A. PENGERTIAN
Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan
keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini adalah
pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya, Harta debitur
dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas
Pasal - Pasal yang Terdapat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yaitu Pasal
1131-1134.
Dan beberapa Undang-Undang Lainnya yang mengatur Mengenai BUMN (UU No.19
Tahun 2003), Pasar Modal( UU No. 8 Tahun 1995), Yayasan (UU No.16 Tahun 2001 )
Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur merupakan perusahaan efek.
Adanya hutang
Adanya debitur
1. Permohonan pailit, syarat permohonan pailit telah diatur dalam UU No. 4 Tahun 1998,
2. Keputusan pailit berkekuatan tetap, jangka waktu permohonan pailit sampai keputusan
3. Rapat verifikasi, adalah rapat pendaftaran utang – piutang, pada langkah ini dilakukan
pendataan berupa jumlah utang dan piutang yang dimiliki oleh debitur. Verifikasi utang
merupakan tahap yang paling penting dalam kepailitan karena akan ditentukan urutan
4. Perdamaian, jika perdamaian diterima maka proses kepailitan berakhir, jika tidak maka
diagendakan.
perdamaian diterima.
6. Insolvensi, yaitu suatu keadaan dimana debitur dinyatakan benar – benar tidak mampu
membayar, atau dengan kata lain harta debitur lebih sedikit jumlah dengan hutangnya.
7. Pemberesan / likuidasi, yaitu penjualan harta kekayaan debitur pailit, yang dibagikan
8. Rehabilitasi, yaitu suatu usaha pemulihan nama baik kreditur, akan tetapi dengan catatan
jika proses perdamaian diterima, karena jika perdamaian ditolak maka rehabilitasi tidak
ada.
9. Kepailitan berakhir.
Zainal Asikin, menguraikan beberapa akibat hukum dari putusan pailit. Hal yang utama
adalah dengan telah dijatuhkannya putusan kepailitan, si debitur (si pailit) kehilangan hak untuk
melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta bendanya. Pengurusan dan penguasaan harta
benda tersebut beralih ke tangan curator/Balai Harta Peninggalan. Namun, tidak semua harta
bendanya akan beralih penguasaan dan pengurusannya ke curator/ Balai Harta Peninggalan.
bahkan makanan untuk tiga puluh hari bagi debitur dan keluarganya.
b) Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian
suatu jabatan atau jasa, upah, uang tunggu, dan uang tunjangan, sejauh yang dientukan
dengan perbuatan hukum tersebut akan menambah harta kekayaannya. Apabila ternyata di
kemudian hari, perbuatan hukum itu merugikan kekayaan pailit, curator/ Balai Harta
a) Dalam hal pada saat penyataan pailit diucapkan, terdapat perjanjian timbale balik yang
belum atau sebagian dipenuhi, pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitur
pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh curator dan
pihak tersebut.
b) Dalam hal tidak tercapainya kesepakatan antara pihak tersebut dengan curator
mengenai jangka waktu di atas, Hakim Pengawas yang akan menetapkan jangka waktu
tersebut.
dinyatakan berakhir dan pihak yang bersangkutandapat menuntut ganti rugi dan akan
diperdagangkan dalam jangka waktu tertentu, dan pihak yang harus menyerahkan
tersebut menjadi hapus, dan dalam hal pihak lawan (yang mengadakan perjanjian)
e) Dalam hal debitur telah menyewa suatu benda, baik curator maupun pihak yang
adat istiadat setempat dalam jangka waktu paling singkat Sembilan puluh hari. Jika
pembayaran uang sewa telah dilakukan, pemberitahuan perjanjian sewa tidak bisa
f) Pekerja/buruh yang bekerja pada debitur dapat memutuskan hubungan kerja, atau
dan peraturan yang berlaku, dengan pengertian bahwa hubungan kerja tersebut dapat
putusan pailit ditetapkan, upah kerja/buruh yang terutang sebelum maupun sesudah
g) Warisan dan hibah yang selama kepailitan jatuh kepada debitur pailit, oleh curator
tidak dapat diterima dengan izin Hakim Pengawas, kecuali apabila menguntungkan
harta pailit.
pailit debitur sudah didaftarkan, atau dalam hal pembayaran utang tersebut merupakan
sudah diterima oleh pemegang surat pengganti atau surat atas tunjuk karena memang
Dengan demikian, apabila suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur dan
perbuatan hukum tersebut dapat merugikan para kreditor serta dilakukan dalam jangka waktu
satu tahun sebelum pernyataan pailit ditetapkan, sedangkan perbuatan hukum tersebut tidak
wajib dilakukan debitur, (kecuali dapat dibuktikan sebaliknya) debitur dan pihak dengan siapa
a) Merupakan perikatan dimana kewajiban debitur jauh melebihi kewajiban pihak dengan
b) Merupakan pembayaran atas atau pemberian jaminan untuk utang yang belum jatuh
Anggota atau istrinya, anak angkat atau keluarganya sampai derajat ketiga.
dalam angaka 1 adalah anggota direksi atau pengurus atau apabila pihak-pihak
modal disetor
d) Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum, dengan atau terhadap :
Anggota direksi atau pengurus debitur atau suami/istri atau anak angkat atau
keluarga sampai derajat ketiga, dari anggota direksi atau pengurus tersebut.
angkat/keluarga sampai derajat ketiga dari perorangan tersebut, yang ikut serta
secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur paling
yang ikut secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur
ketiga, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan
atau sebaliknya.
5) Badan hukum yang sama, atau perorangan yang sama, baik bersama,
atau tidak dengan suami atau istrinya, dan atau para anak angkatnya dan
keluarga sampai derajat ketiga ikut serta secara langsung atau tidak
e) Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap badan
anggotanya.
Selain itu, hal yang terpenting sebagai akibat hukum dijatuhkannya putusan kepailitan,
a. Penghibahan. Dalam hal ini ditentukan bahwa hibah yang dilakukan debitur dapat
dimintakan pembatalan apabila curator dapat membuktikan bahwa pada saat hibah
tersebut dilakukan, debitur mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut
b. Pembayaran utang yang belum dapat ditagih (belum jatuh tempo), atau debitur
melakukan perbuatan yang tidak wajiib, perbuatan itu dapat dibatalkan demi keselamatan
harta pailit. Hal tersebut harus dibuktikan bahwa pada waktu dilakukannya perbuatan
tersebut, baik debitur maupun pihak ketiga mengetahui bahwa perbuatannya (debitur) itu
Permohonan penundaan pembayaran itu harus diajukan oleh debitur kepada pengadilan
dapat dilihat oleh semua pihak yang berkepentingan. Selanjutnya, prosedur permohonan
2. Hakim pengadilan paling lambat 45 hari melalui panitera harus memanggil para
3. Dalam sidang tersebut akan diadakan pemungutan suara (jika perlu) untuk
ditetapkan pula lamanya waktu penundaan pembayaran paling lama 270 hari
utang sementara dalam berita Negara Republik Indonesia, dan paling sedikit dalam
dua surat kabar harian yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas, dan pengumuman
rapat permusyawaratan hakim berikut tanggal, tempat, dan waktu siding tersebut,
berikut perpanjangannya
dan
e) Pengakhiran perdamaian
Sepanjang jangka waktu yang ditetapkan untuk penundaan pembayaran, atas permintaan
pengurus, kreditor, hakim pengawas atau atas prakarsa pengadilan, penundaan kewajiban
pembayaran utang dapat diakhiri dengan alasan-alasan berikut ini (pasal 255 UU No. 37 Th
2004)
1. Debitur selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang bertindak dengan iktikad
4. Debitur lalai melakukan kewajiban yang ditentukan oleh pengadilan dan yang
5. Keadaan harta debitur selama penundaan pembayaran tidak memungkinkan lagi bagi
debitur dalam keadaan pailit sehingga ketentuan kepailitan berlaku bagi si debitur. Debitur yang
melalui pengadilan. Perdamaian itu diajukan pada saat atau setelah mengajukan permohonan
penundaan kewajiban pembayaran utang. Hal ini berbeda dengan perdamaian pada kepailitan,
1. Dari segi waktu, akor penundaan pembayaran diajukan pada saat atau setelah
3. Syarat penerimaan akor pada penundaan pembayaran haruslah disetujui setengah dari
jumlah kreditor konkuren yang diakui atau sementara diakui yang hadir pada rapat
permusyawaratan hakim, yang bersama-sama mewakili dua pertiga bagian dari seluruh
tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang
hadir dalam rapat tesebut, dan mewakili tiga perempat dari jumlah piutang yang diakui.
konkuren, yang mewakili tiga perempat jumlah semua tagihan yang tidak mempunyai
tagihan istimewa.
4. Kekuatan mengikatnya akor pada penundaan kewajiban pembayaran utang berlaku pada
semua kreditor (baik konkuren maupun prepent), sedangkan akor kepailitan hanya
Akibat hukum apabila akor penundaan kewajibanpembayaran utang ditolak adalah hakim
dapat langsung menyatakan debitur dalam pailit. Sementara itu, apabila akor diterima, harus
Berakhirnya Kepailitan
a. Perdamaian
Debitur pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditor.
Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan segera setelah
dalam rapat kreditor oleh lebih dari seperdua jumlah kreditor konkuren yang hadir dalam
rapat dan yang mewakili paling sedikit dua pertiga dari jumlah seluruh piutang konkuren
yang diakui atau untuk sementara diakui oleh kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir
dalam rapat tersebut. Apabila lebih dari seperdua jumlah kreditor yang hadir dalam rapat
kreditor dan mewakili paling paling sedikit seperdua dari jumlah piutang kreditor yang
mempunyai hak suara menyetujui untuk menerima rencana perdamaian, dalam jangka
waktu paling sedikit delapan hari setelah pemungutan suara pertama diadakan, harus
Dalam setiap rapat kreditor wajib dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Hakim
Pengawas dan panitera pengganti. Berita acara rapat tersebut harus memuat:
1) Isi perdamaian
2) Nama kreditor yang hadir dan berhak mengeluarkan suara dan menghadap
5) Segala sesuatu yang terjadi dalam rapat (pasal 154 UU No. 37 Th 2004)
Setiap orang yang berkepentingan dapat melihat dengan Cuma-Cuma berita acara rapat
yang disediakan paling lambat tujuh hari setelah tanggal berakhirnya rapat di Kepaniteraan
Pengadilan. Isi perdamaian yang termuat dalam berita acara perdamaian harus dimohonkan
mengeluarkan penetapan pengesahan paling lambat tujuh hari sejak dimulainya sidang
pengesahan.
a. Harta debitur, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan suatu benda,
c. Perdamaian itu terjadi karena penipuan, atau persengkongkolan dengan satu atau lebih
kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan
apakah debitur atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai perdamaian. (pasal 159 ayat
menyetujui rencana perdamaian maupun debitur pailit, dalam jangka waktu delapan hari setelah
putusan pengadilan diucapkan dapat mengajukan kasasi. Sebaliknya, dalam hal rencana
perdamaian sisahkan atau dikabulkan, dalam jangka waktu delapan hari setelah putusan
a. Kreditor yang menolak perdamaian atau yang hadir pada saat pemungutan suara
dicapai berdasarkan alasan yang tercantum dalam pasal 159 ayat (2) UU No. 37 Th
2004 diatas
b. Insolvensi
Insolvensi merupakan fase terakhir kepailitan. Insolvensi adalah suatu kejadian di mana
harta kekayaan (boedel) pailit harus dijual lelang di muka umum, yang hasil
penjualannya akan dibagikan kepada kreditor sesuai dengan jumlah piutangnya yang
disahkan dalam akor. Dengan adanya insolvensi tersebut, Zainal Asikin menulis bahwa
mana penjualan terhadap harta pailit itu dapat saja dilakukan di bawah tangan
4. Melakukan pembagian atas seluruh harta pailit yang telah dilelang atau diuangkan
itu.
5. Dengan demikian, apabila insolvensi sudah selesai dan para kreditor sudah
berakhir. Debitur kemudian akan kembali dala keadaan semula, dan tidak lagi
Sejarah hukum kepailitan Hukum kepailitan sudah ada sejak zaman Romawi. Kata “
bangkrut”, dalam bahasa Inggris disebut “Bangkrupt” , berasal dari undang-undang Italia, yaitu
banca nipta . Sementara itu, di Eropa abad pertengahan ada praktik kebangkrutan di mana
dilakukan penghancuran bangku-bangku dari para bankir atau pedagang yang melarikan diri
secara diam-diam dengan membawa harta para kreditor. Bagi Negara-negara dengan tradisi
hukum common law, di mana hukum berasal dari Inggris Raya, tahun 1952 merupakan tonggak
sejarah, karena pada tahun tersebu hukum pailit dari tradisi hukum Romawi diadopsi ke negeri
Inggris.
Peristiwa ini ditandai dengan diundangkannya sebuah undang-undang yang disebut Act
Againts Such Person As Do Make Bangkrup oleh parlemen di masa kekaisaran raja Henry VIII.
Undang-undang ini menempatkan kebangkrutan sebagai hukuman bagi debitor nakal yang
memberikan hak-hak bagi kelompok kreditor secara individual. Sementara itu, sejarah hukum
kekuasaan untuk membentuk suatu aturan uniform mengenai kebangkrutan. Hal ini
Dalam the Federalis Papers, seorang founding father dari Negara Amerika serikat, yaitu
James Medison, mendiskusikan apa yang disebut Bankrupcy clause. Kemudian, kongres pertama
kali mengundangkan undang-undang tentang kebangkrutan pada tahun 1800, yang isinya mirip
dengan undang-undang kebangkrutan di Inggris pada saat itu. Akan tetapi, selama abad ke-18, di
beberapa Negara bagian USA telah ada undang-undang negara bagian yang bertujuan untuk
melindungi debitor yang disebut insolvency law. Selanjutnya, undang-undang federasi AS tahun
1800 tersebut diubah atau diganti beberapa kali. Kini di USA hukum kepailitan diatur dalam
Indonesia, maka dapat dibagi menjadi tiga masa, yakni: Masa sebelum Faillisements
Verordening berlaku.
Sebelum Faillisements Verordening berlaku, dulu hukum Kepailitan itu diatur dalam dua
tempat yaitu dalam: 1. Wet Book Van Koophandel atau WvK 2. Reglement op de
masuknya Wetboek Van Koophandel (KUHD) ke Indonesia. Adapun hal tersebut dikarenakan
Peraturan-peraturan mengenai Kepailitan sebelumnya terdapat dalam Buku III KUHD. Namun
akhirnya aturan tersebut dicabut dari KUHD dan dibentuk aturan kepailitan baru yang berdiri
sendiri. Aturan mengenai kepailitan tersebut disebut dengan Failistment Verordenning yang
berlaku berdasarkan Staatblaads No. 276 Tahun 1905 dan Staatsblaad No. 348 Tahun 1906. Arti
kata Failisment Verordenning itu sendiri diantara para sarjana Indonesia diartikan sangat
beragam.
tetapi Subekti dan Tjitrosidibio melalui karyanya yang merupakan acuan banyak kalangan
akademisi menyatakan bahwa Failisment Verordening itu dapat diterjemahkan sebagai Undang-
Belanda ini berlaku dalam jangka waktu yang relatif lama yaitu dari Tahun 1905 sampai dengan
Tahun 1998 atau berlangsung selama 93 Tahun. Sebenarnya pada masa pendudukan Jepang
Aturan ini sempat tidak diberlakukan dan dibuat UU Darurat mengenai Kepailitan oleh
Pemerintah Penjajah Jepang untuk menyelesaikan Masalah-masalah Kepailitan pada masa itu.
