Anda di halaman 1dari 9

Penyelesaian kredit macet Litigasi

Iswi Hariyani,S.H.,M.H
2020
15.1. Eksekusi Sertifikat Hak Tanggungan
• Dilakukan dengan permohonan penetapan/fiat Ketua
Pengadilan negeri setempat untuk melakukan eksekusi
terhadap agunan yang telah diikat sempurna dengan akta
notariil berupa Sertifikat Hak Tanggungan.
• Dapat dilakukan dengan Parate Eksekusi (tanpa fiat Ketua PN)
– non litigasi (pasal 6 UUHT)
• Ketua PN menetapkan pemberian kuasa kepada kreditor untuk
mengelola objek HT, penetapan mengenai permohonan
pembersihan objek HT dan pencoretan HT
• BPN kemudian menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan =
putusan BHT dan eksekutorial
15.2. Eksekusi Grosse Akta Pengakuan Hutang
• Pasal 224 HIR dan Pasal 285 RBg  eksekusi yang
dijalankan melalui fiat Ketua PN dan tidak memerlukan
putusan pengadilan yang bersifat tetap
• Grosse Akta Pengakuan Hutang  salinan akta notaris berupa
Akta Pengakuan Hutang yang diberi titel eksekutorial “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang
eksekutorial.
• Bila debitor saat jatuh tempo tidak melunasi  kreditor
mengajukan permohonan eksekusi Grosse Akta Pengakuan
Hutang pada Ketua PN setempat.
• Kreditor juga membuat pengakuan utang dari debitor agar
memudahkan bank melakukan eksekusi Grosse Akta
Pengakuan hutang
• Syarat Akta Pengakuan Hutang:
1. Dibuat secara notariil
2. Bukan merupakan perjanjian tambahan dari Perjanjian Kredit
atau perjanjian lainnya, harus berdiri sendiri
3. Dibuat tanpa memuat syarat seperti yang ada dalam Akta
Perjanjian Kredit (term and condition pemberian kredit pada
nasabah cukup dimuat di Akta Perjanjian Kredit bukan di
Akta Pengakuan Hutang(
4. Jumlah utang dalam Akta Pengakuan Hutang harus pasti dan
tidak menimbulkan berbagai penafsiran serta mudah
ditentukan jumlahnya saat eksekusi.
• Syarat formal agar Grosse Akta Pengakuan Hutang dieksekusi:
1. Tercantum titel eksekutorial
2. Bagian akhir tercantum kalimat “diberikan sebagai gross pertama”
3. Dicantumkan nama orang yang mana atas permintaan Grosse Akta
Pengakuan Utang tersebut diberikan
4. Dicantukan tanggal pemberian Grosse Akta Pengakuan Hutang

• Syarat Materil (pasal 224 HIR)


1. Isi dari Grosse Akta Pengakuan Hutang harus benar suatu pengakuan
hutang dari perjanjian utang piutang
2. Berisi pengakuan utang secara sepihak oleh pihak debitor
3. Dicantumkan jelas dan tegas jumlah utang
4. Bunga, ongkos notaris dan perjanjian lain tidak boleh dicantumkan
5. Jangka waktu pengembalian utang dicantumkan
6. Tempat pembayaran disebutkan
7. Hal yang menyebabkan utang dapat ditagih atau harus dibayar seketika
• Ketua PN menyetujui jika:
1. Pengakuan utang merupakan pengakuan utang murni
2. Pengakuan utang merupakan pengakuan utang sepihak
3. Jumlah sudah pasti atau paling tidak dapat dipastikan
15.3. Gugatan Perdata PN
• Mengajukan gugatan perdata atas dasar wanprestasi ditempuh
jika Bank tidak bisa melakukan eksekusi gross akta atau
portofolio kredit macet berupa kredit tanpa agunan yang hanya
diikat dengan Perjanjian Kredit tanpa Perjanjian Jaminan
• Dalam pembuktian harus ada somasi, jika krreditor tidak
melakukan somasi  pasal 1239 BW : jika debitor
wanprestasi maka debitor dapat digugat untuk membayar
penggantian kerugian yang diderita kreditor dan membayar
bunga
• Selain itu Pasal 1266 BW : kreditor dapat menutut pemenuhan
perikatan, pemenuhan perikatan dengan ganti rugi, ganti rugi,
pembatalan persetujuan timbal balik, pembatalan dengan ganti
rugi
15.4. Pelelangan Agunan melalui Lelang
Eksekusi
• Dilakukan apabila debitor terbukti tidak kooperatif, tidak
memiliki itikad baik dan tidak melanjutkan usaha
• Lelang Eksekusi  PUPN – dilakukam melalui pelelangan
umum (Psal 20 ayat (1) UUHT)
• Setiap eksekusi dilaksanakan melalui pelelangan umum agar
mendapat harga tertinggi untuk objek hak tanggungan
kreditor berhak mengambil pelunasan utang dari hasil
penjualan objek HT, jika hasil penjualan lebih besar dari
utang, sisanya menjadi hak debitor
15.5. Permohonan Pailit atas Debitor melalui
Pengadilan Niaga
• Dilakukan pada Debitor menengah dan besar  UU 37/2004
• Permohonan pailit dijadikan alternatif terakhir karena tingkat
pengembalian utangnya tergolong sangat rendah
• Mekanisme:
1. Permohonan pada Ketua Pengadilan Niaga (Pasal 6 ayat 1)
2. Panitera mendaftarkan permohonan (pas 6 ayat 2)
3. Sidang dilakukan max 20 hari setelah permohonan didaftar (pas 6
ayat 6)
4. Bila alasan cukup pengadilan dapat menunda max 25 hari (pasal 6
ayat 7)
5. Pemanggilan dilakukan 7 hari sebelum sidang dilakukan
6. Putusan max 60 hari setelah permohonan didaftarkan (pasal 8 ayat
5)
7. Kasasi MA (Pasal 11 ayat 1) dan PK (Ps 14 ayat 1)

Anda mungkin juga menyukai