Anda di halaman 1dari 50

Kasus Pembunuhan

Prilly Pricilya Theodorus Mahasiswi Semester VII / 102009160 / C5 PBL 1

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510 e-mail : prilly.p.theodorus@hotmail.com

Abstrak Setiap harinya terjadi kasus-kasus kriminal diantara masyarakat, semua hal tersebut perlu ditindaklanjuti, salah satu diantaranya ialah kasus pembunuhan. Umumnya hal ini dapat diketahui jika pihak yang berwajib melayangkan surat permintaan visum korban untuk diautopsi. Pihak yang berhak melayangkan surat permintaan visum adalah pihak penyidik (dengan syarat dan ketentuan yang berlaku). Dari hasil visum tersebut dapat diketahui apakah meninggalnya korban merupakan suatu hal yang ia inginkan sendiri atau dibunuh oleh orang lain. Pada pemeriksaan autopsi yang hanya boleh dilakukan oleh ahli forensik ini, akan dilakukan pemeriksaan luar dan dalam, juga laboratorium. Setelah selesai semuanya hasilhasil tersebut akan dirangkum dalam sebuah visum dan diserahkan kepada penyidik. Kata kunci : kasus pembunuhan, autopsi, visum, ahli forensik, dan penyidik. Pendahuluan Ilmu kedokteran forensik adalah salah satu cabang spesialistik dari ilmu Kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakkan hukum serta keadilan. Di masyarakat, kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Berdasarkan kasus yang ditemukan, diduga telah terjadi kasus pembunuhan. Belum ada dugaan terhadap siapa pembunuhnya. Dugaan tersebut dibuat berdasarkan penemuan di TKP dan berdasarkan penampakan luar dari tubuh korban. Oleh karena itu dilakukanlah pemeriksaan medik untuk membantu penegakan hukum, yaitu pembuatan Visum et Repertum terhadap seseorang yang dikirim oleh polisi (penyidik) karena diduga sebagai korban tindak pidana. Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah hukum ini di tingkat lebih lanjut sampai akhirnya pemutusan perkara di pengadilan, diperlukan bantuan berbagai ahli di bidang terkait untuk membuat jelas jalannya peristiwa serta keterkaitan antara tindakan yang satu dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut. Dalam hal terdapat korban, baik yang masih hidup maupun yang meninggal akibat peristiwa tersebut, diperlukan seorang ahli dalam bidang kedokteran untuk memberikan penjelasan bagi para pihak yang menangani kasus tersebut. Dokter yang diharapkan membantu dalam proses peradilan ini akan berbekal pengetahuan kedokteran yang dimilikinya.1 Dalam suatu perkara pidana yang menimbulkan korban, dokter diharapkan dapat menemukan kelainan yang terjadi pada tubuh korban, bilamana kelainan tersebut timbul, apa penyebabnya serta apa akibat yang timbu terhadap kesehatan korban.
1

Dalam hal korban meninggal, dokter diharapkan dapat menjelaskan penyebab kematian yang bersangkutan, bagaimana mekanisme terjadinya kematian tersebut, serta membantu dalam perkiraan saat kematian dan perkiraan cara kematian.1 Untuk semua itu, dalam bidang lmu kedokteran forensic dipelajari tata laksana mediko-legal, tanatologi, traumatologi, dan segala sesuatu yang terkait, agar dokter dapat memenuhi kewajibannya membantu penyidik, dan dapat benar-benar memanfaatkan segala pengetahuan kedokteran-nya untuk kepentingan peradilan serta kepentingan lain yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.1 ASPEK HUKUM Sesuai dengan kasus diatas dapat kita temukan berbagai aspek hukum yang terkait mengenai kejadian perkara. Berikut beberapa aspek hukum mengenai perkara pembunuhan atau penganiayaan yang termasuk pula didalamnya disertakan pasal-pasal hukum terkait: 1 Pasal 338 KUHP : Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Pasal 339 KUHP Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Pasal 340 KUHP Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh lima tahun. PROSEDUR MEDIKOLEGAL Dalam perundang-undangan terdapat beberapa prosedur medikolegal yang harus dipatuhi oleh setiap pihak yang terkait dalam penyelidikan kasus diatas. Berikut beberapa prosedur medikolegal yang harus dipatuhi: 1 *Kewajiban Hukum : Pihak yang berwenang meminta VetR: Penyidik Sesuai pasal 133 ayat (1).Sedangkan yang termasuk kategori penyidik adalah Pejabat Polisi Negara RI yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang dengan pangkat serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua ( pasal 6 ayat (1) KUHAP, PP 27 tahun 1983 pasal 2 ayat (1). Pihak yang berwenang membuat VetR: Dokter Kewajiban dokter untuk membuat Keterangan Ahli seperti disebutkan dalam pasal 133 KUHAP. Keterangan ahli ini akan dijadikan sebagai alat bukti yang sah di depan sidang pengadilan. ( pasal 184 KUHAP )

Prosedur permintaan: Tertulis Prosedur permintaan Keterangan Ahli oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis, gterutama untuk korban mati (pasal 133 ayat (2). Surat permintaan keterangan ahli ditujukan kepada instansi kesehatan atau instansi khusus untuk itu, bukan kepada individu dokter yang bekerja di dalam instansi tersebut. Korban / benda bukti yang diperiksa : tubuh manusia, baik masih hidup maupun telah meninggal. Disertai oleh petugas kepolisian yang berwenang. Penggunaan VetR: Kepentingan peradilan saja , tidak boleh digunakan untuk penyelesaian klaim asuransi. Karena hanya untuk keperluan peradilan maka berkas Keteranagan Ahli ini hanya boleh diserahkan kepada penyidik (instansi) yang memintanya. Bila diperlukan keterangan untuk klaim asuransi, maka pihak asuransi dapat meminta kepada dokter keterangan yang khusus untuk hal tersebut, dengan memperhatikan ketentuan tentang wajib simpan rahasia jabatan. Penyerahan VetR Pasal 133 (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. (2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. (3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat. Pasal 134 (1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban. (2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut. (3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang diberi tahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini. Pasal 179 (1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakirnan atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. (2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya. Pasal 120 (1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.
3

(2) AhIi tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta. Pasal 168 Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi: a. keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sarnpai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa. b. saudara dan terdakwa atau yang brsama-sama sebagal terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dari anak-anak saudara terdakwa sampal derajat ketiga c. suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa. Pasal 170 (1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka. (2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut. Bentuk bantuan dokter bagi peradilan dan manfaatnya Pasal 179 (1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakirnan atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. (2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya. Pasal 180 (1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan. (2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang. (3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2). (4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu. Pasal 183 Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Pasal 184 (1) Alat bukti yang sah ialah: a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk; e. keterangan terdakwa. (2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan. Pasal 185 (1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. (2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya. (4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada .hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu. (5) Baik pendapat maupun rekan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan saksi. (6) Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguhsungguh memperhatikan a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain; b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain; c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu; d. cara hidup dan kesusilan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya. (7) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain tidak merupakan alat bukti namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain. Pasal 186 Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Pasal 187 Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu; surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan; surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan padanya; surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
5

Sangsi bagi pelanggar kewajiban dokter Pasal 216 (1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undangundang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda puling banyak sembilan ribu rupiah. (2) Disamakan dengan pejahat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undangundang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan umum. (3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah sepertiga. Pasal 222 Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pasal 224 Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam: 1. dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan; 2. dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan. Pasal 522 Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. *Kewajiban Moral : Pasal 7 KODEKI (Hanya memberi keterangan yang benar): 7. Setiap dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya. 7a. Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia. 7b. Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien. 7c. Seorang dokter harus senantiasa menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.
6

7d. Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup mahkluk insani. 1 PEMERIKSAAN MEDIS Pada kebanyakan kasus kejahatan dengan kekerasan fisik, seperti pembunuhan, penganiayaan, perkosaan, dan lain-lain, mungkin ditemukan darah, cairan mani, air liur, urin, rambut, dan jaringan tubuh lain di tempat kejadian perkara. Bahan-bahan tersebut mungkin berasal dari korba atau pelaku kejahatan atau dari keduanya, dan dapat digunakan untuk membantu mengungkapkan peristiwa kejahatan tersebut secara ilmiah. Dalam kasus ini dapat kita lakukan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan luar jenasah, dalam jenasah, maupun pemeriksaan laboratorium untuk membantu proses penyelidikan. 1, 2 Pemeriksaan Luar Pada pemeriksaan luar dapat meliputi pemeriksaan label, benda-benda disamping mayat, pakaian, ciri-ciri identitas fisik, ciri-ciri tanatologis, perlukaan yang terjadi pada mayat, serta ada tidaknya patah tulang. Berikut sistematika pemeriksaannya adalah: 2 1) Label mayat Sehelai karton yang diikatkan pada ibu jari kaki serta penyegelan pada tali pengikat untuk menjaga keaslian barang bukti. Serta untuk menjaga agar mayat tidak tertukar saat diambil oleh keluarga. 2) Tutup mayat dan bungkus mayat Mayat sering kali dibawa dalam keadaan ditutupi atau terbungkus. Penutup mayat atau bungkusan harus dicatat jenis dan bahannya, warna corak serta bahan yang melekat atau yang mengotori. 3) Pakaian Pakaian yang dipakai harus dicatat dengan teliti dari bagian tubh sebelah atas hingga kebawah. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar corak dari tekstil, bentuk dan model pakaian, ukuran, merk, cap binatu, bila terdapat pengotoran atau robekan pada pakaian maka harus dicatat ukuran dan letaknya. 4) Perhiasan Semua perhiasan yang dipakai oleh korban harus dicatat, warna bentuk, ukuran merk sebagai barang bukti. 5) Benda disamping mayat Kadang-kadang mayat dikirim berserta barang yang adda disampingnya, semua barang yang ada dicatat dengan teliti dan lengkap 6) Tanda kematian Tanda kematian diperiksa berdasarkan perubahan Tanatologi (dibahas terpisah) 7) Identifikasi umum Meliputi jenis kelamin, ras, umur, warna kulit, tinggi dan berat badan, keadaan kelamin yang di sikumsisi dan adany strie pada dinding perut 8) Identifikasi khusus Meliputi adanya tanda-tanda khusus dari korban seperti tattoo, jaringan parut, kapalan (callus), kelainan pada kulit dan anomaly dan cacat pada tubuh lainnya. 9) Pemeriksaan rambut Diantara jaringan-jaringan tubuh yang mungkin ditemukan dan merupakn bukti penting dalam kasus kejahatan, rambut mempunyai peranan yang cukup menonjol. Disamping jaringan keras seperti tulang, gigi, dan kuku, rambut juga bersifat sangat stabil terhadap temperatur lingkungan dan pembusukan. Nilai bukti dari rambut akan bertambah pada asus yang tidak ditemukan buktibukti lain atau bukti-bukti lainnya telah rusak.
7

Pemeriksaan rambut berguna dalam bidang forensik utnuk membantu penentuan identitas seseorang, menunjukan keterkaitan antara seseorang yang dicurigai dengan suatu peristiwa kejahatan tertentu, antara korban dengan senjata atau anatara korban dengan kendaraan yang dicurigai. Pemeriksaan laboratorium terhadap rambut meliputi pemeriksaan makroskopis dan mikroskopik. Pada pemeriksaan makroskopik yang perlu diperhatikan dan dicatat adalah keadaan warna, panjang, bentuk (lurus, ikal, keriting), zat perwarna rambut yang mungkin dijumpai. Sedangkan untuk pemeriksaan mikroskopik perlu diuat sediaan mikroskopik rambut sebagai berikut: Rambut dibersihkan dengan air, alkohol, dan eter. Kemudian letakan pada gelas objek, lalu diteteskan gliserin dan tutup dengan gelas penutup. Dengan cara ini dapat dilihat gambaran medula rambut. Untuk melihat pola sisik dari rambut secara mikroskopik, dibuat cetakan rambut tersebut pada sehelai film selulosa dengan meneteskan asam asetat glasial, lalu meletakan rambut yang telah dibersihkan diatasnya dan ditekan menggunakan gelas objek. Pola sisik dapat didokumentasikan dengan membuat foto hasil pemeriksaan mikroskopik. Disamping itu pada pemeriksaan mikroskopik ditentukan pula hal-hal seperti, apakah itu merupakan rambut manusia ataukah rambut hewan, jika manusia darimanakah rambut manusia itu tumbuh berasal apakah rambut kepala, alis, bulu mata, bulu hidung, kumis, jenggot, rambut badan, rambut ketiak, ataukah rambut kemaluan, lalu apakah rambut tersebut merupakan rambut utuh atau rusak. Selain itu pula dari rambut pula kadang-kadang memberi petunjuk jenis kelamin dan perkiraan umur seseorang walaupun memang untuk perkiraan umur berdasarkan pemeriksaan keadaan pigmen rambut sukar sekali dilakukan. Tidak hanya itu dari rambut juga bisa ditentukan golongan darah pemilik nya yaitu dengan menggunakan teknik absorpsi elusi. i.) Rambut manusia atau rambut hewan Rambut manusia berbeda dengan rambut hewan pada sifat-sifat lapisan sisik(kutikula), gambaran korteks dan medula rambut. Rambut manusia memiliki diameter sekitar 50-150 mikron dengan bentuk kutikula yang pipih sedangkan rambut hewan memiliki diameter kurang dari 25 mikron atau lebih dari 300 mikron dengan kutikula kasar dan menonjol. Pigmen pada rambut manusia sedikit dan terpisah-pisah sedangkan pada hewan padat dan tidak terpisah. Perbandingan diameter medula dengan diameter rambut pada rambut manusia (indeks medula) adalah 1:3 sedangkan indeks medula rambut hewan adalah 1:2 atau lebih besar. Pemeriksaan indeks medula merupakan pemeriksaan yang terpenting untuk membedakan rambut manusia dari rambut hewan. Asal tumbuh rambut manusia Rambut kepala umumnya kasar, lemas, bisa lurus, ikal, ataupun keriting, dan panjang penampang melintang yang berbentuk bilat (pada rambut lurus), oval (pada rambut keriting/ikal). Alis, bulu mata, dan bulu hidung umumnya relatif kasar, kadang-kadnag kaku, dan pendek. Rambut kemaluan dan rambut ketiak lebih kasar, sedangkan rambut badan halus dan pendek.

ii.)

iii.)

iv.)

Rambut utuh atau rusak Pemeriksaan mikroskopik rambut utuh akan memperlihatkan akar bagian tengah dan ujung lengkap. Pada rambut yang tercabut rambut akan terlihat utuh dangan disertai jaringan kulit. Sebaliknya rambut yang lepas sendiri akan mempunyai akar yang megerut tanpa jaringan kulit. Rambut yang terpotong benda tajam dengan mikroskop akan terlihat terpotong rata sedangkan akibat benda tumpul akan terlihat terputus tidak rata. Jenis kelamin Panjang rambut kepala kadang-kadang dapat memberikan petunjuk jenis kelamin. Tetapi untuk menentukan jenis kelamin yang pasti harus dilakukan pemeriksaan terhadap sel-sel sarung akar rambut dengan larutan Orcein. Pada rambut wanita dapat ditemukan adanya kromatin seks pada inti sel-sel tersebut. Umur Umumnya dapat dikatakan bahwa bila usia bertambah maka rambut akan rontok. Rontoknya rambut pada pria umumnya terjadi pada dekade kedua atau ketiga, sedangkan pada wanita sering terjadi rontoknya rambut ketiak dan pertumbuhan rambut pada wajah pada saat menopause. Rambut ketiak dan rambut kemaluan akan tumbuh pada usia pubertas. Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap rambut tidak dapat menentukan rambut tersebut berasal dari individu tertentu tetapi hanya dapat memastikan rambut tersebut bukan berasal dari orang tertentu.

v.)

