JUPRIADI
ABSTRAK
Penyedia jasa konstruksi dan pengguna jasa konstuksi dalam pelaksanaan kegiatan yang
akan sama-sama disepakati dibidang pengerjaan kontruksi membutuhkan konstruksi untuk
meminimalisir terjadinya sengketa konstruksi antara masing-masing pihak. Fenomena
dewasa ini dalam pengerjaan di bidang kontruksi meskipun sudah diatur melalui kontrak
yang telah sama-sama disepakati dan terikat secara hukum akan tetapi masih adanya
dijumpai penyelewengan-penyelewengan serta penyimpangan yang tidak sesuai dengan
pedoman dalam pelaksanaan kegiatan dibidang kontruksi yang diatur dalam kontrak
konstruksi. Sengketa kontruksi mencakup sengketa biaya, sengketa waktu, sengketa
lingkup pekerjaan, sengketa gabungan antara perubahan biaya, waktu dan lingkup
pekerjaan, serta sengketa administrasi. Berdasarkan hal itu penyelesaian sengketa
kontruksi dapat dilakukan secara litigasi dan non litigasi. Penyelesaian sengketa kontruksi
secara litigasi terjadi ketika pihak yang bersengketa atau pihak yang merasa dirugikan
membawa kasus tersebut ke ranah hukum pengadilan perdata untuk mendapat hasil yang
bersifat final dan mengikat. Selanjutnya penyelesaian sengketa diluar pengadilan
diantaranya melalui negosiasi dimana masing-masing pihak yang bersengketa bertemu
secara langsung dan saling mengutarakan permintaan dan penawaran, berikutnya melalui
musyawarah untuk menyelesaikan sengketa secara kekeluargaan, berikutnya melalui
konsiliasi dengan peran konsultan dalam menangani sengketa secara teknis di lapangan
serta melalui arbitrase dengan suatu badan arbitrase berdasarkan surat perjanjian kontrak
dimana masing-masing pihak sepakat memilih penyelesaian sengketa secara arbitrase
yang dituangkan tertulis oleh pihak I dan Pihak II yang bersengketa. Hasil keputusan
penyelesaian sengketa secara arbitrase bersifat mengikat secara final.
1. Pendahuluan
1
serta asuransi, pekerjaan tambahan, manajemen kontruksi, hak dan kewajiban masing-
masing pihak, pengendalian pelaksanaa pekerjaan, personil dan peralatan konstruksi,
bahan dan material, retribusi, jaminan kegagalan kontruksi, keadaan kahar, sanksi dan
denda, penghentian dan pemutusan kontrak kerja, resiko dan tanggung jawab, serta
penyelesaian sengketa apabila terjadi sengketa. Kontrak kontruksi membuktikan bahwa
telah terjadinya hubungan kontraktual antara pihak penyedia jasa kontruksi atau
kontraktor dan pihak pengguna jasa kontruksi (Karolus, 2018).
Sengketa kontruksi dapat berdampak pada kedua belah pihak diantaranya yaitu
kerugian waktu, adanya biaya-biaya tambahan, serta terkurasnya tenaga dan fikiran.
Selain itu dengan adanya sengketa kontruksi otomatis pekerjaan akan terhenti sehingga
pekerjaan kontruksi akan semakin terkendala (Suntana, 2018).
2
klaim ini harus dianalisis secara cermat (Miftahul Huda, 2009). Setelah dianalisis maka
perlu dicari solusi penyelesaian sengketa kontruksi yang terjadi.
2. Studi Pustaka
Penyelesaian sengketa kontruksi dapat dilakukan melalui dua pilihan yaitu litigasi
dan non litigasi. Penyelesaian sengketa secara litigasi melalui pengadilan dengan
mengikuti ketentuan dan prosedur hukum sesuai dalam Kitab Undang-Undang Hukum
3
Acara Perdata. Penyelesaian sengketa non litigasi dapat melalui arbitrase (lembaga atau
ad hoc) ataupun melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) seperti konsultasi,
negosiasi, mediasi, dan konsiliasi.
