Anda di halaman 1dari 6

Bunuh diri merupakan salah satu kegawatan psikiatri dimana, bunuh diri / suicide

(percobaan bunuh diri), berasal dari bahasa latin: “ tentamen suicide”, dari bahasa Inggris
“suicide attempt”. Percobaan bunuh diri ialah segala perbuatan dengan tujuan untuk
membinasakan dirinya sendiri dan dengan disengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan
akibatnya yang mungkin pada waktu sangat singkat.

2.3 Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab bunuh diri, diantaranya adalah:
Faktor Sosial
 Teori Durkheim. Sumbangan pertama yang besar untuk penelitian pengaruh sosial dan
kultural terhadap bunuh diri dilakukan pada akhir abad yang lalu oleh ahli sosiologi Perancis
Emile Durkheim. Dalam upaya menjelaskan pola statistikal, Durkheim membagi bunuh diri
menjadi tiga kategori sosial : egoistik, altruistik, dan anomik.
 Bunuh Diri Egoistik diterapkan pada mereka yang tidak terintegrasi secara kuat ke
dalam kelompok sosial. Tidak adanya integrasi keluarga dapat digunakan untuk
menjelaskan mengapa orang yang tidak menikah adalah lebih rentan terhadap bunuh
diri dibandingkan dengan mereka yang menikah dan mengapa pasangan dengan anak-
anak adalah kelompok yang paling terlindung dari semua kelompok. Masyarakat
perkotaan memiliki lebih banyak integrasi sosial dibandingkan dengan daerah
pedesaan, jadi lebih sedikit bunuh diri.
 Bunuh Diri Altruistik terjadi dalam masyarakat yang mempunyai ikatan sosial yang
kuat. Bunuh diri ini dimaksudkan demi kelompok, hampir seperti bunuh diri ritual
Jepang “Seppuku” yang dilakukan ketika kekacauan melada masyarakat.
 Bunuh Diri Anomik terkait dengan apa yang disebut “Anomie” atau keadaan dimana
anda tidak tahu tempat yang tepat bagi seseorang seperti menjadi tunawisma atau yatim
piatu. Orang tersebut merasa tidak punya apa-apa dan ini berarti berada dalam keadaan
tanpa norma dan peraturan yang membimbing dalam kehidupan sosial sehari-hari. Hal
ini dapat menjelaskan mengapa mereka dengan situasi ekonomi yang berubah secara
drastik lebih rentan dibandingkan mereka sebelum perubahan keberuntungan mereka.
Anomik juga dimaksudkan pada ketidakstabilan sosial, dengan kehancuran standar dan
nilai-nilai masyarakat.
Faktor Psikologis
 Teori Freud
Tilikan psikologis pertama yang paling penting ke dalam bunuh diri berasal dari Sigmund
Freud. Ia menggambarkan hanya satu pasien yang mencoba bunuh diri, tetapi ia melihat
banyak pasien depresi. Dalam tulisannya “Mourning and Melancholia”, Freud menyatakan
keyakinannya bahwa bunuh diri mencerminkan agresi yang dibelokkan ke dalam objek cinta
yang terintroyeksi, dan ditangkap secara ambivalen.
 Teori Menninger
Berdasarkan konsep Freud, Karl Menninger menyimpulkan bahwa bunuh diri adalah
pembunuhan yang di retrofleksikan, pembunuhan yang dibalikkan sebagai akibat
kemarahan pasien kepada orang lain, yang dibalikkan pada diri sendiri atau digunakan
sebagai pengampunan akan hukuman.
Ia juga menggambarkan insting kematian yang diarahkan kepada diri sendiri (konsep
Thanatos dari Freud). Ia menggambarkan tiga komponen permusuhan dalam bunuh diri :
keinginan untuk membunuh, keinginan untuk dibunuh dan keinginan untuk mati.
 Teori-teori Baru
Peneliti bunuh diri kontemporer tidak yakin bahwa struktur psikodinamika atau kepribadian
spesifik berhubungan dengan bunuh diri. Tetapi mereka telah menulis bahwa banyak yang
dipelajari tentang psikodinamika pasien bunuh diri dari khayalan mereka seperti apa yang
akan terjadi dan apa akibatnya jika mereka melakukan bunuh diri. Khayalan tersebut sering
kali termasuk keinginan untuk balas dendam, kekuatan, pengendalian atau hukuman; untuk
pertobatan, pengorbanan, atau pemulihan; untuk meloloskan diri atau untuk tidur; atau
untuk pembebasan, kelahiran kembali, berkumpul kembali dengan orang yang telah
meninggal atau untuk hidup baru. Pasien bunuh diri yang paling mungkin melakukan
khayalan bunuh diri adalah mereka yang telah menderita kehilangan objek cinta atau
menderita cedera narsisistik, yang mengalami efek berat seperti kemarahan dan rasa
bersalah, atau yang teridentifikasi dengan seorang korban bunuh diri. Dinamika kelompok
mendasari bunuh diri massal seperti yang terjadi di Masada dan Jonestown.
