Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum Dalam Ekonomi
Olehh:
Semester 2
PURWAKARTA
2022
1. Hukum Konstruksi
kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum
antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Suatu kontrak kerja konstruksi dibuat sekurang-kurangnya harus mencakup uraian adanya:
1. Para pihak.
2. Isi atau rumusan pekerjaan.
3. Jangka pertanggungan dan/atau pemeliharaan.
4. Tenaga ahli.
5. Hak dan kewajiban para pihak.
6. Tata cara pembayaran.
7. Cidera janji.
8. Penyelesaian tentang perselisihan
5. Pengertian Pengangkutan
Kata “pengangkut” berasal dari kata dasae “angkut” yang memiliki arti
mengangkat dan membawa. Dalam kamus hukum tertulis bahwa, pengangkutan adalah
timbal balik antara pengangkut dam pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk
melakukan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu ke tempat ke tempat tujuan
tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim memngikatkan diri untuk membayar ongkos
angkutan.
Dalam hal pengangkutan barang, pengangkutan dapat diartikannya yaitu
memindahkan barang-barang produksi dan barang oerdagangan ke tempat konsumen dan
sebaliknya bagi para produsen pengangkutan barang pengangkut barang memungkinkan
mereka memperoleh bahan-bahan yang mereka perlukan untuk memproduksi barang.
Sebelum pengangkutan dilaksanakan pada umumnya terjadi suatu perjanjian antara
pihak pengangkut dengan pihak pengirim barang. Perjanjian pengangkutan pada pembahasan
ini adalah perjanjian pengangkutan darat dengan menggunakan kendaraan bermotor berupa
bus yang pada dasarnya sama dengan perjanjian pada umumnya. Artinya untuk sahnya suatu
perjanjian haruslah memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata
tentang mengikatnya suatu perjanjian. Menurut Pasal 1320 KUHPerdata syarat sahnya suatu
perjanjian adalah :
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
c. Suatu hal tertentu.
d. Suatu sebab yang halal.
Kemudian Pasal 1388 KUHPerdata menyatakan :
1. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.
2. Perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat
kedua belah pihak.
3. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
6. Jenis-jenis Pengangkutan
8. Fungsi pengangkutan
1. Perjanjian Pengangkutan
Untuk menyelenggarakan pengangkutan, maka terlebih dahulu ada perjanjian
antara pengangkut dan pengirim, perjanjian pengangkutan adalah persetujuan dimana
pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang
atau barang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan pengirim
mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan.
Hak pengangkut atau penyelenggara pengangkutan yang ada dalam KUHD adalah:
Masalah yang sering timbul dalam pengangkutan yaitu tentang waktu sampai barang
di temapt tujuan tidak sesuai dengan perjanjian sebelumnya sehingga menimbulkan kerugian
pada pihak yang punya barang atau pihak pengirim.
Hal-hal yang dapat digolongkan dengan kemusnahan atau kesalahan barang yang
ditimbulkan diluar kesalahan atau kelalaian pihak pengangkut dalam perjanjian pengangkutan
barang adalah karena memaksa (overmatch atau force majeure), cacat pada barang itu sendiri
yaitu dapat diketahui oleh pengangkut sebelum pengangkut barang, kesalahan oleh kelalaian
pengirim itu sendiri.
Pemikiran tentang overmatch (keadaan memaksa) terdapat dua aliran yaitu:
1. Aliran objektif (de objective overmatch leer) atau absolut yaitu debitur berada dalam
keadaan memaksa apabila pemenuhan prestasi itu tidak mungkin dilaksanakan oleh
siapapun juga setiap orang. Misalnya kendaraan bermotor yang mengangkut tersebut
ditimpa longsor tanah ditengah jalan.
2. Aliran subjektif (de subjective overmatch leer) atau relatif, yaitu keadaan memaksa itu
ada apabila debitur masih mungkin melaksanakan prestasi, tetapi praktis dengan
kesukaran atau pengorbanan yang lebih besar, sehingga dalam keadaan yang
demikian itu kreditur tidak dapat menuntut pelaksanaan prestasi. Misalnya putusnya
jalan dan jembatan, sehingga sulit untuk mengoper barang tersebut karena biaya
pengoperannya lebih mahal dari keuntungan yang diperoleh.
Terhadap penumpang selama proses angkutan berlangsung, pengemudi diberikan wewenang
dalam Pasal 47 UULLAJ untuk menurunkan penumpang dan barang diangkut di tempat
perhentian terdekat, apabila membahayakan keamanan dan keselamatan angkutan.
Wewenang ini benar dapat dipertanggung jawabkan secara hukum dan kepatutan antara lain:
a. Penumpang yang melakukan keributan atau pencurian dalam kendaraan dan sudah
diperingatkan terlebih dahulu.
b. Barang yang diangkut ternyata berbahaya bagi keselamatan angkutan.
c. Barang yang dapat mengganggu penumpang karena bau busuk.
Tanggung jawab terhadap pemilik barang dimulai sejak barang diterima pengirim sampai
barang diserahkan kepada penerima ditempat tujuan yang telah disepakati. Namu pengusaha
angkutan umum betanggung jawab atas kerugian yang timbul apabila ia dapat membuktikan,
diantaranya:
1. Peristiwa yang tidak diduga terlebih dahulu (force majeure, Pasal 1244
KUHPerdata).
2. Cacat pada barang itu sendiri.
3. Kesalahan atau kelalaian pengirim atau ekspeditur (Pasal 91 KUHD)