Anda di halaman 1dari 25

TUTORIAL KLINIK

“G1P1A0 ATERM DENGAN LETAK LINTANG DAN


FETAL DISTRESS”
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kelulusan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kandungan dan Kebidanan
Pada Prodi Profesi Dokter Universitas Kristen Duta Wacana

Disusun oleh:
Putu Gede Suda Satriya Wibawa
42190323

Dosen Pembimbing Klinik


dr. Triyanto Susetyo, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTAWACANA
2021
BAB I
STATUS PASIEN

1)   IDENTITAS
a)   Nama : Ny. T
b)   Tanggal Lahir : 31 Januari 1996
c)   Usia : 24 Tahun
d)   Jenis Kelamin : Perempuan
e)   Alamat : Kulonprogo
f)   Pekerjaan : Wiraswasta
g)   No. RM : 02-09-xx-xx
h)   HMRS : 25 Januari 2021

2)   ANAMNESIS
a)   Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir
b)   Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. 24 Tahun, G1P1A0 UK 37+5 minggu datang ke IGD RS Bethesda
dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 6 jam SMRS. Darah
berwarna kehitaman dan bergumpal. Sebelumnya, sejak 12 jam SMRS
pasien mengeluhkan muncul flek-flek dan perut terasa kencang. Pasien
kemudian memutuskan untuk ke RSUD Nyi Ageng Serang Kulonprogo dan
kemudian dirujuk ke RS Bethesda Yogyakarta. Pasien merupakan pasien
yang rutin kontrol kehamilan di RSUD Nyi Ageng Serang Kulonprogo dan
telah didiagnosis dengan letak lintang. BAB dan BAK pasien normal.
c)   Riwayat Penyakit Dahulu
•   Keluhan serupa : (-)
•   Hipertensi : (-)
•   Diabetes Melitus : (-)
•   Penyakit jantung : (-)
•   Asma : (-)
•   Maag : (-)
d)   Riwayat Operasi : (-)

2
e)   Riwayat Alergi : (-)
f)   Riwayat Imunisasi : DPT, TT
g)   Riwayat Penyakit Keluarga : Hipertensi (ibu)
h)   Riwayat Perkawinan
•   Status Pernikahan : Menikah 1 kali
•   Lama menikah
dengan suami terakhir : 2 tahun
•   Usia saat menikah : 22 tahun
i)   Riwayat Haid
•   Menarche : 13 tahun
•   Lamanya haid : 7 hari
•   Siklus : 28 hari, teratur
•   Jumlah haid : 100 cc
•   Dismenorhoe : (-)
•   Menorrhagia : (-)
•   Metrorrhagia : (-)
j)   Riwayat Obstetri : G1 P1 A0 H0
•   HPHT : 4 Mei 2020
•   HPL : 11 Maret 2021
•   Usia Kehamilan : 37+5 minggu
k)   Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu (Obstetri) :
G3P2A0Ah2
No Tahun Usia Kehamilan Persalinan Penolong BB Hidup/
Mati
1 2021 37+5 Minggu

l)   Riwayat Kehamilan Sekarang


Pasien rutin memeriksakan kehamilan di Puskesmas Girimulyo II dan juga
di RS Nyi Ageng Serang. Pasien telah didiagonosis dengan letak lintang dan
direncanakan untuk operasi sectio caesarea tanggal 2 Februari 2021.
m)   Riwayat Kontrasepsi
Pasien tidak menggunakan alat kontrasepsi

3
n)   Riwayat Ginekologi
Riwayat Tumor/Neoplasma : Tidak ada
Riwayat Kuret : Tidak ada
Riwayat Keputihan : Tidak ada
Riwayat Kista : Tidak ada
Riwayat Mioma : Tidak ada
Riwayat Blighted Ovum : Tidak ada
Riwayat Abortus : Tidak ada
o)   Riwayat Pengobatan
Tidak ada
p)   Gaya Hidup
Pasien tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol, dan tidak
mengonsumsi obat-obatan NAPZA. Pasien seorang wiraswasta dengan
jam kerja 7-8 jam perhari. Pola makan rutin 3 kali sehari dengan
komposisi 4 sehat 5 sempurna, air putih cukup, konsumsi buah dan sayur
cukup, konsumsi daging dalam batas normal. Pasien rutin berolahraga
seminggu 3 kali.

