Anda di halaman 1dari 6

KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN PIUTANG

Disusun oleh :
Binse mbepa kamala Konda (172)

UNIVERSITAS WARMADEWA
TAHUN PELAJARAN2023/2024
Depenisi kepailitan
Pengertian Kepailitan

Pada dasarnya, kepailitan adalah suatu kondisi atau keadaan ketika pihak yang berhutang
(debitur) yakni seseorang atau badan usaha tidak dapat menyelesaikan pembayaran terhadap
utang yang diberikan dari pihak pemberi utang (kreditur). Keadaan ini sebenarnya merupakan
hal yang lumrah terjadi dalam dunia usaha. Sedangkan secara bahasa kata pailit berasal dari
bahasa Belanda yakni failliet yang memiliki arti macet dalam melakukan pembayaran

Di Indonesia terkait kepailitan diatur dalam Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan PKPU (KPKPU). Dalam UU 37/2004 menyebutkan kepailitan adalah sita umum atas semua
kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah
pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Kurator adalah balai harta peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan
untuk mengurus dan membereskan harta debitur yang pailit di bawah pengawasan Hakim
Pengawas sesuai dengan UU KPKPU.

Undang-undang kepailitan awalnya timbul dengan tujuan untuk melindungi kreditur dengan
memberikan kepastian hukum dalam menyelesaikan transaksi utang piutang yang tidak
terselesaikan dan kini menjadi tren yang banyak diminati dalam proses penyelesaian sengketa
utang piutang sebab banyak yang menganggap prosesnya lebih cepat sehingga terkait hak
kreditur lebih terjamin.

Tata Cara Pengajuan Kepailitan

Seperti yang disebutkan dalam Pasal 1 ayat 1 UU 37/2004 yang dapat memutuskan bahwa suatu
perusahaan itu pailit atau tidak hanya dapat dilakukan oleh pengadilan niaga yang mana terdapat
syarat dan prosedur yang harus dipenuhi terlebih dahulu.

Dalam pasal 2 ayat 1 jo. pasal 8 ayat 4 UU 37/2004 menyebutkan bahwa permintaan pailit yang
dilimpahkan kepada pengadilan niaga harus dapat memenuhi sejumlah syarat, diantaranya yaitu:

1. Adanya debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan
putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau
lebih krediturnya;
2. Adanya kreditur yang memberikan pinjaman utang kepada debitur yang dapat berupa
perseorangan maupun badan usaha;
3. Terdapat sejumlah utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Utang tersebut dapat
dikarenakan telah diperjanjikan, terjadinya percepatan waktu penagihan, sanksi atau
denda, maupun putusan pengadilan dan arbiter;
4. Adanya permohonan pernyataan pailit dari lembaga terkait.
Upaya Hukum Terhadap Keputusan kepailitan

Terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit tersebut

menurut Pasal 11 UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, hanya dapat dilakukan upaya hukum dalam bentuk kasasi ke

Mahkamah Agung. Ketentuan ini meniadakan ketentuan upaya hukum

banding ke pengadilan tinggi.

Menurut Pasal 13 ayat (2) UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran, Mahkamah Agung dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari

terhitung sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan harus

mengucapkan putusannya.

Menurut Pasal 14 UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban,

terhadap putusan atas permohonan pailit yang telah memiliki ketentuan

hukum tetap, dapat diajukan peninjauan kembali (PK) kepada Mahkamah

Agung.

Penundaan Kewajiban Penagihan Pembayaran utang

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Suspension of Payment atau Surseance van


Betaling) adalah suatu masa yang diberikan oleh undang- undang melalui putusan hakim niaga
dimana dalam masa tersebut kepada pihak kreditor dan debitor diberikan kesempatan untuk
memusyawarahkan cara-cara pembayaran hutangnya. menundaan Kewajiban Pembayaran
Utang berasal dari hukum Germania
lama dan hanya diberikan dalam hal luar biasa oleh pengadilan.menundaan Kewajiban
Pembayaran Utang .
Prosedur Permohonan Penundaan Kewajiban Penagihan Pembayaran utang

Jika pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU diterima, tentu ada
prosedur khusus yang akan dijalani baik oleh debitur dan kreditur. Prosedur PKPU ini
diharapkan bisa memunculkan mufakat antara kedua belah pihak, serta pelunasan utang atau pun
juga restrukturisasi utang. Nah, berikut ini adalah 2 prosedur atau tahapan dari PKPU tersebut. 

1. PKPU Sementara 

Tahapan pertama yang akan dilalui setelah pengajuan PKPU diterima adalah PKPU Sementara.
PKPU Sementara ini merupakan PKPU pendahuluan yang diberikan oleh Pengadilan Niaga saat
menerima permohonan PKPU, baik dari debitur atau kreditur. Hasil putusan PKPU Sementara
dari Pengadilan Niaga berlaku mulai dari putusan tersebut dikeluarkan hingga 45 hari ke
depannya.  Prosedur PKPU ini harus diajukan melalui kuasa hukum ke pengadilan Niaga dari
pihak debitur atau kreditur.

Setelah putusan PKPU Sementara, akan ditunjuk 1 orang hakim pengawas dan 1 orang atau lebih
pengurus oleh pengadilan, untuk pengurusan selama PKPU Sementara. Pengurus PKPU
Sementara ini pun wajib mengumumkan hasil putusan tersebut dalam Berita Negara Republik
Indonesia, serta sedikitnya 2 surat kabar harian. 

