Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

RISIKO BUNUH DIRI

HASDITA
R014 20 1017

PRESEPTOR INSTITUSI

(Akbar Harisa,S.Kep.,Ns.,PMNC.,MN)

PRAKTIK KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
A. Kasus (Masalah Utama)
Resiko bunuh diri
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Risiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan
disengaja untuk mengakhiri kehidupan. Individu secara sadar berkeinginan
untuk mati sehingga melakukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan
keinginan tersebut (Herdman, 2012).
Risiko bunuh diri terdiri dari 3 kategori,yakni:
a. Isyarat bunuh diri
b. Ancaman bunuh diri
c. Percobaan bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan perilaku tidak langsung (gelagat)
ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan: “Tolong jaga anak-anak karena
saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.” Pada
kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya,
namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien
umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah / sedih / marah /
putus asa / tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang
diri sendiri yang menggambarkan risiko bunuh diri.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan
untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan
alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah
memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh
diri. Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri,
pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat
dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri
untuk mengakhiri kehidupan. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh
diri dengan berbagai cara. Beberapa cara bunuh diri antara lain gantung diri,
minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang
tinggi.
2. Etiologi
Proses terjadinya risiko bunuh diri akan dijelaskan dengan menggunakan
konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan
presipitasi. Menurut Stuart & Sundeen (2006) sebagai berikut:
a. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya risiko bunuh diri, meliputi:
1) Faktor Biologis
Faktor-faktor biologis yang berkaitan dengan adanya faktor herediter,
riwayat bunuh diri, riwayat penggunaan Napza, riwayat penyakit fisik,
nyeri kronik, dan penyakit terminal.
2) Faktor Psikologis
Pasien risiko bunuh diri mempunyai riwayat kekerasan masa kanak-
kanak, riwayat keluarga bunuh diri, homosekual saat remaja, perasaan
bersalah, kegagalan dalam mencapai harapan, gangguan jiwa.
3) Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial budaya yang berkaitan dengan risiko bunuh diri antara
lain perceraian, perpisahan, hidup sendiri dan tidak bekerja.
b. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus risiko bunuh diri meliputi : perasaan terisolasi karena
kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang
berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stress,
perasaan marah/bermusuhan. Bunuh diri dapat merupakan cara pasien
menghukum diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan.
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala risiko bunuh diri dapat dinilai dari ungkapan pasien
yang menunjukkan keinginan atau pikiran untuk mengakhiri hidup dan
didukung dengan data hasil wawancara dan observasi.
a. Data subjektif:
Pasien mengungkapkan tentang:
1) Merasa hidupnya tak berguna lagi
2) Ingin mati
3) Pernah mencoba bunuh diri
4) Mengancam bunuh diri
5) Merasa bersalah,sedih,marah,putus asa dan tidak berdaya.
b. Data Objektif:
1) Ekspresi murung
2) Tak bergairah
3) Banyak diam
4) Ada bekas percobaan bunuh diri
4. Klasifikasi
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006):
a. Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa
seseorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin
bunuh diri mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan
berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mengomunikasikan secara non
verbal.
b. Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang
dilakukan oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak
dicegah.
c. Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri
akan terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
a. Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh
faktor lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong
seseorang untuk bunuh diri.
b. Bunuh diri altruistic
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
c. Bunuh diri egoistic
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor
dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
5. Rentang Respon
Respon Mal-
Respon Adaptif adaptif

Self Growth Indirect Self Self Suicide


Enchancement Promoting Destructive Injury
Risk Taking Behavior

Perilaku bunuh diri menurut Stuart & Sundeen (2006) dibagi menjadi 3 kategori,
yaitu sebagai beriku:
a. Upaya Bunuh Diri (suicide attempt) yaitu sengaja melakukan kegiatan
bunuh diri,dan bila kegiatan itu sampai tuntas akan menyebabkan kematian.
b. Isyarat Bunuh Diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yangdirencanakan
untukusaha mempengaruhi perilaku orang lain).
c. Ancaman Bunuh Diri (suicide threat) yaitu suatu perinagtan secara langsung
maupun tidak langsung, verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang,
mengupayakan bunuh diri.
C. Pohon Masalah
Efek Resiko perilaku kekerasan