3)   PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 25 Januari 2021 pukul 10.30 di Bangsal
G2 Obsgyn RS Bethesda.
a)   Status Generalis
•   Keadaan Umum : Sedang
•   Kesadaran : Compos mentis
•   GCS : E4V5M6
•   Vital Sign
o   Tekanan darah : 130/110 mmHg.
o   Nadi : 110 x/menit
o   Respirasi : 20 x/menit
o   Suhu : 36.5OC
o   Skala nyeri :4
•   Indeks Massa Tubuh
o   Berat badan : 65 kg

4
o   Tinggi badan : 141 cm
o   IMT : 32.7
b)   Status Lokalis
•   Kepala : Normocephali
o   Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata
cekung (-/-), pupil isokor, reflex cahaya (+/+), diplopia (-)
o   Hidung : jejas (-), deformitas (-), discharge (-)
o   Telinga : discharge (-), simetris
o   Mulut : mukosa bibir kering (-), sianosis (-)
•   Leher : limfonodi tidak teraba, peningkatan JVP (-)
•   Thorax : Dinding dada simetris, payudara simetris, retraksi
dinding puting (-), perkusi sonor, suara napas vesikuler (+/+), ronkhi
(-/-), wheezing (-/-), S1/S2 normal tidak ada suara tambahan, bising
jantung (-).
•   Abdomen
o   Inspeksi : tanda radang (-), bekas luka operasi (-)
o   Auskultasi : bising usus (-) frekuensi 20 x/mnt
o   Perkusi : timpani
o   Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-)
•   Ekstremitas
o   Tangan : Turgor kulit normal, akral hangat, edema (-/-),
CRT <2 detik
o   Kaki : akral hangat, edema (-/-), CRT <2 detik
c)   Pemeriksaan khusus obstetri
•   TFU : 29 cm
•   DJJ : 160-170 x/mnt
•   His : 2 x 10 menit, masing-masing 20 detik
a.   Pemeriksaan luar
•   Inspeksi
Tidak tampak adanya tanda peradangan, tidak tampak luka bekas
operasi, tidak tampak adanya striae gravidarum dan linea nigra, serta
tampak pembesaran abdomen yang sesuai dengan usia kehamilan

5
•   Palpasi
Leopold I : Pada fundus teraba lunak, tidak bulat, tidak melinting
dan teraba kosong.
Leopold II : Pada perut ibu sebelah kanan teraba keras, bulat,
melenting (kepala), dan bagian kiri perut ibu teraba bulat serta lunak
(bokong).
Leopold III : Bagian bawah tidak teraba bulat, keras dan teraba
kosong.
Leopold IV : Bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul
b.   Pemeriksaan dalam
Serviks dilatasi 2 cm teraba tipis dan lunak, teraba tali pusat kenyal,
stolsel banyak (++), terdapat darah clot (+), serta panggul sempit.

4)   PEMERIKSAAN PENUNJANG
A.   Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 12.2 11,7 - 15,5 g/dL
Leukosit 13.09 (H) 4,5 - 11,5 ribu/mmk
Hematokrit 38.8 35,0 - 49,0 %
Eritrosit 5.60 4,20 - 5,40 juta/mmk
Trombosit 189 150 - 450 ribu/mmk
Eosinofil 0,4 (L) % 2-4
Basofil 0,4 % 0-1
NLR 5.46
Neutrofil segmen 81.9 (H) % 50-70
Limfosit 15 (L) % 18-42
Monosit 2.5 (L) % 2-8
GDS 108 mg/dL 70-140
HBsAg Non reaktif
SarsCoV-2
IgM Non Reaktif
IgG

6
5)   DIAGNOSA
Diagnosa Kerja :
G1P0A0 UK 37 minggu letak lintang dengan fetal distress, tali pusat tumbung,
antepartum bleeding, dan panggul sempit

6)   TATALAKSANA
A.   IGD
-   Inf RL 30 TPM
-   Nasal kanul O2 3 lpm
-   Pasien di miringkan ke kiri
B.   Bangsal
-   Tab Vitamin A 1x1 tab
-   Tab TTD 1x1 tab
-   Tab Asam mefenamat 500 mg 3x1
-   Inj. Ketorolac 10 mg 3x1 amp
-   Inj Cefazolin 1 gr 1x1
C.   Terapi dibawa pulang
-   Tab TTD 1x1 tab
-   Tab Asam mefenamat 500 mg 3x1
D.   Operasi
-   Sectio caesarea emergency pada tanggal 25 Januari 2021
-   Diagnosa post operasi : G1P0A0 UK 37 minggu letak lintang dengan
fetal distress, tali pusat tumbung, antepartum bleeding, panggul
sempit dan lilitan tali pusat.
-   Bayi hidup berjenis kelamin laki-laki, berat 2390 gr, panjang badan
46 cm, lingkar dada 29 cm, lingkar kepala 34 cm.

