Anda di halaman 1dari 20

Pemeriksaan Jenazah Perempuan pada Kasus Kematian Mendadak

Samuel Pangestu/102017024

A2

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Jl. Arjuna Utara No. 6. Duri Kepa. Kb. Jeruk. Kota Jakarta Barat, DKI Jakarta 11510

Samuel.2017fk024@civitas.ukrida.ac.id

Ilmu kedokteran forensik, atau yang dikenal juga dengan legal medicine, adalah salah tastu
cabang spesialistik dari ilmu kedokteran, yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk
penegakkan hukum serta keadilan. Salah satunya adalah pentingnya mengetahui segala aspek
yang diduga mempengaruhi kematian perlu diidentifikasi dan dilakukan otopsi lebih lanjut guna
untuk mendapatkan informasi yang bermakna. Secara umum cara kematian dibagi menjadi dua,
yakni wajar dan tidak wajar. Kematian wajar disebabkan penyakit atau usia tua (>80 tahun),
sedangkan kematian tidak wajar disebabkan oleh bebagai jenis kekerasan (pembunuhan, bunuh
diri, kecelakaan kerja ataupun lalu lintas),kematian akibat tindakan medis, tenggelam,
intoksikasi, dan kematian yang tidak jelas penyebabnya. The World Health Organization (WHO)
mendefinisikan dari kematian mendadak adalah kematian yang terjadi dalam waktu 24 jam
setelah onset dari gejala penyakit, tetapi dalam ilmu forensik kebanyakan kematian mendadak
dapat terjadi dalam hitungan menit atau  detik setelah onset gejala berlangsung. Salah satu
penyebab dari kematian mendadak adalah penyakit pada sistem kardiovaskluar.
Kata Kunci : Forensik, otopsi, Kematian Mendadak.
Abstract
Forensic medicine, also known as legal medicine, is one of the specialist branches of medicine,
which studies the use of medical science for law enforcement and justice. One of them is the
importance of knowing all aspects that are suspected of influencing death need to be identified
and further autopsy carried out in order to obtain meaningful information. In general, the
method of death is divided into two, namely natural and unnatural. Death is reasonable due to
illness or old age (> 80 years), while unnatural deaths are caused by various types of violence
(homicide, suicide, work or traffic accidents), deaths due to medical action, drowning,
intoxication, and deaths of unknown causes . The World Health Organization (WHO) defines
sudden death as death that occurs within 24 hours after the onset of symptoms of the disease, but
in forensic science most sudden deaths can occur within minutes or seconds after the onset of
symptoms takes place. One cause of sudden death is a disease of the cardiovascular system. 
Keywords: Forensics, Autopsy, Sudden Death.
Pendahuluan
Ilmu kedokteran forensik, atau yang dikenal juga dengan legal medicine, adalah salah
tastu cabang spesialistik dari ilmu kedokteran, yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran
untuk penegakkan hukum serta keadilan. Dalam menjalankan tugasnya sebagai dokter yang diita
untuk membantu dalam pemeriksaan kedoktern forensik oleh penyidik, dokter tersebut dituntut
oleh undang-undang untuk melakukannya sejujur-jujurnya serta menggunakan pengetahuan
sebaik-baiknya. Bantuan yang wajib diberikan oleh dokter apabila diminta oleh penyidik antara
lain adalah melakukan pemeriksaan kedokteran forensik terhadap seseorang, baik pada korban
hidup, korban mati maupun terhadap bagian tubuh atau benda yang diduga berasal dari manusia.
Pentingnya mengetahui segala aspek yang diduga mempengaruhi kematian perlu
diidentifikasi lebih lanjut guna untuk mendapatkan informasi yang bermakna. Berbagai temuan
yang dapat diidentifikasi seperti jenis luka yang terdapat pada korban, dan ciri – ciri lain yang
merupakan tanda tidak wajar, salah satunya dapat berguna untuk membantu memperkirakan
waktu kejadian.
Jika terdapat kecurigaan menemukan seorang mayat, seperti pada kasus 3, wajib dilaporkan
kepada pihak yang berwajib, dibutuhkan juga ahli forensik untuk mengetahui sebab dan
mekanisme kematian. Tujuan dibuatnya penulisan ini adalah agar pembaca dapat mengetahui
langkah apa saja yang dilakukan seorang dokter dalam menangani jenazah yang akan dilakukan
penyelidikan serta aspek medicolegal dan hukum yang terkait.

Prosedur Medicolegal

Prosedur medikolegal merupakan tatacara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai


aspek yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar
prosedur medikolegal mengacu kepada peraturan peundangundangan yang berlaku di Indonesia
dan pada beberapa bidang juga mengacuh kepada sumpah dokter dan etika kedokteran.1

Mengetahui batas tindakan yang diperbolehkan dilakukan oleh seorang dokter dalam
melakukan perawatan akan menjadi sangat penting bukan saja bagi dokter tetapi juga penting
bagi para penegak hukum lainnya. Tindakan dokter yang melampaui batas kewenangannya dapat
berakibat pula seorang dokter itu akan berurusan dengan aparat penegak hukum guna
mempertanggung jawabkan tindakan terlebih lagi bila tindakan tersebut berakibat merugikan
pasien ataupun masyarakat lainnya.1

Aspek Hukum

1. Kewajiban dokter membantu peradilan


Untuk melakukan pemeriksaan pada kasus pembunuhan maka penyidik harus mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli
lainnya.

Pasal 133 KUHAP menyebutkan:


(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan maupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya.2
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayatdan atau pemeriksaan bedah mayat.2
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.2

Pejabat yang berwenang meminta Visum et Repertum

Pasal 133 KUHAP mengatakan yang berwenang adalah penyidik, dan menurut pasal 6 (1)
kuhap, penyidik adalah
1. Pejabat polisi negara Republik Indonesia
2. Pejabat PNS tertentu yang diberikan wewenang
Tetapi, yang membutuhkan Visum et Repertum adalah kasus pidana umum, sehingga
penyidiknya adalah penyidik polisi dan penyidik pembantu. Jadi, penyidik PNS tidak
berwenang untuk meminta Visum et Repertum.2

PP NO 27 TAHUN 1983
Pasal  2 PP No 27 TAHUN 1983

(2) Penyidik adalah:


a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat
Pembantu Letnan Dua polisi (Ajun Inspektur Dua).2

Pasal 3 PP No 27 TAHUN 1983


(2) Penyidik pembantu adalah:
a. Pejabat Polisi Negara RI tertentu yg sekurangkurangnya berpangkat Sersan Dua polisi.2
b. Pejabat PNS tertentu yg sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (golongan II/a)
atau yang disamakan dengan itu.2

2. Permintaan sebagai saksi ahli


Pasal 179 KUHAP
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.2
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.2
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu
sebagaimana bunyi pasal 7 (1) butir h dan pasal 11 KUHP.Yang dimaksud dengan
penyidik disini adalah penyidik sesuai dengan dengan pasal 6 (1) butir a, yaitu
penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagipidana
umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia Oleh
karena visum et repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan
dengan kesehatan dan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak
berwenang meminta visum et repertum, karena mereka hanya mempunyai wewenang
sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing- masing (Pasal
7(2) KUHP).2

3. Alat bukti sah


Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya.2
Pasal 184 KUHAP
(1) Alat bukti yang sah adalah:2
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Pertunjuk
e. Keterangan terdakwa
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

4. Keterangan ahli secara lisan


Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.2

5. Keterangan ahli secara tertulis


Pasal 187 KUHAP
Surat sebagaimana tesebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau
dikuatkan dengan sumpah, adalah surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara
resmi dari padanya.2

Pasal 180 KUHAP


(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta
agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.2
(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum
terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim
memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.2
(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2).2
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh
instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang
mempunyai wewenang untuk itu.2

6. Sanksi bagi pelanggar kewajiban dokter


Pasal 216 KUHP
(1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling
banyak Sembilan ribu rupiah.2
(2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan
undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan
jabatan umum.2
(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya
dapat ditambah sepertiga.2

Pasal 222 KUHP


Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan
mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.2

Pasal 224 KUHP


Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau juru
bahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia
harus melakukannnya:2
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.
Pasal 522 KUHP 
Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa, tidak
datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus
rupiah.2

Thanatologi

Thanatologi berasal dari dua kata, yaitu “thanatos yang berarti mati dan “logos” yang
berarti ilmu. Thanatologi adalah ilmu yang mempelajari segala macam aspek yang berkaitan
dengan mati yang meliputi pengertian, cara-cara melakukan diagnosis, perubahan-perubahan
yang terjadi sesudah mati dan manfaatnya. Manusia menurut ilmu kedokteran memiliki dua
dimensi, yaitu sebagai individu dan sebagai kumpulan dari berbagai macam sel. Oleh sebab itu
kematian manusia juga dapat dilihat dari kedua dimensi, dengan catatan bahwa kematian sel
akibat ketiadaan oksigen baru akan terjadi setelah kematian manusia sebagai individu atau
kematian somatik.3

Mati mempunyai dua stadium yaitu: somatic death/ systemic death dan cellular death/
molecular death. Kedua stadium ini menggambarkan tahapan proses kematian seseorang. Dalam
stadium somatic death, fungsi pernafasan dan peredaran darah telah berhenti, sehingga terjadi
anoksia yang lengkap dan menyeluruh dalam jaringan-jaringan. Akibatnya proses aerobik dalam
sel-sel berhenti, sedangkan proses anaerobik masih berlangsung. Tanda- tanda kematian yang
dapat diperiksa dalam stadium somatic death adalah: hilangnya pergerakan dan sensibilitas,
berhentinya pernafasan, dan berhentinya denyut jantung dan peredaran darah.3

Dalam stadium cellular death baru timbul tanda-tanda kematian pasti, yaitu: menurunnya
suhu mayat (algor mortis), lebam mayat (livor mortis), kaku mayat (rigor mortis), perubahan
pada kulit dan mata, dan proses pembusukan dan modifikasinya seperti mummifikasi dan
adiposera.3

Lebam mayat atau livor mortis terjadinya karena adanya gaya gravitasi yang
menyebabkan darah mengumpul pada bagian-bagian tubuh terendah dan bebas dari tekanan
dimana sesuai posisi tubuh mayat. Awalnya darah mengumpul pada vena-vena besar dan
kemudian pada cabang- cabangnya sehingga mengakibatkan perubahan warna kulit menjadi
merah kebiruan. Timbulnya lebam mayat antara 1 sampai 2 jam setelah mati. Pada orang yang
menderita anemia atau perdarahan timbulnya lebam mayat menjadi lebih lama, sedangkan pada
orang yang mati akibat penyakit lama timbulnya lebam mayat lebih cepat. Lokalisasinya pada
bagian terendah dari tubuh mayat, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan. Pada posisi
terlentang lebam mayat dapat ditemukan pada tengkuk atau leher bagian belakang, punggung,
bokong dan bagian fleksor dari anggota gerak bawah. Lebam mayat menetap setelah 8-12 jam
pasca kematian.3

Kaku mayat atau rigor mortis terjadi akibat proses biokimiawi, yaitu pemecahan ATP
menjadi ADP. Selama masih ada P (phosphokreatinase) berenergi tinggi dari pemecahan
glikogen otot, maka ADP masih dapat diresintesis menjadi ATP kembali. Jika persediaan
glikogen otot habis, maka resintesis tidak terjadi sehingga terjadi penumpukan ADP yang akan
mengakibatkan otot menjadi kaku. Otot-otot tidak dapat berkontraksi meskipun dirangsang
secara mekanik maupun elektrik. Kaku mayat mulai timbul minimal 1 jam setelah meninggal dan
mulai menghilang 18 jam setelah meninggal.3

Pembusukan yang terjadi pada tubuh mayat disebabkan oleh proses autolisis dan aktivitas
mikroorganisme. Proses autolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan
oleh sel- sel yang sudah mati. Mula-mula yang terkena ialah nucleoprotein yang terdapat pada
kromatin dan sesudah itu sitoplasma. Dinding sel akan mengalami kehancuran dan akibatnya
jaringan akan menjadi lunak. Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme dan
oleh sebab itu pada mayat yang bebas hama, misalnya mayat bayi dalam kandungan, proses
autolisis tetap berlangsung.3

Autopsi

Autopsi berasal dari kata auto yaitu sendiri dan opsis yaitu melihat. Yang dimaksudkan
degan autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, meliputi pemeriksaan terhadap bagian
luar maupun bagian dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera,
melakukan inteprestasi atas penemuan-penemuan tesebut, menerangkan penyebabnya serta
mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang diteukan dengan penyebab
kematian. Secara umum otopsi dapat dilakukan dengan 2 alasan yakni untuk peningkatan ilmu
4

klinik dan tujuan mediko-legal. Autopsi untuk kepentingan klinik dilakukan oleh dokter dengan
izin dari keluarga atau kerabat dari pasien untuk dilakukan pemeriksaan pada jenazah, untuk
mengetahui penyebab kematian dari pasien tersebut. Sedangkan untuk tujuan mediko-legal
memilik tujuan yang lebih luas dari otopsi klinis dimana untuk mengidentifikasi tubuh,
memperkirakan waktu kematian, mengidentifikasi sifat dan jumlah luka, menginterpretasikan
penyebab dan efek dari cedera, mengidentifikasi adanya penyakit yang dialami, lalu di
interpetasikan efek dan makna penyakit tersebut sehingga menyebabkan kematian,
mengidentifikasi adanya racun di dalam tubuh jenazah, dan mengidentifikasi efek dari
pengobatan dan terapi pembedahan sebelumnya pada jenazah. 4