Core Problem Resiko Bunuh Diri


Gangguan interaksi sosial: isolasi sosial
Etiologi

Harga diri rendah
Masalah keperawatan
a. Resiko Bunuh Diri
b. Gangguan interaksi sosial: isolasi social
c. Resiko Perilaku kekerasan
D. Rencana Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan risiko bunuh diri dilakukan terhadap pasien dan keluarga
(pelaku rawat). Saat melakukan pelayanan di Puskesmas dan kunjungan rumah, perawat
menemui keluarga (pelaku rawat) terlebih dahulu sebelum menemui pasien. Bersama
keluarga (pelaku rawat), perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan
keluarga (pelaku rawat). Setelah itu, perawat menemui pasien untuk melakukan pengkajian
dan melatih cara untuk mengatasi risiko bunuh diri yang dialami pasien. Jika pasien
mendapatkan terapi psikofarmaka, maka hal pertama yang dilatih perawat adalah tentang
pentingnya kepatuhan minum obat.
Setelah perawat selesai melatih pasien, maka perawat kembali menemui keluarga
(pelaku rawat) dan melatih keluarga (pelaku rawat) untuk merawat pasien, serta
menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang perlu
keluarga lakukan yaitu untuk membimbing pasien melatih kemampuan mengatasi risiko
bunuh diri yang telah diajarkan oleh perawat.
Tindakan keperawatan untuk pasien dan keluarga dilakukan pada setiap
pertemuan, minimal empat kali pertemuan dan dilanjutkan sampai pasien dan
keluarga mampu mengatasi risiko bunuh diri.
a. Tindakan Keperawatan untuk Pasien Risiko Bunuh Diri
Tujuan:
1) Pasien ancaman/percobaan bunuh diri: Pasien mampu:
a) Membina hubungan saling percaya
b) Aman dan selamat
2) Pasien isyarat bunuh diri: Pasien mampu:
a) Membina hubungan saling percaya
b) Mengontrol pikiran bunuh diri melalui pikiran positif diri
c) Mengontrol pikiran bunuh diri melalui pikiran positif keluarga dan
lingkungan
d) Menyusun rencana masa depan
e) Melakukan kegiatan rencana masa depan
Tindakan keperawatan:
1) Membina hubungan saling percaya, dengan cara:
a) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b) Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan
yang Perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien
c) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
d) Buat kontrak asuhan: apa yang akan dilakukan bersama pasien, berapa
lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana.
e) Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh
untuk kepentingan terapi
f) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
g) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
2) Pada pasien ancaman/percobaan bunuh diri
a) Lindungi pasien dari perilaku bunuh diri:
1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ke
tempat yang aman
2) Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet,
gelas, tali pinggang)
3) Mendapatkan orang yang dapat segera membawa pasien ke rumah
sakit untuk pengkajian lebih lanjut dan kemungkinan dirawat
4) Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya,
jika pasien mendapatkan obat
5) Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa perawat akan
melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri
3) Pada pasien isyarat bunuh diri:
a) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu
dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman, berpikir positif
terhadap diri, keluarga dan lingkungan.
b) Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
1) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
2) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang
3) positif.
4) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
5) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien
6) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
c) Meningkatkan kemampuan menyusun rencana masa depan, dengan
cara:
1) Mendiskusikan dengan pasien tentang harapan pasien
2) Mendiskusikan cara-cara mencapai masa depan
3) Melatih pasien langkah-langkah kegiatan mencapai masa depan
4) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing kegiatan
mencapai masa depan.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses Definition and


Classification, 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell.

Stuart , & Sundeen. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai