Anda di halaman 1dari 14

Pengertian

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000),
bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
1. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
2. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
3. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
4. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif), misalnya dengan
tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel
kereta api.
Menurut Maramis (2004), bunuh diri (suicide) adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk
membinasakan dirinya sendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan
akibatnya yang mungkin pada waktu yang singkat.
Tanda dan gejala :
1. Sedih
2. Marah
3. Putus asa
4. Tidak berdaya
5. Memeberikan isyarat verbal maupun non verbal
B. Penyebab
Secara universal karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan masalah. Terbagi
menjadi:
1. Faktor Genetik
Faktor genetik (berdasarkan penelitian):
a. 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu yang menjadi kerabat tingkat
pertama dari orang yang mengalami gangguan mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya
bunuh diri.
b. Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar dizigot.

2. Faktor Biologis lain


Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya:
1) Stroke
2) Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
3) DiabetesPenyakit arteri koronaria
4) Kanker
5) HIV / AIDS
3. Faktor Psikososial & Lingkungan
1) Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa kehilangan objek berkaitan
dengan agresi & kemarahan, perasaan negatif thd diri, dan terakhir depresi.
2) Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang berkembang, memandang
rendah diri sendiri
3) Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan, kurangnya sistem pendukung
sosial

C. Jenis Bunuh Diri


Ada macam-macam pembagian bunuh diri dan percobaan bunuh diri. Pembagian menurut
Emile Durkheim dalam Maramis (2004) yaitu :
1. Bunuh diri egoistik
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kondisi
kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak
berkepribadian. Masyarakat daerah pedesaan mempunyai integrasi sosial yang lebih baik
daripada daerah perkotaan sehingga angka percobaan bunuh diri juga lebih sedikit.
2. Bunuh diri altruistik
Individu cenderung bunuh diri karena identifikasi yang terlalu kuat dengan suatu kelompok,
individu merasa bahwa kelompok tersebut sangat mengharapkannya. Contohnya yaitu seorang
kapten yang menolak untuk meninggalkan kapalnya yang tenggelam.
3. Bunuh diri anomik
Hal ini terjadi apabila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dengan
masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa.
Individu kehilangan pegangan dan tujuan, masyarakat dan kelompoknya tidak dapat memberikan
kepuasan kepadanya karena tidak ada pengaturan dan pengawasan terhadap kebutuhannya.
Contohnya seseorang yang mengalami perubahan ekonomi yang drastis lebih banyak melakukan
percobaan bunuh diri.

D. Psikodinamika Bunuh Diri

Terdapat hubungan yang erat antara suicide dan depresi. Individu yang mengalami depresi
mencoba melakukan bunuh diri untuk menghilangkan depresinya. Namun banyak orang yang
melakukan bunuh diri tidak memperlihatkan gejala-gejala klinik mengenai depresi. Helbert
Hendin dalam Maramis (2004) mengemukakan psikodinamika bunuh diri yaitu :
1. Kematian sebagai pelepasan pembalasan (Death as retaliatory abandonment), artinya yaitu
suicide merupakan usaha untuk mengurangi preokupasi tentang rasa takut akan kematian.
Individu merasa seakan-akan dapat mengontrol dan mengetahui bilamana dan bagaimana
kematian.
2. Kematian sebagai pembunuhan terkedik (ke belakang) (Death as retroflexed murder), artinya
yaitu bagi individu yang mengalami gangguan emosi hebat, suicide dapat mengganti kemarahan
atau kekerasan yang tidak dapat direpresi. Individu cenderung bertindak kasar dan suicide dapat
merupakan penyelesaian mengenai pertentangan emosi dengan keinginan untuk membunuh
3. Kematian sebagai penyatuan kembali (Death as reunion), artinya kematian memiliki arti yang
menyenangkan karena individu bersatu kembali dengan orang yang telah meninggal.
4. Kematian sebagai hukuman buat diri sendiri (Death as self punishment), artinya menghukum diri
sendiri karena kegagalan dalam pekerjaan jarang terjadi pada wanita, akan tetapi jika seorang ibu
tidak mampu mencintai maka keinginan untuk menghukum dirinya dapat terjadi. Dalam rumah
sakit jiwa, perasaan tidak berguna dan menghukum diri sendiri merupakan hal yang umum.
Mula-mula karena kegagalan, rasa berdosa karena agresi, individu mencoba berbuat lebih baik
lagi, tetapi akhirnya individu akan menghukum dirinya sendiri untuk menjauhkan diri dari tujuan
itu.