7)   PROGNOSIS
Quo ad sanationam : Ad Bonam
Quo ad functionam : Ad Bonam
Quo ad vitam : Ad Bonam

7
8)   EDUKASI
a)   Menjelaskan tentang penyakit, tindakan operasi yang dilakukan dan
komplikasi yang mungkin terjadi
b)   Istirahat yang cukup dan makan makanan bergizi
c)   Minum obat dengan tepat sesuai anjuran dokter
d)   Kontrol seminggu kemudian di poliklinik kandungan
e)   Mengedukasi cara perawatan luka bekas operasi secara mandiri

9)   FOLLOW UP
26/1/2021
S : Pasien mengeluhkan nyeri luka operasi
O : KU : Sedang, CM, TD : 130/80 mmHg, Nadi : 110 x/mnt , nafas : 18x/mnt
Suhu : 36.5 C, skala nyeri 6, perdarahan +/- 50cc.
A : G1P0A0 UK 37 minggu letak lintang dengan fetal distress, tali pusat
tumbung, antepartum bleeding, dan panggul sempit
P : Terapi lanjut
28/1/2021
S : Nyeri luka operasi membaik
O : KU : Sedang, CM, TD : 120/80 MmHg, Nadi : 100 x/mnt , nafas : 18x/mnt
Suhu : 36.5, skala nyeri 3, perdarahan (-),
A : G1P0A0 UK 37 minggu letak lintang dengan fetal distress, tali pusat
tumbung, antepartum bleeding, dan panggul sempit
P : Terapi lanjut

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Letak Lintang


2.2.1.   Definisi
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana sumbu panjang janin kira-kira
tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu (janin melintang di dalam
uterus) dengan kepala terletak di salah satu fossa iliaka dan bokong pada
fossa iliaka yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi
daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul.
Pada letak lintang bahu menjadi bagian terendah yang juga disebut sebagai
presentasi bahu atau presentasi akromnion dimana arah akromion yang
menghadap sisi tubuh ibu menentukan jenis letaknya yaitu letak akromion
kiri atau kanan.

2.2.2.   Pembagian Letak Lintang


A.  Menurut letak kepala terbagi atas:
a. Lli I : kepala di kiri
b. Lli II : kepala di kanan
B.  Menurut posisi punggung terbagi atas:
a. dorso anterior (di depan)
b. dorso posterior (di belakang)
c. dorso superior (di atas)
d. dorso inferior (di bawah)

2.2.3.   Etiologi
Penyebab letak lintang adalah (1) dinding abdomen teregang secara
berlebihan disebabkan oleh kehamilan multiparitas pada ibu hamil dengan
paritas 4 atau lebih terjadi insiden hampir sepuluh kali lipat dibanding ibu
hamil nullipara. Relaksasi dinding abdomen pada perut yang menggantung
akibat multipara dapat menyebabkan uterus jatuh ke depan. Hal ini
mengakibatkan defleksi sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir,
sehingga terjadi posisi oblik atau melintang, (2) pada janin prematur letak
janin belum menetap, perputaran janin sehingga menyebabkan letak

9
memanjang, (3) dengan adanya plasenta atau tumor di jalan lahir maka
sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir, (4) cairan amnion
berlebih (hidramnion) dan kehamilan kembar, (5) bentuk panggul yang
sempit mengakibatkan bagian presentasi tidak dapat masuk ke dalam
panggul (engagement) sehinggadapat mengakibatkan sumbu panjang janin
menjauhi sumbu jalan lahir, (6) bentuk dari uterus yang tidak normal
menyebabkan janin tidak dapat engagement sehingga sumbu panjang janin
menjauhi sumbu jalan lahir.

2.2.4.   Diagnosis
Adanya letak lintang sering sudah dapat diduga hanya dengan
inspeksi. Uterus tampak lebih melebar dan fundus uteri membentang hingga
sedikit di atas umbilikus sehingga lebih rendah tidak sesuai dengan umur
kehamilannya.

Gambar 1. Pemeriksaan luar pada letak lintang

Pada palpasi fundus uteri kosong, balotemen kepala teraba pada salah
satu fossa iliaka dan bokong pada fossa iliaka yang lain, dan di atas simfisis
juga kosong, kecuali bila bahu sudah turun kedalam panggul. Apabila bahu
sudah masuk kedalam panggul, pada pemeriksaan dalam dapat diraba bahu
dan tulang-tulang iga. Bila aksila dapat diraba, arah menutupnya

