Dosen Pengampu:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hlm. 175.
1
2
Sutan Remy Sjhadeini,Hukum kepailitan,(Pustaka Utama Grafiti,2002),Hlm.322
3
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,2004),
Hlm.15
penundaan kewajiban penundaan pembayaran utang sebagain sarana penyelesaian
konkurensi utang antara debitur dan kreditur di Indonesia mulanya diatur dalam
Failisements verordening, yang selanjutnya disingkat FV yang berlaku sesuai
Stb.1905 No.217 jo Staablad tahun 1906 angka 348 diubah dengan peraturan
pemerintah penganti undang-undang (perpu) No. 1 tahun 1998 yang di sahkan
menjadi undang-undang dengan undang-undang no 4 tahun 1998.
4
Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, UU No.37
Tahun 2004, LN No.27 Tahun 2005, TLN No.4484, Pasal 222 ayat (2).
undang no 4 tahun 1998 pasal 212 disebutkan debitor yang tidak bias atau tidak dapat
memperkirakan bahwa ia tidak dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang
sudah jatuh tepo dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban
pembayaran utang, dengan maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana
perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada
kreditor konkuren.
Langkah-langkah perdamian ini ialah untuk menyusun suatu taktik baru bagi
si debitor. Tetapi karena factor kesulitan pembayaran utang-utang yang
memungkinkan segera jatuh tempo yang mana sementara belum dapat diselesaikan
menghasilakan si debitor terpaksa membentuk suatu konsep pedamian, tentu saja bila
perdamian ini disetujui oleh para kreditor maka debitor dapat meneruskan usahanya
serta membayar utang-utangnya. Tujuan akhir dari PKPU ini merupakan untuk
tercapainya perdamian antara debitor dan seluruh kreditor dari rencana perdamaian
yang diajukan si debitor tadi selain menghindari kepailitan tujuan PKPU membantu
debitor yang beritikad baik.
Tindakan Pailit adalah suatu sitaan umum atas semua kekayaan Debitor Pailit
yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan
Hakim Pengawas. Harta pailit akan dibagikan sesuai dengan porsi besarnya tuntutan
Kreditor. Prinsip kepailitan yang demikian ini merupakan realisasi dari ketentuan
Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata, yaitu kebendaan milik Debitor menjadi jaminan
bersama-sama bafi semua kreditor yang dibagi menurut prinsip keseimbangan atau “
Pari Pasu Prorata Parte”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana akibat adanya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
terhadap tindakan hukum debitur?
2. Jelaskan bagaimana cara menyelesaikan tagihan-tagihan yang ditujukan kepada
debitur dalam hal terjadi PKPU ?
BAB II
PEMBAHASAN
5
Dr. Yuhelson, S.H,. M.Kn, hukum kepailitan di indonesia. Gorontalo, Ideas Publishing,2019
6
Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, UU No.37
Tahun 2004, LN No.27 Tahun 2005, TLN No.4484, Pasal 222 ayat (2).
tetap atau setelah putusan pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap
dan atas permintaan pengurus atau Hakim Pengawas jika masih diperlukan,
Pengadilan wajib mengatakan sita yang telah diletakkan atas benda yang termasuk
harta debitur. Ketentuan ini berlaku pula terhadap eksekusi dan sitaan yang telah
dimulai atas benda yang tidak dibebani, sekalipun eksekusi dan sitaan tersebut
berkenaan dengan tagihan kreditor yang dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak
tanggungan, hipotek, hak agunan atas kebendaan lainnya, atau dengan hak yang harus
diistimewakan berkaitan dengan kekayaan tertentu berdasarkan undang-undang.
Debitur berhak pada waktu mengajukan permohonan penundaan kewajiban
utang (PKPU) atau setelah itu menawarkan suatu perdamaian kepada kreditur,
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 265. Menurut Pasal 266 UUK, apabila rencana
perdamaian itu tidak diajukan sebelum hari sidang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 266 atau pada tanggal kemudian dengan tetap memeperhatikan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 228 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan Nomor
37 Tahun 2004. Salinana rencana perdamaian juga harus segera disampaikan kepada
hakim pengawas, pengurus dan ahli bila ada.
Rencana perdamaian ini akan gugur demi hukum, bila sebelum putusan PKPU
mempunyai kekuatan hukum tetap, kemudian ada putusan yang mengkahiri
penundaan kewajiban pembayaran utang di dalam Pasal 267 Undang-Undang
Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004.
Apabila rencana perdamaian dilampirkan pada permohonan penundaan
sementara kewajiban pembayaran utang atau lebih disampaikan oleh debitur sebelum
sidang maka pemungutan suara tentang rencana perdamaian dapat dilakukan jika
dipenuhi syarat-syarat :
a. Telah ditentukan kapan tagihan yang terkena PKPU paling lambat harus
disampaiakan kepada pengurus
b. Telah ditentukan tanggal dan waktu rencana perdamaian yang diusulkan itu akan
dibicarakan dan diputuskann dalam rapat permusyawaratan hakim
c. Dipenuhi tenggang waktu minimal 14 hari antara a dan b di atas
Apabila syarat tersebut diatas tidak dipenuhi atau jika kreditur konkuren belum
dapat memberikan suatu mereka mengenai rencana perdamaian, maka atas
permintaan debitur, paea kreditur harus menentukan pemberian atau penolakan
kewajiban pembayaran utang secara tetap dengan maksud untuk memungkinkan
debitur, pengurus dan para kreditur untuk mempertimbangkan dan menyetujui
perdamaian pada rapat atau sidang yang diadakan selanjutnya.
Atas dasar kewenangan yang diberikan oleh pengurus, debitur dapat melakukan
pinjaman dari pihak ketiga semata-mata dalam rangka meningkatkan nilai harta
debitur titik apabila dalam melakukan pinjaman tersebut perlu diberikan agunan,
debitur dapat membebani hartanya dengan hak tanggungan gadai atau hak agunan
atas kebendaan lainnya sepanjang pinjaman tersebut telah memperoleh persetujuan
hakim pengawas. Pembebanan tersebut hanya dapat dilakukan terhadap bagian harta
debitur yang belum dijadikan jaminan utang.
2. Diperlukan sebagai piutang yang dapat ditagih pada waktu yang tidak dipastikan
atau yang memberikan hak atas tunjangan berkala dan dimasukkan dalam daftar
dengan nilai pada saat PKPU itu mulai berlaku.
3. Diperlukan sebagai piutang yang baru dapat ditagih setahun kemudian sejak
PKPU berlaku, akan diberlakukan seolah-olah dapat ditagih pada saat tersebut.
Semua piutang yang baru dapat ditagih setelah setahun, terhitung sejak berlakunya
penundaan kewajiban pembayaran utang dimasukkan dalam daftar dengan
perhitungan waktu setelah lewatnya waktu sejak saat tersebut. Seorang yang telah
mengambil utang atau piutang dari harta kekayaan tersebut sebelum mulai berlakunya
PKPU, tidak boleh minta agar dilakukan perhitungan utang piutang. Bila sewaktu
mengadakan pengambilan itu tidak dilakukan dengan itikad baik titik terhadap utang
piutang yang pengambil alihannya terjadi kemudian sesudah ada PKPU, tidak dapat
diadakan perhitungan utang piutang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penundaan kewajiban pembayaran utang, tidak menghentikan perkara yang
sudah mulai diperiksa atau pun menghalangi pengajuan perkara baru. Walaupun
demikian, dalam hal perkarya semata-mata mengenai tuntutan pembayaran suatu
piutang yang telah diakui oleh debitur itu sendiri akan tetapi kreditur tidak
mempunyai kepentingan untuk mendapatkan suatu putusan guna melaksanakan
haknya terhadap pihak ketiga, setelah tentang pengakuan tersebut.
Selama penundaan kewajiban pembayaran utang tanpa diberi kewenangan
oleh pengurus, debitur tidak dapat melakukan tindakan pengurusan atau
memindahkan hak atas sesuai bagian hartanya. Kreditor yang memperkirakan bahwa
Debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan
dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitor diberi penundaan kewajiban
pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitor mengajukan rencana perdamaian
yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditornya.
DAFTAR PUSTAKA
Jono, S. (2010). Hukum Kepailitan (1 ed.). (Tarmizi, Ed.) Jakarta: Sinar Grafika.
Rahayu Hartini, S. (2007). Hukum Kepailitan (Revisi ed.). (R. s, Ed.) Malang: UPT
Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.
Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,2004)
Dr. Yuhelson, S.H,. M.Kn, hukum kepailitan di indonesia. Gorontalo, Ideas Publishing,2019
Sum Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 2002
Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, UU No.37
Tahun 2004