Anda di halaman 1dari 10

REFLEKSI KASUS

FOLIKULITIS

Disusun Oleh:
Putu Gede Suda Satriya Wibawa (42190323)

Dosen Pembimbing:
dr. Dwi Retno Adi Winarni, Sp.KK (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA
PERIODE 5 APRIL - 1 MEI 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2021
BAB I
STATUS PASIEN

A.   Identitas Pasien
Nama : Bp. HY
Usia : 34 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Maguwo, Yogyakarta
Tanggal Periksa : 7 April 2021

B.   Anamnesis
1.   Keluhan Utama
Benjolan kecil dan nyeri di kepala

2.   Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan timbul benjolan kecil dikepala sejak 2 hari SMRS.
Benjolan berwarna kemerahan dan dirasakan nyeri terutama saat disentuh atau ditekan.
Karena keluhan tersebut mengganggu, pasien mencoba untuk mengobati secara mandiri
menggunakan salep acyclovir dengan alasan pasien menganggap benjolan tersebut
adalah herpes. Salep ini didapatkan pasien karena sebelumnya pasien menderita
penyakit herpes dan baru selesai pengobatan. Karena pasien merasa tidak ada perbaikan
pasien kemudian memutuskan berobat di Poliklinik Kulit RS Bethesda. Pasien tidak
mengeluhkan adanya gatal dan tidak demam.

3.   Riwayat Penyakit Dahulu


•   Keluhan serupa : (-)
•   Herpes zoster : (+), 1 Bulan yang lalu
•   Hipertensi : (-)
•   Diabetes melitus : (+), 2 bulan yang lalu
•   Penyakit jantung : (-)
•   Asma : (-)

2  
 
4.   Riwayat Penyakit Keluarga
•   Keluhan serupa : (-)
•   Diabetes melitus : (+), Ayah
•   Hipertensi : (-)
•   Penyakit jantung : (-)
•   Asma : (-)

5.   Riwayat Alergi
Pasien mengaku tidak memiliki alergi obat maupun alergi makanan.

6.   Riwayat Pengobatan
Acyclovir cream 5%

7.   Gaya Hidup

Pasien sudah menikah dan memiliki 2 anak serta tinggal bersama istri dan
anaknya. Pasien merupakan seorang wiraswasta dengan jam kerja yang tidak
menentu. Pasien mengatakan jika pasien mandi dua kali sehari menggunakan
sabun dan rutin mengganti celana dalam. Namun pasien mengaku jarang
membersihkan area bagian kepala dan wajah karena pasien merasa malas, terutama
1 bulan belakangan ini dikarenakan pekerjaan yang semakin banyak sehingga
pasien merasa kelelahan dan lebih jarang lagi untuk membersihkan bagian kepala
dan wajah. Pasien juga mengatakan jika keramas dan membersihkan wajah
menggunakan sabun adalah hal yang tidak praktis/ ribet sehingga pasien merasa
dengan menggunakan air saja sudah cukup untuk membersihkan bagian kepala dan
wajah. Pasien makan 3 kali sehari namun tidak teratur, minum cukup, konsumsi
buah dan sayur kurang dan jarang berolahraga.

C.   Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis, E4 V5 M6
Gizi : Baik

3  
 
Vital Sign
Tekanan Darah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : 80x/mnt
Nafas : 18x/mnt
Suhu : 36.7 C
Skala nyeri :2
Status Generalis
Kepala : Lesi sesuai deskripsi UKK
Wajah : Tidak terdapat lesi
Leher : Tidak terdapat lesi
Dada : Tidak terdapat lesi
Punggung : Tidak terdapat lesi
Abdomen : Tidak terdapat lesi
Ekstremitas atas : Tidak terdapat lesi
Ekstremitas bawah : Tidak terdapat lesi
Genitalia : Tidak diperiksa

Status Lokalis
UKK

Terdapat lesi pada regio parietotemporal berupa papul eritem dan pustul dengan sentral
rambut, berbentuk bulat, multiple, diskret berbatas tegas dengan ukuran diameter <1 cm,

D.   Diagnosis Banding
1.   Folikulitis
2.   Acne vulgaris
3.   Tinea kapitis

4  
 
E.   Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Tetapi jika diperlukan dapat
diusulkan pemeriksaan penunjang:
•   Pemeriksaan Gram untuk menentukan jenis bakteri.
•   Pemeriksaan KOH 10% untuk menyingkirkan diagnosis banding infeksi jamur.