Pada pengumuman yang disampaikan oleh pengurus tersebut, memuat undangan yang ditujukan
pada seluruh debitur dan kreditur, serta jadwal rapat dan juga permusyawaratannya. Saat rapat
diadakan, maka akan diupayakan pencocokan piutang, pembahasan rencana untuk berdamai,
serta penentuan apakah diberikan PKPU Tetap pada debitur atau tidak. 

Jika sekiranya rencana perdamaian dari debitur yang berisikan rencana pembayaran utang bisa
diterima, maka pemungutan suara bisa langsung dilakukan. Namun, jika rencana perdamaian
belum disiapkan, maka debitur bisa mengajukan permohonan perpanjangan waktu. Permohonan
perpanjangan waktu ini nantinya disampaikan lewat mekanisme PKPU Tetap. 

2. PKPU Tetap 

PKPU tetap merupakan tahapan atau prosedur perusahaan untuk mengajukan penundaan
pembayaran utang melalui kuasa hukum. PKPU tetap ini merupakan lanjutan dan akan
terlaksana jika sekiranya debitur belum siap menyusun rencana perdamaiannya. Selain itu,
PKPU Tetap juga bisa berlangsung jika para kreditur belum mencapai kata mufakat atau belum
adanya keputusan atas rencana perdamaian dari debitur hingga berakhirnya masa PKPU
Sementara. 
Terkait dengan pemberian PKPU Tetap pada debitur, harus melalui proses voting terlebih
dahulu, di mana semua kreditur berpartisipasi dalam proses tersebut. Perhitungan kuorum ini
didasarkan pada Pasal 229 ayat (1) UU No.37 Tahun 2004, tentang Kepailitan dan PKPU. Pasal
ini menjelaskan bahwa kreditur konkuren atau separatis berhak menentukan kelanjutan dari
proses PKPU. 

Jika sekiranya hasil voting tersebut memenuhi kuorum untuk bisa diberikan PKPU Tetap pada
debitur, maka proses PKPU akan dilanjutkan dengan PKPU Tetap. Jangka waktu maksimalnya
sendiri selama 270 hari sejak putusan PKPU Sementara dibacakan. Namun, jika kuorum tidak
mencukupi, maka debitur akan ditetapkan pailit oleh pengadilan. 

Jika PKPU Tetap berjalan, maka dalam kurun waktu 270 hari, debitur dan kreditur bisa
berunding dan membahas rencana perdamaian terkait utang piutang antara keduanya. Jadi, kurun
waktu 270 hari itu bukan waktu untuk debitur harus melunasi utangnya. Jika tetap tak tercapai
rencana perdamaian dalam kurun waktu tersebut, maka debitur akan dinyatakan pailit oleh
pengadilan. 

Syarat Pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU

Walaupun Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini bisa diajukan untuk memperoleh
tenggat penyelesaian utang piutang, bukan berarti PKPU ini bisa diajukan sembarangan saja.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh baik kreditur atau debitur, agar nantinya bisa
mengajukan PKPU ini. Berikut rincian dari persyaratan untuk pengajuan PKPU tersebut. 

1. Tenggat Pembayaran Utang Telah Jatuh Tempo

PKPU bisa diajukan jika sekiranya pembayaran utang telah jatuh tempo atau bahkan melebihi
dari tenggat waktu pembayaran yang ditentukan sebelumnya. Ketidakmampuan dari debitur
untuk membayar Utangnya, bisa dijadikan landasan baik bagi kreditur atau debitur, untuk
meminta kerenggangan waktu terkait persoalan utang piutang tersebut. 

2.  Debitur Memiliki Lebih dari Satu Kreditur

Jika sekiranya debitur memiliki lebih dari satu kreditur alias meminjam uang dari banyak pihak,
maka pengajuan PKPU pun bisa dilakukan. Pihak yang mengajukan PKPU pun tak terbatas
hanya dari pihak debitur saja, melainkan juga dari pihak kreditur. Diharapkan dengan pengajuan
PKPU, maka setiap utang piutang antara satu debitur dengan banyak kreditur ini bisa selesai
dengan baik. 

3. Kreditur Tergolong Sebagai Kreditur Konkuren 

PKPU juga bisa diajukan jika sekiranya kreditur yang memberikan piutang pada debitur
merupakan kreditur konkuren. Kreditur konkuren ini sendiri merujuk pada kreditur yang
memberikan pinjaman atau piutang tanpa menggunakan jaminan. Jadi, piutang yang kreditur
berikan pada debitur ini hanya dilandaskan atas rasa kepercayaan saja dan harapan atas itikad
baik debitur. 
Berapa Lama Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ada 2 prosedur atau tahapan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang atau PKPU, yakni PKPU Sementara dan PKPU Tetap. Antara 2 tahapan
PKPU ini, ada perbedaan kurun waktu atau lamanya proses tersebut dilakukan, di mana PKPU
Sementara lebih singkat dibanding PKPU Tetap. 

Pada PKPU Sementara, kurun waktu yang diberikan untuk debitur merancang rencana
perdamaian yang berisi skema pembayaran utangnya adalah selama 45 hari. Jika setelah 45 hari
tersebut rencana perdamaian diterima oleh pihak kreditur, maka skema pelunasan utang bisa
langsung dilaksanakan. Jika belum ada kata mufakat, maka akan dilanjutkan dengan PKPU
Tetap. 

Kurun waktu proses PKPU Tetap ini sendiri memang terbilang lama, mencapai hingga 270 hari.
Nah, dalam kurun waktu selama ini, debitur dan kreditur akan terus melakukan perundingan
dalam rangka mencapai kesepakatan terkait skema penyelesaian utang piutang di antara
keduanya. Jika sekiranya setelah 270 hari tak ada kata mufakat, maka pihak debitur akan
dinyatakan pailit oleh pengadilan. 

Anda mungkin juga menyukai