Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

“RESIKO BUNUH DIRI”

OLEH :
RINA SAPUTRI
20089014038

S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

A. Proses Terjadinya Masalah

1. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman, Silverman,
dan Bongar (2000) bunuh diri memiliki 4 pengertian antara lain:
a. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
b. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung
(pasif) misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan
kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel kereta api.
Menurut Miramis (2004), bunuh diri (suicide) adalah segala perbuatan
dengan tujuan untuk membinasakan dirinya sendiri dan yang dengan sengaja
dilakukan oleh seseorang yang tahu akan akibatnya yang mungkin pada waktu
yang singkat.
Tanda dan gejala yaitu : sedih, marah, putus asa, tidak berdaya, memberikan
isyarat verbal maupun non verbal.
2. Faktor Predisposisi
Secara universal karena ketidakmampuan individu untuk
menyelesaikan masalah, terbagi menjadi :
a. Faktor genetik (berdasarkan penelitian)
1) 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu yang
menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami gangguan
mood/depresi/yang pernah melakukan upaya bunuh diri.
2) Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar dizigot.
b. Faktor biologis lain
Biasanya penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya : Stroke,
Gangguan kerusakan kognitif (demensia), Diabetes, Kanker, HIV/AIDS
c. Faktor psikososial dan ligkungan
1) Teori Psikoanalitik / Psikodinamika : Teori Freud yaitu bahwa
kehilangan objek berkaitan dengan agresi dan kemarahan, perasaan
negatif terhadap diri, dan terakhir depresi.
2) Teori Prilaku Kognitif : Teori Beck yaitu pola kognitif negatif yang
berkembang, memandang rendah diri sendiri.
3) Stressor Lingkungan : kehilangan anggota keluarga, penipuan,
kurangnya sistem pendukung social.
3. Jenis Bunuh Diri
Menurut Yosep (2010) macam-macam pembagian bunuh diri dan
percobaan bunuh diri yaitu :
a. Bunuh diri Egoistik
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat. Hal ini disebabkan
oleh kondisi kebudayaan atau karena masyrakat yang menjadikan individu
itu seolah-olah tidak berkepribadian.
b. Bunuh diri altruistik
Individu cenderung bunuh diri karena identifikasi yang terlalu kuat dengan
suatu kelompok, individu merasa bahwa kelompok tersebut sangat
mengharapkannya.
c. Bunuh diri anomik
Hal ini terjadi apabila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara
individu dengan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan
norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan
tujuan, masyarakat dan kelompoknya tidak dapat memberikan kepuasan
kepadanya karena tidak ada pengaturan dan pengawasan terhadap
kebutuhannya.
4. Psikodinamika bunuh diri
Terdapat hubungan yang erat antara suicidedan depresi. Individu yang
mengalami depresi mencoba melakukan bunuh diri untuk menghilangkan
depresinya. Namun banyak orang yang melakukan bunuh diri tidak
memperlihatkan gejala-gejala klinik mengenai depresi. Helbert Hendin dalam
Maramis (2004) mengemukakan psikodinamika bunuh diri yaitu :
a. Kematian sebagai pelepasan pembalasan ( Death as retaliotary
abandonment) artinya yaitu suicide meruapakan usaha untuk mengurangi
preokupasi.
b. Kematian sebagai pembunuhan terkedik (ke belakang) ( Death as
