo, laki-laki, 4 tahun, dibawa oleh orang tuanya ke poliklinik
RS karena anak tampak pucat. Anak juga tidak nafsu makan. Keluhan
perut juga semakin membesar serta tulang mata tampak menonjol
dengan ekimosis periorbita. Terdapat tanda hepatomegali serta
pembesaran kelenjar getah bening inguinal. Kemungkinan diagnosis
pasien adalah...
a. Neuroblastoma
b. Leukemia limfositik akut
c. Retinoblastoma
d. Nefroblastoma
e. Rhabdomiosarkoma

Jawaban: A. neuroblastoma
124. Neuroblastoma
• Neuroblastoma adalah tumor yang berasal dari jaringan
neural crest dan dapat mengenai susunan saraf simpatis
sepanjang aksis kraniospinal.
• Neuroblastoma merupakan kanker ekstrakranial yang paling
sering ditemukan pada anak, mencakup 8-10% dari seluruh
kanker pada anak.
• Angka kejadian sekitar 1,1 per 10.000 anak di bawah usia 15
tahun
• Etiologi belum diketahui, diduga berhubungan dengan
faktor lingkungan, ras dan genetik
Diagnosis
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
• Manifestasi klinis neuroblastoma sangat
bervariasi, dapat berupa keluhan • Gejala dan tanda tergantung pada lokasi tumor primer
sehubungan tumor primernya, akibat dan penyebarannya.
metastasisnya atau gejala sindrom • Pembesaran perut. Tumor di daerah abdomen, pelvis atau
paraneoplastiknya. mediastinum, dan biasanya Neuroblastoma melewati garis
• Perut yang membesar merupakan keluhan tengah.
yang paling sering ditemukan • Pada penyebaran limfogenik akan ditemukan pembesaran
kelenjar getah bening
• Berat badan yang menurun
• Cari penyebaran hematogenik ke sumsum tulang, tulang, dan
• Mata yang menonjol dengan ekimosis
hati akan ditemukan pucat, perdarahan, nyeri tulang,
periorbital hepatomegali, dan splenomegali.
• Keluhan lain adalah nyeri tulang, anoreksia, • Tumor yang berasal dari ganglia simpatis paraspinal dapat
pucat, banyak keringat, muka merah, nyeri menimbulkan kompresi spinal
kepala, palpitasi, diare berkepanjangan • Bila tumor menyebar ke daerah leher akan terjadi sindrom
yang dapat menyebabkan gagal tumbuh. Horner (miosis, ptosis, dan anhidrosis unilateral).
• Bila infiltrasi retrobulbar dan orbital maka akan ditemukan
ekimosis periorbital dan proptosis.
• Pemeriksaan Penunjang • Terapi
• Darah rutin, elektrolit, feritin, neuroblastoma
urin rutin, VMA urin, HVA urine terdiri dari:
• USG abdomen, CT scan untuk • Operasi
mencari tumor primer dan pengangkatan
penyebarannya tumor
• Foto toraks untuk mencari • Kemoterapi
penyebaran • Radioterapi
• Biopsi sumsum tulang untuk
mencari penyebaran
• Aspirasi sumsum tulang: sel
ganas pseudorosette
• Diagnosis pasti dengan
pemeriksaan histopatologis dari
jaringan yang diambil (biopsi)
Soal no 125
• Anak Morinaga, laki-laki, usia 4 tahun, dibawa oleh orang tuanya
karena keluhan demam. Pasien juga tampak lemas. Keluhan awalnya
berupa nyeri pada mulut dan tenggorokan sehingga anak menjadi
malas makan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda berupa oral
enanthem dan exanthem di telapak kaki dan tangan. Tatalaksana
pada kasus ini adalah...
a. Sefalosporin generasi 2
b. Sefalosporin generasi 3
c. Makrolid
d. Kortikosteroid
e. OAINS

Jawaban: E. OAINS
125. Hand-Foot-Mouth Disease
• Hand-foot-and-mouth disease (HFMD)  penyakit virus
Coxsackievirus A type 16 (CVA16) yang melibatkan erupsi
vesikular di rongga mulur dengan tangan, kaki, bokong,
dan/atau genitalia.
• HFMD biasanya diawali dengan keluhan nyeri pada mulut
dan tenggorok serta malas makan
ORAL ENANTHEM
• Dapat timbul demam namun biasanya subfebris
• Gejala khasnya berupa oral enanthem dan adanya
exanthem, namun bisa tidak muncul salah satunya
• Lesi oral biasanya terapat pada bagian anterior rongga
mulut, biasaya pada lidah dan mukosa
• Lesi oral ini berawal dari macula eritematosavesikel
yang dikelilingi oleh daerah pucat kemudian diluarnya lagi
dikelilingi eritema (lesi halo)vesikel ruptureulkus
superfisial dengan dasar berwarna kuning keabuan dan
tepi eritema. EXANTHEM

• Sedangkan untuk lesi kulit dapat berupa makula,


maculopapular, atau vesicular.
Hand-Foot-Mouth Disease

• Tatalaksana:
• Cairan adekuat untuk mencegah dehidrasi
• Makanan pedas dan asam harus dihindari karena dapat memperparah
keluhan nyeri
• Bila terjadi dehidrasi sedang hingga berat  pertimbangkan pemberian
hidrasi intravena
• Pemberian asetaminofen atau ibuprofen sebagai antipiretik dan analgetik.
• Analgetik topikal untuk rongga mulut juga bisa dipakai berupa obat kumur
atau semprot
Soal no 126
• Anak Franky, laki-laki, usia 6 tahun, dibawa oleh orang tuanya ke IGD
karena merasa sesak yang memberat sejak 6 jam lalu. Pasien sudah
sering mengalami hal ini. Sesak biasanya kambuh 2-3x/bulan. Pasien
saat ini bicara hanya dalam kata dan duduk dengan bertopang. Pasien
tampak agak gelisah dengan SpO2 89%. Tatalaksana yang dapat
diberikan adalah…
a. Salbutamol MDI
b. Salbutamol MDI + corticosteroid oral
c. Salbutamol MDI atau inhalasi + corticosteroid inhalasi
d. Salbutamol dan ipratropium bromide nebulisasi + kortikosteroid iv
e. Salbutamol nebulisasi + kortikosteroid iv

Jawaban: C. Salbutamol dan ipratropium bromide nebulisasi


+ kortikosteroid iv
126. Asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016

• Penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi


kronik yang mengakibatkan obstruksi dan
hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat
bervariasi.
• Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing,
sesak napas, dada tertekan yang timbul secara kronik
dan atau berulang, reversibel, cenderung memberat
pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada
pencetus
• Chronic recurrent cough (batuk kronik berulang, BKB)
dapat menjadi petunjuk awal untuk membantu diagnosis
asma
Patogenesis asma pada anak
Patofisiologi asma pada anak
Alur diagnosis asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
Klasifikasi asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
Berdasarkan kekerapan Berdasarkan kondisi saat ini Berdasarkan derajat kendali

• Intermitten • Tanpa gejala • Tidak terkendali


• Persisten Ringan • Ada gejala • Terkendali sebagian
• Persisten Sedang • Serangan ringan • Terkendali penuh dengan
• Persisten Berat • Serangan sedang controller
• Serangan berat • Terkendali penuh tanpa
• Ancaman gagal napas controller
Berdasarkan umur Berdasarkan fenotip Berdasarkan derajat
beratnya serangan
• Asma bayi – baduta • Asma tercetus infeksi
(bawah dua tahun) virus • Asma serangan ringan-
• Asma balita (bawah • Asma tercetus aktivitas sedang
lima tahun) (exercise induced • Asma serangan berat
• Asma usia sekolah asthma) • Serangan asma dengan
(5-11 tahun) • Asma tercetus alergen ancaman henti napas
• Asma remaja (12- • Asma terkait obesitas
17 tahun) • Asma dengan banyak
pencetus (multiple
triggered asthma)
Klasifikasi asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
Berdasarkan kekerapan

Berdasarkan derajat beratnya serangan


Klasifikasi asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
Berdasarkan derajat kendali
Tatalaksana kekerapan asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
Tatalaksana serangan
asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
Soal no 127
• Bayi Hero, baru lahir, perempuan, cukup bulan. Pada pemeriksaan
pasca persalinan, didapatkan bayi langsung menangis tetapi
kemudian merintih dan nafas menjadi lambat dan ireguler, seluruh
badan kemerahan, gerakan bayi lemah dan sedikit dengan tangan
serta kaki sedikit fleksi, denyut jantung 95x/menit. Berapa skor
APGAR bayi tersebut?
a. 3
b. 4
c. 6
d. 8
e. 9

Jawaban: C. 6
127. Skor APGAR
Skor APGAR dievaluasi menit ke-1 dan menit ke-5

Tanda 0 1 2

A Activity Tidak ada tangan dan aktif


(tonus otot) kaki fleksi
sedikit
P Pulse Tidak ada < 100x/menit > 100 x/menit

G Grimace Tidak ada Menyeringai Reaksi melawan, batuk,


(reflex respon lemah, bersin
irritability) gerakan
sedikit

A Appearance Sianosis Kebiruan Kemerahan di seluruh tubuh


(warna kulit) seluruh pada
tubuh ekstremitas
R Respiration Tidak ada Lambat dan Baik, menangis kuat
(napas) ireguler
Soal no 128
• Anak Prendjak, laki-laki, usia 4 tahun, dibawa oleh ibunya ke IGD
karena keluhan sesak nafas sejak 2 hari lalu. Pada pemeriksaan fisik
tampak penggunaan otot bantu nafas dengan nafas yang cepat dan
tanda vital lainnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik
lainnya tidak ditemukan kelainan yang berarti. Kemudian untuk
konfirmasi diagnostik dilakukan foto radiologi, dan terlihat gambaran
"Valeculla sign”. Diagnosis yang paling sesuai dengan temuan
radiologis tersebut adalah…
a. Bronkopneumoni
b. Bronkiektasis
c. Epiglotitis
d. Asma
e. Faringitis

Jawaban: C. Epiglotitis
128. Epiglotitis
• Life-threatening, medical emergency due to infection with
edema of epiglottis and aryepiglottic folds
• Organism: Haemophilus influenzae type B: most common
(bacil gram (-), needs factor X and V for growth)
• Location
• Purely supraglottic lesion
• Associated subglottic edema in 25%
• Associated swelling of aryepiglottic folds causes stridor
• Classical triad is: drooling, dysphagia and distress (respiratory)
• Abrupt onset of respiratory distress with inspiratory stridor,
Sore throat, Severe dysphagia, muffled voice/hot potato voice
• Older child may have neck extended and appear to be sniffing
due to air hunger
Thumb Sign pada epiglotitis Gambaran epiglotis normal
X-ray soft tissue neck
• Lateral view taken in
erect position only
(Supine position may
close off airway)
• Enlargement of epiglottis
(thumb sign)
• Absence of well defined
vallecula (Vallecula sign)
• Thickening of aryepiglottic
folds (cause for stridor)
• Circumferential narrowing
of subglottic portion of
trachea during inspiration
(25% cases)
• Ballooning of hypopharynx
Red arrow = enlarged epiglottis
Yellow arrow = thickened ary-epiglottic folds
X-ray diagnosis?
2-year-old boy with
fever, stridor, tripoding
and NO cough.

Epiglottitis P
E V
• Epiglottis (E) –
wide (thumb-
like)
C
• Vallecula -
shallow Epiglottis (E)
• Trachea - Vallecula (V)
normal Vocal cords (C)
• Prevertebral Trachea (T)
T
soft tissue - Prevertebral soft
normal tissue (P)
Treatment
• Managing the airway is of utmost importance and should be the
initial action when epiglottitis is suspected
• Patient not able to maintain airway: Bag-valve-mask ventilation; if
Oxygenation not maintained, immediately attempt to place an oral
endotracheal tube while other physicians are assigned to prepare to
establish a surgical airway if needed (i.e cricothyrotomy)
• If the patient is maintaining airway, then administer supplemental
humidified oxygen and assemble available specialists (eg,
anesthesiologist, intensivist, and otolaryngologist)
• Empiric combination therapy with a third-generation
cephalosporin (eg, ceftriaxone or cefotaxime) AND an
antistaphylococcal agent (eg, vancomycin)
• Bronchodilators (racemic epinephrine) and parenteral
glucocorticoids have both been used as adjunctive treatments
for patients with epiglottitis, but these agents are not routinely
necessary.
Soal no 129
• Anak Rose, perempuan, usia 3 tahun, dibawa oleh ibunya ke
Puskesmas karena berat badan tidak naik-naik sejak 6 bulan terakhir.
Pasien juga mengalami batuk sejak 4 minggu dan demam naik turun
sejak 3 minggu. Pada pemeriksaan antropometri didapatkan berat
badan kurang tanpa adanya pembesaran kelenjar getah bening.
Riwayat kontak TB tidak ada. Kemudian dilakukan uji Mantoux
didapatkan hasil 11 mm. Hasil rontgen toraks didapatkan hasil dalam
batas normal. Tatalaksana pasien tersebut adalah…
a. Terapi profilaksis INH
b. Terapi broadspectrum AB, lanjut evaluasi
c. Terapi OAT RHZ selama 2 bulan, lanjut evaluasi, jika ada perbaikan,
hentikan OAT
d. Terapi OAT RHZ selama 2 bulan, lanjutkan dengan RH selama 4 bulan
e. Lakukan observasi per bulan tanpa memberikan obat

Jawaban: D. Terapi OAT RHZ selama 2 bulan, lanjutkan


dengan RH selama 4 bulan
129. Tuberkulosis pada anak
• Pada umumnya anak yang terinfeksi tidak
menunjukkan gejala yang khas over/underdiagnosed
• Batuk BUKAN merupakan gejala utama TB pada
anak
• Pertimbangkan tuberkulosis pada anak jika :
• BB berkurang dalam 2 bulan berturut-turut tanpa sebab
yang jelas atau gagal tumbuh
• Demam sampai 2 minggu tanpa sebab yang jelas
• Batuk kronik 3 ≥ minggu
• Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa
Sistem Skoring
ALUR DIAGNOSIS
BILA DIDAPATKAN
GEJALA KLINIS
Prinsip Pengobatan TB Anak
Regimen OAT pada Anak

Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. 2016. Depkes.


Uji Tuberkulin
• Menentukan adanya respon imunitas selular terhadap TB. Reaksi berupa
indurasi (vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin, dan akumulasi sel-sel
inflamasi)
• Tuberkulin yang tersedia : PPD (purified protein derived) RT-23 2TU, PPD
S 5TU, PPD Biofarma
• Cara : Suntikkan 0,1 ml PPD intrakutan di bagian volar lengan bawah (5-
10 cm dari lipat siku). Pembacaan 48-72 jam setelah penyuntikan
• Pengukuran (pembacaan hasil)
• Dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan eritemanya
• Indurasi dipalpasi, tandai tepi dengan pulpen. Catat diameter transversal.
• Hasil dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul = 0 mm
• Hasil:
• Positif jika indurasi >= 10mm (jika imunokompromais positif >=5 mm)
• Ragu-ragu jika 5-9 mm
• Negatif < 5 mm
Soal no 130
• Bayi Ruhiyat, laki-laki, usia 12 hari, dibawa oleh orang tuanya ke UGD
RSUD Kabupaten setelah dirujuk dari Puskesmas kecamatan karena
tampak kuning yang tidak kunjung hilang sejak pasien lahir. Pasien
juga mulai tampak lemas dan menjadi lebih malas menyusu ASI.
Kuning dikeluhkan terutama tampak lebih jelas pada saat hari ke 5
pasca kelahiran. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda ikterik
hingga bagian dada dan perut. Pemeriksaan fisik didapatkan tanda
vital dalam batas normal. Tampak sklera ikterik disertai peningkatan
bilirubin. Komplikasi yang berbahaya akibat gangguan ini adalah…
a. Kernikterus
b. Hepatitis
c. Obstruksi bilier
d. Breast milk jaundice
e. Chronic liver disease

Jawaban: A. Kernikterus
130. Kernikterus

• “Kernicterus” refers to the neurologic consequences of the deposition of


unconjugated bilirubin in brain tissue
• Serum unconjugated bilirubin level exceeds the binding capacity of albumin
→ unbound lipid-soluble bilirubin crosses the blood-brain barrier
• Albumin-bound bilirubin may also cross the blood-brain barrier if damage
has occurred because of asphyxia, acidosis, hypoxia, hypoperfusion,
hyperosmolality, or sepsis in the newborn
• The exact bilirubin concentration associated with kernicterus in the healthy
term infant is unpredictable. In the term newborn with hemolysis, a
bilirubin level above 20 mg per dL (342 μ mol per L) is a concern

Am Fam Physician. 2002 Feb 15;65(4):599-607. Hyperbilirubinemia in the Term Newborn.


Kernikterus

• Bilirubin indirek bersifat lipofilik


• Peningkatan bilirubin indirek  menembus sawar darah otak 
ensefalopati bilirubin (kernikterus)

Tahap 1: Letargi, hipotonia, refleks isap buruk


Tahap 2: Demam, hipertonia, opistotonus
Tahap 3: Kondisi terlihat membaik
Sekuele: Kehilangan pendengaran sensorineural
Serebral palsi koreoatetoid
Abnormalitas daya pandang
Prinsip Tatalaksana Kernikterus
• Prinsip tatalaksana adalah mencegah neurotoksisitas
• Pilihan utamanya adalah transfusi tukar
• Apabila transfusi tukar belum bisa dikerjakan, maka
dilakukan fototerapi dahulu hingga transfusi tukar
dapat dikerjakan
Soal no 131
• Bayi Bruno, laki-laki, usia 15 hari, dibawa oleh ibunya ke dokter
spesialis anak untuk kontrol pasca persalinan. Ketika pemeriksaan
fisik, dokter mencurigai adanya mikrosefali dan korioretinitis.
Kemudian melakukan CT Scan, didapatkan hasil CT scan kepala
terdapat kalsifikasi intrakranial periventrikular. Penyebab anak
mengalami hal tersebut adalah...
a. Infeksi toxoplasma
b. Infeksi CMV
c. Infeksi herpes simplex
d. Infeksi sifilis kongenital
e. Infeksi rubella

Jawaban: B. Infeksi CMV


131. TORCH
• Infeksi TORCH TORCH
– T=toxoplasmosis – Bayi dengan IUGR
– O=other (syphilis) – Trombositopenia
– R=rubella – Ruam abnormal
– C=cytomegalovirus (CMV) – Riwayat ibu sakit saat hamil
– H=herpes simplex (HSV) – Adanya gejala klasik infeksi

• Bayi yang dicurigai terinfeksi


Clinical manifestations that are suggestive of specific
congenital infections in the neonate
Uptodate. 2017

Congenital toxoplasmosis Congenital rubella


• Intracranial calcifications (diffuse) • Cataracts, congenital glaucoma,
pigmentary retinopathy
• Hydrocephalus
• Chorioretinitis • Congenital heart disease (most
commonly patent ductus arteriosus or
• Otherwise unexplained mononuclear CSF peripheral pulmonary artery stenosis)
pleocytosis or elevated CSF protein
• Radiolucent bone disease
Congenital syphilis • Sensorineural hearing loss
• Skeletal abnormalities (osteochondritis & Congenital cytomegalovirus
periostitis)
• Thrombocytopenia
• Pseudoparalysis • Periventricular intracranial
• Persistent rhinitis calcifications
• Microcephaly
• Maculopapular rash (particularly on palms
• Hepatosplenomegaly
and soles or in diaper area)
• Sensorineural hearing loss
Clinical manifestations that are suggestive of specific
congenital infections in the neonate
Uptodate. 2017

Herpes simplex virus Congenital varicella


Perinatally acquired HSV infection
• Cicatricial or vesicular skin lesions in
• Mucocutaneous vesicles dermatomal distribution
• CSF pleocytosis
• Microcephaly
• Thrombocytopenia
• Elevated liver transaminases • Ocular Defects: catarct, chorioretinitis,
microphthalmos
• Conjunctivitis or keratoconjuctivitis
• IUGR
Congenital (in utero) HSV infection (rare)
• Skin vesicles, ulcerations, or scarring • Limb abnormalities: hypoplasia of
bone and muscle
• Eye abnormalities (eg, micro-ophthalmia)
• CNS abnormalities: cortical atrophy,
• Brain abnormalities (eg, hydranencephaly,
seizures, mental retardation
microcephaly)
Tissue invasive disease - infected cells are identified on H & E stain
by characteristic features including a large cell nucleus with peri-
nuclear clearing, and basophilic staining cytoplasmic inclusion
bodies which are often referred to as the “owl’s eye” appearance.
Infeksi Rubella Kongenital
• Karakteristik – Virus dapat diisolasi
– Single-stranded RNA virus dari sekret nasal
– Togavirus family – Tes Serologik Bayi
– Rubivirus genus • IgM = Infeksi baru atau
– Dapat dicegah oleh vaksin kongenital
– Ringan, self-limiting • Peningkatan titer IgG
– Infeksi pada trimester bulanan mengarah pada
pertama memiliki kongenital
kemungkinan mengenai janin – Diagnosis setelah anak
yang tinggi berusia 1 tahun  sulit
• Diagnosis
– IgG maternal  bisa • Terapi
akibat imunisasi atau – Pencegahan: Imunisasi
infeksi lampau  tidak – Perawatan suportif dengan
dapat dipegang mengedukasi orangtua
Congenital Rubella Syndrome Classic Triad
• Sensorineural hearing loss is the most common manifestation of congenital
rubella syndrome. It occurs in approximately 58% of patients.
• Ocular abnormalities including cataract, infantile glaucoma, and pigmentary
retinopathy occur in approximately 43% of children with congenital rubella
syndrome.
• Both eyes are affected in 80% of patients, and the most frequent findings are cataract and
rubella retinopathy.
• Rubella retinopathy consists of a salt-and-pepper pigmentary change or a mottled,
blotchy, irregular pigmentation, usually with the greatest density in the macula.
• The retinopathy is benign and nonprogressive and does not interfere with vision (in
contrast to the cataract) unless choroid neovascularization develops in the macula.
• Congenital heart disease including patent ductus arteriosus (PDA) and
pulmonary artery stenosis is present in 50% of infants infected in the first 2
months' gestation.
Congenital cataract

Blueberry muffin baby Salt pepper retinopathy


Congenital Toxoplasma Clinical Presentation
• First Trimester – often results in death
• Second Trimester – classic triad
• Hydrocephalus
• Intracranial calcifications
• Chorioretinitis

• Third Trimester – often asymptomatic at birth


• Symptoms may also include fever, IUGR, microcephaly,
seizure, hearing loss, maculopapular rash, jaundice,
hepatosplenomegaly, anemia, and lymphadenopathy
Herpes Simpleks Congenital Infection
• SEM disease (Localized to skin, eyes, and mucosal)
• Vesicular lesions on an erythematous base
• Keratoconjunctivitis, cataracts, chorioretinitis
• Ulcerative lesions of the mouth, palate, and tongue
• CNS disease
• Seizure, lethargy, irritability, tremor, poor feeding, temperature
instability, full anterior fontanelle
• Disseminated disease
• Multiple organ involvement (CNS, skin, eye, mouth, lung, liver,
adrenal glands)
• May appear septic – fever/hypothermia, apnea, irritability, lethargy,
respiratory distress
• Hepatitis, ascites, direct hyperbilirubinemia, neutropenia,
disseminated intravascular coagulation, pneumonia, hemorrhagic
pneumonitis, necrotizing enterocolitis, meningoencephalitis, skin
vesicles
Soal no 132
• Anak Ilham, laki-laki, usia 6 bulan, dibawa ibunya ke poli MTBS karena
BAB encer sejak 3 hari terakhir. Orang tua pasien mengeluhkan
anaknya BAB encer 3x/hari, konsistensi lembek, warna coklat
kekuningan, tidak ada darah. Pada pemeriksaan fisik pasien tampak
sadar, mata cekung (-), turgor kulit kembali cepat, CRT 2 detik. Berapa
kebutuhan cairan yang diperlukan pasien tersebut?
a. 50-100 ml tiap BAB cair
b. 100-200 ml tiap BAB cair
c. 200-250 ml tiap BAB cair
d. 250-300 ml tiap BAB cair
e. 300-400 ml tiap BAB cair

Jawaban: A. 50-100 ml tiap BAB cair


132. Diare akut
• Diare akut:
- BAB >3 kali dalam 24 jam
- Konsistensi cair
- Durasi <1 minggu

• Diare kronik: diare karena penyebab apapun dan


berlangsung ≥ 14 hari
KLASIFIKASI DIARE
Syok hipovolemik
pada anak
• Jika diare sangat massif
sehingga volume loss
sangat tinggi, anak
dapat mengalami syok
hipovolemik
• Tatalaksana syok akibat
diare pada anak tidak
menggunakan rencana
terapi C melainkan
algoritma tatalaksana
syok hipovolemik anak
Soal no 133
• Anak Jaenudin, laki-laki, usia 4 tahun, dibawa oleh ibunya ke
Puskesmas Kecamatan karena dirasakan demam sejak 3 hari disertai
batuk. Anak juga tidak mau makan. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan Tekanan darah 95/70 mmHg, nadi 100x/menit, nafas
26x/menit, dan suhu 38,5oC. Pada pemeriksaan antropometri rutin,
didapatkan berat badan 12 kg, lingkar lengan 10 cm. orang tua pasien
menyebutkan bahwa anaknya memang tampak kurus sejak usia 2
tahun karena sulit makan dan hanya mendapatkan asupan nutrisi
yang terbatas karena pasien tidak mampu. Tatalaksana yang tepat
dari pilihan di bawah ialah...
a. Periksa Hb
b. Rujuk
c. Rawat jalan dan edukasi
d. Modisko
e. Foto rontgen thoraks

Jawaban: B. Rujuk
133. Malnutrisi Energi Protein
• Malnutrisi: Ketidakseimbangan seluler antara asupan dan kebutuhan
energi dan nutrien tubuh untuk tumbuh dan mempertahankan
fungsinya (WHO)
• Dibagi menjadi 3:
• Overnutrition (overweight, obesitas)
• Undernutrition (gizi kurang, gizi buruk)
• Defisiensi nutrien spesifik
• Malnutrisi energi protein (MEP):
• MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang)
• MEP derajat berat (gizi buruk)
• Malnutrisi energi protein berdasarkan klinis:
• Marasmus
• Kwashiorkor
• Marasmik-kwashiorkor

Sjarif DR. Nutrition management of well infant, children, and


adolescents.
Scheinfeld NS. Protein-energy malnutrition.
http://emedicine.medscape.com/article/1104623-overview
Marasmus
 wajah seperti orang tua
 kulit terlihat longgar
 tulang rusuk tampak
terlihat jelas
 kulit paha berkeriput
 terlihat tulang belakang
lebih menonjol dan kulit
di pantat berkeriput
( baggy pant )
Kwashiorkor
 edema
 rambut kemerahan, mudah
dicabut
 kurang aktif, rewel/cengeng
 pengurusan otot
 Kelainan kulit berupa bercak
merah muda yg meluas &
berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
Marasmik-kwashiorkor
• Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan kwashiorkor secara
bersamaan
10 Langkah Utama Penatalaksaan Gizi Buruk
No Tindakan Stabilisasi Transisi Rehabilitasi Tindaklanjut
H 1-2 H 3-7 H 8-14 mg 3-6 mg 7-26
1. Atasi/cegah hipoglikemia

2. Atasi/cegah hipotermia

3. Atasi/cegah dehidrasi

4. Perbaiki gangguan elektrolit

5. Obati infeksi
6. Perbaiki def. nutrien mikro tanpa Fe + Fe

7. Makanan stab & trans

8. Makanan Tumb.kejar
9. Stimulasi

10. Siapkan tindak lanjut


Soal no 134
• Anak Talita, perempuan, usia 3 tahun, dibawa oleh ayahnya karena
muncul ruam kemerahan di seluruh tubuh. Keluhan mulai timbul 1
hari lalu dan muncul saat pasien mengalami demam yang cukup
tinggi, mulai dari leher meluas ke badan hingga ekstremitas.
Sebelumnya pasien juga mengalami batuk, pilek dan mata merah. Apa
yang mungkin menjadi komplikasi tersering dari penyakit ini?
a. Perikarditis dan ensefalitis
b. Subacute slerosing panencephalitis
c. Bronkopneumonia dan ensefalitis
d. Otitis media dan bronkopneumonia
e. Otitis media dan pericarditis

Jawaban: D. Otitis media dan bronkopneumonia


134. Morbili/Rubeola/Campak
• Pre-eruptive Stage
• Demam
• Catarrhal Symptoms – coryza, conjunctivitis
• Respiratory Symptoms – cough
• Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes
• Exanthem sign
• Maculopapular Rashes – Muncul 2-7
hari setelah onset
• Demam tinggi yang menetap
• Anoreksia dan iritabilitas
• Diare, pruritis, letargi dan
limfadenopati oksipital
• Stage of Convalescence
• Rash – menghilang sama dengan urutan
munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah)
→ membekas kecoklatan
• Demam akan perlahan menghilang saat
erupsi di tangan dan kaki memudar

• Tindakan Pencegahan :
• Imunisasi Campak pada usia 9 bulan
• Mencegah terjadinya komplikasi berat
Morbili
• Paramyxovirus • Prodromal
• Kel yg rentan: • Hari 7-11 setelah eksposure
• Anak usia prasekolah yg blm • Demam, batuk, konjungtivitis,sekret
divaksinasi hidung. (cough, coryza, conjunctivitis
 3C)
• Anak usia sekolah yang gagal
imunisasi • Enanthem  ruam kemerahan
• Musin: akhir musim dingin/ musim • Koplik’s spots muncul 2 hari
semi sebelum ruam dan bertahan
• Inkubasi: 8-12 hari selama 2 hari.
• Masa infeksius: 1-2 hari sblm
prodromal s.d. 4 hari setelah
muncul ruam
Morbili

KOMPLIKASI DIAGNOSIS & TERAPI


• Otitis Media (1 dari 10 penderita campak • Diagnosis:
pada anak)
• Diare (1 dari 10 penderita campak) • manifestasi klinis, tanda
patognomonik bercak Koplik
• Bronchopneumonia (komplikasi berat; 1
dari 20 anak penderita campak) • isolasi virus dari darah, urin, atau
• Encephalitis (komplikasi berat; 1 dari 1000 sekret nasofaring
anak penderita campak) • pemeriksaan serologis: titer antibodi
• Pericarditis 2 minggu setelah timbulnya penyakit
• Subacute sclerosing panencephalitis – late • Terapi:
sequellae due to persistent infection of
the CNS; 7-10 tahun setelahnya; 1: • Suportif, pemberian vitamin A 2 x
100,000 orang) 200.000 IU dengan interval 24 jam.
Penatalaksanaan
• Terapi suportif diberikan dengan EDUKASI
menjaga cairan tubuh dan mengganti
cairan yang hilang dari diare dan emesis. • Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili
merupakan penyakit yang menular.
• Obat diberikan untuk gejala • Namun demikian, pada sebagian besar pasien
simptomatis, demam dengan antipiretik. infeksi dapat sembuh sendiri, sehingga
• Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, pengobatan bersifat suportif.
diberikan antibiotik. • Edukasi pentingnya memperhatikan cairan
yang hilang dari diare/emesis.
• Suplementasi vitamin A diberikan pada: • Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan,
• Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari dapat diberikan vaksin campak atau human
PO diberi 2 dosis. immunoglobulin untuk pencegahan.
• Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 • Vaksin efektif bila diberikan dalam 3 hari
dosis. terpapar dengan penderita.
• Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 • Imunoglobulin dapat diberikan pada individu
dosis. dengan gangguan imun, bayi umur 6 bulan -1
• Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 tahun, bayi umur kurang dari 6 bulan yang
dosis pertama sesuai umur, dilanjutkan lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan
dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4 wanita hamil.
minggu kemudian.
Soal no 135
• Anak Gozali, laki-laki, usia 13 tahun, dibawa ke UGD RS karena tidak
sadarkan diri. 3 jam yang lalu pasien kejang, 3 kali dalam 30 menit.
Setelah kejang pasien tidak sadar. Pasien memiliki riwayat meminum
obat kejang, namun 3 hari yang lalu berhenti meminum obat
tersebut. Saat ini pasien kesadaran koma, Tekanan Darah 100/80, nadi
80x/menit, nafas 18x/menit, suhu 39.3°C. Diagnosis pasien ini
adalah…
a. Demam tifoid
b. Kejang demam kompleks
c. Epilepsi
d. Status epileptikus
e. Meningoencephalitis

Jawaban: D. Status epileptikus


135. Status Epileptikus
• Definisi Status epileptikus (SE) adalah bangkitan yang
berlangsung lebuh dari 30 menit, atau adanya dua bangkitan
atau lebih dan diantara bangkitan-bangkitan tadi tidak
terdapat pemulihan kesadaran.
• Namun demikian penanganan bangkitan konvulsif harus
dimulai bila bangkitan konvulsif sudah berlangsung lebih dari
5-10 menit.
• SE merupakan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan
penanganan dan terapi segera guna menghentikakn bangkitan
(dalam waktu 30 menit).
• Dikenal dua tipe SE; SE konvusif (terdapat bangkitan motorik)
dan SE non-konfusif (tidak terdapat bangkitan motorik).
Status Epileptikus
• Definisi Operasional Status Epileptikus Konvulsif
• Status epileptikus konvulsif adalah bangkitan dengan durasi lebih dari 5 menit, atau bangkitan
berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya kesadaran diantara bangkitan.

• Definisi Status Epileptikus Nonkonvulsif


• Status epileptikus nonkonvulsif adalah sejumlah kondisi saat aktivitas bangkitan elektrografik
memanjang (EEG status) dan memberikan gejala klinis nonmotorik termasuk perubahan perilaku
atau “ awareness”.

• Berdasarkan durasi:
• SE Dini (5-30 menit)
• SE menetap/ Established (>30 menit)
• SE Refrakter (bangkitan tetap ada setelah mendapat dua atau tiga jenis antikonvulsan awal dengan dosis
adekuat )
Tatalaksana kejang akut
Soal no 136
• Anak Rinjani, perempuan, usia 3 bulan, dibawa ibunya dengan
keluhan perkembangan anak tampak lebih lambat dari usianya.
Riwayat lahir prematur dengan berat badan lahir rendah. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan tetraplegia dengan temuan pergelangan
kaki deformitas equinovarus. Diagnosis pasien tersebut yang paling
mungkin adalah....
a. Meningitis
b. Cerebral palsy spastik
c. Cerebral palsy athetoid
d. Enchephalitis
e. Meningoensephalitis

Jawaban: B. Cerebral palsy spastik


136. Cerebral Palsy
• Cerebral palsy (CP) describes a group of permanent disorders of the
development of movement and posture, causing activity limitation,
that are attributed to non-progressive disturbances that occurred in
the developing fetal or infant brain.
• The motor disorders of cerebral palsy are often accompanied by
disturbances of sensation, perception, cognition, communication,
and behaviour, by epilepsy, and by secondary musculoskeletal
problems. ”Rosenbaum et al, 2007
• Although the lesion is not progressive, the clinical manfestations
change over time
• CP is caused by a broad group of developmental, genetic, metabolic,
ischemic, infectious, and other acquired etiologies that produce a
common group of neurologic phenotypes

Behrman: Nelson Textbook of Pediatrics, 17th ed


Cerebral Palsy Risk factor
Clinical Manifestation
• CP is generally divided into several major motor syndromes that differ according
to the pattern of neurologic involvement, neuropathology, and etiology
Soal no 137
• Anak Doel, laki-laki, usia 8 tahun, dibawa oleh ibunya ke Poliklinik
karena khawatir anaknya tampak lebih kecil dibanding teman
sebayanya. Pasien juga belum mimpi basah. Ayah pasien dulunya
memiliki keluhan yang sama, ibu pasien haid pada usia 15 tahun.
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan hasil dalam batas normal.
Sementara itu, pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan pertumbuhan
kumis, tidak di temukan pertumbuhan payudara, tidak ditemuka
pertumbuhan bulu ketiak, tidak ada bulu pubis, skrotum dan penis
lebih kecil dari anak seusianya. Pemeriksaan penunjang awal pada
pasien ini adalah...
a. Growth Hormon
b. Bone age
c. USG abdomen
d. USG genital
e. Urin lengkap

Jawaban: B. Bone age


137. Perawakan Pendek
Variasi Normal Perawakan Pendek Yang
Fisiologis
• Familial short stature
• Pertumbuhan selalu dl bawah persentil 3
• Kecepatan pertumbuhan normal
• Umur tulang (bone age) normal
• Tinggi badan kedua orangtua pendek
• Tinggi akhir di bawah persentil 3

• Constitutional delay of growth and puberty


• Perlambatan pertumbuhan linier pada tiga tahun pertama kehidupan
• Pertumbuhan linier normal atau hamplr normal pada saat prapubertas
dan selalu berada di bawah persentil 3
• Bone age terlambat (tetapi masih sesuai dengan height age)
• Maturasi seksual terlambat
• Tinggi akhir pada umumnya normal
• Pada umumnya terdapat riwayat pubertas terlambat dalam keluarga
Anamnesis Perawakan Pendek
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Tatalaksana Perawakan Pendek
Soal no 138
• Anak Tayo, perempuan, usia 7 tahun, dibawa oleh orang tuanya ke
klinik Cinta Fitri. Orang tua menyebutkan bahwa anak tunggalnya
sering mudah kelelahan, lemas, dan tampak mudah marah sejak 1
tahun terakhir. Prestasi di sekolahnya pun tampak menurun sejak
muncul keluhan tersebut. Keluhan juga disertai mudah lapar dan
sering merasa kehausan namun berat badannya tampak berkurang
dalam 2 tahun terakhir. Pasien juga sering buang air kecil bahkan lebih
dari 5 kali terutama saat malam hari. RIwayat nyeri perut, sesak,
ataupun tidak sadarkan diri disangkal. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tanda vital dalam batas normal dan status generalis juga
tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan
kadar gula darah sewaktu 241 mg/dL dan kadar gula darah puasa 161
mg/dL. Patofisiologi apa yang sering mendasari terjadinya gangguan
tersebut?
a. Resistensi kerja insulin
b. Sekresi glucagon yang berlebihan
c. Kerusakan sel beta pankreas akibat autoimun
d. Defek mitokondria sel beta pancreas
e. Keadaan anabolik akibat tingginya rasio insulin-glukagon

Jawaban: C. Kerusakan sel beta pancreas akibat autoimun


138. Diabetes melitus tipe 1
• Terjadi akibat kerusakan sel beta pancreas  defisiensi insulin absolut
• Meliputi 90% diabetes pada anak dan remaja
• Penyebab:
• Autoimun : cellular mediated autoimmune. Marker autoimun: islet cell
autoantibodies, autoantibodi terhadap insulin (IAA), autoantibodies to GAD
(GAD65), autoantibodi terhadap tyrosine phosphatases IA-2 dan IA-2β, serta
autoantibodi terhadap zinc transporter 8 (ZnT8)
• Idiopatik
• Tidak termasuk kerusakan beta pancreas akibat kondisi khusus: defek
mitokondria, cystic fibrosis

PPM IDAI 2009


Pola gambaran klinis saat onset
• Klasik
• Polidipsi, poliuri, polifagi, penurunan berat badan nyata
dalam 2-6 minggu, mudah Lelah
• Irritable, penurunan prestasi sekolah, infeksi kulit berulang,
kandidiasis vagina pada anak prepubertas wanita, gagal
tumbuh, kurus (berbeda dengan DM tipe 2 biasanya gemuk)
• Silent diabetes
• Jarang dijumpai, biasanya ditemukan saat skrining atau
pemeriksaan khusus karena ada anggota keluarga penderita
dengan DM tipe 1
• Ketoasidosis diabetic
• Awitan gejala klasik cepat dalam beberapa hari
• Tampak sesak napas (napas kussmaul), letargi, nyeri perut,
muntah berulang, dehidrasi, napas bau aseton, tanda syok,
poliuri meski dehidrasi
Pemeriksaan penunjang
• Kadar GDS ≥200 mg/dl
• Kadar GDP ≥126 mg/dl (puasa: tidak ada asupan kalori selama 8 jam)
• Kadar gula darah 2 jam pasca toleransi glukosa ≥200 mg/dl
• Kadar C-peptide (lihat fungsi sel beta residu yang masih produksi
insulin, digunakan bila sulit bedakan DM tipe 1 dan 2)
• HbA1c setiap 3 bulan rutin, menilai perubahan terapi 8-12 minggu
sebelumnya dan kendali gula darah
• Marker autoantibodi, hanya 70-80% memberikan hasil posited (ICA,
IAA)
Konsensus Nasional Pengelolaan DM tipe 1 IDAI 2015.
Kriteria diagnosis
1. Ditemukan gejala klinis klasik
(polyuria, polydipsia, nocturia,
enuresis, penurunan berat badan,
polifagia), dan kadar GDS ≥200
mg/dl, atau
2. Kadar GDP ≥126 mg/dl, atau
3. Kadar gula darah ≥200 mg/dl pada
jam ke-2 TTGO, atau
4. HbA1c >6.5% (standar NGSP dan
DCCT)
5. Pada penderita asimptomatis
dengan GDS ≥200 mg/dl, harus
konfirmasi dengan GDP atau TTGO
terganggu.

Konsensus Nasional Pengelolaan DM tipe 1 IDAI 2015.


Tatalaksana
• Pemberian insulin
• Dosis anak prepubertas:
0.7-1 Unit/kg/hari
• Dosis pubertas: 1.2-2
Unit/kg/hari
• Dosis fase remisi sering
<0.5 unit/kg/hari
• Dosis berkurang sedikit
pada saat remisi dan
meningkat kembali saat
pubertas

Konsensus Nasional Pengelolaan DM tipe 1 IDAI 2015.


Tatalaksana
• Pengaturan makan
• Kontrol metabolik, cukupi kebutuhan kalori untuk metabolisme basal, pertumbuhan,
pubertas, dan aktivitas
• Jumlah kalori: [1000+(usia dlm tahun x 100)] kalori per hari
• 60-65% karbohidrat, 25% protein, <30% lemak
• Olahraga
• Paling sedikit 3x seminggu dan dilakukan pada waktu sama untuk mudahkan
pemberian insulin dan pengaturan makan
• Pantau kemungkinan hipoglikemia atau hiperglikemia saat atau pasca olahraga
• Edukasi
• Kondisi lifelong disease, motivasi patuh pengobatan
• Pemantauan mandiri di rumah
Konsensus Nasional Pengelolaan DM tipe 1 IDAI 2015.
Soal no 139
• Nn. Queni Tuilarita, berusia 19 tahun, datang ke klinik bersama orang
tuanya dengan keluhan belum mendapatkan haid sama sekali. Pasien
tidak merasakan nyeri perut setiap bulan. Dari pemeriksaan
didapatkan tinggi badan 155 cm berat badan 50 kg. Payudara dan
rambut pubis tidak tumbuh. Tidak terdapat kelainan tanda vital dan
status generalis dalam batas normal. Plano test (-). Diagnosis
penderita ini adalah...
a. Amenore primer
b. Amenore sekunder
c. Amenore tertier
d. Gravida
e. Kelainan kromosom

Jawaban: A. Amenore primer


139. Amenorea
• Normal siklus menstruasi: 21-35 hari
• Amenorea primer
• Tidak ada menarche hingga usia lebih dari 15 tahun
• Tidak tumbuh payudara (karakteristik seksual sekunder) atau menstruasi
hingga usia 13 tahun
• Tidak ada menarche dalam 5 tahun setelah tumbuh payudara
• Amenorea sekunder
• Tidak ada menstruasi selama 3 bulan berturut turut pada yang sebelumnya
menstruasi teratur
• Tidak ada menstruasi selama 6 bulan pada yang sebelumnya tidak teratur
menstruasi (ireguler)

https://www.aafp.org/afp/2013/0601/p781.pdf
https://www.acoog.org/web/Online/PDF/FC16/Thu/08-Wood10616.pdf
Evaluasi pasien dengan amenorea primer
Penyebab amenorea primer
• Disfungsi (stress,
anoreksia nervosa,
olahraga berat, • Adenoma hipofisis
malnutrisi) • Autoimun
• Hipotalamus • Galaktosemia
hipogonadisme • Sindrome Sheehan

• Disgenesis gonad • Hipotiroidisme


(kariotipe abnormal : • Hipertiroidisme
sindrom Turner 45,X) • Hiperprolaktinemia
• Agenesis gonad • Cushing syndrome
• Defisiensi enzim
(aromatase, 17α • Defek anatomis
hidroksilase) (Mullerian agenesis)
• PCOS • Asherman syndrome
• Tumor ovarium • Vaginal agenesis
• Premature ovarian • Hipoplasia atau
failure (kemoterapi, aplasia
radiasi) endometrium
• Cervical agenesis
Soal no 140
• Ny. Tuti, 34 tahun, G1P0 datang dengan keluhan muntah-muntah
yang berat. Dari anamnesis diketahui sedang hamil 10 minggu,
perdarahan pervaginam (+). Dari pemeriksaan fisik ditemukan tanda-
tanda vital masih dalam batas normal. Tinggi fundus uterus belum
bisa teraba. Dari pemeriksaan USG ditemukan adanya massa seperti
telur ikan pada plasenta yang membengkak. Diagnosis yang paling
mungkin dari kasus ini adalah…
a. Mola hidatidosa komplit
b. Mola hidatidosa parsial
c. Kehamilan kembar mola
d. Mola invasif
e. Choriocarcinoma

Jawaban: B. Mola hidatidosa parsial


140. Penyakit Trofoblastik Gestasional

WHO Classification

Malformations of the
Benign entities that
Malignant neoplasms chorionic villi that are
can be confused with
of various types of predisposed to
with these other
trophoblats develop trophoblastic
lesions
malignacies

Choriocarcinoma Hydatidiform moles Exaggerated placental site

Placental site
Complete Partial Placental site nodule
trophoblastic tumor

Epithilioid trophoblastic
tumors Invasive
Mola Hidatidosa

• Definisi
• Latin: Hidatid  tetesan air, Mola  Bintik
• Mola Hidatidosa menunjukkan plasenta dengan pertumbuhan abnormal dari
vili korionik (membesar, edem, dan vili vesikular dengan banyak trofoblas
proliferatif)

• Faktor Risiko
• Usia ibu < 20 tahun atau > 35 tahun
• Pernah mengalami kehamilan mola sebelumnya
• Risiko meningkat sesuai dengan jumlah abortus spontan
• Wanita dengan golongan darah A lebih berpotensi menderita koriokarsinoma,
tapi bukan mola hidatidosa
Mola Hidatidosa: Manifestasi Klinis

T I P E KO M P L I T T I P E PA R S I A L
• Perdarahan pervaginam setelah • Seperti tipe komplit hanya lebih
amenorea ringan
• Uterus membesar secara abnormal
dan menjadi lunak • Biasanya didiagnosis sebagai
aborsi inkomplit/ missed
• Hipertiroidism
abortion
• Kista ovarium lutein
• Uterus kecil atau sesuai usia
• Hiperemesis dan pregnancy
induced hypertension kehamilan
• Peningkatan hCG 100,000 mIU/mL • Tanpa kista lutein
Mola Hidatidosa: Diagnosis
• Pemeriksaan kadar hCG  sangat
tinggi, tidak sesuai usia kehamilan

• Pemeriksaan USG  ditemukan


adanya gambaran vesikuler atau
badai salju
– Komplit: badai salju (snow storm)
– Partial: terdapat bakal janin dan
plasenta. swiss cheese pattern dan
plasenta yang membesar. Gambaran
swiss cheese pattern menandakan
adanya ruang-ruang kistik yang
ditemukan pada pemeriksaan USG.
Selain pada mola parsial, gambaran
swiss cheese juga dapat ditemukan
pada kasus lain, seperti plasenta
akreta.

• Pemeriksaan Doppler  tidak


ditemukan adanya denyut jantung
janin
Mola
Hidatidosa:
Tatalaksana
Tatalaksana Kuret
• Kuretase dengan kuret tumpul
 seluruh jaringan
hasil kerokan di PA
• 7-10 hari sesudahnya 
kerokan ulangan dengan kuret
tajam, agar ada kepastian
bahwa uterus betul-betul
kosong dan untuk memeriksa
tingkat proliferasi sisa-sisa
trofoblas yang dapat
ditemukan
Blunt Curette Sharp Curette
Soal no 141
• Ny. Tuti Sediohuita, berusia 25 tahun, G1P0A0 hamil 10 minggu
datang dengan keluhan lemas dan lesu. Pasien juga tampak pucat.
Dokter melakukan pemeriksaan laboratorium hasilnya Hb 8, MCV
turun, dan apus darah menunjukkan hasil mikrositik hipokrom. Hal
apa yang akan ditimbulkan oleh kondisi tersebut saat persalinan dan
kehamilan?
a. Masih dalam keadaan normal
b. Mengakibatkan gawat janin
c. Abortus pada trimester III
d. Hipertensi pada trimester III
e. Perdarahan post partum

Jawaban: E. Perdarahan post partum


141. ANEMIA
• Anemia adalah suatu kondisi dimana terdapat kekurangan sel darah
merah atau hemoglobin.
• Diagnosis :
• Kadar Hb < 11 g/dl (pada trimester I dan III) atau < 10,5 g/dl (pada trimester
II)

• Faktor Predisposisi :
• Diet rendah zat besi, B12, dan asam folat
• Kelainan gastrointestinal
• Penyakit kronis
• Riwayat Keluarga
Tatalaksana Umum
• Apabila diagnosis anemia telah ditegakkan, lakukan pemeriksaan
apusan darah tepi untuk melihat morfologi sel darah merah.
• Bila pemeriksaan apusan darah tepi tidak tersedia, berikan
suplementasi besi dan asam folat.
• Tablet yang saat ini banyak tersedia di Puskesmas adalah tablet tambah darah
yang berisi 60 mg besi elemental dan 250 µg asam folat.
• Pada ibu hamil dengan anemia, tablet tersebut dapat diberikan 3 kali sehari.
Bila dalam 90 hari muncul perbaikan, lanjutkan pemberian tablet sampai 42
hari pascasalin.
• Apabila setelah 90 hari pemberian tablet besi dan asam folat kadar
hemoglobin tidak meningkat, rujuk pasien ke pusat pelayanan yang lebih
tinggi untuk mencari penyebab anemia.
• Tabel jumlah kandungan besi elemental yang terkandung dalam
berbagai jenis sediaan suplemen besi yang beredar:
Tatalaksana Khusus
• Anemia mikrositik hipokrom dapat ditemukan pada keadaan:
• Defisiensi besi: lakukan pemeriksaan ferritin. Apabila ditemukan kadar ferritin <
15 ng/ml, berikan terapi besi dengan dosis setara 180 mg besi elemental per
hari. Apabila kadar ferritin normal, lakukan pemeriksaan SI dan TIBC.
• Thalassemia: Pasien dengan kecurigaan thalassemia perlu dilakukan
tatalaksana bersama dokter spesialis penyakit dalam untuk perawatan yang
lebih spesifik
• Anemia normositik normokrom dapat ditemukan pada keadaan:
• Perdarahan: tanyakan riwayat dan cari tanda dan gejala aborsi, mola,
kehamilan ektopik, atau perdarahan pasca persalinan
• Infeksi kronik
• Anemia makrositik hiperkrom dapat ditemukan pada keadaan:
• Defisiensi asam folat dan vitamin B12: berikan asam folat 1 x 2 mg dan vitamin
B12 1 x 250 – 1000 μg
• Transfusi untuk anemia dilakukan pada pasien dengan kondisi berikut:
• Kadar Hb <7 g/dl atau kadar hematokrit <20 %
• Kadar Hb >7 g/dl dengan gejala klinis: pusing, pandangan berkunang-kunang, atau
takikardia (frekuensi nadi >100x per menit)
• Lakukan penilaian pertumbuhan dan kesejahteraan janin dengan
memantau pertambahan tinggi fundus, melakukan pemeriksaan USG,
dan memeriksa denyut jantung janin secara berkala.
Komplikasi Maternal dari Anemia
• Anemia berat dapat menimbulkan sejumlah komplikasi pada ibu dan fetus.
• Komplikasi maternal mayor akibat anemia umumnya terjadi pada ibu hamil
dengan kadar Hb kurang dari 6 gr/dL.
• Meski demikian, kadar Hb yang rendah dapat meningkatkan morbiditas
dalam kehamilan seperti infeksi, peningkatan lama rawat di rumah sakit,
dan masalah kesehatan umum lainnya.
• Pada kondisi berat, terutama pada wanita dengan Hb < 6 gr/dL, komplikasi
berbahaya dapat terjadi akibat gagal jantung kongestif dan penurunan
oksigenasi jaringan, termasuk pada otot jantung.
• Anemia defisiensi besi berat atau anemia methemorragik dapat
mengakibatkan komplikasi pada kehamilan seperti plasenta previa, solusoi
plasenta, persalinan melalui tindakan section caesaria, dan perdarahan
post partum.

Sifakis S. Anemia in Pregnancy. Annals of the New York Academy of Sciences. February 2000.
Komplikasi Fetal dari Anemia
• Efek anemia pada ibu hamil terhadap janin masih belum jelas.
Namun, pada beberapa literatur disebutkan anemia berhubungan
dengan penurunan kadar hemoglobin pada bayi premature, abortus
spontaneous, bayi berat lahir rendah, dan kematian janin.

Sifakis S. Anemia in Pregnancy. Annals of the New York Academy of Sciences. February 2000.
Soal no 142
• Ny. Ratih, 32 tahun, G1P0A0 hamil 32 minggu datang ke rumah sakit
dengan keluhan keluar cairan berwarna jernih disertai mules-mules.
Hasil pemeriksaan fisis tanda-tanda vital: tensi 110/70 mmHg,
frekuensi nadi 96 kali per menit, frekuensi napas 20 kali per menit,
lain-lain dalam batas normal. Hasil pemeriksaan obstetri didapatkan
tinggi fundus uteri 33cm, denyut jantung janin 124 kali per menit,
terdapat kontraksi 1x dalam 15 menit selama 20 detik, janin tunggal,
presentasi kepala, ketuban -, dan pemeriksaan kertas lakmus berubah
dari warna merah menjadi biru. Apakah penyulit yang paling mungkin
terjadi dan ditakutkan dari kasus tersebut?
a. Hipertensi
b. Distres napas pada bayi
c. Persalinan sulit
d. Leukosit < 18.000 sel/mm3
e. Eklampsia

Jawaban: B. Distres napas pada bayi


142. Ketuban Pecah Dini
• Robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan
(sebelum onset persalinan berlangsung)
• PPROM (Preterm Premature Rupture of
Membranes): ketuban pecah saat usia kehamilan
< 37 minggu
• PROM (Premature Rupture of Membranes): usia
kehamilan > 37 minggu

• Kriteria diagnosis :
– Usia kehamilan > 20 minggu
– Keluar cairan ketuban dari vagina
– Inspekulo : terlihat cairan keluar dari OUE
– Kertas nitrazin menjadi biru
– Mikroskopis : terlihat lanugo dan verniks kaseosa

• Pemeriksaan penunjang: USG (menilai jumlah cairan ketuban,


menentukan usia kehamilan, berat janin, letak janin, kesejahteraan
janin dan letak plasenta)
KPD: Diagnosis
• Inspeksi
• pengumpulan cairan di vagina atau mengalir keluar dari lubang
serviks saat pasien batuk atau saat fundus ditekan

• Kertas nitrazin (lakmus)


• Berubah menjadi biru (cairan amnion lebih basa)

• Mikroskopik
• Ferning sign (arborization, gambaran daun pakis)

• Amniosentesis
• Injeksi 1 ml indigo carmine + 9 ml NS  tampak
pada tampon vagina setelah 30 menit

http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p659.html
KPD: Tatalaksana
KETUBAN PECAH DINI

MASUK RS
• Antibiotik
• Batasi pemeriksaan dalam
• Observasi tanda infeksi & fetal distress

PPROM
• Observasi:
PROM
• Temperatur
• Fetal distress
• Kelainan Obstetri
Kortikosteroid
• Fetal distress
Letak Kepala
• Letak sungsang
• CPD
• Riwayat obstetri buruk Indikasi Induksi
• Grandemultipara • Infeksi
• Elderly primigravida • Waktu
• Riwayat Infertilitas
• Persalinan obstruktif

Berhasil
• Persalinan pervaginam
Gagal
Sectio Caesarea • Reaksi uterus tidak ada
• Kelainan letak kepala
• Fase laten & aktif memanjang
• Fetal distress
• Ruptur uteri imminens
• CPD
Ketuban Pecah Prematur: Tatalaksana
• Tatalaksana Umum: Antibiotik profilaksis
• DOC: Penisilin dan makrolida
• Ampicillin 2 g IV/6 jam dan erythromycin 250 mg IV/6 jam selama 2 hari diikuti
amoxicillin 250 mg PO/ 8 jam dan erythromycin 333 mg PO/8 jam selama 5 hari
• Atau eritromisin 250 mg PO/6 jam selama 10 hari
• Kombinasi amoksilin dengan asam klavulanat tidak digunakan karena dapat
memicu terjadinya enterokolitis nekrotikans

• Tatalaksana Khusus kehamilan 24-33 minggu


– Selama perawatan 2 hari dilakukan:
• Observasi adanya amnionitis/tanda infeksi (demam, takikardia, lekositosis, nyeri
pada rahim, sekret vagina purulen, takikardi janin)
• Pengawasan timbulnya tanda persalinan
• USG menilai kesejahteraan janin
• Bila terdapat amnionitis, abrupsio plasenta, dan kematian janin, lakukan
persalinan segera.
• Berikan deksametason 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam atau
betametason 12 mg IM tiap 24 jam selama 48 jam.
• Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi ibu dan janin.
• Bayi dilahirkan di usia kehamilan 34 minggu, atau di usia kehamilan 32-33
minggu, bila dapat dilakukan pemeriksaan kematangan paru dan hasil
menunjukkan bahwa paru sudah matang (komunikasikan dan sesuaikan
dengan fasilitas perawatan bayi preterm).
Tatalaksana Khusus
• <24 minggu:
• Pertimbangan dilakukan dengan melihat risiko ibu dan janin.
• Lakukan konseling pada pasien. Terminasi kehamilan mungkin menjadi
pilihan.
• Jika terjadi infeksi (korioamnionitis), lakukan tatalaksana korioamnionitis
• >34 minggu:
• Lakukan induksi persalinan dengan oksitosin bila tidak ada kontraindikasi.
• Tidak perlu diberikan kortikosteroid untuk pematangan paru, bila usia
kehamilan sudah >34 minggu
Ketuban Pecah Prematur: Komplikasi

https://www.uptodate.com/contents/preterm-prelabor-rupture-of-membranes-clinical-manifestations-and-
diagnosis?search=premature%20rupture%20of%20membranes&source=search_result&selectedTitle=2~150&usage_type=de
fault&display_rank=2
Soal no 143
• Ny. Rina Rajawali, 26 tahun, datang ke klinik dengan keluhan keluar
bercak darah sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengaku sudah terlambat
haid 2 bulan. Pasien mengeluh sering mual di pagi hari. Namun pasien
ragu hamil karena pasien kadang-kadang mendapatkan siklus haid
yang tidak teratur. Tindakan yang dilakukan berikutnya untuk
menentukan diagnosis pada pasien ini adalah...
a. Tes kehamilan
b. Dilatasi & kuretase
c. USG pelvic
d. Kontrasepsi oral
e. Terapi progestin siklik

Jawaban: A. Tes kehamilan


143. Diagnosis kehamilan
• Kehamilan biasanya diidentifikasi ketika seorang wanita mengalami gejala
tertentu dan pemeriksaan kehamilan melalui urin yang positif (indikasi adanya
hormone b-hCG di urin atau darah).
Tanda & Gejala Kehamilan
Minggu (Sejak HPHT)

1-2

9-12

4-7

4-6

16 (multiparitas)
20 (nullipara)
Fisiologi Kehamilan
Tanda Awal Kehamilan (Presumptive/Probable Pemeriksaan
Signs) Penunjang
• Serviks & vagina kebiruan (Chadwick's sign) • HCG terdeteksi
• Perlunakan serviks (konsistensi yang seharusnya seperti pada test pack
hidung berubah menjadi lunak seperti bibir) (Goodell’s sign) (kualitatif) atau
• Perlunakan uterus (Ladin's sign dan Hegar's sign) Plano Test
• Ladin: perlunakan teraba di 1/3 midline anterior uterus (kuantitatif)
• Hegar: isthmus menjadi lunak dan tipis seperti kertas jika dijepit
dengan jari, korpus uteri seakan-akan terpisah dari serviks
• McDonald: karena perlunakan isthmus, uterus dan serviks bisa
ditekuk USG
• Pembesaran uterus yang asimetris/ iregular (Piskacek’s • Adanya kantong
sign/ vonFernwald’s sign) janin
• Tanda Hartman: perdarahan spotting akibat
implantasi dari blastula pada endometrium • Adanya DJJ
• Puting berwarna lebih gelap, kolostrum (16 minggu)
• Massa di pelvis atau abdomen
• Rasa tegang pada putting dan payudara
• Mual terutama pagi hari
• Sering berkemih
Diagnosis Kehamilan: Deteksi -hCG
Testpack Plano Test
• Di rumah • Di laboratorium
• Bentuk: Strip & compact
• Bentuk: Kit neo
• Sampel: Urin planotest duoclon
• Metode: antibodi HCG akan berubah
warna bila terkena HCG (min. kadar • Sampel: urin
10-25 IU/ml)  menjadi 2 strip
• Apabila masih negatif dan belum • Metode: melihat adanya
haid  diulang 1 minggu lagi aglutinasi saat
pencampuran (positif)
Soal no 144 & 145
144. Ny. P, 28 tahun, G2P1A0 datang dengan riwayat melahirkan bayi
sebesar 4500 gram secara SC. Riwayat keluarga menderita DM (+).
Pasien ingin melahirkan bayi secara normal dan disarankan untuk
menjalani screening test untuk DM dalam kehamilan. Screening test
awal DM dalam kehamilan untuk daerah Asia Tenggara dilakukan pada
usia kehamilan....
a. <13 minggu
b. 16 – 20 minggu
c. 20 – 24 minggu
d. 24 – 28 minggu
e. 32 – 36 minggu

Jawaban: A. <13 minggu


Soal no 145
• Ny. N, 32 tahun, G1P0A0 usia kehamilan 27 minggu datang untuk
memeriksakan kehamilannya. Pasien mengaku bahwa tinggi dan berat
badan sebelum mengandung adalah 165 cm dan 75 kg. Pada
pemeriksaan sekarang berat badan pasien 82 kg. Pasien tidak
mengalami keluhan apapun. Atas anjuran dokter pasien melakukan
pemeriksaan OGTT. Hasil pemeriksaan tersebut ialah, glukosa darah
puasa 110 mg/dL, dan 2 jam setelah beban glukosa: 160 mg/dL.
Apakah yang akan ada anjurkan pada pasien anda sebagai lini
pertama tatalaksana keadaan pasien sekarang?
a. Insulin Glargin
b. Modifikasi diet
c. Deteksi dini makrosomia
d. Tiazolidinedione
e. Pemberian kombinasi gliburide + metformin

Jawaban: B. Modifikasi diet


144-145. Diabetes pada kehamilan
• Diabetes pragestasional atau • Diabetes gestasional:
overt diabetes atau preexisting: • Intolerasi terhadap karbohidrat
• Riw. gula darah tinggi disertai dan diketahu pertama kali saat
glukosuri atau ketoasidosis kehamilan
• GDS ≥ 200 mg/dl disertai gejala • Komplikasi:
trias 3P • Ibu: HT, preeklampsi, DM tipe 2
• GDP ≥ 126 mg/dl • Janin: Makromosi, prematuritas,
• Insulin dependence hipolglikemi
Faktor Risiko Diabetes Melitus Gestasional
Skrining Diabetes dalam Kehamilan
• Skrining dilakukan hanya pada wanita hamil dengan risiko tinggi
untuk DM (ADA).
• Dengan alasan oleh karena orang Indonesia termasuk kelompok
etnis Asia Tenggara (South East Asian) maka kita menganut skrining
universal (ACOG) yakni dilakukan untuk setiap ibu hamil dimulai
sejak kunjungan pertama (trimester 1) untuk menapis DM
Pragestasi (DMpG), bila negatif diulangi pada kehamilan 24-28
minggu untuk menapis DM Gestasi (DMG).
• Skrining dan diagnosis yang direkomendasikan adalah satu tahap
(One Step Approach menurut WHO) yakni dengan TTGO (Test
Toleransi Glukosa Oral), dengan memberikan beban 75 gram glukosa
anhidrus setelah berpuasa selama 8 – 12 jam (selama 3 hari
sebelumnya makan makanan cukup karbohidrat > 150 gr per hari).
Gestasional
Diagnosis dan

Diabetes Melitus
Penatalaksanaan
DM Pregestasional
Terutama utk mendeteksi

Diagnosis dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus Gestasional


dr. Arietta Pusponegoro, SpOG (K) Dept. Obstetri Ginekologi FKUI/RSUPN-CM
Disampaikan pada: Pelatihan Manajemen DMG di Fasyankes Primer 06-07 Sept. ‘17 di R.
Rapat 1 (R. Mochtar) Gd. IKK FKUI
Prosedur TTGO
Interpretasi Hasil OGTT 75 gram
Kriteria WHO Kriteria ADA
• Diabetes Mellitus in • Diabetes Mellitus in Pregnancy
Pregnancy – Fasting blood glucose ≥126
mg/dL or
• Fasting blood glucose ≥ 126
mg/dL or – 2 hr-post prandial glucose ≥
200 mg/dL or
• 2 hr-post prandial glucose ≥
200 mg/dL or – Random blood glucose => 200
mg/dL
• Random blood glucose ≥
200 mg/dL • Gestational Diabetes*
– Fasting blood glucose 92-125
• Gestational Diabetes* mg/dL or
• Fasting blood glucose 92- – 1 hr post prandial glucose
125 mg/dL or ≥180 mg/dL
• 2 hr post prandial glucose – 2 hr post prandial glucose 153-
153-199 mg/dL or 199 mg/dL or
• Random blood glucose 153-
199 mg/dL
GDM Treatment Scheme
GDM

FPG <130 mg/dL FPG ≥130 mg/dL*

Medical nutrition
therapy (MNT) 1 week
*ADA
FPG ≥ 105 or
FPG <105 and FPG>105 or
2 hr pp PG >120
PPBG ≥ 120 mg/dL
2 hr pp PG <120

MNT MNT + Insulin

Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia , PERKENI 2015
Managemen Diabetes Gestasional
• Penatalaksanaan diabetes pada Managemen gaya hidup
kehamilan Diimplementasikan
sebagai pendekatan terpadu oleh: • Pengaturan diet:
– Spesialis Penyakit dalam, • Bb ideal : 90% x (TB-100)
– SpesialisObsgin • Kebutuhan kalori : BB ideal x
25 + Tingkat aktivitas (10%-
– Ahli gizi 30%) + 300 kalori untuk ibu
– Spesialisanak hamil
• Tujuan penatalaksanaan • 20%-30% tergantung status
mengurangi morbiditas dan nutrisi ibu
mortalitas ibu hamil dan perinatal • Protein : 1-1.5 g/kgbb
• Penatalaksanaan diabetes pada • Olahraga  150 menit /
kehamilan meliputi: minggu
– Diet
– Aktivitasfisik • Pengaturan berat badan
– Edukasi • Rutin evaluasi: tinggi
– Terapi insulin bila diet tidak bisa fundus, USG, FDJP
mencapai target kontrol glukosa
darah (Insulin  aman bagi ibu dan
janin). Alternatif adalah metformin
Farmakoterapi Diabetes Gestasional
Insulin Therapy for Hyperglycemia During
Pregnancy
• Individualized  depend on BG profile • Starting basal insuin
• Most common  Low fasting PG and high o Evaluate fasting plasma
postprandial PG  Prandial insulin (Regular glucose
Insulin) o start low dose (~5 U or 0,05
• Less common  High fasting PG and lower U/kg)
postprandial PG  Basal insulin (Intermediate • Optimization basal insulin
acting/ NPH) o based on BG curve  FBG
• Starting prandial insuin still > 95 mg/dL ↑ insulin
o  Evaluate daily blood glucose curve dose
to determine whether the patient o avoiding hypoglycemia
needs 1/2/3 times injection
o  start low dose (~4 U or 0,05 U/kg) • Basal bolus insulin therapy
• Optimization prandial insulin o Both fasting and prandial
o  based on BG curve  PPBG still > BG are elevated
120 mg/dL ↑ insulin dose
o  avoiding hypoglycemia
GLYCEMIC
GESTATIONAL DIABETES TARGET