10) Pemeriksaan mata Periksa kelopak apakah tertutup atau terbuka, ada tidaknya tanda-tanda kekerasan serta kelaianan lain yang timbul oleh penyakit atau sebagainya. Pemeriksaan kelopak mata. 11) Pemeriksaan daun telinga dan hidung Pemeriksaan meliputi pecatatan terhadap bentuk dari daun telinga dan hidung, terutama pada mayat dengan bentuk yang luar biasa arena hal ini mungkin dpat membatnu dalam idntifikasi. Catat pula kelainan seta tanda kekerasan yang ditemukan. Periksa apakah dari lubang telinga dan hidung keluar cairan / darah. 12) Pemeriksaan mulut dan rongga mulut Pemeriksaan meliptui bibir, lidah, rongga mulut serta gigi geligi. Catat kelaiann atau tanda kekerasan yang ditemukan. Periksa dengan teliti keadaan rongga mulut akan kemungkinan terdapatnya benda asing. Terhadap gigi geligi, pencataan harus diakukan selengkap-lengkapnya meliputi jumlah gigi yang terdapat, gigi geligi yang hilang/patah/mendapat tmabalan/ bungkus logam, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan dan sebagainya. data gigi geligi merupakan akat yang sangat berguna untuk identifikasi bila terdapat data pembanding. Perlu diingat bahwa gigi geligi adalah bagian tubuh yang paling keras dan than terhadap kerusakan. 13) Pemeriksaa alat kelamin dan anus Pada mayat laki-laki, catat apakah alat kelamin mengalami sirkumsisi. Catat kelainan bawaan yang mungkin ditemukan (epispadia, hypospadia phymosis), adanya manik-manik yang ditanam di bawah kemaluan serta kelaian yang ditimbulkan cairan dari lubang kemaluan serta kelainan yang ditimbulkan oleh penyakit atau sebab lain.
9

Pada duagan telah terjadinya suatu persetubahan beberapa saat, dapat diambil preparat tekan menggunakan kaca objek yang ditekankan pada daerah glans atau corona glandis yang kemudian dapat dilakuakn pemeriksaan terhadap sadanya sel epitel vagina menggunakan teknik laboratorium tertentu. Pada mayat wania periksa keadaan selaput dara dabn komisur posterior akan memungkinaan adanya tanda kekerasan. Pada kasus persangkaan telah melakukan persetubuhan beberapa saat sebelumnya, jangan lupa dilakuakn pemeriksaan laboratorium terhadap cairan/sekret liang sanggama. Pada mayat yang sering mendapat perlakuan sodomi, mungkin ditemukan anus berbentuk corong yang selaput lendirnya sebagian berubah menjadi lapisan bertanduk dan hilang rugaenya. 14) Pemeriksaan tanda-tanda kekerasan Pada pemeriksaan terhadap tanda kekerasan /luka, perlu dilakukan pencatatan yang teliti dan objektif terhadap : letak luka, jenis luka, bentuk luka, arah luka, tepi luka, sudut luka, dasar luka, sekitar luka, ukuran luka, saluran luka, pada luka lecet jenis parut, pemeriksaan teliti terhadap permukaan luka terhadap pola penumpukan kulit ari yang terserut dapat mengungkapkan arah kekerasan yang menyebabkan luka tersebut. 15) Pemeriksaan kemungkinan patah tulang Tentukan letak patah tulang yang ditemukan serta catat sifat/jenis masing-masing patah tulang yang terdapat. 16) Pemeriksaan air liur Air liur merupakan cairan yang dihasilkan oleh kelejar liur. Air liur (saliva) terdiri dari air, enzim ptialin (alfa amilase), protein, lipid, ion-ion anorganik seperti tiosianat, klorida dan lain-lain. Dalam bidang kedokteran forensik pemeriksaan air lir penting untuk kasus-kasus dengan jejas gigitan untuk menentukan golongan darah penggigitnya. Dalam kasus ini harus diperiksa dulu pada mayat apakah ada bekas gigitan atau tidak jika ada baru lakukan pemeriksaan liur pada jejas yang biasanya ditimbulkan dari gigitan tersebut. 17) Lain-lain Perlu diperhatikan aan kemungkinan adanya: a. Tanda pembendungan, ikterus, warna kebiru-biruan pada kuku/ujung-ujung jari (pada sianosis) atau adanya edema/sembab. b. Bekas pengobatan berupa bekas kerokan, tracheotomi, suntikan pungsi lumbal, dan lain-lain. c. Terdapatnya bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh, kepingan atau serpihan cat, pecahan kaca, lumuran aspal dan lain-lain. Pemeriksaan Dalam Selain pemeriksaan luar juga dilakukan pemeriksaan dalam pada mayat, berupa pemeriksaan organ-organ tubuh mayat dengan membuka rongga dan memeriksa isi rongga kepala, leher, dada, perut dan panggul, selain itu pemeriksaan dengan membuka bagian tubuh lain dapat dilakukanapabila diperlukan. Pemeriksaan organ atau alat tubuh biasanya dimulai dari lidah, oesofagus, trakea, dan seterusnya sampai meliputi seluruh alat tubuh. Otak biasanya diperiksa terakhir. 2
10

1) Lidah Pada lidah, perhatikan permukaan lidah, adakah kelainan bekas gigitan, baik yang baru maupun yang lama. Bekas gigitan yang berulang dapat ditemukan pada penderita epilepsi. Bekas gigitan ini dapat pula terlihat pada penampang lidah. Pengirisan lidah sebaiknya tidak sampai teriris putus, agar setelah selesai autopsi, mayat masih tampak berlidah utuh. 2) Tonsil Perhatikan permukaan maupun penampang tonsil, adakah selaput, gambaran infeksi, nanah, dsb. Ditemukannya tonsilektomi kadang-kadang membantu dalam identifikasi.

3) Kelenjar Gondok Untuk melihat kelenjar gondok dengan baik, otot-otot leher terlebih dahulu dilepaskan dari perlekatannya di sebelah belakang. Dengan pinset bergigi pada tangan kiri, ujing bawah otot-otot leher dijepit dan sedikit diangkat, dengan gunting pada tangan kanan, otot leher dibebaskan dari bagian posterior. Setelah otot leher ini terangkat, maka kelenjar gondok akan tampak jelas dan dapat dilepaskan dari perlekatannya pada rawan gondok dan trakea. Perhatikan ukuran dan beratnya. Periksalah apakah permukaannya rata, catat warnanya, adakah perdarahan berbintik, atau resapan darah. Lakukan pengirisan di bagian lateral pada kedua bagian kelenjar gondok dan catat peragai penampang kelenjar ini. 4) Kerongkongan (Esofagus) Esofagus dibuka dengan jalan menggunting sepanjang dinding belakang. Perhatikan adanya benda-benda asing, keadaan selaput lendir, serta kelainan yang mungkin ditemukan (misalnya striktura, varises). 5) Batang Tenggorok (Trakea) Pemerikaan dimulai pada mulut atas batang tenggorok, dimulai pada epiglotis. Perhatikan adakah edema, benda asing, perdarahan dan kelainan lain. Perhatikan pula pita suara dan kotak suara. Pembukaan trakea dilakukan dengan melakukan pengguntingan dinding belakang (bagian jaringan ikat pada cincin trakea) sampai mencapai cabang bronkus kanan dan kiri. Perhatikan adanya benda asing, busa, darah, serta keadaan selaput lendirnya. 6) Tulang Lidah (os hyoid), Rawan Gondok (cartilago tiroidea), dan Rawan Cincin (cartilago cricoidea) Tulang lidah kadang-kadang ditemukan patah unilateral pada kasus pencekikan. Tulang lidah terlebih dahulu dilepaskan dari jaringan sekitarnya dengan menggunakan pinset dan gunting. Perhatikan adanya patah tulang, resapan darah. Rawan gondok dan rawan cincin seringkali juga menunjukkkan resapan darah pada kasus dengan kekerasan pada daerah leher (pencekikan, penjeratan, gantung). 7) Carotis Interna Arteri carotis comunis dan interna biasanya tertinggal melekat pada permukaan depan ruas tulang leher. Perhatikan adanya tanda-tanda kekerasan pada sekitar arteria ini.
11

Buka pula arteria ini, dengan menggunting dinding depannya dan perhatikan keadaan intima. Bila kekerasan pada daerah leher mengenai arteria ini, kadangkadang dapat ditemukan kerusakan pada intima di samping terdapatnya resapan darah. Pada sekitar arteria pada dinding depannya dan perhatikan keadaan intima. Bila kekerasan pada daerah leher mengenai arteria ini, kadang-kadang dapat ditemukan kerusakan pada intima di samping terdapatnya resapan darah. 8) Kelenjar Kacangan (Thymus) Kelenjar kacangan biasanya telah berganti menjadi thymic fat body pada orang dewasa namun kadang-kadang masih dapat ditemukan (pada status thymicolymphaticus). Kelenjar kacangan terdapat melekat di sebelah atas kandung jantung. Pada permukaannya perhatikan akan adanya perdarahan berbintik serta kemungkinan adanya kelainan lain. 9) Paru-Paru Kedua paru masing-masing diperiksa tersendiri. Tentukan permukaan paru. Pada paru yang mengalami emfisema, dapat ditemukan cekungan bekas penekanan iga. Perhatikan warnanya, serta bintik perdarahan, bercak perdarahan akibat aspirasi darah ke dalam alveoli (tampak pada permukaan paru sebagai bercak berwarna merah / hitam dengan batas tegas), resapan darah, luka, bulla, dsb. Perabaan paru yang normal terasa seperti meraba spons atau karet busa. Pada paru dengan proses peradangan, perabaan dapat menjadi padat atau keras. Penampang paru diperiksa setelah melakukan pengirisan paru yang dimulai dari apeks sampai ke basal dengan tangan kiri memegang paru pada daerah hilus. Pada penampang paru ditemukan warnanya serta dicatat kelainan yang mungkin ditemukan. 10) Jantung Jantung dilepas dari pembuluh darah besar yang keluar atau masuk ke jantung dengan jalan memegang apeks jantung dan mengangkatnya serta menggunting pembuluh tadi sejauh mungkin dari jantung. Perhatikan besarnya jantung, bandingkan dengan kepalan tinju kanan mayat. Perhatikan akan adanya resapan darah, luka, atau bintik-bintik perdarahan. Pada autopsi jantung, ikuti sistematika pemotongan dinding jantung yang dilakukan dengan mengikuti aliran darah di dalam jantung. Pada daerah katup semilunaris aorta dapat ditemukan 2 muara aa. Coronaria, kiri dan kanan. Untuk memeriksa keadaan A. Coronaria sama sekali tidak boleh menggunakan sonde, karena itu akan mendorong trombus yang mungkin terdapat. Pemeriksaan nadi jantung ini dilakukan dengan membuat irisan melintang sepanjang jalan pembukuh darah. A.coronaria kiri berjalan di sisi depan septum, dan A.coronaria kanan keluar dari dinding pangkal aorta ke arah belakang. Pada penampang irisan perhatikan tebal dinding arteri, keadaan lumen, serta kemungkinan terdapatnya trombus. Septum jantung dibelah untuk melihat kelainan otot baik merupakan kelainan yang bersifat degeneratif maupun kelainan bawaan.

12

Nilai pengukuran pada jantung normal orang dewasa adalah sbb : ukuran jantung sebesar kepalan tangan kanan mayat, berat sekitar 300 gr, ukuran lingkaran katup serambi bilik kanan sekitar 11 cm, yang kiri sekitar 9,5 cm, lingkaran katup pulmonal sekitar 7 cm, dan aorta sekitar 6,5 cm. Tebal otot bilik kanan 3-5 mm, sedangkan yang kiri sekitar 14 mm. 11) Aorta Torakalis Pengguntingan pada dinding belakang Ao. Torakalis dapat memperlihatkan permukaan dalam aorta. Perhatikan kemungkinan terdapatnya deposit kapur, ateroma, atau pembentukkan aneurisma. Kadang-kadang pada aorta dapat ditemukan tanda kekerasan merupakan resapan darah atau luka. Pada kasus kematian bunuh diri dengan jalan menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi, bila korban mendarat dengan kedua kaki terlebih dahulu, seringkali ditemukan robekan melintang pada A.torakalis.

12) Aorta Abdominalis Bloc organ perut dan panggul dilerakkan diatas di meja potong dengan permukaaan belakang menghadap ke atas. Ao. Abdominalis digunting dinding belakangnya mulai dari tempat pemotongan aa. Iliaca comunis kanan dan kiri. Perhatikan dinding aorta terhadap adanya penimbunan perkapuran atau atheroma. Perhatikan pula muara dari pembuluh nadi yang keluar dari Ao. Abdominalis ini terutama muara aa.renalis kanan dan kiri. Mulai pada muaranya aa.renalis kanan dan kiri dibuka sampai memasuki ginjal. Perhatikan apakah terdapat kelainan pada dinding pembuluh darah yang mungkin merupakan dasar dideritanya hipertensi renal bagi yang bersangkutan. 13) Glandula Suprarenalis (anak ginjal) Kedua anak ginjal harus dicari terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan lanjut pada bloc alat rongga perut dan panggul. Hal ini perlu mendapat perhatian, karena bila telah dilakukan pemeriksaan atau pemisahan alat rongga perut dan panggul, anak ginjal sukar ditemukan. Anak ginjal kanan terletak di mediokranial dari kutub atas ginjal kanan, tertutup oleh jaringan lemak, berada diantara permukaan belakang hati dan permukaan bawah diafragma. Untuk menemukan anak ginjal sebelah kanan ini, pertama-tama digunting otot diafragma sebelah kanan. Pada tempat yang disebutkan di atas, lepaskan dengan pinset dan gunting jaringan lemak yang terdapat dan akan tampak anak ginjal yang berwarna kuning kecoklat-coklatan, berbentuk trapesium dan tipis. Anak ginjal kemudian dibebaskan dari jaringan sekitarnya dan diperiksa terhadap kemungkinan terdapatnya kelainan ukuran, resapan darah, dsb. Anak ginjal kiri terletak di bagian mediokranial kiri kutub atas ginjal kiri, juga tertutup dalam jaringan lemak, terletak diantara ekor kelenjar liur perut (pankreas dan diafragma). Dengan cara yang sama seperti pada pengeluaran anak ginjal kanan, anak ginjal kiri yang bebentuk bulan sabit tipis dapat dilepaskan untuk dilakukan pemeriksaan dengan seksama. Pada anak ginjal yang normal, pengguntingan anak ginjal akan memberikan penampang dengan bagian korteks dan medula yang tampak jelas.

