YUSUF
DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA
OFFICE ADDRESS:
Jakarta Medan
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007 Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872 Sari, Kec. Medan Selayang 2013
WA. 081380385694/081314412212 WA/Line 082122727364
w w w. o p t i m a p re p . co . i d
ILMU
PENYAKIT
DALAM
Soal no 1
Seorang pria usia 28 tahun datang dengan
keluhan batuk berdahak, keringat dingin dan
penurunan BB sejak 1 bulan yang lalu. Pasien
memiliki riwayat mengonsumsi obat TB 2 tahun
yang lalu selama 6 bulan dan sudah dinyatakan
sembuh. Pasien tinggal sendiri di rumah
kontrakan sehingga tidak ada yang menemani
berobat. Saat ini, dilakukan pemeriksaan ulang
BTA hasil positif dua kali. Terapi OAT yang
diberikan adalah sesuai kondisi pasien adalah…
a. Kategori I
b. Kategori II
c. Kategori III
d. Kategori IV
e. Kategori V
Jawaban: B. kategori II
1. Pembagian kasus TB
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif
atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif /
perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan
beberapa kemungkinan :
Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini
berikan dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.
Infeksi jamur
TB paru kambuh
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya
selesai.
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu
bulan sebelum akhir pengobatan)
Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran
radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan
ke-2 pengobatan
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan
pengawasan yang baik
Tuberkulosis
OAT kategori-1: 2(HRZE) / 4(HR)3
• Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
• Pasien TB paru terdiagnosis klinis
• Pasien TB ekstra paru
Jawaban: B. 2RHZE/4R3H3
2. Tuberkulosis
Soal no 3
Laki-laki usia 56 tahun datang dengan keluhan sesak
nafas yang memberat dalam 1 hari ini. Sesak diperberat
dengan aktivitas dan sesak sering kambuh sejak anak-
anak disangkal. Sesak disertai batuk berdahak
berwarna kuning kehjauan. Batuk sudah pernah dialami
dalam 6 bulan yang lalu namun tidak mengganggu
aktivitas. Pasien merupakan seorang perokok selama 20
tahun ini, 15 batang/hari. Tekanan darah 110/70
mmHg, HR 88 x/menit, RR 28 x/menit, suhu 36 0C. pada
pemeriksaan fisik dijumpai wheezing, pada foto thoraks
PA dijumpai hiperareasi paru. Apa diagnosis pasien ini?
a. PPOK eksaserbasi akut
b. Pneumonia komunitas
c. Asma eksaserbasi akut
d. Bronkiektasis
e. Gagal jantung kongestif
• Gejala eksaserbasi :
– Sesak bertambah
– Produksi sputum meningkat
– Perubahan warna sputum
Jawaban: A. atenolol
6. Hipoglikemia
• Respons akut hipoglikemia dimediasi oleh
glukagon & epinefrin untuk menaikkan
glukosa darah.
• Manifestasi klinis:
– Nyeri pinggang
– Kolik abdomen
– Oliguria
– Hematuria
• Terapi:
– Hidrasi agresif untuk meningkatkan aliran urine
– Alkalinisasi (biknat) untuk melarutkan kristal asam jengkolat
7. Intoksikasi Asam Jengkolat
Jawaban: B. sulfonilurea
8. Hipoglikemia pada DM
• Hipoglikemia iatrogenik adalah yang paling sering
terjadi.
Hypoglycemia in diabetes: Common, often unrecognized. Cleveland clinical journal of medicine. Vol 71. 4 April 2004.
8. Hipoglikemia pada DM
PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia. 2006.
8. Hipoglikemia pada DM
• Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar
glukosa darah <70 mg/dL.
• Derajat hipoglikemia:
– Hipoglikemia berat: pasien butuh orang lain untuk
mendapat asupan karbohidrat, glukagon, atau resusitasi
lainnya.
– Hipoglikemia simtomatik: GDS <70 mg/dL, gejala (+)
– Hipoglikemia asimtomatik: GDS <70 mg/dL, gejala (-)
– Hipoglikemia relatif: GDS >70 mg/dL, gejala (+)
– Probable hipoglikemia: gejala hipoglikemia tanpa periksa
GDS.
Jawaban: B. ciprofloksasin
9. Pielonefritis
• Pielonefritis ringan:
– Demam ringan dengan/tanpa nyeri CVA.
• Pielonefritis berat:
– Demam tinggi,
– rigors,
– Mual, muntah,
– Nyeri pinggang.
• Untuk pasien dengan respons yang cepat (demam & gejala hilang di awal
terapi), terapi dapat dibatasi selama 7-10 hari.
• Pada laki-laki muda (< 35 tahun), sebaiknya fluoroquinolone diteruskan
hingga 14 hari. Karena risiko aktivitas seksual lebih aktif.
• Pada beberapa penelitian pemberian golongan β-lactam kurang dari 14 hari
berkaitan dengan angka kegagalan yang tinggi.
• Satu penelitian menunjukkan keunggulan siprofloksasin selama 7 hari
dibandingkan TMP-SMX selama 14 hari.
Comprehensive cllinicall nephrology. 5th ed. 2015
Severe Uncomplicated Pyelonephritis
• Terapi antibiotic IV dahulu, setelah perbaikan dapat diganti antibiotic
oral hingga total pengobatan selama 1-2 minggu
Complicated Pyelonephritis
Jawaban: D. Pirazinamid
10. Tuberkulosis
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
Soal no 12
Seorang laki-laki, 27 tahun, pengguna narkoba datang
ke IGD RS dengan keluhan demam tinggi selama 5
hari. Keluhan disertai cepat lelah, batuk, dan nyeri
dada saat beristirahat. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 100
x/menit, suhu 38,5 oC. Murmur jantung (+). Pada
telapak tangan dan kaki terdapat bintik-bintik merah
keunguan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
Hb 13,1 g/dL, leukosit 19.200/uL, trombosit
233.000/uL. Kultur darah Staphylococcus sp. (+).
Ekokardiogram didapatkan vegetasi 1,5 cm pada katup
mitral. Diagnosis apakah yang tepat pada pasien ini?
a. Penyakit jantung rematik
b. Endokarditis bacterial
c. Miokarditis bacterial
d. Perikarditis bacterial
e. Pankarditis bakterial
Jawaban: D. Adrenalin 1 mg
13-15 Algoritma
Cardiac Arrest
ACLS 2015
13-14. Henti Jantung
• Ventricular fibrillation
– Chaotic irregular deflections of varying amplitude
– No identifiable P waves, QRS complexes, or T waves
– Rate 150 to 500 per minute
– Amplitude decreases with duration (coarse VF fine VF)
Coarse VF Fine VF
Soal no 15
Seorang pasien laki-laki usia 65 tahun datang ke
IGD dibawa keluarganya karena tidak sadarkan
diri. Sebelum tidak sadar, pasien mengeluh nyeri
dada. Pada pemeriksaan didapatkan tekanan
darah tidak terukur, nadi tidak teraba, dan
pernafasan sedikit-sedikit. Pada EKG didapati
gambaran ventrikel fibrilasi. Apakah tatalaksana
yang tepat untuk pasien ini…
a. Defibrilasi unsynchronized
b. Defibrilasi synchronized
c. Kardioversi unsynchronized
d. Kardioversi synchronized
e. Tidak perlu dilakukan DC Shock
https://acls-algorithms.com/synchronized-and-unsynchronized-cardioversion/
http://emedicine.medscape.com/article/1834044-overview
Soal no 16
Seorang pasien laki-laki usia 50 tahun datang
dengan keluhan perut kembung sejak 3 hari
yang lalu. Riwayat sakit lambung sejak 5 tahun
yang lalu. Rutin minum antasida dan ranitidin.
Pada pemeriksaan fisik tidak terdapat kelainan.
Pada pemeriksaan endoskopi ditemukan ulkus
pada mukosa gaster. Urea breath test (+). Terapi
yang diberikan adalah…
a. Amoksisilin, clindamisin, omeprazole
b. Amosisilin, klaritromisin, ranitidine
c. Amoksisilin, klaritromisin, omeprazole
d. Eritromisin, metronidazole, omeprazole
e. Amoksisilin, omeprazol, ranitidine
• Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa gejala
berikut yaitu:
– nyeri epigastrium,
– rasa terbakar di epigastrium,
– rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna
atas, mual, muntah, dan sendawa.
• Krisis hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak, sistol
≥180 mmHg dan/atau diastol ≥120 mmHg, pada penderita hipertensi.
– Hipertensi emergensi: disertai kerusakan organ target yang progresif. TD harus diturunkan
dalam kurun menit/jam.
– Hipertensi urgensi: tidak disertai kerusakan organ target. TD harus diturunkan dalam 24-48
jam.
Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed. 2015.
Ringkasan eksekutif krisis hipertensi. Perhimpunan hipertensi indonesia.
17. Hipertensi
• Hipertensi
esensial/primer/idiopatik:
– etiologi multifaktorial
(interaksi gen &
lingkungan)
• Hipertensi sekunder:
– disebabkan penyakit lain.
– Dipikirkan jika onset <20
atau >50 tahun, hipertensi
berat, sulit terkontrol.
Jawaban: A. nitrat
Angina Pektoris Stabil
• Nyeri dada muncul saat aktivitas, stres emosional
• Nyeri dada hilang dengan istirahat atau nitrogliserin
• Nyeri dada muncul <20 menit.
• Disebabkan oleh obstruksi pada arterikoroner
epikardial akibat aterosklerosis.
• Diagnosis
– Stress test
– Angiografi dan revaskularisasi koroner
• Jika angina mengganggu aktivitas pasien walaupun dengan terapi
yang maksimal.
• Pasien dengan risiko tinggi.
Tatalaksana
• Aspilet 1x80-160mg
• Simvastatin1x20-40 mg atau Atorvastatin 1x 20-
40 mg atau Rosuvastatin1x10-20mg
• Betabloker:
– Bisoprolol 1x5-10 mg/ Carvedilol 2x25 mg/
– Atau Metoprolol 2x50mg,
– Ivabradine 2x5mg jika pasien intoleran dengan beta
bloker
• Isosorbid dinitrat 3x 5-20mg atau Isosorbid
mononitrat 2x 20mg
Terapi Antiangina
• There are three classes of antiischemic drugs commonly used in the
management of angina pectoris: beta blockers, calcium channel
blockers, and nitrates.
• Often, a combination of these agents is used for control of symptoms.
• Beta blockers — 2012 American College of Cardiology
Foundation/American Heart Association/American College of
Physicians/American Association for Thoracic Surgery/Preventive
Cardiovascular Nurses Association/Society for Cardiovascular
Angiography and Interventions/Society of Thoracic Surgeons guideline
for the diagnosis and management of patients with stable ischemic
heart disease (SIHD) recommends beta blockers as first line
therapy to reduce anginal episodes and improve exercise tolerance.
• Calcium channel blockers — In general, calcium channel blockers are
used in combination with beta blockers when initial treatment with
beta blockers is not successful or as a substitute for a beta blocker
when beta blockers are contraindicated or cause side effects.
Penggunaan Nitrogliserin pada ACS
• Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien
dengan nyeri dada yang masih berlangsung saat tiba di
ruang gawat darurat (Kelas I-C).
• Jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali
pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai
maksimal tiga kali.
• Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang
tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG
sublingual (kelas I-C).
• Dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat
(ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti.
Soal no 20
Seorang laki-laki usia 55 tahun datang ke
poliklinik dengan keluhan utama nyeri dada,
pasien mempunyai riwayat darah tinggi sejak 10
tahun yang lalu tetapi tidak kontrol. Satu tahun
yang lalu pasien menjalani angioplasti koroner.
Pasien sering mengeluhkan dada terasa tidak
nyaman terutama setelah melakukan aktifitas
berlebih. Pada pemeriksaan fisik TD 150/90
mmHg, HR 82 x/menit. Apa terapi hipertensi
yang tepat diberikan pada pasien ini?
a. Captopril
b. Nifedipine
c. Propranolol
d. Diuretik thiazide
e. Losartan
Jawaban: C. propranolol
20. Hipertensi
The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
20. Hipertensi
The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
Hipertensi
“Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure”
Soal no 21
Seorang laki-laki, tua, mengeluh sesak yang
bertambah berat sejak 3 hari terakhir. Sesak
sudah dirasakan sejak lama. Pasien seorang
perokok berat. Dari pemeriksaan rontgen
didapatkan jantung pendulum, hiperinflasi paru,
tampak hingga iga 8. Tekanan darah pasien
150/95 mmHg. Apa obat antihipertensi yang
tidak boleh diberikan pada pasien ini?
a. Candesartan
b. Propranolol
c. Spironolakton
d. Furosemid
e. HCT
Jawaban: B. propranolol
21. Hipertensi
21. Hipertensi
Soal no 22
Pasien laki-laki datang dengan keluhan
penurunan berat badan sejak 3 bulan terakhir,
banyak makan dan banyak minum. Pasien juga
mengeluh sering buang air kecil dan kerap
terbangun malam hari karena ingin buang air
kecil. Oleh dokter pasien didiagnosa DM dan
diberi obat metformin. Bagaimanakah cara kerja
obat tersebut?
a. Meningkatkan sekresi insulin
b. Menurunkan sekresi insulin.
c. Meningkatkan resistensi insulin
d. Menurunkan resistensi insulin
e. Menghambat pemecahan karbohidrat di usus
TZD
Glucose undergoes oxidative metabolism in the β cell to yield ATP. ATP inhibits an
inward rectifying K+ channel receptor on the β-cell surface. Inhibition of this receptor
leads to membrane depolarization, influx of Ca [2]+ ions, and release of stored insulin
from β cells. The sulfonylurea class of oral hypoglycemic agents bind to the SUR1
receptor protein.
KELAS O B AT CARA KERJA KEUNTUNGAN KERUGIAN
Efek samping
Menekan produksi
gastrointestinal, risiko
glukosa hati, Tidak menyebabkan
asidosis laktat, defisiensi
Biguanide Metformin menambah hipoglikemia, menurunkan
B12, kontraindikasi pada
sensitivitas kejadian CVD
CKD, asidosis, hipoksia,
terhadap insulin
dehidrasi
Glibenclamide,
Efek hipoglikemik kuat,
gliclazide, Meningkatkan Risiko hipoglikemia, berat
Sulfonilurea menurunkan komplikasi
glipizide, sekresi insulin badan naik
mikrovaskuler
glimepiride
Meningkatkan Menurunkan glukosa Risiko hipoglikemia, berat
Metiglinides Repaglinide
sekresi insulin postprandial badan naik
Tidak menyebabkan
Berat badan naik, edema,
Menambah hipoglikemia,
Thialozidi gagal jantung, risiko
Pioglitazone sensitivitas meningkatkan HDL,
nedione fraktur meningkat pada
terhadap insulin menurunkan trigliserida,
wanita menopause
menurunkan kejadian CVD
Efektivitas penurunan
Tidak menyebabkan
Penghambat HbA1C sedang, efek
Menghambat hipoglikemia, menurunkan
alfa Acarbose samping gastrointestinal,
absorpsi glukosa gula darah postprandial,
glukosidase penyesuaian dosis harus
menurunkan kejadian CVD
sering dilakukan
Kelas Obat Cara Kerja Keuntungan Kerugian
Angioedema, urtica,
Meningkatkan efek dermatologis lain
Penghamb Sitagliptin, vildagliptin, sekresi insulin, Tidak menyebabkan dimediasi imun,
at DPP-4 saxagliptin, linagliptin menghambat sekresi hipoglikemia, toleransi baik pankreatitis akut,
glukagon hospitalisasi akibat
gagal jantung
Infeksi urogenital,
Menghambat Tidak menyebabkan
Dapaglifozin, poliuria,
Penghamb penyerapan kembali hipoglikemia, BB turun, TD
canaglifozin, hipovolemi/hipotensi,
at SGLT-2 glukosa di tubulus turun, efektif untuk semua
empaglifozin pusing, LDL naik,
distal ginjal fase DM
kreatinin naik
Efek samping GI,
Liraglutide, exanatide, Meningkatkan Tidak menyebabkan
Agonis meningkatkan heart
albiglutide, sekresi insulin, hipoglikemia, menurunkan
reseptor rate, hiperplasia c-cell,
lixisenatide, menghambat sekresi GDPP, menurunkan
GLP-1 pankreatitis akut,
dulaglutide glukagon beberapa risiko CV
bentuk injeksi
Rapid acting (lispro,
aspart, glulisine)
Short acting (human
Menekan produksi Hipoglikemia, BB naik,
reguler) Respon universal, efektif
gluksoa hati, efek mitogenik?,
Intermediate acting menurunkan GD,
Insulin stimulasi sediaan injeksi, Tidak
(human NPH) menurunkan komplikasi
pemanfaatan nyaman, perlu
Basal insulin analogs mikrovaskuler
glukosa pelatihan pasien
(glagine, detemir,
degludec)
Premixed
22. Diabetes Melitus
• Cara Pemberian obat antidiabetik oral, terdiri dari:
– Obat dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara
bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat
diberikan sampai dosis optimal
– Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan
– Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
– Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
– Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan
suapan pertama
– Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
– DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau
sebelum makan.
PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia. 2006.
Soal no 23
Seorang permpuan usia 35 tahun datang ke
poliklinik dengan keluhan BAB keras yang
dialami selama 4 bulan. Keluhan disertai nyeri
perut dan nyeri berkurang apabila pasien BAB.
Keluhan juga memberat ketika pasien stres
menghadapi beban kerja. Vital sign,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lain dalam
batas normal. Apakah diagnosis yang paling
mungkin pada kasus ini?
a. Chron’s disease
b. Colitis ulcerative
c. Colorectal malignancy
d. IBS
e. DIvertikulitis
Jawaban: D. IBS
23. IBS
• Irritable Bowel Syndrome (IBS)
– kelainan fungsional usus kronik berulang dengan
nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdomen yang
berkaitan dengan defekasi atau perubahan
kebiasaan buang air besar setidaknya selama 3
bulan.
• Rasa kembung, distensi, dan gangguan
defekasi merupakan ciri-ciri umum dari IBS.
• Tidak ada bukti kelainan organik.
Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013
IBS
Menurut kriteria Roma III, IBS dibagi menjadi 3 subkelas yaitu:
– IBS dengan diare (IBD-D):
• Feses lembek/cair ≥25% waktu dan feses padat/bergumpal <25% waktu
• Ditemukan pada sepertiga kasus
• Lebih umum ditemui pada laki-laki
– IBS dengan konstipasi (IBS-C):
• Feses padat/bergumpal ≥25% waktu dan feses lembek/cair <25% waktu
• Ditemukan pada sepertiga kasus
• Lebih umum ditemui pada wanita
– IBS dengan campuran kebiasaan buang air besar atau pola
siklik (IBS-M)
• Feses padat/bergumpal dan lembek/cair ≥25% waktu
• Ditemukan pada sepertiga kasus
– Catatan : yang dimaksud dengan 25% waktu adalah 3 minggu
dalam 3 bulan.
Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013
IBS
Kriteria diagnostik
• Nyeri abdomen atau rasa tidak nyaman berulang
selama 3 hari dalam sebulan pada 3 bulan
terakhir dengan 2 atau lebih gejala berikut
– Perbaikan dengan defekasi
– Onset terkait dengan perubahan frekuensi BAB
– Onset terkait dengan perubahan bentuk dan tampilan
feses
• Kriteria diagnostik terpenuhi selama 3 bulan
terakhir dengan onset gejala setidaknya 6 bulan.
Since stool becomes more formed as it passes into the transverse &
descending colon, tumors of the left colon tend to impede the passage
of stool, resulting in the development of abdominal cramping,
occasional obstruction, & even perforation.
Diverticulosis Uncomplicated Diverticular Disease—75% : abdominal pain, fever,
leukocytosis, anorexia, obstipation.
Complicated Diverticular Disease—25%: abscess, perforation, stricture,
fistula.
Polyp Mostly asymptomatic, some can cause bleeding.
Soal no 24
Pria, usia 27 tahun, datang ke Puskesmas di kaki
gunung karena sesak nafas, sebelumnya pasien
melakukan perjalanan naik gunung dengan
ketinggian 5500 m bersama dengan rombongan
pendaki lain. Sebelum pendakian ini biasanya
pasien tinggal di pinggir pantai. Proses yang
menjadi penyebab terjadinya keluhan pasien ini
adalah...
a. Penurunan PO2 dalam arteri
b. Penurunan PCO2 dalam arteri
c. Penurunan pH
d. Penurunan frekuensi pernapasan
e. Penurunan HCO3
http://pharmaceuticalintelligence.com/tag/acute-high-altitude-sickness/
24. Acute Mountain Sickness
High altitude pulmonary edema
• In the setting of a recent gain in altitude, the presence of
the following:
– Symptoms: at least two of:
- dyspnea at rest
- cough
- weakness or decreased exercise performance
- chest tightness or congestion
Jawaban: B. SLE
25. SLE
25. SLE
• Klasi•
fikasi ini terdiri dari 11 kriteria dimana diagnosis harus memenuhi 4 dari 11 kriteria
tersebut yang terjadi secara bersamaan atau dengan tenggang waktu.
25. SLE
• Bila terdapat 4/lebih kriteria di atas, diagnosis SLE memiliki
sensitivitas 85% dan spesifisitas 95%
Inflamasi - + + +
Temuan Sendi Bouchard’s nodes Ulnar dev, Swan Kristal urat En bloc spine
Heberden’s nodes neck, Boutonniere enthesopathy
Perubahan Osteofit Osteopenia erosi Erosi
tulang erosi ankilosis
• A Comprehensive Immunization Strategy to Eliminate Transmission of Hepatitis B Virus Infection in the United
States Recommendations of the Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) Part II: Immunization of
Adults
Soal no 28
Seorang pasien laki-laki, 50 tahun, datang dengan
keluhan sesak yang semakin memberat sejak 3 hari
yang lalu, dan tekanan darah yang semakin tidak
terkontrol. Riwayat DM sejak 10 tahun yang lalu. TD
160/110 x/menit, nafas 28 x/menit, nadi 96
x/menit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan, distensi
vena jugular, edem pretibial (+), asites minimal,
rhonki basah halus di kedua basal paru, S3 gallop,
kardiomegali (+). Pada pemeriksaan lab didapatkan
hasil Hb 6,9 g/dL, MCV normal, MCH normal. Apa
diagnosis pasien ini?
a. Diabetes melitus
b. Edema paru
c. Gagal jantung kanan
d. Hipertensi derajat II
e. Anemia defisiensi besi
Jawaban: B. furosemide
29. Edema Paru Akut
Soal no 30
Tn Udung, 35 tahun, seorang pasien TB paru
baru mulai mengonsumsi OAT kategori I selama
dua minggu, pasien merasa mual, badan tidak
enak, kemudian badan terlihat kuning. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik, tidak
didapatkan kelainan lainnya pada pemeriksaan
fisik. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan hasil SGOT dan SGPT meningkat. Apa
yang harus dilakukan?
a. Melanjutkan OAT
b. Melanjukan OAT dan konsumsi
hepatoprotektor
c. Menghentikan OAT sementara
d. Menghentikan Z
e. Menghentikan INH
Jawaban: A. antiemetik
32. Hepatitis A
32. Hepatitis A
• Treatment generally involves supportive care, with
specific complications treated as appropriate.
– Initial therapy often consists of bed rest.
– Nausea and vomiting are treated with antiemetics.
– Dehydration may be managed with hospital admission and
intravenous (IV) fluids.
– In most instances, hospitalization is unnecessary.
– The majority of children have minimal symptoms; adults
are more likely to require more intensive care, including
hospitalization.
– Acetaminophen may be cautiously administered but is
strictly limited to a maximum dose of 3-4 g/day in adults.
http://emedicine.medscape.com/article/177484-treatment#d9
Soal no 33
Seorang laki-laki, 20 tahun, datang dengan
keluhan sesak napas. Tiga hari yang lalu pasien
batuk berdahak dan demam tidak terlalu tinggi.
Sebelumnya pasien memang sering sesak
terutama malam hari namun sembuh sendiri
tanpa diobati. Riwayat alergi makanan (+),
namun riwayat atopi di keluarga (-). Saat
serangan pasien dalam posisi duduk bertumpu
tangan, bicara 1-2 kata. Pemeriksaan fisik otot
bantu napas (+), retraksi (+). Hasil spirometri
akan didapatkan...
a. Reversibilitas APE atau VEP1 >10%
b. Reversibilitas APE atau VEP1 > 15%
c. Reversibilitas APE atau VEP1 >20 %
d. Reversibilitas APE atau VEP1 > 25%
e. Reversibilitas APE atau VEP1 > 30%
• Tanda klinis: sesak napas, mengi, & hiperinflasi. Serangan berat: sianosis,
gelisah, sukar bicara, takikardi, penggunaan otot bantu napas.
• Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa gejala
berikut yaitu:
– nyeri epigastrium,
– rasa terbakar di epigastrium,
– rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna
atas, mual, muntah, dan sendawa.
Ya Tidak
Soal no 37
Pasien usia 65 tahun datang dengan penurunan
kesadaran setelah minum obat. Menurut
keluarga, Pasien menderita DM dan rutin minum
obat namun tidak rutin kontrol ke dokter. Akhir-
akhir ini nafsu makan pasien berkurang. Saat
pasien tiba di RS dilakukan pemeriksaan
laboratorium didapatkan hasil Gula darah
sewaktu saat ini 45 mg/dL. Terapi apa yang akan
diberikan?
a. Bolus dextrose 40% 50 cc
b. Bolus dextrose 10% 50 cc
c. Bolus dextrose 40% 25 cc
d. Bolus dextrose 10% 25 cc
e. Pemberian insulin
• Derajat hipoglikemia:
– Hipoglikemia berat: pasien butuh orang lain untuk
mendapat asupan karbohidrat, glukagon, atau resusitasi
lainnya.
– Hipoglikemia simtomatik: GDS <70 mg/dL, gejala (+)
– Hipoglikemia asimtomatik: GDS <70 mg/dL, gejala (-)
– Hipoglikemia relatif: GDS >70 mg/dL, gejala (+)
– Probable hipoglikemia: gejala hipoglikemia tanpa periksa
GDS.
Hipotiroidisme
Tatalaksana
• Pemberian yodium pada individu dengan defisiensi yodium.
• Terapi pembedahan diperlukan untuk ukuran gondok yang besar dengan
tirnbul gejala akibat penekanan kelenjar tiroid pada organ dibelakangnya
atau/dengan nodul tiroid otonom.
Pencegahan
• Pemberian garam beryodium atau minyak beryodium
Pemeriksaan Untuk Goiter Endemik
• The kidneys excrete approximately 90% of ingested iodine. When evaluated at a population
level, urinary iodine concentration (UIC) from spot samples has been shown to be a reliable
biomarker of recent iodine intake for the population as a whole.
• UIC is not a reliable measure for assessing the iodine status of an individual because of very
high variation in daily dietary iodine intake. It has been estimated that 10 UIC measurements
from spot samples or 24-hour collections are required to establish an individual’s iodine
status with 20% accuracy. [21]
• The 24-hour radioactive iodine uptake value is increased substantially in the presence of
iodine deficiency disorder because of increased TSH stimulation and reduction in the
nonisotopic iodine pool. Therefore, thyroid uptake values in iodine-sufficient areas, such as
the United States, are significantly lower than in areas with iodine deficiency, as in many
regions of Europe.
• Thyroid size estimated on ultrasonograms has been shown to reflect the iodine sufficiency of
a population. When goiter appears in more than 5% of a regional population, iodine
deficiency should be considered.
https://emedicine.medscape.com/article/122714-workup#c2
Soal no 40
Wanita, 48 tahun, datang dengan keluhan kulit
berwarna kehitaman pada daerah tengkuk, ketiak,
dan lipat paha. Pasien memiliki riwayat DM dan
darah tinggi. Pada saat kontrol terakhir
pemeriksaan menunjukkan kesadaran pasien
compos mentis, tekanan darah 140/90 mmHg,
frekuensi napas 20 x/menit, nadi 80 x/menit, suhu
36,5 oC. Berat badan 70 kg tinggi badan 160 cm
lingkar perut 102 cm. GDS 230, HDL 45, LDL 220,
trigliserid 340 mg/dL. Yang menyebabkan keluhan
pasien di atas adalah...
a. Metabolic syndrome
b. Dyslipidemia
c. DM tipe 2
d. Obesitas
e. Infeksi
Jawaban: C. DM tipe 2
40. Akantosis Nigrikans
Human Physiology.
Komplikasi Tiroidektomi
41. Metabolisme Kalsium
41. Metabolisme Kalsium
Soal no 42
Seorang perempuan berusia 68 tahun datang ke
dokter praktek umum dengan keluhan nyeri
lutut kiri sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan
dirasakan hilang timbul sejak 3 tahun terakhir
terutama jika dipakai beraktivitas. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 78 kg,
tinggi badan 156 cm dan didapatkan krepitasi
pada pemeriksaan lutut kiri pasien. Apakah
pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosis pada pasien ini?
a. Foto genu AP dan lateral sinistra
b. Analisa cairan sendi genu
c. Kadar kolesterol
d. Kadar asam urat
e. USG genu sinistra
Kondrosit
Penipisan kartilago
Sklerosis subkondral/eburnation
• Definisi
Terjadi saat lepasnya trombus menuju pembuluh
darah paru aliran darah distal dari trombus
terhambat
• Manifestasi klinis
nyeri dada pleuritik, sesak dan hipoksia yg terjadi
tiba-tiba.
43. Pulmonary Disease
• The classic presentation of pulmonary embolism is the abrupt onset of:
– pleuritic chest pain,
– shortness of breath, and
– Hypoxia
• Gex G, et al (2012):
– A pulmonary embolism (PE) is thought to be associated with atrial fibrillation
(AF). Nevertheless, this association is based on weak data. When PE suspicion
is based on new-onset dyspnea, AF significantly decreases the probability of
PE, as AF may mimic its clinical presentation. However, in patients with chest
pain alone, AF tends to increase PE probability.
Jawaban: C. Kloramfenikol
45. Seorang perempuan berumur 16 tahun datang
ke poliklinik dengan keluhan demam sejak 5 hari
yang lalu. Demam terjadi terutama sore sampai
malam hari, dan turun pada pagi hari. Pasien juga
mengeluhkan kepala pusing, nafsu makan
berkurang, mual, muntah dan sukar buang air
besar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan
darah 120/80 mmHg, suhu 39 0C, frekuensi nadi
78 x/menit, dan nyeri tekan epigastrium. Apakah
pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis pasti pasien ini?
a. Uji Tubex
b. Darah rutin
c. Uji typhidot
d. Uji widal aglutinin O dan H
e. Kultur darah di media cair empedu
Tubex TF
• Deteksi IgM anti lipopolisakarida O9 dari Salmonella serogroup D (salah satunya
S. typhi).
• Positif setelah hari ke 3-4.
A Comparative Study of Typhidot and Widal Test in Patients of Typhoid Fever. JIACM 2004; 5(3): 244-6.
Pilihan Antibiotik Untuk Demam Tifoid
(WHO 2011)
Resistensi Antibiotik
• Multidrug resistance
– Multidrug-resistant (MDR) strains (ie, those resistant to ampicillin, trimethoprim-
sulfamethoxazole, and chloramphenicol) are prevalent worldwide.
• MDR strains of S. Typhi and S. Paratyphi have caused numerous outbreaks in
endemic regions, including South and Southeast Asia, China, and Africa.
• Because of this, ampicillin, trimethoprim-sulfamethoxazole, and
chloramphenicol are no longer used as first-line agents for treatment of enteric
fever.
• In many parts of South Asia, the majority of S. Typhi isolated among clinical
cases is nonsusceptible to fluoroquinolones.
• Increasing rates of full resistance to fluoroquinolones have also been reported;
– in some cases, these resistant isolates have been classified as a subclass of the
MDR H58 typhoid strain that had widely disseminated throughout Asia and some
African countries .
• Most S. Typhi and S. Paratyphi isolates remain susceptible to azithromycin
and ceftriaxone, although resistant isolates have been reported.
Edward T Ryan, MD, DTMH, Jason Andrews, MD. Treatment and prevention of enteric (typhoid and paratyphoid) fever
44. Demam Tifoid
• Gejala & tanda demam tifoid:
– Step ladder fever, lidah kotor, hepatomegali
• Tatalaksana
– Kloramfenikol, DOC di Indonesia (Buku ajar IPD), 4x500
mg/hari sd 7 hari bebas demam.
– Kotrimoksazol 2x480 mg selama 2 minggu, efektivitas hampir
sama dengan kloramfenikol.
– Ampisilin & amoksisilin, 50-150 mg/kgBB, selama 2 minggu,
kemampuan menurunkan demam lebih rendah dari
kloramfenikol.
– Ceftriakson, 3-4 g dalam 100 mL dekstrosa, infus dalam ½ jam,
1x/hari, selama 3-5 hari.
– Siprofloksasin 2x500 mg/hari selama 6 hari.
ILMU BEDAH
Soal no 46
Tn. Brahmana Panditopati Suryakelana, 40
tahun, datang dengan keluhan tidak bisa
menelan dan muntah bila memakan makanan.
Pada pemeriksaan fisik, tidak didapatkan
kelainan. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan gambaran penyempitan di distal
esofagus, pelebaran di proksimal esofagus
(Bird’s beak appearance). Diagnosis yang paling
mungkin adalah...
a. Akalasia
b. Esofagitis
c. Tumor esofagus
d. Barret esofagus
e. Fistel esofago-tracheal
Jawaban: A. Akalasia
46. Akalasia Esofagus
Gejala Klinis
Soal no 47-48
47. Pasien Ny. Shimmer Shines, 18 tahun,
mengalami kecelakaan lalu lintas 1 jam yang lalu
saat mengendarai motornya dengan kecepatan
tinggi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien
compos menitis, TD 100/70mmHg, nadi
110x/mnt, RR 22x/mnt. Tampak fraktur terbuka
di 1/3 tengah femur dextra. Tindakan yang
paling tepat dalam kasus ini adalah...
a. Infus kristaloid, tetanus toksoid, debridement, ro
femur, pengawasan
b. Infus kristaloid, debridement, pengawasan
c. Infus koloid, debridemet, pengawasan
d. Infus PRC, tetanus toksoid, debridemet,
pengawasan
e. Segera konsultasi dengan bedah ortopedi untuk
melakukan pembedahan
Jawaban: E. Osteomyelitis
47-48. Fraktur Terbuka
• Dimana terjadi hubungan dengan lingkungan
luar melalui kulit.
• Terjadi kontaminasi bakteri komplikasi
infeksi
• Luka pada kulit :
– Tusukan tulang tajam keluar menembus kulit
(from within)
– Dari luar misal oleh peluru atau trauma langsung
(from without)
47. Tahap –Tahap Pengobatan Fraktur
Terbuka
1. Pembersihan luka irigasi dengan NaCl fisiologis secara
mekanis mengeluarkan benda asing yg melekat.
2. Eksisi jaringan mati dan tersangka mati (debrideman)
pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak, fasia otot dan
fragmen tulang yg lepas.
3. Pengobatan fraktur itu sendirifiksasi interna atau
eksterna
4. Penutupan kulit
– Jika diobati dalam periode emas (6 – 7 jam) sebaiknya kulit
ditutup
– kulit tegang tidak dilakukan
5. Pemberian antibakteri
– Antibiotik diberikan sebelum, pada saat dan sesudah operasi
6. Tetanus
Koval, Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D.
Handbook of Fractures, 3rd Edition
Choice of fixation
• several options to • No consensus of what
stabilize an open method to use
fracture • Surgeons must make
– splinting, judgment of which
– casting, method is appropriate
– and traction
– external fixation,
– plating, and
– intramedullary nailing
Koval, Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D.
Handbook of Fractures, 3rd Edition
Volume Perdarahan Fraktur Femur
Jawaban: A. USG
49. BPH
Obstruktif :
terjadi ketika faktor
dinamik dan atau Iritatif :
faktor statik hasil dari
mengurangi obstruksi yang
pengosongan sudah berjalan
kandung kemih. lama pada leher
kandung kemih.
Pada USG (TRUS, Transrectal
Ultrasound)
• Pembesaran kelenjar
pada zona sentral
• Nodul hipoechoid atau
campuran echogenic
• Kalsifikasi antara zona
sentral
• Volume prostat > 30 ml
• Dapat digunakan sebagai
pemeriksaan awal
CT Scan:
• Tampak ukuran prostat
membesar di atas ramus superior
simfisis pubis.
Gambaran BNO IVP
Pada BNO IVP dapat ditemukan:
• Indentasi caudal buli-buli
• Elevasi pada intraureter
menghasilkan bentuk J-ureter
(fish-hook appearance)
• Divertikulasi dan trabekulasi
vesika urinaria
Stadium 4 :
retensi urin total, buli-buli penuh pasien tampak
kesakitan urin menetes secara periodik.
Grade Pembesaran Prostat
Rectal Grading
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
• Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.
• Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.
• Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.
• Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.
• Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.
Kategori Keparahan Penyakit BPH Berdasarkan
Gejala dan Tanda (WHO)
Keparahan Skor gejala AUA Gejala khas dan tanda-tanda
penyakit (Asosiasi Urologis
Amerika)
Ringan ≤7 • Asimtomatik (tanpa gejala)
• Kecepatan urinari puncak < 10 mL/s
• Volume urine residual setelah
pengosongan 25-50 mL
• Peningkatan BUN dan kreatinin
serum
Sedang 8-19 Semua tanda di atas ditambah
obstruktif penghilangan gejala dan
iritatif penghilangan gejala (tanda dari
detrusor yang tidak stabil)
Parah ≥ 20 Semua hal di atas ditambah satu atau
lebih komplikasi BPH
Algoritma manajemen terapi BPH
BPH
Watchful Operasi
waiting
α-adrenergik α-adrenergik
antagonis atau antagonis dan 5-α
5-α Reductace
Reductace inhibitor inhibitor
Cedera Sendi,
Penyakit
Umur Pekerjaan,
Metabolik
Olahraga
Kelainan
Jenis Kelamin Kegemukan
Pertumbuhan
Tulang
Membran Sinovial
Kapsul Sendi
Badan Lepas
Efusi
Keluhan
Utama
Sendi Bertambah
penopang Nyeri Dengan
tubuh Gerakan
Malam hari
Gejala Klinis
Kekakuan
Gangguan
Pembengkakan
Pergerakan
Nodus Heberden
Deformitas
dan Bouchard
Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Pembengkakan Sendi
Hambatan Gerak yang Seringkali
Asimetris
Tanda
Krepitasi Deformitas Sendi Perubahan Gait
Peradangan
Pemeriksaan Penunjang OA Genu
• Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain
foto X-rays genu AP dan lateral, temuan yang didapat
antara lain:
– Celah sendi menyempit
– Skeloris subkondral
– Ditemukan osteofit
• Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah MRI,
temuan yang didapat antara lain: penebalan
synovium, edema sumsum tulang, defek pada
kartilago, bursitis,
Soal no 51
Seorang perempuan, 25 tahun, datang dengan
keluhan pergerakan yang aneh di kaki kanannya.
Pasien pernah mengalami patah tulang di kaki
kanannya tersebut 1 tahun yang lalu. Pada
pemeriksaan fisik tanda vital 120/70 mmHg, HR
86x/menit, RR 20x/menit, t 36.7 0C. Pada
pemeriksaan rontgen tampak adanya
pseudoarthrosis. Apakah kemungkinan yang
terjadi?
a. Non-Union
b. Mal-Union
c. Single Union
d. Double Union
e. Delayed Union
Jawaban: A. Non-Union
51. Penyembuhan Abnormal pada Fraktur
Komplikasi Keterangan
Delayed Union Delayed union artinya penyatuan yang tertunda, yaitu patah
tulang yang tidak menyatu dalam waktu 3-6 bulan, tidak
terlihat ada pertumbuhan tulang yang baru, kalaupun ada
sangat sedikit, kalus (tulang muda) di sekitar daerah patahan
pun sangat kurang.
Non Union Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil
setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk
sendi palsu atau pseudoarthrosis.
Mal Union Mal union adalah dimana tulang yang patah menyatu dalam
waktu yang tepat (3-6 bulan) namun terdapat deformitas
(misal: bengkok) ataupun kekuatan tulang yang tidak
sempurna.
Non Union
• Apabila fraktur tidak menyembuh antara 6 – 8 bln dan tidak ada konsolidasi sehingga
terjadi pseudoartrosis (sendi palsu)
• Proses penyembuhan sudah berhenti !!!
• Beberapa jenis non union menurut keadaan ujung fragmen tulang : Hipertrofik &
Atrofik /Oligotrofik
• Penyebab Non union:
– Vaskularisasi yg kurang pada ujung fragmen
– Reduksi yg tidak adekuat
– Imobilisasi yg tidak adekuat
– Waktu imobilisasi yg tidak cukup
– Infeksi
– Distraksi
– Interposisi jaringan lunak
– Destruksi tulang tumor atau infeksi
– Dissolusi hematoma fraktur oleh cairan sinovia
– Kerusakan periost yg hebat
– Fiksasi interna yg tidak sempurna
– Delayed union yg tidak diobati
– Pengobatan yg salah atau sama sekali tidak dilakukan pengobatan
• Gambaran pseudoarthrosis pada fraktur komplit diafisis tibia-fibula
• Fratur tampak overlap, angulasi anterior dan internal. Tampak
formasi kalus pada margin fraktur, namun tidak tampak “bridging”.
Mal union
• Keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya,
tetapi terdapat deformitas yg berbentuk angulasi, varus
/ valgus, rotasi, kependekan.
• Etiologi
– Fraktur tanpa pengobatan
– Pengobatan tidak adekuat
– Reduksi dan imobilisasi yg tidak baik
– Pengambilan keputusan serta teknik yg salah pada awal
terapi
– Osifikasi prematur pada lempeng epifisis karena trauma
-
Hematom Subkapsular
Ginjal Normal
CT Scan contrast
Trauma ginjal grade II
Hematom Perirenal
CT Scan contrast
Trauma ginjal grade III
Huruf U: menggambarkan
eksravasi urine ke peritoneal
CT Scan contrast
Trauma ginjal grade V
Demonstrating
extravasation of contrast
from the right kidney, and a
functioning left kidney.
Inkarserata Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong
hernia
Strangulata Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong
hernia tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah,
demam
Hernia Inkarserata dengan Ileus
Soal no 54
Laki-laki usia 35 tahun datang ke IGD dengan
keluhan tidak bisa BAK sejak 8 jam yang lalu.
Keluhan yang sama juga dirasakan 3 bulan yang
lalu dan pernah BAK bercampur darah 2 bulan
yang lalu. Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 90
x/m, RR 28 x/m. Apa tatalaksana pertama untuk
pasien diatas?
a. Rectal toucher untuk mengetahui
pembesaran prostat
b. Memasang dower cateter
c. USG andomen
d. Pielografi intravena
e. Uretrografi
ANAMNESA
Ditujukan untuk mengetahui gejala maupun penyebab retensi. Jenis
kelamin, umur penderita penting untuk diketahui, demikian juga penyakit2
yang pernah diderita seperti pernah kencing keluar batu dan darah. Juga
perlu diketahui riwayat trauma.
PEMERIKSAAN FISIK
• Teraba buli-buli penuh berupa penonjolan di daerah supra pubic yang
biasanya nyeri tekan. Pada genitalia externa kita periksa adanya
infiltrat urine, fistel, batu uretra maupun tumor
• Pemeriksaan colok dibur dilakukan untuk meraba adanya pembesaran
prostat dan tumor rektum
• Perlu juga dilakukan test BCR (bulbus covernosus reflex) untuk
menyingkirkan kemungkinan karena sebab neurogenik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Foto polos abdomen untuk melihat adanya batu buli-buli/batu urethra
atau pada buli-buli
• USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal,
mendektesi residu urine, batu ginjal dan tumor buli-buli.
• IVP Untuk mengetahui adanya kelainan pada sistem tractus urinary,
dengan melihat fungsi ginjal dan ureter.
• Uretrografi untuk melihat apakah ada striktur urethra
PENATALAKSANAAN
• Urine yang tertahan didalam buli-buli harus segera dikeluarkan untuk
menghindari masalah seperti: mudah terjadi infeksi saluran kemih,
kontraksi buli-buli menjadi lemah dan timbul hidroureter dan
hidronefrosis yang selanjutnya menimbulkan gagal ginjal
• Tindakan:
– Pemasangan kateter urin
– Pungsi suprapubik
– Nefrostomi bila terdapat sumbatan total pada kedua ureter
Tatalaksana Retensi
Urin Akut
https://www.aafp.org/afp/2018/1015/p496.html
https://www.aafp.org/afp/2018/1015/
p496.html
Soal no 55
Laki-laki, 30 tahun, datang dengan keluhan perut
kembung, disertai mual dan muntah-muntah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/70
mmhg, nadi 90x/ menit, RR 28x/ menit. PF
abdomen: meteorismus, perkusi timpani, dan BU
(-). Tiga hari sebelumnya pasien diare, namun
sudah sembuh karena sudah diberikan obat diare
oleh dokter klinik. Pasien direncanakan dilakukan
pemeriksaan rontgen abdomen 3 posisi,
gambaran radiologis yang tampak adalah...
a. Udara tidak sampai distal, gambaran herring bone,
stepladder bertingkat
b. Udara sampai distal, gambaran herring bone, stepladder
bertingkat
c. Udara tidak sampai distal, pre-peritoneal fat
menghilang
d. Udara sampai distal, distensi usus halus dan usus besar,
air fluid level segaris
e. Udara tidak sampai distal, gambaran udara bebas pada
ruang peritoneum
• Ileus paralitik
– usus gagal/ tidak mampu melakukan kontraksi
peristaltik untuk menyalurkan isinya akibat kegagalan
neurogenik atau hilangnya peristaltik usus tanpa
adanya obstruksi mekanik.
Penyebab Tersering Ileus Obstruktif
(intralumen, intramural, ekstramural)
55. Ileus Paralitik
• Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah
keadaan dimana usus gagal/tidak mampu
melakukan kontraksi peristaltik untuk
menyalurkan isinya.
• Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer
usus melaikan akibat dari berbagai penyakit
primer, operasi yang berhubungan dengan
rongga perut, toksin dan obat-obatan yang
mempengaruhi kontraksi otot polos usus.
Etiologi
• Neurogenik: • Metabolik:
– Pascaoperasi – gang. Keseimbangan elektrolit
– Kerusakan medula spinalis – Uremia
– Keracunan timbal – Komplikasi DM
– Iritasi persarafan splanikus – Penyakit sistemik seperti SLE
• Iskemia usus – Sklerosis multipel
• Infeksi:
– Pneumonia, empiema,
urosepsis, peritonitis dan
infeksi berat lainnya
• Obat-obatan:
– Narkotik, antikolinergik,
katekolamin, fenotiazin, AH
– Loperamid
Manifestasi Klinis
• Perut kembung (distensi)
• Anoreksia
• Mual
• Muntah (mungkin ada mungkin tidak)
• Obstipasi
• Distensi pada ileus paralitik tanpa disertai
adanya nyeri kolik abdomen.
Pemeriksaan Fisik
• Pasien menyatakan merasa tidak enak di
bagian perutnya.
• Inspeksi: distensi abdomen
• Auskultasi: bisisng usus lemah dan jarang
bahkan tidak ada sama sekali.
• Palpasi: nyeri tekan dan nyeri lepas negatif
• Perkusi: timpani
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan penunjang Foto polos abdomen 3 posisi
ditujukan untuk mencari • Pada ileus paralitik akan
kausa ileus paralitik. ditemukan distensi
• Pemeriksaan: lambung, usus halus dan
– Leukosit darah usus besar.
– Elektrolit • Air fluid level ditemukan
– Ureum berupa suatu gambaran
– Glukosa darah line up (segaris)
– amilase • Air fluid level pada ileus
obstruktif memberikan
gambaran stepladder
(seperti anak tangga)
Ileus Paralitik
• Pembahagian
• Dis.Posterior (2 %)
• Dis. Inferior
• Mekanisme Trauma
• Puntiran sendi bahu tiba-tiba
Rontgen Foto
CT Scan
Sulcus Sign test
• a shoulder stability
examination to determine
if there is anterior or
multidirectional instability
observed between the
acromion and the humeral Prominent
head. acromion
• With the arm straight and
relaxed to the side of the
patient, the elbow is
grasped and traction is Sulcus
applied in an inferior Sign
direction
Dislokasi Posterior:
Klinis
• Lengan dipegang di
depan dada
• Adduksi
• Rotasi interna
• Bahu anterio tampak
lebih datar (flat and
squared off)
Soal no 57
An. Arsenio Sharique Zhafran, usia 2 tahun
diantar kedua orang tuanya ke RS dengan
keluhan menangis saat berkemih. Sejak 2 hari
SMRS, pasien tampak tidak nyaman ketika
berkemih, namun tidak pernah samapai
menangis. Dari fisik Dari pemeriksaan fisik
didapatkan penis bengkak dan preputium tidak
bisa ditarik ke belakang. Diagnosis pada kasus ini
adalah...
a. Phimosis
b. Balanitis
c. Varikokel
d. Hidrokel
e. Ureteritis
Jawaban: B. Balanitis
57. Balanitis
Definisi
• Balanitis adalah radang pada glans penis
• Posthitis adalah radang pada kulup.
• Radang pada kepala penis dan kulup (balanoposthitis) bisa juga terjadi.
• Pria yang mengalami balanoposthitis mengalami peningkatan resiko
berkembangnya balanitis xerotica obliterans, phimosis, paraphimosis, dan
kanker di kemudian hari.
Etiologi
• Penyebab paling umum dari balanitis
adalah kebersihan yang buruk.
• Lebih sering pada pasien dengan fimosis
Gejala
• Penderita merasa nyeri dan gatal, warna
kepala penis kemerahan dan bengkak.
Pengobatan
• Salah satu pengobatan terbaik balanitis adalah
menjaga kebersihan di kepala penis dan antibiotik.
• Saat fase akut tidak dilakukan tindakan operasi
• Jika sudah terlanjur kulup menutup maka harus
dilakukan penyunatan.
Balanoposthitis
• Balanitis (inflammation of
the glans)
• Posthitis (inflammation of
the foreskin)
• More likely to affect boys
under four years of age
• Approximately 1 in every 25
boys and 1 in 30
uncircumcised males (at
some time in their life
• Complication:
– Often causes later adhesions
or phimosis
57. Phimosis
Phimosis Paraphimosis
• Prepusium tidak dapat • Prepusium tidak dapat
ditarik kearah proksimal ditarik kembali dan
• Fisiologis pada neonatus terjepit di sulkus
koronarius
• Komplikasiinfeksi
• Gawat darurat bila
– Balanitis
– Obstruksi vena
– Postitis superfisial edema dan
– Balanopostitis nyeri Nekrosis glans
• Treatment penis
– Dexamethasone 0.1% (6 • Treatment
weeks) for spontaneous – Manual reposition
retraction – Dorsum incision
– Dorsum incisionbila
telah ada komplikasi
Komplikasi Fimosis
Tatalaksana Fimosis
& Patofisiologinya • Steroid topikal selama 1-2
• Ujung prepusium bulan
menyempit, • Dorsal slit (sudah tidak
– Smegma >> benjolan banyak dipakai)
lunak di ujung penis. • Sirkumsisi
– Pancaran urin kecil urin
terkumpul di sakus
• Retraksi paksa tidak
prepusium penis boleh dilakukan risiko
tampak menggelembung infeksi dan sikatriks
saat BAK.
– Higiene berkurang
infeksi prepusium
(postitis), infeksi glans
(balanitis), balanopostitis.
http://emedicine.medscape.com/article/ http://en.wikipedia.org/wiki/
Jawaban: E. 10
59. Pasien perempuan berumur 25 tahun datang
dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang
bertambah berat bila os batuk. Pada
pemeriksaan tanda vital TD 90/60 , HR
80x/menit , RR 20x/menit, 36°C. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri di regio
abdomen kanan saat penekanan abdomen kiri.
Apa pemeriksaan yang menjadi tanda khas pada
pasien diatas?
a. Rovsing sign
b. Curvoiser sign
c. Turtle sign
d. Backleg sign
e. Puddle sign
Jawaban: B. Lipoma
60. Lipoma
Soal no 61
Anak Arroyan Dylan Alfarizqi, 5 tahun, datang ke
puskesmas dengan keluhan susah kencing. Saat
kencing tidak memancar tetapi merembes ke
bawah sehingga celanannya selalu basah saat
kencing. Pada saat ereksi penis melengkung ke
bawah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
orificium eksterna tertarik ke arah ventral. Apa
diagnosis pasien tersebut?
a. Hipospadia
b. Epispadia
c. Fimosis
d. Parafimosis
e. Striktur urethra
Jawaban: A. Hipospadia
61. Hipospadia
Soal no 62
Anak Athafariz Radeya Fadhil, 15 tahun, datang
ke RS Sukamiskin karena mengeluh nyeri
mendadak pada buah zakar setelah bangun pagi
hari. Dari pemeriksaan fisik ditemukan testis kiri
lebih horizontal, bengkak, dan kemerahan pada
scrotum. Dari USG testis didapatkan caput
epididimis dan cordae membesar dengan cairan
didalamnya. Kemungkinan diagnosis pasien
adalah...
a. Torsio testis
b. Epididimo-orchitis
c. Tumor testis
d. Hidrokel
e. Varikokel
Jawaban: A. 3600
64. Seorang perempuan usia 35 tahun diantar
oleh suaminya ke Puskesmas karena mengalami
luka bakar akibat ledakan kompor gas. Pada
pemeriksaan fisik, pasien tampak sadar, tidak
mengalami sesak nafas, TD 100/60 mmHg,
frekuensi nadi 120x/menit, frekuensi nafas
20x/menit. Pasien mengalami luka bakar derajat
II dan perkiraan luas luka bakar 40%. Apakah
terapi yang paling tepat dilakukan?
a. Memberikan morfin IV
b. Memberikan ketorolac I.V.
c. Memberikanmetampiron I.V.
d. Memberikan antibiotic spectrum luas
e. Memberikan cairan infus RL 4ml/kgBB/luas
luka bakar
http://www.traumaburn.org/referring/fluid.shtml
Soal no 65
Tn. Izza Fannan Pramudanna, 28 tahun, datang
dengan keluhan tidak bisa kencing. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri suprapubik.
Pasien sebelumnya pernah kencing keluar batu
disertai darah. Sering nyeri diakhir berkemih.
Saat ini, untuk penanganan pertama, oleh
dokter, pasien segera dipasang kateter urin
namun tidak bisa. Kemungkinan diagnosis
pasien adalah...
a. Nefrolithiasis
b. Ureterolithiasis
c. Vesikolithiasis
d. Uretrolithiasis
e. Striktur uretra
Jawaban: D. Uretrolithiasis
65. Batu Uretra
• Batu uretra biasanya berasal dari batu ginjal
atau batu ureter yang turun ke buli-buli,
kemudian masuk ke uretra.
• Batu uretra yang merupakan batu primer
terbentuk di uretra sangat jarang, kecuali jika
terbentuk di dalam divertikel uretra.
• Angka kejadian batu uretra ini tidak lebih 1%
dari seluruh batu saluran kemih.
http://emedicine.medscape.com/
Uretra
• Uretra merupakan tabung yang
menyalurkan urine ke luar dari
vesika urinaria melalui proses
miksi.
• Secara anatomis uretra dibagi
menjadi 2 bagian yaitu
– uretra posterior tdd uretra pars
prostatia dan uretra pars
membranesa
– Uretra anterior tdd pars bulbosa, pars
penularis, fossa navukularis dan
meatus uretra eksterna
• Panjang uretra
– wanita kurang lebih 3-5 cm
– uretra pria dewasa kurang lebih 23-25
cm (Perbedaan panjang inilah yang
menyebabkan keluhan hambatan
pengeluaran urine lebih sering ada
pria)
Batu Uretra
• Batu uretra:
– 2/3 batu uretra terletak di uretra posterior
– 1/3 batu uretra terletak di uretra anterior
• Gejalatidak spesifik, terdapat gejala-gejala obstruksi
– Asimptomatik
– Riwayat sering nyeri pinggang sebelumnya
– Retensi urinKeluhan tersering
– Disuria
– Aliran mengecil
– Frequency
– Dribbling
– Hematuria
– Mengeluar batu kecil saat kencing atau kencing berpasir
– Batu uretra posteriorNyeri yang menjalar ke perineum atau rectum
– Batu uretra anteriornyeri pada daerah tempat batu berada atau
menjalar ke penis
http://www.bjui.org/ContentFullItem.aspx?id=840&SectionType=1&title=Ob
structing-Calculi-within-the-Male-Urethra
Gejala
• Nyeri kolik
• Hematuria
• Nyeri ketok pada
daerah kosto-vertebra,
teraba ginjal pada sisi
yang sakit akibat
hidronefrosis,
• Terlihat tanda-tanda
gagal ginjal
• Adanya retensi urine
Radiologi
• Foto Polos Abdomen
– Melihat kemungkinan adanya batu radioopak di saluran kemih. Batu jenis
kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radioopak dan paling sering
dijumpai, sedangkan batu asam urat bersifat radiolusen.
• Pielografi Intra Vena
– Menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.
– Mendeteksi adanya batu semi opak ataupun batu non opak
– Tidak dapat digunakan pada situasi penurunan fungsi ginjal
• Ultrasonografi
– Dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada
keadaan alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada
wanita yang sedang hamil.
– Dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai
echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau adanya pengkerutan ginjal
• CT Urografi
– Baku standar pemeriksaan batu saluran kemih
– Dapat digunakan pada pasien dengan penuruna fungsi ginjal
acoustic shadowing
Sumbatan di uretra
pars prostatika
Tatalaksana
• Medikamentosa, bersifat simtomatis, yaitu
bertujuan untuk mengurangi nyeri,
memperlancar aliran urine dengan
memberikan diuretikum, dan minum banyak
supaya dapat mendorong batu keluar.
• Litotripsy uretroskopi
• Bedah terbuka
Soal no 66
Pasien dirujuk dari mantri dengan suspek patah
tulang tertutup cruris. Pasien telah dipasang
bidai oleh mantri. Pada pemeriksaan didapatkan
deformitas pada cruris kanan, nyeri tekan (+),
krepitasi (+). Anda sebagai dokter PTT
Puskesmas ingin merujuk pasien tersebut ke
fasilitas yang lebih memadai. RS terdekat 6 jam
perjalanan dari Puskesmas. Apa tatalaksana
yang tepat dilakukan?
a. Foto cruris
b. Langsung rujuk ke RS
c. Memperkuat bidai
d. Memberikan antibiotik
e. Memeriksa tanda-tanda sindrom
kompartemen
Parsial
Total
https://ufhealth.org/anterior-cruciate-
ligament-acl-injury
Etiologi
Manifestasi Klinis
• Popping sound • Anterior drawer test (+)
• Bengkak dan nyeri • Hipotrofi-atrofi (kronik)
• Lutut tidak stabil
Symptoms
• Pain, often sudden and severe
• A loud pop or snap during the injury
• Swelling
• A feeling of looseness in the joint
• Inability to put weight on the point without pain
• In ACL injury, knee is able to flexion but unable
to extension. In PCL injury, knee is in extension
position.
Soal no 68
Tn. Haikal Fathan Ghazawan, 30 tahun, datanng
ke IGD RS dengan keluhan mulut tidak bisa
terbuka yang terjadi tiba-tiba. Pada pemeriksaan
fisik, didapatkan trismus (+) dan dinding
abdomen tegang seperti papan. Terdapat
riwayat luka tertusuk paku saat pasien bekerja
di proyek pembangunan. Kemungkinan
diagnosis yang dialami pasien adalah...
a. Parkinson.
b. Rabies
c. Kejang
d. Meningitis
e. Tetanus
Jawaban: E. Tetanus
68. Tetanus
• Tetanus: gangguan neuromuskular akut berupa
trismus, kekakuan dan kejang otot disebabkan oleh
eksotosin spesifik Clostridium tetani.
• Akibat komplikasi luka: Vulnus laceratum (luka
robek), Vulnus punctum (luka
tusuk), combustion (luka bakar), fraktur terbuka,
otitis media, luka terkontaminasi, luka tali pusat.
tetanus prone wound
Tanda dan gejala
• Masa inkubasi: bervariasi antara 2 hari atau beberapa
minggu bahkan beberapa bulan, pada umumnya 8 – 12
hari.
• Suhu tubuh normal hingga subfebris
• Tetanus lokal otot sekitar luka kaku
• Tetanus generalisata
– Trismus: sulit/tidak bisa membuka mulut
– Rhesus sardonicus
– Kaku otot kuduk, perut, anggota gerak
– Sukar menelan
– Opistotonus
• Kejang dalam keadaan sadar dan nyeri hebat.
• Sekujur tubuh berkeringat.
Stadium klinis
Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Albleet’s :
1. Grade 1 (ringan)
– Trismus ringan sampai sedang, spamisitas umum, tidak ada penyulit
pernafasan, tidak ada spasme, sedikit atau tidak ada disfagia.
2. Grade 2 (sedang)
– Trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme ringan atau sedang
namun singkat, penyulit pernafasan sedang dengan takipneu.
3. Grade 3 (berat)
– Trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan yang lama dan
sering, serangan apneu, disfagia berat, spasme memanjang spontan
yang sering dan terjadi refleks, penyulit pernafasan disertai dengan
takipneu, takikardi, aktivitas sistem saraf otonom sedang yang terus
meningkat.
4. Grade 4 (sangat berat)
– Gejala pada grade 3 ditambah gangguan otonom yang berat, sering
kali menyebabkan “autonomic storm”.
Diagnosis dan Komplikasi
• Diagnosis
– Klinis
– Pewarnaan gram
• Komplikasi
– Anoksia otak
– fraktur vertebra
– Aspirasi, penumonia
– Low intake, Dehidrasi
– Disfungsi otonom: hiper/hipotensi, hiperhidrosis
– Kematian
Soal no 69
Anak, Agneta Laurinda Salvia Santoso, usia 12
hari, datang dengan keluhan muntah beberapa
jam setelah makan. Sering muntah berwarna
kehijauan. Pemeriksaan fisik anak tampak
lemah, dilakukan pemsangan infus dan
dilakukan pemeriksaan radiologis. Pada
pemeriksaan radiologis terdapat hasil gambaran
double bubble. Apa diagnosis yang paling tepat?
a. Invaginasi
b. Stenosis ani
c. Stenosis gaster
d. Stenosis duodenum
e. Atresia bilier
Anal Atresia Anal opening (-), The anal opening in the wrong place,abdominal
distention, failed to pass meconium,meconium excretion from the fistula
(perineum, rectovagina, rectovesica, rectovestibuler).
Low lesionthe colon remains close to the skin stenosis anus, or the
rectum ending in a blind pouch.
High lesionthe colon is higher up in the pelvis fistula
Hypertrophic Hypertrophy and hyperplasia of the muscular layers of the pylorus
Pyloric functional gastric outlet obstruction
Stenosis Projectile vomiting, visible peristalsis, and a palpable pyloric tumor(Olive
Disorder Clinical Presentation
http://en.wikipedia.org/wiki/ http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth
Congenital Malformation
Atresia anii
Duodenal atresia
Intussusception
Hirschprung
http://emedicine.medscape.com/ Learningradiology.om
Soal no 70
William Axelrod, pasien laki-laki, 30 tahun,
datang dengan keluhan sering ejakulasi dini saat
berhubungan dengan istri. Pasien juga
mengeluhkan merasakan hangat pada area
pampiniformis saat berhubungan. Keluhan
lainnya, sampai usia 2 tahun pernikahan belum
dikaruniai anak, walaupun telah rutin
berhubungan tanpa kontrasepsi. Apakah
kemungkinan diagnosis pada pasien ini?
a. Hipogonadism
b. Varikokel
c. Delayed ejaculation
d. Disfungsi ereksi
e. Hidrocele
Jawaban: B. Varikokel
70. Varikokel
http://radiopaedia.org/
Etiologi dan Patogenesis
• Etiologi dan patogenesis dari penyakit ini masih belum jelas.
• There are associated predisposing risk factors:
– Genderwith women having a higher risk than men
– Obesity
– alcohol consumption
– contraceptive use
– lifetime estrogen exposure
– physical inactivity
– the patient's reproductive history
• Dari kepustakaan dikatakan bahwa, Papilloma Intraduktus ini terkait
dengan proliferasi dari epitel fibrokistik yang hiperplasia.
• Ukurannya adalah 2-3 mm dan terlihat seperti broad-based atau
pedunculated polypoid epithelial lesion yang bisa mengobstruksi
dan melebarkan duktus terkait.
• Kista juga bisa terbentuk hasil dari duktus yang mengalami
obstruksi.
http://radiopaedia.org/ https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519539/
Pemeriksaan Radiologis
• Mammografi
• Biasanya gambaran normal
• Gambaran yang dapat ditemukan dilatasi duktus soliter maupun
multipel, massa jinak sirkumskripta (sering di subareola), atau
kalsifikasi.
• Galactography
• Gambaran abnormalitas ductus: filling defect, ectasia, obstruksi,
atau irregularitas. Tidak spesifik
• Dapat evaluasi jumlah, lokasi, penyebaran, dan jarak dari areola.
• USG
• Gambaran terlihat jelas sebagai nodul padat atau massa
intraduktal dapat pula berupa kista dalam duktus.
• Colour doppleruntuk melihat vaskularisasi.
http://radiopaedia.org/
• Galactogram
USG
• Atas: nodul solid dalam
duktus
• Bawah: nodul
bertangkai dengan
dilatasi duktus
Tatalaksana dan Prognosis
• Papilloma intraduktal solitereksisi
• Menurut komuniti dari College of American
Pathologist, wanita dengan lesi ini mempunyai
risiko 1,5 – 2 kali untuk terjadinya karsinoma
mammae.
Soal no 72
Seorang wanita berusia 45 tahun datang ke
puskesmas dengan keluhan terdapat benjolan
pada leher depan sebelah kanan sejak 3 tahun
yang lalu. Dalam 1 tahun terakhir benjolan
tumbuh dengan cepat, dan dalam 6 bulan terakhir
suara menjadi parau. Pada palpasi nodul teraba
keras dan disertai pembesaran kelenjar getah
bening leher ipsilateral. Pemeriksaan
histopatologi menunjukkan keganasan. Diagnosis
keganasan yang paling mungkin ialah...
a. Adenokarsinoma folikularis
b. Adenokarsinoma papilaris
c. Adenokarsinoma medularis
d. Keganasan anaplastik
e. Penyakit hashimoto
optimized by optima
Gejala Klinis
• Biasanya, satu-satunya gejala yang diduga sebagai keganasan adalah
adanya massa tiroid teraba yang tidak nyeri atau kelenjar getah
bening yang membesar.
• Terkadang, pasien datang dengan gejala dan tanda-tanda yang
perlu diwaspadai untuk kemungkinan kondisi ganas.
• Gejala dan tanda tersebut misalnya:
– suara serak (akibat penekanan n. Laryngeus rekuren)
– nyeri lokal
– Disfagia
– sesak napas
– Hemoptisis
– nodul atau massa pada leher tidak nyeri yang cepat membesar
– Stridor
Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO:
490
Evaluation of the thyroid Nodule
(Physical Exam)
• Examination of the thyroid nodule: • Examine for ectopic thyroid
• consistency - hard vs. soft tissue
• Indirect or fiberoptic
• size - < 4.0 cm laryngoscopy
• Multinodular vs. solitary nodule – vocal cord mobility
– multi nodular - 3% chance of – evaluate airway
malignancy (Goldman, 1996) • Systematic palpation of the
– solitary nodule - 5%-12% neck
chance of malignancy • Metastatic adenopathy
(Goldman, 1996) commonly found:
• Mobility with swallowing – in the central
• Mobility with respect to compartment (level VI)
surrounding tissues – along middle and lower
portion of the jugular vein
• Well circumscribed vs. ill defined (regions III and IV) and
borders
optimized by optima
Evaluation of the Thyroid Nodule
• Blood Tests • Radioactive iodine
– Thyroid function tests – is trapped and organified
• thyroxine (T4) – can determine functionality of a
• triiodothyronin (T3) thyroid nodule
• thyroid stimulating hormone (TSH) – 17% of cold nodules, 13% of warm
– Serum Calcium or cool nodules, and 4% of hot
– Thyroglobulin (TG) nodules to be malignant
– Calcitonin • FNAB : Currently considered to be the
• USG : best first-line diagnostic procedure in
the evaluation of the thyroid nodule
– 90% accuracy in categorizing
nodules as solid, cystic, or mixed
(Rojeski, 1985)
– Best method of determining the
volume of a nodule (Rojeski, 1985)
– Can detect the presence of lymph
node enlargement and
calcifications
optimized by optima
Foto USG
optimized by optima
WDTC - Papillary Carcinoma
optimized by optima
Papillary carcinoma • Micro Findings:
– Based on characteristic
– Most common form of architecture & cytological
thyroid cancer. feature.
– Twenties to forties, – Papillae formed by a central
fibrovascular stalk & covered by
associated with previous neoplastic epithelial cells.
exposure to ionizing – Psammoma bodies in the
radiation. papillary stalk, fibrous stroma or
between tumor cells.
Gross Findings: – Nuclear features:
• Round to slight oval shape.
– Solid, firm, grayish white • Pale, clear, empty or ground
lobulated lesion with glass appearance (Orphan
sclerotic center. Annie): empty of nucleus with
irregular thickened inner aspect
of nuclear membrane.
• Pseudo-inclusion: deep
cytoplasmic invagination and
result in nuclear acidophilic,
inclusion-like round structures,
sharply outlined and eccentric,
with a crescent-shaped rim of
compressed chromatin on the
side.
• Grooves: coffee-bean like.
WDTC - Follicular Carcinoma
optimized by optima
Medullary Thyroid Carcinoma
optimized by optima
Medullary Thyroid Carcinoma
• Diagnosis
• Labs: 1) basal and pentagastrin stimulated serum
calcitonin levels (>300 pg/ml)
2) serum calcium
3) 24 hour urinary catecholamines (metanephrines,
VMA, nor-metanephrines)
4) carcinoembryonic antigen (CEA)
• Fine-needle aspiration
• Genetic testing of all first degree relatives
optimized by optima
Anaplastic Carcinoma of the Thyroid
optimized by optima
Management
• Surgery is the definitive management of thyroid cancer, excluding
most cases of ATC and lymphoma
• Types of operations:
– lobectomy with isthmusectomy
• minimal operation required for a potentially malignant thyroid
nodule
– total thyroidectomy –
• removal of all thyroid tissue
• preservation of the contralateral parathyroid glands
– subtotal thyroidectomy
• anything less than a total thyroidectomy
optimized by optima
Penatalaksanaan
507
Soal no 73
Arthur Curry, laki-laki, 20 tahun, datang ke IGD
RS tempat anda bertugas, dengan keluhan penis
tegang terus menerus sejak 4 jam yang lalu,
mulai dirasakan nyeri pada genital. Keluhan
tanpa disertai adanya dorongan seksual.
Didapatkan riwayat pasien merupakan
pencandu alkohol, dengan konsumsi alcohol
kurang lebih 3 gelas setiap hari. Kemungkinan
diagnosisnya adalah...
a. Priapismus
b. Hipospadi
c. Epispadi
d. Phimosis
e. Fetishisme
Jawaban: A. Priapismus
73. Priapism - definition/background
• Ereksi penis/klitoris yang persisten dan nyeri
tanpa keinginan seksual (purposeless
erection)
• Seringkali idiopatik
• Dapat berkaitan dengan beberapa penyakit
sistemik
• Terkadang terlihat setelah penyuntikan intra-
cavernosal
Priapism - causes
• Psychotropic drugs • calcium-channel
– phenothiazines blockers
– butyrophenones • anti-coagulants
• hydralazine • tamoxifen
• prazosin, labetolol, • omeprazole
phentolamine and • hydroxyzine
other -blockers
• cocaine, marijuana, and
• testosterone ethanol
• metoclopramide
Priapism - treatment
• Karena pharmacological • Aspiration and irrigation
agents – Untuk priapismus yang
– Terbutaline 5 mg po lebih dari 2 jam
diulang dalam 15 – discuss with urologist if at
minutesresolusi pada all possible
1/3 of patients – Harus memberitahukan
– Injeksi intracavernous dari pada pasien bahwa terapi
-adrenergic dapat meyebabkan
• phenylephrine 100 to 500 impotensi yang permanen
mcg (put 10 mg in 500cc – conscious sedation may be
NSS 20 mcg/ml. Inject
10 to 20 cc every 5-10 necessary
minutes (maximum - 10
doses)
– Blok N. Dorsalis Penis
Kelainan Tanda & Gejala
Fimosis Ketidakmampuan untuk meretraksi kulit distal yang
melapisi glans penis
Parafimosis Kulit yang ter-retraksi tersangkut/ terjebak di belakang
sulcus coronarius
Peyronie’s disease Inflamasi kronik tunica albuginea, suatu kelainan jaringan
ikat yang berkaitan dengan pertumbuhan plak fibrosa,
menyebabkan nyeri, kurvatura abnormal, disfungsi ereksi,
indentasi, loss of girth and shortening
Detumescence erection Detumescence adalah kebalikan dari ereksi, dimana darah
meninggalkan erectile tissue, kembali pada keadaan
flaccid.
Soal no 74
Seorang laki-laki dibawa ke IGD dengan keluhan
nyeri pada kaki kanan setelah terjatuh saat
bermain badminton. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan pergelangan kaki belakang tampak
bengkak, tidak bisa plantarfleksi, krepitasi (-),
dan terdapat gap pada bagian belakang tumit.
Dari pemeriksaan rontgen ankle tidak ditemukan
kelainan. Apa kemungkinan diagnosisnya?
a. Strain ankle
b. Sprain ankle
c. Ruptur tendon achilles
d. Ruptur ligamen cruciatum
e. Fraktur os calcaneus
• Weakness in
plantarflexion
• Gap in tendon
• Palpable swelling
• Positive Thompson test
Pemeriksaan Fisik Ruptur Tendon
Achilles
Obrie’n test/
Copeland test
test jarum
O’Brien test
• Jarum 25G, ditusukan pada otot
tungkai bawah 10cm di atas
tonjolan calcaneus.
• Gerakan pangkal jarum
berlawanan arah saat dilakukan
gerakan pasif plantar fleksi dan
dorso fleksi menandakan
tendon achilles yang intak.
Copeland test
• Pasien dalam posisi prone, cuff
sphygmomanometer diletakan
pada bagian tungkai yang paling
besar, kaki pasien diminta plantar
fleksi, kemudian
sphygmomanometer di pompa
hingga 100mmHg.
• Jika tendon achilles intak, tekanan
akan meningkat menjadi 140mmHg
saat pasien diminta dorsofleksi
Pemeriksaan Penunjang
Magnetic Resonance Image (MRI)
Foto Rontgen
Tatalaksana Ruptur Tendo Achilles
• Terapi fisik
– Pengobatan konservatif Boot
orthosis
– Percutaneous Surgery
– Open Surgical Repair
Affects:
• Motor:
• Paralysis of the deltoid and teres
minor muscles.
• Impaired abduction of the
shoulder (20-90˚).
• The paralyzed deltoid wastes.
• As the deltoid atrophies, the
rounded contour of the shoulder
is lost and becomes flattened
compared to the uninjured side.
• Sensory:
• Loss of sensation over the lateral
side of the proximal part of the
arm.
Soal no 78
Tn. Ardi, 60 tahun, datang ke dokter dengan
keluhan sulit buang air kecil. Ia harus mengedan
terlebih dahulu untuk buang air kecil, dan terasa
tidak puas meskipun sudah BAK. Terakhir buang
air kecil 8 jam yang lalu. Dokter mendiagnosis
Tn.Ardi dengan Benign Prostate Hypertropy.
Obat apakah yang bekerja cepat yang harus
diberikan oleh dokter?
a. Finasteride
b. Fenoksibenzamin
c. Tamsulosin
d. Dutasteride
e. Propanolol
Jawaban: C. Tamsulosin
78. Management BPH
• Lifestyle modification
– Mengurangi intake cairan
– Stop diuretik bila memungkinkan
– Hindari minum air/alkohol/kafein di malam
hari
– Kosongkan kandung kemih sebelum
perjalanan atau rapat
Management
• Alpha blockers • 5 alpha reductase inhibitors
o Mereduksi Volume prostat
o Memperbaiki tonus otot o Reduces risk of prostate cancer,
polos prostat dan vesika increases risk of high grade disease
urinaria • Combined therapy
o Lebih efektif dibandingkan o Men with large prostate > 40g or
5 alpha reductase PSA >4 or moderate to severe
inhibitors symptoms combined therapy will
prevent 2 episodes of clinical
o Tamsulosin and alfuzosin progression per 100men over 4yrs.
require no dose titration Much less effective for men with
smaller prostates
o European Association of Urology
recommendation
o Alpha 1-blockers can be offered to
men with moderate-to-severe LUTS
due to BPH
• Alpha 1 Blockers
– Alfuzosin HCL
– Doxazosin mesylate
– silodosin
– Tamsulosin HCL
– Terazosin HCL
http://www.medscape.org/viewarticle/541739_2
http://www.medscape.org/viewarticle/456664
Soal no 79
Ronaldo Luis Nasario da Lima, Laki-laki, 40
tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri
saat berkemih, didapatkan riwayat keluar batu
saat berkemih 2 minggu yang lalu. Anda
mencurigai adanya batu saluran kemih pada
pasien, kemudian dilakukan pemeriksaan
sedimen urin. Pada pemeriksan mikroskopik
didapatkan gambaran Kristal seperti berikut:
79. Gambar di Soal
Sagar J, Kumar V, Shah DK. Meckel’s diverticulum: a systematic review. J R Soc Med.
2006;99:501-505.
Divertikulum Meckel adalah kelainan bawaan yang mengikuti “rule of two”
(kelainan bawaan serba dua), yaitu :
• Kelainan kongenital yang paling sering terjadi dengan prevalensi 2%
populasi
• Perbandingan kejadian antara laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1
• Ditemukan 2 kaki (sekitar 60 cm) dari valvula ileosekal (valvula Bauhini)
• Di dalamnya mungkin terdapat dua jenis jaringan heteropik, yaitu mukosa
lambung dan jaringan pankreas
• Dua penyakit dapat timbul di dalamnya,yaitu divertikulitis dan tukak
peptik
• Dua penyulit yang dapat terjadi, yaitu perforasi pada divertikulitis akut
atau tukak peptik dan perdarahan tukak peptik
• Sebagian besar pasien menunjukkan gejala-gejala divertikulum Meckel
pada usia di bawah 2 tahun.
Sagar J, Kumar V, Shah DK. Meckel’s diverticulum: a systematic review. J R Soc Med.
2006;99:501-505.
Gambaran Klinis dan Komplikasi
• Kebanyakan dari pasien yang menderita Divertikulum Meckel
tidak menunjukkan gejala
• kelainan ini lebih sering ditemukan secara insidental pada
pemeriksaan barium maupun laparotomi.
• Gejala yang timbul pada kelainan ini lebih cenderung akibat dari
komplikasi yang timbul.
• Komplikasi:
• Obstruksi usus (35%)
• pendarahan (32%) brick red/ current jelly stool
• diverticulitis (22%)
• kelainan umbilikus (10%)
• Hernia littrehernia containing a Meckel's diverticulum
• Disebut juga Also known as a persistent omphalomesenteric duct hernia.
• neoplasma.
Jenis-jenis kelainan tubulus
omphalomesenterik.
a. Fistula umbilikoileal,
b. Sinus duktus omphalomesenterik,
c. Kista duktus omphalomesenterik,
d. Pita fibrosis,
e. Divertikulum Meckel dengan paten pita
fibrosis,
f. Divertikulum Meckel dengan obliterasi
penuh
Pemeriksaan penunjang imaging:
A. Studi barium dengan gambaran lipatan triradiate,
B. Technetium-99m-labeled RBC Study menunjukkan adanya perdarahan kuadran kanan bawah,
C. Angiografi dengan gambaran arteri vitellointestinal,
D. Skintigrafi Tc-99m pertechnetate dengan gambaran fokus small uptake atau hotspot,
E. Enteroklisis dengan gambaran kelainan pengisian elongasi tubulus,
F. CT-scan dengan gambaran divertikulum distended fluid-filled dengan leher pendek,
G. CT-scan pelvis dengan gambaran Divertikulum Meckel berupa blind ending segmen tubulus
usus,
H. USG transverse abdomen kanan bawah dengan gambaran target-like mass dengan sentral
hipoechogendari inti lemak mesenteric yang dikelilingi oleh dinding divertikulum dan usus,
I. USG longitudinal pelvis dengan gambaran blind-ending dan kista seperti tubulus berisikan
echo internal dengan debris,
J. CT-scan dengan gambaranenterolit pada leher divertikulum.
Soal no 81
Margaret Carter, seorang perempuan, 65 tahun,
dengan riwayat fraktur colum femur kanan yang
telah diberi tindakan total hip replacement 3
bulan yang lalu. Saat ini pasien mengeluh nyeri
sendi paha dan masih belum bisa berjalan.
Tindakan yang dapat diberikan pada pasien ini
untuk mengurangi keluhan nyeri tersebut
adalah…
a. Pemberian infrared
b. Pemberian short diaterm
c. Pemberian transcutaneus nerve block
d. Pemberian parem kocok
e. Massage
Ashton et al. Prevention of heterotopic bone formation in high risk patients post-total hip
arthroplasty. Journal of Orthopaedic Surgery 2000, 8(2): 53–57
Teknik: Total Hip Replacement
• Femoral head impaction Final implant
Soal no 82
Pasien Pria, 51 tahun, dibawa ke IGD karena luka
pada tangan dan kaki setelah memegang batang
besi yang menyangkut pada kabel listrik
tegangan 10.000 volt. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tangan kanan terdapat luka bakar
melingkar, ujung jari tampak kebiruan dan kulit
lengan kanan terlihat mengkilap. Apakah
tindakan yang harus segera dilakukan?
a. Echarektomi
b. Fasciotomi
c. Amputasi
d. Escharotomi
e. Rawat luka dengan silver sulfadiazine
Jawaban: B. Fasciotomi
82. Electrical Injury
• Injury by 3 mechanisms
– Injury from current flow (direct contact)
– Arc injury (electricity passes through air)
• Electricity arcs at a temperature of 4000C, causing flash
burns
– Flame injury by ignition of clothing or
surroundings
Types of electrical injury
Electrical injury
Arc Injury
High voltage
Low voltage (flash burn
(>1000V) Lightning
(<1000V) type injury)
High voltage versus low voltage
• High voltage (>1000V) injuries tend to have
higher rates of complications
– Amputations, fasciotomies
– Compartment syndrome
– Longer hospital stays, ICU stays, mechanical
ventilation
– Cardiac dysrhythmias, acute renal failure
– Higher body surface area burn
Clinical features
• Head and neck • Nervous system
– Tympanic membrane – Brain
rupture • Loss of consciousness
– Temporary hearing loss (usually transient)
– Cataracts – may happen • Respiratory arrest
immediately or be delayed • Confusion, flat affect,
memory problems
• Cardiovascular system • Seizures
– Dysrhythmias – asystole, – Spinal cord injury either
VF cardiac arrest immediate or delayed
– May also cause transient – Peripheral nerve damage
ST elevation, QT
prolongation, PVCs, Atrial
fibrillation, bundle branch
blocks
Clinical features
• Skin
– Thermal burns at contact points
– Kissing burn – current causes
flexion of extremity burns at
flexor creases http://www.forensicmed.co.uk/wounds/bu
rns/chemical-and-electrical-burns/
– Burns around mouth common in (accessed July 2012)
http://burnssurgery.blogspot.ca/2012/07/electrical-contract-burns-
bilateral.html#!/2012/07/electrical-contract-burns-bilateral.html (accessed Sept 2012)
Electrical injury Management
• ABCs, ATLS
• Dysrhythmias – ACLS
• Manage trauma and orthopedic injuries
• Consider need for amputations, fasciotomies, escharotomies
• Consider myoglobinuria and rhabdomyolysis
• Splinting, burn and wound care
• Consider need for cardiac monitoring
– Abnormal ECG, dysrhythmia, loss of consciousness, high voltage
injury
• Consider transfer to burn centre
Out of hospital ED initial
management management
• Ensure scene safety • ABCs, ACLS, trauma
– Careful for live lines on the management as needed
scene • Fluid resuscitation
• ACLS protocols as needed – Parkland formula not helpful
• Fluid resuscitation with here as surface wounds not
saline or ringers lactate reflective of more extensive
internal damage
• Spine immobilization if – Fluids to maintain urine
suspected trauma output 1-1.5 cc/kg/hrfor
rhabdomyolysis management
• ECG
• Analgesia!
Cardiac monitoring
Low voltage injury Loss of High voltage injury
< 1000 V consciousness > 1000 V
or
Normal ECG
Documented Normal ECG
dysrhythmia
Discharge home or
??
Abnormal ECG
Low risk patients Intermediate
risk patients
Admission with telemetry
Electrical Injuries: A Review For The Emergency Clinician Czuczman AD, Zane RD. October 2009; Volume
11, Number 10
Extremity injury
• Monitor for compartment syndrome
– Feel compartments, assess for pain on passive extension,
paraesthesias etc
– Compartment pressures should be < 30 mmHg
– Fasciotomy if needed
• May need carpal tunnel release if arm involvement
• Amputate non viable extremities/digits
• Splint in position of safety to prevent contractures
Lightning injuries – clinical features
Special case as is a massive • Cardiac
current impulse for a very – Usually asystole instead
short time of Vfib
Short time duration means • ENT
minimal burns, tissue – Perforated tympanic
destruction membranes,
Main cause of death is displacement of ossicles
cardiac arrest – Cataracts (often delayed)
Higher mortality than other • Psychiatric
electrical injuries
– PTSD, depression,
chronic fatigue
Lightning injuries continued...
• Neurologic
– LOC, confusion, anterograde amnesia,
paraesthesias
– Keraunoparalysis – transient paralysis of lower
limbs (sometime upper) that are cold, mottled,
blue and pulseless – usually self resolves in few
hours
Lightning injuries - burns
4 patterns of burns http://www.scienceinseconds.com
/blog/By-the-Power-of-Zeus
(accessed July 2012)
Linear
Punctate
http://atlas-
emergency-
medicine.org.ua/ch.1
6.htm (accessed
Feathering July 2012)
Thermal
http://atlas-
emergency-
medicine.org.ua/ch.1 Feathering
6.htm (accessed
July 2012)
Punctate
Linear
Lightning injuries - management
• ECG
• Cardiac biomarkers if ECG abnormal, chest
pain, altered mentation
• CT head if altered mentation
• Does not usually require aggressive fluid
resuscitation, fasciotomies etc
Soal no 83
Seorang laki-laki, 25 tahun, dibawa ke PKM
dengan keluhan nyeri pada kaki kanan akibat
digigit ular 2 jam sebelumnya, sebelum ke PKM
pasien muntah 5 kali. Pemeriksaan fisik,
kesadaran CM, pasien terlihat lemah, bekas luka
gigitan di kaki kanan disertai eritem, dan edema
sepanjang 30 cm, dan adanya bercak-bercak
perdarahan di kulit. Derajat luka gigitan menurut
Schwartz adalah...
a. Derajat 0
b. Derajat 1
c. Derajat 2
d. Derajat 3
e. Derajat 4
Jawaban: D. Derajat 3
83. Snake Bite
• Bisa ular (venom) terdiri dari 20 atau lebih komponen
sehingga pengaruhnya tidak dapat diinterpretasikan
sebagai akibat dari satu jenis toksin saja.
• Bisa ular terdiri dari beberapa polipeptida yaitu
fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase,
kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase,
DNA-ase. Enzim ini menyebabkan destruksi jaringan
lokal, bersifat toksik terhadap saraf, menyebabkan
hemolisis atau pelepasan histamin sehingga timbul
reaksi anafilaksis. Hialuronidase merusak bahan dasar
sel sehingga memudahkan penyebaran racun.
De Jong W., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta
Diagnosis gigitan ular berbisa tergantung pada keadaan bekas gigitan
atau luka yang terjadi dan memberikan gejala lokal dan sistemik
sebagai berikut (Dreisbach, 1987):
• Gejala lokal : edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam
30 menit – 24 jam)
• Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, mengigil,
mual, hipersalivasi, muntah, nyeri kepala, dan pandangan kabur
• Gejala khusus gigitan ular berbisa :
– Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal,
peritoneum, otak, gusi, hematemesis dan melena, perdarahan kulit
(petekie, ekimosis), hemoptoe, hematuri, koagulasi intravaskular
diseminata (KID)
– Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan,
ptosis oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflek abdominal, kejang dan
koma
– Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma
– Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda – tanda 5P
(pain, pallor, paresthesia, paralysis pulselesness), (Sudoyo, 2006)
Bisa Ular
Neurotoksin
• jenis racun yang menyerang sistem saraf.
• Bekerja cepat dan cepat diserap
• Racun jenis ini melumpuhkan otot-otot hingga otot pernafasan, yang
dapat menyebabkan kematian gagal napas
• Mulai bergejala dalam hitungan menit setelah tergigitmengalami
kelemahan yang progresif.
• Kematian terjadi setelah 5-15 jam
• Contoh jenis ular yang memiliki racun neurotoksin adalah jenis elapidae
seperti ular Kobra
• Gejala yang segera muncul:
– Sensasi seperti ditusuk jarum pada tempat gigitan, akan menyebar keseluruh
tubuh dalam 2-5 menit setelah gigitan
– Udem minimal disekitar tempat gigitantidak meluas
– Gigitannya sendiri tidak nyeri
http://www.chm.bris.ac.uk/webprojects2003/stoneley/types.htm
Gejala Lain Neurotoksin:
• Fang marks • Tremor otot(fasiciculation)
• Nyeri abdomen dan otot Menyerang motor neuron
Abdominal • Midriasis
• Halusinasi and confusion
• Drowsiness.
• Hipotensi
• Ptosis
• Takikardia atau bradikardi
• Paralisis otot leherkepala
• Paralisis flaksid
terkulai
• Chest tightness.
• Hilangnya koordinasi otot
• Respiratory distress.
• Kesulitan berbicara 20
• Respiratory muscle paralyses.
minutes setelah gigitan
• Gelisah/REstlessness.
• Mual dan muntah
• Kehilangan kontrol terhadap
• Disfagia Konstriksi esofagus fungsi tubuhinkontinensia
• Peningkatan salivasikarena • Koma
tidak dapat menelan • Mati
• Peningkatan produksi keringat
http://www.snakes-uncovered.com/Neurotoxic_Venom.html
Hemotoksin
• jenis racun yang menyerang sistem sirkulasi
darah dalam tubuh, terdapat pula enzim
pemecah protein (proteolytic).
• Akibatnya sel-sel darah akan rusak dan terjadi
penggumpalan darah, pembengkakan di
daerah sekitar luka gigitan,
• beberapa menit saja korban akan merasakan
sakit yang dan terasa panas yang luar biasa.
Derajat Parrish (Gigitan Ular)
• Derajat 0 • Derajat 2
– Tidak ada gejala sistemik – Sama dengan derajat 1
setelah 12 jam – Ptechiae, echimosis
– Pembengkakan minimal – Nyeri hebat dalam 12 jam
diameter 1 cm pertama
• Derajat 1 • Derajat 3
– Bekas gigitan 2 taring – Sama dengan derajat 2
– Bengkak dengan diameter – Syok dan distress
1-5 cm pernafasan/ptechiae,
– Tidak ada tanda-tanda echimosis seluruh tubuh
sistemik sampai 12 jam • Derajat 4
– Sangat cepat memburuk
Menurut Schwartz (Depkes,2001) gigitan ular dapat di klasifikasikan sebagai
berikut:
0 0 + +/- <3cm/12> 0
I +/- + + 3-12 cm/12 jam 0
Ket:
• ECRL: Extensor Carpi Radialis Longus
• ECRB: Extensor Carpi Radialis Brevis
• APL: Anductor Pollicis Longus
• EPB: Extensor Pollicis Brevis
• Due to inflammation at • Symptoms
crossing point of 1st – pain over dorsal forearm
dorsal and wrist
compartment (APL and
• Physical exam
EPB ) and 2nd dorsal
– tenderness on
compartment (ECRL, dorsoradial forearm
ECRB) • approximately 5cm
• Epidemiology proximal to the wrist joint
– common in – provocative tests
• rowers • crepitus over area
with resisted wrist
• weight lifters extension and thumb
• Pathophysiology extension
– mechanism is repetitive
wrist extension
Imaging
• Radiographs
• not required for the diagnosis or treatment of intersection
syndrome
• MRI
• indications
• to confirm diagnosis when clinical findings unclear
• views
• fluid sensitive sequences (short tau inversion recovery, STIR; fat
suppressed proton density, FS PD; T2-weighted)
• findings
• most characteristic is peritendinous edema or fluid surrounding the
1st and 2nd extensor compartments
• other findings - tendinosis, muscle edema, tendon thickening, loss of
the normal comma shape of the tendon, and juxtacortical edema may
also be seen
Treatment
• Nonoperative
– rest, wrist splinting, steroid injections
• indications
– first line of treatment
• technique
– injection aimed into 2nd dorsal compartment (ECRL, ECRB)
• Operative
– surgical debridement and release
• indications
– rarely indicated in recalcitrant cases
• technique
– release of the 2nd dorsal compartment approximately 6 cm
proximal to radial styloid
http://www.orthobullets.com/hand/6032/intersection-syndrome
DD/: Sprained wrist
• Cedera ligamen pergelangan tangan akibat
trauma
• Grading
– Grade 1. Mild sprain, terjadi karena peregangan
(stretched) ligamen, namun tidak terdapat robekan.
– Grade 2. Moderate sprain, terjadi robekan partial dari
ligamen. Dapat menyebabkan penurunan fungsi.
– Grade 3. Severe sprain, ligamen terputus.
Memerlukan tindakan opersi. Menyebabkan fraktur
avulsi akibat tarikan dari ligamen yang terputus.
• Penyebab, paling sering
karena terjatuh dengan
posisi tangan
hiperekstensi.
• Gejala
– Bengkak
– Nyeri saat trauma terjadi
– Nyeri persisten saat
menggerakan tangan
– Hematom/ eritem
– Peningkatan suhu
– ROM terbatas
– Tidak didapatkan krepitasi
http://orthoinfo.aaos.org/
Pemeriksaan Penunjang
• X-ray: melihat adanya
fraktur.
• Pemeriksaan lain: MRI,
CT scan, dan
arthrogram.
bladder
Patent Urachus
• Karena tidak adanya involusi dari duktus
– Terdapat saluran yang meghubungkan vesika urinaria dengan
umbilicus
• Datang pada usia1-3 bulan
• The presenting complaint
– Keluarnya cairan dari umbilikus42% of the patients
• serous, purulent, or bloodyurachal sinus or cyst
• Keluarnya cairan jernih yang terus menerus (spt urin)sangat
mengarah pada patent urachus
• Berlangsung selama beberapa minggu
– Massa Umbilical yang nyeri karena adanya infection
www.mssurg.net/.../Pediatric%20Umbilical%20Abnormalities%20-
Superior vesica fissure(Exstrophy bladder variants)
• Simfisis pubis lebar
• Umbilikus letak rendah atau memanjang
• A small superior bladder opening or a patch of isolated
bladder mucosaInfraumbilica
• Genitalia are intact
Jawaban: B. Osteokondroma
86. Osteokondroma
• Osteokondroma/Osteocartilagenous Exostosis • Patologi
• neoplasma tulang jinak yang paling sering
didapat • terdapat trabekula matur tulang
• Oleh sebagian ahli dianggap bukan neoplasma,
kortikal dengan sel-sel kartilago yang
tetapi sebagai suatu hamartoma (pertumbuhan seragam
baru, dimana sel-selnya dapat menjadi • Ketebalan kurang dari 1 cm
dewasa).
• Beberapa pulau kecil yang sama
• Klinis : bentuknya.
• usia dewasa muda
• Terapi
• adanya benjolan yang keras dan tidak terasa
sakit • Bila tumor memberikan keluhan
• tumbuh sangat lambat. karena menekan struktur didekatnya
seperti tendon, sarafeksisi.
• Lokasi
• metafisis tulang panjang terutama pada • Prognosis :
• bagian distal femur • Baik
• proksimal tibia dan proksimal humerus (35 %)
• Komplikasi degenerasi ganas
• pelvis
• scapula
(menjadi Kondrosarkoma) lebih
kurang 1 %.
• Gambaran foto plain
• tulang yang bertangkai diluar pertumbuhan
daerah metafisis
• Bentuk lesi yang seragam, kartilago dengan
kalsifikasi
• Corteks dan medulla dihubungkan oleh lesi
Radiologi Bentuknya ada dua macam:
– Bertangkai/pedunculated
– Mempunyai dasar yang lebar
(Sessile)
Chondroblastoma
• radiolucent lesion with sclerotic margins
(white arrowheads) in epiphysis of distal
femur and with probable extension into
metaphysis (black arrowhead).
Miositis ossifikans
• The typical radiographic
appearance of myositis
ossificans is
circumferential
calcification with a
lucent centre, and a
radiolucent cleft (string
sign) that separates the
lesion from the cortex
of the adjacent bone.
I L M U
P E N YA K I
T
M ATA
Soal no 87
Tn. Adrian Meshach Pradipto Sadajiwa, 50
tahun, datang ke UGD RSUD Tarakan dengan
keluhan penglihatan buram sejak 1 minggu.
Terdapat riwayat hipertensi dan kolesterol.
Pasien tidak pernah berobat dan control untuk
kedua penyakit tersebut. Pada pemeriksaan fisik
slit lamp normal, funduskopi makula pucat
terdapat bintik merah di tengah. Diagnosis
untuk pasien ini adalah...
a. Oklusi arteri retina sentral
b. Retina detachment
c. Oklusi vena retina sentral
d. Retinopati diabetikum
e. Retinopati hipertensi
Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
retina cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry(cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
sentral penglihatan hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil
Ablatio suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
retina photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup
Perdarahan Perdarahan pada selaput vitreous sampai ke dalam vitreous. Gejala: penglihatan buram
vitreous tiba-tiba, peningkatan floaters,dan kilatan cahaya
Jawaban: C. Tonometri
88. Glaukoma Akut
Glaucoma Diagnostic Criterias
Diagnostic criteria Diagnostic tests
1. Intraocular tension Tonometry
2. Optic nerve head changes Ophthalmoscopy
3. Visual field defects Perimetry
4. Angle of ant. Chamber Gonioscopy
TONOMETRY
• Digital tonometry
• Indentation tonometry
– Shiotz tonometer
• Applanation tonometry
– Goldmann tonometer
– Perkin’s tonometer
– Pneumatic tonometer
– Pulse air tonometer
– Tono-pen
OPTIC NERVE HEAD CHANGES
Early Changes Advanced Changes:
• Vertically oval cup • Notch/Thinning of
• Asymmetry of C:D ratio neuroretinal rim
between two eyes(>0.2) • Pallor of neuroretinal rim
• Enlarged C:D Ratio (>0.5) • Superficial disc haemorrhages
• Pallor Areas • Cupping of disc
• Bayonetting Sign
• Lamellar Dot Sign
Bayonetting sign
GONIOSCOPY
• Open Angle
• Closed Angle
VISUAL FIELD
Jawaban: B. Dakriosistitis
89. DAKRIOSISTITIS
• Partial or complete obstruction of the nasolacrimal duct
with inflammation due to infection (Staphylococcus aureus
or Streptococcus B-hemolyticus), tumor, foreign bodies,
after trauma or due to granulomatous diseases.
• Clinical features : epiphora, acute, unilateral, painful
inflammation of lacrimal sac, pus from lacrimal punctum,
fever, general malaise, pain radiates to forehead and teeth
• Diagnosis : Anel test(+) :not dacryocystitis, probably skin
abcess; (-) or regurgitation (+) : dacryocystitis. Swab and
culture
• Treatment : Systemic and topical antibiotic, irrigation of
lacrimal sac, Dacryocystorhinotomy
DAKRIOSISTITIS – ANATOMI DUKTUS LAKRIMALIS
Uji Anel
• Evaluasi Sistem Lakrimal-Drainase Lakrimal :
• Uji Anel : Dengan melakukan uji anel, dapat diketahui apakah fungsi dari
bagian eksresi baik atau tidak.
• Cara melakukan uji anel :
– Lebarkan pungtum lakrimal dengan dilator pungtum
– Isi spuit dengan larutan garam fisiologis. Gunakan jarum lurus atau bengkok
tetapi tidak tajam
– Masukkan jarum ke dalam pungtum lakrimal dan suntikkan cairan melalui
pungtum lakrimal ke dalam saluran eksresi , ke rongga hidung
• Uji anel (+): terasa asin di tenggorok atau ada cairan yang masuk hidung.
Uji anel (-) jika tidak terasa asinberarti ada kelainan di dalam saluran
eksresi.
• Jika cairan keluar dari pungtum lakrimal superior, berarti ada obstruksi di
duktus nasolakrimalis. Jika cairan keluar lagi melalui pungtum lakrimal
inferior berarti obstruksi terdapat di ujung nasal kanalikuli lakrimal
inferior, maka coba lakukan uji anel pungtum lakrimal superior.
Soal no 90
Tn. Husada, 33 tahun datang ke puskesmas
dengan keluhan munculnya selaput kemerahan
pada kedua mata disertai rasa mengganjal pada
kedua mata. Pasien sering terpapar sinar
matahari dan debu pabrik serta sering
mengendarai motor tanpa menggunakan
kacamata. Dari pemeriksaan didapatkan selaput
berbentuk segitiga dari nasal sampai melewati
limbus tetapi tidak melebihi 2 mm dari limbus
kornea. Apakah diagnosis yg mungkin?
a. Pterygium grade 4
b. Pterygium grade 3
c. Pseudopterygium
d. Pterygium grade 2
e. Pterygium grade 1
Jawaban: A. insisi
91. HORDEOLUM
• Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata
• Infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea
• Gejala: kelopak bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal,
merah, nyeri bila ditekan, ada pseudoptosis/ptosis akibat
bertambah berat kelopak
• Gejala
– nampak adanya benjolan pada kelopak mata bagian atas atau
bawah
– berwarna kemerahan.
– Pada hordeolum interna, benjolan akan nampak lebih jelas
dengan membuka kelopak mata.
– Rasa mengganjal pada kelopak mata
– Nyeri takan dan makin nyeri saat menunduk.
– Kadang mata berair dan peka terhadap sinar.
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
• 2 bentuk :
Hordeolum internum: infeksi kelenjar Meibom di dalam tarsus. Tampak
penonjolan ke daerah kulit kelopak, pus dapat keluar dari pangkal rambut
Hordeolum eksternum: infeksi kelenjar Zeiss atau Moll. Penonjolan
terutama ke daerah konjungtiva tarsal
• Pengobatan
– Self-limited dlm 1-2 mingu
– Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4x/hari
– Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya: Gentamycin, Neomycin,
Polimyxin B, Chloramphenicol
– Jika tidak menunjukkan perbaikan : Antibiotika oral (diminum), misalnya:
Ampisilin, Amoksisilin, Eritromisin, Doxycyclin
– Insisi bila pus tidak dapat keluar
http://www.peralatankedokteran.com/2012/01/definisi-teknik-bedah-minor.html
Soal no 92
An. Ambar Rukma Qatrunnanda, usia 10 tahun,
dibawa orang tuanya ke puskesmas dengan
keluhan mata terasa gatal, merah, dan berair.
Beberapa teman sekelasnya juga mengeluhkan
hal yang sama. Pada pemeriksaan tampak
konjungtiva anemis, terdapat folikel pada
konjungtiva dan terdapat sekres serous. Terapi
apa yang tepat diberikan ?
a. Kortikosteroid
b. Antialergi
c. Antibiotic
d. Antijamur
e. Air mata buatan
Jawaban: C. Trikiasis
93. Trichiasis
• Suatu kelainan dimana bulu mata
mengarah pada bola mata yang
akan menggosok kornea atau
konjungtiva
• Biasanya terjadi bersamaan
dengan penyakit lain seperti
pemfigoid, trauma kimia basa dan
trauma kelopak lainnya, blefaritis,
trauma kecelakaan, kontraksi
jaringan parut di konjungtiva dan
tarsus pada trakoma
• Gejala :
– Konjungtiva kemotik dan hiperemi,
keruh
– Erosis kornea, keratopati dan ulkus
– Fotofobia, lakrimasi dan terasa
seperti kelilipan
– blefarospasme
Trichiasis
• Tatalaksana: • Tatalaksana bedah untuk
– Yang utama: bedah
– Lubrikan seperti artificial tears dan
trikiasis yg disebabkan
salep untuk mengurasi iritasi akibat krn kelainan anatomi:
gesekan – Entropion: dilakukan
– Atasi penyakit penyebab trikiasis, cth tarsotomi
SSJ, ocular cicatrical pemphigoid)
• Tatalaksana Bedah trikiasis – Posterior lamellar scarring:
segmental (fokal) Grafting
– Epilasi: dengan forsep dilakukan
pencabutan beberapa silia yang salah
letak, dilakukan 2-3 kali. Biasanya
dicoba untuk dilakukan epilasi terlebih
dahulu. Trikiasis bisa timbul kembali.
– Elektrolisis/ elektrokoagulasi, ES: nyeri
– Bedah beku (krioterapi): banyak
komplikasi
– Ablasi denga radiofrekuensi: sangat
efektif, cepat , mudah, bekas luka
minimal
Soal no 94
Seorang anak perempuan berusia 6 tahun
datang ke Puskesmas diantar oleh ibunya
dengan keluhan kelopak mata kanan dan kiri
merah sejak 5 hari lalu. Riwayat keterbelakangan
mental. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
kelopak mata merah terdapat sisik – sisik kering
dengan ulkus kecil – kecil sepanjang margo
palpebra dan bulu matanya rontok. Apakah
diagnosis pasien tersebut?
a. Blepharitis Anterior
b. Blepharitis Posterior
c. Ectropion
d. Herpers Simplex
e. Herpes Zoster Ophtalmika
Uptodate.com
Blepharitis Complication
• Dry eye disease is a frequent complication of
blepharitis, occurring in 25 to 40 percent of
patients
• Keratitis
Definisi Gejala Tatalaksana
Blefaritis superfisial Infeksi kelopak superfisial yang Terdapat krusta dan bila Salep antibiotik
diakibatkan Staphylococcus menahun disertai dengan (sulfasetamid dan
meibomianitis sulfisoksazol), pengeluaran
pus
Hordeolum Peradangan supuratif kelenjar Kelopak bengkak, sakit, rasa Kompres hangat, drainase
kelopak mata mengganjal, merah, nyeri bila nanah, antibiotik topikal
ditekan
Blefaritis Blefaritis diseratai skuama atau Etiologi: kelainan metabolik Membersihkan tepi kelopak
skuamosa/seboroik krusta pada pangkal bulu mata atau jamur. Gejala: panas, dengan sampo bayi, salep
yang bila dikupas tidak terjadi luka gatal, sisik halus dan mata, dan topikal steroid
pada kulit, berjalan bersamaan penebalan margo palpebra
dengan dermatitis sebore disertai madarosis
Meibomianitis Infeksi pada kelenjar meibom Tanda peradangan lokal pada Kompres hangat, penekanan
(blefaritis posterior) kelenjar tersebut dan pengeluaran pus,
antibiotik topikal
Blefaritis Angularis Infeksi Staphyllococcus pada tepi Gangguan pada fungsi Dengan sulfa, tetrasiklin,
kelopak di sudut kelopak atau pungtum lakrimal, rekuren, sengsulfat
kantus dapat menyumbat duktus
lakrimal sehingga mengganggu
fungsi lakrimalis
Ilyas, Sidarta., 2004. Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Glaukoma Fakolitik
• Glaukoma yang terjadi akibat penutupan sudut bilik mata oleh bagian
lensa yang lisis ini disebut glaukoma fakolitik,
• Pasien mengeluh sakit kepala berat, mata sakit, tajam pengelihatan hanya
tinggal proyeksi sinar.
• Examination reveals a markedly elevated IOP, microcystic corneal
edema, prominent cell and flare reaction without keratic precipitates
(KP), and an open anterior chamber angle.
• The lack of KP (keratic Precipitate) helps distinguish phacolytic glaucoma
from phacoantigenic glaucoma.
• Management Patients with phacolytic glaucoma should be treated initially
with topical cycloplegia, topical steroids (to reduce inflammation), and
aqueous suppressants (to reduce intraocular presure).
• Cataract extraction is the definitive treatment for phacolytic glaucoma
Phacolytic Glaucoma Treatment
• Medication.
– Medical management is used to temporarily control the glaucoma and
inflammation.
– Initial treatment consists of hyperosmotic agents, aqueous suppressants, anti-
inflammatory drugs and cycloplegics.
• Surgery.
– Definitive treatment is removal of the lens via extracapsular cataract
extraction with or without an IOL.
– Some ophthalmologists defer placement of an IOL until after the inflammation
subsides; however, there is no significant difference in final visual acuity
between those patients who did receive an IOL and those who did not.
– If the phacolytic glaucoma is of long duration (more than seven days), a
combined trabeculectomy may be needed to prevent postoperative IOP
spikes.
– In eyes with hypermature Morgagnian cataracts, one must be especially
careful, as the capsule is fragile, the zonules are weak and the view is difficult
due to the white, milky cortex.
– Vision limited to light perception on presentation is not a contraindication to
performing cataract extraction.
AAO
Glaucoma phacomorphic
• Cataract maturation is associated with anteroposterior
lens diameter increase Progressive enlargement of
the lens peripheral iridotrabecular apposition.
Diagnosis Treatment
• IOP above 21 mmHg • The goal in treating phacomorphic
• secondary form of angleclosure, angle-closure is to reduce the IOP
before the onset of acute
findings include : injection, corneal glaucomatous optic neuropathy
edema, mid-dilated pupil, shallow
• The only definitive treatment is
anterior chamber, and a mature cataract extraction
cataract.
• However, to avoid operating on an
• 71% complained of eye pain inflamed eye with high pressure
• 16% described it as a headache (increasing the risk of suprachoroidal
• Nausea was reported by 8%. hemorrhage from rapid IOP
fluctuations), with a limited view
• Biometry as diagnostic criteria, from corneal edema and an
requiring a lens thickness of at least extremely shallow chamber the
5 mm and an anterior chamber initial goal is to stabilize the eye by
depth less than 2 mm. breaking the acute attack and
• A vital part of the exam is lowering the IOP using either
medical or laser treatment.
gonioscopy to confirm a closed
angle.
Medical treatment
• Several studies relied on a standard treatment algorithm; timolol,
acetazolamide and intravenous mannitol were among the most common
medications used
• Pilocarpine should be avoided because it causes a forward shift of the iris-
lens diaphragm which would worsen the angle-closure, and can increase
the amount of inflammation
• Topical treatment alone may be insufficient to break the attack
• The presence of at least 180 degrees of peripheral anterior synechiae
(PAS) at presentation an indication that topical treatment will be
insufficient to break the attack
• If topical treatment fails to bring the IOP into a tolerable range until
cataract extraction can be performed, there are 3 options :
– The first is oral or intravenous medicine such as acetazolamide or mannitol.
– Argon laser peripheral iridoplasty (ALPI)
– peripheral iridotomy
Kaplowitz KB, Kapoor KG (2012) An Evidence-Based Approach to Phacomorphic Glaucoma. J Clinic Experiment Ophthalmol S1:2011
Lens particle glaucoma
• Pathophysiology Lens particle glaucoma, in contrast to phacolytic
glaucoma, is secondary to a "disruption of the lens capsule”
• may occur after cataract surgery, penetrating lens injury, or laser
posterior capsulotomy.
• The disrupted lens releases lens particle material in the anterior
chamber leading to the obstruction of the aqueous outflow
• Diagnosis
– The presentation is usually delayed for a few weeks after the
precipitating event, but it may occur months or years later.
– A history of surgery or trauma is an important
– Clinical findings include elevated intraocular pressure and evidence of
cortical lens material in the anterior chamber.
– Other possible signs are corneal edema, synechiae, and cell/flare
reaction in the anterior chamber.
Phacoanaphylactic
glaucoma/Phacoantigenic Glaucoma
• Pathophysiology Phacoantigenic • Pain is often slow in onset and is
glaucoma is a granulomatous associated with signs of
inflammatory reaction directed granulomatous uveitis (eg, keratic
against own lens antigens leading to precipitates) in contrast to the acute,
obstruction of the trabecular severe pain that is typical of PG,
meshwork and increased intraocular which shows no signs of chronic
pressure inflammation.
• Phacoanaphylaxis is not the correct • Clinical findings include "keratic
name of this condition since it is not precipitates", anterior chamber
an allergy. cell/flare reaction, synechiae and
• The mechanism causing the reaction residual lens material.
seems to be an Arthus-type immune • Management Initial therapy is to
complex reaction mediated by IgG control the intraocular pressure with
and the complement system IOP-lowering medications and to
• Diagnosis Phacoantigenic glaucoma reduce the inflammation with topical
usually occurs between one and steroids.
fourteen days after cataract surgery • If medical treatment is unsuccessful,
or trauma. surgical removal of residual lens
material is indicated
Soal no 96
Tn. Adelard Radmilo Emery Prasaja, usia 55
tahun, dating ke RS Mekarsari mengeluh
pandangan yang makin menurun. Pasien ada
riwayat DM tipe II sejak 5 tahun yang lalu.
Pemeriksaan OD: neovaskularisasi (+),
perdarahan (-), makula: edema (+). Mata OS:
neovaskularisasi (-), perdarahan (-), makula:
edema (-) . Diagnosis yang tepat untuk pasien ini
adalah…
a. Retinopati diabetika proliferatif OD dan retinopati
diabetika nonproliferatif OS
b. Retinopati diabetika nonproliferatif OD dan
retinopati diabetika proliferatif OS
c. Retinopati diabetika proliferatif ODS dan
makulopati
d. Retinopati diabetika nonproliferatif ODS
e. Retinopati diabetika proliferatif OD makulopati
Jawaban: A. Hifema
98. Trauma Mekanik Bola Mata
• Cedera langsung berupa ruda • Pemeriksaan Rutin :
paksa yang mengenai jaringan Visus : dgn kartu Snellen/chart
mata. projector + pinhole
• Beratnya kerusakan jaringan TIO : dgn tonometer
bergantung dari jenis trauma aplanasi/schiotz/palpasi
serta jaringan yang terkena Slit lamp : utk melihat segmen
anterior
• Gejala : penurunan tajam USG : utk melihat segmen
penglihatan; tanda-tanda posterior (jika memungkinkan)
trauma pada bola mata Ro orbita : jika curiga fraktur
• Komplikasi : dinding orbita/benda asing
Endoftalmitis • Tatalaksana :
Uveitis Bergantung pada berat trauma,
Perdarahan vitreous mulai dari hanya pemberian
Hifema antibiotik sistemik dan atau
topikal, perban tekan, hingga
Retinal detachment operasi repair
Glaukoma
Oftalmia simpatetik
Hifema Blood in the front (anterior) chamber of Treatment :elevating the head at night, wearing an
the eyea reddish tinge, or a small patch and shield, and controlling any increase in
pool of blood at the bottom of the iris intraocular pressure. Surgery if non- resolving hyphema
or in the cornea. or high IOP
May partially or completely block Complication: rebleeding, peripheral anterior
vision. synechiea, atrophy optic nerve, glaucoma (months or
The most common causes of hyphema years after due to angle closure)
are intraocular surgery, blunt
trauma, and lacerating trauma
The main goals of treatment are to
decrease the risk of rebleeding within
the eye, corneal blood staining, and
atrophy of the optic nerve.
TRAUMA MATA
Kondisi Akibat trauma mata
Hematoma Pembengkakan atau penimbunan darah Sering terlihat pada trauma tumpul kelopak. Bila
Palpebral di bawah kulit kelopak akibat pecahnya perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua
pembuluh darah palpebra. kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam yang
sedang dipakai
Perdarahan Pecahnya pembuluh darah yang Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan pada setiap
Subkonjungtiva terdapat dibawah konjungtiva, seperti penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat
arteri konjungtiva dan arteri episklera. trauma tumpul. Akan hilang atau diabsorbsi dengan
Bisa akibat dari batu rejan, trauma sendirinya dalam 1 – 2 minggu tanpa diobati.
tumpul atau pada keadaan pembuluh
darah yang mudah pecah.
Subluksasi Lensa berpindah tempat Penglihatan berkurang, pada iris tampak iridodenesis
(iris tampak bergetar atau bergoyang saat mata
bergerak)
HIFEMA
• Definisi:
– Perdarahan pada bilik mata • Tujuan terapi:
depan – Mencegah rebleeding
– Tampak seperti warna (biasanya dalam 5 hari
merah atau genangan pertama)
darah pada dasar iris atau – Mencegah noda darah
pada kornea pada kornea
• Halangan pandang parsial – Mencegah atrofi saraf
/ komplet optik
• Etiologi: pembedahan • Komplikasi:
intraokular, trauma – Perdarahan ulang
tumpul, trauma laserasi – Sinekiae anterior perifer
– Atrofi saraf optik
– Glaukoma
• Tatalaksana:
– Kenali kasus hifema dengan risiko tinggi
– bed rest & Elevasi kepala malam hari
– Eye patch & eye shield
– Mengendalikan peningkatan TIO
– Pembedahan bila tak ada perbaikan / terdapat
peningkatan TIO
– Hindari Aspirin, antiplatelet, NSAID, warfarin
– Steroid topikal (dexamethasone 0.1% atau
prednisolone acetate 1% 4x/hari)
– Pertimbangkan siklopegia (atropine 1% 2x/hari)
Soal no 99
Seorang perempuan berusia 30 tahun datang ke
dokter praktek umum dengan keluhan mata
kanan merah sejak 5 hari yang lalu. Keluhan
disertai rasa sakit, berair, silau. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan visus mata kanan
6/60, mata kiri 6/6, spasme palpebra minimal,
konjungtiva hiperemis, dan pada kornea
terdapat infiltrat bentuk dendritik. Apakah
diagnosis yang tepat pada kasus di atas?
a. Infeksi buang air kecil terinfiltrat filamentosa
b. Infeksi virus H. Simpleks
c. Paparan bahan toksin
d. Infeksi clamydia
e. Reaksi alergi
• Herpes simpleks virus (HSV) keratitis, sama dengan penyakit herpes simpleks
lainnya dapat ditemukan dalam dua bentuk: primer atau rekuren.
• Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan oleh HSV tipe 1, namun
pada balita dan orang dewasa, dapat juga disebabkan oleh HSV tipe 2. Lesi
kornea yang disebabkan kedua virus tersebut tidak dapat dibedakan.
• Kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV mengandung sel-sel raksasa berinti
banyak.
• Virus dapat dibiakkan di dalam membran khorioallantoik embrio telur ayam
dan di dalam jaringan seperti sel-sel HeLa .
• Identifikasi akurat virus dilakukan menggunakan metode PCR
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
• Tanda dan gejala:
– Infeksi primer biasanya berbentuk
blefarokonjungtivitis vesikular, kadang disertai
keterlibatan kornea. Umumnya self-limmited tanpa
menyebabkan kerusakan mata yang signifikan.
– Iritasi, fotofobia, peningkatan produksi air mata,
penurunan penglihatan, anestesi pada kornea,
demam.
– Kebanyakan unilateral, namun pada 4-6% kasus dapat
bilateral
– Lesi: Superficial punctate keratitis -- stellate erosion --
dendritic ulcer -- Geographic ulcer
• Dendritic ulcer: Lesi yang paling khas pd keratitis HSV.
Berbentuk linear, bercabang, tepi menonjol, dan memiliki
tonjolan di ujungnya (terminal bulbs), dapat dilihat dengan
tes flurosensi.
• Geographic ulcer. Lesi defek epitel kornea berbentuk spt
amuba
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
Keratitis herpes Treatment
• The treatment of herpes simplex keratitis is dependent upon whether the episode of
disease is caused by active viral replication or immune response to past infection.
• We recommend NOT using topical glucocorticoids when active HSV epithelial disease
is present (Grade 1C).
• We recommend that patients with epithelial herpes simplex keratitis receive antiviral
agents (Grade 1B).
– Oral and topical antivirals are equally effective, but oral agents are more convenient to use.
Trifluorothymidine 1% (trifluridine) is given one drop every two hours (eight or nine doses daily) for two
weeks.
– Ganciclovir 0.15% gel is given one drop five times daily until epithelial healing occurs and then three
times daily for seven days. Oral acyclovir is given 400 mg five times daily.
• We suggest treatment of stromal keratitis with a combination of an oral antiviral agent
and a topical glucocorticoid (Grade 2A).
– We suggest that patients with recurrent episodes of significant keratitis receive ongoing suppressive oral
antiviral therapy with either valacyclovir or acyclovir (Grade 2B).
– Valacyclovir is given 500 mg once daily and acyclovir 400 mg two times a day.
– Suppressive therapy may not be cost-effective for patients with mild recurrent disease, and its effect
does not persist when the drug is discontinued.
• Patients who have significant vision impairment due to corneal scarring from keratitis
may require corneal transplantation. Oral acyclovir improves corneal graft survival.
Keratitis herpes treatment
• Treatment options for primary ocular herpes infection
include the following:
– Ganciclovir ophthalmic gel 0.15% - 5 times daily
– Trifluridine 1% drops - 9 times daily
– Vidarabine 3% ointment - 5 times daily
– Oral acyclovir 400 mg - 5 times daily for 10 days [20] ; oral
acyclovir is the preferred treatment in patients unable to
tolerate topical medications and with good renal function
• equivalent to topical treatment and avoids corneal epithelial
toxicity
– A cycloplegic agent may be added to any of the above
regimens for comfort from ciliary spasm.
Keratitis herpes zoster
• Bentuk rekuren dari keratitis Varicella
• Lesi pseudodenditik: lesi epitel yang menonjol dengan ujung
mengerucut, sedikit tonjolan pada ujungnya (terminal bulbs)
Keratitis varicella
• Bentuk infeksi primer pada mata dari virus Varicella
• Ciri khas: lesi pseudodendritik disertai lesi pada stroma kornea
dan uveitis
Keratitis marginal
• Keratitis non infeksius, sekunder setelah konjungtivitis bakteri, terutama Staphylococcus
• Keratitis ini merupakan hasil dari sensitisasi tubuh terhadap produk bakteri. Antibodi dari
pembuluh darah di limbus bereaksi dgn antigen yang terdifusi ke dalam epitel kornea
Keratitis bakteri
• Biasanya unilateral, terjadi pd org dengan penyakit mata sebelumnya atau mata
org yang menggunakan kontak lens
• Infiltrat stroma berwarna putih, edema stroma, pembentukan hipopion
Herpes Zooster Ophtalmicus
• First described by Hutchinson in 1865
• Involves the reactivation of VZV in the
trigeminal ganglia with ophthalmic
involvement
• Accounts for 10%-25% of zoster episodes
– Nasociliary branch of the ophthalmic nerve
innervates the skin of the eyelids, conjunctiva,
sclera, cornea, iris, choroid, and the tip of the
nose
• Hutchinson’s sign Signs
– Presence of vesicles at the • External
side of the tip of the nose
– Lid edema and vesicles
– Indicator of nasociliary – Conjunctival hyperemia
involvement
– Episcleritis and scleritis
– Associated with a 50-76%
chance of ocular – Cornea
complications • Punctate epithelial keratitis
• Pseudodendrites
– The risk lowers to 34%
• Anterior stromal infiltrates
without nasociliary
• Keratouveitis
involvement
• Uveitis
Figure 1A
Shaikh S, Cristopher N. Evaluation and Management of Herpes zooster ophtalmicus. (Am Fam Physician 2002;66:1723-30,1732.
Penatalaksanaan
Soal no 100-101
100. Seorang laki-laki berumur 20 tahun datang
ke poliklinik dengan keluhan mata kanan merah
dan penglihatan kabur setelah tertusuk dengan
benda tajam 1 hari yang lalu. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal,
mata kanan merah, berair dan silau, injeksi siliar,
terdapat luka yang menggaung pada kornea dan
ketajaman penglihatan 1/60 . Apakah diagnosis
yang paling tepat?
a. Ulkus kornea perifer okuli dekstra
b. Abses kornea okuli dekstra
c. Ulkus atheromatosus okuli dekstra
d. Ulkus kornea sentral okuli dekstra
e. Descemetocele okuli dekstra
Jawaban: A. jamur
100-101. Ulkus Kornea
ULKUS KORNEA
• Gejala Subjektif
• Ulkus kornea adalah hilangnya – Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
sebagian permukaan kornea akibat – Sekret mukopurulen
kematian jaringan kornea – Merasa ada benda asing di mata
– Pandangan kabur
• ditandai dengan adanya infiltrat – Mata berair
– Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
supuratif disertai defek kornea
– Silau
bergaung, dan diskontinuitas – Nyeri
jaringan kornea yang dapat terjadi – nfiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit
dari epitel sampai stroma. nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer kornea
dan tidak disertai dengan robekan lapisan
• Etiologi: Infeksi, bahan kimia, epitel kornea.
Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Keratitis/ ulkus Fungal
• Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan
keratitis fungal dengan bakteri.
– Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan “button appearance”
yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.
• Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik
sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal
tissue biopsy).
Stromal infiltrate
Ulkus kornea Jamur
Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).
• Findings
– Within one sector of the
retina
• Superficial hemorrhages
• Retinal edema
• Cotton-wool spots
• Dilated and tortuous vein
• Corresponding artery
narrowed and sheathed
Branch Retinal Vein Occlusion
• Findings
– Superotemporal quadrant
most common
• 63%
– Occurs at arteriovenous
crossing
• Artery and vein bound
together in a common
sheath
• Arterial thickening
compresses vein
– Turbulent flow → thrombus
formation
Branch Retinal Vein Occlusion
• Visual Loss
– Acute
• Macular hemorrhage
• Macular edema
• Capillary occlusion
– Chronic
• Macular ischemia
• CME
• Macular pigmentary changes
• Epiretinal membrane formation
• Subretinal fibrosis
Branch Retinal Vein Occlusion
• Risk factors
– Identified by the Eye Disease
Case-Control Study
• Hypertension
• Cardiovascular disease
• Increased BMI at age 20
• Glaucoma
– Macular edema
• Allow three months for
improvement
• Vision 20/40 or worse
• Light grid pattern of laser spots
to involved sector of retina
• Branch vein occlusion study
– Treated eyes more likely to gain 2
lines of vision
» Treated 65%, untreated 37%
• Photocoagulation
– Neovascularization
• BVOS defined ischemic BRVO
– Area of non-profusion > 5 disk
diameters
• Large areas of non-profusion
increase risk of
neovascularization
– Apply scatter PRP to areas of
retinal ischemia
• Only when neovascular
complications develop
– NVI, NVE (neovascularization
elsewhere), NVD
(neovascularization of the disc)
OKLUSI VENA RETINA SENTRALIS
(CENTRAL RETINA VEIN OCCLUSION)
• Kelainan retina akibat • Predisposisi :
sumbatan akut vena – Usia diatas 50 thn
retina sentral yang – Hipertensi sistemik 61%
ditandai dengan – DM 7% -Kolestrolemia
penglihatan hilang – TIO meningkat
mendadak. – Periphlebitis (Sarcouidosis,
Behset disease)
– Sumbatan trombus vena
retina sentralis pada
daerah posterior lamina
cribrosa)
Central Retinal Vein Occlusion
• Findings
– Dilated and tortuous retinal
veins
– Swollen optic disc All four quadrants
– Intra-retinal hemorrhages
– Retinal edema
Central Retinal Vein Occlusion
• Classification
– Based on amount of non-profusion on fluorescein
angiography
• Ischemic
– ≥10 disk areas
» Non-ischemic
< 10 disk areas
» Indeterminate
Too much hemorrhage to tell
80% progress to ischemic
Central Retinal Vein Occlusion
• Pathogenesis
– Thrombosis of the central retinal vein
• At or posterior to the lamina cribrosa
• Non-ischemic CRVO
– Less dilation and vascular
tortuosity
– Dot and flame
hemorrhages in all
quadrants
– Less or no disk swelling
– Angiogram shows
• Delayed A-V transit time
• Leakage
• Minimal capillary dropout
Central Retinal Vein Occlusion
• Ischemic CRVO
– Extensive hemorrhage
– Retinal edema
– Marked venous dilation
– Cotton-wool spots
– Angiogram show
• Widespread capillary nonprofusion
• Risk Factors
– Eye Disease Case-Control
Study
• Hypertension
• Diabetes
– Unlike BRVO
• Glaucoma
– Check and treat IOP!
• Pemeriksaan : • Penatalaksanaan :
– FFA (Fundus Fluorescein • Memperbaiki
Angiography) underlying disease
– ERG
(Electroretinogram)
• Fotokoagulasi laser
– Tonometri • Vitrektomi
• Kortikosteroid belum
terbuti efektivitasnya
• Anti koagulasi sistemik
tidak direkomendasikan
• Management
– Family medical doctor to
manage
• Hypertension
• Diabetes
• Elevated cholesterol
Central Retinal Vein Occlusion
• Management
– Macular edema
• Central Vein Occlusion Study
Group
– Grid laser treatment in the
macula
» DOES reduce angiographic
evidence of edema
» DOES NOT improve vision
Central Retinal Vein Occlusion
• Management
– Macular edema
• Intravitreal
trimcinolone/Avastin
• Capable of transiently
improving vision
– Risks
» Glaucoma
» RD
» Cataract
» Endopthalmitis
Central Retinal Vein Occlusion
• Management
– Iris neovascularization
– Once neovascularization
detected
• Prompt PRP
Central Retinal Vein Occlusion
• Outcome
– Most important predictor is
initial visual acuity:
• 20/40 or better
– Likely to remain unchanged
• 20/400 or less
– Likely to remain worse than
20/400
• 20/50-20/200
– 1/3 unchanged
– 1/3 improve
– 1/3 worse
Hemiretinal vein occlusion
Less common than
BRVO and CRVO
Occlusion of superior or
inferior branch of the
CRV.
Features of BRVO,
involving the superior or
inferior hemisphere
Prognosis depends on
severity of macular
edema and ischemia.
Defini dan gejala
Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
retina cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry (cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
sentral penglihatan hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil
Ablatio suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
retina photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup
Retinopati suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang
hipertensi menderita hipertensi. Mata tenang visus turun perlahan dengan tanda AV crossing –
cotton wol spot- hingga edema papil; copperwire; silverwire
Soal no 105
Nn. Felysia Inez Gianina Wijayanto, 25 tahun,
datang ke Polikinik Sehat Ceria dengan keluhan
mata kering, mengganjal dan mata merah.
Pasien memiliki riwayat sering memakai obat
tetes mata gentamicyn selama 2 minggu. Obat
tetes mata ini pasien beli sendiri di apotek. Dari
pemeriksaan pasien saat ini ditemukan injeksi
konjungtiva (+), tes fluresen (+). Diagnosis yang
tepat adalah....
a. Keratokonjungtivitis toksik
b. Keratokonjungtivitis Virus
c. Keratokonjungtivitis Bakteri
d. Keratokonjungtivitis Vernal
e. Keratokonjungtivitis Atopi
Dart J. Corneal toxicity : The epithelium and stroma in iatrogenic and factitious disease. Eye (2003) 17;886-92
• The clinical signs
– Both iatrogenic and factitious disease are usually
nonspecific and identical to those resulting from
other causes of corneal epithelial disease such as:
• punctate keratopathy,
• Coarse focal keratopathy,
• pseudodendrites,
• Filamentary keratopathy, and
• persistent epithelial defect
NEUROLOGI
Soal no 106
Seorang perempuan, 45 tahun, datang dengan
keluhan nyeri hebat pada wajah sebelah kanan.
Nyeri dirasakan secara tiba-tiba setelah pasien
menggosok gigi. Nyeri pada pipi kanan sampai
dagu kanan, intensitas nyeri selama 1 menit.
Riwayat trauma (-). Tes sensibilitas wajah kanan
berkurang. Farmakologi lini pertama pada
pasien ini adalah...
a. Fenobarbital
b. Fenitoin
c. Carbamazepin
d. Diazepam
e. Midazolam
Jawaban: C. Carbamazepin
106. Neuralgia Trigeminal
Soal no 107
Tn. Abraham Alexi Pratama usia 21 tahun,
datang ke tempat Praktek dr. Alexis dengan
keluhan tangan kebas. Pasien sering mengibas-
ibaskan tangan untk meringankan keluhan
pasien tersebut. Keluhan sudah dirasakan sejak
beberapa tahun terakhir. Dari pemeriksaan
neurologis yang dilakukan, didapatkan tinnel
sign (+). Apakah tatalaksana yang tepat pada
pasien ini?
a. Splinting
b. Operasi
c. Inj. Kortikosteroid
d. Fisioterapi
e. NSAID
Jawaban: A. Splinting
107. Carpal Tunnel Syndrome
Terapi Konservatif
• Istirahatkan pergelangan tangan
• Obat antiinflamasi nonsteroid
• Pemasangan bidai pada posisi netral
pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang
terus-menerus atau hanya pada malam hari
selama 2-3 minggu
• lnjeksi steroid
• Kontrol cairan,misalnya dengan pemberian
diuretika
• Vitamin B6 (piridoksin)
• Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan
vaskularisasi pergelangan tangan
Terapi Operatif
• Tindakan operasi pada CTS disebut neurolisis
nervus medianus pada pergelangan tangan.
• Operasi hanya dilakukan:
• pada kasus yang tidak mengalami
perbaikan dengan terapi konservatif
• bila terjadi gangguan sensorik yang berat
• adanya atrofi otot-otot thenar.
Soal no 108
Tn. Abqari Agam Agler Basupati, usia 56 tahun
datang ke RSUD Sorong dengan keluhan
kelemahan pada tubuh bagian kanan. Saat
diperiksa pasien hanya bisa menggeserkan
anggota gerak kanan. Pada pemeriksaan
neurologis ditemukan sudut bibir kiri tampak
turun dan alis tidak dapat digerakkan.
Pemeriksaan lain dalam batas normal. Diagnosa
klinis pasien ini adalah…
a. Lesi pada N. VII dextra-sentral dan hemiparesis
dextra
b. Lesi pada N. VII dextra-perifer dan hemiparesis
dextra
c. Lesi pada N. VII sinistra-perifer dan hemiplegi dextra
d. Lesi pada N. VII sinistra-sentral dan hemiplegi
dextra
e. Lesi pada N. VII sinistra-perifer dan hemiparesis
dextra
• Parkinson’s disease
predominantly
• ALS (Lou Gehrig’s disease) motor
symptoms
Frontotemporal Dementia
• Definition:
– clinicopathologic condition consisting of
deterioration of personality and cognition
assoc. with prominent frontal and temporal
lobe atrophy
• Accounts for up to 3-20% of dementias
– Third behind AD and Lewy Body Dementia in
neurodegenerative dementing illnesses
FTD: Clinical Findings
• behavioral variant (bvFTD)
– disinhibition
• socially inappropriate behavior
• impulsivity
– apathy
• loss of interest, drive, motivation
– loss of sympathy / empathy
– repetitive / compulsive / ritualistic behavior
• Neuropsychology:
– Impaired frontal lobe tests in absence of severe
amnesia, aphasia, or visuospatial deficits
• Imaging:
– Atrophy or decreased uptake in the frontal or
anterior temporal lobes (bilateral or unilateral)
by MRI, CT, PET, SPECT (The Lund and Manchester Groups, J
Neurol Neurosurg Psychiatry 1994;57:416-418; Neary et. al, Neurology
1998;51:1546-1554)
TELENCEPHALON
AREA CORTEX CEREBRI (UTAMA)
menurut Broadmann
1. Lobus frontalis:
- area 4: cortex motorik primer
- area 6: area premotorik (extrapyramidal)
- area 8: atur gerak mata & pupil
- area 44,45: area bahasa motorik (Broca)
2. Lobus parietalis:
- area 1,2&3: area somatosensorik cortex sensorik primer
3. Lobus temporalis:
- area 41: cortex auditorik primer
- area 42: cortex auditorik sekunder (asosiasi)
- area 22,23: area bahasa perseptif (Wernicke)
- area 28: area olfaktorius
4. Lobus oksipitalis:
- area 17: cortex visual primer
- area 18,19: cortex asosiasi visual
TELENCEPHALON
LESI KORTEK CEREBRI
Lobus Defisit Neurologi Fenomena positif Psikopatologi
BASAL GANGLIA
• Kelompok substansia grisea yang terletak
basal dari corpus medulare, sebagian
besar dibentuk sel2 saraf, sebagian kecil
dibentuk serat2 penghubung
Anatomi:
a. corpus striatum nucleus caudatus
dan nucleus lenticularis
b. claustrum
c. nucleus amygdaloid (amygdale)
Fungsi:
a. corpus striatum pusat subcortical
sistem extrapyramidal
b. nucleus amygdale bagian
rhinencephalon & sistem limbik
c. claustrum msh blm jelas fungsinya
Soal no 110
Tn. Abid Aqila Pranajaya Nugroho, 40 tahun,
dating ke RS karena mengalami kelemahan
kedua tungkai bawah. Mulanya kelemahan
dirasakan setinggi ankle. Pasien 1 minggu
sebelumnya dirawat karena diare. Dari
pemeriksaan neurologis ditemukan reflek
fisiologis menurun kedua tungkai menurun,
reflek patologis tidak ada. Komplikasi terburuk
penyakit tersebut adalah...
a. Atropi otot
b. Kelumpuhan otot pernafasan
c. Hemiparese
d. Hemiplegia
e. Tetraparesis
Jawaban: E. Methyprednisolone
111. Bell’s Palsy
Soal no 112
Seorang pasien umur 59 tahun datang ke IGD
dengan keluhan anggota tubuh yang kanan
melemah sejak 8 jam yang lalu. Pasien saat itu
sedang menonton televisi. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan kesadaran kompos mentis, tensi
110/70mmHg, nadi 92x/mnt, RR 20x/mnt, suhu
36,6oC. Pada pemeriksaan motorik didapatkan
motorik sinistra +5, motorik dextra +3, kaku
kuduk (-), babinsky (+). Pemeriksaan gold
standart yang tepat adalah…
a. Rontgen kepala
b. CT scan kepala tanpa kontras
c. CT scan kepala dengan kontras
d. MRI kepala tanpa kontras
e. MRI kepala dengan kontras
• Nyeri • Tremor
• Gangguan tidur • Sulit untuk berbalik badan
•Ansietas dan depresi di kasur
•Berpakaian menjadi lambat •Berjalan menyeret
•Berjalan lambat •Berbicara lebih lambat
Jawaban: D. N. VI Sinistra
115. Inervasi Otot Ekstraokuler
Jawaban: A. GCS 5
117. Glasgow Coma Scale
• Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang
dipakai untuk menentukan/ menilai tingkat
kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya
sampai keadaan koma. Teknik penilaian dengan
ini terdiri dari tiga penilaian terhadap respon
yang ditunjukkan oleh pasien setelah diberi
stimulus tertentu, yakni respon buka mata,
respon motorik terbaik, dan respon verbal. Setiap
penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin
tertinggi bernilai 15.
Jenis Pemeriksaan Nilai
Respon buka mata (Eye Opening, E)
· Respon spontan (tanpa stimulus/rangsang) 4
· Respon terhadap suara (suruh buka mata) 3
· Respon terhadap nyeri (dicubit) 2
· Tida ada respon (meski dicubit) 1
Respon verbal (V)
• Berorientasi baik 5
• Berbicara mengacau (bingung) 4
• Kata-kata tidak teratur (kata-kata jelas dengan substansi tidak jelas dan 3
non-kalimat, misalnya, “aduh… bapak..”)
• Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang) 2
• Tidak ada suara 1
Respon motorik terbaik (M)
• Ikut perintah 6
• Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang 5
nyeri) 4
• Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang) 3
• Fleksi abnormal (dekortikasi: tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas
dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) 2
• Ekstensi abnormal (deserebrasi: tangan satu atau keduanya extensi di sisi
tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) 1
• Tidak ada (flasid)
Soal no 118
Ny, Callista Evangeline Wijaya, 20 tahun, dibawa
oleh teman-temannya ke IGD RS Mekarsari
Bekasi dengan keluhan penurunan kesadaran
akibat kecelakaan lalu lintas yang dialaminya 3
jam yang lalu. Pasien sempat sadar di ruang IGD,
tapi 30 menit kemudian pasien langsung tidak
sadar lagi. Pasien direncanakan untuk dilakukan
CT scan. Apa kemungkinan diagnosis pasien
tersebut?
a. Perdarahan epidural
b. Perdarahan subdural
c. Perdarahan subarachnoid
d. Perdarahan intracranial
e. Perdarahan intravertikel
Epidural
Soal no 119
Nn. Mayasari Grizelle Faranisa Wijaya, 40 tahun,
datang dengan keluhan nyeri pada pinggang
kanan menjalar ke tungkai bawah. Keluhan
sudah dirasakan sejak lama, dan dibiarkan oleh
pasien karena pasien takut dioperasi. Pada saat
dilakukan tes laseque didapatkan nyeri sampai
sudut 15 derajat. Untuk menunjang diagnosis
dilakukan pemeriksaan lain adalah...
a. Patrick dan Kontra-Patrick
b. Lhermite test
c. Sigard & Bragard
d. Kernig sign
e. Romberg test
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Gejala Klinis
• Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke
bawah (mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai
bawah bagian atas). Dikarenakan mengikuti jalannya N.
Ischiadicus yang mempersarafi kaki bagian belakang.
1. Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut,
kemudian ke tungkai bawah. (sifat nyeri radikuler).
2. Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk,
mengangkat barang berat.
3. Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1
(garis antara dua krista iliaka).
4. Nyeri Spontan, sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi
berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat. Sedangkan bila
berbaring nyeri berkurang atauhilang.
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Pemeriksaan
• Motoris
– Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul
dan lutut, serta kaki yang berjingkat.
– Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.
• Sensoris
– Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
– Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.
Tes-tes Khusus
1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT)
– Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90°.
2. Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes
laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki.
3. Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki.
4. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial dari ibu jari
kaki (L5).
5. Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki (L5), atau
plantarfleksi (S1).
6. Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit
7. Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki
8. Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan indikasi
untuk segera operasi.
9. Kadang-kadang terdapat anestesia di perineum, juga merupakan indikasi untuk operasi.
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Straight leg raise test
http://www.healingartscenter.info/wp-content/uploads/2010/01
Bragard’s Test
• Prosedur: pasien supine. Kaki
pasien lurus kemudian elevasi
hingga titik dimana rasa nyeri
dirasakan. Turunkan 5o dan
dorsofleksi kaki.
• Positive Test: nyeri akibat traksi
nervus sciatik.
– Nyeri dengan dorsiflexion 0°
to 35° – extradural sciatic
nerve irritation.
– Nyeri dengan dorsiflexion from
35° – 70° – intradural
problem (usually IVD lesion).
– Nyeri tumpul paha posterior -
tight hamstring.
Sicard's Sign
• If the SLR is positive, lower the leg to just
below the point of pain and quickly dorsiflex
the great toe
• Patrick Test (FABER) and contra-patrick test
– Deteksi kondisi patologis dari sendi paggul dan sakroiliaka.
– Pemeriksaan (+) jika terasa nyeri pada salah satu atau kedua
sendi tersebut.
Jawaban: D. Hipertonia
120. Trauma Medula Spinalis
• Terjadi jika medula spinalis mengalami kompresi atau gangguan
vaskularisasi atau adanya subluksasi vertebrae.
• Penyebab tersering: kecelakaan lalu lintas, kekerasan, terjatuh, atau
cedera olahraga.
• Gejala: tergantung lokasi dan berat cedera
– Cedera komplit: tidak ada fungsi medula spinalis di bawah lesi.
– Cedera parsial: masih ada sebagian fungsi medula spinalis di bawah lesi.
• Gejala lain: nyeri di area cedera, paralisis extrimitas, nyeri pada kulit,
hilangnya kontrol berkemih dan defekasi, disfungsi seksual.
• Tatalaksana:
– Minimalisasi cedera lanjutan: realigned dan imobilisasi, steroid segera
mungkin.
– Rehabilitasi: setelah stabil fisioterapi dan terapi okupasi
– Komplikasi jangka lama: ulkus dekubitus, ISK, kontraktur dan atropi otot-otot
ekstrimitas.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/tutorials/spinalcordinjury/nr259103.pdf
Spinal Shock
• Definisi: kondisi neurologis lokal sementara yang muncul segera setelah
adanya cedera medula spinalis.
• Pembengkakan dan edema dari medula spinalis terjadi 30 menit setelah
benturan dan dapat mengakibatkan gangguan konduksi saraf.
• Nyeri berat dapat dirasakan pada area tepat di atas lesi, berkaitan dengan
peningkatan sensitifitas nyeri.
• Gejala antara lain: paralisis flacid, atonia, flacid sphincter dan tidak ada
refleks di bawah lesi. Tidak dapat merasakan nyeri, suhu, perabaan,
proprioseptif atau tekanan di bawah lesi. Terdapat pula gangguan
termoregulasi, sensasi somatik/viseral di bawah lesi, distensi usus dan
ileus paralitik.
• Spinal shock dapat berlangsung dalam hitungan jam hingga minggu
tergantung masing-masing pasien.
• Pemberian steroid harus dilakukan dalam waktu 8 jam setelah kejadian.
Protokol: metilprednisolon 30mg/kg bolus dalam 15 menit, dilanjutkan
5,4mg/kg/h IV, dimulai 45 menit setelah pemberian bolus.
