Anda di halaman 1dari 11

URGENSI REVISI UU NOMOR 37 TAHUN 2004

TENTANG KEPAILITAN DAN PKPU

Abstrak

Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim. Pengawas sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU yang mana
merupakan pengganti aturan yang sama dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1998 yang kala
itu digunakan untuk mengatasi masalah krisis moneter pada masa itu. Mengenai keadaan tidak
mampu membayar, Pasal 2 ayat (1) UU KPKPU menyatakan syarat kepailitan harus memenuhi
unsur adanya suatu utang yang tidak dibayar lunas yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
Mengenai hal tersebut, Sutan Remy Sjahdeini menyatakan insolvensi debitor merupakan syarat
agar debitor dapat dimohonkan kepailitan, atau dapat disebut suatu kondisi keadaan finansial.
Sedangkan insolvensi menurut UU KPKPU25 merupakan suatu keadaan dimana debitor dam
tidak mampu membayar utang-utangnya.
Kata Kunci : Kepailitan, Kurator, Kreditur, Debitur

a. Pendahuluan

Tingginya kebutuhan pendanaan dalam sektor usaha seringkali dihadapkan permasalahan


khususnya mengenai kemampuan pembayaran utang dan penyelesaiannya. Masalah dalam
pendanaan secara multi efek dapat mempengaruhi kegiatan usaha baik pada debitor maupun
kreditor dalam hal likuiditas dana. Untuk mengatasi permasalahan pendanaan dunia usaha, dalam
hukum keperdataan dikenal adanya lembaga penyelesaian utang melalui kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan
Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah
pengawasan Hakim.1 Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 37 tahun
2004 tentang Kepailitan dan PKPU yang mana merupakan pengganti aturan yang sama dalam
Undang-undang Nomor 4 tahun 1998 yang kala itu digunakan untuk mengatasi masalah krisis
moneter pada masa itu.

Dalam kepailitan, seorang debitor hanya dapat dinyatakan pailit oleh pengadilan apabila
debitor telah dalam keadaan tidak membayar utang-utangnya kepada kreditor atau tidak mampu
membayar utang-utangnya (insolven). Debitor yang tidak membayar utang-utangnya ataupun
insolven harus dimohonkan kepailitannya terlebih dahulu kepada pengadilan2 untuk dinyatakan
pailit dan dilakukan sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas. 3

Kepailitan memiliki 3 (tiga) tujuan umum. Pertama, hukum kepailitan mengamankan dan
membagi hasil penjualan harta milik debitor secara adil kepada semua kreditornya. Kedua,
adalah mencegah agar debitor yang insolven tidak merugikan kepentingan kreditornya. Ketiga,
memberikan perlindungan kepada debitor yang beriktikad baik dari para kreditornya.4

Adapun syarat-syarat kepailitan antara lain :5

1. Adanya utang
2. Minimal satu dari utang sudah jatuh tempo
3. Minimal satu dari utang dapat ditagih
4. Adanya debitor
5. Adanya kreditor
6. Kreditor lebih dari satu
7. Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang disebut dengan “Pengadilan
Niaga”
8. Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang
9. Syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang-Undang Kepailitan
1
Pasal 1 Butir 1 UU NO.37/2004
2
Sutan Remy Sjahdeini, Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan, Memahami UndangUndang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Edisi Kedua, Prenadamedia Group, Jakarta,
2016, hal. 3
3
Pasal 1 Angka 1 UU KPKPU
4
Sutan Remy Sjahdeini, Ibid
5
https://mnj.my.id/resumen-uu-no-37-tahun-2004/
Mengenai keadaan tidak mampu membayar, Pasal 2 ayat (1) UU KPKPU menyatakan
syarat kepailitan harus memenuhi unsur adanya suatu utang yang tidak dibayar lunas yang telah
jatuh waktu dan dapat ditagih. Mengenai hal tersebut, Sutan Remy Sjahdeini menyatakan
insolvensi debitor merupakan syarat agar debitor dapat dimohonkan kepailitan, atau dapat
disebut suatu kondisi keadaan finansial. Sedangkan insolvensi menurut UU KPKPU25
merupakan suatu keadaan dimana debitor dam tidak mampu membayar utang-utangnya.

