PEMBAHASAN
2. Gangguan mental, Sekitar 30% kasus bunuh diri dilakukan oleh orang yang memiliki
gangguan mental selain gangguan mood. Misalnya gangguan stres pasca trauma (post traumatic
stress disorder atau PTSD), skizofrenia, gangguan kepribadian, gangguan tidur, gangguan makan
(terutama anoreksia nervosa), dan kondisi lainnya. Orang yang memiliki 2 gangguan mental
sekaligus paling beresiko bunuh diri. 27
3. Konsumsi alcohol, Alkohol terlibat dalam sekitar 30% kasus bunuh diri. Alkohol
menyebabkan depresi, mengurangi hambatan untuk melakukan bunuh diri dan memicu penilaian
buruk pada diri sendiri. Faktor-faktor ini juga berkaitan dengan kekerasan dan pelecehan yang
juga meningkatkan kemungkinan bunuh diri.
4. Efek samping obat, Beberapa kasus bunuh diri merupakan akibat efek samping obat resep atau
kombinasi obat resep. Chantix, obat untuk mengatasi kebiasaan merokok memiliki efek samping
ini. Kombinasi obat yang buruk juga bisa menyebabkan overdosis dan mematikan.
5. Luka emosional, Penolakan, penghinaan atau rasa malu dapat mendorong orang untuk
melakukan bunuh diri. Penolakan sosial yang dialami sering menyebabkan isolasi sosial yang
juga meningkatkan risiko bunuh diri. Pada akhir 1980-an, penelitian menemukan ada hubungan
antara homoseksualitas, penolakan sosial dan bunuh diri pada remaja, terutama pada pria. Pria
muda homoseksual atau biseksual beresiko besar malkukan upaya bunuh diri daripada pria
heteroseksual.
6. Rasa bersalah, Rasa bersalah akibat menyaksikan atau mengalami penyiksaan, pelecehan,
pertempuran, pembantaian atau kekerasan bisa menjadi penyebab bunuh diri pada beberapa
kasus.
7. Menderita penyakit para, Orang yang sakit parah atau menderita penyakit kronis, lumpuh,
cacat atau kehilangan anggota tubuh terkadang melakukan bunuh diri. Orang yang mengalami
kondisi ini melakukan bunuh diri karena rasa sakit 28 atau ketidaknyamanan yang berhubungan
dengan kondisinya. Bisa juga karena rasa sedih akibat kehilangan fungsi tubuh atau penampilan
yang buruk.
8. Kehilangan dan kesedihan, Kesedihan dan kehilangan juga berkaitan dengan bunuh diri.
Kehilangan orang yang penting, pekerjaan, status sosial, jabatan, aset keuangan, kesehatan, atau
sesuatu yang lain biasanya memicu kesedihan. Kehilangan dan kesedihan dapat memicu krisis
eksistensial di mana orang yang berduka tidak dapat melihat alasan untuk terus hidup. Krisis
yang sama juga dapat terjadi ketika kehilangan status sosial dan sumber daya atau jaminan
keuangan.
9. Memiliki riwayat keluarga bunuh diri, Orang yang memiliki riwayat keluarga pernah
melakukan bunuh diri lebih mungkin mencoba atau melakukan tindak bunuh diri. Orangtua yang
mencoba bunuh diri akan dijadikan model atau contoh bahwa tindakan itu dapat diterima untuk
mengatasi rasa sakit emosional atau stres. Proses belajar ini tetap bertahan saat anak beranjak
dewasa.
10. Dipenjara, Orang yang dipenjara karena melakukan kejahatan berisiko tinggi melakukan
bunuh diri. Sayangnya, sulit mengetahui persisnya mengapa hal ini terjadi karena ada banyak
variable yang ikut bermain. Bunuh diri mungkin menjadi pelarian ketika hukuman yang divonis
terlalu lama. Beberapa tahanan juga melakukan bunuh diri sebagai cara untuk melarikan diri dari
upaya perkosaan oleh tahanan lain.
Ungkapan secara langsung atau tulisan sebagai ekpresi dari niat melakukan bunuh diri
namun tanpa adanya tindakan. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk
mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan
kegagalan koping dan mekanisme adaptif (Aulia et al., 2019). Ancaman bunuh diri disampaikan
kepada orang lain yang berisi keinginan untuk mati disertai rencana untuk mengakhiri hidupnya
dan persiapan alat untuk menjalalankan rencana bunuh dirinya tersebut. Secara aktif seseorang
yang mengancam bunuh diri memikirkan rencana bunuh diri namun tidak disertai percobaan
bunuh diri (Keliat et al., 2011).
Isyarat bunuh diri ini ditunjukkan melalui perilaku tidak langsung ingin bunuh diri
seperti mengatakan:”tolong jaga anak saya karena saya akan pergi jauh”, “segala sesuatu akan
menjadi lebih baik tanpa saya”. Pada kondisi ini seseorang sudah memiliki ide untuk bunuh diri
namun tidak disertai ancaman atau percobaan bunuh diri (Keliat et al., 2011). Hal ini terjadi
karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidupdan tidakberencana untuk mati.
Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin diselamatkan dan individu ini sedang
mengalamikonflik mental. Tahap ini sering dinamakan “Crying for help”sebab individu ini
sedang berjuang dengan stres yang tidak mampu diselesaikan (Aulia et al., 2019).
Menurut Patel & Jakopac dalam (Aulia et al., 2019) percobaan bunuh diri merupakan
tindakan serius untuk melukai diri secara langsung dimana terkadang menyebabkan luka kecil
atau besar dari seseorang mencoba mengakhiri hidup atau dengan serius mencederai dirinya.
Merupakan tindakan seseorang mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri hidupnya. Pada
tahap ini individu aktif untuk mengakhiri hidupnya dengan berbagai cara (Keliat et al., 2011).
Overdosis Opioid
Dalam overdosis opioid, nalokson, antagonis opioid, dapat diberikan oleh penyalahguna dengan
keadaan darurat atau siapa saja yang mengalami overdosis. Nalokson dapat membalikkan efek
obat opioid sementara.
Terapi Perilaku
Terapi perilaku merupakan bentuk psikoterapi yang bisa dilakukan oleh psikolog atau psikiater.
Penderita juga mungkin membutuhkan konseling dari konselor yang berlisensi. Terapi dan
konseling bisa dilakukan dengan individu, keluarga, atau kelompok. Terapis atau psikolog dapat
melakukan beberapa hal, seperti:
Membantu penderita mencari cara untuk mengatasi kecanduan narkoba.
Memberikan saran strategi untuk menghindari narkoba dan mencegah kekambuhan.
Memberikan saran tentang cara mengatasi kekambuhan jika itu terjadi.
Mendiskusikan tentang masalah yang berkaitan dengan pekerjaan, masalah hukum, dan
hubungan dengan keluarga dan teman.
Mengajak anggota keluarga untuk membantu penderita mengembangkan keterampilan
komunikasi yang lebih baik dan bersikap suportif.
Mengatasi kondisi kesehatan mental lainnya.
Terapi Kelompok
Hal positif yang bisa didapatkan dari terapi kelompok yaitu mengetahui bahwa kecanduan adalah
gangguan kronis dengan bahaya yang dapat kambuh. Terapis atau konselor berlisensi membantu
penderita menemukan kelompok pendukung. Kamu juga dapat menemukan kelompok
pendukung di komunitas yang dapat ditemukan di internet. Dikutip dari American Psychiatric
Association, gangguan penyalahgunaan zat bisa memengaruhi banyak aspek kehidupan
seseorang, sehingga berbagai jenis pengobatan sering kali diperlukan. Kolaborasi antara
pengobatan dan terapi individu atau kelompok adalah yang paling efektif. Pendekatan
pengobatan ini menangani situasi individu dan masalah medis, psikiatris, dan sosial yang terjadi
bersamaan sehingga dapat mengarah pada pemulihan.
DAFTAR PUSTAKA
Zulaikha, A., & Febriyana, N. (2018). Bunuh Diri pada Anak dan Remaja. Suicide in Children and
Adolescent, 66-67.
Fausiah, F & Widury, J. (2003). Bahan Ajar Mata Kuliah Psikologi Abnormal. Jakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia.