Anda di halaman 1dari 22

CASE BASED DISCUSSION

SKABIES

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Puskesmas 1 Sumbang

Disusun Oleh :
Silka Reslia Riswanto (18130200010)

Pembimbing :
dr. Christina Iskandar

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2019
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan presentasi kasus dengan judul

Faringitis Akut

Disusun oleh:

Silka Reslia Riswanto

1813020010

Telah dipresentasikan

Hari/Tanggal:

Jumat, 20 Desember 2019

Disahkan oleh:

Dosen Pembimbing,

3
BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : An. M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 9 tahun
Alamat : Pasirmuncang
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan :14 Juni 2016
No CM : 31828
Anamnesis : Pada tanggal 14 Juni 2016

B. Anamnesis
Keluhan Utama : Gatal sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan, telapak tangan, dan pada kelamin
sedikit.
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli kulit Rumah Sakit
Margono Soekarjo dengan keluhan, gatal-
gatal pada bagian sela-sela jari tangan,
telapak tangan, pergelangan tangan, dan
sedikit dibagian kelamin. Gatal dirasakan
sejak 1 minggu yang lalu. Pasien
merasakan gatal semakin hari semakin
memberat, terutama pada malam hari.
Pasien sulit tidur malam, selama 1 minggu
karena gatal. Awalnya hanya bintik merah
dibagian ibu jari tangan, namun semakin
lama semakin menjalar berwarna
kemerahan, bersisik, dan kadang keluar
nanah.
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat alergi disangkal. Riwayat
keluhan yang sama disangkal. Riwayat
sakit kulit disangkal

4
Riwayat Penyakit Keluarga : Sepupu pasien memiliki keluhan yang
sama dengan pasien.

Riwayat Penyakit Sosial Ekonomi : Saat liburan sekolah, pasien sempat


datang kerumah sodara sepupunya yang
menderita keluhan yang sama, bermain
dan tidur di satu tempat tidur
C. PemeriksaanFisik
Status Generalis
Keadaaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Keadaan gizi : Baik
Vital Sign :TD : 110/70 mmHg
HR : 78 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36, 1ºC
Kepala : Normochepal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjunctiva anemis (- /-), sklera ikterik (- /-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokan : T1-T1, tidakhiperemis
Thorax : Simetris, Retraksi (-)
Jantung : BJ I-II reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Paru : SD Vesikiler +/+ Normal, ST -/-
Abdomen : supel, datar, BU (+) N
Kelenjar Geah Bening : Tidak teraba.
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
Status Dermatologis
Lokasi : interdigiti, palmar, penis
Regio : manus

5
Effloresensi : Pustul dan papul eritem, disertai dengan skuama halus,krusta,
dan ekskoriasi karena sering menggaruk.

Gambar 1. Lesipadasela-selajari
D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, usulan pemeriksaan penunjang
adalah pemeriksaan dengan membuat biopsy irisan dari lesi untuk memeriksa
tungau, biopsy eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan HE serta
pemeriksaan tungau dengan mikroskop cahaya.
E. Resume
Anamnesis
Pasien datang ke poli kulit Rumah Sakit Margono Soekarjo dengan keluhan,
gatal-gatal pada bagian sela-sela jari tangan, telapak tangan, pergelangan
tangan, dan sedikit dibagian kelamin. Gatal dirasakan sejak 1 minggu yang
lalu. Pasien merasakan gatal semakin hari semakin memberat, terutama pada
malam hari. Pasien sulit tidur malam, selama 1 minggu karena gatal. Awalnya
hanya bintik merah dibagian ibu jari tangan, namun semakin lama semakin
menjalar berwarna kemerahan, bersisik, dan kadang keluar nanah. Pasien
sebelumnya bermain dan tidur pada satu tempat tidur dengan adik spupunya
yang memiliki keluhan yang sama. Riwayat alergi disangkal.
F. Diagnosis Kerja
Skabies

