Anda di halaman 1dari 10

RESUME

Aspek Hukum Bisnis Kontrak Konstruksi &

Aspek Hukum Bisnis Pengangkutan

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum Dalam Ekonomi

Mata Kuliah: Aspek Hukum Dalam Ekonomi

Dosen Pengampu: Ali Jamaludin, M.Si

Olehh:

Ririn Siti Fatimah (030121006)

Kelas Reguler Pagi 01

Semester 2

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI DR. KHEZ MUTTAQIEN

PURWAKARTA

2022
1. Hukum Konstruksi

Hukum konstruksi adalah seluruh perangkat peraturan perundang-undangan yang


bertalian dengan bangunan, meliputi pendirian, perawatan, pembongkaran, penyerahan, baik
yang bersifat perdata maupun publik/administrative. Jasa kontruksi adalah layanan jasa
kontruksi perencanaan pekerjaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan
konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi. Para pihak dalam
suatu pekerjaan konstruksi terdiri dari pengguna jasa dan penyedia jasa. Pengguna jasa dan
penyedia jasa dapat merupakan orang perseorangan atau badan usaha baik yang berbentuk
badan hukum maupun yang bukan berbentuk badan hukum.

2. Aspek-aspek dalam hukum kontrak kerja konstruksi

kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum
antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Suatu kontrak kerja konstruksi dibuat sekurang-kurangnya harus mencakup uraian adanya:
1. Para pihak.
2. Isi atau rumusan pekerjaan.
3. Jangka pertanggungan dan/atau pemeliharaan.
4. Tenaga ahli.
5. Hak dan kewajiban para pihak.
6. Tata cara pembayaran.
7. Cidera janji.
8. Penyelesaian tentang perselisihan

3. Peraturan Perundang-Undangan Terkait Kontrak Kontruksi

1. . Undang-undang No. 2 Tahun 2017.


2. . Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
3. . Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 14 tahun 2020
tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi
4. . Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 14
tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi

4. Pihak-pihak dan Macam-macam Jaminan Dalam Jasa Kontruksi

Para pihak dalam pengikatan Jasa Konstruksi terdiri atas:


1. Pengguna Jasa, bisa orang perorangan atau badan .
2.Penyedia Jasa, bisa orang perorangan atau badan.
Pengadaan secara elektronik merupakan metode pemilihan Penyedia Jasa yang sudah
tercantum dalam katalog. Katalog adalah informasi yang memuat daftar, jenis, spesifikasi
teknis, tingkat komponen dalam negeri, produk dalam negeri, produk SNI, produk hijau,
negara asal, harga, penyedia, dan informasi lainnya terkait barang atau jasa tertentu.
Penunjukan langsung dapat dilakukan dalam hal:
a. penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat;
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dalam keadaan darurat dapat dilakukan tidak hanya untuk
bangunan yang bersifat sementara namun dapat juga untuk bangunan yang bersifat permanen.
b. pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan oleh Penyedia Jasa yang sangat
terbatas atau hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak
c. pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut keamanan dan keselamatan negara
d. pekerjaan yang berskala kecil
e. kondisi tertentu.
Pengadaan langsung dilakukan untuk paket dengan nilai tertentu.
Pemilihan Penyedia Jasa dan penetapan Penyedia Jasa dalam pengikatan hubungan kerja Jasa
Konstruksi dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. kesesuaian antara bidang usaha dan ruang lingkup pekerjaan
b. kesetaraan antara kualifikasi usaha dan beban kerja
c. kinerja Penyedia Jasa
d. pengalaman menghasilkan produk konstruksi sejenis.
Penyedia Jasa dan Subpenyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus:
a. sesuai dengan perjanjian dalam kontrak
b. memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan
c. mengutamakan warga negara Indonesia sebagai pimpinan tertinggi organisasi proyek.
Pengguna Jasa bertanggung jawab atas biaya Jasa Konstruksi sesuai dengan
kesepakatan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.Biaya Jasa Konstruksi dapat bersumber dari
dana Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha, dan/atau masyarakat.
Tanggung jawab atas biaya Jasa Konstruksi dibuktikan dengan:
a. kemampuan membayar
b. komitmen atas pengusahaan produk Jasa Konstruksi.
Dalam pemilihan Penyedia Jasa , Penyedia Jasa menyerahkan jaminan kepada
Pengguna Jasa untuk memenuhi kewajiban sebagaimana dipersyaratkan dalam dokumen
pemilihan Penyedia Jasa. Jaminan ini hanya berlaku bagi Penyedia Jasa utama, yaitu
Penyedia Jasa yang langsung melakukan pengikatan kontrak dengan Pengguna Jasa.
Jaminan terdiri atas:
a. jaminan penawaran
Jaminan penawaran” adalah jaminan yang diberikan peserta pemilihan kepada kelompok
kerja unit layanan pengadaan sebelum batas akhir pemasukan penawaran.
b. jaminan pelaksanaan;
Jaminan pelaksanaan” adalah jaminan bahwa Penyedia Jasa akan menyelesaikan pekerjaan
sesuai dengan ketentuan Kontrak Kerja Konstruksi.
c. jaminan uang muka;
Jaminan uang muka adalah jaminan yang diberikan Penyedia Jasa kepada Pengguna Jasa
sebelum Penyedia Jasa menerima uang muka untuk memulai Pekerjaan Konstruksi.
d. jaminan pemeliharaan
Jaminan pemeliharaan adalah jaminan yang diberikan Penyedia Jasa kepada Pengguna Jasa
selama masa pertanggungan yaitu waktu antara penyerahan pertama kalinya hasil akhir
pekerjaan dan penyerahan kedua kalinya hasil akhir pekerjaan.
e. jaminan sanggah banding.
Jaminan sanggah banding adalah jaminan yang harus diserahkan oleh Penyedia Jasa yang
akan melakukan sanggah banding.
Para pihak dalam perjanjian penyediaan bangunan terdiri atas:
a. pihak pertama sebagai pemilik bangunan
b. pihak kedua sebagai penyedia bangunan.
Para pihak terdiri atas:
a. orang perseorangan
b. badan.
Penyediaan bangunan dapat dilakukan melalui kerja sama Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah dengan badan usaha dan/atau masyarakat. ) Dalam perjanjian penyediaan
bangunan , penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus dilakukan oleh Penyedia Jasa. Ketentuan
lebih lanjut mengenai perjanjian penyediaan bangunan diatur dalam Peraturan Presiden.

5. Pengertian Pengangkutan

Kata “pengangkut” berasal dari kata dasae “angkut” yang memiliki arti
mengangkat dan membawa. Dalam kamus hukum tertulis bahwa, pengangkutan adalah
timbal balik antara pengangkut dam pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk
melakukan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu ke tempat ke tempat tujuan
tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim memngikatkan diri untuk membayar ongkos
angkutan.
Dalam hal pengangkutan barang, pengangkutan dapat diartikannya yaitu
memindahkan barang-barang produksi dan barang oerdagangan ke tempat konsumen dan
sebaliknya bagi para produsen pengangkutan barang pengangkut barang memungkinkan
mereka memperoleh bahan-bahan yang mereka perlukan untuk memproduksi barang.
Sebelum pengangkutan dilaksanakan pada umumnya terjadi suatu perjanjian antara
pihak pengangkut dengan pihak pengirim barang. Perjanjian pengangkutan pada pembahasan
ini adalah perjanjian pengangkutan darat dengan menggunakan kendaraan bermotor berupa
bus yang pada dasarnya sama dengan perjanjian pada umumnya. Artinya untuk sahnya suatu
perjanjian haruslah memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata
tentang mengikatnya suatu perjanjian. Menurut Pasal 1320 KUHPerdata syarat sahnya suatu
perjanjian adalah :
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
c. Suatu hal tertentu.
d. Suatu sebab yang halal.
Kemudian Pasal 1388 KUHPerdata menyatakan :
1. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.
2. Perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat
kedua belah pihak.
3. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

