Anda di halaman 1dari 34

PERANAN KONSULTAN JASA KONSTRUKSI:

PENYELESAIAN SENGKETA KONSTRUKSI


MELALUI ARBITRASE
Jafar Sidik
jafarlawcenter@gmail.com

Disampaikan pada Webinar


PENGELOLAAN KONTRAK JASA KONSULTAN KONSTRUKSI
DALAM MASA PANDEMI COVID 19

PERSATUAN KONSULTAN INDONESIA


Hari Senin, 22 Juni 2020

1
JAFAR SIDIK,
Dr., S.H., M.H., MKn., FCBArb.

Lahir di Serang-Banten, 1962.


Domisili di Bandung
Lulus Fakultas Hukum Unpad
(SH-1988), (MH-2004), (MKn-2010),
(Doktor Ilmu Hukum-2010)

Sekretaris Jenderal IArbI (Institut Arbiter Indonesia)


(2017 2022)
Akademisi /Dosen FH/Pascasarjana
Unla Bandung, MKn Unisba
Fellow Chartered BANI Arbitrator,
BII Maybank (1988 -2014).
2
POKOK BAHASAN:
1. Pengantar
2. Siapa Konsultan Jasa Konstruksi dan ada tugasnya?
3. Payung Hukum bagi Konsultan Jasa Konstruksi
4. Kontrak Konsultan Jasa Konstruksi
5. Kontrak Kerja Konstruksi
6. Arti Penting Ketentuan Penyelesaian Sengketa dalam
Kontrak
7. Pilihan Forum Badan Peradilan dan Di Luar Badan
Peradilan (Negosiasi, Mediasi/Konsiliasi, Arbitase,
Dewan Sengketa)
8. Pembatasan-Pembatasan dalam Pilihan Forum
9. Permasalahan Klausula / Perjanjian Arbitrase dan
Solusinya.
10. Lampiran-Lampiran
3
1. Pengantar
1. Terima kasih kepada Bapak Moderator Dr. Joko Trio Suroso;
2. Preposisi saya dalam Webinar ini sebagai Pribadi tidak atas nama lembaga manapun;
3. Saya ingin menambahkan paparan yang telah disampaikan oleh Para Narasumber
sebelumnya;
4. Topik tentang “Penyelesaian Sengketa Konstruksi melalui Arbitrase” dalam Kontrak
Konsultan Konstruksi dan Kontrak Kerja Jasa Konstruksi;
5. Menurut pengamatan saya masih terdapat permasalahan dalam praktek mengenai
Pembuatan Kontrak Konsultan Konstruksi dan Kontrak Kerja Jasa Konstruksi, khususnya
terkait dengan Pencantuman “Ketentuan Penyelesaian Sengketa dalam Kontrak”, antara
lain: (a) Perjanjian tersebut tidak mengatur atau tidak terdapat Ketentuan Penyelesaian
Sengketa (mungkin karena lupa membuatnya atau lupa memilihnya atau mungkin juga
menganggap tidak penting untuk diatur dalam Perjanjian tersebut); (b). Terdapat Pilihan
Ganda (Dual Forum) (memilih badan peradilan dan memilih pula di luar badan peradilan,
seperti lembaga arbitrase dan APS lainnya); (c). Terdapat Klausula Arbitrase, namun tidak
dapat dilaksanakan (enforceable), Tidak Clear, Clean, Transparant, Equal; (d) serta
sejumlah permasalahan lainnya, dalam praktek Pembuatan Ketentuan Penyelesaian
Sengketa.
6. Peranan Konsultan Jasa Konstruksi tentu sangat penting dan sangat strategis dalam
Kegiatan Usaha Jasa Konstruksi. 4
2. Istilah (Pengertian):
 Konstruksi
 Jasa Konstruksi
 Konsultansi Konstruksi
 Pekerjaan Konstruksi
 Pengguna Jasa
 Penyedia Jasa
 Penyelenggaraan Usaha Jasa Konstruksi
 Masyarakat Jasa Konstruksi
 Mediasi
 Konsiliasi
 Arbitrase
 Dewan Sengketa
 Penilai Ahli
 dll.
5
Istilah dan Pengertian:
Konsultansi Konstruksi adalah layanan keseluruhan atau sebagian
kegiatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan,
pengawasan, dan manajemen penyelenggaraan konstruksi suatu
bangunan.

Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang


meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran,
dan pembangunan- kembali suatu bangunan.

Kontrak Kerja Konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang


mengatur hubungan hukum antara pengguna Jasa dan penyedia Jasa
dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

6
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2017
TENTANG
JASA KONSTRUKSI

Pasal 47
Kontrak Kerja Konstruksi paling sedikit harus mencakup uraian mengenai:
a. para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak;
b. rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja,
nilai pekerjaan, harga satuan, lumsum, dan batasan waktu pelaksanaan;
c. masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan
pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa;
d. hak dan kewajiban yang setara, memuat hak pengguna Jasa untuk memperoleh
hasil Jasa Konstruksi, kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang
diperjanjikan, serta hak penyedia Jasa untuk memperoleh informasi dan
imbalan iasa serta kewajibannya melaksanakan layanan Jasa Klnstruksi;
e. penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan
tenaga kerja konstruksi bersertifikat;
f. cara pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban Pengguna Jasa dalam
melakukan pembayaran hasil layanan Jasa Konstruksi, termasuk di dalamnya
jaminan atas pembayaran; 7
g. wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu
pihak tidak melaksanakan kewqi iban sebagaimana diperjanjikan;
h. penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara
penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan;
i. pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi, memuat ketentuan tentang
pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi yang timbul akibat tidak dapat
dipenuhinya kewajiban salah satu pihak;
j. keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar
kemauan dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu
pihak;
k. Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban Penyedia Jasa
dan/atau Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu
pertanggungjawaban Kegagalan Bangunan;
l. pelindungan pekerja, memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;
m. pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat
kewajiban para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian
atau menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;
n. aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan
tentang lingkungan;
o. jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain
dalam pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan Bangunan; dan
p. pilihan penyelesaian sengketa konstruksi.
8
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2017
TENTANG
JASA KONSTRUKSI

BAB XI
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 88
(1) Sengketa yang terjadi dalam Kontrak Kerja Konstruksi diselesaikan dengan prinsip dasar musyawarah
untuk, mencapai kemufakatan.
(2) Dalam hal musyawarah para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat tercapai suatu
kemufakatan, para pihak menempuh tahapan upaya penyelesaian sengketa yang tercantum dalam
Kontrak Kerja Konstruksi.
(3) Dalam hal upaya penyelesaian sengketa tidak tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), para pihak yang bersengketa membuat suatu persetujuan
tertulis mengenai tata cara penyelesaian sengketa yang akan dipililih.
(4) Tahapan upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. mediasi;
b. konsiliasi; dan
c. arbitrase.
(5) Selain upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b, para
pihak dapat membentuk dewan sengketa.
(6) Dalam hal-upaya penyelesaian sengketa dilakukan dengan membentuk dewan sengketa
sebagiimana dimaksud pada ayat (5), pemilihan keanggotaan dewan sengketa itu dilaksanakan
berdasarkan prinsip profesionalitas dan tidak menjadi bagian dari salah satu piirak.
(7) Ketentuan-Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
9
4. Ketentuan Penyelesaian Sengketa dalam Kontrak Kerja Konstruksi.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 22 TAHUN 2O2O
TENTANG
PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2OI7
TENTANG JASA KONSTRUKSI

Bagian Ketujuh Penyelesaian Sengketa


Paragraf 1 Umum
Pasal 91
(1) Permasalahan yang menjadi sengketa disampaikan oleh salah satu pihak kepada pihak lainnya
sesuai ketentuan dalam kontrak dengan disertai data pendukung.
(2) Penyelesaian sengketa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi dilaksanakan dengan prinsip cepat,
murah, berkepastian hukum, menjaga hubungan baik dan perkaranya tidak dapat dibuka pada
publik, kecuali ditentukan lain oleh para pihak dan/atau pengadilan.

