Anda di halaman 1dari 775

C B T O P T I M A B AT C H N O V E M B E R 2 0 1 9

IKK, FORENSIK, & MEDIKOLEGAL


| DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. OKTRIAN | DR. REZA | DR. CEMARA |
| DR. AARON | DR. CLARISSA | DR. KAMILA | DR. EDWIN |
Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872
WA. 081380385694/081314412212

Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132
WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p r e p . c o . i d
TO 1
1. Alat Bantu Promosi Kesehatan
(Menurut Cone of Experience, Edgar Dale)
MEDIA PROMOSI KESEHATAN
MEDIA PROMOSI KESEHATAN MASSAL
• Ceramah umum (public speaking), misalnya pada hari kesehatan
nasional, menteri kesehatan atau pejabat kesehatan lainnya
berpidato dihadapan massa rakyat untuk menyampaikan pesan-
pesan kesehatan.
• Diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik, baik siaran TV
maupun radio.
• Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas
kesehatan lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan
disuatu media massa
• Film
• Tulisan-tulisan dimajalah atau Koran, baik dalam bentuk artikel
maupaun Tanya jawab/ konsultasi tentang kesehatan dan penyakit.
• Billboard, yang dipasang dipinggir jalan, spanduk, poster, dsb.
Contoh : Billboard Ayo ke Posyandu.
Metode Promosi Kesehatan untuk Kelompok
(<15 orang)
• Diskusi kelompok: dipimpin 1 pemimpin diskusi, pemimpin
memberi pertanyaan atau kasus sehubungan dengan topik
yang dibahas untuk memancing anggota untuk
berpendapat.

• Curah Pendapat (Brain Storming): Prinsipnya sama dengan


metode diskusi kelompok. Bedanya, pada permulaannya
pemimpin kelompok memancing dengan satu masalah dan
kemudian tiap peserta memberikan jawaban-jawaban atau
tanggapan (curah pendapat). Sebelum semua peserta
mencurahkan pendapatnya, tidak boleh diberikan
komentar oleh siapapun. Harus setelah semua
mengeluarkan pendapatnya, tiap anggota dapat
mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.
Metode Promosi Kesehatan untuk Kelompok
(<15 orang)
• Bola salju (snowballing): Kelompok dibagi dalam pasangan-
pasangan (1 pasang 2 orang) kemudian dilontarkan suatu
pertanyaan atau masalah. Setelah lebih kurang 5 menit maka tiap 2
pasang bergabung menjadi 1. Mereka tetap mendiskusikan masalah
tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap-tiap pasang
yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan
pasangan lainnya dst, sampai akhirnya akan terjadi diskusi seluruh
anggota kelompok.

• Kelompok kecil (buzz group): Kelompok langsung dibagi menjadi


kelompok-kelompok kecil (buzz group) yang kemudian diberi suatu
permasalahan yang sama atau tidak sama dengan kelompok lain.
Masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut.
Selanjutnya hasil dari tiap kelompok didiskusikan kembali dan dicari
kesimpulannya.
Metode Promosi Kesehatan untuk Kelompok
(<15 orang)
• Role play: Beberapa anggota kelompok diunjuk sebagai
pemegang peran tertentu untuk memainkan peranan,
misalnya sebagai dokter Puskesmas, sebagai perawat, atau
bidan, dan sebagainya, sedangkan anggota yang lain
sebagai pasien atau anggota masyarakat. Mereka
memperagakan, misalnya bagaimana komunikasi/interaksi
sehari-hari dalam melaksanakan tugas.

• Simulation game: Gabungan antara role play dengan


diskusi kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam
beberapa bentuk permainan seperti permainan monopoli.
Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli dan
menggunakan dadu, gaco (petunjuk arah) selain papan
main. Beberapa orang menjadi pemain dan sebagian lagi
berperan sebagai narasumber.
2. KEJADIAN EPIDEMIOLOGIS PENYAKIT

• Sporadik: kejadian penyakit tertentu di suatu


daerah secara acak dan tidak teratur.
Contohnya: kejadian pneumonia di DKI
Jakarta.

• Endemik: kejadian penyakit di suatu daerah


yang jumlahnya lebih tinggi dibanding daerah
lain dan hal tersebut terjadi terus menerus.
Contohnya: Malaria endemis di Papua.
Epidemiologis Penyakit
• Epidemik dan KLB: Epidemik dan KLB sebenarnya
memiliki definisi serupa, namun KLB terjadi pada
wilayah yang lebih sempit (misalnya di satu
kecamatan saja). Indonesia memiliki kriteria KLB
berdasarkan Permenkes 1501 tahun 2010 (di
slide selanjutnya).

• Pandemik: merupakan epidemik yang terjadi


lintas negara atau benua. Contohnya: kejadian
MERS-COV di dunia tahun 2014-2015.
Kriteria KLB (Permenkes 1501, tahun 2010)
• Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada
atau tidak dikenal pada suatu daerah
• Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun
waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis
penyakitnya
• Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut
jenis penyakitnya
• Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah
per bulan dalam tahun sebelumnya
• Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya
• Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen)
atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit
periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
• Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu
periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
3. PRINSIP PELAYANAN KEDOKTERAN
KELUARGA
• Holistik
• Komprehensif
• Terpadu
• Berkesinambungan

Danasari. 2008. Standar Kompetensi Dokter Keluarga. PDKI : Jakarta


Pelayanan Kedokteran Keluarga
HOLISTIK
• Mencakup seluruh tubuh jasmani dan rohani
pasien (whole body system), nutrisi
• Tidak hanya organ oriented
• Patient and Family oriented
• Memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososial pada ekosistemnya.
Pelayanan Kedokteran Keluarga
KOMPREHENSIF (Menyeluruh)
• Tidak hanya kuratif saja, tapi pencegahan dan
pemulihan
• Health promotion
• Spesific protection
• Early diagnosis and Prompt treatment
• Disability limitation
• Rehabilitation
• Penatalaksanaan tidak hanya patient oriented,
tapi juga family oriented dan community oriented
Pelayanan Kedokteran Keluarga
BERKESINAMBUNGAN
• Tidak sesaat, ada follow upnya dan
perencanaan manajemen pasien

TERPADU / TERINTEGRASI
• Memakai seluruh ilmu kedokteran yang telah
di dapat bekerja sama dengan pasien,
keluarga, dokter spesialis atau tenaga
kesehatan lain
4. TABEL UJI HIPOTESIS
VARIABEL
U J I S TAT I S T I K U J I A LT E R N AT I F
INDEPENDEN DEPENDEN

Fisher (digunakan untuk tabel


Kategorik Kategorik Chi square 2x2)*
Kolmogorov-Smirnov
(digunakan untuk tabel bxk)*

Kategorik T-test independen Mann-Whitney**


Numerik
(2 kategori)
T-test berpasangan Wilcoxon**

One Way Anova (tdk


Kruskal Wallis**
Kategorik berpasangan)
Numerik
(>2 kategori) Repeated Anova
Friedman**
(berpasangan)
Numerik Numerik Korelasi Pearson Korelasi Spearman**
Regresi Linier
Keterangan:
* : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi
**: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
Langkah Menentukan Uji Statistik
• Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik)

• Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah


variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila
kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah
memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan
soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa
variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi
persyaratan chi square.

• Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.


Korelasi Pearson vs Regresi Linier
• Penelitian yang meneliti hubungan antara dua
variabel, di mana kedua variabel bersifat
numerik, dapat menggunakan korelasi Pearson
dan regresi linier.

• Korelasi pearson digunakan untuk mengetahui


arah dan kekuatan hubungan antara kedua
variabel. Sedangkan regresi linier digunakan
untuk memprediksi nilai variabel dependen
melalui variabel independen (dinyatakan dalam
persamaan Y = a + bX).
Korelasi Pearson vs Regresi Linier
• Contohnya penelitian ingin mengetahui
hubungan berat badan dan tekanan darah.
– Hasil uji korelasi Pearson didapatkan r =+0,8, artinya
terdapat hubungan kuat bahwa semakin tinggi berat
badan, semakin tinggi pula tekanan darah. Sebaliknya,
bila didapatkan nilai r=-(0,8), artinya terdapat
hubungan kuat bahwa semakin tinggi berat badan,
semakin rendah tekanan darah.
– Bila menggunakan regresi linier, akan didapatkan
persamaan untuk memprediksi nilai tekanan darah
melalui berat badan. Misalnya tekanan darah sistolik =
20 + (2 x berat badan).
KOEFISIEN KORELASI
• Penelitian yang meneliti hubungan antara dua variabel numerik
menggunakan uji Korelasi Pearson. Hasil uji korelasi Pearson
dinyatakan dalam R (koefisen korelasi) sebagai berikut:

Prinsip:
Nilai koefisien korelasi berkisar antara 0 sampai 1. Nol berarti tidak ada korelasi sama sekali,
sedangkan satu menandakan korelasi sempurna. Koefisien korelasi yang semakin mendekati
angka 1, menunjukkan semakin kuat korelasi .
Contoh Uji Korelasi
• Misalnya pada penelitian yang ingin mengetahui
hubungan antara kolesterol total (mg/dL) dengan
tekanan darah sistolik (mmHg) didapatkan nilai R-nya
sebesar 0,8.

• Hal ini berarti terdapat korelasi kuat antara kolesterol


total dan tekanan darah sistolik (semakin tinggi
kolesterol, semakin tinggi tekanan darah sistolik).

• Namun apakah hasil tersebut bermakna secara statistik


atau hanya merupakan kebetulan saja (ada
kemungkinan tidak sesuai dengan kenyataan di
populasi)?  Harus diliihat nilai p-nya.
Analisis Statistik Multivariat
• Analisis multivariat merupakan analisis statistik untuk
mengetahui variabel independen/ variabel paparan
yang paling berperan dalam menyebabkan terjadinya
outcome.

• Misalnya, penelitian ingin mengetahui faktor-faktor


yang berhubungan dengan BBLR. Diteliti beberapa
variabel yang diduga berhubungan dengan BBLR,
antara lain usia ibu, paritas, anemia ibu hamil, dan
tingkat pendidikan ibu. Analisis multivariat digunakan
untuk mengetahui di antara variabel-variabel di atas,
sebenarnya variabel apa yang paling berhubungan
dengan BBLR.
Macam-macam Analisis Multivariat
• Analisis multivariat ada banyak macam,
namun secara umum yang banyak digunakan
dalam penelitian kedokteran ada 3 macam
yaitu:
– Regresi Logistik
– Regresi Linier
– Regresi Cox
Regresi Logistik
• Umumnya digunakan pada penelitian cross
sectional dan case control.
• Variabel outcomenya harus bersifat kategorik
dan dikotom/ hanya terdiri dari 2 kategori,
contohnya hipertensi-tidak hipertensi, DM-
tidak DM.
• Hubungan asosiasi pada analisis ini dinyatakan
dalam odds ratio (OR).
Regresi Linier
• Dapat digunakan untuk penelitian cross
sectional, case control, atau kohort.
• Variabel outcomenya harus variabel numerik.
• Hubungan asosiasi pada analisis ini dinyatakan
dalam odds ratio (OR).
Regresi Cox
• Hanya dapat digunakan pada penelitian
kohort dan RCT.
• Variabel outcomenya dapat bersifat kategorik
dan variabel time-to-event untuk survival
analysis (misalnya 5-year survival rate pasien
leukemia).
• Hubungan asosiasi pada analisis ini dinyatakan
dalam hazard ratio (HR).
5. Asuransi Jasa Raharja
• Menurut Undang Undang Nomor 33 Tahun
1964 dan Undang Undang Nomor 34 Tahun
1964, setiap Warga Negara Indonesia (WNI)
telah dilindungi oleh asuransi Jasa Raharja.
• Jasa Raharja adalah sebuah perusahaan
BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang
bertanggung jawab mengelola asuransi
kecelakaan lalu lintas bagi setiap pengguna
jalan.
• Pengguna jalan tersebut memiliki definisi
penumpang angkutan umum, kendaraan
pribadi maupunhttps://www.jasaraharja.co.id/layanan
pejalan kaki.
Hak Santunan
• Menurut Undang Undang Nomor 33 Tahun 1964
Jo PP Nomor 17 Tahun 1965, korban yang berhak
atas santunan adalah setiap penumpang sah dari
alat angkutan penumpang umum yang
mengalami kecelakaan diri, yang diakibatkan
oleh penggunaan alat angkutan umum, selama
penumpang yang bersangkutan berada dalam
angkutan tersebut, yaitu saat naik dari tempat
pemberangkatan sampai turun di tempat tujuan.

https://www.jasaraharja.co.id/layanan
Hak Santunan
Kemudian menurut Undang Undang Nomor 34 Tahun
1964 Jo PP Nomor 18 Tahun 1965, korban yang berhak
atas santunan adalah
• setiap orang yang berada di luar angkutan lalu lintas
jalan yang menjadi korban akibat kecelakaan dari
penggunaan alat angkutan lalu lintas jalan
• setiap orang atau mereka yang berada di dalam suatu
kendaraan bermotor dan ditabrak, dimana pengemudi
kendaraan bermotor yang penyebab kecelakaan,
termasuk dalam hal ini para penumpang kendaraan
bermotor dan sepeda motor pribadi.

https://www.jasaraharja.co.id/layanan
Yang tidak bisa ditanggung Jasa
Raharja

• Pengendara yang menyebabkan terjadinya kecelakaan -> UU No 34 Tahun 1964 dan PP No 18 Tahun 1965
• Korban kecelakaan baik pengendara atau pejalan kaki yang menerobos palang pintu kereta.
• Korban kecelakaan yang disengaja, seperti bunuh diri dan/atau percobaan bunuh diri serta korban kecelakaan
yang terbukti mabuk.
• Korban kecelakaan tunggal kendaraan pribadi
• Korban kecelakaan yang terbukti sedang melakukan kejahatan
• Korban kecelakaan akibat bencana alam
• Korban kecelakaan perlombaan kecepatan seperti misalnya perlombaan balapan mobil atau motor.

https://www.jasaraharja.co.id/layanan
Lanjutan UU No 34 tahun 1964 dan PP
No 18 Tahun 1965
• Bagi pengemudi kendaraan pribadi yang
mengalami kecelakaan merupakan penyebab
terjadinya tabrakan dua atau lebih kendaraan
bermotor, maka baik pengemudi maupun
penumpang kendaraan tersebut tidak dijamin
dalam UU No 34/1964 dan PP no 18/1965
termasuk korban pejalan kaki atau
pengemudi/penumpang kendaraan bermotor
yang dengan sengaja menerobos palang pintu
kereta api yang sedang difungsikan.
Cara Klaim
• Meminta surat keterangan kecelakaan dari Unit Lakalantas Polres
setempat atau instansi serupa yang memiliki wewenang (misalnya: PT KAI
untuk kereta api, Syah Bandar untuk kapal laut).
• Membuat surat keterangan kesehatan atau kematian dari rumah sakit.
• Membawa identitas pribadi korban (asli dan fotokopi) seperti:
– Kartu Keluarga (KK)
– Kartu Tanda Penduduk (KTP)
– Surat Nikah
• Mengunjungi kantor Jasa Raharja dan mengisi formulir, di antaranya:
– Formulir pengajuan santunan.
– Formulir keterangan singkat kecelakaan.
– Formulir kesehatan korban.
– Keterangan ahli waris jika korban meninggal dunia.
• Menyerahkan formulir serta melampirkan dokumen pendukung kepada
petugas.
• Menunggu proses pencairan.
https://www.jasaraharja.co.id/layanan
Cara Klaim Jasa Raharja
• Untuk korban luka-luka yang mendapatkan perawatan harus memiliki:
– Laporan Polisi berikut sketsa TKP atau laporan kecelakaan pihak berwenang
lainnya.
– Kuitansi biaya perawatan, kuitansi obat-obatan yang asli dan sah yang
dikeluarkan oleh Rumah Sakit.
– Fotokopi KTP korban.
– Surat kuasa dari korban kepada penerima santunan (bila dikuasakan)
dilengkapi dengan fotokopi KTP korban penerima santunan.
– Fotokopi surat rujukan bila korban pindah ke Rumah Sakit lain.
• Untuk Korban luka-luka hingga mengalami cacat:
– Laporan Polisi berikut sketsa TKP atau laporan kecelakaan pihak berwenang
lainnya.
– Keterangan cacat tetap dari dokter yang merawat korban.
– Fotokopi KTP korban.
– Foto diri yang menunjukkan kondisi cacat tetap.

https://www.jasaraharja.co.id/layanan
Cara Klaim Jasa Raharja
• Untuk Korban luka-luka kemudian meninggal dunia:
– Laporan Polisi berikut sketsa TKP atau laporan kecelakaan pihak berwenang lainnya.
– Surat kematian dari Rumah Sakit/Surat Kematian dari kelurahan, jika korban tidak dibawa ke
Rumah Sakit.
– Fotokopi KTP korban dan ahli waris juga fotokopi Kartu Keluarga (KK).
– Fotokopi surat nikah bagi korban yang telah menikah.
– Fotokopi akta kelahiran atau akta kenal lahir, bagi korban yang belum menikah.
– Kuitansi asli dan sah biaya perawatan dan kuitansi obat-obatan.
– Fotokopi surat rujukan bila korban pindah rawat ke Rumah Sakit lain.
• Untuk Korban meninggal dunia di TKP:
– Laporan polisi berikut sketsa TKP atau laporan kecelakaan pihak berwenang lainnya.
– Laporan polisi berikut sketsa TKP atau laporan kecelakaan pihak berwenang lainnya.
– Surat kematian dari rumah sakit atau surat kematian dari kelurahan jika korban tidak dibawa
ke rumah sakit.
– Fotokopi KTP korban dan ahli waris.
– Fotokopi KK.
– Fotokopi surat nikah bagi korban yang telah menikah.
– Fotokopi akta kelahiran atau akte kenal lahir bagi korban yang belum menikah.

https://www.jasaraharja.co.id/layanan
Besar Santunan
• Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 16 tanggal 13 Februari 2017
(KEP.16/PMK.010/2017), nilai santunan yang dibayarkan
bagi korban kecelakaan lalu lintas jalan adalah:
• Santunan meninggal dunia: Rp50 juta.
• Santunan cacat tetap (maksimal): Rp50 juta.
• Santunan perawatan (maksimal): Rp20 juta.
• Santunan penggantian biaya penguburan jika korban tidak
memiliki ahli waris: Rp4 juta.
• Santunan untuk manfaat tambahan (penggantian biaya
P3K): Rp1 juta.
• Santunan untuk manfaat tambahan (penggantian biaya
ambulans): Rp500 ribu.
https://www.jasaraharja.co.id/layanan
BPJS dan Jasa Raharja
• Apabila Kasus kecelakaan tidak ditanggung
oleh Jasa Raharja maka BPJS kesehatan akan
menanggung kasus tersebut.
• Untuk biaya perawatan yang di atas biaya
santunan Jasa Raharja sebesar 20 juta rupiah
akan ditanggung oleh BPJS Kesehatan

https://www.jasaraharja.co.id/layanan
6. INSIDENS KESELAMATAN PASIEN
Pasien tidak
cedera
NEAR MISS

Medical
Error
PREVENTABLE
- Kesalahan nakes
Pasien cedera ADVERSE MALPRAKTIK
- Dapat dicegah
-Karena berbuat (commission) EVENT
-Karena tdk berbuat (ommision)

Acceptable
Risk

Process of UNPREVENTABLE Unforseeable


care Pasien cedera Risk
ADVERSE EVENT
(Non error)
Complication
of Disease
Adverse Event
Preventable Adverse Event
• Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang
tidak diharapkan pada pasien karena suatu
tindakan (commission) atau karena tidak
bertindak (ommision), dan bukan karena
“underlying disease”.

• Adverse event yang menimbulkan akibat fatal,


misalnya kecacatan atau kematian, disebut juga
sentinel event.
Adverse Event
Unpreventable Adverse Event
• Acceptable risk: Kejadian tidak diharapkan yang merupakan risiko
yang harus diterima dari pengobatan yang tidak dapat dihindari.
Contoh: Pasien Ca mammae muntah-muntah pasca kemoterapi

• Unforseeable risk: Kejadian tidak diharapkan yang tidak dapat


diduga sebelumnya. Contoh: Terjadi Steven Johnson Syndrome
pasca pasien minum paracetamol, tanpa ada riwayat alergi obat
sebelumnya.

• Complication of disease: Kejadian tidak diharapkan yang


merupakan bagian dari perjalanan penyakit atau komplikasi
penyakit. Contoh: Pasien luka bakar dalam perawatan mengalami
sepsis.
Kejadian Nyaris Cedera/ Near Miss
• Suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission)
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission),
yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi,
karena :
– “keberuntungan” (mis.,pasien terima suatu obat kontra indikasi
tetapi tidak timbul reaksi obat),
– “pencegahan” (suatu obat dengan overdosis lethal akan
diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya
sebelum obat diberikan),
– “peringanan” / mitigasi (suatu obat dengan overdosis lethal
diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya
7. PEMERIKSAAN MAYAT BAYI
Hal yang perlu diperiksa adalah:
• Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah cukup
bulan untuk dilahirkan? (Untuk membedakan kasus abortus
dengan kasus pembunuhan anak)

• Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat dilahirkan?


(Untuk membedakan kasus stillbirth dengan bayi lahir hidup)

• Apakah ada tanda perawatan bayi? (Untuk membedakan


kasus infantisida atau pembunuhan)

• Apakah penyebab kematian bayi?


Infantisida (Pembunuhan Anak
Sendiri)
• Infanticide atau pembunuhan anak sendiri adalah
pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu
dengan atau tanpa bantuan orang lain terhadap
bayinya pada saat dilahirkan atau beberapa saat
sesudah dilahirkan, oleh karena takut diketahui
orang lain bahwa ia telah melahirkan anak.

• Pasal berkaitan infantisida: pasal 341-343 KUHP.


UNDANG-UNDANG

PASAL-PASAL dalam KUHP yg mengancam


kejahatan ini :
• pasal 341 KUHP : pembunuhan anak sendiri
tanpa rencana (maksimum 7 tahun penjara)
• pasal 342 KUHP : pembunuhan anak sendiri
dengan rencana (maksimum 9 tahun penjara)
• pasal 343 KUHP : orang lain yang
melakukannya / turut melakukan
(pembunuhan biasa)
Pemeriksaan dalam kasus Infantisida
• Hal-hal yang harus ditentukan atau yang perlu
dijelaskan dokter dalam pemeriksaannya adalah:
– Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah
cukup bulan untuk dilahirkan.
– Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat
dilahirkan.
– Bila bayi lahir hidup, berapa umur bayi sesudah lahir.
– Apakah bayi sudah pernah dirawat.
– Apakah penyebab kematian bayi.
Perkiraan Usia Janin berdasarkan
panjang dan berat

kesga.kemkes.go.id
Penentuan Usia Janin (1)
• Bayi dianggap cukup bulan jika: Panjang badan di atas
45 cm, berat badan 2500 – 3500 gram, lingkar kepala
lebih dari 34 cm.
• Untuk menentukan umur bayi dalam kandungan, ada
rumus empiris yang dikemukakan oleh De Haas, yaitu
menentukan umur bayi dari panjang badan bayi.
– Untuk bayi (janin) yang berumur di bawah 5 bulan, umur
sama dengan akar pangkat dua dari panjang badan. Jadi
bila dalam pemeriksaan didapati panjang bayi 20 cm, maka
taksiran umur bayi adalah Ö20 yaitu antara 4 sampai 5
bulan dalam kandungan atau lebih kurang 20 – 22 minggu
kehamilan.
– Untuk janin yang berumur di atas 5 bulan, umur sama
dengan panjang badan (dalam cm) dibagi 5 atau panjang
badan (dalam inchi) dibagi 2.
Penentuan Usia Janin (2)
• Keadaan ujung-ujung jari: apakah kuku-kuku telah melewati
ujung jari seperti anak yang dilahirkan cukup bulan atau
belum. Garis-garis telapak tangan dan kaki dapat juga
digunakan, karena pada bayi prematur garis-garis tersebut
masih sedikit.
• Keadaan genitalia eksterna: bila telah terjadi descencus
testiculorum maka hal ini dapat diketahui dari terabanya
testis pada scrotum, demikian pula halnya dengan keadaan
labia mayora apakah telah menutupi labia minora atau
belum; testis yang telah turun serta labia mayora yang
telah menutupi labia minora terdapat pada anak yang
dilahirkan cukup bulan dalam kandungan si-ibu.
• Hal tersebut di atas dapat diketahui bila bayi segar, tetapi
bila bayi telah busuk, labia mayora akan terdorong keluar.
Penentuan Usia Janin (3)
Berdasarkan ukuran lingkaran kepala:
• Bayi 5 bulan : 38,5-41 cm
• Bayi 6 bulan : 39-42 cm
• Bayi 7 bulan : 40-42 cm
• Bayi 8 bulan : 40-43 cm
• Bayi 9 bulan : 41-44 cm
Penentuan Usia Janin (4)

Berdasarkan pusat Kriteria Bayi viable Cukup bulan


penulangan:
Usia > 28 minggu 37 – 42
– Kuboid 40 minggu minggu
– Distal femur 36 minggu Berat badan > 1000 gr 2500 – 4000
gr
– Proksimal tibia 38 minggu
Panjang badan > 35 cm 46 – 50 cm
– Talus 28 minggu
Lingkar kepala > 23 cm > 30 cm
– Kalkaneus 24 minggu
Lainnya Tidak ada -
– Metatarsal 9 minggu cacat bawaan

https://radiopaedia.org/articles/ossification-centres-of-the-foot
Penentuan Bayi Lahir Hidup/ Mati
• Pemeriksaan luar: Pada bayi yang lahir hidup, pada
pemeriksaan luar tampak dada bulat seperti tong . biasanya
tali pusat masih melengket ke perut, berkilat dan licin.
Kadang-kadang placenta juga masih bersatu dengan tali
pusat. Warna kulit bayi kemerahan.

• Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam


keadaan hidup atau mati, pada dasarnya adalah sebagai
berikut:
– Adanya udara di dalam paru-paru.
– Adanya udara di dalam lambung dan usus,
– Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah, dan
– Adanya makanan di dalam lambung.

• Penentuan pasti dengan tes apung paru.


Tes Apung Paru
• Keluarkan paru-paru dengan mengangkatnya mulai dari trachea sekalian
dengan jantung dan timus. Kesemuanya ditaruh dalam baskom berisi air.
Bila terapung artinya paru-paru telah terisi udara pernafasan.

• Untuk memeriksa lebih jauh, pisahkan paru-paru dari jantung dan timus,
dan kedua belah paru juga dipisahkan. Bila masih terapung, potong
masing-masing paru-paru menjadi 12 – 20 potongan-potongan kecil.
Bagian-bagian ini diapungkan lagi. Bagian kecil paru ini ditekan dipencet
dengan jari di bawah air. Bila telah bernafas, gelembung udara akan
terlihat dalam air.

• Bila masih mengapung, bagian kecil paru-paru ditaruh di antara 2 lapis


kertas dan dipijak dengan berat badan. Bila masih mengapung, itu
menunjukkan bayi telah bernafas. Sedangkan udara pembusukan akan
keluar dengan penekanan seperti ini, jadi ia akan tenggelam.
Bayi Lahir Mati: Still birth vs Dead Born
• Still birth, artinya dalam kandungan masih hidup, waktu dilahirkan sudah mati.
Ini mungkin disebabkan perjalanan kelahiran yang lama, atau terjadi accidental
strangulasi dimana tali pusat melilit leher bayi waktu dilahirkan.

• Dead born child, di sini bayi memang sudah mati dalam kandungan. Bila
kematian dalam kandungan telah lebih dari 2 – 3 hari akan
terjadi maserasi pada bayi. Ini terlihat dari tanda-tanda:
– Bau mayat seperti susu asam.
– Warna kulit kemerah-merahan.
– Otot-otot lemas dan lembek.
– Sendi-sendi lembek sehingga mudah dilakukan ekstensi dan fleksi.
– Bila lebih lama didapati bulae berisi cairan serous encer dengan dasar bullae
berwarna kemerah-merahan.
– Alat viseral lebih segar daripada kulit.
– Paru-paru belum berkembang.
Ada/ Tidaknya Tanda Perawatan
Tidak adanya tanda perawatan adalah sbb:
• Tubuh masih berlumuran darah,
• Ari-ari (placenta), masih melekat dengan tali pusat dan masih
berhubungan dengan pusar (umbilicus),
• Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak beraturan,
hal ini dapat diketahui dengan meletakkan ujung tali pusat tersebut
ke permukaan air,
• Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di
daerah yang mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti daerah lipat
ketiak, lipat paha dan bagian belakang bokong.

• Tidak adanya tanda perawatan menunjukkan kemungkinan besar


kasus tersebut adalah pembunuhan anak sendiri (infantisida).
8. KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
• Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar • Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
• Pengertian ”berbuat baik” diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih diikuti.
dari sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), • Tidak ada pertimbangan lain selain
• Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. • Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk
kepentingan orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter

4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya


5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
Kaidah Dasar Moral dan Turunannya
Core biomedical moral principles Core behavioral norms
Autonomy: the norms of respecting and Veracity: to provide accurate, timely, objective, and
supporting individual autonomous comprehensive transmission of information, ensure
decisions patient’s understanding
Privacy: to respect the right that individuals and
families have to keep personal information,
decisions, spaces, activities, and relationships under
their own control
Confidentiality: to prevent the re-disclosure of
private information to anyone else without patient’s
authorization
Beneficence: prioritize relieving, Fidelity: obligation of a professional to faithfully
lessening, or preventing harm, actions carry out an activity that benefits the patient, abstain
that provide benefits to others from an activity that would/could cause harm
Non maleficence: avoiding actions that
would cause harm to others
Justice: fair distribution of benefits, -
risks, and costs among patients
9. ASFIKSIA
• Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan
berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan
berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2)
secara bersamaan dalam darah dan jaringan
tubuh akibat gangguan pertukaran antara
oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru
dengan karbon dioksida dalam darah kapiler
paru-paru.
Kematian akibat asfiksia
• Asfiksia (mati lemas): kondisi terjadinya gangguan
pertukaran udara pernapasan  oksigen darah
berkurang (hipoksia) dan peningkatan karbon dioksida
(hiperkapnea)  kematian
• Penyebab:
– Asfiksia mekanik : trauma sebabkan sumbatan pada saluran
napas (pembekapan/smothering, penyumbatan/gagging dan
choking, penjeratan/strangulation, pencekikan/throttling,
gantung/hanging, penekanan dinding dada)
– Penyebab alamiah : penyakit misalnya laryngitis difteri,
fibrosis paru
– Keracunan : bahan sebabkan depresi pusat
napas/barbiturate, narkotika, karbon monoksida, hydrogen
sianida

Buku Ilmu Kedokteran Forensik, FKUI


ETIOLOGI ASFIKSIA
Mekanik • hambatan mekanik terhadap aliran udara dalam traktus respiratorik.

• Masuknya oksigen ke dalam paru dihambat oleh penyakit dari saluran


Patologis napas atas atau paru.
• Contoh: edema laring, spasme laring, tumor, abses

• Berhentinya pergerakan respiratorik akibat paralisis dari pusat


Toksik pernafasan pada kasus intoksikasi morfin atau barbiturat

• Bernafas pada lingkungan tercemar atau minim oksigen seperti


Lingkungan ketinggian, inhalasi CO2 atau gas lainnya

• Luka penetrans pada toraks yang menyebabkan pneumotoraks atau


Trauma emboli paru

• Pada pasien dengan penurunan kesadaran sehingga saluran napas


Postural tertutup

Iatrogenik • Dampak dari anestesi


ASFIKSIA MEKANIK
• Penutupan lubang saluran pernafasan bagian atas:
– Pembekapan (smothering)
– Penyumbatan/ penyumpalan (gagging , choking)
• Penekanan dinding saluran pernafasan:
– Penjeratan (strangulation)
– Pencekikan (manual strangulation)
– Gantung (hanging)
• External pressure of the chest yaitu penekanan dinding
dada dari luar.
• Drowning (tenggelam) yaitu saluran napas terisi air.
Mechanical
asphyxia

Obstructive Compressional
asphyxia asphyxia

Liquid Compressing the Compressing the


Compressing the
obstruction mouth and nose chest and
neck
(drowning) (smothering) abdomen

Solid obstruction
Strangulation:
(choking,
penjeratan
gagging)

Manual
strangulation:
pencekikan

Hanging
Fase gejala asfiksia
1. Fase dispnea  penuruna kadar O2 dan peningkatan
CO2 plasma merangsang pusat pernapasan 
amplitude dan frekuensi napas menigkat, nadi cepat,
tampak tanda sianosis muka dan tangan
2. Fase konvulsi  CO2 meningkat sebabkan rangsangan
SSP  kejang  spasme opistotonik, pupil dilatasi,
bradikardia, hipotensi akibat kekurangan oksigen
3. Fase apnea  Depresi pusat napas hebat hingga
berhenti, muncul relaksasi sfingter sebabkan
pengeluaran cairan sperma, urin, tinja
4. Fase akhir  Paralisis pusat napas lengkap

Buku Ilmu Kedokteran Forensik, FKUI


Pemeriksaan Luar Post Mortem
• Luka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru keunguan)
yang disebabkan tubuh mayat lebih membutuhkan HbCO2 daripada
HbO2.

• Tardieu’s spot pada konjungtiva bulbi dan palpebra. Tardieu’s spot


merupakan bintik-bintik perdarahan (petekie) akibat pelebaran
kapiler darah setempat.

• Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena


terhambatnya pembekuan darah dan meningkatnya
fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal ini akibat meningkatnya kadar
CO2 sehingga darah dalam keadaan lebih cair. Lebam mayat lebih
gelap karena meningkatnya kadar HbCO2..

• Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan
adanya fenomena kocokan pada pernapasan kuat.
Pemeriksaan Dalam Post Mortem
• Organ dalam tubuh lebih gelap & lebih berat dan ejakulasi
pada mayat laki-laki akibat kongesti / bendungan alat
tubuh & sianotik.
• Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih
cair.
• Tardieu’s spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea
apponeurotika, laring, kelenjar timus dan kelenjar tiroid.
• Busa halus di saluran pernapasan.
• Edema paru.
• Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti
fraktur laring, fraktur tulang lidah dan resapan darah pada
luka.
Asfiksia vs Vagal Reflex
• Secara umum, yang sering kali menjadi mekanisme
kematian (terutama pada kasus tenggelam) adalah asfiksia
dan vagal reflex.

• Refleks vagal terjadi sebagai akibat rangsangan pada nervus


vagus pada corpus caroticus (carotid body) di percabangan
arteri karotis interna dan eksterna yang akan menimbulkan
bradikardi dan hypotensi  menyebabkan sudden cardiac
arrest.

• Tidak ada pemeriksaan yang khas yang ditemukan pada


vagal reflex. Oleh karena itu, secara sederhana umumnya
disimpulkan bila tidak ada tanda asfiksia yang ditemukan,
maka mekanisme kematian adalah karena vagal reflex.
Penyumbatan/ Penyumpalan
(Gagging, Choking)
• Asfiksia mekanik yang terjadi akibat tertutupnya rongga
mulut oleh benda asing, misalnya sapu tangan, tissue,
makanan, dan sebagainya.

• Pemeriksaan luar yang ditemukan pada kasus


penyumpalan:
– Pemeriksaan luar menunjukkan hipoksia akibat asfiksia secara
umum.
– Memar atau lecet pada bagian tubuh akibat perkelahian dengan
pelaku dapat ditemukan
– Luka memar atau robek di rongga mulut dapat ditemukan
– Lengan atau tungkai kadang ditemukan dalam keadaan terikat
Penjeratan
JENIS PENJERATAN:
• Manual Strangulation :dilakukan dengan tangan dan
tangan tidak perlu melingkari leher korban.

• Palmar Strangulation :dilakukan dengan kedua tangan


,dimana tangan kanan pelaku ditekan horizontal pada
mulut korban dibantu tangan kiri yang menekan vertikal
sehingga telapak tangan kiri menekan leher korban bagian
depannya.

• Garroting atau penjeratan dengan alat: dilakukan dengan


menyerang korban dari belakang dan menjeratnya dengan
alat perjerat.
Ciri Penjeratan Dengan Alat
• Alat penjerat yang biasanya dibawa oleh pelaku seperti tali, kawat, dll.
Sedang, alat yang biasa dibawa korban seperti selendang, dasi, stocking
atau kain lainnya.
• Jumlah lilitan satu dengan simpul mati.
• Alat penjerat berjalan mendatar, luka lecet umumnya melingkari leher
secara keseluruhan.
• Dapat ditemukan luka bulan sabit, yang disebabkan oleh kuku (baik kuku
penjerat atau kuku korban)
• Patah tulang lidah (os. hyoid) tidak lazim kecuali didahului dengan
pencekikan.
• Bila mekanisme kematiannya asfiksia, akan ditemukan kelainan mayat
akibat mati lemas (lebam mayat yg lebih gelap dan luas, sianosis, bintik
pendarahan di mata, busa halus putih keluar dari mulut, darah tetap cair ,
dan sembabnya organ dalam tubuh)
• Bila mekanisme kematiannya refleks vagal, maka kelainan yang ditemukan
terbatas pada alat penjerat dengan luka lecet tekan akibat alat penjerat.
Ciri Penjeratan Dengan Tangan
(Pencekikan)
• Manual Strangulation biasa dilakukan bila korbanya lebih lemah dari
si pelaku, seperti orang tua, anak-anak, wanita gemuk.
• Adanya luka lecet pada bahu si pelaku berbentuk bulan sabit yang
disebabkan oleh kuku si pelaku.
• Patahnya tulang lidah disertai dengan resapan darah di jaringan
ikat dan otot sekitarnya.
• Sembabnya kutub pangkal tenggorokan (epiglotis) dan jaringan
longgar di sekitarnya dengan bintik-bintik pendarahan.
• Jika mekanisme kematiannya oleh asfiksia maka akan dijumpai
tanda-tanda asfiksia
• Jika mekanisme kematiannya inhibisi vagal, kelainan terbatas pada
bagian leher disertai tanda-tanda asfiksia.
• Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pencekikan sekitar 30
detik-beberapa menit.
Pembekapan
• Obstruksi mekanik aliran udara dari
lingkungan sekitar ke dalam mulut dan atau
rongga hidung, yang menghambat pemasukan
udara ke paru-paru, dengan cara menutup
mulut dan hidung. Penutupan lubang hidung
dan mulut bisa menggunakan tangan, bantal,
atau kantong plastik.
PENGGANTUNGAN (HANGING)
• Penggantungan (Hanging) adalah suatu keadaan
dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat penjerat
yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau
sebagian.

• Alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat badan


sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada
leher. Umumnya penggantungan melibatkan tali, tapi
hal ini tidaklah perlu. Penggantungan yang terjadi
akibat kecelakaan bisa saja tidak terdapat tali.
Gantung/hanging
• Beda dengan penjeratan dimana asal tenaga dari
luar, maka kasus gantung tenaga dari berat badan
korban
• Mekanisme kematian:
– Kerusakan batang otak dan medulla spinalis
dislokasi atau fraktur vertebra ruas leher, misalnya
hukum gantung dijatuhkan dari ketinggian 2 meter
mendadak akan sebabkan terpisahnya vertebra C2-C3
atau C3-C4
– Asfiksia, akibat hambatan udara pernapasan
– Iskemia otak akibat hambatan aliran arteri leher
– Refleks vagal

Buku Ilmu Kedokteran Forensik, FKUI


Tipe Penggantungan
• Suicidal hanging (gantung diri)
– Paling banyak ditemui
– Korban bunuh diri
• Accidental hanging
– Lebih banyak ditemukan pada anak-anak utamanya pada umur antara 6-12 tahun.
Tidak ditemukan alasan untuk bunuh diri karena pada usia itu belum ada tilikan
dari anak untuk bunuh diri. Hal ini terjadi akibat kurangnya pengawasan dari orang
tua.
– Pada orang dewasa, bisa terjadi akibat pelampiasan nafsu seksual yang
menyimpang.
• Homicidal hanging
– Pembunuhan yang dilakukan dengan metode menggantung korban.
– Biasanya dilakukan bila korbannya anak-anak atau orang dewasa yang kondisinya
lemah baik oleh karena penyakit atau dibawah pengaruh obat, alcohol, atau korban
sedang tidur.
10. Pelanggaran dalam pelayanan
kedokteran

Hingga
teguran/pencabu
Pelanggaran ETIK
Kewajiban Umum Kewajiban thd Pasien Kewajiban thd teman sejawat & diri sendiri

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya
dan mengamalkan sumpah dokter. mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan. (pasal
(pasal 1) untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak 18)
mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia
wajib merujuk pasien kepada dokter yang
mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
(pasal 14)

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, Setiap dokter harus memberikan kesempatan Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien
seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan
sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dengan keluarga dan penasehatnya dalam atau berdasarkan prosedur yang etis. (pasal 19)
dan kemandirian profesi. (Pasal 3) beribadat dan atau dalam masalah lainnya. (pasal
15)

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu Setiap dokter harus memelihara kesehatannya,
perbuatan yang bersifat memuji diri. (pasal 4) yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan supaya dapat bekerja dengan baik. (pasal20)
juga setelah pasien itu meninggal dunia. (pasal 16)

Seorang dokter harus menghormati hak-hak Setiap dokter wajib melakukan pertolongan
pasien, hak-hak sejawatnya, dan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan
kepercayaan pasien mampu memberikannya. (pasal 17)
(pasal 10)

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para


pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya
serta masyarakat, harus saling menghormati.
(pasal Kode
13) Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman pelaksaan Kode Etik Kedokteran
Indonesia. Fakultas Kedokteran USU : Kode Etik Kedokteran ; 2004.
Pelanggaran ETIK

Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman pelaksaan Kode Etik Kedokteran
Indonesia. Fakultas Kedokteran USU : Kode Etik Kedokteran ; 2012.
Pelanggaran Disiplin

Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia. KKI. 2011


Pelanggaran Hukum
TO 2
11. DESAIN PENELITIAN
Secara umum dibagi menjadi 2:
• DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan
frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi
DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas X.

• ANALITIK: mencari hubungan antara paparan


dengan penyakit. Misalnya penelitian
hubungan antara obesitas dengan DM tipe 2.
DESAIN PENELITIAN

STUDY
DESIGNS

Analytical Descriptive

Case report (E.g. Cholera)

Case series
Observational Experimental
Cross-sectional

1. Cross-sectional Clinical trial (parc vs. aspirin


in Foresterhill)
2. Cohort
3. Case-control Field trial (preventive
programmes )
4. Ecological
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
Cross-sectional
– Pajanan/ faktor risiko dan outcome dinilai dalam waktu
yang bersamaan.

Cohort study
– Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti
sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome
terjadi atau tidak.

Case-control study
– Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali
riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor
risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional

PAST PRESENT FUTURE


Time
Assess exposure
Cross -sectional study and outcome

Assess Known
Case -control study exposure outcome

Known Assess
Prospective cohort exposure outcome

Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam
satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak
berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat
ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini
secara bersamaan.

• Bila menggunakan desain case control, dimulai dengan


peneliti menentukan subyek anak 1-3 tahun yang
pernah mengalami diare dengan yang tidak pernah
mengalami diare. Kemudian ibu diwawancara apakah
sebelumnya memberi ASI eksklusif atau tidak.
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain kohort (prospektif), maka dimulai
dengan peneliti mengumpulkan subyek penelitian berusia 6
bulan yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Kemudian, subyek tersebut diamati selama 1
tahun untuk dilihat apakah mengalami diare atau tidak.

• Bila menggunakan desain kohort (retrospektif), dari catatan


rekam medis RS tahun 2015 dimulai dengan dikumpulkan
data bayi yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Kemudian rekam medis ditelusuri, dari tahun
2015-2016 apakah subyek pernah mengalami diare atau
tidak.
Desain Case Control

KELEBIHAN: KEKURANGAN:
• Dapat membuktikan • Pengukuran variabel secara
hubungan sebab-akibat. retrospektif, sehingga
• Tidak menghadapi kendala rentan terhadap recall bias.
etik, seperti halnya • Kadang sulit untuk memilih
penelitian kohort dan subyek kontrol yang
eksperimental. memiliki karakter serupa
• Waktu tidak lama, dengan subyek kasus
dibandingkan desain kohort. (case)nya.
• Mengukur odds ratio (OR).
Desain Kohort
KELEBIHAN: KEKURANGAN:
• Mengukur angka insidens. • Memerlukan waktu penelitian
• Keseragaman observasi yang relative cukup lama.
terhadap faktor risiko dari • Memerlukan sarana dan
waktu ke waktu sampai terjadi prasarana serta pengolahan
outcome, sehingga merupakan data yang lebih rumit.
cara yang paling akurat untuk • Kemungkinan adanya subyek
membuktikan hubungan penelitian yang drop out/ loss
sebab-akibat. to follow up besar.
• Mengukur Relative Risk (RR). • Menyangkut masalah etika
karena faktor risiko dari
subyek yang diamati sampai
terjadinya efek, menimbulkan
ketidaknyamanan bagi subyek.
Prinsip
Kohort

• Studi kohort selalu dimulai dari subyek yang tidak sakit. Kelompok subyek
dibagi menjadi subyek yang terpajan dan tidak terpajan. Kemudian
dilakukan pengamatan sampai terjadinya penyakit atau sampai waktu
yang ditentukan.
Kohort Prospektif vs Retrospektif
• Baik kohort prospektif
maupun retrospektif selalu
dimulai dari menjadi subyek
yang tidak sakit.

• Kohort prospektif dimulai


saat ini dan diikuti ke depan
sampai terjadi penyakit.