E. Tanda-tanda Bunuh Diri

Solomon dalam Maramis (2004) membagi besarnya risiko bunuh diri dengan melihat
adanya tanda-tanda tertentu yaitu :
1. Tanda-tanda risiko berat
a. Keinginan mati yang sungguh-sungguh, pernyataan yang berulang-ulang bahwa individu ingin
mati.
b. Adanya depresi dengan gejala rasa bersalah dan berdosa terutama terhadap orang-orang yang
sudah meninggal, rasa putus asa, ingin dihukum berat, rasa cemas yang hebat, rasa tidak
berharga, menurunnya nafsu makan san sex, serta adanya gangguan tidur yang berat.
c. Adanya psikosa, terutama penderita psikosa impulsive, serta adanya perasaan curiga, ketakutan
dan panik. Keadaan semakin berbahaya jika penderita mendengar suara yang memerintahkan
untuk membunun dirinya.
2. Tanda-tanda bahaya
a. Pernah melakukan percobaan bunuh diri.
b. Penyakit yang menahun, penderita dengan penyakit kronis yang berat dapat melakukan bunuh
diri karena depresi yang disebabkan penyakitnya.
c. Ketergantungan obat dan alkohol, alkohol dan beberapa obat mempunyai efek melemahkan
kontrol dan mengubah dorongan (impuls) sehingga memudahkan bunuh diri.
d. Hipokondriasis, keluhan fisik yang konstan dan bermacam-macam tanpa sebab organis dapat
menimbulkan depresi yang berbahaya.
e. Bertambahnya umur, bertambahnya umur tanpa pekerjaan dan kesibukan yang berarti dapat
menambah perasaan bahwa hidupnya tidak berguna
f. Pengasingan diri, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak dapat lagi menolong dan
mengatasi depresi yang berat.
g. Kebangkrutan, individu tanpa uang, pekerjaan, teman atau harapan masa depan mempunyai
gairah hidup yang kurang daripada seseorang yang mempunyai keluarga dan kedudukan sosial
yang tinggi.
h. Catatan bunuh diri, seseorang yang mempunyai riwayat catatan bunuh diri dianggap sebagai
tanda bahaya.
i. Kesukaran penyesuaian diri yang kronis, individu dengan riwayat hubungan antar individu yang
tidak memuaskan memiliki kemungkinan lebih besar untuk melakukan suicide.

F. Pengobatan

Semua kasus percobaan bunuh diri harus mendapat perhatian yang serius. Pertolongan
pertama dilakukan di rumah sakit, dilakukan pengobatan terhadap luka ataupun keracunan. Bila
luka atau keracunan sudah dapat diatasi maka dilakukan evaluasi psikiatri. Untuk pasien depresi
bisa diberikan terapi elektrokonvulsi, obat-obatan berupa antidepresan dan psikoterapi.

G. Prognosa

Faktor yang mempengaruhi prognosa yaitu :


1. Pasien : bila pasien dapat menyesuaikan diri dengan baik dan stress yang menjadi faktor
pencetus untuk percobaan bunuh diri cukup besar maka prognosanya lebih baik.
2. Lingkungan : bila lingkungan memberi dukungan dan banyak orang yang memperhatikan
penderita serta banyak hal yang dapat memberi arti dalam kehidupan pasien, maka prognosanya
akan lebih baik.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


A. Pengkajian Faktor Resiko Perilaku bunuh Diri
1. Pengkajian
a. Identitas klien

Identitas meliputi ruangan rawat, inisial pasien, umur, pekerjaan, pendidikan, tanggal rawat,
tanggal pengkajian, nomer RM, status, dan informan.
b. Alasan masuk RSJ

Disesuaikan dengan kondisi pasien.Biasanya pasien yang mengalami resiko bunuh diri
masuk RSJ dengan alasan mengungkapkan perasaan sedih, marah, putus asa, tidak berdaya dan
memberikan isyarat verbal maupun non verbal mengenai keinginannya untuk bunuh diri.
c. Faktor Predisposisi

Pasien dengan resiko bunuh diri mungkin memiliki riwayat keluarga yang mengalami
gangguan jiwa, pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu dengan pengobatan yang kurang
berhasil, pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, dan lain sebagainya.
d. Fisik

Kaji TTV pasien, TB, keluhan fisik yang mungin terjadi seperti tidak nafsu makan, merasa
lemas,
e. Psikososial

