Anda di halaman 1dari 15

Medikolegal dan Analisa Kasus Pembunuhan dan Percobaan Bunuh Diri

Anthony Tjajaindra
NIM: 102015033 (D2)
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna utara No. 6 Jakarta Barat 11510. Tlp. 5666952
anthony.2015fk033@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Pembunuhan merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa suatu individu maupun
kelompok. Bermacam motif yang dapat menimbulkan suatu pembunuhan, baik secara sengaja
maupun tidak sengaja. Pembunuhan pun juga dapat dibedakan atas adanya unsur perencanaan atau
tidak. Hukuman bagi pembunuhan pun bervariasi sesuai dengan tingkatan kesadaran ataupun
perencanaan mulai dari hukuman penjara sampai hukuman mati. Oleh karena adanya risiko terkena
hukuman mati ataupun ketakutan akan rasa bersalah, tak jarang pelaku pembunuhan memilih jalan
untuk mengakhiri hidupnya agar terbebas dari jeratan hukum. Hal ini juga sering dimanfaatkan
oleh beberapa oknum untuk membebaskan dirinya dengan mengkambinghitamkan seseorang
seolah-olah ia menjadi pelaku pembunuhan-bunuh diri. Hal ini dapat kita hindari maupun buktikan
dengan pemeriksaan forensic dan intepretasi hasil pemeriksaan postmortem yang baik.
Kata Kunci: Pembunuhan-bunuh diri, Medikolegal, Autopsi
Abstract
Murder is an action to eliminate the life of an individual or group. Various motives that can
cause a murder, intentionally or unintentionally. Murder can also be distinguished by the element
of planning or not. The penalty for murder also varies according to the level of consciousness or
planning ranging from prison sentences to death sentences. Because of the risk of death penalty
or fear of guilt, it is not uncommon for the murderer to choose the way to end his life so that he
is free from the law. It is also often used by some people to free themselves by scapegoating
someone as if he were a homicide-suicide. We can avoid this or prove it by a forensic
examination and interpret the results of a good postmortem examination.
Keywords: Homicide-suicide, Medicolegal, Autopsy

1
Pendahuluan

Pembunuhan-bunuh diri adalah tindakan pembunuhan satu atau beberapa individu yang diikuti
bunuh diri tidak lama setelah itu oleh pelaku. Bunuh diri paling sering terjadi dalam periode 24
jam.1 Meskipun jarang terjadi, hal ini memiliki efek yang sangat merusak pada keluarga dan
masyarakat. Sifat dramatis dari perilaku pembunuhan-bunuh diri sering menangkap perhatian
media, dan upaya pengenalan dan pencegahan kurang mendapat perhatian.2 Hal ini tidak
meninggalkan korban atau pelaku yang hidup, sehingga membuat selanjutnya menjadi sulit.
Namun demikian, upaya telah dilakukan untuk memberikan perhatian khusus kedalam fenomena
ini.

Tingkat pembunuhan-bunuh diri bervariasi di seluruh dunia. Di Indonesia, dari Januari 2018
hingga Oktober 2018 tercatat ada sekitar 625 kasus pembunuhan.3 Sebagian besar penelitian
sampai saat ini menunjukkan bahwa pelaku pembunuhan-bunuh diri berbeda dari pembunuh yang
khas atau bunuh diri dalam hal karakteristik sosiodemografi. Pelaku pembunuhan-bunuh diri
biasanya lebih tua dari rata-rata pelaku hanya-pembunuhan, dan lebih pada pasangan yang
menikah atau baru saja cerai.4 Meskipun pelaku paling sering laki-laki, korban paling sering
perempuan, pembunuhan-bunuh diri tampaknya lebih mungkin dipicu oleh krisis antarpribadi
daripada bunuh diri saja. Pengaruh penyalahgunaan alkohol dan narkoba tampaknya kurang umum
di pembunuhan-bunuh diri dibandingkan dengan pembunuhan atau bunuh diri saja.5

Contoh Kasus (Skenario 2)

Seorang anak laki-laki 2 th ditemukan di dalam sebuah rumah dalam keadaan sudah meninggal,
dengan banyak darah yang tercecer di lantai. Didekat mayat anak, ditemukan ibunya dalam
keadaan kejang2 dan dari mulutnya keluar busa. Oleh warga, ibu dan anak tersebut dibawa ke
rumah sakit, dan kejadian ini dilaporkan ke polisi. Di IGD, si ibu berhasil diselamatkan oleh tim
medis, sedangkan anaknya dipastikan sudah meninggal sebelum tiba di RS dan dikirim ke
Ins.Forensik untuk dilakukan otopsi.

Anda bekerja sebagai dokter di instalasi forensic kemudian melakukan pemeriksaan. Dari hasil
pemeriksaan jenazah anak: ditemukan lebam mayat pada punggung, tidak hilang pada penekanan.
Kaku mayat pada seluruh tubuh. Kuku jari2 tangan dan kaki berwarna kebiruan. Pada pergelangan

2
tangan kiri, terdapat luka terbuka tepi rata, dasar jaringan otot, dengan tidak ada pembuluh darah
yang terpotong. Pada seluruh permukaan bibir atas dan bawah terdapat memar berwarna biru
kehitaman. Pada dinding paru dan jantung ditemukan banyak bintik perdarahan, serta pelebaran
pembuluh darah pada organ-organ.

Istilah yang Tidak Diketahui

Rumusan Masalah

Seorang anak meninggal dengan kondisi berlumuran darah dan seorang ibu yang tergeletak dengan
mulut berbusa disertai dengan kejang.

Hipotesis

Anak tersebut mengalami pembunuhan dan terjadi intoksikasi pada ibunya.

Pembahasan

1. Allo-Anamnesis
 Keterangan Saksi
Tidak terlihat adanya orang lain yang keluar masuk rumah maupun aktivitas dalam
12 jam terakhir. Beberapa hari terakhir sering terdengar bertengkar hebat antar
suami-istri. Pada saat kejadian, suami sedang berada di kantor.
 Hasil Olah TKP
Ditemukan satu buah pisau berlumuran darah, gelas berisi cairan pembasmi
serangga. Tidak ada kerusakan pintu dan jendela rumah maupun barang yang hilang
2. Pemeriksaan Fisik dan Autopsi
 Anak
Ditemukan lebam mayat pada punggung, tidak hilang pada penekanan. Kaku mayat
pada seluruh tubuh. Kuku jari2 tangan dan kaki berwarna kebiruan. Pada
pergelangan tangan kiri, terdapat luka terbuka tepi rata, dasar jaringan otot, dengan
tidak ada pembuluh darah yang terpotong. Pada seluruh permukaan bibir atas dan
bawah terdapat memar berwarna biru kehitaman. Pada dinding paru dan jantung

3
ditemukan banyak bintik perdarahan, serta pelebaran pembuluh darah pada organ-
organ.
 Ibu
Ibu ditemukan dalam kondisi mulut berbusa dan mengalami kejang-kejang.
Dicurigai mengalami keracunan organofosfat.
3. Aspek Hukum dan Prosedur Medikolegal
3.1. Prosedur Medikolegal
Medikolegal merupakan suatu ilmu terapan yang menggabungkan dua aspek ilmu,
yakni ilmu kesehatan dan ilmu hukum. Dalam penerapannya, terdapat suatu tatacara
atau prosedur yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaanya demi kepentingan
hukum. Prosedur ini mengacu pada perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,
dan beberapa mengacu pada sumpah dokter.

Gambar 1. Algoritme Prosedur Penanganan Kasus.6

4
Lingkup prosedur medicolegal berada pada pengadaan visum et repertum,
pemeriksaan dokter terhadap tersangka, pemberian keterangan ahli pada masa
sebelum dan dalam persidangan, rahasia kedokteran, penerbitan surat keterangan
kematian dan surat keterangan medik, dan tentang kompetensi pasien untuk
menghadapi penyidik.

Dalam pengadaan Visum et Repertum, dasar yang harus dipenuhi tertuang dalam pasal
133 ayat 1 KUHAP yang berbunyi “Dalam hal peyidik untuk kepentingan peradilan
menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya”. 7 Pasal tersebut
kemudian diperjelas oleh PP 27 tahun 1993 pasal 2 ayat 1 (a) yang menyatakan bahwa
“Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-
kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi”. Dalam pelaporannya,
Keterangan ahli yang dibuat oleh dokter harus dibuat secara tertulis yang dapat
berperan sebagai alat bukti tertuang pada pasal 133 ayat 2 yang berbunyi “permintaan
keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang
dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan
mayat atau pemeriksaan bedah mayat”. Secara singkat, Visum et Repertum
merupakan wewenang penyidik yang diberikan secara tertulis untuk korban bila
adanya dugaan tindak pidana.8

Pembuatan Visum et Repertum bagi tersangka tertuang pada pasal 120 ayat 1 KUHAP
mengenai pendapat ahli yang berbunyi “Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia
dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus”.
Permintaan pendapat ahli didalam persidangan diatur dalam pasal 180 ayat 1 KUHAP
“Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul disidang
pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta
agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan”. Pasal ini diperjelas kembali
pada pasal 1 ayat 28 KUHAP “Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan

5
oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”. 7

Apabila seserorang menolak atau menghalangi penyidik untuk melakukan Visum et


Repertum guna proses penyidikan pada korban hidup, maka diberikan sanksi sesuai
dengan pasal 216 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti
perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang
tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula
yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula
barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
tindakan guna menjalankan ketentuan undang- undang yang dilakukan oleh salah
seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan
dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah”. Apabila korban
berupa mayat, maka dapat dikenakan pasal 222 KUHP yang berbunyi “Barangsiapa
dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan
mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.9

Dalam persidangan, dokter juga dapat dimintai menjadi saksi ahli yang diatur dalam
pasal 179 ayat 1 KUHAP yang berbunyi “Setiap orang yang diminta pendapatnya
sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan
keterangan ahli demi keadilan”.7 Apabila seorang dokter tidak memenuhi
kewajibannya untuk menghadiri surat undangan pengadilan, maka ia dapat dijerat
dengan pasal 224 KUHP, “Barangsiapa yang dipanggil menurut undang - undang
akan menjadi saksi, ahli atau jurubahasa, dengan sengaja tidak memenuhi sesuatu
kewajiban yang sepanjang undang - undang harus dipenuhi dalam jabatan tersebut,
dihukum : Dalam perkara pidana, dengan hukuman penjara selama - lamanya
sembilan bulan ; Dalam perkara lain, dengan hukuman penjara selama - lamanya
enam bulan”. 9

6
Seorang dokter dapat memberikan keterangan ahli dan surat sebagai sebuah alat bukti
yang sah, yang dimana diatur dalam pasal 183 KUHAP yang berbunyi “Hakim tidak
boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang -
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
pidana benar - benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Dan diperjelas pada pasal 184 KUHAP yang berbunyi “Alat bukti yang sah ialah:
Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk, Keterangan terdakwa”. 7
3.2. Pasal Pembunuhan
Pada kasus ini, apabila ibu tersebut terbukti secara pengadilan telah membunuh
anaknya, maka ia dapat ditunut dengan pasal 44 ayat 3 juncto pasal 5 (a) Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam ruamh tangga
yang berbunyi “Setiap ornag dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga
terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara: kekerasan fisik,
kekerasan psikis, kekerasan seksual, atau penelantaran rumah tangga” dan “(1)
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta
rupiah). (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp30.000.000,00
(tiga puluh juta rupiah). (3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp45.000.000,00 (empat puluh lima juta
rupiah).”10

Oleh karena korban masih termaksud dalam kategori anak-anak, maka tersangka juga
dapat dijerat dengan pasal 80 ayat 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak yang berbunyi “Setiap orang yang melakukan kekejaman,
kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling
banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). (2) Dalam hal anak

