Bunuh Diri
Kata suicide berasal dari bahasa Latin yang berarti “membunuh diri
sendiri”. Tindakan ini merupakan tindakan yang fatal karena secara sadar
melakukan hal yang dapat membuat diri mati. Meskipun demikian, terdapat
orang memliki ide untuk bunuh diri yang tidak akan pernah mereka lakukan,
a. Kesehatan fisik
risiko bunuh diri. 32% orang yang melakukan bunuh diri pernah
Penyakit fisik diperkirakan sebagai faktor yang turut andil dalam bunuh
diri.
b. Kesehatan jiwa
jiwa yang lainnya. Sekitar 95% orang yang melakukan atau mencoba
bunuh diri memiliki diagnosis gangguan jiwa. Risiko bunuh diri pada
orang dengan gangguan depresif sekitar 15% dan 25% orang yang
bunuh diri yang tinggi. Orang yang memiliki riwayat perawatan psikiatri
sering bunuh diri yang dilakukan oleh orang berusia dibawah 30 tahun
sedangkan gangguan mood dan gangguan kognitif paling sering pada usia
c. Pasien Pskiatrik
jenis kelamin, diagnosis, dan status pasein rawat inap atau rawat jalan.
Sedangkan untuk pasien rawat jalan laki-laki dan perempuan yang belum
berisiko 3 dan 4 kali lebih tinggi untuk bunuh diri. Diagnosis pskiatrik
yang berisiko bunuh diri paling tinggi pada kedua jenis kelamin adalah
gangguan mood.
lazim dikaitkan dengan bunuh diri. Laki-laki yang bunuh diri lebih
pada pasien psikiatrik lainnya, waktu setelah keluar dari rumah sakit
merupakan waktu risiko bunuh diri yang tinggi. Sepertiga atau lebih
beberapa minggu dan bulan pertama setelah keluar dari rumah sakit,
alkohol melakukan bunuh diri. Angka bunuh diri untuk mereka yang
4) Ketergantungan zat lain. Angka bunuh diri untuk orang yang memiliki
Sebuah studi menunjukkan bahwa risiko bunuh diri kedua paling tinggi
depresi yang bunuh diri pernah mencoba sebelumnya. Depresi tidak hanya
bunuh diri. Diagnosis gangguan depresif paling sering dikaitkan ide atau
niat untuk mengakhiri hidup. Hal ini ditunjukkan oleh studi yang
Risiko bunuh diri dapat dibagi dengan melihat tanda-tanda risiko berat dan tanda-
2. Depresi dengan gejala rasa bersalah dan berdosa , rasa putus asa, rasa
cemas, rasa tidak berharga lagi, berkurangnya nafsu makan, seks dasn
2. Penderita dengan penyakit kronis yang berat dapat melakukan bunuh diri
berarti ysng dapat menambah perasaan bahwa hidupnya tidak berarti lagi
6. Pengasingan diri
7. Bangkrut. Individu tanpa uang, pekerjaan, teman, harapan atau masa depan
10. Tidak jelas adanya keuntungan sekunder. Jika ancaman pasien tertuju pada
a. Faktor sosiologis
Seorang sosiologis Perancis bernama Emile Durkheim
bunuh diri yang dilakukan pada abad ke-19. Durkheim membagi bunuh
diri dalam tiga kategori sosial yaitu egoistik, altruistik dan anomik. Bunuh
diri egoistik berlaku bagi mereka yang tidak memiliki integrasi kuat ke
menjelaskan mengapa orang yang tidak nikah lebih rentan bunuh diri
mereka lebih rentan terhadap nunuh diri. Anomik juga mengacu pada
b. Faktor psikologis
Banyak yang dapat dipelajari dari psikodinamik pasien bunuh diri dari
khayalan mereka mengenai apa yang akan terjadi dan apa akibatnya jika
pasien yang melakukan bunuh diri berfikir dengan cara tersebut bisa
melawan depresi yang tidak dapat ditoleransi dan rasa putus asa.
c. Faktor Biologis
otang korban bunuh diri. Selain itu studi reseptor postmortem melaporkan
dalam kelompok risiko tinggi pasien depresi yang mencoba bunuh diri.
d. Faktor Genetik
TPH manusia telah diidentifikasi, dengan dua alel U dan L. Individu dapat
HIAA dalam CSS yang rendah memiliki genotipe LL dan UL yang lebih
genotipe UL ditemukan pada jumlah yang lebih sedikit. Hal ini dapat
Mahasiswa menurut kamus besar bahasa Indonesia (KKBI) adalah orang yang
perilaku prokrastinasi yang dialami. Kegiatan diluar kampus yang menyita waktu
prokrastinasi pada mahasiswa akhir dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal berupa rasa malas dan belum mau melepas
dengan temannya. Selain itu, rencana setelah lulus kuliah yang belum matang
seperti segera bekerja setelah lulus atau melakukan kegiatan yang lain. Faktor
membutuhkan pertolongan dan intervensi yang tepat sebagai kunci dari upaya
pencegahan bunuh diri. Bunuh diri merupakan masalah yang cukup kompleks.
Oleh karena itu, belum ada cara yang terbukti dapat mencegah tindakan bunuh
kemungkinan bunuh diri (Winurini, 2020). Selain itu, tidak adanya pendekatan
tunggal yang dapat berdampak pada bunuh diri sehingga upaya pencegahan harus
bunuh diri dengan meluncurkan layanan telepon (hotline) yaitu (021) 500-454
pada 10 Oktober 2010. Angka 454 dimaksudkan agar bisa dibaca sebagai ASA
yang bermakna harapan, sebutan untuk hotline ini. Sayangnya, praktis online ini
hanya bertahan selama empat tahun. Layanan ini ditutup di tahun 2014 karena
psikolog dan psikiater yang melayani konseling itu juga sedikit. Saat ini,
informasi mengenai kesehatan mental serta solusi yang mudah dan cepat dalam
melaporkan atau mengecek apabila terdapat pasien kesehatan mental di sekitar
cukup optimal untuk mencegah bunuh diri karena tidak disertai dengan strategi
stigma sosial. Stigma sosial masih menjadi persoalan utama bagi banyak negara
bunuh diri belum ditangani secara memadai karena kurangnya kesadaran akan
bunuh diri sebagai masalah kesehatan masyarakat yang utama, sementara mereka
yang memiliki masalah kesehatan mental hingga berpikir untuk bunuh diri
seringkali urung niat untuk meminta pertolongan secara terbuka karena khawatir
akan dinilai negatif oleh masyarakat. Akibatnya mereka mencari pertolongan yang
Kedua, ketersediaan tenaga profesional yang terbatas dan distribusinya yang tidak
merata. Ini menjadi masalah karena rasio tenaga profesional memiliki pengaruh
terhadap tingkat bunuh diri melalui intervensi yang tepat waktu. Pengurus Pusat
dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang sejumlah 264 juta jiwa,
jumlah 987 psikiater, sekitar 68,49% berada di Pulau Jawa, sementara sisanya,
yaitu 31,51% berada di luar Pulau Jawa. Adapun di Pulau Jawa, yaitu sebanyak
psikolog klinis pun berpusat di Pulau Jawa (tirto.id, 6 Mei 2019). Rasio psikiater
dan psikolog klinis dengan jumlah penduduk masih tidak sesuai apabila mengacu
pada standar WHO, yaitu 1:30 ribu orang, atau 0,03 per 100.000 orang (tirto.id,
17 Maret, 2017). Eka Viora dari PDSKJI menyebutkan bahwa kurang dari 10 %
kematian akibat bunuh diri di Indonesia. Selama ini data yang umum dijadikan
acuan adalah data yang bersumber dari WHO, padahal Indonesia memiliki Sistem
Registrasi Sampel (SRS). Selain itu, data aktual kasus bunuh diri juga belum bisa
pemantauan bunuh diri secara berkala di tingkat nasional melalui data yang akurat
adalah dasar dari strategi pencegahan bunuh diri nasional yang efektif.
baik sehingga belum cukup untuk mengatasi permasalahan bunuh diri. Sejalan
dengan apa yang dikatakan Nova Riyanti Yusuf, penurunan angka kematian
Tahun 2014, pengobatan dan terapi bagi gangguan kesehatan mental termasuk
dalam skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (JKN), tetapi tidak untuk upaya
percobaan bunuh diri. Bunuh diri dianggap sebagai tindakan merugikan diri
sendiri dengan sengaja, bukan penyakit. Bisa dikatakan, bunuh diri bukan hanya
Indonesia. Penanganan bunuh diri bahkan belum tercermin dalam Peta Jalan
yang lemah menjadi persoalan utama dalam pencegahan bunuh diri di Indonesia.
Pencegahan bunuh diri menurut conwell terdiri dari tiga tahapan, yakni
pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer yaitu suatu upaya
menjadi upaya bunuh diri. Pencegahan ini juga bertujuan untuk mereduksi jumlah
kasus baru. Pencegahan sekunder adalah suatu upaya menemukan sedini mungkin
krisis bunuh diri atau merujuk pada deteksi dini dan memberi penanganan yang
tepat pada individu yang memiliki keinginan bunuh diri agar tidak berlanjut
menjadi bunuh diri. Tujuan dari pencegahan sekunder ini adalah menurunkan
kemungkinan percobaan bunuh diri pada pasien dengan risiko tinggi. Pencegahan
melakukan bunuh diri, mengurangi gejala psikiatris dan penyakit sosial pada
terjadi. Cara terbaik untuk menilai ide-ide bunuh diri yaitu wawancara secara
Alat penapisan resiko bunuh diri telah dikembangkan dan digunakan pada pasien
anak dan remaja. Berikut ini beberapa diantaranya: Ask Suicide Screening
Question(ASQ), Risk for Suicide Quessionare (RSQ), The Mood and Feeling
Definisi Depresi
terdeteksi secara luas. Depresi dapat ditandai dengan penurunan afek (mood),
depresi akibat kondisi medis lain, gangguan depresi spesifik lain, dan gangguan
mengalami lima atau lebih gejala depresi fisik dan psikologis selama lebih dari
Etiologi Depresi
a. Faktor biologi
bunuh diri, beberapa pasien memiliki serotinin yang rendah. Pada terapi
b. Faktor Genetik
depresi tetapi ada banyak gen di dalam tubuh kita dan tidak ada seorang
pun peneliti yang mengetahui secara pasti bagaimana gen bekerja. Dan
tidak ada bukti langsung bahwa ada penyakit depresi yang disebabkan oleh
faktor keturunan.
Seseorang tidak akan menderita depresi hanya karena ayah, ibu, atau
mereka tinggi dan mood mereka rendah atau gangguan bipolar. Tidak
semua oran terkena depresi bahkan jika ada depresi dalam keluarga,
c. Faktor psikososial
Ada sejumlah faktor psikososial yang diprediksi sebagai penyebab
gangguan mental pada lanjut usia yang pada umunya berhubungan dengan
sosial.
Episode depresi berat dengan gangguan psikotik merupakan depresi yang parah
adanya gejala episode depresif berat ditambah gejala psikotik. Gejala psikotik
Diagnostik Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) gejala utama depresi pada derajst
ringan, sedang dan berat meliputi afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan
dan berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah serta
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasanya berat dan berlangsung
c. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan bronset sangat cepat, maka
minggu
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat