: Marsha Margaretha
No. Absen :17
Kelas : XI MIPA 6
Hari/tgl : Selasa/24
A.BUNUH DIRI
1. Apa yang dimaksud dengan bunuh diri?
bunuh diri yang tidak fatal adalah perbuatan melukai diri sendiri dengan maksud
untuk mengakhiri nyawa seseorang namun tidak berakhir dengan
kematian. Bunuh diri dengan bantuan adalah ketika seseorang membantu orang
lain mengakhiri nyawanya secara tidak langsung melalui pemberian saran atau
sarana sampai kematian terjadi. Bunuh diri semacam ini merupakan kebalikan
dari euthanasia ketika orang lain lebih memiliki peran aktif dalam
mendatangkan kematian bagi seseorang. Ide bunuh diri adalah pemikiran untuk
mengakhiri hidup seseorang.
Terdapat bermacam-macam metode yang paling sering digunakan untuk bunuh
diri di berbagai negara dan sebagian terkait dengan keberadaan metode tersebut.
Metode yang umum antara lain: gantung diri, racun serangga, dan senjata api. Sekitar
800.000 hingga satu juta orang meninggal karena bunuh diri setiap tahun, sehingga
bunuh diri menduduki posisi ke-10 sebagai penyebab kematian terbesar di dunia. Angka
bunuh diri tercatat lebih banyak dilakukan oleh pria ketimbang wanita, dengan
kemungkinan tiga sampai empat kali lebih besar seorang pria melakukan bunuh diri
dibandingkan wanita. Tercatat ada sekitar 10 hingga 20 juta kasus percobaan bunuh diri
yang gagal setiap tahun. Percobaan bunuh diri semacam ini lebih sering
dilakukan remaja dan wanita.
Dahulu di kebanyakan negara barat, bunuh diri maupun percobaan bunuh diri
merupakan tindakan kriminal yang bisa membuat seseorang dihukum, namun
sekarang hukum tersebut sudah tidak berlaku lagi. Namun di kebanyakan negara Islam,
tindakan ini masih dianggap melanggar hukum. Pada abad ke-20 dan ke-21, bunuh diri
dalam bentuk pengorbanan diri digunakan sebagai sarana protes,
dan kamikaze serta bom bunuh diri digunakan sebagai taktik militer atau teroris.
Di sebagian besar bentuk kekristenan, bunuh diri dianggap dosa, didasarkan
terutama pada tulisan-tulisan para pemikir Kristen berpengaruh dari Abad Pertengahan,
seperti Santo Agustinus dan Santo Thomas Aquinas; tetapi bunuh diri tidak dianggap
sebagai dosa oleh Codex Justinianus di Kekaisaran Romawi Timur.. Dalam Doktrin
Katolik, argumen didasarkan pada perintah Tuhan "Tidak boleh membunuh"
(diberlakukan dalam Perjanjian Baru oleh Yesus dalam Matius 19:18), serta pemikiran
bahwa hidup adalah karunia yang diberikan oleh Tuhan yang tidak boleh ditolak, dan
bahwa bunuh diri merupakan tindakan melawan "hukum alam" sehingga mengganggu
rencana utama Allah bagi dunia.
Namun, diyakini bahwa penyakit mental atau rasa takut menderita yang besar
mengurangi beban tanggung jawab seseorang terhadap tindakannya melakukan bunuh
diri. Argumen yang berlawanan di antaranya: bahwa perintah keenam secara lebih tepat
diterjemahkan menjadi "jangan membunuh", belum tentu berlaku untuk diri sendiri,
bahwa Tuhan telah memberikan kebebasan berkehendak kepada manusia; di mana
seseorang yang mengakhiri hidupnya sendiri tidak lagi melanggar Hukum Tuhan lebih
dari usaha untuk menyembuhkan penyakit; dan bahwa sejumlah kasus bunuh diri yang
dilakukan oleh para pengikut Tuhan tercatat dalam Alkitab tanpa ada hukuman yang
mengerikan.
Yudaisme berfokus pada pentingnya menghargai hidup ini, dan dengan
demikian, bunuh diri sama saja dengan mengingkari kebaikan Tuhan di dunia. Meskipun
demikian, dalam keadaan yang ekstrem bila tampaknya tidak ada pilihan selain dibunuh
atau dipaksa untuk mengkhianati agama mereka, orang-orang Yahudi melakukan bunuh
diri individual atau bunuh diri massal (lihat Masada, Penyiksaan pertama terhadap orang
Yahudi di Prancis, dan Kastil York misalnya) dan bahkan sebagai peringatan yang kelam
terdapat doa dalam liturgi Yahudi yaitu "ketika pisau berada di tenggorokan", bagi
mereka yang mati "untuk menguduskan Nama Tuhan" (lihat Martir). Tindakan ini
menerima tanggapan beragam dari otoritas Yahudi, yang oleh sejumlah orang dianggap
sebagai contoh kemartiran yang heroik, sementara yang lain menyatakan bahwa hal
tersebut merupakan tindakan yang salah, yaitu mengakhiri hidup mereka sendiri justru
saat akan menghadapi kemartiran.
