Anda di halaman 1dari 2337

DR. WIDYA | DR. YOLINA | DR. RETNO | DR.

YUSUF
DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA

OFFICE ADDRESS:
Jakarta Medan
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007 Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872 Sari, Kec. Medan Selayang 2013
WA. 081380385694/081314412212 WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p re p . co . i d
ILMU
PENYAKIT
DALAM
Soal no 1
Seorang pria usia 28 tahun datang dengan
keluhan batuk berdahak, keringat dingin dan
penurunan BB sejak 1 bulan yang lalu. Pasien
memiliki riwayat mengonsumsi obat TB 2 tahun
yang lalu selama 6 bulan dan sudah dinyatakan
sembuh. Pasien tinggal sendiri di rumah
kontrakan sehingga tidak ada yang menemani
berobat. Saat ini, dilakukan pemeriksaan ulang
BTA hasil positif dua kali. Terapi OAT yang
diberikan adalah sesuai kondisi pasien adalah…
a. Kategori I
b. Kategori II
c. Kategori III
d. Kategori IV
e. Kategori V

Jawaban: B. kategori II
1. Pembagian kasus TB
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif
atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif /
perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan
beberapa kemungkinan :
 Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini
berikan dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.
 Infeksi jamur
 TB paru kambuh
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya
selesai.
d. Kasus gagal
 Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu
bulan sebelum akhir pengobatan)
 Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran
radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan
ke-2 pengobatan
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan
pengawasan yang baik
Tuberkulosis
OAT kategori-1: 2(HRZE) / 4(HR)3 
• Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
• Pasien TB paru terdiagnosis klinis
• Pasien TB ekstra paru

Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3) 


• Pasien kambuh
• Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1
sebelumnya
• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to
follow-up)

• Pemberian sisipan tidak diperlukan lagi pada pedoman


TB terbaru.
Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.
Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1
(2(HRZE)/4(HR))
Soal no 2
Laki-laki datang dengan keluhan batuk sejak 3
minggu yang lalu. Keluhan batuk disertai dahak
berwarna kuning kehijauan. Pasien sebelumnya
pernah dilakukan pemeriksaan BTA dengan hasil
positif dan dilakukan pemeriksaan rontgen
thoraks dengan kesan sugestif TB. Pasien
mengaku 3 minggu yang lalu mengkonsumsi OAT
selama 2 minggu, namun sudah 1 minggu ini
tidak mengkonsumsi lagi. Apa tatalaksana pada
pasien?
a. RHZE
b. 2RHZE/ 4R3H3
c. 2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3
d. 4RHZE/ 2RHE
e. 2RHZE/ 5RHE

Jawaban: B. 2RHZE/4R3H3
2. Tuberkulosis
Soal no 3
Laki-laki usia 56 tahun datang dengan keluhan sesak
nafas yang memberat dalam 1 hari ini. Sesak diperberat
dengan aktivitas dan sesak sering kambuh sejak anak-
anak disangkal. Sesak disertai batuk berdahak
berwarna kuning kehjauan. Batuk sudah pernah dialami
dalam 6 bulan yang lalu namun tidak mengganggu
aktivitas. Pasien merupakan seorang perokok selama 20
tahun ini, 15 batang/hari. Tekanan darah 110/70
mmHg, HR 88 x/menit, RR 28 x/menit, suhu 36 0C. pada
pemeriksaan fisik dijumpai wheezing, pada foto thoraks
PA dijumpai hiperareasi paru. Apa diagnosis pasien ini?
a. PPOK eksaserbasi akut
b. Pneumonia komunitas
c. Asma eksaserbasi akut
d. Bronkiektasis
e. Gagal jantung kongestif

Jawaban: A. PPOK eksaserbasi akut


3. Penyakit Paru
3. Penyakit Paru
• Definisi PPOK
– Ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel
– Bersifat progresif & berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya
– Disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat penyakit

• Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan


antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) & obstruksi
parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap individu.

• Bronkitis kronik & emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena:


– Emfisema merupakan diagnosis patologi (pembesaran jalan napas
distal)
– Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis (batuk berdahak selama 3
bulan berturut-turut, dalam 2 tahun)
3. Penyakit Paru
• Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau
faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.

• Gejala eksaserbasi :
– Sesak bertambah
– Produksi sputum meningkat
– Perubahan warna sputum

• Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :


a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi
saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan
batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20%
baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline

1. PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2011


Tatalaksana PPOK Eksaserbasi
• Terapi oksigen
– pertahankan saturasi 88-92%
– Sungkup venturi lebih akurat dan dapat mengontrol
pemberian oksigen dibanding kanula hidung
– Ventilasi mekanik. Indikasi: gagal nafas akut atau kronik.
• Bronkodilator  short acting beta-2 agonist (SABA)
• Kortikosteroid
– oral prednisone 40 mg/hari selama 5 hari atau
metilprednisolon 32 mg/hari dosis tunggal atau terbagi.
– Jika IV diberikan metilprednisolon 3 x30 mg sampai bisa
disulih ke oral.

PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016


Tatalaksana PPOK Eksaserbasi
• Antioksidan
– N-asetilsistein 1200 mg/hari IV selama 5 hari atau
– erdostein 2 x300 mg/hari selama 7 hari
• Mukolitik
• Imunomodulator
– Echinacea purpurea 500 mg dan vitamin C 50 mg serta
mikronutrien (selenium 15 ug dan zink 10 mg) selama
2 minggu terutama yang disebabkan ISPA.
• Nutrisi
• Pemberian antibiotic adekuat
– terhadap S pneumonie, H influenzae, M catarrhalis

PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016


PPOK Eksaserbasi
• Antibiotik diberikan pada
– Pasien PPOK eksaserbasi dengan semua gejala
cardinal (sesak napas yang bertambah, meningkatnya
jumlah sputum, dan bertambahnya purulensi sputum)
– Pasien PPOK eksaserbasi dengan dua dari gejala
cardinal, apabila salah satunya adalah bertambahnya
purulensi sputum
– Pasien PPOK eksaserbasi berat yang membutuhkan
ventilasi mekanis (invasive atau non-invasive)

PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016


Soal no 4
Seorang wanita usia 28 tahun datang dengan
keluhan nyeri dada dan sesak nafas sejak 3 hari
yang lalu. Sebelumnya pasien mengalami
demam dan batuk tidak berobat ke dokter. Dari
pemeriksaan foto thoraks dijumpai gambaran
cavitas berdinding tebal dengan ireguler “air
fluid level” di bagian basal paru. Apakah
diagnosis yang paling mungkin pada pasien ini?
a. TB Paru
b. Pneumonia
c. Abses paru
d. Pneumothoraks
e. Efusi Pleura

Jawaban: C. abses paru


4. Abses Paru
• Abses Paru
– Proses supuratif lokal yang ditandai oleh nekrosis jaringan paru.

• Etiologi dan patogenesis


– Aspirasi materi infektif: alkoholisme akut, koma, anestesia, sinusitis,
gingivodental sepsis.
– Kelanjutan infeksi paru: abses post-pneumonic, biasanya oleh S.
aureus, K. pneumoniae, dan type 3 pneumococcus.
– Emboli septik
– Neoplasia: infeksi sekunder akibat obstruksi bronkopulmonar.
– Lain-lain: trauma langsung, perluasan infeksi dari organ sekitar
(supurasi esofagus, vertebra, ruang subfrenik, ruang pleura),
hematogen.
4. Abses
• Sebagian besar
diagnosis ditegakkan
dari roentgen toraks.

• Kavitas abses memiliki


dinding yang terlihat
jelas mengelilingi
daerah lusen atau
adanya air fluid level
di area pneumonia.
Soal no 5
Seorang perempuan usia 35 tahun dibawa
keluarganya ke IGD rumah sakit dengan keluhan
tidak sadar dan demam tinggi. Sebelumnya pasien
mual muntah hebat dan mengeluhkan matanya
yang sakit. Pada pemeriksaan didapatkan TD
155/100 mmHg, nadi 105 x/menit, ireguler, suhu
41,5 oC dan ditemukan retraksi kelopak mata lag
(+). Pasien telah didiagnosis Graves disease sejak 3
tahun yang lalu dan mendapatkan terapi
carbimazol. Apakah mekanisme kerja obat
tersebut?
a. Menghambat konversi T4 menjadi T3
b. immunosupresan
c. Menghambat penggunaan iodine oleh
tiroglobulin
d. Menghambat coupling iodotirosine
e. menghambat pembentukan tiroksin pada
tiroid

Jawaban: D. menghambat coupling iodotirosine


5. Penyakit Endokrin
5. Hipertiroidisme
• Kerja karbimazol:
1. Setelah dikonversi ke
metimazol (bentuk
aktif) mencegah
enzim peroksidase
melakukan iodinasi
gugus tirosil
tiroglobulin dan
kopling iodotirosin
menjadi T4/tiroksin
& T3.
• PTU juga
menghambat
konversi T4 menjadi
T3 di perifer
Color atlas of pharmacology. 2nd ed. 2000. http://www.drugbank.ca/drugs/DB00389 https://www.medicines.org.uk/emc/medicine/26934
20.
Radioactive Iodine
Soal no 6
Seorang pasien laki-laki, 60 tahun, datang ke IGD
dengan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan GDS 60 mg/dL. Pasien
mendapat obat makan glimepirid untuk DMnya.
Pasien juga menderita hipertensi, nyeri kepala, dan
sulit tidur. Selama ini, pasien mengonsumsi atenolol
dan amlodipine untuk obat hipertensi, dan juga obat
NSAID dan pregabalin untuk mengatasi nyeri. Selain
itu, pasien juga mengonsumsi diazepam untuk obat
sulit tidur. Di antara obat-obatan tersebut, yang
manakah yang dapat menutupi tanda dan gejala
hipoglikemia?
a. Atenolol
b. Amlodipin
c. NSAID
d. Pregabalin
e. Diazepam

Jawaban: A. atenolol
6. Hipoglikemia
• Respons akut hipoglikemia dimediasi oleh
glukagon & epinefrin untuk menaikkan
glukosa darah.

• Bila respons tersebut gagal, timbul gejala


neurogenik yang berasal dari impuls saraf
simpatoadrenal di SSP  adrenergik
(gemetar, palpitasi, ansietas) dan
kolinergik (sweating, hunger).
• Obat beta bloker (propranolol, atenolol)
dapat menyamarkan respon adrenergik.

• Bila glukosa darah semakin rendah,


timbul gejala neuroglikopenik
(confusion,koma) akibat efek langsung
hipoglikemia di SSP.

Pathophysiology of disease- an introduction to clinical medicine. 7th ed. 2014.


Soal no 7
Seorang pria usia 25 tahun datang ke IGD RS
mengeluh nyeri pinggang dan tidak dapat BAK
sejak 12 jam yang lalu. Sebelumnya pasien bisa
buang air kecil tetapi air kencing bewarna agak
kemerahan bercampur darah. Diketahui ada
riwayat konsumsi 10 buah jengkol sekitar 8 jam
yang lalu. Tatalaksana yang tepat untuk pasien
ini adalah...
a. Amoxicilin
b. Furosemide
c. Aspirin
d. Natrium bikarbonat
e. Asam mefenamat

Jawaban: D. natrium bikarbonat


7. Intoksikasi Asam Jengkolat
• Jengkol mengandung asam jengkolat & sulfur yang dapat
mengkristal di tubulus renal menimbulkan uropati obstruktif, acute
kidney injury, atau penyakit ginjal kronik.

• Intoksikasi akut dapat terjadi 5-12 jam setelah makan jengkol

• Manifestasi klinis:
– Nyeri pinggang
– Kolik abdomen
– Oliguria
– Hematuria

• Terapi:
– Hidrasi agresif untuk meningkatkan aliran urine
– Alkalinisasi (biknat) untuk melarutkan kristal asam jengkolat
7. Intoksikasi Asam Jengkolat

Kidney International Supplements (2012) 2, 8–12; doi:10.1038/kisup.2012.7


Soal no 8
Pasien laki-laki, 57 tahun, datang diantar
keluarganya dengan penurunan kesadaran
diketahui sejak 1 jam yang lalu. Dari
alloanamnesis diketahui pasien sudah lama
mengidap diabetes, sebelumnya pasien minum
obat sesuai waktunya, tetapi tidak makan nasi
karena tidak nafsu makan. Pemeriksaan glukosa
darah sewaktu 60 mg/dL. Obat apa yang paling
mungkin menyebabkan keadaan pada pasien
ini?
a. Metformin
b. Sulfonilurea
c. Acarbose
d. Biguanid
e. Insulin

Jawaban: B. sulfonilurea
8. Hipoglikemia pada DM
• Hipoglikemia iatrogenik adalah yang paling sering
terjadi.

• Hipoglikemia adalah kejadian yang umum pada DM


tipe 1. Pada DM tipe 2, pasien yang mendapat insulin
lebih berisiko mengalami episode hipoglikemia.

• Insidens hipoglikemia berat (episode per 100


pasien/tahun):
• Pada pasien DM tipe 1: 11,5
• Pasien DM tipe 2 dengan terapi insulin: 11,8
• Pasien DM tipe 2 dengan obat oral: 0,05.

Hypoglycemia in diabetes: Common, often unrecognized. Cleveland clinical journal of medicine. Vol 71. 4 April 2004.
8. Hipoglikemia pada DM

PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia. 2006.
8. Hipoglikemia pada DM
• Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar
glukosa darah <70 mg/dL.

• Derajat hipoglikemia:
– Hipoglikemia berat: pasien butuh orang lain untuk
mendapat asupan karbohidrat, glukagon, atau resusitasi
lainnya.
– Hipoglikemia simtomatik: GDS <70 mg/dL, gejala (+)
– Hipoglikemia asimtomatik: GDS <70 mg/dL, gejala (-)
– Hipoglikemia relatif: GDS >70 mg/dL, gejala (+)
– Probable hipoglikemia: gejala hipoglikemia tanpa periksa
GDS.

Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. 2015.


8. Hipoglikemia pada DM
• Penatalaksanaan hipoglikemia ringan:
– Glukosa 15-20 g (2-3 sendok makan) yang dilarutkan dalam air adalah
terapi pilihan.
– Pemeriksaan glukosa darah dengan glukometer dilakukan 15 menit
setelah pemberian terapi. Beri glukosa ulang bila masih hipoglikemia.
– Setelah glukosa darah normal, pasien diberikan makan/snack untuk
mencegah hipoglikemia berulang.

• Penatalaksanaan hipoglikemia berat


– Terapi parenteral dextrose 20% sebanyak 50 mL (bila terpaksa bisa
dengan dextrrose 40% sebanyak 25 mL), diikuti infus D5% atau D10%.
– Lakukan monitoring glukosa darah tiap 1-2 jam. Jika hipoglikemia
berulang, berikan dextrose 20% ulang.

Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. 2015.


Soal no 9
Seorang perempuan berumur 34 tahun datang ke
poliklinik dengan keluhan nyeri pinggang kiri
disertai demam, menggigil, dan sering buang air
kecil. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan
darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 98 x/menit,
suhu 38 0C, nyeri ketok costae vertebrae kiri.
Pemeriksaan urin didapatkan silinder leukosit
(+2), nitrit (+). Kultur urin didapatkan kuman
batang gram negatif. Apakah antibiotik yang
paling tepat diberikan pada pasien ini?
a. Amoksisilin
b. Ciprofloksasin
c. Tetrasiklin
d. Cefadroksil
e. Kanamisin

Jawaban: B. ciprofloksasin
9. Pielonefritis
• Pielonefritis ringan:
– Demam ringan dengan/tanpa nyeri CVA.

• Pielonefritis berat:
– Demam tinggi,
– rigors,
– Mual, muntah,
– Nyeri pinggang.

• Gejala umumnya akut, gejala sistitis bisa ada/tidak.

• Demam adalah tanda utama yang membedakan


pielonefritis dari sistitis.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2012.


9. Pielonefritis
• Indikasi rawat inap:
– Tidak bisa menjaga
hidrasi oral & minum
obat,
– Keadaan sosial atau
komplians yang tidak
pasti atau komplians,
– Diagnosis belum pasti,
– Demam tinggi, nyeri
yang berat, & debilitatif.

Comprehensive clinical nephrology. 5th ed. 2015


Pielonefritis

• Untuk pasien dengan respons yang cepat (demam & gejala hilang di awal
terapi), terapi dapat dibatasi selama 7-10 hari.
• Pada laki-laki muda (< 35 tahun), sebaiknya fluoroquinolone diteruskan
hingga 14 hari. Karena risiko aktivitas seksual lebih aktif.
• Pada beberapa penelitian pemberian golongan β-lactam kurang dari 14 hari
berkaitan dengan angka kegagalan yang tinggi.
• Satu penelitian menunjukkan keunggulan siprofloksasin selama 7 hari
dibandingkan TMP-SMX selama 14 hari.
Comprehensive cllinicall nephrology. 5th ed. 2015
Severe Uncomplicated Pyelonephritis
• Terapi antibiotic IV dahulu, setelah perbaikan dapat diganti antibiotic
oral hingga total pengobatan selama 1-2 minggu
Complicated Pyelonephritis

• Antibiotik IV durasi 7-14 hari


Soal no 10
Richard Hammond, usia 37 thn adalah pasien
penderita TB, pasien baru meminum obat TB
selama 2 hari. Pasien datang ke praktek dokter
karena sejak 2 hari yang lalu sering tiba-tiba
merasa sakit pada persendian. Dari obat-obatan
yang digunakan dalam pengobatan tuberculosis,
obat manakah yang menjadi penyebab
timbulnya efek samping tersebut adalah…
• Rifampisin
• Isoniazid
• Etambutol
• Pirazinamid
• Streptomisin

Jawaban: D. Pirazinamid
10. Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


Soal no 11
Seorang laki-laki, usia 24 tahun pengguna
narkoba jenis suntik sejak 3 tahun yang lalu,
mengeluh demam sejak 3 hari yang lalu. Pada
pemeriksaan fisik jantung terlihat ictus cordis di
ICS V midklavikularis sinistra, dan pada
auskultasi terdengar murmur sistolik grade III/6
didaerah ICS IV parasternalis sinistra. Kelainan
apa yang mungkin terjadi pasien ini?
a. Regurgitasi aorta
b. Regurgitasi tricuspid
c. Regurgitasi mitral
d. Regurgitasi pulmonal
e. Prolapse mitral

Jawaban: B. Regurgitasi tricuspid


11. Penyakit katup Jantung
Lokasi
Auskultasi

• Derajat murmur sistolik • Derajat murmur diastolik


11. Penyakit katup Jantung

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
Soal no 12
Seorang laki-laki, 27 tahun, pengguna narkoba datang
ke IGD RS dengan keluhan demam tinggi selama 5
hari. Keluhan disertai cepat lelah, batuk, dan nyeri
dada saat beristirahat. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 100
x/menit, suhu 38,5 oC. Murmur jantung (+). Pada
telapak tangan dan kaki terdapat bintik-bintik merah
keunguan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
Hb 13,1 g/dL, leukosit 19.200/uL, trombosit
233.000/uL. Kultur darah Staphylococcus sp. (+).
Ekokardiogram didapatkan vegetasi 1,5 cm pada katup
mitral. Diagnosis apakah yang tepat pada pasien ini?
a. Penyakit jantung rematik
b. Endokarditis bacterial
c. Miokarditis bacterial
d. Perikarditis bacterial
e. Pankarditis bakterial

Jawaban: B. endokarditis bakterial


12. Endokarditis Infektif
Etiologi & sumber infeksi:

Kumar & Clarks


Clinical
Medicine. 8th
ed.
12. Endokarditis Infektif
• Manifestasi klinis:
– Bakteremia persisten:
– demam, turun berat badan,
anorexia, keringat malam,
fatigue
– Infeksi valvular/perivalvular:
– Murmur, CHF, conduction
abnormality
– Katup mitral > aorta > trikuspid
– Trikuspid umum terkena pada
IVDU
– Septic emboli
– Immune complex phenomena:
– arthritis,
– glomerulonephritis,
– LED
Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed.
Pocket medicine. 5th ed.
12. Endokarditis Infektif
Soal no 13-14
13. Seorang wanita usia 55 tahun datang dengan
keluhan tidak sadarkan diri. Pasien dibawa oleh
warga sekitar lokasi kejadian. Saat dibawa ke
IGD Pasien tidak bernapas dan tidak teraba nadi.
Oleh petugas IGD dilakukan resusitasi jantung
paru dan dipasang defibrillator portable, Pada
pemeriksaan EKG didapatkan hasil sebagai
berikut:
13. Gambar EKG di Soal

Apa tindakan yang paling tepat?


a. Kardioversi 50 J
b. Defibrilasi 50 J
c. Kardioversi 100 J
d. Defibrilasi 200 J
e. Kardioversi 200 J

Jawaban: D. Defibrilasi 200 J


Soal no 14
14. Seorang wanita usia 55 tahun datang dengan
keluhan tidak sadarkan diri. Pasien dibawa oleh
warga sekitar lokasi kejadian. Saat dibawa ke
IGD Pasien tidak bernapas dan tidak teraba nadi.
Oleh petugas IGD dilakukan resusitasi jantung
paru dan dipasang defibrillator portable, Pada
pemeriksaan EKG didapatkan hasil sebagai
berikut:
14. Gambar EKG di Soal

Obat apa yang paling tepat diberikan?


a. Amiodaron 300 mg
b. Lidocain 1,5 mg/kg
c. SA 1 mg
d. Adrenalin 1 mg
e. Adenosin

Jawaban: D. Adrenalin 1 mg
13-15 Algoritma
Cardiac Arrest
ACLS 2015
13-14. Henti Jantung
• Ventricular fibrillation
– Chaotic irregular deflections of varying amplitude
– No identifiable P waves, QRS complexes, or T waves
– Rate 150 to 500 per minute
– Amplitude decreases with duration (coarse VF  fine VF)

Coarse VF Fine VF
Soal no 15
Seorang pasien laki-laki usia 65 tahun datang ke
IGD dibawa keluarganya karena tidak sadarkan
diri. Sebelum tidak sadar, pasien mengeluh nyeri
dada. Pada pemeriksaan didapatkan tekanan
darah tidak terukur, nadi tidak teraba, dan
pernafasan sedikit-sedikit. Pada EKG didapati
gambaran ventrikel fibrilasi. Apakah tatalaksana
yang tepat untuk pasien ini…
a. Defibrilasi unsynchronized
b. Defibrilasi synchronized
c. Kardioversi unsynchronized
d. Kardioversi synchronized
e. Tidak perlu dilakukan DC Shock

Jawaban: A. defibrilasi unsynchronized


15. ACLS
• Kardioversi terbagi dua: synchronized dan unsynchronized
(defibrilasi)
– Kardioversi synchronized (ada yang menyebutnya kardioversi saja):
• Kejut listrik yang dilepaskan secara sinkron dengan gelombang R atau
kompleks QRS.
• Sewaktu mode sync dijalankan, lalu tombol shock ditekan, akan ada delay
untuk alat mendeteksi irama EKG pasien agar shock dilepaskan bersamaan
atau segera setelah puncak gelombang R.

– Defibrilasi (ada yang menyebutnya dengan kardioversi


unsynchronized):
• DC shock yang dilepaskan secara langsung, tanpa sinkronisasi dengan
gelombang EKG.

– Di Indonesia istilah kejut listrik lebih umum dipakai kardioversi


(synchronized) dan defibrilasi (unsynchronized) sehingga pada soal ini
dipilih defibrilasi unsynchronized untuk kasus VF.

https://acls-algorithms.com/synchronized-and-unsynchronized-cardioversion/
http://emedicine.medscape.com/article/1834044-overview
Soal no 16
Seorang pasien laki-laki usia 50 tahun datang
dengan keluhan perut kembung sejak 3 hari
yang lalu. Riwayat sakit lambung sejak 5 tahun
yang lalu. Rutin minum antasida dan ranitidin.
Pada pemeriksaan fisik tidak terdapat kelainan.
Pada pemeriksaan endoskopi ditemukan ulkus
pada mukosa gaster. Urea breath test (+). Terapi
yang diberikan adalah…
a. Amoksisilin, clindamisin, omeprazole
b. Amosisilin, klaritromisin, ranitidine
c. Amoksisilin, klaritromisin, omeprazole
d. Eritromisin, metronidazole, omeprazole
e. Amoksisilin, omeprazol, ranitidine

Jawaban: C. Amoksisilin, klaritomisin,


omeprazol
16. Dispepsia
• Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah
abdomen bagian atas.

• Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa gejala
berikut yaitu:
– nyeri epigastrium,
– rasa terbakar di epigastrium,
– rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna
atas, mual, muntah, dan sendawa.

• Dispepsia yang telah diinvestigasi terdiri dari dispepsia organik &


fungsional.
– Dispepsia organik terdiri dari ulkus gaster, ulkus duodenum, gastritis erosi,
gastritis, duodenitis dan proses keganasan
– Untuk dispepsia fungsional, keluhan berlangsung setidaknya selama tiga bulan
terakhir dengan awitan gejala enam bulan sebelum diagnosis ditegakkan.

Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori. 2014.


16. Dispepsia

Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori. 2014.


Konsensus Nasional. Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori. 2014.
16. H. pylori

Konsensus Nasional. Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori. 2014.


16. H. pylori
Soal no 17
Seorang laki-laki, 25 tahun, datang ke dokter
untuk kontrol. Penderita menderita hipertensi 3
tahun yang lalu, hingga saat ini mendapat obat
hipertensi calcium antagonist, ACE inhibitor, dan
beta blocker. TD saat ini 160/90 mmHg, nadi 92
x/menit. Dokter mencurigai pasien menderita
hipertensi sekunder sehingga dilakukan
pemeriksaan aldosterone serum yang
menunjukkan hasil abnormal. Bagaimana
mekanisme kerja aldosterone?
• Meningkatkan lipolisis
• Meningkatkan glikolisis
• Meningkatkan ekskresi air
• Meningkatkan retensi kalium
• Meningkatkan reabsorbsi natrium

Jawaban: E. meningkatkan reabsorbsi natrium


17. Hipertensi

• Krisis hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak, sistol
≥180 mmHg dan/atau diastol ≥120 mmHg, pada penderita hipertensi.
– Hipertensi emergensi: disertai kerusakan organ target yang progresif. TD harus diturunkan
dalam kurun menit/jam.
– Hipertensi urgensi: tidak disertai kerusakan organ target. TD harus diturunkan dalam 24-48
jam.
Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed. 2015.
Ringkasan eksekutif krisis hipertensi. Perhimpunan hipertensi indonesia.
17. Hipertensi
• Hipertensi
esensial/primer/idiopatik:
– etiologi multifaktorial
(interaksi gen &
lingkungan)

• Hipertensi sekunder:
– disebabkan penyakit lain.
– Dipikirkan jika onset <20
atau >50 tahun, hipertensi
berat, sulit terkontrol.

Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 9th ed. 2014.


Pocket medicine. 5th ed.
17. Hipertensi
Manifestasi klinis:
• Hipertensi ringan-
sedang (11% pasien
refrakter dengan 3
obat),
• Sakit kepala
• Lemah otot
• Poliuria
• Polidipsia
• hypokalemia (seringkali
normal), alkalosis
metabolik,
hipernatremia ringan
Soal no 18
Seorang laki-laki usia 54 tahun datang ke IGD
dengan keluhan utama nyeri dada kiri setelah
berjalan 100 meter. Nyeri hilang setelah
beristirahat 5 menit. Keadaan ini terjadi untuk
pertama kali. Pada pemeriksaan EKG 20 menit
setelah gejala hilang terdapat ST depresi pada
sadapan V1-V4. Kemudian diulangi pemeriksaan
EKG satu jam setelahnya, didapatkan hasilnya
tidak ada kelainan. Pemeriksaan enzim jantung
dalam batas normal. Diagnosis pasien ini
adalah…
a. Angina pectoris atipikal
b. Angina pectoris stabil
c. Angina pectoris tidak stabil
d. Angina prinzmetal
e. Angina crescendo

Jawaban: B. Angina pectoris stabil


18. Angina Pektoris
Angina Crescendo
Soal no 19
Seorang perempuan, 55 tahun, datang ke
puskesmas dengan keluhan nyeri dada sejak 5
bulan lalu. Keluhan dirasakan semakin memberat
terutama saat naik tangga atau marah. Keluhan
berkurang jika istirahat. Penderita dengan faktor
hipertensi dan dislipidemia. Pada pemeriksan
fisik didapatkan tekanan darah 140/80 mmHg,
denyut nadi 90 x/menit, frekuensi nafas 20
x/menit. Pemeriksaan jantung dan paru dalam
batas normal. Berikut ini adalah gambaran EKG
pasien :
19. Gambar EKG di Soal

Apakah terapi awal yang diberikan untuk


mengurangi keluhan pasien di atas...
a. Nitrat
b. Dobutamin
c. Epinefrin
d. Sulfas Atropin
e. Amiodaron

Jawaban: A. nitrat
Angina Pektoris Stabil
• Nyeri dada muncul saat aktivitas, stres emosional
• Nyeri dada hilang dengan istirahat atau nitrogliserin
• Nyeri dada muncul <20 menit.
• Disebabkan oleh obstruksi pada arterikoroner
epikardial akibat aterosklerosis.
• Diagnosis
– Stress test
– Angiografi dan revaskularisasi koroner
• Jika angina mengganggu aktivitas pasien walaupun dengan terapi
yang maksimal.
• Pasien dengan risiko tinggi.
Tatalaksana
• Aspilet 1x80-160mg
• Simvastatin1x20-40 mg atau Atorvastatin 1x 20-
40 mg atau Rosuvastatin1x10-20mg
• Betabloker:
– Bisoprolol 1x5-10 mg/ Carvedilol 2x25 mg/
– Atau Metoprolol 2x50mg,
– Ivabradine 2x5mg jika pasien intoleran dengan beta
bloker
• Isosorbid dinitrat 3x 5-20mg atau Isosorbid
mononitrat 2x 20mg
Terapi Antiangina
• There are three classes of antiischemic drugs commonly used in the
management of angina pectoris: beta blockers, calcium channel
blockers, and nitrates.
• Often, a combination of these agents is used for control of symptoms.
• Beta blockers — 2012 American College of Cardiology
Foundation/American Heart Association/American College of
Physicians/American Association for Thoracic Surgery/Preventive
Cardiovascular Nurses Association/Society for Cardiovascular
Angiography and Interventions/Society of Thoracic Surgeons guideline
for the diagnosis and management of patients with stable ischemic
heart disease (SIHD)  recommends beta blockers as first line
therapy to reduce anginal episodes and improve exercise tolerance.
• Calcium channel blockers — In general, calcium channel blockers are
used in combination with beta blockers when initial treatment with
beta blockers is not successful or as a substitute for a beta blocker
when beta blockers are contraindicated or cause side effects.
Penggunaan Nitrogliserin pada ACS
• Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien
dengan nyeri dada yang masih berlangsung saat tiba di
ruang gawat darurat (Kelas I-C).
• Jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali
pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai
maksimal tiga kali.
• Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang
tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG
sublingual (kelas I-C).
• Dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat
(ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti.
Soal no 20
Seorang laki-laki usia 55 tahun datang ke
poliklinik dengan keluhan utama nyeri dada,
pasien mempunyai riwayat darah tinggi sejak 10
tahun yang lalu tetapi tidak kontrol. Satu tahun
yang lalu pasien menjalani angioplasti koroner.
Pasien sering mengeluhkan dada terasa tidak
nyaman terutama setelah melakukan aktifitas
berlebih. Pada pemeriksaan fisik TD 150/90
mmHg, HR 82 x/menit. Apa terapi hipertensi
yang tepat diberikan pada pasien ini?
a. Captopril
b. Nifedipine
c. Propranolol
d. Diuretik thiazide
e. Losartan

Jawaban: C. propranolol
20. Hipertensi

Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed. 2015.


20. Hipertensi

Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed. 2015.


20. Hipertensi

The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
20. Hipertensi

The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
Hipertensi

“Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure”
Soal no 21
Seorang laki-laki, tua, mengeluh sesak yang
bertambah berat sejak 3 hari terakhir. Sesak
sudah dirasakan sejak lama. Pasien seorang
perokok berat. Dari pemeriksaan rontgen
didapatkan jantung pendulum, hiperinflasi paru,
tampak hingga iga 8. Tekanan darah pasien
150/95 mmHg. Apa obat antihipertensi yang
tidak boleh diberikan pada pasien ini?
a. Candesartan
b. Propranolol
c. Spironolakton
d. Furosemid
e. HCT

Jawaban: B. propranolol
21. Hipertensi
21. Hipertensi
Soal no 22
Pasien laki-laki datang dengan keluhan
penurunan berat badan sejak 3 bulan terakhir,
banyak makan dan banyak minum. Pasien juga
mengeluh sering buang air kecil dan kerap
terbangun malam hari karena ingin buang air
kecil. Oleh dokter pasien didiagnosa DM dan
diberi obat metformin. Bagaimanakah cara kerja
obat tersebut?
a. Meningkatkan sekresi insulin
b. Menurunkan sekresi insulin.
c. Meningkatkan resistensi insulin
d. Menurunkan resistensi insulin
e. Menghambat pemecahan karbohidrat di usus

Jawaban: D. menurunkan resistensi insulin


22. Diabetes Melitus
meglitinide

TZD

Glucose undergoes oxidative metabolism in the β cell to yield ATP. ATP inhibits an
inward rectifying K+ channel receptor on the β-cell surface. Inhibition of this receptor
leads to membrane depolarization, influx of Ca [2]+ ions, and release of stored insulin
from β cells. The sulfonylurea class of oral hypoglycemic agents bind to the SUR1
receptor protein.
KELAS O B AT CARA KERJA KEUNTUNGAN KERUGIAN
Efek samping
Menekan produksi
gastrointestinal, risiko
glukosa hati, Tidak menyebabkan
asidosis laktat, defisiensi
Biguanide Metformin menambah hipoglikemia, menurunkan
B12, kontraindikasi pada
sensitivitas kejadian CVD
CKD, asidosis, hipoksia,
terhadap insulin
dehidrasi
Glibenclamide,
Efek hipoglikemik kuat,
gliclazide, Meningkatkan Risiko hipoglikemia, berat
Sulfonilurea menurunkan komplikasi
glipizide, sekresi insulin badan naik
mikrovaskuler
glimepiride
Meningkatkan Menurunkan glukosa Risiko hipoglikemia, berat
Metiglinides Repaglinide
sekresi insulin postprandial badan naik

Tidak menyebabkan
Berat badan naik, edema,
Menambah hipoglikemia,
Thialozidi gagal jantung, risiko
Pioglitazone sensitivitas meningkatkan HDL,
nedione fraktur meningkat pada
terhadap insulin menurunkan trigliserida,
wanita menopause
menurunkan kejadian CVD

Efektivitas penurunan
Tidak menyebabkan
Penghambat HbA1C sedang, efek
Menghambat hipoglikemia, menurunkan
alfa Acarbose samping gastrointestinal,
absorpsi glukosa gula darah postprandial,
glukosidase penyesuaian dosis harus
menurunkan kejadian CVD
sering dilakukan
Kelas Obat Cara Kerja Keuntungan Kerugian
Angioedema, urtica,
Meningkatkan efek dermatologis lain
Penghamb Sitagliptin, vildagliptin, sekresi insulin, Tidak menyebabkan dimediasi imun,
at DPP-4 saxagliptin, linagliptin menghambat sekresi hipoglikemia, toleransi baik pankreatitis akut,
glukagon hospitalisasi akibat
gagal jantung
Infeksi urogenital,
Menghambat Tidak menyebabkan
Dapaglifozin, poliuria,
Penghamb penyerapan kembali hipoglikemia, BB turun, TD
canaglifozin, hipovolemi/hipotensi,
at SGLT-2 glukosa di tubulus turun, efektif untuk semua
empaglifozin pusing, LDL naik,
distal ginjal fase DM
kreatinin naik
Efek samping GI,
Liraglutide, exanatide, Meningkatkan Tidak menyebabkan
Agonis meningkatkan heart
albiglutide, sekresi insulin, hipoglikemia, menurunkan
reseptor rate, hiperplasia c-cell,
lixisenatide, menghambat sekresi GDPP, menurunkan
GLP-1 pankreatitis akut,
dulaglutide glukagon beberapa risiko CV
bentuk injeksi
Rapid acting (lispro,
aspart, glulisine)
Short acting (human
Menekan produksi Hipoglikemia, BB naik,
reguler) Respon universal, efektif
gluksoa hati, efek mitogenik?,
Intermediate acting menurunkan GD,
Insulin stimulasi sediaan injeksi, Tidak
(human NPH) menurunkan komplikasi
pemanfaatan nyaman, perlu
Basal insulin analogs mikrovaskuler
glukosa pelatihan pasien
(glagine, detemir,
degludec)
Premixed
22. Diabetes Melitus
• Cara Pemberian obat antidiabetik oral, terdiri dari:
– Obat dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara
bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat
diberikan sampai dosis optimal
– Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan
– Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
– Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
– Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan
suapan pertama
– Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
– DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau
sebelum makan.

PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia. 2006.
Soal no 23
Seorang permpuan usia 35 tahun datang ke
poliklinik dengan keluhan BAB keras yang
dialami selama 4 bulan. Keluhan disertai nyeri
perut dan nyeri berkurang apabila pasien BAB.
Keluhan juga memberat ketika pasien stres
menghadapi beban kerja. Vital sign,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lain dalam
batas normal. Apakah diagnosis yang paling
mungkin pada kasus ini?
a. Chron’s disease
b. Colitis ulcerative
c. Colorectal malignancy
d. IBS
e. DIvertikulitis

Jawaban: D. IBS
23. IBS
• Irritable Bowel Syndrome (IBS)
– kelainan fungsional usus kronik berulang dengan
nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdomen yang
berkaitan dengan defekasi atau perubahan
kebiasaan buang air besar setidaknya selama 3
bulan.
• Rasa kembung, distensi, dan gangguan
defekasi merupakan ciri-ciri umum dari IBS.
• Tidak ada bukti kelainan organik.
Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013
IBS
Menurut kriteria Roma III, IBS dibagi menjadi 3 subkelas yaitu:
– IBS dengan diare (IBD-D):
• Feses lembek/cair ≥25% waktu dan feses padat/bergumpal <25% waktu
• Ditemukan pada sepertiga kasus
• Lebih umum ditemui pada laki-laki
– IBS dengan konstipasi (IBS-C):
• Feses padat/bergumpal ≥25% waktu dan feses lembek/cair <25% waktu
• Ditemukan pada sepertiga kasus
• Lebih umum ditemui pada wanita
– IBS dengan campuran kebiasaan buang air besar atau pola
siklik (IBS-M)
• Feses padat/bergumpal dan lembek/cair ≥25% waktu
• Ditemukan pada sepertiga kasus
– Catatan : yang dimaksud dengan 25% waktu adalah 3 minggu
dalam 3 bulan.
Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013
IBS
Kriteria diagnostik
• Nyeri abdomen atau rasa tidak nyaman berulang
selama 3 hari dalam sebulan pada 3 bulan
terakhir dengan 2 atau lebih gejala berikut
– Perbaikan dengan defekasi
– Onset terkait dengan perubahan frekuensi BAB
– Onset terkait dengan perubahan bentuk dan tampilan
feses
• Kriteria diagnostik terpenuhi selama 3 bulan
terakhir dengan onset gejala setidaknya 6 bulan.

Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013


Tatalaksana IBS
• Non farmakologi
– IBS tipe konstipasi
• diet tinggi serat
– IBS tipe diare
• membatasi makanan yang mencetuskan gejala
• Farmakologi
– IBS-C
• bulking agent, laksatif, antagonis reseptor 5HT3 (prucalopride),
aktivator kanal klorida C2 selektif (lubiprostone)
– IBS-D
• antidiare (loperamide), antagonis reseptor 5HT3, antidepresan
– Nyeri, kembung dan distensi
• antispasmodik, antibiotik (rifaximin), probiotik, antidepresan

Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013


Diagnosis Characteristic
Crohn disease diarrhea; abdominal pain that is usually insidious in the right lower
quadrant, triggered or aggravated frequently after meals; weight loss;
& an association with a tender, inflammatory mass in the right lower
quadrant. The diarrhea is usually nonbloody.
Colitis ulcerative diarrhea, with or without blood in the stool. If inflammation is
confined to the rectum (proctitis), blood may be seen on the surface
of the stool; other symptoms include tenesmus, urgency, rectal pain,
and passage of mucus, without diarrhea.
Colon carcinoma Lesions of the right colon commonly ulcerate, leading to chronic,
insidious blood loss without a change in the appearance of the stool
 anemia of iron deficiency  fatigue, palpitations, & even angina
pectoris.

Since stool becomes more formed as it passes into the transverse &
descending colon, tumors of the left colon tend to impede the passage
of stool, resulting in the development of abdominal cramping,
occasional obstruction, & even perforation.
Diverticulosis Uncomplicated Diverticular Disease—75% : abdominal pain, fever,
leukocytosis, anorexia, obstipation.
Complicated Diverticular Disease—25%: abscess, perforation, stricture,
fistula.
Polyp Mostly asymptomatic, some can cause bleeding.
Soal no 24
Pria, usia 27 tahun, datang ke Puskesmas di kaki
gunung karena sesak nafas, sebelumnya pasien
melakukan perjalanan naik gunung dengan
ketinggian 5500 m bersama dengan rombongan
pendaki lain. Sebelum pendakian ini biasanya
pasien tinggal di pinggir pantai. Proses yang
menjadi penyebab terjadinya keluhan pasien ini
adalah...
a. Penurunan PO2 dalam arteri
b. Penurunan PCO2 dalam arteri
c. Penurunan pH
d. Penurunan frekuensi pernapasan
e. Penurunan HCO3

Jawaban: A. Penurunan PO2 dalam arteri


24. Acute Mountain Sickness

J Korean Med Assoc. 2007 Nov;50(11):1005-1015. Korean.


• AMS:
• insomnia, fatigue, dizziness, anorexia, and nausea.
• High altitude cerebral edema (HACE):
• impaired mental capacity, drowsiness, stupor, & ataxia
J Korean Med Assoc. 2007 Nov;50(11):1005-1015. Korean.
24. Acute Mountain Sickness

http://pharmaceuticalintelligence.com/tag/acute-high-altitude-sickness/
24. Acute Mountain Sickness
High altitude pulmonary edema
• In the setting of a recent gain in altitude, the presence of
the following:
– Symptoms: at least two of:
- dyspnea at rest
- cough
- weakness or decreased exercise performance
- chest tightness or congestion

– Signs: at least two of:


- crackles or wheezing in at least one lung field
- central cyanosis
- tachypnea
- tachycardia
Soal no 25
Perempuan usia 22 tahun datang ke PKM dengan
keluhan nyeri sendi sejak 3 bulan lalu. Nyeri sendi
berpindah-pindah namun paling sering di
pergelangan tangan dan lutut. Pasien juga mengeluh
lesu, lemah, berat badan turun sebanyak 3 kg dalam
4 bulan terakhir dan lebih sensitif terhadap cahaya,
terutama cahaya matahari. Pada pemeriksaan fisik
didapati ruam malar dan ruam diskoid pada wajah.
Pemeriksaan laboratorium didapati ANA dan anti
dsDNA lebih tinggi dari normal, rheumatoid factor (-).
Diagnosis pada pasien ini adalah...
a. Rheumatoid Arthritis
b. SLE
c. Gout Arthritis
d. Spondiloarthritis
e. Osteoarthritis

Jawaban: B. SLE
25. SLE
25. SLE
• Klasi•
fikasi ini terdiri dari 11 kriteria dimana diagnosis harus memenuhi 4 dari 11 kriteria
tersebut yang terjadi secara bersamaan atau dengan tenggang waktu.
25. SLE
• Bila terdapat 4/lebih kriteria di atas, diagnosis SLE memiliki
sensitivitas 85% dan spesifisitas 95%

• Bila hanya 3 kriteria & salah satunya ANA positif, maka


sangat mungkin SLE & diagnosis bergantung pada
pengamatan klinis.

• Bila hasil tes ANA negatif, maka kemungkinan bukan SLE.

• Apabila hanya tes ANA positif dan manifestasi klinis lain


tidak ada, maka belum tentu SLE, dan observasi jangka
panjang diperlukan.

Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia Untuk Diagnosis dan Pengelolaan Lupus


Eritematosus Sistemik. 2011.
Ciri OA RA Gout Spondilitis
Ankilosa
Prevalens Arthritis
Female>male, >50
tahun, obesitas
Female>male
40-70 tahun
Male>female, >30
thn, hiperurisemia
Male>female,
dekade 2-3
Awitan gradual gradual akut Variabel

Inflamasi - + + +

Patologi Degenerasi Pannus Mikrotophi Enthesitis

Jumlah Sendi Poli Poli Mono-poli Oligo/poli

Tipe Sendi Kecil/besar Kecil Kecil-besar Besar

Predileksi Pinggul, lutut, MCP, PIP, MTP, kaki, Sacroiliac


punggung, 1st CMC, pergelangan pergelangan kaki & Spine
DIP, PIP tangan/kaki, kaki tangan Perifer besar

Temuan Sendi Bouchard’s nodes Ulnar dev, Swan Kristal urat En bloc spine
Heberden’s nodes neck, Boutonniere enthesopathy
Perubahan Osteofit Osteopenia erosi Erosi
tulang erosi ankilosis

Temuan - Nodul subkutan, Tophi, Uveitis, IBD,


Extraartikular pulmonari cardiac olecranon bursitis, konjungtivitis, insuf
splenomegaly batu ginjal aorta, psoriasis

Lab Normal RF +, anti CCP Asam urat


Soal no 26
Pasien laki-laki, 50 tahun, datang dengan keluhan
luka di kaki sejak 2 minggu yang tidak sembuh.
Pasien riwayat DM, sekarang pasien merasa lemah,
tidak nafsu makan. Hasil vital sign TD 90/60 mmHg,
suhu: 40 °C, nadi 132 x/menit, nafas 24 ×/menit.
Terdapat luka di plantar pedis dengan ukuran 2 x 5
cm dengan dasar otot. Hasil lab Hb 9,8 mg/dL,
leukosit 19.000/uL, trombosit 170.000/uL, GDS: 386
mg/dl, ureum 55 mg/dL, kreatinin 0,9 mg/dL, Na
132 mEq/L, Kalium 3,2 mEq/L, keton urin negatif.
Apakah diagnosa yang tepat untuk pasien diatas ?
a. DM dengan sepsis dan ulkus diabetikum plantar pedis
b. DM dengan syok sepsis dan ulkus diabetikum plantar
pedis
c. Ketoasidosis diabetikum dan ulkus diabetikum plantar
pedis
d. Hiperosmolas ketoasisosis dengan sepsis berat dan
ulkus diabetikum
e. Hiperosmolar ketoasidosis dengan SIRS dan ulkus
diabetikum

Jawaban: A. DM dengan sepsis dan ulkus diabetikum


plantar pedis
26. DM dengan Infeksi
• Kriteria diagnosis DM:
1. Glukosa darah puasa ≥126 mg/dL. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam, atau

2. Glukosa darah-2 jam ≥200 mg/dL pada Tes Toleransi


Glukosa Oral dengan beban glukosa 75 gram, atau

3. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL dengan


keluhan klasik (poliuria, polidipsia, polifagia, unexplained
weight loss), atau

4. Pemeriksaan HbA1C ≥6,5% dengan metode HPLC yang


terstandarisasi NGSP

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


26. KAD

American Diabetes Association. Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes Mellitus.


Diabetes care, Vol 24, No 1, January 2001
26. Sepsis Guideline 2016

• SOFA Criteria > 2 define as organ dysfunction


Sepsis 2016
Perbedaan kriteria sepsis lama dan
baru

Terminologi Sepsis Kriteria Lama Sepsis 2016


Sepsis SIRS disertai dengan Disfungsi organ akibat
infeksi fokal infeksi (SOFA > 2)
Sepsis berat Sepsis dengan disfungsi Tidak ada
organ
Syok sepsis Sepsis dengan hipotensi Sepsis yang
walaupun dengan membutuhkan
pemberian cairan adekuat vasopressor untuk
mempertahankan
MAP>65 dan laktat >2
mmol/L
Diabetic Foot
Etiology Microbiology
• Neuropathic or ischemic ulcers • Mostly polymicrobial
• Traumatic wounds
• Superficial infections: Gram-
• Skin cracks/fissures
positive cocci
• Other defects in skin or nail beds
• Deep ulcers, chronically infected
Manifestations and/or previously treated with
• Inflammation antibiotics: Gram positive cocci,
• Nonpurulent drainage, enterococci, Enterobacteriaceae,
friable/discolored granulation Pseudomonas, anaerobes
tissue, undermining of wound • Extensive inflammation, necrosis,
edges
malodorous drainage, gangrene:
• Infection  pus in an ulcer or sinus
tract anaerobic streptococci,
• Necrotizing infection  bullae, soft Bacteroides sp., Clostridium sp.
tissue gas, skin discoloration, foul
odor
IDF Clinical Practice Recommendations on the Diabetic Foot. 2017.
Klasifikasi dan Penatalaksanaan
Infeksi pada Kaki Diabetik

IDF Clinical Practice Recommendations on the Diabetic Foot. 2017.


Management
• Wound management
• Good nutrition
• Appropriate antimicrobial therapy
• Glycemic control
• Fluid and electrolyte balance
Insulin Therapy in Diabetic Foot
Manajemen Ulkus Diabetik
• Kendali metabolik:
– pengendalian kadar glukosa darah, lipid, albumin, hemoglobin, dsb
• Kendali vaskular:
– perbaikan vaskular dengan operasi atau angioplasti, biasanya pada keadaan
ulkus iskemik
• Kendali infeksi:
– pengobatan infeksi secara agresif jika terlihat tanda-tanda klinis infeksi
(adanya kolonisasi pertumbuhan organisme pada hasil swab luka tanpa tanda
klinis bukan merupakan infeksi)
• Kendali luka:
– pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis secara teratur dengan konsep
TIME:
• Tissue debridement
• Inflammation and infection control
• Moisture balance
• Epithelial edge advancement
• Kendali tekanan:
– pembuangan kalus, penggunaan sepatu yang sesuai untuk mengurangi
tekanan
• Penyuluhan:
– edukasi perawatan kaki secara mandiri pada pasien.
Pengelolaan DM Tipe 2 di Indonesia. Perkeni. 2015
Soal no 27
Jeanna Fine, seorang mahasiswi Fakultas
Kedokteran akan menjalankan pendidikan
profesi di sebuah rumah sakit dan dirinya
merasa takut terkena penyakit Hepatitis B,
karena dalam pendidikan profesi akan berkontak
dengan cairan tubuh pasien. Apa tindakan yang
diperlukan sebagai pencegahan agar tidak
terkena penyakit tersebut?
a. pemberian vaksin Hepatitis B, 0, 1 bulan
b. pemberian vaksin Hepatitis B, 0,1,6 bulan
c. pemberian vaksin Hepatitis B, 0,1,6,12 bulan
d. pemberian vaksin Hepatitits B, 1 dosis untuk 3
tahun
e. pemberian vaksin Hepatitits B, 1 dosis untuk 5
tahun

Jawaban: B. pemberian vaksin Hepatitis B, 0,1,6


bulan
27. Vaksinasi

• A Comprehensive Immunization Strategy to Eliminate


Transmission of Hepatitis B Virus Infection in the United States
Recommendations of the Advisory Committee on
Immunization Practices (ACIP) Part II: Immunization of Adults
27. Vaksinasi

• A Comprehensive Immunization Strategy to Eliminate Transmission of Hepatitis B Virus Infection in the United
States Recommendations of the Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) Part II: Immunization of
Adults
Soal no 28
Seorang pasien laki-laki, 50 tahun, datang dengan
keluhan sesak yang semakin memberat sejak 3 hari
yang lalu, dan tekanan darah yang semakin tidak
terkontrol. Riwayat DM sejak 10 tahun yang lalu. TD
160/110 x/menit, nafas 28 x/menit, nadi 96
x/menit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan, distensi
vena jugular, edem pretibial (+), asites minimal,
rhonki basah halus di kedua basal paru, S3 gallop,
kardiomegali (+). Pada pemeriksaan lab didapatkan
hasil Hb 6,9 g/dL, MCV normal, MCH normal. Apa
diagnosis pasien ini?
a. Diabetes melitus
b. Edema paru
c. Gagal jantung kanan
d. Hipertensi derajat II
e. Anemia defisiensi besi

Jawaban: B. edema paru


28. Gagal Jantung

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. LWW; 2011.


28. Gagal Jantung
28. Gagal Jantung
• Clinical manifestation of acute pulmonary
edema:
– Acute pulmonary edema usually presents with the
rapid onset of dyspnea at rest, tachypnea,
tachycardia, and severe hypoxemia.
– Crackles and wheezing due to alveolar flooding
and airway compression from peribronchial
cuffing may be audible.
– Release of endogenous catecholamines often
causes hypertension.
Soal no 29
Seorang pasien laki-laki, 50 tahun, datang dengan
keluhan sesak yang semakin memberat sejak 3 hari
yang lalu, dan tekanan darah yang semakin tidak
terkontrol. Riwayat DM sejak 10 tahun yang lalu. TD
160/110 x/menit, nafas 28 x/menit, nadi 96
x/menit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan, distensi
vena jugular, edem pretibial (+), asites minimal,
rhonki basah halus di kedua basal paru, S3 gallop,
kardiomegali (+). Pada pemeriksaan lab didapatkan
hasil Hb 6,9 g/dL, MCV normal, MCH normal.
Pilihan utama terapi pada kasus ini?
a. Captopril
b. Furosemide
c. CCB
d. Spironolakton
e. Beta blocker

Jawaban: B. furosemide
29. Edema Paru Akut
Soal no 30
Tn Udung, 35 tahun, seorang pasien TB paru
baru mulai mengonsumsi OAT kategori I selama
dua minggu, pasien merasa mual, badan tidak
enak, kemudian badan terlihat kuning. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik, tidak
didapatkan kelainan lainnya pada pemeriksaan
fisik. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan hasil SGOT dan SGPT meningkat. Apa
yang harus dilakukan?
a. Melanjutkan OAT
b. Melanjukan OAT dan konsumsi
hepatoprotektor
c. Menghentikan OAT sementara
d. Menghentikan Z
e. Menghentikan INH

Jawaban: C. menghentikan OAT sementara


30. Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


Drug Induced Hepatitis
• Penatalaksanaan:
– Bila gejala klinis (+) (ikterik, mual muntah)stop OAT
– Bila gejala klinis (+) disertai enzim hati ↑ >3xstop OAT
– Bila gejala klinis (-) disertai hasil laboratorium berikut:
• Bilirubin >2stop OAT
• Enzim hati ↑ >5xstop OAT
• Enzim hati ↑ >3xteruskan pengobatan dengan pengawasan
• Panduan OAT yang dianjurkan:
– Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)
– Monitor klinik dan laboratorium. Bila klinik dan laboratorium normal
kembali (bilirubin, SGOT, SGPT), maka tambahkan Rifampisin
desensitisasi sampai dengan dosis penuh.
– Bila klinis dan laboratorium normal , tambahkan INH, desensitisasi
sampai dengan dosis penuh sehingga menjadi RHES.
– Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi.
Drug Induced Hepatits ec. OAT
(Pedoman Tb 2014)
• Apabila diperkirakan bahwa gangguan fungsi hati
disebabkan oleh karena OAT, pemberian semua OAT yang
bersifat hepatotoksik harus dihentikan.
• Pengobatan yang diberikan Streptomisin dan Etambutol
sambil menunggu fungsi hati membaik.
• Menghentikan pengobatan dengan OAT sampai hasil
pemeriksaan fungsi hati kembali normal dan keluhan
(mual, sakit perut dsb.) telah hilang sebelum memulai
pengobatan kembali.
• TB berat dan dipandang menghentikan pengobatan akan
merugikan pasien, dapat diberikan paduan pengobatan
non hepatatotoksik terdiri dari S, E dan salah satu OAT
dari golongan fluorokuinolon.
Drug Induced Hepatits ec. OAT
(Pedoman Tb 2014)
• Apabila tidak bisa melakukan pemeriksaan fungsi hati, dianjurkan untuk
menunggu sampai 2 minggu setelah ikterus atau mual dan lemas serta
pemeriksaan palpasi hati sudah tidak teraba sebelum memulai kembali
pengobatan.
• Jika keluhan dan gejala tidak hilang serta ada gangguan fungsi hati berat,
paduan pengobatan non hepatotoksik terdiri dari: S, E dan salah satu
golongan kuinolon dapat diberikan (atau dilanjutkan) sampai 18-24 bulan.
• Setelah gangguan fungsi hati teratasi, paduan pengobatan OAT semula
dapat dimulai kembali satu persatu.
• Jika kemudian keluhan dan gejala gangguan fungsi hati kembali muncul atau
hasil pemeriksaan fungsi hati kembali tidak normal, OAT yang ditambahkan
terakhir harus dihentikan.
• Beberapa anjuran untuk memulai pengobatan dengan Rifampisin. Setelah
3-7 hari, Isoniazid dapat ditambahkan. Pada pasien yang pernah mengalami
ikterus akan tetapi dapat menerima kembali pengobatan dengan H dan R,
sangat dianjurkan untuk menghindari penggunaan Pirazinamid.
Drug Induced Hepatits ec. OAT
(Pedoman Tb 2014)
• Paduan pengganti tergantung OAT apa yang telah menimbulkan gangguan fungsi
hati.
– Apabila R sebagai penyebab, dianjurkan pemberian: 2HES/10HE.
– Apabila H sebagai penyebab, dapat diberikan : 6-9 RZE.
– Apabila Z dihentikan sebelum pasien menyelesaikan pengobatan tahap awal, total
lama pengobatan dengan H dan R dapat diberikan sampai 9 bulan.
• Apabila H maupun R tidak dapat diberikan, paduan pengobatan OAT non
hepatotoksik terdiri dari : S, E dan salah satu dari golongan kuinolon harus
dilanjutkan sampai 18-24 bulan.
• Apabila gangguan fungsi hati dan ikterus terjadi pada saat pengobatan tahap
awal dengan H,R,Z,E (paduan Kategori 1), setelah gangguan fungsi hati dapat
diatasi, berikan kembali pengobatan yang sama namun Z digantikan dengan S
untuk menyelesaikan 2 bulan tahap awal diikuti dengan pemberian H dan R
selama 6 bulan tahap lanjutan.
• Apabila gangguan fungsi hati dan ikterus terjadi pada saat pengobatan tahap
lanjutan (paduan Kategori 1), setelah gangguan fungsi hati dapat diatasi,
mulailah kembali pemberian H dan R selama 4 bulan lengkap tahap lanjutan.
Soal no 31
Datang ke praktek dokter umum, Ny Beti,
perempuan, 27 tahun, dengan keluhan susah
beraktivitas karena terlalu gemuk, terasa berat
saat menggerakkan anggota tubuh, telah
mencoba minum jamu pelangsing tetapi tidak
memberikan hasil yang baik. Pasien ingin
menurutkan berat badan dengan cara diet.
Dokter ingin memberikan efek termogenesis
gizi. Diet yang diberikan adalah...
a. Rendah kalori, rendah karbohidrat
b. Rendah kalori, tinggi protein
c. Rendah kalori, rendah protein
d. Rendah kalori, rendah lemak
e. Rendah kalori, tinggi karbohidrat

Jawaban: B. rendah kalori, tinggi protein


31. Gizi
• Efek termik makanan adalah peningkatan laju
metabolisme tubuh (penggunaan kalori) yang terjadi
setelah makan untuk mencerna makanan.

• Efek termik terbesar dimiliki oleh protein.

• Pada penelitian dengan konsumsi kalori 2331 (+/-36)


kJ didapatkan efek termik makanan selama 7 jam
setelah makan:
– Diet tinggi protein mengeluarkan energi sebesar 261 (+/-59) kJ,
– Diet tinggi karbohidrat mengeluarkan energi sebesar 92 (+/-67) kJ
– Diet tinggi lemak mengeluarkan energi sebesar 97 (+/-71) kJ.
European Journal of Clinical Nutrition (1997) 52, 482±488
Soal no 32
Sofia the First, pasien perempuan usia 20 tahun,
datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan
mual, muntah-muntah, agak demam tidak
terlalu tinggi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
sklera Ikterik (+). Nyeri hipokondriak dektra (+).
Pasien suka makan di warung pinggir jalan. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan IgM anti
HAV (+). Terapi utama yang tepat diberikan
untuk pasien tersebut adalah…
a. Anti emetik
b. Anti piretik
c. Analgetik
d. Antibiotik
e. Antiviral

Jawaban: A. antiemetik
32. Hepatitis A
32. Hepatitis A
• Treatment generally involves supportive care, with
specific complications treated as appropriate.
– Initial therapy often consists of bed rest.
– Nausea and vomiting are treated with antiemetics.
– Dehydration may be managed with hospital admission and
intravenous (IV) fluids.
– In most instances, hospitalization is unnecessary.
– The majority of children have minimal symptoms; adults
are more likely to require more intensive care, including
hospitalization.
– Acetaminophen may be cautiously administered but is
strictly limited to a maximum dose of 3-4 g/day in adults.

http://emedicine.medscape.com/article/177484-treatment#d9
Soal no 33
Seorang laki-laki, 20 tahun, datang dengan
keluhan sesak napas. Tiga hari yang lalu pasien
batuk berdahak dan demam tidak terlalu tinggi.
Sebelumnya pasien memang sering sesak
terutama malam hari namun sembuh sendiri
tanpa diobati. Riwayat alergi makanan (+),
namun riwayat atopi di keluarga (-). Saat
serangan pasien dalam posisi duduk bertumpu
tangan, bicara 1-2 kata. Pemeriksaan fisik otot
bantu napas (+), retraksi (+). Hasil spirometri
akan didapatkan...
a. Reversibilitas APE atau VEP1 >10%
b. Reversibilitas APE atau VEP1 > 15%
c. Reversibilitas APE atau VEP1 >20 %
d. Reversibilitas APE atau VEP1 > 25%
e. Reversibilitas APE atau VEP1 > 30%

Jawaban: B. Reversibilitas APE atau VEP1 > 15%


33. Asma
• Definisi:
– Gangguan inflamasi kronik
saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya.
– Inflamasi kronik mengakibatkan
hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik
berulang:
• mengi, sesak napas, dada terasa
berat, dan batuk-batuk terutama
malam dan atau dini hari.
– Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi jalan napas yang
luas, bervariasi & seringkali
bersifat reversibel.
PDPI, Asma pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
GINA 2005
33. Asma
• Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan
dengan cuaca.

• Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah


dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama
reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.

• Riwayat penyakit / gejala :


– Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
– Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
– Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
– Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
– Respons terhadap pemberian bronkodilator

• Tanda klinis: sesak napas, mengi, & hiperinflasi. Serangan berat: sianosis,
gelisah, sukar bicara, takikardi, penggunaan otot bantu napas.

PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004


33. Asma
• Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
– Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75%
atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
– Reversibilitas: perbaikan VEP1 ≥ 15% secara spontan, atau
setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah
pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian
kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu.
– Menilai derajat berat asma

• Manfaat arus puncak ekspirasi dengan spirometri atau peak


expiratory flow meter:
– Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE > 15% setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14
hari, atau respons terapi kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu
– Variabilitas, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan
variabiliti APE harian selama 1-2 minggu. Juga dapat digunakan
menilai derajat asma.

PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004


33. Asma
Soal no 34
Laki–laki, 47 tahun, datang ke UGD RS karena nyeri
dada sejak 6 jam yang lalu, nyeri seperti tertindih
beban berat. Nyeri dirasa menjalar hingga ketiak kiri.
Nyeri tidak menghilang dengan istirahat. Tensi 100/60
mmHg, denyut nadi 80 kali/menit, RR 22 kali/menit,
suhu 36 oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
jantung dan paru dalam batas normal. Pada
pemeriksaan EKG didapatkan sinus ritmik, HR 84
bpm, terdapat ST elevasi pada lead V1--‐V4. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan
CKMB dan Troponin. Arteri yang terganggu pada
kasus di atas adalah...
a. Left anterior descending artery
b. Posterior descending artery
c. Left circumflex artery
d. Posterior left ventricular artery
e. Right coronary artery

Jawaban: A. left anterior descending artery


34. Sindrom Koroner Akut
Lokasi infark pada EKG Area Anatomik Arteri Koroner
V1-V6 Anterior Left anterior descending
V1-V3: anteroseptal Proximal LAD
V5-V6: apikal Distal LAD/LCx/RCA
II, III, aVF. Inferior Right coronary artery atau
cabang desendennya
I, aVL, V5, and V6. Lateral Left circumflex artery
ST depresi V1-V3, Posterior Right coronary artery atau
ST elevasi V7-9 left circumflex artery
ST depresi lead I, aVL, ventrikel kanan Right coronary artery
ST elevasi lead V1-4R (proksimal)

Pocket medicine. 5th ed. 2014.


Tatalaksana sindrom koroner akut dengan ST elevasi. PERKI. 2004.
Soal no 35
Seorang pasien laki-laki usia 58 tahun, datang
dengan keluhan sesak napas sejak sehari yang
lalu. Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak
10 tahun yang lalu berobat tidak teratur. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tensi 170/100
mmHg. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
radiologi thorax. Bagaimana hasil foto Thorax PA
yang diharapkan?
a. Batas jantung 1/3 hemithorax kiri, apeks terangkat
b. Batas jantung 2/3 hemithorax kiri, apeks tertanam
c. Batas jantung 2/3 hemithorax kiri, apeks terangkat
d. Batas jantung 1/3 hemithorax kiri, apeks tertanam
e. Batas jantung 1/3 hemithorax kanan, apeks
tertanam

Jawaban: B. Batas jantung 2/3 hemithoraks kiri,


apeks tertanam
35. Hipertrofi Ventrikel

Hipertrofi ventrikel kiri


• CTR> 50%,
• batas jantung kiri > 2/3
medial hemithorax kiri,
• apeks tertanam.

Hemitoraks kanan Hemitoraks kiri


Hipertrofi ventrikel kanan = melebihi 1/3 medial hemithorax kanan, apex terangkat ke atas,
menempel ke sternum
35. Gambaran Ro Kardiomegali
• Pembesaran atrium kanan:
– bentuk setengah bulatan,
– melebihi 1/3 diafragma atau 1/3 medial
hemithorax kanan

• Pembesaran atrium kiri


– pinggang jantung mendatar/mencembung
Soal no 36
Seorang perempuan berumur 45 tahun datang
ke poliklinik dengan keluhan perut kembung
disertai nyeri ulu hati sejak 3 bulan ini. Keluhan
dirasakan terutama bila mengalami masalah
dalam pekerjaan. Pasien sebelumnya telah
beberapa kali berobat ke dokter dan diberi obat
lambung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
tanda vital dalam batas normal dan
pemeriksaan laboratorium normal. Apakah
diagnosis yang paling mungkin untuk kasus di
atas?
• Ulkus peptik
• Ca esofagitis
• Gastritis erosif
• Dispepsia fungsional
• Inflammatory bowel disease

Jawaban: D. dispepsia fungsional


36. Dispepsia
• Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah
abdomen bagian atas.

• Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa gejala
berikut yaitu:
– nyeri epigastrium,
– rasa terbakar di epigastrium,
– rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna
atas, mual, muntah, dan sendawa.

• Dispepsia yang telah diinvestigasi terdiri dari dispepsia organik &


fungsional.
– Dispepsia organik terdiri dari ulkus gaster, ulkus duodenum, gastritis erosi,
gastritis, duodenitis dan proses keganasan
– Untuk dispepsia fungsional, keluhan berlangsung setidaknya selama tiga bulan
terakhir dengan awitan gejala enam bulan sebelum diagnosis ditegakkan.

Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori. 2014.


36. Dispepsia

Ya Tidak
Soal no 37
Pasien usia 65 tahun datang dengan penurunan
kesadaran setelah minum obat. Menurut
keluarga, Pasien menderita DM dan rutin minum
obat namun tidak rutin kontrol ke dokter. Akhir-
akhir ini nafsu makan pasien berkurang. Saat
pasien tiba di RS dilakukan pemeriksaan
laboratorium didapatkan hasil Gula darah
sewaktu saat ini 45 mg/dL. Terapi apa yang akan
diberikan?
a. Bolus dextrose 40% 50 cc
b. Bolus dextrose 10% 50 cc
c. Bolus dextrose 40% 25 cc
d. Bolus dextrose 10% 25 cc
e. Pemberian insulin

Jawaban: C. bolus dextrose 40% 25 cc


37. Hipoglikemia pada DM
• Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar
glukosa darah <70 mg/dL.

• Derajat hipoglikemia:
– Hipoglikemia berat: pasien butuh orang lain untuk
mendapat asupan karbohidrat, glukagon, atau resusitasi
lainnya.
– Hipoglikemia simtomatik: GDS <70 mg/dL, gejala (+)
– Hipoglikemia asimtomatik: GDS <70 mg/dL, gejala (-)
– Hipoglikemia relatif: GDS >70 mg/dL, gejala (+)
– Probable hipoglikemia: gejala hipoglikemia tanpa periksa
GDS.

Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. 2015.


37. Hipoglikemia pada DM
• Penatalaksanaan hipoglikemia ringan:
– Glukosa 15-20 g (2-3 sendok makan) yang dilarutkan dalam air
adalah terapi pilihan.
– Pemeriksaan glukosa darah dengan glukometer dilakukan 15
menit setelah pemberian terapi. Beri glukosa ulang bila masih
hipoglikemia.
– Setelah glukosa darah normal, pasien diberikan makan/snack
untuk mencegah hipoglikemia berulang.

• Penatalaksanaan hipoglikemia berat


– Terapi parenteral dextrose 20% sebanyak 50 mL (bila terpaksa
bisa dengan dextrrose 40% sebanyak 25 mL), diikuti infus D5%
atau D10%.
– Lakukan monitoring glukosa darah tiap 1-2 jam. Jika
hipoglikemia berulang, berikan dextrose 20% ulang.
Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. 2015.
Soal no 38
Pasien Laki-laki usia 58 tahun datang dengan
penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan kondisi pasien sesak, terdapat
demam, dan terdapat ronkhi basah di paru kiri.
Pemeriksaan tanda vital tekanan darah 200/120
mmHg, denyut nadi 120 x/menit, RR 30 x/menit.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia
ringan, leukositosis, dan GDS 400 mg/dL. Terapi
apa yang paling tepat?
a. Metformin
b. Short rapid insulin
c. Long rapid insulin
d. Premixed rapid insulin
e. Basal insulin

Jawaban: B. short rapid insulin


38. Diabetes Mellitus
• Diagnosis KAD:
– Kadar glukosa 250
mg/dL
– pH <7,35
– HCO3 rendah
– Anion gap tinggi
– Keton serum (+)

Harrison’s principles of internal medicine


38. Diabetes Mellitus

American Diabetes Association. Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes Mellitus.


Diabetes care, Vol 24, No 1, January 2001
38. Diabetes Mellitus
• Prinsip pengobatan KAD:
1. Penggantian cairan dan garam yang hilang
2. Menekan lipolisis & glukoneogenesis dengan
pemberian insulin kerja cepat. Dimulai setelah
diagnosis KAD dan rehidrasi yang memadai.
3. Mengatasi stres pencetus KAD
4. Mengembalikan keadaan fisiologi normal,
pemantauan & penyesuaian terapi

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam


38. Diabetes Mellitus
• Hyperglycemic hyperosmolar state
– The prototypical patient is an elderly individual with type 2
DM, with a several-week history of polyuria, weight loss, and
diminished oral intake that culminates in mental confusion,
lethargy, or coma.
– The physical examination reflects profound dehydration and
hyperosmolality and reveals hypotension, tachycardia, and
altered mental status.
– Notably absent are symptoms of nausea, vomiting, and
abdominal pain and the Kussmaul respirations characteristic of
DKA.
– HHS is often precipitated by a serious, concurrent illness such as
myocardial infarction or stroke. Sepsis, pneumonia, and other
serious infections are frequent precipitants and should be
sought.

Harrison’s principles of internal medicine


Soal no 39
Seorang pasien perempuan, 37 tahun, datang ke
puskesmas dengan keluhan sering mual pagi hari,
badan mudah lelah dan berat badan terus naik. Sudah
8 minggu ini tidak haid, pasien juga mengeluhkan
terdapat benjolan pada leher yang ikut bergerak ketika
menelan. Pasien tinggal di pegunungan di mana
masyarakat sekitar juga menderita keluhan yang sama.
Pemeriksaan fisik kesadaran compos mentis, tekanan
darah 100/60 mmHg, frekuensi napas 18 x/menit, nadi
58 x/menit, suhu 35,8 oC. Pemeriksaan yang tepat
untuk mengetahui penyebabnya adalah...
a. Antibodi-TPO
b. Kadar iodium urin
c. Kadar tiroksin
d. Kadar triglobulin serum
e. USG tiroid

Jawaban: B. kadar iodium urin


39. Penyakit Endokrin

Hipotiroidisme

Kumar and Clark Clinical Medicine


39. Goiter Endemik
• High prevalence of endemic goiter:
 from 15% to 40% in some regions;
 in mountain areas frequency of goiter rate can
vary from 25-40% to 80%-64.

• The lack of objective information on the


problem of iodine deficiency among the
population
Goiter Endemik
• Goiter: pembesaran kelenjar tiroid
• Endemik: terjadi pada > 10% populasi.
• Biasanya dikaitkan dengan defisiensi yodium (95%) atau efek zat
goitrogenik dalam makanan.
• Pembesaran kelenjar tiroid dengan teknik inspeksi & palpasi:

• Penilaian ukuran kelenjar tiroid dengan ultrasonografi lebih


diutamakan karena lebih reliabel dan objektif dibandingkan
palpasi. Batas atas menurut WHO pada pria dewasa adalah 25 ml,
pada wanita 18 ml.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi VI.


The severity of iodine deficiency
• Mild form - goiter occurs from 10 to 30% of the
population, the average urinary iodine excretion is 50-90
mg / l. Hypothyroidism and cretinism are missing.

• Medium form - the frequency of goiter and 50%, the level


of urinary iodine excretion is reduced to 20-49% mg / l.
There may be cases of hypothyroidism.

• Severe form - the frequency of goiter can reach almost


100% of the average level of urinary iodine excretion less
than 20 mg / l. Cretinism occurs with a frequency of 1 to
10%.
Pemeriksaan
• USG (volume tiroid)
• Pengukuran ekskresi yodium urin (urinary excretion of iodine/UEI) pada
urin 24 jam/sewaktu, atau per ekskresi kreatinin pada urin sewaktu.

Tatalaksana
• Pemberian yodium pada individu dengan defisiensi yodium.
• Terapi pembedahan diperlukan untuk ukuran gondok yang besar dengan
tirnbul gejala akibat penekanan kelenjar tiroid pada organ dibelakangnya
atau/dengan nodul tiroid otonom.
Pencegahan
• Pemberian garam beryodium atau minyak beryodium
Pemeriksaan Untuk Goiter Endemik
• The kidneys excrete approximately 90% of ingested iodine. When evaluated at a population
level, urinary iodine concentration (UIC) from spot samples has been shown to be a reliable
biomarker of recent iodine intake for the population as a whole.

• UIC is not a reliable measure for assessing the iodine status of an individual because of very
high variation in daily dietary iodine intake. It has been estimated that 10 UIC measurements
from spot samples or 24-hour collections are required to establish an individual’s iodine
status with 20% accuracy. [21]

• The 24-hour radioactive iodine uptake value is increased substantially in the presence of
iodine deficiency disorder because of increased TSH stimulation and reduction in the
nonisotopic iodine pool. Therefore, thyroid uptake values in iodine-sufficient areas, such as
the United States, are significantly lower than in areas with iodine deficiency, as in many
regions of Europe.

• Thyroid size estimated on ultrasonograms has been shown to reflect the iodine sufficiency of
a population. When goiter appears in more than 5% of a regional population, iodine
deficiency should be considered.

https://emedicine.medscape.com/article/122714-workup#c2
Soal no 40
Wanita, 48 tahun, datang dengan keluhan kulit
berwarna kehitaman pada daerah tengkuk, ketiak,
dan lipat paha. Pasien memiliki riwayat DM dan
darah tinggi. Pada saat kontrol terakhir
pemeriksaan menunjukkan kesadaran pasien
compos mentis, tekanan darah 140/90 mmHg,
frekuensi napas 20 x/menit, nadi 80 x/menit, suhu
36,5 oC. Berat badan 70 kg tinggi badan 160 cm
lingkar perut 102 cm. GDS 230, HDL 45, LDL 220,
trigliserid 340 mg/dL. Yang menyebabkan keluhan
pasien di atas adalah...
a. Metabolic syndrome
b. Dyslipidemia
c. DM tipe 2
d. Obesitas
e. Infeksi

Jawaban: C. DM tipe 2
40. Akantosis Nigrikans

• Akantosis nigrikans berhubungan dengan proliferasi keratinosit dan


fibroblas yang cepat di kulit. Hal ini menandakan terjadinya resistensi
perifer
• Hal itu dapat disebabkan oleh insulin atau insulin like growth factor yang
memicu sel epidermis.
• Pada pradiabetes atau DM tipe 2 insulin diproduksi lebih banyak untuk
mengimbangi resistensi insulin di perifer
Soal no 41
Pasien wanita usia 55 tahun datang ke praktek
dokter dengan riwayat post pengangkatan
kelenjar tiroid. Saat ini keluhannya bicara
lambat, dan badan terasa kaku. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan bradikardia, kaku
otot, dan chovstek sign (+). Berdasarkan riwayat
dan kelainan pada pemeriksaan fisik, apakah
kejadian yang mendasari keluhan tersebut?
a. Pengangkatan kelenjar tiroid.
b. Pengangkatan kelenjar paratiroid
c. Pembedahan tiroid radikal
d. Defisiensi hormon tiroksin
e. Sisa tumor kelenjar tiroid

Jawaban: B. pengangkatan kelenjar paratiroid


41. Metabolisme Kalsium
• Hypoparathyroidism may occur as
a complication of thyroidectomy
– PTH released is inadequate 
hypocalcemia.
– Proximal tubular effect of PTH to
promote phosphate excretion is
lost  hyperphosphatemia
– Low level of 1,25-(OH)2D
– Less PTH is available to act in the
distal nephron  increase
calcium excretion
– Less PTH  less Mg reabsorption
at ansa Henle.

McPhee SJ, et al. Pathophysiology of disease: an introduction


to clinical medicine. 5th ed. McGraw-Hill; 2006.
41. Metabolisme Kalsium

Human Physiology.
Komplikasi Tiroidektomi
41. Metabolisme Kalsium
41. Metabolisme Kalsium
Soal no 42
Seorang perempuan berusia 68 tahun datang ke
dokter praktek umum dengan keluhan nyeri
lutut kiri sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan
dirasakan hilang timbul sejak 3 tahun terakhir
terutama jika dipakai beraktivitas. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 78 kg,
tinggi badan 156 cm dan didapatkan krepitasi
pada pemeriksaan lutut kiri pasien. Apakah
pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosis pada pasien ini?
a. Foto genu AP dan lateral sinistra
b. Analisa cairan sendi genu
c. Kadar kolesterol
d. Kadar asam urat
e. USG genu sinistra

Jawaban: A. foto genu AP dan lateral sinistra


42. OA

Kondrosit

Pembebanan repetitif, obesitas, usia tua


42. Artritis

• Osteoarthritis:  Gout arthritis:


– Penyempitan celah sendi (panah putih),  Acute gouty arthritis: soft tissue swelling.
– Penipisan kartilago  Advanced gout: the erosion are slightly
– Osteofit/spur (mata panah), removed from the joint space, have a
– Kista subkondral, rounded or oval shape, & are
characterized by a hypertrophic calcified
– Sklerosis subkondral/eburnation (panah "overhanging edge." The joint space may
hitam). be preserved or show osteoarthritic type
narrowing.
Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.
Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
Heberden’s & Bouchard’s nodes

Penyempitan celah sendi

Penipisan kartilago

Osteofit (spur formation)

Sklerosis subkondral/eburnation

Harrison’s principles of internal medicine.


42. Artritis, RA

Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.


Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
Soal no 43
Seorang laki-laki usia 70 tahun datang ke IGD
dengan keluhan utama sesak nafas yang
semakin memberat sejak 1 jam yang lalu.
Riwayat hipertensi tidak terkontrol. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan krepitasi pada
kedua basal paru, HR 150 x/menit. Pada
pemeriksaan penunjang EKG ditemukan atrial
fibrilasi. Apa yang menyebabkan keadaan
tersebut?
a. Emboli paru
b. Bendungan paru
c. Pembesaran atrium
d. Hipertensi pulmonal
e. Pembesaran ventrikel kanan

Jawaban: A. emboli paru


43. Emboli Paru

• Definisi
Terjadi saat lepasnya trombus menuju pembuluh
darah paru  aliran darah distal dari trombus
terhambat
• Manifestasi klinis
nyeri dada pleuritik, sesak dan hipoksia yg terjadi
tiba-tiba.
43. Pulmonary Disease
• The classic presentation of pulmonary embolism is the abrupt onset of:
– pleuritic chest pain,
– shortness of breath, and
– Hypoxia

• Gex G, et al (2012):
– A pulmonary embolism (PE) is thought to be associated with atrial fibrillation
(AF). Nevertheless, this association is based on weak data. When PE suspicion
is based on new-onset dyspnea, AF significantly decreases the probability of
PE, as AF may mimic its clinical presentation. However, in patients with chest
pain alone, AF tends to increase PE probability.

• Flegel (1999, CMAJ editorial)


– Aberg’s landmark autopsy study of 693 consecutive patients who had had
atrial fibrillation during their last illness showed that 12.6% had clots in the
left atrium and 7.5% had clots in the right, predominantly in the appendages.
43. Emboli Paru
43. Emboli Paru
43. Gambaran Radiologis Emboli
Paru
Tanda Patologi

Westermarks sign Area dengan oligemia perifer.


(Oligemia  penurunan aliran darah
karena trombus)

Palla’s sign / Knuckle sign Dilatasi right descending pulmonary


artery (karena adanya trombus)

Hampton’s hump Peripheral wedge shaped opacity with


convexity towards hilum 
menggambarkan adanya infark pada
paru akibat trombus

Melting sign Infarct shows rapid clearing in


contrast to pneumonic consolidation

Fleishner’s sign Hemidiafragma terangkat


Gambaran Skematik Foto Thoraks
Emboli Paru
Gambaran Foto Thoraks Emboli
Paru

• Palla’s sign  arrow


Hampton hump
• Westermark sign circle
Treatment algorithm for
hemodynamically stable
patients with suspected
pulmonary embolism
(PE)
• * Patients at high risk of
bleeding are considered as
having a contraindication to
anticoagulation; patients at
low risk of bleeding are
considered as having no
contraindications to
anticoagulation. Patients at
moderate risk of bleeding
should be considered for
anticoagulation on a case-by-
case basis. Please refer to the
UpToDate topic text for
details.
• ¶ For most patients with
hemodynamically stable PE,
we recommend against
thrombolytic therapy.
However, in rare
circumstances, thrombolysis
can be considered on a case-
by-case basis.
Treatment algorithm for
hemodynamically unstable
patients with suspected
pulmonary embolism (PE)
Soal no 44-45
44. Seorang perempuan usia 20 tahun datang ke
Puskesmas dengan keluahan demam selama 10
hari. Keluhan disertai dengan nyeri perut dan
tidak bisa BAB 4 hari. Pada pemeriksaan
didapatkan TD 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit,
RR 20 x/menit, suhu 39,1 oC.Pada pemeriksaan
fisik ditemukan lidah kotor dengan tepi
hiperemis dan pada pemeriksaan abdomen
ditemukan hepatomegali. Apakah terapi
farmakologi yang tepat untuk kasus di atas?
a. Amoxicilin
b. Metronidazole
c. Kloramfenikol
d. Cotrimoxazole
e. Ampicilin

Jawaban: C. Kloramfenikol
45. Seorang perempuan berumur 16 tahun datang
ke poliklinik dengan keluhan demam sejak 5 hari
yang lalu. Demam terjadi terutama sore sampai
malam hari, dan turun pada pagi hari. Pasien juga
mengeluhkan kepala pusing, nafsu makan
berkurang, mual, muntah dan sukar buang air
besar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan
darah 120/80 mmHg, suhu 39 0C, frekuensi nadi
78 x/menit, dan nyeri tekan epigastrium. Apakah
pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis pasti pasien ini?
a. Uji Tubex
b. Darah rutin
c. Uji typhidot
d. Uji widal aglutinin O dan H
e. Kultur darah di media cair empedu

Jawaban: E. kultur darah di media cair empedu


44-45.
Infeksi
Gejala demam tifoid:
Infeksi

Blood cultures: often (+) in the 1st week.


Stools cultures: yield (+) from the 2nd or 3rd week on.
Urine cultures: may be (+) after the 2nd week.
(+) culture of duodenal drainage: presence of Salmonella in carriers.
Jawetz medical microbiology.
Widal test:
• Deteksi antibodi terhadap antigien somatik O & flagel H dari salmonella.
• Diagnosis (+): peningkatan titer >4 x setelah 5-10 hari dari hasil pertama.
• Antibody O meningkat setelah 6-8 hari, antibodi H meningkat setelah 10-
12 hari.
• Pada daerah endemik, tes widal tunggal tidak reliabel karena antibodi
terhadap H dan O dapat terdeteksi hingga 1/160 pada populasi normal.
Karena itu, sebagian memakai batas titer H dan/ O ≥ 1/320 sebagai nilai
yang signifikan.
Typhidot
• Deteksi IgM dan IgG terhadap outer
membrane protein (OMP) 50 kDa dari
S. typhi.
• Positif setelah infeksi hari 2-3.

Tubex TF
• Deteksi IgM anti lipopolisakarida O9 dari Salmonella serogroup D (salah satunya
S. typhi).
• Positif setelah hari ke 3-4.

A Comparative Study of Typhidot and Widal Test in Patients of Typhoid Fever. JIACM 2004; 5(3): 244-6.
Pilihan Antibiotik Untuk Demam Tifoid
(WHO 2011)
Resistensi Antibiotik
• Multidrug resistance
– Multidrug-resistant (MDR) strains (ie, those resistant to ampicillin, trimethoprim-
sulfamethoxazole, and chloramphenicol) are prevalent worldwide.
• MDR strains of S. Typhi and S. Paratyphi have caused numerous outbreaks in
endemic regions, including South and Southeast Asia, China, and Africa.
• Because of this, ampicillin, trimethoprim-sulfamethoxazole, and
chloramphenicol are no longer used as first-line agents for treatment of enteric
fever.
• In many parts of South Asia, the majority of S. Typhi isolated among clinical
cases is nonsusceptible to fluoroquinolones.
• Increasing rates of full resistance to fluoroquinolones have also been reported;
– in some cases, these resistant isolates have been classified as a subclass of the
MDR H58 typhoid strain that had widely disseminated throughout Asia and some
African countries .
• Most S. Typhi and S. Paratyphi isolates remain susceptible to azithromycin
and ceftriaxone, although resistant isolates have been reported.

Edward T Ryan, MD, DTMH, Jason Andrews, MD. Treatment and prevention of enteric (typhoid and paratyphoid) fever
44. Demam Tifoid
• Gejala & tanda demam tifoid:
– Step ladder fever, lidah kotor, hepatomegali

• Tatalaksana
– Kloramfenikol, DOC di Indonesia (Buku ajar IPD), 4x500
mg/hari sd 7 hari bebas demam.
– Kotrimoksazol 2x480 mg selama 2 minggu, efektivitas hampir
sama dengan kloramfenikol.
– Ampisilin & amoksisilin, 50-150 mg/kgBB, selama 2 minggu,
kemampuan menurunkan demam lebih rendah dari
kloramfenikol.
– Ceftriakson, 3-4 g dalam 100 mL dekstrosa, infus dalam ½ jam,
1x/hari, selama 3-5 hari.
– Siprofloksasin 2x500 mg/hari selama 6 hari.
ILMU BEDAH
Soal no 46
Tn. Brahmana Panditopati Suryakelana, 40
tahun, datang dengan keluhan tidak bisa
menelan dan muntah bila memakan makanan.
Pada pemeriksaan fisik, tidak didapatkan
kelainan. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan gambaran penyempitan di distal
esofagus, pelebaran di proksimal esofagus
(Bird’s beak appearance). Diagnosis yang paling
mungkin adalah...
a. Akalasia
b. Esofagitis
c. Tumor esofagus
d. Barret esofagus
e. Fistel esofago-tracheal

Jawaban: A. Akalasia
46. Akalasia Esofagus
Gejala Klinis
Soal no 47-48
47. Pasien Ny. Shimmer Shines, 18 tahun,
mengalami kecelakaan lalu lintas 1 jam yang lalu
saat mengendarai motornya dengan kecepatan
tinggi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien
compos menitis, TD 100/70mmHg, nadi
110x/mnt, RR 22x/mnt. Tampak fraktur terbuka
di 1/3 tengah femur dextra. Tindakan yang
paling tepat dalam kasus ini adalah...
a. Infus kristaloid, tetanus toksoid, debridement, ro
femur, pengawasan
b. Infus kristaloid, debridement, pengawasan
c. Infus koloid, debridemet, pengawasan
d. Infus PRC, tetanus toksoid, debridemet,
pengawasan
e. Segera konsultasi dengan bedah ortopedi untuk
melakukan pembedahan

Jawaban: A. Infus kristaloid, tetanus toksoid,


debridement, ro femur, pengawasan
48. Pasien Tn. Abdullah Eddyawan Hijriah, 25
tahun, mengalami kecelakaan lalu lintas 2 jam
yang lalu. Pada pemeriksaan fisik, terlihat pasien
sangat kesakitan, kesadaran kompos mentis, TTV
dalam batas normal. Dari pemeriksaan
didapatkan fraktur tulang tibia sinistra dengan
luka terbuka ±12cm, ujung tulang terlihat.
Komplikasi akut yang dapat terjadi adalah...
a. Kompartemen sindrom
b. Emboli paru
c. Osteoarthritis
d. Kekakuan sendi
e. Osteomyelitis

Jawaban: E. Osteomyelitis
47-48. Fraktur Terbuka
• Dimana terjadi hubungan dengan lingkungan
luar melalui kulit.
• Terjadi kontaminasi bakteri  komplikasi
infeksi
• Luka pada kulit :
– Tusukan tulang tajam keluar menembus kulit
(from within)
– Dari luar misal oleh peluru atau trauma langsung
(from without)
47. Tahap –Tahap Pengobatan Fraktur
Terbuka
1. Pembersihan luka  irigasi dengan NaCl fisiologis secara
mekanis  mengeluarkan benda asing yg melekat.
2. Eksisi jaringan mati dan tersangka mati (debrideman)
pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak, fasia otot dan
fragmen tulang yg lepas.
3. Pengobatan fraktur itu sendirifiksasi interna atau
eksterna
4. Penutupan kulit
– Jika diobati dalam periode emas (6 – 7 jam) sebaiknya kulit
ditutup
– kulit tegang  tidak dilakukan
5. Pemberian antibakteri
– Antibiotik diberikan sebelum, pada saat dan sesudah operasi
6. Tetanus
Koval, Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D.
Handbook of Fractures, 3rd Edition
Choice of fixation
• several options to • No consensus of what
stabilize an open method to use
fracture • Surgeons must make
– splinting, judgment of which
– casting, method is appropriate
– and traction
– external fixation,
– plating, and
– intramedullary nailing
Koval, Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D.
Handbook of Fractures, 3rd Edition
Volume Perdarahan Fraktur Femur

• Femur bone anatomy


– Terletak dekat dengan
pembukuh darah besar
(femoral artery)
• Pada fraktur femur
kehilangan darah
sampai 1,500 ml per
femur
48. Komplikasi Fraktur Terbuka
Komplikasi Akut Komplikasi Kronik
Infeksi (osteomielitis akut) Non-union, delayed union, mal-union
Syok hipovolemik Avascular necrosis
Sindrom Kompartemen Shortening
Emboli lemak Joint stiffness
ARDS Sudeck’s dysthropy
Cedera neuro-vaskular Osteomielitis kronik
Kontraktur iskemik
Myositis ossificans
Osteoarthritis
Komplikasi fraktur
• Dapat terjadi spontan, 1. Komplikasi pada kulit
– lesi akibat penekanan
iatrogenik atau tindakan – ulserasi akibat dekubitus
– ulserasi akibat pemasangan gips
pengobatan 2. Komplikasi pemb darah
• Tiga faktor utama: – lesi akibat traksi dan penekanan
– Iskemik volkman
– penekanan lokal – Gangren
– traksi yg berlebihan 3. Komplikasi pada saraf
– Lesi akibat traksi dan penekanan
– infeksi
4. Komplikasi pada sendi
– Infeksi (artritis septik) akibat
operasi terbuka
5. Komplikasi pada tulang
– Infeksi akibat operasi terbuka
– Komplikasi pada lempeng epifisis
48. Osteomielitis
Soal no 49
Tn. Bramantyo Aditama Nugraha, usia 64 tahun
datang diantar oleh istri dan anak dengan
keluhan nyeri saat berkemih disertai dengan BAK
tidak lampias. Pasien sering terbangun di malam
hari untuk BAK, sehingga pasien merasa Lelah
karena terganggu tidurnya. Pemeriksaan
penunjang awal apa yang dapat dilakukan untuk
membantu menegakkan diagnosis?
a. USG
b. CT-Scan
c. BNO
d. BNO-IVP
e. Renogram

Jawaban: A. USG
49. BPH

Tanda klinis terpenting BPH


 Sering kencing adalah ditemukannya
 Sulit kencing pembesaran konsistensi
 Nyeri saat berkemih kenyal, pool atas tidak teraba
 Urin berdarah pada pemeriksaan colok
 Nyeri saat ejakulasi dubur/ digital rectal
 Cairan ejakulasi examination (DRE). Apabila
berdarah teraba indurasi atau terdapat
 Gangguan ereksi bagian yang teraba keras,
 Nyeri pinggul atau perlu dipikirkan kemungkinan
punggung prostat stadium 1 dan 2.
Manifestasi Klinis
Dapat dibagi ke dalam dua kategori :

Obstruktif :
terjadi ketika faktor
dinamik dan atau Iritatif :
faktor statik hasil dari
mengurangi obstruksi yang
pengosongan sudah berjalan
kandung kemih. lama pada leher
kandung kemih.
Pada USG (TRUS, Transrectal
Ultrasound)
• Pembesaran kelenjar
pada zona sentral
• Nodul hipoechoid atau
campuran echogenic
• Kalsifikasi antara zona
sentral
• Volume prostat > 30 ml
• Dapat digunakan sebagai
pemeriksaan awal

CT Scan:
• Tampak ukuran prostat
membesar di atas ramus superior
simfisis pubis.
Gambaran BNO IVP
Pada BNO IVP dapat ditemukan:
• Indentasi caudal buli-buli
• Elevasi pada intraureter
menghasilkan bentuk J-ureter
(fish-hook appearance)
• Divertikulasi dan trabekulasi
vesika urinaria

“Fish Hook appearance”(di tandai


dengan anak panah)

Indentasi caudal buli-buli


Derajat BPH, Dibedakan menjadi 4
Stadium :
 Stadium 1 :
Obstruktif tetapi kandung kemih masih
mengeluarkan urin sampai habis.

 Stadium 2 : masih tersisa urin 60-150 cc.

 Stadium 3 : setiap BAK urin tersisa kira-kira 150 cc.

 Stadium 4 :
retensi urin total, buli-buli penuh pasien tampak
kesakitan urin menetes secara periodik.
Grade Pembesaran Prostat
Rectal Grading
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
• Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.
• Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.
• Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.
• Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.
• Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.
Kategori Keparahan Penyakit BPH Berdasarkan
Gejala dan Tanda (WHO)
Keparahan Skor gejala AUA Gejala khas dan tanda-tanda
penyakit (Asosiasi Urologis
Amerika)
Ringan ≤7 • Asimtomatik (tanpa gejala)
• Kecepatan urinari puncak < 10 mL/s
• Volume urine residual setelah
pengosongan 25-50 mL
• Peningkatan BUN dan kreatinin
serum
Sedang 8-19 Semua tanda di atas ditambah
obstruktif penghilangan gejala dan
iritatif penghilangan gejala (tanda dari
detrusor yang tidak stabil)
Parah ≥ 20 Semua hal di atas ditambah satu atau
lebih komplikasi BPH
Algoritma manajemen terapi BPH
BPH

Menghilangkan gejala Menghilangkan gejala Menghilangkan gejala parah


ringan sedang dan komplikasi BPH

Watchful Operasi
waiting
α-adrenergik α-adrenergik
antagonis atau antagonis dan 5-α
5-α Reductace
Reductace inhibitor inhibitor

Jika respon Jika respon Jika respon Jika respon tidak


berlanjut tidak berlanjut, berlanjut berlanjut, operasi
operasi
Soal no 50
Ny. Widyawati Setia Nugraha, usia 50 tahun
datang ke RS dengan keluhan nyeri pada kedua
lutut. Keluhan awalnya dirasakan pada lutut
sebelah kanan semakin lama semakin
memberat. Nyeri terutama dirasakan saat
berjalan jauh dan naik tangga dan keluhan ini
sudah mengganggu aktifitas sehari-hari. Hasil
pemeriksaan rongent akan didapatkan…
a. Osteolitik
b. Penyempitan celah sendi
c. Tofus
d. Panus
e. Rheumatoid factor

Jawaban: B. Penyempitan celah sendi


50. Osteoartritis

Osteoarthritis (OA)  bahasa Yunani 


arthron = sendi dan itis = inflamasi

Osteoartritis (OA)  penyakit degeneratif yang


berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Sendi
penyangga berat badan  vertebra, panggul, lutut
dan pergelangan kaki
A. Bila terjadi kerusakan pada tulang sub-artikuler (1), meningkatnya tekanan
pada titik tertentu pada tulang rawan (2), sehingga beban yang diterima pada
daerah tersebut berlebihan atau kerusakan tulang rawan sendi oleh karena
suatu hal (3) dapat menyebabkan osteoartritis
B. Gambar skematis tekanan yang diterima akibat beban tubuh pada sendi yang
normal
Etiologi dan Faktor Resiko

Cedera Sendi,
Penyakit
Umur Pekerjaan,
Metabolik
Olahraga

Kelainan
Jenis Kelamin Kegemukan
Pertumbuhan

Suku Bangsa Genetik Faktor Lain


Patologis

Kelainan Yang Dapat Ditemukan

Tulang Rawan Sendi

Tulang

Membran Sinovial

Kapsul Sendi

Badan Lepas

Efusi

Nodus heberden dan Bouchard


Gejala Klinis

Keluhan
Utama

Sendi Bertambah
penopang Nyeri Dengan
tubuh Gerakan

Malam hari
Gejala Klinis

Kekakuan

Gangguan
Pembengkakan
Pergerakan

Nodus Heberden
Deformitas
dan Bouchard
Diagnosis

Pemeriksaan Fisik

Pembengkakan Sendi
Hambatan Gerak yang Seringkali
Asimetris

Tanda
Krepitasi Deformitas Sendi Perubahan Gait
Peradangan
Pemeriksaan Penunjang OA Genu
• Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain
foto X-rays genu AP dan lateral, temuan yang didapat
antara lain:
– Celah sendi menyempit
– Skeloris subkondral
– Ditemukan osteofit
• Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah MRI,
temuan yang didapat antara lain: penebalan
synovium, edema sumsum tulang, defek pada
kartilago, bursitis,
Soal no 51
Seorang perempuan, 25 tahun, datang dengan
keluhan pergerakan yang aneh di kaki kanannya.
Pasien pernah mengalami patah tulang di kaki
kanannya tersebut 1 tahun yang lalu. Pada
pemeriksaan fisik tanda vital 120/70 mmHg, HR
86x/menit, RR 20x/menit, t 36.7 0C. Pada
pemeriksaan rontgen tampak adanya
pseudoarthrosis. Apakah kemungkinan yang
terjadi?
a. Non-Union
b. Mal-Union
c. Single Union
d. Double Union
e. Delayed Union

Jawaban: A. Non-Union
51. Penyembuhan Abnormal pada Fraktur
Komplikasi Keterangan
Delayed Union Delayed union artinya penyatuan yang tertunda, yaitu patah
tulang yang tidak menyatu dalam waktu 3-6 bulan, tidak
terlihat ada pertumbuhan tulang yang baru, kalaupun ada
sangat sedikit, kalus (tulang muda) di sekitar daerah patahan
pun sangat kurang.
Non Union Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil
setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk
sendi palsu atau pseudoarthrosis.
Mal Union Mal union adalah dimana tulang yang patah menyatu dalam
waktu yang tepat (3-6 bulan) namun terdapat deformitas
(misal: bengkok) ataupun kekuatan tulang yang tidak
sempurna.
Non Union
• Apabila fraktur tidak menyembuh antara 6 – 8 bln dan tidak ada konsolidasi sehingga
terjadi pseudoartrosis (sendi palsu)
• Proses penyembuhan sudah berhenti !!!
• Beberapa jenis non union menurut keadaan ujung fragmen tulang : Hipertrofik &
Atrofik /Oligotrofik
• Penyebab Non union:
– Vaskularisasi yg kurang pada ujung fragmen
– Reduksi yg tidak adekuat
– Imobilisasi yg tidak adekuat
– Waktu imobilisasi yg tidak cukup
– Infeksi
– Distraksi
– Interposisi jaringan lunak
– Destruksi tulang  tumor atau infeksi
– Dissolusi hematoma fraktur oleh cairan sinovia
– Kerusakan periost yg hebat
– Fiksasi interna yg tidak sempurna
– Delayed union yg tidak diobati
– Pengobatan yg salah atau sama sekali tidak dilakukan pengobatan
• Gambaran pseudoarthrosis pada fraktur komplit diafisis tibia-fibula
• Fratur tampak overlap, angulasi anterior dan internal. Tampak
formasi kalus pada margin fraktur, namun tidak tampak “bridging”.
Mal union
• Keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya,
tetapi terdapat deformitas yg berbentuk angulasi, varus
/ valgus, rotasi, kependekan.
• Etiologi
– Fraktur tanpa pengobatan
– Pengobatan tidak adekuat
– Reduksi dan imobilisasi yg tidak baik
– Pengambilan keputusan serta teknik yg salah pada awal
terapi
– Osifikasi prematur pada lempeng epifisis karena trauma
-

Gambaran Klinis Pengobatan


• Deformitas dengan bentuk • Konservatif
bervariasi – Refrakturisasi dengan
• Gangguan fungsi anggota pembiusan umum
gerak – Apabila ada kependekan
• Nyeri dan keterbatasan anggota gerak dapat
pergerakan sendi dipergunakan sepatu
• Ditemukan komplikasi ortopedi
paralisis tardi nervus ulnaris • Operatif
• Daerah sendi  Osteoartritis – Osteotomi korektif dan bone
(OA)
graft disertai dengan fiksasi
• Bursitis atau nekrosis kulit interna
Delayed Union
• Fraktur yang tidak sembuh • Px Radiologis
setelah selang waktu 3 – 5 bulan – Tidak ada gambaran tulang baru
• Delayed Union  Proses – gambaran kista pada ujung2 tulang
penyembuhan masih berlangsung – Kalus yg kurang di sekitar fraktur
!!!
• Etiologi: Sama dengan etiologi • Pengobatan
pada non union – Konservatif  pemasangan gips
• Gambaran klinis: utk imobilisasi tambahan 2 – 3 bln
– Nyeri anggota gerak pada – Operatif  union diperkirakan
pergerakan dan waktu berjalan tidak terjadi  fiksasi interna +
bonegraft
– Pembengkakan
– Nyeri tekan
– Terdapat gerakan yg abnormal
pada daerah fraktur
– Deformitas
Soal no 52
Seorang laki-laki, 24 tahun, datang ke UGD dengan
keluhan habis kecelakaan dan pinggang terbentur
aspal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran
CM, tekanan darah 80/60 mmHg, nadi 120x/ menit,
RR 24x/ menit, dan suhu 37,5OC, serat tampak jejas
di flank kiri. Dari pemeriksaan urinalisa didapatkan
eritrosit darah 100/lpb. CT Scan abdomen
didapatkan hematom ginjal kiri, perdarahan
perirenal trbatas pada retroperitoneum, robekan
parenkim ginjal < 1 cm tidak ada ekstravasasi urin.
Diagnosis…
a. Trauma ginjal grade 1
b. Trauma ginjal grade 2
c. Trauma ginjal grade 3
d. Trauma ginjal grade 4
e. Trauma ginjal grade 5

Jawaban: B. Trauma ginjal grade 2


52. TRAUMA GINJAL
MEKANISME TRAUMA : DIAGNOSIS
• Langsung • Cedera di daerah
• Tidak langsung ( deselerasi) pinggang,punggung dan
dada bawah dengan nyeri
JENIS TRAUMA:
• Tajam
• Hematuri (gross /
• Tumpul mikroskopik )
• Fraktur costa bg bawah atau
PENCITRAAN proc.Spinosus vertebra.
• BNO – IVP • Kadang syok
• CT SCAN
• MRI • Sering disertai cedera organ
• USG TIDAK DIANJURKAN. lain
AAST Renal Trauma Classification
• grade I: contusion or non-enlarging subcapsular perirenal haematoma, and no
laceration
• grade II: superficial laceration <1 cm depth and does not involve the collecting
system (no evidence of urine extravasation), non-expanding perirenal haematoma
confined to retroperitoneum
• grade III: laceration >1 cm without extension into the renal pelvis or collecting
system (no evidence of urine extravasation)
• grade IV
– laceration extends to renal pelvis or urinary extravasation
– vascular: injury to main renal artery or vein with contained haemorrhage
– segmental infarctions without associated lacerations
– expanding subcapsular haematomas compressing the kidney
• grade V
– shattered kidney
– avulsion of renal hilum: devascularisation of a kidney due to hilar injury
– ureteropelvic avulsions
– complete laceration or thrombus of the main renal artery or vein
CT Scan contrast
Trauma ginjal grade I

Tidak ada jejas parenkim ginjal

Hematom Subkapsular

Ginjal Normal
CT Scan contrast
Trauma ginjal grade II

Laserasi Korteks Ginjal

Hematom Perirenal

CT Scan contrast
Trauma ginjal grade III

Panah merah menunjukan


Laserasi dalam hingga kortiko-medulari junction
CT Scan contrast
Trauma ginjal grade IV

Laserasi mencapai collecting duct

Huruf U: menggambarkan
eksravasi urine ke peritoneal

CT Scan contrast
Trauma ginjal grade V

Perdarahan intraperiotenal masif

Laserasi mengenai arteri


renalis

Gambaran perfusi ginjal


menurun
BNO-IVP Plain X-Ray

Demonstrating
extravasation of contrast
from the right kidney, and a
functioning left kidney.

Blunt right renal trauma. Entire


collecting system, ureter and bladder
filled with a blood clot  radio-opac.
http://www.trauma.org/archive/abdo/renal/case.html (Plain X-Ray)
One shot-Intraoperative Intraveous Pyelography
• Indikasi: pasien yang tidak stabil tidak
dimungkinkan dilakukan CT scan, maka perlu
dilakukan one shot-IVP di ruang operasi.
• Teknik: injeksi kontras sebanyak 2 ml/KgBB
dan diikuti dgn satu kali pengambilan plain
foto tunggal 10 menit post injeksi.
• Tujuan: memberikan informasi untuk tindakan
laparotomi segera, dan data mengenai normal
atau tidaknya fungsi ginjal kontralateral.
• Pada trauma ginjal grade 5 (non-functioning
kidney) tidak akan tampak zat kontras yang
diekskresikan. Ekstravasasi zat kontras di
jaringan sekitar ginjal mungkin terlihat pada
grade 1-4.
• One-shot IVP tidak memiliki manfaat yang
signifikan untuk menilai pasien dengan trauma
tembus ginjal yang akan menjalani operasi
laparotomi.
Soal no 53
Tn Anthony usia 65 tahun datang dengan
keluhan benjolan di lipat paha yang menetap,
disertai mual dan muntah. Awalnya benjolan
dirasakan sejak 6 bulan yang lalu hilang timbul.
Hasil pemeriksaan TD 110/60 mmHg, RR
22x/menit, HR 82 x/menit dan suhu 36,9oC.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan benjolan
dilipat paha, nyeri (+), kemerahan (+) bising usus
(+) meningkat. Apakah diagnosis pasien tersebut
?
a. Hernia femoralis
b. Hernia reponibel
c. Hernia ireponibel
d. Hernia inkarserata
e. Hernia strangulata

Jawaban: E. Hernia strangulata


53. Hernia
Tipe Hernia Definisi
Reponible Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga
peritoneum secara manual atau spontan
Irreponible Kantong hernia tidak adapat masuk kembali ke rongga peritoneum

Inkarserata Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong
hernia
Strangulata Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong
hernia  tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah,
demam
Hernia Inkarserata dengan Ileus
Soal no 54
Laki-laki usia 35 tahun datang ke IGD dengan
keluhan tidak bisa BAK sejak 8 jam yang lalu.
Keluhan yang sama juga dirasakan 3 bulan yang
lalu dan pernah BAK bercampur darah 2 bulan
yang lalu. Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 90
x/m, RR 28 x/m. Apa tatalaksana pertama untuk
pasien diatas?
a. Rectal toucher untuk mengetahui
pembesaran prostat
b. Memasang dower cateter
c. USG andomen
d. Pielografi intravena
e. Uretrografi

Jawaban: B. Memasang dower cateter


54. Retensi Urin
• Adalah suatu keadaan dimana urine tidak dapat keluar dari buli-
buli, sebagian atau seluruhnya
• Retensio urine bisa terjadi secara akut atau kronis, bisa juga terjadi
secara total atau partial
• Acute urinary retention
– the sudden and often painful inability to void despite having a full bladder
– kegawatdaruratan dibidang urologi
• Chronic urinary retention
– painless retention associated with an increased volume of residual urine
• Retensio urine harus bisa dibedakan dengan ANURIA atau
OLIGOURIA
• Pada anuria, keadaan dimana orang tsb tidak dapat mengeluarkan
kencing sama sekali atau < 100 cc / 24 jam karena produksinya di
ginjal tidak ada
• sedang oligouria adalah berkurangnya produksi air kencing,
dikatakan oligouria bila urine < 400 cc / 24 jam
BERDASARKAN LOKASI PENYEBAB
I. SUPRA VESICA
Penyebab supra vesika adalah hal-hal yang disebabkan persarafan
kandung kemih misalnya trauma medula spinalis, atau kerusakan
saraf simpatis dan parasimpatis akibat trauma operasi atau
neuropati DM.
II. VESICA
Penyebab vesika adalah kelainan kandung kemih yang diakibatkan
obstruksi lama atau infeksi kronis yang menyebabkan fibrosis buli-
buli sehingga kontraksi buli-buli melemah
III. INFRA VESICA
Penyebab infra vesika adalah penyebab mekanik seperti klep
uretra posterior kongenital, meatus stenosis kongenital, striktur
uretra, batu uretra, dan prostat hipertropi
GAMBARAN KLINIK

 ANAMNESA
Ditujukan untuk mengetahui gejala maupun penyebab retensi. Jenis
kelamin, umur penderita penting untuk diketahui, demikian juga penyakit2
yang pernah diderita seperti pernah kencing keluar batu dan darah. Juga
perlu diketahui riwayat trauma.

 PEMERIKSAAN FISIK
• Teraba buli-buli penuh berupa penonjolan di daerah supra pubic yang
biasanya nyeri tekan. Pada genitalia externa kita periksa adanya
infiltrat urine, fistel, batu uretra maupun tumor
• Pemeriksaan colok dibur dilakukan untuk meraba adanya pembesaran
prostat dan tumor rektum
• Perlu juga dilakukan test BCR (bulbus covernosus reflex) untuk
menyingkirkan kemungkinan karena sebab neurogenik
 PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Foto polos abdomen untuk melihat adanya batu buli-buli/batu urethra
atau pada buli-buli
• USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal,
mendektesi residu urine, batu ginjal dan tumor buli-buli.
• IVP Untuk mengetahui adanya kelainan pada sistem tractus urinary,
dengan melihat fungsi ginjal dan ureter.
• Uretrografi untuk melihat apakah ada striktur urethra

 PENATALAKSANAAN
• Urine yang tertahan didalam buli-buli harus segera dikeluarkan untuk
menghindari masalah seperti: mudah terjadi infeksi saluran kemih,
kontraksi buli-buli menjadi lemah dan timbul hidroureter dan
hidronefrosis yang selanjutnya menimbulkan gagal ginjal
• Tindakan:
– Pemasangan kateter urin
– Pungsi suprapubik
– Nefrostomi bila terdapat sumbatan total pada kedua ureter
Tatalaksana Retensi
Urin Akut

https://www.aafp.org/afp/2018/1015/p496.html
https://www.aafp.org/afp/2018/1015/
p496.html
Soal no 55
Laki-laki, 30 tahun, datang dengan keluhan perut
kembung, disertai mual dan muntah-muntah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/70
mmhg, nadi 90x/ menit, RR 28x/ menit. PF
abdomen: meteorismus, perkusi timpani, dan BU
(-). Tiga hari sebelumnya pasien diare, namun
sudah sembuh karena sudah diberikan obat diare
oleh dokter klinik. Pasien direncanakan dilakukan
pemeriksaan rontgen abdomen 3 posisi,
gambaran radiologis yang tampak adalah...
a. Udara tidak sampai distal, gambaran herring bone,
stepladder bertingkat
b. Udara sampai distal, gambaran herring bone, stepladder
bertingkat
c. Udara tidak sampai distal, pre-peritoneal fat
menghilang
d. Udara sampai distal, distensi usus halus dan usus besar,
air fluid level segaris
e. Udara tidak sampai distal, gambaran udara bebas pada
ruang peritoneum

Jawaban: D. Udara sampai distal, distensi usus halus dan


usus besar, air fluid level segaris
55. Ileus Paralitik dan Ileus Obstruktif

• Ileus obstruktif (ileus mekanik)


– isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal
atau anus karena adanya sumbatan/hambatan
mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus,
dinding usus atau luar usus.

• Ileus paralitik
– usus gagal/ tidak mampu melakukan kontraksi
peristaltik untuk menyalurkan isinya akibat kegagalan
neurogenik atau hilangnya peristaltik usus tanpa
adanya obstruksi mekanik.
Penyebab Tersering Ileus Obstruktif
(intralumen, intramural, ekstramural)
55. Ileus Paralitik
• Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah
keadaan dimana usus gagal/tidak mampu
melakukan kontraksi peristaltik untuk
menyalurkan isinya.
• Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer
usus melaikan akibat dari berbagai penyakit
primer, operasi yang berhubungan dengan
rongga perut, toksin dan obat-obatan yang
mempengaruhi kontraksi otot polos usus.
Etiologi
• Neurogenik: • Metabolik:
– Pascaoperasi – gang. Keseimbangan elektrolit
– Kerusakan medula spinalis – Uremia
– Keracunan timbal – Komplikasi DM
– Iritasi persarafan splanikus – Penyakit sistemik seperti SLE
• Iskemia usus – Sklerosis multipel
• Infeksi:
– Pneumonia, empiema,
urosepsis, peritonitis dan
infeksi berat lainnya
• Obat-obatan:
– Narkotik, antikolinergik,
katekolamin, fenotiazin, AH
– Loperamid
Manifestasi Klinis
• Perut kembung (distensi)
• Anoreksia
• Mual
• Muntah (mungkin ada mungkin tidak)
• Obstipasi
• Distensi pada ileus paralitik tanpa disertai
adanya nyeri kolik abdomen.
Pemeriksaan Fisik
• Pasien menyatakan merasa tidak enak di
bagian perutnya.
• Inspeksi: distensi abdomen
• Auskultasi: bisisng usus lemah dan jarang
bahkan tidak ada sama sekali.
• Palpasi: nyeri tekan dan nyeri lepas negatif
• Perkusi: timpani
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan penunjang Foto polos abdomen 3 posisi
ditujukan untuk mencari • Pada ileus paralitik akan
kausa ileus paralitik. ditemukan distensi
• Pemeriksaan: lambung, usus halus dan
– Leukosit darah usus besar.
– Elektrolit • Air fluid level ditemukan
– Ureum berupa suatu gambaran
– Glukosa darah line up (segaris)
– amilase • Air fluid level pada ileus
obstruktif memberikan
gambaran stepladder
(seperti anak tangga)
Ileus Paralitik

Foto polos abdomen: udara sampai ke distal,


dilatasi usus halus dan usus besar.
Terapi
• Bersifat konservatif dan suportif
• Dekompresi, menjaga keseimbangan cairan
dan elektrolit, mengobati kausa atau penyakit
primer dan pemberian nutrisi yang adekuat.
• Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa
nasogastrik.
• Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit
dan nutrisi parenteral sesuai dengan
kebutuhan.
Soal no 56
Tn. Mazzini Setiawan Akbar, 23 tahun, dibawa ke
RS oleh teman-temannya karena nyeri pada
bahu kanan setelah terjatuh saat bermain bola.
Pada pemeriksaan fisik, tampak lengan kanan
tampak memanjang dan eksorotasi. Saat
diminta untuk digerakkan, pasien merasa sangat
kesakitan. Diagnosis pada pasien ini yang paling
mungkin adalah...
a. Dislokasi caput humeri ke arah posterior
b. Dislokasi caput humeri ke arah anterior
c. Dislokasi epicondylus humeri
d. Fraktur caput humeri
e. Fraktur shaft humeri

Jawaban: B. Dislokasi caput humeri ke arah


anterior
56. Dislokasi Bahu (D.Glenohumeralis)
• Keluarnya caput humerus dari cavum gleinodalis

• Etio : 99% trauma

• Pembahagian

• Dis. Anterior (98 %)

• Dis.Posterior (2 %)

• Dis. Inferior

• Mekanisme Trauma
• Puntiran sendi bahu tiba-tiba

• Tarikan sendi bahu tiba-tiba

• Tarikan & puntiran tiba-tiba


Dislokasi Anterior
 Lengkung (contour) bahu berobah,

 Posisi bahu abduksi & rotasi ekterna

 Teraba caput humeri di bag anterior

 Prominent acromion, sulcus sign

 Back anestesi  ggn n axilaris

 Radiologis  memperjelas Diagnosis

 Rontgen Foto

 CT Scan
Sulcus Sign test
• a shoulder stability
examination to determine
if there is anterior or
multidirectional instability
observed between the
acromion and the humeral Prominent
head. acromion
• With the arm straight and
relaxed to the side of the
patient, the elbow is
grasped and traction is Sulcus
applied in an inferior Sign
direction
Dislokasi Posterior:
Klinis
• Lengan dipegang di
depan dada
• Adduksi
• Rotasi interna
• Bahu anterio tampak
lebih datar (flat and
squared off)
Soal no 57
An. Arsenio Sharique Zhafran, usia 2 tahun
diantar kedua orang tuanya ke RS dengan
keluhan menangis saat berkemih. Sejak 2 hari
SMRS, pasien tampak tidak nyaman ketika
berkemih, namun tidak pernah samapai
menangis. Dari fisik Dari pemeriksaan fisik
didapatkan penis bengkak dan preputium tidak
bisa ditarik ke belakang. Diagnosis pada kasus ini
adalah...
a. Phimosis
b. Balanitis
c. Varikokel
d. Hidrokel
e. Ureteritis

Jawaban: B. Balanitis
57. Balanitis
Definisi
• Balanitis adalah radang pada glans penis
• Posthitis adalah radang pada kulup.
• Radang pada kepala penis dan kulup (balanoposthitis) bisa juga terjadi.
• Pria yang mengalami balanoposthitis mengalami peningkatan resiko
berkembangnya balanitis xerotica obliterans, phimosis, paraphimosis, dan
kanker di kemudian hari.
Etiologi
• Penyebab paling umum dari balanitis
adalah kebersihan yang buruk.
• Lebih sering pada pasien dengan fimosis
Gejala
• Penderita merasa nyeri dan gatal, warna
kepala penis kemerahan dan bengkak.

Pengobatan
• Salah satu pengobatan terbaik balanitis adalah
menjaga kebersihan di kepala penis dan antibiotik.
• Saat fase akut tidak dilakukan tindakan operasi
• Jika sudah terlanjur kulup menutup maka harus
dilakukan penyunatan.
Balanoposthitis
• Balanitis (inflammation of
the glans)
• Posthitis (inflammation of
the foreskin)
• More likely to affect boys
under four years of age
• Approximately 1 in every 25
boys and 1 in 30
uncircumcised males (at
some time in their life
• Complication:
– Often causes later adhesions
or phimosis
57. Phimosis
Phimosis Paraphimosis
• Prepusium tidak dapat • Prepusium tidak dapat
ditarik kearah proksimal ditarik kembali dan
• Fisiologis pada neonatus terjepit di sulkus
koronarius
• Komplikasiinfeksi
• Gawat darurat bila
– Balanitis
– Obstruksi vena
– Postitis superfisial  edema dan
– Balanopostitis nyeri  Nekrosis glans
• Treatment penis
– Dexamethasone 0.1% (6 • Treatment
weeks) for spontaneous – Manual reposition
retraction – Dorsum incision
– Dorsum incisionbila
telah ada komplikasi
Komplikasi Fimosis
Tatalaksana Fimosis
& Patofisiologinya • Steroid topikal selama 1-2
• Ujung prepusium bulan
menyempit, • Dorsal slit (sudah tidak
– Smegma >>  benjolan banyak dipakai)
lunak di ujung penis. • Sirkumsisi
– Pancaran urin kecil  urin
terkumpul di sakus
• Retraksi paksa tidak
prepusium  penis boleh dilakukan  risiko
tampak menggelembung infeksi dan sikatriks
saat BAK.
– Higiene berkurang 
infeksi prepusium
(postitis), infeksi glans
(balanitis), balanopostitis.
http://emedicine.medscape.com/article/ http://en.wikipedia.org/wiki/

Male Genital Disorders


Disorders Etiology Clinical
Testicular torsion Intra/extra-vaginal Sudden onset of severe testicular pain followed by
torsion inguinal and/or scrotal swelling. Gastrointestinal
upset with nausea and vomiting.
Hidrocele Congenital anomaly, accumulation of fluids around a testicle, swollen
blood blockage in the testicle,Transillumination +
spermatic cord
Inflammation or
injury

Varicocoele Vein insufficiency Scrotal pain or heaviness, swelling. Varicocele is


often described as feeling like a bag of worms
Hernia skrotalis persistent patency of Mass in scrotum when coughing or crying
the processus
vaginalis
Chriptorchimus Congenital anomaly Hypoplastic hemiscrotum, testis is found in other
area, hidden or palpated as a mass in inguinal.
Complication:testicular neoplasm, subfertility,
testicular torsion and inguinal hernia
Soal no 58-59
58. Seorang laki-laki berusia 23 tahun datang ke
IGD dengan keluhan nyeri perut bagian kanan.
Dari anamnesis didapatkan nyeri kanan bawah
disertai mual, muntah dan tidak mau makan.
Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh 37.8 C,
nyeri tekan Mc Burney (+), nyeri alih (+), nyeri
tekan lepas (+). Pada pemeriksaan lab leukosit
13000 dan segmen 86%. Berapakah skor
Alvarado pada kasus diatas?
a. 6
b. 7
c. 8
d. 9
e. 10

Jawaban: E. 10
59. Pasien perempuan berumur 25 tahun datang
dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang
bertambah berat bila os batuk. Pada
pemeriksaan tanda vital TD 90/60 , HR
80x/menit , RR 20x/menit, 36°C. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri di regio
abdomen kanan saat penekanan abdomen kiri.
Apa pemeriksaan yang menjadi tanda khas pada
pasien diatas?
a. Rovsing sign
b. Curvoiser sign
c. Turtle sign
d. Backleg sign
e. Puddle sign

Jawaban: A. Rovsing sign


58-59. Appendisitis
Alvarado Score
Soal no 60
Ny. Abshari Nuria Rahmatiani, 25 tahun, datang
ke poliklinik Pratista dengan keluhan terdapat
benjolan pada lengan kanan. Pasien tidak
menyadari sejak kapan benjolan tersebut
muncul. Dari pemeriksaan didapatkan benjolan
berdiameter ±1cm, mobile, pseudofluktuan,
sama dengan warna kulit sekitarnya, dan tidak
nyeri. Kemungkinan diagnosis pasien adalah....
a. Ateroma
b. Lipoma
c. Ganglion
d. Kista dermoid
e. Kista epidermal

Jawaban: B. Lipoma
60. Lipoma
Soal no 61
Anak Arroyan Dylan Alfarizqi, 5 tahun, datang ke
puskesmas dengan keluhan susah kencing. Saat
kencing tidak memancar tetapi merembes ke
bawah sehingga celanannya selalu basah saat
kencing. Pada saat ereksi penis melengkung ke
bawah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
orificium eksterna tertarik ke arah ventral. Apa
diagnosis pasien tersebut?
a. Hipospadia
b. Epispadia
c. Fimosis
d. Parafimosis
e. Striktur urethra

Jawaban: A. Hipospadia
61. Hipospadia
Soal no 62
Anak Athafariz Radeya Fadhil, 15 tahun, datang
ke RS Sukamiskin karena mengeluh nyeri
mendadak pada buah zakar setelah bangun pagi
hari. Dari pemeriksaan fisik ditemukan testis kiri
lebih horizontal, bengkak, dan kemerahan pada
scrotum. Dari USG testis didapatkan caput
epididimis dan cordae membesar dengan cairan
didalamnya. Kemungkinan diagnosis pasien
adalah...
a. Torsio testis
b. Epididimo-orchitis
c. Tumor testis
d. Hidrokel
e. Varikokel

Jawaban: A. Torsio testis


62. Torsio Testis
Soal no 63-64
63. Ny. Aiko Fidelya Engrasia, 40 tahun, tiba di
IGD RS 15 menit yang lalu. Pasien merupakan
rujukan dari Puskesmas Jatinegara Kaum. Dari
surat rujukan, diketahui pasien mengalami luka
bakar grade II-III akibat ledakan kompor. BB
pasien 45 kg dengan total luas luka bakar yang
diderita 40%. Terapi cairan selama 8 jam
pertama (rumus Baxter) adalah…
a. 3600
b. 5500
c. 4500
d. 7200
e. 6200

Jawaban: A. 3600
64. Seorang perempuan usia 35 tahun diantar
oleh suaminya ke Puskesmas karena mengalami
luka bakar akibat ledakan kompor gas. Pada
pemeriksaan fisik, pasien tampak sadar, tidak
mengalami sesak nafas, TD 100/60 mmHg,
frekuensi nadi 120x/menit, frekuensi nafas
20x/menit. Pasien mengalami luka bakar derajat
II dan perkiraan luas luka bakar 40%. Apakah
terapi yang paling tepat dilakukan?
a. Memberikan morfin IV
b. Memberikan ketorolac I.V.
c. Memberikanmetampiron I.V.
d. Memberikan antibiotic spectrum luas
e. Memberikan cairan infus RL 4ml/kgBB/luas
luka bakar

Jawaban: E. Memberikan cairan infus RL


4ml/kgBB/luas luka bakar
63-64. Luka Bakar
To estimate scattered burns: patient's
palm surface = 1% total body surface Total Body
area
Surface Area

• Rumus Baxter: 4x40x45 = 7200ml


• 8 jam pertama: 7200/2 = 3600

Parkland formula = baxter formula

http://www.traumaburn.org/referring/fluid.shtml
Soal no 65
Tn. Izza Fannan Pramudanna, 28 tahun, datang
dengan keluhan tidak bisa kencing. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri suprapubik.
Pasien sebelumnya pernah kencing keluar batu
disertai darah. Sering nyeri diakhir berkemih.
Saat ini, untuk penanganan pertama, oleh
dokter, pasien segera dipasang kateter urin
namun tidak bisa. Kemungkinan diagnosis
pasien adalah...
a. Nefrolithiasis
b. Ureterolithiasis
c. Vesikolithiasis
d. Uretrolithiasis
e. Striktur uretra

Jawaban: D. Uretrolithiasis
65. Batu Uretra
• Batu uretra biasanya berasal dari batu ginjal
atau batu ureter yang turun ke buli-buli,
kemudian masuk ke uretra.
• Batu uretra yang merupakan batu primer
terbentuk di uretra sangat jarang, kecuali jika
terbentuk di dalam divertikel uretra.
• Angka kejadian batu uretra ini tidak lebih 1%
dari seluruh batu saluran kemih.
http://emedicine.medscape.com/
Uretra
• Uretra merupakan tabung yang
menyalurkan urine ke luar dari
vesika urinaria melalui proses
miksi.
• Secara anatomis uretra dibagi
menjadi 2 bagian yaitu
– uretra posterior tdd uretra pars
prostatia dan uretra pars
membranesa
– Uretra anterior tdd pars bulbosa, pars
penularis, fossa navukularis dan
meatus uretra eksterna
• Panjang uretra
– wanita  kurang lebih 3-5 cm
– uretra pria dewasa kurang lebih 23-25
cm (Perbedaan panjang inilah yang
menyebabkan keluhan hambatan
pengeluaran urine lebih sering ada
pria)
Batu Uretra
• Batu uretra:
– 2/3 batu uretra terletak di uretra posterior
– 1/3 batu uretra terletak di uretra anterior
• Gejalatidak spesifik, terdapat gejala-gejala obstruksi
– Asimptomatik
– Riwayat sering nyeri pinggang sebelumnya
– Retensi urinKeluhan tersering
– Disuria
– Aliran mengecil
– Frequency
– Dribbling
– Hematuria
– Mengeluar batu kecil saat kencing atau kencing berpasir
– Batu uretra posteriorNyeri yang menjalar ke perineum atau rectum
– Batu uretra anteriornyeri pada daerah tempat batu berada atau
menjalar ke penis
http://www.bjui.org/ContentFullItem.aspx?id=840&SectionType=1&title=Ob
structing-Calculi-within-the-Male-Urethra
Gejala
• Nyeri kolik
• Hematuria
• Nyeri ketok pada
daerah kosto-vertebra,
teraba ginjal pada sisi
yang sakit akibat
hidronefrosis,
• Terlihat tanda-tanda
gagal ginjal
• Adanya retensi urine
Radiologi
• Foto Polos Abdomen
– Melihat kemungkinan adanya batu radioopak di saluran kemih. Batu jenis
kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radioopak dan paling sering
dijumpai, sedangkan batu asam urat bersifat radiolusen.
• Pielografi Intra Vena
– Menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.
– Mendeteksi adanya batu semi opak ataupun batu non opak
– Tidak dapat digunakan pada situasi penurunan fungsi ginjal
• Ultrasonografi
– Dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada
keadaan alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada
wanita yang sedang hamil.
– Dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai
echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau adanya pengkerutan ginjal
• CT Urografi
– Baku standar pemeriksaan batu saluran kemih
– Dapat digunakan pada pasien dengan penuruna fungsi ginjal
acoustic shadowing

Sumbatan di uretra
pars prostatika
Tatalaksana
• Medikamentosa, bersifat simtomatis, yaitu
bertujuan untuk mengurangi nyeri,
memperlancar aliran urine dengan
memberikan diuretikum, dan minum banyak
supaya dapat mendorong batu keluar.
• Litotripsy uretroskopi
• Bedah terbuka
Soal no 66
Pasien dirujuk dari mantri dengan suspek patah
tulang tertutup cruris. Pasien telah dipasang
bidai oleh mantri. Pada pemeriksaan didapatkan
deformitas pada cruris kanan, nyeri tekan (+),
krepitasi (+). Anda sebagai dokter PTT
Puskesmas ingin merujuk pasien tersebut ke
fasilitas yang lebih memadai. RS terdekat 6 jam
perjalanan dari Puskesmas. Apa tatalaksana
yang tepat dilakukan?
a. Foto cruris
b. Langsung rujuk ke RS
c. Memperkuat bidai
d. Memberikan antibiotik
e. Memeriksa tanda-tanda sindrom
kompartemen

Jawaban: E. Memeriksa tanda-tanda sindrom


kompartemen
66. Compartment Syndrome
Soal no 67
Seorang pemain sepakbola bernama Tn.
Ikhsanul Shahbaz Wisnutama, 25 tahun, datang
ke IGD RS Polri diantar pelatih, dengan keluhan
nyeri pada lutut kanan saat sedang berlatih
sepak bola dengan rekan satu timnya. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan anterior drawer
test (+) dan terdengar bunyi plop pada lututnya.
Kemungkinan diagnosis pasien adalah...
a. dislokasi patella
b. Lesi meniscus medialis
c. Ruptur ligamentum cruciatum anterior
d. Fraktur tertutup supraconilar femur
e. Osteoarthritis

Jawaban: C. Ruptur ligamentum cruciatum


anterior
67. Ruptur Anterior Cruciatum Ligament
• Anterior Cruriatum
Ligament adalah salah satu
dari empat major ligament
di lutut. ACL berfungsi
sebagai stabilitator dan
pembatas gerak pada lutut.
• Ruptur ACL ( Anterior
Cruriatum Ligament ) adalah
robeknya satu ligamen pada
lutut yg menghubungkan
tulang kaki bg atas ( distal
femur ) dan tulang kaki bg
bawah ( proksimal tibia )
• 80% of knee ligament injury
is on ACL.
Klasifikasi

Parsial

Total
https://ufhealth.org/anterior-cruciate-
ligament-acl-injury
Etiologi
Manifestasi Klinis
• Popping sound • Anterior drawer test (+)
• Bengkak dan nyeri • Hipotrofi-atrofi (kronik)
• Lutut tidak stabil
Symptoms
• Pain, often sudden and severe
• A loud pop or snap during the injury
• Swelling
• A feeling of looseness in the joint
• Inability to put weight on the point without pain
• In ACL injury, knee is able to flexion but unable
to extension. In PCL injury, knee is in extension
position.
Soal no 68
Tn. Haikal Fathan Ghazawan, 30 tahun, datanng
ke IGD RS dengan keluhan mulut tidak bisa
terbuka yang terjadi tiba-tiba. Pada pemeriksaan
fisik, didapatkan trismus (+) dan dinding
abdomen tegang seperti papan. Terdapat
riwayat luka tertusuk paku saat pasien bekerja
di proyek pembangunan. Kemungkinan
diagnosis yang dialami pasien adalah...
a. Parkinson.
b. Rabies
c. Kejang
d. Meningitis
e. Tetanus

Jawaban: E. Tetanus
68. Tetanus
• Tetanus: gangguan neuromuskular akut berupa
trismus, kekakuan dan kejang otot disebabkan oleh
eksotosin spesifik Clostridium tetani.
• Akibat komplikasi luka: Vulnus laceratum (luka
robek), Vulnus punctum (luka
tusuk), combustion (luka bakar), fraktur terbuka,
otitis media, luka terkontaminasi, luka tali pusat. 
tetanus prone wound
Tanda dan gejala
• Masa inkubasi: bervariasi antara 2 hari atau beberapa
minggu bahkan beberapa bulan, pada umumnya 8 – 12
hari.
• Suhu tubuh normal hingga subfebris
• Tetanus lokal  otot sekitar luka kaku
• Tetanus generalisata
– Trismus: sulit/tidak bisa membuka mulut
– Rhesus sardonicus
– Kaku otot kuduk, perut, anggota gerak
– Sukar menelan
– Opistotonus
• Kejang dalam keadaan sadar dan nyeri hebat.
• Sekujur tubuh berkeringat.
Stadium klinis
Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Albleet’s :
1. Grade 1 (ringan)
– Trismus ringan sampai sedang, spamisitas umum, tidak ada penyulit
pernafasan, tidak ada spasme, sedikit atau tidak ada disfagia.
2. Grade 2 (sedang)
– Trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme ringan atau sedang
namun singkat, penyulit pernafasan sedang dengan takipneu.
3. Grade 3 (berat)
– Trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan yang lama dan
sering, serangan apneu, disfagia berat, spasme memanjang spontan
yang sering dan terjadi refleks, penyulit pernafasan disertai dengan
takipneu, takikardi, aktivitas sistem saraf otonom sedang yang terus
meningkat.
4. Grade 4 (sangat berat)
– Gejala pada grade 3 ditambah gangguan otonom yang berat, sering
kali menyebabkan “autonomic storm”.
Diagnosis dan Komplikasi
• Diagnosis
– Klinis
– Pewarnaan gram

• Komplikasi
– Anoksia otak
– fraktur vertebra
– Aspirasi, penumonia
– Low intake, Dehidrasi
– Disfungsi otonom: hiper/hipotensi, hiperhidrosis
– Kematian
Soal no 69
Anak, Agneta Laurinda Salvia Santoso, usia 12
hari, datang dengan keluhan muntah beberapa
jam setelah makan. Sering muntah berwarna
kehijauan. Pemeriksaan fisik anak tampak
lemah, dilakukan pemsangan infus dan
dilakukan pemeriksaan radiologis. Pada
pemeriksaan radiologis terdapat hasil gambaran
double bubble. Apa diagnosis yang paling tepat?
a. Invaginasi
b. Stenosis ani
c. Stenosis gaster
d. Stenosis duodenum
e. Atresia bilier

Jawaban: D. Stenosis duodenum


69.Stenosis Duodenum
• Ada berbagai jenis tipe obstruksi duodenum, obstruksi
dapat parsial maupun komplit, ekstrinsik atau
instrinsik, atau bahkan kedua-duanya.
• Atresia dan stenosis duodenum termasuk dalam
obstruksi instrinsik. Gejala klinis yang paling sering
muncul adalah muntah bilious dan intoleransi
makanan.
• Dari pemeriksaan fisis, tdak ada temuan yang spesifik
untuk menegakkan diagnosis, namun mungkin kita
akan menemukan distensi pada perut bagian atas.
• Pada foto polos abdomen akan didapatkan gambaran udara
double bubble yang merupakan patognomonis gambaran
pada obstruksi duodenum.
Tatalaksana
• Duodenuduodenostomy atau duodenotomy
dengan reseksi membran merupakan pilihan
tindakan operatif pilihan dengan hasil cukup
bagus dan memiliki riwayat morbiditas post
operatif yang minimal.
GIT Congenital Malformation
Disorder Clinical Presentation
Hirschprung Congenital aganglionic megacolon (Auerbach's Plexus)
Fails to pass meconium within 24-48 hours after birth,chronic constipation
since birth, bowel obstruction with bilious vomiting, abdominal distention,
poor feeding, and failure to thrive, Chronic Enterocolitis.
RT:Explosive stools .
Criterion standardfull-thickness rectal biopsy.
Treatment  remove the poorly functioning aganglionic bowel and create
an anastomosis to the distal rectum with the healthy innervated bowel
(with or without an initial diversion)

Anal Atresia Anal opening (-), The anal opening in the wrong place,abdominal
distention, failed to pass meconium,meconium excretion from the fistula
(perineum, rectovagina, rectovesica, rectovestibuler).
Low lesionthe colon remains close to the skin stenosis anus, or the
rectum ending in a blind pouch.
High lesionthe colon is higher up in the pelvis fistula
Hypertrophic Hypertrophy and hyperplasia of the muscular layers of the pylorus
Pyloric functional gastric outlet obstruction
Stenosis Projectile vomiting, visible peristalsis, and a palpable pyloric tumor(Olive
Disorder Clinical Presentation

Oesophagus Congenitally interrupted esophagus


Atresia Drools and has substantial mucus, with excessive oral secretions,.
Bluish coloration to the skin (cyanosis) with attempted feedings
Coughing, gagging, and choking, respiratory distressPoor feeding
Intestine Atresia Malformation where there is a narrowing or absence of a portion
of the intestine
Abdominal distension (inflation), fails to pass stools, Bilious
vomiting

http://en.wikipedia.org/wiki/ http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth
Congenital Malformation
Atresia anii

Duodenal atresia

Intussusception

Hirschprung

http://emedicine.medscape.com/ Learningradiology.om
Soal no 70
William Axelrod, pasien laki-laki, 30 tahun,
datang dengan keluhan sering ejakulasi dini saat
berhubungan dengan istri. Pasien juga
mengeluhkan merasakan hangat pada area
pampiniformis saat berhubungan. Keluhan
lainnya, sampai usia 2 tahun pernikahan belum
dikaruniai anak, walaupun telah rutin
berhubungan tanpa kontrasepsi. Apakah
kemungkinan diagnosis pada pasien ini?
a. Hipogonadism
b. Varikokel
c. Delayed ejaculation
d. Disfungsi ereksi
e. Hidrocele

Jawaban: B. Varikokel
70. Varikokel

• Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada


pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran darah
balik vena spermatika interna.
• Varikokel merupakan salah satu penyebab infertilitas
pada pria; dan didapatkan 21-41% pria yang mandul
menderita varikokel.
ETIOLOGI
• hilangnya mekanisme pompa otot atau atrofi otot kremaster,
kelemahan kongenital, proses degeneratif pleksus
pampiniformis.
• Hipertensi v. renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava
inferior.
• Turbulensi dari v. supra renalis kedalam juxta v. renalis
internus kiri berlawanan dengan kedalam v. spermatika
interna kiri.
• Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal v.
spermatika .
• Tekanan v. spermatika interna meningkat
• Sekunder : tumor retro, trombus v. renalis, hidronefrosis.
PATOGENESIS
Varikokel  mengganggu proses spermatogenesis dengan cara:
1. Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis  hipoksia
2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (katekolamin dan
prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis.
3. Peningkatan suhu testis.
4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan
kanan  zat-zat hasil metabolit tidak dapat dialirkan dari
testis kiri ke testis kanan  menyebabkan gangguan
spermatogenesis testis kanan  infertilitas.
GEJALA KLINIS
• Pasien biasanya mengeluh belum mempunyai anak
setelah beberapa tahun menikah, atau kadang-kadang
mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa
nyeri.
• Varikokel jarang menimbulkan rasa tidak nyaman.
• Keluhan yang biasa dimunculkan antara lain adanya
rasa sakit yang tumpul atau rasa berat pada sisi
dimana varikokel terdapat.
PEMERIKSAAN FISIK
• Pemeriksaan dilakukan dgn pasien dalam posisi
berdiri, perhatikan keadaan skrotum kemudian
dilakukan palpasi  bentukan seperti kumpulan
cacing-cacing di dalam kantung (bag of worms) yang
berada di sebelah kranial testis, adanya distensi
kebiruan dari dilatasi vena.
• Jika varikokel tidak terlihat secara visual, struktur
vena harus dipalpasi dengan manuver valsava.
Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3
tingkatan/derajat:
1. Derajat I kecil: varikokel dapat dipalpasi setelah pasien
melakukan manuver valsava
2. Derajat II sedang: varikokel dapat dipalpasi tanpa
melakukan manuver valsava
3. Derajat III besar: varikokel sudah dapat dilihat bentuknya
tanpa melakukan manuver valsava.

(manuver valsava = mengedan)


• pemeriksaan auskultasi dengan memakai
stetoskop Doppler sangat membantu, karena
alat ini dapat mendeteksi adanya peningkatan
aliran darah pada pleksus pampiniformis.
• Untuk lebih objektif dalam menentukan besar
atau volume testis dilakukan pengukuran
dengan alat orkidometer.
• pemeriksaan analisis semen dilakukan untuk
menilai seberapa jauh varikokel telah
menyebabkan kerusakan pada tubuli seminiferi.

• Hasil analisis semen pada varikokel menunjukkan


pola stress yaitu menurunnya motilitas sperma,
meningkatnya jumlah sperma muda (immature,)
dan terdapat kelainan bentuk sperma (tapered).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Angiografi/Venografi
• Ultrasonografi (USG)
PENATALAKSANAAN
Indikasi Operasi :
• Varikokel secara klinis pada pasien dengan parameter semen
yang abnormal terkait dengan atrofi testikular ipsilateral atau
dengan nyeri ipsilateral testis yang makin memburuk setiap
hari, harus segera dioperasi dengan tujuan membalikkan
proses yang progresif dan penurunan durasi-dependen fungsi
testis.

• Remaja dengan varikokel grade I – II tanpa atrofi dilakukan


pemeriksaan tahunan untuk melihat pertumbuhan testis, jika
didapatkan testis yang menghilang pada sisi varikokel, maka
disarankan untuk dilakukan varikokelektomi.
TINDAKAN OPERASI
Ligasi dari vena spermatika interna dapat
dilakukan dengan berbagai teknik.
1. Teknik Retroperitoneal (palomo)
2. Teknik Inguinal (ivanissevich)
3. Teknik Laparoskopik
4. Microsurgical varicocelectomy (Marmar-Goldstein )
5. Teknik Embolisasi
PROGNOSIS
• 6 bulan setelah operasi didapatkan perbaikan
signifikan volume testis kiri dan konsentrasi
spermatozoa.
• Kehamilan terjadi pada 3 bulan pasca operasi
berkisar 25% dan meningkat menjadi 50%
pada 6 bulan pasca operasi.
Soal no 71
Reyna Mizunashi, seorang wanita umur 50
tahun datang dengan keluhan keluar cairan dari
puting susu disertai darah, berulang sejak 1
bulan yang lalu. Riwayat penggunaan
kontrasepsi oral dengan siklus menstruasi
normal. Pada pemeriksaan fisis tidak didapatkan
benjolan, tidak ada retraksi papil, tidak ada
pembesaran kelenjar. Diagnosis yang tepat
adalah....
a. Papilloma intraduktal
b. Fibrokistik
c. FAM
d. Tuphyloides
e. Mastitis

Jawaban: A. Papilloma intraduktal


71. The Breast
Tumors Onset Feature
Breast cancer 30-menopause Invasive Ductal Carcinoma , Paget’s disease (Ca Insitu),
Peau d’orange , hard, Painful, not clear border,
infiltrative, discharge/blood, Retraction of the
nipple,Axillary mass
Fibroadenoma < 30 years They are solid, round, rubbery lumps that move freely in
mammae the breast when pushed upon and are usually painless.
Fibrocystic 20 to 40 years lumps in both breasts that increase in size and
mammae tenderness just prior to menstrual bleeding.occasionally
have nipple discharge
Mastitis 18-50 years Localized breast erythema, warmth, and pain. May be
lactating and may have recently missed feedings.fever.
Philloides 30-55 years intralobular stroma . “leaf-like”configuration.Firm,
Tumors smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the
tumor may become reddish and warm to the touch.
Grow fast.
Duct Papilloma 45-50 years occurs mainly in large ducts, present with a serous or
bloody nipple discharge
71. Papilloma Intraduktal
• Papilloma intraduktal adalah pertumbuhan
menyerupai kutil dengan disertai tangkai yang
tumbuh dari dalam payudara yang berasal dari
jaringan glandular dan jaringan fibrovaskular.
• Epidemiologi: terjadi pada wanita pada masa
reproduktif akhir, atau post-menopause. Usia
rerata 48 tahun.
Gejala dan Tanda
• Hampir 90% dari Papilloma Intraduktus adalah dari tipe
soliter dengan diameternya kurang dari 1cm dan sering
timbul pada duktus laktiferus dan hampir 70% dari pasien
datang dengan nipple discharge yang serous dan
bercampur darah.
• Ada juga pasien yang datang dengan keluhan massa pada
area subareola walaupun massa ini lebih sering ditemukan
pada pemeriksaan fisis. Massa yang teraba sebenarnya
adalah duktus yang berdilatasi.
• Papilloma Intraduktus multiple biasanya tidak gejala nipple
discharge dan biasanya terjadi pada duktus yang kecil.
Diperkirakan hampir 25% dari Papilloma Intraduktus
multiple adalah bilateral.

http://radiopaedia.org/
Etiologi dan Patogenesis
• Etiologi dan patogenesis dari penyakit ini masih belum jelas.
• There are associated predisposing risk factors:
– Genderwith women having a higher risk than men
– Obesity
– alcohol consumption
– contraceptive use
– lifetime estrogen exposure
– physical inactivity
– the patient's reproductive history
• Dari kepustakaan dikatakan bahwa, Papilloma Intraduktus ini terkait
dengan proliferasi dari epitel fibrokistik yang hiperplasia.
• Ukurannya adalah 2-3 mm dan terlihat seperti broad-based atau
pedunculated polypoid epithelial lesion yang bisa mengobstruksi
dan melebarkan duktus terkait.
• Kista juga bisa terbentuk hasil dari duktus yang mengalami
obstruksi.

http://radiopaedia.org/ https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519539/
Pemeriksaan Radiologis
• Mammografi
• Biasanya gambaran normal
• Gambaran yang dapat ditemukan dilatasi duktus soliter maupun
multipel, massa jinak sirkumskripta (sering di subareola), atau
kalsifikasi.
• Galactography
• Gambaran abnormalitas ductus: filling defect, ectasia, obstruksi,
atau irregularitas. Tidak spesifik
• Dapat evaluasi jumlah, lokasi, penyebaran, dan jarak dari areola.
• USG
• Gambaran terlihat jelas sebagai nodul padat atau massa
intraduktal dapat pula berupa kista dalam duktus.
• Colour doppleruntuk melihat vaskularisasi.

http://radiopaedia.org/
• Galactogram
USG
• Atas: nodul solid dalam
duktus
• Bawah: nodul
bertangkai dengan
dilatasi duktus
Tatalaksana dan Prognosis
• Papilloma intraduktal solitereksisi
• Menurut komuniti dari College of American
Pathologist, wanita dengan lesi ini mempunyai
risiko 1,5 – 2 kali untuk terjadinya karsinoma
mammae.
Soal no 72
Seorang wanita berusia 45 tahun datang ke
puskesmas dengan keluhan terdapat benjolan
pada leher depan sebelah kanan sejak 3 tahun
yang lalu. Dalam 1 tahun terakhir benjolan
tumbuh dengan cepat, dan dalam 6 bulan terakhir
suara menjadi parau. Pada palpasi nodul teraba
keras dan disertai pembesaran kelenjar getah
bening leher ipsilateral. Pemeriksaan
histopatologi menunjukkan keganasan. Diagnosis
keganasan yang paling mungkin ialah...
a. Adenokarsinoma folikularis
b. Adenokarsinoma papilaris
c. Adenokarsinoma medularis
d. Keganasan anaplastik
e. Penyakit hashimoto

Jawaban: B. Adenokarsinoma papilaris


72. Kanker Tiroid
• Epidemiologi
- Merupakan jenis keganasan jaringan endokrin yang
terbanyak.
- Lebih banyak pada wanita
- Usia penderita <20 tahun atau >50 tahun
• Etiologi yang pasti belum diketahui.
• Beberapa faktor predisposisi:
 Penyinaran di daerah kepala leher dan dada.
 Stimulasi terus menerus TSH pada goitre.
 Hashimoto / Tiroiditis Otoimun
 Genetika yang abnormal.
 Kekurangan yodium atau kelebihan yodium.
 Penyakit Grave dan Stimulator Endogen.
 Inborn Error Metabolisme Tiroid.
Faktor Risiko
• Paparan radiasi pada tiroid
• Age and Sex
• Nodul jinakpaling sering pada wanita 20-40 years (Campbell,
1989)
• 5%-10% of these are malignant (Campbell, 1989)
• Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi memiliki nodul yang ganas
• Family History
– History of family member with medullary thyroid carcinoma
– History of family member with other endocrine abnormalities
(parathyroid, adrenals)
– History of familial polyposis (Gardner’s syndrome)

optimized by optima
Gejala Klinis
• Biasanya, satu-satunya gejala yang diduga sebagai keganasan adalah
adanya massa tiroid teraba yang tidak nyeri atau kelenjar getah
bening yang membesar.
• Terkadang, pasien datang dengan gejala dan tanda-tanda yang
perlu diwaspadai untuk kemungkinan kondisi ganas.
• Gejala dan tanda tersebut misalnya:
– suara serak (akibat penekanan n. Laryngeus rekuren)
– nyeri lokal
– Disfagia
– sesak napas
– Hemoptisis
– nodul atau massa pada leher tidak nyeri yang cepat membesar
– Stridor
Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO:

• Tumor epitel maligna


– Karsinoma folikulare
Mc Kenzie membedakan kanker tiroid atas 4
– Karsinoma papilare
tipe yaitu : karsinoma papilare, karsinoma
– Campuran karsinoma folikulare-papilare
– Karsinoma anaplastik ( undifferentiated )
folikulare, karsinoma medulare dan karsinoma
– Karsinoma sel skuamosa anaplastik.
– Karsinoma Tiroid medulare
• Tumor non-epitel maligna Jenis kanker Persen
– Fibrosarkoma
Karsinoma tiroid papiller 75%
– Lain-lain
• Tumor maligna lainnya karsinoma tiroid folikuler 16 %
– Sarkoma
karsinoma tiroid medular 5%
– Limfoma maligna
– Haemangiothelioma maligna Undifferentiated 3%
– Teratoma maligna
• Tumor sekunder dan unclassified tumors karsinoma jenis lainnya 1%

490
Evaluation of the thyroid Nodule
(Physical Exam)
• Examination of the thyroid nodule: • Examine for ectopic thyroid
• consistency - hard vs. soft tissue
• Indirect or fiberoptic
• size - < 4.0 cm laryngoscopy
• Multinodular vs. solitary nodule – vocal cord mobility
– multi nodular - 3% chance of – evaluate airway
malignancy (Goldman, 1996) • Systematic palpation of the
– solitary nodule - 5%-12% neck
chance of malignancy • Metastatic adenopathy
(Goldman, 1996) commonly found:
• Mobility with swallowing – in the central
• Mobility with respect to compartment (level VI)
surrounding tissues – along middle and lower
portion of the jugular vein
• Well circumscribed vs. ill defined (regions III and IV) and
borders
optimized by optima
Evaluation of the Thyroid Nodule
• Blood Tests • Radioactive iodine
– Thyroid function tests – is trapped and organified
• thyroxine (T4) – can determine functionality of a
• triiodothyronin (T3) thyroid nodule
• thyroid stimulating hormone (TSH) – 17% of cold nodules, 13% of warm
– Serum Calcium or cool nodules, and 4% of hot
– Thyroglobulin (TG) nodules to be malignant
– Calcitonin • FNAB : Currently considered to be the
• USG : best first-line diagnostic procedure in
the evaluation of the thyroid nodule
– 90% accuracy in categorizing
nodules as solid, cystic, or mixed
(Rojeski, 1985)
– Best method of determining the
volume of a nodule (Rojeski, 1985)
– Can detect the presence of lymph
node enlargement and
calcifications

optimized by optima
Foto USG

Gb.4 USG Ca Thyroid Papiler


(A)Gambaran kontur yang ireguler dan deformasi kapsul thyroid.
(B)Sonogram tranversal lobus kanan tampak focus echogenic punctat tanpa bayangan
akustik posterior, temuan mengarah pada kalsifikasi (panah)
(C)Sonogram transversal isthmus thyroid menunjukkan tumor dengan hipoechogenisitas
yang jelas dan batas irreguler(panah) dan tanpa halo hipoechoic
• USG Colour Doppler

Gambar USG dan USG Doppler Ca Folikuler


(A)gambaran USG Transversal menunjukkan lesi dengan batas jelas, heterogen,
padat iso-hypoechoic berbentuk nodul tiroid oval,menunjukkan lesi folikular.
(B)Gambaran doppler tranversal menunjukkan vaskularisasi intranodular (sentral)
dan perifer
CT-Scan Tiroid

Ca Thyroid Papiler pada CT Scan dengan Kontras gambaran carcinoma


thyroid bilateral berukuran kecil, perubahan substansi kistik di bagian
sentral, fokus berukuran kecil yang terkalsifikasi (gambar anak panah)
Classification of Malignant Thyroid
Neoplasms
• Papillary carcinoma • Medullary Carcinoma
• Follicular variant • Miscellaneous
• Tall cell • Sarcoma
• Diffuse sclerosing • Lymphoma
• Encapsulated • Squamous cell carcinoma
• Follicular carcinoma • Mucoepidermoid
• Overtly invasive carcinoma
• Minimally invasive • Clear cell tumors
• Pasma cell tumors
• Hurthle cell carcinoma
• Metastatic
• Anaplastic carcinoma – Direct extention
• Giant cell – Kidney
• Small cell – Colon
– Melanoma
optimized by optima
Well-Differentiated Thyroid Carcinomas (WDTC) -
Papillary, Follicular, and Hurthle cell
• Pathogenesis - unknown
• Papillary has been associated with the RET proto-
oncogene but no definitive link has been proven
(Geopfert, 1998)
• Certain clinical factors increase the likelihood of
developing thyroid cancer
• Irradiation - papillary carcinoma
• Prolonged elevation of TSH (iodine deficiency) - follicular
carcinoma (Goldman, 1996)
– relationship not seen with papillary carcinoma
– mechanism is not known

optimized by optima
WDTC - Papillary Carcinoma

• 60%-80% of all thyroid cancers • Lymph node involvement is


(Geopfert, 1998, Merino, 1991) common
• Histologic subtypes – Major route of metastasis is
• Follicular variant lymphatic
• Tall cell – Clinically undetectable lymph
• Columnar cell node involvement does not
worsen prognosis (Harwood,
• Diffuse sclerosing 1978)
• Encapsulated
• Prognosis is 80% survival at 10
years (Goldman, 1996)
• Females > Males
• Mean age of 35 years
(Mazzaferri, 1994)

optimized by optima
Papillary carcinoma • Micro Findings:
– Based on characteristic
– Most common form of architecture & cytological
thyroid cancer. feature.
– Twenties to forties, – Papillae formed by a central
fibrovascular stalk & covered by
associated with previous neoplastic epithelial cells.
exposure to ionizing – Psammoma bodies in the
radiation. papillary stalk, fibrous stroma or
between tumor cells.
Gross Findings: – Nuclear features:
• Round to slight oval shape.
– Solid, firm, grayish white • Pale, clear, empty or ground
lobulated lesion with glass appearance (Orphan
sclerotic center. Annie): empty of nucleus with
irregular thickened inner aspect
of nuclear membrane.
• Pseudo-inclusion: deep
cytoplasmic invagination and
result in nuclear acidophilic,
inclusion-like round structures,
sharply outlined and eccentric,
with a crescent-shaped rim of
compressed chromatin on the
side.
• Grooves: coffee-bean like.
WDTC - Follicular Carcinoma

• 20% of all thyroid malignancies


• Women > Men (2:1 - 4:1) (Davis, 1992, De Souza, 1993)
• Mean age of 39 years (Mazzaferri, 1994)
• Prognosis - 60% survive to 10 years (Geopfert, 1994)
• Metastasis
– angioinvasion and hematogenous spread
– 15% present with distant metastases to bone and lung
• Lymphatic involvement is seen in 13% (Goldman, 1996)

optimized by optima
Medullary Thyroid Carcinoma

• 10% of all thyroid malignancies


• 1000 new cases in the U.S. each year
• Arises from the parafollicular cell or C-cells of
the thyroid gland
• derivatives of neural crest cells of the branchial arches
• secrete calcitonin which plays a role in calcium metabolism

optimized by optima
Medullary Thyroid Carcinoma
• Diagnosis
• Labs: 1) basal and pentagastrin stimulated serum
calcitonin levels (>300 pg/ml)
2) serum calcium
3) 24 hour urinary catecholamines (metanephrines,
VMA, nor-metanephrines)
4) carcinoembryonic antigen (CEA)
• Fine-needle aspiration
• Genetic testing of all first degree relatives

optimized by optima
Anaplastic Carcinoma of the Thyroid

• Highly lethal form of thyroid cancer


• Median survival <8 months (Jereb, 1975, Junor, 1992)
• 1%-10% of all thyroid cancers (Leeper, 1985, LiVolsi, 1987)
• Affects the elderly (30% of thyroid cancers in patients
>70 years) (Sou, 1996)
• Mean age of 60 years (Junor, 1992)
• 53% have previous benign thyroid disease (Demeter, 1991)
• 47% have previous history of WDTC (Demeter, 1991)

optimized by optima
Management
• Surgery is the definitive management of thyroid cancer, excluding
most cases of ATC and lymphoma
• Types of operations:
– lobectomy with isthmusectomy
• minimal operation required for a potentially malignant thyroid
nodule
– total thyroidectomy –
• removal of all thyroid tissue
• preservation of the contralateral parathyroid glands
– subtotal thyroidectomy
• anything less than a total thyroidectomy

optimized by optima
Penatalaksanaan

507
Soal no 73
Arthur Curry, laki-laki, 20 tahun, datang ke IGD
RS tempat anda bertugas, dengan keluhan penis
tegang terus menerus sejak 4 jam yang lalu,
mulai dirasakan nyeri pada genital. Keluhan
tanpa disertai adanya dorongan seksual.
Didapatkan riwayat pasien merupakan
pencandu alkohol, dengan konsumsi alcohol
kurang lebih 3 gelas setiap hari. Kemungkinan
diagnosisnya adalah...
a. Priapismus
b. Hipospadi
c. Epispadi
d. Phimosis
e. Fetishisme

Jawaban: A. Priapismus
73. Priapism - definition/background
• Ereksi penis/klitoris yang persisten dan nyeri
tanpa keinginan seksual (purposeless
erection)
• Seringkali idiopatik
• Dapat berkaitan dengan beberapa penyakit
sistemik
• Terkadang terlihat setelah penyuntikan intra-
cavernosal
Priapism - causes
• Psychotropic drugs • calcium-channel
– phenothiazines blockers
– butyrophenones • anti-coagulants
• hydralazine • tamoxifen
• prazosin, labetolol, • omeprazole
phentolamine and • hydroxyzine
other -blockers
• cocaine, marijuana, and
• testosterone ethanol
• metoclopramide
Priapism - treatment
• Karena pharmacological • Aspiration and irrigation
agents – Untuk priapismus yang
– Terbutaline 5 mg po lebih dari 2 jam
diulang dalam 15 – discuss with urologist if at
minutesresolusi pada all possible
1/3 of patients – Harus memberitahukan
– Injeksi intracavernous dari pada pasien bahwa terapi
-adrenergic dapat meyebabkan
• phenylephrine 100 to 500 impotensi yang permanen
mcg (put 10 mg in 500cc – conscious sedation may be
NSS  20 mcg/ml. Inject
10 to 20 cc every 5-10 necessary
minutes (maximum - 10
doses)
– Blok N. Dorsalis Penis
Kelainan Tanda & Gejala
Fimosis Ketidakmampuan untuk meretraksi kulit distal yang
melapisi glans penis
Parafimosis Kulit yang ter-retraksi tersangkut/ terjebak di belakang
sulcus coronarius
Peyronie’s disease Inflamasi kronik tunica albuginea, suatu kelainan jaringan
ikat yang berkaitan dengan pertumbuhan plak fibrosa,
menyebabkan nyeri, kurvatura abnormal, disfungsi ereksi,
indentasi, loss of girth and shortening
Detumescence erection Detumescence adalah kebalikan dari ereksi, dimana darah
meninggalkan erectile tissue, kembali pada keadaan
flaccid.
Soal no 74
Seorang laki-laki dibawa ke IGD dengan keluhan
nyeri pada kaki kanan setelah terjatuh saat
bermain badminton. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan pergelangan kaki belakang tampak
bengkak, tidak bisa plantarfleksi, krepitasi (-),
dan terdapat gap pada bagian belakang tumit.
Dari pemeriksaan rontgen ankle tidak ditemukan
kelainan. Apa kemungkinan diagnosisnya?
a. Strain ankle
b. Sprain ankle
c. Ruptur tendon achilles
d. Ruptur ligamen cruciatum
e. Fraktur os calcaneus

Jawaban: C. Ruptur tendon achilles


74. Ruptur Tendon Achilles
• Ruptur tendo Achilles adalah putusnya tendo
Achilles atau cedera yangmempengaruhi
bagian bawah belakang kaki.
• Klasifikasi:
– Tipe I: Pecah parsial, yaitu sobek yang kurang dari
50%, biasanya diobati dengan manajemen
konservatif
– Tipe II: sobekan yang penuh dengan kesenjangan
tendon kurang dari sama dengan 3 cm, biasanya
diobati dengan akhir-akhir anastomosis
– Tipe III: sobek yang penuh dengan jarak tendon 3
sampai 6 cm
– Tipe IV: perpisahan yang penuh dengan cacat
lebih 6 cm (pecah diabaikan)
http://emedicine.medscape.com/article/1922965-overview
Manifestasi Klinik Ruptur Tendo Achilles
1. Rasa sakit mendadak yang berat dirasakan pada bagian belakang
pergelangan kaki atau betis
2. Bengkak, kaku dan memar
3. Terlihat depresi di tendon 3-5 cm diatas tulang tumit
4. Tumit tidak bisa digerakan turun naik.
5. Pasien mungkin menggambarkan sensasi ditendang di bagian
belakang kaki.
6. Nyeri bisa berat.
7. Nyeri lokal, bengkak dengan gamblang sepanjang tendon Achilles
dekat lokasi penyisipan, dan kekuatan plantar flexion lemah
8. Rasa sakit mendadak dan berat dapat dirasakan di bagian
belakang pegelangan kakiatau betis
9. Terlihat bengkak dan kaku serta tampak memar dan kelemahan di
dekat tumit.
10.Sebuah kesenjangan atau depresi dapat dilihat di tendon sekitar 2 cm di
atas tulang tumit.
11.Tumit tidak dapat digerakan turun atau naik atau “push off” kaki terluka
ketika berjalan.
12.Pasien merasa seolah-olah ia telah dipukul tepat pada tumitnya dan tidak
bisaberjinjit.
13.Apabila ada robekan,suatu celah dapat dilihat dan terasa 5 cm diatas
insersio tendon.
14.Plantar flexi kaki akan lemah dan tidak disertai dengan tendon
Diagnosis

• Weakness in
plantarflexion
• Gap in tendon
• Palpable swelling
• Positive Thompson test
Pemeriksaan Fisik Ruptur Tendon
Achilles

Infeksi dan Test Thomphson


palapasi

Obrie’n test/
Copeland test
test jarum
O’Brien test
• Jarum 25G, ditusukan pada otot
tungkai bawah 10cm di atas
tonjolan calcaneus.
• Gerakan pangkal jarum
berlawanan arah saat dilakukan
gerakan pasif plantar fleksi dan
dorso fleksi menandakan
tendon achilles yang intak.

Copeland test
• Pasien dalam posisi prone, cuff
sphygmomanometer diletakan
pada bagian tungkai yang paling
besar, kaki pasien diminta plantar
fleksi, kemudian
sphygmomanometer di pompa
hingga 100mmHg.
• Jika tendon achilles intak, tekanan
akan meningkat menjadi 140mmHg
saat pasien diminta dorsofleksi
Pemeriksaan Penunjang
Magnetic Resonance Image (MRI)

Foto Rontgen
Tatalaksana Ruptur Tendo Achilles
• Terapi fisik
– Pengobatan konservatif  Boot
orthosis
– Percutaneous Surgery
– Open Surgical Repair

• Terapi obat NSAIDs


– Ibuprofen dan Asetaminofen
Injury Clinical Findings Imaging
Ankle sprain Positive drawer/inversion X-Ray
test
Achilles Rupture Thompson test, tendon USG
gap, unable to plantaflex
foot
Metatarsal fracture Bone tenderness over the X-Ray
navicular bone or base of
the fifth metatarsal
Tarsal Tunnel Syndrome Tinnel test (+), paresthesias MRI
along tibial nerve
Plantar fasciitis Severe plantar pain, foot Not needed
cord tightness
http://www.qualitycarept.com/Injuries-Conditions/Foot/Foot-
Issues/Achilles-Tendon-Problems/a~253/article.html
Soal no 75
Howard Stark, bayi baru lahir, dibawa oleh
keluarga ke IGD RS karena ditemukan saat lahir
usus keluar dari perut dengan terbungkus
selaput tipis. Pasien lahir didukun beranak,
kemudian dirujuk ke puskesmas setempat,
namun karena keterbatasan fasilitas, kemudian
dirujuk ke RS. Sebagai dokter jaga di RS, Apa
penanganan yang tepat untuk pasien pada kasus
tersebut?
a. Rujuk segera
b. Pasang infus, rujuk
c. Pasang infus, tutup defek dengan kassa
dibasahi NaCl, rujuk
d. Tutup dengan urine bag
e. Hecting abdomen

Jawaban: C. Pasang infus, tutup defek dengan


kassa dibasahi NaCl, rujuk
75. Gastroskisis & Omphalocele
Soal no 76
Anggina Jonathan, seorang laki-laki usia 45
tahun mengeluh nyeri pada kedua tungkai
terutama pada ujung-ujung jari kaki. Pada
pemeriksaan tampak ujung-ujung jari kaki
berwarna coklat kehitaman, dan kering. Pasien
adalah seorang perokok berat, merokok 3
bungkus sehari sejak SMP. Diagnosis yang
mungkin pada pasien ini adalah...
a. Buerger disease
b. Takayashu
c. Varises
d. Deep vein trombosis
e. Tromboflebitis

Jawaban: A. Buerger disease


76. Buerger’s Disease (Thrombangiitis Obliterans)
• Berkaitan dengan cigarette smoking
• Lesi oklusif sering terjadi pada arteri muskular, dengan
predileksi pembuluh darah tibial.
• Gejala
– nyeri saat aktifitas dan berkurang saat istirahat, bila sudah
parah, nyeri juga saat beristirahat
– gangrene, ulserasi
– Berkurang dengan berhenti merokok
• Trombophlebitis superfisial rekuren (“phlebitis
migrans”)
• Epidemiologi : pada dewasa muda, perokok berat, dan
tidak ada faktor risiko aterosklerotik yang lain.
• Pemeriksaan angiography - diffuse occlusion of distal
extremity vessels
• Progresi penyakit - distal ke proximal
Buerger’s treatment
• Rawat RS
• Memastikan diagnosis dan arterial imaging.
• Vasoactive dilation is done during initial
admission to hospital, along with debridement of
any gangrenous tissue.
• Tatalaksana selanjutnya diberikan bergantung
keparahan dan derajat nyeri
• Penghentian rokok menurunkan insidens
amputasi dan meningkatkan patensi dan limb
salvage pada pasien yang melalui surgical
revascularisation
Vasoactive drugs
• Nifedipine dilatasi perifer dan meningkatkan
aliran darah distal
– Diberikan bersamaan dengan penghentian rokok,
antibiotik dan iloprost
• Pentoxifylline and cilostazol have had good
effects, although there are few supportive data.
Pentoxifylline has been shown to improve pain
and healing in ischaemic ulcers. Cilostazol could
be tried in conjunction with or following failure of
other medical therapies (e.g., nifedipine).
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/1148/treatment/step-by-
step.html
CT-angiografi menunjukan stenosis
segmental arteri tungkai bawah
Disorder Onset Etiology Clinical Feat.
Buerger Disease chronic Segmental vascular Intermitten claudicatio,Smoking
inflammation
Polyarteritis nodosa acute immune complex– Fever,Malaise,Fatigue,Anorexia,
induced disease weight loss,Myalgia,Arthralgia in large
necrotizing joints,polyneuropathy, cerebral
inflammatory lesions ischemia, rash, purpura, gangrene,
small and medium- Abdominal pain, does not involve the
sized arteries lungs

Vasculitis hypersensitif Acute/ Circulating immune a small vessel vasculitis,usually affect


chronic complexes → skin, but can also affect joints,
drugs,food,other gastrointestinal tract, and the kidneys
unknown cause → itching, a burning sensation, or
pain, purpura
Wegener chronic autoimmune tissue destruction of upper
granulomatosis respiratory tract (sinuses, nose, ears,
and trachea [the “windpipe”]), the
lungs, and the kidneys
Takayasu arteritis chronic unknown of systolic blood pressure difference
inflammatory (>10 mm Hg) between arms,
proscess pulselessness,bruit a.carotid
Soal no 77
Pasien laki-laki, 17 tahun, dibawa ke RS dengan
keluhan nyeri bahu kiri setelah terjatuh
beberapa jam yang lalu dari pohon. Dari
pemeriksaan didapatkan eritema dan edema
sekitar bahu kiri, gangguan pergerakan lengan
atas dan bahu, lalu adanya deformitas dan
krepitasi pada bahu kiri. Diagnosa yang mungkin
pada pasien ini adalah...
a. Fraktur supracondyle humerus dengan lesi N.
Medianus
b. Fraktur collum humerus dengan lesi N. Axilaris
c. Fraktur clavicula dengan lesi N. Supraspinatus
d. Fraktur humerus dengan fraktur radius distal
e. Fraktur humerus dengan lesi N. Radialis

Jawaban: B. Fraktur collum humerus dengan lesi


N. Axilaris
77. Humerus Fractures
Proximal Humerus Fractures
• Clinical Evaluation
– Patients typically present with arm held close to chest by
contralateral hand. Pain and crepitus detected on
palpation
– Careful NV exam is essential, particularly with regards to
the axillary nerve. Test sensation over the deltoid.
Deltoid atony does not necessarily confirm an axillary
nerve injury
Humeral Shaft Fractures
• Clinical evaluation
– Thorough history and
physical
– Patients typically present
with pain, swelling, and
deformity of the upper arm
– Careful NV exam important
as the radial nerve is in close
proximity to the humerus
and can be injured
Humeral Shaft Fractures
• Holstein-Lewis Fractures
– Distal 1/3 fractures
– May entrap or lacerate radial nerve as the fracture passes
through the intermuscular septum
THE HUMERUS
Nerves related to the humerus :
1- The circumflex (axillary) N. may be injured
in fracture of surgical neck .
2- The radial N. (which lies in the spiral groove
) may be injured in fracture of the middle of
the shaft .
3- The ulnar N. may be injured in
fracture of the lower end (the medial
epicondyle)
• Origin: Root value; (C 5 & 6).
• Posterior cord of brachial plexus. Axillary Nerve
• Course:
• It passes downward and laterally
along the posterior wall of the
axilla, then it exit the axilla.
• Then, it passes posteriorly around
the surgical neck of the humerus.
• It is accompanied by the posterior
circumflex humeral vessels.
• Branches:
• Motor to the:
• Deltoid and teres minor muscles.
• Sensory:
• Superior lateral cutaneous nerve
of arm that loops around the
posterior margin of the deltoid
muscle to innervate the skin over
that region.
Axillary Nerve
Lesion 1
• The axillary nerve is
commonly injured 3
due to:
1. Fracture of
surgical neck of
the humerus.
2. Downward 2
dislocation of
the shoulder
joint
3. Compression of
the nerve from
the incorrect
use of crutches.
Axillary Nerve Lesion

Affects:
• Motor:
• Paralysis of the deltoid and teres
minor muscles.
• Impaired abduction of the
shoulder (20-90˚).
• The paralyzed deltoid wastes.
• As the deltoid atrophies, the
rounded contour of the shoulder
is lost and becomes flattened
compared to the uninjured side.
• Sensory:
• Loss of sensation over the lateral
side of the proximal part of the
arm.
Soal no 78
Tn. Ardi, 60 tahun, datang ke dokter dengan
keluhan sulit buang air kecil. Ia harus mengedan
terlebih dahulu untuk buang air kecil, dan terasa
tidak puas meskipun sudah BAK. Terakhir buang
air kecil 8 jam yang lalu. Dokter mendiagnosis
Tn.Ardi dengan Benign Prostate Hypertropy.
Obat apakah yang bekerja cepat yang harus
diberikan oleh dokter?
a. Finasteride
b. Fenoksibenzamin
c. Tamsulosin
d. Dutasteride
e. Propanolol

Jawaban: C. Tamsulosin
78. Management BPH
• Lifestyle modification
– Mengurangi intake cairan
– Stop diuretik bila memungkinkan
– Hindari minum air/alkohol/kafein di malam
hari
– Kosongkan kandung kemih sebelum
perjalanan atau rapat
Management
• Alpha blockers • 5 alpha reductase inhibitors
o Mereduksi Volume prostat
o Memperbaiki tonus otot o Reduces risk of prostate cancer,
polos prostat dan vesika increases risk of high grade disease
urinaria • Combined therapy
o Lebih efektif dibandingkan o Men with large prostate > 40g or
5 alpha reductase PSA >4 or moderate to severe
inhibitors symptoms combined therapy will
prevent 2 episodes of clinical
o Tamsulosin and alfuzosin progression per 100men over 4yrs.
require no dose titration Much less effective for men with
smaller prostates
o European Association of Urology
recommendation
o Alpha 1-blockers can be offered to
men with moderate-to-severe LUTS
due to BPH
• Alpha 1 Blockers
– Alfuzosin HCL
– Doxazosin mesylate
– silodosin
– Tamsulosin HCL
– Terazosin HCL

http://www.medscape.org/viewarticle/541739_2
http://www.medscape.org/viewarticle/456664
Soal no 79
Ronaldo Luis Nasario da Lima, Laki-laki, 40
tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri
saat berkemih, didapatkan riwayat keluar batu
saat berkemih 2 minggu yang lalu. Anda
mencurigai adanya batu saluran kemih pada
pasien, kemudian dilakukan pemeriksaan
sedimen urin. Pada pemeriksan mikroskopik
didapatkan gambaran Kristal seperti berikut:
79. Gambar di Soal

Batu penyebab urolitiasis pada pasien ini adalah...


a. Kalsium fosfat
b. Kalsium Oksalat
c. Cystine
d. Asam urat
e. Triple phosphat

Jawaban: E. Triple phosphat


79. Urolitiasis
• Calcium oxalate stones
– Batu ureter yang tersering
– Cenderung terbentuk pada urin yang bersifat asampH
rendah
– Sebagian oksalat yang terdapat di urin, diproduksi oleh tubuh
– Kandungan Kalsium dan oksalat yang terdapat di makanan
memiliki pengaruh terhadap terbentuknya batu, tetapi bukan
merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi
– Dietary oxalate an organic molecule found in many
vegetables, fruits, and nuts
– Calcium from bone may also play a role in kidney stone
formation.
• Calcium phosphate stones
– Lebih jarang
– Cenderung terbentuk pada urin yang alkalinpH tinggi
• Struvite stones (Triple phosphate/magnesium alumunium
phosphat)
– Lebih sering ditemukan pada wanita
– Hampir selalu akibat dari ISK
– Disebut juga batu triple phosphat
• Uric acid stones
– These are a byproduct of protein metabolism
– commonly seen with gout,and may result from certain genetic
factors and disorders of your blood-producing tissues
– fructose also elevates uric acid, and there is evidence that
fructose consumption is helping to drive up rates of kidney
disease
• Cystine stones
– Representing only a very small percentage
– these are the result of a hereditary disorder that causes kidneys
to excrete massive amounts of certain amino acids (cystinuria)
Kristal urine
Amorphous Urates and Uric Acid
Phosphates Bilirubin Crystals

Calcium Oxalate Triple Phosphate Cholesterol


Kristal kalsium phosphatsering berbentuk rosette
Soal no 80
Christian Dior, Seorang anak usia 11 bulan,
datang dibawa oleh orangtua dengan keluhan
perut kembung, dan tidak dapat buang air besar
sejak beberapa jam yang lalu. Sebelumnya
terdapat riwayat pasien BAB mencret selama 2
hari. Pada pemeriksaan, didapatkan distensi
abdomen, hipertimpani, dan terdapat massa di
sekitar umbilikus. Diagnosa pasien ini adalah...
a. Divertikulum meckel
b. Hirschprung
c. Atresia duodeni
d. Stenosis pilorus
e. Stenosis esofagus

Jawaban: A. Divertikulum Meckel


80. Divertikulum Meckel
• Divertikulum Meckel dialami sekitar 2%-4% dari populasi.
• Keadaan malformasi dari traktus gastrointestinaldengan
adanya persistensi dari duktus vitello-intestinal/
omphalomesenterik yang gagal mengalami penutupan dan
absorpsi.
• Komplikasi:
– Ulkus
– Pendarahankomplikasi yang tersering terjadi yaitu sebanyak 20-30%
– obstruksi usus kecil
– Divertikulitis
– perforasi

Sagar J, Kumar V, Shah DK. Meckel’s diverticulum: a systematic review. J R Soc Med.
2006;99:501-505.
Divertikulum Meckel adalah kelainan bawaan yang mengikuti “rule of two”
(kelainan bawaan serba dua), yaitu :
• Kelainan kongenital yang paling sering terjadi dengan prevalensi 2%
populasi
• Perbandingan kejadian antara laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1
• Ditemukan 2 kaki (sekitar 60 cm) dari valvula ileosekal (valvula Bauhini)
• Di dalamnya mungkin terdapat dua jenis jaringan heteropik, yaitu mukosa
lambung dan jaringan pankreas
• Dua penyakit dapat timbul di dalamnya,yaitu divertikulitis dan tukak
peptik
• Dua penyulit yang dapat terjadi, yaitu perforasi pada divertikulitis akut
atau tukak peptik dan perdarahan tukak peptik
• Sebagian besar pasien menunjukkan gejala-gejala divertikulum Meckel
pada usia di bawah 2 tahun.

Sagar J, Kumar V, Shah DK. Meckel’s diverticulum: a systematic review. J R Soc Med.
2006;99:501-505.
Gambaran Klinis dan Komplikasi
• Kebanyakan dari pasien yang menderita Divertikulum Meckel
tidak menunjukkan gejala
• kelainan ini lebih sering ditemukan secara insidental pada
pemeriksaan barium maupun laparotomi.
• Gejala yang timbul pada kelainan ini lebih cenderung akibat dari
komplikasi yang timbul.
• Komplikasi:
• Obstruksi usus (35%)
• pendarahan (32%)  brick red/ current jelly stool
• diverticulitis (22%)
• kelainan umbilikus (10%)
• Hernia littrehernia containing a Meckel's diverticulum
• Disebut juga Also known as a persistent omphalomesenteric duct hernia.
• neoplasma.
Jenis-jenis kelainan tubulus
omphalomesenterik.
a. Fistula umbilikoileal,
b. Sinus duktus omphalomesenterik,
c. Kista duktus omphalomesenterik,
d. Pita fibrosis,
e. Divertikulum Meckel dengan paten pita
fibrosis,
f. Divertikulum Meckel dengan obliterasi
penuh
Pemeriksaan penunjang imaging:
A. Studi barium dengan gambaran lipatan triradiate,
B. Technetium-99m-labeled RBC Study menunjukkan adanya perdarahan kuadran kanan bawah,
C. Angiografi dengan gambaran arteri vitellointestinal,
D. Skintigrafi Tc-99m pertechnetate dengan gambaran fokus small uptake atau hotspot,
E. Enteroklisis dengan gambaran kelainan pengisian elongasi tubulus,
F. CT-scan dengan gambaran divertikulum distended fluid-filled dengan leher pendek,
G. CT-scan pelvis dengan gambaran Divertikulum Meckel berupa blind ending segmen tubulus
usus,
H. USG transverse abdomen kanan bawah dengan gambaran target-like mass dengan sentral
hipoechogendari inti lemak mesenteric yang dikelilingi oleh dinding divertikulum dan usus,
I. USG longitudinal pelvis dengan gambaran blind-ending dan kista seperti tubulus berisikan
echo internal dengan debris,
J. CT-scan dengan gambaranenterolit pada leher divertikulum.
Soal no 81
Margaret Carter, seorang perempuan, 65 tahun,
dengan riwayat fraktur colum femur kanan yang
telah diberi tindakan total hip replacement 3
bulan yang lalu. Saat ini pasien mengeluh nyeri
sendi paha dan masih belum bisa berjalan.
Tindakan yang dapat diberikan pada pasien ini
untuk mengurangi keluhan nyeri tersebut
adalah…
a. Pemberian infrared
b. Pemberian short diaterm
c. Pemberian transcutaneus nerve block
d. Pemberian parem kocok
e. Massage

Jawaban: A. Pemberian Infrared


81. Komplikasi padaTotal Hip Arthroplasty –
Heterotopic Ossification
• Pembentukan tulang pada Terapi
jaringan yang secara normal – Pemanasan handuk
tidak menunjukkan sifat hangat, infrared
ossifikasi – Radiasi pre-op/post-op
– Sendi bengkak, nyeri, hangat
– Seringkali terjadi
500- 1000 Rad
pengurangan range of “lindungi implant”
movement – Indometasin
– Dapat terjadi sejak 2 minggu
post op – Ibuprofen
– Dapat berlanjut menjadi – Diphosphonates
pembentukan tulang
ekstensif dalam 3 bulan

Ashton et al. Prevention of heterotopic bone formation in high risk patients post-total hip
arthroplasty. Journal of Orthopaedic Surgery 2000, 8(2): 53–57
Teknik: Total Hip Replacement
• Femoral head impaction  Final implant
Soal no 82
Pasien Pria, 51 tahun, dibawa ke IGD karena luka
pada tangan dan kaki setelah memegang batang
besi yang menyangkut pada kabel listrik
tegangan 10.000 volt. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tangan kanan terdapat luka bakar
melingkar, ujung jari tampak kebiruan dan kulit
lengan kanan terlihat mengkilap. Apakah
tindakan yang harus segera dilakukan?
a. Echarektomi
b. Fasciotomi
c. Amputasi
d. Escharotomi
e. Rawat luka dengan silver sulfadiazine

Jawaban: B. Fasciotomi
82. Electrical Injury
• Injury by 3 mechanisms
– Injury from current flow (direct contact)
– Arc injury (electricity passes through air)
• Electricity arcs at a temperature of 4000C, causing flash
burns
– Flame injury by ignition of clothing or
surroundings
Types of electrical injury

Electrical injury

Arc Injury
High voltage
Low voltage (flash burn
(>1000V) Lightning
(<1000V) type injury)
High voltage versus low voltage
• High voltage (>1000V) injuries tend to have
higher rates of complications
– Amputations, fasciotomies
– Compartment syndrome
– Longer hospital stays, ICU stays, mechanical
ventilation
– Cardiac dysrhythmias, acute renal failure
– Higher body surface area burn
Clinical features
• Head and neck • Nervous system
– Tympanic membrane – Brain
rupture • Loss of consciousness
– Temporary hearing loss (usually transient)
– Cataracts – may happen • Respiratory arrest
immediately or be delayed • Confusion, flat affect,
memory problems
• Cardiovascular system • Seizures
– Dysrhythmias – asystole, – Spinal cord injury either
VF  cardiac arrest immediate or delayed
– May also cause transient – Peripheral nerve damage
ST elevation, QT
prolongation, PVCs, Atrial
fibrillation, bundle branch
blocks
Clinical features
• Skin
– Thermal burns at contact points
– Kissing burn – current causes
flexion of extremity  burns at
flexor creases http://www.forensicmed.co.uk/wounds/bu
rns/chemical-and-electrical-burns/
– Burns around mouth common in (accessed July 2012)

children who chew on electrical


cord
• * Careful with these as
separation of eschar can cause
delayed bleeding of labial artery
Rosen’s Emergency Medicine. Chapter
140 page 1897 -see references at end of
presentation for full reference
Electrical burn - fasciotomy
• Extremities
– Compartment syndrome –
requires fasciotomies
– Damaged muscle  massive
release myoglobin 
rhabdomyolysis  renal failure
• Vascular
– Thrombosis of vessels
– Damage to vessel walls 
delayed rupture and
hemorrhage
• Skeletal system
– Fractures/dislocations from
trauma or from tetanic muscle
contractures (e.g. shoulder
dislocations)

http://burnssurgery.blogspot.ca/2012/07/electrical-contract-burns-
bilateral.html#!/2012/07/electrical-contract-burns-bilateral.html (accessed Sept 2012)
Electrical injury Management
• ABCs, ATLS
• Dysrhythmias – ACLS
• Manage trauma and orthopedic injuries
• Consider need for amputations, fasciotomies, escharotomies
• Consider myoglobinuria and rhabdomyolysis
• Splinting, burn and wound care
• Consider need for cardiac monitoring
– Abnormal ECG, dysrhythmia, loss of consciousness, high voltage
injury
• Consider transfer to burn centre
Out of hospital ED initial
management management
• Ensure scene safety • ABCs, ACLS, trauma
– Careful for live lines on the management as needed
scene • Fluid resuscitation
• ACLS protocols as needed – Parkland formula not helpful
• Fluid resuscitation with here as surface wounds not
saline or ringers lactate reflective of more extensive
internal damage
• Spine immobilization if – Fluids to maintain urine
suspected trauma output 1-1.5 cc/kg/hrfor
rhabdomyolysis management
• ECG
• Analgesia!
Cardiac monitoring
Low voltage injury Loss of High voltage injury
< 1000 V consciousness > 1000 V
or
Normal ECG
Documented Normal ECG
dysrhythmia
Discharge home or
??
Abnormal ECG
Low risk patients Intermediate
risk patients
Admission with telemetry

High risk patients


Other cardiac issues
• Time of monitoring
not known – usually
up to 24 hours, but
data limited
• CK-MB may not be
accurate at
diagnosing cardiac
injury

Electrical Injuries: A Review For The Emergency Clinician Czuczman AD, Zane RD. October 2009; Volume
11, Number 10
Extremity injury
• Monitor for compartment syndrome
– Feel compartments, assess for pain on passive extension,
paraesthesias etc
– Compartment pressures should be < 30 mmHg
– Fasciotomy if needed
• May need carpal tunnel release if arm involvement
• Amputate non viable extremities/digits
• Splint in position of safety to prevent contractures
Lightning injuries – clinical features
 Special case as is a massive • Cardiac
current impulse for a very – Usually asystole instead
short time of Vfib
 Short time duration means • ENT
minimal burns, tissue – Perforated tympanic
destruction membranes,
 Main cause of death is displacement of ossicles
cardiac arrest – Cataracts (often delayed)
 Higher mortality than other • Psychiatric
electrical injuries
– PTSD, depression,
chronic fatigue
Lightning injuries continued...
• Neurologic
– LOC, confusion, anterograde amnesia,
paraesthesias
– Keraunoparalysis – transient paralysis of lower
limbs (sometime upper) that are cold, mottled,
blue and pulseless – usually self resolves in few
hours
Lightning injuries - burns
4 patterns of burns http://www.scienceinseconds.com
/blog/By-the-Power-of-Zeus
(accessed July 2012)

Linear
Punctate
http://atlas-
emergency-
medicine.org.ua/ch.1
6.htm (accessed
Feathering July 2012)

Thermal

http://atlas-
emergency-
medicine.org.ua/ch.1 Feathering
6.htm (accessed
July 2012)

Punctate

Linear
Lightning injuries - management
• ECG
• Cardiac biomarkers if ECG abnormal, chest
pain, altered mentation
• CT head if altered mentation
• Does not usually require aggressive fluid
resuscitation, fasciotomies etc
Soal no 83
Seorang laki-laki, 25 tahun, dibawa ke PKM
dengan keluhan nyeri pada kaki kanan akibat
digigit ular 2 jam sebelumnya, sebelum ke PKM
pasien muntah 5 kali. Pemeriksaan fisik,
kesadaran CM, pasien terlihat lemah, bekas luka
gigitan di kaki kanan disertai eritem, dan edema
sepanjang 30 cm, dan adanya bercak-bercak
perdarahan di kulit. Derajat luka gigitan menurut
Schwartz adalah...
a. Derajat 0
b. Derajat 1
c. Derajat 2
d. Derajat 3
e. Derajat 4

Jawaban: D. Derajat 3
83. Snake Bite
• Bisa ular (venom) terdiri dari 20 atau lebih komponen
sehingga pengaruhnya tidak dapat diinterpretasikan
sebagai akibat dari satu jenis toksin saja.
• Bisa ular terdiri dari beberapa polipeptida yaitu
fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase,
kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase,
DNA-ase. Enzim ini menyebabkan destruksi jaringan
lokal, bersifat toksik terhadap saraf, menyebabkan
hemolisis atau pelepasan histamin sehingga timbul
reaksi anafilaksis. Hialuronidase merusak bahan dasar
sel sehingga memudahkan penyebaran racun.
De Jong W., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta
Diagnosis gigitan ular berbisa tergantung pada keadaan bekas gigitan
atau luka yang terjadi dan memberikan gejala lokal dan sistemik
sebagai berikut (Dreisbach, 1987):
• Gejala lokal : edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam
30 menit – 24 jam)
• Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, mengigil,
mual, hipersalivasi, muntah, nyeri kepala, dan pandangan kabur
• Gejala khusus gigitan ular berbisa :
– Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal,
peritoneum, otak, gusi, hematemesis dan melena, perdarahan kulit
(petekie, ekimosis), hemoptoe, hematuri, koagulasi intravaskular
diseminata (KID)
– Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan,
ptosis oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflek abdominal, kejang dan
koma
– Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma
– Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda – tanda 5P
(pain, pallor, paresthesia, paralysis pulselesness), (Sudoyo, 2006)
Bisa Ular

Neurotoksin
• jenis racun yang menyerang sistem saraf.
• Bekerja cepat dan cepat diserap
• Racun jenis ini melumpuhkan otot-otot hingga otot pernafasan, yang
dapat menyebabkan kematian gagal napas
• Mulai bergejala dalam hitungan menit setelah tergigitmengalami
kelemahan yang progresif.
• Kematian terjadi setelah 5-15 jam
• Contoh jenis ular yang memiliki racun neurotoksin adalah jenis elapidae
seperti ular Kobra
• Gejala yang segera muncul:
– Sensasi seperti ditusuk jarum pada tempat gigitan, akan menyebar keseluruh
tubuh dalam 2-5 menit setelah gigitan
– Udem minimal disekitar tempat gigitantidak meluas
– Gigitannya sendiri tidak nyeri

http://www.chm.bris.ac.uk/webprojects2003/stoneley/types.htm
Gejala Lain Neurotoksin:
• Fang marks • Tremor otot(fasiciculation)
• Nyeri abdomen dan otot Menyerang motor neuron
Abdominal • Midriasis
• Halusinasi and confusion
• Drowsiness.
• Hipotensi
• Ptosis
• Takikardia atau bradikardi
• Paralisis otot leherkepala
• Paralisis flaksid
terkulai
• Chest tightness.
• Hilangnya koordinasi otot
• Respiratory distress.
• Kesulitan berbicara 20
• Respiratory muscle paralyses.
minutes setelah gigitan
• Gelisah/REstlessness.
• Mual dan muntah
• Kehilangan kontrol terhadap
• Disfagia Konstriksi esofagus fungsi tubuhinkontinensia
• Peningkatan salivasikarena • Koma
tidak dapat menelan • Mati
• Peningkatan produksi keringat
http://www.snakes-uncovered.com/Neurotoxic_Venom.html
Hemotoksin
• jenis racun yang menyerang sistem sirkulasi
darah dalam tubuh, terdapat pula enzim
pemecah protein (proteolytic).
• Akibatnya sel-sel darah akan rusak dan terjadi
penggumpalan darah, pembengkakan di
daerah sekitar luka gigitan,
• beberapa menit saja korban akan merasakan
sakit yang dan terasa panas yang luar biasa.
Derajat Parrish (Gigitan Ular)
• Derajat 0 • Derajat 2
– Tidak ada gejala sistemik – Sama dengan derajat 1
setelah 12 jam – Ptechiae, echimosis
– Pembengkakan minimal – Nyeri hebat dalam 12 jam
diameter 1 cm pertama
• Derajat 1 • Derajat 3
– Bekas gigitan 2 taring – Sama dengan derajat 2
– Bengkak dengan diameter – Syok dan distress
1-5 cm pernafasan/ptechiae,
– Tidak ada tanda-tanda echimosis seluruh tubuh
sistemik sampai 12 jam • Derajat 4
– Sangat cepat memburuk
Menurut Schwartz (Depkes,2001) gigitan ular dapat di klasifikasikan sebagai
berikut:

Derajat Venerasi Luka gigit Nyeri Udem/ Eritem Tanda sistemik

0 0 + +/- <3cm/12> 0
I +/- + + 3-12 cm/12 jam 0

II + + +++ >12-25 cm/12 jam +


Neurotoksik,
Mual, pusing, syok

III ++ + +++ >25 cm/12 jam ++


Syok, petekia, ekimosis

IV +++ + +++ >1 ekstrimitas ++


Gangguan faal ginjal,
Koma, perdaraha
Tindakan Penatalaksanaan
Sebelum penderita dibawa ke pusat
pengobatan, beberapa hal yang perlu
diperhatikan adalah
• Penderita diistirahatkan dalam posisi
horizontal terhadap luka gigitan
• Penderita dilarang berjalan dan
dilarang minum minuman yang
mengandung alkohol
• Apabila gejala timbul secara cepat
sementara belum tersedia antibisa,
ikat daerah proksimal dan distal dari
gigitan. Kegiatan mengikat ini kurang
berguna jika dilakukan lebih dari 30
menit pasca gigitan. Tujuan ikatan
adalah untuk menahan aliran limfe,
bukan menahan aliran vena atau
ateri. Gambar: Imobilisasi bagian tubuh
menggunakan perban.
• Setelah penderita tiba di pusat pengobatan diberikan terapi suportif
sebagai berikut:
• Penatalaksanaan jalan napas
• Penatalaksanaan fungsi pernapasan
• Penatalaksanaan sirkulasi: beri infus cairan kristaloid
• Beri pertolongan pertama pada luka gigitan: verban ketat dan luas diatas luka,
imobilisasi (dengan bidai)
• Ambil 5 – 10 ml darah untuk pemeriksaan: waktu trotombin, APTT, D-dimer,
fibrinogen dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit (terutama
K), CK. Periksa waktu pembekuan, jika >10 menit, menunjukkan kemungkinan
adanya koagulopati
• Apus tempat gigitan dengan dengan venom detection
• Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang dilemahan), polivalen 1 ml
berisi:
– 10-50 LD50 bisa Ankystrodon
– 25-50 LD50 bisa Bungarus
– 25-50 LD50 bisa Naya Sputarix
– Fenol 0.25% v/v
• Teknik pemberian: 2 vial @5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9%
atau Dextrose 5% dengan kecapatan 40-80 tetes/menit. Maksimal
100 ml (20 vial). Infiltrasi lokal pada luka tidak dianjurkan.
SABU
Indikasi SABU adalah adanya
gejala venerasi sistemik dan
edema hebat pada bagian luka.
Pedoman terapi SABU mengacu
pada Schwartz dan Way (Depkes,
2001):
• Derajat 0 dan I tidak
diperlukan SABU, dilakukan
evaluasi dalam 12 jam, jika
derajat meningkat maka
diberikan SABU
• Derajat II: 3-4 vial SABU
• Derajat III: 5-15 vial SABU
• Derajat IV: berikan
penambahan 6-8 vial SABU
Soal no 84
Anak Ernesto Guevara, 12 tahun, datang ke IGD
RS dibawa ibunya setelah bermain bulu tangkis
di kejuaraan antar kampung, pergelangan
tangan kanan terasa nyeri jika digerakkan. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan edema,
kemerahan pada kulit sekitar wrist dextra. Telah
dilakukan pemeriksaan radiologi dan gambaran
radiologi dalam batas normal. Tata laksana yang
tepat adalah...
a. Operasi ligamen
b. Operasi tendon
c. Kompres
d. Wrist splint
e. ORIF

Jawaban: D. Wrist splint


84. Intersection Syndrome

Ket:
• ECRL: Extensor Carpi Radialis Longus
• ECRB: Extensor Carpi Radialis Brevis
• APL: Anductor Pollicis Longus
• EPB: Extensor Pollicis Brevis
• Due to inflammation at • Symptoms
crossing point of 1st – pain over dorsal forearm
dorsal and wrist
compartment (APL and
• Physical exam
EPB ) and 2nd dorsal
– tenderness on
compartment (ECRL, dorsoradial forearm
ECRB) • approximately 5cm
• Epidemiology proximal to the wrist joint
– common in – provocative tests
• rowers • crepitus over area
with resisted wrist
• weight lifters extension and thumb
• Pathophysiology extension
– mechanism is repetitive
wrist extension
Imaging
• Radiographs
• not required for the diagnosis or treatment of intersection
syndrome
• MRI
• indications
• to confirm diagnosis when clinical findings unclear
• views
• fluid sensitive sequences (short tau inversion recovery, STIR; fat
suppressed proton density, FS PD; T2-weighted)
• findings
• most characteristic is peritendinous edema or fluid surrounding the
1st and 2nd extensor compartments
• other findings - tendinosis, muscle edema, tendon thickening, loss of
the normal comma shape of the tendon, and juxtacortical edema may
also be seen
Treatment
• Nonoperative
– rest, wrist splinting, steroid injections
• indications
– first line of treatment
• technique
– injection aimed into 2nd dorsal compartment (ECRL, ECRB)
• Operative
– surgical debridement and release
• indications
– rarely indicated in recalcitrant cases
• technique
– release of the 2nd dorsal compartment approximately 6 cm
proximal to radial styloid

http://www.orthobullets.com/hand/6032/intersection-syndrome
DD/: Sprained wrist
• Cedera ligamen pergelangan tangan akibat
trauma
• Grading
– Grade 1. Mild sprain, terjadi karena peregangan
(stretched) ligamen, namun tidak terdapat robekan.
– Grade 2. Moderate sprain, terjadi robekan partial dari
ligamen. Dapat menyebabkan penurunan fungsi.
– Grade 3. Severe sprain, ligamen terputus.
Memerlukan tindakan opersi. Menyebabkan fraktur
avulsi akibat tarikan dari ligamen yang terputus.
• Penyebab, paling sering
karena terjatuh dengan
posisi tangan
hiperekstensi.
• Gejala
– Bengkak
– Nyeri saat trauma terjadi
– Nyeri persisten saat
menggerakan tangan
– Hematom/ eritem
– Peningkatan suhu
– ROM terbatas
– Tidak didapatkan krepitasi

http://orthoinfo.aaos.org/
Pemeriksaan Penunjang
• X-ray: melihat adanya
fraktur.
• Pemeriksaan lain: MRI,
CT scan, dan
arthrogram.

The arrow points to a gap between the


scaphoid and lunate bones, indicating a
complete tear of the Scapho-Lunate
ligament.
Tatalaksana
• Pertolongan pertama: • Non-surgical:
– Rest, sekurang-kurangnya • wrist splint minimal
48 jam. 1minggu.
– Ice, untuk mengurangi • Komplikasi: kaku
bengkak, penggunaan sendiperlu dilakukan
selama 20menit dalam fisioterapi.
satu waktu. • Surgical:
– Compress, menggunakan • indikasi pada cedera grade
verban elastik. 3.
– Elevation, lokasi cedera • Dilanjutkan dengan
lebih tinggi dibandinkgan fisioterapi untuk
jantung. mengembalikan ROM.
Soal no 85
Seorang bayi laki-laki berusia 3 minggu datang
dibawa ke RS karena keluar cairan dari pusar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi bayi
baik, aktif, tidak demam dan tidak sesak napas.
Tali pusat sudah puput. Pada pusat terlihat
keluar cairan bening, berwarna kekuningan.
Tidak ada tanda radang pada pusat. Apa
diagnosis yang paling mungkin pada pasien?
a. Duktus urakus persisten
b. Ekstropia buli-buli
c. Hernia umbilikalis
d. Omphalokel
e. Omphalitis

Jawaban: A. Duktus urakus persisten


85. Urachal abnormalities
• Kegagalan penutupan dari urachus
menghasilkan duktus urachus persisten
• Komplit atau parsial
• < 1/1000 live births
• Peradangan atau keluarnya cairan dari
umbilikus
• USG, CT, contrast studies, atau injeksi zat
pewarnaconfirm diagnosis

the beefy red


appearance of the
umbilical end of a patent
urachus
• Patent Urachus (50%)
• Urachal cyst (30%)
• Urachal sinus (15%)
• Vesicourachal diverticulum (5%)

bladder
Patent Urachus
• Karena tidak adanya involusi dari duktus
– Terdapat saluran yang meghubungkan vesika urinaria dengan
umbilicus
• Datang pada usia1-3 bulan
• The presenting complaint
– Keluarnya cairan dari umbilikus42% of the patients
• serous, purulent, or bloodyurachal sinus or cyst
• Keluarnya cairan jernih yang terus menerus (spt urin)sangat
mengarah pada patent urachus
• Berlangsung selama beberapa minggu
– Massa Umbilical yang nyeri karena adanya infection

www.mssurg.net/.../Pediatric%20Umbilical%20Abnormalities%20-
Superior vesica fissure(Exstrophy bladder variants)
• Simfisis pubis lebar
• Umbilikus letak rendah atau memanjang
• A small superior bladder opening or a patch of isolated
bladder mucosaInfraumbilica
• Genitalia are intact

• Umbilical Herniaoutward bulging


(protrusion) of the abdominal lining or
part of the abdominal organ(s) through
the area around the belly button

• Omphalitis  Infeksi dari tali pusat


(umbilical stump )
• Muncul setelah hari ke 3
• the stump appears reddened,oedematous,
exudative discharge, signs of cellulitis
("cord flare")
Soal no 86
Wanita, 49 tahun, datang ke poli umum dengan
benjolan pada bahu kanan. Keluhan dirasakan
sejak 2 tahun, dan membesar sejak 4 bulan
terakhir disertai nyeri. PF: benjolan dibahu
kanan , ukuran 8x7x5 cm, konsistensi keras dan
padat, menempel pada dasar. Foto Ro:gambaran
kalsifikasi tulang rawan dengan penonjolan
seperti bunga kol. Diagnosis pada pasien ini
adalah...
a. Osteosarkoma
b. Osteokondroma
c. Kondrosarkoma
d. Miositis osifikans
e. Metastasis bone disease

Jawaban: B. Osteokondroma
86. Osteokondroma
• Osteokondroma/Osteocartilagenous Exostosis • Patologi
• neoplasma tulang jinak yang paling sering
didapat • terdapat trabekula matur tulang
• Oleh sebagian ahli dianggap bukan neoplasma,
kortikal dengan sel-sel kartilago yang
tetapi sebagai suatu hamartoma (pertumbuhan seragam
baru, dimana sel-selnya dapat menjadi • Ketebalan kurang dari 1 cm
dewasa).
• Beberapa pulau kecil yang sama
• Klinis : bentuknya.
• usia dewasa muda
• Terapi
• adanya benjolan yang keras dan tidak terasa
sakit • Bila tumor memberikan keluhan
• tumbuh sangat lambat. karena menekan struktur didekatnya
seperti tendon, sarafeksisi.
• Lokasi
• metafisis tulang panjang terutama pada • Prognosis :
• bagian distal femur • Baik
• proksimal tibia dan proksimal humerus (35 %)
• Komplikasi degenerasi ganas
• pelvis
• scapula
(menjadi Kondrosarkoma) lebih
kurang 1 %.
• Gambaran foto plain
• tulang yang bertangkai diluar pertumbuhan
daerah metafisis
• Bentuk lesi yang seragam, kartilago dengan
kalsifikasi
• Corteks dan medulla dihubungkan oleh lesi
Radiologi Bentuknya ada dua macam:
– Bertangkai/pedunculated
– Mempunyai dasar yang lebar
(Sessile)

Solitary benign pedunculated


Benign solitary sessile osteochondroma of the
osteochondroma of the femur in a 22-year-
fibula in a 19-year-old man
old man
Disorders Age Predilection Clinical
Miositis The first First in the Episodic, painful soft tissue swellingsmost
Osifikans decade of dorsal, axial, transform soft connective tissues into
(Pediatric) life cranial, and mature bone
proximal regions Minor trauma or influenza-like viral illnesses
of the body can trigger painful new flare-ups
Later in the Stiffness of the neckearly findings
ventral, Findings: malformations of the great toes
appendicular, and progressive heterotopic ossification
caudal, and replaces skeletal muscle and connective
distal regions tissues
Miositis anywhere in the complication of a contusion injury and
Osifikans body  more occurs when part of of the hematoma is
(Adult) commonly replaced with bone
occurs in the severe pain and a palpable mass within the
quadriceps muscle, Bruising
Metastasis Concurent the axial Types of cancer, including prostate, breast,
bone disease with the skeleton and lung cancers.
primary Severe paindull ache that grows worse
tumor over time, with intermittent periods of
sharp, jagged pain, bone fractures, spinal
cord compression, hypercalcemia, anemia,
spinal instability, decreased mobility
Chondrosarcoma
• Clinical Presentation • Epidemiology
– Deep, dull, achy pain – pelvis and ribs, 45%; ilium,
– Pain at night 20%; femur, 15%;
– Nerve dysfunction of the humerus, 10%; and others,
lumbosacral plexus or the 10%. The spine and the
sciatic or femoral nerves, craniofacial bones are
with pelvic lesions near a rarely involved
neurovascular bundle – The mean interval from
– Limitation of joint range of pain to diagnosis is 19.4
motion and disturbance of months for grade I and
joint function, with grade II chondrosarcomas
chondrosarcomas close to and 15.5 months for grade
a joint III chondrosarcomas
– Pathologic fracture – Commonly found in the
age 40-60 years old
Radiologi
• Tampak sebagai lesi
osteolitik ditengah metafisis
tulang dengan bercak-
bercak kalsifikasi yang
berasal dari matriks
kartilago disertai proses
destruksi kortek (endosteal
calloping), sehingga tumor
dapat dilihat meluas ke
jaringan lunak disekitarnya.
Diagnosis Banding
Osteochondroma Osteoblastoma:
• ossification in the • Subchondral Cysts
peritendinous tissues • Fluid-filled
• Terdapat pada sacs in
metafisis subchondral
• Tidak nyeri dan serin bone
kali tidak teraba
benjolan

Chondroblastoma
• radiolucent lesion with sclerotic margins
(white arrowheads) in epiphysis of distal
femur and with probable extension into
metaphysis (black arrowhead).
Miositis ossifikans
• The typical radiographic
appearance of myositis
ossificans is
circumferential
calcification with a
lucent centre, and a
radiolucent cleft (string
sign) that separates the
lesion from the cortex
of the adjacent bone.
I L M U
P E N YA K I
T
M ATA
Soal no 87
Tn. Adrian Meshach Pradipto Sadajiwa, 50
tahun, datang ke UGD RSUD Tarakan dengan
keluhan penglihatan buram sejak 1 minggu.
Terdapat riwayat hipertensi dan kolesterol.
Pasien tidak pernah berobat dan control untuk
kedua penyakit tersebut. Pada pemeriksaan fisik
slit lamp normal, funduskopi makula pucat
terdapat bintik merah di tengah. Diagnosis
untuk pasien ini adalah...
a. Oklusi arteri retina sentral
b. Retina detachment
c. Oklusi vena retina sentral
d. Retinopati diabetikum
e. Retinopati hipertensi

Jawaban: A. oklusi arteri retina sentral


87. OKLUSI ARTERI RETINA
ANAMNESIS

MATA MERAH MATA MERAH MATA TENANG


MATA TENANG VISUS
VISUS NORMAL VISUS TURUN VISUS TURUN
TURUN MENDADAK
• struktur yang PERLAHAN
mengenai media
bervaskuler 
refraksi (kornea, • uveitis posterior • Katarak
sklera konjungtiva •
uvea, atau perdarahan vitreous • Glaukoma
• tidak • Ablasio retina • retinopati
seluruh mata)
menghalangi • oklusi arteri atau vena penyakit sistemik
media refraksi retinal • retinitis
• neuritis optik pigmentosa
• Keratitis
• Konjungtivitis murni • neuropati optik akut • kelainan refraksi
• Keratokonjungtivitis
• Trakoma karena obat (misalnya
• Ulkus Kornea
• mata kering, etambutol), migrain,
• Uveitis
tumor otak
xeroftalmia • glaukoma akut
• Pterigium • Endoftalmitis
• Pinguekula • panoftalmitis
• Episkleritis
• skleritis
OKLUSI ARTERI RETINA
• Kelainan retina akibat sumbatan akut arteri retina
sentral yang ditandai dengan hilangnya penglihatan
mendadak.
• Predisposisi
– Emboli paling sering (hipertensi, aterosclerosis, penyakit
katup jantung, trombus pasca MCI, tindakan angiografi,
– Penyakit spasme pembuluh darah karena endotoksin
(keracunan alkohol, tembakau, timah hitam
– Trauma(frakturorbita)
– Koagulopati (kehamilan, oral kontrasepsi)
– Neuritis optik, arteritis, SLE

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
Gejala Klinis :
• Visus hilang mendadak tanda nyeri
• Amaurosis Fugax (transient visual loss)
• Lebih sering laki-laki diatas 60thn
• Fase awal setelah obstruksi gambaran fundus
normal.
• Setelah 30 menit retina polusposterior pucat
kecuali di daerah foveola dimana RPE dan koroid
dapat terlihat  Cherry Red Spot
• Setelah 4-6 minggu : fundus normal kembali
kecuali arteri halus, dan berakhir papil atropi

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
Cherry red Spot

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
Penatalaksanaan :
• Tx berkaitan dengan • Gradient perfusion
penyakit sistemik pressure :
• Untuk memperbaiki visus – Parasentesis sumbatan di
harus waspada sebab 90 bawah 1 jam 0,1 – 0,4cc
menit setelah sumbatan – Masase bola mata (dilatasi
kerusakan retina arteri retina)
ireversible. – ß blocker
– acetazolamide
• Prinsip “gradient – Streptokinase (fibrinolisis)
perfusion pressure”
(menurunkan TIO secara – Mixtur O2 95% dengan
CO2 5% (vasodilatasi)
mendadak sehingga
terjadi referfusi dengan
menggeser sumbatan)

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
Defini dan gejala

Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
retina cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry(cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
sentral penglihatan hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil

Ablatio suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
retina photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup

Perdarahan Perdarahan pada selaput vitreous sampai ke dalam vitreous. Gejala: penglihatan buram
vitreous tiba-tiba, peningkatan floaters,dan kilatan cahaya

Amaurosis Kehilangan penglihatan tiba-tiba secara transient/sementara tanpa adanya nyeri,


Fugax biasanya monokular, dan terkait penyakit kardiovaskular
Soal no 88
Laki-laki, 45 tahun, datang ke puskesmas dengan
keluhan nyeri pada mata kanan sejak 3 hari yang
lalu. Nyeri disertai rasa pegal, mual dan
penglihatan dirasa kabur dan seperti melihat
pelangi. Dari pemeriksaan fisik OD didapat: visus
3/60, pin hole negatif, segmen anterior
didapatkan PCI , kornea edema, COA dangkal.
Pemeriksaan fisik OS dalam batas normal.
Pemeriksaan selanjutnya yang paling tepat
untuk mata kanan adalah...
a. Perimetri
b. Funduskopi
c. Tonometri
d. Gonioskopi
e. Segmen posterior

Jawaban: C. Tonometri
88. Glaukoma Akut
Glaucoma Diagnostic Criterias
Diagnostic criteria Diagnostic tests
1. Intraocular tension Tonometry
2. Optic nerve head changes Ophthalmoscopy
3. Visual field defects Perimetry
4. Angle of ant. Chamber Gonioscopy
TONOMETRY
• Digital tonometry
• Indentation tonometry
– Shiotz tonometer
• Applanation tonometry
– Goldmann tonometer
– Perkin’s tonometer
– Pneumatic tonometer
– Pulse air tonometer
– Tono-pen
OPTIC NERVE HEAD CHANGES
Early Changes Advanced Changes:
• Vertically oval cup • Notch/Thinning of
• Asymmetry of C:D ratio neuroretinal rim
between two eyes(>0.2) • Pallor of neuroretinal rim
• Enlarged C:D Ratio (>0.5) • Superficial disc haemorrhages
• Pallor Areas • Cupping of disc
• Bayonetting Sign
• Lamellar Dot Sign

Glaucomatous optic atrophy:


• Neural disc is destroyed
• Optic nerve head appears
white and deeply excavated
Increased C:D Ratio
Cupping of discs and Bayonetting sign

Thinning of neuroretinal rim

Bayonetting sign
GONIOSCOPY
• Open Angle
• Closed Angle
VISUAL FIELD

• Traquair, in his classic thesis, described Visual field as


“A hill of island in a sea of darkness”. It is the part of
environment that is visible to the steadily fixing eye.
• The island represents the perceived field of vision, and
the sea of darkness is the surrounding areas that are
not seen.
• In the light-adapted state, the island of vision has a
steep central peak that corresponds to the fovea, the
area of greatest retinal sensitivity.
• Deviation of the hill from normal is visual field defect.

Illustrated Automated Static Perimetry , Detection of glaucoma field


defects with Humphrey Filed Analyser , Dr G.R Reddy
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

Tatalaksana Glaukoma Akut


• Tujuan : merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila
tekanan normal dan mata tenang → operasi
• Supresi produksi aqueous humor
– Beta bloker topikal: Timolol maleate 0.25% dan 0.5%, betaxolol 0.25%
dan 0.5%, levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol 0.3%, dan
carteolol 1% dua kali sehari dan timolol maleate 0.1%, 0.25%, dan
0.5% gel satu kali sehari
• bekerja dalam 20 menit, reduksi maksimum TIO 1-2 jam stlh diteteskan
• Pemberian timolol topikal tidak cukup efektif dalam menurunkan TIO glaukoma akut
sudut tertutup.
– Apraclonidine: 0.5% tiga kali sehari
– Brimonidine: 0.2% dua kali sehari
– Inhibitor karbonat anhidrase:
• DOC: Topikal: Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (2-3 x/hari)
• Sistemik: Acetazolamide 500 mg iv dan 4x125-250 mg oral (pada glaukoma akut sudut
tertutup harus segera diberikan, efek mulai bekerja 1 jam, puncak pada 4 jam)
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.

Tatalaksana Glaukoma Akut


• Fasilitasi aliran keluar aqueous humor
– Analog prostaglandin: bimatoprost 0.003%, latanoprost 0.005%, dan
travoprost 0.004% (1x/hari), dan unoprostone 0.15% 2x/hari
– Agen parasimpatomimetik: Pilocarpine
– Epinefrin 0,25-2% 1-2x/hari
• Pilokarpin 2% setiap menit selama 5 menit,lalu 1 jam selama 24 jam
– Biasanya diberikan satu setengah jam pasca tatalaksana awal
– Mata yang tidak dalam serangan juga diberikan miotik untuk mencegah
serangan
• Pengurangan volume vitreus
– Agen hiperosmotik: Dapat juga diberikan Manitol 1.5-2MK/kgBB dalam larutan
20% atau urea IV; Gliserol 1g/kgBB badan dalam larutan 50%
– isosorbide oral, urea iv
• Extraocular symptoms:
– analgesics
– antiemetics
– Placing the patient in the supine position → lens falls away from the iris
decreasing pupillary block
– Pemakaian simpatomimetik yang melebarkan pupil berbahaya
Pharmacologic therapy
No. Drugs class Mechanism of action
1. Prostaglandin Increase aquos humor outflow  increase in uveoscleral outflow, increase
(latanoprost, travoprost, trabecular outflow, regulate matrix metaloproteinase and remodelling of
bimatoprost) Extracellular matrix, widening connective tissue filled spaces and changes
in the shapes of cells.
Topical prostaglandin are chosen over topical beta blocker and other class
of medication as initial therapy in open angle glaucoma
2. Beta blocker (timolol, Decreasing aquos humor production --> blockade of symphatetic nerve
levobunolol, endings in the cilliary epithelium
metipranolo)
3. Alpha adrenergic Increasing aquos humor outflow and decresasing the production. Simillary
agonist effective to beta blockers but are associated with a number ocular side
effect including allergic conjunctivitis, ocular pruritus, and hyperemia
4. Carbonic anhidrase Decreasing aquos humor production. Systemic CAI have been replaced by
inhibitor newer topical drugs whic have fewer systemic side effects. Topical CAI
(Acetazolamide) don`t appear to be as effective in treating open angle glaucoma compared
to other topical drugs.
5. Cholinergic agonist Increasing aquos humor outflow. Have fewer systemic side effect
compared to beta blocker, but ocular side effect is higher (myopia, small
pupils, visual distrubance related to coexistent cataract)
Soal no 89
Tn. Aditya Naufal Dary Abiyyu, 34 tahun, datang
ke Puskesmas Sukasari dengan keluhan
kemerahan di sudut mata kanan. Keluhan pasien
ini diawali dengan mata sering berair seperti
menangis, kemudian muncul kemerahan di
bagian medial yang dirasakan nyeri, merah dan
membengkak. Kemungkinan diagnosis pasien
adalah…
a. Blefaritis
b. Dakriosistitis
c. Dakrioadenitis
d. Konjungtivitis
e. Hordeolum

Jawaban: B. Dakriosistitis
89. DAKRIOSISTITIS
• Partial or complete obstruction of the nasolacrimal duct
with inflammation due to infection (Staphylococcus aureus
or Streptococcus B-hemolyticus), tumor, foreign bodies,
after trauma or due to granulomatous diseases.
• Clinical features : epiphora, acute, unilateral, painful
inflammation of lacrimal sac, pus from lacrimal punctum,
fever, general malaise, pain radiates to forehead and teeth
• Diagnosis : Anel test(+) :not dacryocystitis, probably skin
abcess; (-) or regurgitation (+) : dacryocystitis. Swab and
culture
• Treatment : Systemic and topical antibiotic, irrigation of
lacrimal sac, Dacryocystorhinotomy
DAKRIOSISTITIS – ANATOMI DUKTUS LAKRIMALIS
Uji Anel
• Evaluasi Sistem Lakrimal-Drainase Lakrimal :
• Uji Anel : Dengan melakukan uji anel, dapat diketahui apakah fungsi dari
bagian eksresi baik atau tidak.
• Cara melakukan uji anel :
– Lebarkan pungtum lakrimal dengan dilator pungtum
– Isi spuit dengan larutan garam fisiologis. Gunakan jarum lurus atau bengkok
tetapi tidak tajam
– Masukkan jarum ke dalam pungtum lakrimal dan suntikkan cairan melalui
pungtum lakrimal ke dalam saluran eksresi , ke rongga hidung
• Uji anel (+): terasa asin di tenggorok atau ada cairan yang masuk hidung.
Uji anel (-) jika tidak terasa asinberarti ada kelainan di dalam saluran
eksresi.
• Jika cairan keluar dari pungtum lakrimal superior, berarti ada obstruksi di
duktus nasolakrimalis. Jika cairan keluar lagi melalui pungtum lakrimal
inferior berarti obstruksi terdapat di ujung nasal kanalikuli lakrimal
inferior, maka coba lakukan uji anel pungtum lakrimal superior.
Soal no 90
Tn. Husada, 33 tahun datang ke puskesmas
dengan keluhan munculnya selaput kemerahan
pada kedua mata disertai rasa mengganjal pada
kedua mata. Pasien sering terpapar sinar
matahari dan debu pabrik serta sering
mengendarai motor tanpa menggunakan
kacamata. Dari pemeriksaan didapatkan selaput
berbentuk segitiga dari nasal sampai melewati
limbus tetapi tidak melebihi 2 mm dari limbus
kornea. Apakah diagnosis yg mungkin?
a. Pterygium grade 4
b. Pterygium grade 3
c. Pseudopterygium
d. Pterygium grade 2
e. Pterygium grade 1

Jawaban: D. Pterygium grade 2


90. PTERIGIUM
• Pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva,
bersifat degeneratif dan invasif
• Terletak pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas
ke daerah kornea
• Mudah meradang
• Etiologi: iritasi kronis karena debu, cahaya
matahari, udara panas
• Keluhan : asimtomatik, mata iritatif, merah,
mungkin terjadi astigmat (akibat kornea
tertarik oleh pertumbuhan pterigium), tajam
penglihatan menurun
• Tes sonde (-)  ujung sonde tidak kelihatan
pterigium
• Pengobatan : konservatif; Pada pterigium
derajat 1-2 yang mengalami inflamasi,
pasien dapat diberikan obat tetes mata
kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari
selama 5-7 hari. Pada pterigium derajat 3-4
dilakukan tindakan bedah
DERAJAT PTERIGIUM
• Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
• Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih
dari 2 mm melewati kornea
• Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil
sekitar 3-4 mm)
• Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan
PTERIGIUM – DIAGNOSIS BANDING
PTERIGIUM - TATALAKSANA
Pengobatan :
• konservatif;
– Pada pterigium derajat 1-2 yang mengalami
inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata
kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari
selama 5-7 hari.
• Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan
bedah
Soal no 91
Tn. Adhyastha Prasraya Mahanipuna, usia 25
tahun datang ke Praktek dokter umum
mengeluhkan benjolan pada kelopak mata
kanan yang timbul beberapa hari yang lalu.
Mata kanan terasa seperti mengganjal. Tidak
terdapat penurunan penglihatan. Pada
pemeriksaan oftalmologi, didapatkan kelopak
mata kanan berwarna merah, bengkak, terasa
nyeri, VODS 6/6, fluktuasi (+). Tindakan yang
tepat adalah...
a. Incisi
b. Eksisi
c. Ekstirpasi
d. Wide eksisi
e. Enukleasi

Jawaban: A. insisi
91. HORDEOLUM
• Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata
• Infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea
• Gejala: kelopak bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal,
merah, nyeri bila ditekan, ada pseudoptosis/ptosis akibat
bertambah berat kelopak
• Gejala
– nampak adanya benjolan pada kelopak mata bagian atas atau
bawah
– berwarna kemerahan.
– Pada hordeolum interna, benjolan akan nampak lebih jelas
dengan membuka kelopak mata.
– Rasa mengganjal pada kelopak mata
– Nyeri takan dan makin nyeri saat menunduk.
– Kadang mata berair dan peka terhadap sinar.
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
• 2 bentuk :
 Hordeolum internum: infeksi kelenjar Meibom di dalam tarsus. Tampak
penonjolan ke daerah kulit kelopak, pus dapat keluar dari pangkal rambut
 Hordeolum eksternum: infeksi kelenjar Zeiss atau Moll. Penonjolan
terutama ke daerah konjungtiva tarsal
• Pengobatan
– Self-limited dlm 1-2 mingu
– Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4x/hari
– Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya: Gentamycin, Neomycin,
Polimyxin B, Chloramphenicol
– Jika tidak menunjukkan perbaikan : Antibiotika oral (diminum), misalnya:
Ampisilin, Amoksisilin, Eritromisin, Doxycyclin
– Insisi bila pus tidak dapat keluar

Hordeolum Eksterna Hordeolum Interna


Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas http://www.huidziekten.nl/zakboek/dermatosen/htxt/Hordeolum.htm
Diagnosis Banding Lainnya
• Blefaritis
– Radang kronik pada kelopak mata, disebabkan
peradangan kronik tepi kelopak mata (blefaritis
anterior) atau peradangan kronik kelenjar Meibom
(blefaritis posterior)
– Gejala: kelopak mata merah, edema, nyeri,
eksudat lengket, epiforia, dapat disertai
konjungtivitis dan keratitis
• Selulitis palpebra
– Infiltrat difus di subkutan dengan tanda-tanda
radang akut, biasanya disebabkan infeksi
Streptococcus.
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Teknik Bedah Definisi

Insisi Sayatan yang dilakukan pada jaringan dengan instrumen


yang tajam tanpa melakukan pengangkatan organ atau
jaringan tersebut

Eksisi Suatu tindakan pengangkatan seluruh massa tumor atau


pengangkatan sebagian dari jaringan dari organ dalam
tubuh.
Eksisi luas Suatu tindakan pengangkatan seluruh massa tumor disertai
pengangkatan jaringan sehat di sekitarnya

Ekstirpasi Tindakan pengangkatan seluruh massa tumor beserta


kapsulnya atau pengangkatan seluruh jaringan atau organ
yang rusak.
Enukleasi Tindakan pengangkatan bola mata tanpa disertai dengan
otot-otot ekstraokular dan jaringan orbita lainnya.

http://www.peralatankedokteran.com/2012/01/definisi-teknik-bedah-minor.html
Soal no 92
An. Ambar Rukma Qatrunnanda, usia 10 tahun,
dibawa orang tuanya ke puskesmas dengan
keluhan mata terasa gatal, merah, dan berair.
Beberapa teman sekelasnya juga mengeluhkan
hal yang sama. Pada pemeriksaan tampak
konjungtiva anemis, terdapat folikel pada
konjungtiva dan terdapat sekres serous. Terapi
apa yang tepat diberikan ?
a. Kortikosteroid
b. Antialergi
c. Antibiotic
d. Antijamur
e. Air mata buatan

Jawaban: E. Air mata buatan


92. Konjungtivitis Virus
Pathology Etiology Feature Treatment
Bacterial staphylococci Acute onset of redness, grittiness, topical antibiotics
streptococci, burning sensation, usually bilateral Artificial tears
gonocci eyelids difficult to open on waking,
Corynebacter diffuse conjungtival injection,
ium strains mucopurulent discharge, Papillae
(+)
Viral Adenovirus Unilateral watery eye, redness, Days 3-5 of → worst, clear
herpes discomfort, photophobia, eyelid up in 7–14 days without
simplex virus edema & pre-auricular treatment
or varicella- lymphadenopathy, follicular Artificial tears →relieve
zoster virus conjungtivitis, pseudomembrane dryness and inflammation
(+/-) (swelling)
Antiviral →herpes simplex
virus or varicella-zoster
virus
http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html
Pathology Etiology Feature Treatment
Fungal Candida spp. can Not common, mostly occur in Topical antifungal
cause immunocompromised patient,
conjunctivitis after topical corticosteroid and
Blastomyces antibacterial therapy to an
dermatitidis inflamed eye
Sporothrix
schenckii
Vernal Allergy Chronic conjungtival bilateral Removal allergen
inflammation, associated atopic Topical antihistamine
family history, itching, Vasoconstrictors
photophobia, foreign body
sensation, blepharospasm,
cobblestone pappilae, Horner-
trantas dots
Inclusion Chlamydia several weeks/months of red, Doxycycline 100 mg PO
trachomatis irritable eye with mucopurulent bid for 21 days OR
sticky discharge, acute or Erythromycin 250 mg
subacute onset, ocular irritation, PO qid for 21 days
foreign body sensation, watering, Topical antibiotics
unilateral ,swollen lids,chemosis
,Follicles
Soal no 93
Ny. Ajeng Pramesti Ramadhani Achmad, usia 55
tahun, datang diantar suami dan anaknya ke RS
Mekarsari untuk berobat dengan keluhan mata
merah dan terdapat banyak secret. Pada
pemeriksaan oftalmologi didapatkan mata
merah, secret (+), palpebra bengkak dan
terdapat silia yang masuk kedalam mata.
Diagnosis untuk pasien ini adalah...
a. Konjungtivitis
b. Keratitis
c. Trikiasis
d. Blefaritis
e. Enteropion

Jawaban: C. Trikiasis
93. Trichiasis
• Suatu kelainan dimana bulu mata
mengarah pada bola mata yang
akan menggosok kornea atau
konjungtiva
• Biasanya terjadi bersamaan
dengan penyakit lain seperti
pemfigoid, trauma kimia basa dan
trauma kelopak lainnya, blefaritis,
trauma kecelakaan, kontraksi
jaringan parut di konjungtiva dan
tarsus pada trakoma
• Gejala :
– Konjungtiva kemotik dan hiperemi,
keruh
– Erosis kornea, keratopati dan ulkus
– Fotofobia, lakrimasi dan terasa
seperti kelilipan
– blefarospasme
Trichiasis
• Tatalaksana: • Tatalaksana bedah untuk
– Yang utama: bedah
– Lubrikan seperti artificial tears dan
trikiasis yg disebabkan
salep untuk mengurasi iritasi akibat krn kelainan anatomi:
gesekan – Entropion: dilakukan
– Atasi penyakit penyebab trikiasis, cth tarsotomi
SSJ, ocular cicatrical pemphigoid)
• Tatalaksana Bedah trikiasis – Posterior lamellar scarring:
segmental (fokal) Grafting
– Epilasi: dengan forsep dilakukan
pencabutan beberapa silia yang salah
letak, dilakukan 2-3 kali. Biasanya
dicoba untuk dilakukan epilasi terlebih
dahulu. Trikiasis bisa timbul kembali.
– Elektrolisis/ elektrokoagulasi, ES: nyeri
– Bedah beku (krioterapi): banyak
komplikasi
– Ablasi denga radiofrekuensi: sangat
efektif, cepat , mudah, bekas luka
minimal
Soal no 94
Seorang anak perempuan berusia 6 tahun
datang ke Puskesmas diantar oleh ibunya
dengan keluhan kelopak mata kanan dan kiri
merah sejak 5 hari lalu. Riwayat keterbelakangan
mental. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
kelopak mata merah terdapat sisik – sisik kering
dengan ulkus kecil – kecil sepanjang margo
palpebra dan bulu matanya rontok. Apakah
diagnosis pasien tersebut?
a. Blepharitis Anterior
b. Blepharitis Posterior
c. Ectropion
d. Herpers Simplex
e. Herpes Zoster Ophtalmika

Jawaban: A. Blefaritis anterior


94. Blepharitis
• Inflammation of the eyelids Physical examination:
• Signs and symptoms: • Skin → erythema, papules,
– Redness/irritation pustules (rosacea)
– Burning/tearing • Eyelids → abnormal eyelid
– Itching position,hyperemia, ulceration,
– Crusting of eyelashes scaling, scarring
– Loss of eyelashes (madarosis_ • Eyelashes → malposition/
– Eyelid sticking misdirection, loss, pediculosis
– Blurring/fluctuating vision nits, cylindrical sleeves,
– Contact lens intolerance collarettes
– Photophobia • Tarsal conjunctiva →
– Increased frequency of blinking dilation/inflammation of
meibomian glands, capping of
meibomian orifices,
papillary/folicular reaction
• Bulbar conjunctiva → hyperemia,
phylctenules, follicles
• Cornea → epithelial defect,
edema, infiltrates

Clinical Ophthalmology. Kanski. 7th ed.