Identifikasi Forensik

Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun mati,
berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut. Identifikasi juga diartikan sebagai suatu
usaha untuk mengetahui identitas seseorang melalui sejumlah ciri yang ada pada orang tak
dikenal, sedemikian rupa sehingga dapat ditemukan bahwa orang itu apakah sama dengan orang
yang  hilang yang diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu. Identifikasi forensik
merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang ditujukan untuk kepentingan
forensik, yaitu kepentingan proses peradilan. 1 Penentuan identitas korban dilakukan dengan
memakai metode identifikasi sebagai berikut:4,5

Visual
Termasuk metode yang sederhana dan mudah dikerjakan yaitu dengan
memperlihatkan tubuh terutama wajah korban kepada pihak keluarga, metode ini akan
memberi hasil jika keadaan mayat tidak rusak berat dan tidak dalam keadaan busuk
lanjut.
Dokumen
KTP, SIM, kartu pelajar, dan tanda pengenal lainnya merupakan sarana yang
dapat dipakai untuk menetukan identitas. Dokumen yang ada di dalam saku seorang laki-
laki lebih bermakna bisa dibandingkan dengan dokumen yang berada dalam tas seorang
wanita, terutama pada kasus kecelakaan massal sehingga tas yang dipegang dapat
terlempat dan sampai ke dekat tubuh wanita lainnya. Hal mana tidak terjadi pada laki-laki
yang mempunyai kebiasaan menyimpan dokumen dalam sakunya.
Pakaian dan Perhiasan 
Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui
merek atau nama pembuat, ukuran, inisal nama pemilik, badge, yang semuanya dapat
membantu mengidentifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut. 
Identifikasi Medis
Merupakan metode identifikasi yang selalu dapat dipakai dan mempunyai nilai
tinggi dalam hal ketepatannya terutama jika korban memiliki status medis (medical
record, ante-mortem record), yang baik. Metode ini menggunakan data umum dan data
khusus. Data umum meliputi tinggi badan, perkiraan umur, berat badan, rambut, mata,
hidung, gigi, jenis kelamin, dan sejenisnya. Data khusus meliputi tatto, tahi lalat, jaringan
parut, cacat kongenital, bekas operasi, tumor dan sejenisnya. Metode ini mempunyai nilai
tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan berbagai
cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan sinar-X) sehingga ketepatan nya cukup
tinggi. Bahkan pada tengkorak/kerangka pun masih dapat dilakukan metode identifikasi
ini. Melalui identifikasi medik diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur
dan tingi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.

Gigi (odontologi)
Sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi ahli forensik, akan tetapi dalam prakteknya
hampir semuanya pemeriksaan dilakukan oleh dokter ahli ilmu kedokteran forensik
khususnya patologi Forensik. 1
Melihat sifat khusus dari gigi yaitu ketahanan serta tidak ada kesamaan bentuk
gigi pada setiap manusia, pemeriksaan ini mempunyai nilai tinggi seperti halnya sidik
jari, khususnya jika keadaan mayat telah busuk/ rusak dan terutama bila ada ante-mortem
record. Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang
dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi
dan rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah,bentuk, susunan, tambalan, protesa
gigi dan sebagainya. Seperti hal nya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki
susunan gigi yang khas. Dengan demikian dapat dilakukan indentifikasi dengan cara
membandingkan data temuan dengan data pembanding antemortem.
Sidik jari
Sidik jari atau finger prints dapat menentukan identitas secara pasti oleh karena
sifat kekhususannya yaitu pada setiap orang akan berbeda walaupun pada kasus saudara
kembar satu telur. Menggunakan metode membandingkan gambaran sidik jari jenazah
dengan data sidik jadi antemortem. Keterbatasannya hanyalah cepat rusak/ membusuknya
tubuh. Penggunaan sidik jari untuk memnetukan identitas seseorang tentunya baru dapat
bila orang tersebut sebelumnya sudah diambil sidik jarinya. Akan tetapi walaupun
datanya tidak ada pengambilan sidik jari pada korban tetap bermanfaat yaitu dengan
membandingkan sidik jari yang mungkin tertinggal pada alat-alat yang di rumah korban
(latent print). 
Serologi
Prinsipnya ialah dengan menentukan golongan darah, dimana pada umumnya
golongan darah seseorang dapat ditentukan dari pemeriksaan darah, air mani, dan cairan
tubuh lainnya. Pemeriksaan serologik betujuan untuk menentukan golongan darah
jenazah. Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan
dengan memeriksa rambut, kuku dan tulang. Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan
sidik DNA yang akurasinya sangat tinggi.

Metode Eksklusi 
Metode ini digunakan pada kecelakaan masal, yang melibatkan sejumlah orang
yang dapat diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut, dan
sebagainya. Bila sebagaian besar korban sudah dapat di identifikasi dengan metode lain,
untuk sisanya dapat digunakan metode dengan berdasarkan pada daftar peunumpang

Pemeriksaan Luar

Pada pemeriksaan tubuh mayat sebelah luar, untuk kepentingan forensik, pemeriksaan
harus dilakukan dengan cermat, meliputi segala sesuatu yang telihat, tercium maupun teraba,
baik terhadap benda yang menyertai mayat, pakaian, perhiasan, sepatu dan lain-lain juga
terhadap tubuh mayat itu sendiri. Agar pemeriksaan dapat terlaksana dengan secermat mungkin,
pemeriksaan harus mengikuti suatu sistematika yang telah ditentukan.5
Pemeriksaan luar ini meliputi pemeriksaan : label mayat, tutup dan bungkus mayat,
pakaian korban, perhiasan, benda di samping mayat, tanda kematian, identifikasi umum (jenis
kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan,
disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding perut), identifikasi khusus (tatoo, jaringan
parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh, kalau perlu di foto), pemeriksaan
rambut, pemeriksaan mata, pemeriksaan daun telinga dan hidung, pemeriksaan mulut dan rongga
mulut, pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan, kemudian perlu diperhatikan
kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis, edema, bekas pengobatan,
bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh, dan pemeriksaan ada tidaknya patah tulang,
serta jenis/sifatnya.5

Pada pemeriksaan tidak ada tanda kebusukan, terdapat kaku mayat seluruh tubuh, lebam
mayat tidak hilang saat di tekan, terdapat luka lecet pada bagian lengan bawah kiri, di telapak
tangan kiri terdapat luka terbuka tidak rata ukuran 4x3 cm, di dada kanan terdapat memar ukuran
3x2 cm.

Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara seperti insisi I, insisi Y dan insisi
melalui lekukan suprasternal menuju simphisis pubis. Insisi I dimulai di bawah tulang rawan
krikoid di garis tengah sampai prosesus xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat
sampai simfisis, dengan demikian tidak perlu melingkari pusat. Insisi Y pula merupakan salah
satu teknik khusus autopsi. Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan
hati-hati dan dicatat.2 Harus diperhatikan mengenai ukuran, bentuk, permukaan, konsistensi,
daya regang antar jaringan pada organ.
Pemeriksaan organ atau alat tubuh biasanya dimulai dari lidah, kerongkongan, batang
tenggorok, paru, jantung, ginjal, hati, limpa, lambung dan seterusnya sampai meliputi seluruh
alat tubuh. Otak biasanya diperiksa terakhir.6
Pada pemeriksaan dalam ditemukan pembuluh coroner jantung ditemukan penebalan
(atherosclerosis) sebesar 80%. Organ2 lain dalam batas normal, tidak ditemukan resapan darah
pada otot2 dada, kepala dan perut.

Kematian Mendadak

Secara umum cara kematian dibagi menjadi dua, yakni wajar dan tidak wajar. Kematian
wajar disebabkan penyakit atau usia tua (>80 tahun), sedangkan kematian tidak wajar disebabkan
oleh berbagai jenis kekerasan (pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan kerja ataupun lalu
lintas),kematian akibat tindakan medis, tenggelam, intoksikasi, dan kematian yang tidak jelas
penyebabnya.  Berdasarkan pedoman WHO penyebab kematian dibagi menjadi penyebab
langsung, penyebab antara, dan penyebab dasar yang saling berkaitan satu sama lain. Selain itu
terdapat kondisi lain yang tidak bertanggung jawab secara langsung terhadap kematian pasien/
korban atau sebagai penyulit. Penyebab langsung adalah mekanisme kematian yaitu gangguan
fisiologis dan biokimiawi yang ditimbulkan penyebab dasar kematian. Sedangkan penyebab
dasar merupakan penyebab kematian utama yang sarat muatan medikolegalnya sehingga
berhubungan langsung dengan cara kematian. Dengan demikian, penyebab dasar adalah
penyebab kematian yang perlu ditelaah secara seksama untuk memperkirakan cara kematian.6

The World Health Organization (WHO) mendefinisikan dari kematian mendadak adalah
kematian yang terjadi dalam waktu 24 jam setelah onset dari gejala penyakit, tetapi dalam ilmu
forensik kebanyakan kematian mendadak dapat terjadi dalam hitungan menit atau  detik setelah
onset gejala berlangsung. Salah satu penyebab dari kematian mendadak adalah penyakit pada
sistem kardiovaskluar. 

