Anda di halaman 1dari 16

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Bunuh Diri

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan
terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain,
2008).
Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang tidak dicegah dapat
mengarah pada kematian. Perilaku desttruktif diri langsung mencakup
aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari hal ini
sebagai hasil yang diinginkan. Perilaku destruktif diri tak langsung termasuk
tiap aktivitas kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada
kematian. Orang tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi pada
kematian akibat perilakunya dan biasanya menyangkal apabila dikonfrontasi
(Stuart & Sundeen, 2006). Menurut Shives (2008) mengemukakan rentang
harapan putus harapan merupakan rentang adaptif maladaptif

1
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh
normanorma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon
maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya
setempat. Respon maladaptif antara lain :
1. Ketidak berdayaan, keputusasaan, apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan
masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang
bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan
koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.

2. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan
merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya :
kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan
merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semuanya dapat berakhir
dengan bunuh diri.
a. Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang
ditandaidengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri
terjadi padasaat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
b. Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untukmengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping
terakhirindividu untuk memecahkan masalah yang dihadapi
(Laraia, 2005).
1.2 Etiologi Bunuh Diri
Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :
1. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
2. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
3. Interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.

2
4. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan
hukumanpada diri sendiri.
5. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

Berdasarkan teori terdapat 3 penyebab terjadinya bunuh diri adalah sebagai


berikut :
 Genetic dan teori biologi
Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada
keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat
menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri
 Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik
(orang yang tidak terintegrasi pada kelompok social) , atruistik
(Melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat) dan anomic ( suicide
karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan
beradaptasi dengan stressor).
 Teori psikologi
Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri
merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.

1.3 Faktor Terjadinya Masalah


1.3.1 Faktor Predisposisi
Menurut Stuart Gw & Laraia (2005), faktor predisposisi bunuh diri
antaralain :
Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan
jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
 Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya
resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan
depresi.

3
 Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan,
perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya
dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan
dengan bunuh diri.
 Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.
 Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan
prilaku destrukif diri.
1.3.2 Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan
hubunganinterpersonal/gagal melakukan hubungan yang
berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan
hukumanpada diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusan.

1.4 Jenis-Jenis Bunuh Diri


Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan
oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan
individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi
dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah
lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan
mereka yang menikah.

4
2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung
untuk bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu
kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.

3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)


Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara
individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan
norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan
tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan
padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap
kebutuhan-kebutuhannya.

1.5 Sumber dan Mekanisme Koping


Menurut Stuart dan Sundeen (1998) terdapat sumber dan mekanisme
koping pada perilaku bunuh diri yaitu:
1. Sumber Koping
Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang
mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri.
Sering kali orang ini secara sadar memilih untuk bunuh diri. Kulaitas
hidup menjadi isu yang mengesampingkan kuantitas hidup. Dilema
etik mungkin timbul bagi perawat yang menyadari pilihan pasien
untuk berperilaku merusak diri. Tidak ada jawaban yang mudah
mengenai bagaimana mengatasi konflik ini. Perawat harus
melakukannya sesuai dengan sistem keyakinannya sendiri.

2. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku
destruktif-diri tak langsung adalah :
a. Denial, mekanisme koping yang paling menonjol
b. Rasionalisme
c. Intelektualisasi

5
d. Regresi

Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya ditantang tanpa


memberikan cara koping alternatif. Mekanisme pertahanan ini
mungkin berada diantara individu dan bunuh diri. Perilaku bunuh diri
menunjukkan mendesaknya kegagalan mekanisme koping. Ancaman
bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan
pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi
merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif.

1.6 Patopsikologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang
yang siapmembunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan
tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk
melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:

1. Ancaman bunuh diri


Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang
tersebutmempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan
ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif
dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan
tindakan bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh
individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau
terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang
tidak langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut
tidak diketahui tepat pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih
dahulu individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu
masalah yang
menjatuhkan harga dirinya ( Stuart & Sundeen, 2006).