G. Diagnosis Banding
Dermatitis Kontak Iritan
Tinea Manus

6
H. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
a. Permetrin (Scabimite) cream 5%  setelah mandi sore
dioles ke permukaan kulit seluruh tubuh, kemudian didiamkan
minimal 10 jam, setelah itu mandi seperti biasa. Pemakaian hanya 1
kali dalam seminggu.
b. Cetirizine 10 mg
c. Inerson cream dioles 2 x sehari
2. Non farmakologis
a. Rutin minum obat
b. Pakaian, handuk dan barang-barang lainnya yang pernah digunakan
oleh penderita harus diisolasi dan direndam dengan air panas terlebih
dahulu sebelum dicuci.
c. Sprai penderita harus sering diganti dengan yang baru maksimal tiga
hari sekali
d. Menghindari kontak langsung dengan penderita lain (adik spupu
penderita) seperti berjabat tangan dan tidur bersama.
e. Kontrol kembali hari ke 7 pengobatan
I. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite)
Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini
berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat
mikroskopis. Penyakit skabies sering disebut kutu badan. Penyakit ini juga
mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan

7
sebaliknya. Skabies mudah menyebar baik secara langsung atau melalui
sentuhan langsung dengan penderita maupun secara tak langsung melalui
baju, seprai, handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah dipergunakan
penderita dan belum dibersihkan dan masih terdapat tungau sarcoptesnya.
Skabies menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti disela-sela jari,siku,
selangkangan (Yosefw, 2007).
B. Epidemiologi
Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi.
Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6 % -
27 % populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja.
Suatu survei yang dilakukan pada tahun 1983 diketahui bahwa disepanjang
sungai Ucayali, Peru, ditemukan beberapa desa di mana semua anak-anak
dari penduduk asli desa tersebut mengidap skabies. Behl ada tahun 1985
menyatakan bahwa prevalensi skabies pada anak-anak di desa-desa Indian
adalah 100%. Di Santiago, Chili, insiden tertinggi terdapat pada kelompok
umur 10-19 tahun (45%) sedangkan di Sao Paolo, Brazil insiden tertinggi
terdapat pada anak dibawah umur 9 tahun. Di India, Gulati melaporkan
prevalensi tertinggi pada anak usia 5-14 tahun. Hal tersebut berbeda dengan
laporan Srivatava yang menyatakan prevalensi skabies tertinggi terdapat pada
anak dibawah 5 tahun. Di negara maju prevalensi skabies sama pada semua
golongan umur (Maibach, 1997)
Pada tahun 1975 terjadi wabah skabies di perkampungan Indian di
Kepulauan San Blas, Panama. Penduduk didaerah tersebut hidup dalam
lingkungan yang padat dengan jumlah penghuni tiap rumah 13 orang atau
lebih. Pada survei pertama didapatkan prevalensi skabies sebesar 28% pada
suatu kelompok dan pada kelompok yang lain 42%. Dua tahun kemudian
dilakukan survei pada pulau Van lebih besar yang berpenduduk 2.000 orang.
Pada survei tersebut ditemukan bahwa 90% penduduk mengidap skabies.
Pada tahun 1986 survei di Indian lainnya berpenduduk 756 orang didapatkan
bahwa prevalensi skabies anak-anak yang berumur 10 tahun adalah 61% dan
pada bayi yang kurang dari 1 tahun adalah 84% (Orkin, 1997)

8
Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit
ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit
skabies banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, insidennya sama
terjadi pada pria dan wanita. Insiden skabies di negara berkembang
menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan.
Interval antara akhir dari suatu endemik dan permulaan epidemik berikutnya
kurang lebih 10-15 tahun (Harahap, 2000) Menurut Departemen Kesehatan
RI prevalensi skabies di Puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah
4,6%-12,9%, dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit
tersering. Di Bagian Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988,
dijumpai 734 kasus scabies yang merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru.
Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9%. Prevalensi
skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni
yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai (Depkes. RI, 2000).
C. Etiologi
Sarcoptes scabiei merupakan Arthropoda yang masuk ke dalam kelas
Arachnida, sub kelas Acari (Acarina), ordo Astigmata dan famili Sarcoptidae.
Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Adapun jenis Sarcoptes
scabei var. animalis yang kadang-kadang bisa menulari manusia terutama
bagi yang memelihara hewan peliharaan seperti anjing (Djuanda dan
Hamzah, 2005).

