H. Upaya Hukum
Upaya hukum yang dapat dilakukan adalah upaya hukum kasasi ke
mahkamah Agung, Pasal 8 ayat (1), dan upaya hukum Peninjauan Kembali kepada
Mahkamah Agung, pasal 11.
Dalam perkembangannya, 10 tahun pasca berlakunya UU Kepailitan dan
PKPU, tidak banyak perkara kepailitan yang dimohonkan ke Pengadilan Niaga.
Alasan utama Kreditor dan Debitor enggan menyelesaikan perkara diantara mereka
melalui permohonan kepailitan dikemukakan oleh Kartini Muljadi, antara lain:1
a. Penyelesaian perkara kepailitan tidak selalu berjalan lancer sebagaimana
diharapkan masyarakat pencari keadilan. Terkesan ada keterlambatan yang
mengganggu ketika Pengadilan Niaga memutuskan perkara permohonan
pailit, mengeluarkan salinan putusan Pengadilan Niaga, putusan kasasi dan
Peninjauan Kembali Mahkamah Agung. Keterlambatan ini memicu
ketidakpastian hukum.
b. Proses penyelesaian perkara pailit membutuhkan biaya yang tidak sedikit
dan waktu yang relative lama, walaupun dalam UU Kepailitan sepertinya
mudah syaratnya, hanya diperlukan bukti sederhana bahwa Debitor
mempunyai 2 atau lebih Kreditor dan Debitor tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
c. Kendala utama bagi pihak-pihak yang mengajukan permohonan pailit
adalah proses hukum berikutnya yang harus dijalani untuk melaksanakan
1
Kartini Muljadi, Sepuluh Tahun Berlakunya Peraturan Perundang-Undangan Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Indonesia, dalam Seminar “National Seminar On
Bankruptcy Law”, AKPI-In_ACCE Working Commite, Grand Hyatt, Jakarta, 29 Oktober 2008, hlm.
2-16.
putusan pernyataan pailit. Pada kenyataannya proses ini sangat sulit, rumit,
dan terkesan sangat bertele-tele.
1. Misalnya dalam proses pencocokan piutang atau verifikasi yang tidak
sederhana karena ada piutang yang diakui da nada yang dibantah oleh
Kurator. Dalam hal ada bantahan, dan hakim pengawas tidak dapat
mendamaikan Kreditor yang piutangnya dibantah oleh Kurator, maka
hakim pengawas dapat memerintahkan agar kedua belah pihak
menyelesaikan sengketa tersebut di Pengadilan Negeri (proses
renvooi). Bila memang diajukan ke Pengadilan Negeri dan diputuskan
oleh Pengadilan Negeri, maka terhadap putusan tersebut masih ada
upaya hukum banding, kasasi, dan Peninjauan Kembali sehingga
prosesnya semakin lama (Pasal 127 UU Kepailitan). Jadi proses
verifikasi piutang saja memerlukan waktu yang lama.
2. Proses perdamaian (Accoord). Sebagaimana diatur dalam Pasal 144-
177 UU Kepailitan, Debitor berhak untuk menawarkan suatu
perdamaian kepada semua Kreditor. Rencana perdamaian dibicarakan
dalam rapat Kreditor untuk dapat diterima atau ditolak oleh rapat
Kreditor. Ususl perdamaian yang diterima baik oleh rapat Kreditor
tersebut diajukan ke Pengadilan Niaga untuk disahkan (homologatie).
Pengadilan niaga dapat menolak atau mengesahkan usul perdamaian
tersebut. Jika Pengadilan Niaga menolak mengesahkan perdamaian,
baik Kreditor yang menyetujui perdamaian maupun Debitor pailit
dalam waktu 8 hari setelah tanggal putusan Pengadilan diucapkan,
dapat mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Niaga tersebut
ke Mahkaman Agung (Pasal 160 Ayat (1) UU kepailitan). Jika
Pengadilan Niaga mengabulkan pengesahan perdamaian, maka
terhadap putusan tersebut dalam jangka waktu 8 hari setelah tanggal
putusan dapat diajukan kasasi oleh Kreditor yang menolak perdamaian
atau yang semula menyetujui perdamaian namun kemudian
mengetahui bahwa perdamaian dicapai karena penipuan (Pasal 160
Ayat (2) UU Kepailitan).
3. Proses pemberesan harta pailit (vereffening) diatur dalam Pasal 178
sampai dengan Pasal 203 UU Kepailitan. Menurut Pasal 178 Ayat (1),
jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana
perdamaian, atau rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima
atau pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap, maka demi hukum harta pailit dalam
keadaan insolven. Langkah selanjutnya, hakim Pengawas mengadakan
rapat Kreditor untuk mengatur cara pemberesan harta pailit (Pasal 187
UU Kepailitan). Kurator wajib menyusun dan menyerahkan daftar
pembagian harta pailit kepada Kreditor yang piutangnya sudah
dicocokkan. Daftar pembagian tersebut harus disetujui hakim
pengawas. (Pasal 189 UU Kepailitan). Terhadap daftar pembagian
tersebut, Kreditor dapat mengajukan perlawanan ke Pengadilan Niaga
(Pasal 193 UU Kepailitan). Terhadap putusan Pengadilan Niaga atas
perlawanan tersebut, Kreditor/ Kurator berhak mengajukan kasasi
(Pasal 196 UU Kepailitan). Kepailitan baru berakhir setelah kepada
Kreditor yang telah dicocokkan dibayarkan penuh piutang mereka atau
segera setelah daftar pembagian penutup menjadi mengikat (Pasal 202
UU Kepailitan).
d. Alasan lain yang menyebabkan pencari keadilan enggan mengajukan
permohonan pailit ke Pengadilan Niaga, karena sering terjadi
ketidakkonsistenan Hakim Pengawas.
1. Misalnya dalam proses pencocokan piutang atau verifikasi yang tidak
sederhana karena ada piutang yang diakui da nada yang dibantah oleh
Kurator. Dalam hal ada bantahan, dan hakim pengawas tidak dapat
mendamaikan Kreditor yang piutangnya dibantah oleh Kurator, maka
hakim pengawas dapat memerintahkan agar kedua belah pihak
menyelesaikan sengketa tersebut di Pengadilan Negeri (proses
renvooi). Bila memang diajukan ke Pengadilan Negeri dan diputuskan
oleh Pengadilan Negeri, maka terhadap putusan tersebut masih ada
upaya hukum banding, kasasi, dan Peninjauan Kembali sehingga
prosesnya semakin lama (Pasal 127 UU Kepailitan). Jadi proses
verifikasi piutang saja memerlukan waktu yang lama.
2. Proses perdamaian (Accoord). Sebagaimana diatur dalam Pasal 144-
177 UU Kepailitan, Debitor berhak untuk menawarkan suatu
perdamaian kepada semua Kreditor. Rencana perdamaian dibicarakan
dalam rapat Kreditor untuk dapat diterima atau ditolak oleh rapat
Kreditor. Ususl perdamaian yang diterima baik oleh rapat Kreditor
tersebut diajukan ke Pengadilan Niaga untuk disahkan (homologatie).
Pengadilan niaga dapat menolak atau mengesahkan usul perdamaian
tersebut. Jika Pengadilan Niaga menolak mengesahkan perdamaian,
baik Kreditor yang menyetujui perdamaian maupun Debitor pailit
dalam waktu 8 hari setelah tanggal putusan Pengadilan diucapkan,
dapat mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Niaga tersebut
ke Mahkaman Agung (Pasal 160 Ayat (1) UU kepailitan). Jika
Pengadilan Niaga mengabulkan pengesahan perdamaian, maka
terhadap putusan tersebut dalam jangka waktu 8 hari setelah tanggal
putusan dapat diajukan kasasi oleh Kreditor yang menolak perdamaian
atau yang semula menyetujui perdamaian namun kemudian
mengetahui bahwa perdamaian dicapai karena penipuan (Pasal 160
Ayat (2) UU Kepailitan).
3. Proses