Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENGANTAR ILMU TEKNIK SIPIL

SEMINAR DAN WORKSHOP KONSTRUKSI INDONESIA

DISUSUN OLEH:
FELICIA DEVITA SALIM
(242018005)

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan akan material konstruksi dan inovasi akan konstruksi semakin
pesat. Manajemen konstruksi dan hukum konstruksi semakin diperketat
karena risiko yang semakin besar. Kontrak kerja konstruksi semakin
banyak dan banyak sengketa yang terjadi dalam berjalannya sebuah
konstruksi. Oleh karena itu, diperlukan lembaga dan peraturan untuk
mengatur kelancaran dari kontrak kerja konstruksi tersebut.

1.2 Tujuan
a. Mengenalkan peran dari seorang notaris terhadap kontrak kerja
konstruksi.
b. Mengenalkan apa itu kontrak kerja konstruksi.
c. Menjelaskan peranan dan praktik notaris dalam kontrak kerja
konstruksi.
d. Menjelaskan Undang-Undang yang mengatur setiap kontrak kerja
konstruksi.

1.3 Manfaat
a. Mencegah kesalahan dalam menyelesaikan sebuah sengketa kontrak
kerja konstruksi.
b. Pemahaman terhadap peranan, tugas, dan praktik dari seorang notaris
dalam kontrak kerja konstruksi.
BAB 2
ISI

2.1 Peran Strategis Notaris Mendorong Penyusunan Kontrak Kerja


Konstruksi sesuai dengan UU No.2 Tahun 2017 tentang Jasa Notaris
Notaris adalah pejabat umum yang membantu jasa konstruksi. Kontrak kerja
konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur hubungan
hukum antara penggunaan jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan jasa
konstruksi. Tugas dari seorang notaris adalah menjamin para pihak yang hadir
dalam pembuatan kontrak sesuai dengan kepastian hukum dan memberi
nasihat kepada para pihak agar kontrak tidak bertentangan dengan hukum.
Dalam praktik notaris dalam pasal 38 tahun 2004, akta yang dibuat oleh
notaris terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Awal akta
b. Badan akta
c. Akhir/penutup akta

Badan akta memuat:


a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan,
jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang
yang mereka wakili;
b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
c. isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang
berkepentingan, dan;
d. nama lengkap. Tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan,
kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.

Pengertian akta menurut Sudikno Mertokusumo (1981:110), akta adalah


surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang
menjadi dasar dari pada suatu hak atau perikatan yang dibuat sejak semula
dengan sengaja untuk pembuktian.

Standard klausula arbitrase tentang penyelesaian sengketa menurut


peraturan dan prosedur BANI berisi, “semua sengketa yang timbul dari
perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan administrasi dan
peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya
mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan tingkat
pertama dan terakhir”.

Gambar 2.1 Sambutan dan Pembukaan Seminar secara Resmi

2.2 Penyusunan Kontrak Kerja Konstruksi menurut UU No.2 Tahun


2017
Definisi kontrak kerja konstruksi berdasarkan pasal 1 angka 8 UU
02/2017, kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang
mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

Dokumen kontrak kerja konstruksi menurut PERMEN PUPR No. 31/


PRT/M/2015 secara garis besar dibagi menjadi:
a. adendum surat perjanjian (apabila ada);
b. pokok perjanjian;
c. surat penawaran berikut daftar kuantitas dan harga;
d. syarat-syarat khusus kontrak;
e. syarat-syarat umum kontrak;
f. spesifikasi khusus;
g. spesifikasi umum;
h. gambar-gambar; dan
i. dokumen lainnya seperti: jaminan-jaminan, dan lainnya.
Kontrak kerja konstruksi sesuai UU No.2/2017 pasal 46:
a. Pengaturan hubungan kerja antara pengguna jasa dan penyedia jasa
harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi.
b. Bentuk kontrak kerja konstruksi dapat mengikuti perkembangan
kebutuhan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan

(Pasal 47 ayat 1 UU No.2/2017) Kontrak kerja konstruksi paling sedikit


harus mencakup uraian mengenai:
a. Para pihak, yaitu memuat secara jelas identitas dari para pihak.
b. Rumusan pekerjaan, yang berisi lingkup kerja, nilai pekerjaan, harga
satuan, lumsum, dan batasan waktu pelaksanaan.
c. Masa pertanggungan, yaitu jangka waktu pelaksanaan dan
pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa.
d. Hak dan kewajiban yang setara
e. Penggunaan tenaga kerja konstruksi bersertifikat
f. Cara pembayaran
g. Wanprestasi, isinya adalah tanggung jawab salah satu pihak yang tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana yang diperjanjikan.
h. Penyelesaian perselisihan, memuat tata cara penyelesaian perselisihan
akibat ketidaksepakatan.
i. Pemutusan kontrak kerja konstruksi, pemutusan kontrak akibat tidak
terpenuhinya kewajiban salah satu pihak.
j. Keadaan memaksa, isinya adalah kejadian yang terjadi di luar
kemauan para pihak yang akibatnya merugikan salah satu pihak.
k. Kegagalan bangunan
l. Perlindungan pekerja, memuat kewajiban para pihak dalam
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial.
m. Perlindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja,
kewajiban para pihak jika terjadi kerugian atau menyebabkan
kecelakaan dan/atau kematian.
n. Aspek lingkungan
o. Jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada
pihak lain dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi atau akibat dari
kegagalan bangunan.
p. Pilihan penyelesaian sengketa konstruksi

Gambar 2.2 Pemaparan Materi oleh Narasumber

Pasal 47 (2) UU No.2/2017 berisi, “Selain ketentuan sebagaimana


dimaksud [ada ayat (1), kontrak kerja konstruksi dapat memuat
kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif”.

Pasal 48 UU No.2/2017 mengatur kontrak kerja konstruksi yaitu:


a. Layanan jasa perencanaan harus memuat ketentuan tentang hak
kekayaan intelektual.
b. Kegiatan pelaksanaan layanan jasa konstruksi, memuat subpenyedia
jasa serta pemasok bahan, komponen bangunan, dan atau peralatan
yang harus memenuhi standar yang berlaku.
c. Yang dilakukan dengan pihak asing, memuat kewajiban alih
teknologi.

Pasal 49 UU No.2/2017 berisi, “ketentuan mengenai kontrak kerja


konstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 berlaku juga dalam
kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dan subpenyedia jasa”.
Pasal 50 UU No.2/2017 mengatur kontrak kerja konstruksi dengan pihak
asing, antara lain:
a. Kontrak kerja konstruksi dibuat dalam bahasa Indonesia.
b. Dalam hal kontrak kerja konstruksi dilakukan dengan pihak asing
harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
c. Dalam hal terjadi perselisihan dengan pihak asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) digunakan kontrak kerja konstruksi dalam
bahasa Indonesia.

Permasalahan pelaksanaan kontrak kerja konstruksi antara lain:


a. Isi dokumen kontrak yang masih menimbulkan multitafsir.
b. Kurangnya pemahaman pengguna jasa maupun penyedia jasa terhadap
dokumen kontrak yang telah diperjanjikan.
c. Kurang tepat dalam pemilihan jenis kontrak.
d. Desain yang tidak sesuai dengan kondisi lapangan.
e. Kurang tertib dalam administrasi kontrak.
f. Keterlambatan penyelesaian pelaksanaan pekerjaan.
g. Tata cara pengukuran hasil pekerjaan untuk pembayaran prestasi
pekerjaan.

Upaya-upaya yang seharusnya dilakukan untuk mengurangi


permasalahan dalam kontrak kerja konstruksi antara lain:
a. Peningkatan kompetensi pengguna jasa dan penyedia jasa terkait
manajemen kontrak konstruksi.
b. Pemenuhan kelengkapan Readiness Criteria sebelum pelaksanaan
pekerjaan.
c. Menerapkan kontrak kerja konstruksi yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Gambar 2.3 Stand Pameran Konstruksi
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam melakukan kontrak kerja konstruksi seharusnya didasarkan pada peraturan


perundang-undangan yang sudah ada. Dengan pembuatan kontrak di hadapan notaris
dan sudah didasarkan pada nasihat dari notaris, maka pembuatan kontrak akan
berjalan lebih baik dan meminimalisir terjadinya permasalahan yang lebih besar.
Permasalahan dalam kontrak kerja konstruksi sendiri bergantung kepada para pihak
sendiri, dan semua itu dapat diminimalisir dengan berbagai upaya. Hindarkan Dual
Agent dalam menyelesaikan sebuah sengketa, agar dalam penyelesaian lebih mudah
karena hanya diputuskan oleh satu lembaga saja.

3.2 Saran

Dengan adanya seminar dan workshop ini menambahkan ilmu yang belum didapat
dalam perkuliahan. Dengan adanya kegiatan seperti ini, mahasiswa mampu terpacu
untuk mengetahui lebih dalam tentang konstruksi. Setiap semester kiranya selalu
berpartisipasi dalam kegiatan seperti ini, sehingga selain ilmu yang didapatlan,
mahasiswa juga mendapatkan koneksi yang lebih banyak.

Anda mungkin juga menyukai