Treatment
• Warm compresses to soften adherent scurf and scales, warm the
meibomian secretions → once or twice daily
• Eyelid cleansing, including eyelid massage in cases of MGD → once or
twice daily
• Antibiotics (topical and/or systemic)
– Topical bacitracin or erythromycin on eyelid margins
– Metronidazole gel if unresponsive to antibiotic treatment (off-label)
– Patients with MGD → oral + topical
– Doxycycline 100 mg or tetracycline 1000 mg in divided doses, tapered to
doxycycline 40-50 mg or tetracycline 250 mg after clinical improvement
– Alternative: erythromycin 250-500 mg daily or azithromycin 250-500 mg one
to three times a week
• Topical corticosteroid → for ocular surface inflammation eg severe
conjunctival infection, marginal keratitis, or phlyctenules. Applied several
times daily to the eyelids or ocular surface.
• Artificial tears

Clinical Ophthalmology. Kanski. 7th ed.


Treatment
• Good lid hygiene is the mainstay of treatment for all forms of blepharitis.
• The goal is to alleviate symptoms and to develop a maintenance regimen
to prevent or minimize future exacerbations.
• Mild to moderate symptoms : can generally be managed with
symptomatic measures, including warm compresses, lid massage, lid
washing, and artificial tears.
• Severe or refractory symptoms : may require additional therapies such as
topical or oral antibiotics, topical glucocorticoids, or typical cyclosporine.
– Because of the potential for systemic side effects with oral drugs, topical
therapy is usually tried first.
– Antibiotic ointment (eg, bacitracin, erythromycin) is placed directly onto the
lid margin once daily at bedtime.
– Once symptoms improve (generally one to two weeks), treatment can be
stopped, but lid hygiene measures should be continued.
– Oral antibiotic therapy (eg, doxycycline, tetracycline, azithromycin) can be
given if the response to topical therapy is inadequate.
• All patients should be advised to eliminate or limit potential triggers or
exacerbating factors (eg, allergens, cigarette smoking, contact lenses).

Uptodate.com
Blepharitis Complication
• Dry eye disease is a frequent complication of
blepharitis, occurring in 25 to 40 percent of
patients
• Keratitis
Definisi Gejala Tatalaksana

Blefaritis superfisial Infeksi kelopak superfisial yang Terdapat krusta dan bila Salep antibiotik
diakibatkan Staphylococcus menahun disertai dengan (sulfasetamid dan
meibomianitis sulfisoksazol), pengeluaran
pus

Hordeolum Peradangan supuratif kelenjar Kelopak bengkak, sakit, rasa Kompres hangat, drainase
kelopak mata mengganjal, merah, nyeri bila nanah, antibiotik topikal
ditekan

Blefaritis Blefaritis diseratai skuama atau Etiologi: kelainan metabolik Membersihkan tepi kelopak
skuamosa/seboroik krusta pada pangkal bulu mata atau jamur. Gejala: panas, dengan sampo bayi, salep
yang bila dikupas tidak terjadi luka gatal, sisik halus dan mata, dan topikal steroid
pada kulit, berjalan bersamaan penebalan margo palpebra
dengan dermatitis sebore disertai madarosis

Meibomianitis Infeksi pada kelenjar meibom Tanda peradangan lokal pada Kompres hangat, penekanan
(blefaritis posterior) kelenjar tersebut dan pengeluaran pus,
antibiotik topikal
Blefaritis Angularis Infeksi Staphyllococcus pada tepi Gangguan pada fungsi Dengan sulfa, tetrasiklin,
kelopak di sudut kelopak atau pungtum lakrimal, rekuren, sengsulfat
kantus dapat menyumbat duktus
lakrimal sehingga mengganggu
fungsi lakrimalis

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas


Soal no 95
Seorang laki-laki berusia 67 tahun datang ke
Puskesmas dengan keluhan mata kanan ceka –
cekot. Pada pemeriksaan mata didapatkan visus
OD persepsi cahaya segmen anterior didapatkan
injeksi konjungtiva dan injeksi siliar kornea jernih
COA kesan dalam kapsul lensa mengkerut keruh
merata dan TIO 34 mmHg. Pada pemeriksaan
funduskopi mata kanan tidak dapat dievaluasi.
Apakah terapi yang tepat untuk pasien tersebut?
a. Iridektomi
b. Ekstraksi Katarak
c. Trabekulektomi
d. Iridotomi
e. Goniotomi

Jawaban: B. Ekstraksi Katarak


95. GLAUKOMA SEKUNDER
• Glaucoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui
penyebab yang menimbulkannya. Hal tersebut disebabkan
oleh proses patologis intraokular yang menghambat aliran
cairan mata (cedera, radang, tumor, penyakit sistemik)
• Glaukoma sekunder bisa terjadi akibat lensa seperti :
 Luksasi lensa anterior, dimana terjadi gangguan pengaliran cairan mata ke
sudut bilik mata, COA dangkal
 Katarak imatur, dimana akibat mencembungnya lensa akan menyebabkan
penutupan sudut bilik mata, COA dangkal (glaukoma fakomorfik)
 Katarak hipermatur, dimana bahan lensa keluar dari lensa sehingga menutupi
jalan keluar cairan mata, COA normal/dalam (glaukoma fakolitik)
 Phacoanaphylactic glaucoma, COA dalam
 Lens particle glaucoma, COA dalam

Ilyas, Sidarta., 2004. Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Glaukoma Fakolitik
• Glaukoma yang terjadi akibat penutupan sudut bilik mata oleh bagian
lensa yang lisis ini disebut glaukoma fakolitik,
• Pasien mengeluh sakit kepala berat, mata sakit, tajam pengelihatan hanya
tinggal proyeksi sinar.
• Examination reveals a markedly elevated IOP, microcystic corneal
edema, prominent cell and flare reaction without keratic precipitates
(KP), and an open anterior chamber angle.
• The lack of KP (keratic Precipitate) helps distinguish phacolytic glaucoma
from phacoantigenic glaucoma.
• Management Patients with phacolytic glaucoma should be treated initially
with topical cycloplegia, topical steroids (to reduce inflammation), and
aqueous suppressants (to reduce intraocular presure).
• Cataract extraction is the definitive treatment for phacolytic glaucoma
Phacolytic Glaucoma Treatment
• Medication.
– Medical management is used to temporarily control the glaucoma and
inflammation.
– Initial treatment consists of hyperosmotic agents, aqueous suppressants, anti-
inflammatory drugs and cycloplegics.

• Surgery.
– Definitive treatment is removal of the lens via extracapsular cataract
extraction with or without an IOL.
– Some ophthalmologists defer placement of an IOL until after the inflammation
subsides; however, there is no significant difference in final visual acuity
between those patients who did receive an IOL and those who did not.
– If the phacolytic glaucoma is of long duration (more than seven days), a
combined trabeculectomy may be needed to prevent postoperative IOP
spikes.
– In eyes with hypermature Morgagnian cataracts, one must be especially
careful, as the capsule is fragile, the zonules are weak and the view is difficult
due to the white, milky cortex.
– Vision limited to light perception on presentation is not a contraindication to
performing cataract extraction.

AAO
Glaucoma phacomorphic
• Cataract maturation is associated with anteroposterior
lens diameter increase  Progressive enlargement of
the lens  peripheral iridotrabecular apposition.

• When the iridotrabecular apposition raises the


intraocular pressure (IOP) enough to cause the signs
and symptoms of an acute attack of secondary angle-
closure glaucoma  acute phacomorphic angle-
closure/phacomorhpic glaucoma
Kaplowitz KB, Kapoor KG (2012) An Evidence-Based Approach to Phacomorphic Glaucoma. J Clinic Experiment Ophthalmol S1:2011

Diagnosis Treatment
• IOP above 21 mmHg • The goal in treating phacomorphic
• secondary form of angleclosure, angle-closure is to reduce the IOP
before the onset of acute
findings include : injection, corneal glaucomatous optic neuropathy
edema, mid-dilated pupil, shallow
• The only definitive treatment is
anterior chamber, and a mature cataract extraction
cataract.
• However, to avoid operating on an
• 71% complained of eye pain inflamed eye with high pressure
• 16% described it as a headache (increasing the risk of suprachoroidal
• Nausea was reported by 8%. hemorrhage from rapid IOP
fluctuations), with a limited view
• Biometry as diagnostic criteria, from corneal edema and an
requiring a lens thickness of at least extremely shallow chamber  the
5 mm and an anterior chamber initial goal is to stabilize the eye by
depth less than 2 mm. breaking the acute attack and
• A vital part of the exam is lowering the IOP using either
medical or laser treatment.
gonioscopy to confirm a closed
angle.
Medical treatment
• Several studies relied on a standard treatment algorithm; timolol,
acetazolamide and intravenous mannitol were among the most common
medications used
• Pilocarpine should be avoided because it causes a forward shift of the iris-
lens diaphragm which would worsen the angle-closure, and can increase
the amount of inflammation
• Topical treatment alone may be insufficient to break the attack
• The presence of at least 180 degrees of peripheral anterior synechiae
(PAS) at presentation an indication that topical treatment will be
insufficient to break the attack
• If topical treatment fails to bring the IOP into a tolerable range until
cataract extraction can be performed, there are 3 options :
– The first is oral or intravenous medicine such as acetazolamide or mannitol.
– Argon laser peripheral iridoplasty (ALPI)
– peripheral iridotomy

Kaplowitz KB, Kapoor KG (2012) An Evidence-Based Approach to Phacomorphic Glaucoma. J Clinic Experiment Ophthalmol S1:2011
Lens particle glaucoma
• Pathophysiology Lens particle glaucoma, in contrast to phacolytic
glaucoma, is secondary to a "disruption of the lens capsule”
• may occur after cataract surgery, penetrating lens injury, or laser
posterior capsulotomy.
• The disrupted lens releases lens particle material in the anterior
chamber leading to the obstruction of the aqueous outflow
• Diagnosis
– The presentation is usually delayed for a few weeks after the
precipitating event, but it may occur months or years later.
– A history of surgery or trauma is an important
– Clinical findings include elevated intraocular pressure and evidence of
cortical lens material in the anterior chamber.
– Other possible signs are corneal edema, synechiae, and cell/flare
reaction in the anterior chamber.
Phacoanaphylactic
glaucoma/Phacoantigenic Glaucoma
• Pathophysiology Phacoantigenic • Pain is often slow in onset and is
glaucoma is a granulomatous associated with signs of
inflammatory reaction directed granulomatous uveitis (eg, keratic
against own lens antigens leading to precipitates) in contrast to the acute,
obstruction of the trabecular severe pain that is typical of PG,
meshwork and increased intraocular which shows no signs of chronic
pressure inflammation.
• Phacoanaphylaxis is not the correct • Clinical findings include "keratic
name of this condition since it is not precipitates", anterior chamber
an allergy. cell/flare reaction, synechiae and
• The mechanism causing the reaction residual lens material.
seems to be an Arthus-type immune • Management Initial therapy is to
complex reaction mediated by IgG control the intraocular pressure with
and the complement system IOP-lowering medications and to
• Diagnosis Phacoantigenic glaucoma reduce the inflammation with topical
usually occurs between one and steroids.
fourteen days after cataract surgery • If medical treatment is unsuccessful,
or trauma. surgical removal of residual lens
material is indicated
Soal no 96
Tn. Adelard Radmilo Emery Prasaja, usia 55
tahun, dating ke RS Mekarsari mengeluh
pandangan yang makin menurun. Pasien ada
riwayat DM tipe II sejak 5 tahun yang lalu.
Pemeriksaan OD: neovaskularisasi (+),
perdarahan (-), makula: edema (+). Mata OS:
neovaskularisasi (-), perdarahan (-), makula:
edema (-) . Diagnosis yang tepat untuk pasien ini
adalah…
a. Retinopati diabetika proliferatif OD dan retinopati
diabetika nonproliferatif OS
b. Retinopati diabetika nonproliferatif OD dan
retinopati diabetika proliferatif OS
c. Retinopati diabetika proliferatif ODS dan
makulopati
d. Retinopati diabetika nonproliferatif ODS
e. Retinopati diabetika proliferatif OD makulopati

Jawaban: E. Retinopati diabetika proliferatif OD


Makulopati
96. RETINOPATI DIABETIK
ANAMNESIS

MATA MERAH MATA MERAH MATA TENANG


MATA TENANG VISUS
VISUS NORMAL VISUS TURUN VISUS TURUN
TURUN MENDADAK
• struktur yang PERLAHAN
mengenai media
bervaskuler 
refraksi (kornea, • uveitis posterior • Katarak
sklera konjungtiva •
uvea, atau perdarahan vitreous • Glaukoma
• tidak • Ablasio retina • retinopati
seluruh mata)
menghalangi • oklusi arteri atau vena penyakit sistemik
media refraksi retinal • retinitis
• neuritis optik pigmentosa
• Keratitis
• Konjungtivitis murni • neuropati optik akut • kelainan refraksi
• Keratokonjungtivitis
• Trakoma karena obat (misalnya
• Ulkus Kornea
• mata kering, etambutol), migrain,
• Uveitis
tumor otak
xeroftalmia • glaukoma akut
• Pterigium • Endoftalmitis
• Pinguekula • panoftalmitis
• Episkleritis
• skleritis
RETINOPATI DIABETIK
DM ophthalmic complications : • Diabetic Retinopathy :
Retinopathy (damage to the
• Corneal abnormalities retina) caused by
• Glaucoma complications of diabetes,
which can eventually lead to
• Iris neovascularization
blindness.
• Cataracts • It is an ocular manifestation of
• Neuropathies systemic disease which affects
• Diabetic retinopathy → up to 80% of all patients who
most common and have had diabetes for 10 years
potentially most blinding or more.
RETINOPATI DIABETIK
Signs and Symptoms Pemeriksaan :
• Seeing spots or floaters in the • Tajam penglihatan
field of vision • Funduskopi dalam keadaan
• Blurred vision pupil dilatasi : direk/indirek
• Foto Fundus
• Having a dark or empty spot in
• USG bila ada perdarahan
the center of the vision vitreus
• Difficulty seeing well at night
• On funduscopic exam : cotton
wool spot, flame Tatalaksana :
hemorrhages, dot-blot • Fotokoagulasi laser
hemorrhages, hard exudates
RETINOPATI DIABETIK
• Riwayat DM yang lama, biasa > 20 tahun
• Mata tenang visus turun perlahan
• Pemeriksaan Oftalmoskop
– Mikroaneurisma (penonjolan dinding kapiler)
– Perdarahan dalam bentuk titik, garis, bercak yang letaknya dekat
dengan mikroaneurisma di polus posterior (dot blot hemorrhage)
– Dilatasi vena yang lumennya ireguler dan berkelok
– Hard exudate (infiltrasi lipid ke dalam retina akibat dari peningkatan
permeabiitas kapiler), warna kekuningan
– Soft exudate (cotton wall patches) adalah iskemia retina tampak
sebagai bercak kuning bersifat difus dan warna putih
– Neovaskularisasi
– Edema retina
RETINOPATI DIABETIK - KLASIFIKASI

RETINOPATI DIABETIK NONPROLIFERATIF


• ditandai dengan kebocoran darah dan serum pada
pembuluh darah kapiler
• menyebabkan edema jaringan retina dan
terbentuknya deposit lipoprotein (hard exudates)
• Tidak menyebabkan gangguan penglihatan 
mengenai makula
• Edema makula  penebalan daerah makula
sebagai akibat kebocoran kapiler perifoveal
RETINOPATI DIABETIK - KLASIFIKASI
RETINOPATI DIABETIK PROLIFERATIF
• ditandai dengan adanya proliferasi jaringan
fibrovaskular atau neovaskularisasi pada
permukaan retina & papil saraf optik serta vitreus
• Proliferasi  respon dari oklusi luas pembuluh
darah kapiler retina yang menyebabkan iskemia
retina
• menyebabkan gangguan penglihatan sampai
kebutaan melalui mekanisme;
– Perdarahan vitreus
– Tractional retinal detachment
– Glaukoma neovaskular
Dot blot hemorrhage
Flame-shaped hemorrhage

Microaneurysm / dot blot hemorrhage


Macular edema
Neovascularization
Proliferative diabetic retinopathy
Soal no 97
Tn. Abyan Nandana Hendratama, berusia 50
tahun datang ke puskesmas dengan keluhan
penglihatan kabur perlahan sejak 2 bulan yang
Ialu. Pasien memiliki riwayat diabetes sejak Iima
tahun yang Ialu. Pemeriksaan opthalmologis
didapatkan gambaran awan pada kedua lensa
mata. Apakah patogenesis yang tepat pada
kasus diatas?
a. Peningkatan produksi sorbitol
b. Peningkatan konsentrasi galaktosa darah
c. Peningkatan oksidasi crystalline
d. Penurunan aktifitas aldose reductase
e. Penurunan aktifitas aldose dehydrogenase

Jawaban: A. peningkatan produksi sorbitol


97. Diabetic Cataract
• Diabetes mellitus type 1 or juvenile diabetes and
Diabetes mellitus type 2 or adult-onset diabetes lead to
chronic diabetic complications like neuropathy,
nephropathy, angiopathy and retinopathy.
• Hyperglycemia is known to instigate these diabetic
complications.
• With the increased formation of advanced glycation end
products (AGE’S).
• Enhanced activity of aldose reductase (AR).
• Formation of reactive oxygen species (ROS).
DIABETIC CATARACT
• Recent basic research studies have • In addition, the polar character of
emphasized the role of the polyol sorbitol prevents its intracellular
pathway in the initiation of the disease removal through diffusion.
process. • The increased accumulation of sorbitol
• The enzyme aldose reductase (AR) creates a hyperosmotic effect that
catalyzes the reduction of glucose to results in an infusion of fluid to
sorbitol through the polyol pathway (a countervail the osmotic gradient 
process linked to the development of results in formation of lens opacities
diabetic cataract) • The “Osmotic Hypothesis” of sugar
• the generation of polyols from glucose by cataract formation, emphasizing that
Aldose Reductase made the intracellular the intracellular increase of fluid in
accumulation of sorbitol leads to response to AR-mediated accumulation
osmotic changes resulting in hydropic of polyols results in lens swelling
lens fibers that degenerate and form associated with complex biochemical
sugar cataracts changes ultimately leading to cataract
• In the lens, sorbitol is produced faster formation
than it is converted to fructose by the
enzyme sorbitol dehydrogenase.
Although diabetic cataract is a consequence of cumulative
effects of various metabolic processes linked to
hyperglycaemia, increased activity of Aldose Reductase in the
polyol pathway has been regarded as the initiator of the
disease process
Soal no 98
Seorang Iaki-Iaki, 32 tahun, datang ke poliklinik
dengan keluhan mata kiri kabur secara tiba-tiba
sejak 3 hari yang lalu setelah terkena bola bulu
tangkis saat bermain. Ketajaman penglihatan
mata kiri 1/300. Pada pemeriksaan fisik mata kiri
dijumpai palbebra hematom, subkonjunctival
bleeding, kornea jernih, bilik mata depan berisi
darah setengah volume, pupil membayang, iris
dan Iensa dalam batas normal. Apakah diagnosis
pada kasus tersebut?
a. Hifema
b. Katarak
c. Iritis akut
d. Hematom palpebra
e. Subkonjunctival bleeding

Jawaban: A. Hifema
98. Trauma Mekanik Bola Mata
• Cedera langsung berupa ruda • Pemeriksaan Rutin :
paksa yang mengenai jaringan  Visus : dgn kartu Snellen/chart
mata. projector + pinhole
• Beratnya kerusakan jaringan  TIO : dgn tonometer
bergantung dari jenis trauma aplanasi/schiotz/palpasi
serta jaringan yang terkena  Slit lamp : utk melihat segmen
anterior
• Gejala : penurunan tajam  USG : utk melihat segmen
penglihatan; tanda-tanda posterior (jika memungkinkan)
trauma pada bola mata  Ro orbita : jika curiga fraktur
• Komplikasi : dinding orbita/benda asing
 Endoftalmitis • Tatalaksana :
 Uveitis  Bergantung pada berat trauma,
 Perdarahan vitreous mulai dari hanya pemberian
 Hifema antibiotik sistemik dan atau
topikal, perban tekan, hingga
 Retinal detachment operasi repair
 Glaukoma
 Oftalmia simpatetik

Panduan Tatalaksana Klinik RSCM Kirana, 2012


TRAUMA MATA
Kondisi Akibat trauma mata
Iridodialisis known as a coredialysis, is a localized may be asymptomatic and require no treatment, but
separation or tearing away of the iris those with larger dialyses may have corectopia
from its attachment to the ciliary body; (displacement of the pupil from its normal, central
usually caused by blunt trauma to the position) or polycoria (a pathological condition of the
eye eye characterized by more than one pupillary opening
in the iris) and experience monocular diplopia, glare, or
photophobia

Hifema Blood in the front (anterior) chamber of Treatment :elevating the head at night, wearing an
the eyea reddish tinge, or a small patch and shield, and controlling any increase in
pool of blood at the bottom of the iris intraocular pressure. Surgery if non- resolving hyphema
or in the cornea. or high IOP
May partially or completely block Complication: rebleeding, peripheral anterior
vision. synechiea, atrophy optic nerve, glaucoma (months or
The most common causes of hyphema years after due to angle closure)
are intraocular surgery, blunt
trauma, and lacerating trauma
The main goals of treatment are to
decrease the risk of rebleeding within
the eye, corneal blood staining, and
atrophy of the optic nerve.
TRAUMA MATA
Kondisi Akibat trauma mata
Hematoma Pembengkakan atau penimbunan darah Sering terlihat pada trauma tumpul kelopak. Bila
Palpebral di bawah kulit kelopak akibat pecahnya perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua
pembuluh darah palpebra. kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam yang
sedang dipakai
Perdarahan Pecahnya pembuluh darah yang Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan pada setiap
Subkonjungtiva terdapat dibawah konjungtiva, seperti penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat
arteri konjungtiva dan arteri episklera. trauma tumpul. Akan hilang atau diabsorbsi dengan
Bisa akibat dari batu rejan, trauma sendirinya dalam 1 – 2 minggu tanpa diobati.
tumpul atau pada keadaan pembuluh
darah yang mudah pecah.

Penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola


Edema Kornea Terjadi akibat disfungsi endotel kornea lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan
local atau difus. Biasanya terkait dengan terlihat keruh dengan uji plasedo yang positif
pelipatan pada membran Descemet dan
penebalan stroma. Rupturnya membran
Descemet biasanya terjadi vertikal dan
paling sering terjadi akibat trauma
kelahiran.
Ruptur Koroid Trauma keras yang mengakibatkan Perdarahan subretina, visus turun dengan sangat, bila
ruptur koroid  perdarahan subretina, darah telah terabsorpsi maka daerah ruptur akan
biasanya terletak di posterior bola mata tampak berwarna putih (daerah sklera)

Subluksasi Lensa berpindah tempat Penglihatan berkurang, pada iris tampak iridodenesis
(iris tampak bergetar atau bergoyang saat mata
bergerak)
HIFEMA
• Definisi:
– Perdarahan pada bilik mata • Tujuan terapi:
depan – Mencegah rebleeding
– Tampak seperti warna (biasanya dalam 5 hari
merah atau genangan pertama)
darah pada dasar iris atau – Mencegah noda darah
pada kornea pada kornea
• Halangan pandang parsial – Mencegah atrofi saraf
/ komplet optik
• Etiologi: pembedahan • Komplikasi:
intraokular, trauma – Perdarahan ulang
tumpul, trauma laserasi – Sinekiae anterior perifer
– Atrofi saraf optik
– Glaukoma
• Tatalaksana:
– Kenali kasus hifema dengan risiko tinggi
– bed rest & Elevasi kepala malam hari
– Eye patch & eye shield
– Mengendalikan peningkatan TIO
– Pembedahan bila tak ada perbaikan / terdapat
peningkatan TIO
– Hindari Aspirin, antiplatelet, NSAID, warfarin
– Steroid topikal (dexamethasone 0.1% atau
prednisolone acetate 1% 4x/hari)
– Pertimbangkan siklopegia (atropine 1% 2x/hari)
Soal no 99
Seorang perempuan berusia 30 tahun datang ke
dokter praktek umum dengan keluhan mata
kanan merah sejak 5 hari yang lalu. Keluhan
disertai rasa sakit, berair, silau. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan visus mata kanan
6/60, mata kiri 6/6, spasme palpebra minimal,
konjungtiva hiperemis, dan pada kornea
terdapat infiltrat bentuk dendritik. Apakah
diagnosis yang tepat pada kasus di atas?
a. Infeksi buang air kecil terinfiltrat filamentosa
b. Infeksi virus H. Simpleks
c. Paparan bahan toksin
d. Infeksi clamydia
e. Reaksi alergi

Jawaban: B. Infeksi virus herpes simpleks


99. Herpes Simplex oftalmikus
• HSV-1 infection occurs by direct contact of skin or
mucous membrane with virus-laden lesions or
secretions
• Occurs most commonly in the mucocutaneous
distribution of the trigeminal nerve
• After the primary infection, the virus travels in
retrograde fashion from the infected epithelial cells to
nearby sensory nerve endings and is transported along
the nerve axon to the cell body located in the
trigeminal ganglion, entering into a latent state.
• Interneuronal spread of HSV within the ganglion allows
patients to develop subsequent ocular disease without
ever having had primary ocular HSV infection
Ocular Manifestation of HSV
• Periocular herpes simplex
• Blepharitis
• Conjunctivitis
• Scleritis
• Keratitis
• Iridocyclitis
• Retinitis
Herpes Simplex Keratitis
Keratitis Herpes Simpleks

• Herpes simpleks virus (HSV) keratitis, sama dengan penyakit herpes simpleks
lainnya dapat ditemukan dalam dua bentuk: primer atau rekuren.
• Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan oleh HSV tipe 1, namun
pada balita dan orang dewasa, dapat juga disebabkan oleh HSV tipe 2. Lesi
kornea yang disebabkan kedua virus tersebut tidak dapat dibedakan.
• Kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV mengandung sel-sel raksasa berinti
banyak.
• Virus dapat dibiakkan di dalam membran khorioallantoik embrio telur ayam
dan di dalam jaringan seperti sel-sel HeLa .
• Identifikasi akurat virus dilakukan menggunakan metode PCR

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
• Tanda dan gejala:
– Infeksi primer biasanya berbentuk
blefarokonjungtivitis vesikular, kadang disertai
keterlibatan kornea. Umumnya self-limmited tanpa
menyebabkan kerusakan mata yang signifikan.
– Iritasi, fotofobia, peningkatan produksi air mata,
penurunan penglihatan, anestesi pada kornea,
demam.
– Kebanyakan unilateral, namun pada 4-6% kasus dapat
bilateral
– Lesi: Superficial punctate keratitis -- stellate erosion --
dendritic ulcer -- Geographic ulcer
• Dendritic ulcer: Lesi yang paling khas pd keratitis HSV.
Berbentuk linear, bercabang, tepi menonjol, dan memiliki
tonjolan di ujungnya (terminal bulbs), dapat dilihat dengan
tes flurosensi.
• Geographic ulcer. Lesi defek epitel kornea berbentuk spt
amuba
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
Keratitis herpes Treatment
• The treatment of herpes simplex keratitis is dependent upon whether the episode of
disease is caused by active viral replication or immune response to past infection.
• We recommend NOT using topical glucocorticoids when active HSV epithelial disease
is present (Grade 1C).
• We recommend that patients with epithelial herpes simplex keratitis receive antiviral
agents (Grade 1B).
– Oral and topical antivirals are equally effective, but oral agents are more convenient to use.
Trifluorothymidine 1% (trifluridine) is given one drop every two hours (eight or nine doses daily) for two
weeks.
– Ganciclovir 0.15% gel is given one drop five times daily until epithelial healing occurs and then three
times daily for seven days. Oral acyclovir is given 400 mg five times daily.
• We suggest treatment of stromal keratitis with a combination of an oral antiviral agent
and a topical glucocorticoid (Grade 2A).
– We suggest that patients with recurrent episodes of significant keratitis receive ongoing suppressive oral
antiviral therapy with either valacyclovir or acyclovir (Grade 2B).
– Valacyclovir is given 500 mg once daily and acyclovir 400 mg two times a day.
– Suppressive therapy may not be cost-effective for patients with mild recurrent disease, and its effect
does not persist when the drug is discontinued.
• Patients who have significant vision impairment due to corneal scarring from keratitis
may require corneal transplantation. Oral acyclovir improves corneal graft survival.
Keratitis herpes treatment
• Treatment options for primary ocular herpes infection
include the following:
– Ganciclovir ophthalmic gel 0.15% - 5 times daily
– Trifluridine 1% drops - 9 times daily
– Vidarabine 3% ointment - 5 times daily
– Oral acyclovir 400 mg - 5 times daily for 10 days [20] ; oral
acyclovir is the preferred treatment in patients unable to
tolerate topical medications and with good renal function
• equivalent to topical treatment and avoids corneal epithelial
toxicity
– A cycloplegic agent may be added to any of the above
regimens for comfort from ciliary spasm.
Keratitis herpes zoster
• Bentuk rekuren dari keratitis Varicella
• Lesi pseudodenditik: lesi epitel yang menonjol dengan ujung
mengerucut, sedikit tonjolan pada ujungnya (terminal bulbs)

Keratitis varicella
• Bentuk infeksi primer pada mata dari virus Varicella
• Ciri khas: lesi pseudodendritik disertai lesi pada stroma kornea
dan uveitis

Keratitis marginal
• Keratitis non infeksius, sekunder setelah konjungtivitis bakteri, terutama Staphylococcus
• Keratitis ini merupakan hasil dari sensitisasi tubuh terhadap produk bakteri. Antibodi dari
pembuluh darah di limbus bereaksi dgn antigen yang terdifusi ke dalam epitel kornea

Keratitis bakteri
• Biasanya unilateral, terjadi pd org dengan penyakit mata sebelumnya atau mata
org yang menggunakan kontak lens
• Infiltrat stroma berwarna putih, edema stroma, pembentukan hipopion
Herpes Zooster Ophtalmicus
• First described by Hutchinson in 1865
• Involves the reactivation of VZV in the
trigeminal ganglia with ophthalmic
involvement
• Accounts for 10%-25% of zoster episodes
– Nasociliary branch of the ophthalmic nerve
innervates the skin of the eyelids, conjunctiva,
sclera, cornea, iris, choroid, and the tip of the
nose
• Hutchinson’s sign Signs
– Presence of vesicles at the • External
side of the tip of the nose
– Lid edema and vesicles
– Indicator of nasociliary – Conjunctival hyperemia
involvement
– Episcleritis and scleritis
– Associated with a 50-76%
chance of ocular – Cornea
complications • Punctate epithelial keratitis
• Pseudodendrites
– The risk lowers to 34%
• Anterior stromal infiltrates
without nasociliary
• Keratouveitis
involvement
• Uveitis
Figure 1A

Shaikh S, Cristopher N. Evaluation and Management of Herpes zooster ophtalmicus. (Am Fam Physician 2002;66:1723-30,1732.
Penatalaksanaan
Soal no 100-101
100. Seorang laki-laki berumur 20 tahun datang
ke poliklinik dengan keluhan mata kanan merah
dan penglihatan kabur setelah tertusuk dengan
benda tajam 1 hari yang lalu. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal,
mata kanan merah, berair dan silau, injeksi siliar,
terdapat luka yang menggaung pada kornea dan
ketajaman penglihatan 1/60 . Apakah diagnosis
yang paling tepat?
a. Ulkus kornea perifer okuli dekstra
b. Abses kornea okuli dekstra
c. Ulkus atheromatosus okuli dekstra
d. Ulkus kornea sentral okuli dekstra
e. Descemetocele okuli dekstra

Jawaban: D. Ulkus kornea sentral okuli dekstra


101. Ny. Quinnsha Qiana Qalesya Ibrahim, usia
50 tahun, datang ke Puskesmas Sukatani dengan
keluhan mata kanan merah dan buram. Pada
pemeriksaan mata, didapatkan mata kiri tidak
ada kelaianan, pada mata kanan didapatkan
Visus OD 1/60 pada kornea didapatkan defek
infiltrat abu-abu dengan satelit (+), tepi tidak
teratur. Pada bilik mata depan didapatkan
hipopion. Etiologi yang mungkin adalah...
a. Jamur
b. Virus
c. Stafilokokus
d. Pneumokokus
e. Streptokokus

Jawaban: A. jamur
100-101. Ulkus Kornea
ULKUS KORNEA
• Gejala Subjektif
• Ulkus kornea adalah hilangnya – Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
sebagian permukaan kornea akibat – Sekret mukopurulen
kematian jaringan kornea – Merasa ada benda asing di mata
– Pandangan kabur
• ditandai dengan adanya infiltrat – Mata berair
– Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
supuratif disertai defek kornea
– Silau
bergaung, dan diskontinuitas – Nyeri
jaringan kornea yang dapat terjadi – nfiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit
dari epitel sampai stroma. nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer kornea
dan tidak disertai dengan robekan lapisan
• Etiologi: Infeksi, bahan kimia, epitel kornea.

trauma, pajanan, radiasi, sindrom • Gejala Objektif


– Injeksi siliar
sjorgen, defisiensi vit.A, obat-
– Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan
obatan, reaksi hipersensitivitas, adanya infiltrat
neurotropik – Hipopion
ULKUS KORNEA
• Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 Penatalaksanaan :
: – harus segera ditangani oleh
1. Ulkus kornea sentral spesialis mata
– Ulkus kornea bakterialis – Pengobatan tergantung
penyebabnya, diberikan obat
– Ulkus kornea fungi tetes mata yang mengandung
– Ulkus kornea virus antibiotik, anti virus, anti
– Ulkus kornea acanthamoeba jamur,
2.Ulkus kornea perifer – sikloplegik
– Mengurangi reaksi
– Ulkus marginal
peradangan dengan steroid.
– Ulkus mooren (ulkus – Berikan analgetik jika nyeri
serpinginosa kronik/ulkus
– Jangan menggosok-gosok
roden) mata yang meradang
– Ulkus cincin (ring ulcer) – Mencegah penyebaran infeksi
dengan mencuci tangan
• Ulkus kornea pneumokokal Ulkus kornea
– Streptokokus pneumonia
– Muncul 24-48 jam setelah
inokulasi pd kornea yg abrasi
Bakterial
– Khas sebagai ulkus yang • Ulkus kornea stafilokokus
menjalar dari tepi ke arah – Ulkus sering indolen, mungkin disertai
tengah kornea (serpinginous). sedikit infiltrat dan hipopion
– Ulkus seringkali superfisial
– Ulkus bewarna kuning keabu-
– Obat: vankomisin
abuan berbentuk cakram
dengan tepi ulkus yang • Ulkus kornea pseudomonas
– Pseudomonas aeruginosa
menggaung.
– Awalnya berupa infiltrat kelabu/ kuning di
– Ulkus cepat menjalar ke tempat yang retak
dalam dan menyebabkan – Terasa sangat nyeri
perforasi kornea, karena – Menyebar cepat ke segala arah krn adanya
eksotoksin yang dihasilkan enzim proteolitik dr organisme
oleh streptokok pneumonia. – Infiltrat dan eksudat mungkin berwarna
hijau kebiruan
– Efek merambat  ulkus – Berhubungan dengan penggunaan soft
serpiginosa akut lens
– Obat: mofifloxacin, – Obat: mofifloxacin, gatifloxacin,
siprofloksasin, tobramisin, gentamisin
gatifloxacin, cefazolin
Keratitis/ulkus Fungal
• Gejala  nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama
berkurang krn saraf kornea mulai rusak.
• Pemeriksaan oftalmologi :
– Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery
borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma
– Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal
– Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas
infiltrat stroma
• Faktor risiko meliputi :
– Trauma mata (terutama akibat tumbuhan)
– Terapi steroid topikal jangka panjang
– Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases

Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Keratitis/ ulkus Fungal
• Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan
keratitis fungal dengan bakteri.
– Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan “button appearance”
yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.
• Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik
sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal
tissue biopsy).

Stromal infiltrate
Ulkus kornea Jamur

Lesi satelit (panah merah) pada


keratitis jamur

Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).

Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


• Atheromatous Corneal Ulcer
– Terbentuknya ulserasi diatas jaringan sikatriks
(leucoma) pada mata yang disebabkan riw.
Trauma atau infeksi sebelumnya
– Diakibatkan dari proses penyembuhan yang
buruk
– Tx: keratoplasty
• Descematocele :
– Pada regio kornea terjadi penipisan jaringan
berat sehingga yang tersisa hanyalah membran
Descemet
Soal no 102
Seorang laki-laki berusia 65 tahun datang ke
dokter dengan keluhan mata tidak dapat melihat
sebagian namun penglihatan masih jelas. Pasien
memiliki riwayat hipertensi. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan visual acquity 6/6,
segmen anterior dan segmen posterior dalam
batas normal. Hasil pemeriksaan lapangan
pandang menunjukkan hemianopsia homonim.
Dimanakah letak lesi?
a. Chiasma opticum
b. Nervus opticus
c. Traktus opticum
d. Lobus occipitalis
e. Radiatio optica

Jawaban: C. Traktus optikum


102. Gangguan Lapang Pandang:
Hemianopia
• Hemianopia, also known as Hemianopsia is
loss of vision in either the right or left sides
of both eyes
http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/hemianopia
Definisi Kebutaan
Soal no 103
Ny. Aleta Quenby Elvina Akbar, usia 80 tahun
datang diantar oleh cucunya ke praktek dokter
umum dengan keluhan mata merah, berair dan
nyeri yang dirasakan pasien sudah timbul sejak
lama. Selama ini pasien tidak mau berobat. Pada
pemeriksaan mata didapatkan palpebra
marginalis menempel sehingga bulu mata
maengenai kornea. Diagnosis pada pasien ini
adalah...
a. Enteropion senilis
b. Enteropion sekunder
c. Enteropion sikatrik
d. Enteropion involusional
e. Entropion spastik

Jawaban: D. Entropion involusional


103. Entropion
• Merupakan pelipatan palpebra ke arah dalam
• Penyebab: infeksi (ditandai dengan adanya jaringan parut),
faktor usia, kongenital
• Klasifikasi
– Enteropion involusional
• yang paling sering dan terjadi akibat proses penuaan
• Mengenai palpebra inferior, karena kelemahan otot palpebra
– Enteropion sikatrikal
• Mengenai palpebral inferior/ superior
• Akibat jaringan parut tarsal
• Biasanya akibat peradangan kronik seperti trakoma
– Enteropion congenital
• Terjadi disgenesis retraktor kelopak mata bawa  palpebra tertarik ke
dalam
– Enteropion spastik akut
• Terjadi penutupan kelopak mata secara spastik  terjadi penarikan oleh
m.orbikularis okuli  entropion
Soal no 104
Laki-laki, 56 tahun, perokok berat dengan
riwayat HT. Penglihatan mata kanan kabur
tertutup kabut pada bagian tengah, tidak sakit
dan tidak merah. Pemeriksaan oftalmologi OD :
VOD 5/60 pin hole tetap. Funduskopi : tampak
pendarahan kwadran superotempora, bercak
putih kekuningan, batas tegas. Gambaran bercak
putih seperti kapas. Diagnosis penyakit dari
kasus tersebut adalah...
a. Emboli arteri retina
b. TIO yang meningkat mendadak
c. Ablatio retina
d. Pendarahan retina
e. Sumbatan vena retina

Jawaban: E. Sumbatan vena retina


104. Retinal Venous Occlusive Disease
Classification
• Central Retinal Vein Occlusion (CRVO)
– Ischemic
– Non Ischemic
• Branch Retinal Vein Occlusion (BRVO)
Branch Retinal Vein
Occlusion

• Findings
– Within one sector of the
retina
• Superficial hemorrhages
• Retinal edema
• Cotton-wool spots
• Dilated and tortuous vein
• Corresponding artery
narrowed and sheathed
Branch Retinal Vein Occlusion

• Findings
– Superotemporal quadrant
most common
• 63%

– Occurs at arteriovenous
crossing
• Artery and vein bound
together in a common
sheath
• Arterial thickening
compresses vein
– Turbulent flow → thrombus
formation
Branch Retinal Vein Occlusion
• Visual Loss
– Acute
• Macular hemorrhage
• Macular edema
• Capillary occlusion

– Chronic
• Macular ischemia
• CME
• Macular pigmentary changes
• Epiretinal membrane formation
• Subretinal fibrosis
Branch Retinal Vein Occlusion
• Risk factors
– Identified by the Eye Disease
Case-Control Study
• Hypertension
• Cardiovascular disease
• Increased BMI at age 20
• Glaucoma

– Note : Diabetes not an


independent risk factor
• Photocoagulation
– Used to treat:
• Macular edema
– Requires intact foveal perfusion
• Neovascularization

– Macular edema
• Allow three months for
improvement
• Vision 20/40 or worse
• Light grid pattern of laser spots
to involved sector of retina
• Branch vein occlusion study
– Treated eyes more likely to gain 2
lines of vision
» Treated 65%, untreated 37%
• Photocoagulation
– Neovascularization
• BVOS defined ischemic BRVO
– Area of non-profusion > 5 disk
diameters
• Large areas of non-profusion
increase risk of
neovascularization
– Apply scatter PRP to areas of
retinal ischemia
• Only when neovascular
complications develop
– NVI, NVE (neovascularization
elsewhere), NVD
(neovascularization of the disc)
OKLUSI VENA RETINA SENTRALIS
(CENTRAL RETINA VEIN OCCLUSION)
• Kelainan retina akibat • Predisposisi :
sumbatan akut vena – Usia diatas 50 thn
retina sentral yang – Hipertensi sistemik 61%
ditandai dengan – DM 7% -Kolestrolemia
penglihatan hilang – TIO meningkat
mendadak. – Periphlebitis (Sarcouidosis,
Behset disease)
– Sumbatan trombus vena
retina sentralis pada
daerah posterior lamina
cribrosa)
Central Retinal Vein Occlusion
• Findings
– Dilated and tortuous retinal
veins
– Swollen optic disc All four quadrants
– Intra-retinal hemorrhages
– Retinal edema
Central Retinal Vein Occlusion
• Classification
– Based on amount of non-profusion on fluorescein
angiography
• Ischemic
– ≥10 disk areas

» Non-ischemic
 < 10 disk areas

» Indeterminate
 Too much hemorrhage to tell
 80% progress to ischemic
Central Retinal Vein Occlusion
• Pathogenesis
– Thrombosis of the central retinal vein
• At or posterior to the lamina cribrosa

– Atherosclerotic central retinal artery


• Impinges on central retinal vein
– Turbulent flow → thrombus
Central Retinal Vein Occlusion

• Non-ischemic CRVO
– Less dilation and vascular
tortuosity
– Dot and flame
hemorrhages in all
quadrants
– Less or no disk swelling

– Angiogram shows
• Delayed A-V transit time
• Leakage
• Minimal capillary dropout
Central Retinal Vein Occlusion
• Ischemic CRVO
– Extensive hemorrhage
– Retinal edema
– Marked venous dilation
– Cotton-wool spots
– Angiogram show
• Widespread capillary nonprofusion

– Visual prognosis poor


• Only 10% have >20/400 vision

– NVI (neovascularization of iris)


• As high as 60% of eyes
• Occurs 3-5 months post occlusion
– “the three month glaucoma”
Central Retinal Vein Occlusion

• Risk Factors
– Eye Disease Case-Control
Study
• Hypertension
• Diabetes
– Unlike BRVO
• Glaucoma
– Check and treat IOP!

– CRVO in young patients


requires more extensive
workup for cause
CRVO In Young Patients – Causes
• Systemic vascular disease • Paraproteinemia and dysproteinemias
– Hypertension – Multiple myeloma
– Diabetes mellitus – Cryoglobulinemia
– Cardiovascular disease • Vasculitis
• Blood dyscrasias – Syphilis
– Polycythemia vera – Sarcoidosis
– Lymphoma • Autoimmune disease
– Leukemia – Systemic lupus erythematosus
• Clotting disorders • Oral contraceptive use in women
– Activated protein C resistance • Other rare associations
– Lupus anticoagulant – Closed-head trauma
– Anticardiolipin antibodies – Optic disc drusen
– Protein C – Arteriovenous malformations of retina
– Protein S
– Antithrombin III
Central Retinal Vein Occlusion

• Pemeriksaan : • Penatalaksanaan :
– FFA (Fundus Fluorescein • Memperbaiki
Angiography) underlying disease
– ERG
(Electroretinogram)
• Fotokoagulasi laser
– Tonometri • Vitrektomi
• Kortikosteroid belum
terbuti efektivitasnya
• Anti koagulasi sistemik
tidak direkomendasikan
• Management
– Family medical doctor to
manage
• Hypertension
• Diabetes
• Elevated cholesterol
Central Retinal Vein Occlusion
• Management
– Macular edema
• Central Vein Occlusion Study
Group
– Grid laser treatment in the
macula
» DOES reduce angiographic
evidence of edema
» DOES NOT improve vision
Central Retinal Vein Occlusion
• Management
– Macular edema
• Intravitreal
trimcinolone/Avastin
• Capable of transiently
improving vision
– Risks
» Glaucoma
» RD
» Cataract
» Endopthalmitis
Central Retinal Vein Occlusion

• Management
– Iris neovascularization

– PRP to eyes prior to NVI


• NO benefit
– Even if very ischemic

– Once neovascularization
detected
• Prompt PRP
Central Retinal Vein Occlusion

• Outcome
– Most important predictor is
initial visual acuity:
• 20/40 or better
– Likely to remain unchanged

• 20/400 or less
– Likely to remain worse than
20/400

• 20/50-20/200
– 1/3 unchanged
– 1/3 improve
– 1/3 worse
Hemiretinal vein occlusion
 Less common than
BRVO and CRVO
 Occlusion of superior or
inferior branch of the
CRV.
 Features of BRVO,
involving the superior or
inferior hemisphere
 Prognosis depends on
severity of macular
edema and ischemia.
Defini dan gejala

Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
retina cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry (cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
sentral penglihatan hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil

Ablatio suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
retina photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup

Retinopati suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang
hipertensi menderita hipertensi. Mata tenang visus turun perlahan dengan tanda AV crossing –
cotton wol spot- hingga edema papil; copperwire; silverwire
Soal no 105
Nn. Felysia Inez Gianina Wijayanto, 25 tahun,
datang ke Polikinik Sehat Ceria dengan keluhan
mata kering, mengganjal dan mata merah.
Pasien memiliki riwayat sering memakai obat
tetes mata gentamicyn selama 2 minggu. Obat
tetes mata ini pasien beli sendiri di apotek. Dari
pemeriksaan pasien saat ini ditemukan injeksi
konjungtiva (+), tes fluresen (+). Diagnosis yang
tepat adalah....
a. Keratokonjungtivitis toksik
b. Keratokonjungtivitis Virus
c. Keratokonjungtivitis Bakteri
d. Keratokonjungtivitis Vernal
e. Keratokonjungtivitis Atopi

Jawaban: A. Keratokonjungtivitis toksik


105. Keratokonjungtivitis toksik
• Definition :
– Corneal toxicity is caused by chemical trauma and by iatrogenic and
factitious disease, which are often overlooked

• Iatrogenic toxicity occurs in patients with acute or chronic ocular


surface disorders as a result of both the short-term and, more
often, the longtermuse of topical medications

• The commonest conjunctival reactions were toxic papillary, toxic


follicular, and delayed hypersensitivity

• The commonest associated drugs were :


– Idoxuridine (IDU), arabinoside A, aminoglycosides, pilocarpine,
chloramphenicol, and the preservatives benzalkonium chloride,
phenylmercuric nitrate (which is no longer used in the UK), thiomersal,
and EDTA

Dart J. Corneal toxicity : The epithelium and stroma in iatrogenic and factitious disease. Eye (2003) 17;886-92
• The clinical signs
– Both iatrogenic and factitious disease are usually
nonspecific and identical to those resulting from
other causes of corneal epithelial disease such as:
• punctate keratopathy,
• Coarse focal keratopathy,
• pseudodendrites,
• Filamentary keratopathy, and
• persistent epithelial defect
NEUROLOGI
Soal no 106
Seorang perempuan, 45 tahun, datang dengan
keluhan nyeri hebat pada wajah sebelah kanan.
Nyeri dirasakan secara tiba-tiba setelah pasien
menggosok gigi. Nyeri pada pipi kanan sampai
dagu kanan, intensitas nyeri selama 1 menit.
Riwayat trauma (-). Tes sensibilitas wajah kanan
berkurang. Farmakologi lini pertama pada
pasien ini adalah...
a. Fenobarbital
b. Fenitoin
c. Carbamazepin
d. Diazepam
e. Midazolam

Jawaban: C. Carbamazepin
106. Neuralgia Trigeminal
Soal no 107
Tn. Abraham Alexi Pratama usia 21 tahun,
datang ke tempat Praktek dr. Alexis dengan
keluhan tangan kebas. Pasien sering mengibas-
ibaskan tangan untk meringankan keluhan
pasien tersebut. Keluhan sudah dirasakan sejak
beberapa tahun terakhir. Dari pemeriksaan
neurologis yang dilakukan, didapatkan tinnel
sign (+). Apakah tatalaksana yang tepat pada
pasien ini?
a. Splinting
b. Operasi
c. Inj. Kortikosteroid
d. Fisioterapi
e. NSAID

Jawaban: A. Splinting
107. Carpal Tunnel Syndrome
Terapi Konservatif
• Istirahatkan pergelangan tangan
• Obat antiinflamasi nonsteroid
• Pemasangan bidai pada posisi netral
pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang
terus-menerus atau hanya pada malam hari
selama 2-3 minggu
• lnjeksi steroid
• Kontrol cairan,misalnya dengan pemberian
diuretika
• Vitamin B6 (piridoksin)
• Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan
vaskularisasi pergelangan tangan
Terapi Operatif
• Tindakan operasi pada CTS disebut neurolisis
nervus medianus pada pergelangan tangan.
• Operasi hanya dilakukan:
• pada kasus yang tidak mengalami
perbaikan dengan terapi konservatif
• bila terjadi gangguan sensorik yang berat
• adanya atrofi otot-otot thenar.
Soal no 108
Tn. Abqari Agam Agler Basupati, usia 56 tahun
datang ke RSUD Sorong dengan keluhan
kelemahan pada tubuh bagian kanan. Saat
diperiksa pasien hanya bisa menggeserkan
anggota gerak kanan. Pada pemeriksaan
neurologis ditemukan sudut bibir kiri tampak
turun dan alis tidak dapat digerakkan.
Pemeriksaan lain dalam batas normal. Diagnosa
klinis pasien ini adalah…
a. Lesi pada N. VII dextra-sentral dan hemiparesis
dextra
b. Lesi pada N. VII dextra-perifer dan hemiparesis
dextra
c. Lesi pada N. VII sinistra-perifer dan hemiplegi dextra
d. Lesi pada N. VII sinistra-sentral dan hemiplegi
dextra
e. Lesi pada N. VII sinistra-perifer dan hemiparesis
dextra

Jawaban: E. Lesi pada N. VII sinistra-perifer dan


hemiparesis dextra
108. Lesi Batang Otak
• Lesi vaskular regional di otak akan menyebabkan
hemiparesis yang kontralateral terhadap sisi lesi.
• Jika lesi vaskular berada di daerah batang otak
sesisi, maka akan menyebabkan hemiparesis
alternans yang mana berarti pada tingkat lesi
kelainan bersifat ipsilateral sedangkan pada
bagian distal dari lesi kelainan bersifat
kontralateral.
• Tergantung pada lokasi lesi paralitiknya, dapatlah
dijumpai sindrom hemiplegiaa alternan di
mesensefalon, pons, dan medulla oblongata.
Hemiplegia Alternans
• Hemiplegia alternans
superior – (Weber) –
n.III
• Hemiplegia alternans
media – (Millard
Gubler) – n.VII
• Hemiplegia alternans
inferior – (Jackson II) –
n.XII
Sindrom Hemiplegia/ hemiparesis Alternans di Mesensefalon

• Lesi di batang otak menduduki


pedunkulus serebri di tingkat
mesensefalon.
• Nervus okulomotorius (N.III) yang
hendak meninggalkan mesensefalon
melalui permukaan ventral melintasi
daerah yang terkena lesi sehinggaikut
terganggu fungsinya.
• Dikenal sebagai hemiplegia alternans n.
okulomotorius atau sindrom dari
weber.

• Adapun manifestasi kelumpuhan n.III itu ialah (a) paralisis


m.rectusinternus (medialis), m.rectus superior, m.rectus inferior,
m.obliqusinferior, dan m.levator palpebrae superior sehingga terdapat
strabismus divergen, diplopia jika melihat ke seluruh jurusan dan
ptosis. (b) paralisism.sfingter pupilae, sehingga terdapat pupil yang
melebar (midriasis).
Sindrom Hemiplegia/ hemiparesis Alternans di Pons

• Hemiplegia/hemiparese alternans akibat lesi di pons adalah


kelumpuhan UMN yang melibatkan belahan tubuh sisi kontralateral,
yang berada di bawah tingkat lesi yang berkombinasi dengan
kelumpuhan LMN ipsilateral pada otot-otot yang disarafi oleh nervus
abdusens (n.VI) atau nervus fasialis (n.VII).
Sindrom Hemiplegia/ hemiparesis Alternans di Medulla Oblongata

• Kelumpuhan UMN yang terjadi di bagian tubuh kontralateral yang


berada di bawah leher dan diiringi oleh kelumpuhan LMN pada
belahan lidah sisi ipsilateral.
• Itulah sindrom hemiplegia alternans nervus hipoglossus atau
sindrom medular medial.
Lesi Mesensefalon
Jenis Sindrom Keterangan

Sindrom Weber Hemiplegia alternans okulomotorius (didapatkan


hemiplegia kontralateral lesi dan parese nervus III
ipsilateral
Sindrom Benedict Parese N.III ipsilateral, hemiparesis kontralateral,
hiperkinesis kontralateral dan ataxia.

Sindrom Parinaud Hilangnya tatapan vertikal, midriasis, hilangnya konvergensi


, refleks cahaya menghilang, retraksi kelopak mata dan
nistragmus retraktorius
Sindrom Claude Parese N.III ipsilateral disertai ataxia cerebellum
Sindrom Top Of Basillar Sindrom Parinaud, parese N.III ipsilateral dan abulia inisiatif

Sindrom Nothnagel Parese N.III unilateral atau bilateral disertai ataxai


cerebellar
Lesi Pons
Jenis Sindrom Keterangan

sindrom Millard Gubler Hemiplegia alternans n.abdusens dan n.fasialis (didapatkan


(Ventral Pontine hemiplegia kontralateral lesi dan parese n.VI dan n.VII tipe
syndrome) LMN)
Sindrom foville (inferior • corticospinal tract: contralateral
medial pontine hemiplegia/hemiparesis
syndrome) • medial lemniscus: contralateral loss of proprioception
and vibration
• middle cerebellar peduncle: ipsilateral ataxia
• facial nerve (CN VII) nucleus: ipsilateral facial weakness
• abducens nerve (CN VI) nucleus: lateral gaze paralysis
and diplopia
Lesi Medulla Oblongata
Jenis Sindrom Keterangan

Sindrom Wallenberg Hemiplegia alternans n.hipoglosus, hemiplegia


(lateral Medullary alternans n. glossopharyngeus dan n.vagus
syndrome)
Sindrom Avellis Paralisis palatum molle dan pita suara disertai
hemianestesia kontralateral

Sindrom Jackson Sindrom Avellis disertai paralisis lidah ipsilateral


Soal no 109
Ny. Arshinta Kirania Pratista, 65 tahun, dibawa
oleh keluarganya karena belakangan ini
diketahui sering marah-marah dan berbicara
nglantur tidak jelas, keluhan ini sudah 2 tahun.
Sejak 6 bulan belakangan ini pasien mulai lupa
dengan nama anak-anaknya. Pada pemeriksaan
didapatkan test primitif (+), inkontinensia urin
(+). Lobus apakah yang terkena?
a. Fronto temporal
b. Temporal parietal
c. Parietal occipital
d. Frontal parietal
e. Temporal occipital

Jawaban: A. Fronto temporal


109. Dementia
Primitive reflex (+), incontinence
Demensia frontotemporal
• Sekelompok penyakit yang ditandai oleh
degenerasi sel otak bagian frontal dan
temporal
• Gejala dan tanda
– Gangguan perilaku
– Gangguan kepribadian
– Gangguan berbahasa.
Neurodegenerative Diseases
• Alzheimer’s disease
• frontotemporal dementia (FTD) predominantly
– behavioral variant (“Pick’s disease”) cognitive
symptoms
– primary progressive aphasias
• posterior cortical atrophy (PCA)

• progressive supranuclear palsy (PSP)


• corticobasal degeneration (CBD) cognitive &
• dementia with Lewy bodies (DLB) motor
symptoms
• Huntington’s disease

• Parkinson’s disease
predominantly
• ALS (Lou Gehrig’s disease) motor
symptoms
Frontotemporal Dementia

• Definition:
– clinicopathologic condition consisting of
deterioration of personality and cognition
assoc. with prominent frontal and temporal
lobe atrophy
• Accounts for up to 3-20% of dementias
– Third behind AD and Lewy Body Dementia in
neurodegenerative dementing illnesses
FTD: Clinical Findings
• behavioral variant (bvFTD)
– disinhibition
• socially inappropriate behavior
• impulsivity
– apathy
• loss of interest, drive, motivation
– loss of sympathy / empathy
– repetitive / compulsive / ritualistic behavior

• language variants (3 subtypes)


– progressive nonfluent aphasia (PNFA)
– logopenic progressive aphasia (LPA)
– semantic dementia (SD)
Frontotemporal Dementia
• Established clinical consensus criteria (The Lund and Manchester Groups, J
Neurol Neurosurg Psychiatry 1994;57:416-418; Neary et. al, Neurology 1998;51:1546-1554):

• Core features • Supportive features:


o Insidious onset and – Decline in personal
slow progression hygiene and grooming
o Early decline of – Mental rigidity and
• Social interpersonal inflexibility
conduct – Distractibility and
• Regulation of impersistence
personal conduct – Hyperorality
• Insight – Perseverative behavior
o Early emotional
blunting – Speech and language
Diagnosis

• Neuropsychology:
– Impaired frontal lobe tests in absence of severe
amnesia, aphasia, or visuospatial deficits
• Imaging:
– Atrophy or decreased uptake in the frontal or
anterior temporal lobes (bilateral or unilateral)
by MRI, CT, PET, SPECT (The Lund and Manchester Groups, J
Neurol Neurosurg Psychiatry 1994;57:416-418; Neary et. al, Neurology
1998;51:1546-1554)
TELENCEPHALON
AREA CORTEX CEREBRI (UTAMA)
menurut Broadmann
1. Lobus frontalis:
- area 4: cortex motorik primer
- area 6: area premotorik (extrapyramidal)
- area 8: atur gerak mata & pupil
- area 44,45: area bahasa motorik (Broca)
2. Lobus parietalis:
- area 1,2&3: area somatosensorik  cortex sensorik primer
3. Lobus temporalis:
- area 41: cortex auditorik primer
- area 42: cortex auditorik sekunder (asosiasi)
- area 22,23: area bahasa perseptif (Wernicke)
- area 28: area olfaktorius
4. Lobus oksipitalis:
- area 17: cortex visual primer
- area 18,19: cortex asosiasi visual
TELENCEPHALON
LESI KORTEK CEREBRI
Lobus Defisit Neurologi Fenomena positif Psikopatologi

Frontalis Hemiparese spastik Bangkitan Mudah marah


(kontralat) motorik fokal Disinhibisi
Afasia motorik
Broca (dominan)
Parietalis Hemisensorik kontralat Bangkitan Disorientasi ruang
Homonim sensorik fokal Agnosiataktil
kwadranopsia bwh Apraksia
(kontralat) Afasia amnestik
Hemispastial Aleksia dominan
Temporalis Homonim Bangkitan Defisit memori
kwadranopsia ats psikomotor Afasia sensorik
(kontralat) (wernicke)
Oksipitalis Homonim hemianopsia Sensasi dan Agnosia warna
(kontralat) halusinasi Disorientasi
visuospastial
Agnosia visual
Aleksia
Sifat Gangguan pada Korteks
Gejala Motoriknya : Derajat tidak sama.
Klasifikasi derajat Gangguan :
0 : tidak ada kontraksi
1 : Kontraksi (+), Gerak (-)
2. Gerak (+) Horizontal tapi tidak bisa melawan gaya
gravitasi
3. Dapat melawan gaya gravitasi namun tidak bisa
melawan gaya berat tambahan
4. Dapat melawan gaya berat ringan
5. Normal
Hemiplegia Kontralateral
Gangguan Fungsi luhur ( Disfasia / Afasia )
TELENCEPHALON
SUBKORTEK
Merupakan subtansia alba di tengah hemisfer cerebri yang berisi
Serabut-serabut transversal (komisur), proyeksi & asosiasi.

Serabut saraf Anatomi Fisiologi


Transversal Corpus callosum Hubungkan area2 yg
(komisur) Komisura anterior homolog pada kedua
Komisura hipokampi hemisfer otak

Proyeksi Corona radiata Hubungkan talamus ke


Capsula interna cortex
Capsula externa Hubungkan cortex ke SSP
bagian bawah
Asosiasi Pendek (serat-serat U) Hubungkan bagian2 tertentu
Panjang (cingulum, fasiculus fronto- pada 1 sisi hemisfer
occipitalis sup, fasiculus longitudinalis Pendek: hubungkan girus
sup/arcuatus, fasiculus fronto-occipitalis inf, bersebelahan/berdekatan
fasiculus unsinatus, fasiculus longitudinalis Panjang: hubungkan area
inf, capsula extrema, fasiculus orbito yg jauh
frontalis, fasiculus perpendicularis
TELENCEPHALON

BASAL GANGLIA
• Kelompok substansia grisea yang terletak
basal dari corpus medulare, sebagian
besar dibentuk sel2 saraf, sebagian kecil
dibentuk serat2 penghubung
Anatomi:
a. corpus striatum  nucleus caudatus
dan nucleus lenticularis
b. claustrum
c. nucleus amygdaloid (amygdale)
Fungsi:
a. corpus striatum  pusat subcortical
sistem extrapyramidal
b. nucleus amygdale  bagian
rhinencephalon & sistem limbik
c. claustrum msh blm jelas fungsinya
Soal no 110
Tn. Abid Aqila Pranajaya Nugroho, 40 tahun,
dating ke RS karena mengalami kelemahan
kedua tungkai bawah. Mulanya kelemahan
dirasakan setinggi ankle. Pasien 1 minggu
sebelumnya dirawat karena diare. Dari
pemeriksaan neurologis ditemukan reflek
fisiologis menurun kedua tungkai menurun,
reflek patologis tidak ada. Komplikasi terburuk
penyakit tersebut adalah...
a. Atropi otot
b. Kelumpuhan otot pernafasan
c. Hemiparese
d. Hemiplegia
e. Tetraparesis

Jawaban: B. Kelumpuhan otot pernafasan


110. Guillane Barre Syndrome
Soal no 111
Ny. Kaila Sherly Sifabella, usia 30 tahun datang
dengan keluhan mulut mencong. Pasien
mengaku 1 hari sebelumnya melakukan
perjalanan jauh ke Bandar Lampung dengan
jendela mobil terbuka. Pasien mengaku tidak
pernah menderita seperti ini sebelum. Keluhan
disarakan pada kening dan mulut. Tatalaksana
yang tepat untuk pasien adalah...
a. Ibuprofen
b. Paracetamol
c. Piracetam
d. Diazepam
e. Methyprednisolone

Jawaban: E. Methyprednisolone
111. Bell’s Palsy
Soal no 112
Seorang pasien umur 59 tahun datang ke IGD
dengan keluhan anggota tubuh yang kanan
melemah sejak 8 jam yang lalu. Pasien saat itu
sedang menonton televisi. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan kesadaran kompos mentis, tensi
110/70mmHg, nadi 92x/mnt, RR 20x/mnt, suhu
36,6oC. Pada pemeriksaan motorik didapatkan
motorik sinistra +5, motorik dextra +3, kaku
kuduk (-), babinsky (+). Pemeriksaan gold
standart yang tepat adalah…
a. Rontgen kepala
b. CT scan kepala tanpa kontras
c. CT scan kepala dengan kontras
d. MRI kepala tanpa kontras
e. MRI kepala dengan kontras

Jawaban: B. CT scan kepala tanpa kontras


112. Stroke
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012)
• Transient Ischemic Attack (TIA)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan
menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.
• Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung
lebih dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 72 jam.
• Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.
• Stroke in ResolutionStroke in resolution:
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan
dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.
• Completed Stroke (infark serebri):
• defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak
yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi
Soal no 113
Tn. Riffat Syazwan Tbrani Umair, 58 tahun,
datang ke UGD RS Zahran diantar istri dan
anaknya. Pada pemeriksaan inspeksi didapatkan
masked face, pill rolling tremor. Pasien
kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologi
untuk mengkonfirmasi diagnosis. Pada sediaan
histopatologi ditemukan Lewys Body. Kelainan
tersebut terletak pada...
a. Nucleus caudatus
b. Ganglia basalis
c. Susbtansia nigra
d. Mid brain
e. Cerebellum

Jawaban: C. Substansia nigra


113. Parkinson
• Parkinson:
– Penyakit neuro degeneratif karena gangguan pada ganglia
basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman
dopamine dari substansia nigra ke globus palidus.
– Gangguan kronik progresif:
• Tremor  resting tremor, mulai pd tangan, dapat meluas hingga
bibir & slrh kepala
• Rigidity  cogwheel phenomenon, hipertonus
• Akinesia/bradikinesia  gerakan halus lambat dan sulit, muka
topeng, bicara lambat, hipofonia
• Postural Instability  berjalan dengan langkah kecil, kepala dan
badan doyong ke depan dan sukar berhenti atas kemauan sendiri
• Hemibalismus/sindrom balistik
– Gerakan involunter ditandai secara khas oleh
gerakan melempar dan menjangkau keluar yang
kasar, terutama oleh otot-otot bahu dan pelvis.
– Terjadi kontralateral terhadaplesi
• Chorea Huntington
– Gangguan herediter autosomal dominan, onset
pada usia pertengahan dan berjalan progresif
sehingga menyebabkan kematian dalam waktu 10
± 12 tahun
Parkinson Disease
Gejala dan Tanda Parkinson
Gejala awal tidak spesifik Gejala Spesifik

• Nyeri • Tremor
• Gangguan tidur • Sulit untuk berbalik badan
•Ansietas dan depresi di kasur
•Berpakaian menjadi lambat •Berjalan menyeret
•Berjalan lambat •Berbicara lebih lambat

Tanda Utama Parkinson :

1. Rigiditas : peningkatan tonus otot


2. Bradykinesia : berkurangnya gerakan spontan (kurangnya kedipan mata, ekspresi
wajah berkurang, ayunan tangan saat berjalan berkurang ), gerakan
tubuh menjadi lambat terutama untuk gerakan repetitif
3. Tremor : tremor saat istirahat biasanya ditemukan pada tungkai, rahang dan
saat mata agak menutup
4. Gangguan berjalan dan postur tubuh yang membungkuk
Penatalaksanaan Parkinson
• Prinsip pengobatan parkinson adalah
meningkatkan aktivitas dopaminergik di
jalur nigrostriatal dengan memberikan :
– Levodopa  diubah menjadi dopamine
di substansia nigra
– Agonis dopamine
– Menghambat metabolisme dopamine
oleh monoamine oxydase dan cathecol-
O-methyltransferase
– Obat- obatan yang memodifikasi
neurotransmiter di striatum seperti
amantadine dan antikolinergik

Wilkinson I, Lennox G. Essential Neurology 4th edition. 2005


Penyakit Lewy body (Lewy body disease)
• Ditandai oleh adanya Lewy body di dalam otak.
• Lewy body adalah gumpalan-gumpalan protein alpha-
synuclein yang abnormal yang berkembang di dalam sel-sel
syaraf.
• Abnormalitas ini terdapat di tempat-tempat tertentu di
otak, yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam
bergerak, berpikir dan berkelakuan.
• Ada tiga penyakit yang hampir bersamaan yang dapat
digolongkan ke dalam penyakit Lewy body:
– Demensia dengan Lewy body (dementia with Lewy bodies)
– Penyakit Parkinson (Parkinson’s disease)
– Demensia dengan penyakit Parkinson (Parkinson’s disease
dementia)
Soal no 114
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun dibawa ke
puskesmas oleh orang tuanya karena sering mengalami
pandangan kosong dan bengong sejak 1 tahun yang
lalu. Keluhan dapat berulang hingga 10 kali sehari,
selama beberapa detik, mendadak pada kondisi
apapun, tidak terjatuh tetapi kemudian pasien normal
kembali. Riwayat trauma kepala saat balita namun tidak
pernah diperiksakan. Dari pemeriksaan status
neurologis dalam batas normal. Dokter mendiagnosis
pasien tersebut mengalami epilepsi. Apakah
kemungkinan tipe epilepsi yang dialami oleh pasien
tersebut?
a. Kejang pasial sederhana
b. Kejang umum mioklonik
c. Kejang parsial kompleks
d. Kejang umum absans
e. Kejang umum tonik

Jawaban: D. Kejang umum absans


114. Kejang
• Kejang merupakan perubahan fungsi otak
mendadak dan sementara sebagai dari
aktivitas neuronal yang abnormal dan
pelepasan listrik serebral yang berlebihan.
(Betz & Sowden,2002)
Manifestasi Klinik
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat
mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
– Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi .
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
– Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jtuh dari udara, parestesia.
– Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
– Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
b) Parsial kompleks
– Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
– Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang –
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
– Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
– Durasi >30 detik,
– frekuensi tidak menentu
– Setelah kejang pasien tampak bingung/ pingsan
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a) Kejang absens
– Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
– Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
– Awitan dan akhiran cepat, setelah kejang, kembali waspada dan konsentrasi penuh
– Dipicu oleh hiperventilasi
b) Kejang mioklonik
– Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
– Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron
dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
– Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
– Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c) Kejang tonik klonik
– Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang
tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
– Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
– Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
– Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d) Kejang atonik
– Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala
menunduk,atau jatuh ke tanah.
– Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
http://doosesyndrome.org/mae-explained/atypical-absence-seizures https://www.epilepsydiagnosis.org/seizure/absence-atypical-
overview.html
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17484751

Atypical Absence Seizure


• Similar to absence seizures but, as the name suggests, they
are unusual or not typical.
• The child will stare, as with an absence seizure, but more
pronounced motor symptoms such as tonic (stiffening) or
clonic (jerking) spells or may have automatisms
(involuntary behaviours) or tone changes of the head (head
drop) and body.
• Variabel impairments of consciusnesswill be somewhat
responsive
• Last longer than typical absences
• Precipitated by drowsiness
• Not provoked by hyperventilation or photic stimulation
• Usually more difficult to treat
• Associated with a severely abnormal cognitive and
neurodevelopmental outcome in children
Soal no 115
Nn. Kiyoko Hamine Zhafira, 24 tahun, datang ke
poliklinik karena merasa nyeri kepala. Nyeri
kepala yang dirasakan pasien tidak berputar,
namun, saat melihat benda terlihat ganda. Pada
pemeriksaan neurologis, mata kanan pasien
dapat melirik ke kiri tapi mata kiri tetap berada
di tengah. Pergerakan bola mata kearah lain,
dalam batas normal. Maka kelainan ada pada N.
Kranial?
a. N. III Sinistra
b. N. IV Sinistra
c. N. IV Dextra
d. N. VI Sinistra
e. N. VI Dextra

Jawaban: D. N. VI Sinistra
115. Inervasi Otot Ekstraokuler

Goetz, Christopher G. Textbook of clinical neurology. 3rd ed. Philadelphia:


Saunders; 2007.
Goetz, Christopher G. Textbook of clinical neurology. 3rd ed. Philadelphia:
Saunders; 2007.
Soal no 116
Seorang perempuan berusia 23 tahun datang ke
tempat praktek anda dengan keluhan mukanya miring
ke arah kanan. Pasien mengatakan setiap hari pergi
bekerja dengan menggunakan sepeda motor. Riwayat
Demam disertai batuk dan pilek dengan ingus encer 3
hari yang lalu. Hasil pemeriksaan neurologis
didapatkan mulut tidak dapat mencucu (asimetris),
kerut dahi sebelah kanan menghilang dan tidak dapat
menggembungkan pipi. Manakah pernyataan yang
benar mengenai diagnosis pada penyakit yang
diderita pasien anda?
a. Pada pemeriksaan telinga dapat didapatkan tuli
sensoris
b. Pada pemeriksaan mata dapat dijumpai
konjungtivitis vernalis
c. Pada pemeriksaan pengecapan pasti tidak
didapatkan kelainan
d. Pada pemeriksaan telinga pasti tidak didapatkan
kelainan
e. Pada pemeriksaan mata dapat dijumpai
lagoftalmus dan dry eye

Jawaban: E. Pada pemeriksaan mata dapat dijumpai


lagoftalmus dan dry eye.
Sumber: Harrison, 18th Edition;
http://www.hopkinsmedicine.org/healthlibrary/GetImage.as
px?ImageId=161363;

116. Bell’s palsy http://emedicine.medscape.com/article/1146903-overview

• Penyebab tersering dari kelemahan wajah unilateral yang


muncul tiba-tiba adalah stroke dan Bell’s palsy.
• Penyebab yang paling umum dari kasus Bell’s palsy adalah HSV
tipe 1, diduga akibat reaktivasi virus dari tempat latennya.
• Selain itu, yang banyak diperdebatkan adalah iritasi terus-
menerus dalam durasi yang cukup lama menyebabkan
pembengkakan nervus fasialis sehingga terjepit diduga juga
sebagai penyebab Bell’s palsy.
• Gejala yang didapatkan adalah:
– kelumpuhan otot wajah unilateral,
– gangguan pada telinga (hyperacusis, otalgia),
– gangguan pada mata (nyeri, mata kering oleh karena menurunnya
produksi air mata, lagoftalmus, penglihatan kabur),
– gangguan sensoris (rasa tebal pada pipi dan mulut)
• Terapi:
• Kortikosteroid,
• antiviral (efektifitas
kurang bila dibandingkan
steroid),
• perawatan mata (untuk
mencegah timbulnya
ulkus kornea), dan
bedah.
Soal no 117
Ny. Challondra Esmeralda Bramantyo, 46 tahun,
masuk ke IGD ditemani oleh keluarga, dengan
keluhan penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pasien tidak
membuka mata meskipun dengan rangsangan
nyeri. Saat dirangsang nyeri, lengan dan kaki
ekstensi abnormal, dan pasien hanya
mengeluarkan suara mengerang. Berapa GCS
pasien tersebut?
a. GCS 5
b. GCS 6
c. GCS 7
d. GCS 3
e. GCS 4

Jawaban: A. GCS 5
117. Glasgow Coma Scale
• Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang
dipakai untuk menentukan/ menilai tingkat
kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya
sampai keadaan koma. Teknik penilaian dengan
ini terdiri dari tiga penilaian terhadap respon
yang ditunjukkan oleh pasien setelah diberi
stimulus tertentu, yakni respon buka mata,
respon motorik terbaik, dan respon verbal. Setiap
penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin
tertinggi bernilai 15.
Jenis Pemeriksaan Nilai
Respon buka mata (Eye Opening, E)
· Respon spontan (tanpa stimulus/rangsang) 4
· Respon terhadap suara (suruh buka mata) 3
· Respon terhadap nyeri (dicubit) 2
· Tida ada respon (meski dicubit) 1
Respon verbal (V)
• Berorientasi baik 5
• Berbicara mengacau (bingung) 4
• Kata-kata tidak teratur (kata-kata jelas dengan substansi tidak jelas dan 3
non-kalimat, misalnya, “aduh… bapak..”)
• Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang) 2
• Tidak ada suara 1
Respon motorik terbaik (M)
• Ikut perintah 6
• Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang 5
nyeri) 4
• Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang) 3
• Fleksi abnormal (dekortikasi: tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas
dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) 2
• Ekstensi abnormal (deserebrasi: tangan satu atau keduanya extensi di sisi
tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) 1
• Tidak ada (flasid)
Soal no 118
Ny, Callista Evangeline Wijaya, 20 tahun, dibawa
oleh teman-temannya ke IGD RS Mekarsari
Bekasi dengan keluhan penurunan kesadaran
akibat kecelakaan lalu lintas yang dialaminya 3
jam yang lalu. Pasien sempat sadar di ruang IGD,
tapi 30 menit kemudian pasien langsung tidak
sadar lagi. Pasien direncanakan untuk dilakukan
CT scan. Apa kemungkinan diagnosis pasien
tersebut?
a. Perdarahan epidural
b. Perdarahan subdural
c. Perdarahan subarachnoid
d. Perdarahan intracranial
e. Perdarahan intravertikel

Jawaban: A. Perdarahan epidural


118. EPIDURAL HEMATOM
• Pengumpulan darah diantara tengkorak dg
duramater. Biasanya berasal dari arteri yg pecah
oleh karena ada fraktur atau robekan langsung.
• Gejala (trias klasik) :
1. Interval lusid.
2. Hemiparesis/plegia.
3. Pupil anisokor.
 Diagnosis akurat dg CT scan kepala : perdarahan
bikonveks atau lentikulerdi daerah epidural.

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


EPIDURAL
HEMATOM

Epidural
Soal no 119
Nn. Mayasari Grizelle Faranisa Wijaya, 40 tahun,
datang dengan keluhan nyeri pada pinggang
kanan menjalar ke tungkai bawah. Keluhan
sudah dirasakan sejak lama, dan dibiarkan oleh
pasien karena pasien takut dioperasi. Pada saat
dilakukan tes laseque didapatkan nyeri sampai
sudut 15 derajat. Untuk menunjang diagnosis
dilakukan pemeriksaan lain adalah...
a. Patrick dan Kontra-Patrick
b. Lhermite test
c. Sigard & Bragard
d. Kernig sign
e. Romberg test

Jawaban: C. Sigard & Bragard


119. HNP
• HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu : keluarnya
nucleus pulposus dari discus melalui robekan annulus
fibrosus keluar ke belakang/dorsal menekan medulla
spinalis atau mengarah ke dorsolateral menakan saraf
spinalis sehingga menimbulkan gangguan.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Gejala Klinis
• Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke
bawah (mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai
bawah bagian atas). Dikarenakan mengikuti jalannya N.
Ischiadicus yang mempersarafi kaki bagian belakang.
1. Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut,
kemudian ke tungkai bawah. (sifat nyeri radikuler).
2. Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk,
mengangkat barang berat.
3. Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1
(garis antara dua krista iliaka).
4. Nyeri Spontan, sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi
berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat. Sedangkan bila
berbaring nyeri berkurang atauhilang.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Pemeriksaan
• Motoris
– Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul
dan lutut, serta kaki yang berjingkat.
– Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.
• Sensoris
– Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
– Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.

Tes-tes Khusus
1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT)
– Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90°.
2. Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes
laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki.
3. Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki.
4. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial dari ibu jari
kaki (L5).
5. Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki (L5), atau
plantarfleksi (S1).
6. Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit
7. Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki
8. Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan indikasi
untuk segera operasi.
9. Kadang-kadang terdapat anestesia di perineum, juga merupakan indikasi untuk operasi.
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Straight leg raise test

• The knee is extended and the hip • Reproduction of symptoms in


is flexed until a complaint of pain the opposite leg being tested
or tightness is reached. is termed crossed straight
• The leg is then carefully returned leg and indicates a large
to the table and the contralateral central lumbar disc herniation
leg is tested in a similar fashion • Sensitivity of 28%-29% and a
• A positive test is demonstrated specificity of 88%-90% for
when reproduction of symptoms nerve root impingement
radiating down the leg is
produced at 30-70° of leg
elevation
• Sensitivity of 91% and specificity
of 26%
• If pain radiates below the knee,
L4-S1 nerve root impingement
has been identified
• Menurut Deyo dan Rainville, untuk pasien dengan
keluhan Nyeri Pinggang Bawah dan nyeri yang
dijalarkan ke tungkai, pemeriksaan awal cukup
meliputi:
– Tes laseque
– Tes kekuatan dorsofleksi pergelangan kaki dan ibu jari kaki.
Kelemahan menunjukkan gangguan akar saraf L4-5
– Tes refleks tendon achilles untuk menilai radiks saraf S1
– Tes sensorik kaki sisi medial (L4), dorsal (L5) dan lateral (S1)
– Tes laseque silang merupakan tanda yang spesifik untuk
HNP
• Bila tes ini positif, berarti ada HNP, namun bila negatif tidak berarti
tidak ada HNP.
– Pemeriksaan yang singkat ini cukup untuk menjaring HNP
L4-S1 yang mencakup 90% kejadian HNP
• Namun pemeriksaan ini tidak cukup untuk menjaring HNP yang
jarang di L2-3 dan L3-4 yang secara klinis sulit didiagnosis hanya
dengan pemeriksaan fisik saja.
– Tes Konfirmasi untuk SLR adalah test Bragard
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2647081/
Lasegue’s Test (Straight Leg Raising
Test)
• Prosdur: pasien supine.
Fleksikan sendi pinggul pasien
dengan lutut tertekuk. Jaga
pinggul tetap dalam keadaan
fleksi, kemudian ekstensikan
tungkai bawah.
• Tes positif: radikulopati sciatik
(+), jika:
– Nyeri tidak ada pada
kondisi pinggul dan lutut
fleksi.
– Nyeri muncul saat pinggul
fleksi, dan kemudian lutut
diekstensikan.
Straight Leg Raising Test

http://www.healingartscenter.info/wp-content/uploads/2010/01
Bragard’s Test
• Prosedur: pasien supine. Kaki
pasien lurus kemudian elevasi
hingga titik dimana rasa nyeri
dirasakan. Turunkan 5o dan
dorsofleksi kaki.
• Positive Test: nyeri akibat traksi
nervus sciatik.
– Nyeri dengan dorsiflexion 0°
to 35° – extradural sciatic
nerve irritation.
– Nyeri dengan dorsiflexion from
35° – 70° – intradural
problem (usually IVD lesion).
– Nyeri tumpul paha posterior -
tight hamstring.
Sicard's Sign
• If the SLR is positive, lower the leg to just
below the point of pain and quickly dorsiflex
the great toe
• Patrick Test (FABER) and contra-patrick test
– Deteksi kondisi patologis dari sendi paggul dan sakroiliaka.
– Pemeriksaan (+) jika terasa nyeri pada salah satu atau kedua
sendi tersebut.

Patrick Test Contra-patrick Test


Soal no 120
Seorang laki-laki dibawa berobat karena
mengalami kecelakaan saat bekerja di
perkebunan kelapa 2 jam yang lalu. Ia jatuh dari
pohon kelapa dengan ketinggian 3 m dari
permukaan tanah. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan: anestesi dari daerah pusar ke bawah,
dan kelumpuhan kedua extremitas bawah. Pada
foto rontgen didapatkan fraktur kompresi
vertebra thorakal 4 yang mencederai seluruh
medulla spinalis. Kelainan yang tidak sesuai
adalah…
a. Flacid
b. Hipotoni
c. Hiporefleksi
d. Hipertonia
e. Atonia

Jawaban: D. Hipertonia
120. Trauma Medula Spinalis
• Terjadi jika medula spinalis mengalami kompresi atau gangguan
vaskularisasi atau adanya subluksasi vertebrae.
• Penyebab tersering: kecelakaan lalu lintas, kekerasan, terjatuh, atau
cedera olahraga.
• Gejala: tergantung lokasi dan berat cedera
– Cedera komplit: tidak ada fungsi medula spinalis di bawah lesi.
– Cedera parsial: masih ada sebagian fungsi medula spinalis di bawah lesi.
• Gejala lain: nyeri di area cedera, paralisis extrimitas, nyeri pada kulit,
hilangnya kontrol berkemih dan defekasi, disfungsi seksual.
• Tatalaksana:
– Minimalisasi cedera lanjutan: realigned dan imobilisasi, steroid segera
mungkin.
– Rehabilitasi: setelah stabil fisioterapi dan terapi okupasi
– Komplikasi jangka lama: ulkus dekubitus, ISK, kontraktur dan atropi otot-otot
ekstrimitas.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/tutorials/spinalcordinjury/nr259103.pdf
Spinal Shock
• Definisi: kondisi neurologis lokal sementara yang muncul segera setelah
adanya cedera medula spinalis.
• Pembengkakan dan edema dari medula spinalis terjadi 30 menit setelah
benturan dan dapat mengakibatkan gangguan konduksi saraf.
• Nyeri berat dapat dirasakan pada area tepat di atas lesi, berkaitan dengan
peningkatan sensitifitas nyeri.
• Gejala antara lain: paralisis flacid, atonia, flacid sphincter dan tidak ada
refleks di bawah lesi. Tidak dapat merasakan nyeri, suhu, perabaan,
proprioseptif atau tekanan di bawah lesi. Terdapat pula gangguan
termoregulasi, sensasi somatik/viseral di bawah lesi, distensi usus dan
ileus paralitik.
• Spinal shock dapat berlangsung dalam hitungan jam hingga minggu
tergantung masing-masing pasien.
• Pemberian steroid harus dilakukan dalam waktu 8 jam setelah kejadian.
Protokol: metilprednisolon 30mg/kg bolus dalam 15 menit, dilanjutkan
5,4mg/kg/h IV, dimulai 45 menit setelah pemberian bolus.
Soal no 121
Seorang laki-laki berusia 60 tahun datang ke
UGD RS dengan keluhan sakit kepala sejak 8
bulan yang lalu. Sakit kepala dirasakan semakin
memberat sejak 1 minggu disertai muntah
namun tidak disertai mual. Pada pemeriksaan
neurologis didapatkan hemiparese kanan dan
parase N.VII kanan tipe sentral. Apakah
diagnosis yang tepat pada pasien diatas?
a. Tumor hemisfer serebral kanan
b. Tumor hemisfer serebral kiri
c. Tumor mesensefalon kanan
d. Tumor mesensefalon kiri
e. Tumor serebelum kiri

Jawaban: B. Tumor hemsfer serebral kiri


121. Motor
Lesion
• Hemiparesis: kelemahan sesisi
tubuh. Lebih ringan dibandingkan
hemiplegia (paralisis total dari kaki,
tangan dan tubuh sesisi).
• Dapat menggerakan bagian yang
terkenan, namun dengan kekuatan
otot yang menurun.
• Dapat disebabkan oleh beberapa
gangguan medis yang menyebabkan
gangguan pada otak dan medula
spinalis.
• Merupakan suatu gejala atau suatu
kondisi yang disebabkan oleh
migrain, trauma kepala, muscular
dysthophy, stroke, tumor otak, atau
cerebral palsy.
Soal no 122
Tn. Muammar Raghib Rusydan, 25 tahun, datang
ke UGD setelah mengalami trauma pada dekat
matanya akibat kecelakaan lalu lintas. Pasien
sedang mengendarai motornya tanpa helm, dan
terjatuh saat mencoba menghindari kucing di
tengah jalan. Dari pemeriksaan radiologis
didapatkan fraktur pada os ethmoid. Saraf
apakah yang kemungkinan akan terganggu
akibat fraktur tersebut?
a. Nervus Cranialis I
b. Nervus Cranialis II
c. Nervus Cranialis III
d. Nervus Cranialis IV
e. Nervus Cranialis V

Jawaban: A. Nervus Cranialis I


122. Fraktur Os. Ethmoid
• Os. Ethmoid
• tulang tengkorak yang memisahkan rongga nasal dengan otak.
• Terletak di atap nasal, diantara dua rongga orbita.
• Fraktur lateral plate Os. Ethmoid
• Adanya hubungan antara rongga nasal dan rongga orbita
ipsilateral melalui dinding inferomedial rongga orbita,
menyebabkan emfisema orbital.
• Biomekanika fraktur Os. Ethmoid
• biasanya terjadi akibat gaya ke atas terhadap hidung
menyebabkan kebocoran CSF melalui rongga nasal.
• Fraktur Os. Ethmoid juga dapat merusak n. Olfaktorius
menimbulkan anosmia, atau penurunan fungsi penghidu.
Identify the elements of the bony orbit on a skull or x-ray.
Ethmoid Fracture

• Fracture of the Cribriform plate (lamina


cribrosa)
• May lead to disruption of olfactory (n I)
bulb or fascicles anosmia
• If duramater tear occurred CSF
• Ethmoid bone in orbit rhinorrheae
(brown)lamina papyracea
• Fracture of the lamina papyracea
– Communication to nasal cavity
– exophtalmos
Soal no 123
Tn. Luzman Mawardi Manaf, 56 tahun, datang ke
poliklinik mengeluhkan nyeri pinggang bawah
sejak 2 hari yang lalu setelah pasien menyetir
mobil selama 20 jam saat pulang kampung
Lebaran. Nyeri dirasakan luas dan tidak dapat
dialokasi. Nyeri tidak dipengaruhi oleh
perubahan posisi. BAK normal, laseque test (-),
partick-reversepatrick (-). Gangguan yang terjadi
pada pasien berupa...
a. Neuralgia dan gangguan otot
b. Inflamasi dan gangguan otot
c. Neuralgia dan inflamasi
d. Gangguan otot dan viscera
e. Neuralgia dan viscera

Jawaban: B. Inflamasi dan Gangguan Otot


123. Nyeri Punggung Bawah
• Merupakan nyeri yang Diagnosis :
dirasakan di daerah punggung • Inspeksi :
• cara berjalan, nyeri yang timbul saat
bawah pergerakan
• Dapat nyeri lokal maupun • Pem.Neurologik
radikuler atau keduanya • Motorik
• test laseque(iritasi radiks L5/S1)
• 90% adalah benigna dan • cross laseque(HNP median)
dapat sembuh spontan dalam • reverse laseque(iritasi radiks lumbal atas)
4-6minggu • sitting knee extension (iritasi lesi iskhiadikus)
• tanda Patrick(lesi coxae),kontra Patrick(lesi
• Disebabkan oleh: sakroiliaka)
• test valsava
• kelainan muskuloskeletal
• Radiologik
• sistem saraf • foto polos, CT-Scan, MRI
• psikogenik • Terapi
• Farmakoterapi
• blok saraf dengan anestesi lokal
• operasi

Penuntun Praktis Nyeri Neuropatik, PERDOSSI


Neurologic Examination
Femoral strech test
Straight leg raising (SLR) Test for irritation of higher nerve roots ( L4 and above)
test/Laseque Test

Patrick's test or FABER test (for Flexion,


Abduction and External Rotation) is
performed to evaluate pathology of the
• a test done during the physical examination hip joint or the sacroiliac joint.
to determine whether a patient with low • The test is performed by having the
back pain has an underlying herniated disk, tested leg flexed, abducted and
often located at L5 (fifth lumbar spinal externally rotated.
nerve). • If pain is elicited on the ipsilateral
• L5 & S1 compression causes limitation to side anteriorly, it is suggestive of a
less than 60o from horizontal and produces hip joint disorder on the same side.
pain down the back of leg. • If pain is elicited on the
• Dorsoflexion of the foot while the leg is contralateral side posteriorly around
elevated aggravates the pain. the sacroiliac joint, it is suggestive
• Elevation of the good leg may produce pain of pain mediated by dysfunction in
in the other leg.(contra laseque) that joint.
Soal no 124
Laki-laki, 35 tahun, sering berobat ke poliklik
sejak 1 tahun yang lalu karena keluhan kejang.
Karena merasa sudah sembuh pasien mulai
jarang berobat. Kemudian pasien dibawa ke RS
dengan serangan yang berulang-ulang setiap 5
menit, dari satu serangan ke serangan
berikutnya pasien tidak sadar penuh. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/70mmHg,
suhu 37⁰C, nadi 110x/mnt. Apa diagnosa yang
tepat?
a. Epilepsi umum sekunder terhadap partial
seizures
b. Epilepsi ensefalopati metabolik
c. Status epileptikus
d. Epilepsi psikomotor
e. Epilepsi umum grandmal

Jawaban: C. Status epileptikus


124. Status Epileptikus
• Definisi:
– Kondisi 5 menit atau lebih dari (i) kejang klinis kontinu dan/
atau aktifitas elektrografi atau (ii) kejang rekuren tanpa ada
keadaan sadar diantara dua kejang.
– Definisi SE diubah dari awalnya 60 menit, 30 menit, pada
akhirnya 5 menit atau lebih:
– Alasan:
• Kejang yang berlangsung lebih dari 5 menit tidak akan berhenti secara
spontan
• Kejang >30 menit sudah terdapat kerusakan di substantia nigra, 45
menit – 120 menit dapat terjadi kerusakan di lapis ketiga dan keempat
neurokorteks, CA1 dan CA4 neuron piramidal dari hipokampus.
• Jejas neuronal dan farmakoresisten dapat terjadi sebelum 30 menit
kejang kontinu.

Guidelines for the Evaluation and Management of Status Epilepticus. Neurocrit


Care DOI 10.1007/s12028-012-9695-z
ILMU
P S I K I AT R I
Soal no 125
Tn. Jaffan Lukman Al-Haritst, 35 tahun, diketahui
mencoba membunuh sepupunya dengan
mendorong dari lantai atas, kemudian melarikan
diri tanpa pakaian. Dengan bantuan tetangga,
pasien akhirnya bisa tertangkap dan dibawa ke
Puskesmas terdekat. Saat diperiksa, penampilan
pasien berpakaian tidak rapi, jawaban pasien
tidak koheren dengan isi pertanyaan dan tidak
ada kesinambungan antara isi jawaban. Apa
diagnosisnya?
a. Skizofrenia Hebefrenik
b. Skizofrenia Katatonik
c. Skizofrenia dengan Gangguan Psikotik
d. Skizofrenia Afektif
e. Skizofrenia dengan Wahan Menetap

Jawaban: A. Skizofrenia hebefrenik


PPDGJ

125. SKIZOFRENIA
Skizofrenia Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal 1
bulan
Paranoid merasa terancam/dikendalikan
Hebefrenik 15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan,
senyum sendiri
Katatonik stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea
Skizotipal perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik, pikiran
obsesif berulang
Waham menetap hanya waham
Psikotik akut gejala psikotik <2 minggu.
Skizoafektif gejala skizofrenia & afektif bersamaan
Residual Gejala negatif menonjol, ada riwayat psikotik di masa lalu yang
memenuhi skizofrenia
Simpleks Gejala negatif yang khas skizofrenia (apatis, bicara jarang, afek
tumpul/tidak wajar) tanpa didahului halusinasi/waham/gejala
psikotik lain. Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna
(tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri).
Skizofrenia Hebefrenik
• Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada
usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya 15-25 tahun).

• Gejala khas seperti di bawah ini 3 bulan lamanya:


– Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan
– Afek pasien yang dangkal (shallow), tidak wajar, sering disertai oleh
cekikikan (giggling)
– Mengibuli secara bersenda gurau (pranks)
– Ungkapan dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases)
– Proses pikir yang mengalami disorganisasi dan pembicaraan yang tak
menentu (rambling)
– Inkoherens

Referensi: PPDGJ-III
Soal no 126
Seorang wanita berusia 45 tahun memeriksakan
diri ke dokter karena merasa hidupnya tidak
tenang. Pasien merasa pusing, mual, muntah
jika berada di keramaian. Setahun yang lalu
pasien merasa panik dan pingsan saat berada di
keramaian dan tidak ada yang menolongnya.
Sejak itu pasien selalu takut berada di tempat
ramai sehingga pasien sering tinggal di rumah.
Apa diagnosis dari kondisi yang dialami oleh
pasien tersebut ?
a. Gangguan Panik
b. Gangguan Somatoform
c. Gangguan Agorafobia
d. Gangguan Cemas Menyeluruh
e. Gangguan Disosiasi

Jawaban: C. Gangguan agoraphobia


126. FOBIA
• Fobia adalah penolakan berdasarkan
ketakutan terhadap benda atau situasi yang
dihadapi, yang sebetulnya tidak berbahaya
dan penderita mengakui bahwa ketakutan itu
tidak ada dasarnya (DSM IV-TR).

• Terdapat 3 jenis fobia: Agorafobia, fobia sosial,


dan fobia khas/ spesifik.
Jenis Fobia Karakteristik

Agorafobia Kecemasan berada di dalam situasi di mana ia kemungkinan sulit


meloloskan diri atau di mana ia mungkin tidak terdapat pertolongan
jika mendapatkan serangan panik yang tidak diharapkan. Biasanya
situasi yang membuat cemas seperti berada di luar rumah sendirian,
berada di keramaian.

Fobia sosial Ketakutan yang jelas dan menetap situasi sosial atau tampil didepan
orang yang belum dikenal atau situasi yang memungkinkan ia dinilai
oleh orang lain atau menjadi pusat perhatian. Ada perasaan takut
bahwa ia akan berperilaku memalukan atau menampakkan gejala
cemas atau bersikap yang dapat merendahkan dirinya.

Fobia khas/ Ketakutan yang berlebihan dan persisten terhadap objek atau situasi
spesifik spesifik, seperti ketakutan terhadap tempat tertutup ( Claustrophobia),
atau ketakutan terhadap binatang kecil yang menjijikkan seperti tikus,
ulat, dan lain-lain.
Soal no 127
Seorang pasien laki-laki, sedang mengalami
demam tinggi. Suatu malam ia berteriak dan
berkata bahwa ada seorang pria yang tengah
berdiri di depan jendela. Lalu suster datang dan
menyalakan lampu, dan pria tersebut merasa
bersyukur bahwa yang dilihatnya hanya gorden
yang terjuntai. Termasuk apakah keluhan pasien
tersebut?
a. Ilusi
b. Halusinasi
c. Delusi
d. Waham
e. Gangguan alam sadar

Jawaban: A. Ilusi
127. GANGGUAN PERSEPSI
Gangguan Persepsi Definisi

Depersonalisasi satu kondisi patologis yang muncul sebagai akibat dari perasaan
subyektif dengan gambaran seseorang mengalami atau
merasakan diri sendiri (atau tubuhnya) sebagai tidak nyata atau
khayali (asing, tidak dikenali).
Derealisasi perasaan subyektif bahwa lingkungannya menjadi asing, tidak
nyata.

Ilusi persepsi yang keliru atau menyimpang dari stimulus eksternal


yang nyata.

Halusinasi Persepsi atau tanggapan palsu, tidak berhubungan dengan


stimulus eksternal yang nyata; menghayati gejala-gejala yang
dikhayalkan sebagai hal yang nyata.
Halusinasi vs Ilusi vs Delusi
Pada halusinasi, terdapat persepsi sensoris
(pendengaran/penglihatan/penciuman TANPA
ada stimulus eksternal

Pada ilusi, terdapat MISINTERPRETASI


persepsi sensoris dari suatu stimulus
eksternal.

Delusi merupakan keyakinan seseorang


yang tidak sesuai dengan fakta atau nilai-
nilai yang dianut di tempat ia tinggal,
keyakinan tersebut tidak dapat digoyahkan
orang lain(false fixed belief).
Soal no 128
Tn. Haiyan Hariri Imaddudin, 30 tahun, datang
dengan keluhan tremor pada kedua tangan sejak
beberapa bulan yang lalu. Pasien memiliki
riwayat gangguan jiwa dan terdiagnosis sejak 1
tahun yang lalu. Saat ini pasien mengkonsumsi
Haloperidol selama 6 bulan untuk penyakitnya
tersebut. Pasien rajin kontro dan minum
obatnya. Obat apa yang sebaiknya diberikan
untuk mengurangi gejala?
a. Clozapine
b. Risperidon
c. Asam valproat
d. THP
e. CPZ

Jawaban: D. THP
128. GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Gejala Ekstrapiramidal
Karakteristik
Akathisia Gelisah dan merasa perlu bergerak terus. Menggerakkan kaki mengetuk lantai (foot
tapping atau toe tapping). Gejala ini berkurang saat tidur atau pada posisi berbaring.
Pasien merasa tertekan bila tidak dapat bergerak.

Dystonia Kelainan neurologis dimana terdapat kontraksi otot yang terus-menurus sehingga
mengakibatkan gerakan repetitif dan twisting atau postur yang abnormal. Dapat
melibatkan punggung, leher, ekstremitas atas dan bawah, rahang, dan laring. Bisa
terjadi kesulitan menelan, bernapas, bicara, dan menggerakkan leher.
Oculogyric crisisDeviasi keatas bola mata yang ekstrim disertai dengan konvergen,
menyebabkan diplopia. Berkaitan dengan fleksi posterolateral dari leher dan dengan
mulut terbuka atau rahang terkunci.

Parkinsonism Tremor, rigiditas, dan kelambatan bergerak, yang melibatkan batang tubuh dan
ekstremitas. Kesulitan berdiri dari posisi duduk, postur tidak seimbang, muka
topeng.
Tardive dyskinesia Gerakan koreatetoid abnormal yang melibatkan regio orofasial dan lidah. Lebih
jarang mengenai ekstremitas dan batang tubuh. Ada gerakan mulut mencucu,
gerakan mengunyah, dan lidah menjulur. Gejala tidak menimbulkan nyeri, namun
menyebabkan penderitanya malu di depan umum.

http://www.uspharmacist.com/content/c/10205/?t=women%27s_health,neurology
Prinsip Terapi Gejala Ekstrapiramidal
• Yang terpenting adalah Pencegahan
– Setiap pasien yang menerima antipsikotik harus
dievaluasi dan dimonitor terhadap munculnya
gejala ekstrapiramidal.

• Obat yang mencetuskan gejala ekstrapiramidal


harus dikurangi dosisnya atau distop, dan
diganti dengan obat antipsikotik lain yang
risiko gejala ekstrapiramidalnya lebih rendah.
Prinsip Terapi Gejala Ekstrapiramidal

AKATHISIA TARDIVE DYSKINESIA


• Obat yang • Obat yang menyebabkan gejala dikurangi dosisnya
menyebabkannya atau dihentikan.
dihentikan atau • Bila sedang mendapat THP, sebaiknya dihentikan
dikurangi dosisnya. juga. (because usually ineffective or may even
• Ganti obat menjadi exacerbate choreiform dyskinesias 
antipsikotik atipikal recommendation not using trihexyphenidyl to treat
• Diberikan antimuskarinik TD unless accompanied by severe tardive dystonia.)
atau beta bloker • Ganti antipsikotik menjadi atipsikotik atipikal
• Obat lain: amantadine, • Tatalaksana ansietas
amiitriptilin, • Pada diskinesia fokal, dapat diberi toksin Botulinum
benzodiazepin, klonidin, • Obat lain: amantadine, benzodiazepine,
kodein, siproheptadine, levetiracetam, pregabalin, vitamin E, dopamin-
mirtazaine. depleting-agent
• Deep brain stimulation
Prinsip Terapi Gejala Ekstrapiramidal

DYSTONIA
• Hentikan atau turunkan dosis • PARKINSONISME
obat yang menyebabkan • Hentikan atau turunkan dosis
distonia. obat yang menyebabkan gejala.
• Ganti obat menjadi golongan • Ganti obat menjadi golongan
antipsikotik atipikal antipsikotik atipikal
• Berikan obat-obatan • Obat lain: Amantadine, golongan
antimuskarinik antimuskarinik, agonis dopamin,
• Tatalaksana ansietas levodopa
• Pada distonia fokal , dapat diberi
toksin Botulinum
• Pemberian relaksan otot,
dopamin-depleting agent Contoh obat antimuskarinik:
• Deep brain stimulation Triheksifenidil, Benztropine
Soal no 129
Tn. Dhiaurrahman Faiq Hamzah, usia 40 tahun,
diantar oleh istrinya ke Puskesmas Bekasi Jaya
karena tampak murung, banyak berdiam diri,
makan tidak nafsu dan pasien hanya mengurung
diri di kamar. Pasien tidak mau bermain musik
yang merupakan hobinya. Pasien merasa malu
menjadi seseorang yang tidak berguna. Keluhan
di atas menunjukkan gejala…
a. Manik
b. Depresi
c. Skizofrenia
d. Gangguan psikotik
e. Gangguan bipolar

Jawaban: B. Depresi
129. DEPRESI
• Gejala utama: • Gejala lainnya:
1. afek depresif, 1. konsentrasi menurun,
2. harga diri & kepercayaan diri
2. hilang minat & berkurang,
kegembiraan, 3. rasa bersalah & tidak berguna
3. mudah lelah & yang tidak beralasan,
menurunnya 4. merasa masa depan suram &
aktivitas. pesimistis,
5. gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri,
6. tidur terganggu,
7. perubahan nafsu makan (naik
atau turun).
Terjadi selama minimal 2 minggu.
PPDGJ
Depresi
• Episode depresif ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain > 2
minggu

• Episode depresif sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain, >2


minggu.

• Episode depresif berat: 3 gejala utama + 4 gejala lain > 2


minggu. Jika gejala amat berat & awitannya cepat,
diagnosis boleh ditegakkan meski kurang dari 2 minggu.

• Episode depresif berat dengan gejala psikotik: episode


depresif berat + waham, halusinasi, atau stupor depresif.

PPDGJ
DSM-IV Criteria
Terapi Depresi
• Sasarannya adalah perubahan biologis/efek
berupa mood pasien.
• Karena mood pasien dipengaruhi kadar
serotonin dan nor-epinefrin di otak, maka
tujuan pengobatan depresi adalah modulasi
serotonin dan norepinefrin otak dengan agen-
agen yang sesuai.
• Dapat berupa terapi farmakologis dan non
farmakologis.
Terapi Non Farmakologis
• PSIKOTERAPI
– interpersonal therapy: berfokus pada konteks sosial
depresi dan hub pasien dengan orang lain
– cognitive - behavioral therapy „: berfokus pada mengoreksi
pikiran negatif, perasaan bersalah yang tidak rasional dan
rasa pesimis pasien

• ELECTROCONVULSIVE THERAPY (ECT): aman dan


efektif, namun masih kontroversial „
– diindikasikan pada : d
™epresi yang berat ™diperlukan respons
yang cepat, ™™respon terhadap obat jelek
Terapi Farmakologis
Dosis Obat Antidepresan
Soal no 130
Ny. Jovanka Indira Kiyoko Maheswari, usia 56
tahun, diantar oleh anaknya ke Klinik Pratama
Kirana dengan keluhan sudah 2 minggu ini
sering terbangun pada malam hari. Riwayat
Hipertensi +, riwayat diabetes mellitus +, dan
riwayat 6 bulan yang lalu terkena stroke, tetapi
saat ini malas melanjutkan pengobatan dan
tidak mau makan. Terapi apa yang diberikan?
a. Fenitoin
b. Alprazolam
c. Haloperidol
d. Klorpromazin
e. Lithium

Jawaban: B. Alprazolam
130. INSOMNIA
Menurut DSM IV
• Sulit memulai atau mempertahankan tidur
• Tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan
• Menyebabkan gangguan fungsi yang signifikan pada individu

INSOMNIA AKUT INSOMNIA KRONIK


• Terjadi pada 1 malam dalam • Terjadi pada 3 malam dalam
beberapa minggu seminggu, terjadi selama
• Etiologi: minimal 1 bulan
- Stres psikologis (pekerjaan, • Etiologi:
kehidupan cinta) - Gangguan cemas
- Jet lag - Depresi
- Stres kronik
- Nyeri kronik
Klasifikasi Insomnia
• Early insomnia (initial insomnia/ sleep onset insomnia), yaitu
kesulitan untuk memulai tidur yang ditandai dengan perpanjangan
masa laten tidur (waktu dari berbaring hingga tertidur). Gangguan
ini sering berkaitan dengan gangguan cemas.

• Middle insomnia (sleep maintenance insomnia), merupakan


kesulitan untuk mempertahankan tidur. Gangguan ini ditandai
dengan seringnya terbangun di malam hari dan suliit memulai tidur
lagi, dan sering berkaitan dengan penyakit organik, nyeri, dan
gangguan depresi.

• Terminal insomnia (late insomnia/ early morning wakening


insomnia) ditandai dengan bangun lebih pagi dari yang diperlukan
secara terus menerus. Gangguan ini berkaitan dengan depresi.
Prinsip tatalaksana non farmakologis
• Terapi pilihan utama: Cognitive Behavioural Therapy
(CBT)
• Tatalaksana non-farmakologis:
1. Sleep hygiene (mengurangi kafein dan alkohol di
malam hari, mengurangi menonton TV atau meliha
handphone sebelum tidur)
2. Terapi kognitif: memperbaiki pola pikir dan
kecemasan
3. Terapi relaksasi
4. Terapi kontrol stimulus: menggunakan tempat tidur
hanya untuk tidur dan aktivitas seksual, tidak
berbaring sebelum mengantuk
5. Terapi restriksi tidur: membatasi waktu berbaring di
tempat tidur mulai dari 5 jam per hari
• Sulit memulai tidur
• Memanjangnya masa laten tidur EARLY INSOMNIA
(waktu dari berbaring hingga tidur) - Sleep onset-
• Sering berkaitan dengan gangguan
cemas
DOC: short acting
benzodiazepine
Alprazolam
• Bangun lebih pagi
• Sulit mempertahankan tidur


Sering terbangun di malam hari
Sulit memulai tidur lagi
INSOMNIA dari biasanya
• Terus menerus
• Berkaitan dengan
• Korelasi: penyakit organik, nyeri,
depresi
dan depresi

MIDDLE INSOMNIA LATE INSOMNIA


- Sleep mainenance - - Terminal -
DOC: Long acting Alternative: DOC: Long acting
benzodiazepine amitriptilin, doksepin, benzodiazepine
mirtazapine
Lorazepam Lorazepam
Obat Golongan Benzodiazepin
Soal no 131
Perempuan, 43 tahun, datang ke praktik dokter
umum dengan keluhan mudah lupa setiap selesai
mengerjakan sesuatu. Ia sering mengulang yang
sudah dilakukan untuk meyakinkannya. Perbuatan
berulang yang dilakukan seperti mengunci pintu
rumah saat hendak bepergian atau memastikan
susunan dapur atau lemari. Ia sering mengeluh
lelah untuk mengulang perbuatan tersebut. Tetapi
bila tidak ia lakukan ia merasa terbebani dan
cemas. Apakah diagnosis kasus tersebut?
a. Dementia
b. Delirium
c. Gangguan obsesif kompulsif
d. Gangguan cemas menyeluruh
e. Gangguan amnesia

Jawaban: C. Gangguan obsesif kompulsif


131. GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF
PEDOMAN DIAGNOSIS (PPDGJ-III):
• Untuk menegakkan diagnosis pasti gejala
obsesif atau tindakan kompulsif, atau kedua-
duanya harus ada hampir setiap hari selama
sedikitnya 2 minggu berturut-turut.
• Hal tersebut merupakan sumber penderitaan
(distress) atau menganggu aktivitas
penderita.
Gejala obsesif mencakup:
• Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri;
• Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak
berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi
dilawan oleh penderita.
• Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas
bukan untuk merupakan hal yang memberi kepuasan
atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari
ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai
kesenangan seperti dimaksud diatas);
• Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus
merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan
(unpleasantly repetitive).
Tipe Gangguan Obsesif Kompulsif
• OCD tipe Checking  ketakutan irasional yang
membuat pasien terobsesi untuk memeriksa
sesuatu berulang-ulang.
• OCD tipe Contamination  ketakutan terkena
penyakit dan mati pada diri sendiri dan orang
yang dicintai. Contoh:kebiasaan cuci tangan
berkali-kali karena takut kuman.
• OCD tipe Hoarding  penderita mengumpulkan
barang yang tidak berharga karena takut akan
terjadi hal-hal buruk jika barang tersebut
dibuang.
• OCD tipe Rumination  pasien memikirkan
pikiran-pikiran yang tidak produktif tetapi
berulang-ulang. Contohnya preokupasi
tentang kehidupan setelah kematian.
• OCD tipe symmetry dan orderliness  pasien
terfokus untuk mengatur semua obyek sejajar,
urut, dan simetris.
Soal no 132
Tn. Adrian Pradipta Amzari Ardhan berusia 24
tahun adalah seseorang yang selalu menyendiri,
tidak punya banyak teman ataupun teman
dekat. Ia terkesan tidak peduli dengan pujian
ataupun kritik orang lain, enggan diajak
berbicara dan selalu menjauh dari kerumunan
orang. Ibu pasien merasa khawatir dengan
kondisi tersebut pasien akan sulit mendapatkan
pekerjaan. Gangguan kepribadian yang dialami
pasien ini adalah...
a. Skizoid
b. Paranoid
c. Antisosial
d. Depresi
e. Avoidant

Jawaban: A. Skizoid
132. GANGGUAN KEPRIBADIAN
Soal no 133
Seorang wanita, usia 16 tahun, belum menikah,
TB = 160 cm, BB = 35kg, datang ke dokter
praktek dengan keluhan nyeri abdomen,
amenorhoe selama 4 bulan terakhir, intoleransi
cuaca dingin, jantung berdebar-debar, gangguan
kognitif ringan. Terdapat distorsi “body-image”
dalam bentuk ketakutan gemuk yang terus-
menerus. Diagnosis pasien adalah...
a. Anorexia nervosa
b. Bulimia nervosa
c. Gangguan makan YTT
d. Depresi berat
e. Gangguan obsesif kompulsif

Jawaban: A. Anorexia nervosa


133. F50 GANGGUAN MAKAN
F50.0 Anoreksia Nervosa
 Untuk diagnosis dibutuhkan :
 BB dipertahankan 15 % dibawah yang seharusnya
 Berkurangnya BB dilakukan sendiri dengan cara
menghindari makanan

• Distorsi ‘body image’ takut gemuk terus menerus.

• Adanya gangguan endokrin yang meluas

• Jk terjadi pada masa pra-pubertas maka perkembangan


pubertas tertunda
 F50.2 Bulimia Nervosa
 u/ diagnosis pasti dibutuhkan:
 Terdapat pre-okupasi yang menetap u/
makan dan ketagihan.
 Pasien berusaha melawan efek kegemukan
dengan :
▪ Merangsang muntah o/ diri sendiri
▪ Menggunakan pencahar berlebihan
▪ Menggunakan obat penekan nafsu makan
 Merasa ketakutan yang luar biasa u/ gemuk
Anorexia vs
Bulimia
http://www.wfsbp.org/fileadmin/user_upload/Treatment_Guidelines/Aigner_WF
SBP_guidelines_eating_disorder_World_J_Biol_Psychia_11.pdf. 2011

Terapi Farmakologi
Anoreksia Nervosa
• Tidak ada terapi farmakologi yang terbukti
efektif untuk anoreksia nervosa
• Terapi farmakologi tidak dapat dijadikan satu-
satunya terapi
– Merupakan terapi tambahan bila terdapat
komorbid lain seperti depresi dan ansietas
http://www.wfsbp.org/fileadmin/user_upload/Treatment_Guidelines/Aigner_WF
SBP_guidelines_eating_disorder_World_J_Biol_Psychia_11.pdf. 2011

Treatment with Antidepressants


• The rationale :
– the hypothetical dysfunction in the serotonergic and
noradrenergic system in the pathophysiology of anorexia
nervosa
– the comorbidity and psychopathological overlap with anxiety
disorders, obsessive compulsive disorders and depression with
anorexia nervosa
• Dari berbagai penelitian dan RCT, didapatkan bahwa tidak
ada antidepresan yang membantu dalam meningkatkan
berat badan pada anoreksia nervosa
• Antidepresan dapat mengurangi gejala depresi dan OCD
– Antidepresan dapat digunakan untuk anoreksia nervosa yang
memiliki komorbid depresi dan OCD
• Antidepresan yang dapat digunakan adalah antidepresan
trisiklik (amitriptilin,clomipramin), SSRI (fluoxetin,
sertralin,citalopram)
http://www.wfsbp.org/fileadmin/user_upload/Treatment_Guidelines/Aigner_WF
SBP_guidelines_eating_disorder_World_J_Biol_Psychia_11.pdf. 2011

Treatment with Antipsikotik


Typical Antipsychotics
• HALOPERIDOL
– Cassano et al. (2003) trial with haloperidol in 13 outpatients with
treatment-resistant anorexia nervosa (restricting type) over 6 months
• suggest that haloperidol might be effective as adjunct treatment for patients
with severe AN-R
Atypical Antipsychotics
• OLANZAPINE
– There are some open or retrospective studies with olanzapine, with
promising weight gain or psychopathological improvement in
patients with anorexia nervosa. (Jensen and Mejlhede, 2000; Boachie
et al., 2003; Barbarich et al., 2004)
• RISPERIDONE
– Some case studies (Fishman et al., 1996; Newman-Toker, 2000)
suggest that risperidone might be useful
– To evaluate the effectiveness of risperidone a larger number of clinical
trails with a randomized study design is necessary
Treatment with Zinc
• Pada beberapa penelitian menunjukkan
bahwa pasien remaja dengan anoreksia
nervosa mengalami defisiensi zinc
• Pemberian zinc akan memperbaiki
peningkatan berat badan, gejala depresi dan
ansietas.

http://www.wfsbp.org/fileadmin/user_upload/Treatment_G
uidelines/Aigner_WFSBP_guidelines_eating_disorder_World
_J_Biol_Psychia_11.pdf. 2011
Bulimia Nervosa
• SSRIs (specifically fluoxetine)
– the drugs of first choice for the treatment of bulimia
nervosa in terms of acceptability, tolerability and reduction
of symptoms
• Dosis Lebih tinggi daripada untuk depresi (60 mg
daily)
• Tidak ada obat-obatan lain, selain antidepresan yang
direkomendasikan untuk terapi bulimia nervosa
• Fluoxetine merupakan satu-satunya terapi
farmakologi yang di setujui oleh FDA untuk gangguan
makan

http://www.nice.org.uk/guidance/cg9/resources/guidance-
eating-disorders-pdf. January 2004
Soal no 134
Seorang wanita, 44 tahun, datang ke puskesmas
dengan keluhan ketakutan dan berdebar–debar.
Pasien merasakan sering cemas, takut, dan
gemetaran. Pasien takut anaknya terkena
masalah NAPZA akibat pergaulan bebas.
Keluhan dirasakan memberat jika anaknya pergi
ke sekolah. Keluhan dirasakan sejak 6 bulan yang
laluTerapi yang tepat adalah...
a. Fluoxetine
b. Diazepam
c. Haloperidol
d. Risperidon
e. Amitriptilin

Jawaban: A. Fluoxetine
134. GEJALA
ANSIETAS
Ansietas
Diagnosis Characteristic
Gangguan panik Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan
datangnya kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya provokasi
dari stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari gejala di
antara serangan panik.
Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.
Gangguan fobik Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi,
antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan
kematian.
Gangguan Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu
penyesuaian <3 bulan dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan duka cita
akibat kematian orang lain.
Gangguan cemas Ansietas berlebih terus menerus berlangsung setiap hari sampai bbrp
menyeluruh minggu disertai Kecemasan (khawatir akan nasib buruk), ketegangan
motorik (gemetar, sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas
otonomik (sesak napas, berkeringat, palpitasi, & gangguan
gastrointestinal), kewaspadaan mental (iritabilita).
PEDOMAN DIAGNOSIS
GANGGUAN CEMAS MENYELURUH (PPDGJ-III)
• Penderita harus menunjukan anxietas sebagai gejala primer yg
harus berlangsung setiap hari untuk beberapa minggu sampai
beberapa bulan.

• Gejala tersebut mencakup unsur-unsur:


– Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seprti diujung tanduk
dan nasib buruk)
– Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak santai)
– Overaktivitas otonomik (kepala terasa sakit, keringatan, jantung
berdebar-debar, sesak napas, kelujhan lambung, pusing kepala)

• Pada anak-anak sering terlihat kebutuhan berlebihan untuk


ditenangkan & keluhan somatik berulang yg menonjol.

• Adanya gejala lain yg sifatnya sementara, khususnya untuk depresi,


tidak membatalkan diagnosis utama gangguan cemas menyeluruh
selama tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif.
Tatalaksana
Gangguan
Cemas
Menyeluruh
Soal no 135
Ny. Aurellia Chalondra Fredella, 30 tahun,
datang dengan keluhan dada terasa nyeri dan
badan berkeringat. Nyeri dada tidak menjalar.
Pasien juga mengeluhkan sesak napas. Pasien
mengaku takut kalau meninggal mendadak.
Keluhan ini terjadi sejak 2 jam sebelumnya.
Keluhan tersebut sudah 4 kali muncul dalam
sebulan ini. Diagnosis yang paling mungkin
adalah...
a. Gangguan panik
b. Gangguan somatoform
c. Gangguan cemas menyeluruh
d. Gangguan cemas tidak spesifik
e. Gangguan hipokondrik

Jawaban: A. Gangguan panik


135. GANGGUAN PANIK
PEDOMAN DIAGNOSIS (PPDGJ-III):
• Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila
tidak ditemukan adanya gangguan anxietas fobik.
• Harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas
berat dalam masa kira-kira satu bulan :
• Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif
tidak ada bahaya.
• Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang
dapat diduga sebelumnya (unpredictable situation)
Gejala Gangguan Panik (DSM-IV)
Tatalaksana Gangguan Panik
• Cognitive-Behavioral Therapy
– This is a combination of cognitive therapy • Medication
– Cognitive therapymodify or eliminate – SSRIs
thought patterns contributing to the • the first line of medication treatment for
patient’s symptoms panic disorder

– Behavioral therapy aims to help the – Tricyclic antidepressants


patient to change his or her behavior. – High-potency benzodiazepines
– Cognitive-behavioral therapy generally • Ex: Clonazepam
requires at least eight to 12 weeks • may cause depression and are associated
with adverse effects during use and after
• Some people may need a longer time in
discontinuation of therapy
treatment to learn and implement the
skills • Poorer outcome and global functioning than
antidepresant
– monoamine oxidase inhibitors (MAOIs)
• Treatment in Emergency • Combination Therapy
Departement
• Psychodynamic therapy
– Oral benzodiazepine
– help to relieve the stress that contributes to
– Iv medication, e.x. Lorazepam panic attacks, they do not seem to stop the
– Sometimes beta blockers are used to attacks directly
reduce anxiety

http://www.aafp.org/afp/2005/0215/p733.html
Ven XR :Venlafaxine extended
release
• SNRI : Serotonin
norephinephrine reuptake
inhibitor

http://www.currentpsychiatry.com/home/article/panic-
disorder-break-the-fear-
circuit/990b7a325883ba278cdf8e46222a61f9.html
Soal no 136
Tn. Abdullah Rasyiqul Abid, 42 tahun, dibawa
oleh polisi ke UGD. Pasien dibawa ke UGD
karena saat di kantor polisi pasien melaporkan
bahwa ada orang yang berniat mencelakainya.
Namun, polisi tidak menemukan bukti-bukti
yang mengarah ke hal tersebut. Saat ditanya
lebih lanjut oleh polisi, pasien berpikir dia dapat
mengirimkan informasi dari siaran televisi yang
sedang berlangsung. Terapi apa yang tepat
diberikan kepada pasien tersebut?
a. Haloperidol
b. Amitriptilin
c. Asam valproat
d. Carbamazepin
e. Propanolol

Jawaban: A. Haloperidol
136. TERAPI ANTIPSIKOTIK
• Key points for using antipsychotic therapy:
1. An oral atypical antipsychotic drug should be considered as
first-line treatment.
2. Choice of medication should be made on the basis of prior
individual drug response, patient acceptance, individual side-
effect profile and cost-effectiveness, other medications being
prescribed and patient co-morbidities.
3. The lowest-effective dose should always be prescribed
initially, with subsequent titration.
4. The dosage of a typical or an atypical antipsychotic medication
should be within the manufacturer’s recommended range.

Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August
Psikofarmaka
• Key points for using antipsychotic therapy:
5. Treatment trial should be at least 4-8 weeks before changing
antipsychotic medication.
6. Antipsychotic medications, atypical or conventional, should
not be prescribed concurrently, except for short periods to
cover changeover.
7. Treatment should be continued for at least 12 months, then if
the disease has remitted fully, may be ceased gradually over
at least 1-2 months.
8. Prophylactic use of anticholinergic agents should be
determined on an individual basis and re-assessment made at
3-monthly intervals.
9. A trial of clozapine should be offered to patients with
schizophrenia who are unresponsive to at least two adequate
trials of antipsychotic medications.

Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August
Obat Antipsikotik Tipikal dan Atipikal
Soal no 137
Seorang wanita berusia 50 tahun, dibawa
keluarganya ke RS karena tidak dapat tidur, merasa
ditinggalkan oleh teman
temannya dan merasa menderita
kanker. Keluarganya melaporkan bahwa pasien sulit
makan, mudah marah dan menyalahkan dirinya
sendiri atas kematian suaminya. Tidak ada riwayat
gangguan serupa sebelumnya. Pemeriksaan fisik
dan laboratorium dalam batas normal. Didapatkan
adanya upaya bunuh diri. Penanganan awal apakah
yang paling tepat untuk pasien?
a. Melakukan psikoterapi
b. Menghentikan obat untuk sementara
c. Memberikan antipsikotik
d. Memasukkan pasien ke Rumah Sakit
e. Memberikan anticemas

Jawaban: D. Memasukkan pasien ke rumah


sakit
137. KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI
Soal no 138
Seorang anak bernama Chincilla Maria Sisilia
berusia 12 tahun dibawa ibunya ke dokter
praktek umum untuk berkonsultasi masalah
anaknya. Sang ibu bercerita bahwa anaknya
sudah tiga kali tidak naik kelas. Menurut sang
Ibu, pasien masih dapat merawat diri, mengerti
perhitungan sederhana dan memahami perintah
sederhana. Apakah tingkatan mental pada
pasien ini?
a. IQ normal
b. Retardasi mental ringan
c. Retardasi mental sedang
d. Retardasi mental berat
e. Retardasi mental sangat berat

Jawaban: B. Retardasi mental ringan


138. RETARDASI MENTAL
• Retardasi mental merupakan suatu penurunan
fungsi intelektual secara menyeluruh yang
terjadi pada masa perkembangan dan
dihubungkan dengan gangguan adaptasi sosial
(AAMD).

• 3 komponen utama yang terganggu:


penurunan fungsi intelektual, adaptasi sosial,
dan masa perkembangan.
• Masih dapat dididik (educable)
• Komunikasi sehari-hari masih baik

Ringan • Masih dapat merawat diri secara independen (makan,


mandi, mencuci)
• Kesulitan utamanya pada pekerjaan akademik di sekolah
(terutama membaca dan menulis)

• Retardasi mental yang dapat dilatih (trainable)


• Keterlambatan pemahaman dan penggunaan bahasa
Sedang • Kemampuan motorik dan kemampuan merawat diri
terbatas, butuh pengawasan
• Kemampuan sekolah terbatas

• Kemampuan serupa dengan RM sedang

Berat • Pada kelompok ini, kemampuan motorik sangat


terbatas
• Umumnya disertai defisit neurologis

Sangat • Sangat terbatas untuk mengerti instruksi


• Sangat terbatas dalam mobilitas
Berat • Hanya mampu komunikasi non verbal yang sederhana

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember 2000


Mental Retardation

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.


Klasifikasi Retardasi Mental Berdasarkan IQ
American
Association on
Mental
Retardation
(AAMR)

http://pedsinreview.aappublications.org/content/27/6/204.full
PPDGJ-III
• Ketentuan subtipe retardasi mental meliputi:
– F70: Ringan (IQ 50-69)
– F71: Sedang (IQ 35-49)
– F72: Berat (IQ 20-34)
– F73: Sangat Berat (<20)
Soal no 139
Seorang pasien laki-laki umur 25 tahun dibawa
keluarganya ke dokter karena akhir-akhir ini suka
mengurung diri di rumah. Hal ini terjadi setelah
pasien tidak lulus ujian. Pasien sering terlihat
bicara sendiri, katanya dia sedang berbicara
dengan bayangan orang yang dikhayalkannya.
Pasien merasa orang tua dan tetangga sering
membicarakannya, mengolok-olok dan ingin
membunuhnya. Pasien tidak tahu mengapa dia
dibawa ke rumah sakit karena dia merasa tidak
sakit. Bagaimana tilikan pasien ini?
a. Derajat 1
b. Derajat 2
c. Derajat 3
d. Derajat 4
e. Derajat 5

Jawaban: A. Derajat 1
139.TILIKAN
• Tilikan adalah kemampuan seseorang untuk memahami sebab
sesungguhnya dan arti dari suatu situasi (termasuk di
dalamnya gejala yang dialaminya sendiri).
Derajat Deskripsi

1 penyangkalan total terhadap penyakitnya

2 ambivalensi terhadap penyakitnya

3 menyalahkan faktor lain sebagai penyebab penyakitnya

4 menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan tetapi tidak memahami penyebab
sakitnya
5 menyadari penyakitnya dari faktor-faktor yang berhubungan dengan
penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya
6 menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk
mencapai perbaikan
Soal no 140
Nn. Oryza Sativa Rossa, 28 tahun, datang ke
poliklinik dengan keluhan cemas, takut, berdebar-
debar, sesak nafas, dan berkeringat dingin. Keluhan
ini terutama dirasakan saat masuk lift. Keluhan
pasien ini sudah sangat mengganggu karena
menyebabkan pasien terlambat bekerja dan
dimarahi oleh bosnya. Pasien adalah seorang
karyawan swasta yang bekerja di gedung bertingkat
di lantai 10. Karena keluhan pasien ini, pasien
terpaksa menghindari lift dan harus menaiki tangga
untuk sampai ke kantor. Diagnosis pasien adalah...
a. Klaustrofobia
b. Gangguan panik
c. Gangguan cemas
d. Gangguan phobia
e. Akrofobia

Jawaban: A. Klaustrofobia
140. FOBIA KHAS/ SPESIFIK
DEFINISI
• Ketakutan irasional dan menetap pada obyek
yang khusus, aktivitas atau situasi yang
menyebabkan respon kecemasan yang tiba-
tiba, yang menyebabkan gangguan yang
signifikan dalam performa, dan menghasilkan
prilaku menghindar
Beberapa Jenis Fobia Spesifik yang Sering
Ditemui
Fobia Fobia terhadap:
Arachnofobia Laba-laba

Aviatofobia Terbang

Klaustrofobia Ruang tertutup

Akrofobia Ketinggian

Astrafobia/ brontofobia Badai-Petir

Nekrofobia Kematian

Aichmofobia Jarum suntik atau benda tajam lainnya

Androfobia Laki-laki

Ginofobia Perempuan
Soal no 141
Seorang siswi SMP sedang mengikuti ujian dan
tiba-tiba saja berteriak tanpa alasan yang jelas.
Pelajar tersebut mengatakan kalau sekolah perlu
direnovasi. Dan pasien juga mengamuk-
mengamuk dan mengatakan hal-hal yang tidak
jelas. Di lingkungannya anak tersebut pendiam
dan mudah cemas. Diagnosis yang tepat adalah?
a. Konversi histeri
b. Trans dissosiasi
c. Amnesia dissosiasi
d. Depersonalisasi
e. Fugue dissosiasi

Jawaban: B. Trans disosiatif


141. GANGGUAN DISOSIATIF
• Gejala utama adalah adanya kehilangan dari
integrasi normal, antara:
• ingatan masa lalu,
• kesadaran identitas dan penginderaan segera, &
• kontrol terhadap gerakan tubuh
• Terdapat bukti adanya penyebab psikologis,
kejadian yang stressful atau hubungan
interpersonal yang terganggu
• Tidak ada bukti adanya gangguan fisik.

PPDGJ
Diagnosis Karakteristik
Amnesia Gangguan Disosiatif
Hilang daya ingat mengenai kejadian stressful atau traumatik yang
baru terjadi (selektif)
Fugue Melakukan perjalanan tertentu ke tempat di luar kebiasaan, tapi
tidak mengingat perjalanan tersebut.
Stupor Sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan volunter & respons
normal terhadap rangsangan luar (cahay, suara, raba)
Trans Kehilangan sementara penghayatan akan identitias diri &
kesadaran, berperilaku seakan-akan dikuasai kepribadian lain.
Motorik Tidak mampu menggerakkan seluruh/sebagian anggota gerak.
Konvulsi Sangat mirip kejang epileptik, tapi tidak dijumpai kehilangan
kesadaran, mengompol, atau jatuh.
Anestesi & Anestesi pada kulit yang tidak sesuai dermatom.
kehilangan Penurunan tajam penglihatan atau tunnel vision (area lapang
sensorik pandang sama, tidak tergantung jarak). Contoh: buta konversi dan
tuli konversi

PPDGJ
Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.
Soal no 142
Seorang laki-laki, 21 tahun, dibawa keluarga dengan
keluhan utama tidak dapat tidur pada malam hari.
Pasien sering mencuci tangan berulang-ulang,
terutama bila pulang dari kuliah. Sebelumnya
pasien dikenal sebagai orang yang sangat teliti dan
taat pada tata tertib dan norma-norma. Sewaktu
kelas 3 SMA, pasien mengalami gagap, namun saat
lulus, pasien berhasil mengatasinya dan sekarang
pasien adalah seorang mahasiswa. Mekanisme
pembelaan ego apakah yang dipakai oleh pasien?
a. isolasi
b. proyeksi
c. konversi
d. identifikasi
e. rasionalisasi

Jawaban: A. Isolasi
142. Defense Mechanism
• Mekanisme pertahanan diri yang dilakukan oleh
seseorang bertujuan untuk : mengurangi risiko
kegagalan; mengurangi kecemasan (anxiety);
mengurangi perasaan yang menyakitkan;
mempertahankan perasaan layak (aman) dan
harga diri.

• Terdapat berbagai mekanisme pertahanan yang


sering dijumpai dalam praktik sehari-hari: represi,
supresi, regresi, proyeksi, introyeksi, simbolisasi,
displacement, dll.
Defense Mechanism IN OCD
• Defence/defense mechanisms : psychological
strategies brought into play by the unconscious
mind to manipulate, deny, or distort reality and
to maintain a socially acceptable self-image or
self-scheme
• From a psychoanalytic perspective, 3 major
psychological defensive mechanisms of
obsessive-compulsive symptoms and character
traits : isolation, undoing, and reaction
formation
Isolation :
• Splitting/separating an idea from the affect
that accompanies it but is repressed.
• Protects an individual from anxiety-provoking
affects and impulses
• Characteristic of the orderly, controlled
people. Remember the truth in fine detail but
without affect
Undoing :
• a compulsive act that is performed in an
attempt to prevent or undo the consequences
that the patient irrationally anticipates from a
frightening obsessional thought or impulse

Reaction Formation :
• manifest patterns of behavior and consciously
experienced attitudes that are exactly the
opposite of the underlying impulses
Soal no 143
Seorang wanita berusia 37 tahun mengeluh sulit
tidur, selalu merasa was-was, khawatir, dan
gelisah. Ia selalu merasa cemas jangan-jangan
akan terjadi sesuatu yang tidak baik terhadap
diri atau keluarganya. Hal ini terjadi sejak
anaknya mengalami kecelakaan lalu lintas dua
hari yang lalu. Manakah diagnosis yang paling
mungkin?
a. Reaksi stress akut
b. Gangguan cemas menyeluruh
c. Insomnia inorganik
d. Gangguan penyesuaian
e. Gangguan ansietas fobik

Jawaban: A. Reaksi stress akut


143. GANGGUAN MENTAL SESUDAH TRAUMA

Gangguan Karaktristik

Reaksi stres akut Kesulitan berkonsentrasi, merasa terlepas dari tubuh,


mengingat detail spesifik dari peristiwa traumatik
(prinsipnya gejala serupa dengan PTSD), terjadinya
beberapa jam setelah kejadian traumatis, dan paling
lama gejala tersebut bertahan selama 1 bulan.

Reaksi stres pasca trauma Adanya bayang-bayang kejadian yang persisten,


(Post traumatic stress mengalami gejala penderitaan bila terpajan pada ingatan
disorder/ PTSD) akan trauma aslinya, menimbulkan hendaya pada
kehidupan sehari-hari. Gejala terjadi selama 1-6 bulan.
Reaksi Stres Akut vs PTSD vs Gangguan Penyesuaian

Reaksi Stres Akut Ggn. Penyesuaian PTSD


Tipe stresor Berat (kejadian Ringan-sedang Berat (kejadian
traumatis, traumatis,
kehilangan orang kehilangan orang
terdekat) terdekat)

Waktu antara Beberapa hari Maksimal 3 bulan Bisa bertahun-


stresor dan hingga maksimal 4 tahun
timbulnya gejala minggu

Durasi gejala Maksimal 1 bulan Maksimal 6 bulan >1 bulan


setelah stresor
berakhir
K U L I T & K E L A M I N,
M I K R O B I O LO G I ,
PA R A S I TO LO G I
Soal no 144
Seorang laki-laki usia 45 tahun datang ke UGD
dengan keluhan luka di pantat, datang dengan
kursi roda. Dua bulan yang lalu, pasien jatuh dan
setelah itu tidak dapat melakukan aktivitas
apapun dan hanya terbaring di tempat tidur.
Pemeriksaan sakrum didapatkan luka ukuran
3x4cm, tepi tidak beraturan, dasar jaringan otot.
Diagnosis yang tepat pada pasien ini adalah...
a. Ulkus varukosum
b. Ulkus diabetikum
c. Ulkus decubitus
d. Ulkus venosum
e. Ulkus arteriosum

Jawaban: C. Ulkus decubitus


144. Ulkus Dekubitus
• Kerusakan kulit akibat gangguan vaskularisasi dan iritasi kulit yang menutupi
tulang yang menonjol  mendapat tekanan tinggi secara terus menerus

• Terbentuk pada keadaan-keadaan kesulitan atau tidak bisa merubah posisi


tubuhnya terhadap suatu tekanan yang bekerja  Misal: Pasien dengan kelainan
neurologi, pasien tua, pasien dengan penyakit akut, dan pasien yang selalu duduk
di kursi roda

• Terjadi jika tekanan yang terjadi pada


bagian tubuh melebihi kapasitas
penekanan kapiler, yaitu sekitar
32 mmHg

• Terbentuk di daerah dimana terdapat


penekanan tulang terhadap jaringan

• Terapi
– Pengurangan tekanan, debridemant, kontrol infeksi
4 Stages of Pressure
Ulcers
Reddened area of skin Blister/Open Sore

Damage to muscle or bone


Crater (bowl shaped
depression on surface)
• Terapi • Pencegahan
– Relieve pressure in area – Ganti posisi setiap 2 jam
(pillows, cushions) untuk mengurangi
tekanan
– Physician can treat
depending on stage – Gunakan bantal, busa
untuk mengurangi
– Avoid further trauma tekanan
– Prevent infection by – Jaga kulit tetap bersih
properly cleaning open dan kering, terutama
ulcers setelah BAK dan BAB
– Medication to promote
skin healing
• Pemilihan posisi yang sesuai
– Hindari penekanan pada ulkus
– Bila ulkus di sisi kanan, maka pasien diposisikan
miring kiri
– Bila diperlukan, dapat digunakan posisi
tengkuraphanya apabila tidak ada risiko
obstruksi jalan napas
Ulkus Kaki
EVALUATION

CHARACTERISTICS VENOUS ARTERIAL

APPEARANCE Irregular, dark pigmentation, Irregular, smooth edge, minimum to


sometimes fibrotic, granulation, no granulation, usually deep with a
usually shallow. punched out appearance.

LOCATION Distal lower leg, medial malleolus. Distal lower leg/feet/toes, lateral
malleolus, anterior tibial area.

PEDAL PULSES Usually present. May be diminished or absent.

PAIN May be present. Usually improves Usually painful especially with leg
with leg elevation. elevation.

DRAINAGE Moderate to large. Minimal to none.

TEMPERATURE May be increased. May be decreased.

SKIN CHANGES Flaking, dry, hyperpigmented. Thin, shiny, hairless, yellow nails. 3.
Ulkus Venosus
• Elevasi Kaki:
– Meningkatkan venous return akibat gravitasi
– Mengurangi tekanan pada jaringan
– Meningkatkan aliran arteriol
– Meringankan gejala insufisiensi vena (mengurangi
nyeri dan pembengkakan)
Soal no 145
Pasien laki-laki, umur 13 tahun. Datang ke
PUSKESMAS dengan keluhan sering gatal di
bokong dan sela jari sejak 1 minggu yang lalu.
Keluhan terutama dirasakan pada malam hari.
Pasien tinggal di asrama. Hampir seluruh teman
pasien di asrama mengeluhkan hal yang sama.
Pada pemeriksaan dermatologis ditemukan
papul, eritem, pustul pada bokong dan sela jari.
Pemeriksaan penunjang selanjutnya adalah…
a. Menemukan terowongan pada kulit
b. Menemukan telur parasit
c. Pemeriksaan serologis
d. Kultur kerokan kulit
e. pemeriksaan histologi

Jawaban: A. Menemukan terowongan pada


kulit
145. Skabies
• Penyakit kulit akibat infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var.
hominis
• Termasuk dalam infeksi menular seksual
• Transmisi: langsung (skin to skin) dan tidak langsung
• Diagnosis perkiraan (presumtif)1-3 apabila ditemukan trias:
 Lesi kulit pada daerah predileksi.
• Lesi kulit: terowongan (kunikulus) berbentuk garis lurus atau berkelok, warna putih atau
abu-abu dengan ujung papul atau vesikel. Apabila terjadi infeksi sekunder timbul pustul
atau nodul.
• Daerah predileksi pada tempat dengan stratum korneum tipis, yaitu: sela jari tangan,
pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak, areola mamae, umbilikus,
bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat mengenai wajah,
skalp, telapak tangan dan telapak kaki.
 Gatal terutama pada malam hari (pruritus nocturnal).
 Terdapat riwayat sakit serupa dalam satu rumah/kontak.
• Diagnosis pasti apabila ditemukan: tungau, larva, telur atau kotorannya
melalui pemeriksaan penunjang (mikroskopis).
• Terdapat 2 tipe, yaitu Classic Scabies dan Crusted (Norwegian) Scabies

PERDOSKI 2017
Temuan klinis

• Kanalikuli

• Sarcoptes scabiei
Crusted (Norwegian) Scabies
• Merupakan salah satu bentuk berat dari scabies
• Banyak terjadi pada penderita
immunocompromised
• Tampilan klinis: ada krusta tebal dan tidak segatal
skabies yang biasa
• Tipe skabies yang ini sangat menular
Modalitas pemeriksaan
• Menemukan terowongan (kedua teknik sama
sensitifnya)
1. Burrow Ink Test
- Cara kerja: tinta dioleskan pada kulit dan tinta ini akan
melakukan penetrasi ke stratum korneumdibersihkan
dengan alkoholtinta mewarnai terowongan.
- Metode ini sangat efektif terutama juga pada anak-anak dan
penderita dengan jumlah terowongan yang kecil dan sedikit
2. Tetracycline:
- Cara kerja:Tetrasiklin topikal dioleskan di kulit kemudian
dibersihkan dengan alkohollampu wood: terowongan akan
berwarna kehijauan
- Metode ini lebih disukai karena colorless dan bisa
mendeteksi area kulit yang luas
PPK PERDOSKI 2017
Modalitas pemeriksaan
(lebih advanced dan butuh tenaga terlatih)
• Skin scraping
- Cara kerja: kulit yang ada terowongan dikerok dengan
scalpeldiperiksa di mikroskopditemukan 1-2 telur atau
tungau
- Hasil sering false negative
• Adhesive tape test
- Cara kerja: beberapa tape ditaruh di kanalikuli kemudian
dilepaskan tiba-tiba dan diperiksa di bawah mikroskop
- Yang dicari sama seperti skin scraping, namun sensitivitas tes
ini lebih bagus dari skin scraping
• Dermatoscopy
- Lebih akurat dibandingkan pemeriksaan adhesive tape test,
yaitu sensitivitasnya 83%
- Butuh tenaga terlatih
PPK PERDOSKI 2017
Prinsip Tatalaksana
• Classic Scabies
- DOC: Permethrine cream 5% (anak usia<2 bulan tidak boleh) dioleskan
pada kulit dan didiamkan selama 8 jam.
- Krim lindane 1% dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8 jam. Tidak
boleh digunakan pada bayi, anak kecil, dan ibu hamil.
- Salep sulfur 5-10%, dioleskan selama 8 jam, 3 malam berturut-turut.
- Krim krotamiton 10% dioleskan selama 8 jam pada hari ke-1,2,3, dan 8.
- Emulsi benzil benzoat 10% dioleskan selama 24 jam penuh
• Crusted scabies
- Ivermectin 200 µg/kgBB/pemberian, pembagian dosis berdasarkan derajat
keparahan dan perlu dikombinasi dengan topikal
- Permethrin cream 5%
- Benzyl benzoate 25%
- Keratolitic cream terapi adjuvan
PPK PERDOSKI 2017
Antiskabies
Drugs Possible adverse Effect Efektif

Benzyl benzoat 25% Irritation, anasthesia & hypoesthesia, ocular All stadium
irritation, rash, pregnancy category B

Permethrine 5% Mild &transient burning & stinging, pruritus, All stadium


pregnancy category B, not recomended for
children under 2 months

Gameksan 1% Toksis to SSP for pregnancy and children under 6 All stadium
years old, pregnancy category C

Krotamiton 10% Allergic contact dermatitis/primary irritation, All stadium


pregnancy category C

Sulfur precipitate 6% Erythema, desquamation, irritation, pregnancy Not efective for


category C egg state
Algoritma Skabies
(PERDOSKI 2017)
Soal no 146
Seorang PSK, Ny. Tridaya Angel Rosamaria, 30
tahun, datang ke Puskesmas Menteng Pulo
untuk berobat dengan keluhan nyeri dan luka
pada kelaminnya. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD: 120/80, FN: 84x/m, FP 22x/m, S
36.8OC. Pada pemeriksaan ststus lokalis
ditemukan vesikel berkelompok dengan erosi
pada vulva. Diagnosis yang sesuai untuk keluhan
pasien adalah…
a. Herpes simpleks
b. Herpes zoster
c. Ulkus mole
d. Varicella
e. Kista Bartholin

Jawaban: A. Herpes simpleks


146. Herpes Simpleks
• Infeksi, ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit
yang sembab dan eritematosa di daerah dekat mukokutan
• Predileksi HSV tipe I di daerah pinggang ke atas, predileksi HSV tipe II di
daerah pinggang ke bawah terutama genital
• Pemeriksaan
– Ditemukan pada sel dan dibiak, antibodi, percobaan Tzanck
(ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear,
glass cell)
• Gejala klinis:
– Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab &
eritematosa, berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat
menjadi krusta dan kadang mengalami ulserasi dangkal, tidak
terdapat indurasi, sering disertai gejala sistemik
– Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan
dalam keadaan tidak aktif di ganglion dorsalis
– Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV
yang sebelumnya tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala
klinis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2015.
Regimen terapi (PPK Perdoski)
Untuk yang baru pertama kali menderita
Tipe II
• Acyclovir 3x400 mg/hari selama 7-10 hari, ATAU
• Acyclovir 5x200 mg/hari selama 7-10 hari, ATAU
• Valacyclovir 2x1 gram/hari selama 7-10 hari,
ATAU
• Famcyclovir 3x250 mg/hari selama 7-10 hari

Untuk yang rekuren Tipe I


• Acyclovir 3x400 mg/hari selama 5 hari, ATAU
• Acyclovir 5x200 mg/hari selama 5 hari, ATAU
• Acyclovir 3x800 mg/hari selama 2 hari, ATAU
• Valacyclovir 2x500 mg/hari selama 5 hari, ATAU
• Famcyclovir 2x125 mg/hari selama 5 hari, ATAU
Soal no 147
Nn. Angelica Kimi Raikonen usia 16 tahun dengan
keluhan banyak jerawat pada wajahnya. Jerawat
ini sudah muncul sejak pasien usia 15 tahun dan
pasien merasa jerawatnya semakin banyak. Pasien
sudah berobat, dan beberapa kali diberikan obat
oleh, namun tidak ada perbaikan. Saat ini pasien
merasa malu, karena merasa dirinya tidak cantic
lagi. Pada pemeriksaan status lokalis wajah,
tampak komedo, papul dan pustul di wajah.
Dokter berencana akan memberikan antibiotik
peroral. Antibiotik apa yang diberikan?
a. Kloramfenikol
b. Ciprofloxasin
c. Gentamisin
d. Amoksisilin
e. Eritomisin

Jawaban: E. Eritromisin
147. Akne Vulgaris
Definisi Manifestasi klinis
•Peradangan kronik folikel Predileksi
pilosebasea.
• Muka, bahu, dada atas,
Lesi Akne Vulgaris dapat berupa punggung atas
• Comedo :
closed (‘whiteheads’) Erupsi kulit polimorfik
open (‘blackheads’). • Tak beradang : komedo putih,
• Papules komedo hitam, papul
• Pustules
• Beradang : pustul, nodus, kista
• Nodules
beradang
• Cysts
• Scars

Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Manifestasi Klinis

Acne Vulgaris derajat ringan Acne Vulgaris derajat sedang Acne Vulgaris derajat berat
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
Klasifikasi
Klasifikasi Lehmann (2002) Ringan Sedang Berat

Comedo < 20 20-100 > 100

or or or

Papul/pustul < 15 15-50 > 50

or or or

Nodul/kista >5

or or or

Total < 30 30-125 > 125

Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Acne Conglobata
The Main Features of Acne Conglobata
Sex Males affected more frequently than females

Age 18–30 years

Pathogenesis Unclear

Onset May be an insidious onset with a chronic course


on the background of previous acne or an acute
deterioration of existing inflammatory acne
Localisation Face, trunk and limbs extending to the buttocks

Clinical Picture Deep‐seated inflammatory lesions, abscesses and


cysts, causing interconnecting sinus tracts.
Laboratory Gram‐positive bacteria producing secondary infection
findings
Response to Poor
conventional
antibiotic therapy
Treatments of • Oral isotretinoin alongside systemic corticosteroids
choice to reduce inflammation.
• Systemic antibiotics to treat secondary infection
and reduce inflammation.

Griffihs CE, Beker J, Bleiker T. Rook's Textbook of Dermatology.9th edition.New York : Willey ; 2016
Tatalaksana (PERDOSKI 2017)

Derajat ringan
• Hanya obat topikal tanpa obat oral.
– Lini 1: asam retinoat 0,01-0,1% atau benzoil peroksida atau
kombinasi.
• Ibu hamil atau menyusui: benzoil peroksida
– Lini 2: asam azelaik 20%
– Lini 3: asam retinoat + benzoil peroksida atau asam retinoat +
antibiotik topikal
• Evaluasi: setiap 6-8 minggu
Tatalaksana (PERDOSKI 2017)
Derajat sedang
• Obat topikal dan oral.
– Lini 1:
 Topikal: asam retinoat + benzoil peroksida atau bila perlu antibiotik.
 Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida.
 Oral: doksisiklin 50-100 mg
 Ibu hamil atau menyusui eritromisin 500-1000 mg/hari
– Lini 2/3:
 Topikal: asam azelaik, asam salisilat (AS) atau kortikosteroid intralesi (KIL),
dapson gel
 Oral: antibiotik lainnya
 Ibu hamil/menyusui eritromisin 500-1000 mg/hari

• Evaluasi setiap 6-8 minggu


• Tambah kombinasi oral kontrasepsi atau spironolakton (untuk
perempuan) atau oral isotretinoin
Tatalaksana (PERDOSKI 2017)
Derajat berat
 Oral pada Laki-laki: isotretinoin oral
• Lini 1:
(Isotret O) 0,5-1 mg/kgBB/hari
Topikal: antibiotik.
 Oral utk Ibu hamil: eritromisin 500-
Topikal pd Ibu hamil/menyusui tetap 1000 mg/hari
benzoil peroksida
• Lini 3:
Oral : azitromisin pulse dose (hari
 Topikal: asam azelaik, asam salisilat,
pertama 500 mg dilanjutkan hari ke 2-4
kortikosteroid intralesi.
250 mg
 Ibu hamil/menyusui tetap benzoil
Ibu hamil: eritromisin 500-1000
peroksida.
mg/hari
 Oral utk Wanita: isotretinoin oral
• Lini 2:
 Oral utk Ibu hamil/menyusui:
 Topikal: asam azelaik, asam salisilat,
eritromisin 500-1000 mg/hari
kortikosteroid intralesi
 Pemberian asam azelaik dan
 Topikal utk Ibu hamil/menyusui tetap
Isotretinoin oral harus mengikuti
benzoil peroksida
standar operasional prosedur (SOP)
 Oral pada Wanita: anti androgen masing-masing
Diagnosis Banding

Kelainan Karakteristik
Erupsi papulopustula mendadak tanpa ada komedo
Erupsi
hampir di seluruh bagian tubuh. Disebabkan oleh induksi
Akneiformis
obat (cth kortikosteroid) .
Akne akibat rangsangan kimia/fisis. Lesi monomorfik,
Akne Venenata
predileksi di tempat kontak.
Penyakit radang kronik di daerah muka dengan gejala
Akne Rosasea eritema, pustula, talangiektasia dan hipertrofi kelenjar
sebasea. Tidak terdapat komedo.
Soal no 148
Seorang pasien, Ny. Lela Nurlela Sigit, 34 tahun,
datang dengan keluhan luka di sudut bibir kanan
yang tidak kunjung sembuh walaupun sudah
diobati. Awalnya lesi sudah tampak
hiperpigmentasi, kemudian pasien membeli
obat antinyeri di warung. Setelah minum obat
tersebut, kemudian lesi menjadi merah, dan
selalu muncul di tempat yang sama. Diagnosis
pada pasien ini adalah…
a. Fixed drug eruption
b. Perioral dermatitis
c. Dermatitis nummular
d. Eritrasma
e. Urtikaria

Jawaban: A. Fixed drug eruption


148. Erupsi Kulit ec Obat: Fixed Drug Eruption

• Merupakan reaksi alergi tipe 2 (sitotoksik)

• Tanda patognomonis
– Lesi khas:
• Vesikel, bercak
• Eritema
• Lesi target berbentuk bulat lonjong atau numular
• Kadang-kadang disertai erosi
• Bercak hiperpigmentasi dengan kemerahan di tepinya,
terutama pada lesi berulang

– Tempat predileksi: Sekitar mulut, daerah bibir, daerah


penis atau vulva
Soal no 149
Nn. Roshinta Danny Astuti, 25 tahun, datang
dengan ke dokter keluhan bintil merah yang
menjalar ke wajah, leher, lengan, dan dada sejak
3 hari yang lalu. Keluhan timbul setelah pasien
mengkonsumsi obat parasetamol dan obat pilek
karena pasien mengalami demam dan batuk.
Pada pemeriksaan fisik terdapat bintil merah,
berisi cairan, dan gatal. Diagnosis yang tepat
pada pasien ini adalah…
a. Dermatitis eksfoliatif
b. Fixed drug eruption
c. Drug eruption morbiliformis
d. Drug hypersensitivity syndrome
e. Acute generalized exanthematous pustulosis
(AGEP)

Jawaban: E. Acute generalized exanthematous


pustulosis (AGEP)
149. Erupsi Kulit ec Obat:
Acute Generalised Exanthematous Pustulosis (AGEP)
• Klinis
– Ruam muncul di wajah atau ketiak dan lipat paha  menyebar
– Pustul steril superfisial berisi cairan jernih/kekuningan  lebih banyak di
lipatan kulit  1-2 minggu  mengelupas  menyembuh
– Kadang terdapat demam dan malaise
• Etiologi
– Tetrasiklin, sulfonamida, antifungal oral t.u terbinafine, CCB seperti diltiazem,
hidroksikloroquin, carbamazepin, paracetamol
– Infeksi virus: EBV, enterovirus, adenovirus, CMV, HBV  pencetus pada anak
• Diagnosis
– Neutrofil >>, biopsi kulit: pustul berisi neutrofil, patch test untuk alergi
• Terapi
– Hentikan pengobatan, beri pelembab, kortikosteroid topikal, antihistamin oral,
analgesik

http://www.dermnetnz.org/r
eactions/agep.html
Drug Eruption Morbiliformis
• Disebut juga Erupsi Obat Makulopapular/ erupsi obat
eksantematosa/ eksantema makulopapular

• 95% dari erupsi kulit akibat obat

• Etiologi
– Antibiotik beta laktam, infeksi virus sebelumnya (EBV, herpesvirus 6
& 7), imunodefisiensi, autoimun, multipel medikamentosa

• Termasuk reaksi imun tipe IV

http://www.dermnetnz.org/reactions/morbilliform.html
Drug Eruption Morbiliformis
• Gejala dan Tanda
– Muncul 1-2 minggu setelah pengobatan hingga 1 minggu
setelah pengobatan selesai
– muncul di tubuh lalu menyebar ke tungkai dan leher 
bilateral dan simetris
– Lesi primer: papul dan makula pink-kemerahan

• Komplikasi
– Drug hypersensitivity syndrome, SSJ/TEN, AGEP

• Terapi
– Monitoring, pelembab dan steroid topikal poten,
kompres basah pada lesi inflamasi, antihistamin

http://www.dermnetnz.org/reactions/morbilliform.html
Drug Hypersensitivity Syndrome
• Disebut juga Drug Reaction with Eosinofilia & Systemic
Symptoms (DRESS) dan Drug-Induced Hypersensitivity
Syndrome (DiHS)

• Reaksi obat berat yang mengenai berbagai organ dalam waktu


bersamaan

• Kombinasi dari
– Demam tinggi, erupsi morbiliform, abnormalitas hematologis,
limfadenopati, inflamasi pada satu/lebih organ internal

• Etiologi
– Anti epilepsi (karbamazepin, fenobarbital, dan fenitoin), obat anti
gout, allopurinol, antibotik golongan sulfonamid

• Termasuk delayed T cell-mediated reaction


http://www.dermnetnz.org/reactions/drug-hypersensitivity-syndrome.html
Drug Hypersensitivity Syndrome
• Gejala dan Tanda
– 2-8 minggu setelah memulai pengobatan
– Demam tinggi (38-40 C)  diikuti ruam kulit,
erupsi morbiliformis (lesi targetoid, bula, pustul),
dermatitis eksfoliasi atau eritroderma (10%),
sembab muka (30%), keterlibatan mukosa (25%)

http://www.dermnetnz.org/reactions/drug-hypersensitivity-syndrome.html
Drug Hypersensitivity Syndrome
• Keterlibatan Sistemik
– KGB >>
– Gangguan hematologis: leukositosis, eosinofilia, limfosit atipikal,
trombositopenia, anemia, sindrom hemofagositik
– Hepatomegali, hepatitis, nekrosis hepatik, gagal hati, fungsi enzim
hati abnormal (70-90%)
– Gangguan ginjal: nefritis intersisial
– Miokarditis atau perikarditis
– Pneumonia intersisial, pleuritis, pneumonia, ARDS
– Meningitis, ensefalitis, polineuritis
– Gejala GI: gastroenteritis, pankreatitis, dehidrasi
– Endokrin:tiroiditis, diabetes
– Miositis, uveitis

• Terapi
– Kompres, kortikosteroid topikal, emolien, antihistamin oral
http://www.dermnetnz.org/reactions/drug-hypersensitivity-syndrome.html
Soal no 150
Ny. Mala Nurmalashinta, 50 tahun, bekerja
sebagai petani dan sering bekerja di lading. Saat
pasien bekerja, pasien jarang memakai alas kaki
saat ke ladang. Padahal sudah diingatkan oleh
anaknya. Saat ini pasien datang ke puskesmas
Sukatani dengan keluhan kecacingan. Setelah
dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
feses, pada feses ditemukan telur dengan bentuk
bulat, dinding tebal dengan struktur radial.
Kemungkinan penyebab keluhan pada pasien ini
adalah...
a. Ascaris Lumbricoides
b. Taenia Saginata
c. Trichuris Trichiura
d. Entamoeba Histolitica
e. Oxyuris Vermikularis

Jawaban: A. Ascaris Lumbricoides


150. Askariasis (Cacing Gelang)
• Gejala
– Rasa tidak enak pada
perut (gangguan
lambung); kejang perut,
diselingi diare;
kehilangan berat badan;
dan demam.
Oksiuriasis (Cacing Kremi)
• Nama lain: Enterobius
vermicularis

• Gejala
– Gatal di sekitar dubur
(terutama pada malam hari
pada saat cacing betina
meletakkan telurnya), gelisah
dan sukar tidur
– Pemeriksaan: perianal swab
dengan Scotch adhesive tape
Nekatoriasis & Ancylostomiasis
(Cacing Tambang)

• Gejala:
– Mual, muntah,
diare & nyeri ulu
hati; pusing,
nyeri kepala;
lemas dan lelah;
anemia
Trikuriasis (Cacing Cambuk)

• Gejala:
– nyeri ulu hati, kehilangan
nafsu makan, diare,
anemia, prolaps rektum
Taeniasis (Cacing Pita)
• Gejala:
– mual, konstipasi, diare;
sakit perut; lemah;
kehilangan nafsu makan;
sakit kepala; berat badan
turun, benjolan pada
jaringan tubuh
(sistiserkosis)
Nama cacing Cacing dewasa Telur

Ascaris
lumbricoides

Taenia solium

Enterobius
vermicularis

Ancylostoma
duodenale
Necator americanus

Schistosoma
haematobium

Trichuris trichiura

Brooks GF. Jawetz, Melnick & Adelberg’s medical microbiology, 23rd ed. McGraw-Hill; 2004.
KEY POINTS
Soal no 151
Nn Blibli Blanja, perempuan usia 21 tahun
datang dengan keluhan sering lelah dan tampak
pucat. Dari penggalian anamnesis, didapatkan
keterangan bahwa pasien bekerja sebagai
penjaga perkebunan karet. Setiap hari pasien
akan berkeliling memeriksa lahan perkebenun,
biasanya tanpa menggunakan alas kaki. Dokter
meminta pemeriksaan laboratorium dasar dan
didapatkan Hb 8 mg/dl, leukosit 11.200/mm3.
Apakah tatalaksana medikamentosa yang dapat
diberikan pada pasien ini?
a. Pirantel pamoat
b. Mebendazol
c. Albendazol
d. Metrodinazole
e. Prazikuantel

Jawaban: C. Albendazol
151. Nekatoriasis (Cacing Tambang)
Gejala
• Mual, muntah, diare &
nyeri ulu hati; pusing, nyeri
kepala; lemas dan lelah;
anemia

Telur
• Dinding tipis & transparan,
berisi 4-8 sel embrio atau
embrio cacing
• Diameter 40 dan 55 mcm

DOC: Albendazole 400 mg SD


Alternatif: Mebendazole 2x100mg p.o selama 3 hari atau 500 mg SD
Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11 mg/kgBB selama 3 hari
KEY POINTS
KEY POINTS
KEY POINTS
KEY POINTS
Soal no 152
Seorang pasien perempuan usia 25 tahun
bernama Ny. Nanako Tsugimoto, datang dengan
keluhan gatal-gatal. Hal ini sudah terjadi hilang
timbul selama satu tahun terakhir setelah pasien
bekerja di kantor akunting. Gatal-gatal terjadi
terutama bila dikejar deadline oleh kantornya
saat tutup buku. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan skuama tebal dan likenifikasi.
Diagnosis pada pasien ini adalah...
a. Ptiriasis
b. Liken simpleks kronis
c. Dermatitis atopi
d. Tinea kruris
e. Dermatitis numularis

Jawaban: B. Liken simpleks kronis


152. Dermatitis
DISORDE
L O C AT I O N LESION F E AT U R E
R
Neurodermatiti Scalp, Extensor forearms and Intermittent pruritus,
s elbows, Vulva and scrotum, hyperpigmentation, erythematous,
Upper medial thighs, knees, scaly, well-demarcated, lichenified
lower legs, and ankles plaques with exaggerated skin lines

Dermatitis scalp, face, and trunk A papulosquamous disorder


seborrheic patterned on the sebum-rich,
branny or greasy scaling over red,
inflamed skin
Occurs on newborns, adolscenct and
adult (sebacea gland activity)
Contact – Hypersensitivity History of contact with the
allergic substances which can cause the
lesion
Dermatitis Flexural creases, particularly the xerosis, lichenification, and
atopic antecubital and popliteal fossae, eczematous lesions
and buttock-thigh

Numularis Unknown Coin lesion, erythematous


Liken Simpleks Kronikus
• Nama lain: Liken Vidal atau neurodermatitis
sirkumskripta
• Penebalan kulit akibat gesekan atau garukan berulang
• Gatal (dengan atau tanpa penyebab patologis kulit) 
garukan berulang  trauma mekanis  likenifikasi
• Daerah: daerah yang mudah dijangkau oleh tangan
seperti kulit kepala, tengkuk, ekstremitas ekstensor,
pergelangan tangan dan area anogenital, meskipun
dapat timbul di area tubuh manapun.
• Etiologi
– Rangsangan pruritogenik dari alergi atau stress

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI
Gambaran klinis

• Lesi likenifikasi umumnya tunggal tetapi dapat lebih dari satu dengan ukuran
lentikular hingga plakat.
• Stadium awal berupa eritema dan edema atau papul berkelompok.
• Akibat garukan terus menerus timbul plak likenifikasi dengan skuama dan
eskoriasi, serta hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
• Bagian tengah lesi menebal, kering dan berskuama, sedangkan bagian tepi
hiperpigmentasi.

PPK Perdoski. 2017


Tatalaksana
• Topikal
– Emolien dapat diberikan sebagai kombinasi dengan kortikosteroid
topikal atau pada lesi di vulva dapat diberikan terapi tunggal krim
emolien (C,4)
– Kortikosteroid topikal: dapat diberikan kortikosteroid potensi kuat
seperti salep klobetasol propionat 0,05%, satu sampai dua kali sehari
(C,4)
– Calcineurin inhibitor topikal seperti salep takrolimus 0,1%, atau krim
pimekrolimus 0,1% dua kali sehari selama 12 minggu (C,4) Preparat
antipruritus nonsteroid yaitu: mentol, pramoxine (C,4)
• Sistemik
– Antihistamin sedatif (A,1)
– Antidepresan trisiklik (A,1)
• Tindakan: Kortikosteroid intralesi (triamsinolon asetonid)(C,4)

PPK Perdoski. 2017


Soal no 153
Tn. Nagoya Perfektura, seorang laki-laki, 17
tahun, pelajar SMA, datang dengan keluhan
keluar sekret warna kehijauan dari lubang penis
sejak satu hari yang lalu. Hal ini disertai nyeri.
Ternyata pasien pernah melakukan hubungan
seksual 2 minggu lalu dengan pekerja seks
komersial dengan alasan coba-coba. Pasien
belum menikah. Pada pemeriksaan urinalisis
didapatkan PMN 12/lpb dan tidak ada bakteri.
Diagnosis pada pasien ini adalah...
a. Urethritis gonore
b. Urethritis non-gonore
c. Sifilis
d. Ulkus mole
e. Candidosis

Jawaban: B. Uretritis non-gonore


153. Uretritis Non GO
• NGU is a nonspecific diagnosis that can have many
infectious etiologies (most common C. trachomatis)
• NGU is confirmed in symptomatic men when staining
of urethral secretions indicates inflammation without
Gram negative or purple diplococci.
• Etiologi:
– Chlamydia trachomatis dan beberapa jenis bakteri lainnya
termasuk ureaplasma urealyticum, mycoplasma, dan
trichomonas
– gejala seperti pada GNO. GNO disebarkan secara seksual
terutama kontak seksual tanpa perlindungan, seksual per
oral, atau pun seksual per anal
Urethritis NonGO (NGU)
• Anamnesis Laki-laki: • Pemeriksaan klinis Laki-laki:
– Nyeri saat buang air kecil – Duh tubuh uretra spontan, atau
– Keluar duh tubuh uretra diperoleh dengan pengurutan/massage
– Bisa asimtomatik uretra
– Disuria
• Perempuan:
– Dapat asimtomatik
– Keputihan
– 70-95% asimtomatik
• Perempuan:
– Duh tubuh vagina
• Dapat terjadi komplikasi pada laki-
– Duh tubuh endoserviks mukopurulen
laki yaitu epididimitis, orkitis, dan
– Ektopia serviks disertai edema, serviks
infertilitas serta komplikasi pada rapuh, mudah berdarah
perempuan yaitu penyakit radang – Disuria, bila mengenai uretra
panggul, bartolinitis, infertilitas,
– 70-95% asimtomatik
perihepatitis (inflammation of the
liver capsule and adjacent
peritoneal surfaces).

PPK Perdoski. 2017


Pemeriksaan Penunjang
• Spesimen dari duh tubuh genital:
– Sediaan apus Gram:
• Jumlah leukosit PMN >5/LPB (laki-laki) atau >30/LPB
(perempuan)
• Tidak ditemukan etiologi spesifik
– Sediaanbasah: Tidak ditemukan Trichomonas vaginalis
– Tambahan: Pada infeksi chlamydia trachomatis,
dengan pewarnaan giemsa bisa didapatkan badan
inklusi intrasitoplasmik berwarna basofilik
• Untuk menentukan infeksi Chlamydia
trachomatis, bila memungkinkan, dilakukan
pemeriksaan cara:
– Nucleic Acid Amplification Test (NAAT)
PPK Perdoski. 2017
neutrophilic conjunctivitis and epithelial
cells with intra-cytoplasmic inclusion
bodies (marked with arrow) characteristic
of chlamydial infection.
Tatalaksana
• Obat pilihan:
– Azitromisin 1 gram per oral dosis tunggal (A,1) atau
– Doksisiklin 2x100 mg/hari, peroral selama 7 hari (A,1)
• Obat alternatif
– Eritromisin 4x500 mg/hari peroral selama 7 hari (A,1)
• Catatan: Doksisiklin tidak boleh diberikan pada
ibu hamil, menyusui, atau anak dibawah 12 tahun

PPK Perdoski. 2017


Soal no 154
Tn. Tanamura Shimaru, seorang laki-laki usia 55
tahun, datang dengan keluhan timbul bintil-
bintil dan terasa nyeri pada dada sebelah kiri
sejak 2 hari yang lalu. Bintil disertai demam
sejak 5 hari yang lalu. Pasien punya riwayat
cacar saat usia 12 tahun. Dari pemeriksaan
status lokalis kulit didapatkan di area torakal IV
sinista terdapat vesikel berkelompok dengan
penyebaran dermatomal unilateral dengan
dasar kemerahan. Diagnosis apa yang tepat
untuk pasien ini?
a. Varisela
b. Roseolala
c. Herpes zoster
d. Morbili
e. Variola

Jawaban: C. Herpes zoster


154. Herpes zoster

Herpes Zoster Lesi Kulit pada Herpes Zoster


• Penemuan utama dari PF:
kemerahan yang terdistribusi
unilateral sesuai dermatom
• Rash dapat berupa
eritematosa, makulopapular,
vesikular, pustular, atau krusta
tergantung tahapan penyakit
• Komplikasi
– Neuralgia pasca herpes, herpes
zoster oftalmika, sindrom
Ramsay-Hunt

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Herpes zoster
• Gejala
– Gejala prodromal sistemik (demam, pusing, malaise) & lokal (mialgia, gatal,
pegal)
– Timbul eritema yang kemudian menjadi vesikel berkelompok dengan dasar
eritematosa & edema  pustul & krusta; Lokasi unilateral dan bersifat
dermatomal sesuai tempat persarafan
– Pembesaran KGB regional
– Herpes zoter oftalmikus: infeksi n. V-1
– Sindrom Ramsay-Hunt: gangguan n. fasialis/ N. VII (bisa juga disertai dengan
gangguan N. VIII)
– Komplikasi: Neuralgia pasca herpes (NPH) didefinisikan sebagai nyeri
menetap pada dermatom yang terkena setelah erupsi herpes zoster
(HZ) menghilang. Batasan waktunya adalah nyeri yang menetap
hingga 3 bulan setelah erupsi kulit menyembuh.

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Tatalaksana
 Terapi sistemik
Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada:
- Usia >50 tahun
- Dengan risiko terjadinya NPH
- HZO/sindrom Ramsay Hunt/HZ servikal/HZ sakral
- Imunokompromais, diseminata/generalisata, dengan komplikasi
- Anak-anak, usia <50 tahun dan ibu hamil diberikan terapi anti-virus bila disertai
NPH, sindrom Ramsay Hunt (HZO), imunokompromais, diseminata/generalisata,
dengan komplikasi
 Pilihan antivirus
- Asiklovir oral 5x800 mg/hari selama 7-10 hari.
- Dosis asiklovir anak <12 tahun 30 mg/kgBB/hari selama 7 hari, anak >12 tahun 60
mg/kgBB/hari selama 7 hari.
- Valasiklovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari.
- Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7 hari.
 Simptomatik
- Nyeri ringan: parasetamol 3x500 mg/hari atau NSAID.
- Nyeri sedang-berat: kombinasi dengan tramadol atau opioid ringan.
PPK PERDOSKI 2017
PPK PERDOSKI 2017
Soal no 155
Pasien An. Koko, anak laki-laki usia 10 tahun, datang
dengan ulkus kotor pada dorsum pedis. Diketahui
pasien jarang menggunakan alas kaki dan sering
main di lapangan pinggir sungai dekat rumahnya.
Pasien tinggal di perumahan yang cukup padat dan
kumuh. Orang tua pasien bekerja sebagai buruh
pabrik dengan gaji di bawah UMR provinsi. Dari
pemeriksaan fisik tampak ulkus pada dorsum pedis
dengan diameter 3 cm, tepi menggaung, dasar
kotor, dan eksudat meleleh kebawah. Apakah
diagnosis yang mungkin pada anak ini?
a. Ulkus varikosum
b. Ulkus arteriosum
c. Ulkus tropikum
d. Ektima
e. Erisipelas

Jawaban: C. Ulkus tropikum


155. Ulkus Tropikum
• Ulkus yang cepat berkembang dan nyeri, biasanya pada tungkai
bawah, lebih sering ditemukan pada anak-anak kurang gizi di
daerah tropik
• Etiologi
– Trauma, higiene dan gizi, serta infeksi oleh kuman Bacillus fusiformis
yang biasanya bersama-sama dengan Borrelia vincentii

• Klinis
– Dimulai dengan luka kecil  papula 
meluas menjadi vesikel  pecah  ulkus kecil
 terinfeksi kuman  meluas ke
samping dan dalam
Ulkus Tropikum/ Tropical Phagedenic Ulcer
• Predileksi terutama di tungkai bawah

• Efloresensi:
– Ulkus soliter, numular, kadang disertai lesi satelit akibat autoinokulasi,
nyeri, tanpa gejala konstitusi
– Pinggir ulkus meninggi, dinding menggaung, dasar kotor, cekung
berbenjol-benjol, tepi teratur, sekret produktif (kuning coklta kehijauan),
berbau

• Tatalaksana
– Perbaikan gizi dan higiene
– Pengobatan Topikal: kompres dengan larutan antiseptik ringan seperti
KMnO4 (kalium permanganas) 1:5.000/ solusio asam salisilat 1:1000
(0,1%); dilanjutkan dengan pemberian salep salisilat 2% (untuk
membantu keratoplasti)
– Pengobatan sistemik:
• Penisilin 600.000-1,2 juta IU/hari, IM selama 7-10 hari
• Tetrasiklin 3 x 500 mg/hari, PO, selama 7 hari
Soal no 156
Tn Bobo, laki-laki, usia 26 tahun, datang dengan
keluhan gatal di kulit dada sejak 1 minggu lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi
berbentuk lingkaran dengan diameter 2 cm
berwarna kemerahan dengan tepi yang lebih
aktif terdapat papul di daerah dada. Dari
pemeriksaan kerokan kulit didapatkan hifa
bersepta terfragmentasi. Diagnosis pada pasien
ini adalah...
a. Dermatofitosis
b. White piedra
c. Black Piedra
d. Tinea nigra
e. Pitiriasis versikolor

Jawaban: A. Dermatofitosis
156. MIKOSIS
Superficialis Inter- Profunda
Non
mediate
Dermatofitosis Subcutis Sistemik
Dermatofitosis

Tinea capitis Pitiriasis versikolor Kandidiasis Misetoma Aktinomikosis


Tinea barbae Piedra hitam Aspergillosis Kromomikosis Nokardiosis
Tinea corporis Piedra putih Sporotrikosis Histoplasmosis
( T. imbrikata & T. Tinea nigra Fikomikosis - Kriptokokosis
favosa ) palmaris subkutan Koksidioidomikosis
Tinea manum Otomikosis Rinosporodiosis Blastomikosis
Tinea pedis Fikomikosis -sistemik
Tinea kruris
Tinea unguium
MIKOSIS SUPERFISIAL
PARAMETER TINEA PTYRIASIS VERSIKOLOR CANDIDIASIS

Mikroorganisme Trycophyton Sp., Epidermophyton Sp., Microsporum Sp. Malasezzia furfur Candida albicans
• Kulit (kutis)
• Lipatan kulit
Badan (T. Daerah sering terkena (intertriginosa)
Lokasi lesi Kepala (T. Kapitis) Kaki (T. Pedis)
Korporis) keringat • Perianal (Diaper’s Rash)
• Vulvovagina
• Mukosa oral
• Interdigitalis
• Gray patch • Terutama sela jari IV-
• Gatal (ektothrix) V • Kandidosis mukosa
• Lesi multipel
• Batas tegas • Black dot • Skuama, fisur, • Kandidosis kutis
• Batas tegas
• Polisiklik (endothrix) maserasi • Kandidosis sistemik
Bentuk lesi • Hipopigmentasi
• Pinggir aktif • Kerion (Bengkak, • Gatal menahun  • Reaksi id (kandidid)
sampai dengan
• Central pus + dari folikel, tidak gatal • Maserasi (+)
hiperpigmentasi
healing seperti sarang • Kronik
lebah) • Papuloskuamosa
• Hiperkeratotik
Meatball and spaghetti
Pemeriksaan KOH Hifa sejati dan arthrospora (hifa pendek dan spora Pseudohifa dan blastospora
bulat)
Lampu Wood Kuning kehijauan Kuning keemasan Fluoresensi (-)

Topical and/or systemic • Topikal :


• Hindari faktor penyebab
Topikal: salep 2-4, whitfield, azole topikal Ketokonazole salep
• Antifungal (Gentian violet,
Penatalaksanaan Sistemik: Terbinafin, Griseofulvin, golongan azole: ketoconazole, • Sistemik:
Amfoterisin, Nistatin, Grup
itraconazole Ketokonazole 1 x 200
–azole)
Sistemik : Bila topikal gagal, lesi berulang atau kronik mg 7-10 hari
Dermatofitosis
• Penyakit jamur di kulit oleh jamur dermatofita
• 3 genus:
1. Microsporum
2. Tricophyton
3. Epidermophyton
• Klasifikasi menurut lokasi:
1. Tinea kapitis
2. Tinea korporis
3. Tinea kruris
4. Tinea pedis
5. Tinea manum
6. Tinea unguium
7. Tinea imbrikata
Tinea Korporis
• Penyebab tersering: T. rubrum.
• Gejala : ruam yang gatal di badan,
ekstremitas atau wajah.
• Pemeriksaan fisik :
 Mengenai kulit berambut halus
 Keluhan gatal terutama bila
berkeringat
 Klinis tampak lesi berbatas tegas,
polisiklik, tepi aktif karena tanda
radang lebih jelas, dan polimorfi yang
terdiri atas eritema, skuama, dan
kadang papul dan vesikel di tepi,
normal di tengah (central healing)

PPK Perdoski 2017


Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit atau kuku menggunakan
mikroskop dan KOH 20%: tampak hifa panjang dan atau artrospora.
• Pengambilan spesimen pada tinea kapitis dapat dilakukan dengan:
- Mencabut rambut.
- Menggunakan skalpel untuk mengambil rambut dan skuama.
- Menggunakan swab (untuk kerion) atau menggunakan cytobrush.
- Pengambilan sampel terbaik di bagian tepi lesi.
• Kultur terbaik dengan agar Sabouraud plus
• Lampu Wood hanya berfluoresensi pada tinea kapitis yang disebabkan
oleh Microsposrum spp. (kecuali M.gypsium).
– rambut dicabut, ditambahkan larutan KOH 10-20% dan dievaluasi dengan
mikroskop:
• Ektotriks: arthroconidia kecil/besar membentuk lapisan di sekitar batang
rambut, atau
• Endotriks: arthroconidia di dalam batang rambut.

PPK Perdoski 2017


Drug of Choice Dermatofita
DERMATOFITA DOC
Tinea Kapitis • Perlu terapi sistemik untuk mencapai folikel rambut
• Griseofulvin: DOC untuk spesies Microsporum maupun Trichophyton
• Terbinafin: DOC untuk spesies Trichophyton
• Griseofulvin merupakan DOC jika spesies penyebab tinea kapitis tidak
jelas

Tinea manum, Tinea • Terapi utama adalah topikal: topikal azole/ terbinafine
pedis • DOC sistemik: Terbinafin, itrakonazol, flukonazol
• Griseovulfin kurang efektif dan butuh waktu yang lebih panjang
Tinea barbae • Butuh terapi sistemik untuk mencapai folikel rambut
• DOC: griseovulfin/ Terbinafin selama 2-4 minggu; alternatif:
itrakonazol, flukonazol
Tinea facialis, Tinea • Mengenai struktur kulit superfisial  terapi topikal adalah yg utama
korporis, tinea • DOC sistemik: terbinafin; alternatif griseofulvin/ketoconazole/
kruris itrakonazole
Tinea Unguium • Oral lebih baik dibanding topikal
• DOC: Terbinafin; alternatif itrakonazole
Tatalaksana Tinea Korporis dan Kruris (PERDOSKI
2017)
• Topikal:
 Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin) sekali
sehari selama 1-2 minggu.
• Alternatif:
 Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol, klotrimazol
2 kali sehari selama 4-6 minggu.

• Sistemik  Diberikan bila lesi kronik, luas, atau sesuai indikasi. Obat
pilihan:
 Terbinafin oral 1x250 mg/hari (hingga klinis membaik dan hasil
pemeriksaan laboratorium negatif) selama 2 minggu.
• Alternatif: (urutan berdasarkan prioritas)
1. Griseofulvin oral 500 mg/hari atau 10-25 mg/kgBB/hari selama 2-4
minggu.
2. Ketokonazol 200 mg/hari
3. Itrakonazol 2x100 mg/hari selama 2 minggu.

PPK Perdoski 2017


Soal no 157
Seorang laki-laki umur 43 tahun datang ke
Puskesmas Pompom Bahagia dengan keluhan
kuku tangannya menjadi jelek. Pasien
merupakan seorang pedagang sayur gerobak
yang berkeliling komplek perumahan.
Pemeriksaan tanda vital dan status generalis
dalam batas normal. Pada pemeriksaan status
lokalis didapatkan gambar kuku seperti di bawah
ini:
Gambar soal no 157

Hasil deskripsi kukunya adalah...


a. Onikilolisis, descolourisasi
b. Onikilolisis, skuama superfisial
c. Onikilolisis, destruksi lempeng kuku
proksimal
d. Onikilolisis, edema periungual
e. Onikilolisis, hiperkeratosis

Jawaban: C. Onikilolisis, edema periungual


157. Onikomikosis

• Kelainan kuku akibat infeksi jamur

• Tinea unguium: kelainan kuku akibat infeksi


dermatofita

• Etiologi
– Dermatofita: T. rubrum, T. mentagrophytes,
epidermophyton
– Candida sp.
– Non dermatofita lain: Aspergillus sp, Scytalidium
dimidiatum, Scopulariosis brevicaulis, dan Fusarium spp.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3416/1/08E00604.pdf
Onikomikosis: 5 Tipe

• Onikomikosis subungual distal (OSD)


• Onikomikosis subungual proksimal (OSP)
• Onikomikosis superfisial putih (OSPT)
• Onikomikosis endonyx
• Onikomikosis distrofi total

Uptodate 2017
Pathogenesis of Onychomycosis

(a) Anatomical structure of the normal nail unit. (b) Pattern of fungal invasion in distal lateral
subungual onychomycosis. (c) Pattern of fungal invasion in endonyx onychomycosis. (d)
Pattern of invasion in superficial white onychomycosis. (e) Pattern of invasion in PSOM. (f)
Fungal involvement in a case of TDOM
Onikomikosis Subungual Distal
• Bantalan kuku di bawah lempeng kuku melalui
hiponikium dan bergerak kearah proksimal
• Invasi juga dapat dari lateral (onikomikosis subungual
distal dan lateral/OSDL)
• Klinis
– Hiperkeratosis subungual dan
onikilosis, descolorisasi (kekuningan)

• Etiologi
– T. rubrum (paling sering)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3416/1/08E00604.pdf
Onikomikosis Subungual Proksimal
• Infeksi dimulai dari lipat kuku proksimal, melalui kutikula dan
masuk ke kuku yang baru terbentuk, selanjutnya bergerak kearah
distal
• Lebih jarang terjadi dibandingkan subungual distal dan superfisial
putih; biasanya pada pasien defisiensi imun.
• Klinis
– Hiperkeratosis dan onikilosis proksimal,
destruksi lempeng
kuku proksimal
• Etiologi
– T. rubrum, Fusarium species, C. albicans
(yang disebabkan oleh kandida seringkali
juga mengenai lipatan kulit/ paronikia
kronik), and Aspergillus species

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3416/1/08E00604.pdf
Onikomikosis Superficial Putih
• Jarang dijumpai
• Jamur menginvasi langsung lapisan superfisial lempeng
kuku
• Klinis
– Bercak-bercak keruh berbatas
tegas yang dapat berkonfluen
– Kuku menjadi kasar, lunak dan
rapuh

• Etiologi
– T. mentagrophytes (paling
sering)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3416/1/08E00604.pdf
Endonyx Onychomycosis
• Involves only the interior of the nail
plate, sparing involvement of the nail
bed.
• Clinically, EOM is seen as a diffuse milky-
white discoloration of the affected nail,
forming irregular wide waves with pits
and lamellar splits, with an absence of
nail bed hyperkeratosis or onycholysis.
• Nail plate surface and nail thickness are
normal.
• Penyebab utama: Trichophyton
soudanense; Trichophyton violaceum
juga bisa menyebabkan onikomikosis Milky white discoloration of the nail
jenis ini plate without surface change in
endonyx onychomycosis
Totally Dystrophic Onychomycosis

• Totally dystrophic
onychomycosis is most often
a manifestation of end-stage
distal lateral subungual or
proximal subungual
onychomycosis.
• Total destruction of the nail
with a ridged, hyperkeratotic
nail bed is present in this
patient with totally dystrophic
onychomycosis.
Onikomikosis: Pemeriksaan Penunjang

• Syarat
– Penderita bebas dari obat anti jamur untuk beberapa
hari/minggu, sediaan diambil dari lokasi yang tepat,
sediaan terpisah antara kuku jari tangan dan kaki
• Pemeriksaan
– KOH 20-30% dalam air atau DMSO (Dimetil Sulfoksida)
40% + tinta parker blue-black atau PAS (periodic acid-
Schiff)
– Penambahan chlorazol black E atau calcofluor white
(membutuhkan mikroskop fluoresen)  spesifik
karena hanya terikat khitin (dinding jamur)
– Kultur dengan agar Saboroud

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3416/1/08E00604.pdf
Prinsip Terapi Onikomikosis
• Onikomikosis dermatofita ringan-sedang (distal
lateral subungual onychomycosis involving ≤50%
tanpa mengenai matrix/lunula), bisa memakai terapi
topikal ataupun oral.
• Onikomikosis berat (DLSO >50%, mengenai lunula,
onikomikosis subungual proksimal, distrofi total)
harus memakai terapi oral
• Onikomikosis superfisial putih cukup menggunakan
terapi topikal karena hanya mengenai lokasi
superfisial saja.
Onikomikosis: Terapi
• Topikal
– Ciclopirox  berbentuk cat kuku, dipakai per hari selama 12 bulan
– Amorolfine  cat kuku konsentrasi 5%; sekali seminggu; kuku tangan selama 6
bulan, kuku kaki selama 9-12 bulan

• Sistemik
– DOC onikomikosis dermatofita: Terbinafine; DOC onikomikosis kandida/ jamur
nondermatofita lainnya: itraconazole
– Terbinafine 250 mg/hari selama 6 minggu untuk kuku tangan; 12 minggu untuk kuku
kaki efektif untuk dermatofita, kurang terhadap candida
– Itrakonazol 200 mg/hari selama 1,5 bulan utk kuku tangan atau 3 bulan untuk kuku
kaki
– Itrakonazole dosis denyut 2x200 mg/hari selama seminggu tiap bulan dalam 2 (kuku
tangan) atau 3 bulan (kuku kaki)  untuk dermatofita dan candida
– Flukonazol 150-300 mg sekali/minggu selama 6-12 bulan

Uptodate. 2017
Soal no 158
Tn. Loki, laki-laki berusia 23 tahun datang ke puskesmas
dengan keluhan bentol-bentol sejak 1 minggu. Bentol
disertai rasa gatal di bokong dan paha kanan. Awalnya
berupa bintik seperti gigitan nyamuk, kemudian semakin
bertambah banyak dan berbentuk seperti garis yang
berkelok-kelok. Pasien seorang mahasiswa dengan
riwayat berjemur dipantai tanpa menggunakan baju dan
tanpa menggunakan pengalas. Riwayat pengobatan
sebelumnya dengan pengolesan salep kortikosteroid
namun tidak ada perbaikan. Dari pemeriksaan fisik
ditemukan papul eritem, linear, serpiginosa dan
gambaran folikulitis berupa papul-papul eritem. Apakah
penyebab dari penyakit di atas?
a. Cacing tambang terutama jenis Ancylostoma
Brazilenze
b. Virus Varicella-zoster
c. Gigitan serangga
d. Alergi
e. Sengatan matahari

Jawaban: A. Cacing tambang terutama jenis


Ancylostoma Braziliense
158. Cutaneus larva Etiologi: Ancylostoma braziliense dan
Ancylostoma caninum
migrans

Dalam 5-10 hari jadi


filariform
Ke manusia hanya bisa
menginfeksi kulit

Berkembangbiaknya di hewan

Menetas dalam 1-2 hari

Telur di tanah

Faktor resiko: TIDAK MEMAKAI ALAS KAKI, atau


berhubungan dengan tanah dan pasir (tentara,
petani, anak-anak bermain tanpa alas kaki)
A. caninum dan A. braziliense
• Kedua cacing ini termasuk dalam hookworm, satu keluarga dengan
Ancylostoma duodenale dan Necator americanus.
• Akan tetapi, A. caninum dan A. braziliense tidak menimbulkan gejala seberat
A. duodenale maupun necator.
• Kedua cacing ini mempenetrasi kulit dan biasanya hanya menyebabkan lesi
kulit serpiginosa.
• Ancylostoma caninum mempunyai tiga pasang gigi, sedangkan Ancylostoma
braziliense kapsul bukalnya memanjang dan berisi dua pasang gigi sentral
• A. caninum dapat menyebabkan manifestasi lebih jauh berupa infeksi pada
saluran cerna yang menimbulkan suatu enteritis eosinofilik dan dapat
menginvasi mata sehingga menimbulkan diffuse unilateral subacute
neuroretinitis.
• Ancylostoma braziliense endemik pada anjing dan kucing
– sering ditemukan di sepanjang Pantai Atlantik Amerika Utara bagian tenggara,
Teluk Meksiko, Laut Karibia, Uruguay, Afrika (Afrika Selatan, Somalia, Republik
Kongo, Sierra Leone), Australia, dan Asia
Gejala dan temuan klinis
Larva masuk ke kulit

Gejala:
1. Peradangan berbentuk Lesi serpiginosa
- linear
- berkelok-kelok
- menimbul
- Progresif
2. Gatal di malam hari
• Terapi
• DOC: Tiabendazole  sediaan oral sudah ditarik dari peredaran dipilih sediaan
krim atau lotion 15% 2-3x/hari selama 5 hari
• Alernatif: Albendazole 1x400 mg selama 3 hari, Cryotherapy, Kloretil
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 125-126
Soal no 159
An. Sakuratama, bayi perempuan berusia 6
bulan diantar ibunya ke praktik dokter dengan
keluhan bercak kemerahan pada kedua pipinya.
Keluhan dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Riwayat
ibu menderita asma (+). Pada pemeriksaan kulit
region pipi kanan dan kiri ditemukan plak eritem
bentuk bulat sirkumskript bilateral simetris,
tampak erosi dan krusta pada permukaannya.
Dokter berencana memberikan krim steroid.
Apakah potensi krim steroid yang dapat dipilih
pada pasien tersebut?
a. Potensi I
b. Potensi II
c. Potensi III
d. Potensi IV
e. Potensi V

Jawaban: E. Potensi V
159. Steroid Topikal
• Memiliki sifat anti inflamasi, anti
alergi, anti pruritus, anti mitotik, dan
vasokonstriksi
• Diklasifikasikan berdasarkan
kemampuan vasokonstriksi menjadi 7
kelas berdasarkan USA system 
kelas VII adalah yang paling lemah
dan paling ringan
• UK, Jerman, Belanda, dan New
Zealand memakai sistem 4 kelas 
untuk UK & New Zealand Kelas I
paling potent; sedangkan Belanda &
Jerman sebaliknya, kelas IV paling
potent
• Berdasarkan Buku Ajar Kulit • Berdasarkan WHO
kelamin FKUI, 2015 – Kelas I : Ultra High
– Kelas I : Super poten – Kelas II : High
– Kelas II: Potensi tinggi – Kelas III : High
– Kelas III: Potensi tinggi – Kelas IV : Medium
– Kelas IV: Potensi medium – Kelas V : Medium
– Kelas V: Potensi medium – Kelas VI : Low
– Kelas VI: Potensi medium – Kelas VII : Low
– Kelas VII: Potensi lemah
• Berdasarkan Journal of American
• Berdasarkan AAFP (American Academy of Dermatology, 2006.
Academy of Family Physicians) – Kelas I : Ultra High
– Kelas I : Ultra High – Kelas II: High
– Kelas II : High – Kelas III: Medium to High/ upper mid
– Kelas III : medium to high strength
– Kelas IV : Medium – Kelas IV: Medium
– Kelas V : Medium – Kelas V: Medium to low/ Lower mid
– Kelas VI : Low strength
– Kelas VII : Least potent – Kelas VI: Low
– Kelas VII: Least potent
Soal no 160
Tn. Phillip Wallenberg, seorang laki-laki berusia
30 tahun datang dengan keluhan pembesaran di
area selangkangan yang terasa hangat dan nyeri.
Tidak terdapat gejala keluarnya duh tubuh dari
penis. Pasien dikenal suka berganti-ganti
pasangan seksual. Pada pemeriksaan status
lokalis inguinal terdapat pembesaran KGB
inguinal dengan tanda radang akut seperti
hiperemis, hangat, dan nyeri. Terdapat KGB
inguinal yang telah pecah. Diagnosis yang tepat
pada pasien ini adalah...
a. Sifilis
b. Chancroid
c. Limfogranuloma venereum
d. Skrofuloderma
e. Limfoma malignum

Jawaban: C. Limfogranuloma venerum


160. Limfogranuloma Venerum
• Etiologi: Chlamydia trachomatis serovar L1,L2,L3
intraselular obligat

• Papul & ulkus genital self-limited, yang diikuti oleh


limfadenopati inguinal dan/ femoral yang nyeri
– Tahap pertama: papul/pustul genital yang tidak nyeri dan
cepat sembuh, sulit dibedakan dengan sifilis  periksa
secara serologis
– Tahap kedua: limfadenopati inguinal yang nyeri muncul
setelah 2-6 minggu dari tahap pertama  bubo (dapat
pecah), groove sign (pada pria)
– Tahap ketiga: proktokolitis, sindrom genitoanorektal
(sering pada wanita atau gay)
Limfogranuloma Venerum
Diagnosis
• Klinis
• Tes serologis  sulit untuk mengkultur organisme
– Tes Frei
Currently, the Frei intradermal test is only of historical interest.
The Frei test would become positive 2-8 weeks after infection.
Unfortunately, the Frei antigen is common to all chlamydial
species and is not specific to LGV. Commercial manufacturing
of Frei antigen was discontinued in 1974.
– Complement fixation (CF)
– The microimmunofluorescence test
• Gambaran badan inklusi
• Definitive diagnosis may be made by aspiration of
the bubo and growth of the aspirated material in
cell culture. C trachomatis can be cultured in as
many as 30% of cases.

• Tatalaksana
– DOC CDC 2015: Doksisiklin 100 mg PO 2x/hari
selama 21 hari atau
– Eritromisin 500 mg PO 4x/hari selama 21 hari
http://emedicine.medscape.com/article/220869-treatment
Hifa dan Miselium
• Hifa adalah filamen benang yang
terdiri dari sel-sel jamur, sedangkan
miselium adalah massa hifa yang
membentuk tubuh jamur.
• Berdasarkan fungsinya hifa
dibedakan menjadi dua, yaitu hifa
vegetatif dan hifa reproduktif.
• Bagian hifa yang berfungsi
mengambil nutrien disebut hifa
vegetatif yang tumbuh ke dalam
substrat.
• Hifa yang berfungsi untuk reproduksi
disebut hifa reprodukti/ hifa fertil/
hifa aerial yang berada tegak pada
miselium di permukaan substrat.
Soal no 161
• An. Pikachu Piruro, perempuan usia 10 tahun,
datang ke Puskesmas Aloha Dua Rasa dengan
keluhan gatal di kepala. Anak sering
menggaruk-garuk kepalanya. Ibu pasien
mengatakan jika teman kelasnya terdapat
keluhan yang sama. Dari hasil pemeriksaan
ditemukan adanya parasit seperti gambar:
Terapi apa yang bisa diberikan untuk kasus di
atas?
a. Malathion 0,5%
b. Malathion 10%
c. Permetrin 15%
d. Permetrin 5%
e. Permetrin 10%

Jawaban: A. Malathion 0.5%


161. Gambar Soal
161. Pedikulosis
• Infeksi kulit/rambut pada manusia yang
disebabkan Pediculus

• 3 macam infeksi pada manusia


– Pedikulosis kapitis: disebabkan Pediculus humanus
var. capitis
– Pedikulosis korporis: disebabkan pediculus
humanus var. corporis
– Pedukulosis pubis: disebabkan Phthirus pubis

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis pubis
• Infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya
• Terutama menyerang dewasa dan dapat menyerang
jenggot/kumis
• Dapat menyerang anak-anak, seperti di alis/bulu mata
dan pada tepi batas rambut kepala
• Termasuk infeksi menular seksual
• Gejala
• Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat meluas ke
abdomen/dada, makula serulae (sky blue spot), black dot
pada celana dalam

2016 European Guideline for the Management of Pediculosis


Pubis
Sky Blue Spot/ Macula cerulae
Prinsip Tatalaksana
Based on 2016 European Guideline for the Management of Pediculosis Pubis

• Semua lesi harus diberikan obat topikal


• Kulit harus dingin dan kering agar absorbsi maksimal
• Mencukur pubis tidak perlu, meskipun pada populasi
umum insidens turun karena tidak ada habitat bagi ptirus
pubis
• Mencuci semua pakaian di suhu 50oC atau lebih
• First line: Permethrin cream 1% dan dicuci setelah 10
menit (aman juga untuk kehamilan)termasuk juga kalau
ada lesi di bulu mata
• Second line: Malathion 0.5% dicuci setelah 12 jam
pemakaian
• Terapi lain: Ivermectin topical, Benzyl benzoate lotion 25%
2016 European Guideline for the Management of Pediculosis Pubis
Pedikulosis kapitis
• Infeksi kulit dan rambut kepala
• Banyak menyerang anak-anak dan higiene buruk
• Gejala
• Mula-mula gatal di oksiput dan temporal, karena
garukan terjadi erosi, ekskoriasi, infeksi sekunder
• Diagnosis
• Menemukan kutu/telur, telur berwarna abu-
abu/mengkilat

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Prinsip pemberian terapi pedikulosis kapitis

• First line: Permethrin lotion atau shampoo 1%


• Terapi topikal diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada
hari 0 dan hari 7-10 agar dapat mengeradikasi kutu
dengan sempurna.
• Obat lainnya: Pyrethrins 0.3%-piperonyl butoxide 4%
shampoo, Malathion 0.5% lotion, Benzyl alcohol 5%
lotion, Ivermectin lotion 0.5%, gameksan shampoo
1% (not recommended as a first–line treatment)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis korporis
• Biasanya menyerang orang dewasa dengan higiene buruk (jarang
mencuci pakaian)
• Kutu melekat pada serat kapas dan hanya transien ke kulit untuk
menghisap darah
• Gejala
• Hanya bekas garukan di badan
• Diagnosis
• Menemukan kutu/telur pada serat kapas pakaian
• Pengobatan
• DOC: Permetrin 1%,
• Gameksan 1%,
• benzil benzoat 25%
• Malathion 0,5%
• pakaian direbus/setrika

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pengobatan Pedikulosis Korporis
• Improved hygiene and access to regular changes of clean clothes is the
only treatment needed for body lice infestations.
• A body lice infestation is treated by improving the personal hygiene of the
infested person, including assuring a regular (at least weekly) change of
clean clothes.
• Clothing, bedding, and towels used by the infested person should be
laundered using hot water (at least 54°C) and machine dried using the
hot cycle.
• Sometimes the infested person also is treated with a pediculicide;
however, a pediculicide generally is not necessary if hygiene is maintained
and items are laundered appropriately at least once a week.
• If you choose to treat, guidelines for the choice of the pediculicide are the
same as for head lice.
Soal no 162
• Seorang wanita usia 19 tahun bernama Nona
Manis Siapa Yang Punya mengeluh telapak kaki
terdapat lubang-lubang dangkal dan vesikel yang
terasa nyeri. Hal ini telah dirasakan kurang lebih
selama 2-3 minggu yang lalu. Dokter mencurigai
pasien terinfeksi jamur dermatofita, dan
meminta pasien memeriksakan diri ke
laboratorium untuk diambil kerokan kulitnya.
Pada kerokan kulit didapatkan gambaran
bulat/lonjong. Bentu bulat/ lonjong tersebut
diperkirakan merupakan....
a. Hifa non reproduktif
b. Miselium
c. Spora
d. Aspergillus
e. Hifa reproduktif

Jawaban: C. Spora
162. Tinea Pedis & Manuum
• Tinea pedis is most commonly caused by Trichophyton rubrum
• Commonly, tinea pedis patients describe pruritic, scaly soles and, often,
painful fissures between the toes. Less often, patients describe vesicular or
ulcerative lesions.
• Tinea manuum commonly occurs in association with tinea pedis and is
often unilateral ("two-feet, one hand syndrome”)
• Bentuk tinea pedis:
– Interdigital tinea pedis: the most
characteristic type of tinea pedis, with
erythema, maceration, fissuring, and
scaling, most often seen between the
fourth and fifth toes.
– Ulcerative tinea pedis
– Vesicular/inflammatory tinea pedis
– Chronic hyperkeratotic This image shows concomitant tinea pedis and tinea manuum,
also known as the "two feet, one hand" presentation.
Klasifikasi Tinea Pedis
• Tipe interdigital (chronic intertriginous type)
– Bentuk klinis yang paling banyak dijumpai.
– Terdapat skuama, maserasi dan eritema pada daerah interdigital dan subdigital kaki, terutama pada tiga
jari lateral. Pada kondisi tertentu, infeksi dapat menyebar ke telapak kaki yang berdekatan dan bagian
dorsum pedis.
– Oklusi dan ko-infeksi dengan bakteri dapat menyebabkan maserasi, pruritus, dan malodor (dermatofitosis
kompleks atau athlete’s foot).
• Tipe hiperkeratotik kronik
– Skuama difus atau setempat, bilateral, pada kulit yang tebal (telapak kaki, lateral dan medial kaki) i
“moccasin-type.”
– Dapat timbul sedikit vesikel, meninggalkan skuama kolaret dengan diameter <2 mm.
– Tinea manum unilateral umumnya berhubungan dengan tinea pedis hiperkeratotik sehingga terjadi “two
feet-one hand syndrome”.
• Tipe vesikobulosa
– Klinis tampak vesikel tegang dengan diameter lebih dari 3 mm, vesikopustul, atau bula pada kulit tipis
telapak kaki dan periplantar. Jarang dilaporkan pada anak-anak.
• Tipe ulseratif akut
– Terjadi ko-infeksi dengan bakteri gram negatif menyebabkan vesikopustul dan daerah luas dengan ulserasi
purulen pada permukaan plantar.
– Sering diikuti selulitis, limfangitis, limfadenopati, dan demam.
Interdigital tinea pedis Hyperkeratotic (moccasin-type) tinea pedis

Vesicular/inflammatory tinea pedis Ulcerative tinea pedis


Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit
atau kuku menggunakan mikroskop dan KOH
20%: tampak hifa panjang dan atau artrospora.
• Kultur terbaik dengan agar Sabouraud plus
• Lampu Wood hanya berfluoresensi pada tinea
kapitis yang disebabkan oleh Microsposrum spp.
(kecuali M.gypsium).

PPK Perdoski 2017


Terapi Tinea Pedis
• Topikal:
– Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin) sekali
sehari selama 1-2 minggu.
– Alternatif:
• Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol, klotrimazol
2 kali sehari selama 4-6 minggu.
• Siklopiroksolamin (ciclopirox gel 0,77% atau krim 1%) 2 kali sehari
selama 4 minggu untuk tinea pedis dan tinea interdigitalis
• Sistemik:
– Obat pilihan: terbinafin 250 mg/hari selama 2 minggu.
Anak-anak 5 mg/kgBB/hari selama 2 minggu.
– Alternatif: itrakonazol 2x100 mg/hari selama 3 minggu
atau 100 mg/hari selama 4 minggu.
Hifa dan Miselium
• Hifa adalah filamen benang yang
terdiri dari sel-sel jamur, sedangkan
miselium adalah massa hifa yang
membentuk tubuh jamur.
• Berdasarkan fungsinya hifa
dibedakan menjadi dua, yaitu hifa
vegetatif dan hifa reproduktif.
• Bagian hifa yang berfungsi
mengambil nutrien disebut hifa
vegetatif yang tumbuh ke dalam
substrat.
• Hifa yang berfungsi untuk reproduksi
disebut hifa reprodukti/ hifa fertil/
hifa aerial yang berada tegak pada
miselium di permukaan substrat.
Spora pada Jamur
• Jamur bisa melakukan reproduksi dengan
membentuk spora, yang terdiri dari:
– Spora seksual: zigospora, askospora
– Spora aseksual, seperti: blastospora, artrospora,
klamidospora, konidia, sporangiospora,
aleurispora
Blastospora & Artrospora
• Blastospora (cthnya
pada kandida): Sel ragi
yang bertunas, di
permukaan sel di sisi
septum
Blastospora
• Artrospora (cthnya pada
jamur dermatofita):
spora yang dibentuk
Artrospora
dari fragmentasi hifa
yang tersusun seperti
rantai
Soal no 163
Nn. Suwe Ora Jamu Gendong, perempuan, usia
25 tahun menderita bercak hipopigmentasi dan
hipestesi pada lengan. Pasien kemudian
memeriksakan diri ke puskesmas dan dikatakan
akibat infeksi serta harus menjalani pengobatan
yang lama. Pasien dengan taat menjalani terapi
secara teratur. Saat ini dia datang kembali ke
Puskesmas dengan keluhan timbul warna
kecoklatan pada kulit. Pasien merasa khawatir.
Sebetulnya ini adalah efek samping dari obat...
a. Lamprene
b. Rifampisin
c. DDS
d. Pirazinamid
e. Ofloksasin

Jawaban: A. Lamprene
163. Morbus Hansen: Efek Samping Terapi

• Dapson
– Erupsi obat, anemia hemofilik, leukopenia, insomnia, neuropati

• Rifampisin
– Pemberian seminggu sekali dengan jumlah besar  flu like
syndrome
– Hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal, dan erupsi
kulit (Soebono, 1997)

• Klofazimin (Lamprene)
– Terjadi dalam dosis tinggi
– Gangguan GI (Nyeri Abdomen, Nausea, Diare, Anoreksi, dan
Vomitus), penurunan BB, hiperpigmentasi pada kulit

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31135/4/Chapter%20II.pdf
Soal no 164
Nn. Wati Wartinah, perempuan muda berusia 18
tahun sedang berlibur bersama teman-teman
kuliahnya. Pasien berenang di tepi laut pesisir
pantai anyer pada tengah hari. Setelah selesai
berenang muncul bintik-bintik merah di punggung
dan dada, terutama yang tertutup oleh pakaian
renangnya. Lesi kulit ini terasa gatal. Pasien
kemudian pergi ke dokter kulit untuk berobat
karena khawatir kulitnya terinfeksi sesuatu dari
dalam laut dan menjadi rusak. Terapi yang paling
tepat diberikan adalah...
a. Antihistamin oral
b. Kortikosteroid oral
c. Antihistamin topical
d. Kortokosteroid topical
e. Anti jamur topikal

Jawaban: D. Kortikosteroid topikal


164. Seabather’s Eruption
• Ruam yang muncul saat berenang di laut  akibat tersengat larva makhluk
laut
• Reported in Florida, the Caribbean, Bermuda, and Long Island, New York

• Etiologi
– Linuche unguiculata, Edwardsiella lineata, and probably other larvae of the phylum
Cnidaria, which are found in oceans (salt water)
– tiny jellyfish larvae release nematocysts and inject toxin

• Gejala dan Tanda


– Ruam (muncul beberapa menit-12 jam setelah berenang di laut)
– Ruam berupa papul dengan inflamasi, bisa berubah menjadi vesikel berbagai
ukuran atau ruam dengan tepi meninggi, teraba keras/lunak, sangat merah dan
gatal
– Dapat timbul mual, muntah, sakit kepala, malaise, konjungtivitis, urethritis, demam
– The distribution of the lesions matches areas covered by a bathing suit, wet suit, or
points of pressure (eg, wristbands of diving suits, flexural areas). Skin lesions are
inflammatory papules, often becoming vesicular or pustular

http://www.webmd.com/skin-problems-and-treatments/tc/seabathers-eruption-topic-overview?page=2
Seabather’s Eruption
• Terapi Non medikamentosa:
– Hindari menggosok kulit  larva yang tertinggal di kulit dapat
menyengat
– Segera ganti pakaian  larva dapat tinggal di pakaian renang
– Mandi dengan air bersih  gosok dengan sabun kuat-kuat
• Medical Treatment of seabather's eruption is symptomatic
and typically consists of oral antihistamines (eg,
diphenhydramine, hydroxyzine, or loratadine), topical
antipruritic agents (eg, calamine lotion), and low (genital)
or medium potency (trunk or limbs) topical corticosteroid
preparations
– Oral corticosteroids (eg, prednisone, prednisolone) may be
necessary in severe cases.
– The skin lesions typically resolve spontaneously in one to two
weeks.
Seabather’s
Eruption
Swimmer’s Itch
• Disebut juga dermatitis serkarial 
ruam kulit akibat reaksi alergi yang
dicetuskan oleh larva parasit
schistosoma
• The rash is a hypersensitivity reaction
that occurs with repeat exposure
(never with initial exposure); it typically
develops on the feet or lower legs.
• Gejala dan Tanda
– Rasa terbakar, gatal, bintil merah,
vesikel kemerahan dalam waktu Swimmer's itch consists of erythematous
pruritic papules after exposure to water
beberapa menit-beberapa hari setelah
contaminated by cercariae of bird
berenang di air tawar  bertahan schistosomes carried by intermediate snail
selama satu minggu hosts.

Uptodate. 2019| http://www.cdc.gov/parasites/swimmersitch/faqs.html


Swimmer’s Itch
• Swimmer's itch is usually caused by nonhuman
schistosome species; humans are not suitable
hosts so the organism dies while in the skin.
• The rash typically clears within a few days;
treatment consists of symptomatic management
for pruritus.
• Terapi
– Krim steroid, kompres dingin, pasta baking soda, losion
anti gatal (kalamin, menthol)

http://www.cdc.gov/parasites/swimmersitch/faqs.html
ILMU
K E S E H ATA N
ANAK
Soal no 165
Anak laki-laki usia 6 tahun 10 bulan datang
dengan keluhan demam sejak 10 hari yang lalu.
Pada minggu pertama demam dirasakan
meningkat terutama pada malam hari disertai
mual, nyeri perut dan kembung. Pada saat
demam tinggi, anak sering mengigau. Tanda
vital: suhu 39C, Hb: 11,4 g/dL, Ht: 37% leukosit
10.000, trombosit 146.000. Obat pilihan utama
untuk terapi kasus di atas adalah...
a. Amoxicilin
b. Cefriaxone
c. Kloramfenikol
d. Ciprofloxacin
e. Eritromisin

Jawaban: C. Kloramfenikol
165. Demam Tifoid
• Etiologi : 96% disebabkan Salmonella typhi, sisanya ole S. paratyphi
• Prevalens 91% kasus terjadi pada usia 3-19 tahun
• Penularan : fekal-oral
• Masa inkubasi : 10-14 hari
• Gejala
– Demam naik secara bertahap (stepwise) setiap hari, suhu tertinggi pada
akhir minggu pertama. Minggu kedua demam terus menerus tinggi
– Delirium (mengigau), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut,
diare, atau konstipasi, muntah, perut kembung,
– Pada kasus berat: penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus
• Pemeriksaan Fisik
– Kesadaran menurun, delirium, lidah tifoid (bagian tengah kotor, pinggir
hiperemis), meteorismus, hepatomegali, sphlenomegali (jarang). Kadang
terdengar ronki pada pemeriksaan paru

Pedoman Pelayanan Medis IDAI


• Clinical features:
– Step ladder fever in
the first week, the
persist
– Abdominal pain
– Diarrhea/constipation
– Headache
– Coated tongue
– Hepatosplenomegaly
– Rose spot
– Bradikardia relatif

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.


Pemeriksaan Penunjang
• Darah tepi perifer
– Anemia, terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan usus
– Leukopenia, Limfositosis reaktif, Trombositopenia (pada kasus berat)
• Pemeriksaan serologis
– Serologi widal : kenaikan titer S.typhi O 1:160 atau kenaikan 4x titer fase akut ke
konvalesens, banyak positif-negatif palsu. Bahkan kadar baku normal di berbagai tempat
endemis cenderung berbeda-beda dan perlu penyesuaian
– Kadar IgG-IgM (Typhi-dot)
– Tubex Test
• Pemeriksaan biakan Salmonella
– The criterion standard for diagnosis of typhoid fever has long been culture isolation of
the organism. Cultures are widely considered 100% specific
– Biakan darah pada 1-2 minggu perjalanan penyakit. Biakan sumsum tulang masih positif
hingga munggu ke-4
• Pemeriksaan radiologis
– Foto toraks (kecurigaan pneumonia)
– Foto polos abdomen (kecurigaan perforasi) Pedoman Pelayanan Medis IDAI
Kultur Typhoid
• Bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum
tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di
dalam urine dan feses.
• Media pembiakan yang direkomendasikan untuk S.typhi adalah
media empedu (gall) dari sapi
• Media Gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S.
typhi dan S. paratyphi yang dapat tumbuh pada media tersebut.
• Biakan sumsum tulang merupakan metode baku emas karena
mempunyai sensitivitas paling tinggi dengan hasil positif didapat
pada 80-95% kasus dan sering tetap positif selama perjalanan
penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan.
– Prosedur terakhir ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam
praktek sehari-hari.
Tatalaksana Demam Tifoid
Tatalaksana Demam Tifoid
Soal no 166
Anak Juminten, perempuan, 10 tahun, dibawa
ibunya dengan keluhan mata kuning sejak 2 hari
yang lalu. Satu minggu sebelumnya mengeluh
lemas, nafsu makan menurun, mual, air kencing
berwarna seperti teh pekat. Di sekolah ada
teman penderita mengalami hal yang sama,
pasien sering jajan sembarangan di sekolahnya.
Pada pemeriksaan didapatkan sklera ikterik +/+,
hepar teraba 4cm BAC, kulit ikterik. Apa hasil
pemeriksaan penunjang yang paling mungkin?
a. HBsAg +
b. Anti HBs
c. HBeAg+
d. Hepatitis Antigen +
e. IgM HAV +

Jawaban: E. IgM HAV+


166. Hepatitis Viral Akut
• Hepatitis viral: Suatu proses peradangan pada hati atau kerusakan
dan nekrosis sel hepatosit akibat virus hepatotropik. Dapat
akut/kronik. Kronik → jika berlangsung lebih dari 6 bulan
• Perjalanan klasik hepatitis virus akut
– Fase inkubasi
– Stadium prodromal/ preikterik: flu like syndrome,
– Stadium ikterik: gejala-gejala pada stadium prodromal berkurang
disertai munculnya ikterus, urin kuning tua
– Stadium konvalesens/penyembuhan
• Anamnesis Hepatitis A :
– Manifestasi hepatitis A:
• Anak dicurigai menderita hepatitis A jika ada gejala sistemik yang
berhubungan dengan saluran cerna (malaise, nausea, emesis, anorexia, rasa
tidak nyaman pada perut) dan ditemukan faktor risiko misalnya pada keadaan
adanya outbreak atau diketahui sumber penularan.

Pedoman Pelayanan Medis IDAI


Behrman RE. Nelson’s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.
Hepatitis A
• Virus RNA (Picornavirus)
ukuran 27 nm
• Kebanyakan kasus pada usia
<5 tahun asimtomatik atau
gejala nonspesifik
• Rute penyebaran: fekal oral;
transmisi dari orang-orang
dengan memakan makanan
atau
minumanterkontaminasi,
kontak langsung.
• Inkubasi: 2-6 minggu (rata-
rata 28 hari)

Behrman RE. Nelson’s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.


Hepatitis
Hepatitis Jenis virus Antigen Antibodi Keterangan
HAV RNA HAV Anti-HAV Ditularkan
secara fekal-
oral
HBV DNA HBsAg Anti-HBs •Ditularkan
HBcAg Anti-HBc lewat darah
HBeAg Anti-HBe •Karier
HCV RNA HCV Anti-HCV Ditularkan
C100-3 lewat darah
C33c
C22-3
NS5
HDV RNA HBsAg Anti-HBs Membutuhkan
HDV antigen Anti-HDV perantara HBV
(hepadnavirus)
HEV RNA HEV antigen Anti-HEV Ditularkan
secara fekal-
oral
Hepatitis A
• Self limited disease dan • Diagnosis
tidak menjadi infeksi kronis – Deteksi antibodi IgM di darah
• Gejala: – Peningkatan ALT (enzim hati
– Fatique Alanine Transferase)
– Demam • Pencegahan:
– Mual – Vaksinasi
– Nafsu makan hilang – Kebersihan yang baik
– Jaundice  karena – Sanitasi yang baik
hiperbilirubin • Tatalaksana:
– Bile keluar dari peredaran – Simptomatik
darah dan dieksresikan ke
urin  warna urin gelap – Istirahat, hindari makanan
berlemak dan alkohol
– Feses warna dempul (clay-
coloured) – Hidrasi yang baik
– Diet
Serologi Hepatitis A, B, C
Penanda
Serologis
Hepatitis
Hepatitis relaps didefinisikan sebagai meningkatnya kembali konsentrasi aminotransferase dan
bilirubin yang sudah kembali normal dalam masa penyembuhan.
Soal no 167
An. Sportifoto, anak laki-laki berusia 9 tahun dan
An. Bondimondi yang merupakan adik laki-
lakinya berusia 6 tahun mengalami perdarahan
yang tidak berhenti setelah sirkumsisi. Terdapat
riwayat paman yang meninggal setelah cabut
gigi. Riwayat perdarahan spontan tidak ada.
Sekiranya dokter ingin melakukan pemeriksaan
laboratorium demi menegakkan kecurigaan
diagnosis, apakah pemeriksaan yang tepat untuk
pasien?
a. Darah lengkap, Bleeding time, clotting time
b. Darah lengkap, APTT, PT, faktor VIII, IX
c. Darah lengkap, faktor van willbrand,faktor
VIII,Faktor IX
d. Darah lengkap,agregasi trombosit, faktor
II,VII,X
e. darah lengkap,agregasi trombosit

jawaban: B. Darah lengkap, APTT, PT, faktor


VIII, IX
167. Hemofilia
• Hemophilia merupakan kelainan hematologi yang
bersifat diturunkan yang paling banyak dijumpai.
• Terdapat 3 tipe:
– Hemophilia A : defisiensi faktor VIII (tersering)
– Hemophilia B : defisiensi factor IX (christmas disease)
– Hemophilia C : defisiensi faktor XI
• Penyakit ini diturunkan dengan sifat X linked resesif
(gen faktor VIII/IX berada di distal lengan panjang (q)
dari kromosom X
• Gejala mulai muncul saat pasien sudah bisa
merangkak
• Perempuan hanya sebagai karier/pembawa gen
Epidemiologi
• Insidensi:
- hemophilia A (± 85%)  1 : 5,000 – 10,000 laki-laki
(atau 1 : 10,000 dari laki-laki yang lahir hidup)
- hemophilia B (± 15%)  1 : 23,000 – 30,000 laki-laki
(atau 1 : 50,000 dari laki-laki yang lahir hidup)
• Sekitar 70% penderita hemofilia memiliki riwayat
keluarga yang memiliki penyakit kelainan pada
pembuluh darah
• Manifestasi klinisnya terbagi dalam 3 derajat: mild,
moderate, severe

Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.


http://www.cdc.gov/ncbddd/hemophilia/inheritance-pattern.html
Clinical manifestation
• Bleeding:
• usually deep (hematoma, hemarthrosis)
• spontaneous or following mild trauma
• Type:
 Hemarthrosis
 Hematoma
 Intracranial hemorrhage
 Hematuria
 Epistaxis
 Bleeding of the frenulum (baby)
Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.
Diagnosis
 history of abnormal bleeding in a boy
 normal platelet count
 bleeding time usually normal
 clotting time: prolonged
 prothrombin time usually normal
 partial thromboplastin time prolonged
 decreased antihemophilic factor
Antenatal diagnosis
 antihemophilic factor level
 F-VIII/F-IX gene identification (DNA analysis)
Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.
Classification of Hemophilia A & B

5-40% (emedicine)
Blood component replacement therapy

factor-VIII factor-IX
(unit/ml) (ml)
fresh-frozen plasma ~ 0,5 ~ 0,6 200
cryoprecipitate ~ 4,0 - 20
factor-VIII concentrate 25 - 100 - 10
factor-IX concentrate - 25 - 35 20

source of F-VIII: - monoclonal antibody purified;


- intermediate- and high-purity;
- recombinant

Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.


Tatalaksana Hemofilia
Soal no 168
Anak Jajang Miharjo, usia 12 bulan datang
dengan kejang. Kejang seluruh tubuh, kaku dan
kelojotan dengan mata mendelik ke atas. Kejang
berlangsung selama 3 menit kemudian berhenti
sendiri. Anak kemudian di bawa ke IGD oleh
kedua orang tuanya. Sampai di IGD, ketika
sedang dilakukan pemeriksaan oleh dokter jaga,
ternyata anak kejang kembali. BB anak saat ini 8
kg. Apa tatalasana yang dilakukan?
a. Diazepam rektal 5 mg
b. Diazepam rektal 10 mg
c. Fenobarbital
d. Fenitoin IV
e. Diazepam iv

Jawaban: E. Diazepam IV
168. Tatalaksana kejang akut
• Pertahankan fungsi vital (airway, breathing,
circulation)
• Identifikasi dan terapi faktor penyebab dan faktor
presipitasi
• Menghentikan aktivitas kejang
• Evaluasi tanda vital serta penilaian airway,
breathing, circulation (ABC) harus dilakukan
seiring dengan pemberian obat anti-konvulsan.
• Pemilihan jenis obat serta dosis anti-konvulsan
pada tata laksana SE sangat bervariasi antar
institusi.
Algoritma tata laksana kejang akut dan status epileptikus berdasarkan Konsensus UKK Neurologi IDAI 2016
Keterangan
• Diazepam IV: 0,2 - 0,5 mg/kg IV (maksimum 10 mg) dalam spuit, kecepatan 2 mg/menit.
Bila kejang berhenti sebelum obat habis, tidak perlu dihabiskan.
• Fenobarbital: pemberian boleh diencerkan dengan NaCl 0,9% 1:1 dengan kecepatan
yang sama
• Midazolam buccal: dapat menggunakan midazolam sediaan IV/IM, ambil sesuai dosis
yang diperlukan dengan menggunakan spuit 1 cc yang telah dibuang jarumnya, dan
teteskan pada buccal kanan, selama 1 menit. Dosis midazolam buccal berdasarkan
kelompok usia;
– 2,5 mg (usia 6 – 12 bulan)
– 5 mg (usia 1 – 5 tahun)
– 7,5 mg (usia 5 – 9 tahun)
– 10 mg (usia ≥ 10 tahun)
• Tapering midazolam infus kontinyu: Bila bebas kejang selama 24 jam setelah pemberian
midazolam, maka pemberian midazolam dapat diturunkan secara bertahap dengan
kecepatan 0,1 mg/jam dan dapat dihentikan setelah 48 jam bebas kejang.
• Midazolam: Pemberian midazolam infus kontinyu seharusnya di ICU, namun disesuaikan
dengan kondisi rumah sakit
• Bila pasien terdapat riwayat status epileptikus, namun saat datang dalam keadaan tidak
kejang, maka dapat diberikan fenitoin atau fenobarbital 10 mg/kg IV dilanjutkan dengan
pemberian rumatan bila diperlukan.
Soal no 169
Anak Suppose Manapose, dengan jenis kelamin
laki-laki, usia 10 bulan, dibawa ibunya ke
Puskesmas Sisingamangaraja dengan keluhan
sesak sejak 1 hari yang lalu. Riwayat batuk pilek
seminggu yang lalu, dibawa berobat kedukun
namun tidak kunjung sembuh. Pemeriksaan fisik
ditemukan Nadi 130x/menit, napas 60x/menit,
Suhu: 39oC. Pemeriksaan paru ditemukan ronki
difus. Diagnosis kerja yang paling tepat ialah....
a. TBC anak
b. Pneumonia
c. Tonsilofaringitis
d. Common cold
e. Tracheitis

Jawaban: B. Pneumonia
169. Pneumonia
• Peradangan/inflamasi parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis
yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas Tanda utama
menurut WHO: fast breathing & lower chest indrawing
• Signs and symptoms :
– Non respiratory: fever, headache, fatigue, anorexia, lethargy, vomiting and
diarrhea, abdominal pain
– Respiratory: cough, chest pain, tachypnea , grunting, nasal flaring,
subcostal retraction (chest indrawing), cyanosis, crackles and rales (ronchi)
Fast breathing (tachypnea)
Respiratory thresholds
Age Breaths/minute
< 2 months 60
2 - 12 months 50
1 - 5 years 40
Patologi Pneumonia
• Basil yang masuk bersama sekret • Akan tampak 4 zona pada
bronkus ke dalam alveoli daerah parasitik terset yaitu
menyebabkan reaksi radang  :
edema seluruh alveoli disusul – Zona luar : alveoli yang tersisi
dengan bakteri dan cairan
dengan infiltrasi sel-sel PMN dan edema.
diapedesis eritrosit  terjadi – Zona permulaan konsolidasi :
permulaan fagositosis sebelum terdiri dari PMN dan beberapa
eksudasi sel darah merah.
terbentuknya antibodi.
– Zona konsolidasi yang luas :
• Sel-sel PMN mendesak bakteri ke daerah tempat terjadi fagositosis
permukaan alveoli dan dengan yang aktif dengan jumlah PMN
yang banyak.
bantuan leukosit yang lain – Zona resolusi : daerah tempat
melalui psedopodosis sitoplasmik terjadi resolusi dengan banyak
mengelilingi bakteri tersebut bakteri yang mati, leukosit
danalveolar makrofag.
kemudian dimakan.