7
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah) (3) dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati,
maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (4) Pidana ditambah
sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya”10
4. Pemeriksaan Medis
4.1. Thanatologi
Thanatologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari mati dan perubahan pada tubuh
ketika seseorang telah mati. Terdapat 3 komponen utama system tubuh yang mengatur
kehidupan seseorang, yakni kardiovaskular, respiratori, dan sistim syaraf pusat. Ketika
ketiga komponen ini telah kehilangan fungsinya, maka seseorang dapat dikatakan
telah mati secara klinis. Terdapat 5 istilah dalam mati, yakni mati somatic, mati suri,
mati seluler, mati serebral, dan mati batang otak. Mati somatic terjadi akibat
terhentinya ketiga fungsi penunjang kehidupan secara irreversible yang dibuktikan
dengan pemeriksaan sederhana. Mati suri dikatakan ketika fungsi ketiga sistim
penunjang tubuh masih berfungsi dengan pemeriksaan mengunakan alat yang lebih
canggih dan bersifat reversible. Mati seluler tejadi beberapa saat setelah kematian
somatic; otot mengalami kematian seluler 4 jam pasca kematian somatic, pemberian
pilokarpin 1% akan mengakibatkan miosis sampai 20 jam, kulit masih dapat
berkeringat sampai 8 jam dengan disuntikan pilokarpin 2%, darah masih dapat
ditransfusi hingga 6 jam. Mati serebral terjadi ketika kedua hemisphere otak berhenti
berfungsi, namun sistim pernafasan dan kardiovaskular masih berfungsi dengan
bantuan alat. Mati batang otak terjadi ketika adanya kerusakan seluruh bagian otak
secara irreversible meliputi batang otak dan serebelum, sehingga dinyataka seseorang
tidak dapat dinyatakan hidup lagi.11

Ketika seseorang mencapai kematiannya, perubahan dini yang terjadi ketika tubuh
kehilangan geraknya, kulit tampak pucat, dan terjadinya relaksasi otot menyeluruh.
Perubahan lanjut meliputi lebam mayat (livor mortis), kaku mayat (rigor mortis),

8
cadaveric spasm, penurunan suhu (algor mortis), dan pambusukan (decomposition).
Perubahan sangat lanjut terjadi ketika berada pada kondisi tertentu yang spesifik
berupa mumifikasi dan adiposera. 11

Lebam mayat (livor mortis) terjadi ketika adanya oengumpulan darah dalam pembuluh
darah pada daerah yang letaknya rendah. Lebam mayat tampak sebagai bercak pada
kulit yang mencerminkan warna darah. Pada mayat akibat keracunan karbon
monoksida dan sianida, warna lebam mayat menjadi merah terang, pada mayat yang
keracunan karbon dioksida, warna lebam mayat menjadi biru kehitaman. Lebam mayat
terjadi secara progresif sampai menetap; mulai tampak saat 15-20 menit pertama dan
menetap dalam 12 jam setelah kematian. Bila ditemuka lebam mayat yang letaknya
tidak sesuai dengan posisi pasien, dapat dicurigai bahwa mayat telah dipindahkan
sebelumnya. 11

Kaku mayat (livor mortis) terjadi oleh karena serabut otot aygn mengandung aktin dan
myosin yang seharusnya bersifat lentur pada lingkungan dengan atp yang cukup,
kehilangan atpnya, sehingga aktin dan myosin akan menggumpal dan otot menjad
kaku. Satt terjadi kematian somatic, proses enzimatik masih berlangsung sehingga
masih terjaid glicogenolsis yang menghasilkan fosfat. ATP yang mengalami degradasi
menjadi ADP akan di sintesis lagi menjadi ATP sealma 2 jam postmortal. Kaku mayat
akan tampak dalam 2-4 jam dan mencapai puncaknya pada 8-12 jam. Cadaveric spasm
terjaid ketika ATP menghilang dari otot yang sedang aktif bekerja bertepatan dengan
saat kematian. Hilang nya ATP yang bersamaan dengan saat mati terjadi pada orang
yang mengalami ketegangan jiwa yang parah. 11

Penurunan suhu mayat (algor mortis) terjadi ketika terhentinya sistim metabolism
dalam tubuh yang memproduksi panas. Pada 30-60 menit pertama, suhu mayat tidak
mengalami penurunan, baru setelah itu suhu turun sampai sama dengan suhu sekitar
dengan laju 1oC per jam. 11

9
Pembusukan terjad akibat adanya proses degradasi jaringan akibat autolysis dan kerja
bakteri. Autolysis terjad akibat adanya kerja digested oleh enzim pasca kematian sel
yang dapat dicegah dengan pembekuan. Beberapa saat setelah kematian, bakteri dalam
usus akan berkembang biak dan tahap awalnya akna tambpak sebagai bercak
kehijauan pada perut kanan bawah dan makin menjalar dan menimbulkan perubahan
pada kulit dalam 18 jam. Setlah itu, tubuh akan muncul vesikel dan bula pembusukan
berisi cairan bewarna hijau kehitaman dalam 48-72 jam postmortem. Setelah mati,
lalat akan hinggap pada mayat dan melepaskan telurnya kemudian menetas dan
tumbuh menjadi larva. Bersarnya larva dapat memberikan perkiraan saat kamtian. 11