Belanda diberlakukan kembali. Pada tahun 1998 dimana Indonesia sedang diterpa krisis moneter
suatu PERPU No. 1 tahun 1998 mengenai kepailitan sebagai pengganti Undang-undang
Kepailitan peninggalan Belanda. Meskipun begitu isi atau substansi dari PERPU itu sendiri
masih sama dengan aturan kepailitan terdahulu. Selanjutnya PERPU ini diperkuat kedudukan
dibentuklah Produk hukum yang baru mengenai Kepailitan yaitu dengan disahkannya UU No. 37
Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran sebagai pengganti UU
hukum antara aturan kepailitan yang lama dengan aturan kepailitan yang baru. Substansi tersebut
antara lain:
1. Pada Failisment Verordenning tidak dikenal adanya kepastian Frame Time yaitu batas
waktu. Hal ini dalam PERPU No.1 Tahun 1998 diatur sehingga dalam
2. Pada Failisment Verordening hanya dikenal satu Kurator yang bernama Weestcomer
atau Balai Harta Peninggalan. Para kalangan berpendapat kinerja dari Balai Harta
penyelesaian kasus kepailitan yang dahulunya dapat dilakukan Banding dan Kasasi,
kini dalam Perpu No. 1 Tahun 1998 hanya dapat dilakukan Kasasi sehingga Banding
tidak dibenarkan lagi. Hal tersebut dikarenakan lamanya waktu yang ditempu dalam
4. Dalam Aturan yang baru terdapat Asas Verplichte Proccurure stelling yang artinya
5. Dalam UU No. 37 Tahun 2004 ditambah 1 pihak lagi yang dapat mengjaukan
jo Stb. 1906-348). Peraturan kepailitan ini sebenarnya hanya berlaku bagi golongan Eropah,
1. Wet Book Van Koophandel atau WvK buku ketiga yang berjudul Van de
pedagang.
ketujuh dengan judul Van de staat van kenneljk onvermogen atau tentang keadaan
Peraturan ini adalah Peraturan Kepailitan bagi orang-orang bukan pedagang. Akan tetapi
ternyata dalam pelaksanaanya, kedua aturan tersebut justru menimbulkan banyak kesulitan
2) Biaya tinggi.
Oleh karena itu maka dibuatlah aturan baru, yang sederhana dan tidak perlu banyak
biaya, maka lahirlah Faillisements Verordening (Stb. 1905-217) untuk menggantikan 2 (dua)
mengenai kepailitan diatur dalam Faillisements Verordening (Stb. 1905-217 jo Stb. 1906-348).
Peraturan kepailitan ini sebenarnya hanya berlaku bagi golongan Eropah, golongan Cina, dan
golongan Timur Asing (Stb.1924-556). kesulitan yang sangat besar terhadap perekonomian
Nasional terutama kemampuan dunia usaha dalam mengembangkan usahanya. Terlebih lagi
dalam rangka untuk memenuhi kewajiban pembayaran mereka pada para kreditur. Keadaan ini
pada gilirannya telah melahirkan akibat yang berantai dan apabila tidak segera diselesaikan akan
masalah kepailitan dan penundaan kewajiban diatur dalam Faillisements Verordening Stb. 1905-
217 jo Stb. 1906-348. Secara umum prosedur yang diatur dalam Faillisements Verordeningmasih
berlangsung pesat maka wajarlah bahkan sudah semakin mendesak untuk menyediakan sarana
hukum yang memadai yakni yang cepat, adil, terbuka dan efektif guna menyelesaikan utang
Verordening melalui Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan UU tentang kepailitan pada
tanggal 22 April 1998 Perpu ini diubah menjadi UU No. 4 Tahun 1998 yang disahkan dan
diundangkan di Jakarta pada tanggal 19 September 1998 yang tertuang dalam Lembaran Negara
Masa Berlakunya UU Kepailitan No. 37 Tahun 2004 Pada 18 Oktober 2004 UU No. 4
Tahun 1998 diganti dengan disahkannya UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. UU No.37 Tahun 2004 ini mempunyai cakupan yang
luas karena adanya perkembangan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat untuk
waktu secara pasti bagi pengambilan putusan pernyataan pailit dan/atau penundaan