9
Gambar 3.Sarcoptes scabiei var. hominis
Sarcoptes scabiei merupakan tungau putih, kecil, transparan, berbentuk bulat
agak lonjong, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau betina
besarnya 2 kali daripada yang jantan. Badan tungau berwarna putih suram dan
terdapat gambaran gelombang transversal yang jelas. Pada bagian dorsal
ditutupi rambut-rambut halus dan duri-duri, yang disebut dentikel. Tungau
dewasa mempunyai empat asang kaki; dua pasang kaki depan sebagai alat
untuk melekat. Pada tungau betina, terdapat rambut-rambut halus yang disebut
setae di ujung dua pasang kaki belakang, sedangkan pada tungau jantan
terdapat rambut-rambut halus di ujung pasangan kaki ketiga dan alat perekat
di ujung kaki keempat (Burns, 2004).

D. Cara Penularan
Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak
tak langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung yang saling
bersentuhan atau dapat pula melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan
pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual
antara penderita dengan orang yang sehat. Di Amerika Serikat dilaporkan,
bahwa skabies dapat ditularkan melalui hubungan seksual meskipun bukan
merupakan akibat utama (Brown, 1999).
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan
lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama
disatu tempat yang relative sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki
oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan
penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang,
kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama

10
masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan
yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan
kesehatan lingkungan yang telah ada (Benneth, 1997).
Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat
tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang
menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas
kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan
insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak langsung seperti tidur
bersama. Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di
lingkungan padat penduduk (Meyer, 2000).

E. Patogenesis
Setelah terjadi perkawinan (kopulasi) biasanya tungau jantan akan mati,
namun kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan
yang digali oleh betina. Setelah tungau betina dibuahi, tungau ini akan
membentuk terowongan pada kulit sampai perbatasan stratum korneum dan
stratum granulosum dengan panjangnya 2-3 mm perhari serta bertelur
sepanjang terowongan sampai sebanyak 2 atau 4 butir sampai sehari mencapai
40-50 butir. Telur-telur ini akan menetas dalam waktu 3-5 hari dan menjadi
larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva tersebut sebagian ada yang tetap
tinggal dalam terowongan dan ada yang keluar dari permukaan kulit, kemudian
setelah 2-3 hari masuk ke stadium nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan
betina dengan 4 pasang kaki. Waktu yang diperlukan mulai dari telur menetas
sampai menjadi dewasa sekitar 8-12 hari (Burns, 2004; Itzhak, 1995).

11
Gambar 5. Siklus hidup Sarcoptes scabei
Siklus hidup tungau paling cepat terjadi selama 30 hari dan selama itu juga
tungau-tungau tersebut berada dalam epidermis manusia. Tungau yang
berpindah ke lapisan kulit teratas memproduksi substansi proteolitik (sekresi
saliva) yang berperan dalam pembuatan terowongan dimana saat itu juga terjadi
aktivitas makan dan pelekatan telur pada terowongan tersebut. Tungau-tungau
ini memakan jaringan-jaringan yang hancur, namun tidak mencerna darah.
Feses (Scybala) tungau akan ditinggalkan di sepanjang perjalanan tungau
menuju ke epidermis dan membentuk lesi linier sepanjang terowongan (Hicks et
al., 2009).
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kira-
kira sebulan setelah infestasi. Sensitisasi terjadi pada penderita yang terkena
infeksi scabies pertama kali. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis
dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat
timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.Apabila terjadi
immunocompromised pada host, respon imun yang lemah akan gagal dalam

12
mengontrol penyakit dan megakibatkan invasi tungau yang lebih banyak bahkan
dapat menyebabkan crusted scabies. Jumlah tungau pada pasien crusted scabies
bisa melebihi 1 juta tungau (Harahap, 2000).

F. Manifestasi Klinis
Ketika seseorang terinfestasi oleh skabies untuk yang pertama kalinya,
gejala biasanya tidak nampak hingga mencapai 2 bulan kemudian (2-6 minggu)
setelah terinfestasi. Namun bagaimanapun, seseorang yang terinfestasi masih
bisa menyebarkan skabies ini kepada orang lain. Jika seseorang telah pernah
menderita skabies sebelumnya, gejala akan muncul dengan segera (1-4 hari)
setelah terpapar. Seseorang yang terinfestasi skabies juga dapat menularkan
penyakitnya, walaupun mereka tidak memiliki gejala lagi. Hal ini berlaku
sampai skabies pada penderita tersebut diberantas beserta tungau dan telur-
telurnya (Djuanda dan Hamzah, 2005; Ammirudin, 2003).
Diagnosis skabies dapat ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda
cardinal sebagai berikut:
1. Pruritus nokturnal
Gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau lebih
tinggi pada suhu yang lebih lembab. Gejala ini adalah yang sangat
menonjol. Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan
penderita menjadi gelisah (Djuanda dan Hamzah, 2005; Ammirudin, 2003).
2. Sekelompok Orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu juga
dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal
keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena.
Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala.
Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier) bagi individu lain
(Djuanda dan Hamzah, 2005).
3. Terowongan (kanalikulus)
Adanya terowongan (kanalikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-
rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau
vesikel. Jika timbul infeksi sekunder, ruam kulitnya menjadi polimorf
(pustul, ekskoriasi dan lain-lain). Umumnya tempat predileksi tungau

13
adalah lapisan kulit yang tipis, seperti di sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan, siku bagian luar, lipatan ketiak depan, pinggang, punggung, pusar,
dada termasuk daerah sekitar alat kelamin pada pria dan daerah periareolar
pada wanita. Telapak tangan, telapak kaki, wajah, leher dan kulit kepala
adalah daerah yang sering terserang tungau pada bayi dan anak-anak
(Djuanda dan Hamzah, 2005).
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik
Apabila kita dapat menemuan terwongan yang masih utuh kemungkinan
besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa dan ini
merupakan hal yang paling diagnostik. Akan tetapi kriteria yang keempat
ini agak susah ditemukan karena hampir sebagian besar pendeita pada
umumnya datang dengan lesi variatif dan tidak spesifik (Djuanda dan
Hamzah, 2005; Walton et al., 2007; Amirrudin, 2003).

Gambar 6. Kelainan kulit pada skabies

Gambar 2.5. Tampak kelainan yang ditimbulkan oleh scabies pada daerah
axilla (sekitar ketiak), genitalia (penis dan scrotum) danglutea ( sekitar
bokong)

14
G. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menemukan tungau dapat dilakukan dengan beberapa cara:
1. Kerokan kulit dapat dilakukan di daerah sekitar papula yang lama maupun
yang baru. Hasil kerokan diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi
dengan KOH 10% kemudian ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa
di bawah mikroskop. Diagnosis scabies positif jika ditemukan tungau,
nimpa, larva, telur atau kotoran S. scabiei.
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung pada kertas putih
kemudian dilihat dengan kaca pembesar.
3. Dengan membuat biopsi irisan, yaitu lesi dijepit dengan 2 jari kemudian
dibuat irisan tipis dengan pisau kemudian diperiksa dengan mikroskop
cahaya.
4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan Hematoxylin
Eosin.
Tes tinta pada terowongan di dalam kulit dilakukan dengan cara
menggosok papula menggunakan ujung pena yang berisi tinta. Papula yang
telah tertutup dengan tinta didiamkan selama dua puluh sampai tiga puluh
menit, kemudian tinta diusap/ dihapus dengan kapas yang dibasahi alkohol.
Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk
gambaran khas berupa garis zig-zag (Djuanda dan Hamzah, 2005).
Strategi lain untuk melakukan diagnosis skabies adalah
videodermatoskopi, biopsi kulit dan mikroskopi epiluminesken.
Videodermatoskopi dilakukan menggunakan sistem mikroskop video dengan
pembesaran seribu kali dan memerlukan waktu sekitar lima menit. Umumnya
metode ini masih dikonfirmasi dengan basil kerokan kulit. Pengujian
menggunakan mikroskop epiluminesken dilakukan pada tingkat papilari
dermis superfisial dan memerlukan waktu sekitar lima menit serta
mempunyai angka positif palsu yang rendah. Kendati demikian, metode-
metode diagnosis tersebut kurang diminati karena memerlukan peralatan yang
mahal.
H. Diagnosis Banding

15
Penyakit skabies juga ada yang menyebutnya sebagai the great imitator
karena dapat mencakup hampir semua dermatosis pruritik berbagai penyakit
kulit dengan keluhan gatal. Adapun diagnosis banding yang biasanya
mendekati adalah prurigo, pedikulosis corporis, dermatitis dan lain-lain
(Djuanda dan Hamzah, 2005).
I. Penatalaksanaan
Syarat obat yang ideal untuk skabies adalah :
1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau
2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik
3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian
4. Mudah diperoleh dan harganya murah
Cara pengobatannya ialah seluruh anggota badan harus diobati (termasuk
penderita yang hiposensitisasi).
Jenis obat topikal yang dapat diberikan kepada pasien adalah :
1. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk
salep atau krim. Preparatini tidak efektif terhadap stadium telur, maka
penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari. Kekurangannya ialah
berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.
Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
2. Emulsi benzyl-benzoas (20-25%) efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering
memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
3. Gama Benzena Heksa klorida (gameksan=gammexane) kadarnya 1%
dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap
semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Obat ini
tidak dianjurkan pada anak dibawah enam tahun dan wanita hamil, karena
toksis terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali
jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.
4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan anti gatal, dipakai selama 24
jam, harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
5. Permetrin 5% dalam krim, kurang toksik jika dibandingkan gameksan,
efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila
belum sembuh diulangi selama seminggu. Tidak dianjurkan pada bayi
dibawah umur 2 tahun.

16
Bila disertai infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika. Untuk rasa
gatal dapat diberikan antihistamin per oral. Perlu diperhatikan jika diantara
anggota keluarga ada yang menderita skabies juga harus diobati. Karena
sifatnya yang sangat mudah menular, maka apabila ada salah satu anggota
keluarga terkena skabies, sebaiknya seluruh anggota keluarga tersebut juga
harus menerima pengobatan. Pakaian , alat-alat tidur, dan lain-lain hendaknya
dicuci dengan air panas (Djuanda dan Hamzah, 2005; Siregar, 2004).
J. Pencegahan
Pencegahan skabies pada manusia dapat dilakukan dengan cara
menghindari kontak langsung dengan penderita dan mencegah penggunaan
barang-barang penderita secara bersama-sama. Pakaian, handuk dan barang-
barang lainnya yang pernah digunakan oleh penderita harus diisolasi dan dicuci
dengan air panas. Pakaian dan barang-barang yang berbahan kain dianjurkan
untuk disetrika sebelum digunakan. Sprai penderita harus sering diganti dengan
yang baru maksimal tiga hari sekali. Benda-benda yang tidak dapat dicuci
dengan air (bantal, guling, selimut) disarankan dimasukkan ke dalam kantung
plastik selama tujuh hari, selanjutnya dicuci kering atau dijemur di bawah sinar
matahari sambil dibolak batik minimal dua puluh menit sekali.
Kebersihan tubuh dan lingkungan termasuk sanitasi serta pola hidup yang
sehat akan mempercepat kesembuhan dan memutus siklus hidup S. scabiei.
Umumnya, penderita masih merasakan gatal selama dua minggu
pascapengobatan. Kondisi ini diduga karena masih adanya reaksi
hipersensitivitas yang berjalan relatif lambat. Apabila lebih dari dua minggu
masih menunjukkan gejala yang sama, maka dianjurkan untuk kembali berobat
karena kemungkinan telah terjadi resistensi atau berkurangnya khasiat obat
tersebut. Kegagalan pengobatan pada skabies krustasi secara topikal diduga
karena obat tidak mampu berpenetrasi ke dalam kulit akibat tebalnya kerak.
K. Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat di
berantas dan memberikan prognosis yang baik (Harahap, 2000)

17
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien datang ke poli kulit Rumah Sakit Margono Soekarjo dengan keluhan,
gatal-gatal pada bagian sela-sela jari tangan, telapak tangan, pergelangan tangan,
dan sedikit dibagian kelamin. Gatal dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Pasien
merasakan gatal semakin hari semakin memberat, terutama pada malam hari.
Pasien sulit tidur malam, selama 1 minggu karena gatal. Awalnya hanya bintik
merah dibagian ibu jari tangan, namun semakin lama semakin menjalar berwarna
kemerahan, bersisik, dan kadang keluar nanah. Pasien sebelumnya bermain dan
tidur pada satu tempat tidur dengan adik spupunya yang memiliki keluhan yang
sama. Riwayat alergi disangkal.
Pasien dapat didiagnosis menderita penyakit skabies, dimana hal ini sesuai
dengan teori yang ada bahwa dengan ditemukannya 2 dari 4 tanda kardinal
skabies maka diagnosis klinis dapat ditegakkan. Tanda kardinal yang ditemukan
adalah pruritus nokturna dan adanya orang sekitar pasien yang mengalami
keluhan yang sama yaitu adik spupu pasien.