Mimmifikasi terjadi akibat pengeringan tubuh oleh suhu sekitat yang tinggi dan
kelembapan yang rendah. Tubuh akan menyusut dengan kulit yang kering dan kaku
serta bewarna coklat kehitaman. 11

Adiposera terjadi akibat hidrolisis jaringan lemak lebih dominan dibandingkan


aktivitas bakteri dalam tubuh. Hal ini terjadi apabila mayat dikubur dalam tanah yang
mengandung cukup ion sehingga terjadi hidrogenisasi asam lemak bebas. 11
4.2. Afiksia Mekanik
Afiksia mekanik merupakan afiksia yang terjadi akibat adanya obstruksi pada saluran
nafas oleh berbagai kegiatan yang bersifat mekanik. Terdapat 4 fase dalam terjadinya
afiksia: fase dyspnea, fase konvulsi, fase apnea dan fase akhir. Fase dyspnea terjadi
selama empat menit. Pada fase ini adanya penurunan kadar oksigen dan tingginya
kadar karbon dioksida. Kadar CO2 yang tinggi akan merangsang medulla oblongata
sehingga terjadi perubahan pola pernapasan, nadi dan tekanan darah. Pernapasan akan
menjadi cepat, berat, dan sukar serta terjadinya peningkatan tekanan darah. Fase
konvulsi terjadi selama dua menit. Fase ini diawali dengan kejang klonik lalu diikuti
kejang tonik kemudian opistotonik. Kesadaran kana menghilang, pupil dilatasi, denyut
jantung lambat, dan tekanan darah turun. Fase apneu berlangsung selama satu menit.
Pada fase ini terjadi depresi pusat pernapasan (napas lemah), kesadaran menurun
hingga hilang dan relaksasi spingter. Fase akhir asfiksia ditandai oleh adanya paralisis

10
pusat pernapasan lengkap. Denyut jantung beberapa saat masih ada lalu napas terhenti
kemudian meninggal dunia. 11

Tanda kardianal (klasik) pada afiksia berupa Tardieu’s spot yang ditemukan pada
jaringan longgar seperti kelopak mata, bagian belakang telinga, konjuctiva dan sklera.
Tardieu’s spot juga dapat ditemukan pada permukaan jantung, paru, otak, maupun
mukosa faring/laring. Tanda lainnya berupa kongesti/oedem akibat bendungan
pembuluh darah, sianosis pada bibir dan ujung jari/kuku akibat peningkatan jumlah
Hb yang tereduksi, serta darah yang tetap mencair akibat adanya peningkatan
fibrinolisin pasca kematian. Pada beberapa kasus dapat ditemukan adanya busa halus
pada mulut atau hidung. 11

Afiksia mekanik terbagi dalam beberapa jenis, berupa pembekapan (smothering),


penyumbatan (gagging dan choking), pencekikan (throttling), penjeratan (strangulasi),
gantung (hanging), dan traumatic afiksia. Mekanisme terjadinya afiksia terbagi
menjadi 4 macam, penutupan saluran nafas bagian atas (pembekapan dan
penyumbatan), penekanan dinding saluran nafas (penjeratan, pencekikan, dan
gantung), penekanan dinding dada dari luar (afiksia traumatic), dan saluran nafas terisi
air (tenggelam). 11

Pada kasus pembekapan (smothering) luka kekerasan yang mungkin ditemukan


berupa luka lecet tekan akibat kuku pada hidung, pipi, dagu, atau bibir. Luka lain yang
dapat ditemukan seperti luka memar pada bibir bagian dalam, gusi, dan lidah akibat
penekanan. Pembekapan terbagi dalam beberapa macam, suicide smothering,
accidental smothering, dan homicide smothering. 11

Sumbatan jalan nafas oleh benda asing dapat dibedakan menjadi 2 jenis berdasarkan
pada lokasinya. Apabila lokasi penyumbatan berada di orofaring, maka disebut
gagging, namun apabila sumbatan berada pada laringofaring, maka disebut chocking.
Penyebab kematian pada beberapa kasus sumbaan jalan nafas disebabkan oleh vagal
reflek, walaupun sebagian besar penyebab kematian merupakan afiksia. Pada

11
pemeriksaan fisik Visum et Repertum dapat ditemukan adanya benda asing dalam
jalan nafas. 11

Pencekikan merupakan adanya penekanan pada dinding saluran nafas bagian atas
menggunakan tangan yang mengakibatkan udara tidak dapat lewat. Pada pemeriksaan
Visum et repertum dapat ditemukan luka lecet kecil berbentuk bulan sabit di lieher
akibat penekanan oleh kuku. Dapat juga ditemukan luka memar pada kulit, otot leher
bagian dalam, patah tulang lidah, dan patah tulang rawan gondok. Dapat juga
ditemukan adanya bendungan pada kepala dan muka. 11

Pada penjeratan akan ditemuka adanya jejas jerat, dimana jejas merupakan luka lecet
yang ditimbulkan akibat penekanan, dapat berupa datar, seluruh leher, diatas/bawah
tulang rawan gondok, simpul mati, ataupun hidup. Gamabaran jejas pada penjeratan
bervariasi, bila jeratan lunak dan lebar maka jejeas tidak ditemukan, bila jerat kasar
maka terdapat luka lecet tekan. Pada otot leher dapat ditemuka adanya resapan darah.
11

Pada mayat penggantungan (hanging), jejeas jerat akan mengarah kearah simpul dan
menghilang pada batas rambut, terletak di atas tulang rawan gondok, sam simpulnya
hidup. Lebam mayat dapat ditemuka pada ujung ekstrimitas dan ujung genitalia
externa. Berdasarakan posisisnya, gantung dapat terbagi menjai komplit dan
inklomplit. Gantung komplit ketika leher menerima berat tekanan badan secara penuh,
sedangkan inklomplit biasanya pada posisi duduk / berlutut, maupun berbaring /
telungkup. Sedangkan berdasarkan letak simpul, terbagi atas typical dan atypical.
Typical hanging apabila simpul berada dibelakang kepala, sedangkan atypical hanging
letak simpul berada disamping leher kiri, kanan, atapun depan. Pada kasus hukuman
gantung dengan simpul jurisdicial hanging, kematian disebabkan oleh fraktur cervical.
11

12
RS Belajar Visum
Jl. Problem Based Learning No. D2, Jakarta 14045
Telp. : 021-1111111, Fax. : 021-1111111

VR: 123/SK.II./VII/2018. A.n. Mr John Doe.

Saya yang bertanda tanga dibawah ini, Anthony Tjajaindra, mahasiswa kedokteran
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, menerangkan bahwa atas surat
permintaan tertulis dari Polsek Metro Duri Kepa Tanggal ----------; No.Pol. : -----------;
maka pada hari -------- tanggal -------, pukul ----- WIB. Telah melakukan pemeriksaan
bedah mayat atas seorang laki-laki yang berdasarkan surat pengambilan jenazah dari
Polsek Metro Duri Kepa tertanggal --------, No.Pol. : ---------; dengan keterangan sbb.:----

Nama : Mr. John Doe.-------------------------------------------------------------


Jenis Kelamin : Laki-laki.-------------------------------------------------------------------
Umur : 2 Tahun.---------------------------------------------------------------------
Kewarganegaraan : Indonesia.-------------------------------------------------------------------
Agama : Islam.------------------------------------------------------------------------
Pekerjaan : -------------------------------------------------------------------------------
Alamat : Duri Kepa.------------------------------------------------------------------
Mayat tidak diberi label.------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------HASIL PEMERIKSAAN-------------------------------

I. Didekat mayat didapatkan:----------------------------------------------------------------------


 Satu buah pisau berlumuran darah.----------------------------------------------------
 Gelas berisi cairan pembasmi serangga.----------------------------------------------
II. Pemeriksaan Luar--------------------------------------------------------------------------------
 Lebam mayat pada punggung, tidak hilang pada penekanan. ---------------------
 Kaku mayat pada seluruh tubuh. ------------------------------------------------------
 Kuku jari2 tangan dan kaki berwarna kebiruan. -------------------------------------