Pneumonia. PDPI
Klasifikasi berdasarkan predileksi
• Pneumonia lobaris
– pada satu lobus atau segmen
• Bronkopneumonia.
– Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru.
– Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus.
Sering pada bayi dan orang tua.
• Pneumonia interstisial
Item Lobar pneumonia Bronchopneumonia
Age Lobar pneumonia Occurs in Extremes of ages
otherwise infants, olds and those
healthy individuals between 30 - 50 suffering
years of age (Young and adults) from chronic debilitating illness
or immuno-suppression.
Organism Mostly pneumococci (strep. Mixed organisms: viral,
Pneumonia) Staphylococci, Streptococci,
H. influenzae, Proteus and
Pseudomonas
Grossly Lobar or segmental consolidation Patchy, bilateral of both
lungs
AGE COMMON ETIOLOGIES (as in order) LESS COMMON ETIOLOGIES
2 to 24 RSV Streptococcus Mycoplasma pneumoniae
months Human metapneumovirus pneumoniae Haemophilus influenzae (type B
Parainfluenza viruses Chlamydia and nontypable)
Influenza A and B trachomatis Chlamydophila pneumoniae
Rhinovirus
Adenovirus
Enterovirus

2 to 5 years Respiratory syncytial virus S. pneumoniae Staphylococcus aureus (including


Human metapneumovirus M. pneumoniae methicillin-resistant S. aureus)
Parainfluenza viruses H. influenzae (B and Group A streptococcus
Influenza A and B nontypable)
Rhinovirus C. pneumoniae
Adenovirus
Enterovirus

Older than 5 Rhinovirus M. pneumoniae H. influenzae (B and nontypable)


years Adenovirus C. pneumoniae S. aureus (including methicillin-
Influenza A and B S. pneumoniae resistant S. aureus)
Group A streptococcus
Respiratory syncytial virus
Parainfluenza viruses
Human metapneumovirus
Enterovirus
Diagnosis Pneumonia (WHO)
PNEUMONIA
NO PNEUMONIA

SEVERE PNEUMONIA

VERY SEVERE PNEUMONIA


• No • Di • Batuk dan/atau dyspnea • Dalam keadaan
tachypnea, ditambah min salah satu:
no chest
samping yang sangat berat
batuk • Kepala terangguk-angguk dapat dijumpai:
indrawing
atau • Pernapasan cuping
hidung • Tidak dapat
kesulitan menyusu atau
• Tarikan dinding dada
bernapas, bagian bawah ke dalam minum/makan,
hanya • Foto dada menunjukkan atau
terdapat infiltrat luas, konsolidasi memuntahkan
napas • Selain itu bisa didapatkan semuanya
cepat pula tanda berikut ini:
• Kejang, letargis
saja. • takipnea
atau tidak
• Suara merintih (grunting)
pada bayi muda sadar
• Pada auskultasi • Sianosis
terdengar: crackles • Distres
(ronkii), Suara pernapasan
pernapasan menurun,
suara napas bronkial berat
Tatalaksana Pneumonia

SEVERE-VERY SEVERE PNEUMONIA


NO PNEUMONIA

PNEUMONIA
• rawat jalan • ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau
• Do • Kotrimoksasol IM setiap 6 jam). Bila anak memberi respons yang
not (4 mg TMP/kg baik dlm 24-72 jam, lanjutkan selama 5 hari.
adm BB/kali) 2 kali Selanjutnya dilanjutkan dgn amoksisilin PO (15
inist sehari selama mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari
er 3 hari atau berikutnya.
an Amoksisilin • Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam,
anti (25 mg/kg atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat
bioti BB/kali) 2 kali menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
c sehari selama semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar,
3 hari. sianosis, distres pernapasan berat) maka
ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM
atau IV setiap 8 jam).
• Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat,
segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi
ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100
mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
• Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter
nasofaringeal.
Soal no 170
Seorang anak, 4 tahun, dibawa ibunya ke IGD
dengan keluhan bengkak pada seluruh tubuh
sejak 3 hari yang lalu. Keluhan diawali 2 minggu
yang lalu, bengkak dimulai pada bawah mata
pada pagi hari dan menghilang siang hari.
Keluhan semakin memberat dan pada saat ini di
dapatkan bengkak pada bawah mata, perut dan
kedua kaki. Dari pemeriksaan didapatkan ureum
20, creatinine 0.6. Hasil urinalisis protein ++++,
leukosit, erotrosit 4-6/lpb. Apakah gambaran
histopatologis yang paling mungkin ditemukan?
a. Focal segmental glomerulosclerosis
b. Minimal change glomerulopathy
c. Membranous nephropathy
d. Mesangiocapillary glomerulonephritis
e. Membranoproliferative glomerulonephritis

Jawaban: b. Minimal change glomerulopathy


170. Sindrom Nefrotik
• Spektrum gejala yang ditandai • Di bawah mikroskop: Minimal change
dengan protein loss yang masif dari nephrotic syndrome (MCNS)/Nil
ginjal Lesions/Nil Disease (lipoid nephrosis)
• Pada anak sindrom nefrotik mayoritas merupakan penyebab tersering dari
bersifat idiopatik, yang belum sindrom nefrotik pada anak,
diketahui patofisiologinya secara mencakup 90% kasus di bawah 10
jelas, namun diperkirakan terdapat tahun dan >50% pd anak yg lbh tua.
keterlibatan sistem imunitas tubuh, • Faktor risiko kekambuhan: riwayat
terutama sel limfosit-T atopi, usia saat serangan pertama,
• Gejala klasik: proteinuria, edema, jenis kelamin dan infeksi saluran
hiperlipidemia, hipoalbuminemia pernapasan akut akut (ISPA) bagian
• Gejala lain : hipertensi, hematuria, atas yang menyertai atau mendahului
dan penurunan fungsi ginjal terjadinya kekambuhan, ISK

Lane JC. Pediatric nephrotic syndrome. http://emedicine.medscape.com/article/982920-overview


Sindrom Nefrotik
• Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik
dengan gejala:
– Proteinuria massif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau
dipstik ≥ 2+)
– Hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL
– Edema
– Dapat disertai hiperkolesterolemia
• Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik,
dan sekunder (mengikuti penyakit sistemik antara lain
lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch
Schonlein)

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK.


Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Nefrotik vs Nefritik
Diagnosis
• Anamnesis : Bengkak di kedua kelopak mata, perut,
tungkai atau seluruh tubuh. Penurunan jumlah urin.
Urin dapat keruh/kemerahan
• Pemeriksaan Fisik : Edema palpebra, tungkai, ascites,
edema skrotum/labia. Terkadang ditemukan hipertensi
• Pemeriksaan Penunjang : Proteinuria masif ≥ 2+, rasio
albumin kreatinin urin > 2, dapat disertai hematuria.
Hipoalbumin (<2.5g/dl), hiperkolesterolemia (>200
mg/dl). Penurunan fungsi ginjal dapat ditemukan.
Definisi pada Sindrom Nefrotik
• Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4
mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu
• Relaps : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥ 40 mg/m2
LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu
• Relaps jarang : relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6
bulan pertama setelah respons awal atau kurang dari 4
kali per tahun pengamatan
• Relaps sering (frequent relaps) : relaps terjadi ≥ 2 kali
dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau ≥ 4
kali dalam periode 1 tahun
Definisi pada Sindrom Nefrotik
• Dependen steroid : relaps terjadi pada saat
dosis steroid diturunkan atau dalam 14 hari
setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini
terjadi 2 kali berturut-turut
• Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada
pengobatan prednison dosis penuh (full dose)
2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK.


Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Tatalaksana

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK.


Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
The glomerular basement membrane (GBM) of the kidney is the basal lamina
layer of the glomerulus.
The GBM is a fusion of the endothelial cell and podocyte basal laminas

GLOMERULUS
NORMAL
Glomerulus normal di bawah mikroskop
cahaya
Contoh Glomerulonefritis berdasarkan
Morfologi:
• Minimal change nephrotic syndrome (MCNS)
• Rapidly progressive glomerulonephritis
(RPGN)
• Focal segmental glomerulosclerosis (FSGS)
• Membranous GN
• Mesangial Proliferative GN
• Membranoproliferative glomerulonephritis
Minimal-Change Glomerulonephritis
• Nama lain Nil Lesions/Nil Disease (lipoid
nephrosis)
• Minimal change nephrotic syndrome (MCNS)
merupakan penyebab tersering dari sindrom
nefrotik pada anak, mencakup 90% kasus di
bawah 10 tahun dan >50% pd anak yg lbh tua.

Nephrology (Carlton). 2007 Dec;12 Suppl 3:S11-4.


Pathophysiology of minimal change nephrotic syndrome and focal segmental glomerulosclerosis.
Cho MH, Hong EH, Lee TH, Ko CW.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17995521
Minimal-change disease (MCD)/lipoid nephrosis/nil disease, hampir selalu
beruhubungan dengan sindrom nefrotik (penyeban sindrom nefrotik idiopatik
tersering pada anak). Hampir tidak ditemukan perubahan pada membran maupun
sel mesangial
Glomerulonephritis, crescentic (RPGN). Compression of the glomerular tuft with a circumferential
cellular crescent that occupies most of the Bowman space. Rapidly progressive
glomerulonephritis (RPGN) is defined as any glomerular disease characterized by extensive
crescents (usually >50%) as the principal histologic finding and by a rapid loss of renal function
(usually a 50% decline in the glomerular filtration rate [GFR] within 3 mo) as the clinical
correlate.
Image courtesy of Madeleine Moussa, MD, FRCPC, Department of Pathology, London Health Sciences Centre, London, Ontario, Canada.
This is focal segmental glomerulosclerosis (FSGS). An area of
collagenous sclerosis runs across the middle of this glomerulus. As the
name implies, only some (focal) glomeruli are affected and just part of
the affected glomerulus is involved (segmental) with the sclerosis. In
contrast to minimal change disease, patients with FSGS are more likely
to have non-selective proteinuria, hematuria, progression to chronic
renal failure, and poor response to corticosteroid therapy
Here is the light microscopic appearance of membranous nephropathy in which the
capillary loops are thickened and prominent, but the cellularity is not increased.
Membranous GN is the most common cause for nephrotic syndrome in adults. In most
cases there is no underlying condition present (idiopathic). However, some cases of
membranous GN can be linked to a chronic infectious disease such as hepatitis B, a
carcinoma, or SLE.
Mesangial Proliferative GN
• Mesangioproliferative pattern of glomerular
injury is characterized by the expansion of
mesangial matrix and the mesangial
hypercellularity.
• Contoh: immune disease such as IgA
nephropathy or class II lupus nephritis or non-
immune diseases such as early diabetic
glomerulosclerosis
Membranoproliferative glomerulonephritis
(MPGN)/ mesangiocapillary glomerulonephritis
(MCGN)
• Membranoproliferative glomerulonephritis (MPGN) is an
uncommon cause of chronic nephritis that occurs primarily in
children and young adults.
• This entity refers to a pattern of glomerular injury based on
characteristic histopathologic findings, including:
– (1) proliferation of mesangial and endothelial cells and expansion of
the mesangial matrix
– (2) thickening of the peripheral capillary walls by subendothelial
immune deposits and/or intramembranous dense deposits
– (3) mesangial interposition into the capillary wall, giving rise to a
double-contour or tram-track appearance on light microscopy
Membranoproliferative
glomerulonephritis (MPGN)
type I. Glomerulus with
mesangial interposition
producing a double contouring
of basement membranes,
which, in areas, appear to
surround subendothelial
deposits (Jones silver
methenamine–stained section;
original magnification × 400).
Courtesy of John A. Minielly,
MD.
Soal no 171
Untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan para kader posyandu di area
wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pulo
Garong, dokter melakukan penyuluhan
mengenai kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI).
Di akhir sesi penyuluhan, seorang peserta
menanyakan tentang kejadian paling berbahaya
saat imunisasi. Pernyataan yang benar di bawah
ini adalah...
a. Muntah-muntah terjadi 5 menit setelah imunisasi
BCG
b. Demam terjadi 4 hari setelah imunisasi campak
c. Bengkak ditempat suntikan terjadi 1 hari setelah
imunisasi DPT
d. Muntah dan tidak nafsu makan setelah 4 hari
imunisasi BCG
e. Anafilaktik sesaat setelah imunisasi influenza

Jawaban: E. Anafilaktik sesaat setelah imunisasi


influenza
171. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
• Definisi : suatu kejadian sakit yang terjadi setelah menerima
imunisasi yang diduga disebabkan oleh imunisasi.
Klasifikasi KIPI Keterangan
Induksi vaksin Terjadinya KIPI disebabkan oleh karena faktor intrinsik vaksin
(vaccine induced). terhadap individual resipien. Misalnya, seorang anak
menderita poliomielitis setelah mendapat vaksin polio oral.
Provokasi vaksin Gejala klinis yang timbul dapat terjadi kapan saja, saat ini
(vaccine potentiated) terjadi oleh karena provokasi vaksin. Contoh: Kejang demam
pasca imunisasi yang terjadi pada anak yang mempunyai
predisposisi kejang
Kesalahan Gejala KIPI timbul sebagai akibat kesalahan pada teknik
(pelaksanaan) pembuatan dan pengadaan vaksin atau teknik cara
program pemberian. Contoh: terjadi indurasi pada bekas suntikan
(programmatic disebabkan vaksin yang seharusnya diberikan secara
errors). intramuskular diberikan secara subkutan
Koinsidensi KIPI terjadi bersamaan dengan gejala penyakit lain yang
(coincidental) sedang diderita. Contoh: Bayi yang menderita penyakit
jantung bawaan mendadak sianosis setelah diimunisasi
KONTRAINDIKASI IMUNISASI
• Berlaku umum untuk semua vaksin
Indikasi Kontra BUKAN Indikasi Kontra
• Reaksi anafilaksis terhadap • Reaksi lokal ringan-sedang (sakit,
vaksin (indikasi kontra kemerahan, bengkak) sesudah suntikan
pemberian vaksin tersebut vaksin
berikutnya) • Demam ringan atau sedang pasca vaksinasi
• Reaksi anafilaksis terhadap sebelumnya
konstituen vaksin • Sakit akut ringan dengan atau tanpa demam
• Sakit sedang atau berat, dengan ringan
atau tanpa demam • Sedang mendapat terapi antibiotik
• Masa konvalesen suatu penyakit
• Prematuritas
• Terpajan terhadap suatu penyakit menular
• Riwayat alergi, atau alergi dalam keluarga
• Kehamilan Ibu
• Penghuni rumah lainnya tidak divaksinasi
Pedoman Imunisasi di Indonesia. Satgas Imunisasi – IDAI. 2008
Pertimbangan Pemberian Imunisasi
• Kontra indikasi absolut imunisasi adalah defisiensi imun dan pernah
menderita syok anafilaksis pada imunisasi terdahulu. Sedangkan
demam tinggi atau sedang dirawat karena penyakit berat
merupakan kontra indikasi sementara, sehingga anak tetap harus
diimunisasi apabila telah sembuh.
• Bila anak sedang batuk pilek tanpa demam, anak tetap BOLEH
mendapat imunisasi polio oral. Bila anak sedang demam atau sakit
berat lainnya, maka imunisasi polio oral DITUNDA.
• Pengurangan dosis imunisasi menjadi setengahnya, atau membagi
dosis sangat tidak dibenarkan.
• Apabila anak sedang minum obat prednison 2 mg/kgbb/hari,
dianjurkan menunda imunisasi 1 bulan setelah selesai pengobatan.

Idai.or.id
Hadinegoro SR. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Sari pediatri, Vol.2, No.1. Juni 2000: 2-10
Hadinegoro SR. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Sari pediatri, Vol.2, No.1. Juni 2000: 2-10
Soal no 172
Anak Tambun, laki - laki usia 5 tahun datang ke
RS diantar ibunya karena demam sejak 3 hari
yang lalu. Demam disertai nyeri telan dan batuk
menggonggong. Ibu pasien mengatakan sudah
memberi obat flu kepada pasien tapi keluhan
tidak membaik. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan pasien tampak lemah, BB 12 kg,
suhu 39oC, nadi 90x/menit, RR 28x/menit, tonsil
T3/T3 dengan detritus dan pseudomembran di
orofaring. Pemeriksaan penunjang yang tepat
adalah....
a. IgG dan IgM anti difteri
b. Kultur swab orofaring
c. BTA dr sputum S-P-S
d. IgG dan IgM Eipstein Barr Virus
e. Monospot

Jawaban: B. Kultur swab orofaring


172. Tonsilitis difteri
• Tonsilitis difteri merupakan salah satu dari
kelompok tonsilitis membranosa
• Etiologi: kuman Corynebacterium diphteriae
• Organisme:
– Basil batang gram positif
– Pembesaran ireguler pada salah satu ujung (club
shaped)
– Setelah pembelahan sel, membentuk formasi seperti
huruf cina atau palisade
• Sering ditemukan pada anak usia kurang dari 10
tahun
Tonsilitis difteri
• Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan, yaitu:
– Gejala umum : subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu
makan, badan lemah, nadi lambat, nyeri menelan
– Gejala lokal: tonsil membengkak ditutupi bercak putih
kotor membentuk membran semu yang mudah
berdarah, kelenjar limfe leher membengkak
menyerupai leher sapi (bullneck/ Burgemeester’s hals)
– Gejala akibat eksotoksin:
• Pada jantung  miokarditis hingga dekom kordis
• Pada n.kranial  kelumpuhan otot palatum & otot
pernapasan
• Pada ginjal  albuminuria
Patogenesis
Entry into nose or mouth
The organism remains in the superficial layers of skin lesions or respiratory tract mucosa,
inducing local inflammatory reaction

The major virulence of the organism lies in its ability to produce the
potent 62-kd polypeptide exotoxin, which inhibits protein synthesis and
causes local tissue necrosis

Within the first few days of respiratory tract infection , a dense necrotic coagulum
of organisms, epithelial cells, fibrin, leukocytes and erythrocytes forms, advances,
and becomes a gray-brown, leather-like adherent pseudomembrane . Removal is
difficult and reveals a bleeding edematous submucosa  AIRWAY OBSTRUCTION
Severity of Airway Obstruction
Jackson Criteria
I : Patient Calm
Stridor --> Inspiratory
Retraction --> Suprasternal

II : Patient Discomfort
Stridor --> Inspiratory
Retraction --> Suprasternal, Substernal

III : Patient Dyspnea


Stridor --> Inspiratory, Expiratory
Retraction --> Suprasternal, Substernal, Intercostal

IV : Patient Cyanosis/Apathy
Stridor --> Inspiratory, Expiratory
Retraction --> Suprasternal, Substernal, Intercostal
Difteri
• Pemeriksaan :
– Pemeriksaan Gram & Kultur; sediaan berasal dari swab
tenggorok, jika bisa diambil dibawah selaput
pseudomembran
– Kultur bisa menggunakan medium cystine tellurite blood
agar (CTBA), medium hoyle dan medium tinsdale 
medium selektif untuk kultur Corynebacterium diphtheriae
– Untuk megisolasi Corynebacterium digunakan agar darah
telurit (Mc Leod), sebagai media selektif, setelah inkubasi
selama 24 jam koloni bakteri terlihat berwarna abu-abu tua-
hitam.
– Selanjutnya untuk biakan murni Corynebacterium digunakan
media perbenihan Loeffler dalam tabung

Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html


Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview
Tellurite Blood (Hoyle’s)
Agar
• A selective medium for
isolation of Corynebacterium
diphtheriae.
• Tellurite inhibits the growth of
most secondary bacteria
without an inhibitory effect on
diphtheria bacilli.
• It is also an indicator medium
as the diphtheria bacilli
produce black colonies.
• Tellurite metabolized to
tellbrism, which has black
colour.
Tatalaksana Umum
• Pasien harus diisolasi sampai masa akut selesai dan
biakan hapusan tenggorok negatif 2 kali berturut turut
• Pasien tetap diisolasi dan tirah baring selama 2-3
minggu
• Bila pasien gelisah, iritabel, atau terdapat gangguan
pernafasan yang progresif dilakukan trakeostomi
• Pasien dengan difteria laring dijaga agar nafas tetap
bebas dan dijaga kelembaban udara dengan nebulizer
spesifik
Tatalaksana
• Antitoksin: harus diberikan segerah setelah diagnosis
dibuat. Sebelum diberikan, harus dilakukan skin test. (dosis
ADS lihat tabel)
• Anbiotik: Penisillin prokain 50.000-100.000 Unit/kgBB IM
per hari selama 10-14 hari atau eritromisin 40-50
mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis selama 10-14 hari
• Hindari oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran repirasi
(Pemberian oksigen dengan nasal prongs dapat membuat
anak tidak nyaman dan mencetuskan obstruksi)

PPK RSCM & Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.


Dosis ADS pada Difteri
Tipe Difteria Dosis ADS Cara Pemberian

Difteri hidung 20.000 IM

Difteri tonsil 40.000 IM/IV

Difteri faring 40.000 IM/IV

Difteri laring 40.000 IM/IV

Kombinasi lokasi di atas 80.000 IV

Difteria + penyulit, bullneck 80.000-100.000 IV

Terlambat berobat > 72


80.000-100.000 IV
jam (lokasi di mana saja)
Tatalaksana
• Jika anak demam (≥ 39o C) beri parasetamol.
• Jika sulit menelan, beri makanan melalui pipa
nasogastrik.
• Kortikosterod dianjurkan pada kasus difteria
dengan gejala penyerta obstruksi saluran
nafas bagian atas ( dengan atau tanpa bullneck
) dan bila terdapat penyulit miokarditis.
– Prednison dengan dosis 2mg/kgBB/hari yang
diturunkan secara bertahap.
Soal no 173
Seorang anak laki-laki berusia 3 bulan bernama Tony Stark
dibawa ibunya ke UGD RS dengan keluhan sesak sejak 1 hari
yang lalu. Ibunya mengatakan sejak 4 hari yang lalu anaknya
mengalami batuk pilek dan demam tapi tidak sembuh
setelah mendapatkan pengobatan dari puskesmas. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah
pernafasan cuping hidung retraksi dinding dada. Pada
pemeriksaan tanda vital didapatkan frekuensi nafas 45
x/menit, denyut nadi 120 x/menit suhu axila 38°c. Pada
auskultasi didapatkan ronkhi. Pada pemeriksaan panunjang
dengan penawaran gram didapatkan morfologi bakteri
berbentuk bulat berwarna ungu susunan berderet. Apakah
jenis bakteri yang menyebabkan penyakit pasien di atas?
a. Mycoplasma Pneumoniae
b. Haemophius Influenza
c. Streptococcus pneumonia
d. Moraxella catharalis
e. Pseudomonas airugenosa

Jawaban: C. Streptococcus pneumonia


173. Pneumonia
• Peradangan/inflamasi parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis
yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas Tanda utama
menurut WHO: fast breathing & lower chest indrawing
• Signs and symptoms :
– Non respiratory: fever, headache, fatigue, anorexia, lethargy, vomiting and
diarrhea, abdominal pain
– Respiratory: cough, chest pain, tachypnea , grunting, nasal flaring,
subcostal retraction (chest indrawing), cyanosis, crackles and rales (ronchi)
Fast breathing (tachypnea)
Respiratory thresholds
Age Breaths/minute
< 2 months 60
2 - 12 months 50
1 - 5 years 40
AGE COMMON ETIOLOGIES (as in order) LESS COMMON ETIOLOGIES
2 to 24 RSV Streptococcus Mycoplasma pneumoniae
months Human metapneumovirus pneumoniae Haemophilus influenzae (type B
Parainfluenza viruses Chlamydia and nontypable)
Influenza A and B trachomatis Chlamydophila pneumoniae
Rhinovirus
Adenovirus
Enterovirus

2 to 5 years Respiratory syncytial virus S. pneumoniae Staphylococcus aureus (including


Human metapneumovirus M. pneumoniae methicillin-resistant S. aureus)
Parainfluenza viruses H. influenzae (B and Group A streptococcus
Influenza A and B nontypable)
Rhinovirus C. pneumoniae
Adenovirus
Enterovirus

Older than 5 Rhinovirus M. pneumoniae H. influenzae (B and nontypable)


years Adenovirus C. pneumoniae S. aureus (including methicillin-
Influenza A and B S. pneumoniae resistant S. aureus)
Group A streptococcus
Respiratory syncytial virus
Parainfluenza viruses
Human metapneumovirus
Enterovirus
Streptococcus Pneumoniae
• Streptococcus pneumoniae cells are Gram-
positive, lancet-shaped cocci (elongated cocci
with a slightly pointed outer curvature).
• Usually, they are seen as pairs of cocci
(diplococci), but they may also occur singly and in
short chains.
• When cultured on blood agar,they are alpha
hemolytic
• They do not form spores, and they are nonmotile.
• Like other streptococci, they lack catalase and
ferment glucose to lactic acid
Diagnosis Pneumonia (WHO)
PNEUMONIA
NO PNEUMONIA

SEVERE PNEUMONIA

VERY SEVERE PNEUMONIA


• No • Di • Batuk dan/atau dyspnea • Dalam keadaan
tachypnea, ditambah min salah satu:
no chest
samping yang sangat berat
batuk • Kepala terangguk-angguk dapat dijumpai:
indrawing
atau • Pernapasan cuping
hidung • Tidak dapat
kesulitan menyusu atau
• Tarikan dinding dada
bernapas, bagian bawah ke dalam minum/makan,
hanya • Foto dada menunjukkan atau
terdapat infiltrat luas, konsolidasi memuntahkan
napas • Selain itu bisa didapatkan semuanya
cepat pula tanda berikut ini:
• Kejang, letargis
saja. • takipnea
atau tidak
• Suara merintih (grunting)
pada bayi muda sadar
• Pada auskultasi • Sianosis
terdengar: crackles • Distres
(ronkii), Suara pernapasan
pernapasan menurun,
suara napas bronkial berat
Tatalaksana Pneumonia

SEVERE-VERY SEVERE PNEUMONIA


NO PNEUMONIA

PNEUMONIA
• rawat jalan • ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau
• Do • Kotrimoksasol IM setiap 6 jam). Bila anak memberi respons yang
not (4 mg TMP/kg baik dlm 24-72 jam, lanjutkan selama 5 hari.
adm BB/kali) 2 kali Selanjutnya dilanjutkan dgn amoksisilin PO (15
inist sehari selama mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari
er 3 hari atau berikutnya.
an Amoksisilin • Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam,
anti (25 mg/kg atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat
bioti BB/kali) 2 kali menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
c sehari selama semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar,
3 hari. sianosis, distres pernapasan berat) maka
ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM
atau IV setiap 8 jam).
• Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat,
segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi
ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100
mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
• Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter
nasofaringeal.
Soal no 174
Seorang anak laki-laki, 8 tahun, bernama Chris Pine
datang ke praktek dokter umum dengan keluhan
demam tinggi terus menerus sejak 3 hari lalu. Keluhan
disertai kepala terasa berat dan hidung tersumbat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran somnolen
denagn tanda vital didapatkan tekanan darah 120/80
mmHg, denyut nadi 80 x/menit, frekuensi nafas
30x/menit dan suhu 39°c. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan adanya peningkatan dan
hitung jenis leukosit dan dokter menyimpulkan
penyebabnya adalah virus. Apakah jenis leukosit yang
paling mungkin mengalami peningkatan pada pasien di
atas?
a. Neutrofil
b. Limfosit
c. Basofil
d. Eosinofil
e. Monosit

Jawaban: B. Limfosit
174. Sistem Imunitas
• Immune system = cells, tissues, and molecules that mediate
resistance to infections
• Immunology = study of structure and function of the
immune system
• Immunity = resistance of a host to pathogens and their
toxic effects
• Immune response = collective and coordinated response to
the introduction of foreign substances in an individual
mediated by the cells and molecules of the immune system
• Imun system :
1. Organs
2. Cells
3. Molecules
Laboratory training for Field epidemiologists. WHO.Basic immunology. May 2007
Role of the immune system
• Defense against microbes
• Defense against the growth of
tumor cells
– kills the growth of tumor cells
• Homeostasis
– destruction of abnormal or dead
cells
(e.g. dead red or white blood cells,
antigen-antibody complex)
Laboratory training for Field epidemiologists. WHO.Basic immunology. May 2007
ORGANS
• Tonsils and adenoids
Immune System:
• Thymus
• Lymph nodes CELLS
• Spleen
• Payer’s patches • Lymphocytes
• Appendix – T-lymphocytes
• Lymphatic vessels – B-Lymphocytes,
plasma cells
• Bone marrow
– natural killer
MOLECULES lymphocytes
• Monocytes, Macrophage
• Antibodies • Granulocytes
• Complement – neutrophils
• Cytokines – eosinophils
• Interleukines – basophils
• Interferons
Two types of immunity
1. Innate (non-adaptive)
– first line of immune response
– relies on mechanisms that exist before infection

2. Acquired (adaptive)
– Second line of response (if innate fails)
– relies on mechanisms that adapt after infection
– handled by T- and B- lymphocytes
– one cell determines one antigenic determinant
Innate immunity
• Based on genetic make-up
• Relies on already formed components
• Rapid response: within minutes of infection
• Not specific
– same molecules / cells respond to a range of
pathogens
• Has no memory
– same response after repeated exposure
• Does not lead to clonal expansion
Innate immunity: mechanisms
• Mechanical barriers / surface secretion
– skin, acidic pH in stomach, cilia
• Humoral mechanisms
– lysozymes, basic proteins, complement, interferons
• Cellular defense mechanisms
– natural killer cells neutrophils, macrophages,, mast
cells, basophils, eosinophils

NK Cell Eosinophils Neutrophil Basophils & Monocyte


Mast cells Macrophage
Adaptive immunity:
second line of response
• Based upon resistance acquired during life
• Relies on genetic events and cellular growth
• Responds more slowly, over few days
• Is specific
– each cell responds to a single epitope on an antigen
• Has anamnestic memory
– repeated exposure leads to faster, stronger response
• Leads to clonal expansion
Adaptive Immunity:
active and passive

Active Passive
Immunity Immunity
Natural clinical, sub- via breast milk,
clinical infection placenta

Artificial Vaccination: immune serum,


immune cells
Live, killed,
purified antigen
vaccine
Adaptive immunity: mechanisms
• Cell-mediated immune response (CMIR)
– T-lymphocytes
– eliminate intracellular microbes that survive
within phagocytes or other infected cells
• Humoral immune response (HIR)
– B-lymphocytes
– mediated by antibodies
– eliminate extra-cellular
microbes and their toxins Plasma cell
(Derived from B-
lymphocyte, produces
antibodies)
Cell-mediated immune response
1. T-cell
– recognizes peptide
antigen on macrophage
in association with major
histo-compatibility
complex (MHC) class
– identifies molecules on
cell surfaces
– helps body distinguish
self from non-self
2. T-cell goes into effectors cells
stage that is able to kill
infected cells
T lymphocytes
2 types
• helper T- lymphocytes (CD4+)
– CD4+ T cells activate phagocytes to kill microbes
• cytolytic T-lymphocyte (CD8+)
– CD8+ T cells destroy infected cells containing
microbes or microbial proteins
Cell mediated immune response

Primary response
– production of specific clones of effector T cells
and memory clones
– develops in several days
– does not limit the infection
Secondary response
– more pronounced, faster
– more effective at limiting the infection
Example - cytotoxic reactions against intracellular parasites, delayed
hypersensitivity (e.g., Tuberculin test) and allograft rejection
Humoral immune response
1. B lymphocytes recognize
specific antigens
– proliferate and
differentiate into
antibody-secreting
plasma cells
2. Antibodies bind to specific
antigens on microbes;
destroy microbes via specific
mechanisms
3. Some B lymphocytes evolve
into the resting state -
memory cells
Leukosit
Neutrophils

• 12 - 17 µm
• 3 times the size of RBC
• Lobes from 2 to 4
• If no lobes : band form of neutrophils.
Neutrophils

NEUTROPHILIA NEUTROPENIA
• Acute bacterial • Decreased or ineffective
infections production in BM
• Infections- Typhoid , Miliary
• Tissue necrosis Tuberculosis, measles ,
• Acute blood loss rubella , influenza
• Acute haemorrhage • Hematologic disorders
• Metabolic disorders • Drugs-Analgesics ,
antithyroid drugs , anti
• Poisoning cancer drugs
• Malignant tumors • Ionizing radiation
Eosinophil

The eosinophil (12 - 17


µm) generally has a
nucleus with two lobes
(bilobed), and cytoplasm
filled with approximately
200 large granules within
the cellular cytoplasm,
which contain many
chemical mediators, such
as histamines and major
basic protein
Eosinophil

EOSINOPHILIA
• Allergic diseases
• Skin diseases- Eczema ,
dermatitis herpetiformis
• Parasitic infection
• Carcinoma with necrosis
• Lung diseases- Loffler's
syndrome , tropical
eosinophilia
Basophil
• The least common of the granulocytes,
representing 0.1% of circulating white
blood cells containing deep blue staining
large dense granules which cover the
nucleus.
• Granules contain serotoin , heparine
and histamine. help to increase blood
flow to the area of damage, as part of
the inflammatory response.
• Basophilia:
– CML
– Polycythemia vera
– Myxedema
– Drug/food allergies
14-16 µm
Monocyte
• Largest Of all leucocytes (18
micrometer)
• Third most common type of
white blood cell
• Monocytes in the circulation are
precursors of tissue macrophages
• Monocytes have bean-shaped
nuclei that are unilobar and have
clear cytoplasm
• Monocytosis:
• Infections-TB , Sub Acute Bacterial
Endocarditis
• Hodgkins disease
• Ulcerative colitis , Chrons disease
Lymphocyte

Lymphocytes can look like monocytes, except


that lymphocytes do not have a kidney-bean
shaped nucleus, and lymphocytes are usually
smaller.
>>> lymphocyte count seen in viral infection,
chronic infection
Small around 7 micrometer and large around
14 micrometer
Soal no 175
Seorang anak dibawa ke klinik tumbuh kembang
dokter spesialis anak untuk kontrol. Riwayat
persalinan lahir cukup bulan di RS pervaginam
dengan berat lahir 3.500 gram dan panjang
badan 49 cm. Dapi hasil pemeriksaan, anak ini
sudah bisa duduk dengan menopang badannya
sendiri. Kepala menoleh kanan kiri. Bisa bicara
ahh..ohh..brrr.. Berapa usia anak tersebut sesuai
dengan pencapaian perkembangannya?
a. 9 bulan
b. 8 bulan
c. 7 bulan
d. 6 bulan
e. 5 bulan

Jawaban: D. 6 bulan
175. Developmental Milestone
Skrining Tumbuh Kembanga Anak
• Pertumbuhan : bertambahnya ukuran fisik anak dalam
hal panjang/tinggi badan, berat badan, dan lingkar
kepala
– Pemantauan : melalui penilaian klinis dan pengukuran
antropometris (Z Score WHO atau kurva NCHS CDC)
• Perkembangan : bertambahnya kemampuan fungsi
individu antara lain dalam bidang motorik kasar,
motorik halus, komunikasi dan bahasa, intelektual,
emosi, dan sosial
– Pemantauan : penilaian klinis dan skrining perkembangan
Denver II
• Pemantauan setiap bulan hingga usia 1 tahun dan
setiap 3 bulan hingga 5 tahun
Denver II
• Mencakup usia 0-6 tahun
• Ada 4 bidang perkembangan
– Personal-sosial: berhubungan dengan orang lain dan
pemenuhan kebutuhan sendiri
– Motorikhalus: koordinasimata- tangan, manipulasi
objek kecil
– Motorik kasar: meliputi gerakan yang menggunakan
otot-otot besar secara keseluruhan (duduk, berjalan,
melompat)
– Bahasa-dengar: mengerti dan menggunakan bahasa
Interpretasi Denver II
• Skor Penilaian
– P (Pass) : Anak dapat melakukan ujicoba dengan baik, atau terdapat
laporan yang dapat dipercaya
– F (Fail) L : Anak tidak dapat melakukan ujicoba dengan baik
– No (No opportunity) : Tidak ada kesempatan untuk ujicoba karena ada
hambatan
– R (Refusal) : Anak menolak melakukan ujicoba
• Interpretasi
– Lebih (advanced) : bila anak Pass pada uji coba yang terletak di kanan
garis umur
– Normal : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba di sebelah kanan garis
– Caution/peringatan : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba yang dilewati
garis umur pada persentil 75-90
– Delayed/keterlambatan : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba yang
terletak lengkap di sebelah kiri garis umur
Soal no 176
Bayi Belladona, 12 bulan, datang dengan
keluhan kejang. Kejang dikatakan seluruh tubuh
dengan gambaran kaku dan menghentak. Pada
pemeriksaan didapatkan kaku kuduk (+), suhu
390C, pemeriksaan serebrospinal didapatkan:
jernih, jumlah sel 105, PMN 30%, MN 70%,
Nonne (-), Pandy (-), glukosa 50 mg/dl, protein
85 mg/dl. Diagnosis pasien ini adalah...
• Meningitis viral
• Meningitis purulent
• Meningitis TB
• Epilepsi
• Kejang demam kompleks

Jawaban: A. meningitis viral


176. Aseptik Meningitis
• The term aseptic meningitis encompasses all
types of inflammations of the brain meninges
other than that causedby pus producing
organisms.
• It is usually a benign illness.
• Etiology of aseptic meningitis is very wide and
includes many infections - both viral and non
viral, drugs, malignancy and systemic illness
• The most common cause is viral infection and
enteroviruses - Coxsackie and ECHO viruses
account for more than half of all cases.

Kumar R. Aseptic Meningitis : Diagnosis and Treatment. [Indian J Pediatr 2005; 72 (1) : 57-63]
Meningitis Virus
• The most common symptoms
– headache, fever, myalgias, malaise, chills, sore throat,
abdominal pain, nausea, vomiting, photophobia, stiff neck
and drowsiness.
– Occasionally the child may exhibit altered consciousness in
the form of confusion, drowsiness or visual hallucinations.
• Physical Examination :
– Meningeal signs in the form of neck stiffness, Kernig's or
Brudzinsky's signs.
– Severe meningeal irritation may result in the patient
assuming the tripod position with the knees and hips
flexed, neck extended and arms brought back to support
the thorax.
CSF Finding in Meningitis

Bamberger DM. Diagnosis, Initial Management, and Prevention of Meningitis. Am Fam Physician. 2010;82(12):1491-1498
Viral Meningitis Doagnosis
• Viral meningitis may be suspected on the basis of
epidemiologic data, clinical features, and initial
cerebrospinal (CSF) studies, but clinical features
cannot reliably differentiate viral from bacterial
meningitis; the CSF profiles of bacterial and viral
meningitis overlap considerably.
• The diagnosis of viral meningitis requires negative
CSF culture for routine bacterial pathogens and
positive identification of a viral pathogen in the
CSF or other patient samples.

Uptodate. 2019
Pediatric Viral Meningitis
Treatment
• Supportive Therapy
– Rest in a quiet, dimly lit room
– Acetaminophen for headache, pain, and fever; aspirin should be avoided because of its
association with Reye syndrome
– Intravenous fluid therapy if prolonged emesis has resulted in hypovolemia.
• Antiviral Empiric Therapy
– Most cases of viral meningitis are treated symptomatically.
– Depending upon the clinical scenario and severity of illness, empiric treatment with
antiviral therapy (Acyclovir IV) may be warranted for certain patients, such as:
• Children with CSF pleocytosis who have encephalitis, or focal findings on examination, imaging, or
electroencephalography.
– Acyclovir also may be warranted when HSV or varicella-zoster virus (VZV) are possible
etiologies in an immunocompromised patient.
– In patients who are clinically improved, empiric acyclovir may be discontinued when
HSV PCR and cultures are negative or an alternative diagnosis is made (eg, by enteroviral
PCR).
Uptodate. 2019
Spesific Therapy Based on Etiology
• Most cases of viral meningitis are treated symptomatically.
• Selected antiviral agents have been tried against some of the viral
pathogens.
• Enteroviruses (EV) – Therapeutic options for serious EV infection
are limited. Intravenous immunoglobulin (IVIG) is often
administered despite a lack of convincing evidence for efficacy.
• Herpes simplex virus (HSV) – Although the outcome of HSV
meningitis without encephalitis is usually excellent even without
antiviral therapy, acyclovir can be used to hasten recovery
• Varicella-zoster virus (VZV) – Treatment with acyclovir may
improve outcomes, although data are limited in pediatric patients.

Uptodate. 2019
Spesific Therapy Based on Etiology
• Ebstein-Barr virus (EBV) – EBV infection rarely requires more than
supportive therapy.
• Cytomegalovirus (CMV) – CMV infection in immunocompromised children is
treated with ganciclovir. Treatment may also be warranted in
immunocompetent children with serious symptomatic CMV infection;
however, data are limited.
• Arboviruses and Lymphocytic choriomeningitis virus/ LCMV – Most
arboviral and LCMV infections of the CNS are treated symptomatically.
• Influenza – For patients with confirmed or suspected influenza who are
hospitalized or who have severe, complicated, or progressive illness,
antiviral treatment with oseltamivir or zanamivir should be started as soon
as possible after symptom onset.

Uptodate. 2019
Soal no 177
Seorang anak perempuan bernama Sumiyati
usia 7 bulan datang dibawa ibunya yang
mengeluh anaknya sesak sejak 3 hari yang lalu.
Pasien batuk pilek dan demam. Selama sakit,
pasien tampak rewel. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan frekuensi nafas meningkat, nafas
cuping hidung dan retraksi (+). Terdapat
ekspirasi memanjang dan wheezing ekspirasi.
Diagnosis yang mungkin adalah...
• Bronkitis akut
• Bronkiolitis akut
• Bronkopneumoni
• Pertusis
• Asma bronkial

Jawaban: B. Bronkiolitis akut


177. Bronkiolitis
• Infection (inflammation) at
bronchioli
• Bisa disebabkan oleh
beberapa jenis virus, yang
paling sering adalah
respiratory syncytial virus
(RSV)
• Virus lainnya: influenza,
parainfluenza, dan
adenoviruses
• Predominantly < 2 years of age
(2-6 months)
• Difficult to differentiate with
pneumonia and asthma
Bronkhiolitis
Bronchiolitis
Bronchiolitis:
Management

Mild disease
• Symptomatic therapy
Moderate to Severe diseases
• Life Support Treatment : O2,
IVFD
• Etiological Treatment
– Anti viral therapy (rare)
– Antibiotic (if etiology
bacteria)
• Symptomatic Therapy
– Bronchodilator: controversial
– Corticosteroid: controversial
(not effective)
Tatalaksana Bronkiolitis
• Walaupun pemakaian nebulisasi
dengan beta2 agonis sampai saat
ini masih kontroversi, tetapi
masih bisa dianjurkan dengan
alasan:
– Pada bronkiolitis selain terdapat
proses inflamasi akibat infeksi virus
juga ada bronkospasme dibagian
perifer saluran napas (bronkioli)
– Beta agonis dapat meningkatkan
mukosilier
– Sering tidak mudah membedakan
antara bronkiolitis dengan
serangan pertama asma
– Efek samping nebulasi beta agonis
yang minimal dibandingkan
epinefrin.

Sari Pediatri
Gambaran Radiologis
DISEASE RADIOGRAPHY

Characteristically, there is homogenous opacification in a lobar pattern. The


Pneumonia opacification can be sharply defined at the fissures, although more commonly
lobaris there is segmental consolidation. The non-opacified bronchus within a
consolidated lobe will result in the appearance of air bronchograms.

Pneumonia associated with suppurative peribronchiolar inflammation and subsequent


lobularis/ patchy consolidation of one or more secondary lobules of a lung in response
bronko to a bacterial pneumoniAssociated a: multiple small nodular or
pneumonia reticulonodular opacities which tend to be patchy and/or confluent.

pulmonary hyperinflation Increased Bronchial wall markings (most


characteristic)  Associated with thicker Bronchial wall, inflammation
Flattening of diaphragm (with chronic inflammation or Associated with
Asthma
accessory muscle use)
Hyperinflation (variably present)
Patchy infiltrates (variably present) from Atelectasis
Hyperexpansion (showed by diaphragm flattening), hyperluscent,
bronkiolitis Peribronchial thickening
Variable infiltrates or Viral Pneumonia
Bronchiolitis

The x-ray shows lung hyperinflation with a flattened diaphragm and opacification in the right lung apex (red circle) and left
lung base (blue circle) from atelectasis. Obviously, the same changes can be seen in the x-ray of a child with acute asthma.
This is one reason why children with acute asthma are often misdiagnosed as having pneumonia.
Bronchopneumonia
Pneumonia Lobaris

Etiology:
Pneumococcus
Mycoplasma
Gram negative organisms
Legionella
AT E L E C TA S I S
Chest radiographs and CT scans may
demonstrate direct and indirect signs of
lobar collapse.
Direct signs include displacement of
fissures and opacification of the collapsed
lobe.
Indirect signs include
• displacement of the hilum,
• mediastinal shift toward the side
of collapse,
• loss of volume on ipsilateral
hemithorax,
• elevation of ipsilateral diaphragm,
• crowding of the ribs,
• compensatory hyperlucency of
the remaining lobes,
• silhouetting of the diaphragm or
the heart border.
Soal no 178
Seorang anak perempuan bernama Tina Turner,
usia 7 tahun, mengeluh batuk disertai dahak
sejak 1 bulan yang lalu. Batuk makin lama makin
parah. Pasien juga mengeluh demam tidak
terlalu tinggi sejak 2 minggu yang lalu. Ayah
pasien sedang melakukan pengobatan TB
selama 6 bulan ini di puskesmas. Pemeriksaan
penunjang apa yang dibutuhkan pada pasien
ini?
a. Laboratorium darah rutin
b. Foto rontgen
c. Tes tuberkulin
d. Fungsi paru
e. Swab tenggorok

Jawaban: C. Tes tuberkulin


178. Tuberkulosis pada anak
• Pada umumnya anak yang terinfeksi tidak
menunjukkan gejala yang khas
over/underdiagnosed
• Batuk BUKAN merupakan gejala utama TB pada
anak
• Pertimbangkan tuberkulosis pada anak jika :
– BB berkurang dalam 2 bulan berturut-turut tanpa
sebab yang jelas atau gagal tumbuh
– Demam sampai 2 minggu tanpa sebab yang jelas
– Batuk kronik 3 ≥ minggu
– Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa
Petunjuk Teknis Tatalaksana TB Anak
(Depkes 2016)
• Penegakan diagnosis TB anak didasarkan 4 hal :
– Konfirmasi bakteriologis TB
– Gejala klinis yang khas TB
– Adanya bukti infeksi TB(tuberculin atau kontak TB)
– Foto thorax sugestif TB
• System skoring:
– Telah digunakan untuk diagnosis TB anak
– Bila tidak terdapat fasilitas pemeriksaan tuberculin dan
foto thoraks, maka skoring ini akan tidak dapat terpenuhi
seluruh komponennya
– Sehingga dibuat alur diagnostik berdasarkan klinis dan
pemeriksaan bakteriologis
Sistem Skoring
Sistem Skoring
• Diagnosis oleh dokter
• Perhitungan BB dinilai saat pasien datang (moment opname)
• Demam dan batuk yang tidak respons terhadap terapi baku
• Cut-of f point: ≥ 6
• Anak dgn skor 6 yg diperoleh dari kontak dgn pasien BTA + dan hasil uji
tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka dilakukan observasi
atau diberi INH profilaksis tergantung dari umur anak tersebut
• Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak
• Adanya skrofuloderma langsung didiagnosis TB
• Reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring
• Total nilai 4 pada anak balita atau dengan kecurigaan
• besar dirujuk ke rumah sakit
ALUR DIAGNOSIS
BILA DIDAPATKAN
GEJALA KLINIS
Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. 2016. Depkes.
Kortikosteroid pada TB Anak
Uji Tuberkulin
• Menentukan adanya respon imunitas selular terhadap TB. Reaksi
berupa indurasi (vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin, dan
akumulasi sel-sel inflamasi)
• Tuberkulin yang tersedia : PPD (purified protein derived) RT-23 2TU,
PPD S 5TU, PPD Biofarma
• Cara : Suntikkan 0,1 ml PPD intrakutan di bagian volar lengan bawah.
Pembacaan 48-72 jam setelah penyuntikan
• Pengukuran (pembacaan hasil)
– Dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan eritemanya
– Indurasi dipalpasi, tandai tepi dengan pulpen. Catat diameter transversal.
– Hasil dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul = 0 mm
• Hasil:
– Positif jika indurasi >= 10mm
– Ragu-ragu jika 5-9 mm
– Negatif < 5 mm
Soal no 179
Seorang anak laki-laki bernama Peter Parker
berusia 5 tahun datang dibawa oleh orang
tuanya ke IGD RS Sukasuka Mana dengan
keluhan penurunan kesadaran. Dari anamnesis
singkat ternyata sebelumnya anak tersebut
meminum obat pil dari lemari. Pada
pemeriksaan fisik pasien terlihat stupor, dan
hasil lab terdapat kadar paracetamol serum 100
mg/l. Apakah antidotum intoksikasi pada kasus
ini?
a. Cocain
b. Asetazolamid
c. N-acetyl cysteine
d. Naloxone
e. Methadone

Jawaban: C. N-acetyl cysteine


179. Intoksikasi Paracetamol
• Paracetamol is the most common single agent involved
in poisonous ingestions in young children.
• While there is potential for serious liver damage if a
large dose is ingested, in practice, it is rare for a child to
achieve toxic blood levels by ingesting paracetamol
elixir (syrup).
• Resuscitation :
– Immediate threats to airway, breathing and circulation are
RARE in isolated paracetamol poisoning.
– Resuscitation should take priority over decontamination or
antidote administration.

Starship Children’s Health Clinical Guideline


Indications for NAC therapy in
children and adolescents
• Serum acetaminophen concentration above the "treatment" line of
the treatment nomogram for acetaminophen poisoning following
acute ingestion of an immediate-release preparation.
• A suspected single ingestion of greater than 150 mg/kg (7.5 g total
dose regardless of weight) in a patient for whom the serum
acetaminophen concentration will not be available until more than
eight hours from the time of the ingestion.
• Patients with an unknown time of ingestion beyond 24 hours and a
serum acetaminophen concentration >10 mg/L (66 micromol/L).
• Patients with delayed presentation (>24 hours after ingestion)
consisting of laboratory evidence of hepatotoxicity (from mildly
elevated aminotransferases to fulminant hepatic failure) and a
history of excessive acetaminophen ingestion.
Acetaminophen
poisoning
nomogram
Soal no 180
Seorang bayi berumur 2 hari dibawa ibunya
dengan keluhan kuning dan lemah. Bayi lahir
spontan dan menangis. Pemeriksaan saat ini
bayi tampak letargi, kuning, dan lemah.
Pemeriksaan golongan darah Ibu O Rhesus
negatif, dan ayah O Rhesus positif. Selama
kehamilan tidak didapatkan keluhan yang serius.
Hasil pemeriksaan yang didapatkan nanti
adalah...
a. Bentuk trombosit abnormal
b. Bentuk eritrosit abnormal
c. Peningkatan jumlah hemoglobin
d. Coombs test direk dan indirek positif
e. Bentuk leukosit tidak normal

Jawaban: D. Coombs test direk dan indirek


positif
180. Ikterus Neonatorum
• Ikterus yang berkembang cepat pada hari ke-1
– Kemungkinan besar: inkompatibilitas ABO, Rh,
penyakit hemolitik, atau sferositosis. Penyebab
lebih jarang: infeksi kongenital, defisiensi G6PD
• Ikterus yang berkembang cepat setelah usia
48 jam
– Kemungkinan besar: infeksi, defisiensi G6PD.
Penyebab lebih jarang: inkompatibilitas ABO, Rh,
sferositosis.
Anemia Hemolisis Neonatus ec. Inkompatibilitas

P E N YA K I T KETERANGAN

Adanya aglutinin ibu yang bersirkulasi di darah anak terhadap


Inkompatibilitas aglutinogen ABO anak. Ibu dengan golongan darah O, memproduksi
ABO antibodi IgG Anti-A/B terhadap gol. darah anak (golongan darah A
atau B). Biasanya terjadi pada anak pertama

Rh+ berarti mempunyai antigen D, sedangkan Rh– berarti tidak


memiliki antigen D. Hemolisis terjadi karena adanya antibodi ibu
dgn Rh- yang bersirkulasi di darah anak terhadap antigen Rh anak
Inkompatibilitas (berati anak Rh+). Jarang pada anak pertama krn antibodi ibu
Rh terhadap antigen D anak yg berhasil melewati plasenta belum
banyak.
Ketika ibu Rh - hamil anak kedua dgn rhesus anak Rh + antibodi
yang terbentuk sudah cukup untuk menimbulkan anemia hemolisis
Inkompatibilitas Rhesus

• Faktor Rh: salah satu jenis antigen permukaan


eritrosit
• Inkompatibilitas rhesus: kondisi dimana wanita
dengan rhesus (-) terekspos dengan eritrosit Rh (+),
sehingga membentuk antibodi Rh
– Ketika ibu Rh (-) hamil dan memiliki janin dengan Rh (+),
terekspos selama perjalanan kehamilan melalui kejadian
aborsi, trauma, prosedure obstetrik invasif, atau kelahiran
normal
– Ketika wanita dengan Rh (-) mendapatkan transfusi darah
Rh (+)
 

• Setelah eksposure pertama, ibu akan membentuk IgG maternal


terhadap antigen Rh yang bisa dengan bebas melewati plasenta
hingga membentuk kompleks antigen-antibodi dengan eritrosit
fetus dan akhirnya melisiskan eritrosit tersebut  fetal
alloimmune-induced hemolytic anemia.
• Ketika wanita gol darah Rh (-) tersensitisasi diperlukan waktu
kira-kira sebulan untuk membentuk antibodi Rh yg bisa
menandingi sirkulasi fetal.
• 90% kasus sensitisasi terjadi selama proses kelahiran  o.k itu
anak pertama Rh (+) tidak terpengaruhi karena waktu pajanan
eritrosit bayi ke ibu hanya sebentar, tidak bisa memproduksi
antibodi scr signifikan
Inkompatibilitas Rhesus
• Risiko dan derajat keparahan meningkat seiring dengan
kehamilan janin Rh (+) berikutnya, kehamilan kedua
menghasilkan bayi dengan anemia ringan, sedangkan
kehamilan ketiga dan selanjutnya bisa meninggal in utero
• Risiko sensitisasi tergantung pada 3 faktor:
– Volume perdarahan transplansental
– Tingkat respons imun maternal
– Adanya inkompatibilitas ABO pada saat bersamaan
• Adanya inkompatibilitas ABO pada saat bersamaan dengan
ketidakcocokan Rh justru mengurangi kejadian inkompatibilitas Rh
 karena serum ibu yang mengandung antibodi ABO
menghancurkan eritrosit janin sebelum sensitisasi Rh yg signifikan
sempat terjadi
• Untungnya inkompatibilitas ABO biasanya tidak memberikan
sekuele yang parah
http://emedicine.medscape.com/article/797150
Tes Laboratorium
• Prenatal emergency care • Postnatal emergency care
– Tipe Rh ibu – Cek tipe ABO dan Rh,
– the Rosette screening test hematokrit, Hb, serum
atau the Kleihauer-Betke bilirubin, apusan darah,
acid elution test bisa dan direct Coombs test.
mendeteksi – direct Coombs test yang
alloimmunization yg positif menegakkan
disebabkan oleh fetal diagnosis antibody-induced
hemorrhage hemolytic anemia yang
– Amniosentesis/cordosente menandakan adanya
sis inkompabilitas ABO atau
Rh

http://emedicine.medscape.com/article/797150
Tatalaksana
• Jika sang ibu hamil Rh – dan belum tersensitisasi,
berikan human anti-D immunoglobulin (Rh IgG atau
RhoGAM)
• Jika sang ibu sudah tersensitisasi, pemberian Rh IgG
tidak berguna
• Jika bayi telah lahir dan mengalami inkompatibilitas,
transfusi tukar/ foto terapi tergantung dari kadar
bilirubin serum, rendahnya Ht, dan naiknya
reticulocyte count

http://emedicine.medscape.com/article/797150
Inkompatibilitas ABO
• Terjadi pada ibu dengan • Gejala yang timbul adalah
golongan darah O terhadap ikterik, anemia ringan, dan
janin dengan golongan peningkatan bilirubin
darah A atau B serum.
• Tidak terjadi pada ibu gol A • Lebih sering terjadi pada
dan B karena antibodi yg bayi dengan gol darah A
terbentuk adalah IgM yg tdk dibanding B, tetapi
melewati plasenta, hemolisis pada gol darah
sedangkan 1% ibu gol darah tipe B biasanya lebih berat.
O yang memiliki titer • Inkompatibilitas ABO jarang
antibody IgG terhadap sekali menimbulkan hidrops
antigen A dan B, bisa fetalis dan biasanya tidak
melewati plasenta separah inkompatibilitas Rh
Kenapa Inkompatibilitas ABO tidak separah
Inkompatibilitas Rh?

• Biasanya antibodi Anti-A dan Anti-B adalah IgM yang tidak


bisa melewati sawar darah plasenta
• Karena antigen A dan B diekspresikan secara luas pada
berbagai jaringan fetus, tidak hanya pada eritrosit, hanya
sebagian kecil antibodi ibu yang berikatan dengan eritrosit.
• Eritrosit fetus tampaknya lebih sedikit mengekspresikan
antigen permukaan A dan B dibanding orang dewasa,
sehingga reaksi imun antara antibody-antigen juga lebih
sedikit  hemolisis yang parah jarang ditemukan.
Pemeriksaan Penunjang Inkompatibilitas

• Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah direct


Coombs test.
• Pada inkompatibilitas ABO manifestasi yg lebih
dominan adalah hiperbilirubinemia, dibandingkan
anemia, dan apusan darah tepi memberikan
gambaran banyak spherocyte dan sedikit
erythroblasts, sedangkan pada inkompatibilitas Rh
banyak ditemukan eritoblas dan sedikit spherocyte
• Tatalaksana: fototerapi, transfusi tukar
Tatalaksana Inkompatibilitas Rh
• Jika sang ibu hamil Rh – dan belum tersensitisasi,
berikan human anti-D immunoglobulin (Rh IgG atau
RhoGAM)
• Jika sang ibu sudah tersensitisasi, pemberian Rh IgG
tidak berguna
• Jika bayi telah lahir dan mengalami inkompatibilitas,
transfusi tukar/ foto terapi tergantung dari kadar
bilirubin serum, rendahnya Ht, dan naiknya
reticulocyte count

http://emedicine.medscape.com/article/797150
Tatalaksana Umum Hemolytic Disease
of Neonates
• In infants with hyperbilirubinemia due to alloimmune HDN, monitoring serum
bilirubin levels, oral hydration, and phototherapy are the mainstays of
management.
• For infants who do not respond to these conventional measures, intravenous fluid
supplementation and/or exchange transfusion may be necessary to treat
hyperbilirubinemia. Intravenous immunoglobulin (IVIG) also may be useful in
reducing the need for exchange transfusion.
• Phototherapy — Phototherapy is the most commonly used intervention to treat
and prevent severe hyperbilirubinemia. It is an effective and safe intervention. The
AAP has developed guidelines for the initiation and discontinuation of
phototherapy based upon total serum bilirubin (TSB) values at specific hourly age
of the patient, gestational age, and the presence or absence of risk factors for
hyperbilirubinemia including alloimmune HDN
• Hydration — Phototherapy increases insensible skin losses and as a result the
fluid requirements of infants undergoing phototherapy are increased. In addition,
by-products of phototherapy are eliminated in the urine. If oral hydration is
inadequate, intravenous hydration may be necessary.
• Exchange transfusion — Exchange transfusion is used to treat severe anemia, as
previously discussed, and severe hyperbilirubinemia. Exchange transfusion
removes serum bilirubin and decreases hemolysis by the removal of antibody-
coated neonatal RBCs and unbound maternal antibody.
I N K O M PAT I B I L I TA S A B O I N K O M PAT I B I L I TA S R H
Tidak memerlukan proses sensitisasi Butuh proses sensitisasi oleh kehamilan RH +
oleh kehamilan pertama karena sdh pertama karena ibu blm punya antibodi.
terbentuk IgG. Dapat terjadi pada Terjadi pada anak ke dua atau lebih
anak 1
Inkompatibilitas ABO jarang sekali
Gejala biasanya lebih parah jika
menimbulkan hidrops fetalis dan
dibandingkan dengan inkompatibilotas ABO,
biasanya tidak separah
bahkan hingga hidrops fetalis
inkompatibilitas Rh
Risiko dan derajat keparahan meningkat
seiring dengan kehamilan janin Rh (+)
Risiko dan derajat keparahan tidak berikutnya, kehamilan kedua menghasilkan
meningkat di anak selanjutnya bayi dengan anemia ringan, sedangkan
kehamilan ketiga dan selanjutnya bisa
meninggal in utero

apusan darah tepi memberikan pada inkompatibilitas Rh banyak ditemukan


gambaran banyak spherocyte dan eritoblas dan sedikit spherocyte
sedikit erythroblasts
181.
HYPOTHALAMIC-
PITUITARY-THYROID
AXIS
Soal no 181
Anak perempuan usia 12 tahun bernama Tania
diantar ibunya ke poliklinik RS dengan keluhan
berdebar- debar disertai gangguan tidur dan
gangguan emosi. Pemeriksaan fisik anak tampak
sakit ringan, takikardi, dan minimal
eksoptalmus. Pada pemeriksaan neurologi
terdapat tremor halus dan hiperefleksia, Apakah
diagnosa pasien tersebut?
a. Hipertiroid kongenital
b. Hipotiroid kongenital
c. Tiroiditis hashimoto
d. Graves disease
e. Endemik goiter

Jawaban: D. Grave disease


181. Hipertiroid pada anak
Etiologi Hipertiroid PENYAKIT GRAVE’S:
caused by thyroid-stimulating
• GRAVES DISEASE : clasic triad of of immunoglobulins (TSIs) of the immunoglobulin
G1 (IgG1) subclass antibodies ((a.k.a thyroid
hyperthyroidism, receptor antibodies (TRAbs))

ophthalmopathy, and dermopathy


• Toxic adenoma, toxic nodular goiter
• McCune-Albright syndrome bind to the extracellular domain of the thyroid-
stimulating hormone (TSH) receptor and
• Subacute (viral) thyroiditis activate it

• Chronic lymphocytic thyroiditis (ie,


hashitoxicosis in its early stage)
• Bacterial thyroiditis causing follicular growth and activation and
• Pituitary adenoma release of thyroid hormones

• Exogenous thyroid hormone


• Iodine-induced hyperthyroidism (ie,
Jod-Basedow phenomenon) Hyperthyroidism  Clinical symptoms &
• Human chorionic gonadotropin (hCG)– Presentation
secreting tumors
Grave’s Disease
COMMON SYMPTOMS OTHER SYMPTOMS
• Hyperactivity, nervousness, • Weight loss (50%)
and emotional lability • (increased appetite in 60%)
• Sweating (49%)
• Alterations in mental status • Hyperactivity (44%)
• Deterioration of behavior • Heat intolerance (33%)
and school performance • Palpitations (30%)
(previously the child did • Fatigue (16%)
well) • Diarrhea (13%)
• Insomnia
• Ophthalmopathy (50-80%) • Deterioration in handwriting
• Menstrual irregularities
• Muscle weakness
CLINICAL PRESENTATION
• diffuse, nontender, symmetric enlargement of the thyroid gland.
• A thyroid bruit
• tachycardia (82%) and wide pulse pressure (50%) or hypertension.
Signs of congestive heart failure (CHF) are rare
• Exophthalmos (proptosis) (66%); Lid lag, lid retraction, Conjunctival
injection, Chemosis, Periorbital edema, Ophthalmoplegia, Optic
atrophy
• sweaty skin
• Tremor or muscle fasciculations (61%)
• Exaggerated deep-tendon reflexes
• Proximal muscle weakness
• Accelerated growth and early epiphyseal closure (over time)
• Graves dermopathy, or localized myxedema, which is exceedingly
rare in children
Tatalaksana
• Obat antitiroid: Metimazole atau PTU
– PTU: <6 years: 5-7 mg/kg/day PO divided q8hr initially OR 6-10 years: 50-150 mg/day
PO divided q8hr; >10 years: 150-300 mg/day
• Maintenance: Usually 1/3-2/3 of intial dose based on response divided q8-12hr
– Metimazole: 0.2-0.5 mg/kg/day PO; after euthyroidism is achieved, reduce dosage by
50% and administer for 1-2 years
– Monitor the patient at 6-week to 3-month intervals with TFTs (TSH, total T3, and free T4
levels), LFTs (liver function test), and CBC.
• Radioactive iodine treatment
• Subtotal thyroidectomy
• Beta-blocking agents (propanolol, atenolol) are used for initial treatment before
antithyroid drugs are administered or in patients awaiting remission after receiving
RAI.
• Hypothyroidism is readily treated by lifelong replacement therapy with
levothyroxine.

Emedicine. Pediatric Graves disease


Soal no 182
Seorang anak berusia 3 tahun dibawa ibunya ke
RS dengan keluhan sering mengalami
penurunan kesadaran. Pasien sering tiba-tiba
berjongkok setelah melakukan aktivitas,
kemudian sering biru dan tidak sadar. Pada
pemeriksan didapatkan keadaan umum lemah,
sianosis, jari tabuh (-) terdapat bising ejeksi
sistolik. Apakah diagnosis yang paling mungkin
pada keadaan tersebut?
a. Stenosis aorta
b. Tetralogi Fallot
c. Insufisiensi mitral
d. Insufisiensi trikuspidal
e. PDA

Jawaban B. tetralogi of fallot


Tekanan di dalam Jantung

182. Congenital Heart


Disease

Congenital HD

Acyanotic Cyanotic

With ↑ volume With ↓ With ↑


load: With ↑ pressure pulmonary blood pulmonary blood
load: flow: flow:
- ASD
- Valve stenosis - ToF - Transposition of
- VSD - Coarctation of - Atresia the great vessels
- PDA aorta pulmonal - Truncus
- Valve - Atresia tricuspid arteriosus
regurgitation

1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.


2. Pathophysiology of heart disease. 5t ed.
Penyakit jantung kongenital
• Asianotik: L-R shunt
– ASD: fixed splitting S2,
murmur ejeksi sistolik
– VSD: murmur pansistolik
– PDA: continuous murmur
• Sianotik: R-L shunt
– TOF: PS, VSD, overriding
aorta, RVH. Boot like heart
pada radiografi
– TGA

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002103/
Park MK. Pediatric cardiology for practitioners. Mosby; 2008.
Cyanotic Congenital HD
Cyanotic lesions with ↓ pulmonary blood flow must include both:
an obstruction to pulmonary blood flow & a shunt from R to L

Common lesions:
Tricuspid atresia, ToF, single ventricle with pulmonary stenosis

The degree of cyanosis depends on:


the degree of obstruction to pulmonary blood flow

If the obstruction is mild:


Cyanosis may be absent at rest
These patient may have hypercyanotic spells during condition of stress

If the obstruction is severe:


Pulmonary blood flow may be dependent on patency of the ductus arteriosus.
When the ductus closes  hypoxemia & shock
Cyanotic Congenital HD
Cyanotic lesions with ↑ pulmonary blood flow is not associated
with obstruction to pulmonary blood flow

Cyanosis is caused by:


Total mixing of systemic venous &
Abnormal ventricular-arterial pulmonary venous within the heart:
connections: - Common atrium or ventricle
- Total anomolous pulmonary venous
- TGA return
- Truncus arteriosus

1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.


Tetralogi Fallot
Tet Spell/ Hypercyanotic Spell
• serangan biru yang terjadi secara mendadak
• Anak tampak lebih biru, pernapasan cepat, gelisah,
kesadaran menurun, kadang-kadang disertai kejang.
• Serangan berlangsung 15-30 menit, biasanya teratasi secara
spontan, tetapi serangan yang hebat dapat berakhir dengan
koma, bahkan kematian
• Biasanya muncul usia 6-12 bulan, tapi bisa muncul usia 2-4
bulan
• ToF yang tipikal biasanya memiliki tekanan pada ventrikel
kiri dan kanan yang sama besar, sehinggan tingkat sianosis
dan terjadinya tet spell ditentukan dari systemic vascular
resistance dan derajat keparahan komponen stenosis
pulmonal.

PPM IDAI Jilid I


Pelepasan menangis, BAB, demam, VICIOUS
CYCLE
katekolamine aktivitas yg meningkat

takikardia aliran balik vena sistemik meningkat shg resistensi


vaskular pulmonal meningkat (afterload pulmonal
meningkat) + resistensi vaskular sistemik rendah

increased
myocardial
contractility + KEMATIAN
infundibular
stenosis.
Right-to-left shunt meningkat

aliran darah ke
sianosis progresif
paru berkurang
secara tiba-tiba penurunan PO2 dan
peningkatan PCO2 arteri 
penurunan pH darah

TET SPELL
Stimulasi pusat pernapasan di
HYPERCYANOTIC SPELL reseptor karotis + nucleus hiperpnoea
batang otak
Tatalaksana Tet Spell
• Knee chest position/ squatting
– Diharapkan aliran darah paru bertambah karena
peningkatan resistensi vaskular sistemik dan afterload
aorta akibat penekukan arteri femoralis
• Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB SC, IM, atau IV
untuk menekan pusat pernapasan dan mengatasi
takipnea
• Natrium bikarbonat 1 mEq/kgBB IV untuk
mengatasi asidosis. Dosis yang sama dapat
diulang dalam 10-15 menit.

PPM IDAI Jilid I


ToF
Soal no 183
Seorang anak umur 6 tahun datang dengan
benjolan di belakang pipi kanan. Benjolan nyeri,
nyeri dirasakan saat membuka rahang dan
mengunyah. Ada demam. Kakak pasien dan
tetangga juga ada penyakit seperti ini. Pada
pemeriksaan, ditemukan: Suhu=38, TD 100/60,
dan pada Pemeriksaan Fisik: benjolan pada
angulus mandibular dextra, nyeri(+), uk 5-7cm.
Tatalaksana yang tepat adalah?
a. Simptomatik
b. Antivirus
c. Antibakteri
d. Operatif
e. Antijamur

Jawaban: A. simtomatik
183. Anatomy of Salivary gland
• 3 major salivary
glands:
– The parotid glands
– The submandibular
glands
– The sublingual
glands
• Many minor
salivary glands in
mucosa of cheeks,
lips, palate.
Mumps (Parotitis Epidemica)
• Acute, self-limited, systemic
viral illness characterized by the
swelling of one or more of the
salivary glands, typically the
parotid glands.
• Highly infectious to nonimmune
individuals and is the only cause
of epidemic parotitis.
• Taksonomi:
– Species: Mumps rubulavirus
– Genus: Rubulavirus
– Family: Paramyxoviridae
– Order: Mononegavirales
Mumps
• Salah satu penyebab parotitis • Masa inkubasi 12-25 hari, gejala
• Satu-satunya penyebab parotitis prodromal tidak spesifik
yang mengakibatkan “occasional ditandai dengan mialgia,
outbreak” anoreksia, malaise, sakit kepala
• Disebabkan oleh paramyxovirus, dan demam ringan  Setelah
dengan predileksi pada kelenjar itu timbul pembengkakan
dan jaringan syaraf. unilateral/bilateral kelejar
• Penyebaran penyakit ini adalah parotis.
melalui droplet dan insidens • Gejala ini akan berkurang
puncak pada usia 5-9 tahun. setelah 1 minggu dan biasanya
• Imunisasi dengan live attenuated menghilang setelah 10 hari.
vaccine sangat berhasil (98%) • Komplikasi: Ketulian; orkitis
• Penularan terjadi sejak 6 hari (biasanya unilateral) dilaporkan
sebelum timbulnya sampai 20% pada kasus
pembengkakan parotis sampai 9 gondongan lelaki dewasa
hari kemudian.
• Bisa tanpa gejala
Mumps
• Komplikasi : Meningitis/encephalitis, Sensorineural hearing
loss/deafness, Guillain-Barré syndrome, Thyroiditis,
Myocarditis, orchitis (terjadi pada laki-laki usia
postpubertal)
• Approximately one third of postpubertal male patients
develop unilateral orchitis.
• Prevention : Vaccinating children with MMR Jadwal IDAI
2017: jika sudah imunisasi campak 9 bulan, MMR diberikan
usia 15 bulan (interval minimal 6 bulan); jika belum
mendapat campak 9 bulan, MMR bisa diberikan usia 12
bulan
Mumps Treatment
• Conservative, supportive medical care is indicated for
patients with mumps.
• No antiviral agent is indicated, as mumps is a self-
limited disease.
• Encouraging oral fluid intake
• Refrain from acidic foods and liquids as they may
cause swallowing difficulty, as well as gastric
irritation.
• Analgesics (acetaminophen, ibuprofen)
• Topical application of warm or cold packs to the
swollen parotid may soothe the area.
MMR
• Merupakan vaksin kombinasi untuk Measles (Campak),
Mumps (Parotitis), dan Rubella
• Vaksin kering, mengandung virus hidup, disimpan pada
temperatur 2-8⁰C, dan terlindung dari cahaya
• Pemberian dengan dosis tunggal 0.5 ml intramuskular
atau subkutan dalam
• Harus diberikan sekalipun ada riwayat infeksi campak,
gondongan, dan rubella
• Jadwal IDAI 2017: jika sudah imunisasi campak 9 bulan,
MMR diberikan usia 15 bulan (interval minimal 6
bulan); jika belum mendapat campak 9 bulan, MMR
bisa diberikan usia 12 bulan
Soal no 184
Seorang anak perempuan usia 3 tahun dibawa
oleh ibunya karena mengalami buang air besar
cair yang berlangsung sekitar 3 bulan, demam
tidak terlalu tinggi disertai batuk lama, berat
badan semakin turun. Pada pemeriksaan fisik di
mulut tampak bercak keputihan, tampak lemas.
Pasien sudah pernah dibawa berobat ke
puskesmas namun keluhan kembali berulang.
Apakah diagnosis yang paling mungkin pada
pasien ini?
a. HIV
b. Kolitis ulseratif
c. Keganasan kolon
d. Necrotizing enterocolitis
e. Demam tifoid

Jawaban: A. HIV
184. Infeksi HIV dan AIDS pada Anak
Epidemiologi
• Sebagian besar anak HIV lahir di negara
berkembang
• Pada tahun 2004, 640.000 anak <15 tahun
terinfeksi HIV
• Infeksi HIV pada anak memburuk lebih cepat
dibandingkan dewasa, beberapa meninggal
dalam 1-2 tahun setelah terinfeksi
• Hal ini terkait dengan deplesi limfosit CD4 yang
cepat
Etiologi
• Single stranded RNA
• Family Retroviridae
• Genus Lentivirus
• HIV-1 & 2
• Genom terdiri 3 atas bagian:
– Regio GAG  mengkode inti protein p24, p17, p9,
p6 yang didapat dari prekursor p55.
– Regio POL  mengkode enzim virus seperti reverse
transcriptase p51, protease pl0, and integrase p32
– Regio ENV  mengkode protein amplop virus (gp120
dan gp41)
Transmisi
• Transmisi HIV-1 terjadi via:
– Sexual
– Darah
– Transmisi vertikal dari ibu ke anak
• Rute primer untuk anak-anak terkena infeksi HIV-1
• Pemberian obat ARV pada ibu yang terinfeksi HIV
menurunkan angka kejadian transmisi ke anak
Transmisi
• Transmisi Vertical HIV terjadi pada 3 periode :
– Periode 1, intrauterine:
• Via darah  virus masuk ke fetus melewati plasenta atau
membran amnion terutama jika membran mengalami inflamasi
atau infeksi
• 30–40% neonatus yang terinfeksi mengalami infeksi IU

– Periode 2, persalinan
• Sebagian besar anak terinfeksi HIV pada periode ini
• Infeksi terjadi pada anak yang terpajan darah ibu dan sekresi
servikovaginal di jalan lahir
• Semakin lama anak terpajan darah dan sekret, maka semakin
tinggi resiko terinfeksi
• Bayi prematur dan BBLR beresiko lebih tinggi terinfeksi karena
sistem imun di kulit dan tubuh belum sempurna
– Periode 3, setelah lahir (ASI):
• Lebih sering terjadi pada anak di negara yang
berkembang
• Rekomendasi WHO  anak dari ibu dengan HIV yang
memiliki penyakit yang menyebabkan resiko kematian
meningkat (pneumonia, diare, malnutrisi) harus tetap
diberikan ASI eksklusif
• Manfaat ASI > resiko tertular HIV
• Faktor resiko terjadinya transmisi vertikal
– Bayi prematur (34 mgu)
– Jumlah CD4 ibu yang rendah
– BBL <2500 g
– Ketuban pecah >4 jam
– Tidak adanya penggunaan ARV selama kehamilan
• SC dan pemberian zidovudin pada ibu dan anak 
resiko transmisi menurun sebanyak 87%
• Direkomendasikan SC jika viral load >1000 kopi/ml
Manifestasi Klinis
• Infeksi
– Infeksi berulang (bakteremia, meningitis, sepsis)
– OMA, sinusitis, infeksi kulit  lebih sering terjadi
– Infeksi oleh patogen yang tidak biasa
• PCP (paling sering pada anak terutama di usia 3-6
bulan, kematian tertinggi pada usia <1 tahun)
– Akut  Demam, takipnea, dyspnea, hipoxemia
– Infiltrat interstisial, efusi pleura, lesi nodular, infiltrat lobular
– 1st line  TMP-SMZ IV (15–20 mg/kg/hr TMP dan 75–100
mg/kg/hrSMZ tiap 6 jam ) + steroid, jika membaik bisa diganti
oral
– Infeksi jamur berulang seperti kandidiasis yang
tidak respon terhadap pengobatan standar
• Terjadi pasca neonatus, tidak menggunakan obat AB ,
>30 hari atau kambuh walau telah diobati.
• Luas melebihi bagian lidah
– Infeksi virus berulang atau yang jaranga terjadi
seperti herpes simpleks, zooster, CMV retinitis
– Campak  lebih berat, namun rash dan gejala
tidak khas
Pemeriksaan HIV pada Anak
• Uji virologis direkomendasikan untuk mendiagnosis anak
berumur < 18 bulan.
• Uji serologis:
– Umur <18 bulan – digunakan sebagai uji untuk menentukan ada
tidaknya pajanan HIV
– Umur >18 bulan – digunakan sebagai uji diagnostik konfirmasi
• Diagnosis pada anak > 18 bulan memakai cara yang sama
dengan uji HIV pada orang dewasa (rapid test/ Enzyme
Immunoassay/ Westernblot pada kasus yang sulit)
• Perhatian khusus untuk anak yang masih mendapat ASI
pada saat tes dilakukan, uji HIV baru dapat diinterpretasi
dengan baik bila ASI sudah dihentikan selama > 6 minggu.
Skenario
Pemeriksaan
HIV
Alur diagnosis
HIV pada bayi
dan anak
umur kurang
dari 18 bulan

Idealnya dilakukan pengulangan uji virologi HIV


pada spesimen yang berbeda untuk kon rmasi hasil
posi f yang pertama. Pada keadaan yang terbatas,
uji an bodi HIV dapat dilakukan setelah usia 18
bulan untuk kon rmasi infeksi HIV.
Rekomendasi inisiasi ARV pada Anak dan
Dewasa
Populasi
Rekomendasi
Dewasa dan anak > 5 tahun Inisiasi ARV pada orang terinfeksi HIV stadium klinis 3
a Pengobatan TB harus dimulai lebih dahulu,
kemudian obat ARV diberikan dalam 2-8
dan 4a, atau jika jumlah CD4 ≤ 350 sel/mm3
minggu sejak mulai obat TB, tanpa
menghentikan terapi TB. Pada ODHA dengan Inisiasi ARV tanpa melihat stadium klinis WHO dan
CD4 kurang dari 50 sel/mm3, ARV harus
dimulai dalam 2 minggu setelah mulai berapapun jumlah CD4
pengobatan TB. Untuk ODHA dengan
meningitis kriptokokus, ARV dimulai setelah 5
 Koinfeksi TBa
minggu pengobatan kriptokokus.  Koinfeksi Hepatitis B
b Dengan memperhatikan kepatuhan
c Bayi umur < 18 bulan yang didiagnosis  Ibu hamil dan menyusui terinfeksi HIV
terinfeksi HIV dengan cara
presumtif, maka harus segera mendapat
 Orang terinfeksi HIV yang pasangannya HIV negatif
terapi ARV. Bila dapat segera dilakukan (pasangan serodiskordan), untuk mengurangi risiko
diagnosis konfirmasi (mendapat kesempatan
pemeriksaan PCR DNA sebelum umur 18 bulan penularan
atau menunggu sampai umur 18 bulan
untuk dilakukan pemeriksaan antibodi HIV
 LSL, PS, atau Penasun (pengguna narkoba suntik)b
ulang), maka perlu dilakukan penilaian ulang  Pada wilayah dengan epidemi HIV meluas (> 1% pada
apakah anak pasti terdiagnosis HIV atau tidak.
Bila hasilnya negatif, maka pemberian ARV populasi umum atau ibu hamil)
dihentikan.

Anak < 5 tahun Inisiasi ARV tanpa melihat stadium klinis WHO dan
berapapun jumlah CD4c
ARV lini pertama untuk anak > 5 tahun dan dewasa, termasuk
wanita hamil dan menyusui, pasien koinfeksi hepatitis B, dan pasien
dengan koinfeksi TB

ARV Lini Pertama untuk dewasa


Paduan pilihan TDFa + 3TC (atau FTC) + EFV dalam bentuk
KDTc
Paduan AZTb + 3TC + EFV (atau NVP)
alternatif TDFa + 3TC (atau FTC) + NVP

aJangan memulai dengan TDF jika CCT hitung < 50 ml/menit, atau pada kasus
diabetes lama, hipertensi tak terkontrol dan gagal ginjal
bJangan memulai dengan AZT jika Hb < 7 g/dl sebelum terapi
cKombinasi dosis terpadu (KDT) yang tersedia: TDF + 3TC + EFV

• TDF: tenofovir, AZT: zidovudin, 3TC: lamivudin, EFV: efavirenz, NVP:


nevirapine, ABC: abacavir, LPV/r: lopinavir/ritonavir; FTC: emtricitabin
Paduan ARV lini pertama pada anak usia
kurang dari 5 tahun
• Pprinsip paduan ARV lini pertama <5 tahun pada anak sama
seperti orang dewasa, yaitu menggunakan kombinasi 2 NRTI
dan 1 NNRTI dengan pilihan seperti pada tabel

a Zidovudin (AZT) merupakan pilihan utama. Namun bila Hb anak < 7,5 g/dl maka dipertimbangkan pemberian
Stavudin(d4T).
b Dengan adanya risiko efek samping pada penggunaan d4T jangka panjang, maka dipertimbangkan mengubah d4T ke
AZT (bila Hb anak > 10 gr/dl) setelah pemakaian 6 – 12 bulan. Bila terdapat efek anemia berulang maka dapat kembali ke
d4T.
c Tenofovir saat ini dapat digunakan pada anak usia di atas 2 tahun.
Selain itu perlu dipertimbangkan efek samping osteoporosis pada tulang anak yang sedang bertumbuh karena
penggunaan ARV diharapkan tidak mengganggu pertumbuhan tinggi badan.
d EFV dapat digunakan pada anak ≥ 3 tahun atau BB ≥ 10 kg, jangan diberikan pada anak dengan gangguan psikiatrik
berat. EFV adalah pilihan pada anak dengan TB.
Jika berat badan anak memungkinkan, sebaiknya gunakan KDT.
Soal no 185
Seorang anak perempuan usia 12 tahun
bernama Tantemina Tarana datang ke RS dengan
keluhan terdapat benjolan di leher. Dari
pengakuan ibunya, anaknya tampak kesulitan
mengikuti pelajaran di sekolah. Dari anamnesis
didapatkan pasien tinggal di daerah lereng
pegunungan dan banyak masyarakat yang
mengalami hal serupa. Pemeriksaan fisik terlihat
goiter tanpa menengadah. Penyebab keluhan
pada pasien?
• Asupan yodium kurang
• Kurang energi protein
• Asupan kalsium kurang
• Asupan zat goitrogenik berlebih
• Gangguan autoimun

Jawaban: A. Asupan yodium kurang


185. DEFISIENSI YODIUM

• Defisiensi yodium yang • Manifestasi klinis:


parah berpengaruh pada – Endemic goiter
sintesis hormon tiroid – Hipotiroid: fatigue, weight
dan/atau pembesaran gain, cold intolerance, dry
tiroid. skin, constipation, or
depression
• Spektrum Iodine deficiency – Kretinism
disorders (IDDs): endemic – Retardasi mental
goiter, hypothyroidism,
• Tx: yodium 150 mcg/day (pd
cretinism, decreased
ps. Yg tdk hamil),
fertility rate, increased
levotiroksin, radioactive
infant mortality, and mental
iodine, bedah (jika
retardation
kompresif)
PATOFISIOLOGI
• Saat pertama terjadi defisiensi iodium  pembesaran
tiroid sbg proses adaptif (goiter)  benjolan difus
lama kelamaan nodular  beberapa nodul menjadi
autonomous & mensekresikan hormon tirod yg tidak
bergantung pada TSH  hormon tiroid yg disekresikan
oleh kelenjar normal berkurang untuk menjaga
euthyroidism sedangkan kelenjar yang autonomous
bisa menyebabkan hyperthyroidism
• Ketika defisiensi iodium semakin parah  produksi
hormon tiroid jauh berkurang  pasien mengalami
hipotiroid
DEFISIENSI YODIUM
• Recommended daily • defisiensi iodium postnatal
allowance (RDA) menurut pada bayi dan anak bisa
WHO: mengganggu perkembangan
– Adults and adolescents > 12 mental dan psikomotorik (
years - 150 mcg/day terutama kemampuan memori
– Pregnant women & Lactating dan bahasa)
women - 200 mcg/day • Retardasi mental yang
– Children aged 7-12 years - 120 disebabkan karena kekurangan
mcg/day iodium posnatal bisa bersifat
– Children aged 2-6 years – 90 reversible dengan terapi
mcg/day hormon tiroid.
– Infants – 50 mcg/day
• Retardasi mental karena
kekuraan iodium prenatal
bersifat ireversibel
Therapy
• Iodine deficiency is a global public health problem and, in combating it, emphasis
should be placed on diagnosis and correction at the level of the community rather
than the individual.
• Community:
– Iodization of salt is the preferred method of increasing iodine intake in a community
– The usual "dose" is between 10 and 50 mg of iodine/kg salt (sodium chloride) as potassium iodide
or iodate
– Other options: iodized oil (Lipiodol), iodized water, and iodine tablets or drops
• Individual:
– Correction of iodine deficiency at the level of the community rather than the individual is preferred.
– Methods of iodide administration for the individual include oral administration of potassium iodide
solution every two to four weeks and daily administration of tablets containing from 100 to 300
mcg potassium iodide.
– Lipiodol, developed as a radiographic contrast agent, contains 480 mg iodine/mL. A single oral dose
of 0.5 to 1 mL provides an adequate amount of iodine for six months to one year; intramuscular
administration of the same dose provides an adequate amount for two to three years
Soal no 186
Seorang anak perempuan berumur 1 tahun diantar
ibunya ke poliklinik dengan keluhan pucat dan perut
membesar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda
vital dalam batas normal, konjungtiva palpebra pucat
dan lien membesar Schufner II. Pada pemeriksaan
Iaboratorium didapatkan Hb: 6,0 g/dL, Ieukosit
10.000/mm2 , eritrosit 3.200.000/mm2, hitung
jenis:0/0/42/49/9, thrombosit 271.000/uL, MCV: 55,7
fL, MCH: 18 pg, MCH: 33 g/dL, Dari gambaran darah
tepi didapatkan hipokrom mikrositer, anisositosis,
poikilositosis, target sel. Apakah pemeriksaan
penunjang selanjutnya pada pasien ini?
a. SGOT, SGPT
b. Hb elektroforesis
c. Tes Coomb
d. LDH, asam urat
e. Protein total dan albumin

Jawaban: B. Hb elektroforesis
186. THALASSEMIA
• Penyakit genetik dgn supresi produksi hemoglobin karena defek
pada sintesis rantai globin (pada orang dewasa rantai globin terdiri
dari komponen alfa dan beta)
• Diturunkan secara autosomal resesif
• Secara fenotip: mayor (transfusion dependent), intermedia (gejala
klinis ringan, jarang butuh transfusi), minor/trait (asimtomatik)
• Secara genotip:
– Thalassemia beta  yang mayoritas ditemukan di Indonesia
• Tergantung tipe mutasi, bervariasi antara ringan (++, +) ke berat (0)
– Thalassemia alfa
• -thal 2 /silent carrier state: delesi 1 gen
• -thal 1 / -thal carrier: delesi 2 gen: anemia ringan
• Penyakit HbH: delesi 3 gen: anemia hemolitik sedang, splenomegali
• Hydrops foetalis / Hb Barts: delesi 4 gen, mati dalam kandungan

Wahidiyat PA. Thalassemia and hemoglobinopathy.


PATHOPHYSIOLOGY OF THALASSEMIA 
ANAMNESIS + TEMUAN KLINIS

• Pucat kronik
• Hepatosplenomegali
• Ikterik
• Perubahan penulangan
• Perubahan bentuk wajah
 facies cooley
• Hiperpigmentasi kulit
akibat penimbunan besi
• Riwayat keluarga +
• Riwayat transfusi
• Ruang traube terisi
• Osteoporosis
• “Hair on end” pd foto
kepala
Diagnosis thalassemia
(cont’d)
• Pemeriksaan darah
– CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt ,
RDW  
– Apusan darah: mikrositik, hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel target,
fragmented cell, normoblas +, nucleated
RBC, howell-Jelly body, basophilic
stippling
– Hiperbilirubinemia
– Tes Fungsi hati abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Tes fungsi tiroid abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Hiperglikemia (late findings krn overload
Fe) peripheral blood smear of patient with homozygous beta
thalassemia with target cells, hypochromia, Howell-Jolly bodies,
thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from Stanley Schrier@
2001 in ASH Image Bank 2001; doi:10.1182/ashimagebank-2001-
• Analisis Hb 100208)

– HbF , HbA2 n/, Tidak ditemukan HbA,


Hb abnormal (HbE, HbO, dll), Jenis Hb
kualitatif
Hepatosplenomegali & Ikterik

Pucat

Hair on End

Hair on End & Facies Skully

Excessive iron in a bone marrow preparation


Tata laksana thalassemia
• Transfusi darah, indikasi pertama • Splenektomi  jika memenuhi
kali jika: kriteria
– Hb<7 g/dL yg diperiksa 2x • Splenomegali masif
berurutan dengan jarak 2 minggu
• Kebutuhan transfusi PRC > 200-220
– Hb>7 disertai gejala klinis spt facies ml/kg/tahun
cooley, gangguan tumbuh kembang
• Medikamentosa • Transplantasi (sumsum tulang,
– Asam folat (penting dalam darah umbilikal)
pembentukan sel) 2x 1mg/hari
– Kelasi besi  menurunkan kadar
• Fetal hemoglobin inducer
Fe bebas dan me<<< deposit (meningkatkan Hgb F yg
hemosiderin). Dilakukan Jika membawa O2 lebih baik dari Hgb
Ferritin level > 1000 ng/ul, atau 10-
20xtransfusi, atau menerima 5 L A2)
darah.
• Terapi gen
– Vitamin E (antioksidan karena
banyak pemecahan eritrosit 
stress oksidatif >>)
– Vitamin C (dosis rendah, pada
terapi denga n deferoxamin)
• Nutrisi: kurangi asupan besi
• Support psikososial
KOMPLIKASI THALASSEMIA
• Infection
• chronic anemia  iron overload  deposisi iron pada miokardium 
Kardiomiopati  bermanifestasi sebagai CHF
• Endokrinopati
– Impaired carbohydrate metabolism
– Pertumbuhan : short stature, slow growth rates
– Delayed puberty & hypogonadism  infertility
– Hypothyroidism & hypoparathyroidism
– osteoporosis
• Liver:
– cirrhosis due to infection and iron load
– Bleeding: disturbances of coagulation factors
Soal no 187
Seorang bayi lahir di rumah sakit berat badan
1.900 gram dengan usia gestasi kurang bulan.
Sehari kemudian anak mengalami sesak,
demam, letargi, kuning. Bayi didiagnosis sepsis
lalu diberi ampicillin dan gentamicin selama 10
hari. 2 hari setelah pengobatan timbul bercak
bercak putih di mukosa mulut dan lidah, sukar
dibersihkan. Pengobatan yang diberikan
adalah….
a. Nistatin
b. Griseofulvin
c. Kotrimoksazol
d. Ketokonazol
e. Cefiksim

Jawaban: A. Nistatin
187. Kandidiosis oral
• Infeksi candida pada rongga mulut
• Spesies tersering: Candida albicans
• Terjadi akibat terganggunya flora normal atau pada kondisi
immunodefisiensi
• Terdapat beberapa jenis, yaitu
- Kandidiosis pseudomembran akut
- Kandidiasis atrofik akut (kandidiasis eritematosa)
- Kandidiosis hiperplasia kronik (leukoplakia)
- Kandidiasis atrofik kronik (denture stomatitis):
- Kelitis angularis (Keilosis Kandidal)

Sumber: Scully C. Mucosal candidiosis clinical presentation. Emedicine | PPK Perdoski. 2017
Jenis Gambaran klinis

Kandidiosis Plak putih pada lidah, palatum,


pseudomembranosa gusidapat diangkatsetelah
akut diangkat tampak dasar eritema

Kandidiosis Papilla lidah menipis tertutup oleh


eritematosa/ atrofik pseudomembran tipis pada
akut permukaan dorsal lidah dan dapat
disertai rasa panas atau nyeri.

Kandidiosis Plak putih atau translusen yang tidak


hiperplasia kronik dapat dilepaskan, biasanya di
mukosa bukal.
Denture related Mukosa palatum yang kontak dengan
stomatitis/ atrofik gigi tiruan tampak edematosa dan
kronik eritematosa, bersifat kronik, dan
dapat dijumpai keilitis angularis.

Kelitis Lesi berupa fissura dan eritema di


angularis/perlèche sudut mulut dan terasa perih

Sumber: Scully C. Mucosal candidiosis clinical presentation. Emedicine | PPK Perdoski. 2017
Prinsip tatalaksana
Gejala klinis DOC Keterangan

Ringan • Nistatin drops 7-14 hari Catatan:


- Dewasa: 4x400.000-600.000 U • Mild thrush –
- 1-12 bulan: 4x200.000 U Involves <50
- 1-18 tahun: sama dengan dewasa percent of the oral
• Nystatin lozenge 200,000 units to 400,000 units mucosa and
(one to two lozenges) four times per day for 7 absence of deep,
to 14 days. erosive lesions
• Clotrimazole 10 mg (one lozenge) five or six • Moderate/severe
times per day for 7 to 14 days. thrush – Involves
- Nystatin and clotrimazole lozenges are a ≥50 percent of the
choking hazard and should not be used in oral mucosa or
children younger than four years. deep, erosive
lesions
Sedang-berat Fluconazole oral 1x100-200mg/hari selama 7-14
hari
Soal no 188
Seorang anak perempuan berusia 11 tahun
bernama Herinda dibawa ke tempat praktik
saudara dengan keluhan sakit kepala, mual dan
muntah setelah 4 jam sebelumnya makan
singkong. Pada pemeriksaan fisik tampak koma,
pernafasan agonal, akrosianosis. Dilakukan
intubasi (ventilasi tekanan positif) bilas lambung
arang aktif, katartik (laktulosa) diberikan
suntikan Na Tiosulfat 25% 1 ml/kg/BB. Apakah
yang menjadi penyebab keluhan pasien?
a. Organofosfat
b. Asam sianida
c. Ibuprofen
d. Karbon monoksida
e. Hidrokarbon golongan alistatik

Jawaban B. Asam sianida


188. Keracunan Sianida
• Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik 
garam sianida dosis kecil dapat menyebabkan kematian
dengan cepat
• Kematian akibat keracunan CN  umumnya pada
pembunuhan atau bunuh diri
• Adanya racun dalam umbi gadung sudah sejak lama
diketahui. Jenis racun yang ada antara lain:
– Dioscorin: Dioskorin dilaporkan memiliki sifat sebagai
antioksidan, antiinflamatori, anti serangga, antipatogen
serta memperlihatkan aktivitas inhibisi terhadap tripsin.
– HCN (sianida) dikenal sebagai racun yang mematikan. HCN
akan menyerang langsung dan menghambat sistem antar
ruang sel, yaitu menghambat sistem cytochroom oxidase
dalam sel-sel, hal ini menyebabkan zat pembakaran
(oksigen) tidak dapat beredar ketiap-tiap jaringan sel-sel
dalam tubuh
• Hidrogen sianida (HCN) atau racun asam biru  adanya
bercak warna biru pada singkong
• Menjadi toksin (racun) bila dikonsumsi pada kadar HCN
lebih dari 50 ppm.
• Mekanisme kerja sianida dalam tubuh
– Hidrogen sianida menginaktivasi enzim sitokrom oksidase dalam
mitokondria sel dengan mengikat Fe3 + / Fe2 + yang terkandung
dalam enzim  penurunan dalam pemanfaatan oksigen dalam
jaringan oksigen menurun terutama jaringan otak  asfiksia,
hipoksia dan kejang.
– Sianida menyebabkan peningkatan glukosa darah dan kadar
asam laktat dan penurunan ATP / ADP rasio yang menunjukkan
pergeseran dari aerobik untuk metabolisme anaerobik.
• Penatalaksanaan pasien keracunan sianida oleh
petugas medis adalah sbb :
– Stabilisasi pasien melalui penatalaksanaan jalan nafas,
fungsi pernafasan dan sirkulasi
– Rangsang muntah dan kumbah lambung dilakukan tidak
boleh dari 4 jam setelah mengkonsumsi singkong beracun.
– Pemberian arang aktif dengan dosis 1 g/kg atau 30-100
gram dan anak-anak 15 – 30 gram
– Antidotum : antidotum diberikan jika pasen mengalami
penurunan kesadaran atau koma
• Natrium siosulfat 25% melalui intravena
• Amyl nitrit
• Natrium nitrit 3%
• Larutan hydroxocobalamin 40%
• Dimethylaminophenol (4-DMAP) 5%
• Larutan Dicobalt edetat 1,5%
Soal no 189
Anak Celine Dion, perempuan usia 9 tahun, dibawa oleh
ibunya dengan keluhan anaknya tidak bisa jalan. Keluhan
ini dialami sejak 6 bulan yang lalu. Awalnya keluhan
dialami pada kaki saja namun menjalar ke tangan. Tanda
vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisis
didapatkan motorik pada ekstremitas atas 4444|5555 dan
ekstrimitas bawah 2222|5555, sensoris (+). Riwayat
trauma saat kecil tidak ada. Sebelumnya pasien
menderita demam, diare, dan nyeri tenggorokan.
Didapati bahwa riwayat imunisasi tidak lengkap.
Imunisasi apa yang harus diberikan untuk mencegah
terjadinya penyakit di atas?
a. BCG
b. DPT
c. HiB
d. MMR
e. Polio

Jawaban E. Polio
189. Poliomyelitis
• Poliomyelitis is an enteroviral • Poliomyelitis:
infection – 90-95% of all infection remain
asymptomatic
• Poliovirus is an RNA virus that is – 5-10% abortive type:
transmitted through the oral- • Fever
fecal route or by ingestion of • Headache, sore throat
contaminated water • Limb pain, lethargy
• The viral replicate in the • GI disturbance
nasopharynx and GI tract → – 1-2% major poliomyelitis:
invade lymphoid tissues → • Non-paralytic: Meningitis syndrome
hematologic spread → viremia → • Paralytic:
neurotropic and produces – Flaccid paresis with asymmetrical
proximal weakness & areflexia, mainly
destruction of the motor neurons in lower limbs
in the anterior horn – Paresthesia without sensory loss or
autonomic dysfunction
– Muscle atrophy
Paralytic polio
• Paralytic polio is classified into three types,
depending on the level of involvement.
– Spinal polio is most common, and during 1969–1979,
accounted for 79% of paralytic cases.
It is characterized by asymmetric paralysis that most
often involves the legs.
– Bulbar polio leads to weakness of muscles innervated
by cranial nerves and accounted for 2% of cases
during this period.
– Bulbospinal polio, a combination of bulbar and spinal
paralysis, accounted for 19% of cases
http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/polio.pdf
Diagnosis Poliomielitis
Pemeriksaan Penunjang
• Darah:
– Leukosit normal/sedikit meningkat
– Serum antibodi akut dan konvalesens
– Peningkatan titer IgG 4x lipat atau titer anti-IgM (+) pada stadium akut
– PCR
• LCS:
– 20-300 sel, predominan limfosit (lymphocytic pleocytosis), glukosa normal,
protein normal/sedikit meningkat
– PCR
• Kultur:
– Dilakukan pemeriksaan kultur virus dari fese dan apus tenggorok, pada pasien
tersangka infeksi poliomyelitis (pasien AFP)
• Histologi:
– Ag spesifik enterovirus dilakukan imumofluresens dan pemeriksaan RNA
melalui PCR

PPM IDAI | Uptodate


Pemeriksaan Penunjang
• The diagnosis of poliomyelitis is suspected based on the clinical
presentation and cerebrospinal fluid findings.
• The gold standard for confirming the diagnosis is polymerase chain
reaction (PCR) amplification of poliovirus RNA from the
cerebrospinal fluid.
• Alternatively, the diagnosis can be confirmed by virus isolation, but
this method is less sensitive than PCR.
• Poliovirus can be isolated from throat secretions in the first week of
illness and from feces for several weeks.
• It rarely can be isolated from cerebrospinal fluid.
• The diagnosis can also be made serologically, by comparing viral
titers in acute and convalescent sera, but this method is slow and
often hard to accomplish with the large number of enteroviruses
PPM IDAI | Uptodate
PENATALAKSANAAN PARALYTIC POLIOMYELITIS
• No antivirals are effective against polioviruses.
• The treatment of poliomyelitis is mainly supportive.
• Analgesia
• Mechanical ventilation
• Tracheostomy care
• Physical therapy: active and passive motion exercises
• Frequent mobilization to avoid development of chronic
decubitus ulcerations
• PENCEGAHAN: VAKSINASI (penting!)
Jadwal Imunisasi Anak Usia 0 – 18 Tahun
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Tahun 2017
Usia
Imunisasi Bulan Tahun
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 9 10 12 18
Hepatitis B 1 2 3 4
Polio 0 1 2 3 4
BCG 1 kali
DTP 1 2 3 4 5 6 (Td/Tdap) 7 (Td)
Hib 1 2 3 4
PCV 1 2 3 4
Rotavirus 1 2 3a
Influenza Ulangan 1 kali setiap tahun
Campak 1 2 3
MMR 1 2
Tifoid Ulangan setiap 3 tahun
Hepatitis A 2 kali, interval 6 – 12 bulan
Varisela 1 kali
HPV 2 atau 3 kalib
Japanese encephalitis 1 2
Dengue 3 kali, interval 6 bulan

Keterangan 5. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan;
Cara membaca kolom usia : misal 2 berarti usia 2 bulan (60 hari) s.d. 2 bulan 29 hari (89 hari) dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai Januari 2017 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
Vaksin polio: apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana kesehatan
Dapat diakses pada website IDAI (http:// idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai.html)
a
Vaksin rotavirus monovalen tidak perlu dosis ke-3 (lihat keterangan)
6. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis
pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir
b
Apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antibodi pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14
OPV-0 diberikan saat dipulangkan. Untuk polio 1,2, dan 3 dan booster diberikan OPV atau IPV.
setara dengan 3 dosis (lihat keterangan)
Optimal Catch-up Booster Daerah Endemis
minggu (dosis pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10
minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu.
7. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulangp setia tahun. Untuk imunisasi
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4
1. Vaksin hepatiti s B (HB). Vaksin HB pertama (monovalen) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan a atau lebih, dosis 0,5 mL.
Paling sedikit harus mendapat satu dosis IPV bersamaan dengan OPV-3
dan didahului pemberian suntikan vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB monova-
len adalah usia 0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin HB dan imunoglobulin hepatit
i s B
8. Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidk per l u diberikan apabila sudah mendapatkan MMR.
9. Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan
(HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal pemberian pada pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka
usia 2, 3, dan 4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2, 4, dan 6 bulan. dapat diberikan vaksin MMR/MR.
2. Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat 10. Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia sebelum masuk sekolah dasar.
bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling se- Apabila diberikan pada usia lebih dari 13 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
dikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian OPV-3. 11. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, a optiml usia 2 bulan. Apabila diberikan pada kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada remaja
usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antib
o d i setara dengan 3 dosis.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTPw atau 12. Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis atau turis yang
DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain. Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin akan bepergian ke daerah endemis tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun
tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7 tahun diberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 berikutnya.
dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan booster Td diberikan setia p 10 t ahun. 13. Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12 bulan.
Soal no 190
Seorang anak berusia 4 tahun dibawa ibunya ke RS
dengan keluhan perkembangan sang anak tidak
sesuai umur teman sebayanya. Pasien lahir cukup
bulan dengan riwayat KPD (+), sempat kuning (+), tapi
cukup bulan dengan BBL 2900 gram dan langung
menangis. Saat ini ditemukan BB 8 Kg dengan PB
tidak sesuai usia, lingkar kepala juga tidak sesuai usia
(lebih kecil). Pasien hanya bisa makan bubur halus
dan susu sedikit – sedikit. Pada hasil pemeriksaan lab
ditemukan, Hb 9 g/dL, leukosit 7800, dan trombosit
320.000 serta TSH meningkat, T4 rendah. Diagnosis
yang tepat adalah...
a. Cerebral palsy
b. Global development delay
c. Hipotiroid didapat
d. Hipotiroid kongenital
e. Retardasi mental

Jawaban: D. Hipotiroid kongenital


190. Congenital Hypothyroidism
Etiology
• Thyroid Function:
– normal brain growth and myelination and for normal
neuronal connections.
– The most critical period fis the first few months of life.
• The thyroid arises from the fourth branchial pouches.
• The thyroid gland develops between 4 and 10 weeks'
gestation.
• By 10-11 weeks' gestation, the fetal thyroid is capable
of producing thyroid hormone.
• By 18-20 weeks' gestation, blood levels of T4 have
reached term levels. T

http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview#aw2aab6b2b2aa
Hipotiroid Kongenital
• Hipotiroid kongenital adalah kelainan fungsi dari kelenjar tiroid yang
didapat sejak bayi baru lahir.
• Kondisi ini dapat terjadi karena kelainan anatomi atau gangguan
metabolisme pembentukan hormon tiroid atau defisiensi iodium.
• Selama kehamilan, plasenta berperan sebagai media transportasi
elemen-elemen penting untuk perkembangan janin. Thyroid Releasing
Hormone (TRH) dan iodium – yang berguna untuk membantu
pembentukan Hormon Tiroid (HT) janin – bisa bebas melewati plasenta.
Demikian juga hormon tiroksin (T4). Namun disamping itu, elemen yang
merugikan tiroid janin seperti antibodi (TSH receptor antibody) dan obat
anti tiroid yang dimakan ibu, juga dapat melewati plasenta. Sementara,
TSH, yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan dan
produksi HT, justru tidak bisa melewati plasenta.

Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014


Etiologi
Etiologi
Hipotiroid kongenital pada Anak
• Merupakan salah satu penyebab retardasi
mental yang dapat dicegah. Bila terdeteksi
setelah usia 3 bulan, akan terjadi penurunan IQ
bermakna.
• Tata laksana tergantung penyebab. Sebaiknya
diagnosis etiologi ditegakkan sebelum usia 2
minggu dan normalisasi hormon tiroid
(levotiroksin)sebelum usia 3 minggu.

Postellon DC. Congenital hypothyroidism. http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview


Gambaran klinis
• Most affected infants have few or no symptoms,
because their thyroid hormone level is only
slightly low. However, infants with severe
hypothyroidism often have a unique
appearance, including:
– Dull look
– Puffy face
– Thick tongue that sticks out
• This appearance usually develops as the disease
gets worse. The child may also have:
– Choking episodes
– Constipation
– Dry, brittle hair
– Jaundice
– Lack of muscle tone (floppy infant)
– Low hairline
– Poor feeding
– Short height (failure to thrive)
– Sleepiness
– Sluggishness

Neeonatal hypothyroidism. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002174/


Quebec Clinical Scoring
for Congenital Hypothyroid
Figure 3 Diagnostic algorithm for the detection of primary congenital hypothyroidism

Grüters, A. & Krude, H. (2011) Detection and treatment of congenital hypothyroidism


Nat. Rev. Endocrinol. doi:10.1038/nrendo.2011.160
Skrining
• Pengambilan spesimen darah yang paling ideal adalah ketika umur
bayi 48 sampai 72 jam.
• Namun, pada keadaan tertentu pengambilan darah masih bisa
ditolerir antara 24–48 jam (contoh: ibu pulang paksa).
• Akan tetapi, sebaiknya darah tidak diambil dalam 24 jam pertama
setelah lahir karena pada saat itu kadar TSH masih tinggi, sehingga
akan memberikan sejumlah hasil tinggi/positif palsu (false positive).
• Jika bayi sudah dipulangkan sebelum 24 jam, maka spesimen perlu
diambil pada saat kontrol, tepatnya saat bayi berusia 48 sampai 72
jam
• Sampel darah diteteskan di kertas saring dan diperiksa di
laboratorium
• Hasil sudah bisa diperoleh dalam 1 minggu

Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014


Intepretasi hasil
• Kadar TSH < 20 μU/mL berarti normal
• Jika kadar TSH antara ≥ 20 μU/mL , perlu pengambilan
spesimen ulang (resample) atau dilakukan
pemeriksaan DUPLO (diperiksa dua kali dengan
spesimen yang sama, kemudian diambil nilai rata-
rata). Bila pada hasil pengambilan ulang didapatkan:
 Kadar TSH < 20 μU/mL, maka hasil tersebut
dianggap normal.
 Kadar TSH ≥ 20 μU/mL, maka harus dilakukan
pemeriksaan TSH dan FT4 serum

Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014


Tatalaksana
• Pengobatan dengan L-T4 diberikan segera setelah hasil tes
konfirmasi.
• Bayi dengan hipotiroid berat diberi dosis tinggi, sedangkan bayi
dengan hipotiroid ringan atau sedang diberi dosis lebih rendah.
• Bayi yang menderita kelainan jantung, mulai pemberian 50% dari
dosis, kemudian dinaikkan setelah 2 minggu.
Dosis levotiroksin (L-T4)

Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014


Evaluasi terapi
• Pemantauan pertama setelah 2 minggu sejak pengobatan
tiroksin
• Selanjutnya tiap 4 minggu sampai kadar TSH normal
• Tiap 2 bulan sampai umur 12 bulan
• Dari umur 1 – 3 tahun, pemantauan klinis dan
laboratorium tiap 4 bulan
• Selanjutnya tiap 6 bulan sampai selesai masa
pertumbuhan.
• Setelah umur 18 tahun, dialihrawatkan pada ahli penyakit
• dalam.
• Pemeriksaan sebaiknya dilakukan lebih sering bila
kepatuhan minum obat meragukan, atau ada perubahan
dosis (4 – 6 minggu setelah perubahan dosis.
Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014
Target pengobatan

• Nilai T4 serum,130 – 206 nmol/L (10 – 16


μg/dl )
• FT4 18 – 30 pmol/L (1,4 - 2,3 μg/dl) kadar FT4
ini dipertahankan pada nilai di atas 1,7 μg/dl
(75% dari kisaran nilai normal). Kadar ini
merupakan kadar optimal.
• Kadar TSH serum, sebaiknya dipertahankan di
bawah 5 μU/mL

Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014


Kretinisme
• Kretin merupakan keadaan hipotiroid berat dan ekstrim
yang terjadi pada waktu bayi dan anak yang ditandai
dengan kegagalan pertumbuhan
– Kretinisme endemik merupakan kretinisme yang terjadi pada
bayi yang lahir pada daerah dengan asupan yodium yang rendah
serta goiter endemik; sehingga mengalami kekurangan yodium
yang berat pada masa fetal
– Kretinisme sporadik merupakan kretinisme akibat hipotiroid
kongenital
• Seseorang dikatakan kretin endemik jika ia lahir di daerah
gondok endemik dan menunjukkan dua gejala atau lebih:
retardasi mental, tuli sensorineural nada tinggi, gangguan
neuromuskular
Manifestasi Klinis
• 3 tipe kretinisme sporadik:
– Tipe nervosa: RM berat, bisu tuli, strabismus,
paresis sistem piramidalis tungkai bawah, spastik
ataksik (motor rigidity)
– Tipe miksedema: RM dengan derajat lebih ringan;
dan tanda hipotiroid klinis seperti perawakan
pendek, miksedema, kulit kering, rambut jarang,
perkembangan seksual terhambat, spastik tungkai
bawah, gangguan gaya jalan
– Tipe campuran: gabungan antara keduanya
Soal no 191
Anak Nobi Nobita, laki-laki, berusia 8 tahun,
digigit oleh lebah ketika sedang bermain di
hutan belakang sekolah. Lima menit kemudian
terlihat lesi yang membengkak berukuran 2 x 2
cm dan kemerahan pada lokasi gigitan tersebut.
Di antara kemungkinan-kemungkinan berikut
manakah proses patologi yang paling berperan
dalam munculnya keluhan pasien?
a. Reaksi terhadap corpus alienum
b. Perdarahan
c. Migrasi limfositik
d. Migrasi neutrofilik
e. Vasodilatasi

Jawaban: E. Vasodilatasi
191. Hymenoptera (Bee/Wasp) Sting
• Wasp venoms contain molecules such as
phospholipases A and B, hyaluronidases, and
invertebrate neurotoxin.
• Bee venoms contain hyaluronidase,
phospholipase A2, acid phosphatase, meletin,
and other kinins.
• Target organs are the skin, vascular system, and
respiratory system.
• Pathology is similar to other immunoglobulin E
(IgE)–mediated allergic reactions.
Hymenoptera (Bee/Wasp) Sting
• The release of histamine (a potent vasodilator) in
response to venom exposure accounts for the majority
of reactions.
• In local reactions, this leads to swelling, oedema, and
pain.
• Anaphylaxis may occur and is typically a result of
sudden systemic release of mast cells and basophil
mediators.
• Urticaria, vasodilation, bronchospasm, laryngospasm,
and angioedema are prominent symptoms of the
reaction.
• Respiratory arrest may result in refractory cases.
Wasp Sting: Local Reaction

produces increased
localized ischemia
phospholipase A, capillary
direct mast cell increases the
phospholipase B, permeability and
degranulation inflammatory
as well as localized swelling
with the release response with
mastoparan and redness at the
of histamine. subsequent
peptide, site of the wasp
vasodilation
sting
Fase Dini/ Initial Response
TERJADI BEBERAPA MENIT SETELAH TERPAPAR ALERGEN YANG
SAMA UNTUK KEDUA KALINYA
PUNCAKNYA 15-20 MENIT PASCA PAPARAN
BERAKHIR 60 MENIT KEMUDIAN

REAKSI HIPERSENSITIFITAS TIPE I

Fase Lanjut/ Late Phase Reaction


DISEBABKAN AKUMULASI DAN INFILTRASI EOSINOFIL,
NEUTROFIL, BASOFIL, LIMFOSIT DAN MAKROFAG SEHINGGA
TERJADI INFLAMASI
BERLANGSUNG 4-8 JAM, DAPAT MENETAP BEBERAPA HARI
Tipe I (IgE-Mediated type)
Table 6-3. Summary of the Action of Mast Cell Mediators in Immediate
(Type I) Hypersensitivity

Action Mediator
Vasodilation, increased Histamine
vascular permeability PAF
Leukotrienes C4, D4, E4
Neutral proteases that activate complement
and kinins
Prostaglandin D2
Smooth muscle spasm Leukotrienes C4, D4, E4
Histamine
Prostaglandins
PAF
Cellular infiltration Cytokines, e.g., TNF
Leukotriene B4
Eosinophil and neutrophil chemotactic
factors (not defined biochemically)
PAF
Soal no 192
Anak perempuan, 7 bulan, datang ke UGD
dengan keluhan sesak napas dan demam tinggi.
Dari pemeriksaan didapatkan tekanan darah
90/70 mmHg, frekuensi nadi 104x/menit,
frekuensi napas 40x/menit, suhu aksila 38,9 oC.
Pada pemeriksaan analisa gas darah didapatkan
pH 7,2; PaO2 40; PaCO2 60; Base Excess +1.
Keadaan apa yg paling tepat menggambarkan
kondisi di atas?
a. Syok sepsis
b. Distress pernapasan
c. Gagal napas
d. Pneumonia
e. Asidosis metabolik

Jawaban: C. Gagal nafas


192. Gagal Napas Akut
• Proses pernapasan dipengaruhi oleh 3 hal,
yaitu ventilasi, perfusi dan difusi
• Ventilasi: proses pertukaran udara dari dan
menuju paru-paru
• Ventilasi terdiri dari inspirasi (aktivitas aktif)
dan ekspirasi (aktivitas pasif)
• Ventilasi dimungkinkan terjadi akibat adanya
gradien (perbedaan) tekanan antara tekanan
intrapulmonar dengan tekanan atmosfer
• Perfusi merupakan darah yang mengalir
menuju sirkulasi paru (menuju alveolus)
• Jumlah ventilasi alveolar/volume tidal (V)
pada manusia sehat adl 4L/mnt; sedangkan
jumlah perfusi kapiler paru (Q) adalah 5L/mnt
• Maka rasio normal ventilasi-perfusi yang
melambangkan keseimbangan pertukaran
oksigen adalah V/Q= 0.8
• difusi adalah pergerakan molekul dari daerah
konsentrasi tinggi menuju ke daerah dengan
konsentrasi rendah
• Difusi oksigen terjadi terus menerus dari alveolus
ke kapiler paru. hal ini terjadi karena tekanan
parsial O2 alveolus (PAO2) lebih tinggi
dibandingkan dengan tekanan parsial O2 dlm
kapiler (PaO2)
• Sebaliknya, difusi CO2 terjadi dari kapiler darah
menuju alveolus karena gradien PCO2 kapiler
lebih tinggi dibandingkan PCO2 alveolus.
Patofisiologi gagal napas
• Tekanan parsial O2 dan CO2 dalam alveolus
dan darah kapiler paru ditentukan oleh
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
• Bila:
• Ventilasi-perfusi  PO2 darah kapiler 
PCO2 
Mekanisme dan patofisiologi
Gagal Napas Tipe 1 (Oxygenation
Failure)
• Tipe hipoksemik Mekanisme hipoksemia arterial
• Ditandai dengan tekanan parsial O2 • Penurunan tekanan parsial O2 dalam
arteri yang abnormal rendah (PaO2 alveolus
<60) – Hipoventilasi alveolar
• Bisa karena kelainan yang – Penurunan tekanan parsial O2 udara
menyebabkan rendahnya ventilasi inspirasi
perfusi (V-Q mismatch) atau shunting – Underventilated alveolus (areas of low
intrapulmoner dari kanan ke kiri ventilation-perfusion)
• Penyebab  masalah di oksigenasi: • Shunting intrapulmoner (areas of
V-Q mismatch/ Shunt zero ventilation-perfusion)
– Adult respiratory distress syndrome • Penurunan mixed venous O2 content
(ARDS) (saturasi haemoglobin yang rendah)
– Asthma – Peningkatan kecepatan metabolisme
– Pulmonary oedema – Penurunan cardiac output
– Chronic obstructive pulmonary disease – Penurunan arterial O2 content
(COPD)
– Interstitial fibrosis
– Pneumonia
– Pneumothorax
– Pulmonary embolism
– Pulmonary hypertension
Neema, Praveen Kumar. Respiratory failure. Indian J. Anaesth. 2003; 47 (5) : 360-366
Gagal Napas Tipe 2
(Ventilatory Failure)
Penyebab
• Type II or Hypercapnic (PaCO2
• Disorders affecting central ventilatory drive
>50): Failure to exchange or – Brain stem infarction or haemorrhage
remove carbon dioxide – Brain stem compression from supratentorial
mass
• Tekanan parsial CO2 arteri
– Drug overdose, Narcotics, Benzodiazepines,
mencerminkan efesiensi Anaesthetic agents etc.
mekanisme ventilasi yang • Disorders affecting signal transmission to the
membuang CO2 dari hasil respiratory muscles
metabolism jaringan. – Myasthenia Gravis
– Amyotrophic lateral sclerosis
• Disebabkan oleh kelainan yang – Gullain-Barrè syndrome
menurunkan central respiratory – Spinal –Cord injury
drive, mempengaruhi tranmisi – Multiple sclerosis
sinyal dari CNS, atau hambatan – Residual paralysis (Muscle relaxants)

pada otot respirasi untuk • Disorders of respiratory muscles or chest-wall


– Muscular dystrophy
mengembangkan dinding dada. – Polymyositis
– Flail Chest
Neema, Praveen Kumar. Respiratory failure. Indian J. Anaesth. 2003; 47 (5) : 360-366
Kriteria gagal napas akut
1. Terdapat dyspnea/ sesak akut
2. PaO2 < 50 mmHg pada saat bernapas dalam
udara ruangan
3. PaCO2 > 50 mmHg
4. pH darah arteri yang sesuai dengan asidosis
respiratorik (pH≤7,2)
Bila ada 2 dari 4 kriteria diatas
Kriteria tambahan ke-5
5. Terdapat perubahan status mental ditambah 1
atau lebih kriteria di atas
Catatan: ARDS & ALI
• Acute Respiratory Distress Syndrome adalah
keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai
proses akut yang berhubungan langsung ataupun
tidak langsung dengan kerusakan paru.
• Terjadinya gangguan paru yang progresif dan
tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat,
hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua
belah paru.
• ARDS was recognized as the most severe form of
acute lung injury (ALI)
Consensus Conference Definitions for Acute Lung Injury (ALI) and Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS)

Oxsigenasi Tekanan arteri


waktu X-ray
(astrup) pulmonale

ALI Akut PaO2 / FIO2 ≤ 300 Infiltrat ≤ 18 mmHg


Kriteria mmHg bilateral
(fraksi oksigen 21%)

ARDS Akut PaO2 / FIO2 ≤ 200 Infiltrat ≤ 18 mmHg


Kriteria mmHg (fraksi oksigen Bilateral
21%)
Soal no 193
Seorang anak perempuan berusia 5 tahun
bernama Furigana Katakana, dibawa oleh ibunya
ke UGD RS Sukaminta Berkat dengan keluhan
sesak nafas karena tersedak kacang mete sejak 1
jam yang lalu. Pasien terlihat sesak, sianosis,
stridor inspiratorik. Telah dilakukan tindakan
manuver maupun ekstraksi namun tidak
berhasil. Apakah tindakan selanjutnya yang
paling tepat?
a. Rujuk
b. Krikotirotomi
c. Inform consent
d. Trakeostomi
e. Nasogastric tube

Jawaban: B. Cricotirotomy
193. Tersedak pada anak
• Pertamaassessment
• Upper airway obstruction – The degree of obstruction can be estimated
based upon physical findings:
• Mild – Mild obstruction presents with the following findings:
- Ability to speak (voice may be hoarse) or hoarse cry
- Good air entry
- Inspiratory stridor (may only be heard with crying, agitation, excitement,
or tachypnea) or occasional snoring (stertor)
- Minimal or no suprasternal retractions and no flaring or grunting
• Moderate to severe – Moderate obstruction is characterized by:
- Tachypnea
- Audible inspiratory stridor (and possibly expiratory stridor) with every
breath
- Prolonged inspiratory time with signs of significant effort (suprasternal
retractions, nasal flaring, or grunting)
- Decreased air entry
– Hypoxemia (pulse oximetry <91 percent or poor color), the
presence of "sniffing" or "tripod" positions taken to maintain
an open airway, and/or decreased mental status suggest that
the obstruction is severe and that emergency airway
management is needed.
• Severe or complete obstruction — With severe or
complete upper airway obstruction, there is markedly
reduced or no effective air movement; the child is
struggling to breathe with signs of severe respiratory
distress (nasal flaring, grunting, and/or marked
suprasternal or supraclavicular retractions), and may be
silently gagging or coughing in an attempt to clear the
airway. If the obstruction is not relieved, the child's
condition can rapidly deteriorate, with loss of
consciousness.
• Suspected foreign body — The management of a child with
severe or complete obstruction due to a suspected foreign
body (FB) is provided in the algorithm
• An obstructing upper airway FB may be suspected based
upon the history of a witnessed ingestion, history of a
sudden onset of symptoms in a previously well child without
signs of an allergic reaction, or visualization of the FB in the
oropharynx or on plain radiographs although many FBs are
not radiopaque.
• Basic life-saving maneuvers for FB airway obstruction should
be initiated based upon cadaver studies and extensive
experience and as recommended by the American Heart
Association
The approach varies by degree of responsiveness:
• Responsive patients:
• Infants younger than 1 year of age – Five back slaps are delivered with the infant
held in a head down position, followed by five chest thrusts. Abdominal thrusts
are not recommended for infants less than 1 year of age because they may cause
damage to the liver, which is relatively large and unprotected in this age group.
• Children ≥1 year of age – Five abdominal thrusts (Heimlich maneuver) should be
performed. After each round of back slaps and chest thrusts or abdominal thrusts,
check to see if the airway obstruction is relieved.
• Unresponsive patients: Initiate cardiopulmonary resuscitation (CPR) beginning with
compressions.
• Prior to each attempt at ventilation, open the airway and look for and remove any
obstructing airway. Do not perform a blind finger sweep.
• If the obstruction is relieved and the child resumes adequate breathing, the
physician should ensure that the FB is completely removed and observe the patient
for signs of postobstructive pulmonary edema (eg, hypoxemia by pulse oximetry,
tachypnea, rales, and/or pulmonary edema on chest radiograph).
• If the obstruction is relieved but the child does not resume adequate
breathing, initiate bag-mask ventilation and prepare for endotracheal
intubation by rapid sequence intubation
• If the obstruction is not relieved within 1 minute, then direct laryngoscopy
should be performed to determine if the FB can be visualized and removed
by Magill forceps or suction. If successful, proceed with airway
management according to whether the child recovers with adequate
breathing or not as described above.
• If the airway obstruction remains, further care is determined by the location
of the FB:
• Obstructing FB above the vocal cords – When an FB causing complete
airway obstruction above the vocal cords cannot be removed, the patient
should undergo cricothyrotomy; either needle cricothyrotomy for patients
younger than 12 years of age or surgical cricothyrotomy in patients 12
years of age or older.
• Once the cricothyrotomy is in place, percutaneous transtracheal ventilation
is used to bypass the obstruction and oxygenate the patient.
• Patients should then be immediately transferred to the operating room
(OR) for establishment of a definitive airway and FB removal.
• Obstructing FB below the vocal cords – An FB that is lodged
below the vocal cords may completely obstruct the subglottic
trachea. This obstruction cannot be removed with direct
laryngoscopy. In this situation, the trachea should be intubated
and the endotracheal tube advanced into the right mainstem
bronchus. This maneuver is an attempt to relieve the tracheal
obstruction by pushing it into the right mainstem bronchus. At
this point, the endotracheal tube should be withdrawn to a
position above the carina and ventilation with the right side down
performed to maximize ventilation of the left lung.
• The child will now have a bronchial FB but may receive adequate
ventilation and oxygenation while preparations are being made to
remove it in the OR. Anecdotal experience supports the
effectiveness of this approach in the setting of complete
subglottic airway obstruction from a FB. Case reports of patients
requiring one lung ventilation for surgical procedures and studies
in dogs have also demonstrated effective oxygenation and
ventilation
Cricothyroidotomy/ Cricothyrotomy
• Jalan napas buatan dengan
insisi pada membran krikoid
• Diindikasikan pada situasi
dimana usaha lain untuk
mempertahankan jalan
napas gagal
– Trauma yg meliputi daerah
oral, faringeal, atau nasal
– Spasme otot wajah atau
laringospasme
– Stenosis jalan napas atas
– Gigi yg terkatup
– Obstruksi jalan napas: edema
orofaringeal (anafilaksis),
obstruksi benda asing

POSISI KRIKOTIROTOMI
Krikotirotomi VS Trakeostomi
• Cricotirotomi:
– biasa dilakukan pada kasus
emergensi/ darurat krn lbh
mudah utk dilakukan
– Insisi pada membran krikoid
• Trakeostomi:
– untuk jangka waktu lama
– Insisi di antara cincin trakea

POSISI TRAKEOSTOMI
Soal no 194
Bayi usia 12 jam dibawa karena merintih sejak
usia 2 jam. Usia kehamilan 34 minggu, berat
badan lahir 2000 gram. Sianosis pada bibir dan
ekstrimitas, sesak, frekuensi napas 60 x/menit,
retraksi intercostal yang dalam. Merintih
terdengar tanpa stetoskop, suara paru terdengar
pada kedua lapang paru, sianosis menghilang
dengan oksigen via nasal canule (4 lpm). Downe
score pada anak ini adalah...
a. 4
b. 5
c. 6
d. 7
e. 8

Jawaban: C. 6
194. Downes score
Skor 0 1 2
Laju pernafasan < 60/menit 60-80/menit >80/menit
Sianosis Tidak ada Tidak ada dengan Ada dengan FiO2
FiO2 40% 40%
Retraksi Tidak ada Ringan Berat
Merintih Tidak ada Sedikit Jelas
Udara masuk Baik, bilateral Menurun Sangat buruk
Skor Interpretasi
<4 Distres pernafasan ringan
 Nasal kanul/headbox
4-7 Disteres pernafasan moderat
 Perlu nasal CPAP?
>7 Distres pernafasan berat (perlu analisis gas darah)
 Perlu intubasi?

Rohsiswatmo R. Terapi oksigen pada neonatus. PPT presentation.


Soal no 195
Seorang anak 5 tahun dibawa ke IGD karena
kejang. Kejang terjadi selama 20 menit seluruh
tubuh. Pasien sudah tidak kejang saat dibawa ke
IGD, tetapi kemudian kejang lagi dan berhenti
kejang setelah diberi diazepam per rektal.
Sebelumnya pasien sakit batuk pilek, demam
tinggi dan keluar cairan dari telinga kanan. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan secret purulen
telinga kanan. Terapi lanjutan yang diberikan
kepada pasien ini setelah pulang adalah…
a. Terapi kontinu diazepam oral selama 1 tahun
b. Terapi kontinu fenitoin atau karbamazepin selama 1
tahun
c. Terapi kontinu asam valproat atau fenobarbital
selama 2,5-3 tahun bebas kejang
d. Terapi kontinu asam valproat atau fenobarbital
hingga 1 tahun bebas kejang
e. Terapi intermiten asam valproat, parasetamol dan
diazepam kalau kejang

Jawaban: D. Terapi kontinu as.valproat atau


fenobarbital hingga 1 tahun bebas kejang
195. Kejang demam
• Kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh diatas 38 C yang
TIDAK disebabkan oleh proses intrakranial
• Mayoritas terjadi pada hari pertama sakit
• Bukan disebabkan infeksi SSP, gangguan metabolik, tidak pernah
ada riwayat kejang tanpa demam.
• Usia antara 6 bulan – 5 tahun, mayoritas usia 12-18 bulan.
• Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang
demam, namun jarang sekali.
• Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului
demam, pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf
pusat.
• Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi
ini melainkan termasuk dalam kejang neonatus
Rekomendasi Kejang Demam. 2016. IDAI
Klasifikasi

Kejang • Kejang kurang dari 15 menit


demam • Kejang umum tonik-klonik
• Kejang tidak berulang
sederhana

Kejang • Kejang lebih dari 15 menit


demam • Kejang fokal, fokal menjadi umum
• Kejang berulang dalam 24 jam
kompleks
KET:
1. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam
2. Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5 menit dan berhenti sendiri.
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan laboratorium
– Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam.
– Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya
darah perifer, elektrolit, dan gula darah

• Indikasi Pungsi Lumbal (konsensus UKK 2016)


– saat ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak
berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana dengan
keadaan umum baik.
– Indikasi LP:
• Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
• Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
klinis
• Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah
mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan tanda
dan gejala meningitis.
Pemeriksaan Penunjang
• Indikasi CT scan/MRI
– Tidak diperlukan pada kejang demam sederhana
– Insiden kelainan patologis intrakranial pada kejang demam kompleks
sangat rendah
– Harus dilakukan :
• Makro/mikrosefali
• Kelainan neurologi yang menetap, terutama lateralisasi

• Indikasi EEG
– Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, KECUALI
apabila bangkitan bersifat fokal untuk menentukan adanya fokus
kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
Faktor resiko berulangnya KD
• Faktor risiko :
– Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
– Usia kurang dari 12 bulan
– Suhu tubuh kurang dari 39oC saat kejang
– Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan
terjadinya kejang.
– Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam
kompleks.
• Semua faktor risiko ada, kemungkinan berulang 80%
• Tidak ada faktor risiko kemungkinan berulang 10-15%
Tatalaksana
• Saat kejang : algoritme tatalaksana kejang akut dan SE
• Setelah kejang berhenti :
– Profilaksis atau tidak
– Profilaksis intermiten atau kontinyu
• Antipiretik:
– Tidak mengurangi risiko berulangnya kejang
– Memberikan rasa nyaman bagi pasien
– Mengurangi kekhawatiran orangtua
– Kesimpulan: dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan.
– Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan
tiap 4-6 jam.
– Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.
Tatalaksana Saat Kejang
• Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4
menit) dan pada waktu pasien datang, kejang sudah
berhenti.
• Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat
yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah
diazepam intravena.
• Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg
perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau
dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg.
• Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti
algoritma kejang pada umumnya.
Tatalaksana Saat Kejang
• Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah
(prehospital)adalah diazepam rektal.
– Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan
lebih dari 12 kg.
• Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5
menit.
• Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang,
dianjurkan ke rumah sakit.
• Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena.
• Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus.
• Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari
indikasi terapi antikonvulsan pro laksis.
Profilaksis Intermiten
• Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat
antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam.
• Indikasi (salah satu dari):
– Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
– Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
– Usia <6 bulan
– Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
– Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat
dengan cepat.
• Obat diazepam oral 0,3 mg/kgBB/kali, maksimum 7,5 mg/kali (3 kali
sehari) ATAU rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan
10 mg untuk berat badan >12 kg) 3 kali sehari
• Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam.
• ES dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.
Profilaksis Kontinyu/ Rumatan
• Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak
diinginkan, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus
selektif dan dalam jangka pendek
• Indikasi pengobatan rumat:
– Kejang fokal
– Kejang lama >15 menit
– Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis. (Pada anak dengan
kelainan neurologis berat dapat diberikan edukasi untuk pemberian terapi
profilaksis intermiten terlebih dahulu, jika tidak berhasil/orangtua
khawatir dapat diberikan terapi antikonvulsan rumat)
Profilaksis Kontinyu/ Rumatan
• Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif
dalam menurunkan risiko berulangnya kejang
• Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus.
• Obat pilihan saat ini adalah asam valproat.
• Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun,
asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.
• Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan
fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.
• Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat
untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off , namun
dilakukan pada saat anak tidak sedang demam.
Diagnosis diferensial infeksi SSP

KLINIS/LA E N S E FA L MENING. MENING. MENING. E N S E FA L O


B. ITIS BAKTERi TBC VIRUS PAT I

Onset Akut Akut Kronik Akut Akut/kronik

Demam < 7 hari < 7 hari > 7 hari < 7 hari </> 7 hari/(-)
Umum/foka
Kejang Umum Umum Umum Umum
l
Penurunan Somnolen- Variasi, apatis -
Apatis CM - Apatis Apatis - Somnolen
kesadaran sopor sopor
Paresis +/- +/- ++/- - -
Perbaikan
Lambat Cepat Lambat Cepat Cepat/Lambat
kesadaran
Tidak dpt
Etiologi diidentifikas ++/- TBC/riw. kontak - Ekstra SSP
i
Simpt/antivi Atasi penyakit
Terapi Antibiotik Tuberkulostatik Simpt.
ral primer
Soal no 196
Anak Delila Olala, perempuan, usia 9 tahun,
datang dengan ayahnya untuk berobat karena
demam, batuk, pilek, dan sesak. Sesak dialami
sejak umur 6 tahun disertai mengi. Tiga bulan
terakhir sering rawat inap sebanyak 6 kali karena
sesak dengan wheezing. Sekarang pemeriksaan
dalam batas normal, suara nafas vesikular.
Terapi saat ini yang sesuai adalah...
a. Inhaler kortikostreroid
b. Nebul beta 2 agonis
c. Inhaler long acting beta 2 agonis dengan
spacer
d. Oral kortikosteroid
e. Injeksi beta 2 agonis

Jawaban: A. Inhaler kortikosteroid


196. Asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016

• Penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi


kronik yang mengakibatkan obstruksi dan
hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat
bervariasi.
• Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk,
wheezing, sesak napas, dada tertekan yang timbul
secara kronik dan atau berulang, reversibel,
cenderung memberat pada malam atau dini hari,
dan biasanya timbul jika ada pencetus
• Chronic recurrent cough (batuk kronik berulang,
BKB) dapat menjadi petunjuk awal untuk membantu
diagnosis asma
Asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
KARAKTERISTIK:
 Gejala timbul secara episodik atau berulang.
 Timbul bila ada faktor pencetus.
 Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu dingin, udara kering,
makanan minuman dingin, penyedap rasa, pengawet makanan, pewarna makanan.
 Alergen: debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuk sari.
 Infeksi respiratori akut karena virus, selesma, common cold, rinofaringitis
 Aktivitas fisis: berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa berlebihan.
 Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya.
 Variabilitas, yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu, bahkan dalam 24 jam.
Biasanya gejala lebih berat pada malam hari (nokturnal).
 Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau dengan pemberian obat
pereda asma.
 Terdengar wheezing, baik yang terdengar langsung (audible wheeze) atau yang terdengar
dengan stetoskop.
 Biasanya berhubungan dengan kondisi atopi lain seperti dermatitis atopi atau rinitis alergi,
dan dapat pula dijumpai tanda alergi seperti allergic shiners atau geographictongue.
Kriteria diagnosis asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
Alur diagnosis asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
Klasifikasi asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
Berdasarkan kekerapan Berdasarkan kondisi saat ini Berdasarkan derajat kendali

• Intermitten • Tanpa gejala • Tidak terkendali


• Persisten Ringan • Ada gejala • Terkendali sebagian
• Persisten Sedang • Serangan ringan • Terkendali penuh dengan
• Persisten Berat • Serangan sedang controller
• Serangan berat • Terkendali penuh tanpa
• Ancaman gagal napas controller
Berdasarkan umur Berdasarkan fenotip Berdasarkan derajat
beratnya serangan
• Asma bayi – baduta • Asma tercetus infeksi
(bawah dua tahun) virus • Asma serangan ringan-
• Asma balita (bawah • Asma tercetus aktivitas sedang
lima tahun) (exercise induced • Asma serangan berat
• Asma usia sekolah asthma) • Serangan asma dengan
(5-11 tahun) • Asma tercetus alergen ancaman henti napas
• Asma remaja (12- • Asma terkait obesitas
17 tahun) • Asma dengan banyak
pencetus (multiple
triggered asthma)
Klasifikasi asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
Berdasarkan kekerapan

Berdasarkan derajat beratnya serangan


Klasifikasi asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
Berdasarkan derajat kendali
Tatalaksana kekerapan asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
Tatalaksana kekerapan asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
Jenis alat inhalasi sesuai usia
Tatalaksana kekerapan asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
Sediaan steroid
 Steroid inhalasi atau sistemik tidak
digunakan untuk asma intermiten dan
wheezing akibat infeksi virus.
 Steroid inhalasi umumnya diberikan dua
kali dalam sehari
 Ciclesonide diberikan sekali
sehariefikasi masih diobservasi
 Steroid inhalasi sebagai obat pengendali
asma tidak mempengaruhi tinggi badan
dan densitas tulang.
 Kandidiasis oral dan suara parau sebagai
efek samping dapat dicegah dengan cara
berkumur setiap selesai pemberian
steroid inhalasi lalu membuang air bekas
berkumur tersebut.
 Pada anak asma yang mendapatkan
steroid inhalasi perlu dipantau
pertumbuhan (persentil tinggi badan
dan berat badan) setiap tahun.
Tatalaksana serangan
asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
Tatalaksana serangan asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
• Beberapa pasien memiliki risiko tinggi untuk mengalami serangan asma yang
dapat mengancam nyawa. Resiko tersebut adalah pasien dengan riwayat:
 Serangan asma yang mengancam nyawa
 Intubasi karena serangan asma
 Pneumotoraks dan/atau pneumomediastinum
 Serangan asma berlangsung dalam waktu yang lama
 Penggunaan steroid sistemik (saat ini atau baru berhenti)
 Kunjungan ke UGD atau perawatan rumah sakit (RS) karena asma dalam
setahun terakhir
 Tidak teratur berobat sesuai rencana terapi
 Berkurangnya persepsi tentang sesak napas
 Penyakit psikiatrik atau masalah psikososial.
 Alergi makanan
• Untuk pasien dengan risiko tinggi tersebut, steroid sistemik (oral atau
parenteral) perlu diberikan pada awal tata laksana meskipun pada penilaian
awal serangannya masih ringan sedang.
Tatalaksana serangan asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016

Sediaan steroid untuk serangan asma


Nama generik Sediaan Dosis
Metilprednisolone Tablet 4mg, 8 mg 0.5-1 mg/kgBB/hari tiap 6
jam
Prednison Tablet 5 mg 0.5-1 mg/kgBB/hari tiap 6
jam
Metilprednisolone suksinat Vial 125 mg, 500 mg 30 mg dalam 30 menit tiap 6
injeksi jam
Hidrokortison suksinat injeksi Vial 100 mg 4 mg/kgBB/kali tiap 6 jam
Deksametasine injeksi Ampul 0.5-1 mg/kgBB bolus
kemudian dilanjutkan 1
mg/kgBB/hari setiap 6-8 jam
Betametasone injeksi Ampul 0.05-0.1 mg/kgBB tiap 6 jam
Obat-obatan serangan asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
• Agonis β2 kerja pendek
 Diberikan 2 kali dengan interval 20 menit, jika di rumah keadaan pasien belum juga membaik harus segera
dibawa ke fasilitas layanan kesehatan terdekat
 Bila pemberian 2 kali sudah dilakukan di fasyankes maka pemberian ketiga dipertimbangkan kombinasi
dengan ipratropium bromida
 Contoh agonis β2 kerja pendek adalah salbutamol, terbutalin, dan prokaterol
 Pada serangan asma, agonis β2 kerja pendek diberikan secara inhalasi diberikan lewat DPI, MDI
dengan/tanpa spacer, atau nebulizer dengan dosis sesuai beratnya serangan dan respons pasien
 Harus diberikan dengan dosis terendah dan frekuensi terkecil
• Ipratropium bromida
 memberikan efek dilatasi bronkus lewat peningkatan tonus parasimpatis dalam inervasi otonom di saluran
napas
• Aminofilin intravena
 Penambahan aminofilin pada terapi awal (inhalasi agonis β2 dan steroid) meningkatkan fungsi paru dalam 6
jam pertama, tetapi tidak mengurangi gejala, jumlah nebulisasi dan lama rawat inap
 Pemberian aminofilin intravena harus sangat berhati-hati dan dipantau secara ketat karena efek
sampingnya yang cukup berat (mual, muntah, takikarsi, agitasi, aritmia, hipotensi, dan kejang
 Dosis : inisial bolus pelan 6-8 mg/kgBB diberikan dalam 20 menit dilanjutkan dengan pemberian rumatan
secara drip 1 mg/kg/jam.
 Loading 1 mg/kg akan meningkatkan kadar aminofilin serum 2 mcg/mL.
 Untuk efek terapi yang maksimal, target kadar amonifilin serum adalah 10-20 ug/mL. Oleh karena itu kadar
aminofilin serum seharusnya diukur 1-2 jam setelah loadingdose diberikan
Obat-obatan serangan asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016

• Steroid sistemik
o Pemberian steroid sistemik per oral sama efektifnya dengan
pemberian secara intravena
o Pemberian secara oral memerlukan waktu sekitar 4 jam untuk
memberikan perbaikan klinis
o Pemberian IVjika pasien tidak bisa menelan obat
o Steroid sistemik berupa prednison atau prednisolon diberikan per
oral dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum
sampai 40 mg/hari, maksimal 1 kali dalam 1 bulan. Lama
pemberian 3-5 hari tanpa tapperingoff
o Pemberian steroid sistemik dapat mempercepat perbaikan
serangan dan mencegah kekambuhan, dan direkomendasikan
untuk diberikan pada semua jenis serangan. Jika memungkinkan,
steroid oral diberikan dalam 1 jam pertama.
Obat-obatan serangan asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
• Adrenalin
o Terapi tambahan pada asma yang berhubungan dengan anafilaksis dan
angioedema
o Dosis 10 ug/kgBB (0,01 ml/kgBB adrenalin 1:1.000), dengan dosis maksimal
500 ug (0.5 ml)
• Magnesium sulfat -->tidak rutin dilakukan
• Steroid inhalasi
– Steroid nebulisasi dengan dosis tinggi (1600-2400 ug budesonide) dapat
digunakan untuk serangan asma (dalam dosis tinggi karena steroid nebulisasi
dosis rendah tidak bermanfaat untuk mengatasi serangan asma)
– terbatas pada pasien-pasien yang memiliki kontraindikasi terhadap steroid
sistemik.
• Mukolitik
• Antibiotik hanya jika terbukti disebabkan infeksi bakteri
• Obat sedasi
• Antihistamin
Soal no 197
Bayi Rambo Buldoser, laki-laki, umur 3 bulan
mengalami muntah terus menerus sejak lahir.
Muntah 3-5 kali dalam sehari. Bayi tidak rewel,
tidak ada tanda dehidrasi. Pergerakan bayi aktif.
Bayi lahir pervaginam di bidan, langsung
menangis, BBL 2500gr. BB sekarang 5,4 kg.
Riwayat minum ASI (+). Dari data tersebut,
diagnosis yang paling mungkin adalah...
a. Atresia duodenale
b. Hitchprung disease
c. Gastrorefluk disease
d. Hipertrofi Stenosis Pyloric
e. Atresia esophagus

Jawaban: C. Gastrorefluk disease


197. GERD in Pediatric
• Gastroesophageal reflux (GER) occurs in more than
two-thirds of otherwise healthy infants
• Prevalence of pediatric GERD in Eastern Asia is 8.5%
• GER, defined as the passage of gastric contents into the
esophagus, is distinguished from gastroesophageal
reflux disease (GERD), which includes troublesome
symptoms or complications associated with GER.
• GER is considered a normal physiologic process that
occurs several times a day in healthy infants, children,
and adults.
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the European
Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY, AND NUTRITION. Pediatrics; originally
published online April 29, 2013
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the European Society
for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY, AND NUTRITION. Pediatrics; originally published
online April 29, 2013
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical
Practice Guidelines: Joint Recommendations of
the North American Society for Pediatric
Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition
(NASPGHAN) and the European Society for
Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management
Guidance for the Pediatrician . Jenifer R.
Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON
GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY, AND
NUTRITION. Pediatrics; originally published
online April 29, 2013
Clinical Features Differentiating GER
and GERD in Infants and Children
GER GERD
Regurgitation with normal Regurgitation with poor weight gain
weight gain
No signs or symptoms of Persistent irritability; pain in infants
esophagitis
Lower chest pain, dysphagia, pyrosis in children
Hematemesis and iron deficiency anemia
No significant respiratory Apnea and cyanosis in infants
symptoms
Wheezing
Aspiration or recurrent pneumonia
Chronic cough
Stridor
No neurobehavioral symptoms Neck tilting in infants (Sandifer's syndrome)
http://www.aafp.org/afp/2001/1201/p1853.html
Diagnosis
• The diagnosis of GERD is often made clinically based on the
bothersome symptoms or signs that may be associated
with GER.
• In infants and toddlers, there is no symptom or symptom
complex that is diagnostic of GERD or predicts response to
therapy.
• In older children and adolescents history and physical
examination may be sufficient to diagnose GERD if the
symptoms are typical.
• The diagnosis of GERD is concluded when tests show
excessive frequency or duration of reflux events,
esophagitis, or a clear association of symptoms and signs
with reflux events in the absence of alternative diagnoses.
Diagnostic Testing
• The strategy of using diagnostic testing to diagnose GERD full of
complexity, because there is no single test that can rule it in or out.
• The diagnostic methods most commonly used to evaluate pediatric
patients with GERD symptoms are
– Upper GI tract contrast radiography series are useful to delineate
anatomy and to occasionally document a motility disorder
– Esophageal pH monitoring and intraluminal esophageal impedance
represent tools to quantify GER.
– Upper endoscopy with esophageal biopsy represents the primary
method to investigate the esophageal mucosa.
• Other tests:
– Motility Studies: Esophageal manometry

Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the European Society
for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY, AND NUTRITION. Pediatrics; originally published
online April 29, 2013
Approch to the infant with regurgitation and vomitting

Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the European
Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY, AND NUTRITION. Pediatrics; originally
published online April 29, 2013
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the European Society
for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY, AND NUTRITION. Pediatrics; originally published
online April 29, 2013
Management
• Lifestyle changes are emphasized as first-line
therapy in both GER and GERD, whereas
medications are explicitly indicated only for
patients with GERD.

Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition (NASPGHAN) and the European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and
Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY,
AND NUTRITION. Pediatrics; originally published online April 29, 2013
Management
Medications

Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the
European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY, AND NUTRITION. Pediatrics; originally
published online April 29, 2013
Soal no 198
Seorang anak berusia 1 tahun datang ke
puskesmas dengan ibunya dengan keluhan
bercak kemerahan pada seluruh tubuh. Tiga hari
yang lalu pasien demam tinggi mendadak tanpa
disertai dengan gejala lainnya, hanya saja anak
menjadi lebih rewel. Ibu pasien mengatakan
demam kemudian turun mendadak dan timbul
ruam kemerahan di seluruh tubuh. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan suhu 38,0°C,
terdapat Nagayama spot. Penyebab dari
penyakit ini ialah…
a. Rubella virus
b. Varisela zoster virus
c. Variola virus
d. Morbili virus
e. Human Herpes Virus 6

Jawaban: E. Human Herpes Virus 6


198. Roseola Infantum ≈ Exanthem
Subitum
• Human Herpes Virus 6 • Demam tinggi 3-4 hari
(and 7) • Demam turun mendadak
• Yg rentan: 6-36 bulan dan mulai timbul ruam
(puncak 6-7 bulan) kulit.
• Musim: sporadik • Kejang yang mungkin
• Inkubasi: 9 hari timbul berkaitan dengan
• Masa infeksius: berada infeksi pada meningens
dalam saliva secara oleh virus.
intermiten sepanjang
hidup; infeksi
asimtomatik persisten.
Roseola Infantum ≈ Exanthem Subitum

• Roseola infantum atau disebut juga exanthema subitum penyakit akut


yang bersifat self limited pada bayi dan anak-anak
• Gejala utamanya berupa demam tinggi dan mendadak, yang biasanya
akan turun mendadak juga setelah 72 jam.
• Begitu demam turun, ruam kulit muncul dengan karakteristik eritematosa
berukuran morbiliformis, tidak gatal, dan predileksi terutama di batang
tubuh.
• Ruam-ruam ini akan menghilang dengan sendirinya setelah 1-3 hari, dan
bisa menyebar ke perifer tubuh
• Pada beberapa kasus dapat disertai gejala lain berupa eritema pada faring,
injeksi konjungtiva, eritema pada membran timpani, atau pembesaran
KGB
• Pada populasi Asia dapat muncul ulkus di uvulopalatoglassal junction (
Nagayama spots )

Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, Geme JWS, Behrman RE. Nelson textbook of pediatrics
EKSANTEMA AKUT
Soal no 199
Seorang ibu G2P1A0 usia gestasi 39 minggu,
melahirkan seorang bayi perempuan, dengan
seksio sesaria atas indikasi partus tidak maju,
skor APGAR 8/10, BB 3200 gram, PB 49 cm, air
ketuban jernih. Pada usia 1 jam, bayi terlihat
sesak nafas, denyut jantung 148 x/menit,
Frekuensi Nafas 72 x/menit, retraksi (+), sianosis
(-). Bayi kemudian dirawat di NICU dan 36 jam
kemudian tampak mengalami perbaikan.
Apakah kemungkinan diagnosis pada pasien ini?
a. Neonatal pneumonia
b. Penyakit membran hialin
c. Sindrom aspirasi mekonium
d. Sindrom gawat nafas tipe-1
e. Takipnea sementara pada neonatus

Jawaban: E. Takipnea sementara pada


neonatus
199. Neonatal Asphyxia

• Deprivation of oxygen to a newborn infant that


lasts long enough during the birth process to
cause physical harm, usually to the brain
• Etiology:
– Intrauterine hypoxia
– Infant respiratory distress syndrome
– Transient tachypnea of the newborn
– Meconium aspiration syndrome
– Pleural disease (Pneumothorax,
Pneumomediastinum)
– Bronchopulmonary dysplasia

http://en.wikipedia.org/wiki/Perinatal_asphyxia
Asfiksia Neonatal

Mathai SS. Management of respiratory distress in the newborn. MJAFI 2007; 63: 269-72.
Transient tachypnea of the
newborn (TTN)
• Transient tachypnea of the newborn (TTN) is a parenchymal lung disorder
characterized by pulmonary edema resulting from delayed resorption and
clearance of fetal alveolar fluid
• TTN develops in infants born prematurely or after cesarean delivery
without labor because mechanisms to reabsorb alveolar fluid have not
been initiated Delivery before completing 39 weeks of gestation
• Other risk factor:
– Male sex
– Large for gestational age
– Small for gestational age
– Perinatal asphyxia
– Maternal asthma
– Maternal gestational diabetes
Patophysiology
• Delayed resorption of fetal lung fluid is thought to be
the underlying cause of TTN.
• Fluid fills the air spaces and moves into the
interstitium, where it pools in perivascular tissues and
interlobar fissures until it is eventually cleared by the
lymphatics or absorbed into small blood vessels.
• The excess lung water in TTN results in decreased
pulmonary compliance.
• Continued perfusion of poorly ventilated alveoli leads
to hypoxemia, and alveolar edema reduces ventilation,
sometimes resulting in hypercapnia.
• As early as 6 weeks of gestation, the fetal lung epithelium begins to secrete alveolar
fluid that is crucial for normal lung growth and contributes to the volume of
amniotic fluid.
• A few days before the onset of spontaneous vaginal delivery, fluid production
decreases.
• With the onset of labor, maternal hormones such as epinephrine and
glucocorticoids stimulate the fetal lungs to begin absorption of alveolar fluid
through activation of an amiloride-sensitive epithelial sodium channel (ENaC).
• Animal studies of α-ENaC knockout mice have shown that when sodium transport
is inactivated, alveolar fluid retention occurs, which leads to respiratory distress
and death.
• The clearance of fetal lung fluid begins with passive sodium transport across ENaC
proteins, which are found on the apical membrane of alveolar type II pneumocytes.
• After sodium enters the type II cell, it is actively transported into the pulmonary
interstitium via a basolateral sodium-potassium (Na+/K+) ATPase pump.
• This creates an osmotic gradient that allows chloride and water to follow and be
absorbed into the pulmonary circulation and lymphatics
• It is through this mechanism that most of the fetal lung fluid is cleared.
• Starling forces and the thoracic “squeeze” through the birth canal contribute
minimally toward fluid elimination.
Mechanism of fetal lung fluid
clearance

Mechanism of fetal lung fluid clearance. During maternal labor, epithelial sodium
channels (ENaC) are activated and sodium (Na+) is passively transported into type II
pneumocytes. Na+ then actively moves into the pulmonary interstitium, which is
followed by the movement of chloride (Cl-) and water (H2O). This liquid is ultimately
cleared into the pulmonary vasculature and lymphatics.
Distres Pernapasan pada Neonatus
KELAINAN GEJALA
Biasanya pada bayi matur, pertumbuhan janin terhambat, terdapat
Sindrom aspirasi staining mekonium di cairan amnion dan kulit, kuku, atau tali pusar.
mekonium Pada radiologi tampak air trapping dan hiperinflasi paru, patchy
opacity, terkadang atelektasis.
Pada bayi prematur, pada bayi dengan ibu DM atau kelahiran SC,
Respiratory distress
gejala muncul progresif segera setelah lahir. Pada radiologi tampak
syndrome (penyakit
gambaran diffuse “ground-glass” or finely granular appearance, air
membran hyalin)
bronkogram, ekspansi paru jelek.
Biasanya pada bayi matur dengan riwayat SC. Gejala muncul setelah
Transient tachypnea of lahir, kemudian membaik dalam 72 jam pasca lahir. Pada radiologi
newboorn tampak peningkatan corakan perihilar, hiperinflasi, lapangan paru
perifer bersih.

Terdapat risiko pneumonia (KPD, demam pada ibu, cairan amnion


Pneumonia neonatal berbau, dsb). Gejala meliputi gejala distress dan gejala sepsis.
Gambaran radiologis : Diffuse, relatively homogeneous infiltrates

Asfiksia perinatal
Asidemia pada arteri umbilikal, Apgar score sangat rendah, terdapat
(hypoxic ischemic
kelainan neurologis, keterlibatan multiorgan
encephalopathy)
Transient Tachypnea of Newborn

(a) Fuzzy vessel, fisura interlobaris terisi cairan; (b) densitas bergaris divergen di medial
dengan sedikit efusi kanan. Gambaran paru membaik dalam waktu yang cepat sejalan
dengan perbaikan klinis.
Chest radiograph of an infant with transient
tachypnea of the newborn (TTN)
demonstrating prominent perihilar pulmonary
vascular markings in a “sunburst” pattern.

Chest radiograph of an infant with transient


tachypnea of the newborn (TTN)
demonstrating hyperinflated lungs and
increased perihilar interstitial markings.
Derajat I, Bercak retikulogranuler dengan air Derajat II, Bercak retikulogranular menyeluruh dengan
bronchogram air bronchogram
HMD

Derajat III, Opasitas lebih jelas, dengan Derajat IV, Seluruh lapangan paru terlihat putih (opak),
airbronchogram lebih jelas meluas kecabang di perifer. Tidak tampak airbronchogram, jantung tak terlihat,
Gambaran jantung menjadi kabur. disebut juga “White lung”
Meconium Aspiration Syndrome

Densitas ropey, kasar, patchy luas menyeluruh pada kedua


lapangan paru. Selain itu pada MAS juga bisa ditemukan
• Hiperaerasi paru pada daerah yang mengalami air-trapping
• Efusi pleura minimal (20%).
• pneumotoraks atau pneumomediastinum spontan.
• atelektasis paru emfisema obstruktif.
Pneumonia neonatal

Infiltrat inhomogen pada lapang paru kanan atas. Bila terjadi dalam 72 jam
pertama kehidupan, pneumonia neonatal perlu dipikirkan.
Soal no 200
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun malam-
malam dibawa ibunya ke unit gawat darurat RS
karena mengalami diare 10 kali dalam 6 jam
terakhir. Siangnya ia jajan es cendol di sekolah.
Saat ini badannya demam ringan, mulas tiap
buang air besar, tinja yang keluar berwarna
kuning encer, tanpa lendir atau darah. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan denyut nadi
88x/menit, suhu 37,5 C, bising usus meningkat.
Apakah penyebab diare akut yang paling
mungkin pada kasus ini?
a. Vibrio cholera
b. Escherichia coli
c. Salmonella typhi
d. Shigella dysenteriae
e. Entamoeba hystolitica

Jawaban: B. Escherichia coli


200. Spektrum Diare E. Coli
Noninflammatory Diarrheas
Enterotoxigenic E. coli (ETEC) Rapid onset of watery, nonbloody diarrhea of considerable
volume, accompanied by little or no fever. Diarrhea and other
symptoms cease spontaneously after 24 to 72 hours
Inflammatory Diarrheas

Enteroinvasive E. coli (EIEC) Present most commonly as watery diarrhea. Minority of


patients experience a dysentery syndrome, with fever,
systemic toxicity, crampy abdominal pain, tenesmus, and
urgency

Enteropathogenic E. coli (EPEC) Profuse watery, nonbloody diarrhea with mucus, vomiting and
low-grade fever. Chronic diarrhea and malnutrition can occur.
Usually at < 2 y.o, esp <6 mo (at weaning period)
Shigatoxin-producing E. coli Symptoms ranging from mild diarrhea to severe hemorrhagic
(STEC)/EHEC colitis and hemolytic-uremic syndrome in all ages
Enteroaggregative E. coli (EAggEC) Watery, mucoid, secretory diarrhea with low-grade fever and
little or no vomiting. One third of patients have grossly bloody
stools. The watery diarrhea usually persist ≥14 days
Diarrheagenic Escherichia coli
Media pertumbuhan E. Coli
• MacConkey Agar: untuk membedakan EHEC
dengan tipe lain. EHEC tidak memfermentasi
sorbitol sehingga tidak ada gambaran koloni
merah.

• Triple Sugar Iron Agar:


mendeteksi bakteri • Eosin Methylene
yang bisa Blue: untuk
memfermentasi mendeteksi bakteri
glukosa, laktosa,
sukrosa, dan produksi yang dapat
gas dan H2S memfermentasi
laktosa
Soal no 201
• Seorang bayi laki-laki berumur 6 minggu dibawa oleh ibunya ke
RS karena terlihat kuning sejak satu minggu yang lalu, ibu bayi
juga mengeluhkan BAB anaknya warnanya seperti dempul. Bayi
lahir spontan pervaginam, lahir langsung menangis, dengan BB
lahir 3400 gram. Empat hari setelah kelahiran bayi terlihat kuning
namun menghilang saat hari ke-10 kemudian tampak menguning
lagi. Pemeriksaan vital sign dalam batas normal. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan KU: alert, sklera ikterik, badan
ikterik, hepar teraba 2 cm bawah arkus costae, lien tak teraba.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar bilirubin total
11g/dL, bilirubin direk 10,2 g/dL, bilirubin indirek 0,8 g/dL.
Apakah kemungkinan yang terjadi pada pasien ini?
a. Hepatitis neonatal
b. Atresia bilier perinatal
c. Atresia bilier embrional
d. Hepatitis B
e. Hepatitis neonatal idiopatik

Jawaban: B. Atresia bilier perinatal


201. Kolestasis (Cholestatic Liver Disease)

• Definisi : Keadaan bilirubin direk > 1 mg/dl bila bilirubin total < 5
mg/dl, atau bilirubin direk >20% dari bilirubin total bila kadar
bil.total >5 mg/dl
• Kolestasis : Hepatoselular (Sindrom hepatitis neonatal) vs Obstruktif
(Kolestasis ekstrahepatik)
• Sign and Symptom : Jaundice, dark urine and pale stools,
nonspecific poor feeding and sleep disturbances, bleeding and
bruising, seizures
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang
Atresia Bilier
• Merupakan penyebab kolestasis tersering dan serius pada bayi yang
terjadi pada 1 per 10.000 kelahiran
• Ditandai dengan adanya obstruksi total aliran empedu karena destruksi
atau hilangnya sebagian atau seluruh duktus biliaris. Merupakan proses
yang bertahap dengan inflamasi progresif dan obliterasi fibrotik saluran
bilier
• Etiologi masih belum diketahui
• Tipe embrional 20% dari seluruh kasus atresia bilier,
– sering muncul bersama anomali kongenital lain seperti polisplenia, vena porta
preduodenum, situs inversus dan juga malrotasi usus.
– Ikterus dan feses akolik sudah timbul pada 3 minggu pertama kehidupan
• tipe perinatal/postnatal yang dijumpai pada 80% dari seluruh kasus atresia
bilier, ikterus dan feses akolik baru muncul pada minggu ke-2 sampai
minggu ke-4 kehidupan.

Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Dept IKA RSCM. 2007
Biliary Atresia Type

 Type I: atresia of the common bile


duct
 Type IIa: atresia of the common
hepatic duct
 Type IIb: atresia of common bile duct,
cystic duct, and common hepatic duct
 Type III: atresia of the common bile
duct, cystic duct, and hepatic ducts up
to the porta hepatis. This is the
subtype present in over 90% of
patients with biliary atresia
Atresia Bilier

• Gambaran klinis: biasanya terjadi pada bayi perempuan, lahir


normal, bertumbuh dengan baik pada awalnya, bayi tidak
tampak sakit kecuali sedikit ikterik. Tinja dempul/akolil terus
menerus. Ikterik umumnya terjadi pada usia 3-6 minggu
• Laboratorium : Peningkatan SGOT/SGPT ringan-sedang.
Peningkatan GGT (gamma glutamyl transpeptidase) dan
fosfatase alkali progresif.
• Diagnostik: USG dan Biopsi Hati
• Terapi: Prosedur Kasai (Portoenterostomi)
• Komplikasi: Progressive liver disease, portal hypertension,
sepsis

Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Dept IKA RSCM. 2007
Triangular Cord Sign in USG
• The triangular cord sign is a triangular or tubular
echogenic cord of fibrous tissue seen in the porta
hepatis at ultrasonography and is relatively specific in
the diagnosis of biliary atresia.

• This sign is useful in the evaluation of infants with


cholestatic jaundice, helping for the differential
diagnosis of biliary atresia from neonatal hepatitis.

• It is defined as more than 4 mm thickness of the


echogenic anterior wall of the right portal vein (EARPV)
measured on a longitudinal ultrasound scan.
Biliary Atresia - Treatment
• Kasai’s portoenterostomy: Once biliary atresia is suspected, surgical
intervention in the form of intraoperative cholangiogram and Kasai
portoenterostomy is indicated.

• This procedure is not usually curative, but ideally does buy time until the child
can achieve growth and undergo liver transplantation

• A considerable number of these patients, even if Kasai portoenterostomy has


been successful, eventually undergo liver transplantation

• Post operative medication:


– Methylprednisolone should be given for it’s anti-inflammatory

– Ursodeoxycholic acid has also been shown to enhance bile flow.

– Antibiotic prophylaxis in order to prevent cholangitis postoperatively


Prognosis
• Prognosis is good if operated before 2 months of age
• Risk factors for failure liver fibrosis &Post op cholangitis
episodes
• 1/3rd of pts remain asymptomatic No transplant
• 1/3 never have bile flow and require early transplant
• 1/3 initially have good bile flow but subsequently develop
cirrhosis
• Without surgery or liver transplant, life span – 19 months
• Death is due to liver failure, bleeding esophageal varices
and sepsis
Soal no 202
• Anak Yolanda Nababan, perempuan, usia 5
tahun datang diantar ibunya dengan keluhan
BAB tanpa disadari. Keluhan muncul sejak 6
bulan yang lalu saat masuk TK. Toilet training
sudah sejak usia 2 tahun tapi tiba-tiba gejala
muncul. Satu bulan gejala muncul paling tidak
1 kali. Ibu pasien mengatakan pasien tidak ada
keluhan diare. BAK juga diakui normal. Apa
diagnosis yang paling mungkin?
a. Kolitis
b. Konstipasi fungsional
c. Eneuresis fungsional
d. Gangguan fungsi kolon
e. Enkopresis fungsional

Jawaban: E. Enkopresis fungsional


202. Enkopresis
• Definisi:
– Pengeluaran feses yang tidak sesuai secara berulang, biasanya
involunter.
– Terjadi minimal 1x/bulan, min. 3 bulan.
– Usia mental atau usia kronologis 4 tahun.
– Eksklusi zat atau kondisi medis sebagai penyebab.
• Klasifikasi:
 fungsional (95%)/primary non retentive encopresis
 Overflow/organic (5%)
• Anak-anak yang mengalami hal ini (fungsional) terbagi menjadi 4
kelompok
1. Anak-anak yang belum mendapat atau berhasil dalam hal toilet
training
2. Fobia terhadap toilet
3. Untuk memanipulasi keadaan (supaya bisa kabur atau tidak
dimarahi)
4. Yang mengalami IBS
Kriteria Diagnosis Enkopresis (DSM-IV-TR)

• Pengeluaran feses pada tempat yang tidak sesuai


yang terjadi berulang (misal pada pakaian atau
lantai) baik itu involunter atau disengaja.
• Minimal terjadi 1x/bulan untuk min.3 bulan.
• Usia kronologis min.4 tahun (atau sesuai dengan
tahap perkembangan).
• Perilaku ini secara eksklusif tidak disebabkan oleh
efek fisiologis langsung dari suatu zat (seperti
laksansia) atau suatu kondisi medis umum,
kecuali melalui suatu mekanisme yang
melibatkan konstipasi.
Pathogenesis
Tipe organik sering berkaitan dengan
• Tipe fungsional penyakit lainpatogenesis terkait
penyakit yang mendasari (co. IBS)
Progressive rectal distention

Konstipasi kronik

Stretching m. sfingter ani interna


dan eksterna

Berlangsung untuk
jangka waktu lama

Feses keluar secara involunter Terjadi habituasi/adaptasi


dengan sensasi ingin BAB

Feses yang lembek dan berair Tidak ada lagi perasaan


mengalir diantara feses yang keras “urgensi” untuk BAB
Diagnosis Banding Enkopresis
• Stenosis rektum atau anus
• Abnormalitas endokrin
• Smooth muscle disease.
• Penyakit Hirschsprung.
• Anak RM atau PDD.
• Anak dengan gangguan pengendalian impuls
atau ADHD tipe inatensi.
• Anak yang mengalami stres berat.
Prinsip tatalaksana
• Eduasi dan toilet training
Membuat ketentuan/kebiasaan untuk BAB di
jam tertentu
• Behavioural therapy
Mengajarkan pada anak untuk relaksasi otot
sphincter ani eksterna saat berusaha BAB atau
saat ada dorongan BAB waktu berada di toilet
• Penggunaan laksatif untuk impaksi feses pada
kolon
Pilihan laksatif
• Osmotic laxativeretensi air di kolonpH
turundistensimemicu peristaltis kolon
 Polyethylene glycol powder
 Magnesium hydroxide
 Lactulose
• Lubricant laxativemeningkatkan absorbsi airfeses
lebih lembek
 Mineral oil
• Stimulant laxativebekerja langsung di mukosa usus
atau pleksus sarafmeningkatkan peristaltis dan
stimulasi sekresi air dan garam
 Senna
 Bisacodyl
• Bowel evacuant laxative
 Sodium acid phosphate
Konstipasi
progressive
rectal
distention Soft or
and liquid stool
Chronic consti stretching of the child no longer eventually
pation due to both the habituates senses the leaks
irregular and internal anal to chronic normal around the
incomplete sphincter rectal urge to retained
evacuation and the distention defecate fecal mass
external —> fecal
anal
soiling.
sphincter
(EAS)
Enuresis
• Eneuresis: mengompol
• Diagnostic criteria:
– Repeated voiding of urine into bed or clothes, whether
involuntary or intentional
– The behavior either (a) occurs at least twice a week for at
least 3 consecutive months or (b) results in clinically
significant distress or social, functional, or academic
impairment
– The behavior occurs in a child who is at least 5 years old
(or has reached the equivalent developmental level)
– The behavior cannot be attributed to the physiologic
effects of a substance or other medical condition
Soal no 203
• Anak Valino Donno, laki-laki berusia 5 tahun
memiliki benjolan di mandibula,
submandibula, maxilla yang sudah ada sejak 3
bulan yang lalu. Dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik, tidak ada petunjuk yang
bisa mengarahkan pada etiologi dari keluhan
ini. Akhirnya, dokter memutuskan untuk
melakukan FNAB. Kemudian diperiksa di
bawah mikroskop dan diperoleh gambaran
starry sky, limfosit ukuran sedang dengan
mitosis cukup. Diagnosis yang tepat adalah....
a. Ameloblastoma
b. Neuroblastoma
c. Burkit’s lymphoma
d. Hodkin’s lymphoma
e. Leukemia limfositik akut

Jawaban: C. Burkit`s lymphoma


203. Limfoma Non-Hodgkin
• Limfoma non Hodgkin merupakan bagian dari limfoma
maligna (keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat
padat) yang berupa tumor ganas yang disebabkan proliferasi
ganas sel-sel jaringan limfoid dari seri limfosit.
• Meski limfoma maligna umumnya terbatas pada jaringan
limfoid, pada anak tidak jarang ditemukan keterlibatan
sumsum tulang, sedangkan keterlibatan tulang dan susunan
saraf jarang terjadi.
• Sebanyak 35% tumor primernya berlokasi di daerah abdomen,
13% di daerah kepala dan leher.
• Faktor risiko berupa genetik, imunosupresi pasca
transplantasi, obat-obatan (difenilhidantoin), radiasi, dan
infeksi virus (EBV, HIV).
Non-Hodgkin Lymphoma Classification
in Pediatric
• Adult non-Hodgkin lymphomas are characterized as low,
intermediate, or high grade, and they can have a diffuse or nodular
appearance.
• In contrast, childhood non-Hodgkin lymphomas are almost always
high grade and diffuse.
• According to the National Cancer Institute (NCI) formulation, most
childhood non-Hodgkin lymphomas can be classified as one of the
following types:
– Lymphoblastic lymphomas
• indistinguishable from the lymphoblasts of acute lymphoblastic leukemia (ALL)
– Small noncleaved cell lymphomas (SNCCLs) –
• can be classified as Burkitt lymphomas and non-Burkitt lymphomas (Burkittlike
lymphomas)
– Large cell lymphomas (LCLs)
Limfoma Non-Hodgkin
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
• Abdomen: nyeri perut, mual dan
muntah, konstipasi atau diare, teraba • Massa di daerah tumor
massa, perdarahan saluran cerna akut, primer
ikterus, gejala-gejala intususepsi
• Kepala dan leher: limfadenopati servikal • Limfadenopati
dan pembengkakan kelenjar parotis,
pembengkakan rahang, obstruksi
hidung, rinore
• Sesak nafas
• Mediastinum: sesak nafas, ortopneu, • Anemia
pusing, nyeri kepala, disfagia, epistaksis,
sinkop, penurunan kesadaran (sindrom
vena cava superior)
• Perdarahan
• Keluhan umum: demam, penurunan • Nyeri tulang
berat badan, anemia.
• Hepatosplenomegali
Pemeriksaan Penunjang Limfoma Non
Hodgkin
• Tujuan: untuk menegakkan • Aspirasi sumsum tulang
diagnosis pasti dan staging. • Pemeriksaan cairan serebrospinal
• Biopsi (histopatologis) untuk
menegakkan diagnosis pasti: • Sitologi cairan pleura,
ditemukan limfosit, atau sel stem peritoneum atau perikardium
yang difus, tanpa • Bone scan (survey tulang)
diferensiasi/berdiferensiasi buruk • Ct scan (atas indikasi)
• Laboratorium: pemeriksaan darah • MRI (atas indikasi)
lengkap, LDH, asam urat,
pemeriksaan fungsi hati, fungsi • Pemeriksaan imunofenotiping
ginjal, elektrolit untuk memeriksa • Pemeriksaan sitogenetik dan
marker tidak spesifik dan tanda biologi molekular
tumor lisis sindrom.
• USG abdomen
• Foto toraks
Burkitt lymphoma

• Bulky, fleshy tumors, ± necrotic areas


• Peripheral lymphadenopathy is rare; Bone marrow
involvement late, leukemia rare
• Responsive to chemotherapy (especially African), 50%
relapse
• Strong association with EBV.
• Another important feature of BL is that nearly 100% of
nuclei of the neoplastic cells are Ki-67-positive.
Cytoplasmic immunoglobulin may be present.
• Differential diagnosis: Diffuse large B cell lymphoma, B
cell lymphoma unclassified.
1647
Burkitt lymphoma is a high-grade malignant lymphoma composed of germinal
center B cells which can present in three clinical settings:

1. Endemic. This occurs in the equatorial strip of Africa and is the most
common form of childhood malignancy in this area. The patients
characteristically present with jaw and orbital lesions. Involvement of
the gastrointestinal tract, ovaries, kidney, and breast are also common.

2. Sporadic. This is seen throughout the world. It affects mainly children


and adolescents, and has a greater tendency for involvement of the
abdominal cavity than the endemic form.

3. Immunodeficiency-associated. This is seen primarily in association with


HIV infection and often occurs as the initial manifestation of the disease.

1648
Burkitt’s Lymphoma
• The tumor cells are monotonous small (10-25μm) round cells. The nuclei
are round or oval and have several prominent basophilic nucleoli. The
chromatin is coarse and the nuclear membrane is rather thick.
• The cytoplasm is easily identifiable; Mitoses are numerous, and a
prominent starry sky pattern is the rule, although by no means
pathognomonic.
• In well-fixed material, the cytoplasm of individual cells ‘squares off’,
forming acute angles in which the membranes of adjacent cells abut on
each other.
• Occasionally, the tumor is accompanied by a florid granulomatous
reaction.
• Numerous fat vacuoles in cytoplasm (Oil Red O positive)

1649
Burkitt lymphoma with characterstic starry sky appearance.
1650
Limfoma Hodgkin
• Limfoma Hodgkin merupakan bagian dari limfoma maligna
(keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat).
• Sel ganas pada penyakit Hodgkin berasal dari sistem
limforetikular ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg
pada organ yang terkena.
• Limfosit yang merupakan bagian integral proliferasi sel
pada penyakit ini diduga merupakan manifestasi reaksi
kekebalan selular terhadap sel ganas tersebut.
• Lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan limfoma non
Hodgkin.
• Faktor risiko diduga berhubungan dengan infeksi virus
Eipstein-Barr, radiasi, dan faktor genetik.
• Histopatologi : ditemukan sel Reed-Sternberg.
Limfoma Hodgkin
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
• Pembengkakan yang tidak nyeri • Limfadenopati, dapat sebagian
dari 1 atau lebih kelenjar getah ataupun generalisata dengan
bening superfisial. Pada 60-80% predileksi terutama daerah
kasus mengenai kelenjar getah servikal, yang tidak terasa nyeri,
bening servikal, pada 60% kasus diskret, elastik, dan biasanya
berhubungan dengan keterlibatan kenyal
mediastinum • Splenomegali
• demam hilang timbul (intermiten) • Gejala-gejala penyakit paru (bila
• Berkeringat malam yang terkena kelenjar getah
• Anoreksia, penurunan berat bening mediastinum dan hilus)
badan • Gejala-gejala penyakit susunan
• Rasa lelah saraf (biasanya muncul lambat).
Soal no 204
• Bayi perempuan, 8 bulan, dibawa oleh ibunya ke IGD
karena sesak napas sejak 3 hari yang lalu, stridor saat
inspirasi dan retraksi ringan di suprasternal. Sesak
berkurang bila penderita tidur miring atau memakai
bantal. Tidak ada febris, tidak disertai gangguan
makan/minum dan tidak ada riwayat tersedak
sebelumnya. Tidak teraba massa di sekitar leher.
Pemeriksaan radiologis soft tissue leher memperlihatkan
penyempitan di daerah laring. keluhan seperti ini
dirasakan sejak 2 bulan yang tetapi sembuh sendiri.
Pemeriksaan penunjang selanjutnya untuk memastikan
diagnosis adalah…
a. naso-endoskopi
b. Rhinoskopi posterior
c. Rontgen thorax AP dan Lateral
d. Laringoskopi
e. Esofagoskopi

Jawaban: D. Laringoskopi
204. Bunyi Napas Tambahan
• Wheeze: high-pitched continuous sounds with a dominant
frequency of 400 Hz or more.
– Continuous musical tones that are most commonly heard at
end inspiration or early expiration
– all mechanisms narrowing lower airway calibre  produce
wheezing such as bronchospasm, mucosal oedema, intraluminal
tumour or secretions, foreign body, external compression by a
tumour mass, etc
• Rhonchi are characterized as low-pitched continuous
sounds with a dominant frequency of about 200 Hz or less.
• Stridor is defined as a harsh, vibratory sound of varying
pitch caused by turbulent airflow through an obstructed
airway  obstruction in the portions of the airway that are
outside the chest cavity (upper airway tracts)
STRIDOR
• Harsh, high-pitched, musical sound produced by
turbulent airflow through a partially obstructed airway
• May be inspiratory, expiratory, or biphasic depending on
its timing in the respiratory cycle
• Inspiratory stridor suggests airway obstruction above the
glottis (extrathoracic lesion (eg, laryngeal))
– Laryngeal lesions often result in voice changes.
• Expiratory stridor is indicative of obstruction in the lower
trachea. (intrathoracic lesion (eg, tracheal, bronchial))
• A biphasic stridor suggests a glottic or subglottic lesion.

Emedicine
http://medschool.lsuhsc.edu
Inspiratory Stridor
• Partial supraglottic airway
obstruction
• Other aerodigestive tract
symptoms
– suprasternal and intercostal
retractions
– feeding difficulties
– muffled cry
Biphasic Stridor
• Partial obstruction at the
level of the
glottis/subglottic
• Primarily inspiratory stridor
• Other aerodigestive tract
symptoms
– Hoarseness
– Aphonia
– nasal flaring
– retractions
Expiratory Stridor
• Partial obstruction at the
level of the subglottis or
proximal trachea
• Other aerodigestive tract
symptoms
– xiphoid retractions
– barking cough
– nasal flaring
Causes of Stridor
neonate

Laryngomalacia 1st Chronic


Vocal cord dysfunction 2nd Chronic
Congenital tumours Chronic
Choanal atresia Chronic
Laryngeal webs Chronic
Chilld
Infection -epiglottitis -Laryngitis acute
Croup : 1-2 days duration less severe Acute
FB Acute
Laryngeal dyskinesia chronic
adult
Infection -epiglottitis -Laryngitis Acute
Trauma – acquired stenosis Acute
CA Larynx or Trachea or main bronchus chronic

http://medschool.lsuhsc.edu
http://dnbhelp.files.wordpress.com/2011/10/stridor.jpg?w=645
Laringomalasia
• Laringomalasia adalah kelainan kongenital dimana
epiglotis lemah
• Akibat epiglotis yang jatuh, akan menimbulkan stridor
kronik, yang diperparah dengan gravitasi (berbaring).
• Pada pemeriksaan dapat terlihat laring berbentuk
omega
• Laringomalasia biasanya terjadi pada anak dibawah 2
tahun, dimulai dari usia 4-6 minggu, memuncak pada
usia 6 bulan dan menghilang di usia 2 tahun.
• Sebagian besar kasus tidak memerlukan tatalaksana.
Soal no 205
• Seorang bayi usia 1 hari, sejak lahir mengalami
sesak nafas hebat. Pada pemeriksaan fisik bayi
tampak sesak frekuensi nafas 40 x/menit,
temperatur badan 36,5 0C tampak sianosis
sekitar hidung dan mulut, suara nafas paru–
paru kiri berkurang. Pada rontgen thorax
terlihat pada rongga thorax kiri ada massa
(aerasi berkurang), tidak ada ronkhi,
laboratorium darah lengkap dalam batas
normal, tidak ada pernafasaan cuping hidung.
Kemungkinan besar bayi ini mengalami….
a. Sepsis
b. Pneumonia
c. Hernia diafragmatika
d. Kelainan jatung bawaan
e. Asidosis respiratorik

Jawaban: C. Hernia diafragmatika


205. HERNIA DIAFRAGMA

Photograph of a one-day-old infant with congenital diaphragmatic hernia. Note the


scaphoid abdomen. This occurs if significant visceral herniation into the chest is
present.
http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview
Because of bowel Development of the
Because airspace pulmonary arterial system
herniation into the chest
development follows airway
during crucial stages of parallels development of the
development, alveolarization
lung development, airway bronchial tree, and, therefore,
is similarly reduced
divisions are limited fewer arterial branches

PATHOGENESIS
Pulmonary hypertension vicious cycle of progressive
resulting from these hypoxemia, hypercarbia,
arterial anomalies leads acidosis, and pulmonary
to right-to-left shunting hypertension observed in the
at atrial and ductal neonatal period
levels

The pathophysiology of congenital diaphragmatic hernia involves pulmonary hypoplasia, pulmonary


hypertension, pulmonary immaturity, and potential deficiencies in the surfactant and antioxidant
enzyme system
http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview#a0104
Type
• Bochdalek Hernia
– most common fetal congenital diaphragmatic hernia
– commoner on the left: 75-90%
– posterolateral
– large and associated with poorer outcome
– presents earlier
– mnemonic: BBBBB (Bochdalek, big, back and medial, usually on
the left side, baby, bad (associated with pulmonary hypoplasia)
• Morgagni hernia
– less common
– anterior
– presents later
Types of CDH

Bochdalek hernia: 98%: Morgagni hernia: 2% :


Posterolateral defect Anteriomedial defect
Bochdalek Hernia
Morgagni Hernia
The mediastinal shift created by a left-sided CDH can lead to apparent
dextrocardia, when in fact the altered position is dextroposition (e.g., the heart
is shifted into the right chest).
Presentation
• Late presentation  variable respiratory
distress and cyanosis, feeding intolerance,
intestinal obstruction, bowel ischemia, and
necrosis following volvulus.

http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview#a0104
Management
• Immediately following delivery, the infant is intubated (bag and
mask ventilation is avoided).
• A nasogastric tube is passed to decompress the stomach and to
avoid visceral distention.
• Adequate assessment involves continuous cardiac monitoring, ABG
and systemic pressure measurements
• Urinary catheterization to monitor fluid resuscitation,
• preductal (radial artery) and postductal (umbilical artery) oximetry.
• Surfactant
• Surgery: With a better understanding of the pathophysiology and
variation in the degree of pulmonary impairment, the timing of
surgery has shifted from early surgical intervention to delaying
surgical correction until the patient has been stabilized medically
http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview#a0104
OBSTETRI
&
GINEKOLOGI
Soal no 206-207
206. Ny. Andien Gemintang, perempuan, 25
tahun, G1P0A0, hamil 10 minggu, datang
dengan keluhan cairan di vagina yang telah
terjadi sejak 1 minggu yang lalu. Karakteristik
sekret berwarna putih kekuningan dan berbusa.
Dari pemeriksaan didapatkan mikroorganisme
yang bergerak cepat. Jika keluhan ini tidak
diterapi, maka komplikasi yang dapat timbul
pada kehamilan pasien adalah....
a. Konjuntivitis bayi
b. KPD
c. Uretritis
d. Still birth
e. Abortus

Jawaban: B. KPD
Soal no 207
• Perempuan, 25 tahun, datang dengan keluhan
keputihan dan gatal. Pasien merupakan
pramusaji dengan riwayat berhubungan
seksual tanpa memakai kondom. PAsien
mengeluh keluar cairan berwarna putih
kehijauan. Dari pemeriksaan fisik dijumpai
strawberry servix appearance. Apusan lender
vagina dengan NaCl 0.9% dijumpai organisme
trichomonas vaginalis. Pengobatan yang tepat
pada pasien ini adalah....
a. Doksisiklin 2x100 mg per oral/7 hari
b. Klindamisisn 2x300 mg per oral/ 7 hari
c. Metronidazole 2x500 mg per oral/7 hari
d. Ciprofloxacin 2x500 mg per oral/ 7 hari
e. Eritromicin 4x500 mg per oral/7 hari

Jawaban: C. Metronidazole 2x500 mg per oral/


7 hari
206-207. Trikomoniasis
• Etiologi
– Trichomonas vaginalis
• Flagelata filiformis berukuran 15-18 mikron, mempunyai 4 flagela, bergerak seperti
gelombang
• Hidup dalam pH 5-7.5
• Penularan
– Infeksi saluran urogenital bawah
– Termasuk PMS
– Dapat menular melalui pakaian, handuk, atau berenang
• Gejala dan Tanda
– Keputihan kuning-kehijauan, berbusa, berbau tidak enak
– Strawberry cervix: abses kecil pada dinding vagina dan serviks  dispareunia
dan perdarahan pasca koitus

• T. vaginalis infection during pregnancy is associated with adverse obstetric


outcomes including premature rupture of the membranes, preterm
delivery, and delivery of a low birth weight infant

https://www.academia.edu/8584091/DIAGNOSIS_DAN_PENATALAKSANAAN_TRIKOMONIASIS
Prinsip Pemeriksaan Trikomoniasis
(PPK Perdoski 2017)
• Perempuan: Bahan duh tubuh yang berasal dari
forniks posterior dilakukan pemeriksaan sediaan
basah dengan larutan NaCl fisiologis, didapati
parasit Trichomonas vaginalis dengan pergerakan
flagelanya yang khas.
• Laki-laki: Bahan sedimen urin sewaktu, dapat
ditemukan parasit Trichomonas vaginalis.
Terapi (PERDOSKI 2017)
• Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal, atau
• Metronidazol 2x500 mg/hari per oral selama 7 hari
• Ibu hamil:
– Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal, atau
– Metronidazol 2x500 mg/hari per oral selama 7 hari (jika pasien
memiliki keluhan mual muntah)
• Pasien dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi alkohol
selama pengobatan hingga 48 jam sesudahnya untuk
menghindari disulfiram-like reaction

Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016
Karakteristik beberapa IMS
Penyakit Karakteristik Gambaran

Gonorrhea Duh purulen kadang-kadang disertai darah.


Diplokokus gram negatif.

Trikomoniasis Duh seropurulen kuning/kuning kehijauan, berbau


tidak enak, berbusa. Strawberry appearance.

Vaginosis bakterial Duh berbau tidak enak (amis), warna abu-abu


homogen, jarang berbusa. Clue cells.

Kandidosis vaginalis Duh berwarna kekuningan, disertai gumpalan seperti


kepala susu berwarna putih kekuningan. Sel ragi,
blastospora, atau hifa semu.
Diagnosis Banding

Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016
Soal no 208
• Seorang wanita berumur 32 tahun datang ke
poliklinik dengan keluhan keluar cairan dari
kemaluannya. Pada pemeriksaan didapatkan
discharge mukopurulen di ostium uretra
eksternum. Pada pewarnaan gram didapatkan
diplococcus gram negatif, tes oksidatif (+), test
glucose utilization (+). Apakah kuman
penyebab penyakit pasien ini?
a. S aureus
b. G. vaginalis
c. C. albicans
d. T. Palidum
e. N. Gonorrhea

Jawaban: E. N. Gonorrhea
208. Gonorrhea
• Gonore IMS yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae
(N.gonorrhoeae) suatu kuman Gram negatif, berbentuk biji
kopi, terletak intrasel
Gejala klinis
• Laki-laki:
 Gatal pada ujung kemaluan
 Nyeri saat kencing
 Keluar duh tubuh berwarna putih atau kuning kehijauan
kental dari uretra
• Perempuan:
 Keputihan
 Atau asimtomatik
• Pada keduanya didapatkan adanya riwayat kontak seksual
sebelumnya (coitus suspectus).
PPK PERDOSKI 2017
Pemeriksaan Fisik Gonorrhea
• Laki-laki:
 Orifisium uretra hiperemis, edema, dan ektropion disertai disuria
 Duh tubuh uretra mukopurulen
 Infeksi rektum pada pria homoseksual dapat menimbulkan duh tubuh anal
atau nyeri/rasa tidak enak di anus/perianal
 Infeksi pada faring biasanya asimtomatik
• Perempuan:
 Seringkali asimtomatik
 Serviks hiperemis, edema, kadang ektropion
 Duh tubuh endoserviks mukopurulen
 Dapat disertai nyeri pelvis/perut bagian bawah
 Infeksi pada uretra dapat menyebabkan disuria
• Komplikasi
 Laki-laki: epididimitis, orkitis, dan infertilitas
 Perempuan: penyakit radang panggul, bartolinitis, dan infertilitas.

PPK PERDOSKI 2017


Pemeriksaan Penunjang Gonorrhea
• Gram: diplokokus Gram negatif intraselular.
• Kultur menggunakan Thayer-Martin atau modifikasi Thayer-
Martin dan agar coklat McLeod
• Tes definitif (dilakukan pada hasil kultur yang positif)
 Tes oksidasi
 Tes fermentasi
 Tes beta-laktamase

PPK PERDOSKI 2017


Tatalaksana Gonorrhea
• DOC: sefiksim 400 mg per oral, dosis tunggal
• Obat alternatif:
• Seftriakson 250 mg injeksi IM dosis tunggal
• Kanamisin 2 gram injeksi IM, dosis tunggal
• Jika sudah komplikasi bartolinitis, prostatitis:
 DOC: sefiksim 400 mg peroral selama 5 hari
 Obat alternatif:
 Levofloksasin 500 mg per oral 5 hari
 Kanamisin 2 gram injeksi intramuskular 3 hari
 Seftriakson 250 mg injeksi intramuskular 3 hari
• Infeksi gonokokus dan infeksi Chlamydia trachomatis hampir selalu
bersamaan  sebaiknya diberikan juga pengobatan untuk infeksi
Chlamydia.

PPK PERDOSKI 2017


Soal no 209
• Ny. Lansia Galantia, wanita, G4P3A0 dengan
usia kehamilan 39 minggu sedang bersalin
dengan presentasi bokong komplit di RS.
Riwayat ketiga kelahirannya semua dilakukan
secara pervaginam tanpa penyulit. Dokter
spesialis obgyn mengusahakan janin tersebut
dilahirkan secara pervaginam. Manuver yang
bisa digunakan untuk membantu melahirkan
kepala pada persalinan bokong ialah...
a. Manuver Brandt Andrew
b. Manuver Lovsett
c. Manuver Pinard
d. Manuver Kristeller
e. Manuver Mauriceau

Jawaban: E. Manuver Mauriceau


209. Presentasi Bokong
• Bila bokong merupakan bagian terendah janin
• Ada 3 macam presentasi bokong: complete breech(bokong
sempurna),Frank breech (bokong murni), incomplete breech
(termasuk di dalamnya presentasi bokong kaki)
• Partus lama merupakan indikasi utk melakukan SC, karena
kelainan kemajuan persalinan merupakan salah satu tanda
disproporsi
• Etiologi
• Multiparitas, hamil kembar,
hidramnion, hidrosefal,
plasenta previa, CPD

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Vaginal Breech delivery
• When the buttocks or feet of the fetus enter
the maternal pelvis before the head, the
presentation is termed a breech presentation.
• Incidence
– Breech presentation affects 3% to 4% of all
pregnant women reaching term; the earlier the
gestation the higher the percentage of breech
fetuses
Technique for vaginal breech delivery

1. Explain the necessity of effective pushing in the second


stage of labour.
2. Ensure adequate analgesia.
3. Spontaneous descent and expulsion to the umbilicus
should occur with maternal pushing only . . . DO NOT
PULL ON THE BREECH!
4. Rotation to the sacrum anterior position is desired and
may be facilitated.
5. Episiotomy may be considered once the anterior buttock
and anus are “crowning.”
6. If the legs do not deliver spontaneously, perform the
Pinard manoeuvre. Do not attempt to extract the legs
until the popliteal fossae are visible.
9. Support the baby to maintain the head in a flexed position. Suprapubic
pressure may help. Maternal expulsive efforts should be encouraged.
Soal no 210
• Ny. Atambua Marumba, wanita, berusia 28 tahun,
datang dengan keluhan riwayat keguguran berulang kali.
Pasien telah menikah selama 5 tahun. Riwayat
menarche usia 11 tahun, siklus 30 hari, menstruasi
selama 4 hari, biasanya ganti pembalut. Pasien tidak
pernah memakai kontrasepsi dan menyangkal pernah
mengalami penyakit radang panggul ataupun riwayat
berganti pasangan seksual. Setelah ditelusuri lebih
lanjut, pasien memelihara kucing di rumahnya. Terapi
yang tepat pada pasien ini adalah....
a. Amoksisilin
b. Eritromisin
c. Sulfadiazine + pirimetamin
d. Asiklovir
e. Klindamisin

Jawaban: C. Sulfadiazine + pirimetamin


210. TORCH

• Infeksi TORCH • Bayi yang dicurigai


– T=toxoplasmosis terinfeksi TORCH
– O=other (syphilis) – Bayi dengan IUGR
– R=rubella – Trombositopenia
– C=cytomegalovirus – Ruam abnormal
(CMV) – Riwayat ibu sakit saat
hamil
– H=herpes simplex
– Adanya gejala klasik
(HSV) infeksi
Toksoplasma
• Etiologi: Toxoplasma gondi

• Gejala dan Tanda:


– Tanpa disertai gejala yang spesifik. Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang
disertai gejala ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan
umumnya tidak menimbulkan masalah.
– Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus
spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan.
pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan mata
dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dn ensefalitis.

• Diagnosis
– Gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik).
– Pemeriksaan laboratorium: Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas Anti-
Toxoplasma IgG.

• Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu
sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif pelu diulang sebulan sekali khususnya
pada trimester pertama, selanjutnya tiap trimeter), serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi
Toxoplasma.

Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikut-


pencegahannya
Oocysts transform into
tachyzoites shortly after
ingestion. These tachyzoites
localize in neural and muscle
tissue and develop into tissue
cyst bradyzoites (3). Cats
become infected after
consuming intermediate hosts
harboring tissue cysts (4). Cats
may also become infected
directly by ingestion of
sporulated oocysts. Animals
bred for human consumption
and wild game may also become
infected with tissue cysts after
ingestion of sporulated oocysts
in the environment (5).
Humans can become infected by
any of several routes:
• eating undercooked meat of
animals harboring tissue
cysts (6).
• consuming contaminated
food or water (7).
The only known definitive hosts for Toxoplasma gondii are members of family Felidae • blood transfusion or organ
(domestic cats and their relatives). Unsporulated oocysts are shed in the cat’s feces transplantation (8).
(1). Although oocysts are usually only shed for 1-2 weeks, large numbers may be shed. • transplacentally from
Oocysts take 1-5 days to sporulate in the environment and become infective. mother to fetus (9).
Intermediate hosts in nature (including birds and rodents) become infected after
ingesting soil, water or plant material contaminated with oocysts (2).
• Humans can become infected by any of several routes:
– eating undercooked meat of animals harboring tissue cysts .
– consuming food or water contaminated with cat feces or by
contaminated environmental samples (such as fecal-contaminated
soil or changing the litter box of a pet cat) .
– blood transfusion or organ transplantation .
– transplacentally from mother to fetus .
Diagnosis
• The diagnosis of toxoplasmosis is typically made by serologic testing.
– immunoglobulin G (IgG) is used to determine if a person has been infected.
– If it is necessary to try to estimate the time of infection, which is of particular
importance for pregnant women, a test which measures immunoglobulin M (IgM) is
also used along with other tests such as an avidity test.
– Newborn infants suspected of congenital toxoplasmosis should be tested by both an
IgM- and an IgA-capture EIA. Detection of Toxoplasma-specific IgA antibodies is more
sensitive than IgM detection in congenitally infected babies
• Diagnosis can be made by direct observation of the parasite in stained tissue
sections such as : cerebrospinal fluid (CSF), or other biopsy material.
– These techniques are used less frequently because of the difficulty of obtaining these
specimens.
• Isolated from blood or other body fluids (for example, CSF)  difficult and
requires considerable time.
• Molecular techniques (the parasite's DNA detection) in the amniotic fluid can be
useful in cases of possible mother-to-child (congenital) transmission.
• Ocular disease is diagnosed based on the appearance of the lesions in the eye,
symptoms, course of disease, and often serologic testing.
Tachyzoite : crescent shape, formed by
asexual reproduction in host cells (often
macrophages cells)
Toxoplasma-positive reaction, stained by
immunofluroescence (IFA)
Pemeriksaan Antibodi
• Deteksi antibodi spesifik toksoplasma merupakan metode diagnostik
primer
• Deteksi inisial adalah IgG untuk menentukan status imun  (+):
indikasi infeksi pada suatu waktu lampau  uji IgM
• Uji IgM (-): menyingkirkan infeksi kini (recent infection)

• Uji IgM toksoplasma: kurang spesifitas


– IgM (+)/IgG (-): spesimen I mencurigakan  tes ulang 2 minggu kemudian
dengan spesimen II
• Bila spesimen I diambil pada awal infeksi, maka spesimen II seharusnya IgG (+)
tinggi
• Bila IgG (-) dan IgM (+) pada kedua spesimen: positif palsu, pasien tidak terinfeksi
– IgM (+)/IgG (+): ambil spesimen II  uji di lab lain yang menggunakan metode
tes berbeda untuk konfirmasi
– IgM (+)/IgG (+) dan hamil: IgG avidity Test
Antibody Detection
• For women who are initially tested at the end of the first trimester
and have positive IgM and IgG, the probability that infection
occurred after conception is 1 to 3 percent, depending on the test
used.
• The timing of infection in these cases is difficult to determine.
• To establish whether the positive IgM and IgG antibodies reflect
recent or chronic infection or a false-positive result, confirmatory
testing must be obtained with avidity testing.
• High IgG avidity is a hallmark of chronic infection (>4 months old),
but low avidity is not diagnostic of recent infection, as low IgG
avidity can persist for years in some women
Toksoplasmosis pada Kehamilan: Uji Aviditas
• Uji aviditas tinggi pada kehamilan usia 12-16: menyingkirkan
infeksi terjadi pada masa gestasi

• Uji aviditas rendah: belum tentu infeksi  dapat akibat


adanya persisten low IgG avidity dalam beberapa bulan
setelah infeksi

• Wanita hamil yang dicurigai terinfeksi harus diuji ulang di lab


lain
– Bila terdapat gejala yang sesuai tapi titer IgG rendah  uji ulang 2-
3 minggu kemudian  bila terdapat kenaikan titer: infeksi
toksoplasma (+)

https://www.cdc.gov/dpdx/toxoplasmosis/dx.html
Algoritma Imunodiagnosis Toksoplasma

* Except Infant

https://www.cdc.gov/dpdx/toxoplasmosis/dx.html
Congenital Toxoplasma Clinical
Presentation
• First Trimester – often results in death
• Second Trimester – classic triad
– Hydrocephalus
– Intracranial calcifications
– Chorioretinitis
• Third Trimester – often asymptomatic at birth
• Symptoms may also include fever, IUGR, microcephaly,
seizure, hearing loss, maculopapular rash, jaundice,
hepatosplenomegaly, anemia, and lymphadenopathy
TORCH: Terapi Toksoplasma

• Trimester I dan II (sebelum 18 minggu


gestasi)DOC: Spiramisin 3x1 gram
• Trimester II akhir dan IIIDOC:
Pirimetamin/sulfadiazin + leucovorin sampai
aterm
 Pyrimethamine 50 mg q12h for 2 days, lanjut 50
mg/day
 Sulfadiazine loading of 75 mg/kg followed by 50
mg/kg q12h
 Folinic acid 10-20 mg/day until 1 week following
cessation of pyrimethamine treatment

Emedicine
Soal no 211
• Seorang wanita usia 30 tahun ingin melakukan
pemeriksaan screening kanker serviks. Pasien
menikah usia 29 tahun, saat ini belum
memiliki anak. Hubungan seks pertama kali
setelah menikah, pasien tidak merokok. Pada
saat inspekulo ditemukan terdapat benjolan
dari ostium uteri bertangkai dan mengkilat
berukuran kurang dari 1 cm. Pasien tidak
merasakan gejala atau keluhan apapun.
Apakah diagnosis yang paling mungkin?
a. Kista bartholin
b. Kista gartner
c. Kista nabothi
d. Ca serviks
e. Polip serviks

Jawaban: E. Polip serviks


211. Polip Serviks
• Tumor dari endoserviks  tumbuh berlebihan
dan bertangkai, ukuran bbrp mm, kemerahan
• Tangkai dapat memanjang sampai menonjol dari
kanalis servikalis ke vagina
• Tangkai mengandung jar.fibrovaskuler, sedangkan
polip mengalami peradangan
dengan metaplasia skuamosa
atau ulserasi dan perdarahan
Polip Serviks
• Etiologi
– Akibat infeksi, inflamasi kronik, respon abnormal terhadap
estrogen, kongesti pembuluh darah di kanal serviks

• Gejala dan Tanda


– Perdarahan abnormal (biasanya spotting) saat: antara periode
menstruasi, setelah menopause, setelah hubungan seksual,
setelah douching
– Polip dapat terinfeksi  keputihan dengan mukus
putih/kekuningan

• Terapi
– Tidak perlu dibuang kecuali berdarah, sangat besar, atau
berbentuk tidak biasa
– Dipotong oleh forsep khusus lalu hentikan perdarahan
(ekstirpasi massa)
http://www.webmd.com/women/tc/cervical-polyps-topic-overview
Jenis Keterangan
Kista Bartholin Kista pada kelenjar bartholin yang terletak di kiri-kanan bawah vagina,di
belakang labium mayor. Terjadi karena sumbatan muara kelenjar e.c trauma
atau infeksi
Kista Nabothi Terbentuk karena proses metaplasia skuamosa, jaringan endoserviks diganti
(ovula) dengan epitel berlapis gepeng. Ukuran bbrp mm, sedikit menonjol dengan
permukaan licin (tampak spt beras)

Polip Serviks Tumor dari endoserviks yang tumbuh berlebihan dan bertangkai, ukuran
bbrp mm, kemerahan, rapuh. Kadang tangkai panjang sampai menonjol dari
kanalis servikalis ke vagina. Tangkai mengandung jar.fibrovaskuler,
sedangkan polip mengalami peradangan dengan metaplasia skuamosa atau
ulserasi dan perdarahan.

Karsinoma Tumor ganas dari jaringan serviks. Tampak massa yang berbenjol-benjol,
Serviks rapuh, mudah berdarah pada serviks. Pada tahap awal menunjukkan suatu
displasia atau lesi in-situ hingga invasif.

Mioma Geburt Mioma korpus uteri submukosa yang bertangkai, sering mengalami nekrosis
dan ulserasi.
Kista Gartner
• Etiologi
• Suatu kista vagina yang disebabkan oleh sisa jaringan embrional (duktus
Wolffian)

• Letak & Ukuran


• Biasanya didapatkan di dinding anterolateral superior vagina.
• Ukuran pada umumnya < 2cm, namun dapat berkembang hingga lebih
besar

• Gejala & tanda


• Bila ukuran kista besar: disuria, gatal,
dispareunia, nyeri pelvis, protusi dari vagina

• Pemeriksaan
• PA: Didapatkan epitelial kuboid yang selapis/
epitel batang pendek

• Terapi: Drainase
http://journals.lww.com/em-news/Fulltext/2011/05000/Case_Report__Gartner_s_Duct_Cyst.15.aspx
Kista Nabothi
• Etiologi
– Terjadi bila kelenjar
penghasil mukus di
permukaan serviks
tersumbat epitel skuamosa

• Gejala & Tanda


– Berbentuk seperti beras
dengan permukaan licin

• Pemeriksaan
- Pemeriksaan pelvis, kadang dengan kolposkopi

• Terapi: Bila simptomatik  drainase


https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001514.htm
Soal no 212
• Ny. Jaelani Durjana, seorang perempuan
berusia 35 tahun datang dengan keluhan
benjolan pada kemaluan. Pada pemeriksaan
didapatkan massa berbentuk kista, lunak
berada di lipat labia minora bagian bawah,
tidak hiperemis. Pasien tidak ada demam dan
nyeri. Hanya saja merasa agak tidak nyaman
saat berjalan karena benjolan tergesek. Apa
kemungkinan diagnosis pada kasus ini?
a. Bartolinitis
b. Kista Bartholin
c. Kista Gardner
d. Kista skene
e. Kista Sebasea

Jawaban: B. Kista Bartholin


212. Bartholin Cyst
• Bartholin cyst • Bartholin abscess
– If the orifice of the – An obstructed Bartholin
Bartholin duct becomes duct can become infected
obstructed, mucous and form an abscess
produced by the gland
accumulates, leading to
cystic dilation proximal to
the obstruction.
– Obstruction is often caused
by local or diffuse vulvar
edema.
– Bartholin cysts are usually
sterile and the gland is not
affected.

Uptodate.com
Clinical Presentation
• Bartholin cyst :
– Unilateral, 1-3 cm
– typically painless, and may be asymptomatic or mild pain
– Most Bartholin cysts are detected during a routine pelvic examination or by the woman
herself.
– Larger cysts  discomfort, typically during sexual intercourse, sitting, or ambulating.
– Patients may also find the presence of a cyst to be disfiguring, even in the absence of
symptoms.
– Cysts are likely to have clear or white fluid.

• Bartholin abscesses :
– typically present with such severe pain and swelling and patients are unable to walk, sit,
or have sexual intercourse.
– Abscesses have a purulent discharge that is typically yellow or green
– Fever - One-fifth of patients with abscess are febrile
– Unilateral, warm, tender, soft, or fluctuant mass in the lower medial labia majora or lower
vestibular area, occasionally surrounded by erythema (cellulitis) and edema
(lymphangitis).
– A large abscess, however, can expand into the upper labia.
– If the abscess is very close to the surface, pus may break through the thin layer of skin at a
point (pointing) and may drain spontaneously.
Treatment
• Cyst • Abscess
– No intervention is necessary – The mainstay of treatment is
for asymptomatic Bartholin I&D (Insicion and Drainage)
cysts. with placement of a Word
– A possible exception to this is catheter, under local
women age 40 years or older, anesthesia.
for whom some experts – Immediate pain relief occurs
suggest incision and drainage upon drainage of pus.
(I&D) to allow a biopsy to – Antibiotic therapy is only
exclude carcinoma. given in patients with risk
– Cysts that are disfiguring or factors or clinical findings
symptomatic are treated is indicative of a more severe
the same manner as a infection or for recurrent
Bartholin abscess. abscesses.
– Marsupialization refers to a
procedure whereby a new
ductal orifice is created.
• This is achieved by incising
the cyst/abscess and then
everting and suturing the
epithelium to the skin at the
edge of the incision.
Soal no 213
• Ny. Salisiana Salisilat, perempuan berusia 35
tahun datang untuk berobat karena tidak
memiliki anak setelah menikah 5 tahun.
Pasien memiliki riwayat salpingitis 4 tahun
yang lalu dan telah diobati. Dokter ingin
melakukan pemeriksaan penunjang untuk
mencari tahu apakah patensi tuba falopi
pasien terganggu. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan adalah...
a. USG intraabdominal
b. USG transvaginal
c. CT scan
d. HSG
e. Foto polos abdomen

Jawaban: D. HSG
213. Histerosalpingografi (HSG)
• Pemeriksaan secara radiologi organ reproduksi wanita bagian dalam pada
daerah uterus, tuba fallopii, cervix dan ovarium mengunakan media
kontras positif

• Indikasi
– Menentukan keberhasilan tindakan operasi sterilitas,
– Sterilitas primer/ sekunder  melihat paten tidaknya tuba
– Fibronyoma pada uteri
– Hypoplasia endometri
– Perlekatan-perlekatan dalam uterus, adenomiosis

• Kontraindikasi
– Menstruasi
– Peradangan dalam rongga pelvis
– Perdarahan dalam kavum uteri
– Alergi terhadap bahan kontras
– Setelah dikerjakannya curettage
– Kecurigaan adanya kehamilan
Hysterosalphingography
• HSG is the evaluation of the uterine cavity, fallopian tubes,
and adjacent peritoneal cavity following the injection of
contrast material through the cervical canal
• Indication:
– Infertility evaluation: HSG can identify fallopian tube
obstruction, dilation (hydrosalpinx), and surrounding adhesions
as well as uterine synechiae, intracavitary lesions, and septa
– Suspected congenital uterine anomalies: Congenital uterine
anomalies (eg, septate, bicornuate, or unicornuate uteri) can be
detected with HSG.
– Preprocedure planning: Some hysteroscopic procedures,
including myomectomy, adhesion resection, and septum
resection, benefit from preprocedure HSG to identify the
location and size of lesions for resection
HSG:
Temuan
Radiologis
Tubal Occlusion
• PID is the most common cause of tubal occlusion leading to infertility.
• Although active pelvic infection is a contraindication for HSG, the residua
of previous episodes can be seen at HSG.
• Tubal occlusion manifests as an abrupt cutoff of contrast material with
nonopacification of the more distal fallopian tube, can be unilateral or
bilateral, and can affect any portion of the tube.
• If the blockage is in the ampullary portion, the tube may dilate, forming a
hydrosalpinx.
• Another sequela of PID is scarring in the peritoneal cavity surrounding the
fallopian tube.
• Peritubal adhesions prevent contrast material from flowing freely around
the bowel loops and most commonly manifest as loculation of the
contrast material around the ampullary portion of the tube.
Soal no 214
• Seorang wanita berusia 36 tahun mengeluh
nyeri pada perutnya. pasien juga mengaku
sudah 2 bulan terlambat haid. TD 90/60
mmHg, N:110x/menit, Suhu: 36.5 C. Pada
inspeksi tidak ditemukan kelainan. Pada
palpasi ditemukan nyeri tekan (+) pada
kuadran kanan atas perut pasien, nyeri lepas (-
), psoas sign (-). Pada pemeriksaan dalam
didapatkan nyeri goyang pelvis (+). Apa yang
menyebabkan kelainan pada pasien ini?
a. Appendisitis akut
b. Appendisitis kronis eksaserbasi akut
c. Appendisitis perforasi
d. Kehamilan Ektopik Terganggu
e. Peritonitis generalisata

Jawaban: D. Kehamilan ektopik terganggu


214. Kehamilan Ektopik Terganggu

• Kehamilan yang terjadi


diluar kavum uteri

• Gejala/Tanda:
– Riwayat terlambat
haid/gejala & tanda hamil
– Akut abdomen
– Perdarahan pervaginam
(bisa tidak ada)
– Keadaan umum: bisa baik
hingga syok
– Kadang disertai febris
Ectopic Preganancy
• The most common site of ectopic implantation is
the fallopian tube, accounting for approximately
98% of cases.
– Fallopian tube sites include the ampullary, isthmic,
fimbrial, and interstitial portions.
• Additional sites include the cervix, ovary,
cesarean scar, and abdominal cavity.
• Sonographic evidence of an extrauterine
pregnancy is definitive for the diagnosis of an
ectopic pregnancy but occurs in fewer than one-
third of patient
KET: Kuldosentesis

• Teknik untuk mengidentifikasi hemoperitoneum

• Serviks ditarik kearah simfisis menggunakan


tenakulum  jarum 16-18 G dimasukkan lewat
forniks posterior kearah cul-de-sac

• Cairan yang mengandung gumpalan darah, atau


cairan bercampur darah sesuai dengan diagnosis
hemoperitoneum akibat kehamilan ektopik
Ectopic Pregnancy
Sonographic finding in Ectopic
Pregnancy
KET: Tatalaksana
Tatalaksana Umum
• Restorasi cairan tubuh dengan cairan kristaloid NaCl 0,9% atau RL (500 mL
dalam 15 menit pertama) atau 2 L dalam 2 jam pertama
• Segera rujuk ibu ke RS

Tatalaksana Khusus
• Laparotomi: eksplorasi kedua ovarium dan tuba fallopii
• Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (eksisi bagian tuba yang
mengandung hasil konsepsi)
• Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan salpingostomi untuk
mempertahankan tuba (hasil konsepsi dikeluarkan, tuba dipertahankan)
• Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling untuk penggunaan
kontrasepsi. Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu
• Atasi anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 60 mg/hari
selama 6 bulan
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
Soal no 215
• Pasien Ny. Tatiana Giana, perempuan berusia
30 tahun, G1P0A0, datang ke RS untuk kontrol
kehamilan. Pemeriksaan ini merupakan ANC
pertama pasien. Sebelumnya pasien telah
melakukan tes kehamilan di laboratorium. Di
poliklinik, perawat mencatat HPHT pasien dan
melakukan pengukuran tingi, berat badan,
serta tanda vital. Bila diketahui HPHT pasien
adalah tanggal 10 april, maka taksiran
persalinan pasien adalah...
a. 17 Januari
b. 18 Januari
c. 20 Februari
d. 20 Januari
e. 21 Januari

Jawaban: A. 17 Januari
215. Rumus Naegle (Hari Perkiraan Lahir)
• Berlaku untuk wanita dengan siklus 28 hari sehingga ovulasi
terjadi pada hari ke 14
• Menghitung umur kehamilan berlangsung selama 288 hari
• Perhitungan kasar: HPHT + 288 hari  perkiraan kelahiran
• Perhitungan berdasarkan siklus 28 hari
– HPHT (hari pertama haid terakhir ) Hari +7, Bulan + 9, Tahun
tetap
– HPHT (hari pertama haid terakhir ) Hari +7, Bulan – 3, Tahun + 1
• Bila siklus menstruasi > 28 hari, perhitungan tanggal setelah rumus asli (+7)
perlu ditambahkan dengan selisih (siklus mens ps – 28 hari)
• Mis: Seorang wanita dengan siklus menstruasi 35 hari dari rumus Naegele maka
taksiran tanggal persalinannya yaitui tgl HPHT +7 +7 menjadi tgl HPHT +14 hari
bukan 7
• Bila siklus menstruasi < 28 hari, perhitungan tanggal setelah rumus asli (+7)
perlu dikurangi dengan selisih (28 hari - siklus mens ps)
• wanita dengan siklus menstruasi 23 hari maka taksiran tanggal persalinannya, yaitu
tgl HPHT +7 -5 menjadi tgl HPHT +2 bukan 7
Soal no 216
• Ny, Harissa Juwana, wanita usia 38 tahun,
hamil 38 minggu, dibawa ke kamar bersalin RS
Murni Kasih Sayang dengan keluhan kencang-
kencang semakin sering, keluar air ketuban 2
jam yang lalu. Kehamilan ini merupakan
kehamilan keempat pasien. Anak pertama
berat 4500 gram, anak kedua 3000 gram, anak
ketiga 2800 gram. Riwayat ANC teratur ke
Puskesmas. Hasil pemeriksaan pembukaan 2-
3cm. Berada pada status apakah pasien?
a. G4P3A0 preterm Kala II masa aktif
b. G4P2A1 aterm Kala I fase laten
c. G4P3A1 aterm Kala II fase aktif
d. G4P2A1 aterm Kala I fase aktif
e. G4P3A0 aterm Kala I fase laten

Jawaban: E. G4P3A0 kala I fase laten


216. Kala Persalinan
PERSALINAN dipengaruhi 3 • PEMBAGIAN FASE / KALA
FAKTOR “P” UTAMA PERSALINAN
1. Power Kala 1
His (kontraksi ritmis otot polos Pematangan dan pembukaan
uterus), kekuatan mengejan ibu, serviks sampai lengkap (kala
keadaan kardiovaskular respirasi pembukaan)
metabolik ibu. Kala 2
2. Passage Pengeluaran bayi (kala
Keadaan jalan lahir pengeluaran)
Kala 3
3. Passanger Pengeluaran plasenta (kala uri)
Keadaan janin (letak, presentasi, Kala 4
ukuran/berat janin, ada/tidak Masa 1 jam setelah partus,
kelainan anatomik mayor) terutama untuk observasi
(++ faktor2 “P” lainnya :
psychology, physician, position)
Kala Persalinan: Sifat HIS
Kala 1 awal (fase laten)
• Tiap 10 menit, amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm
• Frekuensi dan amplitudo terus meningkat

Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir


• Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4
kali / 10 menit, lama 60-90 detik (frekuensi setidaknya 2x/10 menit dan lama minimal
40 “). Serviks terbuka sampai lengkap (+10cm).

Kala 2
• Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit.
• Refleks mengejan akibat stimulasi tekanan bagian terbawah menekan anus dan rektum

Kala 3
• Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun.
Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap
menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
Kala Persalinan: Kala I

• Fase laten :
pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam)

• Fase aktif :
Pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung
sekitar 6 jam. Fase aktif terbagi atas :
1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4
cm.
2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm
sampai 9 cm.
3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai
lengkap (+ 10 cm).
Hubungan Penurunan Kepala dan
Dilatasi Serviks

Cunnningham et al. Williams Obstetrics. 24thedition. 2014


Kala Persalinan: Kala II
• Dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi

• Gejala dan tanda kala II persalinan


– Dor-Ran  Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan
terjadinya kontraksi
– Tek-Num  Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada
rektum dan/atau vagina
– Per-Jol Perineum menonjol
– Vul-Ka  Vulva-vagina dan sfingter ani membuka
– Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah

• Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam


(informasi objektif)
– Pembukaan serviks telah lengkap, atau
– Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina
Kala Persalinan: Kala III
• Dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban

• Tanda-tanda pelepasan plasenta :


– Semburan darah dengan tiba-tiba: Karena penyumbatan
retroplasenter pecah saat plasenta lepas
– Pemanjangan tali pusat: Karena plasenta turun ke segmen
uterus yang lebih bawah atau rongga vagina
– Perubahan bentuk uterus dari diskoid menjadi globular
(bulat): Disebabkan oleh kontraksi uterus
– Perubahan dalam posisi uterus, yaitu uterus didalam
abdomen: Sesaat setelah plasenta lepas TFU akan naik, hal ini
disebabkan oleh adanya pergerakan plasenta ke segmen
uterus yang lebih bawah

(Depkes RI. 2004. Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta: Departemen Kesehatan)
Manajemen Aktif Kala III

Peregangan Tali Massase


Uterotonika Pusat Terkendali Uterus
• 1 menit setelah bayi • Tegangkan tali pusat ke arah • Letakkan telapak
lahir bawah sambil tangan yang tangan di fundus 
• Oksitosin 10 unit IM di lain mendorong uterus ke masase dengan
sepertiga paha atas arah dorso-kranial secara gerakan melingkar
bagian distal lateral hati-hati secara lembut hingga
• Dapat diulangi setelah uterus berkontraksi
15 menit jika plasenta (fundus teraba keras).
belum lahir
Soal no 217
• Seorang ibu hamil 7 bulan dengan status
obatetri G1P0A0 datang dengan keluhan mau
melahirkan. Perut terasa sudah mulas secara
teratur 2x dalam 10 menit. Bidan melakukan
pemeriksaan dalam dan didapatkan
pembukaan 3 cm. Kontraksi uterus sudah
teratur 2-3x/ 10 menit selama 25 detik, dan
terdapat tanda-tanda persalinan. Diagnosis
pada pasien ini adalah...
a. Partus prematurus
b. Partus immaturus
c. Abortus insipiens
d. Partus prematurus iminens
e. Partus preterm

Jawaban: D. Partus prematurus iminens


217. Partus Prematurus Iminens

• POGI (Semarang, 2008): persalinan preterm


adalah persalinan yang terjadi pada usia
kehamilan 22-37 minggu

• (Wibowo, 1997): Kontraksi uterus yang teratur


setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37
minggu dengan interval kontraksi 5-8 menit atau
kurang + satu atau lebih tanda berikut:
– Perubahan serviks yang progresif
– Dilatasi serviks 2 cm atau lebih
– Penipisan serviks 80 % atau lebih
Faktor Risiko & Diagnosis PPI
Menurut Wijnyosastro (2010) dan Rompas (2004)
Janin & Plasenta Perdarahan trimester I, perdarahan antepartum, KPD, pertumbuhan
janin terhambat, cacat kongenital, gemeli, polihidramnion

Ibu DM, preeklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk
uterus, riwayat partus preterm/abortus berulang, inkompetensi
serviks, narkotika, trauma, perokok berat, kelainan imun/rhesus,
serviks terbuka > pada 32 minggu, riwayat konisasi

Kriteria Diagnosis PPI (American College of Obstetricians and Gynecologists, 1997)


1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi 4x dalam 20 menit atau 8x dalam 60
menitplus perubahan progresif pada serviks
2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm
3. Pendataran serviks > 80%
Agen Tokolitik pada Persalinan
Preterm
• Most Effective tocolytic drugs:
– Inhibitor prostaglandin sintetase (COX inhibitor):
Indometasin
– Antagonis calcium channel : Nifedipin
– Beta Agonis : Terbutalin, Ritodrine
• Less Effective tocolytic drugs:
– Magnesium sulfat
– Antagonis oksitosin: Atosiban
Tatalaksana PPI: Pematangan Paru

• Akselerasi pematangan fungsi paru janin


– Bila usia kehamilan < 35 minggu
– Obat:
• Betametason 2 x 12 mg IM, jarak pemberian 24 jam
• Deksametason 4 x 6 mg IM, jarak pemberian 12 jam
• Peningkat surfaktan: thyrotropin releasing hormone 200 ug IV ATAU
inositol

• Pencegahan infeksi
– DOC: eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari
– Ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari
– Klindamisin
– Kontra indikasi: amoksiklaf  risiko necrotizing enterocolitis
Komplikasi PPI
• Pada Ibu
– Endometritis

• Pada Janin
– HMD, gangguan refleks akibat SSP belum matang,
intoleransi akibat GI belum matang, retinopati,
displasia bronkopulmoner, penyakit jantung,
jaundice, infeksi/septikemia, anemia, gangguan
mental & motorik
Pratus Prematurus

• Partus yang terjadi di bawah umur kehamilan 37


minggu dengan perkiraan berat janin kurang
dari 2500 gram (Manuaba, 1998 : 221)

• Partus yang terjadi antara usia kehamilan 20-37 minggu


dihitung dari hari pertama haid terakhir (Nur, 2008)

• Munculnya aktivitas uterus regular yang menghasilkan


pendataran maupun dilatasi sebelum kehamilan 37
minggu selesai (Chapman, Vicky, 2006 : 184)
Soal no 218
• Ny. Mariana Ancol, perempuan berusia 32
tahun dibawa ke RS karena demam 5 hari
setelah melahirkan. Riwayat melahikan di
dukun beranak. Bayi perempuan, lahir hidup
berat 3.000 gram. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan ibu tampak sakit sedang, TFU
setinggi pusat, keadaan umum compos
mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi
80x/menit, suhu 38 C. Ibu tetap memberi ASI
ke anaknya. Diagnosis pada pasien ini
adalah....
a. Endometritis
b. Sisa plasenta
c. Abses mamae
d. Mastitis
e. Perimetritis

Jawaban: A. Endometritis
218. Infeksi Puerpurium
• Merujuk kepada infeksi traktus genitalis setelah
melahirkan
• Puerperalis = periode 42 hari setelah kelahiran janin &
ekspulsi plasenta
• Mencakup:
– Endometritis, parametritis, salpingo-ooforitis, tromboflebitis
pelvis, peritonitis, selulitis perineum/vagina, hematoma
terinfeksi, dan abses luka
• Morbiditas nifas (demam saat nifas)  peningkatan suhu
oral hingga 38 C/lebih selama 2 hari dari 10 hari pertama
postpartum, terpisah dari 24 jam pertama
Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi, EGC hal 364
Infeksi Puerperalis
• Faktor Predisposisi
– Perdarahan, trauma persalinan, partus lama, retensio
plasenta, anemia, malnutrisi

• Patologi
– Bekas tempat perlekatan plasenta merupakan luka yang
cukup besar untuk masuknya mikroorganisme penyebab
infeksi
– Infeksi dapat terbatas pada luka (infeksi luka perineum,
vagina, serviks, atau endometrium) atau menjalar ke
jaringan sekitar (tromboflebitis, parametritis, sapingitis,
dan peritonitis)
Obstetri Patologi Edisi 2. Fakultas Kedokteran Univ Padjadjaran hal 188
Infeksi Puerpuralis: Perbandingan Klinis
TIPE C A K U PA N PEMERIKSAAN
Endometritis Infeksi pada endometrium dan kelenjar glandular Demam, lokia berbau, nyeri
perut bawah & pinggang

Metritis Infeksi pada endometrium + kelenjar glandular + Akut: serupa endometritis


Kronik: >> jaringan ikat 
lapisan otot uterus membesar
Parametritis Inflamasi pada parametrium (selulitis Nyeri unilateral, defans
muskular, infiltrat keras di
pelvika/ligamentum latum) dinding panggul, uterus
terdorong ke bagian sehat
Perimetritis Inflamasi pada lapisan serosa uterus (perimetrial) Pelveoperitonitis  gejala
salpingitis dll
Endometritis
• Inflamasi pada lapisan endometrial uterus, dapat
meluas hingga miometrium dan parametrium (metritis)

• Patogenesis
• Kuman masuk kedalam luka endometrium (t.u bekas
perlekatan plasenta)  leukosit >>  pus dan kontraksi otot
• Dapat menghalangi involusi uterus

• Endometritis: hanya mengenai endometrium dan


kelenjar glandular

Obstetri Patologi Edisi 2. Fakultas Kedokteran Univ Padjadjaran hal 188 http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Endometritis: Etiologi

• Polimikroba, biasanya 2-3 mikroorganisme


• Paling banyak: infeksi ancending dari flora normal
vagina
• Bakteri: Ureaplasma
urealyticum,Peptostreptococcus, Gardnerella
vaginalis, Bacteroides bivius, streptococcus grup B
• Chlamydia: sering pada endometritis post partum
• Enterococcus: pada 25% wanita yang menerima
profilaksis sefalosporin
• Herpes dan TB: kasus jarang

http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Endometritis Post Partum
• Faktor Risiko
• Mayor: SC, KPD lama, persalinan lama dengan VT sering,
bimanual plasenta
• Minor: pemberian kortikosteroid pada persalinan preterm,
operasi lama, anestesi umum, anemia postpartum
• kurangnya higiene pasien,
• Kurangnya nutrisi
• Tanda dan Gejala :
– demam di atas 380C dapat disertai menggigil,
– nyeri perut bawah,
– lokia berbau dan purulen,
– nyeri tekan uterus,
– subinvolusi uterus, dan
– dapat disertai perdarahan per vaginam hingga syok
http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Pemeriksaan Penunjang Metritis
• Pemeriksaan darah perifer lengkap: Leukositosis
dengan left-shift (sulit dilihat pada postpartum
karena leukositosis fisiologis)
• Golongan darah ABO dan jenis rhesus
• Glukosa darah sewaktu
• Analisis urin
• Kultur (cairan vagina, urin, dan darah)
• USG (untuk menyingkirkan kemungkinan sisa
plasenta)
Tatalaksana Metritis
• Berikan antibiotika sampai 48 jam bebas demam dengan Ampisilin
2 gram IV tiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg/kgB IV tiap 24 jam
dan metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam. Bila demam tidak menurun
dalam 72 jam, lakukan kaji ulang tatalaksana dan diagnosis.
• Regimen lainnya: Kombinasi klindamisin 900 mg dan gentamisin
2mg/kgBB IV/ 8 jam
• Cegah dehidrasi
• Pertimbangkan imunisasi TT bila dicurigai terpapar tetanus
• Periksa apakah ada kemungkinan sisa plasenta
• Jika tidak ada kemajuan dan ada peritonitis lakukan laparotomi dan
drainase abdomen bila terdapat pus
• Sumber: Buku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar
dan rujukan.
Soal no 219
• Ny. Uranus Neptunus, baru saja menikah 2
minggu lalu datang berobat ke poliklinik
dengan keluhan nyeri saat buang air kecil.
Pada pemeriksaan didapatkan status generalis
TD 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, napas
16x/menit, suhu afebris. Terdapat nyeri tekan
suprapubik (+), nyeri ketok CVA (-/-), serta
didapatkan leukosituria. Apa diagnosis yang
tepat pada pasien ini?
a. Sistitis
b. Uretritis
c. Ureterolitiasis
d. Vesikolitiasis
e. Pielonefritis

Jawaban: A. Sistitis
219. Infeksi Saluran Kemih pada Wanita
• Etiologi
– Penyumbatan, aktivitas seksual, kebiasaan cebok yang
salah, spermisida, kondom, DM, estrogen <<, kateter

• Gejala dan Tanda


– ISK bawah (sistitis):
• Disuria, anyang-anyangan, hematuria, urin keruh, urin bau
menyengat, nyeri suprasimfisis
– ISK atas (pielonefritis)
• Nyeri punggung bawah dan samping, demam, menggigil, mual,
muntah
Tatalaksana Sistitis Pada wanita
• Oral therapy with an empirically chosen antibiotic that
is effective against gram-negative aerobic coliform
bacteria (eg, Escherichia coli) is the principal treatment
intervention in patients with cystitis.
• The first-choice agents for treatment of uncomplicated
acute cystitis in women:
– Nitrofurantoin monohydrate/macrocrystals (5-7 days)
– Trimethoprim-sulfamethoxazole (TMP-SMX) (3 days)
– Fosfomycin (single dose)
• Fluoroquinolones are typically reserved for
complicated cystitis
Emedicine medscape
Soal no 220
• Ny. Brenda Kumalasari, perempuan, usia 30
tahun, G2P1A0 hamil 29-30 minggu mengeluh
nyeri perut bawah yang dialami sejak 2 hari
yang lalu. Keluhan disertai dengan adanya
perasaan nyeri saat buang air kecil, terasa
tidak tuntas dan panas di area lubang kemih.
Dari pemeriksaan urin didapatkan nitrit (+),
leukosituria (+). Apa medikamentosa yang
tepat diberikan?
a. Siprofloksasin
b. Klindamisin
c. Amoxicilin
d. Ceftriaxone
e. Doksisiklin

Jawaban: C. Amoxicillin
220. Urinary tract infection in
Pregnancy
• Urinary tract infections (UTIs) are common in
pregnant women.
• By convention, UTI is defined either as a
lower tract (acute cystitis) or upper tract
(acute pyelonephritis) infection
• As in nonpregnant women, Escherichia coli is
the predominant uropathogen found in both
asymptomatic bacteriuria and UTI in pregnant
women
Asymptomatic Bacteriuria
• We screen all pregnant women at least once for asymptomatic bacteriuria.
• Screening for asymptomatic bacteriuria is performed at 12 to 16 weeks
gestation with a midstream urine for culture.
• The diagnosis is made by finding high-level bacterial growth (≥105 colony
forming units [cfu]/mL or, for group B Streptococcus, ≥104 cfu/mL) on urine
culture in the absence of symptoms consistent with UTI.
• Management of asymptomatic bacteriuria :
– Antibiotic therapy tailored to culture results, which reduces the risk of
subsequent pyelonephritis and is associated with improved pregnancy
outcomes.
– Following treatment, follow-up cultures are performed to confirm sterilization
of the urine. For those women with persistent bacteriuria, prophylactic or
suppressive antibiotics may be warranted in addition to retreatment.
Acute Cystitis
• Acute cystitis should be suspected in pregnant women who
complain about new onset dysuria, frequency, or urgency.
• The diagnosis is made by finding of bacterial growth on
urine culture in this setting.
• Management of acute cystitis :
– Empiric antibiotic therapy that is subsequently tailored to
culture results.
– Potential options for empiric and directed therapy include beta-
lactams, nitrofurantoin, and fosfomycin (table 1).
– As with asymptomatic bacteriuria, follow-up cultures are
performed to confirm sterilization of the urine. For those
women with persistent bacteriuria or recurrent cystitis,
prophylactic or suppressive antibiotics may be warranted in
addition to retreatment.
Acute pyelonephritis
• Acute pyelonephritis during pregnancy is suggested by the presence of flank
pain, nausea/vomiting, fever (>38ºC), and/or costovertebral angle tenderness, with
or without the typical symptoms of cystitis, and is confirmed by the finding of
bacteriuria in the setting of these symptoms.
• Pregnant women may become quite ill and are at risk for both medical (eg, sepsis,
respiratory failure) and obstetrical complications from pyelonephritis
• Management of acute pyelonephritis :
– hospital admission for parenteral antibiotics, preferably broad spectrum beta-lactams
(table 2).
– Antibiotic therapy can be converted to an oral regimen tailored to the susceptibility
profile of the isolated organism following clinical improvement.
– Oral options are generally limited to beta-lactams or, if in the second
trimester, trimethoprim-sulfamethoxazole. Following the treatment course, suppressive
antibiotics are typically used for the remainder of the pregnancy to prevent recurrence.
• It is generally accepted that penicillins (with or without beta-lactamase inhibitors),
cephalosporins, aztreonam, and fosfomycin are safe in pregnancy. Because of
possible but uncertain associations with adverse birth outcomes, we generally
avoid nitrofurantoin during the first trimester and trimethoprim-
sulfamethoxazole during the first trimester and near term unless no other options
are available.
Soal no 221
• Seorang wanita, 28 tahun, hamil anak ke-2,
umur kehamilan 28 minggu datang ke UGD RS
dengan keluhan sesak napas disertai bunyi
mengi 2 jam yang lalu. Riwayat sesak serupa
timbul bila udara dingin. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg,
nadi 100 x/menit, frekuensi napas 28 x/menit,
suhu 37 C. pemeriksaan paru terdengar
wheezing ekspirasi seluruh lapangan paru.
Manakah penatalaksanaan awal yang tepat
untuk kasus di atas?
a. Fluticasone nebulisasi
b. Budesonide nebulisasi
c. Salbutamol nebulisasi
d. Ipatropium bromide inhalasi
e. Aminofilin 7 mg/kg bolus dalam 20 menit
diikuti dari infus 0,4 mg/kg/jam

Jawaban: C. Salbutamol nebulisasi


221. Asma dan Kehamilan

Pengaruh kehamilan pada asma:


•  hormon estrogen: kongesti kapiler hidung
(terutama trimester ketiga)
•  hormon progesteron: peningkatan laju
pernapasan, bronkodilatasi
•  hormon kortisol bebas: << gejala asma
• prostaglandin (terutama trimester III):
bronkokonstriktor (Nelson and Piercy, 2001)
Komplikasi Asma pada Kehamilan

• Bagi Ibu:
– Preeklampsia, hipertensi, hiperemesis gravidarum,
perdarahan pervaginam, induksi, komplikasi
kehamilan

• Bagi Janin
– Kematian perinatal, IUGR, kehamilan preterm,
hipoksia neonatal, BBLR
Asma pada Kehamilan
• Diagnosis: sama seperti pasien tidak hamil (Sesak/ sulit bernapas, wheezing, batuk
berdahak, ronkhi)
• The recommended agents for management of acute asthma exacerbations in
pregnant patients are the same as for asthma exacerbations in nonpregnant adults
and adolescents (inhaled short-acting beta agonists, inhaled anticholinergic agents,
oral or intravenous glucocorticoids, and, if appropriate, intravenous magnesium
sulfate)
• Tatalaksana pada kehamilan
– O2 dan pasang kanul IV.
– Hindari penggunaan obat penekan batuk, sedatif dan antihistamin.
– Berikan cairan Ringer Laktat atau NaCl 0,9%.
– Salbutamol via nebulizer
– Metilprednisolon IV 40-60 mg/ 6 jam, ATAU hidrokortison IV 2 mg/kgBB/ 4 jam atau
setelah loading dose 2 mg/kgBB dilanjutkan infus 0,5 mg/kgBB/jam.
– Jika ada tanda infeksi, beri ampisilin 2 g IV tiap 6 jam.
– Rujuk ke fasilitas yang memadai. Di rumah sakit rujukan, pertimbangkan foto thoraks,
laboratorium, alat monitor fungsi vital, dan rawat intensif bilamana perlu.
– Konsultasi dengan dokter spesialis paru atau penyakit dalam dan dokter spesialis obstetri
dan ginekologi.
• Bila harus dilakukan persalinan: Jangan beri prostaglandin. Untuk mencegah perdarahan
pascasalin, beri oksitosin 10 unitIM atau ergometrin 0,2 mg IM.
Current guidelines emphasize the
following points:
• Albuterol (salbutamol) is recommended as the short-acting beta agonist of choice.
• For patients with mild persistent or more severe asthma, inhaled glucocorticoids
reduce exacerbations during pregnancy and cessation of inhaled glucocorticoids
during pregnancy increases the risk of an exacerbation.
– Budesonide has been the preferred inhaled glucocorticoid for use during pregnancy, as more
published gestational human data are available for that medication.
– However, other inhaled glucocorticoids could be continued if the patient was well-controlled
on one of these medications prior to pregnancy.
• Salmeterol has been recommended as the inhaled long-acting beta agonist of
choice in the United States due to the longer duration of clinical experience with
this agent compared with formoterol.
– However, retrospective cohort studies provide reassuring data for both salmeterol and
formoterol.
• Montelukast or zafirlukast could be considered as alternative but NOT preferred
therapy for mild persistent asthma or as add-on therapy to inhaled glucocorticoids,
especially for patients who have shown a uniquely favorable response prior to
pregnancy.
Soal no 222
• Wanita, 23 tahun, G1P0A0 hamil 10 minggu
datang dengan keluhan keluar darah dari
kemaluan sejak 6 jam yang lalu. Darah keluar
berwarna merah terang dan bergumpal-
gumpal. Sekarang pasien merasa nyeri, tetapi
telah berkurang. Pada pemeriksaan
didapatkan abdomen lemas, datar, pada
inspekulo tampak darah bergumpal dan
jaringan. Setelah dibersihkan, tampak ostium
uteri terbuka satu jari, dengan jaringan di
tengahnya. Apa diagnosis pasien di atas?
a. Abortus imminens
b. Abortus insipien
c. Abortus inkomplit
d. Abortus komplit
e. Abortus sepsis

Jawaban: C. Abortus inkomplit


222. Jenis Abortus
Abortus Imminens Abortus Insipiens Abortus Inkomplit

Abortus Komplit Missed Abortion


Abortus: Tatalaksana Umum
• Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk
tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu).
• Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan sistolik
<90 mmHg). Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok
• Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan
tersebut saat penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena
kondisinya dapat memburuk dengan cepat
• Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi,
berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam:
– Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam
– Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
– Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
• Segera rujuk ibu ke rumah sakit .
• Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional
dan konseling kontrasepsi pasca keguguran.
• Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus
Tatalaksana Abortus Imminens
• Pertahankan kehamilan.
• Tidak perlu pengobatan khusus.
• Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan
seksual.
• Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya
pada pemeriksaan antenatal termasuk pemantauan kadar
Hb dan USG panggul serial setiap 4 minggu. Lakukan
penilaian ulang bila perdarahan terjadi lagi.
• Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan
USG. Nilai kemungkinan adanya penyebab lain.
Tatalaksana Abortus Insipiens
• Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu: lakukan evakuasi isi uterus (dengaan
AVM) Jika evakuasi tidak dapat dilakukan segera:
– Berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu)
– Rencanakan evakuasi segera.
• Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu:
– Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan dan evakuasi sisa hasil konsepsi dari dalam
uterus (lakukan dengan AVM).
– Bila perlu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan
kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu pengeluaran hasil konsepsi
• Lakukan pemantauan pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu
baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
• Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi ke laboratorium.
• Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan
produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24
jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan
pulang.
Tatalaksana Abortus Inkomplit
• Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
mencuat dari serviks.
• Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi isi
uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) adalah metode yang dianjurkan. Kuret tajam
sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia. Jika evakuasi tidak dapat segera
dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu).
• Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl
0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu
pengeluaran hasil konsepsi.
– Lebih disarankan untuk memakai kuret tajam jika usia kehamilan >16 minggu
• Lakukan evaluasi tanda vital pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu
baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
• Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk pemeriksaan
patologi ke laboratorium.
• Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi
urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam. BIla hasil
pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang
Tatalaksana Abortus Komplit
• Tidak diperlukan evakuasi lagi.
• Konseling untuk memberikan dukungan
emosional dan menawarkan KB pasca keguguran.
• Observasi keadaan ibu.
• Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet
sulfas ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu, jika
anemia berat berikan transfusi darah.
• Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu.
Soal no 223
• Ny. Endah Resa Popolomama, perempuan,
usia 23 tahun dan sedang hamil datang ke
dokter untuk berkonsultasi dengan membawa
hasil pemeriksaan laboratorium. Pasien saat
ini tidak dalam keluhan apapun. Pemeriksaan
tanda vital dan status generalis dalam batas
normal. Dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan hasil T3 dan T4 pasien meningkat.
TSH normal. Diagnosis pada pasien ini
adalah...
a. Hipertiroid
b. Hipotiroid
c. Subklinis hipertiroid
d. Subklinis hipotiroid
e. Normal pada wanita hamil

Jawaban: E. Normal pada wanita hamil


223. Transient Hyperthyroidism pada
Kehamilan
• Adaptasi tiroid pada kehamilan
– Estrogen-simulated synthesis  thyroid binding
globulin level >>
– Stimulation of the thyrotropin (thyroid-stimulating
hormone [TSH]) receptor by human chorionic
gonadotropin (hCG)
– there is considerable homology between the beta subunits
of hCG and TSH. As a result, hCG has weak thyroid-
stimulating activity
– Total T3 dan T4 >>  tapi fT3 dan fT4 yang aktif
secara biochemical tetap dalam jumlah normal
(meningkat sedikit, tetapi masih dalam range normal)

http://www.medscape.com/viewarticle/405754_4 | Uptodate
223. Transient Hyperthyroidism pada
Kehamilan
• Serum hCG concentrations increase soon after fertilization and peak at 10
to 12 weeks.
• During this peak, total serum T4 and T3 concentrations increase.
• Serum free T4 and T3 concentrations increase slightly, usually within the
normal range, and serum TSH concentrations are appropriately reduced
• This transient, usually subclinical, hyperthyroidism should be considered a
normal physiologic finding.
• It is not known if this action of hCG benefits the mother or fetus.
• Later in pregnancy, as hCG secretion declines, serum free T4 and T3
concentrations decline and serum TSH concentrations rise slightly to or
within the normal range.
• Gejala dan Tanda
– T3 dan T4 >> tanpa ada gejala hipertiroid
– Autoantibodi tiroid (-)
– Tidak ada gejala dan tanda hipertiroid pre kehamilan
Soal no 224
• Seorang perempuan berusia 19 tahun dibawa
keluarganya ke UGD RS karena keluar cairan
bening sejak setengah jam yang lalu dengan
jumlah sekitar 250 ml, tanpa darah dan tanpa
disertai rasa mulas di perut bagian bawah.
Diketahui pasien hamil dengan usia kehamilan
32 minggu. Hasil pemeriksaan tanda vital
dalam batas normal. Apakah pemeriksaan
lanjutan untuk penegakan diagnosis pada
kasus di atas?
a. Pemeriksaan DJJ
b. Pemeriksaan Hb dan PCV
c. Pemeriksaan TFU
d. Pemeriksaan kertas lakmus
e. Pemeriksaan amniosintesis

Jawaban: D. Pemeriksaan kertas lakmus


224. Ketuban Pecah Dini
• Robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan
(sebelum onset persalinan berlangsung)
• PPROM (Preterm Premature Rupture of
Membranes): ketuban pecah saat usia kehamilan
< 37 minggu
• PROM (Premature Rupture of Membranes): usia
kehamilan > 37 minggu

• Kriteria diagnosis :
– Usia kehamilan > 20 minggu
– Keluar cairan ketuban dari vagina
– Inspekulo : terlihat cairan keluar dari OUE
– Kertas nitrazin menjadi biru
– Mikroskopis : terlihat lanugo dan verniks kaseosa

• Pemeriksaan penunjang: USG (menilai jumlah cairan ketuban,


menentukan usia kehamilan, berat janin, letak janin, kesejahteraan janin
dan letak plasenta)
KPD: Diagnosis
• Inspeksi
• pengumpulan cairan di vagina atau mengalir keluar dari lubang
serviks saat pasien batuk atau saat fundus ditekan

• Kertas nitrazin (lakmus)


• Berubah menjadi biru (cairan amnion lebih basa)

• Mikroskopik
• Ferning sign (arborization, gambaran daun pakis)

• Amniosentesis
• Injeksi 1 ml indigo carmine + 9 ml NS  tampak
pada tampon vagina setelah 30 menit

http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p659.html
KPD: Tatalaksana
KETUBAN PECAH DINI

MASUK RS
• Antibiotik
• Batasi pemeriksaan dalam
• Observasi tanda infeksi & fetal distress

PPROM
• Observasi:
PROM
• Temperatur
• Fetal distress
• Kelainan Obstetri
Kortikosteroid
• Fetal distress
Letak Kepala
• Letak sungsang
• CPD
• Riwayat obstetri buruk Indikasi Induksi
• Grandemultipara • Infeksi
• Elderly primigravida • Waktu
• Riwayat Infertilitas
• Persalinan obstruktif

Berhasil
• Persalinan pervaginam
Gagal
Sectio Caesarea • Reaksi uterus tidak ada
• Kelainan letak kepala
• Fase laten & aktif memanjang
• Fetal distress
• Ruptur uteri imminens
• CPD
Ketuban Pecah Prematur: Tatalaksana
• Tatalaksana Umum: Antibiotik profilaksis
• DOC: Penisilin dan makrolida
• Ampicillin 2 g IV/6 jam dan erythromycin 250 mg IV/6 jam selama 2 hari diikuti amoxicillin 250
mg PO/ 8 jam dan erythromycin 333 mg PO/8 jam selama 5 hari
• Atau eritromisin 250 mg PO/6 jam selama 10 hari
• Kombinasi amoksilin dengan asam klavulanat tidak digunakan karena dapat
memicu terjadinya enterokolitis nekrotikans

• Tatalaksana Khusus kehamilan 24-33 minggu


– Selama perawatan 2 hari dilakukan:
• Observasi adanya amnionitis/tanda infeksi (demam, takikardia, lekositosis, nyeri pada rahim,
sekret vagina purulen, takikardi janin)
• Pengawasan timbulnya tanda persalinan
• USG menilai kesejahteraan janin
– Bila terdapat amnionitis, abrupsio plasenta, dan kematian janin, lakukan persalinan
segera.
– Berikan deksametason 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam atau betametason 12
mg IM tiap 24 jam selama 48 jam.
– Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi ibu dan janin.
– Bayi dilahirkan di usia kehamilan 34 minggu, atau di usia kehamilan 32-33 minggu,
bila dapat dilakukan pemeriksaan kematangan paru dan hasil menunjukkan bahwa
paru sudah matang (komunikasikan dan sesuaikan dengan fasilitas perawatan bayi
preterm).
Tatalaksana Khusus
• <24 minggu:
– Pertimbangan dilakukan dengan melihat risiko ibu dan
janin.
– Lakukan konseling pada pasien. Terminasi kehamilan
mungkin menjadi pilihan.
– Jika terjadi infeksi (korioamnionitis), lakukan
tatalaksana korioamnionitis
• >34 minggu:
– Lakukan induksi persalinan dengan oksitosin bila tidak
ada kontraindikasi.
Soal no 225
• Ny. Wartawan Senior, perempuan, usia 25
tahun, dengan keluhan Batuk 2 bulan, keringat
malam, dan penurunan berat badan. Hasil dari
pemeriksaan tes cepat molekuler
menunjukkan BTA (+) sensitif rifampisin.
Pasien akan diberikan terapi OAT lini pertama.
Ternyata, wanita ini memiliki bayi usia 4 bulan
dan masih diberikan ASI. Penatalaksanaan
pada kasus ini adalah....
a. Menganjurkan untuk memberikan anak susu
formula
b. Menganjurkan untuk tidak kontak dengan anak
selama pengobatan
c. Menghentikan pemberian ASI
d. Tetap melanjutkan ASI selama pengobatan dengan
OAT dan memberikan INH kepada anak untuk
profilaksis
e. Stop OAT dan lanjutkan menyusui

Jawaban: D. Tetap melanjutkan ASI selama


pengobatan dengan OAT dan memberikan INH kepada
anak untuk profilaksis
225. TB pada Ibu Hamil dan
Menyusui
225. Infeksi TB pada Bayi
Tuberkulosis saat Menyusui
Soal no 226
• Seorang ibu P3A0 datang dengan keluhan
batuk 2 bulan, berdahak, disertai dengan
keringat malam dan penurunan berat badan.
Dokter puskesmas kemudian melakukan
pemeriksaan TCM dan didapatkan hasil TB (+)
sensitif rifampisin. Dokter kemudian
memberian OAT kategori 1 fase intensif
selama 2 bulan. Manakah pernyataan yang
tepat mengenai obat OAT terhadap kesehatan
obstetri dan ginekologi pasien?
a. Obat R, H, Z, E, S yang digunakan dalam pengobatan OAT lini
1 tidak ada yang bersifat teratogenik
b. Rifampisin merupakan induktor enzim hepar yang
memetabolisme estrogen, sehingga tingkat keberhasilan
kontrasepsi hormonal akan berkurang
c. Etambutol tidak boleh diberikan kepada ibu hamil karena
bisa mengganggu perkembangan visus janin
d. Kontrasepsi hormonal sebaiknya dihindari karena menekan
efektifitas rifampisin
e. Pengobatan fase lanjutan TB kategori 1 pada ibu hamil harus
diberikan selama minimal 10 bulan.

Jawaban: B. Rifampisin merupakan induktor enzim hepar yang


memetabolisme estrogen, sehingga tingkat keberhasilan
kontrasepsi hormonal akan berkurang
226. TB pada Kondisi Khusus
• Kehamilan
– Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya.
– Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali
golongan Aminoglikosida seperti streptomisin atau kanamisin karena
dapat menimbulkan ototoksik pada bayi (permanent ototoxic) dan
dapat menembus barier placenta.
– Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran
dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan.
– Pemberian Piridoksin 50 mg/hari dianjurkan pada ibu hamil yang
mendapatkan pengobatan TB, sedangkan pemberian vitamin K
10mg/hari juga dianjurkan apabila Rifampisin digunakan pada
trimester 3 kehamilan menjelang partus.
226. TB pada Kondisi Khusus
• Ibu menyusui dan bayinya
– Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak
berbeda dengan pengobatan pada umumnya.
– Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui.
– Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut
dapat terus diberikan ASI.
– Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada
bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.
• Pasien TB pengguna kontrasepsi
– Rifampisin (merupakan inducer enzim CYP3A4 di hepar)
berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan
KB, susuk KB) sehingga dapat menurunkan efektifitas
kontrasepsi tersebut.
– Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi
non-hormonal.
Soal no 227
• Ny. Nanase Himura, perempuan, 25 tahun,
P0A0, datang dengan keluhan nyeri hebat saat
haid. Hal ini sudah dirasakan sekitar 6 bulan
belakangan. Pasien juga mengeluhkan haid
panjang serta banyak hingga 12 hari. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran
uterus yang bersifat difus. Tes kehamilan (-).
Pasien tidak memakai kontrasepsi dalam
bentuk apapun. Riwayat keganasan disangkal.
Apa diagnosis yang mungkin pada pasien ini?
a. Adenomiosis
b. Endometriosis
c. Mioma uteri
d. Kista ovarium
e. Karsinoma serviks

Jawaban: A. Adenomiosis
227. Endometriosis & Adenomiosis
• Endometriosis
– Pertumbuhan jaringan yang mirip dengan
endometrium di luar kavum uteri
• Endometriosis interna / Adenomiosis
– Endometriosis yang terdapat di dalam miometrium

• Pelvic endometriosis muncul bersamaan dengan


adenomyosis uteri pada 2–24% kasus, hal ini
menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara dua
kelainan ini
Patogenesis Adenomiosis
Adaenomiosis berasal
First langsung dari lapisan
endometrium

Invaginasi
endometrium basal
melalui pembuluh Second
limfe

Metaplasia sel-sel pada


daerah sambungan
Third
endometrium-miometrium

Bergeron et al. Best Pract Res Obstet Gynecol, 2006


Faktor Resiko Adenomyiosis
Manifestasi Klinis Adenomyosis
• Paling sering pada pasien berusia 40–50 tahun dan terdapat
keterkaitan dengan paritas.
• Adenomyosis relatif sering muncul pada kehamilan
• Abortus spontan lebih sering terjadi pada adenomyosis uteri.
• 35% wanita dengan adenomyosis uteri bersifat asimtomatik
• Bila bergejala, maka gejala yang timbul antara lain:
– menorrhagia (40–50%)  akibat kontraksi disfungsional myometrium,
anovulasi serta hiperplasia endometrium
– dysmenorrhoea (10–30%)  akibat meluasnya adenomyosis hingga
ke pelvis
– Metrorrhagia (10–12%)
– dyspareunia or dyschesia (terkadang)

Mehasseb et,al. Review Adenomyosis uteri: an update. RCOG. 2009;11:41–47


Pelvic examination — Adenomyosis
• The bimanual pelvic examination in women with adenomyosis
typically shows a mobile, diffusely enlarged (often referred to as
"globular" enlargement), soft (often referred to as "boggy"), and
globular uterus.
• The uterus only rarely exceeds the size of a pregnant uterus at 12
weeks of gestation.
• However, some women have a normal sized uterus, and others
develop masses (termed adenomyomas), which clinically resemble
leiomyomas.
• The uterus may be tender.
• Adenomyosis does not result in a fixed uterus, but this may occur
with endometriosis, which also often co-occurs with adenomyosis.
Patogenesis Endometriosis
“ kesalahan cleaning service “

darah haid yang fibrosis dan


membalik nyeri
Sel Endometrium

aktivasi sistem sekresi


imun prostaglandin dan
estrogen

pertumbuhan sel
penempelan dan vaskularisasi dan anti
invasi apoptosis
Yen and Jaffe. Reproductive Endocrinology and Infertility, 2009
KELUHAN ENDOMETRIOSIS

INFERTILITAS NYERI

NYERI PADA ENDOMETRIOSIS

Nyeri pelvik merupakan keluhan


tersering
• Dismenorea
• Dispareunia
• Diskezia
• Disuria
Endometriosis: Faktor Risiko
• Faktor genetik:
Risiko 7x lbh besar pada riwayat ibu penderita
endometriosis

• Faktor imunologi
Tidak semua wanita dengan menstruasi retrograd
akan menderita endometriosis, mungkin ada
kekurangan imun yang mempengaruhi

1848
Endometriosis: Gejala Klinik
• Dismenore
– Timbul beberapa saat sebelum keluarnya darah haid,
berlangsung selama menstruasi dan progresif

• Subfertilitas/infertilitas

• Dispareunia

• Abortus spontan
– Meningkat 40% dibanding wanita normal 15-25%

• Keluhan lain
– Di kolon & rektum : distensi abdomen, kostipasi
– Di ureter : obstruksi, disuri, hematuri dll
1849
Endometriosis: Pemeriksaan
• Umumnya tidak menunjukkan kelainan

• Nodul pada daerah ligamentum sakrouterina dan


kavum douglas

• Nyeri pada septum rektovagina dan pembesaran


ovarium unilateral (kistik)

• Kasus berat : uterus retroversi fiksata, pergerakan


ovarium dan tuba terbatas

http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx
Endometriosis: Pemeriksaan
• Laparoskopi : untuk biopsi lesi
• USG, CT scan, MRI

http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx
Endometriosis: Terapi
1. Operatif
2. Non-Operatif
– Anti nyeri (NSAID, aspirin, morphine, and codeine)
– Hormonal
• Pil KB
• Levonorgestrel-releasing intrauterine system
(LNG-IUS)
• Gonadotrophin-releasing hormone (GnRH)
analogues
• Progestogens (medroxyprogesterone acetate)

http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx
Soal no 228
• Ny. Kanae Kotonami, perempuan, usia 23
tahun, datang dengan keluhan mual dan
muntah. Pasien mengaku telah hamil 3 bulan
dan HPHT 17 Juli 2018 dengan siklus haid
teratur 26 hari, menstruasi biasanya
berlangsung selama 5 hari. Pada pemeriksaan
fisik, didapatkan tinggi fundus uteri 3 cm di
atas simfisis pubis. Pemeriksaan tanda vital
dan status generalis dalam batas normal.
Kapan perkiraan ovulasi pada pasien ini?
a. 29 Juli 2018
b. 30 Juni 2018
c. 31 Juli 2018
d. 1 Agustus 2018
e. 3 Agustus 2018

Jawaban: A. 29 Juli 2018


228. Siklus Menstruasi
& Ovulasi

• Siklus Menstruasi
• Berkisar antara 26-35 hari
• Berhubungan dengan
penebalan dan pelepasan
lapisan endometrium

• Siklus Ovulasi
• Berhubungan dengan
pematangan sel telur
• Ovulasi terjadi 14 hari
sebelum menstruasi
berikutnya
Simulasi Penghitungan Masa Ovulasi

SIKLUS HAID: 26 HARI

SIKLUS HAID - 14 HARI =


12 HARI SELALU 14 HARI

17 Juli 2015: 29 Juli 2015: 11 Agustus 2015


HPHT OVULASI Ps akan menstruasi jika pada
ovulasi tidak ada pembuahan.
Jika ketika ovulasi terjadi
pembuahan, maka ps. Sudah
tidak mens
Soal no 229
• Wanita bernama Ny. X, 37 tahun, P4A0,
datang ingin memakai KB. Semua anak sehat
dan lahir normal. Pasien merupakan
penyandang HIV (+) yang baru terdiagnosis 1
minggu yang lalu. Pasien kemudian disarankan
untuk berkonsultasi mengenai jenis
kontrasepsi yang tepat untuk kondisinya
Pilihan kontrasepsi yang dianjurkan adalah...
a. Pil kombinasi
b. Kondom
c. AKDR
d. Implan
e. Suntikan

Jawaban: B. Kondom
229. KB: Usia > 35 Tahun
METODE C ATATA N

• Tidak untuk perokok


Pil/suntik Kombinasi • Dapat digunakan sebagai terapi sulih hormon pada masa
perimenopause

• Dapat digunakan pada masa perimenopause (40-50 tahun)


Kontrasepsi Progestin • Dapat untuk perokok
(implan, pil, suntikan) • Implan cocok untuk kontrasepsi jangka panjang yang belum siap
dengan kontap

• Tidak terpapar pada infeksi saluran reproduksi dan IMS


AKDR
• Sangat efektif, tidak perlu tindak lanjut, efek jangka panjang

• Satu-satunya metode kontrasepsi yang dapat mencegah infeksi


Kondom saluran reproduksi dan IMS
• Perlu motivasi tinggi bagi pasangan untuk mencegah kehamilan

Kontrasepsi Mantap Benar-benar tidak ingin tambahan anak lagi


Soal no 230
• Seorang wanita usia 32 tahun sedang hamil 32
minggu datang memeriksakan diri ke dokter
umum. Pasien merasa kehamilannya lebih
besar dari sebelumnya. Dari hasil pemeriksaan
tinggi fundus uteri sesuai usia kehamilan 37
minggu, teraba 3 bagian lunak besar, 2 bagian
melenting keras, dan denyut jantung janin
142x/menit. Kemungkinan kehamilan pada
pasien ini adalah....
a. Kehamilan sungsang
b. Kehamilan gemelli
c. Kehamilan mola
d. Kehamilan letak lintang
e. Kehamilan makrosom

Jawaban: B. Kehamilan gemelli


230. Kehamilan Gemelli

• Kehamilan dengan
dua janin atau lebih

• Faktor yang
mempengaruhi:
– Faktor obat-obat
konduksi ovulasi,
faktor keturunan,
faktor yang lain belum
diketahui.
Risk Factor
• Dizygotic twins are more common than monozygotic twins,
approximately 70 and 30 percent of twins, respectively (in the
absence of use of assisted reproductive technology [ART])
• The major factors influencing the prevalence of dizygotic twins are:
– Use of fertility stimulating drugs – Use of fertility enhancing
treatments (ART and non-ART) substantially increases the prevalence
of twin pregnancy compared with natural conception. These
therapies account for most of the increase in twin births in recent
years
• Dizygotic twins are more common in pregnancies conceived with in vitro
fertilization (IVF) than in naturally conceived pregnancies (≥95 percent versus
70 percent) since double embryo transfer is commonly performed as part of
IVF
• Dizygotic twins are also more common in pregnancies conceived with
ovulation inducing agents alone (without IVF) than in naturally conceived
pregnancies since these drugs increase the likelihood of ovulation and
fertilization of multiple oocytes.
– Maternal age – Advancing maternal age is associated with an
increased prevalence of dizygotic twin births. Naturally conceived
dizygotic twinning increases fourfold between age 15 and age 35; this
may be related to rising follicle stimulating hormone concentration
with age
Risk Factor
• Race/geographic area – Significant ethnic/racial variations in the
prevalence of naturally conceived dizygotic twins occur worldwide.
• Parity – Increasing parity correlates with an increased likelihood of
dizygotic twin birth, even after adjustment for maternal age [
• Family history – Dizygotic twinning appears to have a genetic
component that is expressed in women but can be inherited from
either parent
• Maternal weight and height – Obese (body mass index [BMI]
≥30 kg/m2) and tall women (≥65 inches [164 cm]) are at greater risk
for dizygotic twin birth than underweight (BMI <20 kg/m2) and
short women (<61 inches [155 cm])
• Diet – Diet may be an important factor affecting the dizygotic
twinning rate in some geographic areas, among certain races, and in
women of particular body habitus
Kehamilan Gemelli: Diagnosis
Anamnesis
• Ibu mengatakan perut tampak lebih buncit dari seharusnya
umur kehamilan
• Gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu hamil
• Uterus terasa lebih cepat membesar
• Pernah hamil kembar atau terdapat riwayat keturunan

Pemeriksaan Inspeksi dan Palpasi


• Kesan uterus lebih besar dan cepat tumbuhnya dari biasa
• Teraba gerakan-gerakan janin lebih banyak
• Banyak bagian-bagian kecil teraba
• Teraba 3 bagian besar janin
• Teraba 2 balotemen
Kehamilan Gemelli: Diagnosis
Pemeriksaan Auskultasi
• Terdengar dua denyut jantung janin pada 2
tempat yang agak berjauhan dengan perbedaan
kecepatan sedikitnya 10 denyut per menit

Ultrasonografi
• Terlihat 2 janin pada triwulan II, 2 jantung yang
berdenyut telah dapat ditentukan pada triwulan I
Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
– Asuhan antenatal sebaiknya dilakukan oleh dokter spesialis obstetri
dan ginekologi.
– Persalinan untuk kehamilan ganda sedapat mungkin dilakukan di
rumah sakit dengan fasilitas seksio sesarea.
– Janin pertama
• Siapkan peralatan resusitasi dan perawatan bayi.
• Pasang infus dan berikan cairan intravena.
• Pantau keadaan janin dengan auskultasi denyut jantung janin. Jika denyut
jantung janin <100 kali/menit atau >180 kali/menit, curigai adanya gawat
janin.
• Jika presentasi janin verteks, usahakan persalinan spontan dan monitor
persalinan dengan partograf.
• Jika presentasi bokong atau letak lintang, lakukan seksio sesarea.
• Tinggalkan klem pada ujung maternal tali pusat dan jangan melahirkan
plasenta sebelum janin kedua dilahirkan.
• Janin kedua atau janin berikutnya
– Segera setelah bayi pertama lahir, lakukan palpasi abdomen untuk menentukan letak janin
kedua atau berikutnya.
– Jika perlu, lakukan versi luar agar letak janin kedua memanjang.
– Periksa denyut jantung janin.
– Lakukan periksa dalam vagina untuk menentukan:
– presentasi janin kedua
• selaput ketuban masih utuh atau sudah pecah
• ada tidaknya prolapsus tali pusat.
– Jika presentasi verteks:
• Pecahkan ketuban dengan klem kokher jika ketuban belum pecah.
• Periksa denyut jantung janin antara kontraksi uterus untuk menilai keadaan janin.
• Jika his tidak adekuat setelah kelahiran bayi pertama, berikan infus oksitosin dengan cara cepat untuk
menimbulkan his yang baik (tiga kontraksi dalam 10 menit, dengan lama stiap his lebih baik 40 detik).
• Jika janin tidak lahir dalam 2 jam dengan his yang baik, atau terdapat tanda-tanda gawat janin (denyut
jantung janin <100 kali/menit atau >180 kali/menit), lakukan seksio sesarea.
– Jika presentasi bokong:
• Apabila taksiran berat badan janin tidak lebih dari janin pertama dan serviks tidak mengecil,
rencanakan partus spontan.
• Jika his tidak ada atau tidak adekuat setelah kelahiran janin pertama, berikan infus oksitosin secara
cepat untuk menimbulkan his yang baik (tiga kontraksi dalam 10 menit, dengan lama setiap his lebih
dari 40 detik).
• Pecahkan ketuban dengan klem kokher jika ketuban belum pecah dan bokong sudah turun.
• Periksa denyut jantung janin di antara 2 kontraksi uterus. Jika <100 kali/menit atau >180 kali/menit,
lakukan ekstraksi bokong (lihat lampiran A.13).
• Jika persalinan per vaginam tidak mungkin, lahirkan bayi dengan seksio sesarea.
• Jika letak lintang:
– Apabila selaput ketuban utuh, lakukan versi luar.
– Jika versi luar gagal dan pembukaan lengkap dan selaput ketuban
masih utuh, lakukan versi dalam dan lanjutkan dengan ekstraksi
(lakukan versi dalam podalik).
– Dengan memakai sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi,
masukkan satu tangan ke dalam uterus dan raihlah kaki janin.
– Secara perlahan tarik janin ke bawah.
– Lanjutkan dengan ekstraksi sungsang.
– Periksa denyut jantung janin di antara his.
– Jika versi luar gagal dan versi dalam tidak dianjurkan atau gagal, segera
lakukan seksio sesarea.
– Berikan oksitosin 10 unit IM atau ergometrin 0,2 mg IM dalam waktu 1
menit setelah bayi terakhir lahir dan teruskan penanganan aktif kala III
untuk mengurangi perdarahan pascapersalinan
Kehamilan Gemelli: Komplikasi

Maternal Fetal
• Anemia • Malpresensi
• Hydramnion • Plasenta previa
• Preeklampsia • Solusio Plasenta
• Kelahiran prematur • KPD
• Perdarahan postpartum • Prematuritas
• SC • Prolaps plasenta
• IUGR
• Malformasi kongenital
Soal no 231
• Wanita G1P0A0 usia 26 tahun bernama Ny.
Welas Asih, datang untuk ANC pertama
kalinya. Pasien lupa kapan HPHT terakhir. Hasil
tes kehamilan ulang (+). Saat pemeriksaan
inspekulo didapatkan tanda kebiruan pada
vulva vagina dan serviks. Pada pemeriksaan
palpasi bimanual terasa adanya perlunakan
serviks dengan konsistensi seperti bibir.
Perlunakan serviks ini disebut dengan....
a. Tanda Chadwick
b. Tanda Hegar
c. Tanda Goodell
d. Tanda Piskacek
e. Braxton hicks

Jawaban: C. Tanda Goodell


231. Fisiologi Kehamilan
Tanda Awal Kehamilan (Presumptive/Probable Signs)
• Serviks & vagina kebiruan (Chadwick's sign)
• Perlunakan serviks (konsistensi yang seharusnya seperti hidung berubah menjadi
lunak seperti bibir) (Goodell’s sign)
• Perlunakan uterus (Ladin's sign dan Hegar's sign)
• Ladin: perlunakan teraba di 1/3 midline anterior uterus
• Hegar: isthmus menjadi lunak dan tipis seperti kertas jika dijepit dengan jari, korpus uteri
seakan-akan terpisah dari serviks
• McDonald: karena perlunakan isthmus, uterus dan serviks bisa ditekuk
• Pembesaran uterus yang asimetris/ iregular (Piskacek’s sign/ vonFernwald’s sign)
• Tanda Hartman: perdarahan spotting akibat implantasi dari blastula pada
endometrium
• Puting berwarna lebih gelap, kolostrum (16 minggu)
• Massa di pelvis atau abdomen
• Rasa tegang pada putting dan payudara
• Mual terutama pagi hari
• Sering berkemih
Soal no 232
• Wanita, 39 tahun, G3P2A0 hamil 9 bulan,
datang ke puskesmas karena mengeluh sesak
napas setelah makan dan berbaring
terlentang. TFU 40 cm, lingkar perut 110 cm.
DJJ dan bagian janin sulit dinilai. Pada USG
janin tunggal hidup, letak kepala, tidak ada
kelainan anomali mayor. Usia kehamilan 35-36
minggu. Diagnosis pada pasien ini adalah...
a. Penyakit jantung pada kehamilan
b. Polihidramnion
c. Asma
d. Hipertensi pada kehamilan
e. DM pada kehamilan

Jawaban: B. Polihidramnion
232. Polihidramnion
• Volume air ketuban lebih 2000 cc
• Muncul sesudah kehamilan lebih 20 minggu

• Etiologi
– Rh isoimunisasi, DM, gemelli, kelainan kongenital dan idiopatik

• Gejala
– Sering pada trimester terakhir kehamilan.
– Fundus uteri ≥ tua kehamilan.
– DJJ sulit didengar
– Ringan : sesak nafas ringan
– Berat : air ketuban > 4000 cc
– Dyspnoe & orthopnea,
– Oedema pada extremitas bawah

• Diagnosis
– Palpasi dan USG
Buku Saku Pelayanan Ibu, WHO
Polihidramnion: Tatalaksana
• Identifikasi penyebab
• Kronik hidramnion : diet protein ↑, cukup istirahat.
• Polihidramnion sedang/berat, aterm → terminasi.
• Penderita di rawat inap, istirahat total dan dimonitor
• Jika dyspnoe berat, orthopnea, janin kecil → amniosintesis
• Amniosintesis, 500 – 1000 cc/hari → diulangi 2 – 3 hari
• Bila perlu dapat dipertimbangkan pemberian tokolitik
• Komplikasi :
– Kelainan letak janin
– partus lama
– solusio plasenta
– tali pusat menumbung dan
– PPH
– Prematuritas dan kematian perinatal tinggi
Buku Saku Pelayanan Ibu, WHO
Soal no 233
• Perempuan datang dirujuk dari bidan karena
partus tidak maju sejak 10 jam yang lalu.
G3P2A0. Berat lahir anak pertama dan kedua
masing-masing 3700 g dan 3300 g. Saat ini
pasien berada pada kala 1 dengan dilatasi
serviks 4-5 cm, His 2x/10 menit, masing-
masing 20 detik, teratur, dan tekanan his 20
mmHg. Kepala di H-II. Penyebab partus tidak
maju yang paling mungkin pada pasien ini
adalah…
a. Kelainan letak janin
b. Cephalopelvic disproportion
c. Hypotonic uterine contraction
d. Incoordinated hypertonic uterine contraction
e. Coordinated hypertonic uterine contraction

Jawaban: C. Hypotonic uterine contraction


233. Kala Persalinan: Sifat HIS
Kala 1 awal (fase laten)
• Tiap 10 menit, amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm
• Frekuensi dan amplitudo terus meningkat

Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir


• Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4
kali / 10 menit, lama 60-90 detik (frekuensi setidaknya 2x/10 menit dan lama minimal
40 “). Serviks terbuka sampai lengkap (+10cm).

Kala 2
• Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit.
• Refleks mengejan akibat stimulasi tekanan bagian terbawah menekan anus dan rektum

Kala 3
• Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun.
Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap
menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
Distosia ec. Kelainan Tenaga
• His Normal: mulai dari fundus menjalar ke korpus, dominasi di fundus
dan disertai relaksasi yang merata

• Jenis Kelainan His


– Inersia Uteri (Kontraksi Uterus Hipotonik)
• His lemah, pendek, jarang  tidak adekuat untuk mebuka serviks dan mendorong
janin
– His terlalu kuat (Kontraksi Uterus Hipertonik)
• His terlalu kuat dan terlalu efisien sehingga persalinan terlalu cepat
– Incoordinate uterine contraction
• Tidak ada koordinasi antara kotraksi bagian atas, tengah dan bawah; tidak ada
dominasi fundus

• Faktor predisposisi
– Primigravida, terutama primi tua
– Kelainan letak janin/disporposi fetopelviks
– Peregangan rahim yang berlebihan: gemeli, hidramnion
Soal no 234
• Seorang pasien perempuan, Ny. Diana
Pungkas berusia 34 tahun datang dengan
riwayat keguguran. Baik pasien serta suaminya
ingin mengetahui penyebab kematian janin
mereka. Setelah dilakukan pemeriksaan PA,
janin didiagnosis terkena eritroblastosis
fetalis. Jika hal ini disebakan karena adanya
inkompatibilitas antara golongan darah ibu
dan anak, penyebab yang mungkin pada kasus
ini adalah...
a. Golongan darah ibu O RH (-), Golongan darah ayah
B RH (-)
b. Golongan darah ibu O RH (-), Golongan darah ayah
B RH (+)
c. Golongan darah ibu O RH (+), Golongan darah ayah
B RH (+)
d. Golongan darah ibu O RH (+), Golongan darah ayah
B RH (-)
e. Golongan darah ibu B RH (-), Golongan darah ayah B
RH (-)

Jawaban: B. Golongan darah ibu O RH (-), Golongan


darah ayah B RH (+)
234. Inkompatibilitas Rhesus

• Faktor Rh: salah satu jenis antigen permukaan


eritrosit
• Inkompatibilitas rhesus: kondisi dimana wanita
dengan rhesus (-) terekspos dengan eritrosit Rh (+),
sehingga membentuk antibodi Rh
– Ketika ibu Rh (-) hamil dan memiliki janin dengan Rh (+),
terekspos selama perjalanan kehamilan melalui kejadian
aborsi, trauma, prosedure obstetrik invasif, atau kelahiran
normal
– Ketika wanita dengan Rh (-) mendapatkan transfusi darah
Rh (+)
 

• Setelah eksposure pertama, ibu akan membentuk IgG maternal terhadap


antigen Rh yang bisa dengan bebas melewati plasenta hingga membentuk
kompleks antigen-antibodi dengan eritrosit fetus dan akhirnya melisiskan
eritrosit tersebut  fetal alloimmune-induced hemolytic anemia.
• Ketika wanita gol darah Rh (-) tersensitisasi diperlukan waktu kira-kira
sebulan untuk membentuk antibodi Rh yg bisa menandingi sirkulasi fetal.
• 90% kasus sensitisasi terjadi selama proses kelahiran  o.k itu anak
pertama Rh (+) tidak terpengaruhi karena waktu pajanan eritrosit bayi ke
ibu hanya sebentar, tidak bisa memproduksi antibodi scr signifikan
Inkompatibilitas Rhesus
• Risiko dan derajat keparahan meningkat seiring dengan kehamilan
janin Rh (+) berikutnya, kehamilan kedua menghasilkan bayi dengan
anemia ringan, sedangkan kehamilan ketiga dan selanjutnya bisa
meninggal in utero
• Risiko sensitisasi tergantung pada 3 faktor:
– Volume perdarahan transplansental
– Tingkat respons imun maternal
– Adanya inkompatibilitas ABO pada saat bersamaan
• Adanya inkompatibilitas ABO pada saat bersamaan dengan
ketidakcocokan Rh justru mengurangi kejadian inkompatibilitas Rh 
karena serum ibu yang mengandung antibodi ABO menghancurkan
eritrosit janin sebelum sensitisasi Rh yg signifikan sempat terjadi
• Untungnya inkompatibilitas ABO biasanya tidak memberikan sekuele yang
parah

http://emedicine.medscape.com/article/797150
Tes Laboratorium
• Prenatal emergency care • Postnatal emergency care
– Tipe Rh ibu – Cek tipe ABO dan Rh,
– the Rosette screening test hematokrit, Hb, serum
atau the Kleihauer-Betke bilirubin, apusan darah,
acid elution test bisa dan direct Coombs test.
mendeteksi – direct Coombs test yang
alloimmunization yg positif menegakkan
disebabkan oleh fetal diagnosis antibody-induced
hemorrhage hemolytic anemia yang
– Amniosentesis/cordosente menandakan adanya
sis inkompabilitas ABO atau
Rh

http://emedicine.medscape.com/article/797150
Tatalaksana
• Jika sang ibu hamil Rh – dan belum tersensitisasi,
berikan human anti-D immunoglobulin (Rh IgG atau
RhoGAM)
• Jika sang ibu sudah tersensitisasi, pemberian Rh IgG
tidak berguna
• Jika bayi telah lahir dan mengalami inkompatibilitas,
transfusi tukar/ foto terapi tergantung dari kadar
bilirubin serum, rendahnya Ht, dan naiknya
reticulocyte count

http://emedicine.medscape.com/article/797150
Inkompatibilitas ABO
• Terjadi pada ibu dengan • Gejala yang timbul adalah
golongan darah O terhadap ikterik, anemia ringan, dan
janin dengan golongan peningkatan bilirubin
darah A, B, atau AB serum.
• Tidak terjadi pada ibu gol A • Lebih sering terjadi pada
dan B karena antibodi yg bayi dengan gol darah A
terbentuk adalah IgM yg tdk dibanding B, tetapi
melewati plasenta, hemolisis pada gol darah
sedangkan 1% ibu gol darah tipe B biasanya lebih berat.
O yang memiliki titer • Inkompatibilitas ABO jarang
antibody IgG terhadap sekali menimbulkan hidrops
antigen A dan B, bisa fetalis dan biasanya tidak
melewati plasenta separah inkompatibilitas Rh
Kenapa Inkompatibilitas ABO tidak separah
Inkompatibilitas Rh?

• Biasanya antibodi Anti-A dan Anti-B adalah IgM yang tidak


bisa melewati sawar darah plasenta
• Karena antigen A dan B diekspresikan secara luas pada
berbagai jaringan fetus, tidak hanya pada eritrosit, sehingga
hanya sebagian kecil antibodi ibu yang berikatan dengan
eritrosit.
• Eritrosit fetus tampaknya lebih sedikit mengekspresikan
antigen permukaan A dan B dibanding orang dewasa,
sehingga reaksi imun antara antibody-antigen juga lebih
sedikit  hemolisis yang parah jarang ditemukan.
Pemeriksaan Penunjang
Inkompatibilitas
• Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah direct
Coombs test.
• Pada inkompatibilitas ABO manifestasi yg lebih
dominan adalah hiperbilirubinemia, dibandingkan
anemia, dan apusan darah tepi memberikan
gambaran banyak spherocyte dan sedikit
erythroblasts, sedangkan pada inkompatibilitas Rh
banyak ditemukan eritoblas dan sedikit spherocyte
• Tatalaksana: fototerapi, transfusi tukar
I N K O M PAT I B I L I TA S A B O I N K O M PAT I B I L I TA S R H
Tidak memerlukan proses sensitisasi Butuh proses sensitisasi oleh kehamilan RH +
oleh kehamilan pertama karena sdh pertama karena ibu blm punya antibodi.
terbentuk IgG. Dapat terjadi pada Terjadi pada anak ke dua atau lebih
anak 1
Inkompatibilitas ABO jarang sekali
Gejala biasanya lebih parah jika
menimbulkan hidrops fetalis dan
dibandingkan dengan inkompatibilotas ABO,
biasanya tidak separah
bahkan hingga hidrops fetalis
inkompatibilitas Rh
Risiko dan derajat keparahan meningkat
seiring dengan kehamilan janin Rh (+)
Risiko dan derajat keparahan tidak berikutnya, kehamilan kedua menghasilkan
meningkat di anak selanjutnya bayi dengan anemia ringan, sedangkan
kehamilan ketiga dan selanjutnya bisa
meninggal in utero

apusan darah tepi memberikan pada inkompatibilitas Rh banyak ditemukan


gambaran banyak spherocyte dan eritoblas dan sedikit spherocyte
sedikit erythroblasts
Soal no 235
• Ny Fantasia Finansia, 28 tahun, G2P1A0, hamil
20 minggu datang untuk berkonsultasi dengan
dokter kandungan. Terdapat riwayat
melahirkan anak pertama dengan BB 2900
gram. Dari anamnesis dan pemeriksaan awal,
BB sebelum hamil 68 kg dan TB 179 cm. BB
saat ini 70,5 kg. Saat trimester pertama,
pasien sempat muntah-muntah selama kurang
lebih satu bulan sehingga sulit untuk makan.
Edukasi yang dapat diberikan pada pasien ini
adalah...
a. Kenaikan BB lebih, konsul ahli gizi
b. Kenaikan BB lebih, pemeriksaan lab koreksi
hipertensi gestasional
c. Kenaikan BB kurang, konsul gizi
d. Kenaikan BB ideal, diet protein 30gr/hari
e. Kenaikan BB ideal, diet protein 60gr/hari

Jawaban: C. Kenaikan BB kurang, konsul gizi


235. Kenaikan Berat Badan pada
Kehamilan
• Rekomendasi Institute of Medicine mengenai
kenaikan berat badan pada kehamilan adalah sebagai
berikut:

†Calculations assume a 1.1–4.4 lb (0.4 – 1.9 kg) weight gain in the first trimester.

ACOG; FIGO Initiative on Gestational Diabetes Mellitus


Kenaikan BB pada Ibu
Pada Pasien Ini Hamil
• IMT pada pasien di atas adalah 68/(1.79*1.79) = 21.22
(Normal).
• Dengan demikian kenaikan berat badan pasien ini di usia 20
minggu idealnya:
– Kenaikan di trimester pertama  0.4 – 1.9 kg
– Kenaikan sejak 12 minggu hingga 20 minggu: 8 x 0.42 kg/minggu
 3.36 kg
– Total kisaran kenaikan di kehamilan 20 minggu 3.76 – 5.26 kg.
• Sementara pasien pada soal hanya mengalami kenaikan BB
sebesar 2.5 kg sejak sebelum hamil hingga kehamilan 20
minggu sehingga termasuk dalam kategori kurang  perlu
konsul gizi.
Soal no 236
• Seorang perempuan Ny. Amnesia berusia 27 tahun
dengan status obstetri G1P0A0 hamil 38 minggu datang
ke rumah sakit untuk bersalin. Pemeriksaan fisik
menunjukkan tanda vital pasien dalam batas normal.
Pemeriksaan leopold menunjukkan leopold 1 keras,
bundar, ballotement (-), leopold 2 punggung fetus di sisi
kanan, leopold 3 lunak, ballotement (-), pemeriksaan
vaginal toucher (VT) didapat dilatasi serviks 7 cm,
pemeriksaan ultrasonografi kepala fetus di fundus uteri,
lutut dan panggul fetus menekuk dengan kedua lengan
fetus fleksi di siku. Apa presentasi fetus pada kasus ini?
a. Complete breech
b. Incomplete breech
c. Frank breech
d. Vertex
e. Footling

Jawaban: A. Complete breech


236. Presentasi Bokong
• Bila bokong merupakan bagian terendah janin
• Ada 3 macam presentasi bokong: complete breech(bokong
sempurna),Frank breech (bokong murni), incomplete (bokong
sebagian)
• Partus lama merupakan indikasi utk melakukan SC, karena
kelainan kemajuan persalinan merupakan salah satu tanda
disproporsi
• Etiologi
• Multiparitas, hamil kembar,
hidramnion, hidrosefal,
plasenta previa, CPD

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Soal no 237
• Perempuan bernama Ny. Tulus Riana, G1P0A0,
hamil 30 minggu, datang ke UGD dengan
keluhan kontraksi perut terus menerus. tanda
vital 110/70 mmHg, nadi 84x/menit, bapas
16x/menit, suhu afebris. Hasil pemeriksaan
didapatkan kontraksi yang reguler.
Pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan 1
cm. DJJ 152x/menit. Obat yang diberikan pada
pasien ini adalah...
a. Nifedipin
b. Pethidin
c. Oksitosin
d. Bupivacain
e. Fentanil

Jawaban: A. nifedipin
237. Tokolitik

Obat Dosis Kontraindikasi

Ca antagonis (nifedipin) • n optimal nifedipine dosing regimen Calcium channel


for treatment of preterm labor has blockers are
not been established. contraindicated in
• A common approach is to administer women with known
an initial loading dose of 20 to 30 mg hypersensitivity to the
orally, followed by an additional 10 drugs, hypotension, or
to 20 mg orally every 3 to 8 hours for preload-dependent
up to 48 hours, with a maximum cardiac lesions and
dose of 180 mg/day. should be used with
• Maintenance: 3 x 10 mg caution in women with
heart failure with
reduced ejection
fraction.
Tatalaksana PPI: Tokolitik
Obat Dosis Kontraindikasi

Beta mimetik (terbutalin, Terbutaline: women with


ritrodrine, isoksuprin, 0.25 mg can be administered tachycardia-sensitive
salbutamol) subcutaneously every 20 to 30 minutes cardiac disease,
for up to four doses or until tocolysis is because of the potent
achieved. Once labor is inhibited, 0.25 chronotropic effects of
mg can be administered subcutaneously these drugs, and in
every three to four hours until the women with poorly
uterus is quiescent for 24 hours. controlled
OR hyperthyroidism or
infusion at 2.5 to 5 mcg/min and diabetes mellitus
increasing by 2.5 to 5 mcg/min every 20
to 30 minutes to a maximum of 25
mcg/min, or until the contractions have
abated. At this point, the infusion is
reduced by decrements of 2.5 to 5
mcg/min to the lowest dose that
maintains uterine quiescence.
Tatalaksana PPI: Tokolitik
Obat Dosis Kontraindikasi

MgSO4 • 6 gram intravenous load over 20 women with


minutes, followed by a continuous myasthenia gravis,
infusion of 2 g/hour. myocardial
• The infusion rate is titrated based compromise or cardiac
upon assessment of contraction conduction defects
frequency and maternal toxicity. because of its anti-
• The optimum regimen has not been inotropic effects.
determined
Penghambat Indometachin: 50 to 100 mg loading Maternal
Prostaglandin dose (may be given orally or per contraindications to
(indometasin) rectum), followed by 25 mg orally every COX inhibitors include
four to six hours platelet dysfunction or
bleeding diathesis,
hepatic dysfunction,
gastrointestinal
ulcerative disease,
renal dysfunction
Soal no 238
• Seorang wanita, 35 tahun, G4P3A0 hamil 40
minggu datang dengan keluhan kenceng-
kenceng. Keluar cairan dari jalan lahir sejak 2
jam yang lalu, cairan jernih. Dari pemeriksaan
didapatkan TFU 32 cm, his tiap 2 menit
dengan lama sekitar 50 detik per kali his,
pembukaan 6 cm, DJJ 146x/menit, dengan
presentasi wajah mentoanterior. Apa tindakan
selanjutnya yang harus dilakukan?
a. Rujuk untuk SC
b. Rujuk untuk dilakukan VE
c. Pimpin mengejan
d. Observasi kemajuan persalinan
e. Menunggu pembukaan lengkap lalu pimpin
mengejan

Jawaban: E. Menunggu pembukaan lengkap


lalu pimpin mengejan
238. Hubungan fetus dengan jalan
lahir
• Sikap/ Habitus
– Fleksi mengikuti jalan lahir
• Situs/letak: Sumbu tubuh fetus dibandingkan dengan sumbu tubuh
ibu
– Letak memanjang
– Letak melintang
– Letak oblik
• Presentasi: Bagian terbawah janin
– Memanjang: kepala, bokong
– Melintang/oblik: bahu, punggung
• Posisi: Hubungan antara bagian tertentu fetus (ubun-ubun kecil,
dagu,mulut, sakrum, punggung) dengan bagian kiri, kanan,
depan,belakang, atau lintang, terhadap jalan lahir
Malpresentasi Janin

• Malpresentasi adalah semua presentasi janin


selain verteks

• Malposisi adalah posisi kepala janin relatif


terhadap pelvis dengan oksiput sebagai titik
referensi

• Masalah: janin yg dalam keadaan


malpresentasi dan malposisi kemungkinan
menyebabkan partus lama atau partus macet

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Presentasi Muka
• Disebabkan oleh terjadinya ekstensi yang penuh dari kepala
janin .
• Penolong akan meraba muka, mulut , hidung dan pipi
• Etiologi: panggul sempit,janin besar,multiparitas,perut
gantung,anensefal,tumor dileher,lilitan talipusat
• Dagu merupakan titik acuan, sehingga ada presentasi muka
dengan dagu anterior dan posterior
• Sering terjadi partus lama. Pada dagu anterior kemungkinan
persalinan dengan terjadinya fleksi.

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Presentasi Muka

• Pada presentasi muka dengan dagu posterior


akan terjadi kesulitan penurunan karena
kepala dalam keadaan defleksi maksimal

• Posisi dagu anterior, bila pembukaan lengkap :


- lahirkan dengan persalinan spontan pervaginam
- bila kemajuan persal lambat lakukan oksitosin drip
- bila penurunan kurang lancar, lakukan forsep

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Presentasi Muka
• Dalam kaitannya dengan simfisis pubis,
maka presentasi muka dapat terjadi dengan
mento anterior atau mento posterior.

• Pada janin aterm dengan presentasi muka


MENTO POSTERIOR, proses persalinan
terganggu akibat bregma (dahi) tertahan
oleh bagian belakang simfisis pubis. Dalam
keadaan ini, gerakan fleksi kepala agar
terjadi persalinan pervaginam menjadi
terhalang, sehingga persalinan muka
spontan per vaginam tidak terjadi

• Pada MENTO ANTERIOR , persalinan kepala


per vaginam masih mungkin dapat
berlangsung pervaginam melalui gerakan
fleksi kepala
Soal no 239
• Seorang wanita datang dengan suaminya ke
praktek anda, usia wanita 28 tahun dan
suaminya 30 tahun. Suaminya sangat ingin
segera mempunyai anak, namun istrinya ingin
menunda sehingga siap untuk menjadi ibu.
Mereka berkonsultasi kepada anda,
menanyakan usia yang ideal untuk
mempunyai anak. Pada rentang usia berapa
seorang perempuan sebaiknya hamil?
a. Usia 18 - 30 tahun
b. Usia 20 - 35 tahun
c. Usia 25 - 35 tahun
d. Usia 28 - 35 tahun
e. Usia 20 - 40 tahun

Jawaban: B. Usia 20-35 tahun


239. Kehamilan beresiko tinggi
• Kehamilan beresiko tinggi adalah kehamilan
yang menyebabkan terjadinya bahaya dan
komplikasi yang lebih besar baik terhadap ibu
maupun janin.
• Tanda kehamilan resiko tinggi :
– Kehamilan dengan usia ibu terlalu muda
– Usia ibu terlalu tua
– jarak kehamilan terlalu dekat
– Jumlah kehamilan terlalu banyak
Kehamilan usia ibu terlalu muda
Kehamilan usia terlalu tua
Jarak anak terlalu dekat
Jumlah anak terlalu banyak
Soal no 240
• Seorang wanita G1P0A1 dengan usia
kehamilan 39 minggu datang ke UGD RS yang
diantar oleh bidan karena persalinan tidak
maju. Sebelumnya pasien sudah dipimpin
mengedan selama 1 jam, tapi bayi tidak lahir.
Dari hasil pemeriksaan: tinggi badan 140 cm,
lingkaran bundl (+), DJJ 160. Pemeriksaan
dalam: pembukaan lengkap. Kepala station -2,
Moulage +3. Apa kemungkinan penyebab hal
tersebut?
a. Bayi besar
b. Panggul sempit
c. Atonia uteri
d. Hipotoni uteri
e. Maternal exhaustion

Jawaban: B. Panggul sempit


240. Disproporsi kepala panggul
• Partus lama adalah persalinan yang berlangsung
lebih dari 18-24 jam sejak dimulai dari tanda-
tanda persalinan. Etiologi:
– 1. Disporsi fetopelvik
– 2. Malpresentasi dan malposisi
– 3. Kerja uterus tidak efisien
– 4. Serviks yang kaku
– 5. Primigravida
– 6. Ketuban pecah dini
– 7. Analgesia dan anesthesia yang berlebihan
• Faktor Risiko: (“Po, Pa, Pa”atau gabungan 3 P )
– Power :His tidak adekuat (his dengan frekuensi
<3x/10 menit dan durasi setiap kontraksinya <40
detik)
– Passenger : malpresentasi, malposisi, janin besar
– Passage : panggul sempit, kelainan serviks atau
vagina, tumor jalan lahir
– Gabungan dari faktor-faktor di atas
Chephalo Pelvic Disporpotion (CPD)

• CPD terjadi karena bayi terlalu besar atau pelvis


kecil.
• Bila dalam persalinan terjadi CPD akan
didapatkan persalinan macet.
• Cara penilaian pelvis yang baik adalah dengan
melakukan partus percobaan (trial of labor).
Kegunaan pelvimetri klinis terbatas
– 1. Bila diagnosis CPD ditegakkan, rujuk pasien untuk
Secsio Cesaria(SC)
– 2. Bila bayi mati, lakukan kraniotomi atau embriotomi
(bila tidak mungkin dilakukan SC)
CPD analisis kasus
• cephalopelvic disproportion and failure to
progress often are used to describe ineffective
labors (distosia)
• these abnormalities can be mechanistically
simplified into three categories:
– Abnormalities of the powers—uterine contractility
and maternal expulsive effort.
– Abnormalities involving the passenger—the fetus.
– Abnormalities of the passage—the pelvis
Molase Tulang Kepala Janin
• Semakin besar penyusupan semakin besar
kemungkinan disporposi kepala panggul.
Lambang yang digunakan:
• 0: tulang –tulang kepala janin terpisah, sutura mudah
dipalpasi
• 1: tulang-tulang kepa janin sudah saling bersentuhan
• 2: tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tapi
masih bisa dipisahkan
• 3: tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan
tidak dapat dipisahkan
Pelvimetri klinis
• Tulang panggul terdiri atas:
– Os koksa (Os innominata, fusi dari
os ilium, ischium, dan os pubis)
– Os sakrum
– Os koksigis
• Secara fungsional, panggul terdiri
atas 2 bagian:
– Pelvis mayor (false pelvis)→
terletak diatas linea terminalis
– Pelvis minor (true pelvis) →
terletak di bawah linea terminalis.
Memiliki peran penting dalam
obstetri.
• Pintu atas panggung (PAP)
• Ruang panggul
• Pintu bawah panggul (PBP)
Jenis Panggul
• Ginekoid (45% wanita)
– Panggul paling baik untuk perempuan.
Diameter anteroposterior kira-kira sama
dengan diameter transversa.
• Android (15% wanita)
– Umumnya pria. Bentuk PAP hampir
segitiga. Panjang diameter
anteroposterior hampir sama dengan
transversal, tapi titik temu dekat
sakrum.
• Antropoid (35% wanita)
– Bentuk pinggul atas agak lonjong spt
telur. Panjang diameter antero-
posterior lebih besar daripada diameter
transversal
• Platipeloid (5% wanita)
– Jenis ginekoid yang menyempit ke arah
belakang. Ukuran diameter transversal
lebih besar daripada diameter antero-
posterior
Pintu Atas Panggul
• PAP dibentuk oleh promontorium
korpus vertebrae sakral 1, linea
innominata (linea terminalis, dan
pinggir atas simfisis.
• 4 diameter pada PAP:
– Diameter anteroposterior/ true
conjugate/ konjungata vera→
diukur dari pinggir atas simfisis
pubis ke promontorium, ± 11cm
– Diameter transversa→ jarak
terjauh garis melintang pada PAP
± 12,5-13 cm
– 2 diameter oblikus→ garis dari
artikulasio sakro-iliaka ke titik
persekutuan antara diameter
transversa dan konjugata vera dan
diteruskan ke linea innominata
• Konjungata vera→ tidak dapat
diukur langsung dengan jari,
pengukuran dilakukan secara
tidak langsung (mengukur
konjugata diagonalis dengan jari
dimasukkan ke dalam vagina)
• Konjungata vera = konjungata
diagonalis - 1,5 cm
• Konjungata diagonalis→ jarak
bagian bawah simfisis sampai
promontorium
• Konjungata obstetrika→ jarak
tengah simfisis bagian dalam ke
promontorium. K. Obstetrika yang
paling (perbedaan dn K. Vera
sedikit sekali)
Ruang Panggul
• Ruang panggul dibawah PAP ukurannya paling
luas
• Di panggul tengah mengalami penyempitan
ukuran melintang setinggi spina ichiadika →
janin akan mengalami putaran paksi dalam
(untuk menyesuaikan diri)
• Jarak antara kedua spinia ischiadika ± 10 cm
Pintu Panggul Bawah (Pelvic Outlet)
• Tersusun atas 2 bidang datar berbentuk segitiga, yaitu:
– Bidang yang dibentuk oleh garis antara kedua tuberositas os
ischium dengan ujung os sakrum
– Bidang yang dibentuk oleh garis antara kedua tuberositas os
ischium dengan bagian bawah simfisis
• Pinggir bawah simfisis berbentuk lengkung ke bawah dan
membentuk sudut→ arkus pubis. Arkus pubis sudut
normalnya ± 90°.
• Bila sudut arkus pubis < 90° → bayi sulit dilahirkan
(karena memerlukan tempat lebih banyak ke dorsal (arah
anus))
• Ukuran penting pada PBP→ jarak antar tuberositas ischium
(distansia tuberum), normalnya ±10,5 cm
Soal no 241
• Seorang wanita, 18 tahun, HPHT 3 minggu
yang lalu datang dengan keluhan nyeri perut
kanan bawah yang disertai muntah. Tanda
vital dalam keadaan normal. Pada
pemeriksaan fisis didapatkan massa di pelvis
kanan dengan ukuran 4x4x5 cm dan nyeri
tekan. Pada pemeriksaan USG 6 bulan lalu
tampak kistoma ovari di adneksa kanan
dengan ukuran 10x8x6 cm. Apakah penyebab
keluhan dari pasien?
a. Torsio kistoma ovarii kanan
b. KET
c. Appendicitis
d. Diverticulitis
e. Mola Hidatidosa

Jawaban: A. Torsio kistoma ovarii kanan


241. Torsio Kista Ovarium
• Torsio kista ovarium terjadi akibat perubahan dari volume
dan berat kista yang mengubah posisi kista, sehingga
memungkinkan terjadinya puntiran
• Berhubungan dengan penurunan venous return dari
ovarium akibat edema stromal, internal hemorrhage,
hiperstimulasi, atau massa
• Kebanyakan kasus bersifat unilateral pada ovarium yang
berukuran besar
• Tanda dan gejala
– Nyeri mendadak yang muncul pada saat beraktivitas
– Nyeri menjalar ke pinggang, panggul, dan paha
– Unilateral pada bagian bawah perut
– Mual dan muntah (70%)
– Biasanya berhubungan dengan pengecilan ukuran kista
– Demam hanya muncul pada saat terjadi nekrosi

http://emedicine.medscape.com/article/2026938-treatment
Torsio Kista Ovarium
• Pemeriksaan Penunjang
– USG: pembesaran kista
• Terapi
– Anti nyeri, anti emesis,
operatif
• Komplikasi
– Infeksi, peritonitis, sepsis,
adesi, nyeri kronik,
infertilitas
Soal no 242
• Wanita, 27 tahun, G1P0A0 hamil 10 minggu
datang dengan keluhan adanya keputihan dan
luka pada kemaluan sejak 3 minggu yang lalu.
Luka tidak terasa sakit, dan pada inspeksi
ditemukan ulkus soliter, dasar bersih, dan tepi
rata. Pasien tidak memiliki keluhan serupa.
Suami pasien bekerja sebagai supir truk antar
kota. Terapi yang tepat pada pasien diatas
adalah...
a. Penisilin G Benzathine 2,4 juta unit IM, SD
b. Eritromisin PO 500 mg, 3 kali/hari, selama 15
hari
c. Cefriaxone IM 250 mg/ 1 kali/hari selama 15
hari
d. Penisilin G Benzathin 2,4 juta IM/ 3 kali
dalam seminggu
e. Eritromisin 500 mg/ 4 kali/ hari selama 30
hari

Jawaban: A. Penisilin G Benzathine 2,4 juta unit


IM, SD
242. Sifilis Pada Kehamilan
• Gejala dan tanda seperti sifilis pada umumnya

• Diobati sedini mungkin  sebelum hamil atau pada triwulan I


untuk mencegah penularan terhadap janin

• Risiko infeksi janin antepartum atau sifilis kongenital


berhubungan dengan stadium  paling tinggi pada stadium
primer dan sekunder, namun fase aten dan titer rendah masih
dapat menginfeksi

• Titer VDRL > 1:8 menunjukkan infeksi awal dan bakteremia

• Suami harus diperiksa dengan menggunakan tes reaksi


wassermann dan VDRL, bila perlu diobati

http://www.cdc.gov/std/tg2015/syphilis-pregnancy.htm
Sifilis Pada Kehamilan: Tatalaksana
Sifilis Pada Kehamilan: Tatalaksana

https://www.uptodate.com/contents/syphilis-in-pregnancy#H1972014971
Desensitisasi
• Patients with immediate type allergic reactions to penicillin — For
pregnant women with syphilis and a history of an immediate type
allergic reaction to penicillin, the only satisfactory treatment is
desensitization followed by penicillin therapy
• Penicillin desensitization involves exposing the patient to a small
amount of penicillin and gradually increasing the dose until an
effective level is reached, followed by the appropriate therapeutic
penicillin regimen.
• Penicillin desensitization can be achieved either orally or
intravenously.
– Oral desensitization is simpler and safer  The procedure requires
approximately four hours to accomplish and requires close patient
monitoring.
– Most adverse reactions can be managed without discontinuation of
the desensitization protocol
• Non-penicillin regimens should only be considered when penicillin
cannot be obtained or for penicillin-allergic patients when
penicillin desensitization is not possible.
• The World Health Organization (WHO) suggests using one of the
following alternative regimens for non-penicillin treatment of early
syphilis (ie, primary, secondary, or latent <2 years [WHO definition])
– Erythromycin 500 mg orally four times daily for 14 days, or
– Ceftriaxone 1 g intramuscularly once daily for 10 to 14 days, or
– Azithromycin 2 g once orally (when local susceptibility to azithromycin
is likely)
• For non-penicillin treatment of late syphilis, WHO recommends
treatment with erythromycin 500 mg orally four times daily for 30
days
Soal no 243
• Pasien Ny. Awan, usia 36 tahun, G5P2A2, 40
minggu, datang untuk melakukan persalinan.
Pasien mempunyai riwayat melahirkan bayi >
4500 gram. Tindakan yang anda lakukan
adalah...
a. Rujuk untuk persalinan normal
b. Rujuk untuk sectio cesaria
c. Observasi 3 jam
d. Observasi 4 jam
e. Persalinan dengan alat bantu

Jawaban: B. Rujuk untuk sectio caesarea


243. Makrosomia
• Definisi : bayi baru lahir dengan BB> 4000 g

• Diagnosis:
– Dengan taksiran berat janin baik dengan rumus
johnson ataupun USG
– Rumus Johnson untuk taksiran berat janin :
• BB janin (g) = tinggi fundus (cm) – n x 155
• n = 12 bila verteks belum lewat spina ischiadica
• n = 11 bila verteks lewat spina ischiadica
• Bila BB pasien > 91 kg, kurang 1 cm dari TFU
Makrosomia
• Faktor predisposis • Tatalaksana
– Riwayat makrosomia – Untuk persalinan rujuk ibu ke
sebelumnya fasilitas yang dapat melakukan SC
– Orang tua bertubuh – Persalinan pervaginam dapat
besar, terutama obesitas dicoba bila taksiran BB janin
pada ibu hingga 5000 g dengan ibu non DM
– Multiparitas – SC dipertimbangkan pada BBJ >
– Kehamilan post term 5000 g pada ibu non DM dan >
4500 g pada ibu dengan DM
– Usia ibu sudah tua
– SC diindikasikan bila taksiran BBJ >
– Janin laki – laki
4500 g dan terjadi perpanjangan
– Ras dan suku kala II persalinan atau terhentinya
penurunan janin di kala II
persalinan
Soal no 244
• Ny. Piripiruri Nautica, usia 30 tahun, datang ke
IGD dengan usia kehamilan 39 minggu dan
riwayat DM gestasional. Pasien tidak rutin
kontrol ke dokter maupun bidan. Ketika
saatnya persalinan pervaginam, pasien
dipimpin mengejan ketika pembukaan sudah
lengkap. Kepala lahir dengan mudah namun
bahu tidak bisa lahir. Urutan manuver
persalinan yang harus dilakukan selanjutnya
adalah...
a. Manuver Pinard - Lovsett – Massanti
b. Manuver Kristeller - Mc Robert – Rubin
c. Manuver Mc Robert - Wood's screw – Rubin
d. Manuver Mc Robert - Massanti - Wood's
screw
e. Manuver Mc Robert - Wood's screw -Lovsett

Jawaban: D. Manuver Mc. Robert


244. Distosia Bahu

• Keadaan dimana setelah kepala dilahirkan, bahu


anterior tidak dapat lewat dibawah simfisis pubis
• Kegagalan melahirkan bahu dengan metode biasa
• Incidence
• 1 to 2 per 1000 deliveries
• 16 per 1000 deliveries of babies > 4000 g
• Diagnosis:
– Kesulitan melahrikan wajah dan dagu
– “Turtle Sign”: kepala bayi melekat erat di vulva atau
bahkan tertarik kembali
– Kegagalan paksi luar kepala bayi
– Kegagalan turunnya bahu
Complications of Shoulder Dystocia
• Fetal/neonatal
- death
- asphyxia and sequelae
- fractures - clavicle, humerus
- brachial plexus palsy
• Maternal
- postpartum hemorrhage
- uterine rupture
Risk Factors
Risk factors are present in < 50% of cases
• post-term pregnancy
• maternal obesity
• fetal macrosomia
• previous shoulder dystocia
• operative vaginal delivery
• prolonged labour
• poorly controlled diabetes
Manuver
McRobert

Penekanan
Suprasimfisis
Management of Shoulder Dystocia
Ask for help
Lift - the buttocks } McRobert’s manoeuver
- the legs
Anterior disimpaction of shoulder
- rotate to oblique
- suprapubic pressure
Rotation of the posterior shoulder - Woods’ manoeuver
Manual removal of posterior arm
Avoid the P’s
• Panic
• Pulling (on the head)
• Pushing (on the fundus)
• Pivoting (sharply angulating the head,
using the coccyx as a fulcrum)
Ask for HELP
• get the mother on your side
• partner, coach
• nursing
• notify physician back up or other
appropriate personnel
Lift - McRobert’s Manoeuver
Manuever Mac Roberts
• Maneuver ini terdiri dari melepaskan
kaki dari penyangga dan melakukan
fleksi sehingga paha menempel pada
abdomen ibu. Tindakan ini dapat
menyebabkan sacrum mendatar, rotasi
simfisis pubis kearah kepala maternal
dan mengurangi sudut inklinasi.
Meskipun ukuran panggul tak berubah,
rotasi cephalad panggul cenderung
untuk membebaskan bahu depan yang
terhimpit.
• Maneuver Mc Robert
• Fleksi sendi lutut dan paha serta
mendekatkan paha ibu pada abdomen
sebaaimana terlihat pada (panah
horisontal). Asisten melakukan tekanan
suprapubic secara bersamaan (panah
vertikal)
Lifting the legs and
buttocks
• McRobert’s manoeuver
• flexion of thighs on
abdomen
• requires assistance
• 70% of cases are resolved
with this manoeuvre alone
Anterior Disimpaction -
1) Suprapubic Pressure
(Massanti Manoeuvre)
• NO fundal pressure
• Abdominal approach:
suprapubic pressure applied
with heel of clasped hand
from the posterior aspect of
the anterior shoulder to
dislodge it
Anterior Disimpaction -
2) Rubin Manoeuver
• vaginal approach
• adduction of anterior shoulder by
pressure applied to the posterior
aspect of the shoulder (the
shoulder is pushed toward the
chest)
• consider episiotomy
• NO fundal pressure
Rotation of Posterior Shoulder - Step 1

• pressure on anterior
aspect of posterior
shoulder
• may be combined
with anterior
disimpaction
manoeuvers
• NO fundal pressure
Rotation of Posterior Shoulder - Step 2

Wood’s screw
manoeuvre
• can be done
simultaneously with
anterior dissimpaction
Rotation of Posterior Shoulder - Step 3

• may be repeated
if delivery not
accomplished by
Steps 1 & 2
Rotation of Posterior Shoulder - Step 4
Manual removal of
posterior arm
• flex arm at elbow
• (pressure in antecubital
fossa to flex arm)
• sweep arm over chest
• grasp wrist/forearm or
hand
• deliver arm
Manual removal of the posterior arm
IKM &
FORENSIK
Soal no 245
• Seorang dokter kandungan ingin mengetahui
hubungan antara kehamilan ibu di usia tua
dengan gangguan pertumbuhan anak. Ide
penelitian ini berawal dari berkembangnya tren
usia kehamilan yang bergeser ke arah >30 tahun
di masyarakat modern. Dokter tersebut
mengumpulkan ibu-ibu hamil usia lebih dari 35
tahun dan kemudian mengikutinya sampai 5
tahun. Maka metode penelitian apa yang
dilakukan oleh dokter tersebut?
a. Kohort
b. Case control
c. Cross sectional
d. Deskriptif
e. Analitik

Jawaban: A. Kohort
245. DESAIN PENELITIAN
Secara umum dibagi menjadi 2:
• DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan
frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi
DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas X.

• ANALITIK: mencari hubungan antara paparan


dengan penyakit. Misalnya penelitian
hubungan antara obesitas dengan DM tipe 2.
DESAIN PENELITIAN

STUDY
DESIGNS

Analytical Descriptive

Case report (E.g. Cholera)

Case series
Observational Experimental
Cross-sectional

1. Cross-sectional Clinical trial (parc vs. aspirin


in Foresterhill)
2. Cohort
3. Case-control Field trial (preventive
programmes )
4. Ecological
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
Cross-sectional
– Pajanan/ faktor risiko dan outcome dinilai dalam waktu
yang bersamaan.

Cohort study
– Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti
sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome
terjadi atau tidak.

Case-control study
– Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali
riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor
risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional

PAST PRESENT FUTURE


Time
Assess exposure
Cross -sectional study and outcome

Assess Known
Case -control study exposure outcome

Known Assess
Prospective cohort exposure outcome

Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam
satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak
berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat
ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini
secara bersamaan.

• Bila menggunakan desain case control, dimulai dengan


peneliti menentukan subyek anak 1-3 tahun yang
pernah mengalami diare dengan yang tidak pernah
mengalami diare. Kemudian ibu diwawancara apakah
sebelumnya memberi ASI eksklusif atau tidak.
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain kohort (prospektif), maka dimulai
dengan peneliti mengumpulkan subyek penelitian berusia 6
bulan yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Kemudian, subyek tersebut diamati selama 1
tahun untuk dilihat apakah mengalami diare atau tidak.

• Bila menggunakan desain kohort (retrospektif), dari catatan


rekam medis RS tahun 2015 dimulai dengan dikumpulkan
data bayi yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Kemudian rekam medis ditelusuri, dari tahun
2015-2016 apakah subyek pernah mengalami diare atau
tidak.
Prinsip
Kohort

• Studi kohort selalu dimulai dari subyek yang tidak sakit. Kelompok subyek
dibagi menjadi subyek yang terpajan dan tidak terpajan. Kemudian
dilakukan pengamatan sampai terjadinya penyakit atau sampai waktu
yang ditentukan.
Kohort Prospektif vs Retrospektif
• Baik kohort prospektif
maupun retrospektif selalu
dimulai dari menjadi subyek
yang tidak sakit.

• Kohort prospektif dimulai


saat ini dan diikuti ke depan
sampai terjadi penyakit.

• Pada kohort retrospektif,


peneliti “kembali ke masa
lalu” melalui rekam medik,
mencari subyek yang sehat
pada tahun tertentu
kemudian mengikuti
perkembangannya melalui
catatan rekam medik hingga
terjadinya penyakit.
Desain Cross Sectional

KELEBIHAN: KELEMAHAN:
• Mengukur angka prevalensi • Sulit membuktikan
• Mudah dan cepat hubungan sebab-akibat,
• Sumber daya dan dana yang karena kedua variabel
efisien karena pengukuran paparan dan outcome
dilakukan dalam satu waktu direkam bersamaan.

• Kerjasama penelitian • Desain ini tidak efisien


(response rate) dengan untuk faktor paparan atau
desain ini umumnya tinggi. penyakit (outcome) yang
jarang terjadi.
Desain Case Control

KELEBIHAN: KEKURANGAN:
• Dapat membuktikan • Pengukuran variabel secara
hubungan sebab-akibat. retrospektif, sehingga
• Tidak menghadapi kendala rentan terhadap recall bias.
etik, seperti halnya • Kadang sulit untuk memilih
penelitian kohort dan subyek kontrol yang
eksperimental. memiliki karakter serupa
• Waktu tidak lama, dengan subyek kasus
dibandingkan desain kohort. (case)nya.
• Mengukur odds ratio (OR).
Desain Kohort
KELEBIHAN: KEKURANGAN:
• Mengukur angka insidens. • Memerlukan waktu penelitian
• Keseragaman observasi yang relative cukup lama.
terhadap faktor risiko dari • Memerlukan sarana dan
waktu ke waktu sampai terjadi prasarana serta pengolahan
outcome, sehingga merupakan data yang lebih rumit.
cara yang paling akurat untuk • Kemungkinan adanya subyek
membuktikan hubungan penelitian yang drop out/ loss
sebab-akibat. to follow up besar.
• Mengukur Relative Risk (RR). • Menyangkut masalah etika
karena faktor risiko dari
subyek yang diamati sampai
terjadinya efek, menimbulkan
ketidaknyamanan bagi subyek.
Soal no 246
• Puskesmas A mempunyai cakupan imunisasi
rendah, KIA rendah, cakupan pemberian
tablet besi rendah. Sering terjadi KLB campak
di daerah tersebut. Kepala puskesmas
mengadakan program khusus untuk
meningkatkan cakupan imunisasi sehingga
diharapkan dapat menurunkan KLB campak.
Tindakan yang perlu dilakukan untuk
mengetahui keberhasilan program?
a. Pemantauan Wilayah Setempat
b. Penyelidikan epidemiologi
c. Evaluasi program
d. Lokakarya mini
e. Surveilance

Jawaban: C. Evaluasi program


246. EVALUASI PROGRAM
Lagkah-langkah evaluasi program kesehatan:
• Menetapkan atau memformulasikan tujuan evaluasi, yakni tentang apa
yang akan dievaluasi terhadap program yang dievaluasi.
• Menetapkan kriteria yang akan digunakan dalam menentukan
keberhasilan program yang akan dievaluasi.
• Menetapkan cara atau metode evaluasi yang akan digunakan.
• Melaksanakan evaluasi, mengolah dan menganalisis data atau hasil
pelaksanaan evaluasi tersebut.
• Menentukan keberhasilan program yang dievaluasi berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan tersebut serta memberikan penjelasan-penjelasan.
• Menyusun rekomendasi atau saran-saran tindakan lebih lanjut terhadap
program berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tersebut.
Jenis Evaluasi Program

• Evaluasi yang hasilnya digunakan untuk


pengembangan atau perbaikan program
Formatif tersebut
• Biasanya dilakukan saat program masih
berjalan

• Evaluasi untuk menilai hasil akhir suatu


Sumatif program
• Dilakukan saat program sudah selesai
MONITORING & EVALUASI
PROGRAM KESMAS (LOGIC MODEL)
OUTCOMES/I
INPUTS ACTIVITIES OUTPUTS
M PA C T S

what is produced the changes or


what resources go what activities the
through those benefits that result
into a program program undertakes
activities from the program

e.g. increased skills/


e.g. number of knowledge/
e.g. development of
e.g. money, staff, booklets produced, confidence, leading in
materials, training
equipment workshops held, longer-term to
programs
people trained promotion, new job,
etc.

O U TCO ME VS I MPAC T
Indikator outcome dan impact sering kali disamakan atau dijadikan sebagai satu
kesatuan. Namun pada umumnya indikator outcome lebih menilai luaran jangka
pendek dan untuk wilayah setempat, sedangkan indikator impact lebih menilai
luaran jangka panjang dan dampak untuk wilayah yang lebih luas. Outcome
bersifat dinamis (lebih mudah berubah dibandingkan impact).
Soal no 247
• Puskesmas Angin Mamiri di Sulawesi selatan
memiliki program kesehatan sekolah yang
salah satunya adalah penyuluhan kesehatan
sejak usia dini. Terkait dengan program
tersebut, puskesmas mengirim dokter yang
berdinas ke TK-TK untuk mengajari kebiasaan
cuci tangan. Suatu kali, dokter melakukan
edukasi kesehatan di hadapan 50 anak TK Pagi
Siang Ceria untuk mencuci tangan. Karena
keterbatasan waktu, hanya diberi kesempatan
selama 15 menit. Metode promosi kesehatan
yang sesuai adalah…
a. Latihan cuci tangan
b. Pemutaran film cara cuci tangan
c. Pemberian foto cara cuci tangan
d. Booklet
e. flyer

Jawaban: B. Pemutaran film cara cuci tangan


247. Alat Bantu Promosi Kesehatan
(Menurut Cone of Experience, Edgar Dale)
MEDIA PROMOSI KESEHATAN MASSAL
MEDIA PROMOSI KESEHATAN MASSAL
• Ceramah umum (public speaking), misalnya pada hari kesehatan
nasional, menteri kesehatan atau pejabat kesehatan lainnya
berpidato dihadapan massa rakyat untuk menyampaikan pesan-
pesan kesehatan.
• Diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik, baik siaran TV
maupun radio.
• Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas
kesehatan lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan
disuatu media massa
• Film
• Tulisan-tulisan dimajalah atau Koran, baik dalam bentuk artikel
maupaun Tanya jawab/ konsultasi tentang kesehatan dan penyakit.
• Billboard, yang dipasang dipinggir jalan, spanduk, poster, dsb.
Contoh : Billboard Ayo ke Posyandu.
Metode Promosi Kesehatan untuk
Kelompok (<15 orang)
• Diskusi kelompok: dipimpin 1 pemimpin diskusi, pemimpin
memberi pertanyaan atau kasus sehubungan dengan topik
yang dibahas untuk memancing anggota untuk
berpendapat.

• Curah Pendapat (Brain Storming): Prinsipnya sama dengan


metode diskusi kelompok. Bedanya, pada permulaannya
pemimpin kelompok memancing dengan satu masalah dan
kemudian tiap peserta memberikan jawaban-jawaban atau
tanggapan (curah pendapat). Sebelum semua peserta
mencurahkan pendapatnya, tidak boleh diberikan
komentar oleh siapapun. Harus setelah semua
mengeluarkan pendapatnya, tiap anggota dapat
mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.
Metode Promosi Kesehatan untuk
Kelompok (<15 orang)
• Bola salju (snowballing): Kelompok dibagi dalam pasangan-
pasangan (1 pasang 2 orang) kemudian dilontarkan suatu
pertanyaan atau masalah. Setelah lebih kurang 5 menit maka tiap 2
pasang bergabung menjadi 1. Mereka tetap mendiskusikan masalah
tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap-tiap pasang
yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan
pasangan lainnya dst, sampai akhirnya akan terjadi diskusi seluruh
anggota kelompok.

• Kelompok kecil (buzz group): Kelompok langsung dibagi menjadi


kelompok-kelompok kecil (buzz group) yang kemudian diberi suatu
permasalahan yang sama atau tidak sama dengan kelompok lain.
Masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut.
Selanjutnya hasil dari tiap kelompok didiskusikan kembali dan dicari
kesimpulannya.
Metode Promosi Kesehatan untuk
Kelompok (<15 orang)
• Role play: Beberapa anggota kelompok diunjuk sebagai
pemegang peran tertentu untuk memainkan peranan,
misalnya sebagai dokter Puskesmas, sebagai perawat, atau
bidan, dan sebagainya, sedangkan anggota yang lain
sebagai pasien atau anggota masyarakat. Mereka
memperagakan, misalnya bagaimana komunikasi/interaksi
sehari-hari dalam melaksanakan tugas.

• Simulation game: Gabungan antara role play dengan


diskusi kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam
beberapa bentuk permainan seperti permainan monopoli.
Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli dan
menggunakan dadu, gaco (petunjuk arah) selain papan
main. Beberapa orang menjadi pemain dan sebagian lagi
berperan sebagai narasumber.
Soal no 248
• Pasien Tn. Kamikaze Kubiwa, usia 65 tahun
diketahui menderita hipertensi pada saat di
puskesmas 5 bulan yang lalu. Pasien tidak mau
ke puskemas karena sedang mencoba
pengobatan herbal tetapi sekarang ingin ke
puskesmas untuk memeriksakan tekanan
darahnya lagi. Sebaiknya apa yang dilakukan
dokter ketika berdiskusi dengan Tn. Kamikaze?
a. Melarang pasien untuk berobat herbal
b. Memberi nasihat untuk memilih pengobatan
salah satu
c. Menasihati jika pengobatan medis juga
penting
d. Membiarkan pasien mengikuti obat
herbalnya
e. Tidak mempedulikan pasien

Jawaban: C. Menasihati jika pengobatan medis


juga penting
248. HAK PASIEN
(UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992)
• Mendapatkan pelayanan kesehatan optimal /sebaik-baiknya sesuai dengan standar
profesi kedokteran.
• Hak atas informasi yang jelas dan benar tentang penyakit dan tindakan medis yang
akan dilakukan dokter/ suster.
• Hak memilih dokter dan rumah sakit yang akan merawat sang pasien.
• Hak atas rahasia kedokteran / data penyakit, status, diagnosis dll.
• Hak untuk memberi persetujuan / menolak atas tindakan medis yang akan
dilakukan pada pasien.
• Hak untuk menghentikan pengobatan.
• Hak untuk mencari pendapat kedua / pendapat dari dokter lain / Rumah Sakit lain.
• Hak atas isi rekaman medis / data medis.
• Hak untuk didampingi anggota keluarga dalam keadaan kritis.
• Hak untuk memeriksa dan menerima penjelasan tentang biaya yang dikenakan /
dokumen pembayaran / bon /bill.
• Hak untuk mendapatkan ganti rugi kalau terjadi kelalaian dan tindakan yang tidak
mengikuti standar operasi profesi kesehatan
Hak Pasien Atas Pelayanan yang Tidak
Direkomendasikan oleh Dokter
• Sampai sejauh mana pasien dan keluarganya
mempunyai hak terhadap suatu layanan kesehatan
yang tidak direkomendasikan oleh dokter menjadi
topik kontroversi yang besar dalam etika kedokteran,
hukum, dan kebijakan publik.

• Dokter secara pribadi harus menentukan apakah


mereka harus setuju terhadap pilihan tindakan
pasien.

Panduan Etika Medis, World Medical Association


Hak Pasien Atas Pelayanan yang Tidak
Direkomendasikan oleh Dokter
• Dokter harus menolak permintaan seperti itu
bila:
– Yakin bahwa tindakan tersebut akan lebih
membahayakan
– Tindakan yang akan dilakukan sepertinya tidak
akan memberikan kebaikan, atau bahkan
membahayakan walaupun kemungkinan efek
plasebo tidak dapat diabaikan.

Panduan Etika Medis, World Medical Association


Soal no 249
• Seorang dokter yang ditempatkan di daerah
kota Kutawaringin selatan ingin mengetahui
hubungan sindrom metabolik dengan kejadian
kecelakaan lalu lintas. Untuk melakukan
penelitian tersebut, peneliti harus
menentukan jumlah sampel dan bagaimana
cara subyek penelitian ini dipilih. Teknik
sampling apa yang cocok digunakan untuk
penelitian ini?
a. Purposive sampling
b. Acak sederhana
c. Acak bertingkat
d. Stratified sampling
e. Cluster sampling

Jawaban: A. Purposive sampling


249. TEKNIK SAMPLING
Probability Sampling Techique lebih baik
dibanding non-probability
• Simple Random Sampling: pengambilan sampel dari
semua anggota populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata/tingkatan yang ada dalam
populasi itu.

• Stratified Sampling: Penentuan sampling tingkat


berdasarkan karakteristik tertentu (usia, jenis kelamin,
dsb). Misalnya untuk mengambil sampel dipisahkan
dulu jenis kelamin pria dan wanita. Baru kemudian dari
kelompok pria diambil sampel secara acak, demikian
juga dari kelompok wanita.
Probability Sampling Techique lebih
baik dibanding non-probability
• Cluster Sampling: disebut juga sebagai teknik sampling daerah.
Pemilihan sampel berdasarkan daerah yang dipilih secara acak.
Contohnya mengambil secara acak 20 kecamatan di Jakarta.
Seluruh penduduk dari 20 kecamatan terpilih dijadikan sampel.

• Multistage random sampling: teknik sampling yang menggunakan 2


teknik sampling atau lebih secara berturut-turut. Contohnya
mengambil secara acak 20 kecamatan di Jakarta (cluster sampling).
Kemudian dari masing-masing kecamatan terpilih, diambil 50
sampel secara acak (simple random sampling).

• Systematical Sampling anggota sampel dipilh berdasarkan urutan


tertentu. Misalnya setiap kelipatan 10 atau 100 dari daftar pegawai
disuatu kantor, pengambilan sampel hanya nomor genap atau yang
ganjil saja.
Soal no 250
• Seorang wanita, 35 tahun, datang dengan
keluhan benjolan di payudara dan ketiak kiri.
Pasien sudah menjalani terapi alternative
beberapa kali. Setelah dilakukan biopsy oleh
dokter, didapatkan Ca ductal in situ dan
disarankan untuk melakukan operasi. Pasien
merasa amat sangat tertekan dan memilih
lebih mempercayai pengobatan alternatif.
Pasien takut suaminya akan meninggalkan
dirinya, sementara pasien memiliki anak yang
masih bayi. Apa yang harus dilakukan dokter?
a. Datang kerumah pasien dan menilai
lingkungan rumah pasien.
b. Melakukan pendekatan, memberi
penjelasan, dan melakukan diskusi rasional
c. Melakukan diagnosis dan monitoring terapi.
d. Mencegah kecacatan dan rehabilitasi.
e. Memberikan vaksinasi

Jawaban: B. Melakukan pendekatan, memberi


penjelasan, dan melakukan diskusi rasional
250. BREAKING BAD NEWS
• Hal yang perlu dilakukan dokter dalam
menyampaikan hal buruk: ABCDE

Am Fam Physician. 2001 Dec 15;64(12):1975-1979


Breaking Bad News
B: Build therapeutic
A: Advance preparation environment
• Dokter harus menguasai • Tentukan preferensi pasien
masalah klinis pasien secara (seberapa jauh pasien ingin
keseluruhan mendengar berita yang
• Siapkan ruangan dan situasi disampaikan)
yang nyaman untuk • Bila memungkinkan, ajak
berbicara keluarga untuk
• Latih diri untuk mendampingi
menyampaikan berita • Bila sesuai dengan budaya,
dengan tenang dan tidak sentuh pasien
emosional
• Yakinkan pasien bahwa
dokter akan terus
Am Fam Physician. 2001 Dec 15;64(12):1975-1979 mendampingi
Breaking Bad News
C: Communicate well D: Deal with patient and
• Tanyakan harapan pasien family reaction
dan keluarganya
• Nilai bagaimana reaksi
• Bicara perlahan tetapi jelas
keluarga, termasuk
• Hindari menangis
strategi copingnya
• Pasien mungkin tidak dapat (denial, anger, dll)
menerima seluruh isi
pembicaraan • Tunjukkan empati
• Buat resume pembicaraan
dan rencana tindak lanjut

Am Fam Physician. 2001 Dec 15;64(12):1975-1979


Breaking Bad News
E: encourage and validate
emotion
• Berikan harapan yang
realistis (misalnya, meski
peluang sembuh sangat
kecil, ada opsi apa saja
untuk mengoptimalkan
kualitas hidup)
• Eksplorasi kebutuhan
spiritual dan sistem support
pasien
• Libatkan pelayanan
interdisiplin
Am Fam Physician. 2001 Dec 15;64(12):1975-1979
Soal no 251
• Puskesmas di area Madarinau Selatan
dipimpin oleh seorang dokter umum, dibantu
oleh satu dokter umum lainnya, satu dokter
gigi, 2 bidan, dan 4 orang petugas
keperawatan dan administrasi. Puskesmas
tersebut melayani pasien dari mulai jam 07.30
sampai jam 16.00 WITA. Dari gambaran
kondisi fasilitas puskesmas ini, termasuk
dalam kriteria apakah puskesmas tersebut?
a. Puskesmas Rawat inap
b. Puskesmas Rawat Jalan
c. Puskesmas Pembantu
d. Puskesmas Satelit
e. Puskesmas Keliling

Jawaban: B. Puskesmas rawat jalan


251. Puskesmas
Jenis Puskesmas menurut pelayanan kesehatan medis, dibagi dua
kelompok yakni:
• Puskesmas Perawatan, pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat
inap (memberikan pelayanan 24 jam dan dapat merawat pasien one
day care (atau maksimal selama 3 hari)
• Puskesmas Non Perawatan, hanya pelayanan kesehatan rawat jalan
(pelayanan pengobatan di fasilitas pelayanan kesehatan dalam jam
kerja saja, kecuali untuk pelayanan persalinan)

Menurut wilayah kerjanya, dikelompokkan menjadi:


• Puskesmas Induk / Puskesmas Kecamatan  Sasaran penduduk
30.000/puskesmas
• Puskesmas Satelit / Puskesmas Kelurahan
Jenis Puskesmas, Berdasarkan Cakupan
Wilayah
• Puskesmas induk: Puskesmas yang terdapat di wilayah
kecamatan. Sasaran penduduk 30.000/puskesmas

• Puskesmas pembantu: Puskesmas yang sederhana dan berfungsi


membantu memperluas jangkauan Puskesmas Induk dengan
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan Puskesmas
dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil (desa, kelurahan)
– Sasaran meliputi 2-3 desa atau dengan jumlah penduduk 2.500 (luar jawa
& bali) sampai 10.000 orang (jawa & bali)

• Puskesmas keliling: pelayanan kesehatan keliling yang dilengkapi


dengan kendaraan bermotor roda 4 atau roda 2 dan peralatan
kesehatan, peralatan komunikasi serta sejumlah tenaga yang
berasal dari Puskesmas.
– Fungsinya menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan
Puskesmas dalam wilayah kerjanya yang belum terjangkau oleh pelayanan
kesehatan.
WILAYAH KERJA PUSKESMAS
• 1 kecamatan / sebagian kecamatan
• Sasaran: 30.000 penduduk
• Untuk mendukung jangkauan wilayah:
– Puskesmas Pembantu
– Puskesmas Keliling
• Puskesmas Pembina: menjangkau >= 150.000
jiwa
• Era Desentralisasi  otonomi setiap Pemda II
mengembangkan puskesmas sesuai rentra daerah
FUNGSI PUSKESMAS

Fungsi Puskesmas

Pusat Penggerak Pusat


Pembangunan Pemberdayaan Pusat Pelayanan
Berwawasan Keluarga & Kesehatan Strata 1
Kesehatan Masyarakat

Public Goods Private Goods


(Kesmas) (Kuratif)
1. Sebagai Pusat Penggerak
Pembangunan Kesehatan
a. Menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha
di wilayah kerjanya agar menyelenggarakan
pembangunan berwawasan kesehatan
b. Aktif memantau & melaporkan dampak
kesehatan dr setiap penyelenggaraan
program pembangunan
c. Mengutamakan pemeliharaan kesh &
pencegahan penyakit tnp mengabaikan
penyembuhan dan pemulihan
2. Sebagai Pusat pemberdayaan
masyarakat
a. Berupaya agar perorangan, TOMA, keluarga &
masy punya kesadaran, kemauan & kemampuan
melayani diri sendiri & masy utk hidup sehat
serta menetapkan, menyelenggarakan,
emmantau serta memberikan pelayanan
kesehatan menyeluruh terpadu di wilayah
kerjanya
b. Memberikan bantuan dlm bentuk bimb teknis
materi, rujukan medis & kesmas  tdk
menimbulkan ketergantungan
3. Sebagai pusat pelayanan kesehatan
pertama
• Menyelenggarakan pelayanan kesehatan
pertama secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan melalui pelayanan
kesehatan perorangan & kesmas
Soal no 252
• Di suatu desa terdapat populasi 20 orang.
Terdapat 10 orang yang terkena penyakit TBC
yang perjalanan penyakitnya tersaji pada
gambar berikut. Dokter ingin menghitung
insidensi dengan menggunakan jumlah
penduduk tanggal 1 november sebagai
denominator.
↓ = pasien terkena TBC
↑ = pasien sembuh
+ = pasien meninggal
Berapakah insidensi rate penyakit TBC per
1000 populasi dari 1 Juni – 1 desember?
a. 10/18*1000
b. 4/20*1000
c. 7/20*1000
d. 7/18*1000
e. 10/20*1000

Jawaban: B. 4/20 * 1000


252. UKURAN MORBIDITAS PENYAKIT
Definisi Rumus
Insidens/ insidens Jumlah kasus baru dalam Jumlah kasus baru/ jumlah populasi
kumulatif/ incidence periode waktu tertentu berisiko di awal periode
rate/ attack rate/
attack risk Attack rate/risk lebih sering
digunakan pada konteks KLB.

Secondary attack rate jumlah penderita baru suatu Jumlah penderita baru pd serangan
penyakit yang terjangkit pada kedua/ (jumlah populasi berisiko-
serangan kedua dibandingkan jumlah orang yang terkena
dengan jumlah penduduk serangan pertama)
dikurangi orang/penduduk yang
pernah terkena penyakit pada
serangan pertama.

Incidence density rate jumlah penderita baru suatu Jumlah kasus baru/ jumlah populasi
(or person-time rate) penyakit yang ditemukan pada berisiko di awal periode (dalam
suatu jangka waktu tertentu satuan orang-waktu)
(dalam satuan orang-waktu)
Pada soal no. 252:

Dari gambar di samping,


Diketahui bahwa jumlah
kasus baru dari 1 Juni-1
Desember adalah 4 kasus.
Dan jumlah populasi
berisiko diketahui ebesar
20 orang.

Maka incidence rate 1


Juni-1 Desember per 1000
penduduk adalah:
4/20x 1000

Kasus baru dalam rentang ini saja yang dihitung


Soal no 253
• Seorang dokter melakukan penelitian yang
disponsori oleh pihak Departemen Kesehatan
tentang pengobatan sistitis di daerah
Sukoharjo Mintomono, Jawa Tengah. Berikut
daftar obat untuk terapi sistitis yang diteliti
oleh dokter tersebut:
Antibiotik sistitis NNT NNH
Kotrimoksasol 8 50
Amoksisislin 12 5
Dosisiklin 9 3
Levofloxacin 5 2
Ciprofloxacin 19 4

Manakah obat yang paling ampuh?


a. Kotrimoksasol
b. Amoksisilin
c. Doksisiklin
d. Levofloxacin
e. Ciprofloxacin

Jawaban: D. Levofloxacin
253. NNT
• NNT (Number Needed toTreat) adalah jumlah orang yang
harus dirawat selama suatu periode untuk mencapai suatu
hasil (pengobatan) atau untuk mencegah suatu peristiwa
(prophylaxis/perlindungan dari penyakit) atau suatu ukuran
epidemiologis yang menandakan berapa pasien akan
memerlukan perawatan dengan suatu bentuk dari
pengobatan untuk mengurangi jumlah kasus yang
digambarkan dengan satu titik akhir.
• NNT merupakan inversi dari Absolute Risk Reduction (ARR).
• Kegunaan dari NNT ialah untuk mengetahui apakah suatu
produk (obat) baru yang dilemparkan ke pasaran lebih bagus
atau malah lebih buruk dibandingkan obat pendahulunya.

Budiarto, 2004, Metodologi Penelitian Kedokteran, Sebuah Pengantar, Jakarta, EGC


• NNT merupakan rata-rata dari jumlah pasien
yang dapat diterapi dengan intervensi spesifik
dengan satu hasil positif.
• Nilai sempurna : 1
• Nilai untuk pengobatan paling efektif : 2-4

Budiarto, 2004, Metodologi Penelitian Kedokteran, Sebuah Pengantar, Jakarta, EGC


• Contoh :
1. Pencegahan muntah setelah operasi dengan Droperidol ,
NNT = 4,4 artinya setiap empat atau lima pasien bedah yang
diterapi dengan Droperidol akan tampak satu pengurangan
insiden muntah dalam rata-rata.
2. Pencegahan infeksi gigitan anjing dengan antibiotik , NNT =
16 artinya setiap 16 gigitan anjing yang diterapi dengan
antibiotik akan tampak satu pengurangan jumlah infeksi
dalam rata-rata.
3. Pencegahan primer stroke dengan menggunakan aspirin
dosis rendah setiap hari selama setahun, NNT = 102 artinya
setiap 102 pasien yang diterapi dengan aspirin selama
setahun akan tampak satu pengurangan insiden stroke.

Budiarto, 2004, Metodologi Penelitian Kedokteran, Sebuah Pengantar, Jakarta, EGC


NNH
• NNH adalah suatu pengukuran yang lebih memusatkan
perhatiannya pada efek samping suatu obat; menghitungnya
seperti menghitung NNT.
• Semakin besar nilai NNH suatu obat, maka derajat
keamanannya semakin tinggi.
• Misalnya NNH =100 artinya dari 100 pasien yang diterapi, satu
diantaranya akan mengalami efek samping. Sebaliknya jika
NNH makin kecil (misalnya NNH=5 ), ini berarti dari 5 pasien
yang diterapi, satu diantaranya akan mengalami efek samping.
• Memilih obat dengan nilai NNH terbesar RASIONAL, nilai
NNH ideal bila > 100

Budiarto, 2004, Metodologi Penelitian Kedokteran, Sebuah Pengantar, Jakarta, EGC


Soal no 254
• Suatu puskesmas mengadakan suatu program.
Pimpinan puskesmas sebagai koordinator
wilayah kerjanya. Pimpinan puskesmas dan
staf bekerja keras agar sasaran dapat tercapai,
namun ada beberapa kendala karena
posyandu tidak memenuhi target pencapaian
dikarenakan kekurangan vaksin polio. Dari
unsur pokok/ fungsi manajemen, unsur
manakah yang kurang dilaksanakan oleh
dokter puskesmas sebagai koordinator
sebelum pelaksanaan ?
a. Planning
b. Organizing
c. Actuating
d. Controlling
e. Budgeting

Jawaban: A. Planning
254. Teori Fungsi Manajemen
(George R. Terry, 1990)
1. Planning:
• menentukan serangkaian tindakan untuk mencapai
suatu hasil sesuai target.

2. Organizing:
• mengelompokkan orang-orang serta penetapan
tugas, fungsi, wewenang, serta tanggung jawab
masing-masing supaya aktivitas berdaya guna dan
berhasil guna.
Teori Fungsi Manajemen
(George R. Terry, 1990)
3. Actuating
• menggerakkan semua anggota kelompok untuk bekerja agar
mencapai tujuan organisasi.
• Actuating membuat urutan rencana menjadi tindakan nyata.
• Kegiatan dalam Fungsi Pengarahan dan Implementasi antara lain :
– Mengimplementasikan proses kepemimpinan, pembimbingan, dan
pemberian motivasi kepada tenaga kerja agar dapat bekerja secara
efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan.
– Memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai pekerjaan dan
menjelaskan kebijakan yang ditetapkan.
Teori Fungsi Manajemen
(George R. Terry, 1990)
4. Controlling
• Agar pekerjaan dapat berjalan sesuai dengan visi, misi,
aturan serta program kerja maka dibutuhkan pengontrolan.
• Baik itu dalam bentuk supervisi, pengawasan, inspeksi
sampai audit.
• Agar sejak dini dapat diketahui penyimpangan-
penyimpangan atau kesalahan yang terjadi, baik itu dalam
tahap perencanaan, pelaksanaan ataupun
pengorganisasian.
• Sehingga dapat segera dilakukan antisipasi, koreksi, serta
penyesuaian-penyesuaian yang sesuai dengan situasi.
Teori Fungsi Manajemen
(Luther Gullick)

Fungsi manajemen terdiri dari:


1. Planning
2. Organizing
3. Staffing/assembling resources
4. Directing
5. Coordinating
6. Reporting
7. Budgeting
8. Controlling
Teori Fungsi Manajemen
(Luther Gullick)
• Planning
– menentukan serangkaian tindakan untuk mencapai
suatu hasil sesuai target.
• Organizing
– mengelompokkan orang-orang serta penetapan tugas,
fungsi, wewenang, serta tanggung jawab masing-
masing supaya aktivitas berdaya guna dan berhasil
guna.
• Staffing/assembling resources
– menunjuk orang-orang yang akan memangku masing-
masing tugas yang telah ditentukan.
Teori Fungsi Manajemen
(Luther Gullick)
• Directing
– Memberikan penjelasan, petunjuk, serta pertimbangan dan
bimbingan terdapat para petugas yang terlibat, baik secara struktural
maupun fungsional agar pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan
lancar, dengan pengarahan staff yang telah diangkat dan dipercayakan
melaksanakan tugas di bidangnya masing-masing tidak menyimpang
dari garis program yang telah ditentukan
• Coordinating
– pengkoordinasian merupakan satu dari beberapa fungsi manajemen
untuk melakukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi kekacauan,
percekcokan, kekosongan kegiatan dengan jalan menghubungkan,
menyatukan dan menyelaraskan pekerjaan bawahan sehingga
terdapat kerja sama yang terarah dalam upaya mencapai tujuan
organisasi. q
Teori Fungsi Manajemen
(Luther Gullick)
• Reporting
– penyampaian perkembangan atau hasil kegiatan atau
pemberian keterangan mengenai segala hal yang bertalian
dengan tugas dan fungsi-fungsi kepada pejabat yang lebih
tinggi,
• Budgeting
– menetapkan ikhtisar biaya yang diperlukan dan pemasukan
uang yang diharapkan akan diperoleh dari rangkaian tindakan
yang akan dilakukan.
• Controlling
– mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga
apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang
benar dengan maksud tercapai tujuan yang sudah digariskan
semula.
Soal no 255
• Kepala Puskesmas diminta untuk melaporkan
10 besar penyakit tiap bulan ke Dinas
Kesehatan. Apakah metode yang digunakan
tersebut?
a. SP2TP
b. CARL
c. Hanlon
d. Rerata
e. Metode tulang ikan

Jawaban: A. SP2TP
255. SP2TP
• Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu
Puskesmas (SP2TP): kegiatan pencatatan dan
pelaporan data umum, sarana, tenaga dan
upaya pelayanan kesehatan di Puskesmas
• Untuk memberikan informasi baik bagi
puskesmas maupun untuk jenjang
administrasi yang lebih tinggi, guna
mendukung manajemen kesehatan.
Frekuensi dan Jenis Pelaporan
• Laporan bulanan: • Laporan Triwulan ( LT ):
– Data Kesakitan ( LB1) – Kunjungan Puskesmas
– Data Kematian ( LB 2) – Pelayanan Medik Dasar
– Gizi, KIA, Immunisasi, Gigi-mulut
Pengamatan Penyakit – Kesling
Menular ( LB3 ) – Laboratorium
– Data Obat-obatan ( LB4 ) – PSM
– Rujukan
Metode Penentuan Prioritas Masalah
Metode Keterangan

Metode matematika PAHO Dipergunakan beberapa kriteria untuk menentukan


(Pan American Health prioritas masalah kesehatan disuatu wilayah
Organization) berdasarkan lmasalah (magnitude), beratnya kerugian
yang timbul (Severity), tersedianya sumberdaya untuk
mengatasi masalah kesehatan tersebut (Vulnerability),
kepedulian/dukungan politis dan dukungan
masyarakat (Community and political concern),
Ketersediaan dana (Affordability).

Metode CARL Penentuan prioritas masalah berdasarkan Capacity,


Accesibility, Readiness, dan Leverage. Cara
penggunaannya seperti metode PAHO.

Jurnal Kesehatan Masyarakat, Maret 2013 - September 2013, Vol. 7, No. 2


Metode Penentuan Prioritas Masalah
Metode Keterangan
Delbeque Prioritasmasalahpenyakitditentukansecara kualitatif oleh panel expert
dengan cara: p enetapan kriteria yang disepakati bersama oleh para
pakar, memberikan bobot masalah, menentukan skoring setiap
masalah. Dipilih skor tertinggi untuk menjadi prioritas.

Delpie Sejumlah pakar (panel expert) melakukan diskusi terbuka dan


mendalam tentang masalah yang dihadapi dan masing-masing
mengajukan pendapatnya tentang masalah yang perlu diberikan
prioritas. Diskusi berlanjut sampai akhirnya dicapai suatu kesepakatan
(konsensus) tentang masalah kesehatan yang menjadi prioritas.

Metoda Menghitung berapa banyak kerugian yang ditimbulkan dalam


Estimasi Beban kehidupan tahunan penduduk (dinyatakan dalam Disease Adjusted Life
Kerugian Year =DALY).
(Disease
Burden)

Jurnal Kesehatan Masyarakat, Maret 2013 - September 2013, Vol. 7, No. 2


Metode Penentuan Prioritas Masalah
Metode Keterangan

Fish bone diagram Menganalisa cause-effect, dimana bagian kepala (sebagai effect)
dan bagian tubuh ikan berupa rangka serta duri-durinya
digambarkan sebagai penyebab (cause) suatu permasalahan yang
timbul.

Brainstorming Metode curah pendapat yang digunakan yang


secara efektif melibatkan seluruh anggota kelompok untuk
menentukan priioritas masalah.