Penjelasan Pasal 91 Avat (1) Cukup jelas. Pasal 91 Ayat (2) Perkara tidak dapat dibuka pada publik
merupakan wujud prinsip partij autonomg, agar kerahasiaan tentang para pihak yang bersengketa tetap
terjamin, kredibilitas juga tedaga.

Pasal 92
(3) Musyawarah untuk penyelesaian sengketa dilakukan berdasarkan itikad baik para pihak.
(4) Dalam hal musyawarah tidak menghasilkan permufakatan, penyelesaian sengketa dilanjutkan
dengan Mediasi. 10
Paragraf 2
Tahapan Upaya Penyelesaian Sengketa
Pasal 93
(1) Tahapan upaya penyelesaian sengketa Konstruksi meliputi Mediasi,
Konsiliasi, dan arbitrase.
(2) Penyelesaian sengketa sesuai tahapan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dihentikan apabila sengketa sudah
diselesaikan pada tahap sebelumnya.
(3) Selain upaya penyelesaian sengketa melalui Mediasi dan Konsiliasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menunjuk
Dewan Sengketa.
(4) Dewan Sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mempunyai
fungsi sebagai upaya pencegahan sekaligus penyelesaian sengketa
Konstruksi.
(5) Penggunaan Dewan Sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilakukan setelah perikatan Jasa Konstruksi.

11
Paragraf 3
Dewan Sengketa

Pasal 94
(1) Wewenang Dewan Sengketa untuk mencegah dan menyelesaikan sengketa timbul
setelah para pihak sepakat menggunakan Dewan Sengketa dalam klausula
perikatan Jasa Konstruksi dan rnembuat perjanjian tripartit Dewan Sengketa.
(2) Perjanjian tripartit Dewan Sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
terpisah dari perikatan Jasa Konstruksi yang ditandatangani oleh para pihak dan
Dewan Sengketa.
(3) Dewan Sengketa paling sedikit memiliki tugas sebagai berikut:
a. mencegah perselisihan para pihak;
b. menyelesaikan perselisihan melalui pemberian pertimbangan professional,
aspek tertentu sesuai kebutuhan; atau
c. menyelesaikan sengketa melalui rumusan kesimpulan formal yang
dituangkan dalam putusan Dewan Sengketa.
(4) Pembentukan Dewan Sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3)
dituangkan ke dalam kontrak kerja Konstruksi yang dananya menjadi tanggung
jawab para pihak.
(5) Dewan Sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3),
berjumlah gasal.
12
Pasal 95
(1) Proses dan putusan Dewan Sengketa didasari pada prinsip
keadilan.
(2) Dalam hal tidak terdapat keberatan dalam jangka waktu 28 (dua
puluh delapan) hari kalender, putusan Dewan Sengketa final dan
mengikat kedua belah pihak.
(3) Dalam hal terdapat keberatan para pihak/salah satu pihak
terhadap putusan Dewan Sengketa, para pihak menempuh
tahapan upaya penyelesaian sengketa selanjutnya sesuai dengan
Pasal 93 ayat (1).
(4) Masa kerja Dewan Sengketa selama masa kontrak atau sampai
Dewan Sengketa dihentikan berdasarkan ketentuan dalam perjanj
ian tripartit.