Penyelesaian sengketa kontruksi biasanya sudah diatur dan disepakati oleh kedua
belah pihak sehingga pihak-pihak yang bersengketa dapat melakukan penyelesaian
sengketa sesuai dengan perjanjian yang dicantumkan dalam kontrak (Martin Putri Nur
Jannah & Dewi Nurul Musjtari, 2019). Apabila di dalam kontrak tidak disebutkan
tempat atau cara penyelesaian kasusnya maka dalam hal ini pihak yang bersengketa
dapat memilih cara penyelesaian sengketa yaitu melalui pengadilan ataupun di luar
pengadilan (Teuku Firmansyah, 2019). Hal ini sesuai dengan Pasal 88 UU Jasa
Konstruksi yang berbunyi: “Penyelesaian sengketa yang timbul dari Kontrak Kerja
Konstruksi diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat. Dalam hal para pihak
yang bersengketa tidak menemukan kesepakatan, maka penyelesaian sengketa
ditempuh melalui tahapan upaya penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Kontrak
Kerja Konstruksi atau dalam hal tidak tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi,
para pihak bersengketa membuat suatu persetujuan tertulis mengenai tata acara
penyelesaian sengketa yang akan dipilih”.
Berdasarkan pelaporan Martin Putri Nur Jannah & Dewi Nurul Musjtari (2019)
salah satu sengketa konstruksi yang disebabkan keterlambatan dalam penyelesaian
pembangunan yang tidak sesuai kontrak perjanjian yaitu proyek pembangunan gedung
Perpustakaan Grahatama Pustaka yang dimulai pada tahun 2010 dan seharusnya selesai
pada tahun 2012 sesuai kontrak perjanjian dengan Surat Perjanjian Kontrak
Nomor:011/22381008/AMPS/SKH/VI/2012. Akan tetapi proyek yang dilaksanakan PT.
Ampuh Sejahtera tersebut tidak dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan
sehingga pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memberhentikan sementara
aktivitas kegiatan pembangunan dan membawa sengketa ke jalur Pengadilan Negeri
Bantul karena menganggap kontraktor melakukan wanprestasi serta melakukan
kelalaian sehingga terjadinya keterlambatan dalam penyelesaian pembangunan gedung
Perpustakaan Grahatama Pustaka.
4
pembayaran sebesar Rp. 8.820.562.000,- (delapan milyar delapan ratus dua puluh juta
lima ratus enam puluh dua ribu rupiah) dan bunga sebesar 0,48% per Bulan dari
kekurangan pembayaran tersebut.
5
dalam Surat Perjanjian Nomor:1575/TU.04.04/28/SP/2011 dengan nama pekerjaan
Proyek EPC Pengembangan Pelabuhan PT. Petrokimia Gresik.
Sengketa terjadi yaitu ketika pihak PT Petrokimia Gresik selaku pengguna jasa
meminta perubahan desain kontruksi bangunan fisik kepada PT Hutama Karya selaku
penyedia jasa kontruksi karena desain kontruksi yang telah berjalan secara fisik tidak
sesuai dengan apa yang diinginkan. Berdasarkan hal tersebut, pihak penyedia jasa
kontruksi meminta tambahan waktu serta tambahan biaya karena apabila desain berubah
berarti alat serta material yang akan dibutuhkan juga bertambah atau menyesuaikan
dengan desain yang baru sehingga otomatis biayanya akan berbeda dari yang awal serta
waktu pengerjaanyapun membutuhkan tambahan waktu. Akan tetapi klaim tersebut
ditolak oleh pihak PT Petrokimia Gresik karena menganggap bahwa perubahan desain
bangunan kontruksi merupakan tanggung jawab mutlak pihak penyedia jasa bukan
tanggung jawab dari pengguna jasa dalam hal ini yaitu pihak PT Petrokimia Gresik.
Sesuai isi surat Perjanjian pada pasal 8 angka 8.1 paragraf kedua berbunyi “Jika
perubahan-perubahan menyebabkan penambahan atau pengurangan yang berarti
dalam jumlah atau secara berarti mengubah sifat pekerjaan atau proyek, suatu
penyesuaian yang pantas yang harus dibayar kepada kontraktor dan penyesuaian
apapun atas jadwal dan jaminan-jaminan yang diperlukan sebagai akibat hal tersebut,
jika ada, akan dibuat dalam perjanjian”.
Berdasarkan isi surat perjanjian tersebut antara pihak PT Petrokimia Gresik dan
PT Hutama Karya memiliki interpretasi yang berbeda terkait perubahan desain
kontruksi. PT Hutama Karya memiliki interpretasi bahwa karena terjadi perubahan
desain kontruksi dimana hal tersebut sepenuhnya merupakan tanggung jawab penyedia
jasa sehingga PT Hutama Karya berhak meminta tambahan waktu dan tambahan biaya.
Hal ini karena setelah ditinjau ulang terdapat penambahan beberapa material
diantaranya yaitu penambahan light steel rail JIS, splitter gate complete, brake motor 55
Kw, extend panel, cable power, cable NYAF, Motor 30 Kw, Penambahan pipa pancang
OD 1270 mm, engineering dan permodelan, cathodic protection dan pile jacket.
Sementara itu, pihak PT Petrokimia Gresik memiliki interpretasi yang berbeda, dimana
menurutnya selaku pengguna jasa sudah menjadi haknya untuk meminta perubahan
desain kontruksi tanpa memberikan tambahan biaya dan waktu karena perubahan desain
adalah resiko dari pihak penyedia jasa.
6
3.3 Penyelesaian Sengketa Kontruksi Melalui Jalur Musyawarah
Sengketa konstruksi juga terjadi antara PT SCHOTT Igar Glass dan PT Rol
Natamaro Indonesia (Sri Ulisah, Bambang Eko Turisno, Ery Agus Priyono, 2017).
Berdasarkan surat perjanjian yang telah disepakati dan ditanda tangani di Cikarang
tanggal 22 Agustus 2013 oleh ke dua belah pihak dimana seharusnya pengerjaan proyek
yang dikerjakan oleh PT Rol Natamaro Indonesia harus selesai pada tanggal 31 Januari
2014. Akan tetapi ternyata PT Rol Natamaro Indonesia melakukan wanprestasi karena
lalai dalam melaksanakan tugas sehingga pengerjakan proyek mengalami keterlambatan
selama lebih dari 25 hari dari tanggal yang ditetapkan. Keterlambatan pengerjaan
proyek kontruksi selama lebih dari 25 hari yang dilakukan PT Rol Natamaro Indonesia
membuat PT SCHOTT Igar Glass melayangkan Surat Pemberitahuan Denda
Keterlambatan No. 036/Schott- ROL//2014 pada tanggal 16 Mei 2014 kepada PT Rol
Natamaro Indonesia dengan rincian denda 5% dari total Harga Tetap atau sebesar Rp
365.000.000.
7
Menanggapi hal itu PT SCHOTT Igar Glass memberi alasan bahwa tidak
diresponnya surat permohonan penambahan waktu oleh PT Rol Natamaro Indonesia
karena hal itu bukan suatu kewajiban dan tidak ditetapkan dalam surat perjanjian
dimana dalam hal ini pihak PT SCHOTT Igar Glass tetap tidak dapat menerima alasan
apapun dari pihak PT Rol Natamaro Indonesia karena sebelumnya pihak pengawas PT
SCHOTT Igar Glass telah berupaya mengingatkan kepada PT Rol Natamaro bahwa
pengerjaan proyek tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Berdasarkan
pertimbangan itu pihak PT SCHOTT Igar Glass memutuskan kontrak kerja sama
kontruksi dengan dalih bahwa adanya kecacatan atau terdapatnya kerusakan bangunan
saat masa pemeliharaan sehingga hal ini membuat pihak PT SCHOTT Igar Glass
merasa PT Rol Natamaro Indonesia tidak serius dan tidak bertanggung jawab secara
maksimal akan tugas-tugas yang harus dilakukan sesuai dengan perjanjian kontrak
selama proses pengerjaan proyek kontruksi yang dilakukan. Akan tetapi PT Rol
Natamaro Indonesia merasa keberatan atas pemutusan kontrak kerja tersebut dan
memperkuat penolakan dengan dalih bahwa PT SCHOTT Igar Glass telah membuat
keputusan denda keterlambatan secara sepihak.
Berdasarkan kasus sengketa kontruksi yang terjadi antara PT SCHOTT Igar Glass
dan PT Rol Natamaro Indonesia menurut kacamata penulis hal ini memang disebabkan
karena kesalahan dari PT Rol Natamaro Indonesia karena masalah diawali kesalahan
perencanaan. Seharusnya kesalahan perencanaan bisa di tanggulangi secara cepat oleh
tim atau pihak PT Rol Natamaro Indonesia sehingga mereka harus mengejar
ketertinggalan dengan bekerja lebih ekstra lagi agar penyelesaian proyek dapat selesai
sesuai deadline waktu yang ditetapkan dalam surat perjanjian.
Penyelesaian sengketa kontruksi yang terjadi antara PT SCHOTT Igar Glass dan
PT Rol Natamaro Indonesia diatur dalam perjanjian kontrak pada Pasal 16.2, yaitu:
“Perselisihan akan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat antara Kontraktor
dan Klien. Jika musyawarah tidak tercapai dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, sengketa
tersebut akan diselesaikan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) untuk
mendapatkan putusan yang diterima kedua belah pihak. Kedua belah pihak sepakat
untuk tunduk kepada semua ketentan dan prosedur dari BANI dan keputusan BANI
harus diterima oleh kedua belah pihak dan bersifat final dan mengikat bagi para
pihak.”.
8
tambahan. Musyawarah dilakukan antara Lardis Manullang selaku direktur PT Rol
Natamaro Indonesia dan Subagyo Wirjantoro selaku PT SCHOTT Igar Glass.
4. Kesimpulan
Daftar Pustaka
Djanika, S. S. 2018. Mitigasi Sengketa Hukum dalam Kontrak Kerja Konstruksi. Hand
Out Workshop, 1-9
9
Ismanto, H, dan Hardjomuljadi, S. 2018. Analisis Pengaruh Dewan Sengketa &
Arbitrase terhadap Penyelesaian Sengketa Konstruksi Berdasarkan Fidic
Condition Of Contract 2017. Jurnal Konstruksia, Vol 10, No. 1, 10-15
Sidik, J., Kania, B., Naufal, R. 2020. Penyelesaian Sengketa Jasa Konstruksi di Luar
Pengadilan Bagi Pelaku Usaha Jasa Konstruksi di Jawa Barat. Jurnal Pengabdian
Tri Bahkti, Vol.2, No.1, 21-27
Udi, D.A., Fitriyanti, F., Ma’Arif, F., Baldah, N., Utoyo, B. 2020. State of The Art
Perselisihan Kontrak Konstruksi di Indonesia. INERSIA, Vol. XVI No. 2, 1-13
Ulisah, S., Turisno, B.E., Priyono, E.A. 2017. Penyelesaian Perselisihan Wanprestasi
akibat Keterlambatan Pelaksanaan Perjanjian Jasa Konstruksi Antara PT
SCHOTT IGAR GLASS dan PT Rol Natamaro Indonesia. Diponegoro Law
Jurnal, Vol. 2, No.2, 1-13
Wibowo, P., Hilmy, U., Djumikasih. Penyelesaian Sengketa antara Pengguna Jasa
dengan Penyedia Jasa dalam Hal Perbedaan Interpretasi Klausul Kontrak tentang
Perubahan Desain Konstruksi Bangunan (Studi Kontrak antara PT Hutama Karya
(Persero) dengan PT Petrokimia Gresik). Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Brawijaya. Vol.1, No.1, 1-18
10