13

14) Ginjal, Ureter, Dan Kandung Kencing Kedua ginjal masing-masing diliputi oleh jaringan lemak yang dikenal sebagai kapsula adiposa renis. Adanya trauma yang mengenai daerah ginjal seringkali menyebabkan resapan darah pada kapsula ini. Dengan melakukan pengirisan di bagian lateral kapsula, ginjal dapat dibebaskan. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, ginjal digenggam pada tangan kiri dengan pelvis renis dan ureter terletak antara telunjuk dan jari tengah. Irisan pada ginjal dibuat dari arah lateral ke medial, diusahakan tepat di bidang tengah sehingga penampang akan melewati pelvis renis. Pada tepi irisan, dengan menggunakan pinset bergigi, simpai ginjal dapat dicubit dan kemudian dikupas secara tumpul. Pada ginjal yang normal, hal ini dapat dilakukan dengan mudah. Pada ginjal yang mengalami peradangan, simpai ginjal mungkin akan melekat erat dan dulit dilepaskan. Setelah simpai ginjal dilepaskan, lakukan terlebih dahulu pemeriksaan terhadap permukaan ginjal. Adakah kelainan berupa resapan darah, luka-luka, ataupun kista-kista retensi. Pada penampang ginjal perhatikan gambaran korteks dan medula ginjal. Juga perhatikan pelvis renis akan kemungkinan terdapatnya batu ginjal, tanda peradangan, nanah, dsb. Ureter dibuka dengan meneruskan pembukaan pada pelvis renis , terus mencapai vesika urinaria. Perhatikan kemungkinan terdapatnya batu, ukuran penampang, isi saluran, serta keadaan mukosa. Kandung kencing dibuka dengan jalan menggunting dinding depan mengikuti huruf T. Perhatikan isi serta selaput lendirnya. 15) Hati Dan Kandung Empedu Pemeriksaan dilakukan terhadap permukaan hati yang pada keadaan biasa menunjukkan permukaan yang rata dan licin, berwarna merah coklat. Kadangkala pada permukaan hati dapat ditemukan kelainan berupa jaringan ikat, kista kecil, permukaan yang berbenjol-benjol, bahkan abses. Pada perabaan, hati normal memberikan perabaan yang kenyal. Tepi hati biasanya tajam. Untuk memeriksa penampang, buatlah 2-3 irisan yang melintang pada punggung hati sehingga dapat terlihat sekaligus baik bagian kanan maupun kiri hati. Hati yang normal menunjukkan penampang yang jelas gambatan hatinya. Pada hati yang telah lama mengalami pembendungan, dapat ditemukan gambaran hati pala.Kandung empedu diperiksa ukurannya serta diraba akan kemungkinan terdapatnya batu empedu untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan pada saluran empedu, dapat dilakukan pemeriksaan dengan jalan menekan kandung empedu ini sambil memperhatikan muaranya pada duodenum (papila Vateri). Bila tampak cairan coklat-hijau keluar dari muara tersebut, ini menandakan saluran empedu tidak tersumbat. Kandung empedu kemudian dibuka dengan gunting untuk memperlihatkan selaput lendirnya yang seperti beludru berwarna hijau-kuning. 16) Limpa Dan Kelenjar Getah Bening Limpa dilepaskan dari sekitarnya. Limpa yang normal menunjukkan permukaan yang berkeriput, berwarna ungu dengan perabaan lunak kenyal. Buatlah irisan penampang limpa, limpa normal mempunyai gambaran limpa yang jelas, berwarna coklat-merah dan bila dikikis dengan punggung pisau, akan ikut jaringan penampang limpa. Jangan lupa mencatat ukuran dan berat limpa. Catat pula bila ditemukan kelenjar getah bening regional yang membesar.

14

17) Lambung, Usus Halus, Dan Usus Besar Lambung dibuka dengan gunting pada kurvaktura mayor. Perhatikan isi lambung dan simpan dalam botol atau kantung plastik bersih bila isi lambung ini diperlukan untuk pemeriksaan toksikologi atau pemeriksaan lab lainnya. Selaput lendir lambung diperiksa terhadap kemungkinan adanya erosi, ulserasi, perdarahan, atau resapan darah. Usus diperiksa akan kemungkinan terdapat darah dalam lumen serta kemungkinan terdapatnya kelainan bersifat ulseratif, polip, dan lainnya. 18) Kelenjar Liur Perut (Pankreas) Pertama-tama lepaskan lebih dahulu pankreas ini dari sekitarnya. Pankreas yang normal mempunyai warna kelabu agak kekuningan, dengan permukaan yang berbelah-belah, dan perabaan yang kenyal. Perhatikan ukuran serta beratnya catat bila ada kelainan. 19) Otak Besar, Otak Kecil, Dan Batang Otak Perhatikan permukaan luar dari otak dan catat kelainan yang ditemukan. Adakah perdarahan subdural, perdarahan subarachnoid, kontusio jaringan otak, atau kadangkala bahkan sampai terjadi laserasi. Pada udema serebri, girus otak akan tampak mendatar dan sulkus tampak menyempit. Perhatikan pula akan kemungkinan terdapatnya tanda penekanan yang menyebabkan sebagian permukaan otak menjadi datar. Pada daerah ventral otak, perhatikan keadaan sirkulus Wilisi. Nilai keadaan pembuluh darah pada sirkulus, adakah penebalan dinding akibat kelainan ateroma, adakah penipisan dinding akibat aneurisma, adakah perdarahan. Bila terdapat perdarahan hebat, usahakan agar dapat ditemukan sumber perdarahan tersebut. Perhatikan pula bentuk cerebellum pada keadaan peningkatan tekanan intrakranial akibat udema cerebri misalnya dapat terjad herniasi cerebellum ke arah foramen magnum, sehingga bagian bawah cerebellum tampak menonjol. Pisahkan otak kecil dari otak besar dengan melakukan pmotongan pada pedunculus cerebri kanan dan kiri. Otak kecil ini kemudian dipisahkan juga dari batang otak dengan melakukan pemotongan pada pedunculus cerebelli. Otak besar diletakkan dengan bagian ventral menghadap pemeriksa. Lakukan pemotongan otak besar secara koronal/melintang, perhatikan penampang irisan. Tempat pemotongan haruslah sedemikian rupa agar struktur penting dalam otak besar dapat diperiksa dengan teliti. 20) Alat Kelamin Dalam(Genitalia Interna) Pada mayat laki-laki, testis dapat dikeluarkan dari scrotum melalui rongga perut.jadi tidak dibuat irisan baru pada scrotum. Perhatikan ukuran, konsistensi serta konsistensinya. Pada mayat wanita, perhatikan bentuk serta ukuran indung telur, saluran telur, dan uterus sendiri. Pada uterus diperhatikan kemungkinan terdapatnya pendarahan, resapan darah, ataupun luka akibat tindakan abortus provokatus. Uterus dibuka dengan membuat irisan berbentuk huruf T pada dinding depan, melalui saluran serviks serta muara kedua saluran telur pada fundus uteri. Perhatikan keadaan selaput lendir uterus, tebal dinding, isi rongga rahim serta kemungkinan terdapatnya kelainan lain.

15

21) Timbang dan catatlah berat masing-masing alat atau organ sebelum mengembalikan organ-organ (yang telah diperiksa secara makroskopik) kembali ke dalam tubuh mayat, pertimbangkan terlebih dahulu kemungkinan diperlukannya potongan jaringan guna pemeriksaan histopatologi atau diperlukannya organ guna pemeriksaan toksikologi. Potongan jaringan untuk pemeriksaan histopatologi diambil dengan tebal maksimal 5mm. Potongan yang terlampau tebal akan mengakibatkan cairan fiksasi tidak dapat masuk ke dalam potongan tersebut dengan sempurna. Usahakan mengambil bagian organ di daerah perbatasan antara bagian yang normal dan yang mengalami kelainan. Jumlah potongan yang diambil dari setiap organ agar disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kasus. Potongan ini kemudian dimasukkan ke dalam botol yang berisi cairan fiksasi yang dapat merupakan larutan formalin 10% (=larutan formaldehida 4%) atau alkohol 90-96%, dengan jumlah cairan fiksasi sekitar 20-30 kali volume potongan jaringan yang diambil. Jumlah organ yang perlu diambil untuk pemeriksaan toksikologi disesuaikan dengan kasus yang dihadapi serta ketentuan laboratorium pemeriksa. Sedapat mungkin setiap jenis organ ditaruh dalam botol tersendiri. Bila diperlukan pengawet agar digunakan alkohol 90%. Pada pengiriman bahan untuk pemeriksaan toksikologi, contoh bahan pengawet agar juga turut dikirimkan di samping keterangan klinik dan hasil sementara autopsi atas kasus tersebut. Pemeriksaan Laboratorium Selain pemeriksaan diatas juga dapat dilakukan beberapa pemeriksaan tambahan yang dapat membantu menunjang penyelidikan yang dilakukan sesuai dengan indikasi yang dibutuhkan. Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan histopatologi, toksikologi, serologi, dan dna, parasitologi, mikrobiologi, balisitik, sidik jari, uji material, rambut, serat textile, biologi, dan lain-lain. 1, 3 - Pemeriksaan Darah Diantara berbagai cairan tubuh, darah merupakan yang paling pentung karena merupakan cairan biologik dengan sifat-sifat potensial lebih spesifik untuk golongan manusia tertentu. Pemeriksaan darah forensik ertujuan untuk membantu identifikasi pemilik darah tersebut, dengan membandingkan bercak darah yang ditemukan di TKP pada obyek-obyek tertentu, dalam kasus ini pada lapang sungai kering berbatuan tempat ditemukannya mayat laki-laki tesebut, manusia dan pakaiannya dengan darah korban atau darah tersangka pelaku kejahatan. Hasil pemeriksaan laboratorium tersebut penting untuk menunjang atau menyingkirkan keterlibatan seseorang dengan TKP dengan catatan walaupun dengan uji yang modern dan dengan peralatan yang canggih sekalipun, masih sulit untuk memastikan bahwa darah tersebut berasal dari individu tertentu. 1 Dari bercak yang dicurigai harus dibuktikan bahwa bercak tersebut benar-benar darah, merupakan darah dari manusia dan bukan hewan, diketahui golongan darahnya jika memang merupakan darah manusia, dan lain-lain. 1 Pemeriksaan bercak tersebut dapat diketahui dengan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti yang telah disebutkan sebelumnya yaitu, antara lain: 1, 2 a. Pemeriksaan mikroskopik Pada pemeriksaan mikroskopik bertujuan untuk melihat morfologi sel-sel darah merah, namun dalam hal ini darah harus merupakan darah yang masi baik dan tidak mengalami kerusakan pada sel-sel darah tersebut.

16

Cara pemeriksaan yaitu dengan mengambil sampel darah yang masih basah atau baru mengering ditaruh pada kaca obyek dan diberikan 1 tetes larutan garam faal, kemudian ditutup dengan kaca penutup, dan dilihat pada mikroskop. Cara lainnya adalah dengan membuat sediaan hapus dengan perwarnaan Wright atau Giemsa. Dari pemeriksaan ini yang dilihat adalah bentuk dan inti dari sel darah merah. Namun dari pemeriksaan ini hanya dapat menentukan kelas dan bukan spesies darah tersebut. Untuk kelas mamalia mempunyai sel darah merah berbentuk cakram dan tidak berinti, sedangkan untuk kelas lainnya berbentuk oval dan berinti. Pengecualian pada kelas mamalia genus Cannelidae (unta) dengan sel darah merah berbentuk oval namun tidak berinti. Keuntungan sediaan hapus dibandungkan dengan sediaan tanpa pewarnaan adalah dapat terlihatnya sel-sel leukosit berinti banyak. Bila terlihat drum stick dalam jumlah lebih dari 0.05% dapatlah dipastikan bahwa darah tersebut berasal dari seorang wanita. Dalam kasus ini jika dalam pemeriksaan darah menunjukan hasil pemeriksaan sesuai dengan kelas mamalia dan bukan kelas lain, dapat dipastikan merupakan darah manusia yang dapat menjadi kemungkinan bersal dari si korban ataupun pelaku dapat wanita atau pun laki-laki. b. Pemeriksaan kimiawi Cara pemeriksaan kimiawi dilakukan bila ternyata sel darah merah sudah dalam keadaan rusak sehingga pemeriksaan mikroskopik tidak bermanfaat lagi. Pada pemeriksaan kimiawi terdiri dari pemeriksaan penyaring darah dan pemeriksaan penentuan darah. 1, 2 i.) Pemeriksaan penyaring darah Prinsip pemeriksaan ini adalah: H2O2 H2O + On Reagen Perubahan warna (teroksidasi) Pemeriksaan penyaring yang biasa dilakukan adalah reaksi benzidin dan reaksi fenoftalin. Dalam reaksi benzidin digunakan reagen larutan jenuh kristal benzidin dalam asam asetat glasial, sedangakan dalam reaksi fenoftalin digunakan reagens yang dibuat dari fenoftalin 2 gram + 100 ml NaOH 20% dan dipanaskan dengan biji-biji Zinc sehingga terbentuk fenoftalin yang tidak berwarna. Cara pemeriksaan dilakukan pada bercak yang dicurigai yang digosokan pada sepotong kertas saring yang kemudian diteteskan 1 tetes H2O2 20% dan 1 tetes reagen benzidin. Hasil pemeriksaan positif pada reaksi benzidin bila timbul warna biru gelap pada kertas saring Sedangkan pada reaksi fenoftalin kertas saring yang telah digosokan pada bercak yang dicurigai langsung diteteskan dengan reagen fenoftalin yang akan memberikan warna merah muda jika positif. Hasil negatif pada kedua reaksi tersebut memastikan bahwa bercak tersebut bukanlah darah sedangkan hasil positif menyatakan bahwa bercak tersebut mungkin darah sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. ii.) Pemeriksaan penentuan darah Pemeriksaan penentuan darah berdasarkan terdapatnya pigmen / kristal hematin (hemin) dan hemokromogen. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah Reaksi Teichman dan Reaksi Wagenaar.
17

Pada pemeriksaan reaksi Teichman, seujung jarum bercak kering diletakan pada kaca objek dengan ditambahkan 1 butir kristal NaCl dan 1 tetes asam asetat glasial dan kemudian di tutup dengan kaca penutup dan dipananskan. Hasil menunjukan positif dinyatakan dengan tampaknya kristal hemin HCl yang berbentuk batang berwarna coklat yan terlihat dengan mikroskop. Pada pemeriksaan Reaksi Wagenaar, seujung jarum bercak kering di letakan pada kaca objek dengan diletakan pula sebutir pasir lalu ditutup dengan kaca penutup sehingga antara kaca objek dan kaca penutup terdapat celah untuk penguapan zat. Pada satu sisi diteteskan aceton dan pada sisi berlawanan diteteskan HCl encer, kemudian dipanaskan. Hasil positif bila terlihat kristal aceton-hemin berbentuk batang berwarna coklat. Hasil positif pada pemeriksaan penentuan darah memastikan bahwa bercak adalah darah. Hasil negatif selain menyatakan bahwa bercak tersebut bukan bercak darah, juga dapat dijumpai pada pemeriksaan terhadap bercak darah yang struktur kimiawinya telah rusak misalnya bercak darah yang sudah lama sekali, tebakar, atau sebagainya. c. Pemeriksaan Spektroskopik Pemeriksaan ini memastikan bahan yang diperiksa adalah darah bila dijumpai pitapita absorpsi yang khas dari hemoglobin atau turunannya. Bercak kering dilarutkan dengan akuades dalam tabung reaksi dan kemudian dilihat dengan spektroskop. Hemoglobin dan derivatnya akan menunjukan pita-pita absorpsi yang khas pada septrum warna. Suspensi yang mengandung oksihemoglobin berwarna merah terang dengan dua pita absorbsi berwarna hitam didaerah kuning (pada panjang gelobang 54 dan 59). Bila ditambhakan reduktor (Na-ditionit), akan terbentuk hemoglobin tereduksi yang berwarna merah keunguan dengan satu pita absorbsi yang lebar didaerah kuning. Bila ditambahkan lagi dengan alkali encer (NaOH atau KOH) akan terbentuk hemokromogen berwarna merah jingga dengan dua pita absorbsi yang menempati daerah kuning (panjang gelombang 56) dan daerah perbatasan dengan hijau (panjang gelombang 52). Darah yang sudah lama atau pada kasus keracunan nitirit, nitrat, nitrobenzena, anilin, dan sulfonal, terkandung banyak methemoglobin berwarna merah kecoklatan dengan empat pita absorpsi yaitu dua pita yang sama dengan pita absopsi oksihemoglobin, satu pita didaerah merah (pada panjang gelombang 64) dan satu lagi didaerah hijau. Bila ditambahkan reduktor akan terbentu hemoglobin dalam keadaan tereduksi dan bila ditambhakan lagi dengan alkali encer akan terbentuk hemokromogen. Pemeriksaan darah pada kasus keracunan gas CO dengan cara ini akan memperlihatkan dua pita absorbsi dari karboksi hemoglobin (COHb) didaera kuning yang mirip dengan pita absorbsi oksi-hemoglobin tetapi leih bergeser kearah hijau (pada panjang gelombang 53 dan 57). Sifat lain dari COHb adalah tidak dapat direduksi sehingga dengan pernambahan reduktor akan tetap terlihat dua pita absorpsi.