Bunuh diri tidak diperbolehkan dalam ajaran agama Islam. Dalam ajaran
agama Hindu, bunuh diri umumnya tidak disukai dan dianggap berdosa sama seperti
membunuh orang lain dalam masyarakat kontemporer Hindu. Kitab Suci Agama
Hindu menyatakan bahwa orang yang melakukan bunuh diri akan menjadi bagian dari
dunia roh, bergentayangan di bumi sampai waktu di mana ia akan bertemu dengan orang
yang tidak bunuh diri. Namun, ajaran Hindu menerima hak untuk mengakhiri hidup
seseorang melalui praktik non-kekerasan yaitu puasa sampai mati yang disebut
dengan Prayopawesa. Namun Prayopawesa secara ketat dibatasi terbatas bagi orang
yang tidak lagi memiliki keinginan atau ambisi, dan tidak ada tanggung jawab yang
tersisa dalam hidupnya. Jainisme memiliki praktik yang serupa bernama Santhara. Sati,
atau membakar diri yang dilakukan oleh seorang janda merupakan hal yang lazim dalam
masyarakat Hindu selama Abad Pertengahan.
"The Drunkard's Progress", 1846 menggambarkan bagaimana alkoholisme dapat mengakibatkan bunuh diri
Penyalahgunaan obat adalah faktor risiko bunuh diri paling umum kedua
setelah depresi mayor dan gangguan bipolar. Baik penyalahgunaan obat kronis
maupun kecanduan akut saling berhubungan satu sama lain. Bila digabungkan
dengan kesedihan diri, misalnya ditinggalkan seseorang yang meninggal, risiko
tersebut semakin meningkat. Selain itu, penyalahgunaan obat berkaitan dengan
gangguan kesehatan jiwa. Saat melakukan bunuh diri, kebanyakan orang berada
dalam pengaruh obat yang bersifat sedatif-hipnotis (misalnya alkohol atau
benzodiazepine) dengan adanya alkoholisme pada sekitar 15% sampai 61% kasus.
Negara-negara dengan angka penggunaan alkohol tinggi dan memiliki jumlah bar
lebih banyak secara umum juga memiliki risiko terjadinya bunuh diri lebih tinggi
yang keterkaitannya terutama berhubungan dengan penggunaan minuman
beralkohol hasil distilasi ketimbang jumlah total alkohol yang digunakan. Sekitar
2.2–3.4% dari mereka yang pernah dirawat karena menderita alkoholisme pada
suatu waktu dalam kehidupan mereka meninggal dengan cara bunuh diri. Pecandu
alkohol yang melakukan percobaan bunuh diri biasanya pria, dalam usia tua, dan
pernah melakukan percobaan bunuh diri pada masa lampau. Antara 3 hingga 35%
kematian pada kelompok pemakai heroin diakibatkan oleh bunuh diri (kira-kira 14
kali lipat lebih besar dibandingkan kelompok yang tidak memakai heroin.
Penyalahgunaan kokain dan methamphetamine memiliki korelasi besar terhadap
bunuh diri. Mereka yang menggunakan kokain memiliki risiko terbesar saat
berada dalam fase sakaw. Mereka yang menggunakan inhalansia juga memiliki
risiko besar dengan sekitar 20% di antaranya mencoba melakukan bunuh diri pada
suatu waktu dan lebih dari 65% pernah berpikir untuk melakukannya. Merokok
memiliki keterkaitan dengan risiko bunuh diri. Tidak ada bukti yang cukup kuat
mengapa ada keterkaitan tersebut; namun hipotesis menyatakan bahwa mereka
yang memiliki kecenderungan merokok juga memiliki kecenderungan untuk
melakukan bunuh diri, bahwa merokok menyebabkan masalah kesehatan sehingga
mendorong seseorang untuk mengakhiri hidupnya, dan bahwa merokok
mempengaruhi kimia otak hingga menyebabkan kecenderungan bunuh diri. Meski
demikian, Ganja/Cannabis sepertinya tidak secara tunggal menyebabkan
peningkatan resiko.
Masalah perjudian
Masalah perjudian pada seseorang dikaitkan dengan meningkatnya
keinginan bunuh diri dan upaya-upaya melakukan tindak bunuh diri dibandingkan
dengan populasi umum. Antara 12 dan 24% pejudi patologis berusaha bunuh diri.
Angka bunuh diri di kalangan istri-istri mereka tiga kali lebih besar daripada
populasi umum. Faktor lain yang meningkatkan risiko pada mereka dengan
masalah perjudian meliputi penyakit mental, alkohol dan penyalahgunaan
narkoba.
Kondisi Medis
Terdapat hubungan antara bunuh diri dan masalah kesehatan fisik,
mencakup: sakit kronis, cedera otak traumatis, kanker, mereka yang menjalani
hemodialisis, HIV, lupus eritematosus sistemik, dan beberapa lainnya. Diagnosis
kanker membuat risiko bunuh diri menjadi kira-kira dua kali lipat. Angka kejadian
bunuh diri yang meningkat tetap tinggi setelah disesuaikan dengan penyakit
depresi dan penyalahgunaan alkohol. Pada orang yang memiliki lebih dari satu
kondisi medis, risiko tersebut sangat tinggi. Di Jepang, masalah kesehatan
termasuk dalam daftar utama diperbolehkannya bunuh diri. Gangguan tidur
seperti insomnia dan apnea tidur merupakan faktor risiko mengalami depresi dan
melakukan bunuh diri. Pada beberapa kasus, gangguan tidur mungkin menjadi
faktor risiko independen timbulnya depresi. Sejumlah kondisi medis lainnya
mungkin disertai gejala yang mirip dengan gangguan suasana hati, termasuk:
hipotiroid, Alzheimer, tumor otak, lupus eritematosus sistemik, dan efek samping
dari sejumlah obat (seperti beta blocker dan steroid).
Keadaan psikososia.
Sejumlah keadaan psikologis juga meningkatkan risiko bunuh diri,
meliputi: keputusasaan, hilangnya kesenangan dalam hidup, depresi dan
kecemasan. Kurangnya kemampuan untuk memecahkan masalah, hilangnya
kemampuan seseorang yang dahulu dimilikinya, dan kurangnya pengendalian
impuls juga berperan. Pada orang dewasa lanjut usia, persepsi tentang menjadi
beban bagi orang lain merupakan hal yang penting. Memili kehidupan yang
terjadi dalam beberapa waktu terakhir seperti kehilangan anggota keluarga atau
teman, kehilangan pekerjaan, atau isolasi sosial (seperti hidup sendiri)
meningkatkan risiko tersebut. Orang yang tidak pernah menikah juga berisiko
lebih besar. Bersikap religius dapat mengurangi risiko seseorang untuk melakukan
bunuh diri. Hal ini dikaitkan dengan pandangan negatif sebagian besar agama
yang menentang perbuatan bunuh diri dan dengan lebih besarnya rasa keterikatan
yang bisa diberikan oleh agama. Muslim, di antara umat beragama, tampaknya
memiliki tingkat yang lebih rendah. Sejumlah orang mungkin ingin bunuh diri
untuk melarikan diri dari intimidasi atau tuduhan. Riwayat pelecehan seksual pada
masa kecil dan dan saat menjadi anak asuh juga merupakan faktor risiko.
Pelecehan seksual diyakini memberi kontribusi sekitar 20% dari keseluruhan
risiko. Evolusioner menjelaskan bahwa persoalan bunuh diri bisa meningkatkan
kemampuan inklusif. Hal ini dapat terjadi jika orang yang ingin bunuh diri tidak
dapat lagi memiliki anak dan mengangkat anak dari kerabatnya dengan tetap
bertahan hidup. Hal yang tidak dapat disetujui adalah bahwa kematian pada
remaja yang sehat tidak menyebabkan terjadinya kemampuan inklusif. Proses
adaptasi terhadap lingkungan adat nenek moyang yang sangat berbeda mungkin
menjadi proses yang maladaptif dalam kondisi saat ini.
Media
Media, termasuk internet, memainkan peranan penting. Caranya
menyajikan gambaran bunuh diri mungkin saja memiliki efek negatif dengan
banyaknya tayangan yang mencolok dan berulang yang mengagungkan atau
meromantiskan tindakan bunuh diri dan memberikan dampak terbesar. Bila
digambarkan secara rinci tentang cara melakukan bunuh diri dengan
menggunakan cara tertentu, metode bunuh diri mungkin saja meningkat dalam
populasi secara keseluruhan. Pemicu penularan bunuh diri atau peniruan bunuh
diri ini dikenal sebagai efek Werther, yang diberi nama berdasarkan tokoh
protagonist dalam karya Goethe yang berjudul The Sorrows of Young Werther
yang melakukan bunuh diri. Risiko ini lebih besar pada remaja yang mungkin
meromantiskan kematian. Sementara media massa memiliki pengaruh yang
signifikan, efek dari media hiburan masih tampak samar-samar. Kebalikan dari
efek Werther adalah pengusulan efek Papageno, yaitu cakupan yang baik
mengenai mekanisme cara mengatasi masalah secara efektif, mungkin memiliki
efek perlindungan. Istilah ini didasarkan pada karakter dalam opera Mozart yang
berjudul The Magic Flute yang akan melakukan bunuh diri karena takut
kehilangan orang yang dicintainya sampai teman-temannya menyelamatkannya.
Bila media mengikuti pedoman pelaporan yang sesuai, risiko bunuh diri dapat
diturunkan. Namun, kepatuhan dari industri tersebut bisa saja sulit didapatkan
terutama dalam jangka panjang.
Rasional
Bunuh diri rasional adalah tindakan menghilangkan nyawa sendiri yang
beralasan, meskipun sejumlah orang merasa bahwa bunuh diri tidak pernah masuk
akal. Tindakan menghilangkan nyawa sendiri demi kepentingan orang lain dikenal
sebagai bunuh diri altruistik. Contohnya adalah sesepuh yang mengakhiri hidup
mereka agar dapat meninggalkan makanan dalam jumlah yang lebih besar bagi
orang yang lebih muda dalam masyarakat. Dalam beberapa budaya Eskimo, hal
ini dianggap sebagai tindakan yang terhormat, berani, atau bijaksana.
Serangan bunuh diri adalah sebuah tindakan politik di mana seorang
penyerang melakukan tindakan kekerasan terhadap orang lain sementara mereka
mengerti bahwa hal tersebut akan mengakibatkan kematian mereka sendiri.
Beberapa pelaku bom bunuh diri melakukannya dalam upaya untuk mendapatkan
kesyahidan. Misi Kamikaze dilakukan sebagai kewajiban terhadap suatu hal yang
penting atau tuntutan moral. Bunuh diri-pembunuhan merupakan tindakan
pembunuhan yang diikuti oleh tindakan bunuh diri orang yang melakukan
perbuatan pembunuhan tersebut dalam kurun waktu satu minggu setelahnya.
Bunuh diri massal sering dilakukan di bawah tekanan sosial di mana anggotanya
menyerahkan hidupnya kepada seorang pemimpin. Bunuh diri massal dapat
berlangsung sedikitnya dua orang, yang sering disebut sebagai kesepakatan bunuh
diri. Dalam situasi yang meringankan di mana melanjutkan hidup akan menjadi
sesuatu yang tak tertahankan, beberapa orang memilih bunuh diri sebagai sarana
untuk melarikan diri. Sejumlah tahanan Nazi di kamp konsentrasi diketahui telah
bunuh diri dengan sengaja menyentuh pagar beraliran listrik.
3.Apa saja akibat yang ditimbulkan karena bunuh diri?
Metode utama bunuh diri berbeda-beda antar negara. Metode utama di berbagai wilayah
di antaranya gantung diri, minum racun pestisida, dan senjata api. Perbedaan ini diyakini
sebagian karena ketersediaan metode yang berbeda. Sebuah tinjauan pada 56 negara
menemukan bahwa gantung diri merupakan metode yang paling umum di sebagian besar
negara, dengan angka 53% untuk kasus bunuh diri pada pria dan 39% untuk kasus bunuh
diri pada wanita.Di seluruh dunia, 30% kasus bunuh diri menggunakan racun pestisida.
Namun, penggunaan metode ini sangat bervariasi mulai dari 4% di Eropa hingga lebih
dari 50% di wilayah Pasifik. Metode tersebut juga umum dilakukan di Amerika Latin
mengingat racun pestisida mudah didapat di lingkungan petani. Di banyak negara,
overdosis obat tercatat sekitar 60% untuk kasus bunuh diri di kalangan wanita dan 30% di
kalangan pria. Banyak tindakan bunuh diri yang tidak direncanakan dan terjadi selama
periode ambivalensi yang akut. Angka kematian per metode bervariasi: senjata api 80-
90%, tenggelam 65-80%, gantung diri 60-85%, gas buang kendaraan 40-60%, lompat
dari tempat yang tinggi 35-60%, gas karbon hasil pembakaran 40-50%, racun pestisida 6-
75%, overdosis obat 1,5-4%.[57] Metode percobaan bunuh diri yang paling umum
dilakukan berbeda dengan metode bunuh diri yang paling sering berhasil dengan angka
mencapai 85% untuk upaya percobaan bunuh diri dengan metode overdosis obat di
negara-negara maju.[23]
Di Amerika Serikat, 57% kasus bunuh diri melibatkan penggunaan senjata api sehingga
metode ini menjadi agak lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita. Penyebab
berikutnya yang paling umum adalah gantung diri pada pria dan meracuni diri sendiri
pada wanita. Kedua metode tersebut secara total mencatat angka sekitar 40% dari kasus
bunuh diri di AS. Di Swiss, di mana hampir semua orang memiliki senjata api, jumlah
terbesar kasus bunuh diri adalah dengan cara gantung diri. Melompat bunuh diri umum
terjadi di Hongkong maupun Singapura dengan angka masing-masing 50% dan 80%.Di
Cina, meminum racun pestisida adalah metode yang paling umum. Di Jepang, masih
terjadi tindakan mengeluarkan isi perut sendiri yang dikenal dengan seppuku atau hara-
kiri, namun demikian, gantung diri adalah yang paling umum.
Pencegahan bunuh diri merupakan istilah yang digunakan untuk upaya kolektif guna
mengurangi insiden bunuh diri melalui tindakan pencegahan. Mengurangi akses ke
metode tertentu, seperti senjata api atau racun akan mengurangi risikonya. Tindakan lain
di antaranya dengan mengurangi akses ke gas karbon dan penghalang di jembatan serta
platform kereta bawah tanah. Pengobatan kecanduan narkoba dan alkohol, depresi, dan
mereka yang telah mencoba bunuh diri pada masa lalu mungkin juga efektif. Beberapa di
antaranya telah mengusulkan pengurangan akses ke alkohol sebagai strategi pencegahan
(seperti mengurangi jumlah bar). Walaupun saluran bantuan krisis bersifat umum,
terdapat sedikit bukti yang mendukung atau menolak keefektifannya. Pada remaja yang
akhir-akhir ini berpikir untuk bunuh diri, terapi perilaku kognitif tampaknya dapat
bermanfaat untuk memberikan perbaikan. Pembangunan ekonomi melalui
kemampuannya untuk mengurangi kemiskinan mungkin dapat menurunkan tingkat bunuh
diri. Upaya untuk meningkatkan hubungan sosial terutama pada pria usia lanjut mungkin
saja efektif.
Skrining
Ada sedikit data tentang efek skrining populasi umum terhadap angka tertinggi bunuh
diri. Mengingat terdapat angka yang tinggi pada orang yang dinyatakan positif setelah
dites melalui alat ini yang tidak berisiko bunuh diri, ada kekhawatiran bahwa skrining
bisa meningkatkan pemanfaatan sumber daya perawatan kesehatan mental secara
signifikan. Namun, dianjurkan melakukan pengkajian atas orang yang berisiko tinggi.
Bertanya tentang bunuh diri tampaknya tidak akan meningkatkan risikonya.
Penyakit mental
Pada orang yang mengalami masalah kesehatan mental, sejumlah perawatan bisa
mengurangi risiko bunuh diri. Mereka yang aktif berusaha bunuh diri bisa didaftarkan
dalam rehabilitasi untuk mendapatkan perawatan kejiwaan baik secara sukarela atau
secara paksa. Barang yang bisa digunakan untuk menyakiti diri sendiri biasanya
disingkirkan. Beberapa dokter meminta pasiennya untuk menandatangani perjanjian
pencegahan bunuh diri di mana mereka sepakat untuk tidak menyakiti diri sendiri setelah
keluar dari perawatan. Namun, belum ada bukti yang mendukung bahwa praktik tersebut
memiliki efek yang signifikan. Jika pasiennya berisiko rendah, perawatan kesehatan
mental pasien secara rawat jalan bisa dilakukan. Rawat inap jangka pendek belum terlihat
lebih efektif dari kepedulian masyarakat dalam memperbaiki keadaan pada mereka yang
mengalami gangguan kepribadian borderline yang secara kronis berupaya untuk bunuh
diri. Terdapat bukti sementara bahwa psikoterapi, khususnya terapi perilaku dialektis,
mengurangi risiko bunuh diri pada remaja serta yang mengalami gangguan kepribadian
borderline. Namun, belum ada bukti penurunan bunuh diri yang dilakukan. Muncul
kontroversi seputar manfaat dibandingkan bahaya antidepresan. Pada orang-orang muda,
antidepresan yang baru seperti SSRI tampaknya meningkatkan risiko bunuh diri dari 25
per 1000 menjadi 40 per 1000. Namun, antidepresan dapat menurunkan risiko bunuh diri
pada orang yang lebih tua. Litium tampaknya efektif dalam menurunkan risiko pada
mereka yang mengalami gangguan bipolar dan depresi unipolar hingga mendekati tingkat
yang sama seperti populasi umum.
C. Euthanasia
1) Apa yang dimaksud dengan euthanasia?
Eutanasia atau euthanasia adalah istilah yang sering digunakan untuk
menyebut tindakan untuk mengakhiri hidup seseorang tanpa rasa sakit. Eutanasia juga
sering kali disebut sebagai tindakan bunuh diri yang dilakukan di bawah pengawasan
dokter. Sejauh ini, praktik euthanasia telah legal di beberapa negara, namun masih
banyak negara yang dengan tegas juga menantangnya. Hak seseorang untuk hidup
memang merupakan sesuatu yang perlu dilindungi, termasuk oleh negara. Tapi berbeda
dengan hak untuk mati, tindakan semacam euthanasia atau bunuh diri dianggap sebagai
tindakan melawan takdir Tuhan, sehingga masih sangat sulit untuk diterima oleh seluruh
masyarakat dunia. Selain dianggap sebagai langkah bunuh diri, beberapa kasus
euthanasia yang disalahgunakan juga bisa dianggap sebagai bentuk pembunuhan. Secara
etimologis, euthanasia adalah kata yang berasal dari Bahasa Yunani. Euthanasia terdiri
dari kata ‘eu’ yang berarti baik dan ‘thanatos’ yang artinya kematian. Jika digabungkan
maka dapat diartikan bahwa euthanasia adalah ‘kematian yang baik’. Istilah euthanasia
pertama kali digunakan pada masa Hippokrates, seorang ahli medis pada masa Yunani
kuno, sekitar tahun 400-300 SM. Meskipun istilah tersebut sudah dikenalkan pada zaman
itu, tetapi pada masa itu, euthanasia masih belum menjadi hal yang diperbolehkan dalam
dunia medis. Hippokrates termasuk ke dalam dokter yang menyatakan tidak akan
melakukan hal tersebut meskipun diminta. Saat ini, pengertian dari euthanasia adalah
tindakan untuk mengakhiri kehidupan seseorang dengan sengaja melalui proses yang
tidak menimbulkan rasa sakit atau hanya sedikit rasa sakit. Euthanasia justru dilakukan
untuk menghentikan penderitaan pasien yang telah sakit parah dan hampir tidak memiliki
harapan untuk hidup. Umumnya euthanasia dilakukan dengan cara memberi suntikan
yang mematikan atau dengan cara menghentikan penggunaan alat medis yang menunjang
hidup pasien. Sering kali pasien tidak dalam keadaan memungkinkan untuk membuat
pernyataan atas kesediaannya untuk tindakan euthanasia, sehingga keputusan pun
diambil oleh keluarga, tim medis, atau oleh pengadilan.
2) Apa saja penyebab euthanasia?
Keputusan atau persetujuan itu dilakukan dengan tujuan untuk mengakhiri rasa sakit
secara fisik dan psikologis yang tak tertahankan pada pasien dengan penyakit tak
tersembuhkan (Southern Cross Bioethics Institute, 2002).
Kemajuan ilmu kedokteran tidak jarang membantu seseorang yang telah berhenti
pernapasannya dan denyut jantungnya untuk bangkit kembali berkat intervensi medis
misalnya alat bantu nafas (respirator). Tapi, terkadang meski fungsi pernapasan dan
jantung kembali normal, kesadaran mereka tidak pulih seperti semula, dan hal
tersebut yang terkadang bersifat permanen. Secara klinis dia tergolong “hidup”, tetapi
dia hanya bertahan hidup dengan bantuan berbagai alat medis (N. Billy, 2008).
Contohnya, dalam kasus perpanjangan umur pasien dengan alat bantu kesehatan,
terkadang hal tersebut tidak mereka inginkan (Parikesit, 2002). Bisa dikatakan bahwa
mereka secara psikologis, dan fisik, sudah tidak mampu menghadapi penyakit yang
mereka idap.
Manusia tidak boleh dan tidak seharusnya dipaksa untuk tetap hidup. Mereka
beranggapan bahwa ada saat tertentu dimana usaha untuk terus menyembuhkan
seseorang bukanlah hal yang bijak. “Memaksa” orang untuk tetap hidup dengan alat
bantu nafas yang merupakan hal yang kejam dan tak manusiawi.
Orang yang beranggapan bahwa “Mati adalah hak” itulah yang sering diteriakkan
oleh orang-orang pro euthanasia.
6) Euthanasia dilihat dari caranya ada 2 yakni euthanasia aktif dan euthanasia pasif.
Apa saja maksud dari kedua euthanasia aktif dan pasif tersebut ?
o Euthanasia aktif: seseorang (profesional kesehatan) bertindak secara
langsung dan aktif, sengaja menyebabkan kematian pasien — misalnya,
dengan menyuntikkan obat penenang dalam dosis besar.
TAMBAHAN
Bila ditinjau dari cara pelaksanaannya, eutanasia dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu
eutanasia agresif, eutanasia non agresif, dan eutanasia pasif.
Eutanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara
sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk
mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat
dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral
maupun melalui suntikan. Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut adalah
tablet sianida.
Eutanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis (autoeuthanasia)
digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi di mana seorang pasien
menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis
meskipun mengetahui bahwa penolakannya akan memperpendek atau mengakhiri
hidupnya. Penolakan tersebut diajukan secara resmi dengan membuat sebuah
"codicil" (pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah
suatu praktik eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan.
Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang
tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri
kehidupan seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan
pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien secara
sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak memberikan bantuan oksigen
bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak memberikan
antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang
seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian
obat penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan
mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia pasif sering kali dilakukan secara
terselubung oleh kebanyakan rumah sakit.
Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis maupun pihak keluarga
yang menghendaki kematian seseorang, misalnya akibat keputusasaan keluarga karena
ketidaksanggupan menanggung beban biaya pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga
pasien yang tidak mungkin membayar biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak
rumah sakit untuk membuat "pernyataan pulang paksa". Meskipun akhirnya meninggal,
pasien diharapkan meninggal secara alamiah sebagai upaya defensif medis.
Ditinjau dari sudut pemberian izin maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
Kasus BBC
Seorang warga Swiss bunuh diri dibantu medis atau euthanasia. Disaksikan keluarganya,
ia menenggak obat mematikan di satu klinik di Swiss. Proses menuju kematian itu,
disiarkan oleh televisi BBC. Kontroversi pun sontak merebak. Nama pria itu adalah Peter
Smedley berusia 71 tahun dan sedang sakit parah yang tak mungkin disembuhkan lagi.
Pemilik hotel ini pun memutuskan untuk mengakhiri penderitaan itu dengan cara
meminum obat mematikan. Niatnya itu bisa terlaksana karena di negaranya, Swiss,
euthanasia tidak terlarang. Ia pun meminta dokter di satu klik bernama Dignitas
memberikan obat mematikan, barbituates. Entah bagaimana dia memberikan izin kepada
Sir Terry Pratchett, pembawa acara Terry Pratchett: Choosing To Die, untuk merekam
momen terakhirnya saat meminum racun. Itu terjadi sebelum Natal tahun lalu. Dalam
gambar yang ditayangkan di BBC, sang pasien, Smedley, didampingi dokter dari klinik
dan istrinya Christine. Dalam hitungan detik, ia meninggal di kursinya. Segera setelah
tayangan itu, debat panas muncul di Twitter, media sosial lainnya serta media cetak
membuat BBC dijuluki 'pemandu sorak' euthanasia. Warga pun menulis pengaduannya
pada Dirjen Mark Thompson dan Kepala BBC Lord Patten mengenai acara itu. Warga
menganggap acara ini 'tak pantas'. Kelompok amal, politik dan agama bergabung
menyatakan acara ini 'propaganda' euthanasia. Dalam gugatan, tertulis, "Menayangkan
kematian pasien di acara demi hiburan, BBC harus punya alasan kuat". Baroness
Campbell of Surbiton, Baroness Finlay of Llandaff, Lord Alton of Liverpool dan Lord
Charlie of Berriew mengatakan, BBC menayangkan acara ini guna mendukung bunuh
diri yang dibantu. Alhasil, hampir 900 warga membuat pengaduan resmi pada BBC atas
program itu. Juru bicara BBC menambahkan, "Terkait acara ini, kami punya 82 apresiasi
dan 162 pengaduan, total pengaduan pun menjadi 898". Regulator media Ofcom sendiri
mengakui seperti dikutip Dailymail, BBC mendapat 'banyak' pengaduan.
Bunuh diri dapat memengaruhi siapa saja, namun ada beberapa karakteristik dan
kondisi yang meningkatkan risiko tersebut. Akan tetapi, seseorang mungkin lebih
cenderung mencoba untuk bunuh diri jika memiliki gangguan mental. Sekitar 90
persen orang yang melakukan bunuh diri mengalami masalah psikologis pada saat
kematian mereka. Dalam bidang kesehatan dapat mengakibatkan bunuh diri yang
dapat diakibatkan dengan rasa sakit yang mendalam akibatnya orang tersebut tidak
tahan lagi untuk menahan rasa sakit yang ada.
Orang yang memiliki gangguan bipolar memiliki risiko 20 kali lebih tinggi untuk
melakukan percobaan bunuh diri ketimbang orang normal. Penderita gangguan
bipolar biasanya kerap mengalami perubahan suasana hati yang sangat drastis.
Mereka bisa merasa sangat gembira dan bersemangat, dan mendadak berubah
menjadi sedih, kehilangan semangat dan bahkan depresi.
Depresi berat
Ciri-ciri orang yang mengalami depresi berat adalah merasa putus asa, suasana hati
yang buruk, merasa lelah, atau kehilangan minat dan motivasi. Ciri-ciri semacam ini
dapat memberi dampak buruk bagi kehidupan orang tersebut secara menyeluruh.
Pada akhirnya memicu mereka untuk lebih mungkin mencoba untuk bunuh diri.
Gangguan kepribadian
Skizofrenia
Anoreksia nervosa
Menjauhi makanan sebisa mungkin dan selalu berbohong bahwa mereka tidak lapar
atau sudah makan. Itulah tanda-tanda pengidap anoreksia. Kalangan ini merasa
dirinya gemuk sehingga membuat mereka terus-menerus menurunkan berat badan.
Diperkirakan 20 persen pengidap anoreksia akan melakukan percobaan bunuh diri
setidaknya sekali selama hidupnya.
b) Kebudayaan
Bunuh Diri
Dalam bidang kebudayaan mencakup peraturan perundang undangan. Di sebagian
besar negara-negara Barat, bunuh diri tidak lagi merupakan kejahatan, tetapi masih
dianggap demikian di sebagian besar negara-negara Eropa Barat mulai dari Abad
Pertengahan sampai setidaknya tahun 1800-an. Banyak negara Islam yang menetapkan
bunuh diri sebagai tindak pidana. Di Australia, bunuh diri bukan merupakan tindak
pidana. Namun, menasihati, menghasut, atau membantu dan menghasut orang lain untuk
mencoba bunuh diri merupakan tindak kejahatan, dan hukum secara eksplisit
memungkinkan setiap orang untuk menggunakan "kekuatan yang sewajarnya diperlukan"
untuk mencegah orang lain dari melakukan bunuh diri. Wilayah Barat Australia sempat
secara singkat memiliki hukum bunuh diri yang dibantu dokter mulai dari tahun 1996
sampai 1997. Tidak satu pun negara di Eropa saat ini yang menganggap bahwa bunuh diri
atau percobaan bunuh diri adalah sebuah kejahatan. Inggris dan Wales tidak menganggap
lagi bunuh diri sebagai kejahatan melalui Suicide Act 1961 dan di Republik Irlandia pada
tahun 1993. Kata "commit" digunakan dalam referensi untuk itu menjadi ilegal namun
banyak organisasi telah menghentikannya karena konotasi negatif. Di India, bunuh diri
merupakan tindakan ilegal dan keluarga yang masih hidup mungkin akan menghadapi
kesulitan hukum. Di Jerman, eutanasia aktif merupakan tindakan ilegal dan siapa saja
yang hadir selama berlangsungnya bunuh diri dapat dituntut karena gagal memberikan
bantuan dalam keadaan darurat. Swiss baru-baru ini mengambil langkah untuk
melegalkan bunuh diri yang dibantu untuk sakit mental yang kronis. Pengadilan tinggi
Lausanne, dalam putusannya tahun 2006, telah memberikan hak kepada seseorang tanpa
nama yang memiliki gangguan kejiwaan yang lama untuk mengakhiri hidupnya
sendiri.Di Amerika Serikat, bunuh diri tidak ilegal, tetapi mungkin dikaitkan dengan
hukuman bagi orang yang mencobanya. Bunuh diri yang dibantu dokter merupakan
tindakan yang legal di negara bagian Oregon dan Washington.
Euthanasia
c) Agama
Katolik
Sejak pertengahan abad ke-20, Gereja Katolik telah berjuang untuk
memberikan pedoman sejelas mungkin mengenai penanganan terhadap
mereka yang menderita sakit tak tersembuhkan, sehubungan dengan ajaran
moral gereja mengenai eutanasia dan sistem penunjang hidup. Paus Pius XII,
yang tak hanya menjadi saksi dan mengutuk program-program egenetika dan
eutanasia Nazi, melainkan juga menjadi saksi atas dimulainya sistem-sistem
modern penunjang hidup, adalah yang pertama menguraikan secara jelas
masalah moral ini dan menetapkan pedoman
Hindu
Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang di dalam ajaran Hindu
dengan pemikiran bahwa perbuatan tersebut dapat menjadi suatu factor yang
mengganggu pada saat reinkarnasi oleh karena menghasilkan "karma" buruk.
Kehidupan manusia adalah merupakan suatu kesempatan yang sangat
berharga untuk meraih tingkat yang lebih baik dalam kehidupan kembali.
Berdasarkan kepercayaan umat Hindu, apabila seseorang melakukan bunuh
diri, maka rohnya tidak akan masuk neraka ataupun surga melainkan tetap
berada didunia fana sebagai roh jahat dan berkelana tanpa tujuan hingga ia
mencapai masa waktu di mana seharusnya ia menjalani kehidupan (Catatan:
misalnya umurnya waktu bunuh diri 17 tahun dan seharusnya ia ditakdirkan
hidup hingga 60 tahun maka 43 tahun itulah rohnya berkelana tanpa arah
tujuan), setelah itu maka rohnya masuk ke neraka menerima hukuman lebih
berat dan akhirnya ia akan kembali ke dunia dalam kehidupan kembali
(reinkarnasi) untuk menyelesaikan "karma" nya terdahulu yang belum selesai
dijalaninya kembali lagi dari awal.
Buddha
Ajaran agama Buddha sangat menekankan kepada makna dari kehidupan di
mana penghindaran untuk melakukan pembunuhan makhluk hidup adalah
merupakan salah satu moral dalam ajaran Budha. Berdasarkan pada hal
tersebut di atas maka tampak jelas bahwa euthanasia adalah sesuatu perbuatan
yang tidak dapat dibenarkan dalam ajaran agama Budha. Selain daripada hal
tersebut, ajaran Budha sangat menekankan pada "welas asih" ("karuna").
Mempercepat kematian seseorang secara tidak alamiah adalah merupakan
pelanggaran terhadap perintah utama ajaran Budha yang dengan demikian
dapat menjadi "karma" negatif kepada siapapun yang terlibat dalam
pengambilan keputusan guna memusnahkan kehidupan seseorang tersebut.
Islam
Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, tetapi hak tersebut
merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat
menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66; 2: 243).
Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam meskipun tidak
ada teks dalam Al Quran maupun Hadis yang secara eksplisit melarang bunuh
diri. Kendati demikian, ada sebuah ayat yang menyiratkan hal tersebut, "Dan
belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan
dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS 2: 195),
dan dalam ayat lain disebutkan, "Janganlah engkau membunuh dirimu
sendiri," (QS 4: 29), yang makna langsungnya adalah "Janganlah kamu saling
berbunuhan." Dengan demikian, seorang Muslim (dokter) yang membunuh
seorang Muslim lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya
sendiri.
Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir al-
maut (eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang
dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan
meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif.
Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun 1981,
dinyatakan bahwa tidak ada suatu alasan yang membenarkan dilakukannya
eutanasia ataupun pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
dalam alasan apapun juga.
Ajaran Protestan
Gereja Protestan terdiri dari berbagai denominasi yang mana memiliki
pendekatan yang berbeda-beda dalam pandangannya terhadap eutanasia dan
orang yang membantu pelaksanaan eutanasia.
Beberapa pandangan dari berbagai denominasi tersebut misalnya: [32]
2) Apa saja usaha-usaha agar tidak terjadi kasus bunuh diri dan
euthanasia?
1. Ingat bahwa emosi bisa berubah
Selalu ingat bahwa perasaan tak selalu sama setiap waktu. Seperti roda yang
berputar, emosi akan selalu berubah dalam setiap waktu. Dengan
menanamkan keyakinan tersebut, perasaan putus asa akan berubah menjadi
rasa bahagia pada esok hari.
4. Mencari solusi
Saat perasaan kacau balau muncul, tubuh tak dapat berpikir mengenai solusi
lain selain bunuh diri. Namun, ini bukan berarti tak ada solusi, hanya saja
Anda belum melihatnya. Hal ini biasanya muncul akibat rasa sakit secara
emosional yang intens menghambat otak untuk berpikir jernih.
Hal yang harus dilakukan adalah menghubungi terapis, konselor, psikiater,
guru, teman, dan orang terkasih untuk memberikan pertolongan.