Anda di halaman 1dari 12

Penanganan Kegawatdaruratan Pada Pasien Henti Jantung

Samuel Pangestu/102017024

A2

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Jl. Arjuna Utara No. 6. Duri Kepa. Kb. Jeruk. Kota Jakarta Barat, DKI Jakarta 11510

Samuel.2017fk024@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Angka kejadian henti jantung di rumah sakit sangat bervariasi di dunia, berkisar antara 0,5
hingga 2%. Studi yang dilakukan di Australia dan New Zealand menunjukkan angka kejadian
henti jantung di rumah sakit berkisar 2–6 kasus per 1.000 kasus. Banyak hal yang dapat menjadi
penyebab henti jantung, salah satu penyebabnnya adalah fibrilasi ventrikel akibat infark miokard
akut. Fibrilasi ventrikel ialah irama ventrikel yang berdenyut sangat tidak teratur. Instrumen yang
dikembangkan untuk dapat menentukan pasien yang perlu dipantau secara lebih intensif serta
menentukan tindakan resusitasi yang perlu dilakukan adalah early warning score (EWS). Tujuan
dari dilakukan ABCDE adalah memberikan pertolongan pertama yang menyelamatkan jiwa,
memecahkan masalah klinis yang kompleks menjadi masalah yang lebih mudah diselesaikan,
dan untuk menambah waktu untuk menegakkan diagnosis dan perawatan terakhir.
Elektrokardiogram tetap menjadi alat diagnostik terpenting pada evaluasi nyeri dada akut dan
menuntun penanganan awal pasien cardiac arrest.

Kata Kunci: EKG, EWS, Fibrilasi Ventrikel

Abstract

The hospital's cardiac arrest incidence varies widely in the world, ranging from 0.5 to 2%.
Studies conducted in Australia and New Zealand show the number of cardiac arrest events in
hospitals ranging from 2 – 6 cases per 1,000 cases. Many things can be a cause of cardiac
arrest, one of them is ventricular fibrillation due to acute myocardial infarction. Ventricular
fibrillation is a very irregular pulsed ventricular rhythm. Instruments developed to be able to
determine which patients need to be monitored more intensively and to determine the
resuscitation action that needs to be done is an early warning score (EWS). The purpose of
ABCDE is to provide first aid that saves souls, solving complex clinical problems into problems
that are more easily resolved, and to increase the time to enforce the diagnosis and treatment of
the last. Electrocardiogram remains the most important diagnostic tool in the evaluation of
acute chest pain and leads to the initial treatment of cardiac arrest patients.

Keywords: ECG, EWS, ventricular fibrillation


Pendahuluan

Kejadian henti jantung merupakan kondisi akhir terburuk dari semua penyakit yang dapat
terjadi di luar rumah sakit (out-of- hospital cardiac arrest/OHCA) maupun di dalam ruang
perawatan rumah sakit (in- hospital cardiac arrest/IHCA). Angka kejadian henti jantung di rumah
sakit sangat bervariasi di dunia, berkisar antara 0,5 hingga 2%. Studi yang dilakukan di Australia
dan New Zealand menunjukkan angka kejadian henti jantung di rumah sakit berkisar 2–6 kasus
per 1.000 kasus. Banyak hal yang dapat menjadi penyebab henti jantung, salah satu
penyebabnnya adalah fibrilasi ventrikel akibat infark miokard akut. Fibrilasi ventrikel ialah
irama ventrikel yang berdenyut sangat tidak teratur. Hal ini menyebabkan ventrikel tidak dapat
berkontraksi dengan cukup sehingga curah jantung menurun,bahkan sama sekali tidak
ada,sehingga tekanan darah dan nadi tidak bisa diukur. Ventrikel fibrilasi merupakan kejadian
preterminal. Fibrilasi ini adalah aritmia yang paling sering ditemukan pada orang dewasa yang
mengalami kematian mendadak. Pada fibrilasi ventrikel polanya sangat irregular dan dapat
dibedakan dengan disritmia tipe lainnya.1

Penanganan Emergensi Umum

Pendekatan pasien dengan pemeriksaan primer kegawatdaruratan airway, breathing,


circulation, disability and exposure sangat penting dan selalu dilakukan pada semua kasus
emergensi. Pendekatan ini dipakai oleh tenaga medis untuk menilai masalah klinis yang paling
membahayakan jiwa pasien, sehingga bisa diberikan penanganan yang sesuai.

Tujuan dari dilakukan ABCDE adalah memberikan pertolongan pertama yang


menyelamatkan jiwa, memecahkan masalah klinis yang kompleks menjadi masalah yang lebih
mudah diselesaikan, dan untuk menambah waktu untuk menegakkan diagnosis dan perawatan
terakhir.2-4
Gambar 1. Penanganan Emergensi Umum

Algoritma untuk fibrilasi ventrikel dari American Heart Association5

1. Aktifkan emergency response system (kode biru)


2. Mulai lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan berikan oksigen apabila tersedia
3. Pastikan pasien benar-benar mengalami fibrilasi ventrikel sesegera mungkin (bisa dengan
menggunakan Automated external defibrillator)
4. Lakukan defibrilasi sekali
a. Dewasa: 200 J untuk gelombang bifasik dan 360 J untuk gelombang monofasik
b. Anak: 2 J/kgBB
5. Lanjutkan lagi RJP segera tanpa memeriksa nadi, lakukan selama 5 siklus
a. Satu siklus RJP adalah 30 kompresi dan 2 pernapasan
b. Lima siklus RJP setidaknya hanya memakan waktu 2 menit (dengan kompresi
100 kali per menit)
c. Jangan memeriksa ritme/nadi dulu sebelum 5 siklus RJP terselesaikan
6. Saat melakukan RJP, minimalisasi interupsi saat melakukan hal-hal di bawah ini:
a. Mencari akses intravena
b. Melakukan intubasi endotrakeal
c. Setelah diintubasi, lanjutkan RJP dengan 100 kompresi per menit tanpa henti serta
lakukan respirasi buatan sebanyak 8-10 kali napas per menit.
7. Periksa ritme setelah 2 menit RJP
8. Ulangi lagi defibrilasi satu kali apabila masih terdapat ventrikel fibrilasi atau belum
dirasakan denyut nadi. Gunakan tegangan yang sama seperti pada defibrilasi pertama
pada dewasa. Sedangkan pada anak gunakan tegangan sebesar 4 J/kgBB.
9. Segera lanjutkan kembali dengan RJP selama 2 menit, setelah defibrilasi
10. Terus ulangi siklus berikut ini:
a. Pemeriksaan ritme
b. Defibrilasi
c. RJP 2 menit
11. Vasopressor
a. Beri vasopressor saat RJP sebelum atau sesudah syok, setelah akses intravena atau
intraosseous didapatkan,
b. Berikan epinefrin 1 mg setiap 3-5 menit
c. Pertimbangkan juga pemberian vasopressin 40 unit sebagai pengganti dosis
epinefrin pertama atau kedua.
12. Antidisritmia
a. Berikan obat antidisritmia saat RJP, sebelum atau sesudah syok
b. Berikan amiodarone 300 mg IV/IO satu kali, lalu pertimbangkan lagi pemberian
tambahan 150 mg satu kali
c. Sebagai pengganti atau tambahan untuk amiodarone, dapat diberikan lidokain 1-
1.5 mg/kgBB dosis pertama, dan dosis tambahan 0.5 mg/kgBB. Dosis maksimum
yang dapat diberikan adalah 3 mg/kgBB
13. Lidokain dan epinefrin dapat diberikan lewat endotrakeal tube apabila akses IV/IO gagal.
Gunakan dosis 2.5 kali dari dosis IV.
Early Warning Score

Early Warning Score (EWS) adalah sebuah pendekatan sistematis yang menggunakan skoring
untuk mengidentifikasi perubahan kondisi seseorang sekaligus menentukan langkah selanjutnya
yang harus dikerjakan. Penilaian ini dilakukan pada orang dewasa (berusia lebih dari 16 tahun),
tidak untuk anak-anak dan ibu hamil.

Gambar 2. Early Warning Score

Anamnesis

Anamnesis adalah pengumpulan data status pasien yang didapat dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keadaan pasien. Tujuan dari anamnesis
antara lain: mendapatkan keterangan sebanyak mungkin mengenai penyakit pasien,
membantu menegakkan diagnosa sementara dan diagnosa banding, serta membantu
menentukan penatalaksanaan selanjutnya. Pasien yang berada dalam keadaan tidak sadar
dilakukan autoanamnesis tidak memungkinkan. Pada keadaan ini dapat dilakukan allo-
anamnesis pada kerabat terdekat yang berada dengan pasien. Hal yang dapat ditanyakan pada
anamnesis adalah:
 Usia pasien
 Riwayat penyakit sekarang seperti sudah berapa lama pasien tidak sadar, adakah gejala
yang dirasakan maupun tampak dari pasien sebelum mengalami shock, riwayat trauma
juga perlu dipikirkan karena ada kemungkinan terjadi perdarahan gastrointestinal yang
menyebabkan shock hipovolemik.
 Riwayat penyakit sebelumnya seperti adanya hipertensi, diabetes mellitus, gangguan
jantung (penyakit jantung koroner, gagal jantung akut dan kronik, pericarditis), serta
adanya riwayat demam dan infeksi (pada shock sepsis).
 Riwayat terapi termasuk obat yang pernah maupun masih dikonsumsi pasien.
 Kebiasaan pasien, termasuk merokok dan minum alkohol.5

Berdasarkan skenario, Allo-anamnesis yang didapat yaitu seorang perempuan 70 tahun dibawa
ke IGD RS tidak sadarkan diri sejak 30 menit yang lalu. 12 jam sebelum masuk RS pasien
mengeluh nyeri dada dan sesak nafas serta menolak dibawa ke RS. Pasien mengkonsumsi obat
yang ditarus dibawah lidah tetapi tidak ada perbaikan. Pasien juga memiliki riwayat hipertensi 15
tahun yang lalu dan 2 tahun yang lalu mengalami serangan jantung.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik lengkap harus dilakukan dengan perhatian khusus pada denyut nadi, tanda-
tanda vital (tekan darah, denyut nadi, frekuensi napas, suhu) termasuk pengukuran postural,
adanya murmur jantung, dan setiap tanda neurologis.

Pada awalnya dilakukan inspeksi pada lokasi umum. Dalam arti kata dilihat seluruh tubuh pasien
dan dinilai. Pada inspeksi dilihat seluruh struktur abdomen, jantung, dan paru. Setelah itu
dilakukan palpasi. Pada kasus ini palpasi dilakukan seiringan dengan kondisi pasien yaitu pasien
datang dengan gangguan jantung. Setelah itu dilakukan perkusi dan auskultasi sesuai dengan
keadaan dan keluhan pasien.

Pemeriksaan Penunjang

 EKG: Menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.


Menyatakantipe/sumber gangguan irama jantung dan efek ketidakseimbangan elektrolit
dan obat jantung.
 Monitor Holter: Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana
gangguan irama jantung timbul. Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu
jantung/efek obat antidisritmia.
 Rontgen dada: Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan
disfungsi ventrikel atau katup.
 Elektrolit: Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat
menyebabkan gangguan irama jantung.7,8

Diagnosis Kerja

Fibrilasi Ventrikel ec Infark Miokard Akut

Ventricular fibrillation (VF) adalah aritmia jantung yang mengancam jiwa di mana kontraksi
terkoordinasi dari miokardium ventrikel digantikan oleh frekuensi tinggi, eksitasi yang tidak
teratur, yang mengakibatkan kegagalan jantung untuk memompa darah. VF adalah aritmia yang
paling sering diidentifikasi pada pasien henti jantung. Penyebab utama VF adalah infark
miokard akut, blok AV total dengan respons ventrikel sangat lambat, gangguan elektrolit
(hipokalemia dan hiperkalimia), asidosis berat, dan hipoksia. Pada skenario ini yang sesuai
dengan manifestasi klinis maupun gelombang EKGnya adalah fibrilasi ventrikel yang
disebabkan oleh infark miokard akut yang sesuai dengan hasil riwayat penyakit yang diderita
pasien.