18

d. Pemeriksaan Serologik Pemeriksaan serologik diperlukan untuk menentukan sepsies dan golongan darah. Untuk itu dibutuhkan antiserologik terhadap protein manusia (anti human globulin) serta terhadap protein hewan dan juga antisera terhadap golongan darah tertentu. Prinsip pemeriksaan adalah suatu reaksi antara antigen (bercak darah) dengan antibodi (antiserum) yang dapat merupakan reaksi presipitasi atau reaksi aglutinasi. i.) Penentuan Species Ekstraksi bercak atau darah kering dengan larutan garam faal sebanya 1 cm2 bercak atau 1 gram darah kering, tetapi tidak melebihi separu bahan yang tersedia. Cara-cara yang dapat dipergunakan adalah: - Reaksi cincin (presipitin dalam tabung) Kedalam tabing reaksi kecil, dimasukan serum anti globulin manusia dan keatasnya dituangkan ekstrak darah perlahan-laha melalui tepi tabing. Biarkan pada temperatur ruang kurang lebih 1.5 jam. Hasil positif tampak sebagai cincin presipitasi yang keruh pada perbatasan kedua cairan. - Reaksi presipitasi dalam agar Gelas objek dibersihkan dengan spiritus sampai bebas dengan lemak, lalu dilapisi dengan selapis tipis agar buffer. Setelah agak mengeras dibuat lubang pada agar dengan diameter kurang lebih 2 mm, yang dikelilingi oleh lubang-lubang sejenis. Masukan serum anti globulin manusia ke lubang ditengah dan ekstrak darah dengan berbagai derajat pengenceran dilubang-lubang sekitarnya. Letakan gelas objek ini dalam ruang lembab pada temperatur ruang selama satu malam. Hasil positif memberikan presipitium jernih pada perbatasan lubang tengah dan lubang tepi. ii.) Penentuan golongan darah Darah yang telah mengering dapat berada dalam berbagai tahap kesegaran. Bisa berupa bercak darah dengan sel darah merah masih utuh, bercak dengan sel darah merah yang sudah rusak tetapi dengan aglutinin dan antigen yang masi dapat terdeteksi, Sel darah merah yang sudah rusak dengan jenis antigen yang asi dapat dideteksi namun sudah terjadi kerusakan aglutinin, ataupun sel darah merah yang sudah rusak dengan antigen dan aglutinin yang juga sudah tidak dapat dideteksi. Bila sel darah merah masih utuh dapat dilakukan pemeriksaan golongan darah dengan cara langsung seperti pada penentuan golongan darah orang hidup yaitu dengan meneteskan 1 tetes antiserum ke atas 1 tetes darah dan dilihat terjadinya aglutinasi. Namun jika sel darah merah sudah rusak maka penentuan darah golongan darah dapat dilakukan dengan cara menentukan jenis aglutinin dan antigen. Antigen mempunyai sifat yang jauh lebih stabil dibandingkan dengan aglutinin. Diantara sistem-sistem golongan darah yang paling lama bertahan adalah antign dari sistem gologan darah ABO. Penentuan jenis antigen dapat dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi absorpsi elusi atau aglutinasi campuran. Cara yang biasa dilakukan dengan cara absorpsi elusi, yaitu dengan prosedur menggunakan 2-3 helai benang yang mengandung bercak kering difiksasi denga metil alkohol selama 15 menit.

19

Benang diangkat dan dibiarkan mengering. Selanjutnya dilakukan penguraian benang tersebut menjadi serat-serat halus dengan menggunakan 2 buah jarum. Lakukan juga tehadap bangnga yang tidak mengandung bercak darah sebagai kontrol negatif. Serat benang dimasukan ke dalam 2 tabung reaksi. Kedalam tabung pertama diteteskan serum antiA dan kedalam tabung kedua diteteskan serum antiB sehigga serabut benang-benang tersebut terendam seluruhnya. Kemudian tabung-tabung tersebut disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 4 derajat celsius dalam satu malam. Setelahnya lakukan pencucian dengan menggunakan larutan faal garam dingin (4 derajat celcius) sebanyak 5-6 kali, lalu tambahkan 2 tetes suspensi 2% sel indikator (sel darah merah golongan Apada tabung pertama dan golongan B pada tabung kedua), Pusing dnegan kecepatan 1000 RPM selama 1 menit. Bila tidak terjadi aglutinasi cuci sekali lagi dan kemudian tambahkan 1-2 tetes larutan garam faal dingin. Panaskan pada suhu 56 derajat celcius selama 10 menit dan pindahkan eluat kedalam tabung lain. Tambahkan 1 tetes suspensi sel indikator kedalam masing-masing tabung dan biarkan selama 5 menit lalu pusing selama 1 menit dengan kecepatan 1000 RPM. Pembacaan hasil dilakukan secara makroskopik. Bila terjadi aglutinasi berarti darah mengandung antigen yang sesuai dengan antigen sel indikator. IDENTIFIKASI JENAZAH Dalam mengidentifikasi jenazah, beberapa metode forensik kedoteran seperti tanatologi, traumatologi diterapkan guna membantu mendapatkan hsil temuan yang baik dan benar serta akurat. Tanatologi Tanatologi berasal dari kata thanos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos (ilmu). Tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. 1-4 Pengetahuan ini berguna untuk : - Menentukan seseorang benar-benar telah meninggal atau belum. - Menentukan kapan seseorang telah meninggal. - Membedakan perubahan-perubahan post mortal dengan kelainan-kelainan yang terjadi pada waktu korban masih hidup Kematian Kematian itu sendiri memiliki definisi sebagai suatu berakhirnya proses kehidupan seluruh tubuh yang prosesnya dapat dikenali secara klinis dengan ada nya tanda kematian berupa perubahan pada tubuh mayat. 1, 4 Penyebab Kematian, Mekanisme Kematian, dan Cara Kematian Penyebab kematian Yakni adalah adanya perlukaan atau penyakit yang menimbulkan kekacauan fisik pada tubuh yang menghasilkan kematian pada seseorang. Berbagai macam penyebab dari kematian antara lain dapat berupa akibat luka tembak pada kepala, luka tusuk pada dada, adenokarsinoma pada paru-paru, dan aterosklerosis koronaria. 1
20

- Mekanisme kematian Yakni adalah kekacauan fisik yang dihasilkan oleh penyebab kematian yang menghasilkan kematian. Contoh dari mekanisme kematian dapat berupa perdarahan, septikemia, dan aritmia jantung. Ada yang dipikirkan adalah bahwa suatu keterangan tentang mekanime kematian dapat diperoleh dari beberapa penyebab kematian dan sebaliknya. Jadi, jika seseorang meninggal karena perdarahan masif, itu dapat dihasilkan dari luka tembak, luka tusuk, tumor ganas dari paru yang masuk ke pembuluh darah dan seterusnya. Kebalikannya adalah bahwa penyebab kematian, sebagai contoh, luka tembak pada abdomen, dapat menghasilkan banyak kemungkinan mekanisme kematian yang terjadi, contohnya perdarahan atau peritonitis. 1 - Cara kematian Yakni menjelaskan bagaimana penyebab kematian itu datang. Cara kematian secara umum dapat dikategorikan sebagai wajar, pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, dan yang tidak dapat dijelaskan (pada mekanisme kematian yang dapat memiliki banyak penyebab dan penyebab yang memiliki banyak mekanisme, penyebab kematian dapat memiliki banyak cara). Seseorang dapat meninggal karena perdarahan masif (mekanisme kematian) dikarenakan luka tembak pada jantung (penyebab kematian), dengan cara kematian secara pembunuhan (seseorang menembaknya), bunuh diri (menembak dirinya sendiri), kecelakaan (senjata jatuh), atau tidak dapat dijelaskan (tidak dapat diketahui apa yang terjadi). 1

Dalam tanatologi dikenal beberapa jenis-jenis kematian, yaitu antara lain: 1-4 - Mati somatis (mati klinis) Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan secara menetap (ireversibel). Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerakan pernapasan dan suara pernapasan tidak terdengar pada auskultasi. - Mati suri Mati suri (near-death experience (NDE), suspend animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan yang ditentukan oleh alat kedokteran sederhana.Dengan alat kedokteran yang canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi.Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam. - Mati seluler Kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis.Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan.Pengertian ini penting dalam transplantasi organ. Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa susunan saraf pusat mengalami mati seluler dalam empat menit, otot masih dapat dirangsang (listrik) sampai kira-kira dua jam paska mati dan mengalami mati seluler setelah empat jam, dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin 0,1 persen atau penyuntikan sulfas atropin 1 persen kedalam kamera okuli anterior, pemberian pilokarpin 1 persen atau fisostigmin 0,5 persen akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam paska mati.

21

Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam paska mati dengan cara menyuntikkan subkutan pilokarpin 2 persen atau asetil kolin 20 persen, spermatozoa masih dapat bertahan hidup beberapa hari dalam epididimis, kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah masih dapat dipakai untuk transfusi sampai enam jam pasca-mati. Mati serebral Kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel, kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat. Mati otak (batang otak) Bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum.Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak), maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.

Setelah beberapa waktu timbul perubahan paska mati yang jelas, sehingga memungkinkan diagnosa kematian menjadi lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa: 1-4 1. Lebam mayat / Livor Mortis

Gambar 1. Lebam mayat Salah satu tanda kematian, yaitu mengendapnya darah ke bagian bawah tubuh, menyebabkan warna merah-ungu di kulit. Karena jantung tidak lagi memompa darah, sel darah merah yang berat mengendap di bawah serum karena gravitasi bumi. Warna ini tidak muncul di daerah-daerah yang berhubungan dengan benda lain karena kapilari tertekan. Livor mortis atau lebam mayat terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya gravitasi bumi . Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan. Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam. Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap 8-12 jam. Lebam jenazah normal berwarna merah keunguan. Tetapi pada keracunan sianaida (CN) dan karbon monoksida (CO) akan berwarna merah cerah (cherry red). Jenasah dgn posisi terlentang lebam mayat ditemukan pada bagian : Kuduk Punggung Pantat bagian flexor tungkai
22

Jenazah pada posisi telungkup lebam mayat ditemukan pada bagian : Dahi, Pipi & Dagu Dada Perut bagian extensor tungkai Kadang-kadang stagnasi darah demikian hebat, sehingga pembuluh darah dalam rongga hidung pecah perdarahan dari hidung. Pada korban yang menggantung lebam mayat terdapat pada bagian : ujung extremitas atas Ujung extremitas bawah genitalia externa (scrotum) Empat jam setelah meninggal hemolysa pigmen darah keluar dan masuk ke dalam jaringan sekitarnya lebam mayat akan menetap. Lebam mayat dapat juga ditemukan pada Organ-organ tubuh, misalnya : Bagian belakang otak Bagian belakang paru Bagian belakang hati Bagian belakang lambung

Tabel 1. Perbedaan Lebam Mayat dan Luka Memar 2. Kaku mayat (rigor mortis) Terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena pada saat kematian terjadi penurunan cadangan ATP maka ikatan antara aktin dan myosin akan menetap (menggumpal) dan terjadilah kekakuan jenazah. Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian setelah itu akan berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan maksimal (24 jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan. Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh. Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kaku jenazah adalah: 1. Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum mati.
23

Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas sehingga serabut otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat yang tersimpan dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang lama. 3. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai otot. 3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis) Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi, dan konveksi. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran, dan kelembaban udara, bentuk tubuh, posisi tubuh, pakaian. Selain itu suhu saat mati perlu diketahui untuk perhitungan perkriraan saat kematian. Penurunan suhu tubuh akan lebih cepat pada suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin dengan kelembaban rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak kecil. Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih cepat. Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan. Perkiraan saat kematian dapat dihitung dari pengukuran suhu jenazah perrektal (Rectal Temperature/RT). Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung rumus PMI (Post Mortem Interval) berikut:
2.

Formula untuk suhu dalam o Celcius PMI = 37 o C-RT o C +3 Formula untuk suhu dalam o Fahrenheit PMI = 98,6 o F-RT o F 1,5 4. Pembusukan (decomposition, putrefaction) Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolysis dan kerja bakteri. Autolysis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril. Autolisis timbul akibat akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan pasca mati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan. Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lainlain. Gas yang terjadi menyebabkan pembengkakan. Akibat proses pembusukan rambut mudah dicabut, wajah membengkak, bola mata melotot, kelopak mata membengkak dan lidah terjulur. Pembusukan lebih mudah terjadi pada udara terbuka suhu lingkungan yang hangat/panas dan kelembaban tinggi. Bila penyebab kematiannya adalah penyakit infeksi maka pembusukan berlangsung lebih cepat. 5. Mummifikasi

24

Proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Syarat untuk dapat terjadi mummifikasi : Suhu udara harus tinggi Udara harus kering Harus ada aliran udara yang terus menerus Mummifikasi terjadi pada suhu panas dan kering sehingga tubuh akan terdehidrasi dengan cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14 minggu. Jaringan akan berubah menjadi keras, kering, warna coklat gelap, berkeriput dan tidak membusuk. 6. Adiposera Adiposera adalah proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak dan berminyak yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh postmortem. Lemak akan terhidrolisis menjadi asam lemak bebas karena kerja lipase endogen dan enzim bakteri. Faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban dan suhu panas. Pembentukan adipocere membutuhkan waktu beberapa minggu sampai beberap bulan. Adiposera relatif resisten terhadap pembusukan. Syarat untuk terjadinya adipocere : Tempat harus basah, artinya harus mengandung air Tempat harus mengandung alkali Tanda-tanda yang tampak adalah berupa: Tubuh berwarna putih sampai putih kekuningan Bila diraba terasa seperti sabun Pada pemanasan akan meleleh Berbau tengik Manfaat bagi kedokteran forensik : Untuk kepentingan identifikasi Adanya tanda-tanda kekerasan masih dapat ditemukan Selain beberapa tanda kematian pasti diatas, ada pula tanda-tanda kematian tidak pasti, yaitu antara lain: 1, 4 1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit 2. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba 3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan 4. Tonus otot menghilang dan relaksasi 5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian 6. Pengerigan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air. Traumatologi Forensik Trauma atau kecelakaan merupakan hal yang biasa dijumpai dalam kasus forensik. Hasil dari trauma atau kecelakaan adalah luka, perdarahan dan/atau skar atau hambatan dalam fungsi organ. Agen penyebab trauma diklasifikasikan dalam beberapa cara, antaralain kekuatan mekanik, aksi suhu, agen kimia, agen elektromagnet, asfiksia dan trauma emboli. Dalam prakteknya nanti seringkali terdapat kombinasi trauma yang disebabkan oleh satu jenis penyebab, sehingga klasifikasi trauma ditentukan oleh alat penyebab dan usaha yang menyebabkan trauma. 1, 2, 4

25

Trauma Tumpul Dua variasi utama dalam trauma tumpul adalah: 1. Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam. 2. Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam. Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut terdapat perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu. Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan berbagai tipe luka. 1, 4 1. Abrasi 2. Laserasi 3. Kontusi/ruptur 4. Fraktur 5. Kompresi 6. Perdarahan Abrasi Abrasi per definisi adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial jika hanya epidermis saja yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis)atau lebih dalam lagi sampai ke jaringan lunak bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan benda yang mengenainya. Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang mengenainya. Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang. Perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka adalah saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari), beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang luas. Kontusio Superfisial Kata lazim yang digunakan adalah memar, terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. Pada orang dengan kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih mudah terlihat dari nyeri tekan yang ditimbulkannya. Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standart pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik. Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan menentukan juga karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi gelap. Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk menentukan waktu terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara pasti karena hal tersebut pun bergantung pada keahlian pemeriksa. Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian.
26

Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga dapat menyebabkan ganggren dan kematian jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat media berkembang biak kuman. Kematian jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran darah sirkulasi menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup, kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangren. Efek lanjut lain dapat timbul pada tekanan mendadak dan luas pada jaringan subkutan. Tekanan yang mendadak menyebabkan pecahnya sel sel lemak, cairan lemak kemudian memasuki peredaran darah pada luka dan bergerak beserta aliran darah dapat menyebabkan emboli lemak pulmoner atau emboli pada organ lain termasuk otak. Pada mayat dengan kulit yang gelap sehingga memar sulit dinilai sayatan pada kulit untuk mengetahui resapan darah pada jaringan subkutan dapat dilakukan dan dilegalkan. Kontusio pada organ dan jaringan dalam Semua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik yang berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian. Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran, koma dan kematian. Kontusio dan perangan yang kecil pada otak dapat menyebabkan gangguan fungsi organ lain yang luas dan kematian jika terkena pada bagian vital yang mengontrol pernapasan dan peredaran darah. Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit pada daeran yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat menyebabkan gannguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang mengenai kerja otot jantung dapat menghambat pengosongan jantung dan menyebabkan gagal jantung. Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur organ yang menyebabkan perdarahan pada rongga tubuh. Laserasi Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa, permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi. Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda tajam seperti pisau. Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga menunjukkan arah awal kekerasan. Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi.
27

Sehingga pukulan yang terjadi karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan swallow tails. Beberapa benda dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip. Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut, perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu pembekuan dari darah, yang berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar kulit atau membran mukosa. Bekuan darah yang bercampur dengan bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta. Jaringan parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi saluran luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan penyembuhan selesai. Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan struktur lain. Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak seperti luka atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa hari, dan lebih dari beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan ddengan yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan. Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi terus menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke dalam jaringan. Port d entree tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya penyembuhan luka yang sempurna. Bila luka terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak pada paru atau sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa. Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan hebat. Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasi Luka lecet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang sama dapat menyebabkan memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan selanjutnya dan lecet pada pukulan selanjutnya. Tetapi ketiga jenis luka tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu pukulan. Fraktur Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya memiliki sedikit makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi menjadi fraktur sederhana dan komplit atau terbuka. Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi beberapa faktor seperti komposisi tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih lunak, sehingga apabila terjadi trauma khususnya pada tulang tengkorak dapat menyebabkan kerusakan otak yang hebat tanpa menyebabkan fraktur tulang tengkorak. Wanita usia tua sering kali telah mengalami osteoporosis, dimana dapat terjadi fraktur pada trauma yang ringan.