Faktor Fisiologis
 Genetika
Teori faktor genetik dalam bunuh diri telah diajukan. Penelitian menunjukan bahwa
bunuh diri cenderung berjalan di dalam keluarga. Sebagai contohnya,
pada orang yang mencoba bunuh diri ditemukan adanya riwayat bunuh diri dalam keluarga
lebih banyak secara bermakna daripada orang yang tidak pernah melakukan bunuh diri.
Satu penelitian terbesar menemukan bahwa resiko bunuh diri untuk sanak saudara dari
pasien psikiatri hampir delapan kali lebih tinggi dibanding sanak saudara dari kontrol. Selain
itu, resiko bunuh diri pada sanak saudara pasien psikiatri yang melakukan bunuh diri adalah
empat kali lebih tinggi dibandingkan pada sanak saudara pasien psikiatri yang tidak
melakukan bunuh diri.
 Neurokimia
Defisiensi serotonin, diukur sebagai penurunan metabolisme 5-hydroxyindo-leacetic
acid (5-HIAA), telah ditemukan dalam kelompok pasien depresi yang mencoba bunuh diri.
Pasien depresi yang mencoba bunuh diri dengan cara keras (contoh, senjata api atau
meloncat) memiliki kadar 5-HIAA yang lebih rendah di dalam cairan serebrospinalisnya
dibandingkan pasien depresi yang tidak melakukan bunuh diri atau yang mencoba bunuh
diri dengan cara yang kurang keras (overdosis zat).
Beberapa penelitian terhadap binatang dan manusia telah menyatakan suatu hubungan
antara defisiensi sistem serotonin sentral dan pengendalian impuls yang buruk. Beberapa
peneliti telah memandang bunuh diri sebagai salah satu tipe perilaku impulsif. Kelompok
pasien lain yang diperkirakan memiliki masalah dengan pengendalian impuls adalah pelaku
kekerasan, pembakar rumah dan mereka dengan ketergantungan alkohol.
Beberapa peneliti telah menemukan pembesaran ventrikular dan elektroensefalogram
(EEG) yang abnormal pada beberapa pasien bunuh diri. Sampel darah dari kelompok
sukarelawan normal yang dianalisis untuk monoamin oksidase trombosit menemukan
bahwa orang dengan kadar enzim yang terendah didalam trombositnya memiliki prevalensi
bunuh diri delapan kali lebih besar didalam keluarganya, dibandingkan dengan orang yang
memiliki kadar enzim yang tinggi.
2.4 Faktor yang terkait
Adapun faktor-faktor yang terkait dengan tindakan bunuh diri adalah:
1. Jenis Kelamin
Laki-laki tiga kali lebih sering melakukan bunuh diri dibandingkan wanita. Akan tetapi
wanita adalah empat kali lebih mungkin berusaha bunuh diri dibandingkan laki-laki.
2. Metode
Lebih tingginya angka bunuh diri yang berhasil pada laki-laki adalah berhubungan dengan
metode yang digunakan dimana laki-laki menggunakan pistol, menggantung diri, atau
lompat dari tempat yang tinggi. Sedangkan wanita lebih mungkin menggunakan zat
psikoaktif secara overdosis atau memotong pergelangan tangannya, tetapi mereka mulai
lebih sering menggunakan pistol dibandingkan sebelumnya.
3. Usia
Angka bunuh diri meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki, puncak
bunuh diri adalah usia 45 tahun; pada wanita, jumlah terbesar bunuh diri yang berhasil
adalah diatas 55 tahun. Orang lanjut usia kurang sering melakukan usaha bunuh diri
dibandingkan orang muda tetapi lebih sering berhasil. Angka untuk mereka yang berusia 75
tahun atau lebih adalah lebih dari tiga kali dibandingkan angka untuk orang muda.
4. Ras
Angka bunuh diri diantara orang kulit putih adalah hampir dua kali lebih besar dari angka
bulan kulit putih, tetapi angka tersebut masih diragukan, karena angka bunuh diri pada kulit
hitam adalah meninggi.