13
Pasal 96
(1) Pendanaan terkait dengan penggunaan Dewan Sengketa dibebankan
kepada para pihak dengan jumlah yang setara.
(2) Perhitungan pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan berbasiskan waktu atau sengketa yang terjadi.
(3) Penunjukan Dewan Sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat
(3) didasarkan pada harga satuan jasa yang ditetapkan oleh perkumpulan
profesi atau menteri teknis terkait.
(4) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait dengan
penggunaan Dewan Sengketa, untuk Pengguna Jasa yang merupakan
pemerintah/badan publik, dialokasikan dalam dokumen anggaran dan
diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait dengan
penggunaan Dewan Sengketa, untuk Pengguna Jasa yang merupakan
instansi swasta, dialokasikan dalam anggaran keuangan instansi swasta
tersebut.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan petunjuk teknis Dewan
Sengketa dalam kontrak kerja Konstruksi yang dananya bersumber dari
keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan
Peraturan Menteri.
14
Prinsip-Prinsip / Doktrin-Doktrin Arbitrase
• FALSAFAH ARBITRASE / ADR (PEMBERDAYAAN INDIVIDU DAN KERJASAMA MENYELESAIKAN
MASALAH)
• PENYELESAIAN DAMAI - NON-CONFRONTATIF
• CONFIDENTIALITY - NON PUBLICATION – NON DISCLOSURE (Art. 27).
• COMPETENZ-COMPETENZ (FUNGSI KEPASTIAN FORUM-LEMBAGA, MEMBERIKAN
KEWENANGAN KEPADA ARBITRATOR/FORUM YANG DIPILIH SERTA MENGHINDARI KONFLIK
KEWENANGAN FORUM-LEMBAGA). (Art.2, 4, 3, 11).
• SEPARABILITY (KLAUSULA / PERJANJIAN ARBITRASE) – WAJIB TERTULIS. (UU#30/1999 Art.10)
• PARTIJ AUTHONONY (KEBEBASAN PARA PIHAK)
CHOICE OF LAW – LAW OF THE PARTIES
CHOICE OF PROCEDURE – PROCEDURE OF THE PARTIES
CHOICE OF FORUM ( AD-HOC (Art.13) / INSTITUTION )
CHOICE OF ARBITRATORS ( SOLE / PANEL ) – GLOBAL (WNI / WNA)
CHOICE OF SEAT ARBITRATION ( TEMPAT BERSIDANG ) – TRANSNATIONAL
CHOICE OF ATTORNEYS AT LAW ( INTERNAL / PROFESIONAL LAWYER ) (Art.27(2))
• IMPARTIAL / INDEPENDENT / NO-CONFLICT OF INTEREST
• COPERATION, EQUALITY (Art.27(1), GOOD FAITH-BONAFIDE, NON INTERFERENCE, NON
INTERVENTION, UN-ANIMITY.
• TIME LIMITATION (UU#30/1999 Art.48 – 180 hari & Art.33 dpt diperpanjang).
• FINAL & BINDING (UU#30/1999 Art.60).
• BORDERLESS / STATELESS (TIDAK DIBATASI KEWILAYAHAN / NEGARA). 15
.
UU No.13 / 2003
ADVOKAT tentang ADVOKAT
( Ps.3 (2) )

UU No.30 / 1999 tentang


NOTARIS Arbitrase & APS
( Ps.9 (2) )

UU No.48 / 2009 tentang


HAKIM KEKUASAAN KEHAKIMAN
( Ps.58-61 )

UU NO.2 / 2017 tentang


KONSULTAN
JASA KONSTRUKSI JO
JASA KONSTRUKSI
PP NO.20 / 2020
16
Profesi Advokat:
Advokat yang telah diangkat dapat
menjalankan praktiknya dengan
mengkhususkan diri pada bidang tertentu
sesuai dengan persyaratan yang
ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan.

(UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat,


Pasal 3 ayat 2).
17
Profesi Notaris:
Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui
arbitrase setelah sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal
tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang
ditandatangani oleh para pihak.

Dalam hal para pihak tidak dapat menandatangani perjanjian


tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), perjanjian tertulis
tersebut harus dibuat dalam bentuk AKTA NOTARIS.

( Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2)


UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS )

18
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG
KEKUASAAN KEHAKIMAN

Pasal 58
Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

Pasal 59
(1) Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di
luar pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
(2) Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap
dan mengikat para pihak.
(3) Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara
sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah ketua
pengadilan negeri atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa.

19
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 48 TAHUN 2009


TENTANG
KEKUASAAN KEHAKIMAN

Pasal 60
(1) Alternatif penyelesaian sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
(2) Penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hasilnya dituangkan dalam
kesepakatan tertulis.
(3) Kesepakatan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
bersifat final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad
baik.

Pasal 61
Ketentuan mengenai arbitrase dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, Pasal 59, dan Pasal 60 diatur dalam
undang-undang.
20
 Fungsi Choice of Forum untuk kepastian
hukum bagi para pihak, yaitu badan peradilan
mana yang berwenang mengadili sengketa
FUNGSI para pihak berdasarkan kesepakatan para
CHOICE OF FORUM pihak
 Kesepakatan para pihak memberikan dan
melahirkan kewenangan atau yurisdiksi
kepada forum yang dipilih dan yang akan
menangani perkara para pihak
 Mencegah konflik kewenangan di antara
forum penyelesaian sengketa
 Diakui Hukum Nasional
 Diakui Hukum  Pilihan hukum adalah hukum substantive atau
material
Internasional
 Hukum Acara Forum tergantung kepada Forum
 Choice Of Forum Bukan Pengadilan ybs.
Choice Of Law  Hukum Acara Arbitrase adalah Hukum Acara
Badan Arbitrase ybs.

21
 Kebebasan Berkontrak
 Pacta Sunt Servanda
 Good Faith
PRINSIP-PRINSIP
DASAR KONTRAK
 QS Al Maidah ayat (1)
 Al Baqarah ayat [282]

 Autonomy of the Parties


 Bonafide – Itikad baik
PRINSIP-PRINSIP  Real Connection /
CHOICE OF LAW A Reasonable Relation
 Separability
 ILA

 Autonomy of the Parties


 Bonafide – ITIKAD BAIK
PRINSIP-PRINSIP  Predictibilitas & Efektivitas
CHOICE OF FORUM  Exclusive Jurisdiction
 Separability (vide Pasal 10
UU # 30/1999 Arbitrase&APS) 22
Pembatasan terhadap Party Autonomy
Pembatasan Pilihan Forum:
Pembatasan Pilihan Hukum:
 Tidak boleh ada unsur Penipuan
 Tidak melanggar ketertiban umum
 Pembatasan Kewenangan
 Hanya di bidang hukum kontrak
 Harus ada kaitan dengan kontrak Pokok Perkara oleh Pengadilan
(Kompetensi Absolut)
bersangkutan
 Pembatasan Kewenangan
 Tidak untuk penyelundukan hukum
 Tidak untuk transaksi tanah atau Pengadilan terhadap Pihak
yang bersengketa
hak-hak atas benda tidak bergerak
 Forum Non-Conveniens
 Tidak boleh mengenai ketentuan
 Tidak efektif atau tidak
hukum perdata yang bersifat public
 Melanggar itikad baik berfungsinya Forum yang dipilih
 Tidak Melanggar Ketertiban
 Pilihan hukum untuk menghindari
Umum
tanggung jawab jawab pidana
 Adanya aturan-aturan hukum yang
sifatnya memaksa
 Hukum substantif yang dipilih
mengatur obyek kontrak.
23
FORUM DI LUAR PENGADILAN:
 NEGOSIASI
MACAM  MEDIASI
PILIHAN FORUM  KONSILIASI
 ARBITRASE
 DEWAN SENGKETA

FORUM PENGADILAN (LITIGASI):


 PENGADILAN NEGERI
 PENGADILAN TINGGI (BANDING)
MAHMAKAH AGUNG (KASASI)
 MAHKAMAH AHUNG (PK)

 BANI CENTER
CONTOH  BADAPSKI
LEMBAGA  BASYARNAS
 PAMI
ARBITRASE &  PMN
MEDIASI
24
25
Perjanjian Arbitrase
Adalah suatu kesepakatan berupa
klausula arbitrase yang tercantum
dalam suatu perjanjian tertulis yang
dibuat para pihak sebelum timbul
sengketa, atau suatu perjanjian
arbitrase tersendiri yang dibuat para
pihak setelah timbul sengketa

(Ps.1 angka 3 UU No.30 / 1999).


26
Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah
lembaga penyelesaian sengketa atau
beda pendapat melalui prosedur yang
disepakati para pihak, yakni penyelesaian
di luar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, atau penilaian ahli.
(Ps.1 angka 3 UU No.30 / 1999).