• Pada kohort retrospektif,


peneliti “kembali ke masa
lalu” melalui rekam medik,
mencari subyek yang sehat
pada tahun tertentu
kemudian mengikuti
perkembangannya melalui
catatan rekam medik hingga
terjadinya penyakit.
12. UJI DIAGNOSTIK
SAKIT (+) SAKIT (-)

HASIL TEST (+) True Positive (TP) False Positive (FP)

HASIL TEST (-) False Negative (FN) True Negative (TN)

Kemampuan tes untuk TP


SENSITIVITAS = mendeteksi orang yang
sakit dengan benar. TP+FN

Kemampuan tes untuk


mendeteksi orang yang TN
S P E S I F I S I TA S =
tidak sakit dengan FP+TN
benar.
UJI DIAGNOSTIK
SAKIT (+) SAKIT (-)

HASIL TEST (+) True Positive (TP) False Positive (FP)

HASIL TEST (-) False Negative (FN) True Negative (TN)

POSITIVE Persentase pasien TP


PREDICTIVE VALUE dengan hasil test (+)
= yang benar-benar sakit TP+FP

NEGATIVE Persentase pasien


TN
PREDICTIVE VALUE dengan hasil test(-) yang
= benar-benar tidak sakit FN+TN
SENSITIVITAS, SPESIFISITAS, PPV, NPV
Rule of thumb:
• Sensitivitas dan spesifisitas TIDAK DIPENGARUHI oleh
prevalensi penyakit di wilayah tempat alat diagnostik
digunakan.
• Sedangkan, PPV dan NPV DIPENGARUHI oleh
prevalensi penyakit di wilayah tempat alat diagnostik
digunakan.
– Pada tempat dengan prevalensi tinggi, PPV akan semakin
tinggi. Pada tempat dengan prevalensi rendah, PPV akan
rendah.
– Sebaliknya, NPV akan semakin rendah pada tempat
dengan prevalensi tinggi. Dan NPV akan tinggi pada tempat
dengan prevalensi rendah.
13. PELAPORAN KLB

Alur pelaporan KLB adalah sebagai berikut:

Dinkes Dinkes Kementerian


Masyarakat Puskesmas
Kabupaten Propinsi Kesehatan
Formulir
Laporan KLB
Laporan Puskesmas ke Dinas Kesehatan
Laporan W1(Laporan Wabah) Laporan W2
• Isi Laporan: Tempat KLB, Jumlah • Laporan mingguan KLB.
P/M, Gejala/tanda-tanda. • Isi laporan : jumlah penderita dan
• Dalam jangka waktu 24 jam kematian PMTKLB selama satu
setelah mengetahui kepastian minggu yang tercatat di
(hasil pengecekan lapangan) Puskesmas.
adanya tersangka KLB. • Pembuatan laporan setiap
• Selain melalui pos, penyampaian minggu.
isi laporan dapat dilakukan • Pengiriman laporan : setiap
dengan sarana komunikasi cepat Senin/Selasa.
lainnya, sesuai situasi dan kondisi • Pembuat laporan : Kepala
yang ada. Puskesmas.
• Pembuat laporan: Kepala
Puskesmas.
Kriteria KLB (Permenkes 1501, tahun 2010)
• Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada
atau tidak dikenal pada suatu daerah
• Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun
waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis
penyakitnya
• Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut
jenis penyakitnya
• Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah
per bulan dalam tahun sebelumnya
• Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya
• Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen)
atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit
periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
• Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu
periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
Permenkes RI
No.1501/MENKES/PER/X/2010
• Upaya penanggulangan wabah:
– penyelidikan epidemiologis;
– pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi
penderita, termasuk tindakan karantina;
– pencegahan dan pengebalan;
– pemusnahan penyebab penyakit;
– penanganan jenazah akibat wabah;
– penyuluhan kepada masyarakat;

Permenkes RI No.1501/MENKES/PER/X/2010
Permenkes RI No.
1501/MENKES/Per/X/2010
Pasal 13
1) Penanggulangan KLB/Wabah dilakukan secara terpadu
oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
2) Penanggulangan KLB/Wabah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
– penyelidikan epidemiologis;
– pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi
penderita, termasuk tindakan karantina;
– pencegahan dan pengebalan;
– pemusnahan penyebab penyakit;
– penanganan jenazah akibat wabah;
– penyuluhan kepada masyarakat;

Permenkes RI No.1501/MENKES/PER/X/2010
Permenkes RI No.
1501/MENKES/Per/X/2010
Pasal 13
3) Upaya penanggulangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf g antara lain berupa meliburkan sekolah untuk
sementara waktu, menutup fasilitas umum untuk sementara
waktu, melakukan pengamatan secara intensif/surveilans selama
terjadi KLB serta melakukan evaluasi terhadap upaya
penanggulangan secara keseluruhan.
4) Upaya penanggulangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilakukan sesuai dengan jenis penyakit yang menyebabkan
KLB/Wabah.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan penanggulangan
KLB/Wabah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum
dalam Lampiran Peraturan ini.

Permenkes RI No.1501/MENKES/PER/X/2010
Lampiran Bab IV Permenkes 1501
tahun 2010
• Penanggulangan KLB/wabah meliputi
penyelidikan epidemiologi dan surveilans;
penatalaksanaan penderita; pencegahan dan
pengebalan; pemusnahan penyebab penyakit;
penanganan jenazah akibat wabah;
penyuluhan kepada masyarakat; dan upaya
penanggulangan lainnya.

Permenkes RI No.1501/MENKES/PER/X/2010
1. Penyelidikan epidemiologi dan
surveilans
Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan sesuai dengan
perkembangan penyakit dan kebutuhan upaya
penanggulangan wabah.
Tujuan dilaksanakan penyelidikan epidemiologi
setidaknya-tidaknya untuk :
a) Mengetahui gambaran epidemiologi wabah;
b) Mengetahui kelompok masyarakat yang terancam
penyakit wabah;
c) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya penyakit wabah termasuk sumber dan cara
penularan penyakitnya
d) Menentukan cara penanggulangan wabah.

Permenkes RI No.1501/MENKES/PER/X/2010
2. Penatalaksanaan Penderita
Secara umum, penatalaksanaan penderita setidak-tidaknya meliputi
kegiatan sebagai berikut :
a) Mendekatkan sarana pelayanan kesehatan sedekat mungkin dengan
tempat tinggal penduduk di daerah wabah
b) Melengkapi sarana kesehatan tersebut dengan tenaga dan peralatan
untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan,
c) Mengatur tata ruang dan mekanisme kegiatan di sarana kesehatan
agar tidak terjadi penularan penyakit, baik penularan langsung
maupun penularan tidak langsung.
d) Penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan
dan berperan aktif dalam penemuan dan penatalaksanaan penderita
di masyarakat.
e) Menggalang kerja sama pimpinan daerah dan tokoh masyarakat serta
lembaga swadaya masyarakat untuk melaksanakan penyuluhan
kepada masyarakat.
Apabila diperlukan dapat dilakukan tindakan isolasi, evakuasi dan
karantina

Permenkes RI No.1501/MENKES/PER/X/2010
3. Pencegahan dan Pengebalan
Tindakan pencegahan dan pengebalan dilaksanakan sesuai dengan
jenis penyakit wabah serta hasil penyelidikan epidemiologi, antara lain:
a) Pengobatan penderita sedini mungkin agar tidak menjadi sumber
penularan penyakit, termasuk tindakan isolasi dan karantina.
b) Peningkatan daya tahan tubuh dengan perbaikan gizi dan
imunisasi.
c) Perlindungan diri dari penularan penyakit, termasuk menghindari
kontak dengan penderita, sarana dan lingkungan tercemar,
penggunaan alat proteksi diri, perilaku hidup bersih dan sehat,
penggunaan obat profilaksis.
d) Pengendalian sarana, lingkungan dan hewan pembawa penyakit
untuk menghilangkan sumber penularan dan memutus mata
rantai penularan.

Permenkes RI No.1501/MENKES/PER/X/2010
4. Pemusnahan penyebab penyakit
Pemusnahan penyebab penyakit.
a) Tindakan pemusnahan penyebab penyakit wabah dilakukan
terhadap bibit penyakit/kuman penyebab penyakit, hewan,
tumbuhan dan atau benda yang mengandung penyebab penyakit
tersebut.
b) Pemusnahan bibit penyakit/kuman penyebab penyakit dilakukan
pada permukaan tubuh manusia atau hewan atau pada benda
mati lainnya, termasuk alat angkut, yang dapat menimbulkan
risiko penularan sesuai prinsip hapus hama (desinfeksi) menurut
jenis bibit penyakit/kuman.
c) Pemusnahan hewan dan tumbuhan yang mengandung bibit
penyakit/kuman penyebab penyakit dilakukan dengan cara yang
tidak menyebabkan tersebarnya penyakit, yaitu dengan dibakar
atau dikubur sesuai jenis hewan/tumbuhan.

Permenkes RI No.1501/MENKES/PER/X/2010
5. Penanganan Jenazah
Terhadap jenazah akibat penyakit wabah, perlu penanganan
secara khusus menurut jenis penyakitnya untuk
menghindarkan penularan penyakit pada orang lain.
Penanganan jenazah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a) Harus memperhatikan norma agama, kepercayaan, tradisi,
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b) Pemeriksaan terhadap jenazah dilakukan oleh petugas
kesehatan.
c) Penghapushamaan bahan-bahan dan alat yang digunakan
dalam penanganan jenazah dilakukan oleh petugas
kesehatan.

Permenkes RI No.1501/MENKES/PER/X/2010
6. Penyuluhan kepada masyarakat
• Penyuluhan kepada masyarakat dilakukan oleh
petugas kesehatan dengan mengikutsertakan
instansi terkait lain, pemuka agama, pemuka
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat
menggunakan berbagai media komunikasi
massa agar terjadi peningkatan kewaspadaan
dan peran aktif masyarakat dalam upaya
penanggulangan wabah.

Permenkes RI No.1501/MENKES/PER/X/2010
Penanggulangan Penyakit Menular
(PMK No. 82 Pasal 11)
Ayat 1
• Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan
dalam penanggulangan penyakit menular dilakukan
melalui kegiatan:
– Promosi kesehatan
– Surveilans kesehatan
– Pengendalian faktor risiko
– Penemuan kasus
– Penanganan kasus
– Pemberian kekebalan (imunisasi)
– Pemberian obat pencegahan massal
– Kegiatan lain yang ditetapkan Menteri Kesehatan

PMK No. 82 tentang Penanggulangan Penyakit Menular


PMK No. 82 Pasal 11
Ayat 2
• Dalam hal penanggulangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dimaksudkan untuk menghadapi potensi
wabah, terhadap kelompok masyarakat yang terjangkit
Penyakit Menular dilakukan kegiatan sebagai berikut:
a. penemuan penderita di fasilitas pelayanan
kesehatan
b. penyelidikan epidemiologi;
c. pengobatan massal;
d. pemberian kekebalan massal; dan
e. intensifikasi pengendalian faktor risiko.
14. PROPORSI DAN RASIO
• Proporsi: perbandingan yang pembilangnya
merupakan bagian dari penyebut. Proporsi
digunakan untuk melihat komposisi suatu
variabel dalam populasi.
– Rumus proporsi: x/ (x+y)

• Rasio: perbandingan dua bilangan yang tidak


saling tergantung. Ratio digunakan untuk
menyatakan besarnya kejadian.
– Rumus rasio: x/y
Soal
2012 2013
Suspek TB 1000 750
Pasien BTA(+) 150 125
Pasien yang mendapat 250 200
OAT

• Proporsi dari TB BTA positif di antara suspek tahun 2012:


jumlah pasien TB BTA positif x 100%
jumlah seluruh suspek
= 150/1000 x 100%
= 15%
15. Suspect VS Probable VS
Confirmed Case
• Definisi suatu suspect, probable dan confirmed
bervariasi bedasarkan etiologi yang mendasari
• Definisi secara umum:
– Suspect case  manifestasi klinis (+), namun tidak
ada pemeriksaan penunjang
– Probable case  manifestasi klinis (+), hasil
pemeriksaan penunjang mengarahkan ke diagnosis
namum tidak mengkonfirmasi etiologi
– Confirmed case  manifestasi klinis (+), pemeriksaan
penunjang mengkonfirmasi etiologi
DEFINISI KASUS PADA MERS-COV
Patients under investigation (PUI)
Clinical Features Epidemiologic Risk
Severe illness and A history of travel from countries in or near the Arabian
1 2
Fever and pneumonia or acute respiratory Peninsula within 14 days before symptom onset, or close
3
distress syndrome (based on clinical or contact with a symptomatic traveler who developed
1
radiological evidence) fever and acute respiratory illness (not necessarily
pneumonia) within 14 days after traveling from countries in
2
or near the Arabian Peninsula .
– or –
A member of a cluster of patients with severe acute
1
respiratory illness (e.g., fever and pneumonia requiring
hospitalization) of unknown etiology in which MERS-CoV is
being evaluated, in consultation with state and local health
departments in the US.
Milder illness and A history of being in a healthcare facility (as a patient,
1
Fever and symptoms of respiratory illness (not worker, or visitor) within 14 days before symptom onset in a
2
necessarily pneumonia; e.g., cough, shortness of country or territory in or near the Arabian Peninsula in
breath) which recent healthcare-associated cases of MERS have
been identified.
1 3
Fever or symptoms of respiratory illness (not and Close contact with a confirmed MERS case while the case
necessarily pneumonia; e.g., cough, shortness of was ill.
breath)
Confirmed Case:
• A confirmed case is a person with laboratory confirmation of MERS-
CoV infection. Confirmatory laboratory testing requires a positive
PCR on at least two specific genomic targets or a single positive
target with sequencing on a second.

Probable Case:
• A probable case is a PUI with absent or inconclusive laboratory
results for MERS-CoV infection who is a close contact3 of a
laboratory-confirmed MERS-CoV case. Examples of laboratory
results that may be considered inconclusive include a positive test
on a single PCR target, a positive test with an assay that has limited
performance data available, or a negative test on an inadequate
specimen.

Non-case:
• Any suspected or probable case with a negative laboratory result.
16. Korelasi Pearson vs Regresi Linier
• Penelitian yang meneliti hubungan antara dua
variabel, di mana kedua variabel bersifat
numerik, dapat menggunakan korelasi Pearson
dan regresi linier.

• Korelasi pearson digunakan untuk mengetahui


arah dan kekuatan hubungan antara kedua
variabel. Sedangkan regresi linier digunakan
untuk memprediksi nilai variabel dependen
melalui variabel independen (dinyatakan dalam
persamaan Y = a + bX).
Korelasi Pearson vs Regresi Linier
• Contohnya penelitian ingin mengetahui
hubungan berat badan dan tekanan darah.
– Hasil uji korelasi Pearson didapatkan r =+0,8, artinya
terdapat hubungan kuat bahwa semakin tinggi berat
badan, semakin tinggi pula tekanan darah. Sebaliknya,
bila didapatkan nilai r=-(0,8), artinya terdapat
hubungan kuat bahwa semakin tinggi berat badan,
semakin rendah tekanan darah.
– Bila menggunakan regresi linier, akan didapatkan
persamaan untuk memprediksi nilai tekanan darah
melalui berat badan. Misalnya tekanan darah sistolik =
20 + (2 x berat badan).
KOEFISIEN KORELASI
• Penelitian yang meneliti hubungan antara dua variabel numerik
menggunakan uji Korelasi Pearson. Hasil uji korelasi Pearson
dinyatakan dalam R (koefisen korelasi) sebagai berikut:

Prinsip:
Nilai koefisien korelasi berkisar antara 0 sampai 1. Nol berarti tidak ada korelasi sama sekali,
sedangkan satu menandakan korelasi sempurna. Koefisien korelasi yang semakin mendekati
angka 1, menunjukkan semakin kuat korelasi .
Contoh Uji Korelasi
• Misalnya pada penelitian yang ingin mengetahui
hubungan antara kolesterol total (mg/dL) dengan
tekanan darah sistolik (mmHg) didapatkan nilai R-nya
sebesar 0,8.

• Hal ini berarti terdapat korelasi kuat antara kolesterol


total dan tekanan darah sistolik (semakin tinggi
kolesterol, semakin tinggi tekanan darah sistolik).

• Namun apakah hasil tersebut bermakna secara statistik


atau hanya merupakan kebetulan saja (ada
kemungkinan tidak sesuai dengan kenyataan di
populasi)?  Harus diliihat nilai p-nya.
17. Langkah Menentukan Uji Statistik
• Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik)

• Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah


variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila
kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah
memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan
soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa
variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi
persyaratan chi square.

• Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.


TABEL UJI HIPOTESIS
VARIABEL
U J I S TAT I S T I K U J I A LT E R N AT I F
INDEPENDEN DEPENDEN

Fisher (digunakan untuk tabel


Kategorik Kategorik Chi square 2x2)*
Kolmogorov-Smirnov
(digunakan untuk tabel bxk)*

Kategorik T-test independen Mann-Whitney**


Numerik
(2 kategori)
T-test berpasangan Wilcoxon**

One Way Anova (tdk


Kruskal Wallis**
Kategorik berpasangan)
Numerik
(>2 kategori) Repeated Anova
Friedman**
(berpasangan)
Numerik Numerik Korelasi Pearson Korelasi Spearman**
Regresi Linier
Keterangan:
* : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi
**: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
Syarat Uji Chi Square
• Tidak ada cell dengan nilai frekuensi kenyataan atau
disebut juga Actual Count (F0) sebesar 0 (Nol).
• Apabila bentuk tabel kontingensi 2 X 2, maka tidak boleh
ada 1 cell saja yang memiliki frekuensi harapan atau
disebut juga expected count (“Fh”) kurang dari 5.
• Apabila bentuk tabel lebih dari 2 x 2, misak 2 x 3, maka
jumlah cell dengan frekuensi harapan yang kurang dari 5
tidak boleh lebih dari 20%.

Bila tidak memenuhi salah satu atau lebih persyaratan


di atas, maka uji chi square tidak dapat digunakan.
One Sample vs Two Sample T-Test
One sample T-test Two Sample T-test
• Mengetahui perbedaan mean • Mengetahui apakah terdapat
(rerata) satu kelompok perbedaan mean antara dua
dibandingkan dengan mean kelompok populasi.
yang sudah ditetapkan peneliti
atau mean sudah diketahui di • Misalnya penelitian ingin
populasi. mengetahui apakah terdapat
perbedaan mean GDS dari
• Misalnya penelitian tentang kelompok pasien DM yang
mean gula darah sewaktu (GDS) diberi metformin dengan
pada pasien DM yang diberi kelompok pasien DM yang
metformin. Contoh pertanyaan diberi insulin?
penelitiannya adalah: apakah
mean GDS pasien DM yang
diberi metformin lebih dari 200
mg/dl?
Independent vs Paired T-Test
Independent T-test Paired T-test
• Prinsipnya adalah setiap • Prinsipnya adalah setiap
subjek hanya dilakukan 1 kali subjek dilakukan pengukuran
pengukuran. lebih dari 1 kali.

• Contoh: penelitian obat A dan • Contoh: penelitian obat A dan


obat B terhadap kadar obat B terhadap kadar
kolesterol. Subyek dibagi dua kolesterol. Subyek dibagi dua
kelompok, kelompok pertama kelompok, kelompok pertama
diberi obat A dan kelompok diberi obat A dan kelompok
kedua diberi obat B. setelah 3 kedua diberi obat B. Sebelum
bulan, tiap subyek diukur mulai penelitian, tiaap subyek
kadar kolesterolnya. diukur kadar kolesterolnya.
setelah 3 bulan, tiap subyek
diukur kadar kolesterolnya
lagi.
Normality Test
Kolmogorov Smirnov Shapiro Wilk
• Null hypothesis dari tes ini • Shapiro Wilk lebih superior
adalah data sampel berasal dalam mendeteksi distribusi
dari populasi dengan distribusi sampel
yang identical atau sama. • Null hypothesis dari Shapiro
(distribusi normal) Wilk adalah populasi sampel
• Jadi jika p value lebih kecil dari terdistribusi secara normal,
nilai alfa yang kita tentukan • jadi jika p value lebih kecil
(biasa 0.05) maka null daripada nilai alfa yang kita
hypothesis ditolak dan data tentukan (biasa 0.05) maka
yang diuji ini tidak memiliki hipotesis null ditolak dan data
distribusi yang normal. yang diuji ini tidak terdistribusi
secara normal dan sebaliknya.
18. Prinsip BPJS
(UU No. 24 Thn 2011 pasal 4)
Kegotong- • prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban
biaya jaminan sosial  kewajiban setiap peserta membayar
royongan iuran sesuai dengan tingkat gaji/tingkat penghasilan.

• prinsip pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan


Nirlaba hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-
besarnya dari seluruh peserta.

• prinsip mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan


Keterbukaan jelas bagi setiap peserta.

Kehati-hatian • prinsip pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib.
Prinsip BPJS
(UU No. 24 Thn 2011 pasal 4)
• prinsip pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat
Akuntabilitas
dan dapat dipertanggungjawabkan.

• prinsip memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta


Portabilitas berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

• prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta jaminan


Kepesertaan Bersifat Wajib
sosial.

• iuran dan hasil pengembangannya merupakan dana titipan dari peserta


Dana Amanat untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan peserta jaminan
sosial.

Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial


dipergunakan seluruhnya untuk • hasil berupa deviden dari pemegang saham yang dikembalikan untuk
pengembangan program dan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.
sebesar besar kepentingan peserta
19. KEPESERTAAN BPJS KESEHATAN
PESERTA PBI
• Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah peserta
Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan
orang tidak mampu sebagaimana
diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayari
Pemerintah sebagai peserta program Jaminan
Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin
yang ditetapkan oleh Pemerintah dan diatur
melalui Peraturan Pemerintah.

http://www.jkn.kemkes.go.id/detailfaq.php?id=9
Siapa Yang Dianggap Miskin dan Tidak
Mampu? (9 dari 14 harus dipenuhi)
• Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang
• Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
• Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
• Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain.
• Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
• Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan.
• Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah
• Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali seminggu.
• Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
• Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari
• Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik
• Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh
bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan
• Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ tamat SD.
• Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit/
non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

http://www.pasienbpjs.com/2016/04/cara-menjadi-peserta-bpjs-pbi.html
HAK KELAS PESERTA BPJS
• Dibagi menjadi kelas I, II, III.

• Tidak ada peserta BPJS kesehatan yang berhak


atas kelas VIP.
– Peserta yang ingin dirawat di kelas VIP harus iur
biaya (membayar selisih biaya kamar rawat inap
VIP dengan biaya kamar yang menjadi hak
kelasnya).
– Peserta PBI tidak boleh naik kelas. Jika tetap naik
kelas, hak PBInya akan gugur.
HAK KELAS PESERTA BPJS
KELAS 1
1. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;

2. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil
golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;

3. Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya;

4. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan;

5. Peserta Pekerja Penerima Upah selain di atas (no 1-4) dan Pegawai Pemerintah Non
Pegawai Negeri dengan Gaji atau Upah di atas Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah) sampai
dengan Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah); dan

6. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran
untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I

https://www.panduanbpjs.com/penjelasan-ruang-perawatan-masing-masing-kelas-bpjs-kesehatan/
HAK KELAS PESERTA BPJS
KELAS 2
1. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan
golongan ruang II beserta anggota keluarganya;

2. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya;

3. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil
golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya;

4. Peserta Pekerja Penerima Upah selain pada poin 1 sampai dengan 3 di atas dan Pegawai
Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan Gaji atau Upah sampai dengan Rp 4.000.000,00
(empat juta rupiah); dan

5. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran
untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II.

https://www.panduanbpjs.com/penjelasan-ruang-perawatan-masing-masing-kelas-bpjs-kesehatan/
HAK KELAS PESERTA BPJS
KELAS 3
Peserta PBI Jaminan Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah;
dan

Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran
untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III

https://www.panduanbpjs.com/penjelasan-ruang-perawatan-masing-masing-kelas-bpjs-kesehatan/
20. PELAYANAN YANG DIJAMIN BPJS
KESEHATAN

Di Faskes Primer Di Rumah Sakit


• Pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter
• Pelayanan promotif dan preventif; spesialis dan subspesialis;
• Pemeriksaan, pengobatan, dan • Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun
non bedah sesuai dengan indikasi medis;
konsultasi medis; • Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
• Tindakan medis non spesialistik, • Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai
dengan indikasi medis;
baik operatif maupun non operatif; • Rehabilitasi medis;
• Pelayanan obat dan bahan medis • Pelayanan darah;
habis pakai; • Pelayanan kedokteran forensik klinik;
• Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal
• Transfusi darah sesuai dengan setelah dirawat inap di fasilitas kesehatan yang
kebutuhan medis; bekerjasama dengan bpjs kesehatan, berupa
pemulasaran jenazah tidak termasuk peti mati dan
• Pemeriksaan penunjang diagnostik mobil jenazah;
laboratorium tingkat pratama; dan • Perawatan inap non intensif; dan
• Perawatan inap di ruang intensif.
• Rawat Inap Tingkat Pertama sesuai
dengan indikasi medis.

Perpres 12 Tahun 2013, Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2014


Pelayanan Yang Tidak Dijamin Oleh
BPJS Kesehatan
• Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa • Gangguan kesehatan/penyakit akibat
melalui prosedur sebagaimana diatur dalam ketergantungan obat dan/ atau alkohol;
peraturan yang berlaku; • Gangguan kesehatan akibat sengaja
• Pelayanan kesehatan yang dilakukan di menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan
fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama hobi yang membahayakan diri sendiri;
dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam • Pengobatan komplementer, alternatif dan
keadaan darurat; tradisional, termasuk akupuntur, shin she,
• Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh chiropractic, yang belum dinyatakan efektif
program jaminan kecelakaan kerja terhadap berdasarkan penilaian teknologi kesehatan
penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja (health technology assessment);
atau hubungan kerja sampai nilai yang • Pengobatan dan tindakan medis yang
ditanggung oleh program jaminan kecelakaan dikategorikan sebagai percobaan
kerja; (eksperimen);
• Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh • Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi,
program jaminan kecelakaan lalu lintas yang dan susu;
bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung • Perbekalan kesehatan rumah tangga;
oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas;
• Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar • Pelayanan kesehatan akibat bencana pada
negeri; masa tanggap darurat, kejadian luar
biasa/wabah; dan
• Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik; • Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada
• Pelayanan untuk mengatasi infertilitas; hubungan dengan manfaat jaminan
• Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi); kesehatan yang diberikan.
• Klaim perorangan.

Perpres 12 Tahun 2013, Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2014


Persalinan & Ambulans: Apakah
Ditanggung BPJS Kesehatan?
• Persalinan yang ditanggung BPJS Kesehatan di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama maupun
Tingkat Lanjutan adalah persalinan sampai
dengan anak ketiga tanpa melihat anak hidup/
meninggal.

• Ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan


dari Fasilitas Kesehatan satu ke fasilitas kesehatan
lainnya, dengan tujuan menyelamatkan nyawa
pasien

Perpres 12 Tahun 2013, Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2014


21. Pengurusan BPJS Bayi dalam
Kandungan (Aturan Lama)
Menurut Peraturan BPJS No 23 Tahun 2015 Bayi didalam kandungan
bisa didaftakan oleh ibunya atau keluarganya selambat-lambatnya 14
hari sebelum bayi dilahirkan dari mulai 7-8 bulan usia kandungan,
dengan ketentuan sebagai berikut:
• 1. Bayi yang bisa didaftarkan adalah bayi dari seorang ibu yang
statusnya sebagai kelompok pekerja bukan penerima upah (PBPU)
atau BPJS mandiri bukan peserta BPJS perusahaan.
• 2. Usia kandungan sudah cukup umur dengan ditandai adanya
denyut jantung dari bayi yang masih didalam kandungan, dengan
melampirkan surat pengantar dari dokter
• 3. Data nama peserta BPJS yang diberikan untuk bayi yang masih
didalam kandungan akan mengatasnamakan Bayi Nyonya
Nama_ibu_kandung
• 4. Data Untuk No KK (Kartu keluarga) dari bayi yang
didaftarkan akan menggunakan No KK yang digunakan
oleh orang tuanya.
• 5. Untuk mengisi biodata tanggal lahir, diisi dengan
tanggal ketika melakukan pendaftaran.
• 6. Jenis kelamin harus sesuai dengan hasil pemeriksaan
USG,
• 7. Kelas Perawatan yang harus dipilih untuk peserta BPJS
bayi yang masih dalam kandungan harus sama dengan
kelas rawat ibu kandungnya.
• 8. Perubahan identitas Peserta BPJS untuk bayi yang
masih didalam kandungan harus segera diubah ketika
setidaknya usia bayi kurang dari 3 bulan, artinya jika bayi
tersebut sudah dilahirkan, anda sebagai orang tuanya
harus segera melakukan perubahan identitas peserta
BPJS untuk bayi tersebut paling lambat 3 bulan setelah
bayi tersebut dilahirkan.
• 9. Jika dalam rentang 3 bulan setelah dilahirkan tidak melakukan
perubahan identitas kepesertaan BPJS. maka pelayanan BPJS
untuk bayi tersebut dihentikan, dan status kepesertaan BPJS
untuk bayi tersebut dinyatakan tidak Aktif.
• 10. Pendaftaran bayi didalam kandungan tidak dapat dilakukan
untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang didaftarkan
oleh pemda. atau peserta yang masuk dalam pengecualian
peraturan direksi No 211Tahun 2014 tentang petunjuk teknis
mengenai penjaminan peserta perorangan BPJS kesehatan.
• Persyaratan datas hanya berlaku untuk Ibu atau orang tua bayi
yang kebetulan menjadi peserta BPJS Mandiri (Mendaftar BPJS
oleh pribadi) bukan peserta BPJS yang didaftarkan oleh
Perusahaan.
• Selain jenis peserta di atas hanya bisa mendaftarkan bayinya
ketika baru dilahirkan dengan masa tenggang selama 3 x 24 jam.
ATURAN LAMA PENDAFTARAN BPJS
BAYI BARU LAHIR
• mendaftarkan bayinya setelah dilahirkan dengan masa
tenggang selama 3 x 24 jam.
Bayi dari orang tua peserta • Jika bayi terdaftar setelah 3 x 24 jam, maka biaya atas
BPJS PBI dan bayi dari orang masalah medis yang mungkin menimpa si bayi tidak
tua non PBI pekerja penerima bisa ditanggung oleh bpjs.
upah sampai anak ke 3.

Bayi dari orang tua peserta • Bayi didalam kandungan bisa didaftakan oleh ibunya
atau keluarganya selambat-lambatnya 14 hari sebelum
bpjs mandiri dan bayi dari bayi dilahirkan dari mulai 7-8 bulan usia kandungan.
orang tua non PBI pekerja • Bayi yang bisa didaftarkan adalah bayi dari seorang ibu
penerima upah yang yang statusnya sebagai kelompok pekerja bukan
penerima upah (PBPU) atau BPJS mandiri, atau bayi ke
ditanggung oleh perusahaan 4 dst dari orangtua peserta BPJS pekerja penerima
untuk anak ke 4 dst upah.
Perpres No. 82 tahun 2018
• Menurut Perpres No. 82 tahun 2018 bayi yang
lahir dari seorang ibu peserta BPJS perlu
didaftarkan kepesertaannya paling lambat 28
hari setelah dilahirkan.
• Pada Perpres tidak disebutkan lagi
pendaftaran saat bayi masih berada dalam
kandungan
Kepesertaan BPJS untuk Bayi Baru
Lahir
Pasal 16 Perpres No. 82 tahun 2018:
1) Bayi baru lahir dari Peserta Jaminan
Kesehatan wajib didaftarkan kepada BPJS
Kesehatan paling lama 28 hari sejak
dilahirkan
2) Peserta yang tidak mendaftarkan bayi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
sanksi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Pendaftaran Kepesertaan BPJS Bagi
Bayi (aturan Baru)
• Dalam Peraturan BPJS No 23 Tahun 2015 peserta Mandiri dapat mendaftarkan bayi
dalam kandungan menjadi peserta BPJS selambat-lambatnya 14 hari sebelum
dilahirkan atau usia kehamilan 7-8 bulan.
• Namun peraturan tersebut sudah tidak berlaku sejak adanya Peraturan Presiden
no.82 tahun 2018, dimana pendaftaran bayi dalam kandungan sudah tidak berlaku
lagi.
• Peserta Mandiri yang saat ini sedang mengandung atau hamil tidak perlu
mendaftarkan bayi yang ada di dalam kandungan. Sehingga jika orangtua ingin
mendaftarkan bayi nya maka pendaftaran bayi dapat dilakukan setelah bayi lahir.
• Diberikan batas waktu 3×24 jam hari kerja sejak kelahiran bayi atau sebelum
peserta pulang dari rumah sakit, perwakilan anggota keluarga dalam 1 KK datang
ke Kantor Cabang BPJS Kesehatan untuk mendaftarkan bayi yang sudah lahir.

https://www.panduanbpjs.com/bayi-dalam-kandungan/
Pendaftaran Kepesertaan BPJS Bagi
Bayi (aturan Baru)
• Persyaratan Mendaftarkan Bayi Baru Lahir :
– KTP suami-istri asli dan foto copy,
– KK asli dan foto copy,
– Kartu JKN KIS,Surat keterangan lahir,
– Buku tabungan rekening salah satunya Bank Mandiri, BNI, BRI
dan BCA
• Bayi akan terdaftar di kelas yang sama dengan orangtua,
sehingga jika orangtua terdaftar di kelas 2 maka bayi juga
akan masuk ke kelas 2 dan memiliki kewajiban yang sama
untuk membayar iuran sebesar Rp51.000 per bulan.
• Sehingga apabila bayi yang baru lahir membutuhkan
perawatan medis maka tetap akan ditanggung BPJS
Kesehatan, dengan syarat pihak keluarga telah mengurus
pendaftaran bayi tersebut sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
https://www.panduanbpjs.com/bayi-dalam-kandungan/
22. MONITORING & EVALUASI
PROGRAM KESMAS (LOGIC MODEL)
OUTCOMES/I
INPUTS ACTIVITIES OUTPUTS
M PA C T S

what is produced the changes or


what resources go what activities the
through those benefits that result
into a program program undertakes
activities from the program

e.g. increased skills/


e.g. number of knowledge/
e.g. development of
e.g. money, staff, booklets produced, confidence, leading in
materials, training
equipment workshops held, longer-term to
programs
people trained promotion, new job,
etc.

O U TCO ME VS I MPAC T
Indikator outcome dan impact sering kali disamakan atau dijadikan sebagai satu
kesatuan. Namun pada umumnya indikator outcome lebih menilai luaran jangka
pendek dan untuk wilayah setempat, sedangkan indikator impact lebih menilai
luaran jangka panjang dan dampak untuk wilayah yang lebih luas. Outcome
bersifat dinamis (lebih mudah berubah dibandingkan impact).
23. Community Based Distribution
(CBD) Supplementation
• Community based distribution supplementation adalah
pemberian suplemen secara masal, biasa dilakukan untuk
memperbaiki kasus malnutrisi atau defisiensi seperti anemia.
• Berdasarkan review tahun 2017 oleh Kavle et al, CBD
merupakan pendekatan yang feasible untuk memperbaiki kasus
seperti anemia pada negara berpenghasilan rendah dan
menengah.
• CBD cukup sukses diterapkan bersama dengan bidan dan
pekerja social untuk meningkatkan kepatuhan pemakaian
suplemen.
• CBD merupakan platform yang baik untuk meningkatkan
pengetahuan penduduk mengenai kasus seperti anemia, juga
meningkatkan area cakupan suplementasi

Kavle JA, Landry M. Community-based distribution of iron–folic acid supplementation in low- and middle-income countries: a review
of evidence and programme implications. Public Health Nutrition
PENERAPAN CBD UNTUK DEFISIENSI BESI
DI KOMUNITAS
• CBD atau pemberian supplemen massal merupakan
metode yang efektif untuk mengurangi masalah malnutrisi
dan defisiensi
• Pada daerah dengan prevalensi anemia defisiensi besi yang
tinggi (>50%), WHO menganjurkan pemberian tablet Fe
secara massal sebagai cara menanggulangi anemia
(community-based iron supplementation).
• Pemberian tablet Fe massal dilakukan pada balita dan anak
usia sekolah.
• Jika prevalensi di bawah 50% tidak ada rekomendasi untuk
melakukan CBD, tapi tetap dapat dilakukan sebagai metode
supplementasi yang efektif dengan kepatuhan yang cukup
baik

www.who.int › nutrition › publications › WHO Statement on iron supplementation


24. BENTUK KELUARGA
• Keluarga inti (nuclear family): Keluarga yang terdiri dari suami, istri serta anak-anak kandung.
• Keluarga besar (extended family): Keluarga yang disamping terdiri dari suami, istri, dan anak-anak
kandung, juga sanak saudara lainnya, baik menurut garis vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek, mantu,
cucu, cicit), maupun menurut garis horizontal (kakak, adik, ipar) yang berasal dari pihak suami atau
pihak isteri.
• Keluarga campuran (blended family): Keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung
serta anak-anak tiri.
• Keluarga orang tua tunggal (single parent family): Keluarga yang terdiri dari pria atau wanita,
mungkin karena bercerai, berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak pernah menikah, serta anak-
anak mereka tinggal bersama.
• Keluarga hidup bersama (commune family): Keluarga yang terdiri dari pria, wanita dan anak-anak
yang tinggal bersama, berbagi hak, dan tanggung jawab serta memiliki kekayaan bersama.
• Keluarga serial (serial family): Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah dan
mungkin telah punya anak, tetapi kemudian bercerai dan masing-masing menikah lagi serta
memiliki anak-anak dengan pasangan masing-masing, tetapi semuanya menganggap sebagai satu
keluarga.
• Keluarga komposit ( composite family): keluarga dari perkawinan poligami dan hidup bersama.
• Keluarga kohabitasi(Cohabitation): dua orang menjadi satu keluarga tanpa pernikahan, bisa
memiliki anak atau tidak.
25. Dasar Pembangunan Kesehatan
• Dasar perikemanusiaan
Setiap upaya kesehatan harus berlandaskan perikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan,
dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan thd Tuhan YME.

• Dasar pemberdayaan dan kemandirian


Setiap orang dan masyarakat bersama pemerintah berperan, berkewajiban, dan
bertanggung jawab untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
perorangan, keluarga, dan lingkungannya.

• Dasar adil dan merata


Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan
setinggi-tingginya tanpa memandang suku, golongan, agama, dan status sosial-
ekonominya.

• Dasar pengutamaan dan manfaat


Penyelenggaraan upaya kesehatan bermutu yang mengikuti perkembangan IPTEK,
mengutamakan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan dan pencegahan
penyakit. Upaya kesehatan diarahkan afar memberi manfaat sebesar-besarnya bagi
peningkatan derajat kesehatan serta dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku.
Sistem Kesehatan dan Pelayanan
Kesehatan
• Sistem kesehatan mencakup keseluruhan
organisasi, orang, dan berbagai kegiatan yang
memiliki tujuan utama mempromosikan dan
merawat kesehatan.
• Keberadaan sistem kesehatan sangat kompleks
dan dipengaruhi interaksi antar komponen sistem
• Interaksi antara sub sistem kesehatan sangat
kompleks yang dipengaruhi oleh latar
belakangdan jaringan sosial.
http://manajemen-pelayanankesehatan.net
SUBSISTEM UPAYA KESEHATAN
Dalam konsep kesehatan, pelayanan kesehatan
merupakan service yang diberikan berdasarkan pada
diagnosis dan treatment terhadap suatu penyakit atau
promosi, yang bertujuan untuk memelihara kesehatan.
Aspek ini sangat membutuhkan input berupa
pendanaan, tenaga, peralatan, obat-obatan yang
berkaitan dengan intervensi kesehatan.
Menurut UU No 36 tahun 2009, pelayanan kesehatan
meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan
pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan
dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.
http://manajemen-pelayanankesehatan.net
SUBSISTEM UPAYA KESEHATAN
Upaya kesehatan primer terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan primer (PKPP) dan
masyarakat primer.
• PKPP seperti puskesmas merupakan pelayanan yang memberikan penekanan pada
pengobatan, pemulihan tanpa mengabaikan upaya peningkatan dan pencegahan termasuk
gaya hidup sehat.
Upaya Kesehatan Sekunder merupakan upaya kesehatan rujukan lanjutan yang terdiri atas
pelayanan kesehatan perorangan sekunder (PKPS) dan pelayanan kesehatan masyarakat sekunder
(PKMS).
• PKPS Merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilaksanakan oleh dokter spesialis.
• PKMS Merupakan pelayanan yang dilakukan melalui menerima rujukan kesehatan dari
pelayanan kesehatan masyarakat primer dan memberikan fasilitasi dalam bentuk sarana,
teknologi dan sdmk, seperti tempat rehabilitasi.
Upaya Kesehatan Tersier, merupakan pelayanan kesehatan perorangan yang menerima rujukan
sub-spesialistik dari pelayanan kesehatan dibawahnya, dan dapat merujuk kembali ke faskes yang
dirujuk.
• Pelayanan Kesehatan Masyarakat Tersier Merupakan menerima rujukan dari upaya kesehatan
sekunder serta melakukan penelitian dan pengembangan bidang kesehatan masyarakat,
penapisan teknologi, dan produk teknologi yang terkait.

http://manajemen-pelayanankesehatan.net
SUBSISTEM PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN KESEHATAN
• Subsistem penelitian dan pengembangan kesehatan
adalah pengelolaan penelitian dan pengembangan,
pemanfaatan dan penapisan teknologi dan produk
teknologi kesehatan yang diselenggarakan dan
dikoordinasikan guna memberikan data kesehatan yang
berbasis bukti untuk menjamin tercapainya derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
• Unsur-unsur subsistem penelitian dan pengembangan
kesehatan terdiri dari unsur-unsur area penelitian,
pengembangan, dan penapisan: biomedis dan
teknologi dasar kesehatan; teknologi terapan
kesehatan dan epidemiologi klinik

http://manajemen-pelayanankesehatan.net
SUBSISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN
Subsistem pembiayaan kesehatan adalah pengelolaan berbagai upaya
penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan dana kesehatan untuk
mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Unsur-unsur subsistem pembiayaan kesehatan terdiri dari:
1. Dana; sumber Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah
Daerah kabupaten/Kota baik dari sektor kesehatan dan sektor lain
terkait
2. Sumber daya; meliputi: sumber daya manusia pengelola, sarana,
standar, regulasi, dan kelembagaan
3. Pengelolaan dana kesehatan. Pengelolaan dana kesehatan adalah
seperangkat aturan yang disepakati dan secara konsisten
dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan,
baik oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah.

http://manajemen-pelayanankesehatan.net
SUBSISTEM SUMBER DAYA MANUSIA
KESEHATAN
• Subsistem sumber daya manusia kesehatan
adalah pengelolaan upaya pengembangan dan
pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan,
untuk mendukung penyelenggaraan
pembangunan kesehatan
• Sumber daya manusia kesehatan adalah tenaga
kesehatan (termasuk tenaga kesehatan strategis)
dan tenaga pendukung atau penunjang kesehatan
yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan
dirinya dalam upaya dan manajemen kesehatan.

http://manajemen-pelayanankesehatan.net
SUBSISTEM SEDIAAN FARMASI, ALAT
KESEHATAN DAN MAKANAN
• Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan
adalah pengelolaan berbagai upaya yang
menjamin keamanan, khasiat atau manfaat, mutu
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan.
• Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat
tradisional, dan kosmetika.
• Prinsip-prinsip subsistem sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan terdiri dari: aman,
berkhasiat, bermanfaat, dan bermutu; tersedia,
merata, dan terjangkau; rasional; transparan dan
bertanggung jawab; dan kemandirian.

http://manajemen-pelayanankesehatan.net
SUBSISTEM MANAJEMEN,
INFORMASI DAN REGULASI
KESEHATAN
• Subsistem manajemen, informasi, dan regulasi
kesehatan adalah pengelolaan yang
menghimpun berbagai upaya kebijakan
kesehatan, administrasi kesehatan,
pengaturan hukum kesehatan, pengelolaan
data dan informasi kesehatan yang
mendukung subsistem lainnya dari SKN

http://manajemen-pelayanankesehatan.net
• Subsistem
informasi
kesehatan
seyogyanya
harus
mencakup
komponen
seperti table
di samping
SUBSISTEM PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
• Prinsip-prinsip subsistem pemberdayaan
masyarakat terdiri dari:
1. berbasis masyarakat
2. edukatif dan kemandirian
3. kesempatan mengemukakan pendapat dan
memilih pelayanan kesehatan
4. kemitraan dan gotong royong.
– Kemitraan: suatu kerjasama formal antara individu-
individu, kelompok-kelompok atau organisasi-
organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan
tertentu

http://manajemen-pelayanankesehatan.net
26. Uji Statisik: CI, α & p-value

• Confidence interval  Menunjukkan taksiran rentang nilai pada


populasi yang dihitung dengan nilai yang diperoleh pada sampel.
Nilai α Nilai p
Ditetapkan oleh peneliti (batas Hasil uji statistik dari penelitian
penerimaan hipotesis nol)
Menunjukkan seberapa besar Menunjukkan besarnya nilai probabilitas
kemungkinan hasil yang didapat salah yang dihasilkan dari konversi nilai
statistic
Umumnya sepakat mentolerir nilai α Dikatakan bermakna jika nilai p lebih
sebesar 0.05%  kemungkinan kecil dari nilai α yang telah ditentukan
penelitian salah 5%.


If the p-value is less than or equal to the alpha (p< .05), then we reject the null hypothesis, and we
say the result is statistically significant
Confidence Interval (Interval Konfidens)
• Konfidens interval adalah perkiraan hasil penelitian
yang akan didapat bila intervensi yang sama pada
penelitian diberikan pada populasi serupa dengan
populasi sampel penelitian
• Contohnya: Pada sebuah penelitian sebuah obat DM
didapatkan penurunan rata2 gula darah sebesar 4
mg/dL (Standard Mean Deviations SMD = 4.0 mg/dL,
dengan (95% CI 3.0-5.0 mg/dL),
• artinya jika kita menerapkan intervensi obat penelitian
ini pada populasi yang sebenarnya, peneliti 95% yakin
penurunan gula darahnya akan diantara 3.0 mg/dL
sampai 5.0 mg/dL, dan dari 100 penelitian yang
serupa, 95 diantaranya akan memiliki interval yang
mewakili true population
Guarnieri I. Essential Biostatistics for Bachelor of Medical Science.
Swinburne University of Technology. 2014
Confidence Interval

• Dari sebuah distribusi normal, dapat dikatakan bahwa 95% dari nilai
proporsi sampel akan berada diantara dua standar deviasi rata-
rata/mean (µp)
• Pada kurva di atas dilihat bahwa distribusi normal ada di tengah dari
95% dari area yang dimasukkan dengan sisanya 2.5% di tiap ekor kiri
dan kanan.
Confidence Interval

• Dari gambar di atas, jika memakai 95% konfidens


interval, 95% dari rata-rata nilai populasi asli akan berada
pada 1.96 x standar deviasi (SD) dari nilai rata2
Rumus confidence interval
• Jika standard deviasi (SD) tidak diketahui, maka
dapat dihitung dengan rumus standard error
(SE)

• Sehingga kita bisa membuat rumus konfidens


interval 95% sebagai berikut:

•,
Guarnieri I. Essential Biostatistics for Bachelor of Medical Science. Swinburne University of Technology. 2014
CONTOH

• Tentukan 95% interval konfidens untuk


proporsi (p) pengemudi di Jakarta yang menjadi
korban kecelakaan, jika dipilih sampel random
sebanyak 75 orang dan 38 dari mereka adalah
korban kecelakaan.
• Jadi p = 38/75 = 0.5067
• Maka

• SE p = = 0.057
CONTOH
• 95% CI = ,
• 95% CI = 0.506 – (1.96 x 0.057), 0.506 + (1.96 x
0.057)
• 95% CI = [0.39, 0.62]

• Jadi dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa


jika dilakukan penelitian yang sama menggunakan
75 sampel seperti penelitian ini, maka peneliti
95% yakin bahwa sekitar 39% hingga 62% dari
seluruh populasi pengemudi pada penelitian
tersebut adalah korban kecelakaan
• Anggaplah jika pada populasi sebenarnya (true population) =
0.52, dimana 52% dari keseluruhan pengemudi adalah korban
kecelakaan, jika kita melakukan penelitian yang sama dengan
sampel 75 orang berulang kali akan didapatkan hasil sebagai
berikut:

Guarnieri I. Essential Biostatistics for Bachelor of Medical Science. Swinburne University of Technology. 2014
• Dari gambar di atas hanya akan ada 1 interval dari 20
penelitian (95%) yang tidak mewakili hasil pada true
population (0.52). Jadi dengan 95% confidence interval
bila penelitian yang sama diulang hasilnya sekitar 95%
dari seluruh interval akan mewakili true population
Guarnieri I. Essential Biostatistics for Bachelor of Medical Science. Swinburne University of Technology. 2014
Hubungan
interval
konfidens
dengan level
konfidens

• Dari kurva di atas, semakin tinggi interval konfidens dan semakin lebar
rentangnya, artinya konfidens interval yang makin tinggi akan lebih
memungkinkan mendapatkan hasil yang lebih mencakup hasil
sebenarnya pada true population, tapi dengan presisi yang menruun.
CONTOH

• Contohnya kasus tadi, Tentukan 99% interval


konfidens untuk proporsi (p) pengemudi di
Jakarta yang menjadi korban kecelakaan, jika
dipilih sampel random sebanyak 75 orang dan
38 dari mereka adalah korban kecelakaan.
• Pada kasus ini SE p tetap sama 0.057
Yang berbeda:
• 99% CI = 0.506 – (2.58 x 0.057), 0.506 + (2.58 x
0.057)
• 99% CI = [0.36, 0.66]
CONTOH

• Jadi dengan 99% CI akan lebih mungkin mewakili hasil pada


true population (0.52 atau 52% yang tadi) dibandingkan yang
95%, tapi dengan presisi yang menurun

Guarnieri I. Essential Biostatistics for Bachelor of Medical Science. Swinburne University of Technology. 2014
P value dan Interval Konfidens
• Jika level signifikansi kita (α/alpha) = 0.05 (α = 0.05),
dimana error pada penelitian ini hanya diterima sebanyak
5% untuk tidak mewakili true population, maka level
konfidensnya adalah 95%
• Jika nilai P lebih kecil daripada nilai signifikansi (α), maka
tes pada penelitian ini signifikan secara statistic. Jika nilai
konfidens interval tidak mengandung nilai null hypothesis,
hasil tes penelitian ini signifikan secara statistic.
• Contohnya pada Null hypothesis, Relative Risk (RR) = 1,
dimana tidak ada perbedaan antara intervensi dan tidak
intervensi, jadi Jika confidence interval RR = 0.5-0.7, tes ini
bermakna secara statistik

Guarnieri I. Essential Biostatistics for Bachelor of Medical Science. Swinburne University of Technology. 2014
Ukuran Asosiasi dan 95% CI
• Pertama-tama, yang dilihat adalah OR dan 95% confidence intervalnya.
Sebagai contoh, OR gado-gado adalah 20 (95% CI=0,4-25). Secara
sederhana, hal ini artinya OR gado-gado untuk menyebabkan diare
adalah 20. Bila penelitian yang sama diulang 95 kali lagi, maka hasil
ORnya mungkin tidak tepat sama yaitu 20, tetapi ORnya pasti dalam
rentang 0,4-25.

