Anda di halaman 1dari 8

RESUME

KEPAILITAN DALAM PRESPEKTIF HUKUM BISNIS DAN

PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum Dalam Ekonomi

Mata Kuliah: Aspek Hukum Dalam Ekonomi

Dosen Pengampu: Ali Jamaludin, M.Si

Oleh:

Ririn Siti Fatimah (030121006)

Kelas Reguler Pagi 01

Semester 2

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI DR. KHEZ MUTTAQIEN

PURWAKARTA

2022
A. Sejarah Undang-Undang Kepailitan Di Indonesia

Sejarah perundang-undangan kepailitan di Indonesia telah dimulai hampir 100 tahun


yang lalu yakni sejak 1906, sejak berlakunya “Verordening op het Faillissement en Surceance
van Betaling voor de European in Indonesia”

Pada perkembangannya hukum kepailitan juga mengalami perubahan kembali dengan


mengingat keadaan ekonomi dan Indonesia yang telah stabil dari krisis moneter. Oleh sebab
itu, maka Presiden Susilo Bambang Yudoyono di masa awal pemerintahannya merombak
kembali UndangUndang No. 4 tahun 1998 tentang Kepailitan, dengan Undang-Undang
Kepailitan baru No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaaan Kewajiban
Pembayaran Utang (untuk selanjutnya disingkat UUKPKPU) yang merupakan lex specialis
(ketentuan yang bersifat spesifik dalam hal kepailitan).

Sistem yang dipergunakan dalam perubahan UndangUndang Kepailitan adalah tidak


melakukan perubahan secara total, tetapi hanya mengubah pasal-pasal tertentu yang perlu
diubah dan menambah berbagai ketentuan baru ke dalam undang-undang yang sudah ada.
Pokok-pokok penyempurnaan tersebut meliputi antara lain:

1. Pertama, penyempurnaan di sekitar syarat-syarat dan prosedur permintaan pernyataan


kepailitan. Termasuk didalamnya, pemberian ke jangka waktu yang pasti bagi
pengambilan putusan pernyataan pailit.
2. Kedua, penyempurnaan pengaturan yang bersifat penambahan ketentuan tentang
tindakan sementara yang dapat diambil oleh pihak-pihak yang berkepentingan,
khususnya oleh kreditur atas kekayaan debitur sebelum adanya putusa pernyataan
pailit.
3. Ketiga, peneguhan fungsi kurator dan penyempurnaan yang memungkinkan
pemberian jasa-jasa tersebut di samping institusi yang selama ini telah dikenal,yaitu
Balai Harta Peninggalan.
4. Keempat, penegasan upaya hukum yang dapat diambil terhadap putusan pernyataan
kepailitan. Dalam UndangUndang Kepailitan hasil revisi dikatakan bahwa untuk
setiap putusan pernyataan pailit, upaya hukum yang dapat diajukan hanyalah kasasi ke
Mahkamah Agung.
5. Kelima, dalam rangka kelancaran proses kepailitan dan pengamanan berbagai
kepentingan secara adil, dalam rangka penyempurnaan ini juga ditegaskan adanya
mekanisme penangguhan pelaksanaan hak kreditur dengan hak preferens, yang
memegang hak tanggungan, hipotik, gadai atau agunan lainnya.
6. Keenam, penyempurnaan dilakukan pula terhadap ketentuan tentang Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sebagaimana diatur dalam BAB KEDUA
Undang-Undang Kepailitan sebagaimana telah diubah.
7. Ketujuh, penegasan dan pembentukan peradilan khusus yang akan menyelesaikan
masalah kepailitan secara umum. Lembaga ini disebut dengan pengadilan niaga,
dengan hakim-hakim yang juga akan bertugas secara khusus.
B. Tujuan Kepailitan

Tujuan utama kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara para kreditur atas
kekayaan debitur oleh kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan
terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan
sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai
dengan hak masing-masing.

C. Subjek Kepailitan

Pada dasarnya UUKPKPU tidak membedakan kepailitan berdasarkan kepemilikian.


UUKPKPU Kepailitan hanya mendeskripsikan debitur yang dapat dipailitkan menjadi dua,
yaitu orang perorangan (pribadi), dan badan hukum. Artinya, baik orang perorangan, maupun
badan hukum dapat dinyatakan pailit. Hal ini terlihat dari pasal 2 ayat (5) UU Kepailitan yang
menyebutkan bahwa “Dalam hal debitur merupakan badan hukum, maka kedudukan
hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasarnya” .

Selain itu, dalam pasal 3 ayat (1) UUKPKPU disebutkan bahwa “Dalam hal permohonan
pernyataan pailit diajukan oleh debitur yang telah menikah, permohonan hanya dapat
diajukan atas persetujuan suami atau istrinya” Kedua pasal tersebut dijadikan dasar, siapa
saja (debitur) yang dapat dipailitkan.

D. Syarat Kepailitan

Dari paparan di atas, maka telah jelas, bahwa untuk bisa dinyatakan pailit, debitur harus
telah memenuhi tiga syarat yaitu:

a. Memiliki minimal dua kreditur.

b. Tidak membayar minimal satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
c. Kreditur yang tidak dibayar tersebut, kemudian dapat dan sah secara hukum untuk
mempailitkan kreditur, tanpa melihat jumlah piutangnya.

E. Hal-Hal Mengenai Kemudahan Dalam Kepailitan

Undang-Undang Kepailitan kita, sekali lagi memang sangat mempermudah proses


kepailitan. Sebagai contoh, Pasal 6 ayat (3) UUK menentukan bahwa permohonan
pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti
secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) telah terpenuhi.
F. Tugas Kurator

Lebih jauh lagi tugas kurator pengurus dapat dilihat pada job description dari kurator
pengurus, karena setidaknya ada 3 jenis penugasan yang dapat diberikan kepada kurator
pengurus dalam hal proses kepailitan, yaitu:

1.Sebagai Kurator sementara

Kurator sementara ditunjuk dengan tujuan untuk mencegah kemungkinan debitur


melakukan tindakan yang mungkin dapat merugikan hartanya, selama jalannya proses
beracara pada pengadilan sebelum debitur dinyatakan pailit. Tugas utama kurator sementara
adalah untuk:

1) Mengawasi pengelolaan usaha debitur; dan

2) Mengawasi pembayaran kepada kreditur, pengalihan atau pengagunan kekayaan debitur


yang dalam rangka kepailitan memerlukan kurator (ps.7 UUKPKPU).

Secara umum tugas kurator sementara tidak banyak berbeda dengan pengurus, namun
karena pertimbangan keterbatasan kewenangan dan efektivitas yang ada pada kurator
sementara, maka sampai saat ini sedikit sekali terjadi penunjukan kurator sementara.

2.Sebagai pengurus

Pengurus ditunjuk dalam hal adanya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang


(PKPU). Tugas pengurus hanya sebatas menyelenggarakan pengadministrasian proses PKPU,
seperti misalnya melakukan pengumuman, mengundang rapat-rapat kreditur, ditambah
dengan pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan usaha yang dilakukan oleh debitur dengan
tujuan agar debitur tidak melakukan hal-hal yang mungkin dapat merugikan hartanya. Perlu
diketahui bahwa dalam PKPU debitur masih memiliki kewenangan untuk mengurus hartanya
sehingga kewenangan pengurus sebatas hanya mengawasi belaka.

3.Sebagai Kurator

Kurator ditunjuk pada saat debitur dinyatakan pailit, sebagai akibat dari keadaan
pailit, maka debitur kehilangan hak untuk mengurus harta kekayaannya, dan oleh karena itu
kewenangan pengelolaan harta pailit jatuh ke tangan kurator.

Dari berbagai jenis tugas bagi Kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan,
maka dapat disarikan bahwa kurator memiliki beberapa tugas utama, yaitu:

1. Tugas Administratif

Dalam kapasitas administrativenya Kurator bertugas untuk mengadministrasikan


proses-proses yang terjadi dalam kepailitan, misalnya melakukan pengumuman (ps. 13
(4) UUK), mengundang rapat-rapat kreditur, mengamankan harta kekayaan debitur pailit,
melakukan inventarisasi harta pailit (ps. 91 UUKPKPU), serta membuat laporan rutin
kepada hakim pengawas (ps. 70 B (1) UUKPKPU). Dalam menjalankan kapasitas
administratifnya Kurator memiliki kewenangan antara lain; a) kewenangan untuk
melakukan upaya paksa seperti paksa badan (ps. 84 (1) UUKPKPU), b) melakukan
penyegelan (bila perlu) (ps. 90 (1) UUKPKPU)

2. Tugas Mengurus/mengelola harta pailit

Selama proses kepailitan belum sampai pada keadaan insolvensi (pailit), maka kurator
dapat melanjutkan pengelolaan usaha-usaha debitur pailit sebagaimana layaknya organ
perseroan (direksi) atas ijin rapat kreditur (ps. 95 (1) UUKPKPU). Pengelolaan hanya
dapat dilakukan apabila debitur pailit masih memiliki suatu usaha yang masih berjalan.
Kewenangan yang diberikan dalam menjalankan pengelolaan ini termasuk diantaranya; a)
kewenangan untuk membuka seluruh korespondensi yang ditujukan kepada debitur pailit
(ps. 14 jo ps.96 UUKPKPU), b) kewenangan untuk meminjam dana pihak ketiga dengan
dijamin dengan harta pailit yang belum dibebani demi kelangsungan usaha (ps.67 (3)-(4)
UUKPKPU), c) kewenangan khusus untuk mengakhiri sewa, memutuskan hubungan
kerja, dan perjanjian lainnya.

