Disusun Oleh :
Astride Wulandari Rusmana
G3A021074
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan
perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress
yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme
koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri
kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress,
perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan
(Stuart,2006).
Sumber: googleimage.com
Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan dirinya
sendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan akibatnya
yang mungkin pada waktu yang singkat. Menciderai diri adalah tindakan agresif yang
merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan
keputusanterakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain,
2008).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4). Risiko bunuh diri dapat
diartikan sebagai resiko individu untuk menyakitidiri sendiri, mencederai diri, serta
mengancam jiwa. (Nanda, 2012)
Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang harapan-
putus harapan merupakan rentang adaptif -maladaptif.Respon adaptif merupakan respon
yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku,
sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
budaya setempat. Prilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak di cegah
dapatmengarah kepada kematian. Rentang respon protektif diri mempunyai
peningkatandiri sebagai respon paling adaptif, sementara perilaku destruktif diri,
pencederaan diri,dan bunuh diri merupakan respon maladaptif (Wiscarz dan Sundeen,
1998). Pikiran bunuh diri biasanya muncul pada individu yang mengalami gangguan
mood, terutama depresi. Bunuh diri adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja
untuk membunuh diri sendiri (Videbeck, 2008).
Sehingga dari beberapa pendapat diatas, bunuh diri merupakan tindakan yang
sengaja dilakukan seseorang individu untuk mengakhiri hidupnya dengan berbagai cara.
Dan seseorang dengan gangguan psikologi tertentu atau sedang depresi dapat pula
beresiko melakukan bunuh diri. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang bunuh
diri, dapat dari faktor eksternal seperti lingkungan dan faktor internal seperti gangguan
psikologi dalam dirinya.
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori yaitu (Stuart, 2006):
1) Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang
tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri mungkin
mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama
lagi atau mengomunikasikan secara non verbal.
2) Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh
individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
3) Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan terjadi
jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
1) Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk
bunuh diri.
2) Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan
seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3) Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
2.1 Psikodinamika
2.1.1 Etiologi Resiko Bunuh Diri
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri ada dua
faktor, yaitu factor predisposisi (factor risiko) dan factor presipitasi (factor pencetus).
a. Faktor predisposisi
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang perilaku
resiko bunuh diri meliputi:
1) Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat klien berisiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
2) Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
3) Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian,kehilangan yang
dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan bunuh diri.
4) Biologis
Banyak penelitian telah dilakukan untuk menemukan penjelasan biologis
yang tepat untuk perilaku bunuh diri. Beberapa peneliti percaya bahwa ada
gangguan pada level serotonin di otak, dimana serotonin diasosiasikan
dengan perilaku agresif dan kecemasan. Penelitian lain mengatakan bahwa
perilaku bunuh diri merupakan bawaan lahir, dimana orang yang suicidal
mempunyai keluarga yang juga menunjukkan kecenderungan yang sama.
Walaupun demikian, hingga saat ini belum ada faktor biologis yang
ditemukan berhubungan secara langsung dengan perilaku bunuh diri
5) Psikologis
Leenars (dalam Corr, Nabe, & Corr, 2003) mengidentifikasi tiga bentuk
penjelasan psikologis mengenai bunuh diri. Penjelasan yang pertama
didasarkan pada Freud yang menyatakan bahwa “suicide is murder turned
around 180 degrees”, dimana dia mengaitkan antara bunuh diri dengan
kehilangan seseorang atau objek yang diinginkan. Secara psikologis,
individu yang beresiko melakukan bunuh diri mengidentifikasi dirinya
dengan orang yang hilang tersebut. Dia merasa marah terhadap objek kasih
sayang ini dan berharap untuk menghukum atau bahkan membunuh orang
yang hilang tersebut. Meskipun individu mengidentifikasi dirinya dengan
objek kasih sayang, perasaan marah dan harapan untuk menghukum juga
ditujukan pada diri. Oleh karena itu, perilaku destruktif diri terjadi
6) Sosiokultural
Penjelasan yang terbaik datang dari sosiolog Durkheim yang memandang
perilaku bunuh diri sebagai hasil dari hubungan individu dengan
masyarakatnya, yang menekankan apakah individu terintegrasi dan teratur
atau tidak dengan masyarakatnya
b. Faktor presipitasi
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang
memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum,kehilangan
pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui seseorang yang
mencoba atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh media untuk bunuh diri, juga
membuat individu semakin rentan untukmelakukan perilaku bunuh diri.
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah perasaan
terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan
yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres, perasaan
marah/bermusuhan dan bunuh diri sebagai hukuman pada diri sendiri, serta cara utuk
mengakhiri keputusasaan.
c. Respon terhadap stres
1) Kognitif: Klien yang mengalami stress dapat mengganggu proses kognitifnya,
seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang,
dan pikiran tidak wajar.
2) Afektif: Respon ungkapan hati klien yang sudah terlihat jelas dan nyata akibat
adanya stressor dalam dirinya, seperti: cemas, sedih dan marah.
3) Fisiologis: Respons fisiologis terhadap stres dapat diidentifikasi menjadi dua,
yaitu Local Adaptation Syndrome (LAS) yang merupakan respons lokal tubuh
terhadap stresor (misal: kita menginjak paku maka secara refleks kaki akan
diangkat) dan Genital Adaptation Symdrome (GAS) adalah reaksi menyeluruh
terhadap stresor yang ada.
4) Perilaku: Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara
sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri
berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun budaya.
5) Sosial: Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan
mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat
menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan
bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu
menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan
keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
d. Kemampuan mengatasi masalah/ sumber coping
1) Kemampuan personal: kemampuan yang diharapkan pada klien dengan resiko
bunuh diri yaitu kemampuan untuk mengatasi masalahnya.
2) Dukungan sosial: adalah dukungan untuk individu yang di dapat dari keluarga,
teman, kelompok, atau orang-orang disekitar klien dan dukungan terbaik yang
diperlukan oleh klien adalah dukungan keluarga.
3) Asset material: ketersediaan materi antara lain yaitu akses pelayanan kesehatan,
dana atau finansial yang memadai, asuransi, jaminan pelayanan kesehatan dan
lain-lain.
d. Keyakinan positif: merupakan keyakinan spiritual dan gambaran positif
seseorang sehingga dapat menjadi dasar dari harapan yang dapat
mempertahankan koping adaptif walaupun dalam kondisi penuh stressor.
Keyakinan yang harus dikuatkan pada klien resiko bunuh diri adalah keyakinan
bahwa klien mampu mengatas masalahnya.
e. Mekanisme coping
Klien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali klien secara sadar memilih bunuh
diri. Menurut Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang
berhubungan dengan perilaku destruktif diri tidak langsung adalah penyangkalan,
rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi. Menurut Fitria (2012) mengemukakan
rentang harapan-putus harapan merupakan rentang adaptif-maladaptif.
Adaptif Maladaptif
Keterangan:
a. Peningkatan diri: seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahan diri secara
wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahan diri.
b. Beresiko destruktif: seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami
perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya
dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika
dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan
secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung: seseorang telahmengambil sikap yang kurang tepat
terhadap situasi yangmembutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri.
d. Pencederaan Diri: seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri
akibat hilangnya harapan terhadapsituasi yang ada.
e. Bunuh diri: seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang.
Perilaku bunuh diri menunjukkan terjadinya kegagalan mekanisme koping.
Ancaman bunuh diri menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan
adgar untuk mengatasi masalah. Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang
mengalami krisis bunuh diri adalah mencederai diri dengan tujuan mengakhiri hidup.
Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk
melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada diri
sendiri. Faktor Presipitasi Faktor Predisposisi
Menarik Diri
Isolasi sosial
Risiko Gangguan Persepsi
Sensori: Halusinasi
Perilaku kekerasan
3. Surveillance: safety
a. Berikan lingkungan yang aman
(safety)
1) Tempatkan klien di ruang
perawatan yang mudah
dipantau
2) Mengidentifikasi dan
mengamankan benda-benda
yang dapat membahayakan
klien
3) Berikan ruangan yang
nyaman, dan aman yaitu
dengan situai lingkungan
yang cukup cahaya dan
jendela yang tidak terbuka
lebar untuk menghindari
kemungkinan klien lari dari
ruang perawatan
4) Ketika memberikan obat oral,
dampingi klien dan pastikan
semua obat telah diminum
5) Monitor keadaan klien scara
kontinyu
6) Batasi orang dalam ruangan
klien
4. Active Listening
a. Bantu klien untuk
mendapatkan dukungan sosial
1) Informasikan kepada
keluarga dan saudara bahwa
klien membutuhkan
dukungan sosial yang
adekuat
2) Dorong klien melakukan
aktivitas sosial
3) Jadilah pendengar yang baik
bagi klien dan bantu klien
untuk mengatasi masalah
5. Afirmasi Positif
6. Berikan reinforcement positif kepada
klien
2.3.4 Implementasi
Melakukan apa yang sudah direncakan di intervensi kepada klien
2.3.5 Evaluasi
S : Tuliskan apa yang masih dirasakan klien
a. Klien masih sering melihat teman bayangannya setiap waktu yang seolah-
olah selalu meminta bantuannya
O : Klien masih terlihat sering berbicara sendiri seolah ada lawan bicara
didepannya.
A : Tanda gejala yang masih ada atau yang sudah hilang
a. klien masih terlihat murung dan melakukan hal yang mengarah pada
mencedari diri dengan alasan melindungi temannya
b. klien masih sering mengobrolsendiri
c. klien masih menaganggap bahwa temannya itu nyata
P : Lanjutkan intervensi no 2, 4, 5, 6
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Alih bahasa
oleh Yasmin Asih. Jakarta: EGC.
Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tidakan Keperawatan (LP dan SP) revisi 2012. Jakarta: Salemba
Medika.
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC.
Keliat, Budi Anna. 2009.Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Stuart, G.W. & Sundeen, S.J. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.