18
Dari status dermatologinya kita dapatkan bahwa terdapat lesi didaerah sela-
sela jari tangan, telapak tangan, pergelangan tangan, dan penis didapatkan pustul
dan papul eritem, disertai dengan skuama halus, krusta, dan ekskoriasi karena
sering menggaruk. Hal ini sesuai untuk diagnosis skabies, berdasarkan teori
dikatakan bahwa predileksi terjadinya pada daerah dengan stratum korneum yang
tipis, namun karena pada anak-anak lapisan stratum korneum tubuhnya sebagian
besar masih tipis maka penyebarannya dapat bersifat atipikal.
Pada pasien ini penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan memberikan
obat secara topikal dan sistemik. Obat topikal yang diberikan adalah Permetrin
(Scabimite) cream 5% yang dioleskan setelah mandi sore ke seluruh permukaan
kulit tubuh dari leher sampai kaki sekali dalam seminggu. Pada teori yang telah
dikemukakan bahwa obat topikal yang paling baik diberikan pada anak-anak
berupa permetrin 5% mengingat obat ini efektif pada semua stadium skabies dan
toksisitasnya yang rendah. Selan itu diberikan inerson cream dioles 2 kali sehari
sebagai antipruritik untuk mengatasi keluhan bercak-bercak kemerahan pada
tubuh. Obat sistemik yang diberikan adalah Cetirizin syrup yang diminum sehari 1
kali 1 sendok teh setelah makan sebagai antihistamin untuk mengurangi rasa
gatal.
Prognosis dari skabies yang diderita pasien pada umumnya baik bila diobati
dengan benar dan juga menghindari faktor pencetus dan predisposisi, demikian
juga sebaliknya. Selain itu perlu juga dilakukan pengobatan kepada keluarga
pasien yang mengalami keluhan yang sama. Bila dalam perjalanannya skabies
tidak diobati dengan baik dan adekuat maka Sarcoptes scabiei akan tetap hidup
dalam tubuh manusia karena manusia merupakan host definitive dari Sarcoptes
scabiei.

19
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin MD. 2003. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Ed 1. Makassar:


Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin. 5-10

Burns DA. 2004. Disease Caused By Arthropods And Other Noxious Animals, In:
Rooks Textbook Of Dermatology. Vol 2. USA; Blackwell Publishing 37-47

Djuanda A, Hamzah M. 2005. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi 4. Jakarta :
FKUI;.119-22

Fauziah., Tony., Yuli, S. 2013. AngkaKejadian Dan KarakteristikPasienSkabies di


RumahSakit Al-Islam Bandung. Bandung : FK UNISBA

Harahap M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Ed 1. Jakarta: Hipokrates, 109-13

Hicks MI, Elston DM. 2009. Scabies. Dermatoogic Therapy. November:22/279-


292

Itzhak Brook. 1995. Microbiology Of Secondary Bacterial Infection In Scabies


Lesions. J Clin Microbiol. August:33/2139-2140

Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. 2008. Scabies And Pedicuosis. Fitzpatrick’s


Dermatology In General Medicine, 7th. USA:Mcgrawhill .2029-31

20
Siregar, R.S. 2004. Penyakit Kulit Karena Parasit Dan Insecta. Dalam : Atlas
Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta: EGC

Stone, S.P, Scabies And Pedikulosis, In : Freedberg, Et Al. Fitzpatrick’s


Dermatology In General Medicine 6th Edition. Volume 1. Mcgraw-Hil

Walton SF, Currie BJ. 2007. Problems In Diagnosing Scabies, A Global Disease In
Human And Animal Ppulations. Clin Microbiol Rev. 268-79

21
22

Anda mungkin juga menyukai