VF akan menyebabkan tidak adanya curah jantung sehingga pasien dapat pingsan dan
mengalami henti napas dalam hitungan detik. VF kasar (coarse VF) menunjukan aritmia ini baru
terjadi dan lebih besar peluangnya untuk diterminasi dengan defibrilasi. Sedangkan VF halus
(fine VF) sulit dibedakan dengan asistol dan biasanya sulit diterminasi. Penanganan VF harus
cepat dengan protokol resusitasi kardiopulmonal yang baku meliputi pemberian unsynchronized
DC shock mulai 200 J sampai 360 J dan obat-obatan seperti adrenalin, amiodaron, dan
magnesium sulfat.9,10

Epidemiologi
Fibrilasi ventrikel (VF) merupakan penyebab henti jantung yang paling sering dan biasanya
disebabkan oleh iskemik akut atau infark miokard selama fase akut sekitar 2-8% kasus. Beberapa
studi telah menunjukkan bahwa pasien yang dengan VF selama fase akut infark miokard
memiliki risiko kematian mendadak yang lebih tinggi dalam jangka waktu yang singkat. 12
Kematian mendadak terjadi 300.000 per tahun di Amerika Serikat, dimana 75-80% disebabkan
oleh VF. Insiden VF pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita dengan rasio 3:1, yang terjadi
pada usia 45-75 tahun.11

Etiologi
Fibrilasi ventrikel dapat terjadi pada kondisi, yaitu iskemia dan infark miokard, manipulasi
kateter pada ventrikel, gangguan karena kontak dengan listrik, pemanjangan interval QT, atau
sebagai irama akhir pada pasien dengan kegagalan sirkulasi, atau pada kejadian takikardi
ventrikel yang memburuk. Penyebab yang paling umum dari fibrilasi ventrikel adalah heart
attack, akan tetapi fibrilasi ventrikel dapat terjadi ketika jantung tidak memperoleh oksigen yang
cukup, atau orang tersebut memiliki penyakit jantung yang lain. Fibrilasi ventrikel dapat
disebabkan antara lain gangguan jantung struktural (iskemik atau infark miokard akibat penyakit
jantung koroner, dan kardiomiopati), gangguan jantung nonstruktural (mekanik (commotio
cordis), luka atau sengatan listrik, pre-eksitasi (termasuk Wolf-Parkinson-White syndrome),
heart block, QT syndrome, brugada syndrome), noncardiac respiratory (bronchospasm, aspirasi,
hipertensi pulmonal primer, emboli pulmonal, tension pneumotoraks, metabolik atau toksik),
gangguan elektrolit dan asidosis (obat-obatan, keracunan, sepsis), dan neurologik (kejang,
perdarahan intrakranial atau stroke iskemik, dan tenggelam). 8,9
Gejala Klinis

Gejala utama ventrikel fibrilasi adalah penurunan kesadaran. Selain itu, penderita juga akan
terlihat megap-megap atau berhenti bernapas. Namun sebelum terjadi penurunan kesadaran dan
megap-megap, ventrikel fibrilasi dapat menimbulkan gejala berupa; mual, pusing, nyeri dada,
jantung berdebar.12

Patofisiologi

Aktivitas listrik pada fibrilasi ventrikel ditandai oleh depolarisasi sel yang tidak beraturan
melalui otot jantung ventrikel. Berkurangnya depolarisasi yang terkoordinasi mencegah
terjadinya kontraksi yang efektif dari otot jantung dan pengeluaran darah dari jantung. Pada
pemeriksaan EKG tidak ditemukan kompleks QRS walaupun jarak amplitudo yang melebar pada
aktivitas listrik ditemukan, dari gelombang sinus di ventrikel menyebabkan terjadinya fibrilasi
ventrikel yang mungin sulit dibedakan dengan asistol. Aritmia ini dipertahankan oleh adanya
jalur masuk yang berulang-ulang karena bagian dari otot jantung mengalami depolarisasi secara
konstan. Fibrilasi ventrikel dimulai ketika daerah pada miokard memiliki bagian refraksi dan
bagian konduksi pada jalur masuk. Adanya kombinasi ini menghasilkan irama sendiri. Fibrilasi
ventrikel terjadi pada situasi klinis yang bervariasi, namun lebih sering dihubungkan dengan
penyakit jantung koroner (PJK) dan sebagai kondisi terminal. Firilasi ventrikel dapat disebabkan
oleh infark miokard akut atau iskemik, atau dapat pula disebabkan oleh skar infark yang kronik.
Akumulasi kalsium intraseluler, aktivitas radikal bebas, gangguan metabolik, dan modulasi
autonom memiliki pengaruh yang besar pada perkembangan fibrilasi ventrikel pada iskemik.13
Prognosis