American Diabetes Association

Pregestational Diabetes GDM


Fasting ≤ 90 mg/dl ≤ 95 mg/dl
1 hr postprandial ≤ 130-140 mg/dl ≤ 140 mg/dl
2 hr postprandial ≤ 120 mg/dl ≤ 120 mg/dl
A1C 6-6.5% recommended
<6% may be optimal

Achieve without hypoglycemia

American Diabetes Association. Diab Care.2016; 39:S1-106


Soal no 146
• Ny. Wati Trisnalipasi, 27 tahun, G1P0A0 baru saja melahirkan bayi
secara spontan di RS Bersalin Bahagia Semua. Bayi langsung
bernapas, skor APGAR 9-10. Pasien memiliki riwayat preeklampsia
selama kehamilan dan rutin kontrol ke poliklinik kandungan RS.
Penolong kemudian melahirkan plasenta, tetapi tidak terdapat
oksitosin karena persediaan habis. Apakah yang harus dilakukan oleh
penolong?
a. Langsung lakukan manajemen tali pusat terkendali
b. Tunggu pitosin dan biarkan ibu
c. Lakukan episiotomi
d. Rangsang puting payudara ibu
e. Injeksi ergometrin

Jawaban: D. Rangsang puting payudara ibu


146. Kala Persalinan: Kala III
• Dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban

• Tanda pelepasan plasenta


– Semburan darah dengan tiba-tiba: Karena penyumbatan
retroplasenter pecah saat plasenta lepas
– Pemanjangan tali pusat: Karena plasenta turun ke segmen uterus
yang lebih bawah atau rongga vagina
– Perubahan bentuk uterus dari diskoid menjadi globular (bulat):
Disebabkan oleh kontraksi uterus
– Perubahan dalam posisi uterus, yaitu uterus didalam abdomen:
Sesaat setelah plasenta lepas TFU akan naik, hal ini disebabkan oleh
adanya pergerakan plasenta ke segmen uterus yang lebih bawah

(Depkes RI. 2004. Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta: Departemen Kesehatan)
Manajemen Aktif Kala III

Peregangan Tali Massase


Uterotonika Pusat Terkendali Uterus
• 1 menit setelah bayi • Tegangkan tali pusat ke arah • Letakkan telapak
lahir bawah sambil tangan yang tangan di fundus 
• Oksitosin 10 unit IM di lain mendorong uterus ke masase dengan
sepertiga paha atas arah dorso-kranial secara gerakan melingkar
bagian distal lateral hati-hati secara lembut hingga
• Dapat diulangi setelah uterus berkontraksi
15 menit jika plasenta (fundus teraba keras).
belum lahir
Manajemen Aktif Kala III

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.
Kemenkes RI.
Pelepasan Plasenta

• Pelepasan mulai pada pinggir plasenta. • Pelepasan dimulai pada bagian tengah placenta 
hematoma retroplacenter  plasenta terangkat dari dasar
Darah mengalir keluar antara selaput janin  Placenta dengan hematom di atasnya jatuh ke bawah
dan dinding rahim, jadi perdarahan sudah  menarik lepas selaput janin.
ada sejak sebagian dari placenta terlepas
dan terus berlangsung sampai seluruh • Bagian placenta yang nampak dalam vulva: permukaan
placenta lepas. foetal  tidak ada perdarahan sebelum placenta lahir
atau sekurang-kurangnya terlepas seluruhnya  plasenta
terputar balik  darah sekonyong-konyong mengalir.
• Terutama terjadi pada placenta letak rendah
Soal no 147
• Nn. Suriati Galitkrahi, berusia 21 tahun P0G0 belum menikah, datang
ke dokter mengaku telah melakukan hubungan seksual dengan
pacarnya 1 hari yang lalu. Hubungan seksual dilakukan pada hari ke-
12 siklus haid. Pasien mengaku haid teratur setiap bulannya dengan
siklus 28 hari. Pasien tidak menginginkan terjadi kehamilan.
Kontrasepsi apa yang paling tepat?
a. Kontrasepsi darurat dengan IUD
b. Kontrasepsi darurat dengan pil progestin
c. Kontrasepsi darurat dengan spermasid
d. Kontrasepsi darurat dengan kuretase
e. Kontrasepsi darurat dengan implant

Jawaban: B. Kontrasepsi darurat dengan pil progestin


147. Kontrasepsi Darurat
• kontrasepsi yang digunakan untuk mencegah kehamilan setelah senggama
tanpa pelindung atau tanpa pemakaian kontrasepsi yang tepat dan
konsisten sebelumnya
• Indikasi penggunaan kontrasepsi darurat misalnya:
• Perkosaan
• Sanggama tanpa menggunakan kontrasepsi
• Pemakaian kontrasepsi tidak benar atau tidak konsisten:
• Kondom bocor, lepas atau salah digunakan
• Diafragma pecah, robek, tau diangkat terlalu cepat
• Sanggama terputus gagal dilakukan sehingga ejakulasi terjadi di vagina atau genitalia eksterna
• Salah hitung masa subur
• AKDR ekspulsi (terlepas)
• Lupa minum pil KB lebih dari 2 tablet
• Terlambat suntik progesti lebih dari 2 minggu atau terlambat suntik kombinasi lebih dari 7
hari
• Kontrasepsi darurat dapat bermanfaat bila digunakan dalam 5 hari
pertama, namun lebih efektif bila dikonsumsi sesegera mungkin.
Kontrasepsi darurat sangat efektif, dengan tingkat kehamilan <3%.
• Efek samping:
• mual, muntah (bila terjadi dalam 2 jam pertama sesudah minum pil pertama
atau kedua, berikan dosis ulangan), perdarahan/bercak.
Mekanisme kerja Kondar
• Kontrasepsi darurat hormonal kombinasi ataupun progestin
levonorgestrel memiliki mekanisme kerja utama yaitu :
• Mencegah atau menunda ovulasi  mekanisme kerja yang terpenting. Sangat
berperan bila diminum pada hari – hari sebelum terjadi ovulasi.
• Menghambat kemampuan endometrium untuk menerima implantasi dari
hasil konsepsi
• Mengganggu fungsi korpus luteum
• Mengentalkan lendir servix  sperma terperangkap
• Mengubah dan menghambat transportasi di tuba, sehingga ovum sulit untuk
bertemu sperma

Editorial: Mechanism of action of Emergency contraceptive pills. Elsevier 2006


Kontrasepsi Darurat
Soal no 148
• Ny. Wida, 30 tahun, G2P1A0 hamil 32 minggu datang ke IGD RS diantar
oleh keluarganya karena kejang dan tidak sadar. Sebelum kejang dan tidak
sadar keluarga mengatakan pasien demam setiap 2-3 hari sekali. Sebelum
demam pasien dikatakan menggigil dan kedinginan disusul dengan demam
tinggi. Keluarga juga mengatakan pasien mengaku air seni berubah warna
menjadi kehitaman dan pasien baru selesai tugas dari Larantuka. Setelah
dilakukan pemeriksaan fisis dan tanda vital didapatkan kesadaran
somnolen, tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 120 kali per menit,
frekuensi napas 20 kali per menit, dan ikterus pada sklera. Pada
pemeriksaan obstetri didapatkan denyut jantung janin 15-15-15. Hasil
pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 7 g/dL, leukosit 19000 sel/mm3,
thrombosit 175.000 sel/mm3, dan hapusan sediaan tetes tebal didapatkan
gambaran P. Falciparum. Dokter memutuskan untuk memberikan
quinidine. Pemeriksaan penunjang apa yang diperlukan untuk memantau
efek samping pengobatan tersebut?
a. Rontgen thorax PA
b. CT-scan kepala tanpa kontras
c. SGOT, SGPT
d. Ekokardiografi
e. Elektrokardiografi

Jawaban: E. Elektrokardiografi
148. Malaria dalam Kehamilan
• Ditemukan parasit pada darah maternal dan darah plasenta

• Pengaruh pada Janin


• IUFD, abortus, prematur, BBLR, malaria placenta, malaria
kongenital, lahir mati

• Gambaran klinis pada wanita hamil


• Non imun: ringan sampai berat
• Imun : tidak timbul gejala  tidak dapat didiagnosa klinis
Kemoprofilaksis Malaria dalam Kehamilan
WHO: Dosis terapeutik anti malaria untuk semua wanita hamil di daerah
endemik malaria pada kunjungan ANC pertama, kemudian diikuti
kemoprofilaksis teratur. Pengobatan malaria di Indonesia hanya
memakai klorokuin untuk kemoprofilaksis pada kehamilan.

Perlindungan dari gigitan nyamuk, kontak antara ibu dengan vektor dapat dicegah
dengan:
• Memakai kelambu yang telah dicelup insektisida (misal: permethrin)
• Pemakaian celana panjang dan kemeja lengan panjang
• Pemakaian penolak nyamuk (repellent)
• Pemakaian obat nyamuk (baik semprot, bakar dan obat nyamuk listrik)
• Pemakaian kawat nyamuk pada pintu-pintu dan jendela-jendela
Penatalaksanaan Umum
1. Perbaiki keadaan umum penderita (pemberian cairan dan perawatan
umum)

2. Monitoring vital sign setiap 30 menit (selalu dicatat untuk mengetahui


perkembangannya), kontraksi uterus dan DJJ juga harus dipantau

3. Jaga jalan nafas untuk menghindari terjadinya asfiksia, bila perlu beri
oksigen

• Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia

• Parasetamol 10 mg/kgBB/kali, dan dapat dilakukan kompres

• Jika kejang, beri antikonvulsan: diazepam 5-10 mg iv (secara perlahan


selama 2 menit) ulang 15 menit kemudian jika masih kejang;
maksimum 100 mg/24 jam. Bila tidak tersedia diazepam, dapat
dipakai fenobarbital 100 mg im/kali (dewasa) diberikan 2 kali sehari
Buku Saku Penatalaksanaan Malaria. Kemenkes RI. 2018
Tatalaksana malaria berat di faskes primer
nonperawatan
• Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat inap langsung dirujuk
• Sebelum dirujuk berikan terapi awal artesunat intramuskular (dosis 2,4mg/kgbb).
Tatalaksana malaria berat di Faskes Rawat
• Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika tidak tersedia dapat diberikan
kina drip.
• Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam
artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi natrium bikarbonat 5%.
• Keduanya dicampur kemudian diencerkan dengan Dextrose 5% atau NaCL 0,9%
sebanyak 5 ml sehingga didapat konsentrasi 60 mg/6ml (10mg/ml). Obat
diberikan secara bolus perlahan-lahan.
• Artesunat diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb intravena sebanyak 3 kali jam ke
0, 12, 24. Selanjutnya diberikan 2,4 mg/kgbb intravena setiap 24 jam sehari
sampai penderita mampu minum obat.
Tatalaksana malaria berat selama dirawat
• Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%. Satu ampul berisi 500 mg / 2 ml.
• Dosis dan cara pemberian Kina pada orang dewasa termasuk ibu hamil:
• Loading dose, Kina Hidrochloride 20 mg/kg BB diberikan per infus selama 4 jam, diikuti selanjutnya
dengan dosis rumatan10 mg/kg BB dengan interval 8 jam, dihitung mulai dari pemberian pertama;
diberikan selama 4 jam.
• Kecepatan infus tidak boleh melebihi 5 mg/kg BB/jam.
• Apabila dalam 48 jam tidak ada perbaikan, dosis diturunkan sepertiganya, misalnya pemberiannya
menjadi 10 mg/kg BB selama 4 jam dengan interval tiap 12 jam.
• Pemberian infus kina dengan tetesan lebih cepat berbahaya.
• Cairan infus yang dipakai dianjurkan 5% dekstrose untuk menghindari terjadinya hipoglikemia.
• Karena pada malaria berat ada kecenderungan terjadinya kelebihan cairan yang menyebabkan
terjadinya edema paru, maka pemberian infus kina sebaiknya menggunakan pompa infus atau cairan
kemasan kecil (50 ml) sehingga total cairan per hari berkisar 1500-2000 ml.
• Pemberian kina pada anak :
• Kina HCl 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2 bulan : 6 - 8 mg/kg bb) diencerkan dengan
Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 % sebanyak 5 - 10 cc/kgbb diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam
sampai penderita dapat minum obat.
Tatalaksana Malaria Berat pada Kehamilan

• Efek samping: perpanjangan interval QT, Hipoglikemia, dan


Hipotensi
• Bila sudah dapat minum obat pemberian kina IV diganti dengan kina
tablet dengan dosis 10 mg/kgBB/kali diberikan tiap 8 jam.
• Kina oral diberikan bersama klindamisin pada ibu hamil.
• Dosis total kina selama 7 hari dihitung sejak pemberian kina per infus
yang pertama
Soal no 149
• Ny. Farda, 25 tahun, G2P0A1 hamil 26 minggu datang ke IGD tempat
anda bekerja dengan keluhan bengkak di kedua kaki disertai nyeri
perut sebelah kanan atas, sesak napas, mual, muntah, dan kelemahan
badan secara menyeluruh. Pasien memiliki riwayat darah tinggi
sebelumnya yang rutin mengonsumsi nifedipin. Pada pemeriksaan
tanda vital didapatkan tekanan darah 170/110 mmHg, frekuensi nadi
140 kali per menit, frekuensi napas 24 kali per menit, mukosa bibir
kering, dan kedua mata cowong. Pada pemeriksaan fisis didapatkan
ronki basal pada kedua paru. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan protein +4 dan trombosit 130.000 sel/mm3. Apakah
diagnosis kerja yang akan anda tulis?
a. Hipertensi kronis
b. Eklampsia
c. Preeklampsia
d. Kelainan jantung dengan kehamilan
e. Superimposed preeklampsia dengan hipertensi kronik

Jawaban: E. Superimposed preeklampsia dengan hipertensi


kronik
149. Hipertensi dalam kehamilan
Definisi
- Tekanan darah ≥140/90
mmHg
- Pada 2 kali pemeriksaan
dengan jarak 4-6 jam
Faktor predisposisi hamil
- Hidroamnion - Kehamilan
- DM pertama
- Gangguan vaskuler - Kehamilan dengan
plasenta vili korionik tinggi
(kembar atau
- Faktor herediter mola)
- Riwayat - Memiliki penyakit
preeklampsia KV sebelumnya
sebelumnya
- Obesitas sebelum
Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan
dasar dan rujukan WHO, 2013
Cunningham FG, et al. William’s obstetrics. 22nd ed. McGraw-Hill.
Hipertensi Kronik

• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum
kehamilan dan menetap setelah persalinan

• Diagnosis
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg
– Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata,
jantung, dan ginjal yang terjadi akibat hipertensi kronik ini

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik: Tatalaksana
• Sebelum hamil sudah diterapi & terkontrol baik, lanjutkan
pengobatan

• Sistolik >160 mmHg/diastolik > 110 mmHg  antihipertensi

• Proteinuria/ tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan superimposed


preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia

• Suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari


usia kehamilan 20 minggu

• Pantau pertumbuhan dan kondisi janin


• Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm
• Jika DJJ <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani seperti gawat janin
• Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Gestasional
• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20
minggu dan menghilang setelah persalinan
• Diagnosis
– TD ≥140/90 mmHg
– Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah
kembali normal <12 minggu pasca salin
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Tidak ada gangguan organ
• Tatalaksana Umum
– Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu.
– Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan
– Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin
terhambat, rawat untuk penilaian kesehatan janin.
– Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia
dan eklampsia.
– Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Superimposed Preeklamsia

Superimposed preeklampsia
- Sudah ada hipertensi kronik sebelum hamil atau saat
usia kandungan <20 minggu disertai dengan kriteria
preeklamsia

Eklampsia
- Kejang umum dan/atau koma
- Ada tanda preeklampsia
- Tidak ada kemungkinan penyebab lain seperti
epilepsi, perdarahan subarachnoid, atau meningitis

Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013
Preeklampsia
• Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada
kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan
organ.
• Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin,
namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan
lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu:
• 1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
• 2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
• 3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
• 4. Edema Paru

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Diagnosis dan Tatatalaksana Preeklamsia. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
Himpunan Kedokteran Feto Maternal 2016
• 5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala,
gangguan visus
• 6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda
gangguan sirkulasi uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal
Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or
reversed end diastolic velocity (ARDV)
Pre Eklampsia Berat
Soal no 150
• Ny. G, 22 tahun, datang dengan keluhan telah berhenti menstruasi
selama 8 bulan. Sebelumnya tidak ada keluhan dengan
menstruasinya. Siklus selama 30 hari, teratur tiap bulan, satu siklus
berlangsung selama 5 hari. Riwayat mual muntah tidak didapatkan
pada pasien. Pasien memiliki riwayat kuret 10 bulan sebelumnya.
Pemeriksaan tanda vital dan fisis dalam batas normal. Pemeriksaan
plano test (-). Apakah penyebab yang paling mungkin?
a. Sindroma Sheehan
b. Sindroma Asherman
c. Sindroma Simmon
d. Sindroma HELLP
e. Sindroma Klinefelter

Jawaban: B. Sindrom Asherman


150. Fritsch or Asherman Syndrome
• Merupakan suatu kondisi yang memiliki ciri khas adanya adesi atau
fibrosis endometrium yang sering disebabkan oleh proses dilatasi dan
kuretase.
• Istilah lain yang sering digunakan: adesi intrauterin, atresia uterine,
atrofi uterine traumatika, sklerosis endometrium, dan sinekia
intrauterin
• Diagnosis: riwayat dilatasi dan kuretase ditunjang dengan adanya
jaringan parut pada uterus oleh histerosonografi atau
histerosalfingografi.
• Terapi: Bedah diikuti dengan hormonal untuk mencegah timbulnya
jaringan parut.
Soal no 151
• Nona Rina, 29 tahun, datang dengan keluhan terdapat benjolan pada
kemaluan sejak beberapa bulan terakhir. Pasien memiliki siklus
menstruasi yang teratur, namun terdapat keluhan mengenai
perdarahan menstuasi yang makin banyak dan disertai nyeri (+). Dari
anamnesis didapatkan bahwa pasien bekerja sebagai seorang guru,
belum menikah dan belum pernah melahirkan. Dari PF, didapatkan
massa yang menekan hymen, diagnosis yang mungkin pada pasien ini
adalah…
a. Prolaps Uteri
b. Mioma Geburt
c. Kista Gartner
d. Kista Bartolin
e. Kista Ovarium

Jawaban: B. Mioma geburt


151. Mioma Uteri
• Disebut juga: fibroid, leimioma, leimiomata, fibromioma
• Tumor jinak yang tumbuh dari jaringan otot uterus
• Dapat terdiri dari satu mioma atau beberapa mioma kecil
• Epidemiologi: 20-50% wanita usia subur

http://www.myoma.co.uk/about-uterine-myoma.html
Klasifikasi
• Mioma uteri diklasifikasikan berdasarkan letak pertumbuhannya pada
lapisan uterus, yaitu
• mioma subserosa  di lapisan serosa uterus
• mioma intramural  mioma yang tumbuh di lapisan tengah dinding uterus
• mioma submukosa  mioma yang tumbuh di lapisan endometrium dan
tumbuh ke arah kavum uteri.
• Dibawah lapisan kavum uteri  polimenorrhea, infertilitas, keguguran
• Bila mioma tumbuh dan bertangkai, maka dapat keluar masuk ke dalam vagina disebut
mioma geburt
• mioma bertangkai (pedunculated)  Bila mioma uteri hanya dihubungkan
oleh tangkai ke uterus

E Surya. Mioma Servikal. 2010


E Surya. Mioma Servikal. 2010
Mioma Uteri Mioma Uteri
Gejala dan Tanda:
• Perdarahan banyak dan lama selama masa haid atau pun di luar masa haid
• Rasa nyeri karena tekanan tumor dan terputarnya tangkal tumor, serta adanya infeksi rahim
• Penekanan pada organ di sekitar tumor seperti kandung kemih, ureter, rektum, organ panggul
lain  gangguan BAB atau BAK, pelebaran pembuluh darah vena dalam panggul, gangguan
ginjal
• Infertilitas karena terjadi penekanan pada saluran indung telur
• Pada bagian bawah perut dekat rahim terasa kenyal.

Pada kehamilan
• Membesar pada trimester pertama karena pengaruh estrogen
• Degenerasi merah pada masa hamil atau nifas
• Torsio dengan tanda akut abdomen

Faktor Predisposisi
• Nulipara, infertilitas, riwayat keluarga

Diagnosis
• Massa yang menonjol/ teraba seperti bagian janin, tes HCG (-)
• USG abdominal/ transvaginal Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
Mioma Uteri: Tatalaksana
• Pemeriksaan Berkala
– Pemeriksaan fisik &USG setiap 6-8 minggu untuk mengawasi
pertumbuhan, ukuran, dan jumlah  bila stabil  observasi setiap 3-
4 bulan

• Terapi Hormonal
– Preparat progestin atau GnH  efek hipoestrogen

• Terapi Operasi
– Miomektomi
• Bila pasien masih muda/ingin memiliki anak
– Histerektomi
• Bila tidak ingin memiliki anak lagi atau nyeri hebat yang tidak sembuh
dengan terapi
– Miolisis
• Koagulasi laparoskopik dengan neodymium
– Embolisasi arteri uteri
Soal no 152
• Seorang perempuan bernama Ny. Mentari Cahaya Sukma, berusia 22
tahun, datang dengan keluhan utama keluar cairan dari vagina. Cairan
tersebut berbau amis, tidak gatal pada kemaluan, sniff test (+). Pasien
sudah menikah dan hanya berhubungan seksual dengan suaminya
saja. Pasien belum berencana hamil dan memakai kontrasepsi IUD.
Diagnosis yang paling tepat adalah…
a. Servicitis gonorhea
b. Servisitis klamidia
c. Vaginosis bakterial
d. Vaginitis candida
e. Trichomonas vaginalis

Jawaban: C. Vaginosis bakterial


152. Bakterial Vaginosis
• Bakterial vaginosis atau nonspesifik vaginitis adalah suatu
istilah yang menjelaskan adanya infeksi bakteri sebagai
penyebab inflamasi pada vagina

• Etiologi
– Bakteri yang sering didapatkan adalah Gardnerella vaginalis,
Mobiluncus, Bacteroides, Peptostreptococcus, Mycoplasma hominis,
Ureaplasma urealyticum , Eubacterium, Fusobacterium, Veilonella,
Streptococcus viridans, dan Atopobium vaginae

• Gejala klinis
– Keputihan, vagina berbau, iritasi vulva, disuria, dan dispareuni

• Faktor risiko
– Penggunaan antibiotik, penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim,
promiskuitas, douching, penurunan estrogen.
Bakterial Vaginosis: Pemeriksaan
• Didapatkan keputihan yang homogen
• Labia, introitas, serviks dapat normal maupun didapatkan
tanda servisitis.
• Keputihan biasanya terdapat banyak di fornix posterior
• Dapat ditemukan gelembung pada keputihan
• Pemeriksaan mikroskopis cairan keputihan harus memenuhi
3 dari 4 kriteria Amsel untuk menegakkan diagnosis bakterial
vaginosis
– Didapatkan clue cell (sel epitel vagina yang dikelilingi oleh kokobasil)
– pH > 4,5
– Keputihan bersifat thin, gray, and homogenous
– Whiff test + (pemeriksaan KOH 10%
didapatkan fishy odor sebagai akibat dari
pelepasan amina yang merupakan produk
metabolisme bakteri)
Tatalaksana (PPK Perdoski 2017)
• Metronidazol 2x500 mg/hari selama 7 hari, ATAU
• Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal, ATAU
• Obat alternatif:
Klindamisin 2x300 mg/hari per oral selama 7 hari
• Catatan:
Pasien dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi alkohol
selama pengobatan dengan metronidazol berlangsung
sampai 48 jam sesudahnya untuk menghindari
disulfiram-like reaction4

http://emedicine.medscape.com/article/254342 & http://www.cdc.gov/std/tg2015/bv.htm


Bakterial Vaginosis: Komplikasi
• Komplikasi Umum
– Endometritis, penyakit radang panggul, sepsis paskaaborsi,
infeksi paskabedah, infeksi paskahisterektomi, peningkatan
risiko penularan HIV dan IMS lain

• Komplikasi obstetrik
– Keguguran, lahir mati, perdarahan, kelahiran prematur,
persalinan prematur, ketuban pecah dini, infeksi cairan
ketuban, endometritis paskapersalinan dan kejadian infeksi
daerah operasi (IDO)
Soal no 153
• Ny. Saeri, usia 25 tahun, G2P1A0 merasa hamil 2 bulan, datang
dengan keluhan nyeri perut kanan bawah dan perdarahan dari jalan
lahir sejak 12 jam SMRS. Anak pertama saat ini berusia 7 tahun, dan
sejak hamil anak pertama pasien tidak menggunakan kontrasepsi.
Dari pemeriksaan didapatkan tekanan darah 90/70 mmHg, nadi
110x/menit, respirasi 24x/mnt. Apakah penyebab munculnya rasa
nyeri pada pasien tersebut?
a. Perangsangan neuron pembawa rangsang nyeri dan visera
b. Perangsangan darah pada peritoneum
c. Kantung kehamilan yang mendesak struktur sekitarnya
d. Peregangan dan hiperperistaltik appendix
e. Perforasi uterus

Jawaban: B. Perangsangan darah pada peritoneum


153. Kehamilan Ektopik Terganggu
• Kehamilan yang terjadi
diluar kavum uteri

• Gejala/Tanda:
– Riwayat terlambat
haid/gejala & tanda hamil
– Akut abdomen
– Perdarahan pervaginam
(bisa tidak ada)
– Keadaan umum: bisa baik
hingga syok
– Kadang disertai febris
KET: Kuldosentesis

• Teknik untuk mengidentifikasi hemoperitoneum

• Serviks ditarik kearah simfisis menggunakan tenakulum


 jarum 16-18 G dimasukkan lewat forniks posterior
kearah cul-de-sac

• Cairan yang mengandung gumpalan darah, atau cairan


bercampur darah sesuai dengan diagnosis
hemoperitoneum akibat kehamilan ektopik
KET: Tatalaksana
Tatalaksana Umum
•Restorasi cairan tubuh dengan cairan kristaloid NaCl 0,9% atau RL (500 mL
dalam 15 menit pertama) atau 2 L dalam 2 jam pertama
•Segera rujuk ibu ke RS

Tatalaksana Khusus
•Laparotomi: eksplorasi kedua ovarium dan tuba fallopii
• Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (eksisi bagian tuba yang
mengandung hasil konsepsi)
• Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan salpingostomi untuk
mempertahankan tuba (hasil konsepsi dikeluarkan, tuba dipertahankan)
•Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling untuk penggunaan
kontrasepsi. Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu
•Atasi anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 60 mg/hari selama
6 bulan
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
Soal no 154
• Ny. Yati, usia 31 tahun datang dengan keluhan luka pada kemaluan.
Dari pemeriksaan fisik, luka ditemukan pada bibir dan genital,
demam, sakit kepala sebelum terjadi luka. Pasien mengaku memiliki
riwayat hubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan (+). Pada
pemeriksaan tampak vesikel berkelompok berdasar eritema, erosi
pada bibir dan genital. Diagnosisnya adalah...
a. Granuloma
b. Limfogranuloma venereum
c. Herpes simpleks
d. Ulkus molle
e. Ulkus durum

Jawaban: C. Herpes simpleks


154. Herpes Simpleks
• Infeksi, ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di
atas kulit yang sembab dan eritematosa di daerah dekat
mukokutan

• Predileksi HSV tipe I di daerah pinggang ke atas, predileksi


HSV tipe II di daerah pinggang ke bawah terutama genital

• Gejala klinis:
– Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab &
eritematosa, berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat
menjadi krusta dan kadang mengalami ulserasi dangkal, tidak
terdapat indurasi, sering disertai gejala sistemik
– Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan
dalam keadaan tidak aktif di ganglion dorsalis
– Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV
yang sebelumnya tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala
klinis

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2015.
Herpes Simpleks
• Pemeriksaan Tipe II
– Ditemukan pada sel dan dibiak,
antibodi, percobaan Tzanck
(ditemukan sel datia berinti
banyak dan badan inklusi
intranuklear, glass cell)
• Komplikasi Tipe I
– Meningkatkan
morbiditas/mortalitas pada
janin dengan ibu herpes
genitalis

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2015.
Multinucleate giant cells
Herpes Simpleks: Tatalaksana
• Episode Pertama Lesi Primer:
• Asiklovir: 5x200 mg/hari selama 7-10 hari atau asiklovir: 3x400 mg/hari
selama 7-10 hari
• Valasiklovir 2x500-1000 mg/hari selama 7-10 hari
• Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7-10 hari
• Kasus berat perlu rawat inap: asiklovir intravena 5 mg/kgBB tiap 8 jam
selama 7-10 hari
• Rekuren
• Lesi ringan: terapi simtomatik
• Lesi berat:
• Asiklovir 5x200 mg/hari, per oral selama 5 hari atau asiklovir 3x400 mg/hari
selama 5 hari atau asilovir 3x800 mg/hari selama 2 hari
• Valasilovir 2x500 mg selama 5 hari
• Famsiklovir 2x125 mg/hari selama 5 hari
• Rekurensi 6 kali/tahun atau lebih: diberi terapi supresif
• Asiklovir 2x400 mg/hari
• Valasilovir 1x500 mg/hari
• Famsiklovir 2x250 mg/hari

PPK Perdoski 2017


Herpes Simpleks: Tatalaksana
• Pasien imunokompromais
• Pengobatan lebih lama dan diberikan hingga gejala klinis
menghilang
• Asklovir oral dapat diberikan dengan dosis 5x400 mg/hari
selama 5-10 hari atau hingga tidak muncul lesi baru
• Valasiklovir 2x1000 mg/hari
• Famsiklovir 2x500 mg/hari
• Wanita hamil
• Wanita hamil yang menderita herpes genitalis primes
dalam 6 minggu menjelang persalinan dianjurkan untuk
dilakukan seksio sesarea sebelum atau dalam 4 jam
sesudah pecahnya ketuban
• Asiklovir dosis supresi 3x400 mg/hari mulai dari usia 36
minggu dapat mencegah lesi HSV pada aterm. Pemberian
dapat oral atau intravena (bila manifestasi berat)
Soal no 155
• Nn. Wani Pirogianti, usia 25 tahun, belum menikah, datang dengan
keluhan nyeri saat buang air besar sejak 3 bulan terakhir. Saat
anamnesis, dokter menemukan bahwa pasien juga mengeluhkan rasa
nyeri perut bagian bawah sampai kebokong dan pantat setiap
menstruasi. Apakah preparat hormon yang diindikasikan untuk
mengobati keluhan di atas?
a. Etinilestradiol
b. Medroksi progestreron asetat
c. Mestranol
d. Estradiol
e. Dietilbestrol

Jawaban: B. Medroksi progesterone asetat


155. Endometriosis
• Pengertian : adanya jaringan endometrium (kelenjar atau stroma) di luar uterus.:
• Endometriosis
• Pertumbuhan jaringan yang mirip dengan endometrium di luar
kavum uteri
• Endometriosis interna / Adenomiosis
• Endometriosis yang terdapat di dalam miometrium

• Pelvic endometriosis muncul bersamaan dengan adenomyosis uteri pada 2–24%


kasus, hal ini menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara dua kelainan ini
Endometriosis

Etiologi: Penyakit estrogen dependen


1. Teori transplantasi ektopik jaringan
endometrium
2. Teori meteplasia jaringan selomik
3. Teori induksi

1157
Patogenesis Endometriosis
“ kesalahan cleaning service “

darah haid yang fibrosis dan


membalik nyeri
Sel Endometrium

aktivasi sistem sekresi


imun prostaglandin dan
estrogen

pertumbuhan sel
penempelan dan vaskularisasi dan anti
invasi apoptosis
Yen and Jaffe. Reproductive Endocrinology and Infertility, 2009
KELUHAN ENDOMETRIOSIS

INFERTILITAS NYERI

NYERI PADA ENDOMETRIOSIS

Nyeri pelvik merupakan keluhan


tersering
• Dismenorea
• Dispareunia
• Diskezia
• Disuria
Endometriosis: Pemeriksaan
• Umumnya tidak menunjukkan • Laparoskopi : untuk biopsi lesi
kelainan • USG, CT scan, MRI

• Nodul pada daerah ligamentum


sakrouterina dan kavum douglas

• Nyeri pada septum rektovagina dan


pembesaran ovarium unilateral
(kistik)

• Kasus berat : uterus retroversi


fiksata, pergerakan ovarium dan
tuba terbatas

http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx
Endometriosis: Terapi
1. Operatif
2. Non-Operatif
• Anti nyeri (NSAID, aspirin, morphine, and codeine)
• Hormonal
• Pil KB
• Levonorgestrel-releasing intrauterine system
(LNG-IUS)
• Gonadotrophin-releasing hormone (GnRH)
analogues
• Progestogens (medroxyprogesterone acetate)

http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx
Soal no 156
• Ny. Weni Failktrakhira, berusia 30 tahun datang dengan keluhan
belum kunjung hamil setelah 3 tahun menikah dengan suaminya.
Pasien mengaku haid teratur setiap bulan dengan siklus antara 26-28
hari. Dokter ahli kandungan menyarankan untuk mencatat suhu
tubuh dan cairan servik. Kondisi apa yang diharapkan untuk terjadinya
fase ovulasi?
a. Lendir serviks encer, suhu tubuh naik
b. Lendir servisk encer, suhu tubuh turun
c. Lendir serviks kental, suhu tubuh naik
d. Lendir serviks kental, suhu tubuh turun
e. Lendir servik encer, suhu tubuh tetap