Gambarkan genogram keluarga pasien, kaji konsep diri pasien yang terdiri dari citra tubuh,
identitas, peran, ideal diri,dan harga diri, hubungan sosial dengan orang terdekat/masyarakat
serta kehidupan spiritual. Pada pasien dengan resiko bunuh diri dengan penyebabnya harga diri
rendah, pasien akan memperlihatkan konsep diri yang buruk misalperasaan malu terhadap diri
sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, merendahkan martabat dengan menyatakan saya tidak
bisa/ saya tidak mampu/saya orang bodoh /tidak tahu apa-apa, menarik diri, percaya diri kurang,
dan mencederai diri akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram dan akhirnya
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupannya
f. Status mental

Perlu dikaji penampilan pasien, gaya bicara, aktivitas motorik, alam perasaan, afek, interaksi
selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
konsentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian, dan daya tilik diri. Pada pasien dengan resiko
bunuh diri mungkin akan tampak penampilan tidak rapi, gaya bicara lambat, aktivitas motorik
lesu, alam perasaan sedih dan putus asa, interaksi selama wawancara kurang dan lebih banyak
membisu.
g. Kebutuhan persiapan pulang
Perlu dikaji kesiapan pasien saat pulang mencakup kebutuhan ADL, istirahat tidur,
penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas dalam rumah dan luar rumah.
h. Mekanisme koping
Pada pasien dengan resiko bunuh diri biasanya memiliki koping maladaktif yakni dengan
berusaha mencederai diri atau orang lain
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Kaji masalah pasien terhadap pelayanan kesehatan yang didapat, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, perumahan, dan ekonomi.Mungkin pada pasien resiko bunuh diri akan
tampak masalah dengan dukungan kelompok serta lingkungan dimana pasien tidak percaya diri
dalam berinteraksi dengan orang lain karena selalu mengganggap dirinya tidak bisa, tidak
mampu dan lain sebagainya.
j. Kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa/faktor presipitasi/koping/penyakit fisik/obat-obatan
k. Aspek medik
Berisi diagnosa medik serta terapi medik yang didapatkan oleh pasien

l. Daftar masalah keperawatan


Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan resiko bunuh diri adalah
1) Resiko bunuh diri
DS: menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.
DO: ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri.
2) Resiko mencederai diri sendiri,orang lain dan lingkungan
DS: mengatakan ingin membakar rumah, mencederai orang lain atau dirinya sendiri, Memberi
kata-kata ancaman
DO: tampak menyerang orang lain/menyentuh orang lain dengan cara menakutkan, memecahkan
perabot dan lain sebagainya, memperlihatkan permusuhan
3) Harga diri rendah
DS: menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan dan tak berguna, malu
DO: nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.

B. POHON MASALAH

Risiko mencederai diri sendiri,


orang lain dan lingkungan
Risiko bunuh diri
Harga diri rendah

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko bunuh diri
2. Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan
3. Harga diri rendah

D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
pada Pasien dengan Risiko Bunuh Diri

Kriteria Hasil Strategi Pelaksanaan Strategi Pelaksanaan


Pasien Keluarga
Setelah di lakukan SP I SP I
tindakan keperawatan1. Mengidentifikasi benda – 1. Mendiskusikan masalah yang
selama …X… benda yang dapat dirasakan keluarga dalam
diharapkan pasien membahayakan pasien merawat pasien
tidak terjadi resiko2. Mengamankan benda – 2. Menjelaskan pengertian, tanda
bunuh diri benda yang dapat dan gejala risiko bunuh diridan
membahayakan pasien jenis perilaku bunuh diri yang
3. Melakukan kontrak dialami pasien beserta proses
pelaksanaan terjadinya
4. Mengajarkan cara 3. Menjelaskan cara – cara
mengendalikan dorongan merawat pasien dengan risiko
bunuh diri bunuh diri
5. Melatih cara mengendalikan
dorongan bunuh diri
SP II SP II
1. Mengidentifikasi aspek 1. Melatih keluarga
positif pasien mempraktikkan cara merawat
2. Mendorong pasien untuk pasien dengan risiko bunuh diri
berfikir positif terhadap diri 2. Melatih keluarga cara merawat
3. Mendorong pasien untuk pasien dengan risiko bunuh diri
nmenghargai diri sebagai langsung kepada pasien itu
individu yang berharga sendiri
SP III SP III
1. Mengidentifikasipola koping1. Membantu keluarga membuat
yang biasa diterapkan pasien jadwal aktivitas dirumah
2. Menilai pola koping yang termasuk minum obat
biasa dilakukan (discharge planning)
3. Mengidentifikasi pola 2. Mendiskusikan sumber rujukan
koping yang konstruktif yang bisa dijangkau oleh
4. Mendorong pasien memilih keluarga
pola koping yang konstruktif
5. Membimbing pasie
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP IV
1. Membuat rencana masa
depan yang realistis bersama
pasien
2. Mengidentifikasi cara
mencapai rencanana masa
depan yang realistis
3. Memberi dorongan pasien
melakukan kegiatan dalam
rangka meraih masa depan
yang realistis
LAPORAN PENDAHULUAN

RISIKO BUNUH DIRI

A. MASALAH UTAMA
Resiko bunuh diri
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Risiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat mengancam

kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk

mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi dan

berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan

dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan

untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi

karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan

marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk

mengakhiri keputusasaan (Stuart, 2006).


2. Tanda Dan Gejala
a. Mempunyai ide unutk bunuh diri
b. Mengungkapkan keinginan unutk mati
c. Mengungkapkan rasa bersaah dan keputusasaan
d. Impulsif
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan ( menjasi sangat patuh)
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
g. Verbal terselubung ( berbicara tentang kematian)
h. Menanyakan tentang obat dosis mematikan
i. Status emosional ( harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah, mengasibngkan diri)
j. Kesehatan mental ( secara klinis klien terlihat sangat depresi, psikosis, dam menyalahginakan

alkohol)
k. Kesehatan fisik ( biasanya pada kliemn dengan penyakit kronis atau terminal)
l. Pengangguran
m. Kehilangan pekerjaan atau kegagagalan dalam karir
n. Umur 15- 19 tahun atau di atas 45 tahun
o. Status perkawinan ( mengalami kegagalan dalam perkawinan)
p. Pekerjaan
q. Konflik interpersonal
r. Latar belakang keluarga
s. Orientasi seksual
t. Sumber-sumber personal
u. Sumber-sumber sosial
v. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil
w. Mandi / hygiene

3. Rentang Respon

Respon adaptif respon maladaptif


peningkatan diri pengambilan perilaku pencederaan bunuh diri
resiko yang destruktif- diri
meningkatkan diri tidak
pertumbuhan langsung

Gambar 1.1.
rentang respon protektfi diri

a. Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap situasional

yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari

pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.


b. Beresiko destruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku destruktif atau

menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti

seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan

padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.


c. Destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap situasi yang

membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan

terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau

bekerja seenaknya dan tidak optimal.


d. Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat hilangnya harapan

terhadap situasi yang ada.


e. Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang.

Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009) dibagi

menjadi tiga kategori yang sebagai berikut.

a. Upaya bunuh diri (scucide attempt)


sengaja melakukan kegiatan menuju bunuh diri dan bila kegiatan itu sampai tuntas akan

menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan.

Orang yang hanya berniat melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar ingin mati

mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
b. Isyarat bunuh diri (suicide gesture)
bunuh diri yang direncanakan untuk usaha mempengaruhi perilaku orang lain.
c. Ancaman bunuh diri (suicide threat)
suatu peringatan baik secara langsung verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang

mengupayakan bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan secara verbal bahwa dia tidak

akan ada di sekitar kita lagi atau juga mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian

hadiah, wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respon positif dari orang sekitar dapat dipersepsikan

sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.


4. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri sepanjang
siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri mempunyai
riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk
melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri adalah antipati,
impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman kehilangan,
kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan,
atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensi
yang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam
menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting yang dapat
menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan zat-zat kimia
yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut
dapat dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
5. faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain yang dapat
menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang melakukan
bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut
menjadi sangat rentan.
6. sumber Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan
perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan
bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun
budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klien
melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan
keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan
masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam
kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
7. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang berhubungan
dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, regression, dan magical thinking.
Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping
alternatif.

· Penatalaksanaan

1. Farmakologi

a. Obat anti psikosis: Penotizin

b. Obat anti depresi: Amitripilin

c. Obat Anti ansietas: Diasepam, bromozepam, clobozam

d. Obat anti insomnia: Phneobarbital

2. Terapi modalitas

a. Terapi keluarga

 Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi


masalah klien dengan memberikan perhatian

 BHSP

 Jangan memancing emosi klien

 Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga

 Berikan kesempatan klien mengemukaan pendapat

 Dengarkan, bantu dan anjurkan pasien untuk mengemukakan


masalah yang dialaminya

b. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial, atau aktivitas
lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan keadaan klien karena
masalah sebagian orang merupakan persaan dan tingkah laku pada orang lain.

c. Terapi musik

Dengan musik klien terhibur,rileks dan bermain untuk mengebalikan kesadaran


klien

DAFTAR PUSTAKA

Maramis. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press : Surabaya

Keliat , Budi Anna. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa . EGC. Jakarta.

Stuart dan sundeen . 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 3. EGC.Jakarta

Anda mungkin juga menyukai