F.   Diagnosis Kerja
Folikulitis

G.   Tatalaksana

R/ Cream Fusycom 2% 5 gram Tube No.I


S.2.d.d.  u.e  (pada  bintil  kepala  setelah  mandi)  

H.   Edukasi
1.   Memberikan edukasi kepada pasien terkait kondisi yang dialami, penanganan yang
akan dilakukan, dan cara penggunaan obat.
2.   Tidak menekan dan memegang bagian lesi.
3.   Menjaga kebersihan/hygiene secara rutin dan tepat.
4.   Menjaga pola hidup sehat.
5.   Apabila gejala tidak kunjung mereda atau memburuk segera ke fasilitas kesehatan.

I.   Prognosis
•   Prognosis ad vitam : bonam
•   Prognosis ad functionam : bonam
•   Prognosis ad sanationam : bonam

5  
 
BAB II
REFLEKSI KASUS

A.   Perasaan Pribadi Terhadap Kasus


1.   Perasaan yang menyenangkan
Saya merasa senang dan bersyukur dapat menjumpai kasus folikulitis secara
langsung di poliklinik kulit RS Bethesda walaupun dalam situasi pandemi. Hal ini
karena folikulitis merupakan kasus yang sering dijumpai di masyarakat dan
berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) folikultis termasuk
kedalam tingkat kemampuan 4A dimana hal ini memiliki makna jika lulusan dokter
harus mampu untuk menegakkan diagnosis klinik, dan melakukan penatalaksanaan
secara mandiri dan tuntas sehingga penting bagi saya untuk menguasai penyakit ini.
Dengan melihat dan mencermati secara langsung, saya mendapatkan banyak
manfaat seperti melihat ujud kelainan kulit secara langsung, alur penegakkan
diagnosis, penatalaksanaan hingga edukasi yang tepat bagi pasien dengan
folikulitis. Dari manfaat yang saya peroleh saya berharap dikemudian hari saat saya
praktek secara mandiri saya mampu menangani secara tuntas pasien dengan
folikultis.
2.   Perasaan yang tidak menyenangkan
Tidak dapat melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap pasien
termasuk tindakan palpasi UKK karena situasi pandemic yang mengharuskan untuk
mengurangi intensitas dari interaksi langsung dan physical distancing.
Pasien merupakan seorang yang berpendidikan dan merupakan seorang sarjana,
ekonomi pasien juga berkecukupan namun pasien masih saja kurang menyadari
pentingnya menjaga kebersihan tubuh sehingga mempermudah pasien untuk
terinfeksi folikulitis.
B.   Deskripsi kasus

Pasien laki-laki berusia 34 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RS


Bethesda dengan keluhan timbul benjolan kecil dikepala sejak 2 hari SMRS. Benjolan
dirasakan nyeri terutama saat disentuh atau ditekan. Karena keluhan tersebut
mengganggu, pasien mencoba untuk mengobati secara mandiri menggunakan salep
acyclovir dengan alasan pasien menganggap benjolan tersebut adalah herpes. Salep ini
didapatkan pasien karena sebelumnya pasien menderita penyakit herpes dan baru

6  
 
selesai pengobatan. Karena pasien merasa tidak ada perbaikan pasien kemudian
memutuskan berobat di Poliklinik Kulit RS Bethesda. Pasien tidak mengeluhkan
adanya gatal dan tidak demam. Dari gaya hidup pasien diketahui jika pasien jarang
untuk membersihkan daerah kepala dan wajah menggunakan sabun. Pasien juga
memiliki pola makan yang tidak teratur dan jarang berolahraga
Dari pemeriksaan fisik ditemukan lesi pada regio parietal berupa papul eritem dan
pustul dengan sentral rambut, berbentuk bulat, multiple, diskret berbatas tegas dengan
ukuran diameter <1 cm. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
Hal yang menarik dari kasus ini adalah saat timbulnya keluhan benjolan di daerah
kepala, pasien tidak langsung berobat kedokter melainkan mencoba mengobati secara
mandiri terhadap keluhannya menggunakan salep acyclovir, padahal pasien sendiripun
tidak mengetahui dengan pasti penyebab benjolan di daerah kepala tersebut. Walaupun
tidak ditemukannya efek samping yang bermakna saat pasien menggunakan salep
tersebut, tetapi penggunaan obat tersebut juga tidak memperbaiki keluhan dari pasien
sehingga pada akhirnya pasien tetap perlu mencari pertolongan medis ke dokter. Hal
menarik lain yang ditemukan adalah pasien tidak rutin membersihkan area kepala dan
wajah terutama menggunakan sabun, karena pasien mengaku malas, dan ribet sehingga
pasien merasa sudah cukup dengan menggunakan air saja. Hal ini menarik karena salah
satu faktor predisposisi terjadinya folikulitis adalah hygiene yang buruk.
C.   Analisis Kasus
Folikulitis adalah radang pada folikel rambut yang disebabkan oleh staphylococcus
aureus. Folikulitis dapat diklasifikasikan menjadi folikulitis superfisialis dan profunda.
Folikulitis superfisialis atau impetigo bockhart adalah folikulitis yang terbatas hanya di
dalam epidermis. Ujud kelainan kulit yang khas dari folikulitis superfisialis adalah
berupa papul atau pustule yang eritem dan ditengahnya terdapat rambut dan biasanya
multiple. Folikulitis profundal memiliki gambaran klinis yang mirip dengan folikulitis
superfisialis disertai juga dengan terabanya infiltrate di subkutan. Faktor predisposisi
penyakit ini adalah hygiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh dan telah ada
penyakit lain di kulit. Pada kasus ini pasien memiliki hygiene yang kurang ditambah
pasien menderita DM. Pasien dengan diabetes melitus memiliki kadar glukosa darah
yang tinggi yang membuat bakteri dapat tumbuh dan berkembang lebih cepat, selain itu
pasien dengan DM memiliki penurunan daya tahan tubuh (imunopathy) sehingga akan
lebih sulit untuk melawan infeksi bakteri. Pada pasien ini juga memiliki hygiene yang
kurang sehingga memperbesar kemungkinan pasien untuk terjadi infeksi.
7  
 
Terapi medikamentosa dari folikulitis adalah antibiotic baik topical ataupun
sistemik. Antibiotik topical yang digunakan pada pasien ini adalah asam fusidat 2%.
Asam fusidat adalah antibiotic yang bekerja secara bakteriostatik dan bakterisidal pada
dosis tinggi. Asam fusidat bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri dengan
cara mencegah translokasi dari faktor elongasi G (EF-G) dari ribosom. Pada pasien ini
terapi asam fusidat 2% dioleskan sebanyak 2-3x sehari selama 7-10 hari. Selain terapi
topical, terapi antibiotic sistemik juga dapat digunakan dimana lini pertama antibiotik
sistemik pada kasus folikulitis adalah kloksasilin/dikloksasilin, amoksisilin dan asam
klavulanat, serta sefaleksin. Sedangkan untuk lini kedua adalah azitromisin,
klindamisin, dan eritromisin. Pengobatan dengan antibiotic sistemik diberikan minimal
selama 7 hari. Selain terapi medikamentosa penting untuk mengatasi/mengidentifikasi
factor predisposisi dan komorbid penyebab folikulitis.
D.   Evaluasi
Dari kasus ini saya dapat meningkatkan pengetahuan saya tentang bagaimana cara
memberikan penanganan terhadap pasien folikulitis yang diawali dari menentukan
diagnosis berdasarkan keluhan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik yang terpadu
termasuk menilai dan mendeskripsikan UKK, serta menentukan pilihan terapi yang
tepat sesuai diagnosis. Selain itu saya juga tersadar untuk meningkatkan kemampuan
edukasi terhadap pasien agar pasien mengerti secara menyeluruh tentang penyakitnya
sehingga dapat mencegah untuk timbulnya penyakit tersebut.
E.   Kesimpulan
Folikulitis adalah adalah radang pada folikel rambut yang disebabkan oleh
staphylococcus aureus. Faktor predisposisinya adalah hygiene yang kurang dan
menurunnya daya tahan tubuh. Terapi medikamentosa pada penyakit ini adalah
antibiotic topical atau sistemik. Selain terapi medikamentosa, terapi nonmedikamentosa
juga penting untuk dilakukan
Pada kasus folikulitis, kita sebagai dokter umum harus mampu menegakkan
diagnosis dan memberikan terapi secara mandiri sampai keluhan yang dialami pasien
sembuh sepenuhnya. Penegakan diagnosis harus tepat agar tidak terjadi kesalahan
dalam pemberian terapi karena yang dapat merugikan pasien. Selain terapi medis
penting juga untuk mengedukasi pasien tentang gaya hidup sehat sebagai bentuk
pencegahan penyakit folikulitis.

8  
 
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A.   Definisi
Folikulitis adalah salah satu bentuk dari pyoderma berupa radang pada folikel rambut.
B.   Etiologi
Staphylococcus aureus
C.   Klasifikasi
Dibedakan menjadi 2 bentuk:
1.   Folikulitis superfisialis (impetigo Bockhart/impetigo folikular)
Predileksi: skalp (anak-anak), dagu, aksila, ekstremitas bawah, bokong (dewasa).
Terbatas di dalam epidermis.
Manifestasi klinis: Terdapat rasa gatal dan panas. Kelainan berupa papul atau pustule
kecil dome-shaped, eritem, multiple, mudah pecah pada folikel rambut dan ditemukan
rambut di tengah lesi.
2.   Folikulitis Profunda (sycosis barbae)
Predileksi: dagu, atas bibir. Sampai ke subkutan
Manifestasi klinis Nodus eritematosa dengan perabaan hangat, nyeri, dan teraba
infiltrate di subkutan.
D.   Diagnosa Banding
Tinea barbe, lokalisasinya di mandibula/submandibular, unilateral. Pada tinea barbe
sediaan dengan KOH positif.
E.   Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan pewarnaan gram, kultur dan resistensi specimen lesi, Kultur dan resistensi
darah, darah perifer lengkap, kreatinin, C-reactive protein, Biopsy
F.   Terapi
1.   Non medikamentosa
Mengatasi/identifikasi faktor predisposisi dan keadaan komorbid
2.   Medikamentosa
a.   Topikal
salep/krim asam fusidat 2%, mupirosin 2%. Dioleskan 2-3 kali sehari, selama 7-10
hari
b.   Sistemik : Pengobatan sistemik harus diberikan minimal 7 hari.
Lini pertama:
•   Kloksasilin/dikloksasilin: dewasa 4x250-500 mg/hari per oral; anak-anak 25-50
mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis
•   Amoksisilin dan asam klavulanat: dewasa 3x250-500 mg/hari; anak-anak 25
mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis
•   Sefaleksin: 25-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis.
Lini kedua:
•   Azitromisin 1x500 mg/hari (hari 1), dilanjutkan 1x250 mg (hari 2-5) (D,5)
•   Klindamisin 15 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis.
•   Eritromisin: dewasa 4x250-500 mg/hari; anak-anak 20-50 mg/kgBB/hari
terbagi 4 dosis

9  
 
DAFTAR PUSTAKA

Harlim, A. 2019. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Kang, dkk. 2019. Fitzpatrick’s Dermatology, 9th Ed. New York: McGraw-Hill Education.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter

Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Perdoski: Jakarta Pusat.

 
 
 

10  
 

Anda mungkin juga menyukai