Jawaban: C. Lendir serviks kental, suhu tubuh naik


156. Siklus Menstruasi
& Ovulasi
• Siklus menstruasi terdiri atas 2
komponen yaitu siklus ovarian
dan siklus uterine
• Siklus Ovarian :
• Fase folikular
• Ovulasi
• Fase luteal
• Siklus Uterine :
• Fase menstruasi
• Fase proliferatif
• Fase sekresi
Siklus Ovarian
• Rata – rata berkisar sekitar
28 hari.
• Dimulai saat menarche,
dapat diinterupsi secara
normal oleh kehamilan
dan terhenti saat
menopause.
• Terdiri atas 3 fase :
• Fase Follicular :
• Didominasi oleh
pertumbuhan dan
pematangan folikel.
• Ovulasi
• Luteal phase
• Dicirikan dengan hadirnya
corpus luteum. Durasi
selalu konstan yaitu 14 hari
Ovulasi
• Ruptur dinding folikel Graff, cairan di dalam folike dan oocyte keluar
dari folikel.
• Dipacu oleh LH surge
• Dua atau lebih folikel dominan dapat mengalami ovulasi.
• Bila keduanya mengalami fertilisasi  kembar fraternal atau kembar
dizigotik
Fase luteal
• Folikel yang telah pecah akan berubah struktur menjadi corpus
luteum (gland)
• Corpus luteum akan berfungsi sempurna dalam waktu 4 hari post
ovulasi.
• Bila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi, corpus luteum akan
mengalami degenerasi dalam waktu 14 hari setelah terbentuk
• LH mempengaruhi pembentukan corpus luteum.
• Durasi fase luteal bersifat konstan yaitu 14 hari. Bila terjadi
abnormalitas menstruasi, yang mengalami pemanjangan atau
pemendekan adalah fase folikular
Siklus Uterine
• Menggambarkan perubahan endometrium selama siklus ovarium
• Terdiri atas 3 fase yaitu:
• Fase menstruasi
• Terjadi penurunan hormon estrogen dan progesteron
• Endometrium luruh selama 5-7 hari
• Fase proliferasi
• Endometrium kembali tumbuh (menebal) untuk persiapan
implantasi bila terjadi kehamilan
• Fase sekresi / progestational
• Berbarengan dengan fase luteal.
Siklus uterine
• Fase Menstruasi • Fase Proliferasi
• Terjadi pengeluaran darah serta • Mulai bersamaan dengan hari –
debris endometrium melalui vagina hari terakhir fase folikular ovarium
• Hari pertama menstruasi dihitung • Pada fase ini uterus bersiap untuk
sebagai hari pertama dari siklus baru menerima ovum yang sudah
• Terjadi bersamaan dengan fertilisasi
berakhirnya fase luteal dari siklus • Endometrium mulai
ovarium dan awal dari fase folikular berproliferasi (tumbuh) dengan
siklus ovarium dipengaruhi oleh estrogen dari
• Dipicu oleh penurunan hormon folikel yang tumbuh
esterogen dan progesteron • Estrogen mendomniasi fase
• Pelepasan prostaglandin uterin  proliferasi dari akhir fase
vasokontriksi pembuluh darah menstruasi hingga ovulasi
endometrium  kematian dari • Puncak dari kadar esterogen akan
endometrium  darah menstruasi mencetuskan LH surge  Ovulasi
Siklus uterine
• Fase sekresi
• Endometrium bersiap untuk mengalami implantasi
• Peningkatan suplay darah endometrium
• Dipicu oleh progesteron
• Bertepatan dengan fase luteal (saat terbentuknya corpus luteum)
• Progesterone meningkatkan vaskularisasi endometrium, dan kelenjar
endometrium mensekresikan glycogen secara aktif.
• Jika tidak terjadi fertilisasi dan implantasi, corpus luteum akan berdegenerasi
 akan terjadi lagi fase folikular dan fase menstrual yang baru
Masa subur
• Menghitung masa subur
– Periode: (siklus menstruasi terpendek – 18) dan (siklus menstruasi terpanjang
- 11)
– Menggunakan 3 – 6 bulan siklus menstruasi
Metode Suhu Basal Tubuh

• Suhu basal tubuh: suhu terendah yang dicapai oleh tubuh selama
istirahat atau dalam keadaan istirahat (tidur). Dilakukan pada pagi
hari segera setelah bangun tidur dan sebelum beraktivitas

• Pada waktu ovulasi, suhu akan turun terlebih dahulu dan naik
menjadi 37-38o (naik 1-2o) kemudian tidak akan kembali pada suhu 35
derajat celsius
Lendir Serviks (Billings Test)

• Lendir Tipe –E (estrogenik) :


• Diproduksi pada fase akhir pra ovulasi. Sifat-sifat banyak, tipis,
seperti air (jernih) dan viskositas/kelengketan rendah, elastisitas
besar, bila dikeringkan terjadi bentuk seperti daun pakis.
Spermatozoa dapat menembus lendir ini.
• Lendir Tipe –G (gestagenik) :
• Diproduksi pada fase awal pra ovulasi dan setelah ovulasi. Sifat-
sifat kental, kelengketan tinggi, keruh (oppaque). Dibuat karena
peninggian kadar progesteron.
Metode Mukus Servikal (Metode
Billings)
• mendekati masa ovulasi,mukus
menjadi relatif bening dan sangat licin
(seperti putih telur), dan dapat
diregangkan di antara kedua jari
(spinnbarkeit)
Soal no 157
• Ny. Gisna, 28 tahun, G1P0A0 hamil 10 minggu datang dengan keluhan
adanya keputihan dan luka pada kemaluan sejak 4 minggu yang lalu.
Luka tidak terasa sakit, dan pada inspeksi ditemukan ulkus soliter,
dasar bersih, dan tepi rata. Suami pasien bekerja sebagai supir truk
antar kota. Terapi yang tepat pada pasien diatas adalah
a. Penisilin G Benzathine 2,4 juta unit IM, SD
b. Eritromisin PO 500 mg, 3 kali/hari, selama 15 hari
c. Cefriaxone IM 250 mg/ 1 kali/hari selama 15 hari
d. Penisilin G Benzathin 2,4 juta IM/ 3 kali dalam seminggu
e. Eritromisin 500 mg/ 4 kali/ hari selama 30 hari

Jawaban: A. Penisilin G Benzathine 2,4 juta unit IM, SD


157. Sifilis Pada Kehamilan
• Gejala dan tanda seperti sifilis pada umumnya

• Diobati sedini mungkin  sebelum hamil atau pada triwulan I


untuk mencegah penularan terhadap janin

• Risiko infeksi janin antepartum atau sifilis kongenital


berhubungan dengan stadium  paling tinggi pada stadium
primer dan sekunder, namun fase aten dan titer rendah masih
dapat menginfeksi

• Titer VDRL > 1:8 menunjukkan infeksi awal dan bakteremia

• Suami harus diperiksa dengan menggunakan tes reaksi


wassermann dan VDRL, bila perlu diobati
http://www.cdc.gov/std/tg2015/syphilis-pregnancy.htm
Sifilis Pada Kehamilan: Tatalaksana
Sifilis Pada Kehamilan: Tatalaksana

https://www.uptodate.com/contents/syphilis-in-pregnancy#H1972014971
Desensitisasi
• Patients with immediate type allergic reactions to penicillin — For
pregnant women with syphilis and a history of an immediate type allergic
reaction to penicillin, the only satisfactory treatment is desensitization
followed by penicillin therapy
• Penicillin desensitization involves exposing the patient to a small amount of
penicillin and gradually increasing the dose until an effective level is
reached, followed by the appropriate therapeutic penicillin regimen.
• Penicillin desensitization can be achieved either orally or intravenously.
• Oral desensitization is simpler and safer  The procedure requires approximately
four hours to accomplish and requires close patient monitoring.
• Most adverse reactions can be managed without discontinuation of the
desensitization protocol
• Non-penicillin regimens should only be considered when penicillin
cannot be obtained or for penicillin-allergic patients when penicillin
desensitization is not possible.
• The World Health Organization (WHO) suggests using one of the following
alternative regimens for non-penicillin treatment of early syphilis (ie,
primary, secondary, or latent <2 years [WHO definition])
• Erythromycin 500 mg orally four times daily for 14 days, or
• Ceftriaxone 1 g intramuscularly once daily for 10 to 14 days, or
• Azithromycin 2 g once orally (when local susceptibility to azithromycin is likely)
• For non-penicillin treatment of late syphilis, WHO recommends treatment
with erythromycin 500 mg orally four times daily for 30 days
Soal no 158
• Ny. Waklipotari binti Ponari, usia 30 tahun, G2P1A0 hamil 29 minggu,
datang dibawa oleh suaminya ke poliklinik kebidanan dengan keluhan
rasa panas di sepanjang dada. Pasien juga sering mengeluh mual,
mulut terasa asam, nyeri ulu hati. Pada pemeriksaan fisik tekanan
darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, napas 12 x/menit, suhu
afebris. Obat apakah yang tepat untuk pasien tersebut?
a. Sukralfat
b. Antalgin
c. Paracetamol
d. Antasida
e. Omeprazole

Jawaban: A. Sukralfat
158. GERD in Pregnancy
• Manajemen awal GERD pada kehamilan  perubahan gaya hidup dan modifikasi
diet
• Tidur dengan posisi kepala lebih tinggi
• Menghindari makanan pencetus
• Bila gejala masih berlanjut, dapat diberikan antasida lalu dikuti dengan sukralfat.
Apabila keluhan GERD masih ada, serupa dengan pasien biasa (tidak hamil),
dapat diberikan obat golongan antagonis resepter H2 dan PPI untuk mengontrol
gejala.
• Antasida boleh diberikan pada ibu hamil dan menyusui, kecuali yang
mengandung sodium bikarbonat dan magnesium trisilikat.
• Sukralfat aman untuk diberikan selama kehamilan dan menyusui karena tidak
diserap sempurna oleh lambung. Bila pasien tidak dapat diberikan antasida, ibu
hamil dengan gejala GERD dapat diberikan sukralfat 3x1g/hari.
https://www.uptodate.com/contents/medical-management-of-
gastroesophageal-reflux-disease-in-adults#H18
FDA Classifcation of Drugs Used for
GERD & Dyspepsia in Pregnancy
Antasida dalam Kehamilan Sukralfat dalam Kehamilan
• Aluminium Hidroksida
• Most aluminum-containing antacids are considered
• Sucralfate is only minimally
acceptable for treating heartburn of pregnancy, as well as
aspiration prophylaxis during labor.
absorbed following oral
administration.
• Calcium Carbonat
• When used as an antacid, most calcium-containing products
are considered acceptable for use in pregnancy in
• Based on available data,
recommended doses. sucralfate does not appear to
• Chronic use of high doses of calcium carbonate as an antacid
throughout pregnancy may lead to hypocalcemia and seizures
increase the risk of adverse fetal
in the neonate or severe hypercalcemia presenting as milk-
alkali syndrome in the mother
events when used during the first
• Magnesium Hydroxida
trimester.
• Pregnancy class B
• magnesium-containing antacids are considered low risk during
• Sucralfate may be used for the
pregnancy treatment of duodenal ulcer or
• Magnesium bisa menganggu kontraksi otot persalinan reflux in pregnancy
• Natrium Bikarbonat
• Antacids containing sodium bicarbonate should not be used
during pregnancy due to their potential to cause metabolic
alkalosis and fluid overload
AH2 dan PPI dalam Kehamilan
• Histamine H2 antagonists have been evaluated for the
treatment of gastroesophageal reflux disease (GERD) as
well as gastric and duodenal ulcers during pregnancy.
• If needed, ranitidine is the agent of choice (Cappell 2003;
Richter 2003).
• Histamine 2 (H2) blockers are preferred over proton pump
inhibitors (PPIs), because more data are available on the
safety of H2-blocker use in pregnancy.
• Histamine H2 antagonists may be used for aspiration
prophylaxis prior to cesarean delivery
• Lansoprazole is the preferred proton pump inhibitor in
pregnancy (class B)
Soal no 159
• Ny. Briana, 23 tahun, G1P0A0 hamil 37 minggu, datang dengan
keluhan keluar cairan dari kemaluan sejak 6 jam yang lalu. Tidak ada
mulas-mulas. Pasien juga mengeluh pandangan kabur. Riwayat
hipertensi sebelum hamil disangkal. Pemeriksaan fisik TD 180/100
mmHg, pemeriksaan dalam vulva tampak bengkak, tidak ada
pembukaan, selaput ketuban (-), meconium (+), ubun-ubun kecil
terletak di depan kiri, DJJ 120 x/menit. Tindakan apa yang harus
dilakukan?
a. Beri obat penurun TD, anti kejang, SC
b. Beri obat penurun TD, anti kejang, induksi persalinan
c. Beri obat penurun TD, anti kejang, ekstraksi vakum
d. Beri obat penurun TD, anti kejang, versi ekstraksi
e. Beri obat penurun TD, anti kejang, tunggu lahir sendiri

Jawaban: A. Beri obat penurun TD, anti kejang, SC


159. Preeklampsia
• Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada
kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan
organ.
• Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin,
namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan
lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu:
• 1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
• 2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
• 3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
• 4. Edema Paru

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Diagnosis dan Tatatalaksana Preeklamsia. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
Himpunan Kedokteran Feto Maternal 2016
• 5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala,
gangguan visus
• 6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda
gangguan sirkulasi uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal
Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or
reversed end diastolic velocity (ARDV)
Pre Eklampsia Berat
Tatalaksana Ekspektatif PE
tanpa Gejala Berat
Tatalaksana Ekspektatif pada PEB
Terapi Pencegahan dan tatalaksana Kejang pada Pre Eklampsia
Berat & Eklampsia
• Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
• MgSO4
– Eklampsia  untuk tatalaksana kejang
– PEB  pencegahan kejang

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
• Syarat pemberian MgSO4: Terdapat refleks patella, tersedia
kalsium glukonas, napas> 16x/menit, dan jumlah urin
minimal 0,5 ml/kgBB/jam
Kriteria Terminasi Kehamilan pada PEB
Route of delivery in Severe Preeclampsia

• Preeclampsia with features of severe disease (formerly called severe


preeclampsia) is generally regarded as an indication for delivery.
• Delivery minimizes the risk of development of serious maternal and
fetal complications, such as
• cerebral hemorrhage,
• hepatic rupture,
• renal failure,
• pulmonary edema,
• seizure,
• bleeding related to thrombocytopenia,
• abruptio placentae, or fetal growth restriction
Route of delivery in Severe Preeclampsia

• The route of delivery is based on standard obstetrical indications


• Prolonged induction and inductions with a low likelihood of success
are best avoided. For example,
• cesarean delivery may be recommended for women with preeclampsia with
severe features who are less than 32 weeks of gestation and have an
unfavorable cervical examination, given the relatively high frequency of
abnormal intrapartum fetal heart rate tracings and low likelihood of a
successful vaginal delivery (less than 30 percent)
Preeklampsia: Pencegahan Primer dan Sekunder
Soal no 160
• Ny. Jivani, Agranovaita, berusia 34 tahun, P2A0 datang untuk
berkonsultasi mengenai metode kontrasepsi. Pasien belum berniat
untuk memiliki anak kembali. Pasien memiliki riwayat darah tinggi
dan pernah mengalami stroke ringan 1 tahun yang lalu. Pemeriksaan
fisik TD 140/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, Pernapasan 18 x/menit.
Dengan kondisi pasien tersebut alat kontrasepsi yang paling tepat
adalah…
a. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
b. Pil KB
c. Implan
d. Suntik KB 1 bulan 1x
e. Kondom

Jawaban: A. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)


160. •Konseling KB
Prinsip pelayanan kontrasepsi saat ini adalah memberikan kemandirian
pada ibu dan pasangan untuk memilih metode yang diinginkan.
• Pemberi pelayanan berperan sebagai konselor dan fasilitator, sesuai
langkah-langkah di bawah ini.
1. Jalin komunikasi yang baik dengan ibu
• Beri salam kepada ibu, tersenyum, perkenalkan diri Anda.
• Gunakan komunikasi verbal dan non-verbal sebagai awal interaksi
dua arah.
• Tanya ibu tentang identitas dan keinginannya pada kunjungan ini.
2. Nilailah kebutuhan dan kondisi ibu
• Tanyakan tujuan ibu berkontrasepsi dan jelaskan pilihan metode
yang dapat diguakan untuk tujuan tersebut.
• Tanyakan juga apa ibu sudah memikirkan pilihan metode tertentu.

Buku pelayanan Kesehatan Ibu di Faskes Dasar dan Rujukan. 2013.


Vasektomi
Permanen
Tubektomi

IUD
Berbantu
Kondom/
Barrier
diafragma

Spermisida
Metode Sementara
Kontrasepsi
Implan
MAL
Hormonal Pil/suntik
Pantang
Alami
berkala
Kondar
Senggama
terputus
KB: Metode Barrier

• Menghalangi bertemunya
sperma dan sel telur
• Efektivitas: 98 %
• Mencegah penularan PMS
• Efek samping
– Dapat memicu reaksi alergi
lateks, ISK dan keputihan
(diafragma)
• Harus sedia sebelum
berhubungan
Kontrasepsi Hormonal
No Jenis kontrasepsi Mekanisme Kerja

1 Pil Kombinasi menekan ovulasi, mencegah implantasi,


mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilalui oleh
sperma, dan menganggu pergerakan tuba sehingga
transportasi telur terganggu
2 Pil progestin Supresi ovulasi, menekan puncak LH dan FSH, meningkatkan kekentalan lendir
servix, menurunkan jumlah dan ukuran kelenjar endometrium, menurunkan
motilitas cilia di tuba falopi

3 Suntik kombinasi menekan ovulasi, mengentalkan lendir


serviks sehingga penetrasi sperma terganggu, atrofi
pada endometrium sehingga implantasi terganggu,
dan menghambat transportasi gamet oleh tuba.
Suntikan ini diberikan sekali tiap bulan
4. Suntik Progestin Kerja utama mencegah ovulasi dengan menekan FSH dan LH serta LH surge

5. Implan Kombinasi antara supresi LH surge, supresi ovulasi, mengentalkan lendir servix,
mencegah pertumbuhan dan perkembangan endometrium
Jenis Progestin pada Kontrasepsi
No. Generasi Jenis

1 Generasi pertama • Norethindrone acetate


• Ethynodiol diacetate
• Lynestrenol
• Norethynodrel

2 Generasi kedua • Norgestrel


• Levonorgestrel

3 Generasi ketiga • Desogesthrel


• Gestodene
• Norgestimate

4 Generasi keempat • Drospirenone


• Cyproterone acetate
Pil kontrasepsi kombinasi (esterogen dan
progesteron)
No. Jenis Esterogen Jenis Progesteron

1 Etinil estradiol 30 mcg Levonorgestrel

2 Etinil estradiol 35 mcg Cyproterone acetate

3 Etinil estradiol 30 mcg Drospirenone

4 Etinil estradiol 20 mcg Drospirenone


Metode Hormonal:
Pil & Suntikan Kombinasi
• Jenis Pil Kombinasi
• Monofasik (21 tab): E/P dalam dosis yang sama,
dengan 7 tablet tanpa hormon aktif (placebo).
• Bifasik (21 tab): E/P dengan dua dosis yang
berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif.
• Trifasik (21 tab) : E/P dengan tiga dosis yang
berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif

• Jenis Suntikan Kombinasi


• 25mg Depo Medroksiprogesteron Asetat + 5 mg
Estradiol Sipionat, IM sebulan sekali
• 50mg Noretindron Enantat + 5 mg Estradiol
Valerat, IM sebulan sekali
MetodeProgestin
Pil dan Suntikan Hormonal:
Pil & Suntikan Kombinasi
• Pil Progestin
• Isi 35 pil: 300 µg levonorgestrel atau 350 µg
noretindron
• Isi 28 pil: 75 µg norgestrel
• Contoh
• Micrinor, NOR-QD, noriday, norod (0,35 mg
noretindron)
• Microval, noregeston, microlut (0,03 mg
levonogestrol)
• Ourette, noegest (0,5 mg norgestrel)
• Exluton (0,5 mg linestrenol)
• Femulen (0,5 mg etinodial diassetat)

• Suntikan Progestin
• Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depo Provera)
 150mg DMPA, IM di bokong/ 3 bulan
• Depo Norestisteron Enantat (Depo Norissterat) 
200mg Noretdron Enantat,IM di bokong/ 2 bulan
Aturan Minum Pil KB

• Pil KB Andalan diminum di hari pertama haid


• Satu tablet setiap hari pada waktu yang sama untuk mengurangi kemungkinan
efek samping
• Bila lupa minum 1 butir pil hormonal (berwarna kuning) harus minum 2 butir
pil hormonal segera setelah Anda mengingatnya
• Apabila lupa meminum 2 butir/ lebih pil hormonal (berwarna kuning)  minum 2
pil selama 2 hari berturut-turut dan+ gunakan kondom bila melakukan hubungan
seksual atau hindari hubungan seksual selama 7 hari
• Apabila lupa meminum 1 butir pil pengingat (berwarna putih) maka buang pil
pengingat yang terlupakan
Metode Hormonal: Implan
• Implan (Saifuddin, 2006) • Cara Kerja
• Norplant: 36 mg levonorgestrel dan lama • menekan ovulasi,
kerjanya 5 tahun. mengentalkan lendir
serviks, menjadikan
selaput rahim tipis dan
atrofi, dan mengurangi
• Implanon: 68 mg ketodesogestrel dan lama transportasi sperma
kerjanya 3 tahun.
• Efek Samping
• Serupa dengan
hormonal pil dan
• Jadena dan Indoplant: 75 mg levonorgestrel suntikan
dengan lama kerja 3 tahun
• Kontra Indikasi
• Serupa dengan
hormonal pil dan
suntikan
KB: Metode IUD
• Cara Kerja
• Menghambat kemampuan sperma untuk
masuk ke tuba falopii
• Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum
mencapai kavum uteri
• Mencegah implantasi hasil konsepsi
kedalam rahim

• Efek Samping
• Nyeri perut, spotting, infeksi, gangguan
haid

• Kontra Indikasi
• Hamil, kelainan alat kandungan bagian dalam, perdarahan vagina yang tidak diketahui,
sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis), tiga bulan terakhir sedang
mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik, penyakit trofoblas yang
ganas, diketahui menderita TBC pelvik, kanker alat genital, ukuran rongga rahim
kurang dari 5 cm
EPO. (2008). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau Intra Uterine Device (IUD). Diambil pada tanggal 20 Mei 2008 dari
http://pikas.bkkbn.go.id/jabar/program_detail.php?prgid=2
AKDR: Profil
• Sangat efektif, reversibel dan berjangka panjang (dapat
sampai 10 tahun: CuT 380A)
• Haid menjadi lebih lama dan lebih banyak
• Pemasangan dan pencabutan memerlukan pelatihan
• Dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi
• Tidak boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar pada
infeksi menular seksual (IMS)
• Jenis
• Copper-releasing: Copper T 380A, Nova T, Multiload 375
• Progestin-releasing: Progestasert, LevoNova (LNG-20), Mirena
• AKDR CuT-380A
• Kecil kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T diselubungi
oleh kawat halus yang terbuat tembaga (Cu)
• Tersedia di Indonesia dan terdapat di mana-mana
• AKDR lain yang beredar di Indonesia ialah NOVA T (Schering)
Mekanisme Kerja
• Ada beberapa mekanisme cara kerja AKDR:
• Timbulnya reaksi radang radang lokal di dalam cavum uteri sehingga implantasi sel telur yang
telah dibuahi terganggu.
• Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan terhambatnya implantasi.
• Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri serta merusak sperma

• Copper IUDs work by disrupting sperm motility and damaging sperm (Copper
acts as a spermicide within the uterus)
• The presence of copper increases the levels of copper ions, prostaglandins, and
white blood cells within the uterine and tubal fluids.
• Ova from copper IUD users were distinctive for being without vitellus (abnormal)
and surrounded by macrophages
• Copper can also alter the endometrial lining, this alteration can prevent
implantation
AKDR
Alat kecil yang dipasang dalam rahim • Rangka plastik yang lentur dengan lengan tembaga dan benang.

• Sangat efektif dan tidak tergantung pada daya ingat.


• Cara kerja utama mencegah sperma bertemu telur.
Sangat efektif dan aman • Sebagian besar ibu bisa memakai AKDR, termasuk ibu yang belum
pernah hamil.
.
Rumor yang umum:
• AKDR tidak dapat keluar dari rahim atau berjalan ke seluruh tubuh
• AKDR tidak mengganggu selama bersenggama, walaupun kadang
pasangan merasakan benangnya.
• AKDR tidak berkarat di dalam tubuh, bahkan setelah bertahun-tahun.

Dapat dicabut kapan saja Anda


inginkan • Klien bisa kembali hamil setelah AKDR dilepas.
Bekerja hingga 10 tahun, tergantung • Copper T 380 A bekerja hingga 10 tahun.
jenisnya • Harus dilepas 1 tahun setelah menstruasi terakhir pada menopause.
Dapat menambah pendarahan Efek Samping:
menstruasi atau menyebabkan kram • Biasanya kembali normal setelah 3 bulan.
Tidak melindungi dari AIDS/IMS • Untuk perlindungan terhadap AIDS/IMS, pakai juga kondom.
Yang tidak bisa memakai AKDR
Sebagian besar ibu tidak bisa memakai AKDR, jika:

• Jika ragu, pakai daftar periksa pada Tambahan 1 atau lakukan tes
Kemungkinan hamil kehamilan.
Baru saja melahirkan • Pemasangan AKDR hanya boleh dilakukan sebelum 48 jam dan
(2 – 28 hari pasca persalinan) setelah 4 minggu pasca persalinan.

Mereka yang berisiko terinfeksi IMS/HIV mencakup mereka:


Memiliki risiko IMS (termasuk HIV) • Yang mempunyai lebih dari 1 pasangan tidak selalu memakai
kondom;
• Yang memiliki pasangan dengan HIV/IMS dan tidak selalu memakai
kondom;
• Memakai jarum suntik bersama, atau pasangan memakai jarum
suntik bersama (hanya untuk HIV tetapi tidak untuk IMS)

Menstruasi yang tak biasa • Menstruasi tak biasa harus diases sebelum memasang AKDR.
Infeksi atau masalah dengan organ
• Setiap infeksi harus diobati sepenuhnya sebelum AKDR dipasang.
kewanitaan:
— IMS atau Penyakit Radang Panggul dalam 3 • Obati penyakit radang panggul ataupun IMS dan tunggu 3 bulan
bulan terakhir? sebelum memasang AKDR. Anjurkan agar pasangan juga diobati.

— HIV atau AIDS? • Jika HIV atau AIDS pakai AKDR hanya jika tidak ada metode lain
yang cocok.
— Infeksi setelah melahirkan atau keguguran
— Kanker pada organ kewanitaan atau TB • Jangan memasang AKDR jika klien memiliki kanker rahim,
panggul endometrium atau kanker indung telur; penyakit tropoblas jinak
atau ganas; tbc panggul.
Setelah pemasangan, AKDR bisa diperiksa oleh
akseptor KB sendiri.

• Kapan memeriksa?
• Satu minggu setelah pemasangan
• Kapan saja setiap selesai masa haid

• Bagaimana cara memeriksa benang?


• Cuci tangan, duduk dalam posisi jongkok, masukkan jari ke dalam vagina
dan rasakan benang AKDR di mulut rahim. Jangan menarik benangnya.
Cuci tangan setelah selesai.

• Jika tidak bisa merasakan benang, atau benang terasa lebih panjang atau
pendek secepatnya kembali ke klinik. AKDR mungkin telah terlepas dan perlu
memakai back up.
KB Mantap
Definisi
• Menutup tuba falopii (mengikat dan
memotong atau memasang cincin),
sehingga sperma tidak dapat bertemu
dengan ovum
• oklusi vasa deferens sehingga alur
transportasi sperma terhambat dan
proses fertilisasi tidak terjadi

Efek Samping
• Nyeri pasca operasi

Kerugian
• Infertilitas bersifat permanen
KB Metode Alami
• Menghitung masa subur
• Periode: (siklus menstruasi terpendek – 18) dan (siklus menstruasi terpanjang -
11)
• Menggunakan 3 – 6 bulan siklus menstruasi

• Mengukur suhu basal


tubuh (pagi hari)
• Saat ovulasi: suhu tubuh
akan meningkat 1-2° C
(menjelang ovulasi suhu
basal badan akan turun,
dan sekitar 24 jam setelah
ovulasi, suhu basal badan
akan naik kembali lebih
tinggi daripada suhu
sebelum ovulasi)
Coitus Interruptus (Sanggama Terputus)
• senggama terputus atau dalam artian penis dikeluarkan dari
vagina sesaat seblum ejakulasi terjadi  cairan sperma tidak
akan masuk kedalam rahim  ≠ pembuahan.

Metode Mukus Servikal (Metode Billings)


• mendekati masa ovulasi,mukus menjadi relatif bening dan
sangat licin (seperti putih telur), dan dapat diregangkan di
antara kedua jari (spinnbarkeit)
KB: Metode Alami
• Metode Amenorea Laktasi • Keuntungan khusus bagi kesehatan:
Mekanisme: • Mendorong pola menyusui yang benar,
• pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif sehingga membawa
untuk menekan ovulasi. • manfaat bagi ibu dan bayi.
• Metode ini memiliki tiga syarat yang
harus dipenuhi:
• Ibu belum mengalami haid lagi • Risiko bagi kesehatan:
• Bayi disusui secara eksklusif dan sering, • Tidak ada.
sepanjang siang dan malam
• • Bayi berusia kurang dari 6 bulan • Efek samping:
• Efektivitas: • Tidak ada.
• Risiko kehamilan tinggi bila ibu tidak • Mengapa beberapa orang
menyusui bayinya secara benar. menyukainya:
• Bila dilakukan secara benar, risiko • Metode alamiah, mendorong kebiasaan
kehamilan kurang dari 1 di antara 100 ibu menyusui, dan tidak perlu biaya.
dalam 6 bulan setelah persalinan.
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan

• Pada klien yang tidak menyusui, masa infertilitas rata-


rata sekitar 6 minggu
• Pada klien yang menyusui, masa infertilitas lebih
lama, namun, kembalinya kesuburan tidak dapat
diperkirakan
• Metode yang langsung dapat digunakan adalah :
Spermisida
Kondom
Koitus Interuptus
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan
Metode Waktu Pascapersalinan Ciri Khusus Catatan

MAL Mulai segera • Manfaat kesehatan bagi • Harus benar-benar ASI


ibu dan bayi eksklusif
• Efektivitas berkurang jika
sudah mulai suplementasi
Kontrasepsi • Jangan sebelum 6- • Akan mengurangi ASI • Merupakan pilihan terakhir
Kombinasi 8mg pascapersalinan • Selama 6-8mg bagi klien yang menyusui
• Jika tidak menyusui pascapersalinan • Dapat diberikan pada klien
dapat dimulai 3mg mengganggu tumbuh dgn riw.preeklamsia
pascapersalinan kembang bayi • Sesudah 3mg
pascapersalinan akan
meningkatkan resiko
pembekuan darah

Kontrasepsi • Bila menyusui, • Selama 6mg pertama • Perdarahan ireguler dapat


Progestin jangan mulai pascapersalinan, progestin terjadi
sebelum 6mg mempengaruhi tumbuh
pascapersalinan kembang bayi
• Bila tidak menyusui • Tidak ada pengaruh pada
dapat segera dimulai ASI
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan
Metode Waktu Ciri Khusus Catatan
Pascapersalinan
AKDR • Dapat dipasang • Tidak ada pengaruh • Insersi postplasental
langsung terhadap ASI memerlukan petugas
pascapersalinan • Efek samping lebih terlatih khusus
sedikit pada klien
yang menyusui
Kondom/S • Dapat digunakan Tidak pengaruh Sebaiknya dengan kondom
permisida setiap saat terhadap laktasi dengan pelicin
pascapersalinan
Diafragma Tunggu sampai 6mg • Tidak ada pengaruh • Perlu pemeriksaan
pascapersalinan terhadap laktasi dalam oleh petugas

KB • Tidak dianjurkan • Tidak ada pengaruh • Suhu basal tubuh kurang


Alamiah sampai siklus haid terhadap laktasi akurat jika klien sering
kembali teratur terbangun malam untuk
menyusui
KB: Usia > 35 Tahun
Metode Catatan

Pil/suntik • Tidak untuk perokok


Kombinasi • Dapat digunakan sebagai terapi sulih hormon pada masa
perimenopause
Kontrasepsi • Dapat digunakan pada masa perimenopause (40-50 tahun)
Progestin (implan, • Dapat untuk perokok
pil, suntikan) • Implan cocok untuk kontrasepsi jangka panjang yang belum
siap dengan kontap
AKDR • Tidak terpapar pada infeksi saluran reproduksi dan IMS
• Sangat efektif, tidak perlu tindak lanjut, efek jangka panjang

Kondom • Satu-satunya metode kontrasepsi yang dapat mencegah


infeksi saluran reproduksi dan IMS
• Perlu motivasi tinggi bagi pasangan untuk mencegah
kehamilan
Kontrasepsi Benar-benar tidak ingin tambahan anak lagi
Mantap
Soal no 161
• Ny. Ita purnamarani, usia 25 tahun datang dengan keluhan nyeri perut
kanan bawah. Sudah satu tahun ini mengalami keputihan yang
berbau busuk. Dari pemeriksaan ditemukan TD 120/80 mmHg, N 88
x/menit, P 18 x/menit. Inspekulo ditemukan fluor albus dan terdapat
erosi pada portio cerviks. Penjalaran penyakit yang terjadi pada
pasien ini adalah melalui...
a. Hematogen
b. Limfogen
c. Ascending infection
d. Kontak langsung
e. Udara

Jawaban: C. Ascending infection


161. PELVIC INFLAMMATORY DISEASE /
PENYAKIT RADANG PANGGUL
• Infeksi pada traktus genital atas wanita yang melibatkan
kombinasi antara uterus, ovarium, tuba falopi, peritonium
pelvis, atau jaringan penunjangnya.
• PID terutama terjadi karena ascending infection dari traktus
genital bawah ke atas
• Patogen: Dapat berupa penyakit akibat hubungan seksual atau
endogen (Tersering: N. Gonorrhea & Chlamydia Trachomatis)
• Faktor Risiko:
 Kontak seksual
 Riwayat penyakit menular seksual
 Multiple sexual partners
 IUD

PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012


Salphingitis
• Inflamasi pada tuba fallopi

• Salphingitis akut biasanya disamakan dengan PID karena merupakan bentuk paling sering
dari PID

• Faktor Risiko
– Instrumentasi pada serviks dan uteri (IUD, biopsi, D&C)
– Perubahan hormonal selama menstruasi, menstruasi retrogard

• Gejala dan Tanda


– Spotting, dismenorea, dispareunia, demam, nyeri punggung bawah, sering BAK, mual dan muntah, nyeri
goyang serviks

• Diagnosis
• Nyeri perut bawah, nyeri adneksa bilateral, nyeri goyang serviks
• Tambahan: suhu oral > 38.3 C, keputihan abnormal, peningkatan C rekative protein, adanya bukti
keterlibatan N. gonorrhoeae atau C. trachomatis

• Terapi
– Rawat inap dengan antibiotik IV (cefoxitin dan doksisiklin)
– Rawat jalan dengan cefotixin IM dan Doksisiklin oral
– Operatif bila antibiotik gagal
http://emedicine.medscape.com/article/275463-overview#a2
PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012
USG pada PID
• USG banyak dilakukan untuk evaluasi PID. Gambaran PID pada
pemeriksaan USG adalah: tuba falopii yang menebal, terisi cairan, dan
gambaran seperti roda gigi (cogwheel sign).
• Pada pasien dengan endometritis, USG akan menunjukkan gambaran
cairan atau gas dalam ruang endometrium, penebalan yang
heterogen, atau garis endometrium yang samar, namun penemuan ini
pun tidak konsisten.
• Bila terjadi abses tubo-ovarium, akan tampak kumpulan kistik
multilocular berdinding tebal, disertai multiple fluid levels.
PID: Pengobatan
• Harus berspektrum luas
• Semua regimen harus efektif melawan N. gonorrhoeae dan C.
trachomatis karena hasil skrining endoserviks yang negatif tidak
menyingkirkan infeksi saluran reproduksi atas

• Rawat jalan atau rawat inap bergantung pada:


 Adanya emergensi (contoh; apendisitis)
 Pasien hamil
 Pasien tidak berespon baik terhadap antibiotik oral
 Pasien tidak memungkinkan untuk menoleransi antibiotik oral
 Pasien memiliki penyakit berat, mual-muntah, demam tinggi
 Pasien memiliki abses tubo-ovarian

http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm
Pelvic Inflammatory Disease

http://depts.washington.edu/handbook/syndromesFemale/ch8_pid.html
Sexually active woman presenting with abnormal vaginal
discharge, lower abdominal pain, OR dyspareunia

Uterine tenderness, OR
Adnexal tenderness, OR
Cervical motion tenderness on pelvic exam?