Soal no 121
Seorang laki-laki berusia 60 tahun datang ke
UGD RS dengan keluhan sakit kepala sejak 8
bulan yang lalu. Sakit kepala dirasakan semakin
memberat sejak 1 minggu disertai muntah
namun tidak disertai mual. Pada pemeriksaan
neurologis didapatkan hemiparese kanan dan
parase N.VII kanan tipe sentral. Apakah
diagnosis yang tepat pada pasien diatas?
a. Tumor hemisfer serebral kanan
b. Tumor hemisfer serebral kiri
c. Tumor mesensefalon kanan
d. Tumor mesensefalon kiri
e. Tumor serebelum kiri
125. SKIZOFRENIA
Skizofrenia Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal 1
bulan
Paranoid merasa terancam/dikendalikan
Hebefrenik 15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan,
senyum sendiri
Katatonik stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea
Skizotipal perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik, pikiran
obsesif berulang
Waham menetap hanya waham
Psikotik akut gejala psikotik <2 minggu.
Skizoafektif gejala skizofrenia & afektif bersamaan
Residual Gejala negatif menonjol, ada riwayat psikotik di masa lalu yang
memenuhi skizofrenia
Simpleks Gejala negatif yang khas skizofrenia (apatis, bicara jarang, afek
tumpul/tidak wajar) tanpa didahului halusinasi/waham/gejala
psikotik lain. Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna
(tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri).
Skizofrenia Hebefrenik
• Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada
usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya 15-25 tahun).
Referensi: PPDGJ-III
Soal no 126
Seorang wanita berusia 45 tahun memeriksakan
diri ke dokter karena merasa hidupnya tidak
tenang. Pasien merasa pusing, mual, muntah
jika berada di keramaian. Setahun yang lalu
pasien merasa panik dan pingsan saat berada di
keramaian dan tidak ada yang menolongnya.
Sejak itu pasien selalu takut berada di tempat
ramai sehingga pasien sering tinggal di rumah.
Apa diagnosis dari kondisi yang dialami oleh
pasien tersebut ?
a. Gangguan Panik
b. Gangguan Somatoform
c. Gangguan Agorafobia
d. Gangguan Cemas Menyeluruh
e. Gangguan Disosiasi
Fobia sosial Ketakutan yang jelas dan menetap situasi sosial atau tampil didepan
orang yang belum dikenal atau situasi yang memungkinkan ia dinilai
oleh orang lain atau menjadi pusat perhatian. Ada perasaan takut
bahwa ia akan berperilaku memalukan atau menampakkan gejala
cemas atau bersikap yang dapat merendahkan dirinya.
Fobia khas/ Ketakutan yang berlebihan dan persisten terhadap objek atau situasi
spesifik spesifik, seperti ketakutan terhadap tempat tertutup ( Claustrophobia),
atau ketakutan terhadap binatang kecil yang menjijikkan seperti tikus,
ulat, dan lain-lain.
Soal no 127
Seorang pasien laki-laki, sedang mengalami
demam tinggi. Suatu malam ia berteriak dan
berkata bahwa ada seorang pria yang tengah
berdiri di depan jendela. Lalu suster datang dan
menyalakan lampu, dan pria tersebut merasa
bersyukur bahwa yang dilihatnya hanya gorden
yang terjuntai. Termasuk apakah keluhan pasien
tersebut?
a. Ilusi
b. Halusinasi
c. Delusi
d. Waham
e. Gangguan alam sadar
Jawaban: A. Ilusi
127. GANGGUAN PERSEPSI
Gangguan Persepsi Definisi
Depersonalisasi satu kondisi patologis yang muncul sebagai akibat dari perasaan
subyektif dengan gambaran seseorang mengalami atau
merasakan diri sendiri (atau tubuhnya) sebagai tidak nyata atau
khayali (asing, tidak dikenali).
Derealisasi perasaan subyektif bahwa lingkungannya menjadi asing, tidak
nyata.
Jawaban: D. THP
128. GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Gejala Ekstrapiramidal
Karakteristik
Akathisia Gelisah dan merasa perlu bergerak terus. Menggerakkan kaki mengetuk lantai (foot
tapping atau toe tapping). Gejala ini berkurang saat tidur atau pada posisi berbaring.
Pasien merasa tertekan bila tidak dapat bergerak.
Dystonia Kelainan neurologis dimana terdapat kontraksi otot yang terus-menurus sehingga
mengakibatkan gerakan repetitif dan twisting atau postur yang abnormal. Dapat
melibatkan punggung, leher, ekstremitas atas dan bawah, rahang, dan laring. Bisa
terjadi kesulitan menelan, bernapas, bicara, dan menggerakkan leher.
Oculogyric crisisDeviasi keatas bola mata yang ekstrim disertai dengan konvergen,
menyebabkan diplopia. Berkaitan dengan fleksi posterolateral dari leher dan dengan
mulut terbuka atau rahang terkunci.
Parkinsonism Tremor, rigiditas, dan kelambatan bergerak, yang melibatkan batang tubuh dan
ekstremitas. Kesulitan berdiri dari posisi duduk, postur tidak seimbang, muka
topeng.
Tardive dyskinesia Gerakan koreatetoid abnormal yang melibatkan regio orofasial dan lidah. Lebih
jarang mengenai ekstremitas dan batang tubuh. Ada gerakan mulut mencucu,
gerakan mengunyah, dan lidah menjulur. Gejala tidak menimbulkan nyeri, namun
menyebabkan penderitanya malu di depan umum.
http://www.uspharmacist.com/content/c/10205/?t=women%27s_health,neurology
Prinsip Terapi Gejala Ekstrapiramidal
• Yang terpenting adalah Pencegahan
– Setiap pasien yang menerima antipsikotik harus
dievaluasi dan dimonitor terhadap munculnya
gejala ekstrapiramidal.
DYSTONIA
• Hentikan atau turunkan dosis • PARKINSONISME
obat yang menyebabkan • Hentikan atau turunkan dosis
distonia. obat yang menyebabkan gejala.
• Ganti obat menjadi golongan • Ganti obat menjadi golongan
antipsikotik atipikal antipsikotik atipikal
• Berikan obat-obatan • Obat lain: Amantadine, golongan
antimuskarinik antimuskarinik, agonis dopamin,
• Tatalaksana ansietas levodopa
• Pada distonia fokal , dapat diberi
toksin Botulinum
• Pemberian relaksan otot,
dopamin-depleting agent Contoh obat antimuskarinik:
• Deep brain stimulation Triheksifenidil, Benztropine
Soal no 129
Tn. Dhiaurrahman Faiq Hamzah, usia 40 tahun,
diantar oleh istrinya ke Puskesmas Bekasi Jaya
karena tampak murung, banyak berdiam diri,
makan tidak nafsu dan pasien hanya mengurung
diri di kamar. Pasien tidak mau bermain musik
yang merupakan hobinya. Pasien merasa malu
menjadi seseorang yang tidak berguna. Keluhan
di atas menunjukkan gejala…
a. Manik
b. Depresi
c. Skizofrenia
d. Gangguan psikotik
e. Gangguan bipolar
Jawaban: B. Depresi
129. DEPRESI
• Gejala utama: • Gejala lainnya:
1. afek depresif, 1. konsentrasi menurun,
2. harga diri & kepercayaan diri
2. hilang minat & berkurang,
kegembiraan, 3. rasa bersalah & tidak berguna
3. mudah lelah & yang tidak beralasan,
menurunnya 4. merasa masa depan suram &
aktivitas. pesimistis,
5. gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri,
6. tidur terganggu,
7. perubahan nafsu makan (naik
atau turun).
Terjadi selama minimal 2 minggu.
PPDGJ
Depresi
• Episode depresif ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain > 2
minggu
PPDGJ
DSM-IV Criteria
Terapi Depresi
• Sasarannya adalah perubahan biologis/efek
berupa mood pasien.
• Karena mood pasien dipengaruhi kadar
serotonin dan nor-epinefrin di otak, maka
tujuan pengobatan depresi adalah modulasi
serotonin dan norepinefrin otak dengan agen-
agen yang sesuai.
• Dapat berupa terapi farmakologis dan non
farmakologis.
Terapi Non Farmakologis
• PSIKOTERAPI
– interpersonal therapy: berfokus pada konteks sosial
depresi dan hub pasien dengan orang lain
– cognitive - behavioral therapy „: berfokus pada mengoreksi
pikiran negatif, perasaan bersalah yang tidak rasional dan
rasa pesimis pasien
Jawaban: B. Alprazolam
130. INSOMNIA
Menurut DSM IV
• Sulit memulai atau mempertahankan tidur
• Tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan
• Menyebabkan gangguan fungsi yang signifikan pada individu
Jawaban: A. Skizoid
132. GANGGUAN KEPRIBADIAN
Soal no 133
Seorang wanita, usia 16 tahun, belum menikah,
TB = 160 cm, BB = 35kg, datang ke dokter
praktek dengan keluhan nyeri abdomen,
amenorhoe selama 4 bulan terakhir, intoleransi
cuaca dingin, jantung berdebar-debar, gangguan
kognitif ringan. Terdapat distorsi “body-image”
dalam bentuk ketakutan gemuk yang terus-
menerus. Diagnosis pasien adalah...
a. Anorexia nervosa
b. Bulimia nervosa
c. Gangguan makan YTT
d. Depresi berat
e. Gangguan obsesif kompulsif
Terapi Farmakologi
Anoreksia Nervosa
• Tidak ada terapi farmakologi yang terbukti
efektif untuk anoreksia nervosa
• Terapi farmakologi tidak dapat dijadikan satu-
satunya terapi
– Merupakan terapi tambahan bila terdapat
komorbid lain seperti depresi dan ansietas
http://www.wfsbp.org/fileadmin/user_upload/Treatment_Guidelines/Aigner_WF
SBP_guidelines_eating_disorder_World_J_Biol_Psychia_11.pdf. 2011
http://www.wfsbp.org/fileadmin/user_upload/Treatment_G
uidelines/Aigner_WFSBP_guidelines_eating_disorder_World
_J_Biol_Psychia_11.pdf. 2011
Bulimia Nervosa
• SSRIs (specifically fluoxetine)
– the drugs of first choice for the treatment of bulimia
nervosa in terms of acceptability, tolerability and reduction
of symptoms
• Dosis Lebih tinggi daripada untuk depresi (60 mg
daily)
• Tidak ada obat-obatan lain, selain antidepresan yang
direkomendasikan untuk terapi bulimia nervosa
• Fluoxetine merupakan satu-satunya terapi
farmakologi yang di setujui oleh FDA untuk gangguan
makan
http://www.nice.org.uk/guidance/cg9/resources/guidance-
eating-disorders-pdf. January 2004
Soal no 134
Seorang wanita, 44 tahun, datang ke puskesmas
dengan keluhan ketakutan dan berdebar–debar.
Pasien merasakan sering cemas, takut, dan
gemetaran. Pasien takut anaknya terkena
masalah NAPZA akibat pergaulan bebas.
Keluhan dirasakan memberat jika anaknya pergi
ke sekolah. Keluhan dirasakan sejak 6 bulan yang
laluTerapi yang tepat adalah...
a. Fluoxetine
b. Diazepam
c. Haloperidol
d. Risperidon
e. Amitriptilin
Jawaban: A. Fluoxetine
134. GEJALA
ANSIETAS
Ansietas
Diagnosis Characteristic
Gangguan panik Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan
datangnya kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya provokasi
dari stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari gejala di
antara serangan panik.
Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.
Gangguan fobik Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi,
antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan
kematian.
Gangguan Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu
penyesuaian <3 bulan dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan duka cita
akibat kematian orang lain.
Gangguan cemas Ansietas berlebih terus menerus berlangsung setiap hari sampai bbrp
menyeluruh minggu disertai Kecemasan (khawatir akan nasib buruk), ketegangan
motorik (gemetar, sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas
otonomik (sesak napas, berkeringat, palpitasi, & gangguan
gastrointestinal), kewaspadaan mental (iritabilita).
PEDOMAN DIAGNOSIS
GANGGUAN CEMAS MENYELURUH (PPDGJ-III)
• Penderita harus menunjukan anxietas sebagai gejala primer yg
harus berlangsung setiap hari untuk beberapa minggu sampai
beberapa bulan.
http://www.aafp.org/afp/2005/0215/p733.html
Ven XR :Venlafaxine extended
release
• SNRI : Serotonin
norephinephrine reuptake
inhibitor
http://www.currentpsychiatry.com/home/article/panic-
disorder-break-the-fear-
circuit/990b7a325883ba278cdf8e46222a61f9.html
Soal no 136
Tn. Abdullah Rasyiqul Abid, 42 tahun, dibawa
oleh polisi ke UGD. Pasien dibawa ke UGD
karena saat di kantor polisi pasien melaporkan
bahwa ada orang yang berniat mencelakainya.
Namun, polisi tidak menemukan bukti-bukti
yang mengarah ke hal tersebut. Saat ditanya
lebih lanjut oleh polisi, pasien berpikir dia dapat
mengirimkan informasi dari siaran televisi yang
sedang berlangsung. Terapi apa yang tepat
diberikan kepada pasien tersebut?
a. Haloperidol
b. Amitriptilin
c. Asam valproat
d. Carbamazepin
e. Propanolol
Jawaban: A. Haloperidol
136. TERAPI ANTIPSIKOTIK
• Key points for using antipsychotic therapy:
1. An oral atypical antipsychotic drug should be considered as
first-line treatment.
2. Choice of medication should be made on the basis of prior
individual drug response, patient acceptance, individual side-
effect profile and cost-effectiveness, other medications being
prescribed and patient co-morbidities.
3. The lowest-effective dose should always be prescribed
initially, with subsequent titration.
4. The dosage of a typical or an atypical antipsychotic medication
should be within the manufacturer’s recommended range.
Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August
Psikofarmaka
• Key points for using antipsychotic therapy:
5. Treatment trial should be at least 4-8 weeks before changing
antipsychotic medication.
6. Antipsychotic medications, atypical or conventional, should
not be prescribed concurrently, except for short periods to
cover changeover.
7. Treatment should be continued for at least 12 months, then if
the disease has remitted fully, may be ceased gradually over
at least 1-2 months.
8. Prophylactic use of anticholinergic agents should be
determined on an individual basis and re-assessment made at
3-monthly intervals.
9. A trial of clozapine should be offered to patients with
schizophrenia who are unresponsive to at least two adequate
trials of antipsychotic medications.
Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August
Obat Antipsikotik Tipikal dan Atipikal
Soal no 137
Seorang wanita berusia 50 tahun, dibawa
keluarganya ke RS karena tidak dapat tidur, merasa
ditinggalkan oleh teman
temannya dan merasa menderita
kanker. Keluarganya melaporkan bahwa pasien sulit
makan, mudah marah dan menyalahkan dirinya
sendiri atas kematian suaminya. Tidak ada riwayat
gangguan serupa sebelumnya. Pemeriksaan fisik
dan laboratorium dalam batas normal. Didapatkan
adanya upaya bunuh diri. Penanganan awal apakah
yang paling tepat untuk pasien?
a. Melakukan psikoterapi
b. Menghentikan obat untuk sementara
c. Memberikan antipsikotik
d. Memasukkan pasien ke Rumah Sakit
e. Memberikan anticemas
http://pedsinreview.aappublications.org/content/27/6/204.full
PPDGJ-III
• Ketentuan subtipe retardasi mental meliputi:
– F70: Ringan (IQ 50-69)
– F71: Sedang (IQ 35-49)
– F72: Berat (IQ 20-34)
– F73: Sangat Berat (<20)
Soal no 139
Seorang pasien laki-laki umur 25 tahun dibawa
keluarganya ke dokter karena akhir-akhir ini suka
mengurung diri di rumah. Hal ini terjadi setelah
pasien tidak lulus ujian. Pasien sering terlihat
bicara sendiri, katanya dia sedang berbicara
dengan bayangan orang yang dikhayalkannya.
Pasien merasa orang tua dan tetangga sering
membicarakannya, mengolok-olok dan ingin
membunuhnya. Pasien tidak tahu mengapa dia
dibawa ke rumah sakit karena dia merasa tidak
sakit. Bagaimana tilikan pasien ini?
a. Derajat 1
b. Derajat 2
c. Derajat 3
d. Derajat 4
e. Derajat 5
Jawaban: A. Derajat 1
139.TILIKAN
• Tilikan adalah kemampuan seseorang untuk memahami sebab
sesungguhnya dan arti dari suatu situasi (termasuk di
dalamnya gejala yang dialaminya sendiri).
Derajat Deskripsi
4 menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan tetapi tidak memahami penyebab
sakitnya
5 menyadari penyakitnya dari faktor-faktor yang berhubungan dengan
penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya
6 menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk
mencapai perbaikan
Soal no 140
Nn. Oryza Sativa Rossa, 28 tahun, datang ke
poliklinik dengan keluhan cemas, takut, berdebar-
debar, sesak nafas, dan berkeringat dingin. Keluhan
ini terutama dirasakan saat masuk lift. Keluhan
pasien ini sudah sangat mengganggu karena
menyebabkan pasien terlambat bekerja dan
dimarahi oleh bosnya. Pasien adalah seorang
karyawan swasta yang bekerja di gedung bertingkat
di lantai 10. Karena keluhan pasien ini, pasien
terpaksa menghindari lift dan harus menaiki tangga
untuk sampai ke kantor. Diagnosis pasien adalah...
a. Klaustrofobia
b. Gangguan panik
c. Gangguan cemas
d. Gangguan phobia
e. Akrofobia
Jawaban: A. Klaustrofobia
140. FOBIA KHAS/ SPESIFIK
DEFINISI
• Ketakutan irasional dan menetap pada obyek
yang khusus, aktivitas atau situasi yang
menyebabkan respon kecemasan yang tiba-
tiba, yang menyebabkan gangguan yang
signifikan dalam performa, dan menghasilkan
prilaku menghindar
Beberapa Jenis Fobia Spesifik yang Sering
Ditemui
Fobia Fobia terhadap:
Arachnofobia Laba-laba
Aviatofobia Terbang
Akrofobia Ketinggian
Nekrofobia Kematian
Androfobia Laki-laki
Ginofobia Perempuan
Soal no 141
Seorang siswi SMP sedang mengikuti ujian dan
tiba-tiba saja berteriak tanpa alasan yang jelas.
Pelajar tersebut mengatakan kalau sekolah perlu
direnovasi. Dan pasien juga mengamuk-
mengamuk dan mengatakan hal-hal yang tidak
jelas. Di lingkungannya anak tersebut pendiam
dan mudah cemas. Diagnosis yang tepat adalah?
a. Konversi histeri
b. Trans dissosiasi
c. Amnesia dissosiasi
d. Depersonalisasi
e. Fugue dissosiasi
PPDGJ
Diagnosis Karakteristik
Amnesia Gangguan Disosiatif
Hilang daya ingat mengenai kejadian stressful atau traumatik yang
baru terjadi (selektif)
Fugue Melakukan perjalanan tertentu ke tempat di luar kebiasaan, tapi
tidak mengingat perjalanan tersebut.
Stupor Sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan volunter & respons
normal terhadap rangsangan luar (cahay, suara, raba)
Trans Kehilangan sementara penghayatan akan identitias diri &
kesadaran, berperilaku seakan-akan dikuasai kepribadian lain.
Motorik Tidak mampu menggerakkan seluruh/sebagian anggota gerak.
Konvulsi Sangat mirip kejang epileptik, tapi tidak dijumpai kehilangan
kesadaran, mengompol, atau jatuh.
Anestesi & Anestesi pada kulit yang tidak sesuai dermatom.
kehilangan Penurunan tajam penglihatan atau tunnel vision (area lapang
sensorik pandang sama, tidak tergantung jarak). Contoh: buta konversi dan
tuli konversi
PPDGJ
Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.
Soal no 142
Seorang laki-laki, 21 tahun, dibawa keluarga dengan
keluhan utama tidak dapat tidur pada malam hari.
Pasien sering mencuci tangan berulang-ulang,
terutama bila pulang dari kuliah. Sebelumnya
pasien dikenal sebagai orang yang sangat teliti dan
taat pada tata tertib dan norma-norma. Sewaktu
kelas 3 SMA, pasien mengalami gagap, namun saat
lulus, pasien berhasil mengatasinya dan sekarang
pasien adalah seorang mahasiswa. Mekanisme
pembelaan ego apakah yang dipakai oleh pasien?
a. isolasi
b. proyeksi
c. konversi
d. identifikasi
e. rasionalisasi
Jawaban: A. Isolasi
142. Defense Mechanism
• Mekanisme pertahanan diri yang dilakukan oleh
seseorang bertujuan untuk : mengurangi risiko
kegagalan; mengurangi kecemasan (anxiety);
mengurangi perasaan yang menyakitkan;
mempertahankan perasaan layak (aman) dan
harga diri.
Reaction Formation :
• manifest patterns of behavior and consciously
experienced attitudes that are exactly the
opposite of the underlying impulses
Soal no 143
Seorang wanita berusia 37 tahun mengeluh sulit
tidur, selalu merasa was-was, khawatir, dan
gelisah. Ia selalu merasa cemas jangan-jangan
akan terjadi sesuatu yang tidak baik terhadap
diri atau keluarganya. Hal ini terjadi sejak
anaknya mengalami kecelakaan lalu lintas dua
hari yang lalu. Manakah diagnosis yang paling
mungkin?
a. Reaksi stress akut
b. Gangguan cemas menyeluruh
c. Insomnia inorganik
d. Gangguan penyesuaian
e. Gangguan ansietas fobik
Gangguan Karaktristik
• Terapi
– Pengurangan tekanan, debridemant, kontrol infeksi
4 Stages of Pressure
Ulcers
Reddened area of skin Blister/Open Sore
LOCATION Distal lower leg, medial malleolus. Distal lower leg/feet/toes, lateral
malleolus, anterior tibial area.
PAIN May be present. Usually improves Usually painful especially with leg
with leg elevation. elevation.
SKIN CHANGES Flaking, dry, hyperpigmented. Thin, shiny, hairless, yellow nails. 3.
Ulkus Venosus
• Elevasi Kaki:
– Meningkatkan venous return akibat gravitasi
– Mengurangi tekanan pada jaringan
– Meningkatkan aliran arteriol
– Meringankan gejala insufisiensi vena (mengurangi
nyeri dan pembengkakan)
Soal no 145
Pasien laki-laki, umur 13 tahun. Datang ke
PUSKESMAS dengan keluhan sering gatal di
bokong dan sela jari sejak 1 minggu yang lalu.
Keluhan terutama dirasakan pada malam hari.
Pasien tinggal di asrama. Hampir seluruh teman
pasien di asrama mengeluhkan hal yang sama.
Pada pemeriksaan dermatologis ditemukan
papul, eritem, pustul pada bokong dan sela jari.
Pemeriksaan penunjang selanjutnya adalah…
a. Menemukan terowongan pada kulit
b. Menemukan telur parasit
c. Pemeriksaan serologis
d. Kultur kerokan kulit
e. pemeriksaan histologi
PERDOSKI 2017
Temuan klinis
• Kanalikuli
• Sarcoptes scabiei
Crusted (Norwegian) Scabies
• Merupakan salah satu bentuk berat dari scabies
• Banyak terjadi pada penderita
immunocompromised
• Tampilan klinis: ada krusta tebal dan tidak segatal
skabies yang biasa
• Tipe skabies yang ini sangat menular
Modalitas pemeriksaan
• Menemukan terowongan (kedua teknik sama
sensitifnya)
1. Burrow Ink Test
- Cara kerja: tinta dioleskan pada kulit dan tinta ini akan
melakukan penetrasi ke stratum korneumdibersihkan
dengan alkoholtinta mewarnai terowongan.
- Metode ini sangat efektif terutama juga pada anak-anak dan
penderita dengan jumlah terowongan yang kecil dan sedikit
2. Tetracycline:
- Cara kerja:Tetrasiklin topikal dioleskan di kulit kemudian
dibersihkan dengan alkohollampu wood: terowongan akan
berwarna kehijauan
- Metode ini lebih disukai karena colorless dan bisa
mendeteksi area kulit yang luas
PPK PERDOSKI 2017
Modalitas pemeriksaan
(lebih advanced dan butuh tenaga terlatih)
• Skin scraping
- Cara kerja: kulit yang ada terowongan dikerok dengan
scalpeldiperiksa di mikroskopditemukan 1-2 telur atau
tungau
- Hasil sering false negative
• Adhesive tape test
- Cara kerja: beberapa tape ditaruh di kanalikuli kemudian
dilepaskan tiba-tiba dan diperiksa di bawah mikroskop
- Yang dicari sama seperti skin scraping, namun sensitivitas tes
ini lebih bagus dari skin scraping
• Dermatoscopy
- Lebih akurat dibandingkan pemeriksaan adhesive tape test,
yaitu sensitivitasnya 83%
- Butuh tenaga terlatih
PPK PERDOSKI 2017
Prinsip Tatalaksana
• Classic Scabies
- DOC: Permethrine cream 5% (anak usia<2 bulan tidak boleh) dioleskan
pada kulit dan didiamkan selama 8 jam.
- Krim lindane 1% dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8 jam. Tidak
boleh digunakan pada bayi, anak kecil, dan ibu hamil.
- Salep sulfur 5-10%, dioleskan selama 8 jam, 3 malam berturut-turut.
- Krim krotamiton 10% dioleskan selama 8 jam pada hari ke-1,2,3, dan 8.
- Emulsi benzil benzoat 10% dioleskan selama 24 jam penuh
• Crusted scabies
- Ivermectin 200 µg/kgBB/pemberian, pembagian dosis berdasarkan derajat
keparahan dan perlu dikombinasi dengan topikal
- Permethrin cream 5%
- Benzyl benzoate 25%
- Keratolitic cream terapi adjuvan
PPK PERDOSKI 2017
Antiskabies
Drugs Possible adverse Effect Efektif
Benzyl benzoat 25% Irritation, anasthesia & hypoesthesia, ocular All stadium
irritation, rash, pregnancy category B
Gameksan 1% Toksis to SSP for pregnancy and children under 6 All stadium
years old, pregnancy category C
Jawaban: E. Eritromisin
147. Akne Vulgaris
Definisi Manifestasi klinis
•Peradangan kronik folikel Predileksi
pilosebasea.
• Muka, bahu, dada atas,
Lesi Akne Vulgaris dapat berupa punggung atas
• Comedo :
closed (‘whiteheads’) Erupsi kulit polimorfik
open (‘blackheads’). • Tak beradang : komedo putih,
• Papules komedo hitam, papul
• Pustules
• Beradang : pustul, nodus, kista
• Nodules
beradang
• Cysts
• Scars
Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Manifestasi Klinis
Acne Vulgaris derajat ringan Acne Vulgaris derajat sedang Acne Vulgaris derajat berat
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
Klasifikasi
Klasifikasi Lehmann (2002) Ringan Sedang Berat
or or or
or or or
Nodul/kista >5
or or or
Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Acne Conglobata
The Main Features of Acne Conglobata
Sex Males affected more frequently than females
Pathogenesis Unclear
Griffihs CE, Beker J, Bleiker T. Rook's Textbook of Dermatology.9th edition.New York : Willey ; 2016
Tatalaksana (PERDOSKI 2017)
Derajat ringan
• Hanya obat topikal tanpa obat oral.
– Lini 1: asam retinoat 0,01-0,1% atau benzoil peroksida atau
kombinasi.
• Ibu hamil atau menyusui: benzoil peroksida
– Lini 2: asam azelaik 20%
– Lini 3: asam retinoat + benzoil peroksida atau asam retinoat +
antibiotik topikal
• Evaluasi: setiap 6-8 minggu
Tatalaksana (PERDOSKI 2017)
Derajat sedang
• Obat topikal dan oral.
– Lini 1:
Topikal: asam retinoat + benzoil peroksida atau bila perlu antibiotik.
Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida.
Oral: doksisiklin 50-100 mg
Ibu hamil atau menyusui eritromisin 500-1000 mg/hari
– Lini 2/3:
Topikal: asam azelaik, asam salisilat (AS) atau kortikosteroid intralesi (KIL),
dapson gel
Oral: antibiotik lainnya
Ibu hamil/menyusui eritromisin 500-1000 mg/hari
Kelainan Karakteristik
Erupsi papulopustula mendadak tanpa ada komedo
Erupsi
hampir di seluruh bagian tubuh. Disebabkan oleh induksi
Akneiformis
obat (cth kortikosteroid) .
Akne akibat rangsangan kimia/fisis. Lesi monomorfik,
Akne Venenata
predileksi di tempat kontak.
Penyakit radang kronik di daerah muka dengan gejala
Akne Rosasea eritema, pustula, talangiektasia dan hipertrofi kelenjar
sebasea. Tidak terdapat komedo.
Soal no 148
Seorang pasien, Ny. Lela Nurlela Sigit, 34 tahun,
datang dengan keluhan luka di sudut bibir kanan
yang tidak kunjung sembuh walaupun sudah
diobati. Awalnya lesi sudah tampak
hiperpigmentasi, kemudian pasien membeli
obat antinyeri di warung. Setelah minum obat
tersebut, kemudian lesi menjadi merah, dan
selalu muncul di tempat yang sama. Diagnosis
pada pasien ini adalah…
a. Fixed drug eruption
b. Perioral dermatitis
c. Dermatitis nummular
d. Eritrasma
e. Urtikaria
• Tanda patognomonis
– Lesi khas:
• Vesikel, bercak
• Eritema
• Lesi target berbentuk bulat lonjong atau numular
• Kadang-kadang disertai erosi
• Bercak hiperpigmentasi dengan kemerahan di tepinya,
terutama pada lesi berulang
http://www.dermnetnz.org/r
eactions/agep.html
Drug Eruption Morbiliformis
• Disebut juga Erupsi Obat Makulopapular/ erupsi obat
eksantematosa/ eksantema makulopapular
• Etiologi
– Antibiotik beta laktam, infeksi virus sebelumnya (EBV, herpesvirus 6
& 7), imunodefisiensi, autoimun, multipel medikamentosa
http://www.dermnetnz.org/reactions/morbilliform.html
Drug Eruption Morbiliformis
• Gejala dan Tanda
– Muncul 1-2 minggu setelah pengobatan hingga 1 minggu
setelah pengobatan selesai
– muncul di tubuh lalu menyebar ke tungkai dan leher
bilateral dan simetris
– Lesi primer: papul dan makula pink-kemerahan
• Komplikasi
– Drug hypersensitivity syndrome, SSJ/TEN, AGEP
• Terapi
– Monitoring, pelembab dan steroid topikal poten,
kompres basah pada lesi inflamasi, antihistamin
http://www.dermnetnz.org/reactions/morbilliform.html
Drug Hypersensitivity Syndrome
• Disebut juga Drug Reaction with Eosinofilia & Systemic
Symptoms (DRESS) dan Drug-Induced Hypersensitivity
Syndrome (DiHS)
• Kombinasi dari
– Demam tinggi, erupsi morbiliform, abnormalitas hematologis,
limfadenopati, inflamasi pada satu/lebih organ internal
• Etiologi
– Anti epilepsi (karbamazepin, fenobarbital, dan fenitoin), obat anti
gout, allopurinol, antibotik golongan sulfonamid
http://www.dermnetnz.org/reactions/drug-hypersensitivity-syndrome.html
Drug Hypersensitivity Syndrome
• Keterlibatan Sistemik
– KGB >>
– Gangguan hematologis: leukositosis, eosinofilia, limfosit atipikal,
trombositopenia, anemia, sindrom hemofagositik
– Hepatomegali, hepatitis, nekrosis hepatik, gagal hati, fungsi enzim
hati abnormal (70-90%)
– Gangguan ginjal: nefritis intersisial
– Miokarditis atau perikarditis
– Pneumonia intersisial, pleuritis, pneumonia, ARDS
– Meningitis, ensefalitis, polineuritis
– Gejala GI: gastroenteritis, pankreatitis, dehidrasi
– Endokrin:tiroiditis, diabetes
– Miositis, uveitis
• Terapi
– Kompres, kortikosteroid topikal, emolien, antihistamin oral
http://www.dermnetnz.org/reactions/drug-hypersensitivity-syndrome.html
Soal no 150
Ny. Mala Nurmalashinta, 50 tahun, bekerja
sebagai petani dan sering bekerja di lading. Saat
pasien bekerja, pasien jarang memakai alas kaki
saat ke ladang. Padahal sudah diingatkan oleh
anaknya. Saat ini pasien datang ke puskesmas
Sukatani dengan keluhan kecacingan. Setelah
dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
feses, pada feses ditemukan telur dengan bentuk
bulat, dinding tebal dengan struktur radial.
Kemungkinan penyebab keluhan pada pasien ini
adalah...
a. Ascaris Lumbricoides
b. Taenia Saginata
c. Trichuris Trichiura
d. Entamoeba Histolitica
e. Oxyuris Vermikularis
• Gejala
– Gatal di sekitar dubur
(terutama pada malam hari
pada saat cacing betina
meletakkan telurnya), gelisah
dan sukar tidur
– Pemeriksaan: perianal swab
dengan Scotch adhesive tape
Nekatoriasis & Ancylostomiasis
(Cacing Tambang)
• Gejala:
– Mual, muntah,
diare & nyeri ulu
hati; pusing,
nyeri kepala;
lemas dan lelah;
anemia
Trikuriasis (Cacing Cambuk)
• Gejala:
– nyeri ulu hati, kehilangan
nafsu makan, diare,
anemia, prolaps rektum
Taeniasis (Cacing Pita)
• Gejala:
– mual, konstipasi, diare;
sakit perut; lemah;
kehilangan nafsu makan;
sakit kepala; berat badan
turun, benjolan pada
jaringan tubuh
(sistiserkosis)
Nama cacing Cacing dewasa Telur
Ascaris
lumbricoides
Taenia solium
Enterobius
vermicularis
Ancylostoma
duodenale
Necator americanus
Schistosoma
haematobium
Trichuris trichiura
Brooks GF. Jawetz, Melnick & Adelberg’s medical microbiology, 23rd ed. McGraw-Hill; 2004.
KEY POINTS
Soal no 151
Nn Blibli Blanja, perempuan usia 21 tahun
datang dengan keluhan sering lelah dan tampak
pucat. Dari penggalian anamnesis, didapatkan
keterangan bahwa pasien bekerja sebagai
penjaga perkebunan karet. Setiap hari pasien
akan berkeliling memeriksa lahan perkebenun,
biasanya tanpa menggunakan alas kaki. Dokter
meminta pemeriksaan laboratorium dasar dan
didapatkan Hb 8 mg/dl, leukosit 11.200/mm3.
Apakah tatalaksana medikamentosa yang dapat
diberikan pada pasien ini?
a. Pirantel pamoat
b. Mebendazol
c. Albendazol
d. Metrodinazole
e. Prazikuantel
Jawaban: C. Albendazol
151. Nekatoriasis (Cacing Tambang)
Gejala
• Mual, muntah, diare &
nyeri ulu hati; pusing, nyeri
kepala; lemas dan lelah;
anemia
Telur
• Dinding tipis & transparan,
berisi 4-8 sel embrio atau
embrio cacing
• Diameter 40 dan 55 mcm
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI
Gambaran klinis
• Lesi likenifikasi umumnya tunggal tetapi dapat lebih dari satu dengan ukuran
lentikular hingga plakat.
• Stadium awal berupa eritema dan edema atau papul berkelompok.
• Akibat garukan terus menerus timbul plak likenifikasi dengan skuama dan
eskoriasi, serta hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
• Bagian tengah lesi menebal, kering dan berskuama, sedangkan bagian tepi
hiperpigmentasi.
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Herpes zoster
• Gejala
– Gejala prodromal sistemik (demam, pusing, malaise) & lokal (mialgia, gatal,
pegal)
– Timbul eritema yang kemudian menjadi vesikel berkelompok dengan dasar
eritematosa & edema pustul & krusta; Lokasi unilateral dan bersifat
dermatomal sesuai tempat persarafan
– Pembesaran KGB regional
– Herpes zoter oftalmikus: infeksi n. V-1
– Sindrom Ramsay-Hunt: gangguan n. fasialis/ N. VII (bisa juga disertai dengan
gangguan N. VIII)
– Komplikasi: Neuralgia pasca herpes (NPH) didefinisikan sebagai nyeri
menetap pada dermatom yang terkena setelah erupsi herpes zoster
(HZ) menghilang. Batasan waktunya adalah nyeri yang menetap
hingga 3 bulan setelah erupsi kulit menyembuh.
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Tatalaksana
Terapi sistemik
Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada:
- Usia >50 tahun
- Dengan risiko terjadinya NPH
- HZO/sindrom Ramsay Hunt/HZ servikal/HZ sakral
- Imunokompromais, diseminata/generalisata, dengan komplikasi
- Anak-anak, usia <50 tahun dan ibu hamil diberikan terapi anti-virus bila disertai
NPH, sindrom Ramsay Hunt (HZO), imunokompromais, diseminata/generalisata,
dengan komplikasi
Pilihan antivirus
- Asiklovir oral 5x800 mg/hari selama 7-10 hari.
- Dosis asiklovir anak <12 tahun 30 mg/kgBB/hari selama 7 hari, anak >12 tahun 60
mg/kgBB/hari selama 7 hari.
- Valasiklovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari.
- Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7 hari.
Simptomatik
- Nyeri ringan: parasetamol 3x500 mg/hari atau NSAID.
- Nyeri sedang-berat: kombinasi dengan tramadol atau opioid ringan.
PPK PERDOSKI 2017
PPK PERDOSKI 2017
Soal no 155
Pasien An. Koko, anak laki-laki usia 10 tahun, datang
dengan ulkus kotor pada dorsum pedis. Diketahui
pasien jarang menggunakan alas kaki dan sering
main di lapangan pinggir sungai dekat rumahnya.
Pasien tinggal di perumahan yang cukup padat dan
kumuh. Orang tua pasien bekerja sebagai buruh
pabrik dengan gaji di bawah UMR provinsi. Dari
pemeriksaan fisik tampak ulkus pada dorsum pedis
dengan diameter 3 cm, tepi menggaung, dasar
kotor, dan eksudat meleleh kebawah. Apakah
diagnosis yang mungkin pada anak ini?
a. Ulkus varikosum
b. Ulkus arteriosum
c. Ulkus tropikum
d. Ektima
e. Erisipelas
• Klinis
– Dimulai dengan luka kecil papula
meluas menjadi vesikel pecah ulkus kecil
terinfeksi kuman meluas ke
samping dan dalam
Ulkus Tropikum/ Tropical Phagedenic Ulcer
• Predileksi terutama di tungkai bawah
• Efloresensi:
– Ulkus soliter, numular, kadang disertai lesi satelit akibat autoinokulasi,
nyeri, tanpa gejala konstitusi
– Pinggir ulkus meninggi, dinding menggaung, dasar kotor, cekung
berbenjol-benjol, tepi teratur, sekret produktif (kuning coklta kehijauan),
berbau
• Tatalaksana
– Perbaikan gizi dan higiene
– Pengobatan Topikal: kompres dengan larutan antiseptik ringan seperti
KMnO4 (kalium permanganas) 1:5.000/ solusio asam salisilat 1:1000
(0,1%); dilanjutkan dengan pemberian salep salisilat 2% (untuk
membantu keratoplasti)
– Pengobatan sistemik:
• Penisilin 600.000-1,2 juta IU/hari, IM selama 7-10 hari
• Tetrasiklin 3 x 500 mg/hari, PO, selama 7 hari
Soal no 156
Tn Bobo, laki-laki, usia 26 tahun, datang dengan
keluhan gatal di kulit dada sejak 1 minggu lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi
berbentuk lingkaran dengan diameter 2 cm
berwarna kemerahan dengan tepi yang lebih
aktif terdapat papul di daerah dada. Dari
pemeriksaan kerokan kulit didapatkan hifa
bersepta terfragmentasi. Diagnosis pada pasien
ini adalah...
a. Dermatofitosis
b. White piedra
c. Black Piedra
d. Tinea nigra
e. Pitiriasis versikolor
Jawaban: A. Dermatofitosis
156. MIKOSIS
Superficialis Inter- Profunda
Non
mediate
Dermatofitosis Subcutis Sistemik
Dermatofitosis
Mikroorganisme Trycophyton Sp., Epidermophyton Sp., Microsporum Sp. Malasezzia furfur Candida albicans
• Kulit (kutis)
• Lipatan kulit
Badan (T. Daerah sering terkena (intertriginosa)
Lokasi lesi Kepala (T. Kapitis) Kaki (T. Pedis)
Korporis) keringat • Perianal (Diaper’s Rash)
• Vulvovagina
• Mukosa oral
• Interdigitalis
• Gray patch • Terutama sela jari IV-
• Gatal (ektothrix) V • Kandidosis mukosa
• Lesi multipel
• Batas tegas • Black dot • Skuama, fisur, • Kandidosis kutis
• Batas tegas
• Polisiklik (endothrix) maserasi • Kandidosis sistemik
Bentuk lesi • Hipopigmentasi
• Pinggir aktif • Kerion (Bengkak, • Gatal menahun • Reaksi id (kandidid)
sampai dengan
• Central pus + dari folikel, tidak gatal • Maserasi (+)
hiperpigmentasi
healing seperti sarang • Kronik
lebah) • Papuloskuamosa
• Hiperkeratotik
Meatball and spaghetti
Pemeriksaan KOH Hifa sejati dan arthrospora (hifa pendek dan spora Pseudohifa dan blastospora
bulat)
Lampu Wood Kuning kehijauan Kuning keemasan Fluoresensi (-)
Tinea manum, Tinea • Terapi utama adalah topikal: topikal azole/ terbinafine
pedis • DOC sistemik: Terbinafin, itrakonazol, flukonazol
• Griseovulfin kurang efektif dan butuh waktu yang lebih panjang
Tinea barbae • Butuh terapi sistemik untuk mencapai folikel rambut
• DOC: griseovulfin/ Terbinafin selama 2-4 minggu; alternatif:
itrakonazol, flukonazol
Tinea facialis, Tinea • Mengenai struktur kulit superfisial terapi topikal adalah yg utama
korporis, tinea • DOC sistemik: terbinafin; alternatif griseofulvin/ketoconazole/
kruris itrakonazole
Tinea Unguium • Oral lebih baik dibanding topikal
• DOC: Terbinafin; alternatif itrakonazole
Tatalaksana Tinea Korporis dan Kruris (PERDOSKI
2017)
• Topikal:
Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin) sekali
sehari selama 1-2 minggu.
• Alternatif:
Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol, klotrimazol
2 kali sehari selama 4-6 minggu.
• Sistemik Diberikan bila lesi kronik, luas, atau sesuai indikasi. Obat
pilihan:
Terbinafin oral 1x250 mg/hari (hingga klinis membaik dan hasil
pemeriksaan laboratorium negatif) selama 2 minggu.
• Alternatif: (urutan berdasarkan prioritas)
1. Griseofulvin oral 500 mg/hari atau 10-25 mg/kgBB/hari selama 2-4
minggu.
2. Ketokonazol 200 mg/hari
3. Itrakonazol 2x100 mg/hari selama 2 minggu.
• Etiologi
– Dermatofita: T. rubrum, T. mentagrophytes,
epidermophyton
– Candida sp.
– Non dermatofita lain: Aspergillus sp, Scytalidium
dimidiatum, Scopulariosis brevicaulis, dan Fusarium spp.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3416/1/08E00604.pdf
Onikomikosis: 5 Tipe
Uptodate 2017
Pathogenesis of Onychomycosis
(a) Anatomical structure of the normal nail unit. (b) Pattern of fungal invasion in distal lateral
subungual onychomycosis. (c) Pattern of fungal invasion in endonyx onychomycosis. (d)
Pattern of invasion in superficial white onychomycosis. (e) Pattern of invasion in PSOM. (f)
Fungal involvement in a case of TDOM
Onikomikosis Subungual Distal
• Bantalan kuku di bawah lempeng kuku melalui
hiponikium dan bergerak kearah proksimal
• Invasi juga dapat dari lateral (onikomikosis subungual
distal dan lateral/OSDL)
• Klinis
– Hiperkeratosis subungual dan
onikilosis, descolorisasi (kekuningan)
• Etiologi
– T. rubrum (paling sering)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3416/1/08E00604.pdf
Onikomikosis Subungual Proksimal
• Infeksi dimulai dari lipat kuku proksimal, melalui kutikula dan
masuk ke kuku yang baru terbentuk, selanjutnya bergerak kearah
distal
• Lebih jarang terjadi dibandingkan subungual distal dan superfisial
putih; biasanya pada pasien defisiensi imun.
• Klinis
– Hiperkeratosis dan onikilosis proksimal,
destruksi lempeng
kuku proksimal
• Etiologi
– T. rubrum, Fusarium species, C. albicans
(yang disebabkan oleh kandida seringkali
juga mengenai lipatan kulit/ paronikia
kronik), and Aspergillus species
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3416/1/08E00604.pdf
Onikomikosis Superficial Putih
• Jarang dijumpai
• Jamur menginvasi langsung lapisan superfisial lempeng
kuku
• Klinis
– Bercak-bercak keruh berbatas
tegas yang dapat berkonfluen
– Kuku menjadi kasar, lunak dan
rapuh
• Etiologi
– T. mentagrophytes (paling
sering)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3416/1/08E00604.pdf
Endonyx Onychomycosis
• Involves only the interior of the nail
plate, sparing involvement of the nail
bed.
• Clinically, EOM is seen as a diffuse milky-
white discoloration of the affected nail,
forming irregular wide waves with pits
and lamellar splits, with an absence of
nail bed hyperkeratosis or onycholysis.
• Nail plate surface and nail thickness are
normal.
• Penyebab utama: Trichophyton
soudanense; Trichophyton violaceum
juga bisa menyebabkan onikomikosis Milky white discoloration of the nail
jenis ini plate without surface change in
endonyx onychomycosis
Totally Dystrophic Onychomycosis
• Totally dystrophic
onychomycosis is most often
a manifestation of end-stage
distal lateral subungual or
proximal subungual
onychomycosis.
• Total destruction of the nail
with a ridged, hyperkeratotic
nail bed is present in this
patient with totally dystrophic
onychomycosis.
Onikomikosis: Pemeriksaan Penunjang
• Syarat
– Penderita bebas dari obat anti jamur untuk beberapa
hari/minggu, sediaan diambil dari lokasi yang tepat,
sediaan terpisah antara kuku jari tangan dan kaki
• Pemeriksaan
– KOH 20-30% dalam air atau DMSO (Dimetil Sulfoksida)
40% + tinta parker blue-black atau PAS (periodic acid-
Schiff)
– Penambahan chlorazol black E atau calcofluor white
(membutuhkan mikroskop fluoresen) spesifik
karena hanya terikat khitin (dinding jamur)
– Kultur dengan agar Saboroud
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3416/1/08E00604.pdf
Prinsip Terapi Onikomikosis
• Onikomikosis dermatofita ringan-sedang (distal
lateral subungual onychomycosis involving ≤50%
tanpa mengenai matrix/lunula), bisa memakai terapi
topikal ataupun oral.
• Onikomikosis berat (DLSO >50%, mengenai lunula,
onikomikosis subungual proksimal, distrofi total)
harus memakai terapi oral
• Onikomikosis superfisial putih cukup menggunakan
terapi topikal karena hanya mengenai lokasi
superfisial saja.
Onikomikosis: Terapi
• Topikal
– Ciclopirox berbentuk cat kuku, dipakai per hari selama 12 bulan
– Amorolfine cat kuku konsentrasi 5%; sekali seminggu; kuku tangan selama 6
bulan, kuku kaki selama 9-12 bulan
• Sistemik
– DOC onikomikosis dermatofita: Terbinafine; DOC onikomikosis kandida/ jamur
nondermatofita lainnya: itraconazole
– Terbinafine 250 mg/hari selama 6 minggu untuk kuku tangan; 12 minggu untuk kuku
kaki efektif untuk dermatofita, kurang terhadap candida
– Itrakonazol 200 mg/hari selama 1,5 bulan utk kuku tangan atau 3 bulan untuk kuku
kaki
– Itrakonazole dosis denyut 2x200 mg/hari selama seminggu tiap bulan dalam 2 (kuku
tangan) atau 3 bulan (kuku kaki) untuk dermatofita dan candida
– Flukonazol 150-300 mg sekali/minggu selama 6-12 bulan
Uptodate. 2017
Soal no 158
Tn. Loki, laki-laki berusia 23 tahun datang ke puskesmas
dengan keluhan bentol-bentol sejak 1 minggu. Bentol
disertai rasa gatal di bokong dan paha kanan. Awalnya
berupa bintik seperti gigitan nyamuk, kemudian semakin
bertambah banyak dan berbentuk seperti garis yang
berkelok-kelok. Pasien seorang mahasiswa dengan
riwayat berjemur dipantai tanpa menggunakan baju dan
tanpa menggunakan pengalas. Riwayat pengobatan
sebelumnya dengan pengolesan salep kortikosteroid
namun tidak ada perbaikan. Dari pemeriksaan fisik
ditemukan papul eritem, linear, serpiginosa dan
gambaran folikulitis berupa papul-papul eritem. Apakah
penyebab dari penyakit di atas?
a. Cacing tambang terutama jenis Ancylostoma
Brazilenze
b. Virus Varicella-zoster
c. Gigitan serangga
d. Alergi
e. Sengatan matahari
Berkembangbiaknya di hewan
Telur di tanah
Gejala:
1. Peradangan berbentuk Lesi serpiginosa
- linear
- berkelok-kelok
- menimbul
- Progresif
2. Gatal di malam hari
• Terapi
• DOC: Tiabendazole sediaan oral sudah ditarik dari peredaran dipilih sediaan
krim atau lotion 15% 2-3x/hari selama 5 hari
• Alernatif: Albendazole 1x400 mg selama 3 hari, Cryotherapy, Kloretil
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 125-126
Soal no 159
An. Sakuratama, bayi perempuan berusia 6
bulan diantar ibunya ke praktik dokter dengan
keluhan bercak kemerahan pada kedua pipinya.
Keluhan dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Riwayat
ibu menderita asma (+). Pada pemeriksaan kulit
region pipi kanan dan kiri ditemukan plak eritem
bentuk bulat sirkumskript bilateral simetris,
tampak erosi dan krusta pada permukaannya.
Dokter berencana memberikan krim steroid.
Apakah potensi krim steroid yang dapat dipilih
pada pasien tersebut?
a. Potensi I
b. Potensi II
c. Potensi III
d. Potensi IV
e. Potensi V
Jawaban: E. Potensi V
159. Steroid Topikal
• Memiliki sifat anti inflamasi, anti
alergi, anti pruritus, anti mitotik, dan
vasokonstriksi
• Diklasifikasikan berdasarkan
kemampuan vasokonstriksi menjadi 7
kelas berdasarkan USA system
kelas VII adalah yang paling lemah
dan paling ringan
• UK, Jerman, Belanda, dan New
Zealand memakai sistem 4 kelas
untuk UK & New Zealand Kelas I
paling potent; sedangkan Belanda &
Jerman sebaliknya, kelas IV paling
potent
• Berdasarkan Buku Ajar Kulit • Berdasarkan WHO
kelamin FKUI, 2015 – Kelas I : Ultra High
– Kelas I : Super poten – Kelas II : High
– Kelas II: Potensi tinggi – Kelas III : High
– Kelas III: Potensi tinggi – Kelas IV : Medium
– Kelas IV: Potensi medium – Kelas V : Medium
– Kelas V: Potensi medium – Kelas VI : Low
– Kelas VI: Potensi medium – Kelas VII : Low
– Kelas VII: Potensi lemah
• Berdasarkan Journal of American
• Berdasarkan AAFP (American Academy of Dermatology, 2006.
Academy of Family Physicians) – Kelas I : Ultra High
– Kelas I : Ultra High – Kelas II: High
– Kelas II : High – Kelas III: Medium to High/ upper mid
– Kelas III : medium to high strength
– Kelas IV : Medium – Kelas IV: Medium
– Kelas V : Medium – Kelas V: Medium to low/ Lower mid
– Kelas VI : Low strength
– Kelas VII : Least potent – Kelas VI: Low
– Kelas VII: Least potent
Soal no 160
Tn. Phillip Wallenberg, seorang laki-laki berusia
30 tahun datang dengan keluhan pembesaran di
area selangkangan yang terasa hangat dan nyeri.
Tidak terdapat gejala keluarnya duh tubuh dari
penis. Pasien dikenal suka berganti-ganti
pasangan seksual. Pada pemeriksaan status
lokalis inguinal terdapat pembesaran KGB
inguinal dengan tanda radang akut seperti
hiperemis, hangat, dan nyeri. Terdapat KGB
inguinal yang telah pecah. Diagnosis yang tepat
pada pasien ini adalah...
a. Sifilis
b. Chancroid
c. Limfogranuloma venereum
d. Skrofuloderma
e. Limfoma malignum
• Tatalaksana
– DOC CDC 2015: Doksisiklin 100 mg PO 2x/hari
selama 21 hari atau
– Eritromisin 500 mg PO 4x/hari selama 21 hari
http://emedicine.medscape.com/article/220869-treatment
Hifa dan Miselium
• Hifa adalah filamen benang yang
terdiri dari sel-sel jamur, sedangkan
miselium adalah massa hifa yang
membentuk tubuh jamur.
• Berdasarkan fungsinya hifa
dibedakan menjadi dua, yaitu hifa
vegetatif dan hifa reproduktif.
• Bagian hifa yang berfungsi
mengambil nutrien disebut hifa
vegetatif yang tumbuh ke dalam
substrat.
• Hifa yang berfungsi untuk reproduksi
disebut hifa reprodukti/ hifa fertil/
hifa aerial yang berada tegak pada
miselium di permukaan substrat.
Soal no 161
• An. Pikachu Piruro, perempuan usia 10 tahun,
datang ke Puskesmas Aloha Dua Rasa dengan
keluhan gatal di kepala. Anak sering
menggaruk-garuk kepalanya. Ibu pasien
mengatakan jika teman kelasnya terdapat
keluhan yang sama. Dari hasil pemeriksaan
ditemukan adanya parasit seperti gambar:
Terapi apa yang bisa diberikan untuk kasus di
atas?
a. Malathion 0,5%
b. Malathion 10%
c. Permetrin 15%
d. Permetrin 5%
e. Permetrin 10%
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis pubis
• Infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya
• Terutama menyerang dewasa dan dapat menyerang
jenggot/kumis
• Dapat menyerang anak-anak, seperti di alis/bulu mata
dan pada tepi batas rambut kepala
• Termasuk infeksi menular seksual
• Gejala
• Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat meluas ke
abdomen/dada, makula serulae (sky blue spot), black dot
pada celana dalam
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Prinsip pemberian terapi pedikulosis kapitis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pengobatan Pedikulosis Korporis
• Improved hygiene and access to regular changes of clean clothes is the
only treatment needed for body lice infestations.
• A body lice infestation is treated by improving the personal hygiene of the
infested person, including assuring a regular (at least weekly) change of
clean clothes.
• Clothing, bedding, and towels used by the infested person should be
laundered using hot water (at least 54°C) and machine dried using the
hot cycle.
• Sometimes the infested person also is treated with a pediculicide;
however, a pediculicide generally is not necessary if hygiene is maintained
and items are laundered appropriately at least once a week.
• If you choose to treat, guidelines for the choice of the pediculicide are the
same as for head lice.
Soal no 162
• Seorang wanita usia 19 tahun bernama Nona
Manis Siapa Yang Punya mengeluh telapak kaki
terdapat lubang-lubang dangkal dan vesikel yang
terasa nyeri. Hal ini telah dirasakan kurang lebih
selama 2-3 minggu yang lalu. Dokter mencurigai
pasien terinfeksi jamur dermatofita, dan
meminta pasien memeriksakan diri ke
laboratorium untuk diambil kerokan kulitnya.
Pada kerokan kulit didapatkan gambaran
bulat/lonjong. Bentu bulat/ lonjong tersebut
diperkirakan merupakan....
a. Hifa non reproduktif
b. Miselium
c. Spora
d. Aspergillus
e. Hifa reproduktif
Jawaban: C. Spora
162. Tinea Pedis & Manuum
• Tinea pedis is most commonly caused by Trichophyton rubrum
• Commonly, tinea pedis patients describe pruritic, scaly soles and, often,
painful fissures between the toes. Less often, patients describe vesicular or
ulcerative lesions.
• Tinea manuum commonly occurs in association with tinea pedis and is
often unilateral ("two-feet, one hand syndrome”)
• Bentuk tinea pedis:
– Interdigital tinea pedis: the most
characteristic type of tinea pedis, with
erythema, maceration, fissuring, and
scaling, most often seen between the
fourth and fifth toes.
– Ulcerative tinea pedis
– Vesicular/inflammatory tinea pedis
– Chronic hyperkeratotic This image shows concomitant tinea pedis and tinea manuum,
also known as the "two feet, one hand" presentation.
Klasifikasi Tinea Pedis
• Tipe interdigital (chronic intertriginous type)
– Bentuk klinis yang paling banyak dijumpai.
– Terdapat skuama, maserasi dan eritema pada daerah interdigital dan subdigital kaki, terutama pada tiga
jari lateral. Pada kondisi tertentu, infeksi dapat menyebar ke telapak kaki yang berdekatan dan bagian
dorsum pedis.
– Oklusi dan ko-infeksi dengan bakteri dapat menyebabkan maserasi, pruritus, dan malodor (dermatofitosis
kompleks atau athlete’s foot).
• Tipe hiperkeratotik kronik
– Skuama difus atau setempat, bilateral, pada kulit yang tebal (telapak kaki, lateral dan medial kaki) i
“moccasin-type.”
– Dapat timbul sedikit vesikel, meninggalkan skuama kolaret dengan diameter <2 mm.
– Tinea manum unilateral umumnya berhubungan dengan tinea pedis hiperkeratotik sehingga terjadi “two
feet-one hand syndrome”.
• Tipe vesikobulosa
– Klinis tampak vesikel tegang dengan diameter lebih dari 3 mm, vesikopustul, atau bula pada kulit tipis
telapak kaki dan periplantar. Jarang dilaporkan pada anak-anak.
• Tipe ulseratif akut
– Terjadi ko-infeksi dengan bakteri gram negatif menyebabkan vesikopustul dan daerah luas dengan ulserasi
purulen pada permukaan plantar.
– Sering diikuti selulitis, limfangitis, limfadenopati, dan demam.
Interdigital tinea pedis Hyperkeratotic (moccasin-type) tinea pedis
Jawaban: A. Lamprene
163. Morbus Hansen: Efek Samping Terapi
• Dapson
– Erupsi obat, anemia hemofilik, leukopenia, insomnia, neuropati
• Rifampisin
– Pemberian seminggu sekali dengan jumlah besar flu like
syndrome
– Hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal, dan erupsi
kulit (Soebono, 1997)
• Klofazimin (Lamprene)
– Terjadi dalam dosis tinggi
– Gangguan GI (Nyeri Abdomen, Nausea, Diare, Anoreksi, dan
Vomitus), penurunan BB, hiperpigmentasi pada kulit
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31135/4/Chapter%20II.pdf
Soal no 164
Nn. Wati Wartinah, perempuan muda berusia 18
tahun sedang berlibur bersama teman-teman
kuliahnya. Pasien berenang di tepi laut pesisir
pantai anyer pada tengah hari. Setelah selesai
berenang muncul bintik-bintik merah di punggung
dan dada, terutama yang tertutup oleh pakaian
renangnya. Lesi kulit ini terasa gatal. Pasien
kemudian pergi ke dokter kulit untuk berobat
karena khawatir kulitnya terinfeksi sesuatu dari
dalam laut dan menjadi rusak. Terapi yang paling
tepat diberikan adalah...
a. Antihistamin oral
b. Kortikosteroid oral
c. Antihistamin topical
d. Kortokosteroid topical
e. Anti jamur topikal
• Etiologi
– Linuche unguiculata, Edwardsiella lineata, and probably other larvae of the phylum
Cnidaria, which are found in oceans (salt water)
– tiny jellyfish larvae release nematocysts and inject toxin
http://www.webmd.com/skin-problems-and-treatments/tc/seabathers-eruption-topic-overview?page=2
Seabather’s Eruption
• Terapi Non medikamentosa:
– Hindari menggosok kulit larva yang tertinggal di kulit dapat
menyengat
– Segera ganti pakaian larva dapat tinggal di pakaian renang
– Mandi dengan air bersih gosok dengan sabun kuat-kuat
• Medical Treatment of seabather's eruption is symptomatic
and typically consists of oral antihistamines (eg,
diphenhydramine, hydroxyzine, or loratadine), topical
antipruritic agents (eg, calamine lotion), and low (genital)
or medium potency (trunk or limbs) topical corticosteroid
preparations
– Oral corticosteroids (eg, prednisone, prednisolone) may be
necessary in severe cases.
– The skin lesions typically resolve spontaneously in one to two
weeks.
Seabather’s
Eruption
Swimmer’s Itch
• Disebut juga dermatitis serkarial
ruam kulit akibat reaksi alergi yang
dicetuskan oleh larva parasit
schistosoma
• The rash is a hypersensitivity reaction
that occurs with repeat exposure
(never with initial exposure); it typically
develops on the feet or lower legs.
• Gejala dan Tanda
– Rasa terbakar, gatal, bintil merah,
vesikel kemerahan dalam waktu Swimmer's itch consists of erythematous
pruritic papules after exposure to water
beberapa menit-beberapa hari setelah
contaminated by cercariae of bird
berenang di air tawar bertahan schistosomes carried by intermediate snail
selama satu minggu hosts.
http://www.cdc.gov/parasites/swimmersitch/faqs.html
ILMU
K E S E H ATA N
ANAK
Soal no 165
Anak laki-laki usia 6 tahun 10 bulan datang
dengan keluhan demam sejak 10 hari yang lalu.
Pada minggu pertama demam dirasakan
meningkat terutama pada malam hari disertai
mual, nyeri perut dan kembung. Pada saat
demam tinggi, anak sering mengigau. Tanda
vital: suhu 39C, Hb: 11,4 g/dL, Ht: 37% leukosit
10.000, trombosit 146.000. Obat pilihan utama
untuk terapi kasus di atas adalah...
a. Amoxicilin
b. Cefriaxone
c. Kloramfenikol
d. Ciprofloxacin
e. Eritromisin
Jawaban: C. Kloramfenikol
165. Demam Tifoid
• Etiologi : 96% disebabkan Salmonella typhi, sisanya ole S. paratyphi
• Prevalens 91% kasus terjadi pada usia 3-19 tahun
• Penularan : fekal-oral
• Masa inkubasi : 10-14 hari
• Gejala
– Demam naik secara bertahap (stepwise) setiap hari, suhu tertinggi pada
akhir minggu pertama. Minggu kedua demam terus menerus tinggi
– Delirium (mengigau), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut,
diare, atau konstipasi, muntah, perut kembung,
– Pada kasus berat: penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus
• Pemeriksaan Fisik
– Kesadaran menurun, delirium, lidah tifoid (bagian tengah kotor, pinggir
hiperemis), meteorismus, hepatomegali, sphlenomegali (jarang). Kadang
terdengar ronki pada pemeriksaan paru
5-40% (emedicine)
Blood component replacement therapy
factor-VIII factor-IX
(unit/ml) (ml)
fresh-frozen plasma ~ 0,5 ~ 0,6 200
cryoprecipitate ~ 4,0 - 20
factor-VIII concentrate 25 - 100 - 10
factor-IX concentrate - 25 - 35 20
Jawaban: E. Diazepam IV
168. Tatalaksana kejang akut
• Pertahankan fungsi vital (airway, breathing,
circulation)
• Identifikasi dan terapi faktor penyebab dan faktor
presipitasi
• Menghentikan aktivitas kejang
• Evaluasi tanda vital serta penilaian airway,
breathing, circulation (ABC) harus dilakukan
seiring dengan pemberian obat anti-konvulsan.
• Pemilihan jenis obat serta dosis anti-konvulsan
pada tata laksana SE sangat bervariasi antar
institusi.
Algoritma tata laksana kejang akut dan status epileptikus berdasarkan Konsensus UKK Neurologi IDAI 2016
Keterangan
• Diazepam IV: 0,2 - 0,5 mg/kg IV (maksimum 10 mg) dalam spuit, kecepatan 2 mg/menit.
Bila kejang berhenti sebelum obat habis, tidak perlu dihabiskan.
• Fenobarbital: pemberian boleh diencerkan dengan NaCl 0,9% 1:1 dengan kecepatan
yang sama
• Midazolam buccal: dapat menggunakan midazolam sediaan IV/IM, ambil sesuai dosis
yang diperlukan dengan menggunakan spuit 1 cc yang telah dibuang jarumnya, dan
teteskan pada buccal kanan, selama 1 menit. Dosis midazolam buccal berdasarkan
kelompok usia;
– 2,5 mg (usia 6 – 12 bulan)
– 5 mg (usia 1 – 5 tahun)
– 7,5 mg (usia 5 – 9 tahun)
– 10 mg (usia ≥ 10 tahun)
• Tapering midazolam infus kontinyu: Bila bebas kejang selama 24 jam setelah pemberian
midazolam, maka pemberian midazolam dapat diturunkan secara bertahap dengan
kecepatan 0,1 mg/jam dan dapat dihentikan setelah 48 jam bebas kejang.
• Midazolam: Pemberian midazolam infus kontinyu seharusnya di ICU, namun disesuaikan
dengan kondisi rumah sakit
• Bila pasien terdapat riwayat status epileptikus, namun saat datang dalam keadaan tidak
kejang, maka dapat diberikan fenitoin atau fenobarbital 10 mg/kg IV dilanjutkan dengan
pemberian rumatan bila diperlukan.
Soal no 169
Anak Suppose Manapose, dengan jenis kelamin
laki-laki, usia 10 bulan, dibawa ibunya ke
Puskesmas Sisingamangaraja dengan keluhan
sesak sejak 1 hari yang lalu. Riwayat batuk pilek
seminggu yang lalu, dibawa berobat kedukun
namun tidak kunjung sembuh. Pemeriksaan fisik
ditemukan Nadi 130x/menit, napas 60x/menit,
Suhu: 39oC. Pemeriksaan paru ditemukan ronki
difus. Diagnosis kerja yang paling tepat ialah....
a. TBC anak
b. Pneumonia
c. Tonsilofaringitis
d. Common cold
e. Tracheitis
Jawaban: B. Pneumonia
169. Pneumonia
• Peradangan/inflamasi parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis
yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas Tanda utama
menurut WHO: fast breathing & lower chest indrawing
• Signs and symptoms :
– Non respiratory: fever, headache, fatigue, anorexia, lethargy, vomiting and
diarrhea, abdominal pain
– Respiratory: cough, chest pain, tachypnea , grunting, nasal flaring,
subcostal retraction (chest indrawing), cyanosis, crackles and rales (ronchi)
Fast breathing (tachypnea)
Respiratory thresholds
Age Breaths/minute
< 2 months 60
2 - 12 months 50
1 - 5 years 40
Patologi Pneumonia
• Basil yang masuk bersama sekret • Akan tampak 4 zona pada
bronkus ke dalam alveoli daerah parasitik terset yaitu
menyebabkan reaksi radang :
edema seluruh alveoli disusul – Zona luar : alveoli yang tersisi
dengan bakteri dan cairan
dengan infiltrasi sel-sel PMN dan edema.
diapedesis eritrosit terjadi – Zona permulaan konsolidasi :
permulaan fagositosis sebelum terdiri dari PMN dan beberapa
eksudasi sel darah merah.
terbentuknya antibodi.
– Zona konsolidasi yang luas :
• Sel-sel PMN mendesak bakteri ke daerah tempat terjadi fagositosis
permukaan alveoli dan dengan yang aktif dengan jumlah PMN
yang banyak.
bantuan leukosit yang lain – Zona resolusi : daerah tempat
melalui psedopodosis sitoplasmik terjadi resolusi dengan banyak
mengelilingi bakteri tersebut bakteri yang mati, leukosit
danalveolar makrofag.
kemudian dimakan.
Pneumonia. PDPI
Klasifikasi berdasarkan predileksi
• Pneumonia lobaris
– pada satu lobus atau segmen
• Bronkopneumonia.
– Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru.
– Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus.
Sering pada bayi dan orang tua.
• Pneumonia interstisial
Item Lobar pneumonia Bronchopneumonia
Age Lobar pneumonia Occurs in Extremes of ages
otherwise infants, olds and those
healthy individuals between 30 - 50 suffering
years of age (Young and adults) from chronic debilitating illness
or immuno-suppression.
Organism Mostly pneumococci (strep. Mixed organisms: viral,
Pneumonia) Staphylococci, Streptococci,
H. influenzae, Proteus and
Pseudomonas
Grossly Lobar or segmental consolidation Patchy, bilateral of both
lungs
AGE COMMON ETIOLOGIES (as in order) LESS COMMON ETIOLOGIES
2 to 24 RSV Streptococcus Mycoplasma pneumoniae
months Human metapneumovirus pneumoniae Haemophilus influenzae (type B
Parainfluenza viruses Chlamydia and nontypable)
Influenza A and B trachomatis Chlamydophila pneumoniae
Rhinovirus
Adenovirus
Enterovirus
SEVERE PNEUMONIA
PNEUMONIA
• rawat jalan • ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau
• Do • Kotrimoksasol IM setiap 6 jam). Bila anak memberi respons yang
not (4 mg TMP/kg baik dlm 24-72 jam, lanjutkan selama 5 hari.
adm BB/kali) 2 kali Selanjutnya dilanjutkan dgn amoksisilin PO (15
inist sehari selama mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari
er 3 hari atau berikutnya.
an Amoksisilin • Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam,
anti (25 mg/kg atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat
bioti BB/kali) 2 kali menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
c sehari selama semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar,
3 hari. sianosis, distres pernapasan berat) maka
ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM
atau IV setiap 8 jam).
• Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat,
segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi
ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100
mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
• Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter
nasofaringeal.
Soal no 170
Seorang anak, 4 tahun, dibawa ibunya ke IGD
dengan keluhan bengkak pada seluruh tubuh
sejak 3 hari yang lalu. Keluhan diawali 2 minggu
yang lalu, bengkak dimulai pada bawah mata
pada pagi hari dan menghilang siang hari.
Keluhan semakin memberat dan pada saat ini di
dapatkan bengkak pada bawah mata, perut dan
kedua kaki. Dari pemeriksaan didapatkan ureum
20, creatinine 0.6. Hasil urinalisis protein ++++,
leukosit, erotrosit 4-6/lpb. Apakah gambaran
histopatologis yang paling mungkin ditemukan?
a. Focal segmental glomerulosclerosis
b. Minimal change glomerulopathy
c. Membranous nephropathy
d. Mesangiocapillary glomerulonephritis
e. Membranoproliferative glomerulonephritis
GLOMERULUS
NORMAL
Glomerulus normal di bawah mikroskop
cahaya
Contoh Glomerulonefritis berdasarkan
Morfologi:
• Minimal change nephrotic syndrome (MCNS)
• Rapidly progressive glomerulonephritis
(RPGN)
• Focal segmental glomerulosclerosis (FSGS)
• Membranous GN
• Mesangial Proliferative GN
• Membranoproliferative glomerulonephritis
Minimal-Change Glomerulonephritis
• Nama lain Nil Lesions/Nil Disease (lipoid
nephrosis)
• Minimal change nephrotic syndrome (MCNS)
merupakan penyebab tersering dari sindrom
nefrotik pada anak, mencakup 90% kasus di
bawah 10 tahun dan >50% pd anak yg lbh tua.
Idai.or.id
Hadinegoro SR. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Sari pediatri, Vol.2, No.1. Juni 2000: 2-10
Hadinegoro SR. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Sari pediatri, Vol.2, No.1. Juni 2000: 2-10
Soal no 172
Anak Tambun, laki - laki usia 5 tahun datang ke
RS diantar ibunya karena demam sejak 3 hari
yang lalu. Demam disertai nyeri telan dan batuk
menggonggong. Ibu pasien mengatakan sudah
memberi obat flu kepada pasien tapi keluhan
tidak membaik. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan pasien tampak lemah, BB 12 kg,
suhu 39oC, nadi 90x/menit, RR 28x/menit, tonsil
T3/T3 dengan detritus dan pseudomembran di
orofaring. Pemeriksaan penunjang yang tepat
adalah....
a. IgG dan IgM anti difteri
b. Kultur swab orofaring
c. BTA dr sputum S-P-S
d. IgG dan IgM Eipstein Barr Virus
e. Monospot
The major virulence of the organism lies in its ability to produce the
potent 62-kd polypeptide exotoxin, which inhibits protein synthesis and
causes local tissue necrosis
Within the first few days of respiratory tract infection , a dense necrotic coagulum
of organisms, epithelial cells, fibrin, leukocytes and erythrocytes forms, advances,
and becomes a gray-brown, leather-like adherent pseudomembrane . Removal is
difficult and reveals a bleeding edematous submucosa AIRWAY OBSTRUCTION
Severity of Airway Obstruction
Jackson Criteria
I : Patient Calm
Stridor --> Inspiratory
Retraction --> Suprasternal
II : Patient Discomfort
Stridor --> Inspiratory
Retraction --> Suprasternal, Substernal
IV : Patient Cyanosis/Apathy
Stridor --> Inspiratory, Expiratory
Retraction --> Suprasternal, Substernal, Intercostal
Difteri
• Pemeriksaan :
– Pemeriksaan Gram & Kultur; sediaan berasal dari swab
tenggorok, jika bisa diambil dibawah selaput
pseudomembran
– Kultur bisa menggunakan medium cystine tellurite blood
agar (CTBA), medium hoyle dan medium tinsdale
medium selektif untuk kultur Corynebacterium diphtheriae
– Untuk megisolasi Corynebacterium digunakan agar darah
telurit (Mc Leod), sebagai media selektif, setelah inkubasi
selama 24 jam koloni bakteri terlihat berwarna abu-abu tua-
hitam.
– Selanjutnya untuk biakan murni Corynebacterium digunakan
media perbenihan Loeffler dalam tabung
SEVERE PNEUMONIA
PNEUMONIA
• rawat jalan • ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau
• Do • Kotrimoksasol IM setiap 6 jam). Bila anak memberi respons yang
not (4 mg TMP/kg baik dlm 24-72 jam, lanjutkan selama 5 hari.
adm BB/kali) 2 kali Selanjutnya dilanjutkan dgn amoksisilin PO (15
inist sehari selama mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari
er 3 hari atau berikutnya.
an Amoksisilin • Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam,
anti (25 mg/kg atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat
bioti BB/kali) 2 kali menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
c sehari selama semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar,
3 hari. sianosis, distres pernapasan berat) maka
ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM
atau IV setiap 8 jam).
• Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat,
segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi
ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100
mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
• Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter
nasofaringeal.
Soal no 174
Seorang anak laki-laki, 8 tahun, bernama Chris Pine
datang ke praktek dokter umum dengan keluhan
demam tinggi terus menerus sejak 3 hari lalu. Keluhan
disertai kepala terasa berat dan hidung tersumbat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran somnolen
denagn tanda vital didapatkan tekanan darah 120/80
mmHg, denyut nadi 80 x/menit, frekuensi nafas
30x/menit dan suhu 39°c. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan adanya peningkatan dan
hitung jenis leukosit dan dokter menyimpulkan
penyebabnya adalah virus. Apakah jenis leukosit yang
paling mungkin mengalami peningkatan pada pasien di
atas?
a. Neutrofil
b. Limfosit
c. Basofil
d. Eosinofil
e. Monosit
Jawaban: B. Limfosit
174. Sistem Imunitas
• Immune system = cells, tissues, and molecules that mediate
resistance to infections
• Immunology = study of structure and function of the
immune system
• Immunity = resistance of a host to pathogens and their
toxic effects
• Immune response = collective and coordinated response to
the introduction of foreign substances in an individual
mediated by the cells and molecules of the immune system
• Imun system :
1. Organs
2. Cells
3. Molecules
Laboratory training for Field epidemiologists. WHO.Basic immunology. May 2007
Role of the immune system
• Defense against microbes
• Defense against the growth of
tumor cells
– kills the growth of tumor cells
• Homeostasis
– destruction of abnormal or dead
cells
(e.g. dead red or white blood cells,
antigen-antibody complex)
Laboratory training for Field epidemiologists. WHO.Basic immunology. May 2007
ORGANS
• Tonsils and adenoids
Immune System:
• Thymus
• Lymph nodes CELLS
• Spleen
• Payer’s patches • Lymphocytes
• Appendix – T-lymphocytes
• Lymphatic vessels – B-Lymphocytes,
plasma cells
• Bone marrow
– natural killer
MOLECULES lymphocytes
• Monocytes, Macrophage
• Antibodies • Granulocytes
• Complement – neutrophils
• Cytokines – eosinophils
• Interleukines – basophils
• Interferons
Two types of immunity
1. Innate (non-adaptive)
– first line of immune response
– relies on mechanisms that exist before infection
2. Acquired (adaptive)
– Second line of response (if innate fails)
– relies on mechanisms that adapt after infection
– handled by T- and B- lymphocytes
– one cell determines one antigenic determinant
Innate immunity
• Based on genetic make-up
• Relies on already formed components
• Rapid response: within minutes of infection
• Not specific
– same molecules / cells respond to a range of
pathogens
• Has no memory
– same response after repeated exposure
• Does not lead to clonal expansion
Innate immunity: mechanisms
• Mechanical barriers / surface secretion
– skin, acidic pH in stomach, cilia
• Humoral mechanisms
– lysozymes, basic proteins, complement, interferons
• Cellular defense mechanisms
– natural killer cells neutrophils, macrophages,, mast
cells, basophils, eosinophils
Active Passive
Immunity Immunity
Natural clinical, sub- via breast milk,
clinical infection placenta
Primary response
– production of specific clones of effector T cells
and memory clones
– develops in several days
– does not limit the infection
Secondary response
– more pronounced, faster
– more effective at limiting the infection
Example - cytotoxic reactions against intracellular parasites, delayed
hypersensitivity (e.g., Tuberculin test) and allograft rejection
Humoral immune response
1. B lymphocytes recognize
specific antigens
– proliferate and
differentiate into
antibody-secreting
plasma cells
2. Antibodies bind to specific
antigens on microbes;
destroy microbes via specific
mechanisms
3. Some B lymphocytes evolve
into the resting state -
memory cells
Leukosit
Neutrophils
• 12 - 17 µm
• 3 times the size of RBC
• Lobes from 2 to 4
• If no lobes : band form of neutrophils.
Neutrophils
NEUTROPHILIA NEUTROPENIA
• Acute bacterial • Decreased or ineffective
infections production in BM
• Infections- Typhoid , Miliary
• Tissue necrosis Tuberculosis, measles ,
• Acute blood loss rubella , influenza
• Acute haemorrhage • Hematologic disorders
• Metabolic disorders • Drugs-Analgesics ,
antithyroid drugs , anti
• Poisoning cancer drugs
• Malignant tumors • Ionizing radiation
Eosinophil
EOSINOPHILIA
• Allergic diseases
• Skin diseases- Eczema ,
dermatitis herpetiformis
• Parasitic infection
• Carcinoma with necrosis
• Lung diseases- Loffler's
syndrome , tropical
eosinophilia
Basophil
• The least common of the granulocytes,
representing 0.1% of circulating white
blood cells containing deep blue staining
large dense granules which cover the
nucleus.
• Granules contain serotoin , heparine
and histamine. help to increase blood
flow to the area of damage, as part of
the inflammatory response.
• Basophilia:
– CML
– Polycythemia vera
– Myxedema
– Drug/food allergies
14-16 µm
Monocyte
• Largest Of all leucocytes (18
micrometer)
• Third most common type of
white blood cell
• Monocytes in the circulation are
precursors of tissue macrophages
• Monocytes have bean-shaped
nuclei that are unilobar and have
clear cytoplasm
• Monocytosis:
• Infections-TB , Sub Acute Bacterial
Endocarditis
• Hodgkins disease
• Ulcerative colitis , Chrons disease
Lymphocyte
Jawaban: D. 6 bulan
175. Developmental Milestone
Skrining Tumbuh Kembanga Anak
• Pertumbuhan : bertambahnya ukuran fisik anak dalam
hal panjang/tinggi badan, berat badan, dan lingkar
kepala
– Pemantauan : melalui penilaian klinis dan pengukuran
antropometris (Z Score WHO atau kurva NCHS CDC)
• Perkembangan : bertambahnya kemampuan fungsi
individu antara lain dalam bidang motorik kasar,
motorik halus, komunikasi dan bahasa, intelektual,
emosi, dan sosial
– Pemantauan : penilaian klinis dan skrining perkembangan
Denver II
• Pemantauan setiap bulan hingga usia 1 tahun dan
setiap 3 bulan hingga 5 tahun
Denver II
• Mencakup usia 0-6 tahun
• Ada 4 bidang perkembangan
– Personal-sosial: berhubungan dengan orang lain dan
pemenuhan kebutuhan sendiri
– Motorikhalus: koordinasimata- tangan, manipulasi
objek kecil
– Motorik kasar: meliputi gerakan yang menggunakan
otot-otot besar secara keseluruhan (duduk, berjalan,
melompat)
– Bahasa-dengar: mengerti dan menggunakan bahasa
Interpretasi Denver II
• Skor Penilaian
– P (Pass) : Anak dapat melakukan ujicoba dengan baik, atau terdapat
laporan yang dapat dipercaya
– F (Fail) L : Anak tidak dapat melakukan ujicoba dengan baik
– No (No opportunity) : Tidak ada kesempatan untuk ujicoba karena ada
hambatan
– R (Refusal) : Anak menolak melakukan ujicoba
• Interpretasi
– Lebih (advanced) : bila anak Pass pada uji coba yang terletak di kanan
garis umur
– Normal : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba di sebelah kanan garis
– Caution/peringatan : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba yang dilewati
garis umur pada persentil 75-90
– Delayed/keterlambatan : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba yang
terletak lengkap di sebelah kiri garis umur
Soal no 176
Bayi Belladona, 12 bulan, datang dengan
keluhan kejang. Kejang dikatakan seluruh tubuh
dengan gambaran kaku dan menghentak. Pada
pemeriksaan didapatkan kaku kuduk (+), suhu
390C, pemeriksaan serebrospinal didapatkan:
jernih, jumlah sel 105, PMN 30%, MN 70%,
Nonne (-), Pandy (-), glukosa 50 mg/dl, protein
85 mg/dl. Diagnosis pasien ini adalah...
• Meningitis viral
• Meningitis purulent
• Meningitis TB
• Epilepsi
• Kejang demam kompleks
Kumar R. Aseptic Meningitis : Diagnosis and Treatment. [Indian J Pediatr 2005; 72 (1) : 57-63]
Meningitis Virus
• The most common symptoms
– headache, fever, myalgias, malaise, chills, sore throat,
abdominal pain, nausea, vomiting, photophobia, stiff neck
and drowsiness.
– Occasionally the child may exhibit altered consciousness in
the form of confusion, drowsiness or visual hallucinations.
• Physical Examination :
– Meningeal signs in the form of neck stiffness, Kernig's or
Brudzinsky's signs.
– Severe meningeal irritation may result in the patient
assuming the tripod position with the knees and hips
flexed, neck extended and arms brought back to support
the thorax.
CSF Finding in Meningitis
Bamberger DM. Diagnosis, Initial Management, and Prevention of Meningitis. Am Fam Physician. 2010;82(12):1491-1498
Viral Meningitis Doagnosis
• Viral meningitis may be suspected on the basis of
epidemiologic data, clinical features, and initial
cerebrospinal (CSF) studies, but clinical features
cannot reliably differentiate viral from bacterial
meningitis; the CSF profiles of bacterial and viral
meningitis overlap considerably.
• The diagnosis of viral meningitis requires negative
CSF culture for routine bacterial pathogens and
positive identification of a viral pathogen in the
CSF or other patient samples.
Uptodate. 2019
Pediatric Viral Meningitis
Treatment
• Supportive Therapy
– Rest in a quiet, dimly lit room
– Acetaminophen for headache, pain, and fever; aspirin should be avoided because of its
association with Reye syndrome
– Intravenous fluid therapy if prolonged emesis has resulted in hypovolemia.
• Antiviral Empiric Therapy
– Most cases of viral meningitis are treated symptomatically.
– Depending upon the clinical scenario and severity of illness, empiric treatment with
antiviral therapy (Acyclovir IV) may be warranted for certain patients, such as:
• Children with CSF pleocytosis who have encephalitis, or focal findings on examination, imaging, or
electroencephalography.
– Acyclovir also may be warranted when HSV or varicella-zoster virus (VZV) are possible
etiologies in an immunocompromised patient.
– In patients who are clinically improved, empiric acyclovir may be discontinued when
HSV PCR and cultures are negative or an alternative diagnosis is made (eg, by enteroviral
PCR).
Uptodate. 2019
Spesific Therapy Based on Etiology
• Most cases of viral meningitis are treated symptomatically.
• Selected antiviral agents have been tried against some of the viral
pathogens.
• Enteroviruses (EV) – Therapeutic options for serious EV infection
are limited. Intravenous immunoglobulin (IVIG) is often
administered despite a lack of convincing evidence for efficacy.
• Herpes simplex virus (HSV) – Although the outcome of HSV
meningitis without encephalitis is usually excellent even without
antiviral therapy, acyclovir can be used to hasten recovery
• Varicella-zoster virus (VZV) – Treatment with acyclovir may
improve outcomes, although data are limited in pediatric patients.
Uptodate. 2019
Spesific Therapy Based on Etiology
• Ebstein-Barr virus (EBV) – EBV infection rarely requires more than
supportive therapy.
• Cytomegalovirus (CMV) – CMV infection in immunocompromised children is
treated with ganciclovir. Treatment may also be warranted in
immunocompetent children with serious symptomatic CMV infection;
however, data are limited.
• Arboviruses and Lymphocytic choriomeningitis virus/ LCMV – Most
arboviral and LCMV infections of the CNS are treated symptomatically.
• Influenza – For patients with confirmed or suspected influenza who are
hospitalized or who have severe, complicated, or progressive illness,
antiviral treatment with oseltamivir or zanamivir should be started as soon
as possible after symptom onset.
Uptodate. 2019
Soal no 177
Seorang anak perempuan bernama Sumiyati
usia 7 bulan datang dibawa ibunya yang
mengeluh anaknya sesak sejak 3 hari yang lalu.
Pasien batuk pilek dan demam. Selama sakit,
pasien tampak rewel. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan frekuensi nafas meningkat, nafas
cuping hidung dan retraksi (+). Terdapat
ekspirasi memanjang dan wheezing ekspirasi.
Diagnosis yang mungkin adalah...
• Bronkitis akut
• Bronkiolitis akut
• Bronkopneumoni
• Pertusis
• Asma bronkial
Mild disease
• Symptomatic therapy
Moderate to Severe diseases
• Life Support Treatment : O2,
IVFD
• Etiological Treatment
– Anti viral therapy (rare)
– Antibiotic (if etiology
bacteria)
• Symptomatic Therapy
– Bronchodilator: controversial
– Corticosteroid: controversial
(not effective)
Tatalaksana Bronkiolitis
• Walaupun pemakaian nebulisasi
dengan beta2 agonis sampai saat
ini masih kontroversi, tetapi
masih bisa dianjurkan dengan
alasan:
– Pada bronkiolitis selain terdapat
proses inflamasi akibat infeksi virus
juga ada bronkospasme dibagian
perifer saluran napas (bronkioli)
– Beta agonis dapat meningkatkan
mukosilier
– Sering tidak mudah membedakan
antara bronkiolitis dengan
serangan pertama asma
– Efek samping nebulasi beta agonis
yang minimal dibandingkan
epinefrin.
Sari Pediatri
Gambaran Radiologis
DISEASE RADIOGRAPHY
The x-ray shows lung hyperinflation with a flattened diaphragm and opacification in the right lung apex (red circle) and left
lung base (blue circle) from atelectasis. Obviously, the same changes can be seen in the x-ray of a child with acute asthma.
This is one reason why children with acute asthma are often misdiagnosed as having pneumonia.
Bronchopneumonia
Pneumonia Lobaris
Etiology:
Pneumococcus
Mycoplasma
Gram negative organisms
Legionella
AT E L E C TA S I S
Chest radiographs and CT scans may
demonstrate direct and indirect signs of
lobar collapse.
Direct signs include displacement of
fissures and opacification of the collapsed
lobe.
Indirect signs include
• displacement of the hilum,
• mediastinal shift toward the side
of collapse,
• loss of volume on ipsilateral
hemithorax,
• elevation of ipsilateral diaphragm,
• crowding of the ribs,
• compensatory hyperlucency of
the remaining lobes,
• silhouetting of the diaphragm or
the heart border.
Soal no 178
Seorang anak perempuan bernama Tina Turner,
usia 7 tahun, mengeluh batuk disertai dahak
sejak 1 bulan yang lalu. Batuk makin lama makin
parah. Pasien juga mengeluh demam tidak
terlalu tinggi sejak 2 minggu yang lalu. Ayah
pasien sedang melakukan pengobatan TB
selama 6 bulan ini di puskesmas. Pemeriksaan
penunjang apa yang dibutuhkan pada pasien
ini?
a. Laboratorium darah rutin
b. Foto rontgen
c. Tes tuberkulin
d. Fungsi paru
e. Swab tenggorok
P E N YA K I T KETERANGAN
http://emedicine.medscape.com/article/797150
Tatalaksana
• Jika sang ibu hamil Rh – dan belum tersensitisasi,
berikan human anti-D immunoglobulin (Rh IgG atau
RhoGAM)
• Jika sang ibu sudah tersensitisasi, pemberian Rh IgG
tidak berguna
• Jika bayi telah lahir dan mengalami inkompatibilitas,
transfusi tukar/ foto terapi tergantung dari kadar
bilirubin serum, rendahnya Ht, dan naiknya
reticulocyte count
http://emedicine.medscape.com/article/797150
Inkompatibilitas ABO
• Terjadi pada ibu dengan • Gejala yang timbul adalah
golongan darah O terhadap ikterik, anemia ringan, dan
janin dengan golongan peningkatan bilirubin
darah A atau B serum.
• Tidak terjadi pada ibu gol A • Lebih sering terjadi pada
dan B karena antibodi yg bayi dengan gol darah A
terbentuk adalah IgM yg tdk dibanding B, tetapi
melewati plasenta, hemolisis pada gol darah
sedangkan 1% ibu gol darah tipe B biasanya lebih berat.
O yang memiliki titer • Inkompatibilitas ABO jarang
antibody IgG terhadap sekali menimbulkan hidrops
antigen A dan B, bisa fetalis dan biasanya tidak
melewati plasenta separah inkompatibilitas Rh
Kenapa Inkompatibilitas ABO tidak separah
Inkompatibilitas Rh?
http://emedicine.medscape.com/article/797150
Tatalaksana Umum Hemolytic Disease
of Neonates
• In infants with hyperbilirubinemia due to alloimmune HDN, monitoring serum
bilirubin levels, oral hydration, and phototherapy are the mainstays of
management.
• For infants who do not respond to these conventional measures, intravenous fluid
supplementation and/or exchange transfusion may be necessary to treat
hyperbilirubinemia. Intravenous immunoglobulin (IVIG) also may be useful in
reducing the need for exchange transfusion.
• Phototherapy — Phototherapy is the most commonly used intervention to treat
and prevent severe hyperbilirubinemia. It is an effective and safe intervention. The
AAP has developed guidelines for the initiation and discontinuation of
phototherapy based upon total serum bilirubin (TSB) values at specific hourly age
of the patient, gestational age, and the presence or absence of risk factors for
hyperbilirubinemia including alloimmune HDN
• Hydration — Phototherapy increases insensible skin losses and as a result the
fluid requirements of infants undergoing phototherapy are increased. In addition,
by-products of phototherapy are eliminated in the urine. If oral hydration is
inadequate, intravenous hydration may be necessary.
• Exchange transfusion — Exchange transfusion is used to treat severe anemia, as
previously discussed, and severe hyperbilirubinemia. Exchange transfusion
removes serum bilirubin and decreases hemolysis by the removal of antibody-
coated neonatal RBCs and unbound maternal antibody.
I N K O M PAT I B I L I TA S A B O I N K O M PAT I B I L I TA S R H
Tidak memerlukan proses sensitisasi Butuh proses sensitisasi oleh kehamilan RH +
oleh kehamilan pertama karena sdh pertama karena ibu blm punya antibodi.
terbentuk IgG. Dapat terjadi pada Terjadi pada anak ke dua atau lebih
anak 1
Inkompatibilitas ABO jarang sekali
Gejala biasanya lebih parah jika
menimbulkan hidrops fetalis dan
dibandingkan dengan inkompatibilotas ABO,
biasanya tidak separah
bahkan hingga hidrops fetalis
inkompatibilitas Rh
Risiko dan derajat keparahan meningkat
seiring dengan kehamilan janin Rh (+)
Risiko dan derajat keparahan tidak berikutnya, kehamilan kedua menghasilkan
meningkat di anak selanjutnya bayi dengan anemia ringan, sedangkan
kehamilan ketiga dan selanjutnya bisa
meninggal in utero
Congenital HD
Acyanotic Cyanotic
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002103/
Park MK. Pediatric cardiology for practitioners. Mosby; 2008.
Cyanotic Congenital HD
Cyanotic lesions with ↓ pulmonary blood flow must include both:
an obstruction to pulmonary blood flow & a shunt from R to L
Common lesions:
Tricuspid atresia, ToF, single ventricle with pulmonary stenosis
increased
myocardial
contractility + KEMATIAN
infundibular
stenosis.
Right-to-left shunt meningkat
aliran darah ke
sianosis progresif
paru berkurang
secara tiba-tiba penurunan PO2 dan
peningkatan PCO2 arteri
penurunan pH darah
TET SPELL
Stimulasi pusat pernapasan di
HYPERCYANOTIC SPELL reseptor karotis + nucleus hiperpnoea
batang otak
Tatalaksana Tet Spell
• Knee chest position/ squatting
– Diharapkan aliran darah paru bertambah karena
peningkatan resistensi vaskular sistemik dan afterload
aorta akibat penekukan arteri femoralis
• Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB SC, IM, atau IV
untuk menekan pusat pernapasan dan mengatasi
takipnea
• Natrium bikarbonat 1 mEq/kgBB IV untuk
mengatasi asidosis. Dosis yang sama dapat
diulang dalam 10-15 menit.
Jawaban: A. simtomatik
183. Anatomy of Salivary gland
• 3 major salivary
glands:
– The parotid glands
– The submandibular
glands
– The sublingual
glands
• Many minor
salivary glands in
mucosa of cheeks,
lips, palate.
Mumps (Parotitis Epidemica)
• Acute, self-limited, systemic
viral illness characterized by the
swelling of one or more of the
salivary glands, typically the
parotid glands.
• Highly infectious to nonimmune
individuals and is the only cause
of epidemic parotitis.
• Taksonomi:
– Species: Mumps rubulavirus
– Genus: Rubulavirus
– Family: Paramyxoviridae
– Order: Mononegavirales
Mumps
• Salah satu penyebab parotitis • Masa inkubasi 12-25 hari, gejala
• Satu-satunya penyebab parotitis prodromal tidak spesifik
yang mengakibatkan “occasional ditandai dengan mialgia,
outbreak” anoreksia, malaise, sakit kepala
• Disebabkan oleh paramyxovirus, dan demam ringan Setelah
dengan predileksi pada kelenjar itu timbul pembengkakan
dan jaringan syaraf. unilateral/bilateral kelejar
• Penyebaran penyakit ini adalah parotis.
melalui droplet dan insidens • Gejala ini akan berkurang
puncak pada usia 5-9 tahun. setelah 1 minggu dan biasanya
• Imunisasi dengan live attenuated menghilang setelah 10 hari.
vaccine sangat berhasil (98%) • Komplikasi: Ketulian; orkitis
• Penularan terjadi sejak 6 hari (biasanya unilateral) dilaporkan
sebelum timbulnya sampai 20% pada kasus
pembengkakan parotis sampai 9 gondongan lelaki dewasa
hari kemudian.
• Bisa tanpa gejala
Mumps
• Komplikasi : Meningitis/encephalitis, Sensorineural hearing
loss/deafness, Guillain-Barré syndrome, Thyroiditis,
Myocarditis, orchitis (terjadi pada laki-laki usia
postpubertal)
• Approximately one third of postpubertal male patients
develop unilateral orchitis.
• Prevention : Vaccinating children with MMR Jadwal IDAI
2017: jika sudah imunisasi campak 9 bulan, MMR diberikan
usia 15 bulan (interval minimal 6 bulan); jika belum
mendapat campak 9 bulan, MMR bisa diberikan usia 12
bulan
Mumps Treatment
• Conservative, supportive medical care is indicated for
patients with mumps.
• No antiviral agent is indicated, as mumps is a self-
limited disease.
• Encouraging oral fluid intake
• Refrain from acidic foods and liquids as they may
cause swallowing difficulty, as well as gastric
irritation.
• Analgesics (acetaminophen, ibuprofen)
• Topical application of warm or cold packs to the
swollen parotid may soothe the area.
MMR
• Merupakan vaksin kombinasi untuk Measles (Campak),
Mumps (Parotitis), dan Rubella
• Vaksin kering, mengandung virus hidup, disimpan pada
temperatur 2-8⁰C, dan terlindung dari cahaya
• Pemberian dengan dosis tunggal 0.5 ml intramuskular
atau subkutan dalam
• Harus diberikan sekalipun ada riwayat infeksi campak,
gondongan, dan rubella
• Jadwal IDAI 2017: jika sudah imunisasi campak 9 bulan,
MMR diberikan usia 15 bulan (interval minimal 6
bulan); jika belum mendapat campak 9 bulan, MMR
bisa diberikan usia 12 bulan
Soal no 184
Seorang anak perempuan usia 3 tahun dibawa
oleh ibunya karena mengalami buang air besar
cair yang berlangsung sekitar 3 bulan, demam
tidak terlalu tinggi disertai batuk lama, berat
badan semakin turun. Pada pemeriksaan fisik di
mulut tampak bercak keputihan, tampak lemas.