6
Peningkatan verbal/ non verbal

Pertimbangan untuk melakukan bunuh diri

Ancaman bunuh diri

Ambivelensi tentang kematian Kurangnya respon positif

Upaya Bunuh Diri

Bunuh Diri

1.7 Tanda dan Gejala

Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang


tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk
melakukan rencana bunuh diri tersebut adalah: keputusasaan, celaan terhadap
diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna, alam perasaan depresi, agitasi
dan gelisah, insomnia yang menetap, penurunan BB, berbicara lamban,
keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial. Adapunpetunjuk psikiatrik
anatara lain: upaya bunuh diri sebelumnya, kelainanafektif, alkoholisme dan
penyalahgunaan obat, kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja,
dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia. Sedangkan riwayat
psikososial adalah: baru berpisah, bercerai/ kehilangan, hidup sendiri, tidak
bekerja, perubahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami, faktor-faktor
kepribadian: implisit, agresif, rasa bermusuhan, kegiatan kognitif dan negatif,
keputusasaan, harga diri rendah, batasan/ gangguan kepribadian antisosial.

7
1.8 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin muncul pada klien dengan tentamen


suicide sangat tergantung pada jenis dan cara yang dilakukan klien untuk
bunuh diri, namun resiko paling besar dari klien dengan tentamen suicide
adalah berhasilnya klien dalam melakukan tindakan bunuh diri, serta jika
gagal akan meningkatkan kemungkingan klien untuk mengulangi perbuatan
tentamen suicide.
Pada klien dengan percobaan bunuh diri dengan cara meminum zat
kimia atau intoksikasi zat komplikasi yang mungkin muncul adalah diare,
pupil pi- poin, reaksi cahaya negatif , sesak nafas, sianosis, edema paru
.inkontenesia urine dan feces, kovulsi, koma, blokade jantung akhirnya
meninggal.
Pada klien dengan tentamen suicide yang menyebabkan asfiksia akan
menyebabkan syok yang diakibatkan karena penurunan perfusi di jaringan
terutama jaringan otak.
Pada klien dengan perdarahan akan mengalami syok hipovolemik
yang jika tidak dilakukan resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada
penyebab hemoragik syok, kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi
kegagalan multiple organ.

2.9 Pemeriksaan Diagnostik

Koreksi penunjang dari kejadian tentamen suicide akan menentukan


terapi resisitasi dan terapi lanjutan yang akan dilakukan pada klien dengan
tentamen suicide.Pemeriksaan darah lengkap dengan elektrolit akan
menunjukan seberapa berat syok yang dialami klien, pemeriksaan EKG dan
CT scan bila perlu bia dilakukan jika dicurigai adanya perubahan jantung dan
perdarahan cerebral.

1.10 Penatalaksanaan

Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar


pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah.

8
Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran
penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan
perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan
kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan
keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi
psikiatri. Tidak adanya hubungan beratnyagangguan badaniah dengan
gangguan psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani
juga gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan
terapi elektro konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan psikoterapi.
1. Penatalaksanaan Medis
pada semua kasus, keinginan bunuh diri harus diperiksa. Apakah orang
mengisolasi dirinya sendiri waktu kejadian sehingga ia tidak
ditemukan atau melakukan tindakan agar tidak ditemukan. Pada kasus
bunuh diri membutuhkan obat penenang saat mereka bertindak
kekerasan pada diri mereka atau orang lain, dan pasien juga lebih
membutuhkan terapi kejiwaan melalui komunikasi terapeutik.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Tindakan keperawatan
a. Tindakan keperawatan untuk pasien
1) Tujuan :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
b) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
c) Klien dapat mengekspresikan perasaannya
d) Klien dapat meningkatkan harga diri
e) Klien dapat menggunakan koping yang adaptif

2) Tindakan keperawatan
a) Membina Hubungan Saling percaya kepada pasien
1. Perkenalkan diri dengan klien
2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak
menyangkal.
3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.

9
4. Bersifat hangat dan bersahabat.
5. Temani klien saat keinginan mencederai diri
meningkat.

b) Melindungi pasien dari perilaku bunuh diri


1. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat
membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca,
dan lain lain).
2. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu
terlihat oleh perawat.
3. Awasi klien secara ketat setiap saat.
c) Membantu pasien untuk mengekspresikan perasaannya
1. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan
keraguan ,ketakutan dan keputusasaan.
3. Beridorongan untuk mengungkapkan mengapa dan
bagaimana harapannya.
4. Beriwaktu dan kesempatan untuk menceritakan arti
penderitaan, kematian, dan lain lain.

d) Membantu pasien untuk meningkatkan harga dirinya


1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat
mengatasi keputusasaannya.
2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan
(misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal
untuk diselesaikan).

e) Membantu pasien untuk menggunakan koping individu


yang adaptif
1. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman
pengalaman yang menyenangkan setiap hari

10
(misal :berjalan-jalan, membaca buku favorit,
menulis surat dll.)
2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan
yang ia sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan
orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan
dalam kesehatan.
3. Beridorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang
lain yang mempunyai suatu masalah dan atau
penyakit yang sama dan telah mempunyai
pengalaman positif dalam mengatasi masalah
tersebut dengan koping yang efektif

b. Tindakan keperawatan untuk keluarga


1) Tujuan :
 Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang
mengalami masalah rasa ingin bunuh diri
2) Tindakan keperawatan
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang ingin
bunuh diri adalah :
a) Membina hubungan saling percaya
1. Panggil klien dengan nama panggilan yang
disukai.
2. Bicara dengansikaptenang, rileks dan
tidakmenantang.
b) Membantu pasien untuk mengidentifikasi kemampuan
dan aspek positif yang dimiliki
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
2. Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
3. Utamakan pemberian pujian yang realitas
c) Membantu pasien dalam menilai kemampuan yang
dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga

11
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat
dilanjutkan setelah pulang ke rumah
d) Melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat
dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang
klien lakukan.
3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi
kondisi klien
e) Memanfaatkan sistem pendukung yang ada
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang
cara merawat klien
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien
dirawat
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan
keluarga
1.11 Pencegahan

Mereka yang akan melakukan bunuh diri biasanya memberikan peringatan


pada keluarganya dan sebelumnya sering mencari nasehat medis. Sehingga
ada kemungkinan untuk dicegah dengan diagnosis dan terapi yang lebih
baik. Pencegahan berskala besar harus diarahkan untuk mengatasi isolasi
sosial, rendahnya harga diri, dan pengurangan kosumsi dan
penyalahgunaan alkohol dan obat.

1.12 Mitos Resiko Gangguan Jiwa


1. Gangguan Jiwa: Gila
Masyarakat banyak menganggap bahwa orang yang mengidap
gangguan jiwa atau gangguan mental emosional hanyalah orang gila.
Faktanya, tidak semua orang yang mengalami gangguan jiwa dapat

12
disebut “gila” secara medis. Secara medis mungkin yang disebut
“gila” oleh masyarakat adalah orang-orang yang mengalami
gangguan psikotik. Gangguan psikotik adalah keadaan dimana
seseorang tidak dapat membedakan dunia nyata dan dunia
khayalnya, contoh gejalanya : ada yang merasa dirinya adalah nabi
atau  artis terkenal, atau merasa bahwa keluarga terdekatnya ingin
mencelakakannya selain itu tidak jarang yang dapat mendengar atau
melihat hal-hal yang tidak dapat didengar atau dilihat oleh orang
lain.

