Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAULUAN

RESIKO BUNUH DIRI DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH

Nama : Sapti Pratiwi

NIM : 19300047

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK

STIKES CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG

TAHUN AJARAN 2019


LAPORAN PENDAHULUAN

RISIKO BUNUH DIRI

A. Pengertian

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar
(2009), bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain:

1 Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional

2 Bunuh diri dilakukan dengan intensi

3 Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri

4 Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung
(pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan
hidup atau secara sengaja berada di rel kereta api.

Menurut Maramis (2012), bunuh diri (suicide) adalah segala perbuatan


dengan tujuan untuk membinasakan dirinya sendiri dan yang dengan sengaja
dilakukan oleh seseorang yang tahu akan akibatnya yang mungkin pada waktu
yang singkat. Tanda dan gejala :

1 Sedih

2 Marah

3 Putus asa

4 Tidak berdaya

5 Memeberikan isyarat verbal maupun non verbal

B. Penyebab

Secara universal karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan


masalah. Terbagi menjadi:

1. Faktor Genetik

Faktor genetik (berdasarkan penelitian):

a. 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu yang
menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami gangguan
mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya bunuh diri.

b. Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar dizigot.

2. Faktor Biologis lain

Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya:

a. Stroke

1
b. Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)

c. DiabetesPenyakit arteri koronaria

d. Kanker

e. HIV / AIDS

3. Faktor Psikososial & Lingkungan

a. Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa kehilangan


objek berkaitan dengan agresi & kemarahan, perasaan negatif thd diri, dan
terakhir depresi.

b. Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang
berkembang, memandang rendah diri sendiri

c. Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan, kurangnya


sistem pendukung sosial

C. Jenis Bunuh Diri

Ada macam-macam pembagian bunuh diri dan percobaan bunuh diri.


Pembagian menurut Emile Durkheim dalam Maramis (2012) yaitu :

1. Bunuh diri egoistik

Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat. Hal ini disebabkan


oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu
itu seolah-olah tidak berkepribadian. Masyarakat daerah pedesaan mempunyai
integrasi sosial yang lebih baik daripada daerah perkotaan sehingga angka
percobaan bunuh diri juga lebih sedikit.

2. Bunuh diri altruistik

Individu cenderung bunuh diri karena identifikasi yang terlalu kuat dengan
suatu kelompok, individu merasa bahwa kelompok tersebut sangat
mengharapkannya. Contohnya yaitu seorang kapten yang menolak untuk
meninggalkan kapalnya yang tenggelam.

3. Bunuh diri anomik

Hal ini terjadi apabila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara


individu dengan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-
norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan,
masyarakat dan kelompoknya tidak dapat memberikan kepuasan kepadanya
karena tidak ada pengaturan dan pengawasan terhadap kebutuhannya.
Contohnya seseorang yang mengalami perubahan ekonomi yang drastis lebih
banyak melakukan percobaan bunuh diri.

2
D. Psikodinamika Bunuh Diri

Terdapat hubungan yang erat antara suicide dan depresi. Individu yang
mengalami depresi mencoba melakukan bunuh diri untuk menghilangkan
depresinya. Namun banyak orang yang melakukan bunuh diri tidak
memperlihatkan gejala-gejala klinik mengenai depresi. Helbert Hendin dalam
Maramis (2012) mengemukakan psikodinamika bunuh diri yaitu :

1. Kematian sebagai pelepasan pembalasan (Death as retaliatory abandonment),


artinya yaitu suicide merupakan usaha untuk mengurangi preokupasi tentang
rasa takut akan kematian. Individu merasa seakan-akan dapat mengontrol dan
mengetahui bilamana dan bagaimana kematian.

2. Kematian sebagai pembunuhan terkedik (ke belakang) (Death as retroflexed


murder), artinya yaitu bagi individu yang mengalami gangguan emosi hebat,
suicide dapat mengganti kemarahan atau kekerasan yang tidak dapat direpresi.
Individu cenderung bertindak kasar dan suicide dapat merupakan penyelesaian
mengenai pertentangan emosi dengan keinginan untuk membunuh

3. Kematian sebagai penyatuan kembali ( Death as reunion), artinya kematian


memiliki arti yang menyenangkan karena individu bersatu kembali dengan
orang yang telah meninggal.

4. Kematian sebagai hukuman buat diri sendiri (Death as self punishment),


artinya menghukum diri sendiri karena kegagalan dalam pekerjaan jarang
terjadi pada wanita, akan tetapi jika seorang ibu tidak mampu mencintai maka
keinginan untuk menghukum dirinya dapat terjadi. Dalam rumah sakit jiwa,
perasaan tidak berguna dan menghukum diri sendiri merupakan hal yang
umum. Mula-mula karena kegagalan, rasa berdosa karena agresi, individu
mencoba berbuat lebih baik lagi, tetapi akhirnya individu akan menghukum
dirinya sendiri untuk menjauhkan diri dari tujuan itu.

E. Tanda-tanda Bunuh Diri

Solomon dalam Maramis (2012) membagi besarnya risiko bunuh diri dengan
melihat adanya tanda-tanda tertentu yaitu :

1. Tanda-tanda risiko berat

a. Keinginan mati yang sungguh-sungguh, pernyataan yang berulang-ulang


bahwa individu ingin mati.

b. Adanya depresi dengan gejala rasa bersalah dan berdosa terutama terhadap
orang-orang yang sudah meninggal, rasa putus asa, ingin dihukum berat,
rasa cemas yang hebat, rasa tidak berharga, menurunnya nafsu makan san
sex, serta adanya gangguan tidur yang berat.

3
c. Adanya psikosa, terutama penderita psikosa impulsive, serta adanya
perasaan curiga, ketakutan dan panik. Keadaan semakin berbahaya jika
penderita mendengar suara yang memerintahkan untuk membunun dirinya.

2. Tanda-tanda bahaya

a. Pernah melakukan percobaan bunuh diri.

b. Penyakit yang menahun, penderita dengan penyakit kronis yang berat


dapat melakukan bunuh diri karena depresi yang disebabkan penyakitnya.

c. Ketergantungan obat dan alkohol, alkohol dan beberapa obat mempunyai


efek melemahkan kontrol dan mengubah dorongan (impuls) sehingga
memudahkan bunuh diri.

d. Hipokondriasis, keluhan fisik yang konstan dan bermacam-macam tanpa


sebab organis dapat menimbulkan depresi yang berbahaya.

e. Bertambahnya umur, bertambahnya umur tanpa pekerjaan dan kesibukan


yang berarti dapat menambah perasaan bahwa hidupnya tidak berguna

f. Pengasingan diri, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak dapat lagi
menolong dan mengatasi depresi yang berat.

g. Kebangkrutan, individu tanpa uang, pekerjaan, teman atau harapan masa


depan mempunyai gairah hidup yang kurang daripada seseorang yang
mempunyai keluarga dan kedudukan sosial yang tinggi.

h. Catatan bunuh diri, seseorang yang mempunyai riwayat catatan bunuh


diri dianggap sebagai tanda bahaya.

i. Kesukaran penyesuaian diri yang kronis, individu dengan riwayat


hubungan antar individu yang tidak memuaskan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk melakukan suicide.

F. Pengobatan

Semua kasus percobaan bunuh diri harus mendapat perhatian yang serius.
Pertolongan pertama dilakukan di rumah sakit, dilakukan pengobatan terhadap
luka ataupun keracunan. Bila luka atau keracunan sudah dapat diatasi maka
dilakukan evaluasi psikiatri. Untuk pasien depresi bisa diberikan terapi
elektrokonvulsi, obat-obatan berupa antidepresan dan psikoterapi.

G. Prognosa

Faktor yang mempengaruhi prognosa yaitu :

1. Pasien : bila pasien dapat menyesuaikan diri dengan baik dan stress yang
menjadi faktor pencetus untuk percobaan bunuh diri cukup besar maka
prognosanya lebih baik.

4
2. Lingkungan : bila lingkungan memberi dukungan dan banyak orang yang
memperhatikan penderita serta banyak hal yang dapat memberi arti dalam
kehidupan pasien, maka prognosanya akan lebih baik.

5
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

A. Pengkajian Faktor Resiko Perilaku bunuh Diri

1. Pengkajian

a. Identitas klien

Identitas meliputi ruangan rawat, inisial pasien, umur, pekerjaan,


pendidikan, tanggal rawat, tanggal pengkajian, nomer RM, status, dan
informan.

b. Alasan masuk RSJ

Disesuaikan dengan kondisi pasien.Biasanya pasien yang mengalami


resiko bunuh diri masuk RSJ dengan alasan mengungkapkan perasaan
sedih, marah, putus asa, tidak berdaya dan memberikan isyarat verbal
maupun non verbal mengenai keinginannya untuk bunuh diri.

c. Faktor Predisposisi

Pasien dengan resiko bunuh diri mungkin memiliki riwayat keluarga


yang mengalami gangguan jiwa, pernah mengalami gangguan jiwa di
masa lalu dengan pengobatan yang kurang berhasil, pengalaman masa
lalu yang tidak menyenangkan, dan lain sebagainya.

d. Fisik

Kaji TTV pasien, TB, keluhan fisik yang mungin terjadi seperti tidak
nafsu makan, merasa lemas,

e. Psikososial

Gambarkan genogram keluarga pasien, kaji konsep diri pasien yang


terdiri dari citra tubuh, identitas, peran, ideal diri,dan harga diri,
hubungan sosial dengan orang terdekat/masyarakat serta kehidupan
spiritual. Pada pasien dengan resiko bunuh diri dengan penyebabnya
harga diri rendah, pasien akan memperlihatkan konsep diri yang buruk
misalperasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, merendahkan martabat dengan menyatakan saya tidak bisa/ saya
tidak mampu/saya orang bodoh /tidak tahu apa-apa, menarik diri,
percaya diri kurang, dan mencederai diri akibat harga diri yang rendah
disertai harapan yang suram dan akhirnya mungkin klien ingin
mengakhiri kehidupannya