Pasien sudah pernah dibawa berobat ke
puskesmas namun keluhan kembali berulang.
Apakah diagnosis yang paling mungkin pada
pasien ini?
a. HIV
b. Kolitis ulseratif
c. Keganasan kolon
d. Necrotizing enterocolitis
e. Demam tifoid
Jawaban: A. HIV
184. Infeksi HIV dan AIDS pada Anak
Epidemiologi
• Sebagian besar anak HIV lahir di negara
berkembang
• Pada tahun 2004, 640.000 anak <15 tahun
terinfeksi HIV
• Infeksi HIV pada anak memburuk lebih cepat
dibandingkan dewasa, beberapa meninggal
dalam 1-2 tahun setelah terinfeksi
• Hal ini terkait dengan deplesi limfosit CD4 yang
cepat
Etiologi
• Single stranded RNA
• Family Retroviridae
• Genus Lentivirus
• HIV-1 & 2
• Genom terdiri 3 atas bagian:
– Regio GAG mengkode inti protein p24, p17, p9,
p6 yang didapat dari prekursor p55.
– Regio POL mengkode enzim virus seperti reverse
transcriptase p51, protease pl0, and integrase p32
– Regio ENV mengkode protein amplop virus (gp120
dan gp41)
Transmisi
• Transmisi HIV-1 terjadi via:
– Sexual
– Darah
– Transmisi vertikal dari ibu ke anak
• Rute primer untuk anak-anak terkena infeksi HIV-1
• Pemberian obat ARV pada ibu yang terinfeksi HIV
menurunkan angka kejadian transmisi ke anak
Transmisi
• Transmisi Vertical HIV terjadi pada 3 periode :
– Periode 1, intrauterine:
• Via darah virus masuk ke fetus melewati plasenta atau
membran amnion terutama jika membran mengalami inflamasi
atau infeksi
• 30–40% neonatus yang terinfeksi mengalami infeksi IU
– Periode 2, persalinan
• Sebagian besar anak terinfeksi HIV pada periode ini
• Infeksi terjadi pada anak yang terpajan darah ibu dan sekresi
servikovaginal di jalan lahir
• Semakin lama anak terpajan darah dan sekret, maka semakin
tinggi resiko terinfeksi
• Bayi prematur dan BBLR beresiko lebih tinggi terinfeksi karena
sistem imun di kulit dan tubuh belum sempurna
– Periode 3, setelah lahir (ASI):
• Lebih sering terjadi pada anak di negara yang
berkembang
• Rekomendasi WHO anak dari ibu dengan HIV yang
memiliki penyakit yang menyebabkan resiko kematian
meningkat (pneumonia, diare, malnutrisi) harus tetap
diberikan ASI eksklusif
• Manfaat ASI > resiko tertular HIV
• Faktor resiko terjadinya transmisi vertikal
– Bayi prematur (34 mgu)
– Jumlah CD4 ibu yang rendah
– BBL <2500 g
– Ketuban pecah >4 jam
– Tidak adanya penggunaan ARV selama kehamilan
• SC dan pemberian zidovudin pada ibu dan anak
resiko transmisi menurun sebanyak 87%
• Direkomendasikan SC jika viral load >1000 kopi/ml
Manifestasi Klinis
• Infeksi
– Infeksi berulang (bakteremia, meningitis, sepsis)
– OMA, sinusitis, infeksi kulit lebih sering terjadi
– Infeksi oleh patogen yang tidak biasa
• PCP (paling sering pada anak terutama di usia 3-6
bulan, kematian tertinggi pada usia <1 tahun)
– Akut Demam, takipnea, dyspnea, hipoxemia
– Infiltrat interstisial, efusi pleura, lesi nodular, infiltrat lobular
– 1st line TMP-SMZ IV (15–20 mg/kg/hr TMP dan 75–100
mg/kg/hrSMZ tiap 6 jam ) + steroid, jika membaik bisa diganti
oral
– Infeksi jamur berulang seperti kandidiasis yang
tidak respon terhadap pengobatan standar
• Terjadi pasca neonatus, tidak menggunakan obat AB ,
>30 hari atau kambuh walau telah diobati.
• Luas melebihi bagian lidah
– Infeksi virus berulang atau yang jaranga terjadi
seperti herpes simpleks, zooster, CMV retinitis
– Campak lebih berat, namun rash dan gejala
tidak khas
Pemeriksaan HIV pada Anak
• Uji virologis direkomendasikan untuk mendiagnosis anak
berumur < 18 bulan.
• Uji serologis:
– Umur <18 bulan – digunakan sebagai uji untuk menentukan ada
tidaknya pajanan HIV
– Umur >18 bulan – digunakan sebagai uji diagnostik konfirmasi
• Diagnosis pada anak > 18 bulan memakai cara yang sama
dengan uji HIV pada orang dewasa (rapid test/ Enzyme
Immunoassay/ Westernblot pada kasus yang sulit)
• Perhatian khusus untuk anak yang masih mendapat ASI
pada saat tes dilakukan, uji HIV baru dapat diinterpretasi
dengan baik bila ASI sudah dihentikan selama > 6 minggu.
Skenario
Pemeriksaan
HIV
Alur diagnosis
HIV pada bayi
dan anak
umur kurang
dari 18 bulan
Anak < 5 tahun Inisiasi ARV tanpa melihat stadium klinis WHO dan
berapapun jumlah CD4c
ARV lini pertama untuk anak > 5 tahun dan dewasa, termasuk
wanita hamil dan menyusui, pasien koinfeksi hepatitis B, dan pasien
dengan koinfeksi TB
aJangan memulai dengan TDF jika CCT hitung < 50 ml/menit, atau pada kasus
diabetes lama, hipertensi tak terkontrol dan gagal ginjal
bJangan memulai dengan AZT jika Hb < 7 g/dl sebelum terapi
cKombinasi dosis terpadu (KDT) yang tersedia: TDF + 3TC + EFV
a Zidovudin (AZT) merupakan pilihan utama. Namun bila Hb anak < 7,5 g/dl maka dipertimbangkan pemberian
Stavudin(d4T).
b Dengan adanya risiko efek samping pada penggunaan d4T jangka panjang, maka dipertimbangkan mengubah d4T ke
AZT (bila Hb anak > 10 gr/dl) setelah pemakaian 6 – 12 bulan. Bila terdapat efek anemia berulang maka dapat kembali ke
d4T.
c Tenofovir saat ini dapat digunakan pada anak usia di atas 2 tahun.
Selain itu perlu dipertimbangkan efek samping osteoporosis pada tulang anak yang sedang bertumbuh karena
penggunaan ARV diharapkan tidak mengganggu pertumbuhan tinggi badan.
d EFV dapat digunakan pada anak ≥ 3 tahun atau BB ≥ 10 kg, jangan diberikan pada anak dengan gangguan psikiatrik
berat. EFV adalah pilihan pada anak dengan TB.
Jika berat badan anak memungkinkan, sebaiknya gunakan KDT.
Soal no 185
Seorang anak perempuan usia 12 tahun
bernama Tantemina Tarana datang ke RS dengan
keluhan terdapat benjolan di leher. Dari
pengakuan ibunya, anaknya tampak kesulitan
mengikuti pelajaran di sekolah. Dari anamnesis
didapatkan pasien tinggal di daerah lereng
pegunungan dan banyak masyarakat yang
mengalami hal serupa. Pemeriksaan fisik terlihat
goiter tanpa menengadah. Penyebab keluhan
pada pasien?
• Asupan yodium kurang
• Kurang energi protein
• Asupan kalsium kurang
• Asupan zat goitrogenik berlebih
• Gangguan autoimun
Jawaban: B. Hb elektroforesis
186. THALASSEMIA
• Penyakit genetik dgn supresi produksi hemoglobin karena defek
pada sintesis rantai globin (pada orang dewasa rantai globin terdiri
dari komponen alfa dan beta)
• Diturunkan secara autosomal resesif
• Secara fenotip: mayor (transfusion dependent), intermedia (gejala
klinis ringan, jarang butuh transfusi), minor/trait (asimtomatik)
• Secara genotip:
– Thalassemia beta yang mayoritas ditemukan di Indonesia
• Tergantung tipe mutasi, bervariasi antara ringan (++, +) ke berat (0)
– Thalassemia alfa
• -thal 2 /silent carrier state: delesi 1 gen
• -thal 1 / -thal carrier: delesi 2 gen: anemia ringan
• Penyakit HbH: delesi 3 gen: anemia hemolitik sedang, splenomegali
• Hydrops foetalis / Hb Barts: delesi 4 gen, mati dalam kandungan
• Pucat kronik
• Hepatosplenomegali
• Ikterik
• Perubahan penulangan
• Perubahan bentuk wajah
facies cooley
• Hiperpigmentasi kulit
akibat penimbunan besi
• Riwayat keluarga +
• Riwayat transfusi
• Ruang traube terisi
• Osteoporosis
• “Hair on end” pd foto
kepala
Diagnosis thalassemia
(cont’d)
• Pemeriksaan darah
– CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt ,
RDW
– Apusan darah: mikrositik, hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel target,
fragmented cell, normoblas +, nucleated
RBC, howell-Jelly body, basophilic
stippling
– Hiperbilirubinemia
– Tes Fungsi hati abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Tes fungsi tiroid abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Hiperglikemia (late findings krn overload
Fe) peripheral blood smear of patient with homozygous beta
thalassemia with target cells, hypochromia, Howell-Jolly bodies,
thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from Stanley Schrier@
2001 in ASH Image Bank 2001; doi:10.1182/ashimagebank-2001-
• Analisis Hb 100208)
Pucat
Hair on End
Jawaban: A. Nistatin
187. Kandidiosis oral
• Infeksi candida pada rongga mulut
• Spesies tersering: Candida albicans
• Terjadi akibat terganggunya flora normal atau pada kondisi
immunodefisiensi
• Terdapat beberapa jenis, yaitu
- Kandidiosis pseudomembran akut
- Kandidiasis atrofik akut (kandidiasis eritematosa)
- Kandidiosis hiperplasia kronik (leukoplakia)
- Kandidiasis atrofik kronik (denture stomatitis):
- Kelitis angularis (Keilosis Kandidal)
Sumber: Scully C. Mucosal candidiosis clinical presentation. Emedicine | PPK Perdoski. 2017
Jenis Gambaran klinis
Sumber: Scully C. Mucosal candidiosis clinical presentation. Emedicine | PPK Perdoski. 2017
Prinsip tatalaksana
Gejala klinis DOC Keterangan
Jawaban E. Polio
189. Poliomyelitis
• Poliomyelitis is an enteroviral • Poliomyelitis:
infection – 90-95% of all infection remain
asymptomatic
• Poliovirus is an RNA virus that is – 5-10% abortive type:
transmitted through the oral- • Fever
fecal route or by ingestion of • Headache, sore throat
contaminated water • Limb pain, lethargy
• The viral replicate in the • GI disturbance
nasopharynx and GI tract → – 1-2% major poliomyelitis:
invade lymphoid tissues → • Non-paralytic: Meningitis syndrome
hematologic spread → viremia → • Paralytic:
neurotropic and produces – Flaccid paresis with asymmetrical
proximal weakness & areflexia, mainly
destruction of the motor neurons in lower limbs
in the anterior horn – Paresthesia without sensory loss or
autonomic dysfunction
– Muscle atrophy
Paralytic polio
• Paralytic polio is classified into three types,
depending on the level of involvement.
– Spinal polio is most common, and during 1969–1979,
accounted for 79% of paralytic cases.
It is characterized by asymmetric paralysis that most
often involves the legs.
– Bulbar polio leads to weakness of muscles innervated
by cranial nerves and accounted for 2% of cases
during this period.
– Bulbospinal polio, a combination of bulbar and spinal
paralysis, accounted for 19% of cases
http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/polio.pdf
Diagnosis Poliomielitis
Pemeriksaan Penunjang
• Darah:
– Leukosit normal/sedikit meningkat
– Serum antibodi akut dan konvalesens
– Peningkatan titer IgG 4x lipat atau titer anti-IgM (+) pada stadium akut
– PCR
• LCS:
– 20-300 sel, predominan limfosit (lymphocytic pleocytosis), glukosa normal,
protein normal/sedikit meningkat
– PCR
• Kultur:
– Dilakukan pemeriksaan kultur virus dari fese dan apus tenggorok, pada pasien
tersangka infeksi poliomyelitis (pasien AFP)
• Histologi:
– Ag spesifik enterovirus dilakukan imumofluresens dan pemeriksaan RNA
melalui PCR
Keterangan 5. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan;
Cara membaca kolom usia : misal 2 berarti usia 2 bulan (60 hari) s.d. 2 bulan 29 hari (89 hari) dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai Januari 2017 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
Vaksin polio: apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana kesehatan
Dapat diakses pada website IDAI (http:// idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai.html)
a
Vaksin rotavirus monovalen tidak perlu dosis ke-3 (lihat keterangan)
6. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis
pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir
b
Apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antibodi pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14
OPV-0 diberikan saat dipulangkan. Untuk polio 1,2, dan 3 dan booster diberikan OPV atau IPV.
setara dengan 3 dosis (lihat keterangan)
Optimal Catch-up Booster Daerah Endemis
minggu (dosis pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10
minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu.
7. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulangp setia tahun. Untuk imunisasi
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4
1. Vaksin hepatiti s B (HB). Vaksin HB pertama (monovalen) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan a atau lebih, dosis 0,5 mL.
Paling sedikit harus mendapat satu dosis IPV bersamaan dengan OPV-3
dan didahului pemberian suntikan vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB monova-
len adalah usia 0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin HB dan imunoglobulin hepatit
i s B
8. Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidk per l u diberikan apabila sudah mendapatkan MMR.
9. Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan
(HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal pemberian pada pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka
usia 2, 3, dan 4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2, 4, dan 6 bulan. dapat diberikan vaksin MMR/MR.
2. Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat 10. Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia sebelum masuk sekolah dasar.
bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling se- Apabila diberikan pada usia lebih dari 13 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
dikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian OPV-3. 11. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, a optiml usia 2 bulan. Apabila diberikan pada kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada remaja
usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antib
o d i setara dengan 3 dosis.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTPw atau 12. Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis atau turis yang
DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain. Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin akan bepergian ke daerah endemis tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun
tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7 tahun diberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 berikutnya.
dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan booster Td diberikan setia p 10 t ahun. 13. Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12 bulan.
Soal no 190
Seorang anak berusia 4 tahun dibawa ibunya ke RS
dengan keluhan perkembangan sang anak tidak
sesuai umur teman sebayanya. Pasien lahir cukup
bulan dengan riwayat KPD (+), sempat kuning (+), tapi
cukup bulan dengan BBL 2900 gram dan langung
menangis. Saat ini ditemukan BB 8 Kg dengan PB
tidak sesuai usia, lingkar kepala juga tidak sesuai usia
(lebih kecil). Pasien hanya bisa makan bubur halus
dan susu sedikit – sedikit. Pada hasil pemeriksaan lab
ditemukan, Hb 9 g/dL, leukosit 7800, dan trombosit
320.000 serta TSH meningkat, T4 rendah. Diagnosis
yang tepat adalah...
a. Cerebral palsy
b. Global development delay
c. Hipotiroid didapat
d. Hipotiroid kongenital
e. Retardasi mental
http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview#aw2aab6b2b2aa
Hipotiroid Kongenital
• Hipotiroid kongenital adalah kelainan fungsi dari kelenjar tiroid yang
didapat sejak bayi baru lahir.
• Kondisi ini dapat terjadi karena kelainan anatomi atau gangguan
metabolisme pembentukan hormon tiroid atau defisiensi iodium.
• Selama kehamilan, plasenta berperan sebagai media transportasi
elemen-elemen penting untuk perkembangan janin. Thyroid Releasing
Hormone (TRH) dan iodium – yang berguna untuk membantu
pembentukan Hormon Tiroid (HT) janin – bisa bebas melewati plasenta.
Demikian juga hormon tiroksin (T4). Namun disamping itu, elemen yang
merugikan tiroid janin seperti antibodi (TSH receptor antibody) dan obat
anti tiroid yang dimakan ibu, juga dapat melewati plasenta. Sementara,
TSH, yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan dan
produksi HT, justru tidak bisa melewati plasenta.
Jawaban: E. Vasodilatasi
191. Hymenoptera (Bee/Wasp) Sting
• Wasp venoms contain molecules such as
phospholipases A and B, hyaluronidases, and
invertebrate neurotoxin.
• Bee venoms contain hyaluronidase,
phospholipase A2, acid phosphatase, meletin,
and other kinins.
• Target organs are the skin, vascular system, and
respiratory system.
• Pathology is similar to other immunoglobulin E
(IgE)–mediated allergic reactions.
Hymenoptera (Bee/Wasp) Sting
• The release of histamine (a potent vasodilator) in
response to venom exposure accounts for the majority
of reactions.
• In local reactions, this leads to swelling, oedema, and
pain.
• Anaphylaxis may occur and is typically a result of
sudden systemic release of mast cells and basophil
mediators.
• Urticaria, vasodilation, bronchospasm, laryngospasm,
and angioedema are prominent symptoms of the
reaction.
• Respiratory arrest may result in refractory cases.
Wasp Sting: Local Reaction
produces increased
localized ischemia
phospholipase A, capillary
direct mast cell increases the
phospholipase B, permeability and
degranulation inflammatory
as well as localized swelling
with the release response with
mastoparan and redness at the
of histamine. subsequent
peptide, site of the wasp
vasodilation
sting
Fase Dini/ Initial Response
TERJADI BEBERAPA MENIT SETELAH TERPAPAR ALERGEN YANG
SAMA UNTUK KEDUA KALINYA
PUNCAKNYA 15-20 MENIT PASCA PAPARAN
BERAKHIR 60 MENIT KEMUDIAN
Action Mediator
Vasodilation, increased Histamine
vascular permeability PAF
Leukotrienes C4, D4, E4
Neutral proteases that activate complement
and kinins
Prostaglandin D2
Smooth muscle spasm Leukotrienes C4, D4, E4
Histamine
Prostaglandins
PAF
Cellular infiltration Cytokines, e.g., TNF
Leukotriene B4
Eosinophil and neutrophil chemotactic
factors (not defined biochemically)
PAF
Soal no 192
Anak perempuan, 7 bulan, datang ke UGD
dengan keluhan sesak napas dan demam tinggi.
Dari pemeriksaan didapatkan tekanan darah
90/70 mmHg, frekuensi nadi 104x/menit,
frekuensi napas 40x/menit, suhu aksila 38,9 oC.
Pada pemeriksaan analisa gas darah didapatkan
pH 7,2; PaO2 40; PaCO2 60; Base Excess +1.
Keadaan apa yg paling tepat menggambarkan
kondisi di atas?
a. Syok sepsis
b. Distress pernapasan
c. Gagal napas
d. Pneumonia
e. Asidosis metabolik
Jawaban: B. Cricotirotomy
193. Tersedak pada anak
• Pertamaassessment
• Upper airway obstruction – The degree of obstruction can be estimated
based upon physical findings:
• Mild – Mild obstruction presents with the following findings:
- Ability to speak (voice may be hoarse) or hoarse cry
- Good air entry
- Inspiratory stridor (may only be heard with crying, agitation, excitement,
or tachypnea) or occasional snoring (stertor)
- Minimal or no suprasternal retractions and no flaring or grunting
• Moderate to severe – Moderate obstruction is characterized by:
- Tachypnea
- Audible inspiratory stridor (and possibly expiratory stridor) with every
breath
- Prolonged inspiratory time with signs of significant effort (suprasternal
retractions, nasal flaring, or grunting)
- Decreased air entry
– Hypoxemia (pulse oximetry <91 percent or poor color), the
presence of "sniffing" or "tripod" positions taken to maintain
an open airway, and/or decreased mental status suggest that
the obstruction is severe and that emergency airway
management is needed.
• Severe or complete obstruction — With severe or
complete upper airway obstruction, there is markedly
reduced or no effective air movement; the child is
struggling to breathe with signs of severe respiratory
distress (nasal flaring, grunting, and/or marked
suprasternal or supraclavicular retractions), and may be
silently gagging or coughing in an attempt to clear the
airway. If the obstruction is not relieved, the child's
condition can rapidly deteriorate, with loss of
consciousness.
• Suspected foreign body — The management of a child with
severe or complete obstruction due to a suspected foreign
body (FB) is provided in the algorithm
• An obstructing upper airway FB may be suspected based
upon the history of a witnessed ingestion, history of a
sudden onset of symptoms in a previously well child without
signs of an allergic reaction, or visualization of the FB in the
oropharynx or on plain radiographs although many FBs are
not radiopaque.
• Basic life-saving maneuvers for FB airway obstruction should
be initiated based upon cadaver studies and extensive
experience and as recommended by the American Heart
Association
The approach varies by degree of responsiveness:
• Responsive patients:
• Infants younger than 1 year of age – Five back slaps are delivered with the infant
held in a head down position, followed by five chest thrusts. Abdominal thrusts
are not recommended for infants less than 1 year of age because they may cause
damage to the liver, which is relatively large and unprotected in this age group.
• Children ≥1 year of age – Five abdominal thrusts (Heimlich maneuver) should be
performed. After each round of back slaps and chest thrusts or abdominal thrusts,
check to see if the airway obstruction is relieved.
• Unresponsive patients: Initiate cardiopulmonary resuscitation (CPR) beginning with
compressions.
• Prior to each attempt at ventilation, open the airway and look for and remove any
obstructing airway. Do not perform a blind finger sweep.
• If the obstruction is relieved and the child resumes adequate breathing, the
physician should ensure that the FB is completely removed and observe the patient
for signs of postobstructive pulmonary edema (eg, hypoxemia by pulse oximetry,
tachypnea, rales, and/or pulmonary edema on chest radiograph).
• If the obstruction is relieved but the child does not resume adequate
breathing, initiate bag-mask ventilation and prepare for endotracheal
intubation by rapid sequence intubation
• If the obstruction is not relieved within 1 minute, then direct laryngoscopy
should be performed to determine if the FB can be visualized and removed
by Magill forceps or suction. If successful, proceed with airway
management according to whether the child recovers with adequate
breathing or not as described above.
• If the airway obstruction remains, further care is determined by the location
of the FB:
• Obstructing FB above the vocal cords – When an FB causing complete
airway obstruction above the vocal cords cannot be removed, the patient
should undergo cricothyrotomy; either needle cricothyrotomy for patients
younger than 12 years of age or surgical cricothyrotomy in patients 12
years of age or older.
• Once the cricothyrotomy is in place, percutaneous transtracheal ventilation
is used to bypass the obstruction and oxygenate the patient.
• Patients should then be immediately transferred to the operating room
(OR) for establishment of a definitive airway and FB removal.
• Obstructing FB below the vocal cords – An FB that is lodged
below the vocal cords may completely obstruct the subglottic
trachea. This obstruction cannot be removed with direct
laryngoscopy. In this situation, the trachea should be intubated
and the endotracheal tube advanced into the right mainstem
bronchus. This maneuver is an attempt to relieve the tracheal
obstruction by pushing it into the right mainstem bronchus. At
this point, the endotracheal tube should be withdrawn to a
position above the carina and ventilation with the right side down
performed to maximize ventilation of the left lung.
• The child will now have a bronchial FB but may receive adequate
ventilation and oxygenation while preparations are being made to
remove it in the OR. Anecdotal experience supports the
effectiveness of this approach in the setting of complete
subglottic airway obstruction from a FB. Case reports of patients
requiring one lung ventilation for surgical procedures and studies
in dogs have also demonstrated effective oxygenation and
ventilation
Cricothyroidotomy/ Cricothyrotomy
• Jalan napas buatan dengan
insisi pada membran krikoid
• Diindikasikan pada situasi
dimana usaha lain untuk
mempertahankan jalan
napas gagal
– Trauma yg meliputi daerah
oral, faringeal, atau nasal
– Spasme otot wajah atau
laringospasme
– Stenosis jalan napas atas
– Gigi yg terkatup
– Obstruksi jalan napas: edema
orofaringeal (anafilaksis),
obstruksi benda asing
POSISI KRIKOTIROTOMI
Krikotirotomi VS Trakeostomi
• Cricotirotomi:
– biasa dilakukan pada kasus
emergensi/ darurat krn lbh
mudah utk dilakukan
– Insisi pada membran krikoid
• Trakeostomi:
– untuk jangka waktu lama
– Insisi di antara cincin trakea
POSISI TRAKEOSTOMI
Soal no 194
Bayi usia 12 jam dibawa karena merintih sejak
usia 2 jam. Usia kehamilan 34 minggu, berat
badan lahir 2000 gram. Sianosis pada bibir dan
ekstrimitas, sesak, frekuensi napas 60 x/menit,
retraksi intercostal yang dalam. Merintih
terdengar tanpa stetoskop, suara paru terdengar
pada kedua lapang paru, sianosis menghilang
dengan oksigen via nasal canule (4 lpm). Downe
score pada anak ini adalah...
a. 4
b. 5
c. 6
d. 7
e. 8
Jawaban: C. 6
194. Downes score
Skor 0 1 2
Laju pernafasan < 60/menit 60-80/menit >80/menit
Sianosis Tidak ada Tidak ada dengan Ada dengan FiO2
FiO2 40% 40%
Retraksi Tidak ada Ringan Berat
Merintih Tidak ada Sedikit Jelas
Udara masuk Baik, bilateral Menurun Sangat buruk
Skor Interpretasi
<4 Distres pernafasan ringan
Nasal kanul/headbox
4-7 Disteres pernafasan moderat
Perlu nasal CPAP?
>7 Distres pernafasan berat (perlu analisis gas darah)
Perlu intubasi?
• Indikasi EEG
– Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, KECUALI
apabila bangkitan bersifat fokal untuk menentukan adanya fokus
kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
Faktor resiko berulangnya KD
• Faktor risiko :
– Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
– Usia kurang dari 12 bulan
– Suhu tubuh kurang dari 39oC saat kejang
– Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan
terjadinya kejang.
– Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam
kompleks.
• Semua faktor risiko ada, kemungkinan berulang 80%
• Tidak ada faktor risiko kemungkinan berulang 10-15%
Tatalaksana
• Saat kejang : algoritme tatalaksana kejang akut dan SE
• Setelah kejang berhenti :
– Profilaksis atau tidak
– Profilaksis intermiten atau kontinyu
• Antipiretik:
– Tidak mengurangi risiko berulangnya kejang
– Memberikan rasa nyaman bagi pasien
– Mengurangi kekhawatiran orangtua
– Kesimpulan: dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan.
– Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan
tiap 4-6 jam.
– Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.
Tatalaksana Saat Kejang
• Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4
menit) dan pada waktu pasien datang, kejang sudah
berhenti.
• Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat
yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah
diazepam intravena.
• Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg
perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau
dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg.
• Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti
algoritma kejang pada umumnya.
Tatalaksana Saat Kejang
• Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah
(prehospital)adalah diazepam rektal.
– Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan
lebih dari 12 kg.
• Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5
menit.
• Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang,
dianjurkan ke rumah sakit.
• Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena.
• Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus.
• Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari
indikasi terapi antikonvulsan pro laksis.
Profilaksis Intermiten
• Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat
antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam.
• Indikasi (salah satu dari):
– Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
– Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
– Usia <6 bulan
– Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
– Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat
dengan cepat.
• Obat diazepam oral 0,3 mg/kgBB/kali, maksimum 7,5 mg/kali (3 kali
sehari) ATAU rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan
10 mg untuk berat badan >12 kg) 3 kali sehari
• Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam.
• ES dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.
Profilaksis Kontinyu/ Rumatan
• Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak
diinginkan, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus
selektif dan dalam jangka pendek
• Indikasi pengobatan rumat:
– Kejang fokal
– Kejang lama >15 menit
– Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis. (Pada anak dengan
kelainan neurologis berat dapat diberikan edukasi untuk pemberian terapi
profilaksis intermiten terlebih dahulu, jika tidak berhasil/orangtua
khawatir dapat diberikan terapi antikonvulsan rumat)
Profilaksis Kontinyu/ Rumatan
• Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif
dalam menurunkan risiko berulangnya kejang
• Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus.
• Obat pilihan saat ini adalah asam valproat.
• Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun,
asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.
• Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan
fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.
• Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat
untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off , namun
dilakukan pada saat anak tidak sedang demam.
Diagnosis diferensial infeksi SSP
Demam < 7 hari < 7 hari > 7 hari < 7 hari </> 7 hari/(-)
Umum/foka
Kejang Umum Umum Umum Umum
l
Penurunan Somnolen- Variasi, apatis -
Apatis CM - Apatis Apatis - Somnolen
kesadaran sopor sopor
Paresis +/- +/- ++/- - -
Perbaikan
Lambat Cepat Lambat Cepat Cepat/Lambat
kesadaran
Tidak dpt
Etiologi diidentifikas ++/- TBC/riw. kontak - Ekstra SSP
i
Simpt/antivi Atasi penyakit
Terapi Antibiotik Tuberkulostatik Simpt.
ral primer
Soal no 196
Anak Delila Olala, perempuan, usia 9 tahun,
datang dengan ayahnya untuk berobat karena
demam, batuk, pilek, dan sesak. Sesak dialami
sejak umur 6 tahun disertai mengi. Tiga bulan
terakhir sering rawat inap sebanyak 6 kali karena
sesak dengan wheezing. Sekarang pemeriksaan
dalam batas normal, suara nafas vesikular.
Terapi saat ini yang sesuai adalah...
a. Inhaler kortikostreroid
b. Nebul beta 2 agonis
c. Inhaler long acting beta 2 agonis dengan
spacer
d. Oral kortikosteroid
e. Injeksi beta 2 agonis
• Steroid sistemik
o Pemberian steroid sistemik per oral sama efektifnya dengan
pemberian secara intravena
o Pemberian secara oral memerlukan waktu sekitar 4 jam untuk
memberikan perbaikan klinis
o Pemberian IVjika pasien tidak bisa menelan obat
o Steroid sistemik berupa prednison atau prednisolon diberikan per
oral dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum
sampai 40 mg/hari, maksimal 1 kali dalam 1 bulan. Lama
pemberian 3-5 hari tanpa tapperingoff
o Pemberian steroid sistemik dapat mempercepat perbaikan
serangan dan mencegah kekambuhan, dan direkomendasikan
untuk diberikan pada semua jenis serangan. Jika memungkinkan,
steroid oral diberikan dalam 1 jam pertama.
Obat-obatan serangan asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
• Adrenalin
o Terapi tambahan pada asma yang berhubungan dengan anafilaksis dan
angioedema
o Dosis 10 ug/kgBB (0,01 ml/kgBB adrenalin 1:1.000), dengan dosis maksimal
500 ug (0.5 ml)
• Magnesium sulfat -->tidak rutin dilakukan
• Steroid inhalasi
– Steroid nebulisasi dengan dosis tinggi (1600-2400 ug budesonide) dapat
digunakan untuk serangan asma (dalam dosis tinggi karena steroid nebulisasi
dosis rendah tidak bermanfaat untuk mengatasi serangan asma)
– terbatas pada pasien-pasien yang memiliki kontraindikasi terhadap steroid
sistemik.
• Mukolitik
• Antibiotik hanya jika terbukti disebabkan infeksi bakteri
• Obat sedasi
• Antihistamin
Soal no 197
Bayi Rambo Buldoser, laki-laki, umur 3 bulan
mengalami muntah terus menerus sejak lahir.
Muntah 3-5 kali dalam sehari. Bayi tidak rewel,
tidak ada tanda dehidrasi. Pergerakan bayi aktif.
Bayi lahir pervaginam di bidan, langsung
menangis, BBL 2500gr. BB sekarang 5,4 kg.
Riwayat minum ASI (+). Dari data tersebut,
diagnosis yang paling mungkin adalah...
a. Atresia duodenale
b. Hitchprung disease
c. Gastrorefluk disease
d. Hipertrofi Stenosis Pyloric
e. Atresia esophagus
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the European Society
for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY, AND NUTRITION. Pediatrics; originally published
online April 29, 2013
Approch to the infant with regurgitation and vomitting
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the European
Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY, AND NUTRITION. Pediatrics; originally
published online April 29, 2013
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the European Society
for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY, AND NUTRITION. Pediatrics; originally published
online April 29, 2013
Management
• Lifestyle changes are emphasized as first-line
therapy in both GER and GERD, whereas
medications are explicitly indicated only for
patients with GERD.
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition (NASPGHAN) and the European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and
Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY,
AND NUTRITION. Pediatrics; originally published online April 29, 2013
Management
Medications
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the
European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY, AND NUTRITION. Pediatrics; originally
published online April 29, 2013
Soal no 198
Seorang anak berusia 1 tahun datang ke
puskesmas dengan ibunya dengan keluhan
bercak kemerahan pada seluruh tubuh. Tiga hari
yang lalu pasien demam tinggi mendadak tanpa
disertai dengan gejala lainnya, hanya saja anak
menjadi lebih rewel. Ibu pasien mengatakan
demam kemudian turun mendadak dan timbul
ruam kemerahan di seluruh tubuh. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan suhu 38,0°C,
terdapat Nagayama spot. Penyebab dari
penyakit ini ialah…
a. Rubella virus
b. Varisela zoster virus
c. Variola virus
d. Morbili virus
e. Human Herpes Virus 6
Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, Geme JWS, Behrman RE. Nelson textbook of pediatrics
EKSANTEMA AKUT
Soal no 199
Seorang ibu G2P1A0 usia gestasi 39 minggu,
melahirkan seorang bayi perempuan, dengan
seksio sesaria atas indikasi partus tidak maju,
skor APGAR 8/10, BB 3200 gram, PB 49 cm, air
ketuban jernih. Pada usia 1 jam, bayi terlihat
sesak nafas, denyut jantung 148 x/menit,
Frekuensi Nafas 72 x/menit, retraksi (+), sianosis
(-). Bayi kemudian dirawat di NICU dan 36 jam
kemudian tampak mengalami perbaikan.
Apakah kemungkinan diagnosis pada pasien ini?
a. Neonatal pneumonia
b. Penyakit membran hialin
c. Sindrom aspirasi mekonium
d. Sindrom gawat nafas tipe-1
e. Takipnea sementara pada neonatus
http://en.wikipedia.org/wiki/Perinatal_asphyxia
Asfiksia Neonatal
Mathai SS. Management of respiratory distress in the newborn. MJAFI 2007; 63: 269-72.
Transient tachypnea of the
newborn (TTN)
• Transient tachypnea of the newborn (TTN) is a parenchymal lung disorder
characterized by pulmonary edema resulting from delayed resorption and
clearance of fetal alveolar fluid
• TTN develops in infants born prematurely or after cesarean delivery
without labor because mechanisms to reabsorb alveolar fluid have not
been initiated Delivery before completing 39 weeks of gestation
• Other risk factor:
– Male sex
– Large for gestational age
– Small for gestational age
– Perinatal asphyxia
– Maternal asthma
– Maternal gestational diabetes
Patophysiology
• Delayed resorption of fetal lung fluid is thought to be
the underlying cause of TTN.
• Fluid fills the air spaces and moves into the
interstitium, where it pools in perivascular tissues and
interlobar fissures until it is eventually cleared by the
lymphatics or absorbed into small blood vessels.
• The excess lung water in TTN results in decreased
pulmonary compliance.
• Continued perfusion of poorly ventilated alveoli leads
to hypoxemia, and alveolar edema reduces ventilation,
sometimes resulting in hypercapnia.
• As early as 6 weeks of gestation, the fetal lung epithelium begins to secrete alveolar
fluid that is crucial for normal lung growth and contributes to the volume of
amniotic fluid.
• A few days before the onset of spontaneous vaginal delivery, fluid production
decreases.
• With the onset of labor, maternal hormones such as epinephrine and
glucocorticoids stimulate the fetal lungs to begin absorption of alveolar fluid
through activation of an amiloride-sensitive epithelial sodium channel (ENaC).
• Animal studies of α-ENaC knockout mice have shown that when sodium transport
is inactivated, alveolar fluid retention occurs, which leads to respiratory distress
and death.
• The clearance of fetal lung fluid begins with passive sodium transport across ENaC
proteins, which are found on the apical membrane of alveolar type II pneumocytes.
• After sodium enters the type II cell, it is actively transported into the pulmonary
interstitium via a basolateral sodium-potassium (Na+/K+) ATPase pump.
• This creates an osmotic gradient that allows chloride and water to follow and be
absorbed into the pulmonary circulation and lymphatics
• It is through this mechanism that most of the fetal lung fluid is cleared.
• Starling forces and the thoracic “squeeze” through the birth canal contribute
minimally toward fluid elimination.
Mechanism of fetal lung fluid
clearance
Mechanism of fetal lung fluid clearance. During maternal labor, epithelial sodium
channels (ENaC) are activated and sodium (Na+) is passively transported into type II
pneumocytes. Na+ then actively moves into the pulmonary interstitium, which is
followed by the movement of chloride (Cl-) and water (H2O). This liquid is ultimately
cleared into the pulmonary vasculature and lymphatics.
Distres Pernapasan pada Neonatus
KELAINAN GEJALA
Biasanya pada bayi matur, pertumbuhan janin terhambat, terdapat
Sindrom aspirasi staining mekonium di cairan amnion dan kulit, kuku, atau tali pusar.
mekonium Pada radiologi tampak air trapping dan hiperinflasi paru, patchy
opacity, terkadang atelektasis.
Pada bayi prematur, pada bayi dengan ibu DM atau kelahiran SC,
Respiratory distress
gejala muncul progresif segera setelah lahir. Pada radiologi tampak
syndrome (penyakit
gambaran diffuse “ground-glass” or finely granular appearance, air
membran hyalin)
bronkogram, ekspansi paru jelek.
Biasanya pada bayi matur dengan riwayat SC. Gejala muncul setelah
Transient tachypnea of lahir, kemudian membaik dalam 72 jam pasca lahir. Pada radiologi
newboorn tampak peningkatan corakan perihilar, hiperinflasi, lapangan paru
perifer bersih.
Asfiksia perinatal
Asidemia pada arteri umbilikal, Apgar score sangat rendah, terdapat
(hypoxic ischemic
kelainan neurologis, keterlibatan multiorgan
encephalopathy)
Transient Tachypnea of Newborn
(a) Fuzzy vessel, fisura interlobaris terisi cairan; (b) densitas bergaris divergen di medial
dengan sedikit efusi kanan. Gambaran paru membaik dalam waktu yang cepat sejalan
dengan perbaikan klinis.
Chest radiograph of an infant with transient
tachypnea of the newborn (TTN)
demonstrating prominent perihilar pulmonary
vascular markings in a “sunburst” pattern.
Derajat III, Opasitas lebih jelas, dengan Derajat IV, Seluruh lapangan paru terlihat putih (opak),
airbronchogram lebih jelas meluas kecabang di perifer. Tidak tampak airbronchogram, jantung tak terlihat,
Gambaran jantung menjadi kabur. disebut juga “White lung”
Meconium Aspiration Syndrome
Infiltrat inhomogen pada lapang paru kanan atas. Bila terjadi dalam 72 jam
pertama kehidupan, pneumonia neonatal perlu dipikirkan.
Soal no 200
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun malam-
malam dibawa ibunya ke unit gawat darurat RS
karena mengalami diare 10 kali dalam 6 jam
terakhir. Siangnya ia jajan es cendol di sekolah.
Saat ini badannya demam ringan, mulas tiap
buang air besar, tinja yang keluar berwarna
kuning encer, tanpa lendir atau darah. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan denyut nadi
88x/menit, suhu 37,5 C, bising usus meningkat.
Apakah penyebab diare akut yang paling
mungkin pada kasus ini?
a. Vibrio cholera
b. Escherichia coli
c. Salmonella typhi
d. Shigella dysenteriae
e. Entamoeba hystolitica
Enteropathogenic E. coli (EPEC) Profuse watery, nonbloody diarrhea with mucus, vomiting and
low-grade fever. Chronic diarrhea and malnutrition can occur.
Usually at < 2 y.o, esp <6 mo (at weaning period)
Shigatoxin-producing E. coli Symptoms ranging from mild diarrhea to severe hemorrhagic
(STEC)/EHEC colitis and hemolytic-uremic syndrome in all ages
Enteroaggregative E. coli (EAggEC) Watery, mucoid, secretory diarrhea with low-grade fever and
little or no vomiting. One third of patients have grossly bloody
stools. The watery diarrhea usually persist ≥14 days
Diarrheagenic Escherichia coli
Media pertumbuhan E. Coli
• MacConkey Agar: untuk membedakan EHEC
dengan tipe lain. EHEC tidak memfermentasi
sorbitol sehingga tidak ada gambaran koloni
merah.
• Definisi : Keadaan bilirubin direk > 1 mg/dl bila bilirubin total < 5
mg/dl, atau bilirubin direk >20% dari bilirubin total bila kadar
bil.total >5 mg/dl
• Kolestasis : Hepatoselular (Sindrom hepatitis neonatal) vs Obstruktif
(Kolestasis ekstrahepatik)
• Sign and Symptom : Jaundice, dark urine and pale stools,
nonspecific poor feeding and sleep disturbances, bleeding and
bruising, seizures
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang
Atresia Bilier
• Merupakan penyebab kolestasis tersering dan serius pada bayi yang
terjadi pada 1 per 10.000 kelahiran
• Ditandai dengan adanya obstruksi total aliran empedu karena destruksi
atau hilangnya sebagian atau seluruh duktus biliaris. Merupakan proses
yang bertahap dengan inflamasi progresif dan obliterasi fibrotik saluran
bilier
• Etiologi masih belum diketahui
• Tipe embrional 20% dari seluruh kasus atresia bilier,
– sering muncul bersama anomali kongenital lain seperti polisplenia, vena porta
preduodenum, situs inversus dan juga malrotasi usus.
– Ikterus dan feses akolik sudah timbul pada 3 minggu pertama kehidupan
• tipe perinatal/postnatal yang dijumpai pada 80% dari seluruh kasus atresia
bilier, ikterus dan feses akolik baru muncul pada minggu ke-2 sampai
minggu ke-4 kehidupan.
Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Dept IKA RSCM. 2007
Biliary Atresia Type
Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Dept IKA RSCM. 2007
Triangular Cord Sign in USG
• The triangular cord sign is a triangular or tubular
echogenic cord of fibrous tissue seen in the porta
hepatis at ultrasonography and is relatively specific in
the diagnosis of biliary atresia.
• This procedure is not usually curative, but ideally does buy time until the child
can achieve growth and undergo liver transplantation
Konstipasi kronik
Berlangsung untuk
jangka waktu lama
1. Endemic. This occurs in the equatorial strip of Africa and is the most
common form of childhood malignancy in this area. The patients
characteristically present with jaw and orbital lesions. Involvement of
the gastrointestinal tract, ovaries, kidney, and breast are also common.
1648
Burkitt’s Lymphoma
• The tumor cells are monotonous small (10-25μm) round cells. The nuclei
are round or oval and have several prominent basophilic nucleoli. The
chromatin is coarse and the nuclear membrane is rather thick.
• The cytoplasm is easily identifiable; Mitoses are numerous, and a
prominent starry sky pattern is the rule, although by no means
pathognomonic.
• In well-fixed material, the cytoplasm of individual cells ‘squares off’,
forming acute angles in which the membranes of adjacent cells abut on
each other.
• Occasionally, the tumor is accompanied by a florid granulomatous
reaction.
• Numerous fat vacuoles in cytoplasm (Oil Red O positive)
1649
Burkitt lymphoma with characterstic starry sky appearance.
1650
Limfoma Hodgkin
• Limfoma Hodgkin merupakan bagian dari limfoma maligna
(keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat).
• Sel ganas pada penyakit Hodgkin berasal dari sistem
limforetikular ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg
pada organ yang terkena.
• Limfosit yang merupakan bagian integral proliferasi sel
pada penyakit ini diduga merupakan manifestasi reaksi
kekebalan selular terhadap sel ganas tersebut.
• Lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan limfoma non
Hodgkin.
• Faktor risiko diduga berhubungan dengan infeksi virus
Eipstein-Barr, radiasi, dan faktor genetik.
• Histopatologi : ditemukan sel Reed-Sternberg.
Limfoma Hodgkin
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
• Pembengkakan yang tidak nyeri • Limfadenopati, dapat sebagian
dari 1 atau lebih kelenjar getah ataupun generalisata dengan
bening superfisial. Pada 60-80% predileksi terutama daerah
kasus mengenai kelenjar getah servikal, yang tidak terasa nyeri,
bening servikal, pada 60% kasus diskret, elastik, dan biasanya
berhubungan dengan keterlibatan kenyal
mediastinum • Splenomegali
• demam hilang timbul (intermiten) • Gejala-gejala penyakit paru (bila
• Berkeringat malam yang terkena kelenjar getah
• Anoreksia, penurunan berat bening mediastinum dan hilus)
badan • Gejala-gejala penyakit susunan
• Rasa lelah saraf (biasanya muncul lambat).
Soal no 204
• Bayi perempuan, 8 bulan, dibawa oleh ibunya ke IGD
karena sesak napas sejak 3 hari yang lalu, stridor saat
inspirasi dan retraksi ringan di suprasternal. Sesak
berkurang bila penderita tidur miring atau memakai
bantal. Tidak ada febris, tidak disertai gangguan
makan/minum dan tidak ada riwayat tersedak
sebelumnya. Tidak teraba massa di sekitar leher.
Pemeriksaan radiologis soft tissue leher memperlihatkan
penyempitan di daerah laring. keluhan seperti ini
dirasakan sejak 2 bulan yang tetapi sembuh sendiri.
Pemeriksaan penunjang selanjutnya untuk memastikan
diagnosis adalah…
a. naso-endoskopi
b. Rhinoskopi posterior
c. Rontgen thorax AP dan Lateral
d. Laringoskopi
e. Esofagoskopi
Jawaban: D. Laringoskopi
204. Bunyi Napas Tambahan
• Wheeze: high-pitched continuous sounds with a dominant
frequency of 400 Hz or more.
– Continuous musical tones that are most commonly heard at
end inspiration or early expiration
– all mechanisms narrowing lower airway calibre produce
wheezing such as bronchospasm, mucosal oedema, intraluminal
tumour or secretions, foreign body, external compression by a
tumour mass, etc
• Rhonchi are characterized as low-pitched continuous
sounds with a dominant frequency of about 200 Hz or less.
• Stridor is defined as a harsh, vibratory sound of varying
pitch caused by turbulent airflow through an obstructed
airway obstruction in the portions of the airway that are
outside the chest cavity (upper airway tracts)
STRIDOR
• Harsh, high-pitched, musical sound produced by
turbulent airflow through a partially obstructed airway
• May be inspiratory, expiratory, or biphasic depending on
its timing in the respiratory cycle
• Inspiratory stridor suggests airway obstruction above the
glottis (extrathoracic lesion (eg, laryngeal))
– Laryngeal lesions often result in voice changes.
• Expiratory stridor is indicative of obstruction in the lower
trachea. (intrathoracic lesion (eg, tracheal, bronchial))
• A biphasic stridor suggests a glottic or subglottic lesion.
Emedicine
http://medschool.lsuhsc.edu
Inspiratory Stridor
• Partial supraglottic airway
obstruction
• Other aerodigestive tract
symptoms
– suprasternal and intercostal
retractions
– feeding difficulties
– muffled cry
Biphasic Stridor
• Partial obstruction at the
level of the
glottis/subglottic
• Primarily inspiratory stridor
• Other aerodigestive tract
symptoms
– Hoarseness
– Aphonia
– nasal flaring
– retractions
Expiratory Stridor
• Partial obstruction at the
level of the subglottis or
proximal trachea
• Other aerodigestive tract
symptoms
– xiphoid retractions
– barking cough
– nasal flaring
Causes of Stridor
neonate
http://medschool.lsuhsc.edu
http://dnbhelp.files.wordpress.com/2011/10/stridor.jpg?w=645
Laringomalasia
• Laringomalasia adalah kelainan kongenital dimana
epiglotis lemah
• Akibat epiglotis yang jatuh, akan menimbulkan stridor
kronik, yang diperparah dengan gravitasi (berbaring).
• Pada pemeriksaan dapat terlihat laring berbentuk
omega
• Laringomalasia biasanya terjadi pada anak dibawah 2
tahun, dimulai dari usia 4-6 minggu, memuncak pada
usia 6 bulan dan menghilang di usia 2 tahun.
• Sebagian besar kasus tidak memerlukan tatalaksana.
