Anda di halaman 1dari 9

BUNUH DIRI

Disusun Oleh:
1. Felicia Devita Salim
2. Bisma Keshava
3. Evin
4. Artha Wicaksana
5. Jose
Bunuh diri (bahasa Inggris: suicide, berasal dari kata Latin suicidium, dari sui caedere,
"membunuh diri sendiri") adalah sebuah tindakan sengaja yang menyebabkan kematian diri
sendiri. Upaya untuk mencegah bunuh diri antara lain adalah dengan pembatasan akses
terhadap senjata api, merawat penyakit jiwa dan penyalahgunaan obat, serta meningkatkan
kondisi ekonomi. Cara pandang terhadap bunuh diri selama ini dipengaruhi oleh konsep
eksistensi yang luas seperti agama, kehormatan, dan makna hidup. Selama era samurai di
Jepang, seppuku dijunjung tinggi sebagai sarana pertobatan akibat kegagalan atau sebagai
bentuk protes. Sati, sebuah praktik pemakaman dalam agama Hindu yang
mengharuskan janda untuk melakukan pengorbanan diri di atas api pembakaran jenazah
suaminya, baik atas keinginan sendiri maupun didesak oleh keluarga dan masyarakat. Dahulu
di kebanyakan negara barat, bunuh diri maupun percobaan bunuh diri merupakan tindakan
kriminal yang bisa membuat seseorang dihukum, namun sekarang hukum tersebut sudah
tidak berlaku lagi. Namun di kebanyakan negara Islam, tindakan ini masih dianggap
melanggar hukum. Pada abad ke-20 dan ke-21, bunuh diri dalam bentuk pengorbanan
diri digunakan sebagai sarana protes, dan kamikaze serta bom bunuh diri digunakan sebagai
taktik militer atau teroris.

Faktor-faktor Risiko

1. Gangguan Jiwa

Sebagian dari orang yang meninggal karena bunuh diri bisa jadi memiliki gangguan depresi
mayor. Kondisi lain yang turut terlibat adalah skizofrenia, gangguan kepribadian ,gangguan
bipolar, dan gangguan stres pasca-trauma. Meskipun tindakan melukai diri sendiri bukan
merupakan percobaan bunuh diri, namun adanya perilaku suka melukai diri sendiri tersebut
meningkatkan risiko bunuh diri.

2. Penggunaan obat
Baik penyalahgunaan obat kronis maupun kecanduan akut saling berhubungan satu sama
lain. Bila digabungkan dengan kesedihan diri, misalnya ditinggalkan seseorang yang
meninggal, risiko tersebut semakin meningkat. Selain itu, penyalahgunaan obat berkaitan
dengan gangguan kesehatan jiwa. Saat melakukan bunuh diri, kebanyakan orang berada
dalam pengaruh obat yang bersifat sedatif-hipnotis (misalnya alkohol atau
benzodiazepine) dengan adanya alkoholisme. Negara-negara dengan angka penggunaan
alkohol tinggi dan memiliki jumlah bar lebih banyak secara umum juga memiliki risiko
terjadinya bunuh diri lebih tinggi yang keterkaitannya terutama berhubungan dengan
penggunaan minuman beralkohol hasil distilasi ketimbang jumlah total alkohol yang
digunakan.  Antara 3 hingga 35% kematian pada kelompok pemakai heroin diakibatkan oleh
bunuh diri. Penyalahgunaan kokain dan methamphetamine memiliki korelasi besar terhadap
bunuh diri. Mereka yang menggunakan kokain memiliki risiko terbesar saat berada dalam
fase sakaw. Mereka yang menggunakan inhalansia juga memiliki risiko besar untuk bunuh
diri. Merokok memiliki keterkaitan dengan risiko bunuh diri. Tidak ada bukti yang cukup
kuat mengapa ada keterkaitan tersebut; namun hipotesis menyatakan bahwa mereka yang
memiliki kecenderungan merokok juga memiliki kecenderungan untuk melakukan bunuh
diri, bahwa merokok menyebabkan masalah kesehatan sehingga mendorong seseorang untuk
mengakhiri hidupnya, dan bahwa merokok mempengaruhi kimia otak hingga menyebabkan
kecenderungan bunuh diri. 

3. Masalah Perjudian

Masalah perjudian pada seseorang dikaitkan dengan meningkatnya keinginan bunuh diri dan


upaya-upaya melakukan tindak bunuh diri dibandingkan dengan populasi umum. Faktor lain
yang meningkatkan risiko pada mereka dengan masalah perjudian meliputi penyakit mental,
alkohol dan penyalahgunaan narkoba.

4. Kondisi Medis

Terdapat hubungan antara bunuh diri dan masalah kesehatan fisik, mencakup: sakit
kronis, cedera otak traumatis, kanker, mereka yang menjalani hemodialisis, HIV, lupus
eritematosus sistemik, dan beberapa lainnya. Diagnosis kanker membuat risiko bunuh diri
menjadi kira-kira dua kali lipat.  Gangguan tidur seperti insomnia dan apnea tidur merupakan
faktor risiko mengalami depresi dan melakukan bunuh diri. Pada beberapa kasus, gangguan
tidur mungkin menjadi faktor risiko independen timbulnya depresi. Sejumlah kondisi medis
lainnya mungkin disertai gejala yang mirip dengan gangguan suasana hati,
termasuk: hipotiroid, Alzheimer, tumor otak, lupus eritematosus sistemik, dan efek samping
dari sejumlah obat (seperti beta blocker dan steroid).

5. Keadaan psikososial

Sejumlah keadaan psikologis juga meningkatkan risiko bunuh diri, meliputi: keputusasaan,


hilangnya kesenangan dalam hidup, depresi dan kecemasan. Kurangnya kemampuan untuk
memecahkan masalah, hilangnya kemampuan seseorang yang dahulu dimilikinya, dan
kurangnya pengendalian impuls juga berperan. Pada orang dewasa lanjut usia, persepsi
tentang menjadi beban bagi orang lain merupakan hal yang penting.

Stres kehidupan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir seperti kehilangan anggota
keluarga atau teman, kehilangan pekerjaan, atau isolasi sosial (seperti hidup sendiri)
meningkatkan risiko tersebut. Orang yang tidak pernah menikah juga berisiko lebih
besar. Bersikap religius dapat mengurangi risiko seseorang untuk melakukan bunuh diri. Hal
ini dikaitkan dengan pandangan negatif sebagian besar agama yang menentang perbuatan
bunuh diri dan dengan lebih besarnya rasa keterikatan yang bisa diberikan oleh agama.
Sejumlah orang mungkin ingin bunuh diri untuk melarikan diri
dari intimidasi atau tuduhan. Riwayat pelecehan seksual pada masa kecil dan dan saat
menjadi anak asuh juga merupakan faktor risiko. Pelecehan seksual diyakini memberi
kontribusi sekitar 20% dari keseluruhan risiko. Kemiskinan dikaitkan dengan risiko bunuh
diri. 

6. Media

Media, termasuk internet, memainkan peranan penting. Caranya menyajikan gambaran bunuh


diri mungkin saja memiliki efek negatif dengan banyaknya tayangan yang mencolok dan
berulang yang mengagungkan atau meromantiskan tindakan bunuh diri dan memberikan
dampak terbesar. Bila digambarkan secara rinci tentang cara melakukan bunuh diri dengan
menggunakan cara tertentu, metode bunuh diri mungkin saja meningkat dalam populasi
secara keseluruhan. Sementara media massa memiliki pengaruh yang signifikan, efek dari
media hiburan masih tampak samar-samar. 

7. Rasional

Bunuh diri rasional adalah tindakan menghilangkan nyawa sendiri yang beralasan, meskipun


sejumlah orang merasa bahwa bunuh diri tidak pernah masuk akal. Tindakan menghilangkan
nyawa sendiri demi kepentingan orang lain dikenal sebagai bunuh diri altruistik. Contohnya
adalah sesepuh yang mengakhiri hidup mereka agar dapat meninggalkan makanan dalam
jumlah yang lebih besar bagi orang yang lebih muda dalam masyarakat. Dalam beberapa
budaya Eskimo, hal ini dianggap sebagai tindakan yang terhormat, berani, atau bijaksana.

Serangan bunuh diri adalah sebuah tindakan politik di mana seorang penyerang melakukan
tindakan kekerasan terhadap orang lain sementara mereka mengerti bahwa hal tersebut akan
mengakibatkan kematian mereka sendiri. Beberapa pelaku bom bunuh diri melakukannya
dalam upaya untuk mendapatkan kesyahidan. Bunuh diri massal sering dilakukan di
bawah tekanan sosial di mana anggotanya menyerahkan hidupnya kepada seorang
pemimpin. Bunuh diri massal dapat berlangsung sedikitnya dua orang, yang sering disebut
sebagai kesepakatan bunuh diri.

Dalam situasi yang meringankan di mana melanjutkan hidup akan menjadi sesuatu yang tak
tertahankan, beberapa orang memilih bunuh diri sebagai sarana untuk melarikan diri.

Metode

Metode utama bunuh diri berbeda-beda antar negara. Metode utama di berbagai wilayah di
antaranya gantung diri, minum racun pestisida, menenggelamkan diri, lompat dari tempat
tinggi, overdosis obat, dan senjata api. Perbedaan ini diyakini sebagian karena ketersediaan
metode yang berbeda. 

Pencegahan

Mengurangi akses ke metode tertentu, seperti senjata api atau racun akan mengurangi
risikonya. Pengobatan kecanduan narkoba dan alkohol, depresi, dan mereka yang telah
mencoba bunuh diri pada masa lalu mungkin juga efektif. Beberapa di antaranya telah
mengusulkan pengurangan akses ke alkohol sebagai strategi pencegahan (seperti mengurangi
jumlah bar). Pada remaja yang akhir-akhir ini berpikir untuk bunuh diri, terapi perilaku
kognitif tampaknya dapat bermanfaat untuk memberikan perbaikan. Pembangunan
ekonomi melalui kemampuannya untuk mengurangi kemiskinan mungkin dapat menurunkan
tingkat bunuh diri. Upaya untuk meningkatkan hubungan sosial terutama pada pria usia lanjut
mungkin saja efektif.

1. Skrining

Ada sedikit data tentang efek skrining populasi umum terhadap angka tertinggi bunuh
diri. Mengingat terdapat angka yang tinggi pada orang yang dinyatakan positif setelah dites
melalui alat ini yang tidak berisiko bunuh diri, ada kekhawatiran bahwa skrining bisa
meningkatkan pemanfaatan sumber daya perawatan kesehatan mental secara
signifikan. Namun, dianjurkan melakukan pengkajian atas orang yang berisiko
tinggi. Bertanya tentang bunuh diri tampaknya tidak akan meningkatkan risikonya.

2. Penyakit mental

Pada orang yang mengalami masalah kesehatan mental, sejumlah perawatan bisa mengurangi
risiko bunuh diri. Mereka yang aktif berusaha bunuh diri bisa didaftarkan dalam rehabilitasi
untuk mendapatkan perawatan kejiwaan baik secara sukarela atau secara paksa. Barang yang
bisa digunakan untuk menyakiti diri sendiri biasanya disingkirkan. Terdapat bukti sementara
bahwa psikoterapi, khususnya terapi perilaku dialektis, mengurangi risiko bunuh diri pada
remaja serta yang mengalami gangguan kepribadian borderline. Namun, belum ada bukti
penurunan bunuh diri yang dilakukan.

Epidemiologi

Tingkat bunuh diri berbeda secara signifikan antar negara dan dari waktu ke
waktu. Persentase kematian pada tahun 2008 yaitu: Afrika 0,5%, Asia Tenggara 1,9%,
Amerika 1,2% dan Eropa 1,4%. Untuk tingkat per 100.000: Australia 8,6, Canada 11,1, Cina
12,7, India 23,2, Inggris 7,6, Amerika Serikat 11,4.

1. Jenis Kelamin

Di dunia Barat, pria meninggal sebanyak tiga sampai empat kali lebih banyak dengan cara
bunuh diri dibanding wanita, meskipun wanita mencoba bunuh diri empat kali lebih
banyak. Hal ini dikaitkan dengan pria yang menggunakan cara yang lebih mematikan untuk
mengakhiri hidupnya. Perbedaan ini bahkan lebih menonjol pada orang yang berusia di atas
usia 65, dengan jumlah pria yang melakukan bunuh diri sepuluh kali lipat lebih banyak
dibanding wanita. Tiongkok memiliki salah satu tingkat bunuh diri wanita tertinggi di dunia
dan merupakan satu-satunya negara yang tingkatnya lebih tinggi dari laki-laki (rasio 0,9). Di
wilayah Mediterania Timur, tingkat bunuh diri hampir setara antara pria dan wanita. Untuk
wanita, tingkat bunuh diri tertinggi ditemukan di Korea Selatan yaitu 22 per 100.000, dengan
tingkat yang tinggi secara umum di Asia Tenggara dan Pasifik Barat.

2. Usia

Di banyak negara, tingkat bunuh diri tertinggi terjadi di usia paruh baya  atau usia
lanjut. Namun, jumlah mutlak bunuh diri terbesar terjadi pada mereka yang berusia antara 15
dan 29 tahun karena jumlah orang dalam kelompok usia tersebut. Di Amerika Serikat, yang
terbesar yaitu pada pria kaukasoid berusia lebih dari 80 tahun, meskipun orang muda lebih
sering mencoba bunuh diri. Ini merupakan penyebab kematian paling umum kedua
untuk remaja dan peringkat kedua setelah kematian karena kecelakaan pada pria muda.ref .
Pada pria muda di negara maju, bunuh diri adalah penyebab dari hampir 30% kematian. Di
negara-negara berkembang, tingkatnya sama tetapi angka tersebut merupakan sebagian kecil
kematian secara keseluruhan karena tingkat kematian yang lebih tinggi pada
jenis trauma lainnya. Di Asia Tenggara, berbeda dengan daerah lain di dunia, kematian akibat
bunuh diri terjadi pada tingkat yang lebih besar pada wanita muda dibandingkan wanita usia
lanjut.

Sosial dan Budaya

Perundang-undangan

Di sebagian besar negara-negara Barat, bunuh diri tidak lagi merupakan kejahatan, tetapi
masih dianggap demikian di sebagian besar negara-negara Eropa Barat mulai dari Abad
Pertengahan sampai setidaknya tahun 1800-an. Banyak negara Islam yang menetapkan bunuh
diri sebagai tindak pidana.

Di Australia, bunuh diri bukan merupakan tindak pidana. Namun, menasihati, menghasut,


atau membantu dan menghasut orang lain untuk mencoba bunuh diri merupakan tindak
kejahatan, dan hukum secara eksplisit memungkinkan setiap orang untuk menggunakan
"kekuatan yang sewajarnya diperlukan" untuk mencegah orang lain dari melakukan bunuh
diri. Wilayah Barat Australia sempat secara singkat memiliki hukum bunuh diri yang dibantu
dokter mulai dari tahun 1996 sampai 1997.

Tidak satu pun negara di Eropa saat ini yang menganggap bahwa bunuh diri atau percobaan
bunuh diri adalah sebuah kejahatan. Inggris dan Wales tidak menganggap lagi bunuh diri
sebagai kejahatan melalui Suicide Act 1961 dan di Republik Irlandia pada tahun 1993. Kata
"commit" digunakan dalam referensi untuk itu menjadi ilegal namun banyak organisasi telah
menghentikannya karena konotasi negatif.

Di India, bunuh diri merupakan tindakan ilegal dan keluarga yang masih hidup mungkin akan
menghadapi kesulitan hukum. Di Jerman, eutanasia aktif merupakan tindakan ilegal dan siapa
saja yang hadir selama berlangsungnya bunuh diri dapat dituntut karena gagal memberikan
bantuan dalam keadaan darurat. Swiss baru-baru ini mengambil langkah untuk
melegalkan bunuh diri yang dibantu untuk sakit mental yang kronis. Pengadilan
tinggi Lausanne, dalam putusannya tahun 2006, telah memberikan hak kepada seseorang
tanpa nama yang memiliki gangguan kejiwaan yang lama untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Di Amerika Serikat, bunuh diri tidak ilegal, tetapi mungkin dikaitkan dengan hukuman bagi
orang yang mencobanya. Bunuh diri yang dibantu dokter merupakan tindakan yang legal di
negara bagian Oregon dan Washington.

Sudut Pandang Agama

Di sebagian besar bentuk kekristenan, bunuh diri dianggap dosa, didasarkan terutama pada
tulisan-tulisan para pemikir Kristen berpengaruh dari Abad Pertengahan, seperti Santo
Agustinus dan Santo Thomas Aquinas; tetapi bunuh diri itu tidak dianggap sebagai dosa di
bawah kode Justinian Kristen di Bizantium contohnya. Dalam Doktrin Katolik, argumen
didasarkan pada perintah Tuhan "Tidak boleh membunuh" (diberlakukan dalam Perjanjian
Baru oleh Yesus dalam Matius 19:18), serta pemikiran bahwa hidup adalah karunia yang
diberikan oleh Tuhan yang tidak boleh ditolak, dan bahwa bunuh diri merupakan tindakan
melawan "hukum alam" sehingga mengganggu rencana utama Allah bagi dunia.

Namun, diyakini bahwa penyakit mental atau rasa takut menderita yang besar mengurangi
beban tanggung jawab seseorang terhadap tindakannya melakukan bunuh diri. Argumen yang
berlawanan di antaranya: bahwa perintah keenam secara lebih tepat diterjemahkan menjadi
"jangan membunuh", belum tentu berlaku untuk diri sendiri, bahwa Tuhan telah memberikan
kebebasan berkehendak kepada manusia; di mana seseorang yang mengakhiri hidupnya
sendiri tidak lagi melanggar Hukum Tuhan lebih dari usaha untuk menyembuhkan penyakit;
dan bahwa sejumlah kasus bunuh diri yang dilakukan oleh para pengikut Tuhan tercatat
dalam Alkitab tanpa ada hukuman yang mengerikan.

Yudaisme berfokus pada pentingnya menghargai hidup ini, dan dengan demikian, bunuh diri
sama saja dengan mengingkari kebaikan Tuhan di dunia. Meskipun demikian, dalam keadaan
yang ekstrem bila tampaknya tidak ada pilihan selain dibunuh atau dipaksa untuk
mengkhianati agama mereka, orang-orang Yahudi melakukan bunuh diri individual
atau bunuh diri massal (lihat Masada, Penyiksaan pertama terhadap orang Yahudi di Prancis,
dan Kastil York misalnya) dan bahkan sebagai peringatan yang kelam terdapat doa dalam
liturgi Yahudi yaitu "ketika pisau berada di tenggorokan", bagi mereka yang mati "untuk
menguduskan Nama Tuhan" (lihat Martir). Tindakan ini menerima tanggapan beragam dari
otoritas Yahudi, yang oleh sejumlah orang dianggap sebagai contoh kemartiran yang heroik,
sementara yang lain menyatakan bahwa hal tersebut merupakan tindakan yang salah, yaitu
mengakhiri hidup mereka sendiri justru saat akan menghadapi kemartiran.
Bunuh diri tidak diperbolehkan dalam ajaran agama Islam. Dalam ajaran agama Hindu,
bunuh diri umumnya tidak disukai dan dianggap berdosa sama seperti membunuh orang lain
dalam masyarakat kontemporer Hindu. Kitab Suci Agama Hindu menyatakan bahwa orang
yang melakukan bunuh diri akan menjadi bagian dari dunia roh, bergentayangan di bumi
sampai waktu di mana ia akan bertemu dengan orang yang tidak bunuh diri. Namun, ajaran
Hindu menerima hak untuk mengakhiri hidup seseorang melalui praktik non-kekerasan yaitu
puasa sampai mati yang disebut dengan Prayopawesa. Namun Prayopawesa secara ketat
dibatasi terbatas bagi orang yang tidak lagi memiliki keinginan atau ambisi, dan tidak ada
tanggung jawab yang tersisa dalam hidupnya. Jainisme memiliki praktik yang serupa
bernama Santhara. Sati, atau membakar diri yang dilakukan oleh seorang janda merupakan
hal yang lazim dalam masyarakat Hindu selama Abad Pertengahan.

Pertanyaan: Apa pandangan kekristenan mengenai bunuh diri? Apa kata Alkitab
mengenai bunuh diri?

Jawaban: Akitab mencatat enam orang yang bunuh diri: Abimelekh (Hakim-hakim 9:54),
Saul (1 Samuel 31:4), Pembawa Senjata Saul (1 Samuel 31:4-6), Ahitofel (2 Samuel 17:23),
Zimri (1 Raja-Raja 16:18), dan Yudas (Matius 27:5).  Lima dari keenam orang tersebut
terdeskripsi jelas mengenai kejahatannya, kecuali pembawa senjata Saul – yang tidak diulas
secara mendetail. Beberapa ahli menganggap kematian Samson sebagai tindakan bunuh diri,
karena ia sudah mengetahui bahwa tindakannya akan mematikan dirinya (Hakim-Hakim
16:26-31). Berhubung tujuan Samson saat itu ingin membunuh para Filistin, bukan dirinya
saja, maka pendapat ini masih diperdebatkan. Alkitab memandang kasus bunuh diri sama
bobotnya dengan pembunuhan, karena itulah kenyataannya - pembunuhan diri. Allah
hanyalah satu-satunya yang boleh memutuskan waktu dan dengan cara apa seseorang akan
meninggal. Seperti diungkapkan dalam Mazmur 31:15, "Masa hidupku ada dalam tangan-
Mu." Allah adalah pemberi kehidupan. Ia memberi, dan Ia mengambilnya kembali (Ayub
1:21). Bunuh diri, bentuk pembunuhan kepada diri sendiri, menjadi tindakan durhaka, karena
hal itu menjadi bentuk penolakan manusia atas karunia kehidupan dari Allah. Tidak satu pun,
pria ataupun wanita, diperbolehkan mengambil alih otoritas Allah dan mengakhiri kehidupan
pribadi mereka. Ada beberapa tokoh di dalam Alkitab yang mengalami keputusasaan.
Salomo, sambil mengejar segala kenikmatan hidup, mencapai suatu titik dimana ia
"membenci hidup" (Pengkhotbah 2:17). Elia sangat takut hingga mengalami depresi dan
merindukan kematian (1 Raja-Raja 19:4). Yunus juga begitu marah dengan Allah sampai ia
berharap mati (Yunus 4:8). Rasul Paulus dan para rekan misionarisnya sampai pernah
berkata, "beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga
kami telah putus asa juga akan hidup kami" (2 Korintus 1:8). Akan tetapi, dari semua tokoh
itu, tidak ada yang bunuh diri. Salomo belajar "takutlah akan Allah dan berpeganglah pada
perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang" (Pengkhotbah 12:13). Elia
dihibur oleh malaikat, diperbolehkan beristirahat, dan diberi sebuah amanat baru. Yunus
dikoreksi dan diberi pelajaran dari Allah. Paulus belajar bahwa, walaupun beban yang ia
hadapi melampaui kemampuan dirinya menanggungnya, Allah dapat membantu menanggung
segala hal: "Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami
sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati" (2 Korintus 1:9).
Jadi, menurut Alkitab, bunuh diri adalah dosa. Bunuh diri tentunya berdampak buruk bagi
mereka yang ditinggalkan. Bekas luka batin yang disebabkan seseorang yang bunuh diri biasa
lama sekali pulihnya. 

Anda mungkin juga menyukai