3. Tugas Melakukan penjualan-pemberesan.


Tugas yang paling utama bagi Kurator adalah untuk melakukan pemberesan.
Maksudnya pemberesan di sini adalah suatu keadaan dimana kurator melakukan
pembayaran kepada para kreditor konkuren dari hasil penjualan harta pailit.

G. Pihak Terkait Dalam Kepailitan


1. Pemohon pailit
Pemohon pailit adalah orang atau pihak yang mengambil inisiatif untuk
melakukan permohonan pailit terhadap debitor pailit. Pasal 2 Undang-Undang
Kepailitan yaitu Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 mengatur mengenai siapa
saja yang berhak menjadi pemohon pailit.
2. Debitur pailit

Debitor pailit adalah pihak yang memiliki lebih dari satu kreditor dan setidaknya
satu dari utangnya telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Pihak debitor adalah pihak
yang dimohonkan atau melakukan permohonan pailit.

3. Hakim niaga

Perkara kepailitan akan ditangani oleh pengadilan niaga oleh karena itu yang
akan melakukan pemeriksaan terhadap perkara tersebut juga merupakan hakim niaga
secara majelis

4. Hakim pengawas

Hakim pengawas adalah hakim yang diangkat oleh pengadilan yang bertugas
untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemberesan harta pailit. Ada
beberapa tugas dan wewenang dari hakim pengawas yang diatur dalam Undang-
Undang kepailitan.

5. Kurator

Kurator memiliki peran penting dalam perkara kepailitan. Berdasarkan


ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Kurator adalah Balai Harta
Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus
dan memberes-kan hartaDebitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai
dengan Undang-Undang ini.

6. Panitia kreditur
Panitia kreditor adalah perwakilan dari pihak kreditor yang mempejuangkan
segala kepentingan dari pihak kreditor.

7. Pengurus

Pengurus hanya dapat dijumpai dalam hal penundaan kewajiban pembayaran


utang.

H. Akibat Hukum Kepailitan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut, akibat dari
adanya pernyataan pailit antara lain adalah debitur kehilangan kewenanggannya dalam
mengurus dan menguasai kekayaannya serta debitur tidak lagi mempunyai kewenangan atau
tidak lagi bebas atas harta kekayaan yang dimilikinya. Setiap berutang (debitor) yang ada
dalam keadaan berhenti membayar, baik atas laporan sendiri maupun atas permohonan
seseorang atau lebih berpiutang (kreditor), dengan putusan hakim dinyatakan pailit atau
bangkrut maka akan ada akibat hukumnya.

I. Penundaan Kepailitan Berdasarkan Utang

Penundaan kewajiban pembayaran Utang atau yang lebih dikenal dengan PKPU adalah
salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari kepailitan. Pasal 229 ayat (3)
Undang-Undang Kepailitan dikatakan bahwa:

“Apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban


pembayaran utang diperiksa pada saat yang bersamaan, permohonan penundaan kewajiban
pembayaran utang harus diputuskan terlebih dahulu.”

Oleh karena itu apabila kita lihat isi Pasal 229 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan dapat
diketahui bahwa pengajuan PKPU dilakukan sebelum adanya putusan pernyataan pailit.

J. Sengketa Bisis

Berbagai kegiatan bisnis sebenarnya merupakan sesuatu yang tidak diharapkan terjadi
karena dapat mengakibatkan kerugian pada pihak- pihak yang bersengketa, baik mereka yang
berada pada posisi yang benar maupun pada posisi yang salah. Terjadinya sengketa bisnis
perlu dihindari untuk menjaga reputasi dan relasi yang baik ke depan. Sengketa kadang-
kadang kadang tidak dapat dihindari karena adanya kesalahpahaman, pelanggaran perundang-
undangan, ingkar janji, kepentingan yang berlawanan, dan atau kerugian pada salah satu
pihak (Sanusi Bintang 2000:133).
K. Model Penyelesaian Sengketa Bisnis

Dilihat dari proses model penyelesaian sengketa bisnis dapat berupa:

1. Litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan.

a. Pengadilan umum

b. Pengadilan Niaga

2. Non Litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

a. Arbitrase

b. Alternatif Penyelesaian Sengketa

i. Negosiasi
ii. Mediasi
iii. Konsiliasi
iv. Online Despute Resolution
L. Lembaga Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis
a. A.Definisi Mediasi
b. Menurut David spencer dan Michael Brogan dalam Syahrizal Abbas (2009:28) prinsip
dasar mediasi, yaitu sebagai berikut:
c. Mediasi Di Badan Peradilan Umum

Anda mungkin juga menyukai