Soal no 205
• Seorang bayi usia 1 hari, sejak lahir mengalami
sesak nafas hebat. Pada pemeriksaan fisik bayi
tampak sesak frekuensi nafas 40 x/menit,
temperatur badan 36,5 0C tampak sianosis
sekitar hidung dan mulut, suara nafas paru–
paru kiri berkurang. Pada rontgen thorax
terlihat pada rongga thorax kiri ada massa
(aerasi berkurang), tidak ada ronkhi,
laboratorium darah lengkap dalam batas
normal, tidak ada pernafasaan cuping hidung.
Kemungkinan besar bayi ini mengalami….
a. Sepsis
b. Pneumonia
c. Hernia diafragmatika
d. Kelainan jatung bawaan
e. Asidosis respiratorik
PATHOGENESIS
Pulmonary hypertension vicious cycle of progressive
resulting from these hypoxemia, hypercarbia,
arterial anomalies leads acidosis, and pulmonary
to right-to-left shunting hypertension observed in the
at atrial and ductal neonatal period
levels
http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview#a0104
Management
• Immediately following delivery, the infant is intubated (bag and
mask ventilation is avoided).
• A nasogastric tube is passed to decompress the stomach and to
avoid visceral distention.
• Adequate assessment involves continuous cardiac monitoring, ABG
and systemic pressure measurements
• Urinary catheterization to monitor fluid resuscitation,
• preductal (radial artery) and postductal (umbilical artery) oximetry.
• Surfactant
• Surgery: With a better understanding of the pathophysiology and
variation in the degree of pulmonary impairment, the timing of
surgery has shifted from early surgical intervention to delaying
surgical correction until the patient has been stabilized medically
http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview#a0104
OBSTETRI
&
GINEKOLOGI
Soal no 206-207
206. Ny. Andien Gemintang, perempuan, 25
tahun, G1P0A0, hamil 10 minggu, datang
dengan keluhan cairan di vagina yang telah
terjadi sejak 1 minggu yang lalu. Karakteristik
sekret berwarna putih kekuningan dan berbusa.
Dari pemeriksaan didapatkan mikroorganisme
yang bergerak cepat. Jika keluhan ini tidak
diterapi, maka komplikasi yang dapat timbul
pada kehamilan pasien adalah....
a. Konjuntivitis bayi
b. KPD
c. Uretritis
d. Still birth
e. Abortus
Jawaban: B. KPD
Soal no 207
• Perempuan, 25 tahun, datang dengan keluhan
keputihan dan gatal. Pasien merupakan
pramusaji dengan riwayat berhubungan
seksual tanpa memakai kondom. PAsien
mengeluh keluar cairan berwarna putih
kehijauan. Dari pemeriksaan fisik dijumpai
strawberry servix appearance. Apusan lender
vagina dengan NaCl 0.9% dijumpai organisme
trichomonas vaginalis. Pengobatan yang tepat
pada pasien ini adalah....
a. Doksisiklin 2x100 mg per oral/7 hari
b. Klindamisisn 2x300 mg per oral/ 7 hari
c. Metronidazole 2x500 mg per oral/7 hari
d. Ciprofloxacin 2x500 mg per oral/ 7 hari
e. Eritromicin 4x500 mg per oral/7 hari
https://www.academia.edu/8584091/DIAGNOSIS_DAN_PENATALAKSANAAN_TRIKOMONIASIS
Prinsip Pemeriksaan Trikomoniasis
(PPK Perdoski 2017)
• Perempuan: Bahan duh tubuh yang berasal dari
forniks posterior dilakukan pemeriksaan sediaan
basah dengan larutan NaCl fisiologis, didapati
parasit Trichomonas vaginalis dengan pergerakan
flagelanya yang khas.
• Laki-laki: Bahan sedimen urin sewaktu, dapat
ditemukan parasit Trichomonas vaginalis.
Terapi (PERDOSKI 2017)
• Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal, atau
• Metronidazol 2x500 mg/hari per oral selama 7 hari
• Ibu hamil:
– Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal, atau
– Metronidazol 2x500 mg/hari per oral selama 7 hari (jika pasien
memiliki keluhan mual muntah)
• Pasien dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi alkohol
selama pengobatan hingga 48 jam sesudahnya untuk
menghindari disulfiram-like reaction
Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016
Karakteristik beberapa IMS
Penyakit Karakteristik Gambaran
Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016
Soal no 208
• Seorang wanita berumur 32 tahun datang ke
poliklinik dengan keluhan keluar cairan dari
kemaluannya. Pada pemeriksaan didapatkan
discharge mukopurulen di ostium uretra
eksternum. Pada pewarnaan gram didapatkan
diplococcus gram negatif, tes oksidatif (+), test
glucose utilization (+). Apakah kuman
penyebab penyakit pasien ini?
a. S aureus
b. G. vaginalis
c. C. albicans
d. T. Palidum
e. N. Gonorrhea
Jawaban: E. N. Gonorrhea
208. Gonorrhea
• Gonore IMS yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae
(N.gonorrhoeae) suatu kuman Gram negatif, berbentuk biji
kopi, terletak intrasel
Gejala klinis
• Laki-laki:
Gatal pada ujung kemaluan
Nyeri saat kencing
Keluar duh tubuh berwarna putih atau kuning kehijauan
kental dari uretra
• Perempuan:
Keputihan
Atau asimtomatik
• Pada keduanya didapatkan adanya riwayat kontak seksual
sebelumnya (coitus suspectus).
PPK PERDOSKI 2017
Pemeriksaan Fisik Gonorrhea
• Laki-laki:
Orifisium uretra hiperemis, edema, dan ektropion disertai disuria
Duh tubuh uretra mukopurulen
Infeksi rektum pada pria homoseksual dapat menimbulkan duh tubuh anal
atau nyeri/rasa tidak enak di anus/perianal
Infeksi pada faring biasanya asimtomatik
• Perempuan:
Seringkali asimtomatik
Serviks hiperemis, edema, kadang ektropion
Duh tubuh endoserviks mukopurulen
Dapat disertai nyeri pelvis/perut bagian bawah
Infeksi pada uretra dapat menyebabkan disuria
• Komplikasi
Laki-laki: epididimitis, orkitis, dan infertilitas
Perempuan: penyakit radang panggul, bartolinitis, dan infertilitas.
• Diagnosis
– Gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik).
– Pemeriksaan laboratorium: Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas Anti-
Toxoplasma IgG.
• Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu
sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif pelu diulang sebulan sekali khususnya
pada trimester pertama, selanjutnya tiap trimeter), serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi
Toxoplasma.
https://www.cdc.gov/dpdx/toxoplasmosis/dx.html
Algoritma Imunodiagnosis Toksoplasma
* Except Infant
https://www.cdc.gov/dpdx/toxoplasmosis/dx.html
Congenital Toxoplasma Clinical
Presentation
• First Trimester – often results in death
• Second Trimester – classic triad
– Hydrocephalus
– Intracranial calcifications
– Chorioretinitis
• Third Trimester – often asymptomatic at birth
• Symptoms may also include fever, IUGR, microcephaly,
seizure, hearing loss, maculopapular rash, jaundice,
hepatosplenomegaly, anemia, and lymphadenopathy
TORCH: Terapi Toksoplasma
Emedicine
Soal no 211
• Seorang wanita usia 30 tahun ingin melakukan
pemeriksaan screening kanker serviks. Pasien
menikah usia 29 tahun, saat ini belum
memiliki anak. Hubungan seks pertama kali
setelah menikah, pasien tidak merokok. Pada
saat inspekulo ditemukan terdapat benjolan
dari ostium uteri bertangkai dan mengkilat
berukuran kurang dari 1 cm. Pasien tidak
merasakan gejala atau keluhan apapun.
Apakah diagnosis yang paling mungkin?
a. Kista bartholin
b. Kista gartner
c. Kista nabothi
d. Ca serviks
e. Polip serviks
• Terapi
– Tidak perlu dibuang kecuali berdarah, sangat besar, atau
berbentuk tidak biasa
– Dipotong oleh forsep khusus lalu hentikan perdarahan
(ekstirpasi massa)
http://www.webmd.com/women/tc/cervical-polyps-topic-overview
Jenis Keterangan
Kista Bartholin Kista pada kelenjar bartholin yang terletak di kiri-kanan bawah vagina,di
belakang labium mayor. Terjadi karena sumbatan muara kelenjar e.c trauma
atau infeksi
Kista Nabothi Terbentuk karena proses metaplasia skuamosa, jaringan endoserviks diganti
(ovula) dengan epitel berlapis gepeng. Ukuran bbrp mm, sedikit menonjol dengan
permukaan licin (tampak spt beras)
Polip Serviks Tumor dari endoserviks yang tumbuh berlebihan dan bertangkai, ukuran
bbrp mm, kemerahan, rapuh. Kadang tangkai panjang sampai menonjol dari
kanalis servikalis ke vagina. Tangkai mengandung jar.fibrovaskuler,
sedangkan polip mengalami peradangan dengan metaplasia skuamosa atau
ulserasi dan perdarahan.
Karsinoma Tumor ganas dari jaringan serviks. Tampak massa yang berbenjol-benjol,
Serviks rapuh, mudah berdarah pada serviks. Pada tahap awal menunjukkan suatu
displasia atau lesi in-situ hingga invasif.
Mioma Geburt Mioma korpus uteri submukosa yang bertangkai, sering mengalami nekrosis
dan ulserasi.
Kista Gartner
• Etiologi
• Suatu kista vagina yang disebabkan oleh sisa jaringan embrional (duktus
Wolffian)
• Pemeriksaan
• PA: Didapatkan epitelial kuboid yang selapis/
epitel batang pendek
• Terapi: Drainase
http://journals.lww.com/em-news/Fulltext/2011/05000/Case_Report__Gartner_s_Duct_Cyst.15.aspx
Kista Nabothi
• Etiologi
– Terjadi bila kelenjar
penghasil mukus di
permukaan serviks
tersumbat epitel skuamosa
• Pemeriksaan
- Pemeriksaan pelvis, kadang dengan kolposkopi
Uptodate.com
Clinical Presentation
• Bartholin cyst :
– Unilateral, 1-3 cm
– typically painless, and may be asymptomatic or mild pain
– Most Bartholin cysts are detected during a routine pelvic examination or by the woman
herself.
– Larger cysts discomfort, typically during sexual intercourse, sitting, or ambulating.
– Patients may also find the presence of a cyst to be disfiguring, even in the absence of
symptoms.
– Cysts are likely to have clear or white fluid.
• Bartholin abscesses :
– typically present with such severe pain and swelling and patients are unable to walk, sit,
or have sexual intercourse.
– Abscesses have a purulent discharge that is typically yellow or green
– Fever - One-fifth of patients with abscess are febrile
– Unilateral, warm, tender, soft, or fluctuant mass in the lower medial labia majora or lower
vestibular area, occasionally surrounded by erythema (cellulitis) and edema
(lymphangitis).
– A large abscess, however, can expand into the upper labia.
– If the abscess is very close to the surface, pus may break through the thin layer of skin at a
point (pointing) and may drain spontaneously.
Treatment
• Cyst • Abscess
– No intervention is necessary – The mainstay of treatment is
for asymptomatic Bartholin I&D (Insicion and Drainage)
cysts. with placement of a Word
– A possible exception to this is catheter, under local
women age 40 years or older, anesthesia.
for whom some experts – Immediate pain relief occurs
suggest incision and drainage upon drainage of pus.
(I&D) to allow a biopsy to – Antibiotic therapy is only
exclude carcinoma. given in patients with risk
– Cysts that are disfiguring or factors or clinical findings
symptomatic are treated is indicative of a more severe
the same manner as a infection or for recurrent
Bartholin abscess. abscesses.
– Marsupialization refers to a
procedure whereby a new
ductal orifice is created.
• This is achieved by incising
the cyst/abscess and then
everting and suturing the
epithelium to the skin at the
edge of the incision.
Soal no 213
• Ny. Salisiana Salisilat, perempuan berusia 35
tahun datang untuk berobat karena tidak
memiliki anak setelah menikah 5 tahun.
Pasien memiliki riwayat salpingitis 4 tahun
yang lalu dan telah diobati. Dokter ingin
melakukan pemeriksaan penunjang untuk
mencari tahu apakah patensi tuba falopi
pasien terganggu. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan adalah...
a. USG intraabdominal
b. USG transvaginal
c. CT scan
d. HSG
e. Foto polos abdomen
Jawaban: D. HSG
213. Histerosalpingografi (HSG)
• Pemeriksaan secara radiologi organ reproduksi wanita bagian dalam pada
daerah uterus, tuba fallopii, cervix dan ovarium mengunakan media
kontras positif
• Indikasi
– Menentukan keberhasilan tindakan operasi sterilitas,
– Sterilitas primer/ sekunder melihat paten tidaknya tuba
– Fibronyoma pada uteri
– Hypoplasia endometri
– Perlekatan-perlekatan dalam uterus, adenomiosis
• Kontraindikasi
– Menstruasi
– Peradangan dalam rongga pelvis
– Perdarahan dalam kavum uteri
– Alergi terhadap bahan kontras
– Setelah dikerjakannya curettage
– Kecurigaan adanya kehamilan
Hysterosalphingography
• HSG is the evaluation of the uterine cavity, fallopian tubes,
and adjacent peritoneal cavity following the injection of
contrast material through the cervical canal
• Indication:
– Infertility evaluation: HSG can identify fallopian tube
obstruction, dilation (hydrosalpinx), and surrounding adhesions
as well as uterine synechiae, intracavitary lesions, and septa
– Suspected congenital uterine anomalies: Congenital uterine
anomalies (eg, septate, bicornuate, or unicornuate uteri) can be
detected with HSG.
– Preprocedure planning: Some hysteroscopic procedures,
including myomectomy, adhesion resection, and septum
resection, benefit from preprocedure HSG to identify the
location and size of lesions for resection
HSG:
Temuan
Radiologis
Tubal Occlusion
• PID is the most common cause of tubal occlusion leading to infertility.
• Although active pelvic infection is a contraindication for HSG, the residua
of previous episodes can be seen at HSG.
• Tubal occlusion manifests as an abrupt cutoff of contrast material with
nonopacification of the more distal fallopian tube, can be unilateral or
bilateral, and can affect any portion of the tube.
• If the blockage is in the ampullary portion, the tube may dilate, forming a
hydrosalpinx.
• Another sequela of PID is scarring in the peritoneal cavity surrounding the
fallopian tube.
• Peritubal adhesions prevent contrast material from flowing freely around
the bowel loops and most commonly manifest as loculation of the
contrast material around the ampullary portion of the tube.
Soal no 214
• Seorang wanita berusia 36 tahun mengeluh
nyeri pada perutnya. pasien juga mengaku
sudah 2 bulan terlambat haid. TD 90/60
mmHg, N:110x/menit, Suhu: 36.5 C. Pada
inspeksi tidak ditemukan kelainan. Pada
palpasi ditemukan nyeri tekan (+) pada
kuadran kanan atas perut pasien, nyeri lepas (-
), psoas sign (-). Pada pemeriksaan dalam
didapatkan nyeri goyang pelvis (+). Apa yang
menyebabkan kelainan pada pasien ini?
a. Appendisitis akut
b. Appendisitis kronis eksaserbasi akut
c. Appendisitis perforasi
d. Kehamilan Ektopik Terganggu
e. Peritonitis generalisata
• Gejala/Tanda:
– Riwayat terlambat
haid/gejala & tanda hamil
– Akut abdomen
– Perdarahan pervaginam
(bisa tidak ada)
– Keadaan umum: bisa baik
hingga syok
– Kadang disertai febris
Ectopic Preganancy
• The most common site of ectopic implantation is
the fallopian tube, accounting for approximately
98% of cases.
– Fallopian tube sites include the ampullary, isthmic,
fimbrial, and interstitial portions.
• Additional sites include the cervix, ovary,
cesarean scar, and abdominal cavity.
• Sonographic evidence of an extrauterine
pregnancy is definitive for the diagnosis of an
ectopic pregnancy but occurs in fewer than one-
third of patient
KET: Kuldosentesis
Tatalaksana Khusus
• Laparotomi: eksplorasi kedua ovarium dan tuba fallopii
• Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (eksisi bagian tuba yang
mengandung hasil konsepsi)
• Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan salpingostomi untuk
mempertahankan tuba (hasil konsepsi dikeluarkan, tuba dipertahankan)
• Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling untuk penggunaan
kontrasepsi. Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu
• Atasi anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 60 mg/hari
selama 6 bulan
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
Soal no 215
• Pasien Ny. Tatiana Giana, perempuan berusia
30 tahun, G1P0A0, datang ke RS untuk kontrol
kehamilan. Pemeriksaan ini merupakan ANC
pertama pasien. Sebelumnya pasien telah
melakukan tes kehamilan di laboratorium. Di
poliklinik, perawat mencatat HPHT pasien dan
melakukan pengukuran tingi, berat badan,
serta tanda vital. Bila diketahui HPHT pasien
adalah tanggal 10 april, maka taksiran
persalinan pasien adalah...
a. 17 Januari
b. 18 Januari
c. 20 Februari
d. 20 Januari
e. 21 Januari
Jawaban: A. 17 Januari
215. Rumus Naegle (Hari Perkiraan Lahir)
• Berlaku untuk wanita dengan siklus 28 hari sehingga ovulasi
terjadi pada hari ke 14
• Menghitung umur kehamilan berlangsung selama 288 hari
• Perhitungan kasar: HPHT + 288 hari perkiraan kelahiran
• Perhitungan berdasarkan siklus 28 hari
– HPHT (hari pertama haid terakhir ) Hari +7, Bulan + 9, Tahun
tetap
– HPHT (hari pertama haid terakhir ) Hari +7, Bulan – 3, Tahun + 1
• Bila siklus menstruasi > 28 hari, perhitungan tanggal setelah rumus asli (+7)
perlu ditambahkan dengan selisih (siklus mens ps – 28 hari)
• Mis: Seorang wanita dengan siklus menstruasi 35 hari dari rumus Naegele maka
taksiran tanggal persalinannya yaitui tgl HPHT +7 +7 menjadi tgl HPHT +14 hari
bukan 7
• Bila siklus menstruasi < 28 hari, perhitungan tanggal setelah rumus asli (+7)
perlu dikurangi dengan selisih (28 hari - siklus mens ps)
• wanita dengan siklus menstruasi 23 hari maka taksiran tanggal persalinannya, yaitu
tgl HPHT +7 -5 menjadi tgl HPHT +2 bukan 7
Soal no 216
• Ny, Harissa Juwana, wanita usia 38 tahun,
hamil 38 minggu, dibawa ke kamar bersalin RS
Murni Kasih Sayang dengan keluhan kencang-
kencang semakin sering, keluar air ketuban 2
jam yang lalu. Kehamilan ini merupakan
kehamilan keempat pasien. Anak pertama
berat 4500 gram, anak kedua 3000 gram, anak
ketiga 2800 gram. Riwayat ANC teratur ke
Puskesmas. Hasil pemeriksaan pembukaan 2-
3cm. Berada pada status apakah pasien?
a. G4P3A0 preterm Kala II masa aktif
b. G4P2A1 aterm Kala I fase laten
c. G4P3A1 aterm Kala II fase aktif
d. G4P2A1 aterm Kala I fase aktif
e. G4P3A0 aterm Kala I fase laten
Kala 2
• Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit.
• Refleks mengejan akibat stimulasi tekanan bagian terbawah menekan anus dan rektum
Kala 3
• Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun.
Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap
menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
Kala Persalinan: Kala I
• Fase laten :
pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam)
• Fase aktif :
Pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung
sekitar 6 jam. Fase aktif terbagi atas :
1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4
cm.
2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm
sampai 9 cm.
3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai
lengkap (+ 10 cm).
Hubungan Penurunan Kepala dan
Dilatasi Serviks
(Depkes RI. 2004. Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta: Departemen Kesehatan)
Manajemen Aktif Kala III
Ibu DM, preeklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk
uterus, riwayat partus preterm/abortus berulang, inkompetensi
serviks, narkotika, trauma, perokok berat, kelainan imun/rhesus,
serviks terbuka > pada 32 minggu, riwayat konisasi
• Pencegahan infeksi
– DOC: eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari
– Ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari
– Klindamisin
– Kontra indikasi: amoksiklaf risiko necrotizing enterocolitis
Komplikasi PPI
• Pada Ibu
– Endometritis
• Pada Janin
– HMD, gangguan refleks akibat SSP belum matang,
intoleransi akibat GI belum matang, retinopati,
displasia bronkopulmoner, penyakit jantung,
jaundice, infeksi/septikemia, anemia, gangguan
mental & motorik
Pratus Prematurus
Jawaban: A. Endometritis
218. Infeksi Puerpurium
• Merujuk kepada infeksi traktus genitalis setelah
melahirkan
• Puerperalis = periode 42 hari setelah kelahiran janin &
ekspulsi plasenta
• Mencakup:
– Endometritis, parametritis, salpingo-ooforitis, tromboflebitis
pelvis, peritonitis, selulitis perineum/vagina, hematoma
terinfeksi, dan abses luka
• Morbiditas nifas (demam saat nifas) peningkatan suhu
oral hingga 38 C/lebih selama 2 hari dari 10 hari pertama
postpartum, terpisah dari 24 jam pertama
Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi, EGC hal 364
Infeksi Puerperalis
• Faktor Predisposisi
– Perdarahan, trauma persalinan, partus lama, retensio
plasenta, anemia, malnutrisi
• Patologi
– Bekas tempat perlekatan plasenta merupakan luka yang
cukup besar untuk masuknya mikroorganisme penyebab
infeksi
– Infeksi dapat terbatas pada luka (infeksi luka perineum,
vagina, serviks, atau endometrium) atau menjalar ke
jaringan sekitar (tromboflebitis, parametritis, sapingitis,
dan peritonitis)
Obstetri Patologi Edisi 2. Fakultas Kedokteran Univ Padjadjaran hal 188
Infeksi Puerpuralis: Perbandingan Klinis
TIPE C A K U PA N PEMERIKSAAN
Endometritis Infeksi pada endometrium dan kelenjar glandular Demam, lokia berbau, nyeri
perut bawah & pinggang
• Patogenesis
• Kuman masuk kedalam luka endometrium (t.u bekas
perlekatan plasenta) leukosit >> pus dan kontraksi otot
• Dapat menghalangi involusi uterus
Obstetri Patologi Edisi 2. Fakultas Kedokteran Univ Padjadjaran hal 188 http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Endometritis: Etiologi
http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Endometritis Post Partum
• Faktor Risiko
• Mayor: SC, KPD lama, persalinan lama dengan VT sering,
bimanual plasenta
• Minor: pemberian kortikosteroid pada persalinan preterm,
operasi lama, anestesi umum, anemia postpartum
• kurangnya higiene pasien,
• Kurangnya nutrisi
• Tanda dan Gejala :
– demam di atas 380C dapat disertai menggigil,
– nyeri perut bawah,
– lokia berbau dan purulen,
– nyeri tekan uterus,
– subinvolusi uterus, dan
– dapat disertai perdarahan per vaginam hingga syok
http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Pemeriksaan Penunjang Metritis
• Pemeriksaan darah perifer lengkap: Leukositosis
dengan left-shift (sulit dilihat pada postpartum
karena leukositosis fisiologis)
• Golongan darah ABO dan jenis rhesus
• Glukosa darah sewaktu
• Analisis urin
• Kultur (cairan vagina, urin, dan darah)
• USG (untuk menyingkirkan kemungkinan sisa
plasenta)
Tatalaksana Metritis
• Berikan antibiotika sampai 48 jam bebas demam dengan Ampisilin
2 gram IV tiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg/kgB IV tiap 24 jam
dan metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam. Bila demam tidak menurun
dalam 72 jam, lakukan kaji ulang tatalaksana dan diagnosis.
• Regimen lainnya: Kombinasi klindamisin 900 mg dan gentamisin
2mg/kgBB IV/ 8 jam
• Cegah dehidrasi
• Pertimbangkan imunisasi TT bila dicurigai terpapar tetanus
• Periksa apakah ada kemungkinan sisa plasenta
• Jika tidak ada kemajuan dan ada peritonitis lakukan laparotomi dan
drainase abdomen bila terdapat pus
• Sumber: Buku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar
dan rujukan.
Soal no 219
• Ny. Uranus Neptunus, baru saja menikah 2
minggu lalu datang berobat ke poliklinik
dengan keluhan nyeri saat buang air kecil.
Pada pemeriksaan didapatkan status generalis
TD 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, napas
16x/menit, suhu afebris. Terdapat nyeri tekan
suprapubik (+), nyeri ketok CVA (-/-), serta
didapatkan leukosituria. Apa diagnosis yang
tepat pada pasien ini?
a. Sistitis
b. Uretritis
c. Ureterolitiasis
d. Vesikolitiasis
e. Pielonefritis
Jawaban: A. Sistitis
219. Infeksi Saluran Kemih pada Wanita
• Etiologi
– Penyumbatan, aktivitas seksual, kebiasaan cebok yang
salah, spermisida, kondom, DM, estrogen <<, kateter
Jawaban: C. Amoxicillin
220. Urinary tract infection in
Pregnancy
• Urinary tract infections (UTIs) are common in
pregnant women.
• By convention, UTI is defined either as a
lower tract (acute cystitis) or upper tract
(acute pyelonephritis) infection
• As in nonpregnant women, Escherichia coli is
the predominant uropathogen found in both
asymptomatic bacteriuria and UTI in pregnant
women
Asymptomatic Bacteriuria
• We screen all pregnant women at least once for asymptomatic bacteriuria.
• Screening for asymptomatic bacteriuria is performed at 12 to 16 weeks
gestation with a midstream urine for culture.
• The diagnosis is made by finding high-level bacterial growth (≥105 colony
forming units [cfu]/mL or, for group B Streptococcus, ≥104 cfu/mL) on urine
culture in the absence of symptoms consistent with UTI.
• Management of asymptomatic bacteriuria :
– Antibiotic therapy tailored to culture results, which reduces the risk of
subsequent pyelonephritis and is associated with improved pregnancy
outcomes.
– Following treatment, follow-up cultures are performed to confirm sterilization
of the urine. For those women with persistent bacteriuria, prophylactic or
suppressive antibiotics may be warranted in addition to retreatment.
Acute Cystitis
• Acute cystitis should be suspected in pregnant women who
complain about new onset dysuria, frequency, or urgency.
• The diagnosis is made by finding of bacterial growth on
urine culture in this setting.
• Management of acute cystitis :
– Empiric antibiotic therapy that is subsequently tailored to
culture results.
– Potential options for empiric and directed therapy include beta-
lactams, nitrofurantoin, and fosfomycin (table 1).
– As with asymptomatic bacteriuria, follow-up cultures are
performed to confirm sterilization of the urine. For those
women with persistent bacteriuria or recurrent cystitis,
prophylactic or suppressive antibiotics may be warranted in
addition to retreatment.
Acute pyelonephritis
• Acute pyelonephritis during pregnancy is suggested by the presence of flank
pain, nausea/vomiting, fever (>38ºC), and/or costovertebral angle tenderness, with
or without the typical symptoms of cystitis, and is confirmed by the finding of
bacteriuria in the setting of these symptoms.
• Pregnant women may become quite ill and are at risk for both medical (eg, sepsis,
respiratory failure) and obstetrical complications from pyelonephritis
• Management of acute pyelonephritis :
– hospital admission for parenteral antibiotics, preferably broad spectrum beta-lactams
(table 2).
– Antibiotic therapy can be converted to an oral regimen tailored to the susceptibility
profile of the isolated organism following clinical improvement.
– Oral options are generally limited to beta-lactams or, if in the second
trimester, trimethoprim-sulfamethoxazole. Following the treatment course, suppressive
antibiotics are typically used for the remainder of the pregnancy to prevent recurrence.
• It is generally accepted that penicillins (with or without beta-lactamase inhibitors),
cephalosporins, aztreonam, and fosfomycin are safe in pregnancy. Because of
possible but uncertain associations with adverse birth outcomes, we generally
avoid nitrofurantoin during the first trimester and trimethoprim-
sulfamethoxazole during the first trimester and near term unless no other options
are available.
Soal no 221
• Seorang wanita, 28 tahun, hamil anak ke-2,
umur kehamilan 28 minggu datang ke UGD RS
dengan keluhan sesak napas disertai bunyi
mengi 2 jam yang lalu. Riwayat sesak serupa
timbul bila udara dingin. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg,
nadi 100 x/menit, frekuensi napas 28 x/menit,
suhu 37 C. pemeriksaan paru terdengar
wheezing ekspirasi seluruh lapangan paru.
Manakah penatalaksanaan awal yang tepat
untuk kasus di atas?
a. Fluticasone nebulisasi
b. Budesonide nebulisasi
c. Salbutamol nebulisasi
d. Ipatropium bromide inhalasi
e. Aminofilin 7 mg/kg bolus dalam 20 menit
diikuti dari infus 0,4 mg/kg/jam
• Bagi Ibu:
– Preeklampsia, hipertensi, hiperemesis gravidarum,
perdarahan pervaginam, induksi, komplikasi
kehamilan
• Bagi Janin
– Kematian perinatal, IUGR, kehamilan preterm,
hipoksia neonatal, BBLR
Asma pada Kehamilan
• Diagnosis: sama seperti pasien tidak hamil (Sesak/ sulit bernapas, wheezing, batuk
berdahak, ronkhi)
• The recommended agents for management of acute asthma exacerbations in
pregnant patients are the same as for asthma exacerbations in nonpregnant adults
and adolescents (inhaled short-acting beta agonists, inhaled anticholinergic agents,
oral or intravenous glucocorticoids, and, if appropriate, intravenous magnesium
sulfate)
• Tatalaksana pada kehamilan
– O2 dan pasang kanul IV.
– Hindari penggunaan obat penekan batuk, sedatif dan antihistamin.
– Berikan cairan Ringer Laktat atau NaCl 0,9%.
– Salbutamol via nebulizer
– Metilprednisolon IV 40-60 mg/ 6 jam, ATAU hidrokortison IV 2 mg/kgBB/ 4 jam atau
setelah loading dose 2 mg/kgBB dilanjutkan infus 0,5 mg/kgBB/jam.
– Jika ada tanda infeksi, beri ampisilin 2 g IV tiap 6 jam.
– Rujuk ke fasilitas yang memadai. Di rumah sakit rujukan, pertimbangkan foto thoraks,
laboratorium, alat monitor fungsi vital, dan rawat intensif bilamana perlu.
– Konsultasi dengan dokter spesialis paru atau penyakit dalam dan dokter spesialis obstetri
dan ginekologi.
• Bila harus dilakukan persalinan: Jangan beri prostaglandin. Untuk mencegah perdarahan
pascasalin, beri oksitosin 10 unitIM atau ergometrin 0,2 mg IM.
Current guidelines emphasize the
following points:
• Albuterol (salbutamol) is recommended as the short-acting beta agonist of choice.
• For patients with mild persistent or more severe asthma, inhaled glucocorticoids
reduce exacerbations during pregnancy and cessation of inhaled glucocorticoids
during pregnancy increases the risk of an exacerbation.
– Budesonide has been the preferred inhaled glucocorticoid for use during pregnancy, as more
published gestational human data are available for that medication.
– However, other inhaled glucocorticoids could be continued if the patient was well-controlled
on one of these medications prior to pregnancy.
• Salmeterol has been recommended as the inhaled long-acting beta agonist of
choice in the United States due to the longer duration of clinical experience with
this agent compared with formoterol.
– However, retrospective cohort studies provide reassuring data for both salmeterol and
formoterol.
• Montelukast or zafirlukast could be considered as alternative but NOT preferred
therapy for mild persistent asthma or as add-on therapy to inhaled glucocorticoids,
especially for patients who have shown a uniquely favorable response prior to
pregnancy.
Soal no 222
• Wanita, 23 tahun, G1P0A0 hamil 10 minggu
datang dengan keluhan keluar darah dari
kemaluan sejak 6 jam yang lalu. Darah keluar
berwarna merah terang dan bergumpal-
gumpal. Sekarang pasien merasa nyeri, tetapi
telah berkurang. Pada pemeriksaan
didapatkan abdomen lemas, datar, pada
inspekulo tampak darah bergumpal dan
jaringan. Setelah dibersihkan, tampak ostium
uteri terbuka satu jari, dengan jaringan di
tengahnya. Apa diagnosis pasien di atas?
a. Abortus imminens
b. Abortus insipien
c. Abortus inkomplit
d. Abortus komplit
e. Abortus sepsis
http://www.medscape.com/viewarticle/405754_4 | Uptodate
223. Transient Hyperthyroidism pada
Kehamilan
• Serum hCG concentrations increase soon after fertilization and peak at 10
to 12 weeks.
• During this peak, total serum T4 and T3 concentrations increase.
• Serum free T4 and T3 concentrations increase slightly, usually within the
normal range, and serum TSH concentrations are appropriately reduced
• This transient, usually subclinical, hyperthyroidism should be considered a
normal physiologic finding.
• It is not known if this action of hCG benefits the mother or fetus.
• Later in pregnancy, as hCG secretion declines, serum free T4 and T3
concentrations decline and serum TSH concentrations rise slightly to or
within the normal range.
• Gejala dan Tanda
– T3 dan T4 >> tanpa ada gejala hipertiroid
– Autoantibodi tiroid (-)
– Tidak ada gejala dan tanda hipertiroid pre kehamilan
Soal no 224
• Seorang perempuan berusia 19 tahun dibawa
keluarganya ke UGD RS karena keluar cairan
bening sejak setengah jam yang lalu dengan
jumlah sekitar 250 ml, tanpa darah dan tanpa
disertai rasa mulas di perut bagian bawah.
Diketahui pasien hamil dengan usia kehamilan
32 minggu. Hasil pemeriksaan tanda vital
dalam batas normal. Apakah pemeriksaan
lanjutan untuk penegakan diagnosis pada
kasus di atas?
a. Pemeriksaan DJJ
b. Pemeriksaan Hb dan PCV
c. Pemeriksaan TFU
d. Pemeriksaan kertas lakmus
e. Pemeriksaan amniosintesis
• Kriteria diagnosis :
– Usia kehamilan > 20 minggu
– Keluar cairan ketuban dari vagina
– Inspekulo : terlihat cairan keluar dari OUE
– Kertas nitrazin menjadi biru
– Mikroskopis : terlihat lanugo dan verniks kaseosa
• Mikroskopik
• Ferning sign (arborization, gambaran daun pakis)
• Amniosentesis
• Injeksi 1 ml indigo carmine + 9 ml NS tampak
pada tampon vagina setelah 30 menit
http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p659.html
KPD: Tatalaksana
KETUBAN PECAH DINI
MASUK RS
• Antibiotik
• Batasi pemeriksaan dalam
• Observasi tanda infeksi & fetal distress
PPROM
• Observasi:
PROM
• Temperatur
• Fetal distress
• Kelainan Obstetri
Kortikosteroid
• Fetal distress
Letak Kepala
• Letak sungsang
• CPD
• Riwayat obstetri buruk Indikasi Induksi
• Grandemultipara • Infeksi
• Elderly primigravida • Waktu
• Riwayat Infertilitas
• Persalinan obstruktif
Berhasil
• Persalinan pervaginam
Gagal
Sectio Caesarea • Reaksi uterus tidak ada
• Kelainan letak kepala
• Fase laten & aktif memanjang
• Fetal distress
• Ruptur uteri imminens
• CPD
Ketuban Pecah Prematur: Tatalaksana
• Tatalaksana Umum: Antibiotik profilaksis
• DOC: Penisilin dan makrolida
• Ampicillin 2 g IV/6 jam dan erythromycin 250 mg IV/6 jam selama 2 hari diikuti amoxicillin 250
mg PO/ 8 jam dan erythromycin 333 mg PO/8 jam selama 5 hari
• Atau eritromisin 250 mg PO/6 jam selama 10 hari
• Kombinasi amoksilin dengan asam klavulanat tidak digunakan karena dapat
memicu terjadinya enterokolitis nekrotikans
Jawaban: A. Adenomiosis
227. Endometriosis & Adenomiosis
• Endometriosis
– Pertumbuhan jaringan yang mirip dengan
endometrium di luar kavum uteri
• Endometriosis interna / Adenomiosis
– Endometriosis yang terdapat di dalam miometrium
Invaginasi
endometrium basal
melalui pembuluh Second
limfe
pertumbuhan sel
penempelan dan vaskularisasi dan anti
invasi apoptosis
Yen and Jaffe. Reproductive Endocrinology and Infertility, 2009
KELUHAN ENDOMETRIOSIS
INFERTILITAS NYERI
• Faktor imunologi
Tidak semua wanita dengan menstruasi retrograd
akan menderita endometriosis, mungkin ada
kekurangan imun yang mempengaruhi
1848
Endometriosis: Gejala Klinik
• Dismenore
– Timbul beberapa saat sebelum keluarnya darah haid,
berlangsung selama menstruasi dan progresif
• Subfertilitas/infertilitas
• Dispareunia
• Abortus spontan
– Meningkat 40% dibanding wanita normal 15-25%
• Keluhan lain
– Di kolon & rektum : distensi abdomen, kostipasi
– Di ureter : obstruksi, disuri, hematuri dll
1849
Endometriosis: Pemeriksaan
• Umumnya tidak menunjukkan kelainan
http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx
Endometriosis: Pemeriksaan
• Laparoskopi : untuk biopsi lesi
• USG, CT scan, MRI
http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx
Endometriosis: Terapi
1. Operatif
2. Non-Operatif
– Anti nyeri (NSAID, aspirin, morphine, and codeine)
– Hormonal
• Pil KB
• Levonorgestrel-releasing intrauterine system
(LNG-IUS)
• Gonadotrophin-releasing hormone (GnRH)
analogues
• Progestogens (medroxyprogesterone acetate)
http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx
Soal no 228
• Ny. Kanae Kotonami, perempuan, usia 23
tahun, datang dengan keluhan mual dan
muntah. Pasien mengaku telah hamil 3 bulan
dan HPHT 17 Juli 2018 dengan siklus haid
teratur 26 hari, menstruasi biasanya
berlangsung selama 5 hari. Pada pemeriksaan
fisik, didapatkan tinggi fundus uteri 3 cm di
atas simfisis pubis. Pemeriksaan tanda vital
dan status generalis dalam batas normal.
Kapan perkiraan ovulasi pada pasien ini?
a. 29 Juli 2018
b. 30 Juni 2018
c. 31 Juli 2018
d. 1 Agustus 2018
e. 3 Agustus 2018
• Siklus Menstruasi
• Berkisar antara 26-35 hari
• Berhubungan dengan
penebalan dan pelepasan
lapisan endometrium
• Siklus Ovulasi
• Berhubungan dengan
pematangan sel telur
• Ovulasi terjadi 14 hari
sebelum menstruasi
berikutnya
Simulasi Penghitungan Masa Ovulasi
Jawaban: B. Kondom
229. KB: Usia > 35 Tahun
METODE C ATATA N
• Kehamilan dengan
dua janin atau lebih
• Faktor yang
mempengaruhi:
– Faktor obat-obat
konduksi ovulasi,
faktor keturunan,
faktor yang lain belum
diketahui.
Risk Factor
• Dizygotic twins are more common than monozygotic twins,
approximately 70 and 30 percent of twins, respectively (in the
absence of use of assisted reproductive technology [ART])
• The major factors influencing the prevalence of dizygotic twins are:
– Use of fertility stimulating drugs – Use of fertility enhancing
treatments (ART and non-ART) substantially increases the prevalence
of twin pregnancy compared with natural conception. These
therapies account for most of the increase in twin births in recent
years
• Dizygotic twins are more common in pregnancies conceived with in vitro
fertilization (IVF) than in naturally conceived pregnancies (≥95 percent versus
70 percent) since double embryo transfer is commonly performed as part of
IVF
• Dizygotic twins are also more common in pregnancies conceived with
ovulation inducing agents alone (without IVF) than in naturally conceived
pregnancies since these drugs increase the likelihood of ovulation and
fertilization of multiple oocytes.
– Maternal age – Advancing maternal age is associated with an
increased prevalence of dizygotic twin births. Naturally conceived
dizygotic twinning increases fourfold between age 15 and age 35; this
may be related to rising follicle stimulating hormone concentration
with age
Risk Factor
• Race/geographic area – Significant ethnic/racial variations in the
prevalence of naturally conceived dizygotic twins occur worldwide.
• Parity – Increasing parity correlates with an increased likelihood of
dizygotic twin birth, even after adjustment for maternal age [
• Family history – Dizygotic twinning appears to have a genetic
component that is expressed in women but can be inherited from
either parent
• Maternal weight and height – Obese (body mass index [BMI]
≥30 kg/m2) and tall women (≥65 inches [164 cm]) are at greater risk
for dizygotic twin birth than underweight (BMI <20 kg/m2) and
short women (<61 inches [155 cm])
• Diet – Diet may be an important factor affecting the dizygotic
twinning rate in some geographic areas, among certain races, and in
women of particular body habitus
Kehamilan Gemelli: Diagnosis
Anamnesis
• Ibu mengatakan perut tampak lebih buncit dari seharusnya
umur kehamilan
• Gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu hamil
• Uterus terasa lebih cepat membesar
• Pernah hamil kembar atau terdapat riwayat keturunan
Ultrasonografi
• Terlihat 2 janin pada triwulan II, 2 jantung yang
berdenyut telah dapat ditentukan pada triwulan I
Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
– Asuhan antenatal sebaiknya dilakukan oleh dokter spesialis obstetri
dan ginekologi.
– Persalinan untuk kehamilan ganda sedapat mungkin dilakukan di
rumah sakit dengan fasilitas seksio sesarea.
– Janin pertama
• Siapkan peralatan resusitasi dan perawatan bayi.
• Pasang infus dan berikan cairan intravena.
• Pantau keadaan janin dengan auskultasi denyut jantung janin. Jika denyut
jantung janin <100 kali/menit atau >180 kali/menit, curigai adanya gawat
janin.
• Jika presentasi janin verteks, usahakan persalinan spontan dan monitor
persalinan dengan partograf.
• Jika presentasi bokong atau letak lintang, lakukan seksio sesarea.
• Tinggalkan klem pada ujung maternal tali pusat dan jangan melahirkan
plasenta sebelum janin kedua dilahirkan.
• Janin kedua atau janin berikutnya
– Segera setelah bayi pertama lahir, lakukan palpasi abdomen untuk menentukan letak janin
kedua atau berikutnya.
– Jika perlu, lakukan versi luar agar letak janin kedua memanjang.
– Periksa denyut jantung janin.
– Lakukan periksa dalam vagina untuk menentukan:
– presentasi janin kedua
• selaput ketuban masih utuh atau sudah pecah
• ada tidaknya prolapsus tali pusat.
– Jika presentasi verteks:
• Pecahkan ketuban dengan klem kokher jika ketuban belum pecah.
• Periksa denyut jantung janin antara kontraksi uterus untuk menilai keadaan janin.
• Jika his tidak adekuat setelah kelahiran bayi pertama, berikan infus oksitosin dengan cara cepat untuk
menimbulkan his yang baik (tiga kontraksi dalam 10 menit, dengan lama stiap his lebih baik 40 detik).
• Jika janin tidak lahir dalam 2 jam dengan his yang baik, atau terdapat tanda-tanda gawat janin (denyut
jantung janin <100 kali/menit atau >180 kali/menit), lakukan seksio sesarea.
– Jika presentasi bokong:
• Apabila taksiran berat badan janin tidak lebih dari janin pertama dan serviks tidak mengecil,
rencanakan partus spontan.
• Jika his tidak ada atau tidak adekuat setelah kelahiran janin pertama, berikan infus oksitosin secara
cepat untuk menimbulkan his yang baik (tiga kontraksi dalam 10 menit, dengan lama setiap his lebih
dari 40 detik).
• Pecahkan ketuban dengan klem kokher jika ketuban belum pecah dan bokong sudah turun.
• Periksa denyut jantung janin di antara 2 kontraksi uterus. Jika <100 kali/menit atau >180 kali/menit,
lakukan ekstraksi bokong (lihat lampiran A.13).
• Jika persalinan per vaginam tidak mungkin, lahirkan bayi dengan seksio sesarea.
• Jika letak lintang:
– Apabila selaput ketuban utuh, lakukan versi luar.
– Jika versi luar gagal dan pembukaan lengkap dan selaput ketuban
masih utuh, lakukan versi dalam dan lanjutkan dengan ekstraksi
(lakukan versi dalam podalik).
– Dengan memakai sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi,
masukkan satu tangan ke dalam uterus dan raihlah kaki janin.
– Secara perlahan tarik janin ke bawah.
– Lanjutkan dengan ekstraksi sungsang.
– Periksa denyut jantung janin di antara his.
– Jika versi luar gagal dan versi dalam tidak dianjurkan atau gagal, segera
lakukan seksio sesarea.
– Berikan oksitosin 10 unit IM atau ergometrin 0,2 mg IM dalam waktu 1
menit setelah bayi terakhir lahir dan teruskan penanganan aktif kala III
untuk mengurangi perdarahan pascapersalinan
Kehamilan Gemelli: Komplikasi
Maternal Fetal
• Anemia • Malpresensi
• Hydramnion • Plasenta previa
• Preeklampsia • Solusio Plasenta
• Kelahiran prematur • KPD
• Perdarahan postpartum • Prematuritas
• SC • Prolaps plasenta
• IUGR
• Malformasi kongenital
Soal no 231
• Wanita G1P0A0 usia 26 tahun bernama Ny.
Welas Asih, datang untuk ANC pertama
kalinya. Pasien lupa kapan HPHT terakhir. Hasil
tes kehamilan ulang (+). Saat pemeriksaan
inspekulo didapatkan tanda kebiruan pada
vulva vagina dan serviks. Pada pemeriksaan
palpasi bimanual terasa adanya perlunakan
serviks dengan konsistensi seperti bibir.
Perlunakan serviks ini disebut dengan....
a. Tanda Chadwick
b. Tanda Hegar
c. Tanda Goodell
d. Tanda Piskacek
e. Braxton hicks
Jawaban: B. Polihidramnion
232. Polihidramnion
• Volume air ketuban lebih 2000 cc
• Muncul sesudah kehamilan lebih 20 minggu
• Etiologi
– Rh isoimunisasi, DM, gemelli, kelainan kongenital dan idiopatik
• Gejala
– Sering pada trimester terakhir kehamilan.
– Fundus uteri ≥ tua kehamilan.
– DJJ sulit didengar
– Ringan : sesak nafas ringan
– Berat : air ketuban > 4000 cc
– Dyspnoe & orthopnea,
– Oedema pada extremitas bawah
• Diagnosis
– Palpasi dan USG
Buku Saku Pelayanan Ibu, WHO
Polihidramnion: Tatalaksana
• Identifikasi penyebab
• Kronik hidramnion : diet protein ↑, cukup istirahat.
• Polihidramnion sedang/berat, aterm → terminasi.
• Penderita di rawat inap, istirahat total dan dimonitor
• Jika dyspnoe berat, orthopnea, janin kecil → amniosintesis
• Amniosintesis, 500 – 1000 cc/hari → diulangi 2 – 3 hari
• Bila perlu dapat dipertimbangkan pemberian tokolitik
• Komplikasi :
– Kelainan letak janin
– partus lama
– solusio plasenta
– tali pusat menumbung dan
– PPH
– Prematuritas dan kematian perinatal tinggi
Buku Saku Pelayanan Ibu, WHO
Soal no 233
• Perempuan datang dirujuk dari bidan karena
partus tidak maju sejak 10 jam yang lalu.
G3P2A0. Berat lahir anak pertama dan kedua
masing-masing 3700 g dan 3300 g. Saat ini
pasien berada pada kala 1 dengan dilatasi
serviks 4-5 cm, His 2x/10 menit, masing-
masing 20 detik, teratur, dan tekanan his 20
mmHg. Kepala di H-II. Penyebab partus tidak
maju yang paling mungkin pada pasien ini
adalah…
a. Kelainan letak janin
b. Cephalopelvic disproportion
c. Hypotonic uterine contraction
d. Incoordinated hypertonic uterine contraction
e. Coordinated hypertonic uterine contraction
Kala 2
• Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit.
• Refleks mengejan akibat stimulasi tekanan bagian terbawah menekan anus dan rektum
Kala 3
• Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun.
Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap
menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
Distosia ec. Kelainan Tenaga
• His Normal: mulai dari fundus menjalar ke korpus, dominasi di fundus
dan disertai relaksasi yang merata
• Faktor predisposisi
– Primigravida, terutama primi tua
– Kelainan letak janin/disporposi fetopelviks
– Peregangan rahim yang berlebihan: gemeli, hidramnion
Soal no 234
• Seorang pasien perempuan, Ny. Diana
Pungkas berusia 34 tahun datang dengan
riwayat keguguran. Baik pasien serta suaminya
ingin mengetahui penyebab kematian janin
mereka. Setelah dilakukan pemeriksaan PA,
janin didiagnosis terkena eritroblastosis
fetalis. Jika hal ini disebakan karena adanya
inkompatibilitas antara golongan darah ibu
dan anak, penyebab yang mungkin pada kasus
ini adalah...
a. Golongan darah ibu O RH (-), Golongan darah ayah
B RH (-)
b. Golongan darah ibu O RH (-), Golongan darah ayah
B RH (+)
c. Golongan darah ibu O RH (+), Golongan darah ayah
B RH (+)
d. Golongan darah ibu O RH (+), Golongan darah ayah
B RH (-)
e. Golongan darah ibu B RH (-), Golongan darah ayah B
RH (-)
http://emedicine.medscape.com/article/797150
Tes Laboratorium
• Prenatal emergency care • Postnatal emergency care
– Tipe Rh ibu – Cek tipe ABO dan Rh,
– the Rosette screening test hematokrit, Hb, serum
atau the Kleihauer-Betke bilirubin, apusan darah,
acid elution test bisa dan direct Coombs test.
mendeteksi – direct Coombs test yang
alloimmunization yg positif menegakkan
disebabkan oleh fetal diagnosis antibody-induced
hemorrhage hemolytic anemia yang
– Amniosentesis/cordosente menandakan adanya
sis inkompabilitas ABO atau
Rh
http://emedicine.medscape.com/article/797150
Tatalaksana
• Jika sang ibu hamil Rh – dan belum tersensitisasi,
berikan human anti-D immunoglobulin (Rh IgG atau
RhoGAM)
• Jika sang ibu sudah tersensitisasi, pemberian Rh IgG
tidak berguna
• Jika bayi telah lahir dan mengalami inkompatibilitas,
transfusi tukar/ foto terapi tergantung dari kadar
bilirubin serum, rendahnya Ht, dan naiknya
reticulocyte count
http://emedicine.medscape.com/article/797150
Inkompatibilitas ABO
• Terjadi pada ibu dengan • Gejala yang timbul adalah
golongan darah O terhadap ikterik, anemia ringan, dan
janin dengan golongan peningkatan bilirubin
darah A, B, atau AB serum.
• Tidak terjadi pada ibu gol A • Lebih sering terjadi pada
dan B karena antibodi yg bayi dengan gol darah A
terbentuk adalah IgM yg tdk dibanding B, tetapi
melewati plasenta, hemolisis pada gol darah
sedangkan 1% ibu gol darah tipe B biasanya lebih berat.
O yang memiliki titer • Inkompatibilitas ABO jarang
antibody IgG terhadap sekali menimbulkan hidrops
antigen A dan B, bisa fetalis dan biasanya tidak
melewati plasenta separah inkompatibilitas Rh
Kenapa Inkompatibilitas ABO tidak separah
Inkompatibilitas Rh?
†Calculations assume a 1.1–4.4 lb (0.4 – 1.9 kg) weight gain in the first trimester.
Jawaban: A. nifedipin
237. Tokolitik
http://emedicine.medscape.com/article/2026938-treatment
Torsio Kista Ovarium
• Pemeriksaan Penunjang
– USG: pembesaran kista
• Terapi
– Anti nyeri, anti emesis,
operatif
• Komplikasi
– Infeksi, peritonitis, sepsis,
adesi, nyeri kronik,
infertilitas
Soal no 242
• Wanita, 27 tahun, G1P0A0 hamil 10 minggu
datang dengan keluhan adanya keputihan dan
luka pada kemaluan sejak 3 minggu yang lalu.
Luka tidak terasa sakit, dan pada inspeksi
ditemukan ulkus soliter, dasar bersih, dan tepi
rata. Pasien tidak memiliki keluhan serupa.
Suami pasien bekerja sebagai supir truk antar
kota. Terapi yang tepat pada pasien diatas
adalah...
a. Penisilin G Benzathine 2,4 juta unit IM, SD
b. Eritromisin PO 500 mg, 3 kali/hari, selama 15
hari
c. Cefriaxone IM 250 mg/ 1 kali/hari selama 15
hari
d. Penisilin G Benzathin 2,4 juta IM/ 3 kali
dalam seminggu
e. Eritromisin 500 mg/ 4 kali/ hari selama 30
hari
http://www.cdc.gov/std/tg2015/syphilis-pregnancy.htm
Sifilis Pada Kehamilan: Tatalaksana
Sifilis Pada Kehamilan: Tatalaksana
https://www.uptodate.com/contents/syphilis-in-pregnancy#H1972014971
Desensitisasi
• Patients with immediate type allergic reactions to penicillin — For
pregnant women with syphilis and a history of an immediate type
allergic reaction to penicillin, the only satisfactory treatment is
desensitization followed by penicillin therapy
• Penicillin desensitization involves exposing the patient to a small
amount of penicillin and gradually increasing the dose until an
effective level is reached, followed by the appropriate therapeutic
penicillin regimen.
• Penicillin desensitization can be achieved either orally or
intravenously.
– Oral desensitization is simpler and safer The procedure requires
approximately four hours to accomplish and requires close patient
monitoring.
– Most adverse reactions can be managed without discontinuation of
the desensitization protocol
• Non-penicillin regimens should only be considered when penicillin
cannot be obtained or for penicillin-allergic patients when
penicillin desensitization is not possible.
• The World Health Organization (WHO) suggests using one of the
following alternative regimens for non-penicillin treatment of early
syphilis (ie, primary, secondary, or latent <2 years [WHO definition])
– Erythromycin 500 mg orally four times daily for 14 days, or
– Ceftriaxone 1 g intramuscularly once daily for 10 to 14 days, or
– Azithromycin 2 g once orally (when local susceptibility to azithromycin
is likely)
• For non-penicillin treatment of late syphilis, WHO recommends
treatment with erythromycin 500 mg orally four times daily for 30
days
Soal no 243
• Pasien Ny. Awan, usia 36 tahun, G5P2A2, 40
minggu, datang untuk melakukan persalinan.
Pasien mempunyai riwayat melahirkan bayi >
4500 gram. Tindakan yang anda lakukan
adalah...
a. Rujuk untuk persalinan normal
b. Rujuk untuk sectio cesaria
c. Observasi 3 jam
d. Observasi 4 jam
e. Persalinan dengan alat bantu
• Diagnosis:
– Dengan taksiran berat janin baik dengan rumus
johnson ataupun USG
– Rumus Johnson untuk taksiran berat janin :
• BB janin (g) = tinggi fundus (cm) – n x 155
• n = 12 bila verteks belum lewat spina ischiadica
• n = 11 bila verteks lewat spina ischiadica
• Bila BB pasien > 91 kg, kurang 1 cm dari TFU
Makrosomia
• Faktor predisposis • Tatalaksana
– Riwayat makrosomia – Untuk persalinan rujuk ibu ke
sebelumnya fasilitas yang dapat melakukan SC
– Orang tua bertubuh – Persalinan pervaginam dapat
besar, terutama obesitas dicoba bila taksiran BB janin
pada ibu hingga 5000 g dengan ibu non DM
– Multiparitas – SC dipertimbangkan pada BBJ >
– Kehamilan post term 5000 g pada ibu non DM dan >
4500 g pada ibu dengan DM
– Usia ibu sudah tua
– SC diindikasikan bila taksiran BBJ >
– Janin laki – laki
4500 g dan terjadi perpanjangan
– Ras dan suku kala II persalinan atau terhentinya
penurunan janin di kala II
persalinan
Soal no 244
• Ny. Piripiruri Nautica, usia 30 tahun, datang ke
IGD dengan usia kehamilan 39 minggu dan
riwayat DM gestasional. Pasien tidak rutin
kontrol ke dokter maupun bidan. Ketika
saatnya persalinan pervaginam, pasien
dipimpin mengejan ketika pembukaan sudah
lengkap. Kepala lahir dengan mudah namun
bahu tidak bisa lahir. Urutan manuver
persalinan yang harus dilakukan selanjutnya
adalah...
a. Manuver Pinard - Lovsett – Massanti
b. Manuver Kristeller - Mc Robert – Rubin
c. Manuver Mc Robert - Wood's screw – Rubin
d. Manuver Mc Robert - Massanti - Wood's
screw
e. Manuver Mc Robert - Wood's screw -Lovsett
Penekanan
Suprasimfisis
Management of Shoulder Dystocia
Ask for help
Lift - the buttocks } McRobert’s manoeuver
- the legs
Anterior disimpaction of shoulder
- rotate to oblique
- suprapubic pressure
Rotation of the posterior shoulder - Woods’ manoeuver
Manual removal of posterior arm
Avoid the P’s
• Panic
• Pulling (on the head)
• Pushing (on the fundus)
• Pivoting (sharply angulating the head,
using the coccyx as a fulcrum)
Ask for HELP
• get the mother on your side
• partner, coach
• nursing
• notify physician back up or other
appropriate personnel
Lift - McRobert’s Manoeuver
Manuever Mac Roberts
• Maneuver ini terdiri dari melepaskan
kaki dari penyangga dan melakukan
fleksi sehingga paha menempel pada
abdomen ibu. Tindakan ini dapat
menyebabkan sacrum mendatar, rotasi
simfisis pubis kearah kepala maternal
dan mengurangi sudut inklinasi.
Meskipun ukuran panggul tak berubah,
rotasi cephalad panggul cenderung
untuk membebaskan bahu depan yang
terhimpit.
• Maneuver Mc Robert
• Fleksi sendi lutut dan paha serta
mendekatkan paha ibu pada abdomen
sebaaimana terlihat pada (panah
horisontal). Asisten melakukan tekanan
suprapubic secara bersamaan (panah
vertikal)
Lifting the legs and
buttocks
• McRobert’s manoeuver
• flexion of thighs on
abdomen
• requires assistance
• 70% of cases are resolved
with this manoeuvre alone
Anterior Disimpaction -
1) Suprapubic Pressure
(Massanti Manoeuvre)
• NO fundal pressure
• Abdominal approach:
suprapubic pressure applied
with heel of clasped hand
from the posterior aspect of
the anterior shoulder to
dislodge it
Anterior Disimpaction -
2) Rubin Manoeuver
• vaginal approach
• adduction of anterior shoulder by
pressure applied to the posterior
aspect of the shoulder (the
shoulder is pushed toward the
chest)
• consider episiotomy
• NO fundal pressure
Rotation of Posterior Shoulder - Step 1
• pressure on anterior
aspect of posterior
shoulder
• may be combined
with anterior
disimpaction
manoeuvers
• NO fundal pressure
Rotation of Posterior Shoulder - Step 2
Wood’s screw
manoeuvre
• can be done
simultaneously with
anterior dissimpaction
Rotation of Posterior Shoulder - Step 3
• may be repeated
if delivery not
accomplished by
Steps 1 & 2
Rotation of Posterior Shoulder - Step 4
Manual removal of
posterior arm
• flex arm at elbow
• (pressure in antecubital
fossa to flex arm)
• sweep arm over chest
• grasp wrist/forearm or
hand
• deliver arm
Manual removal of the posterior arm
IKM &
FORENSIK
Soal no 245
• Seorang dokter kandungan ingin mengetahui
hubungan antara kehamilan ibu di usia tua
dengan gangguan pertumbuhan anak. Ide
penelitian ini berawal dari berkembangnya tren
usia kehamilan yang bergeser ke arah >30 tahun
di masyarakat modern. Dokter tersebut
mengumpulkan ibu-ibu hamil usia lebih dari 35
tahun dan kemudian mengikutinya sampai 5
tahun. Maka metode penelitian apa yang
dilakukan oleh dokter tersebut?
a. Kohort
b. Case control
c. Cross sectional
d. Deskriptif
e. Analitik
Jawaban: A. Kohort
245. DESAIN PENELITIAN
Secara umum dibagi menjadi 2:
• DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan
frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi
DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas X.
STUDY
DESIGNS
Analytical Descriptive
Case series
Observational Experimental
Cross-sectional
Cohort study
– Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti
sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome
terjadi atau tidak.
Case-control study
– Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali
riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor
risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
Assess Known
Case -control study exposure outcome
Known Assess
Prospective cohort exposure outcome
Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam
satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak
berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat
ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini
secara bersamaan.
• Studi kohort selalu dimulai dari subyek yang tidak sakit. Kelompok subyek
dibagi menjadi subyek yang terpajan dan tidak terpajan. Kemudian
dilakukan pengamatan sampai terjadinya penyakit atau sampai waktu
yang ditentukan.
Kohort Prospektif vs Retrospektif
• Baik kohort prospektif
maupun retrospektif selalu
dimulai dari menjadi subyek
yang tidak sakit.
KELEBIHAN: KELEMAHAN:
• Mengukur angka prevalensi • Sulit membuktikan
• Mudah dan cepat hubungan sebab-akibat,
• Sumber daya dan dana yang karena kedua variabel
efisien karena pengukuran paparan dan outcome
dilakukan dalam satu waktu direkam bersamaan.
KELEBIHAN: KEKURANGAN:
• Dapat membuktikan • Pengukuran variabel secara
hubungan sebab-akibat. retrospektif, sehingga
• Tidak menghadapi kendala rentan terhadap recall bias.
etik, seperti halnya • Kadang sulit untuk memilih
penelitian kohort dan subyek kontrol yang
eksperimental. memiliki karakter serupa
• Waktu tidak lama, dengan subyek kasus
dibandingkan desain kohort. (case)nya.
• Mengukur odds ratio (OR).
Desain Kohort
KELEBIHAN: KEKURANGAN:
• Mengukur angka insidens. • Memerlukan waktu penelitian
• Keseragaman observasi yang relative cukup lama.
terhadap faktor risiko dari • Memerlukan sarana dan
waktu ke waktu sampai terjadi prasarana serta pengolahan
outcome, sehingga merupakan data yang lebih rumit.
cara yang paling akurat untuk • Kemungkinan adanya subyek
membuktikan hubungan penelitian yang drop out/ loss
sebab-akibat. to follow up besar.
• Mengukur Relative Risk (RR). • Menyangkut masalah etika
karena faktor risiko dari
subyek yang diamati sampai
terjadinya efek, menimbulkan
ketidaknyamanan bagi subyek.
Soal no 246
• Puskesmas A mempunyai cakupan imunisasi
rendah, KIA rendah, cakupan pemberian
tablet besi rendah. Sering terjadi KLB campak
di daerah tersebut. Kepala puskesmas
mengadakan program khusus untuk
meningkatkan cakupan imunisasi sehingga
diharapkan dapat menurunkan KLB campak.
Tindakan yang perlu dilakukan untuk
mengetahui keberhasilan program?
a. Pemantauan Wilayah Setempat
b. Penyelidikan epidemiologi
c. Evaluasi program
d. Lokakarya mini
e. Surveilance
O U TCO ME VS I MPAC T
Indikator outcome dan impact sering kali disamakan atau dijadikan sebagai satu
kesatuan. Namun pada umumnya indikator outcome lebih menilai luaran jangka
pendek dan untuk wilayah setempat, sedangkan indikator impact lebih menilai
luaran jangka panjang dan dampak untuk wilayah yang lebih luas. Outcome
bersifat dinamis (lebih mudah berubah dibandingkan impact).
Soal no 247
• Puskesmas Angin Mamiri di Sulawesi selatan
memiliki program kesehatan sekolah yang
salah satunya adalah penyuluhan kesehatan
sejak usia dini. Terkait dengan program
tersebut, puskesmas mengirim dokter yang
berdinas ke TK-TK untuk mengajari kebiasaan
cuci tangan. Suatu kali, dokter melakukan
edukasi kesehatan di hadapan 50 anak TK Pagi
Siang Ceria untuk mencuci tangan. Karena
keterbatasan waktu, hanya diberi kesempatan
selama 15 menit. Metode promosi kesehatan
yang sesuai adalah…
a. Latihan cuci tangan
b. Pemutaran film cara cuci tangan
c. Pemberian foto cara cuci tangan
d. Booklet
e. flyer
Fungsi Puskesmas
Secondary attack rate jumlah penderita baru suatu Jumlah penderita baru pd serangan
penyakit yang terjangkit pada kedua/ (jumlah populasi berisiko-
serangan kedua dibandingkan jumlah orang yang terkena
dengan jumlah penduduk serangan pertama)
dikurangi orang/penduduk yang
pernah terkena penyakit pada
serangan pertama.
Incidence density rate jumlah penderita baru suatu Jumlah kasus baru/ jumlah populasi
(or person-time rate) penyakit yang ditemukan pada berisiko di awal periode (dalam
suatu jangka waktu tertentu satuan orang-waktu)
(dalam satuan orang-waktu)
Pada soal no. 252:
Jawaban: D. Levofloxacin
253. NNT
• NNT (Number Needed toTreat) adalah jumlah orang yang
harus dirawat selama suatu periode untuk mencapai suatu
hasil (pengobatan) atau untuk mencegah suatu peristiwa
(prophylaxis/perlindungan dari penyakit) atau suatu ukuran
epidemiologis yang menandakan berapa pasien akan
memerlukan perawatan dengan suatu bentuk dari
pengobatan untuk mengurangi jumlah kasus yang
digambarkan dengan satu titik akhir.
• NNT merupakan inversi dari Absolute Risk Reduction (ARR).
• Kegunaan dari NNT ialah untuk mengetahui apakah suatu
produk (obat) baru yang dilemparkan ke pasaran lebih bagus
atau malah lebih buruk dibandingkan obat pendahulunya.
Jawaban: A. Planning
254. Teori Fungsi Manajemen
(George R. Terry, 1990)
1. Planning:
• menentukan serangkaian tindakan untuk mencapai
suatu hasil sesuai target.
2. Organizing:
• mengelompokkan orang-orang serta penetapan
tugas, fungsi, wewenang, serta tanggung jawab
masing-masing supaya aktivitas berdaya guna dan
berhasil guna.
Teori Fungsi Manajemen
(George R. Terry, 1990)
3. Actuating
• menggerakkan semua anggota kelompok untuk bekerja agar
mencapai tujuan organisasi.
• Actuating membuat urutan rencana menjadi tindakan nyata.
• Kegiatan dalam Fungsi Pengarahan dan Implementasi antara lain :
– Mengimplementasikan proses kepemimpinan, pembimbingan, dan
pemberian motivasi kepada tenaga kerja agar dapat bekerja secara
efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan.
– Memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai pekerjaan dan
menjelaskan kebijakan yang ditetapkan.
Teori Fungsi Manajemen
(George R. Terry, 1990)
4. Controlling
• Agar pekerjaan dapat berjalan sesuai dengan visi, misi,
aturan serta program kerja maka dibutuhkan pengontrolan.
• Baik itu dalam bentuk supervisi, pengawasan, inspeksi
sampai audit.
• Agar sejak dini dapat diketahui penyimpangan-
penyimpangan atau kesalahan yang terjadi, baik itu dalam
tahap perencanaan, pelaksanaan ataupun
pengorganisasian.
• Sehingga dapat segera dilakukan antisipasi, koreksi, serta
penyesuaian-penyesuaian yang sesuai dengan situasi.
Teori Fungsi Manajemen
(Luther Gullick)
Jawaban: A. SP2TP
255. SP2TP
• Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu
Puskesmas (SP2TP): kegiatan pencatatan dan
pelaporan data umum, sarana, tenaga dan
upaya pelayanan kesehatan di Puskesmas
• Untuk memberikan informasi baik bagi
puskesmas maupun untuk jenjang
administrasi yang lebih tinggi, guna
mendukung manajemen kesehatan.
Frekuensi dan Jenis Pelaporan
• Laporan bulanan: • Laporan Triwulan ( LT ):
– Data Kesakitan ( LB1) – Kunjungan Puskesmas
– Data Kematian ( LB 2) – Pelayanan Medik Dasar
– Gizi, KIA, Immunisasi, Gigi-mulut
Pengamatan Penyakit – Kesling
Menular ( LB3 ) – Laboratorium
– Data Obat-obatan ( LB4 ) – PSM
– Rujukan
Metode Penentuan Prioritas Masalah
Metode Keterangan
Fish bone diagram Menganalisa cause-effect, dimana bagian kepala (sebagai effect)
dan bagian tubuh ikan berupa rangka serta duri-durinya
digambarkan sebagai penyebab (cause) suatu permasalahan yang
timbul.
Cost analysis Penggunaan metoda ini dengan memperhitungkan efektifitas dan efisiensi
dalam penetapan pilihan jenis intervensi yang dilakukan
Jawaban: B. 5621/6742
256. Keberhasilan Posyandu
• Cakupan SKDN
– S: semua balita di wilayah kerja Posyandu
– K: semua balita yang terdaftar dan memiliki KMS
– D: jumlah balita yang datang dan ditimbang
– N: jumlah balita yang naik berat badannya
Jawaban: B. Suami
258-259. INFORMED CONSENT
• Informed Consent adalah persetujuan tindakan
kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.
CO • Lebam mayat berwarna cherry red yang tampak jelas bila kadar
COHb mencapai 30% atau lebih.
• Pada analisa toksikologik darah akan di temukan adanya COHb pada
korban keracunan CO sampai 72 jam setelah kematian.
Alkohol • Bau alkohol yang keluar dari udara pernapasan merupakan petunjuk
(metanol) awal. Petunjuk ini harus dibuktikan dengan pemeriksaan kadar
alkohol darah, baik melalui pemeriksaan udara pernapasan atau urin,
maupun langsung dari darah vena.
• Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak khas, Mungkin
ditemukan gejala-gejala yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ
menunjukkan tanda perbendungan, darah lebih encer, berwarna
merah gelap.
PEMERIKSAAN PADA KASUS
KERACUNAN SIANIDA
• Pemeriksaan luar: korban mati tercium amandel dengan
menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan
hidung. Sianosis pada wajah & bibir, busa keluar dari mulut, &
lebam mayat berwarna merah terang, karena darah vena kaya
akan oksi-Hb.
Jawaban: A. Beneficence
261-262. KAIDAH DASAR MORAL
Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
•Selain menghormati martabat manusia, (nonmaleficence)
dokter juga harus mengusahakan agar pasien • Praktik Kedokteran haruslah memilih
yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya pengobatan yang paling kecil risikonya dan
(patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
•Pengertian ”berbuat baik” diartikan bersikap first, do no harm, tetap berlaku dan harus
ramah atau menolong, lebih dari sekedar diikuti.
memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
Menghormati martabat manusia (respect ekonomi, pandangan politik, agama dan
for person) / Autonomy faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus diperlakukan kewarganegaraan, status perkawinan,
serta perbedaan jender tidak boleh dan
sebagai manusia yang memiliki otonomi tidak dapat mengubah sikap dokter
(hak untuk menentukan nasib diri sendiri), terhadap pasiennya.
• Setiap manusia yang otonominya berkurang • Tidak ada pertimbangan lain selain
atau hilang perlu mendapatkan kesehatan pasien yang menjadi perhatian
perlindungan. utama dokter.
• Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
Soal no 263-264
• 263. Pada suatu hari, di wilayah kepolisian area
Taman Ratu Putri, ditemukan mayat tergantung.
Langsung diturunkan oleh warga setempat. Dari
keterangan warga, tidak ada yang mengenali
identitas korban tersebut. Mayat kemudian dibawa
ke instalasi Forensik dan dilakukan pemeriksaan luar.
Didapatkan lebam mayat di ujung-ujung ekstremitas,
kaku mayat lengkap, namun belum ada pembusukan.
Berapa lama kemungkinan waktu kematian pasien
sejak mayat ditemukan?
•
a. 8 jam
b. 8-12 jam
c. 12-24 jam
d. 18-24 jam
e. >24 jam
Jawaban: D. Sekum
263-264. TANATOLOGI
Thanatologi adalah topik dalam ilmu kedokteran forensik yang mempelajari
hal mati serta perubahan yang terjadi pada tubuh setelah seseorang mati
Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
TANATOLOGI FORENSIK
20 30 2 6 8 12 24 36
0 mnt mnt jam jam jam jam jam jam
Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
PENURUNAN SUHU TUBUH (ALGOR
MORTIS)
• Dapat terjadi pada semua otot di tubuh akan tetapi biasanya pada grup –
grup otot tertentu, misalnya otot lengan atas.
Pusat penulangan
Kriteria Bayi viable Cukup bulan
diperiksa pada 2 tempat
yaitu yaitu pada telapak Usia > 28 minggu 37 – 42
minggu
kaki dan lutut.
Berat badan > 1000 gr 2500 – 4000
Berdasarkan pusat gr
penulangan: Panjang badan > 35 cm 46 – 50 cm
– Kuboid 40 minggu Lingkar kepala > 23 cm > 30 cm
– Distal femur 36 minggu
Lainnya Tidak ada -
– Proksimal tibia 38 minggu cacat bawaan
– Talus 28 minggu
– Kalkaneus 24 minggu
– Metatarsal 9 minggu
https://radiopaedia.org/articles/ossification-centres-of-the-foot
Penentuan Bayi Lahir Hidup/ Mati
• Pemeriksaan luar: Pada bayi yang lahir hidup, pada
pemeriksaan luar tampak dada bulat seperti tong . biasanya
tali pusat masih melengket ke perut, berkilat dan licin.
Kadang-kadang placenta juga masih bersatu dengan tali
pusat. Warna kulit bayi kemerahan.
• Untuk memeriksa lebih jauh, pisahkan paru-paru dari jantung dan timus,
dan kedua belah paru juga dipisahkan. Bila masih terapung, potong
masing-masing paru-paru menjadi 12 – 20 potongan-potongan kecil.
Bagian-bagian ini diapungkan lagi. Bagian kecil paru ini ditekan dipencet
dengan jari di bawah air. Bila telah bernafas, gelembung udara akan
terlihat dalam air.
• Dead born child, di sini bayi memang sudah mati dalam kandungan. Bila
kematian dalam kandungan telah lebih dari 2 – 3 hari akan
terjadi maserasi pada bayi. Ini terlihat dari tanda-tanda:
– Bau mayat seperti susu asam.
– Warna kulit kemerah-merahan.
– Otot-otot lemas dan lembek.
– Sendi-sendi lembek sehingga mudah dilakukan ekstensi dan fleksi.
– Bila lebih lama didapati bulae berisi cairan serous encer dengan dasar bullae
berwarna kemerah-merahan.
– Alat viseral lebih segar daripada kulit.
– Paru-paru belum berkembang.
Ada/ Tidaknya Tanda Perawatan
Tidak adanya tanda perawatan adalah sbb:
• Tubuh masih berlumuran darah,
• Ari-ari (placenta), masih melekat dengan tali pusat dan
masih berhubungan dengan pusar (umbilicus),
• Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak
beraturan, hal ini dapat diketahui dengan meletakkan ujung
tali pusat tersebut ke permukaan air,
• Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta
di daerah yang mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti
daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian belakang bokong.
Soal no 266
• Seorang pria bernama Tn Antenatal dengan
status penduduk DKI Jakarta telah 13 bulan
tidak membayar BPJS mandiri dikarenakan
tidak memiliki uang. Akibatnya, pasien
dinonaktifkan kepesertaan BPJSnya dan tidak
bisa menikmati manfaat serta fasilitas BPJS.
Bulan ini pasien berniat untuk mengaktifkan
BPJSnya kembali karena telah mendapatkan
sumber penghasilan. Berapa biaya yang harus
dikeluarkan untuk kembali mengaktifkan
kepesertaan BPJS Tn Antenatal?
a. Membayar 12 bulan tunggakan + iuran bulan saat peserta
ingin kembali mengaktifkan BPJS
b. Membayar 13 bulan tunggakan + iuran bulan saat peserta
ingin kembali mengaktifkan BPJS
c. Membayar 6 bulan tunggakan + iuran bulan saat peserta
ingin kembali mengaktifkan BPJS
d. Membayar 13 bulan tunggakan + iuran bulan saat peserta
ingin kembali mengaktifkan BPJS+ denda 2,5%
e. Membayar 12 bulan tunggakan + iuran bulan saat peserta
ingin kembali mengaktifkan BPJS+ denda 2,5%
Jawaban: D. Peluru
268. LUKA TEMBAK
• Dead born child, di sini bayi memang sudah mati dalam kandungan.
Bila kematian dalam kandungan telah lebih dari 2 – 3 hari akan
terjadi maserasi pada bayi. Ini terlihat dari tanda-tanda:
– Bau mayat seperti susu asam.
– Warna kulit kemerah-merahan.
– Otot-otot lemas dan lembek.
– Sendi-sendi lembek sehingga mudah dilakukan ekstensi dan fleksi.
– Bila lebih lama didapati bulae berisi cairan serous encer dengan dasar
bullae berwarna kemerah-merahan.
– Alat viseral lebih segar daripada kulit.
– Paru-paru belum berkembang.
Ada/ Tidaknya Tanda Perawatan
Tidak adanya tanda perawatan adalah sbb:
• Tubuh masih berlumuran darah,
• Ari-ari (placenta), masih melekat dengan tali pusat dan
masih berhubungan dengan pusar (umbilicus),
• Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak
tidak beraturan, hal ini dapat diketahui dengan
meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air,
• Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi
serta di daerah yang mengandung lipatan-lipatan kulit,
seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian
belakang bokong.
Soal no 270
• Seorang dokter jaga UGD RS didatangi 2 polisi yang
membawa pasien dengan keluhan trauma pada
dada, polisi mengatakan pasien adalah korban
penganiyaan sekelompok preman. Ternyata, 5
kilometer dari RS telah terjadi kerusuhan yang dipicu
akibat penolakan pedagang pasar setempat untuk
membayar pungutan liar kepada preman pasar.
Kemudian polisi meminta surat keterangan untuk
keperluan penyidikan. Dasar hukum dokter untuk
memberikan surat keterangan adalah…
a. Pasal 133 ayat 2 KUHAP
b. Pasal 133 ayat 1 KUHAP
c. Pasal 120 KUHAP
d. Pasal 33 KUHAP
e. Pasal 150 KUHAP
Jawaban: B. Pandemi
271. KEJADIAN EPIDEMIOLOGIS PENYAKIT
Jawaban: B. Interval
273. JENIS RUJUKAN
• Interval referral: pelimpahan wewenang dan
tanggungjawab penderita sepenuhnya kepada dokter
konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka
waktu tersebut dokter tsb tidak ikut menanganinya.
• Collateral referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita hanya untuk satu
masalah kedokteran khusus saja.
• Cross referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya kepada
dokter lain untuk selamanya.
• Split referral: menyerahkan wewenang dan tanggungjawab
penanganan penderita sepenuhnya kepada beberapa
dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan
wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi
rujukan tidak ikut campur.
Soal no 274
• Peneliti yang merupakan seorang dokter anak
ingin melakukan penelitian tentang
perkembangan motorik halus pada anak yang
tinggal di daerah industrial dan anak yang tinggal
di desa. Sumber daya dan materi yang dimiliki
cukup baik karena mendapatkan sponsor
penelitian dari lembaga nonpemerintah, serta
peneliti memiliki waktu yang cukup banyak.
Apakah desain penelitian yang paling baik untuk
peneliti tersebut?
a. Cross sectional
b. Case control
c. Case study
d. Case series
e. Kohort
Jawaban: E. Kohort
274. DESAIN PENELITIAN
Secara umum dibagi menjadi 2:
• DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan
frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi
DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas X.
Analitik Deskriptif
Case report
Case series
Observational Experimental
Cross-sectional
http://www.cdc.gov/violenceprevention/overview/social-ecologicalmodel.html
Social Ecological Model
Faktor individu: faktor dalam diri seseorang yang membuatnya lebih rentan mengalami
penyakit tertentu. Umumnya yang termasuk dalam faktor ini antara lain usia, pendidikan,
pendapatan, riwayat penyakit dalam keluarga, kebiasaan, dll.
Societal: Faktor sosial secara luas yang mempengaruhi timbulnya penyakit. Faktor ini antara lain
meliputi norma sosial dan kultur budaya setempat, kebijakan kesehatan, kebijakan ekonomi, dan
politik.
http://www.cdc.gov/violenceprevention/overview/social-ecologicalmodel.html
Soal no 276
• Nn. Manis Siapa Yang Punya, berjenis kelamin
perempuan, 23 tahun, menjadi pasien di RS
swasta. Pasien mengeluh demam selam 4 hari
disertai dengan bercak-bercak kemerahan di
kulit. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan
rumple leed (+), ptekie (+). Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan trombosit
75.000/mm3, hematokrit meningkat >20%.
Apa media transmisi penyakitnya?
a. Air
b. Makanan
c. Tanah
d. Vektor mekanik
e. Vektor biologis
TRANSMISI VEHIKULUM
Air- borne Penularan melalui droplet lebih dari 1 m, misalnya pada
kasus TB, cacar air
Water-borne Penularan melalui air, misalnya kasus kolera
Food-borne Penularan melalui makanan, misalnya kasus keracunan
Mode Transmisi Penyakit
VEKTOR
Mekanik binatang yang mentransmisikan penyakit di mana
patogennya berada di luar tubuh binatang itu dan
ditularkan melalui kontak fisik. Contohnya: Lalat membawa
bakteri yang dipindahkan ke makanan melalui kontak fisik
lalat dengan makanan
Biologis binatang yang mentransmisikan penyakit di mana
patogennya berkembang biak dalam tubuh binatang
tersebut. Contohnya: nyamuk Anopheles sebagai biological
vector untuk malaria.
Soal no 277
• Seorang dokter umum di pedalaman hutan
mendapatkan 30 pasien yang dicurigai kusta.
Dokter ini melaporkan ke puskesmas terdekat
bahwa ia akan melakukan pemeriksaan
pengecatan BTA dari bahan kerokan lesi aktif
pada penderita secara massal dan
membutuhkan reagen pengecatan BTA untuk
pemeriksaan tersebut. Apa jenis rujukan
kesehatan yang paling tepat untuk kasus di
atas?
a. Rujukan pengetahuan dari pakar kusta
b. Rujukan sarana dan logistik pemeriksaan BTA
c. Rujukan pasien ke P3M kusta
d. Rujukan spesimen ke laboratorium kesehatan
daerah
e. Rujukan tenaga kesehatan dari Dinas
Kesehatan setempat
Contoh:
Insidens hepatitis A di
Penssylvania yang terjadi
akibat sayuran yang
mengandung virus hepatitis
A yang dikonsumsi
pengunjung restoran pada
yanggal 6 November.
Continuous Common Source Epidemic
• Terjadi bila paparan terjadi pada jangka waktu yang
panjang sehingga insidens kasus baru terjadi terus
menerus berminggu-minggu atau lebih panjang.
Contoh:
Paparan air yang mengandung
bakteri terjadi terus menerus,
sehingga insidens diare terjadi
berminggu-minggu.
Intermittent Common Source Epidemic
• bila paparan terjadi pada jangka waktu yang
panjang tetapi insidens kasus baru terjadi
hilang timbul.
Propagated/ Progressive Epidemic
• Penularan dari satu orang ke orang lain
• Pada penyakit yang penularannya melalui kontak atau melalui
vehikulum.
• Propagated/progressive pandemic propagated epidemic yang
terjadi lintas negara.
Contoh:
Kasus campak yang satu ke
kasus campak yang lain
berjarak 11 hari (1 masa
inkubasi).
Mixed Epidemic
• Gabungan antara common source epidemic
dan propagated epidemic.
Contoh:
Kasus shigellosis di sebuah festival
musik. Awalnya terjadi penularan
serempak saat festival berlangsung.
Sehingga beberapa hari setelah
festival, kejadian shigellosis meningkat
sangat tinggi (common source
epidemic). Namun satu minggu
kemudian, muncul lagi kasus
shigellosis karena penularan dari satu
orang ke orang lain (propagated
epidemic).
Soal no 279
• Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun
bernama Coky Handoyo datang ke praktek
dokter umum bersama tetangganya dengan
keluhan mengalami luka-luka. Setelah
dilakukan serangkaian pemeriksaan fisik
diketahui bahwa anak tersebut sebagai korban
child abuse. Tetangganya bercerita hal ini
bukan merupakan kali pertama ia menemukan
sang anak seperti ini menangis di pojokan
gang depan rumahnya. Sebagai dokter, luka
jenis apa yang ditemukan pada anak tersebut?
a. Luka akibat benda tumpul
b. Luka multiple dengan penyembuhan
bervariasi
c. Luka bakar karena rokok
d. Luka akibat benda tajam
e. Luka tembak
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
Karakteristik Luka Kasus KDRT
• Biasanya datang dengan luka ringan seperti luka memar
atau luka lecet. Dapat pula datang dengan keluhan sakit
kepala, sakit perut, atau diare, dan keluhan nonspesifik
lainnya.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
Soal no 280
• Dua orang anggota polisi sedang bertugas
menangani sebuah kasus kematian dengan
persangkaan kematian tidak wajar di daerah
Cilincing Utara. Korban ditemukan dalam
kondisi tenggelam, tubuh sudah hancur dan
terurai. Dari kesaksian dan keterangan sekitar,
orang-orang tidak dapat mengenalinya
identitas korban tersebut. Bagaimana cara
untuk mengidentifikasinya?
a. Rekam medik
b. Sidik jari
c. Sidik gigi
d. Superimpos wajah
e. Baju yang dikenakan
Perabaan dan Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap,
penciuman bila tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang
teraba kasar. Pada penciuman, bau air mani seperti klorin (pemutih) atau
bau ikan
Ultraviolet (UV) Semen kering (bercak semen) berfluoresensi (bluish-white) putih
kebiruan di bawah iluminasi UV dan menunjukkan warna yang
sebelumnya tak nampak. Namun Pemeriksaan ini tidak spesifik,sebab
nanah, fluor albus, bahan makanan, urin, dan serbuk deterjen yang
tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.
PEMERIKSAAN
KIMIAWI
Metode Florence Cairan vaginal atau bercak mani yang
sudah dilarutkan, ditetesi larutan yodium
(larutan Florence) di atas objek glass
Hasil yang diharapkan: kristal-kristal
kholin peryodida tampak berbentuk
jarum-jarum / rhomboid yang berwarna
coklat gelap
Metode Berberio Cairan vagina atau bercak semen yang
sudah dilarutkan, diteteskan pada objek
glass, lalu ditambahkan asam pikrat dan
diamati di bawah mikroskop.
Hasil yang diharapkan: Kristal spermin
pikrat akan terbentuk rhomboik atau
jarum yang berwarna kuning kehijauan.
Untuk membuktikan:
• Ada/tidaknya bukti persetubuhan, dan kapan perkiraan
terjadinya
• Ada/tidaknya kekerasan pada perineum dan daerah lain
(termasuk pemberian racun/obat/zat agar menjadi tidak
berdaya) → toksikologi
• Usia korban (berdasarkan haid, dan tanda seks sekunder)
• Penyakit hubungan seksual, kehamilan, dan kelainan
• kejiwaan sebagai akibat dari tindak pidana
• Immersion syndrome
– Korban meninggal tiba-tiba saat tenggelam pada air
yang sangat dingin
– Akibat refleks vagal
Berdasarkan Lokasi Tenggelam
AIR TAWAR AIR LAUT
• Air dengan cepat diserap • Pertukaran elektrolit dari
dalam jumlah besar air asin ke darah
hemodilusi natrium plasma
hipervolemia dan meningkat air akan
hemolisis massif dari sel- ditarik dari sirkulasi
sel darah merah hipovolemia dan
kalium intrasel akan hemokonsentrasi
dilepas hiperkalemia hipoksia dan anoksia
fibrilasi ventrikel dan
anoksia yang hebat pada
miokardium.
Tanda Tenggelam (Wet Drowning)
Tanda korban masih hidup saat tenggelam:
• Ditemukannya tanda cadaveric spasme
• Perdarahan pada liang telinga
• Adanya benda asing (lumpur, pasir, tumbuhan dan binatang
air) pada saluran pernapasan dan pencernaan
• Adanya bercak paltouf di permukaan paru
• Berat jenis darah pada jantung kanan dan kiri berbeda
• Ditemukan diatome
• Adanya tanda asfiksia
• Ditemukannya mushroom-like mass
ASFIKSIA
• Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan
berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan
berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2)
secara bersamaan dalam darah dan jaringan
tubuh akibat gangguan pertukaran antara
oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru
dengan karbon dioksida dalam darah kapiler
paru-paru.
Pemeriksaan Luar Post Mortem
Asfiksia
• Luka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru keunguan)
yang disebabkan tubuh mayat lebih membutuhkan HbCO2 daripada
HbO2.
• Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan
adanya fenomena kocokan pada pernapasan kuat.
Pemeriksaan Dalam Post Mortem
• Organ dalam tubuh lebih gelap & lebih berat dan ejakulasi
pada mayat laki-laki akibat kongesti / bendungan alat tubuh
& sianotik.
• Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih
cair.
• Tardieu’s spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea
apponeurotika, laring, kelenjar timus dan kelenjar tiroid.
• Busa halus di saluran pernapasan.
• Edema paru.
• Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti
fraktur laring, fraktur tulang lidah dan resapan darah pada
luka.
Asfiksia vs Vagal Reflex
• Secara umum, yang sering kali menjadi mekanisme
kematian (terutama pada kasus tenggelam) adalah asfiksia
dan vagal reflex.
Jawaban: B. Justice
285. KAIDAH DASAR MORAL
Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
•Selain menghormati martabat manusia, (nonmaleficence)
dokter juga harus mengusahakan agar pasien • Praktik Kedokteran haruslah memilih
yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya pengobatan yang paling kecil risikonya dan
(patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
•Pengertian ”berbuat baik” diartikan bersikap first, do no harm, tetap berlaku dan harus
ramah atau menolong, lebih dari sekedar diikuti.
memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
Menghormati martabat manusia (respect ekonomi, pandangan politik, agama dan
for person) / Autonomy faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus diperlakukan kewarganegaraan, status perkawinan,
serta perbedaan jender tidak boleh dan
sebagai manusia yang memiliki otonomi tidak dapat mengubah sikap dokter
(hak untuk menentukan nasib diri sendiri), terhadap pasiennya.
• Setiap manusia yang otonominya berkurang • Tidak ada pertimbangan lain selain
atau hilang perlu mendapatkan kesehatan pasien yang menjadi perhatian
perlindungan. utama dokter.
• Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang
lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
Prinsip Prima Facie
• Dalam menghadapi pasien, sering kali dokter
diperhadapkan pada dilema etis, di mana terjadi
“tabrakan” antar kaidah dasar moral pada kasus tersebut.
Jawaban: A. polimiksin B
286. Otitis Externa
Tanda OE:
Nyeri jika aurikel ditarik ke belakang atau tragus
ditekan.
• Otitis externa sirkumskripta (furuncle)
– Etiologi: Staph. aureus, Staph. albus
– Terbatas pada kelenjar minyak/rambut yg
terobstruksi
– Hanya pada bagian kartilago telinga, tidak
ada jaringan penyambung di bawah kulit
sangat nyeri
– Th/: AB topikal, analgetik topikal.
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Externa
• Otitis eksterna difus (swimmer’s ear)
– Etiologi: Pseudomonas, Staph. albus, E. coli.
– Kondisi lembab & hangat bakteri tumbuh
– Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri
tekan (+), eksudasi
– Jika edema berat pendengaran berkurang
– Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik
– AB: ofloxacin, ciprofloxacin, colistin, polymyxin B,
neomycin, chloramphenicol, gentamicin, &
tobramycin.
– Ofloxacin & ciprofloxacin: AB tunggal dengan
spektrum luas untuk patogen otitis eksterna.
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Externa
• Malignant otitis externa (necrotizing OE)
– Pada pasien diabetik lansia atau imunokompromais.
Rinitis vasomotor Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu:
asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa
edema, konka hipertrofi merah gelap.
Rinitis hipertrofi Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala:
hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak &
mukopurulen.
Rinitis atrofi / Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa
ozaena pada pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau,
hidung tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media &
inferior, sekret & krusta hijau.
Rinitis Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor
medikamentosa topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus.
Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang
berlebihan.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Rhinitis vasomotor
• Definisi :
– keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi,
eosinofilia, hormonal atau pajanan obat
• Etiologi :
– belum diketahui; Dicetuskan oleh rangsang non-spesifik seperti
asap, bau, alkohol, suhu, makanan, kelembaban, kelelahan,
emosi/stress
• Diagnosis:
– riw. hidung tersumbat ber gantian kiri dan kanan, tergantung posisi
pasien disertai sekret yang mukoid atau serosa yang dicetuskan
oleh rangsangan non spesifik
• Rinoskopi anterior:
– Edema mukosa hidung, konka merah gelap atau merah tua dengan
permukaan konka dapat licin atau berbenjol (hipertrofi) disertai
sedikit sekret mukoid
Rinitis Vasomotor
• Rinitis non imunologis
• Ditandai dengan gejala obstruksi nasal, rinorea, dan
kongesti.
• Gejala dieksaserbasi oleh bau tertentu (parfum, asap
rokok, cat semprot, tinta), alkohol, makanan pedas,
emosi, dan faktor lingkungan seperti suhu dan
perubahan tekanan udara.
• Diduga disebabkan peningkatan aktivitas kolinergik
(hidung berair) dan peningkatan sensitivitas neuron
nosiseptif (obstruksi nasal)
• Pemeriksaan penunjang menyingkirkan diagnosis
lain.
• Hentikan perdarahan
– Bersihkan hidung dari darah & bekuan
– Pasang tampon sementara yang telah dibasahi adrenalin
1/5000-1/10000 atau lidokain 2%
– Setelah 15 menit, lihat sumber perdarahan
Tatalaksana
Asam asetat 2% dalam alkohol atau povidon iodine 5%
atau antifungal topikal (nistatin/clotrimazol 1%)
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otomikosis (Fungal Otitis Externa)
Suppuration stage
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Soal no 295
• Tn. Kamikura Tanaka, Laki-laki, 20 tahun,
mengeluh telinga terasa penuh dan
pendengaran berkurang. Tidak ada riwayat
batuk pilek sebelumnya. Pasien juga tidak
merasakan adanya nyeri. Pasien mengaku
keluhan bertambah ketika ia berenang. Pasien
mengorek telinganya dengan cotton bud
tetapi keluhan semakin bertambah. Apa
diagnosis yang paling mungkin untuk kasus di
atas?
a. OE diffusa
b. OE sirkumkripta
c. OMA
d. OMSK
e. Serumen obturans
http://www.aafp.org/afp/2007/0515/p1523.html
• Serumen obturans adalah • Metode ekstraksi
serumen yang tidak serumen disesuaikan
berhasil dikeluarkan dan dengan konsistensinya:
menyebabkan sumbatan – Lembek: dengan lilitan
pada kanalis akustikus kapas
eksternus. – Keras: dengan pengait atau
• Menimbulkan tuli kuret. Bila tidak berhasil,
dilunakkan dulu dengan
konduktif. tetes karbogliserin 10%
• Serumen dilunakkan selama 3 hari.
terlebih dahulu dengan
tetes karbogliserin 10%
selama 3 hari.
Serumen Prop
Silent period
Invasi lokal
Mukus campur darah
Sumbatan tuba eustachius
Penyebaran sistemik
Manifestasi Klinis
Gejala dapat dibagi dalam lima kelompok, yaitu:
1. Gejala nasofaring
2. Gejala telinga
3. Gejala mata
4. Gejala saraf
5. Metastasis atau gejala di leher
Manifestasi Klinis
• Gejala telinga:
– rasa penuh di telinga,
– rasa berdengung,
– rasa tidak nyaman di telinga
– rasa nyeri di telinga,
– otitis media serosa sampai perforasi membran
timpani
– gangguan pendengaran tipe konduktif, yang
biasanya unilateral
Manifestasi Klinis
• Gejala hidung:
– ingus bercampur darah,
– post nasal drip,
– epistaksis berulang
– Sumbatan hidung unilateral/bilateral
Jawaban: C. audiometri
298. Meniere Disease
• Gejala & tanda: Vertigo episodik (beberapa jam), Tuli sensorineural yang
berfluktuasi, tinnitus telinga terasa penuh
298. Meniere Disease
• Pemeriksaan penunjang:
– MRI dengan kontras gadolinium untuk eksklusi
kelainan retrokoklear (neuroma vestibular), &
dipertimbangkan pada pasien tuli asimetrik
• EEG tidak ada kelainan gelombang otak
• EMG tidak ada kelainan otot
• Audiometri tuli sensorineural
– Riwayat tuli yang hilang timbul tanda khas meniere
karena tuli sensorineural lain biasanya tidak ada
perbaikan.
Soal no 299
• Pasien wanita umur 20 tahun bernama
Nanase Fukumori mengeluh pusing berputar
setelah bangun tidur. Pusing dirasakan jika
pasien miring ke kiri. Hal ini terjadi secara
mendadak. Tidak terdapat tinitus maupun
penurunan pendengaran. Pada tes Romberg
dengan mata tertutup pasien jatuh ke kanan.
Tatalaksana yang tepat pada pasien ini
adalah...
a. Betahistin mesilate 3 x 12 mg
b. Ergotamin 3 x 1
c. Paracetamol 3 x 500mg
d. Asam mefenamat 3 x 500mg
e. Aspilet 1 x 80 mg