6. Jenis-jenis Pengangkutan

Pengangkutan sebagai sarana untuk mempermudah sampainya seseorang atau barang


disuatu tempat dan dilakukan dengan berbagai cara dan dengan menempuh perjalanan yang
berbeda.
Dimana pengangkutan yang sering digunakan di dalam dunia pengangkutan terbagi atas 3
jenis pengangkutan yaitu:
1. Pengangkutan Darat
2. Pengangkutan Udara
3. Pengangkutan di Perairan.
Transportasi atau pengangkutan dapat dikelompokan menurut macam atau jenisnya yang
dapat ditinjau dari segi barang yang diangkut, dari segi geografis transportasi itu berlangsung,
dari sudut teknis serta sudut alat angkutannya. Secara rinci klasifikasi transportasi sebagai
berikut :
Dari segi yang diangkut, transportasi meliputi:
1. Angkutan penumpang (passanger)
2. Angkutan barang (goods)
3. Angkutan pos (mail).
Pengangkutan darat mempunyai ruang lingkup yang luas seperti angkutan yang
dilakukan pada jalan raya serta rel kereta api.6 Dalam undang-undang No. 3 tahun 1965
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya tidak ada pengaturan hak dan kewajiban
mengenai pengangkutan barang maupun penumpang.

7. Objek dan Pihak Dalam Pengangkutan

Agar terlaksananya pengangkutan tersebut dengan baik sesuai dengan tujuannya,


maka dilaksanakan pengangkutan yang diadakan perjanjian antara pihak pengangkut dengan
pihak pengirim barang. Dimana objek pengangkutan antara lain:
a. Pengangkutan Barang
Dalam pengangkutan barang yang menjadi objek pengangkutan “barang”. Barang yang
dimaksud adalah barang yang sah dan dilindungi oleh undang-undang.
b. Pengangkutan Orang
Berbeda dengan pengangkutan barang, yang menjadi objek dalam perjanjian pengangkutan
adalah “orang”. Dalam hal perjanjian pengangkutan orang penyerahan kepada pengangkut
tidak ada.
Wiwoho Soedjono menjelaskn bahwa di dalam pengangkutan di laut terutama mengenai
pengangkutan barang, maka perlu diperhatikan adanya tiga unsur yaitu : pihak pengirim,
pihak penerima barang dan barang itu sendiri.
Perjanjian pengangkutan barang pihak yang terkait bisa terdiri dari:
1. Pihak pengangkut (penyedia jasa pengangkutan), yaitu pihak yang berkewajiban
memberikan pelayanan jasa angkutan, barang dan berhak atas penerimaan
pembayaran seperti yang diperjanjikan.
2. Pihak pengirim barang (pengguna jasa angkutan), yaitu pihak yang berkewajiban
untuk membayar ongkos angkutan sesuai yang telah disepakati dan berhak
memperoleh jasa pelayanan angkutan atas barang yang dikirim.
3. Pihak penerima barang (pengguna jasa angkutan), sama dengan pihak pengirim
namun ada kalanya pihak pengirim barang juga sebagai pihak penerima barang yang
diangkut ketempat tujuan.

8. Fungsi pengangkutan

Fungsi pengangkutan itu adalah dengan dilakukannya kegiatan pengangkutan itu


maka barang atau benda yang diangkut itu akan meningkatkan daya guna maupun nilai
ekonomisnya.

9. Tanggung Jawab Dalam Hukum Pengangkutan

Pengusaha pengangkutan bertanggung jawab atas keselamatan barang, kelambatan


datangnya barang, kerusakan dan kehilangan barang yang diangkut dengan demikian posisi
pengusaha pengangkutan sama dengan pengangkutan yang dimaksud dalam Pasal 91 KUHD
yang berbunyi: “Pengangkut harus menanggung segala kerusakan yang terjadi pada barang-
barang angkutan lainnya setelah barang itu mereka terima untuk diangkut, kecuali kerusakan-
kerusakan yang diakibatkan karena suatu cacat pada barang itu sendiri karena keadaan yang
memaksa atau karena kesalahan atau kelupaan si pengirim”.
Dalam hukum pengangkutan dikenal tiga prinsip tanggung jawan yaitu : tanggung jawab
karena kesalahan, tanggung jawab karena praduga, dan tanggung jawab mutlak.

1. Tanggung Jawab Karena Kesalahan (foult liability)


Menurut prinsip ini, setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dan penyelenggaran
pengangkutan harus bertanggung jawab membayar segala kerugian yang timbul akibat
kesalahannya. Pihal yang menderita yang menderita kerugian wajib membuktikan kesalahan
pengangkut. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan bukan pada pihak
pengangkut. Prinsip ini diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan
hukum sebagai aturan umum. Sedangkan aturan khusus ditentukan dalam undang-undang
yang mengatur masing-masing jenis pengangkutan. Pengertian kerugian yang diderita oleh
pengguna jasa tidak termasuk keuntungan yang diperoleh ataupun biaya pelayanan yang
sudah dinikmati.
2. Tanggung Jawab Karena Praduga (presmption liability)
KUHD juga menganut prinsip tanggung jawab karena praduga. Hal ini dapat dipahami
dalam Pasal 468 ayat 2 KUHD yang menentukan bahwa barang yang diangkut itu tidak
diserahkan sebagian atau seluruhnya atau rusaknya, pengangkut bertanggung jawab
mengganti kerugian kepada pengirim kecuali jika ia dapat membuktikan bahwa tidak
diserahkan sebagai atau seluruh atau rusaknya barang itu karena peristiwa yang tidak dapat
dicegah atau tidak dapat dihindari.
3. Tanggung Jawab Mutlak (absolute liability)
Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang
timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpakeharusan pembuktian ada
tidaknya kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian unsur
kesalahan tak perlu dipersoalkan.
Pengusaha angkutan umum bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh
penumpang, dan pengirim barang karena kelalaiannya dalam melaksanakan pelayanan
angkutan (Pasal 45 ayat 1) UULLAJ.
Tanggung jawab pengusaha angkutan umum terhadap pemilik barang (pengirim) dimulai
sejak barang diterima untuk diangkut sampai diserahkannya barang kepada pengirim atau
penerima (Pasal 46 ayat 3 dan 4 UULLAJ). Besarnya ganti rugi adalah sebesar kerugian yang
secara nyata ini adalah ketentuan undang-undang yang tidak boleh disimpangi oleh
pengangkut melalui ketentuan perjanjian yang menguntungkannya karena ketentuan ini
bersifat memaksa (dwingendrecht). Tidak termasuk dalam pengertian kerugian secara nyata
diderita dantara lain:
1. Keuntungan yang diharapkan dapat terpenuhi.
2. Biaya atas layanan yang telah dinikmati.
10. Perjanjian Pengangkutan dan Hak serta Kewajiban Para Pihak

1. Perjanjian Pengangkutan
Untuk menyelenggarakan pengangkutan, maka terlebih dahulu ada perjanjian
antara pengangkut dan pengirim, perjanjian pengangkutan adalah persetujuan dimana
pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang
atau barang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan pengirim
mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan.

Dalam undang-undang ditentukan bahwa pengangkut bertanggung jawab terhadap


segala kerugian yang timbul akibat kesalahan, kecuali :

a. Keadaan memaksa (force majeur)


b. Cacat barang itu sendiri
c. Kesalahan dan kelalaian pengirim atau pemilik barang.

Ada kelompok yang menyatakan bahwa perjanjian pengangkutan suatu perjanjian


untuk melakukan pekerjaan. Purwosutjipto berpendapat bahwa perjanjian
pengangkutan adalah suatu perjanjian campuran, karena mempunyai unsur:

a. Pelayanan berkala (Pasal 1601 KUHPer)


b. Unsur penyimpanan, adanya penetapan dalam Pasal 468 ayat 1 KUHD
c. Unsur pemberian kuasa terdapat dalam Pasal 371 ayat 1 KUHD.

2. Hak dan Kewajiban Para Pihak


Dalam KUHD juga diatur mengenai hak dan kewajiban serta tanggung jawab dari
pada pengangkut atau penyelenggara.

Hak pengangkut atau penyelenggara pengangkutan yang ada dalam KUHD adalah:

1. Mendapatkan pembayaran atas prestasi yang dilakukan.


2. Pengangkut berhak atas suatu penggantian kerugian yang dideritakan
karenakan surat menyurat yang diperlukan untuk pengangkut tersebut
tidak diserahkan kepadanya sebagaimana mestinya.(Pasal 478 ayat 1
KUHD).
3. Pengangkut berhak menerima penggantian kerugian yang dideritanya
karena pengiriman telah memberikan keterangan yang salah atau tidak
lengkapnya tentang macam dan sifatnya barang tersebut, kecuali ia tahu
sepatutnya mengetahui akan sifat dan macam-macam barang tersebut
(Pasal 479 ayat 1 KUHD).
Selain adanya hak pada si pengangkut atau penyelenggara, pengangkut juga mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab yang diatur dalam KUHD. Dimana kewajiban dan
tanggung jawab pengangkut atau penyelenggaraan pengangkutan itu adalah:
1. Pengangkut wajib menjaga keselamatan barang yang diangkutnya mulai
saat diterimanya hingga diserahkannya barang tersebut. (Pasal 468 ayat 1
KUHD).
2. Pengangkut wajib mengganti kerugian yang disebabkan karena barang-
barang tersebut seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkan dan
barang tersebut rusak kecuali apabila si pengangkut dapat membuktikan
bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan tersebut disebabkan
oleh suatu malapetaka yang tidak dapat dicegah ataupun dihindarkan atau
memang cacat tersebut adalah bawaan dari barang itu atau karena
kesalahan dari si pengirim. (Pasal 468 ayat 2 KUHD).
3. Pengangkut wajib bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan
karena keterlambatan penyerahan barang yang dikirimkan kecuali apabila
si pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut
disebabkan malapetaka yang tidak dapat dicegah ataupun dihindarkan.
(Pasal 447 KUHD).

11. Ganti Kerugian Terhadap Penumpang dan Barang Angkutan

Masalah yang sering timbul dalam pengangkutan yaitu tentang waktu sampai barang
di temapt tujuan tidak sesuai dengan perjanjian sebelumnya sehingga menimbulkan kerugian
pada pihak yang punya barang atau pihak pengirim.
Hal-hal yang dapat digolongkan dengan kemusnahan atau kesalahan barang yang
ditimbulkan diluar kesalahan atau kelalaian pihak pengangkut dalam perjanjian pengangkutan
barang adalah karena memaksa (overmatch atau force majeure), cacat pada barang itu sendiri
yaitu dapat diketahui oleh pengangkut sebelum pengangkut barang, kesalahan oleh kelalaian
pengirim itu sendiri.
Pemikiran tentang overmatch (keadaan memaksa) terdapat dua aliran yaitu:
1. Aliran objektif (de objective overmatch leer) atau absolut yaitu debitur berada dalam
keadaan memaksa apabila pemenuhan prestasi itu tidak mungkin dilaksanakan oleh
siapapun juga setiap orang. Misalnya kendaraan bermotor yang mengangkut tersebut
ditimpa longsor tanah ditengah jalan.
2. Aliran subjektif (de subjective overmatch leer) atau relatif, yaitu keadaan memaksa itu
ada apabila debitur masih mungkin melaksanakan prestasi, tetapi praktis dengan
kesukaran atau pengorbanan yang lebih besar, sehingga dalam keadaan yang
demikian itu kreditur tidak dapat menuntut pelaksanaan prestasi. Misalnya putusnya
jalan dan jembatan, sehingga sulit untuk mengoper barang tersebut karena biaya
pengoperannya lebih mahal dari keuntungan yang diperoleh.
Terhadap penumpang selama proses angkutan berlangsung, pengemudi diberikan wewenang
dalam Pasal 47 UULLAJ untuk menurunkan penumpang dan barang diangkut di tempat
perhentian terdekat, apabila membahayakan keamanan dan keselamatan angkutan.
Wewenang ini benar dapat dipertanggung jawabkan secara hukum dan kepatutan antara lain:
a. Penumpang yang melakukan keributan atau pencurian dalam kendaraan dan sudah
diperingatkan terlebih dahulu.
b. Barang yang diangkut ternyata berbahaya bagi keselamatan angkutan.
c. Barang yang dapat mengganggu penumpang karena bau busuk.

Tanggung jawab terhadap pemilik barang dimulai sejak barang diterima pengirim sampai
barang diserahkan kepada penerima ditempat tujuan yang telah disepakati. Namu pengusaha
angkutan umum betanggung jawab atas kerugian yang timbul apabila ia dapat membuktikan,
diantaranya:
1. Peristiwa yang tidak diduga terlebih dahulu (force majeure, Pasal 1244
KUHPerdata).
2. Cacat pada barang itu sendiri.
3. Kesalahan atau kelalaian pengirim atau ekspeditur (Pasal 91 KUHD)

Anda mungkin juga menyukai