Peluang untuk bertahan hidup dari indeks fibrilasi ventrikel indeks (VF) tergantung pada
resusitasi kardiopulmoner pengamat (CPR), ketersediaan cepat atau kedatangan personel dan
aparatur untuk defibrilasi dan dukungan kehidupan lanjut, dan transportasi ke rumah sakit.
Meskipun pasien dengan henti jantung nontraumatic lebih mungkin untuk berhasil diresusitasi
pada VF daripada aritmia lainnya, keberhasilan sangat tergantung waktu. Probabilitas
keberhasilan umumnya menurun pada tingkat 2% -10% per menit.11

Kesimpulan

Fibrilasi ventrikel (VF) adalah suatu aritmia jantung dimana ventrikel mengalami depolarisasi
secara kacau dan cepat, sehingga ventrikel tidak berkontraksi sebagai satu kesatuan, tetapi
bergetar secara inefektif tanpa menhasilkan curah jantung, yang ditandai dengan kompleks QRS,
gelombang P, dan segmen ST yang tidak beraturan dan sulit dikenali (disorganized). Penanganan
VF harus cepat dengan protokol resusitasi kardiopulmonal yang baku.
Daftar Pustaka

1. Morrison LJ, Neumar RW, Zimmerman JL, Link MS, Newby LK, McMullan PWJ, dkk.
Strategies for improving survival after in-hospital cardiac arrest in the United States:
2013 consensus recommendations: a consensus statement from the American Heart
Association. Circulation. 2014 Apr;127(14):1538–63.
2. Groarke JD, Gallagher J, Stack J et al. Use of an admission early warning score to predict
patient morbidity and mortality and treatment success. Emerg Med J 2012;25:803–6.
3. 1. Thim T, Krarup NH, Grove EL, Lofgren B. ABCDE – a systematic approach to
critically ill patients. Ugeskr Laeger. 2013;172(47):3264–3266.
4. 6. Nolan JP, Soar J, Zideman DA, et al. European Resuscitation Council Guidelines for
Resuscitation 2010. Section 1. Executive summary. Resuscitation. 2014;81(10):1219–
1276.
5. Bresler MJ, Sternbach GL. Kedaruratan jantung. Kedokteran darurat manual. Edisi 6.
Jakarta: EGC; 2014. Hal. 153-7.
6. Bickley L.S. Anamnesis. Bates’ Guide to physical examination and history taking.
International edition. 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer
Health; 2009.
7. Mahode AA, Dany F, et al. Vademecum:Kedokteran Emergensi. EGC.2016;29-39.
8. Goyal S. Ventricular Fibrillation. Emedicine.medscape.com. 2018. Diunduh 7 november
2020.
9. Loscalzo J. Harrison karrdiologi dan pembuluh darah..2 nd ed. Buku Kedokteran
EGC.Jakarta;2015
10. Setiati S, Alwi I, Sudaro A. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 6. Internal
Publishing.Jakarta;2014
11. Yamin M, Harus S. Aritmia Ventrikel. Dalam Setiati S, Alwi I, Sudoya AW, Simadibrata
M, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Ed 6 th. Jakarta: Interna Publishing
Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; 2014. p. 1385-1394.
12. Cryer PE. Hypoglycemia. In: Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL,
Loscalzo J (eds.) Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York: Mc
Graw Hill; 2011: 1325 – 92.
13. Cole, J.A., Norman, H., Weatherby, L.B. & Walker, A.M., 2006, Drug Copayment and
Adherence in Chronic Heart Failure: Effect on Cost and Outcomes, Pharmacotherapy, 26
(8),1157–1164
14.

Anda mungkin juga menyukai