YES NO

1) Perform NAAT for gonorrhea and chlamydia


2) Perform pregnancy testing See Vaginal Discharge algorithm,
3) Perform vaginal microscopy if available consider other organic causes
4) Offer HIV testing

Empiric treatment for PID* if no other organic


cause found (e.g. ectopic pregnancy, appendicitis)

Signs of severe illness (i.e. high fever, nausea/vomiting), OR


Surgical emergency (e.g. appendicitis) not excluded, OR
Suspected to have a tubo-ovarian abscess, OR
Unable to tolerate or already failed oral antibiotics, OR
Pregnant?

YES NO

Inpatient PID treatment: Outpatient PID treatment:


Cefotetan 2g IV Q12 hours OR Ceftriaxone 250mg IM x 1 dose PLUS
Cefoxitin 2g IV Q6 hours, PLUS Doxycycline 100mg PO BID x 14 days,** WITH OR WITHOUT
Doxycycline 100mg PO/IV Q12 hours** Metronidazole 500mg PO BID x 14 days***
(other regimens available****) OR
Cefoxitin 2g IM x 1 dose and Probenecid 1g PO x 1dose together PLUS
Doxycycline 100mg PO BID X 14 days,** WITH OR WITHOUT
Metronidazole 500mg PO BID x 14 days***
(other regimens available****)

1) Hospitalize 24-48 hours to ensure response to treatment Response to treatment


2) Discharge on oral antibiotics to complete 14 day course 72 hours later?

NO YES

See Inpatient treatment Continue treatment for 14 days


Soal no 162
• Ny. Hasna Fasnetulisa, berusia 27 tahun, G1P0A0, Hamil 39 minggu,
datang dengan keluhan mulas-mulas. Pada perjalanannya setelah 4
jam observasi, ditemukan his pasien 1x/10menit @15-25 detik,
pembukaan 7 cm, UUK kiri depan melintang, kepala di atas pintu atas
panggul. Anda menilai pasien mengalami inersia uteri. Tindakan yang
tepat anda lakukan adalah...
a. Observasi
b. Drip oksitosin
c. Vakum
d. Forceps
e. Rujuk untuk SC

Jawaban: E. Rujuk untuk SC


162. Distosia Kelainan Tenaga
• His Normal: mulai dari fundus menjalar ke korpus, dominasi di
fundus dan disertai relaksasi yang merata

• Jenis Kelainan His


– Inersia Uteri (Kontraksi Uterus Hipotonik)
• His lemah, pendek, jarang  tidak adekuat untuk mebuka serviks dan
mendorong janin
– His terlalu kuat (Kontraksi Uterus Hipertonik)
• His terlalu kuat dan terlalu efisien sehingga persalinan terlalu cepat
– Incoordinate uterine contraction
• Tidak ada koordinasi antara kotraksi bagian atas, tengah dan bawah; tidak
ada dominasi fundus

• Faktor predisposisi
– Primigravida, terutama primi tua
– Kelainan letak janin/disporposi fetopelviks
– Peregangan rahim yang berlebihan: gemeli, hidramnion
Inersia Uteri: Tatalaksana
1. Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian
terbawah janin dan keadaan janin

2. Bila kepala sudah masuk PAP, anjurkan pasien untuk jalan-jalan

3. Buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan
misalnya pada letak kepala :
a. Lakukan augmentasi persalinan misalnya dengan infus oksitosin
b. Bila inersia uteri + CPD  seksio sesaria
c. Bila semula his kuat  inersia uteri sekunder, ibu lemah, dan partus telah berlangsung
lebih dari 24 jam (primi) dan 18 jam (multi) oksitosin drips tidak berguna 
Selesaikan partus sesuai dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obstetrik lainnya
(Ekstrasi vakum, forcep dan seksio sesaria)

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


Soal no 163
• Laki–laki 30 tahun, sudah menikah tetapi belum memiliki keturunan.
Pasien ingin sekali memilki keturunan. Pasien baru pertama kali ke
dokter, sebelumnya pasien berobat ke pengobatan alternative, tetapi
tidak ada hasil. Dokter menganjurkan untuk pemeriksaan analisis
sperma. Hasilnya jumlah 40 juta/ml (N: 39 juta/mL), morfologi 10 %
(N: 4%), motilitas total 5% (N: 40%).

Bagian mana yang berperan penting dalam kasus tersebut?


a. Nucleus
b. Akrosom
c. Mitokondria
d. Plasma membrane
e. Centriole

Jawaban: C. Mitokondria
163. Analisa Sperma
• Tingkat motilitas sperma berhubungan dengan tingkat kehamilan
• Motilitas sperma dalam cairan semen harus dinilai sesegera mungkin
setelah sampel dikeluarkan, sebaiknya dalam 30 menit sampai 1 jam
setelah ejakulasi, untuk mencegah efek buruk dari dehidrasi, pH atau
perubahan suhu terhadap motilitas.

WHO laboratory manual for the Examination and processing of human semen 5th ed. 2010
• Motilitas setiap spermatozooa dinilai sebagai berikut:
• Progressive motility (PR): spermatozoa bergerak aktif, baik secara linier atau
dalam lingkaran besar, terlepas dari kecepatannya.
• Non-progressive motility (NP): semua pola motilitas lainnya tanpa ada
kemajuan, mis. berenang dalam lingkaran kecil, kekuatan flagellar hampir
tidak menggeser kepala, atau ketika hanya ketukan flagellar yang dapat
diamati.
• Immotility (IM): tidak ada gerakan.

• Batas minimum:
• Motilitas total (PR + NP) adalah 40% (5th centile, 95% CI 38–42)
• motilitas progresif (PR) adalah 32% (5th centile, 95% CI 31–34).
• Asthenozoospermia adalah istilah medis untuk penurunan motilitas
sperma  persentase sperma yang bergerak secara progresif (PR) di
bawah 32%.
• Penyebab asthenozoospermia adalah pengambilan sampel tidak
mencukupi, autoantibodi, peradangan dan gangguan pada ekor
sperma.
• Penyebab asthenozoospermia negative palsu adalah sperma dingin,
sperma tua atau pengumpulan sperma dengan kontaminasi (mis.
Sabun).

WHO laboratory manual for the Examination and processing of human semen 5th ed. 2010
Sperma Abnormal

• Azoospermia: tidak terdapat sperma hidup dalam cairan


sperma dalam cairan ejakulat ejakulat
• Oligospermia: jumlah sperma • Astenozoospermia: motilitas <
kurang dari 20 juta per ml normal
cairan ejakulat • Teratozoospermia: morfologi
abnormal
• Necrozoospermia: tidak ada
Astenozoospermia dan Mitokondria
• Setengah dari kasus infertilitas pria disebabkan oleh rendahnya motilitas sperma
(asthenozoospermia) dan atau jumlah sperma (oligoszoopermia), dan kelainan
morfologis sperma (teratozoospermia).
• Salah satu penentu fertilitas pria adalah motilitas sperma. Sperma memerlukan
energi yang besar sehingga dapat berfungsi secara layak untuk keberhasilan
fertilisasi.
• Lokasi mitokondria dalam sperma yang unik yaitu terletak pada bagian basal dari
flagela (mid piece), berperan penting dalam ketersediaan energi secara efektif
dan cepat.
• Tetapi, motilitas sperma yang sangat bergantung pada fungsi respirasi
mitokondria, dapat diprediksi bahwa akumulasi mutasi yang bersifat patogenik
dari mitokondria dan kelainan respirasi menyebabkan disfungsi sperma dan
infertilitas.
S. U. (2009). Etiologi Infertilitas pada Pria Akibat dari Mutasi DNA Mitokondria
(mtDNA). JKM, 9(1), 85-94. Retrieved May 22, 2019.
Soal no 164
• Ny. Qitra, berusia 32 tahun G1P0A0 hamil 30 minggu datang ke
puskesmas untuk ANC. Pada pemeriksaan ginekologi ditemukan
mioma servik mengisi penuh bagian fornix posterior (cavum
Douglassi). Tidak ada gejala dan keluhan. Apakah tatalaksana pada
pasien tersebut?
a. Seksio sesaria segera
b. Terapi progesteron untuk memperkecil tumor
c. Miomektomi segera
d. Observasi ketat sampai kehamilan aterm
e. Akhiri kehamilan dengan induksi

Jawaban: D. Observasi ketat sampai kehamilan aterm


164. Mioma Uteri
• Disebut juga: fibroid, leimioma, leimiomata, fibromioma
• Tumor jinak yang tumbuh dari jaringan otot uterus
• Dapat terdiri dari satu mioma atau beberapa mioma kecil
• Epidemiologi: 20-50% wanita usia subur

• 4 Tipe Mioma Uteri


• Subserosa
• Tumbuh dilapisan luar uterus dan
kearah luar
• Intramural
• Tumbuh didalam dinding uterus
• Submukosa
• Dibawah lapisan kavum uteri 
polimenorrhea, infertilitas,
keguguran
• Pedunculated
• Memiliki tangkai http://www.myoma.co.uk/about-uterine-myoma.html
Mioma Uteri pada Kehamilan: Patogenesis
• Kehamilan  vaskularisasi uterus dan estrogen >> 
pembesaran dan perlunakan mioma pada trimester I

• Setelah kehamilan 4 bulan  mioma tidak membesar

• Dapat timbul torsio  nyeri hebat

• Pertumbuhan mioma yang terlalu cepat  melebihi


suplai darahnya  degenerasi merah  gejala rangsang
peritonium
Mioma Uteri pada Kehamilan: Gejala dan Tanda
• Tergantung besar dan posisi mioma

• Jika mioma menyebabkan distorsi rongga uterus  resiko abortus spontan


menjadi 2x lipat & kemungkinan persalinan prematur meningkat

• Distorsi rongga uterus malposisi atau malpresentasi janin

• Tumor di bawah uterus  obstruksi jalan lahir  menghambat persalinan


pervaginam

• Nyeri karena tekanan dan torsio tumor, serta adanya infeksi rahim

• Tumor besar  Penekanan pada organ di sekitar tumor seperti kandung


kemih, ureter, rektum, organ panggul lain  gangguan BAB atau BAK,
pelebaran pembuluh darah vena dalam panggul, gangguan ginjal
Mioma Uteri Uteri pada Kehamilan
Mioma
D I AG N O S I S
• Massa yang menonjol/ teraba
seperti bagian janin

• USG abdominal/ transvaginal


• Tampak massa padat diluar
kantong janin

TATA L A K SA N A
• Observasi hingga kehamilan aterm

• Operasi  SC sekaligus pengangkatan mioma atau bila terdapat


tanda kegawatdaruratan
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
IKK &
FO R E N S I K
Soal no 165
• Angka kejadian kanker dari tahun ke tahun meningkat. Untuk
memperbaiki pelayanan medis penyakit kanker, diadakanlah berbagai
penelitian di bidang kanker. Pada penelitian secara periodik di Provinsi
Kalimantan Barat mengenai penyakit kanker serviks pada wanita yang
berusia diatas 40 tahun di kota M didapatkan data sebagai berikut:

Nilai prediktif negatif test baru terhadap kanker serviks tersebut adalah :
a. 132/1117
b. 62295/62342
c. 62295/63280
d. 132/179
e. 985/62295

Jawaban: B. 62295/62342
165. UJI DIAGNOSTIK
SAKIT (+) SAKIT (-)

HASIL TEST (+) True Positive (TP) False Positive (FP)

HASIL TEST (-) False Negative (FN) True Negative (TN)

Kemampuan tes untuk TP


SENSITIVITAS = mendeteksi orang yang
sakit dengan benar. TP+FN

Kemampuan tes untuk


mendeteksi orang yang TN
S P E S I F I S I TA S =
tidak sakit dengan FP+TN
benar.
UJI DIAGNOSTIK
SAKIT (+) SAKIT (-)

HASIL TEST (+) True Positive (TP) False Positive (FP)

HASIL TEST (-) False Negative (FN) True Negative (TN)

POSITIVE Persentase pasien TP


PREDICTIVE VALUE dengan hasil test (+)
= yang benar-benar sakit TP+FP

NEGATIVE Persentase pasien


TN
PREDICTIVE VALUE dengan hasil test(-) yang
= benar-benar tidak sakit FN+TN
SENSITIVITAS, SPESIFISITAS, PPV, NPV

Rule of thumb:
• Sensitivitas dan spesifisitas TIDAK DIPENGARUHI oleh prevalensi
penyakit di wilayah tempat alat diagnostik digunakan.
• Sedangkan, PPV dan NPV DIPENGARUHI oleh prevalensi penyakit di
wilayah tempat alat diagnostik digunakan.
• Pada tempat dengan prevalensi tinggi, PPV akan semakin tinggi. Pada tempat
dengan prevalensi rendah, PPV akan rendah.
• Sebaliknya, NPV akan semakin rendah pada tempat dengan prevalensi tinggi.
Dan NPV akan tinggi pada tempat dengan prevalensi rendah.
Soal no 166
• Berikut ini adalah data kasus hipertensi pada periode Jan – Des 2011
yang diperoleh dari suatu populasi
Data per 31 Des 2010 Jumlah Data per 31 Des 2011 Jumlah

Hipertensi Non-HT Hipertensi Non-HT

Obesitas 116 4 120 130 4 134

Non obesitas 384 9496 9880 470 9396 9866

Total 500 9500 10000 600 9400 10000

Insidens hipertensi pada tahun 2011 pada populasi di atas adalah...


a. 14/10000
b. 100/10000
c. 86/10000
d. 134/10000
e. 600/10000

Jawaban: B. 100/10000
166. UKURAN MORBIDITAS PENYAKIT
Definisi Rumus
Insidens/ insidens Jumlah kasus baru dalam Jumlah kasus baru/ jumlah
kumulatif/ incidence periode waktu tertentu populasi berisiko di awal periode
rate/ attack rate/
attack risk Attack rate/risk lebih sering
digunakan pada konteks KLB.

Secondary attack jumlah penderita baru suatu Jumlah penderita baru pd


rate penyakit yang terjangkit pada serangan kedua/ (jumlah populasi
serangan kedua dibandingkan berisiko- jumlah orang yang
dengan jumlah penduduk terkena serangan pertama)
dikurangi orang/penduduk
yang pernah terkena penyakit
pada serangan pertama.

Incidence density jumlah penderita baru suatu Jumlah kasus baru/ jumlah
rate penyakit yang ditemukan pada populasi berisiko di awal periode
(or person-time rate) suatu jangka waktu tertentu (dalam satuan orang-waktu)
(dalam satuan orang-waktu)
Ukuran Morbiditas Penyakit (2)
Definisi Rumus
Point prevalence Jumlah seluruh kasus pada satu Jumlah seluruh kasus (kasus lama
waktu tertentu, misalnya jumlah dan kasus baru)/ jumlah populasi
seluruh kasus hipertensi per berisiko pada satu waktu yang
tanggal 1 April 2017. spesifik (tanggal tertentu atau
jam tertentu).

Period prevalence Jumlah seluruh kasus pada satu Jumlah seluruh kasus (kasus lama
periode tertentu, misalnya dan kasus baru)/ jumlah populasi
jumlah seluruh kasus hipertensi berisiko pada satu periode
dari Januari-Desember 2016. tertentu.

Jumlah populasi berisiko diambil


dari jumlah populasi pada
pertengahan periode.
Soal no 167
• Sekelompok penghuni apartemen melaporkan pada satpam karena
mencium bau tidak enak dari unit sebelahnya dan tidak ada respon
saat pintu diketuk. Unit didobrak dan ditemukan seorang wanita,
diperkirakan berusia 20-30 tahun tergantung di kamarnya. Korban
dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan. Dokter yang
memeriksa menemukan lebam di atas jeratan di leher, dan ditemukan
pula lebam di ujung jari kaki dan ujung jari tangan. Dokter
memutuskan bahwa korban mati lemas. Bagaimanakah mekanisme
kematiannya?
a. Terbentuknya met-Hb
b. Peningkatan kadar CO2 dalam serum
c. Ketidakmampuan Hb untuk mereduksi O2
d. Ketidakmampuan Hb untuk mengikat O2
e. Kemampuan Hb menghasilkan CO2

Jawaban: B. Peningkatan kadar CO2 dalam serum


167. Kematian akibat asfiksia
• Asfiksia (mati lemas): kondisi terjadinya gangguan
pertukaran udara pernapasan  oksigen darah
berkurang (hipoksia) dan peningkatan karbon dioksida
(hiperkapnea)  kematian
• Penyebab:
• Asfiksia mekanik : trauma sebabkan sumbatan pada saluran
napas (pembekapan/smothering, penyumbatan/gagging dan
choking, penjeratan/strangulation, pencekikan/throttling,
gantung/hanging, penekanan dinding dada)
• Penyebab alamiah : penyakit misalnya laryngitis difteri,
fibrosis paru
• Keracunan : bahan sebabkan depresi pusat
napas/barbiturate, narkotika, karbon monoksida, hydrogen
sianida

Buku Ilmu Kedokteran Forensik, FKUI


ETIOLOGI ASFIKSIA
Mekanik • hambatan mekanik terhadap aliran udara dalam traktus respiratorik.

• Masuknya oksigen ke dalam paru dihambat oleh penyakit dari saluran


Patologis napas atas atau paru.
• Contoh: edema laring, spasme laring, tumor, abses

• Berhentinya pergerakan respiratorik akibat paralisis dari pusat


Toksik pernafasan pada kasus intoksikasi morfin atau barbiturat

• Bernafas pada lingkungan tercemar atau minim oksigen seperti


Lingkungan ketinggian, inhalasi CO2 atau gas lainnya

• Luka penetrans pada toraks yang menyebabkan pneumotoraks atau


Trauma emboli paru

• Pada pasien dengan penurunan kesadaran sehingga saluran napas


Postural tertutup

Iatrogenik • Dampak dari anestesi


Mechanical
asphyxia

Obstructive Compressional
asphyxia asphyxia

Liquid Compressing the Compressing the


Compressing the
obstruction mouth and nose chest and
neck
(drowning) (smothering) abdomen

Solid obstruction
Strangulation:
(choking,
penjeratan
gagging)

Manual
strangulation:
pencekikan

Hanging
Fase gejala asfiksia
1. Fase dispnea  penuruna kadar O2 dan peningkatan CO2 plasma
merangsang pusat pernapasan  amplitude dan frekuensi napas
menigkat, nadi cepat, tampak tanda sianosis muka dan tangan
2. Fase konvulsi  CO2 meningkat sebabkan rangsangan SSP 
kejang  spasme opistotonik, pupil dilatasi, bradikardia, hipotensi
akibat kekurangan oksigen
3. Fase apnea  Depresi pusat napas hebat hingga berhenti, muncul
relaksasi sfingter sebabkan pengeluaran cairan sperma, urin, tinja
4. Fase akhir  Paralisis pusat napas lengkap

Buku Ilmu Kedokteran Forensik, FKUI


Gantung/hanging
• Beda dengan penjeratan dimana asal tenaga dari luar, maka kasus
gantung tenaga dari berat badan korban
• Mekanisme kematian:
• Kerusakan batang otak dan medulla spinalis dislokasi atau fraktur vertebra
ruas leher, misalnya hukum gantung dijatuhkan dari ketinggian 2 meter
mendadak akan sebabkan terpisahnya vertebra C2-C3 atau C3-C4
• Asfiksia, akibat hambatan udara pernapasan
• Iskemia otak akibat hambatan aliran arteri leher
• Refleks vagal

Buku Ilmu Kedokteran Forensik, FKUI


Jenis gantung diri
• Typical hanging
• Titik gantung/simpul terletak di atas daerah oksiput dan tekanan karotis
paling besar
• Atypical hanging
• Titik gantung/simpul terdapat di samping sehingga posisi leher miring,
sebabkan hambatan arteri karotis dan vertebralis

Buku Ilmu Kedokteran Forensik, FKUI


Pemeriksaan jenazah pada gantung
• Bila jerat kecil dan keras  hambatan total arteri  wajah pucat dan
tidak tampak petekie pada kulit atau konjungtiva
• Bila jerat lebar dan lunak  hambatan hanya pada saluran napas dan
pada aliran vena dari kepala ke leher  tampak bendungan daerah
atas ikatan  petekie kulit dan konjungtiva
• Jejas jerat kasus gantung terletak lebih tinggi pada leher, meninggi di
bagian simpul (sementara pada kasus jeratan, letak mendatar)
• Distribusi lebam mayat dibawah : kaki, tangan, genitalia eksterna
• Rawan gondok dan tulang lidah bisa patah  meski tidak sering

Buku Ilmu Kedokteran Forensik, FKUI


PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM
NO PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM PENGGANTUNGAN POSTMORTEM

Tanda-tanda penggantungan ante-mortem


Tanda-tanda post-mortem menunjukkan kematian
1 bervariasi. Tergantung dari cara kematian
yang bukan disebabkan penggantungan
korban

Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk lingkaran utuh
2 terputus (non-continuous) dan letaknya pada (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada bagian
leher bagian atas leher tidak begitu tinggi

Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan dengan
3
sisi leher kuat dan diletakkan pada bagian depan leher

Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan tidak


Ekimosis tampak jelas pada salah satu sisi dari
ada atau tidak jelas. Lebam mayat terdapat pada
4 jejas penjeratan. Lebam mayat tampak di atas
bagian tubuh yang menggantung sesuai dengan posisi
jejas jerat dan pada tungkai bawah
mayat setelah meninggal

Pada kulit di tempat jejas penjeratan teraba


5 seperti perabaan kertas perkamen, yaitu Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak begitu jelas
tanda parchmentisasi
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM
NO PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM PENGGANTUNGAN POSTMORTEM

Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan lain-


Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga dan lain-lain
6 lain sangat jelas terlihat terutama jika
tergantung dari penyebab kematian
kematian karena asfiksia

Wajah membengkak dan mata mengalami


Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak terdapat,
kongesti dan agak menonjol, disertai dengan
7 kecuali jika penyebab kematian adalah pencekikan
gambaran pembuluh dara vena yang jelas
(strangulasi) atau sufokasi
pada bagian dahi

Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus kematian


8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama sekali
akibat pencekikan
Penis. Ereksi penis disertai dengan keluarnya
cairan sperma sering terjadi pada korban pria. Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak
9
Demikian juga sering ditemukan keluarnya ada.Pengeluaran feses juga tidak ada
feses

Air liur. Ditemukan menetes dari sudut mulut,


dengan arah yang vertikal menuju dada. Hal Air liur tidak ditemukan yang menetes pad kasus
10
ini merupakan pertanda pasti penggantungan selain kasus penggantungan.
ante-mortem
GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN
NO PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN

Usia. Gantung diri lebih sering terjadi pada


Tidak mengenal batas usia, karena tindakan
remaja dan orang dewasa. Anak-anak di bawah
1 pembunuhan dilakukan oleh musuh atau lawan dari
usia 10 tahun atau orang dewasa di atas usia 50
korban dan tidak bergantung pada usia
tahun jarang melakukan gantung diri

Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak terputus,


Tanda jejas jeratan, bentuknya miring, berupa
mendatar, dan letaknya di bagian tengah leher,
2 lingkaran terputus (non-continuous) dan
karena usaha pelaku pembunuhan untuk membuat
terletak pada bagian atas leher
simpul tali

Simpul tali, biasanya hanya satu simpul yang Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian
3
letaknya pada bagian samping leher depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat

Riwayat korban. Biasanya korban mempunyai


Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat untuk
4 riwayat untuk mencoba bunuh diri dengan cara
bunuh diri
lain

Cedera. Luka-luka pada tubuh korban yang bisa


Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban
5 menyebabkan kematian mendadak tidak
biasanya mengarah kepada pembunuhan
ditemukan pada kasus bunuh diri
GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN
NO PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN
Racun. Adanya racun dalam lambung korban,
Terdapatnya racun berupa asam opium hidrosianat atau kalium
misalnya arsen, sublimat korosif, dll tidak
sianida tidak sesuai pada kasus pembunuhan, karena untuk hal
bertentangan dengan kasus gantung
6 ini perlu waktu dan kemauan dari korban itu sendiri. Dengan
diri. Rasa nyeri yang disebabkan racun
demikian maka kasus penggantungan tersebut adalah karena
tersebut mungkin mendorong korban untuk
bunuh diri
gantung diri
Tangan tidak dalam keadaan terikat, karena
Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada
7 sulit untuk gantung diri dalam keadaan
kasus pembunuhan
tangan terikat

Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, biasanya


tergantung pada tempat yang mudah dicapai Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan tergantung pada
8 oleh korban atau di sekitarnya ditemukan tempat yang sulit dicapai oleh korban dan alat yang digunakan
alat yang digunakan untuk mencapai tempat untuk mencapai tempat tersebut tidak ditemukan
tersebut

Tempat kejadian. Jika kejadian berlangsung di


dalam kamar, dimana pintu, jendela Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada ruangan ditemukan
9 ditemukan dalam keadaan tertutup dan terkunci dari luar, maka penggantungan adalah kasus
terkunci dari dalam, maka kasusnya pasti pembunuhan
merupakan bunuh diri

Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban
10
pada kasus gantung diri sedang tidur, tidak sadar atau masih anak-anak.
Asfiksia karena racun
• Keracunan CO  terdapat kompetisi ikatan oksigen dengan
haemoglobin (afinitas CO terhadap Hb208-245 kali afinitas oksigen),
sehingga Hb tidak mampu ikat oksigen  asfiksia
• Keracunan sianida  sianida yang masuk akan menyebabkan
inaktivasi enzim oksidatif seperti sitokrom oksidase ganggu utilisasi
oksigen, proses oksidasi-reduksi dalam sel, oksi-Hb tidak dapat
berdisosiasi melepaskan oksigen ke jaringan  anoksia jaringan
paradoksal (korban hipoksia, meski dalam darah kaya oksigen)

Buku Ilmu Kedokteran Forensik, FKUI


Soal no 168
• Sebanyak 200 orang datang berobat ke Puskesmas dengan keluhan
utama mual-muntah. Keluhan disertai demam dan diare. Gejala ini
muncul beberapa jam sebelum mengikuti acara perpisahan dan
makan siang di suatu SD. Pada pemeriksaan feses pasien ditemukan
bakteri E.coli. Pada investigasi selanjutnya, diperoleh informasi bahwa
ada 20 orang yang pulang lebih dulu sebelum acara santap siang, dan
tidak menderita sakit. Apakah peristiwa yang sesuai dengan kejadian
di atas?
a. Epidemi
b. outbreak
c. Intoksikasi
d. Wabah
e. Common source outbreak

Jawaban: E. Common source outbreak


168. KEJADIAN EPIDEMIOLOGIS PENYAKIT
• Epidemik dan KLB: Epidemik dan KLB sebenarnya memiliki definisi serupa,
namun KLB terjadi pada wilayah yang lebih sempit (misalnya di satu kecamatan
saja). Indonesia memiliki kriteria KLB berdasarkan Permenkes 1501 tahun 2010
(di slide selanjutnya).
• Endemik: kejadian penyakit di suatu daerah yang jumlahnya lebih tinggi
dibanding daerah lain dan hal tersebut terjadi terus menerus. Contohnya: Malaria
endemis di Papua.
• Sporadik: kejadian penyakit tertentu di suatu daerah secara acak dan
tidak teratur. Contohnya: kejadian pneumonia di DKI Jakarta.

• Pandemik: merupakan epidemik yang terjadi lintas negara atau


benua. Contohnya: kejadian MERS-COV di dunia tahun 2014-2015.
Kriteria KLB (Permenkes 1501, tahun 2010)
• Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada
atau tidak dikenal pada suatu daerah
• Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu
dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya
• Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut
jenis penyakitnya
• Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah
per bulan dalam tahun sebelumnya
• Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya
• Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau
lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
• Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu
periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
Pola Epidemi Penyakit Menular
• Common source: satu orang atau sekelompok orang tertular penyakit
dari satu sumber yang sama, dibagi menjadi:
• Point
• Continuous
• Intermittent

• Propagated/progressive: penyakit menular dari 1 orang ke orang lain


(sehingga umumnya muncul penyakit baru dengan jarak 1 masa
inkubasi).
Point Source Epidemic
• Terjadi bila sekelompok orang terpapar sumber
penyakit dalam waktu singkat sehingga setiap orang
menjadi sakit dalam waktu hampir bersamaan.

Contoh:
Insidens hepatitis A di
Pennsylvania yang
terjadi akibat sayuran
yang mengandung virus
hepatitis A yang
dikonsumsi pengunjung
restoran pada tanggal 6
November.
Continuous Common Source Epidemic
• Terjadi bila paparan terjadi pada jangka waktu yang
panjang sehingga insidens kasus baru terjadi terus
menerus bermingg-minggu atau lebih panjang.

Contoh:
Paparan air yang mengandung
bakteri terjadi terus menerus,
sehingga insidens diare terjadi
berminggu-minggu.
Intermittent Common Source Epidemic
• bila paparan terjadi pada jangka waktu yang panjang
tetapi insidens kasus baru terjadi hilang timbul
Propagated/Progressive Epidemic
• Penularan dari satu orang ke orang lain
• Pada penyakit yang menularannya melalui kontak atau
vehikulum.
• Propagated/progressive pandemic  propagated
epidemic yang terjadi lintas negara.

Contoh:
Kasus campak yang satu ke
kampus campak yang lain
berjarak 11 jaro (1 masa
inkubasi)
Mixed Epidemic
• Gabungan antara common source epidemic dan
propagated epidemic
Contoh:
Kasus shigellosis di sebuah
festival music. Awalnya terjadi
penularan serempak saat
festival berlangsung. Sehingga
beberapa hari setelah festival,
kejadian shigellosis meningkat
sangat tinggi (common source
epidemic). Namun satu
minggu kemudian, muncul lagi
kasus shigellosis karena
penularan dari suatu oranf
Soal no 169
• Puskesmas Sumber Sehat terletak sekitar 20 km dari rumah sakit
terdekat dan dipimpin oleh seorang dokter umum. Puskesmas
tersebut ramai dikunjungi warga sekitar karena mudah dijangkau
kendaraan bermotor. Dinas kesehatan setempat merencanakan
penambahan sarana pelayanan di Puskesmas tersebut agar dapat
lebih membantu masyarakat yang membutuhkan pertolongan
kesehatan. Apakah sarana yang paling sesuai?
a. Bidan desa
b. Puskesmas keliling
c. Puskesmas pembantu
d. Puskesmas rawat inap
e. Puskesmas peralatan

Jawaban: D. Puskesmas rawat inap


169. Puskesmas
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Kepmenkes RI
No.128/Menkes/SK/II/2004).

Dasar-dasar puskesmas. Kemenkes RI. 2013


Fungsi Puskesmas
Puskesmas
Jenis Puskesmas menurut pelayanan kesehatan medis, dibagi dua kelompok
yakni:
• Puskesmas Perawatan, pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap
(memberikan pelayanan 24 jam dan dapat merawat pasien one day care
(atau maksimal selama 3 hari)
• Puskesmas Non Perawatan, hanya pelayanan kesehatan rawat jalan
(pelayanan pengobatan di fasilitas pelayanan kesehatan dalam jam kerja
saja, kecuali untuk pelayanan persalinan)

Menurut wilayah kerjanya, dikelompokkan menjadi:


• Puskesmas Induk / Puskesmas Kecamatan  Sasaran penduduk
30.000/puskesmas
• Puskesmas Satelit / Puskesmas Kelurahan
PUSKESMAS
Puskesmas Pembantu (Pustu):
• Biasanya ada satu buah di setiap desa/kelurahan
• Membantu puskesmas induk
• Pelayanan medis sederhana oleh perawat atau bidan, disertai jadwal kunjungan dokter
• Sasaran meliputi 2-3 desa atau dengan jumlah penduduk 2.500 (luar jawa & bali) sampai
10.000 orang (jawa & bali)

Puskesmas Keliling (Puskel) :


• Kegiatan pelayanan khusus ke luar gedung, di wilayah kerja puskesmas.
• Menggunakan kendaraan bermotor roda 4, roda 2, atau perahu.
• Pelayanan medis terpadu oleh dokter, perawat, bidan, gizi, pengobatan dan penyuluhan.
• Menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan Puskesmas dalam wilayah
kerjanya yang belum terjangkau.
Soal no 170
• Di desa Karang Batu, ketersediaan air bersih untuk kebutuhan sehari-
hari diketahui sangat terbatas, terutama pada musim kemarau. Pada
tahun 2015, dicurigai terjadi peningkatan kasus diare. Sekelompok
mahasiswa kedokteran melakukan survei pada 200 anak di desa
tersebut untuk mengetahui prevalensi diare. Hasil survey:
Diare Total
Ya Tidak
Air minum dari Ya 50 50 100
kolam Tidak 30 70 100
Total 80 120
Apakah jenis penelitian pada kasus tersebut?
a. Studi cohort
b. Studi case control
c. Studi cross sectional
d. Studi kasus
e. Uji klinis

Jawaban: C. Studi cross sectional


170. DESAIN PENELITIAN
Secara umum dibagi menjadi 2:
• DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan frekuensi penyakit
saja. Misalnya prevalensi DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas X.

• ANALITIK: mencari hubungan antara paparan dengan penyakit.


Misalnya penelitian hubungan antara obesitas dengan DM tipe 2.
DESAIN PENELITIAN

STUDY
DESIGNS

Analytical Descriptive

Case report (E.g. Cholera)

Case series
Observational Experimental
Cross-sectional

1. Cross-sectional Clinical trial (parc vs. aspirin


in Foresterhill)
2. Cohort
3. Case-control Field trial (preventive
programmes )
4. Ecological
Prinsip Desain Studi Analitik Observasional
Cross-sectional
• Pajanan/ faktor risiko dan outcome dinilai dalam waktu yang bersamaan.

Cohort study
• Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti sampai waktu
tertentu, kemudian dinilai apakah outcome terjadi atau tidak.

Case-control study
• Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali riwayat masa lalunya
apakah memiliki pajanan/ faktor risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik Observasional

PAST PRESENT FUTURE


Time
Assess exposure
Cross -sectional study and outcome

Assess Known
Case -control study exposure outcome

Known Assess
Prospective cohort exposure outcome

Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan ASI Eksklusif
dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam satu waktu
peneliti mengumpulkan data semua anak berusia 1-3 tahun dan
ditanyakan apakah mendapat ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare
selama ini secara bersamaan.

• Bila menggunakan desain case control, dimulai dengan peneliti


menentukan subyek anak 1-3 tahun yang pernah mengalami diare
dengan yang tidak pernah mengalami diare. Kemudian ibu
diwawancara apakah sebelumnya memberi ASI eksklusif atau tidak.
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan ASI Eksklusif
dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain kohort (prospektif), maka dimulai dengan peneliti
mengumpulkan subyek penelitian berusia 6 bulan yang diberi ASI eksklusif
dan yang tidak diberi ASI eksklusif. Kemudian, subyek tersebut diamati selama
1 tahun untuk dilihat apakah mengalami diare atau tidak.

• Bila menggunakan desain kohort (retrospektif), dari catatan rekam medis RS


tahun 2015 dimulai dengan dikumpulkan data bayi yang diberi ASI eksklusif
dan yang tidak diberi ASI eksklusif. Kemudian rekam medis ditelusuri, dari
tahun 2015-2016 apakah subyek pernah mengalami diare atau tidak.
Prinsip
Kohort

• Studi kohort selalu dimulai dari subyek yang tidak sakit. Kelompok subyek
dibagi menjadi subyek yang terpajan dan tidak terpajan. Kemudian
dilakukan pengamatan sampai terjadinya penyakit atau sampai waktu yang
ditentukan.
Kohort Prospektif vs Retrospektif
• Baik kohort prospektif
maupun retrospektif selalu
dimulai dari menjadi
subyek yang tidak sakit.

• Kohort prospektif dimulai


saat ini dan diikuti ke
depan sampai terjadi
penyakit.

• Pada kohort retrospektif,


peneliti “kembali ke masa
lalu” melalui rekam medik,
mencari subyek yang sehat
pada tahun tertentu
kemudian mengikuti
perkembangannya melalui
catatan rekam medik
hingga terjadinya penyakit.
Desain Cross Sectional

KELEBIHAN: KELEMAHAN:
• Mengukur angka prevalensi • Sulit membuktikan
• Mudah dan cepat hubungan sebab-akibat,
karena kedua variabel
• Sumber daya dan dana yang paparan dan outcome
efisien karena pengukuran direkam bersamaan.
dilakukan dalam satu waktu
• Desain ini tidak efisien untuk
• Kerjasama penelitian faktor paparan atau penyakit
(response rate) dengan (outcome) yang jarang
desain ini umumnya tinggi. terjadi.
Desain Case Control

KELEBIHAN: KEKURANGAN:
• Dapat membuktikan • Pengukuran variabel secara
hubungan sebab-akibat. retrospektif, sehingga rentan
• Tidak menghadapi kendala terhadap recall bias.
etik, seperti halnya • Kadang sulit untuk memilih
penelitian kohort dan subyek kontrol yang memiliki
eksperimental. karakter serupa dengan
• Waktu tidak lama, subyek kasus (case)nya.
dibandingkan desain kohort.
• Mengukur odds ratio (OR).
Desain Kohort
KELEBIHAN: KEKURANGAN:
• Mengukur angka insidens. • Memerlukan waktu penelitian
yang relative cukup lama.
• Keseragaman observasi terhadap
faktor risiko dari waktu ke waktu • Memerlukan sarana dan prasarana
sampai terjadi outcome, sehingga serta pengolahan data yang lebih
merupakan cara yang paling akurat rumit.
untuk membuktikan hubungan
• Kemungkinan adanya subyek
sebab-akibat. penelitian yang drop out/ loss to
• Mengukur Relative Risk (RR). follow up besar.
• Menyangkut masalah etika karena
faktor risiko dari subyek yang
diamati sampai terjadinya efek,
menimbulkan ketidaknyamanan
bagi subyek.
Soal no 171
• Seorang dokter di sebuah rumah sakit ingin mengetahui hubungan
antara pajanan rokok terhadap kejadian kanker paru. Dokter
menggunakan data rekam medis untuk mencari orang-orang yang
merokok dan tidak merokok, kemudian dilihat hingga beberapa tahun
kemudian, apakah orang tersebut mengalami kanker atau tidak.
Hasilnya didapatkan data sebagai berikut:
Kanker Paru
Ya Tidak
Merokok Ya 20 30
Tidak 5 45
Berapa resiko relatif merokok terhadap kejadian kanker paru?
a. 1
b. 2
c. 3
d. 4
e. 5

Jawaban: D. 4
171. UKURAN ASOSIASI DALAM PENELITIAN

• Digunakan pada studi analitik (cross sectional, case


control, kohort, studi eksperimental).

• Untuk mengukur kekuatan hubungan sebab-akibat antara


variabel paparan dengan variabel outcome.

• Menunjukkan bagaimana suatu kelompok lebih rentan


mengalami sakit dibanding kelompok lainnya.
Ukuran Asosiasi yang Sering Digunakan

• Relative risk (RR) ukuran asosiasi dari studi kohort


• Odds ratio (OR)  ukuran asosiasi dari studi case control
• Prevalence ratio (PR) & prevalence odds ratio (POR) 
ukuran asosiasi dari studi cross sectional
Tabel 2x2
Cara yang paling umum dan sederhana untuk
menghitung ukuran asosiasi.

Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

Relative risk (RR):


insidens penyakit pada kelompok yang terpapar (a/(a+b))
dibandingkan dengan insidens penyakit pada kelompok yang tidak
terpapar (c/(c+d))

Rumus RR: a/(a+b)


c/(c+d)
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

Odds ratio (OR):


Odds penyakit pada kelompok terpapar (a/b) dibandingkan dengan
odds penyakit pada kelompok tidak terpapar (c/d)

Rumus OR: a/b = ad


c/d bc
Outcome

Exposure Yes No Total

Yes a b a+b

No c d c+d

Total a+c b+d a+b+c+d

Rumus prevalence ratio (PR) sama dengan rumus RR, yaitu:


PR: a/(a+b)
c/(c+d)

Rumus prevalence odds ratio (POR) sama dengan rumus OR, yaitu:
POR: ad
bc
Interpretasi RR/OR/PR

RR/OR/PR= 1 menunjukkan tidak ada hubungan antara paparan


dengan outcome.

RR/OR/PR lebih dari 1 menunjukkan asosiasi positif (semakin tinggi


paparan, semakin tinggi risiko mengalami penyakit)  paparan
yang diteliti merupakan FAKTOR RISIKO suatu penyakit.

RR/OR/PR kurang dari 1 menunjukkan bahwa paparan bersifat


protektif terhadap terjadinya outcome(semakin tinggi paparan,
semakin rendah risiko mengalami penyakit)  paparan yang diteliti
merupakan FAKTOR PROTEKTIF terjadinya suatu penyakit.
Soal no 172
• Keluarga Pak Andi tinggal diperumahan “X” dengan luas bangunan
40m2 didaerah pinggiran kota Jakarta. Anggota keluarga yang tinggal
di rumah tersebut adalah Pak Andi dan istrinya, 5 orang anaknya dan
kedua orang tuanya. Anak-anak sering terkena penyakit ISPA dan
diare. Sumber air bersih di perumahan “X” adalah sumur gali. Tempat
pembuangan air limbah (selokan) mampat dan bau. Tidak tersedia
fasilitas umum. Anak-anak Pak Andi sering terkena sakit ISPA,
kemungkinan disebabkan oleh...
a. Tidak tersedia fasilitas umum
b. Kepadatan hunian rumah tinggal
c. Sumber air bersih yang barasal dari sumur gali
d. Perumahan terletak di dareah pinggiran kota Jakarta
e. Tempat pembuangan air limbah (selokan) mampet dan bau

Jawaban: B. Kepadatan hunian rumah tinggal


172. Rumah Sehat
1. Harus dapat memenuhi kebutuhan fisiologis
Kecukupan cahaya yang masuk ke dalam ruangan, ventilasi, tidak
adanya kebisingan berlebihan, terdapat ruang bermain yang
cukup bagi anak-anak

2. Harus dapat memenuhi kebutuhan psikologis


Rasa nyaman dan rasa aman

3. Harus dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan


Risiko kecelakaan seperti jatuh, terkena benda tajam, bahaya
kebakaran, dll.

4. Harus dapat menghindarkan terjadinya penularan


penyakit
Penyediaan air bersih, bebas dari serangga dan tikus, pengelolaan
sampah yang benar, pengelolaan limbah dan tinja yang benar.
Aspek fisiologis rumah
• Kondisi lantai
• Lantai sebaiknya dari ubin maupun semen, jika dari tanah yang dipadatkan
harus tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada saat musim
hujan.

• Kondisi dinding
• Sebaiknya berupa tembok, namun di daerah tropis harus dipastikan mendapat
ventilasi cukup.

• Kondisi atap
• Sebaiknya dengan genteng, tidak disarankan atap seng atau asbes karena
menimbulkan suhu panas dalam rumah.
• Dapat menggunakan langit-langit sebagai penyekat panas dari bagian atas
bangunan.

• Ventilasi
• Ventilasi minimal 10% luas lantai dengan system ventilasi silang
Aspek Fisiologis Rumah
• Pencahayaan
• Pencahayaan alami dan buatan, langsung maupun tidak langsung,
harus dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas minimal 60
lux.
• Semakin banyak sinar matahari yang masuk semakin baik, disarankan
jendela ruangan dibuka antara jam 6-8 pagi.

• Suhu ruangan
• Suhu ruangan yang nyaman adalah antara 18-30 C.

• Kelembaban
• Kelembaban ruang yang nyaman berkisar antara 40-60%.

• Kepadatan hunian
• Satu orang minimal menempati luas rumah 9 m2 agar dapat
mencegah penularan penyakit (termasuk ISPA) dan melancarkan
aktivitas di dalamnya.
JARAK SEPTIC TANK-SUMBER AIR
• Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-2916-1992 tentang
Spesifikasi Sumur Gali untuk Sumber Air Bersih, bahwa jarak
horizontal sumur ke arah hulu dari aliran air tanah atau sumber
pengotoran (bidang resapan/tangki septic tank) lebih dari 11 meter,
sedangkan jarak sumur untuk komunal terhadap perumahan adalah
lebih dari 50 meter.
Soal no 173
• Angka prevalensi dan morbiditas penyakit menular yang dapat
dicegah dengan imunisasi di Indonesia masih tinggi. Kementerian
Kesehatan berupaya menangani masalah tersebut dengan
mewajibkan sejumlah imunisasi bagi anak. Sebagai bentuk partisipasi
terhadap program Kementerian Kesehatan, Puskesmas Kaduhejo aktif
melakukan kegiatan imunisasi wajib untuk anak. Kegiatan puskesmas
tersebut termasuk dalam…
a. Early case detection
b. Rehabilitation
c. Prompt treatment
d. Disabillity timitation
e. Specific protection

Jawaban: E. Specific protection


173. FIVE LEVEL OF PREVENTION
• Dilakukan pada orang sehat
Health promotion • Promosi kesehatan
• Contoh: penyuluhan

• Dilakukan pada orang sehat


Specific • Mencegah terjadinya kesakitan
protection • Contoh: vaksinasi, cuci tangan pakai sabun

• Dilakukan pada orang sakit


Early diagnosis & • Tujuannya kuratif
prompt treatment • Contoh: Pengobatan yang tepat pada pasien TB

• Dilakukan pada orang sakit


Disability • Membatasi kecacatan
limitation • Contoh: pasien neuropati DM latihan senam kaki

• Dilakukan pada orang sakit dengan kecacatan


Rehabilitation • Optimalisasi fungsi tubuh yang masih ada
• Contoh: latihan berjalan pada pasien pasca stroke
Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
Primordial Prevention & Quartenary
Prevention
Primordial prevention
• consists of actions to minimize future Quartenary prevention
hazards to health and hence inhibits • Action taken to identify patient at risk of over-
the establishment of factors which are medicalization, to protect him from new medical
known to increase the risk of disease. invasion, and to suggest him interventions ethically
• It addresses broad health acceptable.
determinants rather than preventing
personal exposure to risk factors,
which is the goal of primary • For example:
prevention. • the avoidance of screening without foundation, such as
in prostate cancer
• The appropriate use of antibiotics in upper respiratory
• The difference with primary tract infections
prevention:
• Primary prevention seeks to prevent the
onset of specific diseases via risk
reduction by altering behaviors or
exposures that can lead to disease or by
enhancing resistance to the effects of
exposure to a disease agent.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4311333/
Soal no 174
• Seorang pasien dibawa oleh keluarganya ke IGD Rumah Sakit yang
bekerja sama dengan BPJS karena mengalami demam dan diare sejak
1 minggu. Dokter mendiagnosis pasien tifoid dan memutuskan pasien
perlu dirawat inap. Pasien memiliki kartu BPJS PBI dan dirawat inap di
bangsal kelas III. Keluarga pasien meminta dokter untuk
memindahkan pasien naik ke kelas II dengan alasan pasien tidak
dapat istirahat dengan baik. Sikap dokter tersebut adalah...
a. Memindahkan pasien dengan total seluruh biaya dihitung selisihnya
dengan klaim BPJS
b. Mengedukasi pasien tidak dapat naik kelas
c. Memulangkan paksa pasien dan menyuruh untum masuk melalui biaya
mandiri
d. Memindahkan pasien dan memasukkan tagihan ke dalam tagihan umum
e. Memindahkan pasien dan tagihan selisih rawat inap saja dan biaya
pengobatan tetap

Jawaban: B. Mengedukasi pasien tidak dapat naik kelas


174. KEPESERTAAN BPJS KESEHATAN
PESERTA PBI
• Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi
fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU
SJSN yang iurannya dibayari Pemerintah sebagai peserta program
Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan
oleh Pemerintah dan diatur melalui Peraturan Pemerintah.

http://www.jkn.kemkes.go.id/detailfaq.php?id=9
Siapa Yang Dianggap Miskin dan Tidak
Mampu? (9 dari 14 harus dipenuhi)
• Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang
• Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
• Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
• Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain.
• Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
• Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan.
• Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah
• Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali seminggu.
• Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
• Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari
• Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik
• Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh
bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan
• Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ tamat SD.
• Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit/ non
kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

http://www.pasienbpjs.com/2016/04/cara-menjadi-peserta-bpjs-pbi.html
HAK KELAS PESERTA BPJS
• Dibagi menjadi kelas I, II, III.

• Tidak ada peserta BPJS kesehatan yang berhak atas kelas VIP.
• Peserta yang ingin dirawat di kelas VIP harus iur biaya (membayar selisih biaya
kamar rawat inap VIP dengan biaya kamar yang menjadi hak kelasnya).
• Peserta PBI tidak boleh naik kelas. Jika tetap naik kelas, hak PBInya akan
gugur.
HAK KELAS PESERTA BPJS
KELAS 1
1. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;

2. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil
golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;

3. Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya;

4. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan;

5. Peserta Pekerja Penerima Upah selain di atas (no 1-4) dan Pegawai Pemerintah Non
Pegawai Negeri dengan Gaji atau Upah di atas Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah) sampai
dengan Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah); dan

6. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran
untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I

https://www.panduanbpjs.com/penjelasan-ruang-perawatan-masing-masing-kelas-bpjs-kesehatan/
HAK KELAS PESERTA BPJS
KELAS 2
1. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan
golongan ruang II beserta anggota keluarganya;

2. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya;

3. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil
golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya;

4. Peserta Pekerja Penerima Upah selain pada poin 1 sampai dengan 3 di atas dan Pegawai
Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan Gaji atau Upah sampai dengan Rp 4.000.000,00
(empat juta rupiah); dan

5. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran
untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II.

https://www.panduanbpjs.com/penjelasan-ruang-perawatan-masing-masing-kelas-bpjs-kesehatan/
HAK KELAS PESERTA BPJS
KELAS 3
Peserta PBI Jaminan Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah;
dan

Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran
untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III

https://www.panduanbpjs.com/penjelasan-ruang-perawatan-masing-masing-kelas-bpjs-kesehatan/
Soal no 175
• Sekelompok peneliti gabungan dokter-dokter obgyn yang berasal dari
dalam dan luar negeri ingin meneliti tentang hubungan penggunaan
kontrasepsi hormonal dengan kadar lipid. Didapatkan sampel
sebanyak 66 pengguna kontrasepsi hormonal dan 97 non pengguna.
Peneliti ingin mendapatkan perbandingan atau perbedaan mean
kadar lipid dari kedua kelompok tersebut. Apakah uji statistik yang
dipakai?
a. Independent t-test
b. One sample t-test
c. Paired t-test
d. Chi-square test
e. ANOVA

Jawaban: A. Independent t-test


175. Langkah Menentukan Uji Statistik
• Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik)

• Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah


variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila
kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah
memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan
soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa
variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi
persyaratan chi square.

• Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.


TABEL UJI HIPOTESIS
VARIABEL
U J I S TAT I S T I K U J I A LT E R N AT I F
INDEPENDEN DEPENDEN

Fisher (digunakan untuk tabel


Kategorik Kategorik Chi square 2x2)*
Kolmogorov-Smirnov
(digunakan untuk tabel bxk)*

Kategorik T-test independen Mann-Whitney**


Numerik
(2 kategori)
T-test berpasangan Wilcoxon**

One Way Anova (tdk


Kruskal Wallis**
Kategorik berpasangan)
Numerik
(>2 kategori) Repeated Anova
Friedman**
(berpasangan)
Numerik Numerik Korelasi Pearson Korelasi Spearman**
Regresi Linier
Keterangan:
* : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi
**: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
Syarat Uji Chi Square
• Tidak ada cell dengan nilai frekuensi kenyataan atau disebut juga Actual
Count (F0) sebesar 0 (Nol).
• Apabila bentuk tabel kontingensi 2 X 2, maka tidak boleh ada 1 cell saja
yang memiliki frekuensi harapan atau disebut juga expected count (“Fh”)
kurang dari 5.
• Apabila bentuk tabel lebih dari 2 x 2, misak 2 x 3, maka jumlah cell
dengan frekuensi harapan yang kurang dari 5 tidak boleh lebih dari 20%.

Bila tidak memenuhi salah satu atau lebih persyaratan di atas, maka uji
chi square tidak dapat digunakan.
One Sample vs Two Sample T-Test
One sample T-test Two Sample T-test
• Mengetahui perbedaan mean • Mengetahui apakah terdapat
(rerata) satu kelompok perbedaan mean antara dua
dibandingkan dengan mean kelompok populasi.
yang sudah ditetapkan
peneliti atau mean sudah
diketahui di populasi. • Misalnya penelitian ingin
mengetahui apakah terdapat
perbedaan mean GDS dari
• Misalnya penelitian tentang kelompok pasien DM yang
mean gula darah sewaktu diberi metformin dengan
(GDS) pada pasien DM yang kelompok pasien DM yang
diberi metformin. Contoh diberi insulin?
pertanyaan penelitiannya
adalah: apakah mean GDS
pasien DM yang diberi
metformin lebih dari 200
mg/dl?
Independent vs Paired T-Test
Independent T-test Paired T-test
• Prinsipnya adalah setiap • Prinsipnya adalah setiap
subjek hanya dilakukan 1 kali subjek dilakukan pengukuran
pengukuran. lebih dari 1 kali.

• Contoh: penelitian obat A • Contoh: penelitian obat A


dan obat B terhadap kadar dan obat B terhadap kadar
kolesterol. Subyek dibagi dua kolesterol. Subyek dibagi dua
kelompok, kelompok kelompok, kelompok
pertama diberi obat A dan pertama diberi obat A dan
kelompok kedua diberi obat kelompok kedua diberi obat
B. setelah 3 bulan, tiap B. Sebelum mulai penelitian,
subyek diukur kadar tiaap subyek diukur kadar
kolesterolnya. kolesterolnya. setelah 3
bulan, tiap subyek diukur
kadar kolesterolnya lagi.
Korelasi Pearson vs Regresi Linier
• Penelitian yang meneliti hubungan antara dua variabel, di mana
kedua variabel bersifat numerik, dapat menggunakan korelasi Pearson
dan regresi linier.

• Korelasi pearson digunakan untuk mengetahui arah dan kekuatan


hubungan antara kedua variabel. Sedangkan regresi linier digunakan
untuk memprediksi nilai variabel dependen melalui variabel
independen (dinyatakan dalam persamaan Y = a + bX).
Korelasi Pearson vs Regresi Linier
• Contohnya penelitian ingin mengetahui hubungan berat badan
dan tekanan darah.
• Hasil uji korelasi Pearson didapatkan r =+0,8, artinya terdapat hubungan
kuat bahwa semakin tinggi berat badan, semakin tinggi pula tekanan
darah. Sebaliknya, bila didapatkan nilai r=-(0,8), artinya terdapat
hubungan kuat bahwa semakin tinggi berat badan, semakin rendah
tekanan darah.
• Bila menggunakan regresi linier, akan didapatkan persamaan untuk
memprediksi nilai tekanan darah melalui berat badan. Misalnya tekanan
darah sistolik = 20 + (2 x berat badan).
KOEFISIEN KORELASI
• Penelitian yang meneliti hubungan antara dua variabel numerik
menggunakan uji Korelasi Pearson. Hasil uji korelasi Pearson
dinyatakan dalam R (koefisen korelasi) sebagai berikut:

Prinsip:
Nilai koefisien korelasi berkisar antara 0 sampai 1. Nol berarti tidak ada korelasi sama sekali,
sedangkan satu menandakan korelasi sempurna. Koefisien korelasi yang semakin mendekati
angka 1, menunjukkan semakin kuat korelasi .
Contoh Uji Korelasi
• Misalnya pada penelitian yang ingin mengetahui
hubungan antara kolesterol total (mg/dL) dengan tekanan
darah sistolik (mmHg) didapatkan nilai R-nya sebesar 0,8.

• Hal ini berarti terdapat korelasi kuat antara kolesterol


total dan tekanan darah sistolik (semakin tinggi kolesterol,
semakin tinggi tekanan darah sistolik).

• Namun apakah hasil tersebut bermakna secara statistik


atau hanya merupakan kebetulan saja (ada kemungkinan
tidak sesuai dengan kenyataan di populasi)?  Harus
diliihat nilai p-nya.
Soal no 176
• Seorang peneliti melakukan penelitian cross sectional pengaruh
gangguan bicara dihubungkan dengan asfiksia pada bayi baru lahir.
Sebagai sample diambil dari penderita di rumah sakit dan masyarakat
dengan anak yang menderita gangguan. Ternyata data asfiksia tidak
diperoleh dari rekam medis rumah sakit tetapi dari pengakuan ibu
tentang keadaan anaknya ketika baru lahir. Bias yang mungkin terjadi
adalah?
a. Procedure bias
b. Recall bias
c. Insensitive measurement bias
d. Detection bias
e. Compliance bias

Jawaban: B. Recall bias


176. Bias Penelitian
• Definisi: keselahan sistematis dalam metode pemilihan subjek,
pengumpulan data, pelaksanaan penelitian, atau analisis penelitian
yang menyebabkan kesalahan taksiran efek paparan dan risiko
mengalami penyakit, atau efek intervensi terhadap variabel hasil.

• Macam-macam bias penelitian:


• Bias yang berhubungan dengan seleksi subyek penelitian
• Bias pengukuran
• Secara umum
• Pada uji klinis
Bias yang berhubungan dengan seleksi subyek
• Bias prevalens/insidens (Neyman’s bias)
• Terjadi apabila subyek penelitian mencakup pasien dengan penyakit
dengan mortalitas tinggi pada fase awal, dan angka kematiannya menurun
dengan perjalanan waktu, atau
• Pasien yang onset penyakit atau kelainan faktor risikonya sulit dideteksi.
• Contoh: studi tentang penyakit jantung bawaan, kemungkinan melibatkan
pasien dengan kelainan berat seperti TGA yang mortalitasnya tinggi dalam
bulan-bulan pertama kehidupan. Jika penelitian mencakup subjek yang
usianya lebih dari 1 tahun, kemungkinan pasien dengan PJB berat tidak
mempunyai kesempatan untuk dipilih sebagai subjek.
• Cara untuk mengurangi bias: melakukan studi insidensi, jadi hanya pasien
baru saja yang diikutkan. Dalam penelitian tentang PJB, subjek penelitian
direkrut sejak lahir.
• Admission rate/referral bias (Berkson’s fallacy)
• Terjadi pada studi yang menggunakan subjek yang dirawat di rumah sakit
 mempengaruhi kesetaraan antar kelompok subjek yang diteliti karena
perbedaan indikasi rawat.
• Contoh: studi tentang lama rawat pasien geriatri di rumah sakit. Akan
timbul bias antar subjek penelitian yang masuk dengan indikasi rawat berat
dan yang tidak.
• Cara mengurangi bias: menghimpun kelompok (subjek sehat, subjek
dengan penyakit ringan, sedang, berat). Kelompok kontrol yang lebih dari
satu juga dapat mengurangi bias ini.
Bias yang berhubungan dengan seleksi subyek
• Bias non-respons atau bias relawan
• Terjadi bila subjek yang terpilih sebagai sampel menolak ikut penelitian,
atau bila studi memperbolehkan relawan.
• Contoh: dalam studi obat anti alergi, pasien dengan kelainan ringan, atau
berat namun responsif terhadap obat yang ada akan merasa tidak perlu
ikut serta dalam penelitian, sementara pasien dengan penyakit berat yang
non responsif terhadap obat yang ada akan bersedia menjadi relawan.

• Membership bias
• Bila pada kelompok studi terdapat satu atau lebih hal yang berhubungan
dengan efek, sedangkan pada kelompok kontrol tidak.
• Contoh: studi tentang efek rokok terhadap kanker  tidak mungkin dibuat
uji klinis, maka beberapa ahli menduga mungkin bukan hanya rokoknya
yang berbahaya, namun juga faktor lain yang terdapat pada perokok yang
tidak bisa disingkirkan.

• Procedure selection bias


• Bila pemilihan subjek berdasarkan pada karakteristik tertentu yang
membuat kedua kelompok menjadi tidak seimbang.
• Contoh: uji klinis efektivitas obat dibandingkan plasebo, apabila tidak
dilakukan randomisasi, peneliti akan cenderung memberikan obat pada
subjek yang sakit
Bias pengukuran/measurement bias

• Bias pengamat
• Distorsi konsisten (baik disadari ataupun tidak) yang
dilakukan peneliti dalam menilai atau melaporkan hasil
pengukuran.
• Bias subjek
• Distorsi konsisten subjek penelitian; karena merasa sedang
menjadi subjek penelitian maka subjek cenderung bekerja
lebih baik dan lebih serius (efek Hawthorne)
• Recall bias termasuk dalam bias subjek; misalnya pasien
kanker payudara lebih bersungguh-sungguh mengingat
durasi konsumsi pil KB dibanding pasien kontrol.
• Bias instrumen
• Kesalahan sistematik akibat tidak akuratnya alat ukur.
Bias pengukuran pada penelitian klinis
• Bias prosedur
• Terjadi bila pengukuran, prosedur, terapi, dll dilakukan pada
kelompok yang dibandingkan tidak sama. Misalnya pasien
dengan hipertensi lebih sering diukur tekanan darahnya.
• Recall bias
• Terutama pada studi case control, terjaddi karena kurang
akurat/optimalnya ingatan tentang pajanan faktor risiko.
• Bias akibat pengukuran yang kurang sensitif
• Terjadi akibat alat ukur yang digunakan kurang sensitif.
• Bias deteksi
• Terjadi akibat perubahan kemampuan suatu alat ukur untuk
mendeteksi penyakit.
• Karena lebih sensitif, penyakit terdeteksi lebih dini, sehingga
seakan-akan tingkat survival-nya lebih tinggi pula.
• Bias ketaatan (compliance bias)
• Terjadi karena perbedaan ketaatan mengikuti prosedur antara
satu kelompok dengan kelompok lainnya.
Ascertainment bias
• Ascertainment bias happens when the results of your study are
skewed due to factors you didn’t account for, like a researcher’s
knowledge of which patients are getting which treatments in clinical
trials or poor Data Collection Methods that lead to non-
representative samples.
• Ascertainment bias in clinical trials happens when one or more
people involved in the trial know which treatment each participant
is getting. This can result in patients receiving different treatments or
co-treatments, which will distort the results from the trial. A patient
who knows they are receiving a placebo might be less likely to report
perceived benefits (the “placebo effect“).
Soal no 177-178
• 177. Puskesmas Bogor melakukan penelitian tentang diare dengan
jumlah penduduk 400 orang. Data sebagai berikut:
Dusun Jmlh Nama Desa Yang sakit Yang Dirawat Yang
penduduk Meninggal
Desa 1 100 Mata air 25 - -
Desa 2 150 Mata hati 38 5 1
Desa 3 100 Mata kaki 12 - -
Desa 4 50 Mata Sapi 10 6 2

Dari data diatas Case Fatality Rate yang tertinggi adalah:


a. Desa 1
b. Desa 2
c. Desa 3
d. Desa 4
e. Dusun 2 dan 4

Jawaban: D. Desa 4
Soal no 178
• Dinas Kesehatan setempat sedang melakukan pendataan angka
kematian bayi dan angka kematian ibu di wilayah kerja Dinkes
tersebut pada tahun 2010. Berdasarkan pendataan tersebut,
didapatkan pada tahun 2010, angka kelahiran hidup 400 bayi di
daerah tersebut. Jumlah kematian bayi selama tahun 2010 adalah 50
bayi, 25 diantaranya meninggal sebelum 28 hari. Infant mortality rate
pada daerah tersebut adalah…
a. (50/400) x 1000
b. (25/400) x 1000
c. (25/50) x 1000
d. (28/50) x 1000
e. (28/400) x 1000

Jawaban: A. (50/400) x 1000


177-178. Ukuran Mortalitas Penyakit
Ukuran Definisi

Crude death rate/ angka kematian angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama
kasar
satu tahun dibagi jumlah penduduk pada pertengahan
tahun.

Case fatality rate persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu,
untuk menentukan kegawatan/ keganasan penyakit
tersebut.
Rumus: jumlah kematian/jumlah seluruh kasus x 100%.

Angka kematian ibu jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan/ melahirkan/ nifas (sampai 42 hari post
partum) per 100.000 kelahiran hidup. Rumus: jumlah kematian ibu/jumlah kelahiran
hidup x 100.000

Angka kematian bayi jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per 1000 kelahiran
hidup. Rumus: jumlah kematian bayi/jumlah kelahiran
hidup x 1000
Soal no 179
• Seorang dokter umum di poliklinik menerima pasien seorang wanita
berusia 18 tahun yang datang dengan keluhan mual-mual sejak 2 hari
yang lalu. Sudah sebulan tidak haid. Pasien menikah 6 bulan yang lalu.
Melalui anamnesis, pasien sering terdiam dan tidak menjawab
pertanyaan. Pasien juga sering menundukkan kepala. Bagaimana
komunikasi yang tepat dengan pasien?
a. Mengingatkan pasien bahwa ia belum mengatakan masalah sebenarnya
b. Mengatakan kepada pasien bahwa ia dapat kembali di lain kesempatan
c. Mengatakan kepada pasien bahwa masih banyak pasien lain yang
menunggu
d. Mengatakan kepada pasien bahwa ia dapat menceritakan apa yang
dipikirkannya
e. Mengatakan kepada pasien bahwa anda tidak mengerti masalah yang
dideritanya

Jawaban: D. Mengatakan kepada pasien bahwa ia dapat


menceritakan apa yang dipikirkannya
179. Komunikasi Dokter Pasien
• Komunikasi efektif
• Pengembangan hubungan dokter pasien secara efektif yang berlangsung
dengan efisien
• dengan tujuan menyampaikan informasi atau pemberian penjelasan dalam
rangka membangun kerja sama antara dokter dan pasien secara verbal dan
non verbal
Komunikasi Empati
Langkah komunikasi
• Empat langkah komunikasi (SAJI)
• Salam
• Ajak bicara  komunikasi dua arah, dorong pasien mengemukakan pikiran
dan perasaannya
• Jelaskan  Luruskan persepsi yang keliru. Berikan penjelasan mengenai
sakitnya
• Ingatkan  ingatkan untuk hal yang penting
Soal no 180
• Seorang laki-laki, tanpa identitas, diantar polisi ke rumah sakit untuk
dilakukan pemeriksaan. Pada surat permintaan visum, dinyatakan
bahwa korban ditemukan meninggal di dalam mobil yang diparkir di
pinggir jalan. Saat ditemukan, mesin mobil dalam keadaan hidup
dengan kaca jendela tertutup. Kulit mayat tampak warna cherry red.
Kemungkinan penyebab kematian pada laki-laki ini?
a. Kekurangan Oksigen
b. Serangan asma tiba-tiba
c. Keracunan CO2
d. Keracunan CO
e. Henti jantung

Jawaban: D. Keracunan CO
180. Inhalation of suffocating gasses

• Ada 3 cara kematian pada korban kasus inhalation of suffocating gasses,


contohnya menghisap gas :
1. CO
2. CO2
3. H2S
4. Sianida

• Gas CO banyak pada kebakaran hebat. Gas CO2 banyak pada sumur tua
dan gudang bawah tanah. Gas H2S pada tempat penyamakan kulit. Gas
sianida dapat ditemukan pada sisa pembakaran industri.
Warna Lebam Mayat
• Dalam keadaan normal, lebam mayat berwarna
merah keunguan.

Intoksikasi Warna Lebam Mayat

Karbon monoksida Merah bata (cherry red)

Karbon dioksida Merah gelap

Sianida Merah terang (bright red)

Nitrit, Potasium, Anilin, Benzena dan zat lain yang Merah coklat atau coklat
menyebabkan methemoglobinemia
Fosfat Coklat gelap (dark brown)

http://www.forensicpathologyonline.com/e-book/post-mortem-changes/post-mortem-hypostasis
Keracunan CO
• Berat jenis CO sedikit lebih ringan dari udara.
• Mempunyai sifat mengikat Hb 210 kali lebih cepat dari O2.
• Contoh : Kebakaran gedung, Meninggal dunia dlm mobil dengan mesin & alat
pendingin dlm hidup & knalpot bocor, Ruang ventilasinya kurang dgn adanya
alat pemanas menggunakan gas dapur/bensin.
• Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan anamnesis
adanya kontak dan ditemukannya gejala keracunan CO.
• Pada jenazah, dapat ditemukan warna lebam mayat yang berupa Cherry Red
pada kulit, otot, darah dan organ-organ interna, yang tampak jelas bila kadar
COHb mencapai 30% atau lebih. Akan tetapi pada orang yang anemik atau
mempunyai kelainan darah warna cherry red ini menjadi sulit dikenali.
• Pemeriksaan Laboratorium:
• Uji Kualitatif, menggunakan 2 cara: uji dilusi alkali dan uji formalin
• Uji Kuantitatif menggunakan cara Gettler-Freimuth
Intoksikasi CO2 (GAS ASAM ARANG)

• Berat jenis CO2 1,52 kali dibandingkan dgn udara shg terdapat
ditempat yg rendah & tidak mudah hilang.
• Contoh : Terdapat dalam sumur tua, palka kapal, goa-goa, kasus
gerbong maut.
• Sebelum menguras sumur sebaiknya dites dulu dengan
ayam/burung yang dimasukkan kedalamnya.
• Pemeriksan tes gas CO2 ini dengan menambah air kapur
Ca(OH)2 kedalam sample gas  air keruh keputihan (ENDAPAN
PUTIH )
• Cara mengambil sample gas :
• Botol 5-10 liter dikat di 2 tempat, leher & didasarnya,kemudian
diisi air & diturunkan ditempat yg mau diperiksa. Sampai di
bawah botol kemudian dibalik, air akan keluar & gas akan masuk
dalam botol. Botol diangkat & ditutup rapat
H2S (HYDROGEN SULFIDA)
• Gas H2S berat jenis 1,19 kali lebih berat dari pada udara.
• Contoh : Pada penguraian bahan yg mengandung S (Sulfur) tdpt
dipabrik penyaman kulit,selokan yg tertutup, dijamban.
• Test terhadap sample gas dgn Pb Asetat.
Keracunan CN
• Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau amandel yang merupakan
tanda patognomonik untuk keracunan CN, dengan cara menekan dada
mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung.
• Selain itu didapatkan sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut,
dan lebam jenazah berwarna merah terang, karena darah kaya akan oksi
hemoglobin (karena jaringan dicegah dari penggunaan oksigen) dan
ditemukannya cyanmethemoglobin.
• Pemeriksaan selanjutnya biasanya tidak memberikan gambaran yang khas.
• Pada korban yang menelan garam alkali sianida, dapat ditemukan kelainan
pada mukosa lambung berupa korosi dan berwarna merah kecoklatan
karena terbentuk hematin alkali dan pada perabaan mukosa licin seperti
sabun.
• Korosi dapat mengakibatkan perforasi lambung yang dapat terjadi
antemortal dan postmortal.
PEMERIKSAAN PADA KASUS
KERACUNAN SIANIDA
• Pemeriksaan luar: korban mati tercium amandel dengan menekan dada mayat
sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung. Sianosis pada wajah & bibir, busa
keluar dari mulut, & lebam mayat berwarna merah terang, karena darah vena
kaya akan oksi-Hb.

• Pemeriksaan bedah jenasah: dapat tercium bau amandel saat membuka ronga
dada, perut & otak serta lambung (bila racun melalui mulut). Darah, otot &
penampang organ tubuh dapat berwarna merah terang. Selanjutnya hanya
ditemukan tanda asfiksia pada organ tubuh.
Pemeriksaan Laboratorium Kasus Keracunan
Sianida
• Uji kertas saring menggunakan asam pikrat jenuh: Kertas tersebut dicelupkan kedalam
darah korban, bila positif berubah menjadi warna merah terang (sianmethemoglobin).

• Reaksi Schonbein-Pagenstecher (reaksi Guajacol): Pada reaksi ini bila hasilnya positif
akan membentuk warna biru hijau pada kerta saring. Reaksi ini tidak spesifik, hasil positif
semu didapat bila isi lambung mengandung klorin, nitrogen oksida atau ozon sehingga
reaksi ini hanya untuk skrining.

• Reaksi Prussian Blue: hasil positif menunjukkan endapan larut dan terbetuk warna biru
berlin.

• Cara Gettler Goldbaum: hasil positif ditunjukkan oleh perubahan warna kertas saring
menjadi biru.
Tipe Anoksia
• Anoksia Anoksik (Anoxic anoxia)
• Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena tidak ada atau
tidak cukup O2. Misalnya kepala di tutupi kantong plastik, udara yang kotor
atau busuk, udara lembab, bernafas dalam selokan tetutup atau di
pegunungan yang tinggi. Ini di kenal dengan asfiksia murni atau sufokasi.
• Anoksia Anemia (Anemia anoxia)
• Tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen.
• Contoh: perubahan kadar Hb dalam darah pada anemia berat dan perdarahan
yang tiba-tiba.
• Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia)
• Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karena gagal
jantung, syok dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi,
tetapi sirkulasi darah tidak lancar. Keadaan ini diibaratkan lalu lintas macet
tersendat jalannya.
• Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia)
• Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak
dapat menggunakan oksigen secara efektif.
Soal no 181
• Seorang laki-laki berusia 15 tahun, penyandang Duchen Muscullar
Distrophy, dirawat di rumah sakit pendidikan. Dokter menggunakan
catatan dalam rekam medis yang menyangkut data/informasi
kronologis dari perawatan/pengobatan yang diberikan dalam
menyampaikan kuliah pada mahasiswa tahap profesi. Apakah fungsi
rekam medik yang paling sesuai?
a. Medis
b. Dokumentasi
c. Administrasi
d. Pendidikan
e. Penelitian

Jawaban D. Pendidikan
181. REKAM MEDIS
• Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran: setiap dokter atau dokter gigi
dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.

• Pasal 47 ayat (1): Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan
kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien.

• Mengenai isi rekam medis diatur lebih khusus dalam Pasal 12 ayat
(2) dan ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis: Isi rekam medis
merupakan milik pasien yang dibuat dalam bentuk ringkasan rekam
medis..
Fungsi Rekam Medis
• Administrative Value
• Legal Value
• Financial Value
• Research Value
• Education Value
• Documentation Value
Soal no 182-183
182. Seorang warga melapor polisi karena menemukan jenazah bayi
baru lahir di tempat sampah dekat rumahnya, lengkap dengan
plasenta. Jenazah bayi kemudian dibawa ke rumah sakit. Pada
pemeriksaan, dokter forensik menemukan luka memar pada bibir dan
leher. Berat badan normal, Panjang badan normal. Plasenta tidak
terawat. Pemeriksaan apa yang dilakukan untuk menunjang otopsi
pada kasus tersebut?
a. Tes apung paru
b. Toksikologi
c. DNA
d. Makroskopi plasenta
e. Golongan darah

Jawaban: A. Tes apung paru


Soal no 183
• Seorang pedagang pasar tradisional melapor polisi karena
menemukan jenazah bayi di tempat sampah di pasar. Polisi membuat
SPV dan membawa mayat ke RS setempat untuk dilakukan otopsi.
Dokter jaga melakukan pemeriksaan dan menemukan jejas pada
kepala bayi dan kehijauan pada tali pusatnya. Dokter ingin
memperkirakan umur janin. Untuk menentukan umur janin, dilakukan
pengukuran...
a. Berat badan
b. Panjang badan
c. Lingkar lengan atas
d. Lingkar dada
e. Lingkar perut

Jawaban: B. Panjang badan


182-183. PEMERIKSAAN MAYAT BAYI

Hal yang perlu diperiksa adalah:


• Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah cukup
bulan untuk dilahirkan? (Untuk membedakan kasus abortus
dengan kasus pembunuhan anak)

• Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat dilahirkan?


(Untuk membedakan kasus stillbirth dengan bayi lahir hidup)

• Apakah ada tanda perawatan bayi? (Untuk membedakan kasus


infantisida atau pembunuhan)

• Apakah penyebab kematian bayi?


Infantisida (Pembunuhan Anak Sendiri)

• Infanticide atau pembunuhan anak sendiri adalah pembunuhan yang


dilakukan oleh seorang ibu dengan atau tanpa bantuan orang lain
terhadap bayinya pada saat dilahirkan atau beberapa saat sesudah
dilahirkan, oleh karena takut diketahui orang lain bahwa ia telah
melahirkan anak.

• Pasal berkaitan infantisida: pasal 341-343 KUHP.


Pemeriksaan dalam kasus Infantisida

• Hal-hal yang harus ditentukan atau yang perlu dijelaskan dokter


dalam pemeriksaannya adalah:
• Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah cukup bulan untuk
dilahirkan.
• Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat dilahirkan.
• Bila bayi lahir hidup, berapa umur bayi sesudah lahir.
• Apakah bayi sudah pernah dirawat.
• Apakah penyebab kematian bayi.
Penentuan Usia Janin (1)

• Bayi dianggap cukup bulan jika: Panjang badan di atas


45 cm, berat badan 2500 – 3500 gram, lingkar kepala
lebih dari 34 cm.
• Untuk menentukan umur bayi dalam kandungan, ada
rumus empiris yang dikemukakan oleh De Haas, yaitu
menentukan umur bayi dari panjang badan bayi.
• Untuk bayi (janin) yang berumur di bawah 5 bulan, umur
sama dengan akar pangkat dua dari panjang badan. Jadi
bila dalam pemeriksaan didapati panjang bayi 20 cm, maka
taksiran umur bayi adalah Ö20 yaitu antara 4 sampai 5
bulan dalam kandungan atau lebih kurang 20 – 22 minggu
kehamilan.
• Untuk janin yang berumur di atas 5 bulan, umur sama
dengan panjang badan (dalam cm) dibagi 5 atau panjang
badan (dalam inchi) dibagi 2.
Penentuan Usia Janin (2)

• Keadaan ujung-ujung jari: apakah kuku-kuku telah melewati ujung jari


seperti anak yang dilahirkan cukup bulan atau belum. Garis-garis telapak
tangan dan kaki dapat juga digunakan, karena pada bayi prematur garis-
garis tersebut masih sedikit.
• Keadaan genitalia eksterna: bila telah terjadi descencus testiculorum maka
hal ini dapat diketahui dari terabanya testis pada scrotum, demikian pula
halnya dengan keadaan labia mayora apakah telah menutupi labia minora
atau belum; testis yang telah turun serta labia mayora yang telah menutupi
labia minora terdapat pada anak yang dilahirkan cukup bulan dalam
kandungan si-ibu.
• Hal tersebut di atas dapat diketahui bila bayi segar, tetapi bila bayi telah
busuk, labia mayora akan terdorong keluar.
Penentuan Usia Janin (3)

Berdasarkan ukuran lingkaran kepala:


• Bayi 5 bulan : 38,5-41 cm
• Bayi 6 bulan : 39-42 cm
• Bayi 7 bulan : 40-42 cm
• Bayi 8 bulan : 40-43 cm
• Bayi 9 bulan : 41-44 cm
Penentuan Usia Janin (4)

Berdasarkan pusat Kriteria Bayi viable Cukup bulan


penulangan: Usia > 28 minggu 37 – 42 minggu
• Kuboid 40 minggu Berat badan > 1000 gr 2500 – 4000 gr
• Distal femur 36 minggu Panjang badan > 35 cm 46 – 50 cm
• Proksimal tibia 38 minggu Lingkar kepala > 23 cm > 30 cm
• Talus 28 minggu Lainnya Tidak ada cacat -

• Kalkaneus 24 minggu bawaan

• Metatarsal 9 minggu

https://radiopaedia.org/articles/ossification-centres-of-the-foot
Penentuan Bayi Lahir Hidup/ Mati
• Pemeriksaan luar: Pada bayi yang lahir hidup, pada
pemeriksaan luar tampak dada bulat seperti tong .
biasanya tali pusat masih melengket ke perut, berkilat dan
licin. Kadang-kadang placenta juga masih bersatu dengan
tali pusat. Warna kulit bayi kemerahan.

• Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam


keadaan hidup atau mati, pada dasarnya adalah sebagai
berikut:
• Adanya udara di dalam paru-paru.
• Adanya udara di dalam lambung dan usus,
• Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah, dan
• Adanya makanan di dalam lambung.

• Penentuan pasti dengan tes apung paru.


Usia Bayi Ekstra Uterin
• Udara dalam saluran cerna : sampai lambung atau duodenum (hidup
beberapa saat), usus halus (hidup 1-2 jam), usus besar (5-6 jam),
rektum (12 jam)
• Mekonium dalam kolon (24 jam setelah lahir)
• Perubahan tali pusat (tempat lekat membentuk lingkaran kemerahan
dalam 36 jam)
• Eritrosit berinti hilang dalam 24 jam pertama
• Perubahan sirkulasi darah
Tes Apung Paru

• Keluarkan paru-paru dengan mengangkatnya mulai dari trachea sekalian


dengan jantung dan timus. Kesemuanya ditaruh dalam baskom berisi air.
Bila terapung artinya paru-paru telah terisi udara pernafasan.

• Untuk memeriksa lebih jauh, pisahkan paru-paru dari jantung dan timus,
dan kedua belah paru juga dipisahkan. Bila masih terapung, potong masing-
masing paru-paru menjadi 12 – 20 potongan-potongan kecil. Bagian-bagian
ini diapungkan lagi. Bagian kecil paru ini ditekan dipencet dengan jari di
bawah air. Bila telah bernafas, gelembung udara akan terlihat dalam air.

• Bila masih mengapung, bagian kecil paru-paru ditaruh di antara 2 lapis


kertas dan dipijak dengan berat badan. Bila masih mengapung, itu
menunjukkan bayi telah bernafas. Sedangkan udara pembusukan akan
keluar dengan penekanan seperti ini, jadi ia akan tenggelam.
Bayi Lahir Mati: Still birth vs Dead Born

• Still birth, artinya dalam kandungan masih hidup, waktu dilahirkan sudah mati.
Ini mungkin disebabkan perjalanan kelahiran yang lama, atau terjadi accidental
strangulasi dimana tali pusat melilit leher bayi waktu dilahirkan.

• Dead born child, di sini bayi memang sudah mati dalam kandungan. Bila
kematian dalam kandungan telah lebih dari 2 – 3 hari akan
terjadi maserasi pada bayi. Ini terlihat dari tanda-tanda:
• Bau mayat seperti susu asam.
• Warna kulit kemerah-merahan.
• Otot-otot lemas dan lembek.
• Sendi-sendi lembek sehingga mudah dilakukan ekstensi dan fleksi.
• Bila lebih lama didapati bulae berisi cairan serous encer dengan dasar bullae berwarna
kemerah-merahan.
• Alat viseral lebih segar daripada kulit.
• Paru-paru belum berkembang.
Ada/ Tidaknya Tanda Perawatan

Tidak adanya tanda perawatan adalah sbb:


• Tubuh masih berlumuran darah,
• Ari-ari (placenta), masih melekat dengan tali pusat dan masih berhubungan
dengan pusar (umbilicus),
• Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak beraturan, hal ini dapat
diketahui dengan meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air,
• Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah yang
mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan
bagian belakang bokong.
Soal no 184-185
• 184. Seorang pria datang ke klinik untuk berobat. Di ruang periksa
terdapat tempat tidur yang ditutupi gorden untuk memeriksa pasien.
Saat datang, pria tersebut melihat pasien sebelumnya yang sedang
mengenakan celananya kembali. Pria tersebut sempat melihat flek
putih kekuningan pada celana dalam pasien sebelumnya. Saat akan
diperiksa, pria tersebut menolak diperiksa di tempat tidur itu karena
khawatir akan tertular penyakit pasien sebelumnya. Kode etik yang
dilanggar oleh dokter adalah...
a. Beneficence
b. Non-maleficence
c. Justice
d. Autonomy
e. Altruism

Jawaban: D. Autonomy
Soal no 185
• Seorang wanita datang dengan penurunan kesadaran setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas di depan rumah sakit. Dokter yang
yang menerima pasien tersebut langsung menangani
kegawatdaruratan tanpa meminta persetujuan pasien. Keluarga tidak
ada satupun yang berada di tempat. Prinsip apakah yang digunakan
dokter itu dalam menangani pasien tersebut?
a. Beneficence
b. Non-maleficence
c. Justice
d. Autonomy
e. Altruism

Jawaban: B. Non-maleficence
184-185. KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
• Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar • Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
• Pengertian ”berbuat baik” diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih diikuti.
dari sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
for person) / Autonomy • Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
serta perbedaan jender tidak boleh dan
diperlakukan sebagai manusia yang tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), • Tidak ada pertimbangan lain selain
• Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
utama dokter.
berkurang atau hilang perlu mendapatkan
perlindungan. • Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Kaidah Dasar Moral dan Turunannya
Core biomedical moral principles Core behavioral norms

Autonomy: the norms of respecting and supporting Veracity: to provide accurate, timely, objective, and comprehensive
individual autonomous decisions transmission of information, ensure patient’s understanding

Privacy: to respect the right that individuals and families have to keep
personal information, decisions, spaces, activities, and relationships
under their own control

Confidentiality: to prevent the re-disclosure of private information to


anyone else without patient’s authorization

Beneficence: prioritize relieving, lessening, or Fidelity: obligation of a professional to faithfully carry out an activity that
preventing harm, actions that provide benefits to others benefits the patient, abstain from an activity that would/could cause
Non maleficence: avoiding actions that would cause harm
harm to others

Justice: fair distribution of benefits, risks, and costs -


among patients
Soal no 186
• Seorang anak korban kekerasan seksual diantar oleh polisi ke RS
tempat anda bekerja. Polisi membawa surat permintaan visum. Pada
pemeriksaan tidak ditemukan robekan selaput dara, hanya warna
kemerahan yang berlebihan pada bibir kemaluan kecil akibat
kekerasan tumpul. Kesimpulan pada visum et Repertum yang saudara
buat berisi:
a. Ada tidaknya tanda-tanda persetubuhan
b. Ada tidaknya suatu pencabulan telah terjadi
c. Waktu dan tempat dilakukan pemeriksaan terhadap korban
d. Nama dan identitas penyidik yang meminta visum et repertum
e. Sumpah jabatan sesuai dengan Undang-undang No 8 tahun1981
tentang Hukum Acara Pidana

Jawaban: A. Ada tidaknya tanda-tanda persetubuhan


186. Kejahatan Susila
• Persetubuhan yang diancam di KUHP meliputi pemerkosaan,
persetubuhan dengan wanita tidak berdaya, persetubuhan dengan
wanita yang belum cukup umur.
• Dokter wajib membuktikan:
• Adanya persetubuhan (deflorasi hymen, laserasi vulva atau vagina, sperma
dalam vagina paling sering terdapat pada fornix posterior)
• Adanya tindak kekerasan (memberikan racun/obat/zat agar menjadi tidak
berdaya)
• Usia korban
• Menentukan pantas tidaknya korban untuk dikawin
• Adanya penyakit menular seksual, kehamilan, kelainan pskiatrik atau
kejiwaan
• Pada institusi yang memiliki dokter spesialis kandungan,
pemeriksaan untuk kasus kejahatan susila dilakukan oleh spesialis
tersebut, bila tidak ada dilakukan oleh dokter umum
Menentukan Ada Tidaknya Persetubuhan

• Persetubuhan adalah peristiwa di mana alat kelamin laki-laki masuk


ke dalam alat kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya.

• Tanda pasti persetubuhan adalah adanya sperma dalam vagina.

• Adanya robekan pada selaput dara bukanlah tanda pasti


persetubuhan, karena robekan pada selaput dara hanya
menunjukkan bahwa ada benda padat yang masuk ke dalam kelamin
perempuan.

• Pada pelaku yang aspermia, pemeriksaan ditujukan untuk


mendeteksi adanya air mani dalam vagina.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
Menentukan Adanya Tanda Kekerasan

• Memeriksa apakah ada bekas luka berdasarkan daerah yang terkena,


berapa perkiraan kekuatan kekerasan.

• Bila tidak ditemukan luka, ada kemungkinan dilakukan pembiusan


sebelum kejahatan seksual. Maka perlu dicari adanya racun serta
gejala racun tersebut pada korban.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
Memperkirakan Umur

• Dapat dilakukan dari pemeriksaan gigi geligi atau pemeriksaan foto


rontgen tulang.

• Perkiraan umur diperlukan untuk menentukan apakah korban


dan/atau pelaku sudah dewasa (21 tahun ke atas).

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
Menentukan Pantas Tidaknya Korban Untuk
Dikawin

• Pengertian pantas tidaknya untuk dikawin dinilai dari apakah korban


telah siap untuk dibuahi yang dimanifestasikan dengan sudah
mengalami menstruasi.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
PEMERIKSAAN DALAM KASUS KEJAHATAN
SEKSUAL

PEMERIKSAAN SEMEN

Pada pakaian, bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap
Pemeriksaan visual daripada sekitarnya. Dan Bercak yang sudah agak tua berwarna
kekuningan.

Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak
Perabaan dan menyerap, bila tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari
penciuman permukaan bercak yang teraba kasar. Pada penciuman, bau air mani
seperti klorin (pemutih) atau bau ikan
Semen kering (bercak semen) berfluoresensi (bluish-white) putih
kebiruan di bawah iluminasi UV dan menunjukkan warna yang
Ultraviolet (UV) sebelumnya tak nampak. Namun Pemeriksaan ini tidak
spesifik,sebab nanah, fluor albus, bahan makanan, urin, dan serbuk
deterjen yang tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.
PEMERIKSAAN KIMIAWI
Cairan vaginal atau bercak mani yang sudah dilarutkan,
ditetesi larutan yodium (larutan Florence) di atas objek glass
Metode
Hasil yang diharapkan: kristal-kristal kholin peryodida
Florence
tampak berbentuk jarum-jarum / rhomboid yang berwarna
coklat gelap

Cairan vagina atau bercak semen yang sudah dilarutkan,


diteteskan pada objek glass, lalu ditambahkan asam pikrat
Metode
dan diamati di bawah mikroskop.
Berberio
Hasil yang diharapkan: Kristal spermin pikrat akan terbentuk
rhomboik atau jarum yang berwarna kuning kehijauan.

Dapat dilakukan pada cairan vagina dan pada bercak semen


di pakaian.
Fosfatase
Hasil yang diharapkan: warna ungu timbul dalam waktu
asam
kurang dari 30 detik, berarti asam fosfatase berasal dari
prostat.

Bercak pada pakaian diekstraksi dengan cara menempelkan


Metode kertas saring Whatman no.2 yang dibasahi dengan
PA N aquadest, selama 10 menit.
Hasil positif menunjukkan warna merah jambu.
PEMERIKSAAN CAIRAN MANI

Sampel :
1. Forniks posterior vagina
Fosfatase asam, PAN, Berberio, Florence

2. Bercak pada pakaian


Pemeriksaan Taktil, Visual, Sinar UV,
Fosfatase asam, PAN, Berberio, Florence
Pemeriksaan Sperma

• Pemeriksaan Sperma tanpa pewarnaan


• Tujuan: Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini paling
bermakna untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan.
• Sperma didalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4 – 5 jam
post-coitus; sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai sekitar 24-
36 jam post coital dan bila wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8
hari.
Pemeriksaan Sperma

• Pemeriksaan dengan pewarnaan


• Bila sediaan dari cairan vagina, dapat diperiksa dengan Pulas dengan
pewarnaan gram, giemsa atau methylene blue atau dengan pengecatan
Malachite-green.
• Bila berasal dari bercak semen (misalnya dari pakaian), diperiksa dengan
pemeriksaan Baechii. Hasil: spermatozoa dengan kepala berwarna merah dan
ekor berwarna biru muda terlihat banyak menempel pada serabut benang
Pewarnaan Malachite Green

• Keuntungan dengan pulasan ini


adalah inti sel epitel dan leukosit
tidak terdiferensiasi, sel epitel
berwarna merah muda merata
dan leukosit tidak terwarnai.
Kepala spermatozoa tampak
berwarna ungu, bagian hidung
merah muda.

• Dikatakan positif, apabila


ditemukan sperma paling sedikit
satu sperma yang utuh.
Pewarnaan Baechii

• Reagen dapat dibuat dari : Acid


fuchsin 1 % (1 ml), Methylene
blue 1 % (1 ml), Asam klorida 1
% (40 ml).

• Hasil : Serabut pakaian tidak


berwarna, spermatozoa dengan
kepala berwarna merah dan
ekor berwarna biru muda
terlihat banyak menempel pada
serabut benang.
Soal no 187-189
• 187. Seorang wanita usia 22 tahun datang ke IGD mengaku diperkosa
3 hari yang lalu dan meminta untuk dilakukan pemeriksaan. Setelah
diperiksa, pasien baru melapor kepada polisi. Dua hari kemudian
polisi mendatangi dokter dan menyuruh mengeluarkan surat visum.
Tindakan dokter yang benar terhadap permintaan polisi tersebut
adalah…
a. Visum sesuai rekam medis
b. Visum sesuai keadaan saat ini
c. Menyuruh polisi untuk mengantarkan korban dan diperiksa lagi
d. Tidak melakukan visum
e. Menolak melakukan pemeriksaan

Jawaban: A. Visum sesuai rekam medis


Soal no 188
• Seorang pria terkena bacokan di tangan kanan saat tawuran warga.
Pasien melapor ke polisi dan sekarang datang ke rumah sakit. Pada
pemeriksaan pasien terlihat pucat, dan kesakitan. Dokter
menyarankan pasien untuk diobservasi dan dirawat inap di rumah
sakit. Polisi yang mengantar pasien meminta untuk dibuatkan surat
visum. Surat visum yang dikeluarkan oleh dokter adalah…
a. Visum et repertum sekarang
b. Visum et repertum kelanjutan
c. Visum et repertum sementara
d. Surat sakit
e. Surat rawat inap

Jawaban: C. Visum et repertum sementara


Soal no 189
• Pasien perempuan berusia 39 tahun, datang ke RS Pemerintah
dengan keluhan demam, batuk, dan sesak nafas. Pasien kemudian
dirawat dengan diagnosis kerja suspek Flu Burung. Tiga hari dalam
perawatan, kondisi pasien memburuk, kemudian pasien meninggal.
Keluarga ingin mengetahui sebab pasti kematian tersebut dan
meminta untuk dilakukan pemeriksaan. Otopsi yang dilakukan pada
kasus ini merupakan...
a. Otopsi klinis
b. Otopsi anatomis
c. Otopsi forensic
d. Otopsi malpraktek
e. Otopsi berencana

Jawaban: A. Otopsi klinis


187-189. VISUM ET REPERTUM (VER)

• VeR : Keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan


penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis
terhadap manusia, baik hidup atau mati untuk kepentingan
peradilan.
• Dasar: PASAL 133 KUHAP
• Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya
• Pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP: yang berwenang
meminta keterangan ahli → penyidik & penyidik pembantu

Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna


Siapa Yang Berhak Membuat VER?
• Dalam pasal 133 KUHAP disebutkan: penyidik berwenang untuk
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.

• Sebenarnya boleh saja seorang dokter yang bukan dokter spesialis forensik
membuat dan mengeluarkan visum et repertum.

• Tetapi, di dalam penjelasan pasal 133 KUHAP dikatakan bahwa keterangan


ahli yang diberikan oleh dokter spesialis forensik merupakan keterangan
ahli, sedangkan yang dibuat oleh dokter selain spesialis forensik disebut
keterangan.
Syarat Pembuatan Visum et Repertum
Syarat yang menyangkut prosedur yang harus dipenuhi dalam
pembuatannya, yaitu:
• Permintaan visum et repertum haruslah secara tertulis (sesuai
dengan pasal 133 ayat 2 KUHAP)
• Pemeriksaan atas mayat dilakukan dengan cara bedah, jika ada
keberatan dari pihak keluarga korban, maka pihak polisi atau
pemeriksa memberikan penjelasan tentang pentingnya dilakukan
bedah mayat.
• Permintaan visum et repertum hanya dilakukan terhadap peristiwa
pidana yang baru terjadi, tidak dibenarkan permintaan atas peristiwa
yang telah lampau.
• Polisi wajib menyaksikan dan mengikuti jalannya pemeriksaan.
• Isi visum et repertum tidak bertentangan dengan ilmu kedokteran
yang telah teruji kebenarannya
Permintaan VeR menurut Ps.133 KUHAP

• Wewenang penyidik
• Tertulis (resmi)
• Terhadap korban, bukan tersangka
• Ada dugaan akibat peristiwa pidana
• Bila mayat :
• Identitas pada label
• Jenis pemeriksaan yang diminta
• Ditujukan kepada : ahli kedokteran forensik / dokter di rumah sakit

Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna


Ketentuan Lain dalam VeR Korban Hidup

• Surat permintaan VeR dapat “terlambat” :


• Korban luka dibawa ke dokter (RS) dulu sebelum ke polisi
• SPV menyebutkan peristiwa pidana yang dimaksud
• VeR = surat keterangan, jadi dapat dibuat berdasarkan rekam medis (RM telah
menjadi barang bukti sejak datang spv)
• Pembuatan VeR tanpa ijin pasien, sedangkan SKM lain harus dengan ijin.
• Sebaiknya diantar petugas agar dapat dipastikan identitas korban dan
statusnya sebagai “barang bukti”

Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna


VeR dan Rekam Medis
• Seorang pasien yang datang berobat ke RS dengan perlukaan
dan/atau keracunan, apalagi dengan anamnesis yang menunjukkan
adanya kemungkinan kaitan dengan suatu tindak pidana, pertama-
tama harus DIANGGAP sebagai kasus forensik, tanpa melihat ada
atau tidaknya Surat Permintaan VER dari polisi.
• Dokter yang menangani pasien ini harus melakukan pencatatan
anamnesis secara lengkap dan detil. Pemeriksaan fisik dilakukan
seperti biasa, akan tetapi pencatatan luka-lukanya dilakukan secara
lengkap dan mendetil.
• VER kasus forensik klinik dibuat berdasarkan rekam medis korban,
yang dibuat oleh dokter IGD, dokter yang merawat, SpF maupun
perawat. Suatu VER yang baik hanya dapat dihasilkan dari Rekam
Medis (RM) yang baik pula.

Cara Pencatatan Rekam Medis untuk Kasus Forensik Klinik,


Djaja Surya Atmadja
Rahasia VeR
• Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran
• Penggunaan keterangan ahli, atau VeR hanya untuk keperluan peradilan
• Berkas VeR hanya boleh diserahkan kepada penyidik yang memintanya.
• Untuk mengetahui isi VeR, pihak lain harus melalui aparat peradilan,
termasuk keluarga korban
Sanksi Hukum Bila Menolak Pembuatan VeR
PASAL 216 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan
yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya
mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian
pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana;
demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-
halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu
atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna


Sanksi Hukum Bila Menolak Otopsi
PASAL 222 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau
menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bula atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Visum et
Repertum

Antemortem Postmortem

Visum Pemeriksaan Pemeriksaan


sementara luar dalam (Otopsi)

Otopsi
Visum definitif anatomis

Visum lanjutan Otopsi klinis

Otopsi forensik
Jenis Visum et Repertum Korban Hidup

• Visum et repertum biasa/tetap. Visum et repertum ini diberikan kepada


pihak peminta (penyidik) untuk korban yang tidak memerlukan perawatan
lebih lanjut.

• Visum et repertum sementara. Visum et repertum sementara diberikan


apabila korban memerlukan perawatan lebih lanjut karena belum dapat
membuat diagnosis dan derajat lukanya. Apabila sembuh dibuatkan visum
et repertum lanjutan.

• Visum et repertum lanjutan. Dalam hal ini korban tidak memerlukan


perawatan lebih lanjut karena sudah sembuh, pindah dirawat dokter lain,
atau meninggal dunia.
Visum et repertum untuk orang mati (jenazah)

• Pada pembuatan visum et repertum ini, dalam hal korban mati maka
penyidik mengajukan permintaan tertulis kepada pihak Kedokteran
Forensik untuk dilakukan bedah mayat (outopsi).
Jenis VeR lainnya
• Visum et repertum Tempat Kejadian Perkara (TKP). Visum ini dibuat
setelah dokter selesai melaksanakan pemeriksaan di TKP.

• Visum et repertum penggalian jenazah. Visum ini dibuat setelah dokter


selesai melaksanakan penggalian jenazah.

• Visum et repertum psikiatri . Visum pada terdakwa yang pada saat


pemeriksaan di sidang pengadilan menunjukkan gejala-gejala penyakit jiwa.

• Visum et repertum barang bukti. Misalnya visum terhadap barang bukti


yang ditemukan yang ada hubungannya dengan tindak pidana, contohnya
darah, bercak mani, selongsong peluru, pisau.
JENIS OTOPSI
JENIS
DESKRIPSI
OTOPSI
• Pada kematian wajar, dilakukan untuk mengetahui sebab kematian
dan perjalanan penyakit
OTOPSI KLINIS • Tidak harus menyeluruh
• Harus ada persetujuan keluarga
• Contoh: pada kasus orangtua meninggal mendadak saat tidur
• Pada kecurigaan keamtian tidak wajar
• Dilakukan menyeluruh
• Tidak perlu persetujuan keluarga, yang perlu adalah keluarga
OTOPSI
diberitahukan (KUHAP 133 dan 134)
FORENSIK
• Bila keluarga menolak, polisi tunggu 2 x 24 jam dengan maksud untuk
pendekatan kepada keluarga. Bila setelah 2 x 24 jam keluarga menolak
maka otopsi telah dikerjakan.
• Untuk kepentingan pendidikan
• Mayat yang diautopsi biasanya dari gelandangan, tapi tidak dapat
OTOPSI langsung diotopsi, tetapi harus menunggu selama satu tahun.
ANATOMI Sementara menunggu, mayat diawetkan dalam lemari pendingin atau
difiksasi. Bila dalam 1 tahun tidak ada keluarganya maka dilakukan
Soal no 190
• Seseorang ditemukan meninggal tengkurap di kamar tidur.
Pemeriksaan dilakukan oleh penyidik dan dokter kepolisian pada
tanggal 15 Juni (jam 10.00). Dari pemeriksaan luar jenazah,
didapatkan lebam mayat warna merah keunguan yang tidak hilang
dengan ditekan. Kaku mayat terdapat pada seluruh persendian.
Belum ada tanda-tanda pembusukan. Perkiraan saat kematian korban
adalah:
a. Antara jam 08.00 - jam 10.00, tanggal 15 Juni
b. Antara jam 04.00 - jam 08.00, tanggal 15 Juni
c. Antara jam 10.00 - jam 22.00, tanggal 14 Juni
d. Antara jam 10.00 tanggal 14 Juni sampai jam 08.00 tanggal 15 Juni
e. Antara jam 20.00 tanggal 14 Juni sampai jam 04.00 tanggal 15 Juni

Jawaban: C. Antara jam 10.00 - jam 22.00, tanggal 14 Juni


190. TANATOLOGI
Thanatologi adalah topik dalam ilmu kedokteran forensik yang mempelajari
hal mati serta perubahan yang terjadi pada tubuh setelah seseorang mati
Tanda Kematian tidak pasti :
1. Pernafasan berhenti lebih dari 10 menit
2. Sirkulasi berhenti lebih dari 15 menit
3. Kulit pucat
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan menggunakan air

Tanda Kematian Pasti


1. Lebam Mayat (Livor mortis)
2. Kaku Mayat (Rigor mortis)
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
4. Pembusukan (decomposition)

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
TANATOLOGI FORENSIK

• Livor mortis atau lebam mayat


• terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah kematian akibat berentinya
sirkulasi dan adanya gravitasi bumi .
• Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan dan terjadi pada bagian
yang bebas dari tekanan.
• Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam. Intensitas lebam jenazah
meningkat dan menetap 8-12 jam.
Rigor mortis atau kaku mayat

• terjadi akibat hilangnya ATP.


• Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga
mencapai maksimal pada 12 jam postmortem.
• Kemudian dipertahankan selama 12 jam, setelah itu akan berangsur-angsur
menghilang sesuai dengan kemunculannya.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh,
volume otot dan suhu lingkungan.
• Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah.
• Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada
seluruh persendian tubuh.
Penurunan suhu badan

• Pada saat sesudah mati, terjadi proses pemindahan panas dari badan
ke benda-benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi,
evaporasi dan konveksi.
• dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan pakaian.
• Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis
maka suhu badan akan menurun lebih cepat.
• Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan.
Pembusukan mayat (dekomposisi)

• Terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan


kerja bakteri.
• Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan
dimulai dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut
dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan
lain-lain.
• RUMUS CASPER untuk perbedaan kecepatan pembusukan
udara: air: tanah = 8:2:1
• Ini disebabkan karena suhu di dalam tanah yang lebih rendah
terutama bila dikubur ditempat yang dalam, terlindung dari
predators seperti binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen
menghambat berkembang biaknya organisme aerobik.
Thanatologi

Livor mortis Livor mortis lengkap


mulai muncul dan menetap

20 30 2 6 8 12 24 36
0 mnt mnt jam jam jam jam jam jam

Rigor mortis Pembus


Rigor mortis Pembusuk ukan
lengkap (8-10
mulai muncul an mulai tampak
jam)
tampak di di
caecum seluruh
tubuh

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
PENURUNAN SUHU TUBUH (ALGOR MORTIS)
Approximate times for algor and rigor mortis in temperate regions
Body temperature Body stiffness Time since death
warm not stiff dead not more than three hours
warm stiff dead 3 to 8 hours
cold stiff dead 8 to 36 hours
cold not stiff dead more than 36 hours
SOURCE: Stærkeby, M. "What Happens after Death?" In the University of Oslo Forensic Entomology [web site].
Available from http://folk.uio.no/mostarke/forens_ent/afterdeath.shtml.
Soal no 191
• Seorang laki-laki, 51 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas sejak
1 minggu yang lalu, sesak memberat sejak 1 bulan yang lalu, terdapat
riwayat suara serak sejak 3 bulan yang lalu, pasien merupakan buruh
bangunan dan perokok berat. Pada pemeriksaan didapatkan tekanan
darah 130/80 mmHg, nadi 96x/m, respirasi 28x/m, suhu 37,2. Pada
pemeriksaan laringoskop indirect ditemukan massa berbenjol-benjol
di pita suara yang meluas hingga muara esofagus. Diagnosis yang
sesuai untuk pasien tersebut adalah…
a. Laringitis akut
b. Laringitis kronik
c. Laringitis difteri
d. Karsinoma nasofaring
e. Karsinoma laring

Jawaban: E. Karsinoma laring


191. Karsinoma Laring
• Tumor ganas pada laring.
• Faktor risiko: merokok (utama), konsumsi alkohol, laki-laki, infeksi HPV, usia,
diet rendah sayur, pajanan thd cat, radiasi, asbestos, diesel, refluks
gastroesofageal.
• Gejala:
• Suara serak
• Dispnea dan stridor
• Disfagia
• Batuk, hemoptisis
• Gejala lain: nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk, mudah lelah, penurunan berat
badan
• Pembesaran KGB
• Nyeri tekan laring
• Pemeriksaan fisik dengan laringoskopi: tampak massa ireguler pada pita suara.
• Pemeriksaan penunjang:
• Biopsi
• CT scan/MRI untuk mengetahui perluasan massa
Karsinoma Laring: Stadium TNM
Penyakit Laring Lainnya

Papilloma

Nodul pita suara Polip pita suara

Laringitis
Penyakit Laring
Diagnosis Karakteristik
Polip pita suara Lesi bertangkai unilateral, dapat berwarna keabuan (tipe
mukoid) atau merah tua (angiomatosa). Gejala: suara parau.
Lokasi di sepertiga anterior/medial/seluruhnya.
Umum dijumpai pada dewasa, namun bisa pada semua usia.
Nodul pita suara Suara parau, riwayat penggunaan suara dalam waktu lama.
Lesi nodul kecil putih, umumnya bilateral, di sepertiga
anterior/medial.
Laringitis Inflamasi laring, gejala suara parau, nyeri menelan/bicara, batuk
kering, dapat disertai demam/malaise.
Mukosa laring hiperemis, edema di atas dan bawah pita suara.
Papilloma laring Massa seperti buah murbei berwarna putih kelabu/kemerahan.
Massa rapuh, tidak berdarah.
Gejala: suara parau, dapat disertai batuk dan sesak.
Lokasi pada pita suara anterior atau subglotik.
Soal no 192
• Seorang anak usia 8 tahun dibawa ke dokter dengan keluhan keluar
cairan dari kedua telinga. Pasien sering dikorek kupingnya dan senang
berenang. Pasien mengeluh nyeri pada saat membuka mulut dan
mengunyah. Pada pemeriksaan otoskopi ditemukan sekret pada liang
telinga yang hiperemis, membran timpani dalam batas normal.
Bagaimana mekanisme terjadinya pada penyakit di atas?
a. Infeksi pada liang telinga karena trauma
b. Infeksi pada folikel rambut di liang telinga
c. Maserasi akibat berenang
d. Trauma akibat korekan kuping
e. Oklusi tuba eustachius

Jawaban: C. Maserasi akibat berenang


192. Otitis Externa
Tanda OE:
Nyeri jika aurikel ditarik ke belakang atau tragus ditekan.

• Otitis eksterna difus (swimmer’s ear)


• Etiologi: Pseudomonas, Staph. albus, E. coli.
• Kondisi lembab & hangat  bakteri tumbuh
• Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri tekan
(+), eksudasi
• Jika edema berat  pendengaran berkurang
• Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik
• AB: ofloxacin, ciprofloxacin, colistin, polymyxin B,
neomycin, chloramphenicol, gentamicin, & tobramycin.
• Ofloxacin & ciprofloxacin: AB tunggal dengan spektrum
luas untuk patogen otitis eksterna.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Externa
• Otitis eksterna difus (swimmer’s ear)
• Etiologi: Pseudomonas, Staph. albus, E. coli.
• Kondisi lembab & hangat  bakteri tumbuh
• Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri
tekan (+), eksudasi
• Jika edema berat  pendengaran berkurang
• Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik
• AB: ofloxacin, ciprofloxacin, colistin, polymyxin B,
neomycin, chloramphenicol, gentamicin, &
tobramycin.
• Ofloxacin & ciprofloxacin: AB tunggal dengan
spektrum luas untuk patogen otitis eksterna.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Externa
• Malignant otitis externa (necrotizing OE)
• Pada pasien diabetik lansia atau imunokompromais.

• OE dapat menjadi selulitis, kondritis, osteitis,


osteomielitis  neuropati kranial.

• Liang telinga bengkak & nyeri, jaringan granulasi merah


tampak di posteroinferior sambungan kartilago dengan
tulang, di 1/3 dalam.

• Awalnya gatal, lalu cepat menjadi nyeri, sekret (+), &


pembengkakan liang telinga.

• Th/: antibiotik topikal & sistemik, debridemen agresif.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.


Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Tatalaksana
• Antipseudomonal antimicrobials are the mainstay of therapy for
malignant external otitis.
• For adults, ciprofloxacin (400 mg intravenously [IV] every 8 hours;
750 mg orally every 12 hours) remains the antibiotic of choice.
• Levofloxacin is also likely to be effective since it has activity against P.
aeruginosa similar to ciprofloxacin, but clinical experience with
levofloxacin has not been reported. The dose of levofloxacin for
adults is 750 mg orally or IV once daily.
Soal no 193
• Tn. Thamuz Lord Lava, 45 tahun, datang dengan keluhan utama
berupa penurunan pendengaran. Sekitar 30 menit sebelumnya
pasien mendengar ledakan tabung gas dari dapur rumah. Setelah
kejadian, pasien sedikit pusing dan pendengaran menjadi berkurang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/80 mmHg, HR 90x/mnt, RR
20x/mnt dan suhu 36,5C. Diagnosis pasien tersebut adalah…
a. Noise induced hearing loss
b. Trauma akustik
c. OMSK
d. Prebiskusis
e. Menier disease

Jawaban: B. Trauma akustik


193. Acoustic Trauma
• Acoustic trauma refers to a • Jadi trauma akustik selalu akut,
sudden permanent hearing loss tidak kronik
caused by a single exposure to • Sebaliknya noise induced
an intense sound hearing loss tidak akut
• Chronic NIHL, in contrast to
acoustic trauma, is a disease
process that occurs gradually
over many years of exposure to
less intense noise levels

https://www.utmb.edu/otoref/grnds/Hear-
Loss-Noise-000110/Hear-Loss-Noise.pdf
193. Trauma Akustik
• Gangguan pendengaran pada telinga dalam karena eksposure pd
stimulus suara yg intens (> 140 dB)
• Mechanical tearing of intracochleal membranes and physical
disruption of cell walls with mixing of perilymph and endolymph
• Tidak terkait dgn ruptur membran timpani dapat terjadi dengan
atau tanpa ruptur membran timpani
193. Trauma akustik Vs NIHL

(Noise induced Permanent Threshold shift)

http://www.liberaldictionary.com/acoustic-trauma-deafness/
193. DD: Blast Injury to The Ear
• Injuries caused by an Explosion • Tympanic membrane commonly
• Due to blast-overpressure-wave rupture at 5-15 Psi
• Affect air-filled organs and • Irregular border of rupture seen
organs which has air-fluid with otoscope sometimes
interface hemotympanum without
rupture can also be seen
• Most commonly affect ears
tympanic membrane rupture • 80% heal spontaneously, if not
and/or dislocations of bones in healed within 3 months,
the middle ear indications for myringoplasty
193. DD: Blast Injury to The Ear
Diagnosis Tatalaksana

• Singkirkan trauma osikular • Antibiotik  mencegah


atau telinga bagian dalam. infeksi
• Pada pemeriksaan • Bersihkan kanalis auditorik
audiometri: eksternus menggunakan
CHL > 40db  suspek alkohol (dgn tampon)
diskontinuitas osikular • Cegah ISPA
Jika hasilnya tuli
sensorineural  kerusakan • Jgn lakukan manuver
telinga bagian dalam valsalva
• Hindari tetes telinga
• Jika setelah 3 bulan masih
terjadi perforasi 
myringoplasty
Soal no 194
• Seorang anak laki-laki, 8 tahun, dibawa ibunya ke IGD RS karena
tersedak sejak 30 menit smrs. Saat tersedak anak tampak seperti
tercekik dan sulit bernafas. Lalu saat ini pasien tenang. Pada
pemeriksaan didapatkan teraba hentakan pada saat anak ekspirasi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/70 mmHg, HR 90x/mnt, RR
22x/mnt dan suhu 36,5C. Letak sumbatan benda asing pada anak
tersebut adalah...
a. Bronkus
b. Alveolus
c. Esofagus
d. Laring
e. Trakea

Jawaban: E. Trakea
194. Tracheal Foreign Body
• Tracheal foreign body
• Additional history/physical:
• Complete airway obstruction
• Audible slap
• Palpable thud
• Asthmatoid wheeze
Benda Asing pada Trakhea
• Patofisiologi:
• Benda asing trakea yang masih dapat bergerak, pada saat benda itu
sampai dikarina, dengan timbulnya batuk, benda asing itu akan
terlempar ke laring
• Sentuhan benda asing itu pada pita suara dapat terasa merupakan
getaran di daerah tiroidpalpatory thud
• Dapat didengar dengan stetoskop di daerah tiroidaudible slap
• Gejala Klinis:
• Palpatory thud serta audible slap
• lebih jelas teraba atau terdengar bila pasien tidur terlentang dengan mulut terbuka
saat batuk
• Audible slapsuara hentakan di trakea, pita suara atau subglotis
• Palpatory thudteraba hentakan di trakea pars servikal
• Mengi (asthmatoid wheeze)
• dapat didengar pada saat pasien membukamulut dan tidak ada hubungannya
dengan penyakit asma bronchial
Benda Asing pada Bronkus
• 80-90% of airway foreign
bodies
• Right main stem most
common (controversial)
• Additional history/physical:
• Diagnostic triad (<50% of
cases):
• unilateral wheezing
• decreased breath sounds
• Cough
• Chronic cough or
asthma,recurrent pneumonia,
lung abscess
Benda Asing pada Laring
• 8-10% of airway foreign
bodies
• Highest risk of death before
arrival to the hospital
• Additional history/physical:
– Complete airway obstruction
– Hoarseness
– Stridor
– dyspnea
Benda Asing pada Esofagus

• Complete esophageal obstruction


with overflow of secretions
leading to drooling
• Odynophagia
• Dysphagia
• In young infants respiratory
symptoms including stridor,
croup, pneumonia– caused by
compression of the tracheal wall
• Typically at level of
cricopharyngeus muscle
Soal no 195
• Seorang anak usia 9 tahun datang ke RS dengan keluhan utama tidur
mengorok. Anak tersebut diketahui sering mengalami batuk pilek
sebelumnya. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD
100/90 mmHg, HR 90x/mnt dan RR 22x/mnt. Pada pemeriksaan
mulut didapatkan T2-T2, Kripta melebar, hiperemis. Lokasi komplikasi
tersering yang dapat terjadi pada anak tersebut adalah…
a. Retrofaring
b. Peritonsil
c. Retroaurikuler
d. Parafaring
e. Submandibular

Jawaban: B. Peritonsil
195. Tonsillitis
• Acute tonsillitis:
• Viral: similar with acute rhinitis + sore
throat
• Bacterial: GABHS, pneumococcus, S.
viridan, S. pyogenes.
• Detritus → follicular tonsillitits
• Detritus coalesce → lacunar tonsillitis.
• Sore throat, odinophagia, fever, malaise,
otalgia.
• Th: penicillin or erythromicin

• Chronic tonsillitis
• Persistent sore throat, anorexia, dysphagia, &
pharyngotonsillar erythema
• Lymphoid tissue is replaced by scar 
widened crypt, filled by detritus.
• Foul breath, throat felt dry.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
195. Tonsillitis
• Komplikasi tonsillitis akut:
 Pada anak sering menimbulkan otitis media
akut, sinusitis, abses peritonsil (Quincy
throat), abses parafaring, bonkitis,
glomerulonefritis akut, miokarditis, artritis
serta septikemia.
 Hipertrofi tonsil menyebabkan pasien
bernapas lewat mulut, tidur mendengkur,
gangguan tidur karena obstructive sleep
apnea.

• Komplikasi tonsilitis kronik:


 Komplikasi ke daerah sekitar, berupa rhinitis
kronik, sinusitis atau otitis media secara
perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi
secara hematogen & limfogen:
endokiarditis, artritis, miositis, nefritis,
uveitis, dermatitis, urtikaria.
 Abses peritonsillar, parafaring, retrofaring

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Terapi tonsilofaringitis bakterial
• Antibiotik
• Penisilin G benzatin 50.000 U/kgBB IM dosis tunggal atau amoksisilin 50 mg/kgBB
dosis dibagi 3 kali sehari selama 10 hari (anak) atau pada dewasa 3 x 500 mg selama
6-10 hari
• Eritromisin 4 x 500 mg
• Kortikosteroid
• Dexamethasone 8-16 mg, IM 1 kali; pada anak 0,08-0,3 mg/kgBB IM 1 kali
• Analgetik
• Kumur dengan air hangat atau antiseptik
• Recurrent tonsillitis may be managed with the same antibiotics as acute
GABHS pharyngitis.

Buku Ajar THT | Emedicine


Tonsilektomi

Current diagnosis & treatment in otolaryngology. 2nd ed. McGraw-Hill.


Soal no 196
• Tn. Minsithar Courageous Warrior, datang ke RS dengan keluhan
mimisan yang hilang timbul sejak 30 menit yang lalu. Pasien belum
pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Pasien memiliki
riwayat hipertensi (+) dan DM (+). Pasien sudah mencoba memencet
hidung di rumah tapi perdarahan sulit dihentikan. Pada kasus pasien
di atas, arteri apa yang terkena?
a. A. Etmoidalis posterior dan sphenopalatine
b. A. Sphenoidalis posterior
c. Plexus Kiesselbach
d. Plexus Kiesselbach dan A. Sphenoidalis anterior
e. A. Sphenoidalis anterior

Jawaban: A. Etmoidalis posterior dan sphenopalatina


196. Epistaksis
Penatalaksanaan
• Perbaiki keadaan umum
• Nadi, napas, tekanan darah

• Hentikan perdarahan
• Bersihkan hidung dari darah & bekuan
• Pasang tampon sementara yang telah dibasahi adrenalin 1/5000-
1/10000 atau lidokain 2%
• Setelah 15 menit, lihat sumber perdarahan

• Cari faktor penyebab untuk mencegah rekurensi


• Trauma, infeksi, tumor, kelainan kardiovaskular, kelainan darah,
kelainan kongenital
Epistaksis
• Epistaksis anterior:
• Sumber: pleksus kisselbach plexus atau a. ethmoidalis
anterior
• Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah
dihentikan.
• Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan menekan
pembuluh darah & menghentikan perdarahan.
• Jika sumber perdarahan terlihat  kauter dengan AgNO3, jika
tidak berhenti  tampon anterior 2 x 24 jam.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Epistaksis
• Epistaksis Posterior
• Perdarahan berasal dari
a. ethmoidalis posterior
atau a. sphenopalatina,
sering sulit dihentikan.
• Terjadi pada pasien
dengan hipertensi atau
arteriosklerosis.
• Terapi: tampon
bellocq/posterior selama
2-3 hari.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Soal no 197
• Anak, 7 tahun, mengeluh ada benjolan di belakang telinga kanan.
Awalnya pasien terkena infeksi saluran napas bagian atas dan nyeri
tenggorokan yang membaik dengan obat paracetamol. Pada
pemeriksaan otoskopi di temukan kanalis externa dalam batas
normal, membran timpani perforasi. Benjolan di belakang telinga dan
nyeri. Apa yang mendasari terjadinya kelainan tersebut?
a. Proses inflamasi dari auricular
b. Proses inflamasi dari kanalis acusticus internus
c. Proses inflamasi dari cavum timpani
d. Proses inflamasi dari antrum mastoid
e. Proses inflamasi dari kanalis acusticus eksternus

Jawaban: D. Proses inflamasi dari antrum mastoid


197. Mastoiditis
• Mastoiditis merupakan infeksi yang meluas ke tulang berongga di
belakang telinga. Peradangan terjadi pada mukosa antrum mastoid.
• Mastoid merupakan salah satu komplikasi otitis media akut.
• Etiologi: Streptococcus pneumonia, streptococcus pyogenes,
staphylococcus aureus dan haemophilus influenza.
• Gejala: umumnya pasien mengeluh nyeri tekan mastoid dan
pembengkakan mastoid. Tulang eritem terlihat kemerahan. Gejala
demam juga dan sakit kepala juga akan dikeluhkan pasien.
Mastoiditis
• Diagnosis mastoiditis berdasarkan gejala klinis pasien. Selain itu,
pemeriksaan penunjang dapat dilakukan seperti CT scan atau MRI.
• Pengobatan mastoiditis meliputi pemberian antibitoik empiris
sebelum ada kultur antibiotik (broad spectrum antibiotic seperti
ceftriaxone dapat digunakan).
• Apabila mastoiditis tidak berespon dengan pengobatan, dapat
dipertimbangkan mastoidektomi (pengambilan tulang mastoid).
Radiographic Position of Mastoids

Stenver’s view (Axio-anterior oblique posterior):


Law View (15º lateral oblique): Sagittal plane of Facing the film and head slightly flexed and
the skull is parallel to the film and X-ray beam is rotated to 45 degrees to the opposite of side
projected 15 degrees cephalocaudal. under examination and X-ray beam is angulated 14
degrees caudal
Schuller’s or Rugnstrom view (30º lateral oblique): Similar to Law’s view
but cephalocaudal beam makes an angle of 30 degrees instead of 15
degrees
• Acute mastoiditis: Diffuse haziness or clouding of mastoid air cells,
destruction of intercellular septa (loss of trabecular pattern) & the
lateral sinus plate appears more prominent
• Chronic mastoiditis: Diffuse sclerosis of cellular mastoid and
prominence of periantral triangle
• Cholesteatomas: Cholesteatomas are radiolucent and can only be
diagnosed if they erode bone. An erosion of mastoid antrum is seen as
an area
Sumber : Radiography of The Mastoid Process offrom
available translucency in a sclerotic mastoid.
https://ce4rt.com/positioning/radiography-of-the-mastoid-process
Radiographic Position of Mastoids

Submentovertical view (Full axial): Chin raised and


Towne’s view (30º Fronto-occipital neck hyperextended until orbito-meatal line is
axial): Anteroposterior view with 30 degrees tilt parallel to the film and the beam is projected at
from above and in front right angles to the film from submental area

Transorbital view (Anteroposterior or


Posteroanterior): AP or PA view with orbito-
meatal line perpendicular to the film and the X-
ray beam also perpendicular to the film

Sumber : Radiography of The Mastoid Process available from https://ce4rt.com/positioning/radiography-of-the-mastoid-process


Modalitas X-Ray
Foto Deskripsi
Waters Maxillary, frontal, & ethmoidal sinus
Schedel PA & lateral PA: frontal sinus
Lateral: frontal, sphenoidal, & ethmoidal sinus

Schuller Lateral mastoid


Towne Posterior wall of maxillary sinus
Stenver Os Temporal
Caldwell Frontal sinus,inferior and posterior orbital rim
Rhese/oblique Posterior of ethmoidal sinus, optic canal, & floor of
orbit.
Mastoiditis – Tatalaksana
• Initiated with IV antibiotics directed against the common organisms
S. pneumoniae and H. influenzae.Useful agents are amoxicillin/
clavulanate, ceftriaxone, and cefotaxime or combination
penicillinase-resistant penicillin and aminoglykosida. If a patient is
allergic to penicillin (history of anaphylaxis), clindamycin can be
considered instead.
• If the disease in the mastoid has had a prolonged course, coverage
for S. aureus with gram-negative enteric bacilli may be considered
for initial therapy until results of cultures become available. Add
vancomycin if MRSA suspected or nafcillin/oxacillin if culture is
positive for S. aureus, methicillin susceptible.
• Antibiotics continued until all signs of mastoiditis have resolved
Directed against enteric gram-negative organisms and anaerobes in
chronic mastoiditis
• Indications for mastoidectomy:
1. Failure to improve after 72 hr of therapy
2. Persistent fever
3. Imminent or overt signs of intracranial complications
4. Evidence of a subperiosteal abscess in the mastoid bone
Soal no 198
• Tn. Badang Tribal Warrior, 29 tahun, datang ke RS dengan keluhan
hidung terasa nyeri sejak 1 minggu smrs. Pasien mengaku tidak
mengalami demam dan tanpa nafas berbau. Bekeja sebagai pegawai
bangunan. Pada pemeriksaan didapatkan TD 120/80 mmHg, HR
90x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 36,6 C. Pemeriksaan rhinoskopi
anterior didapatkan krusta 1/3 anterior kavum nasi dan secret
berdarah, tanpa edem mukosa konka dan furunkel. Diagnosis pasien
ini adalah…
a. Rhinitis sicca
b. Rhinittis alergika
c. Rhinitis ozeana
d. Coryza
e. Rhinitis influenza

Jawaban: A. Rhinitis sicca


198. Rhinitis Sicca
• Crust-forming disease
• Seen in patients who work in hot, dry and dusty
surroundings.
• Confined to the anterior third of nose.
• The ciliated columnar epithelium undergoes
squamous metaplasia.
• Atrophy of seromucinous glands (Crusts, epistaxis,
septal perforation).

Treatment :
• Bland ointment or an antibiotic and steroid.
• Nasal douche.
Rhinitis Sicca

Pathogenesis Diagnosis
• Anterior nasal mucosa injury • Nasal septum is dry
• Dust • Mucosal surface is:
• Nose picking Raw, roughened, & granular.
• Extremes of temperature • Crustation ulceration Septal
perforation

7/2/2019 Professor Sameer Bafaqeeh 1514


DIAGNOSIS CLINICAL FINDINGS

Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa edema,
RINITIS ALERGI
basah, pucat atau livid, sekret banyak.

Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu:


RINITIS VASOMOTOR asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa
edema, konka hipertrofi merah gelap.

Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh infeksi
RINITIS HIPERTROFI bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala: hidung
tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak & mukopurulen.

Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa pada


RINITIS ATROFI / pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau, hidung
OZAENA tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media & inferior, sekret
& krusta hijau.

Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor


RINITIS
topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus. Rinoskopi:
MEDIKAMENTOSA
edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang berlebihan.

Rhinitis akut: umumnya disebabkan oleh rhinovirus, sekret srosa, demam, sakit kepala, mukosa
RINITIS AKUT
bengkak dan merah.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Soal no 199
• Tn. Khufra Desert Tyrant, 20 tahun, datang ke RS dengan keluhan
nyeri menelan sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengaku terdapat
demam, nyeri saat membuka mulut, nafas bau dan suara sengau.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan trismus 2 cm, tonsil kanan T2, kiri
T4, uvula edema, terdorong ke kanan. Trismus pada pasien ini
kemungkinan disebabkan oleh…
a. Pembesaran KGB
b. Pembesaran uvula
c. Pembesaran tonsil
d. Iritasi n. kranialis
e. Iritasi m. pterigoid interna

Jawaban: E. Iritasi m. pterygoid interna


199. Abses Peritonsil (Quinsy)
Abses Peritonsilar
Tonsilitis yang tidak diobati dengan adekuat  penyebaran infeksi  pembentukan pus di peritonsil

Gejala dan Tanda


Nyeri hebat + penjalaran ke sisi telinga yang sama (otalgia)
Odinofagia & disfagia  drooling
Iritasi pada m. pterifoid interna  trismus
Uvula bengkak  terdorong kesisi kontralateral

Terapi
Aspirasi jarum  bila pus (-)  selulitis  antibiotik.
Bila pus (+)  abses
Bila pus ada pada aspirasi jarum  disedot sebanyak mungkin
Infiltrat Peritonsil Abses Peritonsil
Waktu (setelah tonsilitis akut) 1-3 hari 4-5 hari
Trismus Biasanya kurang/tidak ada Ada

• Untuk memastikan infiltrate atau abses peritonsil, dilakukan pungsi percobaan di


tempat yang paling bombans (umumnya pada kutub atas tonsil).
 Jika pus (+): abses
 Jika pus (-): infiltrate

Terapi Abses Peritonsil


Stadium Infiltrasi Stadium Abses

• Antibiotika dosis tinggi : • Antibiotik


• Penisilin 600.000-1.200.000 unit DAN metronidazol • Bila telah terbentuk abses, dapat dilakukan needle
3-4 x 250-500 mg aspiration atau insisi drainase.
• Ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 mg • Kemudian dianjurkan operasi tonsilektomi , paling
• Sefalosporin 3-4 x (250-500 mg). baik 2-3 minggu sesudah drainase abses.
• Obat simtomatik .
• Kumur-kumur dengan air hangat dan kompres dingin
pada leher.
Abses Leher Dalam
DIAGNOSIS C L I N I C A L F E AT U R E S

ABSES Odynophagia, otalgia, vomit, foetor ex ore, hypersalivation, hot potato


PERITONSIL voice, & sometimes trismus.

ABSES 1.Trismus, 2. Angle mandible swelling, 3. Medial displacement of lateral


PARAFARING pharyngeal wall.

In children: irritability,neck rigidity, fever,drolling,muffle cry, airway


ABSES
compromise
RETROFARING In adult: fever, sore throat, odynophagia, neck tenderness, dysnea

SUBMANDIBULA Fever, neck pain, swelling below the mandible or tongue. Trismus often
R ABSCESS found. If spreading fast  bilateral, cellulitis  ludwig angina

Swelling bilaterally, hypersalivation, airway obstrution caused by


LUDWIG/LUDOVI
retracted tongue, odynophagia, trismus, no purulence (no time to
CI ANGINA
develop)
1) Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Cummings otolaryngology. 4th ed. Mosby; 2005.
Abses Leher Dalam
ABSES ABSES ABSES ABSES ANGINA
PERITONSIL RETROFARING PARAFARING SUBMANDIBULA LUDOVICI

ISPA, Selulitis ec
Komplikasi Penjalaran
ETIOLOGI limfadenitis Penjalaran infeksi penjalaran
tonsilitis infeksi
retrofaring infeksi

Odinofagia, Trismus, Nyeri, dasar


otalgia, Nyeri, disfagia, Trismus, pembengkakan mulut
GEJALA DAN regurgitasi, demam, leher indurasi bawah membengkak
TANDA foetor ex ore, kaku, sesak sekitar angulus mandibula/ mendorong
hipersalivasi, napas, stridor mandibula bawah lidah, lidah
trismus fluktuasi kebelakang

Paltum mole Dinding Riwayat sakit


bengkak, uvula belakang faring gigi, mengorek
PEMERIKSAAN rontgen rontgen
terdorong, ada benjolan atau mencabut
detritus unilateral gigi

Antibiotik, obat AB parenteral


AB parenteral AB parenteral AB parenteral
kumur, pungsi, dosis tinggi,
TERAPI dosis tinggi, dosis tinggi, dosis tinggi, insisi
insisi, insisi
insisi abses insisi
tonsilektomi
Abses Leher Dalam

Peritonsillar abscess Parapharyngeal abscess

Retropharyngeal abscess Submandibular abscess


Soal no 200
• Ny. Mavish, 26 tahun, datang ke klinik dengan keluhan bintil-bintil
merah di pipi yang menjalar ke telinga kiri. Pasien mempunyai riwayat
cacar saat usia 12 tahun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesikel
multiple dengan dasar eritem pada aurikula yang menyebar hingga ke
meatus akustikus eksternus. Komplikasi yang dapat terjadi pada
pasien ini adalah...
a. Ensefalitis
b. Mastoiditis
c. Syndrom Ramsay Hunt
d. Tuli konduktif
e. Labirinits

Jawaban: C. Syndrom ramsay hunt


200. Herpes Zoster Otikus
• Etiologi
Reaktivasi infeksi virus varicella zoster pada telinga dalam, telinga tengah atau
telinga luar.
• Manifestasi klinis
Otalgia berat
Erupsi vesikular pada kanalis eksternus dan pinna
• Komplikasi
 Ramsay Hunt syndrome
Ramsay Hunt Syndrome
• Definisi
 Infeksi virus herpes terlokalisasi yg melibatkan
nervus 7 dan ganglia genikulatum sehingga
menyebabkan hilangnya pendengaran, vertigo
dan paralisis nervus fasialis.
• Manifestasi klinis
Adanya vesikel pada
 Pinna
 Canalis auditorius eksternus
 Distribusi nervus fasialis
 Paralisis wajah pd sisi yg terkena
 Gejala auditori dpt berupa tinnitus, tuli, vertigo dan
nystagmus.
Ramsay Hunt Syndrome
Tatalaksana akut Tatalaksana Kronis
 Acyclovir (800 mg PO five times qd  Duloxetine and amitriptyline are
for 10 days), famciclovir (500 mg effective in postherpetic pain.
tid for 7 days), or
 Other agents for postherpetic
 valacyclovir (1 g q8h for 7 days) pain include gabapentin and
may hasten pregabalin.
 healing.  Narcotic analgesics may
 Use of prednisone (60 mg PO qd occasionally be necessary.
for 7 days or on a tapering
regimen, 40 mg PO for 2 days, 30
mg for 7 days, followed by tapering
course) is recommended by some
authors but its use remains
controversial.
 Analgesics should be used as
indicated.

Anda mungkin juga menyukai