b. Pembahasan

UU Kepailitan dan PKPU lahir didorong adanya kebutuhan dunia usaha terhadap
perangkat hukum dalam penyelesaian masalah utang piutang yang adil, cepat, terbuka, dan
efektif6. Namun, sejak diundangkan pada tanggal 18 November 2004 penyelesaian melalui
kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) masih mengalami problem
dalam penerapannya dan juga konsep hukum dalam UU No. 37 Tahun 2004 juga menjadi
ganjalan bagi para Kurator dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab yang diamanatkan
Undang-Undang tersebut, perbaikan pada tahun 2004 ini ternyata juga kurang membawa
keadaan lebih baik karena justru menjadi mesin pembunuh bagi kelanjutan usaha dari Debitor.
Disebut-sebut karena belum adanya kepastian hukum dan keseragaman dalam memahami dan
mengimplementasikan Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan yang mengatur tentang Debitor yang
mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah
jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas
permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditornya untuk itu
diadakanya revisi dari Undang-Undang tersebut dapat dikatakan cukup mendesak.

Seperti yang dikatakan sebelumnya menurut pendapat beberapa ahli di bidang hukum
substansi UU Kepailitan dan PKPU bertentangan dengan hakekat dari hukum kepailitan. UU
Kepailitan seolah menjadi mesin pembunuh bagi kelanjutan usaha dari debitor.

Beberapa permasalahan yang ada dalam UU ini yang pertama yaitu syarat minimum
kreditor sebagai pemohon pailit. Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan menegaskan pailit bisa
6
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-
UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN
PEMBAYARAN UTANG.
dimohonkan jika memenuhi dua syarat: debitor mempunyai dua kreditor atau lebih dan debitor
tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Pasal ini, dinilai
oleh bebrapa ahli menjadi bukti bahwa UU Kepailitan bertentangan dengan hakekat hukum
kepailitan yang seharusnya untuk kepentingan seluruh kreditor dan juga tidak ada ukuran yang
pasti terhadap pelaksanaan pasal 2 ayat (1). Pemahaman terhadap utang yang telah jatuh tempo
dan dapat ditagih juga tidak sama. Selain itu, teori pembuktian sederhana belum dipahami secara
baik oleh Pengadilan Niaga.7

Yang kedua permasalahan dalam UU ini yaitu sebagian hakim niaga tidak
memiliki record atau jam terbang keahlian yang cukup dalam memahami dan mendalami esensi
hukum kepailitan, baik di tingkat Pengadilan Negeri maupun tingkat Mahkamah Agung.
Pendidikan calon hakim niaga dinilai terlalu pendek dan seleksi pemilihan calon hakim niaga
tidak jelas.

Permasalahan yang ketiga yaitu dalam praktik, terjadi kebingungan tentang


implementasi ladder of creditor’s claim priority. Tidak ada kepastian hukum terhadap
pelaksanaan hak separatis ketika dihadapkan pada hak tagih pajak dan hak tagih buruh. Juga
tidak ada upaya pembuktian dugaan kreditor fiktif, dan ada pelanggaran hukum pembuktian
dalam hal Pengadilan Niaga mewajibkan ‘kreditor lain’ dalam persidangan. Dalam pasal 127 UU
Kepailitan tidak memberikan kepastian terhadap langkah renvoi prosedur.8

Permasalahan berikutnya adalah mengenai pelaksanaan hak mengajukan usulan


perdamaian oleh debitor tidak realistis. Alasannya, hak untuk mengajukan usulan perdamaian
dalam pasal 144 adalah hak debitor pailit, tetapi pengajuan berdasarkan Pasal 145 UU Kepailitan
tidak adil bagi debitor pailit yang masih memiliki upaya hukum, tidak ada kepastian terhadap
hak eksekusi dari kreditor separatis terhadap boedel pailit yang telah dijaminkan hak kebendaan
dihubungkan dengan Pasal 56 dan Pasal 59. Dan tidak ada kepastian terhadap perlindungan
kurator dan juga terhadap tata cara perhitungan fee kurator atau pengurus.