Jurnal Kesehatan Masyarakat, Maret 2013 - September 2013, Vol. 7, No. 2


Metoda Penetapan Prioritas Alternatif
Pemecahan Masalah untuk Intervensi
Metode Keterangan

Hanlon Penetapan altematif prioritas jenis intervensi yang akan diiakukan


menggunakan 4 kriteria masing-masing:
(1) Kelompok kriteria 1 yaitu besamya masalah (magnitude)
(2) Kelompok kriteria 2 yaitu Tingkat kegawatan masalah
(emergency/seriousness)
(3) Kelompok kriteria 3 yaitu kemudahan penanggulangan masalah
(causability)
(4) Kelompok kriteria 4 yaitu dapat atau tidaknya program dilaksanakan
menggunakan metode PEARL
P= Kesesuaian(Appropriateness)
E=Secara ekonomi murah (Economicfeasibility) A=Dapat diterima
(Acceptability)
R=Tersedia sumber daya (Resources availability) L=Legalitas terjamin
(Legality)
Jurnal Kesehatan Masyarakat, Maret 2013 - September 2013, Vol. 7, No. 2
Metoda Penetapan Prioritas Alternatif
Pemecahan Masalah untuk Intervensi
Metode Keterangan

Cost analysis Penggunaan metoda ini dengan memperhitungkan efektifitas dan efisiensi
dalam penetapan pilihan jenis intervensi yang dilakukan

Jurnal Kesehatan Masyarakat, Maret 2013 - September 2013, Vol. 7, No. 2


Soal no 256
• Puskesmas Gontipoto di area Sulawesi
Tenggara mengadakan rapat tahunan untuk
mengevaluasi program kesehatan masyarakat.
Salah satu kegiatan yang dilaporkan adalah
hasil kinerja dari program gizi. Berdasarkan
laporan tahunan program gizi puskesmas
didapatkan data sebagai berikut:
Indikator Jumlah
Jumlah seluruh bayi dan 6742
balita
Balita yang ditimbang 5621
Balita yang naik berat 5600
badannya
Balita yang memiliki KMS 6427

Berapa cakupan peran serta masyarakat pada


puskesmas tersebut?
a. 6427/6742
b. 5621/6742
c. 5600/5621
d. 5600/6427
e. 5621/6427

Jawaban: B. 5621/6742
256. Keberhasilan Posyandu
• Cakupan SKDN
– S: semua balita di wilayah kerja Posyandu
– K: semua balita yang terdaftar dan memiliki KMS
– D: jumlah balita yang datang dan ditimbang
– N: jumlah balita yang naik berat badannya

Indikator cakupan program posyandu:


• Liputan program = K/S
– Kemampuan program untuk menjangkau balita yang ada di masing-
masing wilayah
• Tingkat kelangsungan penimbangan = D/K
– Kemantapan pengertian dan motivasi orang tua balita untuk
menimbang anak secara teratur
• Tingkat partisipasi masyarakat terhadap program posyandu = D/S
• Dampak program = N/D
– Berhasil/tidaknya program posyandu
Soal no 257
• Dinas kabupaten setempat membentuk tim
survillens yang dipimpin seorang dokter. Tim
akan melakukan penyelidikan epidemiologi
karena di beberapa dusun telah terjadi KLB
malaria. Karena letak dusun yang sangat
terpencil, maka tim memutuskan untuk
memberikan profilaksis klorokuin kepada
penduduk yang tidak menderita malaria.
Tindakan tersebut termasuk dalam upaya…
a. Mengeliminasi faktor patogen
b. Mengeliminasi kerentanan penjamu
c. Mengeliminasi faktor transmisi
d. Menurunkan angka kesakitan
e. Memutus rantai vektor nyamuk malaria

Jawaban: B. Mengeliminasi kerentanan pejamu


257. TEORI KAUSA PENYAKIT
(Host-Agent-Environment)
Kausa Penyakit
• Bila host-agent-environment dalam keadaan
seimbang, maka tidak terjadi penyakit.

• Penyakit terjadi akibat host/ pejamu menjadi


lebih rentan, atau akibat agent menjadi lebih
virulen, atau terjadi perubahan lingkungan
yang menyebabkan host/ pejamu lebih rentan
atau agent menjadi lebih virulen.
Pencegahan Penyakit Berdasarkan
Teori Kausa Penyakit
• Untuk mencegah penyakit, hal yang bisa
dilakukan:
– Memperkuat/mengurangi kerentanan host
– Melemahkan/ mengeliminasi agent
– Membuat suasana lingkungan menguntungkan
bagi host dan merugikan bagi agent.
Soal no 258
• Seorang perempuan berusia 16 tahun, belum
menikah dibawa ke IGD RS oleh teman laki—
lakinya di sekolah karena perdarahan
pervaginam. Setelah dilakukan pemeriksaan,
didapatkan kondisi pasien dengan keadaan
umum lemah, kesadaran baik, tanda vital
dalam batas normal. Dokter mengatakan
pasien mengalami abortus inkomplitus dan
dokter akan melakukan tindakan pemasangan
infus dan kuretase. Apa yang Anda lakukan
sebagai dokter tersebut terhadap kasus ini?
a. Meminta informed consent kepada teman laki-
lakinya.
b. Melaporkan kepada pihak yang berwenang
mengenai masalah ini.
c. Menunda tindakan kuretase sampai ada yang
menandatangani informed consent.
d. Tetap menunggu untuk meminta informed consent
kepada orang tuanya.
e. Meminta persetujuan kepada pihak komite medik
RS.

Jawaban: D. Tetap menunggu untuk meminta


informed consent kepada orang tuanya
Soal no 259
• Seorang wanita dengan penurunan kesadaran
akan dilakukan sebuah tindakan. Keluarga
diminta untuk menandatangani informed
consent. Di sana ada ayah, adik kandung, dan
suami pasien. Si ayah bersikeras
menandatangani informed consent tersebut
karena anak dan suaminya dalam proses
perceraian. Siapakah yang berhak
menandatangani informed consent?
a. Ayah
b. Suami
c. Adik kandung
d. Dokter
e. Tidak ada

Jawaban: B. Suami
258-259. INFORMED CONSENT
• Informed Consent adalah persetujuan tindakan
kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.

• Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan


Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2
menyebutkan dalam memberikan informasi kepada
pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat /
paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.
Yang Berhak Memberikan Informed Consent

• Pasien yang telah dewasa (>21 tahun


menurut UU perlindungan anak/ >18 tahun
menurut KKI) dan dalam keadaan sadar.
• Bila tidak memenuhi syarat di atas, dapat
diwakilkan oleh keluarga/ wali dengan urutan:
– Suami/ istri
– Orang tua (pada pasien anak)
– Anak
– Saudara kandung
Tujuan Informed Consent
• Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap
tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan
secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang
dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.
• Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap
suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur
medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap
tindakan medik ada melekat suatu resiko

( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )


• Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan
sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal
351 (trespass, battery, bodily assault ).
• Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008:
– persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik
kembali oleh yang memberi persetujuan, sebelum dimulainya
tindakan ( Ayat 1 ).
– Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan secara
tertulis oleh yang memberi persetujuan ( Ayat 2 ).
• Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum
dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah:
– Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus
segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
– Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa
menghadapi situasi dirinya.
Soal no 260
• Di wilayah kerja Puskesmas Rampang Susun, pada
suatu hari digemparkan karena temuan sebuah
kasus. Seorang pria yang identitasnya diketahui
sebagai Tn. Suparmin yang bekerja sebagai
pekerja serabutan ditemukan meninggal. Dari
hasil anamnesis yang dikumpulkan oleh petugas
kesehatan dan kepolisian, didapatkan bahwa pria
tersebut abis minum-minum beralkohol dan
dicampur umbi-umbian. Maka pria tersebut
kemungkinan meninggal karena keracunan…
a. Natrium sianida
b. Sulfur
c. Metanol
d. Etanol
e. CO

Jawaban: A. Natrium sianida


260. TOKSIKOLOGI FORENSIK
Intoksikasi Keterangan

CO • Lebam mayat berwarna cherry red yang tampak jelas bila kadar
COHb mencapai 30% atau lebih.
• Pada analisa toksikologik darah akan di temukan adanya COHb pada
korban keracunan CO sampai 72 jam setelah kematian.

Sianida • terjadi pada kasus bunuh diri dan pembunuhan.


• Lebam mayat berwarna Bright red karena tertumpuknya oksigen di
jaringan perifer
• dapat tercium bau amandel yang patognomonig untuk keracunan
CN, dapat tercium dengan cara menekan dada mayat sehingga akan
keluar gas dari mulut dan hidung.
• Sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut, dan lebam
mayat berwarna terang
• bau amandel yang khas pada waktu membuka rongga dada,
perutdan otak serta lambung(bila racun melalui mulut)
Intoksikasi Keterangan

Arsen • Kematian akibat keracunan arsen sering tidak menimbulkan


kecurigaan karena gejala keracunan akutnya menyerupai gejala
gangguan gastrointestinal yang hebat sehingga dapat didiagnosa
sebagai suatu penyakit.
• Pada pembedahan jenazah ditemukan tanda-tanda iritasi lambung,
mukosa berwarna merah, kadang-kadang dengan perdarahan(flea
bitten appearance).
• As2O3 tampak sebagai partikel berwarna putih di lambung.

Alkohol • Bau alkohol yang keluar dari udara pernapasan merupakan petunjuk
(metanol) awal. Petunjuk ini harus dibuktikan dengan pemeriksaan kadar
alkohol darah, baik melalui pemeriksaan udara pernapasan atau urin,
maupun langsung dari darah vena.
• Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak khas, Mungkin
ditemukan gejala-gejala yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ
menunjukkan tanda perbendungan, darah lebih encer, berwarna
merah gelap.
PEMERIKSAAN PADA KASUS
KERACUNAN SIANIDA
• Pemeriksaan luar: korban mati tercium amandel dengan
menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan
hidung. Sianosis pada wajah & bibir, busa keluar dari mulut, &
lebam mayat berwarna merah terang, karena darah vena kaya
akan oksi-Hb.

• Pemeriksaan bedah jenasah: dapat tercium bau amandel saat


membuka ronga dada, perut & otak serta lambung (bila racun
melalui mulut). Darah, otot & penampang organ tubuh dapat
berwarna merah terang. Selanjutnya hanya ditemukan tanda
asfiksia pada organ tubuh.
Pemeriksaan Laboratorium Kasus
Keracunan Sianida
• Uji kertas saring menggunakan asam pikrat jenuh: Kertas tersebut
dicelupkan kedalam darah korban, bila positif berubah menjadi
warna merah terang (sianmethemoglobin).

• Reaksi Schonbein-Pagenstecher (reaksi Guajacol): Pada reaksi ini


bila hasilnya positif akan membentuk warna biru hijau pada kerta
saring. Reaksi ini tidak spesifik, hasil positif semu didapat bila isi
lambung mengandung klorin, nitrogen oksida atau ozon sehingga
reaksi ini hanya untuk skrining.

• Reaksi Prussian Blue: hasil positif menunjukkan endapan larut dan


terbetuk warna biru berlin.

• Cara Gettler Goldbaum: hasil positif ditunjukkan oleh perubahan


warna kertas saring menjadi biru.
Soal no 261-262
• 261. Seorang anak mengalami KLL dan
mengalami perdarahan sehingga membutuhkan
transfusi darah. Kedua orang tuanya masih di luar
kota, sedangkan dari hasil cross-match tidak
satupun orang di sekitar tempat tersebut yang
cocok dengan darah pasien. Dokter pun mencari
darah ke PMI untuk mencari donor yang cocok.
Sesuai dengan kode etik apakah tindakan dokter
tersebut?
a. Beneficience
b. Non-maleficience
c. Autonomi
d. Justice
e. Altruism

Jawaban: B. Non maleficence


Soal no 262
• Seorang perempuan, 40 tahun, datang ke praktik
dokter dengan keluhan keluar darah dari
kemaluannya di antara masa haid. Dari hasil
pemeriksaan didapatkan uterus berbenjol-benjol dan
terdapat beberapa masa berbentuk bulat pada
dinding rahimnya. Dokter menganjurkan pasien
untuk histerektomi. Akan tetapi, pasien merasa ragu
untuk operasi karena sampai sekarang pasien belum
dikaruniai seorang anak pun. Apa jenis tindakan
dokter yang menyarankan operasi tersebut?
a. Beneficence
b. Maleficence
c. Autonomi
d. Justice
e. Malbeneficence

Jawaban: A. Beneficence
261-262. KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
•Selain menghormati martabat manusia, (nonmaleficence)
dokter juga harus mengusahakan agar pasien • Praktik Kedokteran haruslah memilih
yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya pengobatan yang paling kecil risikonya dan
(patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
•Pengertian ”berbuat baik” diartikan bersikap first, do no harm, tetap berlaku dan harus
ramah atau menolong, lebih dari sekedar diikuti.
memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
Menghormati martabat manusia (respect ekonomi, pandangan politik, agama dan
for person) / Autonomy faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus diperlakukan kewarganegaraan, status perkawinan,
serta perbedaan jender tidak boleh dan
sebagai manusia yang memiliki otonomi tidak dapat mengubah sikap dokter
(hak untuk menentukan nasib diri sendiri), terhadap pasiennya.
• Setiap manusia yang otonominya berkurang • Tidak ada pertimbangan lain selain
atau hilang perlu mendapatkan kesehatan pasien yang menjadi perhatian
perlindungan. utama dokter.
• Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
Soal no 263-264
• 263. Pada suatu hari, di wilayah kepolisian area
Taman Ratu Putri, ditemukan mayat tergantung.
Langsung diturunkan oleh warga setempat. Dari
keterangan warga, tidak ada yang mengenali
identitas korban tersebut. Mayat kemudian dibawa
ke instalasi Forensik dan dilakukan pemeriksaan luar.
Didapatkan lebam mayat di ujung-ujung ekstremitas,
kaku mayat lengkap, namun belum ada pembusukan.
Berapa lama kemungkinan waktu kematian pasien
sejak mayat ditemukan?

a. 8 jam
b. 8-12 jam
c. 12-24 jam
d. 18-24 jam
e. >24 jam

Jawaban: C. 12-24 jam


Soal no 264
• Seorang mayat laki-laki ditemukan oleh
sekelompok pemancing di Sungai Cisadane di
area Bogor terapung dalam keadaan telanjang
dan sudah membusuk. Temuan tersebut
langsung membuat gempar warga, dan dalam
waktu singkat mengundang kerumunan
penonton kendati tercium bau busuk di
tempat kejadian akibat proses pembusukan
mayat. Bagian tubuh mana yang paling awal
mengalami pembusukan?
a. Duodenum
b. Jejunum
c. Ileum
d. Sekum
e. Kolon ascenden

Jawaban: D. Sekum
263-264. TANATOLOGI
Thanatologi adalah topik dalam ilmu kedokteran forensik yang mempelajari
hal mati serta perubahan yang terjadi pada tubuh setelah seseorang mati

Tanda Kematian tidak pasti :


1. Pernafasan berhenti lebih dari 10 menit
2. Sirkulasi berhenti lebih dari 15 menit
3. Kulit pucat
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan menggunakan air

Tanda Kematian Pasti


1. Lebam Mayat (Livor mortis)
2. Kaku Mayat (Rigor mortis)
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
4. Pembusukan (decomposition)

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
TANATOLOGI FORENSIK

• Livor mortis atau lebam mayat


– terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah
kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya
gravitasi bumi .
– Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan
dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan.
– Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam.
Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap
8-12 jam.
Rigor mortis atau kaku mayat

• terjadi akibat hilangnya ATP.


• Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin
bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam
postmortem.
• Kemudian dipertahankan selama 12 jam, setelah itu akan
berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah
adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan.
• Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah.
• Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi
dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.
Penurunan suhu badan

• Pada saat sesudah mati, terjadi proses pemindahan


panas dari badan ke benda-benda di sekitar yang lebih
dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.
• dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan
pakaian.
• Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan
pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih
cepat.
• Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu
lingkungan.
Pembusukan mayat (dekomposisi)

• Terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan kerja


bakteri.
• Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai
dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau
busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lain-lain.
• RUMUS CASPER untuk perbedaan kecepatan pembusukan udara:
air: tanah = 8:2:1
• Ini disebabkan karena suhu di dalam tanah yang lebih rendah
terutama bila dikubur ditempat yang dalam, terlindung dari
predators seperti binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen
menghambat berkembang biaknya organisme aerobik.
Thanatologi

Livor mortis Livor mortis lengkap


mulai muncul dan menetap

20 30 2 6 8 12 24 36
0 mnt mnt jam jam jam jam jam jam

Rigor mortis Pembus


Rigor mortis Pembusuk ukan
lengkap (8-10
mulai muncul an mulai tampak
jam)
tampak di di
caecum seluruh
tubuh

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
PENURUNAN SUHU TUBUH (ALGOR
MORTIS)

Approximate times for algor and rigor mortis in temperate regions


Body temperature Body stiffness Time since death
warm not stiff dead not more than three
hours
warm stiff dead 3 to 8 hours
cold stiff dead 8 to 36 hours
cold not stiff dead more than 36 hours
SOURCE: Stærkeby, M. "What Happens after Death?" In the University of Oslo
Forensic Entomology [web site]. Available from
http://folk.uio.no/mostarke/forens_ent/afterdeath.shtml.
CADAVERIC SPASM
• Cadaveric spasme atau instantaneous rigor adalah suatu keadaan dimana
terjadi kekakuan pada sekelompok otot dan kadang-kadang pada seluruh
otot, segera setelah terjadi kematian somatis dan tanpa melalui relaksasi
primer.

• Berhubungan dengan kehabisan cadangan glikogen dan ATO yang bersifat


setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat
sesaat sebelum meninggal

• Dapat terjadi pada semua otot di tubuh akan tetapi biasanya pada grup –
grup otot tertentu, misalnya otot lengan atas.

• Kepentingan medikolegal adalah menunjukan sikap terakhir masa


hidupnya, misalnya tangan menggenggam erat benda yang diraihnya pada
kasus tenggelam ; terjadi sesaat setelah kematian, sebelum onset normal
dari rigor mortis.
Cadaveric Spasme atau Rigor Mortis?

• Bedakan rigor mortis dengan cadaveric


spasme.
– Rigor mortis baru terjadi pada 2-4 jam pertama,
terjadi secara komplit pada 6-12 jam paska
kematian,dan terutama terlihat jelas pada otot –
otot kecil.
– Cadavaric spasme segera setelah terjadi kematian
somatis. Dapat terjadi pada semua otot di tubuh
akan tetapi biasanya pada grup – grup otot
tertentu.
Bedanya dengan stiffening
• Heat stiffening : kekakuan otot akibat koagulasi protein
oleh panas. Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tetapi
rapuh (mudah robek)
– dapat dijumpai pada korban mati terbakar
– pada heat stiffening serabut-serabut ototnya memendek
sehingga menimbulkan flexi leher, siku, paha, dan lutut,
membentuk sikap petinju (pugilistic attitude)

• Cold stiffening : kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin,


sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan
sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot,
sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya
es dalam rongga sendi.
Soal no 265
• Orok laki-laki ditemukan di keranjang sampah,
BB 3.500 gram, panjang 50 cm, plasenta masih
melekat, lanugo (+), panjang kuku jari
melebihi panjang jari tangan dan kaki, testis
satu buah. Didapatkan memar pada bibir dan
wajah, ujung kuku kebiruan. Paru menutupi
rongga dada dengan berat 100 gram, teraba
spons dan mengkilap seperti marmer. Pasal
apa yang bisa dikenakan pada kasus tersebut?
a. Pasal 285 KUHP
b. Pasal 133 KUHAP
c. Pasal 90 KUHP
d. Pasal 341 KUHP
e. Pasal 342 KUHP

Jawaban: D. Pasal 341 KUHP


265. PEMERIKSAAN MAYAT BAYI
Hal yang perlu diperiksa adalah:
• Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah cukup
bulan untuk dilahirkan? (Untuk membedakan kasus abortus
dengan kasus pembunuhan anak)

• Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat dilahirkan?


(Untuk membedakan kasus stillbirth dengan bayi lahir hidup)

• Apakah ada tanda perawatan bayi? (Untuk membedakan


kasus infantisida atau pembunuhan)

• Apakah penyebab kematian bayi?


Infantisida (Pembunuhan Anak
Sendiri)
• Infanticide atau pembunuhan anak sendiri adalah
pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu
dengan atau tanpa bantuan orang lain terhadap
bayinya pada saat dilahirkan atau beberapa saat
sesudah dilahirkan, oleh karena takut diketahui
orang lain bahwa ia telah melahirkan anak.

• Pasal berkaitan infantisida: pasal 341-343 KUHP.


PENGERTIAN
PEMBUNUHAN ANAK SENDIRI
Beberapa pengertian dalam unsur PAS
1. Pengertian PEMBUNUHAN harus membuktikan :
a. Lahir hidup
b. Kekerasan
c. Sebab kematian akibat
2. Pengertian BARU LAHIR harus ada penilaian :
a. Cukup bulan atau belum, dan berapa usia
kehamilan
b. Berapa usia pasca lahir
c. Laik hidup (viable) atau belum (non-viable)
3. Pengertian TAKUT DIKETAHUI diasosiasikan :
a. Belum timbul kasih sayang di ibu kepada anak
b. Belum tampak tanda-tanda perawatan
anggapan ini ingin mengatakan bahwa adanya
perawatan menunjukan telah timbul kasih sayang ibu
kepada anaknya sehingga dapat diartikan rasa takut
diketahui telah melahirkan hilang

4. Pengertian SI-IBU MEMBUNUH ANAKNYA


SENDIRI mengharuskan kita dapat membuktikan
apakah mayat anak yang diperiksa adalah anak
dari tersangka ibu yang diajukan
UNDANG-UNDANG

PASAL-PASAL dalam KUHP yg mengancam


kejahatan ini :
• pasal 341 KUHP : pembunuhan anak sendiri
tanpa rencana (maksimum 7 tahun penjara)
• pasal 342 KUHP : pembunuhan anak sendiri
dengan rencana (maksimum 9 tahun penjara)
• pasal 343 KUHP : orang lain yang
melakukannya / turut melakukan
(pembunuhan biasa)
UNDANG-UNDANG (2)
• pasal 305 KUHP : membuang (menelantarkan) anak
dibawah usia 7 tahun ( maksimum 5 tahun 6 bulan)
• pasal 306 KUHP : bila berakibat luka berat atau mati
(maksimum 7 ½ tahun s/d 9 tahun )
• pasal 307 KUHP : bila pelaku pada pasal 305 KUHP
adalah ayah / ibu ditambah sepertiganya
• pasal 308 KUHP : ibu membuang anaknya yang baru
lahir ( seperdua dari pasal 305 & 306 KUHP )
• pasal 181 KUHP : menyembunyikan kelahiran /
kematian ( 9 bulan )
Pemeriksaan dalam kasus Infantisida
• Hal-hal yang harus ditentukan atau yang perlu
dijelaskan dokter dalam pemeriksaannya adalah:
– Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah
cukup bulan untuk dilahirkan.
– Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat
dilahirkan.
– Bila bayi lahir hidup, berapa umur bayi sesudah lahir.
– Apakah bayi sudah pernah dirawat.
– Apakah penyebab kematian bayi.
Penentuan Usia Janin (1)
• Bayi dianggap cukup bulan jika: Panjang badan di atas
45 cm, berat badan 2500 – 3500 gram, lingkar kepala
lebih dari 34 cm.
• Untuk menentukan umur bayi dalam kandungan, ada
rumus empiris yang dikemukakan oleh De Haas, yaitu
menentukan umur bayi dari panjang badan bayi.
– Untuk bayi (janin) yang berumur di bawah 5 bulan, umur
sama dengan akar pangkat dua dari panjang badan. Jadi
bila dalam pemeriksaan didapati panjang bayi 20 cm, maka
taksiran umur bayi adalah Ö20 yaitu antara 4 sampai 5
bulan dalam kandungan atau lebih kurang 20 – 22 minggu
kehamilan.
– Untuk janin yang berumur di atas 5 bulan, umur sama
dengan panjang badan (dalam cm) dibagi 5 atau panjang
badan (dalam inchi) dibagi 2.
Penentuan Usia Janin (2)
• Keadaan ujung-ujung jari: apakah kuku-kuku telah melewati
ujung jari seperti anak yang dilahirkan cukup bulan atau
belum. Garis-garis telapak tangan dan kaki dapat juga
digunakan, karena pada bayi prematur garis-garis tersebut
masih sedikit.
• Keadaan genitalia eksterna: bila telah terjadi descencus
testiculorum maka hal ini dapat diketahui dari terabanya
testis pada scrotum, demikian pula halnya dengan keadaan
labia mayora apakah telah menutupi labia minora atau
belum; testis yang telah turun serta labia mayora yang
telah menutupi labia minora terdapat pada anak yang
dilahirkan cukup bulan dalam kandungan si-ibu.
• Hal tersebut di atas dapat diketahui bila bayi segar, tetapi
bila bayi telah busuk, labia mayora akan terdorong keluar.
Penentuan Usia Janin (3)
Berdasarkan ukuran lingkaran kepala:
• Bayi 5 bulan : 38,5-41 cm
• Bayi 6 bulan : 39-42 cm
• Bayi 7 bulan : 40-42 cm
• Bayi 8 bulan : 40-43 cm
• Bayi 9 bulan : 41-44 cm
Penentuan Usia Janin (4)

Pusat penulangan
Kriteria Bayi viable Cukup bulan
diperiksa pada 2 tempat
yaitu yaitu pada telapak Usia > 28 minggu 37 – 42
minggu
kaki dan lutut.
Berat badan > 1000 gr 2500 – 4000
Berdasarkan pusat gr
penulangan: Panjang badan > 35 cm 46 – 50 cm
– Kuboid 40 minggu Lingkar kepala > 23 cm > 30 cm
– Distal femur 36 minggu
Lainnya Tidak ada -
– Proksimal tibia 38 minggu cacat bawaan
– Talus 28 minggu
– Kalkaneus 24 minggu
– Metatarsal 9 minggu

https://radiopaedia.org/articles/ossification-centres-of-the-foot
Penentuan Bayi Lahir Hidup/ Mati
• Pemeriksaan luar: Pada bayi yang lahir hidup, pada
pemeriksaan luar tampak dada bulat seperti tong . biasanya
tali pusat masih melengket ke perut, berkilat dan licin.
Kadang-kadang placenta juga masih bersatu dengan tali
pusat. Warna kulit bayi kemerahan.

• Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam


keadaan hidup atau mati, pada dasarnya adalah sebagai
berikut:
– Adanya udara di dalam paru-paru.
– Adanya udara di dalam lambung dan usus,
– Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah, dan
– Adanya makanan di dalam lambung.

• Penentuan pasti dengan tes apung paru.


Usia Bayi Ekstra Uterin
• Udara dalam saluran cerna : sampai lambung
atau duodenum (hidup beberapa saat), usus
halus (hidup 1-2 jam), usus besar (5-6 jam),
rektum (12 jam)
• Mekonium dalam kolon (24 jam setelah lahir)
• Perubahan tali pusat (tempat lekat membentuk
lingkaran kemerahan dalam 36 jam)
• Eritrosit berinti hilang dalam 24 jam pertama
• Perubahan sirkulasi darah
Tes Apung Paru
• Keluarkan paru-paru dengan mengangkatnya mulai dari trachea sekalian
dengan jantung dan timus. Kesemuanya ditaruh dalam baskom berisi air.
Bila terapung artinya paru-paru telah terisi udara pernafasan.

• Untuk memeriksa lebih jauh, pisahkan paru-paru dari jantung dan timus,
dan kedua belah paru juga dipisahkan. Bila masih terapung, potong
masing-masing paru-paru menjadi 12 – 20 potongan-potongan kecil.
Bagian-bagian ini diapungkan lagi. Bagian kecil paru ini ditekan dipencet
dengan jari di bawah air. Bila telah bernafas, gelembung udara akan
terlihat dalam air.

• Bila masih mengapung, bagian kecil paru-paru ditaruh di antara 2 lapis


kertas dan dipijak dengan berat badan. Bila masih mengapung, itu
menunjukkan bayi telah bernafas. Sedangkan udara pembusukan akan
keluar dengan penekanan seperti ini, jadi ia akan tenggelam.
Menentukan Berat Paru Bayi
• Jika bayi sudah pernah bernapas, maka berat
paru adalah berat badan lahir/35.

• Jika bayi belum pernah bernapas, maka berat


paru adalah berat badan lahir/70.
Bayi Lahir Mati: Still birth vs Dead Born
• Still birth, artinya dalam kandungan masih hidup, waktu dilahirkan sudah mati.
Ini mungkin disebabkan perjalanan kelahiran yang lama, atau terjadi accidental
strangulasi dimana tali pusat melilit leher bayi waktu dilahirkan.

• Dead born child, di sini bayi memang sudah mati dalam kandungan. Bila
kematian dalam kandungan telah lebih dari 2 – 3 hari akan
terjadi maserasi pada bayi. Ini terlihat dari tanda-tanda:
– Bau mayat seperti susu asam.
– Warna kulit kemerah-merahan.
– Otot-otot lemas dan lembek.
– Sendi-sendi lembek sehingga mudah dilakukan ekstensi dan fleksi.
– Bila lebih lama didapati bulae berisi cairan serous encer dengan dasar bullae
berwarna kemerah-merahan.
– Alat viseral lebih segar daripada kulit.
– Paru-paru belum berkembang.
Ada/ Tidaknya Tanda Perawatan
Tidak adanya tanda perawatan adalah sbb:
• Tubuh masih berlumuran darah,
• Ari-ari (placenta), masih melekat dengan tali pusat dan
masih berhubungan dengan pusar (umbilicus),
• Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak
beraturan, hal ini dapat diketahui dengan meletakkan ujung
tali pusat tersebut ke permukaan air,
• Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta
di daerah yang mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti
daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian belakang bokong.
Soal no 266
• Seorang pria bernama Tn Antenatal dengan
status penduduk DKI Jakarta telah 13 bulan
tidak membayar BPJS mandiri dikarenakan
tidak memiliki uang. Akibatnya, pasien
dinonaktifkan kepesertaan BPJSnya dan tidak
bisa menikmati manfaat serta fasilitas BPJS.
Bulan ini pasien berniat untuk mengaktifkan
BPJSnya kembali karena telah mendapatkan
sumber penghasilan. Berapa biaya yang harus
dikeluarkan untuk kembali mengaktifkan
kepesertaan BPJS Tn Antenatal?
a. Membayar 12 bulan tunggakan + iuran bulan saat peserta
ingin kembali mengaktifkan BPJS
b. Membayar 13 bulan tunggakan + iuran bulan saat peserta
ingin kembali mengaktifkan BPJS
c. Membayar 6 bulan tunggakan + iuran bulan saat peserta
ingin kembali mengaktifkan BPJS
d. Membayar 13 bulan tunggakan + iuran bulan saat peserta
ingin kembali mengaktifkan BPJS+ denda 2,5%
e. Membayar 12 bulan tunggakan + iuran bulan saat peserta
ingin kembali mengaktifkan BPJS+ denda 2,5%

Jawaban: B. Membayar 13 bulan tunggakan + iuran bulan saat


peserta ingin kembali mengaktifkan BPJS
266. Perpres no 82 tahun 2018
Pasal 42
• Pada Perpres no 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pasal
42 ayat (1-6) menyatakan:
1. Dalam hal Peserta dan/ atau Pemberi Kerja tidak membayar luran
sampai dengan akhir bulan berjalan maka penjaminan Peserta
diberhentikan sementara sejak tanggal 1 bulan berikutnya.
2. Dalam hal pemberi kerja belum melunasi tunggakan iuran
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) kepada BPJS Kesehatan,
Pemberi Kerja wajib bertanggung jawab pada saat Pekerjanya
membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai dengan Manfaat yang
diberikan.
3. Pemberhentian sementara penjaminan Peserta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berakhir dan status kepesertaan aktif
kembali, apabila Peserta:
• telah membayar Iuran bulan tertunggak, paling banyak untuk waktu 24 bulan;
dan
• membayar Iuran pada bulan saat Peserta ingin mengakhiri pemberhentian
sementara Jaminan.
Perpres no 82 tahun 2018 Pasal 42
4. Pembayaran iuran tertunggak bisa dibayarkan oleh peserta atau
pihak lain atas nama peserta
5. Dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status kepesertaan
aktif kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Peserta
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) waji b membayar denda
kepada BPJS Kesehatan untuk setiap pelayanan kesehatan rawat inap
tingkat lanjutan yang diperolehnya.
6. Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yaitu sebesar 2,5o/o
(dua koma lima persen) dari perkiraan biaya paket Indonesian Case
Based Groups berdasarkan diagnosa dan prosedur awal untu k
setiap bulan tertunggak dengan ketentuan:
– Jumlah bulan tertunggak paling banyaK 12 (dua belas) bulan; dan
– besar denda paling tinggi Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
Soal no 267
• Tn. Sumringah Satir, 45 tahun, datang ke
dokter praktek umum dengan keluhan demam
selama 3 hari. Dari pemeriksaan dokter
menyatakan bahwa itu hanya demam biasa
dan hanya diberikan antipiretik. Tidak ada
penjelasan lebih lanjut mengenai penyakit
yang dideritanya. Pasien merasa kurang puas
dengan penjelasan dokter tersebut kemudian
pindah ke dokter lain. Apa yang menjadi hak
pasien?
a. Memberikan informasi kepada dokter
sejelas-jelasnya
b. Memberikan imbalan kepada dokter
c. Meminta perlindungan hukum atas
profesinya
d. Privasi pasien
e. Mengikuti semua perintah dan terapi dokter

Jawaban: D. Privasi pasien


267. HAK PASIEN
(UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992)
• Mendapatkan pelayanan kesehatan optimal /sebaik-baiknya sesuai dengan standar
profesi kedokteran.
• Hak atas informasi yang jelas dan benar tentang penyakit dan tindakan medis yang
akan dilakukan dokter/ suster.
• Hak memilih dokter dan rumah sakit yang akan merawat sang pasien.
• Hak atas rahasia kedokteran / data penyakit, status, diagnosis dll.
• Hak untuk memberi persetujuan / menolak atas tindakan medis yang akan
dilakukan pada pasien.
• Hak untuk menghentikan pengobatan.
• Hak untuk mencari pendapat kedua / pendapat dari dokter lain / Rumah Sakit lain.
• Hak atas isi rekaman medis / data medis.
• Hak untuk didampingi anggota keluarga dalam keadaan kritis.
• Hak untuk memeriksa dan menerima penjelasan tentang biaya yang dikenakan /
dokumen pembayaran / bon /bill.
• Hak untuk mendapatkan ganti rugi kalau terjadi kelalaian dan tindakan yang tidak
mengikuti standar operasi profesi kesehatan
Soal no 268
• Di Instalasi Forensik Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Belalang Kumbang terdapat
permintaan pemeriksaan jenazah dari kasus
kematian tidak wajar yang sedang ditangani
oleh pihak kepolisian. Mayat berjenis kelamin
lelaki usia paruh baya. Dokter forensik
kemudian melakukan pemeriksaan luar
terlebih dahulu. Pada pemeriksaan ditemukan
luka bulat dengan pinggiran kotor di area dada
setinggi puting. Penyebab terjadinya luka
tersebut adalah....
a. Sabit
b. Tombak
c. Pisau
d. Peluru
e. Celurit

Jawaban: D. Peluru
268. LUKA TEMBAK

• Dalam memberikan pendapat atau kesimpulan dalam


visum et repertum, tidak dibenarkan menggunakan istilah
pistol atau revolver; oleh karena perkataan pistol
mengandung pengertian bahwa senjatanya termasuk
otomatis atau semi otomatis, sedangkan revolver berarti
anak peluru berada dalam silinder yang akan memutar jika
tembakan dilepaskan.

• Oleh karena dokter tidak melihat peristiwa


penembakannya, maka yang akan disampaikan adalah;
senjata api kaliber 0,38 engan alur ke kiri dan sebagainya.
Luka Tembak Menempel Erat

• Luka simetris di tiap sisi


• Jejas laras jelas mengelilingi lubang luka
• Tidak akan dijumpai kelim jelaga atau kelim
tattoo
Kelim pada Luka Tembak

• Kelim tato: akibat butir mesiu; gambaran bintik-


bintik hitam bercampur perdarahan, tidak dapat
dihapus dengan kain.
• Kelim jelaga: akibat asap; gambaran bintik-bintik
hitam yang dapat dihapus dengan kain.
• Kelim api: akibat pembakaran dari senjata; luka
bakar terlihat dari kulit dan rambut di sekitar luka
yang terbakar.
• Kelim lecet: akibat partikel logam; bentuknya luka
lecet atau luka terbuka yang dangkal
Luka Tembak Masuk vs Keluar

• Luka tembak masuk: pada tubuh korban tersebut akan


didapatkan perubahan yang diakibatkan oleh berbagai
unsur atau komponen yang keluar dari laras senjata api
tersebut, seperti anak peluru, butir-butir mesiu yang
tidak terbakar atau sebagian terbakar, asap atau jelaga,
api, partikel logam, minyak pada anak peluru.

• Luka tembak keluar: tidak adanya kelim lecet, kelim-


kelim lain juga tentu tidak ditemukan. Luka tembak
keluar pada umumnya lebih besar dari luka tembak
masuk.
Soal no 269
• Di suatu area Pembuangan Sampah Akhir,
seorang pemulung sampah menemukan jasad
bayi dalam kardus. Pemulung tersebut
langsung melaporkan temuan ini kepada pihak
berwajib. Mayat bayi tersebut kemudian
dibawa ke RS untuk dilakukan otopsi. Dari
pemeriksaan awal didapatkan Panjang badan
45 cm, Lingkar kepala 33 cm, BB 3.500 gram.
pada pemeriksaan didapatkan, plasenta dan
tali pusat utuh. Bayi ditemukan belum
bernapas. Termasuk apa tindakan ini?
a. Abortus provokatus Kriminalis
b. Lahir Mati
c. Infantisid
d. Pembunuhan anak
e. Battered child syndrome

Jawaban: B. Lahir mati


269. INFANTISIDA
• Infanticide atau pembunuhan anak adalah
pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu
dengan atau tanpa bantuan orang lain terhadap
bayinya pada saat dilahirkan atau beberapa saat
sesudah dilahirkan, oleh karena takut diketahui
orang lain bahwa ia telah melahirkan anak.

• Pasal berkaitan infantisida: pasal 341-343 KUHP.


Pemeriksaan dalam kasus Infantisida
• Hal-hal yang harus ditentukan atau yang perlu
dijelaskan dokter dalam pemeriksaannya adalah:
– Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah
cukup bulan untuk dilahirkan.
– Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat
dilahirkan.
– Bila bayi lahir hidup, berapa umur bayi sesudah lahir.
– Apakah bayi sudah pernah dirawat.
– Apakah penyebab kematian bayi.
Penentuan Usia Janin
• Bayi dianggap cukup bulan jika: Panjang badan di atas
45 cm, berat badan 2500 – 3500 gram, lingkar kepala
lebih dari 34 cm.
• Untuk menentukan umur bayi dalam kandungan, ada
rumus empiris yang dikemukakan oleh De Haas, yaitu
menentukan umur bayi dari panjang badan bayi.
– Untuk bayi (janin) yang berumur di bawah 5 bulan, umur
sama dengan akar pangkat dua dari panjang badan. Jadi
bila dalam pemeriksaan didapati panjang bayi 20 cm, maka
taksiran umur bayi adalah Ö20 yaitu antara 4 sampai 5
bulan dalam kandungan atau lebih kurang 20 – 22 minggu
kehamilan.
– Untuk janin yang berumur di atas 5 bulan, umur sama
dengan panjang badan (dalam cm) dibagi 5 atau panjang
badan (dalam inchi) dibagi 2.
Penentuan Usia Janin
• Keadaan ujung-ujung jari: apakah kuku-kuku telah melewati
ujung jari seperti anak yang dilahirkan cukup bulan atau
belum.
– Garis-garis telapak tangan dan kaki dapat juga digunakan, karena
pada bayi prematur garis-garis tersebut masih sedikit.
• Keadaan genitalia eksterna: bila telah terjadi descencus
testiculorum  terabanya testis pada scrotum, demikian
pula labia mayora apakah telah menutupi labia minora atau
belum; testis yang telah turun serta labia mayora yang
telah menutupi
• Hal tersebut di atas dapat diketahui bila bayi segar, tetapi
bila bayi telah busuk, labia mayora akan terdorong keluar.
Penentuan Bayi Lahir Hidup/ Mati
• Pemeriksaan luar: Pada bayi yang lahir hidup, pada
pemeriksaan luar tampak dada bulat seperti tong . biasanya
tali pusat masih melengket ke perut, berkilat dan licin.
Kadang-kadang placenta juga masih bersatu dengan tali
pusat. Warna kulit bayi kemerahan.

• Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam


keadaan hidup atau mati, pada dasarnya adalah sebagai
berikut:
– Adanya udara di dalam paru-paru.
– Adanya udara di dalam lambung dan usus,
– Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah, dan
– Adanya makanan di dalam lambung.

• Penentuan pasti dengan tes apung paru.


Tes Apung Paru
• Keluarkan paru-paru dengan mengangkatnya mulai dari trachea
sekalian dengan jantung dan timus. Kesemuanya ditaruh dalam
baskom berisi air. Bila terapung artinya paru-paru telah terisi udara
pernafasan.

• Untuk memeriksa lebih jauh, pisahkan paru-paru dari jantung dan


timus, dan kedua belah paru juga dipisahkan. Bila masih terapung,
potong masing-masing paru-paru menjadi 12 – 20 potongan-
potongan kecil. Bagian-bagian ini diapungkan lagi. Bagian kecil paru
ini ditekan dipencet dengan jari di bawah air. Bila telah bernafas,
gelembung udara akan terlihat dalam air. Bila masih mengapung,
bagian kecil paru-paru ditaruh di antara 2 lapis kertas dan dipijak
dengan berat badan. Bila masih mengapung, itu menunjukkan bayi
telah bernafas. Sedangkan udara pembusukan akan keluar dengan
penekanan seperti ini, jadi ia akan tenggelam.
Bayi Lahir Mati: Still birth vs Dead Born
• Still birth, artinya dalam kandungan masih hidup, waktu dilahirkan
sudah mati. Ini mungkin disebabkan perjalanan kelahiran yang
lama, atau terjadi accidental strangulasi dimana tali pusat melilit
leher bayi waktu dilahirkan.

• Dead born child, di sini bayi memang sudah mati dalam kandungan.
Bila kematian dalam kandungan telah lebih dari 2 – 3 hari akan
terjadi maserasi pada bayi. Ini terlihat dari tanda-tanda:
– Bau mayat seperti susu asam.
– Warna kulit kemerah-merahan.
– Otot-otot lemas dan lembek.
– Sendi-sendi lembek sehingga mudah dilakukan ekstensi dan fleksi.
– Bila lebih lama didapati bulae berisi cairan serous encer dengan dasar
bullae berwarna kemerah-merahan.
– Alat viseral lebih segar daripada kulit.
– Paru-paru belum berkembang.
Ada/ Tidaknya Tanda Perawatan
Tidak adanya tanda perawatan adalah sbb:
• Tubuh masih berlumuran darah,
• Ari-ari (placenta), masih melekat dengan tali pusat dan
masih berhubungan dengan pusar (umbilicus),
• Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak
tidak beraturan, hal ini dapat diketahui dengan
meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air,
• Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi
serta di daerah yang mengandung lipatan-lipatan kulit,
seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian
belakang bokong.
Soal no 270
• Seorang dokter jaga UGD RS didatangi 2 polisi yang
membawa pasien dengan keluhan trauma pada
dada, polisi mengatakan pasien adalah korban
penganiyaan sekelompok preman. Ternyata, 5
kilometer dari RS telah terjadi kerusuhan yang dipicu
akibat penolakan pedagang pasar setempat untuk
membayar pungutan liar kepada preman pasar.
Kemudian polisi meminta surat keterangan untuk
keperluan penyidikan. Dasar hukum dokter untuk
memberikan surat keterangan adalah…
a. Pasal 133 ayat 2 KUHAP
b. Pasal 133 ayat 1 KUHAP
c. Pasal 120 KUHAP
d. Pasal 33 KUHAP
e. Pasal 150 KUHAP

Jawaban: B. Pasal 133 ayat 1 KUHAP


270. Visum et Repertum
• VeR : keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang
berwenang, mengenai hasil pemeriksaan medik, berdasarkan
keilmuannya dan dibawah sumpah, untuk kepentingan peradilan
• Pasal 133 KUHAP:
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan
tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat
• Permintaan bantuan kepada dokter sebagai ahli hanya dapat diajukan
secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas jenis pemeriksaan yang
dikehendaki
• Pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP : yang berwenang meminta
keterangan ahli → penyidik & penyidik pembantu
Soal no 271
• Republik Rakyat Cina merupakan negara yang
pertama kali terdapat virus Avian Influenza.
Penyakit tersebut sebelumnya tidak pernah
ditemukan, tetapi sejak terjadi kasus pertama,
penyakit ini telah menyebar ke berbagai
provinsi di Cina. Sekarang, bahkan beberapa
negara juga terserang virus tersebut. Hal ini
menyebabkan keresahan di berbagai negara
lain yang berdekatan dengan negara-negara
yang sekarang terjangkit penyakit ini.
Fenomena apakah yang terjadi?
a. Endemi
b. Pandemi
c. Epidemi
d. Sporadik
e. Outbreak

Jawaban: B. Pandemi
271. KEJADIAN EPIDEMIOLOGIS PENYAKIT

• Sporadik: kejadian penyakit tertentu di suatu


daerah secara acak dan tidak teratur.
Contohnya: kejadian pneumonia di DKI
Jakarta.

• Endemik: kejadian penyakit di suatu daerah


yang jumlahnya lebih tinggi dibanding daerah
lain dan hal tersebut terjadi terus menerus.
Contohnya: Malaria endemis di Papua.
• Epidemik dan KLB: Epidemik dan KLB sebenarnya
memiliki definisi serupa, namun KLB terjadi pada
wilayah yag lebih sempit (misalnya di satu
kecamatan saja). Indonesia memiliki kriteria KLB
berdasarkan Permenkes 1501 tahun 2010 (di
slide selanjutnya).

• Pandemik: merupakan epidemik yang terjadi


lintas negara atau benua. Contohnya: kejadian
MERS-COV di dunia tahun 2014-2015.
Kriteria KLB (Permenkes 1501, tahun 2010)
• Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada
atau tidak dikenal pada suatu daerah
• Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun
waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis
penyakitnya
• Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut
jenis penyakitnya
• Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah
per bulan dalam tahun sebelumnya
• Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya
• Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen)
atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit
periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
• Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu
periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
Soal no 272
• Seorang dokter akan melakukan sebuah
penelitian eksperimental di suatu Puskesmas
terhadap Ibu hamil dengan suplementasi yang
berbeda-beda yaitu Fe, Zn, kombinasi Fe+Zn.
Efektivitas dapat diperoleh dari pengukuran
kadar hemoglobin (gr/dl). Kadar hemoglobin
diperoleh dalam 3 kelompok ibu hamil ( ibu
hamil dengan suplemen Fe, ibu hamil dengan
suplemen Zn, dan ibu hamil dengan kombinasi
Fe+Zn). Studi penelitian yang tepat terhadap
penelitian diatas adalah...
a. Korelasi pearson
b. ANOVA satu arah
c. T – Independent
d. T – paired
e. Khai kuadrat

Jawaban: B. ANOVA satu arah


272. TABEL UJI HIPOTESIS
VARIABEL
U J I S TAT I S T I K U J I A LT E R N AT I F
INDEPENDEN DEPENDEN

Fisher (digunakan untuk tabel


Kategorik Kategorik Chi square 2x2)*
Kolmogorov-Smirnov
(digunakan untuk tabel bxk)*

Kategorik T-test independen Mann-Whitney**


Numerik
(2 kategori)
T-test berpasangan Wilcoxon**

One Way Anova (tdk


Kruskal Wallis**
Kategorik berpasangan)
Numerik
(>2 kategori) Repeated Anova
Friedman**
(berpasangan)
Numerik Numerik Korelasi Pearson Korelasi Spearman**
Regresi Linier
Keterangan:
* : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi
**: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
Langkah Menentukan Uji Statistik
• Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik)

• Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah


variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila
kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah
memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan
soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa
variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi
persyaratan chi square.

• Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.


Soal no 273
• Tn. Alibaba Serenade, seorang pasien laki-laki ,
25 tahun, datang ke dokter dengan keluhan
demam selama 4 hari dengan mimisan.
Setelah diperiksa dengan seksama, dokter
memutuskan pasien perlu dirujuk ke RS. Di RS,
ternyata pasien didiagnosis DBD grade III dan
dirawat 1 minggu setelah itu dikembalikan lagi
ke dokter sebelumnya. Cara merujuk pasien
seperti ini disebut sebagai rujukan...
a. Kolateral
b. Interval
c. Silang
d. Terpecah
e. Tetap

Jawaban: B. Interval
273. JENIS RUJUKAN
• Interval referral: pelimpahan wewenang dan
tanggungjawab penderita sepenuhnya kepada dokter
konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka
waktu tersebut dokter tsb tidak ikut menanganinya.
• Collateral referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita hanya untuk satu
masalah kedokteran khusus saja.
• Cross referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya kepada
dokter lain untuk selamanya.
• Split referral: menyerahkan wewenang dan tanggungjawab
penanganan penderita sepenuhnya kepada beberapa
dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan
wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi
rujukan tidak ikut campur.
Soal no 274
• Peneliti yang merupakan seorang dokter anak
ingin melakukan penelitian tentang
perkembangan motorik halus pada anak yang
tinggal di daerah industrial dan anak yang tinggal
di desa. Sumber daya dan materi yang dimiliki
cukup baik karena mendapatkan sponsor
penelitian dari lembaga nonpemerintah, serta
peneliti memiliki waktu yang cukup banyak.
Apakah desain penelitian yang paling baik untuk
peneliti tersebut?
a. Cross sectional
b. Case control
c. Case study
d. Case series
e. Kohort

Jawaban: E. Kohort
274. DESAIN PENELITIAN
Secara umum dibagi menjadi 2:
• DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan
frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi
DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas X.

• ANALITIK: mencari hubungan antara paparan


dengan penyakit. Misalnya penelitian
hubungan antara obesitas dengan DM tipe 2.
Desain Penelitian
Desain
studi

Analitik Deskriptif

Case report

Case series
Observational Experimental
Cross-sectional

1. Cross-sectional Clinical trial


2. Cohort
3. Case-control Field trial (preventive
programmes )
4. Ecological
Desain Cross Sectional
KELEBIHAN: KELEMAHAN:
• Mengukur angka • Sulit membuktikan
prevalensi hubungan sebab-akibat,
• Mudah dan cepat karena kedua variabel
• Sumber daya dan dana paparan dan outcome
yang efisien karena direkam bersamaan.
pengukuran dilakukan • Desain ini tidak efisien
dalam satu waktu untuk faktor paparan atau
• Kerjasama penelitian penyakit (outcome) yang
(response rate) dengan jarang terjadi.
desain ini umumnya
tinggi.
Desain Case Control
KELEBIHAN: KEKURANGAN:
• Dapat membuktikan • Pengukuran variabel
hubungan sebab-akibat. secara retrospektif,
• Tidak menghadapi sehingga rentan terhadap
kendala etik, seperti recall bias.
halnya penelitian kohort • Kadang sulit untuk
dan eksperimental. memilih subyek kontrol
• Waktu tidak lama, yang memiliki karakter
dibandingkan desain serupa dengan subyek
kohort. kasus (case)nya.
• Mengukur odds ratio
(OR).
Desain Kohort
KELEBIHAN: KEKURANGAN:
• Mengukur angka insidens. • Memerlukan waktu penelitian
• Keseragaman observasi yang relative cukup lama.
terhadap faktor risiko dari • Memerlukan sarana dan
waktu ke waktu sampai terjadi prasarana serta pengolahan
outcome, sehingga merupakan data yang lebih rumit.
cara yang paling akurat untuk • Kemungkinan adanya subyek
membuktikan hubungan penelitian yang drop out/ loss
sebab-akibat. to follow up besar.
• Mengukur Relative Risk (RR). • Menyangkut masalah etika
karena faktor risiko dari
subyek yang diamati sampai
terjadinya efek, menimbulkan
ketidaknyamanan bagi subyek.
Soal no 275
• Kejadian obesitas di Amerika lebih sering terjadi
pada masyarakat ekonomi ke bawah karena
harga junk food di sana lebih murah daripada
makanan yang sehat dan bergizi. Hal ini berbeda
dengan di Indonesia. Obesitas lebih sering pada
masyarakat menengah ke atas, yang beranggapan
makan di restoran luar, termasuk Fastfood
merupakan bagian dari gaya hidup masyarakat
modern yang melambangkan kemapanan
ekonomi. Menurut Social Ecological Model, hal
ini dipengaruhi oleh apa?
a. Individual level
b. Community level
c. Interpersonal level
d. Social level
e. Level pendapatan

Jawaban: D. Social level


275. SOCIAL ECOLOGICAL MODEL
• Social ecological model merupakan strategi
yang dibuat oleh CDC sebagai usaha preventif
terjadinya penyakit.

• Model ini melibatkan :


– Individu
– Hubungan interpersonal
– Komunitas
– Faktor sosial dan kebijakan publik

http://www.cdc.gov/violenceprevention/overview/social-ecologicalmodel.html
Social Ecological Model

Faktor individu: faktor dalam diri seseorang yang membuatnya lebih rentan mengalami
penyakit tertentu. Umumnya yang termasuk dalam faktor ini antara lain usia, pendidikan,
pendapatan, riwayat penyakit dalam keluarga, kebiasaan, dll.

Relationship/ hubungan interpersonal: Menganalisa adanya hubungan interpersonal


dengan orang tertentu akan membuat pasien lebih rentan mengalami penyakit. Misalnya
broken home meningkatkan risiko penyalahgunaan zat psikoaktif.
Social Ecological Model

Community: Mengeksplorasi komunitas pasien, seperti sekolah, tempat kerja, lingkungan


tempat tinggal yang berpotensi meningkatkan kerentanan pasien mengalami sakit.

Societal: Faktor sosial secara luas yang mempengaruhi timbulnya penyakit. Faktor ini antara lain
meliputi norma sosial dan kultur budaya setempat, kebijakan kesehatan, kebijakan ekonomi, dan
politik.
http://www.cdc.gov/violenceprevention/overview/social-ecologicalmodel.html
Soal no 276
• Nn. Manis Siapa Yang Punya, berjenis kelamin
perempuan, 23 tahun, menjadi pasien di RS
swasta. Pasien mengeluh demam selam 4 hari
disertai dengan bercak-bercak kemerahan di
kulit. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan
rumple leed (+), ptekie (+). Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan trombosit
75.000/mm3, hematokrit meningkat >20%.
Apa media transmisi penyakitnya?
a. Air
b. Makanan
c. Tanah
d. Vektor mekanik
e. Vektor biologis

Jawaban: E. Vektor biologis


276. TRANSMISI PENYAKIT
Mode Transmisi
TRANSMISI KONTAK
Kontak langsung melalui berciuman, hubungan seksual, dll. Contoh: kasus
HIV-AIDS
Kontak tidak langsung Misalnya melalui gelas minum pada kasus common cold
Droplet Saat bersin

TRANSMISI VEHIKULUM
Air- borne Penularan melalui droplet lebih dari 1 m, misalnya pada
kasus TB, cacar air
Water-borne Penularan melalui air, misalnya kasus kolera
Food-borne Penularan melalui makanan, misalnya kasus keracunan
Mode Transmisi Penyakit
VEKTOR
Mekanik binatang yang mentransmisikan penyakit di mana
patogennya berada di luar tubuh binatang itu dan
ditularkan melalui kontak fisik. Contohnya: Lalat membawa
bakteri yang dipindahkan ke makanan melalui kontak fisik
lalat dengan makanan
Biologis binatang yang mentransmisikan penyakit di mana
patogennya berkembang biak dalam tubuh binatang
tersebut. Contohnya: nyamuk Anopheles sebagai biological
vector untuk malaria.
Soal no 277
• Seorang dokter umum di pedalaman hutan
mendapatkan 30 pasien yang dicurigai kusta.
Dokter ini melaporkan ke puskesmas terdekat
bahwa ia akan melakukan pemeriksaan
pengecatan BTA dari bahan kerokan lesi aktif
pada penderita secara massal dan
membutuhkan reagen pengecatan BTA untuk
pemeriksaan tersebut. Apa jenis rujukan
kesehatan yang paling tepat untuk kasus di
atas?
a. Rujukan pengetahuan dari pakar kusta
b. Rujukan sarana dan logistik pemeriksaan BTA
c. Rujukan pasien ke P3M kusta
d. Rujukan spesimen ke laboratorium kesehatan
daerah
e. Rujukan tenaga kesehatan dari Dinas
Kesehatan setempat

Jawaban: B. Rujukan sarana dan logistik


pemeriksaan BTA
277. JENIS RUJUKAN
• Jenis rujukan secara umum dibagi menjadi 2,
yaitu:
– Rujukan upaya kesehatan individual
– Rujukan upaya kesehatan masyarakat
RUJUKAN UPAYA KESEHATAN RUJUKAN UPAYA KESEHATAN
PERORANGAN MASYARAKAT
• Rujukan kasus untuk keperluan • Rujukan sarana berupa
diagnostik, pengobafan, bantuan laboratorium dan
tindakan operasional dan lain– teknologi kesehatan.
lain
• Rujukan tenaga dalam bentuk
• Rujukan bahan (spesimen) dukungan tenaga ahli untuk
untuk pemeriksaan penyidikan, sebab dan asal
laboratorium klinik usul penyakit atau kejadian
yang lebih lengkap. luar biasa suatu penyakit serta
penanggulangannya pada
• Rujukan ilmu pengetahuan bencana alam, dan lain – lain
antara lain dengan
mendatangkan atau mengirim • Rujukan operasional berupa
tenaga yang lebih kompeten obat, vaksin, pangan pada saat
atau ahli untuk melakukan terjadi bencana, pemeriksaan
tindakan, memberi bahan (spesimen) bila terjadi
pelayanan, ahli pengetahuan keracunan massal,
dan teknologi dalam pemeriksaan air minum
meningkatkan kualitas penduduk dan sebagainya
pelayanan.
Soal no 278
• Sebuah lembaga kesehatan nonpemerintah
menyelenggarakan sebuah surveilans di area
Jakarta Utara tentang infeksi gastrointestinal.
Hasil surveilans Disentri Amuba tahun Bulan
Januari - Maret 2019 di Kecamatan Cilincing,
Jakarta Utara tampak dalam tabel berikut:
Bulan Rata-rata kasus per Kematian/ jumlah kasus per
bulan bulan
Januari 20 kasus 0 kematian
Februari 25 kasus 1 kematian
Maret 19 kasus 0 kematian

Bagaimana pola penyebaran kasus disentri amuba


pada data di atas?
a. Mixed
b. Propagated
c. Point-source
d. Intermittent common source
e. Continuous common source

Jawaban: E. Continuous common source


278. POLA EPIDEMI PENYAKIT
MENULAR
• Common source: satu orang atau sekelompok
orang tertular penyakit dari satu sumber yang
sama, dibagi menjadi:
– Point
– Continuous
– Intermittent

• Propagated: penyakit menular dari 1 orang ke


orang yang lain (sehingga umumnya muncul
penyakit baru dengan jarak 1 masa inkubasi).
Point Source Epidemic
• Terjadi bila sekelompok orang terpapar sumber
penyakit dalam waktu singkat sehingga setiap orang
menjadi sakit dalam waktu hampir bersamaan.

Contoh:
Insidens hepatitis A di
Penssylvania yang terjadi
akibat sayuran yang
mengandung virus hepatitis
A yang dikonsumsi
pengunjung restoran pada
yanggal 6 November.
Continuous Common Source Epidemic
• Terjadi bila paparan terjadi pada jangka waktu yang
panjang sehingga insidens kasus baru terjadi terus
menerus berminggu-minggu atau lebih panjang.

Contoh:
Paparan air yang mengandung
bakteri terjadi terus menerus,
sehingga insidens diare terjadi
berminggu-minggu.
Intermittent Common Source Epidemic
• bila paparan terjadi pada jangka waktu yang
panjang tetapi insidens kasus baru terjadi
hilang timbul.
Propagated/ Progressive Epidemic
• Penularan dari satu orang ke orang lain
• Pada penyakit yang penularannya melalui kontak atau melalui
vehikulum.
• Propagated/progressive pandemic  propagated epidemic yang
terjadi lintas negara.

Contoh:
Kasus campak yang satu ke
kasus campak yang lain
berjarak 11 hari (1 masa
inkubasi).
Mixed Epidemic
• Gabungan antara common source epidemic
dan propagated epidemic.
Contoh:
Kasus shigellosis di sebuah festival
musik. Awalnya terjadi penularan
serempak saat festival berlangsung.
Sehingga beberapa hari setelah
festival, kejadian shigellosis meningkat
sangat tinggi (common source
epidemic). Namun satu minggu
kemudian, muncul lagi kasus
shigellosis karena penularan dari satu
orang ke orang lain (propagated
epidemic).
Soal no 279
• Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun
bernama Coky Handoyo datang ke praktek
dokter umum bersama tetangganya dengan
keluhan mengalami luka-luka. Setelah
dilakukan serangkaian pemeriksaan fisik
diketahui bahwa anak tersebut sebagai korban
child abuse. Tetangganya bercerita hal ini
bukan merupakan kali pertama ia menemukan
sang anak seperti ini menangis di pojokan
gang depan rumahnya. Sebagai dokter, luka
jenis apa yang ditemukan pada anak tersebut?
a. Luka akibat benda tumpul
b. Luka multiple dengan penyembuhan
bervariasi
c. Luka bakar karena rokok
d. Luka akibat benda tajam
e. Luka tembak

Jawaban: B. Luka multiple dengan


penyembuhan bervariasi
279. KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(KDRT)
• KDRT: tiap perbuatan terhadap seseorang, terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan fisik, seksual, psikologis, dan/ atau
penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.

• Yang termasuk rumah tangga:


– Suami, istri, anak (termasuk anak angkat dan anak tiri)
– Orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan poin 1
– Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap
dalam rumah tangga tersebut.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
Karakteristik Luka Kasus KDRT
• Biasanya datang dengan luka ringan seperti luka memar
atau luka lecet. Dapat pula datang dengan keluhan sakit
kepala, sakit perut, atau diare, dan keluhan nonspesifik
lainnya.

• Datang terlambat, dalam arti kejadian sudah satu atau dua


hari sebelum mereka ke dokter.

• Dapat terjadi ketidaksinkronan cerita dengan luka yang


ditemukan.

• Luka multipel yang berbeda umurnya.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
Soal no 280
• Dua orang anggota polisi sedang bertugas
menangani sebuah kasus kematian dengan
persangkaan kematian tidak wajar di daerah
Cilincing Utara. Korban ditemukan dalam
kondisi tenggelam, tubuh sudah hancur dan
terurai. Dari kesaksian dan keterangan sekitar,
orang-orang tidak dapat mengenalinya
identitas korban tersebut. Bagaimana cara
untuk mengidentifikasinya?
a. Rekam medik
b. Sidik jari
c. Sidik gigi
d. Superimpos wajah
e. Baju yang dikenakan

Jawaban: C. Sidik gigi


280. IDENTIFIKASI FORENSIK
Secara garis besar ada dua metode pemeriksaan, yaitu:
• Identifikasi primer: identifikasi yang dapat berdiri sendiri tanpa perlu
dibantu oleh kriteria identifikasi lain. Teknik identifikasi primer yaitu :
– Pemeriksaan DNA
– Pemeriksaan sidik jari
– Pemeriksaan gigi
Pada jenazah yang rusak/busuk untuk menjamin keakuratan dilakukan dua
sampai tiga metode pemeriksaan dengan hasil positif.

• Identifikasi sekunder: Pemeriksaan dengan menggunakan data identifikasi


sekunder tidak dapat berdiri sendiri dan perlu didukung kriteria
identifikasi yang lain. Identifikasi sekunder terdiri atas cara sederhana dan
cara ilmiah.
– Cara sederhana yaitu melihat langsung ciri seseorang dengan memperhatikan
perhiasan, pakaian dan kartu identitas yang ditemukan.
– Cara ilmiah yaitu melalui teknik keilmuan tertentu seperti pemeriksaan medis.
Metode Identifikasi Primer
• Pemeriksaan Gigi
– Pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang dengan
pemeriksaan manual, sinar-X, dan pencetakan gigi. Data
dibandingkan dengan data ante-mortem
• Pemeriksaan Sidik Jari
– Membandingkan sidik jari jenazah dengan data
sidik jari ante-mortem. Saat ini merupakan
pemeriksaan yang diakui tinggi ketepatannya.
Dibutuhkan penanganan yang ba terhadap jari
tangan jenazah
Metode Identifikasi Primer
• DNA yang biasa digunakan dalam tes adalah DNA mitokondria dan
DNA inti sel.
• DNA yang paling akurat untuk tes adalah DNA inti sel karena inti
sel tidak bisa berubah sedangkan DNA dalam mitokondria dapat
berubah karena berasal dari garis keturunan ibu, yang dapat
berubah seiring dengan perkawinan keturunannya.
• Pada Kasus-kasus kriminal, penggunaan kedua tes DNA di atas,
bergantung pada barang bukti apa yang ditemukan di Tempat
Kejadian Perkara (TKP).
– Misalnya, jika ditemukan puntung rokok, maka yang diperiksa adalah DNA inti sel
yang terdapat dalam epitel bibir karena ketika rokok dihisap dalam mulut, epitel
dalam bibir ada yang tertinggal di puntung rokok.
– Untuk kasus pemerkosaan diperiksa spermanya tetapi yang lebih utama adalah
kepala spermatozoanya yang terdapat DNA inti sel di dalamnya.
– Jika di TKP ditemukan satu helai rambut maka sampel ini dapat diperiksa. Untuk
pemeriksaan DNA mitokondria tidak harus ada akar rambut, cukup potongan
rambut. Namun bila akan memeriksa DNA inti sel, harus ada akar rambut karena
DNA inti sel terdapat di akar rambut.
Metode Identifikasi Sekunder
• Metode Visual
– Memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan.
Hanya efektif pada jenazah yang masih dapat dikenali wajah dan bentuk
tubuhnya
• Pemeriksaan Dokumen
– Dokumen identifikasi (KTP, SIM, Paspor, dst) yang dijumpai bersama
jenazah. Tidak bisa dipastikan kepemilikan dokumen yang ditemukan, sulit
diandalkan.
• Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan
– Dari ciri-ciri pakaian dan perhiasan yang dikenakan
• Pemeriksaan Serologis
– Menentukan golongan darah jenazah. Tidak khas untuk masing-masing individu
• Metode Eksklusi
– Terutama pada kecelakaan masal
• Identifikasi Medik
– Menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna mata,
kelainan/cacat khusus. Termasuk pemeriksaan radiologis (sinar X)
Metode Identifikasi Sekunder
• Identifikasi kerangka
– Membutikan kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur dan tinggi
badan, ciri khusus, dan deformitas, serta rekonstruksi wajah. Mencari tanda
kekerasan pada tulang dan memperkirakan sebab kematian. Perkiraan saat
kematian dilakukan dengan memperhatikan kekeringan tulang.
• Pemeriksaan anatomik
– Dilakukan dengan pemeriksaan serologik dan histologik
• Penentuan ras
– Dapat dilakukan denan antropologik pada tengkorak, gigi geligi, tulang
panggul.
– Arkus zigomatikus dan gigi insisivus atas pertama yang berbentuk seperti
sekop memberi petunjuk ke ras Mongoloid.
– Jenis kelamin ditentukan dari tulang panggul, tulang tengkorak, sternum,
tulang panjang, skapula, metakarpal.
– Tinggi badan diperkirakan dari panjang tulang tertentu.
Soal no 281-282
• 281. Seorang perempuan yang merupakan
seorang mahasiswa perguruan tinggi swasta
terkenal di Jakarta, berusia 22 tahun, mengaku
telah diperkosa oleh pacarnya. Korban
melapor pada polisi dan dibawa ke RS untuk
dilakukan pemeriksaan kejahatan susila. Dari
pemeriksaan didapatkan bercak sperma yang
masih bergerak. Dengan metode apa hasil
pemeriksaan tersebut bisa ditemukan?
a. Mikroskopik tanpa pewarnaan
b. Pewarnaan malachite Green
c. Metode pemeriksaan Florence
d. Pewarnaan Baechii
e. Metode pemeriksaan Berberio

Jawaban: A. Mikroskopik tanpa pewarnaan


Soal no 282
• Seorang wanita, 33 tahun, ditemukan tewas di
kamar hotel dengan kondisi tanpa busana.
Korban ditemukan oleh Bell Boy yang hendak
membersihkan kamar hotel. Manajemen hotel
kemudian menghubungi kepolisian. Olah TKP
yang dilakukan penyidik menemukan bercak
kering yang dicurigai air mani di atas bed
cover. Polisi curiga kasus ini berkaitan dengan
kejahatan seksual. Apakah pemeriksaan awal
yang perlu dilakukan?
a. Tes metode visual
b. Tes metode odor
c. Tes dengan sinar UV
d. Analisis sperma
e. Analisis kekentalan bercak

Jawaban: A. Tes metode visual


281-282. PEMERIKSAAN DALAM
KASUS KEJAHATAN SEKSUAL
PEMERIKSAAN
SEMEN
Pemeriksaan Pada pakaian, bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap
visual daripada sekitarnya. Dan Bercak yang sudah agak tua berwarna
kekuningan.

Perabaan dan Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap,
penciuman bila tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang
teraba kasar. Pada penciuman, bau air mani seperti klorin (pemutih) atau
bau ikan
Ultraviolet (UV) Semen kering (bercak semen) berfluoresensi (bluish-white) putih
kebiruan di bawah iluminasi UV dan menunjukkan warna yang
sebelumnya tak nampak. Namun Pemeriksaan ini tidak spesifik,sebab
nanah, fluor albus, bahan makanan, urin, dan serbuk deterjen yang
tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.
PEMERIKSAAN
KIMIAWI
Metode Florence Cairan vaginal atau bercak mani yang
sudah dilarutkan, ditetesi larutan yodium
(larutan Florence) di atas objek glass
Hasil yang diharapkan: kristal-kristal
kholin peryodida tampak berbentuk
jarum-jarum / rhomboid yang berwarna
coklat gelap
Metode Berberio Cairan vagina atau bercak semen yang
sudah dilarutkan, diteteskan pada objek
glass, lalu ditambahkan asam pikrat dan
diamati di bawah mikroskop.
Hasil yang diharapkan: Kristal spermin
pikrat akan terbentuk rhomboik atau
jarum yang berwarna kuning kehijauan.

Fosfatase asam Dapat dilakukan pada cairan vagina dan


pada bercak semen di pakaian.
Hasil yang diharapkan: warna ungu
timbul dalam waktu kurang dari 30 detik,
berarti asam fosfatase berasal dari
prostat.
PEMERIKSAAN
KIMIAWI
Metode PAN Bercak pada pakaian diekstraksi dengan cara
menempelkan kertas saring Whatman no.2 yang
dibasahi dengan aquadest, selama 10 menit.
Hasil positif menunjukkan warna merah jambu.
PEMERIKSAAN CAIRAN MANI
Sampel :
1. Forniks posterior vagina
Fosfatase asam, PAN, Berberio, Florence

2. Bercak pada pakaian


Pemeriksaan Taktil, Visual, Sinar UV,
Fosfatase asam, PAN, Berberio, Florence
Pemeriksaan Sperma
• Pemeriksaan Sperma tanpa pewarnaan
– Tujuan: Untuk melihat motilitas spermatozoa.
Pemeriksaan ini paling bermakna untuk
memperkirakan saat terjadinya persetubuhan.
– Sperma didalam liang vagina masih dapat
bergerak dalam waktu 4 – 5 jam post-coitus;
sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak
sampai sekitar 24-36 jam post coital dan bila
wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8
hari.
Pemeriksaan Sperma
• Pemeriksaan dengan pewarnaan
– Bila sediaan dari cairan vagina, dapat diperiksa
dengan Pulas dengan pewarnaan gram, giemsa
atau methylene blue atau dengan pengecatan
Malachite-green.
– Bila berasal dari bercak semen (misalnya dari
pakaian), diperiksa dengan pemeriksaan Baechii.
Hasil: spermatozoa dengan kepala berwarna
merah dan ekor berwarna biru muda terlihat
banyak menempel pada serabut benang
Pewarnaan Malachite Green
• Keuntungan dengan pulasan
ini adalah inti sel epitel dan
leukosit tidak terdiferensiasi,
sel epitel berwarna merah
muda merata dan leukosit
tidak terwarnai. Kepala
spermatozoa tampak
berwarna ungu, bagian hidung
merah muda.

• Dikatakan positif, apabila


ditemukan sperma paling
sedikit satu sperma yang utuh.
Pewarnaan Baechii
• Reagen dapat dibuat dari : Acid
fuchsin 1 % (1 ml), Methylene
blue 1 % (1 ml), Asam klorida 1
% (40 ml).

• Hasil : Serabut pakaian tidak


berwarna, spermatozoa dengan
kepala berwarna merah dan ekor
berwarna biru muda terlihat
banyak menempel pada serabut
benang.
Peran Dokter dalam Kasus Kejahatan Seksual

Untuk membuktikan:
• Ada/tidaknya bukti persetubuhan, dan kapan perkiraan
terjadinya
• Ada/tidaknya kekerasan pada perineum dan daerah lain
(termasuk pemberian racun/obat/zat agar menjadi tidak
berdaya) → toksikologi
• Usia korban (berdasarkan haid, dan tanda seks sekunder)
• Penyakit hubungan seksual, kehamilan, dan kelainan
• kejiwaan sebagai akibat dari tindak pidana

Dokter tidak melakukan pembuktian adanya pemerkosaan


Soal no 283
• Laki-laki, 30 tahun, datang memeriksakan diri karena
batuk > 2 minggu, dilakukan pemeriksaan sputum
BTA (+). Dokter di puskesmas lalu memberikan surat
keterangan sakit dengan tidak menuliskan jumlah
hari istirahat dan keterangan alasan sakit. Beberapa
hari kemudian, polisi datang dan menanyakan
kepada dokter kenapa memberikan surat keterangan
sakit karena pasien merupakan tersangka yang
mangkir dari pemeriksaan korupsi karena alasan sakit
dan sudah lebih 15 hari. Polisi lalu meminta rekam
medis pasien. Tindakan apa yang harus dilakukan
dokter?
a. Meminta kepada polisi surat keterangan
permintaan bukti/permintaan rekam medis
b. Memberitahu yang sebenarnya kepada polisi
bahwa tidak menuliskan keterangan dan hari
istirahat
c. Tidak memberikan keterangan dan rekam medis
d. Memberikan keterangan palsu
e. Memberikan rekam medis sesuai yang diminta
untuk kepentingan hukum

Jawaban: A. Meminta kepada polisi surat keterangan


permintaan bukti/permintaan rekam medis
283. RAHASIA MEDIS
• Sesuai dengan UU Rumah Sakit pasal 38:
• Yang dimaksud dengan “rahasia kedokteran”
adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan hal yang ditemukan oleh dokter dan
dokter gigi dalam rangka pengobatan dan
dicatat dalam rekam medis yang dimiliki
pasien dan bersifat rahasia.
Wajib Simpan Rahasia Kedokteran
• Dasar hukum
– PP no 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran tgl 21 mei 1966.
– Pasal 55 undang-undang no 23/1992
– Pasal 11 PP 749.MENKES/PER/XII/1989 tentang
REKAM MEDIS: “rekam medis merupakan berkas
yang wajib disimpan kerahasiaannya”
– PERMENKES NO.36 TAHUN 2012 ttg Rahasia
Kedokteran
Yang Berhak Terhadap Isi Rekam Medis
• PASIEN

Bila pasien tidak kompeten, disampaikan kepada:


1. Keluarga pasien, atau
2. Orang yang diberi kuasa oleh pasien atau keluarga
pasien, atau
3. Orang yang mendapat persetujuan tertulis dari
pasien atau keluarga pasien
Pengecualian Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran
PerMenKes RI No.269/MENKES/PER/III/2008 BAB IV Pasal 10:
• Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit,
riwayat pemeriksaan, dan riwayat pengobatan dapat dibuka
dalam hal :
– untuk kepentingan kesehatan pasien
– memenuhi permintaan aperatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum atas perintah pengadilan.
– Permintaan dan atau persetujuan pasien sendiri
– Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-
undangan
– Untuk kepentingan penelitian, pendidikan atau audit medis sepanjang
tidak menyebutkan identitas pasien".
PEMBUKAAN RAHASIA MEDIS
PERMENKES NO.36 TAHUN 2012 PASAL 5:
• Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk
kepentingan kesehatan pasien, memenuhi
permintaan aparatur penegak hukum dalam
rangka penegakan hukum, permintaan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Yang Dimaksud Kepentingan
Kesehatan Pasien
Pasal 6
Kesehatan pasien meliputi:
• Kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan,
penyembuhan, dan perawatan pasien; dan
• Keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan
pembiayaan kesehatan.

o Dilakukan dengan persetujuan dari pasien


o Dalam hal pasien tidak cakap untuk memberikan persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), persetujuan dapat
diberikan oleh keluarga terdekat atau pengampunya
Yang Dimaksud Untuk Penegakan Hukum
Pasal 7
• Pembukaan rahasia kedokteran untuk memenuhi permintaan aparatur
penegak hukum dalam rangka penegakan hukum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 dapat dilakukan pada proses penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, dan sidang pengadilan.
• Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat melalui pemberian data dan informasi berupa visum et repertum,
keterangan ahli, keterangan saksi, dan/atau ringkasan medis.
• Permohonan untuk pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dari pihak yang
berwenang.
• Dalam hal pembukaan rahasia kedokteran dilakukan atas dasar perintah
pengadilan atau dalam sidang pengadilan, maka rekam medis seluruhnya
dapat diberikan.
Soal no 284
• Anak laki-laki, 15 tahun, anggota klub renang
di SMP Jauh Dekat, ditemukan meninggal
ketika sedang latihan renang. Untuk
memastikan ada tidaknya penyebab kematian
yang tidak wajar, korban dibawa ke rumah
sakit untuk dilakukan autopsi. Pada
pemeriksaan visum luar didapatkan tubuh
basah, washer women hand, cutis anserine,
dan tidak ditemukan bintik perdarahan, tidak
ditemukan darah gelap dan encer. Mekanisme
kematian adalah...
a. Asfiksia
b. Tenggelam
c. Cadaveric spasm
d. Reflex vagal
e. Trauma medulla spinalis

Jawaban: D. Reflex vagal


284. TIPE TENGGELAM
• Tipe Kering (Dry drowning):
– akibat dari reflek vagal yang dapat menyebabkan henti jantung
atau akibat dari spasme laring karena masuknya air secara tiba-
tiba kedalam hidung dan traktus respiratorius bagian atas.
– Banyak terjadi pada anak-anak dan dewasa yang banyak
dibawah pengaruh obat-obatan (Hipnotik sedatif) atau alkohol
 tidak adausaha penyelamatan diri saat tenggelam.

• Tipe Basah (Wet drowning)


– terjadi aspirasi cairan
– Aspirasi air sampai paru menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah paru. Air bergerak dengan cepat ke membran kapiler
alveoli. Surfaktan menjadi rusak sehingga menyebabkan
instabilitas alveoli, ateletaksis dan menurunnya kemampuan
paru untuk mengembang.
Tipe Tenggelam
• Secondary drowning/near drowning
– Korban masih hidup atau masih bisa diselamatkan
saat hampir tenggelam. Namun setelah dilakukan
resusitasi selama beberapa jam, akhirnya korban
meninggal.

• Immersion syndrome
– Korban meninggal tiba-tiba saat tenggelam pada air
yang sangat dingin
– Akibat refleks vagal
Berdasarkan Lokasi Tenggelam
AIR TAWAR AIR LAUT
• Air dengan cepat diserap • Pertukaran elektrolit dari
dalam jumlah besar air asin ke darah 
hemodilusi  natrium plasma
hipervolemia dan meningkat  air akan
hemolisis massif dari sel- ditarik dari sirkulasi 
sel darah merah  hipovolemia dan
kalium intrasel akan hemokonsentrasi 
dilepas  hiperkalemia hipoksia dan anoksia
 fibrilasi ventrikel dan
anoksia yang hebat pada
miokardium.
Tanda Tenggelam (Wet Drowning)
Tanda korban masih hidup saat tenggelam:
• Ditemukannya tanda cadaveric spasme
• Perdarahan pada liang telinga
• Adanya benda asing (lumpur, pasir, tumbuhan dan binatang
air) pada saluran pernapasan dan pencernaan
• Adanya bercak paltouf di permukaan paru
• Berat jenis darah pada jantung kanan dan kiri berbeda
• Ditemukan diatome
• Adanya tanda asfiksia
• Ditemukannya mushroom-like mass
ASFIKSIA
• Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan
berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan
berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2)
secara bersamaan dalam darah dan jaringan
tubuh akibat gangguan pertukaran antara
oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru
dengan karbon dioksida dalam darah kapiler
paru-paru.
Pemeriksaan Luar Post Mortem
Asfiksia
• Luka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru keunguan)
yang disebabkan tubuh mayat lebih membutuhkan HbCO2 daripada
HbO2.

• Tardieu’s spot pada konjungtiva bulbi dan palpebra. Tardieu’s spot


merupakan bintik-bintik perdarahan (petekie) akibat pelebaran
kapiler darah setempat.

• Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena


terhambatnya pembekuan darah dan meningkatnya
fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal ini akibat meningkatnya kadar
CO2 sehingga darah dalam keadaan lebih cair. Lebam mayat lebih
gelap karena meningkatnya kadar HbCO2..

• Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan
adanya fenomena kocokan pada pernapasan kuat.
Pemeriksaan Dalam Post Mortem
• Organ dalam tubuh lebih gelap & lebih berat dan ejakulasi
pada mayat laki-laki akibat kongesti / bendungan alat tubuh
& sianotik.
• Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih
cair.
• Tardieu’s spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea
apponeurotika, laring, kelenjar timus dan kelenjar tiroid.
• Busa halus di saluran pernapasan.
• Edema paru.
• Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti
fraktur laring, fraktur tulang lidah dan resapan darah pada
luka.
Asfiksia vs Vagal Reflex
• Secara umum, yang sering kali menjadi mekanisme
kematian (terutama pada kasus tenggelam) adalah asfiksia
dan vagal reflex.

• Refleks vagal terjadi sebagai akibat rangsangan pada nervus


vagus pada corpus caroticus (carotid body) di percabangan
arteri karotis interna dan eksterna yang akan menimbulkan
bradikardi dan hypotensi  menyebabkan sudden cardiac
arrest.

• Tidak ada pemeriksaan yang khas yang ditemukan pada


vagal reflex. Oleh karena itu, secara sederhana umumnya
disimpulkan bila tidak ada tanda asfiksia yang ditemukan,
maka mekanisme kematian adalah karena vagal reflex.
Soal no 285
• Seorang pasien A datang kepada dokter dengan
dibawa keluarganya ke RS dalam keadaan
kesakitan berat. Setelah dilakukan pemeriksaan,
dokter memutuskan untuk melakukan operasi
appendiktomi beberapa jam kemudian. Tak lama
kemudian, datang pasien B dengan keluhan yang
sama dan juga membutuhkan operasi yang sama.
Namun, dikarenakan pasien B berani membayar
lebih besar maka dokter mengutamakan untuk
memulai operasinya terlebih dahulu. Apa kaidah
bioetik yang dilanggar dokter tersebut?
a. Otonomi
b. Justice
c. Beneficience
d. Non Malaficence
e. Prima facie

Jawaban: B. Justice
285. KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
•Selain menghormati martabat manusia, (nonmaleficence)
dokter juga harus mengusahakan agar pasien • Praktik Kedokteran haruslah memilih
yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya pengobatan yang paling kecil risikonya dan
(patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
•Pengertian ”berbuat baik” diartikan bersikap first, do no harm, tetap berlaku dan harus
ramah atau menolong, lebih dari sekedar diikuti.
memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
Menghormati martabat manusia (respect ekonomi, pandangan politik, agama dan
for person) / Autonomy faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus diperlakukan kewarganegaraan, status perkawinan,
serta perbedaan jender tidak boleh dan
sebagai manusia yang memiliki otonomi tidak dapat mengubah sikap dokter
(hak untuk menentukan nasib diri sendiri), terhadap pasiennya.
• Setiap manusia yang otonominya berkurang • Tidak ada pertimbangan lain selain
atau hilang perlu mendapatkan kesehatan pasien yang menjadi perhatian
perlindungan. utama dokter.
• Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang
lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
Prinsip Prima Facie
• Dalam menghadapi pasien, sering kali dokter
diperhadapkan pada dilema etis, di mana terjadi
“tabrakan” antar kaidah dasar moral pada kasus tersebut.

• Prima facie: dalam kondisi atau konteks tertentu, seorang


dokter harus melakukan pemilihan 1 kaidah dasar etik ter-
”absah” sesuai konteksnya berdasarkan data atau situasi
konkrit terabsah.

• Contoh keadaan yang membutuhkan prinsip prima facie:


pasien dengan Hb 5 g/dl. Dokter menyatakan bahwa pasien
harus transfusi darah segera. Tetapi pasien menganut
kepercayaan bahwa tidak boleh menerima bagian tubuh
dari manusia lain sama sekali.
THT - KL
Soal no 286
• Anak Yakuza Susumaru, laki-laki, usia 12
tahun, dengan riwayat mengorek kuping
dengan cotton bud, dibawa ibunya karenya
nyeri telinga kanan. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan liang telinga kanan hiperemis,
edema, dan nyeri tekan tragus. Ada furunkel
kecil di liang telinga sebelah kanan, Membran
timpani dan refleks cahaya AD normal.
Pemeriksaan telinga kiri dalam batas normal.
Tatalaksana yang tepat diberikan pada pasien
ini adalah…
a. Polimiksin B
b. Steroid
c. Nistatin
d. Karbogliserin
e. H2O2

Jawaban: A. polimiksin B
286. Otitis Externa

Tanda OE:
Nyeri jika aurikel ditarik ke belakang atau tragus
ditekan.
• Otitis externa sirkumskripta (furuncle)
– Etiologi: Staph. aureus, Staph. albus
– Terbatas pada kelenjar minyak/rambut yg
terobstruksi
– Hanya pada bagian kartilago telinga, tidak
ada jaringan penyambung di bawah kulit
 sangat nyeri
– Th/: AB topikal, analgetik topikal.
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Externa
• Otitis eksterna difus (swimmer’s ear)
– Etiologi: Pseudomonas, Staph. albus, E. coli.
– Kondisi lembab & hangat  bakteri tumbuh
– Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri
tekan (+), eksudasi
– Jika edema berat  pendengaran berkurang
– Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik
– AB: ofloxacin, ciprofloxacin, colistin, polymyxin B,
neomycin, chloramphenicol, gentamicin, &
tobramycin.
– Ofloxacin & ciprofloxacin: AB tunggal dengan
spektrum luas untuk patogen otitis eksterna.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Externa
• Malignant otitis externa (necrotizing OE)
– Pada pasien diabetik lansia atau imunokompromais.

– OE dapat menjadi selulitis, kondritis, osteitis,


osteomielitis  neuropati kranial.

– Liang telinga bengkak & nyeri, jaringan granulasi merah


tampak di posteroinferior sambungan kartilago dengan
tulang, di 1/3 dalam.

– Awalnya gatal, lalu cepat menjadi nyeri, sekret (+), &


pembengkakan liang telinga.

– Th/: antibiotik topikal & sistemik, debridemen agresif.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.


Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Externa
Soal no 287
• Laki-laki usia 45 tahun datang dengan keluhan
hidung terasa buntu pada kedua sisi sejak 2
bulan. Pasien memiliki riwayat bersin-bersin di
pagi hari dan bersin jika menyapu halaman
rumah. Pasien menyangkal adanya penyakit
asma dan eksim. Adik pasien menderita asma.
Pada pemeriksaan didapatkan massa
berwarna putih keabuan pada kedua sisi,
sekret jernih. Apakah diagnosis pasien
tersebut?
a. Rhinitis alergika intermitten ringan
b. Rhinitis alergika persisten ringan
c. Polip nasi bilateral
d. Tumor nasi bilateral
e. Rhinosinusitis bilateral

Jawaban: C. polip nasi bilateral


287. Polip Nasal
• Polyp is a white-greyish soft tissue containing fluid within
nasal cavity, which is caused by mucosal inflammation.
• Nasal polyps do not occur in children except in the
presence of cystic fibrosis.
• Symptoms & signs:
– nasal obstruction, nasal discharge, hyposmia, sneezing, pain,
frontal headache.
– Rhinoscopy: pale mass at meatus medius, smooth & moist,
pedunculated and move on probing.
• Therapy:
– Corticosteroid (eosinophilic polyp has good response
compared with neutrophilic polyp)
– polipectomy if no improvement.
Hidung Tersumbat
Soal no 288-289
• 288. Tn. Selesma Dolorosa, seorang laki-laki,
usia 32 tahun mengeluh hidung buntu, batuk
pilek. Riwayat sering batuk pilek. Pasien
memiliki riwayat asma sejak kecil. Saat ini
keluhan asma terkontrol, terakhir kambuh
adalah 1 tahun yang lalu. Tetapi keluhan
hidung tersumbat ini sering muncul
setidaknya 2 hari dalam seminggu.
Pemeriksaan fisik didapatkan adalah konka
pucat dan edema. Diagnosis yang tepat pada
kasus ini adalah…
a. Rinitis akibat deviasi septum
b. Polip hidung
c. Rhinitis alergika
d. Rinosinusitis
e. Tonsilofaringitis

Jawaban: C. Rinitis alergika


Soal no 289
• Wanita, 32 tahun, berobat ke dokter keluarga
dengan keluhan hidung sering gatal-gatal dan
bersin-bersin sejak 1 tahun yang lalu. Setiap
setelah bersin akan diikuti keluarnya ingus
encer dan hidung tersumbat. Keluhan tersebut
membuat pasien sulit berkonsentrasi sehingga
mengganggu pekerjaan. Hasil pemeriksaan
fisik didapatkan cavum nasi sempit, konka
edema, mukosa licin, sekret mukoid. Apa
pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan
utk menunjang diagnosis?
a. Skin prick test
b. IgE
c. Hitung sel mast
d. Hitung eosinophil
e. Darah rutin

Jawaban: A. skin prick test


288-289. Hidung Tersumbat
Diagnosis Clinical Findings
Rinitis alergi Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa
edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.

Rinitis Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin.


vasomotor Pemicu: asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres.
Tanda: mukosa edema, konka hipertrofi merah gelap.
Rinitis hipertrofi Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan
oleh infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor.
Gejala: hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak
& mukopurulen.
Rinitis atrofi / Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa
ozaena pada pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau,
hidung tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media
& inferior, sekret & krusta hijau.
Rinitis Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan
medikamentosa vasokonstriktor topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma
edema,hipersekresi mukus. Rinoskopi: edema/hipertrofi konka
dengan sekret hidung yang berlebihan.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
288-289. Rinitis Alergi
Rinitis Alergi

Allergic rhinitis management pocket reference 2008


Rinitis Alergi
Rinitis Alergi
Rinitis Alergi
Soal no 290
• Tn. Susilo bambang Haryo, Laki-laki, 22 tahun,
mengeluh hidung buntu kanan dan kiri
berpindah-pindah tergantung posisi disertai
ingus. Keluhan timbul bila pasien terpapar
asap rokok, debu, dan juga saat perubahan
cuaca. hal ini mengganggu pasien ketika
keluhan kambuh. Pada rinoskopi anterior
tampak mukosa edema dan konka merah
gelap. Diagnosis pasien ini adalah...
a. Rinitis alergi
b. Rinitis vasomotor
c. Rinitis medikamentosa
d. Rinitis tuberkulosa
e. Rinitis difteri

Jawaban: B. rinitis vasomotor


290. Hidung Tersumbat
Diagnosis Clinical Findings
Rinitis alergi Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa
edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.

Rinitis vasomotor Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu:
asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa
edema, konka hipertrofi merah gelap.
Rinitis hipertrofi Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala:
hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak &
mukopurulen.
Rinitis atrofi / Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa
ozaena pada pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau,
hidung tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media &
inferior, sekret & krusta hijau.
Rinitis Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor
medikamentosa topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus.
Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang
berlebihan.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Rhinitis vasomotor
• Definisi :
– keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi,
eosinofilia, hormonal atau pajanan obat
• Etiologi :
– belum diketahui; Dicetuskan oleh rangsang non-spesifik seperti
asap, bau, alkohol, suhu, makanan, kelembaban, kelelahan,
emosi/stress
• Diagnosis:
– riw. hidung tersumbat ber gantian kiri dan kanan, tergantung posisi
pasien disertai sekret yang mukoid atau serosa yang dicetuskan
oleh rangsangan non spesifik
• Rinoskopi anterior:
– Edema mukosa hidung, konka merah gelap atau merah tua dengan
permukaan konka dapat licin atau berbenjol (hipertrofi) disertai
sedikit sekret mukoid
Rinitis Vasomotor
• Rinitis non imunologis
• Ditandai dengan gejala obstruksi nasal, rinorea, dan
kongesti.
• Gejala dieksaserbasi oleh bau tertentu (parfum, asap
rokok, cat semprot, tinta), alkohol, makanan pedas,
emosi, dan faktor lingkungan seperti suhu dan
perubahan tekanan udara.
• Diduga disebabkan peningkatan aktivitas kolinergik
(hidung berair) dan peningkatan sensitivitas neuron
nosiseptif (obstruksi nasal)
• Pemeriksaan penunjang  menyingkirkan diagnosis
lain.

Vasomotor Rhinitis. Am Fam Physician.


Rhinitis Vasomotor
• Penunjang:
– Eosinofilia ringan, tes alergi hasil (-)
• Managemen
– Menghindari stimulus
– Simptomatis: dekongestan oral, kortikosteroid topikal,
antikolinergik topikal,
– kauterisasi konka, cuci hidung)
– Operasi (bedah-beku, elektrokauter, atau konkotomi)
– Neurektomi nervus vidianus apabila cara lain tidak
berhasil
Rinitis Vasomotor:
Tatalaksana
• Tatalaksana Rinitis vasomotor
didasarkan pada keluhan yang
dominan:
– Rhinorea + bersin + congesti
nasal +PND akan diberikan
antihistamin topical.
– Rhinorea saja akan diberikan
antikolinergik topical.
– Congesti nasal + obstruksi nasal
akan diberikan antiinflamasi
topical (kortikosteroid topical).
– Cell mast stabilizer (sodium
cromolyn) dipakai bila
antihistamin topical dan
antikolinergik topical tidak
memberikan respon adekuat.

Vasomotor Rhinitis. Am Fam Physician.


Soal no 291
• Anak Hophop Hulahop, laki-laki, usia 9 tahun,
dibawa ke Klinik Sumber Rezeki, datang
dengan keluhan pendarahan hidung sejak 20
menit yang lalu. Sebelumnya tidak ada riwayat
trauma. Kondisi pasien stabil dengan status
generalis dan tanda vital yang normal.
Pemeriksaan rinoskopi anterior tampak
pendarahan pada agger nasi. Penatalaksanaan
awal adalah…
a. Pemasangan tampon dengan epinefrin
b. Pemasangan tampon anterior selama 4 hari
c. Pemasangan tampon posterior
d. Pemasangan tampon Bellocq
e. Penjahitan sumber pendarahan

Jawaban: A. pemasangan tampon anterior


dengan epinefrin
Soal no 292
• Tn. Jojo Milarbu, Laki-laki, 44 tahun, datang ke
klinik setempat untuk berobat. Pasien
mengeluh keluar darah dari kedua hidung.
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan DM.
Pada pemeriksaan fisik TD 200/100 mmHg.
Pada rinoskopi anterior tampak pendarahan
aktif, pada rinoskopi posterior tampak darah
mengalir ke faring. Tatalaksana yang tepat
pada pasien ini adalah...
a. Suctioning
b. Tampon anterior
c. Tampon posterior
d. Ligasi arteri
e. Kauterisasi

Jawaban: C. tampon posterior


291-292. Epistaksis
Penatalaksanaan
• Perbaiki keadaan umum
– Nadi, napas, tekanan darah

• Hentikan perdarahan
– Bersihkan hidung dari darah & bekuan
– Pasang tampon sementara yang telah dibasahi adrenalin
1/5000-1/10000 atau lidokain 2%
– Setelah 15 menit, lihat sumber perdarahan

• Cari faktor penyebab untuk mencegah rekurensi


– Trauma, infeksi, tumor, kelainan kardiovaskular, kelainan darah,
kelainan kongenital
Epistaksis
• Epistaksis anterior:
– Sumber: pleksus kisselbach plexus atau a. ethmoidalis
anterior
– Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah
dihentikan.
– Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan menekan
pembuluh darah & menghentikan perdarahan.
– Jika sumber perdarahan terlihat  kauter dengan AgNO3, jika
tidak berhenti  tampon anterior 2 x 24 jam.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Epistaksis
• Epistaksis Posterior
– Perdarahan berasal
dari a. ethmoidalis
posterior atau a.
sphenopalatina, sering
sulit dihentikan.
– Terjadi pada pasien
dengan hipertensi
atau arteriosklerosis.
– Terapi: tampon
bellocq/posterior
selama 2-3 hari.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Soal no 293
• Laki-laki, 15 tahun, datang dengan keluhan
telinga gatal dan pendengaran menurun.
Pasien mengaku sering berenang dan
mengorek telinga dengan kapas lidi. Pada
pemeriksaan fisik dalam batas normal, pada
otoskopi tampak gumpalan putih. Diagnosis
pasien ini adalah...
a. OMA
b. OME
c. Otitis eksterna
d. OMSK
e. OMK

Jawaban: C. Otitis eksterna


293. Otomikosis (Fungal Otitis Externa)

• The infection may be either sub


acute or acute and is characterized
by inflammation, pruritis, scaling and
severe discomfort.

• The mycosis results in inflammation,


superficial epithelial masses of debris
containing hyphae, suppuration and
pain.

• In addition, symptoms of hearing loss


and aural fullness are as a result of
accumulation of fungal debris in the
canal.

Pak J Med Sci. 2014 May-Jun; 30(3): 564–567.


Otomikosis (Fungal Otitis Externa)

Tatalaksana
Asam asetat 2% dalam alkohol atau povidon iodine 5%
atau antifungal topikal (nistatin/clotrimazol 1%)
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otomikosis (Fungal Otitis Externa)

• Univariate analysis showed that the predisposing factors for


otomycosis were:
– frequent swimming in natural or artificial pools (Relative Risk (RR) 3.7;
CI 1.7-8.1),
– daily ear cleaning (RR 3.5; CI 1.8-6.8) and
– excessive use of eardrops containing antibiotics and corticoids (RR =
9.3; IC95% = 4.3-20.1).

• The most common etiologic agents were:


– Aspergillus flavus (20.4%), Candida albicans (16.3%), Candida
parapsilosis (14.3%), & Aspergillus niger (12.2%).
Soal no 294
• Seorang anak laki-laki, usia 6 tahun, datang ke
poliklinik dengan keluhan nyeri di telinga
kanan sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga
mengeluh hidung tersumbat dan pilek sejak 1
minggu yang lalu. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tanda vital dalam batas normal,
gambaran kanalis aurikularis eksterna lapang,
membran timpani intak dan hiperemis.
Apakah tatalaksana terbaik pada kasus di
atas?
a. Antibiotik dan mastoidektomi
b. Antibiotik, analgetik, dekongestan
c. Analgetik, steroid, dan miringoplasti
d. Analgetik, antibiotik, steroid
e. Steroid dan miringoplasti

Jawaban: B. analgetik, antibiotik, dekongestan


294. Otitis Media
Otitis Media Akut
• Etiologi:
Streptococcus pneumoniae 35%,
Haemophilus influenzae 25%,
Moraxella catarrhalis 15%.
 Perjalanan penyakit otitis media akut:
1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram.
2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema.
3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran
timpani membonjol.
4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang.
5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali
normal. Jika perforasi  sekret berkurang.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Media
Otitis Media Akut
• Th:
– Oklusi tuba: utamanya dekongestan
topikal (ephedrin HCl)
– Presupurasi: AB minimal 7 hari Hyperaemic stage
(ampicylin/amoxcylin/ erythromicin) &
dekongestan topikal & analgesik.
– Supurasi: AB sistemik, miringotomi.
– Perforasi: ear wash H2O2 3% & AB
sistemik
– Resolusi: jika sekret tidak berhenti
AB dilanjutkan hingga 3 minggu.

Suppuration stage
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Soal no 295
• Tn. Kamikura Tanaka, Laki-laki, 20 tahun,
mengeluh telinga terasa penuh dan
pendengaran berkurang. Tidak ada riwayat
batuk pilek sebelumnya. Pasien juga tidak
merasakan adanya nyeri. Pasien mengaku
keluhan bertambah ketika ia berenang. Pasien
mengorek telinganya dengan cotton bud
tetapi keluhan semakin bertambah. Apa
diagnosis yang paling mungkin untuk kasus di
atas?
a. OE diffusa
b. OE sirkumkripta
c. OMA
d. OMSK
e. Serumen obturans

Jawaban: E. serumen obturans


295. Serumen Obturans
• Serumen adalah produksi kelenjar sebasea,
kelenjar seruminosa, epitel kulit yang terlepas
dan partikel debu. Biasanya ditemukan pada
sepertiga liang telinga bagian depan.
• Konsistensi serumen bisa lunak dan keras,
dipengaruhi oleh faktor keturunan, iklim, usia dan
keadaan lingkungan.
• Gumpalan serumen (sermen plug) dapat
menyebabkan gangguan berupa tuli konduktif.
• Serumen plug dapat terjadi ketika telinga masuk
air (mandi, berenang) dan menyebabkan
serumen mengembang sehingga menimbulkan
gangguan pendengaran dan rasa tertekan pada
telinga.
Serumen Obturans
• An anatomic deformity and an increased
number of hairs in the external auditory canal,
as well as physical barriers to natural wax
extrusion (e.g., cotton swabs, hearing aids,
earplug-type hearing protectors) have been
associated with an increased incidence of
cerumen impaction

http://www.aafp.org/afp/2007/0515/p1523.html
• Serumen obturans adalah • Metode ekstraksi
serumen yang tidak serumen disesuaikan
berhasil dikeluarkan dan dengan konsistensinya:
menyebabkan sumbatan – Lembek: dengan lilitan
pada kanalis akustikus kapas
eksternus. – Keras: dengan pengait atau
• Menimbulkan tuli kuret. Bila tidak berhasil,
dilunakkan dulu dengan
konduktif. tetes karbogliserin 10%
• Serumen dilunakkan selama 3 hari.
terlebih dahulu dengan
tetes karbogliserin 10%
selama 3 hari.
Serumen Prop

Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.


• Pengobatan:
– Serumen yang lembek: dapat langsung dibersihkan
dengan kapas
– Serumen yang keras dapat dikeluarkan dengan
pengait atau kuret. Namun apabila kondisinya keras
dapat dicairkan dengan tetes karbogliserin 10%
selama tiga hari.
Tatalaksana Serumen Prop
Konservatif
• Edukasi pasien
untuk tidak
menggunakan
cutton bud saat
membersihkan
serumen.
Serumen akan
semakin
terdorong ke
dalam dengan
penggunaan
cutton bud
Cairan melunakkan serumen terbagi menjadi 3
jenis yaitu,
– water-bassed, oil-based, dan non-water non-oil
based.
– Dari penelitian, tidak ada yang lebih superior dari
ketiga jenis tersebut.
– Diberikan maksimal selama 2 minggu. Bila gejala
obstruksi tidak membaik, dilanjutkan dengan
manual removal atau irigasi
Irigasi telinga (spooling)
• Dilakukan dengan memasukkan
cairan (air hangat) dengan
tekanan ke dalam liang telinga
untuk mengeluarkan serumen.
• Saat dilakukan prosedur, dinilai
tekanan pada membran
timpani (memasukkan
pressure-control device)
meminimalisasi risiko perforasi.
• Kontraindikasi: riwayat
perforasi membran timpani,
riwayat nyeri saat irigasi,
riwayat operasi telinga tengah.
• Hati-hati: pada pasien dengan
riwayat mastoidektomi
(struktur anatomi berubah,
nervus fasialis, kanalis
semisrkularis dapat terekspos)
• Mechanical wax removal
under vision
– Menggunakan operating
microscope dan pasien dalam
keadaan sadar. Serumen akan
dievakuasi menggunakan
suction, forcep (crocodile
forcep), atau aplikator khusus
– Kontraindikasi relatif: tidak
dapat memvisualisasi kanalis
aurikulariss, riwayat tinitus
yang dieksasebasi (saat
disuction), serumen keras,
pasien tidak kooperatif
– Hati-hati: pada pasien dengan
riwayat mastoidektomi
(struktur anatomi berubah,
nervus fasialis, kanalis
semisrkularis dapat terekspos)
Soal no 296
• Seorang laki-laki berumur 57 tahun datang ke
poliklinik dengan keluhan hidung tersumbat
dan berair sejak 3 tahun ini. Pasien
mengkonsumsi obat reserpine dan
methyldopa. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tanda vital dalam batas normal,
rhinoskopi anterior tampak mukosa
edematous. Apakah penatalaksanaan yang
tepat pada pasien ini?
a. Antihistamin dan nasal dekongestan
b. Konkoplasti dan steroid
c. Septoplasti dan antibiotika
d. Antibiotika dan steroid
e. Steroid dan analgetika

Jawaban: A. antihistamin dan nasal


dekongestan
296. Drug Induced Rhinitis
• Rhinitis akibat obat-obatan digolongkan dalam
drug induced rhinitis, yang bisa disebabkan
olehdibagi menjadi:
– Rhinitis medicamentosa
• Nasal decongestant sprays
• Intranasal cocaine
– Systemic medication-induced rhinitis
• Oral contraceptives
• Erectile dysfunction drugs
• Some antihypertensives
• Aspirin and other NSAIDs (more prevalent among patients
with asthma and/or chronic rhinosinusitis with nasal
polyposis)
• Some antidepressants
• Some benzodiazepines
Clinical & Experimental Allergy, 40, 381–384 | Uptodate. 2019
296. Drug Induced Rhinitis
• Rinitis medikamentosa penyebabnya dikhususkan
pada penggunaan vasokonstriktor/dekongestan topikal
jangka panjang
• Systemic medication-induced rhinitis karena Obat
antihipertensi, seperti reserpine, methyldopa,
propranolol terjadi akibat obat tsb yang memblok
sistem simpatis dan menyebabkan hidung tersumbat.
• Tatalaksananya adalah menghindari obat penyebab &
simtomatik.
• Belum ada standar panduan terapinya, pilihan terapi
simtomatik yang diberikan adalah steroid intranasal,
antihistamin, dan dekongestan topikal.

Clinical & Experimental Allergy, 40, 381–384


Drug Induced Rhinitis
• Reserpine & methyldopa are sympatholytic &
serve to down-regulate sympathetic tone.

• Sympathetic (predominantly), parasympathetic


and sensory fibres innervate the airways & are
concentrated in nasal blood vessels, mucosa, and
to a lesser extent secretory glands.

• Disruption of sympathetic and parasympathetic


tone in the nasal mucosa may result in symptoms
of congestion and rhinorrhea.

Clinical & Experimental Allergy, 40, 381–384


Drug Induced Rhinitis

Clinical & Experimental Allergy, 40, 381–384


Soal no 297
• Seorang laki-laki berusia 60 tahun diantar oleh anaknya ke
puskesmas dengan keluhan sakit kepala sejak satu tahun yang
lalu. Keluhan disertai dengan adanya benjolan di leher
sebelah kanan. Pasien diketahui merupakan perokok berat
yang dalam sehari dapat menghabiskan 2-3 pak rokok. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak compos
mentis, didapatkan mata juling, adanya benjolan di leher
dengan ukuran sebesar telur ayam, konsistensi keras, kadang
terasa nyeri. Pada pemeriksaan tanda vital diperoleh tekanan
darah 130/90 mmHg, denyut nadi 100 x/menit, frekuensi
napas 25 x/menit, dan suhu 37,5 oC. Pada gambar foto
tampak keadaan pasien saat diperiksa.
Apakah pemeriksaan yang tepat untuk
menegakkan diagnosis pasien ini?
a. FNAB di tumor leher
b. Pemeriksaan funduskopi mata
c. Biopsi nasofaring
d. Pemeriksaan lumbal punksi
e. Pemeriksaan serologis

Jawaban: C. biopsi nasofaring


297. Gambar Soal
297. Keganasan
History Physical Exam. Diagnosis Treatment
Male in 5th decade, unilateral obstruction & Ca Surgery
exposed with nickel, rhinorrea. Diplopia, sinonasal
chrom, formalin, proptosis . Bulging of
terpentin. palatum, cheek protrusion,
anesthesia if involving n.V
Elderly with history of Posterior rhinoscopy: mass KNF Radiotherapy,
smoking, preservative at fossa Rosenmuller, Penegakan chemoradiation,
food. Tinnitus, otalgia cranial nerves abnormality, diagnosis surgery.
epistaxis, diplopia, enlargement of jugular dengan
neuralgia trigeminal. lymph nodes. biopsi
painful ulceration, Painful ulceration with Ca tonsil Surgery
otalgia & slight induration of the tonsil.
bleeding. Lymph node enlargement.
Male, young adult, with Anterior rhinoscopy: red Juvenile Surgery
recurrent epistaxis. shiny/bluish mass. No angiofibro
lymph nodes enlargement. ma
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Karsinoma Nasofaring
• Definisi
 Karsinoma nasofaring merupakan keganasan pada nasofaring
dengan predileksi pada fossa Rossenmuller. Prevalensi tumor ganas
nasofaring di Indonesia cukup tinggi, 4,7 per 100.000 penduduk.
• Faktor risiko
 infeksi oleh EBV, makanan berpengawet, dan genetik
• Gejala:
 Gejala Nasofaring
– Epistaksis ringan, sumbatan hidung
 Gejala mata
– Diplopia
 Gejala telinga
– Tinitus, Otalgia, Hearing loss
 Gejala Neural
– Gejala yang berhubungan dengan nervus cranial V, IX, X, XI, XII
• Pengobatan diarahkan pada kemoterapi dan radioterapi .
Karsinoma Nasofaring
Insepsi, Genetik, Lingkungan, Viral

Silent period

Invasi lokal
Mukus campur darah
Sumbatan tuba eustachius

Kelenjar limfe retrofaringeal/penyebaran lokoregional


(paranasofaringeal/parafaringeal, erosi dasar tengkorak

Penyebaran sistemik
Manifestasi Klinis
Gejala dapat dibagi dalam lima kelompok, yaitu:
1. Gejala nasofaring
2. Gejala telinga
3. Gejala mata
4. Gejala saraf
5. Metastasis atau gejala di leher
Manifestasi Klinis
• Gejala telinga:
– rasa penuh di telinga,
– rasa berdengung,
– rasa tidak nyaman di telinga
– rasa nyeri di telinga,
– otitis media serosa sampai perforasi membran
timpani
– gangguan pendengaran tipe konduktif, yang
biasanya unilateral
Manifestasi Klinis
• Gejala hidung:
– ingus bercampur darah,
– post nasal drip,
– epistaksis berulang
– Sumbatan hidung unilateral/bilateral

• Gejala telinga, hidung, nyeri kepala >3 minggu


 sugestif KNF
Manifestasi Klinis
• Gejala lanjut  Limfadenopati servikal
• Penyebaran limfogen
• Konsistensi keras, tidak nyeri, tidak mudah
digerakkan
• Soliter
• KGB pada leher bagian atas jugular superior,
bawah angulus mandibula
Manifestasi Klinis
• Gejala lokal lanjut  gejala saraf
• Penjalaran petrosfenoid  dapat mengenai
saraf anterior (N II-VI), sindroma petrosfenoid
Jacob
• Penjalaran petroparotidean  mengenai saraf
posterior (N VII-XII), sindrom horner, sindroma
petroparatoidean Villaret
Diagnosis
• Rhinoskopi posterior • DPL
• Nasofaring direct/indirect • Evaluasi gigi geligi
• Biopsi • Audiometri
• CT Scan/ MRI • Neurooftalmologi
• FNAB KGB • Ro Torax
• Titer IgA anti : • USG Abdomen, Liver
– VCA: sangat sensitif, Scinthigraphy
kurang spesifik • Bone scan
– EA: sangat kurang sensitif,
spesifitas tinggi
Pengobatan
• Radioterapi
Stadium dini tumor primer
Stadium lanjut tumor primer (elektif),
KGB membesar
• Kemoterapi
Stadium lanjut / kekambuhan sandwich
• Operasi
– sisa KGB  diseksi leher radikal
– Tumor ke ruang paranasofaringeal/ terlalu besar 
nasofaringektomi
Soal no 298
• Pasien perempuan usia 36 tahun datang
dengan keluhan pusing berputar sejak 1 hari
yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul dan
disertai mual-muntah. Pasien juga
mengeluhkan telinga kanannya berdenging
dan terasa penuh sehingga pasien sulit untuk
mendengar. Riwayat trauma, nyeri kepala, dan
demam disangkal. Pemeriksaan motoris dan
sensoris dalam batas normal. Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan untuk menegakkan
diagnosis kasus di atas?
a. EEG
b. EMG
c. Audiometri
d. CT Scan
e. MRI

Jawaban: C. audiometri
298. Meniere Disease
• Gejala & tanda: Vertigo episodik (beberapa jam), Tuli sensorineural yang
berfluktuasi, tinnitus telinga terasa penuh
298. Meniere Disease
• Pemeriksaan penunjang:
– MRI dengan kontras gadolinium  untuk eksklusi
kelainan retrokoklear (neuroma vestibular), &
dipertimbangkan pada pasien tuli asimetrik
• EEG  tidak ada kelainan gelombang otak
• EMG  tidak ada kelainan otot
• Audiometri  tuli sensorineural
– Riwayat tuli yang hilang timbul  tanda khas meniere
karena tuli sensorineural lain biasanya tidak ada
perbaikan.
Soal no 299
• Pasien wanita umur 20 tahun bernama
Nanase Fukumori mengeluh pusing berputar
setelah bangun tidur. Pusing dirasakan jika
pasien miring ke kiri. Hal ini terjadi secara
mendadak. Tidak terdapat tinitus maupun
penurunan pendengaran. Pada tes Romberg
dengan mata tertutup pasien jatuh ke kanan.
Tatalaksana yang tepat pada pasien ini
adalah...
a. Betahistin mesilate 3 x 12 mg
b. Ergotamin 3 x 1
c. Paracetamol 3 x 500mg
d. Asam mefenamat 3 x 500mg
e. Aspilet 1 x 80 mg

Jawaban: A. Betahistin mesilate 3x12 mg


299. Vertigo
• Symptomatic treatment:
– Antivertigo (vestibular suppressant)
• Histaminic (DOC):
– Untuk betahistine HCl, dosis awal pemakaian adalah 8-16 mg, 3 kali
sehari. Dosis pemakaian selanjutnya (dosis pemeliharaan) adalah 24-48
mg per hari.
– Untuk betahistine mesilate, dosis yang digunakan adalah 6-12 mg, 3 kali
sehari.
• Antihistamin: difenhidramine, sinarisin
• Ca channel blocker: flunarizin
– Antiemetic:
• prochlorperazine, metoclopramide
– Psycoaffective:
• Clonazepam, diazepam for anxiety & panic attack
Vertigo

Journal of Vestibular Research 23 (2013) 139–151


Vertigo
• Treatment for spesific conditions:
– BPPV: canalith repositioning maneuvre (Brandt-Daroff, Epley,
Semont maneuvre)

– Meniere’s disease: low salt diet, diuretic, surgery, transtympanic


gentamycin

– Labyrinthitis: antibiotics, removal of infected tissue, vestibular


rehabilitation

– Migraine: beta blocker, Ca channel blocker

– Vascular disease: control of vascular risk factors,


antiplatelet/anticoagulant agents
Soal no 300
• Tn. Ampar Pisang, laki-laki, 35 tahun, datang
ke praktik dokter umum dengan keluhan
utama nyeri di liang telinga kiri selama 2 hari
terakhir. Nyeri bertambah saat menarik daun
telinga, mengunyah, dan tidur ke posisi kiri.
Pada pemeriksaan ditemukan liang telinga kiri
sempit, edema dan hiperemis dengan sedikit
sekret kanal akustikus. Terapi yang tepat
adalah...
a. Amoksisilin 500 mg, 2x sehari
b. Cuci telinga dengan asam asetat 5%
c. Gentian violet 5%
d. Analgesik opioat 24 jam pertama
e. Cuci telinga dengan permanganat 20%

Jawaban: B. cuci telinga dengan asam asetat 5%


300. Otitis Externa

(Am Fam Physician 2001;63:927-36,941-2.)


Otitis Externa
• Terapi otitis eksterna sirkumskripta (Buku ajar THT-KL FKUI):
– Antibiotik topikal: polimiksin B, bacitracin
– Antiseptik: asam asetat 2-5% dalam alkohol

Anda mungkin juga menyukai