retroflexed murder) artinya bagi individu yang mengalami gangguan emosi
hebat, suicide dapat mengganti kemarahan atau kekerasan yang tidak dapat
direpresi.
c. Kematian sebagai penyatuan kembali ( Death as reunion) artinya kematian
memiliki arti yang menyenangkan karena individu bersatu kembali dengan
orang yang telah meninggal.
d. Kematian sebagai hukuman buat diri sendiri ( Death as self punishment)
artinya menghukum diri sendiri karena kegagalan dalam pekerjaan jarang
terjadi pada wanita, akan tetapi jika seorang ibu tidak mampu mencintai
maka keinginan untuk menghukum dirinya dapat terjadi.
5. Tanda –tanda bunuh diri
Solomon dalam Maramis (2004) membagi besarnya resiko bunuh diri
dengan melihat adanya tanda-tanda tertentu yaitu :
a. Tanda-tanda resiko berat
1) Keinginan mati yang sungguh-sungguh, pernyataan yang berulang-
ulang baha individuingin mati
2) Adanya depresi dengan gejala rasa bersalah dan berdosa terutama
terhadap orang-orang yang sudah meninggal, rasa putus asa, ingin
dihukum berat,rasa cemas yang hebat serta adanya gangguan tidur
yang berat.
3) Adanya psikosa terutama penderita psikosa impulsive serta adanya
perasaan curiga, ketakutan dan panik. Keadaan semakin berbahaya
jika penderita mendengar suara yang memerintahkan untuk
membunuh dirinya.
b. Tanda – tanda bahaya
1) Pernah melakuakn percobaan bunuh diri
2) Penyakit yang menahun, penderita dengan penyakit kronis berat dapat
melakukan bunuh diri karena depresi yang disebabkan penyakitnya.
3) Ketergantungan obat dan alkohol karena mempunyai efek melemahkan
kontrol dan mengubah dorongan sehingga memudahkan bunuh diri
4) Hipokondriasis, keluhan fisik yang konstan dan bermacam-macam
tanpa sebab organis dapat menimbukan depresi yang berbahaya.
5) Kebangkrutan, individu tanpa uang, pekerjaan, teman atau harapan
masa depan mempunyai keluarga dan dudukan sosial yang tinggi.
6) Catatan bunuh diri, seseorang yang mempunyai riwayat catatan bunuh
diridianggap sebagai tanda bahaya.
6. Psikopatologi bunuh diri
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematiannya dengan
tindakan kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai nilai untuk
melakukannya. Perilaku bunuh diri dapat dibagi 4 yaitu :
a. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukan dengan berperilaku secara tidak langsung
ingin bunuh diri. Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide
untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan
percobaan bunuh diri.
b. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal/non verbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan
untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang
kematian, kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai
dukungan untuk melakukan bunuh diri. Secara aktif pasien telah
memikirkan rencana bunuh dirinamun tidak disertai dengan percobaan
bunuh diri.
c. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu
yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah. Pada kondisi ini
pasien aktif mencoba unuh diri dengan cara gantung diri, minum racun,
memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.
d. Bunuh diri
Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan. Orang
yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati
mungkin mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada
waktunya.
7. Rentang respon

Peningkatan Berisiko Perilaku Pencenderaan Bunuh


Diri destruktif destruktif diri diri diri
tak langsung

a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri


secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.
b. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecendrungan atau berisiko mengalami
perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang
seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangt
bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudaj
melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat
(maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan
dirinya.
d. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan
diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang (Yosep, 2010).
8. Pengobatan
Semua kasus percobaan bunuh diri harus mendapat perhatian yang serius.
Pertolongan pertama dilakukan di rumah sakit, dilakukan pengobatan terhadap
luka ataupun keracunan. Bila luka atau keracunan sudah dapat diatasi maka
dilakukan evaluasi psikiatri. Untuk pasian depresi bisa diberikan terapi
elektrokonvulsi, obat – obatan berupa antidepresan dan psikoterapi.
9. Progmosa
Faktor yang mempengaruhi prognosa yaitu:
a. Pasien : bila pasien dapar menyesuaikan diri dengan baik dan stress yang
menjadi faktor pencetus untuk percobaan bunuh diri cukup besar maka
prognosanya lebih baik.
b. Lingkungan : bila lingkungan memberi dukungan dan banyak orang yang
memperhatikan penderita serta banyak hal yang dapat memberi arti dalam
kehidupan pasien, maka progonosanya akan lebih baik.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Identitas meliputi ruangan rawat, inisial paisen, umur, pekerjaan,
pendidikan, tanggal rawat, tanggal pengkajian, nomer RM, status dan
informasi.
b. Alasan masuk RSJ
Disesuaikan dengan kondisi pasien. Biasanya pasien yang mengalami
resiko bunuh diri masuk RSJ dengan alasan mengungkapkan perasaan sedih,
marah, putus asa, tidak berdaya dan memberikan isyarat verbal maupun non
verbal, mengenai keinginannya untuk bunuh diri.
c. Faktor predisposisi
Pasien dengan resiko bunuh diri mungkin memiliki riwayat keluarga
yang mengalami gangguan jiwa di masa lalu dengan pengobatan yang
kurang berhasil, pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, dan lain
sebagainya.
d. Fisik
Kaji TTV pasien, TB, keluhan fisik yang mungkin terjadi seperti tidak
nafsu makan, merasa lemas.
e. Psikososial
Gambarkan genogram keluarga pasien, kaji konsep diri pasien yang
terdiri dari citra diri, identitas, peran, idela diri dan harga diri, ubungan sosial
dengan orang terdekat/ masyarakat serta kehidupan spiritual. Pada pasien
dengan resiko bunuh diri dengan penyebabnya harga diri rendah, pasien akan
memperlihatkan konsep diri yang buruk misal perasaan malu terhadap diri
sendiri, rasa bersalah terhdap diri sendiri, merendahkan martabat dengan
menyatakan saya tidak bisa/ saya tidak mampu/ saya orang bodoh/ tidak tahu
apa –apa, menarik diri, percaya diri kuranf, dan mencederai diri akibat harga
diri yang rendah disertai harapan suram dan akhirnya klien ingin mengakhiri
kehidupannya.
f. Status mental
Perlu dikaji penampilan psien, gaya bicara, aktivitas motorik, alam
perasaa, afek, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran diri. Pada paie dengan resiko bunuh diri mungkin akan
tampak penampilam tidak rapi, gaya bicara lambat, aktivitas motorik lesu,
alam perasaan sedih dan putus asa, interkasi selama wawancara kurangdan
lebih banyak membisu.
g. Kebutuhan pesiapan pulang
Perlu dikaji kesiapan pasien pulang mecakup kebutuhan ADL,
istirahat tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas dalam
rumah dan luar rumah.
h. Mekanisme koping
Pada pasien dengan resiko bunuh diri biasanya memiliki koping
maladaptif yakni dengan berusaha mencederai diri atau orang lain.
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Kaji masalah pasien terhadap pelayanan kesehatan yang didapat,
dukungan kelompok lingkunan, pendidikan, oerumahan, dan ekonomi.
Mungkin pada pasuen resiko bunuh diri akan tampalk masalah dengan
dukugan kelompok serta lingkungan dimana pasien tidak percaya diri dalam
berinteraksi dengan orang lain karena selalu mnganggap dirinya tidak bisa,
tidak mampu dan lain sebagainya.
j. Kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa/ faktor presipitasi/ koping
penyakit fisik/ obat-obatan.
k. Aspek medik
Berisi diagnosa medik serta terapi medik yang didapatkan oleh pasien.
Masalah keperwatan yang muncul pada pasien dengan resiko bunuh diri
adalah :
1. Resiko bunuh diri
DO : Menyatakan ingin bunuh diri/ mati saja, tak ada gunanya hidup.
DS : Ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri.
2. Resiko mencederai diri sendiri, oramg lain dan lingkungan
DS : Mengatakan ingin membakar rumah, mencederai orang lain atau dirinya
sendiri, memberi kata – kata ancaman
DO : Tampak menyerang orang lain/ menyentuh orang lain dengan cara
menakutkan, memecahkan perabot dan lain sebagainya, memperlihatkan
permusuhan
3. Harga diri
DS : Menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan dan
rak berguna, malu.
DO : Nampak sedih, mudah marah, gelisah tidak dapat mengontrol impuls.

Pohon Masalah

Risiko mencederai diri sendiri, orang lain


dan lingkungan.

Risiko bunuh diri

Gangguan interaksi sosial (Menarik Diri)

Harga diri rendah


2. Diagnosa Keperawatan
1) Risiko bunuh diri
2) Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan
3) Harga diri rendah
3. Intervensi
Tgl No.Dx Dx. Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi
Risiko Bunuh TUM : 1. Setelah ....x... menit selam...jam klien 1. Bina hubungan saling percaya dengan :
Diri Klien dapat mengendalikan menunjukkan tanda-tanda percaya pada a. kenalkan diri pada klien
dorongan untuk bunuh diri. perawat : b. Tanggapi pembicaraan klien dengan
a. Menjawab salam sabar dan tidak menyangkal
TUK 1 : b. Mau menerima perawat c. Bicara tegas,jelas dan jujur
Klien dapat membina c. Ada kontak mata d. Bersifat hargai dan bersahabat
hubungan saling percaya d. Mau berjabat tangan e. Temani klien saat keinginan
mencederai diri meningkat
f. Jauhkan klien ari bena-bena (eperti :
pisau, silet, gunting, tali kaca,sll).
TUK 2 : 2. Setelah .....x..menit selama.....jam klien 1.1 Dengar kan keluhan yang dirasakan klien
Klien mampu dapat mengekpresikann perasaannya : 1.2 Bersikap empati untuk meninkatkan
mengekpresikan perasaannya. a. Menceritakan peneritaan secara unkapan keraguan, ketakutan dan
terbuka dan konstruktif dengan oran keprihatinan.
lain. 1.3 Beri dorongan kepada klien untuk
mengungkapkan mengapa dan
bagaimana harapan karena harapan
adalah hal yang terpenting dalam
kehidupan.
TUK 3 : 2. Setelah .....x....menit selama...jam klien 3.1 Bantu klien untuk memahami bahwa ia
Klien dapat meningkatkan dapat mengenang dan meninjau kembali dapat mengatasi aspek-aspek keputusan
harga diri kehiupan secara positif : dan memisahkan dari aspek harapan.
a. Mempertimbangkan nilai-nilai dan 3.2 Kaji dan kerahkan sumber-sumber
arti kehidupan. internal individu (outonomi, mandiri,
b. Mengekpresikan perasaan-perasaan rasional pemikiran kognitif , fleksibelitas
yang optimis tentang yang ada. dan spiritualitas.
3.3 Bantu klien mengidentifikasi sumber-
sumber harapan (misal : hubungan antar
sesama, keyakinan hak-hak untuk
diselesaikan).
3.4 Bantu klien mengembangkan tujuan-
tujuan realitas jangka panjang dan angka
pendek (beralih dari yang sederhana ke
yang lebih komplek dapat menggunakan
suatu poster tujuan untuk menandakan
jenis dan waktu untuk pencapaian
tujuan-tujuan spesifik).
TUK 4 : 3. Setelah ....x...menit selama ...jam klien 4.1. Ajarkan klien untuk mengantisipasi
Klien menggunakan dapat mengekpresikan perasaan tentang pengalaman yang dia senang melakukan
dukungan sosial. hubungan yang positif dengan orang setiap hari ( misal : beralan, membaca
terdekat : buku favorit dan menulis surat).
a. Mengekpresikan percaya diri dengan 4.2. Bantu klien untuk mengenali hal-hal
hasil yang diinginkan. yang dicintai yang ia sayang dan penting
b. Menekpresikan percaya ddiri dengan terhadap kehidupan orang lain disamping
diri dan orang lain. tentan kegagalan dalam kesehatan.
c. Menatap tujuan-tujuan yang realitis. 4.3. Beri dorongan pada klien untuk berbaai
keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai masalah dan penyakit yang
sama dan telah mempunyai pengalaman
positif dalam mengatasi tersebut dengan
koping yang efektif.
TUK 5 : 4. Setelah ...x... menit selama...jam , 1.1. Kaji dan kerahkan sumber-sumber
Klien menggunakan sumber tersedia (keluarga, lingkungan ekternal individu (orang terdekat,
dukungan sosial. dan masyarakat) : timpelayanan kesehatan, kelompok
a. Keyakinan makin meningkat pendukung, agama dianutnya).
1.2. Kaji sistem pendukung keyakinan(nilai,
pengalaman masa lalu, aktivitas
keagamaan, kepercayaan agama).
Lakukan rujukan selesai indikasi
4. Intervensi Berdasarkan SP Pasien dan Keluarga
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Identifikasi benda – benda yang dapat 1. Diskusikan masalah yang dirasakan
membahayakan pasien keluarga dalam merawat pasien
2. Amankan benda yang dapat 2. Jelaskan pengertian tanda dan gejala
membahayakan pasien resiko bunuh diridan jenis perilaku
3. Ajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri yang dialami pasien beserta
bunuh diri proses terjadinya
4. Latih cara mengendalikan dorongan 3. Jelaskan cara merawat pasien bunuh
bunuh diri diri
SP 2 SP 2
1. Evaluasi SP 1 1. Evaluasi SP 1
2. Identifikasi askep positif pasien 2. Latih keluarga mempraktikan cara
3. Dorong pasien berfikir positif merawat pasien dengan resiko bunuh
4. Dorong pasien menghargai diri sendiri diri
3. Latih keluarga melakukan cara merawat
langsung kepada pasien risiko bunuh
diri.
SP 3 SP 3
1. Evaluasi SP 1 dan 2 1. Evaluasi SP 1,2
2. Identifikasi pola koping yang dapat 2. Bantu keluarga membuat jadwal
diterapkan aktivitas di rumah termasuk minum
3. Menilai pola koping yang dapat obat (perencanaan pulang )
dilakukan 3. Jelaskan kepada keluarga setelah pulang
4. Identifikasi dan dorong pasien memilih
pola koping yang konstruktif
5. Anjurkan pasien menggunakan pola
koping yang kontruktif
SP 4 SP 4
1. Evaluasi SP 1,2,3 1. Evaluasi SP 1,2,3
2. Buat rencana masa depan yang realistis 2. Latih langsung ke pasien
3. Identifikasi cara mencapai masa depan 3. RTL keluarga: follow up dan rujukan
yang realistis
4. Beri dorongan melakukan kegiatan
dalam rangka meraih masa depan yang
realistis.
5. Implementasi Keperawatan
Melakukan implementasi sesuai dengan intervensi.

6. Evaluasi Keperawatan
Menurut Yusuf, Fitryasari & Nihayati, 2015 adapan evalusia keperawatan antara lain :
1) Untuk pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan bunuh diri,
keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan keadaan pasien yang tetap aman
dan selamat.
2) Untuk keluarga pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan bunuh
diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan keluarga
berperan serta dalam melindungi anggota keluarga yang mengancam atau mencoba
bunuh diri.
3) Untuk pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan
keperawatan ditandai dengan hal berikut.
- Pasien mampu mengungkapkan perasaanya.
- Pasien mampu meningkatkan harga dirinya.
- Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.
4) Untuk keluarga pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan
keperawatan ditandai dengan kemampuan keluarga dalam merawat pasien dengan
risiko bunuh diri, sehingga keluarga mampu melakukan hal berikut.
- Keluarga mampu menyebutkan kembali tanda dan gejala bunuh diri.
- Keluarga mampu memperagakan kembali cara-cara melindungi anggota keluarga
yang berisiko bunuh diri.
DAFTAR
PUSTAKA

Maramis. (2014). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Atrlangga University Press :

Surabaya. Herman, Ade. (2016).Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta:

Medical Book Keliat, Budi Anna. (2012). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:

EGC.

Yosep, I. (2015). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Stuart, GW. (2010). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta:

EGC.

Anda mungkin juga menyukai