Adapun alasan lain mengenai revisi UU Kepailitan yang dipandang mendesak ini adalah
karena belum disiplinnya Pengadilan Niaga yang khususnya di tingkat MA dalam
7
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56e778ca1b8d5/pemerintah-terima-33-masukan-untuk-revisi-uu-
kepailitan
8
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56e778ca1b8d5/pemerintah-terima-33-masukan-untuk-revisi-uu-
kepailitan
mengimplementasikan Time Frame pemeriksaan dan putusan perkara dan juga penyampaian
salinan putusan bagi para pihak; belum adanya kepastian batasan hak dan kewenangan Kurator
dengan Hakim Pengawas dalam tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit/PKPU; serta tidak
jelasnya penerapan hak Debitor pailit dalam mengajukan usulan perdamaian setelah pailit,
karena dalam prakteknya proposal perdamaian yang diajukan oleh Debitor sering mengalami
kekalahan akibat Pasal 281 UU Kepailitan yang menyebutkan bahwa syarat perhitungan suara
dan harus dipenuhi syarat kumulatif voting Kreditor Konkuren dan Kreditor Separatis.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Kurator Indonesia (AKPI) Jamaslin James Purba  terkait
dengan pasal 2 ayat (1) UU No.37/2004 Pasal ini tidak memperhitungkan apakah debitor mampu
atau tidak mampu untuk membayar seluruh utang.9

UU KPKPU yang saat ini menjadi undang-undang yang menjadi dasar dalam
penyelesaian kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, Dalam praktik
penyelenggaraanya ditemukan permasalahan dan telah diidentifikasi beberapa kelemahan yang
harus segera dilakukan penyempurnaan pengaturan kepailitan dan penundaan kewajiban
pembayaran utang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat Indonesia.

Pasal 234 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) menentukan bahwa pengurus PKPU
yang diangkat harus independen dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan debitor atau
kreditor. Pengurus PKPU yang diangkat harus independen dimana dia adalah seseorang atau
badan yang tidak berada dibawah salah satu pihak yang sedang bersengketa, sehingga
independensinya benar-benar terjaga.

Penunjukan pengurus PKPU oleh Pengadilan Niaga dapat berdasarkan usul dari debitur, kreditor
atau atas kewenangannya sendiri, dengan memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:10

9
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt561737ed1a1cb/enam-kesalahan-uu-kepailitan

10
tandar profesi kurator dan pengurus Indonesia http://kreditur pailit.wordpress.com/standart- kurator-pengurus-
indonesia/ diakses tanggal 30 Maret 2021.
1. Sebelum menerima penunjukkan, pengurus PKPU harus memastikan dirinya memiliki
kompetensi dan kapasitas yang cukup untuk menjalankan penugasan tersebut. Kompetensi dan
kapasitas yang dimaksud adalah mengenai itikad baik pengurus PKPU dalam hal menilai dirinya
mengenai kemampuan dan kapasitas/kualifikasi dari dirinya sendiri untuk melakukan proses
pengurusan harta kekayaan debitor dalam PKPU. Oleh sebab itu pengurus PKPU harus
mengikuti pendidikan keahlian khusus dan sertifikasi yang dilakukan oleh lembaga Asosiasi
Kurator dan Pengurus Indonesia (selanjutnya disebut AKPI) atau pihak lain yang diakreditasi
oleh AKPI. Pendidikan keahlian khusus bagi kurator dan pengurus PKPU terdiri dari pendidikan
dasar dan pendidikan lanjutan. Mengenai standart keahlian khusus tidak dijelaskan lebih lanjut
dalam peraturan atau Standart Kurator dan Pengurus.

2. Sebelum menerima penugasan pengurus PKPU harus memastikan dirinya tidak memiliki
benturan kepentingan dengan debitor maupun kreditor, yang dapat diketahuinya dari daftar
kreditur yang tercantum dalam permohonan PKPU maupun dokumen lain yang diajukan
bersamaan dengan permohonan PKPU tersebut. Jika sewaktu melaksanakan penugasan Pengurus
PKPU mengetahui bahwa ia ternyata memiliki benturan dengan satu atau lebih kreditor, maka
hakim pengawas atau dengan anggota majelis hakim pengadilan niaga yang menangani PKPU
tersebut, meminta kepada pengurus PKPU untuk :

a. Memberitahukan secara tertulis adanya benturan kepentingan tersebut kepada hakim


pengawas, debitor, rapat kreditor dan komite kreditor, jika ada dengan tembusanpada
Dewan kehormatan AKPI, serta wajib segera memanggil rapat kreditor untuk
diselengarakan secepatnya khusus untuk memutuskan masalah benturan tersebut; atau

b. segera mengundurkan diri. Jika pengurus PKPU mengundurkan diri maka pengurus

PKPU wajib memanggil rapat kreditor untuk menunjuk pengurus PKPU lainnya yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan UUK-PKPU dan Standar Profesi Kurator dan
Pengurus.

Dalam menjalankan kewenangannya pengurus PKPU wajib mempergunakan keahlian

profesionalnya dengan cermat dan seksama. Pengurus PKPU harus secara kritis mencermati
bahwa setiap langkah yang diambil dalam rangka pelaksanaan tugasnya memiliki dasar yang
kuat sesuai dengan UUK- PKPU dan peraturan pelaksananya serta telah menempuh prosedur
Standart Profesi Kurator dan Pengurus. Pada dasarnya pengurus PKPU wajib bertindak secara
transparan dihadapan para pihak yang terlibat dalam kewenangannya serta memberikan
informasi material11 secara seimbang kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses PKPU.
Terlepas dari kewajiban tersebut pengurus PKPU tetap wajib menjaga rahasia terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan penugasannya kepada pihak ketiga manapun yang secara ekplisit tidak
disebutkan oleh UUK-PKPU.

Pasal 234 ayat (2) menentukan bahwa pengurus PKPU yang terbukti tidak independen
dikenakan sanksi pidana dan atau perdata sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam
penjelasan UUK-PKPU tidak disebutkan dengan jelas bentuk-bentuk sanksi yang dapat
dikenakan kepada pengurus PKPU yang terbukti tidak independen, demikian juga halnya dalam
peraturan-peraturan pelaksana UUK-PKPU tidak ada satu ketentuan yang menyinggung
persoalan tersebut. Hal ini dapat menyebabkan multi interpretasi bagi hakim dalam memutuskan
perkara terhadap pengurus PKPU yang terbukti tidak independen. Pengurus PKPU yang
independen dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan para pihak yang terlibat dalam
proses PKPU hanya dapat dibuktikan dengan itikad baik dari pengurus PKPU sendiri dalam
mengurus harta kekayaan perusahaan debitor. Dengan itikad baik yang dimiliki oleh para pihak
proses PKPU juga dapat berjalan dengan baik.

Tanggung jawab pengurus PKPU ditentukan dalam pasal 234 ayat (4) UUK-PKPU
dimana pengurus PKPU bertanggung jawab terhadap kesalahan dan kelalaiannya dalam
melaksanakan tugas pengurusan yang menyebabkan kerugian terhadap harta debitor. Dalam
UUK-PKPU selanjutnya tidak disebutkan dengan jelas bagaimana bentuk tanggung jawabnya,
demikian juga halnya dalam peraturan pelaksanaannya.

Pengurus PKPU harus segera mengambil tindakan pendahuluan yang diperlukan setelah
pernyataan PKPU sementara diterima, tindakan-tindakan tersebut adalah:

11
tandar profesi kurator dan pengurus Indonesia http://kreditur pailit.wordpress.com/standart- kurator-pengurus-
indonesia/ diakses tanggal 30 maret 2021.
1. segera setelah menerima penugasan, pengurus PKPU harus menghubungi hakim
pengawas dan menyiapkan konsep pengumuman PKPU untuk ditetapkan oleh hakim
pengawas serta mengusulkan surat kabar dimana pengumuman akan dimuat. Pengurus
meminta salinan pernyataan PKPU dan menjalin komunikasi awal dengan debitor atau
pengurus perusahaan debitor dengan tujuan mengumpulkan semua informasi mengenai
debitor dan memastikan kerjasama debitor dalam PKPU.

2. Jika pengurus menemui masalah dalam hal ini, maka pengurus PKPU memberitahukan
dan meminta bantuan hakim pengawas. beberapa tindakan yang harus dilakukan
pengurus PKPU dalam pemeriksaan pendahuluan adalah sebagai berikut:

a. mengidentifikasi seluruh rekening bank dan harta kekayaan penting atau material
lain yang dimiliki oleh debitor.
b. Mengumpulkan informasi umum sehubungan dengan tempat, jenis dan skala
kegiatan usaha debitor.
c. Mengumpulkan informasi umum sehubungan dengan keadaan keuangan debitor.
d. Membangun mekanisme control atas pemasukan dan pengeluaran uang/harta
debitor. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah menjadikan pengurus
sebagai penandatangan bersama (joint signatory) dari seluruh rekening bank
debitor agar seluruh aliran masuk dan keluarnya dana berada dalam control
pengurus PKPU.
e. Dalam waktu sesingkat-singkatnya, mengumumkan PKPU dalam berita Negara
dan dalam 1 atau lebih surat kabar harian yang ditunjuk oleh hakim pengawas.12

Salah satu faktor yang menjadi penentu keberhasilan pengurus PKPU dalam tugasnya
adalah bagaimana pengurus PKPU dapat membina hubungan kerja dengan pengurus perusahaan/
debitor. Dalam hal ini maka pengurus perusahaan/ debitor dapat dibagi menjadi 2 yaitu, debitor
yang kooperatif dan debitor yang non kooperatif. Seorang debitor yang tidak kooperatif dapat
dinilai apabila mereka menolak baik jika diminta oleh pengurus PKPU ataupun tidak, untuk

12
Standar profesi kurator dan pengurus Indonesia http://kreditur pailit.wordpress.com/standart- kurator-pengurus-
indonesia/ diakses tanggal 30 Maret 2021.
bekerjasama dalam menjalankan proses PKPU, kerjasama yang dimaksud yang dimaksud antara
lain adalah:13

1. memberikan seluruh data dan informasi sehubungan dengan kekayaan harta perusahaan
debitor secara lengkap dan akurat.

2. membuka akses bagi pelakdsanaan kewenangan pengawasan harta debitor dan usahanya.

3. tidak menghalangi baik sengaja atau tidak pelaksanaan tugas pengurus PKPU.

Terhadap debitor yang tidk kooperatif, maka pengurus dapat mengusulkan kepada hakim
pengawas untuk mengambil tindakan-tindakan hukum agar debitor tersebut dapat segera
mematuhi proses yang sedang berlangsung.

Adapun urgensi dilakukannya penyempurnaan adalah mengenai persyaratan kepailitan,


pembuktian sederhana, keadaan diam otomatis debitor terkait dengan hak debitor dalam
implementasi Pasal 24 ayat (1) UU KPKPU, hak kreditor separatis dalam kepailitan,
kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam kepailitan bank, BUMN sebagai pihak yang
dikecualikan dalam kepailitan, kedudukan dan pengawasan kurator, akibat kepailitan terhadap
sita pidana, penundaan kewajiban pembayaran utang yang diajukan oleh kreditor, peringkat upah
pekerja dalam kepailitan sebagaimana perkembangan hukum berdasarkan putusan Mahkamah
Konstitusi, kepailitan lintas negara (cross border insolvency), dan mengenai penjualan harta
kepailitan sebagaimana diatur dalam Pasal 185 UU KPKPU.14

Laju perkembangan perekonomian di Indonesia sebaiknya mendapat perhatian lebih dari


pemerintah karena untuk mendukung adanya daya saing di era global saat ini, dengan adanya
revisi dari UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan PKPU diharapkan dapat memenuhi
dan dapat menjamin kepastian hukum yang jelas. Sehingga mengapa Revisi dari UU Nomor 37
tahun 2004 ini sangat mendesak karena pada urgensinya ada beberapa aturan yang harus
diberikan penegasan lebih terkait substansinya agar tidak menimbulkan salah kaprah sehingga
dapat memberi pemahaman dan keseragaman dalam pengimplementasian bagi pihak-pihaku
terkait. Dan juga diharapkan tidak merugikan pihak manapun karena memang suatu bentuk
13
Ibid.
14
https://www.bphn.go.id/data/documents/kpkpu.pdf
konsekuensi atau hukuman bagi Debitor yang terbukti tidak memenuhi kewajibannya kepada
Kreditor.

c. Daftar Pustaka

Pasal 1 Butir 1 UU NO.37/2004

Sutan Remy Sjahdeini, Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan, Memahami
UndangUndang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Edisi Kedua, Prenadamedia Group, Jakarta, 2016, hal. 3

 Pasal 1 Angka 1 UU KPKPU

 Sutan Remy Sjahdeini, Ibid


 https://mnj.my.id/resumen-uu-no-37-tahun-2004/

 NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN


ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN
PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG.

 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56e778ca1b8d5/pemerintah-terima-33-masukan-
untuk-revisi-uu-kepailitan

 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56e778ca1b8d5/pemerintah-terima-33-masukan-
untuk-revisi-uu-kepailitan

 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt561737ed1a1cb/enam-kesalahan-uu-kepailitan

 https://www.bphn.go.id/data/documents/kpkpu.pdf

Anda mungkin juga menyukai