6
f. Status mental

Perlu dikaji penampilan pasien, gaya bicara, aktivitas motorik, alam


perasaan, afek, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi
pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung,
kemampuan penilaian, dan daya tilik diri. Pada pasien dengan resiko
bunuh diri mungkin akan tampak penampilan tidak rapi, gaya bicara
lambat, aktivitas motorik lesu, alam perasaan sedih dan putus asa,
interaksi selama wawancara kurang dan lebih banyak membisu.

g. Kebutuhan persiapan pulang

Perlu dikaji kesiapan pasien saat pulang mencakup kebutuhan ADL,


istirahat tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas
dalam rumah dan luar rumah.

h. Mekanisme koping

Pada pasien dengan resiko bunuh diri biasanya memiliki koping


maladaktif yakni dengan berusaha mencederai diri atau orang lain

i. Masalah psikososial dan lingkungan

Kaji masalah pasien terhadap pelayanan kesehatan yang didapat,


dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, perumahan, dan
ekonomi.Mungkin pada pasien resiko bunuh diri akan tampak masalah
dengan dukungan kelompok serta lingkungan dimana pasien tidak
percaya diri dalam berinteraksi dengan orang lain karena selalu
mengganggap dirinya tidak bisa, tidak mampu dan lain sebagainya.

j. Kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa/faktor


presipitasi/koping/penyakit fisik/obat-obatan

k. Aspek medik

Berisi diagnosa medik serta terapi medik yang didapatkan oleh pasien

2. Daftar masalah keperawatan

Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan resiko bunuh diri
adalah

a. Resiko bunuh diri

DS: menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya
hidup.

DO: ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba
bunuhdiri.

7
b. Resiko mencederai diri sendiri,orang lain dan lingkungan

DS: mengatakan ingin membakar rumah, mencederai orang lain atau


dirinya sendiri, Memberi kata-kata ancaman

DO: tampak menyerang orang lain/menyentuh orang lain dengan cara


menakutkan, memecahkan perabot dan lain sebagainya, memperlihatkan
permusuhan

c. Harga diri rendah

DS: menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada
harapan dan tak berguna, malu

DO: nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol


impuls.

B. POHON MASALAH

Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Risiko bunuh diri

Harga diri rendah

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko bunuh diri

2. Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan

3. Harga diri rendah

8
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan Intervensi


keperawatan
Resiko bunuh diri Setelah di lakukan Tindakan psikoterapeutik
tindakan keperawatan Klien
selama 3x pertemuan SP I
diharapkan pasien tidak 1. Mengidentifikasi
terjadi resiko bunuh diri benda – benda yang dapat
membahayakan pasien
Kriteria hasil :
2. Mengamankan
1. Klien dapat membina benda – benda yang dapat
hubungan saling membahayakan pasien
percaya 3. Melakukan kontrak
2. Klien dapat pelaksanaan
terlindungi dari 4. Mengajarkan cara
prilaku bunuh diri mengendalikan dorongan
3. Klien dapat bunuh diri
mengespresikan 5. Melatih cara
perasaannya mengendalikan dorongan
4. Klien dapat bunuh diri
meningkatkan harga
diri
5. Klien dapat SP II
menggunakan
1.Mengidentifikasi aspek
koping yang adaptif
positif pasien
2.Mendorong pasien untuk
berfikir positif terhadap
diri
3.Mendorong pasien untuk
nmenghargai diri sebagai
individu yang berharga

SP III
1.Mengidentifikasipola
koping yang biasa
diterapkan pasien
2.Menilai pola koping
yang biasa dilakukan
3.Mengidentifikasi pola
koping yang konstruktif
4.Mendorong pasien
memilih pola koping yang
konstruktif
Membimbing pasie
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

SP IV
1.Membuat rencana masa
depan yang realistis
bersama pasien

9
2.Mengidentifikasi cara
mencapai rencanana masa
depan yang realistis
3.Memberi dorongan
pasien melakukan kegiatan
dalam rangka meraih masa
depan yang realistis

Keluarga
SP I
1. Mendiskusikan
masalah yang
dirasakan keluarga
dalam merawat pasien
2. Menjelaskan
pengertian, tanda dan
gejala risiko bunuh
diridan jenis perilaku
bunuh diri yang
dialami pasien beserta
proses terjadinya
3. Menjelaskan cara cara
merawat pasien
dengan risiko bunuh
diri

SP II
1. Melatih keluarga
mempraktikkan cara
merawat pasien
dengan risiko bunuh
diri
2. Melatih keluarga cara
merawat pasien
dengan risiko bunuh
diri langsung kepada
pasien itu sendiri

SP III
1. Membantu keluarga
membuat jadwal
aktivitas dirumah
termasuk minum obat
(discharge planning)
2. Mendiskusikan
sumber rujukan yang
bisa dijangkau oleh
keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Keliat ,Budi Anna. (2007). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa . Jakarta : EGC.

10
Maramis. (2012). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University

Press.

Stuart dan sundeen . (2010). Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 3. Jakarta : EGC.

11

Anda mungkin juga menyukai