27
STANDAR PEMBUATAN KETENTUAN PENYELESAIAN
SENGKETA MELALUI LEMBAGA ARBITRASE

• “Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini akan diselesaikan


dan diputus oleh BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA
(BANI) menurut peraturan-peraturan administrasi dan peraturan-
peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat
kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan tingkat
pertama dan terakhir”.
 
• “All disputes arising from this contract shall be binding and be finally
settled the administrative and procedural Rules of Arbitration of
BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA (BANI) by arbitrators
appointed in accordance with said rules”.

28
CONTOH DALAM PRAKTEK PEMBUATAN
KLAUSULA ARBITRASE DALAM PERJANJIAN PARA PIHAK

Pasal 14
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
1. Perjanjian ini dan segala akibat hukumnya yang timbul disepakati para
pihak tunduk pada dan diatur menurut hukum Negara Republik
Indonesia
2. Apabila terjadi perselisihan dalam pelaksanaan Perjanjian ini maka
para pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah
terlebih dahulu yang diadakan dalam waktu paling lama enam puluh
(60) hari kalender sejak musyawarah diusulkan pihak pertama atau
pihak kedua.
3. Apabila dalam musyawarah tidak tercapai mufakat untuk
menyelesaikan perselisihan para pihak sepakat menyelesaikan
perselisihan tersebut melalui BADAN ARBITRASE NASIONAL
INDONESIA (BANI), menurut peraturan-peraturan administrasi dan
prosedur arbitrase yang berlaku pada BANI.
4. Keputusan BANI mengikat para pihak sebagai keputusan pada tingkat
pertama dan terakhir. 29
CONTOH PRAKTEK AKTA NOTARIS :
KETENTUAN
PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI ARBITRASE

30
YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG RI :
Putusan No.013 PK/N/1999;
Putusan No.019 K /N/1999;
Putusan No.3145 K/Pdt/1999 jo No.730/Pdt/ 1998/ PT.Sby. jo No.96/Pdt-
G/1998/PN.Sby.;
Putusan No.2683 K/Pdt/2001 jo No.90/Pdt/2000 / PT.Sby. jo No.134/Pdt-
G/1999/PN.Sby.;
Putusan No.1715 K/Pdt/2001 jo No.111/Pdt/2000 / PT.DKI jo 361/Pdt-
G/PN.Jak.Sel.

• Catatan: Kaidah Hukum (Ali Budiarto dalam Varia Peradilan):


• Badan Arbitrase sebagai Badan Extra Juducial telah menggeser
kewenangan Pengadilan Negeri sebagai Badan Peradilan Negara untuk
menyelesaikan sengketa yang timbul dari Klausula Arbitrase / Perjanjian
Arbitrase, berdasarkan asas “pacta sunt servanda” (ex-Pasal 1338 KUH
Perdata).
• Yurisprudensi Tetap MA RI mengakui legal effect, yang memberi
kewenangan absolute kepada Lembaga Arbitrase untuk menyelesaikan
sengketa yang timbul dari pelaksanaan Klausula Arbitrase / Perjanjian
Arbitrase, berdasarkan asas “pacta sunt servanda” (ex-Pasal 1338 KUH
Perdata).

31
TAHAPAN PROSES ARBITRASE BANI ( 180 HARI )

 REGISTRASI / PERMOHONAN ARBITRASE


 JAWABAN / REKONVENSI
 REPLIK
 DUPLIK
 PEMBUKTIAN (DOKUMEN, SAKSI, AHLI)
 KESIMPULAN
 PUTUSAN
 PENDAFTARAN PUTUSAN KE PENGADILAN NEGERI
(DOMISILI TERMOHON)

32
UU No.30 Tahun 1999 tentang
ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 3
Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para
pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.

Pasal 11
(1) Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak
para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau
beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan
Negeri.
(2) Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan
di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui
arbitrase, kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam
Undang-undang ini.
33
TERIMA KASIH
Senin, 22 Juni 2020
jafarlawcenter@gmail.com

34

Anda mungkin juga menyukai