• Ingat bahwa OR>1 merupakan faktor risiko, OR<1 merupakan faktor


protektif, dan OR=1 menunjukkan variabel yang diteliti tidak memiliki
hubungan. Maka pada gado-gado, karena ORnya berada dalam rentang
<1 sampai >1, maka gado-gado tidak jelas hubungannya dengan diare
(apakah gado-gado adalah faktor risiko, protektif, tidak berhubungan?).
27. HUKUM PIDANA VS PERDATA
HUKUM PIDANA HUKUM PERDATA
Publik Privat
Kepentingan umum Kepentingan individu
Dipertahankan oleh negara Dipertahankan oleh perorangan
Dituntut oleh jaksa Dituntut oleh penggugat
Tidak ada usaha perdamaian Ada usaha perdamaian
Sanksi berupa kurungan Sanksi berupa ganti rugi
Contoh kasus pidana
• Pembunuhan
• Pencurian
• Perampokan
• Korupsi
• Penganiayaan
• Pemerkosaan
Contoh kasus perdata
• Pencemaran nama baik
• Perebutan hak waris
• Gugatan Cerai
• Perebutan tanah
• Hutang piutang
Kasus Tata Negara
Kasus tata negara adalah kasus dalam sengketa
politik yang terjadi di Indonesia, dalam hal ini
yang mengadili adalah makhamah konstitusi,
contohnya
• Sengketa hasil pemilu
• Sengketa syarat calon seorang pejabat
pusat/daerah
• Sengketa syarat partai dapat memajukan calon
presiden
https://mkri.id/
28. KASUS DUGAAN TENGGELAM
• Pada kasus dugaan tenggelam, dapat dilakukan
pemeriksaan luar, serta pemeriksaan dalam dan
pemeriksaan laboratorium seperti:
– Percobaan getah paru (lonset proef)
– Pemeriksaan diatome (destruction test)
– Pemeriksaan kimia darah (gettler test & Durlacher
test).
• Namun karena soal no.182 dokter bertugas di
puskesmas, yang paling mungkin dilakukan
adalah melakukan pemeriksaan luar untuk
menentukan ada tidaknya tanda kekerasan.
Tanda Tenggelam
Tanda korban masih hidup saat tenggelam:
• Ditemukannya tanda cadaveric spasme
• Perdarahan pada liang telinga
• Adanya benda asing (lumpur, pasir, tumbuhan dan binatang
air) pada saluran pernapasan dan pencernaan
• Adanya bercak paltouf di permukaan paru
• Berat jenis darah pada jantung kanan dan kiri berbeda
• Ditemukan diatome
• Adanya tanda asfiksia
• Ditemukannya mushroom-like mass
Pemeriksaan Luar Korban Tenggelam
• Mayat dalam keadaan basah berlumuran pasir dan benda-
benda asing lainnya yang terdapat di dalam air laut dan
kadang-kadang bercampur lumpur.

• Busa halus putih yang berbentuk jamur (mush room-like


mass).
– Masuknya cairan kedalam saluran pernafasan merangsang
terbentuknya mukus, substansi ini ketika bercampur dengan air
dan surfaktan dari paru-paru dan terkocok oleh karena adanya
upaya pernafasan yang hebat. Busa dapat meluas sampai trakea,
bronkus utama dan alveoli.

• Cutis anserina pada ekstremitas akibat kontraksi otot erector


pilli yang dapat terjadi karena rangsangan dinginnya air.
Pemeriksaan Luar Korban Tenggelam
• Washer woman hand. Telapak tangan dan kaki berwarna
keputihan dan berkeriput yang disebabkan karena
inhibisi cairan ke dalam cutis dan biasanya membutuhkan
waktu yang lama.
• Cadaveric spasme. Merupakan tanda vital yang terjadi
pada waktu korban berusaha menyelamatkan diri.,
dengan cara memegang apa saja yang terdapat dalam air.
• Luka lecet akibat gesekan benda-benda dalam air.
• Penurunan suhu mayat
• Lebam mayat terutama pada kepala dan leher
Pemeriksaan Dalam Korban Tenggelam
• Pemeriksaan terutama ditujukan pada sistem pernapasan, busa halus putih dapat
mengisi trakhea dan cabang-cabangnya, air juga dapat ditemukan, demikian pula
halnya dengan benda-benda asing yang ikut terinhalasi bersama benda air.

• Benda asing dalam trakhea dapat tampak secara makroskopis misalnya pasir,
lumpur, binatang air, tumbuhan air dan lain sebagainya; sedangkan yang tampak
secara mikroskopis diantaranya telur cacing dan diatome (ganggang kersik).

• Pleura dapat berwarna kemerahan dan terdapat bintik-bintik perdarahan.


Perdarahan ini dapat terjadi karena adanya kompresi terhadap septum interalveoli,
atau oleh karena terjadinya fase konvulsi akibat kekurangan oksigen.

• Bercak perdarahan yang besar (diameter 3-5 cm), terjadi karena robeknya partisi
inter alveolar, dan sering terlihat di bawah pleura; bercak ini disebut sebagai
bercak ”Paltauf”.
– Bercak berwarna biru kemerahan dan banyak terlihat pada bagian bawah
paru-paru, yaitu pada permukaan anterior dan permukaan antar bagian paru-
paru.
Pemeriksaan Dalam Korban Tenggelam

• Kongesti pada laring


• Emphysema aquosum atau emphysema hyroaerique
yaitu paru-paru tampak pucat dengan diselingi
bercak-bercak merah di antara daerah yang
berwarna kelabu;
• Obstruksi pada sirkulasi paru-paru akan
menyebabkan distensi jantung kanan dan pembuluh
vena besar dan keduanya penuh berisi darah yang
merah gelap dan cair, tidak ada bekuan.
PEMERIKSAAN KHUSUS
PADA KASUS TENGGELAM
• Terdapat pemeriksaan khusus pada kasus mati
tenggelam (drowning), yaitu :
– Percobaan getah paru (lonset proef)
– Pemeriksaan diatome (destruction test)
– Pemeriksaan kimia darah (gettler test & Durlacher
test).
Tes getah paru (lonset proef)
• Kegunaan melakukan percobaan paru (lonsef proef)
yaitu mencari benda asing (pasir, lumpur, tumbuhan,
telur cacing) dalam getah paru-paru mayat.
• Syarat melakukannya adalah paru-paru mayat
harus segar / belum membusuk.
• Cara melakukan percobaan getah paru (lonsef proef)
yaitu permukaan paru-paru dikerok (2-3 kali) dengan
menggunakan pisau bersih lalu dicuci dan iris
permukaan paru-paru. Kemudian teteskan diatas objek
gelas. Syarat sediaan harus sedikit mengandung
eritrosit.
Tes Diatom
TES DIATOM 4 CARA PEMERIKSAAN DIATOM:
• Diatom adalah alga atau ganggang bersel • Pemeriksaan mikroskopik langsung.
satu dengan dinding terdiri dari silikat Pemeriksaan permukaan paru disiram
(SiO2) yang tahan panas dan asam kuat. dengan air bersih iris bagian perifer ambil
sedikit cairan perasan dari jaringan perifer
• Bila seseorang mati karena tenggelam paru, taruh pada gelas objek tutup dengan
maka cairan bersama diatome akan masuk kaca penutup. Lihat dengan mikroskop.
ke dalam saluran pernafasan atau
pencernaan kemudian diatome akan • Pemeriksaan mikroskopik jaringan dengan
masuk kedalam aliran darah melalui metode Weinig dan Pfanz.
kerusakan dinding kapiler pada waktu
korban masih hidup dan tersebar • Chemical digestion. Jaringan dihancurkan
keseluruh jaringan organ dalam (seperti dengan menggunakan asam kuat sehingga
ginjal, hepar, otak) diharapkan diatom dapat terpisah dari
jaringan tersebut.
• Ada/tidaknya diatom pada air sangat
bergantung pada banyak faktor seperti • Inseneration. Bahan organik dihancurkan
suhu, pH, kelembaban, musim, dan lain- dengan pemanasan dalam oven.
lain sehingga pemeriksaan ini kurang
sensitif. Apabila tidak ditemukan diatom,
tidak berarti kasus tersebut bukan kasus
tenggelam.
Tes Diatom
Pemeriksaan Pada kasus Tenggelam
• Hasil pemeriksaan diatom yang menunjukkan secara
kuat bahwa korban meninggal karena tenggelam
adalah bila diatom ditemukan di organ yang dalam
seperti otak, sumsum tulang, atau ginjal.
• Diatom pada saluran napas atau saluran cerna memiliki
nilai kemaknaan yang lebih rendah karena diatom bisa
masuk secara pasif ke dalam organ-organ tersebut.
• Demikian halnya dengan pnemuan benda asing pada
paru, benda asing dapat masuk secara pasif setelah
kematian, sehingga belum menunjukkan secara pasti
bahwa korban mati karena tenggelam.
Tes Kimia Darah
TEST KIMIA DARAH • Test Gettler: Menunjukan
• Mengetahui ada tidaknya adanya perbedaan kadar
hemodilusi atau klorida dari darah yang diambil
hemokonsentrasi pada dari jantung kanan dan
masing-masing sisi dari jantung kiri. Pada korban
jantung, dengan cara tenggelam di air laut kadar
memeriksa gaya berat spesifik klorida darah pada jantung kiri
dari kadar elektrolit antara lain lebih tinggi dari jantung kanan.
kadar sodium atau clorida dari
serum masing-masing sisi. • Tes Durlacher: Penentuan
perbedaan berat plasma
• Dianggap reliable jika jantung kanan dan kiri. Pada
dilakukan dalam waktu 24 jam semua kasus tenggelam berat
setelah kematian jenis plasma jantung kiri lebih
tinggi daripada jantung kanan .
29. SEBAB-MEKANISME-CARA KEMATIAN

• Untuk dapat menentukan sebab kematian,


secara mutlak harus dilakukan otopsi.

• Sedangkan perkiraan sebab kematian dapat


diteliti dari kelainan yang ditemukan pada
pemeriksaan luar.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
Sebab Kematian
• Sebab kematian lebih ditekankan pada alat atau
sarana yang dipakai untuk mematikan korban.
– Contoh: karena tenggelam, karena terbakar, karena
tusukan benda tajam, karena pencekikan, karena
kekerasan benda tumpul.

• Sebab kematian banyak membantu penyidik dalam


melaksanakan tugas, misalnya untuk mencari dan
menyita benda yang diperkirakan dipakai sebagai alat
pembunuh, sehingga sebab kematian seperti mati
lemas tidak tepat.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
Mekanisme Kematian
• Mekanisme kematian menunjukkan bagaimana
korban itu mati setelah umpamanya tertembak atau
tenggelam.
– Contoh: karena perdarahan, karena refleks vagal, karena
hancurnya jaringan otak

• Mekanisme lebih bersifat teoritis dan tidak selalu


dapat diketahui pasti

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
Cara Kematian
• Dalam ilmu kedokteran forensik dikenal 3 cara
kematian, yaitu:
1. Wajar: kematian korban karena penyakit, bukan
karena kekerasan atau rudapaksa.
2. Tidak wajar, yang dibagi menjadi kecelakaan, bunuh
diri, dan pembunuhan.
3. Tidak dapat ditentukan, yang disebabkan karena
keadaan mayat telah sedemikian rusak atau busuk
sehingga luka atau penyakit tidak dapat ditemukan
lagi.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
TENGGELAM
Tipe-tipe tenggelam:
• Tipe Kering (Dry drowning):
– akibat dari reflek vagal yang dapat menyebabkan henti jantung
atau akibat dari spasme laring karena masuknya air secara tiba-
tiba kedalam hidung dan traktus respiratorius bagian atas.
– Banyak terjadi pada anak-anak dan dewasa yang banyak
dibawah pengaruh obat-obatan (Hipnotik sedatif) atau alkohol
 tidak adausaha penyelamatan diri saat tenggelam.

• Tipe Basah (Wet drowning)


– terjadi aspirasi cairan
– Aspirasi air sampai paru menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah paru. Air bergerak dengan cepat ke membran kapiler
alveoli. Surfaktan menjadi rusak sehingga menyebabkan
instabilitas alveoli, ateletaksis dan menurunnya kemampuan
paru untuk mengembang.
Tipe Tenggelam
• Secondary drowning/near drowning
– Korban masih hidup atau masih bisa diselamatkan
saat hampir tenggelam. Namun setelah dilakukan
resusitasi selama beberapa jam, akhirnya korban
meninggal.

• Immersion syndrome
– Korban meninggal tiba-tiba saat tenggelam pada air
yang sangat dingin
– Akibat refleks vagal
Berdasarkan Lokasi Tenggelam
AIR TAWAR AIR LAUT
• Air dengan cepat diserap • Pertukaran elektrolit dari
dalam jumlah besar air asin ke darah 
hemodilusi  natrium plasma
hipervolemia dan meningkat  air akan
hemolisis massif dari sel- ditarik dari sirkulasi 
sel darah merah  hipovolemia dan
kalium intrasel akan hemokonsentrasi 
dilepas  hiperkalemia hipoksia dan anoksia
 fibrilasi ventrikel dan
anoksia yang hebat pada
miokardium.
Asfiksia vs Vagal Reflex
• Secara umum, yang sering kali menjadi mekanisme
kematian (terutama pada kasus tenggelam) adalah asfiksia
dan vagal reflex.

• Refleks vagal terjadi sebagai akibat rangsangan pada nervus


vagus pada corpus caroticus (carotid body) di percabangan
arteri karotis interna dan eksterna yang akan menimbulkan
bradikardi dan hypotensi  menyebabkan sudden cardiac
arrest.

• Tidak ada pemeriksaan yang khas yang ditemukan pada


vagal reflex. Oleh karena itu, secara sederhana umumnya
disimpulkan bila tidak ada tanda asfiksia yang ditemukan,
maka mekanisme kematian adalah karena vagal reflex.
30. LUKA TEMBAK

• Dalam memberikan pendapat atau kesimpulan dalam


visum et repertum, tidak dibenarkan menggunakan istilah
pistol atau revolver; oleh karena perkataan pistol
mengandung pengertian bahwa senjatanya termasuk
otomatis atau semi otomatis, sedangkan revolver berarti
anak peluru berada dalam silinder yang akan memutar jika
tembakan dilepaskan.

• Oleh karena dokter tidak melihat peristiwa


penembakannya, maka yang akan disampaikan adalah;
senjata api kaliber 0,38 engan alur ke kiri dan sebagainya.
Luka Tembak Menempel Erat

• Luka simetris di tiap


sisi
• Jejas laras jelas
mengelilingi lubang
luka
• Tidak akan dijumpai
kelim jelaga atau Luka tembak tempel
Sumber:
kelim tattoo http://emedicine.medscape.com/article/197542
8-overview
Kelim pada Luka Tembak

• Kelim tato: akibat butir mesiu; gambaran bintik-


bintik hitam bercampur perdarahan, tidak dapat
dihapus dengan kain.
• Kelim jelaga: akibat asap; gambaran bintik-bintik
hitam yang dapat dihapus dengan kain.
• Kelim api: akibat pembakaran dari senjata; luka
bakar terlihat dari kulit dan rambut di sekitar luka
yang terbakar.
• Kelim lecet: akibat partikel logam; bentuknya luka
lecet atau luka terbuka yang dangkal
31. KLASIFIKASI LUKA
MENURUT KUHP
• Klasifikasi luka dan pasal yang berhubungan:
– Luka ringan pasal 352 KUHP = luka derajat satu
– Luka sedang pasal 351 (1) atau 353 (1) = luka
derajat dua
– Luka berat pasal 90 KUHP
Luka Ringan dan Luka Sedang
• Luka derajat satu (pasal 352 KUHP): Luka
tersebut TIDAK menyebabkan penyakit atau
halangan dalam menjalankan pekerjaan
jabatan/pencaharian.

• Luka derajat dua (pasal 351(1) KUHP)  pasal


tentang penganiayaan.
Pasal 351 KUHP
• (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara
paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
• (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat,
yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun.
• (3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
• (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak
kesehatan.
• (5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak
dipidana.
Pasal 352 KUHP
• “Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka
penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan,
dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
• Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang
melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja
padanya, atau menjadi bawahannya.”
Pasal 353 KUHP
• (1) Penganiayaan dengan direncanakan terlebih
dahulu, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.

• (2) Bila perbuatan itu mengakibatkan luka berat,


maka yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun. (KUHP 90.)

• (3) Bila perbuatan itu mengakibatkan kematian,


maka yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
Luka Ringan dan Luka Sedang
• Untuk membedakan luka derajat satu atau dua, maka dilakukan pengujian
dengan beberapa kriteria sbb:
– Apakah luka tersebut memerlukan perawatan medis, seperti penjahitan luka,
pemberian infus dsb
– Apakah luka atau cedera tersebut menyebabkan terjadinya gangguan fungsi
(fungsiolesa)?
– Apakah lokasinya di tempat yang rawan, seperti mulut, hidung, leher,
skrotum?
– Apakah lukanya tunggal, sedikit, atau banyak?

• Bila luka tersebut mutlak memerlukan perawatan medis, menyebabkan


gangguan fungsi, lokasinya pada lokasi rawan dan jumlah lukanya banyak,
maka lukanya pada umumnya merupakan luka derajat dua. Jika tidak ada
satupun hal tersebut yang terpenuhi maka derajat lukanya adalah satu.
Pembedaan luka derajat satu dan dua pada banyak kasus merupakan hal
yang sulit, sehingga kesimpulan seorang dokter dengan dokter lainnya
kadang berbeda.
Luka Berat
• Pasal 90 KUHP menyatakan bahwa luka berat, adalah:
– Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan
akan sembuh sama sekali, atau
– Yang menimbulkan bahaya maut
– Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas
jabatan atau pekerjaan pencarian
– Kehilangan salah satu pancaindera
– Mendapat cacat berat
– Menderita sakit lumpuh
– Terganggunya daya pikir selama lebih dari empat minggu
– Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan
– Luka yang memenuhi salah satu kriteria pada pasal 90 KUHP
merupakan luka derajat tiga atau luka berat. Jika luka tersebut
tidak memenuhi kriteria tersebut diatas, maka lukanya termasuk
derajat satu atau dua.
32. Perlukaan Akibat Kekerasan

PELBAGAI JENIS KEKERASAN


o KEKERASAN BERSIFAT MEKANIK
• KEKERASAN TUMPUL
• KEKERASAN TAJAM
• TEMBAKAN SENJATA API

o KEKERASAN BERSIFAT ALAM


• LUKA AKIBAT API
• LUKA AKIBAT LISTRIK

o KEKERASAN BERSIFAT KIMIAWI


LUKA AKIBAT ASAM KERAS
LUKA AKIBAT BASA KUAT
Luka Akibat Kekerasan Tumpul
• Luka memar: Tampak sebagai bercak, biasanya
berbentuk bulat/lonjong. Luka memar yang baru
terjadi tampak sebagai bercak biru kemerahan dan
agak menimbul. Proses penyembuhan menyebabkan
warna bercak berubah menjadi kebiruan, kehijauan,
kecoklatan, kekuningan dan akhirnya hilang saat terjadi
penyembuhan sempurna dalam 7-10 hari.

• Luka robek: Luka terbuka tepi tidak rata, ada jembatan


jaringan, pada salah satu sisi dapat ditemukan jejas
berupa luka lecet tekan.
Luka Akibat Kekerasan Tumpul
• Luka lecet tekan: Tampak sebagai
bagian kulit yang sedikit
mencekung, berwarna kecoklatan.
Bentuknya memberikan gambaran
bentuk benda penyebab luka.

• Luka lecet geser: Bagian yang


pertama bergeser memberikan
batas yang lebih rata, dan saat
benda tumpul meningalkan kulit
yang tergeser berbatas tidak rata.
Tampak goresan epidermis yang
berjalan sejajar.
Luka Akibat Kekerasan Tajam
• Luka tusuk: Akibat kekerasan tajam yang mengenai kulit dengan
arah kekerasan tegak terhadap permukaan kulit. Tepi luka rata.
– Lebar luka menggambarkan lebar pisau yang digunakan.
– Karena elastisitas kulit, dalamnya luka tidak menggambarkan
panjangnya pisau

• Luka sayat: Akibat kekerasan tajam yang bergerak k.l sejajar dengan
permukaan kulit. Panjang luka jauh melebihi dalamnya luka.

• Luka bacok: Akibat kekerasan tajam dengan bagian “mata” senjata


yang mengenai kulit dengan arah tegak. Kedua sudut luka lancip
dengan luka yang cukup dalam.
33. TANATOLOGI
Thanatologi adalah topik dalam ilmu kedokteran forensik yang mempelajari
hal mati serta perubahan yang terjadi pada tubuh setelah seseorang mati

Tanda Kematian tidak pasti :


1. Pernafasan berhenti lebih dari 10 menit
2. Sirkulasi berhenti lebih dari 15 menit
3. Kulit pucat
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan menggunakan air

Tanda Kematian Pasti


1. Lebam Mayat (Livor mortis)
2. Kaku Mayat (Rigor mortis)
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
4. Pembusukan (decomposition)

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
TANATOLOGI FORENSIK

• Livor mortis atau lebam mayat


– terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah
kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya
gravitasi bumi .
– Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan
dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan.
– Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam.
Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap
8-12 jam.
Rigor mortis atau kaku mayat

• terjadi akibat hilangnya ATP.


• Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin
bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam
postmortem.
• Kemudian dipertahankan selama 12 jam, setelah itu akan
berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah
adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan.
• Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah.
• Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi
dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.
Penurunan suhu badan

• Pada saat sesudah mati, terjadi proses pemindahan


panas dari badan ke benda-benda di sekitar yang lebih
dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.
• dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan
pakaian.
• Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan
pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih
cepat.
• Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu
lingkungan.
Pembusukan mayat (dekomposisi)

• Terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan kerja


bakteri.
• Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai
dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau
busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lain-lain.
• RUMUS CASPER untuk perbedaan kecepatan pembusukan udara:
air: tanah = 8:2:1
• Ini disebabkan karena suhu di dalam tanah yang lebih rendah
terutama bila dikubur ditempat yang dalam, terlindung dari
predators seperti binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen
menghambat berkembang biaknya organisme aerobik.
Thanatologi

Livor mortis Livor mortis lengkap


mulai muncul dan menetap

20 30 2 6 8 12 24 36
0 mnt mnt jam jam jam jam jam jam

Rigor mortis Pembus


Rigor mortis Pembusuk ukan
lengkap (8-10
mulai muncul an mulai tampak
jam)
tampak di di
caecum seluruh
tubuh

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
34. INFORMED CONSENT
• Informed Consent adalah persetujuan tindakan
kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.

• Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan


Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2
menyebutkan dalam memberikan informasi kepada
pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat /
paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.
Yang Berhak Memberikan Informed Consent

• Pasien yang telah dewasa (≥21 tahun atau


sudah menikah, menurut KUHP) dan dalam
keadaan sadar.
• Bila tidak memenuhi syarat di atas, dapat
diwakilkan oleh keluarga/ wali dengan urutan:
– Suami/ istri
– Orang tua (pada pasien anak)
– Anak kandung (bila anak kandung sudah dewasa)
– Saudara kandung
Tujuan Informed Consent
• Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap
tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan
secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang
dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.
• Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap
suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur
medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap
tindakan medik ada melekat suatu resiko

( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )


• Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat
digolongkan sebagai tindakan melakukan
penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 (trespass,
battery, bodily assault ). Menurut Pasal 5 Permenkes
No 290 / Menkes / PER / III / 2008, persetujuan
tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik
kembali oleh yang memberi persetujuan, sebelum
dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan
tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis
oleh yang memberi persetujuan ( Ayat 2 ).

• Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi


sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran
adalah:
– Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana
dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
– Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak
bisa menghadapi situasi dirinya.
Good Samaritan dalam Kasus
Kegawatdaruratan
• Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam
peraturan perundang-undangan pada hampir seluruh
negara bagian. Doktrin tersebut terutama diberlakukan
dalam fase pra-rumah sakit untuk melindungi pihak yang
secara sukarela beritikad baik menolong seseorang dalam
keadaan gawat darurat. Dengan demikian seorang pasien
dilarang menggugat dokter atau tenaga kesehatan lain
untuk kecederaan yang dialaminya.

• Dua syarat utama doktrin Good Samaritan yang harus


dipenuhi adalah:
– Kesukarelaan pihak penolong.
– Itikad baik pihak penolong.
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS
• Persetujuan tindakan medis secara praktis
dibagi menjadi 2:
Implied consent Pasien tidak menyatakan persetujuan baik secara tertulis maupun
lisan, namun dari tingkah lakunya menyatakan persetujuannya.
Contoh: pasien membuka baju untuk diperiksa, pasien
mengulurkan lengan untuk diambil sampel darah.

Expressed Persetujuan dinyatakan secara lisan atau tertulis. Khusus setiap


consent tindakan yang mengandung risiko tinggi, harus diberikan
persetujuan tertulis oleh pasien atau yang berhak mewakili (sesuai
UU No.29 tahun 2004 pasal 45)

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyelidikan,


A. Munim Idries, 2013
Jenis Consent Lainnya
JENIS
PENJELASAN
CONSENT
Consent yang diberikan pada pasien secara tertulis,
Informed consent yang ditandatangani langsung oleh pasien yang
berangkutan.

Consent yang diberikan oleh wali pasien (orangtua,


suami/istri, anak, saudara kandungnya dsb) karena
Proxy consent
pasien tidak kompeten untuk memberikan consent
(misalnya pada pasien anak).

Pasien tidak dapat memberikan consent, namun


diasumsikan bahwa bila pasien sadar, ia akan setuju
Presumed
dengan tindakan medis yang diambil. Consent jenis ini
consent
biasanya dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan atau
pada donor organ dari cadaver.
Appelbaum PS. Assessment of patient’s competence to consent to treatment. New England Journal of Medicine. 2007; 357: 1834-
1840.
35. RAHASIA MEDIS
• Segala temuan pada diri pasien dapat dikatakan sebagai rahasia medik atau
rahasia kedokteran dan rahasia ini sepenuhnya milik pasien.
• Sumpah dokter (Sumpah Hipocrates) terdapat sumpah untuk merahasiakan
apapun yang dilihat dan didengar dalam sepanjang proses menjalankan
profesi seorang dokter
• Dasar hukum
– PP no 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran tgl 21 mei
1966.
– Pasal 55 undang-undang no 23/1992
– Pasal 11 PP 749.MENKES/PER/XII/1989 tentang REKAM MEDIS: “rekam medis
merupakan berkas yang wajib disimpan kerahasiaannya”
– PERMENKES NO.36 TAHUN 2012 ttg Rahasia Kedokteran
– PERMENKES NO.269 TAHUN 2008
• Dasar etik: Rahasia medis harus tetap dijaga, bahkan setelah pasien
meninggal dunia (KODEKI pasal 12).
KODEKI PASAL 12
• Dokter memiliki tanggung jawab etika profesi
yang dijunjung, salah satunya terkait menjaga
rahasia pasien (rahasia pekerjaan)
• Pasal 12 KODEKI
– Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu
yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Penjelasan pasal 12 KODEKI
• Seorang dokter wajib merahasiakan apa yang dia ketahui tentang pasien
yang ia peroleh dari diri pasien tersebut dari suatu hubungan dokter-
pasien sesuai ketentuan perundang-undangan.
• Seorang dokter tidak boleh memberikan pernyataaan tentang diagnosis
dan/atau pengobatan yang terkait diagnosis pasien kepada pihak ketiga
atau kepada masyarakat luas tanpa persetujuan pasien.
• Seorang dokter tidak boleh menggunakan rahasia pasiennya untuk
merugikan pasien, keluarga atau kerabat dekatnya dengan membukanya
kepada pihak ketiga atau yang tidak berkaitan.
• Dalam hal terdapat dilema moral atau etis akan dibuka atau
dipertahankannya rahasia pasien, setiap dokter wajib berkonsultasi
dengan mitra bestari dan/atau organisasi profesinya terhadap pilihan
keputusan etis yang akan diambilnya.
Penjelasan pasal 12 KODEKI
• Setiap dokter wajib hati-hati dan mempertimbangkan implikasi sosial-
ekonomi-budaya dan legal terkait dengan pembukaan rahasia pasiennya yang
diduga/mengalami gangguan jiwa, penyakit infeksi menular seksual dan
penyakit lain yang menimbulkan stigmatisasi masyarakat
• Setiap dokter pemeriksa kesehatan untuk kepentingan hukum dan
kemasyarakatan wajib menyampaikan hasil pemeriksaaan kepada pihak
berwewenang yang memintanya secara tertulis sesuai ketentuan perundang-
undangan.
• Seorang dokter dapat membuka rahasia medis seorang pasien untuk
kepentingan pengobatan pasien tersebut, perintah undang-undang,
permintaan pengadilan, untuk melindungi keselamatan dan kehidupan
masyarakat setelah berkonsultasi dengan organisasi profesi,
sepengetahuan/ijin pasien dan dalam dugaan perkara hukum pihak pasien
telah secara sukarela menjelaskan sendiri diagnosis/pengobatan penyakitnya
di media massa/elektronik/internet.
• Seorang dokter wajib menyadari bahwa membuka rahasia jabatan dokter
dapat membawa konsekuensi etik, disiplin dan hukum.
ASPEK HUKUM REKAM MEDIS
• Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran: setiap dokter atau dokter gigi
dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.

• Pasal 47 ayat (1): Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan
kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien.

• Mengenai isi rekam medis diatur lebih khusus dalam Pasal 12 ayat
(2) dan ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis: Isi rekam medis
merupakan milik pasien yang dibuat dalam bentuk ringkasan rekam
medis..
UU praktik kedokteran pasal 48
• Setiap dokter atau dokter gigi dalam
melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran.
• Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk
kepentingan kesehatan pasien, memenuhi
permintaan aparatur penegak hukum dalam
rangka penegakan hukum, permintaan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-
undangan.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia
kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.
Kepemilikan Rekam Medis
• Permenkes No.269 tahun 2008: isi Rekam Medis
adalah milik pasien, sedangkan berkas Rekam
Medis (secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau
institusi kesehatan.

• Pasal 10 Permenkes No. 749a menyatakan bahwa


berkas rekam medis itu merupakan milik sarana
pelayanan kesehatan, yang harus disimpan
sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun
terhitung sejak tanggal terakhir pasien berobat.
Yang Berhak Terhadap Isi Rekam Medis

PASIEN
Bila pasien tidak kompeten, disampaikan kepada:
1. Keluarga pasien, atau
2. Orang yang diberi kuasa oleh pasien atau
keluarga pasien, atau
3. Orang yang mendapat persetujuan tertulis dari
pasien atau keluarga pasien
KEWAJIBAN MENYIMPAN RAHASIA
KEDOKTERAN (PERMENKES 36/ 2012)
Siapa Saja Yang Wajib Menyimpan
Rahasia Medis?
• Yang diwajibkan menyimpan rahasia medis
ialah:
– Dokter/Dokter ahli
– Mahasiswa Kedokteran
– Perawat/Bidan
– Petugas Administrasi Kedokteran
– Forensik/kamar jenazah

Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1966


Kapan Rahasia Medis Dapat Dibuka?
• Atas persetujuan/izin pasien
• untuk kepentingan kesehatan pasien
• Mendesak/membahayakan kepentingan umum atau
membahayakan orang lain
• Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam
rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan;
• Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan
perundang-undangan; dan
• Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis,
sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien.

Pasal 10 ayat (2) Permenkes No. 269/2008


UU No.36 Tahun 2009
PEMBUKAAN RAHASIA MEDIS
PERMENKES NO.36 TAHUN 2012 PASAL 5:
• Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk
kepentingan kesehatan pasien, memenuhi
permintaan aparatur penegak hukum dalam
rangka penegakan hukum, permintaan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Yang Dimaksud Kepentingan
Kesehatan Pasien
Pasal 6
Kesehatan pasien meliputi:
• Kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan,
penyembuhan, dan perawatan pasien; dan
• Keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan
pembiayaan kesehatan.

o Dilakukan dengan persetujuan dari pasien


o Dalam hal pasien tidak cakap untuk memberikan persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), persetujuan dapat
diberikan oleh keluarga terdekat atau pengampunya
Yang Dimaksud Untuk Penegakan Hukum
Pasal 7
• Pembukaan rahasia kedokteran untuk memenuhi permintaan aparatur
penegak hukum dalam rangka penegakan hukum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 dapat dilakukan pada proses penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, dan sidang pengadilan.
• Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat melalui pemberian data dan informasi berupa visum et repertum,
keterangan ahli, keterangan saksi, dan/atau ringkasan medis.
• Permohonan untuk pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dari pihak yang
berwenang.
• Dalam hal pembukaan rahasia kedokteran dilakukan atas dasar perintah
pengadilan atau dalam sidang pengadilan, maka rekam medis seluruhnya
dapat diberikan.
36. Etika Klinis
• Medical Indication
Pengambilan keputusan medis yang disesuaikan dengan indikasi medis.
Berkenaan dengan kaidah beneficence dan nonmaleficence.
• Patient Preference
Pengambilan keputusan medis terkait penilaian/keinginan pasien tentang
manfaat dan beban yang akan diterimanya. Merupakan cerminan kaidah
otonomi.
• Quality of Life
Pengambilan keputusan medis atas dasar aktualisasi salah satu tujuan
kedokteran yaitu memperbaiki, menjaga atau meningkatkan kualitas
hidup insani. Berkaitan dengan kaidah beneficence, nonmaleficence &
otonomi.
• Contextual Features
Pengambilan keputusan medis berdasarkan aspek non medis seperti
faktor keluarga, ekonomi, budaya. Berkaitan dengan kaidah justice.

Etika Klinis. (Jonsen, siegler & winslade, 2002)


Pertimbangan Etika Klinis

Schumann JH, Alfandre D. Clinical ethical decision making: the four topics approach. Semin Med Pract 2008;11:36–42.
TO 3
37. TEKNIK SAMPLING
Probability Sampling Techique lebih baik
dibanding non-probability
• Simple Random Sampling: pengambilan sampel dari
semua anggota populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata/tingkatan yang ada dalam
populasi itu.

• Stratified Sampling: Penentuan sampling tingkat


berdasarkan karakteristik tertentu (usia, jenis kelamin,
dsb). Misalnya untuk mengambil sampel dipisahkan
dulu jenis kelamin pria dan wanita. Baru kemudian dari
kelompok pria diambil sampel secara acak, demikian
juga dari kelompok wanita.
Probability Sampling Techique lebih
baik dibanding non-probability
• Cluster Sampling: disebut juga sebagai teknik sampling daerah.
Pemilihan sampel berdasarkan daerah yang dipilih secara acak.
Contohnya mengambil secara acak 20 kecamatan di Jakarta.
Seluruh penduduk dari 20 kecamatan terpilih dijadikan sampel.

• Multistage random sampling: teknik sampling yang menggunakan 2


teknik sampling atau lebih secara berturut-turut. Contohnya
mengambil secara acak 20 kecamatan di Jakarta (cluster sampling).
Kemudian dari masing-masing kecamatan terpilih, diambil 50
sampel secara acak (simple random sampling).

• Systematical Sampling anggota sampel dipilh berdasarkan urutan


tertentu. Misalnya setiap kelipatan 10 atau 100 dari daftar pegawai
disuatu kantor, pengambilan sampel hanya nomor genap atau yang
ganjil saja.
Non-probability Sampling
• Purposive Sampling: sampel yang dipilih secara khusus
berdasarkan tujuan penelitiannya.
• Snowball Sampling: Dari sampel yang prevalensinya
sedikit ,peneliti mencari informasi sampel lain dari
yang dijadikan sampel sebelumnya, sehingga makin
lama jumlah sampelnya makin banyak
• Quota Sampling:anggota sampel pada suatu tingkat
dipilih dengan jumlah tertentu (kuota) dengan ciri-ciri
tertentu
• Convenience sampling:mengambil sampel sesuka
peneliti (kapanpun dan siapapun yang dijumpai
peneliti)
When population is small,
homogeneous & readily
available. All subsets of the
frame are given an equal
probability.

The frame organized into


separate "strata." Each stratum
is then sampled as an
independent sub-population,
out of which individual
elements can be randomly
selected
In this technique, the total
population is divided into these
groups (or clusters) and
a simple random sample of the
groups is selected (two stage)
Ex. Area
sampling or geographical
cluster sampling
38. PRINSIP PELAYANAN
KEDOKTERAN KELUARGA
• Holistik
• Komprehensif
• Terpadu
• Berkesinambungan

Danasari. 2008. Standar Kompetensi Dokter Keluarga. PDKI : Jakarta


Pelayanan Kedokteran Keluarga
HOLISTIK
• Mencakup seluruh tubuh jasmani dan rohani
pasien (whole body system), nutrisi
• Tidak hanya organ oriented
• Patient and Family oriented
• Memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososial pada ekosistemnya.
Pelayanan Kedokteran Keluarga
KOMPREHENSIF
• Tidak hanya kuratif saja, tapi pencegahan dan
pemulihan
• Health promotion
• Spesific protection
• Early diagnosis and Prompt treatment
• Disability limitation
• Rehabilitation
• Penatalaksanaan tidak hanya patient oriented,
tapi juga family oriented dan community oriented
Pelayanan Kedokteran Keluarga
BERKESINAMBUNGAN
• Tidak sesaat, ada follow upnya dan
perencanaan manajemen pasien

TERPADU / TERINTEGRASI
• Memakai seluruh ilmu kedokteran yang telah
di dapat bekerja sama dengan pasien,
keluarga, dokter spesialis atau tenaga
kesehatan lain
39. Langkah Menentukan Uji Statistik
• Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik)

• Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah


variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila
kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah
memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan
soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa
variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi
persyaratan chi square.

• Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.


TABEL UJI HIPOTESIS
VARIABEL
U J I S TAT I S T I K U J I A LT E R N AT I F
INDEPENDEN DEPENDEN

Fisher (digunakan untuk tabel


Kategorik Kategorik Chi square 2x2)*
Kolmogorov-Smirnov
(digunakan untuk tabel bxk)*

Kategorik T-test independen Mann-Whitney**


Numerik
(2 kategori)
T-test berpasangan Wilcoxon**

One Way Anova (tdk


Kruskal Wallis**
Kategorik berpasangan)
Numerik
(>2 kategori) Repeated Anova
Friedman**
(berpasangan)
Numerik Numerik Korelasi Pearson Korelasi Spearman**
Regresi Linier
Keterangan:
* : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi
**: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
One Sample T-Test
• One-sample t-test digunakan untuk mengetes bila rerata
sebuah populasi berbeda secara signifikan dengan sebuah
nilai yang dihipotesakan/dikatakan sebelumnya
• Null hypothesis pada one sample T-test adalah rerata
populasi penelitian tidak berbeda jauh bermakna secara
statistik dengan klaimnya, jadi bila p<0.05, dikatakan ada
perbedaan yang signifikan antara rerata populasi yang
diteliti dengan klaim sebelumnya
• Contohnya: Peneliti ingin meneliti benarkah nilai UKMPPD
rata2 anak Universitas A 81.00, lalu mengambil sejumlah
sampel dan dihitung rata-ratanya baru dibandingkan
dengan klaim tersebut pakai uji ini

https://stattrek.com/statistics/dictionary.aspx?definition=one-sample%20t-test
40. DESAIN PENELITIAN

STUDY
DESIGNS

Analytical Descriptive

Case report (E.g. Cholera)

Case series
Observational Experimental
Cross-sectional

1. Cross-sectional Clinical trial (parc vs. aspirin


in Foresterhill)
2. Cohort
3. Case-control Field trial (preventive
programmes )
4. Ecological
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
Cross-sectional
– Pajanan/ faktor risiko dan outcome dinilai dalam waktu
yang bersamaan.

Cohort study
– Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti
sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome
terjadi atau tidak.

Case-control study
– Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali
riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor
risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional

PAST PRESENT FUTURE


Time
Assess exposure
Cross -sectional study and outcome

Assess Known
Case -control study exposure outcome

Known Assess
Prospective cohort exposure outcome

Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
Desain Case Control

KELEBIHAN: KEKURANGAN:
• Dapat membuktikan • Pengukuran variabel secara
hubungan sebab-akibat. retrospektif, sehingga
• Tidak menghadapi kendala rentan terhadap recall bias.
etik, seperti halnya • Kadang sulit untuk memilih
penelitian kohort dan subyek kontrol yang
eksperimental. memiliki karakter serupa
• Waktu tidak lama, dengan subyek kasus
dibandingkan desain kohort. (case)nya.
• Mengukur odds ratio (OR).
Desain Kohort
KELEBIHAN: KEKURANGAN:
• Mengukur angka insidens. • Memerlukan waktu penelitian
• Keseragaman observasi yang relative cukup lama.
terhadap faktor risiko dari • Memerlukan sarana dan
waktu ke waktu sampai terjadi prasarana serta pengolahan
outcome, sehingga merupakan data yang lebih rumit.
cara yang paling akurat untuk • Kemungkinan adanya subyek
membuktikan hubungan penelitian yang drop out/ loss
sebab-akibat. to follow up besar.
• Mengukur Relative Risk (RR). • Menyangkut masalah etika
karena faktor risiko dari
subyek yang diamati sampai
terjadinya efek, menimbulkan
ketidaknyamanan bagi subyek.
Prinsip
Kohort

• Studi kohort selalu dimulai dari subyek yang tidak sakit. Kelompok subyek
dibagi menjadi subyek yang terpajan dan tidak terpajan. Kemudian
dilakukan pengamatan sampai terjadinya penyakit atau sampai waktu
yang ditentukan.
Kohort Prospektif vs Retrospektif
• Baik kohort prospektif
maupun retrospektif selalu
dimulai dari menjadi subyek
yang tidak sakit.

• Kohort prospektif dimulai


saat ini dan diikuti ke depan
sampai terjadi penyakit.

• Pada kohort retrospektif,


peneliti “kembali ke masa
lalu” melalui rekam medik,
mencari subyek yang sehat
pada tahun tertentu
kemudian mengikuti
perkembangannya melalui
catatan rekam medik hingga
terjadinya penyakit.
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam
satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak
berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat
ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini
secara bersamaan.

• Bila menggunakan desain case control, dimulai dengan


peneliti menentukan subyek anak 1-3 tahun yang
pernah mengalami diare dengan yang tidak pernah
mengalami diare. Kemudian ibu diwawancara apakah
sebelumnya memberi ASI eksklusif atau tidak.
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain kohort (prospektif), maka dimulai
dengan peneliti mengumpulkan subyek penelitian berusia 6
bulan yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Kemudian, subyek tersebut diamati selama 1
tahun untuk dilihat apakah mengalami diare atau tidak.

• Bila menggunakan desain kohort (retrospektif), dari catatan


rekam medis RS tahun 2015 dimulai dengan dikumpulkan
data bayi yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Kemudian rekam medis ditelusuri, dari tahun
2015-2016 apakah subyek pernah mengalami diare atau
tidak.
UKURAN ASOSIASI DALAM PENELITIAN

• Digunakan pada studi analitik (cross sectional,


case control, kohort, studi eksperimental).

• Untuk mengukur kekuatan hubungan sebab-akibat


antara variabel paparan dengan variabel outcome.

• Menunjukkan bagaimana suatu kelompok lebih


rentan mengalami sakit dibanding kelompok
lainnya.
Ukuran Asosiasi yang Sering Digunakan

– Relative risk (RR) ukuran asosiasi dari studi kohort


– Odds ratio (OR)  ukuran asosiasi dari studi case
control
– Prevalence ratio (PR) & prevalence odds ratio (POR)
 ukuran asosiasi dari studi cross sectional
Tabel 2x2
Cara yang paling umum dan sederhana untuk
menghitung ukuran asosiasi.

Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

Relative risk (RR):


insidens penyakit pada kelompok yang terpapar (a/(a+b))
dibandingkan dengan insidens penyakit pada kelompok yang tidak
terpapar (c/(c+d))

Rumus RR: a/(a+b)


c/(c+d)
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

Odds ratio (OR):


Odds penyakit pada kelompok terpapar (a/b) dibandingkan dengan
odds penyakit pada kelompok tidak terpapar (c/d)

Rumus OR: a/b = ad


c/d bc
Outcome

Exposure Yes No Total

Yes a b a+b

No c d c+d

Total a+c b+d a+b+c+d

Rumus prevalence ratio (PR) sama dengan rumus RR, yaitu:


PR: a/(a+b)
c/(c+d)

Rumus prevalence odds ratio (POR) sama dengan rumus OR, yaitu:
POR: ad
bc
Interpretasi RR/OR/PR

RR/OR/PR= 1 menunjukkan tidak ada hubungan antara paparan


dengan outcome.

RR/OR/PR lebih dari 1 menunjukkan asosiasi positif (semakin tinggi


paparan, semakin tinggi risiko mengalami penyakit)  paparan
yang diteliti merupakan FAKTOR RISIKO suatu penyakit.

RR/OR/PR kurang dari 1 menunjukkan bahwa paparan bersifat


protektif terhadap terjadinya outcome(semakin tinggi paparan,
semakin rendah risiko mengalami penyakit)  paparan yang diteliti
merupakan FAKTOR PROTEKTIF terjadinya suatu penyakit.
41. KEJADIAN EPIDEMIOLOGIS PENYAKIT

• Sporadik: kejadian penyakit tertentu di suatu


daerah secara acak dan tidak teratur.
Contohnya: kejadian pneumonia di DKI
Jakarta.

• Endemik: kejadian penyakit di suatu daerah


yang jumlahnya lebih tinggi dibanding daerah
lain dan hal tersebut terjadi terus menerus.
Contohnya: Malaria endemis di Papua.
• Epidemik dan KLB: Epidemik dan KLB sebenarnya
memiliki definisi serupa, namun KLB terjadi pada
wilayah yang lebih sempit (misalnya di satu
kecamatan saja). Indonesia memiliki kriteria KLB
berdasarkan Permenkes 1501 tahun 2010 (di
slide selanjutnya).

• Pandemik: merupakan epidemik yang terjadi


lintas negara atau benua. Contohnya: kejadian
MERS-COV di dunia tahun 2014-2015.
Endemic vs Epidemic
Number of Cases of a Disease

Endemic Epidemic

Time
Kriteria KLB (Permenkes 1501, tahun 2010)
• Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada
atau tidak dikenal pada suatu daerah
• Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun
waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis
penyakitnya
• Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut
jenis penyakitnya
• Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah
per bulan dalam tahun sebelumnya
• Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya
• Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen)
atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit
periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
• Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu
periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
Pola Epidemi Penyakit Menular
• Common source: satu orang atau sekelompok
orang tertular penyakit dari satu sumber yang
sama, dibagi menjadi:
– Point
– Continuous
– Intermittent

• Propagated/progressive: penyakit menular dari 1


orang ke orang lain (sehingga umumnya muncul
penyakit baru dengan jarak 1 masa inkubasi).
Point Source Epidemic
• Terjadi bila sekelompok orang terpapar sumber
penyakit dalam waktu singkat sehingga setiap orang
menjadi sakit dalam waktu hampir bersamaan.

Contoh:
Insidens hepatitis A di
Pennsylvania yang
terjadi akibat sayuran
yang mengandung virus
hepatitis A yang
dikonsumsi pengunjung
restoran pada tanggal 6
November.
Continuous Common Source Epidemic

• Terjadi bila paparan terjadi pada jangka waktu yang


panjang sehingga insidens kasus baru terjadi terus
menerus bermingg-minggu atau lebih panjang.

Contoh:
Paparan air yang mengandung
bakteri terjadi terus menerus,
sehingga insidens diare terjadi
berminggu-minggu.
Intermittent Common Source Epidemic

• bila paparan terjadi pada jangka waktu yang panjang


tetapi insidens kasus baru terjadi hilang timbul
Propagated/Progressive Epidemic
• Penularan dari satu orang ke orang lain
• Pada penyakit yang menularannya melalui kontak atau
vehikulum.
• Propagated/progressive pandemic  propagated
epidemic yang terjadi lintas negara.

Contoh:
Kasus campak yang satu ke
kasus campak yang lain
berjarak 11 jaro (1 masa
inkubasi)
Mixed Epidemic
• Gabungan antara common source epidemic dan
propagated epidemic
Contoh:
Kasus shigellosis di sebuah
festival music. Awalnya terjadi
penularan serempak saat
festival berlangsung. Sehingga
beberapa hari setelah festival,
kejadian shigellosis meningkat
sangat tinggi (common source
epidemic). Namun satu
minggu kemudian, muncul lagi
kasus shigellosis karena
penularan dari suatu oranf
42. Teknik Pengumpulan Data
• Data primer
– Wawancara
– Pengambilan data langsung (misalnya berat badan,
tekanan darah, kadar gula darah, dsb)
– Kuesioner
• Data sekunder
• Dari rekam medis, laporan, dll
• Data tersier
– kompilasi sumber primer dan sumber sekunder,
contohnya seperti bibliografi (daftar pustaka), katalog
perpustakaan, direktori dan daftar bacaan
43. Ukuran Mortalitas Penyakit
Ukuran Definisi
Crude death rate/ angka angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama
kematian kasar satu tahun dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun.

Case fatality rate persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu,
untuk menentukan kegawatan/ keganasan penyakit tersebut.
Rumus: jumlah kematian/jumlah seluruh kasus x 100%.

Angka kematian ibu jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan/ melahirkan/ nifas
(sampai 42 hari post partum) per 100.000 kelahiran hidup.
Rumus: jumlah kematian ibu/jumlah kelahiran hidup x 100.000

Angka kematian bayi jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per 1000 kelahiran
hidup. Rumus: jumlah kematian bayi/jumlah kelahiran hidup x
1000
Angka Kematian Bayi
• Angka kematian bayi dihitung dengan:
= Angka kematian bayi berumur < 1 tahun x 1000
kelahiran hidup
= (10+4) x 1000
1000
= 14
44. UKURAN MORBIDITAS PENYAKIT
DEFINISI RUMUS

Jumlah kasus baru dalam periode


Insidens/ insidens kumulatif/
waktu tertentu Jumlah kasus baru/ jumlah
incidence rate/ attack rate/
Attack rate/risk lebih sering digunakan populasi berisiko di awal periode
attack risk
pada konteks KLB.

jumlah penderita baru suatu penyakit


yang terjangkit pada serangan kedua Jumlah penderita baru pd
dibandingkan dengan jumlah penduduk serangan kedua/ (jumlah populasi
Secondary attack rate
dikurangi orang/penduduk yang berisiko- jumlah orang yang
pernah terkena penyakit pada serangan terkena serangan pertama)
pertama.

Prevalence rate Jumlah seluruh kasus pada satu Jumlah seluruh kasus (kasus lama
periode tertentu, misalnya jumlah dan kasus baru)/ jumlah populasi
seluruh kasus hipertensi dari Januari- berisiko pada satu periode
Desember 2016. tertentu.
Prevalensi
• Prevalensi adalah jumlah seluruh kasus dibagi
dengan jumlah populasi berisiko pada tahun
tersebut.
• Pada soal, ditanyakan prevalensi pada tahun
2015, maka prevalensinya adalah:
seluruh kasus (60+17) = 7,7%
populasi berisiko 1000 =
45. Universal Health Coverage
• Universal health coverage didefinisikan sebagai
jaminan bahwa setiap orang punya akses untuk
pelayanan kesehatan baik di bidang promosi,
preventif, kuratif dan rehabilitative, dengan
kualitas yang suffisien dengan memastikan juga
bahwa orang tidak perlu mengalami keterbatasan
finansial dalam mendapatkan akses ini.
• Universal health coverage menjadi target untuk
perbaikan taraf kesehatan untuk reformasi di
berbagai kesehatan dan prioritas objektif WHO
https://www.who.int › health_financing › universal_coverage_definition
46. Ketentuan Untuk Peserta BPJS Yang
Mengalami PHK Dan Kecacatan Total
• Peserta yang mengalami PHK tetap memperoleh
hak manfaat Jaminan Kesehatan paling lama 6
(enam) bulan sejak di PHK tanpa membayar
iuran.

• Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan yang


mengalami cacat total tetap dan tidak mampu,
berhak menjadi Peserta PBI Jaminan Kesehatan
– Penetapan cacat total tetap, dilakukan oleh dokter
yang berwenang.

Pasal 7 & 8 Perpres No 12 Tahun 2013


Ketentuan Untuk Peserta BPJS Yang
Mengalami PHK Dan Kecacatan Total
• Perusahaan masih berkewajiban untuk membayarkan iuran
BPJS kesehatan untuk karyawan yang di-PHK selama 6 bulan
ke depan.
• Kartu BPJS yang dimiliki oleh karyawan masih bisa digunakan
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari BPJS.
• Jika setelah 6 (enam) bulan karyawan belum mendapatkan
pekerjaan baru dan merasa tidak mampu untuk membayar
iuran bulanan BPJS, ia diperbolehkan menjadi peserta BPJS
PBI (Penerima Bantuan Iuran) dengan melapor terlebih
dahulu ke dinas sosial setempat.
• Setelah mendapatkan pekerjaan baru, karyawan
mendapatkan pilihan ntuk menjadi peserta BPJS PPU di
perusahaan baru, atau menjadi peserta BPJS Mandiri, dengan
menonaktifkan kepesertaan BPJS di perusahaan sebelumnya.
Pasal 7 & 8 Perpres No 12 Tahun 2013
Penjelasan Status Kepesertaan dan Kewajiban
Iuran BPJS Kesehatan untuk Karyawan Keluar
(Resign atau PHK)
Keluar karena PHK
• Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan: “Karyawan yang mengalami PHK masih
tetap memperoleh manfaat jaminan kesehatan paling
lama enam bulan sejak di-PHK tanpa membayar iuran.”
• Penjaminan BPJS untuk pekerja yang di-PHK
membutuhkan ketetapan PHK dari pengadilan
hubungan industrial.
• Dalam waktu 6 bulan karyawan harus secepatnya
melakukan perubahan data kepesertaan  peserta
BPJS PBI, mandiri, atau pekerja penerima upah di
perusahaan lainnya
Status Kepesertaan dan Kewajiban Iuran BPJS
Kesehatan untuk Karyawan Keluar
(Resign atau PHK)

Keluar karena resign


• Di bulan berikutnya setelah karyawan resign,
perusahaan tidak lagi memiliki kewajiban untuk
membayarkan iuran untuk karyawan yang
bersangkutan.
• Karyawan harus secepatnya melakukan perubahan
data kepesertaan.
47. Sistem Pembayaran BPJS
Kesehatan
• Mekanisme pembayaran BPJS kesehatan
untuk faskes primer (puskesmas, klinik
pratama, dokter praktek perorangan) adalah
kapitasi dan non kapitasi untuk kasus tertentu.

• Mekanisme pembayaran BPJS kesehatan


untuk faskes sekunder dan tersier adalah case
payment menggunakan INA CBGs serta non
INA CBGs untuk kondisi tertentu.
Pembayaran Klaim BPJS Kepada
Fasilitas Kesehatan
Perpres 111/2013 pasal 38:
1) BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan
atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling
lambat:
a. tanggal 15 (lima belas) setiap bulan berjalan bagi Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama yang menggunakan cara
pembayaran praupaya berdasarkan kapitasi; dan
b. 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima
lengkap bagi Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan.
2) BPJS Kesehatan wajib membayar ganti rugi kepada
Fasilitas Kesehatan sebesar 1% (satu persen) dari
jumlah yang harus dibayarkan untuk setiap 1 (satu)
bulan keterlambatan.
PEMBAYARAN BPJS DI FASKES PRIMER

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR TARIF PELAYANAN
KESEHATAN DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN
Tarif Kapitasi
• Tarif Kapitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf a diberlakukan pada FKTP yang melakukan
pelayanan:
a. administrasi pelayanan;
b. promotif dan preventif;
c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
d. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun
non operatif;
e. obat dan bahan medis habis pakai;
f. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium
tingkat pratama.
Tarif Non Kapitasi
• Tarif Non Kapitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b
diberlakukan pada FKTP yang melakukan pelayanan kesehatan di
luar lingkup pembayaran kapitasi, yang meliputi:
a. pelayanan ambulans
b. pelayanan obat program rujuk balik;
c. pemeriksaan penunjang pelayanan rujuk balik;
d. pelayanan penapisan (screening) kesehatan tertentu termasuk
pelayanan terapi krio untuk kanker leher rahim;
e. rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi medis;
f. jasa pelayanan kebidanan dan neonatal yang dilakukan oleh
bidan atau dokter, sesuai kompetensi dan kewenangannya; dan
g. pelayanan Keluarga Berencana di FKTP
Penyakit yang Termasuk dalam
Program Rujuk Balik

https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/4238e7d5f66ccef4ccd89883c46fcebc.pdf
Pembayaran BPJS di Faskes Sekunder
& Tersier (Rumah Sakit)
• Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs): besaran
pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan atas paket layanan
yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis
penyakit dan prosedur.

• Non INA-CBGs: tarif diluar tarif paket INACBG untuk


beberapa item pelayanan tertentu meliputi alat bantu
kesehatan, obat kemoterapi, obat penyakit kronis,
CAPD dan PET Scan, dengan proses pengajuan klaim
dilakukan secara terpisah dari tarif INA-CBG

Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 52 tahun 2016


Sistem Pembayaran Kesehatan (WHO)
Fee for service Pembayaran per item pelayanan (pemeriksaan, terapi, pelayanan
pengobatan/tindakan diidentifikasi satu persatu) kemudian dijumlahkan
dan ditagihkan kepada pasien
Case payment Pembayaran bagi paket pelayanan atau episode pelayanan. Tidak
berdasarkan item
Daily charge Pembayaran langsung dengan jumlah tetap per hari bagi pelayanan rawat
inap
Bonus payment Pembayaran langsung sejumlah yang disepakati (biasanya global) bagi tipe
pelayanan yang diberikan
Capitation Pembayaran berdasarkan jumlah orang yang menjadi tanggung jawab
dokter (tiap tahun)
Salary Pendapatan per tahun tidak berdasarkan beban kerja atau biaya pelayanan
yang diberikan
Reimbursement Pembayaran dilakukan oleh pasien kemudian biaya tersebut digantikan oleh
pihak ketiga (asuransi/perusahaan/dll)
Global budget Seluruh anggaran pelaksanaan ditetapkan di awal yang dirancang untuk
menyediakan pengeluaran tertinggi, tetapi memungkinkan pemanfaatan
dana secara fleksibel dalam batas tertentu
48. Pendaftaran BPJS untuk
Peserta Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja

Mengisi formulir Proses oleh BPJS Persetujuan Menerima kartu


daftar isian • Administrasi • Peserta setuju peserta BPJS
peserta (DIP) kepesertaan untuk membayar • Status jaminan
• Nomor KK, NIK, • Verifikasi data iuran pertama aktif
nama lengkap, kependudukan (minimal 1 bulan) • Membayar iuran
TTL, jenis kelamin, • Penyiapan FKTP paling cepat 14 selanjutnya
status hari kalender selambat-
• Penerbitan kartu
perkawinan, setelah mendapat lambatnya tanggal
peserta
kewarganegaraan nomor VA 10 tiap bulan
• Alamat sesuai KTP,
alamat penagihan,
iuran yang dibayar
• FKTP
Iuran Peserta BPJS Kesehatan
• Peserta PBI: Rp 23.000,00 per orang per bulan (ditanggung
oleh pemerintah berdasarkan perpres no 82 thn 2018).

• Bukan peserta PBI: 5% dari gaji/ upah per bulan.


– Pegawai pemerintah (PNS, TNI, POLRI): 3% dibayar oleh pemberi
kerja, 2% dibayar oleh pekerja.
– Pegawai non pemerintah: 4% dibayar oleh pemberi kerja, 1%
dibayar oleh pekerja.

• Peserta individu (perpres 82 thn 2018):


– Kelas 1: Rp 80.000,00/bulan
– Kelas 2: Rp 51.000,00/bulan
– Kelas 3: Rp 25.500,00/bulan
ANGGOTA KELUARGA YANG DITANGGUNG
PADA PROGRAM BPJS
• Pekerja Penerima Upah :
– Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak tiri
dan/atau anak angkat), sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
– Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah,
dengan kriteria:
• Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri;
• Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun
yang masih melanjutkan pendidikan formal.

• Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja : Peserta dapat


mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak terbatas).

• Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi


anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua.

• Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi


kerabat lain seperti Saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll.
ANGGOTA KELUARGA YANG
DITANGGUNG
• Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari
anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar
sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per orang per bulan,
dibayar oleh pekerja penerima upah.

• Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara
kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima
upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar
– Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan
dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.

– Sebesar Rp. 51.000,- (lima puluh satu ribu rupiah) per orang per bulan dengan
manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.

– Sebesar Rp. 80.000,- (delapan puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat
pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
KAPAN KARTU BPJS KESEHATAN
DAPAT DIGUNAKAN?
• Bagi peserta BPJS pekerja penerima upah dan BPJS PBI,
BPJS langsung dapat digunakan setelah pegawai
menerima kartu BPJS.

• Sementara itu, bagi peserta BPJS mandiri (peserta BPJS


bukan pekerja penerima upah), maka setelah
mendaftarkan diri secara online, maka pembayaran
baru dapat dilakukan setelah 14 hari kemudian dan
kartu BPJS baru dapat digunakan setelah pembayaran
dilakukan.
– Jadi kartu BPJS paling cepat bisa digunakan setelah 14 hari
dari pendaftaran.

https://www.panduanbpjs.com/kapan-kartu-bpjs-kesehatan-bisa-digunakan-setelah-mendaftar/
Prosedur Pelayanan Bagi Peserta BPJS Kesehatan

• Pelayanan kesehatan bagi Peserta dilaksanakan secara berjenjang


sesuai kebutuhan medis dimulai dari Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama.
– Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan
dari Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.
– Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan
dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama

• Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama bagi Peserta diselenggarakan


oleh Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat Peserta terdaftar,
kecuali:
– berada di luar wilayah Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat
Peserta terdaftar; atau
– dalam keadaan kedaruratan medis

Permenkes No 71/2013, Peraturan BPJS Kesehatan No 1 Tahun 2014


tersier
Penjelasan Rujukan Berjenjang
• Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama.

• Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien


dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua. Pelayanan
kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan
atas rujukan dari faskes primer.

• Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat


diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.

• Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung


ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis
dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya
tersedia di faskes tersier.

Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang, BPJS Kesehatan, 2016


Pengecualian Rujukan Berjenjang
• Terjadi keadaan gawat darurat (Kondisi kegawatdaruratan mengikuti
ketentuan yang berlaku);

• Bencana (Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan


atau Pemerintah Daerah);

• Kekhususan permasalahan kesehatan pasien (untuk kasus yang


sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya
dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan);

• Pertimbangan geografis;

• Pertimbangan ketersediaan fasilitas

Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang, BPJS Kesehatan, 2016


Rujukan Parsial BPJS Kesehatan
• Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke
pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan
diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian
perawatan pasien di Faskes tersebut.

• Rujukan parsial dapat berupa:


– Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau
tindakan
– Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang

• Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka


penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang, BPJS Kesehatan, 2016


PELAYANAN KEGAWATDARURATAN
• Peserta yang memerlukan pelayanan gawat darurat
dapat langsung memperoleh pelayanan di setiap
fasilitas kesehatan.

• Peserta yang menerima pelayanan kesehatan di


fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan, akan segera dirujuk ke fasilitas kesehatan
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah
keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dalam
kondisi dapat dipindahkan.
– Biaya akibat pelayanan kegawatdaruratan ditagihkan
langsung oleh Fasiltas Kesehatan kepada BPJS Kesehatan.
Bagaimana jika kondisi pasien tidak termasuk dalam
kriteria gawat darurat sesuai ketentuan BPJS
Kesehatan?
• Sesuai dengan Perpres Nomor 12 tahun 2013
pasal 25 huruf b, bahwa pelayanan yang tidak
dijamin adalah pelayanan yang dilakukan di
fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam kondisi
gawat darurat. Oleh karena itu jika pasien
tidak dalam kondisi gawat darurat, maka biaya
pelayanan pasien tidak dapat dijamin oleh
BPJS Kesehatan.
Panduan Penjaminan Pelayanan Kesehatan Darurat Medis di Faskes yang Tidak Bekerjasama Dengan BPJS Kesehatan, 2016
49. Puskesmas
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Kepmenkes RI
No.128/Menkes/SK/II/2004).
Jenis Puskesmas menurut pelayanan kesehatan medis, dibagi dua
kelompok yakni:
• Puskesmas Perawatan, pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat
inap (memberikan pelayanan 24 jam dan dapat merawat pasien one
day care (atau maksimal selama 3 hari)
• Puskesmas Non Perawatan, hanya pelayanan kesehatan rawat jalan
(pelayanan pengobatan di fasilitas pelayanan kesehatan dalam jam
kerja saja, kecuali untuk pelayanan persalinan)
Fungsi Puskesmas
FUNGSI PUSKESMAS

Fungsi Puskesmas

Pusat Penggerak Pusat


Pembangunan Pemberdayaan Pusat Pelayanan
Berwawasan Keluarga & Kesehatan Strata 1
Kesehatan Masyarakat

Public Goods Private Goods


(Kesmas) (Kuratif)
PUSKESMAS
Puskesmas induk: Puskesmas yang terdapat di wilayah kecamatan. Sasaran penduduk
30.000/puskesmas

Puskesmas Pembantu (Pustu): Puskesmas yang sederhana dan berfungsi membantu memperluas
jangkauan Puskesmas Induk dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan Puskesmas dalam
ruang lingkup wilayah yang lebih kecil (desa, kelurahan)
• Biasanya ada satu buah di setiap desa/kelurahan
• Membantu puskesmas induk
• Pelayanan medis sederhana oleh perawat atau bidan, disertai jadwal kunjungan dokter
• Sasaran meliputi 2-3 desa atau dengan jumlah penduduk 2.500 (luar jawa & bali) sampai 10.000
orang (jawa & bali)

Puskesmas Keliling (Puskel) : pelayanan kesehatan keliling yang dilengkapi dengan kendaraan
bermotor dan peralatan kesehatan, peralatan komunikasi serta sejumlah tenaga yang berasal dari
Puskesmas
• Kegiatan pelayanan khusus ke luar gedung, di wilayah kerja puskesmas.
• Menggunakan kendaraan bermotor roda 4, roda 2, atau perahu.
• Pelayanan medis terpadu oleh dokter, perawat, bidan, gizi, pengobatan dan penyuluhan.
• Menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan Puskesmas dalam wilayah kerjanya
yang belum terjangkau.
Wilayah Kerja Puskesmas
• Pembagian Puskesmas
• Puskesmas Pembantu
– Pelayanan kesehatan sederhana untuk menunjang dan
membantu pelaksanaan kegiatan puskesmas dalam ruang
lingkup yang lebih kecil
– satu pustu  2-3 desa dengan jumlah penduduk 2500 (luar
jawa dan bali), 10.000 (jawa dan bali)
• Puskesmas Keliling (unit pelayanan kesehatan yang
dilekngkapi dengan kendaraan bermotor 4 atau perahu
motor dan peralatan komunikasi
• Bidan Desa : untuk pelayanan persalinan di polindes
• Posyandu : Keterpaduan antara puskesmas dan masyarkat
di tingkat desa yang diwujudkan dalam pos pelayanan
terpadu. Satu posyandu sebaiknya melayani sekitar 100
balita, atau sesuai dengan kemampuan petugas dan
keadaan setempat
50. JENIS POSYANDU
• Terdapat 4 jenis posyandu:
– Posyandu pratama (warna merah)
– Posyandu madya (warna kuning)
– Posyandu purnama (warna hijau)
– Posyandu mandiri (warna biru)
Posyandu Pratama
• Posyandu tingkat pratama adalah posyandu
yang masih belum mantap, kegiatannya belum
bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya
terbatas.
• Keadaan ini dinilai ‘gawat’ sehingga
intervensinya adalah pelatihan kader ulang.
Artinya kader yang ada perlu ditambah dan
dilakukan pelatihan dasar lagi.
Posyandu Madya
• Rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih.
• Akan tetapi cakupan program utamanya (KB, KIA, Gizi,
dan Imunisasi) masih rendah yaitu kurang dari 50%.
• Kelestarian posyandu sudah baik tetapi masih rendah
cakupannya.
• Intervensi untuk posyandu madya ada 2 yaitu :
– Pelatihan Toma dengan modul eskalasi posyandu yang
sekarang sudah dilengkapi dengan metoda simulasi.
– Penggarapan dengan pendekatan PKMD (SMD dan MMD)
untuk menentukan masalah dan mencari penyelesaiannya,
termasuk menentukan program tambahan yang sesuai
dengan situasi dan kondisi setempat.
Posyandu Purnama
• Posyandu yang frekuensinya lebih dari 8 kali per tahun,
rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, dan
cakupan 5 program utamanya (KB, KIA, Gizi dan
Imunisasi) lebih dari 50%.
• Sudah ada program tambahan.
• Intervensi pada posyandu di tingkat ini adalah :
– Penggarapan dengan pendekatan PKMD untuk
mengarahkan masyarakat menetukan sendiri
pengembangan program di posyandu
– Pelatihan Dana Sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh
Dana Sehat yang kuat dengan cakupan anggota minimal
50% KK atau lebih.
Posyandu Mandiri
• Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan
kegiatan secara teratur, cakupan 5 program
utama sudah bagus, ada program tambahan
dan Dana Sehat telah menjangkau lebih dari
50% KK.
• Intervensinya adalah pembinaan Dana Sehat.
Keberhasilan Posyandu
• Cakupan SKDN
– S: semua balita di wilayah kerja Posyandu
– K: semua balita yang terdaftar dan memiliki KMS
– D: jumlah balita yang datang dan ditimbang
– N: jumlah balita yang naik berat badannya

Indikator cakupan program posyandu:


• Liputan program = K/S
– Kemampuan program untuk menjangkau balita yang ada di masing-
masing wilayah
• Tingkat kelangsungan penimbangan = D/K
– Kemantapan pengertian dan motivasi orang tua balita untuk
menimbang anak secara teratur
• Tingkat partisipasi masyarakat terhadap program posyandu = D/S
• Dampak program = N/D
– Berhasil/tidaknya program posyandu
51. FIVE LEVEL OF PREVENTION
• Dilakukan pada orang sehat
Health promotion • Promosi kesehatan
• Contoh: penyuluhan

• Dilakukan pada orang sehat


Specific • Mencegah terjadinya kesakitan
protection • Contoh: vaksinasi, cuci tangan pakai sabun

• Dilakukan pada orang sakit


Early diagnosis & • Tujuannya kuratif
prompt treatment • Contoh: Pengobatan yang tepat pada pasien TB

• Dilakukan pada orang sakit


Disability • Membatasi kecacatan
limitation • Contoh: pasien neuropati DM latihan senam kaki

• Dilakukan pada orang sakit dengan kecacatan


Rehabilitation • Optimalisasi fungsi tubuh yang masih ada
• Contoh: latihan berjalan pada pasien pasca stroke
Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
Primordial Prevention & Quartenary
Prevention
Primordial prevention Quartenary prevention
• consists of actions to minimize future • Action taken to identify patient at risk
hazards to health and hence inhibits of over-medicalization, to protect
the establishment of factors which him from new medical invasion, and
are known to increase the risk of to suggest him interventions ethically
disease. acceptable.
• It addresses broad health
determinants rather than preventing • For example:
personal exposure to risk factors, – the avoidance of screening without
which is the goal of primary foundation, such as in prostate cancer
prevention. – The appropriate use of antibiotics in
upper respiratory tract infections
• The difference with primary
prevention:
– Primary prevention seeks to prevent the
onset of specific diseases via risk
reduction by altering behaviors or
exposures that can lead to disease or by
enhancing resistance to the effects of
exposure to a disease agent.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4311333/
Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
52. Kejahatan Susila
• Jenis persetubuhan yang terancam pidana KUHP :

Persetubuhan Persetubuhan
Pemerkosaan Dengna Wanita Dengan Wanita
Tidak Berdaya Belum Cukup Umur

• Peran dokter sebagai :


1. Melihat adanya persetubuhan  deflorasi hymen, laserasi vagina, sperma
dalam vagina (Forniks posterior)
2. Melihat adanya tindak kekerasan  pemberian racun agar tidak berdaya
3. Usia korban
4. Pantas tidaknya korban untuk dikawin
5. Penyakit menular seksual, kehamilan dan kelainan jiwa
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul
Muniem Idries. 2011.
Tanda Persetubuhan
1. Tanda pasti persetubuhan adalah adanya
sperma dalam vagina
2. Adanya robekan pada selaput dara bukanlah
tanda pasti persetubuhan
3. Robekan selaput dara hanya tanda terdapat
benda padat yang sudah masuk ke dalam
kelamin perempuan
4. Pelaku aspermia  melihat air mani dalam
vagina
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul
Muniem Idries. 2011.
Pemeriksaan Sperma

• Pemeriksaan Sperma tanpa pewarnaan


– Tujuan: Untuk melihat motilitas spermatozoa.
Pemeriksaan ini paling bermakna untuk
memperkirakan saat terjadinya persetubuhan.
– Sperma didalam liang vagina masih dapat
bergerak dalam waktu 4 – 5 jam post-coitus;
sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak
sampai sekitar 24-36 jam post coital dan bila
wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8
hari.
Pemeriksaan pada Kejahatan Seksual
• Pemeriksaan sperma tanpa pewarnaan 
Melihat motilitas spermatozoa
Hasil :
1. Sperma yang masih bergerak menandakan
waktu 4-5 jam post coitus
2. Sperma masih dapat ditemukan tidak
bergerak dalam waktu 24-36 jam post coitus
3. Sperma masih bisa berada 7-8 hari pada
wanita yang mati
Pemeriksaan Sperma tanpa pewarnaan
Pemeriksaan Sperma

• Pemeriksaan dengan pewarnaan


– Bila sediaan dari cairan vagina, dapat diperiksa
dengan Pulas dengan pewarnaan gram, giemsa
atau methylene blue atau dengan pengecatan
Malachite-green.
– Bila berasal dari bercak semen (misalnya dari
pakaian), diperiksa dengan pemeriksaan Baechii.
Hasil: spermatozoa dengan kepala berwarna
merah dan ekor berwarna biru muda terlihat
banyak menempel pada serabut benang
Pemeriksaan sperma dengan pewarnaan
PEMERIKSAAN CAIRAN MANI

Sampel :
1. Forniks posterior vagina
Fosfatase asam, PAN, Berberio, Florence

2. Bercak pada pakaian


Pemeriksaan Taktil, Visual, Sinar UV,
Fosfatase asam, PAN, Berberio, Florence
Pemeriksaan Semen :Pemeriksaan
Semen

1. Visual  Bercak mani berbatas tegas dan


berwarna gelap dibanding sekitarnya
2. Perabaan dan penciuman  bercak teraba
kaku seperti kanji dan tercium seperti klorin
atau bau ikan
3. Ultraviolet  semen kering berfluoresensi
putih kebiruan tetapi pemeriksaan ini tidak
spesifik
PEMERIKSAAN KIMIAWI
Cairan vaginal atau bercak mani yang sudah dilarutkan,
ditetesi larutan yodium (larutan Florence) di atas objek glass
Metode
Hasil yang diharapkan: kristal-kristal kholin peryodida
Florence
tampak berbentuk jarum-jarum / rhomboid yang berwarna
coklat gelap

Cairan vagina atau bercak semen yang sudah dilarutkan,


diteteskan pada objek glass, lalu ditambahkan asam pikrat
Metode
dan diamati di bawah mikroskop.
Berberio
Hasil yang diharapkan: Kristal spermin pikrat akan terbentuk
rhomboik atau jarum yang berwarna kuning kehijauan.

Dapat dilakukan pada cairan vagina dan pada bercak semen


di pakaian.
Fosfatase
Hasil yang diharapkan: warna ungu timbul dalam waktu
asam
kurang dari 30 detik, berarti asam fosfatase berasal dari
prostat.

Bercak pada pakaian diekstraksi dengan cara menempelkan


Metode kertas saring Whatman no.2 yang dibasahi dengan
PA N aquadest, selama 10 menit.
Hasil positif menunjukkan warna merah jambu.
53. Luka Bakar
• Luka bakar api: menimbulkan kerusakan kulit yang bervariasi,
tergantung pada tingginya suhu dan lamanya api mengenai kulit.

• Luka bakar benda panas: kerusakan kulit terbatas, sesuai dengan


penampang benda yang mengenai kulit. Bentuk luka sesuai dengan
bentuk permukaan benda padat.

• Luka bakar listrik: Benda beraliran listrik saat mengenai kulit, oleh
tahanan yang terdapat pada kulit, akan menimbulkan panas yang
dapat merusak kulit dalam bentuk luka bakar benda padat. Pada
kulit basah, listrik dialirkan tanpa merusak kulit.
– Bila listrik mengalir melewati medula oblongata pusat vital akan
terganggu; melewati daerah jantungfibrilasi ventrikel; melewati otot
sela igakejang otot pernafasan.
LUKA LISTRIK
Ada 2 jenis tenaga listrik yang dapat menimbulkan
luka listrik yaitu :
• Tenaga listrik alam seperti petir dan kilat.
• Tenaga listrik buatan meliputi arus listrik searah
(DC) seperti telepon (30-50 volt) dan tram listrik
(600-1000 volt) dan arus listrik bolak-balik (AC)
seperti listrik rumah, pabrik, dll
Pemeriksaan Luar Luka Listrik
• Current mark berbentuk oval, kuning atau coklat keputihan atau coklat
kehitaman atau abu-abu kekuningan dikelilingi daerah kemerahan dan
edema sehingga menonjol dari jaringan sekitarnya (daerah halo).
• Sepatu korban dan pakaian dapat terkoyak.
• Tanda yang lebih berat yaitu kulit menjadi hangus arang, rambut ikut
terbakar, tulang dapat meleleh dengan pembentukan butir kapur/kalk
parels terdiri dari kalsium fosfat.
• Endogenous burn/Joule burn terjadi jika kontak dengan tubuh lama
sehingga bagian tengah yang dangkal dan pucat pada electric mark dapat
menjadi hitam dan hangus terbakar
• Exogenous burn dapat terjadi bila tubuh terkena arus listrik tegangan
tinggi yang sudah mengandung panas, sehingga tubuh akan hangus
terbakar dengan kerusakan yang sangat berat dan tidak jarang disertai
dengan patahnya tulang-tulang .
LUKA PETIR
• Lightning / eliksem adalah kecelakaan akibat sambaran petir. Petir
termasuk arus searah (DC) dengan tegangan 20 juta volt dan kuat
arus 20 ribu ampere.

Ada 3 keadaan yang berpotensi besar terkena petir :


1. Berada di tanah lapang.
2. Berada dibawah pohon yang tinggi.
3. Kehujanan dan memakai perhiasan yang terbuat dari logam.

Ada 3 kelainan akibat sambaran petir :


1. Efek listrik.
2. Efek panas.
3. Efek ledakan.
Luka Petir
Ada 3 efek listrik akibat sambaran petir :
• Current mark / electrik mark / electrik burn.
Efek ini termasuk salah satu tanda utama luka
listrik (electrical burn).
• Aborescent markings. Tanda ini berupa
gambaran seperti pohon gundul tanpa daun
akibat terjadinya vasodilatasi vena pada kulit
korban sebagai reaksi dari persentuhan antara
kulit dengan petir (lightning / eliksem). Tanda
ini akan hilang sendiri setelah beberapa jam.
Arborescent mark
• Magnetisasi. Logam yang terkena sambaran
petir (lightning / eliksem) akan berubah
menjadi magnet. Efek ini termasuk salah satu
tanda luka listrik (electrical burn).
Luka Petir
Ada 2 efek panas akibat sambaran petir :
• Luka bakar sampai hangus. Rambut, pakaian, sepatu
bahkan seluruh tubuh korban dapat terbakar atau
hangus.

• Metalisasi. Logam yang dikenakan korban akan meleleh


seperti perhiasan dan komponen arloji. Arloji korban
akan berhenti dimana tanda ini dapat kita gunakan untuk
menentukan saat kematian korban. Efek ini juga
termasuk salah satu tanda luka listrik (electrical burn).
54. Serkom, SIP, STR
• Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap
kemampuan seorang dokter untuk menjalankan praktek
kedokteran di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi,
dikeluarkan oleh Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga Indonesia
(KDDKI).
• Surat Tanda Registrasi adalah surat yang dikeluarkan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia (KKI) sebagai tanda bahwa seorang dokter
tercatat secara resmi telah memiliki sertifikat kompetensi dan
diakui secara hukum untuk melakukan tindakan profesinya.
• Surat Izin Praktek: surat ziin untuk praktek di tempat tertentu yang
dikeluarkan oleh pemda (dinkes kota/kabupaten) setempat. Sesuai
UU Praktik Kedokteran tahun 2004, setiap dokter hanya
diperbolehkan praktik di 3 tempat.
• Untuk praktik di suatu tempat, seorang dokter
harus memiliki SIP.
• Untuk bisa memproses SIP, setiap tenaga
kesehatan wajib memiliki STR.
• Untuk memperoleh STR, tenaga kesehatan
harus memiliki ijazah dan sertifikat
kompetensi.
STR DAN SIP
• Surat Izin Praktik, selanjutnya disingkat SIP adalah
bukti tertulis yang diberikan dinas kesehatan
kabupaten/kota kepada dokter dan dokter gigi
yang akan menjalankan praktik kedokteran
setelah memenuhi persyaratan.

• Surat Tanda Registrasi, selanjutnya disingkat STR


adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia kepada dokter dan dokter
gigi yang telah diregistrasi.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011
TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN
Urutan Pengurusan

Lulus STR SIP

Ijazah Serkom
55. Pelanggaran Disiplin
• Pelanggaran terhadap standar profesi
kedokteran.

• Alur: delik aduan  MKDKI  sanksi.

• Sanksi Disiplin (Pasal 69 ayat 3, UUPK):


1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di
institusi pendidikan kedokteran
Pelanggaran Hukum
• Dokter adalah bagian dari komunitas (publik)
sehingga berlaku kepadanya HUKUM PUBLIK.

• Hukum publik dapat berupa pidana atau


perdata.
Sanksi Pidana dalam UU No.29 Th 2004 Tentang
Praktik Kedokteran
• Pasal 75  Praktik tanpa STR
• Pasal 76  praktik tanpa SIP
• Pasal 77  menggunakan gelar seolah-olah
dr/drg yang memiliki STR
• Pasal 79  tidak memasang papan praktik,
tidak membuat rekam medik, tidak sesuai
standar profesi (rasional,merujuk,dll)
• Pasal 80  mempekerjakan dr/drg tanpa STR
& SIP
Sanksi Pidana Surat Keterangan Palsu

Pasal 267 KUHP:

1. Tabib yang dengan sengaja memberikan surat keterangan


palsu tentang adanya atau tidak adanya sesuatu penyakit,
kelemahan atau cacat, dihukum penjara selama-lamanya
empat tahun.
2. Kalau keterangan itu diberikan dengan maksud supaya
memasukkan seseorang ke dalam rumah sakit ingatan atau
supaya ditahan di sana, maka dijatuhkan hukuman penjara
selama-lamanya delapan tahun enam bulan.
3. Dengan hukuman serupa itu juga dihukum barang siapa
dengan sengaja menggunakan surat keterangan palsu itu
seolah-olah isinya cocok dengan hal yang lain sebenarnya.
Sanksi Perdata Menurut KUH Perdata
• Wan Prestasi, jika hubungan yuridis dokter-pasien adalah perjanjian
membawa hasil (resultaatverbintenis) dengan memakai pasal 1239 KUH
Perdata,

• Perbuatan melawan hukum, jika hubungan yuridis dokter-pasien adalah


perjanjian memasang tekad (inspanningsverbintenissen) atau perjanjian
teraupetik dengan memakai pasal 1365 KUH Perdata.

• Melalaikan pekerjaan sebagai penanggungjawab. Artinya, dokter


bertanggungjawab atas kesalahan yang dibuat bawahannya (perawat,
paramedis) yang secara langsung diawasinya dalam melaksanakan
perintah atau petunjuk dokter. Bawahan dokter tersebut merupakan
perpanjangan tangan dokter (verlengende arm van de geneesher) dalam
melakukan tindakan medik. Pasal yang digunakan adalah pasal 1367 ayat
(3) KUH Perdata,
Etik Murni dan Etikolegal
Pelanggaran Etik Murni Pelanggaran Etikolegal
• Menarik imbalan jasa yang tidak wajar • Pelayanan kedokteran di bawah
dari pasien atau menarik imbalan jasa
dari sejawat dan keluarganya standar
• Mengambil alih pasien tanpa • Menerbitkan surat keterangan
persetujuan sejawatnya
• Memuji diri sendiri di depan pasien, palsu
keluarga atau masyarakat • Melakukan tindakan medik yang
• Pelayanan kedokteran yang
diskriminatif bertentangan dengan hukum
• Kolusi dengan perusahaan farmasi • Melakukan tindakan medik
atau apotik
• Tidak mengikuti pendidikan tanpa indikasi
kedokteran berkesinambungan • Pelecehan seksual
• Dokter mengabaikan kesehatannya
sendiri • Membocorkan rahasia pasien
56. Komite Medik
• Komite Medik adalah partner manajemen dan
Perangkat Rumah Sakit. Komite medik merupakan
organisasi non structural yang dibentuk di Rumah
Sakit oleh Direktur. Komite ini bukan merupakan
wadah perwakilan dari staf medis.

• Tujuan komite medik dibentuk :


Menyelenggarakan tata kelola klinis yang baik agar
mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien
terjamin dan terlindungi.
www.kki.go.id › PDGI_Syaiful_Anwar_Nst_-_Materi_KKI_Komite_Medik
PERAN KOMITE MEDIK
• Subkomite Kredensial: bertugas menapiskan
profesionalisme staff medis, seperti melakukan
kredensial dan rekredensial.

• Subkomite Mutu Profesi: yang bertugas


mempertahankan kompetensi dan profesionalisme
staff medis, salah satunya dengan melakukan audit
medis.

• Subkomite Etik dan Disiplin Profesi: bertugas menjaga


disiplin, etika dan prilaku profesi staff medis
www.kki.go.id › PDGI_Syaiful_Anwar_Nst_-_Materi_KKI_Komite_Medik
Peran Komite Medik
1. Contoh fungsi sebagai Kredensial :
• Mengkaji/Menyeleksi Dokter dan Dokter Gigi
yang baik, kompeten, legal, beretika, taat pada
peraturan Rumah Sakit.
• Proses evaluasi terhadap staf medis untuk
menentukan kelayakan diberikan kewenangan
klinis.
• Penyususnan dan Pengkompilasi kewenangan
klinis.
• Rekomendasi kewenangan klinis dan penerbitan
surat penugasan klinis
www.kki.go.id › PDGI_Syaiful_Anwar_Nst_-_Materi_KKI_Komite_Medik
Peran Komite Medik

2. Contoh fungsi untuk menjaga mutu dan


pelayanan dokter :
• Pelaksana Audit Medis.
• Rekomendasi pertemuan Ilmiah internal
dan eksternal dalam rangka pendidikan
berkelanjutan bagi staf medis.
• Mempertahankan kompetensi dan
profesionalisme staf medis

www.kki.go.id › PDGI_Syaiful_Anwar_Nst_-_Materi_KKI_Komite_Medik
Peran Komite Medik
3. Contoh fungsi pelayanan etika dan disiplin
profesi medis
• Pembinaan etika dan disiplin profesi.
• Pemeriksaan staf medis yang diduga
melakukan pelanggaran disiplin.
• Rekomendasi pendisplinan pelaku profesional
Rumah Sakit.
• Pemberian nasehat/pertimbangan dalam
pengambilan keputusan etis pada asuhan
medis pasien

www.kki.go.id › PDGI_Syaiful_Anwar_Nst_-_Materi_KKI_Komite_Medik
57. KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
• Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar • Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
• Pengertian ”berbuat baik” diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih diikuti.
dari sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), • Tidak ada pertimbangan lain selain
• Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. • Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
58. VISUM ET REPERTUM (VER)

• VeR : Keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan


penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan
medis terhadap manusia, baik hidup atau mati untuk
kepentingan peradilan.
• Dasar: PASAL 133 KUHAP
– Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya
• Pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP: yang berwenang
meminta keterangan ahli → penyidik & penyidik pembantu
Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna
Siapa Yang Berhak Membuat VER?
• Dalam pasal 133 KUHAP disebutkan: penyidik berwenang
untuk mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.

• Sebenarnya boleh saja seorang dokter yang bukan dokter


spesialis forensik membuat dan mengeluarkan visum et
repertum.

• Tetapi, di dalam penjelasan pasal 133 KUHAP dikatakan


bahwa keterangan ahli yang diberikan oleh dokter spesialis
forensik merupakan keterangan ahli, sedangkan yang
dibuat oleh dokter selain spesialis forensik disebut
keterangan.
Syarat Pembuatan Visum et Repertum
Syarat yang menyangkut prosedur yang harus dipenuhi dalam
pembuatannya, yaitu:
• Permintaan visum et repertum haruslah secara tertulis (sesuai
dengan pasal 133 ayat 2 KUHAP)
• Pemeriksaan atas mayat dilakukan dengan cara bedah, jika ada
keberatan dari pihak keluarga korban, maka pihak polisi atau
pemeriksa memberikan penjelasan tentang pentingnya dilakukan
bedah mayat.
• Permintaan visum et repertum hanya dilakukan terhadap peristiwa
pidana yang baru terjadi, tidak dibenarkan permintaan atas
peristiwa yang telah lampau.
• Polisi wajib menyaksikan dan mengikuti jalannya pemeriksaan.
• Isi visum et repertum tidak bertentangan dengan ilmu kedokteran
yang telah teruji kebenarannya
Permintaan VeR menurut Ps.133 KUHAP

• Wewenang penyidik
• Tertulis (resmi)
• Terhadap korban, bukan tersangka
• Ada dugaan akibat peristiwa pidana
• Bila mayat :
– Identitas pada label
– Jenis pemeriksaan yang diminta
– Ditujukan kepada : ahli kedokteran forensik/ dokter di
rumah sakit

Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna


Ketentuan Lain dalam VeR Korban Hidup

• Surat permintaan VeR dapat “terlambat” :


– Korban luka dibawa ke dokter (RS) dulu sebelum ke
polisi
– SPV menyebutkan peristiwa pidana yang dimaksud
– VeR = surat keterangan, jadi dapat dibuat berdasarkan
rekam medis (RM telah menjadi barang bukti sejak
datang spv)
– Pembuatan VeR tanpa ijin pasien, sedangkan SKM lain
harus dengan ijin.
– Sebaiknya diantar petugas agar dapat dipastikan
identitas korban dan statusnya sebagai “barang bukti”
Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna
VeR dan Rekam Medis
• Seorang pasien yang datang berobat ke RS dengan perlukaan
dan/atau keracunan, apalagi dengan anamnesis yang menunjukkan
adanya kemungkinan kaitan dengan suatu tindak pidana, pertama-
tama harus DIANGGAP sebagai kasus forensik, tanpa melihat ada
atau tidaknya Surat Permintaan VER dari polisi.
• Dokter yang menangani pasien ini harus melakukan pencatatan
anamnesis secara lengkap dan detil. Pemeriksaan fisik dilakukan
seperti biasa, akan tetapi pencatatan luka-lukanya dilakukan secara
lengkap dan mendetil.
• VER kasus forensik klinik dibuat berdasarkan rekam medis korban,
yang dibuat oleh dokter IGD, dokter yang merawat, SpF maupun
perawat. Suatu VER yang baik hanya dapat dihasilkan dari Rekam
Medis (RM) yang baik pula.

Cara Pencatatan Rekam Medis untuk Kasus Forensik Klinik,


Djaja Surya Atmadja
Rahasia VeR
– Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 tentang
Wajib Simpan Rahasia Kedokteran
– Penggunaan keterangan ahli, atau VeR hanya
untuk keperluan peradilan
– Berkas VeR hanya boleh diserahkan kepada
penyidik yang memintanya.
– Untuk mengetahui isi VeR, pihak lain harus melalui
aparat peradilan, termasuk keluarga korban
VER vs Isi Rekam Medis
• Visum et repertum di buat • Catatan medis terikat
berdasarkan undangundang dengan sumpah dokter
yaitu pasal 120, 179,133 menurut peraturan
ayat 1 KUHP , maka dokter pemerintah No.10 tahun
tidak dapat di tuntut karena 1996 tentang rahasia
membuka rahasia pekerjaan kedokteran tentang rahasia
sebagaimana di atur dalam kedokteran dengan sanksi
pasal 322 KUHP meskipun hukum dalam pasal 322
dokter membuat nya tanpa KUHP.
seizin pasien.
59. TANATOLOGI FORENSIK

• Livor mortis atau lebam mayat


– terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah
kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya
gravitasi bumi .
– Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan
dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan.
– Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam.
Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap
8-12 jam.
Rigor mortis atau kaku mayat

• terjadi akibat hilangnya ATP.


• Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin
bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam
postmortem.
• Kemudian dipertahankan selama 12 jam, setelah itu akan
berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah
adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan.
• Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah.
• Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi
dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.
Penurunan suhu badan

• Pada saat sesudah mati, terjadi proses pemindahan


panas dari badan ke benda-benda di sekitar yang lebih
dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.
• dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan
pakaian.
• Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan
pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih
cepat.
• Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu
lingkungan.
Pembusukan mayat (dekomposisi)

• Terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan kerja


bakteri.
• Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai
dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau
busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lain-lain.
• RUMUS CASPER untuk perbedaan kecepatan pembusukan udara:
air: tanah = 8:2:1
• Ini disebabkan karena suhu di dalam tanah yang lebih rendah
terutama bila dikubur ditempat yang dalam, terlindung dari
predators seperti binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen
menghambat berkembang biaknya organisme aerobik.
Pembusukan organ dalam
• Organ dalam yang paling cepat membusuk
ialah otak, hati, lambung, usus halus, limpa,
rahim wanita hamil atau nifas.
• Organ yang lambat membusuk ialah esofagus,
jantung, paru-paru, difragma, ginjal dan
kandung kemih.
Thanatologi

Livor mortis Livor mortis lengkap


mulai muncul dan menetap

20 30 2 6 8 12 24 36
0 mnt mnt jam jam jam jam jam jam

Rigor mortis Pembus


Rigor mortis Pembusuk ukan
lengkap (8-10
mulai muncul an mulai tampak
jam)
tampak di di
caecum seluruh
tubuh

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
PENURUNAN SUHU TUBUH (ALGOR
MORTIS)

Approximate times for algor and rigor mortis in temperate regions


Body temperature Body stiffness Time since death
warm not stiff dead not more than three
hours
warm stiff dead 3 to 8 hours
cold stiff dead 8 to 36 hours
cold not stiff dead more than 36 hours
SOURCE: Stærkeby, M. "What Happens after Death?" In the University of Oslo
Forensic Entomology [web site]. Available from
http://folk.uio.no/mostarke/forens_ent/afterdeath.shtml.
CADAVERIC SPASM
• Cadaveric spasme atau instantaneous rigor adalah suatu keadaan dimana
terjadi kekakuan pada sekelompok otot dan kadang-kadang pada seluruh
otot, segera setelah terjadi kematian somatis dan tanpa melalui relaksasi
primer.