28

Pada kasus dimana tidak terlihat adanya deformitas maka untuk mengetahui ada tidaknya fraktur dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan sinar X, mulai dari fluoroskopi, foto polos. Xero radiografi merupakan teknik lain dalam mendiagnosa adanya fraktur. Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur dapat menggambarkan benda penyebabnya (khususnya fraktur tulang tengkorak), arah kekerasan. Fraktur yang terjadi pada tulang yang sedang mengalami penyembuhan berbeda dengan fraktur biasanya. Jangka waktu penyembuhan tulang berbeda-beda setiap orang. Dari penampang makros dapat dibedakan menjadi fraktur yang baru, sedang dalam penyembuhan, sebagian telah sembuh, dan telah sembuh sempurna. Secara radiologis dapat dibedakan berdasarkan akumulasi kalsium pada kalus. Mikroskopis dapat dibedakan daerah yang fraktur dan daerah penyembuhan. Penggabungan dari metode diatas menjadikan akurasi yang cukup tinggi. Daerah fraktur yang sudah sembuh tidaklah dapat menjadi seperti tulang aslinya. Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan sub periosteum terjadi dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut. Apabila terjadi robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung disekitar jaringan lunak yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik dapat berkurang. Apabila terjadi robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan darah yang banyak dan dapat menyebabkan pasien shok sampai meninggal. Shok yang terjadi pada pasien fraktur tidaklah selalu sebanding dengan fraktur yang dialaminya. Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain. Gejala pada emboli lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya fraktur dan dapat menyebabkan kematian. Gejala pada emboli lemak di paru berupa distres pernafasan dapat terjadi 14-16 jam setelah terjadinya fraktur yang juga dapat menyebabkan kematian. Emboli sumsum tulan atau lemak merupakan tanda antemortem dari sebuah fraktur. Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur depresi tidaklah begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat membuat hematom ekstra dural, sehingga diperlukan depresi tulang secepatnya. Apabila ujung tulang mengenai otak dapat merusak otak tersebut, sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran, kejang, koma hingga kematian. Kompresi Kompresi yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan efek lokal maupun sistemik yaitu asfiksia traumatik sehingga dapat terjadi kematiaan akibat tidak terjadi pertukaran udara. 1-4 Perdarahan Perdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan kompresi. Kehilangan 1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang bermakna. Kehilangan volume darah dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam kondisi berbaring. Kehilangan volume darah dan mendadak dapat menyebabkan syok yang berakhir pada kematian. Kecepatan perdarahan yang terjadi tergantung pada ukuran dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis perlukaan yang mengakibatkan terjadinya perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan terjadi perdarahan banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri.Apabila luka pada arteri besar berupa sayatan, seperti luka yang disebabkan oleh pisau, perdarahan akan berlangsung lambat dan mungkin intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan mengakibatkan luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian darah dari dinding pembuluh darah sendiri.
29

Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah diketahui, yaitu perdarahan yang berasal dari arteri lebih berisiko dibandingkan perdarahan yang berasal dari vena. Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila terjadi perlukaan pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat menyebabkan perdarahan yang lama. Kondisi ini terdapat pada orang-orang dengan penyakit hemofili dan gangguan pembekuan darah, serta orang-orang yang mendapat terapi antikoagulan. Pecandu alcohol biasanya tidak memiliki mekanisme pembekuan darah yang normal, sehingga cenderung memiliki perdarahan yang berisiko. Investigasi terhadap kematian yang diakibatkan oleh perdarahan memerlukan pemeriksaan lengkap seluruh tubuh untuk mencari penyakit atau kondisi lain yang turut berperan dalam menciptakan atau memperberat situasi perdarahan. 1 Cedera Kepala Cedera Kepala pada Penutup Otak Jaringan otak dilindungi oleh 3 lapisan jaringan. Lapisan paling luar disebut duramater, atau sering dikenal sebagai dura. Lapisan ini tebal dan lebih dekat berhubungan dengan tengkorak kepala dibandingakan otak. Antara tengkorak dan dura terdapat ruang yang disebut ruang epidural atau ekstradural. Ruang ini penting dalam bidang forensik. Lapisan yang melekat langsung ke otak disebut piamater. Lapisan ini sangat rapuh, melekat pada otak dan meluas masuk ke dalam sulkus-sulkus otak. Lapisan ini tidak terlalu penting dalam bidang forensik. Lapisan berikutnya yang terletak antara dura mater dan pia mater disebut arakhnoid. Ruang yang dibentuk antara lapisan dura mater dan arakhnoid ini disebut ruang subdural. Kedalaman ruang ini bervariasi di beberapa tempat. Perlu diingat, cairan otak terdapat pada ruang subarakhnoid, bukan di ruang subdural. 1-4 Perdarahan kepala dapat terjadi pada ketiga ruang yaitu ruang epidural, subdural atau ruang subarakhnoid, atau pada otak itu sendiri. Perdarahan Epidural (Hematoma) Perdarahan jenis ini berhubungan erat dengan fraktur pada tulang tengkorak. Apabila fraktur mengenai jalinan pembuluh darah kecil yang dekat dengan bagian dalam tengkorak, umumnya arteri meningea media, dapat menyebabkan arteri terkoyak dan terjadi perdarahan yang cepat. Kumpulan darah akhirnya mendorong lapisan dura menjauh dari tengkorak dan ruang epidural menjadi lebih luas. Akibat dari lapisan dura yang terdorong ke dalam, otak mendapatkan kompresi atau tekanan yang akhirnya menimbulkan gejala-gejala seperti nyeri kepala, penurunan kesadaran bertahap mulai dari letargi, stupor dan akhirnya koma. Kematian akan terjadi bila tidak dilakukan terapi dekompresi segera. Waktu antara timbulnya cedera kepala sampai munculnya gejalagejala yang diakibatkan perdarahan epidural disebut sebagai lucid interval Perdarahan Subdural (Hematoma) Perdarahan ini timbul apabila terjadi bridging vein yang pecah dan darah berkumpul di ruang subdural. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan kompresi pada otak yang terletak di bawahnya. Karena perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka lucid interval juga lebih lama dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari. Jumlah perdarahan pada ruang ini berkisar dibawah 120 cc, sehingga tidak menyebabkan perdarahan subdural yang fatal. Tidak semua perdarahan epidural atau subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus, perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi pada

30

otak, sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain, memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak. Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya pembekuan pada perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara bertahap meluas ke seluruh permukaan bekuan. Pada waktu yang bersamaan, darah mengalami degradasi. Hasil akhir dari penyembuhan tersebut adalah terbentuknya jaringan skar yang lunak dan tipis yang menempel pada dura. Sering kali, pembuluh dara besar menetap pada skar, sehingga membuat skar tersebut rentan terhadap perlukaan berikutnya yang dapat menimbulkan perdarahan kembali. Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan pada perdarahan subdural ini bervariasi antar individu, tergantung pada kemampuan reparasi tubuh setiap individu sendiri. Hampir semua kasus perdarahan subdural berhubungan dengan trauma, meskipun dapat tidak berhubungan dengan trauma. Perdarahan ini dapat terjadi pada orang-orang dengan gangguan mekanisme pembekuan darah atau pada pecandu alcohol kronik, meskipun tidak menyebabkan perdarahan yang besar dan berbahaya. Pada kasus-kasus perdarahan subdural akibat trauma, dapat timbul persarahan kecil yang tidak berisiko apabila terjadi pada orang normal. Akan tetapi, pada orang-orang yang memiliki gangguan pada mekanisme pembekuan darah, dapat bersifat fatal. Adakalanya juga perdarahan subdural terjadi akibat perluasan dari perdarahan di tempat lain. Salah satu contohnya adalah perdarahan intraserebral yang keluar dari substansi otak melewati pia mater, kemudian masuk dan menembus lapisan arakhnoid dan mencapai ruang subdural. Perdarahan Subarakhnoid Penyebab perdarahan subarakhnoid yang tersering ada 5, dan terbagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu yang disebabkan trauma dan yang tidak berhubungan dengan trauma. Penyebabnya antara lain: 1 1. Nontraumatik: a. Ruptur aneurisma pada arteri yang memperdarahi otak b. Perdarahan intraserebral akibat stroke yang memasuki subarakhnoid 2. Traumatik: a. Trauma langsung pada daerah fokal otak yang akhirnya menyebabkan perdarahan subarakhnoid b. Trauma pada wajah atau leher dengan fraktur pada tulang servikal yang menyebabkan robeknya arteri vertebralis c. Robeknya salah satu arteri berdinding tipis pada dasar otak yang diakibatkan gerakan hiperekstensi yang tiba-tiba dari kepala. Arteri yang lemah dan membengkak seperti pada aneurisma, sangat rapuh dindingnya dibandingkan arteri yang normal. Akibatnya, trauma yang ringan pun dapat menyebabkan ruptur pada aneurisma yang mengakibatkan banjirnya ruang subarakhnoid dengan darah dan akhirnya menimbulkan disfungsi yang serius atau bahkan kematian. Yang menjadi teka-teki pada bagian forensik adalah, apakah trauma yang menyebabkan ruptur pada aneurisma yang sudah ada, atau seseorang mengalami nyeri kepala lebih dahulu akibat mulai pecahnya aneurisma yang menyebabkan gangguan tingkah laku berupa perilaku mudah berkelahi yang berujung pada trauma. Contoh yang lain, apakah seseorang yang jatuh dari ketinggian tertentu menyebabkan ruptur aneurisma, atau seseorang tersebut mengalami ruptur aneurisma terlebih dahulu yang menyebabkan perdarahan subarakhnoid dan akhirnya kehilangan kesadaran dan terjatuh.
31

Pada beberapa kasus, investigasi yang teliti disertai dengan otopsi yang cermat dapat memecahkan teka-teki tersebut. Perdarahan subarakhnoid ringan yang terlokalisir dihasilkan dari tekanan terhadap kepala yang disertai goncangan pada otak dan penutupnya yang ada di dalam tengkorak. Tekanan dan goncangan ini menyebabkan robeknya pembuluh-pembuluh darah kecil pada lapisan subarakhnoid, dan umumnya bukan merupakan perdarahan yang berat. Apabila tidak ditemukan faktor pemberat lain seperti kemampuan pembekuan darah yang buruk, perdarahan ini dapat menceritakan atau mengungkapkan tekanan trauma yang terjadi pada kepala. Jarang sekali, tamparan pada pada sisi samping kepala dan leher dapat mengakibatkan fraktur pada prosesus lateralis salah satu tulang cervical superior. Karena arteri vertebralis melewati bagian atas prosesus lateralis dari vertebra di daerah leher, maka fraktur pada daerah tersebut dapat menyebabkan robeknya arteri yang menimbulkan perdarahan masif yang biasanya menembus sampai lapisan subarakhnoid pada bagian atas tulang belakang dan akhirnya terjadi penggenangan pada ruang subarakhnoid oleh darah. Aliran darah ke atas meningkat dan perdarahan meluas sampai ke dasar otak dan sisi lateral hemisfer serebri. Pada beberapa kasus, kondisi ini sulit dibedakan dengan perdarahan nontraumatikyang mungkin disebabkan oleh ruptur aneurisma. Tipe perdarahan subarakhnoid traumatic yang akan dibicarakan kali ini merupakan tipe perdarahan yang massif. Perdarahan ini melibatkan dasar otak dan meluas hingga ke sisi lateral otak sehingga serupa dengan perdarahan yang berhubungan dengan aneurisma pada arteri besar yang terdapat di dasar otak. Akan tetapi, pada pemeriksaan yang cermat dan teliti, tidak ditemukan adanya aneurisma, sedangkan arteri vertebralis tetap intak. Penyebab terjadinya perdarahan diduga akibat pecahnya pembuluh darah berdinding tipis pada bagian bawah otak, serta tidak terdapat aneurisma. Terdapat dua bukti, meskipun tidak selalu ada, yang bisa mendukung dugaan apakah kejadian ini murni dimulai oleh trauma terlebih dahulu. Bukti pertama yaitu adanya riwayat gerakan hiperekstensi tiba-tiba pada daerah kepala dan leher, yang nantinya dapat menyebabkan kolaps dan bahkan kematian.1-4 Kontusio otak Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abu-abu. Beberapa dapat lebih dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada bagian superfisial atau daerah abuabu sangat penting dalam ilmu forensik. Rupturnya pembuluh darah dengan terhambatnya aliran darah menuju otak menyebabkan adanya pembengkakan dan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, lingkaran kekerasan dapat terbentuk apabila kontusio yang terbentuk cukup besar, edema otak dapat menghambat sirkulasi darah yang menyebabkan kematian otak, koma, dan kematian total. Poin kedua terpenting dalam hal medikolegal adalah penyembuhan kontusio tersebut yang dapat menyebabkan jaringan parut yang akan menyebabkan adanya fokus epilepsi. Yang harus dipertimbangan adalah lokasi kontusio tipe superfisial yang berhubungan dengan arah kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola luka ditemukan dalam pemeriksaan kepala dan komponen yang terkena pada trauma sepeti pada kulit kepala, kranium, dan otak. Ketika bagian kepala terkena benda yang keras dan berat seperti palu atau botol bir, hasilnya dapat berupa, kurang lebihnya, yaitu abrasi, kontusio, dan laserasi dari kulit kepala. Kranium dapat patah atau tidak. Jika jaringan dibawahnya terkena, hal ini disebut coup. Hal ini terjadi saat kepala relatif tidak bergerak.

32

Kita juga harus mempertimbangkan situasi lainnya dimana kepala yang bergerak mengenai benda yang padat dan diam. Pada keadaan ini kerusakan pada kulit kepala dan pada kranium dapat serupa dengan apa yang ditemukan pada benda yang bergerak-kepala yang diam. Namun, kontusio yang terjadi, bukan pada tempat trauma melainkan pada sisi yang berlawanan. Hal ini disebut kontusio contra-coup. Pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma. Karena foto dari semua komponen trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat sesuai dengan demontrasi yang ada., diagram dapat menjelaskan hubungan trauma yang terjadi. Kadang-kadang dapat terjadi hal yang membingungkan, dapat saja kepala yang diam dan terkena benda yang bergerak pada akhirnya akan jatuh atau mengenai benda keras lainnya, sehingga gambaran yang ada akan tercampur, membingungkan, yang tidak memerlukan penjelasan mendetail. Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai daerah putih atau abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan kecil atau besar. Perdarahan kecil dinamakan ball hemorrhages sesuai dengan bentuknya yang bulat. Hal tersebut dapat serupa dengan perdarahan fokal yang disebabkan hipertensi. Perdarahan yang lebih besar dan dalam biasanya berbentuk ireguler dan hampir serupa dengan perdarahan apopletik atau stroke. Anamnesis yang cukup mengenai keadaan saat kematian, ada atau tiadanya tanda trauma kepala, serta adanya penyakit penyerta dapat membedakan trauma dengan kasus lain yang menyebabkan perdarahan. Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan trauma biasanya melibatkan daerah dengan perdarahan yang dalam. Tempat predileksinya adalah ganglia basal, pons, dan serebelum. Perdahan tersebut berhubungan dengan malformasi arteri vena. Biasanya mengenai orang yang lebih muda dan tidak mempunyai riwayat hipertensi. Edema paru tipe neurogenik biasanya menyertai trauma kepala. Manifestasi eksternal yang dapat ditemui adalah foam cone busa berwarna putih atau merah muda pada mulut dan hidung. Hal tersebut dapat ditemui pada kematian akibat tenggelam, overdosis, penyakit jantung yang didahului dekompensasio kordis. Keberadaan gelembung tidak membuktikan adanya trauma kepala. 1-4 Pola trauma Terdapat beberapa pola trauma akibat kekerasan tumpul yang dapat dikenali, yang mengarah kepada kepentingan medikolegal. Contohnya : 1. Luka terbuka tepi tidak rata pada kulit akibat terkena kaca spion pada saat terjadi kecelakaan, Ketika terjadi benturan, kaca spion tersebut akan menjadi fragmenfagmen kecil. Luka yang terjadi dapat berupa abrasi, kontusio, dan laserasi yang berbentuk segiempat atau sudut. 2. Pejalan kaki yang ditabrak kendaraan bermotor biasanya mendapatkan fraktur tulang panjang kaki. Hal ini disebut bumper fractures. Adanya fraktur tersebut yang disertai luka lainnya pada tubuh yang ditemukan di pinggir jalan, memperlihatkan bahwa korban adalah pejalan kaki yang ditabrak oleh kendaraan bermotor dan dapat diketahui tinggi bempernya. Karena hampir seluruh kendaraan bermotor nose dive ketika mengerem mendadak, pengukuran ketinggian bemper dan tinggi fraktur dari telapak kaki, dapat mengindikasikan usaha pengendara kendaraan bermotor untuk mengerem pada saat kecelakaan terjadi. 3. Penderita serangan jantung yang terjatuh dapat diketahui dengan adanya pola luka pada dan di bawah area hat band dan biasanya terbatas pada satu sisi wajah. Dengan adanya pola tersebut mengindikasikan jatuh sebagai penyebab, bukan karena dipukul.

33

4. Pukulan pada daerah mulut dapat lebih terlihat dari dalam. Pukulan yang kepalan tangan, luka tumpul yang terjadi dapat tidak begitu terlihat dari luar, namun menimbulkan edem jaringan pada bagian dalam, tepat di depan gigi geligi. Frenum pada bibir atas kadang rusak, terutama bila korban adalah bayi yang sering mendapat pukulan pada kepala Pola trauma banyak macamnya dan dapat bercerita pada pemeriksa medikolegal. Kadangkala sukar dikenali, bukan karena korban tidak diperiksa, namun karena pemeriksa cenderung memeriksa area per area , dan gagal mengenali polanya. Foto korban dari depan maupun belakang cukup berguna untuk menetukan pola trauma. Persiapan diagram tubuh yang memperlihatkan grafik lokasi dan penyebab trauma adalah latihan yang yang baik untuk mengungkapkan pola trauma. 1-4 Trauma Tajam Benda tajam seperti pisau, pemecah es, kapak, pemotong, dan bayonet menyebabkan luka yang dapa dikenali oleh pemeriksa. Tipe lukanya akan dibahas di bawah ini : Luka insisi Luka insisi disebabkan gerakan menyayat dengan benda tajam seperti pisau atau silet. Karena gerakan dari benda tajam tersebut, luka biasanya panjang, bukan dalam. Panjang dan kedalaman luka dipengaruhi oleh gerakan benda tajam, kekuatannya, ketajaman, dan keadaan jaringan yang terkena. Karakteristik luka ini yang membedakan dengan laserasi adalah tepinya yang rata. Luka tusuk Luka tusuk disebabkan oleh benda tajam dengan posisi menusuk atau korban yang terjatuh di atas benda tajam. Bila pisau yang digunakan bermata satu, maka salah satu sudut akan tajam, sedangkan sisi lainnya tumpul atau hancur. Jika pisau bermata dua, maka kedua sudutnya tajam. Penampakan luar luka tusuk tidak sepenuhnya tergantung dari bentuk senjata. Jaringan elastis dermis, bagian kulit yang lebih dalam, mempunyai efek yang sesuai dengan bentuk senjata. Harus dipahami bahwa jaringan elastis terbentuk dari garis lengkung pada seluruh area tubuh. Jika tusukan terjadi tegak lurus garis tersebut, maka lukanya akan lebar dan pendek. Sedangkan bila tusukan terjadi paralel dengan garis tersebut, luka yang terjadi sempit dan panjang. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya adalah reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat menyebabkan lukanya menjadi tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada saat penusukan juga akan mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan : 1. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai dengan gambaran biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan yang lebih dalam maupun pada organ. 2. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut, sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan kulit seperti ekor. 3. Tusukan masuk kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas dibandingkan dengan lebar senjata yang digunakan.

34

4.

Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar senjata yang digunakan. 5. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk ireguler dan besar. Jika senjata digunakan dengan kekuatan tambahan, dapat ditemukan kontusio minimal pada luka tusuk tersebut. Hal ini dapat diindikasikan adanya pukulan. Panjang saluran luka dapat mengindikasikan panjang minimun dari senjata yang digunakan. Harus diingat bahwa posisi tubuh korban saat ditusuk berbeda dengan pada saat autopsi. Posisi membungkuk, berputar, dan mengangkat tangan dapat disebabkan oleh senjata yang lebih pendek dibandingkan apa yang didapatkan pada saat autopsi. Manipulasi tubuh untuk memperlihatkan posisi saat ditusuk sulit atau bahkan tidak mungkin mengingat berat dan adanya kaku mayat. Poin lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya kompresi dari beberapa anggota tubuh pada saat penusukan. Pemeriksa yang sudah berpengalaman biasanya ragu-ragu untuk menentukan jenis senjata yang digunakan. Pisau yang ditusukkan pada dinding dada dengan kekuatan tertentu akan mengenai tulang rawan dada, tulang iga, dan bahkan sternum. Karakteristik senjata paling baik dilihat melalui trauma pada tulang. Biasanya senjata yang tidak begitu kuat dapat rusak atau patah pada ujungnya yang akan tertancap pada tulang. Sehingga dapat dicocokkan, ujung pisau yang tertancap pada tulang dengan pasangannya. Luka Bacok Luka bacok dihasilkan dari gerakkan merobek atau membacok dengan menggunakan instrument yang sedikit tajam dan relatif berat seperti kapak, kapak kecil, atau parang. Terkadang bayonet dan pisau besar juga digunakan untuk tujuan ini. Luka alami yang disebabkan oleh senjata jenis tersebut bervariasi tergantung pada ketajaman dan berat senjata. Makin tajam instrument makin tajam pula tepi luka. Sebagaimana luka lecet yang dibuat oleh instrument tajam yang lebih kecil, penipisan terjadi pada tempat dimana bacokan dibuat. Abrasi lanjutan dapat ditemukan pada jenis luka tersebut pada sisi diseberang tempat penipisan, yang disebabkan oleh hapusan bilah yang pipih. Pada instrumen pembacok yang diarahkan pada kepala, sudut besatan bilah terkadang dapat dinilai dari bentuk patahan tulang tengkorak. Sisi pipih bilah bisa meninggalkan cekungan pada salah satu sisi patahan, sementara sisi yang lain dapat tajam atau menipis. Berat senjata penting untuk menilai kemampuannya memotong hingga tulang di bawah luka yang dibuatnya. Ketebalan tulang tengkorak dapat dikalahkan dengan menggunakan instrumen yang lebih berat. Pernah dilaporkan bahwa parang dapat membuat seluruh gigi lepas. Kerusakan tulang yang hebat tidak pernah disebabkan oleh pisau biasa. Juga perlu dicatat kemungkinan diakukannya pemelintiran setelah terjadi bacokan dan dalam upaya melepaskan senjata. Gerakan tersebut, jika dilakukan dengan tekanan, dapat mengakibatkan pergeseran tulang, umumnya didekat kaki-kaki luka bacok. Efek utama dari luka tusuk, luka lecet, dan luka bacok adalah perdarahan. Disfungsi karena kerusakan saraf di ekstremitas juga dapat dicatat. Luka tusuk yang dalam dapat mengenai organ-organ dalam. Instrumen teramat kecil yang menyebabkan luka tipe tusuk dapat menyebabkan luka kecil yang dengan keelastisan dari jaringan normal dapat kembali tertutup setelah intrumen dicabut, dan tidak ada darah yang keluar setelahnya. Pemecah es, awls, dan hatpins diakui dapat menyebabkan luka jenis tersebut.

35

Sebagimana telah didiskusikan pada pembahasan luka tembak, bentuk alami terpotongnya arteri besar dan jantung oleh karena luka tusuk menyebabkan perdarahan lebih lambat dibandingkan kerusakan yang sama yang disebabkan luka tembak. Pada keadaan tertentu, senjata yang tidak umum digunakan, menyebabkan luka tusuk, lecet, atau bacok. Anak panah berburu yang setajam silet yang umumnya dipakai jarak jauh, pernah juga dipakai untuk menusuk korban dengan tangan. Potongan tajam gelas, botol pecah, dan objek gelas lain yang tajam terkdang dipakai sebagai senjata untuk merobek atau menusuk. Pisau bedah, jarum jahit, dan tonggak tajam dapat digunakan sebagai senjata yang mematikan. Beberapa catatan sebaiknya dibuat mengenai kerusakan yang tertutupi oleh instrumen tajam yang dipakai sebagai sejata untuk menusuk. Jika pisau bermata dua atau sejata sejenis digunakan, tepi pemotongan yang tajam menyebabkan sudut tajam atau robekan dengan kaki-kaki bersudut akut. Senjata bermata satu seringkali menyebabkan salah satu kaki luka bersudut tajam dan yang satunya tumpul. Pemeriksaan pakaian korban penusukan dapat memeberi perkiraan ciri-ciri senjata yang digunakan. Pemeriksaan tersebut menjadi sangat penting nilainya apabila luka tusuk diperlebar oleh dokter bedah untuk tujuan menilai luka secara lebih akurat untuk kepentingan medikolegal. Pemeriksaan ini juga penting untuk menilai apakah senjata benar-benar menembus pakaian hingga kelapisan dibawahnya. Beberapa individu yang menggunakan senjata tajam untuk bunuh diri dapat membuka sedikit bagian pakaiannya sehingga tidak akan ditemukan robekan tembus pada pakaian. Tidak adanya kerusakan pada pakaian yang dipakai oleh korban, padahal luka terdapat pada area yang tertutupi pakaian, dapat menunjukkan bahwa kematian disebabkan masalah internal. Terdapat 2 tipe luka oleh karena instrumen yang tajam dikenal dengan baik dan memiliki ciri yang dapat dikenali dari aksi korban. tanda percobaan adalah insisi dangkal, luka tusuk atau luka bacok yang dibuat sebelum luka yang fatal oleh individu yang berencana bunuh diri. Luka percobaan tersebut seringkali terletak paralel dan terletak dekat dengan luka dalam di daerah pergelangan tangan atau leher. Bentuk lainnya antara lain luka tusuk dangkal didekat luka tusuk dalam dan mematikan. Meskipun jarang sekali dilaporkan, luka bacok superfisial di kepala dapat terjadi sebelum ayunan yang keras dan menyebabkan kehilangan kesadaran dan/atau kematian. Bentuk lain dari luka oleh karena instrumen yang tajam adalah luka perlawanan. Luka jenis ini dapat ditemukan di jari-jari, tangan, dan lengan bawah (jarang ditempat lain) dari korban sebagaimana ia berusaha melindungi dirinya dari ayunan senjata, contohnya dengan menggenggam bilah dari instrumen tajam. Jelas bahwa tanda percobaan merupakan ciri khas bunuh diri dan tanda perlawanan menunjukkan pembunuhan. Bagaimanapun juga, boleh saja berpikir bahwa luka lecet dapat ditemukan, umumnya pada leher atau sekitar leher, disebabkan oleh penyerang pada kasus pembunuhan. Luka lecet multipel di lengan bawah dapat pula, meskipun jarang, menjadi tanda perlawanan, namun tampil seperti luka percobaan. Interpretasi dari tanda perlawanan dan percobaan yang tampak sebaiknya disimpulkan setelah pemeriksaan yang lengkap dan seksama. Luka Tembak Harus selalu ada di dalam benak kita bahwa saat tembakan terjadi, dilepaskan 3 substansi berbeda dari laras senjata. Yaitu anak peluru, bubuk mesiu yang tidak terbakar, dan gas. Gas tersebut dihasilkan dari pembakaran bubuk mesiu yang memberikan tekanan pada anak peluru untuk terlontar keluar dari senjata. Proses tersebut akan menghasilkan jelaga.
36

Ada bagian yang berbentuk keras seperti isi pensil untuk menyelimuti bubuk mesiu. Sebenarnya tidak semua bubuk mesiu akan terbakar; sejumlah kecil tetap tidak terbakar, dan sebagian besar lainnya diledakkan keluar dari lubang senjta sebagai bubuk, yang masingmasing memiliki kecepatan inisial sama dengan anak peluru atau misil lain. Massa materi yang terlontar dari laras pada saat penembakan dapat menjadi patokan jarak yang ditempuhnya. Gas, yang bersamanya juga terkandung jelaga, sangat jelas dan dapat melalui jarak yang sangat pendek yang diukur dengan satuan inch. Bubuk mesiu yang tidak terbakar, dengan massa yang lebih besar, dapat terlontar lebih jauh. Tergantung kepada tipe bubuknya, kemampuan bubuk mesiu untuk terlontar bervariasi antara 2-6 kaki (0,6-2 m). Makin berat anak peluru tentu saja membuatnya terlontar lebih jauh menuju target yang ditentukan atau tidak ditentukan. Perdarahan Perdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan kompresi. Kehilangan 1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang bermakna. Kehilangan volume darah dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam kondisi berbaring. Kehilangan volume darah dan mendadak dapat menyebabkan syok yang berakhir pada kematian. Kecepatan perdarahan yang terjadi tergantung pada ukuran dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis perlukaan yang mengakibatkan terjadinya perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan terjadi perdarahan banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri.Apabila luka pada arteri besar berupa sayatan, seperti luka yang disebabkan oleh pisau, perdarahan akan berlangsung lambat dan mungkin intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan mengakibatkan luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian darah dari dinding pembuluh darah sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah diketahui, yaitu perdarahan yang berasal dari arteri lebih berisiko dibandingkan perdarahan yang berasal dari vena. Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila terjadi perlukaan pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat menyebabkan perdarahan yang lama. Kondisi ini terdapat pada orang-orang dengan penyakit hemofili dan gangguan pembekuan darah, serta orang-orang yang mendapat terapi antikoagulan. Pecandu alcohol biasanya tidak memiliki mekanisme pembekuan darah yang normal, sehingga cenderung memiliki perdarahan yang berisiko. Investigasi terhadap kematian yang diakibatkan oleh perdarahan memerlukan pemeriksaan lengkap seluruh tubuh untuk mencari penyakit atau kondisi lain yang turut berperan dalam menciptakan atau memperberat situasi perdarahan. Asfiksia Asfiksia adalah suatu keadaan yang dityandai dengan terjadinya gangguanpertukaran udara pernafasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia)disertai dengan peningkatan karbondioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen dan terjadi kematian. Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut : Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernafasan seperti laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang menyebabkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotorak bilateral. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernafasan misalnya barbiturat, dan narkotika.

37

Asfiksia Mekanik Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernafasan terhalang memasuki saluran pernafasan oleh berbagai kekerasan, misalnya : Penutupan lubang saluran pernafasan bagian atas : o Pembekapan (smothering) o Penyumbatan (Gagging dan choking) Penekanan dinding saluran pernafasan o Penjeratan (strangulation) o Pencekikan (manual strangulation, throttling) o Gantung (hanging) Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik) Saluran pernafasan terisi air (tenggelam, drowning) Karena kematian pada kasus tenggelam bukan murni disebabkan oleh asfiksia, maka ada sementara ahli yang tidak lagi memasukkan tenggelam kedalam kelompok asfiksia mekanik, tetapi dibicarakan sendiri. Sesuai dengan kasus yang dibicarakan diatas adanya kemungkinan korban mengalami asfiksia akibat strangulasi atau penjeratan akibat lengan bajunya sendiri yang menyebabkan dia mati lemas karena kekurangan udara pada pernapasannya. Asfiksia oleh Penjeratan Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai, stagen, kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya, melingkari atau mengikat leher yang makin lama makin kuat, sehingga saluran pernapasan tertutup. Mekanisme kematian pada penjeratan adalah akibat asfiksia atau refleks vaso-vagal (perangsangan reseptor pada carotid body). Terdapat dua jenis simpul jerat, yaitu simpul hidup (lingkar jerat dapat diperbesar atau diperkecil) dam simpul mati (lingkar jerat tidak dapat diubah). Untuk melepaskan jerat dari leher, jerat harus digunting serong (jangan melintang) pada tempat yang berlawanan dari letak simpul, sehingga dapat direkonstruksikan kembali di kemudian hari. Kedua ujung jerat harus diikat sehingga bentuknya tidak berubah. Jejas jerat pada leher biasanya mendatar, melingkari leher dan terdapat lebih rendah daripada jejas jerat pada kasus gantung. Jejas biasanya terletak setinggi atau di bawah rawan gondok. Keadaan jejas jerat pada leher sangat bervarisasi. Bila jerat lunak dan lebar seperti handuk atau selandang sutera, maka jejas mungkin tidak ditemukan dan pada otot-otot leher sebelah dalam dapat atau tidak ditemukan sedikit resapan darah. Tali yang tipis seperti kaus kaki nylon akan meninggalkan jejas dengan lebar tidak lebih dari 2-3 mm. Pola jejas dapat dilihat dengan menempelkan transparant scotch tape pada daerah jejas di leher, kemudian ditempelkan pada kaca obyek dan dilihat dengan mikroskop atau dengan sinar ultra violet. Bila jerat kasar seperti tali, maka bila tali bergesekan pada saat korban melawan akan menyebabkan luka lecet di sekitar jejas jerat, yang tampak jelas berupa kulit yang mencekung berwarna coklat dengan perabaan kaku seperti kertas perkamen (luka lecet tekan). Pada otototot leher sebelah dalam tampak banyak resapan darah. Hubungan antara asfiksia dan pendarahan Pada asfiksia biasanya juga dapat disertai dengan pendarahan, hal ini dapat terjadi pada kasus asfiksia dikarenakan terjadinya peningkatan tekanan yang disebabkan adanya bendungan pada arteri pulmonalis sehingga darah statis tekanan meningkat sehingga pembuluh darah terbendung dan menyebabkan kapiler darah pecah.

38

IDENTIFIKASI FORENSIK5 Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan. Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus terbakar dan pada kecelakaan masal, bencana alam atau huru-hara yang mengakibatkan banyak korban mati, serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi yang tertukar atau diragukan orang tuanya. Identitas seseorang dipastikan bila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif. Penentuan identitas personal dapat menggunakan metode identifikasi sidik jari, visual, dokumen, pakaian dan perhiasan, medik, gigi, serologik dan secara esklusi. Akhir-akhir ini dikembangkan pula metode identifikasi DNA. Pemeriksaan sidik jari Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante mortem. Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang. Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari tangan jenazah untuk permeriksaan sidik jari, misalnya melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantung plastik. Metode visual Metode ini dilakukan dengan cara memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum membusuk sehingga masih mungkin dikenali wajah atau bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu orang. Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut. Pemeriksaan dokumen Dokumen seperti kartu identifikasi (KTP, SIM, Paspor dsb) yang kebetulan dijumpai dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat membantu mengenali jenazah tersebut. Perlu diingat bahwa dalam kecelakaan masal, dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet yang berada dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan. Pemeriksaan pakaian dan perhiasan Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge, yang semuanya dapat membantu identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut. Khusus anggota ABRI, masalah identifikasi dipermudah dengan adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung logam yang dipakainya. Identifikasi medik Metode ini menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna mata, caat/kelainan khusus, tatu(rajah).

39

Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan berbagai cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan sinar-X), sehingga ketepatannya cukup tinggi. Bahkan pada tengkorak/kerangkapun masih dapat diakukan metode identifikasi ini. Melalui metode ini, diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur dan tinggi bada, kelainan pada tulang dan sebagainya. Pemeriksaan gigi Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi serta rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi dan sebagainya. Seperti halnya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang khas. Dengan demikian, dapat dilakukan identifikasi dengan cara membandingkan data temuan dengan data perbandingan ante mortem. Pemeriksaan serologik Pemeriksaan serologik bertujuan untuk menentukan golongan darah jenazah. Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku dan tulang. Metode eksklusi Metode ini digunakan pada kecelakaan masal yang melibatkan sejumlah orang yang dapat diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut dan sebagainya. Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan identitasnya dengan menggunakan metodemetode identifikasi lain, sedangkan identifikasi sisa korban tidak dapat ditentukan dengan metode-metode tersebut di atas, maka sisa korban diidentifikasi menurut daftar penumpang. Identifikasi potongan tubuh manusia (mutilasi) Untuk memastikan bahwa potongan tubuh berasal dari manusia dapat digunakan beberapa pemeriksaan seperti pengamatan jaringan secara makroskopik, mikroskopik, dan pemeriksaan serologic berupa reaksi antigen-antibodi. Penentuan jenis kelamin dilakukan dengan pemeriksaan makroskopik dan diperkuat dengan pemeriksaan mikroskopik yang bertujuan menemukan kromatin seks wanita seperti drum stick pada leukosit dan barr body pada sel epitel. Melelui metode ini, diperoleh data mengenai data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur dan tinggi badan, kelainan tulang, dan yang lainnya. Identifikasi kerangka Upaya identifikasi kerangka bertujuan membuktikan bahwa kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan, ciri cirri khusus, deformitas, dan bila memungkinkan dapat dilakukan rekonstruksi wajah. Dicari pula tanda kekerasan pada tulang. Perkiraan saat kematian dapat dilakukan dengan memperhatikan keadaan kekeringan tulang. Selain itu bisa dilakukan pembandingan dengan data antemortem, yakni dengan metode superimposisi. Metode tersebut dilakukan dengan jalan menumpukkan foto rontgen tengkorak di atas foto wajah yang dibuat berukuran sama dan diambil dari sudut pemotretan yang sama. Dengan demikian dapat dicari adanya titik titik persamaan. Pemeriksaan anatomic dapat memastikan bahwa kerangka adalah kerangka manusia.

40

Kesalahan penafsiran dapat timbul bila hanya terdapat sepotong tulang saja, dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan serologic dan histologik. Penentuan ras mungkin dilakukan dengan pemeriksaan antropologik pada tengkorak, gigi geligi, dan tulang panggul atau tulang lainnya. Arkus zigomatikus dan gigi insisivus atas pertama yang berbentuk seperti sekop member petunjuk kea rah ras mongoloid. Penentuan jenis kelamin dilakukan dengan pemeriksaan tulang panggul, tulang tengkorak, sternum, tulang panjang, serta scapula dan metacarpal. Pada panggul, index ischio-pubic (panjang pubis dikali seratus dibagi panjang ischium) merupakan ukuran yang paling sering dipakai. Nilai laki laki sekitar 83,6 dan wanita 99,5. 1-4 Tanda Ukuran, volum endokranial Arsitektur Tonjolan supraorbital Processus mastoideus Daerah oksipital, linea muskularis, dan protuberensia Eminensia frontalis Eminensia parietalis Orbita Pria Besar Kasar Sedang-besar Sedang-besar Tidak jelas Wanita Kecil Halus Kecil-sedang Kecil-sedang Jelas / menonjol

Kecil Kecil Persegi, rendah relative kecil tepi tumpul Dahi Curam, kurang membundar Tulang pipi Berat, arkus lebih ke lateral Mandibula Berat, simfisisnya tinggi, ramus ascendingnya lebar Palatum Besar dan lebar, cenderung seperti huruf U Condylus oksipitalis Besar Gigi geligi Besar, M1 bawah sering 5 kuspid Tabel 2. Penentuan Jenis Kelamin

Besar Besar Membundar, tinggi relative besar, tepi tajam Membundar, penuh, infantile Ringan, lebih memusat Kecil, dengan ukuran korpus dan ramus lebih kecil Kecil, cenderung seperti parabola Kecil Kecil, molar biasanya 4 kuspid

INTERPRETASI TEMUAN Korban Korban yang meninggal adalah seorang laki-laki. Mayat ditemukan memakai kaus dalam (oblong) dan memakai celana panjang yang digulung hingga setengah tungkai bawah. Posisi mayat saat ditemukan adalah posisi tubuh tertelungkup dan relatif mendatar dengan leher terjerat oleh lengan bajunya sendiri. Mayat ditemukan telah membusuk, waktu kematian diperkirakan antara 24 sampai 36 jam yang lalu. Mengenai penyebab kematian, ada 2 kemungkinan penyebab kematian korban, yaitu akibat pembunuhan atau penganiayaan, namun proses awal terjadi nya sampai saat menimbulkan kematian tidak diperjelas lebih lanjut dalam kasus. Hanya diketahui jika ia ditemukan dalam keadaan terjerat lengan baju dan adanya luka terbuka pada bagian tubuh tertentu. Oleh karenanya proses kematian korban tidak diketahui apakah meninggal karena langsung terbunuh atau teraniaya terlebih dahulu. 1, 2, 4. Namun pada pemeriksaan, hasil menunjukan korban meninggal akibat dibunuh.
41

Tempat Kejadian Perkara Tempat dimana mayat korban ditemukan adalah di daerah perbukitan yang berhutan cukup lebat, tepatnya pada sebuah sungai yang telah kering dan penuh batu-batuan. Rumah terdekat dari tempat korban ditemukan kira-kira sejauh 2 kilometer. Sebab Kematian Penyebab kematian pada korban tersebut bisa dikarenakan kekerasan tajam atau akibat penjeratan. Mekanisme Kematian Berdasarkan kasus diatas, korban meninggal bisa dikarenakan mekanisme pendarahan akibat kekerasan tajam atau karena asfiksia oleh penjeratan. Mekanisme ini telah dijelaskan sebelumnya diatas (pada bagian traumatologi). Waktu Kematian Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat beberapa faktor yang digunakan untuk menentukan saat terjadinya kematian. Faktor-faktor tersebut adalah antara lain: Livor mortis (lebam jenazah) Livor mortis atau lebam mayat terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya gravitasi bumi . Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan. Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam. Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap 8-12 jam. Lebam jenazah normal berwarna merah keunguan. Tetapi pada keracunan sianaida (CN) dan karbon monoksida (CO) akan berwarna merah cerah (cherry red). Rigor mortis (kaku jenazah) Rigor mortis atau kaku jenazah terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena pada saat kematian terjadi penurunan cadangan ATP maka ikatan antara aktin dan myosin akan menetap (menggumpal) dan terjadilah kekakuan jenazah. Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian setelah itu akan berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan maksimal (24 jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan. Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh. Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kaku jenazah adalah: Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum mati. Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas sehingga serabut otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat yang tersimpan dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang lama. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai otot. Body temperature (suhu badan)

42

Pada saat sesudah mati, terjadi karena adanya proses pemindahan panas dari badan ke benda-benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. Penurunan suhu badan dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan pakaian. Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih cepat. Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan. Perkiraan saat kematian dapat dihitung dari pengukuran suhu jenazah perrektal (Rectal Temperature/RT). Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung rumus PMI (Post Mortem Interval) berikut. Formula untuk suhu dalam o Celcius PMI = 37 oC-RT oC + 3 Formula untuk suhu dalam oFahrenheit PMI = 98,6oF - RT oF 1,5 Degree of decomposition (derajat pembusukan) Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan kerja bakteri. Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lainlain. Gas yang terjadi menyebabkan pembengkakan. Akibat proses pembusukan rambut mudah dicabut, wajah membengkak, bola mata melotot, kelopak mata membengkak dan lidah terjulur. Pembusukan lebih mudah terjadi pada udara terbuka suhu lingkungan yang hangat/panas dan kelembaban tinggi. Bila penyebab kematiannya adalah penyakit infeksi maka pembusukan berlangsung lebih cepat. Proses-Proses Spesifik pada Jenazah Karena Kondisi Khusus. Aktivitas serangga Aktivitas serangga juga dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian yaitu dengan menentukan umur serangga yang biasa ditemukan pada jenazah. Necrophagus spesies akan memakan jaringan tubuh jenazah. Sedangkan predator dan parasit akan memakan serangga Necrophagus. Omnivorus species akan memakan keduanya baik jaringan tubuh maupun serangga. Telur lalat biasanya akan mulai ditemukan pada jenazah sesudah 1-2 hari postmortem. Larva ditemukan pada 6-10 hari postmortem. Sedangkan larva dewasa yang akan berubah menjadi pupa ditemukan pada 12-18 hari. Adiposera Adiposera adalah proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak dan berminyak yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh postmortem. Lemak akan terhidrolisis menjadi asam lemak bebas karena kerja lipase endogen dan enzim bakteri. Faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban dan suhu panas. Pembentukan adipocere membutuhkan waktu beberapa minggu sampai beberap bulan. Adiposera relatif resisten terhadap pembusukan. Mumifikasi Mummifikasi terjadi pada suhu panas dan kering sehingga tubuh akan terdehidrasi dengan cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14 minggu. Jaringan akan berubah menjadi keras, kering, warna coklat gelap, berkeriput dan tidak membusuk.

Perkiraan saat Kematian Selain perubahan pada mayat tersebut di atas, beberapa perubahan lain dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati. Perubahan pada mata

43

Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca mati. Baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira 10-12 jam pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas. Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada penekanan bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati. Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati. Hingga 30 menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai memucatnya diskus optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi. Selama dua jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning. Warna kuning juga tampak di sekitar makula yang menjadi lebih gelap. Pada saat itu pola vaskular koroid yang tampak sebagai bercak-bercak dengan latar belakang merah dengan pola segmentasi yang jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam pasca mati menjadi kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat. Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh besar yang mengalami segmentasi yang dapat dilihat dengan latar belakang kuning kelabu. Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan sangat kabur. Pada 12 jam pasca mati diskus hanya dapat dikenal dengan adanya konvergensi beberapa segmen pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh darah retina dan diskus, hanya makula saja yang tampak berwarna coklat gelap. Perubahan pada lambung Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga tidak dapat digunakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan saat mati. Namun keadaan lambung dan isinya mungkin membuat dalam membuat keputusan. Ditemukannya makanan tertentu (pisang, kulit tomat, biji-bijian) dalam isi lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum meninggal telah makan makanan tersebut. Perubahan rambut Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm/hari, panjang rambut kumis dan jenggot dapat digunakan bagi pria yang mempunyai kebiasan mencukur kumis atau jenggotnya dan diketahui saat terakhir ia mencukur. Pertumbuhan kuku Sejalan dengan hal rambut tersebut di atas, pertumbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1 mm per hari dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian bila dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian bila dapat diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong kuku. Perubahan dalam cairan serebrospinal Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang dari 80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar kreatin kurang dari 5 mg% dan 10 mg% masing-masing menunjukkan kematian belum mencapai 10 jam dan 30 jam. Dalam cairan vitreus Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar kalium yang cukup akurat untuk memperkirakan saat kematian antara 24 hingga 100 jam pasca mati. Kadar semua komponen
44

Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah pasca mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya. Perubahan tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan permeabilitas dari sel yang telah mati. Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam darah bahkan sebelum kematian itu terjadi. Reaksi supravital Yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Beberapa uji dapat dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsang listrik masih dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati dan mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 60-90 menit pasca mati, sedangkan trauma masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati. VISUM et REPERTUM Didasarkan pada penyelidikan suatu kasus harus disertai pula dengan pelaporan dari berbagai pihak. Salah satunya ada laporan pemeriksaan yang dilakukan oleh seorang dokter yang memeriksa keadaan mayat yang sedang diselidiki. Laporan tersebut dituangkan berupa Visum et Repertum..6 Visum et Repertum (VeR) adalah keterangan tertulis yangdibuat oleh Dokter atas permintaan tertulis penyidik yang berwenang,mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, baik hidup ataumati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia berdasarkankeilmuannya dan dibawah sumpah, untuk kepentingan peradilan.6,7 Jenis-jenis VeR antara lain dibedakan atas VeR untuk orang hidup dan VeR untuk jenasah (orang mati). Berikut pembagian jenis-jenis Visum et Repertum, antara lain: 6,7 1. Visum et Repertum untuk orang hidup, Yakni visum yang diberikan untuk korban luka-luka karena kekerasan, keracunan, perkosaan, atau psikiatri. Visum ini dibagi lagi atas beberapa macam yaitu: a. VeR sementara : Yaitu VeR yang diberikan pada korban yang masih dirawat dan visum ini diterbitkan belum ada kesimpulan karena masih menunggu obsrvasi lebih lanjut. b. VR lanjutan : Yaitu VeR yang merupakan lanjutan dari visum et repertum sementara dan visum ini dibuat setelah korban sembuh/meninggal. Dalam visum ini tanggal dan nomor VeR sementara dicantumkan serta telah ada kesimpulannya setelah dilakukan observasi. c. Visum Langsung : Yaitu VeR yang langsung diberikan setelah pemeriksaan korban. contoh VeR Jenasah. 2. Visum Jenasah (orang mati), Yakni dibagi menjadi dua bagian, antara lain: a. Visum dengan pemeriksaan luar b. Visum dengan pemeriksaan luar dan dalam Didalam Visum et Repertum terdiri dari 5 unsur bagian penting, yaitu: 6,7 1. Pro justitia : Kata projustitia disini memiliki arti Demi Keadilan, dimana laporan yang dibuat memiliki fungsi untuk tujuan peradilan. Ditulis dibagian atas dari suatu visum dan sudah dianggap berfungsi sama dengan materai.

45

2. Pendahuluan Pada bagian pendahuluian berisikan mengenai beberapa hal, yaitu * waktu, dan tempat pemeriksaan * atas permintaan siapa dan disertakan nomor, tanggal surat * dokter, pembantu yang memeriksa * identitas korban * alasan mengapa diperiksa 3. Pemberitaan Pada bagian ini merupakan bagian terpenting dari suatu visum et repertum. Pada bagian ini berisikan mengenai keterangan tentang apa yang dilihat dan diperoleh serta ditemukan secara objektif dan kemudian dituangkan dalam bagian ini. Disini dituliskan sebagai Hasil Pemeriksaan. 4. Kesimpulan Pada bagian ini memuat inti sari dari hasil pemeriksaan, disertai dengan pendapat dokter yang memeriksa/menyimpulkan kelainan yg terjadi pada korban. Selain itu pada bagian ini juga dituliskan mengenai jenis luka/cedera yg ditemukan, jenis kekerasan, derajat luka atau sebab kematian korban. 5. Penutup Pada bagian penutup tidak diberikan judul, namun memuat pernyataan mengenai visum et repertum tersebut dibuat berdasarkan atas sumpah dokter menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya. Selain itu pula dicantumkan lembaran negara no. 350 tahun 1937 atau berdasarkan KUHAP. Tidak lupa pula dicantumkan tanda tangan dan nama terang dokter yang membuat. Berikut adalah gambar contoh Visum et Repertum:

Gambar 3. Contoh Visum et Repertum Berikut juga disertakan contoh Visum et Repertum (Verp):

46

Visum Et Repertum Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jln. Arjuna no. 6, Jakata Barat. Nomor : 3456-SK.III/2345/2-13 Jakarta, 3 Januari 2013 Lamp. : Satu sampul tersegel ---------------------------------------------------------------------------Perihal : Hasil Pemeriksaan Pembedahan atas jenasah Tn. John Doe -----------------------------PROJUSTITIA VISUM ET REPERTUM Yang bertandatangan dibawah ini, Prilly Pricilya Theodorus, dokter ahli Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, menerangkan bahwa atas permintaan Pol:B/789/VR/I/I2/Serse tertanggal 3 Januari 2013, maka pada tanggal empat Januari tahun dua ribu tiga belas , pukul sembilan lewat tiga puluh menit Waktu Indonesia Bagian Barat, bertempat di ruang bedah jenazah bagian Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana telah melakukan pemeriksaan atas jenazah yang menurut surat permintaan tersebut adalah: Nama : John Doe-----------------------------------------------------------------------Jenis Kelamin : Laki-laki------------------------------------------------------------------------Umur : -----------------------------------------------------------------------------------Kebangsaan : Indonesia-----------------------------------------------------------------------Agama : ----------------------------------------------------------------------------------Pekerjaan : ---------------------------------------------------------------------------------Alamat : ---------------------------------------------------------------------------------Mayat telah diidentifikasi dengan sehelai label berwarna merah muda, dengan materai lak merah, terikat pada ibu jari kaki kanan. Hasil Pemeriksaan 1.Pemeriksaan Luar 1. Mayat tidak dibungkus------------------------------------------------------------------2. Mayat berpakaian sebagai berikut :--------------------------------------------------a. Kaos dalam (oblong) berwarna putih merk Rider.------------------------------b. Celana celana panjang yang di bagian bawahnya digulung hingga setengah tungkai bawahnya.--------------------------------------------------------c. Celana dalam dari kaus warna merah tua dengan karet berwarna putih pada pinggang dengan tulisan Rider berwarna hitam.-------------------------3. Leher korban terikat oleh lengan kemeja milik sendiri, dan lengan kemeja sebelahnya tadi terdapat serat-serat kayu karena tadinya terikat dengan pohon perdu.-----------------------------------------------------------------------------4. Tidak terdapat lebam mayat, kaku mayat. Mayat telah membusuk. 5. Mayat adalah seorang laki-laki bangsa Indonesia, umur kurang lebih tiga puluh lima tahun, kulit berwarna sawo matang, gizi baik, panjang badan seratus tujuh puluh sentimeter dan berat badan tujuh puluh lima kilogram dan zakar disunat. ----------------------------------------------------------------------------6. Rambut kepala berwarna hitam, panjang satu sentimeter. Alis berwarna hitam, tumbuh lurus, panjang lima milimeter. ---------------------------------------

47

7.

Kedua mata tertutup. Selaput bening mata keruh, kedua teleng mata bundar dengan garis tengah empat milimeter. Tirai mata berwarna coklat muda. Selaput bola mata dan selaput kelopak mata kanan dan kiri berwarna putih, tidak tampak perdarahan maupun pelebaran pembuluh darah. Tekanan bola mata menurun. 8. Hidung berbentuk biasa. Kedua daun telinga berbentuk biasa.-------------------9. Kedua bibir tampak tebal. Gigi geligi lengkap. -------------------------------------10. Dari lubang hidung, telinga, mulut dan lubang lainnya tidak keluar apa-apa.-11. Alat kelamin berbentuk biasa tidak menunjukkan kelainan. Lubang dubur berbentuk biasa tidak menunjukkan kelainan.---------------------------------------12. Pada tubuh terdapat luka-luka sebagai berikut : -----------------------------------a. Pada daerah ketiak sebelah kiri, terdapat luka tusuk dengan pisau bermata satu. b. Pada sekujur kaki kiri dan kanan korban terdapat luka-luka akibat kekerasan benda tajam. I. Pemeriksaan dalam (bedah jenazah) 1. Jaringan lemak bawah kulit daerah dada dan perut berwarna kuning kecoklatan, tebal di daerah dada lima milimeter sedangkan di daerah perut sebelas sentimeter. Otot-otot berwarna coklat dan cukup tebal.-------------------------------------------------2. Sekat rongga badan sebelah kanan setinggi sela iga keempat dan yang kiri setinggi sela iga kelima.-----------------------------------------------------------------------------------3. Jaringan bawah kulit daerah leher dan otot leher tidak menunjukkan kelainan.-------4. Keadaan jantung tidak menunjukan adanya kelainan.-------------------------------------5. Dinding rongga perut tampak licin, berwarna kelabu mengkilat. Dalam rongga perut tidak terdapat darah maupun cairan. Tirai usus tampak menutupi sebagian besar usus. 6. Pembuluh nadi Brakialis kiri putus sehingga menunjukan adanya perdarahan.-------7. Lidah berwarna kelabu, perabaan lemas, tidak terdapat bekas tergigit maupun resapan darah. Tonsil tidak membesar dan penampangnya tidak menunjukkan kelainan. Kelenjar gondok berwarna coklat merah, tidak membesar dan penampangnya tidak menunjukkan kelainan, berat dua puluh gram.--------------------8. Batang tenggorok, cabangnya, dan elaput lendirnya berwarna putih kemerahan dan tidak menunjukkan kelainan. Kerongkongan kosong. Selaput lendirnya berwarna putih.-----------------------------------------------------------------------------------------------9. Paru kanan terdiri dari tiga baga, berwarna kelabu kemerahan dan perabaan seperti karet busa. Penampangnya tampak agak pucat dan dari irisan keluar darah--------Paru kiri terdiri dari dua baga, berwarna kelabu kemerahan dan perabaan agak kenyal, kurang mengandung udara, dari irisan keluar banyak darah.. Berat paru kiri tiga ratus gram dan kanan empat ratus gram.-----------------------------------------------10. Jantung tampak membesar sebesar tinju kanan mayat. Selaput luar jantung tampak licin, tidak terdapat bintik perdarahan.--------------------------------------------------------Pada ventrikel kanan terdapat luka menembus dengan diameter 0,9 sentimeter.-------Pada ventrikel kiri terdapat luka menembus dengan diameter 0,9 sentimeter dan ditemukan peluru dengan kaliber tiga puluh uda.------------------------------------Katup jantung tidak menunjukkan kelainan. Lingkaran katup serambi bilik kanan sebelas sentimeter sedangkan yang kiri sembilan setengah sentimeter. Lingkaran katup nadi paru sepanjang enam setengah sentimeter. Tebal otot bilik jantung kanan empat milimeter dan yang kiri dua belas milimeter. Otot puting cukup tebal. Pembuluh nadi jantung tidak tersumbat dan dindingnya tidak menebal. Sekat jantung tidak menunjukkan kelainan. Berat jantung tiga ratus gram.------------------48

11. Hati berwarna coklat, permukaannya rata, tepinya tajam dan perabaan kenyal padat. Penampang hati berwarna merah-coklat dan gambaran hati tampak jelas. Berat hati adalah seribu dua ratus gram.----------------------------------------------------12. Kandung empedu berisi cairan berwarna hijau coklat, selaput lendirnya berwarna hijau seperti beludru. Saluran empedu tidak menunjukkan penyumbatan.--------------13. Limpa berwarna ungu kelabu, permukaannya keriput dan perabaan lembek. Penampangnya berwarna merah hitam dengan gambaran limpa jelas. Berat limpa seratus sepuluh gram.---------------------------------------------------------------------------14. Lambung berisi makanan yang setengah terema terdiri dari nasi dan sayur. Selaput lendirnya berwarna putih dan menunjukkan lipatan yang biasa, tidak terdapat kelainan.-------------------------------------------------------------------------------------------Usus dua belas jari, usus halus dan usus besar tidak menunjukkan kelainan.----------15. Anak ginjal kanan berbentuk trapesium dan yang kiri berbentuk bulan sabit.----------Gambaran kulit dan sumsum jelas, tidak menunjukkan kelainan. Berat anak ginjal kanan delapan gram dan yang kiri sembilan gram.-----------------------------------------16. Ginjal kanan dan kiri bersimpai lemak tipis. Simpai ginjal kanan dan kiri tampak rata dan licin. Berwarna coklat dan mudah dilepas. Berat ginjal kanan sembilan puluh gram dan yang kiri seratus gram. Penampang ginjal menunjukkan gambaran yang jelas, piala ginjal dan saluran kemih tidak menunjukkan kelainan.---------------17. Kandung kencing berisi cairan berwarna kekuningan dan selaput lendirnya berwarna putih, tidak menunjukkan kelainan.----------------------------------------------18. Kulit kepala baigan dalam bersih, tulang tengkorak utuh. Selaput keras otak tidak menunjukkan kelainan. Tidak terdapat perdarahan di atas maupun di bawah selaput keras otak. Permukaan otak besar menunjukkan gambaran lekuk otak yang biasa, tidak terdapat perdarahan. Penampang otak besar tidak menunjukkan kelainan. Otak kecil dan batang otak tidak menunjukkan perdarahan baik pada permukaan maupun penampangnya. ---------------------------------------------------------------------------------II. Kesimpulan Pada mayat laki-laki ini ditemukan luka tusuk pada bagian ketiak sebelah kiri.-----Luka tusuk ini menyebabkan perdarahan besar sehingga korban kehabisan darah lalu meninggal.--------------------------------------------------------------------------------------Demikianlah saya uraikan dengan sebenar-benarnya berdasarkan keilmuan saya yang sebaik-baiknya mengingat supah sesuai dengan KUHAP. ------------------------------Dokter yang memeriksa, dr. Prilly Pricilya Theodorus NIP 102009160

KESIMPULAN Dalam hal ini sesuai dengan skenario kasus diatas dapat disimpulkan bahwa laki-laki yang ditemukan mati terlungkup dan membusuk, dengan leher terjerat oleh lengan baju dan luka terbuka pada daerah ketiak kirinya dan luka pada daerah tungkai bawah bagian kanan dan kirinya diduga merupakan korban pembunuhan oleh karena penganiayaan berkali-kali sehubungan dengan konsistennya bekas-bekas luka kekerasan pada tubuh korban.

49

Daftar Pustaka
1. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Peraturan perundnga-undangan bidang kedokteran. Ed.1. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1994. Soegandhi, R. Pedoman Pemeriksaan Jenazah Forensik dan Kesimpulan Visum et Repertum di RSUP Dr. Sardjito. Edisi 2. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FK UGM, Yogyakarta, 2001. T Noguchi Thomas. Forensic Medicine. USA: The McGraw Hill Companies, 2003. Teknik Autopsi Forensik. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000. Budiyanto A, Widiatmika W, Sudiono S, Winardi AM, et all. Ilmu kedokteran forensik. Ed.1. Jakarta: Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia; 1997.h. 197-202. Widiatmaka W. Visum Et Repertum. Jurnal Kedokteran Bagian Departemen Forensik Universitas Indonesia. Jakarta: April 27, 2009. Soegandhi, R. Arti Dan Makna Bagian-Bagian Visum Et Repertum. Edisi 2. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FK UGM Yogyakarta, 2001.

2.

3. 4. 5. 6. 7.

50

Anda mungkin juga menyukai