Anda di halaman 1dari 4

Tinjauan Umum Tentang Kontrak Kerja Konstruksi

1. Definisi Kontrak Kerja Konstruksi

Menurut Black’s Law Dictionary yang dikutip dari buku karya Salim H.S. pengertian kontrak
konstruksi adalah

“Contract contruction is type of contract in which plans and


specification for construction are made a part of contract itself
and commonly it secured by performance and payment bonds
to protect both subcontractor and party for whom building is
being constructed”

Hal ini berarti bahwa kontrak konstruksi adalah suatu kontrak yang memuat
perencanaan dan spesifikasi untuk suatu konstruksi sebagai bagian dari perjanjian tersebut
dan pada umumnya kontrak tersebut untuk melindungi subkontraktor dan para pihak
pemilik bangunan. Menurut R. Subekti yang dimaksud dengan perjanjian jasa konstruksi
yaitu suatu perjanjian antara seseorang yaitu pihak yang memborongkan pekerjaan dengan
seseorang yang lain sebagai pihak pemborong pekerjaan, dimana pihak pertama
menghendaki suatu hasil yang disanggupi oleh pihak lawan atas pembayaran sejumlah uang
sebagai harga jasa konstruksi.

Hal yang terpenting bukanlah cara pemborong mengerjakan pekerjaan tersebut


melainkan hasil yang akan diserahkan dalam keadaan baik dalam suatu jangka waktu yang
telah diterapkan dalam perjanjian. Berdasakran hal tersebut dengan demikian kontrak
konstruksi merupakan sebuah perjanjian yang melahirkan perikatan untuk memenuhi atau
mencapai suatu prestasi yaitu selesainya pekerjaan konstruksi.

Dalam pasal 1 angka 8 Undang-Undang No.2 Tahun


2017 tentang Jasa Konstruksi (UUJK) disebutkan
sebagai berikut : “Kontrak Kerja Konstruksi adalah
keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur
hubungan hukum antara Pengguna Jasa dan
Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa
Konstruksi.”

2. Pasal-pasal Dalam Kontrak Kerja Konstruksi

Pasal-pasal dalam Kontrak Kerja Konstruksi sebenarnya tergantung dari keinginan para pihak
dalam Kontrak Kerja Konstruksi itu sendiri artinya bahwa setiap kesepakatan yang dicapai
oleh Para Pihak harus dituangkan secara tertulis. Namun untuk memudahkan Para Pihak
dalam merumuskan Kontrak Kerja Konstruksi dalam UUJK sudah diatur mengenai kewajiban
untuk memuat uraian yaitu :

a. para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak;


b. rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai
pekerjaan, harga satuan, lumsum, dan batasan waktu pelaksanaan;
c. masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan pemeliharaan
yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa;
d. hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa untuk memperoleh hasil
Jasa Konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan, serta
hak Penyedia Jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya
melaksanakan layanan Jasa Konstruksi;
e. penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan tenaga kerja
konstruksi bersertifikat;
f. cara pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban Pengguna Jasa dalam
melakukan pembayaran hasil layanan Jasa Konstruksi, termasuk di dalamnya jaminan
atas pembayaran;
g. wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;
h. penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian
perselisihan akibat ketidaksepakatan;
i. pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi, memuat ketentuan tentang pemutusan Kontrak
Kerja Konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak;
j. keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan
dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak;
k. Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban Penyedia Jasa dan/atau
Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu pertanggungjawaban
Kegagalan Bangunan;
l. pelindungan pekerja, memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;
m. pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat kewajiban
para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian atau
menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;
n. aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang
lingkungan;
o. jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam
pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan Bangunan; dan
p. pilihan penyelesaian sengketa konstruksi.

Uraian yang disebutkan di atas dapat juga diartikan sebagai uraian minimal yang harus ada
dalam Kontrak Kerja Konstruksi. Selain hal-hal tersebut di atas Para Pihak dapat menentukan
syarat dan ketentuan lain yang akan dimuat dalam Kontrak Kerja Konstruksi sepanjang
disepakati Para Pihak dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Perlu dipahami
bahwa industri sangat dinamis karena terbuka dengan perkembangan zaman terutama
dalam industri 4.0 seperti saat ini sehingga Kontrak Kerja Konstruksi sebagai dasar hukum
pelaksanaan konstruksi sudah sewajarnya bersifat adaptif.

Sebuah kontrak kerja konstruksi, sebagaimana kontrak pada umumnya akan


menimbulkan hubungan hukum antara para pihak yang membuat perjanjian. Hubungan
hukum tersebut merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum antara pengguna
jasa dan penyedia jasa dalam bidang konstruksi berupa timbulnya hak dan kewajiban di
antara para pihak. Momentum timbulnya akibat itu adalah sejak ditandatanganinya kontrak
kerja konstruksi oleh pengguna jasa dan penyedia jasa. Dengan demikian dapat disimpulkan,
bahwa unsur-unsur yang harus ada dalam kontrak kerja konstruksi adalah :

1. adanya subjek, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa;


2. adanya objek, yaitu konstruksi yang berhubungan dengan konstruksi bangunan dan
perwujudan fisik lainnya;
adanya dokumen yang mengatur hubungan antara pengguna jasa dan penyedia jasa,
yaitu keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa
dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan

3. Pihak-pihak Yang Terlibat Dalam Kontrak Kerja Konstruksi

Gambar di atas menunjukkan keterlibatan pihak-pihak dalam pekerjaan konstruksi

tentunya pihak-pihak yang terlibat dalam pekerjaan konstruksi juga terlibat pula dalam

Kontrak Kerja Konstruksi. Pihak-pihak yang dimaksud adalah pihak yang mempunyai

kepentingan dalam pekerjaan Konstruksi termasuk pihak-pihak yang meskipun tidak

langsung berhubungan dengan salah satu pihak namun mempunyai kepentingan dalam

pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi, pihak-pihak tersebut adalah :


a. Pemberi Kerja (Employer) istilah ini sering dipakai untuk kontrak-kontrak swasta
dan kontrak yang menggunakan standar FIDIC. Dalam Kontrak sering disebut juga
Pengguna Barang/Jasa (Owner), istilah ini sering dipakai dalam kontrak-kontrak
yang menggunakan anggaran APBN dan APBD atau hibah dari Pemerintah. Selain
itu Pemberi Kerja sering disebut juga dengan istilah Pemberi Tugas atau Pemilik
Pekerjaan yang didalam KUH Perdata dikenal dengan bouwheer.
b. Kontraktor, ini merupakan istilah yang paling sering dipakai dalam kontrak-kontrak
konstruksi, artinya pelaksana pekerjaan atau yang mengerjakan kontrak. Namun
dalam kontrak yang menggunakan anggaran APBN dan APBD atau hibah dari
Pemerintah disebut dengan nama Penyedia Barang/Jasa. Dalam istilah kontrak
konstruksi konvensional disebut Pemborong, namun istilah ini sudah jarang
ditemui untuk kontrak-kontrak konstruksi yang besar dan kompleks.
c. Manajemen Konstruksi (MK) merupakan konsultan pengawas pekerjaan.
d. Konsultan Perencana merupakan konsultan yang merencanakan desain dan
pekerjaan konstruksi.
e. Quantity Surveyor (QS) merupakan konsultan yang memeriksa dan menilai
kuantitas pekerjaan (progress pekerjaan).
f. Subkontraktor, merupakan pihak yang ikut dalam pelaksana proyek di bawah
kendali Main Kontraktor (Kontraktor Utama).

Terima Kasih

*Ditulis : Rifandi Damanik


oleh
Tanggal : 29 Juli 2021
NIP : 18-696
Unit Kerja : Departemen Produksi

Anda mungkin juga menyukai