2. Gangguan Jiwa Disebabkan oleh Kutukan dan Guna-Guna


Saat ini, orang yang mengalami gangguan jiwa seringkali dianggap
karena kemasukan roh atau gara-gara menuntut ilmu khusus
sehingga pengobatan cenderung mencari pengobatan supranatural
dibandingkan medis. Penjelasan dari Prof. dr. Sasanto Wibisono,
SpKJ(K), salah satu psikiater yang menjadi pengajar di Universitas
Indonesia ini : Masih ada beberapa kerancuan pada makna istilah,
yang dapat menghambat usaha memasyarakatkan psikiatri. Istilah
psikiatri (inggris: psychiatry) diangkat dari bahasa Yunani, yaitu
psyche (soul, mind kehidupan mental, baik yang sadar maupun
bawah sadar dalam bahasa Indonesia: roh, jiwa, mental) dan iatreia
(healing-penyembuhan). Sesuai dengan kedudukannya sebagai
bidang ilmu, maka di dalam bidang psikiatri, psyche berarti mind
atau mental dan bukan berarti soul atau roh.
3. Pengidap Gangguan Jiwa Cuman Sedikit di Indonesia
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, menunjukkan
angka nasional gangguan jiwa dan mental emosional (kecemasan
dan depresi) pada penduduk usia sekitar 15 tahun, adalah 11,6%,
atau sekitar 19 juta penduduk. Sedangkan dengan gangguan jiwa
berat rata-rata sebesar 0,64% (1 juta) penduduk. Dengan provinsi
pemegang angka gangguan mental dan emosional tertinggi di

13
Indonesia adalah Jawa Barat yang mencapai angka 20%. 20% mah
masih dikit gaaaan, cuman 1 dari 5
4. Gangguan Jiwa Berobatnya di Dukun atau Paranormal
Banyak sebagian orang masih saja pegi ke dukun untuk berobat,
kurangnya pengetahuan serta kepercayaan terhadap tenaga kesehatan
membuat mereka.
5. Semua Obat dari Dokter Ketergantungan pergi ke dokter
Obat yang dapat menyebabkan ketergantungan hanyalah obat-obatan
yang berasal dari golongan benzodiazepine, contohnya alprazolam
(xanax). Dan ketergantungan tidak terjadi begitu saja, kalau
penggunaannya asal-asalan dan tidak mematuhi aturan dari dokter
yang terlatih, baru akan menyebabkan ketergantungan. Obat-obatan
dari golongan lain tidak menyebabkan ketergantungan.

1.13 Tingkatan Bunuh Diri

Berdasarkan besar kemungkinan individu melakukan bunuh diri, maka


bunuh diri di bagi 3 yaitu :

1. Ancaman bunuh diri (suicide threats)


Merupakan peringatan verbal atau non verbal bahwa seseorang
tersebut mempertimbangkan bunuh diri. Individu akan mengatakan
bahwa hidupnya tidak akan lama lagi atau mungkin menunjukkan
respon non verbal dengan memberikan barang-barang yang
dimilikinya. Misalkan dengan mengatakan “tolong jaga anakku
karena saya akan pergi jauh” atau “segala sesuatu akan lebih baik
tanpa saya”. Perilaku ini harus dipertimbangkan dalam konteks
peristiwa kehidupan saat ini. Ancaman menunjukkan ambivalensi
tentang kematian.

2. Percobaan bunuh diri (suicide attempts)


Klien sudah melakukan percobaan bunuh diri. Semua tindakan
yang dilakukan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh individu

14
dan dapat menyebabkan kematian, jika tidak dilakukan pertolongan
segera. Pada kondisi ini klien aktif mencoba bunuh diri dengan
berbagai cara seperti gantung diri, minum racun, memotong urat
nadi atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.

3. Completed suicide
Terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau terabaikan. Orang
yang melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar mati
mungkin akan mati, jika tidak ditemukan pada waktunya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien, EGC, Jakarta

Mustofa, Ali. 2010. Asuhan Keperawatan Psikiatri Berbasis Klinik. Mataram

M. Wilkson Judith.2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi


(NIC) dan Kriteria Hasil (NOC). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung: PT
Refrika Aditama

16

Anda mungkin juga menyukai