10
menunjukkan letak dimana kepala janin berada. Bila aksila menutup ke kiri,
kepala berada di sebelah kiri, sebaliknya bila aksila menutup ke kanan,
kepala berada di sebelah kanan. Denyut jantung janin ditemukan di sekitar
umbilikus. Pada saat yang sama, posisi punggung mudah diketahui.
Punggung dapat ditentukan dengan terabanya skapula dan ruas tulang
belakang, sedangkan dada dengan terabanya klavikula. Pada pemeriksaan
dalam, pada tahap awal persalinan, bagian dada bayi, jika dapat diraba, dapat
dikenali dengan adanya“rasa bergerigi” dari tulang rusuk. Bila dilatasi
bertambah, skapula dan klavikula pada sisi toraks yang lain akan dapat
dibedakan. Bila punggungnya terletak di anterior, suatu dataran yang keras
membentang di bagian depan perut ibu; bila punggungnya di posterior, teraba
nodulasi irreguler yang menggambarkan bagian-bagian kecil janin dapat
ditemukan pada tempat yang sama. Kadang-kadang dapat pula diraba tali
pusat yang menumbung.
Pada tahap lanjut persalinan, bahu akan terjepit erat di rongga panggul
dan salah satu tangan atau lengan sering mengalami prolaps ke vagina dan
melewati vulva.
Volume cairan ketuban tidak menyingkirkan diagnosis. Selain ituUSG
dapat digunakan untuk menilai taksiran berat janin, usia gestasi dan
presentasi janin, dan kelainan kongenital janin.
Pemeriksaan laboratorium pada beberapa kasus, diperlukan tes
laboratorium untuk menyingkirkan kemungkinanlain keluarnya cairan/ duh
dari vagina/ perineum. Jika diagnosis KPD aterm masihb elum jelas setelah
menjalani pemeriksaan fisik, tes nitrazin dan tes fern, dapat
dipertimbangkan. Pemeriksaan seperti insulin-like growth factor binding
protein 1(IGFBP-1) sebagai penanda dari persalinan preterm, kebocoran
cairan amnion, atauinfeksi vagina terbukti memiliki sensitivitas yang
rendah9. Penanda tersebut juga dapat dipengaruhi dengan konsumsi alkohol.
Selain itu, pemeriksaan lain seperti pemeriksaan darah ibu dan CRP pada
cairan vagina tidak memprediksi infeksi neonatus pada KPD preterm.

2.2.5.   Mekanisme Persalinan


Pada letak lintang dengan ukuran panggul normal dan janin cukup
bulan, tidak dapat terjadi persalinan spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa

11
pertolongan, akan menyebabkan kematian janin dan ruptur uteri. Setelah
ketuban pecah, jika persalinan berlanjut, bahu janin akan dipaksa masuk ke
dalam panggul sehingga rongga panggul seluruhnya terisi bahu dan tangan
yang sesuai sering menumbung. Setelah terjadi sedikit penurunan, bahu
tertahan oleh tepi pintu atas panggul, dengan kepala di salah satu fossa iliaka
dan bokong pada fossa iliaka yang lain. Bila proses persalinan berlanjut,
bahu akan terjepit kuat di bagian atas panggul.
Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul.
Dalam usaha untuk mengeluarkan janin, segmen atas uterus terus
berkontraksi dan beretraksi sedangkan segmen bawah uterus melebar serta
menipis, sehingga batas antara dua bagian itu makin lama makin tinggi dan
terjadi lingkaran retraksi patologis (Ring Van Bandle). Keadaan demikian
dinamakan letak lintang kasep (neglected transverse lie) sedangkan janin
akan meninggal.

Gambar 2. Letak lintang kasep dengan lengan menumbung

Bila tidak segera dilakukan pertolongan, akan terjadi ruptur uteri


(sehingga janin yang meninggal sebagian atau seluruhnya keluar dari uterus
dan masuk ke dalam rongga perut) atau kondisi dimana his menjadi lemah
karena otot rahim kelelahan dan timbul infeksi intrauterin sampai terjadi
timponia uteri. Ibu juga berada dalam keadaan sangat berbahaya akibat
perdarahan dan infeksi, dan sering menyebabkan kematian.

12
Bila janin kecil (< 800 gram) dan panggul sangat lebar, persalinan
spontan dapat terjadi meskipun kelainan letak tersebut menetap. Janin akan
tertekan dengan kepala terdorong ke abdomen. Bagian dinding dada di
bawah bahu kemudian menjadi bagian yang paling bergantung dan tampak
di vulva. Kepala dan dada kemudian melewati rongga panggul secara
bersamaan dan bayi dapat dikeluarkan dalam keadaan terlipat (conduplicatio
corpora) atau lahir dengan envolusio spontanea dengan dua variasi yaitu (1)
menurut Denman dan (2) menurut Douglas.

Gambar 3. Conduplicatio corpora

Gambar 4. cara Denman


Pada cara Denman bahu tertahan pada simfisis dan dengan fleksi kuat di
bagian bawah tulang belakang, badan bagian bawah, bokong dan kaki turun
di rongga panggul dan lahir,kemudian disusul badan bagian atas dan kepala.

13
Gambar 5. cara Douglas
Pada cara Douglas bahu masuk kedalam rongga panggul, kemudian
dilewati oleh bokong dan kaki, sehingga bahu, bokong dan kaki
lahir,selanjutnya disusul oleh lahirnya kepala. Dua cara tersebut merupakan
variasi suatu mekanisme lahirnya janin dalam letak lintang, akibat fleksi
lateral yang maksimal dari tubuh janin.

2.2.6.   Tatalaksana
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang,
sebaiknya diusahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi
luar. Sebelum melakukan versi luar harus melakukan pemeriksaan dengan
teliti ada tidaknya panggul sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta
previa yang dapat membahayakan janin dan meskipun versi luar berhasil,
janin mungkin akan memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar
kembali, ibu dianjurkan menggunakan korset, dan dilakukan pemeriksaan
antenatal ulangan untuk menilai letak janin. Ibu diharuskan masuk rumah
sakit lebih dini pada permulaan persalinan sehingga bila terjadi perubahan
letak dapat segeraditentukan diagnosis dan penanganannya. Pada permulaan
persalinan masih dapat diusahakan mengubah letak lintang menjadi
presentasi kepala bila pembukaan masih kurang dari 4 cm dan ketuban
belum pecah. Pada seorang primigravida bila versi luar tidak berhasil,
sebaiknya segera dilakukan seksio sesarea. Sikap ini berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

14
a.   Bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan baik, sehingga
pada seorang primigravida kala I menjadi lama dan pembukaan serviks
sukar menjadi lengkap.
b.   Karena tidak ada bagian besar janin yang menahan tekanan intra-uterin
pada waktu his, maka lebih sering terjadi pecah ketuban sebelum
pembukaan serviks sempurna dan dapat mengakibatkan terjadinya
prolapsus funikuli.
c.   Pada primigravida versi ekstraksi sukar dilakukan.
Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung kepada
beberapa faktor. Apabila riwayat obstetrik wanita yang bersangkutan baik,
tidak didapatkan panggul sempit, dan janin tidak besar, dapat ditunggu dan
diawasi sampai pembukaan serviks lengkap untuk kemudian melakukan
versi ekstraksi. Selama menunggu harus diusahakan supaya ketuban tetap
utuh dan melarang wanita tersebut bangun atau meneran. Apabila ketuban
pecah sebelum pembukaan lengkap dan terdapat prolapsus funikuli, harus
segera dilakukan seksio sesarea. Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada
prolapsus funikuli, maka bergantung kepada tekanan, dapat ditunggu sampai
pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi ekstraksi atau mengakhiri
persalinan dengan seksio sesarea. Dalam hal ini persalinan dapat diawasi
untuk beberapa waktu guna mengetahui apakah pembukaan berlangsung
dengan lancar atau tidak.Versi ekstraksi dapat dilakukan pula pada
kehamilan kembar apabila setelah bayi pertama lahir,ditemukan bayi kedua
berada dalam letak lintang. Pada letak lintang kasep, versi ekstraksi akan
mengakibatkan ruptur uteri, sehingga bila janin masih hidup, hendaknya
dilakukan seksio sesarea dengan segera, sedangkan pada janin yang sudah
mati dilahirkan pervaginam dengan dekapitasi.
Pada seksio sesarea pemilihan insisi uterus pada letak lintang tergantung
dari posisi punggung janin terhadap pintu atas panggul, insisi pada segmen
bawah rahim dilakukan bila posisi punggung janin adalah dorso superior.
Bila janin dorso inferior dan pada keadaan-keadaan lain dimana insisi
segmen bawah rahim tidak dapat dilakukan, maka insisi klasik (korporal)
dapat dilakukan.

15
Gambar 6. Pathway kehamilan letak lintang

2.2.7.   Prognosis
Meskipun letak lintang dapat diubah menjadi presentasi kepala, tetapi
kelainan-kelainan yang menyebabkan letak lintang, seperti misalnya
panggul sempit, tumor panggul dan plasenta previa masih tetap dapat
menimbulkan kesulitan pada persalinan. Persalinan letak lintang
memberikan prognosis yang jelek, baik terhadap ibu maupun janinnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian janin pada letak lintang
disamping kemungkinan terjadinya letak lintang kasep dan ruptur uteri, juga
sering akibat adanya tali pusat menumbung serta trauma akibat versi
ekstraksi untuk melahirkan janin. Versi ekstraksi ini dahulu merupakan
tindakan yang sering dilakukan,tetapi pada saat ini sudah jarang dilakukan,
karena besarnya trauma baik terhadap janin maupun ibu, seperti terjadinya
ruptur uteri dan robekan jalan lahir lainnya.

16
2.2. Gawat Janin
2.2.1. Definisi
Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima O2 yang cukup, sehingga akan
mengalami hipoksia. Situasi ini dapat terjadi (kronik) dalam jangka waktu yang
lama atau akut. Disebut gawat janin bila ditemukan denyut jantung janin diatas
160/menit atau dibawah 100/menit, denyut jantung tidak teratur, atau keluarnya
mekonium yang kental pada awal persalinan. Gawat janin merupakan suatu
reaksi ketika janin tidak memperoleh oksigen yang cukup
2.2.2. Etiologi
Penyebab gawat janin sebagai berikut :
1)   Persalinan berlangsung lama
Persalinan lama adalah persalinan yang terjadi lebih dari 24 jam pada
primigravida dan lebih dari 18 jam pada multigravida . Persalinan lama dapat
mengakibatkan ibu menjadi Gelisah, letih, suhu badan meningkat,
berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan meteorismus. Di daerah lokal
sering dijumpai: Bandle Ring, oedema serviks, cairan ketuban berbau,
terdapat mekonium.
2)   Induksi persalinan dengan oksitosin
Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil belum inpartu
baik secara operatif maupun mesinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi
rahim sehingga terjadi persalinan. Akibat pemberian oksitosin yang berlebih-
lebihan dalam persalinan dapat mengakibatkan relaksasi uterus tidak cukup
memberikan pengisian plasenta.
3)   Ada perdarahan
Perdarahan yang dapat mengakibatkan gawat janin yaitu karena solusio
plasenta. Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan kedalam
desidua basalis. Desidua tersebut kemudian terbelah sehingga meninggalkan
lapisan tipis yang melekat pada miometrium. Sebagai akibatnya, proses
tersebut dalam stadium awal akan terdiri dari pembentukan hematoma
desidua yang menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran
plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut.
4)   Infeksi
Infeksi, yang disebabkan oleh pecahnya ketuban pada partus lama dapat
membahayakan ibu dan janin, karena bakteri didalam amnion menembus

17
amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi
bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneomonia pada janin, akibat
aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya.
5)   Insufisiensi plasenta
a) Insufisiensi uteroplasenter akut
Hal ini terjadi karena akibat berkurangnya aliran darah uterusplasenta
dalam waktu singkat, berupa: aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonika
uterus, dapat dihubungkan dengan pemberian oksitosin, hipotensi ibu,
kompresi vena kava, posisi 23 terlentang, perdarahan ibu karena solusio
plasenta atau solusio plasenta.
b) Insufisiensi uteroplasenter kronis
Hal ini terjadi karena kurangnya aliran darah dalam uterusplasenta dalam
waktu yang lama. Misalnya : pada ibu dengan riwayat penyakit hipertensi.
6)   Kehamilan Postterem
Meningkatnya resiko pada janin postterm adalah bahwa dengan diameter tali
pusat yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif terhadap gawat
janin pada intrapartum, terutama bila disertai dengan oligohidramnion.
Penurunan cairan amnion biasanya terjadi ketika usia kehamilan telah
melewati 42 minggu, mingkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke
dalam volume cairan amnion yang sudah berkurang merupakan penyebabnya
terbentuknya mekonium kental yang terjadi pada sindrom aspirasi
mekonium.
7)   Preeklamsia
Preeklamsia dapat menyebabkan kegawatan janin seperti sindroma distres
napas. Hal tersebut dapat terjadi karena vasopasme yang merupakan akibat
dari kegagalan invasi trofoblas kedalam lapisan otot pembuluh darah
sehingga pembuluh darah mengalami kerusakan dan menyebabkan aliran 24
darah dalam plasenta menjadi terhambat dan menimbulkan hipoksia pada
janin yang akan menjadian gawat janin.
2.2.3. Patofisiologi
Ada beberapa patofisiologi yang mendasari gawat janin:
1.   Dahulu janin dianggap mempunyai tegangan oksigen yang lebih rendah
karena janin dianggap hidup di lingkungan hipoksia dan asidosis yang
kronik, tetapi sebenarnya janin hidup dalam lingkungan yang sesuai dan

18
konsumsi oksigen per gram berat badan sama dengan orang dewasa, kecuali
bila janin mengalami stress.
2.   Afinitas terhadap oksigen, kadar hemoglobin, dan kapasitas angkut oksigen
pada janin lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa. Demikian juga
halnya dengan curah jantung dan kecepatan arus darah lebih besar daripada
orang dewasa. Dengan demikian penyaluran oksigen melalui plasenta kepada
janin dan jaringan perifer dapat terselenggara dengan relatif baik. Sebagai
hasil metabolisme oksigen akan terbentuk asam piruvat, sementara CO2 dan
air diekskresi melalui plasenta. Bila plasenta mengalami penurunan fungsi
akibat dari perfusi ruang intervilli yang berkurang, maka penyaluran oksigen
dan ekskresi CO2 akan terganggu yang berakibat penurunan pH atau
timbulnya asidosis. Hipoksia yang berlangsung lama menyebabkan janin
harus mengolah glukosa menjadi energi melalui reaksi anaerobik yang tidak
efisien, bahkan menimbulkan asam organik yang menambah asidosis
metabolik. Pada umumnya asidosis janin disebabkan oleh gangguan arus
darah uterus atau arus darah tali pusat.
3.   Bradikardi janin tidak harus berarti merupakan indikasi kerusakan jaringan
akibat hipoksia, karena janin mempunyai kemampuan redistribusi darah bila
terjadi hipoksia, sehingga jaringan vital ( otak dan jantung) akan menerima
penyaluran darah yang lebih banyak dibandingkan jaringan perifer.
Bradikardia mungkin merupakan mekanisme perlindungan agar jantung
bekerja lebih efisien sebagai akibat hipoksia
2.2.4. Manifestasi Klinik
Tanda gejala gawat janin dapat diketahui dengan :
DJJ Abnormal
Dibawah ini dijelaskan denyut jantung janin abnormal adalah sebagai
berikut :
a)   Denyut jantung janinirreguller dalam persalinan sangat bervariasi dan dapat
kembali setelah beberapa watu. Bila DJJ tidak kembali normal setelah
kontraksi, hal ini menunjukan adanya hipoksia.
b)   Bradikardi yang terjadi diluar saat kontraksi, atau tidak menghilang setelah
kontraksi menunjukan adanya gawat janin.
c)   Takhikardi dapat merupakan reaksi terhadap adanya :
•   Demam pada ibu

19
•   Obat-obat yang menyebabkan takhikardi (misal: obat tokolitik)
•   Bila ibu tidak mengalami takhikardi, DJJ yang lebih dari 160 per menit
menunjukan adanya anval hipoksia.
2.2.5. Deteksi Fetal Distress
A.   Deteksi fetus melalui pemeriksaan antenatal
Pemeriksaan yang digukankan untuk mendeteksi fetus meliputi:
(1)  USG untuk menilai pertumbuhan fetus
(2)  Profil biofisikal
Pemeriksaan fisik pada fetus menggunakan USG parameter yang
digunakan untuk menilai meliputi: gerakan pernafasan fetus, gerakan fetus,
tonus fetusindeks cairan amnion dan NST.
(3)  Non Stress Tes (NST)
Eksternal kardiotokograf (CTG), Kriteria yang seharusnya diamati
meliputi 2 hal atau lebih, yaitu : denyut jantung janin, mengalami
penurunan sedikitnya 15 denyutan permenit, menetap sedikitnya 15 detik
dalam 20 menit.
(4)  Doppler
Menurut Marmi, Retno A.M.S., Fatmawaty.E tanda fetal distress dalam
persalinan, sebagai berikut :
(a)   Denyut jantung
a.1.   Takikardi diatas 160 kali perdetik atau brakikardi dibawah 120 kali
perdetik.
a.2.   Deselerasi dini
Ketika denyut jantung turun lebih dari 15 kali permenit pada saat
kontraksi, kontraksi deselarasi menggambarkan kontraksi dan
biasanya dianggap masalah serius.
a.3.   Deselerasi yang berubah-ubah
Deselerasi yang berubah-ubah hal ini sangat sulit dijelaskan Ini dapat
terjadi pada awal atau akhir penurunan denyut jantung dan bentuknya
tidak sama. Hubungan antar peningkatan asidosis fetus dengan dalam
dan lamanya deselerasi adalah adanya abnormalitas denyut jantung
janin.
a.4.   Deselerasi lambat

20
Penurunan denyut jantung janin menunjukan tingkat deselerasi paling
rendah tetapi menunjukan kontraksi pada saat tingkat yang paling
tinggi. Deselerasi yang lambat menyebabkan penurunan
aliran darah fetus dan pengurangan transfer oksigen selama kontraksi.
Penurunan tersebut mempengaruhi oksigenasi serebral fetus. Jika pola
tersebut terjadi disertai dengan abnormalitas denyut jantung janin
harus dipikirkan untuk ancaman yang serius dalam kesejahteraan
fetus.
a.5.   Tidak adanya denyut jantung
Ini mungkin disebabkan oleh karena hipoksia kronis atau berat dimana
sistem syaraf otonom tidak dapat merespon stress.
a.6.   Mekonium bercampur air ketuban.
(b)   Mekonium
Cairan amnion yang hijau kental menunjukkan bahwa air ketuban
jumlahnya sedikit. Kondisi ini mengharuskan adanya intervensi.
Intervensi ini tidak perlu dilakukan bila air ketuban kehijauan tanpa
tanda kegawatan lainnya, atau pada fase akhir suatu persalinan letak
bokong.
2.2.4. Tatalaksana
Penanganan gawat janin saat persalinan adalah sebagai berikut :
1.   Cara pemantauan
Kasus resiko rendah – auskultasi DJJ selama persalinan :
a.   Setiap 15 menit kala I
b.   Setiap setelah his kala II
c.   Hitung selama satu menit setelah his selesai
Kasus resiko tinggi – gunakan pemantauan DJJ elektronik secara
berkesinambungan
Hendaknya sarana untuk pemeriksaan pH dara janin disediakan
2)   Interpretasi data dan pengelolaan
a)   Untuk memperbaiki aliran darah uterus :
Pasien dibaringkan miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi plasenta
b)   Hentikan infus oksitosin (jika sedang diberikan)
c)   Berikan oksigen 6-8 L/menit
d)   Untuk memperbaiki hipotensi ibu (setelah pemberian anastesi epidural)

21
segera berikan infus 1 L infus RL
e)   Kecepatan infus cairan-cairan intravaskular hendaknya dinaikkan untuk
meningkatkan aliran darah dalam arteri uterina.
3)   Untuk memperbaiki aliran darah umbilikus
a)   Pasien dibaringkan miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi plasenta.
b)   Berikan ibu oksigen 6-8 L/meni
c)   Perlu kehadirkan dokter spesialis anak
Biasanya resusitasi intrauterin tersebut diatas dilakukan selama 20
menit.
4)   Tergantung terpenuhinya syarat-syarat, melahirkan janin dapat pervaginam
atau perabdominal

22
a.   Pathway Gawat Janin dalam Persalinan

Persalinan   Induksi  dgn   Perdarahan Insufisiensi  


Preeklamsi   Postterm  
lama   oksitosin   /  infeksi   plasenta  

Ibu  gelisah,   Relaksasi   Berkurangnya   Kegagalan    


letih,  lesu,   uterus  tdk   aliran  darah   invasi   Diamete
suhu  badan  yg   r  tali  
cukup   uterus-­‐   trofoblas  
meningkat,   pusat  yg    
memberika plasenta  dlm   ke  dlm   mengecil  
berkeringat,  
nadi  cepat,   n  pengisian   waktu   lapisan  
pernafasan   plasenta   singkat/  lama   otot  
cepat.  Adanya   pembuluh  
bandle  ring,  
oedema   Bakteri  di   Pelepasan,  
serviks  &  air   dlm   kompresi  
ketuban   amnion   &penghancu  
menembus   ran  plasenta  
amnion  

Pasokan  oksigen  berkurang  


 
 
 
DJJ   Garakan  janin   Ketuban   Aliran  darah  ke  
abnormal   kurang   bercampur   otak  berkurang  
mekonium  

Gawat  janin  

Kompensasi   Dekompensasi  

Ensefalopati/ Mati

Bagan 2.1 Pathway Gawat janin dalam persalinan

23
a.   Penatalaksanaan Gawat Janin dalam Persalinan
Gawat Janin

Pemantauan  DJJ   Memperbaiki  aliran   Memperbaiki  aliran  


darah  uterus   darah  umbilikus  
Apabila  resiko  
Posisikan ibu miring Pasien dibaringkan
rendah  denga  
ke kiri, untuk miring ke kiri, untuk
pemantauan   memperbaiki sirkulasi memperbaiki
auskultasi  DJJ  :   plasenta sirkulasi plasenta
1. Kala  I  =  15  menit  
Hentikaninfus  
sekali   Berikan ibu oksigen
oksitosin  (jika  sedang  
2. Kala  II  =  setelah   6-8 L/menit
diberikan)  
his,  hitung  1  
menit  setelah  his   Perlu  kehadirkan  
selesai   Berikan  oksigen  6-­‐8   dokter  spesialis  anak  
Apabila   resiko   tinggi,   L/menit  
gunakan  
pemantauan   DJJ   Untuk  memperbaiki  
elektronik   secara   hipotensi  ibu  (setelah  
berkesinambungan   pemberian  anastesi  
Sediakan   epidural)  segera  
pemeriksaan   berikan  infus  1  L  infus  
pH  darah  janin   RL  

Kecepatan  infus  
cairan-­‐cairan  
intravaskular  
hendaknya  
dinaikkan  untuk  
meningkatkan  aliran  
darah  dalam  arteri  
uterina.  

KU  ibu  baik   Ya   Pervaginam  


Adanya  pembukaan  
Panggul  normal   Tidak   Perabdominal

Bagan 2.2 Penatalaksanaan gawat janin dalam persalinan

24
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, Leveno KJ, Spong CY, et al. Williams Obstetrics. 24th ed.
McGrawhill 2014: p1189-1191
Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL. Malpresentation. In: Obstetrics normal and
problem pregnancies. 3rd edition. New York: Churchill Livingstone. Ltd;
2000. p. 478-90.
Manuaba IBG, et al. Persalinan Distosia Akibat Letak Lintang. Pengantar Kuliah
Obsteri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007. h. 758-761
Manuaba IBG, et al. Kehamilan risiko tinggi. Pengantar Kuliah Obsteri. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007. h. 43-44
Manuaba, I.B.G. (2012). Gawat Darurat Obstetri Ginekologi & Obstetri
Ginekologi.Jakarta: EGC.
Martohoesodo, S dan Hariadi, R. Distosia karena Kelainan Letak serta Bentuk
Janin. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka sarwono
Prawirohardjo. 1999.
Mochtar, Rustam., Lutan, Delfi (ed). Letak lintang. Sinopsis Obstetri Jilid 1 Edisi
2. Jakarta: EGC. 1998. p. 366-372
Wiknjosastro H. Patologi Persalinan dan Penanganannya dalam Ilmu Kebidanan,
edisi ke-3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; 2002. h. 607-622.

25

Anda mungkin juga menyukai