• Berhubungan dengan kehabisan cadangan glikogen dan ATO yang bersifat


setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat
sesaat sebelum meninggal

• Dapat terjadi pada semua otot di tubuh akan tetapi biasanya pada grup –
grup otot tertentu, misalnya otot lengan atas.

• Kepentingan medikolegal adalah menunjukan sikap terakhir masa


hidupnya, misalnya tangan menggenggam erat benda yang diraihnya pada
kasus tenggelam ; terjadi sesaat setelah kematian, sebelum onset normal
dari rigor mortis.
Cadaveric Spasme atau Rigor Mortis?

• Bedakan rigor mortis dengan cadaveric


spasme.
– Rigor mortis baru terjadi pada 2-4 jam pertama,
terjadi secara komplit pada 6-12 jam paska
kematian,dan terutama terlihat jelas pada otot –
otot kecil.
– Cadavaric spasme segera setelah terjadi kematian
somatis. Dapat terjadi pada semua otot di tubuh
akan tetapi biasanya pada grup – grup otot
tertentu.
Bedanya dengan stiffening
• Heat stiffening : kekakuan otot akibat koagulasi protein
oleh panas. Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tetapi
rapuh (mudah robek)
– dapat dijumpai pada korban mati terbakar
– pada heat stiffening serabut-serabut ototnya memendek
sehingga menimbulkan flexi leher, siku, paha, dan lutut,
membentuk sikap petinju (pugilistic attitude)

• Cold stiffening : kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin,


sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan
sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot,
sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya
es dalam rongga sendi.
60. REKAM MEDIS
• Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran: setiap dokter atau dokter gigi
dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.

• Pasal 47 ayat (1): Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan
kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien.

• Mengenai isi rekam medis diatur lebih khusus dalam Pasal 12 ayat
(2) dan ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis: Isi rekam medis
merupakan milik pasien yang dibuat dalam bentuk ringkasan rekam
medis..
Kepemilikan Rekam Medis
• Permenkes No.269 tahun 2008: isi Rekam Medis
adalah milik pasien, sedangkan berkas Rekam
Medis (secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau
institusi kesehatan.

• Pasal 10 Permenkes No. 749a menyatakan bahwa


berkas rekam medis itu merupakan milik sarana
pelayanan kesehatan, yang harus disimpan
sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun
terhitung sejak tanggal terakhir pasien berobat.
Rekam Medis
Administrative Value

Legal Value

Financial Value

Research Value

Education Value

Documentation Value
Kepemilikan Rekam Medis
• Aplikasi: Karena isi Rekam Medis merupakan milik
pasien, maka pada prinsipnya tidak pada tempatnya jika
dokter atau petugas medis menolak memberitahu
tentang isi Rekam Medis kepada pasiennya, kacuali pada
keadaan-keadaan tertentu yang memaksa dokter untuk
bertindak sebaliknya.

• Sebaliknya, karena berkas Rekam Medis merupakan milik


institusi, maka tidak pada tempatnya pula jika pasien
meminjam Rekam Medis tersebut secara paksa, apalagi
jika institusi pelayanan kesehatan tersebut menolaknya.
61. Warna Lebam Mayat

• Dalam keadaan normal, lebam mayat


berwarna merah keunguan.
Intoksikasi Warna Lebam Mayat
Karbon monoksida Merah bata (cherry red)
Karbon dioksida Merah gelap
Sianida Merah terang (bright red)
Nitrit, Potasium, Anilin, Benzena dan zat Merah coklat atau coklat
lain yang menyebabkan
methemoglobinemia
Fosfat Coklat gelap (dark brown)

http://www.forensicpathologyonline.com/e-book/post-mortem-changes/post-mortem-hypostasis
Keracunan CO
• Berat jenis CO sedikit lebih ringan dari udara.
• Mempunyai sifat mengikat Hb 210 kali lebih cepat dari O2.
• Contoh : Kebakaran gedung, Meninggal dunia dlm mobil dengan mesin &
alat pendingin dlm hidup & knalpot bocor, Ruang ventilasinya kurang dgn
adanya alat pemanas menggunakan gas dapur/bensin.
• Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan
anamnesis adanya kontak dan ditemukannya gejala keracunan CO.
• Pada jenazah, dapat ditemukan warna lebam mayat yang berupa Cherry Red
pada kulit, otot, darah dan organ-organ interna, yang tampak jelas bila
kadar COHb mencapai 30% atau lebih. Akan tetapi pada orang yang anemik
atau mempunyai kelainan darah warna cherry red ini menjadi sulit dikenali.
• Pemeriksaan Laboratorium:
– Uji Kualitatif, menggunakan 2 cara: uji dilusi alkali dan uji formalin
– Uji Kuantitatif menggunakan cara Gettler-Freimuth
Intoksikasi CO2 (Gas Asam Arang)

• Berat jenis CO2 1,52 kali dibandingkan dgn udara shg terdapat
ditempat yg rendah & tidak mudah hilang.
• Contoh : Terdapat dalam sumur tua, palka kapal, goa-goa, kasus
gerbong maut.
• Lebam mayat berwarna merah gelap
• Pemeriksan tes gas CO2 ini dengan menambah air kapur Ca(OH)2
kedalam sample gas  air keruh keputihan (ENDAPAN PUTIH )
• Cara mengambil sample gas :
• Botol 5-10 liter dikat di 2 tempat, leher & didasarnya,kemudian diisi
air & diturunkan ditempat yg mau diperiksa. Sampai di bawah botol
kemudian dibalik, air akan keluar & gas akan masuk dalam botol.
Botol diangkat & ditutup rapat
Intoksikasi H2S (Hidrogen Sulfida)

• Gas H2S berat jenis 1,19 kali lebih berat dari pada
udara.
• Contoh : Pada penguraian bahan yg mengandung S
(Sulfur) tdpt dipabrik penyaman kulit,selokan yg
tertutup, dijamban.
• Test terhadap sample gas dgn Pb Asetat.
Keracunan Sianida (CN)
• Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau amandel yang merupakan
tanda patognomonik untuk keracunan CN, dengan cara menekan dada
mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung.
• Selain itu didapatkan sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari
mulut, dan lebam jenazah berwarna merah terang, karena darah kaya
akan oksi hemoglobin (karena jaringan dicegah dari penggunaan oksigen)
dan ditemukannya cyanmethemoglobin.
• Pemeriksaan selanjutnya biasanya tidak memberikan gambaran yang khas.
• Pada korban yang menelan garam alkali sianida, dapat ditemukan kelainan
pada mukosa lambung berupa korosi dan berwarna merah kecoklatan
karena terbentuk hematin alkali dan pada perabaan mukosa licin seperti
sabun.
• Korosi dapat mengakibatkan perforasi lambung yang dapat terjadi
antemortal dan postmortal.
PEMERIKSAAN PADA KASUS
KERACUNAN SIANIDA
• Pemeriksaan luar: korban mati tercium amandel dengan
menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan
hidung. Sianosis pada wajah & bibir, busa keluar dari mulut, &
lebam mayat berwarna merah terang, karena darah vena kaya
akan oksi-Hb.

• Pemeriksaan bedah jenasah: dapat tercium bau amandel saat


membuka ronga dada, perut & otak serta lambung (bila racun
melalui mulut). Darah, otot & penampang organ tubuh dapat
berwarna merah terang. Selanjutnya hanya ditemukan tanda
asfiksia pada organ tubuh.
Pemeriksaan Laboratorium Kasus
Keracunan Sianida
• Uji kertas saring menggunakan asam pikrat jenuh: Kertas tersebut
dicelupkan kedalam darah korban, bila positif berubah menjadi
warna merah terang (sianmethemoglobin).

• Reaksi Schonbein-Pagenstecher (reaksi Guajacol): Pada reaksi ini


bila hasilnya positif akan membentuk warna biru hijau pada kerta
saring. Reaksi ini tidak spesifik, hasil positif semu didapat bila isi
lambung mengandung klorin, nitrogen oksida atau ozon sehingga
reaksi ini hanya untuk skrining.

• Reaksi Prussian Blue: hasil positif menunjukkan endapan larut dan


terbetuk warna biru berlin.

• Cara Gettler Goldbaum: hasil positif ditunjukkan oleh perubahan


warna kertas saring menjadi biru.
Tipe Anoksia
• Anoksia Anoksik (Anoxic anoxia)
– Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena tidak ada atau
tidak cukup O2. Misalnya kepala di tutupi kantong plastik, udara yang kotor
atau busuk, udara lembab, bernafas dalam selokan tetutup atau di
pegunungan yang tinggi. Ini di kenal dengan asfiksia murni atau sufokasi.
• Anoksia Anemia (Anemia anoxia)
– Tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen.
– Contoh: perubahan kadar Hb dalam darah pada anemia berat dan perdarahan
yang tiba-tiba.
• Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia)
– Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karena gagal
jantung, syok dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup
tinggi, tetapi sirkulasi darah tidak lancar. Keadaan ini diibaratkan lalu lintas
macet tersendat jalannya.
• Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia)
– Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak
dapat menggunakan oksigen secara efektif.
62. Kejahatan Seksual
• Persetubuhan yang diancam di KUHP meliputi pemerkosaan,
persetubuhan dengan wanita tidak berdaya, persetubuhan dengan
wanita yang belum cukup umur.
• Dokter wajib membuktikan:
– Adanya persetubuhan (deflorasi hymen, laserasi vulva atau vagina,
sperma dalam vagina paling sering terdapat pada fornix posterior)
– Adanya tindak kekerasan (memberikan racun/obat/zat agar menjadi
tidak berdaya)
– Usia korban
– Menentukan pantas tidaknya korban untuk dikawin
– Adanya penyakit menular seksual, kehamilan, kelainan pskiatrik atau
kejiwaan
• Pada institusi yang memiliki dokter spesialis kandungan,
pemeriksaan untuk kasus kejahatan susila dilakukan oleh spesialis
tersebut, bila tidak ada dilakukan oleh dokter umum
Menentukan Ada Tidaknya Persetubuhan

• Persetubuhan adalah peristiwa di mana alat kelamin laki-laki masuk


ke dalam alat kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya.

• Tanda pasti persetubuhan adalah adanya sperma dalam vagina.

• Adanya robekan pada selaput dara bukanlah tanda pasti


persetubuhan, karena robekan pada selaput dara hanya
menunjukkan bahwa ada benda padat yang masuk ke dalam
kelamin perempuan.

• Pada pelaku yang aspermia, pemeriksaan ditujukan untuk


mendeteksi adanya air mani dalam vagina.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
Menentukan Adanya Tanda Kekerasan

• Memeriksa apakah ada bekas luka


berdasarkan daerah yang terkena, berapa
perkiraan kekuatan kekerasan.

• Bila tidak ditemukan luka, ada kemungkinan


dilakukan pembiusan sebelum kejahatan
seksual. Maka perlu dicari adanya racun serta
gejala racun tersebut pada korban.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
Memperkirakan Umur

• Dapat dilakukan dari pemeriksaan gigi geligi


atau pemeriksaan foto rontgen tulang.

• Perkiraan umur diperlukan untuk menentukan


apakah korban dan/atau pelaku sudah dewasa
(21 tahun ke atas).

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
Menentukan Pantas Tidaknya Korban Untuk
Dikawin

• Pengertian pantas tidaknya untuk dikawin


dinilai dari apakah korban telah siap untuk
dibuahi yang dimanifestasikan dengan sudah
mengalami menstruasi.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
PEMERIKSAAN DALAM KASUS KEJAHATAN
SEKSUAL

PEMERIKSAAN SEMEN
Pada pakaian, bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap
Pemeriksaan daripada sekitarnya. Dan Bercak yang sudah agak tua berwarna
visual kekuningan.

Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap,
Perabaan dan bila tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang
penciuman teraba kasar. Pada penciuman, bau air mani seperti klorin (pemutih) atau
bau ikan

Semen kering (bercak semen) berfluoresensi (bluish-white) putih


kebiruan di bawah iluminasi UV dan menunjukkan warna yang
Ultraviolet (UV) sebelumnya tak nampak. Namun Pemeriksaan ini tidak spesifik,sebab
nanah, fluor albus, bahan makanan, urin, dan serbuk deterjen yang
tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.
PEMERIKSAAN KIMIAWI
Cairan vaginal atau bercak mani yang sudah dilarutkan,
ditetesi larutan yodium (larutan Florence) di atas objek glass
Metode
Hasil yang diharapkan: kristal-kristal kholin peryodida
Florence
tampak berbentuk jarum-jarum / rhomboid yang berwarna
coklat gelap

Cairan vagina atau bercak semen yang sudah dilarutkan,


diteteskan pada objek glass, lalu ditambahkan asam pikrat
Metode
dan diamati di bawah mikroskop.
Berberio
Hasil yang diharapkan: Kristal spermin pikrat akan terbentuk
rhomboik atau jarum yang berwarna kuning kehijauan.

Dapat dilakukan pada cairan vagina dan pada bercak semen


di pakaian.
Fosfatase
Hasil yang diharapkan: warna ungu timbul dalam waktu
asam
kurang dari 30 detik, berarti asam fosfatase berasal dari
prostat.

Bercak pada pakaian diekstraksi dengan cara menempelkan


Metode kertas saring Whatman no.2 yang dibasahi dengan
PA N aquadest, selama 10 menit.
Hasil positif menunjukkan warna merah jambu.
PEMERIKSAAN CAIRAN MANI

Sampel :
1. Forniks posterior vagina
Fosfatase asam, PAN, Berberio, Florence

2. Bercak pada pakaian


Pemeriksaan Taktil, Visual, Sinar UV,
Fosfatase asam, PAN, Berberio, Florence
Pemeriksaan Sperma

• Pemeriksaan Sperma tanpa pewarnaan


– Tujuan: Untuk melihat motilitas spermatozoa.
Pemeriksaan ini paling bermakna untuk
memperkirakan saat terjadinya persetubuhan.
– Sperma didalam liang vagina masih dapat
bergerak dalam waktu 4 – 5 jam post-coitus;
sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak
sampai sekitar 24-36 jam post coital dan bila
wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8
hari.
Pemeriksaan Sperma

• Pemeriksaan dengan pewarnaan


– Bila sediaan dari cairan vagina, dapat diperiksa
dengan Pulas dengan pewarnaan gram, giemsa
atau methylene blue atau dengan pengecatan
Malachite-green.
– Bila berasal dari bercak semen (misalnya dari
pakaian), diperiksa dengan pemeriksaan Baechii.
Hasil: spermatozoa dengan kepala berwarna
merah dan ekor berwarna biru muda terlihat
banyak menempel pada serabut benang
Pewarnaan Malachite Green

• Keuntungan dengan pulasan ini


adalah inti sel epitel dan leukosit
tidak terdiferensiasi, sel epitel
berwarna merah muda merata dan
leukosit tidak terwarnai. Kepala
spermatozoa tampak berwarna
ungu, bagian hidung merah muda.

• Dikatakan positif, apabila


ditemukan sperma paling sedikit
satu sperma yang utuh.
Pewarnaan Baechii

• Reagen dapat dibuat dari : Acid


fuchsin 1 % (1 ml), Methylene
blue 1 % (1 ml), Asam klorida 1
% (40 ml).

• Hasil : Serabut pakaian tidak


berwarna, spermatozoa dengan
kepala berwarna merah dan ekor
berwarna biru muda terlihat
banyak menempel pada serabut
benang.
TO 4
63. Bina Pengobatan Tradisional
Tujuan BATRA
Pokok-pokok Dan Langkah Kebijakan
BATRA

https://www.slideshare.net/sipehsyifa/kesehatan-masyarakat-kebijakan-pemerintah-tentang-obat-tradisional
Pokok-pokok Dan Langkah Kebijakan
BATRA

https://www.slideshare.net/sipehsyifa/kesehatan-masyarakat-kebijakan-pemerintah-tentang-obat-tradisional
Pokok-pokok Dan Langkah Kebijakan
BATRA

https://www.slideshare.net/sipehsyifa/kesehatan-masyarakat-kebijakan-pemerintah-tentang-obat-tradisional
Pokok-pokok Dan Langkah Kebijakan
BATRA

https://www.slideshare.net/sipehsyifa/kesehatan-masyarakat-kebijakan-pemerintah-tentang-obat-tradisional
Pokok-pokok Dan Langkah Kebijakan
BATRA

https://www.slideshare.net/sipehsyifa/kesehatan-masyarakat-kebijakan-pemerintah-tentang-obat-tradisional
Pokok-pokok Dan Langkah Kebijakan
BATRA

https://www.slideshare.net/sipehsyifa/kesehatan-masyarakat-kebijakan-pemerintah-tentang-obat-tradisional
Pokok-pokok Dan Langkah Kebijakan
BATRA

https://www.slideshare.net/sipehsyifa/kesehatan-masyarakat-kebijakan-pemerintah-tentang-obat-tradisional
Pokok-pokok Dan Langkah Kebijakan
BATRA

https://www.slideshare.net/sipehsyifa/kesehatan-masyarakat-kebijakan-pemerintah-tentang-obat-tradisional
Pokok-pokok Dan Langkah Kebijakan
BATRA

https://www.slideshare.net/sipehsyifa/kesehatan-masyarakat-kebijakan-pemerintah-tentang-obat-tradisional
Pokok-pokok Dan Langkah Kebijakan
BATRA

https://www.slideshare.net/sipehsyifa/kesehatan-masyarakat-kebijakan-pemerintah-tentang-obat-tradisional
64. Barrier dalam Komunikasi

I. Physical barriers
II. Cross-cultural barriers.
III. Semantic barriers (words/language)
IV. Psychological barriers
V. Organizational barriers
VI. Intellectual barriers
Physical Barriers (Barrier Fisik)
 Noise (Bising)
i. Physical noise -> suara ribut
ii. Psychological noise -> inatensi pasien
iii. Written noise -> tulisan dokter jelek/tidak terbaca
iv. Visual noise -> perawat/tenaga medis datang terlambat
 Distance (jarak)
 Improper time (waktu konsultasi kurang)
 Inadequate/overload of information (informasi
kurang/kebanyakan bagi pasien)
Cross Cultural Barriers
Why communicate with cross culture?
1. Globalisation
2. Ability to work more harmoniously
3. Get good people despite their differences
• Masalah kultural juga merupakan sebuah penghalang,
contohnya menatap mata langsung di Indonesia
kepada orang yang lebih tua adalah ketidaksopanan,
atau memeriksa kemaluan di Indonesia masih berupa
hal yang tabu tidak seperti di luar negeri.
Semantic Barriers

Penghalang semantic lebih ke arah perbedaan


dalam Bahasa seperti:
• Different languages
• Different context for words and symbols
• Poor vocabulary
Psychological Barriers

Merupakan barrier kondisi pada pasien seperti:


• Status
• Attitude
• Perceptions
• Poor listening
• Egotism
• Emotions (excited, nervous, confused,…)
• Resistance to change
Organizational Barriers
Merupakan penghalang yang berupa peraturan di
tempat dokter bekerja atau status pasien di
keluarga contohnya:
• Rules and regulations (rigid/flexible)
• Hierarchial relationship (Pasien biasanya akan
menuruti perintah orang yang lebih dominan
seperti orang tua/ suami)
• Wrong choice of channel (gangguan komunikasi
karena dokter mengkomunikasi masalah pasien
ke orang yang tidak berkompeten mengambil
keputusan)
Intellectual Barriers
• Intellectual barrier adalah masalah yang
dihadapi jika berhadapan dengan orang yang
memiliki taraf Pendidikan kurang sehingga
tidak banyak bisa mengerti Bahasa atau
pengetahuan yang sifatnya tinggi, contohnya
dokter berkomunikasi dengan pasien yang
Cuma sekolah hingga SD

https://www.futurelearn.com/courses/health-assessment/0/steps/42780
65. Manajemen Konflik
• Gottman dan Korkoff menyebutkan bahwa
secara garis besar ada dua manajemen konflik,
yaitu :
– Manajemen konflik destruktif
– Manajemen konflik konstruktif
Manajemen Konflik Destruktif
• Manajemen konflik destruktif yang meliputi
• conflict engagement (menyerang dan lepas control),
• withdrawal (menarik diri) dari situasi tertentu yang
kadangkadang sangat menakutkan hingga menjauhkan diri
ketika menghadapi konflik dengan cara menggunakan
mekanisme pertahan diri,
• compliance (menyerah dan tidak membela diri)
Manajemen Konflik Konstruktif
• Merupakan positive problem solving yang terdiri dari
kompromi dan negosiasi.
• Kompromi
• suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat
mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian
terhadap perselisihan yang ada.
• Sikap dasar untuk melaksanakan kompromi adalah bahwa salah
satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan
pihak lainnya
• Negosiasi
• suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati
dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan
bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang.
5 Model Manajemen Konflik menurut
Johnson
• Gaya kura-kura
– Menghindar dari pokok persoalan maupun dan orang-orang yang
dapat menimbulkan masalah.
• Gaya ikan hiu
– Konflik diselesaikan dengan cara satu pihak menang dan satu pihak
lainnya kalah. Mencapai kemenangan dengan cara menyerang,
mengungguli, dan mengancam.
• Gaya kancil
– Menghindari masalah demi kerukunan.
• Gaya rubah
– kompromi untuk mencapai tujuan pribadi dan hubungan baik dengan
pihak lain yang sama-sama penting
• Gaya burung hantu
– konflik adalah masalah yang harus dicari pemecahannya yang mana
harus sejalan dengan tujuan pribadi maupun tujuan lawan.
66. Jenis-jenis Komunikasi
• Komunikasi interpersonal
– komunikasi antara orang-orang secara tatap muka,
yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik
secara verbal atau nonverbal.
– Komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi
yang hanya dua orang, seperti suami istri, dua
sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan
sebagainya
Komunikasi Intrapersonal
• Komunikasi intrapersonal
– keterlibatan internal secara aktif dari individu
dalam pemrosesan simbolik dari pesan-pesan.
• Seorang individu menjadi pengirim sekaligus
penerima pesan, memberikan umpan balik
bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang
berkelanjutan.
• Bertujuan untuk mengetahui mengenai dirinya
pribadi melalui proses-proses psikologis.
Komunikasi Kelompok
• Komunikasi kelompok
– komunikasi yang dilakukan sekelompok kecil orang
(small-group communication).
• Kelompok sendiri merupakan sekumpulan orang
yang mempunyai tujuan bersama, yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai
tujuan bersama, saling mengenal satu sama lain,
dan memandang mereka sebagai bagian dari
kelompok tersebut. Komunikasi antarpribadi
berlaku dalam komunikasi kelompok.
Komunikasi Publik
• Merupakan komunikasi antara seorang pembicara
dengan sejumlah orang (khalayak), yang tidak bisa
dikenali satu persatu.

• Komunikasi publik meliputi ceramah, pidato, kuliah,


tabligh akbar, dan lain-lain.

• Ciri-ciri komunikasi publik adalah:


– berlangsung lebih formal; menuntut persiapan pesan yang
cermat, menuntut kemampuan menghadapi sejumlah
besar orang; komunikasi cenderung pasif; terjadi di tempat
umum yang dihadiri sejumlah orang; merupakan peristiwa
yang direncanakan; dan ada orang-orang yang ditunjuk
secara khusus melakukan fungsi-fungsi tertentu.
Komunikasi Massa
• Komunikasi yang menggunakan media massa
cetak maupun elektronik yang dikelola sebuah
lembaga atau orang yang dilembagakan yang
ditujukan kepada sejumlah besar orang yang
tersebar, anonim, dan heterogen. Pesan-
pesannya bersifat umum, disampaikan secara
serentak, cepat dan selintas.
Komunikasi Refleksi
• Atau disebut sebagai komunikasi terapeutik.
• Biasanya dilakukan oleh perawat kepada
pasien.
• Komunikasi terapeutik terjadi dengan tujuan
menolong pasien yang dilakukan oleh orang-
orang yang profesional dengan menggunakan
pendekatan personal berdasarkan perasaan
dan emosi.
67. UKURAN ASOSIASI DALAM PENELITIAN

• Digunakan pada studi analitik (cross sectional,


case control, kohort, studi eksperimental).

• Untuk mengukur kekuatan hubungan sebab-akibat


antara variabel paparan dengan variabel outcome.

• Menunjukkan bagaimana suatu kelompok lebih


rentan mengalami sakit dibanding kelompok
lainnya.
Ukuran Asosiasi yang Sering Digunakan

– Relative risk (RR) ukuran asosiasi dari studi kohort


– Odds ratio (OR)  ukuran asosiasi dari studi case
control
– Prevalence ratio (PR) & prevalence odds ratio (POR)
 ukuran asosiasi dari studi cross sectional
Tabel 2x2
Cara yang paling umum dan sederhana untuk
menghitung ukuran asosiasi.

Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

Relative risk (RR):


insidens penyakit pada kelompok yang terpapar (a/(a+b))
dibandingkan dengan insidens penyakit pada kelompok yang tidak
terpapar (c/(c+d))

Rumus RR: a/(a+b)


c/(c+d)
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

Odds ratio (OR):


Odds penyakit pada kelompok terpapar (a/b) dibandingkan dengan
odds penyakit pada kelompok tidak terpapar (c/d)

Rumus OR: a/b = ad


c/d bc
Outcome

Exposure Yes No Total

Yes a b a+b

No c d c+d

Total a+c b+d a+b+c+d

Rumus prevalence ratio (PR) sama dengan rumus RR, yaitu:


PR: a/(a+b)
c/(c+d)

Rumus prevalence odds ratio (POR) sama dengan rumus OR, yaitu:
POR: ad
bc
Interpretasi RR/OR/PR

RR/OR/PR= 1 menunjukkan tidak ada hubungan antara paparan


dengan outcome.

RR/OR/PR lebih dari 1 menunjukkan asosiasi positif (semakin tinggi


paparan, semakin tinggi risiko mengalami penyakit)  paparan
yang diteliti merupakan FAKTOR RISIKO suatu penyakit.

RR/OR/PR kurang dari 1 menunjukkan bahwa paparan bersifat


protektif terhadap terjadinya outcome(semakin tinggi paparan,
semakin rendah risiko mengalami penyakit)  paparan yang diteliti
merupakan FAKTOR PROTEKTIF terjadinya suatu penyakit.
Analisis Soal
• Terdapat 2 cara menghitung relative risk (RR) sebagai berikut:
• Cara pertama dengan membuat tabel 2x2.

GERD(+) GERD(-)
Minum kopi (+) 100 100
Minum kopi (-) 50 250

• RR = a/(a+b)
c/(c+d)
RR = (100/200)/(50/300)
RR = 3
Analisis Soal
• Cara kedua adalah dengan memahami apa itu RR
• RR adalah insidens penyakit pada kelompok yang terpapar
dibagi insidens penyakit pada kelompok tidak terpapar.
• Maka dalam soal ini:
– RR = insidens GERD pada kelompok minum kopi/ insidens GERD
pada kelompok bukan peminum kopi
– Insidens GERD pada peminum kopi = 100/200
– Insidens GERD pada kelompok bukan peminum kopi =50/300
– RR = (100/200)/(50/300)= 3
• Interpretasi hasil RR=3 adalah orang yang minum kopi
memiliki risiko kali lebih besar untuk mengalami GERD
dibanding dengan orang yang tidak minum kopi.
68-69. Langkah Menentukan Uji Statistik
• Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik)

• Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah


variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila
kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah
memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan
soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa
variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi
persyaratan chi square.

• Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.


TABEL UJI HIPOTESIS
VARIABEL
U J I S TAT I S T I K U J I A LT E R N AT I F
INDEPENDEN DEPENDEN

Fisher‘s Exact (digunakan


Kategorik Kategorik Chi square untuk tabel 2x2)*
Kolmogorov-Smirnov
(digunakan untuk tabel bxk)*

Kategorik T-test independen Mann-Whitney**


Numerik
(2 kategori)
T-test berpasangan Wilcoxon**

One Way Anova (tdk


Kruskal Wallis**
Kategorik berpasangan)
Numerik
(>2 kategori) Repeated Anova
Friedman**
(berpasangan)
Numerik Numerik Korelasi Pearson Korelasi Spearman**
Regresi Linier
Keterangan:
* : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi
**: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
Syarat Uji Chi Square
• Tidak ada cell dengan nilai frekuensi kenyataan atau
disebut juga Actual Count (F0) sebesar 0 (Nol).
• Apabila bentuk tabel kontingensi 2 X 2, maka tidak boleh
ada 1 cell saja yang memiliki frekuensi harapan atau
disebut juga expected count (“Fh”) kurang dari 5.
• Apabila bentuk tabel lebih dari 2 x 2, misak 2 x 3, maka
jumlah cell dengan frekuensi harapan yang kurang dari 5
tidak boleh lebih dari 20%.

Bila tidak memenuhi salah satu atau lebih persyaratan


di atas, maka uji chi square tidak dapat digunakan.
One Sample vs Two Sample T-Test
One sample T-test Two Sample T-test
• Mengetahui perbedaan mean • Mengetahui apakah terdapat
(rerata) satu kelompok perbedaan mean antara dua
dibandingkan dengan mean kelompok populasi.
yang sudah ditetapkan peneliti
atau mean sudah diketahui di • Misalnya penelitian ingin
populasi. mengetahui apakah terdapat
perbedaan mean GDS dari
• Misalnya penelitian tentang kelompok pasien DM yang
mean gula darah sewaktu (GDS) diberi metformin dengan
pada pasien DM yang diberi kelompok pasien DM yang
metformin. Contoh pertanyaan diberi insulin?
penelitiannya adalah: apakah
mean GDS pasien DM yang
diberi metformin lebih dari 200
mg/dl?
Uji Parametrik (2 kategorik VS numerik)

• z-test is a statistical test to help determine the probability that new data will be near the
point for which a score was calculated.
• A z-score is calculated with population parameters such as “population mean” and
“population standard deviation” and is used to validate a hypothesis that the sample drawn
belongs to the same population.
• A t-test is used when the population parameters (population mean and population
standard deviation) are not known.
Key Differences Between T-test and Z-
test
• The t-test can be understood as a statistical test which is used to compare and
analyse whether the means of the two population is different from one another
or not when the population standard deviation is not known. As against, Z-test is
a parametric test, which is applied when the population standard deviation is
known, to determine, if the means of the two datasets differ from each other.
• The t-test is based on Student’s t-distribution. On the contrary, z-test relies on the
assumption that the distribution of sample means is normal. Both student’s t-
distribution and normal distribution appear alike, as both are symmetrical and bell-
shaped. However, they differ in the sense that in a t-distribution, there is less space
in the centre and more in the tails.
• One of the important conditions for adopting t-test is that population variance is
unknown. Conversely, population variance should be known or assumed to be
known in case of a z-test.
• Z-test is used to when the sample size is large, i.e. n > 30, and t-test is appropriate
when the size of the sample is small, in the sense that n < 30.
T-Test vs Z-Test
T Test VS Z-test
T-Test

x ̅is the sample mean


s is sample standard deviation
n is sample size
μ is the population mean
Independent vs Paired T-Test
Independent T-test Paired T-test
• Prinsipnya adalah setiap • Prinsipnya adalah setiap
subjek hanya dilakukan 1 kali subjek dilakukan pengukuran
pengukuran. lebih dari 1 kali.

• Contoh: penelitian obat A dan • Contoh: penelitian obat A dan


obat B terhadap kadar obat B terhadap kadar
kolesterol. Subyek dibagi dua kolesterol. Subyek dibagi dua
kelompok, kelompok pertama kelompok, kelompok pertama
diberi obat A dan kelompok diberi obat A dan kelompok
kedua diberi obat B. setelah 3 kedua diberi obat B. Sebelum
bulan, tiap subyek diukur mulai penelitian, tiaap subyek
kadar kolesterolnya. diukur kadar kolesterolnya.
setelah 3 bulan, tiap subyek
diukur kadar kolesterolnya
lagi.
Korelasi Pearson vs Regresi Linier
• Penelitian yang meneliti hubungan antara dua
variabel, di mana kedua variabel bersifat
numerik, dapat menggunakan korelasi Pearson
dan regresi linier.

• Korelasi pearson digunakan untuk mengetahui


arah dan kekuatan hubungan antara kedua
variabel. Sedangkan regresi linier digunakan
untuk memprediksi nilai variabel dependen
melalui variabel independen (dinyatakan dalam
persamaan Y = a + bX).
Korelasi Pearson vs Regresi Linier
• Contohnya penelitian ingin mengetahui
hubungan berat badan dan tekanan darah.
– Hasil uji korelasi Pearson didapatkan r =+0,8, artinya
terdapat hubungan kuat bahwa semakin tinggi berat
badan, semakin tinggi pula tekanan darah. Sebaliknya,
bila didapatkan nilai r=-(0,8), artinya terdapat
hubungan kuat bahwa semakin tinggi berat badan,
semakin rendah tekanan darah.
– Bila menggunakan regresi linier, akan didapatkan
persamaan untuk memprediksi nilai tekanan darah
melalui berat badan. Misalnya tekanan darah sistolik =
20 + (2 x berat badan).
KOEFISIEN KORELASI
• Penelitian yang meneliti hubungan antara dua variabel numerik
menggunakan uji Korelasi Pearson. Hasil uji korelasi Pearson
dinyatakan dalam R (koefisen korelasi) sebagai berikut:

Prinsip:
Nilai koefisien korelasi berkisar antara 0 sampai 1. Nol berarti tidak ada korelasi sama sekali,
sedangkan satu menandakan korelasi sempurna. Koefisien korelasi yang semakin mendekati
angka 1, menunjukkan semakin kuat korelasi .
Contoh Uji Korelasi
• Misalnya pada penelitian yang ingin mengetahui
hubungan antara kolesterol total (mg/dL) dengan
tekanan darah sistolik (mmHg) didapatkan nilai R-nya
sebesar 0,8.

• Hal ini berarti terdapat korelasi kuat antara kolesterol


total dan tekanan darah sistolik (semakin tinggi
kolesterol, semakin tinggi tekanan darah sistolik).

• Namun apakah hasil tersebut bermakna secara statistik


atau hanya merupakan kebetulan saja (ada
kemungkinan tidak sesuai dengan kenyataan di
populasi)?  Harus diliihat nilai p-nya.
70. FAMILY ASSESSMENT TOOL
• Family dynamic  interaksi dan hubungan antar anggota keluarga
• Family assesment tools alat yang digunakan untuk menilai family dynamic
Family Genogram
• Suatu alat bantu berupa peta skema dari silsilah keluarga pasien
yang berguna untuk mendapatkan informasi mengenai nama
anggota keluarga, kualitas hubungan antar anggota keluarga
• Berisi nama, umur, status menikah, riwayat perkawinan, anak-
anak, keluarga satu rumah, penyakit spesifik, tahun meninggal,
dan pekerjaan.
• Juga mengenai informasi tentang hubungan emosional,
jarak/konflik antar anggota keluarga, hubungan penting dengan
profesional yang lain serta informasi lain yang relevan.
Family Life Cycle/Circle
• Siklus Hidup Keluarga (Family Life Cycle) adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan perubahan-perubahan
dalam jumlah anggota, komposisi dan fungsi keluarga
sepanjang hidupnya.
• Siklus hidup keluarga juga merupakan gambaran rangkaian
tahapan yang akan terjadi atau diprediksi yang dialami
kebanyakan keluarga.
• Siklus hidup keluarga terdiri dari variabel yang dibuat
secara sistematis menggabungkan variable demografik
yaitu status pernikahan, ukuran keluarga, umur anggota
keluarga, dan status pekerjaan kepala keluarga.
TAHAPAN-TAHAPAN SIKLUS HIDUP KELUARGA
Menurut Duvall tahun 1977 siklus hidup keluarga dapat dikategorikan menjadi 8
golongan yakni:
1. Pasangan yang baru menikah ( tanpa anak ) lamanya ± 2 tahun
2. Keluarga dengan anak yang baru dilahirkan ( usia anak tertua adalah baru lahir –
30 bulan ) lamanya ± 2,5 tahun
3. Keluarga dengan anak pra sekolah ( usia anak tertua adalah 30 bulan – 6 tahun )
lamanya ± 3,5 tahun
4. Keluarga dengan anak yang bersekolah ( usia anak tertua adalah 6 – 13 tahun)
lamanya ± 7 tahun
5. Keluarga dengan anak usia remaja ( usia anak tertua adalah 13 – 20 tahun)
lamanya ± 7 tahun
6. Keluarga dengan anak meninggalkan keluarga ( anak pertama pergi dan anak
terakhir tinggal di rumah) lamanya ± 8 tahun
7. Keluarga dengan usia orang tua pertengahan ( tak berkumpul lagi hingga pensiun
) lamanya ± 15 tahun
8. Keluarga dengan usia orang tua jompo (pensiun hingga kedua suami istri
meninggal ) lamanya ± 10 - 15 tahun
Family APGAR
• APGAR Keluarga merupakan kuesioner
skrining singkat yang dirancang untuk
merefleksikan kepuasan anggota keluarga
dengan status fungsional keluarga dan untuk
mencatat anggota-anggota rumah tangga.
• APGAR ini merupakan singkatan dari;
Adaptation, Partnership, Growth, Affection
dan Resolve.
Saya puas dengan keluarga saya karena masing-masing
ADAPTATION
anggota keluarga sudah menjalankan kewajiban sesuai 0-2
Adaptasi
dengan seharusnya

Saya puas dengan keluarga saya karena dapat membantu


PARTNERSHIP
memberikan solusi terhadap permasalahan yang saya 0-2
Kemitraan
hadapi

GROWTH Saya puas dengan kebebasan yang diberikan keluarga saya


0-2
pertumbuhan untuk mengembangkan kemampuan yang saya miliki

AFFECTION Saya puas dengan kehangatan / kasih sayang yang


0-2
Kasih ssayang diberikan keluarga saya

RESOLVE Saya puas dengan waktu yang disediakan keluarga untuk


0-2
Kebersamaan menjalin kebersamaan

Interpretasi :
8-10 = Highly functional family (fungsi keluarga baik)
4-7 = Moderately dysfunctional family (disfungsi keluarga moderat)
0-3 = Severely dysfunctional family (keluarga sakit / tidak sehat)
• Garis kehidupan menggambarkan
Family Lifeline secara kronologis stress kehidupan,
sebagai contoh dari gambar
disamping menunjukkan tingkat
kesakitan berupa migrain yang naik
turun sesuai dengan tingkat stress
yang dialami oleh pasien
• Misal :
– pada tahun 1969 pasien berusia 22
tahun kejadian hidup yang dialami
adalah lulus dari kampus dan pasien
mengalami migrain yang cukup berat,
– sedangkan pada tahun 1972 saat
pasien berusia 25 dan menikah justru
pasien tidak mengalami migrain,
– akan tetapi pada tahun 1973 ketika
pasien berusia 26 tahun dan mulai
bekerja serta mengalami kesulitan
bekerja, pasien mengalami migrain
yang cukup berat.
Family SCREEM
RESOURCE PATHOLOGY
• Isolated from extra-
• social interaction is evident among family members
familial
SOCIAL • Family members have well-balanced lines of
• Problem of over
communication with extra-familial social groups
commitment
• Ethnic and cultural
CULTURAL • cultural pride and satisfaction can be identified
inferiority

• Offers satisfying spiritual experiences as well as contacts


RELIGIOUS • Rigid dogma/rituals
with an extra-familial support group

• Economic
• Economic stability is sufficient to provide both reasonable deficiency
ECONOMIC satisfaction with financial status and an ability to meet
economic demands of normative life events • Inappropriate
economic plan
• Education of members is adequate to allow members to
EDUCATIONA • handicapped to
solve or comprehend most problems that arise within the
L comprehend
format of the lifestyle established by the family

• Medical health care is available through channels that are • Not utilizing health
MEDICAL easily established and have previously been experienced care
in a satisfactory manner facilities/resources
71. PENYIMPANAN VAKSIN
• Vaksin hidup
– Polio oral, BCG, campak, MMR, varicella
– Sebaiknya disimpan di suhu 2-8 derajat celcius. Di atas itu,
vaksin akan mati.

• Vaksin mati
– DPT, Hib, PCV, tifoid, IPV
– Sebaiknya disimpan di suhu 2-8 derajat celcius. Di bawah
itu, vaksin akan rusak.

• Syarat penyimpanan: disimpan di lemari es,


transportasi dalam kontak dingin tertutup rapat,
terlindung dari sinar matahari langsung, ada indikator
suhu berupa vaccine vial monitor.
Alat Pemantau Suhu Untuk
Mengetahui Kondisi Vaksin
• Vaccine Vial Monitor (VVM)
• Termometer Muller
• Freeze Watch
• Freeze Tag
Vaccine Vial Monitor (VVM)
• Fungsinya memantau suhu vaksin selama dalam
perjalanan maupun dalam penyimpanan.

• VVM ditempelkan pada setiap vial vaksin.

• Semua vaksin dilengkapi dengan VVM, kecuali


BCG.

• Kekurangan VVM: Tidak bisa memantau suhu


paparan dingin dibawah 0 °C.
Contoh VVM Vaksin Hepatitis B Dan Interpretasinya
Termometer Muller:
Suatu alat pengukur suhu biasa
tanpa menggunakan sensor
pengukur

Freeze Watch & Freeze Tag:


• suatu alat pemantau suhu
dingin dibawah 0 °C.
• Sensor akan berubah bila
suhu di bawah 0 °C.
• Freeze watch akan
menjadi berwarna biru
bila suhu terlalu rendah.
• Freeze tag akan
menampilkan tanda x bila
suhu terlalu rendah.
Jika Vaksin Disimpan Terlalu Dingin:
UJI KOCOK VAKSIN
• Dilakukan untuk meyakinkan apakah vaksin tersangka beku masih layak
digunakan atau tidak.
• Cara melakukan uji kocok:
– Pilih satu contoh dari tiap tipe dan batch vaksin yang dicurigai pernah beku,
utamakan dengan evaporator dan bagian lemari es yang paling dingin. Beri
label ”Tersangka Beku”. Bandingkan dengan vaksin dari tipe dan batch yang
sama yang sengaja dibekukan hingga beku padat seluruhnya dan beri label
”Dibekukan”.
– Biarkan contoh ”Dibekukan” dan vaksin ”Tersangka Beku” sampai mencair
seluruhnya.
– Kocok contoh ”Dibekukan” dan vaksin ”Tersangka Beku” secara bersamaan.
– Amati contoh ”Dibekukan” dan vaksin ”Tersangka Beku” bersebelahan untuk
membandingkan waktu Pengendapan (umumnya 5-30 menit)
– Bila terjadi: a) Pengendapan vaksin ”Tersangka Beku” lebih lambat dari contoh
”Dibekukan”: vaksin dapat digunakan. b) Pengendapan vaksin ”Tersangka
Beku” lebih cepat dari contoh ”Dibekukan”: vaksin jangan digunakan, vaksin
sudah rusak.
Gambar : Uji kocok untuk Vaksin Vial
Penanganan Vaksin Rusak
• Vaksin yang rusak dikeluarkan dari lemari es,
kemudian dilaporkan kepada atasan petugas.
Jika sedikit dapat dimusnahkan sendiri oleh
Puskesmas, tetapi bila banyak dapat
dikumpulkan ke Dinkes Kabupaten/Kota
dengan dibuat berita acara pemusnahan.
72. Bias Penelitian
• Definisi: keselahan sistematis dalam metode pemilihan
subjek, pengumpulan data, pelaksanaan penelitian,
atau analisis penelitian yang menyebabkan kesalahan
taksiran efek paparan dan risiko mengalami penyakit,
atau efek intervensi terhadap variabel hasil.

• Macam-macam bias penelitian:


– Bias yang berhubungan dengan seleksi subyek penelitian
– Bias pengukuran
• Secara umum
• Pada uji klinis
Bias yang berhubungan dengan seleksi subyek
• Bias prevalens/insidens (Neyman’s bias)
– Terjadi apabila subyek penelitian mencakup pasien dengan penyakit dengan
mortalitas tinggi pada fase awal, dan angka kematiannya menurun dengan
perjalanan waktu, atau
– Pasien yang onset penyakit atau kelainan faktor risikonya sulit dideteksi.
– Contoh: studi tentang penyakit jantung bawaan, kemungkinan melibatkan
pasien dengan kelainan berat seperti TGA yang mortalitasnya tinggi dalam
bulan-bulan pertama kehidupan. Jika penelitian mencakup subjek yang
usianya lebih dari 1 tahun, kemungkinan pasien dengan PJB berat tidak
mempunyai kesempatan untuk dipilih sebagai subjek.
– Cara untuk mengurangi bias: melakukan studi insidensi, jadi hanya pasien baru
saja yang diikutkan. Dalam penelitian tentang PJB, subjek penelitian direkrut
sejak lahir.
• Admission rate/referral bias (Berkson’s fallacy)
– Terjadi pada studi yang menggunakan subjek yang dirawat di rumah sakit 
mempengaruhi kesetaraan antar kelompok subjek yang diteliti karena
perbedaan indikasi rawat.
– Contoh: studi tentang lama rawat pasien geriatri di rumah sakit. Akan timbul
bias antar subjek penelitian yang masuk dengan indikasi rawat berat dan yang
tidak.
– Cara mengurangi bias: menghimpun kelompok (subjek sehat, subjek dengan
penyakit ringan, sedang, berat). Kelompok kontrol yang lebih dari satu juga
dapat mengurangi bias ini.
Bias yang berhubungan dengan seleksi subyek
• Bias non-respons atau bias relawan
– Terjadi bila subjek yang terpilih sebagai sampel menolak ikut penelitian, atau
bila studi memperbolehkan relawan.
– Contoh: dalam studi obat anti alergi, pasien dengan kelainan ringan, atau
berat namun responsif terhadap obat yang ada akan merasa tidak perlu ikut
serta dalam penelitian, sementara pasien dengan penyakit berat yang non
responsif terhadap obat yang ada akan bersedia menjadi relawan.

• Membership bias
– Bila pada kelompok studi terdapat satu atau lebih hal yang berhubungan
dengan efek, sedangkan pada kelompok kontrol tidak.
– Contoh: studi tentang efek rokok terhadap kanker  tidak mungkin dibuat uji
klinis, maka beberapa ahli menduga mungkin bukan hanya rokoknya yang
berbahaya, namun juga faktor lain yang terdapat pada perokok yang tidak bisa
disingkirkan.

• Procedure selection bias


– Bila pemilihan subjek berdasarkan pada karakteristik tertentu yang membuat
kedua kelompok menjadi tidak seimbang.
– Contoh: uji klinis efektivitas obat dibandingkan plasebo, apabila tidak
dilakukan randomisasi, peneliti akan cenderung memberikan obat pada subjek
yang sakit
Bias pengukuran/measurement bias

• Bias pengamat
– Distorsi konsisten (baik disadari ataupun tidak) yang
dilakukan peneliti dalam menilai atau melaporkan
hasil pengukuran.
• Bias subjek
– Distorsi konsisten subjek penelitian; karena merasa
sedang menjadi subjek penelitian maka subjek
cenderung bekerja lebih baik dan lebih serius (efek
Hawthorne)
– Recall bias termasuk dalam bias subjek; misalnya
pasien kanker payudara lebih bersungguh-sungguh
mengingat durasi konsumsi pil KB dibanding pasien
kontrol.
• Bias instrumen
– Kesalahan sistematik akibat tidak akuratnya alat ukur.
Bias pengukuran pada penelitian klinis
• Bias prosedur
– Terjadi bila pengukuran, prosedur, terapi, dll dilakukan pada
kelompok yang dibandingkan tidak sama. Misalnya pasien
dengan hipertensi lebih sering diukur tekanan darahnya.
• Recall bias
– Terutama pada studi case control, terjaddi karena kurang
akurat/optimalnya ingatan tentang pajanan faktor risiko.
• Bias akibat pengukuran yang kurang sensitif
– Terjadi akibat alat ukur yang digunakan kurang sensitif.
• Bias deteksi
– Terjadi akibat perubahan kemampuan suatu alat ukur untuk
mendeteksi penyakit.
– Karena lebih sensitif, penyakit terdeteksi lebih dini, sehingga
seakan-akan tingkat survival-nya lebih tinggi pula.
• Bias ketaatan (compliance bias)
– Terjadi karena perbedaan ketaatan mengikuti prosedur antara
satu kelompok dengan kelompok lainnya.
Ascertainment bias
• Ascertainment bias happens when the results of your study
are skewed due to factors you didn’t account for, like a
researcher’s knowledge of which patients are getting which
treatments in clinical trials or poor Data Collection
Methods that lead to non-representative samples.
• Ascertainment bias in clinical trials happens when one or
more people involved in the trial know which treatment
each participant is getting. This can result in patients
receiving different treatments or co-treatments, which will
distort the results from the trial. A patient who knows they
are receiving a placebo might be less likely to report
perceived benefits (the “placebo effect“).
10. Jaminan Kesehatan Nasional
73.
73. Jaminan Kesehatan Nasional

TERMINOLOGI
• Urun Biaya: tambahan biaya yang dibayar Peserta pada
saat memperoleh manfaat pelayanan kesehatan yang
dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan.
• Selisih Biaya: tambahan biaya yang dibayar Peserta pada
saat memperoleh manfaat pelayanan kesehatan yang
lebih tinggi daripada haknya.
Jaminan Kesehatan Nasional

• Hak kelas peserta: kelas I, II, III (PBI)


• Tidak ada peserta BPJS Kesehatan yang
berhak atas kelas VIP
– Apabila peserta ingin dirawat di kelas VIP maka
peserta harus iur biaya (membayar selisih biaya
kamar rawat inap VIP dengan biaya kamar yang
menjadi hak kelasnya).
– Peserta PBI tidak boleh naik kelas  jika tetap naik
kelas maka hak PBI nya akan gugur
Jaminan Kesehatan Nasional
74. PELANGGARAN DALAM PELAYANAN
KEDOKTERAN
• Pelanggaran dapat berupa:
– Pelanggaran etik
– Pelanggaran disiplin
– Pelanggaran hukum (pidana dan perdata)
Kewajiban Moral Seorang Dokter
Franz Magnis Suseno mengemukakan nilai moral yang
dituntut dari pengemban profesi yaitu:
• Berani berbuat untuk memenuhi tuntutan profesi;
• Menyadari kewajiban yang harus dipenuhi selama
menjalankan profesi
• Idealisme sebagai perwujudan makna misi organisasi
profesi. Untuk itu, setiap organisasi profesi memiliki
Kode Etik yang wajib dipatuhi oleh para anggotanya
sebagai sarana kontrol sosial; pencegah campur tangan
pihak lain; dan pengcegah kesalahan pahaman konflik.
Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, Hlm.78 .
Pelanggaran Etik
• Dasar: Kode Etik Dokter Indonesia (KODEKI), yang berisi kewajiban
umum, kewajiban terhadap pasien, dan kewajiban terhadap teman
sejawat.

• Alur: Laporan dari institusi pelayanan  komite etik di institusi


pelayanan  MKEK  ditentukan sanksi ringan/ sedang/ berat

• Sanksi dapat berupa : Penasehatan, peringatan lisan, peringatan


tertulis, pembinaan perilaku,reschooling (pendidikan/pelatihan
ulang), atau pemecatan sementara sebagai anggota IDI yang diikuti
dengan mengajukan saran tertulis kepada kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota untuk mencabut izin praktek sementara.

PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA LAKSANA KERJA MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEDOKTERAN, IDI, 2008
Intisari KODEKI
KEWAJIBAN UMUM KEWAJIBAN THD PASIEN KEWAJIBAN THD DIRI SENDIRI & TS

menjunjung tinggi, menghayati dan ..wajib merujuk jika tidak setiap dokter harus memelihara
mengamalkan sumpah dokter (pasal mampu, atas persetujuan kesehatannya supaya dapat
1) pasien(pasal 14) bekerja dengan baik (pasal 20)

Seorang dokter wajib selalu setiap dokter wajib merahasiakan setiap dokter harus senantiasa
melakukan pengambilan keputusan segala sesuatu yang diketahuinya mengikuti perkembangan ilmu
profesional secara independen, dan tentang seorang pasien , bahkan pengetahuan dan teknologi
mempertahankan perilaku juga setelah pasien itu meninggal kedokteran/kesehatan (psl 21)
profesional dalam ukuran yang dunia (pasal 16)
tertinggi. (pasal 2) setiap dokter memperlakukan
setiap dokter wajib melakukan teman sejawat nya sebagaimana
dalam melakukan pekerjaannya pertolongan darurat sbg suatu ia sendiri ingin diperlakukan
seorang dokter tidak boleh tugas perikemanusiaan, kecuali (pasal 18)
dipengaruhi oleh sesuatu yang bila ia yakin ada orang lain
mengakibatkan hilangnya bersedia dan mampu
kebebasan & kemandirian profesi memberikannya (pasal 17)
(pasal 3)

seorang dokter hanya memberi


surat keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya
(pasal7)
KODEKI
• Dokter Indonesia memiliki Kode Etik
Kedokteran sendiri yang diberlakukan
didasarkan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 434/MENKES/SK/X/1983
Tentang Berlakunya Kode Etik Kedokteran
Indonesia

Kode Etik Kedokteran Indonesia


Pasal-Pasal KODEKI
1. Seorang doker wajib menjunjung tinggi, menghayati, dan
mengamalkan sumpah dokter.
2. Seorang dokter harus melakukan profesinya sesuai ukuran yang
tertinggi.
3. Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter
tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan
hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
4. Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang
bersifat memuji diri sendiri.
5. Setiap pembuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan
daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk
kepetingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh
persetujuan pasien.

Kode Etik Kedokteran Indonesia


Pasal-Pasal KODEKI
6. Setiap dokter harus senantiasa berhati- hati dalam
mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik
atau pengobatan baru yang belum diuji kebenrannya dan
hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
7. Seorang dokter hanya memberikan keterangan atau
pendapat yang telah diperiksa sendiri keberannya.
a. Seorang dokter harus, dalam setiap praktek medisnya,
memberikan pelayanaan medis yang kompeten
dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya,
disertai rasa kasih sayang (compassion) dan
penghormatan atas martabat manusia. (Pasal 7a)

Kode Etik Kedokteran Indonesia


Pasal-Pasal KODEKI
b. Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan
dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk
mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki
kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang
melakukan penipuan atau penggelapan,dalam menangani
pasien.
c. Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-
hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan
harus menjaga kepercayaan pasien
d. Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban
melingdungi hidup makhluk insani.

Kode Etik Kedokteran Indonesia


Pasal-pasal KODEKI
8. Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus
memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan
semua aspek pelayanaan kesehatan yang menyeluruh
(promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), baik fisk maupun
psikososial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi
masyarakat yang sebenar-benarnya.
9. Setiap dokter dalam bekerja sama dengan pejabat dibidang
kesehatan dan bidang lainnya sera masyarakat,harus saling
menghormati.
10. Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan
segala ilmu dan keterampilan untuk kepentingan penderita.
Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksa atau
pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib menunjuk
penderita kepada dokter lain yang mempunyai keahlian dalam
penyakit tersebut.
Kode Etik Kedokteran Indonesia
Pasal-Pasal KODEKI
11. Setiap dokter harus memberikan kesempatan
kepada penderita agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya
dalam beradat dan atau dalam masalah lainnya.
12. Setiap doker wajib melakukan merahasiakan segala
sesuatu yang diketahui tentang seorang penderita,
bahka juga setelah penderita itu meninggal dunia.
13. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat
sebagai suaru tugas perikemanusiaan, kecuali bila
ia yakni ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.
14. Setiap dokter memperlukan teman sejawatnya
sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Kode Etik Kedokteran Indonesia


Pasal-pasal KODEKI
15.Setiap dokter tidak boleh mengambil alih
penderita dari teman sejawatnya, kecuali
dengan persetujuan atau berdasarkan
prosedur yang etis.
16.Setiap dokter harus memelihara kesehatannya
supaya dapat bekerja dengan baik.
17.Setiap dokter hendaklah senantiasa mengikuti
perkembangan ilmu pengeatuan dan tetap
setia kepada cita-cita yang luhur

Kode Etik Kedokteran Indonesia


KODEKI Pasal 3: Kemandirian Profesi
• “Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak
boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya
kebebasan dan kemandirian profesi.”
Cakupan pasal:
• Dokter memiliki moral dan tanggung jawab untuk mencegah pihak
manapun yang bermaksud melanggar hukum dan/atau etika
melalui pekerjaan kedokteran.
• Dokter dilarang untuk:
– Memberikan obat/alat kesehatan/anjuran/menerapkan ilmu yang belum
berdasarkan bukti ilmiah
– Membuat ikatan atau menerima imbalan dari perusahaan
farmasi/vaksin/makanan/alat kesehatan yang dapat menurunkan
kepercayaan masyarakat/martabat profesi kedokteran
– Melibatkan diri dalam segala bentuk kegiatan yang bertujuan untuk
mempromosikan dirinya
– Melakukan upaya diagnostik, terapi/tindakan yang menyimpang
– Menerima pemberian imbalan jasa untuk pengiriman/rujukan pasien ke
dokter atau fasyankes lainnya
KODEKI Pasal 3: Kemandirian Profesi (cont)
• Wajib menolak pemberian apapun bila dikaitkan/diduga dikaitkan
dengan kapasitas profesionalnya dalam meresepkan
obat/alat/produk kesehatan tertentu
• Dokter yang bekerja pada industri farmasi/alat/produk kesehatan
wajib menjelaskan status pekerjaannya bila ia memaparkan
produk tsb kepada dokter/masyarakat awam
• Dilarang mengikatkan diri untuk promosi/peresepan produk
tertentu pada temu ilmiah
• Dapat menerima bantuan dari pihak sponsor untuk keikutsertaan
dalam temu ilmiah yang sewajarnya sesuai kode etik masing-
masing.
• Dilarang menyalahgunakan hubungan profesionalnya terhadap
pasien dan/atau keluarganya demi keuntungan pribadi
• Dilarang menerima bantuan apapun dari perusahaan yang produk
barang/jasanya bertentangan dengan prinsip kesehatan (eg rokok,
minum beralkohol, etc)
• Pemberian beasiswa untuk peserta didik kedokteran wajib
disalurkan melalui institusi pendidikan kedokterannya.
KODEKI Pasal 3: Kemandirian Profesi (cont)
• Tidak memenangkan persaingan bisnis secara melanggar
hukum. Dalam berbisnis, wajib untuk:
– Bukan di bidang yang bertentangan dengan profesi kedokteran
– Tidak mempromosikan nama, jenis keahlian, dan pelayanan
praktek pribadinya
• Wajib mendukung program anti KKN
• Bertindak patut, teliti dan hati-hati agar kepentingan finansial
tidak mempengaruhi diri dalam menangani pasien
• Tidak menarik honorarium sejumlah yang tidak pantas dan
bertentangan dengan rasa perikemanusiaan
• Mengkomunikasikan secara jujur honorarium dan/atau jasa
mediknya kepada pasien agar tidak terjadi aduan menerapkan
honorarium di luar kemampuan pasien/keluarganya.
75. CADAVERIC SPASM
• Cadaveric spasme atau instantaneous rigor adalah suatu keadaan dimana
terjadi kekakuan pada sekelompok otot dan kadang-kadang pada seluruh
otot, segera setelah terjadi kematian somatis dan tanpa melalui relaksasi
primer.

• Berhubungan dengan kehabisan cadangan glikogen dan ATO yang bersifat


setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat
sesaat sebelum meninggal

• Dapat terjadi pada semua otot di tubuh akan tetapi biasanya pada grup –
grup otot tertentu, misalnya otot lengan atas.

• Kepentingan medikolegal adalah menunjukan sikap terakhir masa


hidupnya, misalnya tangan menggenggam erat benda yang diraihnya pada
kasus tenggelam ; terjadi sesaat setelah kematian, sebelum onset normal
dari rigor mortis.
Cadaveric Spasme atau Rigor Mortis?

• Bedakan rigor mortis dengan cadaveric


spasme.
– Rigor mortis baru terjadi pada 2-4 jam pertama,
terjadi secara komplit pada 6-12 jam paska
kematian,dan terutama terlihat jelas pada otot –
otot kecil.
– Cadavaric spasme segera setelah terjadi kematian
somatis. Dapat terjadi pada semua otot di tubuh
akan tetapi biasanya pada grup – grup otot
tertentu.
Bedanya dengan stiffening
• Heat stiffening : kekakuan otot akibat koagulasi protein
oleh panas. Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tetapi
rapuh (mudah robek)
– dapat dijumpai pada korban mati terbakar
– pada heat stiffening serabut-serabut ototnya memendek
sehingga menimbulkan flexi leher, siku, paha, dan lutut,
membentuk sikap petinju (pugilistic attitude)

• Cold stiffening : kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin,


sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan
sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot,
sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya
es dalam rongga sendi.
76. Euthanasia

“Dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup


seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek
hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk
kepentingan pasien sendiri”

• Konsep mati : Jika batang otak telah mati (brain stem death) dapat
diyakini bahwa manusia tersebut telah mati baik secara fisik maupun
sosial. Yang harus diyakini adalah proses kematian tersebut bersifat
irreversible.
EUTHANASIA AKTIF
Perbuatan yang dilakukan secara medik melalui intervensi aktif
oleh seorang dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup
manusia
MEMATIKAN SECARA SENGAJA
• Kondisi sudah sangat parah / stadium akhir
• Tidak mungkin sembuh / bertahan lama
• Dokter memberikan suntikan yang mematikan
Euthanasia aktif
• Eutanasia aktif langsung
Dilakukannya tindakan medik secara terarah yg
diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien,
atau memperpendek hidup pasien.
• Eutanasia aktif tidak langsung
Saat dokter atau tenaga kesehatan melakukan
tindakan medik untuk meringankan penderitaan
pasien, namun mengetahui adanya risiko tersebut
dapat memperpendek atau mengakhiri hidup
pasien
EUTHANASIA PASIF
Perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan
atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan
hidup manusia
TINDAKAN DOKTER BERUPA PENGHENTIAN PENGOBATAN PASIEN
• Tidak mungkin disembuhkan
• Kondisi ekonomi pasien terbatas
Ditinjau dari jenis permintaan

• Voluntary euthanasia: euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien


secara sadar dan dilakukan berulang-ulang
• Involuntary euthanasia: didasarkan pada keputusan dari seseorang yang tidak
berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan, misalnya
wali dari si pasien. Namun di sisi lain, kondisi pasien sendiri tidak
memungkinkan untuk memberikan ijin, misalnya pasien mengalami koma
atau tidak sadar. Pada umumnya, pengambilan keputusan untuk melakukan
euthanasia didasarkan pada ketidaktegaan seseorang melihat sang pasien
kesakitan.
Euthanasia
• Menurut KODEKI (pasal 9, bab II), dokter tidak
diperbolehkan:
– Menggugurkan kandungan
– Mengakhiri hidup seseorang yang sakit meskipun menurut
pengetahuan tidak akan sembuh lagi.

• Tapi, bila pasien telah mengalami mati batang otak, maka


secara keseluruhan pasien tersebut telah mati meskipun
jantung masih berdenyut.

• Penghentian tindakan terapeutik dilakukan dengan


mempertimbangkan keinginan pasien & keluarga pasien.
Euthanasia
• Ketentuan pidana terkait euthanasia aktif
dengan permintaan: Pasal 344 KUHP:
– Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya
dengan nyata & sungguh-sungguh, dihukum
penjara selama-lamanya dua belas tahun.

• Ketentuan pidana terkait euthanasia


aktif/pasif tanpa permintaan:
– Pasal 338, 340, 339 KUHP  dihukum penjara.
Euthanasia
• Pendapat sebagian ahli hukum: melakukan
perawatan medis yang tidak ada gunanya
dapat dianggap sebagai penganiayaan 
dokter seharusnya tidak memberi terapi jika
secara medis hasilnya tidak dapat diharapkan,
apalagi jika tanpa izin pasien.
77. VISUM ET REPERTUM (VER)

• VeR : Keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan


penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan
medis terhadap manusia, baik hidup atau mati untuk
kepentingan peradilan.
• Dasar: PASAL 133 KUHAP
– Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya
• Pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP: yang berwenang
meminta keterangan ahli → penyidik & penyidik pembantu
Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna
Siapa Yang Berhak Membuat VER?
• Dalam pasal 133 KUHAP disebutkan: penyidik berwenang
untuk mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.

• Sebenarnya boleh saja seorang dokter yang bukan dokter


spesialis forensik membuat dan mengeluarkan visum et
repertum.

• Tetapi, di dalam penjelasan pasal 133 KUHAP dikatakan


bahwa keterangan ahli yang diberikan oleh dokter spesialis
forensik merupakan keterangan ahli, sedangkan yang
dibuat oleh dokter selain spesialis forensik disebut
keterangan.
Syarat Pembuatan Visum et Repertum
Syarat yang menyangkut prosedur yang harus dipenuhi dalam
pembuatannya, yaitu:
• Permintaan visum et repertum haruslah secara tertulis (sesuai
dengan pasal 133 ayat 2 KUHAP)
• Pemeriksaan atas mayat dilakukan dengan cara bedah, jika ada
keberatan dari pihak keluarga korban, maka pihak polisi atau
pemeriksa memberikan penjelasan tentang pentingnya dilakukan
bedah mayat.
• Permintaan visum et repertum hanya dilakukan terhadap peristiwa
pidana yang baru terjadi, tidak dibenarkan permintaan atas
peristiwa yang telah lampau.
• Polisi wajib menyaksikan dan mengikuti jalannya pemeriksaan.
• Isi visum et repertum tidak bertentangan dengan ilmu kedokteran
yang telah teruji kebenarannya
Permintaan VeR menurut Ps.133 KUHAP

• Wewenang penyidik
• Tertulis (resmi)
• Terhadap korban, bukan tersangka
• Ada dugaan akibat peristiwa pidana
• Bila mayat :
– Identitas pada label
– Jenis pemeriksaan yang diminta
– Ditujukan kepada : ahli kedokteran forensik / dokter di
rumah sakit

Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna


Ketentuan Lain dalam VeR Korban Hidup

• Surat permintaan VeR dapat “terlambat” :


– Korban luka dibawa ke dokter (RS) dulu sebelum ke
polisi
– SPV menyebutkan peristiwa pidana yang dimaksud
– VeR = surat keterangan, jadi dapat dibuat berdasarkan
rekam medis (RM telah menjadi barang bukti sejak
datang spv)
– Pembuatan VeR tanpa ijin pasien, sedangkan SKM lain
harus dengan ijin.
– Sebaiknya diantar petugas agar dapat dipastikan
identitas korban dan statusnya sebagai “barang bukti”
Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna
VeR dan Rekam Medis
• Seorang pasien yang datang berobat ke RS dengan perlukaan
dan/atau keracunan, apalagi dengan anamnesis yang menunjukkan
adanya kemungkinan kaitan dengan suatu tindak pidana, pertama-
tama harus DIANGGAP sebagai kasus forensik, tanpa melihat ada
atau tidaknya Surat Permintaan VER dari polisi.
• Dokter yang menangani pasien ini harus melakukan pencatatan
anamnesis secara lengkap dan detil. Pemeriksaan fisik dilakukan
seperti biasa, akan tetapi pencatatan luka-lukanya dilakukan secara
lengkap dan mendetil.
• VER kasus forensik klinik dibuat berdasarkan rekam medis korban,
yang dibuat oleh dokter IGD, dokter yang merawat, SpF maupun
perawat. Suatu VER yang baik hanya dapat dihasilkan dari Rekam
Medis (RM) yang baik pula.

Cara Pencatatan Rekam Medis untuk Kasus Forensik Klinik,


Djaja Surya Atmadja
78. Hubungan Dokter Pasien
• Pola hubungan
– Priestly model (paternalistik)  dokter dominan
– Colegial model (partnership)  dokter dan pasien
adalah mitra dengan tujuan yang sama
Dokter tetap bertanggung jawab mengarahkan,
membimbing pertemuan bersifat kooperatif dan
pasien tetap bebas memutuskan sesuai
keinginan
– Engineering model (pasien dominan)
79. ASFIKSIA
• Definisi:
kondisi yang disebabkan adanya hambatan respirasi
atau kurangnya oksigen pada udara yang dihirup,
sehingga organ dan jaringan mengalami deprivasi
oksigen (disertai gangguan eliminasi karbon
dioksida)  pingsan atau kematian.
ETIOLOGI ASFIKSIA
Mekanik • hambatan mekanik terhadap aliran udara dalam traktus respiratorik.

• Masuknya oksigen ke dalam paru dihambat oleh penyakit dari saluran


Patologis napas atas atau paru.
• Contoh: edema laring, spasme laring, tumor, abses

• Berhentinya pergerakan respiratorik akibat paralisis dari pusat


Toksik pernafasan pada kasus intoksikasi morfin atau barbiturat

• Bernafas pada lingkungan tercemar atau minim oksigen seperti


Lingkungan ketinggian, inhalasi CO2 atau gas lainnya

• Luka penetrans pada toraks yang menyebabkan pneumotoraks atau


Trauma emboli paru

• Pada pasien dengan penurunan kesadaran sehingga saluran napas


Postural tertutup

Iatrogenik • Dampak dari anestesi


Mechanical
asphyxia

Obstructive Compressional
asphyxia asphyxia

Liquid Compressing the Compressing the


Compressing the
obstruction mouth and nose chest and
neck
(drowning) (smothering) abdomen

Solid obstruction
Strangulation:
(choking,
penjeratan
gagging)

Manual
strangulation:
pencekikan

Hanging
PENGGANTUNGAN (HANGING)
• Penggantungan (Hanging) adalah suatu keadaan
dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat penjerat
yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau
sebagian.

• Alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat badan


sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada
leher. Umumnya penggantungan melibatkan tali, tapi
hal ini tidaklah perlu. Penggantungan yang terjadi
akibat kecelakaan bisa saja tidak terdapat tali.
Tipe Penggantungan
• Suicidal hanging (gantung diri)
– Paling banyak ditemui
– Korban bunuh diri
• Accidental hanging
– Lebih banyak ditemukan pada anak-anak utamanya pada umur antara 6-12 tahun.
Tidak ditemukan alasan untuk bunuh diri karena pada usia itu belum ada tilikan
dari anak untuk bunuh diri. Hal ini terjadi akibat kurangnya pengawasan dari orang
tua.
– Pada orang dewasa, bisa terjadi akibat pelampiasan nafsu seksual yang
menyimpang.
• Homicidal hanging
– Pembunuhan yang dilakukan dengan metode menggantung korban.
– Biasanya dilakukan bila korbannya anak-anak atau orang dewasa yang kondisinya
lemah baik oleh karena penyakit atau dibawah pengaruh obat, alcohol, atau korban
sedang tidur.
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM
NO PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM PENGGANTUNGAN POSTMORTEM

Tanda-tanda penggantungan ante-mortem


Tanda-tanda post-mortem menunjukkan kematian
1 bervariasi. Tergantung dari cara kematian
yang bukan disebabkan penggantungan
korban

Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk lingkaran utuh
2 terputus (non-continuous) dan letaknya pada (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada bagian
leher bagian atas leher tidak begitu tinggi

Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan dengan
3
sisi leher kuat dan diletakkan pada bagian depan leher

Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan tidak


Ekimosis tampak jelas pada salah satu sisi dari
ada atau tidak jelas. Lebam mayat terdapat pada
4 jejas penjeratan. Lebam mayat tampak di atas
bagian tubuh yang menggantung sesuai dengan posisi
jejas jerat dan pada tungkai bawah
mayat setelah meninggal

Pada kulit di tempat jejas penjeratan teraba


5 seperti perabaan kertas perkamen, yaitu Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak begitu jelas
tanda parchmentisasi
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM
NO PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM PENGGANTUNGAN POSTMORTEM

Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan lain-


Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga dan lain-lain
6 lain sangat jelas terlihat terutama jika
tergantung dari penyebab kematian
kematian karena asfiksia

Wajah membengkak dan mata mengalami


Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak terdapat,
kongesti dan agak menonjol, disertai dengan
7 kecuali jika penyebab kematian adalah pencekikan
gambaran pembuluh dara vena yang jelas
(strangulasi) atau sufokasi
pada bagian dahi

Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus kematian


8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama sekali
akibat pencekikan
Penis. Ereksi penis disertai dengan keluarnya
cairan sperma sering terjadi pada korban pria. Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak
9
Demikian juga sering ditemukan keluarnya ada.Pengeluaran feses juga tidak ada
feses

Air liur. Ditemukan menetes dari sudut mulut,


dengan arah yang vertikal menuju dada. Hal Air liur tidak ditemukan yang menetes pad kasus
10
ini merupakan pertanda pasti penggantungan selain kasus penggantungan.
ante-mortem
GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN
NO PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN

Usia. Gantung diri lebih sering terjadi pada


Tidak mengenal batas usia, karena tindakan
remaja dan orang dewasa. Anak-anak di bawah
1 pembunuhan dilakukan oleh musuh atau lawan dari
usia 10 tahun atau orang dewasa di atas usia 50
korban dan tidak bergantung pada usia
tahun jarang melakukan gantung diri

Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak terputus,


Tanda jejas jeratan, bentuknya miring, berupa
mendatar, dan letaknya di bagian tengah leher,
2 lingkaran terputus (non-continuous) dan
karena usaha pelaku pembunuhan untuk membuat
terletak pada bagian atas leher
simpul tali

Simpul tali, biasanya hanya satu simpul yang Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian
3
letaknya pada bagian samping leher depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat

Riwayat korban. Biasanya korban mempunyai


Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat untuk
4 riwayat untuk mencoba bunuh diri dengan cara
bunuh diri
lain

Cedera. Luka-luka pada tubuh korban yang bisa


Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban
5 menyebabkan kematian mendadak tidak
biasanya mengarah kepada pembunuhan
ditemukan pada kasus bunuh diri
GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN
NO PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN

Racun. Adanya racun dalam lambung korban,


Terdapatnya racun berupa asam opium hidrosianat atau kalium
misalnya arsen, sublimat korosif, dll tidak
sianida tidak sesuai pada kasus pembunuhan, karena untuk hal ini
6 bertentangan dengan kasus gantung diri. Rasa
perlu waktu dan kemauan dari korban itu sendiri. Dengan demikian
nyeri yang disebabkan racun tersebut mungkin
maka kasus penggantungan tersebut adalah karena bunuh diri
mendorong korban untuk gantung diri

Tangan tidak dalam keadaan terikat, karena sulit Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada
7
untuk gantung diri dalam keadaan tangan terikat kasus pembunuhan

Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, biasanya


tergantung pada tempat yang mudah dicapai Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan tergantung pada
8 oleh korban atau di sekitarnya ditemukan alat tempat yang sulit dicapai oleh korban dan alat yang digunakan
yang digunakan untuk mencapai tempat untuk mencapai tempat tersebut tidak ditemukan
tersebut

Tempat kejadian. Jika kejadian berlangsung di


dalam kamar, dimana pintu, jendela ditemukan
Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada ruangan ditemukan terkunci
9 dalam keadaan tertutup dan terkunci dari
dari luar, maka penggantungan adalah kasus pembunuhan
dalam, maka kasusnya pasti merupakan bunuh
diri

Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan pada Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban
10
kasus gantung diri sedang tidur, tidak sadar atau masih anak-anak.
80. Identifikasi Forensik
• Merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan
membantu penyidik untuk menentukan identitas
seseorang/korban, terutama pada jenazah tidak
dikenal, membusuk, rusak, terbakar, kecelakaan
masal, ataupun bencana alam
• Metode identifikasi yang dapat digunakan adalah:
Identifikasi sidik jari, visual, dokumen, pakaian
dan perhiasan, medik, gigi, serologik, metode
eksklusi dan metode identifikasi DNA
IDENTIFIKASI FORENSIK
Secara garis besar ada dua metode pemeriksaan, yaitu:
• Identifikasi primer: identifikasi yang dapat berdiri sendiri tanpa perlu
dibantu oleh kriteria identifikasi lain. Teknik identifikasi primer yaitu :
– Pemeriksaan DNA
– Pemeriksaan sidik jari
– Pemeriksaan gigi
Pada jenazah yang rusak/busuk untuk menjamin keakuratan dilakukan
dua sampai tiga metode pemeriksaan dengan hasil positif.

• Identifikasi sekunder: Pemeriksaan dengan menggunakan data identifikasi


sekunder tidak dapat berdiri sendiri dan perlu didukung kriteria
identifikasi yang lain.
– Identifikasi sekunder terdiri atas cara sederhana dan cara ilmiah.
– Cara sederhana yaitu melihat langsung ciri seseorang dengan memperhatikan perhiasan,
pakaian dan kartu identitas yang ditemukan.
– Cara ilmiah yaitu melalui teknik keilmuan tertentu seperti pemeriksaan medis.
Metode Identifikasi Primer
• Pemeriksaan Gigi
– Pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang dengan pemeriksaan
manual, sinar-X, dan pencetakan gigi. Data dibandingkan dengan data
ante-mortem
• Identifikasi DNA
– Diperlukan DNA pembanding. Mahal dan hanya dapat dilakukan oleh ahli
forensik molekular
• Pemeriksaan Sidik Jari
– Membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante-mortem.
Saat ini merupakan pemeriksaan yang diakui tinggi ketepatannya.
Dibutuhkan penanganan yang ba terhadap jari tangan jenazah
DNA untuk Identifikasi Korban
• DNA yang biasa digunakan dalam tes adalah DNA mitokondria dan DNA inti sel.
• DNA yang paling akurat untuk tes adalah DNA inti sel karena inti sel tidak bisa
berubah sedangkan DNA dalam mitokondria dapat berubah karena berasal dari
garis keturunan ibu, yang dapat berubah seiring dengan perkawinan keturunannya.
• Pada Kasus-kasus kriminal, penggunaan kedua tes DNA di atas, bergantung pada
barang bukti apa yang ditemukan di Tempat Kejadian Perkara (TKP).
– Misalnya, jika ditemukan puntung rokok, maka yang diperiksa adalah DNA inti sel yang
terdapat dalam epitel bibir karena ketika rokok dihisap dalam mulut, epitel dalam bibir
ada yang tertinggal di puntung rokok.
– Untuk kasus pemerkosaan diperiksa spermanya tetapi yang lebih utama adalah kepala
spermatozoanya yang terdapat DNA inti sel di dalamnya.
– Jika di TKP ditemukan satu helai rambut maka sampel ini dapat diperiksa. Untuk
pemeriksaan DNA mitokondria tidak harus ada akar rambut, cukup potongan rambut.
Namun bila akan memeriksa DNA inti sel, harus ada akar rambut karena DNA inti sel
terdapat di akar rambut.
Metode Identifikasi Sekunder
• Metode Visual
– Memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan.
Hanya efektif pada jenazah yang masih dapat dikenali wajah dan bentuk
tubuhnya
• Pemeriksaan Dokumen
– Dokumen identifikasi (KTP, SIM, Paspor, dst) yang dijumpai bersama
jenazah. Tidak bisa dipastikan kepemilikan dokumen yang ditemukan, sulit
diandalkan.
• Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan
– Dari ciri-ciri pakaian dan perhiasan yang dikenakan
• Pemeriksaan Serologis
– Menentukan golongan darah jenazah. Tidak khas untuk masing-masing individu
• Metode Eksklusi
– Terutama pada kecelakaan masal
Metode identifikasi Sekunder
• Identifikasi Medik
– Menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna mata,
kelainan/cacat khusus. Termasuk pemeriksaan radiologis (sinar X)
• Identifikasi kerangka
– Membutikan kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur dan tinggi badan, ciri
khusus, dan deformitas, serta rekonstruksi wajah. Mencari tanda kekerasan pada tulang
dan memperkirakan sebab kematian. Perkiraan saat kematian dilakukan dengan
memperhatikan kekeringan tulang.
• Pemeriksaan anatomik
– Dilakukan dengan pemeriksaan serologik dan histologik
• Penentuan ras
– Dapat dilakukan denan antropologik pada tengkorak, gigi geligi, tulang panggul.
– Arkus zigomatikus dan gigi insisivus atas pertama yang berbentuk seperti sekop
memberi petunjuk ke ras Mongoloid.
– Jenis kelamin ditentukan dari tulang panggul, tulang tengkorak, sternum, tulang
panjang, skapula, metakarpal.
– Tinggi badan diperkirakan dari panjang tulang tertentu.
81-82. INFORMED CONSENT
• Informed Consent adalah persetujuan tindakan
kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.

• Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan


Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2
menyebutkan dalam memberikan informasi kepada
pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat /
paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.
Yang Berhak Memberikan Informed Consent

• Pasien yang telah dewasa (≥21 tahun atau


sudah menikah, menurut KUHP) dan dalam
keadaan sadar.
• Bila tidak memenuhi syarat di atas, dapat
diwakilkan oleh keluarga/ wali dengan urutan:
– Suami/ istri
– Orang tua (pada pasien anak)
– Anak kandung (bila anak kandung sudah dewasa)
– Saudara kandung
Tujuan Informed Consent
• Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap
tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan
secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang
dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.
• Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap
suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur
medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap
tindakan medik ada melekat suatu resiko

( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )


• Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat
digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan
berdasarkan KUHP Pasal 351 (trespass, battery, bodily
assault ). Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes /
PER / III / 2008, persetujuan tindakan kedokteran dapat
dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi
persetujuan, sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ).
Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus
dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan (
Ayat 2 ).

• Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi


sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran
adalah:
– Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter
harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
– Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa
menghadapi situasi dirinya.
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS
• Persetujuan tindakan medis secara praktis
dibagi menjadi 2:
Implied consent Pasien tidak menyatakan persetujuan baik secara tertulis maupun
lisan, namun dari tingkah lakunya menyatakan persetujuannya.
Contoh: pasien membuka baju untuk diperiksa, pasien
mengulurkan lengan untuk diambil sampel darah.

Expressed Persetujuan dinyatakan secara lisan atau tertulis. Khusus setiap


consent tindakan yang mengandung risiko tinggi, harus diberikan
persetujuan tertulis oleh pasien atau yang berhak mewakili (sesuai
UU No.29 tahun 2004 pasal 45)

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyelidikan,


A. Munim Idries, 2013
Jenis Consent Lainnya
JENIS
PENJELASAN
CONSENT
Consent yang diberikan pada pasien secara tertulis,
Informed consent yang ditandatangani langsung oleh pasien yang
berangkutan.

Consent yang diberikan oleh wali pasien (orangtua,


suami/istri, anak, saudara kandungnya dsb) karena
Proxy consent
pasien tidak kompeten untuk memberikan consent
(misalnya pada pasien anak).

Pasien tidak dapat memberikan consent, namun


diasumsikan bahwa bila pasien sadar, ia akan setuju
Presumed
dengan tindakan medis yang diambil. Consent jenis ini
consent
biasanya dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan atau
pada donor organ dari cadaver.
Appelbaum PS. Assessment of patient’s competence to consent to treatment. New England Journal of Medicine. 2007; 357: 1834-
1840.
83. KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
• Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar • Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
• Pengertian ”berbuat baik” diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih diikuti.
dari sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), • Tidak ada pertimbangan lain selain
• Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. • Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
RAHASIA MEDIS
• Segala temuan pada diri pasien dapat dikatakan sebagai rahasia medik atau
rahasia kedokteran dan rahasia ini sepenuhnya milik pasien.
• Sumpah dokter (Sumpah Hipocrates) terdapat sumpah untuk merahasiakan
apapun yang dilihat dan didengar dalam sepanjang proses menjalankan
profesi seorang dokter
• Dasar hukum
– PP no 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran tgl 21 mei
1966.
– UU RS no 44 thn 2009
– UU Kesehatan no 36 thn 2009
– UU Praktik Kedokteran no 29 tahun 2004
– Pasal 11 PP 749.MENKES/PER/XII/1989 tentang REKAM MEDIS: “rekam medis
merupakan berkas yang wajib disimpan kerahasiaannya”
– PERMENKES NO. 36 TAHUN 2012 ttg Rahasia Kedokteran
– PERMENKES NO. 269 TAHUN 2008
• Dasar etik: Rahasia medis harus tetap dijaga, bahkan setelah pasien
meninggal dunia (KODEKI pasal 12).
84. ABORTUS PROVOKATUS
• Abortus menurut pengertian kedokteran terbagi
dalam:
– Abortus spontan
– Abortus provokatus, yang terbagi lagi ke dalam:
Abortus provokatus terapeutikus & Abortus
provokatus kriminalis

• Abortus provokatus kriminalis sajalah yang


termasuk ke dalam lingkup pengertian
pengguguran kandungan menurut hukum.
Abortus buatan (provokatus), jika ditinjau dari aspek hukum
dapat digolongkan ke dalam dua golongan yakni :
• Abortus buatan legal
– Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat
dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Populer
juga disebut dengan abortus provocatus therapcutius/
medisinalis, karena alasan yang sangat mendasar untuk
melakukannya adalah untuk menyelamatkan
nyawa/menyembuhkan si ibu.
• Abortus buatan ilegal
– Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain dari pada
untuk menyelamatkan/ menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh
tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan
cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Abortus
golongan ini sering juga disebut dengan abortus provocatus
criminalis, karena di dalamnya mengandung unsur kriminal atau
kejahatan.
Idries A.M. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Penerbit
Binarupa Aksara. 1997
Indikasi Medis Abortus Provocatus
• Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang
terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
• Mola Hidatidosa
• Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
• Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika
dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit
keganasan lainnya pada tubuh seperti kanker payudara.
• Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
• Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
• Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit
jantung organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru
aktif, toksemia gravidarum yang berat.
• Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang
disertaikomplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.
• Epilepsi yang luas dan berat.
• Hiperemesis gravidarum yang berat dengan chorea gravidarum.
• Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus
seperti ini, sebelum melakukan tindakan abortus harus dikonsultasikan
dengan psikiater.
Payung Hukum Abortus Provokatus
Medisinalis/ Abortus Terapeutik
• UU Kesehatan No.23 Tahun 1992
– Mengatur indikasi dapat dilakukan abortus provokatus
dan syaratnya

• UU Kesehatan No.36 Tahun 2009


– Ditambahkan mengenai diperbolehkannya abortus
provokatus pada kasus kehamilan akibat pemerkosaan
– Dilakukan sebelum usia kehamilan 6 minggu, kecuali
pada kasus gawat darurat
Abortus Provokatus Menurut
UU No.23 Tahun 1992 Pasal 15
1. Dalam kedaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan
jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan
medis tertentu
2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) hanya dapat dilakukan:
– Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya
tindakkan tersebut.
– Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta
berdasarkan pertimbangan tim ahli.
– Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya.
– Pada sarana kesehatan tertentu
Abortus Provokatus Menurut
UU No.36 Tahun 2009
PASAL 75
1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:


– indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat
dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan
bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
– kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan.

3. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan
yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan PASAL 76.
Abortus Provokatus Menurut
UU No.36 Tahun 2009
PASAL 76
• Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat
dilakukan :
a) sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b) oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan
kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh
menteri;
c) dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d) dengan izin suami, kecuali korban perkosaan;
e) penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh Menteri
ABORSI ATAS INDIKASI MEDIS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN


REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3
TAHUN 2016
Faskes yang
Dapat
Melakukan
Abortus
Provokatus
Medisinalis

PERATURAN MENTERI KESEHATAN


REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3
TAHUN 2016
Tim Kelayakan Aborsi
85. JENIS OTOPSI
JENIS
DESKRIPSI
OTOPSI
• Pada kematian wajar, dilakukan untuk mengetahui sebab kematian dan
perjalanan penyakit
OTOPSI KLINIS • Tidak harus menyeluruh
• Harus ada persetujuan keluarga
• Contoh: pada kasus orangtua meninggal mendadak saat tidur
• Pada kecurigaan keamtian tidak wajar
• Dilakukan menyeluruh
• Tidak perlu persetujuan keluarga, yang perlu adalah keluarga
OTOPSI
diberitahukan (KUHAP 133 dan 134)
FORENSIK
• Bila keluarga menolak, polisi tunggu 2 x 24 jam dengan maksud untuk
pendekatan kepada keluarga. Bila setelah 2 x 24 jam keluarga menolak
maka otopsi telah dikerjakan.
• Untuk kepentingan pendidikan
• Mayat yang diautopsi biasanya dari gelandangan, tapi tidak dapat
OTOPSI
langsung diotopsi, tetapi harus menunggu selama satu tahun. Sementara
ANATOMI
menunggu, mayat diawetkan dalam lemari pendingin atau difiksasi. Bila
dalam 1 tahun tidak ada keluarganya maka dilakukan otopsi anatomi.
86. Sanksi Hukum Bila Menolak Otopsi
PASAL 222 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah.
87. RAHASIA MEDIS
• Segala temuan pada diri pasien dapat dikatakan sebagai rahasia medik atau
rahasia kedokteran dan rahasia ini sepenuhnya milik pasien.
• Sumpah dokter (Sumpah Hipocrates) terdapat sumpah untuk merahasiakan
apapun yang dilihat dan didengar dalam sepanjang proses menjalankan
profesi seorang dokter
• Dasar hukum
– PP no 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran tgl 21 mei
1966.
– UU RS no 44 thn 2009
– UU Kesehatan no 36 thn 2009
– UU Praktik Kedokteran no 29 tahun 2004
– Pasal 11 PP 749.MENKES/PER/XII/1989 tentang REKAM MEDIS: “rekam medis
merupakan berkas yang wajib disimpan kerahasiaannya”
– PERMENKES NO. 36 TAHUN 2012 ttg Rahasia Kedokteran
– PERMENKES NO. 269 TAHUN 2008
• Dasar etik: Rahasia medis harus tetap dijaga, bahkan setelah pasien
meninggal dunia (KODEKI pasal 12).
Yang Berhak Terhadap Isi Rekam Medis

PASIEN
Bila pasien tidak kompeten, disampaikan kepada:
1. Keluarga pasien, atau
2. Orang yang diberi kuasa oleh pasien atau
keluarga pasien, atau
3. Orang yang mendapat persetujuan tertulis dari
pasien atau keluarga pasien
UU Kesehatan no. 36 Tahun 2009

Pasal 57
• Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan
praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia
kedokteran.
• Rahasia kedokteran tidak berlaku dalam hal
perintah UU, perintah pengadilan, izin yang
bersangkutan, kepentingan masyarakat,
kepentingan orang tersebut
UU Rumah Sakit no. 44 Thn 2009
UU RS Pasal 38
(1) Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, untuk pemenuhan
permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum,
atas persetujuan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
UU RS pasal 44
(1) Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala informasi kepada
publik yang berkaitan dengan rahasia kedokteran.
(2) Pasien dan/atau keluarga yang menuntut Rumah Sakit dan
menginformasikannya melalui media massa, dianggap telah
melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada umum.
UU Praktik Kedokteran no 29 thn 2004

Pasal 47 ayat (2)


• Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan
dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana
pelayanan kesehatan.

Pasal 48 ayat
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
wajib menyimpan rahasia kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan
pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan
ketentuan perundang- undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan
Peraturan Menteri.
Permenkes no. 269 thn 2008
Pasal 10
• Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat
penyakit, riwayat pemeriksaan, dan riwayat
pengobatan harus dijaga kerahasiaannya
• Informasi tersebut dapat dibuka dalam hal:
– untuk kepentingan kesehatan pasien;
– memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam
rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan;
– permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;
– permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan
perundang-undangan; dan
– untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit
medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien.
KEWAJIBAN MENYIMPAN RAHASIA KEDOKTERAN
(PERMENKES 36/ 2012)
PEMBUKAAN RAHASIA MEDIS
PERMENKES NO.36 TAHUN 2012

PASAL 5:
• Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk
kepentingan kesehatan pasien, memenuhi
permintaan aparatur penegak hukum dalam
rangka penegakan hukum, permintaan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
PEMBUKAAN RAHASIA MEDIS
PERMENKES NO.36 TAHUN 2012
Yang Dimaksud Untuk Kepentingan Kesehatan Pasien

Pasal 6
Kepentingan kesehatan pasien meliputi:
• Kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan, penyembuhan, dan
perawatan pasien; dan
• Keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan pembiayaan
kesehatan.

o Dilakukan dengan persetujuan dari pasien


o Dalam hal pasien tidak cakap untuk memberikan persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), persetujuan dapat diberikan oleh
keluarga terdekat atau pengampunya
PEMBUKAAN RAHASIA MEDIS
PERMENKES NO.36 TAHUN 2012
Yang Dimaksud Untuk Penegakan Hukum
Pasal 7
• Pembukaan rahasia kedokteran untuk memenuhi permintaan aparatur
penegak hukum dalam rangka penegakan hukum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 dapat dilakukan pada proses penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, dan sidang pengadilan.
• Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat melalui pemberian data dan informasi berupa visum et repertum,
keterangan ahli, keterangan saksi, dan/atau ringkasan medis.
• Permohonan untuk pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dari pihak yang
berwenang.
• Dalam hal pembukaan rahasia kedokteran dilakukan atas dasar perintah
pengadilan atau dalam sidang pengadilan, maka rekam medis seluruhnya
dapat diberikan.
88. LUKA TEMBAK

• Dalam memberikan pendapat atau kesimpulan dalam


visum et repertum, tidak dibenarkan menggunakan istilah
pistol atau revolver; oleh karena perkataan pistol
mengandung pengertian bahwa senjatanya termasuk
otomatis atau semi otomatis, sedangkan revolver berarti
anak peluru berada dalam silinder yang akan memutar jika
tembakan dilepaskan.

• Oleh karena dokter tidak melihat peristiwa


penembakannya, maka yang akan disampaikan adalah;
senjata api kaliber 0,38 engan alur ke kiri dan sebagainya.
Luka Tembak Menempel Erat

• Luka simetris di tiap sisi


• Jejas laras jelas mengelilingi lubang luka
• Tidak akan dijumpai kelim jelaga atau kelim
tattoo
Kelim pada Luka Tembak

• Kelim tato: akibat butir mesiu; gambaran bintik-


bintik hitam bercampur perdarahan, tidak dapat
dihapus dengan kain.
• Kelim jelaga: akibat asap; gambaran bintik-bintik
hitam yang dapat dihapus dengan kain.
• Kelim api: akibat pembakaran dari senjata; luka
bakar terlihat dari kulit dan rambut di sekitar luka
yang terbakar.
• Kelim lecet: akibat partikel logam; bentuknya luka
lecet atau luka terbuka yang dangkal
Luka Tembak Masuk vs Keluar

• Luka tembak masuk: pada tubuh korban tersebut akan


didapatkan perubahan yang diakibatkan oleh berbagai
unsur atau komponen yang keluar dari laras senjata api
tersebut, seperti anak peluru, butir-butir mesiu yang
tidak terbakar atau sebagian terbakar, asap atau jelaga,
api, partikel logam, minyak pada anak peluru.

• Luka tembak keluar: tidak adanya kelim lecet, kelim-


kelim lain juga tentu tidak ditemukan. Luka tembak
keluar pada umumnya lebih besar dari luka tembak
masuk.
TO 5
89. Rumah sebagai faktor lingkungan
• 4 fungsi rumah
– Tempat memenuhi kegiatan jasmani
– Tempat memenuhi kebutuhan rohani
– Tempat perlindungan terhadap penularan
penyakit
– Tempat perlindungan terhadap kecelakaan
Rumah Sehat
1. Harus dapat memenuhi kebutuhan fisiologis
Kecukupan cahaya yang masuk ke dalam ruangan, ventilasi, tidak
adanya kebisingan berlebihan, terdapat ruang bermain yang
cukup bagi anak-anak

2. Harus dapat memenuhi kebutuhan psikologis


Rasa nyaman dan rasa aman

3. Harus dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan


Risiko kecelakaan seperti jatuh, terkena benda tajam, bahaya
kebakaran, dll.

4. Harus dapat menghindarkan terjadinya penularan


penyakit
Penyediaan air bersih, bebas dari serangga dan tikus, pengelolaan
sampah yang benar, pengelolaan limbah dan tinja yang benar.
Rumah sebagai faktor lingkungan
• Persyaratan kesehatan rumah tinggal
• Langit2 mudah
(Permenkes No.829/1999) dibersihkan
– Bahan Bangunan • Bubungan rumah > 10
• Debu total tidak lebih dari 150ug/m3 meter harus dilengkapi
• Asbes bebas tidak lebih 0.5 fiber/m3/4 jam
pennangkal petir
• Dapur dilengkapi
• Timah hitam (pb) tidak lebih dari
sarana pembuangan
300mg/kg asap
• Tidak terbuat dari bahan yang dapat
menjadi tumbuh dan kembang
– Pencahayaan 
mikroorganisme patogen minimal 60 lux dan
tidak silau
– Komponen tata ruang
• Lantai kedap air dan mudah dibersihkan • Syarat rumah sehat
• Dinding di ruang tidurharus dilengkapi – Ventilasi  minimal
sarana ventilasi, kamar mandi harus 10% dari luas lantai
mudah dibersihkan – Air  minimal 60
liter/hari/orang
– Sarana penyimpannan • Jarak septic tank dengan
makanan yang aman sumber air bersih > 10 m
– Limbah  tidak
mencemari permukaan
tanak
• Kepadatan hunian  luas
lantai rumah dibanding
jumlah orang tinggal
• Luas ruang tidur minimal
8m2 dan tidak dianjurkan
untuk lebih dari 2 orang
kecuali anak di bawah 5
tahun
Aspek fisiologis rumah
• Kondisi lantai
– Lantai sebaiknya dari ubin maupun semen, jika dari tanah yang dipadatkan
harus tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada saat musim
hujan.

• Kondisi dinding
– Sebaiknya berupa tembok, namun di daerah tropis harus dipastikan mendapat
ventilasi cukup.

• Kondisi atap
– Sebaiknya dengan genteng, tidak disarankan atap seng atau asbes karena
menimbulkan suhu panas dalam rumah.
– Dapat menggunakan langit-langit sebagai penyekat panas dari bagian atas
bangunan.

• Ventilasi
– Ventilasi minimal 10% luas lantai dengan system ventilasi silang
Aspek Fisiologis Rumah
• Pencahayaan
– Pencahayaan alami dan buatan, langsung maupun tidak langsung,
harus dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas minimal
60 lux.
– Semakin banyak sinar matahari yang masuk semakin baik, disarankan
jendela ruangan dibuka antara jam 6-8 pagi.

• Suhu ruangan
– Suhu ruangan yang nyaman adalah antara 18-30 C.

• Kelembaban
– Kelembaban ruang yang nyaman berkisar antara 40-60%.

• Kepadatan hunian
– Satu orang minimal menempati luas rumah 9 m2 agar dapat
mencegah penularan penyakit (termasuk ISPA) dan melancarkan
aktivitas di dalamnya.
JARAK SEPTIC TANK-SUMBER AIR
• Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-
2916-1992 tentang Spesifikasi Sumur Gali
untuk Sumber Air Bersih, bahwa jarak
horizontal sumur ke arah hulu dari aliran air
tanah atau sumber pengotoran (bidang
resapan/tangki septic tank) lebih dari 11
meter, sedangkan jarak sumur untuk komunal
terhadap perumahan adalah lebih dari 50
meter.
90. JENIS RUJUKAN
• Jenis rujukan secara umum dibagi menjadi 2,
yaitu:
– Rujukan upaya kesehatan individual
– Rujukan upaya kesehatan masyarakat
Skema Sistem rujukan Perorangan
RUJUKAN UPAYA KESEHATAN RUJUKAN UPAYA KESEHATAN
PERORANGAN MASYARAKAT
• Rujukan kasus untuk keperluan • Rujukan sarana berupa
diagnostik, pengobatan, bantuan laboratorium dan
tindakan operasi dan lain– lain teknologi kesehatan.

• Rujukan bahan (spesimen) • Rujukan tenaga dalam bentuk


untuk pemeriksaan dukungan tenaga ahli untuk
laboratorium klinik penyidikan, sebab dan asal
yang lebih lengkap. usul penyakit atau kejadian
luar biasa suatu penyakit serta
• Rujukan ilmu pengetahuan penanggulangannya pada
antara lain dengan bencana alam, dan lain – lain
mendatangkan atau mengirim
tenaga yang lebih kompeten • Rujukan operasional berupa
atau ahli untuk melakukan obat, vaksin, pangan pada saat
tindakan, memberi terjadi bencana, pemeriksaan
pelayanan, ahli pengetahuan bahan (spesimen) bila terjadi
dan teknologi dalam keracunan massal,
meningkatkan kualitas pemeriksaan air minum
pelayanan. penduduk dan sebagainya
Jenis Rujukan Berdasarkan
Tingkatannya
• Rujukan horizontal : rujukan yang dilakukan
antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila
perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya
sementara atau menetap.
– Misalya rujukan dari RS tipe B ke RS tipe B lainnya

• Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan


antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat
dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
– Misalnya rujukan dari puskesmas ke RS
JENIS RUJUKAN
• Interval referral: pelimpahan wewenang dan
tanggungjawab penderita sepenuhnya kepada dokter
konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka
waktu tersebut dokter tsb tidak ikut menanganinya.
• Collateral referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita hanya untuk satu
masalah kedokteran khusus saja.
• Cross referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya kepada
dokter lain untuk selamanya.
• Split referral: menyerahkan wewenang dan tanggungjawab
penanganan penderita sepenuhnya kepada beberapa
dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan
wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi
rujukan tidak ikut campur.
91. Penyakit Akibat Kerja
• Dalam mendiagnosis penyakit akibat kerja
terdapat 3 (tiga) prinsip yang harus
diperhatikan:
– Hubungan antara pajanan yang spesifik dengan
penyakit.
– Frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja
lebih tinggi daripada pada masyarakat.
– Penyakit dapat dicegah dengan melakukan
tindakan promosi kesehatan dan pencegahan
penyakit.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN
PELAYANAN PENYAKIT AKIBAT KERJA
Aspek Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
• Diagnosis penyakit akibat kerja memiliki :
– Aspek medik: dasar tata laksana medis dan tata
laksana penyakit akibat kerja serta membatasi
kecacatan dan keparahan penyakit.
– Aspek komunitas: untuk melindungi pekerja lain
– Aspek legal: untuk memenuhi hak pekerja

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN
PELAYANAN PENYAKIT AKIBAT KERJA
7 Langkah Diagnosis
Penyakit Akibat Kerja

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN
PELAYANAN PENYAKIT AKIBAT KERJA
Yang Berkompeten Mendiagnosis Penyakit Akibat
Kerja

• Pelayanan penyakit akibat kerja di fasilitas pelayanan


kesehatan tingkat pertama dilaksanakan oleh dokter
dengan kompetensi tambahan terkait penyakit akibat kerja
yang diperoleh melalui pendidikan formal atau pelatihan.

• Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:


– pelatihan kesehatan kerja dasar atau pelatihan dokter higiene
perusahaan dan kesehatan kerja; dan
– pelatihan diagnosis dan tata laksana penyakit akibat kerja.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN
PELAYANAN PENYAKIT AKIBAT KERJA
Yang Berkompeten Menatalaksana Penyakit
Akibat Kerja
• Penatalaksanaan kasus yaitu penatalaksaan
medis dan penatalaksanaan okupasi.

• Dalam melakukan penatalaksaan medis,


apabila terdapat keraguan, maka dokter
merujuk ke dokter spesialis terkait sedangkan,
apabila terdapat keraguan dalam
penatalaksanaan okupasi, dokter
berkonsultasi ke spesialis kedokteran okupasi.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN
PELAYANAN PENYAKIT AKIBAT KERJA
Nilai Ambang Kebisingan
• NAB (nilai ambang batas) kebisingan untuk 8 jam kerja per
hari adalah sebesar 85 dBA.

• Pajanan bising tidak boleh melebihi level 140 dBC


walaupun hanya sesaat.

• Apabila menggunakan alat pelindung telinga (APT) untuk


mengurangi dosis pajananbising, maka perlu diperhatikan
kemampuan APT dalam mereduksi pajanan bising yang
dinyatakan dalam noise reduction rate (NRR).

• NAB pajanan kebisingan untuk durasi pajanan tertentu


dapat dilihat dalam tabel di slide selanjutnya.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR DAN PERSYARATAN KESEHATAN
LINGKUNGAN KERJA INDUSTRI
Nilai
Ambang
Kebisingan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG
STANDAR DAN PERSYARATAN KESEHATAN
LINGKUNGAN KERJA INDUSTRI
92. BLINDING DALAM PENELITIAN
• Single blind: only patients or only investigators
are ignorant of the assigned treatment.

• Double blind: patients and investigators are


ignorant of the assigned treatment.

• Triple blind: patients, investigators, and data


evaluators are ignorant of the assigned
treatment.
93. Upaya dan Azas Penyelenggaraan
Puskesmas
• Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan upaya
kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat
(pelayanan kesehatan tingkat pertama)
• Upaya kesehatan Puskesmas
• Upaya kesehatan wajib • Upaya kesehatan pengembangan
– Upaya promosi kesehatan – Upaya kesehatan sekolah
– Upaya kesehatan Lingkungan – Upaya kesehatan olahraga
– Upaya kesehatan ibu dan anak – Upaya perawatan kesehatan
serta KB masyarakat
– Upaya Pencegahan dan – Upaya kesehatan kerja
pemberantasan penyakit menular – Upaya kesehatan gigi dan mulut
– Upaya pengobatan – Upaya kesehatan jiwa
– Upaya kesehatan mata
– Upaya kesehatan usia lanjut
– Upaya pembinaan pengobatan
Permenkes No. 128/Menkes/SK/II/2004 tentang kebijakan dasar pusat
kesehatan masyarakat
tradisional
Azas Penyelenggaraan Puskesmas
1. Azas pertanggungjawaban wilayah
Puskesmas bertangungjawab meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
Kegiatannya:
– Menggerakan pembangunan berbagai sektor
tingkat kecamatan
– Memantau dampak upaya pembangunan terhadap
kesehatan masyarakat
– Membinta setiap usaha kesehatan strata pertama
yang diselenggarakan masyarakat dan dunia usaha
di wilayah kerjanya
– Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama
secara merata dan terjangkau
Azas Penyelenggaraan Puskesmas
2. Azas pemberdayaan masyarakat
Puskesmas wajib memberdayakan masyarakat agar berperan aktof dalam
penyelenggaraan upaya puskesmas.
Kegiatannya:
– Upaya kesehatan ibu dan anak: posyandu, bina keluarga balita (BKB)
– Upaya pengobatan: posyandu, Pos Obat desa (POD)
– Upaya perbaikan gizi: posyandu, panti pemulihan gizi, Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
– Upaya kesehatan sekolah: dokter kecil, Saka Bakti Husada (SBH), Pos kesehatan
pesantren (Poskestren)
– Upaya kesehatan lingkungan: Kelompok pemakai air (Pokmair), Desa Percontohan
Kesehatan Lingkungan (DPKL)
– Upaya kesehatan usia lanjut: posyandu usila, panti wreda
– Upaya kesehatan jiwa: posyandu, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat
(TPKJM)
– Upaya pembinaan pengobatan tradisional: Taman Obat Keluarga (TOGA),
Pembinaan Pengobat Tradisional (Battra)
– Upaya pembinaan dan jaminan kesehatan: dana sehat, Tabungan Ibu Bersalin
(tabulin)
Azas Penyelenggaraan Puskesmas
3. Dilakukan untuk mengatasi keterbatasan
sumberdaya. Ada 2 macam keterpaduan:
1. Keterpaduan lintas program
• MTBS keterpaduan KIA dengan P2m, gizi, promosi kesehatan,
pengobatan
• Upaya Kesehatan Sekolah keterpaduan kesehatan lingkungan
dengan promosi kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi,
kesehatan reproduksi remaja dan kesehatan jiwa
• Puskesmas keliling keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB,
gizi, promosi kesehatan, kesehatan gigi
• Posyandu keterpaduan KIA dengan KB, gizi, P2M, kesehatan
jiwa dan promosi kesehatan
2. Keterpaduan lintas sektoral
to be continued-
Azas Penyelenggaraan Puskesmas
2. Keterpaduan lintas sektoral
• Upaya Kesehatan Sekolah keterpaduan sektor kesehatan
dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama
• Upaya promosi kesehatan keterpaduan sektor kesehatan
dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama
• Upaya kesehatan ibu dan anak keterpaduan sektor kesehatan
dengan camat, lurah/kepala desa, organisasi profesi, organisasi
kemasyarakatan, PKK, PLKB
• Upaya perbaikan gizi keterpaduan sektor kesehatan
keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa,
pendidikan, agama, koperasi, dunia usaha, PKK
• Upaya pembinaan dan jaminan kesehatan keterpaduan sektor
kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, tenaga kerja,
koperasi, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan
• Upaya kesehatan kerja keterpaduan sektor kesehatan dengan
camat, lurah/kepala desa, tenaga kerja, dunia usaha
Azas Penyelenggaraan Puskesmas
4. Azas Rujukan
Rujukan upaya kesehatan perorangan Rujukan upaya kesehatan masyarakat
• Rujukan kasus keperluan diagnostik, • Rujukan sarana dan logistik
pengobatan, tindakan medis peminjalam alat fogging, lab, alat
• Rujukan bahan pemeriksaan audiovisual, bantuan obat, vaksin
(spesimen) untuk pemeriksaan • Rujukan tenaga (tenaga ahli) pada
lab lebih lengkap penyelidikan kejadian luar iasa,
• Rujukan ilmu pengetahuan bantuan penyelesaian masalah
mendatangkan tenaga medis lebih hukum kesehatan, penanggulangan
kompeten untuk melakukan gangguan kesehatan karena bencana
bimbingan kepada tenaga alam
puskesmas • Rujukan operasional menyerahkan
sepenuhnya masalah kesehatan
masyarakat dan tanggungjawab
penyelesaian masalah kepada Dinas
Kabupaten/Kota. Dilakukan bila
puskesmas tidak mampu.
94. Visum Et Repertum

• Suatu keterangan tertulis dari dokter dalam kapasitasnya


sebagai saksi ahli atas permintaan penegak hukum yang
berwenang tentang apa yang dilihat dan ditemukan dalam
pemeriksaan manusia ataupun bagian tubuh manusia, baik
dalam keadaan hidup maupun meninggal, sesuai dengan
sumpah jabatannya.

• Permohonan VER:
– Tertulis oleh penyidik
– Diserahkan langsung oleh petugas kepolisain
– Untuk korban mati, permintaan diajukan kepada dokter ahli
atau dokter kedokteran kehakiman
Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna
Visum Et Repertum
Dasar: PASAL 133 KUHAP
• Dalam hal penyidik untuk kepentingan
peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya

Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna


Visum Et Repertum

• Wewenang penyidik
• Tertulis (resmi)
• Terhadap korban, bukan tersangka
• Ada dugaan akibat peristiwa pidana
• Bila mayat :
– Identitas pada label
– Jenis pemeriksaan yang diminta
– Ditujukan kepada : ahli kedokteran forensik / dokter di
rumah sakit

Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna


Visum Et Repertum korban hidup
1. Visum et repertum biasa/tetap. Visum et repertum ini
diberikan kepada pihak peminta (penyidik) untuk korban
yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut.
2. Visum et repertum sementara. Visum et
repertum sementara diberikan apabila korban memerlukan
perawatan lebih lanjut karena belum dapat membuat
diagnosis dan derajat lukanya. Apabila sembuh
dibuatkan visum et repertum lanjutan.
3. Visum et repertum lanjutan. Dalam hal ini korban tidak
memerlukan perawatan lebih lanjut karena sudah sembuh,
pindah dirawat dokter lain, atau meninggal dunia.

Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna


Visum Et Repertum
Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 tentang Wajib
Simpan Rahasia Kedokteran :

1. Penggunaan keterangan ahli, atau VeR hanya untuk


keperluan peradilan
2. Berkas VeR hanya boleh diserahkan kepada penyidik
yang memintanya.
3. Untuk mengetahui isi VeR, pihak lain harus melalui
aparat peradilan, termasuk keluarga korban

Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna


95. KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)

• KDRT: tiap perbuatan terhadap seseorang, terutama


perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan fisik, seksual, psikologis, dan/ atau
penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga.

• Yang termasuk rumah tangga:


– Suami, istri, anak (termasuk anak angkat dan anak tiri)
– Orang yang mempunyai hubungan keluarga ddengan poin 1
– Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap
dalam rumah tangga tersebut.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
UU Tentang KDRT:
UU No. 23 Tahun 2004
• Kekerasan fisik
Adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka
berat. (Pasal 6)

• Kekerasan psikis
Adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya
diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau
penderitaan psikis berat pada seseorang. (Pasal 7)

• Kekerasan seksual :
Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam rumah tangga tersebut; Pemaksaan hubungan seksual
terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain
untuk tujuan komersil dan/atau tujuan tertentu. (Pasal 8)
Karakteristik Luka Kasus KDRT
• Biasanya datang dengan luka ringan seperti luka memar
atau luka lecet. Dapat pula datang dengan keluhan sakit
kepala, sakit perut, atau diare, dan keluhan nonspesifik
lainnya.

• Datang terlambat, dalam arti kejadian sudah satu atau dua


hari sebelum mereka ke dokter.

• Dapat terjadi ketidaksinkronan cerita dengan luka yang


ditemukan.

• Luka multipel yang berbeda umurnya.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
Ketentuan Pidana pada Kasus KDRT
• UU No.23 tahun 2004 Pasal 44: kekerasan fisik
dalam rumah tangga

• UU No.23 tahun 2004 Pasal 45: kekerasan


psikis dalam rumah tangga

• UU No.23 tahun 2004 Pasal 46: kekerasan


seksual dalam rumah tangga
Apakah Dokter Wajib Lapor pada Kasus KDRT?

• Umumnya korban KDRT belum tentu bersedia


melaporkan pada pihak yang berwajib (dengan alasan
takut, cinta, dsb).

• UU PKDRT (UU No.23 Tahun 1992 Pasal 15) tidak


menyebutkan dengan jelas bahwa tenaga kesehatan yang
menemukan kasus tersebut wajib melaporkannya.
Namun dalam UU tersebut berbunyi: “setiap orang yang
mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya KDRT
wajib melakukan upaya-upaya sesuai batas
kemampuannya untuk mencegah berlangsungnya tindak
pidana, memberikan perlindungan pada korban
memberikan pertolongan darurat, dan membantu proses
pengajuan permohonan penetapan perlindungan”
KDRT Pada Anak: Wajib Lapor Bagi
Petugas Kesehatan yang Menangani
• Sebaiknya dibentuk Pusat krisis terpadu di Puskesmas dan
Rumah sakit adalah menangani semua kasus kekerasan yang
terjadi di lingkungan sebagai bagian persyaratan sebuah Kota
layak anak.

• Apabila ada kasus kekerasan anak yang kita layani, maka petugas
wajib dengan segera melaporkan kasus tersebut kepada
Kepolisian dalam hal ini Unit perlindungan Perempuan dan Anak
yang ada di seluruh Polres/Polwil dan Polda.

• Apabila tidak melaporkan diancam mendapatkan sanksi, ini


merupakan edaran Menkes yang diedarkan sebagai tindak lanjut
pasal 108 KUHP dan UU Perlindungan anak no 23/2002.
BAGAIMANA KEPOLISIAN
MEMBERIKAN PERLINDUNGAN
TERHADAP KORBAN KDRT ?

 Dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh


empat) jam terhitung sejak mengetahui
atau menerima laporan kekerasan dalam
rumah tangga, kepolisian wajib segera
memberikan perlindungan sementara
pada korban.
Slide Kuliah KDRT & Pemerkosaan, Prof. Agus Purwadianto, 2011
• Perlindungan sementara diberikan paling lama 7
(tujuh) hari sejak korban diterima atau ditangani.
• Dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat)
jam terhitung sejak pemberian perlindungan,
kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah
perlindungan dari pengadilan.
• Dalam memberikan perlindungan sementara,
kepolisian dapat bekerja sama dengan tenaga
kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping,
dan/atau pembimbing rohani untuk mendampingi
korban.

Slide Kuliah KDRT & Pemerkosaan, Prof. Agus Purwadianto, 2011


 Kepolisian wajib memberikan
keterangan kepada korban tentang
hak korban untuk mendapat
pelayanan dan pendampingan.

 Kepolisian wajib segera melakukan


penyelidikan setelah mengetahui atau
menerima laporan tentang terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga.

Slide Kuliah KDRT & Pemerkosaan, Prof. Agus Purwadianto, 2011


96. INFORMED CONSENT
• Informed Consent adalah persetujuan tindakan
kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.

• Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan


Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2
menyebutkan dalam memberikan informasi kepada
pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat /
paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.
Yang Berhak Memberikan Informed Consent

• Pasien yang telah dewasa (≥21 tahun atau


sudah menikah, menurut KUHP) dan dalam
keadaan sadar.
• Bila tidak memenuhi syarat di atas, dapat
diwakilkan oleh keluarga/ wali dengan urutan:
– Suami/ istri
– Orang tua (pada pasien anak)
– Anak kandung (bila anak kandung sudah dewasa)
– Saudara kandung
Tujuan Informed Consent
• Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap
tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan
secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang
dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.
• Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap
suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur
medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap
tindakan medik ada melekat suatu resiko

( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )


• Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat
digolongkan sebagai tindakan melakukan
penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 (trespass,
battery, bodily assault ). Menurut Pasal 5 Permenkes
No 290 / Menkes / PER / III / 2008, persetujuan
tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik
kembali oleh yang memberi persetujuan, sebelum
dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan
tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis
oleh yang memberi persetujuan ( Ayat 2 ).

• Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi


sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran
adalah:
– Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana
dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
– Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak
bisa menghadapi situasi dirinya.
Good Samaritan dalam Kasus
Kegawatdaruratan
• Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam
peraturan perundang-undangan pada hampir seluruh
negara bagian. Doktrin tersebut terutama diberlakukan
dalam fase pra-rumah sakit untuk melindungi pihak yang
secara sukarela beritikad baik menolong seseorang dalam
keadaan gawat darurat. Dengan demikian seorang pasien
dilarang menggugat dokter atau tenaga kesehatan lain
untuk kecederaan yang dialaminya.

• Dua syarat utama doktrin Good Samaritan yang harus


dipenuhi adalah:
– Kesukarelaan pihak penolong.
– Itikad baik pihak penolong.
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS
• Persetujuan tindakan medis secara praktis
dibagi menjadi 2:
Implied consent Pasien tidak menyatakan persetujuan baik secara tertulis maupun
lisan, namun dari tingkah lakunya menyatakan persetujuannya.
Contoh: pasien membuka baju untuk diperiksa, pasien
mengulurkan lengan untuk diambil sampel darah.

Expressed Persetujuan dinyatakan secara lisan atau tertulis. Khusus setiap


consent tindakan yang mengandung risiko tinggi, harus diberikan
persetujuan tertulis oleh pasien atau yang berhak mewakili (sesuai
UU No.29 tahun 2004 pasal 45)

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyelidikan,


A. Munim Idries, 2013
Jenis Consent Lainnya
JENIS
PENJELASAN
CONSENT
Consent yang diberikan pada pasien secara tertulis,
Informed consent yang ditandatangani langsung oleh pasien yang
berangkutan.

Consent yang diberikan oleh wali pasien (orangtua,


suami/istri, anak, saudara kandungnya dsb) karena
Proxy consent
pasien tidak kompeten untuk memberikan consent
(misalnya pada pasien anak).

Pasien tidak dapat memberikan consent, namun


diasumsikan bahwa bila pasien sadar, ia akan setuju
Presumed
dengan tindakan medis yang diambil. Consent jenis ini
consent
biasanya dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan atau
pada donor organ dari cadaver.
Appelbaum PS. Assessment of patient’s competence to consent to treatment. New England Journal of Medicine. 2007; 357: 1834-
1840.
97. INSIDENS KESELAMATAN PASIEN
Pasien tidak
cedera
NEAR MISS

Medical
Error
PREVENTABLE
• Kesalahan nakes
Pasien cedera ADVERSE MALPRAKTIK
• Dapat dicegah
• Karena berbuat (commission) EVENT
• Karena tdk berbuat
(ommision)
Acceptable
Risk

Process of UNPREVENTABLE Unforseeable


care Pasien cedera Risk
(Non error) ADVERSE EVENT
Complication
of Disease
Adverse Event
Preventable Adverse Event
• Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang
tidak diharapkan pada pasien karena suatu
tindakan (commission) atau karena tidak
bertindak (ommision), dan bukan karena
“underlying disease”.

• Adverse event yang menimbulkan akibat fatal,


misalnya kecacatan atau kematian, disebut juga
sentinel event.
Near Miss
• Suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission)
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius
tidak terjadi, karena :
– “keberuntungan” (mis.,pasien terima suatu obat kontra indikasi
tetapi tidak timbul reaksi obat),
– “pencegahan” (suatu obat dengan overdosis lethal akan
diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya
sebelum obat diberikan),
– “peringanan” / mitigasi (suatu obat dengan overdosis lethal
diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya
Adverse Event
Unpreventable Adverse Event
• Acceptable risk: Kejadian tidak diharapkan yang merupakan risiko
yang harus diterima dari pengobatan yang tidak dapat dihindari.
Contoh: Pasien Ca mammae muntah-muntah pasca kemoterapi

• Unforseeable risk: Kejadian tidak diharapkan yang tidak dapat diduga


sebelumnya. Contoh: Terjadi Steven Johnson Syndrome pasca pasien
minum paracetamol, tanpa ada riwayat alergi obat sebelumnya.

• Complication of disease: Kejadian tidak diharapkan yang merupakan


bagian dari perjalanan penyakit atau komplikasi penyakit. Contoh:
Pasien luka bakar dalam perawatan mengalami sepsis.
KLASIFIKASI INSIDENS KESELAMATAN PASIEN
MENURUT PERMENKES NO.11 TAHUN 2017

• Kondisi Potensial Cedera (KPC): kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan
cedera, tetapi belum terjadi insiden. Misalnya: ventilator di ICU rusak, tetapi belum ada
pasien yang membutuhkan ventilator.

• Kejadian Tidak Cedera (KTC): insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul
cedera. Misalnya: pasien salah diberi obat, sudah terlanjur diminum pasien, tetapi tidak
muncul efek samping apapun.

• Kejadian Nyaris Cedera (KNC): Terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
Misalnya: hendak salah memberikan obat tetapi diketahui sebelum terlanjur terjadi.

• Kejadian Tidak Diharapkan (KTD): Insiden apapun yang mengakibatkan cedera pada
pasien, antara karena kelalaian tenaga medis ataupun perilaku pasien. Misalnya: pasien
jatuh dari tempat tidur karena penghalang tidak dipasang.

• Kejadian sentinel: KTD yang menyebabkan kondisi yang mengancam nyawa.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN PASIEN
MALPRAKTEK/ KELALAIAN MEDIS

• Malpraktek pada prinsipnya merujuk pada suatu


praktek profesi yang buruk karena tidak sesuai standar
profesi yang telah ditetapkan sebelumnya.

• Dapat berupa pelanggaran terhadap standar


kompetensi, standar perilaku, dan standar pelayanan.

• Tidak semua kerugian yang timbul dalam pelayanan


kedokteran dapat dikategorikan malpraktek, karena
ada kerugian yang terjadi meski dokter telah
melakukan tindakan sesuai standar.
Unsur Yang Harus Dipenuhi Dalam Malpraktek

• Duty of care
– Dokter telah menyatakan kesediaan untuk merawat pasien
tersebut. Harus ditinjau juga legalitas dari semua pihak (dokter,
pasien, RS).
• Breach of duty
– Ada kegagalan atau kelalaian dokter dalam memenuhi
kewajibannya dalam merawat atau mengobati pasien.
• Injury
– Ada kerusakan atau kerugian materi dan imateriil yang timbul
dari kelalaian tersebut, misalnya biaya, hilangnya kesempatan
mendapat penghasilan.
• Proximated cause
– Ada hubungan langsung atau sebab akibat yang jelas antara
tindakan dokter dengan kerugian yang dialami pasien.
Jenis Malpraktek

CIVIL MALPRACTICE CRIMINAL MALPRACTICE


• Deviasi dari standar • Penyimpangan berat atau
pelayanan tidak melakukan standar
pelayanan sama sekali

• Kompensasi: Hukuman
• Kompensasi: uang ganti rugi penjara, disertai/tidak
disertai uang ganti rugi

• Masalah antara hubungan • Melibatkan negara karena


dokter-pasien saja melanggar hukum negara
98. PASAL 122 KUHP
(SANKSI BILA MENYEMBUNYIKAN DPO)
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah:

•1. barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang
dituntut karena kejahatan, atau barang siapa memberi pertolongankepadanya untuk
menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh
orang lain yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu
diserahi menjalankan jabatan kepolisian;

•2. barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya,
atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya,
menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan
mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari
pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain,
yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi
menjalankan jabatan kepolisian.
TO 6
99. DESAIN PENELITIAN
Secara umum dibagi menjadi 2:
• DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan
frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi
DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas X.

• ANALITIK: mencari hubungan antara paparan


dengan penyakit. Misalnya penelitian
hubungan antara obesitas dengan DM tipe 2.
DESAIN PENELITIAN

STUDY
DESIGNS

Analytical Descriptive

Case report (E.g. Cholera)

Case series
Observational Experimental
Cross-sectional

1. Cross-sectional Clinical trial (parc vs. aspirin


in Foresterhill)
2. Cohort
3. Case-control Field trial (preventive
programmes )
4. Ecological
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
Cross-sectional
– Pajanan/ faktor risiko dan outcome dinilai dalam waktu
yang bersamaan.

Cohort study
– Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti
sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome
terjadi atau tidak.

Case-control study
– Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali
riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor
risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional

PAST PRESENT FUTURE


Time
Assess exposure
Cross -sectional study and outcome

Assess Known
Case -control study exposure outcome

Known Assess
Prospective cohort exposure outcome

Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam
satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak
berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat
ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini
secara bersamaan.

• Bila menggunakan desain case control, dimulai dengan


peneliti menentukan subyek anak 1-3 tahun yang
pernah mengalami diare dengan yang tidak pernah
mengalami diare. Kemudian ibu diwawancara apakah
sebelumnya memberi ASI eksklusif atau tidak.
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain kohort (prospektif), maka dimulai
dengan peneliti mengumpulkan subyek penelitian berusia 6
bulan yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Kemudian, subyek tersebut diamati selama 1
tahun untuk dilihat apakah mengalami diare atau tidak.

• Bila menggunakan desain kohort (retrospektif), dari catatan


rekam medis RS tahun 2015 dimulai dengan dikumpulkan
data bayi yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Kemudian rekam medis ditelusuri, dari tahun
2015-2016 apakah subyek pernah mengalami diare atau
tidak.
Desain Cross Sectional
KELEBIHAN: KELEMAHAN:
• Mengukur angka • Sulit membuktikan
prevalensi hubungan sebab-akibat,
• Mudah dan cepat karena kedua variabel
• Sumber daya dan dana paparan dan outcome
yang efisien karena direkam bersamaan.
pengukuran dilakukan • Desain ini tidak efisien
dalam satu waktu untuk faktor paparan atau
• Kerjasama penelitian penyakit (outcome) yang
(response rate) dengan jarang terjadi.
desain ini umumnya
tinggi.
Desain Case Control
KELEBIHAN: KEKURANGAN:
• Dapat membuktikan • Pengukuran variabel
hubungan sebab-akibat. secara retrospektif,
• Tidak menghadapi sehingga rentan terhadap
kendala etik, seperti recall bias.
halnya penelitian kohort • Kadang sulit untuk
dan eksperimental. memilih subyek kontrol
• Waktu tidak lama, yang memiliki karakter
dibandingkan desain serupa dengan subyek
kohort. kasus (case)nya.
• Mengukur odds ratio
(OR).
Desain Kohort
KELEBIHAN: KEKURANGAN:
• Mengukur angka insidens. • Memerlukan waktu penelitian
• Keseragaman observasi yang relative cukup lama.
terhadap faktor risiko dari • Memerlukan sarana dan
waktu ke waktu sampai terjadi prasarana serta pengolahan
outcome, sehingga merupakan data yang lebih rumit.
cara yang paling akurat untuk • Kemungkinan adanya subyek
membuktikan hubungan penelitian yang drop out/ loss
sebab-akibat. to follow up besar.
• Mengukur Relative Risk (RR). • Menyangkut masalah etika
karena faktor risiko dari
subyek yang diamati sampai
terjadinya efek, menimbulkan
ketidaknyamanan bagi subyek.
100. FAMILY ASSESSMENT TOOLS
• Family dynamic  interaksi dan hubungan antar anggota keluarga
• Family assesment tools alat yang digunakan untuk menilai family dynamic
Family Genogram
• Suatu alat bantu berupa peta skema dari silsilah keluarga pasien
yang berguna untuk mendapatkan informasi mengenai nama
anggota keluarga, kualitas hubungan antar anggota keluarga
• Berisi nama, umur, status menikah, riwayat perkawinan, anak-
anak, keluarga satu rumah, penyakit spesifik, tahun meninggal,
dan pekerjaan.
• Juga mengenai informasi tentang hubungan emosional,
jarak/konflik antar anggota keluarga, hubungan penting dengan
profesional yang lain serta informasi lain yang relevan.
Family Life Cycle/Circle
• Siklus Hidup Keluarga (Family Life Cycle) adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan perubahan-perubahan
dalam jumlah anggota, komposisi dan fungsi keluarga
sepanjang hidupnya.
• Siklus hidup keluarga juga merupakan gambaran rangkaian
tahapan yang akan terjadi atau diprediksi yang dialami
kebanyakan keluarga.
• Siklus hidup keluarga terdiri dari variabel yang dibuat
secara sistematis menggabungkan variable demografik
yaitu status pernikahan, ukuran keluarga, umur anggota
keluarga, dan status pekerjaan kepala keluarga.
TAHAPAN-TAHAPAN SIKLUS HIDUP KELUARGA
Menurut Duvall tahun 1977 siklus hidup keluarga dapat dikategorikan menjadi 8
golongan yakni:
1. Pasangan yang baru menikah ( tanpa anak ) lamanya ± 2 tahun
2. Keluarga dengan anak yang baru dilahirkan ( usia anak tertua adalah baru lahir –
30 bulan ) lamanya ± 2,5 tahun
3. Keluarga dengan anak pra sekolah ( usia anak tertua adalah 30 bulan – 6 tahun )
lamanya ± 3,5 tahun
4. Keluarga dengan anak yang bersekolah ( usia anak tertua adalah 6 – 13 tahun)
lamanya ± 7 tahun
5. Keluarga dengan anak usia remaja ( usia anak tertua adalah 13 – 20 tahun)
lamanya ± 7 tahun
6. Keluarga dengan anak meninggalkan keluarga ( anak pertama pergi dan anak
terakhir tinggal di rumah) lamanya ± 8 tahun
7. Keluarga dengan usia orang tua pertengahan ( tak berkumpul lagi hingga pensiun
) lamanya ± 15 tahun
8. Keluarga dengan usia orang tua jompo (pensiun hingga kedua suami istri
meninggal ) lamanya ± 10 - 15 tahun
Family APGAR
• APGAR Keluarga merupakan kuesioner
skrining singkat yang dirancang untuk
merefleksikan kepuasan anggota keluarga
dengan status fungsional keluarga dan untuk
mencatat anggota-anggota rumah tangga.
• APGAR ini merupakan singkatan dari;
Adaptation, Partnership, Growth, Affection
dan Resolve.
Saya puas dengan keluarga saya karena masing-masing
ADAPTATION
anggota keluarga sudah menjalankan kewajiban sesuai 0-2
Adaptasi
dengan seharusnya

Saya puas dengan keluarga saya karena dapat membantu


PARTNERSHIP
memberikan solusi terhadap permasalahan yang saya 0-2
Kemitraan
hadapi

GROWTH Saya puas dengan kebebasan yang diberikan keluarga saya


0-2
pertumbuhan untuk mengembangkan kemampuan yang saya miliki

AFFECTION Saya puas dengan kehangatan / kasih sayang yang


0-2
Kasih ssayang diberikan keluarga saya

RESOLVE Saya puas dengan waktu yang disediakan keluarga untuk


0-2
Kebersamaan menjalin kebersamaan

Interpretasi :
8-10 = Highly functional family (fungsi keluarga baik)
4-7 = Moderately dysfunctional family (disfungsi keluarga moderat)
0-3 = Severely dysfunctional family (keluarga sakit / tidak sehat)
• Garis kehidupan menggambarkan
Family Lifeline secara kronologis stress kehidupan,
sebagai contoh dari gambar
disamping menunjukkan tingkat
kesakitan berupa migrain yang naik
turun sesuai dengan tingkat stress
yang dialami oleh pasien
• Misal :
– pada tahun 1969 pasien berusia 22
tahun kejadian hidup yang dialami
adalah lulus dari kampus dan pasien
mengalami migrain yang cukup berat,
– sedangkan pada tahun 1972 saat
pasien berusia 25 dan menikah justru
pasien tidak mengalami migrain,
– akan tetapi pada tahun 1973 ketika
pasien berusia 26 tahun dan mulai
bekerja serta mengalami kesulitan
bekerja, pasien mengalami migrain
yang cukup berat.
SCREEM
RESOURCE PATHOLOGY
• Isolated from extra-
• social interaction is evident among family members
familial
SOCIAL • Family members have well-balanced lines of
• Problem of over
communication with extra-familial social groups
commitment
• Ethnic and cultural
CULTURAL • cultural pride and satisfaction can be identified
inferiority

• Offers satisfying spiritual experiences as well as contacts


RELIGIOUS • Rigid dogma/rituals
with an extra-familial support group

• Economic
• Economic stability is sufficient to provide both reasonable deficiency
ECONOMIC satisfaction with financial status and an ability to meet
economic demands of normative life events • Inappropriate
economic plan
• Education of members is adequate to allow members to
EDUCATIONA • handicapped to
solve or comprehend most problems that arise within the
L comprehend
format of the lifestyle established by the family

• Medical health care is available through channels that are • Not utilizing health
MEDICAL easily established and have previously been experienced care
in a satisfactory manner facilities/resources
101. UKURAN ASOSIASI DALAM PENELITIAN

• Digunakan pada studi analitik (cross sectional,


case control, kohort, studi eksperimental).

• Untuk mengukur kekuatan hubungan sebab-akibat


antara variabel paparan dengan variabel outcome.

• Menunjukkan bagaimana suatu kelompok lebih


rentan mengalami sakit dibanding kelompok
lainnya.
Ukuran Asosiasi yang Sering Digunakan

– Relative risk (RR) ukuran asosiasi dari studi kohort


– Odds ratio (OR)  ukuran asosiasi dari studi case
control
– Prevalence ratio (PR) & prevalence odds ratio (POR)
 ukuran asosiasi dari studi cross sectional
Tabel 2x2
Cara yang paling umum dan sederhana untuk
menghitung ukuran asosiasi.

Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

Relative risk (RR):


insidens penyakit pada kelompok yang terpapar (a/(a+b))
dibandingkan dengan insidens penyakit pada kelompok yang tidak
terpapar (c/(c+d))

Rumus RR: a/(a+b)


c/(c+d)
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

Odds ratio (OR):


Odds penyakit pada kelompok terpapar (a/b) dibandingkan dengan
odds penyakit pada kelompok tidak terpapar (c/d)

Rumus OR: a/b = ad


c/d bc
Outcome

Exposure Yes No Total

Yes a b a+b

No c d c+d

Total a+c b+d a+b+c+d

Rumus prevalence ratio (PR) sama dengan rumus RR, yaitu:


PR: a/(a+b)
c/(c+d)

Rumus prevalence odds ratio (POR) sama dengan rumus OR, yaitu:
POR: ad
bc
Interpretasi RR/OR/PR

RR/OR/PR= 1 menunjukkan tidak ada hubungan antara paparan


dengan outcome.

RR/OR/PR lebih dari 1 menunjukkan asosiasi positif (semakin tinggi


paparan, semakin tinggi risiko mengalami penyakit)  paparan
yang diteliti merupakan FAKTOR RISIKO suatu penyakit.

RR/OR/PR kurang dari 1 menunjukkan bahwa paparan bersifat


protektif terhadap terjadinya outcome(semakin tinggi paparan,
semakin rendah risiko mengalami penyakit)  paparan yang diteliti
merupakan FAKTOR PROTEKTIF terjadinya suatu penyakit.
Pada Soal

• Penelitian di soal merupakan penelitian kohort,


karena dimulai dari exposure (bayi sufor dan
tidak sufor) diikuri selama 1 tahun untuk menilai
outcome (asma dan tidak asma). Pada penelitian
kohort, ukuran asosiasi yang digunakan adalah
relative risk (RR). Maka soal di atas menanyakan
RR dari penelitian ini.

• Ada 2 cara menghitung RR.


Cara Pertama

• Cara pertama, dengan membuat tabel 2x2


sebagai berikut:
Diare (+) Diare (-) Total

Susu (+) 50 (a) 30 (b) 80

Susu (-) 100 (c) 120 (d) 220

Total 150 150 300

• RR = a/(a+b) = 420/700 = 3
c/ (c+d) 60/300
Cara Kedua
• RR adalah insidens outcome pada kelompok exposure(+) dibagi
insidens outcome pada kelompok exposure (-). Maka pada soal
ini:
• RR = insidens diare pada kelompok susu(+)
Insidens diare pada kelompok susu (-)

• Dari soal diketahui bahwa 150 anak mengalami diare (50 anak
minum susu, 100 anak tidak minum susu).

• Diketahui bahwa total anak yang minum susu sebanyak 80


anak, maka total anak yang tidak minum susu sebanyak (300-
80) anak.

• Maka RR = 50/80
100/220
102. Teori Fungsi Manajemen
(George R. Terry, 1990)
1. Planning:
• menentukan serangkaian tindakan untuk mencapai
suatu hasil sesuai target.

2. Organizing:
• mengelompokkan orang-orang serta penetapan
tugas, fungsi, wewenang, serta tanggung jawab
masing-masing supaya aktivitas berdaya guna dan
berhasil guna.
Teori Fungsi Manajemen
(George R. Terry, 1990)
3. Actuating
• menggerakkan semua anggota kelompok untuk bekerja agar
mencapai tujuan organisasi.
• Actuating membuat urutan rencana menjadi tindakan nyata.
• Kegiatan dalam Fungsi Pengarahan dan Implementasi antara lain :
– Mengimplementasikan proses kepemimpinan, pembimbingan, dan
pemberian motivasi kepada tenaga kerja agar dapat bekerja secara
efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan.
– Memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai pekerjaan dan
menjelaskan kebijakan yang ditetapkan.
Teori Fungsi Manajemen
(George R. Terry, 1990)
4. Controlling
• Agar pekerjaan dapat berjalan sesuai dengan visi, misi,
aturan serta program kerja maka dibutuhkan pengontrolan.
• Baik itu dalam bentuk supervisi, pengawasan, inspeksi
sampai audit.
• Agar sejak dini dapat diketahui penyimpangan-
penyimpangan atau kesalahan yang terjadi, baik itu dalam
tahap perencanaan, pelaksanaan ataupun
pengorganisasian.
• Sehingga dapat segera dilakukan antisipasi, koreksi, serta
penyesuaian-penyesuaian yang sesuai dengan situasi.
Teori Fungsi Manajemen
(Luther Gullick)

Fungsi manajemen terdiri dari:


1. Planning
2. Organizing
3. Staffing/assembling resources
4. Directing
5. Coordinating
6. Reporting
7. Budgeting
8. Controlling
Teori Fungsi Manajemen
(Luther Gullick)
• Planning
– menentukan serangkaian tindakan untuk mencapai
suatu hasil sesuai target.
• Organizing
– mengelompokkan orang-orang serta penetapan tugas,
fungsi, wewenang, serta tanggung jawab masing-
masing supaya aktivitas berdaya guna dan berhasil
guna.
• Staffing/assembling resources
– menunjuk orang-orang yang akan memangku masing-
masing tugas yang telah ditentukan.
Teori Fungsi Manajemen
(Luther Gullick)
• Directing
– Memberikan penjelasan, petunjuk, serta pertimbangan dan
bimbingan terdapat para petugas yang terlibat, baik secara struktural
maupun fungsional agar pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan
lancar, dengan pengarahan staff yang telah diangkat dan dipercayakan
melaksanakan tugas di bidangnya masing-masing tidak menyimpang
dari garis program yang telah ditentukan
• Coordinating
– pengkoordinasian merupakan satu dari beberapa fungsi manajemen
untuk melakukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi kekacauan,
percekcokan, kekosongan kegiatan dengan jalan menghubungkan,
menyatukan dan menyelaraskan pekerjaan bawahan sehingga
terdapat kerja sama yang terarah dalam upaya mencapai tujuan
organisasi. q
Teori Fungsi Manajemen
(Luther Gullick)
• Reporting
– penyampaian perkembangan atau hasil kegiatan atau
pemberian keterangan mengenai segala hal yang bertalian
dengan tugas dan fungsi-fungsi kepada pejabat yang lebih
tinggi,
• Budgeting
– menetapkan ikhtisar biaya yang diperlukan dan pemasukan
uang yang diharapkan akan diperoleh dari rangkaian tindakan
yang akan dilakukan.
• Controlling
– mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga
apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang
benar dengan maksud tercapai tujuan yang sudah digariskan
semula.
103. UJI DIAGNOSTIK
SAKIT (+) SAKIT (-)

HASIL TEST (+) True Positive (TP) False Positive (FP)

HASIL TEST (-) False Negative (FN) True Negative (TN)

Kemampuan tes untuk TP


SENSITIVITAS = mendeteksi orang yang
sakit dengan benar. TP+FN

Kemampuan tes untuk


mendeteksi orang yang TN
S P E S I F I S I TA S =
tidak sakit dengan FP+TN
benar.
UJI DIAGNOSTIK
SAKIT (+) SAKIT (-)

HASIL TEST (+) True Positive (TP) False Positive (FP)

HASIL TEST (-) False Negative (FN) True Negative (TN)

POSITIVE Persentase pasien TP


PREDICTIVE VALUE dengan hasil test (+)
= yang benar-benar sakit TP+FP

NEGATIVE Persentase pasien


TN
PREDICTIVE VALUE dengan hasil test(-) yang
= benar-benar tidak sakit FN+TN
Soal Nomor 169
• Suatu penelitian ingin dilakukan dengan uji baru skrining
terhadap karsinoma tiroid.

• Sampel diambil dari 400 orang yang positif karsinoma tiroid


dengan biopsi dan 400 orang normal.

• Dari uji baru, didapatkan 100 positif dari sampel karsinoma


tiroid dan 50 positif dari sampel normal.Berapa sensifisitas
penelitian?
Cara Pertama
Ca tiroid (+) Ca tiroid (-)

Skrining (+) 100 50 150

Skrining( -) 300 350 650

400 400 800

• Sensitivitas = 100/ (100 + 300)


= 100/400
= 25%
Cara Kedua
• Sensitivitas adalah proporsi orang sakit dengan hasil test
yang positif.

• Sensitivitas = orang sakit yang hasil testnya positif


semua orang yang benar-benar sakit

• Sampel diambil dari 400 orang yang positif karsinoma


tiroid dengan biopsi dan 400 orang normal. Dari uji baru,
didapatkan 100 positif dari sampel karsinoma tiroid dan
50 positif dari sampel normal.

• Sensitivitas = 100/400
104. FIVE LEVEL OF PREVENTION
• Dilakukan pada orang sehat
Health promotion • Promosi kesehatan
• Contoh: penyuluhan

• Dilakukan pada orang sehat


Specific • Mencegah terjadinya kesakitan
protection • Contoh: vaksinasi, cuci tangan pakai sabun

• Dilakukan pada orang sakit


Early diagnosis & • Tujuannya kuratif
prompt treatment • Contoh: Pengobatan yang tepat pada pasien TB

• Dilakukan pada orang sakit


Disability • Membatasi kecacatan
limitation • Contoh: pasien neuropati DM latihan senam kaki

• Dilakukan pada orang sakit dengan kecacatan


Rehabilitation • Optimalisasi fungsi tubuh yang masih ada
• Contoh: latihan berjalan pada pasien pasca stroke
Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
Hubungan Riwayat Alamiah Penyakit
dan Tingkat Pencegahan
Tingkat pencegahan Fase penyakit Kelompok target

Primordial Kondisi normal kesehatan Populasi total dan


kelompok terpilih

Primary Susceptibility Populasi total dan


(prepathogenesis) kelompok terpilih dan
individu sehat

Secondary Presymptomatic & clinical Pasien


diseaase (pathogenesis)

Tertiary Disability/ recovery Pasien

Beagelhole, WHO, 1993


Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
105. KEJADIAN EPIDEMIOLOGIS PENYAKIT

• Sporadik: kejadian penyakit tertentu di suatu


daerah secara acak dan tidak teratur.
Contohnya: kejadian pneumonia di DKI
Jakarta.

• Endemik: kejadian penyakit di suatu daerah


yang jumlahnya lebih tinggi dibanding daerah
lain dan hal tersebut terjadi terus menerus.
Contohnya: Malaria endemis di Papua.
• Epidemik, wabah, KLB: Epidemi, wabah dan KLB
sebenarnya memiliki definisi serupa, namun KLB
terjadi pada wilayah yang lebih sempit (misalnya
di satu kecamatan saja). Indonesia memiliki
kriteria KLB berdasarkan Permenkes 1501 tahun
2010 (di slide selanjutnya).

• Pandemik: merupakan epidemik yang terjadi


lintas negara atau benua. Contohnya: kejadian
MERS-COV di dunia tahun 2014-2015.
Kriteria KLB (Permenkes 1501, tahun 2010)
• Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada
atau tidak dikenal pada suatu daerah
• Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun
waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis
penyakitnya
• Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut
jenis penyakitnya
• Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah
per bulan dalam tahun sebelumnya
• Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya
• Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen)
atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit
periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
• Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu
periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
106. TABEL UJI HIPOTESIS
VARIABEL
U J I S TAT I S T I K U J I A LT E R N AT I F
INDEPENDEN DEPENDEN

Fisher (digunakan untuk tabel


Kategorik Kategorik Chi square 2x2)*
Kolmogorov-Smirnov
(digunakan untuk tabel bxk)*

Kategorik T-test independen Mann-Whitney**


Numerik
(2 kategori)
T-test berpasangan Wilcoxon**

One Way Anova (tdk


Kruskal Wallis**
Kategorik berpasangan)
Numerik
(>2 kategori) Repeated Anova
Friedman**
(berpasangan)
Numerik Numerik Korelasi Pearson Korelasi Spearman**
Regresi Linier
Keterangan:
* : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi
**: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
Langkah Menentukan Uji Statistik
• Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik)

• Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah


variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila
kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah
memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan
soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa
variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi
persyaratan chi square.

• Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.


Syarat Uji Chi Square
• Tidak ada cell dengan nilai frekuensi kenyataan atau
disebut juga Actual Count (F0) sebesar 0 (Nol).
• Apabila bentuk tabel kontingensi 2 X 2, maka tidak boleh
ada 1 cell saja yang memiliki frekuensi harapan atau
disebut juga expected count (“Fh”) kurang dari 5.
• Apabila bentuk tabel lebih dari 2 x 2, misak 2 x 3, maka
jumlah cell dengan frekuensi harapan yang kurang dari 5
tidak boleh lebih dari 20%.

Bila tidak memenuhi salah satu atau lebih persyaratan


di atas, maka uji chi square tidak dapat digunakan.
107. PROSEDUR PELAYANAN BPJS
PROSEDUR PELAYANAN BPJS
108. TEKNIK SAMPLING
Probability Sampling Techique lebih baik
dibanding non-probability
• Simple Random Sampling: pengambilan sampel dari
semua anggota populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata/tingkatan yang ada dalam
populasi itu.

• Stratified Sampling: Penentuan sampling tingkat


berdasarkan karakteristik tertentu (usia, jenis kelamin,
dsb). Misalnya untuk mengambil sampel dipisahkan
dulu jenis kelamin pria dan wanita. Baru kemudian dari
kelompok pria diambil sampel secara acak, demikian
juga dari kelompok wanita.
Probability Sampling Techique lebih
baik dibanding non-probability
• Cluster Sampling: disebut juga sebagai teknik sampling daerah.
Pemilihan sampel berdasarkan daerah yang dipilih secara acak.
Contohnya mengambil secara acak 20 kecamatan di Jakarta.
Seluruh penduduk dari 20 kecamatan terpilih dijadikan sampel.

• Multistage random sampling: teknik sampling yang menggunakan 2


teknik sampling atau lebih secara berturut-turut. Contohnya
mengambil secara acak 20 kecamatan di Jakarta (cluster sampling).
Kemudian dari masing-masing kecamatan terpilih, diambil 50
sampel secara acak (simple random sampling).

• Systematical Sampling anggota sampel dipilh berdasarkan urutan


tertentu. Misalnya setiap kelipatan 10 atau 100 dari daftar pegawai
disuatu kantor, pengambilan sampel hanya nomor genap atau yang
ganjil saja.
Non-probability Sampling
• Purposive/judgmental Sampling: sampel yang dipilih
secara khusus berdasarkan tujuan penelitiannya.
• Snowball Sampling: Dari sampel yang prevalensinya
sedikit ,peneliti mencari informasi sampel lain dari
yang dijadikan sampel sebelumnya, sehingga makin
lama jumlah sampelnya makin banyak
• Quota Sampling:anggota sampel pada suatu tingkat
dipilih dengan jumlah tertentu (kuota) dengan ciri-ciri
tertentu
• Convenience sampling:mengambil sampel sesuka
peneliti (kapanpun dan siapapun yang dijumpai
peneliti)
109. DESAIN PENELITIAN
Secara umum dibagi menjadi 2:
• DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan
frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi
DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas X.

• ANALITIK: mencari hubungan antara paparan


dengan penyakit. Misalnya penelitian
hubungan antara obesitas dengan DM tipe 2.
DESAIN PENELITIAN

STUDY
DESIGNS

Analytical Descriptive

Case report (E.g. Cholera)

Case series
Observational Experimental
Cross-sectional

1. Cross-sectional Clinical trial (parc vs. aspirin


in Foresterhill)
2. Cohort
3. Case-control Field trial (preventive
programmes )
4. Ecological
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
Cross-sectional
– Pajanan/ faktor risiko dan outcome dinilai dalam waktu
yang bersamaan.

Cohort study
– Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti
sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome
terjadi atau tidak.

Case-control study
– Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali
riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor
risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional

PAST PRESENT FUTURE


Time
Assess exposure
Cross -sectional study and outcome

Assess Known
Case -control study exposure outcome

Known Assess
Prospective cohort exposure outcome

Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam
satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak
berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat
ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini
secara bersamaan.

• Bila menggunakan desain case control, dimulai dengan


peneliti menentukan subyek anak 1-3 tahun yang
pernah mengalami diare dengan yang tidak pernah
mengalami diare. Kemudian ibu diwawancara apakah
sebelumnya memberi ASI eksklusif atau tidak.
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain kohort (prospektif), maka dimulai
dengan peneliti mengumpulkan subyek penelitian berusia 6
bulan yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Kemudian, subyek tersebut diamati selama 1
tahun untuk dilihat apakah mengalami diare atau tidak.

• Bila menggunakan desain kohort (retrospektif), dari catatan


rekam medis RS tahun 2015 dimulai dengan dikumpulkan
data bayi yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Kemudian rekam medis ditelusuri, dari tahun
2015-2016 apakah subyek pernah mengalami diare atau
tidak.
110. JENIS RUJUKAN
• Interval referral: pelimpahan wewenang dan
tanggungjawab penderita sepenuhnya kepada dokter
konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka
waktu tersebut dokter tsb tidak ikut menanganinya.
• Collateral referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita hanya untuk satu
masalah kedokteran khusus saja.
• Cross referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya kepada
dokter lain untuk selamanya.
• Split referral: menyerahkan wewenang dan tanggungjawab
penanganan penderita sepenuhnya kepada beberapa
dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan
wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi
rujukan tidak ikut campur.
111. KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
• Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar • Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
• Pengertian ”berbuat baik” diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih diikuti.
dari sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), • Tidak ada pertimbangan lain selain
• Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. • Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk
kepentingan orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter

4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya


5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
112. Klasifikasi Luka menurut KUHP
• Klasifikasi luka dan pasal yang berhubungan:
– Luka ringan pasal 352 KUHP = luka derajat satu
– Luka sedang pasal 351 (1) atau 353 (1) = luka
derajat dua
– Luka berat pasal 90 KUHP
Luka Ringan dan Luka Sedang
• Luka derajat satu (pasal 352 KUHP): Luka
tersebut TIDAK menyebabkan penyakit atau
halangan dalam menjalankan pekerjaan
jabatan/pencaharian.

• Luka derajat dua (pasal 351(1) KUHP)  pasal


tentang penganiayaan.
Luka Ringan vs Luka Sedang
• Untuk membedakan luka derajat satu atau dua, maka dilakukan
pengujian dengan beberapa kriteria sbb:
– Apakah luka tersebut memerlukan perawatan medis, seperti
penjahitan luka, pemberian infus dsb
– Apakah luka atau cedera tersebut menyebabkan terjadinya gangguan
fungsi (fungsiolesa)?
– Apakah lokasinya di tempat yang rawan, seperti mulut, hidung, leher,
skrotum?
– Apakah lukanya tunggal, sedikit, atau banyak?

• Bila luka tersebut mutlak memerlukan perawatan medis,


menyebabkan gangguan fungsi, lokasinya pada lokasi rawan dan
jumlah lukanya banyak, maka lukanya pada umumnya merupakan
luka derajat dua. Jika tidak ada satupun hal tersebut
yang terpenuhi maka derajat lukanya adalah satu. Pembedaan luka
derajat satu dan dua pada banyak kasus merupakan hal yang sulit,
sehingga kesimpulan seorang dokter dengan dokter lainnya kadang
berbeda.
Luka Berat
• Pasal 90 KUHP menyatakan bahwa luka berat, adalah:
– Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan
akan sembuh sama sekali, atau
– Yang menimbulkan bahaya maut
– Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas
jabatan atau pekerjaan pencarian
– Kehilangan salah satu pancaindera
– Mendapat cacat berat
– Menderita sakit lumpuh
– Terganggunya daya pikir selama lebih dari empat minggu
– Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan
– Luka yang memenuhi salah satu kriteria pada pasal 90 KUHP
merupakan luka derajat tiga atau luka berat. Jika luka tersebut
tidak memenuhi kriteria tersebut diatas, maka lukanya termasuk
derajat satu atau dua.
113. INSIDENS KESELAMATAN PASIEN
Pasien tidak
cedera
NEAR MISS

Medical
Error
- Kesalahan nakes ADVERSE MALPRAKTIK
- Dapat dicegah Pasien cedera
EVENT
-Karena berbuat (commission)
-Karena tdk berbuat (ommision)

Process of care ADVERSE


Pasien cedera
(Non error) EVENT
Adverse Event
Preventable Adverse Event
• Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena
suatu tindakan (commission) atau karena tidak bertindak (ommision), dan bukan karena
“underlying disease”.
• Adverse event yang menimbulkan akibat fatal, misalnya kecacatan atau kematian,
disebut juga sentinel event.
• Error: Tindakan yang mencederai pasien dan sebenarnya dapat dicegah. Contoh: salah
memberikan obat kepada pasien.

Unpreventable Adverse Event


• Acceptable risk: Kejadian tidak diharapkan yang merupakan risiko yang harus diterima dari
pengobatan yang tidak dapat dihindari. Contoh: Pasien Ca mammae muntah-muntah pasca
kemoterapi
• Unforseeable risk: Kejadian tidak diharapkan yang tidak dapat diduga sebelumnya. Contoh:
Terjadi Steven Johnson Syndrome pasca pasien minum paracetamol, tanpa ada riwayat alergi
obat sebelumnya.
• Complication of disease: Kejadian tidak diharapkan yang merupakan bagian dari perjalanan
penyakit atau komplikasi penyakit. Contoh: Pasien luka bakar dalam perawatan mengalami
sepsis.
Near Miss
• Suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai
pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena :
– “keberuntungan” (mis.,pasien terima suatu obat kontra
indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat),
– “pencegahan” (suatu obat dengan overdosis lethal akan
diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan
membatalkannya sebelum obat diberikan),
– “peringanan” / mitigasi (suatu obat dengan overdosis
lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan
antidotenya
KLASIFIKASI INSIDENS KESELAMATAN PASIEN
MENURUT PERMENKES NO.11 TAHUN 2017

• Kondisi Potensial Cedera (KPC): kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan
cedera, tetapi belum terjadi insiden. Misalnya: ventilator di ICU rusak, tetapi belum ada
pasien yang membutuhkan ventilator.

• Kejadian Tidak Cedera (KTC): insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul
cedera. Misalnya: pasien salah diberi obat, sudah terlanjur diminum pasien, tetapi tidak
muncul efek samping apapun.

• Kejadian Nyaris Cedera (KNC): Terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
Misalnya: hendak salah memberikan obat tetapi diketahui sebelum terlanjur terjadi.

• Kejadian Tidak Diharapkan (KTD): Insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien.
Misalnya: pasien jatuh dari tempat tidur karena penghalang tidak dipasang.

• Kejadian sentinel: KTD yang menyebabkan kondisi yang mengancam nyawa.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN PASIEN
114. UKURAN MORBIDITAS PENYAKIT
DEFINISI RUMUS

Jumlah kasus baru dalam periode


Insidens/ insidens kumulatif/
waktu tertentu Jumlah kasus baru/ jumlah
incidence rate/ attack rate/
Attack rate/risk lebih sering digunakan populasi berisiko di awal periode
attack risk
pada konteks KLB.

jumlah penderita baru suatu penyakit


yang terjangkit pada serangan kedua Jumlah penderita baru pd
dibandingkan dengan jumlah penduduk serangan kedua/ (jumlah populasi
Secondary attack rate
dikurangi orang/penduduk yang berisiko- jumlah orang yang
pernah terkena penyakit pada serangan terkena serangan pertama)
pertama.

Prevalence rate Jumlah seluruh kasus pada satu Jumlah seluruh kasus (kasus lama
periode tertentu, misalnya jumlah dan kasus baru)/ jumlah populasi
seluruh kasus hipertensi dari Januari- berisiko pada satu periode
Desember 2016. tertentu.
Ukuran Mortalitas Penyakit
UKURAN DEFINISI
Crude death rate/ angka angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama
kematian kasar satu tahun dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun.

Case fatality rate persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu,
untuk menentukan kegawatan/ keganasan penyakit tersebut.
Rumus: jumlah kematian/jumlah seluruh kasus x 100%.

Angka kematian ibu jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan/ melahirkan/ nifas
(sampai 42 hari post partum) per 100.000 kelahiran hidup.
Rumus: jumlah kematian ibu/jumlah kelahiran hidup x 100.000

Angka kematian bayi jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per 1000 kelahiran
hidup. Rumus: jumlah kematian bayi/jumlah kelahiran hidup x
1000
115. PENENTUAN ANAK KANDUNG
• Melalui pemeriksaan fisik
– Dapat dilakukan dengan beberapa cara baik pemeriksaan fisik yang
melihat ciri – ciri fisik dari orang tuanya, misalnya warna rambut,
warna kornea, bentuk muka dan lainnya. Namun, pada pemeriksaan
fisik tidak dapat ditentukan secara pasti.

• Melalui golongan darah


– Yang paling sering digunakan berdasarkan golongan darah ABO dan
Rhesus.

• Melalui pemeriksaan DNA


– Merupakan gold standard. Tes paternitas membandingkan pola DNA
anak dengan terduga ayah untuk memeriksa bukti pewarisan DNA
yang menunjukkan kepastian adanya hubungan biologis.
116. Ciri Penjeratan Dengan Tangan
(Pencekikan)
• Manual Strangulation biasa dilakukan bila korbanya lebih lemah dari si pelaku,
seperti orang tua, anak-anak, wanita gemuk.
• Adanya luka lecet pada bahu si pelaku berbentuk bulan sabit yang disebabkan
oleh kuku si pelaku.
• Patahnya tulang lidah disertai dengan resapan darah di jaringan ikat dan otot
sekitarnya.
• Sembabnya kutub pangkal tenggorokan (epiglotis) dan jaringan longgar di
sekitarnya dengan bintik-bintik pendarahan.
• Jika mekanisme kematiannya oleh asfiksia maka akan dijumpai tanda-tanda
asfiksia
• Jika mekanisme kematiannya inhibisi vagal, kelainan terbatas pada bagian leher
disertai tanda-tanda asfiksia.
• Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pencekikan sekitar 30 detik-beberapa
menit.
117. INSIDENS KESELAMATAN PASIEN
Pasien tidak
cedera
NEAR MISS

Medical
Error
PREVENTABLE
• Kesalahan nakes
Pasien cedera ADVERSE MALPRAKTIK
• Dapat dicegah
• Karena berbuat (commission) EVENT
• Karena tdk berbuat
(ommision)
Acceptable
Risk

Process of UNPREVENTABLE Unforseeable


care Pasien cedera Risk
(Non error) ADVERSE EVENT
Complication
of Disease
Adverse Event
Preventable Adverse Event
• Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena
suatu tindakan (commission) atau karena tidak bertindak (ommision), dan bukan karena
“underlying disease”.
• Adverse event yang menimbulkan akibat fatal, misalnya kecacatan atau kematian,
disebut juga sentinel event.

Unpreventable Adverse Event


• Acceptable risk: Kejadian tidak diharapkan yang merupakan risiko yang harus diterima dari
pengobatan yang tidak dapat dihindari. Contoh: Pasien Ca mammae muntah-muntah pasca
kemoterapi
• Unforseeable risk: Kejadian tidak diharapkan yang tidak dapat diduga sebelumnya. Contoh:
Terjadi Steven Johnson Syndrome pasca pasien minum paracetamol, tanpa ada riwayat alergi
obat sebelumnya.
• Complication of disease: Kejadian tidak diharapkan yang merupakan bagian dari perjalanan
penyakit atau komplikasi penyakit. Contoh: Pasien luka bakar dalam perawatan mengalami
sepsis.
118. PROFESSIONAL MISCONDUCT
• Pelanggaran dilakukan dalam Dokter bentuk
pelanggaran ketentuan etik, ketentuan disiplin
profesi, hukum administratif, serta hukum
pidana dan perdata.

• Lebih berkaitan dengan motivasi, daripada


human error.
PELANGGARAN DALAM PELAYANAN
KEDOKTERAN
• Pelanggaran dapat berupa:
– Pelanggaran etik
– Pelanggaran disiplin
– Pelanggaran hukum (pidana dan perdata)
Pelanggaran Etik

• Dasar: Kode Etik Dokter Indonesia (KODEKI),


yang berisi kewajiban umum, kewajiban
terhadap pasien, dan kewajiban terhadap
teman sejawat.

• Alur: Laporan dari institusi pelayanan 


komite etik di institusi pelayanan  MKEK 
ditentukan sanksi ringan/ sedang/ berat
Intisari KODEKI
KEWAJIBAN UMUM KEWAJIBAN THD PASIEN KEWAJIBAN THD DIRI SENDIRI & TS

menjunjung tinggi, menghayati dan ..wajib merujuk jika tidak setiap dokter harus memelihara
mengamalkan sumpah dokter (pasal mampu, atas persetujuan kesehatannya supaya dapat
1) pasien(pasal 14) bekerja dengan baik (pasal 20)

Seorang dokter wajib selalu setiap dokter wajib merahasiakan setiap dokter harus senantiasa
melakukan pengambilan keputusan segala sesuatu yang diketahuinya mengikuti perkembangan ilmu
profesional secara independen, dan tentang seorang pasien , bahkan pengetahuan dan teknologi
mempertahankan perilaku juga setelah pasien itu meninggal kedokteran/kesehatan (psl 21)
profesional dalam ukuran yang dunia (pasal 16)
tertinggi. (pasal 2) setiap dokter memperlakukan
setiap dokter wajib melakukan teman sejawat nya sebagaimana
dalam melakukan pekerjaannya pertolongan darurat sbg suatu ia sendiri ingin diperlakukan
seorang dokter tidak boleh tugas perikemanusiaan, kecuali (pasal 18)
dipengaruhi oleh sesuatu yang bila ia yakin ada orang lain
mengakibatkan hilangnya bersedia dan mampu
kebebasan & kemandirian profesi memberikannya (pasal 17)
(pasal 3)

seorang dokter hanya memberi


surat keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya
(pasal7)
Pelanggaran Disiplin

• Pelanggaran terhadap standar profesi


kedokteran.

• Alur: delik aduan  MKDKI  sanksi.

• Sanksi Disiplin (Pasal 69 ayat 3, UUPK):


1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di
institusi pendidikan kedokteran
Pelanggaran Hukum

• Dokter adalah bagian dari komunitas (publik)


sehingga berlaku kepadanya HUKUM PUBLIK.

• Hukum publik dapat berupa pidana atau


perdata.
Sanksi Pidana dalam UU No.29 Th 2004 Tentang
Praktik Kedokteran

• Pasal 75  Praktik tanpa STR


• Pasal 76  praktik tanpa SIP
• Pasal 77  menggunakan gelar seolah-olah
dr/drg yang memiliki STR
• Pasal 79  tidak memasang papan praktik,
tidak membuat rekam medik, tidak sesuai
standar profesi (rasional,merujuk,dll)
• Pasal 80  mempekerjakan dr/drg tanpa STR
& SIP
Sanksi Perdata Menurut KUH Perdata
• Wan Prestasi, jika hubungan yuridis dokter-pasien adalah perjanjian
membawa hasil (resultaatverbintenis) dengan memakai pasal 1239 KUH
Perdata,

• Perbuatan melawan hukum, jika hubungan yuridis dokter-pasien adalah


perjanjian memasang tekad (inspanningsverbintenissen) atau perjanjian
teraupetik dengan memakai pasal 1365 KUH Perdata.

• Melalaikan pekerjaan sebagai penanggungjawab. Artinya, dokter


bertanggungjawab atas kesalahan yang dibuat bawahannya (perawat,
paramedis) yang secara langsung diawasinya dalam melaksanakan
perintah atau petunjuk dokter. Bawahan dokter tersebut merupakan
perpanjangan tangan dokter (verlengende arm van de geneesher) dalam
melakukan tindakan medik. Pasal yang digunakan adalah pasal 1367 ayat
(3) KUH Perdata,
119. TUJUAN PELAYANAN KESEHATAN
KERJA
• Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian
diri baik fisik maupun mental, terutama dalam penyesuaian
pekerjaan dengan tenaga kerja

• Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan


yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja

• Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan


kemampuan fisik tenaga kerja

• Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi


bagi tenaga kerja yang menderita sakit.
Etika Kesehatan Kerja
• Ketentuan etika bagi dokter perusahaan:
– Dokter perusahaan adalah profesi mandiri yang menjadi penasihat
perusahaan
– Rekam medis harus dirahasiakan oleh petugas kesehatan dan pasien
perorangan
– Rekam medis harus disimpan secara aman dan terkunci di klinik
perusahaan
– Sertifikat layak kerja atau tidak layak kerja yang diterbitkan untuk
manajemen tidak boleh mengandung rincian pemeriksaan medis, kecuali
terdapat persetujuan tertulis dari pekerja yang bersangkutan
– Hasil uji monitoring biologi harus dijelaskan kepada pekerja secara
perseorangan, namun hasil pemeriksaan secara kelompok boleh diberikan
pada manajemen dan serikat pekerja, tanpa nama pekerja yang
bersangkutan
– Tanggung jawab dokter kepada pekerja yang terpajan bahaya lebih tinggi
daripada perhatian manajemen mengenai kepentingan komersial
– Penelitian yang dilakukan harus atas persetujuan pekerja secara
perseorangan, tidak bisa berdasarkan persetujuan manajemen atau serikat
pekerja

Harrington JM, Gill FS. Kesehatan Kerja. Edisi 3. 2005.


Praktek Kedokteran Kerja (Umum)
1. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, sebelum
penempatan, pemeriksaan kesehatan berkala , dan pemeriksaan
khusus, serta menggunakan hasil pemeriksaan tsb.
2. Melakukan pembinaan dan pengawasan atas:
– Penyesuaian pekerjaan thd tenaga kerja
– Lingkungan kerja
– Sanitasi
Serta memberikan nasehat tentang hal tersebut kepada manajemen
perusahaan ybs.
3. Melakukan pencegahan dan pengobatan thd penyakit umum dan
penyakit akibat kerja yang ada kaitannya dengan perusahaan ybs.
4. Melakukan atau memberikan nasehat kepada atau meminta pihak
terkait untuk melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan
(P3K) dan penyakit umum serta penyakit akibat kerja.
Praktek Kedokteran Kerja (Umum)
5. Melakukan pendidikan kesehatan utk tenaga kerja serta
komunitas tenaga kerja dan latihan petugas P3K dan petugas
kesehatan lainnya di perusahaan ybs.
6. Memberi nasehat aspek medis dan kesehatan mengenai
perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan APD, serta
gizi dan penyelenggaraan makanan di tempat kerja.
7. Membantu dari segi medis usaha rehabilitasi akibat
kecelakaan/penyakit akibat kerja.
8. Melakukan dan/atau memberi nasehat/meminta pihak ybs untuk
membina dan mengawasi tenaga kerja yang memiliki kelainan
tertentu dalam kesehatannya.
9. Melakukan dan menafsirkan audit program atau sistem
manajemen kesehatan/kedokteran kerja di perusahaan.
10. Melakukan upaya kesehatan promotif.
Praktek Kedokteran Kerja (Khusus)
1. Membuat diagnosis serta mengobati penyakit akibat
kerja/penyakit berhubungan kerja dan atau penyakit lain yang
berkaitan dengan pekerjaan*
2. Melakukan tindakan lain dalam keselamatan dan kesehatan kerja
(K3)*
3. Membuat diagnosis dan menilai kecacatan akibat kecelakaan
kerja/penyakit akibat kerja*
4. Menilai dan menetapkan ada/tidaknya efek pekerjaan atau
lingkungan kerja terhadap kesehatan tenaga kerja ybs
5. Menilai dan menetapkan batas sehat pemaparan kerja (faktor
dalam pekerjaan atau lingkungan kerja) bagi tenaga kerja ybs
6. Menilai dan menetapkan pekerjaan yang sesuai dengan kondisi
kesehatan tenaga kerja ybs
*Pelaksanaan poin 1-3 mungkin dilakukan bekerja sama dengan spesialis lain atau
pihak lain.
Kategori Pekerja berdasarkan Tes Kesehatan
• Fit to work
– Pekerja memenuhi persyaratan untuk melakukan pekerjaan dalam jabatannya tanpa
menderita penyakit kronik dan/atau mempunyai risiko terhadap kesehatannya.
• Fit with medical note, meliputi:
– Fit dengan akomodasi pekerjaan/modifikasi pekerjaan
– Risiko rendah: mempunyai penyakit kronik dengan risiko terjadi gangguan
kesehatan, tetapi terkontrol pengobatan
– Risiko menengah: mempunyai penyakit kronik dengan risiko terjadi gangguan
kesehatan yang belum terkontrol
• Temporary unfit, meliputi:
– Risiko tinggi untuk kemungkinan dilakukan evaluasi medis
– Penyakit menular yang bersifat airborne, waterborne, atau foodborne
– Membahayakan diri sendiri dan/atau orang lain karena tidak mampu mengikuti
proses evakuasi di tempat kerja
Pegawai yang termasuk golongan 3 diberi kesempatan berobat selama 1 tahun dengan
evaluasi tiap 3 bulan, jika hingga 1 tahun tidak perbaikan  termasuk kategori unfit.
• Unfit
– Tidak memenuhi persyaratan untuk melakukan pekerjaan sesuai jabatannya.
Kode Etik Kedokteran Okupasi (1)
• Bahwa kami mengutamakan kesehatan dan keselamatan setiap tenaga kerja, orang lain di
tempat kerja dan lingkungan sekitar.
• Bahwa kami melaksanakan tugas sebagai suatu amal ilmiah yang obyektif dan terpadu.
• Bahwa kami terus-menerus berusaha agar pengetahuan dan praktik kedokteran/kesehatan
baik mengenai tenaga kerja perseorangan maupun kelompok tenaga kerja dapat ditingkatkan
dan dikembangkan.
• Bahwa kami membuat sesuatu pernyataan dan atau persetujuan atas dasar hasil pengamatan
dan pemeriksaan yang jujur berbasis bukti ilmiah.
• Bahwa kami dalam membuat keputusan medik membebaskan diri dari tekanan dan atau
pengaruh yang berasal dari perbedaan kepentingan.
• Bahwa kami mengusahakan dengan penuh kesadaran untuk mengetahui segala persyaratan
kesehatan, kebugaran dan lingkungan kerja yang perlu ditetapkan dan diterapkan untuk
mencegah semua bahaya yang diakibatkan oleh pekerjaan, semua risiko kesehatan dan
keselamatan kerja yang menyangkut hasil dan kegiatan perusahaan.
• Bahwa kami memegang teguh rahasia kesehatan dan atau keadaan sakit setiap orang
terhadap siapapun, kecuali bila diperlukan atas dasar kekuatan Undang-Undang, dan atau
atas pertimbangan kesehatan masyarakat yang lebih penting, dan atau kepentingan
kesehatan penderita dan atau untuk pertolongan oleh dokter lainnya.
Kode Etik Kedokteran Okupasi (2)
• Bahwa kami berpegang pada prinsip bahwa pengusaha mempunyai hak dan
kewajiban untuk berkonsultasi tentang kesehatan tenaga kerja dan keserasian
kesehatan terhadap pekerjaannya, tetapi tidak memiliki hak untuk mengetahui
diagnosis penyakit dan atau hasil pemeriksaan medik tenaga kerja yang
bersangkutan.
• Bahwa kami menyampaikan penjelasan yang mudah dipahami kepada tenaga kerja
tentang kesehatannya, anjuran pemeriksaan kesehatan lebih lanjut yang
diperlukan, pemberian nasehat dan pengobatannya sesuai dengan keperluan dan
pertimbangan medik.
• Bahwa kami mengadakan konsultasi dengan pihak-pihak yang dapat melengkapi
keterangan dan pengetahuan, apabila terdapat masalah yang diragukan atau
kurang jelas dan tatalaksana yang lebih baik.
• Bahwa kami selalu menjalin kerjasama secara baik dengan setiap petugas
kesehatan lainnya diluar profesi kedokteran/kesehatan kerja.
• Bahwa kami senantiasa menghindarkan penawaran dan atau penggunaan jasa
yang mendatangkan keuntungan bagi suatu pihak dan atau kerugian bagi pihak
lainnya.
Kode Etik Kedokteran Okupasi (3)
• Bahwa kami dengan cermat memperhatikan nilai-nilai psikologis,
kebudayaan dan agama yang terdapat dalam masyarakat tenaga kerja dan
menyerasikannya kepada tujuan kesehatan dan keselamatan kerja dengan
sebaik-baiknya.
• Bahwa kami juga memperhatikan masalah lain di luar lingkungan tempat
kerja yang dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja.
• Bahwa kami menjunjung tinggi peraturan perundangan yang berlaku
dalam kesehatan dan keselamatan kerja.
• Bahwa kami secara aktif tidak membenarkan dan berusaha untuk
memperbaiki perbuatan yang menyalahi etik pelayanan
kedokteran/kesehatan kerja.
• Bahwa kami melaksanakan kode etik spesialis kedokteran okupasi dengan
penuh kesadaran dan keyakinan dalam rangka menjunjung tinggi profesi
kedokteran okupasi.
120. HAK DOKTER
• Memperoleh perlindungan hukum sepanjang
melaksanakan tugas sesuai standar profesi
dan standar operasional prosedur
• Memberikan pelayanan medis sesuai standar
profesi dan standar operasional prosedur
• Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur
dari pasien atau keluarganya
• Menerima imbalan jasa
KEWAJIBAN DOKTER
• Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan
standar operasional prosedur serta kebutuhan medis
• Apabila tidak tersedia alat kesehatan atau tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan/pengobatan, bisa merujuk
pasien ke dokter/sarana kesehatan lain yang mempunyai
kemampuan lebih baik.
• Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
pasien, bahkan setelah pasien itu meninggal dunia
• Melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang
mampu melakukannya
• Mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
121. ETIKA KLINIS
• Medical Indication
(terkait prosedur diagnostik dan terapi yang sesuai … dari sisi etik kaidah
yang digunakan adalah beneficence dan nonmaleficence)
• Patient Preference
(terkait nilai dan penilaian pasien tentang manfaat dan beban yang akan
diterimanya … cerminan kaidah otonomi)
• Quality of Life
(aktualisasi salah satu tujuan kedokteran :memperbaiki, menjaga atau
meningkatkan kualitas hidup insani … terkait dengan beneficence,
nonmaleficence & otonomi)
• Contextual Features
(menyangkut aspek non medis yang mempengaruhi pembuatan
keputusan, spt faktor keluarga, ekonomi, budaya … kaidah terkait justice)

Etika Klinis. (Jonsen, siegler & winslade, 2002)


Pertimbangan
Etika Klinis

Albert R. Jonsen. (1998). Clinical


Ethics: A Practical Approach to
Ethical Decisions in Clinical
Medicine. [Fourth Edition].
McGraw Hill
122. PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS
• Persetujuan tindakan medis secara praktis
dibagi menjadi 2:
Implied consent Pasien tidak menyatakan persetujuan baik secara tertulis maupun
lisan, namun dari tingkah lakunya menyatakan persetujuannya.
Contoh: pasien membuka baju untuk diperiksa, pasien
mengulurkan lengan untuk diambil sampel darah.

Expressed Persetujuan dinyatakan secara lisan atau tertulis. Khusus setiap


consent tindakan yang mengandung risiko tinggi, harus diberikan
persetujuan tertulis oleh pasien atau yang berhak mewakili (sesuai
UU No.29 tahun 2004 pasal 45)

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyelidikan,


A. Munim Idries, 2013
Jenis Consent Lainnya
JENIS
PENJELASAN
CONSENT
Consent yang diberikan pada pasien secara tertulis,
Informed consent yang ditandatangani langsung oleh pasien yang
berangkutan.

Consent yang diberikan oleh wali pasien (orangtua,


suami/istri, anak, saudara kandungnya dsb) karena
Proxy consent
pasien tidak kompeten untuk memberikan consent
(misalnya pada pasien anak).

Pasien tidak dapat memberikan consent, namun


diasumsikan bahwa bila pasien sadar, ia akan setuju
Presumed
dengan tindakan medis yang diambil. Consent jenis ini
consent
biasanya dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan atau
pada donor organ dari cadaver.
Appelbaum PS. Assessment of patient’s competence to consent to treatment. New England Journal of Medicine. 2007; 357: 1834-
1840.
123. PENGGANTUNGAN (HANGING)
• Penggantungan (Hanging) adalah suatu keadaan
dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat
penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan
seluruh atau sebagian.

• Alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat


badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi
pada leher. Umumnya penggantungan melibatkan
tali, tapi hal ini tidaklah perlu. Penggantungan
yang terjadi akibat kecelakaan bisa saja tidak
terdapat tali.
Tipe Penggantungan
• Suicidal hanging (gantung diri)
– Paling banyak ditemui
– Korban bunuh diri

• Accidental hanging
– Lebih banyak ditemukan pada anak-anak utamanya pada umur antara 6-12
tahun. Tidak ditemukan alasan untuk bunuh diri karena pada usia itu belum
ada tilikan dari anak untuk bunuh diri. Hal ini terjadi akibat kurangnya
pengawasan dari orang tua.
– Pada orang dewasa, bisa terjadi akibat pelampiasan nafsu seksual yang
menyimpang.

• Homicidal hanging
– Pembunuhan yang dilakukan dengan metode menggantung korban.
– Biasanya dilakukan bila korbannya anak-anak atau orang dewasa yang
kondisinya lemah baik oleh karena penyakit atau dibawah pengaruh obat,
alcohol, atau korban sedang tidur.
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM
NO PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM PENGGANTUNGAN POSTMORTEM

Tanda-tanda penggantungan ante-mortem


Tanda-tanda post-mortem menunjukkan kematian
1 bervariasi. Tergantung dari cara kematian
yang bukan disebabkan penggantungan
korban

Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk lingkaran utuh
2 terputus (non-continuous) dan letaknya pada (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada bagian
leher bagian atas leher tidak begitu tinggi

Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan dengan
3
sisi leher kuat dan diletakkan pada bagian depan leher

Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan tidak


Ekimosis tampak jelas pada salah satu sisi dari
ada atau tidak jelas. Lebam mayat terdapat pada
4 jejas penjeratan. Lebam mayat tampak di atas
bagian tubuh yang menggantung sesuai dengan posisi
jejas jerat dan pada tungkai bawah
mayat setelah meninggal

Pada kulit di tempat jejas penjeratan teraba


5 seperti perabaan kertas perkamen, yaitu Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak begitu jelas
tanda parchmentisasi
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM
NO PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM PENGGANTUNGAN POSTMORTEM

Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan lain-


Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga dan lain-lain
6 lain sangat jelas terlihat terutama jika
tergantung dari penyebab kematian
kematian karena asfiksia

Wajah membengkak dan mata mengalami


Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak terdapat,
kongesti dan agak menonjol, disertai dengan
7 kecuali jika penyebab kematian adalah pencekikan
gambaran pembuluh dara vena yang jelas
(strangulasi) atau sufokasi
pada bagian dahi

Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus kematian


8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama sekali
akibat pencekikan
Penis. Ereksi penis disertai dengan keluarnya
cairan sperma sering terjadi pada korban pria. Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak
9
Demikian juga sering ditemukan keluarnya ada.Pengeluaran feses juga tidak ada
feses

Air liur. Ditemukan menetes dari sudut mulut,


dengan arah yang vertikal menuju dada. Hal Air liur tidak ditemukan yang menetes pad kasus
10
ini merupakan pertanda pasti penggantungan selain kasus penggantungan.
ante-mortem
GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN
NO PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN

Usia. Gantung diri lebih sering terjadi pada


Tidak mengenal batas usia, karena tindakan
remaja dan orang dewasa. Anak-anak di bawah
1 pembunuhan dilakukan oleh musuh atau lawan dari
usia 10 tahun atau orang dewasa di atas usia 50
korban dan tidak bergantung pada usia
tahun jarang melakukan gantung diri

Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak terputus,


Tanda jejas jeratan, bentuknya miring, berupa
mendatar, dan letaknya di bagian tengah leher,
2 lingkaran terputus (non-continuous) dan
karena usaha pelaku pembunuhan untuk membuat
terletak pada bagian atas leher
simpul tali

Simpul tali, biasanya hanya satu simpul yang Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian
3
letaknya pada bagian samping leher depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat

Riwayat korban. Biasanya korban mempunyai


Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat untuk
4 riwayat untuk mencoba bunuh diri dengan cara
bunuh diri
lain

Cedera. Luka-luka pada tubuh korban yang bisa


Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban
5 menyebabkan kematian mendadak tidak
biasanya mengarah kepada pembunuhan
ditemukan pada kasus bunuh diri
GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN
NO PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN

Racun. Adanya racun dalam lambung korban,


Terdapatnya racun berupa asam opium hidrosianat atau kalium
misalnya arsen, sublimat korosif, dll tidak
sianida tidak sesuai pada kasus pembunuhan, karena untuk hal ini
6 bertentangan dengan kasus gantung diri. Rasa
perlu waktu dan kemauan dari korban itu sendiri. Dengan demikian
nyeri yang disebabkan racun tersebut mungkin
maka kasus penggantungan tersebut adalah karena bunuh diri
mendorong korban untuk gantung diri

Tangan tidak dalam keadaan terikat, karena sulit Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada
7
untuk gantung diri dalam keadaan tangan terikat kasus pembunuhan

Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, biasanya


tergantung pada tempat yang mudah dicapai Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan tergantung pada
8 oleh korban atau di sekitarnya ditemukan alat tempat yang sulit dicapai oleh korban dan alat yang digunakan
yang digunakan untuk mencapai tempat untuk mencapai tempat tersebut tidak ditemukan
tersebut

Tempat kejadian. Jika kejadian berlangsung di


dalam kamar, dimana pintu, jendela ditemukan
Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada ruangan ditemukan terkunci
9 dalam keadaan tertutup dan terkunci dari
dari luar, maka penggantungan adalah kasus pembunuhan
dalam, maka kasusnya pasti merupakan bunuh
diri

Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan pada Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban
10
kasus gantung diri sedang tidur, tidak sadar atau masih anak-anak.
124. VISUM ET REPERTUM (VER)
• VeR : keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang
berwenang, mengenai hasil pemeriksaan medik, berdasarkan
keilmuannya dan dibawah sumpah, untuk kepentingan peradilan
• Pasal 133 KUHAP:
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan
tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat
• Permintaan bantuan kepada dokter sebagai ahli hanya dapat diajukan
secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas jenis pemeriksaan yang
dikehendaki
• Pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP : yang berwenang meminta
keterangan ahli → penyidik & penyidik pembantu
Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna
Siapa Yang Berhak Membuat VER?
• Dalam pasal 133 KUHAP disebutkan: penyidik berwenang
untuk mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.

• Sebenarnya boleh saja seorang dokter yang bukan dokter


spesialis forensik membuat dan mengeluarkan visum et
repertum.

• Tetapi, di dalam penjelasan pasal 133 KUHAP dikatakan


bahwa keterangan ahli yang diberikan oleh dokter spesialis
forensik merupakan keterangan ahli, sedangkan yang
dibuat oleh dokter selain spesialis forensik disebut
keterangan.
Syarat Pembuatan Visum et Repertum
Syarat yang menyangkut prosedur yang harus dipenuhi dalam
pembuatannya, yaitu:
• Permintaan visum et repertum haruslah secara tertulis (sesuai
dengan pasal 133 ayat 2 KUHAP)
• Pemeriksaan atas mayat dilakukan dengan cara bedah, jika ada
keberatan dari pihak keluarga korban, maka pihak polisi atau
pemeriksa memberikan penjelasan tentang pentingnya dilakukan
bedah mayat.
• Permintaan visum et repertum hanya dilakukan terhadap peristiwa
pidana yang baru terjadi, tidak dibenarkan permintaan atas
peristiwa yang telah lampau.
• Polisi wajib menyaksikan dan mengikuti jalannya pemeriksaan.
• Isi visum et repertum tidak bertentangan dengan ilmu kedokteran
yang telah teruji kebenarannya
Permintaan VeR menurut Ps.133 KUHAP

• Wewenang penyidik
• Tertulis (resmi)
• Terhadap korban, bukan tersangka
• Ada dugaan akibat peristiwa pidana
• Bila mayat :
– Identitas pada label
– Jenis pemeriksaan yang diminta
– Ditujukan kepada : ahli kedokteran forensik / dokter di
rumah sakit

Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna


Ketentuan Lain dalam VeR Korban Hidup

• Surat permintaan VeR dapat “terlambat” :


– Korban luka dibawa ke dokter (RS) dulu sebelum ke
polisi
– SPV menyebutkan peristiwa pidana yang dimaksud
– VeR = surat keterangan, jadi dapat dibuat berdasarkan
rekam medis (RM telah menjadi barang bukti sejak
datang spv)
– Pembuatan VeR tanpa ijin pasien, sedangkan SKM lain
harus dengan ijin.
– Sebaiknya diantar petugas agar dapat dipastikan
identitas korban dan statusnya sebagai “barang bukti”
Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna
VeR dan Rekam Medis
• Seorang pasien yang datang berobat ke RS dengan perlukaan
dan/atau keracunan, apalagi dengan anamnesis yang menunjukkan
adanya kemungkinan kaitan dengan suatu tindak pidana, pertama-
tama harus DIANGGAP sebagai kasus forensik, tanpa melihat ada
atau tidaknya Surat Permintaan VER dari polisi.
• Dokter yang menangani pasien ini harus melakukan pencatatan
anamnesis secara lengkap dan detil. Pemeriksaan fisik dilakukan
seperti biasa, akan tetapi pencatatan luka-lukanya dilakukan secara
lengkap dan mendetil.
• VER kasus forensik klinik dibuat berdasarkan rekam medis korban,
yang dibuat oleh dokter IGD, dokter yang merawat, SpF maupun
perawat. Suatu VER yang baik hanya dapat dihasilkan dari Rekam
Medis (RM) yang baik pula.

Cara Pencatatan Rekam Medis untuk Kasus Forensik Klinik,


Djaja Surya Atmadja
Rahasia VeR
– Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 tentang
Wajib Simpan Rahasia Kedokteran
– Penggunaan keterangan ahli, atau VeR hanya
untuk keperluan peradilan
– Berkas VeR hanya boleh diserahkan kepada
penyidik yang memintanya.
– Untuk mengetahui isi VeR, pihak lain harus melalui
aparat peradilan, termasuk keluarga korban
VER vs Isi Rekam Medis
• Visum et repertum di buat • Catatan medis terikat
berdasarkan undangundang dengan sumpah dokter
yaitu pasal 120, 179,133 menurut peraturan
ayat 1 KUHP , maka dokter pemerintah No.10 tahun
tidak dapat di tuntut karena 1996 tentang rahasia
membuka rahasia pekerjaan kedokteran tentang rahasia
sebagaimana di atur dalam kedokteran dengan sanksi
pasal 322 KUHP meskipun hukum dalam pasal 322
dokter membuat nya tanpa KUHP.
seizin pasien.
Peran Dokter dalam VeR & sebagai
Saksi Ahli
• Visum et Repertum: Laporan (jawaban) tertulis
dokter yang berdasarkan sumpah jabatan dan
keilmuannya, tentang obyek medik-forensik yang
dilihat dan diperiksa atas permintaan tertulis
penyidik berwenang, untuk kepentingan peradilan.
Obyek medik-forensik ini adalah manusia (hidup
ataupun mati), bahagian tubuh manusia maupun
sesuatu yang diduga bahagian tubuh manusia.
Pasal 50 KUHP
• Barangsiapa melakukan perbuatan untuk
melaksanakan ketentuan undang-undang,
tidak dipidana sepanjang visum et repertum
tersebut hanya diberikan kepada instansi
penyidik yang memintanya untuk selanjutnya
dipergunakan dalam proses peradilan.
Sanksi Hukum Bila Menolak
Pembuatan VeR
PASAL 216 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau
permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh
pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi
kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana;
demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna
menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling
banyak sembilan ribu rupiah.

Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna


Sanksi Hukum Bila Menolak Otopsi
PASAL 222 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan
bula atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah.

Anda mungkin juga menyukai