5. Status perkawinan
Perkawinan yang diperkuat oleh anak tampaknya secara bermakna menurunkan risiko
bunuh diri. Orang yang hidup sendirian dan tidak pernah menikah memiliki angka hampir
dua kali lipat angka untuk orang yang menikah. Tetapi, orang yang sebelumnya pernah
menikah menunjukan angka yang jelas lebih tinggi dibandingkan orang yang tidak pernah
menikah. Bunuh diri lebih sering pada orang yang memiliki riwayat bunuh diri dalam
keluarganya dan yang terisolasi secara sosial. Yang disebut bunuh diri ulang tahun
(anniversary suicide) adalah bunuh diri yang dilakukan oleh orang yang mencabut hidupnya
pada hari yang sama seperti yang dilakukan oleh anggota keluarganya.
6. Pekerjaan
Semakin tinggi status sosial seseorang, semakin besar resiko bunuh diri, tetapi penurunan
status sosial juga meningkatkan risiko. Pada umumnya, pekerjaan menghalangi bunuh diri.
Bunuh diri lebih tinggi pada orang yang pengangguran dibandingkan orang yang bekerja.
Selama resesi ekonomi dan depresi, angka bunuh diri menjadi meningkat. Selama waktu
tingginya pekerjaan dan selama perang, angka bunuh diri menurun. Dokter secara
tradisional dianggap memiliki risiko terbesar untuk bunuh diri. Dokter psikiatri dianggap
memiliki risiko yang paling tinggi. Populasi yang berada dalam risiko khusus adalah musisi,
dokter gigi, petugas hukum, pengacara dan agen asuransi.
7. Kesehatan Fisik
Hubungan antara kesehatan fisik dan bunuh diri sangat bermakna. Penelitian
postmortem menunjukan bahwa suatu penyakit fisik ditemukan pada 25 sampai 75 persen
dari semua korban bunuh diri. 50% orang dengan kanker yang melakukan bunuh diri
melakukannya dalam satu tahun setelah mendapatkan diagnosis. Tujuh penyakit sistem
saraf pusat yang meningkatkan risiko bunuh diri : epilepsi, sklerosis multipel, cedera kepala,
penyakit kardiovaskular, penyakit Huntington, demensia, dan AIDS. Semua adalah penyakit
dimana diketahui terjadi gangguan mood yang menyertai.
Faktor yang berhubungan dengan penyakit dan terlibat didalam bunuh diri dan usaha
bunuh diri adalah hilangnya mobilitas pada orang yang aktivitas fisiknya memiliki
kepentingan pekerjaan atau rekreasional; kecacatan, terutama pada wanita; dan rasa sakit
kronis yang tidak dapat diobati.
Obat tertentu dapat menyebabkan depresi, yang dapat menyebabkan bunuh diri pada
beberapa kasus. Diantara obat-obat tersebut adalah reserpine (Serpasil), kortikosteroid,
antihipertensi (propanolol/Inderal), dan beberapa obat antikanker.
8. Kesehatan Mental
Faktor psikiatrik yang sangat penting dalam bunuh diri adalah penyalahgunaan zat,
gangguan depresif, skizofrenia, dan gangguan mental lainnya. Hampir 95 persen dari semua
pasien yang melakukan bunuh diri atau berusaha bunuh diri memiliki gangguan mental yang
terdiagnosis. Pasien yang menderita depresi delusional berada pada resiko tertinggi untuk
bunuh diri sebesar 80%. 25 persen dari semua pasien yang memiliki riwayat perilaki
impulsif atau tindakan kekerasan juga berada dalam resiko untuk bunuh diri. Perawatan
psikiatrik sebelumnya untuk alasan apapun meningkatkan resiko bunuh diri.
9. Pasien Psikiatrik
Resiko pasien psikiatrik untuk melakukan bunuh diri adalah 3 sampai 12 kali lebih
besar dibandingkan bukan pasien psikiatrik. Derajat resikonya adalah bervariasi tergantung
usia, jenis kelamin, diagnosis, dan status rawat inap atau rawat jalan. Diagnosis psikiatrik
yang memiliki resiko tertinggi untuk bunuh diri pada kedua jenis kelamin adalah gangguan
mood. Relatif mudanya korban bunuh diri sebagian disebabkan oleh kenyataan bahwa dua
gangguan mental kronis yang memiliki onset awal, skizofrenia dan gangguan depresif yang
berat rekuren berjumlah lebih dari setengah dari semua bunuh diri tersebut

Anda mungkin juga menyukai