13
 Pada pergelangan tangan kiri, terdapat luka terbuka tepi rata, dasar jaringan
otot, dengan tidak ada pembuluh darah yang terpotong.----------------------------
 Pada seluruh permukaan bibir atas dan bawah terdapat memar berwarna biru
kehitaman.---------------------------------------------------------------------------------
III. Pemeriksaan Dalam
 Pada dinding paru dan jantung ditemukan banyak bintik perdarahan.------------
 Ditemukan pelebaran pembuluh darah pada organ-organ.--------------------------
 Pada perut, yaitu jaringan hati, limpa, kantung empedu, usus, ginjal, jandung
kencing, tidak ditemuka kelainan.------------------------------------------------------
IV. Kesimpulan
Pada pemeriksaan mayat laki-laki yang berusia dua tahun, didapatkan luka-luka
terbuka pada pergelangan tangan akibat kekerasan benda tajam; yang berdasarkan ciri
lukanya satu kekerasan benda tajam pada pergelangan tangan kiri sebelah dalam
disebabkan oleh senjata tajam.------------------------------------------------------------------
Pada pemeriksaan selanjutnya ditemukan memar pada seluruh permukaan bibir atas
dan bawah berwarna biru kehitaman akibat kekerasan tumpul.----------------------------
Bintik perdarahan pada dinding paru dan jantung serta ditemukannya pelebaran
pembuluh darah pada organ-organ sesuai dengan kondisi asfiksia hebat.----------------
Sebab matinya laki-laki ini akibat kekerasan tumpul pada mulut dan hidung;
Mekanisme kematian korban berupa asfiksia dan kemungkinan cara kematian tidak
wajar berupa pembunuhan. Kekerasan tajam pada daerah pergelangan tangan kiri
secara tersendiri dapat menyebabkan kematian. Saat kematian diperkirakan 8(delapan)
sampai 12(dua belas) jam sebelum dilakukan Visum et Repertum.------------------------
Demikianlah.----------------------------------------------------------------------------------

Jakarta, 16 Desember 2018


Dokter yang memeriksa,

Anthony Tjajaindra
NRP

14
Daftar Pustaka

1. Bossarte R, Simon T, Barker L. Characteristics of homicide followed by suicide incidents


in multiple states, 2003-04. Inj Prev 2006;12(Suppl II):ii 330–8.
2. Panczak R, Geissbu¨hler M, Zwahlen M, et al. Homicide-suicides compared to homicides
and suicides: systematic review and meta-analysis. Forensic Sci Int 2013;233(1–3):28–
36.
3. Dikutip pada tanggal 16 Desember 2018. Available from URL:
http://www.tribunnews.com/nasional/2018/11/22/catatan-mabes-polri-625-kasus-
pembunuhan-dari-awal-tahun-hingga-oktober-2018
4. Carretta C, Burgess A, Welner M. Gaps in crisis mental health: suicide and homicide-
suicide. Arch Psychiatr Nurs 2015;29(5):339–45.
5. Kalesan B, Mobily M, Vasan S, et al. The role of interpersonal conflict as a determinant
of firearm-related homicide-suicides at different ages. J Interpers Violence 2016. [Epub
ahead of print].
6. Dikutip pada tanggal 16 Desember 2018. Available from URL:
http://gamel.fk.ugm.ac.id/pluginfile.php/23878/mod_resource/content/0/Bab%201%20D
okumen%20Forensik%20dan%20Medikolegal.pdf
7. Diakses pada tanggal 16 Desember 2018. Available from URL:
https://www.minerba.esdm.go.id/library/sijh/KUHAP.pdf
8. Diakses pada tanggal 16 Desember 2018. Available from URL:
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact
=8&ved=2ahUKEwj5gY7N66XfAhUJso8KHQAlAN4QFjABegQIAhAC&url=http%3A
%2F%2Fjdih.pom.go.id%2Fshowpdf.php%3Fu%3DzdEaay8mDLDZTB06jnWlXCesNd
bd5ZiZYGSdIEFuS8s%253D&usg=AOvVaw38_gfCcslCjDjAFjiJM5LP
9. Diakses pada tanggal 16 Desember 2018. Available from URL:
http://radenfatah.ac.id/tampung/hukum/20170118121349kuhp.pdf
10. Diakses pada tanggal 16 Desember 2018. Available from URL:
https://pih.kemlu.go.id/files/UUNo23tahun2003PERLINDUNGANANAK.pdf
11. Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses
Penyidikan. Ed. Revisi. Jakarta: Sagung Seto. 2013. H. 53-112, 220-3.

15

Anda mungkin juga menyukai