Penyakit Jantung Koroner

Penyempitan dari saluran arteri koroner yang disebabkan oleh artheroma dapat
menyebabkan iskemia yaitu kekurangan suplai oksigen pada otot jantung yang disuplai oleh
arteri tersebut. jika miokardium (otot jantung) mengalami iskemia , dapat menyebabkan
gangguan kelistrikan jantung yang tidak stabil, sehingga menjadi predisposisi terjadinya
gangguan irama jantung atau aritmia. Perjalanannya adalah karena akibat permintaan suplai
oksigen yang dibawa oleh darah melalui pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan otot
jantung yang dialiri oleh pembuluh darah tersebut tidak dapat oksigen sehingga menjadi iskemia.
Jika iskemia berat terjadi pada daerah node pacemaker maka akan terjadi gangguan kelistrikan
sehingga terjadi aritmia yang dapat menyebabkan terjadinya kematian mendadak.4,7 
Selain itu akibat dari plak artheroma dapat menyebabkan ruptur pembuluh darah dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan yang dapat dilihat sebagai resapan darah pada jantung di
saat di otopsi.4 Plak artheroma dapat menjadi tempat terbentuknya thrombus, dimana akan
semkin membuat saluran pembuluh darah menyempit. Thrombus pada arteri koroner dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi lain antara lain angina tidak stabil, infark miokard akut, dan
kematianjantung mendadak dan biasanya thrombus dapat di temukan pada otopsi sekitar 13%
dan 98%. (gambar 1)  

Gambar 1. Gambar makroskopik dan mikroskopik adanya thrombus pada pembuluh darah arteri
korner.4 

Selain itu akibat iskemia yang berat dapat menyebabkan kejadian lain berupa infark pada
miokardium, dimana pada tempat infark dapat menyebabkan kematian seluler pada jantung,
selain itu ada proses inflamasi dan terjadi nekrotik pada sediaan mikroskopik (gambar 2)

.4  

Gambar 2. Terdapat proses nekrosis dan terbentuknya jaringan fibroblas pada otot jantung.4

Cara Kematian, mekanisme dan penyebab kematian


Sebab kematian adalah penyakit atau luka cedera yang bertanggung jawab atas terjadinya
kematian. Pada kasus ini penyebab kematiannya adalah atherosclerosis dimana terjadinya
penyumbatan pada pembuluh darah jantung.
Mekanisme kematian adalah gangguan fisiologis dana tau biokimiawi yang ditimbulkan
oleh penyebab kematian sedemikian rupa sehingga seseorang tidak dapat terus hidup. Pada kasus
ini mekanisme kematiannya akibat adanya sumbatan pada pembuluh darah di jantung
menyebabkan terjadinya gangguan fungsi jantung menyebabkan terjadinya gangguan irama
jantung yang menyebabkan terjadinya kematian.
Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab kematian. Pada
kasus ini cara kematian korban adalah kematian mendadak yang dapat diartikan sebagai
kematian yang datangnya tidak terduga dan tidak diharapkan, dengan batasan waktu kurang dari
48 jam sejak timbul dari gejala pertama.

Visum et Repertum
Dalam tugas sehari-hari, selain melakukan pemeriksaan diagnostik, memberikan
pengobatan dan perawatan kepada pasien, dokter juga mempunyai tugas melakukan pemeriksaan
medik untuk tujuan membantu penegakan hukum, baik untuk korban hidup maupun korban
mati.1
Pemeriksaan medik untuk tujuan membantu penegakan hukum antara lain adalah
pembuatan visum et repertum terhadap seseorang yang dikirim oleh polisi (penyidik) karena
diduga sebagai korban suatu tindak pidana, baik dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan kerja, penganiayaan, pembunuhan, perkosaan, maupun korban meninggal yang pada
pemeriksaan pertama polisi terdapat kecurigaan akan kemungkinan adanya tindak pidana.7
Permintaan Keterangan Ahli oleh penyidik harus dilakukan secara bertulis. Jenazah harus
diperlakukan dengan baik, diberi label identitas dan penyidik wajib memberitahukan dan
menjelaskan kepada keluarga korban mengenai pemeriksaan yang akan dilaksanakan. Surat
permintaan keterangan ahli ditujukan kepada instansi kesehatan atau instansi khusus untuk itu,
bukan kepada individu dokter yang bekerja di dalam instansi tersebut.7,8
Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter, berisi temuan dan
pendapat berdasarkan keilmuannya tentang hasil pemeriksaan medis terhadap manusia atau
bagian dari tubuh manusia, baik hidup maupun mati, atas permintaan tertulis (resmi) dan
penyidik yang berwenang (atau hakim untuk visum et repertum psikiatrik) yang dibuat atas
sumpah atau dikuatkan dengan sumpah untuk kepentingan peradilan.2
Visum et Repertum selaku keterangan dalam bentuk formil menyangkut hal-hal yang
dilihat dan ditemukan oleh dokter pada benda-benda atau temuan yang diperiksanya
sesungguhnya adalah pengganti barang bukti dalam hal pembuktian terhadap orang yang
menjadi obyek penganiayaan, pembunuhan atau kejahatan lainnya yang merupakan peristiwa
pidana.7,8
Visum et repertum adalah alat bukti yang sah berupa surat (pasal 184, pasal 187 butir c
KUHAP). Dikenal beberapa jenis dan bentuk visum et repertum, yaitu:7
a. Visum et repertum perlukaan (termasuk keracunan)
b. Visum et repertum kejahatan susila
c. Visum et repertum jenazah
d. Visum et repertum psikiatrik
Jenis a, b dan c adalah visum et repertum mengenai tubuh/raga manusia yang dalam hal
ini berstatus sebagai korban tindak pidana, sedangkan jenis d adalah mengenai jiwa/mental
tersangka atau terdakwa tindak pidana.7
Ketentuan umum pembuatan visum et repertum adalah:
1. Diketik diatas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.
2. Bernomor, bertanggal dan di bagian kiri atasnya dicantumkan kata “Pro Justitia”
3. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tanpa singkatan dan tidak
menggunakan istilah asing.
4. Ditandatangani dan diberi nama jelas pembuatnya serta dibubuhi stempel instansi
tersebut.
Pada umumnya visum et repertum dibuat mengikuti struktur sebagai berikut:
1. Pro Justitia
Kata Pro Justitia diletakan di bagian atas. Kata ini menjelaskan bahwa visum et repertum
khusus dibuat untuk tujuan peradilan. Visum et repertum tidak membutuhkan materai
untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan siding pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum.2,7
2. Bagian Pendahuluan
Kata “Pendahuluan” sendiri tidak ditulis di dalam visum et repertum. Bagian ini berisi
uraian tentang identitas dokter pemeriksa, instansi pemeriksa, tempat dan waktu
dilakukannya pemeriksaan, instansi peminta visum et repertum, nomor dan tanggal surat
permintaan, serta identitas yang diperiksa sesuai dengan yang tercantum di dalam surat
permintaan visum et repertum tersebut.
Di bagian ini dicantumkan ada tidaknya label identifikasi dari pihak penyidik, bentuk dan
bahan label serta isi label identifikasi yang dilekatkan pada “benda bukti”, biasanya pada
ibu jari kaki kanan mayat. 2,7
3. Bagian Pemberitaan atau Hasil Pemeriksaan
Bagian ini memuat semua hasil pemeriksaan terhadap “barang bukti” yang dituliskan
secara sistematik, jelas dan dapat dimengerti oleh orang yang tidak berlatar belakang
pendidikan kedokteran. Pada pemeriksaan jenazah, bagian ini terbagi atas 3 bagian,
yaitu:7
a. Pemeriksaan luar
b. Pemeriksaan dalam (bedah jenazah)
c. Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan pendukung lainnya
4. Bagian Kesimpulan
Dalam bagian ini dituliskan kesimpulam pemeriksa atas seluruh hasil pemeriksaan
dengan berdasarkan keilmuannya atau keahliannya. Pada pemeriksaan jenazah, bagian ini
berisikan setidaknya jenis perlukaan atau cedera, kelainan yang ditemukan, serta sebab
kematiannya. Apabila memungkinkan, tuliskan juga saat kematian dan petunjuk penting
tentang kekerasan ataupun pelakunya.7
5. Bagian Penutup
Bagian ini tanpa judul dan berisikan kalimat baku “Demikianlah visum et repertum ini
saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat
sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.”7
Visum et repertum dibuat sesegera mungkin dan diberikan kepada (instansi) penyidik
pemintanya, dengan memperhatikan ketentuan tentang rahasia jabatan bagi dokter serta
ketentuan kearsipan.7

Kesimpulan
Pada kasus ini perempuan 60 ditemukan meninggal dengan tanda kematian pasti. Pada
kasus ini terjadi kematian mendadak sehingga perlu dilakukan otopsi lebih lanjut untuk
menentukan sebab kematian dari korban tersebut. Dari hasil otopsi didapatkan adanya
penyumbatan pada arteri koroner yang menjadi dasar sebab kematian pasien tersebut.  

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

No. ..../TU.RS........../XV/20....

Lampiran : Satu sampul Tersegel

Perihal : Hasil Pemeriksaan Pembedahan atas Jenazah Mrs. X

PRO JUSTICIA

Visum Et Repertum

Yang bertandatangan di bawah ini, dr……., dokter pada Rumah Sakit UKRIDA, atas permintaan
dari Kepolisian Sektor Kebon Jeruk dengan suratnya nomor ......... Sek......., tertanggal .............,
maka dengan ini menerangkan bahwa pada tangal ………., pukul ..................... Waktu Indonesia
bagian ........., bertempat di RS .........., telah melakukan pemeriksaan korban dengan nomor
registrasi ......... yang menurut surat tersebut adalah :

Nama : ------------------------------------------------------------------------------------------------

Umur : 60
tahun------------------------------------------------------------------------------------------------

Jenis kelamin : perempuan------------------------------------------------------------------------------------

Bangsa : -----------------------------------------------------------------------------------------------

Agama : -----------------------------------------------------------------------------------------------

Pekerjaan : -----------------------------------------------------------------------------------------------

Alamat : ------------------------------------------------------------------------------------------------
HASIL PEMERIKSAAN--------------------------------------------------------------------------------------

1. Ditemukan luka lecet pada lengan bawah kanan dan kiri ---------------------------------
2. Pada telapak tangan kiri ditemukan luka terbuka tepi tidak rata berukuran 4x3
cm-----------------------------
3. Pada dada kanan ditemukan memar ukuran 3x2 cm--------------------------------------
4. Pada Apex dan otot jantung ditemukan resapan darah------------------------------------
5. Pada pembuluh coroner jantung ditemukan penebalan (atherosclerosis) sebesar
80%-----------------------------------------------------------------------------------------------

KESIMPULAN 

Pada jenazah perempuan ditemukan adanya luka lecet pada lengan bawah kanan dan kiri. Di
perkirakan disebabkan oleh akibat jatuh dan menggesek lantai. Pada telapak tangan kiri
ditemukan adanya luka terbuka tepi tidak rata ukuran 4x3 cm, kemungkinan disebabkan trauma
tumpul akibat terjatuh. Pada dada kanan didapatkan memar dengan ukuran 3x2 cm yang
kemungkinan disebabkan oleh karena terjatuh. Sebab mati korban adalah sumbatan pada
pembuluh darah jantung, mekanisme kematianya adalah gangguan irama jantung, sedangkan
cara kematian korban adalah kematian mendadak(sudden death)
--------------------------------------------------------------------------------------------------

...............................................................................................................

Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan


keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP)---------------------------------------------------------------------------------------

Dokter Pemeriksa,

dr………..
Daftar Pustaka

1. Kambey G, Tomuka D, Mallo JF. Aspek medicolegal tatalaksana kematian di kota


manado. eBM. 2013 Maret;1(1):112-13.

2. Safitry O. Kompilasi peraturan perundang - undangan terkait praktik kedokteran. Jakarta:


Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI; 2014.h.14-27.
3. Nitiprodjo AH, Maulana AM. Persepsi tenaga medis dan paramedic terhadap Pasien
meninggal di rs pku muammadyah gombong. Her med jur;2018 Okt.1(2).
4. James JP, Jones R, Karch SB, Manlove J. Simpson’s forensic medicine. 13 th Ed. London:
Hodder & Stoughton; 2011.p.31, 54-6.
5. Staf Pengajar Bagian Forensik FKUI. Teknik autopsi forensik. Jakarta: Penerbit Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000.h.12-44.
6. Henky, Yulianti K, Alit IDB, Rustyadi D. Ilmu kedokteran forensik dan medikolegal.
Denpasar: Udayana Univesity Press; 2017. h. 4-5.
7. Safitry O. Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta: FKUI; 2013.h.2-17
8. Barama M. Kedudukan visum et repertum dalam hukum pembuktian. Departemen
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Universitas Sam Ratulangi Fakultas Hukum.
Manado: Universitas Sam Ratulangi; 2011.h.7-16.

Anda mungkin juga menyukai